SERI BIOGRAFI IMAM MAZHAB IMAM JA'FAR ASH-SHADIQ Pendahuluan A. Kelahiran B. Keluarga C. Kehidupan Awal D. Sikap Politik E. Masa Keimaman F. Kedudukannya dalam Muslim Syi’ah G. Kedudukannya dalam Muslim Sunni G. Prinsip Akidah H. Pemikiran Ushul Fiqh I. Pemikiran Fiqhnya J. Murid-murid K. Ahli Ilmu Kimia L. Karya-karyanya M. Daerah Penyebaran Ajaran N. Tekanan dari Penguasa O. Wafat Penutup Pendahuluan Ja’far ash-Shadiq memiliki kedudukan yang penting di kalangan umat Islam, tidak hanya di kalangan Syi’ah tetapi juga bagi Ahlussunnah wal Jama’ah. Nama Ja’far ash-Shadiq mungkin kurang popular di kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi nama mazhab Ja’fariyah tentu sangat umum dibaca dan didengar, bahkan sangat sering dikutip dalam buku-buku fiqh Sunni. Ja’far ash-Shadiq sesungguhnya adalah pendiri mazhab Ja’fariyah itu sendiri. Beliau adalah Ahlulbait yang merupakan ulama besar di kalangan Tabi’in yang telah mewariskan berbagai ilmu pengetahuan, tidak hanya ilmu pengetahuan agama seperti tauhid, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu ushul fiqh dan fiqh, tetapi juga ilmu pengetahuan umum seperti kedokteran dan ilmu kimia. Para ulama Syi’ah mewarisi ilmunya dan mengembangkannya. Selain itu, banyak juga ulama Sunni yang pernah berguru kepadanya, antara lain Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafiyah), Imam Malik bin Anas (pendiri mazhab Malikiyah), Imam Sofyan atsTauriy (pendiri mazhab ats-Tauriyah), dan Muslim bin Hajjaj (penulis kitab Shahih Muslim). Ja’far ash-Shadiq adalah salah satu imam di kalangan Syi’ah, yaitu imam yang keenam, baik sekte Ismailiyah maupun Imamiyah atau Itsna Asyariyah. Pemikirannya dalam bidang fiqh dan ushul fiqh merupakan mazhab yang berlaku di kalangan Syi’ah dengan sebutan mazhab Ja’fariyah. Syi’ah sendiri bukanlah mazhab fiqh atau ushul fiqh tetapi merupakan sebuah gerakan politik yang memiliki ideologi keagamaan atau akidah tertentu yang sedikit berbeda dengan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Jadi, penyebutan mazhab Syi’ah dalam arti masalah hukum atau fiqh, maka sesungguhnya yang dimaksudkan adalah mazhab Ja’fariyah. Dalam bidang politik, Ja’far ash-Shadiq tidak melibatkan diri secara jauh, namun karena posisinya sebagai tokoh Ahlulbait maka banyak dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi pendukung Syi’ah. Beliau menyaksikan hegemoni politik berbagai faksi di masa hidupnya, terutama antara dinasti Bani Umayyah dan dinasti Bani Abbasiyah. Bahkan, menurut kalangan Syi’ah, beliau adalah salah satu korban dari hegemoni tersebut yang membawa kepada kematiannya. A. Kelahiran Ja'far ash-Shadiq (Bahasa Arab: )جعفصصر الصصصادق, nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, adalah Imam keenam dalam tradisi Islam Syi'ah. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702 Masehi. Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillah. Di Eropa dikenal dengan Altinci Ali (Ali Keenam). Ia merupakan anak sulung dari Muhammad al-Baqir, sedangkan ibunya bernama Fatimah (beberapa riwayat menyatakan Ummu Farwah) binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan keturunan Abu Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya, Abdullah bin Abu Bakar. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan, dari Bani Umayyah. B. Keluarga Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad, sedangkan saudara lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan Ubaydullah yang beribukan Ummu Hakim binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan Zaynab beribukan wanita hamba sahaya, dan Ummu Salamah yang beribukan wanita hamba pula. Ja’far ash-Shadiq mempunyai tiga anak perempuan Fatimah, Asma, dan Ummu Farwah, sedangkan anak laki-lakinya adalah sebagai berikut : 1. Isma'il al-Aaraj (Imam ke-7 dan terakhir menurut Syi’ah Ismailiyah) 2. Musa al-Kadzim (Imam ke-7 menurut Syi’ah Imamiyah) 3. Ishaq al-Mu'taman 4. Muhammad al-Dibaj, yang mendeklarasikan dirinya sebagai Amirul Mukminin setelah Shalat Jumat pada tanggal 6 Rabiul akhir 200 Hijriyah, dan kemudian berperang melawan Khalifah Abbasiyah pada saat itu, alMa'mun, tetapi dengan cepat ia tertangkap dan dibawa ke Khurasan. 5. Ali al-Uraidhi C. Kehidupan Masa Kecil dan Remaja Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, Ja’far ash-Shadiq dididik langsung oleh ayahnya, Muhammad al-Baqir seorang ulama Tabi’in besar ketika itu. Sejak kecil, ia telah mengapal al-Qur’an, menguasai ilmu tafsir, menguasai hadis-hadis yang terpercaya yang diriwayatkan dari kakeknya Ali bin Abi Thalib secara mutawatir dan dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW terpecaya lainnya. Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan dinasti Bani Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99 H). Kedua khalifah bersaudara inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk meracuni Ali Zainal Abidin, kakek Ja’far ash-Shadiq, pada tahun 95 Hijriyah. Saat itu, Ja'far ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat menyaksikan keadilan Umar II (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah. D. Sikap Politik Ja’far ash-Shadiq lebih memilih jalan taqiyah (menyembunyikan keyakinan dan ideologinya) agar terhindar dari tindakan-tindakan kekerasan yang datang dari khalifah dan para pendukungnya. Beliau menolak terlibat dalam urusan politik meskipun beberapa kali diminta oleh para pendukungnya untuk menjadi pemimpin dan memberontak kepada penguasa. Baginya, pendidikan adalah jihad yang lebih besar daripada melawan penguasa. Oleh karena itu, ia lebih giat menyebarkan ilmu dan mengajarkannya kepada setiap orang. Ia selalu menghindari sikap konfrontatif dengan siapa pun. Ia lebih suka melakukan kompromi dan perdamaian. Ia mengajarkan bagaimana seharusnya hidup secara toleran dalam beragama dan lebih mengunggulkan prinsip-prinsip yang mulia dan agung, baik terhadap sesama umat Islam maupun dengan nonmuslim seperti Yahudi dan Nasrani. Ia juga sangat membenci sikap fanatisme karena hal itu akan merusak sendi-sendi syariat dan kemanusiaan. E. Masa keimaman Masa Imam Ja’far ash-Shadiq bertepatan dengan masa-masa revolusi dan bersejarah dalam sejarah Islam yang menyaksikan kejatuhan Dinasti Bani Umayyah dan kebangkitan Dinasti Bani Abbasiyah. Perang saudara dan gejolak politik menyebabkan terjadinya perombakan secara cepat dalam pemerintahan. Dengan demikian, Imam Ja’far ashh-Shadiq menyaksikan raja-raja rezim yang berkuasa mulai dari Abdul Malik hingga penguasa dinasti Bani Umayyah terakhir, Marwan al-Himar. Ia masih hidup hingga masa Abul Abbas as-Saffah dan alMansur dari dinasti Bani Abbasiyah. Karena perebutan kekuasan politik antara dua kelompok, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah maka gerakan Imam menjadi tidak terkontrol untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan misi-misinya dalam menyampaikan Islam dan menyebarkan ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Pada masa-masa terakhir kekuasan Bani Umayyah, dinasti mereka berada di ambang kejatuhan. Keadaan kacau-balau dan pemerintahan yang tak-terurus terjadi di seluruh negara-negara Islam. Bani Abbasiyah memanfaatkan kesempatan emas dari ketidakstabilan politik ini. Mereka mengklaim diri mereka sebagai "Penuntut Balas Bani Hasyim". Mereka berprentensi dengan dalih menuntut balas terhadap Bani Umayyah karena telah menumpahkan darah Imam Husain. Orang-orang awam yang sudah muak dan kesal dengan kekejaman Bani Umayyah dan secara diam-diam merindukan Ahlulbait Nabi SAW untuk berkuasa. Mereka menyadari bahwa jika kepemimpinan dikuasai oleh Ahlulbait, yang merupakan pewaris sah, wibawa Islam akan bertambah dan misi Nabi SAW yang asli dapat disebarkan. Bagaimanapun, sekelompok Bani Abbasiyah dengan diam-diam mengadakan kampanye untuk merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayyah dengan dalih bahwa mereka merebutnya untuk diserahkan kepada Bani Hasyim. Sebenarnya, mereka sedang berkomplot untuk kepentingan mereka sendiri. Kemudian, orang-orang awam ini terkecoh dengan membantu mereka dan ketika Bani Abbasiyah berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah, mereka berbalik menentang Ahlulbait. Situasi politik tersebut menguntungkan Ja’far ash-Shadiq untuk menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke segenap penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu, ternyata Bani Abbasiyah memusuhi Ahlulbait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam syahid yang menurut kalangan Syi’ah, dengan meracuninya. Terlepas dari klaim kalangan Syi’ah tersebut, sejarah mencatat bahwa alMansur sendiri sangat mengagumi beliau. Beberapa kali diminta al-Mansur agar menjadi penasihatnya tetapi beliau selalu menolaknya. Mendengar kematiannya, al-Mansur menangis sampai airmatanya membasahi jenggotnya. Al-Mansur mengatakan, “Tokoh utama, orang yang paling luas ilmunya, dan orang pilihan telah wafat. Sesungguhnya Ja’far adalah orang yang dimaksud di dalam firman Allah, “Kemudian Kami wariskan al-Qur’an itu kepada orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba-Ku.”(QS. Fathir: 32). F. Kedudukannya dalam Muslim Syi’ah Ja’far ash-Shadiq adalah imam keenam dalam Muslim Syi’ah. Beliau menggantikan ayahnya Muhammad al-Baqir yang meninggal pada tahun 114 H. Adapun urutan Imam dalam Syi’ah Imamiyah adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ali bin Abi Thalib Hasan al-Mujtaba Husain asy-Syahid Ali Zainal Abidin Muhammad al-Baqir Ja'far ash-Shadiq Musa al-Kadzim 8. Ali ar-Ridha 9. Muhammad al-Jawad 10. Ali al-Hadi 11. Hasan al-Askari 12. Muhammad al-Mahdi Sedangkan dalam Syi’ah Ismailiyah, imam yang ketujuh adalah Ismail alAaraj dan merupakan imam yang terakhir. Selama masa keimaman Ja'far ash-Shadiq inilah, mazhab Syi'ah Dua Belas Imam atau dikenal juga Imamiah mengalami kesempatan yang lebih besar dan iklim yang menguntungkan baginya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama. Ini dimungkinkan akibat pergolakan di berbagai negeri Islam, terutama bangkitnya kaum Muswaddah untuk menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah, dan perang berdarah yang akhirnya membawa keruntuhan dan kemusnahan Bani Umayyah. Kesempatan yang lebih besar bagi ajaran Syi'ah juga merupakan hasil dari landasan yang menguntungkan, yang diciptakan Imam ke-5 selama 20 tahun masa keimamannya melalui pengembangan ajaran Islam yang benar dan pengetahuan Ahlulbait. Sampai sekarang pun mazhab Syi'ah Imamiah juga dikenal dengan mazhab Ja'fari. Imam Ja’far senantiasa menghormati seluruh sahabat Rasulullah. Meskipun sebagai Imam Syi’ah, beliau sangat menghormati Abu Bakar dan Umar RA dan sangat melarang adanya penghinaan terhadap keduanya. Salim bin Abi Hafshah seorang perawi yang terpercaya pernah bertanya kepada ayah Ja’far dan Ja’far sendiri tentang sikapnya kepada Abu Bakar dan Umar, maka beliau menjawab, “Ikutilah keduanya dan jangan engkau termasuk orang yang memusuhinya. Keduanya adalah para pemimpimku. Ja’far berkata, “Wahai Salim, adakah orang yang mencela kakeknya? Abu Bakar adalah kakekku dan aku tidak akan mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad SAW kecuali menerimanya dan menghidari bermusuhan dengannya. G. Kedudukannya dalam Muslim Sunni Ahlusunnah berpendapat bahwa Ja’far ash-Shadiq adalah seorang mujtahid dalam bidang fiqh, yang mana beliau mencapai tingkat ladunni. Beliau dianggap sebagai sufi Ahlusunnah di kalangan syaikh-syaikh mereka yang besar, serta padanyalah tempat puncak pengetahuan dan darah Nabi SAW yang suci. Syahrastani mengatakan bahwa Ja’far ash-Shadiq adalah seorang yang berpengetahuan luas dalam agama, mempunyai budi pekerti yang sempurna, serta bijaksana, zahid dari keduniaan, dan jauh dari memperturutkan hawa nafsunya. Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab Tahdzib al-Tahdzib, "Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini: 1) beliau sedang shalat, 2) beliau sedang berpuasa, atau 3) beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.” Imam Malik juga mengatakan, “Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi SAW tanpa taharah. Ia seorang yang paling bertakwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah melihat, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan dalam hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu pengetahuannya." Pada suatu ketika khalifah al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin mengadakan perdebatan antara Abu Hanifah dengan Imam Ja'far ash-Shadiq. Khalifah bertujuan untuk menunjukkan kepada Abu Hanifah bahwa banyak orang sangat tertarik kepada Imam Ja'far bin Muhammad karena ilmu pengetahuannya yang luas itu. Khalifah Al-Mansur meminta Abu Hanifah menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam Ja'afar bin Muhammad di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya Al-Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad, dengan cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin Muhammad tidaklah luas ilmunya. Abu Hanifah menceritakan, "Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin Muhammad duduk di sisi al-Mansur. Ketika aku memandang Ja'far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat. Rasa getar dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada al-Mansur. Setelah memberikan salam, al-Mansur memintaku duduk dan beliau memperkenalkanku kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian al-Mansur memintaku mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu, mengeluarkan bukan saja pendapat ahliahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya." Abu Hanifah berkata lagi, "Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain?" Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata, "Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqh yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad." Imam Syafi’i dan Yahya bin Muin mengakui keterpercayaan Ja’far ashShadiq. Bahkan, Ahmad bin Hambal mengatakan, “Ja’far adalah tokoh utama di kalangan Ahlulbait dalam bidang fiqh, ilmu pengetahuan, dan kemuliaan; serta hadis-hadisnya yang tidak melalui anaknya dijadikan sebagai hujjah. Hadis-hadis beliau juga dimuat dalam Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah. G. Prinsip Akidah Aliran Syi’ah, khususnya Itsna Asyariyah tidak membolehkan taklid (keyakinan yang buta), tapi setiap mereka yang sudah mukallaf harus mengetahui keyakinan yang sudah ditentukan: 1. Masalah ketauhidan: Para pengikut Syi’ah meyakini bahwa Allah-lah pencipta, menciptakan Adam langsung dengan tangan-Nya, kemudian menghidupkannya, memberinya rizki dan mematikannya. Juga memberi manusia sakit dan ujian, semua atas kekuasaan-Nya (QS. Yasin: 82). Mereka juga percaya bahwa Allah Maha Kuasa, Allah Maha Esa, Allah tidak terlihat dan tidak tergambar secara lahiriah oleh manusia. Secara tauhid, mereka sama dengan umat Islam pada umumnya. 2. Masalah keadilan: Para pengikut Syi’ah meyakini bahwa Allah tidak menganiaya satupun dari hamba-Nya, dan setiap hamba-Nya diberikan rizki sesuai yang dibutuhkannya. 3. Masalah kenabian: Para pengikut Syi’ah meyakini bahwa rasul terakhir umat Islam adalah Rasulullah Muhammad saw. dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw. adalah wajib, seperti yang tercantum di Al-Qur'an (QS. Ali 'Imran: 85) 4. Masalah imamah: Pengikut Syi'ah aliran Itsna Asyariyyah (Syi’ah Imamiyah) mempercayai bahwa ada sistem kepemimpinan yang disebut imamah yang berasal dari Nabi Muhammad. Imam sendiri bertugas untuk memimpin umat Islam dengan petunjuk dari Allah swt. Dan dalam prinsip ajaran Syi'ah disebutkan bahwa sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan umat Islam tanpa pemimpin. Mereka mempercayai bahwa Imam ma'shum (bebas dari dosa) dan jabatan Imam adalah langsung dari ilham yang didatangkan oleh Allah. Setiap Imam akan berwasiat kepada Imam selanjutnya. 5. Masalah ganjaran: Bahwa Allah menghidupkan manusia untuk beramal. Mereka yang beramal baik akan diberikan ganjaran untuk masuk ke surga selamanya, sedangkan yang beramal buruk akan dimasukkan ke neraka selamanya. H. Pemikiran Ushul Fiqh Pemikiran Imam Ja’far ash-Shadik yang juga disebut mazhab Ja’fariyah dalam menetapkan hukum didasarkan pada al-Qur’an (Kitabullah), Sunnah, Ijma’ dan Ra’yu. Beliau tidak menggunakan Qiyas karena menurutnya itu juga merujuk pada al-Qur’an dan Sunnah. Abu Zahrah mengatakan bahwa Ja’far ash-Shadiq berpandukan Kitabullah (al-Qur’an), pengetahuan serta pandangan beliau sangat jelas. Beliau mengeluarkan hukum-hukum fiqh dari nash-nashnya. Beliau berpedoman pada Sunnah, khususnya riwayat-riwayat dari Ahlulbait (keluarga Nabi SAW). Bagi beliau, tidak ada hadis yang bertentangan dengan al-Qur’an, dan kalau ada berarti hadis itu adalah palsu. Salah satu kaidah yang dibuatnya adalah al-Ashlu fil asya` al-ibahah hatta yaridu fihan nahyu (Prinsip hukum dasar segala sesuatu adalah boleh kecuali ada nash yang melarang). Imam Ja’far ash-Shadiq pernah mengatakan, "Hadis-hadis yang aku keluarkan adalah hadis-hadis dari bapakku. Hadis-hadis dari bapakku adalah dari kakekku. Hadis-hadis dari kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib, Amirul Mu'minin. Hadis-hadis dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadishadis dari Rasulullah SAW dan hadis-hadis dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah Azza Wa Jalla." Pemikiran ushul fiqh Imam Ja’far dikumpulkan oleh murid-muridnya atau para ulama Syi’ah yang datang kemudian. Adapun kitab-kitab ushul fiqh mereka antara lain al-Kafiy oleh Ja’far Muhammad Ya’qub al-Kulainiy, Tahdzib dan alI’tibar oleh Muhammad bin Hasan. Adapun kitab-kitab fiqhnya antara lain alMukhtashar al-Nafi’ oleh Ja;far al-Hasan al-Huliy, Jawahirul Kalam oleh Muhammad al-Najafiy. Pada mulanya ulama Syi’ah dalam menetapkan hukum mengikuti metode Syafii. Namun, pada perkembangannya memiliki metode sendiri dan menetapkan kaidah ushul dan istimbat sendiri. Mereka menggunakan metode ijtihad dengan mashlahat, bukan qiyas. I. Pemikiran Fiqhnya Rukun Islam dalam Syi’ah sama dengan yang ada dalam Sunni, yaitu dua kalimat syahadat, shalat, zakat, puada dan haji. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : • Dalam ibadah shalat, bahwa para pengikut Ja’fariyah sebagai seorang muslim wajib untuk melaksanakan shalat lima kali sehari yang terdiri dari Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Mereka juga mempercayai bahwa ada shalat yang dinamakan shalat lail (shalat malam) yang dilakukan pada sepertiga terakhir malam yang jumlahnya 8 rokaat. • Dalam masalah zakat, para pengikut Ja’fariyah mempercayai bahwa zakat itu merupakan bagian dari rukun Islam dan wajib untuk dilaksanakan. • Dalam ibadah puasa, para pengikut Ja’fariyah meyakini bahwa puasa adalah menahan lapar dan haus dan hal-hal yang membatalkan puasa dari fajar hingga malam hari. Dalam hal ini, Syi'ah memperdebatkan masalah waktu buka puasa yang seharusnya dilakukan setelah petang hari, atau tepatnya saat mulai masuk malam hari, dimana langit merah sudah tidak terlihat lagi. Syi'ah berbuka puasa kira-kira setelah Sunni berbuka puasa, dan jarak antara waktu buka puasa Syi'ah dan Sunni sekitar 10-15 menit. Para pengikut Itsna Asyariyyah meyakini bahwa puasa fardu yang dilakukan oleh umat Islam adalah puasa ramadhan, puasa nazar dan puasa kafarat. Sedangkan puasa sunnah juga ada di dalamnya, contoh puasa tanggal 9 Dzulhijjah dan puasa saat Hari Raya Ghadir Khum. • Dalam ibadah haji, para pengikut Ja’fariyah meyakini bahwa setiap muslim yang sudah baligh, berakal dan mampu sanggup dan wajib berhaji ataupun berumroh ke Ka'bah di Mekkah. • Dalam masalah harta rampasan perang, para pengikut Ja’fariyah harus memberikan seperlima dari harta rampasan perang kepada enam golongan yaitu untuk Allah, Nabi Muhammad, keluarga Ahlulbait, orang yatim, orang miskin dan mereka yang sedang dalam perjalanan fisabilillah. • Para pengikut Syi’ah terkenal dengan keyakinan mereka tentang taqiyah. Taqiyah sendiri layaknya dispensasi di mana seseorang harus menyembunyikan imannya ketika mereka dipaksa untuk masuk agama lain dalam keadaan diancam keselamatan jiwanya, tapi mereka tetap beragama Islam dan mengimaninya di hati, tanpa harus terlihat secara fisik. • Para pengikut Syi’ah juga wajib untuk menyebarkan hal yang baik dan mencegah hal yang buruk. Selain itu, mereka juga wajib mencintai para Ahlulbait dan pengikutnya, hal ini disebut Tawalla. Di antara pendapat-pendapat fiqh khusus mazhab ja’fariyah (syi’ah) adalah sebagai berikut: 1. Tidak boleh sujud di atas apa yang selain tanah dan tumbuhan (rumput). Jadi, tidak sah shalat kalau sujud di atas wol, kulit, dan lain-lain (menggunakan sajarah waktu shalat) 2. Istinja’ dengan batu khusus pada buang air besar saja, tidak boleh digunakan untuk istinja’ dari buang air kecil 3. Tidak sah mengusap kepala dalam waktu wudhu kecuali dengan sisa air yang masih melekat di tangan ketika membasuh kedua belah tangan. Jika orang erwudhu membasahi lagi tangannya untuk mengusap kepalanya, maka wudhu’nya tidak sah, meskipun ia telah melap tangannya, ia harus mengulanginya. 4. laki-laki berzina dengan seorang perempuan yang masih mempunyai suami, maka haram selama-lamanya baginya untuk menikahinya, meskipun sauminya telah menceraikannya. 5. membolehkan nikah mut’ah 6. mengharamkan nikah dengan wanita kitabiyah J. Murid-murid Imam ash-Shadiq telah memanfaatkan situasi hegemoni politik ketika itu untuk mengembangkan berbagai pengetahuan.. Ia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan aqliah (intelektual) dan naqliah (agama) seperti: • Zararah, • Muhammad bin Muslim, • Mukmin Thaq, • Hisyam bin Hakam, • Aban bin Taghlib, • Hisyam bin Salim, • Huraiz, • Hisyam Kaibi Nassabah, dan • Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia. (di Eropa dikenal dengan nama Geber) Bahkan beberapa sarjana terkemuka Sunni seperti: • Sofyan ats-Tsauri, • Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi), • Qadhi Sukuni, • Qodhi Abu Bakhtari, • Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki) • Muslim bin Hajjaj (penyusun kitab hadis Shahih Muslim) Mereka memperoleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan majelis-majelis pengajarannya menghasilkan empat ribu sarjana hadis dan ilmu pengetahuan lainnya. Jumlah hadis yang terkumpul dari Imam ke-5 dan ke-6, lebih banyak dari seluruh hadis yang pernah dicatat dari imam hadis lainnya di kalangan Sunni. K. Ahli Ilmu Kimis Ja’far ash-Shadiq menaruh perhatian serius dalam bidang ilmu kimia. Ia banyak menggelutinya sebagaimana juga ilmu-ilmu alam lainnya seperti ilmu falak (astronomi), ilmu tentang hewan (zoologi), dan ilmu tentang bumi (geologi). Dalam sejarah, tidak disebutkan darimana beliau mendapatkan ilmu pengetahuan itu. Yang jelas, Jabir bin Hayyan, seorang pakar ilmu kimia yang diakui secara internasional, pernah belajar padanya. Dalam buku Wafayatul A’yan, Ibnu Khaldun pernah mengatakan, “Beliau (Ja’far ash-Shadiq) memiliki pemikiran dalam industri kimia, dan salah satu muridnya adalah Abu Musa Jabir bin Hayyan ash-Shufi at-Tarsusi yang telah menulis buku ribuan halaman yang di dalamnya memuat pikiranpikiran Ja’far ash-Shadiq.” Haji Khalifah dalam bukunya Kasyfuz Zhunun mengatakan, “Nama Jabir bin Hayyan disebut bersama-sama dengan murid-murid Ja’far ash-Shadiq.” Bahkan, Muhammad Yahya al-Hasyimi menulis sebuah buku khusus yang berjudul al-Imam ashShadiq Mulhim Kimiya’ (Imam ash-Shadiq inspirator ilmu kimia). L. Karya-karyanya Ada sejumlah buku yang dialamatkan kepada Ja’far ash-Shadiq sebagai penulisnya tetapi tidak sampai ke tangan kita. Antara lain: ar-Raddu `alal Qadariyah (Bantahan terhadap paham Qadariyah), ArRaddu `alal Khawarij (Bantahan terhadap kaum Khawarij), Ar-Raddu `alal Ghulat minar Rawafidh (Bantahan terhadap aliran Ghulat dari kelompok Rafidhah). Selain itu, juga terdapat sejumlah risalah yang didiktekan kepada murid-muridnya, antara lain : Washaya ila ibnihi Musa al-Kazhim (Wasiat-wasiat untuk putranya Musa al-Kazhim), Risalah fisy-Syara’id Diin (Risalah dalam Syariat Agama), Risalah ila Ashhabir Ra’yi wal Qiyas (Risalah kepada para penganut Ra’yu [nalar] dan Qiyas [analogy]), sejumlah risalah dalam buku Jabir bin Hayyan, kumpulan pikirannya yang oleh kalangan Syi’ah dimuat dalam al-Ushul. M. Daerah Penyebaran Ajaran Mazhab Ja’fariyah merupakan mazhab yang diikuti oleh para penganut Syi’ah, seperti Itsna Asyariyah, Ismailiyah, dan Zaidiyah. Fokus daerah penyebaran ajaran Syi'ah aliran Itsna Asyariyyah berada di Iran, Irak, Azerbaijan, dan Bahrain. Daerah-daerah ini merupakan penyumbang terbesar pengikut ajaran Syi'ah Itsna Asyariyyah. Daerah lain yang juga terdapat banyak pengikut Syi'ah Itsna Asyariyyah berada di wilayah Teluk Persia dan di Lebanon. Pengikut Syi'ah juga terdapat di Arab Saudi, yang notabene penduduk Arab Saudi beraliran Sunni Wahabi. Pengikut Syi'ah Itsna Asyariyyah di Arab Saudi terpusat di beberapa kota seperti Qatif, Madinah dan di Al-Hasa'. Selain itu, pengikut Syi'ah Itsna Asyariyyah juga dapat ditemui di Muskat, Oman dan di negara-negara yang terdapat di Asia Selatan. Menurut Ensiklopedia Britannica, terdapat 60-80 juta (40 juta di antaranya adalah pengikut Syi'ah Itsna Asyariyyah) pengikut Syi'ah di seluruh dunia. Sedangkan menurut Ensiklopedia Kristen Internasional, diyakini bahwa jumlah pengikut Syi'ah adalah 135 juta di seluruh dunia. Berikut ini adalah detil dari jumlah pengikut Syi'ah berdasarkan negara asal, menurut 2008 World Factbook: • Iran dengan jumlah sebanyak 58 juta pengikut Syi'ah • Irak dengan jumlah sebanyak 17-18 pengikut Syi'ah. • Afganistan dengan jumlah sebanyak 6 juta pengikut Syi'ah. • Azerbaijan dengan jumlah sebanyak 5 juta pengikut Syi'ah. • Kuwait dengan jumlah sebanyak 400 ribu pengikut Syi'ah. • Bahrain dengan jumlah sebanyak 400 ribu pengikut Syi'ah. • Lebanon dengan jumlah sebanyak 1.2 juta pengikut Syi'ah. • Arab Saudi dengan jumlah sebanyak 1.5 sampai 2 juta pengikut Syi'ah. • Pakistan dengan jumlah sebanyak 33 juta pengikut Syi'ah. • India dengan jumlah sebanyak 30 juta pengikut Syi'ah. • Tajikistan dengan jumlah sebanyak 306 ribu pengikut Syi'ah • Turkmenistan dengan jumlah sebanyak 185 ribu pengikut Syi'ah. • Uzbekistan dengan jumlah sebanyak 1.4 juta pengikut Syi'ah. • Kirgiztan dengan jumlah sebanyak 117 ribu pengikut Syi'ah. • Kazakhstan dengan jumlah sebanyak 355 ribu pengikut Syi'ah. • Rusia dengan jumlah sebanyak 1.2 juta pengikut Syi'ah. Berdasarkan jumlah di atas, dapat dihitung dan totalnya mencapai 158 juta pengikut Syi'ah Itsna Asyariyyah dan Syi'ah Isma'iliyyah di seluruh dunia. Dengan adanya pengikut Syi'ah Isma'iliyyah yang hanya berkisar 35 juta di seluruh dunia, maka didapatkan bahwa pengikut Syi'ah Itsna Asyariyyah di seluruh dunia berjumlah 123 juta pengikut. Perkiraan terakhir bahwa pengikut Syi'ah berjumlah 170 juta orang di seluruh dunia. N. Tekanan dari Penguasa Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam Ja’far ash-Shadiq yang merupakan imam Syi’ah ke-6 dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh as-Saffah, khalifah Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Tetapi, menjelang akhir hayatnya, ia menjadi sasaran pembatasanpembatasan yang dibuat atas dirinya oleh al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah. Khalifah yang memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan Nabi, yang merupakan kaum Syi'ah. Tindakan khalifah Abbasiah bahkan melampaui kekejaman Bani Umayyah. Atas perintahnya, mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok. Beberapa di antara mereka dibuang dan dijebloskan ke dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati. Sebagian yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup atau ditempatkan di bawah tanah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas mereka. Akhirnya, al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarra, Iraq untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia al-Mansur. O. Wafat Imam Ja’far ash-Shadiq meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4 Desember 765 Masehi di Madinah dan dimakamkan berdekatan dengan Hasan bin Ali, Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir di Baqi, Madinah. Menurut riwayat dari kalangan Syi'ah, beliau wafat karena diracun atas perintah khalifah al-Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah. Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, al-Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah dan memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, serta meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir. Empat orang yang dipilih tersebut adalah khalifah alMansur sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana al-Mansur menjadi gagal. P. Wasiat-Wasiat Ja’fat ash-Shadiq mewariskan beberapa fatwa, petuah dan doa-doa yang sangat baik. Semuanya keluar dari jiwa yang mulia, hati yang agung dengan iman yang kokoh. Sebagian besar dapat ditemukan di dalam buku-buku Syi’ah, tetapi juga dapat dilihat dalam buku al-Syahrastani yang berjudul al-Milal wan Nihal. Di antaranya adalah wasiatnya kepada putranya Musa al-Kazhim: “Wahai anakku, ketahuilah bahwa orang yang qana’ah (merasa puas) apa yang dianugrahkan padanya adalah orang yang kaya, orang yang melihat apa yang dianugrahkan kepada orang lain maka ia akan mati dalam keadaan fakir, siapa yang tidak ridha terhadap anugrah Allah maka akan berburuk sangka pada ketentuan Allah, siapa yang memandang kecil penderitaan orang lain maka akan memandang besar penderitaan yang dialami dirinya, siapa yang membuka hijab orang lain maka dia telah membuka auratnya sendiri, siapa yang menghunus pedangnya untuk kemasiatan maka dia akan mati dengan pedangnya itu, siapa yang menggali lubang untuk orang lain maka Allah akan menjatuhkannya ke lubang itu sendiri...” Wahai anakku! Jadilah orang yang selalu membaca alQur’an, menyebarkan salam, menganjurkan kepada yang makruf, mencegah kemungkaran, menyambung tali silaturrahim, dan menjadi orang pertama yang senantiasa memilih diam.” Wasiat lainnya adalah : 1. Hati-hati dengan kemalasan dan kebosanan karena merupakan pintu keburukan. Kemalasan itu akan membawa kepada tidak tertunaikannya kebenaran, dan kebosanan itu akan menyebabkan tidak sabar dalam kebenaran. 2. Sesungguhnya menuntut ilmu itu dan mengamalkan yang wajib lebih baik daripada zuhud. 3. Seorang alim yang bersahabat dengan orang kaya maka dia termasuk pengejar dunia, dan jika bersahabat dengan penguasa tanpa diperlukan maka dia termasuk penjilat atau pencopet. 4. Jangan berteman, bersahabat, dan berjalan bersama dengan salah satu dari lima orang ini: fasik, bakhil, pembohong, bodoh, dan memutus silaturrahim. Orang fasik akan menjual dengan harga murah, orang kikir akan menahan harta ketika sangat dibutuhkan, pembohong seperti fatamorgana dimana yang jauh kelihatan dekat dan yang dekat kelihatan jauh, orang bodoh ingin mengambil manfaat tetapi malah mendapat mudharat, dan pemutus silaturrahim dilaknat di dalam Kitabullah. 5. Jika bisa, kamu jangan keluar rumah, tetapi kalau harus keluar maka jangan melakukan ghibah, dusta, dengki, ria, dan berpura-pura. 6. Lihatlah orang yang lebih rendah dari dirimu dan jangan melihat kepada orang yang lebih tinggi, karena hal itu akan membuat kamu lebih puas dengan karunia yang kamu terima dan lebih pantas untuk mendapatkan tambahan dari Allah SWT. 7. Ketahuilah, amalan kecil tetapi berkesinambungan dan dilakukan dengan penuh keyakinan lebih baik daripada amalan besar yang tidak dilandasi keyakinan. 8. Ketahuilah, tiada kewara’an yang melebihi meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menahan diri dari mengganggu dan menggibah orang beriman. 9. Tidak ada kehidupan yang lebih tentram daripada berprilaku dengan akhlak mulia. 10. Tiada kebodohan yang lebih berbahaya daripada ujub (ingin dipuji). 11. Lakukanlah sesuatu atas dasar empat hal: 1) bahwa usahamu itu tidak dilakukan oleh melakukannya; orang 2) lain sadarilah sehingga bahwa kamu Allah bersungguh-sungguh senantiasa mengawasi tindakanmu sehingga merasa malulah dari-Nya; 3) sadarilah bahwa rizkimu tidak akan dimakan oleh orang lain sehingga kamu merasa tentram karenanya; dan 4) sadarilah bahwa akhir dari segala usahamu adalah kematian sehingga kamu mempersiapkan bekal untuknya. 12. Jangan kamu membenci Allah karena mengharapkan ridha dari makhlukNya, dan jangan pula kamu mendekati manusia yang membuat kamu jauh dari Allah. 13. Sebaik-baik kawan adalah yang mau menunjukkan aib kawannya itu. 14. Siapa yang memberikan tiga hal maka pasti mendapatkan tiga hal pula: 1) Siapa yang berdoa pasti akan dikabulkan, 2) siapa yang bersyukur pasti akan ditambahkan rizkinya, dan 3) siapa yang tawakkal pasti akan mendapatkan kecukkupan. Penutup Imam Ja’far ash-Shadiq adalah seorang ulama yang mampu menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Beliau tidak hanya menguasai ilmu keagamaan, tetapi juga ilmu pengetahuan lainnya. Beliau tidak hanya sebagai imam bagi orang-orang Syi’ah tetapi pikiran-pikirannya menginspirasi beberapa imam di kalangan Sunni. Beliau tidak hanya sebagai syaikh tarikat di kalangan Syi’ah tetapi juga muara syaikh tarikat di kalangan Sunni. Di dalam dirinya, mengalir darah Sunni dari Abu Bakar dan juga darah Syi’ah dari Ali bin Abi Thalib. Beliau berhasil menempatkan dirinya sebagai ulama yang hanya berorientasi pada ilmu pengetahuan dan tidak mau melibatkan diri dalam kancah politik. Pendek kata, imam Ja’far ash-Shadiq adalah sosok ulama yang mampu menggabungkan antara iman, ilmu dan amal. Imannya mantap, ilmunya luas, amalnya nyata, dan akhlaknya mulia.