Energi - Bappenas

advertisement
BAB 30
ENERGI
BAB 30
ENE R G I
I.
PENDAHULUAN
Pembangunan energi dilaksanakan dengan senantiasa
berpedoman pada amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
yang pada Pasal 33 mengamanatkan bahwa bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sumber daya energi terdiri atas sumber energi yang tidak
terbarukan seperti minyak bumi, gas bumi, gambut, dan batu bara
serta sumber daya alam lain yang terbarukan seperti tenaga air,
panas bumi, tenaga angin, biomassa, dan tenaga suiya. Dilihat dari
sumbernya, energi dalam bentuk yang diberikan oleh alam, seperti
minyak bumi, gas bumi, batu bara, tenaga air, tenaga panas bumi,
tenaga matahari, dan biomassa dikenal sebagai energi primer.
Energi dalam bentuk yang sudah siap dipakai oleh konsumen,
seperti bahan bakar minyak (BBM), gas bumi, batu bara, dan
tenaga listrik dinamakan energi final. Energi yang diperoleh dari
449
hasil tamb ang melip uti min yak b umi, gas b umi, batu bara, panas
b umi, gamb ut, dan uranium, sedangkan yang b ukan d ari hasil
tamb ang, antara lain surya, air, bio massa, angin, dan laut.
Kesejahteraan manusia dalam kehidupan modern sangat
ditentukan oleh jumlah dan mutu energi yang dimanfaatkan nya,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Di samping itu,
energi juga merupakat unsur penunjang yang sangat penting dalam
proses pertumbuhan ekonomi dan sangat menentukan keberhasilan
pembangunan sektor lainnya. Oleh sebab itu, pemenuhan
kebutuhan e nergi dalam jumlah dan mutu yang memadai
merupakan upaya yang senantiasa harus menjadi perhatian. Selain
itu, energi adalah komoditas yang dapat diperdagangkan atau
diekspor sehingga berperan pula sebagai sumber devisa yang
penting.
Dengan demikian, energ i mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia dan proses pembangunan, dan
oleh karena itu pembangunan sektor energi harus dilaksanakan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengama natkan bahwa dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II)
pembangunan ekonomi yang mengelola kekayaan bumi Indonesia
harus senantiasa memperhatikan pengelolaan sumber daya alam, di
samping untuk memberi kemanfaatan masa kini, juga harus
menjamin kehidupan ma sa depan. Sumber daya alam yang terbaru kan harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu
terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumber daya alam
harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbaharui diri selalu
terpelihara. Sumber daya alam yang tidak terbarukan harus
digunakan sehemat mungkin dan diusahakan habisnya selama
mungkin.
Dengan demikian, sesuai amanat GBHN 1993, pendayagunaan
sumber daya alam sebagai pokok -pokok kemakmuran rakyat
450
dilakukan secara terencana, ra sional, optimal, bertanggung jawab
dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan meng utamakan sebesar -besar kemampuan rakyat serta memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi
pembangunan yang berkelanjutan.
GBHN 1993 juga memberikan petunjuk bahwa energi merupakan
sumber daya yang dibutuhkan oleh kehidupan dan bagi
pembangunan, terutama untuk mendukung proses industrialisasi.
Pembangunan energi harus diarahkan untuk menjamin kemandirian
dalam energi, dan untuk itu perlu dit ingkatkan upaya untuk
mengembangkan dan memelihara cadangan sumber energi,
menganekaragamkan penggunaan berbagai sumber energi dan
menghemat
pemakaiannya,
serta
lebih
mengembangkan
penggunaan sumber energi yang terbarukan. GBHN 1993 juga
mengingatkan bahwa kegiatan di sektor yang mengelola sumber
daya alam dari bumi memiliki potensi untuk merusak lingkungan,
baik air, tanah maupun udara. Oleh karena itu, harus selalu dijaga
agar kegiatan pembangunan di sektor ini memperhatikan
kelestar ian fungsi lingkungan hid up.
Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repe lita VI) kekayaan alam yang potensial berupa barang tambang,
minyak dan gas bumi, serta mineral lainnya yang terdapat di darat
dan di dasar laut nusantara, makin ditingkatkan eksplorasi, pengga lian dan pendayagunaannya untuk menunjang pembangunan dengan
tetap menjaga keseimbangan lingkungan dan kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta dengan memanfaatkan teknologi maju.
Selanjutnya, GBHN 1993 menggariskan bahwa pembangunan energi
dalam Repelita VI diarahkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan energi
yang makin meningkat, baik bagi kehidupan masyarakat maupun bagi kegiatan
ekonomi dan pembangunan terutama bagi kebutuhan industri dan jasa yang
terus meningkat sejalan dengan tingkat perkembangan pembangunan. Potensi
sumber energi nasio nal, baik yang ko nvensional maup un ya ng
451
nonkonvensional, terus digali dan dikembangkan dengan berpegang
pada prinsip menguntungkan secara ekonomis, la yak secara teknis,
dan diterima secara sosial budaya serta tidak mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup serta terjangkau oleh daya beli rakyat.
Untuk menjaga kelestarian sumber energi perlu diupayakan
pemanfaatannya secara hemat, penggunaan bahan en ergi alternatif
dan penggunaan peralatan yang hemat energi serta kebijaksanaan
energi nasional yang terpadu dan menyeluruh.
Pembangunan energi dalam PJP II dan Repelita VI disusun
dan diselenggarakan dengan berlandaskan pengarahan GBHN 1993
seperti tersebut di atas. Bab ini akan membahas masalah energi
secara khusus, sedangkan masalah yang menyangkut pertambangan
dibahas dalam bab tersendiri.
II. PEMBANGUNAN ENERGI DALAM PJP I
Selama PJP I telah dicapai berbagai hasil dan kemajuan di
sektor energi. Hasil ini merupakan landasan yang kuat untuk
memasuki PJP II menuju terbentuknya masyarakat yang maju dan
mandiri.
Dalam P JP I min yak b umi, gas b umi, d an b atu b ara
me mp un yai p eranan b esar d alam p emb angunan. Selain merupakan
sumb er energi dan bahan b aku u ntuk ind ustr i, min yak d an gas
b umi j uga merup akan sumb er pener imaan d evisa negara yang
amat p enting. Di awal PJP I , I nd o nesia bahkan b anyak mend apat
b antuan luar negeri semata - mata karena memp unyai cadangan
min yak b umi yang d ap at d ianggap seb agai jaminan.
Peranan minyak bumi juga sangat menonjol dalam menarik
investor asing ke Indonesia. Selama 25 tahun telah ditandatangani
sebanyak 169 buah kontrak yang menghasilkan produksi dari
sebesar 778,8 ribu barel per hari pada tahun pertama Repelita I
menjadi 1.534 ribu barel per hari pada akhir Repelita V. Selain
452
disebabkan oleh meningkatnya jumlah investor asing, peningkatan
produksi ini juga disebabkan oleh meningkatnya kegiatan
intensifikasi energi, berupa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
termasuk kegiatan peningkatan pengurasan tahap lanjut (Enhanced
Oil Recovery, EOR)
Pada akhir PJP I di Indonesia telah dihasilkan 1.504 sumur
penemu, terdiri atas 1.069 sumur minyak dan 435 sumur gas.
Dengan bertambahnya data bawah permukaan sebagai hasil dari
penyelidikan dan pemboran, diketahui bahwa di Indonesia terdapat
60 cekungan tersier. Dari jumlah itu 36 cekungan di antaranya
telah dieksplorasi dan dibor.
Kemajuan dalam pengolahan minyak mentah juga mencatat
hasil yang menggembirakan. Apabila pada tahun pertama Repelita
I, minyak mentah yang diolah baru sebanyak 77,1 juta barel,
maka dengan pembangunan, perluasan, dan perbaikan kilang di
Cilacap, Balikpapan, Dumai, Sungai Pakning dan Musi pada tahun
terakhir Repelita V minyak yang diolah telah mencapai 311,9 juta
barel atau meningkat 4 kali lipat. Di samping itu, bahan bakar
minyak (BBM) yang dihasilkan oleh kilang minyak juga meningkat
dari 52,2 juta barel pada tahun pertama Repelita I menjadi
232,2 juta barel pada tahun terakhir Repelita V.
Di sisi konsumsi, penjualan BBM di dalam negeri meningkat
dari 6,2 juta kiloliter pada tahun pertama Repelita I menjadi 42,0
juta kiloliter pada tahun terakhir Repelita V yang berarti naik 6,8
kali lipat selama 25 tahun. Peningkatan penjualan ini didukung
dengan meningkatnya sarana pengangkutan dan distribusi BBM.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan BBM, sarana
angkutan laut meningkat dari 672,7 ton pada tahun pertama PJP I
menjadi 4.400,0 ton pada akhir PJP I. Pada akhir PJP I untuk
pelayanan distribusi BBM terdapat 92 depot laut, 18 depot darat,
dan 43 depot pengisian pesawat udara (DPPU) dengan jumlah
kapasitas timbun BBM sebesar 2,4 juta kiloliter.
453
Pr oduksi gas bumi juga me ngalami ke naikan yang besar dari
318 juta kaki kubik per hari pad a tahun per tama Repelita I menjadi
6.855 juta kaki kubik pe r har i pad a akhir Re pe lita V. Peningkatan
produksi disebabkan dimulainya pe nyalur an gas ke kilang gas alam
cair (liq uefied n atu ra l ga s, L NG) se jak tahun 1977, serta mening katnya pe nyaluran gas bumi untuk ke per luan industri pupuk,
pabrik baja, pusat pembangkit te naga listr ik, industri petrokimia,
gas kota, d an industri lainny a.
Pengolahan gas bumi mengalami peningkatan pula dengan
dimulainya produksi LNG di kilang gas Bontang pada tahun 19 77
dan kilang gas Arun pada tahun 1978. Pada akhir Repelita V
produksi LNG dan gas minyak cair (liquefied petroleum gas, LPG)
masing -masing mencapai 25 juta ton dan 2,9 juta ton, atau
meningkat dengan 5,6 kali d ibandingkan pr oduksi L NG pada akhir
tahun Re pelita II dan 246 kali d iband ingkan prod uksi L PG pad a
tahun per tama Repelita I. Sampai akhir PJ P I Ind onesia merupakan
ekspor tir L NG terbesar di dunia.
Pe n in gk ata n ke gia ta n d an ha si l y a n g d i pe r o le h d i bid a n g
mi ny a k d a n ga s bu mi j ug a d iik ut i d i bid a n g ba tu b ara , ya n g d i ta n d ai d e n ga n pe sa t nya pe n in gk ata n pr od uk si d ar i h anya 1 85 ,8 ri bu
ton pada tahun pertama Re pe lita I, me njadi sekitar 29 juta ton pada
tahun rer akhir Repelita V atau me ningkat 156 kali lipat. Peningkat an pr od uksi batu bara ter se but d ise babkan makin berkembangnya
penambangan batu bara Ombilin dan Bukit Asam, dan penemuan pene muan tambang batu bar a y ang be sar d i Sumatera d an
Kalimantan serta penemuan lainnya d i J awa, Sulawesi, dan Irian
Jaya de ngan jumlah cad angan se be sar 36,3 miliar ton.
Seiring dengan pe ningkatan pr oduksi, pe masaran batu bara
baik di d alam negeri maupun ekspor selama PJP I menunjukkan
perke mbangan yang cukup pe sat. Se bagian be sar pemasaran batu
bara di dalam negeri d ipe rgunakan ole h pusat listrik tenaga uap
(PL TU), ind ustri seme n, industr i d asar be si d an baja, pabrik
pele bu r a n nike l d a n ti ma h, se r ta i nd u str i l ai n ny a . Pema sara n b atu
454
bara di dalam negeri pada tahun pertama Repelita I sebesar 0,2 juta
ton dan pada akhir tahun Repelita V mencapai 8,5 juta ton.
Menjelang akhir PJP I, penggunaan briket batu bara untuk
keperluan rumah tangga sudah mulai pula dimasyarakatkan.
Selama PJP I telah dilakukan eksplorasi terhadap potensi
gambut yang meliputi daerah -daerah di Sumatera (Bengkalis, Siak,
dan Kumpeh), dan Kalimantan (Sampit , Pangkalan Bun,
Pontianak, Banjarmasin, dan Kanamit). Areal gambut yang telah
dieksplorasi baru seluas 337 ribu hektare, sedangkan persebaran
gambut di seluruh Indonesia diperkirakan seluas 25 juta hektare.
Potensi gambut diperkirakan sebesar 200 mi liar ton pada areal
dengan ketebalan lebih dari dua meter.
Penggunaan gambut sebagai bahan bakar bagi PLTU, yaitu
sebesar 4 megawatt di Palangkaraya dan sebesar 22 megawatt di
Pontianak masih dalam tahap penelitian. Pada tahun kedua Repe lita V telah ada p erusahaan swasta nasional yang memproduksi
gambut dengan tingkat produksi 270 ribu ton per tahun dan
dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri pulp dan sebagai media
campuran bagi persemaian dan pembibitan di Propinsi Riau.
Selama PJP I telah diinventarisa sikan potensi panas bumi
sebesar 16.000 megawatt. Dari jumlah sebesar ini baru dimanfaat kan sebesar 199,5 megawatt yaitu di Kamojang, Lahendong, Salak,
dan Dieng. Saat ini tengah dan akan dikembangkan lapangan panas
bumi di Gunung Salak, Darajat, Sarula, dan Gunung Wayang.
Dalam rangka penganekaragaman pemakaian energi, selama
PJP I telah dikembangkan pula pemanfaatan berbagai jenis sumber
energi baru seperti pemanfaatan sumber energi surya fotovoltaik
dan energi angin yang dikembangkan untuk memenuhi kebu tuhan
dasar seperti penerangan, televisi umum, telekomunikasi, dan
pompa air di daerah perdesaan terpencil dan desa -desa pantai yang
belum terjangkau oleh aliran tenaga listrik. Sementara itu, telah
dikembangkan pula unit percontohan sistem hibrida dengan
455
men g ga bu ng ka n pe ma nf aata n s is te m e ne r gi s urya f o t ov ol ta ik
d en ga n su m ber e nerg i lai n ny a. P ad a ak hi r Repe li ta V tel a h
d ike m b an gk an sat u u ni t si s te m h i br id a f o to v ol tai k -d ie sel d i Ja w a
Bar a t d e ng an ka pa si ta s fo t ov ol ta ik 7 2 k il o wa t t d a n d ie sel 10
kil o wa tt , ser ta sa tu u ni t si s te m h ib r id a fo t ov o lta i k -m ikr o hid ro d i
L o mb o k Te n ga h d en ga n kapa s ita s f o t ov ol tai k 48 ki l o wat t d a n
mik r o h id r o 6 ,3 ki l ow at t. De m ik ia n pul a te la h d i tera pka n ene rg i
sury a f o to v ol tai k un tu k d e sa -d e sa te r pe nc il yan g jau h d ari
jan g kaua n PL N d i 14 pr o pi n si se ba ny a k 3 .14 5 u ni t d e n ga n t o tal
kap as it as 15 7, 2 k il o wa tt .
Pemakaian kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan energi
terutama di perdesaan dan daerah terpencil diperkirakan mencapai
dua pertiga dari energi komersial dan memenuhi sekitar 40 persen
dari seluruh kebutuhan energi di Indonesia dimana konsumsinya
rata-rata adalah 31,5 kilogram per kapita setiap bulan. Sampai
dengan akhir Repelita V telah dibangun sekitar 50 unit gasifikasi
biomassa dengan seluruh kapasitas sebesar 2.200 kilowatt yang
digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik, energi mekanik,
dan energi termal.
Dalam upaya memanfaatkan limbah, juga telah banyak dibuat
percontohan pemanfaatan energi biogas yang menggunakan limbah
hewan, limbah manusia, dan limbah industri. Selain itu, telah pula
dirintis pemanfaatan alkohol dari produk biomassa cair untuk
menggantikan bahan bakar minyak, terutama untuk transportasi.
Sampai dengan akhir Repelita V telah dibangun lebih dari 300 unit
digester biogas dengan berbagai kapasitas dengan me manfaatkan
limbah hewan, limbah manusia, dan limbah tahu.
Di daerah terpencil dan perdesaan telah dikembangkan pula
pemanfaatan tenaga air skala kecil untuk membangkitkan tenaga
listrik. Pusat pembangkit listrik tenaga mikrohidro telah dapat
dirancang dan dibuat di bengkel-bengkel di dalam negeri. Pada
akhir Repelita V terpasang sekitar 350 unit pembangkit listrik
mik r o h id r o d e ng an ka pa s ita s ke se lur u ha n se k i tar 1 7 me ga wa tt .
456
Selama kurun waktu PJP I, pembangunan sektor tenaga listrik
meningkat dengan pesat sehingga kapasitas terpasang pembangkit
tenaga listrik meningkat dari 661,6 megawatt pada tahun pertama
Repelita I menjadi 21.598 megawatt pada tahun terakhir Repe lita V, yarg terdiri atas pembangkit PLN sebesar 13.178 megawatt
dan non-PLN sebesar 8.420 megawatt. Dalam kurun waktu yang
sama, sarana penyaluran tenaga listrik juga meningkat pesat.
Apabila pada tahun pertama Repelita I panjang jaringan transmisi b a r u
2 .8 0 0 k i l o me t e r s i r k i t , p a d a t a h u n t e r a k h i r R e p e l i t a V
meningkat menjadi 19.986 kilometersirkit. Demikian pula dengan
jaringan distribusi, panjang jaringan tegangan menengah (JTM)
meningkat dari 5.060 kilometersirkit menjadi 118.315 kilometer sirkit, sedangkan jaringan tegangan rendah (JTR) meningkat dari
13.400 kilometersirkit menjadi 162.447 kilometersirkit. Selain itu,
gardu induk dan gardu distribusi selama PJP I juga mengalami
peningkatan. Kapasitas gardu induk meningkat dari 1.300 megavoltampere menjadi 23.936 megavoltampere dan kapasitas gardu dis tribusi meningkat dari 2.300 megavoltampere menjadi 17.899
megavoltampere.
Dengan meningkatnya sarana penyediaan tenaga listrik,
produksi tenaga listrik mengalami peningkatan pula. Apabila pada
tahun pertama Repelita I produksi tenaga listrik hanya mencapai
1 .871,8 gigawatthour, pada akhir Repelita V produksi tenaga
l i s t r i k d i p e r k i r a k a n me n c a p a i 5 0 .1 1 9 gigawatthour atau
berkembaug dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 15 persen
per tahun. Selain itu, penjualan tenaga listrik pada kurun waktu
yang sama juga meningkat dengan laju pertumbuhan rata -rata
sebesar 15,0 persen per tahun atau menunjukkan peningkatan dari
1.471,3 gigawatthour menjadi 41.674 gigawatthour.
Selaras dengari peningkatan pembangunan dan proses indus trialisasi, permintaan tenaga listrik juga meningkat dengan pesat.
Hal ini terlihat pada peningkatan daya tersambung tenaga listrik
dan jumlah pelanggan selama PJP I. Daya -tersambung tenaga
listrik yang pada tahun pertama Repelita I sebesar 594,4
457
megavoltampere, pada akhir Repelita V meningkat menjadi 21.674
megavoltampere, sedangkan jumlah pelanggan, pada kurun waktu
yang sama meningkat dari 874.656 pelanggan menjadi 14.973.000
pelanggan. Sementara itu, sampai dengan akhir Repelita V rasio
elektrifikasi, yaitu jumlah rumah tangga yang telah dialiri tenaga
listrik dibandingkan dengan jumlah seluruh rumah tangga yang
ada, telah mencapai 38,7 persen.
Program listrik masuk desa yang dimulai secara intensif sejak
tahun pertama Repelita III, telah menghasilkan peningkatan yang besar
dalam jumlah desa yang mendapatkan aliran tenaga listrik.
Apabila pada tahun pertama Repelita III jumlah desa yang
mendapat aliran tenaga listrik hanya sejumlah 2.244 desa, pada
akhir Repelita V diperkirakan mencapai 30.394 desa, atau 49,0
persen dari seluruh desa di Indonesia.
Dalam bidang.ketenagalistrikan, telah ada minat swasta untuk
mengusahakan tenaga listrik dalam skala yang cukup besar, yaitu
2.400 megawatt, di Paiton, Jawa Timur yang akan memanfaatkan
batu bara sebagai bahan bakar. Di samping itu, telah ada pula
minat swasta untuk memanfaatkan panas bumi sebagai pusat
pembangkit tenaga listrik di Sarula, Sumatera Utara sebesar 110
megawatt; di Patuha, Jawa Barat sebesar 40 megawatt; di Wayang
Windu, Jawa Barat sebesar 40 megawatt; dan di Dieng, Jawa
Tengah sebesar 55 megawatt. Hal itu merupakan suatu kemajuan
yang menggembirakan karena kebutuhan tenaga listrik setiap
tahunnya meningkat, dan kemampuan pemerintah untuk memenuhi
seluruh kebutuhan tenaga listrik terbatas.
Hasil penting lainnya adalah mulai digalakkannya upaya
d iv er si f i ka si. S ej ak ta h u n p er ta ma Rep el ita 1 1 p era n e n e r gi
nonminyak terus meningkat dari 9,5 persen menjadi 36,3 persen di
akhir PJP I. Meningkatnya peran energi nonminyak ini disebabkan
oleh meningkatnya pemakaian gas bumi, batu bara, tenaga air, dan
panas bumi sebagai energi primer.
458
Dalam
penganekaragaman
sumber
daya
energi
telah
dilaksanakan pula pembangunan sarana penyaluran gas untuk
memenuhi
keperluan
rumah
tangga,
komersial,
dan
industri.
Pembangunan ini menyebabkan penyaluran tenaga gas meningkat
dari 34,1 juta meter kubik pada tahun pertama Repelita I, menjadi
737,8 juta meter kubik pada akhir Repelita V. Di samping itu,
upaya diversifikasi dengan menggunakan briket batu bara untuk
keperluan rumah tangga dan industri kecil sudah dimulai pada
akhir PJP I dan mendapat sambutan yang sangat baik dari
masyarakat.
Upaya konservasi juga sudah dilaksanakan sejak tahun 1980
melalui kampanye, penyuluhan, pelatihan dan bimbingan teknis,
penelitian dan pengembangan, serta peningkatan kelembagaan dan
pengaturan. Dalam kaitan tersebut telah dilakukan kerja sama
dengan lembaga nonformal, media elektronik, pengusaha, dan
perguruan
tinggi.
Guna
meningkatkan
pengetahuan
tentang
teknologi konservasi, berbagai pelatihan untuk kalangan industri
dan bangunan komersial telah dilakukan, baik oleh Pemerintah,
lembaga internasional, maupun swasta. Minat untuk mengikuti
pelatihan tersebut sudah cukup baik dan sejak tahun 1993 telah
diberikan penghargaan kepada beberapa industri yang berhasil
melakukan konservasi energi dengan baik.
Usaha
meningkatkan
efisiensi
dan
mengurangi
pemborosan
telah juga dilakukan di bidang industri minyak dan gas bumi serta
bidang ketenagalistrikan. Dalam pengolahan minyak dan gas bumi,
kilang minyak dan gas bumi sudah dapat dioperasikan di atas
kapasitas.rancang bangunnya. Dengan demikian, susut kilang dapat
ditekan dari 9 persen pada tahun pertama PJP I, menjadi 6 persen
pada akhir PJP I. Efisiensi di bidang industri gas bumi dilakukan
dengan mengurangi gas yang dibakar (flared). Pada tahun pertama
Repelita I gas yang dimanfaatkan baru 51,6 persen dari gas yang
diproduksi, terutama untuk pemakaian di lapangan sebagai gas
pengangkat atau gas penekan dalam rangka membantu produksi
minyak, dan sisanya sebesar 48,4 persen dib akar. Menjelang akhir
459
PJP I pemanfaatan gas bumi meningkat menjadi 94,0 persen dan
hanya 6 persen yang dibakar. Sejalan dengan pembangunan dan
pengembangan jaringan distribusi gas bumi, kehilangan tenaga gas
untuk gas kota dapat ditekan dari 24,3 persen pada tahun pertama
PJP I menjadi 2 persen di akhir PJP I. Di bidang ketenagalistrikan,
telah dilakukan upaya peningkatan kemampuan pengelolaan sistem
ketenagalistrikan sehingga susut tenaga listrik yang meliputi susut
jaringan transmisi dan distribusi telah dapat diturunkan dari 26,0
persen pada tahun pertama PJP I menjadi 12,7 persen pada akhir
PJP I.
Hasil penting lainnya adalah mulai munculnya kesadaran dari
masyarakat luas bahwa sumber energi utama Indonesia, yaitu
minyak bumi, terbatas jumlahnya dan suatu saat akan habis. Hal
itu merupakan awal yang baik untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam melakukan langkah diversifikasi dan konservasi
energi.
III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG
PEMBANGUNAN
Dalam PJP I pembangunan energi telah berhasil mendukung
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
pertumbuhan
ekonomi,
serta proses.industrialisasi. Upaya itu harus dilanjutkan dan ditingkatkan dalam PJP II. Untuk itu perlu dikenali berbagai tantangan,
kendala, dan peluang yang ada.
1. Tantangan
Pembangunan
yang
makin
meningkat
dan
bertambahnya
jumlah penduduk akan dihadapkan pada kondisi sumber daya yang
makin terbatas, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Sementara itu, dalam PJP II peningkatan pembangunan dan proses industrialisasi serta laju pertumbuhan energi diperkiraka n men i ng ka t d e nga n pe sat . Di p i hak lai n su m ber d ay a energi
460
meskipun cukup tersedia sebagai kekayaan alam, untuk
menyediakannya sebagai sumber energi yang siap digunakan dalam
mutu dan jumlah yang memadai tidak mudah. Dengan demikian,
tantangannya adalah mempertahankan dan meningkatkan upaya
agar kebutuhan energi yang meningkat baik bagi kehidupan masyarakat maupun bagi kegiatan ekonomi, khususnya untuk mendukung
proses industrialisasi, senantiasa dapat terpenuhi.
Dalam PJP I minyak bumi merupakan sumber energi utama di
dalam negeri. Di samping itu, minyak bumi juga merupakan
komoditas ekspor penting yang menghasilkan devisa cukup besar.
Dalam PJP II, peranan minyak bumi sebagai sumber energi masih
tetap penting, meskipun tidak lagi sebagai sumber penghasil devisa
utama.
Dalam
PJP
I,
walaupun
pangsa
minyak
bumi
sebagai sumber daya energi di dalam negeri telah berhasil diturunkan,
volume pemakaiannya masih bertambah dari tahun ke tahun.
Kecenderungan ini masih akan terus berlangsung dalam PJP II.
Dengan tingkat produksi minyak bumi sebesar lebih kurang 500
juta barel setahun, rasio antara cadangan dan produksi (reserve to
production ratio, R/P) diperkirakan 20, yang berarti masa habis
minyak bumi sudah tidak terlalu lama lagi. Sebelum cadangan
minyak bumi habis, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi
Indonesia akan menjadi pengimpor minyak neto. Ketergantungan
kepada luar negeri dalam penyediaan sumber energi yang amat
vital bagi perekonomian dan kehidupan bangsa ini harus dapat
ditunda sejauh mungkin untuk mempersiapkan ketahanan ekonomi
bangsa Indonesia. Dengan demikian, merupakan tantangan untuk
mempertahankan ketersediaan sumber energi minyak bumi dari
dalam negeri sepanjang mungkin.
Kenyataan kini menunjukkan bahwa masih sekitar 63 persen
energi yang dikonsumsi rakyat Indonesia berasa l dari,minyak
bumi, dan pemanfaatan sumber energi alternatif seperti gas bumi,
batu bara, dan energi baru dan terbarukan seperti panas bumi,
tenaga air, energi surya, energi angin, dan biomassa, masih belum
optima l. Minya k bumi masih banya k dipergunakan masyaraka t
461
karena selain relatif mudah diperoleh, relatif murah, dapat
dipergunakan untuk berbagai kebutuhan dan masih belum ditemukan cara yang benar-benar efektif untuk menggantikannya. Energi
panas bumi, walaupun bersih lingkungan, ketersediaannya relatif
jauh dari penduduk dan sentra industri sehingga membutuhkan
biaya yang relatif mahal. Untuk mengembangkan energi nuklir,
masih banyak masalahnya seperti biaya, teknologi maupun kesiapan sumber daya manusia, serta adanya kekhawatiran masyarakat
terhadap kebocoran limbahnya. Energi alternatif seperti energi
surya, belum dapat berkembang menjadi energi yang dapat digunakan secara massal karena biayanya masih sangat tinggi sehingga
belum dapat bersaing dengan energi konvensional umumnya.
Penganekaragaman sumber energi telah lama diupayakan namun
hasilnya belum sesuai harapan. Dengan demikian, tantangannya
adalah mengurangi ketergantungan kepada satu sumber daya energi, khususnya minyak bumi, dan menciptakan kemampuan untuk
mengembangkan potensi sumber daya energi lainnya secara
seimbang dan selaras dengan kebutuhan.
Dilihat dari pendayagunaan pemakaian energi, meskipun
sudah banyak kemajuan dalam upaya meningkatkan efisiensi,
Indonesia masih cenderung boros dalam pemakaian energi. Pada
tahun 1990 untuk menghasilkan produk domestik bruto (PDB)
sebesar 1 juta US dollar, Indonesia menggunakan energi cukup
tinggi sebesar 3.329 setara barel minyak (SBM), dibandingkan dengan
negara-negara tetangga seperti Filipina sebesar 2.993 SBM
dan negara maju seperti Jepang sebesar 1.913 SBM. Begitu pula
laju konsumsi BBM selama sepuluh tahun terakhir mencapai ratarata di atas 9 persen per tahun. Laju ini termasuk tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara yang rata-rata hanya
mencapai sekitar 4 persen per tahun dan dunia sekitar 2 persen per
tahun. Penggunaan BBM ternyata tidak semata-mata untuk tujuan
produktif, tetapi telah menjurus konsumtif dan bersifat pemborosan. Pola konsumsi tenaga listrik di Indonesia ternyata juga masih
belum efisien seperti ditunjukkan oleh intensitas pemakaian tenaga
listrik yang lebih tinggi, dibandingkan dengan beberapa negara
462
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Keadaan ini
merupakan pemborosan sumber daya. Dengan demikian, mengupayakan pemanfaatan energi secara hemat dan efisien tanpa
mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan untuk
menunjang pembangunan merupakan tantangan pula dalam pembangunan energi.
Meningkatnya penggunaan energi mengakibatkan memburuknya kualitas udara terutama di daerah perkotaan dan memberikan
dampak lainnya seperti pemanasan suhu bumi. Peningkatan produksi dan konsumsi energi di masa mendatang dikhawatirkan akan
makin memperburuk keadaan ini. Untuk mengatasinya perlu diterapkan teknologi energi yang bersih dan akrab lingkungan. Dalam
rangka mengembangkan sumber-sumber energi lain yang bersih
atau energi baru dan terbarukan masalahnya adalah teknologi
pemanfaatannya yang pada umumnya belum memberikan
kelayakan finansial, serta belum dapat bersaing dengan sumber
energi lainnya terutama minyak bumi. Penggunaan energi nuklir,
misalnya, menghadapi masalah tidak hanya biaya investasi yang
tinggi dan teknologi yang menjamin keamanannya, tetapi juga
terutama pada kemampuan sumber daya manusia yang
menanganinya. Selanjutnya, dalam mempertahankan bahkan
meningkatkan cadangan sumber energi, pengolahan, pendistribusian, bahkan pengangkutan energi, memerlukan perencanaan yang
saksama yang ditunjang oleh teknologi dan sumber daya manusia
berkualitas. Saat ini teknologi dalam bidang sumber daya energi
seperti teknologi energi yang bersih dan aman lingkungan serta
canggih, teknologi hemat energi dan kualitas sumber daya manusia
yang profesional di dalam negeri baik dalam jumlah maupun
kualitas belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan itu. Dengan
demikian, tantangan selanjutnya adalah meningkatkan kemampuan
sumber daya manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi sumber daya energi dalam berbagai disiplin, baik dalam
memperkaya cadangan sumber daya maupun dalam meningkatkan
kemampuan mengolah, mengangkut, dan menggunakan berbagai
sumber daya energi secara tepat, efisien, dan bersih.
463
Dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 persen per
tahun, laju pertumbuhan permintaan tenaga listrik diperkirakan
akan mencapai rata-rata 16 persen per tahun. Dengan demikian,
rasio elektrifikasi juga akan meningkat dari sebesar 38,7 persen
pada akhir PJP I menjadi 60 persen pada akhir Repelita VI. Pe ningkatan rasio elektrifikasi sebesar 21,3 persen yang harus dicapai
dalam 5 tahun tidaklah mudah dilakukan mengingat dana pemerintah di dalam membangun sarana penyediaan tenaga listrik sangat
terbatas. Di pihak lain, iklim dan pengaturan yang berlaku belum
mampu menarik investasi swasta secara optimal. Diperkirakan
keadaan ini, apabila tidak cepat diatasi, akan mengakibatkan
kesenjangan antara penyediaan dan permintaan tenaga listrik.
Dengan
demikian,
tantangannya
adalah
memperkecil
kesenjangan
antara penyediaan dan permintaan tenaga listrik yang diperkirakan
akan terjadi di masa yang akan datang, dengan meningkatkan
ketersediaan tenaga listrik, meliputi pembangkitan, jaringan
transmisi dan distribusi, secara memadai.
Menyadari makin terbatasnya dana pemerintah untuk membangun di sektor energi yang padat modal dan padat teknologi,
perlu didorong peran serta swasta nasional dan investor asing
dalam kegiatan pencarian, penemuan, dan pengolahan minyak dan
gas bumi; penyediaan dan pengangkutan batu bara; pengusahaan
dan pemanfaatan potensi panas bumi; dan penyediaan tenaga listrik
nasional. Untuk itu dibutuhkan swasta yang memiliki modal besar,
teknologi yang canggih, dan sumber daya manusia yang berkualitas, serta rangsangan dan iklim yang dapat mendorong partisipasi
swasta. Dengan demikian, menjadi tantangan pula untuk meningkatkan peran serta swasta melalui penciptaan iklim dan rangsangan
yang mendukung dunia usaha untuk turut membangun sektor
energi.
464
2. Kendala
Kondisi geografis yang terdiri atas kepulauan, luasnya wilayah
nusantara serta besarnya jumlah penduduk merupakan kendala baik
dalam penyediaan energi maupun penyaluran serta transportasinya
secara efisien, andal dan memenuhi skala produksi yang ekonomis.
Keterbatasan dana untuk melakukan investasi penyediaan
energi merupakan kendala. Berbagai kegiatan untuk menyediakan
sarana penyediaan energi yang meliputi produksi, pengolahan.
penyaluran, dan distribusi energi memerlukan dana yang besar dan
teknologi maju. Pembangunan energi sang at tergantung dari
bantuan luar negeri, dan oleh karena negara berkembang lainnya
juga membutuhkan dana dan teknologi, persaingan untuk menarik
dana ini diperkirakan akan semakin ketat.
Keterbatasan dalam kemampuan penguasaan teknologi dan
rekayasa juga merupakan kendala. Meskipun selama PJP I telah
banyak dicapai kemajuan dalam teknologi pengelolaan energi,
penguasaannya masih berupa tahap penerapan teknologi yang
diimpor, sedangkan proses alih teknologi belum berjalan dengan
baik. Sementara itu, kurangnya tenaga yang terdidik dan terampil
serta terbatasnya sarana untuk pembinaan dan pengembangan
sumber daya manusia juga merupakan kendala.
Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan yang
semakin tinggi juga menyebabkan semakin ketatnya persyaratan
pemilihan jenis bahan bakar dan teknologi yang digunakan. Sejalan
dengan itu, pembangunan sarana penyediaan energi menghadapi
kendala yang berupa daya dukung lingkungan yang tidak seimbang
seperti di Pulau Jawa.
Kendala lain yang dihadapi adalah sistem penetapan harga
energi yang belum mendukung penggunaan energi secara optimal
dan tidak mengembangkan prakarsa masyarakat untuk melakukan
penghematan energi.
465
3. Peluang
Beranekaragamnya sumber daya energi memberikan peluang
untuk mengembangkan sumber daya energi guna menyediakan
kebutuhan energi dalam negeri dan sebagai penghasil devisa.
Potensi tenaga air belum seluruhnya dikembangkan, begitu pula
potensi panas bumi dan gas bumi. Batu bara mempunyai cadangan
yang besar untuk dikembangkan, baik sebagai sumber energi dalam
negeri maupun untuk ekspor.
Potensi energi baru dan terbarukan seperti biomassa, biogas,
limbah kota, energi matahari, energi angin, tenaga air skala kecil,
dan energi panas bumi skala kecil cukup besar sehingga
memberikan peluang untuk dimanfaatkan secara optimal. Peluang
pemanfaatan energi tersebut secara berkelanjutan sangat besar
mengingat kesadaran dan kehendak yang makin besar untuk
menggunakan energi yang bersih lingkungan.
Di samping potensi sumber daya energi yang ada, terdapat
peluang yang cukup besar untuk meningkatkan pemasaran energi.
Dengan makin pesatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia
Pasifik, maka kebutuhan energi di kawasan ini akan meningkat di
masa mendatang sehingga kesempatan untuk mengekspor
komoditas energi makin besar.
Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi nasional,
meningkatnya daya beli serta taraf hidup masyarakat, cepatnya
perkembangan teknologi, dan meningkatnya kemampuan sumber
daya manusia, maka pemanfaatan energi yang nonkomersial,
termasuk energi baru dan terbarukan akan menjadi lebih
kompetitif. Selain itu, meningkatnya kemampuan swasta nasional
dapat mendorong untuk meningkatkan investasi dalam rangka
pembangunan energi.
466
Sejalan dengan kemajuan perekonomian, persaingan di sektor
industri akan makin tajam. Oleh karena itu, industri akan lebih
kompetitif dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Hal
itu merupakan peluang untuk melaksanakan penghematan energi
karena biaya untuk energi dalam industri cukup besar pengaruhnya
terhadap biaya produksi.
IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN
PEMBANGUNAN
1.
Arahan GBHN 1993
Pembangunan energi dalam Repelita VI diarahkan untuk
mendorong kegiatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
rakyat serta memenuhi kebutuhan energi masyarakat dengan
menjamin tersedianya energi dan peningkatan mutu serta pelayanannya. Pembangunan energi harus memperhatikan kelestarian sumber
energi untuk jangka panjang, kebutuhan energi dalam negeri,
p el ua n g e k sp o r, kea ma n a n d a n k es ela ma ta n ma s yara k at,
k e l e s t a r i a n fu n g s i l i n g k u n g a n h i d u p . P e mb a n g u n a n e n e r g i
d ila k sa n a ka n me l al u i s ur va i, e ksp lo r a s i, e ksp lo i ta si d a n
pemanfaatan sumber energi baru serta peningkatan efisiensi dan
efektivitas penambangan dan pengolahan sumber energi. Untuk
menjaga kelestarian sumber energi perlu diupayakan pemanfaatan
secara hemat, penganekaragaman dan penggunaan berbagai sumber
energi secara optimal, dan penggunaan peralatan dan teknologi
hemat energi dalam kerangka kebijaksanaan energi nasional yang
menyeluruh dan terpadu.
Sumber energi baru dan terbarukan serta energi lestari, seperti
energi panas bumi, energi air, energi biomassa, energi surya,
energi angin, dan energi laut, perlu ditingkatkan pemanfaatannya
dengan berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis,
layak secara teknis, d iter ima secara sosial bud aya dan tid ak
mengakibatkan ke rusakan lingkungan. Pengembangan energi di
467
perdesaan perlu terus ditingkatkan, terutama dengan memanfaatkan
potensi sumber energi setempat, ditunjang dengan upaya
peningkatan swadaya masyarakat.
Laju pertumbuhan pemakaian energi perlu dikendalikan
dengan meningkatkan pola konservasi energi, baik yang berasal
dari minyak bumi maupun sumber lain, menetapkan kebijaksanaan
energi yang tepat, menggunakan alat dan teknologi yang hemat
energi, dan menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat
tentang cara meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
Pembangunan dan pengembangan tenaga listrik terus
ditingkatkan dalam rangka mendorong kegiatann ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di daerah perkotaan
maupun di daerah perdesaan. Pembangunan sarana dan prasarana
tenaga listrik dilaksanakan oleh Pemerintah, swasta, dan koperasi.
Pengelolaan ketenagalistrikan harus dilakukan secara efisien serta
dapat menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah yang
cukup dan merata, andal, dan bermutu, serta dengan tingkat harga
yang wajar yang menjamin kelangsungan pengembangan usaha
penyediaan dan penyaluran tenaga listrik. Dalam menetapkan
rencana umum ketenagalistrikan nasional perlu diupayakan
pemanfaatan secara optimal segenap potensi sumber daya energi.
Penyelenggaraan program listrik masuk desa dilanjutkan dan
dikembangkan untuk mendorong kegiatan ekonomi serta
meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat di daerah
perdesaan, dengan meningkatkan peranan dan swadaya masyarakat
perdesaan. Pengadaan listrik dengan menggunakan sumber energi
setempat, seperti tenaga air mikro, energi angin, energi surya, dan energi
biomassa
perlu
terus
dikembangkan
dalam
rangka
menghemat penggunaan bahan bakar minyak dan mengurangi
penggunaan sumber energi yang membawa dampak kerusakan
lingkungan alam dengan memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada masyarakat setempat melalui koperasi untuk
melaksanakannya.
468
Kemampuan nasional dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi energi dan penyediaan, pemanfaatan serta pengelolaannya secara ekonomis dan efisien perlu makin dikembangkan melalui berbagai upaya, terutama penelitian dan pengembangan serta
pendidikan dan pelatihan. Sejalan dengan pembangunan energi,
industri peralatan dan industri jasa dalam negeri yang terkait serta
kemampuan sumber daya manusia dan alih teknologi perlu ditingkatkan.
2. Sasaran
a. Sasaran PJP II
Sasaran utama pembangunan energi pada akhir PJP II adalah
terjaminnya kemandirian dalam energi, yaitu tercapainya suatu
kondisi dinamis yang mampu mengimbangi kebutuhan energi yang
meningkat dengan menjamin penyediaannya dengan mutu dan
pelayanan yang memadai sehingga mendukung pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Beberapa sasaran pembangunan energi dalam PJP II adalah
optimalnya pemanfaatan energi yang tidak dapat diekspor; lebih
berperannya energi baru dan terbarukan secara kuantitatif dan
kompetitif; tercapainya pangsa batu bara sebagai sumber daya
energi dalam pemenuhan kebutuhan energi sebesar 50 persen pada
skala nasional; diterapkannya teknologi batu bara bersih pada
seluruh fasilitas yang menggunakan batu bara; tercapainya
pemanfaatan panas bumi sebesar 25 persen dari potensi yang ada;
optimalnya pemanfaatan gas bumi untuk keperluan domestik;
seimbangnya peran swasta dengan pemerintah dalam menyediakan
tenaga listrik; terwujudnya rasio elektrifikasi nasional di atas 95
persen, sedangkan jumlah desa yang mendapat aliran tenaga listrik
telah mencapai 100 persen pada akhir Repelita VII; dimulainya
pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan
berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis, layak
469
secara teknis, diterima secara sosial budaya dan tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan; dan melembaganya upaya penghematan
energi.
Sasaran rasio elektrifikasi, produksi tenaga listrik, dan jumlah
desa yang terlistriki selama tahapan Repelita pada PJP II dapat
dilihat pada Tabe1 30-1.
b . Sasaran Repelita VI
Sasaran yang hendak dicapai pada akhir Repelita VI adalah
menurunnya pangsa minyak bumi dalam penyediaan energi dan
meningkatnya pangsa energi nonminyak bumi, khususnya gas bumi
dan batu bara, serta berkembangnya energi baru dan terbarukan.
Beberapa sasaran pada akhir Repelita VI adalah penyediaan
minyak bumi mencapai 360,0 juta SBM; produksi minyak bumi
termasuk kondensat mencapai rata-rata 1.515 ribu barel per hari;
kapasitas kilang menjadi 1.042 ribu barel per hari (thousand
barrels per calender day, MBCD); penyediaan gas bumi menjadi
162,6 juta SBM; produksi gas bumi menjadi 8.150 juta kaki kubik
per hari (million standard cubic feet per day, MMSCFD); produksi
LNG menjadi 28,0 juta ton; produksi LPG sebesar 3,5 juta ton;
dibangunnya jaringan pipa gas bumi sepanjang 2.060 kilometer;
pemanfaatan batu bara meningkat menjadi 120,5 juta SBM; produksi batu bara meningkat menjadi 71 juta ton; penggunaan briket
batu bara untuk rumah tangga mencapai 4,8 juta ton briket;
pemakaian minyak tanah sektor rumah tangga sebanyak 30 persen
digantikan oleh briket batu bara; pemanfaatan panas bumi menjadi
12,0 juta SBM; pemanfaatan tenaga air menjadi 33,6 juta SBM;
persiapan sistem interkoneksi ketenagalistrikan Sumatera-Jawa;
rasio elektrifikasi mencapai 60 persen; jumlah desa yang dilistriki
mencapai 79 persen; dan penghematan pemakaian energi rata-rata
15 persen.
470
TABEL 30 -1
SASARAN RASIO ELEKTRIFIKASI, PRODUKSI TENAGA LISTRIK
DAN PERSENTASE JUMLAH DESA YANG DILISTRIKI
DALAM PJP II
PJP II
Jenis Sasaran
1. Rasio elektrifikasi
2. Produksi tenaga listrik
3. Persentase jumlah dan yang dilistriki
Satuan
%
GWh
%
Akhir
Akhir
Akhir
Akhir
Akhir
Akhir
Repelita V *) Repelita VI Repelita VII Repelita VIII Repelita IX Repelita X
39
60
70
80
90
95
50.119
105.819
164.816
249.236
372.334
550.517
49
79
100
100
100
100
Catatan: *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)
471
Dengan berbagai upaya penghematan energi, intensitas energi,
yaitu energi yang dikonsumsi secara nasional untuk menghasilkan
PDB sebesar 1 juta US dollar dalam Repelita VI akan diupayakan
turun dari 3.115 SBM/juta US Dollar pada tahun 1994/95 menjadi
2.812 SBM/juta US Dollar pada tahun terakhir Repelita VI.
Sasaran intensitas energi sebagai upaya penghematan energi
dibandingkan tanpa upaya penghematan energi selama Repelita VI
dapat dilihat pada Tabel 30-2.
Selama Repelita VI perkiraan penyediaan energi primer
nasional dan pola penyediaan energi primer untuk sektor tenaga
listrik menurut jenis energi dapat dilihat pada Tabel 30-3 dan Tabel
30-4. Pada akhir Repelita VI konsumsi energi sektor industri sudah
akan mendekati setengah dari seluruh konsumsi energi nasional.
Pola konsumsi energi menurut sektor industri, rumah tangga, dan
transportasi disajikan pada Tabel 30-5.
3.
Kebijaksanaan
Dalam melaksanakan amanat GBHN untuk mencapai sasaran
pembangunan energi tersebut di atas, yang pada dasarnya adalah
menjamin terpenuhinya kemandirian dalam bidang energi, dengan
jumlah, mutu, dan pelayanan sesuai dengan kebutuhan, serta
dengan harga yang wajar, maka pokok kebijaksanaan pembangunan energi termasuk ketenagalistrikan dalam Repelita VI adalah
meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan sumber daya energi;
meningkatkan sarana dan prasarana; meningkatkan fungsi
kelembagaan; meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
menguasai teknologi; meningkatkan peran serta masyarakat; dan
meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam pemanfaatan
energi.
472
TABEL 30-2
SASARAN DAN PERBANDINGAN DENGAN INTENSITAS ENERGI
DENGAN DAN TANPA PENGHEMATAN ENERGI
1994/95-1998/99
(Setara Barel Minyak)
Akhir
Repelita VI
Intensitas Energi
Repelita V *)
1994/95
1995/98
1996/97
1997198
1998/99
1. Dengan upaya
penghematan energi
3.041
3.115
3.112
3.114
2.941
2.812
2. Tanpa upaya
penghematan energi
3.041
3.146
3.208
3.278
3.268
3.308
Catatan : •) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)
473
TABEL30-3
PERKIRAAN PENYEDIAAN ENERGI PRIMER
MENURUT JENIS ENERGI
1994/95 -1998/99
Akhir
Repelita VI
Jenis Energi
Repelita V * )
Juta
SBM
%
1. Minyak bumi
286,13
63,7
295,99
59,7 311,74
57,8
331,55
56,3
337,46
53,5 359,99
52,3
2. Gas bumi
94,84
21,1
117,24
23,7 132,12
24,5
137,77
23,3
157,31
24,9 162,64
23,6
3. Batubara
36,65
8,2
48,73
9,8
61,35
11,4
83,87
14,2
96,64
15,3 120,51
17,5
3,61
0,8
4,39
0,9
4,43
0,8
6,25
1,1
8,61
1,4
11,98
1,7
5. Tenaga air
27,88
6,2
29,14
5,9
29,40
5,5
29,88
5,1
31,27
5,0
33,56
5,0
Jumlah
449,11
100,0
495,49
100,0 539,04
100,0
589,32
100,0
631,29
100,0 688,68
100,0
4. Panas bumi
1994195
Juta
SBM
%
1995/96
Juta
SBM
%
Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)
SBM = Setara barel minyak
474
1996/97
Juta
SBM
%
1997198
Juta
SBM
%
1998/99
Juta
SBM
%
TABEL30-4
PERKIRAAN PENYEDIAAN ENERGI UNTUK KETENAGALISTRIKAN
MENURUT JENIS ENERGI
1994/95 -1998/99
Jenis Energi
Akhir
Repelita V *)
Juta
SBM
%
1994/95
Juta
SBM
%
1995/96
Juta
SBM
%
Repelita VI
1996/97
Juta
SBM
%
1997/98
Juta
SBM
%
1998/99
Juta
SBM
%
1. Minyak bumi
82,60
57,4
64,75
41,2
69,97
39,3
77,05
38,7
69,69
32,2
74,59
30,8
2. Gas bumi
10,00
6,9
31,57
20,1
42,45
23,8
41,75
21,0
54,72
25,2
53,85
22,2
3. Batubara
21,50
14,9
27,28
17,4
31,96
17,9
44,09
22,2
52,51
24,2
68,14
28,1
2,03
1,4
4,39
2,8
4,43
2,5
6,25
3,1
8,81
4,0
11,98
5,0
5. Tenaga air
27,88
19,4
29,14
18,5
29,40
16,5
29,88
15,0
31,27
14,4
33,56
13,9
Jumlah
144,01
100,0
157,13
100,0
178,21
100,0
199,02
100,0
218,80
67,9
4. Panas bumi
Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)
SBM = Setara barel minyak
475
242,12 100,0
TABEL30-5
POLA KONSUMSI ENERGI M E N U R U T SEKTOR
1994/95 -1998/99
A k hi r
Sektor
Repelita V *)
Juta
SBM
%
Juta
SBM
Repelita VI
1996/97
1995/96
1994/95
%
Juta
SBM
%
Juta
SBM
%
1997/98
Juta
SBM
%
1998/99
Juta
SBM
%
1. Industri
108,06
38,0
145,81
42,6
158,36 42,8 180,28
44,5
209,44
46,6
245,23
48,6
2. Transportasi
105,48 37,1
114,99
33,6
124,96 34,2 135,79
33,5
147,55
32,8
180,35
31,8
3. Rumah tangga
70,76
23,8
84,34
22,0
92,90
20,8
98,96
19,6
Jumlah
24,9
284,30 100,0
81,31
342,11 100,0
89,02
365,66 100,0 405,09 100,0
Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)
SBM = Setara barel minyak
476
23,1
449,89 100,0
504,54 100,0
a. Peningkatan Penyediaan dan Pemanfaatan Sumber
Energi
Peningkatan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi
dilaksanakan dengan meningkatkan pencarian dan penemuan
sumber energi, menghemat penggunaan energi, serta menganekaragamkan sumber energi. Kebijaksanaan pencarian dan penemuan
sumber energi dilaksanakan dengan meningkatkan kegiatan survai
dan eksplorasi sumber daya energi, baik energi konvensional
maupun energi nonkonvensional; meningkatkan kegiatan pemetaan
dan penyelidikan geologi dan geofisika, geologi kelautan,
inventarisasi dan eksplorasi sumber daya energi; serta
meningkatkan penyediaan minyak bumi dengan mengembangkan
lapangan minyak baru hasil penemuan dengan cara menerapkan
manajemen cadangan secara konsisten, meningkatkan upaya
penambahan cadangan terbukti dengan EOR, dan mengoptimalkan
pengembangan fasilitas instalasi produksi agar lapangan marginal
dapat dikembangkan. Kebijaksanaan penganekaragaman sumber
energi dilakukan dengan mendorong pemanfaatan gas bumi dengan
memberikan insentif dan kemudahan dalam pemanfaatan bahan
bakar gas (BBG), meningkatkan pemakaian LPG, dan memanfaatkan gas bagi keperluan di dalam negeri; mengurangi penggunaan
BBM dengan meningkatkan penggunaan batu bara, gas bumi,
panas bumi, tenaga air, dan sumber energi baru dan terbarukan;
serta mengembangkan pemakaian briket batu bara untuk rumah
tangga din industri dengan memperhatikan dampak lingkungannya.
Kebijaksanaan penghematan penggunaan energi dilakukan dengan
menurunkan intensitas konsumsi energi di sektor industri melalui
peningkatan efisiensi pengelolaan energi dan standardisasi
peralatan; meningkatkan kampanye nasional hemat energi;
meningkatkan penelitian dan pengembangan serta pemasyarakatan
teknologi hemat energi; meningkatkan pengendalian sisi kebutuhan
di sektor tenaga listrik; dan meningkatkan efisiensi pengelolaan
ketenagalistrikan.
477
b.
Peningkatan Sarana dan Prasarana
Peningkatan sarana dan prasarana di bidang energi dilakukan
dengan meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana
penyediaan BBM dan keandalan jaringan pipa BBM, dan
memantapkan distribusi BBM untuk memperluas daerah pelayanan
ke seluruh pelosok Nusantara; meningkatkan pembangunan
jaringan pipa gas bumi yang terpadu meliputi jaringan pipa transmisi, pipa distribusi dan stasiun pengaturnya; serta membangun
pelabuhan-pelabuhan baru batu bara baik di wilayah produsen
maupun konsumen dan meningkatkan kapasitas pengangkutan dan
penyalurannya dengan menambah daya muat dan frekuensi
pengangkutan, baik lewat darat maupun laut. Kebijaksanaan
lainnya adalah meningkatkan pembangunan sarana penyediaan
tenaga listrik yang meliputi pusat pembangkit tenaga listrik,
jaringan transmisi, dan distribusi agar lebih merata dan meluas
dengan memperhatikan keseimbangan sistem serta tata ruang
nasional dan daerah; meningkatkan interkoneksi antara sistem
ketenagalistrikan yang ada tanpa memandang kepemilikannya,
sehingga dapat diperoleh manfaat keandalan dan keekonomian yang
lebih baik; serta meningkatkan penyediaan tenaga listrik bagi
daerah perdesaan melalui perluasan jaringan distribusi yang ada
dengan mengutamakan pemanfaatan sumber energi setempat.
c.
Peningkatan Fungsi Kelembagaan
Peningkatan fungsi kelembagaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta mutu pelayanan dalam pengelolaan bidang energi yang dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu, antara lain dengan menyempurnakan kelembagaan sektor
tenaga listrik dan panas bumi; mengembangkan perangkat
kelembagaan untuk meningkatkan peran sumber energi baru dan
terbarukan; serta meningkatkan efisiensi pengusahaan dan
menyempurnakan kelembagaan badan-badan usaha milik negara
yang menangani energi.
478
d.
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan
Penguasaan Teknologi
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan
teknologi dilaksanakan dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sumber daya manusia untuk memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang energi; meningkatkan
penelitian dan pengembangan di bidang energi dan
ketenagalistrikan baik yang bersifat teknis maupun strategis;
meningkatkan penguasaan rancang bangun dan rekayasa peralatan
di bidang energi; meningkatkan penyuluhan, pelatihan,
pembimbingan, dan peragaan dalam melaksanakan konservasi
energi; meningkatkan alih teknologi dengan melaksanakan program
penelitian dan pengembangan sistem ketenagalistrikan, baik jasa
maupun barang; serta mengembangkan kemampuan dan
keterampilan masyarakat perdesaan untuk mengelola usaha
penyediaan tenaga listrik di perdesaan secara efisien.
e.
Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat termasuk dunia usaha
dalam pembangunan energi dilakukan dengan meningkatkan peran
serta koperasi, swasta nasional dan investor asing dalam kegiatan
pencarian, eksplorasi, pengolahan, dan pengangkutan minyak dan
gas bumi; memberi peranan yang lebih besar kepada koperasi dan
usaha swasta nasional untuk pendistribusian dan pengangkutan
bahan energi seperti minyak bumi dan batu bara; mendorong
koperasi, swasta nasional dan asing untuk memanfaatkan potensi
panas bumi dengan memberikan insentif yang menarik; meningkatkan partisipasi koperasi, swasta nasional dan asing dalam
penyediaan tenaga listrik; memberikan kesempatan pada swasta
dan koperasi untuk menangani penyediaan tenaga listrik bagi desa
yang belum terjangkau oleh jaringan yang tersedia; meningkatkan
peran dan swadaya masyarakat untuk menyediakan energi di
perdesaan; menciptakan iklim yang dapat mengembangkan
kesadaran dan merangsang masyarakat untuk mengadakan
479
diversifikasi dan konservasi energi; dan meningkatkan peran serta
koperasi dan usaha swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana energi. Peningkatan peran serta masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas sekaligus merupakan upaya untuk
meningkatkan peran serta koperasi, usaha kecil dan menengah.
f. Peningkatan Kepedulian Lingkungan
Peningkatan kepedulian lingkungan yang ditujukan untuk
melestarikan cumber energi jangka panjang dan melindungi
keamanan dan keselamatan masyarakat, dilakukan dengan
menyempurnakan
pengawasan
pengelolaan
lingkungan;
meningkatkan pemanfaatan teknologi yang bersih dan akrab
lingkungan; serta meningkatkan penggunaan energi yang tidak atau
sangat sedikit mencemari lingkungan, seperti panas bumi, gas
bumi, tenaga air, energi angin, dan energi surya.
V. PROGRAM PEMBANGUNAN
Untuk melaksanakan kebijaksanaan dan mencapai berbagai
sasaran pembangunan energi tersebut di atas dikembangkan
program pembangunan sektor energi yang meliputi program pokok
dan program penunjang. Program pokok mencakup program
pengembangan tenaga listrik; program pengembangan listrik
perdesaan; dan program pengembangan tenaga migas, batu bara,
dan energi lainnya. Sedangkan program penunjang mencakup
program pengendalian pencemaran lingkungan hidup; program
penelitian dan pengembangan energi; program pengembangan
informasi energi; dan program pendidikan, pelatihan, dan
penyuluhan energi.
480
1.
Program Pokok
a. Program Pengembangan Tenaga Listrik
Program ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
listrik yang diperkirakan akan terus meningkat. Dalam Repe lita VI, kebutuhan tenaga listrik secara keseluruhan diperkirakan
akan mengalami peningkatan dari 71.500 juta kilowatthour pada
tahun pertama menjadi 115.300 juta kilowatthour pada tahun
kelima Repelita VI. Perkiraan kebutuhan tenaga listrik untuk
industri, komersial, dan rumah tangga secara nasional dapat dilihat
pada Tabel 30-6.
Sesuai dengan kebijaksanaan sektor ketenagalistrikan, dalam
rangka mengimbangi permintaan tenaga listrik yang meningkat dan
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dalam Repelita VI akan diselesaikan tambahan sarana penyediaan tenaga listrik oleh PLN dengan jumlah kapasitas sebesar 9.522 megawatt.
Pusat pembangkit listrik tenaga air dan pusat pembangkit listrik
termal yang direncanakan selesai pembangunannya dalam Repelita VI disajikan pada Tabel 30-7 dan Tabel 30-8.
Untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit
tenaga listrik ke daerah-daerah pusat beban, dalam Repelita VI
akan dibangun dan diselesaikan jaringan transmisi sepanjang
10.548 kilometersirkit beserta gardu induknya dengan kapasitas
sebesar 30.406 megavoltampere. Bersamaan dengan itu, keseluruhan jaringan distribusi yang akan dibangun dalam Repelita VI, termasuk untuk listrik perdesaan meliputi JTM sepanjang 133.317
kilometersirkit, JTR sepanjang 196.741 kilometersirkit, serta gardu
distribusi dengan kapasitas sebesar 21.824 megavoltampere.
Rincian rencana pembangunan jaringan transmisi dan gardu
induk serta jaringan distribusi dalam Repelita VI disajikan pada
Tabel 30-9 dan Tabel 30-10.
481
TABEL 30-6
PERKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK NASIONAL
(PLN DAN NON PLN)
1994/95-1998/99
(ribu GWh)
Akhir
Repelita VI
Sektor
Repelita V*)
1994/95
1995/96 1996/97 1997/98
1998/99
1. Industri
43,6
48,6
54,5
61,7
70,0
77,8
2. Rumah tangga/komersial
19,7
22,9
26,1
29,5
33,3
37,5
63,3
71,5
80,6
91,2
103,3
115,3
Jumlah
Catatan: *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)
482
TABEL 30-7
PUSAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR
YANG AKAN SELESAI DALAM REPELITA VI
Nama Pembangkit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTA Singkarak
PLTM tersebar
PLTA Kotopanjang
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTA Tanggari II
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTM tersebar
PLTA Cirata II
PLTA Tulis
Kapasitas
(MW)
Lokasi
3,6
1,5
4x43,75
7,7
3x38
1,3
0,4
1,7
19
7,3
10
10,8
1
4,2
2
4,1
500
13
Daerah Istimewa Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Barat
Riau
Lampung
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Sulawesi Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Maluku
Irian Jaya
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
483
TABEL 30-8
PUSAT PEMBANGKIT LISTRIK TERMAL
YANG AKAN SELESAI DALAM REPELITA VI
Nama Pembangkit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
PLTD tersebar
PLTGU II
PLTG Medan
PLTD tersebar
PLTU Ombilin
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTG Palembang
PLTU Bukit Asam
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTG Pontianak
PLTD tersebar
PLTU Banjarmasin
PLTG Banjarmasin
PLTD tersebar
PLTGU Samarinda
PLTG Samarinda
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTP Lahendong
PLTG Ujung Pandang
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTG Lombok
PLTD Lombok
PLTD tersebar
PLTD tersebar
PLTP Ulumbu
PLTD tersebar
PLTD Batam
PLTGU Muara Karang
PLTGU Tanjung Priok
PLTU Suralaya
PLTGU Muara Karang
PLTG Muara Tawar
PLTP Daradjat
PLTGU Tambak Lorok
PLTU Paiton
PLTGU Gresik
PLTGU Pasuruan
PLTG Pasuruan
PLTG Bali
484
Kapasitas
(MW)
13,1
400
2 x100
5,6
2 x 100
2
42
2 x 35
2 x 65
22
11,5
16
3
2 x 30
18,4
1 x 65
2 x 30
8
66
3 x 30
11,8
20,7
13,4
24
20
2 x 35
20,9
12,5
18,8
16,3
20
22,8
8,1
12,5
3
10,5
69,8
190
420
1800
500
300
55
690
400
166
500
300
84
Lokasi
Daerah Istimewa Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Barat
Riau
Sumatera Selatan
Sumatera Selatan
Sumatera Selatan
Lampung
Jambi
Bengkulu
Kalimantan Barat
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Timur
Kalimantan Timur
Kalimantan Tengah
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Irian Jaya
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Timur
Timor Timur
Batam
DKI Jakarta
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Bali
TABEL30-9
SASARAN PEMBANGUNAN SARANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
1994/95 - 1998/99
Akhir
Jenis Sasaran
Repelita VI
Satuan Repelita V 1)
1994/95
(1)
(2)
(3)
(4)
I
1995/96
(5)
1998/97
(6)
1997/98
(7)
1998/99 Jumlah
(8)
(9)
I. Pembangkit
a. PLTA
b. PLTU
a) Batubara
b) Gas alam
c. PLTGU
a) Open cycle
b) Steam cycle
c) Lengkap
d. PLTP
e. PLTG
f. PLTD
2)
g. PLTM
h. Barge Mounted
Jumlah
MW
201
-
13
-
666
213
892
MW
MW
800
130
485
-
-
1.385
-
785
-
65
-
2.660
MW
MW
MW
MW
MW
MW
MW
MW
2.853
55
120
414,2
7,2
776
55
154
78,9
10,0
-
1.080
190
400
3
260
65,6
10,1
-
140
66
130
895
112,1
11,7
62,4
280
132
167
340
74,0
9,3
-
280
100
73,5
14,5
-
1.080
MW
4.580,2
1.538,9
2.021,7
2.782,2
2.433,3
746,0
9.522,1
kma
kma
kma
kma
424
3.043
276
100
1.754
12
829
1.509
-
223
140
1.638
10
124
1.657
12
390
2.150
-
1.666
kma
3.743
1.866
2.338
2.011
1.793
2.540
10.548
MVA
buah
MVA
bush
MVA
bush
MVA
buah
MVA
buah
3.000
4
2.000
4
500
1
4.500
11
1.500
3
1.000
2
590
4
3.700
70
55
2
410
6
5.570
121
440
18
520
7
6.270
125
150
8
120
2
2.280
61
88
5
30
1
2.590
64
30
2
2.410
62
9.500
21
0
0
1.080
16
19.120
433
706
33
MVA
buah
7.345
80
8.420
149
7.440
141
6.986
79
4.150
70
3.410
64
0
1.336
878
355
1.749
404,1
55,6
62,4
II. Jaringan Transmisi
a. 500 kV
b.275 kV
C. 150 kV
d. 70 kV
Jumlah
III. Gardu Induk
a.500/150kV
b. 275/150 kV
C.
150/70 kV
d. 150/20 kV
e. 70/20 kV
Jumlah
140
8.708
34
30.406
503
485
(1)
IV.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Sistem Distribusi
kms
kms
MVA
56.116
61.208
3.653
28.338
40.687
4.598
32.980
49.125
5.515
22.298
32.340
3.545
25.220
38.338
3.983
26.481
38.253
4.183
133.317
196.741
21.824
a. Pelanggan Baru
b. Listrik Desa
ribu
desa
5.697
11.600
2.223
3.341
2.215
3.406
2.169
3.639
2.107
4.110
2.055
4.123
10.769
18.619
VI.
Produksi
GWh
50.119
61.287
76.359
85.348
95.386
105.819
424.179
VII.
Penjualan
GWh
41.674
51.016
63.583
71.115
79.519
88.286
353.619
VIII.
Beban Puncak
MW
8.412
10.188
12.531
14.030
15.891
17.448
-
a. J T M
b. J T R
c. Gardu Distribusi
V.
Penyambungan
Pelanggan
IX.
Pemakaian Sendiri
%
4,1
4,1
4,1
4,1
4,1
4,1
-
X.
Susut Jaringan
%
12,8
12,7
12,6
12,6
12,5
12,5
-
Catatan : 1) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V) kecuali
untuk butir VI sampai dengan X keadaan pads tahun terakhir Repelita V
2) Termasuk diesel desa
JTM = Jaringan tegangan menengah
JTR = Jaringan tegangan rendah
486
TABEL 30 - 10
PEMBANGUNAN JARINGAN TRANSMISI DAN GARDU INDUK
MENURUT PROPINSI DALAM REPELITA VI
Gardu Induk
PROPINSI
*)
Transmisi
(kms)
Unit
MVA
I. Daerah Istimewa Aceh
415
9
220
II. Sumatera Utara
957
32
990
1.682
25
710
Sumatera Selatan
Jambi, Lampung dan
Bengkulu
544
23
660
V.
Kalimantan Barat
420
8
220
VI.
Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur
829
21
540
22
4
60
410
11
290
III. Sumatera Barat dan
Riau
IV.
VII. Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tengah
VIll.
Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara
IX.
Maluku
-
-
-
X.
Irian Jaya
-
-
-
370
9
220
4.899
361
26.496
10.548
503
30.406
XI.
Bali, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara
Timur dan Timor Timur
Jawa
Indonesia
*) Berdasarkan wilayah kerja PLN
487
Selain pembangunan dan penyelesaian sarana penyediaan
tenaga listrik oleh PLN, pembangunan pusat pembangkit tenaga
listrik juga akan dilaksanakan oleh pihak swasta yang selama
Repelita VI direncanakan sebesar 2.945 megawatt, terdiri atas
proyek-proyek yang ditentukan oleh Pemerintah (solicited) sebesar
2.495 megawatt yang seluruh produksinya akan dijual kepada
PLN, dan proyek yang diusulkan oleh pihak swasta (unsolicited)
sebesar 450 megawatt.
Pusat pembangkit tenaga listrik swasta yang diharapkan selesai
dibangun pada akhir Repelita VI disajikan pada Tabel 30-11.
b. Program Pengembangan Listrik Perdesaan
Program ini ditujukan untuk memeratakan ketersediaan energi
listrik dalam meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan
masyarakat di perdesaan. Dalam Repelita VI direncanakan
sebanyak 18.619 desa baru mendapat aliran tenaga listrik.
Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik bagi desa
yang terpencil dan jauh dari jaringan distribusi yang ada, akan
dibangun pusat listrik tenaga minihidro yang seluruhnya
berkapasitas 10,5 megawatt dan pusat listrik tenaga diesel yang
seluruhnya berkapasitas sebesar 40,0 megawatt. Untuk mendukung
pengembangan listrik perdesaan akan dibangun jaringan distribusi
tegangan menengah dan tegangan rendah, khususnya di perdesaan,
masing-masing sepanjang 61.776 kilometersirkit dan 104.847
kilometersirkit, berikut gardu distribusi yang seluruhnya
berkapasitas 2.960 megavoltampere. Dengan pembangunan sarana
tersebut, jumlah tambahan konsumen yang akan memperoleh aliran
tenaga listrik mencapai 6.578.210 rumah tangga di desa, dan
jumlah desa yang mendapat aliran tenaga listrik mencapai 79
persen dari seluruh desa yang terdapat di Indonesia. Untuk
meningkatkan peran dan swadaya masyarakat dalam menyediakan
tenaga listrik di perdesaan, Pemerintah perlu membina dan
mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat perdesaan untuk ikut mengelola secara efisien penyediaan tenaga listrik
di perdesaan.
488
TABEL 30 - 11
PUSAT PEMBANGKIT LISTRIK SWASTA
YANG AKAN DIBANGUN DALAM REPELITA VI
Nama Pembangkit
Kapasitas
(MW)
Lokasi
1.
PLTU Batubara Paiton
3 x 600
Jawa Timur
2.
PLTU Batubara Cilegon
400
Jawa Barat
3.
PLTP Patuha
40
Jawa Barat
4.
PLTP Wayang Windu
40
Jawa Barat
5.
PLTP Dieng
55
Jawa Tengah
6.
PLTU Pontianak
50
Kalimantan Barat
7.
PLTP Sarula
110
Sumatera Utara
8.
PLTGU Serpong
400
Jawa Barat
9.
PLTU Tonasa
50
Sulawesi Selatan
489
Adapun sasaran fisik program listrik masuk desa untuk setiap
propinsi selama Repelita VI dapat dilihat pada Tabel 30-12.
c. Program Pengembangan Tenaga Migas, Batu Bara,
dan Energi lainnya
Program ini ditujukan untuk meningkatkan upaya pencarian,
penemuan, dan penyediaan, penganekaragaman, serta penghematan
sumber daya energi.
1) Minyak Bumi dan Bahan Bakar Minyak (BBM)
Meskipun penghematan konsumsi BBM terus diupayakan,
namun konsumsi BBM dalam Repelita VI masih akan terus
meningkat, diperkirakan dengan rata-rata 5,2 persen setahun.
Untuk mengatasinya, selain ditingkatkan upaya penghematan
pemakaian BBM dan diversifikasi sumber-sumber energi, juga
diupayakan untuk mempertahankan cadangan dan kapasitas
produksi minyak bumi. Dengan demikian, kemandirian dalam
penyediaan sumber energi yang amat penting itu dapat
dipertahankan selama mungkin.
(a) Kegiatan Eksplorasi dan Produksi
Dalam PJP II dilakukan eksplorasi minyak dan gas bumi pada
18 cekungan dari 24 cekungan yang belum dibor, dengan perincian
1 cekungan pada Repelita VI dan 3 sampai 5 cekungan dalam
setiap Repelita selanjutnya. Dengan demikian, pada akhir PJP II,
54 cekungan dari 60 cekungan yang ada, atau 90 persen dari semua
cekungan yang ada, sudah dibor untuk dieksplorasi. Jumlah sumur
eksplorasi yang dibor per tahun dalam Repelita VI adalah 177
sumur. Dengan upaya eksplorasi, EOR, serta reserve assessment
produksi minyak bumi dan kondensat diharapkan dapat mencapai
rata-rata 1,51 juta barel per hari selama Repelita VI.
490
TABEL 30-12
RENCANA PEMBANGUNAN SARANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK
PROGRAM LISTRIK MASUK DESA DALAM REPELITA VI
Daerah Tingkat I
I. Daerah Istimewa Aceh
II. Sumatera Utara
III. Sumatera Barat
Riau
IV. Sumatera Selatan
Jambi
Lampung
Bengkulu
V. Kalimantan Barat
VI. Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
VII. Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
VIII. Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
IX. Maluku
X. Irian Jaya
XI. Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Timor Timur
XII. Jawa Timur
XIII. Jawa Tengah
D.I. Yogyakarta
Kit.J.J/Dis. Jabar
2)
Dis.Jaya/DKI Jakarta 3)
Indonesia
1)
JTM
(kms)
JTR
(kms)
5.081
5.954
2.813
1.506
2.981
1.592
1.893
1.010
6.695
2.239
1.939
1.946
593
1.670
1.018.
726
1.824
2.263
120
364
2.284
655
5.295
4.992
147
4.176
-
841
4.954
1.856
2.897
4.152
1.301
1.894
704
8.498
2.048
2.037
3.592
545
1.305
2.777
577
2.960
6.532
806
662
2.946
560
17.275
11.051
1.229
20.848
-
61.776 104.847
GD
(MVA)
PLTD
(MW)
PLTM
(MW)
18,15
133,75
45,75
71,40
120,50
37,75
54,95
20,45
166,35
60,85
60,50
106,65
17,65
42,30
94,65
19,65
80,95
110,25
23,40
19,20
85,50
16,25
524,70
343,20
38,15
647,30
-
1,50
3,50
3,50
1,80
2,00
2,00
1,50
2,50
2,00
2,50
5,00
0,50
1,50
0,60
1,00
2,00
2,50
0,00
0,30
2,50
1,50
-
2,27
2,94
1,39
2,40
1,45
-
1.877
1.928
900
375
835
461
553
312
1.951
709
439
410
190
449
275
207
497
377
40
104
676
189
1.827
1.781
50
1.427
-
40.386
297.253
101.624
158.814
267.822
83.918
122.150
45.384
369.671
135.198
134.454
237.006
39.204
94.014
210.325
43.730
179.839
244.946
52.017
42.717
190.006
36.114
1.166.042
782.500
84.775
1.438.503
-
2.960,20
40,00
10,45
18.619
8.578.210
Desa
Konsumen
(pelanggan)
Catatan : 1) Berdasarkan wilayah kerja PLN
2) Pembangkit Jawa Barat – Jakarta/Distribusi Jawa Barat
3) Distribusi Jaya/DKI Jakarta
491
(b)
Kegiatan Peningkatan Sarana dan Prasarana BBM
Untuk memenuhi kebutuhan BBM yang semakin meningkat,
dilakukan pengoptimalan kilang dengan perbaikan, penyesuaian,
dan penyempurnaan alat-alat kilang (upgrading, debottlenecking)
serta pembangunan kilang baru sehingga kapasitas kilang pada
akhir Repelita VI menjadi 1.042 MBCD. Dalam Repelita VI akan
dibangun Kilang Mini Kasim di Sorong, Irian Jaya dengan
kapasitas 9 MBCD. Di samping itu, akan dilakukan upgrading
kilang Balikpapan I untuk meningkatkan kapasitas sebesar 22,6
MBCD, modifikasi kilang Balikpapan II dengan tambahan
kapasitas sebesar 90,4 MBCD dan debottlenecking kilang Cilacap
dengan tambahan kapasitas sebesar 43,4 MBCD.
Di samping itu, untuk mengangkut BBM, pada akhir Repelita VI dikembangkan armada kapal tanker dengan kapasitas 4,7
juta DWT. Untuk memperlancar pembekalan dalam negeri akan
dibangun terminal transit, antara lain di Labuhan Amuk untuk di
daerah Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat;
Teluk Bungus untuk pantai barat Sumatera; Tanjung Gerem,
Merak untuk wilayah barat Pulau Jawa; Wayame, Ambon untuk
daerah Maluku dan Irian Jaya; dan Kuala Tanjung untuk Sumatera
Utara. Depot-depot baru akan dibangun di Kabil (Pulau Batam),
Kijang (Pulau Bintan), Belitung (Pulau Belitung), Bakongan
(Aceh), Tanah Grogot (Kalimatan Timur), Mamuju (Sulawesi
Tenggara), Baucau (Timor Timur), dan Bolaang Oki (Sulawesi
Utara).
Pengembangan depot-depot satelit yang berfungsi sebagai
penunjang depot yang sudah ada akan dilakukan di Jakarta,
Semarang, Surabaya, dan Ujungpandang. Relokasi depot BBM
yang berfungsi menggantikan depot yang ada dan sudah tidak
dapat dikembangkan lagi akan dilakukan di Panjang (Lampung),
Pangkal Balam (Bangka), Tegal (Jawa Tengah), dan Gorontalo
(Sulawesi Utara). Peningkatan depot juga dilakukan di Pulau
Temaju (Kalimantan Barat) dan Bitung (Sulawesi Utara).
492
Pembangunan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang
diperlukan untuk melayani peningkatan kebutuhan avtur dan avgas
sebagai akibat perkembangan transportasi udara akan dilakukan di
Bima, Ende, Ternate, Kendari, dan Solo, sedangkan peningkatan
DPPU akan dilakukan di Pinang Kampai, Maumere, dan
Waingapu. Selain itu, akan diperluas sistem pemipaan untuk jalur
Cilacap-Rewulu-Teras-Semarang, Cilacap-Bandung-Sukabumi, dan
Cilacap-Balongan-Jakarta, serta akan dibangun pipanisasi baru di
Jawa Timur meliputi Tanjung Pacinan-Kraton, Tanjung PacinanBanyuwangi, Kraton-Surabaya, Kraton-Malang, Kraton-JombangBojonegoro/ Tuban. Berkaitan dengan rencana pipanisasi itu akan
dibangun pula terminal transit Tanjung Pacinan, Kraton, Jombang,
Tuban/ Bojonegoro serta relokasi atau renovasi depot Kediri dan
Madiun. Jaringan pipanisasi juga akan dibangun di Labuhan
Amuk-Sanggaran, dan Sanggaran-Ngurah Rai di Bali, PlajuKertapati-Jambi, Dumai-Sungai Siak, dan Dumai-Kuala TanjungBelawan-Labuhan Deli di Sumatera, dan Balikpapan-Samarinda di
Kalimantan.
2) Gas Bumi
Untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi, baik untuk
kebutuhan ekspor maupun untuk kebutuhan di dalam negeri, akan
dibangun kilang LNG, dikembangkan lapangan-lapangan gas bumi,
serta dibangun dan diperluas jaringan transmisi dan distribusi gas
bumi.
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan ekspor
LNG serta mengantisipasi kemungkinan konsumsi LNG di dalam
negeri, akan dibangun kilang LNG Train G di Bontang dengan
kapasitas 2,3 juta ton per tahun, yang mulai beroperasi selambatlambatnya tahun keempat Repelita VI.
Pengembangan lapangan gas Asamera Aceh dilakukan untuk
memasok kebutuhan gas pabrik pupuk, sedangkan pengembangan
lapangan gas Arun untuk memenuhi kebutuhan kilang LNG Arun.
493
Di samping itu, akan dikembangkan lapangan gas di Sumatera
Utara guna memasok kebutuhan tambahan PLN dan PGN di
Medan. Selanjutnya, dilakukan pula studi potensi gas pada
cekungan Sumatera Selatan dan pengembangan lapangan yang telah
ditemukan untuk memenuhi kebutuhan industri di Sumatera
Selatan, Duri, Batam, dan Jawa Barat. Dalam Repelita VI, akan
dilaksanakan pula pemanfaatan gas yang dibakar di Laut Jawa
untuk memenuhi kebutuhan gas di Jawa Barat dan Jakarta; pengembangan lapangan gas di sekitar kota Samarinda dan Balikpapan
untuk memenuhi kebutuhan pusat pembangkit tenaga listrik, kilang
LNG Train G di Bontang, dan Pabrik Metanol di Pulau Bunyu;
serta pengembangan lapangan gas Sengkang untuk memenuhi
kebutuhan gas di Sulawesi Selatan.
Pembangunan dan perluasan jaringan transmisi dan distribusi
gas bumi dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Selain itu,
dilakukan pula pembangunan dan peningkatan keandalan
penyaluran gas kota di Jakarta, Bogor, Cirebon, Medan, Surabaya
dan sekitarnya serta kemungkinan pengembangan penyaluran gas
di Bandung dan Semarang. Dalam Repelita VI, juga akan
dibangun jaringan transmisi sepanjang 850 kilometer dari Corridor
Block Asamera (Sumatera Selatan) ke Proyek FOR di Duri yang
selanjutnya diteruskan ke Pulau Batam. Untuk menyalurkan gas
dari Palembang ke konsumen di Jawa Barat akan dibangun jaringan
transmisi sepanjang 300 kilometer dan jaringan distribusi
sepanjang 425 kilometer. Untuk menyalurkan gas yang terdapat di
Jawa Timur, akan diselesaikan pembangunan jaringan transmisi
sepanjang 227 kilometer.
Dengan selesainya pembangunan sarana penyaluran gas seperti
di atas, jumlah penjualan, pelanggan, dan jaringan pipa gas bumi
PGN selama Repelita VI akan berkembang seperti disajikan pada
Tabel 30-13.
494
TABEL 30 - 1 3
PERKIRAAN PENJUALAN, PELANGGAN DAN JARINGAN PIPA
PERUM GAS NEGARA
1994/95 -1998/99
Repelita VI
Komponen
1. Penjualan gas
2. Konsumen
3. Jaringan pipa
Satuan
Akhir
Repelita V *)
1994/95
1995198 1998197
1997/98
1998/99
3.670,68
juta m3
733,88
977,16 1.249,22 1.540,60 2.343,34
pelanggan
34.909
39.393
km
42.576
44.625
46.930
49.234
1.197,60 1.528,19 1.594,54 1.665,68 2.129,59
3.257,15
Catalan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)
495
Sejalan dengan upaya peningkatan pemanfaatan tenaga gas,
pemakaian bahan bakar gas (BBG) lebih didorong dengan
mengembangkan penggunaan BBG untuk transportasi di kota Jakarta, Surabaya, Medan, dan jalur Utara Jawa (Jakarta-Surabaya).
3) Panas Bumi
Untuk mencapai sasaran dalam Repelita VI di bidang panas
bumi, akan dilakukan pengembangan lapangan panas bumi G.
Salak (200 megawatt), Darajat (110 megawatt), Lahendong (20
megawatt), Dieng (55 megawatt), Sibayak (20 megawatt), Ulubelu
(20 megawatt), Lumut Balai (20 megawatt), Sarula (110 megawatt), Patuha (55 megawatt), Wayang Windu (40 megawatt),
Karaha (55 megawatt), Kamojang (55 megawatt), dan Buyan
Bratan (40 megawatt). Dalam mengembangkan lapangan tersebut,
akan dibor 30 sumur eksplorasi dan 170 sumur pengembangan.
Selain pemanfaatan skala besar, akan dibangun PLTP skala kecil di
Ulumbu, Flores dengan kapasitas sebesar 3 megawatt dan di
Kerinci dengan kapasitas sebesar 2,4 megawatt.
4) Batu Bara
Dalam Repelita VI kapasitas produksi batu bara terus
ditingkatkan dengan pembukaan tambang-tambang baru di sekitar
Tanjung Enim (Muara Tiga Besar, Bangko Barat, Bukit Kendi),
dan di sekitar Sawah Lunto (Waringin atau Sugar) yang dilakukan
oleh Perusahaan Tambang Batu bara Bukit Asam (PTBA). Selain
itu, perusahaan-perusahaan kontrak kerja sama (KKS)
meningkatkan produksinya dengan membuka tambang baru.
Tambang baru berskala kecil akan didorong untuk dikembangkan
oleh swasta nasional dan koperasi.
Eksplorasi batu bara secara terinci dilakukan di sekitar
Tanjung Enim (antara lain di Kungkilan Banjarsari, Arahan, dan
Suban Jeriji); di sekitar Sawah Lunto (seperti di Sigalut dan Air
Keruh); di Mampun Pandan (Jambi); di sekitar Cerenti (Riau); di
496
Sangkulirang (Kalimantan Timur); di Satui II (Kalimantan
Selatan); serta di daerah-daerah baru lainnya seperti di Maluku dan
Irian Jaya.
Untuk meningkatkan daya tampung pelabuhan batu bara, akan
dibangun pelabuhan Tarahan III dan beberapa pelabuhan lainnya
guna menampung produksi KKS, swasta nasional, dan koperasi.
Guna memenuhi kebutuhan briket batu bara untuk rumah
tangga sejumlah 4,8 juta setara ton batu bara (STB), 'dalam
Repelita VI akan dibangun beberapa kilang briket oleh PT.
Tambang Batubara Bukit Asam dengan kapasitas total 3 juta STB
dan sisanya sejumlah 1,8 juta STB oleh swasta.
Untuk mendukung kebutuhan briket dan batu bara tersebut di
atas akan dibangun berbagai sarana distribusi, antara lain terminal
dan depot-depot.
Pengkajian terhadap likuifikasi batu bara akan lebih
ditingkatkan sehingga pada akhir Repelita VI sudah mulai dapat
dikembangkan penelitiannya sebagai bahan bakar alternatif
kendaraan bermotor. Pengkajian terhadap gasifikasi batu bara
untuk bahan bakar dan bahan baku industri, seperti metanol, terus
ditingkatkan.
5) Energi Baru dan Terbarukan
Peningkatan dan pelestarian sumber energi biomassa dilakukan
dengan pembudidayaan kayu bakar pada lahan kurang produktif,
terutama lahan milik masyarakat. Peningkatan mutu pemanfaatan
energi biomassa dilakukan dengan jalan menerapkan teknologi
konversi, antara lain teknologi gasifikasi, pirolisis, fermentasi, dan
kogenerasi. Dalam Repelita VI akan dibangun unit gasifikasi kayu,
arang, sekam padi, dan limbah pertanian lainnya, dengan seluruh
kapasitas sebesar 3 - 5 megawatt yang tersebar di berbagai daerah di
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Irian Jaya, dan Maluku.
497
Pengembangan dan pemanfaatan biogas dalam Repelita VI
ditingkatkan dengan membangun sekitar 50 unit digester biogas.
Pemanfaatannya diarahkan terutama untuk pemakaian yang bersifat
produktif. Selain itu, juga ditingkatkan penyebarluasan tungku
hemat energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan kayu
bakar.
Pemanfaatan energi surya terus dikembangkan, terutama di
perdesaan dan daerah terpencil. Dalam Repelita VI dibangun
sekitar 150 unit pompa air sistem energi fotovoltaik dengan
kapasitas total 600 kilowatt, terutama untuk daerah-daerah kering
yang kekurangan air dalam musim kemarau, seperti kawasan timur
Indonesia. Di samping itu, akan dibangun sistem energi surya
rumah tangga dengan kapasitas total 50 megawatt, terutama di
desa-desa yang belum terjangkau jaringan distribusi PLN. Sekitar
170 unit energi surya untuk penerangan, komunikasi dan pendinginan untuk penyimpanan obat-obatan dibangun untuk keperluan
puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu,
pemanfaatan energi matahari untuk pengeringan ditingkatkan di
daerah-daerah produksi pangan.
Dalam Repelita VI akan dibangun sekitar 50 unit sistem energi
angin untuk pembangkit listrik skala kecil dengan kapasitas
seluruhnya 500 kilowatt, terutama di desa-desa pantai yang
mempunyai potensi cukup. Upaya pemanfaatan energi angin untuk
industri pembuatan garam dan aerasi tambak udang juga terus
ditingkatkan.
Pusat pembangkit listrik tenaga mikrohidro selama Repelita VI
dibangun dengan seluruh kapasitas sekitar 60 megawatt, terutama
di perdesaan yang tidak terjangkau jaringan distribusi PLN, untuk
penggunaan yang bersifat produktif yang dapat mendorong
aktivitas ekonomi perdesaan.
498
Penjajakan terhadap pemanfaatan gambut dalam skala besar
dan kecil dilanjutkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam
wilayah di sekitar lokasi cadangan. Prospek pemanfaatannya secara
ekonomis terus dikaji sehingga pemanfaatan gambut yang diperkirakan mempunyai cadangan lebih besar dari cadangan batu bara dapat
ditingkatkan. Pemanfaatan gambut untuk energi dan pusat
pembangkit tenaga listrik dikembangkan sehingga pada akhir
Repelita VI mencapai sekitar 100 megawatt.
Dalam rangka pemanfaatan energi baru dan terbarukan di
daerah perdesaan dan daerah terpencil yang mempunyai potensi
energi tersebut, selama Repelita VI, dikembangkan sistem hibrida
yang menggabungkan pemanfaatan sumber energi baru dan
terbarukan, yaitu antara energi surya, energi angin, biomassa, atau
mikrohidro, masing-masing dengan diesel sehingga diperoleh
pemanfaatan yang lebih ekonomis. Diharapkan pada akhir Repelita VI kapasitas sistem ini sudah dapat mencapai sekitar 1 - 5
megawatt.
6)
Pengembangan Energi Nuklir
Studi tapak dan studi kelayakan untuk pembangunan pusat
listrik tenaga nuklir (PLTN) terus diupayakan sehingga dapat
ditentukan lokasi serta kelayakan pembangunannya. Kegiatan
penelitian dan pengkajian yang menyangkut masalah keekonomian,
teknologi, keselamatan, limbah, dan daur bahan bakar nuklir serta
dampaknya terhadap lingkungan secara menyeluruh akan terus
dilakukan.
7)
Penghematan Energi
Penghematan energi sangat ditentukan oleh sikap hidup hemat
energi dari masyarakat dan dunia usaha. Upaya penghematan
energi dilakukan dengan melaksanakan kampanye nasional hemat
energi agar masyarakat memperoleh informasi tentang manfaat dan
cara melakukan hemat energi; melaksanakan pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
499
hemat energi; melaksanakan peragaan dan percontohan untuk
memperkenalkan teknologi hemat energi kepada masyarakat;
mempersiapkan peraturan untuk menumbuhkan sikap hemat energi;
melaksanakan audit energi dan standardisasi serta pemasangan
peralatan hemat energi; serta mendorong partisipasi masyarakat
dan dunia usaha dalam upaya penghematan energi melalui
pengembangan potensi penghematan energi.
Penghematan energi juga dilaksanakan dengan meningkatkan
efisiensi di bidang industri minyak dan gas bumi serta
ketenagalistrikan. Upaya meningkatkan efisiensi di industri minyak
dan gas bumi, selama Repelita VI dilaksanakan dengan
menurunkan gas yang dibakar secara percuma dari 6,0 persen
menjadi 5,5 persen; susut kilang dari 4,9 persen menjadi 3,8
persen; susut operasi distribusi BBM dari 0,55 persen menjadi
0,50 persen; dan susut operasi distribusi tenaga gas dari 2,3 persen
menjadi 2 persen. Seluruh upaya ini dilakukan dengan
memanfaatkan gas yang dibakar, antara lain untuk kilang LPG
skala mini; meningkatkan produktivitas dan pendayagunaan kilang
serta keandalan kilang; dan meningkatkan keandalan jaringan pipa
gas dan BBM. Peningkatan efisiensi di bidang ketenagalistrikan,
antara lain dilakukan dengan menurunkan susut jaringan tenaga
listrik dari 12,75 persen menjadi 12,50 persen melalui upaya
peningkatan pemeliharan sarana penyediaan tenaga listrik,
peningkatan faktor beban, dan pengaturan sisi pemakai tenaga
listrik.
2.
Program Penunjang
Selain program yang diuraikan tersebut di atas, dalam Repelita VI dilaksanakan pula program penunjang sebagai berikut.
a.
Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Hidup
Program ini ditujukan untuk menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup sehingga sumber daya energi dapat dipelihara
500
selama mungkin dan pemakaiannya dapat mengurangi dampak
yang membahayakan masyarakat luas. Hal itu dilakukan melalui
pengelolaan energi yang memperhatikan kelestarian fungsi
lingkungan untuk jangka panjang, sejak tingkat eksplorasi,
eksploitasi, pengangkutan, pengolahan, pendistribusian sampai
penggunaan energi. Sumber energi yang terbarukan, lestari dan
tidak memberi dampak negatif terhadap lingkungan diutamakan
dan diupayakan pemakaiannya sebagai pengganti minyak bumi.
Batu bara dimanfaatkan dengan menerapkan teknologi batu bara
bersih selama keekonomiannya memungkinkan.
Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan kegiatan
yang terpadu dalam setiap pembangunan instalasi ketenagalistrikan,
khususnya dan pembangunan energi pada umumnya. Selain itu,
dilakukan penyuluhan ruang bebas saluran udara tegangan tinggi
(SUTT) dan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET).
b.
Program Penelitian dan Pengembangan Energi
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan,
penguasaan, dan pemanfaatan teknologi agar pengelolaan energi
menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Program ini
dilakukan antara lain melalui penelitian terapan yang secara
langsung memecahkan masalah teknologi di bidang eksplorasi dan
eksploitasi, pengolahan, pengangkutan, pemanfaatan, serta
rekayasa dan rancang bangun, program alih teknologi, penerapan
teknologi konservasi, dan peningkatan pemanfaatan produksi dalam
negeri. Dengan program alih teknologi yang intensif, sumber daya
manusia dalam negeri diharapkan mampu menguasai teknologi
tinggi yang pada akhirnya dapat mengoperasikan sendiri. seluruh
sarana yang ada.
Penerapan teknologi konservasi energi juga didukung dengan
penelitian dan pengembangan antara lain dengan menciptakan dan
menyempurnakan percontohan peralatan hemat energi. Di samping
itu, dilakukan penelitian dan audit energi di rumah tangga,
501
industri, transportasi, dan bangunan. Penghematan energi dimulai
dengan pemasangan peralatan hemat energi pada seluruh
bangunan, baik di instansi pemerintah dan BUMN maupun industri
yang padat energi. Selain itu, direncanakan pula survai penggunaan
energi untuk 5.000 percontohan rumah tangga, 50 percontohan
industri, dan 50 percontohan transportasi.
Peningkatan pemanfaatan produksi dalam negeri didorong
dengan penerapan standar nasional Indonesia, termasuk standar
peralatan-peralatan di sektor energi; pembinaan industri penunjang,
terutama produsen barang dan jasa termasuk jasa konsultansi, studi
kelayakan, perencanaan, perekayasaan, pembangunan dan
pengawasan pembangunan; pemasangan peralatan dan pengembangan teknologi peralatan yang khusus digunakan dalam pembangunan
sektor energi; serta pemupukan kerja sama antara produsen,
konsumen, dan lembaga penelitian dan pengembangan. Di samping
itu, dalam pembangunan sarana dan prasarana sektor energi,
penggunaan alat-alat dan peralatan produksi dan jasa dalam negeri
tetap didorong dan digalakkan melalui pemberian berbagai
kemudahan.
Bersamaan dengan peningkatan pelaksanaan penelitian dan
pengembangan diusahakan pula pengembangan sarana dan
prasarana serta organisasi kelembagaannya yang bertujuan untuk
mendukung peningkatan penguasaan teknologi dan pengembangan
sumber daya manusia, khususnya pada pembangunan energi.
Dalam rangka itu, kebutuhan prasarana dan sarana laboratorium
dan peralatannya termasuk instrumen, bahan, dan mesin-mesin
untuk penelitian dan pengembangan energi ditingkatkan dan
dilengkapi secara bertahap.
c. Program Pengembangan Informasi Energi
Program ini ditujukan untuk mendorong kerja sama dan
koordinasi yang baik antara pengguna dan penghasil informasi
dalam bidang energi, untuk membantu pengambilan kebijaksanaan,
502
perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan, pengendalian dan
pengawasan, serta penilaian keberhasilan pembangunan di sektor
energi secara cepat, tepat, dan akurat. Untuk itu, dikembangkan
sistem informasi yang andal dengan membangun suatu pusat data
yang dapat melayani kebutuhan informasi yang dipergunakan baik
oleh instansi yang terkait maupun oleh instansi lainnya di bidang
energi.
d.
Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan
Energi
Program ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan
profesionalisme serta peningkatan penguasaan iptek dalam
melaksanakan
pembangunan
bidang
energi,
termasuk
ketenagalistrikan yang dilaksanakan dengan mengembangkan
sistem pembinaan sumber daya manusia, serta sistem perencanaan
dan pengadaan tenaga kerja.
Pengembangan sumber daya manusia di bidang energi
mencakup sumber daya manusia untuk pencarian, pemanfaatan,
pengelolaan, dan pengembangan sumber daya energi. Kegiatan ini
dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam
negeri maupun luar negeri. Peningkatan penguasaan iptek di sektor
energi dilakukan dengan meningkatkan keterlibatan tenaga ahli
Indonesia di dalam menangani permasalahan energi, dan
meningkatkan kerja sama di bidang iptek dengan pihak perguruan
tinggi dan lembaga litbang lainnya, baik di dalam maupun di luar
negeri.
Sebagai persiapan untuk menghadapi adanya PLTN di masa
datang, dilaksanakan berbagai pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kerja yang menanganinya. Demikian pula, penyuluhan masyarakat
untuk menerima kehadiran PLTN, dilakukan melalui penerangan
secara intensif, baik melalui media massa maupun seminar.
503
Pendidikan hemat energi diharapkan sudah dimasukkan ke
dalam kurikulum sekolah pada pertengahan Repelita VI. Pendi dikan dan pelatihan mengenai teknologi konservasi energi dan audit
energi sebanyak mungkin dilaksanakan untuk kalangan industri.
Sikap hidup hemat energi akan ditumbuhkan melalui kampanye dan
penyuluhan agar masyarakat mengetahui, memahami, serta menghayati arti dan manfaat konservasi energi sehingga dapat melaksa nakannya dengan penuh kesadaran dan menjadi bagian dari budaya
pembangunan nasional.
VI. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM
REPELITA VI
Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan
baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang energi,
yang akan dibiayai dengan anggaran pembangunan selama Repe lita VI (1994/95 - 1998/99) adalah sebesar Rp21.339.690,0 juta.
Rencana anggaran pembangunan energi untuk tahun pertama dan
selama Repelita VI menurut sektor, sub sektor dan program dalam
sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 30-14.
504
Tabel 30—14
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN ENERGI
Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99)
(dalam juta rupiah)
No.
Kode
Sektor/Sub Sektor/Program
07
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI
07.2
Sub Sektor Energi
07.2.01
07.2.02
07.2.03
Program Pengembangan Tenaga Listrik
Program Pengembangan Listrik Perdesaan
Program Pengembangan Tenaga Migas, Batubara dan
Energi Lainnya
50
1994/95
1994/95 — 1998/99
3.120.542,0
18.889.100,0
358.250,0
2.210.960,0
35.260,0
239.630,0
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
A
AACVB
= ASEAN Association of Convention & Visitor
ADO
AFTA
amdal
AMSC
AP
APBN
APCN
APEC
APT
ASEAN
ATF
= automotive diesel oil
= ASEAN Free Trade Area
= analisis mengenai dampak lingkungan
= automatic message switching centre
= agen perjalanan
= anggaran pendapatan dan belanja negara
= Asia Pacific cable network
= Asia Pacific Economic Cooperation
= Automatic Picture Transmission
= Association of Southeast Asian Nations
= ASEAN Travel Forum
Bureaus
B
BBG
BBM
BIT
BPPI
BPW
BRT
BUMD
BUMN
C
CBPW
CCS
CD
CO
= bahan bakar gas
= bahan bakar minyak
= Borse Internationale Turismo
= Badan Promosi Pariwisata Indonesia
= Biro Perjalanan Wisata
= bruto registered ton
= badan usaha milik daerah
= badan usaha milik negara
= cabang biro perjalanan wisata
= common channel signaling
= calendar day
= carbon monoxide
507
CRS
CV
= cold rolled sheet
= commanditaire vennootschap
D
DAS
DKI
DMW
DPPU
DR
DWT
= daerah aliran sungai
= Daerah Khusus Ibukota
= digital micro wave
= depot pengisian pesawat udara
= dana reboisasi
= dead weight ton
E
EMS
FOR
EXOR
= express mail service
= enhanced oil recovery
= export oriented oil refinery
F
FLAG
= fiber loop around the globe
G
GATT
GBHN
GD
gepeng
GIS
GSP
Gwh
= General Agreement on Tariffs and Trade
= Garis-garis Besar Haluan Negara
= gardu distribusi
= gelandangan dan pengemis
= geographic information system
= generalized system of preference
= gigawatthour
H
HPH
HRC
HTI
= hak pengusahaan hutan
= hot rolled coil
= hutan tanaman industri
508
I
ICCA
IDO
IHH
IKC
IKK
IKM
IMS
Inmarsat
Inpres
Iptek
Ir
ISDN
ISO
ITB
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
J
Jabotabek
JTM
JTR
= Jakarta Bogor Tangerang Bekasi
= jaringan tegangan menengah
= jaringan tegangan rendah
K
Kawilpos
KA
KD
Keppres
KIAS
KK
kms
kopinkra
KPT
KRL
KUB
= Kantor Wilayah Pos
= kereta api
= kantor daerah
= Keputusan Presiden
= Kebudayaan Indonesia Amerika Serikat
= kepala keluarga
= kilometersirkit
= koperasi industri kecil dan kerajinan
= kawasan pengembangan terekomendasi
= kereta rel listrik
= kelompok usaha bersama
International Congress and Convention Association
industrial diesel oil
iuran hasil hutan
ibukota kecamatan
ibukota kabupaten
industri kecil dan menengah
integrated management system
international maritime satellite
Instruksi Presiden
ilmu pengetahuan dan teknologi
Insinyur
integrated services digital network
international standards organization
Internationale Tourismus Borse
509
KUD
KV
= koperasi unit desa
= kilovolt
L
LKMD
LNG
LPG
LSWR
=
=
=
=
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
liquefied natural gas
liquefied petroleum gas
low sulphur waxy residue
M
MBCD
MICE
MMSCFD
MPK
migas
MVA
MW
=
=
=
=
=
=
=
thousand barrels per calendar day
meetings incentives congress and exhibitions
million standard cubic feet per day
meteorologi pertanian khusus
minyak dan gas bumi
megavoltampere
megawatt
N
NAFTA
N-ISDN
= North America Free Trade Agreement
= narrow band ISDN
O
OPMC
= outside plant maintenance center
P
P3A
PABX
PBH
PDB
PFI
=
=
=
=
=
510
perkumpulan petani pemakai air
private automatic branch exchange
pola bagi hasil
produk domestik bruto
Perkumpulan Filatelis Indonesia
PGN
PIR-Trans
PJP
PKK
PLN
PLP
PLR
PLTA
PLTD
PLTG
PLTGU
PLTM
PLTN
PLTP
PLTU
PMA
PMDN
Pramuka
PSK
PPPA
PT
PTA
= Perusahaan Umum Gas Negara
= Perkebunan Inti Rakyat - Transmigrasi
= pembangunan jangka panjang
= Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
= Perusahaan Umum Listrik Negara
= penyuluh lapangan penghijauan
= petugas lapangan reboisasi
= pusat listrik tenaga air
= pusat listrik tenaga diesel
= pusat listrik tenaga gas
= pusat listrik tenaga gas uap
= pusat listrik tenaga mikrohidro
= pusat listrik tenaga nuklir
= pusat listrik tenaga panas bumi
= pusat listrik tenaga uap
= penanaman modal asing
= penanaman modal dalam negeri
= Praja Muda Karana
= pertambangan skala kecil
= perkumpulan petani pemakai air
= perseroan terbatas
= purified terephtalic acid
R
repelita
Repelita VI
RI
RKL
RPL
RTRW
RUTR
= rencana pembangunan lima tahun
= Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam
= Republik Indonesia
= rencana pengelolaan lingkungan
= rencana pemantauan lingkungan
= rencana tata ruang wilayah
= rencana umum tata ruang
S
SAR
SBM
= search and rescue
= setara barel minyak
511
Sub-Committee on Tourism
synchronous digital hierarchy
SCOTT
SDH
Sijori
SIUP
SKKL
SLJJ
SNI
SPP
STB
STB
SUTET
SUTT
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
T
TDC
TEU
TSB
TSM
TTI
TU
=
=
=
=
=
=
transmigrasi swakarsa berbantuan
transmigrasi swakarsa mandiri
U
UPT
UPT
UPW
UUD
=
=
=
=
unit pelayanan teknis
unit pemukiman transmigrasi
usaha perjalanan wisata
Undang-Undang Dasar
W
WDP
WPPI
WTM
WTO
=
=
=
=
wajib daftar perusahaan
wilayah pusat pertumbuhan industri
512
Singapura-Johor-Riau
surat izin usaha perdagangan
sistem komunikasi kabel laut
sambungan langsung jarak jauh
Standar Nasional Indonesia
surat persetujuan pembayaran
setara ton batubara
sistem telekomunikasi bergerak
saluran udara tegangan ekstra tinggi
saluran udara tegangan tinggi
Tourism Development Corporation
twenty feet equivalent unit
tourism, trade, and investment
transmigrasi umum
world travel market
World Travel Organization
Download