BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Peranan
Pengertian peranan menurut Komarrudin (2007:768) adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
Bagian dari tugas utama yang dilakukan seseorang dalam manajemen.
Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
Bagaimana fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang
ada padanya.
5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengertian peranan yang sesuai
dengan judul penelitian ini adalah pengertian yang kelima yaitu fungsi setiap
variabel dalam hubungan sebab akibat.
2.2
Pengendalian Internal
2.2.1
Pengertian Pengendalian Internal
Menurut Romney (2015: 226) pengendalian internal adalah sebagai
berikut:
“Proses yang dijalankan untuk menyediakan jaminan memadai bahwa
tujuan-tujuan pengendalian berikut telah dicapai:
Mengamankan asset-mencegah atau mendeteksi perolehan,
penggunaan, atau penempatan yang tidak sah.
Mengelola catatan dengan detail yang baik untuk melaporkan asset
perusahaan secara akurat dan wajar.
Memberikan informasi yang akurat dan reliabel.
Menyiapkan laporan keuangan yang sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.
Mendorong dan memperbaiki efisiensi operasional.
Mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah
ditentukan.
8
9
Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.”
Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan
keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan, yaitu keandalan
pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku (Agoes, 2012:100).
Kemudian Mulyadi (2002: 180) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
konsep dasar dari pengendalian internal, diantaranya adalah:
1. Pengendalian internal merupakan suatu proses untuk mencapai suatu
tujuan tertentu, bukan tujuan itu sendiri.
2. Pengendalian internal dijalankan oleh orang, bukan hanya terdiri dari
pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari
setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain.
3. Pengendalian internal dapat diharapkan mampu meberikan keyakinan
memadai, bukan hanya keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan
komisaris entitas.
4. Pengendalian internal ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling
berkaitan diantaranya pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.
2.2.2
Tujuan Pengendalian Internal
Pengendalian internal harus mencukupi untuk memberikan kepastian yang
meyakinkan. Adapun tujuan pengendalian internal yang dikemukakan oleh Arens
et al. (2008: 370), yaitu:
1. Reability of financial reporting (Keandalan pelaporan keuangan)
Pihak manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan
keuangan bagi investor, kreditur, dan pengguna lainnya. Manajemen
mempunyai kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa
informasi telah disiapkan sesuai dengan standar pelaporan setiap
prinsip yang berlaku umum.
10
2. Efficiency and effectiveness of operations (Efektivitas dan efisiensi
operasi)
Pengendalian bagi sebuah perusahaan adalah alat untuk mencegah
terjadinya pemborosan yang disebabkan kegiatan-kegiatan yang tidak
perlu dalam segala aspek usaha dan untuk mengurangi penggunaan
sumber daya yang tidak efektif dan efisien.
3. Compliance with applicable laws and regulator (Ketaatan pada
hukum dan perundang-undangan)
Perusahaan pada umumnya harus taat pada aturan dan perundangundangan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dengan
dibentuknya pengendalian internal tersebut maka diharapkan
perusahaan tidak melanggar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah
sebagai pihak yang berwenang.
2.2.3
Struktur Pengendalian Internal
Krismiaji (2010: 219) menyatakan bahwa struktur pengendalian internal
adalah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk memberikan jaminan yang
layak bahwa tujuan khusus organisasi akan dicapai. Struktur pengendalian internal
ini menurut Krismiaji (2010: 219) memiliki tiga elemen, yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menggambarkan efek kolektif dari berbagai
faktor pada penetapan, peningkatan, atau penurunan efektivitas
prosedur dan kebijakan khusus. Faktor-faktor tersebut adalah berupa:
a. Komitmen terhadap integritas dan nilai etika.
b. Filosofi dan gaya operasi manajemen.
c. Struktur organisasi.
d. Komite audit dewan direktur.
e. Metoda penetapan wewenang dan tanggung jawab.
f. Praktik dan kebijakan sumber daya manusia.
g. Berbagai pengaruh eksternal lainnya yang mempengaruhi kegiatan
dan praktik organisasi.
2. Sistem Akuntansi
Sistem akuntansi terdiri atas metoda dan catatan yang ditetapkan untuk
mengidentifikasi, merangkai, menganalisis, menggolongkan, mencatat,
dan melaporkan transaksi-transaksi perusahaan dan untuk memelihara
akuntanbilitas aktiva dan kewajiban yang terkait. Sistem akuntansi
yang efektif memberikan dasar yang memadai untuk penetapan metoda
dan catatan yang akan berfungsi sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dan mencatat seluruh transaksi yang sah.
11
b. Menguraikan secara tepat waktu transaksi bisnis secara rinci
sehingga memungkinkan klasifikasi transaksi secara tepat untuk
pelaporan keuangan.
c. Mengukur nilai transaksi secara tepat sehingga memungkinkan
pencatatan sebesar nilai moneternya dalam laporan keuangan.
d. Menentukan periode waktu terjadinya transaksi sehingga
memungkinkan pencatatan transaksi dalam periode akuntansi yang
tepat.
e. Menyajikan secara tepat transaksi dan pengungkapan lain yang
terkait dalam laporan keuangan.
3. Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang
ditambahkan ke lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi yang
telah ditetapkan oleh manajemen untuk memberikan jaminan yang
layak bahwa tujuan khusus organisasi akan dicapai. Cakupan prosedur
pengendalian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Otorisasi yang tepat terhadap transaksi dan aktivitas.
b. Pemisahan tugas yang mengurangi peluang bagi hasil seseorang
untuk melakukan kesalahan dalam tugas rutinnya, yaitu dengan
menempatkan orang yang berbeda pada fungsi otorisasi transaksi,
pencatatan transaksi, dan penjagaan aktiva.
c. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan untuk
membantu menjamin pencatatan transkasi secara tepat.
d. Penjagaan yang memadai terhadap akses dan pengggunaan aktiva
dan catatan.
e. Pengecekan independen terhadap kinerja dan penilaian yang tepat
terhadap nilai yang tercatat.
2.2.4
Unsur-unsur Pengendalian Internal
Arens et al. (2008: 375) mengungkapkan bahwa pengendalian internal
menguraikan lima unsur-unsur pengendalian interal yang dirancang dan
diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan kepastian yang layak
bahwa tujuan pengendalian internal akan tercapai. Unsur-unsur pengendalian
internal tersebut meliputi lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan.
Adapun uraian dari pengertian unsur-unsur pengendalian internal yang
dikemukakan oleh Romney (2015: 231) dan Agoes (2012: 100) sebagai berikut:
12
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya (Agoes, 2012:
100). Lingkungan pengendalian mencakup hal-hal:
a. Integritas dan nilai etika.
b. Komitmen terhadap kompetensi.
c. Partisipasi dewan komisaris dan komite audit.
d. Falsafah manajemen dan gaya operasi.
e. Struktur organisasi.
f. Pemberian wewenang dan tanggung jawab.
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
2. Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko
yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk
menentukan bagaimana risiko harus dikelola (Agoes, 2012: 101).
Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut ini:
a. Perubahan dalam lingkungan operasi.
b. Personel baru.
c. Sistem informasi yang baru atau diperbaiki.
d. Teknologi baru.
e. Lini produk, produk, atau aktivitas baru.
f. Restrukturisasi korporasi.
g. Operasi luar negeri.
h. Standar akuntansi baru.
3. Aktivitas Pengendalian
Romney (2015: 241) menyatakan bahwa aktivitas pengendalian adalah
kebijakan, prosedur, dan aturan yang memberikan jaminan memadai
bahwa tujuan pengendalian internal telah dicapai dan respons risiko
dilakukan. Kebijakan dan prosedur ini memberikan keyakinan bahwa
tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko
dalam pencapaian tujuan entitas. Agoes (2012: 101) menambahkan
bahwa aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan
diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya
aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat
digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan
hal-hal berikut ini:
a. Review terhadap kinerja.
b. Pengolahan informasi.
c. Pengendalian fisik.
d. Pemisahan tugas.
4. Informasi dan Komunikasi
Menurut Agoes (2012: 101) informasi dan komunikasi adalah
pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam
suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan
dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi sistem akuntansi,
terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat,
13
mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa
maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aset, utang,
dan ekuitas yang bersangkutan.
5. Pemantauan
Menurut Agoes (2012: 102) pemantauan adalah proses penentuan
kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan
ini mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu
dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui
kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara
terpisah, atau dengan berbagai kombinasi keduanya.
2.2.5
Keterbatasan Pengendalian Internal
Agoes (2012: 106) mengatakan bahwa terlepas dari bagaimana bagusnya
desain dan operasinya, pengendalian internal hanya dapat memberikan keyakinan
memadai bagi manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian
tujuan pengendalian internal
entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut
dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian internal.
Hal ini mencakup kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam pengambilan
keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian internal dapat rusak karena
kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut seperti kekeliruan atau kesalahan
yang sifatnya sederhana. Disamping itu pengendalian dapat tidak efektif karena
adanya kolusi di antara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan
pengendalian internal.
Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh Mulyadi (2002: 181) bahwa
pengendalian internal yang baik sekalipun, tidak dapat dianggap sepenuhnya
efektif, karena selalu ada kemungkinan bahwa data yang dihasilkannya tidak
akurat akibatnya adanya beberapa keterbatasan yang melekat pada sistem tersebut.
14
Mulyadi (2002: 181) menyatakan pengendalian internal setiap entitas memiliki
keterbatasan bawaan sebagai berikut:
1. Kesalahan dalan pertimbangan
Seringkali manajemen dan personel lain dapat salah dalam
mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam
melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi,
keterbatasan waktu, atau tekanan lain.
2. Gangguan
Gangguan dalam pengendalian internal yang telah ditetapkan dapat
terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat
kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan.
Perusahaan yang bersifat semenatara atau permanen dalam personel
atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.
3. Kolusi
Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut
dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian
internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak
terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdekteksinya kecurangan
oleh pengendalian internal yang dirancang.
4. Pengabaian oleh manajemen
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi
manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan
semu.
5. Biaya lawan manfaat
Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal
tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian
internal tersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun
manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus
memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuantitatif dan
kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat suatu pengendalian
internal.
Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa pengendalian internal
memiliki keterbatasan yang menyebabkan tujuan perusahaan tidak tercapai.
Dengan demikian berarti bahwa penerapan pengendalian internal bukan ditujukan
untuk menghilangkan semua kecurangan dan kesalahan yang terjadi, melainkan
menguranginya seminimal mungkin, sehingga apabila terjadi kecurangan dan
kesalahan dapat diketahui dan diatasi dengan cepat dan baik.
15
2.2.6
Pengujian Atas Pengendalian Internal (Test of Control)
Tujuan dari test of control adalah untuk menentukan efektivitas rancangan
dan operasi pengendalian yang ada dalam perusahaan. Ada empat macam
prosedur yang digunakan dalam pengujian atas pengendalian menurut Arens et al.
(2005: 293), yaitu:
1. Make inquiries of Appropriate Client Personnel
Meskipun tanya jawab umumnya bukan merupakan sumber bukti kuat
mengenai keefektifan operasi pengendalian, namun termasuk bentuk
bahan bukti yang empiris.
2. Examine Documents, Record, and Report
Banyak kegiatan dan prosedur yang berkaitan dengan pengendalian
meninggalkan jejak audit dokumenter yang jelas. Dokumen, catatan,
dan laporan yang lengkap memberikan bahan bukti mengenai adanya
pengendalian.
3. Observe Control – Related Activities
Jenis aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian lainnya
meninggalkan jejak bahan bukti. Untuk pengendalian yang tidak
meninggalkan bahan bukti dokumenter, auditor biasanya mengamati
pelaksanaan aktivitas tersebut.
4. Reperform Client Procedures
Ada juga aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian yang
mempunyai dokumen dan catatan tetapi isinya tidak mencukupi
kepentingan auditor dalam menentukan apakah pengendalian berjalan
dengan efektif. Jadi, dilakukan reperform client procedures.
2.3
Piutang Usaha
2.3.1
Pengertian Piutang Usaha
Pengertian piutang usaha menurut Rudianto (2012: 210) sebagai berikut:
“Piutang usaha yaitu piutang yang timbul dari penjualan barang atau jasa
yang dihasilkan perusahaan. Dalam kegiatan normal perusahaan, piutang
usaha biasanya akan dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun,
sehingga piutang usaha dikelompokkan ke dalam kelompok aset lancar”
Menurut Mulyadi (2002: 87) pengertian piutang adalah sebagai berikut:
“Piutang usaha merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang atau
jasa, yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam satu
16
siklus kegiatan perusahaan. Pada umumnya disajikan dalam neraca dalam
dua kelompok, yaitu piutang usaha dan non usaha. Piutang usaha adalah
piutang yang timbul dari transaksi penjualan barang atau jasa dalam
kegiatan normal perusahaan. Piutang usaha ini umumnya merupakan
jumlah yang material dalam neraca jika dibandingkan dengan piutang non
usaha. Piutang non usaha timbul seperti misalnya piutang kepada
karyawan, piutang penjualan saham, piutang klaim asuransi, piutang
pengembalian pajak, piutang deviden dan bunga.”
Piutang mempunyai nilai yang cukup berpengaruh dalam laporan
keuangan. Oleh karena itu, manajemen diharapkan menaruh perhatian yang cukup
besar terhadap masalah-masalah piutang agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
Berdasarkan uraian dan definisi piutang usaha yang dimaksud dalam
skripsi ini adalah:
1. Piutang timbul melalui penjualan barang dan jasa dalam aktivitas
normal perusahaan yang dilakukan secara kredit.
2. Piutang merupakan hak kepada pihak lain yang penyelesaiannya
diharapkan dalam bentuk penerimaan uang tunai.
2.3.2
Fungsi yang Terkait dalam Sistem Piutang
Sistem piutang terdiri dari sistem penjualan kredit dan penerimaan kas dari
piutang, berikut adalah fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit menurut
Sunyoto (2014: 208):
a. Fungsi Penjualan
Dalam sistem penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
menerima surat order dari customer, mengedit order dari customer
untuk menambahkan informasi yang ada pada surat order tersebut,
meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan dari
gudang mana barang akan dikirim, dan mengisi surat order
pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk membuat back
17
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
order pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk
memenuhi order dari customer dan memo kredit untuk retur penjualan.
Fungsi Pemberi Otorisasi Kredit
Fungsi ini berada dibawah fungsi keuangan yang dalam transaksi
penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit
pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada
customer.
Fungsi Penyimpanan Barang
Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan
menyiapkan barang yang dipesan oleh customer, serta menyerahkan
barang ke fungsi pengiriman.
Fungsi Pengiriman Barang
Dalam sistem kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan
barang atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi
penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menjamin bahwa tidak
ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang
berwenang.
Fungsi Penagihan
Fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur
penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi
kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi pencatat
piutang, fungsi akuntansi biaya, fungsi akuntansi umum.
Fungsi Pencatat Piutang
Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari
transaksi penjualan kredit, mencatat berkurangnya piutang karena
transaksi retur penjualan, penerimaan kas dari piutang, penghapusan
piutang yang tidak tertagih, dan membuat serta mengirimkan
pernyataan piutang kepada para debitur.
Fungsi Akuntansi Biaya
Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat biaya produksi yang
dijual dalam buku pembantu persediaan dan mencatat biaya produk
jadi yang dikembalikan oleh customer dalam transaksi retur
pembelian.
Fungsi Umum
Fungsi ini bertanggung jawab mencatat transaksi penjualan kredit dan
penjualan tunai dalam jurnal penjualan, dan transaksi retur penjualan
pencadangan kerugian piutang dan penghapusan piutang dalam jurnal
umum.
Fungsi Penerimaan Barang
Fungsi ini bertanggung jawab menerima barang, baik yang asal dari
transaksi pembelian maupun yang berasal dari transaksi retur
penjualan.
18
Sedangkan menurut Mulyadi (2008:487) fungsi yang terlibat dalam sistem
penerimaan kas dari piutang adalah:
a. Fungsi Sekretariat
Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi sekretariat
bertanggung jawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan
(remittance advice) melalui pos dari para debitur perusahaan.
b. Fungsi Penagihan
Jika perusahaan melakukan penagihan piutang langsung kepada
debitur melalui penagih perusahaan, fungsi penagihan bertanggung
jawab untuk melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan
berdasarkan daftar piutang yang ditagih yang dibuat oleh fungsi
akuntansi.
c. Fungsi Kas
Fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi
sekretariat (jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui pos)
atau fungsi penagihan (jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan
melalui penagih perusahaan). Fungsi kas bertanggung jawab untuk
menyetorkan kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke
bank dalam jumlah penuh.
d. Fungsi Akuntansi
Fungsi akuntansi bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas
dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang
ke dalam kartu piutang.
e. Fungsi Pemeriksaan Intern
Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi pemeriksa intern
bertanggung jawab dalam melaksanakan perhitungan kas yang ada di
tangan fungsi kas secara periodik. Di samping itu, fungsi pemeriksa
intern bertanggung jawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk
mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan oleh fungsi
akuntansi.
2.3.3
Laporan yang Dihasilkan dalam Sistem Piutang
Menurut Mulyadi (2008:257) informasi mengenai piutang yang dilaporkan
kepada manajemen adalah:
a. Saldo piutang pada saat tertentu kepada setiap debitur.
b. Riwayat pelunasan piutang yang dilakukan oleh setiap debitur.
c. Umur piutang kepada setiap debitur pada saat tertentu.
19
Pernyataan piutang merupakan unsur pengendalian internal yang baik
dalam pencatatan piutang, untuk itu pernyataan piutang harus dikirimkan secara
periodik kepada debitur agar dapat diuji ketelitiannya dan dapat menimbulkan
citra yang baik di mata debitur mengenai keandalan pertanggungjawaban
keuangan perusahaaan.
2.3.4
Prosedur yang Membentuk Sistem Piutang
Menurut Mulyadi (2008:262) berbagai prosedur yang memengaruhi
piutang adalah:
1. Prosedur Penjualan kredit
Prosedur ini dicatat dalam jurnal penjualan atas dasar faktur penjualan
yang dilampiri dengan surat order pengiriman dan surat muat yang
diterima oleh Bagian Piutang dari Bagian Penagihan. Transaksi
timbulnya piutang ini di-posting ke dalam kartu piutang atas dasar data
yang telah dicatat dalam jurnal penjualan tersebut
2. Prosedur Retur Penjualan
Prosedur ini dicatat dalam jurnal retur penjualan atas dasar memo kredit
yang dilampiri dengan laporan penerimaan barang. Posting transaksi
berkurangnya piutang dari transaksi retur penjualan di-posting ke dalam
kartu piutang atas dasar data yang telah dicatat dalam jurnal retur
penjualan.
3. Prosedur Penerimaan Kas dari Piutang
Prosedur ini dicatat dalam jurnal penerimaan kas atas dasar bukti kas
masuk yang dilampiri dengan surat pemberitahuan (remmitttance
advice) dari debitur. Posting transaksi berkurangnya piutang dari
pelunasan piutang oleh debitur di-posting ke dalam kartu piutang atas
dasar data yang telah dicatat dalam jurnal penerimaan kas.
4. Prosedur Penghapusan Piutang.
Prosedur ini dicatat dalam jurnal umum atas dasar bukti memorial yang
dibuat oleh fungsi kredit. Transaksi berkurangnya piutang dari prosedur
penghapusan piutang dari transaksi penghapusan piutang di-posting ke
dalam kartu piutang atas dasar data yang telah dicatat dalam jurnal
umum.
20
2.4
Sistem Pengendalian Internal atas Piutang Usaha
Piutang merupakan unsur yang paling penting dalam neraca perusahaan.
Prosedur yang wajar dan cara pengamanan yang cukup terhadap piutang ini
penting, bukan saja untuk keberhasilan perusahaan, tetapi juga untuk memelihara
hubungan baik dengan para pelanggan.
Fungsi perencanaan akan turut mempertimbangkan jumlah yang akan
tertanam dalam piutang, dengan mengukur jumlah piutang tersebut dengan
membandingkannya terhadap modal yang tersedia serta hubungannya dengan
penjualan.
2.4.1
Tujuan Sistem Pengendalian Internal atas Piutang Usaha
Untuk mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu menetapkan
kebijakan kreditnya. Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai standar. Apabila
kemudian dalam pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak
dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu
melakukan perbaikan.
Adapun tujuan melakukan pengendalian internal piutang usaha yang
diungkapkan oleh Romney (2015: 24) adalah sebagai berikut:
a. Meyakini kebenaran jumlah piutang yang ada benar-benar menjadi
milik perusahaan.
b. Meyakini bahwa piutang yang ada dapat ditagih.
c. Ditaatinya kebijakan-kebijakan mengenai piutang.
d. Piutang aman dari penyelewengan.
2.4.2
Karakteristik Sistem Pengendalian Internal atas Piutang Usaha
Output dari sistem pengendalian internal piutang adalah berupa informasi
dalam bentuk laporan keuangan atau laporan manajemen lain, sehingga
21
karakteristik sistem pengendalian internal atas piutang usaha identik dengan
karakteristik informasi. Seperti yang telah diungkapkan oleh Romney (2015: 14)
karakteristik informasi yang baik adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.4.3
Relevan
Reliable
Complete
Timelines
Understandable
Verrifyable
Pengendalian Internal atas Piutang Usaha
Menurut Hery (2013: 50) pengendalian internal atas piutang usaha diawali
dengan melakukan evaluasi atas kelayakan kredit debitor. Setiap penjualan kredit
yang dilakukan oleh calon pembeli haruslah diuji atau dievaluasi terlabih dahulu
kelayakan kreditnya. Bagian penjualan tidak boleh merangkap bagian kredit.
Persetujuan pemberian kredit hanya boleh dilakukan oleh manajer kredit. Manajer
penjualan tidaklah memiliki otorisasi atau wewenang untuk menyetujui proposal
kredit pelanggan. Harus adanya pemisahan fungsi antara bagian persetujuan
kredit, bagian penjualan, bagian pencatatan (akuntansi), dan bagian penagihan.
Fungsi persetujuan kredit dan fungsi pembukuan memegang peranan sebagai
pengecek keabsahan penjualan. Karyawan yang menangani pencatatan piutang
usaha tidak boleh ikut terlibat dalam aktivitas penagihan.
Beberapa aspek pengendalian internal yang baik atas piutang menurut
Dunia (2013: 190) adalah sebagai berikut:
1. Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi
penjualan (operasi) dari fungsi akuntansi untuk piutang.
2. Pegawai yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari
fungsi penerimaan hasil tagihan piutang.
22
3. Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan, dan
penghapusan piutang harus mendapat persetujuan dari pejabat yang
berwenang.
4. Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang. Total dari
saldo-saldo buku tambahan ini harus dicocokan dengan buku besar
yang bersangkutan, paling tidak sebulan sekali. Di samping itu, pada
akhir bulan para pelanggan (debitur) harus dikirimkan surat pernyataan
piutang.
5. Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya.
Menurut Wilson & Campbell (2002: 418), ditinjau dari cara pendekatan
manajemen preventif maka ada tiga bidang pengendalian yang umum pada titik
mana dapat diambil tindakan untuk mewujudkan pengendalian piutang usaha,
yaitu:
1. Pemberian kredit dagang
Kebijaksanaan kredit dan syarat penjualan harus diberikan kepada
pelanggan yang memenuhi kriteria tertentu (keadaan keuangan yang
baik) sehingga tidak menimbulkan risiko besar akibat pemberian
kredit.
2. Penagihan (Collections)
Upaya penagihan piutang harus dilakukan sebagai usaha memperoleh
pembayaran sesuai dengan syarat penjualan.
3. Penetapan dan penyelenggaraan pengendalian internal yang layak
Prosedur penagihan piutang yang telah diadministrasikan dengan baik
dan wajar, tidak menjamin adanya pengendalian piutang yang baik.
Misalnya masih ada kemungkinan penyerahan barang tanpa faktur atau
penerimaan hasil penagihan piutang tidak diterima perusahaan. Untuk
itu, diperlukan suatu pengendalian internal yang memadai
Menurut Akmal (2009: 303) pengelolaan piutang meliputi tiga tahap, yaitu
sebagai berikut:
1. Timbulnya piutang usaha.
Penetapan hubungan langsung antara piutang dengan transaksi yang
mendasarinya, dalam hal ini penjualan atau penyerahan jasa. Prinsipprinsip pengendalian yang dapat dilakukan atas timbulnya piutang
adalah sebagai berikut:
a. Review oleh pejabat yang independen serta prosedur persetujuan
kredit.
b. Penentuan tersedianya produk.
c. Otorisasi mengenai harga dan syarat-syarat penjualan.
23
d. Penggunaan copy dokumen –dokumen sesuai dengan kebutuhan.
2. Administrasi Piutang
Administrasi piutang ini dilakukan mulai saatnya timbul piutang dan
diteruskan dengan pengurusan piutang hingga piutang tersebut dibayar.
Prinsip-prinsip pengendalian selama tahap ini meliputi:
a. Penyelenggaraan catatan-catatan perkiraan piutang secara
independen pencatatan piutang mungkin dilaksanakan secara
manual maupun dengan komputer.
b. Pencatatan yang mutakhir dari perkiraan piutang.
c. Pelaporan yang memadai dan segera.
d. Secara berkala tiap akhir bulan dikirim kepada langganan saldo
tagihan per tanggal akhir tiap bulan beserta rincian nomor dan
tanggal faktur yang masih belum dibayar untuk meminta
pemberitahuan segera jika ada ketidakcocokan. Dengan demikian
bisa dilakukan penyesuaian segera untuk memperoleh angka yang
benar. Dibuat rencana perolehan tagihan kas dari piutang yang
seharusnya jatuh tempo berdasarkan tanggal-tanggal jatuh
temponya untuk periode satu minggu ke depan dan upayakan
penagihan tepat waktunya dan jika mungkin dengan pendekatanpendekatan tertentu dapat ditagih sebelum tanggal jatuh temponya
tanpa memberikan diskon atau bunga.
3. Berkurangnya atau hapusnya piutang.
Berkurang atau hapusnya piutang dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
a. Adanya pelunasan piutang.
b. Adanya retur penjualan.
c. Penghapusan piutang karena tidak dapat ditagih.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa
pengendalaian
internal
piutang
usaha
diterapkan
di
perusahaan
untuk
mengamankan akan piutang yang menjadi hak perusahaan agar dapat diterima
kembali secara memadai. Bidang-bidang pengendalian merupakan hal yang harus
diperhatikan perusahaan agar pengendalian internal piutang dapat berjalan secara
efektif.
24
2.4.4
Penagihan Piutang Usaha
Setelah terjadi piutang usaha maka akan dilakukan penagihan terhadap
para debitur. Penagihan pada dasarnya bertujuan untuk memaksimalkan
penagihan piutang dan meminimalkan kerugian akibat pemberian kredit. Apabila
telah diberikan kredit, harus dilakukan setiap usaha untuk memperoleh
pembayaran yang sesuai dengan syarat penjualan dalam waktu yang wajar.
Penagihan sebaiknya dilakukan oleh petugas yang khusus ditunjuk untuk
melakukan penagihan piutang, yang disebut dengan kolektor. Dengan demikian
perusahaan harus menetapkan kebijaksanaan dan prosedur penagihan yang dapat
mempercepat penagihan itu sendiri.
Adapun kebijaksanaan penagihan menurut Hery (2013: 63) dipengaruhi
oleh lima faktor, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Modal perusahaan
Kompetensi
Jenis barang dan jasa
Klasifikasi atau kategori debitur
Batasan hukum
Prosedur penagihan piutang usaha yang efektif menurut Gitosudarmo dan
Basri (2002: 83) adalah sebagai berikut:
1. Bagian piutang menyusun daftar tagihan piutang yang jatuh tempo.
Daftar tersebut akan diserahkan kepada penagih beserta kuitansi
penjualan asli.
2. Penagih langsung mendatangi pelanggan ke alamat masing-masing dan
menagih piutang yang tercantum pada daftar tagihan. Setiap pelunasan
yang dilakukan pelanggan akan diberikan kuitansi penjualan yang asli
yang dicap lunas.
3. Uang hasil penagihan yang diperoleh akan diserahkan kepada kasir
serta daftar tagihannya.
4. Kasir menghitung uang tagihan dan apabila sudah cocok dengan daftar
tagihan maka daftar tagihan tersebut akan diberikan cap dimana
25
tagihan tersebut telah diterima oleh kasir. Setelah dicap daftar tagihan
tersebut akan diserahkan kembali kepada penagih atau kolektor.
5. Selanjutnya bagian penagihan akan menyerahkan daftar tagihan ke
bagian piutang dan akuntansi, penagihan piutang yang diterimam pada
buku tambahan dan bagian akuntansi mencatat ke buku kasir dan buku
besar.
Syarat-syarat penagihan piutang usaha yang efektif menurut Gitosudarmo
dan Basri (2002: 84) adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik.
Klasifikasi dan identifikasi piutang usaha secara tepat.
Catatan dan laporan yang cukup.
Waktu.
Tenaga kerja yang memuaskan.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan proses penagihan
piutang usaha menurut Kasmir (2003: 95) yaitu:
a. Melalui Surat
Bilamana pembayaran hutang dari pelanggan sudah lewat beberapa
hari tetapi belum dilakukan pembayaran maka perusahaan dapat
mengirim surat untuk meningkatkan atau menegur pelanggan yang
belum membayar hutangnya yang jatuh tempo. Apabila hutang
tersebut belum juga dibayar setelah beberapa hari surat dikirimkan
maka dapat dikirimkan lagi surat dengan teguran yang lebih keras.
b. Melalui Telepon
Apabila setelah pengiriman surat teguran ternyata tagihan tersebut
belum juga dibayar maka bagian kredit dapat menelepon pelanggan
dan secara pribadi memintanya untuk segera melakukan pembayaran.
Kalau dari hasil pembicaraan tersebut ternyata pelanggan mempunyai
alasan yang dapat diterima maka mungkin perusahaan dapat
memberikan perpanjangan sampai jangka waktu tertentu.
c. Kunjungan Personal
Melakukan kunjungan secara personal atau pribadi ke tempat
pelanggan sering kali digunakan karena dirasakan sangat penting
dalam usaha-usaha pengumpulan piutang.
d. Tindakan Yuridis
Bilamana ternyata pelanggan tidak mau membayar kewajibannya
maka perusahaan dapat menggunakan tindakan-tindakan hukum
dengan mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan.
26
2.5
Efektivitas
2.5.1
Pengertian Efektivitas
Menurut Mahmudi (2007: 84) pengertian efektivitas adalah sebagai
berikut:
“Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin
besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan.”
Sedangkan menurut Alamsyah (2003: 130):
“Efektivitas merupakan kegiatan yang dimulai dari fakta kegiatan
sehingga menjadi data, baik yang berasal dari hubungan antar unit dan di
dalam unit itu sendiri.”
Menurut definisi tersebut, dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa efektivitas
cenderung pada pencapaian suatu hasil yang berkaitan dengan keberhasilan suatu
perusahaan dalam mencapai tujuannya, atau suatu hubungan antara hasil yang
diperoleh dengan tujuan yang ingin dicapai suatu organisasi.
Dengan demikian efektif atau tidak suatu aktivitas terlihat dari apakah
tujuan perusahaan tercapai atau tidak. Tercapainya tujuan manajemen
(manajemen yang efektif) harus pula diukur oleh efisiensinya, karena pada
kenyataannya suatu tujuan mungkin saja dapat tercapai meskipun banyak
dilakukan pemborosan-pemborosan dalam upaya pencapaiannya. Dengan kata
lain ternyata manajemen yang efektif juga sebaiknya diikuti oleh manajemen yang
efisien.
27
Jadi manajemen yang efektif dan efisien berarti bahwa upaya-upaya yang
dilakukan oleh manajemen untuk mencapai suatu tujuan tertentu lebih kecil
daripada hasil yang diperoleh, atau hasil akhir yang diperoleh ternyata lebih besar
daripada hasil yang diperoleh, atau hasil akhir yang diperoleh ternyata lebih besar
daripada pengorbanan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2.5.2
Efektivitas Penagihan Piutang Usaha
Efektivitas sangat berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai atau
kemampuan suatu organisasi dalam memperoleh dan memanfaatkan sumber daya
yang ada sebaik mungkin dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu unit dapat dikatakan
efektif bila kontribusi keluar yang dihasilkan semakin besar terhadap nilai
pencapaian sasaran tersebut. Efektivitas cenderung pada pencapaian suatu hasil
yang berkaitan dengan keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya,
atau suatu hubungan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan yang ingin dicapai
suatu organisasi.
Penagihan piutang usaha merupakan proses mengubah kembali piutang
usaha yang ditimbulkan karena penjualan barang dan jasa menjadi uang tunai.
Realisasi pengumpulan piutang usaha, dapat diukur berdasarkan rasio aktivitas
yang mengukur seberapa jauh keefektifan perusahaan dalam menggunakan
sumber-sumber dana yang ada dalam perusahaan.
28
Alat untuk mengukur kolektibilitas piutang usaha, menurut Sastradipraja
(2005: 50) tingkat perputaran piutang (receivable turn over) dan anggaran
pengumpulan piutang (receivable collection budget) adalah:
”Piutang sebagai elemen dari modal kerja selalu dalam keadaan berputar.
Periode perputaran atau periode terikatnya modal dalam piutang adalah
tergantung kepada syarat pembayarannya. Makin lunak atau makin lama
syarat pembayarannya, berarti makin lama modal terikat pada piutang,
yang berarti bahwa tingkat perputaran selama periode tertentu adalah
semakin rendah. Tingkat perputaran piutang dapat diketahui dengan
membagi jumlah credit sales selama periode tertentu dengan jumlah ratarata piutang.”
Dapat dirumuskan sebagai berikut:
Untuk jumlah rata-rata piutang (average receivable) digunakan rumus
sebagai berikut:
Periode terikatnya modal dalam piutang atau hari rata-rata pengumpulan
piutang dapat dihitung dengan membagi tahun dalam hari dengan turn overnya.
Hari rata-rata pengumpulan piutang (average collection period) dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut: (1 tahun = 360 hari)
atau
Dengan kata lain, untuk mengetahui tingkat kolektibilitas piutang, ada
beberapa alat ukur yang dapat digunakan yaitu:
29
1. Tingkat Perputaran Piutang (Average receivable turn over)
Tingkat ini dihitung dengan cara membagi penjualan kredit bersih
dengan rata-rata piutang. Dari perhitungan tersebut, dapat diketahui
beberapa kali penjualan kredit rata-rata dapat ditagih dalam
setahunnya,
semakin
besar
perputarannya
semakin
baik
kolektibilitasnya.
2. Jangka Waktu Pengumpulan Rata-rata (Average day to collect)
Jangka waktu ini dihitung dengan cara membagi jumlah hari dalam
setahun dengan besarnya tingkat perputaran piutang. Hasil yang
didapat akan memperlihatkan umur rata-rata piutang perusahaan.
Semakin pendek umur piutang, berarti piutang semakin cepat tertagih.
Dengan membandingkan jangka waktu pengumpulan rata-rata dengan
kebijakan kredit
yang ditetapkan, dapat diketahui efektivitas
pemberian kredit penagihan.
3. Analisa Umur Piutang
Salah satu cara untuk menghitung penyisihan piutang tak tertagih
adalah dengan menerapkan presentase berbeda terhadap kelompok
umur piutang tertentu. Setiap akhir periode akuntansi dibuat daftar
piutang agar dapat diketahui berapa lama piutang suatu pelanggan
telah berlalu, waktu sejak dicatatnya transaksi penjualan sampai
dengan saat dibuatnya daftar piutang.
Menurut Gitosudarmo dan Basri (2008: 209) dengan diketahui umur
piutang maka akan dapat diketahui:
30
-
Piutang-piutang mana yang sudah dekat dengan jatuh tempo dan
harus ditagih.
Piutang-piutang yang sudah lewat jatuh tempo dan perlu
dihapuskan karena sudah tidak dapat ditagih kembali.
Dari daftar piutang dapat diperkirakan berapa jumlah piutang yang
tidak dapat ditagih. Semakin lama umur piutang semakin besar
kemungkinan tidak tertagihnya. Jumlah kerugian piutang yang
dihitung
dengan
cara
analisis
umur
piutang
ini
sudah
mempertimbangkan saldo rekening cadangan kerugian piutang
merupakan jumlah kerugian piutang. Di bawah ini disajikan contoh
daftar unur piutang (aging schedule) untuk memberikan ilustrasi yang
lebih jelas:
Tabel 2.1
Daftar Umur Piutang (Aging Schedule)
Umur Piutang
% Dari Nilai Total
(Hari)
Piutang
0-20
50
21-30
20
31-45
15
46-60
3
>60
12
TOTAL
100
Sumber: Gitosudarmo dan Basri (2008: 210)
Bila perusahaan menetapkan syarat waktu penjualan kredit 20 hari,
maka hanya sebesar 50% dari piutang yang tidak bermasalah.
Sebaiknya piutang yang berumur lebih dari 21 hari sampai dengan
lebih dari 60 hari yang berjumlah 50% maka dikatakan bahwa
31
perusahaan tersebut
mengalami
masalah
yang serius dengan
pelanggannya.
Dengan analisa umur piutang ini, perusahaan juga dapat mengambil
tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk meningkatkan hasil
penagihan, misalnya melakukan penagihan secara lebih intensif
terhadap piutang yang sudah lama tertunggak.
Dengan pengukuran sebelumya dapat diketahui ciri-ciri penyisihan
piutang dan piutang tak tertagih, yaitu:
a. Telah melewati batas waktu pemberian kredit.
b. Walaupun pembayaran telah dilakukan tetapi saldo kredit terus
menerus naik.
c. Tagihan lama baru terbayar sebagian sedangkan tagihan baru telah
dibayar penuh.
d. Pemberian kredit telah dihentikan dan usaha penagihan tidak dapat
dilakukan lagi.
e. Pelanggan yang mula-mula membayar secara kontan, sekarang
menggunakan promes.
f. Rekening-rekening yang lama diserahkan kepada penagihan.
Dengan adanya sistem pemberian kredit dan penagihan yang efektif, akan
memungkinkan penyisihan piutang diminimalisasi. Tingkat biaya penyisihan
piutang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Jumlah dari peredaran piutang
2. Efektivitas tindak lanjut penagihan
32
3. Kualitas pelanggan yang disetujui diberikannya kredit
2.6
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
PENGENDALIAN
INTERNAL PIUTANG
USAHA (VARIABEL X)
1. Lingkungan Pengendalian
2. Penilaian Risiko
3. Aktivitas Pengendalian
4. Informasi dan Komunikasi
5. Pemantauan
(Romney, 2015: 231)
(Agoes, 2012:100)
EFEKTIVITAS
PENAGIHAN PIUTANG
(VARIABEL Y)
1. Syarat-syarat Penagihan
Piutang yang Efektif
2. Prosedur
Penagihan
Piutang
(Gitosudarmo dan Basri,
2002:83)
Banyak perusahaan yang berskala besar atau kecil, baik yang berorientasi
laba (Profit Oriented Organization) maupun yang tidak berorientasi laba (NonProfit Oriented Organization) mempunyai perhatian besar terhadap bidang
keuangan, terutama dalam perkembangan dunia usaha yang semakin maju dan
persaingan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya yang semakin
ketat. Untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dalam menghadapi
persaingan yang ketat dan tercapainya tujuan perusahaan, maka diperlukan satu
penanganan dan pengelolaan yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan baik.
Manajemen yang baik dalam pengelolaan ini di dukung oleh penetapan
perencanaan, kebijakan, prosedur, pendelegasian wewenang, metode-metode dan
33
standar pelaksanaan yang dapat diterapkan untuk mengevaluasi hasil yang
dicapai.
Pengendalian internal merupakan kegiatan yang digunakan untuk
emastikan tujuan dan sasaran organisasi tercapai dan merupakan alat bantu bagi
manajemen dalam pencapaian tujuan tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Romney (2015: 226) pengendalian
internal adalah sebagai berikut:
“Proses yang dijalankan untuk menyediakan jaminan memadai bahwa
tujuan-tujuan pengendalian berikut telah dicapai:
Mengamankan asset-mencegah atau mendeteksi perolehan,
penggunaan, atau penempatan yang tidak sah.
Mengelola catatan dengan detail yang baik untuk melaporkan asset
perusahaan secara akurat dan wajar.
Memberikan informasi yang akurat dan reliabel.
Menyiapkan laporan keuangan yang sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.
Mendorong dan memperbaiki efisiensi operasional.
Mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah
ditentukan.
Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.”
Penerapan pengendalian internal ini yakni untuk mengamankan,
mengawasi dan melindungi catatan maupun aktiva perusahaan yang berkaitan
dengan perusahaan salah satunya berupa piutang usaha.
Piutang merupakan unsur yang paling penting dalam neraca perusahaan.
Prosedur yang wajar dan cara pengamanan yang cukup terhadap piutang ini
penting, bukan saja untuk keberhasilan perusahaan, tetapi juga untuk memelihara
hubungan baik dengan para pelanggan.
34
Menurut Rudianto (2012: 210) pengertian piutang usaha adalah sebagai
berikut:
“Piutang usaha yaitu piutang yang timbul dari penjualan barang atau jasa
yang dihasilkan perusahaan. Dalam kegiatan normal perusahaan, piutang
usaha biasanya akan dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun,
sehingga piutang usaha dikelompokkan ke dalam kelompok aset lancar.”
Pemberian piutang dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan
bagi sebuah perusahaan. Diharapkan dengan meningkatnya volume penjualan,
maka sebuah perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Perusahaan yang
memiliki jumlah piutang yang cukup besar harus dapat mengendalikan piutangnya
dengan baik karena risiko yang terkandung didalamnya cukup besar yaitu
kemungkinan tidak tertagihnya piutang, sehingga perusahaan mengalami
kerugian. Oleh karena itu perlu adanya sistem pengendalian terhadap piutang
tersebut.
Beberapa aspek pengendalian internal yang baik atas piutang menurut
Dunia (2013: 190) adalah sebagai berikut:
1. Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi
penjualan (operasi) dari fungsi akuntansi untuk piutang.
2. Pegawai yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari
fungsi penerimaan hasil tagihan piutang.
3. Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan, dan
penghapusan piutang harus mendapat persetujuan dari pejabat yang
berwenang.
4. Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang. Total dari
saldo-saldo buku tambahan ini harus dicocokan dengan buku besar
yang bersangkutan, paling tidak sebulan sekali. Di samping itu, pada
akhir bulan para pelanggan (debitur) harus dikirimkan surat pernyataan
piutang.
5. Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya.
Menurut Wilson & Campbell (2002: 418), ditinjau dari cara pendekatan
manajemen preventif maka ada tiga bidang pengendalian yang umum pada titik
35
mana dapat diambil tindakan untuk mewujudkan pengendalian piutang usaha.
Ketiga bidang tersebut adalah:
1. Pemberian kredit dagang.
2. Penagihan (Collections).
3. Penetapan dan penyelenggaraan pengendalian internal yang layak.
Sistem pengendalian internal akan memadai apabila diterapkan dan
dijalankan sebagaimana mestinya. Pengendalian internal yang memadai dapat
memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat didalam pelaksanaan dan
pencapaian tujuan perusahaan, sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian
yang memadai atas pengelolaan penagihan piutang usaha akan menjamin bahwa
hasil penagihan piutang akan disetorkan dengan tepat waktu.
Bagian penagihan adalah bagian yang kritis dan merupakan salah satu
penentuan kinerja perusahaan, karena penagihan adalah suatu proses dimana
piutang akan dikonversi menjadi satuan uang. Uang hasil tersebut nantinya akan
menjadi pendapatan bagi perusahaan dan dijadikan salah satu ukuran keberhasilan
manajemen pada kurun waktu tersebut.
Pengendalian pada penagihan fokus kepada dua bagian kegiatan
perusahaan yaitu: proses billing dan collection. Proses billing adalah proses
dimana perusahaan mencatat jumlah pelanggan dan dihitung seberapa besar
jumlah tagihan pada masing-masing pelanggan. Setelah terdapat satuan angka
yang menunjukan jumlah tagihan pada akhir bulan maka proses selanjutnya
adalah proses collection. Dimana pada tahap ini perusahaan akan menagih jumlah
tagihan sesuai dengan data yang dilaporkan oleh bagian billing dan akan diakui
36
sebagai pendapatan perusahaan yang akan mempengaruhi laporan keuangan
perusahaan. Apabila pengendalian internal piutang berjalan dengan baik, maka
penagihan piutang dapat berjalan efektif.
Menurut Mahmudi (2007: 84) pengertian efektivitas adalah sebagai
berikut:
“Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin
besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan.”
Menurut definisi tersebut, dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa efektivitas
cenderung pada pencapaian suatu hasil yang berkaitan dengan keberhasilan suatu
perusahaan dalam mencapai tujuannya, atau suatu hubungan antara hasil yang
diperoleh dengan tujuan yang ingin dicapai suatu organisasi.
Pengendalian yang dilakukan secara teratur dan konsisten yang dilakukan
manajemen perusahaan akan dapat mengurangi kerugian perusahaan, dengan
demikian jika perusahaan melakukan pengendalian pada bagian penagihan tentu
akan berpengaruh terhadap jumlah penagihannya sehingga pendapatan yang
diterima pun akan lebih efektif. Karena dengan pengendalian yang baik tentu akan
mengurangi kecenderungan seseorang dalam melakukan kecurangan ataupun
bekerja dengan asal-asalan yang akan berakibat pada jumlah penagihan itu
sendiri.
Pengendalian yang baik yang dilaksanakan oleh manajemen, akan
meminimalisasi kerugian yang timbul akibat adanya kerugian piutang tak tertagih
ataupun kecurangan yang dilaksanakan oleh karyawannya sendiri. Semakin baik
37
pengendalian tersebut, maka akan semakin besar perusahaan dapat menagih
jumlah tagihan yang direncanakan sebelumnya.
Dari uraian tersebut sangat erat kaitannya pengendalian piutang yang baik
yang dilaksanakan oleh manajemen sangat berhubungan erat dengan efektivitas
penagihan piutang dalam suatu perusahaan.
Penelitian terdahulu yang mendukung terhadap penelitian yang akan
dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Variabel
Peneliti
Objek
Hasil
Penelitian
Pengaruh sistem
pengendalian
intern piutang
terhadap
kelancaran
penerimaan
piutang pada
koperasi karyawan
omedata (kko)
Saputri
Utami
Analisis sistem
pengendalian
intern atas Fungsi
Pengelolaan
Piutang usaha
pada PT. PLN
(Persero) unit
Setyo Maruli
Puspitasari
Koperasi
Karyawan
Ome data
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positive
antara sistem pengendalian intern
piutang dengan kelancaran
penerimaan piutang sebesar r =
0,391. besarnya pengaruh sistem
pengandalian intern piutang
terhadap kelancaran penerimaan
piutang sebesar 15,3%, sedangkan
sisanya 84,7% dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain seperti sistem
pembayaran piutang yang di potong
langsung dari gaji karyawan melalui
payroll pada PT. Omedata
Electronics, dan faktor internal dari
anggota KKO
PT. PLN
1. Setyo Maruli Hasil analisis yang
(Persero) unit dilakukan penulis pada PT PLN
pelayanan dan (Persero) Unit Pelayanan dan
jaringan Blitar Jaringan Blitar, prosedur Fungsi
Pengelolaan Piutang usaha telah
dlakukan dengan cukup baik tetapi
ada kelemahan yaitu terdapat
38
Variabel
Peneliti
Objek
Hasil
Penelitian
pelayanan dan
jaringan Blitar
Peranan
Pengendalian
Intern dalam
Efektivitas
Penagihan Piutang
Gilang Septa
Putra
PT Putra
Tama Wisata
Bandung
perangkapan fungsi pada bagian
kasir. Dilihat dari tingkat perputaran
piutangnya, tahun 2004 sebanyak
13,27 kali, tahun 2005 sebanyak
15,01 kali dan tahun 2006 sebanyak
10,98 kali. Sedangkan dilihat dari
periode pengumpulan piutangnya
tahun 2004 adalah 27,13 hari, tahun
2005 adalah 23,98 hari dan tahun
2006 adlah 32,79 hari.
2. Perusahaan secara umum sudah
efisien namun masih ada yang harus
dibenahi. Sedangkan dilihat dari
tingkat perputaran piutang dan
periode pengumpulan piutang antara
tahun 2004-2006 rata-rata sudah
efisien. Agar terjadi pengelolaan
yang efisien perlu dilakukan
pemisahan fungsi yang jelas,
penambahan jumlah karyawan, dan
menyeleksi calon pelanggan dan
KUD dengan selektif.
1. Berdasarkan rata-rata jawaban
responden, diketahui bahwa
pengendalian intern yang
dilaksanakan oleh manajemen
perusahaan di PT . Putra Tama
Wisata sudah berjalan sangat
efektif (rata-rata = 4.31) dengan
mengukur tiap komponen dari
pengendalian internal
diantaranya lingkungan
pengendalian, penilaian resiko,
aktivitas pengendalian, informasi
dan komunikasi, dan
pemantauan.
2. Berdasarkan rata-rata jawaban
responden, diketahui bahwa
39
Variabel
Peneliti
Objek
Hasil
Penelitian
Manfaat Sistem
Pengendalian
piutang dalam
Meminimalisasi
Piutang Tak
Tertagih
Hery Sofyan
Perusahaan
Leasing
proses penagihan piutang
penjualan tiket domestic di PT.
Putra Tama Wisata sudah
dilaksanakan secara sangat
efektif (rata-rata = 4.46)
Hasil penelitian menunjukan bahwa
sistem
pengendalian
yang
diterapkan cukup dilaksanakan
dengan efektif sehingga dapat
meminimalisasi piutang tak tertagih
yang muncul di perusahaan
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diartikan bahwa pengendalian internal
piutang dapat berperan dalam menunjang efektivitas penagihan piutang.
2.7
Hipotesis Penelitian
Pengertian hipotesis menurut Sekaran (2006) yaitu:
“Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara
logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk
pernyataan yang dapat diuji.”
Penelitian ini dimaksudkan bagaimana pelaksanaan pengendalian internal
piutang usaha pada PT X dan bagaimana proses penagihan piutang pada PT X.
Selanjutnya akan dilihat seberapa besar peranan pengendalian internal piutang
usaha dalam menunjang efektivitas penagihan piutang usaha tersebut.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat disusun hipotesis penelitian
yang diajukan adalah Hipotesis alternatif (Ha) sedangkan untuk keperluan analisis
40
statistik Hipotesis nol (Ho). Perumusan Hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif
(Ha) adalah sebagai berikut:
Ho = 0
Pengendalian internal piutang usaha tidak berperan signifikan
dalam menunjang efektivitas penagihan piutang usaha di PT X
Ha ≠ 0
Pengendalian internal piutang usaha berperan signifikan dalam
menunjang efektivitas penagihan piutang usaha di PT X
Download