BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupannya perempuan tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, namun masih tetap bisa berkarir. Ada banyak faktor yang mendorong wanita hingga akhirnya memutuskan untuk menjadi wanita karir, ada faktor internal maupun eksternal. Ada juga faktor-faktor ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. Wanita yang berkarir tidak boleh lepas tanggung jawab terhadap keluarga yang sudah dimilikinya. Perannya dalam sektor publik cukup penting, namun perannya dalam keluarga juga tidak kalah penting. Telah dijelaskan pula berbagai macam hambatan yang menjadi kendala bagi wanita untuk berkarir, sehingga membuat wanita berpikir ulang untuk menuai karirnya. Beban-beban yang ada juga menjadi pertimbangan penting bagi wanita sebelum memutuskan untuk berkarir. Sedangkan teori yang ada membantu merasionalkan hubungan permasalahan ini dengan aspek-aspek sosiologi yang ada. Teori tersebut membantu kita meninjau permasalahan ini dari segi sosiologi. Kondektur bus perempuan merupakan salah satu komposisi ketenagakerjaan di wilayah pinggiran perkotaan. Kondektur bus perempuan sebagai bagian dari wajah kehidupan ini tampil sebagai sosok yang penuh beban dan tanggung jawab. Namun keberadaannya justru sering dipandang sebelah mata di masyarakat. Kondektur bus perempuan merupakan sebuah realitas yang hidup di tengah-tengah masyarakat dan ini akan terus-menerus ada di dalam kehidupan sosial masyarakat perkotaan. Pekerjaan sebagai kondektur bus dipandang sebagai pekerjaan kelas bawah dan masyarakat menilai apabila 83 perempuan bekerja menjadi kondektur bus, pasti dikarenakan ada beberapa faktor penyebab. Melalui pendekatan konstruksi sosial atas realitas sosial, Berger menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan terus-menerus suatu realitas yang mereka miliki dan mereka alami. Berger dan Luckmann (1990) mengemukakan bahwa konstruksi sosial merupakan pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari penemuan sosial. Masyarakat umum mempunyai pandangan tersendiri dalam menilai mengkonstruksikan kondektur bus perempuan dan mereka juga mempunyai pandangan tersendiri dalam melihat diri mereka. Perempuan bekerja sebagai kondektur untuk memenuhi kebutuhan dan juga untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarganya, karena tugas utama mereka setelah menikah adalah sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab atas segala urusan rumah tangga. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa kondektur bus perempuan dikonstruksikan sebagai pencari nafkah kedua untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarga, kondektur bus perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi subsisten dan mereka merupakan salah satu bagian dari perempuan perkotaan yang mengalami suatu kondisi marginalisasi, domestikasi. Perempuan perkotaan seperti mereka yang bekerja sebagai kondektur, terdomestikasi melalui jenis pekerjaan yang tidak jauh berbeda dengan pekerjaan domestik di rumah, karena mereka menjadi kondektur merupakan salah salah satu pekerjaan untuk melayani orang lain atau penumpang yang mungkin sama seperti mereka yang lakukan di rumah. Pandangan masyarakat Surakarta sebagai pengguna bus Batik Solo Trans sebagian besar sangat setuju apabila perempuan bekerja sebagai kondektur. 84 B. Implikasi 1. Implikasi Teoritik Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori konstruksi sosial. Di mana inti pokok dari teori yang dikemukakan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann adalah proses sosial melalui tindakan dan interaksi di mana individu atau sekelompok individu, menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu, yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya, yang dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya. Dalam proses sosial, manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Dalam hasil penelitian ini, perempuan sebagai kondektur bus perempuan telah mengalami proses sosialisasi baik di keluarga maupun lingkungan sosialnya, sehingga mereka tidak ragu lagi untuk masuk ke sektor publik dalam hal ini menjadi kondektur bus yang notabene pekerjaan laki-laki. Dengan ini perempuan melalui konstruksi sosial masyarakat pengguna bus Batik Solo Txrans dapat dilaluinya dengan baik maupun secara eksternalisasi, objektifitas maupun internalisasi sebagai kondektur bus secara alami. Ketika proses ini berlangsung perempuan yang bekerja sebagai kondektur dapat melewati proses sosial yang belum pernah mereka temukan di dunianya atau di sekitar sektor domestik perempuan. Sehingga mereka dapat masuk ke sektor itu dan dapat menjalani pekerjaannya dengan baik. 85 2. Implikasi Metodologik Judul penelitian ini “Konstruksi Sosial Kondektur Perempuan Bus Batik Solo (BST) di Kota Surakarta”. Permasalahan dalam penelitian ini adalah konstruksi atau labeling terhadap seorang perempuan yang bekerja sebagai kondektur bus. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan memahami secara mendalam dari permasalahan yang ada untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini. Penelitian ini mengumpulkan data dari wawancara dan observasi. Selain itu juga memanfaatkan dokumen atau bahan tertulis sebagai sumber data. Sedangkan untuk pengambilan sampel, penulis menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini berguna untuk mendapatkan informan yang tepat, yang memahami fenomena yang ada dalam objek penelitian. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 8 orang yang terdiri dari 4 laki-laki dan 4 perempuan. Untuk keperluan triangulasi data, penulis melakukan perbandingan data dari hasil pengamatan dengan data hasil tanya jawab dan membandingkan keadaan yang ada dengan perspektif yang lain, maka peneliti mewawancarai informan yang dianggap mewakili. Peneliti menganalisis data yang ditemukan di lapangan dengan menggunakan analisa interaktif yang dimulai dari pengumpulan data. Data yang ditemukan selalu berkembang, dengan ini peneliti menggunakan reduksi data dan sajian data. Data yang diperoleh dilapangan diseleksi dan kemudian data disusun dengan menggunakan sajian data yang berupa cerita secara sistematis. 86 3. Implikasi Empiris Perkembangan dan perbandingan jumlah kondektur bus perempuan dan laki-laki di Kota Surakarta sangat berbanding jauh. Sehingga pandangan terhadap kondektur bus perempuan di kota Surakarta terkadang negatif. Kuatnya budaya patriarki yang membuat perempuan mau terjun di sektor publik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa informan yang tidak mempermasalahkan perempuan bekerja sebagai kondektur bus. Dengan demikian, kondektur bus perempuan di kota Surakarta mampu sejajar dengan kondektur bus laki-laki. Dalam pekerjaan, menjadi kondektur bus perempuan tidak ada yang beda dengan kondektur bus laki-laki. Dalam pandangan-pandangan masyarakat pengguna bus Batik Solo Trans menunjukkan bahwa masyarakat sangat menerima adanya kondektur bus perempuan dan masyarakat sangat mendukung hal tersebut. Karena perempuan yang bekerja menjadi kondektur bus membuktikan bahwa mereka mampu bekerja di sektor publik dan mampu menghilangkan konstruksi yang melekat pada perempuan yang menjadi kondektur bus. Dan perempuan yang menjadi kondektur bus ini mampu membuktikan kalau perempuan berhasil menjalankan pekerjaannya dan dapat dipertimbangkan untuk bekerja di sektor publik . C. Saran Penulis ingin menyarankan kepada semua pihak untuk turut serta membantu wanita dalam perannya di sektor publik. Dengan adanya makalah ini, penulis berharap kendala-kendala yang menghambat karir wanita dapat sedikit demi sedikit dihilangkan. 1. Kita sebagai masyarakat yang modern harus memandang pekerjaan kondektur bus bagi perempuan sekarang bukanlah pekerjaan negatif. Karena 87 sekarang perempuan patut diperhitungkan dan bagi masyarakat yang memandang sebelah mata perempuan yang bekerja sebagai kondektur bus. 2. Bagi DAMRI sebagai instansi yang menaungi kondektur bus perempuan dapat memberikan penghargaan tersendiri karena kondektur bus perempuan sudah membuktikan kinerja mereka. 3. Dishubkominfo untuk kedepannya bisa menerima lebih banyak lagi pekerja perempuan yang bekerja di sektor publik. 4. Berharap para wanita mampu menyadari kemampuannya untuk berkarir disamping kewajibannya sebagai perempuan. Menjadi peremuan bukanlah alasan untuk berhenti berkarir. Penulis juga berharap besar bagi masyarakat untuk turut mendukung mereka para perempuan untuk bekerja. 88