PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Geng Motor XTC Bandung Studi Kualitatif dengan Pendekatan Etnografi Komunikasi Mengenai Komunikasi Kelompok Komunitas Geng Motor XTC di Lingkungan daerah salah satu SMUN di Bandung dalam Mempertahankan/Membangun Solidaritas Kelompok SKRIPSI Oleh: Nama : Gugum Gumilar NPM : 10080001243 Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2007 i ABSTRAK Eksistensi mempunyai makna subjektif, tergantung dari pemikiran setiap individu. Namun eksistensi remaja seringkali menjurus kepada hal negatif, hal itu dikarenakan pada masa remaja terjadi proses pencarian identitas diri. Proses ini terjadi ketika ia tidak mampu memutuskan sesuatu, sehingga citra remaja seringkali menjurus dan dikategorikan sebagai kenakalan. Eksistensi remaja yang seringkali dikategorikan kenakalan diantaranya eksistensi komunitas geng motor XTC. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang dilakukan komunitas geng motor ini dinilai masyarakat menyimpang dari norma-norma sosial. Namun, komunitas geng motor ini mempunyai solidaritas yang tinggi, sehingga mobilitasnya sangat cepat dan tinggi. Untuk mencari alasan mengapa komunitas geng motor ini mempunyai rasa solidaritas kelompok yang tinggi, maka penulis mencoba membahas mengenai pola-pola komunikasi kelompok. Yang didalamnya termasuk tindakantindakan yang dianggap komunikasi dalam komunitas tersebut yang dapat membedakannya dengan komunitas lain Untuk membahas mengenai pola-pola komunikasi suatu komunitas, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan etnografi komunikasi. Menurut Birowo, Etnografi komunikasi adalah metode etnografi yang digunakan untuk mengungkap pola-pola komunikasi suatu kelompok. Dalam penelitian ini, penulis mendapat kesimpulan bahwa solidaritas terbangun atas norma-norma kelompok, yang didalamnya terdapat tugas dan kewajiban anggota. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam kelompok, anggota-anggota kelompok melakukan proses komunikasi yang menghasilkan kode budaya. Kode budaya tersebut menimbulkan kepercayaan antar anggota kelompok yang menimbulkan solidaritas antar anggota dalam kelompok. ii KATA PENGANTAR Assalamu`alaikum Wr. Wb. Segala puji dan syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan kekuatanNya kepada penulis, sehingga pada akhirnya penulisan skripsi ini bisa penulis selesaikan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami rintangan berat yang mungkin jika penulis lakukan sendiri, tidak akan bisa penulis hadapi. Penulis banyak menerima bantuan moral, materi dan petunjuk-petunjuk dari orang-orang terdekat penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Yusuf Hamdan, Drs, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi. 2. Ibu Kiki Zakiah, Dra, M.Si, selaku Ketua Bidang Kajian Jurnalistik. 3. Ibu Nila Nurlimah, Dra, M.Si, selaku Sekretaris Bidang Kajian Jurnalistik 4. Ibu Santi Indra Astuti, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang telah sangat sabar membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 5. Ibu Hj. Tia Muthia Umar, S.sos, M.si, selaku Dosen Pembimbing II atas segala arahan-arahannya. 6. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unisba yang telah memberikan ilmu yang tidak ternilai kepada penulis sebagai bekal di masa depan. iii 7. “The One and Only that The Best I Having Been,” Mamah tersayang. Atas kasih sayang, materi, semangat, dan segalanya yang tak akan pernah penulis lupakan. “Keep on Struggle and Wait for The Glory, Mom”. 8. Adik-adikku terkasih: Eti Rahmawati.Amd.AK, Yeni Nurjanah, Muhammad Haikal Azhari, atas kritikan-kritikan yang membuat penulis lebih maju dalam kehidupan. 9. Teman-teman SMU yang telah sepuluh tahun bersama-sama mengarungi suka dan duka kehidupan. Teddy, Ivan, Ferry, Robby, Pierre. 10. Kimung yang telah sabar membantu penulis dalam merintis wirausaha. 11. Teman-teman seperjuangan jurnalistik 2001. Cupes, Gilang, Luky, Bangun Eko, Pepen, Urat, Sulaiman, Rian, Noorman, Wilman, Pundra, Fauzan, Nunu 12. Ricky Dados. “Atas gurauan-gurauannya yang selalu menghangatkan suasana”. 13. Denden yang telah memberikan pencerahan-pencerahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 14. Komunitas Tangga Mesjid. Aris, Ule, S.sos, Bowo, Boby, Hamdan, Azis. 15. Komunitas geng motor XTC atas data-datanya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. 16. Babot dan Gentel yang telah sangat membantu memberikan keteranganketerangan yang menunjang penulisan ini. 17. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. iv Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat khususnya untuk penulis, dan umumnya untuk pembaca. Bandung, Januari 2007 Penulis Gugum Gumilar v DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. v DAFTAR BAGAN.......................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 5 1.3. Pertanyaan Penelitian ........................................................... 5 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................. 6 1.5. Pembatasan Masalah ............................................................. 6 1.6. Kerangka Pemikiran ............................................................. 7 1.7. Metode Penelitian................................................................... 11 1.8. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 15 1.9. Langkah Penelitian................................................................ 15 1.10 Organisasi Karangan ............................................................. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 18 2.1. Komunikasi ........................................................................... 18 2.2. Kelompok .............................................................................. 18 2.3. Dinamika Kelompok ............................................................ 21 2.4. Norma-Norma Kelompok .................................................... 22 2.5. Komunitas ............................................................................. 25 2.6. Komunikasi Kelompok ....................................................... 27 2.7. Variabel Komunikasi Kelompok........................................... 29 2.8. Teori Komunikasi Kelompok Kecil ...................................... 30 2.9. Konsep-konsep Komunikasi Kelompok Kecil...................... 32 2.10. Proses Komunikasi Kelompok ........................................... 33 vi 2.11. Kepemimpinan dalam Komunikasi Kelompok .................... 37 2.12. Solidaritas............................................................................. 39 2.13. Geng Motor .......................................................................... 40 BAB III METODOLOGI .......................................................................... 43 3.1. Metode Penelitian Kualitatif ................................................ 43 3.2. Pendekatan Etnografi ............................................................. 47 3.3. Etnografi Komunikasi ............................................................ 48 BAB IV XTC Sebagai Sarana Pencarian Identitas ............................... 52 4.1. Sejarah Geng Motor XTC .................................................... 52 4.2. XTC Kembar ......................................................................... 55 4.3. Aktivitas Komunitas Geng Motor XTC Kembar .................. 60 PEMBAHASAN ......................................................................... 62 BAB V 5.1. Norma Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Geng Motor XTC di Lingkungan SMUN 11 Bandung ............................ 62 5.2. Bentuk Komunikasi Kelompok pada Komunitas Geng Motor XTC di Lingkungan SMUN 11 Bandung ........................... 69 5.2.1. Jenis Kelompok .......................................................... 70 5.2.2. Dinamika Kelompok ................................................... 71 5.2.3. Proses Komunikasi pada Komunitas Geng Motor XTC ……………………………………………………………… 73 5.2.4. Jenis Komunikasi ....................................................... 78 5.2.5. Variabel Komunikasi Kelompok ................................ 80 5.2.6. Kepemimpinan dalam Komunikasi Kelompok .......... 81 vii 5.3. Kode Budaya dalam Komunikasi Kelompok pada Komunitas BAB VI Geng Motor XTC di Lingkungan SMUN 11 Bandung ........ 83 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 88 6.1. Kesimpulan ........................................................................... 88 6.2. Saran-saran ............................................................................. 89 6.2.1. Saran Akademis ........................................................... 89 6.2.2 Saran untuk komunitas geng motor XTC yang di lingkungan SMUN 11 Bandung...................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 89 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dibandingkan dengan mahluk apapun di dunia, manusia adalah mahluk yang paling sempurna, manusia diberi akal dan pikiran yang membedakannya dari mahluk lain. Dengan akal dan pikiran manusia dapat membuat strategi dalam mengarungi kehidupannya. Di sisi lain manusia diberi perasaan emosional, rasa emosional yang dapat dikontrol akan melahirkan karya seni yang sangat menarik. Selain keduanya, manusia juga diberi nafsu, nafsu yang terkendali akan mempengaruhi manusia untuk terus bertahan hidup dan membuatnya lebih maju, Ketiga hal tersebut merupakan suatu potensi untuk menentukan eksistensinya. “Eksistensi adalah gabungan dari unsur-unsur yang subjektif seperti etos, moral kemampuan, kompetensi, kecakapan dan sebagainya” (Panuju, 1994 : 8). Namun eksistensi manusia juga akan menimbulkan hal yang negatif bagi manusia itu sendiri, hal negatif yang ditimbulkan oleh eksistensi itu diantaranya adalah kenakalan. Citra remaja seringkali diartikan sebagai masa kenakalan, karena perilakunya seringkali dianggap menyimpang. Masa remaja merupakan masa transisi, di satu pihak remaja ingin melepaskan diri dari ketergantungan masa anak-anak, sementara di pihak lain mereka belum diterima oleh kalangan dewasa, sehingga pada masa 7 remaja terjadi proses pencarian identitas. Proses pencarian identitas mereka sangat bermacam-macam sehingga menjadi kajian yang cukup menarik untuk ditelaah. “Masa muda adalah transisi dari ketergantungan masa anak-anak menuju otonomi masa dewasa normalnya melibatkan fase pemberontakan, yang merupakan tradisi kultural yang diwariskan dari generasi ke generasi” (Barker, 2000 : 423). Dalam buku Cultural Studies, Grossberg mengungkapkan: Kalau orang dewasa hanya menganggap masa muda sebagai keadaan transisi semata, anak muda telah menjadi kategori itu sebagai lahan untuk mengedepankan sensasi keberadaan mereka. Contohnya adalah penolakan untuk mengidentifikasikan diri dengan rutinitas kehidupan sehari-hari yang dianggap membosankan. Anak muda menjadi sebuah penanda ideologis yang mengandung berbagai gambaran utopis tentang masa depan dan sekaligus menjadi sumber ketakutan bagi orang lain karena potensinya untuk mengancam norma dan peraturan-peraturan yang ada. Karena itulah dikatakan bahwa anak muda “dimuati nilai secara ambivalen” (ibid , 426) “Pada dasarnya setiap orang terbentuk oleh lingkunganya, lingkungan pembentuk ini biasanya disebut dengan kebudayaan” (Panuju, 1994:28), oleh sebab itu faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja.“Jika dalam pelariannya si anak memperoleh tempat (kelompok) yang positif, ia justru akan berkembang, karena tingkat kemandiriannya dalam memutuskan sesuatu semakin tinggi pula. Tetapi jika ia jatuh ke dalam kelompok figur yang berantakan, moral serta mentalnya pun akan jadi berantakan“. (ibid, 30). Eksistensi yang tergolong kenakalan diantaranya eksistensi komunitas geng motor. Kumpulan anak muda yang menamakan dirinya geng motor bukan sekedar ilusi. Geng tidak hanya ada dalam film-film. Geng-geng remaja adalah 7 realitas. Berbagai peristiwa yang menjurus pada kriminalitas oleh sejumlah geng remaja, baik yang diberitakan ataupun yang tidak diberitakan, menunjukan realitas itu… keberadaan geng biasanya sulit diidentifikasikan, bentuk organisasinya liar (tidak disahkan melalui undang-undang yang berlaku), sifatnya anonim, dan aktivitasnya juga kurang dapat dikontrol. Dan uniknya, solidaritas diantara para anggota geng sangat tinggi, sehingga mobilitas mereka umumnya cepat dan tinggi pula. Dalam realitasnya, aktivitasnya kumpulan anak muda ini tidak selalu menunjukan itikad yang baik. Seringkali justru menimbulkan kekacauan yang merepotkan pihak keamanan. (Panuju, 1994:29). Tidaklah heran kalau kita berjalan-jalan pada malam minggu, di kota-kota besar sering terlihat sekelompok orang memakai sepeda motor kebut-kebutan di jalan-jalan kota. Namun ketika kita cermati, sekelompok orang bersepeda motor itu, umurnya masih muda. Pemandangan seperti itu sudahlah sangat tidak heran kita temui di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota lain-lainnya, bahkan di kota kecil seperti Cianjurpun kita akan melihat pemandangan yang tak jauh beda. Di kota Bandung geng motor mungkin sudah dijadikan gaya hidup bagi kalangan muda, khususnya anak-anak sekolah menengah umum (SMU). Mereka memilih ugal-ugalan dengan sepeda motor sebagai cara eksistensi diri. Seringkali dalam aksi ugal-ugalan, mereka melakukan tindakan kriminal, seperti lempar-lemparan batu, kontak fisik dengan kelompok-kelompok lain, sampai menimbulkan kerusuhan. Biasanya dalam satu geng motor terdapat struktur organisasi yang sudah tersusun rapi, Dalam kelompok geng motor, jika dilihat dari luar tidak akan nampak perbedaan antara pemimpin dan pengikut. Namun, sosok pemimpin akan terlihat ketika ia mengemukakan pendapat kepada anggota-anggota 7 kelompoknya. Hal itu sesuai dengan ciri-ciri komunikasi kelompok, yaitu komunikasi kelompok kecil. “Komunikasi kelompok atau group communication adalah komunikasi antar seseorang dengan sejumlah orang (komunikan) yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok” (Effendy, 1986 : 57). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok geng motor ini dikuatkan oleh tulisan media massa di kota Bandung yakni harian Pikiran Rakyat yang mengangkat kebrutalan geng motor ini. Diduga telah menganiaya dua orang pengendara motor, PD (20) yang tercatat sebagai anggota geng motor, digelandang ke Polsekta Bandung Kulon, Sabtu (20/8) malam. Ia dibekuk di dekat pemakaman umum Haurkoneng, Jln. Rengas Kelurahan Gempol Sari Kec. Bandung Kulon. Penangkapan PD berawal dari laporan Arif Rifai, yang menjadi korban penganiayaan PD dan teman-temannya pada Sabtu (11/6) malam silam. Saat itu, Arif yang membonceng Budi memakai motor Honda Astrea, melintas pelan di Jln. Rengas RT 5 RW 6 Kel. Gempol Sari Kec. Bandung Kulon. Tiba-tiba, empat orang pria meloncat ke jalan, menghalangi laju motor. Arif mengerem motornya, khawatir menabrak para pria tersebut. Belum sempat berkata apaapa, keempat pria itu langsung memukuli Arif dan Budi. Selain menghajar para korban, mereka pun merusak motor Arif. Ada yang memakai balok kayu, memakai batu, hingga samurai. Setelah puas menghajar korban dan merusak motornya, mereka pun melepaskan para korban. Pelaku juga sempat meminta barang berharga milik korban. Komunitas geng motor dalam aksinya seringkali melakukan tindakan kriminal, namun komunitas ini terus tumbuh dan berkembang. Solidaritas antar anggota kelompok sangatlah tinggi, sehingga mobilitas kelompok sangat cepat dan tinggi pula. 7 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dan latar belakang masalah yang telah dikemukakan mengenai remaja, penulis tertarik untuk menelaah lebih dalam mengenai tingkah laku komunikasi kelompok pada komunitas geng motor. Oleh karena itu penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Komunikasi Kelompok komunitas Geng Motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung mempertahankan/ membangun solidaritas kelompok?”. 1.3. Pertanyaan Penelitian Dalam proses pencarian data dilapangan, penulis mempunyai rasa ketertarikan yang sangat dalam, dan ingin langsung mencari jawabannya ke lapangan, penulis akan mencoba mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana norma komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung ? 2. Bagaimana bentuk komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung dalam mempertahankan/membangun solidaritas? 3. Bagaimana kode budaya dalam komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung ? 7 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui norma komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung 2. Untuk mengetahui Bentuk komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung dalam mempertahankan/membangun solidaritas 3. Untuk mengetahui kode budaya komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung 1.5. Pembatasan Masalah Untuk menghindari meluasnya masalah, serta memudahkan penelitian dalam mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut: 1. Unsur komunikasi kelompok yang diteliti terdiri dari: - Tingkah laku yang berkaitan dengan norma komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung. - Pola-pola komunikasi kelompok yang menyangkut jenis komunikasi, yang didalamnya termasuk tindakan-tindakan yang dianggap komunikasi yang dilakukan oleh komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung. 7 - Pesan komunikasi kelompok yang berkaitan dengan kode budaya komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung. 2. Manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini secara teoritis yakni bahwa penelitian ini akan memberikan keterangan-keterangan mengenai komunikasi yang dilakukan oleh komunitas geng motor. Karena selama ini komunitas geng motor sulit untuk diidentifikasi. Sedangkan manfaat secara praktisnya yaitu, bahwa komunikasi yang berjalan dalam komunitas geng motor XTC ini kebanyakan berjalan dengan baik. Sehingga mungkin saja bila kita meniru cara komunikasi yang dilakukan oleh komunitas ini. 3. Objek yang diteliti adalah komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung. 4. Lokasi penelitian adalah di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung atau daerah Kembar, sedangkan waktu penelitian berkisar antara bulan Maret 2006November 2006. 1.6. Kerangka Pemikiran Manusia adalah mahluk sosial, dalam menjalankan kehidupannya akan terus saling berhubungan, saling berinteraksi dan saling membutuhkan untuk dapat bekerja sama dengan orang lain. Alat untuk melaksanakan hubungan tersebut adalah komunikasi. Pada hakekatnya komunikasi adalah “Proses pernyataan antar manusia. 7 Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya”. (Effendy, 1993 : 27). Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri, begitu juga halnya bagi kelompok. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu kelompok akan berjalan baik, dan juga sebaliknya apabila dalam suatu kelompok komunikasi kurang berjalan, maka kelompok tersebut kurang berjalan sesuai dengan harapan. Suatu kelompok tidak selalu bersama-sama di suatu tempat, anggota-anggota kelompok bisa saja terpisah, namun setiap anggota kelompok terikat oleh hubungan psikologis sehingga anggota-anggota tersebut berkumpul bersama-sama dan dilakukan secara berulang-ulang. “Kelompok adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut”. (Sherif dalam Gerungan 2000: 84). Menurut Hampton, Summer & Webber, (1973). Sebuah kelompok biasanya melakukan tiga fungsi bagi anggotanya yang dimaksud dengan dinamika kelompok, yaitu: 1. Memenuhi kebutuhan antar persona 2. Memberi dukungan bagi konsep diri perorangan, dan 3. Melindungi para individu dari kesalahan mereka sendiri. 7 Dalam hal ini penulis mencoba mengangkat mengenai komunitas geng motor. Komunitas sendiri dapat digolongkan ke dalam jenis kelompok informal. W.A Gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial mengartikan “kelompok informal sebagai kelompok yang tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan- peraturan anggaran dasar dan angaran rumah-tangga tertulis”. (Gerungan, 1996:87). Sedangkan pengertian geng berbeda-beda, kamus besar bahasa Indonesia mengartikan Geng adalah kelompok remaja (yang terkenal karena kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah dan sebagainya. Oxford Advanced Learner`s Dictionary mengartikan Geng adalah kelompok anak muda yang bepergian bersama dan sering menyebabkan masalah. Sedangkan Yablonsky, L mengartikan Gang, Violence adalah kelompok remaja yang melakukan aksi-aksi kekerasan untuk mereka sendiri. Dalam kelompok sosial, geng motor termasuk ke dalam jenis kelompok primer. Kelompok primer adalah “kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering berhadapan muka yang satu dengan yang lain dan saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling berhubungan lebih erat”. (Gerungan, 2000: 86). Sifat interaksi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok primer biasanya bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Selain termasuk ke dalam jenis kelompok primer, geng motor juga termasuk ke dalam kelompok informal.”Kelompok informal itu tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan-peraturan anggaran-anggaran dasar dan anggaran rumah 7 tangga tertulis seperti pada kelompok formal”.(ibid, 87). Kelompok informal mempunyai pembagian tugas, dan norma-norma untuk mengatur tingkah laku anggota-anggotanya. Jika membahas mengenai kelompok, maka tidak akan terlepas darti solidaritas. “Solidaritas adalah kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial”.(ibid, 94). Pengharapan-pengharapan timbal-balik dari anggota suatu kelompok mempunyai hubungan erat dengan terdapatnya solidaritas. Terdapatnya solidaritas yang tinggi di dalam kelompok tergantung pada kepercayaan anggota terhadap kemampuan anggota lain untuk melaksanakan tugas dengan baik. Sedangkan kepercayaan tersebut muncul ketika anggota-anggota kelompok dihadapkan pada situai yang sukar. Makin sesuai tugas dalam kelompok dengan prakteknya dalam bermacammacam keadaan, atau makin tepat penempatan anggota kelompok pada jabatan dalam kelompok itu, maka makin tinggi pula solidaritas kelompok. Dan dengan sendirinya makin efektif pula pekerjaan kelompok tersebut, sehingga makin kokoh interaksi sosial dalam kelompok tersebut. 7 Bagan 1. Konsep Solidaritas Solidaritas Normanorma kelompok Tugas dan Kewajiban Pengalaman dalam situasi yang sukar Kepercayaan antar Anggota Sumber: Bagan ini diinterpretasi dari Gerungan, 2000: 95 Selain itu, solidaritas kelompok mempunyai hubungan yang erat dengan sikap-sikap para anggotanya terhadap norma-norma dalam kelompok. Norma kelompok adalah “Pengertian-pengertian yang seragam mengenai cara-cara tingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila terjadi sesuatu yang bersangkut paut dengan kehidupan kelompok itu”.(Gerungan 2000: 95-96). Norma merupakan nilai ukuran yang ditentukan untuk menilai mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Norma mempunyai fungsi ganda, selain menjadi pedoman yang digunakan oleh kelompok, norma juga mempunyai fungsi mengikat persatuan dan memperteguh rasa persatuan. Norma-norma tersebut menjadi sumber dasar hidup para anggota dalam kelompok. Ketaatan para anggota tarhadap normanorma itu menentukan ketaatan mereka terhadap kelompoknya, semakin mendalam 7 sense of belonging–nya terhadap kelompok, semakin patuh ia pada norma kelompoknya. Sedangkan pengertian komunikasi kelompok adalah “komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang”.(Effendy, 1993:75). Jika sekelompok orang yang menjadi komunikan sedikit, maka komunikasi yang berlangsung disebut dengan komunikasi kelompok kecil. Namun, jika komunikan dalam kelompok tersebut banyak, maka komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok besar 1.7. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dalam metode penelitian kualitatif manusia dianggap subjek yang sama dengan peneliti. Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang lebih menempatkan manusia sebagai data penelitian. Kaum subjektivitas menjelaskan makna perilaku dengan menafsirkan apa yang orang lakukan. Interfensi atas perilaku ini tidak bersifat kausal, dan tidak bisa juga dijelaskan pula lewat hukum atas generalisasi empiris seperti apa yang dilakukan ilmuwan objektif. …studi yang menggunakan pendekatan subjektif sering disebut studi humanistic, dan arena itu sering juga disebut humaniora (humanities). Pendekatan subjektif mengasumsikan bahwa pengetahuan tidak mempunyai sifat yang objektif dan sifat yang tetap, melainkan bersifat interfretif. (Mulyana, 2001 : 32-33) Metode kualitatif memandang fakta sebagai suatu yang berdimensi banyak, dan sering berubah-ubah, sehingga rancangan penelitian tersebut disusun secara rinci 7 dan pasti sebelum penelitiannya dimulai. Untuk alasan itu pula pengertian kualitatif sering disosialisasikan dengan teknik analisis data dan penulisan laporan penelitian. Dimana menurut Bogdan & Taylor : “Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data desakriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik”. (dalam Moleong, 2002 : 3) Penulis juga mengacu pada karakteristik penelitian kualitatif Moleong (2002: 4-8), yaitu: 1. Latar alamiah, menurut Lincoln dan Guba (1985:39), alamiah menghendaki kenyataan-kenyataan sebagai suatu keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. 2. Manusia sebagai alat (instrument). 3. Metode kualitatif yang lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 4. Analisis data secara induktif. 5. Teori dari dasar (grounded theory) 6. Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau gambar bukan angka. 7. Lebih mementingkan proses daripada hasil. 7 8. Ada ‘batas’ yang ditentukan oleh ‘fokus’. Menghendaki ditetapkannya batas penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian 9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data. 10. Desain yang bersifat sementara, terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. 11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Dalam pembahasan komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC yang sering berkumpul di lingkungan SMUN 11 Bandung, penulis mencoba membahas masalah dengan pendekatan etnografi komunikasi. “Etnografi komunikasi merupakan metode etnografi yang diterapkan untuk melihat pola-pola komunikasi kelompok. Kelompok dalam kerangka ini memiliki pengertian sebagai kelompok sosiologis (sosiological group). Oleh karena itu dapat pula dikemukakan sebagai penerapan metode etnografi untuk melihat pola-pola komunikasi komunitas (community)”. (Birowo, 2004 : 111-112). Etnografi komunikasi memiliki kemampuan untuk melihat variabilitas komunikasi. Selain kemampuan tersebut, etnografi komunikasi juga memiliki kelebihan untuk pertama, mengungkap jenis identitas yang digunakan bersama oleh anggota komunitas budaya. Identitas tersebut diciptakan oleh komunikasi dalam sebuah komunitas budaya. Identitas itu sendiri pada hakekatnya merupakan perasaan anggota budaya tentang diri mereka sebagai komunitas. Dengan kata lain identitas merupakan seperangkat kualitas bersama yang digunakan para anggota budaya dalam mengidentifikasikan diri mereka sebagai komunitas. Kedua, mengungkap makna kinerja publik yang digunakan bersama dalam komunitas. Ketiga, mengungkap kontradiksi atau paradoks-paradoks yang terdapat dalam sebuah komunitas budaya (Birowo,2004 : 114). 7 Sehingga ada tiga pertanyaan yang harus dikejar untuk mengungkap aspekaspek tersebut dalam penelitian. Menurut Birowo (2004 : 114), pertanyaan tersebut diantaranya: 1. Pertanyaan tentang norma Pertanyaan tentang norma adalah pertanyaan mengenai hal-hal yang dianggap benar dan salah dalam komunikasi suatu kelompok budaya tersebut 2. Pertanyaan tentang bentuk Pertanyaan tentang bentuk adalah pertanyaan menyangkut jenis komunikasi yang dilakukan, yang didalamnya termasuk tindakan-tindakan yang dianggap komunikasi dalam komunitas budaya tersebut 3. Pertanyaan tentang kode-kode budaya Dalam hal ini menyangkut arti kata atau simbol-simbol yang menandakan komunitas budaya sebagai suatu tindakan komunikasi. 1.8. Teknik Pengumpulan Data Berikut adalah langkah-langkah penelitian yang ditempuh peneliti dalam melakukan proses penelitian: 1. Observasi merupakan kegiatan pengumpulan data dengan pengamatan terhadap objek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti mengobservasi komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung dengan ikut berpartisifasi dalam kegiatannya. 7 2. Studi kepustakaan, yaitu mencari data-data penunjang dari buku-buku dan internet. 3. Wawancara, yaitu dengan mewawancarai pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua nara sumber, yakni Babot dan Gentel yang keduanya pernah menjabat sebagai ketua XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung dan sampai sekarang masih aktif dalam komunitas ini. 1.9. Langkah Penelitian Dalam penelitian kualitatif, fase-fase penelitian tidak dapat ditentukan secara pasti seperti halnya dalam penelitian kuantitatif. Tahap-tahap penelitian kualitatif tidak mempunyai batas-batas yang tegas oleh sebab desain serta fokus penelitian dapat mengalami perubahan. Namun demikian dapat dibedakan dalam tiga fase. Menurut Nasution, (1996 : 33), fase-fase tersebut adalah: 1. Tahap Orientasi. Pada awal penelitian penulis belum mengetahui dengan jelas apa yang tidak diketahuinya, yakni apa sebenarnya yang harus dicarinya, karena belum nyata benar apa yang akan dipilihnya sebagai fokus penelitiannya, walaupun mempunyai suatu gambaran umum. 2. Tahap Eksplorasi. Dalam tahap ini fokus telah lebih jelas, sehingga dapat dikumpulkan data yang lebih spesifik. Observasi dapat ditujukan kepada halhal yang berhubungan dengan fokus. 7 3. Tahap “member check”. Hasil pengamatan dan wawancara yang terkumpul, dianalisis, dituangkan dalam laporan, diperbanyak, kesalahan dan kekeliruan dikoreksi. Tujuan “member check” ini ialah meng-check kebenaran laporan itu, supaya hasil penelitian dapat dipercaya. 1.10. ORGANISASI KARANGAN Bab I. Pendahuluan Bab ini tersusun dari latar belakang masalah, perumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, serta organisasi karangan. Bab II. Tinjauan Pustaka Bab ini membahas penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya guna mendapatkan perbedaan dan benang merah dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Selain itu penting untuk membuktikan orisinalitas penelitian yang dilakukan peneliti. Dan, pada bab ini membahas secara mendalam dan komprehensif tentang komunikasi kelompok, norma, komunitas, dan solidaritas. Bab III Metodologi Penelitian Dalam bab ini penulis menyajikan pembahasan metodologi Etnografi Komunikasi sebagai ‘alat’ dan teori untuk membedah dan membongkar subjek penelitian. 7 Bab IV Objek Penelitian Bab ini membahas asal-usul objek penelitian, yakni komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung Bab V Pembahasan Bab ini membahas isi dan praktik komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung Bab VI. Kesimpulan Dalam bab ini, penulis mencoba menyajikan kesimpulan dari analisis konprehensif dalam bentuk kesimpulan tersusun. Dan saran-saran heuristik untuk penelitian lanjutan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi “Komunikasi adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya, melalui penggunaan simbol-kata, gambar, angka, grafik, dan lainlain”. (Berelson&Steiner 1964 dalam Rakhmat,1986: 10). Secara garis besarnya, dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi dapat dipandang baik dan efektif sejauh ide, informasi, dan sebagainya, dimiliki bersama oleh atau mempunyai kebersamaan arti bagi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut, tak terkecuali dalam kelompok. Dengan adanya komunikasi yang baik dalam kelompok, dengan sendirinya suatu kelompok akan berjalan dengan baik, dan juga sebaliknya apabila dalam suatu kelompok komunikasi kurang berjalan, maka kelompok tersebut kurang berjalan sesuai dengan harapan. 2.2. Kelompok “Kelompok adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut”. (Sherif dalam Gerungan 2000: 84). Kelompok sosial dapat digolongkan ke dalam bermacam-macam jenis. Menurut Gerungan (2000: 86-87) dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sosial, 18 19 suatu penggolongan utama telah membedakan primary group dan secondary group atau kelompok primer dan sekunder. 1. Kelompok primer Kelompok sosial yang dalam aktivitas kelompoknya sering melakukan tatap muka, dan saling berhubungan erat antara anggota satu dengan anggota lainnya, sehingga kelompok ini bersifat kekeluargaan. Dalam kelompok primer, individu dapat mengembangkan sifat sosialnya, diantaranya lebih mementingkan kelompok daripada kepentingan pribadi. 2. Kelompok Sekunder Kelompok sosial yang dalam melakukan interaksinya tidak berhubungan langsung atau dilakukan secara berjauhan, sifatnya bisa digolongkan formil, sehingga kelompok ini kurang bersifat kekeluargaan. Misalnya partai politik dll. Terdapat pula pembagian kelompok sosial berdasarkan sifatnya, yaitu kelompok formal (kelompok resmi) dan kelompok informal (kelompok tak resmi). Inti perbedaan kelompok formal dan informal ialah “bahwa kelompok informal itu tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan-peraturan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tertulis seperti pada kelompok formal”. (Gerungan, 2000: 87). Ciri-ciri interaksi pada kelompok informal hampir sama dengan ciriciri interaksi kelompok primer yang lebih bersifat kekeluargaan dengan corak simpati, sedangkan ciri-ciri interaksi kelompok formal hampir sama dengan ciriciri interaksi kelompok sekunder, dengan memperhitungkan pertimbangan- 20 pertimbangan rasional objektif. misalnya semua perkumpulan yang beranggapan dasar dan beranggaran rumah tangga merupakan kelompok resmi. Menurut Gerungan (2000: 88-89), terdapat empat ciri utama kelompok social yang membedakannya dari bentuk-bentuk interaksi sosial lainnya, yaitu: 1. Motif yang sama antara anggota kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai tujuan dan motif yang sama untuk mencapai tujuannya. Dengan berkumpul bersama, tujuan individu tersebut akan diperoleh lebih mudah. Secara jelasnya, dorongan dan motif yang sama antar anggota kelompok merupakan sebab utama terbentuknya kelompok sosial tersebut. 2. Reaksi-reaksi dan kecakapan yang berlainan antar anggota kelompok. Dalam suatu kelompok sosial akan terjadi akibat-akibat yang berlainan dari proses interaksi, sehingga menimbulkan kecakapan-kecakapan yang berbeda antar individu. Hal demikian menyebabkan terbentuknya pembagian-pembagian tugas dan struktur tugas-tugas tertentu untuk mencapai tujuan bersama. 3. Penegasan struktur kelompok. Pembentukan atau penegasan struktur organisasi akan terbentuk dengan sendirinya dalam melakukan tujuan kelompok. Dalam hal ini menyangkut hierarki, peranan dan tugas masing-masing individu dalam kelompok. 4. Penegasan norma-norma kelompok. Penegasan norma-norma merupakan hal yang sangat penting dalam suatu kelompok, karena norma-norma mengatur tingkah laku anggota kelompok dalam merealisasikan tujuannya 21 2.3. Dinamika Kelompok Menurut (Hampton, Summer & Webber, 1973). Sebuah kelompok biasanya melakukan tiga fungsi bagi anggotanya yang dimaksud dengan dinamika kelompok, yaitu: 1. Memenuhi kebutuhan antar persona 1. Memberi dukungan bagi konsep diri perorangan, dan 2. Melindungi para individu dari kesalahan mereka sendiri. Secara jelasnya, Secara jelasnya, dinamika kelompok adalah “analisis dari hubungan-hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip, bahwa tingkah laku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial”.(Gerungan 2000: 110) Perilaku kelompok merupakan tingkah laku perorangan dalam kelompok, sehingga anggota kelompok bertingkah berbeda-beda. Jika kita ingin membahas kelompok, selain harus memahami individu-individu dalam kelompok, kita juga harus memahami interaksi dalam kelompok tersebut. Menurut Effendy, (1986: 59) dalam bukunya yang berjudul DimensiDimensi Komunikasi terdapat dua tahap aktivitas untuk melakukan pendekatan kepada masalah interaksi dalam kelompok, yakni: Pertama: Tahap gagasan Tahap dimana anggota-anggota kelompok berusaha untuk saling berkomunikasi antar anggotanya untuk memecahkan masalah. Untuk itulah suatu kelompok tersebut terbentuk. Kedua: Tahap emosional social 22 Tahap dimana anggota-anggota kelompok terlibat pertentangan mengenai masalah pendapat. Hal ini ditujukan untuk mempersatukan pendapat para anggota kelompok. Dalam komunikasi kelompok, peran komunikator sangatlah besar. Hal penting yang perlu diperhatikan seorang komunikator dalam menghadapi kelompok ialah bahwa setiap kelompok mempunyai norma-norma sendiri-sendiri. 2.4. Norma-norma kelompok Norma kelompok bukanlah merupakan penilaian berupa angka mengenai tingkah laku anggota sebuah kelompok, melainkan mengenai pedoman-pedoman yang mengatur tingkah laku individu kelompok dalam bermacam-macam situasi sosial. Norma kelompok adalah “Pengertian-pengertian yang seragam mengenai cara-cara tingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila terjadi sesuatu yang bersangkut paut dengan kehidupan kelompok itu”.(Gerungan 2000: 95-96). Norma-norma kelompok menyangkut cara-cara tingkah laku yang diharapkan dari semua anggota-anggota kelompok dalam keadaan yang berhubungan dengan kehidupan dan tujuan interaksi kelompok. Pengertian norma disini adalah tentang bagaimana seharusnya anggota kelompok bertingkah laku Norma kelompok memberi pedoman mengenai tingkah laku mana dan sampai batas mana tingkah laku yang masih dapat diterima oleh kelompok, dan tingkah laku anggota yang mana tidak diperbolehkan oleh kelompok. Misalnya, 23 kelompok dapat memiliki norma-norma mengenai batas-batas tingkah laku yang bisa dikatakan solider. Norma-norma atau pedoman-pedoman semacam ini senantiasa terdapat pada tiap-tiap kelompok, walaupun kelompok itu sering memperlihatkan sikap-sikap anti norma seperti kelompok geng motor. Norma-norma dalam kelompok resmi biasanya sudah tercantum dalam anggaran rumah tangga atau anggaran dasar, seperti norma tingkah laku anggota masyarakat suatu negara yang tertulis dalam undang-undang buku hukum pidana atau perdata. Setiap kelompok pasti mempunyai norma-norma, namun norma-norma tersebut tidak selalu tertulis. Menurut Gerungan (2000: 88-89) terdapat beberapa cara untuk mengetahui adanya norma-norma kelompok yang tidak tertulis, diantaranya adalah: 1. Dengan mengamat-amati tingkah laku yang seragam dari serbagai individu anggota kelompok. Misalnya dalam penelitian terhadap anggota-anggota geng yang terdiri atas pemuda-pemuda jahat itu, nyata bahwa merekapun mempunyai norma-norma. 2. Dapat pula ditarik kesimpulan mengenai adanya norma-norma dalam sebuah kelompok dengan menunjukannya secara eksperimental. 3. Terdapatnya sistem penghargaan dalam kelompok sosial, mengenai tingkah laku yang dianggap baik, serta sistem hukuman (sanksi-sanksi) apabila orang melanggar batas tingkah laku yang baik itu, juga menyatakan bahwa dalam kelompok itu terdapat norma. 24 “Apabila dalam kelompok terdapat penghargaan-penghargaan dan hukuman-hukuman tertentu atas bermacam-macam tingkah laku, maka sudah dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok tersebut mempunyai norma-norma”. (Gerungan 2000: 97). Pengaruh norma dalam kelompok akan mempengaruhi cara berfikir, cara bertingkah laku, dan cara menanggapi keadaan. Nilai-nilai hidup kita sebagian besar kita pelajari dari kehidupan dalam kelompok, contoh kecilnya adalah kehidupan dalam keluarga. Perubahan sikap, tingkah laku dan tanggapan terhadap perangsang sosial banyak yang harus disesuaikan dengan norma-norma kelompok. Apabila sebuah pesan komunikasi akan mempengaruhi atau memberikan perubahan tingkah laku atau sikap kita, maka kita mengadakan penjajalan apakah norma kelompok akan menyetujui perubahan tersebut. Jika norma kelompok ternyata tidak cocok dengan pengaruh komunikasi terhadap kita, maka kita tidak akan begitu gairah untuk membiarkan diri dipengaruhi oleh komunikasi tersebut, hal itu berlaku selama kita bersikap setia terhadap kelompok. Namun terdapat semacam batasan-batasan di dalam kelompok, semua anggota kelompok tidak boleh melewati batas kewajaran yang telah ditentukan bersama dalam kelompok. Anggota yang melanggar batasan-batasan tertentu dianggap perlu untuk dikoreksi. Tindakan mengkoreksi anggota tersebut sangat bervariasi, mulai dari mengkritik, menyindir, memperingatkan, sampai dihukum dengan pukulan apabila dia melanggar batasan dalam kelompok tersebut. Dengan adanya sanki-sanksi dan hukuman bagi anggota yang melanggar batasan tersebut 25 maka nyatalah bahwa terdapatnya norma-norma dalam suatu kelompok, walaupun norma tersebut tidak tertulis. Interaksi kebersamaan hampir sama halnya dengan interaksi kelompok, mempunyai pengaruh-pengaruh terhadap pengalaman dan tingkah laku individu. Pengaruh dari interaksi kelompok ini diantaranya adalah timbulnya sense of belonging, timbulnya pengharapan-pengharapan mengenai kemampuan anggotaanggota kelompok dalam merealisasikan tujuan kelompok, timbulnya perasaan solidaritas dalam kelompok, timbulnya norma-norma kelompok dan lain-lain, semuanya itu merupakan hasil bersama dari interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya di dalam situasi kelompok. 2.5. Komunitas Komunitas sendiri dapat digolongkan ke dalam jenis kelompok informal. W.A Gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial mengartikan “kelompok informal sebagai kelompok yang tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturanperaturan anggaran dasar dan angaran rumah-tangga tertulis”.(Gerungan, 1996:87) Kelompok informal mempunyai pembagian tugas, peranan-peranan tertentu, termasuk norma yang mengikat tingkah laku anggota, tetapi hal ini tidak dirumuskan secara tertulis. Ciri-ciri interaksi kelompok tak resmi hampir sama dengan ciri-ciri interaksi kelompok primer serta bersifat kekeluargaan dengan corak simpati. 26 Pembentukan kelompok informal sering terjadi terjadi di tengah-tengah kehidupan sehari-hari, di lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal, atau di sela keberlangsuangan pendidikan di kampus. Lazimnya beberapa orang mempunyai pandangan yang sama, kemudian saling berinteraksi dan menghasilkan pengalaman bersama yang memberi kesan mendalam pada tiap personalnya. Sementara itu disadari bahwa ada perbedaan dalam pemahaman budaya antara komunitas yang satu dengan komunitas lainnya, oleh karena itu terdapat kategori yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda tersebut. Menurut Birowo, (2004:112-113). Kategori untuk membandingkan budaya diantaranya: 1. Ways of Speaking. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat pola-pola komunikasi komunitas. 2. Ideal of the fluent speaker. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat sesuatu yang menunjukan hal-hal yang pantas dicontoh/dilakukan oleh seorang komunikator. 3. Speech community. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat komunitas ujaran itu sendiri, berikut batasan-batasannya. 4. Speech situation. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat situasi ketika sebuah bentuk ujaran dipandang sesuai dengan komunitasnya. 5. Speech Event. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat peristiwaperistiwa ujaran yang dipertimbangkan merupakan bentuk komunikasi yang layak bagi para anggota komunitas budaya. 27 6. Speech act. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat seperangkat perilaku khusus yang dianggap komunikasi dalam sebuah peristiwa ujaran. 7. Component of speech acts. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat komponen tindak ujaran. 8. The rules of speaking in the community. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat garis-garis pedoman yang menjadi sarana penilaian perilaku komunikatif. 9. The function of speech in the community. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat fungsi komunikasi dalam sebuah komunitas. Dalam kerangka ini, menyangkut kepercayaan bahwa sebuah tindakan ujaran dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dalam komunitas budaya. 2.6. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok merupakan pemahaman tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam suatu kelompok, dan bukan penjelasan mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sebuah nasehat tentang cara-cara bagaimana komunikasi yang baik ditempuh. Sedangkan pengertian komunikasi kelompok adalah “komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang”.(Effendy, 1993 : 75). Jika sekelompok orang yang menjadi komunikan sedikit, maka komunikasi yang berlangsung disebut dengan komunikasi kelompok kecil. Namun, jika komunikan dalam kelompok 28 tersebut banyak, maka komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok besar Komunikasi kelompok kecil bersifat lebih formal, lebih terorganisir daripada komunikasi antar pribadi, contoh komunikasi kelompok kecil ialah: diskusi, rapat, kuliah, ceramah, forum dan lain-lain. Komunikasi kelompok kecil dapat dikatakan komunikasi yang efektif, karena dalam komunikasi kelompok kecil komunikator dapat melihat reaksi komunikan, dapat mengajukan pertanyaan apakah mengerti atau tidak, dapat mengulangi pesannya, dapat meyakinkan , dan sebagainya, sehingga komunikasi berlangsung sukses. Sedangkan pada komunikasi kelompok besar berbeda dengan situasi kelompok kecil. Dalam komunikasi kelompok besar kontak antara komunikator dengan komunikan jauh lebih kurang dibandingkan dengan situasi kelompok kecil, apalagi jika dibandingkan dengan situasi komunikasi antar pribadi. Dalam kelompok besar komunikan hanya bisa memberikan tanggapan yang sifatnya emosional. Disini komunikator bertindak hanya seorang saja. misalnya pidato Hitler di stadiun Neurenberg. Situasi kelompok besar menimbulkan penjalaran semangat yang menyalanyala dari komunikan semacam histeria massa atau hipnotis secara kolektif, yang akan mempengaruhi pikiran dan tindakan komunikan. Menurut Effendy,(1993:76-78) karakteristik komunikasi kelompok kecil dari kelompok besar yaitu: 1. komunikasi kelompok kecil Adalah komunikasi yang: yang membedakan 29 a. ditujukan kepada kognisi komunikan b. prosesnya berlangsung secara dialogis Dalam komunikasi kelompok kecil, komunikator langsung berhadapan dengan komunikannya, sehingga komunikator bisa melihat langsung reaksi dari komunikan, misalnya kuliah, diskusi dll. 2. Komunikasi kelompok besar Sebagai kebalikan dari komunikasi kelompok kecil, komunikasi kelompok besar (large/ macro group communication) adalah komunikasi yang: c. ditujukan kepada kognisi komunikan d. prosesnya berlangsung secara linear, Pesan komunikator ditujukan kepada afeksi komunikan, atau kepada hatinya, komunikasi kelompok besar juga dilakukan secara searah. contohnya adalah rapat raksasa yang dilaksanakan di sebuah lapangan 2.7. Variabel komunikasi kelompok Perhatian utama pada komunikasi kelompok adalah proses-proses komunikasi kelompok. Jadi, variabel-variabel atau konsep-konsep yang secara khusus berhubungan dengan gejala komunikasi lebih sentral terhadap komunikasi kelompok daripada kejadian-kejadian lain dalam suatu kelompok. Menurut Goldberg & Larson (1985: 61-64), Variabel komunikasi kelompok diantaranya: 1. Variabel tingkah laku Variabel tingkah laku menyangkut segala sesuatu yang dilakukan oleh komunikan ketika anggota kelompok berinteraksi dengan anggota lainnya. 30 2. Variabel-variabel perseptual dan anggota Variabel perseptual merupakan kepercayaan atau pendapat-pendapat para anggota mengenai proses komunikasi yang mempengaruhi para anggota ketika melakukan interaksi. 3. Ciri-ciri kelompok Ciri-ciri kelompok kelompok meliputi norma-norma kelompok, suasana kelompok, konflik antar pribadi, ciri-ciri kelompok dan sebagainya.. 2.8. Teori Komunikasi Kelompok Kecil Sejumlah teori dikembangkan untuk memahami situasi kelompok kecil, sehingga komunikasi kelompok merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari. Selain itu, psikologi sosial berusaha memahami serta menjelaskan proses komunikasi kelompok kecil, dan karena adanya latar belakang perhatian terhadap deskripsi, untuk berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang tertanam secara mantap dalam penelitian dan teori sehingga akan membantu individu dalam kelompok dalam meningkatkan penampilan berkomunikasi suatu kelompok. Teori yang mempunyai relevansi besar bagi komunikasi kelompok geng motor ini adalah: Teori Bales: Analisis proses interaksi Teori ini menerangkan bahwa kategori tugas dan sosio-emosional, dua kategori tersebut dibagi sama dalam unsur positif dan unsur negatifnya, sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa kegiatan komunikasi tersebut berkaitan dengan tugas selama satu tahapan sidang, oleh karena itulah kelompok tersebut 31 cenderung mempertahankan keseimbangan mereka. Goldberg & Larson (1985: 49-57) 2.9. Konsep-konsep komunikasi kelompok kecil Sebagaimana diungkapkan oleh Goldberg & Larson (1985: 105-106) dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Kelompok bahwa Konsep-konsep komunikasi kelompok kecil terdiri atas: 1. Norma-norma kelompok Norma merupakan pedoman-pedoman untuk mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok, norma terdiri dari gambaran mengenai apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan anggota dalam suatu kelompok. Setiap kelompok pasti mempunyai norma-norma, namun norma tersebut tidak tertulis dalam anggaran dasar seperti norma masyarakat dalam suatu negara yang tertulis dalam undang-undang. 2. Iklim sosial Iklim sosial mengacu kepada interaksi anggota-anggota suatu kelompok, misalkan kelompok tersebut bersifat resmi atau tidak resmi, santai, tegang, anarkis dan sebagainya. 3. Penyesuaian Setiap anggota yang masuk dalam suatu kelompok harus menyesuaikan diri dengan peraturan atau norma-norma dalam kelompok tersebut. Anggota yang melanggar norma akan mendapatkan hukuman sesuai peraturan yang telah ditentukan dalam kelompok tersebut. 32 2.10. Proses komunikasi kelompok Semua orang tidak akan terpisah dari komunikasi kelompok, terkecuali bila orang tersebut selalu menyendiri atau tidak berinteraksi dengan masyarakat sekitar, komunikasi kelompok sangat luas sekali jangkauannya, partisipasi dalam komunikasi kelompok bisa bermacam-macam bentuknya, mulai dari orientasi kepada tugas, sampai dengan berorientasi pada masyarakat. Meskipun kelompok kecil berusaha mencapai tujuan-tujuan dengan hanya mendiskusikan isi dari permasalahan yang dihadapinya, namun salah satu faktor yang selalu menentukan kekuatan hasil diskusi kelompok ialah bagaimana caranya masalah-maslaah prosedural diangkat dan diselesaikan oleh anggota kelompok. Selain dari kode-kode dalam proses komunikasi kelompok, para ahli komunikasi mengemukakan fase-fase yang terjadi dalam komunikasi kelompok. Menurt (Goldberg & Larson 1985: 25-26) fase-fase tersebut adalah: 1. Orientasi Dalam fase ini, anggota kelompok berada pada tahap perkenalan atau awal dalam komunikasi kelompok. Anggota kelompok menyatakan pendapat, ide-ide dan sikap sementara. 2. Konflik Fase ini biasanya ditandai oleh perbedaan pendapat para anggota. Disini para anggota mulai mengambil sikap untuk berargumentasi terhadap pendapat anggota lain, dan komentar-komentar yang dilontarkan lebih semangat. 33 3. Timbulnya sikap-sikap baru. Dalam fase ini sering terjadi perubahan dari sikap para anggota diskusi, dari tidak setuju menjadi setuju, sehingga timbul usulan-keputusan tertentu yang akan disepakati. 4. Dukungan Perbedaan pendapat mulai berakhir, komentar-komentar yang meragukan tidak terlihat, dukungan-dukungan bermunculan, khususnya dalam menyetujui beberapa usulan-keputusan tertentu. Fase ini ditandai oleh semangat kesatuan. Kerja sama antar individu yang baik di dalam suatu kelompok tidak terjadi dengan sendirinya, maka untuk berusaha supaya dalam kelompok terdapat kerja sama yang efektip, berhasil baik terdapat beberapa prinsip yang hendak diperhatikan. Menurut Gerungan (2000: 124-127), terdapat 8 prinsip-prinsip yang menentukan kelompok tersebut efektip, diantaranya: 1. Suasana Setiap anggota dianggap setaraf dalam suatu kelompok., sehingga tidak terjadi ekploitasi terhadap anggotanya. Sehingga anggota kelompok merasa nyaman ketika mereka berada dalam lingkungan kelompoknya. 2. Rasa aman Anggota kelompok merasa aman ketika mereka berada dalam lingkungan kelompok. Tidak ada faktor-faktor yang akan menghambat produktivitas kelompok seperti ancaman terhadap anggota lain ataupun kecurigaan sesama anggota kelompok. 3. Kepemimpinan bergilir 34 Pemimpin hendaknya dilakukan secara bergilir. Dengan kepemimpinan bergilir akan timbul kepercayaan akan kemampuan diri sendiri dan kepercayaan terhadap anggota lain, hal demikian merupakan ciri bahwa kelompok tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik.. 4. Perumusan tujuan Sebuah kelompok akan berjalan efektip jika kelompok tersebut mempunyai tujuan yang sudah jelas, sehingga anggota-anggota yang tergabung dalam kelompok itu merupakan individu yang mempunyai tujuan yang sama. Jika anggota dalam kelompok mempunyai tujuan yang sama, maka para anggota akan melaksanakan tugas dengan baik, sehingga kelompok dapat berjalan secara efektip. 5. Fleksibilitas Dalam merencanakan tujuan, hendaknya disertai oleh alternatip-alternatip lain. Hal demikian sangat berguna jika dalam pelaksanaan tujuan terdapat kendala-kendala yang tak terduga. 6. Mufakat Sebelum melakukan tindakan, suatu kelompok hendaklah melakukan pertimbangan-pertimbangan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan menjadi tanggung jawab bersama juga. 7. Kesadaran berkelompok Jika suatu kelompok ingin berjalan secara efektip, maka anggota-anggota kelompok harus mempunyai rasa saling pengertian, sehingga terjalin kerjasama 35 yang baik dalam kelompok tersebut. Jika kerjasama dilaksanakan dengan baik, maka kelompok tersebut akan lebih mudah dalam merealisasikan tujuantujuannya. 8. Evaluasi yang sinambung Kelompok harus senantiasa melakukan kegiatan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatannya karena kegiatan-kegiatan kelompok tersebut harus sesuai dengan keinginan anggota-anggota kelompok. Jika kegiatan tersebut dirasakan tidak sesuai dengan keinginan anggota, maka lebih baik dilakukan perubahan. 2.11. Kepemimpinan dalam komunikasi kelompok Dalam proses komunikasi kelompok tidak akan terpisah dari kepemimpinan, salah satu faktor yang mendukung keberhasilan dalam komunikasi kelompok diantaranya adalah faktor kepemimpinan. Pemimpin mempunyai peran yang aktif dan sangat berpengaruh dalam segala masalah yang berkenaan dengan kebutuhan-kebutuhan anggota kelompok, karena pemimpin dalam kelompok merupakan orang yang selalu terlibat dalam pengambilan keputusan. Pemimpin ikut serta merasakan kebutuhan-kebutuhan kelompoknya, pemimpinpun membantu dan menstimulasi anggota-anggotanya dalam kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Kepemimpinan merupakan keseluruhan dari keterampilan dan sikap yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Secara langsung pemimpin mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam produktivitas kelompok. Pada umumnya tugas pemimpin ialah mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinnya dapat 36 merealisasi tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerjasama yang produktif dan dalam keadaan-keadaan bagaimana pun yang dihadapi kelompoknya. Walaupun anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama yang ingin mereka laksanakan secara kerjasama, kerapkali berbeda-beda penglihatannya mengenai keadaan-keadaan kelompok dan mengenai tugas-tugasnya masingmasing, maka pemimpin harus dapat menginteraksi penglihatan anggota kelompok masing-masing, dan harus dapat memberikan suatu dasar pandangan kelompok yang menyeluruh mengenai situasi di dalam dan di luar kelompok, dan pandangan itu dapat diterima oleh semua anggota kelompok yang bersangkutan. Dalam buku Psikologi Sosial (Gerungan 2000: 129-131). Tugas-tugas utama pemimpin menurut Lewin, Lippit, dan White diantaranya: 1. Memberikan struktur-struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya. Dalam situasi yang rumit, pemimpin mencoba memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada anggota kelompok dengan mempertimbangkan halhal yang dianggap baik untuk kelangsungan kelompoknya. Dalam hal ini pemimpin membedakan hal-hal yang yang dianggap penting dan kurang penting oleh kelompoknya. 2. Mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok. Pemimpin mengawasi tingkah laku anggota kelompok, jika dalam prakteknya anggota kelompok melanggar norma, maka pemimpin harus menepati peraturan-peraturan kelompok, dengan menggunakan sistem penghargaan dan hukuman. 37 3. Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya. Pemimpin menafsirkan keadaan dalam kelompok untuk dapat menerangkan ke dunia luar mengenai kelompoknya. Hal ini bisa berupa pengharapan-pengharapan, kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan kelompoknya. Selain mempunyai tugas, pemimpin juga mempunyai gaya kepemimpinan, menurut Gerungan (2000: 132-133), terdapat 3 gaya, yakni: 1. Cara Otoriter Pemimpin mengambil keputusan sendiri mengenai hal yang akan dilakukan oleh kelompoknya. Dalam hal ini, anggota-anggota kelompok hanya diberikan intruksi mengenai langkah-langkahnya, namun anggota kelompok tidak diberi tahu rencana keseluruhannya. 2. Cara demokratis Dalam melakukan setiap kegiatannya, pemimpin selalu melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan anggota kelompok. Pemimpin memberikan saran kepada anggota-anggota kelompok mengenai tugas-tugasnya. Dalam hal ini, pemimpin ikut serta melakukan kegiatan yang dilakukan oleh kelompok, disini pemimpin berperan sebagai orang orang yang lebih berpengalaman 3. Cara Laissez Faire Penentuan tujuan dan kegian kelompok diserahkan pada anggota kelompok. Dalam hal ini, pemimpin hanya menjadi penonton saja, pemimpin menyerahkan segala sesuatu yang diperlukan oleh kelompok, namun tidak berinteraksi bersama kelompoknya. 38 2.12. Solidaritas Solidaritas merupakan hal yang selalu menyertai kelompok. Solidaritas adalah “kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial”.(Gerungan, 2000: 94). Solidaritas kelompok yang tinggi, dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman anggotanya bahwa tindakan-tindakan yang diharapkan timbal-balik dari anggota kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing anggota dalam kelompok. Solidaritas yang tinggi terbentuk karena kepercayaan anggota-anggotanya terhadap kemampuan anggota lain dalam melaksanakan tugasnya secara baik. Kepercayaan tersebut sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman anggota kelompok dalam situasi-situasi yang sukar. Semakin tinggi solidaritas kelompok, akan semakin efektip pula kelompok tersebut, sehingga kelompok akan terasa semakin kokoh interaksi sosialnya. Keadaan kelompok seperti itu akan mempertebal sense of belonging antar anggota kelompok. 2.13. Geng Motor Eksistensi mempunyai makna subjektif, tergantung dari pemikiran setiap individu. Setiap orang mempunyai ukuran yang berbeda-beda mengenai standar hidup, kepuasan, kebutuhan, idealisme dan sebagainya. Dengan demikian, eksistensi diri sangat ditentukan bagaimana seseorang merumuskan tujuan hidupnya. Menetapkan tujuan hidup mempunyai segi positif, antara lain agar tidak mudah diombang-ambing perubahan situasi dan kondisi lingkungan, memiliki 39 semangat untuk maju demi mencapai tujuan tersebut. Namun selain memiliki sisi positif, idealisme juga mempunyai sisi negatif. Setiap manusia pasti mengalami kondisi yang mengakibatkan eksistensinya terarah kepada hal negatif, hal-hal yang termasuk eksistensi negatif diantaranya adalah kenakalan. Citra remaja sering kali dianggap negatif karena perilakunya yang dinilai oleh masyarakat menyimpang dari nilai-nilai sosial yang dianut. Erikson berpendapat bahwa “Kenakalan lebih sering disebabkan oleh krisis dalam menemukan identitas diri yang dialami orang bersangkutan. Dikatakan bahwa individu itu mengalami adolesen selama masa tertentu ketika ia tidak mampu memutuskan sesuatu”. (Erikson dalam Panuju, 1994 : 19). Dampak negatif dari eksistensi yang terjadi pada remaja salah satunya adalah dengan masuk ke dalam komunitas geng motor, hal ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, namun tidak selalu demikian. Pada hakikatnya usia remaja adalah usia labil yang rentan terhadap segala sesuatu, khususnya yang bersifat negatif. Melihat eksistensi remaja yang kian membesar baik bentuk maupun intensitasnya, agaknya tidak lagi memadai jika hal tersebut dipandang sebagai fenomena kenakalan remaja. Kumpulan anak muda yang menamakan dirinya geng motor bukan sekedar ilusi. Geng tidak hanya ada dalam film-film. Geng-geng remaja adalah realitas. Berbagai peristiwa yang menjurus pada kriminalitas oleh sejumlah geng remaja, baik yang diberitakan ataupun yang tidak diberitakan, menunjukan realitas itu… keberadaan geng biasanya sulit diidentifikasikan, bentuk organisasinya liar (tidak disahkan melalui undang-undang yang berlaku), sifatnya anonim, dan aktivitasnya juga kurang dapat dikontrol. Dan uniknya, solidaritas diantara para anggota geng sangat tinggi, sehingga mobilitas mereka umumnya cepat dan tinggi pula. Dalam realitasnya, aktivitasnya kumpulan anak muda ini tidak selalu 40 menunjukan itikad yang baik. Seringkali justru menimbulkan kekacauan yang menimbulkan kekacauan yang merepotkan pihak keamanan. (Panuju,1994:29) Di Amerika Serikat, geng motor dapat digambarkan dengan keterlibatan mereka dalam aktivitas kejahatan, seperti berhadapan dengan senjata api, penjualan narkotika dan pencurian sepeda motor. Geng motor dianggap sebagai kelompok yang aktivitasnya ditujukan untuk menipu/menerima uang besar dari aktivitas tidak sah seperti pelacuran, pornografi, pemerasan, telemarketing curang dan narkoba. Hal ini dilakukan oleh geng motor yang menamakan dirinya Hell Angels dan The Bandidos. “In rural areas of the United States (especially the U.S. South and Southwest), it has been claimed by law enforcement that the Hells Angels are heavily involved with the production and distribution of methamphetamine. In Canada, the same claim has been demonstrated in the book, "Angels of Death : (http://en.wikipedia.org/wiki/Outlaw_motorcycle_club) BAB III METODOLOGI 3.1. Metode Penelitian Kualitatif Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dalam metode penelitian kualitatif manusia dianggap subjek yang sama dengan peneliti. Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang lebih menempatkan manusia sebagai data semata. Kaum subjektivitas menjelaskan makna perilaku dengan menafsirkan apa yang orang lakukan. Interfensi atas perilaku ini tidak bersifat kausal, dan tidak bisa juga dijelaskan pula lewat hukum atas generalisasi empiris seperti apa yang dilakukan ilmuwan objektif. …studi yang menggunakan pendekatan subjektif sering disebut studi humanistic, dan arena itu sering juga disebut humaniora (humanities). Pendekatan subjektif mengasumsikan bahwa pengetahuan tidak mempunyai sifat yang objektif dan sifat yang tetap, melainkan bersifat interfretif”. (Mulyana, 2001 : 32-33) Metode kualitatif memandang fakta sebagai suatu yang berdimensi banyak, suatu kesatuan yang utuh, serta dapat berubah-ubah. sehingga rancangan penelitian disusun secara rinci dan pasti sebelum penelitiannya dimulai. Untuk alasan itu pula pengertian kualitatif sering disosialisasikan dengan teknik analisis data dan penulisan laporan penelitian. Dimana menurut Bogdan & Taylor : “Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data desakriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik”. (dalam Moleong, 2002 : 3) 43 44 Untuk mempertegas landasan penelitian kualitatif ini, penulis mengacu pada karakteristik penelitian kualitatif Moleong, (2002: 4-8), yaitu: 1. Latar alamiah. Menurut Lincoln dan Guba (1985:39), alamiah menghendaki kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Menurut mereka hal tersebut didasarkan atas beberapa asumsi: (1) tindakan perngamatan mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan-dalamkonteks untuk keperluan pemahaman; (2) konteks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya, yang berarti bahwa suatu fenomena harus diteliti dalam keseluruhan pengaruh lapangan; dan (3) sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determininatif terhadap apa yang akan dicari. 2. Manusia sebagai alat (instrument). Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan-manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagaimana yang lazim dilakukan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. 3. Metode kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan atas beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; 45 kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 4. Analisis data secara induktif. Analisis induktif ini digunakan karena beberapa alasan. Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data; kedua analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akontabel; ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang tentang dapat-tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya; keempat analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan; dan terakhir, analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik. 5. Teori dari dasar (grounded theory). Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data. Pertama, tidak ada a priori yang dapat mencakupi kenyataan-kenyataan ganda yang mungkin akan dihadapi; kedua, penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga ia berusaha untuk sejauh mungkin menjadi netra; dan ketiga, teori dari-dasar lebih dapat responsif terhadap nilai-nilai kontekstual. 46 6. Deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau gambar bukan angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan-catatan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. 7. Lebih mementingkan proses daripada akhir. Hal ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. 8. Adanya “Batas” yang ditentukan oleh “Fokus”. Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. 9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data. Penelitian kualitatif meredifinisikan validitas, reliabilitas, dan objektivifitas dalam versi lain dibandingakan dengan lazim dalam penelitian klasik 10. Desain yang bersifat sementara. Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Jadi, tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku. 47 11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar penelitian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sumber data. 3.2. Pendekatan Etnografi Dalam penelitian kualitatif ini penulis mencoba membahas masalah dengan pendekatan etnografi. “Ember dan Ember (1990) mengungkapkan bahwa Etnographi adalah salah satu tipe penelitian antropologi budaya. Etno berarti orang atau folk, sementara grafi mengacu pada penggambaran sesuatu. Oleh karena itu etnografi merupakan penggambaran suatu budaya atau cara hidup orang dalam komunitas tertentu”. (Birowo, 2004 : 104). “Ada beberapa penelitian antropologi budaya. Tipe-tipe itu dikategorikan menurut kriteria jangkauan ruang dan jangkauan waktu, jangkauan ruang meliputi (1). Masyarakat tunggal, (2) sejumlah masyarakat di suatu wilayah, dan (3). Sampel organisasi. Sementara jangkauan waktu mencakup analisis historis dan analisis non historis”. (ibid) Sebagai salah satu tipe penelitian, etnografi diterapkan pada masyarakat tunggal, dan analisisnya bersifat nonhistoris. Peneliti harus berlama-lama tinggal di tempat penelitian itu, sehingga peneliti berhasil mendapatkan fakta dan data yang lengkap, jelas dan komprehensif. Untuk itu peneliti harus mengamati dengan baik kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam komunitas dan berbicara langsung dengan 48 orang-orang yang menjadi pelaku budayanya. Dalam hal ini, peneliti berupaya melihat budaya yang berbeda dalam komunitas tersebut. Di dalam melakukan penelitian, peneliti etnografi perlu memiliki landasan berpikir sesuai dengan paradigmanya, yakni konstruktivisme, karakteristik yang harus diperhatikan dalam penelitian etnografi diantaranya adalah: pertama, peneliti akan berfokus pada bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi komunikasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial sehari-hari. Kedua, subjek penelitian sebagai pelaku sosial dipandang sebagai interpreter dari lingkungan sosial mereka sendiri. Ketiga, penelitian dilakukan untuk menangkap konstruksi pada lapisan pertama dari para anggota budaya. Keempat, fokus pengembangan teori adalah relasi antara komunikasi dan budaya (Ting-Toomey, 1984 dalam Birowo, 2004 : 109). Dalam melakukan penelitian, peneliti etnografi memusatkan perhatiannya pada pemrosesan dan pemahaman dari sudut pandang yang diteliti, sehingga peneliti etnografi akan menemukan adanya realitas ganda. Apabila metode etnografi diterapkan dalam penelitian komunikasi, maka etnografi ini dapat disebut sebagai etnografi komunikasi. 3.3. Etnografi komunikasi “Etnografi komunikasi merupakan metode etnografi yang diterapkan untuk melihat pola-pola komunikasi kelompok. Kelompok dalam kerangka ini memiliki pengertian sebagai kelompok sosiologis (sosiological group). Oleh karena itu dapat pula dikemukakan sebagai penerapan metode etnografi untuk melihat pola-pola komunikasi komunitas (community)”. (ibid, 111-112) Pada tahun 1962 Dell Hymes mengemukakan bahwa Etnografi komunikasi merupakan pengembangan dari etnografi berbahasa. Etnografi komunikasi 49 dimaksudkan untuk mengkaji peranan bahasa dalam perilaku yang disebut komunikasi dalam suatu masyarakat. Sedangkan etnografi bahasa mengkaji situasi dan penggunaan serta pola fungsi bicara sebagai suatu kegiatan. Hal itu disebabkan karena kerangka yang dijadikan acuan tempat bahasa dalam suatu kebudayaan harus difokuskan pada komunikasi, karena bahasa merupakan bagian yang penting dari komunikasi tersebut. Ada empat asumsi etnografi komunikasi (Gerry Phillipsen dalam Littlejohn, 2002), yaitu pertama, para anggota budaya akan menciptakan makna yang digunakan bersama. Mereka menggunakan kode-kode yang memiliki derajat pemahaman yang sama. Kedua, para komunikator dalam sebuah komunitas budaya harus mengkordinasikan tindakan-tindakannya. Oleh karena itu di dalam komunitas itu akan terdapat aturan atau sistem dalam berkomunikasi. Ketiga, makna dan tindakan bersifat spesifik dalam sebuah komunitas, sehingga antara komunitas yang satu dan yang lainnya akan memiliki perbedaan dalam hal makna dan tindakan tersebut. keempat, selain memiliki kekhususan dalam hal makna dan tindakan, setiap komunitas juga memiliki kekhususan dalam hal cara memahami kode-kode makna dan tindakan. (Birowo, 2004:12). Oleh sebab itu, etnografi komunikasi mempunyai kemampuan untuk mengungkap komunikasi dalam komunitas yang membedakannya dengan komunitas lain. Menurut Birowo, (2004:112-113) ada sembilan kategori untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda tersebut, diantaranya: 1. Ways of Speaking. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat pola-pola komunikasi komunitas. 2. Ideal of the fluent speaker. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat sesuatu yang menunjukan hal-hal yang pantas dicontoh/dilakukan oleh seorang komunikator. 50 3. Speech community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat komunitas ujaran itu sendiri, berikut batasan-batasannya. 4. Speech situation. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat situasi ketika sebuah bentuk ujaran dipandang sesuai dengan komunitasnya. 5. Speech Event. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat peristiwa-peristiwa ujaran yang dipertimbangkan merupakan bentuk komunikasi yang layak bagi para anggota komunitas budaya. 6. Speech act. Dalam kategori ini, Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat seperangkat perilaku khusus yang dianggap komunikasi dalam sebuah peristiwa ujaran. 7. Component of speech acts. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat komponen tindak ujaran. 8. The rules of speaking in the community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat garis-garis pedoman yang menjadi sarana penilaian perilaku komunikatif. 9. The function of speech in the community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat fungsi komunikasi dalam sebuah komunitas. Sehingga ada tiga pertanyaan yang harus dikejar untuk mengungkap aspekaspek tersebut dalam penelitian. Menurut Birowo (2004 : 114), pertanyaan tersebut diantaranya: 1. Pertanyaan tentang norma 51 Pertanyaan mengenai hal-hal yang dianggap benar dan salah dalam komunikasi suatu kelompok budaya tersebut 2. Pertanyaan tentang bentuk Pertanyaan menyangkut jenis komunikasi yang dilakukan, yang didalamnya termasuk tindakan-tindakan yang dianggap komunikasi dalam komunitas budaya tersebut 3. Pertanyaan tentang kode-kode budaya Dalam hal ini menyangkut arti kata atau simbol-simbol yang menandakan komunitas budaya sebagai suatu tindakan komunikasi. Metode etnografi dilakukan dengan cara teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang termasuk kedalam teknik etnografi menurut Birowo, (2004 : 118-119) diantaranya adalah: 1. Observasi partisipatif. Dalam teknik observasi partisipatif, peneliti ikut berperan serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek. Selain itu, peneliti menulis segala sesuatu yang terjadi selama berada dalam lingkungan tersebut dengan interpretasi sendiri. 2. In-depth interview. Peneliti melakukan wawancara mendalam secara tatap muka terhadap nara sumber penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba memperoleh pendapat dan keyakinan sumber penelitian dari nara sumber. 52 3. Focus group discusion (fgd). Teknik ini berbentuk diskusi kelompok kecil yang diikuti oleh responden dengan dipandu oleh seorang fasilitator. Diskusi dilakukan terfokus, mendalam dan mengarah pada pokok penelitian. 4. life history. Teknik ini dilakukan dengan mengungkapkan cerita yang dikemukakan sendiri oleh si pemilik sejarah hidup tersebut dengan bahasanya sendiri. BAB IV XTC Sebagai Sarana Pencarian Identitas 4.1. Sejarah Geng Motor XTC Setiap manusia pasti mengalami kondisi yang mengakibatkan eksistensinya terarah kepada hal negatif, hal-hal tersebut diantaranya adalah kenakalan. Erikson berpendapat bahwa “Kenakalan lebih sering disebabkan oleh krisis dalam menemukan identitas diri yang dialami orang bersangkutan. Dikatakan bahwa individu itu mengalami adolesen selama masa tertentu ketika ia tidak mampu memutuskan sesuatu”. (Erikson dalam Panuju, 1994 : 19). Eksistensi remaja yang termasuk dalam kenakalan salah satunya adalah eksistensi anggota komunitas geng motor XTC di daerah Lingkungan salah satu SMUN di Bandung. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang dilakukan oleh komunitas ini dinilai masyarakat menyimpang dari nilai-nilai sosial. XTC adalah sebuah organisasi yang terbentuk sejak tahun 1981. Namun, anggota komunitas ini mulai memproklamirkan komunitasnya pada tahun 1982. Latar belakang anggota komunitas ini adalah sama-sama menyukai kendaraan bermotor. Ketertarikan para anggotanya terhadap kendaraan sepeda motor menjadi faktor significant bagi terbentuknya komunitas ini. Ketertarikan anak muda di kota Bandung terhadap sepeda motor menjadi sebab utama munculnya balapan-balapan liar, balapan liar adalah balapan tidak resmi yang dilakukan secara spontan. Berbeda dengan balapan legal, yang lebih identik dengan kejuaraan. Biasanya balapan liar ini dilakukan di lapangan 52 53 Tegallega, berbagai bengkel motor menjadi sponsor utama terlaksananya balapan ini, dengan cara demikian bengkel motor bisa menarik perhatian para pecinta motor untuk menggunakan jasa mereka. Secara rutin balapan itu terus berkembang, sehingga mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan. Dengan adanya pertemuan yang cukup sering dilakukan, para anggota balapan liar kemudian memberi nama kelompoknya dengan nama XTC yang merupakan kependekan dari Exalt To Coitus, yang artinya mengutamakan persetubuhan. Menurut keterangan dari Babot yang merupakan salah seorang mantan pengurus komunitas XTC yang sudah sejak tahun 1996 aktif dalam komunitas ini, nama XTC itu jika dilihat dari artinya tidak berkaitan dengan balapan atau sepeda motor, namun nama itu diambil atas kesepakatan para anggota. Beriring dengan waktu, para penggemar motor semakin bertambah, terutama di kalangan anak muda, sehingga banyak yang tertarik untuk masuk ke dalam kelompok ini. Pendiri XTC sebenarnya bukan satu orang. Terbentuknya komunitas ini diprakarsai oleh beberapa orang. Tempat yang dijadikan untuk berkumpul tidak dilakukan di satu tempat, beberapa tempat sering diidentikkan dengan komunitas geng motor ini. (Atas kesepakatan Penulis dan Nara Sumber, daerah tersebut tidak dituliskan). Anggota komunitas geng motor ini sebagian besar terdiri dari anakanak luar sekolah. Menginjak 1995, balapan liar mulai menyebar ke daerah Gasibu Bandung. Dengan penyebaran tersebut, secara otomatis menarik banyak masa dari kalangan anak muda di Bandung. Balapan liar banyak melibatkan anggota-anggota geng motor, sehingga sering terjadi perkelahian antar geng motor. Geng motor yang 54 sering terlibat dalam perkelahian tersebut diantaranya XTC, Brigez, M2R (Moon Raker) dan GBR Ketika tahun 1995, geng motor ini mulai masuk ke sekolah-sekolah, khususnya SMU (Sekolah Menengah Umum). Asal mula masuknya komunitas geng motor ini di kalangan pelajar dikarenakan banyak pelajar SMU yang bergabung dengan komunitas ini di luar sekolah. Pelajar tersebut membawa pergaulan komunitas geng motor XTC ke dalam lingkungan sekolah, sehingga lama-kelamaan komunitas geng motor XTC ini banyak merekrut anggotanya dari kalangan pelajar. Tidak hanya dikalangan pelajar SMU, komunitas ini merajalela tumbuh dan berkembang di kalangan pelajar SLTP. Menjadi anggota komunitas geng motor mungkin sudah dijadikan gaya hidup oleh sebagian pelajar kota Bandung. Sekolah yang identik dengan komunitas geng motor XTC diantaranya, SMU BPI 1, SMUN 11, SMUN 17, SMUN 18, SMUN 21, SMUN 22, SMU Pasundan 1. Dari keseluruhan SMU tersebut, SMUN 11 sangat kental dengan komunitas geng motor XTC ini. Hal itu dikarenakan pada tahun 1995 banyak siswa salah satu SMUN ini yang masuk ke dalam geng motor XTC, sehingga mereka sangat aktif dalam komunitas ini. Biasanya, komunitas geng motor di Bandung saling bermusuhan antara satu dengan lainnya. Penyebab permusuhan tersebut biasanya hanya menyangkut masalah gengsi, mereka beranggapan bahwa komunitasnya paling berkuasa. Sehingga setiap anggota geng motor di kota Bandung seringkali mencari masalah 55 dengan geng motor lainnya, hal itulah yang memicu perkelahian antar geng motor. Tahun 1997 sering disebut tahun berdarah bagi komunitas geng motor. Di tahun 1997 ini sering terjadi perkelahian antar pelajar yang mengatas namakan geng motor. Para pelaku perkelahian disinyalir banyak yang berasal dari salah satu SMUN ini, karena pada tahun tersebut siswa-siswa salah satu SMUN ini bisa dibilang pengendali komunitas geng motor XTC ini. Seringkali siswa salah satu SMUN ini yang tidak berperan serta terkena imbas oleh nama besar komunitas XTC di salah satu SMUN ini. Kejadian tersebut bisa dicontohkan disaat jam masuk sekolah atau jam 07.00 pagi, ketika sedang sibuk-sibuknya para siswa untuk sekolah. Di depan gerbang sekolah seringkali geng motor lain menjegal para siswa salah satu SMUN ini untuk melakukan pemerasan, acessoris yang dipake dijambret, bahkan sampai dompetpun diperiksa untuk diambil uangnya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa pelajar yang masuk ke dalam komunitas geng motor mempunyai nilai lebih di mata sebagian teman-teman wanitanya. Fenomena itu disebabkan karena pada usia remaja, cara aktualisasi diri dengan masuk komunitas geng motor merupakan tindakan yang cukup berani. 4.2. XTC Kembar Selama ini, salah satu SMUN ini sering diidentikan dengan komunitas geng motor XTC, hal ini disebabkan lingkungan salah satu SMUN ini dulunya sering dijadikan tempat berkumpulnya komunitas geng motor XTC Cabang 56 Kembar. Dari siswa SMU sampai dengan siswa diluar SMU, bahkan sampai dengan alumninya sering berkunjung ke salah satu SMUN ini. Komunitas geng motor XTC ini sangat terorganisir. Mulai koordinator pusat, koordinator cabang, wakil koordinator, koordinator sekolah, keamanan, sampai kepada anggotanya. Maksud dari pembagian jabatan tersebut, untuk memudahkan pengaturan anggota, sehingga apa yang direncanakan berjalan baik. Namun di sisi lain, keamanan mempunyai tugas berat yang hampir sama dengan jabatan koordinator. Setiap melakukan perkelahian dengan geng motor lain, keamanan bertanggung jawab atas anggota-anggotanya dan bertanggung jawab langsung kepada koordinator dan wakilnya. Koordinator cabang adalah orang yang memegang jabatan tertinggi pada wilayah tertentu. Maksud dari wilayah dalam geng motor adalah cabang dimana geng motor XTC itu berada. Cabang-cabang mempunyai kekuasaan yang cukup luas. (Atas kesepakatan Penulis dan Nara Sumber, daerah tersebut tidak dituliskan) Adapun struktur organisasi dan struktur program pengurus komunitas XTC ini, yakni: 57 Bagan 2 Struktur Organisasi Komunitas Geng Motor XTC Kembar Koordinator Pusat Koordinator Cabang Wakil Koordinator Koordinator Sekolah Keamanan Anggota Sumber: Interpretasi Penulis 58 Bagan 3 Struktur Program Pengurus Komunitas XTC Cabang Kembar Ospek Pusat Koordinator Pusat Kegiatan Organisasi Pemutihan Cabang Ospek cabang Koordinator Cabang Perekrutan anggota Koordinasi antar sekolah Wakil Kordinator Membantu tugas kordinator Perekrutan anggota Pertemuan sabtu malam Kordinator Sekolah Menampung aspirasi anggota Pertanggung jawaban terhadap anggota Keamanan Koordinator perkelahian dengan musuh Menjaga keutuhan anggota sekolah Sumber:Interpretasi Penulis 59 Cabang yang seringkali mendapat sorotan dari masyarakat maupun polisi adalah XTC Kembar. Ketika tahun 1995, anggota geng motor XTC Cabang Kembar banyak berasal dari salah satu SMUN ini, sehingga di salah satu SMUN ini terjadi regenerasi anggota komunitas ini. Setahun sekali senior komunitas geng motor ini melakukan perekrutan anggota baru, sasaran dari perekrutan komunitas geng motor ini adalah siswa-siswa baru. Namun, ketika tahun 2004, sekolah memperketat aturannya, siswa yang diketahui masuk komunitas geng motor akan mendapatkan sanksi yang cukup berat. Hal itu berdampak pada penurunan jumlah anggota baru. Dibalik kebrutalan geng motor ini, terdapat rasa solidaritas yang tinggi antar sesama anggotanya, sehingga komunitas ini terus tumbuh dan berkembang. Ikatan persaudaraan dalam komunitas ini bisa dibilang sangat tinggi. Tidaklah heran jika dalam setiap aksinya, komunitas ini dibilang sangat berani, hal itu adalah salah satu bentuk solidaritas dari komunitas ini. Sebagaimana diungkapkan oleh Panuju dalam bukunya yang berjudul Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan.“…Solidaritas diantara para anggota geng sangat tinggi, sehingga mobilitas mereka umumnya cepat dan tinggi pula. Dalam realitasnya, aktivitasnya kumpulan anak muda ini tidak selalu menunjukan itikad yang baik. Seringkali justru menimbulkan kekacauan yang menimbulkan kekacauan yang merepotkan pihak keamanan”. (Panuju, 1994:29). 60 4.3. Aktivitas Komunitas Geng Motor XTC Kembar Kegiatan komunitas ini diantaranya adalah: melakukan pertemuan yang waktunya tidak ditentukan (bisa tiap hari), pertemuan setiap Sabtu malam, Ospek cabang, dan Ospek pusat. Ospek cabang dilakukan untuk melantik anggota-anggota baru pada suatu cabang, sedangkan ospek pusat merupakan kelanjutan ospek cabang, sehingga anggota diakui keberadaannya dalam komunitas ini. Selain kegiatan tersebut, komunitas geng motor XTC ini juga mempunyai pertemuan wajib yang diadakan setahun sekali. Pertemuan yang dilakukan setahun sekali ini biasanya dilaksanakan pada bulan Ramadhan sambil melakukan buka puasa bersama. Tidak hanya satu cabang yang hadir dalam pertemuan wajib ini, semua cabang XTC yang lokasinya berdekatan dan antar ketuanya saling mengenal dekat turut ikut andil dalam pertemuan ini. Kegiatan ini dilakukan untuk memilih pengurus cabang yang baru, atau dalam bahasa mereka disebut dengan pemutihan. Dalam acara Ospek Cabang, sebagian anggota baru ditunjuk menjadi pengurus komunitas geng motor ini. Anggota-anggota baru yang terpilih sebagai pengurus mau tidak mau harus bersedia menjadi pengurus, dan bertanggung jawab atas jabatan yang telah diterimanya. Pengurus kelompok ini biasanya dibentuk berdasarkan sekolah masing-masing, Pemilihan pengurus itu dilakukan berdasarkan kesepakatan senior. Anggota yang dianggap memberikan andil besar terhadap komunitas ini dipilih oleh para senior. 61 Komunitas geng motor XTC Kembar sering disebut dengan pasukan tempur, karena anggota komunitas geng motor XTC Kembar ini sering melakukan perkelahian dengan geng motor lain yang kerapkali dianggap meresahkan masyarakat. BAB V PEMBAHASAN 5.1. Norma komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung. Norma-norma mengatur tingkah laku semua anggota kelompok. Norma terdiri dari gambaran tentang bagaimana seharusnya anggota kelompok bertingkah laku. Norma merupakan tata cara yang didalamnya terdapat tingkah laku yang dapat diperkirakan sebagai kegiatan dari segi pandang kelompok. Dalam tindakan mematuhi norma-norma kelompok tanpa dipaksa mereka akan melaksanakan norma-norma tersebut, dengan kesadaran sendiri anggota kelompok mematuhi norma-norma. Begitu pula dengan komunitas geng motor XTC, ketika individu berminat masuk komunitas ini, individu tersebut harus siap mematuhi norma-norma yang berlaku dalam komunitas geng motor ini. Norma-norma dalam komunitas geng motor ini terbentuk karena tuntutan kebutuhan kelompok, dengan seringnya berkumpul, suatu kelompok akan sering melakukan komunikasi. Dengan seringnya melakukan komunikasi, maka kelompok tersebut akan semakin solid. Peneliti yakin bahwa dalam komunitas geng motor XTC ini terdapat norma-norma, namun norma-norma tersebut tidak tertulis. Untuk meyakinkan, maka penulis mencoba mewawancarai Babot, salah seorang senior komunitas XTC ini, sudah sejak tahun 1996 ia terlibat dalam komunitas ini dan telah 62 63 menjabat sebagai koordinator sekolah, bahkan sampai sekarang ia masih aktif dalam komunitas ini. Komunitas geng motor Cabang Kembar ini mengharuskan semua anggotanya untuk berkumpul pada Sabtu malam. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan semua anggota, baik senior maupun anggota baru. Kegiatan ini dilakukan untuk mempererat silaturahmi antar anggota. Anggota yang tidak hadir dalam pertemuan ini akan mendapat sanksi dari pengurus dan senior. Sanksi yang diberikan oleh komunitas geng motor XTC tidaklah seberat anggapan orang diluar komunitas ini. Banyak orang beranggapan komunitas geng motor XTC mempunyai sanksi berat bagi anggotanya yang melanggar norma. Pada kenyataannya, sanksi yang didapat oleh anggota hanyalah berupa teguran dari pengurus dan senior. Para senior dan pengurus menganggap dengan memberikan sanksi berupa teguran kepada anggota, dirasakan sangat efektip, karena anggota yang melanggar norma akan merasa semakin bersalah. Hukuman seperti itu dilakukan karena pengurus dan senior-senior XTC sadar bahwa individu yang masuk komunitas ini adalah individu yang bisa dikategorikan nakal, atau individu yang mencari kelompok yang bisa memberikan perlindungan. Sehingga tidak wajar jika seseorang mencari kelompok yang dianggap bisa memberikan perlindungan, pada akhirnya hanya memberikan tekanan kepada anggotanya. Dengan cara teguran, para pengurus dan para senior XTC lebih yakin bisa menimbulkan hubungan psikologis yag kuat terhadap para anggota. Jika hubungan psikologis sudah tercipta, maka semua anggota akan merasa nyaman 64 ketika berada dalam lingkungan komunitas ini. Hal demikian akan membuat anggota menyadari sendiri kewajiban-kewajiban dalam kelompok ini tanpa dibayang-bayangi oleh peraturan yang ada. Dengan adanya kesadaran dari para anggota kelompok, anggota akan merasa kelompok berjalan efektip. Bukan hanya alasan itu yang dijadikan landasan oleh para pengurus dan senior XTC, mereka mengganggap jika anggota yang melanggar norma diberikan sanksi yang berat, anggota tersebut bisa melawan kepada pengurus dan senior. Hal itulah yang akan menyebabkan konflik dalam kelompok. Selain alasan untuk menghindari adanya konflik di dalam kelompok, akan terjadi kemungkinan yang dirasakan berbahaya bagi kelangsungan komunitas ini. Jika anggota yang mendapat sanksi keluar dari komunitas ini dan masuk komunitas geng motor lain untuk mencari perlindungan dan dukungan. Individu tersebut sudah hapal keadaan kelompok dari dalam. Misalnya dimana kelompok sering berkumpul. Hal demikian akan dirasakan sangat berbahaya bagi anggota lain dalam komunitas ini. Bukan hanya sanksi yang diberikan kepada anggota yang telah melanggar norma, dalam komunitas ini terdapat juga penghargaan-penghargaan kepada anggota-anggota yang dirasakan memberikan andil besar bagi kemajuan komunitas geng motor ini. Hal yang dianggap bisa memajukan kelompok dalam komunitas geng motor XTC ini diantaranya adalah selalu berkumpul pada Sabtu malam, dan selalu hadir dalam perkelahian dengan geng motor lain. 65 Penghargaan itu bukan berupa piala, melainkan pujian dan penghormatan dari seluruh anggota komunitas geng motor XTC ini. Hal demikian sangat menjelaskan kepada penulis bahwa dalam komunitas ini terdapat norma-norma, sebagaimana yang diungkapkan dalam buku Psychology Sosial. “Apabila dalam kelompok terdapat penghargaan-penghargaan dan hukumanhukuman tertentu atas bermacam-macam tingkah laku, maka sudah dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok tersebut memiliki norma-norma”. (Gerungan 2000: 97). Selain hadir dalam pertemuan rutin pada sabtu malam, komunitas geng motor XTC kembar juga mempunyai peraturan-peraturan yang lain, diantaranya bahwa anggota komunitas geng motor XTC Cabang Kembar tidak boleh bergaul dengan anggota komunitas geng motor lain yang menjadi musuh komunitas geng motor XTC ini, dan ketika salah seorang anggota tertangkap oleh pihak berwajib, maka anggota tersebut tidak boleh memberikan keterangan mengenai anggota lain dan kelompoknya. Komunitas geng motor lain yang menjadi musuh komunitas ini adalah GBR, MoonRaker (M2R), dan Brigez. Komunitas geng motor XTC ini sangat menjaga keutuhan kelompoknya, hal ini terbukti dalam pergaulan sehari-hari anggotanya. Anggota komunitas ini banyak bergaul dengan sesama anggota komunitas, walaupun tidak dipungkiri anggota komunitas geng motor XTC ini kadangkala bergaul dengan orang netral, atau tidak mempunyai kelompok sama sekali. 66 Pergaulan dengan individu yang tidak termasuk komunitas geng motor juga sangat terbatas. Mereka kebanyakan berintaraksi dengan teman-teman sekolah, les, atau dengan lingkungan tempat tinggal. Hal demikian terjadi karena anggota komunitas geng motor XTC ini banyak meluangkan waktunya untuk berinteraksi dengan anggota komunitasnya sendiri. Jika dilihat dari latar belakang keluarga, anggota komunitas geng motor XTC ini berasal dari keluarga yang kelas ekonominya termasuk golongan menengah keatas. Hampir semua anggota komunitas ini mempunyai motor, bahkan banyak banyak juga yang mempunyai mobil sendiri. Banyak dari orang tua anggota komunitas geng motor XTC tidak mengetahui bahwa anaknya masuk dalam komunitas ini. Namun, ada pula orang tua yang mengetahuinya. Tanggapan orang tua anggota komunitas geng motor ini berbeda-beda, ada yang beranggapan biasa (acuh tak acuh), ada yang mendukung dan ada juga yang tidak melarang anaknya masuk dalam komunitas geng motor XTC ini. Biasanya rumah anggota yang orang tuanya mendukung dan acuh tak acuh menanggapi masalah ini sering dijadikan tempat berkumpul komunitas geng motor ini. Dalam hal ini orang tua yang mendukung bukan berarti orang tuanya mendukung melakukan tindakan kriminal. Namun karena orang tua anggota komunitas XTC ini terlalu sayang kepada anaknya, sehingga tidak bisa melarang anaknya bergabung dengan komunitas ini.. Orang tua yang mendukung hanya ikut menyelesaikan masalah ketika mereka berurusan dengan pihak yang berwajib. Orang tua yang termasuk dalam 67 kategori mendukung, biasanya mempunyai jabatan-jabatan penting pada instansi pemerintah, atau orang tua yang ekonominya tinggi (pengusaha). Bahkan ada orang tua yang mempunyai jabatan di kepolisian ataupun di TNI, sehingga tidak mempermasalahkan jika harus berurusan dengan pihak yang berwajib, ataupun mengeluarkan uang untuk menebus anaknya. Pada kenyataannya, anggota komunitas geng motor XTC ini berasal dari keluarga baik-baik, mereka bukan individu yang diasingkan oleh masyarakat Biasanya mereka termasuk golongan anak rumahan, anak yang tidak terlalu berbaur dengan lingkungan sekitar. Mereka menjadikan lingkungan luar rumah sebagai pelampiasan eksistensi diri. Hal tersebut bisa berdampak positif bagi komunitas geng motor XTC ini, terbukti ketika geng motor lain menyerang rumah salah seorang senior dari komunitas ini, secara spontan masyarakat lingkungan sekitar membantu anggota komunitas ini. Selain mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat, komunitas geng motor XTC ini juga bisa menambah anggota di lingkungan tempat tinggalnya. Dalam komunitas geng motor XTC ini tidak terdapat norma-norma yang tertulis, namun setiap kelompok pasti mempunyai norma-norma sendiri. Dengan berpegang pada prinsip-prinsip yang dikemukakan Gerungan, (2000: 96-97), yaitu:. 1. Dengan mengamat-amati tingkah laku yang seragam dari berbagai individu anggota kelompok. Misalnya dalam penelitian terhadap anggota-anggota geng 68 yang terdiri atas pemuda-pemuda jahat itu, nyata bahwa merekapun mempunyai norma-norma. 2. Dapat pula ditarik kesimpulan mengenai adanya norma-norma dalam sebuah kelompok dengan menunjukannya secara eksperimental. 3. Terdapatnya sistem penghargaan dalam kelompok sosial, mengenai tingkah laku yang dianggap baik, serta sistem hukuman (sanksi-sanksi) apabila orang melanggar batas tingkah laku yang baik itu, juga menyatakan bahwa dalam kelompok itu terdapat norma. Maka penulis menyimpulkan bahwa dalam komunitas geng motor XTC ini terdapat peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengikat semua anggota kelompok. Namun, norma-norma dalam komunitas ini tidak tertulis. Dengan adanya norma-norma tersebut, semua anggota merasa terikat dalam kelompok, sehingga akan muncul solidaritas dalam kelompok. Norma-norma dalam komunitas XTC Cabang Kembar diantaranya adalah: 1. Hadir dalam pertemuan rutin yang diadakan setiap sabtu malam. 2. Tidak bergaul dengan komunitas geng motor lain. 3. Ikut serta dalam perkelahian dengan geng motor lain. 4. Ikut serta dalam setiap kegiatan kelompok, diantaranya: ospek cabang, ospek pusat dan pemutihan 5. Ketika salah satu anggota komunitas ini tertangkap oleh pihak berwajib, anggota tersebut tidak boleh memberikan keterangan mengenai anggota lain dan kelompok. 69 Norma dalam komunitas geng motor XTC ini timbul karena adanya tuntutan dalam membangun solidaritas kelompok. Hal tersebut dikarenakan salah satu anggota komunitas ini terlibat masalah dengan kelompok lain, sehingga mereka berencana untuk membalas perlakuan terhadap anggotanya. Oleh karena itu koordinator masing-masing Cabang mengumpulkan semua anggotanya untuk melakukan perhitungan. Dengan banyaknya anggota yang hadir, mereka akan mudah untuk merealisasikan tujuannya. Dengan seringnya melakukan kegiatan tersebut, maka semua anggota kelompok komunitas ini menyadari bahwa hal tersebut melakukan suatu peraturan yang harus ditaati oleh semua anggota. Dalam melakukan diskusi, komunitas ini tidak banyak mempunyai normanorma yang mengikat anggotanya. Ketika melakukan diskusi kelompok, komunitas geng motor XTC ini layaknya seperti kelompok diskusi biasa, pemimpin kelompok memimpin diskusi, diskusipun biasanya berlangsung baik. Hanya ketika seseorang (komunikator ataupun komunikan) sedang berbicara dihadapan semua anggota, semua anggota komunitas geng motor XTC ini tidak boleh memotong pembicaraan. Jika mereka bermaksud berbicara, akan disediakan waktu oleh seniornya. Selain itu, ketika salah seorang anggota tertangkap pihak berwajib, maka individu tersebut dilarang untuk memberi keterangan mengenai anggota lain dan kelompoknya. Hal tersebut merupakan kategori The rules of speaking in the community yang dapat digunakan untuk membandingkan budayabudaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). 70 5.2. Bentuk Komunikasi pada komunitas geng motor XTC di lingkungan di salah satu SMUN di Bandung. Bentuk komunikasi membahas mengenai jenis komunikasi yang dilakukan oleh komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN ini, yang didalamnya termasuk tindakan-tindakan yang dianggap komunikasi dalam komunitas tersebut. Oleh karena itu, penulis mencoba membahas mengenai jenis kelompok, dinamika kelompok, proses komunikasi, variable komunikasi kelompok, dan kepemimpinan dalam komunikasi kelompok. 5.2.1. Jenis Kelompok Anggota komunitas geng motor XTC ini berasal dari alumni dan siswa-siswa beberapa sekolah. Kebanyakan anggota komunitas ini merupakan alumni dari beberapa sekolah, namun ada juga yang masih berstatus pelajar. Sabtu malam dijadikan waktu rutin untuk berkumpul komunitas ini. Namun, hari-hari biasapun sering dijadikan waktu berkumpul. Seiring dengan diperketatnya peraturan sekolah di salah satu SMUN ini, perekrutan anggota menjadi sangat menurun, hanya beberapa siswa salah satu SMUN ini masuk komunitas ini, sehingga mereka tidak terlalu menunjukkan diri di lingkungan sekolahnya. Para anggota komunitas ini sudah tidak menunjukkan diri secara terangterangan berkumpul di lingkungan salah satu SMUN ini. Hanya sebagian anggota secara terpisash-pisah terlihat di daerah ini. Namun, ketika diadakannya acaraacara besar hampir semua anggota hadir. 71 Komunitas ini mulai mencari daerah yang dirasakan cukup aman sebagai tempat berkumpul. Biasanya, para anggota komunitas ini menjadikan tempat senior mereka tinggal dan daerah yang mempunyai anggota cukup banyak komunitas ini sebagai tempat berkumpul. sehingga di daerah tersebut banyak terdapat coretan-coretan yang menandakan komunitas geng motor ini. (Atas kesepakatan Penulis dan Nara Sumber, daerah tersebut tidak dituliskan) Komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN ini jika dilihat dari sifat organisasinya bisa dikategorikan kepada kelompok informal atau kelompok tidak resmi. Karena komunitas geng motor XTC ini tidak mempunyai peraturan-peraturan tertulis dan anggaran rumah tangga seperti layaknya kelompok formal. Namun, komunitas geng motor XTC ini mempunyai pembagian tugas dan peranan masing-masing dalam komunitasnya. Anggota komunitas geng motor XTC ini rata-rata mempunyai latar belakang yang sama. Seperti latar belakang sekolah, daerah tempat tinggal, tempat berkumpul, serta pernah mempunyai pengalaman-pengalaman yang sama. Sehingga komunitas ini mempunyai interaksi yang lebih erat dan berdekatan yang menimbulkan rasa saling pengertian antar anggotanya. Selain termasuk ke dalam kelompok informal, komunitas geng motor ini termasuk ke dalam golongan kelompok primer. Yaitu “kelompok sosial yang angota-anggotanya sering berhadapan muka yang satu dengan yang lain dan saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling hubungannya lebih erat”. (Gerungan 2000: 86). 72 Anggota komunitas geng motor XTC yang ini saling mengenal dari dekat, sehingga komunikasi dilakukan secara tatap muka. Dengan komunikasi yang dilakukan tatap muka tersebut, maka komunitas ini saling berhubungan lebih erat. Dalam komunitas XTC ini, anggota-anggotanya dituntut untuk mengembangkan sifat-sifat sosialnya, diantaranya dengan lebih mementingkan kelompok daripada kepentingan pribadi, belajar bekerja sama dengan anggota-anggota lainnya. 5.2.2. Dinamika Kelompok Komunitas geng motor XTC ini hampir setiap hari bertemu. Namun, pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh semua anggota. Hampir dari seluruh anggota cabang Kembar hadir dalam acara ini, kegiatan ini dilakukan untuk mempererat rasa persaudaraan antar anggota. (Atas kesepakatan Penulis dan Nara Sumber, waktu dan tempat tidak dicantumkan). Semua anggota berbaur, tidak ada istilah senioritas ketika mereka melakukan aktivitas ini. Hal itulah yang dirasakan sangat nyaman oleh anggota baru, sehingga mereka tidak merasa asing dengan komunitas ini, hanya sesekali terdengar perdebatan antar sesama anggota mengenai perbedaan pendapat. Selain pertemuan yang waktunya tidak ditentukan (bisa tiap hari), pertemuan setiap Sabtu malam, komunitas ini juga mempunyai acara Ospek cabang, Ospek pusat dan Pemutihan. Acara tersebut merupakan kategori Speech event yang dapat digunakan untuk membandingkan budayabudaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa komunitas geng motor XTC ini kadang-kadang mempunyai konflik internal, adanya kesalahpahaman yang 73 menyebabkan pertikaian antar anggota kelompok dalam komunitas ini. Biasanya koordinator mendamaikan anggota yang terlibat pertentangan tersebut. Jika aksi perdamaian tersebut dirasakan tidak efektip, maka koordinator menawarkan melakukan perkelahian antar anggota tersebut ketika dilaksanakannya Ospek cabang. Dengan jalan perkelahian, biasanya konflik antar anggota bisa terselesaikan. Dengan masuk ke dalam komunitas geng motor XTC ini, para anggota merasa aman, mereka tidak takut terlibat masalah, khususnya para anggota baru. Hal ini dikarenakan karena mereka mendapatkan perlindungan dari senior-seniornya. Ketika komunitas ini berkumpul, terlihat beberapa orang membuka diskusi, merekalah yang dinamakan pengurus kelompok. Mereka membuka acara untuk memulai diskusi. Dalam kegiatan diskusi ini, seringkali diwarnai oleh canda tawa para anggota, sehingga situsai terasa akrab dan komunikasi berjalan tidak kaku. Kegiatan diskusi yang dilakukan komunitas XTC ini telah memenuhi dua tahap aktivitasnya sebagai kelompok. Yakni, tahap gagasan yaitu tahap dimana anggota komunitas geng motor XTC ini melakukan diskusi untuk memecahkan masalah. Yang kedua tahap emosional, yakni ketika komunitas geng motor XTC ini melakukan diskusi, terdapat pertentangan-pertentangan antar anggota diskusi yang disebabkan oleh perbedaan pendapat. Selain itu, kegiatan berkumpul komunitas geng motor XTC seperti itu telah memenuhi dinamika kelompok, dimana menurut Hampton, Summer & Webber, 74 1973) telah memenuhi tiga fungsi bagi anggotanya yang dimaksud dengan dinamika kelompok, yaitu: 1. Memenuhi kebutuhan antar persona 2. Memberi dukungan bagi konsep diri perorangan, dan 3. Melindungi para individu dari kesalahan mereka sendiri 5.2.4. Proses komunikasi pada komunitas geng motor XTC Dalam komunitas geng motor XTC ini, para anggota baru atau junior, tidak memanggil nama seniornya dengan sebutan tertentu, seperti akang atau abang yang biasanya digunakan untuk memberikan penghormatan kepada senior. Namun, mereka memanggilnya dengan nama julukan. Hampir semua anggota komunitas ini mempunyai julukan masing-masing. Hal ini mereka lakukan supaya semua anggota dalam komunitas ini merasa setaraf, sehingga tidak ada istilah senioritas. Ketika berkumpul pada hari-hari biasa, komunitas ini menggunakan bahasa daerah, tepatnya bahasa Sunda kasar. Namun, ketika komunitas ini melakukan aktivitas rutin seperti pertemuan setiap Sabtu malam, Ospek cabang, Ospek pusat dan Pemutihan, komunitas ini menggunakan bahasa Indonesia. Sehingga situasi terasa resmi. Hal ini merujuk pada kategori Speech community yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). Dalam pertemuan rutin, komunitas geng motor XTC ini seringkali membahas mengenai tugas dan pertanggung jawaban pengurus, dan konflik dengan geng motor lain. Sehingga iklim komunikasi komunitas ini lebih bersifat 75 kekerasan, suasana komunikasi tersebut merupakan kategori Speech situation yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). Pada pertemuan rutin setiap Sabtu malam, komunitas geng motor XTC ini melakukan diskusi yang melibatkan seluruh anggota Cabang Kembar. Kegiatan Diskusi biasanya dibuka oleh senior atau pengurus, kordinator cabang berperan sebagai ketua diskusi (komunikator), sedangkan kordinator-kordinator sekolah berperan menyampaikan inspirasi seluruh anggotanya kepada koordinator cabang. Namun, ketika diskusi berjalan, para anggota-anggota diskusi mulai mengemukakan pendapat masing-masing. Dalam mengemukakan pendapat, anggota diskusi dilarang memotong pembicaraan anggota diskusi lain, karena senior atau pengurus akan memberikan waktu untuk sesion tersebut. Setelah sebagian anggota mengungkapkan pendapat, seringkali anggotaanggota lain memberikan bantahan yang mengakibatkan perbedaan pendapat diantara anggota. Komunikator menampung dan mempertimbangkan masukanmasukan dari seluruh anggota diskusi untuk mengambil keputusan. Setelah komunikator mengambil keputusan, para anggota mendukung keputusan yang telah disepakati. Diskusi yang dilakukan oleh komunitas ini dianggap bisa menyelesaikan masalah mengenai perbedaan-perbedaan pendapat antar anggota diskusi dalam merencanakan tindakan. Hal ini sesuai dengan kategori The function of speech in the community yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). 76 Setelah mendapatkan keputusan yang sudah disepakati, komunitas geng motor XTC ini mulai melakukan konvoi. Kegiatan yang dilakukan biasanya mencari musuh, karena ketika hari-hari biasa, komunitas geng motor XTC ini banyak melakukan aksinya secara terpisah-pisah. Namun kegiatan konvoi tersebut tidak dilakukan secara rutin, hanya ketika komunitas ini terlibat masalah dengan komunitas geng motor lain Moment inilah yang dimanfaatkan oleh komunitas XTC untuk menggepur musuh-musuhnya. Daerah-daerah yang menjadi target adalah daerah-daerah yang sering dijadikan tempat berkumpul musuh. Daerah Lengkong besar atau tepatnya daerah SMUN 7 Bandung dan daerah Cihampelas yang menjadi markas kelompok Brigez, jl. Sumatera (SMP 2) yang dijadikan markas GBR, dan jl. Tubagus Rangin atau daerah Gasibu yang menjadi markas M2R. Dengan melakukan aksi secara bersama-sama, secara langsung anggota komunitas XTC ini mendapat dorongan moral. Dalam setiap aksinya, komunitas geng motor XTC ini sering melakukan aksi-aksi di luar rencana. Ketika musuh yang dicari tidak berada di tempat, mereka melampiaskan dengan mencari musuhnya yang lain. Ketika tidak menemui musuh, komunitas ini sering melakukan balapan-balapan liar di jalan raya. Selain itu mereka melakukan aksi corat-coret (grafity) dengan menulis nama XTC ketika melakukan konvoi. Komunitas geng motor XTC ini bisa dibilang efektif, karena komunitas ini telah memenuhi prinsip-prinsip kelompok yang efektip, yakni 77 1. Semua anggota dianggap setaraf dalam kelompok ini, tidak ada istilah senioritas yang berdampak ekploitasi. 2. Semua anggota kelompok merasa aman ketika berada dalam komunitas ini. 3. Kepemimpinan dalam komunitas ini dilakukan secara bergilir. 4. Dalam melakukan aksinya, komunitas ini selalu merumuskan tujuan tindakan yang dilakukan dengan jalan diskusi. 5. Ketika aksi tidak sesuai sasaran, komunitas ini melakukan aksi-aksi lain sesuai dengan keinginan anggota. 6. Dalam melakukan tindakan, komunitas ini selalu mendiskusikan rencana untuk mengambil jalan mufakat. 7. Anggota-anggota dalam komunitas ini saling memahami antara satu dan yang lainnya, sehingga kegiatan dilakukan secara bersama-sama. 8. Setelah melakukan aksinya, komunitas ini seringkali melakukan evaluasi, sehingga kegiatan yang dilakukan benar-benar merupakan keinginan para anggota. Dalam pertemuan rutin yang dilakukan oleh komunitas XTC ini terjadi proses diskusi. Semua anggota terlibat, sehingga menurut (Goldberg & Larson 1985: 39) dalam diskusi ini biasanya ditemukan berbagai hal-hal yang menjadi perubahan setelah terjadinya diskusi, diantaranya: 1. Pendapat para individu cenderung bergeser mengikuti pendapat mayoritas (pada saat belum mengadakan diskusi). Pergeseran ini terjadi terjadi pada hampir lebih separuh masalah yang didiskusikan. 78 2. Hampir semua pergeseran pendapat terjadi pada mereka yang mengikuti diskusi tanpa mempunyai ikatan sebelumnya pada suatu pendapat. 3. Diskusi mengakibatkan terjadinya posisi proses yang sama sekali baru dan diterima oleh kelompok sesering penerimaan kelompok pada posisi yang dianut mayoritas. Pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan hasil diskusi yang dilakukan oleh komunitas geng motor XTC ini. Sebelum melakukan diskusi, komunitas ini mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai rencana yang akan dilakukan oleh komunitasnya, namun ketika diskusi berlangsung, pendapat para anggota kelompok mulai terlihat bergeser mengikuti pendapat mayoritas yang dianggap jalan terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Pada akhirnya anggota kelompok setuju dengan pendapat yang dihasilkan oleh diskusi tersebut. 5.2.5. Jenis Komunikasi Ketika seorang pemimpin kelompok berbicara di tengah-tengah diskusi, para anggota komunitas geng motor XTC seringkali melontarkan pendapatpendapatnya. Jika terdapat keputusan yang dirasakan kurang tepat, pemimpin menampung pendapat dan saran dari anggota untuk mencari jalan keluarnya, proses komunikasi dilakukan secara dialogis. Cara mereka melakukan aktivitas sama halnya dengan ciri-ciri dalam komunikasi kelompok kecil, yakni ketika kita melihat dari luar tidak akan terlihat akan adanya anggota dan ketua, namun setelah diteliti dari dalam, akan terlihat sosok seorang pemimpin dalam komunitas ini Jadi tidak ragu lagi bahwa 79 komunitas geng motor XTC ini menganut bentuk komunikasi kelompok kecil. Hal itu merupakan kategori Ways of Speaking yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). Selain ciri-ciri tersebut, komunitas geng motor XTC melakukan komunikasi tatap muka, sehingga komunikasi yang dilakukan berjalan secara dialogis. Berdasarkan pengamatan terhadap tingkah laku yang dilakukan oleh komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN ini, maka peneliti menyimpulkan bahwa komunitas geng motor XTC ini telah memenuhi konsepkonsep komunikasi kelompok kecil yang ciri-cirinya sama seperti yang diungkapkan oleh Goldberg & Larson (1985: 105-106), yakni: 1. Norma-norma kelompok Norma merupakan pedoman-pedoman untuk mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok, norma terdiri dari gambaran mengenai apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan anggota dalam suatu kelompok. Setiap kelompok pasti mempunyai norma-norma, namun norma tersebut tidak tertulis dalam anggaran dasar seperti norma masyarakat dalam suatu negara yang tertulis dalam undang-undang. 2. Iklim sosial Iklim sosial mengacu kepada interaksi anggota-anggota suatu kelompok, misalkan kelompok tersebut bersifat resmi atau tidak resmi, santai, tegang, anarkis dan sebagainya. 80 3. Penyesuaian Setiap anggota yang masuk dalam suatu kelompok harus menyesuaikan diri dengan peraturan atau norma-norma dalam kelompok tersebut. Anggota yang melanggar norma akan mendapatkan hukuman sesuai peraturan yang telah ditentukan dalam kelompok tersebut. Komunikasi kelompok kecil pada komunitas geng motor XTC ini lebih condong kepada teori Bales, yakni analisis proses interaksi. Komunikasi yang dilakukan komunitas ini berkaitan dengan tugasnya sebagai individu dalam kelompok. Setiap anggota mempunyai tugas masing-masing dalam kelompok, dan hal itulah yang menjadi bahan diskusi komunitas geng motor XTC ini. 5.2.6. Variabel komunikasi kelompok Dalam proses diskusi komunitas geng motor XTC Kembar ini, sering terjadi perbedaan pendapat antar anggota, sehingga sempat terjadi ketegangan. Anggota yang tidak setuju dengan masukan anggota lain mengungkapkan pendapatnya kepada komunikator. Dalam hal ini komunikator mempunyai tugas mengambil keputusan atas masukan-masukan anggota diskusi. Dengan jalan diskusi seperti ini, semua anggota kelompok yakin bahwa keputusan akhir merupakan kesepakatan semua anggota. Sehingga keputusan yang didapat merupakan tanggung jawab seluruh anggota kelompok. Proses yang dilalui dalam diskusi tersebut merupakan variabel-variabel komunikasi kelompok, sebagaimana telah diungkapkan oleh Goldberg & Larson (1985: 61-64) dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Kelompok, yakni: 81 1. Variabel tingkah laku Para anggota diskusi yang tidak setuju dengan pernyatan anggota lain, melakukan bantahan terhadap pernyataan tersebut dengan mengungkapkan pendapatnya. 2. Variabel-variabel perseptual dan anggota Para anggota komunitas geng motor XTC ini yakin dengan jalan diskusi, perbedaan pendapat antar anggota komunitas akan terselesaikan sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan akhir semua anggota. 3. Ciri-ciri kelompok Dalam hal ini terdapat iklim suasana kelompok, diskusi yang dilakukan oleh komunitas ini membahas mengenai tugas-tugas anggota dan perkelahian dengan geng motor lain sehingga suasana kelompok bersifat anarkis atau kekerasan 5.2.7. Kepemimpinan dalam komunikasi kelompok Para koordinator sangat berperan penting dalam komunikasi komunitas geng motor XTC ini. Pemimpin bertugas mengkoordinir semua anggota kelompok untuk diarahkan kepada situasi yang baik, mengawasi anggota-anggota bila terjadi penyelewengan terhadap kelompok, dan yang terakhir koordinator menjadi fasilitator untuk semua anggota. Inspirasi yang datang dari semua anggota ditampung oleh koordinator dan dibicarakan ketika kelompok ini melakukan pertemuan rutin. 82 Dalam melakukan aksinya, koordinator selalu berada di barisan depan anggota, koordinator bertindak sebagai orang yang berpengalaman dalam melakukan semua tindakan. Secara tidak langsung, tindakan tersebut dirasakan memberikan dorongan moral dan rasa aman kepada semua anggota. Koordinator selalu bertanggung jawab atas apa yang dilakukan semua anggotanya. Hal itulah yang membuat komunitas ini selalu patuh terhadap pemimpinnya. Tugas pemimpin dalam komunitas geng motor XTC ini sesuai dengan pendapat Lewin, Lippit dan White dalam Gerungan (2000: 129-131) mengenai tugas utama pemimpin, yakni: 1. Memberikan struktur-struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya. Dalam situasi yang rumit, pemimpin mencoba memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada anggota kelompok dengan mempertimbangkan halhal yang dianggap baik untuk kelangsungan kelompoknya. Dalam hal ini pemimpin membedakan hal-hal yang yang dianggap penting dan kurang penting oleh kelompoknya. 2. Mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok. Pemimpin mengawasi tingkah laku anggota kelompok, jika dalam prakteknya anggota kelompok melanggar norma, maka pemimpin harus menepati peraturan-peraturan kelompok, dengan menggunakan sistem penghargaan dan hukuman. 3. Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya. 83 Pemimpin menafsirkan keadaan dalam kelompok untuk dapat menerangkan ke dunia luar mengenai kelompoknya. Hal ini bisa berupa pengharapan-pengharapan, kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan kelompoknya. Melihat fakta seperti itu, maka penulis menyimpulkan bahwa koordinator komunitas geng motor XTC ini menganut kepemimpinan secara demokratis. Kepemimpinan demokratis dalam hal ini, bahwa koordinator bersama-sama dengan anggota menentukan tujuan-tujuan kelompoknya dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Pemimpin hanya memberikan saran kepada anggota-anggotanya jika dalam menyelesaikan masalah akan terjadi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Koordinator juga ikut berperan serta melaksanakan keputusan tersebut. Hal ini merujuk pada kategori Ideal of the fluent speakers yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). 5.3. Kode budaya dalam komunikasi kelompok pada komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung. Setiap kelompok mempunyai ciri masing-masing yang menjadi ciri khas kelompoknya. Hal demikian bisa berupa kata-kata, simbol-simbol ataupun obyekobyek fisik yang secara langsung menandakan adanya suatu kelompok. Komunitas XTC ini mempunyai lambang lebah dengan slogan Catch Me If U Can. Disini diartikan bahwa kelompok ini tidak akan mengganggu lingkungan sekitarnya jika lingkungan tersebut tidak mengganggunya, namun jika merasa 84 terganggu, lebah ini akan menyerang habis-habisan. Sedangkan Catch Me If U Can berarti tangkaplah aku jika kamu bisa. Dengan lambang dan slogan tersebut, komunitas geng motor XTC ini merasa komunitasnya susah dibasmi, mereka yakin komunitasnya licin, atau susah ditangkap. Biasanya anggota komunitas geng motor XTC ini memasang stiker berlambang lebah dan berslogan Catch Me If U Can itu pada sepeda motornya. Kata-kata atau simbol masing-masing hanya dimengerti oleh kelompoknya, tidak terkecuali pada komunitas geng motor XTC ini. Kata atau simbol digunakan untuk penyamaran arti kata yang dimaksudkan, supaya pada prakteknya komunitas di luar kelompok tidak memahami maksud mereka. Kata atau simbol ini khusus dimengerti oleh komunitas sendiri, pada komunitas geng motor XTC terdapat kata-kata atau simbol-simbol yang biasa digunakan dalam kelompok yang termasuk dalam kategori Speech acts yang dapat digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). Kata-kata yang biasa digunakan oleh komunitas geng motor XTC ini diantaranya: 1. Tempur artinya berkelahi dengan geng motor lain. Kata tempur dalam komunitas ini diambil dari kata pertempuran. Istilah ini diambil karena setiap perkelahian yang dilakukan oleh komunitas geng motor ini biasanya melibatkan banyak massa. Maksud dari banyak massa yaitu melibatkan semua anggota komunitas ini. 2. Jalan artinya konvoi mengelilingi kota Bandung untuk mencari musuh. 85 Istilah jalan diambil dari kata jalan- jalan, yakni berjalan-jalan mengelilingi kota Bandung, dalam kegiatan ini mereka tidak melakukannya secara sendiri-sendiri atau hanya beberapa orang. Mereka melakukan kegiatan ini secara berkelompok. Biasanya kegiatan ini dilakukan minimal 50 orang. Komunitas ini mengartikan jalan bukan untuk melakukan refresing, melainkan mencari musuh yang sedang bersitegang dengan komunitas ini. 3. Pokis artinya polisi. Istilah pokis berasal dari nama kue jajanan dengan nama Pukis, komunitas ini menggunakan nama Pokis karena kue jajanan tersebut berwarna cokelat yang identik dengan seragam polisi. Namun mereka mengganti hurup U dengan O supaya makna polisinya tidak hilang, dan anggota baru bisa mudah mengerti katakata dalam komunitasnya. 4. Luncat artinya lari atau kabur Kata luncat diambil dari bahasa sunda yang artinya lari. Komunitas ini menggunakan kata luncat ketika mereka menghadapi polisi atau berhadapan dengan musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah komunitasnya. 5. Beceng artinya pistol Kata beceng berasal dari kata bacang. Bacang adalah nama jajanan. Ketika mereka berinteraksi dengan komunitasnya di waktu senggang, ketika ada salah seorang anggota komunitas ini yang kebetulan sedang memakan makanan ini, mereka biasanya bercanda dengan memegang bacang itu seperti layaknya pistol dengan menodongkan kepada teman-temannya. Oleh karena itu komunitas ini 86 menggunakan kata tersebut untuk menyamarkan arti kata yang sebenarnya. Hal itu ditujukan supaya orang-orang diluar komunitas mereka tidak mengerti arti yang sebenarnya. Kata-kata yang digunakan komunitas geng motor ini biasanya timbul ketika mereka berintaraksi sehari-hari. Kata itu timbul secara spontan dari seorang anggota, kemudian anggota lain mengikuti mengucapkan kata-kata tersebut. Secara tidak langsung kata-kata tersebut menjadi ciri dari komunitas ini. Pada prakteknya, kata-kata atau simbol tersebut digunakan setiap hari oleh komunitas ini ketika mereka melakukan komunikasi. Simbol-simbol yang bisa dilihat jelas dari komunitas geng motor ini biasanya berupa coretan-coretan di tembok (grafity). Setiap daerah yang menjadi kekuasaan kelompok ini ditandai dengan coretan-coretan yang menandakan komunitas geng motor XTC ini. Selain di daerah yang sering dijadikan tempat berkumpul, komunitas ini juga melakukan aksi coret-coret di daerah-daerah musuh. Hal demikian menandakan bahwa komunitas geng motor XTC ini pernah melakukan aksi penyerangan. Ketika melakukan konvoi, komunitas geng motor XTC ini menimpah grafity geng motor lain dengan menggantinya dengan tulisan XTC, hal itu menandakan bahwa komunitas geng motor XTC ini siap menantang geng motor yang telah dicoretnya. Aksi ini kerapkali dilakukan oleh komunitas geng motor XTC ini untuk menandakan eksistensinya. Bangunan yang sering terkena aksi coret-coret komunitas ini diantaranya adalah toko-toko yang berada di pinggir jalan raya, komunitas ini biasanya melakukan aksi coret-coretan tersebut ketika malam hari. Ketika toko-toko di 87 pinggir jalan raya sedang tutup dan tanpa diketahui oleh pemilik tokonya, komunitas geng motor XTC ini seringkali dipergoki oleh masyarakat sekitar yang sedang melakukan aktivitas, seperti ronda atau pedagang-pedagang. Pada kenyataannya, masyarakat yang melakukan ronda ataupun pedagang-pedagang dipinggir jalan memilih untuk diam. Mereka tidak menegur komunitas geng motor XTC ini ketika melakukan aksi coret-coretannya, mereka sadar akan bahaya yang akan dihadapinya. Komunitas geng motor XTC Kembar menggunakan kode budaya berupa grafity-grafity yang bertuliskan nama kelompoknya. Grafity-grafity tersebut mereka gunakan sebagai pesan komunikasi kepada para anggotanya bahwa daerah yang terdapat grafity tersebut merupakan daerah kekuasaan geng motor XTC ini. Selain itu, komunitas geng motor XTC ini juga mencoba memberikan pesan kepada masyarakat bahwa komunitas ini ada dan eksis. Tindakan memasang stiker berlambang lebah dengan slogan Catch Me If U Can pada sepeda motor, menggunakan kata-kata: tempur, jalan, luncat, beceng, dan aksi corat- coret dengan menuliskan nama XTC, merupakan kategori Componen of speech acts yang dapat digunakan untuk membandingkan budayabudaya yang berbeda sebagaimana diungkapkan Birowo, (2004:112-113). Dengan adanya norma-norma kelompok, anggota komunitas ini banyak melewati pengalaman dalam situasi yang sukar secara bersama-sama untuk menjalankan tugas dan kewajibannya dalam kelompok. Hal demikian membuat para anggota komunitas ini saling percaya antara anggota satu dengan lainnya. 88 Kepercayaan antar anggota kelompok itulah yang dapat menimbulkan atau mempertahankan solidaritas dalam kelompok. Komunitas ini sering melakukan pertemuan rutin yang wajib dihadiri oleh para anggotanya, sehingga anggota komunitas ini sering terlibat proses komunikasi. Sedangkan komunikasi yang mereka lakukan berupa komunikasi kelompok kecil dengan cara tatap muka. Dengan cara komunikasi tersebut, setiap anggota kelompok akan sering bertemu dan saling mengenal lebih dekat, sehingga akan berhubungan lebih erat. Jika setiap anggota kelompok berhubungan erat, maka solidaritas antar anggotapun akan tercipta. Dengan grafity bertuliskan XTC, semua anggota komunitas geng motor XTC merasa bangga dan merasa aman ketika melintasi jalan yang terdapat grafity tersebut. Anggota komunitas ini percaya bahwa daerah yang terdapat grafity XTC merupakan daerah kekuasaan komunitasnya. Secara tidak langsung anggota komunitas ini sangat menikmati keberadaanya dalam kelompok. Jika anggota kelompok sudah menikmati keberadaannya dalam kelompok, maka anggota tersebut akan loyal terhadap kelompoknya, hal itulah yang dapat menimbulkan solidaritas dalam kelompok. 89 Bagan 4. Konsep Solidaritas Solidaritas Normanorma kelompok Tugas dan Kewajiban Proses Komunikasi Kode Budaya Kepercayaan Antar Anggota Sumber: Interpretasi Penulis Solidaritas terbangun atas norma-norma kelompok, yang didalamnya terdapat tugas dan kewajiban anggota. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam kelompok, anggota-anggota kelompok melakukan proses komunikasi yang menghasilkan kode budaya. Kode budaya tersebut menimbulkan kepercayaan antar anggota kelompok yang menimbulkan solidaritas kelompok. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Ketika tahun 1995, banyak anggota komunitas XTC Kembar berasal dari siswa salah satu SMUN di Bandung. Sehingga nama salah satu SMUN di Bandung sering diidentikkan dengan komunitas ini. Namun, anggapan tersebut sudah tidak tepat lagi. Hal ini disebabkan karena mayoritas anggota komunitas ini bukan siswa salah satu SMUN ini. Selain itu juga, tempat berkumpul komunitas ini sering berpindah-pindah. Solidaritas komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung tercipta karena adanya: 1. Norma kelompok berupa: - Disiplin anggota kelompok. - Loyalitas anggota terhadap kelompok - Kesetiakawanan antar anggota kelompok 2. Bentuk komunikasi kelompok komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung termasuk jenis komunikasi kelompok kecil. 3. Kode budaya komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung berupa coretan-coretan (Grafity-grafity) bertuliskan XTC yang digunakan sebagai pesan komunikasi kelompok. Selain (Grafity-grafity) bertuliskan XTC, anggota komunitas ini memasang stiker berlambang lebah dengan slogan Catch Me If U Can pada 88 90 sepeda motor dan menggunakan kata-kata: tempur, jalan, luncat, beceng sebagai kode budaya komunitasnya. 6.2. Saran-saran Dari penelitian yang penulis lakukan, maka penulis mempunyai saran akademik dan saran kepada komunitas geng motor XTC yang sering berkumpul di lingkungan salah satu SMUN di Bandung. 6.2.1. Saran akademis Pada penelitian komunikasi kelompok komunitas geng motor XTC yang sering berkumpul di lingkungan salah satu SMUN di Bandung, penulis menemukan fakta-fakta yang sangat menarik mengenai komunitas geng motor ini, namun penulis ingin mengetahui perbedaan antara geng motor XTC dengan geng motor lain yang menjadi musuh geng motor XTC ini, seperti Brigez, M2R ataupun GBR. Penulis mengharapkan di masa yang akan datang, ada yang mengangkat masalah mengenai geng tersebut. 6.2.2. Saran untuk komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung. Peneliti menganjurkan kepada para pengurus dan senior komunitas geng motor XTC di lingkungan salah satu SMUN di Bandung untuk: 1. Mendaftarkan komunitasnya kepada organisasi legal, seperti IMI (Ikatan Motor Indonesia), karena komunitas ini sudah terorganisir dengan baik. 90 2. Pengurus komunitas ini mengarahkan anggota-anggotanya kepada hal-hal yang positif, sebab dalam komunitas geng motor XTC ini peran pemimpin sangatlah kuat. Anggota-anggota komunitas sangat patuh terhadap kordinatoornya. Anggota-anggota komunitas bisa disalurkan pada balapanbalapan legal yang sering dilaksanakan oleh pihak swasta seperti: Pertamina, Yamaha, Top One, dll. Ataupun pemerintah yang seringkali mencari bakat-bakat pembalap muda untuk dijadikan atlet. 3. Melakukan aksi bakti sosial dengan menghapus grafity-grafity yang menandakan komunitas ini, hal ini ditujukan untuk mencoba memberikan kesan baik kepada masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Barker, Chris. 2005. Cultural Studies. Bentang Pustaka: Yogyakarta. Birowo, Antonius.2004. Metode Penelitian Komunikas. Gitanyali: Yogyakarta. Effendy, Uchjana, Onong. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Alumni: Bandung Effendy, Uchjana, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti: Bandung. Gerungan, W.A. 2002. Psikologi Sosial. Refika Aditama: Jakarta. Ibrahim, Syukur. 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Usaha Nasional: Surabaya. Moleong, J, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung: Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung Nasution. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito: Bandung Panuju, Redi. 1994. Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Rakhmat, Jalaluddin.1998. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung. Rakhmat, Jalaludin.2000. Psikologi Komunikas. Rosdakarya: Bandung Surakhmat, Winarno. 2002. Paper Skripsi Thesis Disertasi. Tarsito: Bandung . Soekanto, Soerjonno. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Prasindo Persada: Jakarta Suryabrata, Sumadi. 1997. Metodologi Penelitian. Rajawali Pers: Jakarta Referensi Internet http://en.wikipedia.org/wiki/Outlaw_motorcycle_club.