3 TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Landak termasuk ke dalam ordo Rodensia, famili Hystricidae, genus Hystrix. Genus ini memiliki tiga spesies yang tersebar di Indonesia yaitu, H. javanica, H. brachyura, dan H. sumatrae (Duff dan Lawson 1990). Hystrix javanica atau biasa dikenal sebagai landak ekor pendek Jawa ditemukan oleh F. Cuvier pada tahun 1823 di Jawa (Grzimek 1975). Landak merupakan hewan nokturnal, sehingga kegiatan mencari makan dilakukan pada malam hari. Beberapa jenis pakan yang dikonsumsi landak adalah bagian-bagian tanaman seperti akar, umbi-umbian, kulit kayu, kelapa sawit, dan singkong (Sastraprapdjo 1980). Hewan ini bersifat soliter dan hidup di tanah (terestrial) (Olson dan Lewis 1999). Landak membuat beberapa lubang di dalam tanah sebagai sarangnya. Sarang landak memiliki kedalaman sekitar 5 meter. Lubang ini terdiri beberapa cabang di dalam tanah. Satu lubang (berukuran lebih besar) menjadi pintu masuk utama dan beberapa lubang (berukuran lebih kecil) sebagai pintu keluar. Karena habitatnya berada didekat pemukiman warga dan ladang masyarakat, tidak jarang landak dianggap sebagai hama yang merusak tanaman di ladang para petani (Sastraprapdjo 1980). Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) yang dipelihara dalam kandang individual dan diberi pakan beberapa jenis sayuran dan buah. 4 Menurut Duff dan Lawson (2004), klasifikasi landak adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodensia Famili : Hystricidae Genus : Hystrix Spesies : Hystrix javanica Organ Pencernaan Organ pencernaan merupakan organ yang berperan penting dalam memperoleh energi yang diperlukan untuk aktivitas. Organ pencernaan terdiri saluran pencernaan dan organ asesoris. Saluran pencernaan berupa suatu tabung muskulo-membran yang dimulai dari rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Sedangkan organ asesoris meliputi gigi, lidah, kelenjar saliva, pankreas, hati, dan kantung empedu (Getty 1975). Morfologi saluran pencernaan bervariasi sesuai dengan adaptasi jenis dan perilaku pakannya (Gambar 2). A B Gambar 2 Komparasi saluran pencernaan rodensia. Tikus (A) memiliki saluran pencernaan yang relatif lebih pendek dibandingkan hamster (B) (Sumber: Stevens 1988). Saluran pencernaan berfungsi dalam mencerna makanan menjadi molekul yang lebih sederhana, menyerap sari-sari makanan dan mengeliminasi sisa-sisa 5 makanan yang sulit dicerna (Kent dan Miller 1997). Proses pencernaan makanan terjadi secara mekanik dan kimiawi. Proses pencernaan mekanik yang terjadi di sepanjang saluran pencernaan dibantu oleh adanya gerakan otot polos pada dinding saluran pencernaan yang dinamakan gerak peristaltik. Sedangkan proses pencernaan kimiawi dilakukan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh sel-sel kelenjar di lambung, usus, dan kelenjar asesoris (pankreas) (Frandson 1992). Rongga mulut merupakan permulaan saluran pencernaan. Rongga mulut dibatasi oleh adanya gingiva dan gigi dibagi atas cavum oris proprium yang terletak di medial dan vestibulum oris yang terletak di lateral. Cavum oris proprium bagian dorsal dibatasi oleh palatum durum dan bagian ventral oleh lidah. Vestibulum oris dibatasi oleh labia superior et inferior pada bagian anterior, pada bagian medial oleh gigi dan processus alveolaris, serta pada bagian lateral dibatasi oleh dinding buccalis (Getty 1975). Di dalam rongga mulut terjadi proses pencernaan mekanis atau fisik dan enzimatis. Proses pencernaan mekanis atau fisik terjadi dengan bantuan gigi, lidah dan otot-otot di dalam rongga mulut, serta pelumasan dan pelarutan oleh sekresi kelenjar ludah seperti kelenjar parotis, kelenjar mandibular, dan kelenjar sublingual. Adapun proses pencernaan ezimatis awal dilakukan oleh enzim ptyalin yang terdapat di dalam saliva (Miller 1996). Esofagus merupakan saluran muskulo-membran yang berfungsi sebagai jalan makanan dari mulut menuju ke lambung. Mukosa esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis, dan pada beberapa hewan mengalami keratinisasi untuk melindungi mukosa dari abrasi oleh makanan yang kasar atau keras. Tunika muskularis eksterna bagian proksimal umumnya tersusun oleh otot bergaris melintang dan selanjutnya oleh otot polos. Pada beberapa spesies seperti ruminansia, seluruh tunika muskularis eksterna tersusun oleh otot bergaris melintang, sehingga hewan dapat mengontrol gerakan peristaltik dan anti peristaltik esofagus pada saat ruminasi (Bacha dan Bacha 2000). Pada sebagian spesies hewan terdapat kelenjar mukus yang akan membasahi dan melicinkan makanan untuk mempermudah jalannya makanan menuju ke lambung. Bergeraknya bolus makanan dari esofagus ke lambung juga dibantu oleh gerakan peristaltik pada otot dinding esofagus (Frandson 1992). 6 Pada bangsa unggas, terdapat perluasan esofagus yang disebut tembolok (crop) yang berfungsi sebagai tempat penyimpan sementara dan untuk melunakkan pakan yang keras seperti biji-bijian, sebelum dicerna dalam lambung (Stevens 1988). Lambung merupakan perluasan saluran pencernaan yang terletak di distal esofagus. Pada perbatasan antara lambung dan esofagus beberapa spesies hewan (contohnya kuda) terdapat sphincter kardia yang secara refleks akan terbuka dan menutup pada saat bolus makanan masuk ke lambung. Sedangkan di bagian pilorus terdapat sphincter pilorus yang akan secara otomatis membantu pengaturan ingesta menuju ke duodenum. Di lambung, makanan ditampung, disimpan, dan dicampur dengan asam lambung dan cairan mukus, serta pencernaan oleh enzim-enzim lambung (Gartner dan Hiatt 2001). Usus dibagi atas usus halus dan usus kasar. Usus halus terbagi atas tiga bagian berdasarkan perbedaan struktur histologi, yaitu duodenum, yeyunum, dan ileum. Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus, tempat bermuaranya ductus choledochus yang menyalurkan cairan empedu dan ductus pancreaticus yang menyalurkan sekresi dari pankreas (Dellmann dan Brown 1992). Pada duodenum terjadi proses pencernaan lanjutan bahan-bahan yang belum dicerna di lambung. Pada beberapa mamalia, bagian proksimal duodenum terdapat kelenjar submukosa yang disebut kelenjar Brunner. Kelenjar Brunner berfungsi mensekresikan cairan alkali dan mukus yang berguna untuk menetralisir keasaman ingesta dari lambung (Stevens 1988). Yeyunum merupakan usus yang paling panjang karena sebagai tempat terjadinya penyerapan makanan. Bagian ini ditandai dengan adanya vili-vili usus yang tinggi. Adapun ileum adalah bagian paling distal dari usus halus, umumnya pendek dan menjadi batas dengan usus besar (Dellmann dan Brown 1992). Sel epitel usus terdiri atas dua macam, yaitu sel penyerap dan sel mangkok (sel goblet). Sel mangkok berfungsi mensekresikan substansi mukus dan tersebar di antara sel-sel penyerap. Mukus berfungsi selain sebagai pelumas dan pelunak makanan juga sebagai lapisan pelindung mukosa usus terhadap benda-benda asing (Tartaglia dan Waugh 2005). 7 Usus kasar terdiri atas sekum, kolon, dan rektum. Mukosa usus besar tidak memiliki vili dan pada epitelnya banyak terdapat sel goblet. Sekum merupakan kantung buntu yang berbatasan dengan ileum. Sekum sangat kecil atau bahkan rudimenter pada hewan yang pakannya tinggi protein (karnivora, insektivora), dan cukup besar pada hewan yang pakannya tinggi serat kasar (herbivora). Pada hewan herbivora seperti kuda, sekum, berbentuk seperti koma, sangat besar, dan pada muskularis eksterna membentuk pita otot yang mengandung serabut elastik yang disebut taenia ceci. Sekum kuda berfungsi sebagai tempat terjadinya fermentasi serat kasar (selulosa) oleh mikroba penghasil enzim selulase. Begitu pula dengan kolon karnivora juga ukurannya sangat kecil, tetapi cukup besar pada herbivora (Dellmann dan Brown 1992). Kolon dapat dibedakan menjadi kolon ascenden, transversum, dan descenden. Rektum adalah bagian usus besar yang paling distal, terletak di rongga pelvis dan langsung berhubungan dengan anus. Selain proses fermentasi, di usus besar terjadi proses penyerapan air, beberapa vitamin dan mineral, serta pembentukan feses (Frandson 1992). Kelenjar asesoris organ pencernaan yang terdapat di ruang abdomen adalah pankreas dan hati. Pankreas adalah suatu kelenjar tubulo-alveolar yang memiliki bagian endokrin dan eksokrin. Bagian endokrin pankreas disebut pulau Langerhans, terdiri atas sel-sel penghasil hormon terutama insulin (sel Beta) dan glukagon (sel Alfa). Bagian eksokrin dari pankreas menghasilkan NaHCO3 dan enzim-enzim pencernaan (Frandson 1992). Hati merupakan kelenjar terbesar yang berperan penting dalam membantu proses pencernaan. Hati berfungsi dalam perombakan sel-sel darah merah yang mati untuk menghasilkan empedu yang akan berperan dalam mengemulsikan lemak sehingga membantu kerja enzim lipase. Selain itu hati juga berperan penting dalam detoksikasi bahan-bahan yang masuk melalui saluran pencernaan, karena semua hasil penyerapan dari yeyunum akan dibawa masuk ke hati melalui vena porta hepatica sebelum disalurkan ke seluruh tubuh (Guyton dan Hall (1997). 8 Lambung Mamalia Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang memiliki sifat dapat berdilatasi dan memiliki struktur seperti kantung. Lambung berfungsi menampung makanan sementara, dilanjutkan dengan proses pencernaan secara mekanik oleh gerakan peristaltik dan secara enzimatik yang dibantu oleh asam hidroklorida (HCl) dan enzim-enzim protease seperti pepsin dan renin (Telford dan Bridgman 1995). Secara anatomis, lambung mempunyai dua kurvatura, yaitu kurvatura mayor dan kurvatura minor, serta dua permukaan yaitu permukaan parietalis dan visceralis. Lambung mamalia dibagi atas empat daerah, yaitu kardia, fundus, korpus, dan pilorus (Gambar 3). Daerah kardia merupakan bagian yang sempit dan berbatasan dengan gastroesophageal junction. Fundus merupakan daerah awal kurvatura mayor yang berbentuk kubah, dan terletak sebelah kiri dari esofagus. Korpus merupakan bagian terluas dari lambung (kurang lebih 2/3 bagian lambung) dari fundus inferior sampai ke batas pilorus. Pilorus merupakan bagian paling akhir dari lambung (Telford dan Bridgman 1995). Miller (1996) menyatakan, pilorus berbentuk corong yang menyempit ke kaudal. Bagian yang luas dan berbatasan dengan korpus disebut pyloric antrum sedangkan ujungnya yang menyempit disebut pyloric canal. Pada bagian akhir pilorus terdapat sphincter pyilorus yang berfungsi mengatur pelepasan chime ke dalam duodenum. Esofagus kardia fundus duodenum korpus Sphincter pilorus Pyloric canal Pyloric antrum Gambar 3 Skema anatomi lambung (Modifikasi dari sumber: Tartaglia dan Waugh 2005). Berdasarkan distribusi sel-sel penyusun kelenjarnya, daerah kelenjar lambung dibagi atas kelenjar kardia, fundus dan pilorus. Menurut Frappier (1998), dinding lambung memiliki empat lapisan dari luar ke dalam, yaitu tunika 9 serosa, tunika muskularis (lapisan serabut otot polos), tunika submukosa dan tunika mukosa. Tunika serosa yang melapisi saluran pencernaan paling luar adalah adventisia atau serosa. Tunika serosa tersusun dari jaringan longgar yang mengandung lemak, pembuluh darah, dan syaraf (Beveleander dan Ramaley1988). Gartner dan Hiatt (2001) menyatakan bahwa tunika muskularis pada lambung terdiri atas tiga lapis otot. Lapisan dalam berupa lapisan obliqus, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler, dan lapisan luar berupa lapisan otot longitudinal. Antara lapisan sirkuler dan lapisan longitudinal dipisahkan oleh pleksus syaraf enterikus dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach’s) yang menginervasi kedua lapis otot tersebut. Di profundal tunika muskularis terdapat lapisan submukosa. Lapisan submukosa umumnya lebih luas, banyak mengandung jaringan ikat longgar yang bersifat fibroelastik, serta tempat berjalannya cabang-cabang pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan pleksus syaraf (pleksus Meissner) (Telford dan Bridgman 1995). Tunika mukosa melapisi seluruh permukaan dalam saluran pencernaan. Membran mukosa lambung membentuk lipatan longitudinal yang disebut rugae untuk mengantisipasi lambung pada saat membesar (distensi) ketika lambung penuh berisi makanan. Lipatan mukosa ini tampak jelas pada saat lambung kosong. Membran mukosa terdiri atas tiga komponen, yaitu, epitelium, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel mukosa umumnya tersusun oleh sel-sel silindris penghasil mukus yang berfungsi melapisi dan melindungi mukosa lambung. Pada lapisan mukosa terdapat gastric pit yang merupakan lubang permuaraan kelenjar lambung (Gartner dan Hiatt 2001). Kelenjar lambung berbentuk tubular sederhana atau bercabang yang meluas ke bagian basal. Kelenjar lambung dibagi menjadi tiga daerah, yaitu kardia, fundus dan pilorus yang masing-masing disusun oleh sel-sel yang berbeda. Kelenjar kardia disusun oleh sel-sel penghasil mukus. Kelenjar fundus disusun oleh beberapa macam sel seperti sel-sel mukus permukaan, sel-sel mukus leher, sel-sel utama (sel chief), sel-sel parietal (sel oksintik) dan sel-sel endokrin. 10 Sedangkan kelenjar pilorus disusun oleh sel-sel mukus dan sel-sel endokrin, terutama sel-sel penghasil hormon gastrin (Dellmann dan Brown 1992). Sel-sel mukus permukaan berbentuk silindris rendah atau tinggi yang melapisi seluruh permukaan mukosa lambung dan menghasilkan mukus yang cukup tebal untuk melindungi mukosa lambung dari HCl dan abrasi. Sel-sel mukus leher berukuran lebih kecil dari sel permukaan, bersifat basofil, jumlahnya relatif sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan menyempit dibagian puncaknya. Sel mukus leher berfungsi mensekresikan mukus yang berfungsi terutama dalam menetralisir HCl. Sel chief terdistribusi terutama di bagian basal kelenjar lambung dan mempunyai bentuk sel yang khas. Sel ini mengandung bahan yang bersifat basofilik, sebagian besar mitokondria dan granula sekresi yang mengandung pepsinogen, zat pemula pepsin (Telford dan Bridgman 1995). Sedangkan sel-sel parietal berbentuk bulat, berukuran relatif besar, bersifat asidofil, dan letaknya tersebar pada lumen yang dipisahkan oleh sel-sel chief. Selsel enteroendokrin berjumlah lebih sedikit, letaknya tersebar di antara membran basal dan sel-sel kelenjar lambung. Sel-sel ini menghasilkan hormon yang berfungsi mengatur komposisi sekresi lambung (air, enzim, dan kadar elektrolit), motilitas dinding usus, proses penyerapan, dan penggunaan makanan (Gartner dan Hiatt 2001). Guyton dan Hall (1997) menyatakan bahwa lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis, dan sekresi enzimenzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting, yaitu kelenjar oksintik (gastric) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian korpus dan fundus lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik, dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus. Fungsi motorik lambung terdiri atas (1) penyimpanan sejumlah besar makanan hingga dapat diproses dalam duodenum, (2) pencampuran makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk suatu campuran setengah cair yang 11 disebut kimus (chyme), dan (3) pengosongan makan dari lambung ke dalam usus dengan lambat pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Wilson dan Lester 1994; Guyton dan Hall 1997). Menurut Malik (1992), mukosa lambung merupakan barier antara lambung dengan berbagai bahan yang masuk melalui saluran pencernaan, seperti makanan, produk-produk pencernaan, bahan toksin, obat-obatan, mikroorganisme asing, dan bahan-bahan yang berasal dari luar tubuh maupun produk-produk pencernaan berupa asam dan enzim proteolitik yang dapat merusak jaringan mukosa lambung. Oleh karena itu, lambung memiliki sistem proteksi yang berlapis-lapis dan sangat efektif untuk mempertahankan keutuhan mukosa lambung. Proteksi (faktor pertahanan) tersebut dilakukan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Faktor proteksi-epitelial Faktor proteksi-epitelial adalah faktor pertahanan paling atas saluran pencernaan yang letaknya merata pada lapisan permukaan sel epitel mukosa saluran pencernaan. Cairan mukus dan bikarbonat yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa lambung berfungsi sebagai proteksi lapisan epitel terhadap enzim-enzim proteolitik dan asam lambung. Bikarbonat berfungsi menetralisir keasaman di sekitar lapisan sel epitel. Suasana netral dibutuhkan agar enzim-enzim dan transpor aktif di sekeliling dan di dalam lapisan epitel mukosa dapat bekerja dengan baik (Guyton dan Hall 1997). Menurut Guyton dan Hall (1997), mukus adalah sekresi kental yang tediri atas air, elektrolit, dan campuran beberapa glikoprotein yang mengandung sejumlah besar polisakarida, berikatan dengan protein yang jumlahnya lebih sedikit. Lapisan mukus lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap autodigesti. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan kimia (Wilson dan Lester 1994). Mukus menutupi lumen saluran pencernaan dan berfungsi sebagai proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa: (a) pelicin yang menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras), (b) berier terhadap asam, (c) barier terhadap enzim proteolitik (pepsin), dan (d) pertahanan terhadap organisme patogen. 12 2. Faktor epitelial Integritas dan regenerasi lapisan sel epitel berperan penting dalam fungsi sekresi dan absorpsi saluran pencernaan. Kerusakan sedikit pada mukosa seperti gastritis dapat diperbaiki dengan mempercepat pergantian sel-sel yang rusak. Selsel epitel saluran pencernaan akan selalu mengalami pergantian dan regenerasi setiap 1-3 hari (Malik 1992). 3. Faktor sub-epitelial Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen secara terus-menerus. Aliran darah mukosa mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi, dan sebagai sumber energi (Julius 1992). Fungsi aliran darah mukosa juga sebagai bufer difusi balik ion H+ (Setiawati 1992). 4. Proteksi sebagai sistem imun lokal dan sistemik Sistem pencernaan juga diproteksi oleh sistem imun lokal dan sistemik, serta sistem limfatis terhadap berbagai toksin, obat dan bahan lainnya. Sistem imun lokal terdapat dalam saluran pencernaan, sedang sistem imun sistemik terdapat dalam sistem peredaran darah. Komponen dari sistem imun dalam saluran pencernaan adalah sel-sel radang lokal (sel plasma, sel limfosit, sel monosit) dan jaringan limfoid yang bersifat sistemik (Malik 1992).