COFFEE FERMENTATION USING XYLANOLYTIC BACTERIA FROM CIVET Pandudamai Insani Taufiq, Erliza Noor, and Anja Meryandini Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone: 62 856 92624708, e-mail: [email protected] ABSTRACT Civet coffee is a coffee produced by civet and come out with feces. One of the predominant microorganisms involved for civet fermentation is xylanolitic bacteria. This study was aimed to select the best xylanolitic bacteria and use it in the fermentation. The xylanolitic bacteria has been tested and identified as Agrobacterium tumifaciens and Stenotrophomonas sp. However, these experiments use only Agrobacterium tumifaciens because it has higher enzyme activity than Stenotrophomonas sp. The fermentation was held at 30, 40, and 50 oC for five days. The enzyme activity, shrinkage weights, levels of carbohydrate and protein content were tested daily. The second and third day of fermentation at 30 and 40oC showed a relative higher decrease of shrinkage weight and carbohydrate content. It suggests a good fermentation conditions for civet coffee production. The organic acid in the coffee were analyzed by HPLC (High Performance Liquid Chromatographic). The oxalic acid, lactic acid, ascorbic acid and caffeine content of the experiment were lower whereas the butyric acid was higher than the civet coffee. The experiment fermentation gave a better quality coffee product than civet coffee. Keywords: civet coffee, xylanolytic bacteria, solid state fermentation PANDUDAMAI INSANI TAUFIQ. F34070124. Fermentasi Kopi menggunakan Bakteri Xilanolitik dari Luwak. Di bawah bimbingan Erliza Noor dan Anja Meryandini. 2013. RINGKASAN Kopi luwak merupakan kopi yang diperoleh melalui hasil fermentasi didalam tubuh luwak dan dikeluarkannya saat luwak melakukan sekresi. Hewan ini hanya akan memakan buah kopi terbaik yang sudah masak optimal. Kulit kopi yang masuk kedalam tubuh luwak akan terdegradasi sedangkan biji kopi tidak ikut tercerna. Kulit kopi mengandung hemiselulosa dengan komponen utama berupa xilan. Biji kopi dikeluarkan bersama-sama kotoran luwak dalam keadaan masih utuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bakteri xilanolitik terbaik dari feses luwak dan mendapatkan kopi buatan terbaik hasil fermentasi menggunakan bakteri tersebut. Pengambilan sampel berupa biji kopi luwak dari feses segar dilakukan di perkebunan kopi Pangalengan, Bandung. Setelah melewati proses isolasi, diperoleh sepuluh isolat bakteri yang dapat tumbuh di media xilan dan hanya empat isolat yang mampu menghasilkan zona bening. Berdasarkan pertumbuhannya, keempat isolat bakteri ini diukur Indeks Potensial (IP)-nya dan hanya dua isolat yang dapat menghasilkan zona bening terbaik, yaitu isolat FLx3 dan FLx5 dengan IP secara berurutan adalah sebesar 0,455 dan 1,375. Pada pengujian pertumbuhan bakteri pada media xilan, waktu fase eksponensial isolat FLx3 tercapai pada jam ke-12 hingga jam ke-48, yaitu nilai OD yang terbaca sebesar 0,195 hingga 0,286. Sementara itu, isolat FLx5 telah mencapai fase eksponensial pada jam ke-60 dan mengalami peningkatan signifikan pada jam ke-72 dengan nilai OD terbaca sebesar 0,702 hingga jam ke-96 sebesar 0,895. Fase eksponensial merupakan fase pembiakan bakteri yang berlangsung paling cepat. Aktivitas enzim xilanase isolat FLx3 dari jam ke-0 hingga jam ke-84 relatif rendah dan mulai mengalami peningkatan pada jam ke-96 sebesar 0,091 nKat/ml. Berbeda halnya dengan aktivitas enzim isolat FLx5 yang menunjukkan hubungan positif dengan pola pertumbuhan bakteri, dimana aktivitas enzim mengalami peningkatan pada jam ke-60 dan mengalami peningkatan signifikan pada jam ke-72 (0,294 nKat/ml). Peningkatan aktivitas enzim berhubungan dengan pola pertumbuhan sel, dimana laju pertumbuhan sel akan maksimum ketika waktu fase eksponensial telah tercapai. Pada pengujian kadar protein, isolat FLx3 mengalami penurunan setelah jam ke-48 hingga jam ke-84, sebesar 0,123 mg/ml hingga 0,088 mg/ml. Kemudian, kadar protein isolat FLx5 relatif rendah dari jam ke-0 hingga jam ke-72 dan setelah itu mengalami peningkatan pada jam ke-84 hingga jam ke-120 sebesar 0,079 mg/ml hingga 0,271 mg/ml. Aktivitas spesifik isolat dapat ditentukan dengan membagi nilai aktivitas enzim dengan nilai kadar protein isolat. Hasil nilai aktivitas spesifik isolat FLx3 relatif semakin menurun dari jam ke-0 sebesar 0,968 nKat/mg protein hingga jam ke-120 sebesar 0,176 nKat/mg protein. Sementara itu, isolat FLx5 menunjukkan pola aktivitas enzim yang semakin meningkat mulai jam ke-0 (0,158 nKat/mg protein) hingga jam ke-72 (3,085 nKat/mg protein). Berdasarkan nilai aktivitas spesifik kedua isolat, isolat FLx5 memiliki nilai aktivitas spesifik dan aktivitas enzim yang relatif lebih baik dibandingkan isolat FLx3. Dengan demikian, isolat FLx5 dipilih untuk pengujian tahap lanjut berupa tahap fermentasi. Fermentasi dilakukan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC selama 5 hari. Perlakuan suhu tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Pertumbuhan bakteri di ketiga perlakuan suhu tersebut menunjukan waktu eksponensial yang sama, yaitu pada hari kedua. Nilai OD terbesar pada fase eksponensial terdapat pada suhu 40oC sebesar 0,552. Aktivitas enzim xilanase pada semua perlakuan suhu cenderung menurun. Walaupun pola aktivitas enzim relatif sama, namun aktivitas enzim tertinggi berada pada suhu fermentasi 40oC pada hari pertama dengan nilai mencapai 1,571 nKat/ml. Kadar protein bakteri pada suhu fermentasi 30oC mengalami penurunan hingga hari ketiga dengan kadar protein mencapai 0,023 mg/ml. Kadar protein pada suhu 40oC relatif rendah dengan penurunan pada hari ketiga mencapai 0,019 mg/ml sedangkan pada suhu 50oC kadar protein menurun sampai hari ketiga mencapai 0,019 mg/ml. Berkurangnya kadar protein dalam medium dikarenakan bakteri membutuhkan protein sebagai salah satu sumber nitrogen organik dalam pertumbuhannya. Aktivitas spesifik tertinggi terdapat pada suhu 40oC. Pada pengujian susut bobot pada kulit, pada suhu fermentasi 30oC susut bobot terendah terjadi pada hari ke dua dengan penyusutan mencapai 21,554%, sedangkan suhu fermentasi 40oC, penyusutan tertinggi terjadi pada hari ke satu fermentasi sebesar 31, 435%. Pada suhu 50oC, susut bobot mengalami kenaikan sampai hari ketiga dengan penyusutan sebesar 24,797%. Kondisi lingkungan yang berbeda juga membuat perbedaan penyusutan bobot kulit setiap harinya. Pada uji karbohidrat, suhu 30oC mencapai angka tertinggi pada hari ke dua sebesar 22,193%. Pada suhu fermentasi 40oC, angka tertinggi terdapat pada hari ke pertama sebesar 25,536%. Pada suhu fermentasi 50oC, perubahan kadar karbohidrat cenderung menurun. Pada uji protein, terdapat persamaan penurunun kadar protein pada seluruh perlakuan suhu. Pada suhu 30oC mencapai 9,74%, suhu 40oC mencapai 8.95%, dan suhu 50oC mencapai 8,59%. Selanjutnya, dengan berbagai uji selama fermentasi diambil 4 sampel terbaik untuk pengujian asam organik, yaitu biji pada waktu fermentasi dua dan tiga hari dengan suhu 30oC dan 40oC. Hasil uji keasaman pada biji kopi hasil fermentasi menyampaikan bahwa kadar asam oksalat pada biji cukup rendah sekitar 0,03-0,06%. Angka yang rendah juga ditunjukan pada pengujian vitamin C dengan kadar berkisar antara 6,23-10,29 mg/100 g. Di bandingkan asam oksalat dan vitamin C, kadar asam butirat pada biji hasil fermentasi menunjukan nilai yang cukup tinggi hingga mencapai 0,12%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan biji kopi arabika. Data fermentasi menunjukan kadar asam laktat tertinggi terdapat pada hari ketiga dengan suhu 30oC sebesar 0,61%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar asam laktat biji kopi arabika. Pada berbagai perlakuan fermentasi, kadar kafein yang dihasilkan tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 166,06-199,83 mg/100 g. Sementara itu, kadar kafein biji kopi arabika sebesar 221,96 mg/100 g dan pada biji kopi luwak sebesar 342,74 mg/100 g. Hasil dari uji asam organic menunjukan bahwa fermentasi terbaik adalah fermentasi hari kedua dengan suhu 40oC.