77 BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB NASHĀIHUL IBĀD KARYA AS-SYAIKH IMAM NAWAWI AL-BANTANI DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER SEKARANG A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Nashāihul Ibād Karya As-Syaikh Imam Nawawi Al-Bantani Kitab Nashāihul ibād adalah kitab yang menerangkan tentang akhlak atau tasawuf, dimana di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan karakter yang sangat dibutuhkan untuk pendidikan sekarang. Melihat realita sekarang banyak terjadi kasus kerusakan moral, seperti: tawuran antar pelajar, sex bebas, narkoba, maraknya korupsi, ketidak adilan di mana-mana dan sebagainya. Maka dari itu untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut maka perlu ditanamkan nilai-nilai pendidikan karakter di semua jenjang pendidikan, salah satunya adalah mengajarkan isi dari kitab Nashāihul Ibād ini baik di pendidikan non formal (pesantren) maupun formal. Karena pada umumnya kitab ini seringnya diajarkan di pesantren-pesantren dan majlis taklim, sedangkan di pendidikan formal jarang sekali. Setelah penulis melakukan pengkajian kitab Nashāihul ibād, nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab Nashāihul ibād antara lain sebagai berikut: 77 78 1. Analisis Nilai Pendidikan Karakter Yang Terkait Dengan Diri Sendiri. Yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan kepribadian seseorang, diantaranya adalah: a. Pentingnya adab/akhlak Menurut Hasan Basri barang siapa yang tidak mempunyai adab (akhlak) maka tidak mempunyai ilmu. Adab adalah suatu budi pekerti yang luhur, baik terhadap Allah, sesama manusia maupun terhadap lingkungan sekitar. Orang yang memiliki adab yang baik maka akan disenangi oleh siapa saja dan mendapatkan derajat yang mulia. Karena agama Islam diturunkan ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak manusia. Orang yang tidak memiliki adab maka tidak memiliki ilmu, maksudnya adalah ilmu yang dimilikinya tidak bermanfaat karena ilmunya tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah. b. Sabar Sabar dalam menghadapi musibah adalah tanda keimanan. Hidup di dunia ini penuh dengan coba’an, baik cobaan ketika mendapatkan musibah maupun mendapatkan nikmat. Sudah kewajiban manusia jika mendapat cobaan dari Allah harus bersabar, karena telah dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Allah beserta orangorang yang sabar. 79 Sabar itu ada tiga tingkatan, yaitu : pertama sabar dengan tidak mengeluhkan apapun yang dialami, seperti kesabaran manusia pada umumnya; ini adalah sabar tingkatan tabi’in. Kedua, sabar dengan menerima segala ketetapan Allah, seperti kesabaran orang yang tidak memperdulikan masalah duniawi; ini adalah sabar tingkatan orangorang zuhud. Tiga sabar dalam pengertian menghadapi semua musibah dengan senang hati karena semuanya itu dari Allah belaka, seperti kesabaran orang-orang yang benar dalam imannya; ini adalah sabar tingkatan para shiddiqin Kesabaran adalah sikap rela menerima dengan lapang dada dalam menghadapi musibah, dalam menjauhi maksiat dan menjalankan perintah agama. Tanpa kesabaran seseorang akan terasa berat ketika menghadapi musibah, akan berat dalam menjauhi maksiat dan akan berat dalam menjalankan perintah agama. Seseorang yang tidak mempunyai sifat sabar orang tersebut seperti tidak mempunyai agama karena tidak bisa meninggalkan larangan-larangan agama dan melaksanakan perintah-perintah agama. Sabar adalah tanda keimanan seseorang. Orang yang sabar ketika tertimpa musibah, ia akan meninggalkan perbuatan mengadu atau berkeluh kesah kepada selain Allah. Karena musibah adalah sudah menjadi ketetapan Allah, jika seseorang belum bisa rela menerima ketetapan Allah berarti belum bisa sabar ketika tertimpa musibah. 80 Musibah yang telah diberikan oleh Allah adalah untuk menguji hambanya seberapa besar tingkat kesabarannya dalam menerima ketetapan Allah, jika seorang hamba tersebut bisa lolos ujian maka Allah pasti akan menaikkan derajatnya. Sabar tidak hanya ketika terkena musibah atau melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, tetapi sabar juga ketika menghadapi ketiadaan yang diharapkan. Maksudnya adalah ketika seorang hamba berusaha untuk mendapatkan cita-citanya, tetapi Allah berkehendak lain terkadang orang sulit untuk menerimanya. Sesungguhnya seorang hamba memang wajib berusaha dan berdo’a tapi hasilnya yang berhak menentukan hanyalah Allah. Disamping berikhtiar(berusaha) wajib untuk bertawakal(pasrah) kepada Allah. c. Malu Rasa malu bagi laki-laki itu baik , tapi bagi wanita lebih baik. Malu adalah suatu sikap yang dalam hatinya merasa takut tercela atau tidak baik dipandang diri sendiri maupun orang lain. Seorang laki-laki yang memiliki rasa malu ketika tidak bisa bersikap sopan santun kepada orang lain dipandang baik tapi jika seorang wanita yang bisa memiliki sopan santun maka itu jauh lebih baik dari pada laki-laki. Malu ada dua macam, yaitu ; 81 a) Malu Nafsani : ialah rasa malu pembawaan sejak lahir, semisal malu telanjang di muka umum, bersetubuh di muka umum dan sebagainya. Orang yang sudah tidak punya malu nafsani bisa di kategorikan kurang sehat akalnya, karena tidak sesuai dengan manusia pada umumnya. b) Malu Imani: ialah rasa malu yang timbul dari tata nilai tata keimanan, semisal orang mukmin malu melakukan maksiat. Semakin tinggi keimanan seseorang akan semakin tinggi rasa malunya jika berbuat maksiat, baik malu kepada sesama manusia maupun malu kepada Allah. Nabi Muhammad sendiri telah bersabda dalam hadisnya bahwa malu adalah sebagian dari pada iman. Jadi rasa malu ini sangat penting diterapkan dalam diri seseorang agar terhindar dari perbuatan maksiat dan selalu melaksanakan perintah agama. Al-Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari ibnu mas’ud bahwa Nabi SAW pernah menjelaskan malu dengan artian nyata, yaitu memelihara kepala dan indera-indera dari perbuatan dosa, ternasuk perut dan yang masuk di dalamnya, dan selalu mengingat maut, siksa kubur dan orang yang menginginkan akherat pasti meninggalkan kesenangan dunia.1 1 Al-Faqih Abu Laits Samarqandy, Tanbihul Ghafilin, terjemahan Abu Imam Taqyudin, (Surabaya :Mutiara Ilmu,t.t) hlm. 473 berani 82 d. Wara’ Wara’ adalah suatu sikap yang menjauhkan diri dari sesuatu yang haram dan sesuatu yang belum jelas halal atau haramnya (syubhat). Barang siapa tidak mempunyai wara’, maka tidak mempunyai tempat di dekat Tuhannya. Kebanyakan orang jika menghindari dari hal-hal yang haram sudah biasa dilakukan dan mudah, tapi untuk menghindari hal-hal yang syubhat itu tidak mudah. Seseorang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah maka harus bisa menjauhi halhal yang haram dan yang syubhat. Sya’bi dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda : “barang yang halal dan yang haram sudah sangat jelas, tetapi diantara keduanya ada barang-barang yang syubhat (samar-samar), yang tidak diperhatikan umumnya manusia, maka orang yang memelihara dirinya dari syubhat berarti bersih agama dan kehormatannya. Sedangkan yang terjerumus ke dalam syubhat, berarti terjerumus pula dalam keharaman.2 e. Jujur atau berkata benar Berkata benar dalam bahasa Arab disebut “shidiq”, atau berarti jujur, atau mengatakan yang sebenarnya sesuai dengan kenyataan terhadap orang yang ditakuti atau diharapkan jasanya. 2 Ibid, hlm. 467 83 Salah satu sifat wajib Nabi adalah Shidiq, yaitu apabila berkata benar. Mustahil jika seorang Nabi berkata tidak benar. Karena jika seseorang berkata tidak benar adalah termasuk ciri-ciri orang munafik. Biasanya orang ketika berhadapan dengan orang yang ditakuti atau orang yang diharapkan jasanya sulit untuk berkata benar. 2. Analisis Nilai Pendidikan Karakter Yang Terkait Dengan Orang Lain. Yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan orang lain, diantaranya adalah: a. Adil Menurut Hasan Basri bahwa Sikap adil dari setiap orang itu baik, tapi dari para pejabat lebih baik. Adil adalah suatu sikap seseorang bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya yang sesuai. Setiap orang harus bisa bersikap adil dalam semua hal, karena akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah atas perbuatannya. Lebih-lebih para pejabat yang telah mendapat amanat dari rakyat agar bisa bersikap adil. Orang yang bersifat adil tidak membeda-bedakan dalam menentukan hukum atau dalam memberikan sesuatu, tetapi harus seimbang dan sesuai. b. Dermawan Menurut Hsan Basri bahwa Kedermawanan bagi orang kaya itu baik, tapi bagi orang faqir lebih baik. 84 Dermawan adalah suatu sikap memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa mengharap imbalan atas apa yang telah diberikan. Sifat dermawan sangat penting dimiliki oleh orang kaya atau berkecukupan, karena dibalik hartanya yang berlebihan ada hak bagi orang-orang yang masih kekurangan. Lawan dari sifat dermawan adalah bakhil, jika seseorang mempunyai sifat bakhil maka akan mencelakakan dirinya baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang memiliki sifat dermawan akan mendapat derajat yang mulia baik di sisi Allah maupun di antara manusia. Lebih-lebih orang yang kurang berkecukupan atau faqir namun mau berbagi sesamanya itu jauh lebih baik dan mulia. c. Pemaaf Memberi maaf adalah suatu perbuatan mulia, tapi memberi maaf akan terasa berat ketika sedang dalam keadaan marah. Marah adalah ungkapan rasa emosional terhadap orang lain karena suatu hal yang keluar dari dorongan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Kadang orang yang marah tidak bisa mengontrol kemarahannya akan menyebabkan kerugian pada diri sendiri maupun orang lain serta menimbulkan dampak negatif lainnya. Nabi Muhammad sendiri menyuruh umatnya untuk menghindari sifat pemarah karena bisa berdampak buruk, dan Allah akan memberikan balasan yang baik pada orang yang mampu menahan marahnya. Nabi bersabda : “barang siapa menahan marahnya, maka 85 Allah menghentikan siksa atasnya”. Dan dalam hadits lain, beliau bersabda: “Barang siapa menahan kemarahan, membentangkan kerelaan, mencurahkan jasa baik menyambung tali persaudaraan dan menunaikan amanatnya, maka Allah Azza waJalla dhari kiamat memasukkan orang itu di dalam Nur-Nya yang maha Agung”(HR. Ad-Dailamiy). d. Setia memenuhi janji Setia memenuhi janji maksudnya adalah setia memenuhi fardufardhu Allah, karena sudah kewajiban seorang hamba untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya kapada Allah. Salah satu satu fardhu-fardhu Allah adalah shalat lima waktu yang hukumnya fardhu a’in bagi setiap hamba. Seseorang yang meninggalkan ibadah fardhu hukumnya haram dan akan mendapatkan balasan di neraka. 3. Analisis Nilai Pendidikan Karakter Yang Terkait Dengan Ketuhanan. Yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diantaranya adalah: a. Bertakwa Bertakwa adalah tanda keimanan seseorang. Takwa adalah suatu bentuk pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya untuk melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Takwa yang berarti takut, seorang hamba yang bertaqwa jika melanggar larangan Allah akan merasa takut pada azab Allah. Orang 86 yang beriman akan bertaqwa di manapun berada, baik ketika sendirian maupun ketika bersama orang lain. Dari sahabat Ali bin Abi Thalib dituturkan bahwa dia berkata, “sebaik-baik orang di dunia ini adalah orang yang dermawan dan sebaik-baik orang di akhirat nanti adalah orang yang bertakwa.” 3 b. Rela menerima semua ketetapan Allah (Qadha) Qadha adalah ketentuan Allah yang ditetapkan sejak zaman azali (zaman sebelum terjadi sesuatu) dan berlaku sampai selamanya tentang hal ihwal segala sesuatu yang wujud. Salah satu rukun iman yang ke enam adalah percaya pada qadha dan qadar, yaitu mempercayai sepenuh hati bahwa qadha dan qadar itu ada dan pasti terjadi. Jika seseorang belum bisa menerima qadha dan qadar Allah berarti belum menyakininya dengan sepenuh hati. Qadha dan qadar itu pasti terjadi tapi bukan berarti manusia pasrah sepenuh hati menerima takdir tanpa ada usaha dalam hidupnya, manusia wajib berusaha dan hasilnya yang berhak menentukan hanyalah Allah SWT, maka disamping usaha harus disertai dengan berdo’a agar apa yang diinginkan tercapai. Termasuk rela terhadap apa yang ada maksudnya adalah rela menerima apa adanya baik sandang, pangan, maupun papan. Rela menerima dengan pembagian rizki Allah itu sudah menjadi kewajiban 3 Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An-Naisaburi, Ar-Risalatul Qusyairiyah fi’ Ilmit Tashawuf, Terjemahan Umar Faruq, Cet. Ke-2, (Jakarta: Pustaka Amani), hlm. 143 87 seorang hamba, karena pembagian rizki seseorang sudah ditetapkan oleh Allah. Tanpa ada rasa rela manusia tidak akan ada rasa kepuasan dan akan selalu merasa kurang serta tidak akan bersyukur dengan apa yang telah diberikan. c. Bersyukur Bersyukur adalah sudah menjadi kewajiban manusia atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Bersyukur yang berarti memuji atau mengucapkan terima kasih kepada yang telah memberikan kebaikan, diucapkan lewat lisan dan anggota tubuh lainnya melakukan amal ibadah. Semakin banyak orang bersyukur maka akan semakin besar nikmat yang diberikan. Orang yang tidak pernah bersyukur berarti telah kufur nikmat. Sesungguhnya manusia tidak akan pernah bisa menghitung berapa banyak nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada dirinya sehingga bersyukur adalah kewajiban manusia. Bersyukur identik dengan ucapan “alhamdulillah” yang berarti segala puji bagi Allah, namun yang lebih penting dari itu adalah tidak sekedar diucapkan di lisan, tapi dihayati dalam hati atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah dan kemudian melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Syukur terbagi menjadi tiga: Pertama, dengan lisan, yakni mengakui menikmatan yang diberikan Allah dengan ucapan. Kedua, dengan badan, yakni bersifat mengabdi dengan beribadah kepada 88 Allah. Ketiga, dengan hati yakni selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan sesuatu dengan konsisten. Syukur dengan lisan adalah syukurnya orang yang berilmu. Syukur dengan badan adalah syukurnya orang yang beribadah. Syukur dengan hati adalah syukurnya orang ahli ma’rifat.4 B. Analisis Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Nashāihul Ibād dengan pendidikan Karakter Sekarang Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah proses pewarisan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan karakter bangsa untuk untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakatdan bangsa yang lebih baik di masa mendatang. 5 Pendidikan seharusnya diorientasikan kepada upaya mengembangkan seluruh kemampuan (intelektual, emosional dan spiritual) peserta didik sehingga pada saat dewasa mereka apat menjadi manusia yang berilmu, terampil, dan berkarakter. Manusia tidak hanya menguasai ilmu pengethuan teknologi dan keterampilan, tetapi memiliki keterampilan yang bagus dan kuat serta mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya.6 Tujuan pendidikan secara umum adalah sama, yaitu pendidikan harus dapat menjadikan manusia untuk menjadi lebih baik, serta dapat 4 Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An-Naisaburi, Ar-Risalatul Qusyairiyah fi’ Ilmit Tashawuf, Terjemahan Umar Faruq, Cet. Ke-2, (Jakarta: Pustaka Amani), hlm. 245 5 Abd. Majid, Wan Hasmah Wan Mamat, Nur Kholis dkk, Character Building Through Education, Cet I, (Pekalongan: STAIN Pekalonan Press, 2011), hlm. 315 6 Abd. Majid, Wan Hasmah Wan Mamat, Nur Kholis dkk, loc, cit, hlm. 315 89 mengembangkan segala kemampuannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pemerintah menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.7 Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. 8 Pendidikan karakter adalah suatu usaha penanaman nilai-nilai kebaikan untuk membentuk sifat atau sikap seseorang agar menjadi manusia yang berkarakter baik dalam berperilaku sehari-hari baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraandan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbangseauai standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri 7 Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 24 8 Ibid, 23 90 meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya serta terwujudnya akhlak mulia dalam perilaku sehari-hari.9 Melihat fenomena pendidikan sekarang khususnya pendidikan formal yang kurikulumnya sebelum kurikulum 2013 lebih menekankan pada pengetahuan (kognitif) dan pendidikan karakternya (afektif) meskipun ada tapi kurang diperhatikan karena hanya bersifat teoritis saja. Karena dalam lingkungan kelas saja masih banyak praktek-praktek ketidak jujuran seperti menyontek dalam ujian, diluar kelas pun masih terjadi tawuran antar pelajar, merosotnya nilai-nilai moral dan agama. Melihat realita tersebut melahirkan gagasan perlunya pendidikan karakter lebih ditekankan pada kurikulum yang ada, yang akhirnya lahir kurikulum baru dan sekarang sudah mulai diterapkan yaitu kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada aspek pendidikan karakter (afektif) disamping aspek kognitif. Pendidikan karakter sekarang diantaranya yaitu : bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran/amanah, hormat dan santun, dermawan, suka menolong dan kerja sama, bersyukur, percaya diri, kerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik, rendah hati, toleransi kedamaian, ikhlas, kerja keras, toleransi dan lain sebagainya, tegas, sabar, ulet, disiplin, pemaaf, komunikatif, mengajak kebaikan, mencegah kejelekan, dan sebagainya. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab Nashāihul Ibād bahwa dalam kitab tersebut menerangkan tentang pentingnya beberapa karakter 9 Abd. Majid, Wan Hasmah Wan Mamat, Nur Kholis dkk, op. cit, hlm. 220 91 diantaranya : nilai pendidikan karakter yang berkaitan dengan diri sendiri, seperti ; beradab, sabar, jujur, wara’ dan malu. Nilai yang berkaitan dengan orang lain, seperti ; adil, dermawan, pemaaf, dan menepati janji. Nilai yang berkaitan dengan Tuhan Yang Naha Esa, seperti ; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersyukur, rela/ikhlas. Melihat pendidikan karakter sekarang dengan Nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab Nashāihul Ibād, meskipun tidak seluruhnya sama tetapi memiliki kesamaan, diantaranya seperti : bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran, menepati janji, sabar, beradab, bersyukur, adil, dermawan, pemaaf, dan ikhlas. Setelah penulis melakukan pengkajian tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab Nashāihul Ibād dan Pendidikan karakter sekarang yang kurikulum 2013, bahwa nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab Nashāihul Ibād masih relevan dengan pendidikan karakter sekarang, karena masih sesuai dan bisa dipakai untuk pendidikan karakter sekarang kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada pendidikan karakter.