BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kondisi Geologi dan Kegempaan

advertisement
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1.
Kondisi Geologi dan Kegempaan Indonesia
Indonesia merupakan salah satu wilayah dibumi ini yang merupakan
tempat bertemunya lempeng-lempeng yang ada dibumi ini . Antara lain di
sebelah barat dan selatan terdapat lempeng australia yang mendesak lempeng
asia, disebelah timur dan utara terdapat lempeng pasifik yang menekan lempeng
asia, dan disebelah utara terdapat lempeng philipina yang menekan pula terhadap
lempeng asia. Karena kondisi ini maka sangat dimungkinkan banyaknya terjadi
gempa di daerah pertemuan antar lempeng tersebut yang berimbas pada
terjadinya perambatan gelombang gempa yang menjalar hingga kepemukiman
penduduk Indonesia. Selain itu terdapat pula beberapa patahan aktif yang tersebar
dibeberapa wilayah Indonesia, antara lain sesar Semangko yang memanjang
sepanjang pulau Sumatera serta masih banyak lagi patahan-patahan lainnya yang
berpotensi besar untuk menimbulkan gempa.
Sumber: Microsoft Encarta 2006
Gambar 2.1 Peta Lempeng
Tugas Akhir
Halaman II - 1
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
2.2
Parameter-parameter Gempa
Parameter penting yang menggambarkan besar dari suatu gempa dapat
diuraikan sebagai berikut.
2.2.1. Gelombang Gempa
Pada waktu gempabumi terjadi, maka akan ada perambatan gelombang
gempa di batuan dasar dan di permukaan tanah. Energi yang dilepaskan
merupakan akumulasi energi yang terjadi akibat gesekan lempeng secara terus
menerus dalam waktu yang lama sehingga pada kondisi tertentu batuan tidak
dapat lagi menahan gaya yang ditimbulkan oleh gerak relatif lempeng. Energi
elastik yang terakumulasi akan dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk
gelombang elastik yang menjalar ke segala arah. Di permukaan bumi penjalaran
ini akan dirasakan sebagai suatu getaran dengan kecepatan tertentu. Besarnya
kecepatan ini tergantung pada kerapatan dan modulus elastisitas dari batuan yang
dilalui.
Gelombang elastik yang dipancarkan oleh suatu gempa mempunyai
beberapa jenis. Berdasarkan pada media bumi yang dilalauinya, gelombang
seismic dapat dibedakan sebagai berikut.
¾
Gelombang Badan (Body Wave)
Gelombang badan terdiri dari dua gelombang yang berbeda sifatnya yaitu
gelombang tekan (gelombang primer) dan gelombang geser (gelombang
sekunder). Gelombang tekan (P wave) merambat secara longitudinal ke segala
arah dengan pola getaran searah dengan perembatan gelombang. P Wave
merupakan gelombang yang memiliki kecepatan paling tinggi di banding
gelombang lainnnya sehingga gelombang inilah yang pertama kali sampai atau
tercatat di stasiun pencatatan gempa, tetapi memiliki energi yang paling rendah
dibandingkan dengan gelombang yang lainnya. Sedangkan gelombang geser (S
wave) memilki kecepatan yang lebih kecil daripada P wave, namun memiliki
energi yang lebih besar daripada P wave. Gelombang ini bergerak tegak lurus
terhadap arah perambatan gelombang.
Tugas Akhir
Halaman II - 2
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
¾
Gelombang Permukaan (Surface Wave)
Gelombang permukaan merambat sepanjang permukaan bumi dan
menyebabkan gerakan tanah yang sangat besar pada permukaan bumi.
Gelombang ini sering terdeteksi sebagai gempa dangkal dan dibagi menjadi dua
golongan yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang Love. Kecepatan rambat
gelombang Rayleigh mencapai 0.92 Vs atau 0.53 Vp. Kecepatan gelombang ini
tergantung dari frekuensi gelombang, dimana kecepatannya bertambah untuk
frekuensi yang makin kecil. Gelombang permukaan (surface wave) ini memiliki
kecepatan paling rendah dibanding body wave, tetapi gelombang ini memiliki
energi paling besar dibanding gelombang badan.
Tabel 2.1 Perbandingan energi gelombang gempa
JENIS
PERSEN ENERGI
GELOMBANG
RAYLEIGH
67
SHEAR
26
COMPRESSION
7
Surface
Wave
Body
Wave
Tugas Akhir
Halaman II - 3
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.2 Gelombang gempa
Gambar 2.3 Hubungan Poisson’s rasio dengan kecepatan gelombang
(Richart,1962)
2.2.2. Energi Gempa
Suatu parameter gempa yang menyatakan besarnya energi gempa yang
dilepaskan selama terjadinya suatu gempa dengan durasi tertentu dari fokus suatu
gempa didefinisikan sebagai energi gempa. Beberapa peneliti menyatakan
hubungan antara magnitude gempa dengan energi yang dilepaskannnya sebagai
berikut :
•
Log E = 11.4 + 1.5M
•
Log E = 12.24 + 1.44M
•
Log E = 11.8 + 1.5M
2.2.3. Hiposenter dan Episenter
Parameter gempa yang merepresentasikan lokasi terjadinya suatu gempa
adalah hiposenter (hypocenter) dan episenter (epycenter). Hiposenter atau fokus
gempa adalah suatu ”titik” di bawah permukaan tanah dimana pertama kali
energi gempa tersebar. Sedangkan episenter adalah titik di permukaan bumi yang
berada tepat di atas fokus gempa atau hiposenter.
Tugas Akhir
Halaman II - 4
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
Kedalaman
Gempa
Gambar 2.4 Episenter dan Hiposenter
2.2.4 Magnituda Gempa
Magnituda gempa didefinisikan sebagai suatu besaran skala tanpa satuan
yang merepresentasikan energi yang dilepaskan oleh suatu gempa. Besarkecilnya magnituda ditentukan berdasarkan besar-kecilnya amplituda gelombang
seismik yang terekam dalam seismogram, yang didefinisikan sebagai :
⎛ A⎞
M = log ⎜ ⎟ + f ( ∆, h ) + cs + cr
⎝ Tw ⎠
Dimana :
M
= Magnituda
A
= amplituda (µ)
Tw
= perioda gelombang (dt)
∆
= jarak episentrum
h
= kedalaman fokus
cs
= koreksi stasiun
cr
= koreksi
lokasi
2.2.4.1 Magnituda Lokal (Richter Local Magnitude), ML
Magnituda lokal suatu gempa ditentukan berdasarkan data amplituda
maksimum dari gelombang gempa yang terekam pada seismogram jenis WoodAnderson dengan perumusan :
Tugas Akhir
Halaman II - 5
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
ML = log A – log A0
Dimana:
A
= Amplituda maksimum
A0
= amplituda gempa standar yang terekam oleh seismograf
Wood-Anderson pada jarak episenter 100 km.
Skala magnituda ini digunakan untuk mengukur magnitude gempa yang
episenternya memiliki jarak lebih kecil dari 500 km.
2.2.4.2 Magnituda Gelombang Permukaan (Surface Wave Magnitude), Ms
Magnituda ini digunakan untuk gempa-gempa dangkal dan jauh dengan
jarak episenter lebih dari 1000 km. Surface wave magnitude (Guttenberg &
Richter, 1936) banyak digunakan di seluruh dunia adalah magnituda yang
berdasarkan amplituda gelombang Rayleigh dengan periode sekitar 20 detik.
Magnitude ini diperoleh dari persamaan :
Ms = log A + 1.66 log ∆ + 2.0
Dimana :
A
= perpindahan tanah maksimum (µm)
∆
= jarak epesenter ( ...o)
2.2.4.3 Magnituda Gelombang Badan (Body Wave Magnitude), mb
Magnituda gelombang badan (Guttenberg, 1945) berdasarkan amplituda
pada siklik pertama dari p-wave yang tidak terpengaruh oleh kedalaman fokus
(Bolt, 1989), digunkaan untuk gempa-gempa dalam.
Dirumuskan sebagai berikut :
mb = log A – log T + 0.01 ∆ + 5.9
Dimana :
Tugas Akhir
A
= amplituda p-wave (µm)
T
= periode p-wave (biasanya sekaitar 1 detik)
Halaman II - 6
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
2.2.4.4 Magnituda Momen (Moment Magnitude), Mw
Magnituda momen, Mw dihitung berdasarkan momen seismik, Mo yang
diukur dari faktor-faktor yang mengakibatkan rupture pada patahan. Magnituda
momen dihitung sebagai berikut :
Mw =
log M o
− 10.7
1.5
2.2.4.5 Seismic Moment, Mo
Dikembangkan dari konsep Elastic Rebound Theory. Seismic Moment
untuk suatu gempa didefinisikan sebagai :
Mo = µ A d
Dimana :
µ
= modulus kekakuan dari batuan dengan rupture
A
= luas total rupture
D
= pergeseran rata-rata
Dari beberapa skala magnitude gempa di atas dapat dibuat suatu korelasi antar
skala tersebut antara lain :
¾ Richter (ML) dengan Gelombang Badan (Mb)
M = 1.7+0.8ML-0.01ML
¾ Gelombang Permukaan (Ms) dengan Gelombang Badan (Mb)
M = 0.56M+2.9
¾ Gelombang Permukaan (Ms) dengan Gelombang Badan (Mb)
berdasarkan Haskell model :
Tugas Akhir
Halaman II - 7
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
Mb = Ms +1.33
Ms <2.86
Mb = 0.67MS + 2.28
2.86 < Ms < 4.90
Mb = 0.33MS + 3.91
4.90 < MS < 6.27
rnb = 6.00
6.27 < MS
¾ Hubungan Gelombang Permukaan (Ms) dengan fault area (in square
kilometers)
log S= 0.67Ms-2.28
MS < 6.76
log S = MS - 4.53
6.76<M S<8.12
log S = 2Ms - 12.65
8.12 < MS < 8.22
Ms = 8.22
S< 6080 km 2
¾ Hubungan Gelombang Permukaan (Ms) dengan Mo
log Mo = MS + 18.89
MS < 6.76
log Ma = 1.5MS + 15.51
6.76<MS < 8.12
log Ma = 3 M s + 3 . 3 3
8.12 < Ms < 8.22
Ms = 8.22
log M 0 > 28
Untuk mengukur skala dari gempa tersebut Richter (1935) menggunakan
suatu alat yang diberi nama Wood-Anderson Seismograph. Alat ini akan
mengukur skala magnitude gempa yaitu magnitude lokal (ML). Di bawah ini
adalah contoh bagaimana mengukur skala gempa dalam magnitude lokal dengan
menggunakan alat Wood-Anderson Seismograph. Dapa dilihat bahwa kita
hanya perlu mengukur besarnya amplitudo maksimum dari data pencatatan
gempa dalam milimeter serta perbedaan waktu datangnya gelombang P dan S
dalam detik, lalu ditarik suatu garis lurus untuk menghubungkan kedua titik
tersebut, dan perpotongan dari kedua titik tersebut dengan magnitude itulah
besarnya skala gempa dala Magnitude lokal. Namun seperti yang sudah
disebutkan diatas skala ini hanya digunakan untuk gempa yang berjarak
maksimum 500 km, untuk jarak yang lebih dari 500 km digunakan magnitude
berdasarkan gelombang surface (Ms). Sedangkan untuk gempa dalam
digunakan magnitude berdasarkan gelombang badan (Mb)
Tugas Akhir
Halaman II - 8
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.5 Pengukuran skala Richter atau ML
2.2.5 Intensitas Gempa
Merupakan deskripsi kualitatif efek suatu gempa yang terjadi pada suatu
lokasi tertentu, yang ditentukan berdasarkan kerusakan yang terjadi dan reaksi
dari orang pada lokasi tersebut. Ada beberapa tingkat intensitas gempa yang
penentuannya bersifat obyektif. Diantaranya adalah:
-
Modified Mercalli Intensity (MMI), dibuat berdasarkan pengamatan efek
gempa yang terjadi di Amerika Utara. Ada 12 tingkatan dalam skala MMI
ini,
-
Rossi Forel, yang dibuat berdasarkan pengamatan gempa di negara-negara
Eropa Barat. Dalam intensitas ini ada 10 tingkatan,
-
Japan Meteorology Agency, yang berlaku di Jepang dan dibuat berdasarkan
pengamatan gempa di Jepang. Intensitas ini dibagi dalam 7 tingkatan,
-
Medvedev-Spoonheur-Karnik, dibuat berdasarkan pengamatan gempa di
Rusia dan digunakan di negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur,
dibedakan atas 12 tingkatan.
Tugas Akhir
Halaman II - 9
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
2.3
Earthquake Occurence Parameter
Dengan mengetahui sejarah kegempaan suatu daerah yang diperoleh dari
pengamatan atau rekaman di masa lalu, resiko tercapainya atau terlampauinya
suatu intensitas gerakan tanah setempat di masa yang akan datang dapat
ditentukan dengan menerapkan kaidah-kaidah matematika statistik.
Perhitungan resiko gempa dilakukan dengan dasar informasi kegempaan
dari suatu daerah. Informasi tersebut dapat berupa:
• pencatatan gempa yang pernah ada pada lokasi tersebut,
• sejarah kejadian gempa pada daerah sekitar lokasi, dan
• data geologi dan aktivitas patahan daerah tersebut.
Probailistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) memerlukan suatu model
perulangan (reccurence model) atau frekuensi suatu gempa dengan magnitudo
yang bervariasi. Model kemunculan gempa (Earthquake Occurence Model) yang
diberikan oleh beberapa peneliti digunakan untuk memperkirakan besarnya resiko
kemunculan suatu kejadian gempa pada suatu perioda perulangan tertentu.
Earthquake Occurence Model yang digunakan dalam studi ini adalah Least
Square Method (Gutenberg & Richter, 1954).
Di antara pemodelan yang banyak digunakan adalah model hubungan
magnituda versus frekuensi Gutenberg-Richter. Menurut Gutenberg-Richter,
frekuensi terjadinya gempa dengan magnituda M ≥ m persatuan waktu, menurun
secara ekponensial dengan meningkatnya magnituda gempa, dan dapat dinyatakan
sebagai:
log N = a − b.M
Dimana:
N = frekuensi terjadinya gempa dengan magnituda M lebih besar atau sama
dengan m per satuan waktu (ditentukan dengan memakau metode
penyesuaian kuadrat terkecil terhadap data pengamatan yang tersebar),
M = magnituda gempa,
a
= konstanta karakteristik daerah gempa yang tergantung terhadap jangka
waktu pengamatan (To) dan tingkat kegempaan daerah sumbernya,
Tugas Akhir
Halaman II - 10
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
b
= konstanta karaktersitik daerah gempa yang merupakan kemiringan garis
pada grafik Log N versus m, menyatakan penyebaran relatif dari
magnituda gempa pada sembarang sumber titik pada daerah sumber
gempa. Nilai b yang lebih besar menunjukkan terjadinya gempa dengan
magnituda besar yang lebih langka.
Gambar 2.6 penyebaran Magnituda gempa
2.4
Fungsi Attenuasi
Fungsi atenuasi adalah suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara
intensitas gerakan tanah (I) dan magnituda (M) serta jarak (R) dari suatu sumber
titik dalam daerah sumber. Beberapa fungsi atenuasi telah dipublikasikan oleh
sejumlah peneliti dengan menggunakan rekaman gempa yang pernah terjadi.
Fungsi ini secara khas memberikan hubungan antara parameter gempa (percepatan
maksumum, spektral percepatan, dll) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
parameter tersebut, seperti sumber gempa, jalur gempa, dan kondisi daerah
setempat.
Pada mulanya, fungsi atenuasi yang didapat adalah fungsi untuk
percepatan maksimum dan spektral ordinat yang diperkirakan menggunakan
bentuk spektral yang dinormalisasi. Pada saat ini telah ada sejumlah fungsi
atenuasi yang sering digunakan dan beberapa di antaranya diperoleh khusus untuk
daerah batuan.
Tugas Akhir
Halaman II - 11
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
Secara umum fungsi atenuasi tergantung pada faktor-faktor berikut:
¾
tipe mekanisme sumber gempa daerah yang ditinjau,
¾
jarak episenter,
¾
kondisi lapisan kulit bumi yang dilintasi oleh gelombang gempa, dan
¾
kondisi tanah lokal di sekitar lokasi.
Rumus atenuasi yang diturunkan dari data gempa pada suatu daerah tertentu
belum tentu cocok untuk daerah lain meskipun terletak di suatu lempeng tektonik
yang sama.
2.4.1
Fungsi atenuasi Joyner dan Boore (1981, 1988)
Joyner dan Boore (1988) mengusulkan fungsi atenuasi untuk percepatan
horizontal maksimum, kecepatan horizontal maksimum, dan pseudo relative
spectral velocity. Fungsi ini pertam kali dipublikasikan pada tahun 1981.
persamaan umum Joyner dan Boore adalah:
log(Y ) = a + b.( M − 6) + C.( M − 6) 2 + d .log(r ) + k .r + s + ε
r 2 = ro2 + h 2
di mana:
¾ Log dengan bilangan dasar sepuluh,
¾ Y = parameter gerakan tanah,
¾ M = Magnituda gempa
¾ ro = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertikal dari gempa akibat aktivitas
patahan pada permukaan tanah (dalam km)
¾ s
= parameter untuk koreksi kondisi tanah setempat
¾ ε
= standar kesalahan (dengan bilangan dasar sepuluh)
Koefisien a, b, c, d, k, s, dan h diperoleh Joyner & Boore dari analisis regresi.
Nilai dari koefisien ini merupakan rata-rata dari dua komponen horizontal
percepatan maksimum (a), kecepatan maksimum (v), dan untuk PRV (Pseudo
Tugas Akhir
Halaman II - 12
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
Relative Spectral Velocity), dengan damping faktor 5%, PAA (Pseudo Absolut
Acceleration) dapat diperoleh dari PRV dengan menggunakan persamaan berikut:
PAA = ω.
PRV
,
981
atau
PAA = 2π .
PRV
( 981.T )
PAA dalam g’s, PRV dalam cm/dt, ω adalah kecepatan sudut dalam radian per
detik, T adalah perioda dalam detik. Khusus untuk mencari percepatan, maka
rumus di atas menjadi:
log( a ) = 0, 43 + 0, 23( M − 6) − log( r ) − 0, 0027 r + 0, 28
r 2 = ro2 + 82
Fungsi atenuasi ini dikembangkan untuk merepresentasikan mekanisme gempa
strike-slip.
2.4.2
Fungsi atenuasi Fukushima & Tanaka (1990)
Fukushima & Tanaka (1990) mengembangkan suatu model atenuasi untuk
percepatan maksimum horizontal yang berlaku untuk gempa di sekitar jepang,
dengandata-data gempa yang terjadi di Jepang dan Amerika. Data gempa ini
terdiri dari 1372 komponen percepatan tanah horizontal maksimum dari 28 gempa
Jepang dan 15 gempa Amerika. Fungsi atenuasi ini cocok digunakan untuk
gempa-gempa dekat dan menengah. Fungsi atenuasi yang diusulkan adalah:
(
log(Y ) = 0, 41.M s − log R + 0, 032.10(
0,41. M s )
) − 0, 0034R + 1,30
di mana:
Y
= PGA (cm/dt)
Ms
= surface wave magnitude
R
= jarak (km)
Tugas Akhir
Halaman II - 13
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.7 Fungsi Atenuasi Fukushima
2.4.3
Fungsi atenuasi Crouse (1991)
Fungsi atenuasi yang diturunkan oleh Crouse berdasarkan data gempa
dengan mekanisme subduksi yang diambil dari zona subduksi Cascadia Pasifik
Utara bagian barat dengan akraktersitik percepatan arah horizontal dan damping
5%. Persamaan yang dperoleh dari analisis tersebut adalah:
ln(PGA) = 6,36 + 1, 76M − 273ln ( R + 1,58exp ( 0, 60M ) ) + 0, 0091.h
σ = 0, 773
di mana:
M
= momen magnituda gempa
R
= jarak (km)
H
= kedalaman fokus (km)
σ
= standar kesalahan dari ln PGA
2.4.4
Fungsi atenuasi Boore, Joyner & Fumal (1997)
Hubungan atenuasi telah dikembangkan secara pesat dengan bertambahnya
data tercatat sebagai akibat terjadinya gempa-gempa besar dan sedang selama
sepuluh tahun terakhir. Salah satu model terbaru yang diajukan untuk beberapa
tipe tanah adalah persamaan yang diusulkan oleh Boore, Joyner & Fumal (1997):
Tugas Akhir
Halaman II - 14
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
⎛V ⎞
ln(PGA) = b1 + 0,527(m − 6) − 0, 778.ln(r ) − 0,371.ln ⎜ s ⎟
⎝ VA ⎠
di mana:
⎧= b1ss = −0,313 untuk gempa strike − slip
⎪
b1 ⎨= b1RS = −0,117 untuk gempa reverse − slip
⎪= b
⎩ 1 ALL = −0, 242 jika mekanismenya tidak ditentukan
M
= momen magnituda Mw
r
= jarak (km)
Vs
= kecepatan rata-rata gelombang geser batuan
VA = kecepatan rata-rata batuan
σ
2.4.5
= standar deviasi
Fungsi atenuasi Youngs et al. (1997)
Model atenuasi untuk zona subduksi pada umumnya dapat dibagi dalam
dua kategori, yaitu gempa pada zona magathrust (interface) dan pada zona benioff
(intraslab). Gempa interface terjadi pada zona dengan sudut tusukan rendah yang
terjadi pada tumbukan dua lempeng pada zona subduksi, sedangkan gempa
intraslab pada umumnya gempa patahan normal bersudut besar, yang terjadi
dalam lempeng subduksi pada kedalaman lebih besar dari 70 km. Salah satu
model atenuasi terbaru untuk gempa subduksi untuk zona megathrust dan zona
benioff adalah yang diajukan oleh Youngs et al. (1997) dalam bentuk persamaan
berikut:
A.
Untuk tanah keras
ln( y ) = 0, 2418 + 1, 414.M + C1 + C2 (10 − M )3
+C3 .ln ( rrup + 1, 7818e0,554 M ) + 0, 00607.H + 0,3846.ZT
Standar deviasi = C4 + C5 M
Tugas Akhir
Halaman II - 15
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
B.
Untuk tanah lunak
ln( y ) = 0, 6687 + 1, 438.M + C1 + C2 (10 − M )3
+C3 .ln ( rrup + 1, 0978e0,617 M ) + 0, 00648.H + 0,3643.ZT
Standar deviasi = C4 + C5 M
di mana:
Y
= spektral acceleration (g)
M
= momen magnituda Mw
rrup = jarak terdekat terhadap rupture (km)
H
= kedalaman (km)
ZT = tipe sumber; 0 untuk interface, 1 untuk interslab
VA = kecepatan rata-rata batuan
σ
2.5
= standar deviasi
Model Matematis Probabilitas Resiko Gempa
Analisis resiko gempa biasanya dimulai dengan mengembangkan model
matematis yang akan digunakan untuk memperkirakan sifat kegempaan yang khas
untuk suatu daerah tertentu. Model matematis ini bersama dengan fungsi atenuasi
yang sesuai, dapat digunakan untuk memperkirakan parameter gerakan tanah
seperti percepatan maksimum dan kecepatan maksimum yang sesuai dengan suatu
probabilitas tertentu serta perioda ulang tertentu. Model matematis probabilitas
resiko gempa dari beberapa peneliti di antaranya adalah model Point Source
(Gumbel) dan dari USGS (McGuire, 1976.
2.5.1
Model Gumbel Tipe I (Point Sources)
Dalam analisis resiko gempa dapat menggunakan metode statistik, yaitu
Distribusi Gumbel Tipe I. Dari distribusi ini akan dapat diperoleh Peak Ground
Acceleration (PGA) untuk beberapa perioda ulang. Setiap kejadian gempa akan
mempengaruhi titik yang ditinjau yang ditentukan dalam bentuk percepatan
dengan menggunakan fungsi-fungsi atenuasi dengan asumsi bahwa masing-
Tugas Akhir
Halaman II - 16
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
masing kejadian gempa adalah independen terhadap titik yang ditinjau tersebut.
Persamaan yang digunakan distribusi gempa menurut Gumbel adalah:
G(M ) = e
( −α .e β );
− .M
M ≥0
di mana:
α = jumlah gempa rata-rata pertahun,
β = parameter yang menyatakan hubungan antara distribusi gempa
dengan magnituda, dan
M = magnituda gempa.
Bentuk persamaan dalam distribusi gempa menurut Gumbel seperti di atas dapat
disederhanakan menjadi garis lurus:
ln G ( M ) = −α .e− β .M
ln ( − ln G ( M ) ) = ln α − β .M
Persamaan di atas identik dengan persamaan linier:
y = A + Bx
di mana:
y = ln ( − ln G ( M ) )
α = eA
β = −B
Persamaan garis ini terdiri dari titik-titik xj,yj di mana:
Tugas Akhir
xj
= aj = percepatan gempa ke-j,
j
= nomor urut kejadian,
Halaman II - 17
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
N
= selang waktu pengamatan, dan
yj
⎛
⎛ j ⎞⎞
ln ( − ln G(M) ) = ln ⎜ − ln ⎜
⎟⎟
⎝ N+1 ⎠ ⎠
⎝
=
karena titik-titk ini selalu membentuk garis lurus, maka digunakan metode least
square untuk menentukan garis yang paling tepat.
∑ y ∑ x − ∑ x ∑ ( x .y )
A=
n∑ x − ( ∑ x )
j
2
j
j
2
j
B=
j
j
2
j
n∑ ( x j . y j ) − ∑ x j ∑ y j
n∑ x 2j − ( ∑ x j )
2
Hubungan periode ulang (T) dengan percepatan adalah
2.5.2
a=
ln ( T.α )
β
Model dari USGS (McGuire, 1976)
Teorema probabilitas total yang digunakan untuk memecahkan masalah
resiko gempa dan masalah rekayasa telah dikembangkan oleh beberapa peneliti,
diantaranya adalah Cornel (1968), McGuire (1976).
McGuire mengembangkan Teorema Probabilitas Total di mana besaran
gempa (M), jarak hiposentrum (R) diasumsikan sebagai continous independent
random variable yang mempengaruhi intensitas (I). Bila probabilitas total untuk
terjadinya gempa yang menyebabkan intensitas gerakan tanah setempat I ≥ i yang
berkaitan dengan semua kemungkinan sumber titik dalam daerah sumber dengan
semua kemungkinan kombinasi magnituda m dan jarak sumber r dinyatakan
dengan P [ I ≥ i ], maka menurut teori probabilitas nilainya itu dapat dinyatakan
dengan integral rangkap sebagai berikut (Cornell, 1968):
P[ I ≥ i ] = ∫ ∫ P [ I ≥ i | m dan r |] f M (m) f R (r ) dm dr
r m
Tugas Akhir
Halaman II - 18
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
di mana:
P [ I ≥ i |m dan r|] = probabilitas kondisional untuk terjadinya gempa yang
menyebabkan intensitas gerakan tanah setempat I ≥ i
yang berkaitan dengan sumber titik dalam daerah
sumber dengan magnituda m dan jarak r yang
diketahui.
fM(m)
= fungsi kepadatan magnituda untuk daerah sumber.
fg(r)
= fungsi kepadatan jarak sumber untuk daerah sumber.
Korelasi antara intensitas gerakan tanah setempat I dan magnituda M serta
jarak sumber R dari suatu sumber titik dalam daerah sumber, telah dijabarkan oleh
sejumlah peneliti berdasarkan data pengamatan di masa lalu. Persamaan korelasi
atau yang lebih dikenal dengan fungsi atenuasi, telah ditentukan dengan memakai
metode penyesuaian kuadrat terkecil terhadap data pengamatan tersebar. Dalam
hal ini, dungsi-fungsi atenuasi yang dipublikasikan dalam literatur pada umumnya
mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
I = c1 + c2 M + c3 ln( R + ro )
Dimana c1, c2, c3, dan ro adalah konstanta-konstanta yang merupakan
karakteristik dari suatu sumber. Khusus mengenai c1, konstanta ini mencerminkan
pembesarakn gerakan tanah permukaan terhadap gerakan batuan dasarnya.
Dengan menggunakan standar deviasi, σ1 untuk intensitas I, maka probabilitas
kondisional sekarang dapat ditulis dalam bentuk:
P [ I ≥ i | m dan r |] = Φ * .
1 − c1 − c2 M − c3 ln( R + ro )
σ1
di mana Φ* adalah komplemen dari fungsi penyebaran normal kumulatif
yang distandarkan. Dengan anggapan bahwa magnituda gempa dari peristiwaperistiwa gempa yang terjadi berurutan dalam daerah sumber tidak saling
Tugas Akhir
Halaman II - 19
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
bergantung, maka fungsi penyebaran kumulatif dari magnituda yang menyebar
secara eksponensial dapat dinyatakan sebagai berikut:
(
)
FM (m) = k 1 − exp ( − β ( m − mo ) ) , untuk mo ≤ m ≤ m1
dengan:
β = b ln10 = 2, 3026 b,
dan
k = 1 − exp ( − β ( m − mo ) )
−1
di mana:
mo
= magnituda gempa terkecil dalam suatu sumber gempa,
m1
= magnituda gempa terbesar dalam suatu sumber gempa
Resiko tahunan dapat dihitung dari persamaan:
RA = 1 − exp ( − ∑ P [ I ≥ i ])
di mana Σ P[ I ≥ i ] adalah probabilitas total dari suatu intensitas di suatu
daerah dicapai atau dilampaui.
Fungsi kerapatan (probabilitas density) dari dimensi jarak, fR
tergantung
dari
geometri
sumber
gempa
yang
ditentukan
dengan
memperhitungkan kondisi geologi dan seismologi sumber gempa. Secara umum
geometri dari sumber-sumber gempa dapat dibagi tiga, yaitu point sources, areal
sources dan volumetric sources.
Model point source zone umumnya dapat digunakan untuk
memodelkan fault yang relatif pendek sehingga jarak dari lokasi studi dengan
titik-titik sepanjang fault relatif konstan. Model linear source zone dapat
digunakan jika sumber-sumber gempa terletak pada fault yang relatif panjana
dengan kedalaman fault yang relatif kecil sehingga variasi kedalaman hiposenter
Tugas Akhir
Halaman II - 20
Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total
Bab II Studi Pustaka
tidak banyak mempengaruhi jarak hiposenter. Jika data yang ada tidak mencukupi
untuk menentukan secara akurat geometri dari sumber gempa, maka sumber
gempa dapat direpresentasikan sebagai model volumetric source zone (Kramer,
1996) .
Tugas Akhir
Halaman II - 21
Download