TINJAUAN PUSTAKA juga dapat dilakukan dengan penambahan zat penginduksi, seperti FGF2 (fibroblast growth factor)10,12, FGF11, BMP2, RA (retinoic acid), Shh (sonic hedgehog), Wnt3a11, BMP410, CNTF (ciliary neurotrophic factor), dan neurotrofin 313. Zat penginduksi tersebut ditambahkan ke dalam medium bersuplemen, baik secara tunggal maupun kombinasi. Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS) dalam Kultur Embryonic Stem Cell Riris L. Puspitasari, Caroline T. Sardjono, Ferry Sandra Stem Cell and Cancer Institute, Kalbe Pharmaceutical Company, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Penelitian embryonic stem cell (ESC) dalam upaya penemuan cara pengobatan penyakit degeneratif saat ini tengah menjadi sorotan dalam dunia kedokteran. Kesulitan mengontrol diferensiasi ESC sering menjadi fokus utama dalam metode kultur yang ada saat ini. Salah satu jenis sel hasil diferensiasi ESC yang banyak menarik perhatian para peneliti adalah neuron (sel saraf). ESC yang dikultur dalam medium yang sesuai dapat diarahkan perkembangannya menjadi neuron, tetapi sering kali sel yang terdiferensiasi masih merupakan populasi heterogen; karena itu, diperlukan metode tambahan untuk memilih tipe sel yang akan diisolasi. Melalui metode Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS), peneliti dapat melakukan purifikasi populasi sel berdasarkan molekul penanda yang spesifik terhadap neuron. Di samping itu, FACS juga dapat mendeteksi tipe-tipe sel yang ada, seperti ESC imatur, progenitor neuron, maupun sel yang telah terdiferensiasi menjadi neuron. Dengan demikian, akan didapatkan populasi sel homogen, yang dapat digunakan dalam penelitian mengenai terapi penyakit neurodegeneratif. Kata Kunci: Fluorescence activated cell sorting, Stem cell, Neuron Pendahuluan Mekanisme regenerasi sistem saraf pusat, seperti penemuan sel punca di otak yang dapat tumbuh menjadi neuron baru, telah mendorong para peneliti untuk mengembangkan metode perbaikan pada sistem tersebut. Aplikasi sel punca sebagai terapi alternatif untuk penyakit degeneratif, antara lain Parkinson, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), stroke, dan spinal cord injury, didasarkan pada fakta bahwa neurogenesis tetap berlangsung pada individu dewasa dan dipengaruhi oleh banyak faktor.1 Pada kultur embryonic stem cell, propagasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diregulasi oleh sinyal tertentu. Propagasi ESC mencit dapat dilakukan melalui co-culture dengan fibroblas embrio sebagai feeder layer atau dengan penambahan leukemia inhibitory factor (LIF).2,3 Secara in vitro, pertumbuhan ESC dapat diarahkan agar berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel melalui kombinasi mediator pertumbuhan (growth factor) yang digunakan.4 Permasalahan yang mungkin muncul saat mengkultur ESC untuk diarahkan menjadi neuron, antara lain, adalah penurunan kemampuan diferensiasi sel dan rendahnya respons sel terhadap metode kultur untuk pengarahan menjadi sel neurogenik. Penurunan kemampuan dan respons sel untuk berdiferensisasi dalam suatu kondisi kultur dapat menghambat C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 perkembangan sel yang dikehendaki. Mengingat permasalahan tersebut, beberapa peneliti menggunakan medium bebas serum untuk mengarahkan ESC menjadi neuron; penambahan growth factor ke dalam medium diharapkan dapat mengarahkan pertumbuhan sel yang baik. Dengan demikian, didapatkan pertumbuhan sel neurogenik yang lebih tinggi.5 Setelah didapatkan pertumbuhan sel neurogenik, peneliti membutuhkan pembuktian bahwa sel yang tumbuh benar-benar memiliki karakteristik sel yang diinginkan. Selain itu, pada kultur pengarahan ESC menjadi neuron, ternyata didapat koloni sel yang heterogen; tumbuh juga sel-sel prekursor neuron, sel-sel yang tidak berdiferensiasi, dan sel mati. Heterogenitas tersebut sangat menyulitkan transplantasi neuron pada hewan coba karena terdapat risiko terjadi pertumbuhan tumor pada transplantasi sel dengan populasi heterogen; oleh sebab itu, sangat diupayakan digunakan satu tipe sel saja pada transplantasi.6 Upaya mendapatkan sel-sel homogen dapat dilakukan apabila karakteristik neuron yang diinginkan dapat ditentukan. Berdasarkan molekul penanda spesifik, dapat ditentukan populasi sel tertentu saja yang akan ditransplantasikan. Informasi penting hasil akhir sel yang telah dikultur dan mengalami diferensiasi meliputi persentase tiap jenis sel berdasarkan molekul penanda tertentu, ukuran sel, dan TINJAUAN PUSTAKA granulositas sel. Salah satu metode untuk mengetahui karakteristik sel hasil kultur adalah dengan menggunakan FACS (Fluorescence Activated Cell Sorting). Aplikasi FACS dalam proses kultur dan diferensiasi ESC menjadi neuron, antara lain untuk dapat melakukan karakterisasi neuron yang tumbuh. Lebih lanjut, dengan menggunakan perangkat FACS yang dilengkapi fungsi cell sorting, dapat pula dilakukan isolasi populasi sel yang diinginkan sehingga dapat dihasilkan populasi sel yang murni.6 Kultur Pengarahan ESC menjadi Neuron Embryonic stem cell (ESC) berasal dari inner cell mass yang diisolasi dari embrio pada stadium blastokista. ESC memiliki sifat pluripoten, yaitu mampu melakukan pembelahan untuk proliferasi, mampu berdiferensiasi menjadi tipe sel lain, baik pada fetus maupun individu dewasa, dan (bersama-sama dengan embrio) membentuk jaringan fungsional. Kajian molekuler sel pluripoten sangat penting untuk menjelaskan karakter dan mekanisme propagasi ESC.7,8 In vitro, pertumbuhan ESC mencit dapat diarahkan agar berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel. Metode kultur yang sesuai diharapkan dapat menghasilkan tipe-tipe sel yang diinginkan. Medium bebas serum diharapkan sebagai medium yang mampu mendukung pertumbuhan sel prekursor neuron.9 Selain itu, pengarahan ESC menjadi sel neurogenik 337 Penggunaan RA, Shh, BMP2, dan Wnt3a dapat mengarahkan ESC menjadi neuron yang memiliki molekul penanda tertentu, termasuk mengekspresikan protein sinapsis, dan mensekresikan neurotransmitter. Lebih lanjut, diketahui bahwa maturasi neurit (outgrowth dan percabangannya) ditentukan oleh sinyal dari BMP2 dan Shh.11 Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS) FACS merupakan suatu sistem yang dikembangkan di tahun 1950-an, yaitu alat penghitung sel Coulter Counters. Coulter counters menghitung sel dengan menggunakan aliran sel secara automatis yang dilewatkan pada suatu detektor. Pada awalnya, Mack Fulwyler menggabungkan teknologi ink jet printer dengan Coulter Counters; bagian kepala printer dapat menggetarkan lubang sehingga terbentuk droplet. Pada dasarnya, prinsip FACS hampir sama dengan Coulter Counters, dengan beberapa modifikasi. Pada FACS, suspensi sel dilewatkan dalam suatu kolom vibrasi sehingga akan terbentuk droplet bermuatan yang mengandung sel tunggal. Aliran droplet akan ditembak dengan sinar laser dan sinar yang diteruskan akan ditangkap oleh detektor. Detektor tersebut disambungkan dengan software untuk menganalisis sinyal yang diperoleh sehingga sel dapat dianalisis, dipisahkan, dan dikoleksi.14,15 Tabel 1. Daftar fluorokrom yang umum digunakan dalam analisis FACS Fluorokrom Eksitasi (nm) Emisi (nm) 4,6-Diamidino 2-Phenylinidole (DAPI) 345 455 Alexa Fluor 350 346 445 R-Phycoerythrin (PE) 480 578 Enhanced Green Fluorescent Protein (EGFP) 489 508 Fluorescein Isothiocyanate (FITC) 495 519 Propidium Iodide (PI) 536 617 Texas Red 589 615 tertentu. Fluorokrom dapat menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu dan meneruskan sinar tersebut, dinamakan emisi. Beberapa macam fluorokrom dapat dipilih, tergantung panjang gelombang eksitasi yang akan dipakai. Emisi akan melewati suatu filter dan ditangkap oleh detektor; sinyal yang ditangkap akan dianalisis oleh komputer menggunakan software tertentu sehingga data dapat divisualisasikan dalam bentuk histogram maupun dot plot. Berikut beberapa fluorokrom yang umum digunakan dalam analisis menggunakan FACS (Tabel 1). Visualisasi Hasil Analisis Pada metode FACS untuk deteksi maupun purifikasi sel, data yang telah dianalisis dapat tervisualisasi berupa dot plot atau histogram. Sinar emisi dari senyawa fluorokrom akan ditangkap oleh detektor, lalu akan dianalisis menggunakan software tertentu. Sinyal tersebut akan diterjemahkan sebagai scatter dan intensitas fluoresens.14 Sinar laser ditembakkan langsung ke aliran suspensi sel. Sejumlah detektor digunakan untuk menangkap sinyal panjang gelombang. Satu detektor diletakkan berhadapan dengan sumber sinar (Forward Scatter/FSC), beberapa diletakkan dengan membentuk sudut (Side Scatter/ SSC), dan detektor fluoresens (Gambar 1). FSC berkorelasi dengan volume atau ukuran sel, sedangkan SSC berhubungan dengan kompleksitas bagian dalam partikel, seperti ukuran nukleus, tipe granula sitoplasma, dan kekasaran membran plasma.14 Lebih lanjut, visualisasi data terhadap molekul penanda spesifik memerlukan pengikatan antibodi-antigen sel yang spesifik dan penambahan penanda (fluorokrom). Ikatan antibodi terhadap antigen yang dituju harus bersifat spesifik sehingga pelabelan akan memberikan hasil akurat. Dengan memberikan label pada antibodi yang digunakan, ekspresi antigen (protein) dapat diketahui.16 Fluorokrom Fluorokrom merupakan suatu senyawa fluoresein yang dapat berpendar saat mengalami eksitasi oleh sinar dengan panjang gelombang 338 Gambar 1. Mekanisme deteksi ukuran, kompleksitas sel, dan fluoresens pada FACS.15 C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA juga dapat dilakukan dengan penambahan zat penginduksi, seperti FGF2 (fibroblast growth factor)10,12, FGF11, BMP2, RA (retinoic acid), Shh (sonic hedgehog), Wnt3a11, BMP410, CNTF (ciliary neurotrophic factor), dan neurotrofin 313. Zat penginduksi tersebut ditambahkan ke dalam medium bersuplemen, baik secara tunggal maupun kombinasi. Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS) dalam Kultur Embryonic Stem Cell Riris L. Puspitasari, Caroline T. Sardjono, Ferry Sandra Stem Cell and Cancer Institute, Kalbe Pharmaceutical Company, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Penelitian embryonic stem cell (ESC) dalam upaya penemuan cara pengobatan penyakit degeneratif saat ini tengah menjadi sorotan dalam dunia kedokteran. Kesulitan mengontrol diferensiasi ESC sering menjadi fokus utama dalam metode kultur yang ada saat ini. Salah satu jenis sel hasil diferensiasi ESC yang banyak menarik perhatian para peneliti adalah neuron (sel saraf). ESC yang dikultur dalam medium yang sesuai dapat diarahkan perkembangannya menjadi neuron, tetapi sering kali sel yang terdiferensiasi masih merupakan populasi heterogen; karena itu, diperlukan metode tambahan untuk memilih tipe sel yang akan diisolasi. Melalui metode Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS), peneliti dapat melakukan purifikasi populasi sel berdasarkan molekul penanda yang spesifik terhadap neuron. Di samping itu, FACS juga dapat mendeteksi tipe-tipe sel yang ada, seperti ESC imatur, progenitor neuron, maupun sel yang telah terdiferensiasi menjadi neuron. Dengan demikian, akan didapatkan populasi sel homogen, yang dapat digunakan dalam penelitian mengenai terapi penyakit neurodegeneratif. Kata Kunci: Fluorescence activated cell sorting, Stem cell, Neuron Pendahuluan Mekanisme regenerasi sistem saraf pusat, seperti penemuan sel punca di otak yang dapat tumbuh menjadi neuron baru, telah mendorong para peneliti untuk mengembangkan metode perbaikan pada sistem tersebut. Aplikasi sel punca sebagai terapi alternatif untuk penyakit degeneratif, antara lain Parkinson, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), stroke, dan spinal cord injury, didasarkan pada fakta bahwa neurogenesis tetap berlangsung pada individu dewasa dan dipengaruhi oleh banyak faktor.1 Pada kultur embryonic stem cell, propagasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diregulasi oleh sinyal tertentu. Propagasi ESC mencit dapat dilakukan melalui co-culture dengan fibroblas embrio sebagai feeder layer atau dengan penambahan leukemia inhibitory factor (LIF).2,3 Secara in vitro, pertumbuhan ESC dapat diarahkan agar berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel melalui kombinasi mediator pertumbuhan (growth factor) yang digunakan.4 Permasalahan yang mungkin muncul saat mengkultur ESC untuk diarahkan menjadi neuron, antara lain, adalah penurunan kemampuan diferensiasi sel dan rendahnya respons sel terhadap metode kultur untuk pengarahan menjadi sel neurogenik. Penurunan kemampuan dan respons sel untuk berdiferensisasi dalam suatu kondisi kultur dapat menghambat C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 perkembangan sel yang dikehendaki. Mengingat permasalahan tersebut, beberapa peneliti menggunakan medium bebas serum untuk mengarahkan ESC menjadi neuron; penambahan growth factor ke dalam medium diharapkan dapat mengarahkan pertumbuhan sel yang baik. Dengan demikian, didapatkan pertumbuhan sel neurogenik yang lebih tinggi.5 Setelah didapatkan pertumbuhan sel neurogenik, peneliti membutuhkan pembuktian bahwa sel yang tumbuh benar-benar memiliki karakteristik sel yang diinginkan. Selain itu, pada kultur pengarahan ESC menjadi neuron, ternyata didapat koloni sel yang heterogen; tumbuh juga sel-sel prekursor neuron, sel-sel yang tidak berdiferensiasi, dan sel mati. Heterogenitas tersebut sangat menyulitkan transplantasi neuron pada hewan coba karena terdapat risiko terjadi pertumbuhan tumor pada transplantasi sel dengan populasi heterogen; oleh sebab itu, sangat diupayakan digunakan satu tipe sel saja pada transplantasi.6 Upaya mendapatkan sel-sel homogen dapat dilakukan apabila karakteristik neuron yang diinginkan dapat ditentukan. Berdasarkan molekul penanda spesifik, dapat ditentukan populasi sel tertentu saja yang akan ditransplantasikan. Informasi penting hasil akhir sel yang telah dikultur dan mengalami diferensiasi meliputi persentase tiap jenis sel berdasarkan molekul penanda tertentu, ukuran sel, dan TINJAUAN PUSTAKA granulositas sel. Salah satu metode untuk mengetahui karakteristik sel hasil kultur adalah dengan menggunakan FACS (Fluorescence Activated Cell Sorting). Aplikasi FACS dalam proses kultur dan diferensiasi ESC menjadi neuron, antara lain untuk dapat melakukan karakterisasi neuron yang tumbuh. Lebih lanjut, dengan menggunakan perangkat FACS yang dilengkapi fungsi cell sorting, dapat pula dilakukan isolasi populasi sel yang diinginkan sehingga dapat dihasilkan populasi sel yang murni.6 Kultur Pengarahan ESC menjadi Neuron Embryonic stem cell (ESC) berasal dari inner cell mass yang diisolasi dari embrio pada stadium blastokista. ESC memiliki sifat pluripoten, yaitu mampu melakukan pembelahan untuk proliferasi, mampu berdiferensiasi menjadi tipe sel lain, baik pada fetus maupun individu dewasa, dan (bersama-sama dengan embrio) membentuk jaringan fungsional. Kajian molekuler sel pluripoten sangat penting untuk menjelaskan karakter dan mekanisme propagasi ESC.7,8 In vitro, pertumbuhan ESC mencit dapat diarahkan agar berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel. Metode kultur yang sesuai diharapkan dapat menghasilkan tipe-tipe sel yang diinginkan. Medium bebas serum diharapkan sebagai medium yang mampu mendukung pertumbuhan sel prekursor neuron.9 Selain itu, pengarahan ESC menjadi sel neurogenik 337 Penggunaan RA, Shh, BMP2, dan Wnt3a dapat mengarahkan ESC menjadi neuron yang memiliki molekul penanda tertentu, termasuk mengekspresikan protein sinapsis, dan mensekresikan neurotransmitter. Lebih lanjut, diketahui bahwa maturasi neurit (outgrowth dan percabangannya) ditentukan oleh sinyal dari BMP2 dan Shh.11 Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS) FACS merupakan suatu sistem yang dikembangkan di tahun 1950-an, yaitu alat penghitung sel Coulter Counters. Coulter counters menghitung sel dengan menggunakan aliran sel secara automatis yang dilewatkan pada suatu detektor. Pada awalnya, Mack Fulwyler menggabungkan teknologi ink jet printer dengan Coulter Counters; bagian kepala printer dapat menggetarkan lubang sehingga terbentuk droplet. Pada dasarnya, prinsip FACS hampir sama dengan Coulter Counters, dengan beberapa modifikasi. Pada FACS, suspensi sel dilewatkan dalam suatu kolom vibrasi sehingga akan terbentuk droplet bermuatan yang mengandung sel tunggal. Aliran droplet akan ditembak dengan sinar laser dan sinar yang diteruskan akan ditangkap oleh detektor. Detektor tersebut disambungkan dengan software untuk menganalisis sinyal yang diperoleh sehingga sel dapat dianalisis, dipisahkan, dan dikoleksi.14,15 Tabel 1. Daftar fluorokrom yang umum digunakan dalam analisis FACS Fluorokrom Eksitasi (nm) Emisi (nm) 4,6-Diamidino 2-Phenylinidole (DAPI) 345 455 Alexa Fluor 350 346 445 R-Phycoerythrin (PE) 480 578 Enhanced Green Fluorescent Protein (EGFP) 489 508 Fluorescein Isothiocyanate (FITC) 495 519 Propidium Iodide (PI) 536 617 Texas Red 589 615 tertentu. Fluorokrom dapat menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu dan meneruskan sinar tersebut, dinamakan emisi. Beberapa macam fluorokrom dapat dipilih, tergantung panjang gelombang eksitasi yang akan dipakai. Emisi akan melewati suatu filter dan ditangkap oleh detektor; sinyal yang ditangkap akan dianalisis oleh komputer menggunakan software tertentu sehingga data dapat divisualisasikan dalam bentuk histogram maupun dot plot. Berikut beberapa fluorokrom yang umum digunakan dalam analisis menggunakan FACS (Tabel 1). Visualisasi Hasil Analisis Pada metode FACS untuk deteksi maupun purifikasi sel, data yang telah dianalisis dapat tervisualisasi berupa dot plot atau histogram. Sinar emisi dari senyawa fluorokrom akan ditangkap oleh detektor, lalu akan dianalisis menggunakan software tertentu. Sinyal tersebut akan diterjemahkan sebagai scatter dan intensitas fluoresens.14 Sinar laser ditembakkan langsung ke aliran suspensi sel. Sejumlah detektor digunakan untuk menangkap sinyal panjang gelombang. Satu detektor diletakkan berhadapan dengan sumber sinar (Forward Scatter/FSC), beberapa diletakkan dengan membentuk sudut (Side Scatter/ SSC), dan detektor fluoresens (Gambar 1). FSC berkorelasi dengan volume atau ukuran sel, sedangkan SSC berhubungan dengan kompleksitas bagian dalam partikel, seperti ukuran nukleus, tipe granula sitoplasma, dan kekasaran membran plasma.14 Lebih lanjut, visualisasi data terhadap molekul penanda spesifik memerlukan pengikatan antibodi-antigen sel yang spesifik dan penambahan penanda (fluorokrom). Ikatan antibodi terhadap antigen yang dituju harus bersifat spesifik sehingga pelabelan akan memberikan hasil akurat. Dengan memberikan label pada antibodi yang digunakan, ekspresi antigen (protein) dapat diketahui.16 Fluorokrom Fluorokrom merupakan suatu senyawa fluoresein yang dapat berpendar saat mengalami eksitasi oleh sinar dengan panjang gelombang 338 Gambar 1. Mekanisme deteksi ukuran, kompleksitas sel, dan fluoresens pada FACS.15 C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA sel dengan granulositas yang lebih tinggi dibanding populasi sel lain seiring waktu pengkulturan.9 Pruszak dkk. menggunakan FACS untuk memisahkan populasi sel berdasarkan ekspresi molekul protein pada beberapa tipe sel yang dideteksi, antara lain molekul SSEA-3 (stage specific mouse embryonic antigen) sebagai penanda ESC imatur, molekul CD133 sebagai sel prekursor neuron, dan molekul CD24 sebagai penanda sel yang telah berdiferensiasi menjadi neuron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi sel hasil pemisahan melalui FACS mampu tumbuh menjadi neuron-neuron yang homogen setelah dikultur selama 11 hari.19 Pemisahan Sel (Cell Sorting) Pada perangkat FACS yang dilengkapi dengan modul cell sorting, dapat dilakukan pemisahan populasi sel yang heterogen menjadi beberapa subpopulasi. Pemisahan tersebut dilakukan atas dasar seleksi molekul penanda khusus yang telah terkonjugasi dengan fluorokrom. Pada pemisahan secara mekanis, sejumlah sel dipisahkan setiap detik sehingga menghasilkan persentase kepadatan sel tertentu. Pada pemisahan secara elektrostatik, pemisahan didasarkan pada jenis muatan sel. Untuk pemisahan tersebut, mesin FACS dilengkapi dengan elektroda bermuatan positif dan negatif. Pemberian muatan listrik pada droplet sel dilakukan sebelum sel tunggal melewati elektroda tersebut. Sel bermuatan positif akan mengalir ke chamber negatif, sedangkan sel bermuatan negatif akan mengalir ke chamber positif (Gambar 2). Dengan demikian, akan dihasilkan tiga subpopulasi sel, yaitu sel bermuatan positif, negatif, dan tidak bermuatan. Sel yang tidak bermuatan dapat diasumsikan tidak memiliki karakter yang diinginkan.14,15 Simpulan FACS merupakan salah satu sarana pendukung dalam bidang penelitian sel punca. FACS dapat membantu menganalisis karakter dan memisahkan sel-sel yang telah berdiferensiasi menjadi suatu populasi yang homogen. Penggunaan FACS dalam Kultur Pengarahan ESC Menjadi Neuron FACS dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik populasi neuron maupun untuk memisahkannya. Protein yang diekspresikan oleh neuron dapat diketahui berdasarkan molekul penanda yang dapat dideteksi oleh antibodi yang spesifik.17 Berikut merupakan molekul penanda yang digunakan untuk mendeteksi tipe neuron.18 DAFTAR PUSTAKA 1. Gage FH. Mammalian neural stem cells. Science 2000; 287:1433-8. 2. Gregg C, Weiss S. CNTF/LIF/gp130 receptor complex signaling maintains a VZ precursor differentiation gradient in the developing ventral forebrain. Development 2005; 132:565-78. 3. Montcouquiol M, Crenshaw EB, Kelley MW. Noncanonical Wnt signaling and neural polarity. Annu Rev Neurosci 2006; 29:363-86. 4. Priosoeryanto BP. Penggunaan teknik biakan sel dalam berbagai pengujian di bidang biomedis. Dalam: Pelatihan pemanfaatan teknik kultur jaringan dan histokimia. FKH IPB, 2003. 5. Fukuda H, Takahashi J, Watanabe K. Fluorescence activated cell sorting-based purification of embryonic stem cells-derived neural precursors averts tumor formation after transplantation. Stem Cells 2006; 24:763-71. 6. Dihné M, Bernreuther C, Hagel C, Wesche KO. Embryonic stem cell-derived neuronally committed precursor cells with reduced teratoma formation after transplantation into the lesioned adult mouse brain. Stem Cells 2006; 24:1458-66. 7. Djuwita I. Biologi kultur jaringan. Dalam Pelatihan pemanfaatan teknik kultur jaringan dan histokimia. FKH IPB, 2003. 8. Matahine T, Boediono A. Peluang dan tantangan penggunaan stem cells untuk terapi regeneratif. Med Vet Indones 2006; 10:31-8. 9. Bouhon IA, Kato H, Chandran S, Allen ND. Neural differentiation of mouse embryonic stem cells in chemically defined medium. Brain Res Bull 2005; 68:62-75. 10. Rathjen J, Halnes BP, Hudson KM, Nesci A, Dunn S, Rathjen PD. Directed differentiation of pluripotent cells to neural lineage: Homogeneous formation and differentiation of neuroectoderm population. Development 2002; 129:2649-61. 11. Murashov AK, Pak ES, Hendricks WA, Owensby JP, Sierpinski PL, Tatko LM, Fletcher PL. Directed differentiation of embryonic stem cells into dorsal interneuron. FASEB J 2005; 19:252-64. 12. Zhang P, Chebath J, Lonal P, Renel M. Enhancement of oligodendrocyte differentiation from murine embryonic stem cells by an activator of gp 130 signalling. Stem Cells 2004; 22:344-54. 13. Liu S, Qu Y, Stewart TJ. Embryonic stem cells differentiate into oligodendrocytes and myelinate in culture and after spinal cord transplantation. Proc Natl Acad Sci USA 2000; 97:6126-31. 14. http://openwetware.org/wiki/BE.109:DNA_engineering/FACS_analysis (16 Juli 2007) 15. http://www.bio.davidson.edu/COURSES/GENOMICS/method/FACS.html (16 Juli 2007) 16. Kiernan JA. Histological and histochemical methods: Theory and practice. 2nd ed. Pergamon, 1990. 17. Male D. Immunology: An illustrated outline. 3rd ed. Mosby, 1998. 18. http://www.stemcell.com (23 Maret 2006) 19. Pruszak J, Sonntag KC, Aung MH. Markers and methods for cell sorting of human embryonic stem cell derived neural cell populations. Stem Cells 2007; DOI: 10.1634/stemcells.2006-0744 Gambar 2. Skema pemisahan sel dengan FACS (15) Tipe sel neural Antibodi primer Neuron Neuronal class III beta tubulin Microtubule Associated Protein-2 (MAP2) Astrosit Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) Oligodendrosit Oligodendrocite marker 4 Myelin Basic Protein (MBP) Neural stem cell Nestin GABA-ergic neuron Gamma Amino Butyric Acid (GABA) Dopaminergic neuron Tyrosine Hydroxylase (TH2) C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 Penggunaan FACS untuk melihat karakter sel dan pemisahannya telah banyak dilaporkan. Bouhon dkk. menggunakan chemically defined medium (CDM) untuk mengkultur neurogenic embryoid bodies (NEB). NEB merupakan sekelompok sel yang pertumbuhannya akan mengarah kepada sel-sel neuron. Pada medium CDM, penambahan FGF2 menyebabkan diameter neurosphere bertambah, yang mengindikasikan peningkatan pertumbuhan sel-sel neural. Ekspresi gen-gen dalam NEB tergolong heterogen, dan hasil analisis FACS menunjukkan adanya populasi sel yang berbeda dari NEB. Populasi tersebut berbeda dalam ekspresi nestin mulai dari hari ke-2 hingga hari ke-8 kultur. Sementara itu, dengan melihat granulositas sel (berdasarkan profil SSC dari FACS), dapat diketahui adanya populasi 339 340 C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA sel dengan granulositas yang lebih tinggi dibanding populasi sel lain seiring waktu pengkulturan.9 Pruszak dkk. menggunakan FACS untuk memisahkan populasi sel berdasarkan ekspresi molekul protein pada beberapa tipe sel yang dideteksi, antara lain molekul SSEA-3 (stage specific mouse embryonic antigen) sebagai penanda ESC imatur, molekul CD133 sebagai sel prekursor neuron, dan molekul CD24 sebagai penanda sel yang telah berdiferensiasi menjadi neuron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi sel hasil pemisahan melalui FACS mampu tumbuh menjadi neuron-neuron yang homogen setelah dikultur selama 11 hari.19 Pemisahan Sel (Cell Sorting) Pada perangkat FACS yang dilengkapi dengan modul cell sorting, dapat dilakukan pemisahan populasi sel yang heterogen menjadi beberapa subpopulasi. Pemisahan tersebut dilakukan atas dasar seleksi molekul penanda khusus yang telah terkonjugasi dengan fluorokrom. Pada pemisahan secara mekanis, sejumlah sel dipisahkan setiap detik sehingga menghasilkan persentase kepadatan sel tertentu. Pada pemisahan secara elektrostatik, pemisahan didasarkan pada jenis muatan sel. Untuk pemisahan tersebut, mesin FACS dilengkapi dengan elektroda bermuatan positif dan negatif. Pemberian muatan listrik pada droplet sel dilakukan sebelum sel tunggal melewati elektroda tersebut. Sel bermuatan positif akan mengalir ke chamber negatif, sedangkan sel bermuatan negatif akan mengalir ke chamber positif (Gambar 2). Dengan demikian, akan dihasilkan tiga subpopulasi sel, yaitu sel bermuatan positif, negatif, dan tidak bermuatan. Sel yang tidak bermuatan dapat diasumsikan tidak memiliki karakter yang diinginkan.14,15 Simpulan FACS merupakan salah satu sarana pendukung dalam bidang penelitian sel punca. FACS dapat membantu menganalisis karakter dan memisahkan sel-sel yang telah berdiferensiasi menjadi suatu populasi yang homogen. Penggunaan FACS dalam Kultur Pengarahan ESC Menjadi Neuron FACS dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik populasi neuron maupun untuk memisahkannya. Protein yang diekspresikan oleh neuron dapat diketahui berdasarkan molekul penanda yang dapat dideteksi oleh antibodi yang spesifik.17 Berikut merupakan molekul penanda yang digunakan untuk mendeteksi tipe neuron.18 DAFTAR PUSTAKA 1. Gage FH. Mammalian neural stem cells. Science 2000; 287:1433-8. 2. Gregg C, Weiss S. CNTF/LIF/gp130 receptor complex signaling maintains a VZ precursor differentiation gradient in the developing ventral forebrain. Development 2005; 132:565-78. 3. Montcouquiol M, Crenshaw EB, Kelley MW. Noncanonical Wnt signaling and neural polarity. Annu Rev Neurosci 2006; 29:363-86. 4. Priosoeryanto BP. Penggunaan teknik biakan sel dalam berbagai pengujian di bidang biomedis. Dalam: Pelatihan pemanfaatan teknik kultur jaringan dan histokimia. FKH IPB, 2003. 5. Fukuda H, Takahashi J, Watanabe K. Fluorescence activated cell sorting-based purification of embryonic stem cells-derived neural precursors averts tumor formation after transplantation. Stem Cells 2006; 24:763-71. 6. Dihné M, Bernreuther C, Hagel C, Wesche KO. Embryonic stem cell-derived neuronally committed precursor cells with reduced teratoma formation after transplantation into the lesioned adult mouse brain. Stem Cells 2006; 24:1458-66. 7. Djuwita I. Biologi kultur jaringan. Dalam Pelatihan pemanfaatan teknik kultur jaringan dan histokimia. FKH IPB, 2003. 8. Matahine T, Boediono A. Peluang dan tantangan penggunaan stem cells untuk terapi regeneratif. Med Vet Indones 2006; 10:31-8. 9. Bouhon IA, Kato H, Chandran S, Allen ND. Neural differentiation of mouse embryonic stem cells in chemically defined medium. Brain Res Bull 2005; 68:62-75. 10. Rathjen J, Halnes BP, Hudson KM, Nesci A, Dunn S, Rathjen PD. Directed differentiation of pluripotent cells to neural lineage: Homogeneous formation and differentiation of neuroectoderm population. Development 2002; 129:2649-61. 11. Murashov AK, Pak ES, Hendricks WA, Owensby JP, Sierpinski PL, Tatko LM, Fletcher PL. Directed differentiation of embryonic stem cells into dorsal interneuron. FASEB J 2005; 19:252-64. 12. Zhang P, Chebath J, Lonal P, Renel M. Enhancement of oligodendrocyte differentiation from murine embryonic stem cells by an activator of gp 130 signalling. Stem Cells 2004; 22:344-54. 13. Liu S, Qu Y, Stewart TJ. Embryonic stem cells differentiate into oligodendrocytes and myelinate in culture and after spinal cord transplantation. Proc Natl Acad Sci USA 2000; 97:6126-31. 14. http://openwetware.org/wiki/BE.109:DNA_engineering/FACS_analysis (16 Juli 2007) 15. http://www.bio.davidson.edu/COURSES/GENOMICS/method/FACS.html (16 Juli 2007) 16. Kiernan JA. Histological and histochemical methods: Theory and practice. 2nd ed. Pergamon, 1990. 17. Male D. Immunology: An illustrated outline. 3rd ed. Mosby, 1998. 18. http://www.stemcell.com (23 Maret 2006) 19. Pruszak J, Sonntag KC, Aung MH. Markers and methods for cell sorting of human embryonic stem cell derived neural cell populations. Stem Cells 2007; DOI: 10.1634/stemcells.2006-0744 Gambar 2. Skema pemisahan sel dengan FACS (15) Tipe sel neural Antibodi primer Neuron Neuronal class III beta tubulin Microtubule Associated Protein-2 (MAP2) Astrosit Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) Oligodendrosit Oligodendrocite marker 4 Myelin Basic Protein (MBP) Neural stem cell Nestin GABA-ergic neuron Gamma Amino Butyric Acid (GABA) Dopaminergic neuron Tyrosine Hydroxylase (TH2) C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 Penggunaan FACS untuk melihat karakter sel dan pemisahannya telah banyak dilaporkan. Bouhon dkk. menggunakan chemically defined medium (CDM) untuk mengkultur neurogenic embryoid bodies (NEB). NEB merupakan sekelompok sel yang pertumbuhannya akan mengarah kepada sel-sel neuron. Pada medium CDM, penambahan FGF2 menyebabkan diameter neurosphere bertambah, yang mengindikasikan peningkatan pertumbuhan sel-sel neural. Ekspresi gen-gen dalam NEB tergolong heterogen, dan hasil analisis FACS menunjukkan adanya populasi sel yang berbeda dari NEB. Populasi tersebut berbeda dalam ekspresi nestin mulai dari hari ke-2 hingga hari ke-8 kultur. Sementara itu, dengan melihat granulositas sel (berdasarkan profil SSC dari FACS), dapat diketahui adanya populasi 339 340 C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1