BAB II PENDEKATAN TEORITIS Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai kontak atau hubungan timbal-balik atau respon antar individu, antar kelompok, maupun atara individu dan kelompok. Interaksi tidak akan terjadi apabila tidak ada kontak dan komunikasi. Yang dimaksudkan dengan kontak di sini ialah adanya hubungan langsung atau bersama-sama. Contohnya seperti bertatap muka dan berbicara secara langsung maupun berkomunikasi lewat telepon. Komunikasi sendiri dapat diartikan sebagai hubungan timbal-balik antar sesama manusia. Hal itu dapat terjadi apabila seseorang memberi respons kepada orang lain melalui gagasan perasaan ataupun sesuatu yang ingin dilakukan orang tersebut. Berikut ini akan dikemukakan pandangan dan pemikiran George Simmel menyangkut masyarakat sebagai interaksi dan proses interaksi itu sendiri. 14 2.1. George Simmel (1858-1918) George Simmel adalah seorang filosof dan sosiolog dari Jerman yang lahir pada tanggal 1 Maret 1858. George Simmel sezaman dengan Weber dan bersamasama mendirikan Masyarakat Sosiologi Jerman.1 Perkembangan intelektual Simmel pasti sangat berhubungan dengan kenyataan bahwa selama hidupnya di Berlin, dia menghadapi berbagai macam aliran-aliran intelektual, dan posisi marginalnya memungkinkannya untuk memilih tanpa memihak. Pada saat itu Berlin merupakan pusat berbagai macam aliran intelektual. George Simmel mulai terkenal pada mulanya karena pemikirannya tentang bentuk-bentuk interaksi (misalnya konflik) dan tipe-tipe orang yang berinteraksi (misalnya orang asing), yang di dasarkan pada filsafat Kant.2 Kant sendiri membangun suatu prespektif filosofis yang didasarkan pada pembedaan antara presepsi manusia mengenai gejala dan hakikat dasar dari benda-benda seperti mereka yang berada di dalam dirinya sendiri. Pada dasarnya George Simmel tidak membangun suatu sistim sosiologi yang komprehensif, atau mendirikan suatu aliran dalam sosiologi.3 2.1.1. Masyarakat Terbentuk Karena Interaksi Pendekatan Simmel meliputi pengidintifikasian dan penganalisaan bentukbentuk yang berulang atau pola-pola “sosiasi” (sociation). Istilah ‘sosiasi’ adalah [George Ritzer – Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 2003]. Dialihbahasakan oleh Alimandan, Teori Sosiologi moderen, (Jakarta, Kencana, 2008) 42 2 Ibid 44. 3 [Doyle Paul Johnson, Sociological theory: classical founders and contemporary perspectives, 1981]. Dialihbahasakan oleh Robert M. Z. Lawang, Teori Sosiologi Klasik dan Moderen, (Jakarta, PT. Gramedia, 1986) 257 1 15 terjemahan dari kata Jerman Vergesellschaftung, yang secara harafiah berarti “proses di mana masyarakat itu terjadi”. Sosiasi meliputi interaksi timbal-balik. Melalui proses ini, dimana individu saling berhubungan dan saling mempengaruhi, masyarakat itu sendiri muncul. Gambaran tentang hakikat kenyataan sosial ini menunjukkan, bahwa masyarakat lebih dari pada jumlah individu yang membentuknya. Ada pola interaksi timbal-balik di mana mereka saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Akan tetapi masyarakat tidak pernah ada sebagai sesuatu benda obyektif terlepas dari anggota-anggotanya. Contoh dari kehidupan sehari-hari misalnya, sejumlah individu yang terpisah satu sama lain atau berdiri sendiri-sendiri saja, yang sedang menunggu dengan tenang di terminal lapangan udara tidak membentuk jenis masyarakat atau kelompok. Tetapi kalau ada pengumuman yang mengatakan bahwa kapal akan tertunda beberapa jam karena tabrakan, beberapa orang mungkin mulai berbicara dengan orang di sampingnya, dan di sanalah muncul masyarakat. Dalam hal ini “masyarakat” (atau tingkat “sosietalitasi”) yang muncul sangat rapuh dan sementara sifatnya, di mana ikatan-ikatan interaksi timbal-baliknya itu bersifat sementara saja.4 Proses sosiasi sangat bermacam-macam, mulai dari pertemuan sepintas lalu antara orang-orang asing di tempat-tempat umum sampai ke ikatan persahabatan yang lama dan intim atau hubungan keluarga. Masyarakat ada (pada tingkatan tertentu) di mana dan apabila sejumlah individu terjalin melalui interaksi dan saling mempengaruhi.5 4 5 Ibid. Ibid. 258 16 2.1.2. Bentuk dan Isi dari Proses Interaksi Simmel mengisolasikan bentuk atau pola di mana proses interaksi itu dapat dibedakan dari isi kepentingan, tujuan atau maksud tertentu yang sedang dikejar melalui interaksi itu. Isi kehidupan sosial meliputi: insting erotic, kepentingan objektif, dorongan agama, tujuan membela dan menyerang, bermain, keuntungan, bantuan atau instruksi, dan tidak terbilang lainnya yang menyebabkan orang untuk hidup bersama dengan orang lainnya, untuk bertindak terhadap mereka, bersama mereka, melawan mereka, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk dipengaruhi oleh mereka.6 Simmel mencatat bentuk-bentuk sosiasi sebagai berikut: superioritas dan subordinasi, kompetisi, pembagian kerja, pembentukan partai, perwakilan, solidaritas kedalam, disertai dengan sifat menutup diri terhadap orang luar, dan sebagainya.7 Bentuk-bentuk ini bisa dimanifestasikan dalam “Negara, dalam suatu komunitas agama, dalam komplotan, dalam suatu asosiasi ekonomi, dalam sekolah kesenian, dalam keluarga”.8 Jadi dapat disimpulkan, bahwa isi berkaitan dengan tujuan dan sumber-sumber interaksi, sedangkan bentuk merupakan pola interaksi sebagai instrumen mencapai tujuan subyektif masing-masing pihak. Simmel menunjukan beberapa perbedaan antara bentuk dan isi dalam beberapa point berikut ini; 6 Ibid Ibid 259 8 Ibid 7 17 2.1.2.1. Sosiabilita Hubungan antara bentuk dan isi bersifat dinamis. Meskipun bentuk sosial atau interaksi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan memenuhi pelbagai kepentingan, bentuk-bentuknya itu dapat dipisahkan dari isinya; dan karenanya bentuk-bentuk itu dapat dilihat demi bentuk-bentuk itu sendiri. Kalau sosiasi atau interaksi itu dipisahkan isinya sendiri atau isi yang tidak ada hubungannya dengan itu maka, bentuk yang dihasilkan adalah sosiabilita. Dalam beberapa hal semua interaksi bersifat sosiabel, atau sekurang-kurangnya bersifat sosial. Tetapi sosiabilita sebagai sesuatu bentuk yang murni, merupakan interaksi yang terjadi demi interaksi itu sendiri dan bukan untuk tujuan lain9. Contoh sosiabilita ada banyak; yang paling jelas adalah interaksi dalam suatu silahturahmi. Harapan dari diadakan silahturahmi adalah bahwa orang akan beriteraksi, tetapi interaksi mereka tidak terbatas pada masalah praktis sehari-hari. Dalam beberapa hal, percakapan mengenai hal-hal yang terjadi setiap harinya sebenarnya dianggap kurang menarik. Misalnya, orang bisa bekerja sama dengan baik dalam kantor bertahun-tahun lamanya dan mempunyai kepentingan yang sama, tetapi pada waktu silahturahmi Natal, orang mengerti bahwa mereka tidak akan membicarakan masalah bisnis.10 Pemisahan isi atau materil yang praktis dari bentuk sosiabilatas yang murni dapat juga diamati dalam interaksi antara orangorang asing. Mereka tidak memiliki “isi” kehidupan sehari-hari yang sama; hubungan mereka satu-satunya adalah kehadiran mereka bersama yang sementara sifatnya. Mereka mungkin saling bersikap acuh tak acuh, tetapi kalau mereka 9 Ibid Ibid. 259 10 18 mulai berinteraksi, maka interaksinya itu akan mungkin mencerminkan bentuk sosiabilita yang murni. Jadi mungkin mereka bersenda-gurau mengenai cuaca, meskipun mereka tidak saling membutuhkan informasi, dan mereka mengetahui hal itu. Pokok pembicaraan tidak sepenting kenyataan yang menjadi dasar bagi bentuk sosiabilita.11 2.1.2.2. Persepsi Terhadap Hubungan Seksual Contoh lain yang memperlihatkan perbedaan antara bentuk-isi diberikan Simmel dengan mendiskusikan orang yang berpacaran, atau hubungan seksual. Sebagaimana sosiabilita merupakan bentuk otonom atau bentuk “bermain” dari dorongan-dorongan erotic atau insting. Sebagai suatu bentuk yang murni, pacaran tidak mencakup interaksi sosiabel yang mungkin mendahului hubungan seksual. Hubungan pacaran ditandai dengan suatu keseimbangan yang harmonis antara kedua ekstrem tersebut. Masing-masing pihak akan menampilkan perilaku yang merangsang dengan memberikan daya tarik seksual yang ada pada waktu itu, dan sekaligus dengan caranya sendiri menahan untuk berbuat atau menurut sesuatu kesungguhan yang tegas (asal keduanya tahu dan tidak salah mengerti akan maksud pasangannya). Dengan cara ini mereka bisa menikmati bentuk hubungan seksual yang menarik dan memuaskan diri tanpa memasukan isi dari hubungan seperti itu.12 Pemisahan bentuk sosiabilita dari isi tidak lalu berarti bahwa bentuk dianggap sepele saja. Meskipun percakapan mengenai hal sepele bisa biasa saja tanpa adanya hal-hal praktis, bentuk sosiabilita yang murni bisa mencerminkan suatu tingkatan kehalusan estetis dan etis yang tinggi dan merupakan tingkat 11 12 Ibid. 260 Ibid. 19 keterlibatan timbal-balik yang sangat tinggi dari orang-orang terhadap satu sama lain. Jauh dari yang bersifat remeh saja, bentuk sosiabilita mengungkapkan lebih jelas akan hakikat sosial dari manusia dari pada jenis interaksi lainnya. Kalau isi dan bentuk tak terpisah, bentuk merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran yang bersifat praktis. Tetapi kalau dipisahkan dari isi praktis, bentuk menjadi tujuan untuk dirinya sendiri. Individu menyatakan sifat sosiabelnya demi sosiasi itu sendiri, dan bukan untuk tujuan lainnya.13 2.1.2.3. Pentingnya Bentuk dan Sosiologi Pembedaan dan bentuk dan isi memungkinkan kita untuk melihat konsepsi Simmel mengenai pokok permasalahan dalam sosiologi sebagai suatu ilmu yang terpisah dari ilmu-ilmu sosial lainnya. Sosiologi bukan merupakan suatu studi ensiklopedik mengenai segala sesuatu yang bersifat sosial (seperti nampaknya bagi Comte); juga bukan merupakan suatu filsafat umum mengenai sejarah atau sebagai suatu studi mengenai tingkat kehidupan sosial yang murni dan subjektif. Sebaliknya, sosiologi membuat abstraksi dari kesatuan kompleks keseluruhan kenyataan sosial menurut pusat perhatiannya sendiri. Menurut Simmel, itu adalah bentuk sosiasi dan interaksi timbal-balik, termasuk “identifikasi pengatuan sistematis, penjelasan psikologis, dan perkembangan sejarah tentang bentukbentuk sosiasi yang murni”.14 Simmel menyajikan sejumlah sketsa sosiologis di mana bentuk-bentuk tertentu didentifikasi, dianalisa, kadang-kadang dibagi menjadi lebih kecil atau dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang terhubung secara kontras, dan digambarkan dengan contoh-contoh yang kongkret dari 13 14 Ibid. Ibid 260-261 20 satuan-satuan yang luas. Tujuan umum adalah untuk memperlihatkan bagaimana bentuk yang sama itu dapat dimanifestasikan dalam pelbagai konteks budaya atau sejarah (atau dengan pelbagai isinya).15 2.1.3. Superordinasi dan Subordinasi Diskusi Simmel mengenai bentuk-bentuk superordinasi dan subordinasi (atau dominasi dan ketaatan) menggambarkan strateginya mengenai analisa formal. Meskipun bentuk-bentuk ini nampaknya terutama mencakup arus pengaruh satu arah dari superordinasi ke subordinasi, Simmel berpendirian bahwa elemen yang penting dalam sosiasi, yakni interaksi timbal-balik, bukan tidak ada. Hanya dalam hal-hal yang jarang sifatnya, superordinat tidak perlu memperhatikan pentingnya subordinat. Dalam banyak hal, superordinat memperhitungkan kebutuhan atau keinginan subordinat, meskipun hanya bertujuan untuk mengontrol subordinat sekalipun. Dalam hal ini superordinat dipengaruhi oleh subordinat.16 2.1.3.1. Subordinasi di Bawah Seorang Individu dan Struktur Kelompok Simmel membedakan antara subordinasi di bawah seorang individu, subordinasi di bawah suatu pluralitas individu, dan subordinasi di bawah suatu prinsip umum. Subordinasi di bawah seorang individu secara khas memberikan akibat yang mempersatukan pada pihak subordinat. Sering pemimpin mampu untuk mempersatukan subordinat ke dalam satu kelompok yang kompak dengan 15 16 Ibid. 261 Ibid. 262 21 memberikan mereka perasaan akan tujuan bersama dan menciptakan symbol persatuan itu pada dirinya. Tetapi subordinasi di bawah seorang individu sering memancing oposisi terhadap si pemimpin, dan oposisi bersama bisa merupakan sumber kesatuan kelompok lebih daripada identifikasi bersama dari mereka terhadap pemimpin itu. 17 2.1.3.2. Subordinasi di Bawah Lebih dari Satu Orang: Untung-Ruginya Subordinasi di bawah sejumlah orang berbeda dalam beberapa hal daripada subordinasi di bawah seorang individu. Subordinasi di bawah sejumlah orang yang berbeda-beda cenderung lebih objektif dan kurang bersifat pribadi daripada di bawah satu orang. Objektivitas yang lebih besar ini bisa menghasilkan perlakuan yang lebih adil, lebih merata atau kurang kasar terhadap subordinat. Di lain pihak, tingkat keterlibatan pribadi yang lebih rendah bisa memungkinkan eksploitasi yang lebih parah lagi derajatnya daripada dengan satu orang individu.18 2.1.3.3. Subordinasi di Bawah Suatu Prinsip Ideal: Peraturan Hati Nurani Pola subordiansi dan superordinasi yang ketiga adalah subordinasi di bawah suatu prinsip umum yang diungkapkan, misalnya pemerintahan brdasarkan hukum. Meskipun orang jelas diminta untuk menjalankan hukum, atau untuk mengambil keputusan dalam bidang yang tidak termasuk dalam hukum itu, kesetiaan orang, dari presiden sampai ke rakyat kecil, adalah pada hukum itu secara ideal. Kesetiaan yang sama dan kewajiban terhadap hukum atau peraturan 17 18 Ibid 263 Ibid 264 22 impersonal juga merupakan karakteristik organisasi birokratis. Subordinasi pada satu prinsip seringlebih disukai daripada subordinasi pada orang sebagai individu, karena membatasi kemungkinan adanya kesewenangan dari seseorang.19 2.1.3.4. Subordinasi dan Kebebasan Individu Simmel juga menganalisa hubungan antara superordinasi dan subordinasi dan kebebasan individu. Subordinasi sering dialami sebagai suatu keadaan yang menekan, yang menyangkal atau meniadakan kebebasan subordinat. Bagi mereka, memperoleh kebebasan itu kelihatannya menuntut hilangnya pembedaan antara superordinat dan subordinat. Karena inilah, gerakan sosial yang mewakili perjuangan subordinat untuk memperoleh kebebasan sering, sekaligus juga, merupakan perjuangan untuk persamaan. Idiologi gerakan pembaruan atau revolusioner, kedua tujuan ini terjalin dengan sangat eratnya; persamaan dilihat sebagai kondisi mutlak untuk kebebasan.20 Tetapi seperti yang ditunjukan Simmel, kebebasan dan persamaan tidak harus sejalan dalam suatu dasar jangka panjang. Bagi subordinat, kebebasan berarti memiliki privilese yang ada pada subordinat, tetapi privilese-privilese ini meliputi privilese untuk menguasai. Jadi tujuan yang sebenarnya dari gerakan pembaruan atau revolusi itu adalah bukan untuk menghilangkan bentuk superordinais dan subordinasi, tetapi untuk memungkinkan subordinat itu memperoleh posisi superordinat. Pengalaman sejarah meperlihatkan bahwa keberhasilan suatu gerakan revolusioner pada 19 20 Ibid 267 Ibid 268 23 umumnya tidak diikuti oleh persamaan, tetapi oleh pergantian sejumlah orang yang berkuasa dengan orang lain.21 2.1.4. Konflik Dan Kekompakan Hubungan antara superordinasi dan subordinasi terganggu karena adanya kemungkinan untuk konflik. Konflik dan persatuan dapat dilihat sebagai bentuk lain dari sosiasi; yang satu tidak lebih penting atau tidak lebih mutlak dari yang lainnya. Keduanya biasa, dan merupakan interaksi timbal-balik. Dari titik pandang sosiologi, lawan dari persatuan bukanlah konflik tetapi ketidakterlibatan (noninvovelment, artinya tidak ada satupun bentuk interaksi timbal-balik). Perspektif Simmel mengenai konflik dan persatuan sebagai alternative yang menjembatani Marx yang memusatkan pada konflik sosial, dan Durkheim yang memberikan tekanan pada integrasi dan solidaritas sosial.22 Relationship conflict may serve as an affective group context because relationship conflict typically involves negative group affect and negative communications, revealing interpersonal strain and distrust among team members (Choi & Sy, 2010; Jehn, 1995; Jehn & Mannix, 2001). In the case of relationship conflict, avoiding interaction or downplaying the conflict issues is more effective than collaboration or active confrontation (De Dreu & Van Vianen, 2001). When 21 22 Ibid. Ibid 269 24 relationship conflict is present, mutual satisfaction is difficult to attain.23 2.2. George Herbert Meat (1863-1931) Mead adalah pemikir yang sangat penting dalam sejarah interaksionisme (Joas 2001) simbolik dan bukunya yang berjudul Mind, Self, and Society adalah karya tunggal yang amat penting dalam tradisi itu.24 Mead lahir di South Hatley Massachusetts 28 Februari 1863. ia mendapatkan pendidikan terutama dibidang filsafat dan aplikasinya terhadap kajian psikologi sosial. 25 Mead lebih memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu yang kemudian secara otomatis akan membentuk sebuah masyarakat, yang di dalam interaksi tersebut individu-individu tadi menggunakan simbol-simbol (tanda, kata-kata atau bahasa). Berikut ini akan dipaparkan beberapa ide-ide George Heber Mead menyangkut interaksionisme simbolik; 2.2.1. Prioritas Sosial Menurut pandangan Mead, dalam upaya menerangkan pengalaman sosial, psikologi sosial tradisional memulainya dengan psikologi individual; sebaliknya 23 Moon Joung Kim, Jin Nam Choi, and Oh Soo Park (2012), Social Behavior & Personality: Intuitiveness and Creativity In groups: Cross-Level Interactions Between Group Conflict and Individual Cognitive Styles. Society for Personality Research (http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=10&sid=a8a338f7-da4f-42ccbb2f-913cdd99327e%40sessionmgr111&hid=128 Diakses 5 November 2014 pukul 11.00 WIB) 24 George Ritzer – Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 2003]. Dialihbahasakan oleh Alimandan, Teori Sosiologi moderen, (Jakarta, Kencana, 2008) 271. 25 Ibid 273. 25 Mead selalu memberikan prioritas pada kehidupan sosial dalam memahami pengalaman sosial. Mead menerangkan arah perhatiannya demikian: Menurut, psikologi sosial, kita tidak membangun perilaku kelompok dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya; kita bertolak dari keseluruhan sosial dari aktivitas kelompok kompleks tertentu, dan di mana kita menganalisa perilaku masing-masing individu yang membentuknya… Yakni, kita lebih berupaya untuk menerangkan perilaku terorganisir kelompok sosial dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya. Menurut psikologi sosial, keseluruhan (masyarakat) adalah lebih dulu daripada bagian (individu), bukannya bagian adalah lebih dahulu daripada keseluruhan; dan bagian itu diterangkan dari sudut pandang keseluruhan, bukan keseluruhan yang diterangkan dari sudut pandang bagian atau bagian-bagian (Mead, 1934/1962:7).26 Menurut Mead, keseluruhan sosial mendahului pemikiran individual baik secara logika maupun secara temporer. Individu yang berpikir dan sadar diri adalah mustahil secara logika menurut Mead tanpa didahului adanya kelompok sosial. Kelompok sosial muncul lebih dahulu, dan kelompok sosial menghasilkan perkembangan keadaan mental kesadaran diri.27 Jadi, menurut penulis yang dimaksudkan oleh Mead di sini adalah kelompok sosial yang mempengaruhi tindakan individu, dan juga yang membentuk tindakan masing-masing individu. Memang setiap individu memiliki kepribadian tersendiri, akan tetapi ketika individu itu berada dalam sebuah komunitas sosial maka tindakan yang akan di munculkan oleh individu itu sendiri adalah tindakan yang disepakati bersama dalam komunitas sosial tersebut. 26 27 Ibid 271-272 Ibid 273. 26 By folk-psychological characterizations of mind, refer to the pervasive idea that intentions and other mental states, normally ascribed to agents in daily life, are entities that exist on a more fundamental level than the behaving agents themselves. For example, Tomasello and his colleagues endorse a mentalist and folk-psychological view of cognition in assuming that intentions and goals drive the genesis of behavior that is adaptive to the sociocultural niche. From this perspective, ―intention‖ is actually conceived as an ―internal entity that guides the person‘s behavior‖ (Tomasello et al., 2005: 676).28 2.2.2. Tindakan Mead memandang tindakan sebagai “unit primitf” dalam teorinya (1982:27). Dalam menganalisis tindakan, pendekatan Mead hampir sama dengan pendekatan behavioris dan memusatkan perhatian pada rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response). Tetapi, stimulus di sini tidak menghasilkan respon manusia secara otomatis dan tanpa dipikirkan. Seperti dikatakan Mead, “kita membayangkan stimulus sebagai sebuah kesempatan atau peluang untuk bertindak, bukan sebagai paksaan tau perintah” (1982:28).29 Mead (1938/1972) mengidentifikasi empat basis dan tahap tindakan yang saling berhubungan (Schmitt dan Schmitt, 1996). Keempat tahap itu mencerminkan satu kesatuan organik (dengan kata lain keempatnya saling 28 Raimondi, Vincenzo (29 Jul 2014). Social interaction, languaging and the operational conditions for the emergence of observing. Frontiers in Psychology. Jul2014, Vol. 5, p1-26. 26p. (http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=747051e6-c668-44d9-b8d1ec8beaaa2d5f%40sessionmgr112&vid=1&hid=128 Diakses 5 November 2014 pukul 11.00 WIB) 29 George Ritzer – Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 2003]. Dialihbahasakan oleh Alimandan, Teori Sosiologi moderen, (Jakarta, Kencana, 2008) 274. 27 berhubungan secara dialekis).30 Berikut ini adalah keempat basis atau tahap tindakan yang saling berhubungan tersebut: 2.2.2.1. Implus Tahap pertama adalah dorongan hati/implus (impulse) yang meliputi “stimulisasi/rangsangan spontan yang berhubungan dengan alat indera” dan reaksi actor terhadap rangsangan, kebutuhan untuk melakuakn sesuatu terhadap rangsangan itu. Rasa lapar adalah contoh yang tepat dari implus. Actor (binatang maupun manusia) secara spontan dan tanpa pikir memberikan reaksi atas implus, tetapi actor manusia lebih besar kemungkinannya akan memikirkan reaksi yang tepat (misalnya, makan sekarang atau nanti). Dalam berpikir tentang reaksi manusia, tak hanya mempertimbangkan situasi kini, tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasinya akibat dari tindakan di masa depan.31 2.2.2.2. Presepsi Tahap kedua adalah presepsi (perception). Actor menyelidiki dan beraksi terhadap rangsangan yang berhubungan dengan implus, dalam hal ini rasa lapar dan juga berbagai alat yang tersedia untuk memuaskannya. Manusia mempunyai kapasitas untuk merasakan dan memahami stimuli melalui pendengaran, senyuman, rasa, dan sebagainya. Presepsi melibatkan rangsangan yang baru masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya. Actor tidak secara spontan menanggapi stimuli dari luar, tetapi memikirkannya sebentar dan menilainya melalui bayangan mental.manusia tak hanya tunduk pada rangsangan dari luar; 30 31 Ibid Ibid 28 mereka juga secara aktif memilih cirri-ciri rangsangan dan memilih di antara sekumpulan rangsangan. Artinya, sebuah rangsangan mungkin mempunyai beberapa dimensi dan actor mampu memilih di antaranya. Actor biasanya berhadapan dengan banyak rangsangan yang berbeda dan mereka mempunyai kapasitas untuk memilih yang mana perlu diperhatikan dan yang mana perlu diabaikan. Mereka menolak untuk memisahkan orang dari objek yang mereka pahami. Tindakan memahami objek itulah yang menyebabkan sesuatu itu menjadi objek bagi seseorang, pemahaman dan objek tak dapat dipisahkan satu sama lain (berhubungan secara dialektis).32 2.2.2.3. Manipulasi Tahap ketiga adalah manipulasi (manipulation). Segera setelah implus menyatakan dirinya sendiri dan objek telah dipahami, langkah selanjutnya adalah manipulasi objek atau mengambil tindakan berkenaan dengan objek itu. Di samping keuntungan mental, manusia mempunyai keuntungan lain ketimbang binatang. Manusia mempunyai tangan (denga ibu jari yang dapat dipertautkan) yang memungkinkan mereka memanipulasi objek jauh lebih cerdik ketimbang yang dapat dilakukan binatang. Tahap manipulasi merupakan tahap jeda yang penting dalam proses tindakan agar tanggapan tidak diwujudkan secara spontan. Seorang manusia yang lapar melihat cendawan, tetapi sebelum memakannya ia mungkin mula-mula memungutnya, menelitinya, dan mungkin memeriksanya lewat buku petunjuk untuk melihat apakah jenis cendawan itu boleh dimakan. 32 Ibid 274-275. 29 Sebaliknya, binatang mungkin langsung memakan cendawan itu tanpa perlakuan memeriksanya (dan pasti tanpa membaca tentang jenis cendawan). Memberi sela waktu dengan memperlakukan objek, memungkinkan manusia merenungkan berbagai macam tanggapan. Dalam memikirkan mengenai apakah akan memakan cendawan itu atau tidak, baik masa lalu maupun masa depan dilibatkan. Orang mungkin berpikir tentang pengalaman masa lalu ketika memakan jenis cendawan tertntu yang menyebabkan mereka sakit, dan mereka mungkin berpikir tentang kesakitan di masa depan atau bahkan kematian yang dapat menyertai karena memakan cendawan beracun. Perlakuan terhadap cendawan menjadi jenis metode eksperimen di mana actor secara mental menguji berbagai macam hipotesis tentang apakah yang akan terjadi bila cendawan itu dimakan.33 2.2.2.4. Konsumasi Berdasarkan pertimbangan ini, actor mungkin memutuskan untuk memakan cendawan (atau tidak) dan ini merupakan tahap keempat tindakan, yakni tahap pelaksanaan/konsumasi (consummation), atau mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati yang sebenarnya. Baik manusia maupun binatang mungkin memakan cendawan, tetapi manusia lebih kecil kemungkinan memakan cendawan beracun karena kemampuannya untuk memanipulasi cendawan dan memikirkan (dan membaca) mengenai implikasi dari memakannya. Binatang tergantung pada metode trial and error dan ini adalah metode yang kurang efisien 33 Ibid 275. 30 ketimbang kemampuan manusia untuk berpikir melalui tindakannya.34 Metode trial and error dalam situasi ini agak berbahaya; akibatnya ada kemungkinan bahwa binatang lebih mudah terancam kematian karena memakan cendawan beracun ketimbang manusia.35 Dapat penulis simpulkan bahwa keempat tahapan tindakan yang di paparkan Mead ini, menjelaskan bahwa keempat tahapan tindakan ini merupakan proses yang saling berkaitan dan merupakan proses yang berlangsung bertahap. Di mana ketika ada rangsangan dari luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri, maka actor (individu) secara spontan akan meresponnya (implus), kemudian setelah merespon rangsangan yang ada, actor akan meneliti (Pesepsi) rangsangan tersebut dan kemudian mencari solusi untuk menjawab rangsangan yang diterima. Setelah mendapatkan solusi atau jawaban untuk menanggapi respon yang diterima, actor kemudian menganalisa (manipulasi) tindakan (respon yang akan di berikan). Setelah respon yang diinginkan telah di setujui lewat analisa dan pertimbangan yang matang, maka actor akan melakukan tindakan selanjutnya, yaitu konsumasi (tindakan mengkonsumsi ataupun tidak mengkonsumsi), akhir dari tindakan dari actor untuk menjawab rangsangan yang diterima 34 Untuk kritik atas pemikiran Mead tentang perbeaan antara manusai dan hewan, lihat Alger dan Alger,1997. 35 George Ritzer – Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 2003]. Dialihbahasakan oleh Alimandan, Teori Sosiologi moderen, (Jakarta, Kencana, 2008) 276 31 2.2.3. Sikap-Isyarat (Gesture). Sementara tindakan hanya melibatkan satu orang, tindakan sosial melibatkan dua orang atau lebih. Menurut Mead, gerak atau sikap isyarat adalah mekanisme dasar dalam tindakan sosial dan dalam proses sosial yang lebih umum. Menurut definisi Mead, gesture adalah gerakan organisme pertama yang bertindak sebagai rangsangan khusus yang menimbulkan tanggapan (secara sosial) yang tepat dari organisme kedua" (Mead, 1934/1962:14; lihat juga Mead, 1959:187). Baik binatang maupun manusia, mampu membuat isyarat dalam arti bahwa tindakan seorang individu tanpa pikir dan secara otomatis mendapatkan reaksi dari individu lain. Berikut ini adalah contoh terkenal Mead tentang perkelahian anjing dilihat dari prespektif isyarat; Tindakan masing-masing anjing menjadi rangsangan untuk anjing lain dalam memberikan tanggapannya... Fakta juga menunjukkan bahwa anjing yang siap menyerang anjing lain akan menjadi rangsangan bagi anjing lain itu untuk mengubah posisi atau sikapnya. Begitu perubahan sikap ini terjadi di pihak anjing kedua, maka anjing pertama pun mengubah sikapnya (Mead, 1934/1962:42-43).36 Mead menanamakan apa yang terjadi dalam situasi ini sebuah "percakapan isyarat". Gerak isyarat anjing pertama secara otomatis mendapatkan gerak isyarat dari anjing kedua; tak ada proses berpikir yang terjadi di kedua belah pihak itu. Manusia pun kadang-kadang terlibat dalam percakapan isyarat tanpa pikir seperti itu. Contohnya dalam pertandingan tinju dan anggar di mana banyak tindakan dan reaksi yang terjadi di mana seorang petarung "secara naluriah" menyesuaikan diri 36 Ibid 277. 32 terhadap tindakan petarung kedua. Tindakan tanpa disadari seperti itu disebut Mead sebagai isyarat "nonsignifikan"; apa yang membedakan manusia dari binatang adalah kemampuannya untuk menggunakan gerak isyarat "yang signifikan" atau yang memerlukan pemikiran di kedua belah pihak aktor sebelum beraksi.37 Isyarat suara sangat penting perannya dalam pengembangan isyarat yang signifikan. Namun, tak semua isyarat suara adalah signifikan. Gonggongan seekor anjing tak signifikan bagi anjing lain; bahkan beberapa isyarat suara manusia (misalnya dengkuran tanpa sadar) mungkin tak signifikan. Tetapi, perkembangan isyarat suara, terutama dalam bentuk bahasa, adalah faktor paling penting yang memuungkinkan perkembangan khusus kehidupan manusia: "kekhususan manusia di bidang isyarat (bahasa) inilah pada hakikatnya yang bertanggung jawab atas asal mula pertumbuhan masyarakat dan pengetahuan manusia sekarang, dengan seluruh kontrol terhadap alam dan lingkungan dimungkinkan berkat ilmu pengetahuan" (Mead, 1934/1962:14).38 Perkembangan bahasa ini berhubungan dengan ciri khusus isyarat suara. bila kita membuat gerak isyarat fisik seperti muka menyeringai, kita tak dapat melihat apa yang sedang kita kerjakan (kecuali kalau apa yang terjadi itu kita di depan cermin). Sebaliknya, bila kita mengucapkan isyarat suara, kita mendengar sendiri seperti orang lain mendengarnya. Akibatnya adalah bahwa isyarat suara dapat memengaruhi si pembicara dengan cara yang serupa dengan pendengar. Akibat lain adalah bahwa kita mampu menghentikan diri kita sendiri dalam isyarat suara jauh lebih baik ketimbang kemampuan menghentikan gerak isyarat 37 38 Ibid. Ibid. 33 secara fisik. Dengan kata lain, kita mempunyai kemampuan jauh lebih untuk mengendalikan isyarat suara ketimbang isyarat fisik. Kemampuan untuk mengendalikian diri sendiri dan reaksi diri sendiri ini adalah penting bagi kemampuan khusus manusia lainnya. “isyarat suara itulah terutama yang menyediakan medium organisasi sosial dalam masyarakat manusia” (Mead 1959:188).39 Dapat di simpulkan bahwa, isyarat dalam bentuk fisik yang terjadi antara dua orang individu atau lebih dapat memungkinkan terjadinya interaksi walaupun hal tersebut tergantung dari kedua individu yang terkait. Interaksi juga dapat terjadi lewat isyarat suara, dalam hal ini yang signifikan seperti berbicara dalam bahasa. Lebih mudah orang mengerti isyarat suara (bahasa) daripada isyarat fisik, seperti ekspresi wajah ataupun gerak tubuh, oleh sebab itu Mead katakan manusia mempunyai kemampuan lebih baik dalam mengendalikan isyarat suara dibandingkan mengendalikan isyarat fisik (menurut penulis hal ini menyangkut isyarat yang mudah dimengerti oleh orang lain). Menurut Azwar sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu : a. Komponen kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu 39 Ibid 277-278. 34 mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial. b. Komponen afektif Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. c. Komponen konatif Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.40 Menurut Azwar S faktor-faktor yang mempengaruhi sikap tersebut antara lain: a. Pengalaman pribadi: Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi 40 Azwar. S, 2008. Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya [edisi ke-2] (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 23. 35 oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c. Pengaruh kebudayaan: Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. d. Media massaa: Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif berpengaruh terhadap sikap konsumennya. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama: Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. f. Faktor emosional: Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.41 2.2.4. Simbol-simbol Signifikan Simbol signifikan adalah sejenis gerak-isyarat yang hanya dapat diciptakan manusia. Isyarat menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu 41 Ibid, 30 36 yang membuat simbol-simbol itu sama dengan sejenis tanggapan (tetapi tak selalu sama) yang diperoleh dari orang yang menjadi sasaran isyarat. Kita sebenarnya hanya dapat berkomunikasi bila kita mempunyai simbol yang signifikan; komunikasi menurut arti istilah itu tak mungkin terjadi di kalangan semut, lebah, dan sebagainya. Isyarat fisik dapat menjadi simbol yang signifikan, namun secara ideal tak cocok dijadikan simbol signifikan karena orang tak dapat dengan mudah melihat atau mendengarkan isyarat fisiknya sendiri. Jadi, ungkapan suaralah yang paling mungkin menjadi simbol yang signifikan, meski tidak semua ucapan dapat menjadi simbol signifikan. Kumpulan isyarat suara yang paling mungkin menjadi simbol yang signifikan adalah bahasa: "simbol yang menjawab makna yang dialami individu pertama dan yang mencari makna dalam individu kedua. Isyarat suara yang mencapai situasi seperti itulah yang dapat menjadi 'bahasa'. Kini ia menjadi simbol yang signifikan dan memberitahukan makna tertentu (Mead, J934/1962:46). Dalam percakapan dengan isyarat, hanya isyarat itu sendiri yang dikomunikasikan. Tetapi dengan bahasa, yang dikomunikasikan adalah isyarat dan maknanya.42 Fungsi bahasa atau simbol yang signifikan pada umumnya adalah menggerakkan tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara dan juga di pihak lainnya. Kata anjing atau kucing mendapatkan citra mental yang sama dalam diri orang yang mengucapkan kata itu dan dalam diri lawan bicaranya Pengaruh lain dari bahasa adalah merangsang orang yang berbicara dan orang yang mendengarnya. Orang yang meneriakkan "kebakaran" di dalam bioskop 42 Ibid 278. 37 yang padat penonton setidaknya akan bergegas keluar sebagaimana halnya dengan orang yang mendengar teriakannya itu. Jadi, simbol signifikan memungkinkan orang menjadi stimulator tindakan mereka sendiri.43 Dengan mengadopsi orientasi aliran pragmatis ini, Mead juga melihat "fungsi" isyarat pada umumnya dan simbol signifikan pada khususnya. Fungsi isyarat adalah "menciptakan peluang di antara individu yang terlibat dalam tindakan sosial tertentu dengan mengacu pada objek atau objek-objek yang menjadi sasaran tindakan itu" (Mead, 1934/1962:46). Dengan demikian, muka cemberut yang tak disengaja mungkin dibuat untuk mencegah seorang anak kecil terlalu dekat ke tepi jurang, dan dengan cara demikian mencegahnya berada dalam situasi yang secara potensial berbahaya. Sementara isyarat nonsignifikan bekerja, "simbol yang signifikan memberikan kemudahan jauh lebih besar untuk menyesuaikan diri dan penyesuaian diri kembali (readjustment) ketimbang yang diberikan isyarat nonsignifikan, karena simbol signifikan menggerakkan sikap yang sama dalam diri individu dan memungkinkan individu itu menyesuaikan perilakunya berikutnya dengan perilaku orang lain dalam hal sikap. Singkatnya, isyarat percakapan yang disadari atau yang signifikan adalah mekanisme yang jauh lebih memadai dan efektif untuk saling menyesuaikan diri dalam tindakan social, ketimbang isyarat percakapan yag tak disadari atau yang tak signifikan. (Mead, 1934/1962:46). Dilihat dari sudut pandang pragmatis, simbol signifikan berperan lebih baik dalam kehidupan sosial ketimbang simbol yang tak signifikan. Dengan kata lain, 43 Ibid. 38 dalam mengomunikasikan perasaan tak senang kita kepada orang lain, memakimaki secara lisan berperan jauh lebih baik daripada bahasa tubuh yang berubah, seperti wajah cemberut. Individu yang menyatakan ketidaksenangannya, biasanya tak menyadari bahasa tubuh dan karena itu tak mampu secara sadar menyesuaikan tindakan selanjutnya dilihat dari sudut bagaimana cara orang lain bereaksi terhadap bahasa tubuh. Sebaliknya, seorang yang berbicara akan menyadari kemarahan yang diucapkannya dan bereaksi terhadap ucapan itu dengan cara yang sama (dan hampir dalam waktu bersamaan) dengan reaksi orang yang menjadi sasaran kemarahannya. Jadi, pembicara dapat memikirkan tentang bagaimana kemungkinan orang lain bereaksi dan menyiapkan reaksi terhadap reaksi orang lain itu. 44 Yang sangat penting dari teori Mead ini adalah fungsi lain simbol signifikan-yakni memungkinkan proses mental, berpikir. Hanya melalui simbol signifikan-khususnya melalui bahasa-manusia bisa berpikir (hewan yang lebih rendah menurut Mead tak bisa berpikir). Mead mendefinisikan berpikir (thinking) sebagai "percakapan implisit individu dengan dirinya sendiri dengan memakai isyarat" (1934/1962:47). Mead bahkan menyatakan "berpikir adalah sama dengan berbicara dengan orang lain" (1982:155). Dengan kata lain, berpikir melibatkan tindakan berbicara dengan diri sendiri. Jelas di sini Mead mendefinisikan berpikir menurut aliran behavioris. Percakapan meliputi perilaku (berbicara) dan perilaku itu juga terjadi di dalam diri individu; ketika perilaku 44 Ibid 278-279. 39 terjadi, berpikir pun terjadi. Ini bukan definisi berpikir secara mentalistis; ini jelas definisi berpikir dalam arti behavioristik. 45 Simbol signifikan juga memungkinkan interaksi simbolik. Artinya, orang dapat saling berinteraksi tidak hanya melalui isyarat tetapi juga melalui simbol signifikan. Kemampuan ini jelas mempengaruhi kehidupan dan memungkinkan terwujudnya pola iteraksi dan bentuk organisasi sosial yang jauh lebih rumit ketimbang melalui isyarat saja.46 2.2.5. Pikiran (Mind) Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu; pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi, pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif. Adakah kekhususan dari pikiran? Kita telah melihat bahwa manusia mempunyai kemampuan khusus untuk memunculkan respon dalam dirinya sendiri. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk "memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang kita namakan pikiran. Melakukan sesuatu berarti memberi respon terorganisir tertentu; dan bila seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, ia 45 46 Ibid 279. Ibid 279-280. 40 mempunyai, apa yang kita sebut pikiran. (Mead, 1934/1962:267). Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui kemampuannya menanggapi komunitas secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan terorganisir. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah. Dunia nyata penuh dengan masalah dan fungsi pikiranlah untuk mencoba menyelesaikan masalah dan memungkinkan orang beroperasi lebih efektif dalam kehidupan.47 Dengan demikian Mead ingin mengatakan bahwa pikiran tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi merupakan hasil dari respon terhadap proses sosial yang dialami. Tanpa proses sosial maka setiap individu tidak akan mampu mengembangkan pikirannya. 2.2.6. Diri (Self) Pada dasarnya diri adalah kemamouan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Diri mensyaratkan proses sosial: komunikasi antar manusia. Binatang dan bayi yang baru lahir tak mempunyai diri. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan antara hubungan sosial. Menurut Mead adalah mustahil membayangkan diri yang muncul dalam ketiadaan pengalaman sosial. Tetapi, segera setelah diri berkembang, ada kemungkinan baginya 47 Ibid 280. 41 untuk terus ada tanpa kontak sosial. Demikianlah, Robinson Crusoe mengembangkan diri saat berada di tengah peradaban, dan ia terus memilikinya ketika ia hidup sendiri di sebuah pulau yang saat itu ia kira pulau yang sepi. Dengan kata lain, ia terus mempunyai kemampuan untuk menerima dirinya sendiri sebagai sebuah objek. Segera setelah diri berkembang, orang biasanya, tetapi tak selalu, mewujudkannya. Contoh, diri tak terlibat dalam tindakan yang dilakukan karena kebiasaan atau dalam pengalaman fisiologis spontan tentang kesakitan atau kesenangan. 48 Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran. Artinya, di satu pihak Mead menyatakan bahwa tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Di lain pihak, diri dan refleksitas adalah penting bagi perkembangan pikiran. Memang mustahil untuk memisahkan pikiran dan diri karena diri adalah proses mental. Tetapi, meskipun kita membayangkannya sebagai proses mental, diri adalah sebuah proses sosial. Dalam bahasannya mengenai diri, Mead menolak gagasan yang meletakkannya dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya dalam pengalaman sosial. Dengan cara ini Mead mencoba memberikan arti behavioristis tentang diri: "diri adalah di mana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan di mana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, di mana ia tak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga 48 Ibid 280-281. 42 kita mempunyai perilaku di mana individu menjadi objek untuk dirinya sendiri" (1934/1962:139). Karena itu diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh di mana individu adalah baginya. 49 Mekanisme umum untuk mengembangkan diri adalah refleksivitas atau kemampuan menempatkan diri secara tak sadar ke dalam tempat orang lain dan bertindak seperti mereka bertindak. Akibatnya, orang mampu memeriksa diri sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri. Seperti ditakan Mead: Dengan cara merefleksikan-dengan mengembalikan pengalaman individu pada dirinya sendiri-keseluruhan proses sosial menghasilkan pengalaman individu pang terlibat di dalamnya; dengan cara demikian, individu bisa menerima sikap orang lain terhadap dirinya, individu secara sadar mampu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap proses sosial dan mampu mengubah proses yang dihasilkan dalam tindakan sosial tertentu dilihat dari sudut penyesuaian dirinya terhadap tindakan sosial itu (Mead, 1934/1962:134).50 Diri juga memungkinkan orang berperan dalam percakapan dengan orang lain. Artinya, seseorang menyadari apa yang dikatakannya dan akibatnya mampu menyimak apa yang sedang dikatakan dan menentukan apa yang akan dikatakan selanjutnya. Untuk mempunyai diri, individu harus mampu mencapai keadaan "di luar dirinya sendiri" sehingga mampu mengevaluasi diri sendiri, mampu menjadi objek bagi dirinya sendiri. Untuk berbuat demikian, individu pada dasarnya harus menempatkan dirinya sendiri dalam bidang pengalaman yang sama dengan orang 49 50 Ibid 281. Ibid. 43 lain. Tiap orang adalah bagian penting dari situasi yang dialami bersama dan tiap orang harus memperhatikan diri sendiri agar mampu bertindak rasional dalam situasi tertentu. Dalam bertindak rasional ini mereka mencoba memeriksa diri sendiri secara impersonal, objektif, dan tanpa emosi. Tetapi, orang tak dapat mengalami diri sendiri secara langsung. Mereka hanya dapat melakukannya secara tak langsung melalui penempatan diri mereka sendiri dari sudut pandang orang lain itu. Dari sudut pandang demikian orang memandang dirinya sendiri dapat menjadi individu khusus atau menjadi kelompok sosial sebagai satu kesatuan. Seperti dikatakan Mead, "Hanya dengan mengambil peran orang lainlah kita mampu kembali ke diri kita sendiri" (1959: 184-185).51 Mead juga melihat diri dari sudut pandang pragmatis. Di tingkat individual, diri memungkinkan individu menjadi anggota masyarakat yang makin efisien. Karena diri, orang makin besar kemungkinannya untuk melakukan apa yang diharapkannya dalam situasi tertentu. Karena orang sering mencoba berbuat sesuai dengan harapan kelompok, mereka lebih besar kemungkinannya untuk menghindari ketidakefisienan yang berasal dari kegagalan melakukan apa yang diharapkan kelompok. Selanjutnya, diri memungkinkan meningkatnya koordinasi dalam masyarakat sebagai satu kesatuan. Karena individu dapat memperhitungkan tindakan apa yang diharapkan dari mereka, maka kelompok dapat berjalan dengan lebih efektif.52 51 52 Ibid 282. Ibid 284. 44 Mead mengidentifikasi dua aspek atau fase diri, yang ia namakan "I" dan "Me". Mead menyatakan, "Diri pada dasarnya adalah proses sosial yang berlangsung dalam dua fase yang dapat dibedakan" (1934/1962:178). Perlu diingat bahwa "I" dan "me" adalah proses yang terjadi di dalam proses diri yang lebih luas, keduanya bukanlah sesuatu (things). 2.2.6.1. “I” dan “Me” "I" adalah tanggapan spontan individu terhadap orang lain. Ini adalah aspek kreatif yang tak dapat diperhitungkan dan tak teramalkan dari diri. Orang tak dapat mengetahui terlebih dahulu apa tindakan aktor yang mengatakan "Aku akan" ("I"will be): "Tetapi, apa tanggapan yang akan dilakukan, ia tak tahu dan orang lain pun tak ada yang tahu. Mungkin ia akan membuat permainan cemerlang atau mungkin juga kesalahan. Tanggapan atas situasi seperti yang muncul dalam pengalaman langsungnya itu adalah tidak menentu." (Mead, 1934/1962:175). Kita tak pernah tahu sama sekali tentang "I" dan melaluinya kita mengejutkan diri kita sendiri lewat tindakan kita. Kita hanya tahu "I" setelah tindakan telah dilaksanakan. Jadi, kita hanya tahu "I" dalam ingatan kita. Mead sangat menekankan "I" karena empat alasan. Pertama, "I" adalah sumber utama sesuatu yang baru dalam proses sosial. Kedua, Mead yakin, di dalam “I” itulah nilai terpenting kita ditempatkan. Ketiga, “I” merupakan sesuatu yang kita semua cari-perwujudan diri. “I”-lah yang memungkingkan kita mengembangkan “kepribadian definitive”. Keempat, Mead melihat suatu proses evolusioner dalam sejarah di mana manusia dalam masyarakat 45 primitive lebih didominasi oleh “me”, sedangkan dalam masyarakat moderen komponen “I”-nya lebih nyata. 53 "I" bereaksi terhadap "me" yang mengorganisir sekumpulan sikap orang lain yang ia ambil menjadi sikapnya sendiri" (Mead, 1934/1962:175). Dengan kata lain, "me" adalah penerimaan atas orang lain yang digeneralisir. Berbeda dengan "I", orang menyadari "me"; "me" meliputi kesadaran tentang tanggung jawab. Seperti dikatakan Mead, "me" adalah individu biasa, konvensional (1934/1962:197). Konformis ditentukan oleh "me" meskipun setiap orang-apa pun derajat konformisnya-mempunyai dan harus mempunyai "me" yang kuat. Melalui "me"-lah masyarakat menguasai individu. Mead mendefinisikan gagasan tentang kontrol sosial sebagai keunggulan ekspresi "me" di atas ekspresi "I", Kemudian dalam buku Mind, Self and Society, Mead menguraikan gagasannya tentang kontrol sosial: Kontrol sosial, sebagai pelaksanaan kritik-diri, diterapkan secara ketat dan ekstentif terhadap tindakan atau perilaku individu, membantu mengintegrasikan individu dan tindakannya dengan merujuk kepada proses sosial terorganisir dari pengalaman dan perilaku di mana ia dilibatkan.... Kontrol sosial terhadap tindakan atau perilaku individu dilaksanakan dengan berdasarkan atas asal-usul dan basis sosial kritik-diri. Kritik-diri pada dasarnya adalah kritik sosial dan perilaku yang dikendalikan secara sosial. Karena itu, kontrol sosial, jauh dari kecenderungan menghancurkan individu manusia atau melenyapkan kesadaran dirinya secara individual, sebaliknya, adalah terdapat di dalam dan tak terlepas dari hubungannya dengan individualitas (Mead, 1934/1962:255). 54 53 54 Ibid 285-286. Ibid 286-287. 46 Mead juga melihat "I" dan "me" menurut pandangan pragmatis. "Me" memungkinkan individu hidup nyaman dalam kehidupan sosial, sedangkan "I" memungkinkan terjadinya perubahan masyarakat. Masyarakat mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang memungkinkannya berfungsi dan terusmenerus mendapatkan masukan baru untuk mencegah terjadinya stagnasi. "I" dan "me" dengan demikian adalah bagian dari keseluruhan proses sosial dan memungkinkan, baik individu maupun masyarakat, berfungsi secara lebih efektif.55 2.2.7. Masyarakat Pada tingkat paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat (society) yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Di tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk "aku" (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat memengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik-diri, untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Mead juga menjelaskan evolusi masyarakat. Namun, ia sedikit sekali berbicara tentang masyarakat meski masyarakat menempati posisi sentral dalam sistem teorinya. 55 Ibid 287. 47 Sumbagan terpenting Mead tentang masyarakat, terletak dalam pemikirannya mengeenai pikiran dan diri.56 Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (sosial institutions). Secara luas, Mead mendefinisikan pranata sebagai "tanggapan bersama dalam komunitas" atau kebiasaan hidup komunitas" (1934/1962:261,264; lihat juga Mead, 1936:376). secara lebih khusus, ia mengatakan bahwa, "keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama...berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama di pihak komunitas. Proses ini kita sebut "pembentukan pranata" (Mead, 1934/ 1962:167). Kita membawa kumpulan sikap yang terorganisir ini ke dekat kita, dan sikap itu membantu mengendalikan tindakan kita, sebagian besar melalui keakuan (me).57 Pendidikan adalah proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut pandangan Mead, aktor tidak mempunyai diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya hingga mereka mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian, actor harus menginternalisasikan sikap bersama komunitas.58 56 Ibid. Ibid. 58 Ibid 287-288. 57 48 Namun Mead dengan hati-hati mengemukakan bahwa pranata tak selalu menghancurkan individualitas atau melumpuhkan kreativitas. Mead mengakui adanya pranata sosial yang “menindas, stereotip dan ultrakonservatif seperti gereja yang dengan kekakuan, ketidaklenturan, dan ketidakprogesifannya, menghancurkan atau melenyapkan individualitas” (1934/1962:262). Tetapi, Mead cepat-cepat menambahkan: “Tak ada alasan yang tak terelakan mengapa pranata sosial harus menindas atau konservatif, atau mengapa mereka itu tak selalu lentur dan progresif, lebih membantu perkembangan individualitas ketimbang menghalanginya.” (Mead, 1934/1962:262). Menurut Mead, pranata sosial seharusnya hanya menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan individu dalam pengertian yang sangat luas dan umum saja, dan seharusnya menyediakan ruang yang cukup bagi individualitas dan kreativitas. Di sini Mead menunjukan konsep pranata sosial yang sangat moderen baik sebagai pemaksa individu yang kreatif (lihat Giddens, 1984).59 2.2.8. Pembelajaran Makna dan Simbol Dengan mengikuti Mead, teoritisi interaksionisme simbolik cenderung menyetujui pentingnya sebab musabab interaksi sosial. Dengan demikian, makna bukan berasal dari proses mental yang menyendiri, tetapi berasal dari interaksi. Pemusatan perhatian ini berasal dari pragmatisme Mead. Ia memusatkan perhatian pada tindakan dan interaksi manusia, bukan pada proses menta yang terisolasi. 59 Ibid 288. 49 Perhatian utama bukan tertuju pada bagaimana cara mental manusia menciptakan arti dan simbol, tetapi bagaimana mental manusia menciptakan arti dan simbol, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya selama interaksi pada umumnya dan selama proses sosialisasi pada khususnya. 2.2.9. Aksi dan Interaksi Teoritisi interaksionisme simbolik memusatkan perhatian terutama pada dampak dari makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Di sini akan bermanfaat menggunakan pemikiran Mead yang membedakan antara perilaku lahiriah dan perilaku tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses berpikir yang melibatkan simbol dan arti. Perilaku lahiriah adalah perilaku. sebenarnya yang dilakukan oleh seorang aktor. Beberapa perilaku lahiriah tidak melibatkan perilaku tersembunyi (perilaku karena kebiasaan atau tanggapan tanpa pikir terhadap rangsangan eksternal). Tetapi, sebagian besar tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku itu. Perilaku tersembunyi menjadi sasaran perhatian utama teoritisi interaksionisme simbolik sedangkan perilaku lahiriah menjadi sasaran perhatian utama teoritisi teori pertukaran atau penganut behaviorisme tradisional pada umumnya.60 Simbol dan arti memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia (yang melibatkan aktor tunggal) dan pada interaksi sosial manusia (yang melibatkan dua orang aktor atau lebih yang terlibat dalam tindakan sosial 60 Ibid 293. 50 timbal-balik. Tindakan sosial adalah tindakan di mana individu bertindak dengan orang lain dalam pikiran. Dengan kata lain, dalam melakukan tindakan, seorang aktor mencoba menaksir pengaruhnya terhadap aktor lain yang terlibat. Meski mereka sering terlibat dalam perilaku tanpa pikir, perilaku berdasarkan kebiasaan, namun manusia mempunyai kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial. Dalam proses interaksi sosial, manusia secara simbolik mengomunikasikan arti terhadap orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol komunikasi itu dan mengorientasikan tindakan balasan mereka berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial, para aktor terlibat dalam proses saling memengaruhi.61 61 Ibid 293-294. 51