MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA PADA ASPEK TALKING AND WRITING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Oleh : Bansu I. Ansari (Dosen Prodi Matematika FKIP Universitas Jabal Ghafur) ABSTRACT Talking and writing in terms of innovative learning is learning that provides opportunities for students to interact each other ( SCL ) is related to the term communicating , discussing , discourse , and Written Texts . Some of the steps recommended that all teachers and students in talking and writing meaningful aspects are : ( 1 ) set of students in a group , ( 2 ) provide an explanation to the students goals to be achieved , and provide guidance tasks that each member of the group must understand , ( 3 ) explain how to assess individual students , ( 4 ) around the classroom to provide assistance to students who require and control whether students write solutions to problems set by the teacher , and ( 5 ) assess student performance and help them how best to collaborate with the others . Some of the findings include: ( 1 ) through cooperative learning with metacognitive training more effectively develop students' mathematical communication skills , (2 ) strategy Think - Talk - Write ( TTW ) can improve the ability of high school students mathematical representations of aspects ( 1 ) construct a conceptual model , such as images , tables , graphs and diagrams ( drawing ) , ( 2 ) create mathematical models ( mathematical expressions) , ( 3 ) verbal explanation based on an analysis of the images and concepts of formal or non-formal ( written texts) , (3 ) learning the advanced aspects of talking and writing can enhance students' independence in learning mathematics Keywords: talking, writing, communicating, discussing, discourse, dan written Texts A. Pendahuluan Isu sentral pendidikan yang masih aktual dibicarakan dewasa ini adalah rendahnya peringkat Human Development Index (HDI) dan di antara 173 negara, bahkan semakin menurun dari tahun 1996 peringkat 102, menjadi peringkat 109 pada tahun 2000. Selain itu skor Matematika, Sains serta Membaca siswa Indonesia di kancah dunia juga belum menampakkan tanda-tanda membaik yaitu peringkat 57 dari 65 negara peserta (PISA, 2009). Rata-rata skor tes membaca siswa kita 402 dibandingkan dengan Singapura dan Thailand masing-masing 526 dan 421 (Nilai ideal 493). Rata-rata skor tes matematika siswa kita 371 dibandingkan dengan Singapora dan Thailand masing-masing 562 dan 419 (Nilai ideal 496). Kekecewaan tersebut menjadi lengkap setelah pada Ujian Nasional 2013 lalu siswa SMA di Provinsi Aceh memperoleh peringkat terbawah dari 33 propinsi dan lebih parah lagi pada Uji Kompetensi Guru (UKG), guru kita juga memeperoleh peringkat yang sama seperti siswa SMA. Ini berarti ada korelasi antara kemampuan guru dengan kemampuan siswa. Berdasarkan kenyataan di atas, tampaknya permasalahan dunia pendidikan masih berkisar pada kompetensi guru dan political will dari guru bersangkutan untuk Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 melaksanakan komitmennya selaku guru secara konsisten, sinergis, dan berkelanjutan. Komitmen guru yang dimaksud antara lain adalah tidak membuat siswa bosan dalam belajar karena aktivitasnya hanya mendengar dan melihat atraksi guru. Untuk mengatasinya paradigma pembelajaran mesti diubah dari transfer of knowledge atau teacher centered menjadi Student Centered Learning (SCL). Jadi guru perlu membuat komitmen bahwa tugas guru dalam kelas bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah, penalaran, dan berkomunikasi (Artzt, 1996). Para ahli mengemukakan bahwa guru masih menggunakan paradigma transfer of knowledge. Mereka mengatakan bahwa (a) dalam proses pembelajaran guru sering mencontohkan pada siswa bagaimana menyelesaikan soal (Sullivan, Brouke & Scott, 1995); (b) suasana kelas masih didominasi guru dan titik berat pembelajaran ada pada keterampilan dasar (Brooks & Brooks, 1999); (c) siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru melakukan matematik, kemudian guru mencoba memecahkannya sendiri (Kramarski, 2000); (d) pada saat 1 mengajar matematika, para guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian contoh dan soal untuk latihan (Amin, 2002). Akibatnya kondisi pembelajaran yang berlangsung dalam kelas membuat siswa pasif (Sutiarso, 2000). Model pembelajaran transfer informasi seperti yang digambarkan pada paragraf di atas selain dapat memberi kesan yang kurang baik bagi siswa, juga dapat mendidik mereka bersikap apatis dan individualistik. Mereka akan melihat matematika sebagai suatu kumpulan aturan-aturan dan latihan-latihan yang dapat mendatangkan rasa bosan, karena aktivitas siswa hanya mendengar, mengulang prosedur atau menghafal algoritma tanpa diberi peluang lebih banyak berinteraksi dengan sesama. Salah satu teknik pembelajaran yang bernuansa SCL adalah memberi kesempatan kepada siswa dalam aspek talking and writing dalam pembelajaran. Pembahasan istilah talking and writing berhubungan dengan beberapa istilah lain di antaranya communicating, discussing dan discourse. Pengertian keempat istilah di atas tidak tepat sama, namun mereka memilki beberapa kesamaan karakteritik. Pada makalah ini, penulis menerjemahkan istilah talking and writing dengan commuinicating dan discussing. Huinker & Laughlin (1996) mengemukakan bahwa peran talking dalam pembelajaran matematika adalah membantu kelancaran kerjasama antar siswa dan membantu membangun masyarakat belajar dalam kelas. Ketika siswa diberikan kesempatan untuk diskusi dalam matematik secara luas, mereka dapat menilai pemikirannya. Aktivitas bersama patner ini cukup menyenangkan dan siswa dapat menguji idenya, mengembangkan kosakata, bertukar pengalaman dengan cara yang berbeda dan dapat menghimpun berbagai ide lainnya. Dengan demikian, talking dan writing dalam pembelajaran matematik dapat terjadi ketika siswa belajar dalam kelompok, ketika siswa menjelaskan suatu algoritma untuk memecahkan suatu persamaan, ketika siswa menyajikan cara unik untuk memecahkan masalah, ketika siswa mengkonstruk dan menjelaskan suatu representasi grafik terhadap fenomena dunia nyata, atau ketika siswa menberikan suatu konjektur tentang gambargambar geometri (NCTM, 1991). Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 B. Mengapa Aspek Talking and Writing Perlu Dikembangkan pada Individu yang Belajar Matematika? 1. Keutamaan Dalam visi dan tujuan pembelajaran matematika termuat bahwa kompetensi matematik yang meliputi: kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, koneksi, pemecahan masalah, berpikir kritis dan kreatif, serta disposisi matematik harus dimiliki siswa yang belajar matematika. Kompetensi matematik yang dibahas dalam makalah ini adalah komunikasi matematik, representasi matematik dan pemecahan masalah matematik dalam kaitannya dengan pengaruh aspek talking dan writing. Siswa di tempat kita sering mengeluh tentang aspek talking ini, seperti halnya juga siswa di luar negeri yaitu, “ I can do it, but I can’t explain it.” Doing is important, but studens’ understanding and communicating what they are doing is more important (Szetela, 1993). Artinya mereka mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan, namun kurang mampu untuk menjelaskan. Pertanyaannya adalah mengapa “talk” penting dalam matematika? “Talk” penting karena: (1) apakah itu tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan matematika sebagai bahasa manusia. Matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk mengkomunikasikan bahasa sehari-hari, (2) pemahaman matematik dibangun melalui interaksi dan konversasi (percakapan) antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna, (3) cara utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah melalui talk. Siswa menggunakan bahasa untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama, sharing strategi solusi, dan membuat definisi, (4) pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking. Dalam proses ini, pikiran seringkali dirumuskan, diklarifikasi atau direvisi, (5) internalisasi ide (internalizing ideas). Dalam proses konversasi matematika internalisasi dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah. Siswa mungkin mengadopsi strategi yang lain, mereka mungkin bekerja dengan memecahkan bagian dari soal yang lebih mudah, mereka mungkin belajar frase-frase yang dapat membantu mereka mengarahkan pekerjaannya, (6) meningkatkan dan menilai kualitas berpikir. Talking 2 membantu guru mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika, sehingga dapat mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang dibutuhkan (Disarikan dari Corwin, 2002; Szetela, 1993). Selanjutnya ada beberapa pakar lainya mengemukakan keutamaan talking atau berdiskusi dalam pembelajaran. Gokhale (1995) menyatakan aktivitas siswa dalam diskusi tidak hanya meningkatkan daya tarik antar partisipan tetapi juga dapat meningkatkan cara berpikir kritis. Baroody (1993) mengemukakan mendiskusikan suatu ide adalah cara yang baik bagi siswa untuk menjauhi gap, ketidakkonsistenan, atau suatu keberhasilan kemurnian berpikir. Berdiskusi dapat menguntungkan pendengar yang baik, karena memberikan wawasan baru baginya. Selanjutnya Baroody menguraikan beberapa kelebihan dari diskusi kelas, yaitu antara lain: (1) dapat mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan kemahiran menggunakan strategi, (2) membantu siswa mengkonstruk pemahaman matematik, (3) menginformasikan bahwa, para ahli matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri-sendiri, tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim, dan (4) membantu siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana. Dengan demikian, sesuai paragraf di atas ketika talking (berdiskusi, berbicara, berkomunikasi) dikedepankan oleh guru, maka pada strategi ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Keterampilan ini merupakan modal dasar siswa untuk lebih percaya diri dalam menjalani hidupnya kedepan. Beberapa pakar menyebutkan keutamaan lainnya dari aspek talking ini, seperti Huinker & Laughlin (1996) menyebutkan, berbicara dapat berlangsung secara alami, tetapi menulis tidak. Proses berbicara atau berkomunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses berkomunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis. Misalnya siswa berkomunikasi tentang ide matematika yang dihubungkan dengan pengalaman mereka, sehingga mereka mampu untuk menulis tentang ide itu. Selain itu, berkomunikasi/berbicara dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas. Hal ini mungkin terjadi karena ketika siswa Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 diberi kesempatan untuk “berkomunikasi dalam matematik” sekaligus mereka berpikir bagaimana cara mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu keterampilan berkomunikasi atau berdiskusi dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya melalui tulisan secara mandiri. Selanjutnya berkomunikasi atau berbicara baik antar siswa maupun dengan guru dapat meningkatkan pemahaman. Hal ini bisa terjadi karena ketika siswa diberi kesempatan untuk berbicara atau berdialog, sekaligus mengkonstruksi berbagai ide untuk dikemukakan melalui dialog. Selanjutnya aspek writing, ini juga penting karena setelah siswa berdiskusi sesamanya, selanjutnya mereka menuliskan hasil diskusi/dialog pada lembar kerja yang disediakan. Aktivitas menulis berarti mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi atau berdialog antar teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Terdapat beberapa keutamaan writing (menulis) dalam pemebelajaran matematika. Menulis dalam matematika membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari (Shield & Swinson, 1996). Rose (Baroody, 1993) menyatakan bahwa menulis dipandang sebagai proses berpikir keras yang dituangkan di atas kertas. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir karena melalui berpikir, siswa memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif. Manzo (1995) mengatakan menulis dapat meningkatkan taraf berpikir siswa ke arah yang lebih tinggi (higher-order-thinking). Selain itu Masingila & Wisniowska (1996) mengemukakan aktivitas menulis siswa bagi guru dapat memantau (1) kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama, (2) keterangan nyata dari prestasi siswa. Dengan demikian menurut pakar tersebut, menulis adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Kalau begitu guru harus arif dalam mengajar untuk memancing siswa mau menulis, dalam artian jangan hanya memberi tugas namun malas memeriksa pekerjaan siswa. 2. Aktivitas Siswa Berikut ini anjuran para pakar agar guru dapat menetapkan suatu langkah yang dinamis agar suasana talking and writing 3 dapat berlangsung nyaman dan lebih bermakna antara lain, Silver & Smith (1996) menganjurkan bahwa guru harus (1) mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan, dan menantang setiap siswa berpikir, (2) mendengar secara hati-hati ide siswa, (3) menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan, (4) memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi, (5) memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalan-persoalan, menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan kesulitan, (6) memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi, dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi. Corwin (1997), menganjurkan empat fase proses yang dinamis dalam writing yaitu: (1) Fase perencanaan (prewriting). Dalam fase ini, siswa menggunakan bermacam-macam curah pendapat (brainstorming) dan mendiskusikan teknik untuk menggali berbagai kemungkinan topik yang datang dari pengalaman siswa sendiri. (2) Fase menulis (follows the planning). Dalam fase ini, siswa menulis secara aktual yang disebut dengan “discovery draft”. Draf ini diperlakukan sebagai suatu gambaran dari materi tulisan yang akan dibentuk. (3) Revision. Dalam fase ini, siswa bekerja bersama-sama dalam satu grup untuk merevisi draf. Yang satu membaca keras-keras sedangkan yang lain bertindak sebagai “editor”. (4) Publikasi (Publication phase). Pada fase ini, siswa menyelesaikan tulisan hingga menjadi bentuk final, dan barangkali dipublikasikan melalui internet, diperbanyak, atau dimuat dalam surat kabar. Baroody (1993) mengemukakan ada beberapa langkah dinamis yang perlu dilakukan guru untuk mengaktifkan kegiatan menulis yaitu (1) Summaries, yaitu siswa disuruh merangkum pelajaran dalam bahasa mereka sendiri. Kegiatan ini berguna, karena dapat membantu siswa memfokuskan pada konsep– konsep kunci dalam suatu pelajaran, menilai pemahaman dan memudahkan retensi. (2) Questions, siswa disuruh membuat pertanyaan sendiri dalam tulisan. Kegiatan ini berguna membantu siswa merefleksikan pada fokus Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 yang tidak mereka pahami. (3) Explanations, siswa disuruh menjelaskan prosedur penyelesaian, dan bagaimana menghindari suatu kesalahan. Kegiatan ini berguna, karena dapat mempercepat refleksi, pemahaman , dan penggunaan kata-kata yang tepat. (4) Definitions, mereka disuruh menjelaskan istilah-istilah yang muncul dalam bahasa mereka sendiri. Kegiatan ini berguna, karena dapat membantu siswa berpikir tentang makna istilah dan menjelaskan pemahaman mereka terhadap istilah. (5) Reports, siswa disuruh, baik sebagai individu maupun sebagai suatu kelompok, untuk menulis laporan. Kegiatan ini berguna, karena membantu pemahaman siswa, bahwa menulis adalah suatu aspek penting dalam matematika untuk menyelidiki topiktopik dan isu-isu dalam matematika dan kepribadian. Dari beberapa pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan aktivitas guru dan siswa dalam aspek talking and writing adalah: (1) menetapkan siswa dalam suatu grup, (2) memberikan penjelasan pada siswa tujuan yang hendak dicapai, dan memberikan pengarahan tugas-tugas yang setiap anggota grup harus memahaminya, (3) menjelaskan bagaimana cara menilai siswa secara individual, (4) mengelilingi kelas untuk memberi bantuan kepada siswa yang memerlukan, dan (5) menilai prestasi siswa serta membantu mereka bagaimana sebaiknya berkolaborasi satu dengan yang lain. (6) guru tetap mengontrol apakah siswa menulis solusi terhadap masalah yang diberikan guru, mengorganisasikan semua pekerjaan secara sistematis, seperti penyelesaian yang menggunakan diagram, grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan. Kemudian diberi pengertian bahwa pekerjaan yang terbaik adalah lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya. Berdasarkan ungkapan-ungkapan para ahli mengenai peranan, keutamaan dan aktivitas yang dilakukan siswa pada aspek talking dan writing dalam pembelajaran matematika, serta tugas-tugas yang dilakukan siswa, secara rasional diharapkan bahwa guru sadar betapa pentinnya aspek ini dalam pembelajaran matematika sehingga dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah dan aspek 4 lainnya yaitu kemandirian untuk mendukung kompetensi matematik yang harus dimiliki siswa. C. Mengembangkan Kemampuan Siswa pada Aspek Talking and Writing Dalam Belajar Matematika Mengembangkan kemampuan siswa dalam aspek ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan strategi yang mendukung SCL, misalnya metode penemuan, koperatif, pemecahan masalah dan strategi think-talk-write yang dapat memberikan kesempatan luas pada siswa untuk mengungkapkan pikirannya baik melalui berbicara, diskusi dan menuangkannya dalam tulisan. Dalam metode pemecahan masalah misalnya, aktivitas siswa adalah mengedepankan diskusi sebelum menulis yaitu, mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah, membuat model matematik dari suatu masalah dan menyelesaikannya, memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika, menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; dan menerapkan matematika secara bermakna. Selanjutnya strategi thin-talk-write, strategi ini mengedepankan perlunya siswa menjelaskan hasil pemikiran matematikanya, sehingga melalui diskusi dia mendapatkan masukan sebelum menulis. Oleh sebab itu guru perlu mengelola pembelajaran yang dapat mendukung kegiatan ini baik melalui penanaman konsep maupun melalui pemberian tugas matematika. Sebaiknya penanaman konsep dimulai dengan kontekstual. Sebuah kotak terbuka (seperti nampak pada gambar di atas), akan dibuat dari suatu bahan yang berukuran a x a x 3 cm. Pertanyaan: Bentuklah suatu model matematik/bangun aljabar yang menyatakan luas permukaan kotak. Kegiatan Siswa : Membaca sambil mencoratcoret buku latihan, kemudian berdiskusi dengan temannya untuk memperoleh jawaban model matematik yaitu: L = a2 + 12 a Pertanyaan LKS : Berapakah panjang sisi alas kotak jika luas permukaan kotak 108 cm2? Kegiatan Siswa : Berdiskusi dan menulis, sisinya adalah a, sehingga: 108 = a2 + 12 a atau a2 + 12 a – 108 = 0 ( a + 18 ) ( a – 6) = 0 a = - 18 (tak terpakai) atau a = 6 (terpakai) Pertanyaan LKS: Berapakah luas permukaan kotak jika panjang sisi alasnya 8 cm? Kegiatan Siswa : Diskusi dan menulis, melalui model matematik diperoleh: L = 82 + 12 (8) = 160 2 cm Pertanyaan LKS : Perhatikan model matematik yang kalian dapat, kemudian lengkapilah tabel berikut: a (cm) Contoh aktivitas talking dan writing dalam pembelajaran penanaman konsep. Kegiatan dalam LKS : Perhatikan masalah di bawah ini: 3 cm Tanpa tutup a cm a cm Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 1 L (cm) …. 2 3 4 5 6 7 8 9 …. …. …. …. …. …. …. …. Berdasarkan pengamatan kamu, bagaimanakah hubungan antara luas kotak dan panjang sisinya? Kegiatan Siswa : Luas kotak tergantung dari panjang sisinya. Semakin besar panjang sisinya, luas kotak juga semakin besar. Guru dan siswa mengambil kesimpulan bahwa, saling ketergantungan antara luas dan sisi kotak 5 di sebut suatu fungsi. Jika luas merupakan fungsi dari a (sisi), maka saling ketergantungan ini dapat di tulis L(a) = a2 + 12 a. Karena pangkat tertinggi dari peubah adalah 2, maka fungsi ini disebut fungsi kuadrat dalam a, a merupakan peubah atau variabel bebas dan L(a) merupakan peubah terikat. Himpunan semua nilai a (peubah bebas) disebut daerah asal fungsi ditulis { a / 1 a 10}, sedangkan semua himpunan nilai L(a) disebut daerah hasil fungsi. Sekarang tuliskan beberapa contoh fungsi kuadrat dalam berbagai peubah (variabel), kemudian tuliskan bentuk umumnya! Kegiatan Siswa : Menulis beberapa contoh fungsi kuadrat, kemudian menulis Bentuk umum: f(x) = ax2 +bx + c D. Kontribusi Aspek Talking and Writing Terhadap Kemampuan Matematik Siswa Beberapa studi berkenaan dengan pengaruh aspek talking and writing dalam pembelajaran inovatif yang memberikan kesempatan secara luas pada siswa untuk berinteraksi sesamanya terhadap kemampuan matematik siswa (representasi matematik, pemecahan masalah, komunikasi matematik) dan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah dilaporkan oleh Kramarski (2000), Ansari (2004), Wardani (2009), Permana (2010) dan Yonandi (2010). Kramarski, menemukan bahwa kelompok belajar secara koperatif yang diberikan latihan metakognitif (kelompok eksperimen), secara signifikan memperoleh skor rata-rata di atas kelompok belajar secara individual dan latihan metakognitif, kelompok belajar koperatif serta kelompok belajar individual (kelompok kontrol), terhadap kemampuan pemecahan masalah dan representasi matematik siswa. Subyek populasi dalam penelitian ini sebanyak 384 siswa (181 laki-laki dan 203 wanita) yang terdiri dari 12 kelas dari siswa kelas delapan (SLTP), yang dipilih secara random dari empat sekolah berdasarkan status sosial ekonomi yang berbeda. Sebanyak 36 item tes digunakan untuk studi ini masing-masing 25 butir pilihan ganda dan 11 butir soal uraian bersifat open-ended. Sedangkan soal open-ended digunakan untuk mengungkap penalaran matematik melalui tulisan (lihat Table 1). Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 Table 1: Frequencies (percent in parentheses) of student Who Used Mathematical Representations in Justifying Their Correct Mathematical Reasoning COOP+META IND+META COOP N= 30 N= 30 N= 30 Visual explanations Pretest 60(1,6) 30(0,8) 40(1,0) Posttest 70(1,8) 70(1,3) 50(1,4) 60(14) Formal explanations Pretest 19(4,9) Posttest 31(8,1) 6(1,6) 13(3,4) 18(4,7) 19(4,9) Numeric/algebraic explanations Pretest 50(13,0) 46(12,00) Posttest 54(14,1) 61(15,9) 47(12,2) 55(14,3) 40(10,4) 60(15,6) Drawing Pretest Posttest 10 (0,3) 40(1,2) 10(0,3) 30(1,1) 10 (0,4) 60(1,6) Total Mean Pretest 34,8(19,5) Posttest 53,8(25,5) 16(14,7) 11(2,9) 10 (0,2) 50(1,3) 25,5(16,9) 48 (21,8) IND N= 30 25,8(14,8) 29,5(16,7) 39,5(19,0) 42,3(20,6) Dari Tabel 1 terlihat bahwa, kemampuan menjelaskan secara visual maupun formal, kemampuan membuat model matematik dan kemampuan membuat gambar dari soal yang diberikan, kelompok eksperimen lebih baik (53,8) dibandingkan kelompok control (39,5). Ini berarti pembelajaran yang mengedepankan aspek talking dan writing memberikan kontribusi yang positif terhadap kemampuan matematik siswa. Selanjutnya Ansari (2004) menemukan pengaruh strategi Think-Talk-Write (TTW) terhadap kemampuan representasi matematik siswa sekolah menengah yaitu (1) mengkonstruk model konseptual, seperti gambar, table, grafik dan diagram (aspek drawing), (2) membuat model matematik (aspek mathematical expressions), (3) penjelasan verbal berdasarkan analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal atau non formal ( aspek written texts). Subjek sampel terdiri dari 254 orang untuk kelompok eksperimen 1, 237 orang untuk kelompok eksperimen 2 dan 212 siswa untuk kelompok control. (lihat Tabel 2 di bawah). Tabel 2: Frekwensi Penggunaan bentuk Representasi Matematik menurut Kelompok 6 Representasi Eksperimen 1 Written Texts 100 ( 35,1 % ) Drawing 75 (33,3 % ) Math. Exp. 79 ( 40,9 % ) Jumlah 254 (36,1 % ) Prosentase penggunaan aspek representasi pada setiap kelompok dapat dipandang sebagai kemampuan kelompok pada aspek-aspek tersebut. Misalnya, kelompok eksperimen 1 prosentase penggunaan bentukbentuk written texts, drawing, dan mathematical expressions terhadap jumlah keseluruhan sebesar 35,1 %, 33,3 % dan 40,9 %, maka kemampuan representasi matematik kelompok tersebut masing-masing 35, 33,3 dan 40,9 (rata-rata 36,1). Tabel di atas menunjukkan, bahwa siswa kelompok eksperimen lebih unggul dari siswa kelompok control dalam hal penggunaan bentuk-bentuk representasi matematik dalam penyelesaian soal Trigonometri dan Tiga Dimensi, bahkan siswa kelompok eksperimen memiliki kecenderungan kemampuan mathematical expressions ( membuat model matematika) yang lebih tinggi dari kedua kelompok lainnya. Hasil ini secara langsung menunjukkan, bahwa strategi TTW yang mengedepankan aspek talking and writing dalam pembelajaran telah memberikan kontribusi positif bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan matematik. Tabel 3: Kemampuan Matematik Siswa Sekolah Menengah pada Tiga Studi Kemp Awal Mat Tingg i Sedan g Rend ah Total Kelompok Penelitian Eksperimen 2 Kontrol 93 ( 32,6 % ) 92 (32,3 % ) 78 ( 34,7 % ) 72 (32,0 % ) 66 ( 34,2 % ) 48 (24,9 % ) 237 (33,7 % ) 212 ( 30,2 % ) berbasis masalah (Permana, 2010) dan Yonandi (2010) serta pembelajaran inkuiri model Silver (Wardani, 2009) mencapai kemandirian belajar matematika yang tergolong antara cukup baik dan baik dan ini lebih baik dari kemandirian belajar matematika siswa kelas konvensional yang tergolong sedang. Temuan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran inovatif yang memberi kesempatan siswa belajar aktif mendorong tumbuhnya kemandirian belajar siswa (lihat Tabel 3) Dalam analisis lebih lanjut, tinjauan terhadap kemampuan matematik dan kemandirian belajar matematika siswa menunjukkan bahwa makin tinggi kemampuan matematik siswa seperti, komunikasi matematik (Permana, 2010), daya matematik (Wardani, 2009), dan pemecahan masalah matematik (Yonandi, 2010) makin tinggi pula kualitas kemandirian belajar matematika siswa. Demikian pula sebaliknya. Temuan tersebut mendukung pernyataan bahwa kemampuan matematik yang tidak rutin dan kemandirian belajar matematik saling berperan satu terhadap yang lainnya. Studi Permana, 2010 (MEAs, Siswa SMP, n: 107) Kom. Dispos. Mat. Mat N (s.id (s.id :30) :200) Studi Yonandi, 2010 (Pembel. Berbasis Mas; siswa SMA, n:80) Pemec Kom. Dispos. h. Mas Mat n Mat (s.id (s.id (s.id 422) :35) :80) 23 25,91 175,39 29 29,96 49 20,18 152,04 45 26,75 35 13,43 121,94 6 23,93 10 7 19,21 147,21 80 27,15 139.53 138.90 13842 139.09 343,48 319,80 294,6 321,94 Studi Wardani, 2009 (Ikuiri Silver, siswa SMA, n= 83) Daya Dispos. Mat. Mat N (s.id (s.id :64) :180) 26 52,88 137,12 42 46,06 132,86 15 40,29 125,63 83 46,89 132,92 Peranan yang baik kemampuan awal matematik, dan model pembelajaran yang inovatif dan memberi kesempatan siswa lebih aktif belajar antara lain, pembelajaran dengan Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 7 DAFTAR PUSTAKA Artzt, A.F. (1996). “Developing Problem Solving Behaviors by Assessing Communication In Cooperative Learning”. In P.C Elliott, and M.J. Kenney (Eds.). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. USA: NCTM. Shield. M. & Swinson. K. (1996). “The Link Sheet: A communication Aid for Clarifying and Developing Mathematical Ideas and Processes”. In P.C. Elliott, dan M.J. Kenney. (Eds.). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, VA: NCTM. Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping children think mathematically. New York: Merril, an inprint of Macmillan Publishing, Company. Silver, E.A. & Smith, M.S. (1996). “Building Discourse Communities in Mathematics Classrooms: A Worthwhile but Challenging Journey”. In P.C. Elliott, dan M.J. Kenney. (Eds.). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, VA: NCTM Corwin, B.R. (2002). Supporting Mathematical Talk in Classrooms. [Online]. Tersedia: http://ra.terc.edu/publications/Tercpubs/tech-infusion/prof-dev/prof-devconclution.html [11 Pebruari 2002]. Gokhale, A.A. (2003). Collaborative Learning Enhances Critical Thinking. [Online]. Tersedia: http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/jtev7n1/gokhale.jte-v7n1.html [20 Pebruari 2003]. Huinker, D. & Laughlin, C. (1996). “Talk Your Way into Writing”. In P. C. Elliott, and M. J. Kenney (Eds.). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. USA: NCTM. Killen, R. (1998). Effective Teaching Strategies. Lesson from Research and Practice. (2nd edition). Sidney: Social Science Press. Kramarski, B. (2000). “The effects of different instructional methods on the ability to communicate mathematical reasoning”. Proceedings of the 24th conference of the international group for the psychology of mathematics education, Japan. Manzo, A. (2002). Higher-order Thinking Strategies for the Classroom. [Online]. Tersedia: http://members.aol.com/MattT10574/Higher OrderLiteracy.html [8 Oktober 2002]. Masingila, J.O. & Wisniowska, E.P. (1996). “Developing and Assessing Mathematical Understanding in Calculus Through Writing”. In P. C. Elliott, and M. J. Kenney (Eds.). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. USA: NCTM. National Council of Teachers of Mathematics. (1991). Professional Standards for Teaching Mathematics. Reston, VA: NCTM Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 Sugandi, A. I. (2010). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting Belajar Koopertaif JIGSAW. Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan Sullivan, P & Mousley, J. (1996). “Natural Communication in Mathematics Classrooms: What Does it Look Like”. In P.C. Clarkson. (Ed.). Technology in Mathematics Education. Melbourne: Merga. Sutiarso, S. (2000). “Problem Posing: Strategi Efektif Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika”. Journal of Indonesian Mathematical Society (MIHMI). 8(3), 299-307. Szetela, W. (1993). “Facilitating Communication for Asessing Critikal Thinking in Problem Solving”. In Webb, N. L. and Coxford, A. F. (Eds.). Yearbook 1993. Assessment in the Mathematics classroom. Reston, VA: NCTM. Wardani, S. dan Sumarmo, U (2011). “Improving Students’ Mathematical Creative Ability and Disposition by using Sylver’ Model Approach”. Disertation at Post Graduate Program IndonesiaUniversty of Education. Dipublikasikan pada Research in Educational and Development. Gunma University. Yonandi (2010). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan. 8 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 SIGLI Oleh: Yahya (Dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jabal Ghafur) ABSTRACT A study concerning the application of learning models snowball throwing in improving student learning outcomes SMA Negeri 1 Sigli. This study aims to determine whether there is an increase in student learning outcomes through snowball throwing on a learning model students of SMAN 1 Sigli. The population in this study were all high school students in grade II Negeri1 Sigli, sebanyaj 6 class. Samples taken porposif sampling by 2 classes of experimental class (II A) and a control class (II C). The data analysis using t-test statistics. The results of the analysis of data obtained t = 2.72> t table = 1.67 significance level α at 00:05. Then it can be interpreted bahqa Ho rejected and Ha accepted, with demikikian proposed hypothesis is: the application of snowball throwing pewmbelajaran models can improve learning outcomes of students of SMA Negeri 1 Sigli acceptable. Keywords: Snowball throwing, learning outcomes PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Proses pendidikan sudah dimulai semenjak seseorang baru dilahirkan dalam lingkungan keluarga. Dilanjutkan ke jenjang pendidikan formal, tertruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Di sekolah terjadi interaksi secara langsung antara sesama siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik dalam suatu proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan utama di lingkungan sekolah dan menjadi penentu kualitas output sumber daya manusia, oleh sebab itu di sekolah perlu adanya penentuan ritme belajar dengan mengutamakan peningkatan mutu belajar secara sistematis. Upaya pembaharuan sistem pendidikan pada dasarnya diarahkan pada usaha penguasaan materi, media, dan model pembelajaran yang handal. Model pembelajaran diarahkan pada peningkatan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berlangsung secara optimal. Interaksi antara siswa dan guru berlangsung secara optimal berujung pada peningkatan penguasaan konsep siswa pada gilirannyadapat meningkatkan prestasi belajar siswa (Nurhadi, 2003:4). Permasalahan lain yang sering terjadi adalah metode mengajar dan gaya mengajar guru. Gaya mengajar yang digunakan guru belum optimal. Banyak guru cendrung mengajar kurang bervariasi. Latihan yang diberikan belum mampu memberikan umpan balik yang baik. Pada hal peran guru sangat utama dalam penentuan prestasi belajar siswa Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 di sekolah. Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengelola, dan mengorganisir kelas. Oleh karena itu keberhasilan siswa di kelas yang paling berpengaruh dan dominan adalah guru (Ali, 2004:27). Model;pembelajaran snowball throwing berupa belajar meningkatkan keaktifan siswa dalam memahami materi pelajaran. Melalui model ini siswa diajak mencari informasi materi secara umum., membentuk kelompok menetukan ketua dan diberi tugas memahami materi tertentu dalam kelompok, bekerja sama dalam kelompok serta mencatat soal-soal yang diberikan kepada kelompok lain, dan menjawab secara bergiliran. Kelompok bertanggung jawab untuk mengambil kesimpulan dari pembahasan soal dan jawabannya. Namun yang berkembang di SMA Negeri 1 Sigli adalah pengembangan konsep belajar masih bersifat sentral, artinya guru mendominasi pebelajaran sehingga siswa diajak untuk mendengarkan saja, tanpa memperoleh kesempatan menemukan sendiri konsep belajar. Sehingga banyak siswa kurang bersemangat dalam mengikuti proses belajar mengajar. Model pembelajaran lama masih mendominasi proses belajar mengajar SMA Negeri 1 Sigli, dan perlu mencari solusi untuk mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dan variatif sehingga pengembangan konsep belajar banyak diminati para siswa. Untuk itulah konsep penelitian ini dilakukan, untuk merubah pandangan sekolah dari model lama ke yang baru. 9 Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah penerapan model pembelajaran snowball throwing dalam meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Sigli. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran snowball throwing pada siswa SMA Negeri 1 Sigli Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan adalah: penerapan metode snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Sigli Definisi Istilah 1. Penerapan adalah: Penggunaan sesuatu yang dapat memberi pengaruh atau mendatangkan perubahan (Anwar, 2001:318). 2. Model pembelajaran snowball throwing adalah: todel pembelajaran yang mengajak siswa untuk mencari informasi materi secara umum, membentuk kelompok, masing-masing siswa dalam kelompok membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilemparkan ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Nadhirin, 2008:2). 3. Hasil belajar adalah: suatu tingkat keberhasilan yang dicapai dalam memperoleh cara-cara bersikap, bertindak serta bertingkah laku melalui pengalaman dan latihan dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah (Slameto, 2005:35). , LANDASAN TEORETIS Hakikat Belajar Belajar mencakup semua aspek tingkah laku dan dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami dan menjalani konsep belajar. Proses ini terjadi secara internal dalam diri individu dalam upaya memperoleh perubahan dalam konsep hidup. Belajar merupakan upaya memperkaya diri dari pengembangan ilmu sehingga mampu merubah tingkah laku dari satu jenjang ke jenjang lainnya yang lebih baik. Belajar terjadi apa bila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa hingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi (Purwanto, 2000:84). Sementara itu Thordike dalam (Nurhadi, 2003:178) berpendapat bahwa: Belajar adalah proses yang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Dalam sistem pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses siswa dituntut harus lebih aktif dari pada guru. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing, inilah yang disebut dengan interaksi edukatif. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ahmadi (2007:47) Interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikataan tujuan pendidikan. Belajar sangat erat hubungannya dengan prestasi belajar. Seseorang yang ingin memperoleh prestasi yang baik harus belajar dengan sungguh-sungguh. Belajar yang rajin memerlukan situasi yang lebih kondusif dan harus dapat memanfaatkan waktu yang lebih efisien. Memerlukan kondisi kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, agar konsentarsi dalam belajar lebih terpusat. Sehingga memiliki daya rekam yang kuat terhadap apa saja yang dipelajarinya. Jadi konsep belajar tidak hanya sekedar membaca, akan tetapi lebih menghayati terhadap apa yang dibaca dan pandai mengambhil sebuah kesimpulan. Konsep belajar perlu dikembang luas dalam kehidupan siswa di sekolah. Sehingga seorang siswa lebih cinta terhadap berbagai macam ilmu pengetahuan dan termotivasi untuk mempelajarinya. Faktor-faktor yang Mempengaruhi proses belajar Untuk mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, antara lain : Faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang ada dari luar (faktor ektern). Faktor-faktor yang terdapat dalam diri anak bersifat biologis, sedangkan faktor dari luar, misal keluarga, sekolah, masyarakat, dan sebagainya. 1) Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri indicidu itu sendiri, adapun yang tergolong faktor intern adalah intelegensi, bakat, minat dan motivasi. a. Intelegensi; Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi 10 rendahnya intelegensi. Intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tinhgkat perkembangan anak. Intelegensi ini bersiafat menurun dari kedua ayah dan ibu seseorang, didukung oleh kecukupan dalam pengaturan menu sehari-hari. Olek karena itu keberhasilan dalam belajar sangat besar pengaruh intellegensi seseorang. Kemampuan merekam oleh memori dan kemapuan memuncul kemabali apa yang tinggal dalam memorinya tiu disebut intelegensi. b. Bakat; Bakat adalah kemampuan tertentu yang dibawa semenjak lahir oleh seseorang, sehingga menunjukkan kebolehannya. Bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan keterampilan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata (Kartono, 1995:2). Bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Syah, 2008:136). Timbulnya keahlian diri seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. c. Minat; Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenal beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimilki seseorang diperhatikan secara terus menerus sehingga mampu melakukan sendiri. Minat merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu tanpa perlu dimotivasi oleh pihak lain. Minat itu timbul dalam hati diri sendiri untuk melakukan seusatu, lalu ditambah dengan berbagai dorongan sehingga menjadi potensi besar. d. Motivasi; Motivasi ada dua jenis, yang dari individu itu nsendiri dan dari pihak lain. Motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri timbul setelah memahami arti konsep belajar, dan biasanya setelah mengamati keberhasilan dari orang lain. Motivasi yang timbul dari dorongan pihak lain sebagai perangsang untuk mempengaruhi minat diri, setelah mendengar, mengamati keberhasilan yang lebih baik dari orang lain. Biasanya kedua motivasi bekerja sekali gus, ditambah oleh keingin tahuan yang tinggi dari seseorang. 2) Faktor Ekstern Faktor ini datangnya dari pihak luar dengan menghidupkan potensi diri dengan ajakan-ajakan dengan menawarkan konsepkonsep baru sehingga membangkit gairah untuk diketahuinya, antara lain adalah: a. Keadaan Keluarga; Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahir dan dibesarkan. Adanya rasa aman dan damai dalam keluarga sangatlah penting dalam perkembangan dan perttumbuhan anak. Pendidikan pertama sekali dirasakan oleh anak adalah dalam keluarga, baru setelah itu memasuki masa pendidikan di sekolah. Keluarga yang baik memberi makna positif dalam perkembangan dan pertumbuahn anak, sebaliknya bila keluarga itu kacau akan memberi pengaruh negatif bagi si anak. Keluarga yang damai tidak ditentukan oleh kekayaan, akan tetapi memiliki pengertian dan sikap musyawarah antara anggota keluarga. b. Keadaan sekolah; Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong anak belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran oleh guru, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran, kurikulum. Guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang sopan dalam mengajar (Kartono, 1995:6). c. Lingkungan masyarakat; Selain orang tua, lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan i9nformal kedua setelah keluarga. Lingkungan masyarakat sangat besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan seseorang. Masyarakat yang baik akan memberi karakter yang baik kepada seorang anak, sebaliknya bila lingkungan masyarakat yang kurang baik akan berpengaruh dalam kehidupan seorang anak. Seorang anak akan belajar dalam kehidupan bermasyarakat, maka orang tua wajib mengawasi anaknya jika sudah mulai memasuki masa kehidupan dalam masyarakat. 2.3 Model pembelajaran Snowball Throwing Model pemebelajaran snowball throwing merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk mencari informasi materi secara umum, membentuk kelompok, menentukan ketua dan diberi tugas untuk membahas materi tertentu dalam kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan). Bola tersebut mulai dilemparkan ke siswa lain dengan masing-masing menjawab pertanyaan dari bola tadi yang diperoleh untuk diambil dari 11 hasil jawaban kelompok terhadap pertanyaan yang diterima (Nadhirin, 2008{2). - Kelemahan model pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut: 1) Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa. 2) Dalam pelaksanaannya ada peluang timbul pertanyaan yang sama antara kelompok yang satu dengan kelompok lain. 3) Bagi siswa yang biasanya mendominasi diskusi, teknik snowball throwing akan dinilai mengekang kebebasan. Hal tersebut menimbulkan ketidaknyaman bagi siswa yang agresif (Nuryani, 2005:76) Model pembelajaran snowball throwing perlu dikembangkan di sekolah-sekolah sehingga membangkitkan motivasi belajar yang kuat pada siswa. Selain itu memberikan kesempatan kepada siswa agar cepat mandiri, kebih dewasa dalam berargumentasi. Lebih penting lagi menumbuhkan saling menghargai pendapat teman-teman lain. Model pembelajaran snowball throwing juga mengajak kelas lebih hidup, suasana demikian akan menarik dan termotivasi siswa untuk belajar lebih aktif. METODE PENELITIAN 1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian koparatf. 2 Populasi dan Sampel Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II SMA Negeri 1 Sigli tahun ajaran 2012/2013 terdiri dari 6 kelas berjumlah 280 orang. Sampelnya diambil 2 kelas, yaitu kelas eksperimen II A berjumlah 30 siswa dan kelompok kontrol II C berjumlah 30 siswa. 3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dengan melakukan pretes dan postes untuk melihat ada tidak terjadi peningkatan prestasi setelah dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing pada ciri-ciri makhluk hidup. Tes ini diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol, setelah proses pembelajaran dilakukan. 4 Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan statistik Uji-t dua pihak dengan taraf signifikan α=0.05. Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 t = ..... √ (Sudjana, 2005:239). Keterangan : t = harga t hitung = nilai rata-rata kelas keperimen = nilai rata-rata kelas kontrol = varian gabungan antara S1 dan S2 masing-masing tes Namun sebelum menghitung Uji-t terlebih dahulu diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a. Rumus untuk mencari rata-rata : X = Keterangan: X = nilai rata-rata siswa X1 = nilai tengah Fi = frekwsi kelas interval b. Rumus untuk mencarai Varian ( S2 ) : S2 = Keterangan: S2 = Varian n = jumlah sampel c. Rumus untuk menentukan Varian Gabungan : S gab = √ Keterangan : S gab = Varian gabungan n1 = jumlah siswa kelkompok eksperimen n2 = jumlah siswa kelompok kontrol =Varian dari kelompok eksperimen = Varian dari kelompok kontrol Pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan Uji-t dengan kriteria: Jika t hitung > t tabel terima Ha tolak Ho Jika t hitung < t tabel terima Ho tolak Ha ini HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Hasil Penelitian Pretes dan postes dilakukan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut rincian nilai postes dan pretes kedua kelas tersebut: 12 Tabel 1 Nilai pretes eksperimen No Nama Siswa 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 2 Andika Arif Fadhilah Arif Maulana Agus Kurniawan Alif Hulsimi Alia Nur Afifah Ayu Lisa Aida Fitri Cut Rahmah Cut Mutia Sari Daufi Mursal Diki Hamdani Dzaltal Fikra Fera Maulida Fera Alaida Feri Husendri Firdaus Hafidz Maulana Khairul Nisa Humaira Hamdani Dzaltal Fikra Fera Maulida Fera Alaida Feri Husendri Firdaus Hafidz Maulana Khairul Nisa Humaira Indah Idris Junaidi Jafri Marhaban Muhammad Dewi Munira Zuhra Amir Rosmawar Mardalena dan postes Nilai Pretes 3 60 57 40 40 15 25 50 45 60 35 15 47 55 30 27 38 54 20 50 60 30 45 59 20 46 50 35 25 55 46 27 33 57 37 40 37 58 46 47 46 kelas Nilai Postes 4 90 80 65 60 40 50 85 78 90 60 45 75 75 57 50 65 80 45 76 85 55 70 85 50 77 77 60 55 80 75 57 58 83 58 65 70 83 70 76 80 Tabel 2 Nilai Pretes dan Postes Kelas Kontrol No Nama Siwa Nilai Nilai Pretes Postes 1 2 3 4 1. Amal Ma’ruf 50 60 2. Abdul Razak 45 55 3. Amaluddin 70 80 4. Agus Muliadi 69 78 Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. Arsya’di Ari Batun Nisa Agus Nidar Anita Zahara Usman Ismail Nurlaila Cut Fathimah Irfan M. Isa Bahagia Badriah Cut Zahara Cut Nurlina Desi Susanti Eva Rahayu Eka Puspika Fajar Rina Gunawan Fatimah Zuhra Khairiah Nurhayati Nurlima Safwan 20 40 30 25 57 70 55 30 65 70 60 36 50 65 80 60 35 40 54 50 45 55 68 70 35 50 45 30 68 80 65 40 70 80 77 70 75 47 60 66 50 55 65 65 55 64 66 67 a. Hasil nilai pretes 1. Kelas Eksperimen Rentang (R) =Nilai tertinggi – Nilai terendah = 60 -15 = 45 Interval kelas (K) = 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 log 40 = 1 + 3.3 (1.60) = 6.28 (K = 6) P = P = P= 7.16 (P = 8) Tabel 3 Daftar Distribusi Frakwensi Nilai Pretes Kelas Eksperimen Interval ( ( kelas 15 -22 4 18.5 74 -23.2 538.24 23 -30 6 26.5 159 -15.2 231.04 31 – 38 6 34.5 207 -7.2 51.84 39 – 46 7 42.5 297.5 0.8 0.64 47 – 54 8 50.5 404 8.8 77.44 55 – 62 9 58.5 526.5 16.8 382.24 40 1668 Nilai rata-rata pretes siswa kelas eksperimen dari tabel 3 adalah sebagai berikut: = Xi = Xi = 41.7 13 ( -x 2132.96 1386.24 311.04 4.48 619.52 2540.16 7014.4 Selanjutnya Varians dan Simpangan Baku dapat diperoleh: F= F hitung = F hitung = F hitung =1.31 √ Fα( - 1) F 0.05 (39 – 37) F = 2.20 2.Kelas Kontrol Rentang (R) = Nilai tertinggi – Nilai terrendah = 70 – 20 = 50 Dari hasil analisis data ternyata: F hitung 1.31 < F tabel 2.20, jadi dapat disimpulkan Varian-Varian kedua kelas adalah homogen. Interval Kelas (K) = 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 log 38 = 1 + 3.3 (1.57) = 1 + 6.18 = 6.18 (K = 6 atau 7) b. Hasil Postes 1. Kelas Eksperimen Rentang (R) = Nilai Tertinggi – Nilai Terrendah = 90 – 40 = 50 Interval kelas (K) = 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 log 40 = 1 + 3.3 (1.60) = 6.28 (K = 6 atau 7) P= P = P = 7.96 (P=8) P= P= P = 8.09 (P = 8) Interval kelas 20 -27 28 -35 36 – 43 44 – 51 52 – 59 60 – 67 68 - 75 -1, Tabel 4 Daftar Distribusi Frakwensi Nilai Pretes Kelas Kontrol - ( -x) ( fi( x x 23.5 70.5 -27.15 737.12 2211.36 31.5 126 -19.15 266.72 1466.88 39.5 276.5 -11.15 124.32 870.24 47.5 237.5 -3.15 9.92 49.6 55.5 333 4.85 23.52 141.12 63.5 381 12.85 165.12 990.72 71.5 500.5 20.85 434.72 3043.04 1925 8772.96 3 4 7 5 6 6 7 38 Nilai rata-rata pretes siswa kelas kontrol tabel 4.4 adalah sebagai berikut: X2 = X2 = Tabel 5 Daftar Distribusi Frakwensi Nilai Postes Kelas Eksperimen Interval kelas ) 40 - 47 3 43.5 130.5 -25.2 635.04 48 - 55 5 51.5 257.5 -17.2 295.84 56 – 63 7 59.5 416.5 -9.2 84.64 64 – 71 6 67.5 405 -1.2 1.44 72 - 79 8 75.5 604 6.8 46.24 80 – 87 9 83.5 751.5 14.8 239.04 88 - 95 2 91.5 183 22.8 519.84 40 2748 Nilai rata-rata postes siswa kelas eksperimen dari tabel 5 adalah sebagai berikut: Xi = 50.65 = Selanjutnya Varians dan Simpangan Baku dapat diperoleh: = 237.10 = =√ = = 68.7 Selanjutnya Varian dan Simpangan Baku dapat diperoleh: = = 15.39 2. Uji Homogenitas Pretes Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel penelitian ini berasal dari populasi yang sama, sehingga hasil penelitian dapat berlaku bagi populasi. Untuk menguji homogenitas digunakan rumus : Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 = =√ = = 188.88 = 1374 2. Nilai postes kelas kontrol Rentang (R) = Nilai Tertinggi – Nilai terrendah = 80 – 30 = 50 Intrerval kelas (K) = 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 (1.57) = 1 + 3.3 log 38 = 6.18 (K = 6 atau 7) 14 1905.12 1479.20 592.48 8.64 369.92 1971.36 1039.68 7366.40 P= P= P = 8.09 = = – Interval Kelas 30 – 37 38 – 45 46 -53 54 – 61 62 – 69 70 – 77 78 – 85 Tabel 6 Daftar Distribusi Frekwensi Nila postes kelas Kontrol ( -X) ( ( X X 3 33.5 106.5 -27.15 737.12 740.12 4 41.5 166 -19.15 366.72 1466.88 5 49.5 247.5 -11.15 124.32 621.60 6 57.5 345 -3.15 9.92 20.52 8 65.5 524 4.85 23.52 188.16 7 73.5 514.5 12.85 165.12 1155.84 5 81.5 407.5 20.85 434.72 2173.60 38 2305 637573 Nilai rata-rata Postes dari tabel 6 adalah sebagai berikut: = = = 60.65 Selanjutnya Varian dan Simpangan Baku dapat diperoleh : = = = = 172.31 =√ = 13.12 3. Uji Homogenitas Postes 4. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel penelitian berasal dari populasi yang sama, sehingga hasil penelitian dapat berlaku bagi populasi. Untuk menguji homogenitas digunakan rumus: P= F hitung = F hitung = 1.09 Fα ( - 1, - 1) F 0.05 (39.37) = 2.11, maka F hitung 1.09 < F tabel 2.11 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa varian-varian kedua kelas homogen 3. Tinjauan Hopetesis Tinjauan hipetesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Dari analisa data diperoleh nilai Mean dan Standar Deviasi pada masing-masoing kelas yaitu kelas eksperimen ( = 68.7 Variannya ( = 188.88) dan nilai rata-rata kelas kontrol ( = 60.65) dan Variannya ( = 172.31) maka : Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 – = = = 180.82 =√ S = 13.44 Maka nilai t diperoleh : t = t = √ t = √ t= t = 2.72 Dengan taraf signifikan α = 0.05 dan derajat kebebasan dk = ( + - 2) = (40 + 38 – 2) = 76. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikan α = 0.05 dan derajat kebebasan 76, tenyata thitung =2.72 > t tabel =1.67. Hal ini memperlihatkan bahwa rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah: penerapan model pembelajaran snowball throwing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Siglidapat diterima. 4. Pembahasan Fungsi guru dalam meodel pembelajaran snowball throwing adalah sebagai pembimbing dan fasilitator (pemberi kemudahan dalam belajar) sehingga guru harus dapat merubah pola tindakan, peran siswa dalam pembelajaran dari konsumen gagasan (seperti menulis, mendengar dan menghafal) menjadi peran produser gagasan (seperti bertanya, menjawab dan mengemukakan pendapat). Dengan demikian siswa harus berusaha untuk mencari jalan keluar dari satu permasalahan. Dengan sendirinya suasana kelas dalam prosesn belajar mengajar akann tanpak lebih efektif. Langkah-langkah dalam pembelajaran yang berbeda bisa menyebabkan nilai yang dihasilkan oleh kedua kelas ini berbeda pula. Penyebab lain yang mungkin terjadi nilai ratarata kedua sampel penelitian berbeada adalah karena pada umumnya motivasi belajar siswa masih sangat bergantung pada pengajar. Dengan kata lain siswa akan bersemangat belajar apabila ada dorongan yang kuat dari pengajar. Guru dalam proses pembelajaran harus memilih pendekatan, metode dan model pemebelajaran yang dapat memotivasi siswa 15 untuk lebih aktif dalam belajar, sehingga siswa tidak bosan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Berdasarkan penelitian di SMA Negeri 1 Sigli, dan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan Ujit pada taraf signifikan α = 0.05 dan derajat kebebasan dk =76, tenyata thitung =2.72 > t tabel =1.67 berarti hipotesis yang dirumuskan: penerapan model pembelajaran snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SMA Negeri 1 Sigli dapat diterima. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasi penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan nsebagai berikut: 1 . Hasik belajar siswa SMA Negeri 1 Sigli yang dajarkan dengan menggunakan model pembelajaran sowball throwing dapat meningkat, hal tersebut dapat diketahui dari hasil analisis dengan menggunakan statistik Uji-t diperoleh t hitung 2.72 > t tabel 1.67. 2. Dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing siswa lebih bersemangat dalam belajar karena guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pendapatnya secara bebas dan siswa dapat menyumbang pikirannya untuk memecahkan masalah bersama. Saran-saran Adapun saran yang disampaikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran snowball throwing dapat membawa dampak positif dalam meningkatnya hasil belajar siswa, maka diharapkan kepada guru agar dapat menerapkan model pembelajaran ini dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. 2. Hendaknya guru bidang studi Biologi, selain menguasai materi juga harus membekali diri dengan pengetahuan tentang model-model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan, karena setiap model pembelajaran memberikan teknik-teknik tertentu dalam penggunaannya sehingga akan mendapkat hasil yang lebih baik dalam rposes belajar di sekolah Ahmadi, Abu. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung. Pustaka Setia. Ali, M. 2004. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Grasindo. Anwar, Dessy. 2991. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Karya Aditama. Asrori, M. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung : Wacana Prima. Hasbullah, M. 2002. Peranan Keluarga Bagi Kehidupan Anak. Jakarta : Zikrul Hakim. Kartono, K. 1995. Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Pradnya Paramita. Margono, S. 2009. Metodologi Penelitian Cet. II. Jakarta : Rineka Cipta. Nadhirin, 2008. Metodologi Pembelajaran Efektif. (http://nadhirin biogspot.com/2009/08. Diakses 1 Oktober 2012. Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontektual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang. Nuryani. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Malanng : Universitas Negeri Malang. Purwanto, Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Remaja Rosdakarya. Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta ; Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2005. Bandung : Tarsito. Metode Statistik. Surachmad, Winarno. 1983. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito. Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya. Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal. 2004. Biologi untu SMP dan MTs. CV. Banda Aceh : Pustaka Tunggal Ahmad dkk. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Sains Riset Volume 4 – No. I, 2014 16