MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI, DAN PERUBAHAN TESIS Oleh AGUSTINA HELENA SAMOSIR NIM. 127037011 PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI, DAN PERUBAHAN TESIS Oleh AGUSTINA HELENA SAMOSIR NIM. 127037011 PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 i MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI, DAN PERUBAHAN TESIS Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Oleh AGUSTINA HELENA SAMOSIR NIM. 127037011 PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 ii Judul Tesis Nama Nomor Pokok Program Studi MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI DAN PERUBAHAN : Agustina Helena Samosir : 127037011 : Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Menyetujui Komisi Pembimbing, Dr. Martongo Sitinjak, M.Th. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. NIP 19560828 198601 1 001 _____________________________ Ketua _______________________ Anggota Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Fakultas Ilmu Budaya Drs. Irwansyah, M.A. NIP 196212211997031001 Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001 Dekan, iii Tanggal lulus: Telah diuji pada Tanggal : PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS Ketua : Drs. Irwansyah, M.A (_________________________) Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum (_________________________) Anggota II : Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. (_________________________) Anggota I : Dr. Martongo Sintinjak, M.Th (_________________________) Anggota III : Drs. Bebas Sembiring, M.Si. (_________________________) iv ABSTRACT This study discusses the Music In Worship HKBP Pasar Melintang, covers three aspects, namely: (1) The use of music in ritual HKBP ‘Market Crossing; (2) The function of music in worship HKBP Pasar Melintang; and (3) Changes in the composition of music includes hymns and the use of musical instruments as accompaniment hymns. In discussing these three aspects, the author uses the theory of Alan P. Merriam on the use and function; theory of Carol R. Ember and Sztompka for theory change. The study of aspects of the use of music in worship can be concluded that the variation of musical worship hymns to build more vivid and passionate. The use of hymns in worship at HKBP Pasar Melintang always adapted to HKBP ritual. Considerations in the selection of hymns of worship based on the text to align to the theme song of the week. Hymn melody is not the main cause of the results of the research, it has been found that there are some hymns from the buku Ende HKBP uses the same melody but different meanings poem. The study of aspects of the function of music in worship shows that Alan P. Merriam theory can be applied in accordance with the opinion of his congregation. Research results in a change aspects of music in worship HKBP, found that there are some differences in the composition of hymns HKBP the composition of hymns at first. Changes seen in the melody, rhythm and harmony. Other changes have occurred is a change in the mindset of people HKBP about musical understanding in worship, giving rise to a wide variety of musical forms. This condition is seen ranging from the use of harmonium, trumpet, organ, brass / brass bands, musical ensembles (two or more keyboards, merging traditional music), a full band and the use of music box. Keywords: HKBP Pasar Melintang, Use, Function and Change v ABSTRAK Penelitian ini membahas Musik Dalam Ibadah Gereja HKBP Pasar Melintang meliputi tiga aspek, yakni: (1) Penggunaan musik sesuai dengan tata ibadah gereja HKBP Pasar Melintang; (2) Fungsi Musik dalam ibadah Gereja HKBP Pasar Melintang; dan (3) Perubahan musik meliputi perubahan dalam hal komposisi musik dari himne dan perubahan penggunaan alat musik dalam mengiringi himne. Dalam membahas tiga aspek tersebut, penulis menggunakan pendekatan teori Alan P. Merriam tentang uses and function dan teori dari Carol R. Ember dan Sztompka tentang teori perubahan. Hasil dari penelitian dalam aspek pengunaan musik dalam ibadah dapat disimpulkan bahwa variasi musik dalam mengiringi himne dapat memberikan suasana ibadah lebih hidup dan bergairah. Penggunaan lagu-lagu himne dalam ibadah di gereja HKBP Pasar Melintang selalu disesuaikan dengan tata ibadah HKBP. Pertimbangan pemilihan himne dalam ibadah didasarkan pada teks nyanyian agar mendukung makna dari tema minggu. Melodi himne bukan hal yang utama sebab dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada beberapa himne dari Buku Ende (BE) HKBP yang menggunakan melodi yang sama akan tetapi makna syair yang berbeda. Hasil penelitian dalam aspek fungsi musik dalam ibadah menunjukkan bahwa teori Alan P. Merriam dapat diaplikasikan sesuai dengan pendapat jemaat di gereja HKBP Pasar Melintang. Hasil Penelitian dalam aspek perubahan musik dalam ibadah gereja HKBP ditemukan bahwa terdapat beberapa perbedaan komposisi himne HKBP dengan komposisi himne pada awalnya. Perubahan dapat dilihat dalam hal melodi, ritem dan harmoni. Perubahan lainnya adalah telah terjadi perubahan pola pikir warga gereja HKBP tentang apa yang dimaksud dengan musik pengiring dalam ibadah sehingga memunculkan berbagai variasi bentuk musik pengiring. Kondisi ini dapat dilihat mulai dari penggunaan harmonium, terompet, organ, musik tiup/brass band, ansambel musik (dua atau lebih keyboard, penggabungan musik tradisional), full band dan penggunaaan music box gereja. Kata kunci: HKBP Pasar Melintang, Penggunaan, Fungsi dan Perubahan. vi KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya yang membimbing dan menyertai penulis dalam penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Kol. L. Samosir dan Ibu R. Simanjuntak, nasehatmu ibu senantiasa mengiringi langkahku di manapun aku berada. Segala yang Bapak dan Ibu berikan (doa dan nasehat) membawaku mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, saya tidak mampu membalasnya dengan apapun. Kepada Suami saya tercinta, Cst Ir. J Hutabarat., yang tidak pernah lelah mendukung dan memotivasi saya dengan moril maupun materil dalam perkuliahan hingga selesainya penulisan tesis ini. Tidak lupa terimakasihku kepada anakku yang sangat kucinta dan kusayangi, Josua Steven Hutabarat, Jovan Matthew Hutabarat dan Irma Pratiwi Samosir. Hanya tesis ini yang dapat saya persembahkan sebagai tanda terima kasih atas cinta dan kasih sayang kalian kepadaku. Dalam kesempatan ini juga, saya mengucapkan terima kasih buat vii keluarga besar Hutabarat dan keluarga besar Samosir atas segala dukungan dan doa bagi penulis dalam proses penyelesaian studi S-2 di Prodi Pengkajian dan Penciptaan Seni Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Tidak lupa saya berterima kasih kepada Ibu Pdt. Ruth Betty Panjaitan, S.Th, Ibu Bibelvrouw Nawaris Marpaung, NHKBP Pasar Melintang dan Tim Musik HKBP Pasar Melintang atas segala dukungan dan informasi yang diberikan dalam penyelesaian tesis ini. Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu., DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Drs. Irwansyah, M.A., dan Sekretaris, Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., atas bimbingan akademis dan arahan yang diberikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Martongo Sitinjak, M.Th., sebagai Dosen Pembimbing II atas semua tuntunan, nasehat serta bimbingannya dan memotivasi penulis supaya tetap semangat dan terus maju tidak menyerah. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen viii Penguji Drs. Bebas Sembiring, M.Si., yang memberikan koreksi dan kritikan demi perbaikan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala bantuannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk seluruh teman-teman di Prodis Magister (S.2) atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terbangun selama ini. Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Tentu tesis ini masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua pihak, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada tesis ini. Medan, Penulis Agustus 2014 Agustina Helena Samosir NIM. 127037011 ix DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI 1. Nama 2. Tempat/Tgl. Lahir 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Kewarganegaraan 6. Nomor Telepon 7. Alamat 8. Pekerjaan : Agustina H. Samosir : 17 Agustus 1971 : Perempuan : Kristen Protestan : Indonesia : 0812 6549 731 : Jl. Abdul Hamid (Ayahanda) No. 54 Medan : Dosen Musik di Universitas Negeri Medan Guru Musik di SMKN 11 Medan PENDIDIKAN 1. Sekolah Dasar Swasta Kristen Bersubsidi, lulus tahun 1984 2. Sekolah Menengah Pertama Kristen Immanuel Medan , lulus tahun 1987 3. Sekolah Menengah Musik (SMM) 11 Medan, lulus tahun 1991 4. Sarjana Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen Medan, lulus tahun 1997. 5. Akta IV dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan, lulus tahun 1999 6. Mahasiswa Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Tahun Akedemik 2012/2013. x PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka. Medan, Agustus 2014 Agustina H. Samosir NIM 127037011 xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. ABSTRACT ................................................................................................... ABSTRAK ..................................................................................................... KATA PENGANTAR . ................................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………... 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Pokok Permasalahan ................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4 Manfaat Penulisan ................................................................... 1.5 Tinjauan Pustaka ………………………………………………. 1.6 Kosep ..................................................................................... 1.6.1 Gereja ............................................................................. 1.6.2 Musik gereja ................................................................... 1.6.3 Musik dalam ibadah ........................................................ 1.6.4 Musik tiup ...................................................................... 1.6.5 Defenisi musik koor ....................................................... 1.6.6 Music box gereja (MBG) ................................................ 1.6.7 Jemaat ............................................................................ 1.6.8 Ibadah ............................................................................ 1.6.9 Syair lagu ...................................................................... 1.7 Teori ....................................................................................... 1.7.1 Teori fungsionalisme ..................................................... 1.7.2 Teori perubahan ............................................................. 1.8 Metode Penelitian ..................................................................... 1.8.1 Pendekatan penelitian ..................................................... 1.8.2 Lokasi penelitian ............................................................ 1.8.3 Observasi/teknik pengumpulan data ............................... 1.8.4 Wawancara .................................................................... 1.8.5 Dokumentasi .................................................................. 1.8.6 Analisis data ................................................................... 1.8.7 Pengecekan keabsahan data ........................................... 1.8.8 Tahap-tahap penelitian.................................................... 1.8.9 Tahap pekerjaan lapangan .............................................. 1.8.9.1 Memahami latar penelitian ................................. xii i v vi vii x xi xii xvi xvii 1 1 7 8 8 9 12 12 15 16 17 18 21 23 24 24 25 25 28 30 30 32 32 33 34 34 35 36 38 38 1.8.9.2 Memasuki lapangan .......................................... 1.8.9.3 Berperan serta mengumpulkan data ................... 1.9 Sistematika Penulisan ............................................................... 38 39 39 BAB II TINJAUAN UMUM GEREJA HKBP......................................... 2.1 Sejarah Berdirinya HKBP ......................................................... 2.2 Sejarah Singkat Gereja HKBP Pasar Melintang ........................ 2.2.1 Latar Belakang Pendirian Gereja .................................... 2.2.2 Susunan Struktur Gereja ................................................. 2.2.3 Kegiatan Gereja .............................................................. 2.2.4 Pembangunan Gereja HKBP Pasar Melintang................. 40 40 53 53 57 62 63 BAB III TATA IBADAH GEREJA HKBP DAN PERKEMBANGAN MUSIK GEREJA ........................................................................ 3.1 Tata Ibadah ............................................................................... 3.1.1 Beberapa istilah asing dalam tata ibadah gereja HKBP…….................................................................... 3.1.2 Dasar-dasar teologis tata ibadah hari minggu HKBP….. 3.1.3 Dasar teologis tata ibadah minggu HKBP menurut F. Tiemeyer ……. ............................................................. 3.1.4 Urutan mata acara ibadah HKBP dalam edisi 1904 dan 1998……. ..................................................................... 3.1.5 Urutan mata acara menurut Justin Sihombing ……. ...... 3.1.6 Kalender gerejawi (Almanak) HKBP ……. ................... 3.1.7 Tata ibadah HKBP dan artinya……. ............................. 3.2 Perkembangan Musik Gereja Sebelum Musik Gereja HKBP ......... 3.2.1 Perjanjian Lama ............................................................. 3.2.2 Jaman gereja mula-mula ................................................ 3.2.3 Himne Latin .................................................................. 3.2.4 Jaman kegelapan dan paman pertengahan ...................... 3.2.5 Jaman reformasi Protestan ............................................. 3.2.6 Pietisme ......................................................................... 3.2.7 Moravian ....................................................................... 3.2.8 Nyanyian Mazmur ......................................................... 3.3 Perkembangan Himne Gereja HKBP ....................................... 78 86 90 92 97 97 99 101 102 103 105 106 106 114 BAB IV PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN .................... 4.1 Pengantar ................................................................................. 4.2 Penggunaan Alat Musik di HKBP Pasar Melintang .................. 4.3 Penggunaan Himne Sesuai Dengan Tata Ibadah Gereja HKBP . 4.3.1 Penggunaan himne dalam ibadah Advent. ..................... 4.3.2 Penggunaan himne dalam ibadah Natal ……................. 4.3.3 Penggunaan himne dalam ibadah Tahun Baru. .............. 122 122 126 131 132 137 140 xiii 65 65 65 67 75 4.3.4 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Epiphanias ... 4.3.5 Penggunaan himne dalam ibadah minggu Jumat Agung 4.3.6 Penggunaan himne dalam ibadah Kebangkitan Tuhan Yesus ............................................................................ 4.3.7 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Kenaikan Tuhan Yesus. ................................................................ 4.3.8 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Turunnya Roh Kudus .................................................................... 4.3.9 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Trinitatis ….. 4.3.10 Penggunaan himne dalam ibadah-ibadah Lainnya ......... 4.4 Fungsi Musik di Gereja HKBP Pasar Melintang ……. .............. BAB V PERUBAHAN MUSIK GEREJA DALAM IBADAH DI HKBP PASAR MELINTANG MEDAN..................................... 5.1 Perubahan dalam Komposisi Himne ……. ............................... 5.2 Perubahan Penggunaan Alat Musik Dalam Ibadah gereja HKBP ……. ............................................................................ 5.2.1 Alat musik tiup ……. ..................................................... 5.2.2 Organ ……. ................................................................... 5.2.3 Format ansambel ……. .................................................. 5.2.4 Band ……. ..................................................................... 5.2.5 Music box gereja ……. .................................................. 5.3 Perubahan Musik di Beberapa Gereja di Kota Medan ……. .......... 143 148 153 158 163 167 170 171 179 180 189 190 194 195 197 200 201 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 203 6.1 Kesimpulan ............................................................................. 203 6.2 Saran ..................................................................................... 204 KEPUSTAKAAN........................................................................................... 205 GLOSARIUM ................................................................................................ 208 LAMPIRAN: DAFTAR INFORMAN .......................................................... 211 xiv DAFTAR GAMBAR 2.1 Logo Gereja .............................................................................................. 2.2 Badan Organisasi Gereja HKBP ................................................................ 2.3 Denah Gereja HKBP Pasar Melintang ........................................................ 2.4 Bagan Organisasi Gereja HKBP Pasar Melintang....................................... 2.5 Hasil Akhir Pembangunan Altar Gereja ..................................................... 4.1 Lagu Buku Ende No. 38 “Paruak Ma Harbangan i“ ................................. 4.2 Lagu Buku Ende No. 390 “Advent“ ............................................................ 4.3 Lagu Buku Ende No. 54 “Sonang ni Borngin i“ ......................................... 4.4 Lagu Buku Ende No. 53 “Di Betlehem do Tubu“ ........................................ 4.5 Lagu Buku Ende No. 66 “Debata Baen Donganmi“ ................................... 4.6 Lagu Buku Ende No. 64 “Naung Moru Do Muse Sataon“ .......................... 4.7 Lagu Buku Ende No. 74 “Sai Marlas Ni Roha Hita“ .................................. 4.8 Lagu Buku Ende No. 72 “Hehe Ma Hamu Parbegu“ .................................. 4.9 Lagu Buku Ende No. 83 “Na Lao Do Biru-Biru i“ ..................................... 4.10 Lagu Buku Ende No. 84 “Aut Na Ginorga Tu Rohangku“ ........................ 4.11 Lagu Buku Ende No. 92 “Puji Ma Namanaluhon“ ................................... 4.12 Lagu Buku Ende No. 96 “Nungga Talu Hamatean“ ................................. 4.13 Lagu Buku Ende No. 97 “ Ingoton Ma Sadarion“ .................................... 4.14 Lagu Buku Ende No. 98 “Naung Manaek Do Ho “................................... 4.15 Lagu Buku Ende No. 102 “O Tondi Porbadia I Bongoti “ ........................ 4.16 Lagu Buku Ende No. 106 “Ale Tuhan Amanami “ .................................... 4.17 Lagu Buku Ende No. 106 “Ditmpo Ho Do Au “........................................ 4.18 Lagu Buku Ende No. 111 “Patimbul Be Ma Sangap “ .............................. 5.1 Partitur lagu ”Come, O Come, in Pious Lays” ........................................... 5.2 Partitur lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate” ................................................... 5.3 Analisis Lagu ........................................................................................... 5.4 Pola Iringan .............................................................................................. 5.5 Partitur Lagu „Valent Will ich Geben“ ...................................................... 5.6 Partitur Lagu ”Behama Panjalongku” ........................................................ 5.7 Analisis Perubahan Melodi ....................................................................... 5.8 Analisis Perubahan Harmoni ..................................................................... 5.9 Format Duet Keyboard Dalam Mengiringi Ibadah ..................................... 5.10 Format Band Dalam Mengiringi Ibadah .................................................. xv 45 48 56 59 64 134 136 138 139 141 142 146 147 150 152 156 157 161 162 164 166 168 169 183 184 185 186 186 187 188 189 197 199 DAFTAR TABEL 4.1 Bagian Nyanyian Dalam Buku Ende HKBP .............................................. 170 xvi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik memegang peranan penting dalam masyarakat jaman sekarang, karena musik mempunyai kegunaan dan fungsi di dalam kehidupan manusia. Terlebih dari semuanya itu, musik dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan. Bruno Nettl mengatakan bahwa tulisan awal dari etnomusikolog sering berdasar pada anggapan dalam sejarah, kebudayaan manusia dalam menggunakan musik untuk mencapai satu tujuan akhir. Musik dipakai sebagai alat untuk menyampaikan arti, identitas diri dari masyarakat itu sendiri. Acapkali manusia cenderung menyalahgunakan kata penggunaan dan fungsi dari musik itu sendiri. Meskipun ada kesamaan, tetapi dua kata tersebut mempunyai arti yang berbeda.1 Musik menurut Webster dictionary adalah; (1) the art and science of combining vocal or instrumental sounds or tones in varying melody, harmony, rhythm, and timbre, especially as to form structurally complete and emotionaly expressive compositions; (2) the sounds or tones so arranged, or the arrangement of these.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata musik didefinisikan sebagai berikut; (1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan atau kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan; (2) nada atau suara yang disusun 1 Bruno Nettl, The Study of Ethnomusicology : Twenty – Nine Issues and Concept (Urbana: University of Illinois Press, 1983 ), hal. 147-148. 2 Jean L. McKechnie, ed., Webster’s New Twentieth Century Dictionary of the English Language, (New York: Prentice Hall Press, 1979), hal. 1184. 2 sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonian (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi itu).3 Dari definisi musik tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa musik adalah seni dalam memadukan nada atau suara menjadi sebuah karya yang dapat dinikmati dengan atau tanpa diiringi alat musik. Musik juga adalah hasil karya yang memadukan suara dan nada yang kemudian menjadi suatu irama yang harmonis, yang dalam konteks kita sekarang disebut sebagai lagu atau apabila dilengkapi dengan kata-katanya menjadi nyanyian. Kata musik banyak digunakan dalam berbagai kebudayaan dan juga keagamaan. Dalam hal kebudayaan, dapat dilihat bagaimana musik itu digunakan untuk mengiringi rangkaian upacara yang dilaksanakan. Musik mempunyai peran penting di sana sebagai bagian yang tidak terlepaskan dalam sebuah upacara. Dalam hal keagamaan, musik digunakan untuk mengiringi nyanyian ibadah dan acara keagamaan lainnya. Peran musik menjadi penting dalam ibadah karena dengan adanya musik, maka jemaat akan terbantu dalam mengekspresikan imannya. Penggunaan musik dalam hubungannya dengan keagamaan dapat dilihat dalam gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Gereja HKBP adalah Gereja Protestan terbesar di kalangan masyarakat Batak, bahkan juga di antara Gerejagereja Protestan yang ada di Indonesia. Gereja ini tumbuh dari misi RMG (Rheinische Missions-Gesselschaft) dari Jerman dan resmi berdiri pada 7 Oktober 1861. Gereja HKBP adalah gereja yang berasaskan ajaran Lutheran, HKBP juga 3 Lukman Ali, ed., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal. 676. 3 menjadi anggota dari Federasi Lutheran se-Dunia (Lutheran World Federation) yang berpusat di Jenewa, Swiss. Pemerintah Indonesia mengakui HKBP melalui Beslit No. 48 tanggal 11 Juni 1931, yang tercantum dalam Staatblad Tahun 1932 No. 360 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimas Kristen Protestan Departemen Agama No. 33 tahun 1988 tanggal 6 Pebruari 1988. Pengakuan pemerintah terhadap gereja HKBP telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2 tentang agama dan kebebasan beragama. Pasal 1 berbunyi bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, selanjutnya pasal 2 berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Berdasarkan UUD 1945 negara bertanggung jawab untuk melindungi, memajukan, dan memenuhi kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia. Negara juga harus menjamin bahwa seseorang tidak diperlakukan secara diskriminatif atas dasar agama yang diyakini dan ibadah yang dijalankannya. Musik gereja ditampilkan untuk mengekspresikan tujuan dalam menjangkau orang-orang melalui pesan dari Tuhan. Sebuah ibadah dengan tujuan penginjilan itu sendiri akan dipenuhi jemaat ketika pelaksanaannya diperlengkapi oleh Roh Kudus, dengan demikian menjadi sebuah sarana kebenaran keselamatan besar melalui Yesus Kristus, dimana pada saat ditanggapi oleh manusia akan menghasilkan proses menjadikannya Kristen. Musik dalam gereja HKBP memiliki peran penting dalam setiap ibadah yang dilaksanakan baik dalam lingkup gereja maupun di luar gereja. Dalam 4 lingkup gereja dapat dilihat bahwa hampir sepertiga tata ibadah adalah dengan musik (baik nyanyian jemaat, koor, song leader dan musik iringan ibadah). Untuk ibadah yang dilaksanakan di luar lingkup gereja, seperti ibadah weyk, acara kebaktian pesta perayaan dan ibadah bagi jemaat meninggal semuanya tidak terlepas dari musik. Pengertian kebaktian (ibadah) dalam penelitian ini adalah suatu pertemuan umat Allah dan jemaat dalam bentuk dialog, bahwa Allah berfirman dan manusia mendengar, Allah memberi dan jemaat menerima serta mengucap syukur, Allah mengampuni dan jemaat memuji namaNya. Kebaktian merupakan suatu upacara, kesempatan jemaat bersekutu di dalam Kristus, bersama-sama mendengarkan firman Tuhan supaya jemaat diperlengkapi untuk hidup. David B. Pass berpendapat bahwa sifat musik gereja ditentukan oleh sifat gereja, dan sifat gereja ditentukan oleh misinya, oleh karena itu dapat dipahami bahwa penggunaan musik ibadah yang tepat adalah ketika memahami eklesiologi; memahami sifat dari gereja; memahami bagaimana ibadah, dan musik ibadah dan bagaimana musik gereja berfungsi di dalam gereja. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa musik dalam gereja bukan semata-mata sebagai pelengkap ibadah akan teapi musik dalam ibadah mempunyai tujuan yang lebih filosofi. Penggunaan musik dalam gereja HKBP dapat dilihat dari penggunaan musik (himne dan paduan suara) selalu dikaitkan dengan tema ibadah seperti, ibadah minggu Trinitatis, ibadah Jumat Agung, Ibadah Kebangkitan Tuhan Yesus, Ibadah Pernikahan dan ibadah-ibadah lainnya di gereja HKBP. Musik adalah sebagai bagian integral dari rangkaian ibadah gereja HKBP, sehingga penggunaan 5 musik gereja akan selalu disesuaikan dengan makna minggu pada saat itu sehingga keseluruhan ibadah dapat saling mendukung. Penggunaan instrumen musik dalam mengiringi nyanyian jemaat menjadi hal penting karena dengan penggunaan variasi bentuk alat musik yang dipakai akan mempengaruhi semangat bernyanyi dari jemaat. Hal ini bisa dilihat ketika sebuah gereja HKBP menggunakan instrumen organ saja mengiringi nyanyian jemaat maka ibadah kurang semangat dan meriah, kesan yang timbul lebih monoton. Disisi lain, ketikan ibadah diiringi dengan menggunakan paduan musik tiup dengan keyboard, atau dengan band hasilnya terlihat jelas bahwa jemaat bernyanyi dengan semangat sehingga ibadah lebih hidup. Penggunaan variasi alat musik dalam mengiringi nyanyian jemaat dapat membantu warga gereja dalam bernyanyi, karena melodi lagu lebih bisa terdengar jelas dibawakan oleh instrumen tiup. Sedangkan bila menggunakan alat musik organ mengiringi jemaat maka yang terdengar adalah progressi harmoni empat suara, oleh karena itu terkadang banyak warga gereja kewalahan menyanyikan himne tertentu karena kurang bisa mendengar melodi lagu secara jelas.4 Pertimbangan penggunaan musik yang sesuai dengan setiap ibadah minggu akan dibahas di dalam Bab IV. Fungsi musik dalam ibadah gereja HKBP adalah untuk memuliakan Allah dan memberikan pendidikan kepada warga jemaat dengan nyanyian. Melalui musik yang terjadi dalam sebuah liturgi (ibadah), umat mampu berefleksi dalam kehidupannya. Untuk menunjang pemahaman akan fungsi musik gereja maka 4 Wawancara dengan Ibu Pdt . Ruth Betty A. Panjaitan, STh., tanggal 19 Mei 2014 di HKBP Pasar Melintang Medan. 6 peranan musik menjadi sesuatu yang penting, organisasi musik yang baik tentu akan dapat membangun jemaat untuk memuliakan Tuhan. Sejarah musik dalam gereja HKBP tidak terlepas dari peranan para missionaris yang dulunya datang ke Tanah Batak Toba untuk memberitakan firman Tuhan. Missionaris mulai memperkenalkan musik kepada orang Batak dalam penginjilannya dan secara perlahan musik kemudian digunakan dalam ibadah. Untuk memudahkan proses pembelajaran, missionaris menterjemahkan himne Lutheran dalam bahasa Batak Toba dan kemudian himne ini diajarkan dengan diiringi alat musik harmonium. Perkembangan selanjutnya dalam penggunaan alat musik adalah pemakaian trompet dalam mengiringi ibadah dikarenakan jumlah jemaat yang semakin bertambah sehingga suara harmonium tidak mampu mengimbangi suara jemaat. Perkembangan musik dalam gereja HKBP (himne, koor dan alat musik) telah mengalami perubahan disebabkan oleh berbagai hal seperti perkembangan teknologi dan informasi serta variasi musik ibadah dalam gereja-gereja sekitar. Menurut Carol R. Ember bahwa suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat. Perubahan musik yang terjadi di gereja HKBP dapat dilihat mulai dari adaptasi himne Lutheran, penggunaan lagu pop rohani dalam ibadah dan penggunaan variasi bentuk musik untuk mengiringi nyanyian. Perubahan ini tentu akan dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan sehingga hal itu dapat terjadi dan diterima oleh warga gereja HKBP. 7 Perubahan dalam variasi mengiringi nyanyian jemaat yang bisa dikatakan sangat mendasar adalah dengan lahirnya Music Box Gereja (MBG) sekitar tahun 2010. Kalau sebelumnya perubahan format iringan musik masih tetap dimainkan secara individu dan kelompok, akan tetapi MBG dimainkan dengan perangkat komputer. MBG muncul sebagai pengganti musik pengiring nyanyian ibadah. Salah satu hal positif dari MBG adalah untuk membantu gereja-gereja HKBP yang belum memiliki sumber daya manusia dalam bidang musik sehingga MBG ini setidaknya mampu menggantikan peran tersebut. MBG merupakan seperangkat laptop yang menggunakan platform Linux serta berfungsi khusus mengiringi nyanyian/lagu. Konsep MBG hampir sama dengan minus one, seseorang hanya butuh menekan tombol/fitur saja, maka suara iringan musik akan terdengar. Perubahan musik gereja HKBP baik dalam himne, komposisi dan alat musik akan memberikan dampak kepada jemaat dan juga ibadah. Hal ini menjadi fokus penelitian penulis untuk melihat bagaimana penggunaan, fungsi dan perubahan musik dalam gereja HKBP. Oleh karena itu penulis memilih judul sebagai berikut sebagai bahan penelitian MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI DAN PERUBAHAN. 1.2 Pokok Permasalahan Dalam penulisan karya ilmiah ini perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibuat dengan jelas untuk mempermudah penulisan dalam menyelesaikan masalah. 8 Adapun yang menjadi pokok masalah yang diteliti adalah: 1. Bagaimana penggunaan musik dalam tata ibadah gereja HKBP? 2. Bagaimana fungsi musik dalam gereja HKBP? 3. Bagaimana perubahan konsep musik gereja HKBP? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan musik dalam tata ibadah gereja HKBP 2. Untuk mengetahui bagaimana fungsi musik dalam gereja HKBP 3. Untuk mengetahui bagaimana perubahan musik gereja HKBP. 1.4 Manfaat penelitian Dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca dan khususnya warga gereja dan otoritas HKBP dalam menentukan instrumen pengiring ibadah. Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Memberikan pemahaman tentang penggunaan musik dalam ibadah gereja HKBP. 2. Memberikan pemahaman tentang fungsi musik bagi warga gereja HKBP. 3. Memberikan pemahaman tentang perubahan musik di gereja HKBP. 9 1.5 Tinjauan Pustaka Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Tujuan dari studi kepustakaan ini dibagi dalam dua bagian, yaitu; (1) untuk mendapatkan dasar-dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan pembahasan tentang musik pengiring ibadah di gereja HKBP; dan (2) untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih. Sepanjang pengetahuan penulis dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan menunjukan bahwa hingga saat ini belum ada penelitian mengenai bagaimana Musik Dalam Ibadah Gereja HKBP Pasar Melintang Medan: Penggunaan, Fungsi, dan Perubahan. Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan, antara lain : 1. John F. Wilson, 1978. Introduction to Church Music. Moody Press-Chicago. Buku ini digunakan penulis untuk mendapatkan penjelasan terkait apa yang dimaksud dengan musik gereja. 2. DR. Pdt. J.R. Hutauruk, 1993. Kemandirian Gereja. BPK. Gunung Mulia. Jakarta mengatakan bahwa Buku Ende (BE) merupakan terjemahan nyanyiannyanyian rohani dari Eropa, antara lain: dari Belanda dan Jerman. Dalam partitur nyanyian-nyanyian tersebut memuat beberapa aturan musik yang 10 harus dipedomani dalam hal penyajiannya supaya memberikan hasil yang baik. 3. Eskew, Harry & Hugh T. Mc Elrath, 1995. Sing With Understanding. Church Street Press: Nashville, mengatakan: kriteria menjadi nyanyian yang berdasarkan tahun gerejawi adalah disusun berdasarkan syair nyanyian tersebut. Nyanyian berdasarkan Kristen lebih ditekankan pada refleksi seharihari. 4. Michel dalam Abineno (1989:9) mengatakan bahwa jemaat adalah anggotaanggota dari satu tubuh (I Kor. 12:12). Anggota-anggota yang takluk kepada Tuhan. Menurut Ronal W. Leigh (1996:185) mengatakan bahwa jemaat adalah gereja yang terdiri dari orang-orang percaya yang diselamatkan, orangorang yang disebarkan untuk menginjili yang tersesat, orang-orang yang dikumpulkan untuk membangun, dan orang-orang yang dikelompokkan kembali dalam berbagai lembaga untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan khusus. 5. Boho Pardede dalam tesisnya yang berjudul Koor Di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP): Analisis Sejarah, Fungsi dan Struktur Musik mengatakan bahwa koor di HKBP lahir seiring dengan masuknya kekristenan di Tanah Batak. Koor di HKBP merupakan cikal bakal bertambahnya nyayian-nyayian jemaat. Hal ini dibuktikan dengan fakta sejarah bahwa nyayian gereja di HKBP pada awalnya merupakan koor-koor yang dibawakan oleh kelompok Paduan suara baik yang dibawa oleh para missionaris maupun hasil karya dari jemaat lokal. Koor berperan penting dalam ibadah karena fungsi-fungsi yang 11 melekat pada koor itu sendiri; fungsi-fungsi tersebut adalah: fungsi pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetis, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi perlambangan, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, fungsi kesinambungan budaya dan fungsi pengintegrasian masyarakat. 6. Monang Sianturi dalam tesisnya yang berjudul Ensembel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba: Analisis Perubahan Struktur Penyajian dan Repertoar Musik mengatakan bahwa Interaksi agama baru dan nilai-nilai Barat yang masuk ke tanah Batak mengubah pokok-pokok kebudayaan. Identifikasi dengan nilai-nilai kemodern-an, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan kepada apa yang dianggap modern. Gondang Sabangunan dan Uning-uningan yang digunakan sebagai alat komunikasi dengan roh-roh nenek moyang dan sebagai pengiring seperti upacara perkawinan, upacara kematian, pesta tugu dan acara lainnya. Dalam tingkatan kebudayaan, penggunaan musik brass band menggeser peranan gondang sabangunan dengan menggantikan struktur dan repertoar musik dengan bentuk kaitan antara dua budaya yang berbeda, yaitu agama dan musik dengan pengtrankulturasian dua budaya (Batak dan Barat). Perubahan terjadi ketika brass band yang semula kedudukannya mengiringi nyanyian ibadah di gereja, akhirnya sudah digunakan dalam upacara adat tradisi Batak Toba. Dari tulisan ini, dapat dipahami bahwa perubahan konsep musik dalam masyarakat Batak Toba telah terjadi dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat pendukungnya. 12 1.6 Konsep Menurut Mely G. Tan (1990:21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita ingin menentukan hubungan empiris. Beberapa konsep yang berhubungan topik penelitian ini adalah memberikan batasan dari “penggunaan’ dan “fungsi” dalam musik, ia mengatakan bahwa “penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia, sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukannya. Dengan demikian “penggunaan” lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan “fungsi” lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya. “Perubahan” merupakan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu. Konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu berbeda; (3) di antara keadaan sistem sosial yang sama. 1.6.1 Gereja Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus. Ia lahir seiring kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus di dunia. Karena itu, apa yang disebut gereja perdana adalah persekutuan para murid Yesus dan ditambah dengan beberapa orang lain yang telah mengaku Yesus sebagai Tuhan dan menjadi saksi atas kebangkitanNya. Gereja lahir sekitar pada abad pertama biasa disebut sebagai gereja pada zaman rasul-rasul (apostolic age) kira-kira tahun 30100 M. 13 Gereja perdana ini memiliki semangat persekutuan, pelayanan, dan kesaksian yang kuat, sehingga iman Kristen mulai tersebar dari Yerusalem, seluruh daerah Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung dunia (Kis. 1:8). Salah seorang murid Yesus yang giat dalam pekabaran Injil ini adalah rasul Paulus. Ia mengabarkan Injil hampir di seluruh wilayah kekuasaan Romawi pada abad pertama, baik di kalangan orang-orang Yahudi diaspora maupun orang-orang bukan Yahudi. Selain rasul Paulus, para murid yang lain juga aktif mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Kata "gereja" atau "jemaat" dalam bahasa Yunani adalah ekklesia; dari kata kaleo, artinya "aku memanggil/memerintahkan". Secara umum ekklesia diartikan sebagai perkumpulan orang-orang. Tetapi dalam konteks Perjanjian Baru kata ini mengandung arti khusus, yaitu pertemuan orang-orang Kristen sebagai jemaat untuk menyembah kepada Kristus. Alasan mendasar bagi orang kristen beribadah di gereja adalah sebagai berikut; (1) Perintah Allah. Perintah ke 4 dari sepuluh perintah Allah mengatakan “Ingatlah dan kuduskanlah Hari Sabat” (Keluaran 20:8). Hal ini mengandung makna bahwa manusia wajib meluangkan waktu 1 hari dari seminggu untuk beribadah kepada Tuhan. Ibadah yang dimaksudkan bukan hanya yang bersifat pribadi atau keluarga, namun juga ibadah yang bersifat publik atau persekutuan dengan saudara seiman di gereja. “Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, yakni hari pertemuan kudus; janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah sabat bagi Tuhan di segala tempat kediamanMu.” (Imamat 23:3). Hal ini masih dilakukan 14 terus di jaman Yesus (Luk 4:16) dan pada jaman gereja mula-mula (Kisah 20:7); (2) Persekutuan dengan saudara seiman. Umat Kristen dipanggil keluar dari sistem dunia yang rusak dan bobrok ini untuk membentuk kumpulan jemaat yang kudus yang kemudian menjadi garam dan terang di tengah dunia. Memang betul bahwa kata gereja pada mulanya tidak mengacu kepada gedung gereja, namun bukan berarti tidak ada persekutuan, karena kata gereja justru mengacu kepada persekutuan orang percaya. Persekutuan orang percaya sangat penting karena menjadi tempat saling menguatkan, bersama-sama berjuang untuk hidup kudus, saling memperhatikan dan saling melayani satu dengan yang lain (I Tes 5:11, Ibr 10:24-25); (3) Tempat kita mengikuti perjamuan kudus dan baptisan. Dua Sakramen yang Tuhan sudah perintahkan untuk kita lakukan adalah perjamuan kudus dan baptis. Pada Perjamuan Kudus kita kembali mengingat kasih Yesus yang mati disalib menggantikan dosa kita. Yesus hadir secara rohani dalam roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus. Juga dalam Sakramen Baptis, umat Kristen merayakan pernyataan dan pengakuan kepada publik (jemaat) dari orang-orang yang terhisap dalam perjanjian kekal, yaitu orang-orang yang baru bergabung dalam kumpulan jemaat. Perjamuan kudus dan Baptisan hanya dapat dilakukan dalam pertemuan jemaat. Tidak ke gereja berarti tidak menaati Firman Tuhan dalam hal ini; (4) Mendengarkan Firman Tuhan. Dalam ibadah di gereja, pusat penyembahan jemaat berada pada mendengar pemberitaan Firman Tuhan. Dalam pemeliharaan dan kedaulatan Allah, hamba Tuhan yang menyampaikan Firman dapat dipakai untuk menegur, memberi nasehat atau malah pengertian yang justru melepaskan kita dari kegalauan yang kita alami; dan (5) 15 Untuk melayani. Setiap orang diberi talenta, karunia Roh Kudus yang berbedabeda antara seorang dengan yang lainnya. Karunia-karunia itu diberikan Tuhan untuk saling membangun dalam kehidupan berjemaat (1 Kor 14:26). Orang Kristen dipanggil bukan untuk menghidupi imannya seorang diri, tetapi untuk menjadi berkat bagi sesama. Tuhan meminta kita sebagai orang Kristen untuk saling memperhatikan dan saling melayani seorang akan yang lain. 1.6.2 Musik gereja5 Musik gereja disusun atas beberapa komponen, walaupun bagi orangorang yang berkecimpung di dalamnya tidak akan berkata apa-apa terhadap orang yang meneliti bagaimana musik gereja itu, serta membuat konsep apa itu musik gereja. Musik gereja akan memiliki beragam defenisi, sangat tergantung dari subyek yang menilainya. Bagi seorang musisi gereja, musik gereja merupakan sebuah program peran serta dalam paduan suara dan kelompok musik; sebuah saluran bagi ungkapan sendiri; sebagai penampilan tunggal; pemimpin dan pengiring; sebuah arti menyeluruh dimana ia mampu menuliskan talenta musiknya dan berlatih menerapkan dengan baik; sering sebagai sumber penghasilan dan lebih penting lagi sebagai bukti melayani Tuhannya dan gerejanya. Agar lebih memahami seluruh fungsi dari musik gereja, seseorang harus mempelajari cara menghargai satu sama lain dari segala aspek dan melihat hasil keseluruhan dari lembaga musik gereja kepada setiap individu di gereja lokal, di 5 John F Wilson. 1965. An Introduction to Church Music. Moody Press. Chicago, hal.7 16 luar lembaga, bahkan sampai lintas luar wilayah. Sebelum mempelajari perbedaan karakteristik dari musik gereja, pertama kita harus mengakui fakta dari musik itu sendiri. Oleh karena fungsinya sama di segala cara sama seperti musik-musik yang lain untuk beberapa poin tertentu, yakni mendapatkan hasil yang sama. Musik adalah hal yang pasti diantara sains dan seni. Keduanya melibatkan komposisi, pertunjukan, dan banyak faktor pendegar akan musik. Meskipun faktanya sangat sulit untuk memutuskan hanya berdasarkan dimana yang satu akan berakhir dan yang lainnya akan dimulai. Sangat penting untuk mempertimbangkan aspek penambahan untuk keduanya. 1.6.3 Musik dalam ibadah Musik memegang peranan yang sangat penting dalam masyarakat jaman sekarang, karena musik mempunyai kegunaan dan fungsi di dalam kehidupan manusia. Musik dipakai sebagai alat untuk menyampaikan arti, identitas diri dari masyarakat itu sendiri. Konsep musik dalam ibadah harus sesuai dengan Firman Allah dan segala sesuatu yang mendukung itu haruslah sesuai dengan alkitabiah. Musik merupakan sebuah kebutuhan bagi jemaat yang harus dipenuhi oleh gereja dalam setiap ibadah. Dengan penyajian musik dalam ibadah berarti gereja telah memenuhi kebutuhan jemaat. Ibadah bertujuan sebagai wadah jemaat berkomunikasi dengan Sang Khalik, fakta sosialnya tidak terlepas dari musik sebagai media doa yang dipanjatkan. berarti bermanfaat bagi sesuatu, Musik dalam ibadah secara fungsional dalam sosiologi berkaitan dengan tindakan manusia, yang selalu merupakan tindakan yang bertujuan tertentu, tanpa 17 mempersoalkan apakah tujuan itu disadari atau tidak. Sehingga jelas, bahwa musik dalam ibadah dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yakni berkomunikasi dengan Allah, yang dilakukan secara sadar maupun tidak.6 1.6.4 Musik tiup Tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam. Menurut teori Curt Sachs dalam Wellsprings of Music, pengelompokan musik tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup brass termasuk dalam kelompok aerofon yakni sumber bunyi berasal dari udara (1962:97-98), yang dimaksud dengan klasifikasi ini adalah sumber getar berasal dari bunyi yang dihasilkan oleh udara. Awalnya, bahan untuk instrumen logam ini terbuat dari kuningan dan sering dinamai brass, dapat menghasilkan bunyi musikal wind blow (cara ditiup). Kelompok instrumen ini disebut dengan brasses (kuningan) yang berasal dari tahun 1820-an di tempat asalnya di Inggris. Sadie dalam The New Grove Dictionary Of Music mengatakan bahwa musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya terdiri dari instrumen logam kuningan yang berasal dari tahun 1820-an (1980: 209). Musik tiup digunakan oleh resimen cavalery (pasukan berkuda) yang dipakai untuk pemberi semangat dalam berperang dan menjadi sangat terkenal teristimewa di Inggris dan Amerika Serikat. Di Inggris musik tiup menjadi tradisi militer bersama-sama dengan musik tiup kayu; di Amerika Serikat kebanyakan ensembel (musik) memakai bahan 6 Bruce Leafblead, 1999. Music and Worship (Syllabus). Southwestern Baptist Theological Seminary, hal. 5. 18 kuningan dan kayu pada tahun 1800-an. Tradisi musik tiup yang pada awalnya muncul di benua Eropa dan Amerika, dewasa ini menjadi tradisi kebudayaan musik bagi bangsa lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hasil kontak kebudayaan Eropa dengan kebudayaan lain melalui daerah-daerah koloni jajahan mereka dan mempunyai hubungan dengan ekspansi bangsa Eropa ke berbagai penjuru di dunia melalui bentuk infiltrasi kebudayaan, penyebaran agama dan perdagangan antar benua. Soeharto (1992:17) lebih detail menyebutkan tentang musik brass yaitu: Alat musik tiup logam. Bukan hanya dibuat dari logam, melainkan karena bunyinya yang kuat seperti bunyi logam, misalnya: trumpet, trombone, horn dan tuba. Sedangkan saxofon dan flute tidak termasuk di sini, walaupun seluruh bagiannya terbuat dari logam tetapi dibedakan dari reed sebagai sumber getar yang membedakannya. Pengaruh musik luar, dalam sebutan musik Barat yang datang dalam komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja pertama di tanah Batak. Missionaris membawa instrumen musik aerophone trumpet selain harmonium (organ pipa yang disandang) yang digunakan di gereja dalam mengiringi nyanyian-nyanyian kebaktian. 1.6.5 Defenisi musik koor Menurut H. A. Pandopo7 istilah koor ini sebenarnya berasal dari kata khorusi dalam bahasa Latin atau khoros dalam bahasa Yunani, yang berarti dua 7 H.A.Pandopo. 1984. Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun Untuk Pengadaan Nyayian Gereja. BPK Gunung Mulia, hal, 21. 19 kelompok penyanyi atau penari. Istilah ini kemudian diambil alih dan digunakan di dalam gereja untuk menyebutkan dua kelompok penyanyi yang bernyanyi secara berbalas-balasan dalam ibadah jemaat. Lambat laun, kelompok penyanyi itu sendiri disebut menurut istilah tersebut: di Belanda sebagai koor/ zangkoor dan di Inggris sebagai choir. Dewasa ini, istilah “koor” masih digunakan juga dalam beberapa literatur tentang musik dan nyanyian gereja. Dengan demikian, istilah paduan suara di dalam bahasa Indonesia cukup tepat, sebab istilah tersebut lebih menekankan sifat dan karakter kelompok penyanyi ini. Mereka bukan kelompok penyanyi yang di dalam gereja, harus bernyanyi silih-berganti dengan jemaat sebagaimana penampilan klasiknya, melainkan juga menekankan perpaduan yang harmonis baik antara suara masingmasing penyanyi yang bernyanyi bersama-sama, serta keseimbangan yang serasi antara masing-masing kategori/ tipe suara penyanyi (Sopran, Alto, Tenor dan Bas). Istilah paduan suara merujuk kepada suatu kelompok penyanyi yang bernyanyi secara bersama-sama. Dari pengertian ini seluruh jemaat yang bernyanyi pun dapat dikelompokkan sebagai suatu paduan suara. Akan tetapi, di dalam perkembangan seni suara di Indonesia, istilah paduan suara telah digunakan secara khusus untuk menyebutkan suatu kelompok penyanyi (biduan) yang bernyanyi dalam dua jenis suara (sopran dan alto) atau lebih (sopran, alto, tenor dan bas). Binsar Sitompul8, salah seorang ahli musik Indonesia, memberikan batasan bagi istilah paduan suara sebagai suatu himpunan sejumlah penyanyi yang 8 Binsar Sitompul. 1986. Paduan Suara dan Pemimpinnya. BPK Gunung Mulia, hal., 21. 20 dikelompokkan menurut jenis suaranya. Jenis suara yang ia maksudkan di sini adalah jenis suara yang dikenal dan diklasifikasikan dalam ilmu seni suara, yakni sopran/ mezzo-sopran (jenis suara anak-anak atau jenis suara tinggi dari kaum perempuan) dan alto (jenis suara yang rendah/ berat dari kaum perempuan), tenor (jenis suara yang tinggi dari kaum lelaki) dan bas/ bariton (jenis suara yang rendah/ berat dari laki-laki). Paduan suara terdapat secara umum di dalam masyarakat umum sebagai suatu bentuk seni suara yang klasik. Sub bab ini secara khusus membahas paduan suara yang berkembang di dalam kehidupan gereja sebagai kelompok biduan dalam rangka peribadahan atau kesaksian gereja ke luar kepada masyarakat umum kata “gerejawi” menyiratkan eksistensi paduan suara tersebut sebagai suatu kelompok penyanyi yang berciri kegerejaan. Artinya paduan suara itu memiliki karakter religius dalam tampilan dan misinya. Dengan kata lain, sifat gerejawi itu mengharuskan Paduan Suara Gerejawi tunduk pada kriteria-kriteria teologis (Liturgis). Sebenarnya dari segi ilmu seni suara, Paduan Suara Gerejawi (PSG) tidak berbeda dengan paduan suara lainnya di dalam masyarakat. Namun demikian, yang membuatnya berbeda adalah kekhususannya sebagai paduan suara yang berciri kristiani atau gerejawi tersebut. Dalam hubungan ini, dapat dikatakan bahwa “tempat kehidupan” (setting of life) dari PSG adalah di dalam kehidupan gereja dan tanpa lingkungan kehidupan gereja, suatu PSG tidak dapat hidup. Ia dibutuhkan di dalam gereja sebagai salah satu kelompok biduan pendukung ibadah. Nyanyian yang dibawakannya berhubungan erat dengan peribadahan 21 Kristen atau dengan seluruh ekspresi iman Kristen di dalam gereja itu sendiri maupun kepada masyarakat luas. Pada masa-masa tahun 1960-an, banyak orang lebih suka menggunakan istilah koor atau zangkoor, yang mungkin dipengaruhi oleh kata pinjaman dari bahasa Belanda, karena pada masa itu istilah “paduan suara” belum populer. Di samping itu pada masa penjajahan dahulu, istilah “koor” juga digunakan di dalam partitur nyanyian gereja untuk menandai bagian nyanyian yang harus dinyanyikan secara bersama-sama oleh seluruh jemaat atau yang harus diulangi oleh para penyanyi; jadi sama seperti fungsi refrein dalam partitur nyanyian sekarang ini9. 1.6.6 Konsep music box gereja Music Box Gereja adalah penemuan pertama di dunia yang dikembangkan oleh tim musik gereja HKBP untuk memenuhi kebutuhan pelayanan musik liturgi / gereja dalam setiap aktifitas pujian / bernyanyi memuji Tuhan baik dalam acara kebaktian umum, pernikahan, penghiburan, kebaktian rumah tangga, ataupun kebaktian kategorial gereja. Obsesi tim musik gereja / liturgi adalah membangkitkan semangat pujian dalam setiap ibadah dengan pelayanan musik yang terbaik untuk Tuhan kita Yesus Kristus. Dengan demikian MBG menjadi solusi atas kendala pelayanan musik pada setiap kegiatan kebaktian gereja anda. Music Box Gereja adalah satu perangkat laptop yang menggunakan platform LINUX serta berfungsi khusus mengiringi nyanyian / lagu. Program ini dirancang dan disusun secara profesional oleh Tim IT MBG bekerja sama dengan para musisi yang khusus memahami musik liturgi dan profesional yang dipimpin oleh 9 Ibid. 22 St. Drs. Nurdin Doloksaribu, MSi untuk melakukan rekaman lagu-lagu gereja sesuai dengan partitur yang resmi baik yang dikeluarkan Yamuger atau Terbitan Lembaga Gereja lainnya. Iringan musik Box Gereja disesuaikan dengan karakter lagu dan tema lirik sehingga ada berbagai type iringan musik yang telah kami buat dalam MBG ini yaitu : Orchestra Classic, Orchestra Populer, iringan full band, etnis (tradisional). Lembaga gereja yang pertama kali menggunakan MBG ini adalah HKBP, kemudian Tim MBG melakukan perluasan pelayanan ke seluruh denominasi gereja di Indonesia (GKI, GKPI, GKPS, GBKP, Gereja Kharismatik, GKJ, Gereja Pasundan, Toraja, GPIB, Gereja Indonesia bagian Timur dalam hal ini gerejagereja di Irian Jaya). MBG ini telah disosialisasikan di YAMUGER Jakarta, seluruh pendeta gereja HKBP dan di berbagai gereja denominasi Indonesia. Tim MBG dipimpin oleh bapak St. Drs Nurdin Doloksaribu, MSi dibantu oleh para musisi Hendro Lumbantoruan (musisi / guru musik dan pengajar koor di HKBP Perumnas II Bekasi), Junaedi Baroes (Guru musik / musisi dan pengajar koor di GBKP, dan sedang menyelesaikan study musik S1 di Institut Kesenian Jakarta dan juga seorang musisi ethnis khusus Karo), Pendeta JAU Doloksaribu, M.Min (beliau adalah juara II tingkat dunia pengarang lagu liturgi yang diselenggarakan di Philipine tahun 2010, seorang musisi gerejani yang sangat handal), Resman Yohanes (beliau seorang musisi trumpet dan lulusan sastra Inggris Universitas Indonesia) dibantu para musisi ethnis yang sifatnya part-time dari GKPS, gereja Toraja, GKPI, gereja Pasundan dan GKJ, khusus pengeditan 23 teks / lirik lagu berbahasa Jawa kami mendatangkan bapak pendeta Riagung Putra Nugraha, STH dari gereja GKJ Mijen Klasis Purwodadi. 1.6.7 Jemaat Istilah ‘Jemaat’ Yunani). sebenarnya berasal dari kata ekklesia (dalam bahasa Kata ekklesia kemudian diterjemahkan menjadi sidang jemaat Allah. Kata ekklesia berarti “orang-orang yang dipanggil keluar.” Kata ekklesia tidak pernah berarti bangunan atau aliran. Sidang jemaat adalah suatu himpunan istimewa yang terdiri dari orangorang yang mendengar dan menurut panggilan Allah. Mereka bertobat dari dosa, percaya kepada Yesus Kristus, dilahirkan kembali oleh Roh Suci, dan sekarang sebagai milik Allah mereka hidup dalam kesucian. Tanah air mereka ada di sorga (Roma 1:6,7; Efesus 5:25-28; Filipi 3:20). Arti ‘Jemaat HKBP’ dalam tulisan ini adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Berdasarkan pengertian ‘Jemaat HKBP’ ini maka semua unsur yang terdapat dalam lingkup gereja HKBP adalah termasuk dalam istilah ‘Jemaat HKBP’ yang meliputi: Pendeta Resort, Guru Huria, Bible Vrouw, Sintua (penetua gereja), tim musik, peserta koor dalam gereja dan ruas ni huria HKBP Helvetia (jemaat gereja). 24 1.6.8 Ibadah Ibadah mempunyai pengertian yang sama dengan istilah ‘Kebaktian’. Menurut Abineno10: “Ibadah adalah suatu pertemuan umat Allah dan jemaat dalam bentuk dialog, dimana Allah berfirman dan manusia mendengar, Allah memberi dan jemaat menerima serta mengucap syukur, Allah mengampuni dan jemaat memuji namaNya.” A.A. Sitompul mengatakan “Ibadah adalah persekutuan dengan Allah dan sesama manusia dalam menjawab kasih Allah dengan mengucap syukur dan memuji serta mengingat karya Tuhan.” Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa ibadah adalah adanya suatu pertemuan umat Allah dengan manusia dalam bentuk dialog, nyanyian, pembacaan firman Tuhan dan juga doa. 1.6.9 Syair lagu Di dalam kamus musik11 M. Soeharto mengemukakan syair adalah teks, atau kata–kata lagu, dengan kata lain suatu komposisis puisi yang sering dilakukan oleh pencipta musik. Tanpa syair maka tidak dapat mengetahui makna maupun tujuan dari sebuah komposisi musik, karena syair merupakan inti dari sebuah lagu. Menurut Badudu-Zain12, syair atau teks adalah kata-kata yang asli dibuat oleh pencipta lagu. Sigmund Freud dalam Migdolf13 mengemukakan bahwa syair lagu adalah kata-kata yang keluar dari hati dan keluar dari mulut serta 10 Abineno, 1995. hal., 5. M. Soeharto. 1992. Kamus Musik. Gramadia Widia Sarana Indonesia. hal., 131 12 Zain Badudu. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. hal,. 11 1455. 13 Migdolf, 2002 hal., 52 25 diurapi oleh lidah. Syair adalah kata-kata yang terdapat dalam sebuah komposisi musik melalui syair maka dapat diketahui makna dan tujuan dari sebuah lagu. 1.7 Teori Menurut Kerlinger (1973), teori adalah sebuah satu konsep atau construct yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, sebagai landasan cara berfikir bagi penulis dalam membahas permasalahan penelitian ini, diperlukan teori-teori yang berhubungan dengan disiplin ilmu etnomusikologi untuk untuk menunjang data-data atau informasi yang diharapkan bagi penelitian. 1.7.1 Teori fungsionalisme Malinowski mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak dan 26 pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranatapranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi (Koentjaraningrat, 1987:167), yaitu: 1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat; 2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan; 3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu. Contohnya: unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhuan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam 27 pengumpulan makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang manjamin kelangsungan kewajiban kerja sama tersebut di atas. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para warga masyarakat. Berkenaan dengan penggunaan dan fungsi musik, penulis akan murujuk pada teori yang ditawarkan Allan P. Merriam (1964 : 223-226) dalam bukunya The Anthropology of Music yaitu: penggunaan (uses) dan fungsi (function) merupakan salah satu masalah yang terpenting didalam Etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam konteksnya atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan fungsi musik berkaitan dengan tujuan pemakaian musik tersebut. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Ketika saya mengkaitkan tentang penggunaan musik dalam ibadah, maka akan menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam lingkungan gereja, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat istiadat (ibadah), baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain. Di dalam buku Alan P. Merriam juga disebutkan bahwa terdapat sepuluh fungsi musik dalam ilmu etnomusikologi yaitu (1) Fungsi pengungkapan emosional; (2) Fungsi pengungkapan estetika; (3) Fungsi hiburan; (4) Fungsi komunikasi; (5) Fungsi perlambangan;(6) Fungsi reaksi jasmani; (7) Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial; (8) Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara 28 keagamaan; (9) Fungsi kesinambungan kebudayaan; dan (10) Fungsi pengintregasian masyarakat. Toeri ini akan penulis gunakan untuk membahas penggunaan dan fungsi musik gereja di HKBP Pasar Melintang. 1.7.2 Teori perubahan Menurut Carol R. Ember (1987:32), suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat. Merriam (1964:172) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga dapat berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut. Selain itu, teori perubahan yang digunakan dalam penelitian ini juga bertitik tolak dari persepektif materialistis. Marx (dalam Lauer, 1993:205) secara ringkas menghimpun mekanisme perubahan dengan ungkapan: “Kincir angin menimbulkan masyarakat feodal;” “mesin-uap menimbulkan masyarakat kapitalis-industri.” Selanjutnya Velben dan Ogburn yang sangat dipengaruhi oleh Marx, menekankan pentingnya pengaruh teknologi terhadap perubahan. Velben menyatakan bahwa pola keyakinan dan perilaku manusia, terutama dibentuk oleh cara mencari nafkah dan mendapatkan kesejahteraannya, yang selanjutnya disebut sebagai fungsi teknologi. Ogburn menyatakan bahwa manusia selamanya 29 berupaya memelihara dan dan menyesuaikan diri dengan alam yang senantiasa diperbaharui oleh teknologi. Velben dan Ogburn (dalam Lauer, 1993:112-116) menunjukkan bagaimana cara perubahan teknologi menimbulkan masalah bagi manusia dalam empat hal, yaitu (1) teknologi sebagai satu faktor yang sangat mempengaruhi perubahan. Pandangan ini lebih mencerminkan pandangan Ogburn. Di sisi lain Velben menganggap teknologi sebagai sebagai pendorong perubahan; (2) teknologi sebagai kekuatan berpengaruh yang tidak terelakkan terhadap perubahan; (3) teknologi sebagai “juru selamat”; dan (4) teknologi sebagai anti agama Kristen. Keempat pandangan tersebut, walaupun telah memberikan manfaat yang besar dalam perubahan kebudayaan, telah mendapat kritikan berdasarkan kasuskasus tertentu yang diteliti pada ahli antropologi lainnya. Epstein dalam penelitiannya di dua desa di India Selatan, menyimpulkan bahwa satu desa yang telah mengenal sistem irigasi (unsur teknologi) telah meningkatkan kemakmuran, namun tatanan sosialnya tidak berubah sama Randall (dalam Sztompka, 2004: 3) mengatakan, berbicara tentang sebuah perubahan, adalah membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya, ciri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat-meski terus berubah. Selanjutnya, Sztompka mengatakan bahwa konsep dasar perubahan 30 sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu berbeda; (3) di antara keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan yang terdapat dalam gereja HKBP terkait musik gereja adalah perubahan dalam hal pola pikir, perubahan dalam penggunaan instrument alat musik dalam mengiringi ibadah gereja dan perubahan komposisi himne gereja. 1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Pendekatan penelitian Metodologi yang digunakan dalam tulisan ini, adalah hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang membidangi pengkajian seni, salah satunya adalah disiplin etnomusikologi. Hal ini berhubungan dengan penelitian yang dilakukan di lapangan merupakan ciri khas studi etnografi dalam antroplogi budaya. Karena etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan yang dilakukan secara mendetail. Aktivitas penelitian ini dapat digunakan untuk memahami pandangan hidup melakukan aktivitas musik dari sudut pandang masyarakat Batak selaku pemilik kebudayaan ini. Cara yang dilakuan dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, baik berupa tulisan atau pernyataan dari seseorang atau suatu perilaku aktor, maupun fenomena tertentu yang dapat diamati oleh seorang peneliti. Seperti diungkapkan Malinowski bahwa tujuan penelitian dengan metode etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, mendapatkan pandangannya mengenai dunianya (Malinowski, 1922:25). untuk 31 Metodologi akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspekaspek teoritis, konseptual, metode dan teknik penelitian. Gambaran ini sesuai dengan pendapat Gorys Keraf yang menyebutkan metodologi sebagai kerangka teoritis yang dipergunakan penulis untuk menganalisa, mengerjakan atau mengatasi masalah yang dihadapi itu. Kerangka teoritis atau kerangka ilmiah yang akan diterapkan dalam pelaksanaan tugas itu. Melalui metode-metode yang digunakan, penerima usul dapat menilai apakah dapat diharapkan hasil yang memuaskan atau tidak pada tempat dan kondisi tertentu. (Keraf, 1984: 310) Penelitian adalah suatu kegiatan yang terorganisir atau sistematis guna memperoleh solusi atau pemecahan terhadap satu atau lebih problema, maka penelitian ini dilakukan atas 2 (dua) sudut pandang, yakni studi teks dan konteks. Studi teks tentu behadapan pada kajian struktural, sedang studi kontekstual lebih dekat pada kajian fungsional. Karena dalam pengkajian ilmu dalam bidang seni dapat dibagi dalam beberapa cabang seni, salah satunya adalah pertunjukan seni atau pertunjukan kebudayaan yang didalamnya termasuk seni musik, tari, teater. 14 Fokus dari penelitian ini adalah bagaimana memahami peranan dan fungsi musik gereja dalam ibadah yang dilakukan serta melihat sejauh apa perubahan konsep musik gereja HKBP yang telah terjadi dan melihat aspek apa sebenarnya konsep musik gereja yang masih berlangsung hingga saat ini. 14 Lihat Murgiyanto (1995) dalam Muhammad Takari, et al ”Masyarakat Kesenian di Indonesia”. Studia Kultura Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 32 1.8.2 Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di gereja HKBP Pasar Melintang Medan, akan tetapi untuk melihat perubahan penggunaan alat musik di gereja HKBP penulis melakukan observasi di berbagai gereja di Kota Medan seperti Gereja HKBP Sudirman, Gereja HKBP Simpang Limun dan Gereja HKBP Dame. Gereja HKBP tersebut di atas setidaknya sudah mewakili bagaimana perubahan konsep musik gereja yang terjadi saat ini. Penulis adalah jemaat di Gereja HKBP Pasar Melintang, mulai dari mahasiswa sudah aktif dalam paduan suara Concordia Universitas HKBP Nommensen. Dalam perjalanannya, penulis banyak terlibat dalam berbagai paduan suara dan sudah mengujungi berbagai gereja dalam evangelisasi koor. Berdasarkan pengamatan penulis, bahwa gereja telah terjadi perubahan dalam variasi bentuk musik pengiring di gereja-gereja. 1.8.3. Observasi / teknik pengumpulan data Observasi atau pengamatan sebagai suatu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengacu kepada Harsja W. Bachtiar dalam Koentjaraningrat (1991: 108) mengatakan bahwa usaha pengamatan atau observasi yang cermat, dapat dianggap merupakan salah satu cara penelitian ilmiah yang paling sesuai bagi para ilmuan dalam bidang ilmu-ilmu sosial di negara-negara yang belum dapat mengembangkan prasarana penelitian yang memerlukan biaya amat banyak. Pengumpulan bahan keterangan mengenai kenyataan yang hendak dipelajari 33 dengan menggunakan cara pengamatan, dapat diselenggarakan oleh seorang peneliti atau kelompok peneliti. Secara kebetulan penulis bertempat tinggal di daerah Kota Medan dan dari dulu sewaktu kuliah S.1 di Universitas HKBP Nommensen aktif dalam paduan suara Concordia yang selalu dalam kegiatannya melakukan kunjungan gereja di berbagai gereja HKBP. Sebagai anggota paduan suara waktu mahasiswa dan sampai saat ini masih aktif dalam berbagai paduan suara, penulis sudah melihat dan menemukan bahwa konsep musik gereja di berbagai gereja HKBP telah terjadi perubahan dan itu sepertinya sudah menjadi kecenderungan pada saat ini. Fokus perhatian pada saat itu adalah mengamati bagaimana otoritas gereja dan pemusik di gereja terhadap konsep musik yang dibentuk, mengamati bagaimana suasana peribadatan dengan konsep musik yang ditampilkan, mengamati jenis-jenis musik yang digunakan, serta hal-hal lain yang terjadi pada pelaksanaan ibadah. 1.8.4 Wawancara Koentjaraningrat (1991:162) mengatakan bahwa wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendiriannya dalam suatu masyarakat, dan sekaligus merupakan bagian penting ketika melakukan observasi. Wawancara merupakan proses tanya jawab antara peneliti dengan informan tentang satu masalah yang diteliti. Selain itu, wawancara juga sangat mendukung guna melengkapi data yang diperoleh dari pengamatan, maupun dari data pustaka yang ada. 34 Berkaitan dengan tema penelitian ini adalah tentang peranan, fungsi, perubahan dan kountinitas musik gereja di HKBP, penulis menentukan informan dari beberapa otoritas di gereja HKBP. Selanjutnya wawancara dilakukan dengan beberapa seniman musik gereja yang masih dalam kegiatan ibadah, guna mendapatkan data yang menyeluruh, baik tentang perenan, fungsi, perubahan dan kontinuitas musik gereja. 1.8.5 Dokumentasi Pertama akan ditelusuri data sekunder yang terkait dengan masalah peranan, fungsi, perubahan dan kountinitas musik gereja di HKBP. Penelusuran ini dilakukan untuk mengetahui tentang kondisi dan perubahan konsep musik gereja yang saat ini sedang berlaku dilacak melalui buku-buku, majalah, jurnal, surat kabar, tesis (hasil penelitian) dan media elektronik seperti internet. Berikutnya, data-data penelitian yang membahas seputar HKBP dan budaya masyarakat Batak Toba dapat diperoleh melalui buku-buku, dokumentasi seminar, dan jurnal yang terbit dalam lingkup kebudayaan daerah Batak Toba. Seluruh data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh sebelum dan selama berada di lapangan mengadakan penelitian. Bahan-bahan ini akan dikumpul untuk dianalisis kaitannya dengan hasil penelitian. 1.8.6 Analisis data Analisis data, menurut Patton adalah: “ mengatur urutan data, mengorganisasikanya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar’. 35 Taylor mendefenisikan : “ Analisis data merupakan proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesa (ide), seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hiportesis itu”. Maka dari pendapat diatas penulis menggunakan teori tersebut dengan menarik garis bawah analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data yaitu data yang terkumpul yang terdiri dari catatan lapangan dan komentar penelitian gambar. Foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan penulis dalam menganalisis data ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan memberikan kode, dan mengkategorikannya. Pengorganisasiannya dan pengelolaan data dilakukan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substansi. Analisis data dilakukan penulis dalam suatu poses-proses berarti pelaksanaannya sudah mulai sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meninggalkan lapangan. Setelah melakukan langkah-langkah ini penulis menganalisis hasil wawancara yang kemudian menghasilkan satu kesimpulan. 1.8.7 Pengecekan keabsahan data Dalam teknik pengecekan keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Penulis menggunakan 36 teknik triangulasi sesuai dengan teori Patton mengatakan trigulasi sesuai dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang Pemerintahan. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 1.8.8 Tahap-tahap penelitian Bogdan mengatakan 3 tahap penelitian yakni : (1) Pralapangan; (2) Kegiatan Lapangan; dan (3) Analisa intensif ( analisa data). Sesuai dengan teori Bogdan maka, sebelum penulis terjun ke lapangan penelitian ada tahap-tahap yang penulis lakukan yakni : 1. Tahap Pra lapangan. Dalam tahap pralapangan ada enam kegiatan yang harus dilakukan penelitian pada tahap ini yaitu : (i) Menyusun rancangan kualitatif paling tidak, latar belakang masalah dan pelaksanaan penelitian, 37 kajian pustaka dan lain-lain; (ii) Memiliki lapangan penelitian, Bogdan menyatakan bahwa pemilihan lapangan itu harus ditentukan dulu sebelum peneliti terjun ke lokasi. (iii) Mengurus perizinan, penelitian harus mengurus izin dari siapa saja yang berkuasa dan berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian; (iv) Menjejaki dan menilai keadaan lapangan, tahap ini merupakan tahap bagaimana penelitian masuk lapangan dalam arti mulai mengumpulkan data yang sebenarnya. Penjajakan dan penilaian lapangan penulis lakukan terlebih dahulu dari kepustakaan atau mengetahu melalui dari orang dalam tentang situasi dan kondisi daerah tempat penelitian penulis. Sebelum menjajaki lapangan terlebih dahulu penulis mempunyai gambaran umum tentang geografi, sejarah yang membantu penulis dalam penjajakan. 2. Menyiapkan perlengkapan penelitian. Penulis menyiapkan perlengkapan penelitian yang diperlukan. Sebelum penelitian dimulai, peneliti memerlukan izin mengadakan penelitian, kontrak daerah yang menjadi latar penelitian melalui orang yang dikenal atau jalur lainnya. Hal- hal yang perlu juga dipersiapkan oleh peneliti misalnya alat tulis, seperti ball point, kertas, buku catatan, map, klip, kartu, alat perekam dan kamera foto. 3. Persoalan etika penelitian. Ciri utama penelitian kualitatif adalah orang sebagai alat yang mengumpulkan data. Dalam pengamatan berperan serta, wawancara-wawancara pengumpulan dokumen, foto dan sebagainya. Seluruh metode ini menyangkut hubungan penelitian dengan orang yang dijadikan informal. 38 1.8.9 Tahap pekerjaan lapangan Pada tahap pekerjaan terdiri dari 3 bagian yang harus peneliti laksanakan; 1.8.9.1 Memahami latar penelitian Dalam memahami latar penelitian ada hal-hal yang perlu dilakukan : a. Pembatasan latar penelitian, untuk memasuki pekerjaan lapangan, penelitian perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. b. Penampilan, penampilan yang dimaksud adalah penampilan penelitian itu sendiri harus disesuaikan dengan kebiasaan adat, tata cara, dan kultur latar penelitian. c. Pengenalan hubungan penelitian dilapangan penelitian memamfaatkan pengamatan pada tahap ini, maka hendaknya penulis menjaga hubungan akrab antara subjek dan penelitian dapat dibina. d. Jumlah waktu studi, penulis harus berpegang pada tujuan, masalah dan jadwal yang telah disusun sebelumnya. Waktu studi tidak boleh berkepanjangan karena akan menambah biaya penelitian bagi penulis. 1.8.9.2 Memasuki lapangan Dalam hal ini penulis melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Keakraban hubungan, sikap penelitian hendaknya pasif, hubungan yang perlu dibina tidak ada dinding pemisah diantara penelitian dan subjek yang sudah ditentukan. b. Mempelajari bahasa, jika penelitian berasal dari latar yang lain, penelitian harus mempelajari bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang berda pada latar penelitian. 39 c. Peran peneliti, sewaktu ada pada penelitian, peneliti akan terjun kedalamnya dan akan ikut berperan serta didalamnya. 1.8.9.3 Berperan serta mengumpulkan data Dalam tahap ini penulis melaksanakan hal-hal sebagainya: a. Pengarahan Batas Studi, pada waktu menyusun usul penelitian batas studi telah ditetapkan bersama masalah dan tujuan penelitian. b. Mencatat data, penulis menggunakan catatan lapangan (Field notes). Yang merupakan catatan hasil pengamatan. Wawancara, atau menjelaskan kejadian tertentu. 1.9 Sistematika Penulisan Bab I merupakan Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Pokok Masalah dan Tujuan Penelitian, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penulisan, Tinjauan Pustaka, Landasan Konsep dan Teori dan Metode Penelitian (Pendekatan Penelitian, Kehadiran Peneliti, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap -Tahap Penelitian, Tahap Pekerjaan Lapangan, dan Sistimatika Penulisan). Bab II Sejarah Singkat Gereja HKBP, Bab III membahas Tata Ibadah Gereja HKBP dan Perkembangan musik gereja secara umum sampai dengan musik gereja di HKBP. Bab IV Penggunaan dan Fungsi Musik Gereja dalam Ibadah Gereja HKBP Pasar Melintang Medan, Bab V akan membahas Perubahan Musik Gereja HKBP dan Bab VI adalah bagian penutup berupa kesimpulan dan saran. 40 BAB II TINJAUAN UMUM GEREJA HKBP Pembahasan dalam Bab difokuskan pada sejarah singkat gereja HKBP secara umum dan sejarah mengenai gereja HKBP Pasar Melintang Medan. Pembahasan sejarah gereja HKBP secara umum akan memberikan informasi tentang berdirinya HKBP pada awalnya sampai pada tahapan perkembangan HKBP selanjutnya. Tujuan pembahasan mengenai berdirinya HKBP Pasar Melintang Medan adalah untuk memberikan informasi tentang bagaimana awal dan latar belakang pendirian gereja tersebut serta perkembangannya. 2.1 Sejarah Berdirinya HKBP HKBP berdiri pada tanggal 7 Oktober 1861, tanggal itu menjadi titik balik sejarah penginjilan dan sejarah gereja HKBP. Sejarah penginjilan dan sejarah gereja adalah ibarat dua sisi dari satu mata uang yang sama. Gereja tanpa penginjilan bukanlah gereja. Itulah sebabnya peristiwa 7 Oktober 1861 diartikan dan dimaknai dari dua segi, yakni penginjilan dan gereja. Pada awalnya tanggal 7 Oktober 1861 adalah titik balik penginjilan dari lembaga sending Rhein di dunia ini. Karena jauh sebelum tahun 1861 sending Rhein telah membuka daerah penginjlannya di Namibia – Afrika Selatan, Cina, Kalimantan dan di Afrika Utara. Tetapi sejak 7 Oktober 1861 dibuka suatu daerah penginjilan baru di Sumatera, “Bataklanden” atau Tanah Batak. Daerah penginjilan baru ini di beri nama “ Battamission” yang kemudian disebut “ Batak mission “ atau “Mission – Batak “. Tanggal lahir Batak Mission di 41 tentukan pada 7 Oktober 1861 bertepatan dengan tanggal dari rapat pertama para penginjill utusan RMG (Rheinische Mission Gesselschaf) di Tanah Batak. Badan Zending (penginjilan) RMG berdiri di Barmen, Jerman pada tahun 1828 sebagai gabungan badan-badan zending di Jerman yang dilatarbelakangi kesalehan, kebangunan rohani dan kebangunan pekabaran Injil. Pada tanggal tersebut, dua misionaris RMG yang sebelumnya bekerja di Kalimantan yakni Klammer dan Betz bersama dua misionaris dari Ermelo, yakni van Asselt dan Heine melakukan Rapat di Sipirok untuk memulai pekerjaan RMG di tanah Batak. Di samping itu, pada tahun itu juga ditandai dengan masuknya orang Batak menjadi Kristen untuk pertama kalinya yakni Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar, melalui baptisan kudus yang dilakukan Pdt Van Asselt di Sipirok.15 Nama “Batak Mission” telah melekat dalam ingatan para penginjil RMG dan juga umat Kristen Batak yang terhimpun dalam berbagai huria/jemaat. Penginjil Dr. Johannes Warneck (Ephorus sejak 1920-1932) menulis sebuah buku dalam rangka dalam menyambut jubileum Batak- Mission ke-50 dan 60 tahun dengan judul : “Sechzing Jahre Batakmission in Sumatera “ (60 tahun Mission – Batak di Sumatera). 16 Pemaknaan sedemikian juga telah dijemaatkan oleh para pelaku sejarah “Batakmission “ sejak 1905 : tanggal 7 Oktober 1861 adalah hari jadi “Batak Mission“ di Tanah Batak. HKBP mengadakan pesta Jubileum ke 75 tahun pada tahun 1936. pada kesempatan tersebut, diterbitkanlah Buku jubileum sebagai hasil karya tulis 15 Moksa Nadaek, et al. 1995. Krisis HKBP. Biro Informasi HKBP J. Warneck.1925. “Sechzing Jahre Batakmission in Sumatera” ( 60 tahun Mission – batak di Sumatera). Berlin. 16 42 majelis pusat HKBP. 17 Lembaga pengiilan RMG terpaksa mengakhiri pelayanannya di Tanah Batak 1940 akibat perang dunia II. Pada tahun 1949 lembaga penginjilan RMG menyerahkan secara resmi seluruh assetnya di Tanah Batak kepada HKBP sebagai lembaga kegerejaan hasil penginjilan lembaga Pekabaran Injil RMG. Pemahaman akan makna hari lahir HKBP sedemikian juga dikemukakan Ephorus J. Sihombing dalam majalah “Immanuel“ terbitan 1951, untuk mengingat 90 tahun : “parmulaan ni ulaon ni Kongres mission Barmen (R.M.G) di tanonta on, manang ari hatutubuni hurianta…. Pa 90-halihon”.18 Artinya “Permulaan pelayanan RMG di tanah kita atau Hari kelahiran Gereja kita”. DR. T.S. Sihombing selaku Sekjen HKBP dan redaktur Immanuel mengungkapkan apresiasi kepada lembaga RMG sebagai “ula-ula ni Debata” (“alat di tangan Allah”) untuk “pararathon Barita nauli “(menyebarkan berita kesukaan)” dan “paojakhon Huria ni Kristus i di tongatonga ni bangsonta“ (mendirikan Gereja Kristus di tengah-tengah bangsa kita ).19 Beliau memandang bahwa lembaga RMG adalah “ Ina ni Huria Kristen Batak Protestan“ (ibu dari HKBP). Kata Huria bisa diartikan sebagai Jemaat. Kata "Batak" menjadi salah satu identitas, sering dipahami khalayak ramai sebagai sisi pembatasan atau ketertutupan bagi orang lain di luar suku Batak. Hal itu semakin diperkuat dengan asal muasal, tempat kelahiran dan Kantor Pusatnya di Tapanuli Utara, latar belakang dan sejarah pertumbuhan, perkembangan dan keanggotaannya 17 Hoofdbestuur ni HKBP, “Eben-Ezer: 75 taon huria Kristen Batak Protestant”. Laguboti: Sendings-Werkplatsen. 18 Sihombing, “ Parningotan di ari 7 Oktober 1861-1951”, dalam Majalah Immanuel 1861, hal., 7. 19 T. Sihombing, “ Redaksi : Hata Patujolo “, dalam “ Immanuel 7/10/51”, hal., 3. 43 yang mayoritas orang Batak. Namun dalam Tata Gereja HKBP memakai istilah Aturan untuk Anggaran Dasar dan Peraturan untuk Anggaran Rumah Tangga HKBP. Pasal 1 (Aturan) disebutkan bahwa HKBP adalah wadah persekutuan dari orang yang berasal dari segala kelompok, kalangan dan suku bangsa yang berada di seluruh Indonesia, serta di seluruh dunia ini, yang dibaptiskan ke dalam nama Allah Bapa, AnakNya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus. Pasal ini dengan jelas memperlihatkan bahwa HKBP bukanlah gereja atau organisasi kristen yang bersifat kesukuan, melainkan ia terbuka untuk seluruh suku bangsa dan bangsa-bangsa di dunia.20 HKBP memiliki jemaat sekitar 4.5 juta anggota di seluruh Indonesia. HKBP juga mempunyai beberapa gereja di luar negeri, seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Los Angeles, New York, Seattle dan di negara bagian Colorado. HKBP adalah anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), anggota Dewan Gereja-gereja Asia (CCA), dan anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD). Sebagai gereja yang berasaskan ajaran Lutheran, HKBP juga menjadi anggota dari Federasi Lutheran se-Dunia (Lutheran World Federation) yang berpusat di Jenewa, Swiss. 21 Pada mulanya ruang lingkup HKBP hanya terbatas dalam wilayah dan kehidupan orang Batak di Tapanuli. Pada masa-masa awal, HKBP hanya memakai bahasa Batak (Toba, Simalungun, Angkola dan Pakpak) sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan bergereja. Seiring dengan perkembangan di wilayah Nusantara, terutama setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 20 21 Op, Cit., Moksa Nadaek, et al. hal. 5 Jubileum 150 Tahun HKBP – Bahan Penelahan Alkitab 44 tanggal 17 Agustus 1945, HKBP semakin bergerak ke luar tanah Batak, khususnya ke Sumatera Timur, Jawa dan kemudian ke seluruh pelosok tanah air dan bahkan luar negeri. Perkembangan yang sedemikian rupa itu, ditambah dengan amanat Tata Gereja yang terbuka untuk seluruh suku, maka bahasa yang dipakai di HKBP berubah, tidak lagi hanya bahasa Batak, tetapi juga bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa lain yang dimengerti oleh warga. Sejak tahun 50-an, HKBP telah memulai kebaktian berbahasa Indonesia di gerejagereja HKBP yang ada di wilayah Jawa, khususnya Jakarta. Pada mulanya hal ini diprakarsai para pemuda dan khusus dilakukan untuk ibadah-ibadah pemuda. Pemakaian bahasa Indonesia itu kemudian berlanjut dan berkembang hingga ke Tapanuli. Dalam berbagai acara dan dokumendokumen HKBP, bahasa Indonesia telah dipakai secara resmi. Dengan tetap mempertahankan pemakaian bahasa Batak itu, memang harus diakui adanya kaitan yang khusus antara masyarakat Batak dengan HKBP dan sekaligus menjadi salah satu bagian yang kuat dalam memelihara kelestarian budaya Batak. Bahasa sebagai salah satu pengungkapan budaya tetap dipakai dan dikembangkan di dalam kehidupan bergereja. Warga HKBP yang menyebar keseluruh pelosok tanah air, bahkan hingga ke luar negeri, minimal dapat mendengar bahasa Batak secara serius dalam kebaktian maupun acara-acara lain yang bersifat gerejawi. 22 22 Op, cit., Moksa Nadeak, et al. hal. 6. 45 Gambar 2.1. Logo Gereja HKBP Sumber: https://www.google.co.id Pdt Ingwer Ludwig Nommensen merupakan nama yang sangat dihormati warga HKBP termasuk masyarakat Batak. Ia bahkan sering disebut sebagai rasul tanah Batak, sebagai pengakuan terhadap berbagai karya dan ketekunannya dalam memajukan HKBP khususnya dan tanah Batak umumnya. Sebelum Nommensen datang ke tanah Batak pada tahun 1862, beberapa penginjil dari berbagai negara telah menginjakkan kakinya ke tanah Batak. Penginjil Burton dan Ward adalah yang pertama, sebagai utusan Gereja Baptis Inggris ke tanah Batak tahun 1824. Mereka langsung kembali tanpa meninggalkan karyanya. Menyusul kemudian adalah Pdt Munson dan Lyman dari Badan Zending Amerika pada tahun 1829. Mereka ini mengalami nasib yang tragis dan menjadi martir, terbunuh di Lobu Pining, Tapanuli Utara. Setelah itu, van der Tuuk pada tahun 1849 yang menyalin sebagian Injil ke bahasa Batak dan Pdt van Asselt pada tahun 1857 yang berhasil membaptis orang Batak menjadi Kristen untuk yang pertama kali. Dua orang terakhir ini berasal dari Belanda. Nommensen adalah penginjil yang diutus RMG, suatu Badan Zending di Jerman. Ia melayani di tanah Batak sejak bulan Mei 1862 dan tercatat sebagai 46 Ephorus23 HKBP yang pertama dan juga orang yang pertama berhasil membangun jemaat di tanah Batak, yakni di Huta (Desa) Dame, Saitnihuta Tarutung tanggal 20 Mei 864. Jabatan Ephorus dipangkunya sejak tahun 1881 hingga meninggal dunia pada tanggal 23 Mei 1918 di Sigumpar. Tahun pengangkatannya sebagai Ephorus merupakan tahun terbitnya Tata Gereja (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) HKBP. Selama kurang lebih 56 tahun melayani dan memimpin, Nommensen berhasil meletakkan semacam kerangka dasar HKBP, yang di kemudian hari dikembangkan para pemimpin berikutnya. Selain melaksanakan pemberitaan Injil sebagai tugas utama, paling tidak ada empat hal lain yang menjadi benang merah yang berkesinambungan dalam sejarah HKBP yang tidak dapat dilepaskan dari peranan Nommensen, yakni: pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial komunikasi dan percetakan/penerbitan. Hal itu terbukti dengan adanya sekolah-sekolah, rumah sakit, panti asuhan yang dibangun pada masa Nommensen dan hingga kini masih terus dilanjutkan oleh HKBP. Dalam hal pendidikan, pada tahun 1868 misalnya, HKBP telah membuka Sekolah Guru di Parausorat, Sipirok. Bahkan dalam bidang pendidikan teologi, HKBP merupakan pelopor di Indonesia ketika membuka Sekolah Pendeta pada tahun 1883. Demikian juga dalam hal kesehatan dan pelayanan sosial. Pada tanggal 2 Juni 1900 berhasil dibangun rumah sakit di Pearaja yang kemudian dikembangkan menjadi Rumah Sakit Tarutung dan pada tanggal 5 September tahun yang sama dibangun panti sosial 23 Ephorus adalah pimpinan tertinggi dalam struktur HKBP. 47 bagi orang yang menderita penyakit kusta di Huta Salem. Sementara itu, dalam bidang komunikasi, pada tanggal 1 Januari 1890, HKBP menerbitkan majalah Immanuel. Sekolah untuk umum, walau masih terbatas untuk kalangan tertentu (seperti anak raja dan tokoh-tokoh masyarakat waktu itu) juga dibuka di Narumonda pada tahun 1900. Sekolah ini selain memberikan pelajaran umum, juga memberikan ketrampilan teknik pertukangan. Salah satu tenaga pengajarnya pada waktu itu adalah Pdt Otto Marcks. Sekolah ini kemudian berubah menjadi seminari pada tahun 1905 dan anak didiknya tidak lagi terbatas untuk kalangan elite tetapi sudah terbuka untuk umum. Sekolah umum ini adalah yang pertama di tanah Batak, sebab baru pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Holland Inlands Schools (HIS) di Sigompulon, Tarutung. 48 Gambar 2.2. Bagan Organisasi HKBP Sumber: https://www.google.co.id Adapun jabatan-jabatan struktural di HKBP berdasarkan Aturan dan Peraturan HKBP adalah sebagai berikut: 1. Ephorus. Ephorus adalah yang memimpin segenap HKBP dan wakil HKBP terhadap pemerintah, gereja dan badan-badan organisasi lainya. Jabatannya harus diembannya sesuai dengan Konfesi, Tata Gereja dan Siasat Gereja HKBP.Periode kepemimpinannya selama 4 tahun dan dia dapat dipilih kembali untuk mimpin selama 2 periode. 49 Adapun yang menjadi tugas-tugas Eporus sesuai dengan Aturan dan Peraturan HKBP adalah sebagai berikut: (a) Menggembalakan jemaat-jemaat dan pelayan-pelayan di segenap HKBP; (b) Melaksanakan pembinaan terhadap pelayan-pelayan tahbisan dalam rangka upaya meningkatkan kemampuan mereka melaksanakan tugas-tugas pelayanannya, terutama dalam pelayanan firman dan penggembalaan; (c) Memelihara dan menyuarakan tugas kenabian HKBP terhadap pemerintah atau penguasa melalui kata-kata maupun perbuatan nyata untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di tengah-tengah bangsa dan negara; (d) Mewakili HKBP terhadap pemerintah, gereja, dan badan-badan lain di dalam maupun di luar negeri; (e) Memimpin segenap HKBP bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal dan kepala departemen berdasarkan Alkitab, Konfessi, Aturan Paraturan, dan Peraturan Penggembalaan dan Siasat Gereja sebagai manifestasi kepatuhannya kepada Yesus Kristus, Raja Gereja. Ephorus dapat mendelegasikan wewenang melaksanakan tugas-tugas tertentu kepada Sekretaris Jenderal, kepala departemen, atau praeses sesuai dengan kebutuhannya; (f) Menyelenggarakan Sinode Agung sesuai dengan ketentuan persidangan Sinode Agung; (g) Memimpin Rapat Pimpinan HKBP; (h) Melantik praeses; (i) Memimpin Rapat Praeses; (j) Mempersiapkan dan menyusun Rencana Induk Pengembangan Pelayanan HKBP yang akan disampaikan kepada Sinode Agung untuk ditetapkan; (k) Menyusun Rencana Strategis HKBP untuk disampaikan ke Sinode Agung, dan Rencana Tahunan dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja yang akan disampaikan kepada Majelis Pekerja Sinode untuk 50 ditetapkan; (l) Mengunjungi jemaat-jemaat untuk memimpin upacara penahbisan gereja dan peletakan batu alas; (m) Menahbiskan pendeta, guru jemaat, bibelvrouw, diakones, dan evangelis; (n) Menyampaikan Laporan Tahunan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya memimpin HKBP ke Sinode Agung; (o) Menyusun Almanak HKBP; (p) Menerbitkan surat-surat ketetapan tentang jemaat, resort, distrik baru, yayasan, lembaga, dan komisi, demikian juga yang berhubungan dengan personalia; dan (q) Menerima usul amandemen terhadap Aturan Peraturan HKBP. 2. Sekertaris Jenderal Tugasnya Adapun tugas dari Sekertaris Jenderal adalah sebagai berikut; (a) Menyertai Ephorus memimpin HKBP bersama-sama dengan kepala departemen; (b) Memimpin administrasi HKBP sesuai dengan Aturan Peraturan HKBP; (c) Mewakili Ephorus melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Ephorus sesuai dengan kebutuhannya; (d) Menerima laporan pelayanan dari organorgan pelayanan di bawahnya; (e) Bersama-sama dengan kepala departemen menyertai Ephorus menyusun Berita Pelayanan, Rencana Tahunan, dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Tahunan HKBP, yang akan mereka sampaikan ke Majelis Pekerja Sinode; Laporan Pertanggungjawaban dan Rencana Strategis ke Sinode Agung; (f) Mempersiapkan segala keperluan yang berkenaan dengan pelaksanaan Sinode Agung dan rapat-rapat lain ditingkat Pusat; (g) Bersama-sama dengan Ephorus dan kepala departemen menyelenggarakan Rapat Pimpinan HKBP; dan (h) Membuat evaluasi dan menyampaikan pertanggungjawaban kepada Ephorus melalui laporan rutin. 51 3. Kepala Departemen Koinonia Tugasnya Tugas dari Departemen Koinonia adalah; (1) Menyertai Ephorus bersamasama dengan Sekretaris Jenderal dan kepala departemen lainnya memimpin HKBP; (2) Mengkordinasikan perencanaan dan pelaksanaan semua usaha yang mengembangkan dan meneguhkan persekutuan seluruh warga HKBP di semua tingkat, persekutuan oikumenis di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional; (3) Menyusun kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan, dan pedoman-pedoman yang perlu dalam kegiatan mengembangkan dan meneguhkan persekutuan sel uruh warga di semua tingkat, dan menjadi pegangan semua petugas; dan (4) menyertai Ephorus menyusun Berita Pelayanan, Rencana Tahunan, dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Tahunan HKBP, yang akan mereka sampaikan ke Majelis Pekerja Sinode; Laporan Pertanggungjawaban dan Rencana Strategis ke Sinode Agung. 4. Kepala Departemen Marturia Tugas dari Departemen Marturia adalah; (1) Menyertai Ephorus bersamasama dengan Sekretaris Jenderal dan kepala departemen lainnya memimpin HKBP; (2) Mengkordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pekabaran Injil di setiap tingkat pelayanan HKBP; (3) Menyusun kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan, dan pedoman-pedoman yang perlu dalam pekerjaan pemberitaan firman Allah yang akan menjadi pegangan bagi semua pelayan di semua tingkat pelayanan; dan (4) Bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal dan kepala departemen lainnya menyertai Ephorus menyusun Berita Pelayanan, Rencana Tahunan, dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja 52 Tahunan HKBP, yang akan mereka sampaikan ke Majelis Pekerja Sinode; Laporan Pertanggungjawaban dan Rencana Strategis ke Sinode Agung. 5. Kepala Departemen Diakonia Tugas Departemen Diakonia adalah; (1) Manyertai Ephorus bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal dan kepada departemen lainnya memimpin HKBP; (2) Mengkordinasikan pengelolaan semua pelayanan social yang berhubungan dengan pemberian bantuan kepada yang kesusahan, demikian juga yang berhubungan dengan yayasan pendidikan dasar, menengah, dan yayasan pendidikan tinggi, yayasan kesehatan dan pengembangan masyarakat di setiap tingkat pelayanan; dan (3) Menyusun kebijakan-kebijakan, peraturanperaturan, dan pedoman-pedoman yang perlu dalam pekerjaan diakonia yang menjadi pegangan bagi semua pelayan di semua tingkat pelayanan. 6. Praeses Tugas Praeses adalah (1) Memimpin distrik bersama-sama dengan para kepala bidan; (2) Menyusun rencana strategis dan program kerja tahunan distrik sesuai dengan keputusan Sinode Agung, Majelis Pekerja Sinode, dan Rapat Pimpinan HKBP;(3) Membina dan menggembalakan pelayan-pelayan tahbisan dalam pekerjaan yang sesuai dengan tugas pelayanannya masing-masing; (4) Membimbing dan mengawasi semua kegiatan yan berkenaan dengan kerohanian dan kekayaan di jemaat-jemaat dan resort-resort;(5) Memimpin sinode distrik, majelis pekerja sinode distri dan rapat pimpinan distrik; (6) Meresmikan jemaatjemaat dan ressort-ressort baru yang sudah ditetapkan oleh Pimpinan HKBP; (7) Mengunjungi jemaat-jemaat dan memimpin pesta-pesta jubileum jemaat; (8). 53 Melantik pelayan-pelayan tahbisan penuh waktu pada jabatannya masing-masing di distrik itu; (9) Menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di jemaat dan ressort yang tidak dapat diselesaikan oleh majelis ressort; dan (10) Mengawasi pelaksanaan keputusan Sinode Agung, Majelis Pekerja Sinode, sinode distrik, rapat majelis pekerja sinode distrik, dan rapat distrik. 2.2 Sejarah Singkat Gereja HKBP Pasar Melintang Medan Pembahasan sejarah HKBP Pasar Melintang Medan meliputi asal mula mendirikan gereja; bagaimana susunan Haparladoon ( susunan personalia pengurus gereja) dan melihat pembangunan gereja HKBP Pasar Melintang pada awalnya. Penulis menyadari bahwa banyak hal yang tidak terakomodasi dalam penulisan sejarah gereja HKBP Pasar Melintang. Langkah-langkah yang penulis lakukan dalam menyusun sejarah HKBP Pasar Melintang adalah dengan melakukan wawancara terhadap otoritas gereja HKBP Pasar Melintang dan juga jemaat gereja HKBP Melintang yang ikut terjun dalam pendirian gereja HKBP Pasar Melintang. 2.2.1 Latar belakang pendirian gereja HKBP Pasar Melintang Medan Lahirnya keinginan pendirian gereja Pasar Melintang Medan tidak terlepas dari kondisi ibadah minggu di gereja HKBP Sei Putih yang semakin ramai dimana jemaat gereja yang terus bertambah yang datang dari desa naualu. Oleh karena itu ruangan gereja tidak mampu lagi menampung jumlah jemaat yang semakin banyak. Melihat kondisi tersebut muncullah ide dari 54 Dewan Pembangunan HKBP Sei Putih yang bertempat tinggal di sekitar Pasar Melintang untuk mendirikan gereja. Beberapa anggota Dewan Pembangunan tersebut adalah: 1. Bapak M.L.P Siamnjuntak (+) 2. Bapak Drs. P.S. Marbun 3. Bapak Dr. H.T. Sitanggang, SKM 4. Bapak St. C.H. Hutabarat Dalam menindklanjuti rencana pembangunan gereja sebagai tempat doa dan ibadah bagi Tuhan, maka diadakanlah rapat di tanggal 5 November 1967 di rumaha Bapak Dr. H.T. Sitanggang, SKM dan diikuti oleh 12 orang sintua dan penetua. Hasil dari rapat tersebut memutuskan untuk mendirikan gereja baru, dan melalui rapat tersebut terpilihlah sponsor atau panitia Pembangunan gereja HKBP Pasar Melintang, yaitu: 1. Ketua : Dr. H.T. Sitanggang, SKM 2. Bendahara : Drs. P.S. Marbun 3. Sekretaris : M.L.P. Simanjuntak 4. Anggota : - Semua Sintua - Penatua dari Weik-weik Pada tanggal 19 November 1967 dilaksanakan rapat lanjutan bertempat di rumah Bapak M.L.P Simanjuntak untuk mengkonsolidasikan rencana lanjutan pembangunan gereja dan juga untuk menambahi kepanitiaan. Rapat 55 ini juga sekalian mengumpulkan sambangan dana secara ikhlas dan terkumpullah dana awal waktu itu sebesar Rp. 17.500,00,-. Pada tanggal 28 Januari 1968 panitia mengadakan rapat di rumah Bapak Drs. P.S. Marbun. Pada rapat ini membicarakan tentang letah dan bidang tanah sebagai tempat lokasi pembangunan gereja. Ukuran tanah 8.00 M x 12.00 dengan harga Rp. 200.000,00,-. Dalam rapat tersebut panitia mengumpulkan dana dan melakukan pinjaman obligasi sehingga dana yang terkumpul sebesar Rp.135.000,00,-. Tanggal 18 Februari 1968 panitia melakukan rapat lanjutan di rumah Bapak St. O.H Hutabarat. Pada rapat tersebut dilaporkan bahwa tanah untuk pendirian gereja sudah didapat dimana ukuran tanah 25 M x 68,5 m = 1.712,5 M. Setelah pengurusan sertifikat tanah ternyata ada selisih perhitungan luas lahan tanah pembangunan gereja menjadi 1.546 M dengan harga Rp. 81.000.000,00,-. Kekurangan dana untuk pembelian tanah diduluankan sementara oleh Bapak M.P.L Simanjuntak; Bapak Drs. P.S. Marbun; Bapak Dr. H.T. Sitanggang; dan Bapak St. O.H Hutabarat. Setelah perencanaan awal selesai, pada tanggal 24 Februari 1968 beberapa utusan menemui otoritas gereja HKBP Sei Putih untuk meminta persetujuan untuk mendirikan gereja yang diberi nama Gereja HKBP Pasar Melintang Resort Medan II Seip Putih. Rencana pendirian gereja mendapat tanggapan yang positif dengan memberikan izin mendirikan gereja setelah melalui tahapan penilaian proposal yang diajuakan. 56 Pada tanggal 19 Februari 1968 pendirian gereja sudah dimulai dengan ukuran gedung gereja 8M x 12M dengan kondisi yang apa adanya (masih tahap darurat dimana atap gedung masih menggunakan atap rumbai, bangku darurat dan lantai masih tanah). Di tanggal 31 Maret 1968 ibadah minggu awal sudah dilakukan yang dipimpin oleh Bapak Pdt. K. Sitorus dengan dibantu oleh penetua gereja Sei Putih dan pada saat itu juga gereja ini sudah mulai mandiri dari gereja HKBP Sei Putih. Berikut adalah denah gereja HKBP Pasar Melintang Medan Gambar 2.3. Denah Gereja HKBP Pasar Melintang Sumber : Google Map Jemaat di gereja HKBP Pasar Melintang masa 1970-an pada awalnya adalah jemaat gereja HKBP Sei Putih (gereja HKBP Pasar Melintang dulunya merupakan pagaran dari HKBP Sei Putih). Keberadaan jemaat HKBP Pasar Melintang sekarang ini adalah berasal dari warga sekitar lokasi gereja dan 57 perantau (berdirinya berbagai sekolah yang tidak jauh dari lokasi gereja seperti sekolah Farmasi, Universitas Prima, sekolah SMU Negari 4.24 2.2.2 Susunan struktur gereja HKBP Pasar Melintang Pada Tanggal 20 Maret 1968 para penetua gereja HKBP Pasar Melintang mengadakan rapat di rumah Bapak St. M.M Siregar yang membahas masa tugas dari pengurus gereja dalam periode 4 tahun. Susunan pengurus gereja pada periode 1968-1972 adalah sebagai berikut: 1. Guru Huria 2. Sekretaris Huria 3. Bendahara Huria 4. Parartaon 5. Seksi Pembangunan 6. Seksi Sikola Minggu 7. Seksi Zending Batak 8. Seksi Diakonia 9. Seksi Koor 10. Seksi NHKBP 11. Koor Ina : St. M.B. Sitompul : St. K. Sinambela : St. O.H. Hutabarat : St. D.J. Hutagalung : St. M.M. Siregar : St. M. Sitompul : St. A. Situmeang : St. I. Situmeang : St. K. Sinambela : Tumpak Situmeang : Bibilvrow H. Br. Tambunan Pada tanggal 01 Agustus 1972 HKBP pimpinan pusat HKBP mengangkat M.P Siahaan sebagai Guru Huria (disingkat dengan Gr.). Tetapi kurang lebih satu tuhun kemudian, Gr. M.P Siahaan pindah ke gereja HKBP Marindal dan digantikan oleh Gr. A.D Siahaan. Selama kurang lebih 7 tahun, Gr. A.D Siahaan pindah tugas ke gereja Sidorame dan kemudian posisi ini digantikan oleh Gr. S. Siagian dari gereja HKBP Pajak Baru Resort Belawan. Tahun 24 2014. Wawancara dengan Bapak Tobing di gereja HKBP Pasar Melintang, tanggal 27 Juli 58 1980-an susunan Pengurus gereja HKBP Pasar Melintang dibentuk dengan susunan sebagai berikut: 1. Guru Huria : Gr. S. Siagian 2. Parartaon : St. M. Pangaribuan 3. Sekretaris : St. J. Pasaribu 4. Bendahara : St. R.S. Hutagaol 5. Dewan Pembangunan : St. O.H. Hutabarat 6. Dewan Ina : St. G. Siagian 7. Dewan NHKBP : St. K. Sinambela 8. Dewan Sekolah Minggu : St. H. Sitompul 9. Dewan Diakonia Sosial : St. W. Siagian - St. D.J. Hutagalung - St. S. Pardede - St. P.M. Simatupang - St. G.M. Panggabean - St. J. Sianturi - Cal. St. C. Pangaribuan, BA - Cal. St. B. Nadeak - Cal. St. E. Munthe - Cal. St. Dr. H.T. Sitanggang 59 Gambar 2.4 Bagan Organisasi Gereja HKBP Pasar Melintang 2013/2014 Sumber : Gereja HKBP Pasar Melintang Pembagian Tugas Dan Wewenang masing – masing Pengurus Gereja HKBP Pasar Melintang Medan sebagai berikut : 1. Pendeta Ressort Sesuai dengan Pedoman Penatalayanan HKBP 2010, berikut diuraikan Tugas Pendeta Ressort.Tugas pokok Pendeta Ressort yaitu memimpin semua pelayanan di Ressort dan Sabungan. 60 Uraian Tugas Pendeta Ressort; (1) Bertanggung jawab kepada Ephorus HKBP, Praeses di Distrik dan Rapat Ressort, laporan pertanggungjawaban disampaikan secara periodik sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Aturan dan Peraturan HKBP (2002); (2) Melaksanakan pembagian tugas sesuai dengan keterampilan, minat dan talenta yang dimiliki para pelayan penuh waktu yang menerima SK dari Ephorus HKBP. Sebelum menetapkan pembagian tugas, Pendeta Ressort terlebih dahulu melakukan rapat koordinasi dengan pelayan penuh waktu lainnya; (3) Mengawasi jalannya tugas para pelayan penuh waktu yang telah disepakati atau ditetapkan; (4) Menerima pertanggung jawaban pelaksanaan tugas dari para pelayan penuh waktu di wilayah pelayanannnya; (5) Menandatangani surat-surat keluar, akte lahir, menyaksikan iman, nikah dan surat-surat keterangan lainnya; (6) Memimpin rapat-rapat di sabungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Aturan dan Peraturan HKBP (2002) atau menugaskan salah seorang dari pelayan penuh waktu lainnya untuk mewakilinya; dan (7) Menyetujui isi warta jemaat yang akan diwartakan pada setiap kebaktian minggu yang dipersiapkan Guru Jemaat atau pelayan penuh waktu yang ditugaskan menyusunnya. 2. Guru Huria Tugas Guru Huria adalah; (a) Memimpin jemaat setempat, merencanakan dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pelayanan sesuai dengan tritugas panggilan gereja; (b) Mempimpin pelayan tahbisan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing; (c) Memimpin rapat jemaat, rapat pelayan, rapat 61 pelayan tahbisan, dan rapat pemilihan pengurus-pengurus dewan, seksi, dan panitia pembangunan; (d) Melaksanakan keputusan Sinode Agung, Majelis Pekerja Sinode, sinode distrik, majelis pekerja sinode distrik, rapat resort, rapat majelis resort dan rapat pelayan tahbisan; (e) Mengawasi, membimbing, dan meningkatkan mutu pelayanan di bidang penatalayanan dan administrasi jemaat; (f) Menerima laporan pertanggungjawaban setiap dewan; dan (g) Menyampaikan laporan pelayanan, statistik, dan keuangan jemaat ke pendeta ressort, dan rapat jemaat. 3. Bibelvrouw adalah perempuan yang menerima jabatan bibelvouw dari HKBP melalui Ephorus sesuai dengan Agenda HKBP. Tugas Bibelvrouw adalah; (a) Sebagaimana tertera dalam Agenda Pemberian Jabatan Bibelvrouw; (b) Menyampaikan berkat tanpa menumpangkan tangan; (c) Menghadiri Rapat Bibelvrouw. 4. Penatua gereja adalah yang menerima jabatan penatua dari HKBP melalui pendeta ressort sesuai dengan Agenda HKBP. Syarat Menjadi Penatua; (a) Warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat; (b) Rajin mengikuti kebaktian minggu dan perjamuan kudus; (c) Berperilaku tidak bercela; (d) Paling sedikitnya berumur 25 tahun; (e) Sehat rohani dan jasmani; (f). Dipilih oleh warga jemaat dari antara mereka dan ditetapkan oleh Rapat Pelayan Tahbisan. Tugas Penetua gereja adalah; (1) Sebagai tertera dalam Agenda Penerimaan Penatua HKBP; (2) Melaksanakan baptisan darurat; (3) Menyusun statistik warga jemaat di lingkungannya masing- 62 masing; (4) Mengikuti sermon dan rapat penatua; dan (5) Menyampaikan berkat tanpa menumpangkan tangan. 2.2.3 Kegiatan huria Setelah Pdt. K. Sitourus dilantik sebagai pendeta gereja HKBP Pasar Melintang pada tanggal 31 Maret 1968, Pdt. K. Sitourus langsung membentuk partangiangan weik (kebaktian weik) yang dilaksanakan hari kamis malam pukul 08.00 wib. Pembagian weik di gereja HKBP Pasar Melintang Medan adalah sebagai berikut: 1. Weik I : St. D.J. Hutagalung 2. Weik II : St. M. Simandalahi 3. Weik III : St. O.H. Hutabarat 4. Weik IV : St. K. Sinambela 5. Weik V : St. H. Sitompul 6. Weik VI : St. A. Situmeang Aktivitas gereja dalam hal koor terlihat dari paduan suara yang dibentuk yang setiap ibadah berparsitifasi melantunkan lagu pujian. Paduan suara terdiri dari: Punguan Ina Parari Rebo (Koor Ibu yang latihan setiap hari Rabu); Koor Ama (Koor kaum Bapak); koor gabungan Zion; Koor Ina Maria dan koor dari weik II. Selama 3 bulan ibadah gereja selalu dipimpin dengan serunai yang dimotori oleh St. K. Sinambela. Pada tanggal 22 September 1986 gereja membeli Poti Marende buatan K. Hutagalung – Made in Sipaholon. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1979 instrumen Poti Marende diganti dengan Elektone. 63 Untuk ibadah minggu yang dilaksanakan, gereja ini membagi tiga kelompok, yakni: 1. Ibadah Sekolah Minggu : masuk pukul 07.30 wib - 08.45 wib 2. Ibadah Minggu Pagi : masuk pukul 09.00 wib - 10.00 wib 3. : masuk pukul 10.00 wib - 12.00 wib Ibadah Bahasa Batak 2.2.4 Pembangunan gereja HKBP Pasar Melintang Pembangunan gereja dimulai 19 Februari 1068 dengan ukuran 8,00 M x 12,00 M dengan kondisi gedung gereja yang masih sederhana. Pembangunan gereja selanjutnya dengan lantai permanen selesai dikerjakan pada tanggal 4 April 1971. Pada tanggal tersebut diadakan pesta ulang tahun ke III (pesta manuruk gereja na imbaru artinya: pesta memasuki gereja baru) dimana ketua panitia pesta ini adalah Bapak R.W. Sinambela. Ketua pembangunan Bapak M.L.P Simanjuntak kemudian menyerahkan seksi dewan pembangunan kepada Bapak D.J Panjaitan. Pada masa dewan pembangunan yang baru, konsentrasi pembangunan gereja terpusat pada bagian balkon gereja dan membangun dingding gereja dari beton. Pada tahun 1979, gereja mengadakan pesta pembangunan untuk mengumpulkan dana yang dikerjakan oleh Bapak B. Panjaitan.dana yang dihasilkan dari acara pesta pembangunan ini kemudian dipakai untuk memperbaiki pagar yang permanaen. Tanggal 21 Juni 1981 paniti pesta pembangunan yang di ketuai oleh Bapak RTDH Pakpahan. Dana yang diperoleh dari acara pesta ini digunakan 64 kepada perbaikan plafon gereja, loudspeaker, pengecetan didngding gereja dengan aksesorisnya. Tanggal 8 Agustus 1982 pesta pembangunan gereja dilaksanakan untuk memperbaiki mimbar depan gereja. Pada tanggal 7-8 Mei 1983 adalah lanjutan dari pesta pembangunan tahun 1982. Ketua panitia acara ini adalah Bapak A.C. Sagala, SH. Perencanaan akan pembangunan mimbar gereja dapat tercapai dengan baik. \ Gambar 2.5. Hasil Akhir Pembangunan Altar Gereja Sumber: Dokumentasi Pribadi 65 BAB III TATA IBADAH GEREJA HKBP DAN PERKEMBANGAN MUSIK GEREJA Pembahasan dalam Bab III adalah tentang liturgi gereja HKBP dan perkembangan Musik gereja. Perkembangan musik gereja dalam penelitian ini adalah himne dan juga alat musik yang digunakan dalam mengiringi nyanyian ibadah di gereja HKBP. 3.1 Tata Ibadah 3.1.1 Beberapa istilah asing dalam tata ibadah gereja HKBP Dalam gereja HKBP, terdapat beberapa istilah-istilah kata asing yang tetap digunakan hingga saat ini, seperti: Agenda, Votum, Liturgi, Cultus dan Introitus. Berikut adalah penjelasan dari istilah-istilah tersebut di atas: 1. Agenda berasal dari bahasa Latin yang artinya dalam bahasa Inggris menunjukkan sebuah daftar tentang hal-hal yang akan dikerjakan; kemudian kata itu digunanakan oleh gereja-gereja berbahasa Jerman “Agende” atau “Kirchenagende”,yaitu sebuah buku yang mengumpulkan tata ibadah yang dipakai oleh gereja antara lain; kebaktian minggu biasa, kebaktian dengan perjamuan kudus, dengan babtisan, naik sidi, pemberkatan nikah, penguburan, ordinasi (die Ordination zum Predigtamt), dan lain-lain. Agenda padanannya sebelum masa Reformasi disebut dengan “Agenda missarum” (perayaan messe), “Agenda mortuorum” (perayaan mengenang para orang mati). Kumpulan Tata Ibadah HKBP dikenal dengan nama “Agende” sesuai dengan pemakaian 66 kata itu oleh gereja-gereja asal para misionaris yang bekerja di Tanah Batak (1861–1940). 2. Liturgi berasal dari bahasa Yunani “leiturgia” (leos yang artinya rakyat, dan ergon yang artinya kerja): kerja bakti yg dilakukan warga kota setempat; pajak yang dibayar oleh warga negara; ibadah dalam kuil; dalam Perjanjian Baru: ibadah atau kebaktian kepada Tuhan (Kis.13:2); mata acara suatu ibadah, termasuk juga kaidah, sistem atau aturannya. 3. Cultus berasal dari bahasa Latin sebagai padanan kata “latreia” dalam Perjanjian Baru atau dalam bahasa Jerman disebut dengan “Gottesdienst” yang artinya ibadah pada Allah; mencerminkan prinsip reformasi Marthin Luther yg merujuk pada ibadah seutuhnya oleh manusia terhadap Allah, termasuk tampilan luarnya, sehingga ibadah itu bukan buatan tangan manusia, seolah-olah manusia dapat merebut kedudukan Allah yang bebas mendirikan ibadah (tata) untuk Allah sendiri. 4. Votum berasal dari bahasa Latin yang artinya: keinginan, janji, keputusan, pengesahan, dukungan suara, penyataan Allah bahwa Ia ada dan bersedia menerima orang yang ingin bertemu dengan Allah. Unsur yang mengawali ibadah gereja; kebaktian dimulai oleh Allah yg berjanji, yg menyatakan diri berada. 5. Introitus berasal dari bahasa Latin yang artinya pengantar masuk suatu prosesi; ayat introitus: sebuah nats Alkitab yang merujuk pada tahun gerejawi yang berlaku pada hari minggu tertentu, yg berfungsi sebagai panggilan beribadah. 67 3.1.2 Dasar-dasar teologis tata ibadah hari minggu HKBP Uraian tentang dasar teologis tata ibadah HKBP diawali dengan paparan dari segi historisnya, artinya memberi penjelasan kapan lahir, bagaimana lahirnya serta mengapa dilahirkan sebuah dokumen yang namanya Liturgi (tata ibadah) HKBP. Sejak awal pekabaran Injil di Tanah Batak tahun 1860-an, keinginan untuk pengadaan sebuah liturgi atau tata ibadah Minggu dan peristiwa-pristiwa gerejawi lainnya sudah menggema dan upaya untuk itu sudah dilakukan. Ini nampak dari laporan-laporan para misionaris, seperti yang nampak dari laporan kegiatan Pekabaran Injil di lembah Silindung Batak Toba oleh ketiga misionaris setempat, yaitu I.L.Nommensen, P.H.Johannsen dan A.Mohri.25 Mungkin mereka di tempat pelayanan masing-masing telah membuat gagasan-gagasan awal untuk menciptakan tata badah Minggu, ibadah baptisan, perjamuan kudus, peneguhan sidi, pernikahan, dan lain-lain. Kemungkinan ini semua telah bermuara pada sebuah buku Agenda, edisi pertama ialah Agenda 1904, dilengkapi dengan pedoman pemakaiannya, yang diterbitkan pada tahun 1906 dalam bahasa Jerman dan untuk edisi Batak Toba tahun 1907. Agenda 1904 dan buku pedoman tersebut menjadi acuan bagi paparan kita dalam mencari dasar-dasar teologis dan praktis sebuah Agenda HKBP serta menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan revisi Agenda HKBP untuk masa mendatang.26 F.Tiemeyer mengkaji kembali apa 25 I.L. Nommensen, Missionsarbeit in Silindung, dalam : “Berichte der RMG”, Juni 1866, hal.167-182 ; I.L. Nommensen, Aus Huta Dame im Bataklande, dalam: “Berichte der RMG”, Juli 1874, hal.193-206; dll. Lihat juga buku J.R.Hutauruk, Menata Rumah Allah. Kumpulan tata gereja HKBP, Kantor Pusat HKBP, 2001, hal.10-11, bahwa urutan mata acara ibadah Minggu : pembacaan dasa titah – pengakuan dosa – janji pengampunan dosa, sudah sejak dini dilakukan. 26 “Agenda”, Nirongkom di Pangarongkomon Mission di Narumonda, Sianta – Toba, 1904, selanjutnya dikutib dengan singkatan: Agenda, Edisi 1904. Buku pedoman yang dimaksud ialah “Aturan ni Ruhut di angka huria na di tongatonga ni Halak Batak.”, Nirongkom di Panagarongkoman Mission di Si Antar – Toba, 1907, hal.1-35. 68 sebenarnya dasar teologis dari sebuah liturgi (tata ibadah gereja) yang evangelis ( istilah yang lebih popular ialah injili), atau dengan kata lain apa saja yang paling fundamental dari sebuah agenda gerejawi yang berdasarkan teologi reformatories M. Luther atau J .Calvin maupun para reformator lainnya. Dasar teologis yang sangat fundamental menurut Tiemeyer adalah bahwa karya Tuhan Allah sendiri yang selalu mendominasi sebuah tata ibadah yang otentik sebagaimana ditemukan kembali oleh para reformator M. Luther dan J. Calvin. Tiemeyer mengatakan bahwa upaya mencari makna dan hakekat sebuah tata ibadah evangelis (evangelische Gottesdienst) atau istilah yang lebih dikenal dengan kata ibadah injili ialah memperlihatkan aksi jemaat yang menunjukkan kepatuhannya terhadap Allah yang hidup itu. Karena arti tata ibadah yang paling mendasar ialah perbuatan/tindakan Allah bersama jemaatNya. Allah menghukum dan menghajar. Allah menegur dan mengampuni. Tiemeyer mengatakan, bahwa tidak ada perbedaan antara pendeta ( pengkhotbah = Prediger) dan liturgis. Di sini pendeta dan liturgis sebagai manusia biasa tidak bakal melewati batas antara Allah dan manusia. Allah telah menyatakan diriNya kepada manusia dan tidak bakal membagikan kemuliaan-Nya dengan siapapun dari antara manusia. Tiemeyer telah melakukan pemantauan terhadap berbagai tata ibadah gerejawi yang pernah dipakai oleh Gereja – gereja dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa sepanjang sejarahnya gereja sepanjang abad itu selalu jatuh bangun dalam mempertahankan hal-hal yang fundamental dari sebuah tata ibadah. Salah satu yang paling utama ialah tindakan Allah, Allah yang bertindak, Allah yang hadir dan manusia merespons kehadiran Allah yang mulia dan agung itu. 69 Dalam lima periode, beliau melihat gereja-gereja itu jatuh bangun dalam mempergumulkan ke-injil-an dari tata ibadah kristiani itu. Beliau mengibaratkan perjalanan dari tata ibadah injili itu telah melalui lima stasi / persinggahannya secara historis, yaitu: Yerusalem, Roma, Wittenberg dan Geneva, kemudian zaman pasca-reformasi, rasionalisme dan kultur protestantisme Eropa. Zaman Israel, pada setasi pertama di Yerusalem nampak, bahwa ibadah pada bait suci memperlihatkan kehadiran Allah yang hidup itu. Sepanjang perjalanan sejarah bangsa Israel selalu nampak bahwa sebuah tempat tertentu (sebuah kemah nomadis, tabut pada zaman perjalanan di gurun pasir atau sebuah tempat yang menetap pada zaman sebelum dan sesudah pembuangan), fenomenanya tetap sama, yaitu “Allah hadir, mari kita sujud di hadapan-Nya, demikian yang terjadi pada awalnya. Ketika batas antara Allah dan manusia dilewati, maka para imam Israel atas kekuatan / kekuasaan jabatannya, mereka telah membangun ibadah untuk Allah, dan pada saat itulah menghilang kehadiran Allah. Kehadiran Allah telah menghilang, dan sebagai gantinya ialah ibadah (“Gottesdienst”) tanpa Allah. Kemudian utusan Allah yaitu Kristus datang memasuki sejarah bangsa Israel. Firman Allah menjadi daging. Tetapi Kristus tidak diterima, manusia ingin menguasai Allah dalam bait suci. Kristus menjatuhkan hukuman. Bait Suci di Yerusalem musnah, tinggal puing-puing. Demikian Tiemeyer menggambarkan perubahan makna ibadah di Yerusalem, yang tadinya berpusat pada kehadiran Allah, tetapi oleh kehadiran para imam Israel tempat Allah telah direbut oleh para imam, dengan demikian imam jadi pusat ibadah. 70 Zaman Israel kemudian digantikan oleh zaman Kekristenan. Tiemeyer merujuk ke nats Alkitab Mateus 7:29 sebagai karakteristik dari pemberitaan Yesus: “sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka”. Demikian beliau mengutipnya serta menambahkan, bahwa Yesus menerima kewibawaan / kuasa dari Allah; Yesus bukan mengandalkan wibawa / kuasa sendiri. Kini Allah kembali hadir dan bertindak dalam ibadah yang dipimpin oleh Yesus. Kehadiran Allah dipertegas lagi oleh nats Alkitab Lukas 4: 21: ” Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya’. Dan pada akhir hidupNya, Yesus mendirikan Perjamuan Kudus (“Abendmahl”) sebagai ibadah. Rasul Paulus melanjutkan ibadah yang mengedepankan kehadiran Allah dalam ibadah Perjamuan Kudus: “ dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecahmecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! ( 1 Korintus. 11:24 ). Inilah menurut beliau bentuk yang sangat sederhana yang dilayankan oleh Yesus, yaitu makan roti dan minum anggur; bentuk yang sangat sederhana ini dipakai oleh Yesus untuk mencerminkan kebesaran dan kehadiran Allah yang berbuat itu. Inilah suatu ketegangan yang indah, yang nampak dalam ibadah yang dipimpin oleh Yesus: ketegangan antara unsur roti dan anggur yang bersifat sementara itu dan dalam bentuknya yang sederhana itu (kata-kata yang biasa tanpa seremoni) dengan kemuliaan yang abadi dari Tuhan Allah yang hidup itu. Namun ketegangan ini akhirnya sirna oleh ulah manusia yang tidak sabar dan rindu akan kehadiran Tuhan Allah. Lagi-lagi terjadi penyimpangan oleh ulah dan perbuatan para pejabat 71 gerejawi abad ke-2. Kehadiran Allah dalam ibadah telah digantikan oleh kegiatan seremonial para pejabat gerejawi itu. Kehadiran Allah dalam Perjamuan Kudus telah digantikan oleh unsur-unsur yang diilahikan (roti dan anggur; “die vergotteten Elemente Brot und Wein”). Artinya, kini yang bertindak ialah manusia bukan lagi Allah. Imam maju ke depan dan mengorganisasi ibadah itu, menguasainya, bertindak dan memutuskan melalui seremonial yang saleh. Dalam hal ini, Tiemeyer menyimpulkan bahwa kini yang terjadi ialah: Ibadah – tanpa Allah (“Gottesdienst – ohne Gott”). Zaman Romawi, Pusat ibadah Gereja Katolik Roma ialah Missa, yang pada hakekatnya adalah Perjamuan Kudus. Dalam Missa Allah telah dimaterialisasikan (“Gott ist dinglich geworden”) dalam sebuah peti sakral yang dikenal dengan nama Hostie yang artinya tempat roti yang sudah berubah jadi tubuh Kristus. Melalui pelayanan ritus seorang imam, maka roti dan anggur itu telah diilahikan. Ketegangan antara Allah dan manusia telah dihancurkan. Gereja yang merayakan itu memiliki, berkuasa atas Allah dalam peti sacral hostie. Kristus telah hadir dalam peti tersebut. Gereja telah menguasai Allah, gereja telah berkuasa atas Allah, bukan lagi sebaliknya Allah menguasai Gereja. Kejatuhan dalam dosa telah kembali terjadi di tempat kudus. Zaman Reformasi abad ke-16. reformator M. Luther dan J. Calvin bukanlah mereformasi kehidupan kultis gereja, sekalipun mereka menilai Messe itu sebagai suatu pengilahian (“Abgotterei”) dan oleh karenanya perlu ditiadakan. Bagi kedua reformator ini, adalah suatu hal yang sangat mendasar bahwa tindakan Allah sendiri yang terjadi dalam sebuah ibadah dan hendaknya jangan ada yang 72 merampok kemuliaan Allah dalam tempat suci. Ketegangan antara Allah dan manusia harus ditegakkan kembali: “Allah tidak bertempat tinggal di rumah bait suci buatan manusia” (Kis.17:24). Dalam ibadah itu harus nyata adanya perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia, dan keduanya jangan dicampuradukkan, melainkan dalam ibadah itu harus nampak kekuatan dan anugerah Allah, bahwa Dia yang kudus itu mendekatkan diri kepada orang-orang berdosa dan Dia memang membutuhkan orang-orang berdosa dalam pelayanannya masing-masing. Dengan demikian Allah yang kembali hadir dalam ibadah sebagai Hakim dan juga sebagai Juru Selamat. Suara Allah yang mengatakan Tidak pada tindakan-tindakan penuh dosa kembali terdengar nyaring dalam ibadah, tetapi juga suaraNya yang mengatakan Ya berlaku bagi orang berdosa. Beliau mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi hanya melalui firman Allah dan bukan melalui Messe. Sekali lagi beliau mengulangi, bahwa melalui Messe, dalam roti dan anggur yang telah diilahikan itu, Gereja telah menampilkan diri sebagai pemilik, sebagai yang mempunyai. Tetapi firman Allah itu tak akan pernah dapat dimiliki atau dikuasai oleh siapapun, melainkan firman Allah itu mengajar supaya sabar dan berpengharapan. Beliau mengutip nats Alkitab Rom 8:24: ” Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya”. Semua reformator sependapat akan arti dan makna sebuah ibadah yang injili / evangelis itu. Mereka beda hanya dalam menentukan bentuk luarnya. Perbedaan antara Luther, Calvin dan Zwingli hanya dalam bentuk luarnya, bukan secara kualitatif tetapi hanya secara kuantitatif. 73 Luther berpijak pada tradisi lama yaitu liturgi Messe ketika dia memperkenalkan tata ibadahnya, yaitu Messe Jerman. Tetapi bagi Luther Messe Jerman ini tidak dianggap bersifat hukum / aturan ibadah yang harus dipatuhi atau dilaksakan Menurut Tiemeyer, ada perbedaan antara kosep liturgi antara M. Luther dan J. Calvin. Menurutnya, Calvin mengambil pijakannya dari tradisi alkitabiah. Beliau mengetahui, bahwa ketika Calvin melayani di Strassburg beliau sudah mengenal sebuah buku nyanyian yang dikenal dengan nama Nyanyian Mazmur, dan buku nyanyian ini beliu perkenalkan kepada jemaatnya di Geneva sebagai “Nyanyian rakyat” (Volksgesang). Buku liturgi karangan Calvin tahun 1545 memanfaatkan Nyanyian Mazmur tersebut. Aspek kuantitatif dari sebuah tata ibadah adalah relative dan tidak mengurangi esensinya atau istilah yang beliau pakai “kualitasnya” sebuah tata ibadah. Zaman pasca-reformasi, menurut Tiemeyer terjadi juga penyimpangan dalam Gereja zaman pasca-reformasi di kalangan Gereja reformasi. Aliran Ortodoksi telah menjadikan tata ibadah itu sebagai suatu pemberitaan ajaran (“Lehrverkuendigung”). Firman Allah telah menjadi buku hukum/aturan (“Gesetzbuch”). Dan isinya telah disimpan dalam sebuah lemari buatan roh manusia. Tetapi, demikian beliau, Roh Allah tidak identik dengan roh manusia. Roh Allah berembus ke mana Dia inginkan. Roh Allah tidak mau berkompromi dengan roh manusia sekalipun ajaran yang benar itu dibutuhkan. Aliran Ortodoksi ketika itu berseberangan dengan aliran Pietisme. Struktur pemikiran pietisme ialah “Mistik dan Injil”. Berangkat dari pemikiran inilah maka kaum Pietisme selalu menekankan kehidupan (“Leben”) dan tidak ajaran 74 (“Lehre”). Dan sikapnya terhadap Gereja resmi (arus utama) tidaklah besahabat, malahan anti-gereja. Yang diutamakan bukan ajaran ortodoksi, tetapi kehidupan jiwa-jiwa dalam hubungan pribadi yang sangat hangat dan emosional dengan Allah, dengan kata-kata yang membelai seperti: ‘Yesus sang bayi yang cantik, buah hati yang setia.’ (“ lieben Jesulein’, dem ‘treuen Herzlein”). Dosa dirasakan sangat menekan dan ini terjadi secara mistis. Dalam hal ini kebenaran hanya oleh iman sudah sangat menurun. Yang menjadi pergumulan pokok dalam kehidupan ini ialah bagiamana seseorang dapat meraih kekudusan/kesalehan. Dalam hal ini ia mengatakan, bahwa yang terjadi di sini ialah bahwa manusialah yang mengambil prakarsa dan yang ingin memisahkan diri dari ’Dunia, Gereja dan Dosa’, tetapi hasilnya ialah bahwa manusia tetap tinggal sebagai orang yang ditipu oleh dosa. Demikian penyimpangan yang terjadi dalam aliran atau kaum Pietisme. Tetapi bukan hanya dalam gerakan kegerejaan, seperti dalam Pietisme itu terjadi penyimpangan; penyimpangan terjadi juga akibat aliran atau semangat Rasionalisme dan Kulturprotestantisme, sebagaimana masih menguasai pemikiran dan pola pikir manusia Barat sezaman para misionaris Jerman yang melayani di Tanah Batak. Beliau hanya ingin mengangkat yang paling pokok dari kedua aliran itu yang mempengaruhi pola pikir dan sikap menggereja atau beragama ketika itu. Misalnya nilai-nilai kemanusiaan seperti kebaikan (Tugend), kesejahteraan (Wohlfahrt), solidaritas persaudaraan (Bruederlichkeit) dianggap sebagai ibadah – pengganti (Ersatz-Gottesdienst) manusia Barat saat itu, yang memang adalah anggota Gereja di Jerman saat itu. Dan sejak Schleiermacher ( seorang tokoh 75 teologi abad ke-19 di Jerman ) sangat menguasai diskusi tentang tata ibadah dan sedang mempengaruhi pola pikir teologis para pendeta di Jerman termasuk para misionaris Jerman di Tanah Batak, artinya juga mereka yang sedang mendiskusikan pembaharuan tata ibadah untuk Gereja Batak HKBP. Alasannya mengatakan demikian ialah bahwa lahirnya Agenda Union yang lama (die alte Unionsagende buat Gereja Senegeri Prusia atau lazim disebut Gereja Evangelis Union) sangat banyak dipengaruhi oleh Teologi Schleiermacher, yang berpusat pada perasaan manusia yang sangat bergantung pada suatu kekuasaan diatasnya atau diluarnya (“das schlechthinnige Abhaengigkeitsgefuehl”). Agenda Union itulah yang dipakai saat menyusun tata ibadah Gereja Batak (HKBP) edisi pertama. 3.1.3 Dasar teologis tata ibadah minggu HKBP menurut F. Tiemeyer Untuk menjadikan dasar teologis tata ibadah Minggu HKBP, Tiemeyer mengambil alih dasar teologis tata ibadah injili sebagaimana ia temukan dalam sejarah tata ibadah. Tata ibadah yang sudah dipaparkan mulai dari zaman umat Yahudi hingga zaman pasca-Reformasi. Kesimpulannya ialah bahwa tata ibadah Injili selalu mengedepankan tindakan Allah bersama jemaat-Nya. Itulah yang diisyaratkan ibadah yang diawali oleh rumusan ’Dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus’ (Votum). Ibadah Injili bukan dibuka oleh sebuah nyanyian (oleh jemaat). Ini mau menjelaskan, bahwa manusia (dalam hal ini liturgis) bukan bertindak atas kekuatan atau wibawa jemaat atau pribadi sendiri tetapi atas penugasan Allah yang berindak itu. Dan makna serta arti sebuah nyanyian yang 76 dinyanyikan bersama oleh jemaat dan pendeta (liturgis) hendaknya mengisyaratkan pernyataan bersama akan kehadiran Allah dan kerelaan jemaat untuk sujud dan berdoa di hadapan Allah. Suara Allah yang gemuruh hendaknya bergaung untuk menyadarkan manusia supaya rela melepaskan diri dari roh yang selalu ingin menguasai (Allah). Suara Allah seperti itu pernah didengar oleh Musa saat dia menggembalakan ternak mertuanya Yetro: “Janganlah datang dekatdekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.” ( Kel. 3:5). Kutipan ini mau mengingatkan setiap orang yang mau menyusun atau membaharui tata ibadah (HKBP) agar selalu mewaspadai bahwa pengaruh kehadiran Allah selalu membangkitkan rasa kagum dan gentar (“Erschrecken”, harafiah “terkejut”), penyesalan (Reue) dan pertobatan (Busse). Itulah sebabnya dalam ibadah nampak unsur pengakuan dosa dari pihak jemaat (bersama liturgis). Baik liturgis maupun jemaat sama-sama pihak yang berdosa di hadapan Allah. Ketergerakan hati dan pikiran mengaku dosa mendorong manusia untuk rindu menerima pengampunan dosa melalui janji anugerah melalui pembacaan firman Allah (yang dikutib dari Alkitab). Setiap orang akan tergerak hatinya mengatakan: “ya Tuhan Yesus, seandainya Engkau tidak ada dekatku, apalah saya ini!”. Pengakuan dosa dan pengampunan dosa tersebut dilanjutkan oleh sebuah doa jemaat. Doa tersebut akan mengantar pengkhotbah yang akan memberitakan firman Tuhan, artinya pengkhotbah bertindak sebagai mulut Allah pada hal dia juga adalah orang berdosa; dan itulah sebabnya jemaat mendoakan pengkhotbah dan jemaat itu sendiri, agar Allah sendiri yang akan membuka hati, mulut dan 77 telinga mereka untuk memahami dan menerima firman Tuhan. Doa ini dilanjutkan dengan sebuah nyanyian khusus untuk menghantar khotbah yang akan segera disampaikan oleh pengkhotbah. Melalui khotbah Allah berbicara kepada jemaat yang datang dalam sikap penyesalan dan rasa serba kekurangan. Allah datang melalui firman yang disampaikan melalui khotbah. Allah menyampaikan pengampunan dosa terhadap jemaat yang berhimpun itu. Allah menyampaikan seluruh kekayaan anugerahnya kepada jemaat. Ini pula yang diisyaratkan salam anugerah dari pengkhotbah. Inti sari dari khotbah ialah: firman Allah selalu punya kekuatan untuk mengikat (bindend) dan membebaskan (loesend). Jemaat terikat untuk tetap setia terhadap tuntutan Allah: “engkau adalah milik-Ku!”. Allah membebaskan orang-orang yang telah menyesali dosa-dosanya: ”’pergilah dalam damai, imanmu telah menolong engkau!’”. Kemudian pengkhotbah dan jemaat mengucapkan doa ucapan terimakasih kepada Allah yang mencurahkan anugerahnya yang melimpah itu dan ini diakhiri dengan sebuah nyanyian. Memang anugerah Allah tidak akan berkesudahan. Setiap hari kasih karunianya selalu baru. Dalam situasi yang demikian, jemaat bangkit berdiri untuk mengucapkan Pengakuan Percaya (Kredo). Artinya, melalui firman Allah yang disampaikan melalui khotbah, jemaat dipanggil kembali untuk mengucapkan pengakuan umat Allah sepanjang abad kepada Allah bersama-sama dengan seluruh umat Allah di dunia ini, baik jemaat terdahulu, maupun jemaat terkini dan jemaat yang akan datang. Bersama-sama dengan umat Allah sepanjang zaman, jemaat yang berkumpul itu patut mengucapkan kembali Pengakuan Percaya yang universal itu. Menurut Tiemeyer, di sini yang berbicara bukan perasaan (Gefuehl) 78 yang sangat subjektif itu, tetapi Pengakuan sekalipun dengan kata-kata yang diulangi dan dengan pikiran yang cerah. Kemudian jemaat bernyanyi. Melalui nyanyian itu, jemaat diingatkan akan tanggungjawab jemaat terhadap kehidupan orang-orang yang berkekurangan, terhadap tanggungjawab jemaat terhadap tugas pelayanan Allah di seluruh dunia (diakonia). Itulah alasannya maka jemaat mengumpulkan persembahan (Kollekte) sesudah selesai khotbah. Kemudian dilanjutkan dengan doa penutup. Jemaat menyampaikan doa pujian dan terimaksih atas perbuatan Tuhan Allah di dalam dan melalui firman-Nya dan kepedulian Allah kepada Gereja-Nya dalam segala kekuatan dan kekurangannya, dan atas kesempatan yang diberikan oleh Allah kepada jemaat-Nya untuk menyampaikan persembahannya ke hadapan takhta Tuhan Allah yang mulia itu; dan ini semuanya permohonan itu dirangkum dalam doa “Bapa kami”. Dan di dalam berkat Allah dan janji perlindungan-Nya bagi jemaat yang selalu menghadapi berbagai cobaan, serta diakhiri nyanyian permohonan: Sai tiop ma tanganhu (So nimm denn meine Haende), maka jemaat kembali ke dunia sehari-hari, menjalani kehidupan sehariannya, dan di sana akan mempelajari, bahwa seluruh hidup ini adalah sebuah ibadah kepada Tuhan Allah (Gottesdienst), bahwa hidup kita seutuhnya adalah sebuah pertobatan 3.1.4 Urutan mata acara ibadah HKBP dalam agenda edisi 1904 dan 1998. Uraian teologis di atas telah sekaligus memperkenalkan urutan mata acara ibadah yang diinginkan oleh F. Tiemeyer. Keinginan tersebut tidak jauh dari susunan mata acara ibadah HKBP yang menurut Edisi 1904 dikenal dengan nama 79 “Agende” HKBP. Urutan mata acara ibadah tersebut disusun dalam 23 mata acara seperti berikut: 1. Marende (Bernyanyi) 2. Pasu -pasu (Votum ) 3. Manjaha sada ayat na tongon tu ganup Minggu manang ari pesta sian bagian .IIA. (Membaca ayat sesuai dengan tema minggu atau acara pesta dari bagian II A) 4. Martangiang sian bagian II D ); Huria mandok: Amen! (Berdoa diambil bagian II D) Jemaat menyambut : Amin! 5. Pandita mandok: Didongani Debata ma hamu!; Huria mandok: Amen! Tangihon hamu ma patik ni Debata: ( manang singungkun angka patik tu na torop i ). Terjemahan bebas: Pendeta berkata: Tuhan menyertai seluruh jemaat: Jemaat menyambut dengan kata : Amin. 6. Huria mandok di ujung : “Ale Tuhan Debata! Sai pargogoi ma hami, mangulahon na hombar tu patikmi!” Amen! (jemaat mengatakan: ya Tuhan! Kuatkanlah kami melakukan titahMu) 7. Marende huria: “O Jesus Panondang di portibi on” (No.24)27; manang No.21,3: “Paian Panondangmu ale Panondang i. Ambati ma na lilu di hasiangan i.”; manang ayat ni Ende na asing pinillit, jadi do. 8. Panopotion di dosa: Tatopoti ma dosanta! ( Dijaha tangiang on, manang sada na asing taringot tu panopotion, na tarsurat di bag. II B ).28 Pengampunan dosa (membaca doa atau ayat tentang pengampunan yang tertulis pada bagian II B). 9. Pandita mandok: Bege hamu ma baga-baga ni Debata, taringot tu hasesaan ni dosa: “Molo tatopoti angka dosanta, haposan do Ibana jala bonar, manesa dosanta jala paiashon hita sian saluhutna hadeduhon i.” 27 Nomor ini adalah nomor Buku Logu (BL) dari Buku Ende HKBP; nomor BL sudah berubah, sehingga nomor 24 sudah menjadi nomor 143 dalam BL yang dipakai HKBP kini. 28 Isi doa yang sudah ditiadakan dari Agenda yang kini dipakai oleh HKBP ialah :” Angkup ni i, sai dongani ma hami, ingani ma rohanami marhite-hite Tondimi, asa lam ture roha dohot parangenami tu joloan on, asa unang be hualo hami roham na denggan jala na badia i, asa sonang hami saleleng di tano on, sonang dohot sogot di lambungmi, dung ro panjoum di hami. Amen! 80 Manang hata baga-baga nasing na tarsurat di bagian II C. Pendeta mengatakan: dengarkanlah janji Tuhan tentang pengampunan dosa: “bila kita mengakui dosa-dosa yang telah kita lakukan, Tuhan akan menghapus dosa-dosa kita. 10. Huria marende: “Amen, Amen, Amen na tutu do i, Sai marhasonangan na porsea i. Sesa do dosana salelengna i, Lehonon ni Jesus haposanta i!” (jemaat bernyanyi: Amin, Amin, Amin, Yang percaya akan selalu mendapatkan suka cita selama-lamanya. 11. Pandita mandok: Tabege ma hata ni Debata turpuk ni ari Minggu on: (jahaon sian Evangelium manang sian Epistel manang sian Padan na Robi, na so sipajojoron di na sadari i di parjamitaan). Pendeta mengatakan: mari kita dengarkan nats pada minggu ini. 12. Pandita mandok : Martua do angka na tumangihon hata ni Debata, jala na umpeopsa. Amen! (Pendeta: diberkatilah orang yang mendengarkan firman Tuhan dan melakukannya. Amin!) 13. Huria mandok : “Hatami ale Tuhanhu, arta na ummarga i.” (Jemaat menyambut dengan lagu “Firman mu ya Tuhan, Harta yang paling berharga) 14. Pandita mandok : Tahatindanghon ma hata haporseaonta , ( rapmandok Pandita dohot huria ): …. (Pendeta: marilah kita mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli: ...) 15. Huria marende : “Na martungkot sere au etc.” ( No.168 ); manang “Ojahan on do ingananhu”(No.155,6); manang “Pos ma ho rohanghu di Debata” (No. 166); mamang: ”Jahowa do haposanghi na, na mangapoi rohanghu” ( No.148 ); manang: “Loas hutiop Jesushi” (No. 172, 4 ). 16. Pandita ro tu parjamitaan, dohononna ma :”Dame ni Debata, na sumurung sian saluhut roha, i ma mangaramoti angka ate-atemuna dohot rohamuna, marhute-hite Jesus Kristus. Amen! (Doa Pendeta sebelum berkotbah: Damai sejaterah yang dari pada Tuhan Yesus yang menyertai hati dan pikiran di dalam Tuhan Yesus. Amin) 17. Marjamita. Dung sun marjamita, martangiang sian roha. (Khotbah-Doa) 81 18. Tingting. Tiningtinghon angka sitingtinghononhon di huria. (Warta gereja) 19. Huria marende. (Andorang marende mardalan durung-durung/ persembahan). (Bernyanyi – kolekte persembahan) 20. Pandita ro tu jolo ni langgatan, martangiang : Dijaha ma sada tangiang, na tongon tu minggu manang pesta ( ida di bagian II E di buku on ). Udutna luhut (pendetan naik ke altar, berdoa: membaca salah satu doa sesuai dengan makna minggu – bagian II E) 21. huria mandok: “Ale Amanami na di banua ginjang ….Amen! (jemaat menyambut: “Ya Tuhan Yesus yang bertahta dalam kerajaan Allah ..., Amin) 22. Pasu-pasu: “Dipasu-pasu jala diramoti ….” Manang: “Didongani asi ni roha ni Tuhanta Jesus Kristus ….” Berkat: ”diberkati dan disertai ... ”atau: ” disertai dengan kasih karunia Tuhan Yesus...” 23. Laho haruar: marende angka anak dohot boru sikola, sada ende na pinillit hian. (sebelum keluar: bernyanyi satu lagu yang sebelumnya sudah dipilih) Melihat susunan mata acara ibadah Agenda Edisi 1904 tersebut di atas, jika dibandingkan dengan susunan mata acara ibadah dalam Agenda edisi terkini misalnya Edisi 1998, maka beberapa diantaranya punya tempat yang tetap, tetapi ada pula yang sudah bergeser, ada penambahan, pengurangan, bahkan ada pula penghapusan. Sampai kapan tata ibadah 1904 digunakan sebagai pedoman resmi untuk memimpin ibadah minggu, belum dapat dipastikan. Mungkin tidak lama sesudah Konferensi 1936. Indikasi untuk itu dapat digunakan data-data dari sebuah buku catatan kuliah seorang siswa Sekolah Pendeta, Gomar Sihombing di Seminari Sipoholon, yang mencatat susunan tata ibadah Jumat Agung, Tahun Baru, Kenaikan, Natal untuk tahun 1933 dan 1934. Mata acara Tingting masih ditempatkan sesudah mata acara khotbah. 82 Pertama, dalam satuan Votum: dalam Agenda 1904 (nomor 1-5), mata acara no. 4 dan 5 sudah ditiadakan dalam Agenda 1998; mungkin sebagai gantinya dalam Agenda 1998 ialah mata acara no 3 di mana jemaat menyambut votum ( dan introitus) dengan menyanyian Haleluya 3 kali. Kedua, mata acara tentang pembacaan Hukum Taurat (Dasa Titah) berada dalam posisi yang sama dalam kedua Agenda, di mana tempatnya sesudah satuan mata acara yang termasuk bagian votum dan introitus (Agenda 1904 dalam nomor 5-6 ) sedang dalam Agenda 1998 dalam nomor 6-7). Sebagai catatan tambahan: mata acara ini tidak disinggung oleh Tiemeyer dalam paparannya tahun 1936 itu. Ada juga perubahan dalam mata acara (no. 8) menyanyi dalam Agenda 1904, di mana beberapa nyanyian tertentu sudah dipilih untuk menyambut Hukum Taurat Tuhan, sedangkan dalam Agenda 1998 nyanyian tersebut dapat dipilih sesuai dengan fungsinya. Ketiga, satuan mata acara berikut ialah tentang pengakuan dosa serta janji penghapusan dosa (Agenda 1904, mata acara nomor 9-11 dan Agenda 1998, mata acara 9-11). Dalam kedua Agenda tersebut mata acara ini ditempatkan sesudah mendengar Hukum Taurat. Namun dalam mata acara tentang janji penghapusan dosa, Agenda 1904 telah menyusun doa tertentu: ”Molo hitatopoti angka dosanta …!” Doa ini dapat juga diganti oleh salah satu doa yang tersedia dalam bagian II.C. Doa tersebut sudah dihilangkan dalam Agenda 1998. Perubahan lain yang terjadi diantara kedua Agenda tersebut ialah dalam hal menyanyikan nyanyian menyambut mata acara pengakuan dosa dan janji penghapusan dosa. Agenda 1904 (mata acara nomor 11) mencantumkan nyanyian tertentu yaitu: ”Amen, Amen, 83 Amen, na tutu do i, Sai marhasonangan na porsea i. Sesa do dosana, salelengna I, Lehonon ni Jesus, haposanta i!” Agenda 1998 tidak membatasinya, artinya bisa diambil nyanyian yang sesuai dengan mata acara tersebut. Keempat, satuan tentang pembacaan firman Allah (Epistel) ditempatkan sesudah pengakuan dosa dan janji penghapusan dosa dalam kedua Agenda tersebut (Agenda 1904 dalam mata acara nomor 12-14, dan dalam Agenda 1998 dalam mata acara nomor 12-13). Dalam Agenda 1904, jemaat menyambut pembacaan firman dengan nyanyian yang sudah ditentukan dalam Agenda, yaitu: ”Hatami ale Tuhanku, arta na ummarga.” Agenda 1998 tidak membatasinya. Kelima, satuan mata acara berikut untuk kedua Agenda ialah jemaat mengucapkan Pengakuan Percaya Rasuli (Agenda 1904,nomor 15-16 dan Agenda 1998, nomor 14). Tetapi Agenda 1998 telah menambahkan kalimat ajakan liturgis untuk pengucapan secara bersama melalui kalimat berikut: “…..songon na hinatindanghon ni donganta sahaporseaon di sandok portibi on. Rap ma hita mandok: .…” Agenda 1904 menyebutkan beberapa nyanyian (5 nyanyian) untuk menguatkan pengakuan percaya jemaat tersebut, dan Agenda 1998 tidak membatasinya. Keenam, ada perbedaan yang signifikan dalam mata acara berikutnya. Agenda 1904 (mata acara nomor 17-19) menempatkan mata acara untuk khotbah yang didahului oleh doa peneguhan akan janji Allah yang telah memberikan damai sejahteraNya dan akan memberikan-Nya lagi melalui firman Allah yang dikhotbahkan oleh pengkhotbah. Sesudah khotbah, jemaat mendengar “Tingting” (warta jemaat: mata acara nomor 19); kemudian dilanjutkan dengan nyanyian 84 menyambut khotbah dan tingting, dan pada saat bernyanyi jemaat mengumpulkan persembahan (durung-durung ). Dapat dicatat, bahwa persembahan dilakukan satu kali, dan dalam Agenda 1998 sebanyak dua kali, dan akhir-akhir ini persembahan sudah dilakukan tiga kali (tiga kantongan persembahan). Agenda 1998 menempatkan mata acara tentang Tingting (mata acara nomor 15) sesudah mata acara Pengkuan Iman Percaya, kemudian menyanyi sebagai penghantar khotbah (mata acara nomor 17) sambil jemaat mengumpulkan persembahan (dengan dua kantongan: mata acara nomor 16). Khotbah disambut oleh jemaat dengan menyanyi; dan tanpa dicantumkan dalam mata acara 18, jemaat juga mengumpulkan persembahan kedua kali (dengan satu kantongan). Dengan demikian nampak adanya pergeseran tempat dari mata acara Tingting: Agenda 1904 menempatkannya sesudah khotbah, sedang Agenda 1998 menempatkanannya sebelum khotbah. Melalui penempatan ini, nampak bahwa Agenda 1904 lebih dekat kepada susunan mata acara ibadah dari Agenda Gereja Injili Union (Die Evangelische Kirche Der Union di Prusia, Jerman ). Ketujuh, mata acara ibadah diakhiri dengan doa penutup dan berkat oleh Pendeta yang berkhotbah, namun caranya berbeda-beda. Dalam Agenda 1904 liturgis mengambil sebuah doa yang dapat dipilih dari bagian II E, kemudian mengundang jemaat bersama-sama mengucapkan doa “Bapa Kami..!”, kemudian ditutup dengan pengucapan Berkat (mata acara 21-22), dan jemaat mendengar sebuah nyanyian dari para anak-anak sekolah Dasar (mata acara 23). Dalam Agenda 1998, Pendeta/Liturgis membacakan doa persembahan (mata acara nomor 19 a), kemudian membacakan “Doa Bapa Kami” (mata acara 19b), dan bagian 85 terakhir dari Doa tersebut dinyanyikan oleh jemaat : “Karena Engkau yang punya kerajaan …” (mata acara nomor 20), dan diakhiri dengan ucapan Berkat (mata acara nomor 21) serta disambut oleh jemaat dengan menyanyikan “Amin, Amin, Amin!” (mata acara nomor 22). Dalam mata acara untuk hari-hari raya gerejawi tertentu (Paskah dll), diucapkan juga sebuah doa khusus untuk itu yang diambil dari Agenda bagian II E), dan tempatnya sebelum pengucapan Doa Bapa Kami. Kedelapan, dalam Agenda 1904 ada tata ibadah Minggu yang khusus untuk jemaat muda yang dipimpin oleh seorang Guru Jemaat. Ada beberapa mata acara yang ditiadakan, yaitu mata acara tentang votum dan introitus, pengakuan dosa dan janji penghapusan dosa, serta doa yang menghantar Doa Bapa Kami, demikian juga pengucapan Berkat. Besar kemungkinan alasannya ialah bahwa mata acara tersebut hanya dapat dilayankan oleh Pendeta sebagai liturgis. Namun nampak bahwa penghapusan ini sudah mengurangi esensi teologis dari mata acara ibadah itu. Artinya yang dihilangkan itu tidak lagi dihargai sebagai bagian yang esensial dari sebuah ibadah injili. Dalam Agenda 1998, susunan tata ibadah untuk jemaat muda sudah ditiadakan. Namun dalam Agenda 1998, masih ada sisa pemahaman tentang perbedaan pelayanan ibadah oleh pendeta dan non-pendeta. Ini nampak dalam sapaan yang berbeda antara pendeta dan non-pendeta dalam pemberian berkat, antara kata “engkau” / “ho” untuk pendeta sebagai liturgis dan “kita” / “hita” untuk yang non-pendeta (Guru Huria atau Sintua, atau Diakones atau Bibelvrouw). Ada baiknya pembedaan ini dipikirkan, apakah pembedaan itu bisa dibenarkan dari sudut teologi Martin Luther, yang menghilangkan pembedaan antara klerus / imam dan non-klerus. Fungsi imam dalam Perjanjian 86 Lama sudah digenapi oleh jabatan rajani setiap orang Kristen dan khususnya oleh ketiga jabatn Yesus Kristus yang sudah bangkit itu. 3.1.5 Urutan mata acara menurut Justin Sihombing. Masih ada penjelasan tentang susunan mata acara tata ibadah minggu yang harus diperhatikan, yakni dari kalangan para pendeta HKBP masa kepemimpinan para misionaris RMG dan pada awal masa kemandirian HKBP sejak 10-11 Juli 1940. Diantara mereka ialah Pdt. M. Pakpahan dan Pdt. Dr.Justin Sihombing, Ephorus Emeritus kedua dari kalangan pendeta HKBP tahun 1942-1962. Pada kesempatan ini cukup kalau diambil pikiran dan penjelasan dari Justin Sihombing, yang dalam usia lanjut masih menuliskan sebuah buku tentang khotbah dan tata ibadah HKBP tahun 1963.29 Beliau melihat bahwa sedikitnya ada empat hal yang mendasar yang harus dipenuhi oleh sebuah tata ibadah Minggu. Pertama, tata ibadah itu harus mencerminkan makna dan arti dari persekutuan kristiani, yakni “parsaoran ni Debata dohot huria-Na dohot parsaoran ni huria dohot Debata.” artinya, persekutuan Allah dengan gereja-Nya dan persekutuan gereja dengan Allah.” Segala sesuatu yang tidak mendukung unsur hakiki, hendaknya dijauhkan, sebaliknya segala sesuatu yang mendukungnya hendaknya diupayakan. Lebih jauh lagi, beliau menekankan bahwa persekutuan gereja dengan Allah, bukanlah persekutuan seseorang dengan Allah, karena itu apa yang hanya menguntungkan orang per-orang hendaknya jangan dilakukan dalam ibadah itu, tetapi segala sesuatu yang terjadi dalam 29 J.Sihombing, Homiletik ( Poda Parjamitaon ) Dohot Deba Hatorangan Na Mardomu Tu Agenda, Penerbit HKBP, edisi 2000 ( edisi I 1963 ), hal.42-6. 87 ibadah, hendaknya berkaitan dengan kepentingan “hatopan” (umum / publik). Beliau sangat mengedepankan arti dan makna sebuah “huria”, sebuah Gereja, persekutuan orang-orang percaya; Gereja yang aktif, bukan individunya orang perorang. Ketika pemberitaan firman diberikan melalui khotbah, maka yang menjawab bukan individu, tetapi jemaat sekalipun bukan dengan suara yang kedengaran, tetapi melalui suara hati para pendengar khotbah itu. Beliau menjelaskan makna yang terdalam dari persekutuan itu dengan menerapkannya akan arti sebuah nyanyian atau paduan suara dalam ibadah. Beliau mengatakan, bahwa “rapma” i do pangkal manang ojahan ni parendeon di bagasan parpunguan Kristen, ndada holan ende ni angka koor. Ai ndada holan na marende na arga, alai na rap marende i do. .. ia merande pe angka koor ala na dipasahat huria i do tu nasida…. ingkon domu do parendeon nasida tu pangkilaan ni huria na mangutus nasida taringot tu ganjang ni ende, loguna dohot hata ni ende i. Asa ndang na bebas nasida mambahen lomo-lomona. Dalam terjemahan bebas “rapma” adalah dasar dari bernyanyi dalam komunitas Kristen, bukan hanya lagu-lagu kor. Bernyanyi bukan satu-satunya yang berharga, akn tetapi kebersamaan dalam bernyanyi, ... jika koor melantunkan lagu nyanyian itu dikarenakan diberikan izin oleh gereja bagi mereka ... nyanyian mereka haruslah padu dan mendukung kegiatan gereja, keberadaan mereka selalu sejalan dengan gereja dan tidak bisa melakukan sesuatu dengan sesuka hati. Misalnya, dalam sebuah doa, kata yang digunakan ialah kata “kita”, bukan “saya” (dalam terjemahan bebas: ”rapma” adalah dasar dari nyanyian dalam Kristen, tidak hanya koor. Bukan hanya nyanyian yang lebih berharga, akan tetapi adalah kebersamaan 88 dalam bernyanyi, ...jikalau kelompok koor bernyanyi itu karena telah diberikan ... haruslah kelompok koor memberikan mamfaat bagi jemaat. Kedua, adapun caranya Allah bersekutu dengan gereja/jemaat-Nya ialah melalui manusia yang Allah utus bagi jemaat itu. Dan cara yang dipakai oleh utusan Allah hanya satu, yakni melalui pemberitaan firman itu (“marhite sian na mangkatahon hata i sambing) masih ada pendukungnya, yakni berupa simbol untuk lebih menekankan arti dan makna firman itu sendiri. Pada saat melayankan kedua sakramen, di sana muncul juga bebagai bahasa simbolis/kiasan atau gerakan simbolis, misalnya pada saat memercikkan air baptisan dan mempersiapkan tanda-tanda nyata perjamuan kudus dalam rupa roti dan anggur, atau pada saat liturgis mengangkat kedua tangannya saat menyampaikan berkat Tuhan Allah; juga pada saat jemaat berdiri. Semuanya itu punya muatan simbolis. Beliau menekankan, bahwa muatan-muatan simbolis itu bukan untuk mensahkan apa yang dilayankan itu, hanya sebagai alat menolong penghayatan atau penerimaan sakramen itu. Ketiga, dia yang berbicara ditengah-tengah persekutuan yang beribadah itu bertindak sebagai wakil jemaat untuk berbicara kepada Tuhan Allah melalui doa, atau sebagai wakil Allah menyapa jemaat itu melalui khotbah . Dan menurut beliau, mereka yang bertindak sebagai wakil Allah dan juga sebagai wakil jemaat, tidak perlu harus seorang pendeta atau guru , tetapi dia harus yang diangkat (pinabangkit) oleh jemaat itu; artinya, dia yang diberi oleh jemaat wewenang dan tugas untuk melakukannya. Seseorang tidak berhak mengangkat dirinya untuk 89 berdiri di depan jemaat sebagai wakil Allah dan sekaligus sebagai wakil jemaat. Allah itu adalah Allah yang cinta keteraturan. Keempat, segala sesuatu yang terjadi dalam ibadah harus sesuai dengan kehadiran atau keberadaan (haadongon) Allah dalam persekutuan itu. Jemaat harus merasakan bahwa Allah hadir dari awal hingga akhir ibadah, bahwa jemaat itu bersekutu di hadapan Allah. Untuk itu,hedaknya diupayakan supaya ibadah itu dapat berjalan dalam suasana keteduhan, jangan ada orang yang keluar masuk tempat ibadah, atau jangan ada orang yang keluar sebelum ibadah ditutup. Beliau dalam memberikan penjelasan dan arti dari setiap mata acara ibadah, beliau mengacu pada susunan mata acara ibadah dalam Agenda HKBP terakhir (misalnya edisi 1998). Muatan teologis dari penjelasan-penjelasan yang diberikan J. Sihombing hampir sama dengan apa yang diberikan F.Tiemeyer, bedanya hanya bahwa J. Sihombing tidak meberikan pemikiran atau refleksi yang kritis terhadap beberapa mata acara ibadah itu, seperti yang dilakukan oleh F.Tiemeyer. J. Sihombing lebih fokus pada upaya mengingatkan jemaat khususnya para liturgis / pengkhotbah, supaya tata ibadah itu dipakai secara sungguh-sungguh dan menjauhkan sikap membaca tanpa menghayatinya, atau sikap acak-acakan. Misalnya, ketika jemaat bernyanyi, hendaklah jemaat merasakan bahwa melalui nyanyian itu jemaat ingin berbicara dengan Allah. Mustahil jemaat berbicara dengan Allah dengan suara yang dilagukan secara tidak baik; makanya setiap anggota jemaat harus mengetahui melodi dari nyanyian dalam Buku Ende HKBP, karena itulah harta yang sangat berharga. Atau, ketika liturgis menyampaikan votum, “patut tarsunggul di bagasan rohana nang di roha 90 ni huria i, angka na binahen ni Debata Ama na tarsurat di Padan na Robi sahat ro di nuaeng.” Artinya, mendengar nama Allah Tritunggal itu, maka liturgis dan jemaat terus merasakan dalam batin mereka alangkah besarnya dan banyaknya tindakan Allah demi keselamatan umat-Nya sepanjang zaman. 3.1.6 Kalender gerejawi (Almanak) HKBP Almanak HKBP adalah bacaan Alkitab yang telah ditentukan untuk satu tahun berdasarkan tahun Gerejawi. Yang dimaksud Tahun Gerejawi adalah hari raya liturgi yang tersusun berdasarkan kehidupan Yesus. HKBP memulai tahun liturginya pada Minggu Advent Pertama. Karena itu, Minggu sebelum Advent, yaitu Minggu ke-24 setelah Minggu Trinitatis, disebut juga sebagai Minggu ujung tahun, di sinilah dibacakan barita jujur taon (berita tentang perjalanan kegiatan gereja sepanjang satu tahun) dan peringatan akan mereka yang telah meninggal sepanjang tahun tersebut. HKBP menentukan Minggu Advent ini dengan menghitung mundur 4 hari Minggu dari Hari Natal. Demikian jenis Minggu dalam kalender gerejawi HKBP: Nama Minggu/Artinya 1. Advent I – IV (akhir bulan November-Desember) 2. Natal (25 Desember) 3. Setelah Tahun Baru I – IV Setelah Epifani / Hapapatar (Makin Terang, Makin Jelas) 4. Septuagesima / 70 hari sebelum kebangkitan 91 5. Sexagesima / 60 hari sebelum kebangkitan 6. Estomihi / Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku (Mzm 31:3) 7. Invocavit / Bia Ia berseru kepadaku, aku akan menjawab-Nya (Mzm 91:15a) 8. Reminiscere / Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya Tuhan (Mzm 25:6) 9. Okuli / Mataku tetap terarah kepada Tuhan (Mzm 25:15a) 10. Letare / Bersukacitalah (Yesaya 66:10a) 11. Judika / Luputkanlah aku ya Allah! (Mzm 43:1a) 12. Palmarum (Maremare) / Minggu Palma 13. Pesta I Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus (Paskah Pertama) / Paskah 14. Quasimodo Geniti / Seperti bayi yang baru lahir (1 Pet 2:2) 15. Miserekordias Domini / Tanah ini penuh dengan kasih Allah (Mzm 33:5b) 16. Jubilate / Pujilah Tuhan, hai segala bangsa (Mzm 66:1) 17. Kantate / Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Allah (Mzm 98:1a) Rogate / Doa (Yer 29:12) 18. Exaudi / Dengarlah suaraku ya Tuhan (Mzm 27:7) 19. Pentakosta / Turunnya Roh Kudus 20. Trinitatis / Memperingati Allah Tritunggal 21. I – XXIV Setelah Trinitatis / Minggu Biasa Berdasarkan minggu-minggu tersebut, bacaan Alkitab dalam setahun disusun dalam Almanak HKBP. Bacaan Alkitab itu akan diulang kembali setelah tiga 92 tahun, artinya apabila kita memang mengikuti bacaan tersebut, maka Alkitab akan selesai kita baca dalam waktu 3 tahun. 3.1.7 Tata ibadah HKBP dan artinya Setiap urutan dalam tata ibadah HKBP memiliki makna yang dalam. Banyak dari kita yang mungkin hanya mengikuti kebaktian Minggu di HKBP tanpa mengetahui makna dari setiap acara. Hal ini mungkin menjadi penyebab kenapa kita merasa bosan dan tidak bergairah mengikuti kebaktian tersebut, karena kita sendiri tidak tahu apa yang kita ikuti! Berikut adalah urutan dalam Tata Ibadah Kebaktian Minggu biasa yang tertulis di Agenda HKBP serta keterangannya. Sebelum memasuki acara yang pertama, jemaat telah memasuki ruang kebaktian dan bersiap menunggu lonceng dibunyikan (di kota besar penggunaan lonceng mungkin telah ditiadakan). Setelah lonceng dibunyikan, jemaat akan bersaat teduh untuk menyerahkan diri kepada Tuhan, menyiapkan hatinya untuk mengikuti ibadah. 1. Nyanyian Bersama. Nyanyian pembukaan ini sebenarnya merupakan nyanyian panggilan beribadah. Tetapi hati kita sudah harus siap untuk mengikuti ibadah sejak lonceng dibunyikan. Karena itu, nyanyian ini adalah kesiapan hati kita untuk mengikuti panggilan ibadah tersebut. 2. Votum – Introitus – Doa Pembukaan. Votum adalah meterai pertanda bahwa Allah hadir di dalam ibadah tersebut dengan ucapan: “Di dalam Nama Allah Bapa, dan Nama Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan Nama Roh Kudus.” Inilah yang membedakan ibadah dengan pertemuan biasa, 93 ibadah adalah persekutuan umat percaya yang menyambut kedatangan dan kehadiran Allah. Introitus adalah pernyataan atau ajakan yang dikutip dari nas Alkitab. Bacaan ini diambil berdasarkan Minggu Gerejawi tertentu. Nas Alkitab ini juga menandakan bahwa jemaat sedang berada dalam suasana perayaan Minggu Gerejawi tertentu. Nas Alkitab ini disambut jemaat dengan menyanyikan “Haleluya” yang artinya “Pujilah Tuhan!” Sambutan Jemaat disusul dengan doa pembukaan yang menekankan unsur kebersamaan. Doa ini disampaikan bersama, memohon agar Tuhan Allah mengatur dan memimpin ibadah tersebut. 3. Nyanyian Bersama. Nyanyian ini harus sesuai dengan Hari Raya Gerejawi dan merupakan respons Jemaat terhadap doa pembukaan. 4. Pembacaan Hukum Taurat. Bagian ini adalah lanjutan dari nyanyian pembukaan dalam ibadah. Maksudnya, dengan memperdengarkan serta memahami Hukum Taurat dari Allah, anggota Jemaat yang beribadah sadar akan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran yang dia lakukan (Roma 3:20b). Hukum Taurat yang dibacakan bisa juga berfungsi sebagai cermin diri dan peringatan akan dosa kita. Jemaat menyambut dengan memohon kekuatan untuk melakukan Taurat-Nya. 5. Nyanyian Bersama. Nyanyian ini berisi respons Jemaat atas harapan Allah untuk menjalankan hukum Tuhan. Isi nyanyian ini harus berkaitan dengan Hukum Taurat. 6. Pengakuan Dosa. Setelah Jemaat sadar akan dosa-dosanya, maka tibalah saat untuk mengaku dosa-dosa tersebut ke hadapan Tuhan. Melalui ‘doa 94 pengampunan dosa’, Jemaat memohon dalam kerendahan hati dan mengiba kepada Tuhan agar dosanya diampuni (bnd. Luk 15:21). Untuk masuk ke dalam persekutuan dengan Allah, maka segala dosa harus terlebih dahulu dibersihkan. Setelah berdoa, janji Allah akan pengampunan dosa kita akan dibacakan. Allah mengampuni dosa dari orang yang telah mengakui dan menyesali dosa-dosanya (Yeh. 33:11). Setelah mendengar pengampunan dosa, kita bersukacita dan memuji Tuhan dengan mengucapkan “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Maha Tinggi. Amin.” 7. Nyanyian Bersama. Nyanyian ini adalah respon Jemaat atas pengampunan dosanya. 8. Pembacaan Firman (Epistel). Setelah umat mengakui dosanya, maka Allah datang menyapa umatNya melalui Firman yang dibacakan sebagai petunjuk hidup baru. Ini adalah kata-kata Allah menyapa umatNya melalui surat kiriman (Epistel), yang isinya untuk mendorong umat berbuat baik dan bersaksi. Setelah pembacaan Alkitab, Liturgis membacakan “Berbahagialah mereka yang mendengarkan dan memelihara Firman Allah. Amen.” Perkataan ini bermaksud agar umat mengingat bahwa Firman Allah adalah untuk diindahkan, bukan untuk didiamkan saja. 9. Nyanyian Bersama. Nyanyian ini adalah respon umat atas pembacaan Alkitab. Karenanya, nyanyiannya pun harus sesuai dengan pembacaan Epistel. 95 10. Pengakuan Iman Rasuli. Bagian ini adalah bagian yang harus ada dalam setiap ibadah Umat Kristen karena melalui bagian ini kita mengucapkan pengakuan iman kita akan Trinitas: Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Kita mengakui ini karena dosa yang telah dihapuskan dan Firman Allah (Epistel) yang telah dibacakan mendorong kita untuk mengakui iman kepercayaan kita. 11. Warta Jemaat. Bagian ini seringkali dirasa tidak perlu terdapat di dalam ibadah. Namun, HKBP memasukkan Warta Jemaat sebagai bagian dari ibadah karena semua kegiatan Jemaat adalah karya Allah dalam hidup kita. Karena itu, Warta Jemaat sebenarnya hanya berisi hal-hal yang ada kaitannya langsung dengan kehidupan Jemaat. Setelah Warta, Jemaat mendoakan hal-hal tersebut. 12. Nyanyian Bersama. Nyanyian ini merupakan respons Jemaat akan pengakuan imannya, sekaligus pengantar untuk kotbah yang akan didengarkan. Persembahan juga dikumpulkan pada pada waktu ini. Hal ini berarti bahwa mereka yang bersaksi melalui Pengakuan Iman, bersaksi juga melalui pengakuan akan berkat Tuhan yang diterimanya dan kesediaan hatinya untuk memberikan “persembahan syukur” sesuai dengan Taurat. 13. Kotbah. Kotbah adalah puncak dari acara kebaktian Minggu. Semua bagian dari ibadah minggu tidak boleh lepas dari nas kotbah yang akan disampaikan. Kotbah bukanlah pidato atau ceramah, melainkan Allah yang 96 berbicara melalui pengkotbah, sebagai bekal hidup, pegangan dan penuntun hidup Jemaat. 14. Nyanyian Bersama. Nyanyian bersama ini adalah untuk merespons Firman Tuhan yang baru saja didengar, dan sekaligus sebagai penekanan kembali kotbah tersebut. Karena kotbah adalah klimaks, maka sebaiknya tidak ada lagi acara yang dilakukan setelah kotbah. 15. Doa Persembahan dan Nyanyian Persembahan. Sebelum pulang ke tempat masing-masing jemaat masih diajak untuk mendoakan persembahan yang telah diberikan karena segala sesuatu perlu dibawa di dalam Dia (Kol. 1:3). Jemaat menyambut doa tersebut dengan nyanyian bersama, yang menyatakan bahwa segala hal harus diserahkan kepada Tuhan (BE 204:2). 16. Doa Penutup/Doa Bapa Kami. Jika ibadah dibuka dengan doa, maka diakhir juga dengan doa. Doa penutup juga harus disesuaikan dengan hari raya gerejawi. Setelah itu doa tersebut disambung dengan Doa Bapa Kami. Ini merupakan doa yang mencakup segala kepentingan Allah dan kebutuhan manusia. Itulah sebabnya ini menjadi bagian akhir pada doa penutup. 17. Doksologi. Doksologi adalah bagian dari Doa Bapa Kami yang dinyanyikan Jemaat sebagai respons atas seluruh karya anugerah Allah. Allah dipuji dan dimuliakan karena Dia adalah pemilik segala sesuatu dan pemberi segala sesuatu (Lihat Mat 6:13). 97 18. Berkat. Berkat yang ditulis di Bil 6:24-26 adalah berkat yang juga diberikan kepada Umat Israel. Melalui berkat ini kita memahami bahwa Allah juga telah memberkati Jemaat dengan berkat yang sama. Sebagai sambutan iman, maka Jemaat menyanyikan “Amin, Amin, Amin!”, yang berarti “ya benar! Terjadilah.” 3.2 Perkembangan Musik Gereja Sebelum Musik Gereja HKBP 3.2.1 Jaman perjanjian lama Di dalam Perjanjian Lama terdapat Mazmur yang selalu digunakan dalam ibadah-ibadah di Bait Allah, ibadah pribadi bangsa Israel, bahkan dalam perayaan-perayaan. Mazmur ini dikumpulkan dari beberapa penulis yang berbeda, seperti: Daud, Musa, bani Asaf, bani Korah, dll. Namun sangat disayangkan, bahwa kita tidak dapat mengenal musik yang bangsa Israel gunakan untuk menyanyikan mazmur-mazmur mereka. Bangsa Israel hanya mengajarkan secara oral saja, tanpa meninggalkan catatan-catatan; dan tradisi menyanyikan mazmur ini masih ada sampai jaman Yesus di Perjanjian Baru. Yesus dan murid-muridNya menyanyikan himne pada akhir dari perjamuan terakhir mereka. Hal ini merupakan contoh dari tradisi bangsa Yahudi dalam merayakan Paskah.30 Selain mazmur, kita juga mengenal “canticles”, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh orang-orang tertentu yang bukan dikutip dari mazmur. Canticles yang ada di Perjanjian Lama31; Nyanyian Musa (Keluaran 15:1-26), disebut juga “NyanyianKeselamatan” (Song of Salvation), sebuah nyanyian 30 Harry Eskew and Hugh T. McElrath, Sing with Understanding, 2nd ed., (Nashville: Church Street Press, 1995), h. 78. 31 Ibid, h. 78-79. 98 kelepasan dari perbudakan Mesir dan kehancuran pasukan Mesir di Laut Merah; Nyanyian Musa (Ulangan 32: 1-43), yang berisi perintah Allah kepada bangsa Israel, pada saat Musa akan mengakhiri masa kepemimpinannya, sebelum kematiannya; Nyanyian Yesaya (Yesaya 26:1-21), yang dibuka dengan pujian kepada Allah atas terlindunginya orang-orang benar dan juga merupakan tangisan akan keadaan bangsa yang sedang dalam kekacauan; Nyanyian Hana (1 Samuel 2:1-10), mengekspressikan pujian kepada Allah tentang kemahakuasaan-Nya atas semua ciptaan dan nyanyian kepercayaan bahwa Allah berkuasa atas sejarah manusia, memberkati yang benar dan menghukum yang jahat; Nyanyian Yunus (Yunus 2:2-9), doa Yunus ketika sedang berada di dalam perut ikan; Nyanyian Habakuk (Habakuk 3:2-19), berisikan kepercayaan yang kokoh kepada Allah, berdasarkan apa yang Allah sudah perbuat di tengah-tengah bangsa Israel, bahwa Allah akan membebaskan Israel dari musuh-musuhnya. Canticles yang ada di Perjanjian Baru; Gloria in Excelsis Deo – Nyanyian Malaikat (Lukas 2), teks ini masih dipakai terus oleh gereja-gereja Katolik, Anglikan, dan beberapa gereja tradisional lainnya dalam ibadah-ibadah mereka atau dalam misa-misa. Disebut juga “The Greater Doxology”; Magnificat – Nyanyian Maria (Lukas 1:46-56), teks ini dinyanyikan dalam Verpers (ibadah saat matahari terbenam), dan merupakan bagian dalam ibadah Evening Prayer atau Evensong di gereja Anglikan; Benedictus – Nyanyian Zakaria (Lukas 1:67-80), dinyanyikan pada ibadah Lauds di gereja Roma Katolik dan pada ibadah Morning Prayer di gereja Anglikan; Nunc Dimitis – Nyanyian Simeon (Lukas 2:27-32), dinyanyikan pada ibadah Compline (setelah Vespers) di gereja Roma Katolik, 99 pada ibadah Even song di gereja Anglikan, dan pada kebaktian Perjamuan Kudus di gereja Lutheran. 3.2.2 Jaman gereja mula-mula Jaman gereja mula-mula dibagi dalam: jaman Perjanjian Baru, Himne Yunani (Greek Hymnody) dan Himne Latin (Latin Hymnody). Jaman Perjanjian Baru Setelah kehancuran Bait Allah (tahun 70 Masehi), ada beberapa latar belakang sosial-politik yang mempengaruhi keadaan orang Kristen dan orang Yahudi pada waktu itu. Keadaan-keadaan itu adalah; Penganiayaan terhadap orang-orang percaya meningkat; Pertemuan-pertemuan ibadah dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan pengawasan yang ketat; Upacara dan ritual orang Yahudi perlahan-lahan mulai ditinggalkan; Injil diberitakan secara luas, bahkan kepada orang-orang bukan Yahudi; Adanya persekutuan antara orang Yahudi dan yang bukan Yahudi, dan mereka disebut sebagai orang Kristen. Karena keadaan yang kurang menguntungkan tersebut, maka nyanyian jemaat tidaklah dinyanyikan secara terang-terangan dan mulai bermunculanlah puisi-puisi rohani yang kadang dinyanyikan atau dibacakan saja, yang disebut juga himne, seperti: 1 Kor. 2:9; Ef. 5:14; 1 Tim. 1:17; 1 Tim. 3:16; 2 Tim. 2:1113; Kisah. 16:25; dan lain-lain. Ini merupakan cikal bakal berkembangnya lagulagu himne. Himne Yunani (Greek Hymnody) 100 Bahasa Yunani adalah bahasa resmi di seluruh daerah pendudukan kerajaan Romawi. Kitab-kitab di Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, bahkan Perjanjian Lama diterjemahkan juga ke dalam bahasa Yunani, yang disebut Septuaginta. Sehingga himne-himne dan unsur-unsur dalam ibadah sekalipun menggunakan bahasa Yunani. Pada tahun 367 Masehi, Konsili di Laodikia memutuskan bahwa jemaat biasa tidak diperbolehkan terlibat aktif di dalam ibadah/misa, hanya penyanyi yang sudah terlatih dan yang memenuhi syarat saja yang diperbolehkan menyanyi, dan penggunaan instrumen tidak diperbolehkan. Namun dari jaman inilah muncul teks-teks himne yang asli32, dalam pengertian murni, bukan saduran atau kutipan, atau parafrase. Seperti: Phos Hilaron, tidak diketahui siapa penulisnya, digunakan dalam Verpers atau Evensong, yang berarti Terang Kemuliaan Ilahi Bapa.33 Penulis himne Yunani yang lain adalah Clement dari Alexandria (160-215), Synesius dari Cyrene (375-430), St. Andrew dari Kreta, St. John dari Damaskus, dll. Himne-himne yang muncul dan terkenal sampai sekarang, antara lain: Ter Sanctus (Suci, Suci, Suci, Allah Maha Tinggi), Gloria in Excelsis Deo (Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi), Gloria Patri (Mat.28:19), TeDeum.34 Dalam jaman Yunani ini, mulai dikenal bentuk himne dengan metrikal. Tidak lagi berbentuk bebas seperti karya prosa, tetapi lebih berbentuk seperti puisi; bahkan St. Andrew dari Kreta mengembangkan suatu bentuk kanon untuk 32 Eskew & McElrath, h. 85. John Julian, Dictionary of Hymnology – vol.2, (Grand Rapids: Kregel Publications, 1985), h. 894. 34 Ibid, “Greek Hymnody”, h. 456-466. 33 101 menyanyikan canticles. Bentuk lain seperti: Troparia, doa pendek yang dinyanyikan di tengah-tengah pembacaan Mazmur; Kontakion, terdiri dari 18-30 bait dengan refrain, biasanya berurutan secara alfabetikal. 3.2.3 Himne latin (Latin hymnody) Nyanyian jemaat berbahasa Latin berkembang secara paralel dengan bagian akhir nyanyian jemaat berbahasa Yunani. Hanya saja perkembangan nyanyian jemaat berbahasa Latin lebih lambat dibandingkan dengan nyanyian jemaat berbahasa Yunani. Belahan dunia Timur menggunakan bahasa Yunani, dan belahan dunia Barat menggunakan bahasa Latin. Di belahan dunia Barat ini terdapat larangan untuk menggunakan teks-teks himne yang bukan berasal dari Alkitab, sebagai suatu usaha untuk mencegah berkembangnya ajaran-ajaran sesat, yang pada waktu itu merebak,seperti: Arius. Kaum ortodoks mulai menggiatkan penulisan teks-teks himne untuk menangkal ajaran-ajaran sesat itu, bahkan sebagian mereka harus berjuang secara fisik hingga menimbulkan pertumpahan darah. Penulis-penulis teks himne beraliran ortodoks itu antara lain: Bishop John Chrysostom dari Konstantinopel; Hilary dari Poitiers; yang sangat terkenal yaitu Ambrose dari Milan dengan O lux beata dan Trinitas, yang keduanya adalah nyanyian malam untuk memuji Allah Tritunggal. Juga Veni, Redemptor Gentium, yang banyak digunakan pada masamasa Advent, bahkan Martin Luther juga menggunakannya dalam bahasa Jerman. 102 Masih banyak lagi penulis himne yang lain, yang sudah menulis teks-teks himne untuk menangkal ajaran-ajaran sesat.35 3.2.4 Jaman kegelapan (dark ages) dan jaman pertengahan (middle ages) Tahun 500-1000 Masehi disebut Jaman Kegelapan karena kerajaan Romawi runtuh, sehingga mengakibatkan perkembangan nyanyian jemaat berbahasa Yunani pun mulai hilang; yang tersisa hanyalah nyanyian jemaat berbahasa Latin. Pada jaman ini, perkembangan intelektual dan kebudayaan meningkat secara drastis, sehingga mengakibatkan beberapa penulis himne juga menampilkan kejayaan dalam karya-karya mereka yang kreatif.36 Penulis himne yang sangat terkenal dari Jaman Kegelapan ini adalah Pope Gregory I (590-604), atau yang dikenal dengan sebutan The Great, karena beliau banyak melahirkan tulisan-tulisan yang spektakuler tentang khotbah-khotbah, theologia sistematis, misi, dan pelayanan, serta dalam bidang musik dan liturgi. Dalam bidang musik dan liturgi, Pope Gregory I memperkenalkan suatu melodi yang sering dikenal dengan sebutan Gregorian Chant, dengan ciri-ciri yang khas, yaitu: monofonik (satu suara saja), tanpa iringan, melodi diatonik, ketukan bebas dalam arti melodi dan ketukan disesuaikan dengan ritme dari teks. 37 Dari Jaman Kegelapan ini nyanyian jemaat berbahasa Latin masih terus berkembang sampai Jaman Pertengahan (Middle Ages). Penulis-penulis himne yang terkenal dari Jaman Pertengahan ini antara lain: Bernard dari Clairvaux 35 Eskew & McElrath, h. 85-89. Ibid, h. 89. 37 Jhon Julian, 1985 Dictionary of Hymnology, 2nd Edition, 2 volumes. Grand Rapids: Kregel Publications, h. 469-470. 36 103 (1091-1153) dengan himnenya yang terkenal “Jesus, the Very Thought of Thee” (Jesus, Dulcis Memoria); Berbard dari Cluny (1145) dengan “Of Scorning the World” (De Contemptu Mundi) dan “Jerusalem, the Golden”; St. Francis dari Assisi (1182-1226). St. Francis dari Assisi banyak menulis teks himne, antara lain “All Creatures of Our God and King”. Jaman Pertengahan banyak memberikan sumbangsih di dalam bidang musik dan liturgi, karena pada jaman inilah orang Kristen mulai mengenal Sequence dan Tropes, yaitu penggabungan teks dan musik yang diaplikasikan ke dalam liturgi. Tujuannya adalah untuk menghidupkan liturgi di dalam perayaan misa. Bahkan sequence dan tropes ini sebagian masih dipakai oleh gereja-gereja reformed pada jaman reformasi. Selain itu, St. Francis dari Assisi, juga mulai menggunakan bahasa Itali dalam himne-himnenya, dan beliau juga mengembangkan lagu-lagu rakyat (folksong) yang lebih dikenal dengan istilah carol.38 3.2.5 Jaman reformasi protestan Reformasi Protestan membawa angin baru di dalam nyanyian jemaat, khususnya di Eropa. Di Jerman dan negara-negara Scandinavia, lagu-lagu himne dengan style Chorale sangat dikenal; sedangkan Mazmur yang dinyanyikan lebih dikenal di Perancis, Belanda dan Inggris. Karakteristik dari musik pada jaman ini adalah: perubahan musik dari monofonik musik menjadi polifonik musik; Gereja Roma Katolik masih 38 Eskew & McElrath, h. 93-95. 104 mempertahankan “Musik Sakral” dengan Church Modes mereka. Sedangkan orang-orang dari golongan rendah lebih mengenal musik sekuler, sehingga musik sekuler juga berkembang pesat. Church Modes mulai ditinggalkan ke arah tonalitas mayor-minor; garis paranada (garis lima) mulai dikenal untuk penulisan notasi musik; dan teknologi percetakan juga mulai berkembang, sehingga musik literatur terus berkembang di seluruh Eropa. Karakteristik dari melodi Chorale, yang dikembangkan oleh Martin Luther, yang bekerja sama dengan Johann Sebastian Bach, yaitu: musik frase sangat jelas dan lebih teratur; ritme dikenal lambat, tetap, dan adanya penekananpenekanan; menggunakan tonalitas mayor-minor; polifonik; mudah dinyanyikan karena range (batasan nada terendah dan tertinggi) tidak besar, melodi yang sederhana, pendek dan tetap. Chorale menggunakan bahasa Jerman, bukan Latin, sehingga dengan mudah dipelajari oleh orang awam. Martin Luther masih menggunakan teks dan melodi lagu-lagu dari Gereja Roma Katolik: “Ia mengubah musik dan teks dari nyanyian Gereja Roma Katolik supaya sesuai dengan theologi barunya. Hasilnya, orang-orang mengenal himne-himne dan chants yang sudah dikenal dan mereka merasakan kehadiran “Gereja Baru” di dalam rumah mereka masing-masing. Luther menggunakan musik yang sudah dikenal bagi mayoritas masyarakat Jerman.”39 Himne-himne terkenal yang ditulis oleh Martin Luther antara lain: Ein’ feste Burg ist unser Gott (Allah Jadi Benteng Kukuh) yang berdasarkan Mazmur 46; Aus tiefer Not Schrei ich zu dir (Out of the depths I cry to Thee) yang 39 Johannes Riedel, The Lutheran Chorale, Its Basic Traditions, (Minneapolis: Augsburg Publishing House, 1967), h. 38. 105 berdasarkan Mazmur 130; Von Himmel hoch da komm ich her (From Heaven above to Earth I Come) sebuah himne Natal untuk anak-anak berdasarkan lagu sekuler Aus fremden Landen komm ich her (Good news from far abroad I bring); Chirst lag in Todesbanden (Christ Jesus lay in death’s strong bands) sebuah himne Paskah yang berdasarkan himne Latin dalam Sequence Paskah, Victimae paschali laudes; Nun komm der heiden Heiland (Savior of the Nations, Come) himne Advent yang diilhami oleh himne Veni redemptor genitum gubahan Ambrose.40 Sekitar 20.000 himne telah ditulis di Jerman sampai dengan akhir abad 16, sampai tahun 1618 jumlah ini hanya mencapai 25.000 saja. Hal ini disebabkan oleh adanya “Perang 30 Tahun” antara golongan Gereja Roma Katolik dan Gereja Reformed Protestan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penulisan himne tidak mengalami kebangunan yang berarti. Ada beberapa penulis himne seperti Johann Hermann (1585-1647), Martin Rinkart (1568-1649) dengan “Now Thank We All our God”, Johann Cruger dengan “Nun Danket”, “Praxis Pietatis Melica”, “Herliebster Jesu (Ah, Holy Jesus)”, “Jesu, meine Freude (Jesus, All my Gladness)”, dan lain-lain. 3.2.6 Pietisme Pada akhir abad 17 dan memasuki abad 18, gerakan Pietisme mulai merebak. Gerakan ini dipelopori Phillip Jakob Spener pada tahun 1670, yang memberikan reaksi terhadap meningkatnya formalitas dan kekakuan di dalam 40 Eskew & McElrath, h. 99. 106 Gereja. Gerakan Pietisme ini mendorong orang-orang Kristen untuk hidup di dalam kerohanian mereka dan memperhatikan ibadah pribadi mereka. Sehingga gerakan Pietisme ini menghasilkan himne-himne yang bersifat subyektif, lebih menekankan karakter-karakter pribadi. Karena karakter inilah, maka himne- himne Pietisme lebih sesuai untuk ibadah pribadi daripada ibadah bersama di dalam Gereja. Himnis-himnis dari gerakan Pietisme ini antara lain: Johann J. Schultz, Adam Drese, dan yang terkenal adalah Joachim Neander dengan himnenya Lobe den Herren, dem machtigen Konig der Ehren (Praise to the Lord, the Almighty/Mari Memuji Tuhan). 3.2.7 Moravian Kelompok Moravian adalah para pengikut John Hus dari Bohemia, sekarang Cekoslovakia, yang mati secara martir pada tahun 1415. Kelompok ini sering mendapatkan penganiayaan, baik dari Gereja Roma Katolik maupun dari Gereja Protestan. Kelompok ini sangat kuat dalam pengiriman tenaga-tenaga misionaris ke luar Eropa.41 Himne-himne yang terkenal dari kelompok Moravian ini antara lain: Nicolaus Ludwig von Zinzendorf (1700-1760); Christian Gregor (17231801). 2.3.8. Nyanyian mazmur Nyanyian Mazmur berkembang hanya di Perancis, Belanda dan Inggris. Mereka hanya menyanyikan Mazmur, karena mereka sulit menerima lagu-lagu 41 Julian, h. 765-769. 107 himne hasil tulisan manusia. Mereka hanya menerima yang berasal dari Firman Tuhan saja. a. Nyanyian Mazmur Di Prancis Di Perancis, pelopor nyanyian Mazmur ini adalah John Calvin, seorang ahli theologia reformed. Berbeda dengan Luther, Calvin menolak semua musik dan liturgi peninggalan Gereja Roma Katolik, bahkan dia juga menolak penggunaan organ, paduan suara dan himne-himne yang ditulis oleh manusia; hanya mazmur atau himne yang berdasar dari Mazmur saja yang boleh dinyanyikan dalam ibadah-ibadah, itupun harus dinyanyikan secara unison tanpa iringan. Dengan filosofi seperti ini, mereka menghasilkan peningkatan nyanyian Mazmur di Perancis. Ini terbukti dengan terbitnya buku Calvin’s Strassburg Psalter pada tahun 1539, yang diikuti oleh buku-buku Pslater yang lain yang diterbitkan di Geneva. Puncaknya dengan terbitnya Genevan Psalter pada tahun 1562, yang memuat 150 Mazmur, ditambah 10 Perintah Allah dan Nunc Dimittis. Buku ini memuat 125 melodi dalam 110 meter yang berbeda.42 b. Nyanyian Mazmur di Inggris Yang melatarbelakangi kelompok penyanyi Mazmur dari Inggris ini adalah penganiayaan terhadap orang-orang Kristen Protestan oleh Queen Mary pada tahun 1553-1558, yang terkenal dengan sebutan “Bloody Mary”. Sehingga orang-orang Kristen Protestan melarikan diri keluar dari Inggris, sebagian besar 42 Eskew & McElrath, hal. 115. 108 lari ke Geneva dan membentuk Gereja Anglo-Genevan yang digembalakan pertama kali oleh John Knox pada tahun 1555. Kelompok Genevan Psalter inilah yang mempengaruhi kelompok Anglo-Genevan ini untuk menyanyikan Mazmur di dalam ibadah-ibadah mereka.43 Mereka menyanyikan nyanyian-nyanyian Mazmur gubahan Sternhold dan Hopkins serta William Willingham. Pada tahun 1561, mereka menerbitkan Anglo-Genevan Psalter, yang sebagian lagunya diambil dari buku Genevan Psalter. Tradisi menyanyikan Mazmur ini terus berlanjut setelah mereka kembali ke Inggris, sesudah Queen Mary meninggal. c. Nyanyian Mazmur di Skotlandia Pada awalnya orang-orang Skotlandia bersatu dengan orang-orang Inggris di Geneva karena mereka juga mengalami penganiayaan yang sama dari Queen Mary. Mereka juga menyanyikan mazmur dari sumber yang sama, yaitu AngloGenevan Psalter. Namun pada tahun 1559, orang-orang Skotlandia ini kembali ke tanah air mereka dan mulai merevisi Anglo-Genevan Psalter. Pada tahun 1564, mereka menerbitkan versi mereka sendiri yang diberi nama The Forme of Prayers and Ministration of the Sacraments. d. Nyanyian Himne di Inggris Untuk membahas nyanyian himne di Inggris, kita tidak bisa melupakan 2 (dua) nama, yaitu Isaac Watts dan keluarga Wesley. Isaac Watts adalah orang 43 Ibid, h. 117-119. 109 yang memulai penulisan dan penggunaan nyanyian himne di Inggris, khususnya di Gereja Anglikan, yang sebelumnya hanya menyanyikan nyanyian-nyanyian Mazmur saja. Pada waktu itu sebagai seorang muda yang berusia 21 tahun, Isaac Watts mengeluh tentang kualitas dari nyanyian-nyanyian Mazmur itu. Ayahanda Isaac Watts lalu memberikan tantangan kepada Isaac Watts untuk menulis yang teks yang lebih baik. Selanjutnya Isaac Watts membuktikannya dengan menampilkan salah satu karyanya, yaitu “Behold Glories of the Lamb”, yaitu teks dari Mazmur yang diparafrase.44 Setelah itu Isaac Watts banyak menulis “nyanyian baru” yang diilhami dari pengalamannya, pemikirannya, perasaannya, dan aspirasinya. Watts masih menggunakan bentuk-bentuk musik yang sudah ada, namun syair-syairnya memiliki kekhususan, yaitu: satu lagu hanya memiliki satu tema, kalimat-kalimat yang sederhana namun dapat memuat makna yang dalam, jalan pemikiran yang menuju ke klimaks, dan syair-syairnya juga sangat cocok dengan khotbah, serta lebih sesuai digunakan untuk persekutuan bersama orang-orang Kristen, tidak cocok untuk ibadah pribadi. Penekanannya adalah pada masyarakat Kristiani yang telah ditebus dan penebusan melalui kayu salib. Karena itulah, Isaac Watts disebut sebagai “Bapak Nyanyian Himne Inggris”. Nyanyian himne yang ditulis oleh Isaac Watts, antara lain: “Alas! And did my Savior bleed”, “Am I a soldier of the cross?”, ”Come, we that love the Lord”, “I sing the almighty power of God”, “When i survey the wondrous cross”, dll. Sedangkan parafrase dari Mazmur yang ditulis olehnya, antara lain: “My 44 James Sallee, 1978. A History of Evangelistic Hymnody, (Grand Rapids: Baker Book House), h. 11. 110 Shepherd will supply my need (Mzm 23)”, “Jesus shall reign (Mzm 72)”, “O God our help in ages past (Mzm 90)”, “Joy to the world (Mzm 98)”, “From all that dwell below the skies (Mzm 117)”, “This is the day that the Lord hath made (Mzm 118)”, “I’ll praise my maker while I’ve breath (Mzm 146)”, dll. Selain Isaac Watts, dua bersaudara yang tidak boleh kita lupakan yaitu John dan Charles Wesley. Mereka adalah pendiri denominasi Methodist. Charles Wesley yang berbakat menulis nyanyian-nyanyian himne. Dia sudah menulis 8989 puisi religius, paling sedikit 6000 di antaranya adalah himne. Penekanan nyanyian-nyanyian himne Wesley adalah sebagian besar menekankan tentang penginjilan, diilhami oleh pengalaman pribadi. Secara teks mengalami peningkatan mutu daripada himne-himne sebelumnya, biasanya dinyanyikan tanpa iringan, dan penekanan John Wesley adalah pada sikap hati dalam menyanyi. Hasil karya Charles Wesley, antara lain: “Praise the Lord who reigns above”, “Come, Thou long-expected Jesus”, “Hark! The herald angels sing”, “And can it be that I should gain”, “Tis finished! The Messiah dies”, “Christ the Lord is risen today”, “Hail the day that sees Him rise”, “Jesus, lover of my soul”, “Rejoice the Lord is King”, “Lo, He comes with clouds descending”, “O for a thousand tounges”, “Love divine, all loves excelling”, “Depth of mercy! Can it be”, “Ye servants of God”, dll. Selain Isaac Watts dan Wesleys, sebenarnya masih banyak penulis-penulis himne yang lain, namun karena keterbatasan waktu, maka penulis hanya menyebutkan satu nama lagi, yaitu John Newton, yang sudah menulis sekitar 280 111 himne, di antaranya yaitu: “Amazing Grace”, “Glorious things of thee are spoken”, “How sweet the name of Jesus sounds”, “May the grace of Christ our Saviour”, dll. e. Nyanyian Himne di Amerika Mulai abad ke-16 sampai dengan awal abad ke-18, Nyanyian Mazmur masih aktif digunakan di gereja-gereja Amerika. Pada umumnya tradisi menyanyikan Mazmur dibawa dari benua Eropa, baik dari Perancis maupun dari Inggris oleh para misionaris mereka. Huguenot membawa French Metrical Psalms ke Florida, khususnya kepada orang-orang Indian, pada tahun 1562-1565. Sir Francis Drake dari Inggris baru datang pada tahun 1579, dan Henry Ainsworth juga dari Inggris datang pada tahun 1620. Kemudian orang Puritan mendirikan Massachusetts Bay Colony di bagian Utara Boston pada tahun 1630. Selanjutnya pada tahun 1640, mereka menerbitkan The Whole Book of Psalms Faithfully Translated into English Metre, yang sekarang disebut sebagai Bay Psalm Book. Pada edisi ke-9 dari buku ini mereka menggunakan notasi FaSoLaMi (FSLM), yang merupakan solmisasi tua yang digunakan di Inggris. Pada tahun 1734, Jonathan Edward dan George Whitefield mempelopori gerakan “Kebangunan Besar” (Great Awakening) di Northampton, Massachusetts, yaitu suatu gerakan yang bereaksi melawan institusi keagamaan yang tradisional. Pada masa ini, memang nyanyian Mazmur masih digunakan di gereja-gereja, namun orang-orang lebih menyukai nyanyian-nyanyian himne Isaac Watts yang dibawa oleh Whitefield dari Inggris. 112 Pada akhir abad ke-18, nyanyian rakyat juga diadopsi sebagai nyanyian jemaat, pada umumnya tidak dicatat karena mereka melestarikannya dari mulut ke mulut. Mereka menggunakan melodi dari lagu-lagu rakyat yang sudah dibawa oleh para pendatang sebelumnya dari Inggris, sehingga lebih dikenal dengan sebutan Anglo-American Folksongs. Mereka menggunakan musik pentatonik dan melodi modal (seperti: Dorian, Myxolydian, dll). Tema-tema yang umumnya dipakai dalam himne-himne mereka adalah pertobatan orang berdosa, antisipasi terhadap kematian, dan kepastian akan penghakiman terakhir. Pada awal abad ke-19, gerakan Camp-meeting juga melanda Amerika, dimulai dari Carolina dan Kentucky. Gerakan ini adalah gerakan interdenominasi, karena gerakan ini dipelopori oleh gereja-gereja Methodist, Presbiterian dan juga Baptist. Lagu-lagu camp-meeting ini menggunakan bahasa yang sederhana; lagunya seperti lagu rakyat sehingga mudah dipelajari dan mudah dinyanyikan serta banyak pengulangan; pada umumnya bertemakan keselamatan bagi yang berdosa. Selain itu, gerakan ini juga memperhatikan masalah-masalah sosial, seperti: kepentingan anak-anak, hak-hak wanita, tenaga kerja anak-anak, hak-hak buruh, dan lain-lain; khususnya gerakan anti-perbudakan yang menyebabkan Perang Sipil (Civil War) di tahun 1861. Dari abad ke-18 sampai awal abad ke-19, banyak gerakan-gerakan baru bermunculan di Amerika, antara lain: Gerakan Sekolah Minggu (Sunday School Movement), 1824; Negro Spiritual, 1870; Gospel Songs, 1874; dan lain-lain. Banyak sekali lagu-lagu himne yang tercipta untuk kebutuhan Gerakan Sekolah Minggu ini. Komposer-komposer yang terkenal antara lain adalah 113 William Bradbury (1816-1868), yang sudah menulis: Jesus loves me (Yesus kasih ‘kan daku-PPR 334), He leadeth me (Mukhalislah Pemimpinku-PPR 111), Sweet hour of prayer (Inilah saat minta doa-PPR 160), Just as I am, without one plea (Seadanya ku tak layak-PPR 42), My hope is built on nothing less, Saviour like a shepherd lead us (Yesus seperti gembala). Selain itu adalah Fanny Crosby (18201915), penulis syair yang sudah buta sejak lahir, yang syair-syairnya ditambahkan oleh William H. Doane (1832-1915) sehingga dapat dinyanyikan, seperti: Blessed Assurance (Jaminan mulia), Praise Him! Praise Him! (Puji! Puji!), Pass me not, O gentle Saviour (Jangan Engkau lalui), Jesus keep me near the cross (Bawalah aku dekat ke salib), To the work (Marilah bekerja). Robert Lowry (1826-1899) juga adalah penulis lagu-lagu himne yang terkenal, juga Elizabeth P. Prentiss, Phoebe P. Knapp dengan “Jesus is tenderly calling thee home”; Joseph M. Scriven dengan “What a friend we have in Jesus” (Yesus sahabat sejati); juga Londoner Katherine Hankey yang menulis “I love to tell the story” (Kusuka mengabarkan Injil); dll. Dalam masa Gospel Era, penginjilan keliling merebak dan di belakang masing-masing penginjil besar itu terdapat penulis lagu-lagu himne, contohnya: Major D.W. Whittle, penginjil bekerja sama dengan Phillip P. Bliss. Lagulagunya antara lain adalah: I gave My life for thee (Nyawaku diberikan), It is well with my soul (Nyamanlah Jiwaku), Whosoever will (Lemah lembut suara Yesus memanggil), Wonderful words of life (Kalam memberi hidup). Kemudian pasangan D.L. Moody dan Ira D. Sankey, kumpulan dari lagu-lagu himne pada masa Gospel Era ini dibukukan dalam buku-buku: Gospel Songs (milik Bliss, 114 1874); Gospel Hymns and Sacred Songs (milik Sankey dan Bliss, 1875); sedangkan Sankey, Stebbins dan McGranahan menerbitkan Gospel Hymns nomor 2-6 masing-masing pada tahun 1876, 1878, 1883, 1887, 1891. Lalu semuanya dikumpulkan menjadi satu edisi Gospel Hymns Complete pada tahun 1894. 3.3 Perkembangan Himne Gereja HKBP Dalam sejarah kekristenan di Tanah Batak, musik berperan sebagai alat penginjilan dan membangun persekutuan orang-orang Batak. Para missionaris yang datang ke Tanah Batak sudah dilengkapi dengan pengetahuan teori musik dan mampu memainkan alat-alat musik. Salah satunya adalah missionaris Nommensen yang menterjemahkan lagu-lagu rohani berbahasa Jerman ke dalam bahasa Batak Toba di Sipirok tahun 1871-1872 (Nomensen, tth:93). Penerjemahan lagu gereja ke bahasa Batak Toba juga dilakukan oleh missionaris Johannsen, Puse, Metzler, Meerwaldt, Pdt. Otto Marcks, Paul Gerhard dan Pdt. Batak yang pertama. Hasil dari terjemahan lagu-lagu yang kemudian menjadi lagu-lagu dalam Buku Ende HKBP (Immanuel, 1907:75-84). Sebagian besar sumber melodi nyanyian jemaat HKBP berasal dari nyanyian rohani Jerman dan Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Batak Toba (Kruger, 1966:223; Hutauruk, 1993:60). Tahun 1881 mencatat beberapa peristiwa penting antara lain diadakannya konfrensi di Silindung yang diikuti oleh 3.500 orang Kristen; pekabaran injil mulai ke arah Danau Toba; berdirinya gereja di Balige; ditetapkannya aturan gereja yang pertama; RMG mengangkat Pdt. I. L. Nommensen menjadi Ephorus 115 (Almanak HKBP, 2003:376); dan terbitnya sebuah buku nyanyian jemaat dalam bahasa Batak Toba yang diberi judul “Ende ni Halak Kristen Batak di Sumatera”. Buku nyanyian ini terdiri dari 121 nyanyian yang merupakan terjemahan lagulagu rohani dari Jerman dan Belanda. Nyanyian ini dibagi dalam beberapa bagian sesuai dengan tema lagu, yaitu: 1. Nomor Ende 1-6 : Ende Pujipujian (Puji- pujian); (2) Nomor Ende 1-18: Ende doa (Nyanyian Doa); (3) Nomor Ende 19-34: Ende Jamita (Nyanyian khotbah); (4) Nomor Ende 35-38 : Ende Adventus (Nyanyian Advent); (5) Nomor Ende 39-46: Ende Hatutubu ni Tuhan Jesus (Nyanyian tentang kelahiran Tuhan Yesus); (6) Nomor Ende 47-49: Ende di Hamamate ni Tuhan Jesus (Nyanyian tentang kematian Tuhan Yesus); (7)Nomor Ende 50-58 : Ende di Haheheon ni Tuhan Jesus (Nyanyian tentang kebangkitan Tuhan Yesus); (8) Nomor Ende 59-61: Ende di Hananaek ni Tuhan Jesus (Nyanyian tentang kenaikan Tuhan Yesus); (9) Nomor Ende 62-64: Ende di Hasasaor ni Tondi Porbadia (Nyanyian tentang turunnya Roh Kudus); (10) Nomor Ende 65: Ende di Pandidion Nabadi (Nyanyian Baptisan Kudus); (11) Nomor Ende 66-70: Ende di Ulaon Nabadia (Nyanyian Perjamuan Kudus); (12) Nomor Ende 71-83: Ende taringot tu Haporseaon (Nyanyian untuk Tuhan Yesus); (13) Nomor Ende 84-87: Ende taringot tu Parungkilon (Nyanyian tentang penderitaan); (14) Nomor Ende 88-92: Ende taringot tu Hasesaan ni Dosa (nyanyian tentang dosa dan penghapusan dosa); (15) Nomor Ende 93-102: (16) Ende taringot tu Ajal ni Jolma dohot Masa Songot (Nyanyian tentang kematian dan pengharapan); (17) Nomor Ende 103-108: Ende Manogot (Nyanyian pagi hari); (18) Nomor 116 Ende 109-114: Ende Botari (nyanyian sore hari); dan (19) Nomor Ende 115-121: Ende suplement (nyanyian tambahan). Pada tahun 1886 buku nyanyian dicetak edisi kedua dengan menambahkan 41 nyanyian baru sehingga jumlah nyanyian dalam buku nyanyian cetakan kedua adalah 162 nyanyian. Tanggal 30 Januari 1901, Pdt. F.H. Meerwaldt menterjemahkan dua buah nyanyian ke dalam bahasa Batak Toba yang berjudul “Hohom ahu nuaeng dan Na mungkap do surgo” (Immanuel, 1901:73). Tahun 1907, Paul Gerhard menterjemahkan sebelas nyanyian jemaat45, yaitu: 1. Behama panjalongku di Ho, o Tuhanki 2. Hamu ale donganku 3. O ulu na sap mudar 4. Adong do Biru-biru i 5. Sai tiur ma langka muna 6. Bongoti ma rohangku 7. Sai hehe ma rohangku 8. Mata ni ari binsar saonnari 9. Lao modom do luhutna 10. Pasahat ma sudena 11. Tung beasa ma holsoan Pada tahun 1901, nyanyian jemaat yang telah dikumpulkan berjumlah 227 nyanyian, nyanyian ini ditulis dalam not balok. (Hutauruk, 1993:60). Tahun 1926, diterbitkan cetakan pertama buku nyanyian yang berjudul “Bokoe Ende na Marragam” dengan jumlah nyanyian 332 buah. 45 Kantor Pusat HKBP. Majalah Immanuel. Pematang Siantar: Percetakan HKBP 1907. 117 Tahun 1940 terbitlah Buku Ende HKBP yang sampai saat ini digunakan dalam ibadah-ibadah yang dilakukan oleh gereja HKBP. Jumlah nyanyian dalam Buku Ende HKBP berisikan 373 nyanyian. Adapun sumber nyanyian ini adalah46: 1. EKG = Evangelisches Kirchen Gesangbuch, stammausgabe 1950 / 1951. Kitab nyanyian gereja– gereja evangelist di jerman. Sammausgabe adalah bagian pokok yang di pakai oleh semua gereja regional di Jerman. 2. EKG B = Evangelisches Kirchen Gesanbuch, Sonderausgabe. Sama dengan EKG tapi ditambah dengan bagian khusus “sonderausgabe” yang dipakai oleh gereja evangelis di daerah Berlin / Braindenburg. 3. EKGR = Sama dengan EKG. Kitab nyanyian ini dipakai oleh gereja evangelis di daerah Rhendland, Wesfalen dan Lippe. 4. EvPs = Evangelicher Psalter 1912. Kitab nyanyian Jerman yang berwarna pietis. 5. EvPs A = Sama dengan EvPs di tambah suplemen “ anhang” 6. HAM = Hymns Ancient And Modern, London 1924. 7. M.H = Methodist Hymn Book, London 1934 8. HCL = Hymns of The Christian Life, Christian publication Inc, Harrisburg 1936 9. L.U = Liber Usualis, kitab nyanyian Gregorian dari gereja Katolik. 10. Gtsl = Gotteslob, Katholisches Gebet – und Gesangbuch, Keuskupan Regensburg, 1975. 11. Gms = Gemainshaft lieder, Basel 1950 46 Kantor Pusat HKBP. Buku Ende HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 1990. 118 12. Mzm =Mazmur jenewa, 1562. 13. EvGz = Evangelische Gezangen , Buku nyanyian Belanda 1805 /1807 14. Julian = John Julian, Dictionary of hymonologi, New York 1957 15. Buku nyanyian gereja Protestant di Swiss 1952. Tahun 1934 Elfriede Harder menterjemahkan banyak lagu-lagu ke dalam bahasa Batak Toba yang kemudian dikenal dengan nama “Haluan na Gok” (Hutauruk, 1986:220) yang berisi 232 nyanyian. Sumber melodi nyanyian “Haluan na Gok” berasal dari 26 sumber, yaitu: Buku Logu; Cantare; Chrischonalicder; Ende Angkola; Evangelischer jilid I dan II, Jugendbundlieder; Missionsharfe; Musikant; Rettungsjubel; Reichslieder; Sankey Lieder; Sangergruss; Siegeslieder; Singet dem Herrn; Unser Lied; Vereinslieder; Wehrund Waffenlieder; Zangbundel J. de Herr; Zangbundel Leger des Heils; dan Zoeklicht. Tahun 1934, nyanyian “Haluan na Gok” belum digunakan dalam ibadah di gereja HKBP karena adanya pandangan yang berbeda dari para pendeta tentang nyanyian tersebut. Mereka mengatakan bahwa nyanyian dalan “Buku Ende Haluan na Gok” seperti nyanyian orang yang kerasukan/ ende ni na tonditondion.47 Kondisi ini juga disebabkan oleh sekelompok warga jemaat HKBP Janji Matogu dengan berpakaian serba putih naik ke menara gereja sambil menyanyikan beberapa nyanyian dari “Buku ende Haluan na Gok” seraya mengangkat tangan ke atas dan kadang-kadang bertepuk tangan, mereka berkata 47 Riris Johanna Siagian, 2001. Satu Visi menuju HKBP yang Baru. Kantor Pusat HKBP. 119 bahwa akhir jaman sudah dekat dan marilah kita naik ke surga. Perkataan ende na tondi-tondiaon adalah sebuah ejekan terhadap apa yang dilakukan oleh Elfriede Harder yang mendidik para wanita Batak Toba menjadi Bibelvrouw (pelayan wanita). Pada tahun 1959, “Buku Ende Haluan na Gok” sudah diterima HKBP sebagai nyanyian jemaat dan dapat digunakan pada kebaktian minggu (Immanuel, 1959:7). Tahun 1995 HKBP menerbitkan buku Bibel/AIkitab yang digabung dengan buku Ende HKBP yang bernotasi angka. Disana penomoran Buku Ende bagian Haluaon Na Gok tidak lagi dimulai dan nomor 1 sampai 232 tetapi dimulai dengan nomor 374 sampai 556 pada saat penggabungan ini ada 49 nyanyian yang dibuang dari Haluaon Na Gok karena nyanyian tersebut telah ada pada Buku Ende HKBP bagian pertama.48 Buku Ende Haluaon na gok dicetak dengan penomoran yang dimulai dan nomor 1 sampai 232. Baru pada tahun 1995 penomorannya dirubah dengan menggabungkannya ke Buku Ende yang sebelumnya, dimulai dengan nomor 374 sampai 556. Sejak Szuster Elifiede Harder mengumpulkan nyanyian ini, beliau telah menuliskan sumber nyanyian dalam buku nyanyian Haluaon Na Gok. Berikut sumber lagu Haluaon Na Gok: Buku Logu, Cantate, Carstem, Chrishhonalieder, Ende Angkola, Evangelischer Psalter, Evangeliumssanger, Fellowship Hymns, Frohe Botshaft, Guitarreileder jilid 1 dan 2, Judgenbundlieder, Missionsharfe, Musikant, Rettungsjubel, Reichslieder, Sankey Lieder, Sangergruss, Siegeslieder, Singet dem Herrn, Unser Lied , 48 Wawancara dengan Pdt B. Lumbantobing, MTh, di Pematang Siantar 10 januari 2011. 120 Vereinslieder, Wehr – und Waffenlieder, Zangbundel J. De Herr, Zangbundel Leger des Heils, Zoeklicht dan “Selesele” semuanya berjumlah 26 sumber lagu49. Tahun 1999 diterbitkan Buku Ende HKBP berbahasa Indonesia yang disebut dengan “Kidung Jemaat HKBP” yang dikerjakan oleh Pdt. Waldemar Silitonga yang pada saat itu memegang jabatan sebagai kepala Biro Musik HKBP. Pada Tahun 2003, melalui Rapat Pendeta HKBP yang diselenggarakan tanggal 8-10 Oktober menyepakati penggunaan Buku Ende Suplemen HKBP yang berjudul “Sangap di Jahowa” dalam ibadah gereja HKBP. Jumlah nyanyian Buku Ende Suplemen adalah sebanyak 306 nyanyian yang disesuaikan dengan tema gereja. Buku Ende HKBP dan Buku Ende Suplemen kemudian disatukan dalam cetakan berikutnya sehingga jumlah nyanyian jemaat HKBP sampai saat ini berjumlah 862 buah. Sumber lagu-lagu dalam “Sangap di Jahowa” banyak berasal dari lagulagu koor dan lagu Sekolah Minggu, himne lagu gereja-gereja Barat dan lagu-lagu tradisi Batak. Lagu-lagu ini kemudian diterjemahkan serta sebagian lagu diarransemen kembali dari buku Lutheran Worship; Zangbundel; with one Voice; Evangelisches Gesangbuch; Libens lieder; Gesange aus Tize; Hyms for The Living Church; Thuma Mina; The Book Of Hyms; Singing Youth ; Global Praise; Kidung Pujian Kristen; Mazmur dan Nyanyian Rohani. Beberapa lagu Suplemen “Sangap di Jahowa” diantaranya: Las Rohangku Lao Mamuji (BE 656) Ale Amanami (BE 840); Husomba Ho Tuhan (BE 857); Dison Adong Huboan Tuhan (BE 848); Sangap Ma di Debata (BE 582); Nunga 49 Kantor Pusat HKBP. Buku Ende HKBP. (Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 1990). 121 hehe Kristus (BES 632); Beta hita ale dongan (BES 661); Begema Tuhan i (BES 660); Hupillit asa marparbue (BES 727); O Tuhan togu-togu ma (BES 743). Penambahan lagu nyanyian dalam ibadah gereja HKBP saat ini tidak terbatas pada Buku Ende HKBP dan Kidung Jemaat, akan tetapi sering dengan dinamika dan perkembangan teknologi maka sebahagian gereja HKBP sudah melakukan ibadah alternatif dengan konsep lagu nyanyian diambil dari lagu-lagu pop rohani seperti yang dilakukan oleh gereja Karismatik. Lagu-lagu disesuaikan dengan tema gereja dan juga tidak merubah liturgi gereja HKBP. Jadi tata ibadah yang digunakan tetap seperti konsep awalnya, hanya lagu-lagu yang dinyanyikan bersumber dari luar Buku Ende HKBP dan Kidung Jemaat. Dari hasil observasi lapangan, penulis menemukan konsep ini di gereja HKBP Pasar Melintang Medan. Khusus untuk ibadah alternatif, gereja ini memilih lagu-lagu pop rohani yang banyak dinyanyikan oleh gereja Karismatik dalam ibadah gereja. Penentuan lagu-lagu untuk ibadah alternatif ini disusun oleh Bibelvrouw dengan tetap memperhatikan tema gereja saat itu. Instrumen pengiring ibadah dalam ibadah alternatif di gereja HKBP Pasar Melintang tidak terfokus pada instrumen tunggal akan tetapi sudah menggunakan Musik Band yang terdiri dari; keyboard, gitar elektrik, bass dan drum. Terkadang dalam beberapa acara besar kalender gereja HKBP dan juga perayaan-perayaan gereja yang dilakukan, tak jarang musik tiup juga ikut ambil bagian dalam mengiringi ibadah. 122 BAB IV PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN 4.1 Pengantar Dalam Bab ini, penulis akan membahas penggunaan alat musik dalam mengiringi ibadah di gereja HKBP Pasar Melintang dan penggunaan himne sesuai dengan tata ibadah gereja HKBP. Kata penggunaan dan fungsi dalam penelitian ini memiliki pengertian seperti apa yang sudah dibicarakan dalam Bab I. Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena pada dasarnya manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu. Teknologi seperti halnya penemuan alat-alat musik elektronik adalah untuk memenuhi keindahan di bidang bunyi-bunyian. Internet pula diciptakan untuk berkomunikasi di dunia maya atau virtual. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.50 Sesuai dengan pendapat Malinowski, musik di dalam kehidupan jemaat di gereja HKBP Pasar Melintang Medan tetap eksis dan berkembang karena diperlukan untuk 50 Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi 1. hal.171. 123 memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang haus akan cinta kasihnya kepada agama Kristen. Musik menjadi unsur penting di dalam ibadah yang mereka laksanakan. Dengan menggunakan musik, para jemaat dapat dengan khidmat memuji, menyembah, dan berdoa kepada Tuhan. Musik memberikan sumbangannya sebagai sarana komunikasi antar jemaat dan Tuhan serta antara jemaat dengan pendeta, dan sesama mereka. A.R. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini. By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181). Dalam terjemahan bebas dikatakan bahwa definisi 'fungsi' adalah kontribusi aktivitas parsial menjadi bagian aktivitas keseluruhannya. Fungsi dari penggunaan sosial tertentu merupakan kontribusi itu membuat total kehidupan sosial sebagai 124 fungsi sistem sosial keseluruhan. Kita dapat mendefinisikan sebagai suatu kondisi di mana semua bagian dari sistem sosial bekerja sama dengan tingkat yang cukup harmoni atau konsistensi internal. Sesuai dengan pandangan Radcliffe-Brown, musik di dalam kehidupan jemaat HKBP Pasar Melintang Medan, merupakan bahagian dari struktur sosial mereka. Musik dalam hal ini merupakan salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, dalam hal ini jemaat gereja HKBP tersebut. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatar belakangi oleh berbagai kondisi sosial, budaya, dan religi. Bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut. Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover 125 uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210). Dari kutipan di atas, secara umum dapat diartikan bahwa musik digunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagian dari mereka, tetapi mungkin atau tidak mungkin juga memiliki fungsi yang lebih dalam. Jika seorang kekasih menggunakan lagu untuk kekasihnya, maka fungsi musik tersebut dapat dianalisis sebagai fungsi kesinambungan dan pelestarian keturunan. Ketika seseorang menggunakan musik untuk pendekatan Tuhan, ia juga menggunakan mekanisme tertentu dalam hubungannya dengan mekanisme lain seperti tari, doa, ritual yang diselenggarakan, dan seremonial. Fungsi musik di sisi lain, tidak dapat dipisahkan dari sini fungsi agama yang mungkin dapat diartikan sebagai pembentukan rasa aman dalam alam semesta. Kata "Guna" mengacu pada situasi di mana musik yang digunakan dalam tindakan manusia; kata "Fungsi" lebih menyangkut pada tujuan pelayanan yang lebih luas. Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, sesuai 126 dengan Merriam, penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya. 4.2 Penggunaan Alat Musik di Gereja HKBP Pasar Melintang Kebaktian minggu adalah ibadah yang dilaksanakan di gereja setiap hari Minggu merupakan suatu persekutuan hidup dengan Tuhan dan juga sesama anggota jemaat lainnya. Kebaktian minggu merupakan suatu pertemuan yang terbuka, dimana umat Kristen berkumpul bersekutu kepada Tuhan dengan sesama manusia. Sitompul51 mengatakan: “Kebaktian Minggu adalah persekutuan dengan Allah dan sesama manusia dalam menjawab kasih Allah dengan mengucap syukur dan memuji namaNya serta mengingat karya Tuhan.“ Born Strom52 mengatakan Kebaktian Minggu yaitu suatu upacara, sebagainya contohnya adalah kebaktian pada hari Minggu pagi digereja HKBP Pasar Melintang. Saat kebaktian Minggu pagi ini jemaat bersama-sama menelaah dan mendengarkan Firman Tuhan supaya mereka diperlengkapi untuk hidup bersama. Bersama-sama mereka bernyanyi memuji Allah, sebagai tanda ucapan syukur atas anugerah Allah dan bersama-sama berdoa untuk kehidupan mereka sendiri, untuk saudara-saudara, untuk musuh-musuh serta untuk dunia ini dengan suka dukanya. Musik di dalam kehidupan jemaat HKBP Pasar Melintang Ressort Pasar Melintang digunakan di dalam berbagai kegiatan. Penggunaan yang utama musik ini adalah di dalam ibadah-ibadah mereka. Di antaranya adalah ibadah hari Minggu, 51 52 A. A. Sitompul, 1993. hal., 10. Bons Strom, 2001. hal., 14. 127 yang di dalamnya mengandung sistem keagamaan yang telah berulang-ulang dilakukan jemaat ini. Kebaktian Minggu di gereja HKBP Pasar Melintang Medan dibagi atas tiga bagian, yaitu; (1) Ibadah Sekolah Minggu masuk pukul 08.00 wib-09.30 wib; (2) Ibadah Minggu Pagi masuk pukul 08.00 wib -09.30 wib; dan (3) Ibadah Minggu Umum masuk pukul 10.00 wib-12.00 wib. Jumlah jemaat yang hadir pada minggu pagi berkisar 350 orang dan jumlah jemaat yang hadir dalam minggu siang berkisar 200 orang. Untuk jumlah jemaat yang terdaftar di gereja HKBP Pasar Melintang adalah 450 Kepala Keluarga. Ibadah Sekolah minggu menggunakan peralatan musik solo keyboard dengan memakai style musik. Dari hasil wawancara dengan Fani53 (Guru Sekolah Minggu yang mengajar di kelas V SD) mengatakan bahwa pemilihan lagu biasanya lebih fleksibel tergantung hasil pembicaraan dalam sermon sekolah minggu yang dilaksanakan setiap hari kamis jam 20.00 wib bertempat di ruang konsistori gereja. Penggunaan style musik dalam ibadah sekolah minggu dilakukan untuk lebih menghidupkan suasana ibadah. Menurut Nova54 (pemain musik dalam ibadah sekolah minggu) bahwa pada awalnya, iringan musik cukup hanya menggunakan suara string dan terkadang suara piano dalam mengiringi nyanyian. Akan tetapi dari hasil pengamatan dan evaluasi, anak-anak sekolah minggu kurang semangat dan meriah dalam bernyanyi dan cenderung lagu dinyanyikan dengan tempo melambat dan mendayu-dayu. Anak-anak sekolah 53 Wawancara dengan Fani pada hari minggu, tanggal 01 Juni 2014 di gereja HKBP Pasar Melintang. 54 Wawancara dengan Nova pada hari minggu, tanggal 01 Juni 2014 di gereja HKBP Pasar Melintang. 128 minggu kurang bisa mengikuti tempo dan melodi jika hanya dengan menggunakan suara string dan piano. Oleh karena itu, guru sekolah minggu dan pemain musik bersepakat untuk menggunakan style musik dalam mengiringi ibadah sekolah minggu. Pada sermon tersebut, guru sekolah minggu melatih lagulagu pujian dengan musik. Penggunaan style musik dalam mengiringin ibadah sekolah minggu memberikan efek yang cukup besar pada anak-anak sekolah minggu, mereka dapat bernyanyi lebih baik dengan mengikuti tempo dan melodi yang tepat. Anak-anak sekolah minggu bernyanyi dengan lebih semangat dan riang, terkadang nyanyian juga diikuti dengan gerekan sesuai arahan dari guru sekolah minggu yang memimpin pujian. Ibadah Minggu Pagi menggunakan alat musik Band dengan lagu nyanyian dari pop rohani populer. Penggunaan alat musik band dalam ibadah minggu pagi dilatar belakangi perkembangan musik ibadah tetangga dan juga perkembangan musik pop rohani dikalangan masyarakat luas. Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak St. L. Hutasoit, SE (seksi musik gereja HKBP Pasar Melintang) mengatakan bahwa format iringan ini mulai digunakan sekitar kira-kira 5 tahun yang lalu. Salah satu faktor utama diadakannya musik band dalam minggu pagi adalah untuk memberikan efek sosiologis bahwa jemaat gereja HKBP Pasar Melintang bisa menyuguhkan musik dalam ibadah sesuai dengan perkembangan jaman. Dengan keberadaan musik band ini, para jemaat secara khusus bagi kaum muda/i dapat bernyanyi lebih hidup. Mereka tidak lagi mencari alternatif ibadah di gereja lain sebab ekspresi musik mereka dalam ibadah sudah terakomodir di gereja sendiri. 129 Berikut adalah rangkaian ibadah minggu pagi tanggal 01 Juni 2014: sebelum acara dimulai terlebih dahulu para pelayan gereja dan penetua gereja berkumpul di konsistori dan berdoa. Setelah itu, mereka memasuki gereja dan menempati posisi masing-msing sesuai dengan tugas pelayanan pada hari itu. Liturgis kemudian mengajak seluruh jemaat untuk saat teduh yang diiringi oleh musik. Setelah saat teduh dilanjutkan dengan pujian ”Kau Mengenal Hatiku” dan Votum. Bagian berikutnya adalah melantunkan lagu pujian berjudul ”Bersyukur” dan pembacaan Hukum Tuhan. Setelah itu dilanjutkan dengan kembali mengangkat pujian dengan judul lagu ”Tuhan Dengar Doaku” dan Pengakuan Dosa. Bagian berikutnya adalah Pujian dengan judul ”Jadikanku Rumah Doa” dan Pembacaan Epistel. Setelah Epistel kemudian mengangkat pujian dengan judul lagu ”Hatiku Percaya” dan Pengakuan Iman. Setelah itu adalah koor NHKBP dan dilanjutkan dengan pembacaan warta jemaat dan doa syafaat. Tata acara ketiga belas adalah mengangkat pujian dengan judul ”Indahnya Hidup Ini” (sekaligus dengan kolekte/pengumpulan persembahan Ia dan Ib). Acara kemudian dilanjutkan dengan Khotbah oleh Pdt. B.T Simarmata, M.Th dengan nats dari Yohannes 17: 1-11. Setelah khotbah selesai kemudian ditutup dengan doa dan dilanjutkan mengangkat pujian dengan judul ”Hidupku Berharga Bagi Allah” (Persembahan II) dan acara ditutup dengan doa Pengutusan dari Bapak Pendeta. Ibadah Minggu Umum menggunakan alat musik duet keyboard (organ dan piano) dengan lagu dari Buku Ende HKBP. Penggunaan alat musik duet keyboard dalam ibadah minggu umum untuk memberikan nuansa lebih syahduh dan tenang. Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak St. L. Hutasoit, SE mengatakan 130 bahwa jemaat yang datang pada kebaktian Minggu Umum didominasi oleh orang tua. Mereka lebih bisa mengikuti nyanyian dengan iringan musik duet keyboard dari pada musik band. Musik dengan iringan keyboard lebih fleksibel dalam hal tempo sehingga ketika bernyanyi jemaat tidak merasa kejar-kejaran anatara musik dan jemaat, hal ini bertolak belakang ketika digunakan musik band dalam mengiringi ibadah minggu umum. Banyak orang tua, khususnya usia yang sudah lanjut merasa kurang nyaman diiringi oleh band. Berikut adalah rangkaian ibadah untum kebaktian Minggu Umum di gereja HKBP Pasar Melintang pada hari minggu tanggal 01 Juni 2014. Sebelum kebaktian dimulai, pelayan gereja dan penetua gereja terlebih dahulu berdoa di ruang konsistori dan kemudian memasuki ruang ibadah gereja. Liturgis kemudian memimpin jalannya ibadah dan selanjutnya mengajak jemaat bernyanyi dari BE No. 27: 1-3. Setelah itu acara dilanjutkan dengan Votum/Introitus dan kemudian jemaat kembali bernyanyi dari BE No. 649: 1+3. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan Hukum Taurat dan koor Ina Parari Rabu. Setalah koor kemudian dilanjutkan dengan kembali mengangkat pujian dari BE No. 122: 1+4 dan diteruskan dengan pengakuan dosa. Setelah itu baru dilanjutkan dengan koor gabungan dari weik I dan kemudian disusul dengan pujian dari BE No. 658: 2-3. Pembacaan Epistel dari Psalmen 68: 2-11 + 33-36 dan dilanjut dengan melantunkan koor gabungan dari weik II. Setelah koor acara dilanjutkan dengan kembali bernyanyi dari BE No. 656 : 1+3 dan dilanjutkan Pengakuan Iman, setelah itu baru warta gereja dibacakan. Setelah warta gereja, dilanjutkan dengan koor Ama dan kemudian jemaat kembali bernyanyi dari BE No. 755 : 1--- 131 sekaligus pengumpulan persembahan Ia dan Ib. setelah persembahan, dilanjutkan dengan Khotbah oleh Pendeta B.T. Simarmata, M.Th. Setelah Khotbah acara dilanjutkan dengan bernyanyi dari BE No. 655 : 1----- (persembahan II) dan kemudian ditutup dengan doa berkat. 4.3 Penggunaan Himne Sesuai Tata Ibadah Gereja HKBP Penggunaan musik di gereja HKBP PasarMelintang Medan dalam penelitian ini menyangkut kepada lagu-lagu yang dinyanyikan dalam ibadah yang disesuaikan dengan konteks acara gereja, artinya bahwa tidak semua nyanyian yang berasal dari Buku Ende dapat dinyanyikan dalam satu kebaktian. Seperti contoh, lagu dari Buku Ende No. 88 ”Di Surgo do Alealenta” tidak akan pernah dinyanyikan dalam ibadah kebaktian Trinitatis atau Advent. Hal ini tentu dilandasi adanya makna teks nyanyian yang mendukung kepada acara kebaktian, oleh sebab itu maka lagu tersebut akan sesuai dinyanyikan pada ibadah Jumat Agung atau ibadah gereja yang memperingati hari kematian Tuhan Yesus; disamping itu juga, lagu ini sering dinynyikan dalam konteks ibadah yang dilaksanakan pada saat ada jemaat yang meninggal dunia. Melihat hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa teks lagu adalah hal yang utama dalam penentuan lagu apa yang tepat untuk sebuah kebaktian di gereja HKBP. Melodi dan harmoni juga ikut memberikan penguatan akan teks lagu yang dinyanyikan. Alasan pertimbangan penulis lebih menitikberatkan bahwa teks sebagai yang utama dalam penentuan lagu yang akan dinyanyikan dalam kebaktian yang dilaksanakan di gereja HKBP adalah dikarenakan bahwa didalam 132 banyak lagu Buku Ende mempunyai melodi yang sama akan tetapi teks yang dipakai berbeda-beda. 4.3.1 Penggunaan himne dalam ibadah Advent Advent dalam Gereja Kristen adalah nama periode sebelum Natal. Nama Adven diambil dari kata Latin Adventus yang artinya adalah Kedatangan. Dalam masa Advent umat Kristen Katolik Roma maupun Protestan menyiapkan diri untuk menyambut pesta Natal dan memperingati kelahiran dan kedatangan Yesus yang kedua kalinya pada akhir zaman. Advent diduga mulai dirayakan di kalangan umat Kristen sejak abad keempat.55 Advent selalu mulai pada hari Minggu yang terdekat dengan tanggal 30 November (hari St. Andreas) yaitu antara tanggal 27 November dan 3 Desember dan berlangsung sampai Malam Natal 24 Desember. Dengan ini panjangya masa advent per tahun berbeda-beda, tetapi sebuah masa advent selalu terdiri dari 4 hari Minggu. Dalam perayaan Advent, salah satu bagian yang selalu muncul adalah lilin yang diletakkan di depan Altar. Ada bebarapa aturan dalam penggunaan lilin akan tetapi pada perkembangannya saat ini, warna lilin tidak menjadi permasalahan akan tetapi jumlah pemakaian lilin dalam setiap minggu Advent adalah tetap sama. Lilin-lilin itu dinyalakan sebagai berikut: 1. Minggu Pertama: sebatang lilin ungu 2. Minggu Kedua: dua batang lilin ungu 55 http://www.netglimse.com/holidays/advent/history_of_advent.s html. 133 3. Minggu Ketiga (Gaudete): dua batang lilin ungu dan satu lilin merah jambu 4. Minggu Keempat: tiga batang lilin ungu dan satu lilin merah jambu 5. Malam Natal: keempat liin dan satu lilin natal berwarna putih di tengah rangkaian lilin adven. 6. Hari Raya Natal: semua lilin dinyalakan. Lilin dan warna liturgi ungu melambangkan warna pertobatan dan penyesalan yang ditandai oleh masa puasa. Lilin merah jambu dinamai juga lilin "Sukacita" (Gaudete) dan lilin ini berasal dari sejarah Advent. Puasa pada masa Advent dibuka pada hari Minggu yang ketiga sebagai penantian akan peristiwa besar yang akan datang. Seringkali sebatang lilin putih dinyalakan di tengah lingkaran. Ini adalah Lilin Kristus (lilin natal), yang melambangkan kelahiran Kristus. Lilin ini dinyalakan pada Malam Natal atau pada hari Natal itu sendiri. Untuk mendukung situasi dan makna akan minggu Advent maka lagu-lagu yang dinyanyikan oleh jemaat dalam minggu advent di gereja HKBP adalah lagu nyanyian dimana teksnya melambangkan sukacita dalam menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Sebagai bahan analisis, penulis akan mengambil dua lagu yang dinyanyikan dalam ibadah Advent di gereja HKBP. Lagu yang pertama adalah Buku Ende No. 38 ” Paruak ma Harbangan i”. 134 Gambar 4.1. Lagu Buku Ende No. 38 “Paruak Ma Harbangan i“ Sumber: Buku Ende HKBP Dari Teks lagu di atas dapat diartikan bahwa lagu ini sangat mendukung makna Advent secara keseluruhan. Paruakma harbangani ai nungga ro Rajanta i memiliki arti bahwa membuka pintu-pintu hati manusia sebab Tuhan Yesus yang dikenal sebagai Raja dari segala raja akan datang ke dunia ini. Sigonggom raja sasude, sitobus hajolma on pe, memiliki arti bahwa Ia adalah raja yang mengayomi semua manusia dan Ia adalah penebus manusia. Kalimat Siboan hatuaon, pasuang hasonangan memiliki arti bahwa Tuhan Yesus adalah pembawa berkat dan sukacita. Kalimat terakhir bait pertama ditutp dengan Ipe tapuji ma, Tuhanta Debata yang memiliki arti bahwa kita manusia harus dengan sungguhsungguh memuji Dia dalam kehidupan ini. Dalam Bait keempat dikatakan O Jesus, Roma Ho tuson, ai nungga ungkap rohangku menggambarkan keterbukaan hati manusia didalam menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Patongon asi ni roha, Patolhas denggan basaM mengandung arti bahwa kedatangan yesus adalah merupakan belas kasihanNya bagi manusia yang penuh dengan dosa sehingga Yesus datang kedunia didalam 135 menggenapi firman Tuhan. Kalimat berikutnya mengatakan Tu ahu marhite tondiMi, togihon au tu surgoi menggambarkan bahwa manusia menginginkan Yesus memberikan kuasa Roh Kudus dan mengharapkan sukacita dengan mengikut sertakan manusia kedalam kerajaan surgawi. Kalimat terakhir bait keempat mengatakan Ai naeng tongtong disi, hupuji goarMi memberikan arti yang jelas akan pengharapan manusia. Manusia mengharapkan kelak di akhirat ia bisa bersama-sama dengan Tuhan, dan disana manusia bernyanyi, bersukacita memuliakan dan memuji Tuhan. Lagu yang kedua adalah Buku Ende No. 590 ”Advent”. Berdasarkan teks nyanyian dijelaskan bahwa Advent adalah waktu untuk manusia dalam mempersiapkan diri menyambut kedatangan Juru S’lamat (Advent ido ditingkion namarsaringar di tano on, ingkon rade rohantai, managam Sipalua i). Di ayat dua dikatakan bahwa Advent adalah sukacita didalam dunia sebagai tanda kedatangan Tuhan Yesus bagi jemaatnya (Advent, gok olopolop do di langit ni parlangitan i, mandok naro ma Tuhan i manopot huriaNa i). 136 Gambar 4.2. Lagu Buku Ende No. 390 “Advent“ Sumber: Buku Ende HKBP Dari kajian teks lagu Buku Ende No. 38 ”Paruak Ma Harbangan i” dan lagu Buku Ende No. 390 ”Advent” maka dapat disimpulkan bahwa kedua lagu tersebut sesuai dinyanyikan pada masa Advent I-IV. Pilihan lagu-lagu lainnya untuk ibadah advent di gereja HKBP adalah sebagai berikut: 1. BE. No. 39 ”Heha Ma Panjalongku” 2. BE. No. 40 ”Las Be Ma Rohamuna” 3. BE. No. 41 ”Parripe Ni Tuhanta” 4. BE. No. 42 ”Hamu Sude Naung Tinoruan” 5. BE. No. 43 ”Padiri Rohamuna” 6. BE. No. 44 ”Hamuna Na Porsea i Sai Tomu Tuhan Jesus i” 7. BE. No. 45 ”Hosianna Anak Ni Raja David” 8. BE. No. 591 ”Boru Sion” 9. BE. No. 592 ”Hosianna Di Anak ni Raja Daud 10. BE. No. 593 ”Na Hinirim Na Sai Laon 11. BE. No. 594 ”Sai Ro Ma Ho Immanuel 137 4.3.2 Penggunaan himne dalam ibadah Natal Dalam bahasa Inggris, kata Christmas (Hari Natal) dipastikan berasal dari kata Cristes maesse, frasa dalam bahasa Inggris yang berarti Mass of Christ (Misa Kristus). Kadang-kadang kata Christmas disingkat menjadi Xmas. Dalam bahasa Yunani, X adalah kata pertama dalam nama Kristus (Christos). Huruf ini sering digunakan sebagai simbol suci. Tradisi Natal diawali oleh Gereja Kristen terdahulu untuk memperingati sukacita kehadiran Juru Selamat "Mesias" di dunia. Sampai hari ini, Hari Raya Natal adalah hari raya umat Kristen di dunia untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Secara tarikh, tidak ada tanggal berapa tepatnya hari lahir Kristus, namun kalender masehi telah menetapkan tanggal memperingati/merayakan Hari Natal pada tanggal 25 Desember. Pada hari itu, gereja kemudian mengadakan ibadah perayaan keagamaan khusus. Selama masa Natal, umat Kristen mengekspresikan cinta-kasih dan sukacita mereka dengan bertukar kado dan menghiasi rumah mereka dengan daun holly dan pohon Natal. Kelahiran Tuhan Yesus adalah penggenapan dari nubuat yang sudah ada dalam Kitab Suci. Melalui nubuat ini, manusia diingatkan bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari rencana Allah bagi dunia. Sesuai dengan makna Natal yang sudah dijelaskan di atas, maka pemilihan lagu dalam ibadah Natal yang dilakukan di gereja HKBP akan disesuaikan dengan teks nyanyian. Berikut adalah analisis terhadap dua lagu yang dinyanyikan dalam ibadah Natal di gereja HKBP Pasar Melitang, yaitu BE No. 54 ”Sonang ni Bornginna i”. 138 Gambar 4.3. Lagu Buku Ende No. 54 “Sonang ni Bornginna i“ Sumber: Buku Ende HKBP Teks lagu ”Sonang ni Bonginna i” mengandung makna tentang kelahiran Tuhan Yesus di dunia ini. Kalimat Sonang ni bognginna i uju ro Jesus i. Sonang modom do halak sude, holan dua na dungo dope; mangingani Anakna, Jesus Tuhanta i menggambarkan pada malam kudus, malam yang tenang disaat dunia terlena, hanya dua yang berjaga terus untuk menjaga Anak yang kudus. Bait kedua nyanyian ini adalah Denggan ni bornginna i, uju ro Jesus i, tu parmahan di Betlehem i, dipaboa na disurgoi; nungga ro Sipangolu, Jesus Tuhanta i mengandung makna bahwa kabar kelahiran Tuhan Yesus telah diberitahukan kepada para pengembala di Betlehem pada saat itu. Kabar kelahiran Sang Juru Slamat menjadi sukacita bagi orang kristen sebab Ia adalah penebus dosa manusia. Dari makna syair tersebut, maka lagu ini sangat mendukung konteks arti dari Natal sehingga nyanyian ini selalu dinyanyikan dalam ibadah Natal. 139 Lagu kedua sebagai bahan analisis penulis adalah nyanyian BE No. 53 ”Di Betlehem do Tubu”. Lagu ini dengan jelas menceritakan lokasi tempat kelahiran Tuhan Yesus, sehingga teks nyanyian ini mendukung makna dari ibadah Natal yang dilakukan di gereja HKBP Pasar Melintang Medan. Gambar 4.4. Lagu Buku Ende No. 53 “Di Betlehem do Tubu“ Sumber: Buku Ende HKBP Teks bait pertama dalam lagu nyanyian ini menggambarkan bahwa Betlehem adalah tempat dimana Tuhan Yesus dilahirkan. Melalui kelahiran Tuhan Yesus, maka Raja yang diharapkan manusia telah datang kedunia. Pada bait kedua dikatakan Tu holong ni rohaNa hubonom rohangku, hulehon di Ibana sude na diau on. Olo, olo sude na ni au on. Bait ini menggambarkan bagaimana manusia membenamkan hatinya ke dadalam kasih Tuhan, melalui itu maka manusia menyerahkan semua miliknya kepadaNya. Pernyataan ini kembali diulang dengan menyebutkan, amin, amin kuserahkan milikku semuanya kepadaNya. Dari dua lagu yang dianlisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teks nyanyian dari dua lagu tersebut sangat mendukung akan arti dari Natal. Selain dua 140 lagu di atas, ada beberapa nyanyian yang menjadi refrensi dalam pemilihan lagu ibadah Natal di gereja HKBP Pasar Melintang, diantaranya adalah: 1. BE. No. 46 ”Na Sian Ginjang Do Au Ro” 2. BE. No. 48 ”Ria Ma Hita Sasude” 3. BE. No. 49 ”Sai Ro Ma Tu Bara” 4. BE. No. 50 ”Marende Ma Hamu” 5. BE. No. 56 ”Sai Ro Ma Hamuna” 6. BE. No. 57 ”Nungga Jumpang Muse Ari Pesta i” 7. BE. No. 62 ”Hahalas Ni Roha Godang” 8. BE. No. 598 ”Bege Ende Ni Suruan” 9. BE. No. 608 ”O Betlehem Na Metmet i” 10. BE. No. 615 Tarbege Surusuruan Marende” 11. BE. No. 618 ”Ulina i Di Borngin Na Badia” 4.3.3 Penggunaan himne dalam ibadah Tahun Baru Ibadah Tahun Baru di gereja HKBP dilaksanakan 7 hari setelah ibadah Natal. Gereja HKBP menyakini bahwa Tuhan Allah yang tidak ber-Awal dan tidak ber-Akhir; Allah yang kekal sampai selama-lamanya. Tahun dan Hari Tuhan tidak terbatas dan berakhir, akan tetapi tahun dan hari kehidupan manusia cepat berlalu. Gereja HKBP mengucap syukur kepada Tuhan karena Ia senantiasa menghidupi dan memelihara manusia; mencukupkan kebutuhan hidup dan pekerjaan manusia yang selalu diberkati. Melalui ibadah Tahun Baru, jemaat gereja HKBP merenungkan segala perbuatan yang dilakukan selama satu tahun yang lampau. Melalui perenungan ini sepatutnya manusia malu dihadapanNya karena banyak hari-hari pengasihanNya disia-siakan oleh manusia. Melalui ibadah tersebut, jemaat HKBP memohon pengampunan dan penghapusan akan dosa dan segala kesalahan yang diperbuat. Dan melalui ibadah ini juga, jemaat HKBP menyerahkan seluruh hidupnya dalam tangan pengasihan Tuhan. 141 Dari makna ibadah Tahun Baru yang sudah dijelaskan di atas, maka pemilihan nyanyian dalam ibadah Tahun Baru di gereja HKBP Pasar Melintang juga akan merujuk kepada makna Tahun Baru bagi gereja HKBP. Berikut adalah analisis terhadap dua nyanyian pada ibadah Tahun Baru yang dilaksankan di gereja HKBP. Gambar 4.5. Lagu Buku Ende No. 66 “Debata Baen Donganmi “ Sumber: Buku Ende HKBP Bait pertama lagu ”Debata Baen Donganmi” adalah debata baen donganmi lao mangula ualonmu menggambarkan bahwa jemaat gereja HKBP menyadari penuh bahwa dalam menjalani kehidupan dalam tahun yang baru akan senantiasa menggantungkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Baen Ibana haporusanmu, sai paserep rohami. Debata baen donganmi, Debata baen donganmi, menggambarkan bahwa jemaat HKBP akan menjadikan Tuhan adalah sebagai pegangan hidupnya dalam menjalani hari-hari kedepan, segala status kehidupan kiranya dihilangkan dan merendahkan hati, biarlah Allah senantiasa menyertaimu. Makna syair lagu ”Debata Baen Donganmi” mendukung konsep ibadah Tahun 142 Baru yang menekankan akan penyerahan hidup yang penuh kepada Tuhan serta meminta pertolongan dan penyertaan Tuhan setiap saat dalam kehidupan jemaatnya. Lagu kedua yang menjadi bahan analisis adalah BE No. 64 ”Naung Moru Do Muse Sataon”. Gambar 4.6. Lagu Buku Ende No. 64 “Naung Moru Do Muse Sataon “ Sumber: Buku Ende HKBP Bait pertama lagu ini adalah naung moru do muse sataon, huhut lam suda bohalhi. Beha do ahunasai laon, ture dopangalahonki? Lam ganda haporsea on hu, nang holong ni rohangku pe; di Jesus dohot Debatangku, nang didonganhu sasude? Menggambarkan bahwa jemaat menyadari setahun telah berlalu maka makin dekatlah ajalku. Intropeksi diri akan segala tindak tanduk yang dilakukan selama satu tahun ini menjadi penting dilakukan agar mengetahui apakah benar. 143 Selain itu, pertanyaan yang mendasar bagi jemaat HKBP adalah apakah iman, kecintaan kepada Tuhan dan sesamanya semakin baik dan meningkat? Perenungan ini diharapkan akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih baik dalam tahun yang baru. Pada bait kedua dikatakan Aut alusanhu Debatangku, ra, tung maila au disi. Marningot salpu ni rohangku, ro di sude ulaonhi. Ai dosa do binahen ni tangan, gok dosa nang rohangku; nang pat, nang mata, nang pamangan luhut marsal do hape. Bait ini menggambarkan bahwa jika jemaat memberi jawaban akan pertanyaan pada bait pertama di atas, tentu akan malu mengingat sifat kecongkakan. Tanganku mengerjakan dosa, hatikupun penuh cela, kaki, mata dan lidah juga ikut membuat dosa. Syair lagu yang menekankan akan intropeksi diri dan kesadaran yang penuh akan sifat dasar manusi yang penuh dengan dosa selama satu tahun, tentu mendukung kontek ibadah Tahun Baru yang dilakukan di gereja HKBP Pasar Melintang. Selain lagu tersebut di atas, ada beberapa lagu yang menjadi refrensi dalam ibadah Tahun Baru di Gereja HKBP Pasar Melintang, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. BE. No. 63 ”Jesus Ho Do Sai Tongtong” BE. No. 65 ”Majumpang Taon Na Imbaru” BE. No. 67 ”Hamu Ale Donganhu” BE. No. 68 ”Marsilelean Angka Taon” BE. No. 70 ”Naung Salpu Taon Naburuki” 4.3.4 Penggunaan himne dalam ibadah minggu Epiphanias Epifani dirayakan oleh Gereja Katolik ritus latin pada 6 Januari, namun Gereja memperbolehkan Konferensi Uskup setempat untuk menggeser hari raya ini ke hari Minggu terdekat. Sebagai mana kata-kata serapan lain dalam kosakata 144 gerejawi (ekaristi, liturgi, epiklese, dsb), kata Epifani berasal dari bahasa Yunani, dan berarti “manifestasi” atau “pewahyuan”. Epifani mulai dirayakan pada abad ke-3 di Gereja Timur pada 6 Januari dengan maksud untuk menghormati Pembaptisan Kristus. Lambat laun, Epifani diperhitungkan sebagai salah satu dari tiga festival Gereja yang utama selain Paskah dan Pentakosta. St.Yohanes Krisostomus yang berkhotbah di Anthiokia pada 6 Januari 387 menjelaskan mengapa Epifani menjadi perayaan yang lebih agung dibandingkan dengan Natal. “Mengapa hari ini disebut Epifani? Karena bukan ketika Ia lahir, Ia bermanifestasi (menyatakan diri) kepada semua orang, namun ketika Ia dibaptis. Hingga pada hari inilah Ia tidak dikenal oleh orang banyak.” Pusat ritual dalam liturgi Timur adalah pemberkatan meriah atas air baptis. Epifani muncul dalam kalender Gereja Barat pada abad ke-4 namun dengan fokus yang berbeda. Alih-alih merayakan pembaptisan Kristus, Epifani dihubungkan dengan manifestasi Kristus pada bangsa kafir yang hadir dalam pribadi Tiga Orang Majus. Teks-teks kuno menyebutkan bahwa Pembaptisan Kristus dan Mukjizat Perjamuan Nikah di Kana juga dirayakan dalam perayaan tersebut. Ketika terjadi pembaharuan liturgi pada 1955, maka tidak ada lagi vigili dan oktaf (suatu masa 8 hari pasca hari raya) Epifani, selain itu Pesta Pembaptisan Tuhan kini dirayakan pada hari Minggu setelah Epifani. (Pembaharuan ini kemudian diikuti dengan penetapan aturan yang memperbolehkan konferensi uskup setempat untuk menggeser Epifani ke hari Minggu antara 2-8 Januari, agar Epifani bisa dirayakan oleh umat secara meriah, mengingat situasi dan kondisi 145 daerah setempat yang tidak memungkinkan untuk menjadikan Epifani sebagai hari libur nasional). Liturgi yang berkaitan dengan Epifani seharusnya mengandung 3 aspek, yaitu: kunjungan orang majus, pembaptisan Kristus, dan mukjizat di Kana, dan memang, Ibadat Pagi (Laudes) pun mengekspresikan betapa kaya makna Epifani dalam antifon Kidung Zakharia: “Hari ini pengantin surgawi disatukan dengan Gereja, sebab di Yordan Kristus membasuh dosa umat-Nya. Para sarjana bergegas membawa persembahan untuk perkawinan raja, dan para tamu bergembira atas air yang diubah menjadi anggur, alleluya.” Makna Epifani menjadi semakin jelas jika melihat hubungan antara bacaan Injil pada Epifani dengan Paskah. Sebagai contoh Yesus mendapat tekanan dari penguasa yaitu Raja Herodes pada saat kelahiran-Nya, pun dari pemimpin Yahudi menjelang penyaliban-Nya. Yesus menyatakan diri-Nya kepada bangsa kafir yang terwakilkan melalui para majus, dan adalah bangsa kafir pula, yaitu perwira romawi, yang kemudian mengenali Yesus sebagai Anak Allah pada kaki salib. Peristiwa yang paralel ini mengingatkan kita bahwa Liturgi gereja mempunyai “tema besar”, yaitu bahwa, sebagai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik, kita selalu merayakan misteri Paskah; hidup, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus! Istilah Epifani dalam gereja HKBP dikenal dengan sebutan Epiphanias. Makna Epiphanias bagi gereja HKBP adalah bersyukur karena Engkau menyatakan kasih dan pengasihanNya dalam AnakMu Tuhan Yesus yang menjadi manusia, untuk menyelematkan dan menebus manusia. Gereja HKBP merasakan 146 Kasih Tuhan yang tidak dapat diukur panjang dan lebarnya, tidak tersalami dalamnya dan tidak terhingga tingginya. Berdasarkan makna Epiphanias dalam gereja HKBP maka seluruh lagu nyanyian dalam ibadah minggu Epiphanias akan mendukung tujuan di atas. Berikut adalah analisis terhadap dua lagu nyanyian dalam ibadah minggu Epiphanias. Lagu pertama adalah BE 74. Sai Marlas Ni Roha Hita. Gambar 4.7. Lagu Buku Ende No. 74 “Sai Marlas Ni Roha Hita“ Sumber: Buku Ende HKBP Bait pertama lagu ini dimulai dengan kata Sai marlas ni roha hita ale dongan Krsiten i, sai tapuji ma Tuhanta napasaehon dosa i mengandung arti bahwa marilah kita bersuka cita umat Kristen beriman, kita puji Tuhan Allah penebus manusia. Lanjutan bait pertama adalah Ditogihon Jesus I, hita huria i. Naung dijakkon Debatanta hita on baen anakhonNa berarti Yesus datang mendesak masuk kejemaatNya, Tuhan Allah menerima kita menjadi AnakNya. Pada bait ketiga dikatakan O hamu ale pardosa molo naeng sonang hamu. Sai tangihon ma soara ni Tuhanta i burju mengandung arti datanglah orang berdosa jika mau 147 bahagia, dan dengarkanlah seruan dari Tuhan yang rahman. Sai pauba rohana, jangkom Jesus i tutu. Asa saut paluaonNa tondimuna sian dosa artinya ubalah perangaimu, sambut Yesus, Penebus agar jiwamu selamat dari dosa dan yang jahat. Dari penjelasan makna teks di atas maka dapat dilihat teks nyanyian sesuai dan mendukung makna Epiphanias sebagai wujud pengasihan Tuhan penyelematan dan penebusan manusia. Lagu kedua yang dianalisis adalah BE No 72 “Hehe Ma Hamu Parbegu”. Pada bait pertama disebutkan Hehe Ma Hamu Parbegu asa tung tiur hamu. Ai naung binsar di ginjangmu do panondang dihamu. Haholomon munai, disondangi jesus i mengandung arti bangkitlah hai orang kafir dan bersinarlah terang. Di atasmu sudah hadir sinar kasih cemerlang. Suasana yang kelam kini menjadi terang. Dari bait pertama ini dapat dilihat bahwa kasih Kristus mendatangkan sukacita bagi orang Kristen. Gambar 4.8. Lagu Buku Ende No. 72 “Hehe Ma Hamu Parbegu“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait keempat dikatakan Jesus sondang ni tondingku na patiur sasude, sai palua ma rohangku sian dosa sasude. Taiti dohot rohangku tu na tiur i tongtong 148 mengandung arti bahwa Yesus adalah cahaya jiwaku yang menyorot dunia, tolong lepaskan aku dari dosa dan cela, dan arahkan jiwaku menghampiri sinarMu. Dari bait empat ini dapat dilihat bahwa hanya Tuhan yang mampu untuk memberikan pertolongan dalam melepaskan belenggu dosa manusia. Dari dua lagu di atas dapat simpulkan bahwa teks lagu nyanyian mendukung tema minggu Epiphanias. 4.3.5 Penggunaan himne dalam ibadah minggu Jumat Agung Jumat Agung adalah Hari Jumat sebelum Paskah, yang perhitungan tanggalnya berbeda antara Gereja Timur dan Gereja Barat. Paskah jatuh pada hari Minggu pertama sesudah Bulan Purnama Paskah, bulan purnama pada atau sesudah 21 Maret, yang dijadikan tanggal dari vernal equinox. Perhitungan Barat menggunakan Kalender Gregorian, sedangkan perhitungan Timur menggunakan Kalender Julian, di mana tanggal 21 Maret-nya kini bertepatan dengan tanggal 3 April menurut kalender Gregorian. Perhitungan-perhitungan untuk menentukan tanggal bulan purnama tersebut juga berbeda. Karena Paskah di Gereja Barat dapat jatuh pada salah satu tanggal mulai tanggal 22 Maret sampai 25 April menurut kalender Gregorian, maka Jumat Agung dapat jatuh antara tanggal 19 Maret sampai 22 April. Dalam Gereja Timur, Paskah dapat jatuh antara 22 Maret sampai 25 April menurut kalender Julian (antara 4 April dan 8 Mei menurut kalender Gregorian, untuk periode 1900 dan 2099), jadi Jumat Agung dapat jatuh antara 19 Maret dan 22 April (atau antara 1 April dan 5 Mei menurut kalender Gregorian). 149 Ibadah Jumat Agung dalam gereja HKBP dikenal dengan Ibadah mengenang Kematian Tuhan Yesus. Makna Jumat Agung dalam gereja HKBP adalah menunjukkan kasih Tuhan jauh lebih besar dari kasih ibu bapa kepada anak-anaknya. Anugrah kasihNya tak ternilai karena AnakMu yang tunggal menjadi manusia, menderita sengsara, dihina dan disesah hingga disalibkan, dan mati untuk manusia. Segala hutang dosa manusia telah dihapuskan dan diselamatkan dari kuasa dosa, maut dan iblis. Oleh sebab itu, jemaat gereja HKBP memuji Tuhan yang kudus karena dengan kematiannya, manusia didamaikan dan dipersatukan dengan Allah Bapa. Melalui ibadah Jumat Agung, jemaat gereja HKBP menyadari bahwa Allah yang menanggung dosa seluruh umat manusia. Pengharapan jemaat HKBP adalah peneguhan bagi keampunan dosa dan damai yang telah dianugrahkan Tuhan bagi umat manusia. Kuduskanlah kami agar dipersatukan didalam persekutuan yang Kudus di Surga. Salibkan kemanusian kami yang lama dengan segala keinginan yang tidak baik didalamnya, agar jemaat kudus menghadap Bapa di surga. Warga gereja HKBP membuka hati karena mereka adalah milikNya. Pengharapan lainnya dari peringatan Jumat Agung dalam gereja HKBP adalah penguatan iman warga gereja HKBP agar teguh sampai akhir hidup; seluruh anggota jemaat memberitakan kasih dan jalan kehidupan seperti yang Tuhan perbuat; dan jemaat HKBP menyadari bahwa mati dan hidup manusia adalah tetap bersama Tuhan. Sebagai pengharapan terakhir dari ibadah Jumat Agung adalah warga gereja HKBP menginginkan kemurahan Tuhan untuk mengingat 150 jemaatNya di dalam kemulianMu dan di dalam kesentosaan bersama dengan Allah di surga. Dengan melihat makna ibadah Jumat Agung dalam gereja HKBP di atas, maka pemilihan nyanyian dalam ibadah tersebut tidak akan terlepas dari teks nyanyian yang mendukung makna dari ibadah. Dalam hal ini, penulis akan membahas dua lagu himne yang dinyanyikan pada ibadah Jumat Agung. Lagu yang pertama adalah BE No. 83 “Na Lao Do Birubiru I” dan BE No. 84 “Aut Na Ginorga Tu Rohangku. Gambar 4.9. Lagu Buku Ende No. 83 “Na Lao Do Birubiru i“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait pertama disebutkan Nalao do Biru-biru i, mamorsan angka dosa. Ni nasa hajolmaon di benget ni rohana. Diporsan sahit ta i, di lehon do diriNa i tu 151 tangan ni pamunu. Ditaonido na bernit i, rodi na tos hosaNa i, didok naeng porsanonhu mengandung arti bahwa Sang Anak domba maju terus memikul dosa dunia. Ia rela dan tabah menebus dosa orang bersalah. Ia merasakan sakit dan lesu, Ia disiksa tanpa mengeluh, Ia dihina dan dicerca dan Ia mati di salibkan di Golgata. Pada bait ketiga dikatakan Na olo do au ale Amang sian sandok rohangku, pasauthon lomo ni rohaM, rohaM sambing do guru. O holong ni rohaNa i, tung aha dotudisanMi, na songon Ho margogo. Dilehon Debata hape, AnakNa lao manaon sude, sitaonon ni na mago memiliki pengertian ya Bapa, akan kutempuh dengan hati yang tulus, niatku dalam mulutMu. Tugaskulah sabdaMu, alangkah ajaib kasihNya. Apakah yang bisa dibandingkan manusia dengan pengutusan anakNya ke dunia ini? Ya Tuhan, engkau perkasa yang meretakkan kuburan dan azab manusia. Dalam bait keempat menguatkan arti dari penyerahan diri manusia, manusia menyadari bahwa ia adalah milik Tuhan baik mati maupun hidup. Berikut adalah kalimat dari bait keempat saleleng ahu mangolu, naeng ingotonhu Jesus. Sude na binahenMi di ahu, hataM naeng hupatulus. Ho naeng haholonganhu do, huhut ihuthononhu do di dalan hangoluan. Tung ingkon Ho nampuna au, mangolu manang mate au, sai Ho do tioponhu mengandung arti bahwa sepanjang masa hayatku aku mengingat Yesus selalu. Semua kasih sayangMu akan tetap kuurus. Engkau adalah sinar jiwaku, bila jiwaku terbentur, Engkau tinggal di dalam hatiku. Tuhan adalah pemilik diriku, baik hidup ataupun mati. Dari makna syair di atas dapat dilihat bahwa lagu ini mendukung arti ibadah Jumat Agung secara keseluruhan. 152 Lagu kedua sebagai bahan analisis adalah BE No.84 “Aut na Ginorga Tu Rohangku”. Bait pertama lagu ini dikatakan Aut na ginorga tu rohangku, bohiM dinalao mate Ho. Aut na huingot o Tuhanhu, tongtong panghophopMi diau. Ai Ho do paluahon ahu, dosangku do pinorsanMi; didaoni Ho parsahiton hu; martua au binahenni mengandung arti bila kuukir dalam hati wajahMu pada salibMu. Seraya aku menghayati pengorbananMu padaku. Engkaulah juru slamat dunia; engkaulah yang memikul segala dosaku; Engkau menyembuhkan luka-lukaku agar aku sentosa dan teduh. Gambar 4.10. Lagu Buku Ende No. 84 “Aut Na Ginorga Tu Rohangku“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait kedua dikatakan Sai jalo m’au ale Tuhanku baen upa ni na tinaonMi. Sai naeng ingoton ni rohangku tung sasude binahenMi. Humophop au pardosa godang, dibahen holong ni rohaM, hinorhon ni tarbaen au sonang, laho mandapothon banuaM mengandung arti sambutlah aku ya Tuhanku, sebagai upah siksaMu; akan kuukir di benakku semua perbuatan yang Tuhan berikan padaku. 153 Engkau membela aku dari segala dosa dan oleh karena itu aku bersukacita dan bergembira menuju pintu sorgaMu. Dari makna syair di atas dapat dilihat bahwa lagu nyanyian ini mendukung akan arti dari ibadah Jumat Agung seperti yang sudah dijelaskan di atas. Selain dua himne tersebut, berikut beberapa himne yang dinyanyikan dalam ibadah Jumat Agung: 1. 2. 3. 4. 5. 6. BE. No. 76 ”Sada Nama Sangkap Ni Rohangku” BE. No. 77 ”Hamu Saluhut Halak” BE. No. 78 ”O Ulu Na Sap Mudar” BE. No. 86 ” Silang Na Badia” BE. No. 619 ”Di Golgota” BE. No. 622 ”Mansai Nalnal Di Angka Partingkian” 4.3.6 Penggunaan himne dalam ibadah Kebangkitan Tuhan Yesus Tanpa kebangkitan, iman Kristen tidak mungkin muncul. Murid-muridNya hanyalah simbol kekalahan dan kehancuran. Mungkin mereka akan mengingat Yesus sebagai guru terkasih mereka, dan penyaliban hanya akan melenyapkan harapan akan mesias. Salib akan kelihatan menyedihkan dan memalukan sebagai akhir karir Yesus. Kekristenan mula-mula sangat bergantung kepada kepercayaan murid-murid-Nya bahwa Tuhan telah membangkitkan Yesus dari kematian. Jika ditanya mengapa kebangkitan Yesus Kristus disebut sebagai bukti diri-Nya adalah Anak Allah? Jawabnya adalah (1) Dia bangkit dengan kuasa-Nya sendiri. Dia mempunyai kuasa untuk memberikan nyawa-Nya dan untuk mengambilnya kembali (Yohanes 10:18). Ini tidak bertentangan dengan pasal lain yang menyatakan Yesus dibangkitkan oleh kuasa Bapa, karena Bapa dan Anak bekerja bersama-sama, seperti halnya penciptaan, tiga pribadi Allah, yaitu: Bapa, 154 Anak dan Roh Kudus bekerja sama secara harmonis; dan (2) Secara jelas Yesus telah menyatakan bahwa Ia adalah Anak Allah, kebangkitan-Nya dari kematian merupakan materai/persetujuan dari Allah Bapa akan kebenaran pernyataan-Nya. Jika Allah tidak menyetujui pernyataan Yesus sebagai Anak Allah, maka Allah tidak akan membangkitkan Yesus dari kematian. Kenyataannya Allah membangkitkan Yesus dari kematian, seolah Allah Bapa mengatakan: "Engkaulah Anak-Ku, hari ini Aku menegaskan sejelas-jelasnya." Khotbah Petrus saat hari Pentakosta juga berdasar kepada Kebangkitan Kristus (Kisah Para Rasul 2:14-40). Tidak sekedar tema khotbah, tetapi menekankan pentingnya kebangkitan. Kalau ajaran kebangkitan dihilangkan, maka semua ajaran kekristenan akan hilang. Kebangkitan merupakan; (1) Penjelasan kematian Yesus; (2) Penggenapan nubuat dalam Perjanjian Lama tentang Mesias; (3) Sumber kesaksian murid-murid; (4) Alasan pencurahan Roh Kudus; dan (5) Menegaskan posisi Yesus sebagai Mesias dan Raja. Tanpa kebangkitan, posisi Yesus sebagai Mesias dan Raja tidak akan terjelaskan. Tanpa kebangkitan, pencurahan Roh Kudus akan meninggalkan misteri yang tidak dapat dijelaskan. Tanpa kebangkitan, sumber kesaksian muridmurid hilang. Kebangkitan adalah penggenapan dari nubuat mengenai Mesias yang akan bangkit di dalam Mazmur 16:10, 'tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.' Jelaslah bahwa khotbah pertama kekristenan berdasar kepada Yesus yang telah bangkit. Perjanjian Baru bergaung kepada fakta Kebangkitan Yesus. Injil-injil mencatat pernyataan Yesus bahwa Ia akan dikhianati, dibunuh dan bangkit lagi. Mereka menyaksikan bahwa kubur telah kosong dan Ia 155 menampakkan diri kepada murid-murid-Nya seperti yang telah dikatakan-Nya. Kisah Para Rasul mencatat Kebangkitan Kristus sebagai fakta dan membuatnya menjadi pusat pengajaran. Surat-surat dalam Perjanjian Baru dan Kitab Wahyu menjadi tak berarti tanpa kebangkitan Yesus. Kebangkitan diterima baik oleh: (1) Keempat Injil yang terpisah; (2) Sejarah kekristenan mula-mula (Kisah Para Rasul); dan (3) Surat-surat: Paulus, Petrus, Yohanes, Yudas, dan Surat Ibrani. Makna ibadah minggu Kebangkitan Tuhan Yesus bagi gereja HKBP adalah ungkapan terimakasih dan pujian umat manusia karena melalui Kebangkitan telah melahirkan pengharapan yang hidup. Dia adalah Juru Selamat dan hidup serta Tuhan kami dan menjadi Kepala yang harus ditaati. Melalui kebakitanNya, iblis, dosa dan maut telah ditaklukkan dan warga gereja HKBP tidak akan takut lagi menghadapinya dan segala sengatnya karena kemenangan Tuhan kami, Panglima perkasa yang menuntun kami dari kematian hingga kepada kebangkitan daging. Melalui Kebangkitan Tuhan Yesus, wagra gereja HKBP memohon kasih dan pertolongan Tuhan agar warga gereja tidak bimbang dalam menghadapi maut. Dari makna Kebangkitan Tuhan Yesus, maka pemilihan himne dalam ibadah ini akan disesuaikan dengan makna tersebut. Berikut adalah analisis terhadap dua himne yang dinyanyikan sewaktu ibadah minggu Kenaikan Tuhan Yesus, yaitu: BE No. 92 ”Puji Ma Na Manaluhon” dan BE No. 96 ”Nungga Talu Hamatean”. 156 Gambar 4.11. Lagu Buku Ende No. 92 “Puji Ma Na Manaluhon“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait pertama dikatakan Puji hamu namanaluhon dosa hamatean i, Puji ma na pangoluhon saluhut pardosa i. Jesus na dung mate i, las roham o huria Na, ala namamillit ho, Jesus i mangolu do mengandung arti Pujilah yang menaklukkan dosa kerajaan maut. Pujilah yang membebaskan manusia yang sesat. Yesus yang telah wafat, sambut Dia hai jemaat, agar kau hidup tenang, Yesus bangkit dan menang.. Bait kedua dikatakan Tole hita mangendehon halalas ni roha i. Dohot marolopolophon sangap ni na monang i. Na tongtong mangolu i, Tole hita mangendehon halalas ni roha di parngolu Jesus i mengandung makna bahwa manusia menyanyikan kesukaan ceria dan juga mengelu-elukkan hormat bagi Yesus pemenang hidup yang kekal. Manusia menyanyikan dan merayakan hari kebangkitannya. Dari makna teks tersebut di atas maka dapat dilihat bahwa lagu nyanyian ini mendukung tujuan ibadah minggu Kebangkitan Tuhan Yesus. 157 Lagu kedua sebagai bahan analisis diambil dari BE No. 96 ”Nungga Talu Hamatean” Gambar 4.12. Lagu Buku Ende No. 96 “Nungga Talu Hamatean“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait pertama dikatakan nungg talu hamatean dibahen Tuhan Jesus i. Ai nahehe di Ibana songon nadidok nai. Haleluya, haleluya nunga hehe Jesus i; Haleluya, haleluya nunga hehe Jesus i mengandung arti Yesus telah menaklukkan kematian, Ia bangkit dari makam berdasarkan janjiNya. Haleluyah, haleluyah, Yesus bangkit dan jaya. Selanjutnya pada bait ketiga dikatakan Marlas niroha ma hita ala hehe Jesus i. Ai malua sude hita sian hamagoan i. Haleluya, haleluya nunga hehe Jesus i; Haleluya, haleluya nungga hehe Jesus i mengandung arti bahwa dengan kebangkitan Yesus maka manusia bersuka cita karena sudah dibebaskan dari dosa yang kelam. Haleluyah, haleluyah, Yesus bangkit dan jaya. Dari dua himne yang dianalisis di atas dapat dilihat bahwa teks nyanyian dalam ibadah bertujuan mendukung makna dari ibadah Kebangkitan Tuhan Yesus. 158 Selain dua lagu himne di atas, berikut adalah beberapa lagu nyanyian yang dinyanyikan dalam ibadah minggu Kenaikan Tuhan Yesus: 1. 2. 3. 4. 5. BE. No. 89 ”Ate Di Dia Soropmi” BE. No. 90 ”Sai Tapuji Debatanta” BE. No. 93 ”Pesta Paskah Hatuaon” BE. No. 94 ”Ale Tondingku Naung Hehe” BE. No. 637.a ”Patimbul Ma Huaso Ni Goar Ni Jesus i” 4.3.7 Penggunaan himne dalam ibadah Kenaikan Tuhan Yesus Makna dari Kenaikan Tuhan Yesus ke surga dapat dilihat dalam Injil Mat. 21:43; Kis. 1”8,11 yang mengatakan bahwa menjadi orang Kristen adalah sebuah kepercayaan, karena ada Roh Kudus yang tinggal dan diam dalam hidup orang percaya, serta mau meresponi keberadaan Roh Kudus. Matius 21:43 "Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu." Ayat di atas membuktikan bahwa kita sebagai orang percaya di beri kuasa dan otoritas oleh Tuhan sebagai bangsa cangkokan bukan sebagai bangsa pilihan, yang sebenarnya sebagai bangsa plilihan adalah Israel karena tidak berkenan kepada Tuhan, sehingga di tolak oleh Tuhan. Ditolak karena tidak menghasilkan buah kerajaan. Jangan kita bangga karena hanya mempunyai status sebagai orang Kristen karena fasilitas tetapi tidak berfungsi secara maksimal. Ketika kita diberi kepercayaan dan diberi tanggung jawab kepada Tuhan itu menunjukkan kedewasaan. Oleh karena itu Gereja harus jadi dewasa, artinya siap diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghasilkan buah kerajaan. Kisah Rasul 1:11 "dan berkata kepada mereka: "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu 159 berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." Kis. Rasul 1:8 "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Yesus naik ke Sorga supaya warga gereja terlibat dalam rencana Tuhan, (1) Yesus Naik Ke Sorga untuk Menyediakan Tempat bagi kita. Rumah sebenarnya bukan bangunannya melainkan bagaimana suasana rumah tersebut, apakah membuat kenyamanan dan kerasan untuk tinggal di situ, adakah fellowship atau persekutaannya. Oleh karena itu kekristenan sangat dibutuhkan sekali hubungan (fellowship); (2) Yoh. 14:1 "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."; (3) Yesus Naik ke Sorga untuk Kembali sebagai Raja atas segala Raja. (Wahyu 21: 1-4) "Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi." Perumpamaan untuk kedatangan Tuhan Yesus seperti lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh. Apa yang membedakan antara mereka yaitu persiapan. Orang yang mempunyai persiapan dalam hidupnya itulah yang menunjukkan pengharapannya bahwa Tuhan akan dan pasti datang kedua kali untuk menggenapi setiap janjinya dengan sempurna. Pastikan diri kita untuk percaya bahwa Yesus telah naik ke Sorga untuk menggenapi janji-janjiNya yaitu kita akan menjadi orang-orang yang didewasakan 160 dan diberdayakan, Tuhan Yesus akan menyediakan tempat di sorga dan Tuhan Yesus pasti datang kedua kali untuk menjadi Raja atas segala Raja. Makna Kenaikan Tuhan Yesus bagi gereja HKBP adalah bahwa mereka mereka meyakini Tuhan Yesus Kristus telah naik ke surga dan duduk disebelah kanan Allah Bapa. Kekuasaan dan kemuliaan jemaat persembahkan sampai selama-lamanya. Jemaat bersukacita karena Engkau telah menang dan Allah telah mengangkat Engkau menjadi Raja atas segala sesuatu. Jalan Tuhan penuh rahasia, Engkau telah merendahkan diriMu serendah-rendahnya, kemudian Engkau menjadi lebih tinggi di atas segala sesuatu dan menerima Nama yang terindah atas segala Nama, dan supaya semua orang bertekuk lutut menyembah Engkau, dan segala lidah mengaku, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Gereja HKBP berterima kasih karena Engkau telah membuka jalan ke surga, Engkau menjadi Iman Besar bagi manusia untuk selama-lamanya. Dengan makna Kenaikan Tuhan Yesus di atas, maka pemilihan lagu dalam ibadah yang dilakukan di gereja HKBP akan dikaitkan dengan teks yang mendukung makna Kenaikan Tuhan Yesus. Berikut ini, penulis akan menganalisis dua buah lagu yang dinyanyikan dalam ibadah Kenaikan Tuhan Yesus di gereja HKBP Pasar melintang, lagu pertama adalah BE No. 97 “Ingoton Ma Sadarion” 161 Gambar 4.13. Lagu Buku Ende No. 97 “Ingoton Ma Sadarion“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait pertama dikatakan Ingoton ma sadarion parnaek ni Tuhan Jesus. Tu habangsaNa na tongtong, naso tarbaen be meret. Tasomba ma Tuhan tai, naung mulak tu Amana I; tapujima Ibana mangandung arti bahwa umat gereja harus merayakan dan merenungkan Hari Kenaikan Yesus. Ia naik ke tahta yang megah, yang tidak akan runtuh. Sembahlah Dia yang jaya, yang pulang pada Bapanya; terpujilah namaNya. Pada bait keempat dikatakan Ai mulak do Tuhanta I di ari paruhuman. Sai dabuonNa do disi sude parhajahaton tu api na so mintop i. alai haholonganNa I, tu surgo bahennNa mengandung arti bahwa warga gereja HKBP percaya Tuhan akan datang kelak di hari penghakiman. Semua orang bejat dihalau dan dicampakkan kedalam api neraka; tetapi orang-orang yang beriman akan Tuhan tempatkan di surga. Dari makna syair di atas dapat dilihat bahwa teks lagu mendukung makna ibadah Kenaikan Tuhan Yesus. 162 Lagu kedua yang menjadi bahan analisis adalah BE No. 98 “Naung Manaek Do Ho”. Gambar 4.13. Lagu Buku Ende No. 98 “Naung Manaek Do Ho“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait pertama dikatakan Naung manaek do Ho lao tu surgo i. Ale Jesus Raja nami, Ho do ihuthonon nami. Ho partogi i, lao tu surgo i mengandung arti bahwa Yesus naik ke surga, Ia adalah Raja yang kami ikuti sampai mati. Tuntun umatMu masuk surga. Selanjutnya pada bait kedua dikatakan Maol do dalan I, togu hami on; asa tung malu hami, sian angka musu nami. Na di tano an, togu hami on mengandung arti bahwa warga gereja HKBP menyadari perjalanan hidup manusia di dunia ini penuh dengan kesulitan dan oleh karena itu manusia membutuhkan tuntunan yang dari pada Tuhan agar semua jalan yang penuh pergumulan dapat dilalui dengan sukacita. Dari dua lagu yang dianalisis di atas dapat disimpulkan bahwa teks dari dua lagu tersebut sangat mendukung akan makna dari ibadah minggu Kenaikan Tuhan Yesus. Selain dua lagu tersebut, beberapa lagu yang menjadi refrensi nyanyian dalam ibadah minggu Kenaikan Tuhan Yesus adalah: 163 1. 2. 3. 4. 5. BE No. 99 “O Ulubalang Na Gogo” BE No. 100 “Mardongan Olop-Olop Manaek Tuhanta i” BE No. 101 “Taiti Gogo Ihut Tu Ho” BE No. 636 “Jesus Do Raja Bolo i” BE No.638 “Patimbul Tuhan i” 4.3.8 Penggunaan himne dalam ibadah Turunnya Roh Kudus Ibadah Turunnya Roh Kudus disebut juga dengan Hari Pentakosta merupakan puncak dari rangkaian 50 hari masa acara/peringatan sekitar Paskah, dimulai dari minggu sengsara Tuhan Yesus yang berakhir pada hari Perjamuan Malam dan penyaliban Yesus disusul dengan kematian Yesus, lalu kebangkitanNya yang dirayakan sebagai Paskah. Kemudian Yesus memberikan Amanat Agung Penginjilan dan 40 hari setelah hari Paskah, Yesus naik ke surga. Sepuluh hari kemudian atau 50 hari setelah Paskah, pada hari Pentakosta, terjadi Pencurahan Roh Kudus kepada murid seperti yang sudah dijanjikan oleh Yesus. Hari Pentakosta adalah akhir dari penebusan dan pelayanan Yesus dibumi sebelum Ia mengutus Roh Kudus sebagai penerus usahaNya mendampingi para muridNya, namun Hari Pentakosta sekaligus menjadi awal sejarah gereja, sebab sejak itu terjadi Pekabaran Injil keseluruh dunia dan dimana-mana berdiri gerejagereja Kristen sampai dengan saat ini. Harapan warga gereja HKBP pada hari Pentakosta adalah Roh Kudus mempersatukan jemaatNya agar saling menerima dan saling mengasihi selaku anggota Tubuh Kristus yang Kudus. Jemaat mengharapkan limpahkan karunia agar semakin banyak pemberita Injil, pengajar dan rela mengasihi sesamanya manusia. 164 Melalui makna dari hari Pentakosta yang sudah dijelaskan di atas, maka pemilihan himne dalam ibadah akan disesuaikan sesuai dengan makna tersebut. Dalam hal ini, penulis akan menganalisis dua lagu yang dinyanyikan dalam ibadah minggu Pentakosta di gereja HKBP Pasar Melintang. Himne pertama adalah BE No. 102 “O Tondi Porbadia I Bongoti”. Bait pertama dikatakan O Tondi Parbadia i, bongoti roha name be, ro, sipatiur roha. O sondang sian surgoi, sondangi roha name be, tu halalas ni roha. Asa masa patupahon, pinodahon ni hataMu. Sai tu hami ma rohaMu mengandung arti ya Rohul kudus datanglah ke dalam hati yang resah, pelita hati kami. Ya sinar kasih yang terang, sinari hati yang kelam, penghibur hati kami. Agar kuat melakukan, pengajaran firman Tuhan. Jangan lupakan kami. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa warga gereja HKBP bahwa Rohul Kudus datang kedunia sebagai penghibur hati manusia; sebagai penguat hati manusia untuk memberitakan firman Tuhan keseluruh dunia. Gambar 4.14. Lagu Buku Ende No. 102 “O Tondi Porbadia I Bongoti“ Sumber: Buku Ende HKBP 165 Pada bait kelima dikatakan Ho batu mamak na togu na tau ojahan situtu, paojak rohanami tu hata hasintongan i. tung unang olo lilu be, nang sada sian hami. Lehon roha na tumogo, na umburju manggoari Jesus Kristus Tuhannami mangandung arti kau batu karang yang teguh, landasan yang sungguh teguh. Tegakkan iman kami dan jaga kami senantiasa agar tak seorang pun jemaatnya sesak dengan pedang rohani. Bina jiwa yang terkuat, lebih giat menyaksikan Kaulah Yesus Tuhan Kami. Lagu himne kedua yang di analisis adalah BE No. 106 “Ale Tuhan Amanami”. Pada bait pertama dikatakan Ale Tuhan Amanami, namorholong roha i. suru TondiMi tu hami angka natinoguMi. Paimbaru tondingki, gabe joroMi ma I, sai olio pangidoanhu, sian asi ni rohaMu mengadung arti ya Bapa Tuhan kami, Tuhan yang maha pengasih. Masuklah kedalam hati dan pimpinlah kami. Pugarlah jiwa kami supaya menjadi bait yang kudus. Ya Tuhan dengarkanlah doaku dalam kasih setiaMu. 166 Gambar 4.15. Lagu Buku Ende No. 106 “Ale Tuhan Amanami“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait enam dikatakan Tondi sai ajari ahu jala togutogu ma, asa au marpangalaho na badia na tama. Sai paburju rohangku mangoloi hataM tongtong, asa molo ro ajalhu sahat au tu ingananMu mengandung arti bahwa melalui Roh Kudus, manusia mengharapkan mereka di ajar, dituntun dengan budi pekerti agar senantiasa kudus dihadapan Tuhan. Melalui Roh Kudus, manusia menginginkan agar hatinya digiatkan untuk mentaati firman Tuhan. Dengan melakukan semua itu, ia berharap agar disaat ajal menjemput, aku tiba di rumah Bapa di surga. Beberapa lagu yang menjadi refrensi nyanyian dalam ibadah minggu Turunnya Roh Kudus adalah: 1. 2. 3. 4. BE No. 103 “O Pangapul Na Lumobi” BE No. 105 “Ro Ma Tondi Porbadia” BE No. 109 “Sai Songgopi Hami On” BE No. 640 “Haholongan Sian Ginjang” 167 4.3.9 Penggunaan himne dalam ibadah Trinitatis Makna Trinitatis dalam gereja HKBP adalah dimana warga jemaat penuh dengan sukacita karena Tuhan telah memperlihatkan dan menyatakan kasih dan pengasihanNya, memberikan pengampunan dosa, memberikan kehidupan yang kekal, harta surgawi dan pada waktunya akan memberikan penghukuman kelak. Semua ini disadari oleh warga gereja HKBP sebagai sesuatu yang tidak ternilai dengan apapun di dunia ini, karena yang tidak pernah dipahami manusia telah Tuhan ungkapkan kepada kami; yang tidak pernah dilihat manusia Tuhan telah nyatakan kepada kami; yang tidak dapat diberikan diberikan dunia ini Tuhan limpahkan kepada kami; oleh karena itu warga gereja HKBP menyerahkan Tubuh Jiwa, Roh dan segala yang ada pada kami, agar Tuhan melayakkan kami menerima kerajaan Tuhan di surga. Dari makna akan Trinitatis di atas, maka dalam ibadah minggu Trinitatis pemilihan lagu yang dinyanyikan akan sesuai dengan teks himne. Berikut adalah dua lagu yang dinyanyikan dalam ibadah Trinitatis yang dijadikan penulis sebagai bahan analisis. Lagu yang pertama adalah BE No. 116 “Ditompa Ho Do Au. 168 Gambar 4.16. Lagu Buku Ende No. 116 “Ditompa Ho Do Au“ Sumber: Buku Ende HKBP Pada bait pertama dikatakan Ditompa Ho do au, sondangi rohangkon. Tung basabasaMi sudena di au on. Gomgomi pamatangku, naeng Ho do aloanhu. Sai lehon ma gogongku, lomoM naeng ulaonhu. Urupi, tatap au tutu, panompa na burju mengandung arti bahwa warga gereja percaya Tuhan adalah pencipta manusia dan menyinari jiwa. Jiwaku kuserahkan menjadi persembahan yang kudus bagi Tuhan. Semua tenagaku akan kugunakan dalam jemaat Tuhan. Jemaat menyadari akan keterbatasan manusia sehingga senantiasa memohon pertolongan dan penyertaan Tuhan senantiasa dalam perjalanan hidupnya. Bait keempat dikatakan Ale Debatangki, Sitolusada i. Bongoti rohangki, parbadiai ma i. sai Ho ma lam hutanda, gogongku lam paganda; manangkap haluaon, maniop hatuaon, ni Ama, Anak, Tondi I na tong pujion i mengandung arti ya Bapa, Anak dan Roh Kudus, akulah milikMu siapkanlah hatiku menjadi 169 bait kudus. Jelaskan kepadaku kasihMu yang bermutu; aku bahagia menyebut Bapa, Anak dan Roh. Lagu kedua sebagai bahan untuk analisi adalah BE No.111 “Patimbul Be Ma Sangap”. Gambar 4.17. Lagu Buku Ende No. 111 “Patimbul Be Ma Sangap“ Sumber: Buku Ende HKBP Bait pertama dikatakan Patimbul be ma sangap ni Jahowa Debatanta. Dokma mauliate i tu Debata Amanta. Ai pardangolan i do sude, nang saluhut na jorbut pe dialo Debatanta memiliki arti bahwa warga gereja HKBP haruslah memuliakan Allah semesta atas segala rahmatnya, yang membebaskan umatNya dari mara bahaya Allah sungguh baik dan benar, denganNya terwujud damai yang besar sehingga berakhirlah segala permusuhan. Bait kedua dikatakan Tongtong sombaon nami Ho, mamuji salelengna. Dibaen na digonggomi Ho huriaMu sasude. Naso tardodo gogoMi, sai ingkon saut do rohaMi; on pe martua hami memiliki arti bahwa jemaat gereja HKBP memuji, menyembah dan bersyukur setiap masa karena Engkaulah Allah dan Bapa yang memerintah dunia. Hikmat Tuhan tak ternilai dan semua rencanaNya 170 akan terwujud bagi setiap umatNya dan oleh sebab itu jemaat gereja HKBP sungguh beruntung. Dengan melihat makna teks lagu ini, maka dapat dilihat lagu himne ini mendukung makna dari Trinitatis. Berikut adalah beberapa refrensi lagu dalam ibadah minggu Trinitatis di gereja HKBP Pasar Melintang: 1. 2. 3. 4. 5. BE No. 110 “Haleluya Pinuji Ma” BE No. 114 “Ale Jahowa Debata” BE No. 115 “Tuhan Debata” BE No. 641 “O Tondi Porbadia i” BE No. 646a “Sai Gohi Roha Dohot Tondingku”a 4.3.10 Penggunaan himne dalam ibadah-ibadah lainnya Di gereja HKBP masih terdapat kebaktian ibadah lainnya selain yang sudah dipaparkan di atas, dimana pemilihan lagu nyanyian akan disesuaikan dengan teks sehingga lagu-lagu dalam ibadah tersebut mendukung konteks ibadah yang dilaksanakan. Berikut adalah bagian nyanyian dalam konteks ibadah yang dilakukan di gereja HKBP secara umum: No 1 Pembangian Himne Lagu Pujian 2 Lagu Pengampunan Dosa 3 4 Lagu Hidup Beriman Lagu Masa Pergumulan 5 6 7 8 9 Lagu Tentang Ajal Manusia Lagu Tentang Akhir Zaman Lagu Baptisan Lagu Perjamuan Kudus Lagu Pernikahan Buku Ende BE No 1-17 BE No 557-589 BE No 161-182 BE No 681-701 BE No 183-235 BE No 279-298 BE No 731-752 BE No 329-340 BE No 341-355 BE No 144-147 BE No 153-155 BE No 158-160 Tabel 4.1. Bagian Nynyian dalam Buku Ende HKBP Sumber: Buku Ende HKBP 171 4.4 Fungsi Musik di HKBP Pasar Melintang Pada Bab I telah diterangkan bahwa ada sepuluh fungsi musik menurut teori Allan P. Merriam. Penulis akan mengaplikasi kesepuluh teori ini untuk melihat fungsi musik di gereja HKBP Pasar Melintang. Kesepuluh fungsi musik tersebut adalah sebagai berikut; (1) Fungsi pengungkapan emosional; (2) Fungsi pengungkapan estetika; (3) Fungsi hiburan; (4) Fungsi komunikasi; (5) Fungsi perlambangan;(6) Fungsi reaksi jasmani; (7) Fungsi yang berkaitan dengan norma social; (8) Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan; (9) Fungsi kesinambungan kebudayaan; dan (10) Fungsi pengintregasian masyarakat. Untuk mendapatkan bagaimana pendapat jemaat di gereja HKBP Pasar Melintang tentang fungsi musik, penulis melakukan wawancara dan juga menyebarkan kuesioner dengan pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden memberikan pendapatnya seputar pertanyaan yang diajukan. Berikut adalah fungsi musik menurut jemaat gereja HKBP: 1. Fungsi Pengungkapan Emosional. Musik di gereja HKBP Pasar Melintang (himne, koor, song leader dan musik instrumen) bukan diposisikan hanya sebagai pelengkap/pengisi dalam sebuah ibadah, akan tetapi musik gereja harus mampu untuk senantisa membantu penguatan akan konteks ibadah. Musik dalam gereja harus mampu membantu untuk mempertajam pengungkapan makna iman. Kegiatan ibadah tidak jatuh hanya pada ruang akal-perasaan semata, tetapi membantu mengekspresiksan sedikit jauh kedalaman (depth) spiritual. Melalui musik gereja, ruang spiritual penghayatan dan kesadaran tentang kebesaran kuasa dan kasih Tuhan, 172 orang-orang percaya menjadi lebih diperkaya dalam iman. Contoh BE No. 565 ”Las Rohangku Lao Mamuji” (ayat 2. Sude jadi-jadianMu, laut, tano, langit i. Angka bintang dohot bulan nang mata ni ari i. Hauma, ladang nang harangan, rura dohot dolok i. Saluhutna mangendehon sangap di Tuhanta i.) dan Kidung Pujian ”Allah Peduli” (Banyak perkara yang tak dapat ku mengerti. Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini. Satu perkara yang kusimpan dalam hati. Tiada sesuatu kan terjadi tanpa Allah peduli. Allah mengerti, Allah peduli segala persoalan yang kita hadapi. Tak akan pernah dibiarkanNya, kubergumul sendiri, s’bab Allah mengerti). 2. Fungsi Penghayatan Estetis. Musik gereja tidak hanya sekedar diorganisasi hanya dalam hal penampilan agar musik gereja yang dihasilkan dapat dikatakan bagus, indah, dan menarik. Akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana mengekspresikannya dalam cerminan pada sikap iman kepada Kristus. Membantu memberi kesempurnaan penghayatan dalam ibadah melalui keutuhan, kekhidmatan dan kesucian ibadah sehingga musik gereja bisa menyentuh batin tiap jemaat. Contoh BE No. 686 “Ramun Do Au” (ayat 1. Ramun do au di joloMi, gok dosangki. Urasi au, o Jesus Biru-biru i, dison do au, patau ma au”). 3. Fungsi Hiburan. Musik gereja dapat menjadi sebuah media didalam memberikan penghiburan pada warga jemaat HKBP Pasar Melintang secara khusus dapat dilihat jika ada jemaat yang sedang mengalami pergumulan, maka melalui musik gereja ini sesama warga gereja mmampu 173 memberikan penghiburan bagi mereka yang sedang mengalami duka cita. Contoh BE No. 219 “Ise Do Ale-Alenta” (ayat 1. Ise do ale-alenta, naso olo muba I, Ale-ale nasumurung, ima Tuhan Jesus i. Ai torop pe ale-ale na dihasiangan on, saluhutna i mansadi molo mate danging on). 4. Fungsi Komunikasi. Musik gereja yang disuguhkan dalam ibadah bertujuan untuk membina hubungan yang personal dengan Tuhan: sebagai bagian dari jemaat, musik gereja dapat mengkomunikasikan pesan-pesan iman dan kepercayannya secara pribadi dengan Allah. Musik gereja harus mampu menyatakan kesaksian iman kepada dunia. Tentang kebesaran Tuhan, kita dipanggil untuk bersaksi kepada dunia ini bahwa Allah di dalam Kristus adalah Allah yang mengasihi dan menyelamatkan seluruh umat manusia. Melalui musik gereja yang merupakan komunikasi/berbicara langsung dengan Tuhan, meminta pengampunan dosa, pertobatan, dan untuk memanggil seluruh umat manusia untuk datang kepada Kristus atas kasih kasihNya. Untuk himne ibadah yang dinaikkan hendaknya disesuaikan dengan tema bacaan dan khotbah yang akan disampaikan dalam ibadah pada hari itu sehingga menolong jemaat yang hadir untuk semakin dapat memahami berita sukacita yang terdapat dalam Kitab suci dan dapat lebih mudah mengkomsumsi isi firman Tuhan yang diberitakan. Contoh BE No. 213 “Dung Sonang Rohangku” (ayat 1. Dung sonang rohangku dibaen Jesus i, porsuk pe hutaon dison. Napos do rohangku di Tuhanta i, dipasonang tongtong rohangkon. Sonang do, sonang do; dipasonang tongtong rohangkon). 174 5. Fungsi Perlambangan. Dalam kitab Mazmur telah diiberikan penegasan yang amat kuat akan pentingnya sebuah persekutuan sebagai dasar kehidupan bersama. Kehidupan akrab yang menghasilkan pertumbuhan pribadi dan rohani yang baik dilambangkan dengan embun yang turun dari Hermon ke bukit Sion. Sedangkan pentingnya setiap anggota memainkan peran yang menyejukkan hati sesama, saling membangun semangat dan motivasi diantara sesama, serta saling menyembuhkan luka batin yang dihadapi dalam kehidupan; disimbolkan oleh minyak dan embun. Sangat sulit bagi sebuah kelompok untuk mempertahankan keberadaan dirinya dan meningkatkan mutu persekutuan antar anggota dan pelayanannya kepada jemaat apabila di dalam diri mereka terdapat ganjalan hubungan antar pribadi yang satu dengan yang lainnya. Ganjalan hubungan antar pribadi akan melemahkan semangat kebersamaan. Contoh BE No 173 “Sai Mulak” (ayat 1. Sai mulak, sai mulak ho naung lao jalang i. Ai nadao ho nuaeng, holong sian tuam. O parjalang ho, mulak, mulak ma ho. Mulak, mulak ma ho). 6. Fungsi Reaksi Jasmani berhungan dengan biologis dim ana pada saat kita bernyanyi dengan sunguh-sungguh sehingga kita dapat menggerakkan tubuh kita untuk memuji Tuhan. Contoh. BE No. 178. ”Roma Tu Jesus ” 7. Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial. Puji-pujian yang diangkat sebagai pujian dalam kebaktian sama sekali tidak bermaksud menggantikan tugas dan ekspresi jemaat untuk memuji Tuhan. Karena itu dalam menyanyikan puji-pujian perlu berusaha untuk senantiasa 175 mengikutsertakan jemaat atas kesadarannya sendiri. Contoh BE No. 753 ”Dipardalanan Jesus di Jolongku” (ayat 1. Dipardalan Jesus di jolongku, holong ni tanganMi manogu au. Nang di ngolungku Ho do sombaonhu, tung sonang mardalan raphon au. Huboto do tangkas panoguonMu, diiring Ho do langkangki. Sahat rodi ujung ni pardalanhu, toguma au jonok tu lambungMi). 8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama. Melalui musik gereja yang dinaikkan oleh tim musik, paduan suara dan song leader isi firman Tuhan ditafsirkan, diperdalam sehingga iman umat diperkuat, kesatuan antar warga gereja dipererat dan keterlibatan warga gereja dalam kehidupan gereja dan di lingkungan masyarakatnya dapat semakin terlihat. Dengan demikian kita dapat katakan bahwa musik gereja mempunyai makna sosial. Mereka bernyanyi bukan saja untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk jemaat. Contoh BE No. 792 ” Pasu-Pasu Hami O Tuhan” (ayat 1. Pasu-pasu hami o Tuhan, sai usehon dame Mi. Sai ampehon tanganMi Tuhan, lehon tu au gogoMi. Diportibion, baen ma au Tuhan, habaoron ni las ni roha tu namarsak i, tuna dangol i, gabe pangapuli i). 9. Fungsi Kesinambungan kebudayaan. Budaya adat istiadat yang terdapat pada suku-suku kususnya Batak Toba memiliki budaya. Budaya bernyanyi dan bermain musik yang diwariskan turun temurun oleh leluhur itu tidaklah sasuatu hal yang perlu dianggap sepele. Agar terdapatnya kesinambungan yang baik perlunya perhatian yang yang serius dalam hal itu. Contoh BE 176 No. 585 ” Somba Ma Jahowa” (ayat. 1 Somba ma Jahowa Debatanta, amen haleluya. Sigomgom langit tano on rodi isina, amen haleluya. Beta hita lao marsinggang tu joloNa, amen haleluya. Nasongkal jala nabadia do Jahowa, amen haleluya. Endehon amen haleluya; endehon amen haleluya; endehon amen haleluya; endehon amen haleluya). 10. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat. Himne dalam ibadah yang dinyanyikan itu untuk membina hubungan yang personal dengan anggota jemaat pada umumnya. Dalam hal ini himne merupakan bagian yang integral dengan jemaat. Mereka memuji Tuhan untuk menguatkan persekutuan dengan jemaat. Melalui puji-pujian yang mereka nyanyikan, mereka sedang merajut bersama persekutuan sebagai tubuh Kristus. Persekutuan yang hangat antar tim musik dapat tercipta apabila dapat dikembangkan rasa saling percaya, saling menghargai pendapat dan talenta yang ada, menjalin komunikasi yang terbuka tanpa harus mengorbankan dan melukai perasaan orang lain. Setiap ide atau pemikiran untuk mengembangkan musik gereja hendaknya dibicarakan bersama. Sebab bagaimana pun dibutuhkan sebuah kerja sama tim yang berakar dari sebuah persekutuan yang hangat dalam pelayanan untuk melakukan pekerjaan yang besar dari Allah. Contoh BE No. 656. Parhahamaranggion” (ayat 1. Parhahamaranggion i lam hot jala togu. Singkop ma hasadaon i di Jesus i burju. Rap sauduran hita be marholong na tutu, mar dame, mar las rohama di Jesus i tutu). 177 Selain fungsi musik menurut Merriam di atas, masih terdapat beberapa fungsi musik lainnya bagi jemaat gereja HKBP Pasar Melintang seperti: 1. Sebagai wadah pendewasaan iman Jemaat. Tim musik, song leader dan paduan suara gereja mengadakan latihan satu kali dalam seminggu. Sebelum latihan dimulai biasanya terlebih dahulu diawali dengan kebaktian singkat dan adanya pendalaman Alkitab. Melalui kegiatan ini tim musik, song leader dan kelompok-kelompok paduan suara gereja dibekali dengan firman Tuhan56. 2. Lambang keberhasilan. Bila suatu gereja HKBP mampu mengorganisir semua sumber daya yang dimiliki dan sekaligus mengembangkannya maka akan terlihat kepaduan sebuah tim musik, song leader dan paduan suara. Keberhasilan ini tentu akan berdampak dalam ibadah kebaktian, penampilan dan persiapan yang baik akan memberikan kualitas musik gereja yang baik pula57. 3. Sebagai wadah bertukar pikiran baik dalam pergumulan kehidupan sehari-hari maupun dalam hal pembicaraan tentang iman. Sebelum latihan dimulai biasanya tim musik ini melakukan pembicaraan tentang pergumulan sehari-hari baik dalam hal keluarga, pekerjaan, cita-cita, cinta, dan yang lainnya58. 56 Wawancara dengan Joy Ferianto Manullang (Pemain Keyboard) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Minggu 15 Juni 2014. 57 Wawancara dengan Wati Damanik anggota paduan suara) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Minggu 15 Juni 2014. 58 Wawancara dengan Veli Sianipar (song leader) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Sabtu 28 Juni 2014. 178 4. Sebagai motivasi mengikuti ibadah minggu dan pelayanan-pelayanan lainnya diluar ibadah minggu.59 Menjadi anggota tim musik mengharuskan seseorang harus menghadiri kebaktian setiap minggu demi memberikan pelayanan yang terbaik. 5. Merupakan wadah pembelajaran musik. Menjadi anggota tim musik mengharuskan seseorang mengikuti latihan musik gereja. Dalam latihan mereka mendapatkan berbagai pengetahuan musik dalam hal cara membaca notasi, nilai not, tempo, dan yang lainnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa banyak latar belakang tim musik gereja di HKBP Pasar Melintang Medan yang memahami musik secara otodidak.60 6. Merupakan eksistensi jemaat dalam pelayanan gereja. Menjadi salah satu dari tim musik menunjukkan eksitensi seseoarang dalam pelayanan di gereja61. 7. Tempat menemukan pasangan hidup. Salah satu tim musik yang ada di HKBP Pasar Melintang Medan menemukan pasangan hidupnya melalui aktivitas melayani musik di gereja.62 59 Wawancara dengan Josua Sinurat (Pemain Bass) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Minggu 15 Juni 2014. 60 Wawancara dengan Irwin Pangaribuan (Pemain Drum dan Bass) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Minggu 15 Juni 2014. 61 Wawancara dengan Felix Silitonga (Gitaris) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Sabtu 28 Juni 2014 62 Ibid., wawancara dengan Irwin Pangaribuan. 179 BAB V PERUBAHAN MUSIK GEREJA DALAM IBADAH DI HKBP PASAR MELINTANG MEDAN Dalam pembicaraan tentang musik gereja sering kali di jumpai istilah musik di asumsikan dengan rangkaian nada yang dimainkan oleh para pemain dalam bentuk instrumen lagu atau dalam bentuk harmoni yang dimainkan untuk mengiringi lagu/pujian yang dinyanyikan oleh soloist, vokal group, koor dan jemaat. Pendapat seperti ini sebenarnya tidak dapat mendefenisikan pengertian musik gereja secara keseluruhan sebab ada hal lain yang penting diperhatikan, yaitu sifat musik gereja tidak semata-mata dilihat dari jenis musik yang ditampilkan. Saat ini dapat dilihat bahwa gereja HKBP sedang mengalami sebuah “revolusi” dalam musik gereja. Ada kecendrungan sebahagian besar masyarakat HKBP untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam pelayanan musik sehingga memunculkan perubahan musik dalam ibadah. David B.Pass berpendapat bahwa sifat musik gereja ditentukan oleh sifat gereja, dan sifat gereja ditentukan oleh misinya, oleh karena itu dapat dipahami bahwa penggunaan musik ibadah yang tepat adalah maka ketika memahami eklesiologi; memahami sifat dari gereja; memahami bagaimana ibadah, dan musik ibadah dan bagaimana musik gereja berfungsi di dalam gereja. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa ada tiga tujuan dasar dari musik gereja, yaitu: kerygma (pewartaan), koinonia, (persekutuan), dan leitourgia (untuk melayani). Ketiga unsur di atas saling terkait dan diperlukan gereja untuk 180 memenuhi misinya menyampaikan pesan dan pengampunan kepada dunia. Ibadah yang seimbang harus mencerminkan tiga model ini secara teratur, kreatif, sistematis, dan hati-hati. Menurut Carol R. Ember (1987:32), suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat. Merriam (1964:172) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga dapat berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku- pelaku kebudayaan itu sendiri dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut. 5.1 Perubahan dalam Komposisi Himne Dari aspek sejarah diketahui bahwa masuknya musik Barat dalam masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari peran missionaris dalam Pekabaran Injil di tanah Batak. Musik menjadi salah satu sarana yang digunakan missionaris dalam menarik simpatik masyarakat agar mau menerima kedatangan mereka dan dengan proses belajar musik yang dilakukan missionaris pada waktu itu, orang Batak Toba mulai belajar musik tradisi Barat. Selain musik, missionaris juga mengajarkan lagu-lagu nyanyian/himne gereja Lutheran yang sebelumnya teks lagu diterjemahkan dalam bahasa Batak. Perkembangan selanjutnya, sebahagian besar himne gereja HKBP bersumber dari himne Lutheran. 181 Tradisi bernyanyi dalam gereja HKBP sampai saat ini sudah berjalan kurang lebih 152 tahun. Kebanyakan warga gereja HKBP menyadari bahwa lagulagu himne bersumber dari himne lutheran dengan syair yang diterjemahkan dalam bahasa Batak Toba. Dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa selain syair yang sudah diterjemahkan, terdapat sebahagian himne dalam Buku Ende dengan perubahanperubahan dalam komposisi musik. Hal ini terjadi dikarenakan dua faktor, yaitu dikarenakan penyesuaian teks dan komposisi awal yang lebih sulit sehingga lebih susah untuk dipelajari dan dinyanyikan. Perubahan komposisi musik dapat dilihat dari perubahan tonalitas, melodi, harmoni dan pola iringan. Perubahan dalam tonalitas diakibatkan kerumitan dalam hal membaca notasi, oleh karena itu banyak tonalitas himne gereja HKBP diturunkan. Sebagai contoh, jika himne Lutheran menggunakan tonalitas E Mayor, maka dalam Buku Logu akan dituliskan menjadi Es Mayor; jika lagu dalam A Mayor maka dalam Buku Logu akan dituliskan dalam As Mayor. Hal di atas dapat dipahami sebuah proses pemudahan dalam bermain musik karena musisi Batak Toba lebih nyaman bermain dalam tangga nada mol dari pada tangga nada kres. Kerumitan bermain musik dalam tangga nada kres (misalnya lagu dalam 4 kres) dapat dilihat pada instrumen tiup; trumpet akan main dalam 6 kres dan Saxophone Alto akan dimaainkan dalam 7 kres. Bermain musik dalam 5 kres dan selanjutnya akan memerlukan latihan yang cukup lama diakibatkan posisi penjarian dalam tangga nada kres. 182 Menurut pangaribuan, seringkali dalam setiap mengiringi ibadah di gereja HKBP, tim musik tiup kewalahan memainkan lagu dalam dalam 3 kres dan 4 kres, sehingga pemain tiup meminta pemain keyboard untuk melakukan transpose turun satu kali sehingga bunyi yang dihasilkan sebenarnya menjadi 3 mol dan 4 mol.63 Perubahan dalam hal melodi terjadi karena terkait pola meter dari syair sehingga menyebabkan nilai melodi menjadi di augmentasi dan dimunuentasi serta penambahan melodi baik dengan menggunakan passing tone atau dengan teknik lainnya. Perubahan komposisi musik dalam hal harmoni terjadi karena perubahan melodi dan hal ini juga berpengaruh pada perubahan polo iringan. Perubahan dalam empat aspek yang sudah dijelaskan di atas setidaknya akan mempengaruhi ’musikalitas’ lagu himne yang bagaiman pada awalnya karya tersebut diciptakan. Hilangnya beberapa unsur musik ini juga akan berpengaruh pada sebahagian pandangan warga gereja HKBP yang mengatakan bahwa komposisi musik gereja kurang terasa monoton. Dalam hal analisis perubahan dalam komposisi musik, penulis akan mengambil dua karya himne Lutheran dan dua karya himne HKBP. Lagu pertama berjudul ”Come, O Came, in Pious Lays” dengan lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate. 63 Wawancara dengan Johannes Pangaribuan, S.Sn pada tanggal 17 Mei 2014. Ia adalah pemain musik tiup dan juga pemain drum. 183 Gambar 5.1 Partitur Lagu ”Come, O Come, in Pious Lays” Sumber: HymnBook for Christian Worship 184 Gambar 5.2 Partitur Lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate” Sumber: Buku Logu HKBP Hasil Analisis: 1. Dalam hal tonalitas dapat dilihat bahwa lagu ”Come, O Come, in Pious Lays” dimainkan dalam D Mayor, sedangkan dalam Buku Logu ”Nasa Jolma Ingkon Mate” dimainkan dalam C Mayor. 2. Dalam hal melodi dapat dilihat bahwa terjadi perubahan dalam lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate”. Perubahan dalam hal nilai not terjadi karena ada augmentasi dan dimunuentasi. Perubahan lainnya adalah pengurangan beberapa melodi pada lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam partitur berikut: 185 Gambar 5.3 Analisis Lagu Sumber: HymnBook dan Buku Logu 3. Dalam hal perubahan harmoni terjadi pada hampir seluruh birama, sebagai contoh dalam bar pertama ketukan kedua pada lagu pertama dalam Bm (tingkat vi) sedangkan ketukan kedua dalam lagu kedua adalah C (tingkat I). Pada ketukan keempat juga berubah dari tingkat IV pada lagu pertama dan lagu kedua pada tingkat ii. 4. Dalam hal perubahan pola iringan lagu pertama lebih dinamis bila dibandingkan dengan lagu kedua. Bagian kunci F pada lagu pertama didominasi note seperdelapan sedangkan untuk lagu kedua lebih didominasi not seperampat 186 Gambar 5.4 Pola Iringan Sumber: HymnBook dan Buku Logu Lagu kedua sebagai bahan analisis adalah lagu ” Valent will ich Geben” dan lagu ”Behama Panjalongku”. Gambar 5.5 Partitur Lagu ”Valent will ich Geben” Sumber: Harmonium – Schuile dalam Von Friederich Eckhardt 187 Gambar 5.6 Partitur Lagu ”Behama Panjalongku” Sumber: Buke Ende dan Buku Logu Hasil Analisis: 1. Dalam hal tonalitas dapat dilihat bahwa lagu ”Valent will ich Geben” dan lagu ”Behama Panjaolongku” sama-sama dimainkan dalam C Mayor. 2. Dalam hal melodi dapat dilihat bahwa terjadi perubahan dalam lagu ”Behama Panjalongku”. Perubahan dalam penggunaan alterasi pada melodi lagu dan munculnya melodi baru terutama pada dua birama terakhir. 188 Gambar 5.7 Analisis Perubahan Melodi Sumber: Harmonium Schuile dan Buke Ende 3. Dalam hal perubahan harmoni terlihat jelas pada birama 5-7. Birama kelima ketukan tiga, lagu pertama dalam harmoni D (II) sedangkan lagu kedua dalam G7 (V7). 189 Gambar 5.8 Analisis Perubahan Harmoni Sumber: Harmonium Schuile dan Buke Ende 4. Dalam hal pola iringan bahwa lagu ”Valent will ich Geben” dan lagu ”Behama Panjaolongku” adalah hampir sama, tidak terdapat perubahan yang mendasar. 5.2 Perubahan Penggunaan Alat Musik dalam Ibadah Gereja HKBP Penggunaan instrumen musik sangat penting artinya bagi jemaat, karena melalui musik anggota jemaat tertolong untuk menginternalisasikan makna ibadah dan kehikmatan penyembahan kepada Allah dalam kebaktian. Dengan kata lain musik di dalam gereja berkuasa dan mempunyai peranan penting di dalam pembinaan rohani anggota jemaat. Oleh karena itu kedudukan atau penggunaan instrumen musik dalam kebaktian gereja, bukanlah sebagai tambahan melainkan merupakan hal yang integral sejak awal sampai berakhirnya kebaktian. 190 Luther D. Reed64, mengatakan: “Fungsi utama dari musik ialah: “to clothe the text of liturgi” (Pembungkus teks liturgi). To clote sama dengan melapisi, menutupi. Musik itu adalah sebagai pembungkus teks liturgi agar teks liturgi dapat lebih indah, lebih mudah dihayati.65 Sebab jika ditinjau dari sudut praktisnya, kegunaan musik itu bukan hanya kepada yang menyanyikannya, tetapi juga kepada orang-orang yang mendengarkan. Dengan demikian musik dapat dikatakan sebagai alat puji-pujian dan sebagai alat untuk memberitakan Firman Allah. Dengan kata lain penggunaan instrumen musik dalam kebaktian adalah tata cara yang diorganisir di dalam pelaksanaan kebaktian. Maka dalam ibadah HKBP haruslah tercipta komunikasi yang baik antara Tuhan dengan manusia. Komunikasi yang dimaksud adalah hubungan antara jemaat yang hadir di dalam kebaktian dengan Tuhan yang hadir. 5.2.1 Alat musik tiup Dalam konteks tradisi umat Allah dalam Perjanjian Lama, terompet digunakan pada masa peperangan dan tiupan terompet digunakan sebagai adanya tanda bulan baru, tahun Yobel, gerakan militer, upacara sipil, penobatan raja, puji-pujian, serta penyembahan. Pada dasarnya alat musik ini dibuat bukan untuk mengiringi pujian, tetapi untuk memberikan tanda/ peringatan.66 Seiring dengan penyebaran agama Kristen Protestan, para misionaris turut membangun sarana-sarana seperti pendidikan dengan membuka sekolah, 64 Luther D. Reed, Workship A Study of Corpurate Devation, Philadelphia: 1959), hal., 159. 65 Ibid. hal., 160. E. Martasudjita dan Karl Edmund, Musik Gereja Zaman Sekarang. (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 2009), hal., 35-36. 66 191 kesehatan dengan membuka rumah sakit dan balai pengobatan maupun membangun sarana transportasi. Hal ini mendorong berakarnya agama Kristen di dalam budaya masyarakat Batak Toba. Perubahan itu selaras dengan konsep hidup orang Batak Toba di dunia, yaitu mencari hamoraon (kekayaan), hagabeon (memiliki keturunan yang berhasil), dan hasangapon (kemuliaan atau kehormatan). Kebaktian menjadi bagian dari masyarakat Batak Toba Kristen. Perhatian masyarakat terhadap eksistensi gereja juga didorong oleh pengetahuan tambahan terhadap pengenalan musik-musik gereja yang berasal dari Eropa. Setiap acara kebaktian gereja, jemaat dikenalkan dengan lagu-lagu melalui notasi Barat. Bersamaan dengan itu para misionaris memperkenalkan alat-alat musik seperti: trumpet, saksofon alto, saksofon tenor, trombon, dan Bariton. Instrumen tersebut dipakai untuk mengiringi nyanyian-nyanyian gereja. Para misionaris juga mengajarkan bagaimana cara memainkan alat musik tersebut kepada sekelompok warga jemaat yang dianggap sungguh-sungguh mengikuti ajaran agama Kristen dan mempunyai minat dan perhatian yang tinggi untuk bermain musik. Mereka diajar mengenal notasi musik yang ada. Melalui proses belajar yang cukup lama, akhirnya beberapa warga jemaat mahir memainkan ensambel musik tiup tersebut. Pengetahuan tentang alat-alat musik organ dan brass sama sekali masih baru bagi masyarakat Batak Toba, demikian juga tentang musik gereja yang bertangga nada diatonik. Instrumen musik brass yang pertama hanya terdiri dari sebuah trumpet, yang digunakan untuk mengiringi kebaktian di gereja yang 192 dimainkan oleh Berausgegeben Van D. Johansen Ruhlo, putra Nommensen sendiri, mengingat saat itu belum ada warga jemaaat Batak Toba yang dapat memainkannya. Perkembangan agama Kristen Protestan semakin lama semakin pesat dan pertunjukan solo trumpet tidak sanggup lagi mengimbangi tingkat intensitas paduan suara jemaat, sehingga ditambahlah trumpet tersebut menjadi empat buah. Untuk itu Johansen terpaksa harus mengajari beberapa warga untuk memainkannya, juga mengajarkan notasi balok khususnya yang tertuang dalam Buku Logu, buku nyanyian pokok gereja HKBP. Setelah penjajahan berakhir tahun 1943, para zending Jerman juga meninggalkan Tanah Batak, namun aktivitas kerohanian tetap berjalan. Para Pendeta yang telah diajar kerohanian dan pengenalan musik oleh para misionaris mengambil alih kepemimpinan gereja. Selain digunakan untuk kegiatan gereja, brass band juga digunakan mengiringi kegiatan-kegiatan para militer Jepang yang hendak berperang, seperti saat pemberangkatan tentara yang hendak berperang. Menurut Bapak St. Edison Pasaribu dalam Pardede mengatakan bahwa awal sejarah masuknya alat musik tiup di HKBP dapat ditelusuri mulai dari gereja HKBP Pearaja yang mendapatkan sumbangan dari Misionaris Jerman. Setelah alat musik tiup diserahkan kepada jemaat di sana, kemudian Misionaris Jerman mengiringi kegiatan ibadah dengan menggunakan alat musik tiup. Setelah itu, mereka mengumpulkan jemaat yang benar-benar mau belajar alat musik tiup tersebut. Setelah beberapa bulan kemudian, Misionaris dari Jerman pun berangkat 193 dari Pearaja dan kebaktian di gereja Pearaja sudah diiringi oleh alat musik tiup yang pemainnya adalah jemaat HKBP Pearaja. Masuknya alat musik tiup ini semakin memperluas kabar ke hampir seluruh Distrik II Silindung dan kerinduan jemaat dari berbagai gereja di sekitarnya untuk beribadah di gereja Pearaja. Alat musik tiup yang sudah ada dipakai dan dirawat sedemikian rupa supaya tetap terpelihara dan bisa digunakan dalam waktu yang sangat lama. Alat musik ini masih tetap dipergunakan sampai pada tahun 1974 di HKBP Pearaja. Namun setelah hampir beberapa puluh tahun dipergunakan, ternyata tidak ada lagi yang mempergunakannya setelah tahun 1974. Bahkan anggota Gereja HKBP Pearaja sendiri tidak mengetahui mengapa alat musik tersebut tidak nampak lagi. Menghilangnya alat musik tiup tersebut mempunyai efek yang negatif dalam kemerosotan jemaat yang mengikuti kebaktian di gereja tersebut, dengan alasan bahwa ternyata alat musik tiup tersebut mempunyai dampak yang sangat besar dalam proses pelaksanaan ibadah di gereja. Tanpa adanya yang mengiringi lagu-lagu pujian di gereja jadi terasa hambar dan tidak meresap ke dalam hati, demikian tutur Bapak St. Edison Pasaribu. Sampai tahun 1975, alat musik tiup juga sudah dipadu dengan poti marende yang pada awalnya juga adalah merupakan sumbangan dari para Misionaris Jerman yang datang ke Pearaja untuk melihat perkembangan dari gereja tersebut. Poti marende ini juga disumbangkan supaya dipadu dengan alat musik tiup. Sama halnya seperti proses awal diberikannnya alat musik tiup, para missionaris juga mengajari jemaat setempat yang mempunyai minat dalam hal 194 memainkan poti marende. Setelah sekian lama prosesnya, akhirnya ada juga beberapa orang yang mahir menggunakannya. Kemudian dalam setiap kebaktian, alat musik tiup digabungkan dengan poti marende sehingga lebih merdu dan membuat jemaat lebih bersemangat dalam menyanyikan lagu-lagu pujian. Dari sejarah yang sudah diteliti melalui wawancara tersebut, beliau juga masih sempat menyimpan satu sejarah yang sudah lama tersimpan dan selalu diingat ketika ditemukannya kembali alat musik tiup tersebut pada tahun 1992 di bagian belakang gereja HKBP Pearaja namun tidak lengkap lagi seperti yang dulu dan sudah dalam keadaan tidak bisa dipergunakan lagi. Sangat disayangkan jika alat musik tersebut sudah tidak bisa dipergunakan namun muncul secara tiba-tiba dan mengherankan semua anggota jemaat pada masa itu. Sehingga setelah tahun 1975, hanya poti marende67 yang digunakan dalam mengiringi kebaktian setiap hari minggunya. 5.2.2 Organ Organ sudah dikenal di Silindung tepatnya di gereja Pearaja berkat sumbangan seorang dermawan yang merupakan salah satu jemaat di gereja. Beliau menyumbangkan sebuah organ yang mempunyai beberapa nada yang sudah mengimbangi penggunaan alat musik tiup dan poti marende jika dipadu. Penggunaan organ ini akhirnya menutup masa penggunaan poti marende yang masih tersimpan sampai sekarang di gereja tersebut. Dari hasil yang ditemukan dari beberapa gereja yang sudah diteliti, ada beberapa gereja yang menggunakan 67 Poti Marende adalah sebutan untuk Orgel. 195 poti marende yang masih disimpan di gereja masing-masing, yakni gereja Simanungkalit, Ressort Sipoholon I, dan gereja Pintubosi, Ressort Sipoholon VI. Menurut mereka poti marende dibuat oleh generasi sebelumnya karena sudah diajari oleh seorang keturunan Jerman yang pekerjaannya adalah membuat poti marende di Jerman dan datang ke tanah Batak untuk membantu proses pembuatan poti marende supaya dipergunakan di setiap gereja. Hal ini berlangsung sudah berpuluh-puluh tahun. Menjelang akhir abad 18 mutu musik organ dalam ibadat tidak lagi seperti tahun 1750-an. Jabatan organis merupakan suatu tugas sampingan dan sering dipegang oleh orang pensiunan. Maka komposisi organ pun menurun. Dalam ibadat selama abad 19 permainan organ terbatas pada iringan nyanyian Gregorian dalam Katolik. Komposisi semacam ini diciptakan banyak selama abad 19. Perkembangan organ Gereja pada awal abad 19 pun mengalami penurunan drastis dan hampir hilang, dibandingkan dengan piano yang mengalami peningkatan ekspresi, dimana organ dirasakan statis. 5.2.3 Format ansambel Format ansambel musik adalah gabungan dari berbagai instrumen musik seperti dua atau tiga keyboard; keyboard dengan saxophone, keyboard dengan organ dan berbagai bentuk lainnya. Perkembangan musik yang demikian dirasakan pekembangannya pada tahun 2000-an, dimana kemajuan teknologi yang semakin meningkat dan arus informasi tantang musik yang meningkat. 196 Pada era tersebut, sudah semakin banyak sarjana musik yang dihasilkan oleh berbagai institusi musik di Indonesia, secara khusus di kota Medan, seperti: Prodi Seni Musik Universitas HKBP Nommnsen Medan, Jurusan Etnomusikologi USU, Seni Musik Universitas Negeri Medan dan Sekolah Menengah Musik 11. Keempat institusi formal ini setidaknya telah membawa perubahan dalam hal format mengiringi ibadah karena baik alumni, mahasiswa dan siswa kebayakan aktif juga melayani di gereja masing-masing. Pada tahun 2002 sampai sekarang, Prodi Seni Musik UHN secara berkesinambungan sudah menggunakan format ini melalui penjemaatan kegerejagereja HKBP yang ada di Sumatra Utara. Pada tahun 2000 an yang lalu, musik pengiring ibadah masih mayoritas organ tunggal, ini ditemui hampir sebahagian gereja HKBP di kabupaten Tapanuli, Kabupaten Samosir, Kota Siantar, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Deli Sedang, Kabupaten Kaban Jahe dan kota Pangkalan Susu.68 Pelayanan Musik gereja HKBP Pasar Melintang dibagi atas dua bagian; (1) untuk kebaktian siang dalam bahasa Batak Toba menggunakan ansambel musik keyboard (keyboard 1 memainkan suara organ dan keyboard 2 memainkan suara piano). 68 Wawancara dengan Drs. Kamaluddin Galingging, M.Sn – Kaprodi Seni Musik Fak. Bahasa dan Seni Univ. HKBP Nommensen, 17 Mei 2014 di Medan. 197 Gambar 5.9 Format Duet Keyboard dalam Mengiringi Ibadah Sumber: Dokumentasi Pribadi 5.2.4 Band Suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat. Perubahan dalam penggunaan musik digereja HKBP dapat dilihat dari penggunaan Band dalam mengiringi ibadah. Musik Band menjadi alat musik pengiring di gereja HKBP Medan mulai menjamur sekitar tahun 2004. Ini mau tidak mau adalah karena adanya pengaruh dari musik ibadah yang ada di gereja tetangga. Banyaknya warga jemaat HKBP yang beribadah di gereja tersebut, mendorong otoritas gereja untuk bersikap dan mengambil sebuah langkah dalam memecahkan permasalahan ini. 198 Alasan sebahagian warga gereja, adalah penggunaan alat musik dan lagulagu yang ditawarkan di gereja tersebut lebih bisa diterima jemaat dari pada lagu himne HKBP. Untuk mengantisipasi ini, otoritas gereja diberbagai ressort mulai membuat ibadah alternatif khusus bagi jemaat yang menginginkan konsep ibadah seperti itu. Dengan demikian, permintaan format musik band mulai dibentuk diberbagai gereja HKBP yang melaksanakan ibadah alternatif. Pergeseran lagu himne gereja HKBP mulai digantikan dengan musik pop rohani pada ibadah alternatif. Dengan pelaksaan ibadah ini, setidaknya para muda/i gereja HKBP Pasar Melintang tidak lagi beribadah digereja lain, akan tetapi mereka sudah senang beribadah di gereja sendiri. Untuk kebaktian alternatif yang dilaksanakan sekali sebulan setiap minggu keempat adalah band. Personil musik band dan song leader didominasi oleh pemuda/i gereja. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Ibu Pendeta Ressort diketahui bahwa ibadah alternatif ini segaja dilakukan untuk menampung aspirasi kaum muda/i yang menginginkan musik yang lebih hidup dan tidak ”konvensional”. Akan tetap kemampuan sumber daya manusia di gereja yang memiliki kemampuan dibidang musik dianggap masih sangat minim sehingga ibadah alternatif ini masih dilaksanakan sekali sebulan. Waktu yang demikian lama dapat dimanfaatkan oleh tim musik dan song leader untuk melatih lagu pop rohani berulang kali dalam hari-hari yang berbeda, sehingga para personil musik lebih siap ketika tampil melayani ibadah gereja. 199 Gambar 5.10 Format Band dalam Mengiringi Ibadah Sumber: Dokumentasi Pribadi Wawancara yang dilakukan penulis dengan tim musik dan song leader ditemukan bahwa hampir seluruhnya mereka tidak mempunya basic musik yang didapat melalui institusi musik formal. Sebahagian dari mereka memperoleh pengetahuan musik dari aktivitas privat musik dan sebagian lagi memperoleh pengetahuan musik belajar otodidak. Perubahan yang terjadi bukan hanya semata-mata dalam hal pergantian sumber nyanyian, akan tetapi ada hal yang fundamental seperti kaitan himne dengan tata ibadah. Liturgi gereja HKBP sudah disusun sedemikian rupa dan disesuaikan dengan teks nyanyian di Buku Ende. Artinya, nyanyian untuk ibadah Jumat Agung harusnya mendukung makna tentang kematian Tuhan Yesus sehingga pesannya dapat diterima jemaat dengan baik akan tetapi di Ibadah alternatif, nyanyian ini diganti dengan lagu pop rohani yang berjudul ”Kasih Yang Sempurna”. Perubahan makna terjadi dalam situasi ini, lagu ”kasih Yang 200 Sempurna” dapat dinyanyikan dalam berbagai konteks kehidupan jemaat; baik itu dalam konteks sukacita dan lain sebagainya. Dilain hal lagu ”O Ulu Na Sap Mudar” hanya dinyanyikan dalam kebaktian Jumat Agung karena pemilihan teks, melodi dan harmoni mendukung makna Jumat Agung. 5.2.5 Music box gereja (MBG) MBG mulai dikenal secara luas sekitar 6 tahun yang lalu, MBG ini merupakan perangkat yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan musik liturgi dalam gereja HKBP pada awalnya. Obsesi tim musik gereja / liturgi adalah membangkitkan semangat pujian dalam setiap ibadah dengan pelayanan musik yang terbaik untuk Tuhan kita Yesus Kristus. MBG adalah satu perangkat laptop yang menggunakan platform LINUX serta berfungsi khusus mengiringi nyanyian / lagu. Program ini dirancang dan disusun secara profesional oleh Tim IT MBG bekerja sama dengan para musisi yang khusus memahami musik liturgi dan profesional yang dipimpin oleh St. Drs. Nurdin Doloksaribu, MSi untuk melakukan rekaman lagu-lagu gereja sesuai dengan partitur yang resmi baik yang dikeluarkan Yamuger atau Terbitan Lembaga Gereja lainnya. Iringan musik MBG disesuaikan dengan karakter lagu dan tema lirik sehingga ada berbagai type iringan musik yang telah kami buat dalam MBG ini yaitu : Orchestra Classic, Orchestra Populer, iringan full band, etnis (tradisional). Lembaga gereja yang pertama kali menggunakan MBG ini adalah HKBP, kemudian Tim MBG melakukan perluasan pelayanan ke seluruh denominasi gereja di Indonesia (GKI, GKPI, GKPS, GBKP, Gereja Kharismatik, GKJ, Gereja 201 Pasundan, Toraja, GPIB, Gereja Indonesia bagian Timur dalam hal ini gerejagereja di Irian Jaya). MBG ini telah disosialisasikan di YAMUGER Jakarta, seluruh pendeta gereja HKBP dan di berbagai gereja denominasi Indonesia. Tim musik MBG dipimpin oleh bapak St. Drs Nurdin Doloksaribu, MSi dibantu oleh para musisi Hendro Lumantoruan (musisi / guru musik dan pengajar koor di HKBP Perumnas II Bekasi), Junaedi Baroes (Guru musik / musisi dan pengajar koor di GBKP, dan sedang menyelesaikan study musik S1 di Institut Kesenian Jakarta dan juga seorang musisi ethnis khusus Karo), Pendeta JAU Doloksaribu, M.Min. 5.3 Perubahan Musik di beberapa Gereja HKBP Di Kota Medan Untuk melihat perubahan konsep musik gereja secara lebih luas lagi, penulis melakukan observasi di beberapa gereja HKBP di Kota Medan. Melalui aktivitas tersebut penulis menemukan beberapa format musik yang ada di gereja HKBP selain yang ada di HKBP Pasar Melintang, diantaranya adalah. 1. Format Ansambel Keyboard dan Alat Musik Saxophone. Di gereja HKBP Ressort Melati Satu Helvetia, HKBP Dame Simpang Zipur dan HKBP Simpang Limun memakai format musik ini dalam ibadah kebaktian yang dilakukan. Keyboard bertugas untuk memblok suara organ sedangkan saxophone memainkan melodi dan kadang kala melakukan improvisasi kecil terhadap melodi yang dimainkan 2. Format Keyboard dengan Style. Penulis menemukan format ini dimainkan di gereja HKBP Simpang Limun. Sistem permainan format ini 202 adalah dengan memilih style yang cocok dengan lagu-lagu yang dinyanyikan dalam ibadah tersebut. 3. Format MBG. Dari beberapa gereja yang penulis observasi, penulis menemukan pada ibadah kebaktian di gereja HKBP Simpang Limun penggunaan Music Box dalam mengiringi ibadah kebaktian. Biasanya musik di set terlebih dahulu dalam satu folder (lagu-lagu yang akan dinyanyikan pada acara minggu). 4. Format Organ Tunggal. Format ini penulis temukan di gereja HKBP Sudirman. Konsep ini lebih dengan eloborasi suara-suara instrumen yang ada dalam perangkat organ, sehingga meskipun satu orang yang mengiringi ibadah akan tetapi dengan kreatif organis dapat memunculkan suara organ yang lebih variatif. 203 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Musik dalam gereja HKBP dimaknai dalam beberapa hal, yaitu: himne, koor dan alat musik pengiring. Ketiga bagian ini menjadi bagian yang integral dalam pelaksanaan ibadah. Penggunaan musik dalam ibadah gereja HKBP Pasar Melintang selalu disesuaikan dengan makna dari kebaktian minggu, sehingga seluruh himne dan koor yang dinyanyikan jemaat seluruhnya mendukung akan tema ibadah minggu. Penggunaan alat musik di gereja HKBP Pasar Melintang dapat dilihat dalam ibadah yang dilakukan. Untuk ibadah Sekolah Minggu menggunakan solo keyboard dengan memakai style; ibadah Minggu Pagi menggunakan format Band; dan Ibadah Minggu Umum menggunakan duet keyboard. Penggunaan variasi instrumen pengiring nyanyian ibadah di gereja HKBP Pasar Melintang dapat meningkatkan partisipasi jemaat dalam kebaktian dan juga mendorong kehadiran jumlah jemaat yang datang beribadah semakin meningkat. Teori fungsi musik yang dikemukakan oleh Merriam secara keseluruhan terdapat di gereja HKBP Pasar Melintang meliputi; Fungsi Pengungkapan Emosional; Fungsi Penghayatan Estetis; Fungsi Hiburan; Fungsi Komunikasi; Fungsi Perlambangan; Fungsi Reaksi Jasmani; Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial; Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama; Fungsi Kesinambungan kebudayaan; dan Fungsi Pengintegrasian Masyarakat. Fungsi musik selain apa yang dikemukakan oleh Merriam menurut jemaat di 204 HKBP Pasar Melintang adalah sebagai berikut: (1) Wadah pendewasaan iman jemaat; (2) Lambang keberhasilan; (3) Wadah bertukar pikiran; (4) Sebagai motivasi; (5) wadah pembelajaran musik; dan (6) Tempat menemukan pasangan hidup. Dalam hal perubahan musik di Gereja HKBP dapat dilihat melalui perubahan terhadap komposisi himne Lutheran pada himne Buku Ende. Perubahan dalan variasi/bentuk instrumen mengiringi nyanyian dalam ibadah HKBP dapat dilihat mulai dari musik harmonium sampai dengan music box gereja. Perubahan lainnya adalah dalam hal penggunaan lagu-lagu pop rohani menggantikan himne Buku Ende pada ibadah Minggu Pagi. 6.2 Saran Dengan mengkaji tulisan ini, diharapkan terjadinya penelitian-penelitian lanjutan tentang topik Musik Dalam Ibadah ini yang akan dijadikan sebagai perbendaharaan baru dalam mengenal lebih lanjut bagaimana penggunaan, fungsi dan perubahan musik gereja, antara lain disarankan: 1. Meneliti lebih lanjut tentang proses adaptasi himne dalam Buku Ende HKBP. 2. Penelitian lanjutan tentang kajian teks himne gereja HKBP. 3. Membuat penelitian tentang pengaruh MBG dalam ibadah gereja HKBP. 205 KEPUSTAKAAN Abineno, C. H. 1993. Ibadah Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Abineno, C. H. 2005. Unsur-unsur Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ali, Lukman, 1994. ed., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2, Jakarta: Balai Pustaka Anscar, Chupungco. 1987. Penyesuaian Liturgi Dalam Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Banoe, Pono. 2003. Pengantar Pengetahuan Harmoni. Yogyakarta: Kanisius. Bogdan dalam Moeloeng J. Lexy. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Brink. 1956. Ibadah Minggu. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Bruno. Nettl, 1983. The Study of Ethnomusicology : Twenty – Nine Issues and Concept. Urbana: University of Illinois Press. Christanday, Andreas. 2008. Pujian dan Penyembahan. Yogyakarta: Gloria. Cutter, Benjamin. t.t. Harmonic Analisis. Pennsylvania: Oliver Ditson Company. Edwin, Liemohn. 1968. The Organ and Choir in Protestant Worship. Philadephia: Fortress Press. Eskew, Harry and Hugh T. McElrat. 1995. Sing with Understanding, 2nd ed., Nashville: Church Street Press. H.M. Best & D. Huttar, 1978. “Music, Musical Instrument,” in Merryl C. Tenney, ed., The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, Grand Rapids: Eerdmans. HKBP. 1907. Majalah Immanuel. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP. 2004. Kidung Jemaat HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP. 2011. Agenda HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP. 2011. Buku Ende HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP.2006. Buku Logu HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. Hoofdbestuur ni HKBP, tt. Eben-Ezer: 75 taon huria Kisten Batak Protestant, Laguboti: Sendings-Werkplatsen. Huttar, D. & H.M. Best &, 1978. “Music, Musical Instrument,” in Merryl C. Tenney, ed., The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible. Jean L. McKechnie, ed., 1979. Webster’s New Twentieth Century Dictionary of the English Language. New York: Prentice Hall Press. Julian, John. 1985. Dictionary of Hymnology-vol. 2. Grand Rapids: Kregel Publications. Leafblead. Bruce, 1999. “Music and Worship (Syllabus).” Southwestern Baptist Theological Seminary. Leigh, W. Rowald. 1984. Pujian dan Penyembahan. Jakarta Barat: Mimery Press Lembaga Alkitab Indonesia. 2000. Holy Bible. Jakarta: LAI. Lembaga Alkitab Indonesia. 2003. Alkitab. Jakarta: LAI. Lof Land dalam Moeloeng J. Lexy. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda. Lukman Ali, ed., 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2, (Jakarta: Balai Pustaka. M. Soeharto, 1992. Kamus Musik. Jakarta: Gramadia Widia Sarana Indonesia. 206 Malinowski, 1987. “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Teori Antroplologi. Martin, Ralph. 1964. Worship in the Early Church. London: Marshall, Morgan & Scott. Mawene. 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: Penerbit Andi. McDowell, Josh The New Evidence that Demands a Verdict, Thomas Nelson Publisher. McKechnie, Jean L, ed., 1979. Webster’s New Twentieth Century Dictionary of the English Language. New York: Prentice Hall Press. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Evaston Ill: Northwestern University Press. Mneil, Rhdorrek. J. 1998. Sejarah Musik II. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Nadeak, Moksa, 1995. Krisis HKBP. Biro Informasi HKBP. Nettl, Bruno. 1964. Theory And Methode In Ethnomusicology. Newyork: The Free Press Of Glencoe. Nettl, Bruno. 1983. The Study of Ethnomusicology: Twenty–Nine Issues and Concept. Urbana: University of Illinois Press. Pandopo, H.A, 11984. Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun Untuk Pengadaan Nyayian Gereja. Jakarta:BPK Gunung Mulia Prier, Karl Edmund. 1991. Sejarah Musik I. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Prier, Karl Edmund. 1995. Pedoman Untuk Nyayian dan Musik Dalam Ibadat Dokumen Universal Laus. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Prier, Karl Edmund. SJ. 1979. Ilmu Harmoni. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Radcliffe-Brown, A.R., 1952. Structure and Function in Primitive Society. Glencoe: Free Press. Riedel, Johannes. 1967. The Lutheran Chorale, Its Basic Traditions. Minneapolis: Augsburg Publishing House Rowald, Leigh, W, 1984. Pujian dan Penyembahan. Jakarta Barat: Mimery Press Sallee, James. 1978. A History of Evangelistic Hymnody. Grand Rapids: Baker Book House. Saragih Winnardo. 2008. Misi Musik. Yogyakarta: Percetakan Andi Offset. Siagian. Johanna Riris, 2001. Satu Visi Menuju HKBP Yang Baru. Tarutung: Kantor Pusat HKBP. Sihombing, J., 2000. Homiletik (Poda Parjamitaon) Dohot Deba Hatorangan Na Mardomu Tu Agenda. Tarutung: Penerbit HKBP Sihombing, T. “ Parningotan di ari 7 Oktober 1861-1951”, dalam Immanuel 18617 Oktober -1851 nomor parolopolopon. Simanjuntak Alfred. 2007. Kisah Kidung. Jakarta: Yamuger. Siregar, Jannus. 1996. Tata Kebaktian Minggu HKBP. Pematang Siantar: Pecetakan HKBP. Sitanggang, R. L. 2002. Kebaktian Minggu yang Beranekaragam. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Sitompul A.A. 1993. Kebaktian Minggu. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Sitompul, Binsar, 1986. Paduan Suara dan Pemimpinnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Soeharto, M, 1992. Kamus Musik. Jakarta: Gramadia Widia Sarana Indonesia. 207 Spradley, P. James. 1997. Etnografi dan Kebudayaan. Metode Etnografi. terj. Misbah Zulfa Elizabeth. Takari Muhammad, 2005 “Musik Populer Batak Toba: Kajian Terhadap Aspek Sejarah, Fungsi dan Struktur”, Studi Kultura, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, Nomor 10 Tahun 5 Agustus. Takari Muhammad. 2008. ”Masyarakat Kesenian di Indonesia.” Studia Kultura Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Warneck, J. 1952. “Sechzing Jahre Batakmission in Sumatera (60 tahun Mission – Batak di Sumatera).” Berlin. Wilson, F. John. 1965. An Introduction to Church Music. Chicago: Moody Press. Zain Badudu. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 208 GLOSSARIUM Advent, berasal dari bahasa Latin Adventus yang artinya Kedatangan. Minggu Advent adalah minggu-minggu dalam menyambut kelahiran Tuhan Yesus. Agenda, berasal dari bahasa Latin yang artinya dalam bahasa Inggris menunjukkan sebuah daftar tentang hal-hal yang akan dikerjakan; kemudian kata itu digunanakan oleh gereja-gereja berbahasa Jerman “Agende” atau “Kirchenagende”,yaitu sebuah buku yang mengumpulkan tata ibadah yang dipakai oleh gereja antara lain; kebaktian minggu biasa, kebaktian dengan perjamuan kudus, dengan babtisan, naik sidi, pemberkatan nikah, penguburan, ordinasi (die Ordination zum Predigtamt), dan lain-lain. Bibelvrouw, adalah perempuan yang menerima jabatan bibelvouw dari HKBP melalui Ephorus sesuai dengan Agenda HKBP. Tugasnya adalah turut membantu Pendeta Ressort dalam pelayanan firman Tuhan bagi jemaat gereja HKBP. Buku Ende, merupakan kumpulan himne-himne gereja HKBP Buku Logu, edisi harmoni empat suara yang dipakai sebagai iringan dari lagu himne gereja HKBP Cultus, berasal dari bahasa Latin sebagai padanan kata “latreia” dalam Perjanjian Baru atau dalam bahasa Jerman disebut dengan “Gottesdienst” yang artinya ibadah pada Allah Durung-durung, adalah persembahan yang dibarikan oleh jemaat. Biasanya dilakukan dua kali di gereja HKBP yaitu sebelum khotbah dan sesudah khotbah. Doksologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ucapan pemuliaan. Doksologi dalam liturgi adalah pernyataan pujian kepada Allah Tritunggal yang menghakiri Doa Syukur Agung, Madah pujian atau Gloria disebut doksologi besar. Ayat ‘kemuliasan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus…” yang ditambahkan pada Mazmur dan Kidung dalam Ibadat Harian disebut doksologi kecil. Estomihi, adalah tema minggu Jadikan bagiku gunung batu perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku. Exaudi, artinya dengarkanlah suaraku ya Tuhan 209 Guru Huria, adalah sebuatan untuk Guru Jemaat yang bertugas membantu Pendeta Resort dalam menjalankan pelayanan gereja kepada jemaat HKBP. Harmoni, adalah perihal keselarasan paduan bunyi atau secara teknis meliputi susunan, peranan, dan hubungan dari sebuah paduan bunyi dengan sesamanya maupun bentuk keseluruhan. Ibadah, mempunyai pengertian yang sama dengan ‘kebaktian’ adalah merupakan pertemuan umat Allah dan jemaat dalam bentuk dialog dimana Allah berfirman dan manusia mendengar. Introitus, berasal dari bahasa Latin yang artinya pengantar masuk suatu prosesi Invocavit, artinya bila Ia berseru kepadakau, aku akan menjawab-Nya Jemaat, yaitu persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang di satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen Jubilate, artinya pujilah Tuhan hai segala bangsa Judika, artinya luputkanlah aku ya Tuhan Kantate, artinya nyanyikanlah nyanyian baru bagi Allah Kidung Jemaat, kumpulan himne gereja dengan syair berbahasa Indonesia Letare, artinya bersukacita Liturgi, berasal dari bahasa Yunani “leiturgia” (leos yang artinya rakyat, dan ergon yang artinya kerja) Mazmur, yaitu Doa gereja yang dinyanyikan. Oleh karena itu, mazmur harus mendapat tempat liturgis sendiri di dalam ibadah dan Mazmur adalah nama salah satu Buku dalam Alkitab Perjanjian Lama. MBG, adalah suatu perangkat laptop yang menggunakan platform Linux dan berfungsi untuk mengiringi lagu/nyanyian dalam ibadah. Melodi, adalah rangkaian dari sejumlah nada atau bunyi yang di tanggapi berdasarkan perbedaan tinggi-rendah atau naik turunnya. Miserekordias Domini, artinya tanah ini penuh dengan kasih Allah. Okuli, artinya mataku tetap terarah kepada Tuhan 210 Palmarum, artinya minggu Palma Paskah, artinya kebangkitan Tuhan Yesus Pendeta Resort, adalah sebagai pemimpin gereja dalam lingkup Ressort. Ia bertugas memimpin semua pelayanan di gereja Ressort. Penatua gereja adalah Warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat. Sebuatan lain dari Penetua gereja adalah ‘sintua’. Pentakosta, artinya Turunnya Roh Kudus Remeniscere, artinya ingatlah segala rahmatMu dan kasih setiaMu ya Tuhan Quasimodo Geniti, artinya seperti bayi yang baru lahir Ritme, dapat disebt sebagai irama atau variasi pengaturan dari durasi nada yang tidak teratur dalam satu pola metric ( birama ). Syair, adalah teks atau kata-kata lagu, dengan kata lain suatu komposisi puisi yang sering dilakukan. Tangga nada, adalah susunan nada-nada secara berurutan dengan pola jarak tertentu, yang dimulai dengan nada dasr samapai kepada nada oktaf. Tempo, merupakan cepat-lambatnya suatu komposisi musik dinyanyikan ataupun melalui musik instrumental. Trinitatis, artinya memperingati Allah Tritunggal Septuagesiama, adalah 70 hari sebelum kebangkitan Tuhan Yesus Sexagesimama, adalah 60 hari sebelum Kebangkitan Tuhan Yesus Weyk, adalah sebuah sebutan yang menggambarkan pemetaan wilayah berdasarkan blok/daerah dimana warga jemaat gereja HKBP bertempat tinggal. Pada umumnya, setiap weyk akan mengadakan partangiangan weyk (ibadah weyk) pada setiap hari rabu dan hari kamis sesuai dengan jadwal yang sudah diatur oleh gereja sebelumnnya. Setiap weyk ikut serta secara aktif dalam berbagai kegiatan/acara yang dilaksanakan oleh gereja. Votum, berasal dari bahasa Latin yang artinya: keinginan, janji, keputusan, pengesahan, dukungan suara, penyataan Allah bahwa Ia ada dan bersedia menerima orang yang ingin bertemu dengan Allah.