1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang menerangkan kata benda (Kridalaksana, 1983:3). Dalam bahasa Jepang, adjektiva disebut keiyoushi. Menurut Kitahara via Dahidi dan Sudjianto (2004:154) keiyoushi adalah kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan berbagai keadaan, berfungsi sebagai predikat dan atribut. Keadaan yang dimaksud pada kalimat tersebut dapat berupa keadaan benda dan perasaan. Menurut Hayashi dkk (2000:343) dalam bahasa Jepang, berdasarkan bentuknya ‘besar’ dan yasashii’baik’ . Contoh na-keiyoushi adalah kireida ‘cantik’, genkida ‘sehat’, yumeida ‘terkenal’. Dari berbagai macam adjektiva yang ada, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jepang, terdapat adjektiva yang memiliki arti yang sama atau hampir sama dengan adjektiva yang lain. Kemiripan makna suatu kata dengan kata yang lain dapat kita jumpai pada adjektiva dalam bahasa Jepang baik dalam i-keiyoushi maupun nakeiyoushi. Adjektiva utsukushii, kireida, dan kawaii, jika diartikan dalam bahasa Indonesia adjektiva tersebut berarti cantik (Matsuura, 2005:81, 199, 250). Adanya kata yang berbeda, namun memiliki arti yang sama dalam bahasa Indonesia disebut sinonim. Verhaar (2004:394) menjelaskan bahwa sinonim adalah hubungan semantik 2 yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut ruigigo. Adapun pengertian ruigigo adalah “katachi wa chigau ga, arawasu imi ga daitai nikayotteiru tango. Tatoeba jikan to jikoku...nado.” sinonim adalah kata yang memiliki bentuk berbeda tapi mengandung arti atau makna yang hampir sama, misalnya kata jikan ‘waktu’, dengan jikoku ‘waktu’, dan sebagainya. (Hayashi, 1988:968). Dalam Kamus Lengkap Jepang-Indonesia (Tim Kashiko, 1999:178) utsukushii berarti cantik/indah (Tim Kashiko,1999:393). Kireida berarti cantik/indah, dan kawaii yang berarti cantik/manis (Tim Kashiko, 1999:163). Kemiripan arti antara adjektiva utsukushii, kawaii dan kireida tersebut mengakibatkan pembelajar Bahasa Jepang mengalami kesulitan dalam memahami makna dan penggunaan ketiga adjektiva tersebut dalam kalimat. Ketika hendak membuat frasa atau kalimat dengan kata utsukushii, kawaii, dan kireida sering kali muncul pertanyaan kata mana yang tepat untuk digunakan. Dalam hal ini, penggunaan adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida tidak hanya berhadapan dengan persoalan makna kata tersebut, namun juga pemakaian kata secara tepat dalam frasa maupun klausa. Walaupun memiliki arti yang sama, namun jika diuraikan lebih lanjut ketiganya memiliki makna dan penggunaan yang berbeda-beda. Dalam beberapa kalimat juga menyebutkan ketiga kata tersebut memiliki kemiripan makna dalam menyatakan penilaian terhadap keindahan atau kecantikan subjek ataupun objek. 3 Ternyata, meskipun ketiganya memiliki makna yang hampir sama, pemakaiannya tidak selalu dapat bersubstitusi. Berikut ini merupakan contoh adjektiva utsukushii, kireida, dan kawaii yang memiliki makna yang hampir sama, namun pemakaiannya di dalam kalimat tidak selalu dapat bersubstitusi. (1) Sakura wa kireina hana desu. ‘Sakura adalah bunga yang cantik.’ (SN:46) (2) Kawaiii inu ga iru yo. ‘Ada anjing yang cantik. (IT) (3) Ano hen kara Fujisan ga utsukushiiku miemasune. ‘Dari sekitar situ gunung Fuji terlihat cantik/indah.’ (AMAUK:52) Apabila unsur adjektiva pada masing-masing kalimat disubstitusikan, maka akan menjadi seperti di bawah ini. (1.a) Sakura wa utsukushiii hana desu. ‘Sakura adalah bunga yang cantik.’ (1.b) Sakura wa kawaiii hana desu. ‘Sakura adalah bunga yang cantik.’ (2.a) Kireina inu ga iruyo. ‘Ada anjing cantik.’ (2.b) Utsukushiii inu ga iruyo. ‘Ada anjing cantik.’ (3.a)* Ano hen kara Fujisan ga kireini miemasune. ‘Dari sekitar situ gunung Fuji terlihat cantik.’ (3.b)* Ano hen kara Fujisan ga kawaiiku miemasune. ‘Dari sekitar situ gunung Fuji terlihat cantik.’ 4 Dengan mengamati beberapa kalimat di atas, dapat dikatakan bahwa masingmasing adjektiva tersebut memiliki unsur makna yang berbeda sehingga tidak dapat bersubstitusi seperti pada kalimat nomor, (3.a) dan (3.b). Sementara pada kalimat nomor (1.a), (1.b), (2.a) dan (2.b) dinilai sebagai pilihan atau bisa hadir tergantung pada konteks keadaan tertentu. Hal ini menunjukan selain memiliki perbedaan makna, pemakaian ketiga adjektiva tersebut juga berhubungan dengan konteks kalimat yang menyertainya. Hayakawa via Nurlima (2003:5) menyatakan bahwa untuk menemukan arti sebuah kata bukanlah dengan mencari arti kata tersebut di dalam kamus sebab arti atau definisi di dalam kamus hanya menyajikan arti secara leksikal. Untuk menemukan arti sebuah kata kita harus mengamati bagaimana kata itu dipergunakan dalam berbagai teks. Hubungan makna kata dengan konteks kalimat juga bisa dilihat ketika ketiganya berfungsi sebagai atribut dalam frasa nomina dan frasa verba seperti berikut. (4) Kireina hana. ‘Bunga yang cantik.’ (RSJ:179) (4.a) Utsukushiii hana. ‘Bunga yang cantik.’ (4.b) Kawaiii hana. ‘Bunga yang cantik.’ Makna adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida pada ketiga kalimat tersebut terlihat sama apabila diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia. Adapun 5 kesamaan dari kalimat tersebut yaitu adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida dapat digunakan sebagai atribut untuk nomina hana ‘bunga’. Hal ini terjadi karena makna yang diuraikan tersebut adalah makna leksikal, yaitu makna suatu kata ketika kata itu berdiri sendiri terlepas dari penggunaannya di dalam suatu kalimat. Untuk melihat adanya ketidaksamaan makna antara adjektiva kireida, utsukushii dan kawaii dapat kita lihat dari kalimat berikut ini (5) Kireini soujisuru. ‘Membersihkan hingga bersih.’ (RSJ:251) (5.b)* Utsukushiiku soujisuru. (5.c)* Kawaiiku soujisuru. Pada kalimat (5) adjektiva kireida bisa hadir menjadi atribut verba souji suru ‘membersihkan’. Adjektiva utsukushii dan kawaii tidak dapat digunakan sebagai atribut untuk verba tersebut. . Berdasarkan alasan yang dijelaskan di atas, analisis makna dan konteks penggunaan adjektiva utsukushii, kireida, dan kawaii perlu untuk dilakukan. Hal tersebut dikarenakan ketiga adjektiva tersebut memiliki makna yang sama namun, pada penggunaan dalam frasa maupun kalimat tidak selalu dapat bersubstitusi. 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana persamaan dan perbedaan makna adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida? 2. Bagaimana nuansa adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida dalam kalimat? 3. Bagaimana hubungan makna adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagaiberikut. 1. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan makna adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida. 2. Mendeskripsikan nuansa adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida dalam kalimat. 3. Mendeskripsikan hubungan makna adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida. Dengan mengacu pada tujuan tersebut, diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai referensi bagi pembelajar bahasa Jepang agar bisa membuat kalimat yang sesuai dengan aturan tata bahasa Jepang. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida. Ketiganya merupakan adjektiva yang memiliki makna cantik. Adjektiva tersebut akan 7 dianalisis berdasarkan makna kata itu sendiri dan makna dalam kalimat. Kemudian adjektiva tersebut juga akan dianalisis dalam hubungannya dengan konteks dan penggunaanya pada dalam kalimat. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai analisis makna adjektiva yang bersinonim pernah dilakukan Nurlima (2003) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Makna dan Penggunaan Adjektiva Ureshii, Tanoshii, Yorokobashii”. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa pemakaian adjektiva ureshii, tanoshii dan yorokobashii dipengaruhi oleh faktor hubungan si penutur dan si perasa dengan tindakan dan kualitas perasaan. Makna adjektiva tersebut diuraikan melalui penggunaannya dalam frasa dan kalimat. Dengan cara itu juga dapat diketahui konteks dan penggunaan ureshii, tanoshii dan yorokobashii dalam berbagai frasa dan kalimat. Penelitian tentang adjektiva yang bersinonim, khususnya pada adjektiva utsukushii dan kireida juga pernah dilakukan beberapa kali. Pada tahun 2001 Otoya dkk dalam Nihongo no Kokoro Tsutaeru Keiyoushi menganalisis makna adjektiva utsukushii dan kireida dengan menyebutkan lawan kata kedua adjektiva tersebut. Lawan kata dari adjektiva utsukushii adalah minikui yang berarti ‘jelek’, sedangkan lawan kata kireida adalah kitanai ‘kotor’. Dalam analisis tersebut dijelaskan bahwa adjektiva utsukushii menyatakan baik untuk bunyi dan apapun yang dilihat dan menyatakan kesan yang baik terhadap perilaku atau perasaan. Sedangkan adjektiva kireida menyatakan baik untuk bunyi dan apa-apa yang dilihat, menyatakan sesuatu 8 yang tidak kotor, menyatakan baik atau benar. Penjelasan Midorikawa dkk tidak disertai metode substitusi dan tidak dijelaskan tentang perbedaan makna kedua adjektiva tersebut jika digunakan pada objek atau konteks yang sama. Izuhara dkk (1998:23) dalam Ruigigo Tsutaiwake Jiten membahas adjektiva utsukushii dan kireida sebagai adjektiva yang bersinonim. Dalam pembahasannya mereka memaparkan secara umum adjektiva utsukushii memiliki makna suatu keadaan yang menyatakan rasa senang karena timbulnya perasaan kagum terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan indera penglihatan, indera pendengaran, perasaan hati dan etika. Adjektiva kireida secara umum memiliki makna suatu keadaan yang menyatakan keselarasan dan keseimbangan terhadap suatu hal yang berhubungan dengan kebersihan atau perbuatan terpuji. Menurut Tian dkk (1998) via Putri (2010:20) adjektiva utsukushii merupakan bahasa tulis yang sering digunakan untuk mengekspresikan keindahan dan sering digunakan dalam puisi. Adjektiva kireida merupakan bahasa sehari-hari yang menyatakan keselarasan terhadap suatu hal yang berhubungan dengan kebersihan dan perbuatan terpuji. Kedua adjektiva tersebut dapat saling menggantikan dalam suatu kalimat apabila kondisinya menyatakan kesan positif terhadap suatu objek yang berkaitan dengan pendengaran dan penglihatan. Dalam hasil penelitian Tian dkk belum ada penjelasan mengenai perbedaan nuansa yang ditimbulkan jika kedua adjektiva tersebut saling menggantikan dalam sebuah kalimat. 9 Sasaki dkk (1996:86) dalam Aimaigo Jiten menyatakan bahwa adjektiva utsukushii dan kireida memiliki keterkaitan makna, sehingga kedua adjektiva tersebut dapat saling menggantikan jika digunakan dalam kalimat, yang membedakan hanyalah nuansa yang timbul dari kedua adjektiva tersebut. Namun, Sasaki dkk tidak menjelaskan perbedaan nuansa yang terjadi jika adjektiva utsukushii dan kireida saling menggantikan. Sasaki dkk menjelaskan utsukushii merupakan kesan indah/cantik sebagai hasil penilaian secara umum, sedangkan kireida merupakan kesan cantik yang diungkapkan si pembicara dan merupakan selera pribadi si pembicara itu sendiri. Secara lebih rinci adjektiva utsukushii dijelaskan memiliki makna menyatakan hubungan yang hangat diantara teman dan menyatakan perilaku yang bermoral tinggi. Adapun makna adjektiva kireida adalah menyatakan suatu kondisi yang indah dan bersih, menyatakan keadaan yang sama sekali tidak bersisa, menyatakan tindakan yang tidak mengandung unsur-unsur negatif. Morita via Putri (2010:31) menyebutkan bahwa di Jepang konsep keindahan berkembang dari masa ke masa. Konsep-konsep keindahan tersebut diantaranya adalah uruwashii, utsukushii, kawaii, airashii, manamekashii, adayaka, taoyaka, routaketa, adana, adappoi, hade, kebakebashii, kireida, inase, mukutsukeki, shidokenai, araremonai, misuborashii, dan jimi. Adjektiva utsukushii merupakan perkembangan dari uruwashii dan mengandung kawaii dan airashi yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘manis, cantik, lucu, mungil dan jelita’. Utsukushii merupakan konsep keindahan yang mengandung unsur-unsur yang menyenangkan. Utsukushii digunakan sebagai ungkapan perasaan hati yang digunakan antara 10 bawahan kepada atasan, suami kepada istri, orang tua kepada anak. Selain nilai keindahan, utsukushii juga memiliki nilai kebaikan. Adjektiva kireida merupakan perkembangan dari miyabiyaka dan miyabina untuk mengungkapkan keindahan pada zaman dahulu. Kireida digunakan sebagai penilaian untuk sesuatu yang indah tergantung pada raut muka, penampilan dan karakter yang dimiliki seseorang. Penelitian mengenai adjektiva utsukushii dan kireida pernah dilakukan oleh Putri Dwi Dahidi Putri (2010) dalam skripsi yang berjudul Analisis Adjektiva Utsukushii dan Kireida sebagai Sinonim. Dalam penelitian tersebut dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan adjektiva utsukushii dan kireidaeda sebagai sinonim. Putri menganalisis adjektiva utsukushii dan kireida melalui beberapa tahapan. Mula-mula dilakukan analisis terhadap bentuk kanji adjektiva utsukushii dan kireida. Kemudian makna leksikal dari adjektiva tersebut dianalisis. Dalam pembahasan juga dituliskan lawan kata dari adjektiva utsukushii dan kireida. Putri juga menjelaskan perubahan dan pemakaian adjektiva utsukushii dan kireida pada saat menjadi predikat ataupun atribut. Metode yang digunakan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan adjektiva utsukushii dan kireida dalam frasa ataupun kalimat adalah metode substitusi. Hasil dari penelitian yang dilakukan Putri adalah adjektiva utsukushii dan kireida memiliki persamaan, yakni dapat dipadankan dengan kata indah, cantik, bagus, baik, nyaring/merdu dalam bahasa Indonesia sesuai pada konteks kalimatnya. Kedua adjektiva tersebut digunakan untuk menyatakan bentuk penilaian terhadap suatu objek yang dapat dilihat atau didengar. Adapun perbedaan dari adjektiva utsukushii dan kireida adalah utsukushii dapat dipadankan dengan kata harmonis 11 untuk menjelaskan nomina abstrak yang berupa hubungan kerjasama antar individu atau kelompok. Adjektiva kireida mengandung makna keadaan yang tidak kotor, yaitu keadaan yang terbebas dari polusi. Bersihnya suatu tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh manusia.Suatu keadaan yang diperoleh dengan cara sah. Adjektiva kireida juga mengandung makna keadaan yang tidak curang. Sampai dengan skripsi ini ditulis, belum ada yang membahas makna dan penggunaan adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida. Walaupun penelitian mengenai adjektiva utsukushii dan kireida pernah dilakukan oleh Putri, namun dalam penelitian tersebut belum mencantumkan kawaii sebegai kata yang memiliki arti yang sama dengan adjektiva utsukushii dan kireida. Adjektiva kawaii juga memiliki arti yang hampir sama utsukushii dengan kireida. dan Hal ini dibuktikan oleh Hayashi (1988:193) yang menyatakan bahwa kawaii memiliki arti sesuatu yang kecil dan indah. Adjektiva ini juga memiliki lawan kata yang sama dengan utsukushii yaitu nikurashii yang berarti jelek. Penjelasan mengenai makna adjektiva kireida dan utsukushii dalam skripsi milik Putri juga dirasa kurang mendalam, terutama pada konteks pemakaian adjektiva tersebut dalam frasa maupun kalimat. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan kajian secara lebih mendalam mengenai makna dan konteks penggunaan adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida dalam kalimat. 12 1.6 Metode dan Tahap Penelitian Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus dilakukan agar dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode agih dimana alat penentunya adalah bagian dari bahasa yang bersangkutan. Dalam metode agih ini menggunakan metode dasar berupa teknik bagi unsur langsung (BUL), yaitu dengan membagi data satuan lingual menjadi beberapa bagian atau unsur dan unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:31). Teknik lanjutan yang digunakan dalam metode agih adalah teknik perluasan yang digunakan untuk menentukan segi-segi kemaknaan (aspek semantis) satuan lingual tertentu. Sedangkan teknik ganti (substitusi) digunakan untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti dengan unsur pengganti. Dalam hal ini tenik ganti digunakan untuk mengetahui kadar kesamaan dan perbedaan makna adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida dalam kalimat (Sudaryanto, 1993:48-55). 1.6.1 Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jitsurei. Jitsurei merupakan contoh penggunaan adjektiva yang diteliti, berupa kalimat dalam teks kongkrit seperti dalam tulisan ilmiah, novel, dan sebagainya (Sutedi, 2004:118). Data yang digunakan diambil dari Aimaigo Jiten, Analisis Makna Adjektiva Uktsukushii dan Kireida, 13 Gaigokujin no tame no Tanoshii Nihongo Jiten, Gendai Keiyoushi Youhou Jiten, Japanese Language Pattern I, Japanese Language Pattern II, Kiso Nihongo Bunpou, Nihongo Shoho, Nihongo II , Nihongo Bunpou Jiten, Reigai Shinkokugo Jiten, Shin Nihongo no Kiso, Shougakkou Kokugo Jiten, Analisis Makna Adjektiva Utsukushii dan Kireida dan dari Internet. 1.6.2 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pelaporan. Pada tahap persiapan dilakukan penggumpulan data dari berbagai literatur yang memuat informasi tentang adjektiva utsukushii, kawaii dan kireida. Setelah dipilah, data dicatat pada kartu data dan komputer (Sudaryanto, 1993:48-55) Kemudian pada tahap pelaksanaan data yang telah diolah kemudian dianalisis menggunakan teknik perluasan dan substitusi. Tahap pelaksanaan dibagi menjadi dua langkah, yaitu mula-mula data dianalisis dengan teknik perluasan untuk mengetahui makna dari adjektiva utsukushii, kawaii, dan kireida. Kemudian data dianalisis dengan teknik substitusi untuk mengetahui persamaan, perbedaan dan konteks penggunaan adjektiva tersebut dalam frasa maupun kalimat. Tahap pelaporan merupakan tahap akhir yang berisi laporan hasil penelitain terhadap adjektiva utsukushii, kawaii dan kireida yang dilakukan dengan cara deskripsi. 14 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini terbagi menjadi empat bab. Bab I adalah Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II yaitu Landasan Teori. Bab III berisi Analisis Makna Adjektiva Kireida, Utsukushii, dan Kawaii. Bab IV adalah Penutup yang berisi Kesimpulan.