BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan satu institusi yang ditemukan pada hampir semua
kelompok masyarakat, karena fungsinya yang sangat penting untuk menjaga
kelangsungan hidup masyarakat. Fungsi penting keluarga dapat dilihat dari
bagaimana elemen keluarga di dalamnya membentuk kesatuan nilai kemudian
menghubungkan seorang individu (anggota keluarga) dengan masyarakat.
Melalui keluarga, masyarakat mentransfer nilai-nilai, norma-norma, adatistiadat, baik yang berbentuk norma maupun kebiasaan lewat proses sosialisasi
(Bernard, 2003 : 14).
Arti penting dari fungsi keluarga tersebut, setidaknya melukiskan bahwa
dalam instutusi keluarga itu terbangun komunikasi antarpribadi anggota
keluarga (yaitu orang tua, anak-anak maupun kerabat dekat lainnya). Dengan
perkataan lain keluarga dikenal sebagai kelompok primer, didalamnya seorang
individu mengalami proses sosialisasi dan internalisasi untuk pertama kalinya.
Komunikasi yang berlangsung di antara anggota keluarga bersifat
sangat khas dan berlangsung terus-menerus dalam kurun waktu yang sangat
lama bahkan seumur hidup. Dengan demikian, pengalaman yang paling awal
dan panjang dalam kehidupan seorang individu itu berproses dalam komunitas
keluarga, seperti kelahiran, masa kanak-kanak, masa usia sekolah, masa
puber, perkawinan dan kemudian mati dalam keluarga.
Proses komunikasi internal dalam keluarga yang dibangun adalah
menjelaskan hubungan antarpribadi orang tua dan anggota keluarganya,
terutama anak-anaknya, disamping menyerap informasi yang masuk dalam
hubungan kekeluargaan yang bersifat sangat intim. Proses komunikasi ini
lazimnya dikategorikan sebagai komunikasi antarpribadi.
Komunikasi antarpribadi yang berlangsung dalam proses internalisasi
keluarga, umumnya mencerminkan kedekatan emosional antar individu yang
telah bersama-sama membangun keseimbangan hidup yang bersifat sangat
khas. Dengan begitu, komunikasi antarpribadi dalam institusi keluarga
merupakan hal yang sangat urgen untuk lebih mengenal diri pribadi antara
anak dan
orang tuanya, mengetahui lingkungan sekitarnya dan sekaligus
memelihara hubungan yang akrab, disamping mengubah sikap dan perilaku.
Widjaja W.A.H. (2003 : 123) bahkan dengan tegas mengatakan bahwa :
“Melalui komunikasi antarpribadi kita juga belajar tentang bagaimana
dan sejauhmana kita harus membuka diri pada orang lain. Dalam arti
bahwa kita tidak harus dengan serta merta menceriterakan latar
belakang kehidupan kita pada setiap orang. Selain itu, melalui
komunikasi antarpribadi kita juga akan mengetahui nilai, sikap dan
perilaku orang lain. Kita dapat menanggapi dan memprediksi
tindakan orang lain.”
Komunikasi antarpribadi yang terbangun dalam hubungan orang tua
terhadap anak biasanya sudah diwarnai oleh pemahaman karakter dari masingmasing pihak, karena hubungan antar individu sudah terbangun sejak lama.
Namun, yang pasti komunikasi antarpribadi masih terus berproses dalam diri
setiap pribadi, baik anak maupun orang tua seiring dengan berkembangnya
situasi di dalam kehidupan rumah tangga maupun dari latar belakang
kehidupan sosial.
Semakin terus berprosesnya kondisi tersebut, maka akan diikuti dengan
pergeseran nilai, sikap dan perilaku dari anak maupun orang tua dalam
komunikasi antarpribadi. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi yang
berlaku dalam kehidupan keluarga (antara orang tua dengan anak) sering kali
melahirkan tanggapan dan prediksi yang berbeda. Perbedaan prediksi maupun
tanggapan dalam komunikasi antarpribadi, dapat diamati sebagai hal yang
wajar.
Tingkat kewajaran yang terukur dalam konteks seperti ini jelas dapat
dihubungkan dengan tingkatan pergaulan anak dan orang tua dalam interaksi
sosialnya. Meskipun harus diakui bahwa hubungan kekeluargaan antara anak
dengan orang tuanya terbangun sejak anak dilahirkan (intim). Akan tetapi
dalam konsep komunikasi antarpribadi menunjukkan bahwa dalam diri
manusia, baik orang tua maupun anak memiliki indikasi yang berbeda dalam
hubungannya dengan bagaimana proses menerima informasi, mengolahnya,
menyimpannya, dan menghasilkannya kembali.
Jalaluddin Rakhmat (1996 : 49) menjelaskan bahwa :
“Proses pengolahan informasi itu, meliputi sensasi, persepsi, memori
dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi
adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia
memperoleh pengatahuan baru. Dengan kata lain, persepsi
mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses
menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah
mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respons.”
Berdasarkan indikasi tersebut tampaklah bahwa peluang terjadinya
perbedaan persepsi antara orang tua dan anak dalam komunikasi antarpribadi
sangat dimungkinkan terjadi. Karena itu, tidak jarang melahirkan gap
komunikasi yang menjurus pada perbedaan pemikiran antara anak dan orang
tua terhadap sutu persoalan yang tengah dihadapi. Akumulasi dari perbedaan
persepsi dan kemudian melahirkan gap dalam komunikasi antarpribadi antara
orang tua dan anak, umumnya berkembang setelah anak mulai memasuki
masa puber.
Dari hasil observasi awal di tempat penelitian, peneliti menemukan
bahwa adanya perbedaan pengalaman dan persepsi orang tua dan anak dalam
berhubungan di Kelurahan Manumutin Kecamatan Kota Atambua Kabupaten
Belu memperlihatkan bahwa orang tua selalu menuntut anak agar mengikuti
pengalaman dan persepsi mereka pada waktu dulu dengan perilaku anak pada
saat sekarang. Perbedaan aktivitas orang tua dan anak berpengaruh terhadap
kurangnya komunikasi antarpribadi antara orang tua dan anak.
Selain itu dilihat dari kurangnya komunikasi tatap muka antara orang tua
dan anak mengakibatkan kurangnya komunikasi di antara mereka. Didukung
lagi dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi (handphone). Maka
komunikasi tatap muka antara orang tua dan anak menjadi berkurang.
Berdasarkan hasil wawancara awal, peneliti menemukan bahwa
perkembangan teknologi komunikasi merupakan salah satu penyebab gap
komunikasi orang tua dan anak karena dapat menimbulkan masalah baru yaitu
ketidakjujuran baik itu dari orang tua maupun dari anak. Melalui handphone
hanya bisa mendengarkan suara
bukan langsung melihat keberadaan
seseorang, sehingga jika orang tua menelpon untuk mengecek keberadaan
anaknya, bisa saja anak tersebut berbohong. Sebagai ilustrasi, biasanya anak
sekolah pada sore hari ada les tambahan, anak tersebut meminta ijin kepada
orang tua untuk mengikuti les di sekolah. Tetapi sebenarnya ia tidak mengikuti
les melainkan jalan dengan teman-temannya yang lain. Begitu orang tuanya
menelpon, ia bisa saja mengatakan bahwa ia sementara di sekolah dan
mengikuti les tambahan tersebut.
Menariknya fenomena yang dikemukakan tersebut, sehingga mendorong
penulis
untuk
mengajukan
judul
penelitian
sebagai
berikut:
“GAP
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM KELUARGA (Studi Kasus Antara
Orang Tua Dan Anak Di Kelurahan Manumutin Kecamatan Kota Atambua
Kabupaten Belu).”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan ulasan latar belakang sebelumnya, maka rumusan
permasalahan yang berkaitan dengan timbulnya gap antara orang tua dan anak
dalam proses komunikasi antarpribdi sebagai berikut: “Faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan timbulnya gap komunikasi antarpribadi dalam
keluarga antara orang tua dan anak di kelurahan Manumutin Kecamatan
Kota Atambua Kabupaten Belu?”
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui faktorfaktor timbulnya gap komunikasi antarpribadi dalam keluarga antara
orang tua dan anak di Kelurahan Manumutin Kecamatan Kota Atambua
Kabupaten Belu.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh pengetahuan tentang faktor-faktor timbulnya gap komunikasi
antarpribadi dalam keluarga antara orang tua dan anak di Kelurahan
Manumutin Kecamatan Kota Atambua Kabupaten Belu.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis

Mengembangkan studi tentang komunikasi antarpribadi.

Melengkapi kepustakaan pada FISIP Unwira Kupang khususnya
Jurusan Ilmu Komunikasi.
1.4.2 Kegunaan Praksis

Memberi tambahan pengetahuan bagi peneliti dan pembaca tentang
faktor-faktor mengapa timbulnya gap antara orang tua dan anak di
Kelurahan Manumutin Kecamatan Kota Atambua Kabupaten Belu.

Bagi komunitas Kelurahan Manumutin Kecamatan Kota Atambua
Kabupaten Belu, menjadi rujukan untuk mengetahui dan memahami
sejauh mana bentuk komunikasi antarpribadi yang dijalankan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Proses komunikasi antarpribadi pada hakekatnya merupakan praktek
komuniksi antar individu dalam suatu kelompok yang bersifat primer. Indikasi
keberhasilan dalam proses komunikasi antarpribadi, apabila para pelaku
komunikasi lebih menonjolkan sifat positif dan dinamis. Kata kuncinya, proses
komunikasi antarpribadi mencerminkan komunikasi dua arah, di mana proses
komunikasi antarpribadi itu dapat digambarkan sebagai proses yang sirkuler
dengan terus menerus. Sebagai proses yang terus menerus diartikan bahwa
komunikasi berlangsung tanpa henti, sehingga batasan awal dan berakhirnya
komunikasi antarpribadi menjadi tidak jelas.
Selama berlangsung saling perngertian dalam proses komunikasi
antarpribadi maka dapat dikatakan proses komunikasi antarpribadi, misalnya
antara orang tua dan anak dapat berjalan dengan efektif secara sirkuler, atau
pelaku komunikasi bertindak sebagai pembicara sekaligus pendengar. Namun,
jika terjadi sebaliknya maka proses komunikasi antarpribadi yang terbangun,
termasuk dalam hubungan primer antara orang tua dan anak menjadi “gap”
atau terhalang.
Perilaku orang tua terhadap anak dalam mentransmisikan informasi,
dapat dilihat dari dua aspek, yaitu positif dan negatif. Jika, perilaku atau sikap
tindak dalam komunikasi antarpribadi terhadap anak cenderung positif dan
dinamis, maka hampir dipastikan komunikasi antarpribadi berjalan lancar dan
aman.
Sebaliknya, jika komunikasi antarpribadi dari para pelaku komunikasi
tersebut, cenderung negatif dan tidak dinamis (statis), maka yang terjadi adalah
gap komunikasi antara orang tua dan anak.
Untuk lebih memperjelas kerangka pikir penulis dalam konteks ini, dapat
dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 1.
Skema Kerangka Pemikiran
KOMUNIKASI
ANTARPRIBADI
ORANG TUA DAN ANAK
PERILAKU
ORANG TUA
(Positif/Negatif)
1.
2.
Perbedaan pengalaman
Perbedaan aktivitas orang
tua dan anak
3. Kurangnya komunikasi tatap
muka antara orang tua dan
anak
PERILAKU ANAK
(Positif/Negatif)
GAP
KOMUNIKASI
1.6 Asumsi dan Hipotesis
1.6.1 Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian merupakan proposisi-proposisi antaseden
dalam pelaran yang tersirat pada kerangka pemikiran yang disediakan
sebagai pegangan peneliti untuk sampai pada kesimpulan penelitian.
Adapun asumsi yang dipegang oleh peneliti sebelum melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut: Gap komunikasi terjadi karena
adanya perbedaan persepsi antara orang tua dan anak.
1.6.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian deskripstif dengan varian studi kasus,
bukanlah hipotesis yang akan diuji melalui analisis statistik inferensial,
melainkan merupakan rangkaian hipotesis kerja yang menjadi pegangan
dalam penelitian ini, hipotesisnya adalah sebagai berikut: Gap komuniksi
antarpribadi dalam keluarga antara orang tua dan anak terjadi karena
adanya perbedaan pengalaman orang tua dan anak, kesibukan orang
tua dan kurangnya komunikasi tatap muka secara langsung antara orang
tua dan anak di Kelurahan Manumutin Kecamatan Kota Atambua
Kabupaten Belu.
Download