Integrated Farming System, mungkinkah? Integrated Farming System, atau sistem pertanian terpadu (Indonesia, red), didefinisikan sebagai penggabungan semua komponen pertanian dalam suatu sistem usaha pertanian yang terpadu. Sistem ini mengedepankan ekonomi yang berbasis teknologi ramah lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang dihasilkan. Di Indonesia, model usaha ini masih sebatas wacana karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat dan diperlukan modal yang cukup tinggi. Padahal usaha ini sangat cocok digunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis dengan limpahan sinar matahari sepanjang tahun dan curah hujan tinggi. Beberapa metode diversifikasi pertanian seperti minapadi (padi dengan ikan) dan longyam (balong ayam/ ikan dengan ayam) mengadopsi model integrated farming system ini. Komponen Integrated Farming System Sistem ini memiliki satu pusat dan satu tujuan yaitu manusia yang harus dipenuhi kebutuhannya. Pusat ini dikelilingi dengan berbagai model kegiatan ekonomi pertanian yang saling berkaitan satu sama lain misalnya peternakan, perikanan, ladang/persawahan dan pengelolaan limbah (waste treatment). Satu persatu kita akan membahas komponen integrated farming system tersebut: 1. Manusia Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan energi sebagai motor kehidupannya. Dengan integrated farming system, manusia tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial tetapi juga pangan sebagai kebutuhan primer dan energi panas serta listrik. Skema alur interaksi antara satu komponen dengan komponen lainnya dalam integrated farming system (Sumber : www.fao.org) 2. Peternakan Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak ekonomi dalam integrated farming system. Sumber energi berasal dari daging, susu, telur serta organ tubuh lainnya bahkan kotoran hewan. Sedangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil penjualan ternak, telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran). Dalam mendesain komponen peternakan yang akan digunakan untuk integrated farming system faktor biosekuriti adalah faktor penting yang harus selalu diperhatikan. Adalah pencegahan penularan penyakit antar hewan yang menjadi fokus biosekuriti tersebut. Seperti kita ketahui bahwa babi dan unggas air tidak boleh dipelihara berbarengan dengan ayam. Hal ini dikarenakan unggas air adalah reservoir yang akan menularkan virus AI ke berbagai hewan termasuk ayam tanpa unggas air tersebut menderita sakit. Sedangkan babi adalah mixing vessel, yang bila bersamaan terinfeksi virus AI dan influenza manusia, berpotensi menghasilkan virus baru yang dikhawatirkan dapat menyerang manusia dan ayam. Oleh karena itu, keduanya tidak boleh dipelihara dalam satu peternakan. Hal serupa juga berlaku untuk sapi dan babi. Keduanya disarankan tidak dipelihara dalam satu lokasi karena beresiko terjadi penularan cacing pita dari sapi ke babi atau sebaliknya. Di lapangan, kombinasi antar hewan ternak umumnya jarang dilakukan. Biasanya ternak dikombinasikan dengan ikan. Jikapun ada, biasanya dipelihara dalam kandang atau lokasi berbeda, terpisah jarak yang jauh juga sistem kerja yang terpisah, atau dengan kata lain, tidak berhubungan satu sama lain. Contohnya adalah pekerja di kandang babi tidak boleh masuk ke kandang sapi begitupun sebaliknya. 3. Persawahan atau Ladang Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa menyediakan pakan untuk peternakan. Padi, strawberi, apel, anggur, singkong, tomat, talas dan jamur dapat digunakan dalam integrated farming system. Perhatikan bahwa padi yang digunakan harus berlabel biru atau yang tahan terhadap air yang agak tinggi. Hasil samping pertanian berupa jerami, sekam dan sisa batang dapat digunakan sebagai pakan ternak dan ikan, pembuatan biogas dan kompos. Jamur dapat dipilih karena menggunakan kotoran ternak dan tidak membutuhkan lahan luas (Sumber : Simon & Schuster 1994) 4. Perikanan Ikan yang digunakan untuk integrated farming system adalah ikan air tawar yang dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak membutuhkan perawatan ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang ada dan memiliki nilai ekonomis. Ikan yang sering digunakan adalah ikan nila, gurami, mas, tambakan dan lele. Ikan dapat dipeli-hara secara tunggal (monoculture) atau campuran (polyculture), asalkan jenis yang dipelihara mempunyai kebiasaan makan berbeda agar tidak terjadi perebutan pakan, misalnya ikan mas dengan gurami. Nutrisi untuk ikan berasal dari jatuhan kotoran ternak yang kering dan sisa pakan ternak. Selain yang kering, kotoran ternak yang jatuh ke kolam juga memacu perkembangan plankton yang menjadi makanan ikan. Oleh karena itu, sebaiknya peternak juga memilih ikan yang dapat memanfaatkan plankton di dalam kolam seperti ikan tambangan. Ikan nila, gurami, mas dan lele adalah ikan yang dapat digunakan dalam integrated farming system (Sumber : wikipedia.com) 5. Waste Treatment Komponen ini berperan dalam penyediaan energi dan penekan pencemaran lingkungan. Hasil dari pengolahan limbah tersebut adalah: Kompos dan pupuk kandang Bahan pembuat kompos adalah kotoran sapi (80-83%), jerami padi (bisa sekam, serbuk gergaji dan lain-lain sebanyak 5%), abu dapur (10%), bakteri starter (0,25%) dan kapur (2%). Bahan lain dapat digunakan asalkan kotoran sapi minimal 40% dan kotoran ayam 25%. Teknik pembuatannya adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 lokasi (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut dinaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Proses pembuatannya diawali dengan membiarkan kotoran sapi (feses dan urin) selama 1 minggu agar kadar air menurun hingga 60%. Lalu kotoran dipindahkan ke lokasi satu dan dicampur merata dengan jerami padi, abu dapur, kapur dan bakteri starter. Setelah satu minggu tumpukan dipindahkan ke lokasi kedua dengan cara diaduk/ dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga 70OC untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan bebas dari biji gulma. Dan kompos didapat telah siap digunakan (www.sinartani.com). Biogas Biogas terbentuk dari hasil penguraian kotoran hewan oleh mikroorganisme yang terdiri atas karbondioksida (30-40%), hidrogen (1-5%), metana (50-70%), uap air (0,3%), nitrogen (1-2%), dan hidrogen sulfat (endapan). Metana sebagai komponen terbesar dapat dimanfaatkan untuk memasak dan pemanas. Banyaknya metana yang dihasilkan juga menentukan daya listrik yang dihasilkan. Satu meter kubik (m3) metana yang setara dengan 10 kWh atau 0,6 liter bensin, mampu menghidupkan lampu 60-100 watt selama 6 jam. Cukup 3 ekor sapi untuk memenuhi kebutuhan energi skala rumah tangga. Pada dasarnya, biogas dapat diolah dari berbagai macam feses. Hanya, tiap feses ternyata memiliki kelebihan dan kekurangan. Contoh, feses sapi yang mudah dibuat biogas karena sedikit mengandung unsur-unsur kimia. Selain itu, perbandingan C/N (Carbon/Nitrogen) feses sapi adalah yang paling baik sehingga bakteri pembentuk gas dapat tumbuh lebih baik. Lain halnya dengan feses ayam yang dipelihara secara intensif. Feses ayam tersebut memiliki kandungan zat kimia yang tinggi sehingga membutuhkan perhatian khusus dalam pembuatannya. Terlepas dari itu, feses ini juga mengandung lebih banyak nitrogen dan mekar lebih banyak sehingga dapat menghasilkan biogas dan pupuk lebih banyak. Prinsip utama pembuatan biodigester (tabung pembuatan biogas) adalah kedap udara. Gambar di bawah ini memperlihatkan biodigester menggunakan dua tabung yang saling berhubungan. Melalui pipa (lubang inlet), kotoran dan air dimasukkan menuju tabung pertama. Perbandingan kotoran dengan air adalah 1:2. Jika kotoran terlalu padat maka biogas yang dihasilkan tidak optimal karena sulit dibebaskan ke biodigester. Ilustrasi pembuatan biogas dari kotoran ayam (Gambar: Poultry Indonesia April 2009) Letak tabung pertama harus lebih rendah daripada tabung kedua. Saat kotoran baru dimasukkan ke tabung 1, kotoran yang lama akan terdesak ke tabung kedua. Di tabung pertama inilah tempat keluarnya biogas. Beberapa peternak menggunakan plastik yang didesain sedemikian rupa membentuk balon berisi biogas sebagai penampung biogas. Plastik ini biasanya digantung di langit-langit kandang dan terlindung dari hujan dan panas. Dari penampung biogas inilah, biogas dialirkan ke rumah-rumah menggunakan selang plastik. Tabung kedua berfungsi sebagai tempat kontrol kualitas biogas dan juga tempat pengambilan ampas kotoran. Jika yang terdapat di permukaan tanah adalah endapan kotoran, berarti proses berjalan baik. Namun jika yang tampak adalah air maka dipastikan telah terjadi kebocoran instalasi atau terjadi proses biogas yang tidak optimal (Poultry Indonesia April 2009, hal 55-56). Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memasukkan air yang mengandung desinfektan dan antibiotik ke dalam tempat pembuatan kompos dan biogas. Tindakan ini akan mematikan mikroorganisme tersebut. Kelebihan dan Kelemahan Integrated Farming System Tentunya sistem ini memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1. Sepanjang penggunaan obat-obatan masih mengikuti aturan pakai, sistem ini sangat ramah lingkungan 2. Efisiensi energi, karena tidak ada energi yang terbuang percuma 3. Meningkatkan efektivitas lahan, dengan luas lahan yang sama, peternak bisa memiliki dua usaha sekaligus 4. Sumber dana terus menerus tanpa waktu kosong Meski begitu, peternak tetap memperhitungkan beberapa hal yaitu : 1. Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak memelihara lebih dari satu hewan ternak dapat menjadi solusi 2. Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta keseimbangan. Contoh, populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan di kolam agar ikan tidak keracunan ammonia 3. Peningkatan resistensi antibiotik di lingkungan. Solusinya adalah rolling antibiotik dilakukan lebih sering dan mengikuti aturan pakai yang telah ditetapkan Contoh Integrated Farming System Beberapa contoh integrated farming system adalah: 1. Ayam-Ikan-Padi Di Indonesia, adaptasi sistem ini adalah longyam atau balong ayam. Keuntungan sistem ini adalah: Efisiensi pakan ikan yang berasal dari kotoran ayam dan jatuhan pakan ayam (± 1-5% dari pakan yang diberikan ke ayam) Efisiensi lahan diatas kolam yang tidak dimanfaatkan Sistem ini lebih dianjurkan untuk ayam kampung karena kepadatan ayam yang berada di atas kolam lebih rendah. Ayam kampung pun dinilai lebih mudah beradaptasi terhadap lingkungan kandang longyam. Kandang dibangun di atas kolam berbentuk bujur sangkar dengan ketinggian 1,2 meter dari permukaan air dan kedalaman kolam 1,5 meter. Tujuannya untuk sirkulasi udara dan mencegah pelembaban lantai kandang oleh kolam. Ikan nila dan lele direkomendasikan untuk sistem ini karena sangat toleran dengan level oksigen yang rendah. Satu hektar kolam dapat menampung 12500 ekor ikan nila ukuran 3-5 cm. Padi sebagai komponen terakhir akan memanfaatkan air dari kolam ikan yang kaya dengan unsur-unsur hara. Timbal baliknya adalah sisa panen padi berupa sekam dapat dimanfaatkan sebagai litter kandang dan jerami dapat dijadikan kompos. 2. Tebu-Sapi-Cacing Tanah-Biogas Model ini juga menarik untuk dikembangkan. Tebu yang akan diolah menjadi gula dan menyisakan ampas tebu, daun dan tetes tebu. Umumnya ampas tebu digunakan untuk bahan bakar pemasak (ketel) di pabrik. Selain itu, digunakan untuk briket, bahan baku pulp, bahan kimia (xylitol, methanol dan metana) dan bioetanol melalui fermentasi. Tetes tebu (molasses) popular sebagai sumber energi dalam pakan ternak. Penambahan maksimal 5% dalam pakan akan meningkatkan berat badan sapi karena peningkatan jumlah energi dalam pakan. Penambahan 2-5% akan meningkatkan palatabilitas (cita rasa) pakan. Dalam industri pakan, molasses juga berfungsi sebagai pembentuk pellet (pellet binder). Jika dicampur dengan pupuk urea, bungkil kelapa, tepung batu gamping, dedak padi, gandum, dan garam dapat membentuk UMB (urea molasses block) yang dapat digunakan sebagai suplemen pakan. Model integrated farming system tebu-sapi-cacing tanah-biogas diterjemahkan dari grafik ini (Sumber : www.fao.org) Dalam sistem ini, kotoran sapi berfungsi sebagai media pembiakkan cacing tanah dan bahan baku biogas. Ternyata feses sapi adalah media terbaik untuk membiakkan cacing tanah karena kandungan protein tercernanya rendah. Sebelum dijadikan media pembiakkan, feses tersebut harus difermentasikan selama tiga minggu. Cacing tanah yang dapat dibiakkan ialah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida. Setelah 40 hari di-biakkan, telur dan cacing tanah dapat dipanen. Bahkan, media pembiakkan cacing tanah juga bernilai ekonomi yang disebut vermikompos. Dari 100 kg media pembiakkan, dapat diperoleh 70 kg vermikompos. Vermikompos mengandung Phospor (0,6-0,7%), Kalium (1,6-2,1%), Nitrogen total (1,4-2,2%), C/N rasio (12,5-19,2), Magnesium (0,4-0,95%), Calsium (1,3-1,6%), pH 6,5-6,8 dengan kandungan bahan organik mencapai 40,1–48,7%. Vermikompos dan pupuk kompos dari biogas dapat digunakan untuk pupuk bagi tanaman tebu dan juga buah-buahan. Pembuatan Integrated Farming System Proses mendesain integrated farming system harus mencakup faktor-faktor di bawah ini yaitu: 1. Modal Penekanan faktor modal meliputi modal teknis dan non teknis. Modal teknis meliputi biaya pembuatan kandang, pembuatan kolam, harga tanah untuk lahan persawahan/ ladang dan sebagainya. Peternak dapat meninjau modal teknis dari kondisi lingkungan seperti ketersediaan air bersih, agen penyakit, suhu, kondisi tanah dan sebagainya. Lakukan survei pendahuluan untuk memetakan bagaimana desain integrated farming system yang akan dibuat. Lalu perhitungkan berapa modal yang dibutuhkan, kapan modal akan kembali, berapa besar resiko yang akan dihadapi dan sebagainya. Modal non teknis menyangkut perizinan usaha tersebut. Dikarenakan integrated farming system merupakan gabungan dari pertanian, peternakan dan perikanan maka peternak wajib mengantongi izin untuk ketiganya. 2. Tenaga Kerja Tabel 1 menerangkan bagaimana perbandingan kebutuhan tenaga kerja jika Anda akan membangun suatu integrated farming system. Misalnya, akan lebih hemat jika menggabungkan padi dengan ikan dibandingkan buah dengan babi. 3. Teknologi Pemakaian teknologi lebih baik tentu berakibat pada dua hal yaitu modal dan tenaga kerja. Penggunaan teknologi yang modern dalam budidaya buah dan ikan tentunya akan menurunkan biaya untuk tenaga kerja. 4. Keuntungan Keuntungan bersih didapatkan dari selisih antara biaya (cost) dan pendapatan kotor (bruto). Gunakan perhitungan biaya berdasarkan kegiatan produksi (FC, VC, dan TC). Biaya tetap (fixed cost/ FC) digunakan untuk biaya yang harus keluar meski usaha sedang tidak berjalan misalnya penyusutan kandang, retribusi dan sebagainya. Biaya berubah (variable cost / VC) adalah biaya yang jumlahnya mengikuti volume produksi. Contoh, biaya pakan, pupuk, obat-obatan dan sebagainya. Keduanya harus dijumlahkan dan digabungkan menjadi biaya total (total cost / TC). Keuntungan berasal dari penjualan hasil produksi. Berdasarkan tabel 1, usaha yang paling menguntungkan dalam integrated farming system adalah perikanan. Penyebab utama adalah biaya pakan ikan turun drastis. Suatu farm sistem longyam di Amerika Serikat diberitakan mengantungi keuntungan US$ 1883/ hektar atau Rp. 17.888.500,-/ hektar (Kurs Rupiah = Rp 9500,-) yang 87% berasal dari ikan (± Rp. 15,6 juta). Tabel 1. Perbandingan tenaga kerja, modal, teknologi dan keuntungan berbagai komponen integrated farming system Begitulah selintas mengenai integrated farming system yang dapat kami berikan. Mudah-mudahan selintas ilmu ini akan menjadi sebuah masa depan yang baik oleh usaha Anda. Selamat mencoba. Info Medion Edisi Desember 2009 Jika Anda akan mengutip artikel ini, harap mencantumkan artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).