Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Geng Motor XTC Bandung

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Geng
Motor XTC Bandung
Studi Kualitatif dengan Pendekatan Etnografi Komunikasi Mengenai
Komunikasi Kelompok Komunitas Geng Motor XTC di Lingkungan daerah
salah satu SMUN di Bandung dalam Mempertahankan/Membangun
Solidaritas Kelompok
SKRIPSI
Oleh:
Nama : Gugum Gumilar
NPM : 10080001243
Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2007
i
ABSTRAK
Eksistensi mempunyai makna subjektif, tergantung dari pemikiran setiap
individu. Namun eksistensi remaja seringkali menjurus kepada hal negatif, hal itu
dikarenakan pada masa remaja terjadi proses pencarian identitas diri. Proses ini
terjadi ketika ia tidak mampu memutuskan sesuatu, sehingga citra remaja
seringkali menjurus dan dikategorikan sebagai kenakalan. Eksistensi remaja yang
seringkali dikategorikan kenakalan diantaranya eksistensi komunitas geng motor
XTC. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang dilakukan komunitas geng motor
ini dinilai masyarakat menyimpang dari norma-norma sosial. Namun, komunitas
geng motor ini mempunyai solidaritas yang tinggi, sehingga mobilitasnya sangat
cepat dan tinggi.
Untuk mencari alasan mengapa komunitas geng motor ini mempunyai
rasa solidaritas kelompok yang tinggi, maka penulis mencoba membahas
mengenai pola-pola komunikasi kelompok. Yang didalamnya termasuk tindakantindakan yang dianggap komunikasi dalam komunitas tersebut yang dapat
membedakannya dengan komunitas lain
Untuk membahas mengenai pola-pola komunikasi suatu komunitas, maka
penulis mencoba menggunakan pendekatan etnografi komunikasi. Menurut
Birowo, Etnografi komunikasi adalah metode etnografi yang digunakan untuk
mengungkap pola-pola komunikasi suatu kelompok.
Dalam penelitian ini, penulis mendapat kesimpulan bahwa solidaritas
terbangun atas norma-norma kelompok, yang didalamnya terdapat tugas dan
kewajiban anggota. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam kelompok,
anggota-anggota kelompok melakukan proses komunikasi yang menghasilkan
kode budaya. Kode budaya tersebut menimbulkan kepercayaan antar anggota
kelompok yang menimbulkan solidaritas antar anggota dalam kelompok.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi
yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan kekuatanNya kepada
penulis, sehingga pada akhirnya penulisan skripsi ini bisa penulis selesaikan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami rintangan berat
yang mungkin jika penulis lakukan sendiri, tidak akan bisa penulis hadapi. Penulis
banyak menerima bantuan moral, materi dan petunjuk-petunjuk dari orang-orang
terdekat penulis.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Dr. Yusuf Hamdan, Drs, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi.
2. Ibu Kiki Zakiah, Dra, M.Si, selaku Ketua Bidang Kajian Jurnalistik.
3. Ibu Nila Nurlimah, Dra, M.Si, selaku Sekretaris Bidang Kajian Jurnalistik
4. Ibu Santi Indra Astuti, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang
telah sangat sabar membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
5. Ibu Hj. Tia Muthia Umar, S.sos, M.si, selaku Dosen Pembimbing II atas
segala arahan-arahannya.
6. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unisba yang telah
memberikan ilmu yang tidak ternilai kepada penulis sebagai bekal di masa
depan.
iii
7. “The One and Only that The Best I Having Been,” Mamah tersayang. Atas
kasih sayang, materi, semangat, dan segalanya yang tak akan pernah
penulis lupakan. “Keep on Struggle and Wait for The Glory, Mom”.
8. Adik-adikku
terkasih:
Eti
Rahmawati.Amd.AK,
Yeni
Nurjanah,
Muhammad Haikal Azhari, atas kritikan-kritikan yang membuat penulis
lebih maju dalam kehidupan.
9. Teman-teman SMU yang telah sepuluh tahun bersama-sama mengarungi
suka dan duka kehidupan. Teddy, Ivan, Ferry, Robby, Pierre.
10. Kimung yang telah sabar membantu penulis dalam merintis wirausaha.
11. Teman-teman seperjuangan jurnalistik 2001. Cupes, Gilang, Luky, Bangun
Eko, Pepen, Urat, Sulaiman, Rian, Noorman, Wilman, Pundra, Fauzan,
Nunu
12. Ricky Dados. “Atas gurauan-gurauannya yang selalu menghangatkan
suasana”.
13. Denden yang telah memberikan pencerahan-pencerahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Komunitas Tangga Mesjid. Aris, Ule, S.sos, Bowo, Boby, Hamdan, Azis.
15. Komunitas geng motor XTC atas data-datanya yang sangat membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
16. Babot dan Gentel yang telah sangat membantu memberikan keteranganketerangan yang menunjang penulisan ini.
17. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
iv
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi ini bisa bermanfaat khususnya untuk penulis, dan umumnya untuk
pembaca.
Bandung, Januari 2007
Penulis
Gugum Gumilar
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
v
DAFTAR BAGAN..........................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................
5
1.3. Pertanyaan Penelitian ...........................................................
5
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................
6
1.5. Pembatasan Masalah .............................................................
6
1.6. Kerangka Pemikiran .............................................................
7
1.7. Metode Penelitian...................................................................
11
1.8. Teknik Pengumpulan Data ...................................................
15
1.9. Langkah Penelitian................................................................
15
1.10 Organisasi Karangan .............................................................
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
18
2.1. Komunikasi ...........................................................................
18
2.2. Kelompok ..............................................................................
18
2.3. Dinamika Kelompok ............................................................
21
2.4. Norma-Norma Kelompok ....................................................
22
2.5. Komunitas .............................................................................
25
2.6. Komunikasi Kelompok .......................................................
27
2.7. Variabel Komunikasi Kelompok...........................................
29
2.8. Teori Komunikasi Kelompok Kecil ......................................
30
2.9. Konsep-konsep Komunikasi Kelompok Kecil......................
32
2.10. Proses Komunikasi Kelompok ...........................................
33
vi
2.11. Kepemimpinan dalam Komunikasi Kelompok ....................
37
2.12. Solidaritas.............................................................................
39
2.13. Geng Motor ..........................................................................
40
BAB III METODOLOGI ..........................................................................
43
3.1. Metode Penelitian Kualitatif ................................................
43
3.2. Pendekatan Etnografi .............................................................
47
3.3. Etnografi Komunikasi ............................................................
48
BAB IV XTC Sebagai Sarana Pencarian Identitas ...............................
52
4.1. Sejarah Geng Motor XTC ....................................................
52
4.2. XTC Kembar .........................................................................
55
4.3. Aktivitas Komunitas Geng Motor XTC Kembar ..................
60
PEMBAHASAN .........................................................................
62
BAB V
5.1. Norma Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Geng Motor XTC
di Lingkungan SMUN 11 Bandung
............................
62
5.2. Bentuk Komunikasi Kelompok pada Komunitas Geng Motor
XTC di Lingkungan SMUN 11 Bandung ...........................
69
5.2.1. Jenis Kelompok ..........................................................
70
5.2.2. Dinamika Kelompok ...................................................
71
5.2.3. Proses Komunikasi pada Komunitas Geng Motor XTC
………………………………………………………………
73
5.2.4. Jenis Komunikasi .......................................................
78
5.2.5. Variabel Komunikasi Kelompok ................................
80
5.2.6. Kepemimpinan dalam Komunikasi Kelompok ..........
81
vii
5.3. Kode Budaya dalam Komunikasi Kelompok pada Komunitas
BAB VI
Geng Motor XTC di Lingkungan SMUN 11 Bandung ........
83
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
88
6.1. Kesimpulan ...........................................................................
88
6.2. Saran-saran .............................................................................
89
6.2.1. Saran Akademis ...........................................................
89
6.2.2 Saran untuk komunitas geng motor XTC yang
di lingkungan SMUN 11 Bandung......................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dibandingkan dengan mahluk apapun di dunia, manusia adalah mahluk yang
paling sempurna, manusia diberi akal dan pikiran yang membedakannya dari mahluk
lain. Dengan akal dan pikiran manusia dapat membuat strategi dalam mengarungi
kehidupannya. Di sisi lain manusia diberi perasaan emosional, rasa emosional yang
dapat dikontrol akan melahirkan karya seni yang sangat menarik. Selain keduanya,
manusia juga diberi nafsu, nafsu yang terkendali akan mempengaruhi manusia untuk
terus bertahan hidup dan membuatnya lebih maju, Ketiga hal tersebut merupakan
suatu potensi untuk menentukan eksistensinya. “Eksistensi adalah gabungan dari
unsur-unsur yang subjektif seperti etos, moral kemampuan, kompetensi, kecakapan
dan sebagainya” (Panuju, 1994 : 8).
Namun eksistensi manusia juga akan menimbulkan hal yang negatif bagi
manusia itu sendiri, hal negatif yang ditimbulkan oleh eksistensi itu diantaranya
adalah kenakalan.
Citra remaja seringkali diartikan sebagai masa kenakalan, karena perilakunya
seringkali dianggap menyimpang. Masa remaja merupakan masa transisi, di satu
pihak remaja ingin melepaskan diri dari ketergantungan masa anak-anak, sementara
di pihak lain mereka belum diterima oleh kalangan dewasa, sehingga pada masa
7
remaja terjadi proses pencarian identitas. Proses pencarian identitas mereka sangat
bermacam-macam sehingga menjadi kajian yang cukup menarik untuk ditelaah.
“Masa muda adalah transisi dari ketergantungan masa anak-anak menuju otonomi
masa dewasa normalnya melibatkan fase pemberontakan, yang merupakan tradisi
kultural yang diwariskan dari generasi ke generasi” (Barker, 2000 : 423). Dalam buku
Cultural Studies, Grossberg mengungkapkan:
Kalau orang dewasa hanya menganggap masa muda sebagai keadaan transisi
semata, anak muda telah menjadi kategori itu sebagai lahan untuk
mengedepankan sensasi keberadaan mereka. Contohnya adalah penolakan
untuk mengidentifikasikan diri dengan rutinitas kehidupan sehari-hari yang
dianggap membosankan. Anak muda menjadi sebuah penanda ideologis yang
mengandung berbagai gambaran utopis tentang masa depan dan sekaligus
menjadi sumber ketakutan bagi orang lain karena potensinya untuk
mengancam norma dan peraturan-peraturan yang ada. Karena itulah dikatakan
bahwa anak muda “dimuati nilai secara ambivalen” (ibid , 426)
“Pada dasarnya setiap orang terbentuk oleh lingkunganya, lingkungan
pembentuk ini biasanya disebut dengan kebudayaan” (Panuju, 1994:28), oleh sebab
itu faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja.“Jika dalam
pelariannya si anak memperoleh tempat (kelompok) yang positif, ia justru akan
berkembang, karena tingkat kemandiriannya dalam memutuskan sesuatu semakin
tinggi pula. Tetapi jika ia jatuh ke dalam kelompok figur yang berantakan, moral
serta mentalnya pun akan jadi berantakan“. (ibid, 30).
Eksistensi yang tergolong kenakalan diantaranya eksistensi komunitas geng
motor.
Kumpulan anak muda yang menamakan dirinya geng motor bukan sekedar
ilusi. Geng tidak hanya ada dalam film-film. Geng-geng remaja adalah
7
realitas. Berbagai peristiwa yang menjurus pada kriminalitas oleh sejumlah
geng remaja, baik yang diberitakan ataupun yang tidak diberitakan,
menunjukan realitas itu… keberadaan geng biasanya sulit diidentifikasikan,
bentuk organisasinya liar (tidak disahkan melalui undang-undang yang
berlaku), sifatnya anonim, dan aktivitasnya juga kurang dapat dikontrol. Dan
uniknya, solidaritas diantara para anggota geng sangat tinggi, sehingga
mobilitas mereka umumnya cepat dan tinggi pula. Dalam realitasnya,
aktivitasnya kumpulan anak muda ini tidak selalu menunjukan itikad yang
baik. Seringkali justru menimbulkan kekacauan yang merepotkan pihak
keamanan. (Panuju, 1994:29).
Tidaklah heran kalau kita berjalan-jalan pada malam minggu, di kota-kota
besar sering terlihat sekelompok orang memakai sepeda motor kebut-kebutan di
jalan-jalan kota. Namun ketika kita cermati, sekelompok orang bersepeda motor itu,
umurnya masih muda. Pemandangan seperti itu sudahlah sangat tidak heran kita
temui di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota lain-lainnya,
bahkan di kota kecil seperti Cianjurpun kita akan melihat pemandangan yang tak jauh
beda. Di kota Bandung geng motor mungkin sudah dijadikan gaya hidup bagi
kalangan muda, khususnya anak-anak sekolah menengah umum (SMU). Mereka
memilih ugal-ugalan dengan sepeda motor sebagai cara eksistensi diri.
Seringkali dalam aksi ugal-ugalan, mereka melakukan tindakan kriminal,
seperti lempar-lemparan batu, kontak fisik dengan kelompok-kelompok lain, sampai
menimbulkan kerusuhan. Biasanya dalam satu geng motor terdapat struktur
organisasi yang sudah tersusun rapi, Dalam kelompok geng motor, jika dilihat dari
luar tidak akan nampak perbedaan antara pemimpin dan pengikut. Namun, sosok
pemimpin akan terlihat ketika ia mengemukakan pendapat kepada anggota-anggota
7
kelompoknya. Hal itu sesuai dengan ciri-ciri komunikasi kelompok, yaitu komunikasi
kelompok kecil. “Komunikasi kelompok atau group communication adalah
komunikasi antar seseorang dengan sejumlah orang (komunikan) yang berkumpul
bersama-sama dalam bentuk kelompok” (Effendy, 1986 : 57).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok geng motor ini dikuatkan
oleh tulisan media massa di kota Bandung yakni harian Pikiran Rakyat yang
mengangkat kebrutalan geng motor ini.
Diduga telah menganiaya dua orang pengendara motor, PD (20) yang tercatat
sebagai anggota geng motor, digelandang ke Polsekta Bandung Kulon, Sabtu
(20/8) malam. Ia dibekuk di dekat pemakaman umum Haurkoneng, Jln.
Rengas Kelurahan Gempol Sari Kec. Bandung Kulon. Penangkapan PD
berawal dari laporan Arif Rifai, yang menjadi korban penganiayaan PD dan
teman-temannya pada Sabtu (11/6) malam silam. Saat itu, Arif yang
membonceng Budi memakai motor Honda Astrea, melintas pelan di Jln.
Rengas RT 5 RW 6 Kel. Gempol Sari Kec. Bandung Kulon. Tiba-tiba, empat
orang pria meloncat ke jalan, menghalangi laju motor. Arif mengerem
motornya, khawatir menabrak para pria tersebut. Belum sempat berkata apaapa, keempat pria itu langsung memukuli Arif dan Budi. Selain menghajar
para korban, mereka pun merusak motor Arif. Ada yang memakai balok kayu,
memakai batu, hingga samurai. Setelah puas menghajar korban dan merusak
motornya, mereka pun melepaskan para korban. Pelaku juga sempat meminta
barang berharga milik korban.
Komunitas geng motor dalam aksinya seringkali melakukan tindakan
kriminal, namun komunitas ini terus tumbuh dan berkembang. Solidaritas antar
anggota kelompok sangatlah tinggi, sehingga mobilitas kelompok sangat cepat dan
tinggi pula.
7
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
mengenai remaja, penulis tertarik untuk menelaah lebih dalam mengenai tingkah laku
komunikasi kelompok pada komunitas geng motor. Oleh karena itu penulis
merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Komunikasi Kelompok
komunitas Geng Motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung
mempertahankan/ membangun solidaritas kelompok?”.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Dalam proses pencarian data dilapangan, penulis mempunyai rasa ketertarikan
yang sangat dalam, dan ingin langsung mencari jawabannya ke lapangan, penulis
akan mencoba mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana norma komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di
daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung ?
2. Bagaimana bentuk komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC
di
daerah
Lingkungan
salah
satu
SMUN
di
Bandung
dalam
mempertahankan/membangun solidaritas?
3. Bagaimana kode budaya dalam komunikasi kelompok pada komunitas geng
motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung ?
7
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui norma komunikasi kelompok pada komunitas geng motor
XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung
2. Untuk mengetahui Bentuk komunikasi kelompok pada komunitas geng motor
XTC
di
daerah
Lingkungan
salah
satu
SMUN
di
Bandung
dalam
mempertahankan/membangun solidaritas
3. Untuk mengetahui kode budaya komunikasi kelompok pada komunitas geng
motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung
1.5. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya masalah, serta memudahkan penelitian dalam
mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:
1. Unsur komunikasi kelompok yang diteliti terdiri dari:
- Tingkah laku yang berkaitan dengan norma komunitas geng motor XTC di
daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung.
- Pola-pola komunikasi kelompok yang menyangkut jenis komunikasi, yang
didalamnya termasuk tindakan-tindakan yang dianggap komunikasi yang
dilakukan oleh komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu
SMUN di Bandung.
7
- Pesan komunikasi kelompok yang berkaitan dengan kode budaya komunitas
geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung.
2. Manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini secara teoritis yakni bahwa
penelitian ini akan memberikan keterangan-keterangan mengenai komunikasi
yang dilakukan oleh komunitas geng motor. Karena selama ini komunitas geng
motor sulit untuk diidentifikasi. Sedangkan manfaat secara praktisnya yaitu,
bahwa komunikasi yang berjalan dalam komunitas geng motor XTC ini
kebanyakan berjalan dengan baik. Sehingga mungkin saja bila kita meniru cara
komunikasi yang dilakukan oleh komunitas ini.
3. Objek yang diteliti adalah komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah
satu SMUN di Bandung.
4. Lokasi penelitian adalah di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung atau
daerah Kembar, sedangkan waktu penelitian berkisar antara bulan Maret 2006November 2006.
1.6. Kerangka Pemikiran
Manusia adalah mahluk sosial, dalam menjalankan kehidupannya akan terus
saling berhubungan, saling berinteraksi dan saling membutuhkan untuk dapat bekerja
sama dengan orang lain. Alat untuk melaksanakan hubungan tersebut adalah
komunikasi. Pada hakekatnya komunikasi adalah “Proses pernyataan antar manusia.
7
Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai penyalurnya”. (Effendy, 1993 : 27).
Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri, begitu juga
halnya bagi kelompok. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu kelompok akan
berjalan baik, dan juga sebaliknya apabila dalam suatu kelompok komunikasi kurang
berjalan, maka kelompok tersebut kurang berjalan sesuai dengan harapan.
Suatu kelompok tidak selalu bersama-sama di suatu tempat, anggota-anggota
kelompok bisa saja terpisah, namun setiap anggota kelompok terikat oleh hubungan
psikologis sehingga anggota-anggota tersebut berkumpul bersama-sama dan
dilakukan secara berulang-ulang.
“Kelompok adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih
individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur,
sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan
norma-norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut”. (Sherif dalam
Gerungan 2000: 84).
Menurut Hampton, Summer & Webber, (1973). Sebuah kelompok biasanya
melakukan tiga fungsi bagi anggotanya yang dimaksud dengan dinamika kelompok,
yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan antar persona
2. Memberi dukungan bagi konsep diri perorangan, dan
3. Melindungi para individu dari kesalahan mereka sendiri.
7
Dalam hal ini penulis mencoba mengangkat mengenai komunitas geng
motor. Komunitas sendiri dapat digolongkan ke dalam jenis kelompok informal. W.A
Gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial mengartikan “kelompok informal sebagai
kelompok yang tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan- peraturan
anggaran dasar dan angaran rumah-tangga tertulis”. (Gerungan, 1996:87).
Sedangkan pengertian geng berbeda-beda, kamus besar bahasa Indonesia
mengartikan Geng adalah kelompok remaja (yang terkenal karena kesamaan latar
belakang sosial, sekolah, daerah dan sebagainya. Oxford Advanced Learner`s
Dictionary mengartikan Geng adalah kelompok anak muda yang bepergian bersama
dan sering menyebabkan masalah. Sedangkan Yablonsky, L mengartikan Gang,
Violence adalah kelompok remaja yang melakukan aksi-aksi kekerasan untuk mereka
sendiri.
Dalam kelompok sosial, geng motor termasuk ke dalam jenis kelompok
primer. Kelompok primer adalah “kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering
berhadapan muka yang satu dengan yang lain dan saling mengenal dari dekat, dan
karena itu saling berhubungan lebih erat”. (Gerungan, 2000: 86). Sifat interaksi yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok primer biasanya bercorak kekeluargaan dan lebih
berdasarkan simpati.
Selain termasuk ke dalam jenis kelompok primer, geng motor juga termasuk
ke dalam kelompok informal.”Kelompok informal itu tidak berstatus resmi dan tidak
didukung oleh peraturan-peraturan anggaran-anggaran dasar dan anggaran rumah
7
tangga tertulis seperti pada kelompok formal”.(ibid, 87). Kelompok informal
mempunyai pembagian tugas, dan norma-norma untuk mengatur tingkah laku
anggota-anggotanya.
Jika membahas mengenai kelompok, maka tidak akan terlepas darti
solidaritas. “Solidaritas adalah kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial”.(ibid,
94). Pengharapan-pengharapan timbal-balik dari anggota suatu kelompok mempunyai
hubungan erat dengan terdapatnya solidaritas. Terdapatnya solidaritas yang tinggi di
dalam kelompok tergantung pada kepercayaan anggota terhadap kemampuan anggota
lain untuk melaksanakan tugas dengan baik. Sedangkan kepercayaan tersebut muncul
ketika anggota-anggota kelompok dihadapkan pada situai yang sukar.
Makin sesuai tugas dalam kelompok dengan prakteknya dalam bermacammacam keadaan, atau makin tepat penempatan
anggota kelompok pada jabatan
dalam kelompok itu, maka makin tinggi pula solidaritas kelompok. Dan dengan
sendirinya makin efektif pula pekerjaan kelompok tersebut, sehingga makin kokoh
interaksi sosial dalam kelompok tersebut.
7
Bagan 1.
Konsep Solidaritas
Solidaritas
Normanorma
kelompok
Tugas dan
Kewajiban
Pengalaman
dalam situasi
yang sukar
Kepercayaan
antar
Anggota
Sumber: Bagan ini diinterpretasi dari Gerungan, 2000: 95
Selain itu, solidaritas kelompok mempunyai hubungan yang erat dengan
sikap-sikap para anggotanya terhadap norma-norma dalam kelompok. Norma
kelompok adalah “Pengertian-pengertian yang seragam mengenai cara-cara tingkah
laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila terjadi sesuatu yang
bersangkut paut dengan kehidupan kelompok itu”.(Gerungan 2000: 95-96).
Norma merupakan nilai ukuran yang ditentukan untuk menilai mana yang
boleh dan tidak boleh dilakukan. Norma mempunyai fungsi ganda, selain menjadi
pedoman yang digunakan oleh kelompok, norma juga mempunyai fungsi mengikat
persatuan dan memperteguh rasa persatuan. Norma-norma tersebut menjadi sumber
dasar hidup para anggota dalam kelompok. Ketaatan para anggota tarhadap normanorma itu menentukan ketaatan mereka terhadap kelompoknya, semakin mendalam
7
sense of belonging–nya terhadap kelompok, semakin patuh ia pada norma
kelompoknya.
Sedangkan pengertian komunikasi kelompok adalah “komunikasi yang
berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya
lebih dari dua orang”.(Effendy, 1993:75). Jika sekelompok orang yang menjadi
komunikan sedikit, maka komunikasi yang berlangsung disebut dengan komunikasi
kelompok kecil. Namun, jika komunikan dalam kelompok tersebut banyak, maka
komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok besar
1.7. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dalam metode penelitian
kualitatif manusia dianggap subjek yang sama dengan peneliti. Berbeda dengan
metode penelitian kuantitatif yang lebih menempatkan manusia sebagai data
penelitian.
Kaum subjektivitas menjelaskan makna perilaku dengan menafsirkan apa
yang orang lakukan. Interfensi atas perilaku ini tidak bersifat kausal, dan tidak
bisa juga dijelaskan pula lewat hukum atas generalisasi empiris seperti apa
yang dilakukan ilmuwan objektif. …studi yang menggunakan pendekatan
subjektif sering disebut studi humanistic, dan arena itu sering juga disebut
humaniora (humanities). Pendekatan subjektif mengasumsikan bahwa
pengetahuan tidak mempunyai sifat yang objektif dan sifat yang tetap,
melainkan bersifat interfretif. (Mulyana, 2001 : 32-33)
Metode kualitatif memandang fakta sebagai suatu yang berdimensi banyak,
dan sering berubah-ubah, sehingga rancangan penelitian tersebut disusun secara rinci
7
dan pasti sebelum penelitiannya dimulai. Untuk alasan itu pula pengertian kualitatif
sering disosialisasikan dengan teknik analisis data dan penulisan laporan penelitian.
Dimana menurut Bogdan & Taylor :
“Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data desakriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik”. (dalam Moleong, 2002 :
3)
Penulis juga mengacu pada karakteristik penelitian kualitatif Moleong (2002:
4-8), yaitu:
1. Latar alamiah, menurut Lincoln dan Guba (1985:39), alamiah menghendaki
kenyataan-kenyataan sebagai suatu keutuhan yang tidak dapat dipahami jika
dipisahkan dari konteksnya.
2. Manusia sebagai alat (instrument).
3. Metode kualitatif yang lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
4. Analisis data secara induktif.
5. Teori dari dasar (grounded theory)
6. Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau gambar bukan
angka.
7. Lebih mementingkan proses daripada hasil.
7
8. Ada ‘batas’ yang ditentukan oleh ‘fokus’. Menghendaki ditetapkannya batas
penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian
9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data.
10. Desain yang bersifat sementara, terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan
di lapangan.
11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Dalam pembahasan komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC
yang sering berkumpul di lingkungan SMUN 11 Bandung, penulis mencoba
membahas masalah dengan pendekatan etnografi komunikasi. “Etnografi
komunikasi merupakan metode etnografi yang diterapkan untuk melihat pola-pola
komunikasi kelompok. Kelompok dalam kerangka ini memiliki pengertian
sebagai kelompok sosiologis (sosiological group). Oleh karena itu dapat pula
dikemukakan sebagai penerapan metode etnografi untuk melihat pola-pola
komunikasi komunitas (community)”. (Birowo, 2004 : 111-112).
Etnografi komunikasi memiliki kemampuan untuk melihat variabilitas
komunikasi. Selain kemampuan tersebut, etnografi komunikasi juga memiliki
kelebihan untuk pertama, mengungkap jenis identitas yang digunakan
bersama oleh anggota komunitas budaya. Identitas tersebut diciptakan oleh
komunikasi dalam sebuah komunitas budaya. Identitas itu sendiri pada
hakekatnya merupakan perasaan anggota budaya tentang diri mereka sebagai
komunitas. Dengan kata lain identitas merupakan seperangkat kualitas
bersama yang digunakan para anggota budaya dalam mengidentifikasikan diri
mereka sebagai komunitas. Kedua, mengungkap makna kinerja publik yang
digunakan bersama dalam komunitas. Ketiga, mengungkap kontradiksi atau
paradoks-paradoks yang terdapat dalam sebuah komunitas budaya
(Birowo,2004 : 114).
7
Sehingga ada tiga pertanyaan yang harus dikejar untuk mengungkap aspekaspek tersebut dalam penelitian. Menurut Birowo (2004 : 114), pertanyaan tersebut
diantaranya:
1. Pertanyaan tentang norma
Pertanyaan tentang norma adalah pertanyaan mengenai hal-hal yang dianggap benar
dan salah dalam komunikasi suatu kelompok budaya tersebut
2. Pertanyaan tentang bentuk
Pertanyaan tentang bentuk adalah pertanyaan menyangkut jenis komunikasi yang
dilakukan,
yang
didalamnya
termasuk
tindakan-tindakan
yang
dianggap
komunikasi dalam komunitas budaya tersebut
3. Pertanyaan tentang kode-kode budaya
Dalam hal ini menyangkut arti kata atau simbol-simbol yang menandakan
komunitas budaya sebagai suatu tindakan komunikasi.
1.8. Teknik Pengumpulan Data
Berikut adalah langkah-langkah penelitian yang ditempuh peneliti dalam
melakukan proses penelitian:
1. Observasi merupakan kegiatan pengumpulan data dengan pengamatan
terhadap objek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti mengobservasi komunitas
geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung dengan
ikut berpartisifasi dalam kegiatannya.
7
2. Studi kepustakaan, yaitu mencari data-data penunjang dari buku-buku dan
internet.
3. Wawancara,
yaitu
dengan
mewawancarai
pihak-pihak
terkait
yang
berhubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan dua nara sumber, yakni Babot dan Gentel yang keduanya
pernah menjabat sebagai ketua XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN
di Bandung dan sampai sekarang masih aktif dalam komunitas ini.
1.9. Langkah Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, fase-fase penelitian tidak dapat ditentukan secara
pasti seperti halnya dalam penelitian kuantitatif. Tahap-tahap penelitian kualitatif
tidak mempunyai batas-batas yang tegas oleh sebab desain serta fokus penelitian
dapat mengalami perubahan. Namun demikian dapat dibedakan dalam tiga fase.
Menurut Nasution, (1996 : 33), fase-fase tersebut adalah:
1. Tahap Orientasi. Pada awal penelitian penulis belum mengetahui dengan jelas
apa yang tidak diketahuinya, yakni apa sebenarnya yang harus dicarinya,
karena belum nyata benar apa yang akan dipilihnya sebagai fokus
penelitiannya, walaupun mempunyai suatu gambaran umum.
2. Tahap Eksplorasi. Dalam tahap ini fokus telah lebih jelas, sehingga dapat
dikumpulkan data yang lebih spesifik. Observasi dapat ditujukan kepada halhal yang berhubungan dengan fokus.
7
3. Tahap “member check”. Hasil pengamatan dan wawancara yang terkumpul,
dianalisis, dituangkan dalam laporan, diperbanyak, kesalahan dan kekeliruan
dikoreksi. Tujuan “member check” ini ialah meng-check kebenaran laporan
itu, supaya hasil penelitian dapat dipercaya.
1.10. ORGANISASI KARANGAN
Bab I. Pendahuluan
Bab ini tersusun dari latar belakang masalah, perumusan masalah, identifikasi
masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kerangka
pemikiran, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, serta organisasi
karangan.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya guna
mendapatkan perbedaan dan benang merah dengan penelitian yang dilakukan
peneliti. Selain itu penting untuk membuktikan orisinalitas penelitian yang dilakukan
peneliti. Dan, pada bab ini membahas secara mendalam dan komprehensif tentang
komunikasi kelompok, norma, komunitas, dan solidaritas.
Bab III Metodologi Penelitian
Dalam bab ini penulis menyajikan pembahasan metodologi Etnografi
Komunikasi sebagai ‘alat’ dan teori untuk membedah dan membongkar subjek
penelitian.
7
Bab IV Objek Penelitian
Bab ini membahas asal-usul objek penelitian, yakni komunitas geng motor
XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung
Bab V Pembahasan
Bab ini membahas isi dan praktik komunikasi kelompok pada komunitas geng
motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung
Bab VI. Kesimpulan
Dalam bab ini, penulis mencoba menyajikan kesimpulan dari analisis
konprehensif dalam bentuk kesimpulan tersusun. Dan saran-saran heuristik untuk
penelitian lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi
“Komunikasi adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan,
dan seterusnya, melalui penggunaan simbol-kata, gambar, angka, grafik, dan lainlain”. (Berelson&Steiner 1964 dalam Rakhmat,1986: 10).
Secara garis besarnya, dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi dapat
dipandang baik dan efektif sejauh ide, informasi, dan sebagainya, dimiliki
bersama oleh atau mempunyai kebersamaan arti bagi orang-orang yang terlibat
dalam komunikasi tersebut, tak terkecuali dalam kelompok. Dengan adanya
komunikasi yang baik dalam kelompok, dengan sendirinya suatu kelompok akan
berjalan dengan baik, dan juga sebaliknya apabila dalam suatu kelompok
komunikasi kurang berjalan, maka kelompok tersebut kurang berjalan sesuai
dengan harapan.
2.2. Kelompok
“Kelompok adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau
lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan
teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas,
struktur dan norma-norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut”.
(Sherif dalam Gerungan 2000: 84).
Kelompok sosial dapat digolongkan ke dalam bermacam-macam jenis.
Menurut Gerungan (2000: 86-87) dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sosial,
18
19
suatu penggolongan utama telah membedakan primary group dan secondary
group atau kelompok primer dan sekunder.
1. Kelompok primer
Kelompok sosial yang dalam aktivitas kelompoknya sering melakukan tatap
muka, dan saling berhubungan erat antara anggota satu dengan anggota
lainnya, sehingga kelompok ini bersifat kekeluargaan. Dalam kelompok
primer, individu dapat mengembangkan sifat sosialnya, diantaranya lebih
mementingkan kelompok daripada kepentingan pribadi.
2. Kelompok Sekunder
Kelompok sosial yang dalam melakukan interaksinya tidak berhubungan
langsung atau dilakukan secara berjauhan, sifatnya bisa digolongkan formil,
sehingga kelompok ini kurang bersifat kekeluargaan. Misalnya partai politik
dll.
Terdapat pula pembagian kelompok sosial berdasarkan sifatnya, yaitu
kelompok formal (kelompok resmi) dan kelompok informal (kelompok tak resmi).
Inti perbedaan kelompok formal dan informal ialah “bahwa kelompok informal itu
tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan-peraturan anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga tertulis seperti pada kelompok formal”. (Gerungan,
2000: 87). Ciri-ciri interaksi pada kelompok informal hampir sama dengan ciriciri interaksi kelompok primer yang lebih bersifat kekeluargaan dengan corak
simpati, sedangkan ciri-ciri interaksi kelompok formal hampir sama dengan ciriciri interaksi kelompok sekunder, dengan memperhitungkan pertimbangan-
20
pertimbangan rasional objektif. misalnya semua perkumpulan yang beranggapan
dasar dan beranggaran rumah tangga merupakan kelompok resmi.
Menurut Gerungan (2000: 88-89), terdapat empat ciri utama kelompok
social yang membedakannya dari bentuk-bentuk interaksi sosial lainnya, yaitu:
1. Motif yang sama antara anggota kelompok.
Setiap anggota kelompok mempunyai tujuan dan motif yang sama untuk
mencapai tujuannya. Dengan berkumpul bersama, tujuan individu tersebut akan
diperoleh lebih mudah. Secara jelasnya, dorongan dan motif yang sama antar
anggota kelompok merupakan sebab utama terbentuknya kelompok sosial
tersebut.
2. Reaksi-reaksi dan kecakapan yang berlainan antar anggota kelompok.
Dalam suatu kelompok sosial akan terjadi akibat-akibat yang berlainan
dari proses interaksi, sehingga menimbulkan kecakapan-kecakapan yang berbeda
antar individu. Hal demikian menyebabkan terbentuknya pembagian-pembagian
tugas dan struktur tugas-tugas tertentu untuk mencapai tujuan bersama.
3. Penegasan struktur kelompok.
Pembentukan atau penegasan struktur organisasi akan terbentuk dengan
sendirinya dalam melakukan tujuan kelompok. Dalam hal ini menyangkut
hierarki, peranan dan tugas masing-masing individu dalam kelompok.
4. Penegasan norma-norma kelompok.
Penegasan norma-norma merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
kelompok, karena norma-norma mengatur tingkah laku anggota kelompok dalam
merealisasikan tujuannya
21
2.3. Dinamika Kelompok
Menurut (Hampton, Summer & Webber, 1973). Sebuah kelompok biasanya
melakukan tiga fungsi bagi anggotanya yang dimaksud dengan dinamika
kelompok, yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan antar persona
1. Memberi dukungan bagi konsep diri perorangan, dan
2. Melindungi para individu dari kesalahan mereka sendiri. Secara jelasnya,
Secara jelasnya, dinamika kelompok adalah “analisis dari hubungan-hubungan
kelompok sosial yang berdasarkan prinsip, bahwa tingkah laku dalam kelompok
itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi
sosial”.(Gerungan 2000: 110)
Perilaku kelompok merupakan tingkah laku perorangan dalam kelompok,
sehingga anggota kelompok bertingkah berbeda-beda. Jika kita ingin membahas
kelompok, selain harus memahami individu-individu dalam kelompok, kita juga
harus memahami interaksi dalam kelompok tersebut.
Menurut Effendy, (1986: 59) dalam bukunya yang berjudul DimensiDimensi Komunikasi terdapat dua tahap aktivitas untuk melakukan pendekatan
kepada masalah interaksi dalam kelompok, yakni:
Pertama: Tahap gagasan
Tahap dimana anggota-anggota kelompok berusaha untuk saling
berkomunikasi antar anggotanya untuk memecahkan masalah. Untuk
itulah suatu kelompok tersebut terbentuk.
Kedua: Tahap emosional social
22
Tahap dimana anggota-anggota kelompok terlibat pertentangan mengenai
masalah pendapat. Hal ini ditujukan untuk mempersatukan pendapat para
anggota kelompok.
Dalam komunikasi kelompok, peran komunikator sangatlah besar. Hal
penting yang perlu diperhatikan seorang komunikator dalam menghadapi
kelompok ialah bahwa setiap kelompok mempunyai norma-norma sendiri-sendiri.
2.4. Norma-norma kelompok
Norma kelompok bukanlah merupakan penilaian berupa angka mengenai
tingkah laku anggota sebuah kelompok, melainkan mengenai pedoman-pedoman
yang mengatur tingkah laku individu kelompok dalam bermacam-macam situasi
sosial.
Norma kelompok adalah “Pengertian-pengertian yang seragam mengenai
cara-cara tingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila
terjadi sesuatu yang bersangkut paut dengan kehidupan kelompok itu”.(Gerungan
2000: 95-96).
Norma-norma kelompok menyangkut cara-cara tingkah laku yang
diharapkan dari semua anggota-anggota kelompok dalam keadaan yang
berhubungan dengan kehidupan dan tujuan interaksi kelompok. Pengertian norma
disini adalah tentang bagaimana seharusnya anggota kelompok bertingkah laku
Norma kelompok memberi pedoman mengenai tingkah laku mana dan
sampai batas mana tingkah laku yang masih dapat diterima oleh kelompok, dan
tingkah laku anggota yang mana tidak diperbolehkan oleh kelompok. Misalnya,
23
kelompok dapat memiliki norma-norma mengenai batas-batas tingkah laku yang
bisa dikatakan solider. Norma-norma atau pedoman-pedoman semacam ini
senantiasa terdapat pada tiap-tiap kelompok, walaupun kelompok itu sering
memperlihatkan sikap-sikap anti norma seperti kelompok geng motor.
Norma-norma dalam kelompok resmi biasanya sudah tercantum dalam
anggaran rumah tangga atau anggaran dasar, seperti norma tingkah laku anggota
masyarakat suatu negara yang tertulis dalam undang-undang buku hukum pidana
atau perdata.
Setiap kelompok pasti mempunyai norma-norma, namun norma-norma
tersebut tidak selalu tertulis. Menurut Gerungan (2000: 88-89) terdapat beberapa
cara untuk mengetahui adanya norma-norma kelompok yang tidak tertulis,
diantaranya adalah:
1. Dengan mengamat-amati tingkah laku yang seragam dari serbagai individu
anggota kelompok. Misalnya dalam penelitian terhadap anggota-anggota geng
yang terdiri atas pemuda-pemuda jahat itu, nyata bahwa merekapun
mempunyai norma-norma.
2. Dapat pula ditarik kesimpulan mengenai adanya norma-norma dalam sebuah
kelompok dengan menunjukannya secara eksperimental.
3. Terdapatnya sistem penghargaan dalam kelompok sosial, mengenai tingkah
laku yang dianggap baik, serta sistem hukuman (sanksi-sanksi) apabila orang
melanggar batas tingkah laku yang baik itu, juga menyatakan bahwa dalam
kelompok itu terdapat norma.
24
“Apabila dalam kelompok terdapat penghargaan-penghargaan dan
hukuman-hukuman tertentu atas bermacam-macam tingkah laku, maka sudah
dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok tersebut mempunyai norma-norma”.
(Gerungan 2000: 97).
Pengaruh norma dalam kelompok akan mempengaruhi cara berfikir, cara
bertingkah laku, dan cara menanggapi keadaan. Nilai-nilai hidup kita sebagian
besar kita pelajari dari kehidupan dalam kelompok, contoh kecilnya adalah
kehidupan dalam keluarga. Perubahan sikap, tingkah laku dan tanggapan terhadap
perangsang sosial banyak yang harus disesuaikan dengan norma-norma
kelompok.
Apabila sebuah pesan komunikasi akan mempengaruhi atau memberikan
perubahan tingkah laku atau sikap kita, maka kita mengadakan penjajalan apakah
norma kelompok akan menyetujui perubahan tersebut. Jika norma kelompok
ternyata tidak cocok dengan pengaruh komunikasi terhadap kita, maka kita tidak
akan begitu gairah untuk membiarkan diri dipengaruhi oleh komunikasi tersebut,
hal itu berlaku selama kita bersikap setia terhadap kelompok.
Namun terdapat semacam batasan-batasan di dalam kelompok, semua
anggota kelompok tidak boleh melewati batas kewajaran yang telah ditentukan
bersama dalam kelompok. Anggota yang melanggar batasan-batasan tertentu
dianggap perlu untuk dikoreksi. Tindakan mengkoreksi anggota tersebut sangat
bervariasi, mulai dari mengkritik, menyindir, memperingatkan, sampai dihukum
dengan pukulan apabila dia melanggar batasan dalam kelompok tersebut. Dengan
adanya sanki-sanksi dan hukuman bagi anggota yang melanggar batasan tersebut
25
maka nyatalah bahwa terdapatnya norma-norma dalam suatu kelompok, walaupun
norma tersebut tidak tertulis.
Interaksi kebersamaan hampir sama halnya dengan interaksi kelompok,
mempunyai pengaruh-pengaruh terhadap pengalaman dan tingkah laku individu.
Pengaruh dari interaksi kelompok ini diantaranya adalah timbulnya sense of
belonging, timbulnya pengharapan-pengharapan mengenai kemampuan anggotaanggota kelompok dalam merealisasikan tujuan kelompok, timbulnya perasaan
solidaritas dalam kelompok, timbulnya norma-norma kelompok dan lain-lain,
semuanya itu merupakan hasil bersama dari interaksi antara individu yang satu
dengan individu yang lainnya di dalam situasi kelompok.
2.5. Komunitas
Komunitas sendiri dapat digolongkan ke dalam jenis kelompok informal.
W.A Gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial mengartikan “kelompok informal
sebagai kelompok yang tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturanperaturan anggaran dasar dan angaran rumah-tangga tertulis”.(Gerungan,
1996:87)
Kelompok informal mempunyai pembagian tugas, peranan-peranan
tertentu, termasuk norma yang mengikat tingkah laku anggota, tetapi hal ini tidak
dirumuskan secara tertulis. Ciri-ciri interaksi kelompok tak resmi hampir sama
dengan ciri-ciri interaksi kelompok primer serta bersifat kekeluargaan dengan
corak simpati.
26
Pembentukan kelompok informal sering terjadi terjadi di tengah-tengah
kehidupan sehari-hari, di lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal, atau di sela
keberlangsuangan pendidikan di kampus. Lazimnya beberapa orang mempunyai
pandangan yang sama, kemudian saling berinteraksi dan menghasilkan
pengalaman bersama yang memberi kesan mendalam pada tiap personalnya.
Sementara itu disadari bahwa ada perbedaan dalam pemahaman budaya
antara komunitas yang satu dengan komunitas lainnya, oleh karena itu terdapat
kategori yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang
berbeda tersebut. Menurut Birowo, (2004:112-113).
Kategori untuk membandingkan budaya diantaranya:
1. Ways of Speaking. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat pola-pola
komunikasi komunitas.
2. Ideal of the fluent speaker. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat
sesuatu yang menunjukan hal-hal yang pantas dicontoh/dilakukan oleh
seorang komunikator.
3. Speech community. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat komunitas
ujaran itu sendiri, berikut batasan-batasannya.
4. Speech situation. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat situasi ketika
sebuah bentuk ujaran dipandang sesuai dengan komunitasnya.
5. Speech Event. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat peristiwaperistiwa ujaran yang dipertimbangkan merupakan bentuk komunikasi
yang layak bagi para anggota komunitas budaya.
27
6. Speech act. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat seperangkat perilaku
khusus yang dianggap komunikasi dalam sebuah peristiwa ujaran.
7. Component of speech acts. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat
komponen tindak ujaran.
8. The rules of speaking in the community. Dalam kategori ini peneliti dapat
melihat garis-garis pedoman yang menjadi sarana penilaian perilaku
komunikatif.
9. The function of speech in the community. Dalam kategori ini peneliti dapat
melihat fungsi komunikasi dalam sebuah komunitas. Dalam kerangka ini,
menyangkut
kepercayaan
bahwa
sebuah
tindakan
ujaran
dapat
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam komunitas budaya.
2.6. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok merupakan pemahaman tentang segala sesuatu
yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam suatu kelompok, dan
bukan penjelasan mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta
bukan pula sebuah nasehat tentang cara-cara bagaimana komunikasi yang baik
ditempuh.
Sedangkan pengertian komunikasi kelompok adalah “komunikasi yang
berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang
jumlahnya lebih dari dua orang”.(Effendy, 1993 : 75). Jika sekelompok orang
yang menjadi komunikan sedikit, maka komunikasi yang berlangsung disebut
dengan komunikasi kelompok kecil. Namun, jika komunikan dalam kelompok
28
tersebut banyak, maka komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi
kelompok besar
Komunikasi kelompok kecil bersifat lebih formal, lebih terorganisir
daripada komunikasi antar pribadi, contoh komunikasi kelompok kecil ialah:
diskusi, rapat, kuliah, ceramah, forum dan lain-lain. Komunikasi kelompok kecil
dapat dikatakan komunikasi yang efektif, karena dalam komunikasi kelompok
kecil komunikator dapat melihat reaksi komunikan, dapat mengajukan pertanyaan
apakah mengerti atau tidak, dapat mengulangi pesannya, dapat meyakinkan , dan
sebagainya, sehingga komunikasi berlangsung sukses.
Sedangkan pada komunikasi kelompok besar berbeda dengan situasi
kelompok kecil. Dalam komunikasi kelompok besar kontak antara komunikator
dengan komunikan jauh lebih kurang dibandingkan dengan situasi kelompok
kecil, apalagi jika dibandingkan dengan situasi komunikasi antar pribadi. Dalam
kelompok besar komunikan hanya bisa memberikan tanggapan yang sifatnya
emosional. Disini komunikator bertindak hanya seorang saja. misalnya pidato
Hitler di stadiun Neurenberg.
Situasi kelompok besar menimbulkan penjalaran semangat yang menyalanyala dari komunikan semacam histeria massa atau hipnotis secara kolektif, yang
akan mempengaruhi pikiran dan tindakan komunikan.
Menurut
Effendy,(1993:76-78)
karakteristik
komunikasi kelompok kecil dari kelompok besar yaitu:
1. komunikasi kelompok kecil
Adalah komunikasi yang:
yang
membedakan
29
a. ditujukan kepada kognisi komunikan
b. prosesnya berlangsung secara dialogis
Dalam komunikasi kelompok kecil, komunikator langsung berhadapan
dengan komunikannya, sehingga komunikator bisa melihat langsung reaksi dari
komunikan, misalnya kuliah, diskusi dll.
2. Komunikasi kelompok besar
Sebagai kebalikan dari komunikasi kelompok kecil, komunikasi kelompok
besar (large/ macro group communication) adalah komunikasi yang:
c. ditujukan kepada kognisi komunikan
d. prosesnya berlangsung secara linear,
Pesan komunikator ditujukan kepada afeksi komunikan, atau kepada
hatinya, komunikasi kelompok besar juga dilakukan secara searah. contohnya
adalah rapat raksasa yang dilaksanakan di sebuah lapangan
2.7. Variabel komunikasi kelompok
Perhatian utama pada komunikasi kelompok adalah proses-proses
komunikasi kelompok. Jadi, variabel-variabel atau konsep-konsep yang secara
khusus berhubungan dengan gejala komunikasi lebih sentral terhadap komunikasi
kelompok daripada kejadian-kejadian lain dalam suatu kelompok. Menurut
Goldberg & Larson (1985: 61-64), Variabel komunikasi kelompok diantaranya:
1. Variabel tingkah laku
Variabel tingkah laku menyangkut segala sesuatu yang dilakukan oleh
komunikan ketika anggota kelompok berinteraksi dengan anggota lainnya.
30
2. Variabel-variabel perseptual dan anggota
Variabel perseptual merupakan kepercayaan atau pendapat-pendapat para
anggota mengenai proses komunikasi yang mempengaruhi para anggota ketika
melakukan interaksi.
3. Ciri-ciri kelompok
Ciri-ciri kelompok kelompok meliputi norma-norma kelompok, suasana
kelompok, konflik antar pribadi, ciri-ciri kelompok dan sebagainya..
2.8. Teori Komunikasi Kelompok Kecil
Sejumlah teori dikembangkan untuk memahami situasi kelompok kecil,
sehingga komunikasi kelompok merupakan hal yang sangat menarik untuk
dipelajari. Selain itu, psikologi sosial berusaha memahami serta menjelaskan
proses komunikasi kelompok kecil, dan karena adanya latar belakang perhatian
terhadap deskripsi, untuk berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang tertanam
secara mantap dalam penelitian dan teori sehingga akan membantu individu dalam
kelompok dalam meningkatkan penampilan berkomunikasi suatu kelompok. Teori
yang mempunyai relevansi besar bagi komunikasi kelompok geng motor ini
adalah:
Teori Bales: Analisis proses interaksi
Teori ini menerangkan bahwa kategori tugas dan sosio-emosional, dua
kategori tersebut dibagi sama dalam unsur positif dan unsur negatifnya, sehingga
peneliti dapat menyimpulkan bahwa kegiatan komunikasi tersebut berkaitan
dengan tugas selama satu tahapan sidang, oleh karena itulah kelompok tersebut
31
cenderung mempertahankan keseimbangan mereka. Goldberg & Larson (1985:
49-57)
2.9. Konsep-konsep komunikasi kelompok kecil
Sebagaimana diungkapkan oleh Goldberg & Larson (1985: 105-106)
dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Kelompok bahwa Konsep-konsep
komunikasi kelompok kecil terdiri atas:
1. Norma-norma kelompok
Norma merupakan pedoman-pedoman untuk mengatur tingkah laku
individu dalam suatu kelompok, norma terdiri dari gambaran mengenai apa yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan anggota dalam suatu kelompok. Setiap
kelompok pasti mempunyai norma-norma, namun norma tersebut tidak tertulis
dalam anggaran dasar seperti norma masyarakat dalam suatu negara yang tertulis
dalam undang-undang.
2. Iklim sosial
Iklim sosial mengacu kepada interaksi anggota-anggota suatu kelompok,
misalkan kelompok tersebut bersifat resmi atau tidak resmi, santai, tegang, anarkis
dan sebagainya.
3. Penyesuaian
Setiap anggota yang masuk dalam suatu kelompok harus menyesuaikan
diri dengan peraturan atau norma-norma dalam kelompok tersebut. Anggota yang
melanggar norma akan mendapatkan hukuman sesuai peraturan yang telah
ditentukan dalam kelompok tersebut.
32
2.10. Proses komunikasi kelompok
Semua orang tidak akan terpisah dari komunikasi kelompok, terkecuali
bila orang tersebut selalu menyendiri atau tidak berinteraksi dengan masyarakat
sekitar, komunikasi kelompok sangat luas sekali jangkauannya, partisipasi dalam
komunikasi kelompok bisa bermacam-macam bentuknya, mulai dari orientasi
kepada tugas, sampai dengan berorientasi pada masyarakat.
Meskipun kelompok kecil berusaha mencapai tujuan-tujuan dengan hanya
mendiskusikan isi dari permasalahan yang dihadapinya, namun salah satu faktor
yang selalu menentukan kekuatan hasil diskusi kelompok ialah bagaimana
caranya masalah-maslaah prosedural diangkat dan diselesaikan oleh anggota
kelompok.
Selain dari kode-kode dalam proses komunikasi kelompok, para ahli
komunikasi mengemukakan fase-fase yang terjadi dalam komunikasi kelompok.
Menurt (Goldberg & Larson 1985: 25-26) fase-fase tersebut adalah:
1. Orientasi
Dalam fase ini, anggota kelompok berada pada tahap perkenalan atau awal
dalam komunikasi kelompok. Anggota kelompok menyatakan pendapat, ide-ide
dan sikap sementara.
2. Konflik
Fase ini biasanya ditandai oleh perbedaan pendapat para anggota. Disini
para anggota mulai mengambil sikap untuk berargumentasi terhadap pendapat
anggota lain, dan komentar-komentar yang dilontarkan lebih semangat.
33
3. Timbulnya sikap-sikap baru.
Dalam fase ini sering terjadi perubahan dari sikap para anggota diskusi,
dari tidak setuju menjadi setuju, sehingga timbul usulan-keputusan tertentu yang
akan disepakati.
4. Dukungan
Perbedaan pendapat mulai berakhir, komentar-komentar yang meragukan
tidak terlihat, dukungan-dukungan bermunculan, khususnya dalam menyetujui
beberapa usulan-keputusan tertentu. Fase ini ditandai oleh semangat kesatuan.
Kerja sama antar individu yang baik di dalam suatu kelompok tidak terjadi
dengan sendirinya, maka untuk berusaha supaya dalam kelompok terdapat kerja
sama yang efektip, berhasil baik terdapat beberapa prinsip yang hendak
diperhatikan. Menurut Gerungan (2000: 124-127), terdapat 8 prinsip-prinsip yang
menentukan kelompok tersebut efektip, diantaranya:
1. Suasana
Setiap anggota dianggap setaraf dalam suatu kelompok., sehingga tidak
terjadi ekploitasi terhadap anggotanya. Sehingga anggota kelompok merasa
nyaman ketika mereka berada dalam lingkungan kelompoknya.
2. Rasa aman
Anggota kelompok merasa aman ketika mereka berada dalam lingkungan
kelompok. Tidak ada faktor-faktor yang akan menghambat produktivitas
kelompok seperti ancaman terhadap anggota lain ataupun kecurigaan sesama
anggota kelompok.
3. Kepemimpinan bergilir
34
Pemimpin hendaknya dilakukan secara bergilir. Dengan kepemimpinan
bergilir akan timbul kepercayaan akan kemampuan diri sendiri dan kepercayaan
terhadap anggota lain, hal demikian merupakan ciri bahwa kelompok tersebut
telah melaksanakan tugasnya dengan baik..
4. Perumusan tujuan
Sebuah kelompok akan berjalan efektip jika kelompok tersebut
mempunyai tujuan yang sudah jelas, sehingga anggota-anggota yang tergabung
dalam kelompok itu merupakan individu yang mempunyai tujuan yang sama. Jika
anggota dalam kelompok mempunyai tujuan yang sama, maka para anggota akan
melaksanakan tugas dengan baik, sehingga kelompok dapat berjalan secara
efektip.
5. Fleksibilitas
Dalam merencanakan tujuan, hendaknya disertai oleh alternatip-alternatip
lain. Hal demikian sangat berguna jika dalam pelaksanaan tujuan terdapat
kendala-kendala yang tak terduga.
6. Mufakat
Sebelum melakukan tindakan, suatu kelompok hendaklah melakukan
pertimbangan-pertimbangan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat,
sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan menjadi
tanggung jawab bersama juga.
7. Kesadaran berkelompok
Jika suatu kelompok ingin berjalan secara efektip, maka anggota-anggota
kelompok harus mempunyai rasa saling pengertian, sehingga terjalin kerjasama
35
yang baik dalam kelompok tersebut. Jika kerjasama dilaksanakan dengan baik,
maka kelompok tersebut akan lebih mudah dalam merealisasikan tujuantujuannya.
8. Evaluasi yang sinambung
Kelompok harus senantiasa melakukan kegiatan evaluasi terhadap
kegiatan-kegiatannya karena kegiatan-kegiatan kelompok tersebut harus sesuai
dengan keinginan anggota-anggota kelompok. Jika kegiatan tersebut dirasakan
tidak sesuai dengan keinginan anggota, maka lebih baik dilakukan perubahan.
2.11. Kepemimpinan dalam komunikasi kelompok
Dalam
proses
komunikasi
kelompok
tidak
akan
terpisah
dari
kepemimpinan, salah satu faktor yang mendukung keberhasilan dalam
komunikasi kelompok diantaranya adalah faktor kepemimpinan.
Pemimpin mempunyai peran yang aktif dan sangat berpengaruh dalam
segala masalah yang berkenaan dengan kebutuhan-kebutuhan anggota kelompok,
karena pemimpin dalam kelompok merupakan orang yang selalu terlibat dalam
pengambilan keputusan. Pemimpin ikut serta merasakan kebutuhan-kebutuhan
kelompoknya, pemimpinpun membantu dan menstimulasi anggota-anggotanya
dalam kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Kepemimpinan merupakan keseluruhan dari keterampilan dan sikap yang
diperlukan oleh seorang pemimpin. Secara langsung pemimpin mempunyai tugas
dan tanggung jawab dalam produktivitas kelompok. Pada umumnya tugas
pemimpin ialah mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinnya dapat
36
merealisasi tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerjasama yang produktif dan
dalam keadaan-keadaan bagaimana pun yang dihadapi kelompoknya.
Walaupun anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama yang ingin
mereka laksanakan secara kerjasama, kerapkali berbeda-beda penglihatannya
mengenai keadaan-keadaan kelompok dan mengenai tugas-tugasnya masingmasing, maka pemimpin harus dapat menginteraksi penglihatan anggota
kelompok masing-masing, dan harus dapat memberikan suatu dasar pandangan
kelompok yang menyeluruh mengenai situasi di dalam dan di luar kelompok, dan
pandangan itu dapat diterima oleh semua anggota kelompok yang bersangkutan.
Dalam buku Psikologi Sosial (Gerungan 2000: 129-131). Tugas-tugas
utama pemimpin menurut Lewin, Lippit, dan White diantaranya:
1. Memberikan struktur-struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang
dihadapi oleh kelompoknya.
Dalam situasi yang rumit, pemimpin mencoba memberikan penjelasan
yang sejelas-jelasnya kepada anggota kelompok dengan mempertimbangkan halhal yang dianggap baik untuk kelangsungan kelompoknya. Dalam hal ini
pemimpin membedakan hal-hal yang yang dianggap penting dan kurang penting
oleh kelompoknya.
2. Mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok.
Pemimpin mengawasi tingkah laku anggota kelompok, jika dalam
prakteknya anggota kelompok melanggar norma, maka pemimpin harus menepati
peraturan-peraturan kelompok, dengan menggunakan sistem penghargaan dan
hukuman.
37
3. Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya.
Pemimpin
menafsirkan
keadaan
dalam
kelompok
untuk
dapat
menerangkan ke dunia luar mengenai kelompoknya. Hal ini bisa berupa
pengharapan-pengharapan, kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan kelompoknya.
Selain mempunyai tugas, pemimpin juga mempunyai gaya kepemimpinan,
menurut Gerungan (2000: 132-133), terdapat 3 gaya, yakni:
1. Cara Otoriter
Pemimpin mengambil keputusan sendiri mengenai hal yang akan
dilakukan oleh kelompoknya. Dalam hal ini, anggota-anggota kelompok hanya
diberikan intruksi mengenai langkah-langkahnya, namun anggota kelompok tidak
diberi tahu rencana keseluruhannya.
2. Cara demokratis
Dalam melakukan setiap kegiatannya, pemimpin selalu melakukan
musyawarah untuk mencapai mufakat dengan anggota kelompok. Pemimpin
memberikan saran kepada anggota-anggota kelompok mengenai tugas-tugasnya.
Dalam hal ini, pemimpin ikut serta melakukan kegiatan yang dilakukan oleh
kelompok, disini pemimpin berperan sebagai orang orang yang lebih
berpengalaman
3. Cara Laissez Faire
Penentuan tujuan dan kegian kelompok diserahkan pada anggota
kelompok. Dalam hal ini, pemimpin hanya menjadi penonton saja, pemimpin
menyerahkan segala sesuatu yang diperlukan oleh kelompok, namun tidak
berinteraksi bersama kelompoknya.
38
2.12. Solidaritas
Solidaritas merupakan hal yang selalu menyertai kelompok. Solidaritas
adalah “kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial”.(Gerungan, 2000: 94).
Solidaritas kelompok yang tinggi, dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
anggotanya bahwa tindakan-tindakan yang diharapkan timbal-balik dari anggota
kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing anggota dalam kelompok.
Solidaritas yang tinggi terbentuk karena kepercayaan anggota-anggotanya
terhadap kemampuan anggota lain dalam melaksanakan tugasnya secara baik.
Kepercayaan tersebut sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman anggota
kelompok dalam situasi-situasi yang sukar. Semakin tinggi solidaritas kelompok,
akan semakin efektip pula kelompok tersebut, sehingga kelompok akan terasa
semakin kokoh interaksi sosialnya. Keadaan kelompok seperti itu akan
mempertebal sense of belonging antar anggota kelompok.
2.13. Geng Motor
Eksistensi mempunyai makna subjektif, tergantung dari pemikiran setiap
individu. Setiap orang mempunyai ukuran yang berbeda-beda mengenai standar
hidup, kepuasan, kebutuhan, idealisme dan sebagainya. Dengan demikian,
eksistensi diri sangat ditentukan bagaimana seseorang merumuskan tujuan
hidupnya. Menetapkan tujuan hidup mempunyai segi positif, antara lain agar tidak
mudah diombang-ambing perubahan situasi dan kondisi lingkungan, memiliki
39
semangat untuk maju demi mencapai tujuan tersebut. Namun selain memiliki sisi
positif, idealisme juga mempunyai sisi negatif.
Setiap
manusia
pasti
mengalami
kondisi
yang
mengakibatkan
eksistensinya terarah kepada hal negatif, hal-hal yang termasuk eksistensi negatif
diantaranya adalah kenakalan. Citra remaja sering kali dianggap negatif karena
perilakunya yang dinilai oleh masyarakat menyimpang dari nilai-nilai sosial yang
dianut. Erikson berpendapat bahwa “Kenakalan lebih sering disebabkan oleh
krisis dalam menemukan identitas diri yang dialami orang bersangkutan.
Dikatakan bahwa individu itu mengalami adolesen selama masa tertentu ketika ia
tidak mampu memutuskan sesuatu”. (Erikson dalam Panuju, 1994 : 19).
Dampak negatif dari eksistensi yang terjadi pada remaja salah satunya
adalah dengan masuk ke dalam komunitas geng motor, hal ini disebabkan oleh
banyak hal, diantaranya karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak,
namun tidak selalu demikian. Pada hakikatnya usia remaja adalah usia labil yang
rentan terhadap segala sesuatu, khususnya yang bersifat negatif. Melihat
eksistensi remaja yang kian membesar baik bentuk maupun intensitasnya,
agaknya tidak lagi memadai jika hal tersebut dipandang sebagai fenomena
kenakalan remaja.
Kumpulan anak muda yang menamakan dirinya geng motor bukan sekedar
ilusi. Geng tidak hanya ada dalam film-film. Geng-geng remaja adalah
realitas. Berbagai peristiwa yang menjurus pada kriminalitas oleh
sejumlah geng remaja, baik yang diberitakan ataupun yang tidak
diberitakan, menunjukan realitas itu… keberadaan geng biasanya sulit
diidentifikasikan, bentuk organisasinya liar (tidak disahkan melalui
undang-undang yang berlaku), sifatnya anonim, dan aktivitasnya juga
kurang dapat dikontrol. Dan uniknya, solidaritas diantara para anggota
geng sangat tinggi, sehingga mobilitas mereka umumnya cepat dan tinggi
pula. Dalam realitasnya, aktivitasnya kumpulan anak muda ini tidak selalu
40
menunjukan itikad yang baik. Seringkali justru menimbulkan kekacauan
yang menimbulkan kekacauan yang merepotkan pihak keamanan.
(Panuju,1994:29)
Di Amerika Serikat, geng motor dapat digambarkan dengan keterlibatan
mereka dalam aktivitas kejahatan, seperti berhadapan dengan senjata api,
penjualan narkotika dan pencurian sepeda motor. Geng motor dianggap sebagai
kelompok yang aktivitasnya ditujukan untuk menipu/menerima uang besar dari
aktivitas tidak sah seperti pelacuran, pornografi, pemerasan, telemarketing curang
dan narkoba. Hal ini dilakukan oleh geng motor yang menamakan dirinya Hell
Angels dan The Bandidos.
“In rural areas of the United States (especially the U.S. South and
Southwest), it has been claimed by law enforcement that the Hells Angels are
heavily involved with the production and distribution of methamphetamine. In
Canada, the same claim has been demonstrated in the book, "Angels of Death :
(http://en.wikipedia.org/wiki/Outlaw_motorcycle_club)
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metode Penelitian Kualitatif
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dalam metode penelitian
kualitatif manusia dianggap subjek yang sama dengan peneliti. Berbeda dengan
metode penelitian kuantitatif yang lebih menempatkan manusia sebagai data semata.
Kaum subjektivitas menjelaskan makna perilaku dengan menafsirkan apa
yang orang lakukan. Interfensi atas perilaku ini tidak bersifat kausal, dan tidak
bisa juga dijelaskan pula lewat hukum atas generalisasi empiris seperti apa
yang dilakukan ilmuwan objektif. …studi yang menggunakan pendekatan
subjektif sering disebut studi humanistic, dan arena itu sering juga disebut
humaniora (humanities). Pendekatan subjektif mengasumsikan bahwa
pengetahuan tidak mempunyai sifat yang objektif dan sifat yang tetap,
melainkan bersifat interfretif”. (Mulyana, 2001 : 32-33)
Metode kualitatif memandang fakta sebagai suatu yang berdimensi banyak,
suatu kesatuan yang utuh, serta dapat berubah-ubah. sehingga rancangan penelitian
disusun secara rinci dan pasti sebelum penelitiannya dimulai. Untuk alasan itu pula
pengertian kualitatif sering disosialisasikan dengan teknik analisis data dan penulisan
laporan penelitian.
Dimana menurut Bogdan & Taylor :
“Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data desakriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik”. (dalam Moleong, 2002 :
3)
43
44
Untuk mempertegas landasan penelitian kualitatif ini, penulis mengacu pada
karakteristik penelitian kualitatif Moleong, (2002: 4-8), yaitu:
1.
Latar alamiah. Menurut Lincoln dan Guba (1985:39), alamiah menghendaki
kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika
dipisahkan dari konteksnya. Menurut mereka hal tersebut didasarkan atas
beberapa asumsi: (1) tindakan perngamatan mempengaruhi apa yang dilihat,
karena itu hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan-dalamkonteks untuk keperluan pemahaman; (2) konteks sangat menentukan dalam
menetapkan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya, yang
berarti bahwa suatu fenomena harus diteliti dalam keseluruhan pengaruh
lapangan; dan (3) sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determininatif
terhadap apa yang akan dicari.
2.
Manusia sebagai alat (instrument). Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri
atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini
dilakukan
karena
jika
memanfaatkan
alat
yang
bukan-manusia
dan
mempersiapkannya terlebih dahulu sebagaimana yang lazim dilakukan dalam
penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian
terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.
3.
Metode kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif. Metode
kualitatif digunakan atas beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda;
45
kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti
dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.
4.
Analisis data secara induktif. Analisis induktif ini digunakan karena beberapa
alasan. Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan
ganda sebagai yang terdapat dalam data; kedua analisis induktif lebih dapat
membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan
akontabel; ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh
dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang tentang dapat-tidaknya
pengalihan kepada suatu latar lainnya; keempat analisis induktif lebih dapat
menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan; dan
terakhir, analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit
sebagai bagian dari struktur analitik.
5.
Teori dari dasar (grounded theory). Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah
bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data. Pertama, tidak
ada a priori yang dapat mencakupi kenyataan-kenyataan ganda yang mungkin
akan dihadapi; kedua, penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga ia
berusaha untuk sejauh mungkin menjadi netra; dan ketiga, teori dari-dasar lebih
dapat responsif terhadap nilai-nilai kontekstual.
46
6.
Deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau gambar bukan angka.
Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Dengan demikian,
laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah
wawancara, catatan-catatan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau
memo, dan dokumen resmi lainnya.
7.
Lebih mementingkan proses daripada akhir. Hal ini disebabkan oleh hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam
proses.
8.
Adanya “Batas” yang ditentukan oleh “Fokus”. Penelitian kualitatif
menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang
timbul sebagai masalah dalam penelitian.
9.
Adanya
kriteria
khusus
untuk
keabsahan
data.
Penelitian
kualitatif
meredifinisikan validitas, reliabilitas, dan objektivifitas dalam versi lain
dibandingakan dengan lazim dalam penelitian klasik
10. Desain yang bersifat sementara. Penelitian kualitatif menyusun desain yang
secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Jadi, tidak
menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku.
47
11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Penelitian kualitatif
lebih menghendaki agar penelitian dan hasil interpretasi yang diperoleh
dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sumber data.
3.2. Pendekatan Etnografi
Dalam penelitian kualitatif ini penulis mencoba membahas masalah dengan
pendekatan etnografi. “Ember dan Ember (1990) mengungkapkan bahwa Etnographi
adalah salah satu tipe penelitian antropologi budaya. Etno berarti orang atau folk,
sementara grafi mengacu pada penggambaran sesuatu. Oleh karena itu etnografi
merupakan penggambaran suatu budaya atau cara hidup orang dalam komunitas
tertentu”. (Birowo, 2004 : 104).
“Ada beberapa penelitian antropologi budaya. Tipe-tipe itu dikategorikan
menurut kriteria jangkauan ruang dan jangkauan waktu, jangkauan ruang meliputi
(1). Masyarakat tunggal, (2) sejumlah masyarakat di suatu wilayah, dan (3). Sampel
organisasi. Sementara jangkauan waktu mencakup analisis historis dan analisis non
historis”. (ibid)
Sebagai salah satu tipe penelitian, etnografi diterapkan pada masyarakat
tunggal, dan analisisnya bersifat nonhistoris. Peneliti harus berlama-lama tinggal di
tempat penelitian itu, sehingga peneliti berhasil mendapatkan fakta dan data yang
lengkap, jelas dan komprehensif. Untuk itu peneliti harus mengamati dengan baik
kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam komunitas dan berbicara langsung dengan
48
orang-orang yang menjadi pelaku budayanya. Dalam hal ini, peneliti berupaya
melihat budaya yang berbeda dalam komunitas tersebut.
Di dalam melakukan penelitian, peneliti etnografi perlu memiliki landasan
berpikir sesuai dengan paradigmanya, yakni konstruktivisme, karakteristik
yang harus diperhatikan dalam penelitian etnografi diantaranya adalah:
pertama, peneliti akan berfokus pada bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi
komunikasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial sehari-hari. Kedua,
subjek penelitian sebagai pelaku sosial dipandang sebagai interpreter dari
lingkungan sosial mereka sendiri. Ketiga, penelitian dilakukan untuk
menangkap konstruksi pada lapisan pertama dari para anggota budaya.
Keempat, fokus pengembangan teori adalah relasi antara komunikasi dan
budaya (Ting-Toomey, 1984 dalam Birowo, 2004 : 109).
Dalam melakukan penelitian, peneliti etnografi memusatkan perhatiannya
pada pemrosesan dan pemahaman dari sudut pandang yang diteliti, sehingga peneliti
etnografi akan menemukan adanya realitas ganda. Apabila metode etnografi
diterapkan dalam penelitian komunikasi, maka etnografi ini dapat disebut sebagai
etnografi komunikasi.
3.3. Etnografi komunikasi
“Etnografi komunikasi merupakan metode etnografi yang diterapkan untuk
melihat pola-pola komunikasi kelompok. Kelompok dalam kerangka ini memiliki
pengertian sebagai kelompok sosiologis (sosiological group). Oleh karena itu dapat
pula dikemukakan sebagai penerapan metode etnografi untuk melihat pola-pola
komunikasi komunitas (community)”. (ibid, 111-112)
Pada tahun 1962 Dell Hymes mengemukakan bahwa Etnografi komunikasi
merupakan
pengembangan
dari
etnografi
berbahasa.
Etnografi
komunikasi
49
dimaksudkan untuk mengkaji peranan bahasa dalam perilaku yang disebut
komunikasi dalam suatu masyarakat. Sedangkan etnografi bahasa mengkaji situasi
dan penggunaan serta pola fungsi bicara sebagai suatu kegiatan. Hal itu disebabkan
karena kerangka yang dijadikan acuan tempat bahasa dalam suatu kebudayaan harus
difokuskan pada komunikasi, karena bahasa merupakan bagian yang penting dari
komunikasi tersebut.
Ada empat asumsi etnografi komunikasi (Gerry Phillipsen dalam Littlejohn,
2002), yaitu pertama, para anggota budaya akan menciptakan makna yang
digunakan bersama. Mereka menggunakan kode-kode yang memiliki derajat
pemahaman yang sama. Kedua, para komunikator dalam sebuah komunitas
budaya harus mengkordinasikan tindakan-tindakannya. Oleh karena itu di dalam
komunitas itu akan terdapat aturan atau sistem dalam berkomunikasi. Ketiga,
makna dan tindakan bersifat spesifik dalam sebuah komunitas, sehingga antara
komunitas yang satu dan yang lainnya akan memiliki perbedaan dalam hal makna
dan tindakan tersebut. keempat, selain memiliki kekhususan dalam hal makna dan
tindakan, setiap komunitas juga memiliki kekhususan dalam hal cara memahami
kode-kode makna dan tindakan. (Birowo, 2004:12).
Oleh
sebab
itu,
etnografi komunikasi mempunyai kemampuan
untuk
mengungkap komunikasi dalam komunitas yang membedakannya dengan komunitas
lain. Menurut Birowo, (2004:112-113) ada sembilan kategori untuk membandingkan
budaya-budaya yang berbeda tersebut, diantaranya:
1. Ways of Speaking. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat pola-pola komunikasi
komunitas.
2. Ideal of the fluent speaker. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat sesuatu yang
menunjukan hal-hal yang pantas dicontoh/dilakukan oleh seorang komunikator.
50
3. Speech community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat komunitas ujaran itu
sendiri, berikut batasan-batasannya.
4. Speech situation. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat situasi ketika sebuah
bentuk ujaran dipandang sesuai dengan komunitasnya.
5. Speech Event. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat peristiwa-peristiwa ujaran
yang dipertimbangkan merupakan bentuk komunikasi yang layak bagi para anggota
komunitas budaya.
6. Speech act. Dalam kategori ini, Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat
seperangkat perilaku khusus yang dianggap komunikasi dalam sebuah peristiwa
ujaran.
7. Component of speech acts. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat komponen
tindak ujaran.
8. The rules of speaking in the community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat
garis-garis pedoman yang menjadi sarana penilaian perilaku komunikatif.
9. The function of speech in the community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat
fungsi komunikasi dalam sebuah komunitas.
Sehingga ada tiga pertanyaan yang harus dikejar untuk mengungkap aspekaspek tersebut dalam penelitian. Menurut Birowo (2004 : 114), pertanyaan tersebut
diantaranya:
1. Pertanyaan tentang norma
51
Pertanyaan mengenai hal-hal yang dianggap benar dan salah dalam komunikasi
suatu kelompok budaya tersebut
2. Pertanyaan tentang bentuk
Pertanyaan menyangkut jenis komunikasi yang dilakukan, yang didalamnya
termasuk tindakan-tindakan yang dianggap komunikasi dalam komunitas budaya
tersebut
3. Pertanyaan tentang kode-kode budaya
Dalam hal ini menyangkut arti kata atau simbol-simbol yang menandakan
komunitas budaya sebagai suatu tindakan komunikasi.
Metode etnografi dilakukan dengan cara teknik pengumpulan data. Teknik
pengumpulan data yang termasuk kedalam teknik etnografi menurut Birowo, (2004 :
118-119) diantaranya adalah:
1. Observasi partisipatif. Dalam teknik observasi partisipatif, peneliti ikut berperan
serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek. Selain itu, peneliti menulis
segala sesuatu yang terjadi selama berada dalam lingkungan tersebut dengan
interpretasi sendiri.
2. In-depth interview. Peneliti melakukan wawancara mendalam secara tatap muka
terhadap nara sumber penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba memperoleh
pendapat dan keyakinan sumber penelitian dari nara sumber.
52
3. Focus group discusion (fgd). Teknik ini berbentuk diskusi kelompok kecil yang
diikuti oleh responden dengan dipandu oleh seorang fasilitator. Diskusi dilakukan
terfokus, mendalam dan mengarah pada pokok penelitian.
4. life history. Teknik ini dilakukan dengan mengungkapkan cerita yang
dikemukakan sendiri oleh si pemilik sejarah hidup tersebut dengan bahasanya
sendiri.
BAB IV
XTC Sebagai Sarana Pencarian Identitas
4.1. Sejarah Geng Motor XTC
Setiap
manusia
pasti
mengalami
kondisi
yang
mengakibatkan
eksistensinya terarah kepada hal negatif, hal-hal tersebut diantaranya adalah
kenakalan. Erikson berpendapat bahwa “Kenakalan lebih sering disebabkan oleh
krisis dalam menemukan identitas diri yang dialami orang bersangkutan.
Dikatakan bahwa individu itu mengalami adolesen selama masa tertentu ketika ia
tidak mampu memutuskan sesuatu”. (Erikson dalam Panuju, 1994 : 19).
Eksistensi remaja yang termasuk dalam kenakalan salah satunya adalah
eksistensi anggota komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu
SMUN di Bandung. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang dilakukan oleh
komunitas ini dinilai masyarakat menyimpang dari nilai-nilai sosial.
XTC adalah sebuah organisasi yang terbentuk sejak tahun 1981. Namun,
anggota komunitas ini mulai memproklamirkan komunitasnya pada tahun 1982.
Latar belakang anggota komunitas ini adalah sama-sama menyukai kendaraan
bermotor. Ketertarikan para anggotanya terhadap kendaraan sepeda motor
menjadi faktor significant bagi terbentuknya komunitas ini.
Ketertarikan anak muda di kota Bandung terhadap sepeda motor menjadi
sebab utama munculnya balapan-balapan liar, balapan liar adalah balapan tidak
resmi yang dilakukan secara spontan. Berbeda dengan balapan legal, yang lebih
identik dengan kejuaraan. Biasanya balapan liar ini dilakukan di lapangan
52
53
Tegallega, berbagai bengkel motor menjadi sponsor utama terlaksananya balapan
ini, dengan cara demikian bengkel motor bisa menarik perhatian para pecinta
motor untuk menggunakan jasa mereka. Secara rutin balapan itu terus
berkembang, sehingga mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan.
Dengan adanya pertemuan yang cukup sering dilakukan, para anggota balapan liar
kemudian memberi nama kelompoknya dengan nama XTC yang merupakan
kependekan dari Exalt To Coitus, yang artinya mengutamakan persetubuhan.
Menurut keterangan dari Babot yang merupakan salah seorang mantan
pengurus komunitas XTC yang sudah sejak tahun 1996 aktif dalam komunitas ini,
nama XTC itu jika dilihat dari artinya tidak berkaitan dengan balapan atau sepeda
motor, namun nama itu diambil atas kesepakatan para anggota. Beriring dengan
waktu, para penggemar motor semakin bertambah, terutama di kalangan anak
muda, sehingga banyak yang tertarik untuk masuk ke dalam kelompok ini.
Pendiri XTC sebenarnya bukan satu orang. Terbentuknya komunitas ini
diprakarsai oleh beberapa orang. Tempat yang dijadikan untuk berkumpul tidak
dilakukan di satu tempat, beberapa tempat sering diidentikkan dengan komunitas
geng motor ini. (Atas kesepakatan Penulis dan Nara Sumber, daerah tersebut tidak
dituliskan). Anggota komunitas geng motor ini sebagian besar terdiri dari anakanak luar sekolah.
Menginjak 1995, balapan liar mulai menyebar ke daerah Gasibu Bandung.
Dengan penyebaran tersebut, secara otomatis menarik banyak masa dari kalangan
anak muda di Bandung. Balapan liar banyak melibatkan anggota-anggota geng
motor, sehingga sering terjadi perkelahian antar geng motor. Geng motor yang
54
sering terlibat dalam perkelahian tersebut diantaranya XTC, Brigez, M2R (Moon
Raker) dan GBR
Ketika tahun 1995, geng motor ini mulai masuk ke sekolah-sekolah,
khususnya SMU (Sekolah Menengah Umum). Asal mula masuknya komunitas
geng motor ini di kalangan pelajar dikarenakan banyak pelajar SMU yang
bergabung dengan komunitas ini di
luar sekolah. Pelajar tersebut membawa
pergaulan komunitas geng motor XTC ke dalam lingkungan sekolah, sehingga
lama-kelamaan komunitas geng motor XTC ini banyak merekrut anggotanya dari
kalangan pelajar.
Tidak hanya dikalangan pelajar SMU, komunitas ini merajalela tumbuh
dan berkembang di kalangan pelajar SLTP. Menjadi anggota komunitas geng
motor mungkin sudah dijadikan gaya hidup oleh sebagian pelajar kota Bandung.
Sekolah yang identik dengan komunitas geng motor XTC diantaranya, SMU BPI
1, SMUN 11, SMUN 17, SMUN 18, SMUN 21, SMUN 22, SMU Pasundan 1.
Dari keseluruhan SMU tersebut, SMUN 11 sangat kental dengan komunitas geng
motor XTC ini. Hal itu dikarenakan pada tahun 1995 banyak siswa salah satu
SMUN ini yang masuk ke dalam geng motor XTC, sehingga mereka sangat aktif
dalam komunitas ini.
Biasanya, komunitas geng motor di Bandung saling bermusuhan antara
satu dengan lainnya. Penyebab permusuhan tersebut biasanya hanya menyangkut
masalah gengsi, mereka beranggapan bahwa komunitasnya paling berkuasa.
Sehingga setiap anggota geng motor di kota Bandung seringkali mencari masalah
55
dengan geng motor lainnya, hal itulah yang memicu perkelahian antar geng
motor.
Tahun 1997 sering disebut tahun berdarah bagi komunitas geng motor. Di
tahun 1997 ini sering terjadi perkelahian antar pelajar yang mengatas namakan
geng motor. Para pelaku perkelahian disinyalir banyak yang berasal dari salah
satu SMUN ini, karena pada tahun tersebut siswa-siswa salah satu SMUN ini bisa
dibilang pengendali komunitas geng motor XTC ini. Seringkali siswa salah satu
SMUN ini yang tidak berperan serta terkena imbas oleh nama besar komunitas
XTC di salah satu SMUN ini.
Kejadian tersebut bisa dicontohkan disaat jam masuk sekolah atau jam
07.00 pagi, ketika sedang sibuk-sibuknya para siswa untuk sekolah. Di depan
gerbang sekolah seringkali geng motor lain menjegal para siswa salah satu SMUN
ini untuk melakukan pemerasan, acessoris yang dipake dijambret, bahkan sampai
dompetpun diperiksa untuk diambil uangnya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa
pelajar yang masuk ke dalam komunitas geng motor mempunyai nilai lebih di
mata sebagian teman-teman wanitanya. Fenomena itu disebabkan karena pada
usia remaja, cara aktualisasi diri dengan masuk komunitas geng motor merupakan
tindakan yang cukup berani.
4.2. XTC Kembar
Selama ini, salah satu SMUN ini sering diidentikan dengan komunitas
geng motor XTC, hal ini disebabkan lingkungan salah satu SMUN ini dulunya
sering dijadikan tempat berkumpulnya komunitas geng motor XTC Cabang
56
Kembar. Dari siswa SMU sampai dengan siswa diluar SMU, bahkan sampai
dengan alumninya sering berkunjung ke salah satu SMUN ini. Komunitas geng
motor XTC ini sangat terorganisir. Mulai koordinator pusat, koordinator cabang,
wakil koordinator, koordinator sekolah, keamanan, sampai kepada anggotanya.
Maksud dari pembagian jabatan tersebut, untuk memudahkan pengaturan
anggota, sehingga apa yang direncanakan berjalan baik. Namun di sisi lain,
keamanan mempunyai tugas berat yang hampir sama dengan jabatan koordinator.
Setiap melakukan perkelahian dengan geng motor lain, keamanan bertanggung
jawab atas anggota-anggotanya dan bertanggung jawab langsung kepada
koordinator dan wakilnya.
Koordinator cabang adalah orang yang memegang jabatan tertinggi pada
wilayah tertentu. Maksud dari wilayah dalam geng motor adalah cabang dimana
geng motor XTC itu berada. Cabang-cabang mempunyai kekuasaan yang cukup
luas. (Atas kesepakatan Penulis dan Nara Sumber, daerah tersebut tidak
dituliskan)
Adapun struktur organisasi dan struktur program pengurus komunitas XTC ini,
yakni:
57
Bagan 2
Struktur Organisasi Komunitas Geng Motor XTC Kembar
Koordinator Pusat
Koordinator Cabang
Wakil Koordinator
Koordinator Sekolah
Keamanan
Anggota
Sumber: Interpretasi Penulis
58
Bagan 3
Struktur Program Pengurus Komunitas XTC Cabang Kembar
Ospek Pusat
Koordinator Pusat
Kegiatan Organisasi
Pemutihan Cabang
Ospek cabang
Koordinator Cabang
Perekrutan anggota
Koordinasi antar sekolah
Wakil Kordinator
Membantu tugas
kordinator
Perekrutan anggota
Pertemuan sabtu malam
Kordinator Sekolah
Menampung aspirasi anggota
Pertanggung jawaban
terhadap anggota
Keamanan
Koordinator perkelahian
dengan musuh
Menjaga keutuhan
anggota sekolah
Sumber:Interpretasi Penulis
59
Cabang yang seringkali mendapat sorotan dari masyarakat maupun polisi
adalah XTC Kembar. Ketika tahun 1995, anggota geng motor XTC Cabang
Kembar banyak berasal dari salah satu SMUN ini, sehingga di salah satu SMUN
ini terjadi regenerasi anggota komunitas ini. Setahun sekali senior komunitas geng
motor ini melakukan perekrutan anggota baru, sasaran dari perekrutan komunitas
geng motor ini adalah siswa-siswa baru. Namun, ketika tahun 2004, sekolah
memperketat aturannya, siswa yang diketahui masuk komunitas geng motor akan
mendapatkan sanksi yang cukup berat. Hal itu berdampak pada penurunan jumlah
anggota baru.
Dibalik kebrutalan geng motor ini, terdapat rasa solidaritas yang tinggi
antar sesama anggotanya, sehingga komunitas ini terus tumbuh dan berkembang.
Ikatan persaudaraan dalam komunitas ini bisa dibilang sangat tinggi. Tidaklah
heran jika dalam setiap aksinya, komunitas ini dibilang sangat berani, hal itu
adalah salah satu bentuk solidaritas dari komunitas ini.
Sebagaimana diungkapkan oleh Panuju dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Budaya Dasar dan Kebudayaan.“…Solidaritas diantara para anggota geng sangat
tinggi, sehingga mobilitas mereka umumnya cepat dan tinggi pula. Dalam
realitasnya, aktivitasnya kumpulan anak muda ini tidak selalu menunjukan itikad
yang baik. Seringkali justru menimbulkan kekacauan yang menimbulkan
kekacauan yang merepotkan pihak keamanan”. (Panuju, 1994:29).
60
4.3. Aktivitas Komunitas Geng Motor XTC Kembar
Kegiatan komunitas ini diantaranya adalah: melakukan pertemuan yang
waktunya tidak ditentukan (bisa tiap hari), pertemuan setiap Sabtu malam, Ospek
cabang, dan Ospek pusat.
Ospek cabang dilakukan untuk melantik anggota-anggota baru pada suatu
cabang, sedangkan ospek pusat merupakan kelanjutan ospek cabang, sehingga
anggota diakui keberadaannya dalam komunitas ini.
Selain kegiatan tersebut, komunitas geng motor XTC ini juga mempunyai
pertemuan wajib yang diadakan setahun sekali. Pertemuan yang dilakukan
setahun sekali ini biasanya dilaksanakan pada bulan Ramadhan sambil melakukan
buka puasa bersama.
Tidak hanya satu cabang yang hadir dalam pertemuan wajib ini, semua
cabang XTC yang lokasinya berdekatan dan antar ketuanya saling mengenal dekat
turut ikut andil dalam pertemuan ini. Kegiatan ini dilakukan untuk memilih
pengurus cabang yang baru, atau dalam bahasa mereka disebut dengan pemutihan.
Dalam acara Ospek Cabang, sebagian anggota baru ditunjuk menjadi
pengurus komunitas geng motor ini. Anggota-anggota baru yang terpilih sebagai
pengurus mau tidak mau harus bersedia menjadi pengurus, dan bertanggung
jawab atas jabatan yang telah diterimanya. Pengurus kelompok ini biasanya
dibentuk berdasarkan sekolah masing-masing, Pemilihan pengurus itu dilakukan
berdasarkan kesepakatan senior. Anggota yang dianggap memberikan andil besar
terhadap komunitas ini dipilih oleh para senior.
61
Komunitas geng motor XTC Kembar sering disebut dengan pasukan
tempur, karena anggota komunitas geng motor XTC Kembar ini sering melakukan
perkelahian dengan geng motor lain yang kerapkali dianggap meresahkan
masyarakat.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Norma komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di
lingkungan salah satu SMUN di Bandung.
Norma-norma mengatur tingkah laku semua anggota kelompok. Norma
terdiri dari gambaran tentang bagaimana seharusnya anggota kelompok
bertingkah laku. Norma merupakan tata cara yang didalamnya terdapat tingkah
laku yang dapat diperkirakan sebagai kegiatan dari segi pandang kelompok.
Dalam tindakan mematuhi norma-norma kelompok tanpa dipaksa mereka
akan melaksanakan norma-norma tersebut, dengan kesadaran sendiri anggota
kelompok mematuhi norma-norma. Begitu pula dengan komunitas geng motor
XTC, ketika individu berminat masuk komunitas ini, individu tersebut harus siap
mematuhi norma-norma yang berlaku dalam komunitas geng motor ini.
Norma-norma dalam komunitas geng motor ini terbentuk karena tuntutan
kebutuhan kelompok, dengan seringnya berkumpul, suatu kelompok akan sering
melakukan komunikasi. Dengan seringnya melakukan komunikasi, maka
kelompok tersebut akan semakin solid.
Peneliti yakin bahwa dalam komunitas geng motor XTC ini terdapat
norma-norma, namun norma-norma tersebut tidak tertulis. Untuk meyakinkan,
maka penulis mencoba mewawancarai Babot, salah seorang senior komunitas
XTC ini, sudah sejak tahun 1996 ia terlibat dalam komunitas ini dan telah
62
63
menjabat sebagai koordinator sekolah, bahkan sampai sekarang ia masih aktif
dalam komunitas ini.
Komunitas geng motor Cabang Kembar ini mengharuskan semua
anggotanya untuk berkumpul pada Sabtu malam. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengumpulkan semua anggota, baik senior maupun anggota baru. Kegiatan ini
dilakukan untuk mempererat silaturahmi antar anggota. Anggota yang tidak hadir
dalam pertemuan ini akan mendapat sanksi dari pengurus dan senior.
Sanksi yang diberikan oleh komunitas geng motor XTC tidaklah seberat
anggapan orang diluar komunitas ini. Banyak orang beranggapan komunitas geng
motor XTC mempunyai sanksi berat bagi anggotanya yang melanggar norma.
Pada kenyataannya, sanksi yang didapat oleh anggota hanyalah berupa teguran
dari pengurus dan senior. Para senior dan pengurus menganggap dengan
memberikan sanksi berupa teguran kepada anggota, dirasakan sangat efektip,
karena anggota yang melanggar norma akan merasa semakin bersalah.
Hukuman seperti itu dilakukan karena pengurus dan senior-senior XTC
sadar bahwa individu yang masuk komunitas ini adalah individu yang bisa
dikategorikan nakal, atau individu yang mencari kelompok yang bisa memberikan
perlindungan. Sehingga tidak wajar jika seseorang mencari kelompok yang
dianggap bisa memberikan perlindungan, pada akhirnya hanya memberikan
tekanan kepada anggotanya.
Dengan cara teguran, para pengurus dan para senior XTC lebih yakin bisa
menimbulkan hubungan psikologis yag kuat terhadap para anggota. Jika
hubungan psikologis sudah tercipta, maka semua anggota akan merasa nyaman
64
ketika berada dalam lingkungan komunitas ini. Hal demikian akan membuat
anggota menyadari sendiri kewajiban-kewajiban dalam kelompok ini tanpa
dibayang-bayangi oleh peraturan yang ada.
Dengan adanya kesadaran dari para anggota kelompok, anggota akan
merasa kelompok berjalan efektip. Bukan hanya alasan itu yang dijadikan
landasan oleh para pengurus dan senior XTC, mereka mengganggap jika anggota
yang melanggar norma diberikan sanksi yang berat, anggota tersebut bisa
melawan kepada pengurus dan senior. Hal itulah yang akan menyebabkan konflik
dalam kelompok.
Selain alasan untuk menghindari adanya konflik di dalam kelompok, akan
terjadi kemungkinan yang dirasakan berbahaya bagi kelangsungan komunitas ini.
Jika anggota yang mendapat sanksi keluar dari komunitas ini dan masuk
komunitas geng motor lain untuk mencari perlindungan dan dukungan. Individu
tersebut sudah hapal keadaan kelompok dari dalam. Misalnya dimana kelompok
sering berkumpul. Hal demikian akan dirasakan sangat berbahaya bagi anggota
lain dalam komunitas ini.
Bukan hanya sanksi yang diberikan kepada anggota yang telah melanggar
norma, dalam komunitas ini terdapat juga penghargaan-penghargaan kepada
anggota-anggota yang dirasakan memberikan andil besar bagi kemajuan
komunitas geng motor ini. Hal yang dianggap bisa memajukan kelompok dalam
komunitas geng motor XTC ini diantaranya adalah selalu berkumpul pada Sabtu
malam, dan selalu hadir dalam perkelahian dengan geng motor lain.
65
Penghargaan itu bukan berupa piala, melainkan pujian dan penghormatan
dari seluruh anggota komunitas geng motor XTC ini. Hal demikian sangat
menjelaskan kepada penulis bahwa dalam komunitas ini terdapat norma-norma,
sebagaimana yang diungkapkan dalam buku Psychology Sosial.
“Apabila dalam kelompok terdapat penghargaan-penghargaan dan hukumanhukuman tertentu atas bermacam-macam tingkah laku, maka sudah dapat diambil
kesimpulan bahwa kelompok tersebut memiliki norma-norma”. (Gerungan 2000:
97).
Selain hadir dalam pertemuan rutin pada sabtu malam, komunitas geng
motor XTC kembar juga mempunyai peraturan-peraturan yang lain, diantaranya
bahwa anggota komunitas geng motor XTC Cabang Kembar tidak boleh bergaul
dengan anggota komunitas geng motor lain yang menjadi musuh komunitas geng
motor XTC ini, dan ketika salah seorang anggota tertangkap oleh pihak berwajib,
maka anggota tersebut tidak boleh memberikan keterangan mengenai anggota lain
dan kelompoknya.
Komunitas geng motor lain yang menjadi musuh komunitas ini adalah
GBR, MoonRaker (M2R), dan Brigez. Komunitas geng motor XTC ini sangat
menjaga keutuhan kelompoknya, hal ini terbukti dalam pergaulan sehari-hari
anggotanya. Anggota komunitas ini banyak bergaul dengan sesama anggota
komunitas, walaupun tidak dipungkiri anggota komunitas geng motor XTC ini
kadangkala bergaul dengan orang netral, atau tidak mempunyai kelompok sama
sekali.
66
Pergaulan dengan individu yang tidak termasuk komunitas geng motor
juga sangat terbatas. Mereka kebanyakan berintaraksi dengan teman-teman
sekolah, les, atau dengan lingkungan tempat tinggal. Hal demikian terjadi karena
anggota komunitas geng motor XTC ini banyak meluangkan waktunya untuk
berinteraksi dengan anggota komunitasnya sendiri.
Jika dilihat dari latar belakang keluarga, anggota komunitas geng motor
XTC ini berasal dari keluarga yang kelas ekonominya termasuk golongan
menengah keatas. Hampir semua anggota komunitas ini mempunyai motor,
bahkan banyak banyak juga yang mempunyai mobil sendiri.
Banyak dari orang tua anggota komunitas geng motor XTC tidak
mengetahui bahwa anaknya masuk dalam komunitas ini. Namun, ada pula orang
tua yang mengetahuinya. Tanggapan orang tua anggota komunitas geng motor ini
berbeda-beda, ada yang beranggapan biasa (acuh tak acuh), ada yang mendukung
dan ada juga yang tidak melarang anaknya masuk dalam komunitas geng motor
XTC ini.
Biasanya rumah anggota yang orang tuanya mendukung dan acuh tak acuh
menanggapi masalah ini sering dijadikan tempat berkumpul komunitas geng
motor ini. Dalam hal ini orang tua yang mendukung bukan berarti orang tuanya
mendukung melakukan tindakan kriminal. Namun karena orang tua anggota
komunitas XTC ini terlalu sayang kepada anaknya, sehingga tidak bisa melarang
anaknya bergabung dengan komunitas ini..
Orang tua yang mendukung hanya ikut menyelesaikan masalah ketika
mereka berurusan dengan pihak yang berwajib. Orang tua yang termasuk dalam
67
kategori mendukung, biasanya mempunyai jabatan-jabatan penting pada instansi
pemerintah, atau orang tua yang ekonominya tinggi (pengusaha). Bahkan ada
orang tua yang mempunyai jabatan di kepolisian ataupun di TNI, sehingga tidak
mempermasalahkan jika harus berurusan dengan pihak yang berwajib, ataupun
mengeluarkan uang untuk menebus anaknya.
Pada kenyataannya, anggota komunitas geng motor XTC ini berasal dari
keluarga baik-baik, mereka bukan individu yang diasingkan oleh masyarakat
Biasanya mereka termasuk golongan anak rumahan, anak yang tidak terlalu
berbaur dengan lingkungan sekitar. Mereka menjadikan lingkungan luar rumah
sebagai pelampiasan eksistensi diri.
Hal tersebut bisa berdampak positif bagi komunitas geng motor XTC ini,
terbukti ketika geng motor lain menyerang rumah salah seorang senior dari
komunitas ini, secara spontan masyarakat lingkungan sekitar membantu anggota
komunitas ini. Selain mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat, komunitas
geng motor XTC ini juga bisa menambah anggota di lingkungan tempat
tinggalnya.
Dalam komunitas geng motor XTC ini tidak terdapat norma-norma yang
tertulis, namun setiap kelompok pasti mempunyai norma-norma sendiri. Dengan
berpegang pada prinsip-prinsip yang dikemukakan Gerungan, (2000: 96-97),
yaitu:.
1. Dengan mengamat-amati tingkah laku yang seragam dari berbagai individu
anggota kelompok. Misalnya dalam penelitian terhadap anggota-anggota geng
68
yang terdiri atas pemuda-pemuda jahat itu, nyata bahwa merekapun
mempunyai norma-norma.
2. Dapat pula ditarik kesimpulan mengenai adanya norma-norma dalam sebuah
kelompok dengan menunjukannya secara eksperimental.
3. Terdapatnya sistem penghargaan dalam kelompok sosial, mengenai tingkah
laku yang dianggap baik, serta sistem hukuman (sanksi-sanksi) apabila orang
melanggar batas tingkah laku yang baik itu, juga menyatakan bahwa dalam
kelompok itu terdapat norma.
Maka penulis menyimpulkan bahwa dalam komunitas geng motor XTC ini
terdapat peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengikat semua anggota
kelompok. Namun, norma-norma dalam komunitas ini tidak tertulis. Dengan
adanya norma-norma tersebut, semua anggota merasa terikat dalam kelompok,
sehingga akan muncul solidaritas dalam kelompok.
Norma-norma dalam komunitas XTC Cabang Kembar diantaranya adalah:
1. Hadir dalam pertemuan rutin yang diadakan setiap sabtu malam.
2. Tidak bergaul dengan komunitas geng motor lain.
3. Ikut serta dalam perkelahian dengan geng motor lain.
4. Ikut serta dalam setiap kegiatan kelompok, diantaranya: ospek cabang,
ospek pusat dan pemutihan
5. Ketika salah satu anggota komunitas ini tertangkap oleh pihak berwajib,
anggota tersebut tidak boleh memberikan keterangan mengenai anggota
lain dan kelompok.
69
Norma dalam komunitas geng motor XTC ini timbul karena adanya
tuntutan dalam membangun solidaritas kelompok. Hal tersebut dikarenakan salah
satu anggota komunitas ini terlibat masalah dengan kelompok lain, sehingga
mereka berencana untuk membalas perlakuan terhadap anggotanya. Oleh karena
itu koordinator masing-masing Cabang mengumpulkan semua anggotanya untuk
melakukan perhitungan. Dengan banyaknya anggota yang hadir, mereka akan
mudah untuk merealisasikan tujuannya. Dengan seringnya melakukan kegiatan
tersebut, maka semua anggota kelompok komunitas ini menyadari bahwa hal
tersebut melakukan suatu peraturan yang harus ditaati oleh semua anggota.
Dalam melakukan diskusi, komunitas ini tidak banyak mempunyai normanorma yang mengikat anggotanya. Ketika melakukan diskusi kelompok,
komunitas geng motor XTC ini layaknya seperti kelompok diskusi biasa,
pemimpin kelompok memimpin diskusi, diskusipun biasanya berlangsung baik.
Hanya ketika seseorang (komunikator ataupun komunikan) sedang berbicara
dihadapan semua anggota, semua anggota komunitas geng motor XTC ini tidak
boleh memotong pembicaraan. Jika mereka bermaksud berbicara, akan disediakan
waktu oleh seniornya. Selain itu, ketika salah seorang anggota tertangkap pihak
berwajib, maka individu tersebut dilarang untuk memberi keterangan mengenai
anggota lain dan kelompoknya. Hal tersebut merupakan kategori The rules of
speaking in the community yang dapat digunakan untuk membandingkan budayabudaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113).
70
5.2. Bentuk Komunikasi pada komunitas geng motor XTC di lingkungan di
salah satu SMUN di Bandung.
Bentuk komunikasi membahas mengenai jenis komunikasi yang dilakukan
oleh komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN ini, yang
didalamnya termasuk tindakan-tindakan yang dianggap komunikasi dalam
komunitas tersebut. Oleh karena itu, penulis mencoba membahas mengenai jenis
kelompok, dinamika kelompok, proses komunikasi, variable komunikasi
kelompok, dan kepemimpinan dalam komunikasi kelompok.
5.2.1. Jenis Kelompok
Anggota komunitas geng motor XTC ini berasal dari alumni dan siswa-siswa
beberapa sekolah. Kebanyakan anggota komunitas ini merupakan alumni dari
beberapa sekolah, namun ada juga yang masih berstatus pelajar. Sabtu malam
dijadikan waktu rutin untuk berkumpul komunitas ini. Namun, hari-hari biasapun
sering dijadikan waktu berkumpul.
Seiring dengan diperketatnya peraturan sekolah di salah satu SMUN ini,
perekrutan anggota menjadi sangat menurun, hanya beberapa siswa salah satu
SMUN ini masuk komunitas ini, sehingga mereka tidak terlalu menunjukkan diri
di lingkungan sekolahnya.
Para anggota komunitas ini sudah tidak menunjukkan diri secara terangterangan berkumpul di lingkungan salah satu SMUN ini. Hanya sebagian anggota
secara terpisash-pisah terlihat di daerah ini. Namun, ketika diadakannya acaraacara besar hampir semua anggota hadir.
71
Komunitas ini mulai mencari daerah yang dirasakan cukup aman sebagai
tempat berkumpul. Biasanya, para anggota komunitas ini menjadikan tempat
senior mereka tinggal dan daerah yang mempunyai anggota cukup banyak
komunitas ini sebagai tempat berkumpul. sehingga di daerah tersebut banyak
terdapat coretan-coretan yang menandakan komunitas geng motor ini. (Atas
kesepakatan Penulis dan Nara Sumber, daerah tersebut tidak dituliskan)
Komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN ini jika
dilihat dari sifat organisasinya bisa dikategorikan kepada kelompok informal atau
kelompok tidak resmi. Karena komunitas geng motor XTC ini tidak mempunyai
peraturan-peraturan tertulis dan anggaran rumah tangga seperti layaknya
kelompok formal. Namun, komunitas geng motor XTC ini mempunyai pembagian
tugas dan peranan masing-masing dalam komunitasnya.
Anggota komunitas geng motor XTC ini rata-rata mempunyai latar
belakang yang sama. Seperti latar belakang sekolah, daerah tempat tinggal, tempat
berkumpul, serta pernah mempunyai pengalaman-pengalaman yang sama.
Sehingga komunitas ini mempunyai interaksi yang lebih erat dan berdekatan yang
menimbulkan rasa saling pengertian antar anggotanya.
Selain termasuk ke dalam kelompok informal, komunitas geng motor ini
termasuk ke dalam golongan kelompok primer. Yaitu “kelompok sosial yang
angota-anggotanya sering berhadapan muka yang satu dengan yang lain dan
saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling hubungannya lebih erat”.
(Gerungan 2000: 86).
72
Anggota komunitas geng motor XTC yang ini saling mengenal dari dekat,
sehingga komunikasi dilakukan secara tatap muka. Dengan komunikasi yang
dilakukan tatap muka tersebut, maka komunitas ini saling berhubungan lebih erat.
Dalam komunitas XTC ini, anggota-anggotanya dituntut untuk mengembangkan
sifat-sifat sosialnya, diantaranya dengan lebih mementingkan kelompok daripada
kepentingan pribadi, belajar bekerja sama dengan anggota-anggota lainnya.
5.2.2. Dinamika Kelompok
Komunitas geng motor XTC ini hampir setiap hari bertemu. Namun,
pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh semua anggota. Hampir dari seluruh
anggota cabang Kembar hadir dalam acara ini, kegiatan ini dilakukan untuk
mempererat rasa persaudaraan antar anggota. (Atas kesepakatan Penulis dan Nara
Sumber, waktu dan tempat tidak dicantumkan). Semua anggota berbaur, tidak ada
istilah senioritas ketika mereka melakukan aktivitas ini. Hal itulah yang dirasakan
sangat nyaman oleh anggota baru, sehingga mereka tidak merasa asing dengan
komunitas ini, hanya sesekali terdengar perdebatan antar sesama anggota
mengenai perbedaan pendapat. Selain pertemuan yang waktunya tidak ditentukan
(bisa tiap hari), pertemuan setiap Sabtu malam, komunitas ini juga mempunyai
acara Ospek cabang, Ospek pusat dan Pemutihan. Acara tersebut merupakan
kategori Speech event yang dapat digunakan untuk membandingkan budayabudaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113).
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa komunitas geng motor XTC ini
kadang-kadang mempunyai konflik internal, adanya kesalahpahaman yang
73
menyebabkan pertikaian antar anggota kelompok dalam komunitas ini. Biasanya
koordinator mendamaikan anggota yang terlibat pertentangan tersebut. Jika aksi
perdamaian tersebut dirasakan tidak efektip, maka koordinator menawarkan
melakukan perkelahian antar anggota tersebut ketika dilaksanakannya Ospek
cabang. Dengan jalan perkelahian, biasanya konflik antar anggota bisa
terselesaikan. Dengan masuk ke dalam komunitas geng motor XTC ini, para
anggota merasa aman, mereka tidak takut terlibat masalah, khususnya para
anggota baru. Hal ini dikarenakan karena mereka mendapatkan perlindungan dari
senior-seniornya.
Ketika komunitas ini berkumpul, terlihat beberapa orang membuka
diskusi, merekalah yang dinamakan pengurus kelompok. Mereka membuka acara
untuk memulai diskusi. Dalam kegiatan diskusi ini, seringkali diwarnai oleh canda
tawa para anggota, sehingga situsai terasa akrab dan komunikasi berjalan tidak
kaku.
Kegiatan diskusi yang dilakukan komunitas XTC ini telah memenuhi dua
tahap aktivitasnya sebagai kelompok. Yakni, tahap gagasan yaitu tahap dimana
anggota komunitas geng motor XTC ini melakukan diskusi untuk memecahkan
masalah. Yang kedua tahap emosional, yakni ketika komunitas geng motor XTC
ini melakukan diskusi, terdapat pertentangan-pertentangan antar anggota diskusi
yang disebabkan oleh perbedaan pendapat.
Selain itu, kegiatan berkumpul komunitas geng motor XTC seperti itu telah
memenuhi dinamika kelompok, dimana menurut Hampton, Summer & Webber,
74
1973) telah memenuhi tiga fungsi bagi anggotanya yang dimaksud dengan
dinamika kelompok, yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan antar persona
2. Memberi dukungan bagi konsep diri perorangan, dan
3. Melindungi para individu dari kesalahan mereka sendiri
5.2.4. Proses komunikasi pada komunitas geng motor XTC
Dalam komunitas geng motor XTC ini, para anggota baru atau junior,
tidak memanggil nama seniornya dengan sebutan tertentu, seperti akang atau
abang yang biasanya digunakan untuk memberikan penghormatan kepada senior.
Namun, mereka memanggilnya dengan nama julukan. Hampir semua anggota
komunitas ini mempunyai julukan masing-masing. Hal ini mereka lakukan supaya
semua anggota dalam komunitas ini merasa setaraf, sehingga tidak ada istilah
senioritas. Ketika berkumpul pada hari-hari biasa, komunitas ini menggunakan
bahasa daerah, tepatnya bahasa Sunda kasar. Namun, ketika komunitas ini
melakukan aktivitas rutin seperti pertemuan setiap Sabtu malam, Ospek cabang,
Ospek pusat dan Pemutihan, komunitas ini menggunakan bahasa Indonesia.
Sehingga situasi terasa resmi. Hal ini merujuk pada kategori Speech community
yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda
sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113).
Dalam pertemuan rutin, komunitas geng motor XTC ini seringkali
membahas mengenai tugas dan pertanggung jawaban pengurus, dan konflik
dengan geng motor lain. Sehingga iklim komunikasi komunitas ini lebih bersifat
75
kekerasan, suasana komunikasi tersebut merupakan kategori Speech situation
yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda
sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113).
Pada pertemuan rutin setiap Sabtu malam, komunitas geng motor XTC ini
melakukan diskusi yang melibatkan seluruh anggota Cabang Kembar. Kegiatan
Diskusi biasanya dibuka oleh senior atau pengurus, kordinator cabang berperan
sebagai ketua diskusi (komunikator), sedangkan kordinator-kordinator sekolah
berperan menyampaikan inspirasi seluruh anggotanya kepada koordinator cabang.
Namun,
ketika
diskusi
berjalan,
para
anggota-anggota
diskusi
mulai
mengemukakan pendapat masing-masing. Dalam mengemukakan pendapat,
anggota diskusi dilarang memotong pembicaraan anggota diskusi lain, karena
senior atau pengurus akan memberikan waktu untuk sesion tersebut.
Setelah sebagian anggota mengungkapkan pendapat, seringkali anggotaanggota lain memberikan bantahan yang mengakibatkan perbedaan pendapat
diantara anggota. Komunikator menampung dan mempertimbangkan masukanmasukan dari seluruh anggota diskusi untuk mengambil keputusan. Setelah
komunikator mengambil keputusan, para anggota mendukung keputusan yang
telah disepakati. Diskusi yang dilakukan oleh komunitas ini dianggap bisa
menyelesaikan masalah mengenai perbedaan-perbedaan pendapat antar anggota
diskusi dalam merencanakan tindakan. Hal ini sesuai dengan kategori The
function of speech in the community yang dapat digunakan untuk membandingkan
budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113).
76
Setelah mendapatkan keputusan yang sudah disepakati, komunitas geng
motor XTC ini mulai melakukan konvoi. Kegiatan yang dilakukan biasanya
mencari musuh, karena ketika hari-hari biasa, komunitas geng motor XTC ini
banyak melakukan aksinya secara terpisah-pisah. Namun kegiatan konvoi tersebut
tidak dilakukan secara rutin, hanya ketika komunitas ini terlibat masalah dengan
komunitas geng motor lain
Moment inilah yang dimanfaatkan oleh komunitas XTC untuk menggepur
musuh-musuhnya. Daerah-daerah yang menjadi target adalah daerah-daerah yang
sering dijadikan tempat berkumpul musuh. Daerah Lengkong besar atau tepatnya
daerah SMUN 7 Bandung dan daerah Cihampelas yang menjadi markas kelompok
Brigez, jl. Sumatera (SMP 2) yang dijadikan markas GBR, dan jl. Tubagus
Rangin atau daerah Gasibu yang menjadi markas M2R. Dengan melakukan aksi
secara bersama-sama, secara langsung anggota komunitas XTC ini mendapat
dorongan moral.
Dalam setiap aksinya, komunitas geng motor XTC ini sering melakukan
aksi-aksi di luar rencana. Ketika musuh yang dicari tidak berada di tempat,
mereka melampiaskan dengan mencari musuhnya yang lain. Ketika tidak
menemui musuh, komunitas ini sering melakukan balapan-balapan liar di jalan
raya. Selain itu mereka melakukan aksi corat-coret (grafity) dengan menulis nama
XTC ketika melakukan konvoi.
Komunitas geng motor XTC ini bisa dibilang efektif, karena komunitas ini
telah memenuhi prinsip-prinsip kelompok yang efektip, yakni
77
1. Semua anggota dianggap setaraf dalam kelompok ini, tidak ada istilah
senioritas yang berdampak ekploitasi.
2. Semua anggota kelompok merasa aman ketika berada dalam komunitas
ini.
3. Kepemimpinan dalam komunitas ini dilakukan secara bergilir.
4. Dalam melakukan aksinya, komunitas ini selalu merumuskan tujuan
tindakan yang dilakukan dengan jalan diskusi.
5. Ketika aksi tidak sesuai sasaran, komunitas ini melakukan aksi-aksi lain
sesuai dengan keinginan anggota.
6. Dalam melakukan tindakan, komunitas ini selalu mendiskusikan rencana
untuk mengambil jalan mufakat.
7. Anggota-anggota dalam komunitas ini saling memahami antara satu dan
yang lainnya, sehingga kegiatan dilakukan secara bersama-sama.
8. Setelah melakukan aksinya, komunitas ini seringkali melakukan evaluasi,
sehingga kegiatan yang dilakukan benar-benar merupakan keinginan para
anggota.
Dalam pertemuan rutin yang dilakukan oleh komunitas XTC ini terjadi
proses diskusi. Semua anggota terlibat, sehingga menurut (Goldberg & Larson
1985: 39) dalam diskusi ini biasanya ditemukan berbagai hal-hal yang menjadi
perubahan setelah terjadinya diskusi, diantaranya:
1. Pendapat para individu cenderung bergeser mengikuti pendapat mayoritas
(pada saat belum mengadakan diskusi). Pergeseran ini terjadi terjadi pada
hampir lebih separuh masalah yang didiskusikan.
78
2. Hampir semua pergeseran pendapat terjadi pada mereka yang mengikuti
diskusi tanpa mempunyai ikatan sebelumnya pada suatu pendapat.
3. Diskusi mengakibatkan terjadinya posisi proses yang sama sekali baru dan
diterima oleh kelompok sesering penerimaan kelompok pada posisi yang
dianut mayoritas.
Pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan hasil diskusi yang dilakukan
oleh komunitas geng motor XTC ini. Sebelum melakukan diskusi, komunitas ini
mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai rencana yang akan dilakukan
oleh komunitasnya, namun ketika diskusi berlangsung, pendapat para anggota
kelompok mulai terlihat bergeser mengikuti pendapat mayoritas yang dianggap
jalan terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Pada akhirnya anggota kelompok
setuju dengan pendapat yang dihasilkan oleh diskusi tersebut.
5.2.5. Jenis Komunikasi
Ketika seorang pemimpin kelompok berbicara di tengah-tengah diskusi,
para anggota komunitas geng motor XTC seringkali melontarkan pendapatpendapatnya. Jika terdapat keputusan yang dirasakan kurang tepat, pemimpin
menampung pendapat dan saran dari anggota untuk mencari jalan keluarnya,
proses komunikasi dilakukan secara dialogis.
Cara mereka melakukan aktivitas sama halnya dengan ciri-ciri dalam
komunikasi kelompok kecil, yakni ketika kita melihat dari luar tidak akan terlihat
akan adanya anggota dan ketua, namun setelah diteliti dari dalam, akan terlihat
sosok seorang pemimpin dalam komunitas ini Jadi tidak ragu lagi bahwa
79
komunitas geng motor XTC ini menganut bentuk komunikasi kelompok kecil.
Hal itu merupakan kategori Ways of Speaking yang dapat digunakan untuk
membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo,
(2004:112-113).
Selain ciri-ciri tersebut, komunitas geng motor XTC melakukan
komunikasi tatap muka, sehingga komunikasi yang dilakukan berjalan secara
dialogis.
Berdasarkan pengamatan terhadap tingkah laku yang dilakukan oleh
komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN ini, maka peneliti
menyimpulkan bahwa komunitas geng motor XTC ini telah memenuhi konsepkonsep komunikasi kelompok kecil yang ciri-cirinya sama seperti yang
diungkapkan oleh Goldberg & Larson (1985: 105-106), yakni:
1. Norma-norma kelompok
Norma merupakan pedoman-pedoman untuk mengatur tingkah laku
individu dalam suatu kelompok, norma terdiri dari gambaran mengenai apa yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan anggota dalam suatu kelompok. Setiap
kelompok pasti mempunyai norma-norma, namun norma tersebut tidak tertulis
dalam anggaran dasar seperti norma masyarakat dalam suatu negara yang tertulis
dalam undang-undang.
2. Iklim sosial
Iklim sosial mengacu kepada interaksi anggota-anggota suatu kelompok,
misalkan kelompok tersebut bersifat resmi atau tidak resmi, santai, tegang, anarkis
dan sebagainya.
80
3. Penyesuaian
Setiap anggota yang masuk dalam suatu kelompok harus menyesuaikan
diri dengan peraturan atau norma-norma dalam kelompok tersebut. Anggota yang
melanggar norma akan mendapatkan hukuman sesuai peraturan yang telah
ditentukan dalam kelompok tersebut.
Komunikasi kelompok kecil pada komunitas geng motor XTC ini lebih
condong kepada teori Bales, yakni analisis proses interaksi. Komunikasi yang
dilakukan komunitas ini berkaitan dengan tugasnya sebagai individu dalam
kelompok. Setiap anggota mempunyai tugas masing-masing dalam kelompok, dan
hal itulah yang menjadi bahan diskusi komunitas geng motor XTC ini.
5.2.6. Variabel komunikasi kelompok
Dalam proses diskusi komunitas geng motor XTC Kembar ini, sering
terjadi perbedaan pendapat antar anggota, sehingga sempat terjadi ketegangan.
Anggota yang tidak setuju dengan masukan anggota lain mengungkapkan
pendapatnya kepada komunikator. Dalam hal ini komunikator mempunyai tugas
mengambil keputusan atas masukan-masukan anggota diskusi.
Dengan jalan diskusi seperti ini, semua anggota kelompok yakin bahwa
keputusan akhir merupakan kesepakatan semua anggota. Sehingga keputusan
yang didapat merupakan tanggung jawab seluruh anggota kelompok.
Proses yang dilalui dalam diskusi tersebut merupakan variabel-variabel
komunikasi kelompok, sebagaimana telah diungkapkan oleh Goldberg & Larson
(1985: 61-64) dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Kelompok, yakni:
81
1. Variabel tingkah laku
Para anggota diskusi yang tidak setuju dengan pernyatan anggota lain,
melakukan bantahan terhadap pernyataan tersebut dengan mengungkapkan
pendapatnya.
2. Variabel-variabel perseptual dan anggota
Para anggota komunitas geng motor XTC ini yakin dengan jalan diskusi,
perbedaan pendapat antar anggota komunitas akan terselesaikan sehingga
keputusan yang diambil merupakan keputusan akhir semua anggota.
3. Ciri-ciri kelompok
Dalam hal ini terdapat iklim suasana kelompok, diskusi yang dilakukan oleh
komunitas ini membahas mengenai tugas-tugas anggota dan perkelahian
dengan geng motor lain sehingga suasana kelompok bersifat anarkis atau
kekerasan
5.2.7. Kepemimpinan dalam komunikasi kelompok
Para koordinator sangat berperan penting dalam komunikasi komunitas
geng motor XTC ini. Pemimpin bertugas mengkoordinir semua anggota kelompok
untuk diarahkan kepada situasi yang baik, mengawasi anggota-anggota bila terjadi
penyelewengan terhadap kelompok, dan yang terakhir koordinator menjadi
fasilitator untuk semua anggota. Inspirasi yang datang dari semua anggota
ditampung oleh koordinator dan dibicarakan ketika kelompok ini melakukan
pertemuan rutin.
82
Dalam melakukan aksinya, koordinator selalu berada di barisan depan
anggota, koordinator bertindak sebagai orang yang berpengalaman dalam
melakukan semua tindakan. Secara tidak langsung, tindakan tersebut dirasakan
memberikan dorongan moral dan rasa aman kepada semua anggota. Koordinator
selalu bertanggung jawab atas apa yang dilakukan semua anggotanya. Hal itulah
yang membuat komunitas ini selalu patuh terhadap pemimpinnya.
Tugas pemimpin dalam komunitas geng motor XTC ini sesuai dengan
pendapat Lewin, Lippit dan White dalam Gerungan (2000: 129-131) mengenai
tugas utama pemimpin, yakni:
1. Memberikan struktur-struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang
dihadapi oleh kelompoknya.
Dalam situasi yang rumit, pemimpin mencoba memberikan penjelasan
yang sejelas-jelasnya kepada anggota kelompok dengan mempertimbangkan halhal yang dianggap baik untuk kelangsungan kelompoknya. Dalam hal ini
pemimpin membedakan hal-hal yang yang dianggap penting dan kurang penting
oleh kelompoknya.
2. Mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok.
Pemimpin mengawasi tingkah laku anggota kelompok, jika dalam
prakteknya anggota kelompok melanggar norma, maka pemimpin harus menepati
peraturan-peraturan kelompok, dengan menggunakan sistem penghargaan dan
hukuman.
3. Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya.
83
Pemimpin
menafsirkan
keadaan
dalam
kelompok
untuk
dapat
menerangkan ke dunia luar mengenai kelompoknya. Hal ini bisa berupa
pengharapan-pengharapan, kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan kelompoknya.
Melihat fakta seperti itu, maka penulis menyimpulkan bahwa koordinator
komunitas geng motor XTC ini menganut kepemimpinan secara demokratis.
Kepemimpinan demokratis dalam hal ini, bahwa koordinator bersama-sama
dengan
anggota
menentukan
tujuan-tujuan
kelompoknya
dengan
cara
musyawarah untuk mencapai mufakat. Pemimpin hanya memberikan saran
kepada anggota-anggotanya jika dalam menyelesaikan masalah akan terjadi
kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Koordinator juga ikut berperan serta
melaksanakan keputusan tersebut. Hal ini merujuk pada kategori Ideal of the
fluent speakers yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang
berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113).
5.3. Kode budaya dalam komunikasi kelompok pada komunitas geng motor
XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung.
Setiap kelompok mempunyai ciri masing-masing yang menjadi ciri khas
kelompoknya. Hal demikian bisa berupa kata-kata, simbol-simbol ataupun obyekobyek fisik yang secara langsung menandakan adanya suatu kelompok.
Komunitas XTC ini mempunyai lambang lebah dengan slogan Catch Me If U
Can. Disini diartikan bahwa kelompok ini tidak akan mengganggu lingkungan
sekitarnya jika lingkungan tersebut tidak mengganggunya, namun jika merasa
84
terganggu, lebah ini akan menyerang habis-habisan. Sedangkan Catch Me If U
Can berarti tangkaplah aku jika kamu bisa.
Dengan lambang dan slogan tersebut, komunitas geng motor XTC ini
merasa komunitasnya susah dibasmi, mereka yakin komunitasnya licin, atau susah
ditangkap. Biasanya anggota komunitas geng motor XTC ini memasang stiker
berlambang lebah dan berslogan Catch Me If U Can itu pada sepeda motornya.
Kata-kata
atau
simbol
masing-masing
hanya
dimengerti
oleh
kelompoknya, tidak terkecuali pada komunitas geng motor XTC ini. Kata atau
simbol digunakan untuk penyamaran arti kata yang dimaksudkan, supaya pada
prakteknya komunitas di luar kelompok tidak memahami maksud mereka. Kata
atau simbol ini khusus dimengerti oleh komunitas sendiri, pada komunitas geng
motor XTC terdapat kata-kata atau simbol-simbol yang biasa digunakan dalam
kelompok yang termasuk dalam kategori Speech acts yang dapat digunakan untuk
membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo,
(2004:112-113).
Kata-kata yang biasa digunakan oleh komunitas geng motor XTC ini
diantaranya:
1. Tempur artinya berkelahi dengan geng motor lain.
Kata tempur dalam komunitas ini diambil dari kata pertempuran. Istilah ini
diambil karena setiap perkelahian yang dilakukan oleh komunitas geng motor ini
biasanya melibatkan banyak massa. Maksud dari banyak massa yaitu melibatkan
semua anggota komunitas ini.
2. Jalan artinya konvoi mengelilingi kota Bandung untuk mencari musuh.
85
Istilah jalan diambil dari kata jalan- jalan, yakni berjalan-jalan
mengelilingi kota Bandung, dalam kegiatan ini mereka tidak melakukannya secara
sendiri-sendiri atau hanya beberapa orang. Mereka melakukan kegiatan ini secara
berkelompok. Biasanya kegiatan ini dilakukan minimal 50 orang. Komunitas ini
mengartikan jalan bukan untuk melakukan refresing, melainkan mencari musuh
yang sedang bersitegang dengan komunitas ini.
3. Pokis artinya polisi.
Istilah pokis berasal dari nama kue jajanan dengan nama Pukis, komunitas
ini menggunakan nama Pokis karena kue jajanan tersebut berwarna cokelat yang
identik dengan seragam polisi. Namun mereka mengganti hurup U dengan O
supaya makna polisinya tidak hilang, dan anggota baru bisa mudah mengerti katakata dalam komunitasnya.
4. Luncat artinya lari atau kabur
Kata luncat diambil dari bahasa sunda yang artinya lari. Komunitas ini
menggunakan kata luncat ketika mereka menghadapi polisi atau berhadapan
dengan musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
komunitasnya.
5. Beceng artinya pistol
Kata beceng berasal dari kata bacang. Bacang adalah nama jajanan. Ketika
mereka berinteraksi dengan komunitasnya di waktu senggang, ketika ada salah
seorang anggota komunitas ini yang kebetulan sedang memakan makanan ini,
mereka biasanya bercanda dengan memegang bacang itu seperti layaknya pistol
dengan menodongkan kepada teman-temannya. Oleh karena itu komunitas ini
86
menggunakan kata tersebut untuk menyamarkan arti kata yang sebenarnya. Hal
itu ditujukan supaya orang-orang diluar komunitas mereka tidak mengerti arti
yang sebenarnya.
Kata-kata yang digunakan komunitas geng motor ini biasanya timbul
ketika mereka berintaraksi sehari-hari. Kata itu timbul secara spontan dari seorang
anggota, kemudian anggota lain mengikuti mengucapkan kata-kata tersebut.
Secara tidak langsung kata-kata tersebut menjadi ciri dari komunitas ini. Pada
prakteknya, kata-kata atau simbol tersebut digunakan setiap hari oleh komunitas
ini ketika mereka melakukan komunikasi.
Simbol-simbol yang bisa dilihat jelas dari komunitas geng motor ini
biasanya berupa coretan-coretan di tembok (grafity). Setiap daerah yang menjadi
kekuasaan kelompok ini ditandai dengan coretan-coretan yang menandakan
komunitas geng motor XTC ini. Selain di daerah yang sering dijadikan tempat
berkumpul, komunitas ini juga melakukan aksi coret-coret di daerah-daerah
musuh. Hal demikian menandakan bahwa komunitas geng motor XTC ini pernah
melakukan aksi penyerangan. Ketika melakukan konvoi, komunitas geng motor
XTC ini menimpah grafity geng motor lain dengan menggantinya dengan tulisan
XTC, hal itu menandakan bahwa komunitas geng motor XTC ini siap menantang
geng motor yang telah dicoretnya. Aksi ini kerapkali dilakukan oleh komunitas
geng motor XTC ini untuk menandakan eksistensinya.
Bangunan yang sering terkena aksi coret-coret komunitas ini diantaranya
adalah toko-toko yang berada di pinggir jalan raya, komunitas ini biasanya
melakukan aksi coret-coretan tersebut ketika malam hari. Ketika toko-toko di
87
pinggir jalan raya sedang tutup dan tanpa diketahui oleh pemilik tokonya,
komunitas geng motor XTC ini seringkali dipergoki oleh masyarakat sekitar yang
sedang melakukan aktivitas, seperti ronda atau pedagang-pedagang. Pada
kenyataannya, masyarakat yang melakukan ronda ataupun pedagang-pedagang
dipinggir jalan memilih untuk diam. Mereka tidak menegur komunitas geng motor
XTC ini ketika melakukan aksi coret-coretannya, mereka sadar akan bahaya yang
akan dihadapinya.
Komunitas geng motor XTC Kembar menggunakan kode budaya berupa
grafity-grafity yang bertuliskan nama kelompoknya. Grafity-grafity tersebut
mereka gunakan sebagai pesan komunikasi kepada para anggotanya bahwa daerah
yang terdapat grafity tersebut merupakan daerah kekuasaan geng motor XTC ini.
Selain itu, komunitas geng motor XTC ini juga mencoba memberikan pesan
kepada masyarakat bahwa komunitas ini ada dan eksis.
Tindakan memasang stiker berlambang lebah dengan slogan Catch Me If
U Can pada sepeda motor, menggunakan kata-kata: tempur, jalan, luncat, beceng,
dan aksi corat- coret dengan menuliskan nama XTC, merupakan kategori
Componen of speech acts yang dapat digunakan untuk membandingkan budayabudaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113).
Dengan adanya norma-norma kelompok, anggota komunitas ini banyak
melewati pengalaman dalam situasi yang sukar secara bersama-sama untuk
menjalankan tugas dan kewajibannya dalam kelompok. Hal demikian membuat
para anggota komunitas ini saling percaya antara anggota satu dengan lainnya.
88
Kepercayaan antar anggota kelompok itulah yang dapat menimbulkan atau
mempertahankan solidaritas dalam kelompok.
Komunitas ini sering melakukan pertemuan rutin yang wajib dihadiri oleh
para anggotanya, sehingga anggota komunitas ini sering terlibat proses
komunikasi. Sedangkan komunikasi yang mereka lakukan berupa komunikasi
kelompok kecil dengan cara tatap muka. Dengan cara komunikasi tersebut, setiap
anggota kelompok akan sering bertemu dan saling mengenal lebih dekat, sehingga
akan berhubungan lebih erat. Jika setiap anggota kelompok berhubungan erat,
maka solidaritas antar anggotapun akan tercipta.
Dengan grafity bertuliskan XTC, semua anggota komunitas geng motor
XTC merasa bangga dan merasa aman ketika melintasi jalan yang terdapat grafity
tersebut. Anggota komunitas ini percaya bahwa daerah yang terdapat grafity XTC
merupakan daerah kekuasaan komunitasnya. Secara tidak langsung anggota
komunitas ini sangat menikmati keberadaanya dalam kelompok. Jika anggota
kelompok sudah menikmati keberadaannya dalam kelompok, maka anggota
tersebut akan loyal terhadap kelompoknya, hal itulah yang dapat menimbulkan
solidaritas dalam kelompok.
89
Bagan 4.
Konsep Solidaritas
Solidaritas
Normanorma
kelompok
Tugas dan
Kewajiban
Proses
Komunikasi
Kode
Budaya
Kepercayaan
Antar
Anggota
Sumber: Interpretasi Penulis
Solidaritas terbangun atas norma-norma kelompok, yang didalamnya
terdapat tugas dan kewajiban anggota. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban
dalam kelompok, anggota-anggota kelompok melakukan proses komunikasi yang
menghasilkan kode budaya. Kode budaya tersebut menimbulkan kepercayaan
antar anggota kelompok yang menimbulkan solidaritas kelompok.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Ketika tahun 1995, banyak anggota komunitas XTC Kembar berasal dari
siswa salah satu SMUN di Bandung. Sehingga nama salah satu SMUN di
Bandung sering diidentikkan dengan komunitas ini. Namun, anggapan tersebut
sudah tidak tepat lagi. Hal ini disebabkan karena mayoritas anggota komunitas ini
bukan siswa salah satu SMUN ini. Selain itu juga, tempat berkumpul komunitas
ini sering berpindah-pindah.
Solidaritas komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di
Bandung tercipta karena adanya:
1. Norma kelompok berupa:
-
Disiplin anggota kelompok.
-
Loyalitas anggota terhadap kelompok
-
Kesetiakawanan antar anggota kelompok
2. Bentuk komunikasi kelompok komunitas geng motor XTC di lingkungan salah
satu SMUN di Bandung termasuk jenis komunikasi kelompok kecil.
3. Kode budaya komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di
Bandung berupa coretan-coretan (Grafity-grafity) bertuliskan XTC yang
digunakan sebagai pesan komunikasi kelompok.
Selain (Grafity-grafity) bertuliskan XTC, anggota komunitas ini
memasang stiker berlambang lebah dengan slogan Catch Me If U Can pada
88
90
sepeda motor dan menggunakan kata-kata: tempur, jalan, luncat, beceng sebagai
kode budaya komunitasnya.
6.2. Saran-saran
Dari penelitian yang penulis lakukan, maka penulis mempunyai saran
akademik dan saran kepada komunitas geng motor XTC yang sering berkumpul di
lingkungan salah satu SMUN di Bandung.
6.2.1. Saran akademis
Pada penelitian komunikasi kelompok komunitas geng motor XTC yang
sering berkumpul di lingkungan salah satu SMUN di Bandung, penulis
menemukan fakta-fakta yang sangat menarik mengenai komunitas geng motor ini,
namun penulis ingin mengetahui perbedaan antara geng motor XTC dengan geng
motor lain yang menjadi musuh geng motor XTC ini, seperti Brigez, M2R
ataupun GBR. Penulis mengharapkan di masa yang akan datang, ada yang
mengangkat masalah mengenai geng tersebut.
6.2.2. Saran untuk komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu
SMUN di Bandung.
Peneliti menganjurkan kepada para pengurus dan senior komunitas geng
motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung untuk:
1. Mendaftarkan komunitasnya kepada organisasi legal, seperti IMI (Ikatan
Motor Indonesia), karena komunitas ini sudah terorganisir dengan baik.
90
2. Pengurus komunitas ini mengarahkan anggota-anggotanya kepada hal-hal
yang positif, sebab dalam komunitas geng motor XTC ini peran pemimpin
sangatlah kuat. Anggota-anggota komunitas sangat patuh terhadap
kordinatoornya. Anggota-anggota komunitas bisa disalurkan pada balapanbalapan legal yang sering dilaksanakan oleh pihak swasta seperti:
Pertamina, Yamaha, Top One, dll. Ataupun pemerintah yang seringkali
mencari bakat-bakat pembalap muda untuk dijadikan atlet.
3. Melakukan aksi bakti sosial dengan menghapus grafity-grafity yang
menandakan komunitas ini, hal ini ditujukan untuk mencoba memberikan
kesan baik kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies. Bentang Pustaka: Yogyakarta.
Birowo, Antonius.2004. Metode Penelitian Komunikas. Gitanyali: Yogyakarta.
Effendy, Uchjana, Onong. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Alumni:
Bandung
Effendy, Uchjana, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra
Aditya Bakti: Bandung.
Gerungan, W.A. 2002. Psikologi Sosial. Refika Aditama: Jakarta.
Ibrahim, Syukur. 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Usaha Nasional:
Surabaya.
Moleong, J, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung:
Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya:
Bandung
Nasution. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito: Bandung
Panuju, Redi. 1994. Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta
Rakhmat, Jalaluddin.1998. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Rakhmat, Jalaludin.2000. Psikologi Komunikas. Rosdakarya: Bandung
Surakhmat, Winarno. 2002. Paper Skripsi Thesis Disertasi. Tarsito: Bandung
.
Soekanto, Soerjonno. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Prasindo Persada:
Jakarta
Suryabrata, Sumadi. 1997. Metodologi Penelitian. Rajawali Pers: Jakarta
Referensi Internet
http://en.wikipedia.org/wiki/Outlaw_motorcycle_club.
Download