BAB 30 ENERGI BAB 30 ENE R G I I. PENDAHULUAN Pembangunan energi dilaksanakan dengan senantiasa berpedoman pada amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang pada Pasal 33 mengamanatkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumber daya energi terdiri atas sumber energi yang tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas bumi, gambut, dan batu bara serta sumber daya alam lain yang terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, tenaga angin, biomassa, dan tenaga suiya. Dilihat dari sumbernya, energi dalam bentuk yang diberikan oleh alam, seperti minyak bumi, gas bumi, batu bara, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, dan biomassa dikenal sebagai energi primer. Energi dalam bentuk yang sudah siap dipakai oleh konsumen, seperti bahan bakar minyak (BBM), gas bumi, batu bara, dan tenaga listrik dinamakan energi final. Energi yang diperoleh dari 449 hasil tamb ang melip uti min yak b umi, gas b umi, batu bara, panas b umi, gamb ut, dan uranium, sedangkan yang b ukan d ari hasil tamb ang, antara lain surya, air, bio massa, angin, dan laut. Kesejahteraan manusia dalam kehidupan modern sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu energi yang dimanfaatkan nya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di samping itu, energi juga merupakat unsur penunjang yang sangat penting dalam proses pertumbuhan ekonomi dan sangat menentukan keberhasilan pembangunan sektor lainnya. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan e nergi dalam jumlah dan mutu yang memadai merupakan upaya yang senantiasa harus menjadi perhatian. Selain itu, energi adalah komoditas yang dapat diperdagangkan atau diekspor sehingga berperan pula sebagai sumber devisa yang penting. Dengan demikian, energ i mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan proses pembangunan, dan oleh karena itu pembangunan sektor energi harus dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengama natkan bahwa dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) pembangunan ekonomi yang mengelola kekayaan bumi Indonesia harus senantiasa memperhatikan pengelolaan sumber daya alam, di samping untuk memberi kemanfaatan masa kini, juga harus menjamin kehidupan ma sa depan. Sumber daya alam yang terbaru kan harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumber daya alam harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbaharui diri selalu terpelihara. Sumber daya alam yang tidak terbarukan harus digunakan sehemat mungkin dan diusahakan habisnya selama mungkin. Dengan demikian, sesuai amanat GBHN 1993, pendayagunaan sumber daya alam sebagai pokok -pokok kemakmuran rakyat 450 dilakukan secara terencana, ra sional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan meng utamakan sebesar -besar kemampuan rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. GBHN 1993 juga memberikan petunjuk bahwa energi merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh kehidupan dan bagi pembangunan, terutama untuk mendukung proses industrialisasi. Pembangunan energi harus diarahkan untuk menjamin kemandirian dalam energi, dan untuk itu perlu dit ingkatkan upaya untuk mengembangkan dan memelihara cadangan sumber energi, menganekaragamkan penggunaan berbagai sumber energi dan menghemat pemakaiannya, serta lebih mengembangkan penggunaan sumber energi yang terbarukan. GBHN 1993 juga mengingatkan bahwa kegiatan di sektor yang mengelola sumber daya alam dari bumi memiliki potensi untuk merusak lingkungan, baik air, tanah maupun udara. Oleh karena itu, harus selalu dijaga agar kegiatan pembangunan di sektor ini memperhatikan kelestar ian fungsi lingkungan hid up. Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repe lita VI) kekayaan alam yang potensial berupa barang tambang, minyak dan gas bumi, serta mineral lainnya yang terdapat di darat dan di dasar laut nusantara, makin ditingkatkan eksplorasi, pengga lian dan pendayagunaannya untuk menunjang pembangunan dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dengan memanfaatkan teknologi maju. Selanjutnya, GBHN 1993 menggariskan bahwa pembangunan energi dalam Repelita VI diarahkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan energi yang makin meningkat, baik bagi kehidupan masyarakat maupun bagi kegiatan ekonomi dan pembangunan terutama bagi kebutuhan industri dan jasa yang terus meningkat sejalan dengan tingkat perkembangan pembangunan. Potensi sumber energi nasio nal, baik yang ko nvensional maup un ya ng 451 nonkonvensional, terus digali dan dikembangkan dengan berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis, la yak secara teknis, dan diterima secara sosial budaya serta tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup serta terjangkau oleh daya beli rakyat. Untuk menjaga kelestarian sumber energi perlu diupayakan pemanfaatannya secara hemat, penggunaan bahan en ergi alternatif dan penggunaan peralatan yang hemat energi serta kebijaksanaan energi nasional yang terpadu dan menyeluruh. Pembangunan energi dalam PJP II dan Repelita VI disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas. Bab ini akan membahas masalah energi secara khusus, sedangkan masalah yang menyangkut pertambangan dibahas dalam bab tersendiri. II. PEMBANGUNAN ENERGI DALAM PJP I Selama PJP I telah dicapai berbagai hasil dan kemajuan di sektor energi. Hasil ini merupakan landasan yang kuat untuk memasuki PJP II menuju terbentuknya masyarakat yang maju dan mandiri. Dalam P JP I min yak b umi, gas b umi, d an b atu b ara me mp un yai p eranan b esar d alam p emb angunan. Selain merupakan sumb er energi dan bahan b aku u ntuk ind ustr i, min yak d an gas b umi j uga merup akan sumb er pener imaan d evisa negara yang amat p enting. Di awal PJP I , I nd o nesia bahkan b anyak mend apat b antuan luar negeri semata - mata karena memp unyai cadangan min yak b umi yang d ap at d ianggap seb agai jaminan. Peranan minyak bumi juga sangat menonjol dalam menarik investor asing ke Indonesia. Selama 25 tahun telah ditandatangani sebanyak 169 buah kontrak yang menghasilkan produksi dari sebesar 778,8 ribu barel per hari pada tahun pertama Repelita I menjadi 1.534 ribu barel per hari pada akhir Repelita V. Selain 452 disebabkan oleh meningkatnya jumlah investor asing, peningkatan produksi ini juga disebabkan oleh meningkatnya kegiatan intensifikasi energi, berupa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi termasuk kegiatan peningkatan pengurasan tahap lanjut (Enhanced Oil Recovery, EOR) Pada akhir PJP I di Indonesia telah dihasilkan 1.504 sumur penemu, terdiri atas 1.069 sumur minyak dan 435 sumur gas. Dengan bertambahnya data bawah permukaan sebagai hasil dari penyelidikan dan pemboran, diketahui bahwa di Indonesia terdapat 60 cekungan tersier. Dari jumlah itu 36 cekungan di antaranya telah dieksplorasi dan dibor. Kemajuan dalam pengolahan minyak mentah juga mencatat hasil yang menggembirakan. Apabila pada tahun pertama Repelita I, minyak mentah yang diolah baru sebanyak 77,1 juta barel, maka dengan pembangunan, perluasan, dan perbaikan kilang di Cilacap, Balikpapan, Dumai, Sungai Pakning dan Musi pada tahun terakhir Repelita V minyak yang diolah telah mencapai 311,9 juta barel atau meningkat 4 kali lipat. Di samping itu, bahan bakar minyak (BBM) yang dihasilkan oleh kilang minyak juga meningkat dari 52,2 juta barel pada tahun pertama Repelita I menjadi 232,2 juta barel pada tahun terakhir Repelita V. Di sisi konsumsi, penjualan BBM di dalam negeri meningkat dari 6,2 juta kiloliter pada tahun pertama Repelita I menjadi 42,0 juta kiloliter pada tahun terakhir Repelita V yang berarti naik 6,8 kali lipat selama 25 tahun. Peningkatan penjualan ini didukung dengan meningkatnya sarana pengangkutan dan distribusi BBM. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan BBM, sarana angkutan laut meningkat dari 672,7 ton pada tahun pertama PJP I menjadi 4.400,0 ton pada akhir PJP I. Pada akhir PJP I untuk pelayanan distribusi BBM terdapat 92 depot laut, 18 depot darat, dan 43 depot pengisian pesawat udara (DPPU) dengan jumlah kapasitas timbun BBM sebesar 2,4 juta kiloliter. 453 Pr oduksi gas bumi juga me ngalami ke naikan yang besar dari 318 juta kaki kubik per hari pad a tahun per tama Repelita I menjadi 6.855 juta kaki kubik pe r har i pad a akhir Re pe lita V. Peningkatan produksi disebabkan dimulainya pe nyalur an gas ke kilang gas alam cair (liq uefied n atu ra l ga s, L NG) se jak tahun 1977, serta mening katnya pe nyaluran gas bumi untuk ke per luan industri pupuk, pabrik baja, pusat pembangkit te naga listr ik, industri petrokimia, gas kota, d an industri lainny a. Pengolahan gas bumi mengalami peningkatan pula dengan dimulainya produksi LNG di kilang gas Bontang pada tahun 19 77 dan kilang gas Arun pada tahun 1978. Pada akhir Repelita V produksi LNG dan gas minyak cair (liquefied petroleum gas, LPG) masing -masing mencapai 25 juta ton dan 2,9 juta ton, atau meningkat dengan 5,6 kali d ibandingkan pr oduksi L NG pada akhir tahun Re pelita II dan 246 kali d iband ingkan prod uksi L PG pad a tahun per tama Repelita I. Sampai akhir PJ P I Ind onesia merupakan ekspor tir L NG terbesar di dunia. Pe n in gk ata n ke gia ta n d an ha si l y a n g d i pe r o le h d i bid a n g mi ny a k d a n ga s bu mi j ug a d iik ut i d i bid a n g ba tu b ara , ya n g d i ta n d ai d e n ga n pe sa t nya pe n in gk ata n pr od uk si d ar i h anya 1 85 ,8 ri bu ton pada tahun pertama Re pe lita I, me njadi sekitar 29 juta ton pada tahun rer akhir Repelita V atau me ningkat 156 kali lipat. Peningkat an pr od uksi batu bara ter se but d ise babkan makin berkembangnya penambangan batu bara Ombilin dan Bukit Asam, dan penemuan pene muan tambang batu bar a y ang be sar d i Sumatera d an Kalimantan serta penemuan lainnya d i J awa, Sulawesi, dan Irian Jaya de ngan jumlah cad angan se be sar 36,3 miliar ton. Seiring dengan pe ningkatan pr oduksi, pe masaran batu bara baik di d alam negeri maupun ekspor selama PJP I menunjukkan perke mbangan yang cukup pe sat. Se bagian be sar pemasaran batu bara di dalam negeri d ipe rgunakan ole h pusat listrik tenaga uap (PL TU), ind ustri seme n, industr i d asar be si d an baja, pabrik pele bu r a n nike l d a n ti ma h, se r ta i nd u str i l ai n ny a . Pema sara n b atu 454 bara di dalam negeri pada tahun pertama Repelita I sebesar 0,2 juta ton dan pada akhir tahun Repelita V mencapai 8,5 juta ton. Menjelang akhir PJP I, penggunaan briket batu bara untuk keperluan rumah tangga sudah mulai pula dimasyarakatkan. Selama PJP I telah dilakukan eksplorasi terhadap potensi gambut yang meliputi daerah -daerah di Sumatera (Bengkalis, Siak, dan Kumpeh), dan Kalimantan (Sampit , Pangkalan Bun, Pontianak, Banjarmasin, dan Kanamit). Areal gambut yang telah dieksplorasi baru seluas 337 ribu hektare, sedangkan persebaran gambut di seluruh Indonesia diperkirakan seluas 25 juta hektare. Potensi gambut diperkirakan sebesar 200 mi liar ton pada areal dengan ketebalan lebih dari dua meter. Penggunaan gambut sebagai bahan bakar bagi PLTU, yaitu sebesar 4 megawatt di Palangkaraya dan sebesar 22 megawatt di Pontianak masih dalam tahap penelitian. Pada tahun kedua Repe lita V telah ada p erusahaan swasta nasional yang memproduksi gambut dengan tingkat produksi 270 ribu ton per tahun dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri pulp dan sebagai media campuran bagi persemaian dan pembibitan di Propinsi Riau. Selama PJP I telah diinventarisa sikan potensi panas bumi sebesar 16.000 megawatt. Dari jumlah sebesar ini baru dimanfaat kan sebesar 199,5 megawatt yaitu di Kamojang, Lahendong, Salak, dan Dieng. Saat ini tengah dan akan dikembangkan lapangan panas bumi di Gunung Salak, Darajat, Sarula, dan Gunung Wayang. Dalam rangka penganekaragaman pemakaian energi, selama PJP I telah dikembangkan pula pemanfaatan berbagai jenis sumber energi baru seperti pemanfaatan sumber energi surya fotovoltaik dan energi angin yang dikembangkan untuk memenuhi kebu tuhan dasar seperti penerangan, televisi umum, telekomunikasi, dan pompa air di daerah perdesaan terpencil dan desa -desa pantai yang belum terjangkau oleh aliran tenaga listrik. Sementara itu, telah dikembangkan pula unit percontohan sistem hibrida dengan 455 men g ga bu ng ka n pe ma nf aata n s is te m e ne r gi s urya f o t ov ol ta ik d en ga n su m ber e nerg i lai n ny a. P ad a ak hi r Repe li ta V tel a h d ike m b an gk an sat u u ni t si s te m h i br id a f o to v ol tai k -d ie sel d i Ja w a Bar a t d e ng an ka pa si ta s fo t ov ol ta ik 7 2 k il o wa t t d a n d ie sel 10 kil o wa tt , ser ta sa tu u ni t si s te m h ib r id a fo t ov o lta i k -m ikr o hid ro d i L o mb o k Te n ga h d en ga n kapa s ita s f o t ov ol tai k 48 ki l o wat t d a n mik r o h id r o 6 ,3 ki l ow at t. De m ik ia n pul a te la h d i tera pka n ene rg i sury a f o to v ol tai k un tu k d e sa -d e sa te r pe nc il yan g jau h d ari jan g kaua n PL N d i 14 pr o pi n si se ba ny a k 3 .14 5 u ni t d e n ga n t o tal kap as it as 15 7, 2 k il o wa tt . Pemakaian kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan energi terutama di perdesaan dan daerah terpencil diperkirakan mencapai dua pertiga dari energi komersial dan memenuhi sekitar 40 persen dari seluruh kebutuhan energi di Indonesia dimana konsumsinya rata-rata adalah 31,5 kilogram per kapita setiap bulan. Sampai dengan akhir Repelita V telah dibangun sekitar 50 unit gasifikasi biomassa dengan seluruh kapasitas sebesar 2.200 kilowatt yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik, energi mekanik, dan energi termal. Dalam upaya memanfaatkan limbah, juga telah banyak dibuat percontohan pemanfaatan energi biogas yang menggunakan limbah hewan, limbah manusia, dan limbah industri. Selain itu, telah pula dirintis pemanfaatan alkohol dari produk biomassa cair untuk menggantikan bahan bakar minyak, terutama untuk transportasi. Sampai dengan akhir Repelita V telah dibangun lebih dari 300 unit digester biogas dengan berbagai kapasitas dengan me manfaatkan limbah hewan, limbah manusia, dan limbah tahu. Di daerah terpencil dan perdesaan telah dikembangkan pula pemanfaatan tenaga air skala kecil untuk membangkitkan tenaga listrik. Pusat pembangkit listrik tenaga mikrohidro telah dapat dirancang dan dibuat di bengkel-bengkel di dalam negeri. Pada akhir Repelita V terpasang sekitar 350 unit pembangkit listrik mik r o h id r o d e ng an ka pa s ita s ke se lur u ha n se k i tar 1 7 me ga wa tt . 456 Selama kurun waktu PJP I, pembangunan sektor tenaga listrik meningkat dengan pesat sehingga kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik meningkat dari 661,6 megawatt pada tahun pertama Repelita I menjadi 21.598 megawatt pada tahun terakhir Repe lita V, yarg terdiri atas pembangkit PLN sebesar 13.178 megawatt dan non-PLN sebesar 8.420 megawatt. Dalam kurun waktu yang sama, sarana penyaluran tenaga listrik juga meningkat pesat. Apabila pada tahun pertama Repelita I panjang jaringan transmisi b a r u 2 .8 0 0 k i l o me t e r s i r k i t , p a d a t a h u n t e r a k h i r R e p e l i t a V meningkat menjadi 19.986 kilometersirkit. Demikian pula dengan jaringan distribusi, panjang jaringan tegangan menengah (JTM) meningkat dari 5.060 kilometersirkit menjadi 118.315 kilometer sirkit, sedangkan jaringan tegangan rendah (JTR) meningkat dari 13.400 kilometersirkit menjadi 162.447 kilometersirkit. Selain itu, gardu induk dan gardu distribusi selama PJP I juga mengalami peningkatan. Kapasitas gardu induk meningkat dari 1.300 megavoltampere menjadi 23.936 megavoltampere dan kapasitas gardu dis tribusi meningkat dari 2.300 megavoltampere menjadi 17.899 megavoltampere. Dengan meningkatnya sarana penyediaan tenaga listrik, produksi tenaga listrik mengalami peningkatan pula. Apabila pada tahun pertama Repelita I produksi tenaga listrik hanya mencapai 1 .871,8 gigawatthour, pada akhir Repelita V produksi tenaga l i s t r i k d i p e r k i r a k a n me n c a p a i 5 0 .1 1 9 gigawatthour atau berkembaug dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 15 persen per tahun. Selain itu, penjualan tenaga listrik pada kurun waktu yang sama juga meningkat dengan laju pertumbuhan rata -rata sebesar 15,0 persen per tahun atau menunjukkan peningkatan dari 1.471,3 gigawatthour menjadi 41.674 gigawatthour. Selaras dengari peningkatan pembangunan dan proses indus trialisasi, permintaan tenaga listrik juga meningkat dengan pesat. Hal ini terlihat pada peningkatan daya tersambung tenaga listrik dan jumlah pelanggan selama PJP I. Daya -tersambung tenaga listrik yang pada tahun pertama Repelita I sebesar 594,4 457 megavoltampere, pada akhir Repelita V meningkat menjadi 21.674 megavoltampere, sedangkan jumlah pelanggan, pada kurun waktu yang sama meningkat dari 874.656 pelanggan menjadi 14.973.000 pelanggan. Sementara itu, sampai dengan akhir Repelita V rasio elektrifikasi, yaitu jumlah rumah tangga yang telah dialiri tenaga listrik dibandingkan dengan jumlah seluruh rumah tangga yang ada, telah mencapai 38,7 persen. Program listrik masuk desa yang dimulai secara intensif sejak tahun pertama Repelita III, telah menghasilkan peningkatan yang besar dalam jumlah desa yang mendapatkan aliran tenaga listrik. Apabila pada tahun pertama Repelita III jumlah desa yang mendapat aliran tenaga listrik hanya sejumlah 2.244 desa, pada akhir Repelita V diperkirakan mencapai 30.394 desa, atau 49,0 persen dari seluruh desa di Indonesia. Dalam bidang.ketenagalistrikan, telah ada minat swasta untuk mengusahakan tenaga listrik dalam skala yang cukup besar, yaitu 2.400 megawatt, di Paiton, Jawa Timur yang akan memanfaatkan batu bara sebagai bahan bakar. Di samping itu, telah ada pula minat swasta untuk memanfaatkan panas bumi sebagai pusat pembangkit tenaga listrik di Sarula, Sumatera Utara sebesar 110 megawatt; di Patuha, Jawa Barat sebesar 40 megawatt; di Wayang Windu, Jawa Barat sebesar 40 megawatt; dan di Dieng, Jawa Tengah sebesar 55 megawatt. Hal itu merupakan suatu kemajuan yang menggembirakan karena kebutuhan tenaga listrik setiap tahunnya meningkat, dan kemampuan pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan tenaga listrik terbatas. Hasil penting lainnya adalah mulai digalakkannya upaya d iv er si f i ka si. S ej ak ta h u n p er ta ma Rep el ita 1 1 p era n e n e r gi nonminyak terus meningkat dari 9,5 persen menjadi 36,3 persen di akhir PJP I. Meningkatnya peran energi nonminyak ini disebabkan oleh meningkatnya pemakaian gas bumi, batu bara, tenaga air, dan panas bumi sebagai energi primer. 458 Dalam penganekaragaman sumber daya energi telah dilaksanakan pula pembangunan sarana penyaluran gas untuk memenuhi keperluan rumah tangga, komersial, dan industri. Pembangunan ini menyebabkan penyaluran tenaga gas meningkat dari 34,1 juta meter kubik pada tahun pertama Repelita I, menjadi 737,8 juta meter kubik pada akhir Repelita V. Di samping itu, upaya diversifikasi dengan menggunakan briket batu bara untuk keperluan rumah tangga dan industri kecil sudah dimulai pada akhir PJP I dan mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat. Upaya konservasi juga sudah dilaksanakan sejak tahun 1980 melalui kampanye, penyuluhan, pelatihan dan bimbingan teknis, penelitian dan pengembangan, serta peningkatan kelembagaan dan pengaturan. Dalam kaitan tersebut telah dilakukan kerja sama dengan lembaga nonformal, media elektronik, pengusaha, dan perguruan tinggi. Guna meningkatkan pengetahuan tentang teknologi konservasi, berbagai pelatihan untuk kalangan industri dan bangunan komersial telah dilakukan, baik oleh Pemerintah, lembaga internasional, maupun swasta. Minat untuk mengikuti pelatihan tersebut sudah cukup baik dan sejak tahun 1993 telah diberikan penghargaan kepada beberapa industri yang berhasil melakukan konservasi energi dengan baik. Usaha meningkatkan efisiensi dan mengurangi pemborosan telah juga dilakukan di bidang industri minyak dan gas bumi serta bidang ketenagalistrikan. Dalam pengolahan minyak dan gas bumi, kilang minyak dan gas bumi sudah dapat dioperasikan di atas kapasitas.rancang bangunnya. Dengan demikian, susut kilang dapat ditekan dari 9 persen pada tahun pertama PJP I, menjadi 6 persen pada akhir PJP I. Efisiensi di bidang industri gas bumi dilakukan dengan mengurangi gas yang dibakar (flared). Pada tahun pertama Repelita I gas yang dimanfaatkan baru 51,6 persen dari gas yang diproduksi, terutama untuk pemakaian di lapangan sebagai gas pengangkat atau gas penekan dalam rangka membantu produksi minyak, dan sisanya sebesar 48,4 persen dib akar. Menjelang akhir 459 PJP I pemanfaatan gas bumi meningkat menjadi 94,0 persen dan hanya 6 persen yang dibakar. Sejalan dengan pembangunan dan pengembangan jaringan distribusi gas bumi, kehilangan tenaga gas untuk gas kota dapat ditekan dari 24,3 persen pada tahun pertama PJP I menjadi 2 persen di akhir PJP I. Di bidang ketenagalistrikan, telah dilakukan upaya peningkatan kemampuan pengelolaan sistem ketenagalistrikan sehingga susut tenaga listrik yang meliputi susut jaringan transmisi dan distribusi telah dapat diturunkan dari 26,0 persen pada tahun pertama PJP I menjadi 12,7 persen pada akhir PJP I. Hasil penting lainnya adalah mulai munculnya kesadaran dari masyarakat luas bahwa sumber energi utama Indonesia, yaitu minyak bumi, terbatas jumlahnya dan suatu saat akan habis. Hal itu merupakan awal yang baik untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam melakukan langkah diversifikasi dan konservasi energi. III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN Dalam PJP I pembangunan energi telah berhasil mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, serta proses.industrialisasi. Upaya itu harus dilanjutkan dan ditingkatkan dalam PJP II. Untuk itu perlu dikenali berbagai tantangan, kendala, dan peluang yang ada. 1. Tantangan Pembangunan yang makin meningkat dan bertambahnya jumlah penduduk akan dihadapkan pada kondisi sumber daya yang makin terbatas, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sementara itu, dalam PJP II peningkatan pembangunan dan proses industrialisasi serta laju pertumbuhan energi diperkiraka n men i ng ka t d e nga n pe sat . Di p i hak lai n su m ber d ay a energi 460 meskipun cukup tersedia sebagai kekayaan alam, untuk menyediakannya sebagai sumber energi yang siap digunakan dalam mutu dan jumlah yang memadai tidak mudah. Dengan demikian, tantangannya adalah mempertahankan dan meningkatkan upaya agar kebutuhan energi yang meningkat baik bagi kehidupan masyarakat maupun bagi kegiatan ekonomi, khususnya untuk mendukung proses industrialisasi, senantiasa dapat terpenuhi. Dalam PJP I minyak bumi merupakan sumber energi utama di dalam negeri. Di samping itu, minyak bumi juga merupakan komoditas ekspor penting yang menghasilkan devisa cukup besar. Dalam PJP II, peranan minyak bumi sebagai sumber energi masih tetap penting, meskipun tidak lagi sebagai sumber penghasil devisa utama. Dalam PJP I, walaupun pangsa minyak bumi sebagai sumber daya energi di dalam negeri telah berhasil diturunkan, volume pemakaiannya masih bertambah dari tahun ke tahun. Kecenderungan ini masih akan terus berlangsung dalam PJP II. Dengan tingkat produksi minyak bumi sebesar lebih kurang 500 juta barel setahun, rasio antara cadangan dan produksi (reserve to production ratio, R/P) diperkirakan 20, yang berarti masa habis minyak bumi sudah tidak terlalu lama lagi. Sebelum cadangan minyak bumi habis, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi Indonesia akan menjadi pengimpor minyak neto. Ketergantungan kepada luar negeri dalam penyediaan sumber energi yang amat vital bagi perekonomian dan kehidupan bangsa ini harus dapat ditunda sejauh mungkin untuk mempersiapkan ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Dengan demikian, merupakan tantangan untuk mempertahankan ketersediaan sumber energi minyak bumi dari dalam negeri sepanjang mungkin. Kenyataan kini menunjukkan bahwa masih sekitar 63 persen energi yang dikonsumsi rakyat Indonesia berasa l dari,minyak bumi, dan pemanfaatan sumber energi alternatif seperti gas bumi, batu bara, dan energi baru dan terbarukan seperti panas bumi, tenaga air, energi surya, energi angin, dan biomassa, masih belum optima l. Minya k bumi masih banya k dipergunakan masyaraka t 461 karena selain relatif mudah diperoleh, relatif murah, dapat dipergunakan untuk berbagai kebutuhan dan masih belum ditemukan cara yang benar-benar efektif untuk menggantikannya. Energi panas bumi, walaupun bersih lingkungan, ketersediaannya relatif jauh dari penduduk dan sentra industri sehingga membutuhkan biaya yang relatif mahal. Untuk mengembangkan energi nuklir, masih banyak masalahnya seperti biaya, teknologi maupun kesiapan sumber daya manusia, serta adanya kekhawatiran masyarakat terhadap kebocoran limbahnya. Energi alternatif seperti energi surya, belum dapat berkembang menjadi energi yang dapat digunakan secara massal karena biayanya masih sangat tinggi sehingga belum dapat bersaing dengan energi konvensional umumnya. Penganekaragaman sumber energi telah lama diupayakan namun hasilnya belum sesuai harapan. Dengan demikian, tantangannya adalah mengurangi ketergantungan kepada satu sumber daya energi, khususnya minyak bumi, dan menciptakan kemampuan untuk mengembangkan potensi sumber daya energi lainnya secara seimbang dan selaras dengan kebutuhan. Dilihat dari pendayagunaan pemakaian energi, meskipun sudah banyak kemajuan dalam upaya meningkatkan efisiensi, Indonesia masih cenderung boros dalam pemakaian energi. Pada tahun 1990 untuk menghasilkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 1 juta US dollar, Indonesia menggunakan energi cukup tinggi sebesar 3.329 setara barel minyak (SBM), dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Filipina sebesar 2.993 SBM dan negara maju seperti Jepang sebesar 1.913 SBM. Begitu pula laju konsumsi BBM selama sepuluh tahun terakhir mencapai ratarata di atas 9 persen per tahun. Laju ini termasuk tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara yang rata-rata hanya mencapai sekitar 4 persen per tahun dan dunia sekitar 2 persen per tahun. Penggunaan BBM ternyata tidak semata-mata untuk tujuan produktif, tetapi telah menjurus konsumtif dan bersifat pemborosan. Pola konsumsi tenaga listrik di Indonesia ternyata juga masih belum efisien seperti ditunjukkan oleh intensitas pemakaian tenaga listrik yang lebih tinggi, dibandingkan dengan beberapa negara 462 Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Keadaan ini merupakan pemborosan sumber daya. Dengan demikian, mengupayakan pemanfaatan energi secara hemat dan efisien tanpa mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan untuk menunjang pembangunan merupakan tantangan pula dalam pembangunan energi. Meningkatnya penggunaan energi mengakibatkan memburuknya kualitas udara terutama di daerah perkotaan dan memberikan dampak lainnya seperti pemanasan suhu bumi. Peningkatan produksi dan konsumsi energi di masa mendatang dikhawatirkan akan makin memperburuk keadaan ini. Untuk mengatasinya perlu diterapkan teknologi energi yang bersih dan akrab lingkungan. Dalam rangka mengembangkan sumber-sumber energi lain yang bersih atau energi baru dan terbarukan masalahnya adalah teknologi pemanfaatannya yang pada umumnya belum memberikan kelayakan finansial, serta belum dapat bersaing dengan sumber energi lainnya terutama minyak bumi. Penggunaan energi nuklir, misalnya, menghadapi masalah tidak hanya biaya investasi yang tinggi dan teknologi yang menjamin keamanannya, tetapi juga terutama pada kemampuan sumber daya manusia yang menanganinya. Selanjutnya, dalam mempertahankan bahkan meningkatkan cadangan sumber energi, pengolahan, pendistribusian, bahkan pengangkutan energi, memerlukan perencanaan yang saksama yang ditunjang oleh teknologi dan sumber daya manusia berkualitas. Saat ini teknologi dalam bidang sumber daya energi seperti teknologi energi yang bersih dan aman lingkungan serta canggih, teknologi hemat energi dan kualitas sumber daya manusia yang profesional di dalam negeri baik dalam jumlah maupun kualitas belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan itu. Dengan demikian, tantangan selanjutnya adalah meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sumber daya energi dalam berbagai disiplin, baik dalam memperkaya cadangan sumber daya maupun dalam meningkatkan kemampuan mengolah, mengangkut, dan menggunakan berbagai sumber daya energi secara tepat, efisien, dan bersih. 463 Dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 persen per tahun, laju pertumbuhan permintaan tenaga listrik diperkirakan akan mencapai rata-rata 16 persen per tahun. Dengan demikian, rasio elektrifikasi juga akan meningkat dari sebesar 38,7 persen pada akhir PJP I menjadi 60 persen pada akhir Repelita VI. Pe ningkatan rasio elektrifikasi sebesar 21,3 persen yang harus dicapai dalam 5 tahun tidaklah mudah dilakukan mengingat dana pemerintah di dalam membangun sarana penyediaan tenaga listrik sangat terbatas. Di pihak lain, iklim dan pengaturan yang berlaku belum mampu menarik investasi swasta secara optimal. Diperkirakan keadaan ini, apabila tidak cepat diatasi, akan mengakibatkan kesenjangan antara penyediaan dan permintaan tenaga listrik. Dengan demikian, tantangannya adalah memperkecil kesenjangan antara penyediaan dan permintaan tenaga listrik yang diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang, dengan meningkatkan ketersediaan tenaga listrik, meliputi pembangkitan, jaringan transmisi dan distribusi, secara memadai. Menyadari makin terbatasnya dana pemerintah untuk membangun di sektor energi yang padat modal dan padat teknologi, perlu didorong peran serta swasta nasional dan investor asing dalam kegiatan pencarian, penemuan, dan pengolahan minyak dan gas bumi; penyediaan dan pengangkutan batu bara; pengusahaan dan pemanfaatan potensi panas bumi; dan penyediaan tenaga listrik nasional. Untuk itu dibutuhkan swasta yang memiliki modal besar, teknologi yang canggih, dan sumber daya manusia yang berkualitas, serta rangsangan dan iklim yang dapat mendorong partisipasi swasta. Dengan demikian, menjadi tantangan pula untuk meningkatkan peran serta swasta melalui penciptaan iklim dan rangsangan yang mendukung dunia usaha untuk turut membangun sektor energi. 464 2. Kendala Kondisi geografis yang terdiri atas kepulauan, luasnya wilayah nusantara serta besarnya jumlah penduduk merupakan kendala baik dalam penyediaan energi maupun penyaluran serta transportasinya secara efisien, andal dan memenuhi skala produksi yang ekonomis. Keterbatasan dana untuk melakukan investasi penyediaan energi merupakan kendala. Berbagai kegiatan untuk menyediakan sarana penyediaan energi yang meliputi produksi, pengolahan. penyaluran, dan distribusi energi memerlukan dana yang besar dan teknologi maju. Pembangunan energi sang at tergantung dari bantuan luar negeri, dan oleh karena negara berkembang lainnya juga membutuhkan dana dan teknologi, persaingan untuk menarik dana ini diperkirakan akan semakin ketat. Keterbatasan dalam kemampuan penguasaan teknologi dan rekayasa juga merupakan kendala. Meskipun selama PJP I telah banyak dicapai kemajuan dalam teknologi pengelolaan energi, penguasaannya masih berupa tahap penerapan teknologi yang diimpor, sedangkan proses alih teknologi belum berjalan dengan baik. Sementara itu, kurangnya tenaga yang terdidik dan terampil serta terbatasnya sarana untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia juga merupakan kendala. Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan yang semakin tinggi juga menyebabkan semakin ketatnya persyaratan pemilihan jenis bahan bakar dan teknologi yang digunakan. Sejalan dengan itu, pembangunan sarana penyediaan energi menghadapi kendala yang berupa daya dukung lingkungan yang tidak seimbang seperti di Pulau Jawa. Kendala lain yang dihadapi adalah sistem penetapan harga energi yang belum mendukung penggunaan energi secara optimal dan tidak mengembangkan prakarsa masyarakat untuk melakukan penghematan energi. 465 3. Peluang Beranekaragamnya sumber daya energi memberikan peluang untuk mengembangkan sumber daya energi guna menyediakan kebutuhan energi dalam negeri dan sebagai penghasil devisa. Potensi tenaga air belum seluruhnya dikembangkan, begitu pula potensi panas bumi dan gas bumi. Batu bara mempunyai cadangan yang besar untuk dikembangkan, baik sebagai sumber energi dalam negeri maupun untuk ekspor. Potensi energi baru dan terbarukan seperti biomassa, biogas, limbah kota, energi matahari, energi angin, tenaga air skala kecil, dan energi panas bumi skala kecil cukup besar sehingga memberikan peluang untuk dimanfaatkan secara optimal. Peluang pemanfaatan energi tersebut secara berkelanjutan sangat besar mengingat kesadaran dan kehendak yang makin besar untuk menggunakan energi yang bersih lingkungan. Di samping potensi sumber daya energi yang ada, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan pemasaran energi. Dengan makin pesatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik, maka kebutuhan energi di kawasan ini akan meningkat di masa mendatang sehingga kesempatan untuk mengekspor komoditas energi makin besar. Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi nasional, meningkatnya daya beli serta taraf hidup masyarakat, cepatnya perkembangan teknologi, dan meningkatnya kemampuan sumber daya manusia, maka pemanfaatan energi yang nonkomersial, termasuk energi baru dan terbarukan akan menjadi lebih kompetitif. Selain itu, meningkatnya kemampuan swasta nasional dapat mendorong untuk meningkatkan investasi dalam rangka pembangunan energi. 466 Sejalan dengan kemajuan perekonomian, persaingan di sektor industri akan makin tajam. Oleh karena itu, industri akan lebih kompetitif dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Hal itu merupakan peluang untuk melaksanakan penghematan energi karena biaya untuk energi dalam industri cukup besar pengaruhnya terhadap biaya produksi. IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN 1. Arahan GBHN 1993 Pembangunan energi dalam Repelita VI diarahkan untuk mendorong kegiatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat serta memenuhi kebutuhan energi masyarakat dengan menjamin tersedianya energi dan peningkatan mutu serta pelayanannya. Pembangunan energi harus memperhatikan kelestarian sumber energi untuk jangka panjang, kebutuhan energi dalam negeri, p el ua n g e k sp o r, kea ma n a n d a n k es ela ma ta n ma s yara k at, k e l e s t a r i a n fu n g s i l i n g k u n g a n h i d u p . P e mb a n g u n a n e n e r g i d ila k sa n a ka n me l al u i s ur va i, e ksp lo r a s i, e ksp lo i ta si d a n pemanfaatan sumber energi baru serta peningkatan efisiensi dan efektivitas penambangan dan pengolahan sumber energi. Untuk menjaga kelestarian sumber energi perlu diupayakan pemanfaatan secara hemat, penganekaragaman dan penggunaan berbagai sumber energi secara optimal, dan penggunaan peralatan dan teknologi hemat energi dalam kerangka kebijaksanaan energi nasional yang menyeluruh dan terpadu. Sumber energi baru dan terbarukan serta energi lestari, seperti energi panas bumi, energi air, energi biomassa, energi surya, energi angin, dan energi laut, perlu ditingkatkan pemanfaatannya dengan berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis, layak secara teknis, d iter ima secara sosial bud aya dan tid ak mengakibatkan ke rusakan lingkungan. Pengembangan energi di 467 perdesaan perlu terus ditingkatkan, terutama dengan memanfaatkan potensi sumber energi setempat, ditunjang dengan upaya peningkatan swadaya masyarakat. Laju pertumbuhan pemakaian energi perlu dikendalikan dengan meningkatkan pola konservasi energi, baik yang berasal dari minyak bumi maupun sumber lain, menetapkan kebijaksanaan energi yang tepat, menggunakan alat dan teknologi yang hemat energi, dan menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Pembangunan dan pengembangan tenaga listrik terus ditingkatkan dalam rangka mendorong kegiatann ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan. Pembangunan sarana dan prasarana tenaga listrik dilaksanakan oleh Pemerintah, swasta, dan koperasi. Pengelolaan ketenagalistrikan harus dilakukan secara efisien serta dapat menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata, andal, dan bermutu, serta dengan tingkat harga yang wajar yang menjamin kelangsungan pengembangan usaha penyediaan dan penyaluran tenaga listrik. Dalam menetapkan rencana umum ketenagalistrikan nasional perlu diupayakan pemanfaatan secara optimal segenap potensi sumber daya energi. Penyelenggaraan program listrik masuk desa dilanjutkan dan dikembangkan untuk mendorong kegiatan ekonomi serta meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat di daerah perdesaan, dengan meningkatkan peranan dan swadaya masyarakat perdesaan. Pengadaan listrik dengan menggunakan sumber energi setempat, seperti tenaga air mikro, energi angin, energi surya, dan energi biomassa perlu terus dikembangkan dalam rangka menghemat penggunaan bahan bakar minyak dan mengurangi penggunaan sumber energi yang membawa dampak kerusakan lingkungan alam dengan memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada masyarakat setempat melalui koperasi untuk melaksanakannya. 468 Kemampuan nasional dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi energi dan penyediaan, pemanfaatan serta pengelolaannya secara ekonomis dan efisien perlu makin dikembangkan melalui berbagai upaya, terutama penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. Sejalan dengan pembangunan energi, industri peralatan dan industri jasa dalam negeri yang terkait serta kemampuan sumber daya manusia dan alih teknologi perlu ditingkatkan. 2. Sasaran a. Sasaran PJP II Sasaran utama pembangunan energi pada akhir PJP II adalah terjaminnya kemandirian dalam energi, yaitu tercapainya suatu kondisi dinamis yang mampu mengimbangi kebutuhan energi yang meningkat dengan menjamin penyediaannya dengan mutu dan pelayanan yang memadai sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Beberapa sasaran pembangunan energi dalam PJP II adalah optimalnya pemanfaatan energi yang tidak dapat diekspor; lebih berperannya energi baru dan terbarukan secara kuantitatif dan kompetitif; tercapainya pangsa batu bara sebagai sumber daya energi dalam pemenuhan kebutuhan energi sebesar 50 persen pada skala nasional; diterapkannya teknologi batu bara bersih pada seluruh fasilitas yang menggunakan batu bara; tercapainya pemanfaatan panas bumi sebesar 25 persen dari potensi yang ada; optimalnya pemanfaatan gas bumi untuk keperluan domestik; seimbangnya peran swasta dengan pemerintah dalam menyediakan tenaga listrik; terwujudnya rasio elektrifikasi nasional di atas 95 persen, sedangkan jumlah desa yang mendapat aliran tenaga listrik telah mencapai 100 persen pada akhir Repelita VII; dimulainya pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis, layak 469 secara teknis, diterima secara sosial budaya dan tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan; dan melembaganya upaya penghematan energi. Sasaran rasio elektrifikasi, produksi tenaga listrik, dan jumlah desa yang terlistriki selama tahapan Repelita pada PJP II dapat dilihat pada Tabe1 30-1. b . Sasaran Repelita VI Sasaran yang hendak dicapai pada akhir Repelita VI adalah menurunnya pangsa minyak bumi dalam penyediaan energi dan meningkatnya pangsa energi nonminyak bumi, khususnya gas bumi dan batu bara, serta berkembangnya energi baru dan terbarukan. Beberapa sasaran pada akhir Repelita VI adalah penyediaan minyak bumi mencapai 360,0 juta SBM; produksi minyak bumi termasuk kondensat mencapai rata-rata 1.515 ribu barel per hari; kapasitas kilang menjadi 1.042 ribu barel per hari (thousand barrels per calender day, MBCD); penyediaan gas bumi menjadi 162,6 juta SBM; produksi gas bumi menjadi 8.150 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day, MMSCFD); produksi LNG menjadi 28,0 juta ton; produksi LPG sebesar 3,5 juta ton; dibangunnya jaringan pipa gas bumi sepanjang 2.060 kilometer; pemanfaatan batu bara meningkat menjadi 120,5 juta SBM; produksi batu bara meningkat menjadi 71 juta ton; penggunaan briket batu bara untuk rumah tangga mencapai 4,8 juta ton briket; pemakaian minyak tanah sektor rumah tangga sebanyak 30 persen digantikan oleh briket batu bara; pemanfaatan panas bumi menjadi 12,0 juta SBM; pemanfaatan tenaga air menjadi 33,6 juta SBM; persiapan sistem interkoneksi ketenagalistrikan Sumatera-Jawa; rasio elektrifikasi mencapai 60 persen; jumlah desa yang dilistriki mencapai 79 persen; dan penghematan pemakaian energi rata-rata 15 persen. 470 TABEL 30 -1 SASARAN RASIO ELEKTRIFIKASI, PRODUKSI TENAGA LISTRIK DAN PERSENTASE JUMLAH DESA YANG DILISTRIKI DALAM PJP II PJP II Jenis Sasaran 1. Rasio elektrifikasi 2. Produksi tenaga listrik 3. Persentase jumlah dan yang dilistriki Satuan % GWh % Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Repelita V *) Repelita VI Repelita VII Repelita VIII Repelita IX Repelita X 39 60 70 80 90 95 50.119 105.819 164.816 249.236 372.334 550.517 49 79 100 100 100 100 Catatan: *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) 471 Dengan berbagai upaya penghematan energi, intensitas energi, yaitu energi yang dikonsumsi secara nasional untuk menghasilkan PDB sebesar 1 juta US dollar dalam Repelita VI akan diupayakan turun dari 3.115 SBM/juta US Dollar pada tahun 1994/95 menjadi 2.812 SBM/juta US Dollar pada tahun terakhir Repelita VI. Sasaran intensitas energi sebagai upaya penghematan energi dibandingkan tanpa upaya penghematan energi selama Repelita VI dapat dilihat pada Tabel 30-2. Selama Repelita VI perkiraan penyediaan energi primer nasional dan pola penyediaan energi primer untuk sektor tenaga listrik menurut jenis energi dapat dilihat pada Tabel 30-3 dan Tabel 30-4. Pada akhir Repelita VI konsumsi energi sektor industri sudah akan mendekati setengah dari seluruh konsumsi energi nasional. Pola konsumsi energi menurut sektor industri, rumah tangga, dan transportasi disajikan pada Tabel 30-5. 3. Kebijaksanaan Dalam melaksanakan amanat GBHN untuk mencapai sasaran pembangunan energi tersebut di atas, yang pada dasarnya adalah menjamin terpenuhinya kemandirian dalam bidang energi, dengan jumlah, mutu, dan pelayanan sesuai dengan kebutuhan, serta dengan harga yang wajar, maka pokok kebijaksanaan pembangunan energi termasuk ketenagalistrikan dalam Repelita VI adalah meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan sumber daya energi; meningkatkan sarana dan prasarana; meningkatkan fungsi kelembagaan; meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menguasai teknologi; meningkatkan peran serta masyarakat; dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam pemanfaatan energi. 472 TABEL 30-2 SASARAN DAN PERBANDINGAN DENGAN INTENSITAS ENERGI DENGAN DAN TANPA PENGHEMATAN ENERGI 1994/95-1998/99 (Setara Barel Minyak) Akhir Repelita VI Intensitas Energi Repelita V *) 1994/95 1995/98 1996/97 1997198 1998/99 1. Dengan upaya penghematan energi 3.041 3.115 3.112 3.114 2.941 2.812 2. Tanpa upaya penghematan energi 3.041 3.146 3.208 3.278 3.268 3.308 Catatan : •) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) 473 TABEL30-3 PERKIRAAN PENYEDIAAN ENERGI PRIMER MENURUT JENIS ENERGI 1994/95 -1998/99 Akhir Repelita VI Jenis Energi Repelita V * ) Juta SBM % 1. Minyak bumi 286,13 63,7 295,99 59,7 311,74 57,8 331,55 56,3 337,46 53,5 359,99 52,3 2. Gas bumi 94,84 21,1 117,24 23,7 132,12 24,5 137,77 23,3 157,31 24,9 162,64 23,6 3. Batubara 36,65 8,2 48,73 9,8 61,35 11,4 83,87 14,2 96,64 15,3 120,51 17,5 3,61 0,8 4,39 0,9 4,43 0,8 6,25 1,1 8,61 1,4 11,98 1,7 5. Tenaga air 27,88 6,2 29,14 5,9 29,40 5,5 29,88 5,1 31,27 5,0 33,56 5,0 Jumlah 449,11 100,0 495,49 100,0 539,04 100,0 589,32 100,0 631,29 100,0 688,68 100,0 4. Panas bumi 1994195 Juta SBM % 1995/96 Juta SBM % Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) SBM = Setara barel minyak 474 1996/97 Juta SBM % 1997198 Juta SBM % 1998/99 Juta SBM % TABEL30-4 PERKIRAAN PENYEDIAAN ENERGI UNTUK KETENAGALISTRIKAN MENURUT JENIS ENERGI 1994/95 -1998/99 Jenis Energi Akhir Repelita V *) Juta SBM % 1994/95 Juta SBM % 1995/96 Juta SBM % Repelita VI 1996/97 Juta SBM % 1997/98 Juta SBM % 1998/99 Juta SBM % 1. Minyak bumi 82,60 57,4 64,75 41,2 69,97 39,3 77,05 38,7 69,69 32,2 74,59 30,8 2. Gas bumi 10,00 6,9 31,57 20,1 42,45 23,8 41,75 21,0 54,72 25,2 53,85 22,2 3. Batubara 21,50 14,9 27,28 17,4 31,96 17,9 44,09 22,2 52,51 24,2 68,14 28,1 2,03 1,4 4,39 2,8 4,43 2,5 6,25 3,1 8,81 4,0 11,98 5,0 5. Tenaga air 27,88 19,4 29,14 18,5 29,40 16,5 29,88 15,0 31,27 14,4 33,56 13,9 Jumlah 144,01 100,0 157,13 100,0 178,21 100,0 199,02 100,0 218,80 67,9 4. Panas bumi Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) SBM = Setara barel minyak 475 242,12 100,0 TABEL30-5 POLA KONSUMSI ENERGI M E N U R U T SEKTOR 1994/95 -1998/99 A k hi r Sektor Repelita V *) Juta SBM % Juta SBM Repelita VI 1996/97 1995/96 1994/95 % Juta SBM % Juta SBM % 1997/98 Juta SBM % 1998/99 Juta SBM % 1. Industri 108,06 38,0 145,81 42,6 158,36 42,8 180,28 44,5 209,44 46,6 245,23 48,6 2. Transportasi 105,48 37,1 114,99 33,6 124,96 34,2 135,79 33,5 147,55 32,8 180,35 31,8 3. Rumah tangga 70,76 23,8 84,34 22,0 92,90 20,8 98,96 19,6 Jumlah 24,9 284,30 100,0 81,31 342,11 100,0 89,02 365,66 100,0 405,09 100,0 Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) SBM = Setara barel minyak 476 23,1 449,89 100,0 504,54 100,0 a. Peningkatan Penyediaan dan Pemanfaatan Sumber Energi Peningkatan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi dilaksanakan dengan meningkatkan pencarian dan penemuan sumber energi, menghemat penggunaan energi, serta menganekaragamkan sumber energi. Kebijaksanaan pencarian dan penemuan sumber energi dilaksanakan dengan meningkatkan kegiatan survai dan eksplorasi sumber daya energi, baik energi konvensional maupun energi nonkonvensional; meningkatkan kegiatan pemetaan dan penyelidikan geologi dan geofisika, geologi kelautan, inventarisasi dan eksplorasi sumber daya energi; serta meningkatkan penyediaan minyak bumi dengan mengembangkan lapangan minyak baru hasil penemuan dengan cara menerapkan manajemen cadangan secara konsisten, meningkatkan upaya penambahan cadangan terbukti dengan EOR, dan mengoptimalkan pengembangan fasilitas instalasi produksi agar lapangan marginal dapat dikembangkan. Kebijaksanaan penganekaragaman sumber energi dilakukan dengan mendorong pemanfaatan gas bumi dengan memberikan insentif dan kemudahan dalam pemanfaatan bahan bakar gas (BBG), meningkatkan pemakaian LPG, dan memanfaatkan gas bagi keperluan di dalam negeri; mengurangi penggunaan BBM dengan meningkatkan penggunaan batu bara, gas bumi, panas bumi, tenaga air, dan sumber energi baru dan terbarukan; serta mengembangkan pemakaian briket batu bara untuk rumah tangga din industri dengan memperhatikan dampak lingkungannya. Kebijaksanaan penghematan penggunaan energi dilakukan dengan menurunkan intensitas konsumsi energi di sektor industri melalui peningkatan efisiensi pengelolaan energi dan standardisasi peralatan; meningkatkan kampanye nasional hemat energi; meningkatkan penelitian dan pengembangan serta pemasyarakatan teknologi hemat energi; meningkatkan pengendalian sisi kebutuhan di sektor tenaga listrik; dan meningkatkan efisiensi pengelolaan ketenagalistrikan. 477 b. Peningkatan Sarana dan Prasarana Peningkatan sarana dan prasarana di bidang energi dilakukan dengan meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana penyediaan BBM dan keandalan jaringan pipa BBM, dan memantapkan distribusi BBM untuk memperluas daerah pelayanan ke seluruh pelosok Nusantara; meningkatkan pembangunan jaringan pipa gas bumi yang terpadu meliputi jaringan pipa transmisi, pipa distribusi dan stasiun pengaturnya; serta membangun pelabuhan-pelabuhan baru batu bara baik di wilayah produsen maupun konsumen dan meningkatkan kapasitas pengangkutan dan penyalurannya dengan menambah daya muat dan frekuensi pengangkutan, baik lewat darat maupun laut. Kebijaksanaan lainnya adalah meningkatkan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik yang meliputi pusat pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi, dan distribusi agar lebih merata dan meluas dengan memperhatikan keseimbangan sistem serta tata ruang nasional dan daerah; meningkatkan interkoneksi antara sistem ketenagalistrikan yang ada tanpa memandang kepemilikannya, sehingga dapat diperoleh manfaat keandalan dan keekonomian yang lebih baik; serta meningkatkan penyediaan tenaga listrik bagi daerah perdesaan melalui perluasan jaringan distribusi yang ada dengan mengutamakan pemanfaatan sumber energi setempat. c. Peningkatan Fungsi Kelembagaan Peningkatan fungsi kelembagaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta mutu pelayanan dalam pengelolaan bidang energi yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu, antara lain dengan menyempurnakan kelembagaan sektor tenaga listrik dan panas bumi; mengembangkan perangkat kelembagaan untuk meningkatkan peran sumber energi baru dan terbarukan; serta meningkatkan efisiensi pengusahaan dan menyempurnakan kelembagaan badan-badan usaha milik negara yang menangani energi. 478 d. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Penguasaan Teknologi Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan teknologi dilaksanakan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang energi; meningkatkan penelitian dan pengembangan di bidang energi dan ketenagalistrikan baik yang bersifat teknis maupun strategis; meningkatkan penguasaan rancang bangun dan rekayasa peralatan di bidang energi; meningkatkan penyuluhan, pelatihan, pembimbingan, dan peragaan dalam melaksanakan konservasi energi; meningkatkan alih teknologi dengan melaksanakan program penelitian dan pengembangan sistem ketenagalistrikan, baik jasa maupun barang; serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat perdesaan untuk mengelola usaha penyediaan tenaga listrik di perdesaan secara efisien. e. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Peningkatan peran serta masyarakat termasuk dunia usaha dalam pembangunan energi dilakukan dengan meningkatkan peran serta koperasi, swasta nasional dan investor asing dalam kegiatan pencarian, eksplorasi, pengolahan, dan pengangkutan minyak dan gas bumi; memberi peranan yang lebih besar kepada koperasi dan usaha swasta nasional untuk pendistribusian dan pengangkutan bahan energi seperti minyak bumi dan batu bara; mendorong koperasi, swasta nasional dan asing untuk memanfaatkan potensi panas bumi dengan memberikan insentif yang menarik; meningkatkan partisipasi koperasi, swasta nasional dan asing dalam penyediaan tenaga listrik; memberikan kesempatan pada swasta dan koperasi untuk menangani penyediaan tenaga listrik bagi desa yang belum terjangkau oleh jaringan yang tersedia; meningkatkan peran dan swadaya masyarakat untuk menyediakan energi di perdesaan; menciptakan iklim yang dapat mengembangkan kesadaran dan merangsang masyarakat untuk mengadakan 479 diversifikasi dan konservasi energi; dan meningkatkan peran serta koperasi dan usaha swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana energi. Peningkatan peran serta masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan peran serta koperasi, usaha kecil dan menengah. f. Peningkatan Kepedulian Lingkungan Peningkatan kepedulian lingkungan yang ditujukan untuk melestarikan cumber energi jangka panjang dan melindungi keamanan dan keselamatan masyarakat, dilakukan dengan menyempurnakan pengawasan pengelolaan lingkungan; meningkatkan pemanfaatan teknologi yang bersih dan akrab lingkungan; serta meningkatkan penggunaan energi yang tidak atau sangat sedikit mencemari lingkungan, seperti panas bumi, gas bumi, tenaga air, energi angin, dan energi surya. V. PROGRAM PEMBANGUNAN Untuk melaksanakan kebijaksanaan dan mencapai berbagai sasaran pembangunan energi tersebut di atas dikembangkan program pembangunan sektor energi yang meliputi program pokok dan program penunjang. Program pokok mencakup program pengembangan tenaga listrik; program pengembangan listrik perdesaan; dan program pengembangan tenaga migas, batu bara, dan energi lainnya. Sedangkan program penunjang mencakup program pengendalian pencemaran lingkungan hidup; program penelitian dan pengembangan energi; program pengembangan informasi energi; dan program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan energi. 480 1. Program Pokok a. Program Pengembangan Tenaga Listrik Program ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang diperkirakan akan terus meningkat. Dalam Repe lita VI, kebutuhan tenaga listrik secara keseluruhan diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 71.500 juta kilowatthour pada tahun pertama menjadi 115.300 juta kilowatthour pada tahun kelima Repelita VI. Perkiraan kebutuhan tenaga listrik untuk industri, komersial, dan rumah tangga secara nasional dapat dilihat pada Tabel 30-6. Sesuai dengan kebijaksanaan sektor ketenagalistrikan, dalam rangka mengimbangi permintaan tenaga listrik yang meningkat dan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dalam Repelita VI akan diselesaikan tambahan sarana penyediaan tenaga listrik oleh PLN dengan jumlah kapasitas sebesar 9.522 megawatt. Pusat pembangkit listrik tenaga air dan pusat pembangkit listrik termal yang direncanakan selesai pembangunannya dalam Repelita VI disajikan pada Tabel 30-7 dan Tabel 30-8. Untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit tenaga listrik ke daerah-daerah pusat beban, dalam Repelita VI akan dibangun dan diselesaikan jaringan transmisi sepanjang 10.548 kilometersirkit beserta gardu induknya dengan kapasitas sebesar 30.406 megavoltampere. Bersamaan dengan itu, keseluruhan jaringan distribusi yang akan dibangun dalam Repelita VI, termasuk untuk listrik perdesaan meliputi JTM sepanjang 133.317 kilometersirkit, JTR sepanjang 196.741 kilometersirkit, serta gardu distribusi dengan kapasitas sebesar 21.824 megavoltampere. Rincian rencana pembangunan jaringan transmisi dan gardu induk serta jaringan distribusi dalam Repelita VI disajikan pada Tabel 30-9 dan Tabel 30-10. 481 TABEL 30-6 PERKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK NASIONAL (PLN DAN NON PLN) 1994/95-1998/99 (ribu GWh) Akhir Repelita VI Sektor Repelita V*) 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99 1. Industri 43,6 48,6 54,5 61,7 70,0 77,8 2. Rumah tangga/komersial 19,7 22,9 26,1 29,5 33,3 37,5 63,3 71,5 80,6 91,2 103,3 115,3 Jumlah Catatan: *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) 482 TABEL 30-7 PUSAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR YANG AKAN SELESAI DALAM REPELITA VI Nama Pembangkit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. PLTM tersebar PLTM tersebar PLTA Singkarak PLTM tersebar PLTA Kotopanjang PLTM tersebar PLTM tersebar PLTM tersebar PLTA Tanggari II PLTM tersebar PLTM tersebar PLTM tersebar PLTM tersebar PLTM tersebar PLTM tersebar PLTM tersebar PLTA Cirata II PLTA Tulis Kapasitas (MW) Lokasi 3,6 1,5 4x43,75 7,7 3x38 1,3 0,4 1,7 19 7,3 10 10,8 1 4,2 2 4,1 500 13 Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Barat Riau Lampung Kalimantan Timur Kalimantan Barat Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Maluku Irian Jaya Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Jawa Barat Jawa Tengah 483 TABEL 30-8 PUSAT PEMBANGKIT LISTRIK TERMAL YANG AKAN SELESAI DALAM REPELITA VI Nama Pembangkit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. PLTD tersebar PLTGU II PLTG Medan PLTD tersebar PLTU Ombilin PLTD tersebar PLTD tersebar PLTG Palembang PLTU Bukit Asam PLTD tersebar PLTD tersebar PLTD tersebar PLTD tersebar PLTG Pontianak PLTD tersebar PLTU Banjarmasin PLTG Banjarmasin PLTD tersebar PLTGU Samarinda PLTG Samarinda PLTD tersebar PLTD tersebar PLTD tersebar PLTD tersebar PLTP Lahendong PLTG Ujung Pandang PLTD tersebar PLTD tersebar PLTD tersebar PLTD tersebar PLTG Lombok PLTD Lombok PLTD tersebar PLTD tersebar PLTP Ulumbu PLTD tersebar PLTD Batam PLTGU Muara Karang PLTGU Tanjung Priok PLTU Suralaya PLTGU Muara Karang PLTG Muara Tawar PLTP Daradjat PLTGU Tambak Lorok PLTU Paiton PLTGU Gresik PLTGU Pasuruan PLTG Pasuruan PLTG Bali 484 Kapasitas (MW) 13,1 400 2 x100 5,6 2 x 100 2 42 2 x 35 2 x 65 22 11,5 16 3 2 x 30 18,4 1 x 65 2 x 30 8 66 3 x 30 11,8 20,7 13,4 24 20 2 x 35 20,9 12,5 18,8 16,3 20 22,8 8,1 12,5 3 10,5 69,8 190 420 1800 500 300 55 690 400 166 500 300 84 Lokasi Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Barat Riau Sumatera Selatan Sumatera Selatan Sumatera Selatan Lampung Jambi Bengkulu Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Irian Jaya Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur Timor Timur Batam DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Bali TABEL30-9 SASARAN PEMBANGUNAN SARANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK 1994/95 - 1998/99 Akhir Jenis Sasaran Repelita VI Satuan Repelita V 1) 1994/95 (1) (2) (3) (4) I 1995/96 (5) 1998/97 (6) 1997/98 (7) 1998/99 Jumlah (8) (9) I. Pembangkit a. PLTA b. PLTU a) Batubara b) Gas alam c. PLTGU a) Open cycle b) Steam cycle c) Lengkap d. PLTP e. PLTG f. PLTD 2) g. PLTM h. Barge Mounted Jumlah MW 201 - 13 - 666 213 892 MW MW 800 130 485 - - 1.385 - 785 - 65 - 2.660 MW MW MW MW MW MW MW MW 2.853 55 120 414,2 7,2 776 55 154 78,9 10,0 - 1.080 190 400 3 260 65,6 10,1 - 140 66 130 895 112,1 11,7 62,4 280 132 167 340 74,0 9,3 - 280 100 73,5 14,5 - 1.080 MW 4.580,2 1.538,9 2.021,7 2.782,2 2.433,3 746,0 9.522,1 kma kma kma kma 424 3.043 276 100 1.754 12 829 1.509 - 223 140 1.638 10 124 1.657 12 390 2.150 - 1.666 kma 3.743 1.866 2.338 2.011 1.793 2.540 10.548 MVA buah MVA bush MVA bush MVA buah MVA buah 3.000 4 2.000 4 500 1 4.500 11 1.500 3 1.000 2 590 4 3.700 70 55 2 410 6 5.570 121 440 18 520 7 6.270 125 150 8 120 2 2.280 61 88 5 30 1 2.590 64 30 2 2.410 62 9.500 21 0 0 1.080 16 19.120 433 706 33 MVA buah 7.345 80 8.420 149 7.440 141 6.986 79 4.150 70 3.410 64 0 1.336 878 355 1.749 404,1 55,6 62,4 II. Jaringan Transmisi a. 500 kV b.275 kV C. 150 kV d. 70 kV Jumlah III. Gardu Induk a.500/150kV b. 275/150 kV C. 150/70 kV d. 150/20 kV e. 70/20 kV Jumlah 140 8.708 34 30.406 503 485 (1) IV. (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Sistem Distribusi kms kms MVA 56.116 61.208 3.653 28.338 40.687 4.598 32.980 49.125 5.515 22.298 32.340 3.545 25.220 38.338 3.983 26.481 38.253 4.183 133.317 196.741 21.824 a. Pelanggan Baru b. Listrik Desa ribu desa 5.697 11.600 2.223 3.341 2.215 3.406 2.169 3.639 2.107 4.110 2.055 4.123 10.769 18.619 VI. Produksi GWh 50.119 61.287 76.359 85.348 95.386 105.819 424.179 VII. Penjualan GWh 41.674 51.016 63.583 71.115 79.519 88.286 353.619 VIII. Beban Puncak MW 8.412 10.188 12.531 14.030 15.891 17.448 - a. J T M b. J T R c. Gardu Distribusi V. Penyambungan Pelanggan IX. Pemakaian Sendiri % 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 - X. Susut Jaringan % 12,8 12,7 12,6 12,6 12,5 12,5 - Catatan : 1) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V) kecuali untuk butir VI sampai dengan X keadaan pads tahun terakhir Repelita V 2) Termasuk diesel desa JTM = Jaringan tegangan menengah JTR = Jaringan tegangan rendah 486 TABEL 30 - 10 PEMBANGUNAN JARINGAN TRANSMISI DAN GARDU INDUK MENURUT PROPINSI DALAM REPELITA VI Gardu Induk PROPINSI *) Transmisi (kms) Unit MVA I. Daerah Istimewa Aceh 415 9 220 II. Sumatera Utara 957 32 990 1.682 25 710 Sumatera Selatan Jambi, Lampung dan Bengkulu 544 23 660 V. Kalimantan Barat 420 8 220 VI. Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur 829 21 540 22 4 60 410 11 290 III. Sumatera Barat dan Riau IV. VII. Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah VIll. Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara IX. Maluku - - - X. Irian Jaya - - - 370 9 220 4.899 361 26.496 10.548 503 30.406 XI. Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur Jawa Indonesia *) Berdasarkan wilayah kerja PLN 487 Selain pembangunan dan penyelesaian sarana penyediaan tenaga listrik oleh PLN, pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik juga akan dilaksanakan oleh pihak swasta yang selama Repelita VI direncanakan sebesar 2.945 megawatt, terdiri atas proyek-proyek yang ditentukan oleh Pemerintah (solicited) sebesar 2.495 megawatt yang seluruh produksinya akan dijual kepada PLN, dan proyek yang diusulkan oleh pihak swasta (unsolicited) sebesar 450 megawatt. Pusat pembangkit tenaga listrik swasta yang diharapkan selesai dibangun pada akhir Repelita VI disajikan pada Tabel 30-11. b. Program Pengembangan Listrik Perdesaan Program ini ditujukan untuk memeratakan ketersediaan energi listrik dalam meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Dalam Repelita VI direncanakan sebanyak 18.619 desa baru mendapat aliran tenaga listrik. Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik bagi desa yang terpencil dan jauh dari jaringan distribusi yang ada, akan dibangun pusat listrik tenaga minihidro yang seluruhnya berkapasitas 10,5 megawatt dan pusat listrik tenaga diesel yang seluruhnya berkapasitas sebesar 40,0 megawatt. Untuk mendukung pengembangan listrik perdesaan akan dibangun jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah, khususnya di perdesaan, masing-masing sepanjang 61.776 kilometersirkit dan 104.847 kilometersirkit, berikut gardu distribusi yang seluruhnya berkapasitas 2.960 megavoltampere. Dengan pembangunan sarana tersebut, jumlah tambahan konsumen yang akan memperoleh aliran tenaga listrik mencapai 6.578.210 rumah tangga di desa, dan jumlah desa yang mendapat aliran tenaga listrik mencapai 79 persen dari seluruh desa yang terdapat di Indonesia. Untuk meningkatkan peran dan swadaya masyarakat dalam menyediakan tenaga listrik di perdesaan, Pemerintah perlu membina dan mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat perdesaan untuk ikut mengelola secara efisien penyediaan tenaga listrik di perdesaan. 488 TABEL 30 - 11 PUSAT PEMBANGKIT LISTRIK SWASTA YANG AKAN DIBANGUN DALAM REPELITA VI Nama Pembangkit Kapasitas (MW) Lokasi 1. PLTU Batubara Paiton 3 x 600 Jawa Timur 2. PLTU Batubara Cilegon 400 Jawa Barat 3. PLTP Patuha 40 Jawa Barat 4. PLTP Wayang Windu 40 Jawa Barat 5. PLTP Dieng 55 Jawa Tengah 6. PLTU Pontianak 50 Kalimantan Barat 7. PLTP Sarula 110 Sumatera Utara 8. PLTGU Serpong 400 Jawa Barat 9. PLTU Tonasa 50 Sulawesi Selatan 489 Adapun sasaran fisik program listrik masuk desa untuk setiap propinsi selama Repelita VI dapat dilihat pada Tabel 30-12. c. Program Pengembangan Tenaga Migas, Batu Bara, dan Energi lainnya Program ini ditujukan untuk meningkatkan upaya pencarian, penemuan, dan penyediaan, penganekaragaman, serta penghematan sumber daya energi. 1) Minyak Bumi dan Bahan Bakar Minyak (BBM) Meskipun penghematan konsumsi BBM terus diupayakan, namun konsumsi BBM dalam Repelita VI masih akan terus meningkat, diperkirakan dengan rata-rata 5,2 persen setahun. Untuk mengatasinya, selain ditingkatkan upaya penghematan pemakaian BBM dan diversifikasi sumber-sumber energi, juga diupayakan untuk mempertahankan cadangan dan kapasitas produksi minyak bumi. Dengan demikian, kemandirian dalam penyediaan sumber energi yang amat penting itu dapat dipertahankan selama mungkin. (a) Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Dalam PJP II dilakukan eksplorasi minyak dan gas bumi pada 18 cekungan dari 24 cekungan yang belum dibor, dengan perincian 1 cekungan pada Repelita VI dan 3 sampai 5 cekungan dalam setiap Repelita selanjutnya. Dengan demikian, pada akhir PJP II, 54 cekungan dari 60 cekungan yang ada, atau 90 persen dari semua cekungan yang ada, sudah dibor untuk dieksplorasi. Jumlah sumur eksplorasi yang dibor per tahun dalam Repelita VI adalah 177 sumur. Dengan upaya eksplorasi, EOR, serta reserve assessment produksi minyak bumi dan kondensat diharapkan dapat mencapai rata-rata 1,51 juta barel per hari selama Repelita VI. 490 TABEL 30-12 RENCANA PEMBANGUNAN SARANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK PROGRAM LISTRIK MASUK DESA DALAM REPELITA VI Daerah Tingkat I I. Daerah Istimewa Aceh II. Sumatera Utara III. Sumatera Barat Riau IV. Sumatera Selatan Jambi Lampung Bengkulu V. Kalimantan Barat VI. Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur VII. Sulawesi Utara Sulawesi Tengah VIII. Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara IX. Maluku X. Irian Jaya XI. Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Timor Timur XII. Jawa Timur XIII. Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Kit.J.J/Dis. Jabar 2) Dis.Jaya/DKI Jakarta 3) Indonesia 1) JTM (kms) JTR (kms) 5.081 5.954 2.813 1.506 2.981 1.592 1.893 1.010 6.695 2.239 1.939 1.946 593 1.670 1.018. 726 1.824 2.263 120 364 2.284 655 5.295 4.992 147 4.176 - 841 4.954 1.856 2.897 4.152 1.301 1.894 704 8.498 2.048 2.037 3.592 545 1.305 2.777 577 2.960 6.532 806 662 2.946 560 17.275 11.051 1.229 20.848 - 61.776 104.847 GD (MVA) PLTD (MW) PLTM (MW) 18,15 133,75 45,75 71,40 120,50 37,75 54,95 20,45 166,35 60,85 60,50 106,65 17,65 42,30 94,65 19,65 80,95 110,25 23,40 19,20 85,50 16,25 524,70 343,20 38,15 647,30 - 1,50 3,50 3,50 1,80 2,00 2,00 1,50 2,50 2,00 2,50 5,00 0,50 1,50 0,60 1,00 2,00 2,50 0,00 0,30 2,50 1,50 - 2,27 2,94 1,39 2,40 1,45 - 1.877 1.928 900 375 835 461 553 312 1.951 709 439 410 190 449 275 207 497 377 40 104 676 189 1.827 1.781 50 1.427 - 40.386 297.253 101.624 158.814 267.822 83.918 122.150 45.384 369.671 135.198 134.454 237.006 39.204 94.014 210.325 43.730 179.839 244.946 52.017 42.717 190.006 36.114 1.166.042 782.500 84.775 1.438.503 - 2.960,20 40,00 10,45 18.619 8.578.210 Desa Konsumen (pelanggan) Catatan : 1) Berdasarkan wilayah kerja PLN 2) Pembangkit Jawa Barat – Jakarta/Distribusi Jawa Barat 3) Distribusi Jaya/DKI Jakarta 491 (b) Kegiatan Peningkatan Sarana dan Prasarana BBM Untuk memenuhi kebutuhan BBM yang semakin meningkat, dilakukan pengoptimalan kilang dengan perbaikan, penyesuaian, dan penyempurnaan alat-alat kilang (upgrading, debottlenecking) serta pembangunan kilang baru sehingga kapasitas kilang pada akhir Repelita VI menjadi 1.042 MBCD. Dalam Repelita VI akan dibangun Kilang Mini Kasim di Sorong, Irian Jaya dengan kapasitas 9 MBCD. Di samping itu, akan dilakukan upgrading kilang Balikpapan I untuk meningkatkan kapasitas sebesar 22,6 MBCD, modifikasi kilang Balikpapan II dengan tambahan kapasitas sebesar 90,4 MBCD dan debottlenecking kilang Cilacap dengan tambahan kapasitas sebesar 43,4 MBCD. Di samping itu, untuk mengangkut BBM, pada akhir Repelita VI dikembangkan armada kapal tanker dengan kapasitas 4,7 juta DWT. Untuk memperlancar pembekalan dalam negeri akan dibangun terminal transit, antara lain di Labuhan Amuk untuk di daerah Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat; Teluk Bungus untuk pantai barat Sumatera; Tanjung Gerem, Merak untuk wilayah barat Pulau Jawa; Wayame, Ambon untuk daerah Maluku dan Irian Jaya; dan Kuala Tanjung untuk Sumatera Utara. Depot-depot baru akan dibangun di Kabil (Pulau Batam), Kijang (Pulau Bintan), Belitung (Pulau Belitung), Bakongan (Aceh), Tanah Grogot (Kalimatan Timur), Mamuju (Sulawesi Tenggara), Baucau (Timor Timur), dan Bolaang Oki (Sulawesi Utara). Pengembangan depot-depot satelit yang berfungsi sebagai penunjang depot yang sudah ada akan dilakukan di Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Ujungpandang. Relokasi depot BBM yang berfungsi menggantikan depot yang ada dan sudah tidak dapat dikembangkan lagi akan dilakukan di Panjang (Lampung), Pangkal Balam (Bangka), Tegal (Jawa Tengah), dan Gorontalo (Sulawesi Utara). Peningkatan depot juga dilakukan di Pulau Temaju (Kalimantan Barat) dan Bitung (Sulawesi Utara). 492 Pembangunan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang diperlukan untuk melayani peningkatan kebutuhan avtur dan avgas sebagai akibat perkembangan transportasi udara akan dilakukan di Bima, Ende, Ternate, Kendari, dan Solo, sedangkan peningkatan DPPU akan dilakukan di Pinang Kampai, Maumere, dan Waingapu. Selain itu, akan diperluas sistem pemipaan untuk jalur Cilacap-Rewulu-Teras-Semarang, Cilacap-Bandung-Sukabumi, dan Cilacap-Balongan-Jakarta, serta akan dibangun pipanisasi baru di Jawa Timur meliputi Tanjung Pacinan-Kraton, Tanjung PacinanBanyuwangi, Kraton-Surabaya, Kraton-Malang, Kraton-JombangBojonegoro/ Tuban. Berkaitan dengan rencana pipanisasi itu akan dibangun pula terminal transit Tanjung Pacinan, Kraton, Jombang, Tuban/ Bojonegoro serta relokasi atau renovasi depot Kediri dan Madiun. Jaringan pipanisasi juga akan dibangun di Labuhan Amuk-Sanggaran, dan Sanggaran-Ngurah Rai di Bali, PlajuKertapati-Jambi, Dumai-Sungai Siak, dan Dumai-Kuala TanjungBelawan-Labuhan Deli di Sumatera, dan Balikpapan-Samarinda di Kalimantan. 2) Gas Bumi Untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi, baik untuk kebutuhan ekspor maupun untuk kebutuhan di dalam negeri, akan dibangun kilang LNG, dikembangkan lapangan-lapangan gas bumi, serta dibangun dan diperluas jaringan transmisi dan distribusi gas bumi. Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan ekspor LNG serta mengantisipasi kemungkinan konsumsi LNG di dalam negeri, akan dibangun kilang LNG Train G di Bontang dengan kapasitas 2,3 juta ton per tahun, yang mulai beroperasi selambatlambatnya tahun keempat Repelita VI. Pengembangan lapangan gas Asamera Aceh dilakukan untuk memasok kebutuhan gas pabrik pupuk, sedangkan pengembangan lapangan gas Arun untuk memenuhi kebutuhan kilang LNG Arun. 493 Di samping itu, akan dikembangkan lapangan gas di Sumatera Utara guna memasok kebutuhan tambahan PLN dan PGN di Medan. Selanjutnya, dilakukan pula studi potensi gas pada cekungan Sumatera Selatan dan pengembangan lapangan yang telah ditemukan untuk memenuhi kebutuhan industri di Sumatera Selatan, Duri, Batam, dan Jawa Barat. Dalam Repelita VI, akan dilaksanakan pula pemanfaatan gas yang dibakar di Laut Jawa untuk memenuhi kebutuhan gas di Jawa Barat dan Jakarta; pengembangan lapangan gas di sekitar kota Samarinda dan Balikpapan untuk memenuhi kebutuhan pusat pembangkit tenaga listrik, kilang LNG Train G di Bontang, dan Pabrik Metanol di Pulau Bunyu; serta pengembangan lapangan gas Sengkang untuk memenuhi kebutuhan gas di Sulawesi Selatan. Pembangunan dan perluasan jaringan transmisi dan distribusi gas bumi dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Selain itu, dilakukan pula pembangunan dan peningkatan keandalan penyaluran gas kota di Jakarta, Bogor, Cirebon, Medan, Surabaya dan sekitarnya serta kemungkinan pengembangan penyaluran gas di Bandung dan Semarang. Dalam Repelita VI, juga akan dibangun jaringan transmisi sepanjang 850 kilometer dari Corridor Block Asamera (Sumatera Selatan) ke Proyek FOR di Duri yang selanjutnya diteruskan ke Pulau Batam. Untuk menyalurkan gas dari Palembang ke konsumen di Jawa Barat akan dibangun jaringan transmisi sepanjang 300 kilometer dan jaringan distribusi sepanjang 425 kilometer. Untuk menyalurkan gas yang terdapat di Jawa Timur, akan diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 227 kilometer. Dengan selesainya pembangunan sarana penyaluran gas seperti di atas, jumlah penjualan, pelanggan, dan jaringan pipa gas bumi PGN selama Repelita VI akan berkembang seperti disajikan pada Tabel 30-13. 494 TABEL 30 - 1 3 PERKIRAAN PENJUALAN, PELANGGAN DAN JARINGAN PIPA PERUM GAS NEGARA 1994/95 -1998/99 Repelita VI Komponen 1. Penjualan gas 2. Konsumen 3. Jaringan pipa Satuan Akhir Repelita V *) 1994/95 1995198 1998197 1997/98 1998/99 3.670,68 juta m3 733,88 977,16 1.249,22 1.540,60 2.343,34 pelanggan 34.909 39.393 km 42.576 44.625 46.930 49.234 1.197,60 1.528,19 1.594,54 1.665,68 2.129,59 3.257,15 Catalan : *) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) 495 Sejalan dengan upaya peningkatan pemanfaatan tenaga gas, pemakaian bahan bakar gas (BBG) lebih didorong dengan mengembangkan penggunaan BBG untuk transportasi di kota Jakarta, Surabaya, Medan, dan jalur Utara Jawa (Jakarta-Surabaya). 3) Panas Bumi Untuk mencapai sasaran dalam Repelita VI di bidang panas bumi, akan dilakukan pengembangan lapangan panas bumi G. Salak (200 megawatt), Darajat (110 megawatt), Lahendong (20 megawatt), Dieng (55 megawatt), Sibayak (20 megawatt), Ulubelu (20 megawatt), Lumut Balai (20 megawatt), Sarula (110 megawatt), Patuha (55 megawatt), Wayang Windu (40 megawatt), Karaha (55 megawatt), Kamojang (55 megawatt), dan Buyan Bratan (40 megawatt). Dalam mengembangkan lapangan tersebut, akan dibor 30 sumur eksplorasi dan 170 sumur pengembangan. Selain pemanfaatan skala besar, akan dibangun PLTP skala kecil di Ulumbu, Flores dengan kapasitas sebesar 3 megawatt dan di Kerinci dengan kapasitas sebesar 2,4 megawatt. 4) Batu Bara Dalam Repelita VI kapasitas produksi batu bara terus ditingkatkan dengan pembukaan tambang-tambang baru di sekitar Tanjung Enim (Muara Tiga Besar, Bangko Barat, Bukit Kendi), dan di sekitar Sawah Lunto (Waringin atau Sugar) yang dilakukan oleh Perusahaan Tambang Batu bara Bukit Asam (PTBA). Selain itu, perusahaan-perusahaan kontrak kerja sama (KKS) meningkatkan produksinya dengan membuka tambang baru. Tambang baru berskala kecil akan didorong untuk dikembangkan oleh swasta nasional dan koperasi. Eksplorasi batu bara secara terinci dilakukan di sekitar Tanjung Enim (antara lain di Kungkilan Banjarsari, Arahan, dan Suban Jeriji); di sekitar Sawah Lunto (seperti di Sigalut dan Air Keruh); di Mampun Pandan (Jambi); di sekitar Cerenti (Riau); di 496 Sangkulirang (Kalimantan Timur); di Satui II (Kalimantan Selatan); serta di daerah-daerah baru lainnya seperti di Maluku dan Irian Jaya. Untuk meningkatkan daya tampung pelabuhan batu bara, akan dibangun pelabuhan Tarahan III dan beberapa pelabuhan lainnya guna menampung produksi KKS, swasta nasional, dan koperasi. Guna memenuhi kebutuhan briket batu bara untuk rumah tangga sejumlah 4,8 juta setara ton batu bara (STB), 'dalam Repelita VI akan dibangun beberapa kilang briket oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam dengan kapasitas total 3 juta STB dan sisanya sejumlah 1,8 juta STB oleh swasta. Untuk mendukung kebutuhan briket dan batu bara tersebut di atas akan dibangun berbagai sarana distribusi, antara lain terminal dan depot-depot. Pengkajian terhadap likuifikasi batu bara akan lebih ditingkatkan sehingga pada akhir Repelita VI sudah mulai dapat dikembangkan penelitiannya sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor. Pengkajian terhadap gasifikasi batu bara untuk bahan bakar dan bahan baku industri, seperti metanol, terus ditingkatkan. 5) Energi Baru dan Terbarukan Peningkatan dan pelestarian sumber energi biomassa dilakukan dengan pembudidayaan kayu bakar pada lahan kurang produktif, terutama lahan milik masyarakat. Peningkatan mutu pemanfaatan energi biomassa dilakukan dengan jalan menerapkan teknologi konversi, antara lain teknologi gasifikasi, pirolisis, fermentasi, dan kogenerasi. Dalam Repelita VI akan dibangun unit gasifikasi kayu, arang, sekam padi, dan limbah pertanian lainnya, dengan seluruh kapasitas sebesar 3 - 5 megawatt yang tersebar di berbagai daerah di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Irian Jaya, dan Maluku. 497 Pengembangan dan pemanfaatan biogas dalam Repelita VI ditingkatkan dengan membangun sekitar 50 unit digester biogas. Pemanfaatannya diarahkan terutama untuk pemakaian yang bersifat produktif. Selain itu, juga ditingkatkan penyebarluasan tungku hemat energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan kayu bakar. Pemanfaatan energi surya terus dikembangkan, terutama di perdesaan dan daerah terpencil. Dalam Repelita VI dibangun sekitar 150 unit pompa air sistem energi fotovoltaik dengan kapasitas total 600 kilowatt, terutama untuk daerah-daerah kering yang kekurangan air dalam musim kemarau, seperti kawasan timur Indonesia. Di samping itu, akan dibangun sistem energi surya rumah tangga dengan kapasitas total 50 megawatt, terutama di desa-desa yang belum terjangkau jaringan distribusi PLN. Sekitar 170 unit energi surya untuk penerangan, komunikasi dan pendinginan untuk penyimpanan obat-obatan dibangun untuk keperluan puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, pemanfaatan energi matahari untuk pengeringan ditingkatkan di daerah-daerah produksi pangan. Dalam Repelita VI akan dibangun sekitar 50 unit sistem energi angin untuk pembangkit listrik skala kecil dengan kapasitas seluruhnya 500 kilowatt, terutama di desa-desa pantai yang mempunyai potensi cukup. Upaya pemanfaatan energi angin untuk industri pembuatan garam dan aerasi tambak udang juga terus ditingkatkan. Pusat pembangkit listrik tenaga mikrohidro selama Repelita VI dibangun dengan seluruh kapasitas sekitar 60 megawatt, terutama di perdesaan yang tidak terjangkau jaringan distribusi PLN, untuk penggunaan yang bersifat produktif yang dapat mendorong aktivitas ekonomi perdesaan. 498 Penjajakan terhadap pemanfaatan gambut dalam skala besar dan kecil dilanjutkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam wilayah di sekitar lokasi cadangan. Prospek pemanfaatannya secara ekonomis terus dikaji sehingga pemanfaatan gambut yang diperkirakan mempunyai cadangan lebih besar dari cadangan batu bara dapat ditingkatkan. Pemanfaatan gambut untuk energi dan pusat pembangkit tenaga listrik dikembangkan sehingga pada akhir Repelita VI mencapai sekitar 100 megawatt. Dalam rangka pemanfaatan energi baru dan terbarukan di daerah perdesaan dan daerah terpencil yang mempunyai potensi energi tersebut, selama Repelita VI, dikembangkan sistem hibrida yang menggabungkan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan, yaitu antara energi surya, energi angin, biomassa, atau mikrohidro, masing-masing dengan diesel sehingga diperoleh pemanfaatan yang lebih ekonomis. Diharapkan pada akhir Repelita VI kapasitas sistem ini sudah dapat mencapai sekitar 1 - 5 megawatt. 6) Pengembangan Energi Nuklir Studi tapak dan studi kelayakan untuk pembangunan pusat listrik tenaga nuklir (PLTN) terus diupayakan sehingga dapat ditentukan lokasi serta kelayakan pembangunannya. Kegiatan penelitian dan pengkajian yang menyangkut masalah keekonomian, teknologi, keselamatan, limbah, dan daur bahan bakar nuklir serta dampaknya terhadap lingkungan secara menyeluruh akan terus dilakukan. 7) Penghematan Energi Penghematan energi sangat ditentukan oleh sikap hidup hemat energi dari masyarakat dan dunia usaha. Upaya penghematan energi dilakukan dengan melaksanakan kampanye nasional hemat energi agar masyarakat memperoleh informasi tentang manfaat dan cara melakukan hemat energi; melaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang 499 hemat energi; melaksanakan peragaan dan percontohan untuk memperkenalkan teknologi hemat energi kepada masyarakat; mempersiapkan peraturan untuk menumbuhkan sikap hemat energi; melaksanakan audit energi dan standardisasi serta pemasangan peralatan hemat energi; serta mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam upaya penghematan energi melalui pengembangan potensi penghematan energi. Penghematan energi juga dilaksanakan dengan meningkatkan efisiensi di bidang industri minyak dan gas bumi serta ketenagalistrikan. Upaya meningkatkan efisiensi di industri minyak dan gas bumi, selama Repelita VI dilaksanakan dengan menurunkan gas yang dibakar secara percuma dari 6,0 persen menjadi 5,5 persen; susut kilang dari 4,9 persen menjadi 3,8 persen; susut operasi distribusi BBM dari 0,55 persen menjadi 0,50 persen; dan susut operasi distribusi tenaga gas dari 2,3 persen menjadi 2 persen. Seluruh upaya ini dilakukan dengan memanfaatkan gas yang dibakar, antara lain untuk kilang LPG skala mini; meningkatkan produktivitas dan pendayagunaan kilang serta keandalan kilang; dan meningkatkan keandalan jaringan pipa gas dan BBM. Peningkatan efisiensi di bidang ketenagalistrikan, antara lain dilakukan dengan menurunkan susut jaringan tenaga listrik dari 12,75 persen menjadi 12,50 persen melalui upaya peningkatan pemeliharan sarana penyediaan tenaga listrik, peningkatan faktor beban, dan pengaturan sisi pemakai tenaga listrik. 2. Program Penunjang Selain program yang diuraikan tersebut di atas, dalam Repelita VI dilaksanakan pula program penunjang sebagai berikut. a. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Program ini ditujukan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga sumber daya energi dapat dipelihara 500 selama mungkin dan pemakaiannya dapat mengurangi dampak yang membahayakan masyarakat luas. Hal itu dilakukan melalui pengelolaan energi yang memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan untuk jangka panjang, sejak tingkat eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan, pengolahan, pendistribusian sampai penggunaan energi. Sumber energi yang terbarukan, lestari dan tidak memberi dampak negatif terhadap lingkungan diutamakan dan diupayakan pemakaiannya sebagai pengganti minyak bumi. Batu bara dimanfaatkan dengan menerapkan teknologi batu bara bersih selama keekonomiannya memungkinkan. Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan kegiatan yang terpadu dalam setiap pembangunan instalasi ketenagalistrikan, khususnya dan pembangunan energi pada umumnya. Selain itu, dilakukan penyuluhan ruang bebas saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET). b. Program Penelitian dan Pengembangan Energi Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi agar pengelolaan energi menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Program ini dilakukan antara lain melalui penelitian terapan yang secara langsung memecahkan masalah teknologi di bidang eksplorasi dan eksploitasi, pengolahan, pengangkutan, pemanfaatan, serta rekayasa dan rancang bangun, program alih teknologi, penerapan teknologi konservasi, dan peningkatan pemanfaatan produksi dalam negeri. Dengan program alih teknologi yang intensif, sumber daya manusia dalam negeri diharapkan mampu menguasai teknologi tinggi yang pada akhirnya dapat mengoperasikan sendiri. seluruh sarana yang ada. Penerapan teknologi konservasi energi juga didukung dengan penelitian dan pengembangan antara lain dengan menciptakan dan menyempurnakan percontohan peralatan hemat energi. Di samping itu, dilakukan penelitian dan audit energi di rumah tangga, 501 industri, transportasi, dan bangunan. Penghematan energi dimulai dengan pemasangan peralatan hemat energi pada seluruh bangunan, baik di instansi pemerintah dan BUMN maupun industri yang padat energi. Selain itu, direncanakan pula survai penggunaan energi untuk 5.000 percontohan rumah tangga, 50 percontohan industri, dan 50 percontohan transportasi. Peningkatan pemanfaatan produksi dalam negeri didorong dengan penerapan standar nasional Indonesia, termasuk standar peralatan-peralatan di sektor energi; pembinaan industri penunjang, terutama produsen barang dan jasa termasuk jasa konsultansi, studi kelayakan, perencanaan, perekayasaan, pembangunan dan pengawasan pembangunan; pemasangan peralatan dan pengembangan teknologi peralatan yang khusus digunakan dalam pembangunan sektor energi; serta pemupukan kerja sama antara produsen, konsumen, dan lembaga penelitian dan pengembangan. Di samping itu, dalam pembangunan sarana dan prasarana sektor energi, penggunaan alat-alat dan peralatan produksi dan jasa dalam negeri tetap didorong dan digalakkan melalui pemberian berbagai kemudahan. Bersamaan dengan peningkatan pelaksanaan penelitian dan pengembangan diusahakan pula pengembangan sarana dan prasarana serta organisasi kelembagaannya yang bertujuan untuk mendukung peningkatan penguasaan teknologi dan pengembangan sumber daya manusia, khususnya pada pembangunan energi. Dalam rangka itu, kebutuhan prasarana dan sarana laboratorium dan peralatannya termasuk instrumen, bahan, dan mesin-mesin untuk penelitian dan pengembangan energi ditingkatkan dan dilengkapi secara bertahap. c. Program Pengembangan Informasi Energi Program ini ditujukan untuk mendorong kerja sama dan koordinasi yang baik antara pengguna dan penghasil informasi dalam bidang energi, untuk membantu pengambilan kebijaksanaan, 502 perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, serta penilaian keberhasilan pembangunan di sektor energi secara cepat, tepat, dan akurat. Untuk itu, dikembangkan sistem informasi yang andal dengan membangun suatu pusat data yang dapat melayani kebutuhan informasi yang dipergunakan baik oleh instansi yang terkait maupun oleh instansi lainnya di bidang energi. d. Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Energi Program ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan profesionalisme serta peningkatan penguasaan iptek dalam melaksanakan pembangunan bidang energi, termasuk ketenagalistrikan yang dilaksanakan dengan mengembangkan sistem pembinaan sumber daya manusia, serta sistem perencanaan dan pengadaan tenaga kerja. Pengembangan sumber daya manusia di bidang energi mencakup sumber daya manusia untuk pencarian, pemanfaatan, pengelolaan, dan pengembangan sumber daya energi. Kegiatan ini dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan penguasaan iptek di sektor energi dilakukan dengan meningkatkan keterlibatan tenaga ahli Indonesia di dalam menangani permasalahan energi, dan meningkatkan kerja sama di bidang iptek dengan pihak perguruan tinggi dan lembaga litbang lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai persiapan untuk menghadapi adanya PLTN di masa datang, dilaksanakan berbagai pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja yang menanganinya. Demikian pula, penyuluhan masyarakat untuk menerima kehadiran PLTN, dilakukan melalui penerangan secara intensif, baik melalui media massa maupun seminar. 503 Pendidikan hemat energi diharapkan sudah dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah pada pertengahan Repelita VI. Pendi dikan dan pelatihan mengenai teknologi konservasi energi dan audit energi sebanyak mungkin dilaksanakan untuk kalangan industri. Sikap hidup hemat energi akan ditumbuhkan melalui kampanye dan penyuluhan agar masyarakat mengetahui, memahami, serta menghayati arti dan manfaat konservasi energi sehingga dapat melaksa nakannya dengan penuh kesadaran dan menjadi bagian dari budaya pembangunan nasional. VI. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM REPELITA VI Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang energi, yang akan dibiayai dengan anggaran pembangunan selama Repe lita VI (1994/95 - 1998/99) adalah sebesar Rp21.339.690,0 juta. Rencana anggaran pembangunan energi untuk tahun pertama dan selama Repelita VI menurut sektor, sub sektor dan program dalam sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 30-14. 504 Tabel 30—14 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN ENERGI Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99) (dalam juta rupiah) No. Kode Sektor/Sub Sektor/Program 07 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI 07.2 Sub Sektor Energi 07.2.01 07.2.02 07.2.03 Program Pengembangan Tenaga Listrik Program Pengembangan Listrik Perdesaan Program Pengembangan Tenaga Migas, Batubara dan Energi Lainnya 50 1994/95 1994/95 — 1998/99 3.120.542,0 18.889.100,0 358.250,0 2.210.960,0 35.260,0 239.630,0 DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM A AACVB = ASEAN Association of Convention & Visitor ADO AFTA amdal AMSC AP APBN APCN APEC APT ASEAN ATF = automotive diesel oil = ASEAN Free Trade Area = analisis mengenai dampak lingkungan = automatic message switching centre = agen perjalanan = anggaran pendapatan dan belanja negara = Asia Pacific cable network = Asia Pacific Economic Cooperation = Automatic Picture Transmission = Association of Southeast Asian Nations = ASEAN Travel Forum Bureaus B BBG BBM BIT BPPI BPW BRT BUMD BUMN C CBPW CCS CD CO = bahan bakar gas = bahan bakar minyak = Borse Internationale Turismo = Badan Promosi Pariwisata Indonesia = Biro Perjalanan Wisata = bruto registered ton = badan usaha milik daerah = badan usaha milik negara = cabang biro perjalanan wisata = common channel signaling = calendar day = carbon monoxide 507 CRS CV = cold rolled sheet = commanditaire vennootschap D DAS DKI DMW DPPU DR DWT = daerah aliran sungai = Daerah Khusus Ibukota = digital micro wave = depot pengisian pesawat udara = dana reboisasi = dead weight ton E EMS FOR EXOR = express mail service = enhanced oil recovery = export oriented oil refinery F FLAG = fiber loop around the globe G GATT GBHN GD gepeng GIS GSP Gwh = General Agreement on Tariffs and Trade = Garis-garis Besar Haluan Negara = gardu distribusi = gelandangan dan pengemis = geographic information system = generalized system of preference = gigawatthour H HPH HRC HTI = hak pengusahaan hutan = hot rolled coil = hutan tanaman industri 508 I ICCA IDO IHH IKC IKK IKM IMS Inmarsat Inpres Iptek Ir ISDN ISO ITB = = = = = = = = = = = = = = J Jabotabek JTM JTR = Jakarta Bogor Tangerang Bekasi = jaringan tegangan menengah = jaringan tegangan rendah K Kawilpos KA KD Keppres KIAS KK kms kopinkra KPT KRL KUB = Kantor Wilayah Pos = kereta api = kantor daerah = Keputusan Presiden = Kebudayaan Indonesia Amerika Serikat = kepala keluarga = kilometersirkit = koperasi industri kecil dan kerajinan = kawasan pengembangan terekomendasi = kereta rel listrik = kelompok usaha bersama International Congress and Convention Association industrial diesel oil iuran hasil hutan ibukota kecamatan ibukota kabupaten industri kecil dan menengah integrated management system international maritime satellite Instruksi Presiden ilmu pengetahuan dan teknologi Insinyur integrated services digital network international standards organization Internationale Tourismus Borse 509 KUD KV = koperasi unit desa = kilovolt L LKMD LNG LPG LSWR = = = = Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa liquefied natural gas liquefied petroleum gas low sulphur waxy residue M MBCD MICE MMSCFD MPK migas MVA MW = = = = = = = thousand barrels per calendar day meetings incentives congress and exhibitions million standard cubic feet per day meteorologi pertanian khusus minyak dan gas bumi megavoltampere megawatt N NAFTA N-ISDN = North America Free Trade Agreement = narrow band ISDN O OPMC = outside plant maintenance center P P3A PABX PBH PDB PFI = = = = = 510 perkumpulan petani pemakai air private automatic branch exchange pola bagi hasil produk domestik bruto Perkumpulan Filatelis Indonesia PGN PIR-Trans PJP PKK PLN PLP PLR PLTA PLTD PLTG PLTGU PLTM PLTN PLTP PLTU PMA PMDN Pramuka PSK PPPA PT PTA = Perusahaan Umum Gas Negara = Perkebunan Inti Rakyat - Transmigrasi = pembangunan jangka panjang = Pendidikan Kesejahteraan Keluarga = Perusahaan Umum Listrik Negara = penyuluh lapangan penghijauan = petugas lapangan reboisasi = pusat listrik tenaga air = pusat listrik tenaga diesel = pusat listrik tenaga gas = pusat listrik tenaga gas uap = pusat listrik tenaga mikrohidro = pusat listrik tenaga nuklir = pusat listrik tenaga panas bumi = pusat listrik tenaga uap = penanaman modal asing = penanaman modal dalam negeri = Praja Muda Karana = pertambangan skala kecil = perkumpulan petani pemakai air = perseroan terbatas = purified terephtalic acid R repelita Repelita VI RI RKL RPL RTRW RUTR = rencana pembangunan lima tahun = Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam = Republik Indonesia = rencana pengelolaan lingkungan = rencana pemantauan lingkungan = rencana tata ruang wilayah = rencana umum tata ruang S SAR SBM = search and rescue = setara barel minyak 511 Sub-Committee on Tourism synchronous digital hierarchy SCOTT SDH Sijori SIUP SKKL SLJJ SNI SPP STB STB SUTET SUTT = = = = = = = = = = = = T TDC TEU TSB TSM TTI TU = = = = = = transmigrasi swakarsa berbantuan transmigrasi swakarsa mandiri U UPT UPT UPW UUD = = = = unit pelayanan teknis unit pemukiman transmigrasi usaha perjalanan wisata Undang-Undang Dasar W WDP WPPI WTM WTO = = = = wajib daftar perusahaan wilayah pusat pertumbuhan industri 512 Singapura-Johor-Riau surat izin usaha perdagangan sistem komunikasi kabel laut sambungan langsung jarak jauh Standar Nasional Indonesia surat persetujuan pembayaran setara ton batubara sistem telekomunikasi bergerak saluran udara tegangan ekstra tinggi saluran udara tegangan tinggi Tourism Development Corporation twenty feet equivalent unit tourism, trade, and investment transmigrasi umum world travel market World Travel Organization