UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KARAKTERISASI

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KARAKTERISASI MIKROPARTIKEL NATRIUM
ALGINAT YANG MENGANDUNG SERBUK GETAH
PEPAYA (Carica papaya L.) YANG DIPREPARASI
DENGAN METODE GELASI IONIK
SKRIPSI
WINA OKTAVIANA
1111102000002
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KARAKTERISASI MIKROPARTIKEL NATRIUM
ALGINAT YANG MENGANDUNG SERBUK GETAH
PEPAYA (Carica papaya L.) YANG DIPREPARASI
DENGAN METODE GELASI IONIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi
WINA OKTAVIANA
1111102000002
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
ii
iii
iv
ABSTRAK
Nama
NIM
Program Studi
Judul Skripsi
:
:
:
:
Wina Oktaviana
1111102000002
Farmasi
Karakterisasi Mikropartikel Natrium Alginat yang
Mengandung Serbuk Getah Pepaya (Carica papaya L.)
yang Dipreparasi dengan Metode Gelasi Ionik
Mikroenkapsulasi merupakan suatu proses penyalutan bahan inti dengan polimer
yang akan mempertahankan stabilitas dan aktivitas enzim papain yang terkandung
di dalam serbuk getah pepaya (Carica papaya L.) yang tidak tahan terhadap
pengaruh lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi
jumlah serbuk getah pepaya terhadap karakteristik mikropartikel yang dihasilkan.
Mikropartikel natrium alginat yang mengandung serbuk getah pepaya dibuat
dengan menggunakan metode gelasi ionik dalam dua formula dengan
memvariasikan jumlah serbuk getah pepaya, yaitu F1 0,4 mg dan FII 0,8 mg.
Karakterisasi mikropartikel yang dilakukan meliputi uji perolehan kembali, kadar
air, distribusi ukuran partikel, bentuk dan morfologi mikropartikel, dan aktivitas
proteolitik enzim. Hasil karakterisasi mikropartikel FI dan FII berturut-turut yaitu
perolehan kembali 35,114% dan 40,542%, kadar air 8,82% dan 8,92%, diameter
rata-rata partikel 488,91 µm dan 508,26 µm, bentuk mikropartikel kedua formula
tidak sferis dengan permukaan tidak rata dan berlubang, serta aktivitas proteolitik
0,0004624 TU dan 0,0007621 TU. Seiring peningkatan jumlah serbuk getah
pepaya yang digunakan akan meningkatkan nilai perolehan kembali, kadar air,
diameter rata-rata partikel, dan aktivitas proteolitik.
Kata kunci : mikropartikel, serbuk getah pepaya (Carica papaya L.), natrium
alginat, metode gelasi ionik
vi
ABSTRACT
Name
NIM
Major
Title
: Wina Oktaviana
: 1111102000002
: Pharmacy
: Characterization of Sodium Alginate Microparticles
Containing Papaya (Carica papaya L.) Latex Powder was
Preparated with Ionic Gelation Method
Microencapsulation is a core material coating process with a polimer that will
maintain the stability and activity of papain enzyme contained in papaya (Carica
papaya L.) latex powder that is not resistant to the environmental influence. This
study aims to determine the influence of variations in the amount of papaya latex
powder on the characteristics of the resulting microparticles. The Sodium
alginate microparticle containing papaya latex powder was preparated ionic
gelation method in two formulas by varying the amount of papaya latex powder
which were FI 0,4 mg and FII 0,8 mg. The characterization of microparticles
included recovery test, moisture content, particle size distribution, shape and
morphology of microparticle, and proteolytic activity of enzyme. The
characterization results of FI and FII microparticles respectively are 35,114%
and 40,542% of recovery value, 8,82% and 8,92% of water content, 488,91 µm
and 508,26 µm of particles size distribution, the form of both microparticles are
not spheric with uneven surfaces and potholes, and 0,0004624 TU and 0,0007621
TU of proteoliytic activity. As the amount of papaya latex powder increased, the
value of recoveries, water content, average particle diameter, and proteolytic
activity increased as well.
Keyword : microparticle, papaya (Carica papaya L.) latex powder, sodium
alginate, ionic gelation method
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena dengan
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, para sahabat, serta kita sebagai umatnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Mikropartikel
Natrium Alginat yang Mengandung Serbuk Getah Pepaya (Carica papaya L.)
yang Dipreparasi dengan Metode Gelasi Ionik.”
Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari, penyusunan skripsi
ini tidak akan selesai tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap yang
telah ikut membantu dalam penyelasaian skripsi ini. Terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1.
Nelly Suryani, Ph.D.,Apt dan Yuni Anggraeni, M.Farm.,Apt sebagai dosen
pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan, ilmu,
bimbingan, waktu, tenaga, dan dukungan kepada penulis.
2.
Dr. Arief Soemantri, SKM,M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Yardi, Ph.D.,Apt, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4.
Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas
ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
5.
Laboran-laboran Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan
dan kerjasama selama kegiatan penelitian.
viii
6.
Kedua orang tua, ayahanda Hasan, S.Pd dan Ibunda Sartinah, serta adik
Qalesya Afraa Aqila yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan
doa yang tidak pernah putus, serta dukungan moril maupun materil.
7.
Seluruh keluarga atas semangat, kasih sayang, dan doa yang tidak pernah
putus.
8.
Heni Siti Nuraeni, Mira Rizki, dan Putri Nadia atas semangat, doa,
dukungan, serta tanpa lelah selalu mendengarkan cerita selama penulis
kuliah hingga melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.
9.
Mida Fahmi, Nurhayati Nasution, Herlina Pertiwi, Rizki Hidayanti Rambe,
Khabbatun Ni’mah, Nurul Hikmah Tanjung, Sutar, Askandari, Aziz Iqbal,
Teletubbies, dan Tabletters atas kebersaaman, persaudaraan, bantuan,
semangat, motivasi, dan dukungan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaan kita selama
perkuliahan.
11. Pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Mudah-mudahan Allah SWT., senantiasa membalas segala bantuan yang
telah diberikan dalam penyelesaian studi dan penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga penyusunan skripsi ini dapat diterima. Kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan, dalam rangka penyempurnaan.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Ciputat, 9 Oktober 2015
Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ORISINILITAS ............................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................
viii
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1
Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
1.2
Batasan dan Rumusan Masalah ....................................................
3
1.3
Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
1.4
Manfaat Penelitian .........................................................................
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
4
2.1
Pepaya............................................................................................
4
2.1.1.
Klasifikasi Tanaman ........................................................ 4
2.1.2.
Morfologi Tanaman ......................................................... 5
2.1.3.
Kandungan dan Khasiat Tanaman ..................................... 5
xi
2.1.4.
Serbuk Getah Pepaya ........................................................ 6
2.2 Natrium Alginat ............................................................................. 9
2.3 Kalsium Klorida ............................................................................ 10
2.4 Mikropartikel sebagai Sistem Penghantaran Obat ........................ 11
2.4.1. Definisi ............................................................................. 11
2.4.2. Tujuan .............................................................................. 12
2.4.3. Keuntungan dan Kerugian Mikroenkapsulasi .................. 12
2.4.4. Faktor Keberhasilan Mikroenkapsulasi .......................... 13
2.4.5. Komponen Penyusun Mikropartikel ................................. 13
2.4.6. Metode Pembuatan Mikropartikel ................................... 14
2.4.7. Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikropartikel ............... 18
2.5 Gelasi Ionik ................................................................................... 19
2.6 Evaluasi Mikropartikel .................................................................. 21
2.6.1. Uji Perolehan Kembali ..................................................... 21
2.6.2. Penetapan Kadar Air ....................................................... 22
2.6.3. Penentuan Distribusi Ukuran Mikropartikel ................... 22
2.6.4. Efisiensi Penjerapan ......................................................... 23
2.6.5. Uji Aktivitas Proteolitik .................................................. 24
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 25
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 25
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 25
3.2.1.
Alat .................................................................................. 25
3.2.2.
Bahan .............................................................................. 25
3.3 Formula Mikropartikel ................................................................. 25
3.4 Pembuatan Mikropartikel .............................................................. 26
3.5 Evaluasi Mikropartikel ................................................................. 27
3.5.1.
Uji Perolehan Kembali .................................................... 27
xii
3.5.2.
Penetapan Kadar Air ...................................................... 27
3.5.3.
Penentuan Distribusi Ukuran Partikel ............................. 27
3.5.4.
Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Mikropartikel ....... 28
3.5.5.
Uji Aktivitas Proteolitik Enzim dalam Mikropartikel ... 28
3.5.5.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Tirosin .... 28
3.5.5.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tirosin.............................. 28
3.5.5.3. Pengujian Aktivitas Proteolitik ..................................... 28
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 30
4.1
Formulasi Mikropartikel ............................................................. 30
4.2
Evalusi Mikropartikel ................................................................. 32
4.2.1.
Uji Perolehan Kembali ..................................................... 32
4.2.2.
Penetapan Kadar Air ....................................................... 33
4.2.3.
Penentuan Distribusi Ukuran Partikel ............................. 34
4.2.4.
Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Mikropartikel ........ 37
4.2.5.
Uji Aktivitas Proteolitik Enzim dalam Mikropartikel ..... 38
4.2.5.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Tirosin........ 38
4.2.5.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tirosin................................. 38
4.2.5.3. Pengujian Aktivitas Proteolitik ........................................ 39
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 41
5.1
Kesimpulan ................................................................................. 41
5.2
Saran ........................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42
LAMPIRAN ........................................................................................................ 48
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) ......................................
4
Gambar 2.2 Struktur Papain dalam Getah Pepaya ......................................
7
Gambar 2.3 Struktur Natrium Alginat .........................................................
10
Gambar 2.4 Struktur Kalsium Klorida ........................................................
11
Gambar 2.5 Diagram Skematik Ilustrasi Mikropartikel ..............................
12
Gambar 2.6 Diagram Pelepasan Zat Aktif dari Mikropartikel ....................
19
Gambar 4.1 Mikropartikel Sebelum dan Sesudah Dikeringkan ..................
32
Gambar 4.2 Diagram Distribusi Ukuran Partikel ........................................
34
Gambar 4.3 Hasil Pemeriksaan Morfologi Mikropartikel Menggunakan
Mikroskop Optik dengan Perbesaran 100 kali .........................
37
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula Mikropartikel Natrium Alginat-Serbuk Getah Pepaya ..
26
Tabel 4.1 Viskositas Mikropartikel Natrium Alginat-Serbuk Getah Pepaya
31
Tabel 4.2 Hasil Uji Perolehan Kembali .......................................................
32
Tabel 4.3 Hasil Penetapan Kadar Air ..........................................................
33
Tabel 4.4 Rata-rata Ukuran Partikel .............................................................
34
Tabel 4.5 Distribusi Ukuran Partikel Formula I ...........................................
35
Tabel 4.6 Distribusi Ukuran Partikel Formula II .........................................
35
Tabel 4.7 Hasil Uji Aktivitas Proteolitik ......................................................
39
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................
49
Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ........................................
50
Lampiran 3. Hasil Uji Viskositas ................................................................
51
Lampiran 4. Hasil Uji Perolehan Kembali ..................................................
51
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Perolehan Kembali ................................
52
Lampiran 6. Hasil Uji Kadar Air .................................................................
52
Lampiran 7. Distribusi Ukuran Partikel .....................................................
53
Lampiran 8. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Tirosin dalam
Medium Aquadest .................................................................
54
Lampiran 9. Data Absorbansi Kurva Standar Tirosin dalam Medium
Aquadest .................................................................................
54
Lampiran 10. Kurva Kalibrasi Tirosin dalam Medium Aquadest ...............
55
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Aktivitas ..................................................
55
Lampiran 12. Contoh Perhitungan Aktivitas Proteolitik.............................
56
Lampiran 13. Sertifikat Analisis Serbuk Getah Pepaya .............................
58
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Natrium Algninat ...................................
59
Lampiran 15. Sertifikat Analisis Kalsium Klorida .....................................
60
Lampiran 16. Sertifikat Analisis Tirosin .....................................................
61
Lampiran 17. Sertifikat Analisis Sistein .....................................................
62
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan suatu bahan inti baik
berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding pembentuk
mikropartikel (Lachman, 1994). Suatu zat aktif akan terjerap pada lapisan inti,
ditutupi, dan dilindungi oleh dinding penyalut (Agus et al., 2010). Zat yang tidak
tahan terhadap pengaruh lingkungan, seperti protein dan enzim dapat
dipertahankan stabilitasnya dengan mikroenkapsulasi (Sharma et al., 2011).
Papain merupakan enzim protease yang terkandung di dalam getah pepaya
(Carica papaya L.) yang berkemampuan memecah molekul protein pada tempattempat tertentu di dalam molekul protein (Rizki et al., 2014). Papain dalam getah
pepaya dapat digunakan sebagai sediaan topikal untuk peeling (Claudineia et al.,
2007). Papain dalam getah pepaya dapat mengangkat sel-sel kulit mati yang
melekat pada kulit, noda, atau flek, sehingga kulit menjadi halus dan bersih
(Futuchul et al., 2012).
Keterbatasan penggunaan papain dalam getah pepaya sebagai suatu
sediaan adalah masalah stabilitas kimia yang rendah (Claudineia et al., 2011).
Aktivitas enzimatik papain dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti
suhu, cahaya, oksigen, kelembaban, dan kemasan (Claudineia et al., 2011).
Aktivitas enzimatik papain menjadi tidak aktif jika disimpan pada suhu ruang
(250C) selama satu bulan (Claudineia et al., 2011). Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh Fernando et al (2011), stabilitas enzim papain tetap konstan dalam
bentuk mikropartikel pada suhu 370C selama 7 hari, karena adanya perlindungan
dari penyalutan polimer yang digunakan. Mikroenkapsulasi juga merupakan
sistem yang stabil disebabkan adanya pelapisan bahan yang memberikan
perlindungan secara fisik dan membentuk suatu penghalang bagi adanya oksigen
maupun molekul kecil lainnya (Klein et al., 2015). Berdasarkan hal tersebut,
papain dalam getah pepaya yang memiliki potensi dalam sediaan kosmetik perlu
dibuat dalam bentuk mikropartikel, kerena kemampuan
1
mikropartikel untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
melindungi suatu zat aktif yang labil, sehingga mampu untuk menjaga stabilitas
dan aktivitasnya sebagai enzim proteolitik (Sharma et al., 2011).
Dalam penelitian ini dibuat mikropartikel natrium alginat yang
mengandung serbuk getah pepaya dengan menggunakan metode gelasi ionik.
Serbuk getah pepaya (Carica papaya L.) yang digunakan merupakan crude
papain yaitu getah pepaya segar yang langsung dikeringkan tanpa perlakuan
sebelumnya (Jean, 2015). Jadi, di dalam serbuk getah pepaya tersebut selain
mengandung enzim papain, juga masih mengandung senyawa-senyawa lain
(Widiastuti, 2011).
Pemilihan natrium alginat sebagai penyalut didasarkan pada sifat dari
natrium alginat yang biokompatibel, tidak beracun bila digunakan secara oral,
bersifat bioadhesif untuk mempertahankan pelepasan obat, serta berguna dalam
meningkatkan waktu tinggal obat di lokasi absorpsi, sehingga efektivitas dan
ketersediaan hayati obat meningkat (Lay huai tan et al., 2009). Natrium alginat
juga sudah digunakan secara luas sebagai pembawa makromolekul, seperti DNA
dan protein (Tu et al., 2005).
Metode gelasi ionik dipilih karena memiliki sifat biokompatibilitas yang
baik, aplikasi metode mudah, tidak membutuhkan pelarut organik dalam jumlah
yang banyak, sehingga membutuhkan biaya yang relatif murah (Saraei et al.,
2013). Dalam metode gelasi ionik, dibutuhkan agen sambung silang untuk
membentuk butiran mikropartikel. Kalsium klorida digunakan sebagai agen
sambung silang terhadap natrium alginat, karena sifat kalsium klorida yang tidak
toksik dan mudah disambung silang dengan natrium alginat melalui terikatnya ion
Ca2+ pada residu asam glukoronat yang merupakan komponen natrium alginat
(Hariyadi et al., 2013).
Pembuatan mikropartikel papain menggunakan natrium alginat sebagai
penyalut dengan metode gelasi ionik sudah pernah dilakukan oleh Permatasari
(2007) dengan memberikan hasil bahwa karakteristik mikropartikel paling baik
dengan konsentrsi natrium alginat 1%, papain yang digunakan 200 mg, dan
kalsium klorida 0,1 M yang dibuat dengan kecepatan pengadukan 300 rpm.
Dalam penelitian Permatasari (2007), mikropartikel yang terbentuk ditujukan
untuk penggunaan oral.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Ruang lingkup penelitian ini mencakup pembuatan mikropartikel natrium
alginat yang mengandung serbuk getah pepaya dengan menggunakan metode
gelasi ionik untuk penggunaan topikal sebagai agen exfoliating (agen pengelupas
kulit) dalam sediaan scrub dengan memvariasikan jumlah serbuk getah pepaya
yang digunakan. Mikropartikel yang telah terbentuk, kemudian dikarakterisasi
dalam beberapa evaluasi. Evaluasi yang dilakukan terhadap mikropartikel antara
lain uji perolehan kembali, kadar air, distribusi ukuran partikel, serta uji aktivitas
proteolitik serbuk getah pepaya yang terdapat di dalam mikropartikel, sehingga
diharapkan dapat mengetahui pengaruh variasi jumlah serbuk getah pepaya
terhadap karakterisasi mikropartikel yang dihasilkan.
1.2
Batasan dan Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh variasi jumlah serbuk getah pepaya (Carica papaya
L.) terhadap karakteristik mikropartikel natrium alginat yang mengandung serbuk
getah pepaya (Carica papaya L.) yang dipreparasi dengan menggunakan metode
gelasi ionik?
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh variasi jumlah serbuk getah pepaya (Carica
papaya L.) terhadap karakteristik mikropartikel natrium alginat yang mengandung
serbuk getah pepaya (Carica papaya L.) yang dipreparasi dengan menggunakan
metode gelasi ionik.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
pengaruh variasi jumlah serbuk getah pepaya terhadap karakteristik mikropartikel
natrium alginat yang mengandung serbuk getah pepaya (Carica Papaya L.) yang
dipreparasi dengan menggunakan metode gelasi ionik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pepaya
Tanaman pepaya (Carica pepaya L.) merupakan tanaman yang berasal
dari Amerika tropis (Pangesti et al., 2013 ). Tanaman pepaya (Carica pepaya L.)
cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Di Indonesia, tanaman pepaya dapat
tumbuh pada ketinggian tempat 1-1.000 m dari permukaan laut dan pada suhu
udara 22°-26°C (Pangesti et al., 2013).
Gambar 2.1 Tanaman Pepaya
(Sumber : Jeana et al., 2013)
2.1.1
Klasifikasi Tanaman
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya
(Carica papaya L.) diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Nama Latin
: Carica papaya L.
b. Divisi
: Spermatophyta
c. Subdivisi
: Angiospermae
d. Kelas
: Dinocotyledonae
e. Bangsa
: Caricales
f. Suku
: Caricaceae
g. Marga
: Carica (Depkes, 1991 dalam Jean, 2015).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
2.1.2
Morfologi Tanaman
a. Habitus berbentuk perdu, tinggi ± 10 m.
b. Batang tidak berkayu, silindris, berongga, putih kotor.
c. Daun tunggal, bentuk bintang, diketiak daun, berkelamin satu, berumah dua.
d. Bunga jantan terletak pada tandan yang serupa malai, kelompok kecil, kepala
sari bentangkai pendek atau duduk, berwarna kuning, mahkota berbentuk
terompet, tepi berlaju lima, bertabung panjang, berwarna putih kekuningan.
Bunga betina berdiri sendiri mahkota lepas, kepala putih lima, duduk, bakal
buah satu, putih kekuningan.
e. Buah buni, bulat memanjang, berdaging, masih muda berwarna hijau setelah
tua jingga.
f. Biji berbentuk bulat atau bulat panjang kecil, bagian luar dibungkus selaput
berupa cairan, masih muda berwarna putih setelah tua hitam.
g. Akar tunggang, bercabang, bulat putih kekuningan ( Depkes, 1991 dalam Jean,
2015).
2.1.3
Kandungan dan Khasiat Tanaman
Pada umumnya semua bagian dari tanaman pepaya (Carica papaya L.)
dapat dimanfaatkan (Pangesti et al., 2013). Daun pepaya (Carica papaya L.)
mengandung senyawa seperti, polifenol, alkaloid karpain, flavonoid, dan pada
daun pepaya yang masih segar juga diketahui banyak menghasilkan getah yang
mengandung enzim papain (Haryani et al., 2012). Biji pepaya mengandung
senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid, steroid
dan saponin yang dapat berefek sitotoksik, anti androgen atau berefek estrogen
(Pangesti et al., 2013). Buah pepaya matang mengandung beta karoten, beta
cryptoxanthin, lutein, zaexantin, vitamin A, vitamin C, dan potassium memiliki
efek sebagai antioksidan (Estika, 2010). Getah pepaya mengandung enzim papain,
kimopapain, terpen, alkaloid, dan asam amino bebas (Jeana et al., 2013). Getah
pepaya terdapat diseluruh bagian tanaman, namun getah pepaya yang paling
banyak dan memiliki daya enzimatik tinggi terdapat pada buah yang masih muda
(Wulandari et al., 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Flavonoid merupakan senyawa golongan fenol yang memiliki khasiat
sebagai antimikroba, karena kemampuannya membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstraseluler terlarut serta dinding sel mikroba melalui ikatan
hidrogen, sehingga akan merusak dinding sel mikroba. Flavonoid juga bersifat
anti inflamasi, sehingga dapat mengurangi peradangan serta mengurangi rasa
sakit. Flavonoid dikenal sebagai antioksidan dan mampu meningkatkan kerja
sistem imun, karena dapat menghasilkan leukosit dengan cepat dan lebih cepat
mengaktifkan limfoid (Haryani et al., 2012).
Alkaloid karpain merupakan senyawa alkaloid khas yang dihasilkan oleh
tanaman pepaya. Alkaloid karpain bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga
efektif membunuh bakteri dan virus, bersifat detoksifikasi yang mampu
menetralisir racun dalam tubuh, serta mampu meningkatkan daya tahan tubuh
(Hariyani et al., 2012). Alkaloid berefek sitotoksik yang dapat menyebabkan
gangguan metabolisme sel spermatogenik (Pangesti et al., 2013).
Triterpenoid
memiliki
khasiat
menghambat
pertumbuhan
bakteri
berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphilococcus aureus dengan merusak membran sel bakteri,
sehingga menyebabkan kerusakan pada komponen struktural membran sel bakteri
(Pangesti et al., 2013). Antioksidan yang terdapat di dalam buah pepaya yaitu
vitamin A, vitamin C, vitamin E, dan beta karoten dapat meredam dampak negatif
oksidan dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas dan memperbaiki
kerusakan yang ditimbulkan (Estika, 2010). Beta karoten dapat meningkatkan
enzim Glutation S Tranferase (GST) sebagai unsur pencegah kanker kulit dan
paru-paru (Estika, 2010). Enzim papain yang terdapat pada getah pepaya dapat
menghancurkan protein sehingga terurai menjadi polipeptida dan dipeptida
(Wulandari et al., 2012).
2.1.4
Serbuk Getah Pepaya
Getah pepaya tersusun atas 3 jenis enzim yaitu papain (10%), kimopapain
(45%), dan lisozim (20%), serta senyawa kimia lain termasuk sulfur 1,2% dan
asam malat (0,4%) (Purwogati, 1991; Winarno, 2010 dalam Jean, 2015). Dari
ketiga enzim yang terkandung dalam getah pepaya, papain memiliki daya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
proteolitik yang paling besar (Jean, 2015). Enzim papain merupakan senyawa
aktif yang memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Enzim
papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat-zat pereduksi dan
menjadi tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Enzim papain memutus ikatan
peptida pada residu asparagin-glutamin, glutamat-alanin, leusin-valin, dan
penilalanin-tirosin (Rizki et al., 2014).
Gambar 2.2 Struktur Papain dalam Getah Pepaya
(Sumber : Amri, Ezekiel and Florence Mamboya, 2012 )
Papain tampak sebagai serbuk putih atau putih keabu-abuan dan bersifat
agak higroskopik. Praktis larut dalam air dan gliserol, tidak larut dalam sebagian
besar pelarut organik (J. Biol, 1961 dalam Permatasari, 2007). Papain aktif pada
pH 5 tetapi dapat berfungsi dalam medium netral hingga basa. Serapan UV
maksimal pada 278 nm (J. Biol, 1961 dalam Permatasari, 2007). Papain dapat
diidentifikasi dengan menggunakan bubuk skim milk dalam asam asetat pH 5,5
pada suhu 370C yang akan membentuk koagulan (Vishal et al., 2013). Formulasi
yang terdiri dari papain dan enzim lainnya yang ada di pasaran membutuhkan
kondisi penyimpanan pada suhu dingin (2-80C) atau pada kondisi sejuk (8-250C)
(Sankalia et al., 2005). Ada beberapa kualitas papain, yaitu:
1. Crude Papain (papain kasar)
Crude papain merupakan getah pepaya segar yang langsung dikeringkan
tanpa perlakuan sebelumnya, kecuali penambahan antioksidan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
2. Refined Papain (papain bersih)
Refined papain merupakan getah segar yang sudah diberi perlakuan seperti
pemisahan kotoran (batang, daun, dan serangga) yang selanjutnya dikeringkan
menjadi papain.
3. Pure Papain (Papain Murni)
Papain murni merupakan getah setelah dibersihkan dari benda asing dan
melalui proses pemurnian dari zat bukan enzim (Voight, 1995 dalam Jean, 2015).
Papain dalam getah pepaya dapat dibuat menjadi bentuk serbuk setelah
mengalami beberapa tahapan dalam pembuatannya, meliputi:
1. Proses Pengumpulan Getah Pepaya
Pengumpulan getah pepaya segar dilakukan pada buah pepaya berumur
2,5-3 bulan. Penyadapan getah pepaya dilakukan pada pagi hari (05.30-08.00
WIB) atau sore hari (17.30-18.30 WIB) dengan cara membuat paling banyak 5
torehan pada setiah buah dari pangkal hingga ujung buah menggunakan pisau
sadap dengan kedalaman 1-2 mm dan jarak antara torehan 1-2 cm. Getah
ditampung pada nampan yang dilapisi plastik, kemudian
ditambahkan 0,7%
larutan natrium metabisulfit dengan perbandingan 4 kali jumlah getah (1:4)
(Kusumastyaningrum, D., 2002 dalam Jean, 2015).
2. Pembuatan Serbuk Kasar Papain ( Crude Papain)
Getah pepaya dari hasil penyadapan dicampur dengan 0,7% larutan
natrium metbisulfit (1:4), kemudian diaduk dengan alat pengaduk hingga
homogen. Campuran getah pepaya dengan larutan natrium metabisulfit akan
membentuk suspensi getah berwarna putih susu yang agak kental. Suspensi
dikeringkan dengan menggunakan alat semprot kering (spray drying) dengan suhu
inlet 1700C dan suhu outlet 60-700C, sehingga diperoleh serbuk getah pepaya
kasar (crude papain) (Arifin M.F. dan Nurhidayanti L., 2008 dalam Jean, 2015).
Menurut Tekno Pangan dan Agroindustri (2008), manfaat dari papain adalah:
a. Dapat digunakan sebagai bahan aktif dalam preparat farmasi seperti untuk obat
gangguan pencernaan protein, dispesia, gastritis, serta obat cacing.
b. Sebagai bahan aktif dalam pembuatan krim pembersih kulit, terutama muka. Ini
disebabkan papain dapat melarutkan sel-sel mati yang melekat pada kulit dan
sukar terlepas dengan cara fisik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
c. Sebagai bahan aktif dalam pembuatan pasta gigi. Papain dalam pasta gigi
dapat membersihkan sisa protein yang melekat pada gigi. Sisa protein ini sering
menimbulkan bau busuk bila terlalu lama dibiarkan.
d. Dapat digunakan sebagai bahan penghancur sisa atau buangan hasil industri
pengalengan ikan menjadi bubur ikan atau konsentrasi protein hewani.
e. Pada industri penyamakan kulit, papain sering digunakan untuk melembutkan
kulit. Kulit yang lembut dapat dibuat sarung tangan, jaket, bahkan kaos kaki.
f. Papain sangat berperan dalam industri bir atau sering disebut sebagai obat
antidingin atau stabililiser.
g. Bahan pencuci kain sutera (deterjen) untuk membuang serat yang berlebihan.
h. Bahan pencuci lensa sehingga menjadi lembut.
i. Bahan pelarut geltin dalam proses perolehan kembali (recovery) perak dari film
yang sudah tidak terpakai.
j. Bahan perenyah dalam pembuatan kue kering seperti cracker.
k. Bahan penggumpal susu pada pembuatan keju sehingga menghilangkan
keraguan sebagian konsumen tentang pemakaian renin dari usus babi untuk
menggumpalkan susu (Silaban et al, 2012).
2.2
Natrium Alginat
Nama lain dari natrium alginat adalah algin, asam alginat, garam natrium,
E401, kelcosol, keltone, protanal, dan natrium polymannuronat. Natrium alginat
terdiri dari garam natrium dari asam alginat yang merupakan campuran asam
poliuronat yang terdiri dari residu asam D-manuronat dan asam L-guluronat.
Pemerian natrium alginat berupa serbuk putih pucat hingga berwarna coklatkekuningan, tidak berbau dan berasa (Rowe, Paul, Marian, 2009).
Natrium alginat praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, kloroform,
campuran etanol-air (kadar etanol lebih besar dari 30%), praktis tidak larut dalam
pelarut organik lainnya, dan larutan asam dengan pH kurang dari 3, tetapi
perlahan-lahan larut di dalam air membentuk larutan koloid kental. Natrium
alginat bersifat higroskopis, walaupun stabil jika disimpan pada kelembaban
yang relatif rendah dan suhu dingin. Natrium alginat stabil pada pH 4-10, jika di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
bawah pH 3 akan menghasilkan endapan asam alginat (Rowe, Paul, Marian,
2009).
Gambar 2.3 Struktur Natrium Alginat
(Sumber : Agnessa, 2008)
Natrium alginat digunakan dalam berbagai formulasi farmasi oral dan
topikal. Natrium alginat juga telah digunakan dalam formulasi sustained release
oral, karena dapat menunda pelepasan obat dari tablet, kapsul, dan suspensi.
Natrium alginat telah digunakan untuk mikroenkapsulasi obat. Sistem hidrogel
yang mengandung alginat juga telah digunakan untuk pengiriman protein dan
peptida sebagai obat (Rowe, Paul, Marian, 2009).
2.3
Kalsium Klorida
Sinonim dari kalsium klorida adalah calci chloridium. Kalsium klorida
berupa bubuk berwarna putih atau kristal, butiran, atau massa kristal, dan bersifat
higroskopis (deliquescent). Sifat khas dari kalsium klorida yaitu memiliki pH 4,5–
9,2 (5% w/v larutan), titik didih >16000C, titik leleh 7720C, sangat mudah larut
dalam air dan etanol (95%), tetapi tidak larut dalam dietil eter (Rowe, Paul,
Marian, 2009).
Kalsium klorida berfungsi sebagai antimikroba, agen terapeutik, dan agen
yang dapat menyerap air (adsorben). Aplikasi kalsium klorida di bidang farmasi
sebagai eksipien yang berhubungan dengan sifat dehidrasi, telah digunakan
sebagai pengawet antimikroba, sebagai desikan, dan sebagai astringent dalam
lotion mata. Kalsium klorida telah digunakan untuk mengontrol pelepasan bahan
aktif dari bentuk sediaan oral dengan silang pektin, atau dengan kitosan. Bentuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
murni kalsium klorida beracun jika diberikan secara intravena, intramuskular,
intraperitoneal, dan rute subkutan, serta beracun jika dikonsumsi, menyebabkan
gangguan lambung dan hati, iritasi mata yang parah,serta dapat menyebabkan
dermatitis (Rowe, Paul, Marian, 2009).
Gambar 2.4 Struktur Kalsium Klorida
(Sumber : Pubchem)
Secara kimiawi kalsium klorida merupakan zat yang stabil, namun harus
dilindungi dari kelembaban. Penyimpanan kalsium klorida dalam wadah kedap
udara, ditempat yang sejuk dan kering. Kalsium klorida tidak kompatibel dengan
larutan karbonat, fosfat, sulfat, dan oksalat. Kalsium klorida bereaksi dengan
bromtrifluorida dan seng, akan melepaskan gas hidrogen yang mudah meledak.
Kalsium klorida memiliki reaksi eksotermis dengan air, ketika dipanaskan terjadi
dekomposisi yang akan memancarkan asap beracun klorin. Kalsium klorida
mengiritasi mata, sistem pernapasan, dan kulit, sehingga diperlukan pemakaian
sarung tangan, pelindung mata, respirator, dan pakaian pelindung lainnya (Rowe,
Paul, Marian, 2009).
2.4
Mikropartikel sebagai Sistem Penghantaran Obat
2.4.1 Definisi
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan suatu bahan inti baik
berupa padatan, cairan, atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding pembentuk
mikropartikel (Lachman, 1994). Mikropartikel adalah partikel padat yang
berukuran 1-1000 µm. Mikropartikel terbuat dari bahan inti yang disalut dengan
bahan penyalut seperti polimer, lilin, dan beberapa bahan protektif lain seperti
polimer sintetik yang biodegradabel dan produk alam yang termodifikasi seperti
amilum, gum, protein lemak dan lilin (Agus et al., 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Mikropartikel yang sferis disebut mikrosfer, terdapat 2 jenis mikrosfer
yaitu mikrokapsul dan mikromatrik. Mikrokapsul merupakan mikrosfer berinti
padat, cair atau gas yang dikelilingi oleh suatu bahan tertentu yang berbeda
dengan intinya, sedangkan mikromatrik merupakan mikrosfer dimana terdapat
senyawa yang didispersikan dalam matriksnya (Agus et al., 2010).
Gambar 2.5 Diagram skematik ilustrasi mikrosfer. (A) mikrokapsul yang terdiri
dari partikel inti yang terenkapsulasi dan (B) mikromatrik yang
terdiri dari bahan aktif yang terdispersi homogen dalam partikel
(Swarbick, 2007)
2.4.2 Tujuan Mikroenkapsulasi
Dalam bidang farmasi, mikropartikel dapat digunakan sebagai penutup
rasa pahit, perlindungan obat dari kondisi lingkungan (kelembaban, cahaya, panas,
dan/atau oksidasi), solusi pada inkompatibilitas dengan komponen lain,
mengembangkan sifat alir dari serbuk, mendapatkan sediaan lepas lambat, dan
mencegah iritasi lambung (Agus et al., 2010).
2.4.3
Keuntungan dan Kerugian Mikroenkapsulasi
Adapun keuntungan dari pembentukan mikroenkapsulasi senyawa obat
yakni sebagai berikut.
a. Dengan adanya lapisan dinding polimer, bahan inti akan terlindung dari
pengaruh lingkungan luar;
b. Dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga stabilitas
bahan inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama;
c. Dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan bahan inti;
Selain memiliki beberapa keuntungan seperti yang disebutkan di atas,
mikroenkapsulasi juga memiliki kelemahan, diantaranya:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
a. Biasanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau tidak
merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan bahan inti dari mikropartikel;
b. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi;
c. Harus dilakukan pemilihan polimer sebagai penyalut dan pelarut yang sesuai
dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikropartikel yang baik (Lachman,
1994).
2.4.4
Faktor Keberhasilan Mikroenkapsulasi
Menurut Benita (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
mikroenkapsulasi, antara lain:
a. Sifat fisikokimia bahan inti atau zat aktif;
b. Bahan penyalut yang digunakan, meliputi polimer ataupun monomer;
c. Medium yang digunakan (air,pelarut organik, atau gas).
d. Tahap proses mikroenkapsulasi (tunggal/bertingkat);
e. Metode mikroenkapsulasi (metode kimia, fisiko kimia, atau mekanis);
f. Sifat (licin atau lengket) dan struktur dinding mikropartikel (tunggal atau
berlapis-lapis);
g. Kondisi pembuatan (basah atau kering) (Benita, 1996 dalam Kasih, 2014).
2.4.5
Komponen Penyusun Mikropartikel
Pada prinsipnya terdapat tiga bahan yang terlibat dalam pembuatan
mikropartikel ini, yaitu:
a. Bahan inti
Bahan inti merupakan bahan yang spesifik akan dilapisi oleh suatu
penyalut, dapat berupa bahan padat, gas atau cair. Selain itu, bahan inti yang
digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan
pelarut yang digunakan (Lachman, 1994).
b. Bahan penyalut
Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyalut inti dengan tujuan
tertentu, seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan terhadap
pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas, pencegahan penguapan, kesesuaian
dengan bahan inti maupun bahan lain yang berhubungan dengan proses
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
penyalutan serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan
penyalut yang digunakan dapat berupa polimer alam, polimer semi sintetik,
maupun polimer sintetik. Bahan penyalut harus mampu memberikan lapisan tipis
yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi
dengan inti (bersifat inert), dan mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan
penyalutan (Lachman, 1994).
c.
Pelarut
Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut
dan dapat mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut yang akan digunakan
dalam pembentukan mikropartikel berdasarkan sifat kelarutan dari bahan inti dan
bahan penyalut, sehingga pelarut yang digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit
melarutkan bahan inti, tetapi dapat juga melarutkan bahan penyalut (Lachman,
1994).
2.4.6
Metode Pembuatan Mikropartikel
Metode mikroenkapsulasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Presipitasi dengan Penambahan Non-Solvent (Koaservasi)
Dalam metode koaservasi, mikropartikel dibuat dengan mendispersikan
partikel padat atau larutan obat ke dalam larutan polimer, diikuti pemisahan fase
dengan menambahkan pelarut organik, di mana polimer tidak dapat larut.
Penambahan non-solvent menghasilkan presipitasi polimer disekitar larutan obat
untuk membentuk mikropartikel. Penambahan non-solvent dalam jumlah yang
besar akan mengekstraksi polimer dan membuat mikropartikel semakin keras.
Mikropartikel yang dihasilkan dengan metode ini memiliki distribusi ukuran yang
luas, sehingga tidak disarankan untuk penggunaan klinis. Parameter-parameter
dalam metode ini meliputi rasio polimer-pelarut, kecepatan pengadukan, suhu
pembuatan, volume dan tipe non-solvent (Muhaimin, 2013).
b. Presipitasi Partikel dengan Partisi Pelarut
Metode ini dilakukan dengan cara melarutkan atau mensuspensikan obat
dalam polimer atau pelarut organik dengan cara menginjeksikannya ke dalam
minyak mineral. Pelarut organik akan larut di dalam minyak, sementara obat dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
polimer tidak larut dalam minyak, sehingga akan terjadi kopresipitasi obat dan
polimer akibat dari partisi campuran ke dalam minyak. Hasil akan tergantung
pada kelarutan obat. Jika obat larut dalam larutan polimer, obat dan polimer akan
mengalami partisi secara bersamaan. Jika obat tertahan dalam larutan polimer,
polimer akan mengalami presipitasi di antara partikel obat. Ukuran mikropartikel
yang dihasilkan cukup besar dan beragam tergantung laju alir dan diameter jarum
yang digunakan untuk menginjeksikan campuran obat-polimer. Parameterparameter
yang mempengaruhi metode ini meliputi rasio polimer, laju alir
minyak mineral, dan polimer yang digunakan (Muhaimin, 2013).
c. Semprot Kering
Dalam metode semprot kering, obat dilarutkan ke dalam larutan polimer
dan campuran tersebut dimasukkan ke dalam alat semprot kering untuk
membentuk mikropartikel. Keuntungan dari metode ini adalah pada senyawa yang
larut maupun tidak larut dapat dibuat menjadi sferik, tidak seperti metode
emulsifikasi tunggal O/W yang tidak cocok untuk senyawa yang larut air. Metode
ini dapat menghasilkan mikropartikel dengan ukuran diameter 5-125 µm
(Muhaimin, 2013).
d. Metode Ekstraksi dengan Fluida Superkritis
Penggunaan fluida superkritis sebagai media ektraksi merupakan alternatif
yang menjanjikan untuk pembentukan mikropartikel obat dan eksipien farmasi.
Ada dua alasan utama untuk menggunakan metode ini, pertama pemilihan
kemampuan melarut dari pelarut untuk memisahkan komponen partikular dari
campuran multikomponen. Kedua, keuntungan transfer masa bebas dan tingginya
solubilitas pelarut dalam fluida superkritis membuat pengeringan mikropartikel
cepat dan efisien dengan sedikit residu pelarut (Muhaimin, 2013).
e. Metode Penguapan Pelarut
Metode ini telah digunakan secara luas untuk membuat mikropartikel
yang mengandung obat.
Parameter-parameter yang mempengaruhi sifat
mikropartikel yang terbentuk yaitu kelarutan obat, morfologi, tipe pelarut, laju
difusi, suhu, komposisi polimer, viskositas polimer, dan muatan obat. Keefektifan
dari metode penguapan pelarut adalah untuk menghasilkan mikropartikel
bergantung pada keberhasilan zat aktif terperangkap dalam partikel dan proses ini
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
lebih sering berhasil pada obat yang tidak larut atau kelarutannya yang buruk di
dalam air. Ada beberapa perbedaan pembuatan mikropartikel dengan metode
penguapan pelarut. Pemilihan metode ini dapat memberikan peningkatan efisiensi
enkapsulasi obat, tergantung dari sifat obat hidrofilik atau hidrofobik (Muhaimin,
2013).
1. Proses Emulsi Tunggal
Proses ini melibatkan emulsi minyak dalam air. Sistem emulsi yang
mengandung fase organik terdiri dari pelarut yang mudah menguap dengan
melarutkan polimer dan obat yang akan dienkapsulasi, kemudian dienkapsulasi
dalam fase air yang mengandung surfaktan terlarut. Metode ini banyak digunakan
untuk obat yang tidak larut dan memiliki kelarutan yang buruk di dalam air.
Metode ini merupakan metode paling sederhana di antara metode lain dalam
penguapan pelarut (Muhaimin, 2013).
Kebanyakan sistem menggunakan emulsi minyak dalam air untuk
membentuk mikropartikel, di mana pada fase organik mengandung pelarut yang
mudah menguap pada polimer terlarut dan obat untuk dienkapsulasi sementara
pada fase air yang mengandung surfaktan terlarut. Surfaktan organik dimasukkan
ke dalam fase air untuk mencegah koalesen ketika droplet terbentuk. Larutan
obat-polimer-pelarut diemulsifikasikan untuk membentuk emulsi O/W. emulsi
dibuat dengan menggunakan pengaduk propeller atau batang magnetik untuk
mencampur fase organik dan fase air. Surfaktan digunakan untuk menyetabilkan
droplet yang terbentuk pada fase dispersi selama emulsifikasi dan mencegah
koalesen. Ketika emulsi terbentuk, kemudian terfokus pada penghilangan pelarut
dengan cara penguapan atau ekstraksi untuk mengambil droplet mikropartikel.
Dalam penghilangan pelarut dengan cara penguapan, emulsi dijaga pada tekanan
rendah atau tekanan atmosfer dan kecepatan pengadukan dikurangi untuk
menguapkan pelarut (Muhaimin, 2013).
Untuk cara ektraksi, emulsi ditransfer ke dalam air atau medium lainnya
yang mengandung droplet minyak. Laju penghilangan pelarut dengan cara
ekstraksi tergantung pada suhu dari medium, rasio volume emulsi untuk medium,
dan karakteristik kelarutan dari polimer, pelarut, dan medium pendispersi.
Konsentrsi tinggi akan menghasilkan partikel dengan porositas tinggi yang dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
memberikan profil pelepasan yang tidak diinginkan. Metode penghilangan pelarut
dengan cara ekstraksi lebih cepat dibandingkan dengan proses penguapan pelarut.
Salah satu kekurangan emulsifikasi O/W yaitu efisiensi ekapsulasi yang buruk
untuk obat yang memiliki kelarutan sedang di dalam air. Proses emulsifikasi O/W
paling banyak digunakan untuk enkapsulasi obat yang larut lemak. Untuk
meningkatkan efisiensi enkapsulasi obat yang larut air digunakan metode
emulsifikasi O/O, dalam metode ini obat dapat terlarut atau tertahan dalam fase
minyak sebelum didispersikan dalam fase minyak lainnya (Muhaimin, 2013).
2. Proses Emulsi Ganda
Metode O/W tidak cocok untuk enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik.
Hal ini dikarenakan oleh obat hidrofilik tidak dapat larut dalam pelarut organik
dan obat akan berdifusi ke dalam fase kontinyu selama emulsifikasi yang akan
menghasilkan kehilangan obat dalam jumlah besar (Muhaimin, 2013). Ada empat
metode alternatif untuk proses enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik, yaitu :
a. Emulsi ganda W/O/W
Dalam metode ini, larutan dari obat yang bersifat hidrofilik diemulsifikasi
dengan fase organik (emulsi W/O). Emulsi kemudian didispersikan ke dalam air
untuk membentuk emulsi ganda W/O/W.
b. Metode kosolven O/W
Ketika obat tidak larut dalam pelarut organik utama, pelarut kedua yang
disebut kosolven dibutuhkan untuk melarutkan obat.
c. Metode dispersi O/W
Obat didispersikan untuk membentuk bubuk padatan pada larutan polimer
dan pelarut organik.
d. Metode penguapan pelarut non air O/O
Pada metode ini, fase air untuk mendisfersikan obat diganti dengan
minyak, contohnya minyak mineral (Muhaimin, 2013).
Proses emulsi ganda biasanya digunakan untuk obat yang tidak larut dalam
pelarut organik. Proses emulsi padatan dalam minyak dalam air (S/O/W) dapat
digunakan untuk enkapsulasi obat dalam ukuran kecil. Ukuran diameter kristal
harus lebih kecil dibandingkan dengan diameter mikropartikel yang diinginkan
untuk menghindari ledakan besar terkait proses disolusi. Ukuran kristal yang lebih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
kecil akan terdistribusi homogen dalam droplet organik membentuk emulsi
(Muhaimin, 2013).
Masalah dalam enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik adalah kehilangan
obat ke dalam fase air ekternal selama pembentukan mikropartikel. Bersamaan
dengan kehilangan obat dalam fase air ekternal, obat yang tersisa akan berpindah
menuju ke permukaan droplet sebelum mengeras. Untuk meminimalisir masalah
tersebut, droplet organik harus dikeraskan menjadi mikropartikel secepatnya dan
semaksimal mungkin dengan cara menggunakan pelarut organik kental dari
polimer dan obat. Volume terbesar kedua dari air dapat menarik larutan organik
ke dalam fase air dengan segera. Fase dispersi kental meminimalisir volume
pelarut organik, memberikan penghilangan yang cepat pada droplet dan membuat
partikel obat sulit berpindah menuju permukaan, menghasilkan distribusi obat
yang lebih homogen pada mikropartikel (Muhaimin, 2013).
Alternatif lain untuk enkapsulasi obat yang bersifat hidrofilik adalah
dengan proses emulsi air dalam minyak dalam air (W/O/W). Larutan air dari obat
ditambahkan ke dalam fase organik yang mengandung polimer dan pelarut
organik dengan pengadukan konstan untuk membentuk emulsi W/O. Emulsi W/O
yang terbentuk didispersikan ke dalam fase air lainnya yang mengandung
surfaktan untuk membentuk emulsi W/O/W. Masalah yang muncul dalam emulsi
ini adalah ketika emulsi pertama tidak stabil, sehingga akan menghasilkan
kehilangan droplet air yang mengandung obat dalam fase air kedua. Pemilihan
surfaktan yang dapat digunakan untuk menyetabilkan emulsi pertama terbatas
pada bahan yang dapat melarut dalam pelarut organik. Surfaktan yang sering
digunakan seperti ester asam lemak dari polioksietilen atau sorbitan, karena
memiliki kelarutan yang tinggi dalam pelarut organik, dan biokompatibilitas yang
baik (Muhaimin, 2013).
2.4.7
Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikropartikel
Mekanisme pelepasan obat dari mikropartikel yang dihasilkan tergantung
pada komposisi dan morfologi polimer, ukuran, dan kepadatan partikel yang
terbentuk, serta sifat fisikokimia dari obat yang dimasukkan ke dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
mikropartikel. Pelepasan secara in vitro tergantung pada pH, polaritas, dan
adanya enzim dalam media disolusi (Rani et al., 2010).
Umumnya ada tiga mekanisme pelepasan zat aktif dari mikropartikel,
yaitu difusi, degradasi atau erosi polimer, atau kombinasi antara difusi dan erosi.
Pelepasan
Obat
Difusi
Degradasi
Polimer
Kombinasi
Degradasi
Enzimatik
Hidrolisis
Kombinasi
Erosi
Permukaan
Erosi
Keseluruhan
Gambar 2.6 Diagram Mekanisme Pelepasan Obat
(Sumber : Kumar et al., 2011)
Mekanisme pelepasan zat aktif dengan cara difusi terjadi jika zat aktif
kontak dengan cairan gastrointestinal, di mana cairan akan berdifusi menembus
ke dalam partikel yang akan menyebabkan pelarutan zat aktif dan larutan zat
aktif akan berdifusi keluar dari penyalut (Kumar et al., 2011). Beberapa penyalut
dapat dirancang untuk terdegradasi secara perlahan-lahan. Degradasi atau erosi
polimer merupakan hilangnya polimer diiringi dengan akumulasi monomer di
dalam medium pelepasan. Erosi dari polimer dimulai dengan perubahan
mikrostruktur dari pembawa penetrasi cairan di dalam penyalut (Kumar et al.,
2011).
2.5
Gelasi Ionik
Gelasi atau pembentukan gel merupakan penggabungan atau pengikatan
silang rantai-rantai polimer membentuk jarigan tiga dimensi dan dapat merangkap
air di dalamnya menjadi suatu struktur yang kompak dan kaku (Fardiaz, 1989
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
dalam Tri, 2010). Gelasi ionik didasarkan pada kemampuan makromolekul untuk
bertaut silang dengan adanya ion yang bermuatan berlawanan untuk membentuk
hidrogel. Metode gelasi ionik telah banyak digunakan pada proses enkapsulasi
polisakarida alam seperti alginat, pektin, kitosan, dan karboksimetil selulosa
(Patil et al., 2010).
Pada pembentukan butiran mikropartikel dengan metode gelasi ionik,
polisakarida dilarutkan dalam pelarut, kemudian diteteskan ke dalam larutan
sambung silang dengan pengadukan konstan sehingga terbentuk butiran hidrogel.
Butiran hidrogel yang terbentuk disaring, lalu dibilas dengan aquadest dan
selanjutnya dikeringkan. Agen sambung silang yang digunakan untuk gelasi ionik
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu agen sambung silang berbobot molekul
rendah, misalnya CaCl2, BaCl2, MgCl2, zink asetat, pirofosfat, tripolifosfat,
tetrapolifosfat, sedangkan agen sambung silang berbobot molekul tinggi, seperti
lauril dan setilstearil sulfat (Racovita et al., 2009 dalam Tri, 2010).
Terjadinya ikatan silang (crosslink) secara fisik yang bersifat reversibel
dari interaksi elektrostatik untuk menyetabilkan kompleks mikropartikel yang
terbentuk (Park dan Yeo, 2007). Ikatan bersifat reversibel sehingga dapat
menghindari adanya toksisitas reagen dan efek lain yang tidak diharapkan (Park
dan Yeo, 2007). Contoh pasangan polimer yang dapat digunakan untuk gelasi
ionik ini antara lain kitosan dengan tripolifosfat dan kitosan dengan
karboksimetilselulosa (Park dan Yeo, 2007). Reaksi kimia antara natrium alginat
dengan kalsium klorida akan membentuk mikropartikel kalsium alginat
(Deshmukh et al., 2009). Menurut Patil et al (2012), faktor-faktor yang
mempengaruhi metode gelasi ionik, antara lain.
a. Konsentrasi polimer dan elektrolit sambung silang
Konsentrasi polimer dan elektrolit memiliki pengaruh besar pada
formulasi partikel dengan metode gelasi ionik. Konsentrasi keduanya harus dalam
rasio yang dihitung dari jumlah unit sambung silang.Variasi persen efisiensi
penjerapan berasal dari jenis elektrolit dan konsentrasi elektrolit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
b. Suhu
Suhu juga memainkan peranan pada ukuran partikel yang terbentuk oleh
metode gelasi ionik. Selain itu, waktu pendiaman juga berpengaruh, yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk terbentuk ikatan silang.
c. pH larutan sambung silang
pH larutan sambung silang juga faktor yang dipertimbangkan selama
formulasi, karena menunjukkan efek pada laju reaksi, bentuk, dan ukuran partikel.
d. Konsentrasi obat
Obat yang akan terperangkap dalam partikel harus dalam rasio yang tepat
dengan polimer, karena konsentrasi obat sangat mempengaruhi efisiensi
penjerapan, jika rasio obat dengan polimer melebihi kisaran maka efek bursting
dapat diamati, densitas dari gelispheres meningkat, ukuran dan bentuk dari
gelispheres juga meningkat.
e. Konsentrasi zat pembentuk gas
Agen pembentuk gas, seperti kalsium karbonat dan natrium bikarbonat
yang ditambahkan ke dalam formulasi untuk menghasilkan gelispheres berpori,
sangat mempengaruhi ukuran dan bentuk gelispheres berpori, lapisan gelispheres
rusak, dan hasilnya menjadikan permukaan tidak teratur.
2.6
Evaluasi Mikropartikel
Karekterisasi mikropartikel dapat digunakan untuk pengembangan
formulasi, memperkirakan kinerja secara in vivo, dan untuk mengatasi masalahmasalah dalam proses pembuatan mikropartikel.
2.6.1 Uji Perolehan Kembali
Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan total
mikropartikel yang diperoleh terhadap total zat aktif dengan polimer yang
digunakan pada pembuatan mikropartikel. Untuk menentukan faktor perolehan
kembali digunakan rumus (Kumar et al., 2011) :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (%) , Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh
(g), Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (g)
2.6.2 Penetapan Kadar Air
Mikropartikel diukur kadar airnya menggunakan alat pengukur kadar
lembab (moisture balance) pada suhu 105⁰C. Lalu dihitung kadar air konstan
(Sugindro, 2008 dalam Kasih, 2014).
2.6.3
Penentuan Distribusi Ukuran Mikropartikel
Ukuran dan distribusi partikel merupakan karakteristik paling penting
untuk memperkirakan distribusi secara in vivo, biologis, toksisitas, dan
kemampuan untuk targeting (Mohanraj dan Chen, 2006). Pelepasan obat juga
dipengaruhi oleh ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin
besar luas area permukaannya. Namun, semakin banyak obat yang bergabung
menjadi atau mendekati permukaan partikel, akan menyebabkan pelepasan obat
yang cepat. Bagaimanapun, partikel yang lebih besar memiliki inti yang besar di
mana akan memungkinkan lebih banyak obat yang dapat dienkapsulasi dan sedikit
demi sedikit berdifusi keluar.
Partikel-partikel yang memiliki ukuran kecil juga memiliki resiko tinggi
mengalami agregasi selama penyimpanan dan distribusi. Hal ini selalu menjadi
tantangan dalam memformulasi partikel dengan ukuran yang kecil namun dengan
stabilitas yang paling maksimal (Mohanraj dan Chen, 2006). Ada banyak metode
yang digunakan untuk mengetahui ukuran partikel, misalnya:
a. Mikroskopi
Menggunakan alat mikroskop optik untuk pengukuran ukuran partikel
yang berkisar 0,2 µm sampai kira-kira 100 µm (Kasih, 2014).
b. Pengayakan
Pada metode ini menggunakan suatu seri ayakan standar yang dikalibrasi
oleh The National Standars. Ayakan umumnya digunakan untuk memilih partikelpartikel yang lebih besar, tetapi jika digunakan sangat hati-hati, ayakan-ayakan
tersebut dapat digunakan untuk mengayak bahan sampai 44 µm. Untuk menguji
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
kehalusan serbuk suatu sampel tertentu ditaruh suatu ayakan yang cocok dan
digoyangkan selama waktu tertentu dan bahan yang melalui suatu ayakan ditahan
oleh ayakan berikutnya yang lebih halus kemudian dikumpulkan dan ditimbang
(Kasih, 2014).
c. Sedimentasi (Metode Andreason Pipette)
Penggunaan ultrasentrifugasi untuk penentuan berat molekul dari polimer
yang tinggi. Sampel ditarik dari bawah menggunakan pipet, dan sejumlah padatan
ditentukan dengan pegeringan dan penimbangan (Kasih, 2014).
2.6.4 Efisiensi Penjerapan
Idealnya, mikropartikel yang terbentuk memiliki kapasitas pembawa obat
yang tinggi, sehingga akan mengurangi jumlah material matriks yang digunakan.
Efisiensi penjerapan sangat bergantung pada kelarutan obat yang stabil dalam
material matriks atau polimer, di mana akan berkaitan dengan komposisi polimer,
bobot molekul, dan intraksi antar obat dengan polimer (Mohanraj dan Chen,
2006).
Penentuan kandungan obat mikropartikel dilakukan untuk mengetahui
banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi dan efisiensi metode yang digunakan.
Mikropartikel dapat mengandung bahan inti sampai 99% dihitung terhadap berat
mikropartikel. Metode yang digunakan tergantung dari kelarutan bahan penyalut
dan bahan inti, salah satu metodenya yaitu dengan spektrofotometri UV-Vis.
Jika bahan inti dan bahan penyalut larut dalam pelarut bukan air, maka
penentuan kandungan mikropartikel dilakukan dengan melarutkan mikropartikel
dalam pelarut organik yang sesuai dan kadar obat kemudian ditentukan dengan
metode analisa yang sesuai. Jika hanya bahan inti saja yang larut dalam air,
sedangkan bahan penyalutnya tidak larut makan dapat dilakukan pelarutan
mikropartikel dalam air dengan pengadukan kecepatan tinggi, sehingga bahan
penyalut akan terlarut atau dapat pula dilakukan penggerusan mikropartikel,
sehingga penyalut pecah dan inti dapat terlarut dalam pelarut yang sesuai. Setelah
itu, dilakukan penyaringan untuk menghilangkan fragmen polimer yang tidak
larut. Bahan inti selanjutnya ditentukan kadarnya dengan metode analisa yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
sesuai (Lachamn, 1994). Efisiensi penjerapan dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus (Kumar et al., 2011):
(
2.6.5
(
)
(
)
)
Uji Aktivitas Proteolitik
Kualitas serbuk getah pepaya sangat ditentukan oleh kekuatan atau
kemampuan enzim protease untuk memecah protein yang disebut dengan aktivitas
proteolitik (Rizki et al., 2014). Menurut Muchtadi (1992), aktivitas proteolitik
dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, suhu, waktu inkubasi, kekuatan ion dan
tekanan. Aktivitas papain juga dipengaruhi oleh karakteristik getah pepaya yang
digunakan untuk isolasi enzim protease serta pengeringan getah (Rosdianti, 2008).
Aktvitas proteolitik ditandai dengan proses pemecahan substrat menjadi
produk oleh gugus histidin dan sistein pada sisi aktif enzim (Rosdianti, 2008).
Beveridge (1996) memaparkan bahwa selama proses katalisis hidrolisis gugusgugus amida, mula-mula gugus sistein yang bersifat sangat reaktif berikatan
dengan substrat pada sisi aktif papain sehingga dihasilkan ikatan kovalen substrat
dengan enzim. Kemudian gugus histidin terprotonasi sehingga berikatan dengan
nitrogen yang terdapat di dalam substrat, akibatnya gugus amin pada substrat
berdifusi dan kedudukannya digantikan oleh molekul-molekul air yang akan
menghidrolisis hasil intermediet sehingg mengembalikan enzim ke dalam bentuk
dan fungsinya seperti semula (Rosdianti, 2008). Aktivitas proteolitik dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Aktivitas proteolitik =
(
)
Keterangan: Tirosin : konsentrasi tirosin yang terbentuk; v : volume total sampel pada tiap tabung
mL); q : waktu inkubasi (menit); p : jumlah enzim (mL); Fp: faktor pengenceran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sediaan Padat, Laboratorium
Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2 Program Studi Farmasi, dan Laboratorium
Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian berlangsung selama 7 bulan, dari bulan Februari sampai
dengan Agustus 2015.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Alat yang digunakan meliputi syringe (5 mL) dan jarum (ukuran 30 G)
(PT. Anugerah Argon Medica, Indonesia), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U2910, Jepang), optical microscopy (Olympus 1x71), moisture balance (WIGGEN,
Jepang), oven (Eyela NDO-400, Jepang), pengaduk magnetik (advantec SRS 710
HA), stand up stirrer (IKA RW 20 Digital, Jepang), timbangan analitik (AND
GH-202, Jepang), pH meter (Horiba f-52, Jepang), termometer, mikropipet, dan
alat-alat gelas lainnya yang umum digunakan di laboratorium.
3.2.2
Bahan
Serbuk getah pepaya (CV. Anugerah, Indonesia), natrium alginat (CV.
Total Equipment, Indonesia), kalsium klorida (CV. Total Equipment, Indonesia),
tirosin (Sigma Aldrich, Indonesia), kasein, sistein (Sigma Aldrich, Indonesia),
natrium hidroksida (PT. Brataco, Indonesia), kalium dihidrogen fosfat (PT.
Brataco, Indonesia), tricloroacetic acid (TCA), dan aquadest.
3.3
Formula Mikropartikel
Formula mikropartikel natrium alginat yang mengandung serbuk getah
pepaya yang dibuat dengan menggunakan metode gelasi ionik disajikan pada tabel
3.1
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Tabel 3.1 Formula Mikropartikel Natrium Alginat yang Mengandung Serbuk
Getah Pepaya
Berat (g)
Bahan
3.4
Formula I
Formula II
Serbuk getah pepaya
0,4
0,8
Natrium alginat
2
2
Kalsium klorida
2
2
Pembuatan Mikropartikel
Bahan-bahan yang digunakan, seperti serbuk getah pepaya (Carica papaya
L.), natrium alginat, dan kalsium klorida ditimbang secara akurat menggunakan
timbangan analitik. Untuk mengembangkan natrium alginat digunakan aquadest
yang telah dipanaskan di atas hot plate suhu 700C. Sedikit aquadest yang telah
dipanaskan digunakan untuk membilas alu dan lumpang. Natrium alginat
sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam lumpang, kemudian 100 mL aquadest
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk hingga membentuk
mucilago natrium alginat. Mucilago natrium alginat dipindahkan ke dalam beaker
glass, kemudian diaduk menggunakan alat pengaduk stand up stirrer dengan
kecepatan 300 rpm selama 30 menit. Serbuk getah pepaya (Carica papaya L.)
yang telah dilarutkan ke dalam 10 mL aquadest dimasukan ke dalam mucilago
natrium alginat, selanjutnya diaduk kembali menggunakan alat pengaduk stand up
stirrer dengan kecepatan 300 rpm selama 30 menit.
Larutan kalsium klorida dibuat dengan cara melarutkan 2 g kalsium
klorida dalam 100 mL aquadest di dalam beaker glass sambil diaduk
menggunakan batang pengaduk hingga terbentuk larutan kalsium klorida yang
homogen. Mikropartikel serbuk getah pepaya (Carica papaya L.) dibentuk
dengan cara meneteskan dispersi mucilago natrium alginat- serbuk getah pepaya
(Carica papaya L.) melalui syringe (ukuran-30 G) ke dalam larutan kalsium
klorida. Mikropartikel yang terbentuk dibiarkan dalam larutan kalsium klorida
selama 30 menit, kemudian disaring dan dicuci dengan menggunakan aquadest.
Mikropartikel yang terbentuk dikeringkan di dalam oven selama 10 jam pada suhu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
370C, kemudian disimpan di dalam desikator selama 2 hari (Chakraverty, 2012,
dengan modifikasi).
3.5
Evaluasi Mikropartikel
3.5.1
Uji Perolehan Kembali
Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan bobot total
mikropartikel yang diperoleh terhadap bobot bahan pembentuk mikropartikel. Uji
perolehan kembali dilakukan dengan cara menimbang dengan seksama serbuk
getah pepaya (Carica papaya L.), natrium alginat, dan kalsium klorida sebagai
bobot bahan pembentuk mikropartikel. Mikropartikel yang terbentuk ditimbang
dan dicatat sebagai bobot total mikropartikel yang diperoleh. Persentase faktor
perolehan kembali diperoleh dari persamaan (Kumar et al., 2011) :
Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (%), Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh
(g), Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (g)
3.5.2
Penetapan Kadar Air
Pengujian kadar air yang terdapat pada mikropartikel dilakukan dengan
menggunakan alat pengukur kadar air (moisture balance). Mikropartikel yang
terbentuk ditimbang di atas cawan aluminium sebanyak 1 g, selanjutnya alat
diatur pada suhu 105⁰C untuk mengukur kadar air (Sugindro, 2008 dalam Kasih,
2014).
3.5.3
Penentuan Distribusi Ukuran Partikel
Penentuan distribusi ukuran mikropartikel serbuk getah papaya (Carica
papaya
L.)
dilakukan
dengan
menggunakan mikroskop
optik (optical
microscopy). Sejumlah mikropartikel diletakkan di kaca objek, kemudian dilihat
di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali (Weekarody, 2008 dalam Kasih,
2014 dengan modifikasi).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
3.5.4
Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Mikropartikel
Pemeriksaan bentuk dan morfologi mikropartikel dilakukan dengan
menggunakan mikroskop optik (optical microscopy). Mikropartikel yang
terbentuk diletakkan di atas kaca objek, kemudian dianalisa menggunakan
mikroskop optik dengan perbesaran 100 kali (Sari et al., 2012, dengan
modifikasi).
3.5.5
Uji Aktivitas Proteolitik Mikropartikel
3.5.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Tirosin
Untuk pengujian aktivitas proteolitik serbuk getah papaya (Carica
papaya L.) dibuat kurva kalibrasi tirosin sebagai baku standar. Sebelum membuat
kurva kalibrasi, terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang
maksimum tirosin dengan cara 10 mg tirosin dilarutkan dengan aquadest sampai
100 mL. Kemudian dilakukan pengukuran serapan tirosin pada panjang
gelombang 250-350 nm dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis. Dari
hasil pengukuran, dapat diperoleh panjang gelombang maksimum dengan melihat
serapan yang tinggi (Jean, 2015).
3.5.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Tirosin
Untuk membuat kurva kalibrasi, larutan induk tirosin dibuat dengan cara
melarutkan 10 mg tirosin dalam 10 mL aquadest. Selanjutnya dibuat seri
konsentrasi 25 ppm, 35 ppm, 45 ppm, 55 ppm, 65 ppm, 75 ppm, dan 85 ppm
sebanyak 10 mL dari larutan induk. Tiap seri larutan diukur serapannya pada
panjang
gelombang
maksimum
yang
diperoleh
dengan
menggunakan
spektofotometer UV-Vis. Dibuat kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan
antara serapan dengan konsentrasi larutan (Jean, 2015).
3.5.5.3 Pengujian Aktivitas Proteolitik
Sebanyak 50 mg mikropartikel digerus di dalam mortar, kemudian
dilarutkan dalam 25 mL dapar fosfat pH 6,5 dan diaduk dengan menggunakan
pengaduk magnetik selama 45 menit. Sisa dinding mikropartikel dipisahkan
dengan cara filtrasi. Filtrat sebanyak 2 mL, ditambahkan 2 mL EDTA, 2 mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
sistein, 2 mL kasein, kemudian campuran diinkubasi selama 20 menit pada suhu
370C. Reaksi dihentikan dengan penambahan TCA 6 mL, kemudian disaring.
Filtrat diinkubasi selama 20 menit pada suhu 370C. Aktivitas proteolitik serbuk
getah pepaya (Carica papaya L.) ditentukan oleh jumlah tirosin yang dihasilkan
dari reaksi dengan kasein melalui pengukuran menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang maksimum (Fernando et al., 2011). Aktivitas
proteolitik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Alviyulita, 2014):
Aktivitas proteolitik =
(
)
Keterangan: Tirosin (konsentrasi tirosin yang terbentuk); v (volume total sample pada tiap tabung
dalam mL); q (waktu inkubasi dalam menit); p (jumlah enzim yang dgunakan dalam
mL); Fp (faktor pengenceran).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Formulasi Mikropartikel
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikropartikel natrium alginat
yang mengandung serbuk getah pepaya (Carica papaya L.) dengan menggunakan
metode gelasi ionic. Mikropartikel yang terbentuk ditujukan untuk penggunaan
topikal sebagai agen exfoliating (agen pengelupas kulit) dalam sediaan scrub.
Sebelumnya, Permatasari (2007) telah berhasil membuat mikropartikel papain
yang disalut dengan polimer natrium alginat menggunakan metode gelasi ionik
untuk penggunaan oral. Proses pembuatan mikropartikel papain oleh Permatasari
(2007)
dilakukan
pengoptimasian
terhadap
konsentrasi
natrium
alginat,
konsentrasi kalsium klorida, dan kecepatan pengadukan untuk melihat
pengaruhnya terhadap karakteristik mikropartikel yang terbentuk. Penelitian
Permatasari (2007) memberikan hasil bahwa karakteristik mikropartikel paling
baik dengan konsentrsi natrium alginat 1%, papain yang digunakan 200 mg, dan
kalsium klorida 0,1 M yang dibuat dengan kecepatan pengadukan 300 rpm.
Pada penelitian Permatasari (2007) tidak dilakukan optimasi terhadap
perbandingan polimer dengan papain sebagai zat aktif dalam pembuatan
mikropartikel. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat mikropartikel natrium
alginat yang mengandung serbuk getah pepaya dengan menggunakan metode
gelasi ionik dengan cara memvariasikan jumlah serbuk getah pepaya untuk
mengetahui karakteristik mikropartikel yang dihasilkan.
Pada proses pembuatan mikropartikel, natrium alginat didispersikan ke
dalam aquadest hingga terbentuk mucilago, kemudian serbuk getah pepaya yang
telah dilarutkan di dalam aquadest didispersikan ke dalam mucilage natrium
alginat dengan bantuan alat pengaduk stand up stirrer pada kecepatan pengadukan
300 rpm selama 30 menit hingga terbentuk dispersi natrium alginat-serbuk getah
pepaya yang homogen. Pemilihan kecepatan pengadukan 300 rpm dalam
pembuatan mikropartikel didasarkan pada pembentukan ikatan sambung silang
antara natrium alginat dengan kalsium klorida yang lebih sempurna, sehingga baik
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
morfologi maupun efisiensi penjerapannya lebih baik dibandingkan dengan
kecepatan pengadukan yang lebih tinggi (Permatasari, 2007).
Setelah terbentuk dispersi yang homogen antara natrium alginat-serbuk
getah pepaya, dilakukan evaluasi viskositas menggunakan viscometer dengan
spindle nomor 3 pada berbagai kecepatan pengadukan. Hasil evaluasi viskositas
dari setiap formula dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Viskositas Formula Mikropartikel Natrium Alginat yang Mengandung
Serbuk Getah Pepaya (Carica papaya L.)
Formula
Viskostas (cps)
FI
873,33±1,53
FII
885,67±1,12
Berdasarkan evaluasi viskositas yang telah dilakukan, dispersi natrium
alginat-serbuk getah pepaya dengan viskositas 873-885 cps dapat mengalir
melewati syringe dengan ukuran needle 30 G. Penggunaan syringe dengan ukuran
needle 30 G diharapkan ukuran mikropartikel yang dihasilkan sekecil mungkin.
Ketika dispersi natrium alginat-serbuk getah pepaya dialirkan melewati syringe
menuju ke dalam larutan kalsium klorida, terjadi ikatan sambung silang. Dalam
reaksi sambung silang, satu ion kalsium dari kalsium klorida menggantikan dua
ion natrium dari natrium alginat yang menyebabkan gerakan molekular terbatas
dan menghambat pengembangan polimer dalam suatu media, sehingga
menghasilkan mikropartikel kalsium alginat yang tidak larut di dalam air
(Permatasari, 2007). Secara teoritis, pada saat natrium alginat didispersikan ke
dalam aquadest terjadi pemutusan ikatan ion Na+ dengan monomer-monomer
utama natrium alginat, yaitu asam glukoronat dan manuronat. Pada saat penetesan
dispersi natrium alginat ke dalam larutan kalsium klorida terjadi repolimerisasi
antara asam glukoronat dan manuronat dengan ion Ca2+ dari kalsium klorida yang
ditandai dengan terbentuknya butiran berwarna putih (Abror et al., 2015).
Mikropartikel yang terbentuk dibiarkan di dalam larutan kalsium klorida
selama 30 menit untuk membentuk butiran mikropartikel yang sempurna. Setelah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
direndam selama 30 menit, mikropartikel dicuci dengan menggunakan aquadest
untuk membersihkan sisa larutan kalsium klorida yang melekat saat sambung
silang (Beshay, 2003).
a
c
b
d
Gambar 4.1 Mikropartikel Sebelum dan Sesudah Pengeringan a. Mikropartikel Formula
I Sebelum Dikeringkan; b. Mikropartikel Formula I Setelah Dikeringkan;
c. Mikropartikel Formula II Sebelum Dikeringkan; d. Mikropartikel
Formula II Setelah Dikeringkan.
Mikropartikel dikeringkan di dalam oven dengan suhu 370C, karena pada
suhu 370C dapat menghasilkan aktivitas enzimatik yang tetap stabil (Fernando et
al., 2011). Pengeringan mikropartikel di dalam oven dilakukan selama 10 jam,
kemudian mikropartikel disimpan di dalam desikator selama 2 hari. Mikropartikel
yang dihasilkan dari pengeringan berupa butiran berwarna putih kekuningan,
keras, dan tidak larut di dalam air.
4.2
Evaluasi Mikropartikel
4.2.1 Uji Perolehan Kembali
Tabel 4.2 Hasil Uji Perolehan Kembali
Formula
% Perolehan Kembali
FI
38,875±5,32
F II
41,719±1,67
Nilai perolehan kembali merupakan faktor yang penting untuk mengetahui
metode yang digunakan sudah baik atau tidak (Rosidah, 2010). Nilai perolehan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
kembali ditentukan dengan membandingkan total mikropartikel yang diperoleh
terhadap total zat aktif dengan polimer yang digunakan pada pembuatan
mikropartikel (Kumar et al., 2011). Dalam pembuatan mikropartikel dengan
metode gelasi ionik, total mikropartikel yang diperoleh dibandingkan dengan total
bahan pembentuk mikropartikel yang terdiri dari massa natrium alginat, kalsium
klorida, dan serbuk getah pepaya sebagai zat aktif.
Nilai perolehan kembali dari formulasi mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya bobot serbuk getah pepaya yang digunakan, di mana nilai
perolehan kembali pada Formula II lebih besar dari Formula I, meskipun
perbedaannya tidak terlalu besar. Dari perhitungan nilai perolehan kembali
dihasilkan persentase yang cukup rendah yaitu 35,114 % untuk Formula I dan
40,542 % untuk Formula II.
Nilai perolehan kembali yang kecil kemungkinan disebabkan oleh dispersi
natrium alginat-serbuk getah pepaya yang menempel pada bagian ujung syringe,
sehingga terjadi penumpukan dispersi natrium alginat-serbuk getah. Penumpukan
dispersi terebut menyebabkan sulitnya dispersi natrium alginat-serbuk getah
pepaya keluar dari needle. Hal ini memicu untuk melakukan pergantian needle
setiap kali syringe sulit mengeluarkan dispersi natrium alginat-serbuk getah
pepaya, sehingga banyak dispersi natrium alginat-serbuk getah pepaya yang
terbuang.
Selain itu, cara pengeringan mikropartikel menggunakan oven pada suhu
370C dapat menyebabkan menyusutnya ukuran mikropartikel setelah proses
pengeringan, sehingga hilangnya kelembaban dari polimer. Berkurangnya
kelembaban dari polimer akan mengurangi berat mikropartikel yang dihasilkan
(Febrianisa, 2012).
4.2.2 Penetapan Kadar Air
Tabel 4.3 Hasil Penetapan Kadar Air
Formula
FI
Kadar Air (%)
8,83±0,04
FII
8,96±0,06
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Penetapan kadar air pada mikropartikel dilakukan untuk mengetahui
jumlah air yang terkandung di dalam mikropartikel, karena kadar air yang tinggi
akan mempengaruhi stabilitas suatu sediaan. Kadar air yang tinggi lebih rentan
terhadap pencemaran mikroorganisme. Syarat kadar air yang diperbolehkan
adalah kurang dari 10% (Faradiba et al., 2013). Berdasarkan hasil pengukuran
persentase kadar air di dalam mikropartikel, pada kedua Formula memenuhi
persyaratan di mana kadar air di dalam mikropartikel yang dihasilkan kurang dari
10%, yaitu Formula I sebesar 8,83% dan Formula II sebesar 8,96 %
4.2.3 Penentuan Distribusi Ukuran Partikel
Tabel 4.4 Rata-rata Ukuran Partikel
FI
Rata-rata Ukuran
Partikel (µm)
489, 68±1,08
FII
507, 97±0,41
Formula
Evaluasi distribusi ukuran partikel bertujuan untuk mengetahui diameter
rata-rata ukuran mikropartikel yang didapatkan. Metode yang digunakan dalam
pengujian distribusi ukuran partikel adalah mikroskop optik. Mikropartikel di
simpan di atas kaca objek tanpa perlakuan apapun. Hal ini didasarkan pada ukuran
mikropartikel yang dihasilkan cukup besar dan dapat dilihat secara kasat mata,
sehingga tidak diperlukan pendispersian mikropartikel dalam suatu medium.
Distribusi ukuran partikel dari tiap formula dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Jumlah partikel (buah)
30
25
Formula I
20
15
Formula
II
10
5
0
0
200
400
600
800
Diameter rata-rata (µm)
Gambar 4.2 Diagram Distribusi Ukuran Partikel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Tabel 4.5 Distribusi Ukuran Partikel Formula I
Rentang Ukuran
Partikel (µm)
Diameter Rata-rata
(µm)
Jumlah Partikel
pengujian I (buah)
Jumlah Partikel
Pengujian II (buah)
200 – 250
225
2
2
251 – 301
276
1
1
302 – 352
327
4
4
353 – 403
378
10
11
404 – 454
429
17
16
455 – 505
480
23
21
506 – 556
531
16
17
557 – 607
582
18
18
608 – 658
633
6
7
>658
658
3
3
Tabel 4.6 Distribusi Ukuran Partikel Formula II
Rentang Ukuran
Partikel (µm)
Diameter Rata-rata
(µm)
Jumlah Partikel
pengujian I (buah)
Jumlah Partikel
Pengujian II (buah)
200 – 250
225
0
0
251 – 301
276
0
0
302 – 352
327
2
3
353 – 403
378
8
6
404 – 454
429
19
19
455 – 505
480
28
30
506 – 556
531
12
14
557 – 607
582
13
11
608 – 658
633
9
10
>658
658
9
7
Menurut Chang (2013), sediaan yang mengandung agen exfoliating bentuk
mikropartikel memiliki rentang ukuran 60-800 µm. Berdasarkan hasil pengujian,
distribusi ukuran partikel dari kedua formula memenuhi persyaratan untuk
dijadikan egen exfoliating. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian yaitu pada
Formula I memiliki diameter rata-rata sebesar 488,91 µm, sedangkan Formula II
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
memiliki diameter rata-rata sebesar 508,26 µm. Adanya sedikit perbedaan nilai
diameter rata-rata ukuran partikel pada Formula I dan Formula II dipengaruhi oleh
perbedaan jumlah zat aktif yang digunakan, di mana ukuran partikel akan
meningkat dengan meningkatnya jumlah zat aktif
(Sari et al., 2012). Pada
Formula II dengan kandungan serbuk getah pepaya sebanyak 0,8 g memiliki ratarata ukuran partikel yang lebih besar yaitu 507,97 µm dibandingkan pada Formula
I dengan kandungan serbuk getah pepaya sebanyak 0,4 g memiliki rata-rata
ukuran partikel yang lebih kecil yaitu 489,68 µm.
Penggunaan jumlah zat aktif yang berbeda dapat diasumsikan bahwa pada
Formula I dan Formula II memiliki viskositas yang berbeda. Berdasarkan evaluasi
viskositas, Formula II memiliki viskositas yang lebih besar jika dibandingkan
dengan Formula I, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Viskositas akan
berpengaruh terhadap distribusi ukuran partikel pada mikropartikel yang
dihasilkan.
Ukuran diameter mikropartikel yang dibuat dengan metode gelasi ionik
konvensional umumnya tergantung pada diameter needle yang digunakan selama
proses pembuatan (Febrianisa, 2012). Pada proses pembuatan mikropartikel
digunakan needle yang berukuran sama yaitu 30 G. Pada Formula II dengan
viskositas yang lebih besar akan membutuhkan tekanan yang besar untuk
mengeluarkan tetesan demi tetesan dispersi natrium alginat-serbuk getah pepaya.
Viskositas yang lebih besar akan lebih mampu untuk mempertahankan bentuknya,
karena tahanan untuk mengalirnya dispersi natrium alginat-serbuk getah pepaya
lebih besar, sehingga pada saat diberi tekanan akan membentuk mikropartikel
berukuran lebih besar. Sebaliknya, pada Formula I dengan viskositas yang lebih
kecil memiliki tahanan yang kecil untuk mengalirnya dispersi natrium alginatserbuk getah pepaya dan akan membutuhkan tekanan yang lebih kecil untuk
mengeluarkan dispersi natrium alginat-serbuk getah pepaya, sehingga ukuran
partikel yang terbentuk lebih kecil.
Metode pengeringan juga mempengaruhi ukuran mikropartikel karena
proses pengeringan akan menyebabkan hilangnya kelembaban dari polimer,
sedangkan ukuran partikel obat tetap sama setelah pengeringan (Das, Ka Yun Ng,
dan Paul 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
4.2.4 Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Mikropartikel
Pemeriksaan morfologi mikropartikel dilakukan dengan menggunakan
mikroskop optik pada pembesaran 100 kali. Hasil pemeriksaan morfologi
mikropartikel dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, bentuk mikropartikel yang didapatkan
tidak sferis. Pada bagian ujung mikropartikel berbentuk lancip yang disebabkan
oleh proses pembuatan dengan menggunakan syringe yang memiliki ujung needle
yang lancip. Permukaan mikropartikel dari kedua formula tidak rata dan
berlubang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh larutan yang tidak homogen,
sehingga menyebabkan terperangkapnya gelembung-gelembung udara (Febriyenti
et al., 2013). Pengeringan juga berpengaruh terhadap morfologi mikropartikel.
Sebelum pengeringan, mikropartikel yang dihasilkan berbentuk sferis, tetapi
setelah dikeringkan bentuk mikropartikel menjadi tidak rata. Hal ini disebabkan
karena transfer panas pada saat pengeringan, sehingga air yang terjerap pada
mikropartikel basah terdesak keluar sehingga struktur mikropartikel menjadi tidak
sferis (Sari et al., 2012).
a
b
Gambar 4.3 Hasil Pemeriksaan Morfologi Mikropartikel
Menggunakan Mikroskop Optik dengan Perbesaran 100 kali. a. Mikropartikel
Formula I; b. Mikropartikel Formula II.
Pengamatan terhadap morfologi mikropartikel dengan menggunakan
mikroskop optik menghasilkan tampilan mikropartikel yang kurang jelas, di mana
hanya terlihat permukaan dari mikropartikel tanpa melihat bagian mikropartikel
secara detail. Kurangnya ketajaman pengamatan dengan menggunakan mikroskop
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
optik ini, diperlukan pengamatan morfologi mikropartikel lebih lanjut dengan
menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy).
4.2.5 Uji Aktivitas Proteolitik Mikropartikel
4.2.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Tirosin
Penentuan panjang gelombang maksimum tirosin dibuat dalam larutan
dengan konsentrasi 100 ppm pada medium aquadest dengan metode
spektrofotometri UV-Vis. Berdasarkan literatur, tirosin memiliki panjang
gelombang 200-350 nm (Jean, 2015). Dalam penelitian Rizki et al (2014), tirosin
memiliki panjang gelombang maksimum 274,80 nm. Berdasarkan hasil analisa
menggunakan spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang maksimum tirosin
dalam aquadest sama dengan hasil penelitian Rizki et al (2014) yaitu 274 nm.
Panjang gelombang maksimum tirosin yang dihasilkan, selanjutnya akan
digunakan untuk pengukuran kurva kalibrasi tirosin. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 10.
4.2.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Tirosin
Kurva kalibrasi tirosin dibuat dalam medium aquadest dengan membuat
seri pengenceran dari larutan induk 100 ppm yang diukur serapannnya pada
panjang gelombang maksimum 274 nm. Kurva kalibrasi tirosin dibuat antara
konsentrasi larutan tirosin terhadap absorbansi berdasarkan hukum Lambert-Beer
(Rizki et al., 2014). Keabsahan kurva kalibrasi tirosin dapat diuji dengan
menentukan harga koefisien korelasi (r) yang menyatakan ukuran kesempurnaan
hubungan antara kosentrasi larutan standar dan absorbansinya (Rizki et al., 2014).
Korelasi dinyatakan sempurna jika nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1
(Rizki et al., 2014). Data persamaan regresi linier yang diperoleh yaitu y =
0,111x-0,006 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,999. Hasil kurva
kalibrasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh mendekati 1, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi layak, artinya titik-titik pada kurva
kalibrasi mendekati kemiringannya (Rizki et al., 2014). Kurva kalibrasi tirosin
digunakan untuk menentukan aktivitas proteolitik serbuk getah pepaya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
4.2.5.3 Pengujian Aktivitas Proteolitik
Tabel 4.8 Hasil Uji Aktivitas Proteolitik
Formula
Aktivitas Proteolitik (TU)
FI
0,0004624±2,28 x 10-5
FII
0,0007621±1,19 x 10-4
Serbuk Getah Pepaya
0,0000978±3,35 x 10-6
Pengujian aktivitas proteolitik bertujuan untuk mengetahui aktivitas
proteolitik enzim dari serbuk getah pepaya yang terdapat di dalam mikropartikel.
Pengujian aktivitas proteolitik serbuk getah pepaya pada penelitian ini
menggunakan metode Walter. Metode Walter didasarkan pada kemampuan enzim
untuk menghidrolisis substrat kasein menjadi peptida dan asam amino tirosin
(Puspita et al., 2005). Tirosin yang terbentuk ini dijadikan dasar dalam penentuan
aktivitas proteolitik enzim (Puspita et al., 2005). Hasil pengujian aktivitas
proteolitik terhadap mikropartikel dan serbuk getah pepaya sangat kecil. Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.
Nilai aktivitas proteolitik yang sangat kecil ini kemungkinan disebabkan
oleh kecilnyanya kandungan enzim yang terdapat di dalam serbuk getah pepaya.
Serbuk getah pepaya yang digunakan dalam penelitian ini merupakan serbuk
getah pepaya komersial berupa crude papain (papain kasar), di mana dalam
pembuatannya belum mengalami proses pemisahan dengan senyawa lain dan
sering ditambahkan zat pengisi (Jean, 2015). Menurut Winarno (2005), serbuk
getah pepaya (crude papain) komersial yang beredar di pasaran cenderung lebih
rendah aktivitas proteolitiknya disebabkan oleh banyaknya bahan pengisi dalam
serbuk getah pepaya komersial (Nugroho et al., 2013).
Aktivitas proteolitik dalam bentuk mikropartikel lebih besar dibandingkan
dalam bentuk serbuk getah pepaya yaitu 0,0004624 untuk formula I dan
0,0007621 untuk formula II, sedangkan untuk aktivitas serbuk getah pepaya
sebesar 0,0000978. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perlindungan
dari penyalutan polimer natrium alginat dalam bentuk mikropartikel, sehingga
dapat menjaga stabilitas dan meningkatkan aktivitas proteolitik. Berdasarkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
penelitian yang dilakukan oleh Chih-Hui Yang (2014) terhadap aktivitas protease
Brassica oleracea Chlorophyllase 1 (BoCLH1) bahwa bentuk mikropartikel dapat
menjaga
stabilitas
dan
adanya
kemungkinan
meningkatkan
aktivitas
proteolitiknya. Meningkatnya aktivitas proteolitik kemunginan disebabkan oleh
adanya ion Na+ dari natrium alginat dan ion Ca2+ dari kalsium klorida yang
menjadi sumber kofaktor yang dapat mengaktifkan enzim (Sumaryanto, Deden
RW, dan Mahyudin AR, 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Pengaruh variasi jumlah serbuk getah pepaya (Carica papaya L.) terhadap
karakteristik mikropartikel natrium alginat yang mengandung serbuk getah
pepaya yang dipreparasi dengan metode gelasi ionik adalah pada Formula
I nilai perolehan kembali 35,114%, kadar air 8,82%, diameter rata-rata
partikel 488,91 µm, bentuk mikropartikel tidak sferis dengan permukaan
tidak rata dan berlubang, dan aktivitas proteolitik 0,0004624 TU,
sedangkan pada Formula II nilai perolehan kembali 40,542%, kadar air
8,92%, diameter rata-rata partikel 508,26 µm, bentuk mikropartikel tidak
sferis dengan permukaan tidak rata dan berlubang, dan aktivitas proteolitik
0,0007621 TU.
2. Seiring bertambahnya jumlah serbuk getah pepaya yang ditambahkan ke
dalam formula akan meningkatkan nilai perolehan kembali, kadar air,
diameter rata-rata partikel, dan aktivitas proteolitik.
5.2
Saran
1. Perlu pemilihan pemasok zat aktif yang berkualitas baik.
2. Perlu identifikasi zat aktif sebelum melakukan formulasi.
3. Optimasi jumlah polimer terhadap peningkatan jumlah serbuk getah pepaya
untuk memperoleh efisiensi penjerapan yang maksimal.
4. Optimasi pengujian aktivitas proteolitik untuk memperoleh hasil yang
maksimal.
5. Pembuatan mikropartikel dengan metode lain, seperti penguapan pelarut,
spray dry, koaservasi, atau freeze dry.
6. Mengganti polimer natrium alginat dengan polimer lain untuk melihat
karakterisasi mikropartikel.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agus et al. (2010). Pengaruh pH Larutan Tripolifosfat Terhadap Karakteristik
Fisik Serta Profil Pelepasan Mikropartikel Teofilin-Chitosan. Majalah
Ilmu Kefarmasian. Surabaya : Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi
Universitas Airlangga, 8 (2).
Alviyulita et al. (2014). Pengaruh Penambahan Ammonium Sulfat (NH4)2SO4 dan
Waktu Perendaman Buffer Fosfat terhadap Perolehan Kembali Crude
Papain dari Daun Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Teknik Kimia. Medan
: Universitas Sumatera Utara, 3 (3).
Amri, Ezekiel and Florence Mamboya. (2012). Papain, a Plant Enzyme of
Biological Importance: a Review. Department of Science and Laboratory
Technology Dar es Salaam Institute of Technology (DIT) Tanzania.
American Journal of Biochemistry and Biotechnology. Vol.8 (2): 99104.
Benita, S. (1996). Microencapsulation : Methods and Industrial Application. New
York : Marcel Dekker, inc. : 1-139.
Beshay, Usama. (2003). Production of Alkaline Protease by Teredinobacter
turnirae Cells Immobilized in Ca-alginate Beads. Egypt : African Journal
of Biotechnology. Vol. 2 (3) : 60–6
Chakraverty, Raja. (2012). Preparation and Evaluation of Sustained Release
Microsphere of Norfloxacin Using Sodium Alginat. India : Guru Nanak
Institute of Pharmaucetical Science and Rechnology. Vol.3(1): 293-299.
Chih-Hui Yang et al. (2014). Immobilization of Brassica oleracea Chlorophyllase
1 (BoCLH1) and Candida rugosa Lipase (CRL) in Magnetic Alginate
Beads: An Enzymatic Evaluation in the Corresponding Proteins. Taiwan :
mdpi Molecules Vol. 19 : 11800-11815.
Claudineai et al. (2007). Determination of Papain Activity in Topical Dosage
Forms : Single Laboratory Validation Assay. Brazil : Latin American
Journal of Pharmacy. Vol. 26(5): 771.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Claudineia et al. (2011). Comparative Study of The Stability of Free and Modified
Papain Incorporated in Topical Formulation. Brazil : Brazillian Journal of
Pharmaceutical Science.Vol. 47.
Das S, Ka Yun Ng, dan Paul. (2010). Formulation and Optimization of Zinc
Pectinate Beads for The Controled Delivery of Resveratrol. AAPS.
PharmSciTech Vol. 11. No.2.
Deshmukh, V.N, J.K Jadhav, V.J Masirkar, and D.M Sakarkar.(2009).
Formulation, Optimization and Evaluation of Controlled Release Alginate
Microspheres Using Synergy Gum Blends. India : Sudhakarrao Naik
Institute of Pharmacy. Research J. Pharm. and Tech.2 (2): ISSN 09743618.
Estika, Tiur Sitomorang. (2010). Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica pepaya
L.) sebagai Hepatoprotektor terhadap Hepar Mencit yang Dipapar
Paracetamol. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebeles Maret.
Faradiba et al. (2013). Formulasi Granul Effervescent Ektrak Etanol Daun Jambu
Biji (Psidium guajava LINN). Makassar : Majalah Farmsi dan
Farmakologi. Vol. 12. No.2.
Febrianisa, Nurul. (2012). Preparasi dan Karakterisasi Bead Zink PektinatKitosan Mengandung Pentoksifillin. Depok : FMIPA, Universitas
Indonesia.
Febriyenti, Elfi Sahlan Ben, Tiara Prima. (2013). Formulasi Mikrokapsul
Glikuidon Menggunakan Penyalut Etil Selulosa dengan Metode
Emulsifikasi Penguapan Pelarut. Prosiding Seminar Nasional
Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III. ISSN: 2339-2592.
Fernando et al. (2011). Production and Characterization of Chitosan
Microparticles Containing Papain for Controlled Release Aplication.
Brazil : State University of Campinas. Elsevier.Vol. 205. Hal. 65-70.
Futuchul et al. (2012). Optimasi Formula Emulgel Serbuk Kasar Papain. Depok :
Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila.
Hariyadi et al. (2013). Optimasi Mikrosfer Ovalbumin-Alginat yang Diproduksi
dengan Teknik Aerosolisasi.Surabaya : PharmaScientia Vol. 2. No.1.
Haryani et al. (2012). Uji Efektivitas Daun Pepaya (Carica papaya) untuk
Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophilia pada Ikan Mas Koki
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
(Carassius auratus). Sukabumi : Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(3),
213-220.
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5284359#section=Top. Di akses pada
tanggal 10 Oktober 2015 pukul 22.47
Jean, Luckie. (2015). Uji Stabilitas Aktivitas Proteolitik dan Potensi Daya
Hambat Mikroba Sediaan Emulgel Serbuk Kasar Papain. Depok :
Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila.
Jeana et al. (2013). Chemical Analysis of Carica papaya L. Crude Latex.
American Journal of Plant Sciences. Vol. 4, 1941-1948.
Kasih, Nirmala. (2014). Formulasi dan Karakterisasi Mikropartikel Ekstrak
Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan
Metode Semprot Kering (Spray Drying). Skripsi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Klein, Traudi, Renata Longhini, Marcos L.Bruschi, Joao C.P.de Mello. (2015).
Microparticles Containing Guarana Extract Obtained by Spray-Drying
Technique : Development and Characterization. Brazil : Elvesier Revista
Brasileira de Farmacognosia 25 : 292–300
Kumar, B.Pavan., Chandiran, L. Sarath., Bhavya, L., dan Sindhur, M. (2011).
Microparticulate Drug Delivery System : A Riview. India : Departement
of Pharmaucetical.
Lachman,L., Herbert, L., dan Joseph, L.K. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi 1 dan 2.Terj.dari The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, oleh Siti Suyatmi. Jakarta : Penerbit UI Press. : 429 dan 860892.
Lay Hui Tan, Lai Wah Chan, and Paul Wan Sia Heng. (2009). Alginat/starch
Composites as Wall Material to Achieve Microencapsulation with High
Oil Loading. Department of Phamacy Singapore : Informa healthcare
Journal of Mikroencapsulation, 26 (3), 263-271.
Michelle Chang. (2013). Microplastics in Facial Exfoliating Cleansers. Spring.
Mohanraj, V.J dan Y Chen. (2006). Nanoparticel : A Review. Belgia : Tropical
Journal of Pharmaceutical 561-573.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Muhaimin.(2013).Study of Microparticle Preparation by The Solvent Evaporation
Method Using Focused Beam Reflectance Measurement (FBRM).
Disertasi. Jerman : Eingereicht in Fachbereich Biologie, Chemie,
Pharmazie der Freien Universitat Berlin.
Nugroho, Khamim Iswanto, Dr.Ir.Sudarminto S.Y.M.App.Sc, Ella Saparianti,
STP.MP. (2013). Karakteristik Aktivitas Proteolitik Enzim Papain Kasar
(Kajian Zat Pengaktif dan Suhu Pengeringan). Malang : Universitas
Brawijaya.
Pangesti et al. (2013). “Permen Manis Biji Pepaya” Permen Antibakteri
Escerichia coli Biji Pepaya (Carica papaya L.). Yogyakarta : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
Park, K., dan Yeo, Y. (2007). Microencapsulation Technology. Dalam: Swabrick,
J. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, 3rd ed, New York:
Informa Healthcare, USA, 4, 2317.
Patil, J, M.V. Kamalapur, S.C. Marapur, and D.V. Kadam. (2010). Ionotropic
Gelation and Polyelectrolyte Complexation: The Novel Techniques to
Design Hydrogel Particulate Sustained, Modulated Drug Delivery System
: A Review. India : Digest Journal of Nanomaterials and Biostructures,
5 (2), 241 – 248.
Patil, P., Chavanke, D. and Wagh, M. (2012). A Review on Ionotropic Gelation
Method: Novel Approach for Controlled Gastroretentive Gelispheres.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, 4 (4), 2732.
Permatasari, Dahlia. (2007). Mikroenkapsulasi Papain untuk Sediaan Oral
Menggunakan Teknik Pautan Silang Alginat dengan Kalsium Klorida
sebagai “Cross-Linker”. Skripsi. Bandung : Fakultas Sains dan Teknologi
Farmasi Institut Teknologi Bandung.
Puspita et al. (2005). Penentuan Kondisi Optimum Enzim Papain dari Pepaya
Burung Varietas Jawa (Carica papaya). Surabaya : Indo.J.Chem, 5 (2),
147-151.
Racovita, S., Vasiliu, S., Popa, M., and Luca, C. (2009). Polysaccharides Based
on Micro- and Nanoparticles Obtained by Ionic Gelation and Their
Applications as Drug Delivery System. Revue Roumanie de Chimie, 54,
709-718.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Rani, Manjusha, Anuja Agarwal, Yuvraj Singh Negi.(2010). Review : Chitosan
Based Hydrogel Polumeric Beads-As drug Delivery System. BioResources
5 (4), 2765-2807.
Rizki et al. (2014). Pengaruh Penambahan Natrium Klorida (NaCl) dan Waktu
Perendaman Buffer Fosfat Terhadap Perolehan Crude Papain dari Daun
Pepaya (Carica papaya, L.). Jurnal Teknik Kimia USU, 3 (3).
Rowe, R.C.,Shesky, P.L., dan Owen S.C. (2009). Handbook Pharmaucetical
Excipients (6th Ed.). London: The Pharmaucetical Press and The
American Pharmacist Association. 679-681.
Rosdianti, Ida. (2011). Pemenfaatan Enzim Papain dalam Produksi Hidrolisat
Protein dari Limbah Industri Minyak Kelapa. Skripsi. Bogor : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Saraei et al. (2013). Design and Evaluate Alginate Nanoparticles as a Protein
Delivery System.Dalam Archives of Razi Institute, 68 (2), 139-146.
Sari, Ratna, Desy Puspita RA, dan M. Agus Syamsur Rijal. (2012). Pengaruh
Perbandingan Obat-Polimer terhadap Karakteristik Fisik dan Pelepasan
Mikropartikel Ketoprofen-Kitosan. PharmaScientia,1 (2).
Sankalia et al. (2005). Papain Entrapment in Alginate Beads for Stability
Improvement and Site-Specific Delivery. India : Physicochemical
Characterization and Factorial Optimazation Using Neural Network
Modeling. Dalam AAPS PharmSciTech.
Sharma et al. (2011). Enteric Microsphere Formulations of Papain for Oral
Delivery. Dalam Yakugaku Zasshi. Japan : The Pharmaceutical Sociaty of
Japan.
Silaban et al. (2012). Kajian Pemanfaatan Enzim Papain Getah Buah Pepaya
untuk Melunakkan Daging. Tesis. Medan : Program Studi Magister
Pendidikan Kimia Universitas Negeri Medan.
Sinha et al. (2004). Chitosan Microspheres as a Potential Carrier for Drug :
Review. India : Elvesier International Journal of Pharmaceutics, 274,133.
Sivakami, S dan D.,Chatterji. (1980). Spectroscopic Studies on the Denaturation
of Papain Solubilized and Triton X-100-Solubilized Glucoamylase from
Rabbit Small Intestine. J.BioSci, 2 (3).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Sugindro, Etik, M., dan Joshita, D. (2008). Pembuatan dan Mikroenkapsulasi
Ekstrak Etanol Bii Jinten HItam Pahit (Nigella sativa Linn.). Depok :
Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol No.2, Agustus 2008, 58-66.
Sumaryanto, Deden RW, dan Mahyudin AR. (2012). Pengaruh Penambahan Zatzat Aditif pada Aktivitas Protease oleh Bacillus megaterium DSM 319.
PPKIT BPPT, FFUP, P3TB, TAB BPPT. http://jifi.ffup.org/wpcontent/uploads/2012/03/efek-penambahan-zat-aditif-sumaryanto.pdf
Diakses pada tanggal 16 Oktober 2015 pukul 08.30 WIB.
Snyder, L.R., J.J. Kirkland, and Glajch. (1997). Practical HPLC Method
Development 2th Edition. New York : John Willey AND Sons, Inc.p.119144, 643-728, 736.
Swarbick, J. (2007). Encyclopedia of Pharmaucetical Technology. (3rd. ed).
(Volume. 1) USA : Informa Healthcare USA, inc 2328-2338.
Tu et al. (2005). Alginate Microparticles Prepared by Spray-Coagulation Method:
Preparation, Drug Loading, and Release Characterization. USA:
International Journal of Pharmaceutics,303, 171-18.
Ubaidilah, M.S. Abror dan Sari Edi Cahyaningrum. (2015). The Effect of Varied
Concentration Cosslink Agent on Characteristic of Pyrazinamide Encapsulated.
Departement of Chemistry Faculty of Mathematics and Natural Science. UNESA
Journal of Chemistry. Vol.4 (1).
Vishal et al. (2013). Pepsin, Papain, and Hyaluronidase Enzyme Analysis: A
Review. International Journal of Research in Pharmacy and Science. 3(1),
01-18.
Weerakody, R., Fagan, P., Kosaraju, S.L. (2008). Chitosan Microspheres For
Encapsulation Of α-Lipoic Acid. Australia : Food Science Australia.
Widiastuti, Agustin. (2011). Pengaruh Dosis Injeksi Antemortem Papain Kasar
Terhadap Kualitas Fisik dan Organoleptik Daging Ayam Petelur Afkir
pada Bagian Tubuh yang Berbeda. Skripsi. Surakarta : Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret.
Wulandari, Sri, Arnentis, dan Sri Rahayu. (2012). Potensi GETAH Buah Pepaya
(Carica papaya L.) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes albopitus.
Riau : Jurnal Biogenesis, 9 (1).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Lampiran 1. Alur Penelitian
Formulasi Mikropartikel
Natrium alginat-Serbuk
Getah Pepaya
Pengecekan Viskositas Dispersi
Natrium alginat-Serbuk Getah
Pepaya
Pembuatan Mikropartikel
Uji
Perolehan
Kembali
Penetapan
Kadar Air
Penentuan
Distribusi
Ukuran Partikel
Pemeriksaan
Bentuk dan
Morfologi
Uji
Efisiensi
Penjerapa
n
Pengujian
Aktivitas
Proteolitik
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
pH meter
Moisture Balance
Spuit
Serbuk Getah Pepaya
Timbangan Analitik
Hot plate Stirer
Mikroskop Optik
Oven
Spektrofotometer UV- Vis
Kalsium klorida
Natrium alginat
Tirosin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 3. Hasil Uji Viskositas
Formula
Viskositas (cps)
873
872
875
885
885
887
FI
FII
Rata-rata Viskositas
(cps)
SD
873,33
1,53
885,67
1,12
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Lampiran 4. Hasil Uji Perolehan Kembali (PK)
Formula
Bobot
Bobot
Natrium Kalsium
alginat
klorida
(g)
(g)
Bobot
Serbuk
Getah
Pepaya
(g)
Wm
(g)
Wt
(g)
1,545
FI
2
2
0,4
1,876
2
2
0,8
2,059
Ratarata %
PK
SD
38,875
5,32
41,719
1,67
35,114
4,4
1,946
FII
% PK
42,636
40,542
4,8
42,896
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Keterangan : %PK = faktor perolehan kembali (%), Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g),
Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (g)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 5. Contoh Perhitungan % PK
Formula I
Diketahui
Ditanyakan
: Wm = 1,545 g; Wt = 4,4 g
: % PK = ?
Penyelesaian : % PK =
% PK =
% PK = 35, 114%
Formula II
Diketahui
Ditanyakan
: Wm = 1,946 g; Wt = 4,8 g
: % PK = ?
Penyelesaian : % PK =
% PK =
% PK = 40,542%
Lampiran 6. Kadar Air
Formula
FI
FII
% Kadar Air
8,85
8,80
8,92
9,0
Rata-rata % Kadar Air
SD
8,83
0,04
8,96
0,06
Keterangan : SD = Standar Deviasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 7. Distribusi Ukuran Partikel
Ukuran Partikel
(µm)
Rata-Rata
(Median)
FI
FII
Rata-rata
FI
Rata-rata
FII
200 – 250
251 – 301
302 – 352
353 – 403
404 – 454
455 – 505
506 – 556
557 – 607
225
276
327
378
429
480
531
582
2
1
4
10
17
23
16
18
0
0
2
8
19
28
12
13
450
276
1308
3780
7293
11040
8496
10476
0
0
654
3024
8151
13440
6372
7566
608 – 658
633
6
9
3798
5697
658
>658
Total
3
9
1974
5922
100
100
48891
50826
488,91
508,26
Rata-rata ukuran partikel
Ukuran Partikel
(µm)
Rata-Rata
(Median)
FI
FII
Rata-rata
FI
Rata-rata
FII
200 – 250
251 – 301
302 – 352
353 – 403
404 – 454
455 – 505
506 – 556
557 – 607
225
276
327
378
429
480
531
582
2
1
4
11
16
21
17
18
0
0
3
6
19
30
14
11
450
276
1308
4158
6864
10080
9027
10476
0
0
981
2264
8151
14400
7434
6402
608 – 658
633
7
10
4431
6630
>658
658
3
7
1974
4506
100
100
49044
50768
490,44
507,68
Total
Rata-rata ukuran partikel
Formula
FI
FII
Rata-rata Ukuran
Partikel
488,91
490,44
508,26
507,68
Rata-rata Ukuran
SD
489,68
1,08
507,97
0,41
Keterangan : SD = Standar Deviasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 8. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Tirosin dalam Medium
Aquadest (λ maks = 274 nm)
274 nm
Lampiran 9. Data Absorbansi Kurva Standar Tirosin dalam Aquadest.
C (ppm)
Absorbansi
0
0,000
2,5
0,271
3,5
0,375
4,5
0,494
5,5
0,618
6,5
0,707
7,5
0,824
8,5
0,953
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 10. Kurva Kalibrasi Tirosin dalam Medium Aquadest.
1.2
y = 0.1115x - 0.0064
R² = 0.9992
1
Absorbansi
0.8
absorbansi(y)
0.6
0.4
Linear
(absorbansi(y))
0.2
0
-0.2
0
5
10
Konsentrasi (ppm)
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Aktivitas Proteolitik
Konsentrasi
Tirosin
(ppm)
0,149
1,396 x 10-3
0,136
1,279 x 10-3
I
0,137
1,288 x 10-3
0,217
2,009 x 10-3
0,279
2,568 x 10-3
II
0,211
1,955 x 10-3
0,025
2,79 x 10-4
Serbuk
Getah
0,024
2,70 x 10-4
Pepaya
0,026
2,89 x 10-4
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Formula
Absorbansi
Aktivitas
Proteolitik
(TU)
0,0004886
0,0004477
0,0004508
0,0007032
0,0008988
0,0006843
0,0000977
0,0000945
0,0001012
Aktivitas proteolitik =
(
Rata-rata
Aktivitas
proteolitik (TU)
SD
0,0004624
2,28 x 10-5
0,0007621
1,19 x 10-4
0,0000978
3,35 x 10-6
)
Keterangan: Tirosin : konsentrasi tirosin yang terbentuk (mg/mL); v : volume total sample pada
tiap tabung (mL); q : waktu inkubasi (menit); p : jumlah enzim (mL); Fp : faktor
pengenceran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 12. Contoh Perhitungan Aktivitas Proteolitik
Formula I
Abs
y
0,149
0,111x
= 0,149
= 0,111x - 0,006
= 0,111x - 0,006
= 0,149 + 0,006
x
=
x
= 1,396 ppm = 1,396 µg/mL = 1,396x10-3 mg/mL
Diketahui : Tirosin = 1,396x10-3 mg/mL= 0,001396 mg/mL
v
= 14 ml
p
= 2 ml
q
= 20 menit
Fp
=1
Ditanyakan : nilai aktivitas proteolitik ?
Penyelesaian : Aktivitas proteolitik = (
)
=
(
)
= 0,0004886 TU
Formula II
Abs
y
0,217
0,111x
= 0,217
= 0,111x - 0,006
= 0,111x - 0,006
= 0,217 + 0,006
x
=
x
= 2,009 ppm = 2,009 µg/mL = 2,009x10-3 mg/mL
Diketahui : Tirosin = 2,009x10-3 mg/mL = 0,002009 mg/mL
v
= 14 ml
p
= 2 ml
q
= 20 menit
Fp
=1
Ditanyakan : nilai aktivitas proteolitik ?
Penyelesaian : Aktivitas proteolitik = (
)
=
(
)
= 0,0007032 TU
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Serbuk Getah Pepaya
Abs
y
0,025
0,111x
= 0,025
= 0,111x - 0,006
= 0,111x - 0,006
= 0,025 + 0,006
x
=
x
= 0,279 ppm = 0,279 µg/mL = 2,79 x10-4 mg/mL
Diketahui : Tirosin = 2,79 x10-4 mg/mL= 0,000279 mg/mL
v
= 14 ml
p
= 2 ml
q
= 20 menit
Fp
=1
Ditanyakan : nilai aktivitas proteolitik ?
Penyelesaian : Aktivitas proteolitik = (
)
=
(
)
= 0,0000977 TU
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 13. Sertifikat Analisis Serbuk Getah Pepaya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Natrium Alginat
Lampiran 17. Sertifikat Analisis Kalsium Klorida
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 15. Sertifikat Analisis Kalsium Klorida
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 16. Sertifikat Analisis Tirosin
3050 Spruce Street, Saint Louis, MO63103USA
Email USA: [email protected] Outside USA: [email protected]
Certificate of Analysis
Product Name:
L-TYROSINE
reagent grade, >= 98 % HPLC
Product Number:
Batch Number:
Brand:
CAS Number:
Formula:
T3754
BCBM9228V
Sigma-Aldrich
60-18-4
4-(HO)C6H4CH2CH(NH2)CO2H
Formula Weight:
181.19
Quality Release Date:
10 APR 2014
Recommended Retest Date: FEB 2024
TEST
SPECIFICATION
RESULT
APPEARANCE (COLOR)
WHITE TO OFF-WHITE
WHITE
APPEARANCE (FORM)
POWDER
POWDER
PURITY (HPLC AREA %)
98 %
99.7 %
SPECIFIC ROTATION (20/D)
-9.8 TO -11.2 DEGREES
CONCENTRATION
SOLUBILITY (COLOR)
-10.9 DEGREES
C=5
IN
1M
HYDROCHLORIC ACID
C=5 IN 1M HYDROCHLORIC ACID
AT
AT
25 C
25 C
COLORLESS TO LIGHT YELLOW
ALMOST COLORLESS
SOLUBILITY (TURBIDITY)
CLEAR (< 3.5 NTU)
CLEAR (<3.5 NTU)
SOLUBILITY (METHOD)
50MG/ML IN 1M HYDROCHLORIC
ACID
50MG/ML IN 1M HYDROCHLORIC
ACID
CARBON CONTENT
58.5 - 60.8 %
59.5 %
NITROGEN CONTENT
7.4 - 8.0 %
7.8 %
INFRARED SPECTRUM
CONFORMS TO STRUCTURE
CONFORMS
Dr. Claudia Geitner
Manager Quality Control
Buchs, Switzerland
Sigma-Aldrich warrants that at the time of the quality release or subsequent retest date this product conformed to the
information contained in this publication.The current specification sheet may be available at Sigma-Aldrich.com. For further
inquiries, please contact Technical Service. Purchaser must determine the suitability of the product for its particular use. See
reverse side of invoice or packing slip for additional terms and conditions of sale.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Download