No. I, 2014 1 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN - E

advertisement
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA PADA ASPEK TALKING AND
WRITING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh : Bansu I. Ansari
(Dosen Prodi Matematika FKIP Universitas Jabal Ghafur)
ABSTRACT
Talking and writing in terms of innovative learning is learning that provides opportunities for
students to interact each other ( SCL ) is related to the term communicating , discussing , discourse ,
and Written Texts . Some of the steps recommended that all teachers and students in talking and
writing meaningful aspects are : ( 1 ) set of students in a group , ( 2 ) provide an explanation to the
students goals to be achieved , and provide guidance tasks that each member of the group must
understand , ( 3 ) explain how to assess individual students , ( 4 ) around the classroom to provide
assistance to students who require and control whether students write solutions to problems set by the
teacher , and ( 5 ) assess student performance and help them how best to collaborate with the others .
Some of the findings include: ( 1 ) through cooperative learning with metacognitive training more
effectively develop students' mathematical communication skills , (2 ) strategy Think - Talk - Write (
TTW ) can improve the ability of high school students mathematical representations of aspects ( 1 )
construct a conceptual model , such as images , tables , graphs and diagrams ( drawing ) , ( 2 ) create
mathematical models ( mathematical expressions) , ( 3 ) verbal explanation based on an analysis of the
images and concepts of formal or non-formal ( written texts) , (3 ) learning the advanced aspects of
talking and writing can enhance students' independence in learning mathematics
Keywords: talking, writing, communicating, discussing, discourse, dan written Texts
A. Pendahuluan
Isu sentral pendidikan yang masih aktual
dibicarakan dewasa ini adalah rendahnya
peringkat Human Development Index (HDI)
dan di antara 173 negara, bahkan semakin
menurun dari tahun 1996 peringkat 102,
menjadi peringkat 109 pada tahun 2000. Selain
itu skor Matematika, Sains serta Membaca
siswa Indonesia di kancah dunia juga belum
menampakkan tanda-tanda membaik yaitu
peringkat 57 dari 65 negara peserta (PISA,
2009). Rata-rata skor tes membaca siswa kita
402 dibandingkan dengan Singapura dan
Thailand masing-masing 526 dan 421 (Nilai
ideal 493). Rata-rata skor tes matematika siswa
kita 371 dibandingkan dengan Singapora dan
Thailand masing-masing 562 dan 419 (Nilai
ideal 496). Kekecewaan tersebut menjadi
lengkap setelah pada Ujian Nasional 2013 lalu
siswa SMA di Provinsi Aceh memperoleh
peringkat terbawah dari 33 propinsi dan lebih
parah lagi pada Uji Kompetensi Guru (UKG),
guru kita juga memeperoleh peringkat yang
sama seperti siswa SMA. Ini berarti ada
korelasi antara kemampuan guru dengan
kemampuan siswa.
Berdasarkan
kenyataan
di
atas,
tampaknya permasalahan dunia pendidikan
masih berkisar pada kompetensi guru dan
political will dari guru bersangkutan untuk
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
melaksanakan komitmennya selaku guru secara
konsisten,
sinergis,
dan
berkelanjutan.
Komitmen guru yang dimaksud antara lain
adalah tidak membuat siswa bosan dalam
belajar karena aktivitasnya hanya mendengar
dan melihat atraksi guru. Untuk mengatasinya
paradigma pembelajaran mesti diubah dari
transfer of knowledge atau teacher centered
menjadi Student Centered Learning (SCL). Jadi
guru perlu membuat komitmen bahwa tugas
guru dalam kelas bukan lagi sebagai pemberi
informasi (transfer of knowledge), tetapi
sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of
learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri
pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti
pemecahan
masalah,
penalaran,
dan
berkomunikasi (Artzt, 1996). Para ahli
mengemukakan
bahwa
guru
masih
menggunakan
paradigma
transfer
of
knowledge. Mereka mengatakan bahwa (a)
dalam proses pembelajaran guru sering
mencontohkan
pada
siswa
bagaimana
menyelesaikan soal (Sullivan, Brouke & Scott,
1995); (b) suasana kelas masih didominasi guru
dan titik berat pembelajaran ada pada
keterampilan dasar (Brooks & Brooks, 1999);
(c) siswa belajar dengan cara mendengar dan
menonton
guru
melakukan
matematik,
kemudian guru mencoba memecahkannya
sendiri (Kramarski, 2000); (d) pada saat
1
mengajar matematika, para guru langsung
menjelaskan topik yang akan dipelajari,
dilanjutkan dengan pemberian contoh dan soal
untuk latihan (Amin, 2002). Akibatnya kondisi
pembelajaran yang berlangsung dalam kelas
membuat siswa pasif (Sutiarso, 2000).
Model pembelajaran transfer informasi
seperti yang digambarkan pada paragraf di atas
selain dapat memberi kesan yang kurang baik
bagi siswa, juga dapat mendidik mereka
bersikap apatis dan individualistik. Mereka
akan melihat matematika sebagai suatu
kumpulan aturan-aturan dan latihan-latihan
yang dapat mendatangkan rasa bosan, karena
aktivitas siswa hanya mendengar, mengulang
prosedur atau menghafal algoritma tanpa diberi
peluang lebih banyak berinteraksi dengan
sesama.
Salah satu teknik pembelajaran yang
bernuansa SCL adalah memberi kesempatan
kepada siswa dalam aspek talking and writing
dalam pembelajaran. Pembahasan istilah
talking and writing berhubungan dengan
beberapa
istilah
lain
di
antaranya
communicating, discussing dan discourse.
Pengertian keempat istilah di atas tidak tepat
sama, namun mereka memilki beberapa
kesamaan karakteritik. Pada makalah ini,
penulis menerjemahkan istilah talking and
writing dengan commuinicating dan discussing.
Huinker & Laughlin (1996) mengemukakan
bahwa peran talking dalam pembelajaran
matematika adalah membantu kelancaran
kerjasama antar siswa dan membantu
membangun masyarakat belajar dalam kelas.
Ketika siswa diberikan kesempatan untuk
diskusi dalam matematik secara luas, mereka
dapat menilai pemikirannya. Aktivitas bersama
patner ini cukup menyenangkan dan siswa
dapat menguji idenya, mengembangkan kosakata, bertukar pengalaman dengan cara yang
berbeda dan dapat menghimpun berbagai ide
lainnya. Dengan demikian, talking dan writing
dalam pembelajaran matematik dapat terjadi
ketika siswa belajar dalam kelompok, ketika
siswa menjelaskan suatu algoritma untuk
memecahkan suatu persamaan, ketika siswa
menyajikan cara unik untuk memecahkan
masalah, ketika siswa mengkonstruk dan
menjelaskan suatu representasi grafik terhadap
fenomena dunia nyata, atau ketika siswa
menberikan suatu konjektur tentang gambargambar geometri (NCTM, 1991).
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
B. Mengapa Aspek Talking and Writing Perlu
Dikembangkan pada Individu yang Belajar
Matematika?
1. Keutamaan
Dalam visi dan tujuan pembelajaran
matematika termuat bahwa kompetensi
matematik yang meliputi:
kemampuan
pemahaman, penalaran, komunikasi, koneksi,
pemecahan masalah, berpikir kritis dan kreatif,
serta disposisi matematik harus dimiliki siswa
yang
belajar
matematika.
Kompetensi
matematik yang dibahas dalam makalah ini
adalah komunikasi matematik, representasi
matematik dan pemecahan masalah matematik
dalam kaitannya dengan pengaruh aspek
talking dan writing. Siswa di tempat kita sering
mengeluh tentang aspek talking ini, seperti
halnya juga siswa di luar negeri yaitu, “ I can
do it, but I can’t explain it.” Doing is
important, but studens’ understanding and
communicating what they are doing is more
important (Szetela, 1993). Artinya mereka
mampu
menyelesaikan
soal-soal
yang
diberikan, namun kurang mampu untuk
menjelaskan.
Pertanyaannya adalah mengapa “talk”
penting dalam matematika? “Talk” penting
karena: (1) apakah itu tulisan, gambaran,
isyarat, atau percakapan merupakan perantara
ungkapan matematika sebagai bahasa manusia.
Matematika adalah bahasa yang spesial
dibentuk untuk mengkomunikasikan bahasa
sehari-hari, (2) pemahaman
matematik
dibangun melalui interaksi dan konversasi
(percakapan) antara sesama individual yang
merupakan aktivitas sosial yang bermakna, (3)
cara utama partisipasi komunikasi dalam
matematika adalah melalui talk. Siswa
menggunakan bahasa untuk menyajikan ide
kepada temannya, membangun teori bersama,
sharing strategi solusi, dan membuat definisi,
(4) pembentukan ide (forming ideas) melalui
proses talking. Dalam proses ini, pikiran
seringkali dirumuskan, diklarifikasi atau
direvisi, (5) internalisasi ide (internalizing
ideas). Dalam proses konversasi matematika
internalisasi dibentuk melalui berpikir dan
memecahkan
masalah. Siswa mungkin
mengadopsi strategi yang lain, mereka mungkin
bekerja dengan memecahkan bagian dari soal
yang lebih mudah, mereka mungkin belajar
frase-frase yang dapat membantu mereka
mengarahkan pekerjaannya, (6) meningkatkan
dan menilai kualitas berpikir. Talking
2
membantu
guru
mengetahui
tingkat
pemahaman siswa dalam belajar matematika,
sehingga dapat mempersiapkan perlengkapan
pembelajaran yang dibutuhkan (Disarikan dari
Corwin, 2002; Szetela, 1993).
Selanjutnya ada beberapa pakar lainya
mengemukakan keutamaan talking atau
berdiskusi dalam pembelajaran. Gokhale
(1995) menyatakan aktivitas siswa dalam
diskusi tidak hanya meningkatkan daya tarik
antar partisipan tetapi juga dapat meningkatkan
cara berpikir kritis.
Baroody (1993)
mengemukakan mendiskusikan suatu ide
adalah cara yang baik bagi siswa untuk
menjauhi gap, ketidakkonsistenan, atau suatu
keberhasilan kemurnian berpikir. Berdiskusi
dapat menguntungkan pendengar yang baik,
karena memberikan wawasan baru baginya.
Selanjutnya Baroody menguraikan beberapa
kelebihan dari diskusi kelas, yaitu antara lain:
(1) dapat mempercepat pemahaman materi
pembelajaran dan kemahiran menggunakan
strategi, (2) membantu siswa mengkonstruk
pemahaman matematik, (3) menginformasikan
bahwa, para ahli matematika biasanya tidak
memecahkan masalah sendiri-sendiri, tetapi
membangun ide bersama pakar lainnya dalam
suatu tim, dan (4) membantu siswa
menganalisis dan memecahkan masalah secara
bijaksana.
Dengan demikian, sesuai paragraf di atas
ketika
talking
(berdiskusi,
berbicara,
berkomunikasi) dikedepankan oleh guru, maka
pada strategi ini memungkinkan siswa untuk
terampil
berbicara.
Keterampilan
ini
merupakan modal dasar siswa untuk lebih
percaya diri dalam menjalani hidupnya
kedepan. Beberapa pakar menyebutkan
keutamaan lainnya dari aspek talking ini,
seperti
Huinker
&
Laughlin
(1996)
menyebutkan, berbicara dapat berlangsung
secara alami, tetapi menulis tidak. Proses
berbicara atau berkomunikasi dipelajari siswa
melalui kehidupannya sebagai individu yang
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Secara alami dan mudah proses berkomunikasi
dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan
sebagai alat sebelum menulis. Misalnya siswa
berkomunikasi tentang ide matematika yang
dihubungkan dengan pengalaman mereka,
sehingga mereka mampu untuk menulis tentang
ide itu. Selain itu, berkomunikasi/berbicara
dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi
dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas.
Hal ini mungkin terjadi karena ketika siswa
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
diberi kesempatan untuk “berkomunikasi dalam
matematik”
sekaligus mereka berpikir
bagaimana cara mengungkapkannya dalam
tulisan. Oleh karena itu keterampilan
berkomunikasi
atau
berdiskusi
dapat
mempercepat
kemampuan
siswa
mengungkapkan idenya melalui tulisan secara
mandiri. Selanjutnya berkomunikasi atau
berbicara baik antar siswa maupun dengan guru
dapat meningkatkan pemahaman. Hal ini bisa
terjadi karena ketika siswa diberi kesempatan
untuk berbicara atau berdialog, sekaligus
mengkonstruksi
berbagai
ide
untuk
dikemukakan melalui dialog.
Selanjutnya aspek writing, ini juga
penting karena setelah siswa berdiskusi
sesamanya, selanjutnya mereka menuliskan
hasil diskusi/dialog pada lembar kerja yang
disediakan.
Aktivitas
menulis
berarti
mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi
atau berdialog antar teman kemudian
mengungkapkannya melalui tulisan. Terdapat
beberapa keutamaan writing (menulis) dalam
pemebelajaran matematika. Menulis dalam
matematika membantu merealisasikan salah
satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman
siswa tentang materi yang ia pelajari (Shield &
Swinson, 1996). Rose (Baroody, 1993)
menyatakan bahwa menulis dipandang sebagai
proses berpikir keras yang dituangkan di atas
kertas. Menulis adalah alat yang bermanfaat
dari berpikir karena melalui berpikir, siswa
memperoleh pengalaman matematika sebagai
suatu aktivitas yang kreatif. Manzo (1995)
mengatakan menulis dapat meningkatkan taraf
berpikir siswa ke arah yang lebih tinggi
(higher-order-thinking). Selain itu Masingila &
Wisniowska (1996) mengemukakan aktivitas
menulis siswa bagi guru dapat memantau (1)
kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi
siswa terhadap ide yang sama, (2) keterangan
nyata dari prestasi siswa. Dengan demikian
menurut pakar tersebut, menulis adalah suatu
kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk
mengungkapkan dan merefleksikan pikiran.
Kalau begitu guru harus arif dalam mengajar
untuk memancing siswa mau menulis, dalam
artian jangan hanya memberi tugas namun
malas memeriksa pekerjaan siswa.
2. Aktivitas Siswa
Berikut ini anjuran para pakar agar
guru dapat menetapkan suatu langkah yang
dinamis agar suasana talking and writing
3
dapat berlangsung nyaman dan lebih
bermakna antara lain, Silver & Smith
(1996) menganjurkan bahwa guru harus (1)
mengajukan pertanyaan dan tugas yang
mendatangkan keterlibatan, dan menantang
setiap siswa berpikir, (2) mendengar secara
hati-hati ide siswa, (3) menyuruh siswa
mengemukakan ide secara lisan dan tulisan,
(4) memutuskan apa yang digali dan
dibawa siswa dalam diskusi, (5)
memutuskan kapan memberi informasi,
mengklarifikasi
persoalan-persoalan,
menggunakan model, membimbing dan
membiarkan siswa berjuang dengan
kesulitan, (6) memonitoring dan menilai
partisipasi
siswa dalam diskusi, dan
memutuskan kapan dan bagaimana
mendorong
setiap
siswa
untuk
berpartisipasi.
Corwin (1997), menganjurkan empat
fase proses yang dinamis dalam writing yaitu:
(1) Fase perencanaan (prewriting). Dalam fase
ini, siswa menggunakan bermacam-macam
curah
pendapat
(brainstorming)
dan
mendiskusikan teknik untuk menggali berbagai
kemungkinan topik yang datang dari
pengalaman siswa sendiri. (2) Fase menulis
(follows the planning). Dalam fase ini, siswa
menulis secara aktual yang disebut dengan
“discovery draft”. Draf ini diperlakukan
sebagai suatu gambaran dari materi tulisan
yang akan dibentuk. (3) Revision. Dalam fase
ini, siswa bekerja bersama-sama dalam satu
grup untuk merevisi draf. Yang satu membaca
keras-keras sedangkan yang lain bertindak
sebagai “editor”. (4) Publikasi (Publication
phase). Pada fase ini, siswa menyelesaikan
tulisan hingga menjadi bentuk final, dan
barangkali dipublikasikan melalui internet,
diperbanyak, atau dimuat dalam surat kabar.
Baroody (1993) mengemukakan ada
beberapa langkah dinamis yang perlu dilakukan
guru untuk mengaktifkan kegiatan menulis
yaitu (1) Summaries, yaitu siswa disuruh
merangkum pelajaran dalam bahasa mereka
sendiri. Kegiatan ini berguna, karena dapat
membantu siswa memfokuskan pada konsep–
konsep kunci dalam suatu pelajaran, menilai
pemahaman dan memudahkan retensi. (2)
Questions, siswa disuruh membuat pertanyaan
sendiri dalam tulisan. Kegiatan ini berguna
membantu siswa merefleksikan pada fokus
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
yang tidak mereka pahami. (3) Explanations,
siswa
disuruh
menjelaskan
prosedur
penyelesaian, dan bagaimana menghindari
suatu kesalahan. Kegiatan ini berguna, karena
dapat mempercepat refleksi, pemahaman , dan
penggunaan kata-kata yang tepat. (4)
Definitions, mereka disuruh menjelaskan
istilah-istilah yang muncul dalam bahasa
mereka sendiri. Kegiatan ini berguna, karena
dapat membantu siswa berpikir tentang makna
istilah dan menjelaskan pemahaman mereka
terhadap istilah. (5) Reports, siswa disuruh,
baik sebagai individu maupun sebagai suatu
kelompok, untuk menulis laporan. Kegiatan ini
berguna, karena membantu pemahaman siswa,
bahwa menulis adalah suatu aspek penting
dalam matematika untuk menyelidiki topiktopik dan isu-isu dalam matematika dan
kepribadian.
Dari beberapa pendapat para pakar di
atas dapat disimpulkan aktivitas guru dan siswa
dalam aspek talking and writing adalah: (1)
menetapkan siswa dalam suatu grup, (2)
memberikan penjelasan pada siswa tujuan yang
hendak dicapai, dan memberikan pengarahan
tugas-tugas yang setiap anggota grup harus
memahaminya, (3) menjelaskan bagaimana
cara menilai siswa secara individual, (4)
mengelilingi kelas untuk memberi bantuan
kepada siswa yang memerlukan, dan (5)
menilai prestasi siswa serta membantu mereka
bagaimana sebaiknya berkolaborasi satu
dengan yang lain. (6) guru tetap mengontrol
apakah siswa menulis solusi terhadap masalah
yang diberikan guru, mengorganisasikan semua
pekerjaan
secara
sistematis,
seperti
penyelesaian yang menggunakan diagram,
grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan
ditindaklanjuti, mengoreksi semua pekerjaan
sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun
perhitungan yang ketinggalan. Kemudian diberi
pengertian bahwa pekerjaan yang terbaik
adalah lengkap, mudah dibaca dan terjamin
keasliannya.
Berdasarkan
ungkapan-ungkapan
para ahli mengenai peranan, keutamaan dan
aktivitas yang dilakukan siswa pada aspek
talking dan writing dalam pembelajaran
matematika, serta tugas-tugas yang
dilakukan siswa, secara rasional diharapkan
bahwa guru sadar betapa pentinnya aspek
ini dalam pembelajaran matematika
sehingga dapat menumbuhkembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan aspek
4
lainnya
yaitu
kemandirian
untuk
mendukung kompetensi matematik yang
harus dimiliki siswa.
C. Mengembangkan Kemampuan Siswa pada
Aspek Talking and Writing Dalam Belajar
Matematika
Mengembangkan kemampuan siswa
dalam aspek ini dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode dan strategi
yang mendukung SCL, misalnya metode
penemuan, koperatif, pemecahan masalah dan
strategi
think-talk-write
yang
dapat
memberikan kesempatan luas pada siswa untuk
mengungkapkan pikirannya baik melalui
berbicara, diskusi dan menuangkannya dalam
tulisan. Dalam metode pemecahan masalah
misalnya,
aktivitas
siswa
adalah
mengedepankan diskusi sebelum menulis
yaitu, mengidentifikasi kecukupan data untuk
memecahkan masalah, membuat model
matematik
dari
suatu
masalah
dan
menyelesaikannya, memilih dan menerapkan
strategi
untuk
menyelesaikan
masalah
matematika dan atau di luar matematika,
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil
sesuai permasalahan asal, serta memeriksa
kebenaran hasil atau jawaban; dan menerapkan
matematika secara bermakna.
Selanjutnya strategi thin-talk-write,
strategi ini mengedepankan perlunya siswa
menjelaskan hasil pemikiran matematikanya,
sehingga melalui diskusi dia mendapatkan
masukan sebelum menulis. Oleh sebab itu guru
perlu mengelola pembelajaran yang dapat
mendukung kegiatan ini baik melalui
penanaman konsep maupun melalui pemberian
tugas matematika. Sebaiknya penanaman
konsep dimulai dengan kontekstual.
Sebuah kotak terbuka (seperti nampak pada
gambar di atas), akan dibuat dari suatu bahan
yang berukuran a x a x 3 cm. Pertanyaan:
Bentuklah suatu model matematik/bangun
aljabar yang menyatakan luas permukaan
kotak.
Kegiatan Siswa : Membaca sambil mencoratcoret
buku
latihan,
kemudian
berdiskusi
dengan temannya untuk
memperoleh jawaban model
matematik yaitu: L = a2 +
12 a
Pertanyaan LKS : Berapakah panjang sisi alas
kotak jika luas permukaan
kotak 108 cm2?
Kegiatan Siswa : Berdiskusi dan menulis,
sisinya adalah a, sehingga:
108 = a2 + 12 a atau a2
+ 12 a – 108 = 0
( a
+ 18 ) ( a – 6) = 0
a = - 18
(tak terpakai) atau a = 6
(terpakai)
Pertanyaan LKS:
Berapakah
luas
permukaan
kotak
jika
panjang sisi alasnya 8 cm?
Kegiatan Siswa :
Diskusi dan menulis,
melalui model matematik
diperoleh:
L = 82 + 12 (8) = 160
2
cm
Pertanyaan LKS : Perhatikan
model
matematik yang kalian
dapat,
kemudian
lengkapilah
tabel berikut:
a (cm)
Contoh aktivitas talking dan writing dalam
pembelajaran penanaman konsep.
Kegiatan dalam LKS : Perhatikan masalah di
bawah ini:
3
cm
Tanpa tutup
a cm
a cm
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
1
L (cm) ….
2
3
4
5
6
7
8
9
….
….
….
….
….
….
….
….
Berdasarkan pengamatan kamu, bagaimanakah
hubungan antara luas kotak dan panjang
sisinya?
Kegiatan Siswa : Luas kotak tergantung dari
panjang sisinya. Semakin
besar panjang sisinya, luas
kotak juga semakin besar.
Guru dan siswa mengambil kesimpulan bahwa,
saling ketergantungan antara luas dan sisi kotak
5
di sebut suatu fungsi. Jika luas merupakan
fungsi dari a (sisi), maka saling ketergantungan
ini dapat di tulis L(a) = a2 + 12 a. Karena
pangkat tertinggi dari peubah adalah 2, maka
fungsi ini disebut fungsi kuadrat dalam a, a
merupakan peubah atau variabel bebas dan L(a)
merupakan peubah terikat. Himpunan semua
nilai a (peubah bebas) disebut daerah asal
fungsi ditulis { a / 1  a  10}, sedangkan
semua himpunan nilai L(a) disebut daerah hasil
fungsi. Sekarang tuliskan beberapa contoh
fungsi kuadrat dalam berbagai peubah
(variabel),
kemudian
tuliskan
bentuk
umumnya!
Kegiatan Siswa : Menulis beberapa contoh
fungsi kuadrat, kemudian menulis Bentuk
umum: f(x) = ax2 +bx + c
D. Kontribusi Aspek Talking and Writing
Terhadap Kemampuan Matematik Siswa
Beberapa studi berkenaan dengan
pengaruh aspek talking and writing dalam
pembelajaran inovatif yang memberikan
kesempatan secara luas pada siswa untuk
berinteraksi sesamanya terhadap kemampuan
matematik siswa (representasi matematik,
pemecahan masalah, komunikasi matematik)
dan kemandirian belajar pada siswa sekolah
menengah dilaporkan oleh Kramarski (2000),
Ansari (2004), Wardani (2009), Permana
(2010) dan Yonandi (2010).
Kramarski,
menemukan
bahwa
kelompok belajar secara koperatif yang
diberikan latihan metakognitif (kelompok
eksperimen), secara signifikan memperoleh
skor rata-rata di atas kelompok belajar secara
individual dan latihan metakognitif, kelompok
belajar koperatif serta kelompok belajar
individual (kelompok kontrol), terhadap
kemampuan
pemecahan
masalah
dan
representasi matematik siswa. Subyek populasi
dalam penelitian ini sebanyak 384 siswa (181
laki-laki dan 203 wanita) yang terdiri dari 12
kelas dari siswa kelas delapan (SLTP), yang
dipilih secara random dari empat sekolah
berdasarkan status sosial ekonomi yang
berbeda. Sebanyak 36 item tes digunakan untuk
studi ini masing-masing 25 butir pilihan ganda
dan 11 butir soal uraian bersifat open-ended.
Sedangkan soal open-ended digunakan untuk
mengungkap penalaran matematik melalui
tulisan (lihat Table 1).
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
Table 1: Frequencies (percent in parentheses)
of
student Who
Used Mathematical
Representations in Justifying Their Correct
Mathematical Reasoning
COOP+META IND+META COOP
N= 30
N= 30
N= 30
Visual explanations
Pretest
60(1,6)
30(0,8)
40(1,0)
Posttest
70(1,8)
70(1,3)
50(1,4)
60(14)
Formal explanations
Pretest
19(4,9)
Posttest
31(8,1)
6(1,6)
13(3,4)
18(4,7)
19(4,9)
Numeric/algebraic explanations
Pretest
50(13,0)
46(12,00)
Posttest
54(14,1)
61(15,9)
47(12,2)
55(14,3)
40(10,4)
60(15,6)
Drawing
Pretest
Posttest
10 (0,3)
40(1,2)
10(0,3)
30(1,1)
10 (0,4)
60(1,6)
Total Mean
Pretest
34,8(19,5)
Posttest
53,8(25,5)
16(14,7)
11(2,9)
10 (0,2)
50(1,3)
25,5(16,9)
48 (21,8)
IND
N= 30
25,8(14,8) 29,5(16,7)
39,5(19,0) 42,3(20,6)
Dari Tabel 1 terlihat bahwa, kemampuan
menjelaskan secara visual maupun formal,
kemampuan membuat model matematik dan
kemampuan membuat gambar dari soal yang
diberikan, kelompok eksperimen lebih baik
(53,8) dibandingkan kelompok control (39,5).
Ini berarti pembelajaran yang mengedepankan
aspek talking dan writing memberikan
kontribusi yang positif terhadap kemampuan
matematik siswa.
Selanjutnya Ansari (2004) menemukan
pengaruh strategi Think-Talk-Write (TTW)
terhadap kemampuan representasi matematik
siswa
sekolah
menengah
yaitu
(1)
mengkonstruk model konseptual, seperti
gambar, table, grafik dan diagram (aspek
drawing), (2) membuat model matematik
(aspek
mathematical
expressions),
(3)
penjelasan verbal berdasarkan analisis terhadap
gambar dan konsep-konsep formal atau non
formal ( aspek written texts). Subjek sampel
terdiri dari 254 orang untuk kelompok
eksperimen 1, 237 orang untuk kelompok
eksperimen 2 dan 212 siswa untuk kelompok
control. (lihat Tabel 2 di bawah).
Tabel 2: Frekwensi Penggunaan bentuk
Representasi Matematik menurut Kelompok
6
Representasi
Eksperimen 1
Written Texts
100 ( 35,1 % )
Drawing
75 (33,3 % )
Math. Exp.
79 ( 40,9 % )
Jumlah
254 (36,1 % )
Prosentase
penggunaan
aspek
representasi pada setiap kelompok dapat
dipandang sebagai kemampuan kelompok pada
aspek-aspek tersebut. Misalnya, kelompok
eksperimen 1 prosentase penggunaan bentukbentuk
written
texts,
drawing,
dan
mathematical expressions terhadap jumlah
keseluruhan sebesar 35,1 %, 33,3 % dan 40,9
%, maka kemampuan representasi matematik
kelompok tersebut masing-masing 35, 33,3 dan
40,9 (rata-rata 36,1). Tabel di atas
menunjukkan,
bahwa
siswa
kelompok
eksperimen lebih unggul dari siswa kelompok
control dalam hal penggunaan bentuk-bentuk
representasi matematik dalam penyelesaian soal
Trigonometri dan Tiga Dimensi, bahkan siswa
kelompok eksperimen memiliki kecenderungan
kemampuan mathematical expressions (
membuat model matematika) yang lebih tinggi
dari kedua kelompok lainnya. Hasil ini secara
langsung menunjukkan, bahwa strategi TTW
yang mengedepankan aspek talking and writing
dalam pembelajaran telah memberikan
kontribusi
positif
bagi
siswa
dalam
meningkatkan kemampuan matematik.
Tabel 3: Kemampuan Matematik Siswa
Sekolah Menengah pada Tiga Studi
Kemp
Awal
Mat
Tingg
i
Sedan
g
Rend
ah
Total
Kelompok Penelitian
Eksperimen 2
Kontrol
93 ( 32,6 % )
92 (32,3 % )
78 ( 34,7 % )
72 (32,0 % )
66 ( 34,2 % )
48 (24,9 % )
237 (33,7 % )
212 ( 30,2 % )
berbasis masalah (Permana, 2010) dan Yonandi
(2010) serta pembelajaran inkuiri model Silver
(Wardani, 2009) mencapai kemandirian belajar
matematika yang tergolong antara cukup baik
dan baik dan ini lebih baik dari kemandirian
belajar matematika siswa kelas konvensional
yang tergolong sedang. Temuan tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran inovatif
yang memberi kesempatan siswa belajar aktif
mendorong tumbuhnya kemandirian belajar
siswa (lihat Tabel 3)
Dalam analisis lebih lanjut, tinjauan
terhadap
kemampuan
matematik
dan
kemandirian
belajar
matematika
siswa
menunjukkan bahwa makin tinggi kemampuan
matematik
siswa
seperti,
komunikasi
matematik (Permana, 2010), daya matematik
(Wardani, 2009), dan pemecahan masalah
matematik (Yonandi, 2010) makin tinggi pula
kualitas kemandirian belajar matematika siswa.
Demikian pula sebaliknya. Temuan tersebut
mendukung pernyataan bahwa kemampuan
matematik yang tidak rutin dan kemandirian
belajar matematik saling berperan satu terhadap
yang lainnya.
Studi Permana, 2010
(MEAs, Siswa SMP, n:
107)
Kom.
Dispos.
Mat.
Mat
N
(s.id
(s.id
:30)
:200)
Studi Yonandi, 2010
(Pembel. Berbasis Mas; siswa SMA,
n:80)
Pemec
Kom.
Dispos.
h. Mas
Mat
n
Mat
(s.id
(s.id
(s.id 422)
:35)
:80)
23
25,91
175,39
29
29,96
49
20,18
152,04
45
26,75
35
13,43
121,94
6
23,93
10
7
19,21
147,21
80
27,15
139.53
138.90
13842
139.09
343,48
319,80
294,6
321,94
Studi Wardani, 2009
(Ikuiri Silver, siswa
SMA, n= 83)
Daya
Dispos.
Mat.
Mat
N
(s.id
(s.id
:64)
:180)
26
52,88
137,12
42
46,06
132,86
15
40,29
125,63
83
46,89
132,92
Peranan yang baik kemampuan awal
matematik, dan model pembelajaran yang
inovatif dan memberi kesempatan siswa lebih
aktif belajar antara lain, pembelajaran dengan
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
7
DAFTAR PUSTAKA
Artzt, A.F. (1996). “Developing Problem Solving
Behaviors by Assessing Communication In
Cooperative Learning”. In P.C Elliott, and
M.J. Kenney (Eds.). 1996 Yearbook.
Communication in Mathematics, K-12 and
Beyond. USA: NCTM.
Shield. M. & Swinson. K. (1996). “The Link Sheet:
A communication Aid for Clarifying and
Developing
Mathematical
Ideas
and
Processes”. In P.C. Elliott, dan M.J. Kenney.
(Eds.). 1996 Yearbook. Communication in
Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, VA:
NCTM.
Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning,
and Communicating, K-8. Helping children
think mathematically. New York: Merril, an
inprint of Macmillan Publishing, Company.
Silver, E.A. & Smith, M.S. (1996). “Building
Discourse Communities in Mathematics
Classrooms: A Worthwhile but Challenging
Journey”. In P.C. Elliott, dan M.J. Kenney.
(Eds.). 1996 Yearbook. Communication in
Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, VA:
NCTM
Corwin, B.R. (2002). Supporting Mathematical
Talk in Classrooms. [Online]. Tersedia:
http://ra.terc.edu/publications/Tercpubs/tech-infusion/prof-dev/prof-devconclution.html [11 Pebruari 2002].
Gokhale, A.A. (2003). Collaborative Learning
Enhances Critical Thinking. [Online].
Tersedia:
http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/jtev7n1/gokhale.jte-v7n1.html
[20 Pebruari
2003].
Huinker, D. & Laughlin, C. (1996). “Talk Your
Way into Writing”. In P. C. Elliott, and M. J.
Kenney
(Eds.).
1996
Yearbook.
Communication in Mathematics, K-12 and
Beyond. USA: NCTM.
Killen, R. (1998). Effective Teaching Strategies.
Lesson from Research and Practice. (2nd
edition). Sidney: Social Science Press.
Kramarski, B. (2000). “The effects of different
instructional methods on the ability to
communicate mathematical reasoning”.
Proceedings of the 24th conference of the
international group for the psychology of
mathematics education, Japan.
Manzo, A. (2002). Higher-order Thinking Strategies
for the Classroom. [Online]. Tersedia:
http://members.aol.com/MattT10574/Higher
OrderLiteracy.html [8 Oktober 2002].
Masingila, J.O. & Wisniowska, E.P. (1996).
“Developing and Assessing Mathematical
Understanding
in
Calculus
Through
Writing”. In P. C. Elliott, and M. J. Kenney
(Eds.). 1996 Yearbook. Communication in
Mathematics, K-12 and Beyond. USA:
NCTM.
National Council of Teachers of Mathematics.
(1991). Professional Standards for Teaching
Mathematics. Reston, VA: NCTM
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
Sugandi,
A.
I.
(2010).
Mengembangkan
Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa
SMA melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah dengan Setting Belajar Koopertaif
JIGSAW.
Disertasi
pada
Sekolah
pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan
Sullivan, P & Mousley, J. (1996). “Natural
Communication in Mathematics Classrooms:
What Does it Look Like”. In P.C. Clarkson.
(Ed.). Technology in Mathematics Education.
Melbourne: Merga.
Sutiarso, S. (2000). “Problem Posing: Strategi
Efektif Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam
Pembelajaran Matematika”. Journal of
Indonesian Mathematical Society (MIHMI).
8(3), 299-307.
Szetela, W. (1993). “Facilitating Communication for
Asessing Critikal Thinking in Problem
Solving”. In Webb, N. L. and Coxford, A. F.
(Eds.). Yearbook 1993. Assessment in the
Mathematics classroom. Reston, VA:
NCTM.
Wardani, S. dan Sumarmo, U (2011). “Improving
Students’ Mathematical Creative Ability and
Disposition by using Sylver’ Model
Approach”. Disertation at Post Graduate
Program IndonesiaUniversty of Education.
Dipublikasikan
pada
Research
in
Educational and Development. Gunma
University.
Yonandi (2010). Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi dan Pemecahan Masalah
Matematik
melalui
Pembelajaran
Kontekstual Berbantuan Komputer pada
Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi
pada PPs UPI, tidak dipublikasikan.
8
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DALAM
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 SIGLI
Oleh: Yahya
(Dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jabal Ghafur)
ABSTRACT
A study concerning the application of learning models snowball throwing in improving student
learning outcomes SMA Negeri 1 Sigli. This study aims to determine whether there is an increase in
student learning outcomes through snowball throwing on a learning model students of SMAN 1 Sigli.
The population in this study were all high school students in grade II Negeri1 Sigli, sebanyaj 6 class.
Samples taken porposif sampling by 2 classes of experimental class (II A) and a control class (II C).
The data analysis using t-test statistics. The results of the analysis of data obtained t = 2.72> t table =
1.67 significance level α at 00:05. Then it can be interpreted bahqa Ho rejected and Ha accepted, with
demikikian proposed hypothesis is: the application of snowball throwing pewmbelajaran models can
improve learning outcomes of students of SMA Negeri 1 Sigli acceptable.
Keywords: Snowball throwing, learning outcomes
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan sudah dimulai
semenjak seseorang baru dilahirkan dalam
lingkungan keluarga. Dilanjutkan ke jenjang
pendidikan formal, tertruktur dan sistematis
dalam lingkungan sekolah. Di sekolah terjadi
interaksi secara langsung antara sesama siswa
sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik
dalam suatu proses pembelajaran. Pembelajaran
merupakan kegiatan utama di lingkungan
sekolah dan menjadi penentu kualitas output
sumber daya manusia, oleh sebab itu di sekolah
perlu adanya penentuan ritme belajar dengan
mengutamakan peningkatan mutu belajar
secara sistematis.
Upaya pembaharuan sistem pendidikan
pada dasarnya diarahkan pada usaha
penguasaan materi, media, dan model
pembelajaran
yang
handal.
Model
pembelajaran
diarahkan pada peningkatan
aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar
sehingga pelaksanaannya berlangsung secara
optimal. Interaksi antara siswa dan guru
berlangsung secara optimal berujung pada
peningkatan penguasaan konsep siswa pada
gilirannyadapat meningkatkan prestasi belajar
siswa (Nurhadi, 2003:4).
Permasalahan lain yang sering terjadi
adalah metode mengajar dan gaya mengajar
guru. Gaya mengajar yang digunakan guru
belum optimal. Banyak guru cendrung
mengajar kurang bervariasi. Latihan yang
diberikan belum mampu memberikan umpan
balik yang baik. Pada hal peran guru sangat
utama dalam penentuan prestasi belajar siswa
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
di sekolah. Guru bertanggung jawab untuk
mengatur, mengelola, dan mengorganisir kelas.
Oleh karena itu keberhasilan siswa di kelas
yang paling berpengaruh dan dominan adalah
guru (Ali, 2004:27).
Model;pembelajaran snowball throwing
berupa belajar meningkatkan keaktifan siswa
dalam memahami materi pelajaran. Melalui
model ini siswa diajak mencari informasi
materi secara umum., membentuk kelompok
menetukan ketua dan diberi tugas memahami
materi tertentu dalam kelompok, bekerja sama
dalam kelompok serta mencatat soal-soal yang
diberikan kepada kelompok lain, dan menjawab
secara bergiliran. Kelompok bertanggung
jawab untuk mengambil kesimpulan dari
pembahasan soal dan jawabannya.
Namun yang berkembang di SMA
Negeri 1 Sigli adalah pengembangan konsep
belajar masih bersifat sentral, artinya guru
mendominasi pebelajaran sehingga siswa diajak
untuk mendengarkan saja, tanpa memperoleh
kesempatan menemukan sendiri konsep belajar.
Sehingga banyak siswa kurang bersemangat
dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Model pembelajaran lama masih mendominasi
proses belajar mengajar SMA Negeri 1 Sigli,
dan
perlu
mencari
solusi
untuk
mengembangkan model pembelajaran yang
sesuai dan variatif sehingga pengembangan
konsep belajar banyak diminati para siswa.
Untuk itulah konsep penelitian ini dilakukan,
untuk merubah pandangan sekolah dari model
lama ke yang baru.
9
Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimanakah penerapan model
pembelajaran snowball throwing dalam
meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri
1 Sigli.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah
ada peningkatan hasil belajar siswa melalui
model pembelajaran snowball throwing pada
siswa SMA Negeri 1 Sigli
Hipotesis Penelitian
Hipotesis
yang
diajukan
adalah:
penerapan metode snowball throwing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri
1 Sigli
Definisi Istilah
1. Penerapan adalah: Penggunaan sesuatu
yang dapat memberi pengaruh atau
mendatangkan
perubahan
(Anwar,
2001:318).
2. Model pembelajaran snowball throwing
adalah: todel pembelajaran yang mengajak
siswa untuk mencari informasi materi
secara umum, membentuk kelompok,
masing-masing siswa dalam kelompok
membuat pertanyaan yang dibentuk seperti
bola (kertas pertanyaan) lalu dilemparkan
ke siswa lain yang masing-masing siswa
menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh (Nadhirin, 2008:2).
3. Hasil belajar adalah: suatu tingkat
keberhasilan
yang
dicapai
dalam
memperoleh cara-cara bersikap, bertindak
serta bertingkah laku melalui pengalaman
dan
latihan
dalam
menyelesaikan
pendidikan di sekolah (Slameto, 2005:35).
,
LANDASAN TEORETIS
Hakikat Belajar
Belajar mencakup semua aspek tingkah
laku dan dapat dilihat dengan nyata, proses itu
terjadi dalam diri seseorang yang sedang
mengalami dan menjalani konsep belajar.
Proses ini terjadi secara internal dalam diri
individu dalam upaya memperoleh perubahan
dalam konsep hidup. Belajar merupakan upaya
memperkaya diri dari pengembangan ilmu
sehingga mampu merubah tingkah laku dari
satu jenjang ke jenjang lainnya yang lebih baik.
Belajar terjadi apa bila suatu situasi
stimulus bersama dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa hingga
perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi tadi (Purwanto, 2000:84).
Sementara itu Thordike dalam (Nurhadi,
2003:178) berpendapat bahwa: Belajar adalah
proses yang memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan dan sikap.
Dalam sistem pengajaran dengan
pendekatan keterampilan proses siswa dituntut
harus lebih aktif dari pada guru. Guru hanya
bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing,
inilah yang disebut dengan interaksi edukatif.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Ahmadi (2007:47) Interaksi edukatif adalah
suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara
guru dan anak didik yang berlangsung dalam
ikataan tujuan pendidikan.
Belajar sangat erat hubungannya dengan
prestasi belajar. Seseorang yang ingin
memperoleh prestasi yang baik harus belajar
dengan sungguh-sungguh. Belajar yang rajin
memerlukan situasi yang lebih kondusif dan
harus dapat memanfaatkan waktu yang lebih
efisien. Memerlukan kondisi kesehatan fisik
dan mental yang lebih baik, agar konsentarsi
dalam belajar lebih terpusat. Sehingga memiliki
daya rekam yang kuat terhadap apa saja yang
dipelajarinya. Jadi konsep belajar tidak hanya
sekedar membaca, akan tetapi lebih menghayati
terhadap apa yang dibaca dan pandai
mengambhil sebuah kesimpulan. Konsep
belajar perlu dikembang luas dalam kehidupan
siswa di sekolah. Sehingga seorang siswa lebih
cinta terhadap berbagai macam ilmu
pengetahuan
dan
termotivasi
untuk
mempelajarinya.
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
proses belajar
Untuk mencapai prestasi belajar sebagaimana
yang diharapkan, maka perlu diperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar, antara lain : Faktor yang terdapat dalam
diri siswa (faktor intern), dan faktor yang ada
dari luar (faktor ektern). Faktor-faktor yang
terdapat dalam diri anak bersifat biologis,
sedangkan faktor dari luar, misal keluarga,
sekolah, masyarakat, dan sebagainya.
1) Faktor intern adalah faktor yang timbul dari
dalam diri indicidu itu sendiri, adapun yang
tergolong faktor intern adalah intelegensi,
bakat, minat dan motivasi.
a. Intelegensi;
Kecerdasan adalah kemampuan belajar
disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri
dengan
keadaan
yang
dihadapinya.
Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi
10
rendahnya intelegensi. Intelegensi yang normal
selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan
tinhgkat perkembangan anak. Intelegensi ini
bersiafat menurun dari kedua ayah dan ibu
seseorang, didukung oleh kecukupan dalam
pengaturan menu sehari-hari. Olek karena itu
keberhasilan dalam belajar sangat besar
pengaruh intellegensi seseorang. Kemampuan
merekam oleh memori dan kemapuan
memuncul kemabali apa yang tinggal dalam
memorinya tiu disebut intelegensi.
b. Bakat;
Bakat adalah kemampuan tertentu yang
dibawa semenjak lahir oleh seseorang, sehingga
menunjukkan kebolehannya. Bakat adalah
potensi atau kemampuan kalau diberikan
keterampilan untuk dikembangkan melalui
belajar akan menjadi kecakapan yang nyata
(Kartono, 1995:2). Bakat diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas
tanpa banyak bergantung pada upaya
pendidikan dan latihan (Syah, 2008:136).
Timbulnya keahlian diri seseorang sangat
ditentukan oleh bakat yang dimilikinya.
c. Minat;
Minat adalah kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan dan mengenal beberapa
kegiatan. Kegiatan yang dimilki seseorang
diperhatikan secara terus menerus sehingga
mampu melakukan sendiri. Minat merupakan
keinginan untuk melakukan sesuatu tanpa perlu
dimotivasi oleh pihak lain. Minat itu timbul
dalam hati diri sendiri untuk melakukan
seusatu, lalu ditambah dengan berbagai
dorongan sehingga menjadi potensi besar.
d. Motivasi;
Motivasi ada dua jenis, yang dari
individu itu nsendiri dan dari pihak lain.
Motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri
timbul setelah memahami arti konsep belajar,
dan biasanya setelah mengamati keberhasilan
dari orang lain. Motivasi yang timbul dari
dorongan pihak lain sebagai perangsang untuk
mempengaruhi minat diri, setelah mendengar,
mengamati keberhasilan yang lebih baik dari
orang lain. Biasanya kedua motivasi bekerja
sekali gus, ditambah oleh keingin tahuan yang
tinggi dari seseorang.
2) Faktor Ekstern
Faktor ini datangnya dari pihak luar
dengan menghidupkan potensi diri dengan
ajakan-ajakan dengan menawarkan konsepkonsep baru sehingga membangkit gairah untuk
diketahuinya, antara lain adalah:
a. Keadaan Keluarga;
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
Keluarga merupakan lingkungan terkecil
dalam masyarakat tempat seseorang dilahir dan
dibesarkan. Adanya rasa aman dan damai
dalam keluarga sangatlah penting dalam
perkembangan dan perttumbuhan anak.
Pendidikan pertama sekali dirasakan oleh anak
adalah dalam keluarga, baru setelah itu
memasuki masa pendidikan di sekolah.
Keluarga yang baik memberi makna positif
dalam perkembangan dan pertumbuahn anak,
sebaliknya bila keluarga itu kacau akan
memberi pengaruh negatif bagi si anak.
Keluarga yang damai tidak ditentukan oleh
kekayaan, akan tetapi memiliki pengertian dan
sikap musyawarah antara anggota keluarga.
b. Keadaan sekolah;
Sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa, karena itu
lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong
anak belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah
ini meliputi cara penyajian pelajaran oleh guru,
hubungan guru dengan siswa, alat-alat
pelajaran, kurikulum. Guru dituntut untuk
menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang
sopan dalam mengajar (Kartono, 1995:6).
c. Lingkungan masyarakat;
Selain orang tua, lingkungan masyarakat
merupakan lembaga pendidikan i9nformal
kedua
setelah
keluarga.
Lingkungan
masyarakat sangat besar pengaruhnya dalam
menentukan
keberhasilan
seseorang.
Masyarakat yang baik akan memberi karakter
yang baik kepada seorang anak, sebaliknya bila
lingkungan masyarakat yang kurang baik akan
berpengaruh dalam kehidupan seorang anak.
Seorang anak akan belajar dalam kehidupan
bermasyarakat, maka orang tua wajib
mengawasi anaknya jika sudah mulai
memasuki masa kehidupan dalam masyarakat.
2.3 Model pembelajaran Snowball
Throwing
Model pemebelajaran snowball throwing
merupakan model pembelajaran yang mengajak
siswa untuk mencari informasi materi secara
umum, membentuk kelompok, menentukan
ketua dan diberi tugas untuk membahas materi
tertentu dalam kelompok. Masing-masing siswa
dalam kelompok membuat pertanyaan yang
dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan). Bola
tersebut mulai dilemparkan ke siswa lain
dengan masing-masing menjawab pertanyaan
dari bola tadi yang diperoleh untuk diambil dari
11
hasil jawaban kelompok terhadap pertanyaan
yang diterima (Nadhirin, 2008{2).
- Kelemahan model pembelajaran snowball
throwing adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan tidak luas hanya berkutat
pada pengetahuan sekitar siswa.
2) Dalam pelaksanaannya ada peluang
timbul pertanyaan yang sama antara
kelompok yang satu dengan kelompok
lain.
3) Bagi siswa yang biasanya mendominasi
diskusi, teknik snowball throwing akan
dinilai mengekang kebebasan. Hal
tersebut menimbulkan ketidaknyaman
bagi siswa yang agresif (Nuryani,
2005:76)
Model pembelajaran snowball throwing
perlu dikembangkan di sekolah-sekolah
sehingga membangkitkan motivasi belajar yang
kuat pada siswa. Selain itu memberikan
kesempatan kepada siswa agar cepat mandiri,
kebih dewasa dalam berargumentasi. Lebih
penting lagi menumbuhkan saling menghargai
pendapat
teman-teman
lain.
Model
pembelajaran snowball throwing juga mengajak
kelas lebih hidup, suasana demikian akan
menarik dan termotivasi siswa untuk belajar
lebih aktif.
METODE PENELITIAN
1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
jenis penelitian koparatf.
2 Populasi dan Sampel
Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas II SMA Negeri 1
Sigli tahun ajaran 2012/2013 terdiri dari 6 kelas
berjumlah 280 orang. Sampelnya diambil 2
kelas, yaitu kelas eksperimen II A berjumlah 30
siswa dan kelompok kontrol II C berjumlah 30
siswa.
3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan
melakukan pretes dan postes untuk melihat ada
tidak terjadi peningkatan prestasi setelah
dilakukan proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran snowball
throwing pada ciri-ciri makhluk hidup. Tes ini
diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, setelah proses pembelajaran dilakukan.
4 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan statistik Uji-t dua pihak dengan
taraf signifikan α=0.05.
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
t =
.....
√
(Sudjana, 2005:239).
Keterangan :
t = harga t hitung
= nilai rata-rata kelas keperimen
= nilai rata-rata kelas kontrol
= varian gabungan antara S1 dan S2
masing-masing
tes
Namun sebelum menghitung Uji-t terlebih
dahulu diolah dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
a. Rumus untuk mencari rata-rata : X =
Keterangan: X = nilai rata-rata siswa
X1 = nilai tengah
Fi = frekwsi kelas interval
b. Rumus untuk mencarai Varian
( S2 ) : S2 =
Keterangan: S2 = Varian
n = jumlah sampel
c. Rumus untuk menentukan Varian Gabungan
: S gab = √
Keterangan :
S gab = Varian gabungan
n1 = jumlah siswa kelkompok eksperimen
n2 = jumlah siswa kelompok kontrol
=Varian dari kelompok eksperimen
= Varian dari kelompok kontrol
Pengujian hipotesis dalam penelitian
menggunakan Uji-t dengan kriteria:
Jika t hitung > t tabel terima Ha tolak Ho
Jika t hitung < t tabel terima Ho tolak Ha
ini
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Hasil Penelitian
Pretes dan postes dilakukan untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Berikut rincian
nilai postes dan pretes kedua kelas tersebut:
12
Tabel 1 Nilai pretes
eksperimen
No
Nama Siswa
1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
2
Andika
Arif Fadhilah
Arif Maulana
Agus Kurniawan
Alif Hulsimi
Alia Nur Afifah
Ayu Lisa
Aida Fitri
Cut Rahmah
Cut Mutia Sari
Daufi Mursal
Diki Hamdani
Dzaltal Fikra
Fera Maulida
Fera Alaida
Feri Husendri
Firdaus
Hafidz Maulana
Khairul Nisa
Humaira
Hamdani
Dzaltal Fikra
Fera Maulida
Fera Alaida
Feri Husendri
Firdaus
Hafidz
Maulana
Khairul Nisa
Humaira
Indah
Idris
Junaidi
Jafri
Marhaban
Muhammad
Dewi Munira
Zuhra Amir
Rosmawar
Mardalena
dan
postes
Nilai
Pretes
3
60
57
40
40
15
25
50
45
60
35
15
47
55
30
27
38
54
20
50
60
30
45
59
20
46
50
35
25
55
46
27
33
57
37
40
37
58
46
47
46
kelas
Nilai
Postes
4
90
80
65
60
40
50
85
78
90
60
45
75
75
57
50
65
80
45
76
85
55
70
85
50
77
77
60
55
80
75
57
58
83
58
65
70
83
70
76
80
Tabel 2 Nilai Pretes dan Postes Kelas Kontrol
No Nama Siwa
Nilai
Nilai
Pretes
Postes
1
2
3
4
1.
Amal Ma’ruf
50
60
2.
Abdul Razak
45
55
3.
Amaluddin
70
80
4.
Agus Muliadi
69
78
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
Arsya’di
Ari Batun Nisa
Agus Nidar
Anita Zahara
Usman
Ismail
Nurlaila
Cut Fathimah
Irfan
M. Isa
Bahagia
Badriah
Cut Zahara
Cut Nurlina
Desi Susanti
Eva Rahayu
Eka Puspika
Fajar Rina
Gunawan
Fatimah Zuhra
Khairiah
Nurhayati
Nurlima
Safwan
20
40
30
25
57
70
55
30
65
70
60
36
50
65
80
60
35
40
54
50
45
55
68
70
35
50
45
30
68
80
65
40
70
80
77
70
75
47
60
66
50
55
65
65
55
64
66
67
a. Hasil nilai pretes
1. Kelas Eksperimen
Rentang (R) =Nilai tertinggi – Nilai
terendah
= 60 -15 = 45
Interval kelas (K) = 1 + 3.3 log n
= 1 + 3.3 log 40
= 1 + 3.3 (1.60)
= 6.28 (K = 6)
P =
P =
P=
7.16 (P = 8)
Tabel 3 Daftar Distribusi Frakwensi Nilai
Pretes Kelas Eksperimen
Interval
(
( kelas
15 -22
4 18.5
74
-23.2 538.24
23 -30
6 26.5 159
-15.2 231.04
31 – 38 6 34.5 207
-7.2
51.84
39 – 46 7 42.5 297.5
0.8
0.64
47 – 54 8 50.5 404
8.8
77.44
55 – 62 9 58.5 526.5 16.8 382.24
40
1668
Nilai rata-rata pretes siswa kelas eksperimen
dari tabel 3 adalah sebagai berikut:
=
Xi =
Xi = 41.7
13
(
-x
2132.96
1386.24
311.04
4.48
619.52
2540.16
7014.4
Selanjutnya Varians dan Simpangan Baku
dapat diperoleh:
F=
F hitung =
F hitung =
F hitung =1.31
√
Fα(
- 1)
F 0.05 (39 – 37)
F = 2.20
2.Kelas Kontrol
Rentang (R) = Nilai tertinggi – Nilai
terrendah
= 70 – 20 = 50
Dari hasil analisis data ternyata: F
hitung 1.31 < F tabel 2.20,
jadi dapat
disimpulkan Varian-Varian kedua kelas adalah
homogen.
Interval Kelas (K) = 1 + 3.3 log n
= 1 + 3.3 log 38
= 1 + 3.3 (1.57)
= 1 + 6.18
= 6.18 (K = 6 atau
7)
b. Hasil Postes
1. Kelas Eksperimen
Rentang (R) = Nilai Tertinggi – Nilai
Terrendah
= 90 – 40 = 50
Interval kelas (K) = 1 + 3.3 log n
= 1 + 3.3 log 40
= 1 + 3.3 (1.60)
= 6.28 (K = 6 atau 7)
P=
P =
P = 7.96 (P=8)
P=
P=
P = 8.09
(P = 8)
Interval
kelas
20 -27
28 -35
36 – 43
44 – 51
52 – 59
60 – 67
68 - 75
-1,
Tabel 4 Daftar Distribusi Frakwensi
Nilai Pretes Kelas Kontrol
- ( -x)
( fi( x
x
23.5 70.5 -27.15 737.12 2211.36
31.5 126
-19.15 266.72 1466.88
39.5 276.5 -11.15 124.32 870.24
47.5 237.5 -3.15
9.92
49.6
55.5 333
4.85
23.52 141.12
63.5 381
12.85 165.12 990.72
71.5 500.5 20.85 434.72 3043.04
1925
8772.96
3
4
7
5
6
6
7
38
Nilai rata-rata pretes siswa kelas kontrol tabel
4.4 adalah sebagai berikut:
X2 =
X2 =
Tabel 5 Daftar Distribusi Frakwensi Nilai
Postes Kelas Eksperimen
Interval
kelas
)
40 - 47 3 43.5 130.5 -25.2 635.04
48 - 55 5 51.5 257.5 -17.2 295.84
56 – 63 7 59.5 416.5 -9.2
84.64
64 – 71 6 67.5 405
-1.2
1.44
72 - 79 8 75.5 604
6.8
46.24
80 – 87 9 83.5 751.5 14.8 239.04
88 - 95 2 91.5 183
22.8 519.84
40
2748
Nilai rata-rata postes siswa kelas eksperimen
dari tabel 5 adalah sebagai berikut:
Xi = 50.65
=
Selanjutnya Varians dan Simpangan Baku
dapat diperoleh:
=
237.10
=
=√
=
= 68.7
Selanjutnya Varian dan Simpangan Baku dapat
diperoleh:
=
= 15.39
2. Uji Homogenitas Pretes
Uji homogenitas digunakan untuk
mengetahui sampel penelitian ini berasal dari
populasi yang sama, sehingga hasil penelitian
dapat berlaku bagi populasi. Untuk menguji
homogenitas digunakan rumus :
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
=
=√
=
= 188.88
= 1374
2. Nilai postes kelas kontrol
Rentang (R) = Nilai Tertinggi – Nilai
terrendah = 80 – 30 = 50
Intrerval kelas (K) = 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3
(1.57)
= 1 + 3.3 log 38
= 6.18 (K = 6 atau 7)
14
1905.12
1479.20
592.48
8.64
369.92
1971.36
1039.68
7366.40
P=
P=
P = 8.09
=
=
–
Interval
Kelas
30 – 37
38 – 45
46 -53
54 – 61
62 – 69
70 – 77
78 – 85
Tabel 6 Daftar Distribusi Frekwensi Nila postes
kelas Kontrol
( -X)
( ( X
X
3 33.5 106.5 -27.15 737.12 740.12
4 41.5 166
-19.15 366.72 1466.88
5 49.5 247.5 -11.15 124.32 621.60
6 57.5 345
-3.15
9.92
20.52
8 65.5 524
4.85
23.52 188.16
7 73.5 514.5 12.85 165.12 1155.84
5 81.5 407.5 20.85 434.72 2173.60
38
2305
637573
Nilai rata-rata Postes dari tabel 6 adalah
sebagai berikut:
=
=
= 60.65
Selanjutnya Varian dan Simpangan Baku dapat
diperoleh :
=
=
=
= 172.31
=√
= 13.12
3. Uji Homogenitas Postes
4. Uji homogenitas digunakan untuk
mengetahui sampel penelitian berasal
dari populasi yang sama, sehingga hasil
penelitian dapat berlaku bagi populasi.
Untuk menguji homogenitas digunakan
rumus:
P=
F hitung =
F hitung = 1.09
Fα (
- 1,
-
1)
F 0.05 (39.37) = 2.11, maka F hitung
1.09 < F tabel 2.11 dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa varian-varian kedua kelas
homogen
3. Tinjauan Hopetesis
Tinjauan hipetesis bertujuan untuk
mengetahui apakah hipotesis yang diajukan
dapat diterima atau ditolak. Dari analisa data
diperoleh nilai Mean dan Standar Deviasi pada
masing-masoing kelas yaitu kelas eksperimen
( = 68.7 Variannya ( = 188.88) dan nilai
rata-rata kelas kontrol (
= 60.65) dan
Variannya ( = 172.31) maka :
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
–
=
=
= 180.82
=√
S = 13.44
Maka nilai t diperoleh :
t =
t =
√
t =
√
t=
t = 2.72
Dengan taraf signifikan α = 0.05 dan
derajat kebebasan dk = ( + - 2) = (40 + 38
– 2) = 76. Pengujian hipotesis dilakukan pada
taraf signifikan α = 0.05 dan derajat kebebasan
76, tenyata thitung =2.72 > t tabel =1.67. Hal ini
memperlihatkan bahwa rumusan hipotesis
dalam penelitian ini adalah: penerapan model
pembelajaran snowball throwing dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa SMA
Negeri 1 Siglidapat diterima.
4. Pembahasan
Fungsi
guru
dalam
meodel
pembelajaran snowball throwing adalah sebagai
pembimbing
dan
fasilitator
(pemberi
kemudahan dalam belajar) sehingga guru harus
dapat merubah pola tindakan, peran siswa
dalam pembelajaran dari konsumen gagasan
(seperti menulis, mendengar dan menghafal)
menjadi peran produser gagasan (seperti
bertanya, menjawab dan mengemukakan
pendapat). Dengan demikian siswa harus
berusaha untuk mencari jalan keluar dari satu
permasalahan. Dengan sendirinya suasana kelas
dalam prosesn belajar mengajar akann tanpak
lebih efektif.
Langkah-langkah dalam pembelajaran
yang berbeda bisa menyebabkan nilai yang
dihasilkan oleh kedua kelas ini berbeda pula.
Penyebab lain yang mungkin terjadi nilai ratarata kedua sampel penelitian berbeada adalah
karena pada umumnya motivasi belajar siswa
masih sangat bergantung pada pengajar.
Dengan kata lain siswa akan bersemangat
belajar apabila ada dorongan yang kuat dari
pengajar. Guru dalam proses pembelajaran
harus memilih pendekatan, metode dan model
pemebelajaran yang dapat memotivasi siswa
15
untuk lebih aktif dalam belajar, sehingga siswa
tidak bosan dalam mengikuti proses belajar
mengajar.
Berdasarkan penelitian di SMA
Negeri 1 Sigli, dan hasil pengujian hipotesis
yang telah dilakukan dengan menggunakan Ujit pada taraf signifikan α = 0.05 dan derajat
kebebasan dk =76, tenyata thitung =2.72 > t tabel
=1.67 berarti hipotesis yang dirumuskan:
penerapan model pembelajaran snowball
throwing dapat meningkatkan hasil belajar
siswa di SMA Negeri 1 Sigli dapat diterima.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasi penelitian, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan nsebagai berikut:
1 . Hasik belajar siswa SMA Negeri 1 Sigli
yang dajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran sowball throwing dapat
meningkat, hal tersebut dapat diketahui dari
hasil analisis dengan menggunakan statistik
Uji-t diperoleh t hitung 2.72 > t tabel 1.67.
2. Dengan menggunakan model pembelajaran
snowball throwing siswa lebih bersemangat
dalam belajar karena guru memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengekspresikan pendapatnya secara bebas
dan siswa dapat menyumbang pikirannya
untuk memecahkan masalah bersama.
Saran-saran
Adapun saran yang disampaikan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran snowball throwing
dapat membawa dampak positif dalam
meningkatnya hasil belajar siswa, maka
diharapkan kepada guru agar dapat
menerapkan model pembelajaran ini dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah.
2. Hendaknya guru bidang studi Biologi, selain
menguasai materi juga harus membekali diri
dengan pengetahuan tentang model-model
pembelajaran yang sesuai dengan pokok
bahasan yang diajarkan, karena setiap model
pembelajaran memberikan teknik-teknik
tertentu dalam penggunaannya sehingga
akan mendapkat hasil yang lebih baik dalam
rposes belajar di sekolah
Ahmadi, Abu. 2007. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung. Pustaka Setia.
Ali, M. 2004. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Grasindo.
Anwar, Dessy. 2991. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Surabaya : Karya Aditama.
Asrori, M. 2007. Psikologi Pembelajaran.
Bandung : Wacana Prima.
Hasbullah, M. 2002. Peranan Keluarga Bagi
Kehidupan Anak. Jakarta : Zikrul Hakim.
Kartono, K. 1995. Psikologi Pembelajaran.
Jakarta : Pradnya Paramita.
Margono, S. 2009. Metodologi Penelitian Cet.
II. Jakarta : Rineka Cipta.
Nadhirin, 2008. Metodologi Pembelajaran
Efektif.
(http://nadhirin
biogspot.com/2009/08.
Diakses
1
Oktober 2012.
Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontektual dan
Penerapannya Dalam KBK. Malang :
Universitas Negeri Malang.
Nuryani. 2005. Strategi Belajar Mengajar.
Malanng : Universitas Negeri Malang.
Purwanto, Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan.
Jakarta : Remaja Rosdakarya.
Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya. Jakarta ;
Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2005.
Bandung : Tarsito.
Metode
Statistik.
Surachmad, Winarno. 1983. Pengantar
Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan.
Bandung : Rosda Karya.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pendidikan dan
Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2004. Biologi untu SMP dan
MTs. CV. Banda Aceh : Pustaka Tunggal
Ahmad dkk. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014
16
Download