UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI (+) - KATEKIN DAN GAMBIR (Uncaria

advertisement
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI (+) - KATEKIN DAN GAMBIR (Uncaria
gambier Roxb.) TERHADAP BEBERAPA JENIS BAKTERI GRAM
NEGATIF DAN MEKANISMENYA
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjan Farmasi (S, Far)
OLEH :
MUSTIKANING AYU HAPSARI PUTRI
NIM : 106102003416
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
Skripsi dengan judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI (+)- KATEKIN DAN GAMBIR (Uncaria
gambier Roxb.) TERHADAP BEBERAPA JENIS BAKTERI GRAM
NEGATIF DAN MEKANISMENYA
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh
Mustikaning Ayu Hapsari Putri
NIM: 106102003416
Menyetujui,
Pembimbing:
1. Pembimbing I
Dr. Andria Agusta
........................
2. Pembimbing II
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
Penguji:
1. Ketua Penguji
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
2. Anggota Penguji I
Azrifitria, M.Si, Apt.
........................
3. Anggota Penguji II
Zilhadia, M.Si, Apt.
........................
4. Anggota Peguji III
Sabrina, M.Si, Apt.
........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
Tanggal lulus : 24 Agustus 2010
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI (+)- KATEKIN DAN GAMBIR (Uncaria
gambier Roxb.) TERHADAP BEBERAPA JENIS BAKTERI GRAM
NEGATIF DAN MEKANISMENYA
Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi atau lembaga pendidikan manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Jakarta, Agustus 2010
Mustikaning Ayu Hapsari Putri
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi dengan judul “Uji Aktivitas antibakteri (+)- katekin dan gambir (Uncaria
gambier Roxb.) terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif dan mekanismenya”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program
pendidikan tingkat sarjana Strata 1 (S1) pada program studi Farmasi, Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
mendalam kepada :
1. Bapak Dr. Andria Agusta dan Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi,
nasehat dan perhatian selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr (hc). Dr, M. K Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
3. Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt sebagai Ketua program Studi
Farmasi serta staf karyawan prodi Farmasi UIN yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
4. Dosen-dosen UIN yang telah sabar mendidik dan membantu penulis sejak
awal sampai penulisan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Eko Baroto Walujo, APU sebagai kepala bidang botani, LIPI
Cibinong yang telah membantu memberikan izin untuk melakukan penelitian
di Laboratorium Fitokimia, Puslit Biologi, LIPI Cibinong.
6. Dr. Praptiwi, M,Agr. dari Laboratorium Fitokimia bidang Botani, Puslit
Biologi LIPI, yang telah memberikan bantuan, kesabaran, arahan selama
penelitian.
iv
7. Kakak Ahmad Fathoni dan Kakak Andi Saptaji Kamal dari Laboratorium
Fitokimia, Bidang Botani, LIPI Cibinong yang telah membantu penulis dalam
mengarahkan serta menuntun untuk melakukan penelitian.
8. Ayahanda, Teguh Sugiarto, SE dan Ibunda, Indriani widyastuti yang selalu
memberikan doa, semangat, dukungan, perhatian dan kasih sayang selama
penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat tersayang Ayu Nuki Wahyuni, teman seperjuangan Fika Fauziah dan
Nuryatni, Nurul gustiari, Erni, Febriyati, Nurul Farihah, Ulfah Sadiah dan
Lidya Pratiwi yang telah membantu dan menemani di Laboratorium untuk
menyelesaikan penelitian.
10. Teman-teman Farmasi UIN angkatan 2006, terutama Indira Irma Anggraeni,
Silma Awalia, Via Rifkia dan Nadya Kristina yang telah memberikan
semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Untuk menyempurnakan skripsi ini, penulis menerima segala saran dan
kritik yang membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan kesehatan masyarakat.
Jakarta, Agustus
2010
Penulis
v
ABSTRAK
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI (+)- KATEKIN DAN GAMBIR (Uncaria
gambier Roxb.) TERHADAP BEBERAPA JENIS BAKTERI GRAM NEGATIF
DAN MEKANISMENYA
(+)- Katekin dan ekstrak air gambir (Uncaria gambier Roxb.) dilaporkan
mempunyai aktivitas antibakteri. Penelitian ini ditunjukkan untuk mengetahui
lebih lanjut uji aktivitas antibakteri (+)- katekin dan ekstrak air gambir terhadap
Shigella flexneri, Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, Proteus vulgaris dan
Proteus mirabilis.. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian sensitivitas
terhadap bakteri uji gram negatif untuk memastikan aktivitas antibakteri (+)katekin dan ekstrak air gambir, penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
dan analisis mekanisme penghambatannya terhadap bakteri uji gram negatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa (+)- katekin memiliki nilai KHM terhadap
bakteri Shigella flexneri sebesar 7,5 mg/ml. dan mekanisme kerja (+)- katekin
adalah dengan merusak membran sel, sehingga terjadi kebocoran komponen sel.
Hal ini ditunjukkan oleh terdeteksinya ion Ca2+ dan ion K+ serta protein dan asam
nukleat pada media sel bakteri. Sedangkan ekstrak air gambir tidak
memperlihatkan aktivitas penghambatan sampai konsentrasi 25 mg/ml pada
metode makrodilusi.
Kata kunci : Uncaria gambier Roxb. , Bakteri gram negatif, Mekanisme
penghambatan, Perubahan morfologi sel
vi
ABSTRACT
TESTING (+)- CATECHIN AND GAMBIR (Uncaria gambier Roxb.)
ANTIBACTERIA ACTIVITIES TO SOME NEGATIVE BACTERIA AND THEIR
MECHANISM OF INHIBITION.
(+)- Catechin and gambir water extract (Uncaria gambier Roxb.) have been
reported to have antibacterial activity. The aim of this research is to evaluate
antibacterial activity of (+)- catechin and gambir water extract againts some Gram
negative bacteria. The experiments composed of sensitivity testing of (+)catechin and gambir extract to Gram negative bacteria, Minimum Inhibitor
Concentration (MIC), and the analysis of inhibition mechanism to Gram negative
bacteria tested. The result of this research showed that MIC value of (+)- catechin
against S. flexneri was 7,5 mg/ml and its inhibition mechanism was by destruction
of cell membrane. It was indicated by increasing K+ ion, Ca2+ ion, protein and
nucleic acid content in the medium compared to negative control treatment. While
gambir water extract didn’t have inhibition activity up to 25 mg/ml of extract
concentratation by macrodillution method.
Keywords
: Uncaria gambier Roxb., bacteria, inhibition mechanism, cell
morphology.
vii
viii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Skripsi............................................................................................i
Lembar Pernyataan........................................................................................................ii
Lembar Pengesahan......................................................................................................iii
Kata Pengantar.............................................................................................................iv
Abstrak.........................................................................................................................vi
Abstract.......................................................................................................................vii
Daftar Isi....................................................................................................................viii
Daftar Gambar.............................................................................................................xi
Daftar Lampiran..........................................................................................................xii
Daftar Tabel...............................................................................................................xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ......................................................................................1
1.2
Perumusan Masalah ..............................................................................4
1.3
Hipotesis ...............................................................................................5
1.4
Tujuan Penelitian...................................................................................5
1.5
Manfaat Penelitian ................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanaman Gambir ..................................................................................6
2.1.1
Taksonomi.................................................................................7
2.1.2
Morfologi .................................................................................8
2.1.3
Asal dan Tempat Tumbuh.........................................................8
2.1.4
Kandungan................................................................................9
2.1.4.1 (+)- Katekin...................................................................9
2.1.5
2.2
Khasiat dan Kegunaan............................................................11
Ekstraksi..............................................................................................12
viii
2.3
Bakteri................................................................................................13
2.4
Antimikroba.......................................................................................13
2.4.1
Definisi...................................................................................13
2.4.2
Mekanisme Kerja……….......................................................14
2.4.3
Uji Antimikroba.....................................................................17
2.5
Bakteri Uji..........................................................................................20
2.6
Metode Ekstraksi...............................................................................22
BAB III KERANGKA KONSEP............................................................................25
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................26
4.2
Prinsip Penelitian...............................................................................26
4.3
Bahan.................................................................................................27
4.4
Mikroba Uji........................................................................................27
4.5
Metode Penelitian..............................................................................28
4.5.1
Penyiapan Bahan, Media dan Alat........................................28
4.5.2
Penentuan Diameter Hambat.................................................33
4.5.3
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum............................33
4.5.4
Pengujian Kebocoran Metabolit Seluler................................34
4.5.5
Pengujian Kebocoran Ion-ion Logam....................................35
4.5.6
Pengujian Morfologi Sel dengan SEM..................................35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian..................................................................................37
5.2
Pembahasan ......................................................................................41
ix
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan ......................................................................................48
6.2
Saran ................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................49
LAMPIRAN ...........................................................................................................53
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian
25
Gambar 2. Ekstrak gambir kering
37
Gambar 3. Foto KLT Fraksi Kromatografi Kolom
37
Gambar 4. Foto KLT Fraksi Gabungan Kromatografi Kolom
38
Gambar 5. Grafik pengukuran senyawa metabolit seluler
40
Gambar 6. Grafik ion-ion logam terhadap bakteri S. Flexneri
40
Gambar 7. Morfologi sel S. flexneri dengan mikroskop elektron
41
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Skema pembuatan ekstrak gambir
52
Lampiran 2. Skema isolasi katekin dari gambir
53
Lampiran 3. Skema pembuatan suspensi bakteri.
54
Lampiran 4. Skema penentuan diameter hambat bakteri.
55
Lampiran 5. Skema penentuan KHM
56
Lampiran 6. Skema analisis kebocoran dinding/membran sel bakteri.
57
Lampiran 7. Skema pengamatan morfologi sel bakteri.
58
Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Hambat Minimum.
59
Lampiran 9. Diameter hambat ekstrak gambir dan (+)- katekin terhadap
61
S. flexneri pada konsentrasi 7 mg/ml.
Lampiran 10. Pertumbuhan bakteri S. flexneri dengan metode
63
makrodilusi.
Lampiran 11. Data Hasil AAS (Ca2+ dan K+)
68
Lampiran 12. Alat-alat yang digunakan
70
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pengukuran diameter hambat ekstrak terhadap
38
5 bakteri gram negatif pada konsentrasi 7 mg/ml
Tabel 2. Penentuan nilai konsentrasi KHM ekstrak terhadap
5 bakteri gram negatif.
xiii
39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari
struktur dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis dan
senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan
khasiat dan manfaat yang dimilikinya. Upaya pencarian tumbuhan obat telah lama
dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman
senyawa yang telah ada (Djauhariya dan Hernani, 2004).
Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian untuk
menemukan antioksidan dan antibakteri alami yang bersumber dari tanaman,
khususnya tanaman asli Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
pada sejumlah ekstrak tanaman yang biasa digunakan sebagai bumbu dan obat
tradisional, beberapa diantaranya berpotensi sebagai sumber antioksidan. Salah
satu tanaman yang diteliti adalah tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.)
yang memang sejak lama digunakan masyarakat tradisional sebagai antiseptik dan
obat sakit perut. Serta sebagai salah satu campuran makan sirih. Sampai saat ini
belum banyak penelitian yang mengupas tentang aktivitas antibakteri yang
dimiliki oleh daun gambir (Kresnawaty et al.,2009)
Di Indonesia obat-obat tradisional dari tumbuhan berupa simplisia dan
jamu-jamu. Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman
obat
yang potensial dengan keanekaragaman hayati
yang dimilikinya.
Keanekaragaman hayati Indonesia menempati urutan ketiga terbesar di dunia
1
setelah Brazil dan Zaire. Di hutan tropika Indonesia tumbuh sekitar 30.000 spesies
tumbuhan berbunga dan diperkirakan sekitar 3.689 spesies diantaranya merupakan
tumbuhan obat. Dari sejumlah tanaman obat tersebut baru sebanyak 283 spesies
tumbuhan obat yang sudah digunakan dalam industri obat tradisional (Djauhariya
dan Hernani, 2004).
Kebutuhan bahan baku obat tradisional terutama yang berasal dari
tumbuhan, sebagian besar masih diambil dari alam, sehingga beberapa jenis mulai
langka. Sebagian besar tumbuhan bermanfaat untuk pengobatan berbagai jenis
penyakit, diantaranya penyakit alergi, penyakit metabolik, dan penyakit
degeneratif yang berkaitan dengan penuaan (Djauhariya dan Hernani, 2004).
Spesies Uncaria gambier Roxb. merupakan salah satu tanaman tahunan penghasil
getah penting yang banyak digunakan untuk keperluan industri maupun farmasi.
Peranan spesies ini dari waktu ke waktu dirasakan semakin penting, namun
upaya-upaya perbaikan potensi genetik tanaman tersebut sejauh ini belum
mendapat perhatian yang serius (Jamsari et al.,2007). Gambir berkhasiat sebagai
astringen. Dan gambir juga bermanfaat untuk mengobati disentri, luka bakar (obat
luar), luka (obat luar), sariawan mulut (obat kumur), dan suara parau (obat kumur)
(Utami et al., 2008).
Kegunaan gambir secara tradisional adalah sebagai pelengkap makan sirih
dan obat-obatan, seperti di Malaysia gambir digunakan untuk obat luka bakar, di
samping rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan
disentri serta obat kumur-kumur pada sakit kerongkongan. Secara modern gambir
banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan, di antaranya
bahan baku obat penyakit hati dengan paten “catergen”, bahan baku permen yang
2
melegakan kerongkongan bagi perokok di Jepang karena gambir mampu
menetralisir nikotin. Sedangkan di Singapura gambir digunakan sebagai bahan
baku obat sakit perut dan sakit gigi (Dhalimi, 2006).
Daun dan ranting merupakan bagian tanaman gambir yang memiliki nilai
ekonomi. Senyawa-senyawa yang terkandung pada ekstrak atau getah daun dan
ranting tanaman gambir memiliki potensi pemanfaatan yang beragam. Ekstrak
atau getah daun dan ranting yang telah dikeringkan merupakan produk yang
dikenal sebagai gambir, sedangkan dalam perdagangan dunia dikenal sebagai
gambier, cutch, catechu atau pale catechu. Senyawa utama yang terkandung di
dalam gambir adalah pseudotanin katekin dan phlobatanin asam katekutanat
dengan persentase masing-masing senyawa adalah 7-30% dan 22-55%. Adanya
perbedaan kadar katekin pada gambir dipengaruhi oleh kondisi daun yang
diekstrak (Utami et al., 2008).
Gambir merupakan komoditas utama provinsi Sumatera Barat. Gambir
telah sejak lama digunakan sebagai pelengkap sirih yang dikunyah dan dipercaya
dapat menguatkan gigi. Ekstrak gambir mengandung (+)-
katekin sebagai
komponen utama, suatu senyawa polifenol, yang berpotensi sebagai antioksidan
dan antibakteri melaporkan bahwa ekstrak gambir memiliki daya hambat terhadap
bakteri Streptococcus mutans yang menyebabkan terjadinya plak gigi. Terjadinya
plak gigi dapat menyebabkan karies pada gigi dan berlanjut dengan gingivitis. (+)katekin bersifat asam lemah (pKa1 = 7,72 dan pKa2 = 10,22), sukar larut dalam
air, dan tidak stabil di udara terbuka. Bersifat mudah teroksidasi pada pH yang
mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH yang lebih rendah (2,8 dan
4,9). Sifat fitokimianya menjadi tantangan sendiri dalam formulasi katekin
3
menjadi sediaan obat. Pemanfaatan katekin untuk mencegah terjadinya plak gigi
dengan cara pemberian obat kumur yang bisa diminum untuk memperoleh
aktivitas antioksidan katekin (Lucida et al., 2007).
Gambir merupakan produk dari tanaman gambir (Uncaria gambier Roxb.)
yang mengandung senyawa fungsional yang termasuk dalam golongan senyawa
polifenol. Gambir komersial diperoleh dengan pengolahan daun gambir dengan
metoda perebusan, pengepresan dan pengeringan padatan. Dalam perdagangan
salah satu komponen mutu gambir ditentukan berdasarkan pada kandungan
katekinnya. Ekstraksi suatu bahan pada prinsipnya dipengaruhi oleh suhu. Makin
tinggi suhu yang digunakan, makin tinggi ekstrak yang diperoleh. Namun
demikian, bahan hasil ekstrak dengan berbagai tingkat suhu belum tentu
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap sifat antibakterinya (Pembayun et
al., 2007).
1.2
Perumusan Masalah
Pada penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah :
1.
Apakah (+)- katekin dan ekstrak air gambir (Uncaria gambier Roxb.)
memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif ?
2.
Bagaimana mekanisme penghambatan pertumbuhan beberapa jenis
bakteri gram negatif oleh (+)- katekin dan ekstrak air gambir ?
4
1.3
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aktivitas antibakteri (+)- katekin dan ekstrak air gambir terhadap
beberapa jenis bakteri gram negatif.
2. Mengetahui mekanisme penghambatan pertumbuhan beberapa jenis bakteri
gram negatif terhadap (+)- katekin dan ekstrak air gambir.
1.4.
Hipotesis
1.
(+)- katekin dan ekstrak air gambir mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
bakteri gram negatif.
2.
Mekanisme penghambatan bakteri gram negatif terhadap (+)- katekin dan
ekstrak air gambir melalui perusakan membran sel.
1.5.
Manfaat Penelitian
1.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai aktivitas antibakteri (+)- katekin
dalam pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional.
2.
Untuk mengetahui dan membuktikan penggunaan antibiotik alami berikut
mekanisme kerjanya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanaman Gambir (Uncaria gambier Roxb.)
Uncaria gambier Roxb. termasuk dalam familia Rubiaceae. Ciri-ciri
umum dari familia Rubiaceae adalah sebagai berikut : merupakan tanaman perdu
dengan tinggi 1-3 cm. Umumnya tumbuh memanjat pada pohon atau semak yang
ada di sekitarnya dengan bantuan alat pengait. Batang tegak, berkayu, bulat,
percabangan simplodial dan berwarna cokelat pucat. Daun tunggal berbentuk
lonjong. Letak berhadapan, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncing,
panjang 8-13 cm, lebar 4-7 cm, dan berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk
lonceng, muncul di ketiak daun, panjang 5 cm. Mahkota bunga berjumlah 5 helai,
berbentuk lonjong dan berwarna ungu. Buah berbentuk bulat telur, panjang sekitar
1,5 cm dan berwarna hitam (Utami et al., 2008).
Sedangkan tangkai dari daun tidak berambut, panjang 0,5-0,8 cm,
pertulangan primer pada permukaan daun sebelah bawah menonjol. Lobus dari
mahkota krem keputihan, daun pelindung tidak berambut, langset. Buah kapsul,
sempit dan panjang, terbagi menjadi 2 belahan. Biji banyak, kecil, halus,
berbentuk jarum dan bersayap, panjang 0,4 cm, dan berwarna kuning (BPOM RI,
2007).
Simplisianya umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak
silindrik pendek, kadang-kadang bercampur dengan bagian yang remuk, tebal 2
cm sampai 3 cm, ringan, mudah patah dan berliang renik-renik. Warna permukaan
luar cokelat muda sampai cokelat tua kemerahan atau kehitaman, warna
6
permukaan yang baru dipatahkan cokelat muda sampai cokelat kekuningan,
kadang-kadang terihat garis-garis yang lebih gelap (BPOM RI, 2007). Nama
Simplisianya adalah Terra Japonica, Gele catechu, Gambir (Dalimarta., 2003)
2.1.1
Taksonomi
Taksonomi dari gambir (Uncaria gambier Roxb.) menurut (Haryanto., 2009).
a. Klasifikasi
Kerajaan/Kingdom
: Plantarum
Divisio
: Spermatophyta
Sub diviso
: Angiospermae
Kelas/Class
: Dicotyledonae
Bangsa/Ordo
: Rubiales
Suku/Family
: Rubiaceae
Marga/Genus
: Uncaria
Jenis/Species
: Uncaria gambier Roxb.
Sinonim
: Ourouparia gambir Roxb
Nauclea gambir
b. Nama daerah
Sumatera : gambe, gani, kacu, sontang, gambee, gambie, gambu, gimber,
pengilom, sepelet. Jawa : santun, ghambhir. Kalimantan : kelare, abi, gamer,
kambim, sori. Nusa Tenggara : tagambe, gambele, gamelo, gambi, gambe,
7
gambiri, gata, gaber. Maluku : kampir, kambir, ngambir, gaamer, gabi, tagabere,
gagabere, gabere, gambe (Sirait et al., 1989).
2.1.2
Morfologi
Berasal dari Sumatera dan Kalimantan. Merupakan tanaman perdu
dengan tinggi 1-3 cm. umumnya tumbuh memanjat pada pohon atau semak yang
ada di sekitarnya dengan bantuan alat pengait. Batang tegak, berkayu, bulat,
percabangan simplodial dan berwarna cokelat pucat. Daun tunggal berbentuk
lonjong, letak berhadapan, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncing,
panjang 8-13 cm, lebar 4-7 cm, dan berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk
lonceng, muncul di ketiak daun, panjang 5 cm. Mahkota bunga berjumlah 5 helai,
berbentuk lonjong dan berwarna ungu. Buah berbentuk bulat telur, panjang sekitar
1,5 cm dan berwarna hitam (Utami et al., 2008).
2.1.3
Asal dan Tempat Tumbuh
Tanaman gambir ini merupakan tanaman perdu yang berasal dari daerah
Sumatera dan Kalimantan. Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan dan di tempattempat lain yang tingginya 200-900 m dari permukaan laut, tanahnya agak miring
dan cukup mendapat sinar matahari. Di daerah Sumatera dan Kalimantan,
tanaman gambir ini umunya ditanam orang di kebun-kebun (Mardisiswodjo et al.,
1968).
Gambir tumbuh pada area terbuka di dalam hutan, kawasan hutan yang
lembab, area terbuka bekas perladangan atau pinggir hutan (BPOM RI, 2007).
8
2.1.4
Kandungan
Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari gambir (Uncaria gambir Roxb.) adalah katekin,
kuersetin, tannin, lendir, lemak, dan malam. Gambir memiliki sifat khas pahit dan
kelat (Utami et al., 2008).
Kandungan katekin ini digunakan sebagai salah satu parameter mutu
gambir. Selain katekin terdapat juga proantosianidin yaitu : gambiriin A1,
gambiriin A2, gambiriin A3, gambiriin B1, gambiriin B2, gambiriin B3, dan
gambiriin C. kandungan lainnya adalah epikatekin, epigallo-katekin, asam tanat
dan alkaloida. Adanya alkaloida ini dapat membedakan produk gambir ‘pale
catechu’ dari Uncaria gambier dengan ‘black catechu’ yang diproduksi Acacia
catechu. Beberapa alkaloida dari gambir yang dikenal sebagai ‘gambir fluoresen’
diantaranya adalah dihidrogambirtanin, gambirdin, gambirtanin, gambirin,
isogambirin, auroparin, dan oksogambirtanin. Namun kandungan utama gambir
adalah katekin. (BPOM RI, 2007).
2.1.4.1 (+)- Katekin
Katekin termasuk senyawa polifenol dari kelompok flavonoid. Flavonoid
biasanya banyak ditemukan pada buah-buahan, daun teh, sayuran dan juga pada
Uncaria gambier Roxb. Kualitas gambir dalam aspek ekonominya tergantung
9
kepada kandungan katekinnya. Katekin adalah bagian dari flavan-3-ol yang
termasuk (+)- katekin (1), (-)- katekin (2).
OH
HO
O
OH
(1) (+)- katekin
OH
HO
OH
Y
O
X
OH
: X=OH, Y=H
(2) (-)- katekin
OH
Y
X
: X=H, Y=O
Katekin juga memiliki banyak aktivitas biologi yang penting, seperti
aktivitas antitumor dan antioksidan. Flavan-3-ol, seperti epikatekin dan katekin
menunjukkan klas utama dari metabolit sekunder polifenol pada tanaman. Telah
ditentukan bahwa konfigurasi dan struktur dari (+)- katekin adalah (2R,3S)3′,4′,5,7-tetrahydroksiflavan-3-ol (Wilhelm, 2008).
Uji Organoleptik gambir
•
Penampakan Fisik : cairan kental (viscous liquid)
•
Rasa
: mula-mula pahit dan sangat kelat,
lalu agak manis.
•
Aroma
: lemah
Makroskopik
Umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindris pendek,
kadang bercampur dengan bagian-bagian yang remuk, tebal 2-3 cm, ringan,
10
mudah patah dan berliang renik-renik, warna permukaan luar cokelat muda
sampai cokelat kekuningan, kadang-kadang terlihat garis-garis yang lebih gelap
(Sirait et al., 1989). Mula-mula terasa pahit, namun lama-kelamaan terasa manis
dan tidak berbau (Evans, 2002).
Mikroskopik
Dilihat dalam kloralhidrat terlihat adanya pollen, sel batu besar, dinding agak
tipis, lumen besar, atau kadang-kadang kecil memanjang, lumen sempit. Sel
parenkim besar, dinding tipis. Hablur kalsium oksalat bentuk jarum dan bentuk
prisma. Rambut penutup terdiri dari satu sel ujung runcing (Sirait et al., 1989).
Efek farmakologi
Ekstrak gambir mampu mengatasi diare karena sifat astringen dari tanin yang
merupakan kandungan utama dari gambir. Selain itu gambir juga efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri dan alga (BPOM RI, 2007).
2.1.5
Khasiat dan Kegunaan
Gambir berkhasiat sebagai astringen. Dan gambir juga bermanfaat untuk
mengobati disentri, luka bakar (obat luar), luka (obat luar), sariawan mulut (obat
kumur), dan suara parau (obat kumur) (Utami et al., 2008). Uncaria gambier
Roxb. merupakan salah satu tanaman penghasil getah (alkaloid) yang
mengandung senyawa kimia berupa katekin, tannin, flouresin, kuersetin, lendir,
lemak dan lilin. Sampai saat ini produk gambir hanya dimanfaatkan secara
terbatas untuk menyirih, bahan campuran cat, pencelup tekstil, obat-obatan,
kosmetika dan bahan antiseptik. Senyawa (+)- katekin, tanin, dan kuersetin
11
bersifat antimikroba dan antioksidan. Di samping itu, (+)- katekin, tanin dan
kuersetin juga bersifat toksik terhadap serangga, selain itu senyawa kuersetin dan
tanin juga mampu berperan sebagai nematisidal (Idris., 2007).
2.2
Ekstraksi
Ekstrak bahan alam adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku
secara perkolasi. Seluruh perkolat dipekatkan dengan mengguakan destilasi
dengan pengurangan tekanan, agar kandungan utama obat sesedikit mungkin
terkena panas. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung
ethanol sebagai pelarut dan pengawet (Soesilo., 1995).
Penyarian adalah proses penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
alam dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang diinginkan larut.
Pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam bahan alam tertentu berdasarkan
pada daya larut zat aktif dan zat tidak aktif serta zat yang tidak diinginkan
tergantung pada preparat yang diperlukan.
Proses penyarian dapat dipisahkan menjadi :
1.
Pembuatan serbuk.
Umumnya penyarian akan
bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia
semakin luas demikian penyarian akan lebih baik.
2.
Pembasahan.
12
Pembasahan
serbuk
sebelum
dilakukan
penyarian
dimaksudkan
untuk
memberikan kesempatan pada cairan penyarian untuk memasuki pori-pori dalam
simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya.
3.
Penyarian.
Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan
destilasi uap. Dari keempat cara tersebut sering dilakukan modifikasi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
4.
Pemekatan.
Pemekatan dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan pelarut atau membuat
ekstrak kering.
2.3
Bakteri
Bakteri termasuk termasuk kedalam golongan prokariota, yang strukturnya
lebih sederhana dari eukariota, kecuali bahwa struktur dinding sel prokariota lebih
komplek dari eukariota. Morfologi bakteri dibagi dalam 3 bentuk utama, yaitu
kokus, batang/basil dan spiral. Bakteri dibagi atas bakteri yang positif Gram dan
negatif Gram tergantung pada responnya bila diwarnai dengan pewarnaan
menurut GRAM. Sel bakteri mula-mula diwarnai dengan zat warna kristal ungu
dan iodium, lalu dicuci dengan alkohol atau aseton. Bakteri negatif Gram akan
kehilangan zat warna ungunya setah dicuci dengan alkohol, sedangkan bakteri
positif Gram tetap mempertahankan warna ungu meskipun telah dicuci dengan
alkohol (Assani., 1993).
13
2.4
Antimikroba
2.4.1
Definisi
Antimikroba adalah suatu jenis obat yang digunakan untuk membasmi
mikroba, khususnya untuk jenis mikroba yang merugikan manusia (patogen).
Pada penelitian ini, mikroba yang digunakan terbatas pada beberapa spesies
bakteri. Zat yang berfungsi sebagai antimikroba dapat berasal dari senyawa alami,
sintetis, atau semisintetis yan pada dasarnya digunakan untuk mematikan mikroba
secara langsung atau dengan menghambat pertumbuhannya (Setiabudy et al.,
1995)
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, aktivitas zat antibakteri dapat
dikategorikan menjadi :
a.
Bakteriostatik, yaitu antibakteri yang mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga jumlah sel bakteri yang hidup praktis
tetap. Tetapi pertumbuhan bakteri akan berlangsung kembali bila kontak dengan
obat dihentikan.
b.
Bakterisidal, yaitu antibakteri yang mempunyai kemampuan untuk
membunuh bakteri dikarenakan hancurnya dinding bakteri karena lisi. Akibatnya
bakteri tidak dapat bereproduksi kembali meskipun kontak dengan obat
dihentikan.
2.4.2
Mekanisme Kerja Antimikroba
Setiabudy, R dan Vincent H.S. Gan, bahwa antimikroba mengganggu
bagian-bagian yang peka dalam sel.
a.
Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
14
Obat yang termasuk kedalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin,
basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri atas
polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida).
Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi
penggunaan bahan antimikroba.
Salah satu contoh klasik yang memiliki mekanisme antimikroba seperti ini adalah
penisilin. Antibiotik ini menyebabkan penghambatan pada pembentukan ikatan
sebrang silang. Pada konsentrasi rendah, penisilin menghambat pembentukan
ikatan glikosida, sehingga pembentukan dinding sel baru akan terganggu dapat
dilihat dari bakteri dengan bentuk sel yang panjang tanpa dinding sekat. Pada
konsentrasi tinggi, ikatan sebrang silang terganggu dan pembentukan dinding sel
terhenti. Kepekaan bakteri terhadap penisilin tergantung pada kemampuan
mikroorganisme menghasilkan enzim beta-laktamase enzim ini dapat merusak
daya kerjanya
b.
Antimikroba yang mengganggu/merusak membran sel
Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberpa zat tertentu tanpa
merusak sel inang. Akibat dari daya kerja zat ini akan terjadi perusakan membrane
sehingga isi sel akan keluar. Antibakteri ini berdaya kerja terhadap sel baik yang
sedang tumbuh maupun yang tidak tumbuh. Misalnya Polymixin dan polyene dan
antiseptik golongan surface active agent. Antimikroba golongan ini dapat
merubah tegangan permukaan sehingga akan merusak permeabilitas selektif dari
membran sel mikroba. Kerusakan membran sel akan menimbulkan kebocoran
yang mengakibatkan keluarnya berbagai komponen sel yang esensial sehingga
bakteri mengalami kematian
15
c.
Antimikroba yang menghambat sintesis protein
Dalam kelangsungan hidup sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Di
ribosom sentesis protein berlangsung, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri terdapat dua sub unit ribosom, yang berdasarkan konstanta seddimentasi
dinyatakan sebgai ribosom 30S dan 50S. kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S, sehingga dapat berfungsi pada
sintesis protein. Penghambatan sintesis protein dapat terjadi dengan berbagai cara.
Salah satu contoh, yaitu Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30S
dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis
protein. Akibatnya, akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi
sel mikroba
d.
Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat
Antimikroba yang termasuk kedalam golongan ini adalah rifampisin dan golongan
kuinolon. Rifampisin merupakan antimikroba yang dapat bekerja dengan cara
menghambat sintesis mRNA pada proses transkripsi atau menghambat replikasi
DNA pada proses pembelahan sel.
e.
Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Sulfonamida merupakan salah satu jenis antimikroba yang memiliki kemampuan
menggangu metabolisme sel mikroba. Sulfonamida merupakan analog dari asam
para amino benzoat (PABA) yang merupakan zat penting dalam sintesa asam
folat pada bakteri (mikroba). Kedua senyawa ini memiliki kemiripan struktur
sehingga terjadi suatu kompetisi keduanya dalam sintesis asam folat. Apabila
sulfonamida menang bersaing dengan PABA, maka akan terbentuk analog asam
folat yang non fungsional yang mengakibatkan sintesis asam folat terhambat
16
sehingga pembentukan basa purin dan pirimidin pun juga akan terhambat. Karena
hal tersebut, proses pertumbuhan bakteri akan terhenti dan menyebabkan
kematian bakteri. Dari mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
2.4.3
Uji Antimikroba
Pada uji ini diukur respons pertumbuhan populasi mikroorganisme
terhadap agen antimukroba. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu
sistem pengobatan yang efektif dan efisien (Pratiwi., 2008). Penentuan kepekaan
kuman terhadap suatu obat adalah penentuan kadar obat terkecil yang dapat
menghambat pertumbuhan kuman in vitro. Beberapa cara penentuan kepekaan
kuman terhadap obat-obatan yang lazim digunakan diuraikan menjadi (Bonang,
G. & E.S. Koeswondo., 1982) :
a.
Metode Difusi
Pada metode ini, penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi dari zat
antimikroba dalam lempeng agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji.
Pengamatan yang akan diperoleh adalah ada atau tidaknya zona hambatan (daerah
bening yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri) yang akan
terbentuk di sekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa inkubasi). Pada
metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
1)
Cara Cakram (disc)
Cara ini adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kepekaan
kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini, digunakan suatu
cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat
antimikroba. Kertas saring yang mengandung zat antimikroba tersebut diletakkan
17
pada lempeng agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji, kemudian
diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum
dari mikroba uji. Biasanya, hasil dibaca setelah inkubasi selama 18-24 jam dengan
suhu 37o C. Hasil pengamatan yang akan diperoleh adalah ada atau tidaknya
daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona
hambatan pertumbuhan bakteri. Hambatan akan terlihat sebagai daerah yang tidak
memperlihatkan adanya pertumbuhan kuman di sekitar cakram. Semakin besar
zona hambatan yang ditunjukkan, semakin besar pula kemampuan aktivitas zat
antimikroba, dan lebar daerah hambatan ini juga tergantung kepada daya resap
obat kedalam agar.
2)
Cara Parit (ditch)
Suatu lempeng agar yang telah dinokulasi dengan bakteri uji dibuat sebidang
parit. Parit tersebuut diisi dengan zat antimikroba, kemudian diinkubasi pada
waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji. Hasil pengamatan yang
diperoleh adalah ada atau tidaknya zona hambatan yang terbentuk di sekitar parit.
Analog dengan cara cakram, besarnya zona hambatan dari zat antimikroba yang
diujikan.
3)
Cara Lubang (hole/cup)
Pada lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji dibuat suatu lubang
yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Cara ini dapat diganti dengan
meletakkan cawan porselin kecil yang biasa disebut fish spines di atas medium
agar. Kemudian cawan-cawan tersebut diisi dengan zat uji. Setelah diinkubasi
pada suhu dan waktu optimum yang sesuai untuk mikroba uji, dilakukan
18
pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling lubang
atau cawan.
b.
Metode Dilusi
Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat antimikroba dan media agar,
yang kemudian diinokulasi dengan mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan
diperoleh adalah tumbuh atau tidaknya mikroba di dalam media. Aktivitas zat
antimikroba ditentukan dengan melihat konsentrasi hambat minimum (KHM),
yang merupakan konsentrasi terkecil dari zat antimikroba uji yang masih
memberikan efek penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji. Pada metode
ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1)
Cara penipisan lempeng agar.
Dengan cara ini, zat antimikroba yang akan diuji aktivitasnya diencerkan sehingga
diperoleh suatu larutan stock yang mengandung 100 µg/ml zat uji. Kemudian dari
larutan stock tersebut dibuat suatu larutan seri uji dengan metode pengenceran
kelipatan dua dalam media agar yang masih cair (suhu 450C - 500C), kemudian
dituangkan ke dalam cawan petri. Bakteri uji diinokulasikan setelah campuran
media agar dan zat uji membeku dan kering, dan diinkubasi pada kondisi optimum
(waktu dan suhu) dari bakteri uji. Aktivitas zat uji ditentukan sebagai konsentrasi
hambatan minimum (KHM), yaitu konsentrasi terkecil dari zat antimikroba uji
yang masih dapat memberikan efek penghambatan terhadap pertumbuhan
mikroba uji.
2)
Cara pengenceran tabung.
Prinsip dari cara ini adalah penghambatan pertumbuhan mikroba dalam
pembenihan cair oleh suatu zat antimikroba yang dicampur ke dalam pembenihan.
19
Dibuat suatu seri larutan zat uji dengan konsentrasi tertentu dengan cara
pengenceran kelipatan dua dalam media cair, kemudian diinokulasi dengan
mikroba uji dan diinkubasikan (waktu dan suhu) sesuai kondisi optimum dari
mikroba uji. Aktivitas zat antimikroba ditentukan sebagai konsentrasi hambatan
minimum (KHM), yang merupakan pengenceran tertinggi dari seri zat
antimikroba uji yang tidak menunjukkan adanya pertumbuhan mikroba.
2.5
Bakteri Uji
Pada penelitian ini digunakan 5 spesies bakteri gram negatif bersifat
patogen bagi manusia, yaitu Escherichia coli, Shigella flexneri, Pseudomonas
aeruginosa, Proteus vulgaris dan Proteus mirabilis.
Escherecia coli
Karsinah, Lucky H.M et al., 1993, bahwa klasifikasi dari bakteri ini adalah
sebagai berikut :
Dunia
: Procaryotae
Divisio
: Bacteria
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Species
: Escherichia coli
Bakteri ini adalah bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus besar
manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi
primer pada usus misalnya diare pada anak.
Secara morfologis, bakteri ini berbentuk batang pendek (kokobasil), selnya
berukuran antara 0,4-0,7 µm x 1,4 µm, dan termasuk golongan bakteri Gram
negatif. Escherichia coli tidak membentuk spora, tidak tahan asam. Bakteri ini
20
dapat tumbuh secara anaerob fakultatif. Nilai pH optimum untuk pertumbuhannya
adalah 7,0 – 7,5 serta kisaran suhu pertumbuhannya 100C – 400C dengan suhu
optimum 370C. Escherichia coli sangat tidak sensitif terhadap panas.
Pada manusia, Escherichia coli O157:H7, bisa juga menyebabkan radang
usus besar. Pada proses pencernaan sedikitnya 10 organisme yang cukup dapat
menyebabkan infeksi/peradangan (Campbel, G.R. et al., 2001).
Shigella flexneri
Kuman ini berbentuk batang, ukuran 0,5 – 0,7 µm x 2 – 3 µm. Fisiologi
bakteri ini adalah sifat pertumbuhannya aerob dan fakultatif anaerob, pH
pertumbuhannya 6,4 – 7,8 suhu pertumbuhan optimum 37o C. Sifat koloni kuman
ini adalah halus, kecil, tidak berwarna. Daya tahan kuman ini adalah 2 bulan
dalam es. Toleran terhadap suhu rendah dan kelembaban cukup. Kuman akan mati
pada suhu 55o C.
Pseudomonas aeruginosa
Kuman ini dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian
bawah, saluran kemih, mata dan lain – lainnya.
Morfologi dari kuman ini adalah batang negatif Gram 0,5 – 1,0 x 3,0 – 4,0
µm. Kuman ini menyenangi hidup di tempat yang lembab seperti pada peralatan
pernapasan, air dingin, lantai, kamar mandi, tempat air dan lain – lainnya. Suhu
pertumbuhan optimumnya adalah 35o C, tetapi juga dapat tumbuh pada suhu 42o
C.
Proteus vulgaris
21
Familia
: Enterobacteriaceae
Genus
: Proteus
Merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek, anaerobik
fakulatif dengan panjang 2-3 µm. Bakteri ini ditemukan pada feses, limbah dan
tanah.
Proteus mirabilis
Familia
: Enterobacteriaceae
Genus
: Proteus
Proteus mirabilis merupakan bakteri gram negatif yang yang dapat hidup
secara anaerobik fakultatif dan dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih
(Himps et al., 2008).
2.6
Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat pada berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes RI, 2000).
22
Ada beberapa metode yang umum digunakan untuk ekstraksi yaitu
(Sampurno., 2000) :
a.
Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut
1). Cara Dingin
Maserasi
Yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Cara ini dapat menarik zat-zat
berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.
Perkolasi
Adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Ekstraksi ini
membutuhkan pelarut yang lebih banyak.
2). Cara Panas
Refluks
Adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama, yaitu 3-5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
Soxhlet
Adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.
23
Digesti
Adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50ºC.
Infus
Adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air
pada suhu 90ºC selama 15-20 menit.
Dekok
Adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.
b.
Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu
sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa
kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Pada destilasi uap,
simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air
sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi.
24
BAB III
KERANGKA KONSEP
Bahan Uji
:
Ekstrak air gambir kering (Uncaria
gambier Roxb.)
Pembuatan serbuk gambir
H2O
Etil asetat
Fraksi etil asetat
Fraksi air
Isolasi (+)- katekin
secara kromatogafi
kolom
Freeze dryer
Uji aktivitas antibakteri
Menentukan diameter
hambat katekin dengan
ekstrak air pada bakteri
Analisis kebocoran
logam
AAS
Menguji kebocoran
membran sel bakteri
Analisis kebocoran
protein
UV-Vis
Menentukan KHM
Menganalisis morfologi
bakteri
Menggunakan SEM
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian
25
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mulai dilakukan dari bulan Mei sampai dengan
Agustus 2010 di Laboratorium Fitokimia, Bidang Botani, Puslit Biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.
4.2
Prinsip Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak air
gambir kering, hasil ekstraksi dari daun dan tanaman gambir (Uncaria
gambier Roxb). Ekstrak air gambir yang akan diteliti ini berasal dari
Payakumbuh, Sumatera barat. (+)- Katekin diisolasi dari gambir dan
kemudian diuji aktivitas antibakterinya. Begitu juga dengan ekstrak air
gambir yang akan dievaluasi aktivitas antibakterinya melawan bakteri
gram negatif.
a)
Alat
Alat yang digunakan adalah :
Kolom d = 5 cm, blender (National), Spektrofotometer UV-Vis, hot plate,
rotavapor, batang pengaduk, AAS (Atomic Absorption Spectrometer),
Gelas ukur, SEM (Scanning Electron Microscope), jarum ose, autoklaf
(Hirayama), pinset, inkubator (Heareus), vortex, Laminar Air Flow
(Envair), spatel logam, lemari pendingin (Kelvinator), lampu spiritus,
26
pipet volume 1 mL, 2 mL, 5 mL, 25 mL, kertas saring, timbangan analitik
(Sartorius), kapas, cawan petri diameter 6 cm dan 9 cm, alumunium foil,
erlenmeyer 50 mL, 250 mL, 500 mL, tabung reaksi 10 mL dan 20 mL,
shaker inkubator, freezedrier, cover slip, sentrifuge, paper disc.
4.3
Bahan
Bahan yang digunakan meliputi :
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain gambir,
katekin gambir, aquadest, medium NA, Silica gel 60 for cc, 63-200m,
Silica gel 60 F254, 25 TLC, plates 20x20 cm, alkohol 70%, 80%, 96% ,
NaSO4, glutaraldehide, Agar Mueller-Hinton (MHA), Mueller-Hinton
Broth (MHB), buffer fospat pH 7, buffer caccodilate 0.2 M pH 7,2,
butanol, osmium tetraoksida, tannin acid 1 %, terbutanol, emas.
4.4
Mikroba uji
Biakan bakteri Escherichia coli LIPI MC 0136, Pseudomonas aeruginosa
LIPI MC 0103, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis dan Shigella flexneri
(clinical isolat yang diperoleh dari microbiology UI).
27
4.5
Metode Penelitian
4.5.1 Persiapan Bahan, Media dan Alat
a. Persiapan bahan uji
1. Sampel gambir
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah ekstrak
getah dari tanaman gambir (Uncaria gambier Roxb.) yang
sudah dicetak. Diperoleh dari kebun Payakumbuh, Sumatera
Barat.
2. Persiapan Serbuk
Bongkahan gambir dihaluskan menjadi bentuk serbuk.
3. Fraksinasi Ekstrak Air Gambir
Bongkahan gambir ditumbuk halus hingga menjadi serbuk. 500
gr serbuk gambir dilarutkan dengan air panas sebanyak 1 lt.
Setelah didilarutkan, hasil rendaman yang diperoleh dipisahkan
(filtrasi) dengan kertas saring sehingga menghasilkan filtrate.
250 ml fraksi air yang diperoleh di freeze drying yang
kemudian akan diujikan aktivitas antibakterinya dan 250 ml
lainnya akan di fraksi dengan etil asetat. Fraksinasi dengan etil
asetat dilakukan berulang hingga diperoleh filtrat yang bening.
Setelah diperoleh fraksi etil asetat, filtrat dipekatkan dengan
rotary vacuum evaporator, ekstrak tersebut yang kemudian
diisolasi dengan kromatografi kolom hingga diperoleh (+)katekin, untuk kemudian diujikan aktivitas antibakterinya.
28
4. Isolasi (+)- Katekin dengan Kromatografi Kolom
Fraksi etil asetat ditimbang sebanyak 1,5 gr dan silika gel
ditimbang sebanyak 150 gr. Sebelum digunakan, silika gel
dikeringkan dalam oven pada suhu 100o C selama 30 menit
untuk menghilangkan kadar airnya. Kloroform : metanol (4:1)
dalam 2 lt (1600:400) ml disiapkan. Kemudian, silika gel
disuspensikan dengan kloroform : metanol (4:1), lalu
dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit
demi sedikit, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga
silika gel mampat, eluen dibiarkan mengalir hingga batas
adsorben, lalu kran ditutup dan ekstrak kental gambir
dimasukkan dimana sebelumnya telah dilarutkan dalam eluen
hingga diperoleh kelarutan yang spesifik. Sampel dipipet dan
dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit
demi sedikit, lalu kran dibuka dan diatur tetesannya, serta
cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung
sebagai fraksi-fraksi.
Fraksi-fraksi yang didapat kemudian diuji menggunakan KLT
untuk analisis (+)- katekin. Pemisahan pada kromatografi lapis
tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan
sampel dengan ukuran bercak yang sekecil dan sesempit
mungkin. Setelah penotolan, lalu plat KLT dimasukkan
kedalam chamber yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan
uap kloroform : metanol (3:1), tepi bagian bawah lempeng lapis
29
tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak
kurang dari 0,5-1 cm. Setelah itu akan terjadi bercak pemisahan
yang kemudian spot yang terbentuk dibandingkan dengan (+)katekin standar. Bercak pemisahan pada kromatografi lapis
tipis umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna.
Sehingga, perlu disemprotkan dengan vanilin 10% dalam
H2SO4 pekat agar spot menjadi lebih jelas.
b. Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih,
dikeringkan dan disterilkan terlebih dahulu. Tabung reaksi,
gelas ukur dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas.
Cawan petri dibungkus dengan kertas. Kemudian semuanya
dimasukkan dalam plastik tahan panas dan disterilkan dengan
autoklaf pada suhu 121ºC, selama 30 menit. Jarum ose
disterilkan dengan cara flambir pada nyala bunsen. Laminar Air
Flow disterilkan dengan lampu UV dan disemprotkan dengan
alkohol 70%. Sterilisasi Laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya.
c. Pembuatan Medium
1. Nutrien Agar (NA)
Agar
15,0 gm
Gelatin peptone
5,0 gm
30
Beef extract
3,0 gm
Pada pembiakan bakteri media yang digunakan Nutient
agar (NA). Serbuk NA sebanyak 24 gram dilarutkan dalam 1
liter aquades dan dipanaskan sampai mendidih sehingga
semuanya larut. Lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu
121ºC selama 15 menit. Setelah agak dingin dapat disimpan
dalam lemari pendingin dan dapat digunakan jika diperlukan
dengan memanaskannya kembali dalam water bath.
2. Mueller Hinton Agar (MHA)
Beef extract powder
2,0 gm
Acid digest of casein
17,5 gm
Starch
1,5 gm
Agar
1,7 gm
Medium Mueller Hinton Agar digunakan untuk
penentuan diameter zona hambat dengan cara difusi. Serbuk
sebanyak 38 gram dilarutkan dalam aquadest sebanyak 1 liter
dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Kemudian
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit.
Setelah agak dingin larutan MHA dapat disimpan dalam lemari
pendingin dan bila akan digunakan dapat dipanaskan kembali.
31
3. Mueller Hinton Broth (MHB)
Casein acid hydrolysate
17,5 gm
Beef extract
2,0 gm
Starch
1,5 gm
Pembuatan suspensi yang dilakukan digunakan Mueller
Hinton Broth (MHB). Dibuat dengan cara mencampurkan 0.1
gram serbuk MHB dengan 5 ml aquadest dan dihomogenkan
hingga seluruh serbuk larut dalam aquadest. Larutan MHB
yang telah larut disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC
selama 30 menit. Setelah dingin dapat disimpan dalam lemari
pendingin (Refrigerator) untuk digunakan kembali jika
dibutuhkan.
d. Pembuatan Kultur Kerja
Stok bakteri gram negatif dalam agar miring nutrien
diremajakan kembali pada MHA miring dengan menggunakan
ose yang telah disterilkan dengan cara memijarkan pada api
bunsen, kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e. Pembuatan Suspensi Bakteri
Kultur inokulum bakteri gram negatif yang telah
diremajakan dengan umur 24 jam diambil satu ose yang telah
dipijarkan lalu dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 5
32
ml medium MHB dan kemudian divortex dan dikocok dalam
shaker inkubator pada suhu 37ºC selama 18-24 jam.
4.5.2 Penentuan Diameter Hambat
Penentuan diameter hambat dilakukan dengan cara :
siapkan larutan uji ekstrak gambir dsn katekin masing – masing 7
mg/ml, larutan kontrol dan teteskan masing-masing konsentrasi
sebanyak 10 μl pada kertas cakram steril. Kertas cakram steril
diteteskan dengan larutan uji, kemudian diletakkan pada media
tersebut dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Pengujian
dilakukan dengan tiga kali ulangan (Peoloengan et al., 2006) dan
diamati diameter hambat yang terbentuk.
4.5.3 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM/MIC antibakteri dengan cara : sediakan
larutan uji ekstrak (5 mg/ml – 25 mg/ml) dengan interval 2,5.
Disiapkan petri dengan media agar (MHA). Lalu, dibuat 5 ml
larutan yang berisi (MHA + aquades + ekstrak dengan konsentrasi
masing - masing) untuk lapisan atasnya. Setelah agar mengeras,
lapisan atas dituang ke media agar yang telah mengeras. Lalu,
diteteskan ± 1 tetes 5 jenis suspensi bakteri uji. Lalu, diinkubasi
dan diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri.
33
Dari prosedur tersebut dapat diketahui nilai KHM (+)katekin dan ekstrak air gambir. Nilai KHM dinyatakan dengan
konsentrasi terkecil yang masih memberikan penghambatan
pertumbuhan bakteri 100% dan ditandai dengan tidak adanya
bakteri uji yang tumbuh.
Hasil nilai konsentrasi KHM yang diperoleh kemudian
digunakan sebagai konsentrasi untuk analisis senyawa protein,
asam nukleat dan ion-ion logam pada kebocoran membran/dinding
sel bakteri serta analisis morfologi membran/dinding sel bakteri.
4.5.4 Pengujian Kebocoran metabolit seluler (Chia et al 2000)
Analisis kebocoran sel dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer dan pengukuran absorbansi dilakukan pada
panjang gelombang 260 nm (untuk kandungan nitrogen dari asam
nukleat) dan panjang gelombang 280 nm (untuk menentukan
kandungan nitrogen dari protein).
Suspensi bakteri uji umur 24 jam sebanyak 10 ml
disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 15-20 menit
sehingga diperoleh endapan sel bakteri. Endapan sel bakteri
tersebut selanjutnya dicuci dengan buffer phospat pH 7.0 dan
diulang pencuciannya sebanyak 2 kali. Endapan sel tersebut
kemudian disuspensikan kedalam 10 ml larutan buffer phospat pH
7.4, dikontakkan dengan ekstrak katekin pada konsentrasi 1 dan 2
KHM (b/v), diinkubasikan kembali dalam inkubator bergoyang
34
(150 rpm) selama 24 jam. Setelah inkubasi, suspensi bakteri
tersebut disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selam 15-20
menit sehingga diperoleh filtrat dan filtrat ini selanjutnya diukur
absorbansinya
dengan
alat
spektrofotometer
pada
panjang
gelombang 260 nm dan 280 nm.
4.5.5 Pengujian kebocoran ion-ion logam (Cox et al. 2000; Carson et
al., 2002)
Untuk analisa kebocoran ion-ion diukur dalam bentuk ion
Ca2+ dan K+ yang keluar dari membran sel bakteri akibat perlakuan
dengan ekstrak. Analisis kebocoran ion dilakukan pada pelet
bakteri yang dipersiapkan seperti pada pengukuran kebocoran
protein dan asam nukleat. Kebocoran dinyatakan dengan
terukurnya ion-ion logam yang terdapat pada bakteri uji setelah
dikontakkan dengan minyak atsiri pada konsentrasi 1 KHM dan 2
KHM. Kebocoran ion Ca2+ dan K+ dideteksi dengan menggunakan
AAS (Atomic Absorption Spectrometre) Thermo Elemental tipe
Solar MS. Larutan sel hasil kontak dengan ekstrak diambil untuk
diukur kandungan ion-ionnya.
4.5.6 Pengamatan Morfologi Sel dengan SEM (Noor, 2001; Jeol,
1995)
Suspensi bakteri uji (umur 24 jam) dikontakkan dengan
ekstrak pada konsentrasi 1 KHM dan 2 KHM selama 24 jam.
35
Selanjutnya
suspensi
bakteri
tersebut
disentrifuse
dengan
kecepatan 3500 rpm selama 20 menit, cairan dibuang untuk
mendapatkan masa sel bakteri (pelet), kemudian pelet dicuci
dengan buffer phospat sebanyak 2 kali.
Pellet direndam dalam dengan glutaraldehid dan buffer
caccodhilate selama 4 jam. Selanjutnya di sentrifuse dan sufernatan
dibuang pellet direndam kembali dengan tannin acid 1% dalam
buffer caccodhilate selama 12 jam selanjutnya disentrifuse
supernatan dibuang dan pelet direndam dalam 2% larutan osmium
tetraoksida selama 2-4 jam. Cuci dengan buffer cocodilate lalu
disentrifuse dan pellet dicuci dengan ethanol 50% dingin biarkan
10 menit dan sentrifuse lagi 5 menit kemudian buang supernatan.
Cuci lagi dengan etanol 50% 70% 80% 95% masing-masing
selama 10 menit. Cuci dengan etanol absolute dan disentrifuse 5
menit sebanyak 2 kali dan cuci kembali dengan terbutanol 2 kali.
Tambahkan sedikit terbutanol pada endapan sel. Oleskan apusan
sel pada slip glas. Slip glas yang digunakan dicuci terlebih dahulu
dengan etanol absolute. Slip glas yang telah diolesi dengan sel,
dicoating dengan emas selama 1 jam dalam kondisi vakum. Amati
dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (seri JSM5310LV)
36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan ekstrak
gambir kering.
Gambar 2. Ekstrak gambir kering
Isolasi senyawa (+)- katekin dari hasil fraksinasi etil asetat dengan
eluen kloroform : metanol (4:1) menghasilkan ekstrak kering sebanyak
70,44 gram. Dan identifikasi senyawa (+)- katekin dengan KLT
menghasilkan 1 spot dengan nilai Rf sama seperti (+)- katekin standar.
Gambar 3. Foto KLT Fraksi Kromatografi Kolom
Hasil tampungan kromatografi kolom yang digabungkan yaitu : 910, 11-28, 29-40, 41-75. Setelah setiap fraksi digabungkan dan kemudian
37
dihilangkan pelarutnya kemudian dilakukan KLT lagi untuk memastikan,
yang didapatkan hasil bahwa dari fraksi 9-40 merupakan senyawa (+)katekin. Dan menghasilkan 1,2079 gram dari jumlah cuplikan 1,5 gram. Dan
persentase kadar (+)- katekin sebesar 22,54 %.
Gambar 4. Foto KLT Fraksi Gabungan Kromatografi Kolom
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
penentuan uji aktivitas gambir dan (+)- katekin pada konsentrasi 7 mg/ml
menghasilkan diameter hambat terhadap bakteri uji, seperti yang terlihat
pada table dibawah ini :
Bakteri
Gambir
Shigella flexneri
Pseudomonas
aeruginosa
Escherichia coli
Proteus vulgaris
Proteus mirabilis
Tabel 1.
7
4
Diameter Daerah Hambat
(mm)
Kontrol –
(+)(DMSO 10%)
katekin
5
2
4
7
1
-
3
6
3
Kontrol –
(Aseton)
-
Diameter hambat ekstrak air gambir dan (+)- katekin terhadap S.
flexneri, P. aeruginosa LIPI MC 0103, E. coli LIPI MC 0136, P.
vulgaris, P. mirabilis pada konsentrasi 7 mg/ml
38
Penentuan nilai KHM dari (+)- katekin dan gambir dilakukan pada
konsentrasi 5 mg/ml – 25 mg/ml (b/v) dengan interval konsentrasi 2,5
mg/ml.
Konsentrasi S.flexneri P.aeruginosa
E.coli
P.vulgaris P.mirabilis
K
G
K
Ekstrak
(b/v)
K
G
K
G
G
K
G
5 mg/ml
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
7,5 mg/ml
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
10 mg/ml
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
12,5 mg/ml
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
15 mg/ml
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
17,5 mg/ml
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
20 mg/ml
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
22,5 mg/ml
-
√
√
√
-
√
√
√
√
√
25 mg/ml
-
√
√
√
-
√
-
√
-
√
Keterangan :
√
: Ada pertumbuhana bakteri
: Tidak ada pertumbuhan bakteri
K
: (+)- katekin
G
: Ekstrak air gambir
Tabel 2.
Nilai KHM ekstrak air gambir dan (+)- katekin gambir terhadap
bakteri Shigella flexneri, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia
coli, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis setelah dilakukan
dengan metode makro dilusi
Penentuan
kebocoran dinding/membran sel bakteri dianalisis
dengan cara mengukur absorbansi pada panjang gelombang 260 nm (asam
nukleat) dan 280 nm (protein) serta mengukur kadar ion-ion logam (Ca2+dan
39
K+) pada larutan uji setelah dikontakkan dengan konsentrasi larutan uji 1
KHM dan 2 KHM. Hasil pengukurannya dapat kita lihat pada gambar 4
dibawah ini :
Gambar 5. Grafik pengukuran senyawa metabolit seluler terhadap bakteri
Shigella flexneri
Gambar 6. Grafik kandungan ion-ion logam pada media kultur bakteri S.
flexneri yang diperlakukan dengan 1 KHM dan 2 KHM (+)katekin
40
Pengamatan morfologi dinding/membran sel bakteri dilakukan
dengan bantuan scanning electron microscope (SEM). Terlihat adanya
perubahan
pada
dinding/membran
bakteri
setelah
perlakuan
pada
konsentrasi 1 KHM dan 2 KHM. Hasilnya adalah sebagai berikut :
Kontrol
1 KHM
2 KHM
Gambar 7. Fotograf SEM sel S. flexneri yang diperlakukan dengan (+)- katekin.
Perbesaran 15.000 x
5.2
Pembahasan
Gambir (Uncaria gambier Roxb.) telah sejak lama digunakan
sebagai campuran menyirih yang dipercaya dapat menguatkan gigi.
Ekstrak gambir mengandung (+)- katekin sebagai komponen utama, yang
berpotensi sebagai antibakteri (Lucida et al., 2007). Potensi dan aktivitas
antibakteri gambir dan (+)- katekin dapat diketahui dengan melihat
diameter hambat dan nilai KHM yang dihasilkan pada berbagai
konsentrasi.
41
Dalam ekstrak produk gambir senyawa fenol total merupakan
komponen terpenting terkait dengan sifat antibakterinya, sejauh ini (+)katekin telah dilaporkan sebagai salah satu senyawa fenolik utama pada
ekstrak gambir (Pembayun et al., 2007). Isolasi (+)- katekin dilakukan
dengan kromatografi kolom menggunakan pelarut kloroform : metanol
(4:1) sebagai eluen.
Fraksi – fraksi hasil kromatografi kolom kemudian di KLT kembali
untuk memastikan bahwa fraksi yang diperoleh adalah benar (+)- katekin
dengan cara membandingkan dengan (+)- katekin standar. Selanjutnya,
fraksi dengan spot yang sama digabung dan diuapkan pelarutnya.
Rendemen katekin yang diperoleh sebanyak 22,54 %. Hasil katekin yang
diperoleh kemudian diujikan terhadap bakteri gram negatif.
Uji sensitivitas antibakteri menggunakan Shigella flexneri,
Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, Proteus vulgaris dan Proteus
mirabilis dengan konsentrasi 7 mg/ml (Taguri et al., 2006), sedangkan
untuk uji aktivitas antibakteri menggunakan konsentrasi 5 mg/ml – 25
mg/ml. Pada tabel 1, terlihat bahwa bakteri S. flexneri dan P. vulgaris
merupakan bakteri yang sensitif terhadap gambir dan katekin. Berdasarkan
uji sensitifitas terhadap kelima jenis bakteri uji dengan metode difusi
cakram, diketahui bahwa diameter hambat yang dihasilkan S. flexneri dan
P. vulgaris pada gambir adalah 7 mm, sedangkan pada katekin adalah 5
mm dan 6 mm. Diameter daerah hambat ini lebih besar dibandingkan
dengan P. aeruginosa, E. coli, P. mirabilis. Terbukti pada penelitian yang
dilakukan Voravunthikunchai et al (2004) bahwa ekstrak dari Uncaria
42
gambier menghasilkan zona hambat terhadap semua strain dari
Escherichia coli O157:H7. Dan perbedaan besarnya daerah hambat ini
menunjukkan bahwa setiap bakteri memiliki sensitivitas yang berbeda,
semakin sensitif bakteri uji maka semakin besar diameter hambat yang
dihasilkan. Ukuran zona hambat dipengaruhi oleh sensitivitas organisme,
kultur media, kondisi inkubasi, konsentrasi zat antimikroba pada kertas
cakram (Lorian, 1980). Zat yang menghasilkan zona hambat lebih besar
tidak pasti lebih aktif dari zat yang menghasilkan zona yang lebih kecil
(Brock, 1973).
Pemberian (+)- katekin dan ekstrak air gambir dengan konsentrasi
5 mg/ml; 7,5 mg/ml; 10 mg/ml; 12,5 mg/ml; 15 mg/ml; 17,5 mg/ml; 20
mg/ml; 22,5 mg/ml dan 25 mg/ml sangat mempengaruhi aktivitas
pertumbuhan bakteri uji yang dapat dilihat pada tabel 2. Hasil pada tabel 2
menunjukkan bahwa gambir pada konsentrasi 5 mg/ml – 25 mg/ml belum
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan (+)- katekin pada
konsentrasi 7,5 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan Shigella flexneri.
Untuk Eschericia coli mulai terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi
22,5 mg/ml, Proteus vulgaris dan Proteus mirabilis pada konsentrasi 25
mg/ml, sedangkan Pseudomonas aeruginosa masih terjadi pertumbuhan.
Golongan fenol dapat menghambat antibakteri karena adanya gugus OH
(Cowan, 1999). Golongan fenol yang terdapat dalam gambir adalah
katekin dan tanin. Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Taguri et
al (2006), aktivitas antibakteri terhadap katekin pada Shigella flexneri
memiliki nilai KHM untuk (+)- katekin sebesar 1333 µg/ml, Pseudomonas
43
aeruginosa adalah 1333 µg/ml, Eschericia coli 2667 µg/ml, Proteus
vulgaris 667 µg/ml dan Proteus mirabilis adalah 1333 µg/ml, hal ini
diduga bahwa bakteri yang diisolasi dari sumber dan daerah yang berbeda
memiliki sensitivitas dan aktivitas yang berbeda pula, dan metode
pengujian yang juga berbeda.
Pada konsentrasi 5 mg/ml semua bakteri baik pada gambir maupun
katekin masih dapat tumbuh, sehingga metode mikro dilusi diganti pada
metode makro dilusi, selain ekstrak yang dihasilkan berwarna merah
sehingga tidak dapat diidentifikasi dengan penambahan INT (Iodonitro
Tetrazolium). Pada metode makro dilusi, aktivitas antibakteri dapat dilihat
dari jenis bakteri yang tumbuh ataupun tidak tumbuh.
Bakteri yang memiliki nilai konsentrasi hambat terendah pada
ekstrak inilah yang digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya.
Kebocoran membran/dinding sel bakteri dapat diketahui dengan
menganalisis keberadaan protein dan asam nukleat serta ion-ion logam
seperti Ca2+ dan K+. Terjadinya kebocoran metabolit seluler dari bakteri
karena penambahan (+)- katekin ini diukur dengan spektrofotometer UVVis dan ditandai dengan adanya peningkatan nilai absorbansi pada panjang
gelombang 260 nm untuk asam nukleat dan peningkatan nilai absorbansi
pada panjang gelombang 280 nm untuk protein (Miksusanti et al, 2008).
Sedangkan untuk mengetahui terjadinya kebocoran ion logam dapat diukur
dengan AAS. Pada gambar 5, terlihat bahwa dinding/membran sel bakteri
mengalami kebocoran dengan adanya asam nukleat dan protein pada
larutan media kultur bakteri uji yang dideteksi dengan UV-Vis pada
44
panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Dari gambar 5, dapat diketahui
bahwa pemberian (+)- katekin pada konsentrasi 1 KHM menyebabkan
terjadinya kebocoran sel yang menyebabkan terjadinya peningkatan
absorbansi untuk asam nukleat (260 nm). Pada konsentrasi 1 KHM
absorbansinya mengalami peningkatan dari 0.283 menjadi 0.742 dan pada
konsentrasi 2 KHM terjadi peningkatan absorbansi sekitar 3 kali lipat
menjadi 0.761 bila dibandingkan dengan kontrol.
Peningkatan absorbansi pada panjang gelombang 260 nm sejalan
dengan peningkatan absorbansi untuk protein yaitu pada panjang
gelombang 280 nm (gambar 5). Bila dibandingkan dengan peningkatan
absorbansi untuk asam nukleat maka peningkatan untuk protein (280 nm)
lebih tinggi. Pada panjang gelombang 280 nm, absorbansi konsentrasi 1
KHM mengalami peningkatan dari 0.260 menjadi 1.651 dan pada
konsentrasi 2 KHM terjadi peningkatan sekitar 8 kali lipat menjadi 2.087
bila dibandingkan dengan kontrol.
Menurut Davidson dan Branen (1999), senyawa fenol akan
bereaksi
dengan
membran
sitoplasma
dan
dapat
meningkatkan
permeabilitas membran. Penghambatan pertumbuhan bakteri diduga
berhubungan dengan struktur sel bakteri (Ultee et al., 2002). Dan adanya
kerusakan membran akan mengakibatkan keluarnya komponen-komponen
intraseluler seperti asam-asam amino dan bahan-bahan lain yang terserap
pada panjang gelombang 260 nm, seperti asam nukleat serta protein
(Maillard., 2002). Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV pada
panjang gelombang 260 nm karena adanya basa nitrogen yang bersifat
45
aromatik, sedangkan fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam
absorpsi UV (Stansfield et al., 2006).
Tidak jauh berbeda dengan pengukuran metabolit seluler yaitu
asam nukleat dan protein, pengukuran ion-ion logam (Ca2+ dan K+) yang
ditunjukkan pada (gambar 6) juga menunjukkan peningkatan seiring
dengan meningkatnya konsentrasi KHM larutan uji/ekstrak. Pada gambar
6, terjadi peningkatan kadar ion Ca2+ dari 4.21 ppm – 5.89 ppm dan kadar
ion K+ dari 52.3 ppm – 100.6 ppm. Meningkatnya ion-ion Ca2+ dan K+
yang dikeluarkan oleh sel-sel bakteri uji menunjukkan bahwa telah terjadi
kerusakan pada bagian dinding sel dan membran sitoplasma.
Untuk mempertahankan diri, pada umumnya membran sel
mempunyai lapisan lipid. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Seok et
al (1999), bakteri Lactobacillus sp pada kondisi lingkungan yang sangat
asam akan menyebabkan komponen utama dari membran sel bakteri
tersebut mengalami kerusakan dan akibatnya komponen-komponen
intraseluler seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan lipid akan dikeluarkan. Indikasi
adanya kerusakan membran sitoplasma adalah terjadinya kebocoran
kandungan sitoplasma K+ dan peningkatan kandungan K+ yang dilepaskan
merupakan tanda kerusakan permeabilitas membran (Cox et al., 2001).
Ca2+ dan Mg2+ berfungsi untuk menjaga kestabilan membran bakteri dan
dengan adanya kebocoran ion-ion tersebut maka kestabilan membran akan
terganggu yang selanjutnya akan mengakibatkan kematian bakteri.
Seperti yang terjadi pada kebocoran sel , makin tinggi konsentrasi
KHM ekstrak yang digunakan maka morfologi sel bakteri uji juga semakin
46
mengalami perubahan dibandingkan sel normal. Kerusakan morfologi sel
bakteri diamati dengan SEM dengan perbesaran 15.000 kali.
Dengan perlakuan ekstrak 1 KHM permukaan sel bakteri menjadi
kasar dan tidak rata serta agak memanjang dan dengan perlakuan 2 KHM
permukaan sel menjadi semakin kasar dan bagian pinggir dinding sel
menjadi bergerigi (gambar 7). S. flexneri dalam keadaan normal berbentuk
batang, Koloni kuman ini adalah halus, kecil, permukaan yang licin dan
rata.
47
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
a. Kandungan (+)- katekin pada gambir 22,54 %
b. (+)- Katekin memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Shigella
flexneri, dimana nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah 7,5
mg/ml (b/v).
c. (+)- Katekin memiliki mekanisme penghambatan antibakteri dengan
merusak dinding/membran sel bakteri Shigella flexneri.
d. Ekstrak air gambir tidak memiliki aktivitas dan mekanisme penghambatan
antibakteri
terhadap
Shigella
flexneri,
Pseudomonas
aeruginosa,
Eschericia coli, Proteus vulgaris dan Proteus mirabilis.
6.2. Saran
Dari hasil penelitian yang telah diperoleh menunjukkan bahwa (+)katekin dan ekstrak air gambir tidak berpotensi sebagai antibakteri. Antibiotik
yang boleh digunakan adalah pada konsentrasi < 8 µg dan bersifat resisten
pada konsentrasi > 64 µg. Maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dengan menggunakan bakteri jenis lain yang berpotensi dapat
48
menimbulkan penyakit pada manusia dan diharapkan bahan uji berpotensi
sebagai antibakteri terhadap bakteri jenis lain tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Assani, S. 1993. Ultrastruktur, Morfologi dan Pewarnaan Kuman dalam buku
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara
Bonang, S dan E.S, Koeswandono. 1982. Mikrobiologi Kedokteran Untuk
Laboratorium dan Klinik. Jakarta : Gramedia
BPOM RI. 2007. Acuan Sediaan Herbal Volume ketiga Edisi Pertama. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Brock, T. D. 1973. Basic Microbiology With Applications. London: Prentice-Hall
International, Inc: 72-73, 89-92.
Campbel, G.R., J. Prosser., A. Glover., and K. Killham. 2001. Detection of
Escherichia coli in Soil and Water using Multiplex PCR. Journal of Applied
Microbiology. 91, 1004-1010
Carson C.F., Brian J.M and Riley T.V. 2002. Mechanism of Action of Tea Tree
Oil on Staphylococcus aureus Determined by Time Kill, Lyses, Leakage,
and Salt Tolerance Assays and Electron Microscopy. Antimicrobial Agent
and Chemotherapy 6 : 1914-1920
Chatim, A dan Suharto. 1993. Sterilisasi dan Disinfeksi dalam buku Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara
Chia M. L., J. K. Preston dan C. I. Wei. 2000. Antibacterial Mechanism of Allyl
Isothiocyanate. J. of Food Protection 63 (6): 727- 734.
Cox S.D., Mann C.M., Markham J.L., Bell H.C., Gustafson J.E., Warmington J.R
and Wyllie S.G. 2000. The Mode of Antibacterial Action of The Essential
Oil of Melaleuca Alternifolia (Tea Tree Oil). Journal of Apply Microbiology
88 : 170-175
49
Cox S. D, Cindy M. Mann, Julie L. Markham, John E. Gustafson, John R.
Warmington and S. Grant Wyllie. 2001. Determining the Antimicrobial
action of Tea Tree Oil. Molecules (6) : 87-91.
Cowan M. Murphy. 1999. Plants Product as Antimicrobial Agents. Journal
Microbiology Review. 12 (4) : 564-582
Dalimarta, S. 2003. Atlas Tanaman Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta : Puspaswara,
Anggota Ikapi.
Davidson. P. M. dan A. L. Branen. 1993. Antimicrobial In Food (2nd). Marcel
Dekker, Inc. New York.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta:13-21.
Dhalimi, A. 2006. Permasalahan Gambir (Uncaria gambir L.) di Sumatera Barat
dan Alternatif Pemecahannya. Perspektif Volume 5 Nomor 1. Juni : 46-59
Djauhariya dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta : Penebar
Swadaya
Evans, W.C. 2002. Trease and Evans Pharmacognosy 15th Edition. Nottingham,
U.K : W.B. Saunders
Haryanto, S. 2009. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Yogya : Palmall
Himpsl, S. D., C. Virginia.L., J. Richard. H., David. E. J., dan Harry L.T.M. 2008.
Identification of Virulence Determinants in Uropathogenic Proteus mirabilis
Using Signatur-Tagged Mutagenesis. Journal of Medical Microbiology
57(2008), 1068-1078.
Idris, H. 2007. Pemakaian Fungisida Gambir Terhadap Penyakit Bercak Fusarium
sp pada Daun Serai Wangi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia Edisi
Khusus No 3 Hal 379-385
Jamsari., Yaswendri dan M. Kasim. 2007. Fenologi Perkembangan Bunga dan
Buah Spesies Uncaria gambir. Biodiversitas Volume 8 No 2, Hal 141-146
50
Jeol. 1995. Specimen Preparation Method for Scanning Electron Microscope.
JEOL Application Note. Tokyo.
Karsinah, L.H.M., Suharto dan Mardiastuti H.W. 1993. Batang Negatif Gram
dalam buku Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa
Aksara
Kresnawaty, I dan A. Zainuddin. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Bakteri dari
Derivat Metil Ekstrak Etanol Daun Gambir (Uncaria Gambir). Jurnal Litri
15(4) Hal.145-151
Lorian, V. 1980. Antibiotics Laboratory Medicine. Baltimore : The Williams &
Wilkins Company: 17, 121-122.
Lucida, H., A. Bakhtiar dan Wina A.P. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut
dari Katekin Gambir. Jurnal Sains Teknologi Farmasi 12(1)
Maillard J. J. 2002. Bacterial Target sites for Biocide Action. J. of Applied
Microbiology Symposium Supplement (92): 16 S- 27 S.
Mardisiswojo, S dan H. Rajakmangunsudarso. 1968. Cabe Puyang Warisan
Nenek Moyang Cetakan ke 2. Jakarta : Depkes RI
Miksusanti., Betty, S. L. J., Bambang, P., dan Gatot, T. 2008. Kerusakan Dinding
Sel Escherichia coli K1.1 Oleh Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaempferia
pandurata). Berita Biologi 9 (1).
Misra, M. 2009. The key to medicinal plants research revolves around the
detection, isolation, and characterisation of antioxidants as therapeutic
agents. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 3(10).
Noor R. R. 2001. Scanning Electron Microscope. Laboratorium Pemuliaan dan
Genetika Ternak. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Peoloengan, M., Chairul., I. Komala., S. Salmah dan Susan. 2006. Aktivitas
Antimikroba dan Fitokimia dari Beberapa Tanaman Obat. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner
Pembayun, R., Murdijati. G., Slamet. S dan Kapti R. K. 2007. Kandungan Fenol
dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria
gambir). Majalah Farmasi Indonesia 18(3) Hal 141-146.
51
Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.
Sampurno. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Setiabudy, R dan Vincent H.S. Gen. 1995. Pengantar Antimikroba dalam buku
Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi FKUI
Sirait, M., E. Loho., R. B. Sutrisno., S. Prawirosujanto., M. B. Lesmono., B.
Poerwodhiredjo., B. Dzulkarnain., B. Wahyudi., Abisono dan A. Hidir.
1989. Materia Medika Indonesia. Jakarta : Dirjen POM.
Soesilo, S., Andajaningsih., Richard. P., Tjartim. H dan Lucky. S. S. 1995.
Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.
Stansfield W. D., Colome J. S. Cano R. J. 2006. Biologi Molekuler dan Sel,
Moleculer and Cell Biology. Alih Bahasa: Varian Fahmi. Jakarta:
Erlangga:23
Taguri, T., Takashi. T., dan Isao.k., 2006. Antibacterial Spectrum of Plant
Polyphenols and Extracts Depending upon Hydroxyphenil Structure., Biol.
Pharm. Bull. 29 (11) 2226-2235
Ultee A., M. H. J. Bennik dan R. Moezelaar. 2002. The Phenolic Hydroxyl Group
of Carvacrol is Essential for Action against the Food-Borne Pathogen
Bacillus cereus. J. Applied and Environmental Microbiology 68 (4) : 15611568.
Utami, P., Novi. W., Nina. W., Dewi. D., Agung. S., Tinton D. P., Hadi. I.,
Lukito. A.M., Ug’t dan Iwan’S. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat 431 Jenis
Tanaman Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka
Voravuthikunchai, S., Amornrat. L., Wanpen. J., Trechada. S., Souwalak. P and
Thanomjit. S. 2004. Effective Medicinal Plants Againts Enterohaemorrhagic
Escherichia coli O157:H7. Journal of Ethnopharmacology 94 Hal 49-54
Wilhelm, A. 2008. Photochemistry of (+)- Catechin and (-)- Epicatechin.
Bloemfontein : Department of Chemistry.
52
Lampiran 1. Skema pembuatan ekstrak gambir (Uncaria gambier Roxb.).
Gambir
Diserbuk
Diekstraksi dengan cara maserasi
Filtrat dipekatkan
dengan vakum
Filtrat disaring
evaporator
Dibekukan dan dimasukkan dalam
freeze drying selama 1-2 hari
Didapat ekstrak air gambir
Dibuat berbagai konsentrasi
53
Lampiran 2. Skema isolasi katekin dari gambir dengan kromatografi kolom
Gambir
Serbuk gambir
Ekstraksi dengan etil asetat
Sebagian ekstrak di KLT, untuk
mengetahui perbandingan pelarut,
lalu diisolasi dengan kolom
Hasil fraksinasi ditampung dan
dievaporasi
Hasil evap di KLT kembali dan
dibandingkan dengn standar katekin
Didapat (+)- katekin
Dibuat berbagai konsentrasi
54
Lampiran 3. Skema pembuatan suspensi bakteri
Bakteri uji yang telah diremajakan
24 jam
Bakteri diambil satu ose, dengan ose
yang telah disterilkan
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang berisi 5 ml MHB steril
Diinkubasi shaker selama 24 jam
Suhu 37º C
Suspensi bakteri digunakan untuk uji
difusi cakram
Suspensi bakteri diencerkan hingga
diperoleh 105 sel bakteri/ml
Jumlah bakteri dihitung dengan
metode cawan hitung
Suspensi bakteri digunakan untuk
penentuan KHM
55
Lampiran 4. Skema kerja penentuan diameter hambat dengan metode difusi
cakram
Media
Mueller Hinton Agar
Dituang ke cawan petri
dan dibiarkan membeku
Diinokulasi dengan
1 ml suspensi bakteri
Didiamkan sesaat
Diletakkan kertas cakram
yang telah dijenuhkan lar uji dan
kontrol negatif
Diinkubasi pada suhu 370 C,
24 jam
Diukur diameter hambat
yang terbentuk
56
Lampiran 5. Skema kerja penentuan KHM/MIC
Media MHA, dituang ke masing –
masing petri (petri telah dibagi 5
bagian untuk suspensi bakteri).
Setelah mengeras lalu dituang
larutan yang berisi sampel di
atasnya
Setiap erlenmeyer berisi larutan
5ml (MHA + aquades + ekstrak)
yang dituang keatas media MHA
Setelah mengeras, diteteskan ± 1
tetes suspensi bakteri S. flexneri, P.
aeruginosa, E.coli, P. vulgaris dan
P. mirabilis dimasing-masing
bagian pada petri.
Diinkubasi selama 24 jam, pada
suhu 37o C
Diamati pertumbuhan bakterinya
Jika tidak terdapat koloni bakteri,
diperoleh KHM
57
Lampiran 6. Skema analisis kebocoran dinding/membran sel bakteri
10 ml suspensi bakteri
Disentrifuse 15 menit,
3500 rpm
Pellet dicuci dengan
buffer fosfat, 2 kali
Disuspensikan dalam
9 ml buffer fosfat
Ditambahkan 1 ml larutan uji
1 KHM & 2 KHM
Diinkubasi shaker 24 jam
Suhu 37 ºC
Disentrifuse selama 15 menit,
3500 rpm
Disaring dan cairan supernatan
diambil
Diukur kadar ion K+ dan Ca2+
dengan AAS
58
Diukur absorban λ
260 nm dan 280 nm
dengan spektro UV
Lampiran 7. Skema pengamatan morfologi sel bakteri
Pellet direndam dengan glutaraldehid
dan buffer cocodhilate selama 4 jam.
Selanjutnya di sentrifuse dan
sufernatan dibuang.
Pellet direndam kembali dengan
tannin acid 1 % dalam buffer
caccodhilate selama 12 jam
Disentrifuse & supernatan dibuang
dan pelet direndam dalam 2 % larutan
osmium tetraoksida selama 2-4 jam.
Dicuci dengan buffer caccodhilate
lalu disentrifuse dan pellet dicuci
dengan ethanol 50% dingin
Dibiarkan 10 menit dan sentrifuse
lagi 5 menit lalu supernatan dibuang.
Dicuci lagi dengan etanol 50%,70%,
80%, 95% masing-masing selama 10
menit.
Dicuci dengan ethanol absolute dan
disentrifuse 5 menit sebanyak 2 kali
& dicuci kembali dengan terbutanol 2
kali.
59
Ditambahkan sedikit terbutanol pada
endapan sel. Dioleskan apusan sel
pada slip glas
Dicoating
dengan
emasmetode
selama makro
1 jam dilusi
Lampiran 8. Perhitungan
konsentrasi
dengan
dalam kondisi vakum. Diamati
dengan menggunakan mikroskop
electron
JSM-5310LV)
Konsentrasi gambir maupun
katekin(seri
adalah
5 mg/ml; 7,5 mg/ml; 10 mg/ml; 12,5
mg/ml; 15 mg/ml; 17,5 mg/ml; 20 mg/ml; 22,5 mg/ml; 25 mg/ml
Larutan Induk :
25 mg/ml x 5 = 125 mg/ml
= 125 µg/µl
= 0,125 mg/µl
Perhitungan masing-masing konsentrasi :
1.
25 x 5
= 1000 µl = 1 ml
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 1000) = 1000 µl ekstrak
= 4000 µl aquades
2.
22,5 x 5
= 900 µl
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 900)
= 900 µl ekstrak
= 4100 µl aquades
3.
25 x 5
= 800 µl
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 800)
= 800 µl ekstrak
60
= 4200 µl aquades
4. 17,5 x 5
= 700 µl
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 700)
= 700 µl ekstrak
= 4300 µl aquades
5.
15 x 5
= 600 µl
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 600)
= 600 µl ekstrak
= 4400 µl aquades
6.
12,5 x 5
= 500 µl
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 500)
= 500 µl ekstrak
= 4500 µl aquades
7.
10 x 5
= 400 µl
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 400)
= 400 µl ekstrak
= 4600 µl aquades
8.
7,5 x 5
= 300 µl
0,125
Maka, x MHA + (5000 – 300)
= 300 µl ekstrak
= 4700 µl aquades
9.
5x5
= 200 µl
0,125
61
Maka, x MHA + (5000 – 200)
= 200 µl ekstrak
= 4800 µl aquades
Lampiran 9.
Diameter hambat (+)- katekin dan ekstrak air gambir terhadap
Shigella flexneri, Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli,
Proteus vulgaris dan Proteus mirabilis 7 mg/ml.
Bakteri
Shigella flexneri
Pseudomonas aeruginosa
Eschericia coli
62
Proteus vulgaris
Proteus mirabilis
Keterangan
K
: (+)-
Katekin
G
Gambir
63
:
Lampiran 10. Pertumbuhan bakteri Shigella flexneri, Pseudomonas aeruginosa,
Eschericia coli, Proteus vulgaris dan Proteus mirabilis terhadap
(+)- katekin dan ekstrak air gambir dengan metode makrodilusi.
Konsentrasi
Sampel
5 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
Konsentrasi
Sampel
7,5 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
64
Konsentrasi
Sampel
10 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
Konsentrasi
Sampel
12,5 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
65
Konsentrasi
Sampel
15 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
Konsentrasi
Sampel
17,5 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
66
Konsentrasi
Sampel
20 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
Konsentrasi
Sampel
22,5 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
67
Konsentrasi
Sampel
25 mg/ml
Gambir
Bakteri
(+)- katekin
Keterangan :
Ec
: E. coli
Sf
: S. flexneri
Pa
: P. aeruginosa
Pv
: P. vulgaris
Pm
: P. mirabilis
68
Lampiran 11. Data Hasil AAS (Ca2+ dan K+)
69
70
Lampiran 12. Alat-alat yang digunakan
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
(g)
(f)
(h)
Keterangan : (a). Autoklaf
(b). Inkubator
(c). Shaker inkubator
(d). Freeze drying
(e). UV-Vis
(f). Sentrifuse
(g). Atomic absorption spectrometer
(h). Scanning electron microscope
71
Download