I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam

advertisement
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk
ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.
Sungai merupakan salah satu sumber daya air alami yang harus dijaga dari
pengaruh air limbah atau polutan, yang berarti kualitas air sungai harus
diamankan dari pencemaran yang berasal dari limbah industri, limbah pertanian
dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Dan dengan meningkatnya beban air
limbah yang dibuang ke sungai yang semakin lama semakin meningkat, maka
upaya pengawasan dan monitoring kualitas air sungai juga perlu semakin
ditingkatkan. Namun pada kenyataannya, pengawasan dan monitoring kualitas air
masih ditemui nilai konsentrasi polutan hasil monitoring masih di atas ambang
batas maksimal yang diperbolehkan.
Mengingat pentingnya kualitas air yang baik untuk setiap waktu, diperlukan suatu
model matematika untuk memprediksi kualitas air pada waktu yang akan datang.
Model matematika tersebut bergantung dengan keadaan sungai dan polutan yang
masuk di sungai. Salah satunya adalah model matematika polusi air di sungai
telah banyak dibahas oleh Beltrami (1997).
2
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji model matematika dan solusi
analitik dari model sistem dinamik polusi air di sungai dengan syarat batas yang
ditentukan. Selanjutnya akan dilihat perilaku polutan yang mengalir di sungai
saat waktu dengan simulasi komputasi menggunakan metode beda hingga.
1.2 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan masalah nilai batas model polusi
air di sungai dengan syarat batas konsentrasi polutan yang masuk di hulu adalah
konstan, (
)
( ) dengan
( )
dalam hal ini diberikan
{
.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. mengkaji model matematika dari model sistem dinamik polusi di
sungai.
2. menjabarkan solusi analitik dari pemodelan sistem dinamik polusi di
sungai dengan syarat batas tertentu.
3. mensimulasikan perilaku model terhadap
hingga.
menggunakan metode beda
3
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. untuk menambah wawasan mengenai penerapan matematika dalam ilmu
biologi.
2. untuk memprediksi perilaku masalah polusi di sungai terhadap waktu
dengan simulasi numerik menggunakan metode beda hingga.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persamaan Diferensial
Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan diferensial yaitu persamaan
diferensial biasa (PDB) dan persamaan diferensial parsial (PDP).
Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial
Sebuah persamaan diferensial adalah sebuah persamaan yang meliputi satu atau
lebih turunan-turunan. Persamaan-persamaan diferensial diklasifikasikan menurut
macam, orde dan derajat (Weber, 1999).
Definisi 2.1.2 Orde dari Persamaan Diferensial
Orde dari sebuah persamaan diferensial adalah orde dari turunan orde tertinggi
yang terdapat dalam persamaan (Weber, 1999).
Definisi 2.1.3 Derajat dari Persamaan Diferensial
Derajat dari persamaan diferensial adalah pangkat dari turunan orde tertinggi yang
terjadi setelah persamaan diferensial dirasionalkan untuk menghilangkan pangkat
pecahan dari turunan-turunan (Weber, 1999).
5
2.2 Persamaan Diferensial Biasa
Definisi 2.2.1 Persamaan Diferensial Biasa
Jika sebuah persamaan diferensial melibatkan satu atau lebih turunan-turunan
sebuah fungsi dengan satu variabel bebas, maka persamaan diferensial itu
merupakan persamaan diferensial biasa (Weber, 1999).
2.3 Persamaan Diferensial Parsial
Definisi 2.3.1 Persamaan Diferensial Parsial
Jika sebuah persamaan diferensial melibatkan satu atau lebih turunan-turunan
parsial sebuah fungsi dengan dua atau lebih variabel-variabel bebas, persamaan
itu adalah persamaan diferensial parsial (Weber, 1999).
2.4 Turunan Berarah
Definisi 2.4.1 Turunan Berarah
Perhatikan persamaan
dengan
dan
konstan yang tidak nol bersama-sama.
Terkait dengan turunan berarah, jika mempunyai fungsi
dalam arah ̅
(
) dengan ‖ ̅‖
̅
̅
(
) (
)
adalah
(
), turunan berarah
6
Turunan berarah ini merupakan bilangan yang digunakan untuk menyatakan
kemiringan permukaan
(
), pada satu titik, bila dipotong oleh bidang tegak
melalui ̅.
Bila dibandingkan turunan berarah dari
haruslah
.
̅
Jadi
(
dengan persaman diferensial di atas,
) bernilai konstan dalam arah
̅
(
kelipatannya. Sedangkan persamaan diferensial berlaku pada bidang
sepanjang garis yang lain, yang sejajar dengan ̅, berlaku pula
(
), juga
, jadi
) = konstan,
dengan konstanta yang berbeda. Garis yang berpadanan dengan konstan tersebut
berbentuk
= konstan, yang disebut garis karakteristik.
Persamaan garis karakteristik diperoleh dari hubungan
geometri: untuk setiap titik (
memberikan
(
)
, untuk
pula. Oleh karena itu, solusinya
bentuk
, dengan
. Secara
) pada garis
dengan suatu
yang lain akan memberikan nilai
(
)
(
,
yang lain
) bergantung pada satu
fungsi sebarang (L.H. Wiryanto).
2.5 Sistem Dinamik
Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk
memberikan kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan
persamaan diferensial ataupun persamaan beda.
Bila digunakan persamaan
diferensial, teori tersebut dinamakan sistem dinamik kontinu. Bila digunakan
persamaan beda, teori tersebut dinamakan sistem dinamik diskret. Bila variabel
7
waktu berjalan dalam himpunan yang diskret pada beberapa selang dan kontinu
pada selang lain, atau himpunan-waktu lain seperti himpunan Cantor, maka kita
mendapatkan persamaan dinamik pada skala waktu.
Beberapa keadaan juga
mungkin dimodelkan oleh operator campuran seperti persamaan diferensial-beda.
Sistem dinamik adalah deskripsi perkembangan dari waktu ke waktu terhadap
batas di suatu keadaan dari beberapa ruang di suatu keadaan ruang pada sistem
(Richard E. Williamson, 2001).
2.6 Syarat Awal dan Syarat Batas
Sampai sekarang dalam menentukan solusi persamaan diferensial parsial
diperoleh solusi yang memuat fungsi tak diketahui. Untuk mendapatkan jawaban
yang lebih khusus maka diperlukan satu atau beberapa syarat.
Biasanya syarat yang digunakan terkait dengan keadaan fisis, berupa kondisi awal
(berhubungan dengan waktu) atau kondisi batas (berhubungan dengan batas
daerah). Contohnya :

Persamaan difusi
dengan ̅

(
mempunyai kondisi awal
) dan
( ̅ )
( ̅)
menyatakan konsentrasi awal.
Persamaan panas, sama seperti persamaan difusi, dengan
( ̅)
menyatakan temperatur awal.

Persamaan gelombang diselesaikan menggunakan kondisi awal ( ̅
( ̅ ) dan
( ̅
)
)
( ̅ ), sebagai simpangan dan kecepatan awal.
Juga daerah definisi dawai terbatas pada selang
, sehingga
batas daerah perlu diterapkan. Untuk membran batas daerah berupa kurva
tertutup.
8
Terkait dengan kondisi batas, terdapat 3 macam:

nilai
tertentu disebut kondisi Direchlet, misal
(
)
(
)
untuk dawai.

nilai tertentu terkait turunan normal

gabungan
̅
̅, disebut kondisi Neumann.
bernilai tertentu, disebut kondisi Robin.
Masalah well-posed PDP dengan kondisi awal dan batas harus memenuhi

existensi : paling tidak ada satu solusi

ketunggalan : paling banyak satu solusi

stabil : solusi bergantung pada data dari masalah. Dengan perubahan data
yang kecil solusi juga berubah tidak terlalu besar
(L.H. Wiryanto).
2.7 Pengelompokan Persamaan Diferensial Parsial
Secara umum persamaan diferensial parsial linear dinyatakan sebagai berikut :
1. Orde 1:
2. Orde 2:
Terkait dengan koefisien turunan kedua dari PDP orde 2, dapat dikelompokkan
dalam
1. Eliptik jika
, contoh persamaan jenis ini adalah persamaan
Laplace.
2. Hiperbolik jika
persamaan getaran dawai.
, contoh persamaan jenis ini adalah
9
3. Parabolik jika
, contoh persamaan jenis ini adalah
persamaan difusi atau panas
(L.H. Wiryanto).
2.8 Solusi pada Persamaan Diferensial Parsial
Yang dimaksud dengan solusi suatu persamaan diferensial pada suatu daerah R
di dalam ruang peubah-peubah bebasnya ialah fungsi yang memiliki turunan
parsial yang muncul di dalam persamaan itu, yang didefenisikan pada suatu
domain mengandung R dan yang memenuhi persamaan itu dimana-mana di dalam
R. Ada kalanya orang hanya menyaratkan bahwa fungsi tersebut kontinu pada
batas daerah R, mempunyai turunan-turunan tersebut di dalam interior daerah R,
dan memenuhi persamaan itu di dalam interior daerah R (Awang).
Solusi yang terdapat dalam penyelesaian persamaan diferensial parsial ada dua
solusi, yaitu :
2.8.1 Solusi Analitik
Penyelesaian analitik dari suatu model matematika adalah penyelesaian yang
didapat dari manipulasi aljabar terhadap persamaan dasar sehingga didapat suatu
penyelesaian yang berlaku untuk setiap titik dalam domain yang menjadi
perhatian (Djoko Luknanto, 2003).
2.8.2 Solusi Numerik
Solusi numerik didapat dari metode numerik. Metode numerik merupakan satusatunya metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
matematis yang solusi analitiknya sulit diperoleh.
10
Ada beberapa metode numerik untuk menghampiri solusi persamaan diferensial
parsial, diantaranya :
1. Metode beda hingga
Biasanya untuk metode beda hingga dimana persamaannya mengandung
diskritisasi terhadap ruang dan waktu, maka skema-skema beda hingga lebih jelas
jika dijelaskan dengan kisi beda hingga seperti Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Kisi beda hingga ruang ( ) dan waktu ( )
Dasar dari setiap skema dari metode beda hingga dapat dirunut dari deret Taylor.
Deret Taylor dalam artian fisik dapat diartikan sebagai berikut “suatu besaran
tinjauan pada suatu ruang dan waktu tertentu (ruang dan waktu tinjauan) dapat
dihitung dari besaran itu sendiri pada ruang dan waktu tertentu yang mempunyai
perbedaan kecil dengan ruang dan waktu tinjauan” atau secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut :
11
(
)
(
( )
)
( )
( )
(
)
( )
( )
(
)
( )
( )
(
)
a. Skema maju
Dengan menggunakan tiga suku pertama dari ruas kanan deret Taylor pada
persamaan (2.8.1) diperoleh :
( )
( )
]
(
)
( )
( )
(
)
( )
( )
( )
( )
(
)
derajat satu
]
(
)
( )
Dari persamaan (2.8.2), maka skema maju disebut mempunyai kesalahan derajat
satu atau (
)
Dengan mengunakan kisi beda hingga maka skema maju biasa ditulis sebagai
berikut :
|
(
)
(
)
atau
|
dengan
.
Pada skema maju informasi pada titik hitung
pada titik hitung
yang berada didepannya.
dihubungkan dengan informasi
12
Gambar 2. Kisi skema maju
Beda hingga terhadap waktu dapat digunakan salah satu dari diskritisasi di bawah
ini :
|
(
)
(
)
atau
|
dengan
.
b. skema mundur
(
)
( )
]
( )
(
( )
( )
( )
(
(
)
( )
)
)
( )
(
( )
( )
)
( )
( )
derajat satu
]
( )
(
)
( )
( )
13
Dengan mengunakan kisi beda hingga maka skema mundur biasa ditulis sebagai
di bawah ini :
|
(
)
(
)
atau
|
dengan
Pada skema mundur informasi pada titik hitung
pada titik hitung
dihubungkan dengan informasi
yang berada didepannya.
Gambar 3. Kisi skema mundur
Sedangkan beda hingga terhadap waktu :
|
(
)
atau
|
dengan
(
(Djoko Luknanto, 2003).
)
14
Tujuan dari metode beda hingga adalah untuk menyelesaikan persamaan
diferensial parsial dengan mentransformasikan masalah kalkulus ke dalam
masalah aljabar. Langkah-langkah dari metode beda hingga adalah :
1. Mendiskritisasikan kekontinuan domain fisik ke dalam kisi-kisi beda
hingga diskrit.
2. Memperkirakan turunan eksak pada nilai awal persamaan diferensial
parsial oleh hampiran beda hingga.
3. Substitusikan hampiran beda hingga ke dalam persamaan diferensial
parsial untuk memperoleh aljabar persamaan beda hingga.
4. Menyelesaikan persamaan beda hingga tersebut.
(Joe D. Hoffman, 2001).
2. Metode elemen hingga
Metode elemen hingga adalah teknik umum untuk menyusun hampiran jawaban
pada persoalan nilai batas. Metode ini membagi daerah (domain) jawaban ke
dalam sejumlah berhingga daerah kecil (subdomain) yang sederhana, yang
dinamakan elemen hingga, dan dengan mempergunakan konsep variasional
membentuk pendekatan jawaban pada sekumpulan elemen hingga (Becker, Carey,
dan Oden, 1985).
Metode beda hingga lebih menunjukkan kelebihannya dibandingkan metode
elemen hingga. Metode beda hingga dapat digunakan pada permasalahan satu
dimensi atau persamaan yang dapat diubah menjadi permasalahan satu dimensi.
Selain itu konsep metode beda hingga lebih dahulu dikenal, segala sesuatu yang
15
berhubungan dengan sifat matematisnya telah benar-benar diteliti dan dipahami,
sehingga memudahkan pengenalannya (Djoko Luknanto, 2003).
2.9 Kestabilan
Salah satu hal penting dalam solusi numerik adalah analisis kestabilan persamaan
beda. Metode yang sering digunakan untuk masalah kestabilan ini adalah Metode
von Neumann.
Namun analisis kestabilan ini hanya dapat digunakan pada
persamaan diferensial parsial linear. Oleh karena itu, untuk persamaan diferensial
parsial nonlinear maka harus dilinearisasikan terlebih dahulu.
Langkah-langkah dari analisis kestabilan von Neumann pada persamaan beda
hingga sebagai berikut :
1. Substitusikan komponen Fourier kompleks dari
dan
ke dalam
persamaan beda hingga.
2. Ekspresikan
dengan
dan
dan tentukan amplikasi faktor,
.
3. Analisis
,| |
untuk menentukan kriteria kesabilan pada persamaan
beda hingga.
Sebagai contoh :
Diberikan persamaan difusi :
(
Persamaan (
) disubtitusikan komponen Fourier kompleks dari
)
dan
ke dalam persamaan beda hingga, sehingga diperoleh :
(
)
16
(
)
(
)
(
)
(
)
Persamaan (2.9.2) dan (2.9.3) disubtitusikan ke persamaan (2.9.1) :
(
(
(
) (
)
(
(
) (
(
)
)
)
( )(
)( )
)
(
)
)(
( )
(
( )
)
)
Tulis
( )
( )
Maka persamaan (2.9.4) menjadi
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
Solusi eksak pada persamaan (2.9.5) dari langkah tunggal dapat diekspresikan
sebagai berikut :
(
dimana
)
disebut amplikasi faktor, pada umumnya merupakan sebuah kompleks
konstan. Solusi dari persamaan beda hingga pada saat
adalah sebagai
berikut :
(
)
17
(
dimana
) dan
(
). Dari
untuk batas
| |
(
)
Dengan demikian analisis kestabilan direduksi untuk menentukan solusi pada
persamaan beda hingga, bahwa
Dari persamaan (
) dapat dilihat bahwa
, kecuali pada
(
adalah amplikasi faktor.
dan
tidak hanya disesuaikan pada
harus berhubungan dengan
) dapat diselesaikan untuk
, jadi persamaan
. Dapat diekspresikan oleh
(
)
( )
pada deret Fourier kompleks.
Deret Fourier kompleks untuk (
(
)
( )
∑
(
Dimana bilangan gelombang
(
Misalkan
) dapat ditulis :
)
)
(
)
(
)
(
)
) diberikan :
(
)
(
)(
)
(
)
(
)
)
Persamaan (
(
)
), maka :
(
(
(
didefinisikan sebagai berikut :
(
Lalu
∑
) berhubungan dengan
untuk
. Analisis serupa dengan
) maka didapat :
(
)
dimana persamaan (2.9.11) dan (2.9.12) dapat ditulis sebagai berikut :
(
)
18
dan
Persamaan (2.9.13) dapat diekspresikan dengan
dan
(
)
(
)
(
)
menjadi
dan
Dari persamaan (2.9.13) maka
dan
pada persamaan (2.9.5) dapat ditulis
(
)
(
)
dan
Persamaan (2.9.16) dan (2.9.17) disubtitusikan ke persamaan (2.9.5), maka
diperoleh :
(
)
(
)
(
)
(
)
(
Substitusikan persamaan (2.9.14) ke persamaan (2.9.18) sehingga diperoleh :
(
(
)
(
))
Dari persamaan (2.9.6) maka amplikasi faktornya ditulis :
(
)
)
19
Kestabilan pada persamaan beda hingga ini adalah sebagai berikut :
|
(
)|
Maka, kestabilan persamaan numerik dari masalah difusi ini adalah
(
)
(Joe D. Hoffman, 2001).
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jurusan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan waktu penelitian dilaksanakan pada
semester genap tahun ajaran 2009/2010.
3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan software MATLAB 6.1

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Memahami asumsi-asumsi yang terdapat pada model sistem dinamik
polusi air sungai.
2. Menjabarkan model matematika untuk polusi di sungai.
3. Menjabarkan solusi analitik dari model sistem dinamik polusi di sungai
dengan transformasi tertentu ke persamaan diferensial parsial yang lebih
sederhana.
4. Melakukan simulasi numerik dengan metode beda hingga untuk melihat
perilaku model sistem polusi di sungai.
5. Menginterpretasikan hasil dari simulasi numerik tersebut.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Asumsi-asumsi pada Model Sistem Dinamik Polusi Air di Sungai
Beberapa asumsi yang digunakan dalam model yang dikaji adalah semua polutan
tercampur dengan air sungai secara menyeluruh dan bergerak ke arah muara
dengan laju konstan. Konsentrasi polutan di sungai bersifat homogen ke segala
arah kecuali ke arah muara, dimana polutan mengalir dari kiri ke kanan sungai.
Dengan demikian, polusi air di sungai ini dimodelkan secara adveksi dan polutan
di sungai mengalir di satu dimensi. Selanjutnya masalah polusi di sungai yang
seharusnya bergerak memutar dan ketidakteraturan yang berliku-liku semua
diabaikan. Polutan terurai dan berkurang akibat aksi bakteri.
4.2 Parameter-parameter dan deskripsinya
Parameter-parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik polusi air di
sungai adalah sebagai berikut :
Konsentrasi polutan di sungai bersifat yang homogen ke segala arah kecuali
ke arah muara.
Koefisien laju dari polutan yang tercampur dengan air sungai secara
menyeluruh dan bergerak ke arah muara yang bernilai konstan.
Konstanta proporsionalitas yang mengukur efisiensi dari aksi bakteri.
22
laju dari kepadatan polutan yang menurun.
jumlah diskritisasi terhadap waktu.
jumlah diskritisasi terhadap ruang.
4.3 Mengkaji Model Matematika dari Polusi Air di Sungai
Pada bagian ini akan mengkaji model matematika dari polusi air di sungai
berdasarkan asumsi-asumsi pada sub bab 4.1.
Kekekalan massa menyatakan bahwa kemungkinan adanya penambahan atau
pengurangan massa eksternal, maka laju pada polutan berubah dalam panjang
interval
di dalam medium harus sama dengan laju yang bergerak melalui batas
dari interval tersebut.
(
Ketika ∫
)
merupakan total massa polutan dalam panjang interval
pada suatu waktu tertentu, prinsip ini dapat ditulis dalam persamaan matematika :
∫
(
(
)
)
(
)
(
)
Ruas kanan dari persamaan (4.3.1) menunjukkan bahwa aliran masuk ke batas kiri
interval pada waktu
dikurangi aliran yang keluar pada batas kanan. Selisih ini
adalah aliran yang melalui batas
dan (
pada suatu waktu tertentu. Jika (
) negatif, contohnya, seluruh aliran masuk ke
) positif
dan persamaan
(4.3.1) akan menjadi positif, ini menandakan bahwa massa dalam interval sedang
meningkat.
23
Seandainya beberapa kotoran dapat bergerak ke dalam atau ke luar atau keluar
dari luar medium yang diberikan. Ini menunjukkan adanya penambahan atau
pengurangan sumber (terkadang disebut kotoran).
(
Misalkan
) adalah laju dari kepadatan polutan atau kotoran yang sedang
mengalami perubahan.
Asumsikan bahwa
adalah sebuah fungsi licin dan
diketahui, dengan
diambil untuk mengartikan bahwa polutan bertambah,
jika tidak kotoran berkurang.
Dalam prakteknya tidak semua polutan atau kotoran tersalurkan dengan lancar.
Kemungkinan polutan mengalir mengotori sungai menuju beberapa muara
limbah.
(
Dalam berbagai kejadian, ∫
ke dalam atau ke luar
)
adalah laju dari polutan yang bergerak
dari sumber eksternal pada mediumnya.
Agar
pertahanan massa seimbang, maka kwantitas ini harus ditambahkan ke sisi kanan
dari persamaan (4.3.1). Maka laju pada massa dalam
yang sedang berubah
seharusnya berpengaruh dalam penambahan efek yang bergerak dalam medium
itu sendiri :
∫
(
)
(
)
(
Membagi persamaan ini dengan
∫
dimana (
saat
(
)
∫
)
∫
(
)
. Ketika
(
)
(
)
(
)
(
) menunjukkan bahwa lebih cepat mendekati nol dibandingkan
, yang diperoleh dari limitnya :
)
,
24
(
∫
(
)
(
)
(
)
)
∫
(
)
)
(
)
(
(
)
(
)
( (
)
(
))
(
)
( (
)
(
))
∫
(
)
∫
(
(
)
)
(
)
(
)
Dengan catatan :
(
∫
)
(
Maka persamaan (
(
)
)
,
) dapat ditulis :
(
(
)
(
)
(
)
(
)
)
(
(
( (
)
(
))
(
)
(
)
)
)
Persamaan (4.3.4) sering disebut persamaan diferensial dasar. Catatan bahwa
tanda negatif pada persamaan (4.3.4) sangat memungkinkan.
, pernyataan ini menyatakan bahwa kotoran menyatu di
ketika konsentrasinya sedang meningkat.
Seandainya
pada waktu
Selanjutnya, laju pada aliran
25
seharusnya berkurang atau mengurai dengan cara lain,
harus negatif. Ini
ditunjukkan pada persamaan (4.3.4).
Persamaan (
) dapat mempengaruhi
dan
yang tidak diketahui, agar dapat
digunakan, dibutuhkan bermacam-macam kejadian untuk membuktikan bahwa
dapat dinyatakan sebagai fungsi licin dari . Jika
( ) diberikan, maka
persamaan menjadi :
( )
(
Terkait dengan persamaan (4.3.5) dapat ditinjau dengan dua kasus.
, untuk beberapa (
pertama yang disebut adveksi dimana
)
Kasus
). Fungsi
memiliki satuan dari jarak per satuan waktu dan dapat diinterpretasikan seperti
laju pada kotoran yang bergerak sepanjang sumbu.
Satu kasus dari adveksi
⁄
sederhana, yaitu ketika kotoran bergerak dengan laju konstan . Dimana
sama dengan laju. Ini dapat juga dilihat dengan cara lain. Pada waktu
bergerak dengan jarak
∫
(
, dan menjadi
(
)
Menunjukkan semua kotoran berakhir di
memisalkan
)
selama
. Pembagian dengan
)
dan
menuju nol pada persamaan (4.3.6) harus memberikan laju dimana
polutannya berubah pada , yaitu (
(
, polutan
∫
(
)
). Oleh karena itu,
(
)
(
)
26
Sehingga untuk kasus adveksi dengan mensubstitusikan
ke dalam
persamaan (4.3.5) akan ditemukan bahwa
(
)
(
)
Misalkan
(
adalah laju dari kepadatan polutan yang menurun.
)
Dengan
diasumsikan berbanding lurus dengan kepadatan itu sendiri :
(
)
(
Dimana
),
adalah konstanta proporsionalitas yang mengukur efisiensi dari aksi
bakteri. Ketika model adveksi sudah tepat, dapat dipakai persamaan (4.3.8) untuk
, konstan. Persamaannya menjadi
(
)
(
)
(
(
Ini
)
)
adalah persamaan diferensial parsial linear orde pertama, yang dapat
diselesaikan dengan sederhana.
27
Pada kasus kedua, dimana
merupakan fungsi dari
yang sering disebut difusi.
Difusi memberikan penjelasan tentang aliran panas, dimana laju diketahui
berbading lurus dengan gradien suhu. Selain itu, aliran panas ini selalu mengalir
dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Hal ini dapat ditulis ke
dalam persamaan matematika sebagai berikut :
(
(
)
dengan
)
(
)
konstanta proporsional. Tanda negatif memperlihatkan bahwa jika
⁄
maka suhu dapat meningkat pada
dan pada saat , kemudian aliran
bersih mengalir secara berlawanan arah (dari kanan ke kiri). Perpindahan panas
berasal dari gerakan acak molekul yang bertabrakan. Perpindahan karakteristik
difusi, yaitu bergerak kesana kemari sepanjang sumbu
dan sangat berlawanan
dengan adveksi.
Subtitusikan persamaan (4.3.11) ke dalam persamaan (4.3.5) menjadi
(
(
⁄
(
⁄
)
(
⁄
)
))
(
Dari persamaan (
karena
linear.
) dengan
)
diketahui sebagai persamaan panas dan
28
4.4 Solusi Analitik dari Polusi Air di Sungai
Untuk solusi analitik persamaan model polusi air di sungai, langkah awal yang
dilakukan adalah dengan mereduksi persamaan (4.3.10) melalui transformasi :
(
)
(
)
atau
;
;
Subtitusikan ke persamaan (4.3.10), maka diperoleh :
(
)
(
)
Dengan menggunakan teorema aturan hasilkali untuk turunan, maka diperoleh :
(
)
(
)
(
)
atau dapat ditulis
29
Solusi persamaan (4.4.2) dapat ditentukan dengan dua pendekatan. Pendekatan
pertama, adalah menggunakan turunan berarah.
(
Pandang fungsi
) dan vektor arah
̅
(
) dengan ‖ ̅ ‖
.
Maka
dalam arah ̅ adalah
turunan berarah
̅
̅
) (
(
)
Turunan berarah ini merupakan bilangan yang digunakan untuk menyatakan
kemiringan permukaan (
), pada satu titik, bila dipotong oleh bidang tegak
melalui ̅ .
Bila dibandingkan turunan berarah dari
(
dengan persamaan diferensial (4.4.2),
) bernilai konstan dalam arah
(
), juga
kelipatannya. Sedangkan persamaan diferensial berlaku pada bidang
, jadi
haruslah
̅
.
Jadi
̅
sepanjang garis yang lain, yang sejajar dengan ̅ , berlaku pula (
) = konstan,
dengan konstan yang berbeda. Garis yang berpadanan dengan konstan tersebut
berbentuk
= konstan, yang disebut garis karakteristik.
Persamaan garis karakteristik diperoleh dari hubungan
geometri: untuk setiap titik (
memberikan (
)
, untuk
) pada garis
. Secara
dengan suatu
yang lain akan memberikan nilai
,
yang lain
30
pula. Oleh karena itu, solusinya (
, dengan
)
(
) bergantung pada satu bentuk
fungsi sebarang.
Pendekatan kedua untuk mendapatkan solusi (4.4.2) menggunakan persamaan
transformasi. Ketika persamaan (4.4.1) tidak mengandung polutan atau suatu
kotoran yang dapat menduga bahwa kepadatan
pada awalnya didistribusikan ke
dalam sungai, distribusi ini sama dan akan tetap berlangsung kecuali,
ditranslasikan ke kanan secara kontinu untuk nilai dari pergerakan di sungai.
Asumsikan bahwa (
) dapat ditulis dengan variabel tunggal
(
yaitu translasi pada posisi
dengan jumlah
Definisikan sebuah fungsi
(
(
)
(
)
(
) dengan
)
dimana
.
Dan
(
)
(
)
Dengan aturan rantai diperoleh :
Berdasarkan persamaan (4.4.2), maka :
.
)
31
Oleh karena itu,
(
)
tidak bergantung dengan :
( )
(
(
)
)
untuk beberapa fungsi
Saat
(
sembarang.
maka :
)
(
)
Ini menunjukkan bahwa
( )
(
adalah distribusi awal dari kepadatan
yaitu nilai awal
( ). Ketika persamaan (4.4.4) benar untuk semua bilangan riil
dari
)
dengan
memasukkan nilai , maka solusinya menjadi
(
)
( )
(
)
(
(
)
( )
)
(
)
(
)
Persamaan ini disebut solusi perambatan gelombang untuk persamaan (4.4.1)
karena distribusi awal dari kepadatan itu menyebar ke arah muara dengan
gelombang.
Ketika
bernilai konstan untuk
setiap titik (
) pada garis lurus
, maka
memiliki nilai yang sama untuk
, sebuah nilai beda untuk setiap .
Kumpulan garis lurus disebut garis karakteristik.
Jika garis karakteristik
diketahui, dan memiliki sebuah solusi eksplisit dari persamaan untuk setiap titik
(
) yang diberikan, nilai
diketahui pada saat
. Pada waktu awal, nilai
32
diseluruh garis karakteristiknya harus sama pada sumbu .
Dengan pendekatan yang terkait dengan turunan berarah dan pendekatan
persamaan transport di atas menunjukkan bahwa solusi persamaannya sama
dengan nol.
Kembali ke persamaan asli (4.3.10) :
Jika diberikan asumsi bahwa (
)
( ) dan ketika (
maka
(
)
(
)
(
)
(
)
( )
( )
karena
(
)
(
)
maka dapat ditulis :
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
Disubstitusikan ke persamaan transformasinya :
(
)
(
)
(
)
(
)
karena
(
maka
)
(
)
)
(
)
,
33
(
)
(
)
(
)
(
)
dimana perambatan gelombang tersebut merupakan arus yang sedang meningkat
selama untuk kepadatan polutan yang berkurang sampai akhir waktu.
Misalkan model dari polusi air di sungai ini dimodifikasi untuk situasi yang
sederhana, dimana polutan pada beberapa titik di sungai, yang di ambil untuk
. Suatu sumber polutan yang berasal dari limbah pabrik memiliki muara di
sungai. Sebelum pabrik mulai beroperasi pada
, sungai dinyatakan bersih.
Akan dilihat kepadatan polutan yang mengurai di sungai sampai waktu yang akan
datang.
Polutan ditambahkan ke sungai dengan laju
dari pembuangannya. Didefinisikan
dengan
( )
{
Kemudian dapat ditentukan syarat batasnya :
(
)
( )
(
)
Ketika polutan ini hanya ada pada satu tempat, maka tidak ada polutan yang lain
mengalir. Masalah ini menggunakan syarat batas. Untuk menemukan
(
)
maka harus diubah solusi perambatan gelombangnya. Ini disebabkan karena tidak
adanya distribusi awal dari kepadatan yang tersedia. Sebagai gantinya, persamaan
(4.4.6) menyediakan distribusi kepadatan untuk setiap waktu pada titik tunggal.
Maka waktu ini didefinisikan dengan variabel
dari
34
Dan fungsinya
(
)
(
(
)
)
Dengan demikian, solusi perambatan gelombang untuk persamaan (4.3.9) adalah
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
( )
Karena
maka,
(
)
(
)
(
)
(
)
Dan dengan demikian diperoleh solusi analitiknya sebagai berikut :
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
)
(
)
(
(
)
( ) diperoleh dari penjabaran sebagai berikut :
35
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
(
)
)
( )
(
)
( )
Solusi analitik (4.4.8) menunjukkan bahwa jika
dimana ketika polutan menuju muara
, kemudian
diperlukan waktu
(
)
.
Faktor
,
eksponensial menunjukkan bahwa kepadatan polutan berkurang disebabkan oleh
aksi bakteri pengurai yang menguraikan polutan selama mengalir di sungai.
4.5 Simulasi Numerik Model Sistem Dinamik Polusi Air di Sungai
Selanjutnya untuk simulasi numerik dari perilaku model sistem dinamik polusi air
di sungai, akan digunakan hampiran beda hingga.
Tinjau persamaan dasar model sistem dinamik polusi air di sungai sebagai
berikut:
Tulis persamaan dasar dari model tersebut dengan :
36
Sehingga persamaan dasarnya dapat ditulis sebagai berikut :
(
)
(
)
(
)
(
)
Diskritisasi yang digunakan adalah :
Dan
Persamaan (4.5.2), (4.5.3), dan (4.5.4) disubstitusikan ke persamaan (4.3.8) :
(
)
(
)
(
)
(
)
(
(
)
)
Tulis
maka persamaan (4.5.5) menjadi
(
(
)
(
misalkan
)
)
(
)
37
maka :
(
)
Dari persamaan (2.9.9) maka
(
)
(
)
dapat ditulis :
Subtitusikan persamaan (4.5.7) ke persamaan (4.5.6), sehingga persamaan (4.5.6)
menjadi :
(
(
)
(
)
(
)
(
)
misalkan
dan substitusikan ke persamaan (4.8.8) :
karena
(
(
(
(
(
(
)
(
)
))
)
)
)
)
38
maka, persamaan menjadi
(
(
)
)
(
)
(
)
karena
Jadi, dari analisis kestabilan von Neumann amplifikasi faktornya adalah sebagai
berikut :
(
)
(
)
)
((
(
)
(
)
)
Kestabilan pada persamaan beda hingga ini adalah sebagai berikut :
| |
√((
)
(
))
(
)
Maka, kestabilan persamaan numerik dari masalah polusi air di sungai ini adalah
((
)
(
))
.
Setelah didapat persamaan numerik dengan menggunakan metode beda hingga,
maka dapat diberikan simulasi numerik dari persamaan (4.5.6) untuk
menggambarkan perilaku polusi air di sungai yang mengalir terhadap waktu.
Adapun nilai-nilai parameter yang digunakan pada simulasi numerik masalah
polusi air di sungai ini yaitu sebagai berikut :
39
No.
Parameter
Nilai
1
0.25
2
0.50
3
0.75
4
5
5
500
6
500
Dengan menggunakan software Matlab 6.1 diperoleh gambar berikut :
Gambar 4.
Kasus dari perilaku kepadatan polutan yang mengalir terhadap
koordinat panjang sungai dengan
,
,
, dan
40
Gambar 4 memperlihatkan bagaimana perilaku kepadatan polutan yang mengalir
terhadap koordinat panjang sungai dengan laju alir polutan
biru),
(warna merah),
(warna hijau), dan
(warna
.
Dari
gambar tersebut terlihat kepadatan polutan pada laju alir yang lebih rendah,
kepadatan polutan lebih cepat menuju nol (habis). Hal ini dimungkinkan karena
semakin lambat laju alir polutan, maka waktu bakteri pada polutan semakin lama.
Sehingga polutan lebih banyak yang terurai. Dengan demikian sebelum mencapai
ujung sungai polutan sudah habis.
41
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian simulasi model sistem dinamik polusi air di sungai menggunakan
metode beda hingga ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada model matematika polusi air di sungai didapat persamaan dasar
sebagai berikut :
2. Dengan menjabarkan persamaan dasar maka didapat solusi analitik dari
polusi air di sungai sebagai berikut :
(
)
(
)
Memperlihatkan faktor eksponensial ini menunjukkan bahwa kepadatan
polutan berkurang disebabkan oleh aksi
bakteri
pengurai
yang
menguraikan polutan selama mengalir di sungai.
3. Perilaku polutan yang mengalir di sungai dapat dilihat dengan simulasi
numerik.
Simulasi numerik didapat dengan mendiskritisasikan model
matematikanya dengan menggunakan metode beda hingga.
numerik ini memakai nilai
yang beragam. Dengan
Simulasi
yang berbeda-beda,
dapat dilihat lama atau cepat kepadatan polutan terurai. Dengan demikian,
terlihat bahwa kepadatan polutan pada laju alir yang lebih rendah,
42
kepadatan polutan lebih cepat menuju nol (habis). Hal ini dimungkinkan
karena semakin lambat laju alir polutan, maka waktu bakteri pada polutan
semakin lama.
Sehingga polutan lebih banyak yang terurai.
Dengan
demikian, sebelum mencapai ujung sungai polutan sudah habis. Ketika
polutan sudah habis maka sungai menjadi bersih.
5.2 Saran
Penelitian polusi air di sungai ini dapat dilanjutkan dengan memisalkan model
yang lain pada kajian model matematika polusi air di sungai yang terdapat pada
buku Beltrami (1997). Model ini memisalkan polutan memerlukan oksigen dalam
penguraiannya. Ketika polutan berkurang, oksigen habis. Misalkan (
kepadatan untuk menghancurkan oksigen di dalam sungai.
maksimum, yang bergantung dengan suhu
mengetahui perbaikan kuantitas.
(
) adalah
) adalah nilai
. Asumsi tersebut digunakan untuk
Download