8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Lingkungan
Lingkungan menurut definisi umum yaitu segala sesuatu disekitar
subyek manusia yang terkait dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah
hal-hal yang terkait dengan: tanah, udara, air, sumberdaya alam, flora, fauna,
manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu
lingkungan adalah manusia. Jadi manajemen lingkungan bisa diartikan
sekumpulan aktifitas merencanakan, mengorganisasikan, dan menggerakkan
sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan kebijakan
lingkungan yang telah ditetapkan, Manuhara (2000).
Berdasarkan
cakupannya,
terdapat
pendapat
yang
membagi
lingkungan dalam 2 macam yaitu:
1. Lingkungan internal yaitu di dalam lingkungan pabrik/ lokasi fasilitas
produksi. Yaitu yang termasuk didalamnya kondisi lingkungan kerja,
dampak yang diterima oleh karyawan dalam lingkungan kerjanya, fasilitas
kesehatan, alat pelindung diri (APD), asuransi pegawai.
2. Lingkungan eksternal yaitu lingkungan di luar lokasi pabrik / fasilitas
produksi. Yaitu segala hal yang dapat menimbulkan dampak pada
lingkungan disekitarnya, termasuk masyarakat di sekitar lokasi pabrik, dan
pihak yang mewakilinya (Pemerintah, pelanggan, investor/ pemilik).
Aktifitas yang terkait yaitu komunikasi dan hubungan dengan masyarakat,
8
9
usaha-usaha penanganan pembuangan limbah ke saluran umum, perhatian
pada keseimbangan ekologis dan ekosistem di sekitar pabrik.
Aspek lingkungan didefinisikan adalah elemen dari aktifitas
organisasi, produk dan jasa yang dapat berinteraksi dengan lingkungan.
Contoh: konsumsi air, pengeluaran zat beracun ke udara (Global
Environmental Management Initiatives (GEMI), 2001). Elemen dari aktifitas,
produk, atau jasa perusahaan yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan
dampak lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa aspek lingkungan dalam
diagram input-output proses produksi adalah semua elemen yang termasuk
dalam non-produk atau by-produk.
Contoh kriteria aspek lingkungan dari Acushnet (EPA, 2009):
1. Biaya pembuangan limbah
2. Dampak pada kesehatan manusia
3. Biaya material
4. Tingkatan toksisitas
5. Konsumsi energi
6. Dampak pada sumberdaya, seperti buruh
Dampak lingkungan didefinisikan sebagai interaksi aktual dengan
atau memberi dampak pada lingkungan (EPA, 2009). Dampak lingkungan
adalah setiap perubahan pada lingkungan, apakah menguntungkan atau
merugikan, secara keseluruhan atau sebagian yang diakibatkan dari aktifitas
organisasi, produk atau jasanya. (GEMI, 2001).
10
Kebijakan-kebijakan lingkungan yang diadopsi oleh negara-negara
anggota OECD selama 25 tahun terakhir telah menunjukkan evolusi yang
tetap. Awalnya kebijakan difokuskan pada membersihkan polusi yang ada
dan mencoba untuk mengurangi polusi dari sumber titik di titik
pembuangannya. Kemudian strategi manajemen berpindah ke arah
memodifikasi proses-proses produksi sehingga meminimalkan jumlah
polusi yang dihasilkan di saat pertama. Sementara masih banyak yang perlu
dilakukan untuk menghilangkan masalah-masalah lingkungan jangka
panjang di negara-negara OECD, dan untuk tetap pada jalur dengan banyak
strategi manajemen sebelumnya, perspektif sustainable development yang
telah diadopsi di Konferensi Rio 2002, merangsang langkah lebih jauh
menuju kebijakan berfokus pada pencegahan polusi, integrasi perhatian
lingkungan dalam keputusan ekonomi dan sektoral, dan kerjasama
internasional (OECD, Environmenal Performance Reviews, 2007).
Kebijakan lingkungan pada awalnya selalu mengambil sikap reaktif,
yaitu mengantisipasi dampak merugikan, yang dihasilkan dari suatu aktifitas
kegiatan manusia. Ketika pendekatan ini dirasa kurang menguntungkan
terutama dari segi perkembangan ilmu lingkungan dekade terakhir ini
(seperti menurunkan daya inovasi dan mengesampingkan kegiatan
pengelolaan lingkungan itu sendiri), kemudian beralih menjadi pendekatan
lebih proaktif dalam menangani masalah lingkungan. Dalam hal ini fokus
perhatian pakar lingkungan adalah pada aspek yang menimbulkan dampak
11
lingkungan, yang menjadi pertanyaan adalah dalam hal apa dan bagaimana
aspek lingkungan perusahaan berperan atau diberdayakan.
2.1.2. Tanggungjawab Lingkungan
Isu lingkungan sekarang ini sudah merupakan isu yang penting.
Pentingnya isu lingkungan tersebut ditandai dengan maraknya pembicaraan
dalam agenda politik, ekonomi,
dan
sosial,
khususnya
masalah
pencemaran lingkungan dan penurunan kualitas hidup. Dunia industri
harus merespon secara proaktif terhadap gerakan kesadaran dan peraturan
mengenai lingkungan hidup agar dapat bertahan dalam jangka panjang.
Manajemen perusahaan sudah tidak lagi berfokus pada maksimalisasi laba
dan bertanggung jawab kepada para pemegang saham, kreditur, dan
pemerintah, tetapi juga memiliki bertanggung jawab sosial terhadap
lingkungan di sekitarnya (Manuhara., 2000).
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan
untuk
berperan
serta
dalam
pembangunan
ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya. Tentang tanggungjawab sosial dan
lingkungan diatur secara spesifik dalam Pasal 74 UU Nomor 40 Tahun
2007:
12
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan dalam pasal ini bertujuan untuk menciptakan hubungan
yang selaras, serasi dan seimbang sesuai dengan lingkungan, nilai,
norma, dan budaya masyarakat setempat.
Tanggung jawab sosial perusahaan timbul sebagai respon atau
tindakan proaktif yang dilakukan oleh perusahaan terhadap harapan
masyarakat atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan. Perkembangan
harapan masyarakat melalui tiga tahap penting yaitu, pertama, harapan
masyarakat hanya terbatas pada masalah fungsional ekonomi tradisional;
kedua, masyarakat mengakui tangung jawab perusahaan untuk melakukan
fungsi ekonomi dengan kesadaran atas perubahan tujuan, nilai dan
13
permintaan
sosial;
ketiga,
masyarakat
mengharapkan
perusahaan
membantu pencapaian tujuan masyarakat (Mondy, 2008).
Konsep tanggung jawab sosial mengundang pro-kontra dikalangan
masyarakat. Pihak yang pro memandang perusahaan sebagai sistem sosialekonomi yang harus tanggap terhadap kepentingan sosial, sedangkan pihak
yang kontra memandang perusahaan sebagai sistem ekonomi yang hanya
bertanggungjawab kepada pemilik perusahaan (Yudiani, 2008). Tanggung
jawab sosial yang menjadi pro dan kontra ini setidaknya memiliki
kepastian bagi perusahaan bahwa diakui atau tidak, mereka memiliki
tanggungjawab sosial secara moral yang akan berdampak pada naik atau
turunnya simpati masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Masyarakat
akan menilai perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan
akan
menjadi
nilai
tambah
dalam
kepercayaan
sebagai
lembaga
penyejahtera kehidupan sekitarnya, demikian pula sebaliknya pandangan
atas
perusahaan
yang sama
sekali
mengabaikan
masalah
sosial
dilingkungan tempat usahanya bernaung. Respon perusahaan terhadap
tanggungjawab sosial akan menimbulkan suatu kebutuhan untuk mengukur
dan melaporkan kinerja perusahaan menjadi semakin luas (Murni, 2001).
2.1.3. Kinerja Sosial
Menurut Martin Freedman. 2009, ada tiga pendekatan yang
digunakan dalam melaporkan kinerja sosial perusahaan dalam kaitannya
dengan penerapan akuntansi sosial:
14
1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)
Yaitu dengan cara mengukur dan melaporkan dampak-dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan dari operasi perusahaaan yang
berorientasi social lingkungan. Pelaporan ini dilakukan dengan
membuat
daftar
aktivitas-aktivitas
perusahaan
yang
memiliki
konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mengestimasi dan mengukur
dampak-dampaknya.
2. Laporan Sosial (Social Report)
Terdapat beberapa pendekatan dalam laporan sosial seperti yang telah
dirangkum oleh Billey and Weygandt dalam bukunya, “Intermediate
Accounting”, yaitu:
a). Inventory Approach
Yaitu suatu pendekatan yang menjelaskan bahwa perusahaan
mengkompilasi
dan
mengungkapkan
sebuah
data
yang
komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan.
Keterbatasan dari pendekatan ini adalah sulit dalam membuat
daftar yang sesuai dengan batasan yang realistis, serta sulit untuk
membandingkan pertanggung jawaban sosial terhadap lingkungan
antar perusahaan karena tidak ada standar yang tepat untuk mengukur
pertanggungjawaban tersebut.
b). Cost Approach
Pendekatan ini menguraikan bahwa perusahaan membuat daftar
aktivitas perusahaannya yang berkenaan dengan penanganan
15
terhadap lingkungannya dan mengungkapkan jumlah pengeluaran
masing-masing aktivitas tersebut. Biaya dan aktivitas tersebut
berhubungan dengan periode pelaporan yang berjalan dibebankan ke
expense pada periode berikutnya.
c). Program Management Approach
Perusahaan
tidak
hanya
mengungkapkan
aktivitas
terhadap
lingkungan, tetapi juga tujuan dari kegiatan tersebut serta hasil
yang sudah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan ysng telah
ditetapkan itu.
Kelebihan dari pendekatan ini adalah memudahkan pemakai
laporan keuangan untuk menilai tingkat keberhasilan aktivitas
sosial lingkungan perusahaan untuk mencapai tujuan. Sedangkan
keterbatasannya ialah tidak terdapatnya indikasi manfaat sosial yang
diperoleh dari pencapaian tujuan tersebut.
d). Cost-Benefit Approach
Pendekatan ini menjelaskan bahwa perusahaan mengungkapkan
aktivitas yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan serta
biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dari pendekatan
ini adalah mengukur biaya dan manfaat terhadap masyarakat.
3. Pengungkapan Sosial Lingkungan dalam Laporan Tahunan
Adalah pengungkapan informasi mengenai aktivitas perusahaan yang
berhubungan dengan lingkungan perusahaan, dilakukan melalui
16
berbagai media antara lain:
laporan tahunan, laporan interim,
prospectus, pengumuman kepada bursa efek atau media massa.
2.1.4. Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan (environmental accounting) dipertimbangkan
karena menjadi perhatian bagi pemegang saham dengan cara mengurangi
biaya yang berhubungan dengan lingkungan (contohnya: polusi) dan
diharapkan dengan pengurangan biaya lingkungan akan tercipta kualitas
lingkungan yang baik.
Yang juga menjadi pendorong munculnya
akuntansi lingkungan ialah kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan.
Manakala gerakan peduli lingkungan (green movement) melanda
dunia, akuntansi berbenah diri agar siap menginternalisasi berbagai
eksternalitas yang muncul sebagai konsekuensi proses industri, sehingga
lahir istilah green accounting atau akuntansi lingkungan (environmental
accounting). Demikian pula waktu sebagian industri mulai menunjukkan
wajah sosialnya (capitalism withhuman face), yang ditunjukkan dengan
perhatian pada employees dan aktivitas aktivitas community development,
serta perhatian pada stakeholders lain, akuntansi mengakomodasi
perubahan tersebut dengan memunculkan wacana akuntansi sosial (social
responsibilty accounting). Sejak memahami akuntansi sebagai bagian
dari fungsi service baik sosial, budaya, ekonomi bahkan politik, maka
banyak faktor mempengaruhi akuntansi itu sendiri. Dalam Susilo (2008)
menjelaskan
bahwa
budaya
merupakan
faktor
utama
yang
17
mempengaruhi perkembangan struktur bisnis dan lingkungan social, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi akuntansi.
Laporan mengenai lingkungan hidup merupakan salah satu jenis
informasi non keuangan yang makin dibutuhkan, yang juga digunakan oleh
masyarakat untuk melihat nilai-nilai perusahaan dalam tata kelola, tata
nilai, strategi dan komitmen perusahaan menjawab isu lingkungan dan
sosial. Pengelolaan isu lingkungan yang baik akan ditanggapi positif oleh
investor dan dianggap sebagai berkurangnya resiko. Dalam hal ini,
penyampaian melalui laporan tahunan merupakan media yang paling
disukai karena dianggap paling efektif dan dianggap paling kredibel
(Rahim, 2010).
Konsekuensi dari wacana akuntansi sosial dan lingkungan ini
pada akhirnya memunculkan konsep Socio Economic Environmental
Accounting (SEEC) yang sebenarnya merupakan penjelasan singkat
pengertian Triple Bottom Line (Wiedmann dan Manfred, 2006) dimana
pelaporan akuntansi ke publik tidak saja mencakup kinerja ekonomi
tetapi juga kinerja lingkungan dan sosialnya.
SEEC ini merupakan perluasan wacana dari Corporate Social
Responsibility. Jadi tidak sekedar mengelola permasalahan-permasalahan
sosial seperti sumber daya manusia baik internal maupun eksternal seperti
masyarakat, masalah sosial lain seperti beasiswa pendidikan, kepedulian
sosial lainnya tetapi juga mengelola permasalahan lingkungan dan
penyebab kerusakannya. Itulah sebabnya, dalam SEEC dikenal istilah
18
TBL, karena tidak saja melaporkan kinerja ekonomi dan sosial tetapi juga
konservasi lingkungan oleh perusahaan harus diungkapkan.
Akuntansi lingkungan adalah identifikasi, pengukuran dan alokasi
biaya-biaya lingkungan hidup dan pengintegrasian biaya-biaya ke dalam
pengambilan keputusan usaha serta mengkomunikasikan hasilnya kepada
para stockholders perusahaan (Astuti, 2002 dalam wahyudi, 2012).
Sedangkan menurut Djogo (2002) Akuntasi lingkungan Environmental
Accounting atau EA adalah istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya
biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek akuntansi
perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak
(impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul sebagai
akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Sedangkan Lemanthe (2001) dalam Rossye (2006) memberikan
pendekatan akuntansi biaya lingkungan secara sistematis dan tidak hanya
berfokus pada akuntansi untuk biaya proteksi lingkungan, tetapi juga
mempertimbangkan biaya lingkungan terhadap material dan energi.
Akuntansi biaya lingkungan menunjukkan biaya riil atas input dan proses
bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya dan diaplikasikan untuk
mengukur biaya kualitas dan jasa.
Akuntansi lingkungan mengidentifikasi, menilai dan mengukur
aspek penting dari kegiatan sosial ekonomi perusahaan dalam rangka
memelihara kualitas lingkungan hidup sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan (Haniffa, 2002 dalam Wahyudi 2012). Sehingga perusahaan
19
tidak bisa seenaknya untuk mengolah sumber daya tanpa memperhatikan
dampaknya terhadap
masyarakat.
Pemahaman
sifat dan relevansi
akuntansi lingkungan sangat beragam tergantung perspektif para profesional
dan orientasi fungsional para praktisi.
Aspek-aspek yang menjadi bidang garap akuntansi lingkungan
adalah sebagai berikut (Cahyono, 2002):
1) Pengakuan
dan
identifikasi
pengaruh
negatif
aktifitas
bisnis
perusahaan terhadap lingkungan dalam praktek akuntansi konvensional.
2) Identifikasi,
akuntansi
mencari
dan
konvensional
memeriksa
yang
persoalan
bertentangan
bidang garap
dengan
kriteria
lingkungan serta memberikan alternatif solusinya.
3) Melaksanakan langkah-langkah proaktif dalam menyusun inisiatif
untuk memperbaiki lingkungan pada praktik akuntansi konvensional.
4) Pengembangan
format
baru
sistem
akuntansi
keuangan
dan
nonkeuangan, sistem pengendalian pendukung keputusan manajemen
ramah lingkungan.
5)
Identifikasi biaya-biaya (cost) dan manfaat berupa pendapatan
(revenue) apabila perusahaan lebih peduli terhadap lingkungan dari
berbagai program perbaikan lingkungan.
6) Pengembangan format kerja, penilaian dan pelaporan internal maupun
eksternal perusahaan.
20
7) Upaya perusahaan yang berkesinambungan, akuntansi kewajiban,
resiko, investasi biaya terhadap energi, limbah dan perlindungan
lingkungan.
8) Pengembangan teknik-teknik akuntansi pada aktiva, kewajiban dan
biaya dalam konteks non keuangan khususnya ekologi.
Akuntansi lingkungan kerapkali dikelompokkan dalam wacana
akuntansi sosial. Hal ini terjadi karena kedua diskursus tersebut
memiliki tujuan
yang sama, yaitu
menginternalisasi
eksternalitas
(lingkungan sosial dan lingkungan ekologis), baik positif maupun
negatif, ke dalam laporan keuangan perusahaan. Serupa dengan akuntansi
sosial, akuntansi lingkungan juga menemui kesulitan dalam pengukuran
nilai cost and benefit eksternalitas yang muncul dari proses industri.
Bukan hal yang mudah untuk mengukur kerugian yang diterima
masyarakat sekitar dan lingkungan ekologis yang ditimbulkan polusi
udara, limbah cair, kebocoran tabung amoniak, kebocoran tabung nuklir
atau eksternalitas lain.
Akuntansi lingkungan meliputi identifikasi, pengukuran dan alokasi
biaya lingkungan serta integrasi biaya ini dalam sebuah bisnis dan
penyajian bagi para stakeholder sebagai bagian dari laporan keuangan
bertujuan umum (general purpose financial statement). Dalam konteks ini,
ada pendekatan komprehensif untuk memastikan perusahaan memiliki tata
kelola perusahaan yang baik yang juga memasukkan hal transparansi
dalam aktivitas lingkungan. Hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam
21
akuntansi lingkungan adalah a) identifikasi biaya atau beban lingkungan, b)
kapitalisasi biaya lingkungan, dan c) identifikasi aset dan kewajiban
lingkungan (environmental liabilities). Akuntansi lingkungan merupakan
sebuah sistem yang mencoba menilai dalam jumlah kuantitatif manfaat
yang diperoleh atau biaya yang dikeluarkan perusahaan berkaitan dengan
usaha
perbaikan
lingkungan
yang
dilakukannya.
Penilaian
ini
diintegrasikan dalam sistem informasi akuntansi perusahaan, sehingga
laporan keuangan yang dihasilkan sudah mencakup konsekuensi aktivitas
lingkungan atas peningkatan/penurunan asset dan kewajiban.
Tujuan akuntansi lingkungan (Pramanik, et.al., 2007) antara lain
adalah untuk:
a. Mendorong pertanggungjawaban entitas dan meningkatkan transparansi
lingkungan.
b. Membantu entitas dalam menetapkan strategi untuk menanggapi isu
lingkungan hidup dalam konteks hubungan entitas dengan masyarakat
dan terlebih dengan kelompok-kelompok penggiat (activist) atau
penekan (pressure group) terkait isu lingkungan.
c. Memberikan citra yang lebih positif sehingga entitas dapat memperoleh
dana dari kelompok dan individu ’hijau’, seiring dengan tuntutan etis
dari investor yang semakin meningkat.
d. Mendorong konsumen untuk membeli produk hijau dan dengan
demikian membuat entitas memiliki keunggulan pemasaran yang lebih
kompetitif dibandingkan entitas yang tidak melakukan pengungkapan.
22
e. Menunjukkan komitmen entitas terhadap usaha perbaikan lingkungan
hidup.
f. Mencegah opini negatif publik mengingat perusahaan yang berusaha
pada area yang berisiko tidak ramah lingkungan pada umumnya akan
menerima tentangan dari masyarakat.
Bagi sebagian besar perusahaan, risiko yang muncul akibat faktor
lingkungan tidak lagi merupakan risiko yang harus disajikan dalam laporan
keuangan. Laporan keuangan yang sudah memasukkan faktor lingkungan
di dalam penyajiannya mencegah adanya sekedar propaganda jika hal-hal
terkait lingkungan hidup hanya disajikan di dalam laporan tahunan. Risiko
finansial yang timbul merupakan kontinjensi yang pada umumnya
disajikan sebagai kewajiban (liabilities).
Adanya regulasi di bidang lingkungan hidup yang makin ketat,
membuat munculnya banyak firma hukum yang menangani tuntutan
pengadilan atas kasus-kasus pencemaran atau perusakan lingkungan dalam
industri-industri tertentu yang sensitif terhadap isu lingkungan hidup. Nilai
tuntutan pengadilan ini yang akan dicatat sebagai kontinjensi. Pembaca
laporan keuangan akan tahu bahwa dengan adanya tuntutan pengadilan, di
masa depan sumber daya yang dimiliki organisasi akan berkurang untuk
melunasi atau menyelesaikan kewajiban tersebut.
Ada beberapa maksud dikembangkannya akuntansi lingkungan:
1) Sebagai alat manajemen lingkungan akuntasi lingkungan digunakan
untuk menilai keefektifan kegiatan konservasi berdasarkan ringkasan
23
dan klasifikasi biaya konservasi lingkungan. Data akuntasi lingkungan
juga
digunakan
untuk menentukan
biaya
fasilitas
pengelolaan
lingkungan, biaya konservasi lingkungan keseluruhan dan juga
investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan.
Selain itu akuntasi lingkungan juga digunakan untuk menilai tingkat
keluaran dan capaian tiap tahun untuk menjamin perbaikan kinerja
lingkungan yang harus berlangsung terus menerus.
2) Sebagai alat komunikasi dengan publik, akuntansi lingkungan
digunakan untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan
konservasi lingkungan dan hasilnya kepada publik. Tanggapan dan
pandangan terhadap akuntansi lingkungan dari para pihak, pelanggan
dan masyarakat digunakan sebagai umpan balik untuk merubah
pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan lingkungan.
Didalam akuntasi lingkungan ada beberapa komponen pembiayaan
yang harus dihitung misalnya:
1) Biaya operasional bisnis yang terdiri dari biaya depresiasi fasilitasi
lingkungan, biaya memperbaiki fasilitais lingkungan, jasa atau fee
kontrak untuk menjalankan fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya
tenaga kerja untuk mengjalankan operais fasilitas
pengelolaan
lingkungan serta baya kontrak untuk pengelolaan limbah (recycling).
2) Biaya daur ulang yang dijual yang disebut sebagai “Cost incurred by
upstream and down-stream business operations” is the contract fee paid
to the Japan Container and Package Recycling Association.
24
3) Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari biaya
total untuk material dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk
pengembangan material yang ramah lingkungan, produk dan fasilitasi
pabrik.
Harahap
dalam
bukunya
“Teori
Akuntansi”
(2001:
369)
merangkum matode-metode pengukuran informasi yang akan dilaporkan
dalam Socio Economic Reporting, antara lain:
1) Menggunakan penelitian dengan menghitung “Opportunity Cost
Approached”. Misalnya dalam menghitung environment costs dari
pembuangan, maka dihitung berapa kerugian manusia dalam hidupnya,
berapa berkurangnya kekayaan, berapa kerusakan wilayah disekitar
lokasi dan lain sebagainya akibat pembuangan limbah. Total kerugian
itulah yang menjadi environment cost perusahaan.
2) Menggunakan hubungan antara kerugian, misal dengan permintaan
untuk
barang
perorangan dalam
menghitung jumlah kerugian
masyarakat.
3) Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga. Misalnya, vonis
hakim akibat pengaduan masyarakat akan kerusakan lingkungan dapat
juga dijadikan sebagai dasar perhitungan.
Sedangkan menurut Harahap (2001: 363), bentuk keterlibatan
perusahaan dalam kegiatan sosialnya dapat berupa:
1. Lingkungan Hidup:
1. Pengawasan terhadap efek polusi
25
2. Perbaikan pengrusakan alam, konservasi alam
3. Keindahan lingkungan
4. Pengurangan suara bising
5. Penggunaan tanah
6. Pengelolaan sampah dan air limbah
7. Riset dan pengembangan lingkungan
8. Kerjasama dengan pemerintah\
9. Pembangunan lokasi rekreasi
2. Membantu Masyarakat Lingkungan:
1. Membangun klinik kesehatan
2. Bantuan dana kepada masyarakat sekitar
2.1.5. PSAK Mengenai Akuntansi Lingkungan
Isu lingkungan hidup bukan isu di tingkat nasional, namun
merupakan isu international. Investor dan kreditur internasional merupakan
hal yang jamak ketika perpindahan arus modal antar negara menjadi hal
yang sangat wajar terjadi seiring dengan adanya tren globalisasi.
Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di level global dengan sendirinya
menghadapi isu lingkungan hidup, mengingat perilaku organisasi dalam
perbaikan lingkungan hidup semakin menjadi sorotan.
IASB tidak membuat satu standar khusus mengenai akuntansi
lingkungan. Beberapa standar yang telah diterbitkan oleh IASB terkait
dengan akuntansi lingkungan. Contohnya adalah IFRIC 3 yang membahas
mengenai ‘Emission Rights’. Berdasarkan IFRIC 3, emission rights (atau
26
juga sebagai emission allowances) dicatat sebagai aset tidak berwujud
(intangible assets). IFRIC 3 tidak sempat diadopsi oleh Indonesia
mengingat pada bulan Juni 2005 IFRIC 3 sudah ditarik kembali. Dalam
konteks Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia – melalui Dewan Standar
Akuntansi Keuangan – telah melakukan revisi Pernyataan Standar
Akuntansi
Keuangan
(PSAK)
dengan
mengadopsi
International
Accounting Standards (IAS). Standar yang pada umumnya dipandang
sebagai terkait dengan aktivitas lingkungan adalah PSAK No. 1 mengenai
penyajian laporan keuangan, PSAK No. 57 tentang provisi, liabilitas
kontinjensi dan aset kontinjensi, PSAK No. 25 tentang kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi dan kesalahan, PSAK dan No. 5
tentang segmen operasi. Exposure Draft (ED) yang juga terkait dengan
aktivitas lingkungan dan sedang dalam proses untuk disahkan menjadi
standar adalah ED PSAK No. 33 tentang akuntansi pertambangan umum
dan ED PSAK No. 64 tentang eksplorasi dan evaluasi sumber daya
mineral.
PSAK No. 1 yang direvisi pada tahun 2009 diadopsi dari IAS 1:
Presentation of Financial Statement. Tujuan laporan keuangan adalah
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan
arus kas entitas atau organisasi yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari 1) laporan posisi
keuangan atau neraca, 2) laporan laba rugi komprehensif, 3) laporan
27
perubahan ekuitas, 4) laporan arus kas, 5) catatan atas laporan keuangan –
yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi dan informasi penjelasan, 6)
laporan posisi keuangan komparatif yang disajikan jika entitas menerapkan
kebijakan yang berlaku retrospektif atau terjadi reklasifikasi pos-pos
laporan keuangan.
Terpisah dari laporan keuangan, entitas menyampaikan kajian
keuangan oleh manajemen yang menjelaskan kinerja keuangan dan posisi
keuangan serta kondisi ketidakpastian utama yang dihadapi. Salah satu
kajian yang bisa disampaikan adalah faktor yang memberikan pengaruh
utama dalam pencapaian kinerja keuangan seperti perubahan lingkungan
tempat entitas beroperasi. Entitas dapat pula menyajikan laporan mengenai
lingkungan hidup khususnya untuk industri yang sangat terkait erat dengan
faktor lingkungan hidup.
PSAK No. 57 yang diadopsi dari IAS 37: Provisions, Contingent
Liabilities and Contingent Assets menunjukkan contoh transaksi atau
kejadian yang sangat erat kaitannnya dengan aktivitas lingkungan.
Misalnya suatu entitas yang bergerak dalam industri pertambangan minyak
di sebuah negara telah melakukan pencemaran lingkungan selama
bertahun-tahun. Negara tersebut sudah lama tidak memiliki regulasi
mengenai pembersihan pencemaran lingkungan, namun pada tahun akhir
tahun ini akan diterbitkan regulasi tentang pembersihan tersebut. Dalam
hal ini,entitas harus mencatat adanya provisi sebesar estimasi terbaik biaya
pembersihan. Estimasi terbaik adalah jumlah kini dengan dampak nilai
28
waktu uang yang signifikan atau material. Hal yang sama akan dilakukan
oleh entitas, jika, meskipun tidak ada regulasi yang mengatur mengenai
pembersihan pencemaran lingkungan, namun entitas memiliki kebijakan
pemeliharaan lingkungan hidup yang dipublikasikan luas dan entitas
dikenal
memiliki
reputasi
untuk
menghormati
kebijakan
yang
dipublikasikan tersebut. Dalam hal ini provisi yang diakui digolongkan
sebagai kewajiban konstruktif. Kewajiban konstruktif adalah kewajiban
yang timbul dari tindakan entitas yang 1) bedasarkan praktek baku di masa
lalu, entitas memberikan indikasi kepada pihak lain bahwa entitas akan
menerima tanggung jawab tertentu melalui publikasi atau pernyataan
spesifik, dan 2) entitas menciptakan ekspektasi kepada pihak lain bahwa
entitas akan melaksanakan kewajiban tersebut.
Provisi diakui hanya untuk kewajiban yang timbul dari peristiwa di
tahun sebelumnya. Ini terpisah dari aktivitas entitas di tahun-tahun
berikutnya. Seperti contoh di atas, biaya yang harus dikeluarkan untuk
pembersihan atau pemulihan pencemaran lingkungan mengakibatkan
keluarnya sumber daya entitas untuk menyelesaikan kewajiban di masa
lalu. Peristiwa masa lali yang menimbulkan kewajiban di masa kini disebut
sebagai peristiwa mengikat. Dalam peristiwa mengikat, entitas tidak punya
pilihan lain selain menyelesaikan kewajiban tersebut, baik karena
dipaksakan oleh hukum, atau merupakan kewajiban konstruktif. Provisi
dibedakan dari kewajiban lain karena dalam provisi terdapat ketidakpastian
29
mengenai waktu dan jumlah yang dikeluarkan di masa depan untuk
menyelesaikan provisi tersebut.
Paragraf 10 dalam Exposure Draft PSAK No. 64, yang diadopsi
dari IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources, memuat
bahwa sesuai dengan PSAK 57, suatu entitas mengakui setiap kewajiban
untuk pemindahan dan restorasi yang terjadi selama periode tertentu
sebagai konsekuensi dari eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral.
PSAK No. 25 membahas mengenai kebijakan akuntansi, perubahan
estimasi akuntansi dan kesalahan. PSAK ini diadopsi dari IAS 8:
Accounting Policies, Changes in Accounting and Errors. Sebagai akibat
adanya ketidakpastian yang melekat dalam aktivitas bisnis, banyak pos
dalam laporan keuangan yang tidak dapat diukur dengan tepat, tetapi hanya
dapat diestimasi. Estimasi ini tentunya melibatkan pertimbangan
berdasarkan informasi terkini yang tersedia dan andal (reliable). Firoz dan
Ansari (2010) memberikan contoh estimasi terkait dengan biaya
lingkungan antara lain adalah:
a. Provisi biaya pembersihan (cleanup costs)
b. Provisi rehabilitasi di industri pertambangan
c. Provisi klaim atas kontinjensi
d. Provisi biaya lingkungan seperti penanggulangan polusi udara, polusi
suara, gas dan limbah berbahaya.
e. Provisi pembelian peralatan untuk mengendalikan polusi.
30
Sementara dalam PSAK No. 5 tentang Segmen Operasi, entitas
perlu mengungkapkan informasi untuk memungkinkan pengguna laporan
keuangan mengevaluasi sifat dan dampak keuangan atas aktivitas bisnis
yang melibatkan entitas dan lingkungan ekonomi tempat entitas beroperasi.
Adanya segmen operasi yang dilaporkan berdasarkan wilayah geografis
atau negara akan menampakkan adanya perbedaan lingkungan peraturan
yang bisa saja terkait dengan regulasi di bidang lingkungan hidup. Hal ini
sinkron dengan informasi yang disyaratkan oleh GRI yaitu informasi
mengenai Negara atau wilayah yang memberikan (i) kontribusi pendapatan
minimal 5% dari total pendapatan, (ii) kontribusi beban minimal 5% dari
total pendapatan. Dalam PSAK No 5 prosentase yang dianggap signifikan
adalah 10%. PSAK No. 5 ini diadopsi dari IFRS 8: Operating Segment.
Definisi mengenai lingkungan hidup dan biaya pengelolaan
lingkungan hidup tercantum dalam ED PSAK No. 33 tentang akuntansi
pertambangan umum. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia, serta mahluk hidup lainnya. Biaya pengelolaan
lingkungan hidup diartikan khusus dalam konteks pertambangan sebagai
biaya yang timbul atas usaha mengurangi dan mengendalikan dampak
negatif kegiatan pertambangan, dan biaya rutin lainnya.
Adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi
31
penambangan yaitu pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan.
Pencemaran lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukannya
mahluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan
dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses
alam, sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya. Perusakan lingkungan merupakan tindakan
yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap
perubahan sifat-sifat dan/atau hayati lingkungan yang mengakibatkan
lingkungan itu kurang berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkesinambungan. Untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif
kegiatan usaha penambangan, maka perlu dilakukan pengelolaan
lingkungan hidup yang meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan,
penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan
lingkungan hidup
Aktivitas pengelolaan lingkungan hidup dengan sendirinya akan
menimbulkan provisi pengelolaan lingkungan hidup, yang harus diakui jika
1) terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada tanggal
pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan, dan 2) terdapat
dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban yang timbul. Pada
tanggal pelaporan, jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup harus
dievaluasi kembali untuk menentukan apakah jumlahnya telah memadai.
32
2.1.6. Pelaporan Lingkungan (Environmental Reporting)
Baik teori Stakeholder dan teori Ekonomi-CSR berimplikasi
bahwa para stakeholders perlu mengevaluasi sejauh mana perusahaan
telah melaksanakan perannya sesuai keinginan stakeholders. Konsumen,
misalnya, perlu mengetahui apakah produk yang dijual perusahaan tidak
menggunakan kayu dari illegal logging atau menggunakan teknologi
produksi yang menyebabkan polusi. Sama halnya dengan profitabilitas
perusahaan yang bervariasi tergantung pada efektivitas pengelolaanya,
efektivitas
kegiatan
CSR
juga
bervariasi
tergantung
pada
pengelolaannya. Dengan demikian, para stakeholders menuntut adanya
akuntabilitas perusahaan atas kegiatan CSR yang dilaksanakannya. Adanya
akuntabilitas menjadi semakin penting mengingat terdapatnya informasi
asimetri antara para stakeholders dan manajemen perusahaan tersebut.
Informasi yang dimiliki stakeholders terbatas pada informasi publik atau
informasi yang disampaikan ke mereka, sedangkan manajemen perusahaan
memiliki informasi yang lengkap mengenai perusahaan.
Keberadaan informasi asimetri, jika dibiarkan terjadi, pada
akhirnya dapat menyebabkan adverse selection maupun moral hazard,
dengan konsekuensi perusahaan tidak melaksanakan kegiatan CSR. Jika
tidak ada pelaporan dan pengungkapan kegiatan CSR yang obyektif,
maka
stakeholderstidak
akan
dapat membedakan perusahaan yang
melakukan kegiatan CSR maupun tidak. Akibatnya, stakeholders tidak
dapat
memberikan
penghargaan
(sanksi)
bagi
perusahaan
yang
33
melaksanakan (tidak melaksanakan) CSR. Dengan tidak berjalannya
mekanisme penghargaan-sanksi maka perusahaan tidak akan termotivasi
melaksanakan CSR (terjadi adverse selection). Keberadaan informasi
asimetri juga menyebabkan para stakeholders tidak dapat mengobservasi
tindakan atau upaya perusahaan dalam melaksanakan CSR. Karena tidak
diobservasi
maka
perusahaan
akan
mengambil
tindakan
yang
menguntungkan dirinya. Analoginya sama dengan pemilik modal yang perlu
mengevaluasi sejauh mana modal yang diinvestasikan di perusahaan telah
dikelola oleh manajemen perusahaan dengan efisien dan efektif. Pengertian
’kegiatan CSR’ adalah dalam arti luas, tidak saja kegiatan yang bersifat
philantrophy tetapi kegiatan usaha perusahaan yang dijalankan dengan
memperhatikan dampaknya terhadap
sosial
dan
lingkungan.
Tapi
merugikan stakeholders lainnya (misalnya menghasilkan makanan dengan
proses produksi di bawah standar mutu). Fenomena ini disebut sebagai
moral hazard.
Akuntabilitas dapat dipenuhi dan informasi asimetri dapat dikurangi
jika perusahaan melaporkan dan mengungkapkan kegiatan CSRnya ke para
stakeholders.
Dengan
pelaporan
dan
pengungkapan
CSR,
para
stakeholdersakan dapat mengevaluasi bagaimana pelaksanaan CSR dan
memberikan penghargaan atau sanksi terhadap perusahaan sesuai hasil
evaluasinya. Dengan demikian, seperti dikemukakan oleh Cooper dan Owen
(2007) akuntabilitas tidak hanya mencakup adanya pelaporan dari
manajemen perusahaan, tetapi juga mencakup adanya kemampuan atau
34
kekuatan (power) dari stakeholders untuk menuntut akuntabilitas pihak
manajemen dan kemampuan memberikan penghargaan atau sanksi sesuai
kinerja manajemen.
Gond dan Herrbach (2006) berpendapat bahwa pelaporan CSR
tidak hanya bermanfaat bagi pihak eksternal, tetapi juga bermanfaat bagi
perusahaan. Dengan membuat laporan CSR perusahaan akan melakukan
self-assessment sehingga dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
perusahaan terkait dengan aktivitas CSR di perusahaan tersebut. Dengan
demikian, laporan tersebut merupakan alat pembelajaran organisasi, yang
dapat menyebabkan perubahan dinamis terhadap individu maupun
perusahaan tersebut, yang pada akhirnya mendorong peningkatan kinerja
organisasi.
Lebih lanjut Adam & Zutshi (2004) menyampaikan manfaat bagi
perusahaan untuk melaksanakan dan melaporkan kegiatan CSR mereka
yaitu: a. Rekrutmen dan retensi karyawan yang lebih baik, b. Pengambilan
keputusan internal yang lebih baik dan penghematan biaya, c. Reputasi dan
hubungan dengan stakeholders yang lebih baik, dan d. Imbal hasil
keuangan yang lebih tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pelaporan
CSR
yang
transparan
dan
akuntabel
akan
mendorong
pelaksanaan kegiatan CSR, yang pada akhirnya akan meningkatkan tidak
saja nilai perusahaan, tetapi juga kesejahteraan masyarakat.
35
2.1.7. Pengauditan Lingkungan
Audit lingkungan adalah alat pemeriksaan komprehensif dalam
sistem manajemen lingkungan untuk memverifikasi secara objektif
upaya manajemen lingkungan dan dapat membantu mencari langkahlangkah perbaikan guna meningkatkan performasi lingkungan, berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan dan merupakan upaya proaktif suatu
perusahaan
untuk
perlindungan
lingkungan
yang akan
membantu
perusahan meningkatkan efisiensi dan pengendalian emisi, polutan yang
pada akhirnya dapat meningkatkan citra positif dari masyarakat terhadap
perusahaan. (blog.mercubuana.co.id 2010). Menurut The International
Chamber of Commerce, Audit lingkungan merupakan pengujian yang
sistematis dari interaksi antara setiap operasi usaha dengan keadaan
sekitarnya.
Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang
dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai
tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau
kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan. (Pasal 1 (23), 28, 29 UU No 23/2007).
Definisi dari audit lingkungan adalah Menurut KLH 2007: “Audit
Iingkungan hidup diperlukan sebagai suatu proses evaluasi yang dilakukan
oleh penanggungjawab usaha dan atau kegiatan untuk menetapkan tingkat
ketidakpatuhan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
di
pengelolaan Iingkungan hidup yang terkait dengan kegiatan tersebut”.
bidang
36
Menurut SML ISO/SNI 14010: “Suatu proses verifikasi tersistemasi
dan terdokumentasi untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
obyektif untuk menentukan apakah SML dari organisasi sesuai dengan
kriteria audit SML yang dibuat organisasi, dan untuk mengkomunikasikan
hasil proses ini kepada manajemen”.
Tujuan dari audit lingkungan adalah:
1. Untuk
menentukan
apakah
SML
sesuai
dengan
pengaturan
pengelolaan lingkungan yang sudah direncanakan dan apakah sml
sudah diterapkan secara benar dan dipelihara
2. Perolehan jaminan pentaatan
3. Pertanggungjawaban keuangan
4. Perlindungan terhadap pertanggungjawaban pegawai
2.1.8. Tinjauan Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya kuratif dan rehabilitatif y a n g dilaksanakan secara serasi dan terpadu
dengan upaya promotif dan preventif serta melaksanakan upaya rujukan.
Untuk menyelenggarakan upaya tersebut, Rumah Sakit umum antara
lain berfungsi memberikan: 1) Pelayanan Rawat Jalan, 2) Pelayanan Rawat
Inap, 3) Pelayanan Penunjang Medis, antara lain: Farmasi, Laboratorium,
Radiologi, Gizi, 4) Pelayanan Penunjang Umum, meliputi fungsi
37
administrasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan
Nasional, (2007).
Menurut
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
983/Menkes/S K /XI/2002 disebutkan bahwa Rumah Sakit umum adalah
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar,
Spesialistik dan Sub spesialistik. Akan tetapi pelayanan di Rumah Sakit,
baik untuk rawat jalan maupun rawat inap hanya bersifat Spesialistik dan
Subspesialistik karena pelayanan yang bersifat non Spesialistik atau
pelayanan dasar harus dapat dilakukan di puskesmas atau di tempat praktek
dokter maupun unit pelayanan kesehatan lain yang setingkat.
P e l a y a n a n rumah sakit yang utama adalah unit gawat darurat,
rawat jalan dan rawat inap serta rawatan penunjang. Pelayanan kesehatan
pasien rawat jalan merupakan salah satu pelayanan yang menjadi perhatian
utama Rumah Sakit diseluruh Indonesia. Hampir seluruh Rumah Sakit di
Indonesia yang telah maju kini meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan
terhadap pasien rawat jalan. Hal ini disebabkan:
1. Jumlah pasien rawat jalan jauh lebih besar dari pada pasien rawat inap
sehingga pasien rawat jalan sebenarnya merupakan aset/ sumber pangsa
pasar yang besar yang belum dioptimalkan.
2. Adanya fenomena peningkatan pelayanan pasien rawat jalan dari tahun
ketahun. Hal ini disebabkan adanya perkembangan yang pesat dari
teknologi kedokteran, perkembangan perusahaan asuransi dan perilaku
masyarakat, yang cenderung lebih menyukai pelayanan rawat jalan dan
38
mendorong perkembangan jumlah pasien rawat jalan dibandingkan rawat
inap.
3. Penghasilan dari pasien rawat jalan diprediksikan akan mengimbangi
pemasukan dari pasien rawat inap di masa mendatang sehingga kenyataan
ini menipakan faktor kunci di dalam peningkatan finansial Rumah Sakit
yang berguna untuk kelangsungan operasional jangka panjang Rumah
Sakit.
4. Didalam memilih Rumah Sakit untuk rawat inap, pilihan pasien biasanya
mulai dari pelayanan rawat jalan.
5. Berbeda dengan pelayanan rawat inap, didalam pelayanan rawat jalan
kontak antara pasien dengan dokter maupun Rumah Sakit hanya
memerlukan waktu yang singkat. Pelayanan yang bermutu merupakan hal
yang penting karena persepsi tentang kualitas pelayanan suatu Rumah
Sakit terbentuk saat kunjungan pasien. Persepsi tentang mutu yang buruk
akan sangat mempengaruhi keputusan dalam kunjungan berikutnya dan
pasien biasanya mencari Rumah Sakit lain, Jackovits (2009).
Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung
berhubungan dengan pasien, yaitu:
1. Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan
pendaftaran dan pembayaran.
2. Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan
pelayanan pemeriksaan pengobatan.
3. Tenaga dokter (medis) sesuai dengan Spesialisasinya pada masing-masing
poliklinik yang ada. Soeyadi, (2006).
39
Dalam pemasaran rumah sakit, objek yang akan dipasarkan itu
adalah pelayanan jasa yang diberikan kepada pelanggan atau pasien yang
berobat di rumah sakit tersebut. Oleh sebab itu perlu adanya konsep dari
pemasaran jasa rumah sakit. dalam Lita, (2005), konsep pemasaran
kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Konsep pelayanan. Orientasi rumah sakit hanya untuk memberikan
pelayanan dan fasilitas yang baik
2. Konsep penjualan. Orientasi rumah sakit hanya pada untuk mencapai
pemanfaatan fasilitas yang memadai
3. Konsep pemasaran perawatan kesehatan. Suatu orientasi sistem
manajemen kesehatan yang menerima bahwa tugas pokok dari sistem
tersebut adalah untuk menentukan keinginan, kebutuhan, nilai-nilai untuk
target pasar, dan ukuran sistem sebagai cara untuk menyampaikan tingkat
kepuasan yang diinginkan konsumen.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:
1204/Menkes/Sk/X/2004
Persyaratan
kesehatan
lingkungan
bangunan rumah sakit yaitu:
a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang kelas,
dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau
binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.
b. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan
keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi
dengan rambu parkir.
40
c. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi
di
daerah
banjir
harus
menyediakan
fasilitas/teknologi
untuk
mengatasinya.
d. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok
e. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan
intensitas cahaya yang cukup.
f. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak
terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau
tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas
halaman
g. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah,
masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan
limbah.
h. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
i. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan
bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang
memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai
tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat,
dan binatang pengganggu lainnya.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yang disajikan pada Tabel 2.1.
41
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama
Judul
Alat Analisis
Hasil
Ririn Siswanti
Utami
2012
Analisis
penerapan green
accounting
di
pabrik
gula
Tjoekir Jombang
Metode
kuantitatif
deskriptif yaitu peneliti
mendeskripsikan hasil
temuannya yang berasal
dari data-data yang
terkumpul
melalui
proses observasi di
subyek penelitian
Pabrik
Gula
Tjoekir
Jombang
mengunakan basis kas dalam mencatat
biaya lingkungan untuk pengolahan
limbah karena biaya dicatat saat
terjadinya.
Genzha
Barcelona
Estianto dan
H.
Andre
Purwanugraha
2014
Analisis
biaya
lingkungan pada
RSUD
Dr.
Moewardi
Surakarta
Mengidentifikasi
aktivitas-aktivitas
pengelolaan lingkungan
yang dilakukan oleh
rumah sakit.
Mengklasifikasikan
aktivitas-aktivitas
pengelolaan lingkungan
yang ada di rumah sakit
ke dalam komponen
biaya
lingungan
berdasarkan
International Guidance
Document
Environmental
Management
Accounting
yang
disusun
oleh
International Federation
of Accountants (IFAC).
penelitian
deskriptif
dengan
pendekatan
kualitatif
Pabrik Gula Tjoekir Jombang belum
membuat penyajian dan pengungkapan
biaya lingkungan secara khusus. Ini
dikarenakan penyajian biaya-biaya
lingkungan
menjadi
salah
satu
komponen dari biaya pada bagian
pengolahan yang digunakan untuk
menghitung harga pokok penjualan.
Biaya lingkungan yang terjadi selama
tahun 2013 yaitu sebesar Rp.
4.243.849.268,00 atau 1,21% dari total
biaya operasional rumah sakit. Sebagian
besar biaya lingkungan yang terjadi
didominasi oleh biaya kontrol limbah
dan emisi sebesar 0,67% dari total biaya
operasional rumah sakit. Sebagian besar
biaya kontrol limbah dan emisi berasal
dari biaya pengelolaan sampah karena
dari kegiatan rumah sakit menghasilkan
sampah medis dan non medis yang
harus dikelola dengan cermat sehingga
tidak
mencemari
lingkungan.
Sedangkan untuk biaya output non
produk sebesar 0,35% dari total biaya
operasional yang terdiri dari biaya
bahan bakar, biaya air dan biaya listrik.
Pabrik Gula Lestari telah menerapkan
Penerapan
program tanggung jawab sosial untuk
akuntansi
masyarakat antara lain program natura,
lingkungan
program
pasar
murah,
program
untuk
kerohanian, program pelatihan dan
mengoptimalkan
ketrampilan serta program penghijauan.
tanggung jawab
Adanya beberapa bantuan dari Pabrik
industri
gula
Gula Lestari ini membangun tingkat
(Studi Pada PT
perekonomian masyarakat hal ini
Perkebunan
dikarenakan adanya bantuan limbah ini
Nusantara
X
membantu penghematan pengeluaran
Unit Pabrik Gula
untuk pertanian warga hampir 50%.
Lestari Nganjuk)
Sumber: Utami, 2012, Estianto dan Purwanugraha, 2014 dan sari, Sudjana dan Azizah, 2012.
Susiana sari,
Nengah
Sudjana dan
Devi
Farah
Azizah
2012.
42
Pada penelitian Ririn Siswanti Utami (2012), yaitu penyajian dan
pengungkapan biaya lingkungan dilakukan secara khusus. Dimana penyajian
biaya-biaya lingkungan menjadi salah satu komponen dari biaya pada bagian
pengolahan. Sedangkan penelitian ini mengambil data secara umum untuk
dianalisis karena penelitian ini berada di RSUD Dr. Rehatta Kelet, yang
berbasis pelayanan jasa, sehingga biaya yang dikeluarkan merupakan
tuntutan tanggung jawab RSUD dan bukan sekedar pemikiran sebagai
penentu kebijakan harga jasa pada rumah sakit.
Sedangkan pada penelitian Genzha Barcelona Estianto dan H. Andre
Purwanugraha (2014), yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis
pembebanan biaya lingkungan dan pelaporannya yang dibuat oleh RSUD Dr.
Moewardi di Surakarta. Sedangkan penelitian ini untuk menganalisis
penerapan akuntansi lingkungan di RSUD Dr. Rehatta Kelet Kabupaten
Jepara.
Pada penelitian Sari, Sudjana Dan Azizah (2012), adalah bagaimana
penerapan akuntansi lingkungan untuk mengoptimalkan tanggung jawab
sosial industri gula. Sedangkan penelitian ini menganalisis penerapan
akuntansi lingkungan di RSUD Dr. Rehatta sebagai bukti pelaksanaan
kepedulian lingkungan, karena RSUD Kelet dulunya merupakan rumah sakit
yang spesialis menangani kusta dan limbahnya akan sangat menghawatirkan
bagi masyarakat sekitar, apabila tidak diolah dengan baik maka dikhawatirkan
dapat menular pada masyarakat.
43
2.3. Kerangka Pemikiran
Analisis penerapan akuntansi lingkungan di RSUD Dr. Rehatta Kelet
Kabupaten Jepara perlu dicermati dengan baik. Untuk itu, seseorang yang
melakukan analisis atas laporan keuangan perlu menguraikan pos-pos laporan
tersebut menjadi unit informasi yang lebih rinci dan melihat hubungan antara satu
dengan yang lainnya guna mengetahui kondisi keuangan entitas tersebut untuk
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan keterangan tersebut
dapat diberikan gambaran pemikiran seperti pada Gambar 2.1.
Penerapan Green
Accounting:
1) Metode pencatatan
2) Metode pengakuan
3) Metode pengukuran
4) Metode penyajian
5) Metode pengungkapan
Prinsip akuntansi:
PSAK 33 tahun 2011
Intepretasi:
1. Dalam PSAK metode pencatatan yaitu berbasis akrual
2. Dalam PSAK metode pengakuan adalah sebagai rekening biaya
pengelolaan lingkungan hidup
3. Dalam PSAK metode pengukuran biaya pengelolaan lingkungan hidup
berdasar biaya historis.
4. Dalam PSAK metode penyajian biaya pengelolaan lingkungan hidup
disajikan sebesar jumlah pengeluaran yang sesungguhnya terjadi.
5. Dalam PSAK metode pengungkapan biaya pengelolaan lingkungan
hidup diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Download