Skema Investasi Ponzi: Paradoksal Madoff dan Guru Safedi

advertisement
Skema Investasi Ponzi: Paradoksal Madoff dan Guru Safedi
Oleh: Subagyo
Kompas Minggu, selalu kunantikan kehadirannya. Bukan hanya karena hari minggu adalah hari yang
memanjakan, tetapi lebih karena keinginan untuk segera membaca cerpen yang disajikan. Setelah
selesai bersepeda keliling perumahan dengan anakku, koran Kompas juga belum datang. “Wah… pasti
terlambat lagi nih?!” batinku.
“Yah! Main bola yuk!” ajak Alam.
“Ayo, tapi janji ya… kalau korannya datang, berhenti lho mainnya!”
“OK” katanya sambil mengacungkan jari jempolnya.
Kami bermain bola. Alam bersemangat sekali, kustom penjaga gawang yang kubelikan beberapa waktu
lalu lengkap dipakainya. Ia punya bakat menjadi penjaga gawang! Selalu ia teriakkan nama idolannya,
“Aku jadi Iker Casilas!” sambil menata batu yang menjadi tiang gawang bayangan. Kunikmati bermain
bola dengan anak lelakiku itu. Alam tampak lebih menikmatinya lagi.
“Ayo Yah semangat! Yang keras dong nendangnya, masak gak pernah gol?!”
“Sudah semangat nih!, Malah ayah udah capek sekarang! Berhenti ya?!”
“Lho…kan koran kompasnya belum datang?!”
“Lha… itu!”. Kulihat Mas No, loper langganan kami meluncur mendatangi kami dengan motor Astrea
800-nya.
“Aku baca dulu ya Yah, mau lihat kompas anak-nya!” pinta Alam.
Ia mulai membuka dan membacanya. Dan akupun mengalah dengan membaca Harian Bisnis Kontan
edisi Sabtu kemarin yang belum sempat kubaca.
“Waduh… Ampun!” kagetku, ketika kubaca skema investasi ponzi raksasa menelan korban lagi.
Inspirasi Seorang Charles K. Ponzi
Kata Ponzi yang mengambarkan kharakteristik investasi yang ekspansif dan spekulatif, diambil dari nama
belakang seorang imigran Italia yang menetap di Boston yaitu Charles K. Ponzi. Masyarakat saat itu
sering memanggilnya dengan sebutan Carlo Ponzi. Ia lahir tahun 1882 di Italia. Pada tahun 1919 ia
mendirikan perusahaan yang dinamakan “The Security Exchange Company”. Dan menerbitkan surat
utang (promissory notes) dengan bunga sebesar 50% per tahun. Bunga/kupon promissory notes itu
adalah 10 kali lipat dari bunga bank saat itu yang berada dalam level 5% per tahun. (Prasetyantoko,
2008).
Surat utang (promissory notes) itu dijual dengan harga US$ 10-50.000. Dan karena return yang
ditawarkan menarik maka dalam waktu relatif cepat Ponzi berhasil mengumpulkan kelolaan investasi
sebesar US$ 15 juta dengan investor sebanyak 40.000 orang. (Rizali, 2008). Dia menggunakan skema
investasi dimana “uang investor digunakan untuk membayar kewajibannya kepada investor terdahulu”.
Dalam bahasa Rhoma Irama dikatakan sebagai “gali lubang tutup lubang”. Dan pada tanggal 10 Agustus
1920 “The Security Exchange Company” bangkrut. Banyak investor yang menarik dananya dan tiadanya
investor baru yang menanamkan modalnya. Banyak investor yang mengalami kerugian. Iapun kabur!.
Carlo Ponzi melarikan diri ke Florida. Di kota ini, ia mengganti namanya menjadi Charles Borelli. Dan
iapun menyusun skema investasi lagi seperti saat di Boston. Skema investasi inipun menimbulkan
kerugian bagi banyak investor. Setelah itu ia kembali ke Italia dan sempat bekerja sebagai salah satu staf
rezim Musollini. Fenomena inilah yang dalam teori investasi disebut dengan “Buble Burst” tetapi dalam
pembahasannya sering menggunakan istilah Skema Ponzi. (Hadi, 2008).
Skema Ponzi banyak juga diterapkan di Indonesia. Dengan variasi dan modifikasi bentuk, skema ponzi ini
telah juga memakan banyak korban. Tahun 1987, kasus ponzi Yayasan Keluarga Makmur meledak,
diikuti pada tahun 1995 meledak pula kasus PT. Sapta Mitra Ekakarya (Arisan Danasonic), tahun 2001 PT.
Gee Cosmos Indonesia membuat ulah, tahun 2002 PT. Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) juga memakan
banyak korban. PT. Adess Sumber Hidup Dinamika (Add Farm) menggemparkan pada tahun 2003. Pada
tahun 2007 giliran meledak kasus yang dibuat oleh PT. Wahana Bersama Globalindo dan PT. Sarana
Perdana Indoglobal (SPI) dan pada tahun ini (2008) PT. Platinum Investment juga menelan banyak
korban. Ingatkah Ponzi gaya Malangan dengan POMAS-nya?
Bernard L. Madoff dan Reinkarnasi Ponzi
Bernard L. Madoff merupakan nama yang tidak asing bagi pelaku pasar keuangan AS. Ia adalah salah
satu pendiri bursa Nasdaq dan mulai tahun 2006 ia juga anggota dari komite SEC (Securities Exchange
Commision). Dan reputasi ini didukung pula oleh kinerja perusahaan investasinya, yaitu Bernard L.
Madoff Investment Securities LLC yang pada tahun 2001 dinobatkan sebagai salah satu dari tiga besar
market maker di bursa Nasdaq. (Kontan, 15/12). Reputasi yang dibangun oleh Mardoff ini melahirkan
persepsi yang positif bagi investor, sehingga ia tertarik untuk menginvestasikan dananya terhadap
instrumen yang diterbitkan oleh perusahaan Madoff tersebut. Perception More Powerfull than Reality.
Madoff melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dan berhasil menerbitkan 24 instrumen
keuangan yang menarik. Tingkat imbal hasil berbentuk tetap (fixed rate) sebesar 10% dan fee yang
diminta juga kecil. Kesemua instrumen itu oleh Madoff disusun dengan skema Ponzi. Madoff membayar
investor lama dengan uang investor baru. Skema ini sangat rapuh (fragile). Ketika investor mulai
menarik dana investasinya dan tidak ada setoran dana baru dari investor baru maka itulah saat
keruntuhan kartu Ponzi. Hal ini sesuai dengan adagium investasi yang terkenal “high return high risk low
return low risk”.
Selama 15 tahun, Madoff berhasil menjaga keutuhan skema Ponzi yang disusunnya. Iapun berhasil
mengumpulkan dana kelolaan investasi sebesar US$ 50 miliar (sekitar Rp. 550 triliun). Ketika krisis
keuangan terjadi banyak hedge fund dan investor lainnya yang mengkonversi instrumennya dengan
dana tunai serta tidak adanya investor baru yang masuk menanamkan dananya, maka runtuhlah skema
Ponzi terbesar di dunia ini. Madoff-pun akhirnya ditangkap oleh FBI dengan tuduhan penipuan. (Kontan
13/12).
Runtuhnya skema Ponzi gaya Mardoff ini, tak ayal akan membuat krisis keuangan global semakin
kencang menghantam. Karena diindikasikan banyak bank-bank besar dunia menaruh dananya dalam
instrumen investasi Madoff ini. Bank besar Jepang Nomura Holding, bank ternama Perancis BNP Paribas,
bank Swiss Neue Privat Bank bahkan bank terbesar kedua di Eropa Banco Santander merugi 61 triliun
dari investasi instrumen Madoff ini. (Kontan, 15/12). Hal ini akan memperparah kondisi kekeringan
likuiditas (lack of liquidity) dan kemungkinan melahirkan kondisi rush dengan skala tertentu.
Bagaimana investor Indonesia? Sangat mungkin terjadi investor Indonesia juga terseret dalam terbenam
dalam keruntuhan kartu Ponzi Madoff ini. (Kontan, 15/12). Jika hal itu terjadi maka sudah terakumulasi
banyak korban Ponzi di Indonesia, baik Ponzi lokal maupun Ponzi impor. Sehingga dalam konteks ini,
semestinya regulator proaktif memeriksa semua laporan dari pelaku pasar keuangan untuk
meminimumkan dampak fraud dalam penerbitan instrumen dengan memakai skema Ponzi seperti ini.
Paradoksal Madoff dan Guru Safedi
Sesudah membaca kasus Madoff dan cerpen Kompas Minggu (14/12) sungguh tampak drama
paradoksal yang nyata antara nasib Mardoff dan guru Safedi yang menjadi tokoh utama cerpen Farizal
Sikumbang ini. Keserakahan yang dibalut kecerdikan oleh Madoff melawan kesederhaan dan
kepasrahan seorang guru honorer yang bernama Safedi.
Sebagai guru honorer, Safedi mendapatkan upah Rp. 60.000 perbulan yang dibayarkan 3 bulan sekali.
Selalu ia dan istrinya yang bernama Aisia menghadapi persoalan pelik, bagaimana mengatur uang yang
dimiliki untuk pengeluaran yang tidak bisa ditundanya. Membayar hutang dan selebihnya untuk hidup
selama 3 bulan kedepan. Aisia sering menangis, ia tak mampu lagi bagaimana harus menjalaninya.
Guru Safedi merupakan seorang guru yang selalu bersemangat mengajar, meskipun masalah selalu
menghapiri dan menamparnya. Pagi itu, didepan kelas, ia mendengar sekelompok murid
mengunjingnya. “Pak Safedi itu lho, bajunya tidak pernah ganti! Itu-itu saja!”. Desir halus terasa
mengalir di hatinya. Pagi itu, pudar juga semangat Pak Guru Safedi mengajar.
Apa yang digambarkan oleh F. Sikumbang ini, meskipun melankolis, menunjukkan bagaimana sebuah
kesederhanaan bisa lahir dari 2 pintu, kesederhanaan yang terpaksa dan kesederhanaan yang disengaja.
Antara Madoff dan Safedi jelas “jauh panggang dari api”. Tidaklah pernah Madoff mengalami masalah
seperti Safedi (hutang, belanja, istri menanggis, baju gak pernah ganti!) dan Safedi-pun tidak akan kuat
bermimpi untuk menjadi Madoff, mimpi membeli instrumen investasinya Madoff-pun ia tidak akan
berani. Seandainya Safedi adalah fakta, maka saat ini ia akan merasa lebih beruntung daripada Madoff
meskipun selalu digunjing “bajunya tidak pernah ganti!”.
Saat membaca kartun Beny dan Mice yang lagi sakit tipes, HP-ku berdering….
“Hallo… Cak Su!” suara Kang Jarno, tuan tanah kampungku telpon.
“Waalaikum salam… Wonten dawuh nopo Kang?"
“Jaman seperti ini, yang paling bagus investasi opo yo Cak?!
“Investasi akhirat Kang! Ya infak, shodaqoh, zakat dan haji Kang!”
“Gundhulmu Cak, sampeyan itu dosen opo guru ngaji?”
“Wah pripun, njenengan ini borjuis, sekuler sisan!”
“Opo… Apa? Investasi apa? Seluler? Cak!… Cak Su!!… Hallo!!!
????
(15 Desember 2008, pernah dimuat di www.wongndoko.blogspot.com)
Download