BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kebijakan Dividen Dividen adalah pembayaran dari perusahaan kepada pemegang saham atas keuntungan yang diperolehnya. Menurut Ross et al. (2003:606) dividen adalah suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada para pemiliknya baik dalam bentuk kas maupun saham. Dividen dikatakan juga komponen pendapatan dari return investasi dari saham. Besar kecilnya dividen akan sangat bergantung pada besar kecilnya laba yang diperoleh serta proporsi laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi pada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang (Martono dan Harjito, 2001:253). Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana internal, sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana internal akan semakin besar (Rosdini, 2009). Kebijakan dividen optimal menurut Brigham dan Houston (2005:66) yaitu kebijakan dividen yang dapat menciptakan keseimbangan antara saat ini dengan pertumbuhan pada masa mendatang yang memaksimumkan harga saham 10 Universitas Sumatera Utara perusahaan. Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan dividen yang dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Besar kecilnya dividen sangat tergantung pada besar kecilnya laba yang diperoleh dan proporsi laba yang dibagikan dalam bentuk dividen atau dividend payout ratio (Sartono, 2010:292). Menurut Riyanto (2001:266), dividend payout ratio adalah persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai cash dividend. Rumus untuk menghitung kebijakan dividen (Dividend Payout Ratio) adalah (Martono dan Harjito, 2001:253). Dividend Payout Ratio = π·ππ£ππππ πππ ππππππ π πβππ πΏπππ πππ ππππππ π ππβππ Menurut Warsono (2003:272), terdapat beberapa jenis dividen yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham yaitu : 1. Dividen Tunai (Cash Dividend) Dividen tunai merupakan jenis dividen yang umum digunakan oleh banyak perusahaan. Dividen tunai diterima oleh pemegang saham biasa melalui cek atau terkadang para pemegang saham menginvestasikan kembali dividen yang diperoleh ke dalam saham biasa perusahaan. 2. Dividen Saham (Stock Dividend) Dividen saham merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam bentuk lembar saham tambahan dan tidak berbentuk uang tunai. 11 Universitas Sumatera Utara 3. Dividen Kekayaan (Property Dividend) Property dividend adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk aset fisik, aset tersebut berupa produk yang dihasilkan perusahaan. Dari berbagai jenis dividen di atas cash dividend merupakan jenis dividen yang paling umum dan banyak digunakan oleh perusahaan. Terdapat beberapa teori kebijakan dividen menurut Brigham dan Houston (2005:66) diantaranya adalah : 1. Teori Ketidakrelevanan Dividen Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Dijelaskan bahwa pendukung utama teori ketidakrelevanan ini adalah Miller dan Modiglani, mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan tergantung pada pendapatan ynag dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang ditahan. 2. Teori Bird in The Hand Teori ini menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen yang tinggi karena investor menganggap bahwa dividen lebih kecil resikonya dibandingkan keuntungan modal (capital gain). 12 Universitas Sumatera Utara 3. Teori Preferensi Pajak Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi sehingga investor lebih suka perusahaan menahan laba daripada memberi dividen yaitu : a. Keuntungan Modal (Capital Gain) dikenakan tarif pajak lebih rendah daripada pendapatan dividen. Untuk itu, investor yang memiliki sebagian besar saham mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanam kembali laba kedalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi. b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai sahamnya terjual, sehingga ada efek nilai waktu. c. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen menurut Syahyunan (2013:267) yaitu : 1. Posisi Solvabilitas Perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur modal perusahaan. 13 Universitas Sumatera Utara 2. Posisi Likuiditas Perusahaan Perusahaan membayarkan dividen berarti harus bias menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian laba digunakan untuk menambah likuiditas. 3. Kebutuhan Untuk Melunasi Hutang Hutang-hutang harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. 4. Rencana Perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang digunakan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. 5. Kesempatan Investasi Semakin terbuka kesempatan investasi, semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak digunkan untuk membayar dividen. 14 Universitas Sumatera Utara 6. Stabilitas Dividen Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyedikan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjagajaga. 7. Pengawasan Terhadap Perusahaan Perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang resikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya. Menurut Syahyunan (2013:268) ada beberapa macam bentuk kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan yaitu : 1. Kebijakan dividen yang stabil Yaitu dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. 2. Kebijakan dividen meningkat Yaitu perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. 3. Kebijakan dividen dengan rasio konstan Pemberian dividen dengan kebijakan ini mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio. 15 Universitas Sumatera Utara 4. Kebijakan pemberian dividen reguler yang ditambah ekstra Pemberian dividen dilakukan dengan menentukan pembayaran dividen per lembar saham yang dibagikan kecil. Kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungan perusahaan mencapai jumlah tertentu. 2.1.2 Corporate Life Cycle Semua kehidupan, apapun itu mengikuti hukum alam yang berupa life cycle atau daur hidup. Siklus kehidupan perusahaan (corporate life cycle) adalah perkembangan perusahaan melalui tahapan-tahapan yang diperkirakan. Damodaran (2001:511) membagi lima tahap siklus hidup perusahaan. Lima tahap tersebut adalah: 1. Tahap Awal (Start-Up) Ini menggambarkan tahap awal setelah bisnis terbentuk. Secara umum, bisnis ini akan menjadi bisnis swasta yang didanai oleh ekuitas pemilik dan barangkali hutang bank. Ini juga akan dibatasi dalam kebutuhan pendanaan sebagai usaha untuk mendapatkan pelanggan dan kemudian telah ditetapkan. 2. Tahap Ekspansi (Expansion) Setelah perusahaan berhasil dalam menarik konsumen dan membangaun keberadaannya di pasar, maka kebutuhan pembiayaannya meningkat ketika terlihat akan berkembang. Karena perusahaan ini tidak mungkin menghasilkan arus kas yang tinggi secara internal pada tahapan ini dan kebutuhan investasi akan sangat tinggi, pemiliknya akan melihat pada ekuitas swasta atau pada awalnya adalah modal untuk memenuhi celah 16 Universitas Sumatera Utara tersebut. Sebagian perusahaan dalam posisi ini akan membuat transisi terhadap perusahaan publik dan juga peningkatan dana perusahaan yang dibutuhkan untuk saham biasa. 3. Tahap Pertumbuhan (High growth) Dengan transisi menjadi perusahaan perdagangan publik, pilihan pembiayaaannya juga meningkat. Meskipun pendapatan perusahaan tumbuh dengan pesat, namun penerimaannya kemungkinan tertinggal di belakang pendapatan dan arus kas internal akan tertinggal di belakang kebutuhan reinvestasi. Secara umum, perusahaan perdagangan umum pada tahapan ini akan dapat melihat pada masalah ekuitas dalam bentuk saham biasa, jaminan dan juga opsi ekuitas lainnya. Bila mereka menggunakan hutang, hutang yang dapat dikonversi adalah dimungkinkan untuk digunakan untuk memperoleh modal. 4. Tahap Kedewasaan (Mature Growth) Ketika pertumbuhan mulai mendatar, maka perusahaan secara umum akan menemukan dua fenomena yang terjadi. Laba dan arus kas akan berlanjut untuk meningkat dengan cepat yang merefleksikan investasi masa lalu dan kebutuhan berinvestasi dalam proyek baru yang telah ada. Efek total juga akan meningkat dalam proporsi pembiayaan yang dibutuhkan untuk pembiayaan internal dan perubahan jenis pembiayaan yang digunakan. Perusahaan akan menggunakan hutang dalam hutang bank dari obligasi perusahaan untuk membiayai kebutuhan investasinya. 17 Universitas Sumatera Utara 5. Tahap Penurunan (Decline) Tahapan terakhir dalam daur hidup adalah penurunan. Perusahaan dalam tahapan ini akan menemukan penerimaan dan laba mulai mengalami penurunan ketika bisnis ini mulai dewasa dan pesaing baru mulai mengambil alih. Investasi yang telah ada kemungkinan terus menghasilkan arus kas, pada tempat yang menurun dan perusahaan memliki sedikit kebutuhan untuk investasi baru. Sehingga, pembiayaan internal akan melebihi kebutuhan reinvestasi. Perusahaan tidak mungkin membuat saham baru atau mengeluarkan obligasi tetapi kemungkinan akan membatasi hutang yang ada dan pembelian saham kembali. Dalam pengertian ini, perusahaan akan melakukan likuidasi sendiri. Murhadi (2008) perusahaan akan menghadapi siklus daur hidup, dimana kebijakan dan strategi yang dilakukan perusahaan akan disesuaikan dengan tahapan daur hidup dimana perusahaan tersebut berada. Karakteristik perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi, akan membutuhkan sumber dana yang besar dalam rangka membiayai aktivitasnya. Hal ini berdampak pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, cenderung untuk tidak menahan labanya untuk membiayai pengembangan aktivitas perusahaan. Sedangkan karakteristik perusahaan yang telah mencapai tahapan matang, dengan kesempatan pertumbuhan yang rendah, cenderung untuk membagikan laba dalam bentuk deviden. Murhadi (2008) menggunakan pendekatan earned contibuted capital mix dalam menjelaskan tahapan daur hidup, dengan variabel pengukuran retained 18 Universitas Sumatera Utara earning/total equity (RETE) dan retained earning/total asset (RETA). Dimana perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung untuk membayar deviden. Pendekatan earned contibuted capital mix merupakan proksi logis untuk tahapan daur hidup perusahaan karena perusahaan pada tahapan growth, memiliki peluang bisnis yang tinggi sehingga cenderung untuk mempertahankan labanya (retained earning). laba ditahan ini akan terakumulasi. Pada tahapan mature, ketika kesempatan bisnis tidak lagi banyak dan laba ditahan sudsh tinggi, maka perusahaan akan melakukan pembayaran deviden. Perusahaan dengan RETE atau RETA yang rendah cenderung berada pada tahapan capital infusion atau tahapan growth, sedangkan pada perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung pada tahapan mature. Perusahaan dengan retained earnings negatif (atau cenderung rendah) adalah kandidat yang buruk dalam membayar dividen, sedangkan perusahaan dengan retained earnings relatif besar terhadap contributed equity capital memiliki jumlah pembiayaan internal yang lebih besar, memberi mereka dasar yang kuat untuk membayar dividen (De Angelo et al., 2009:69). Corporate life cycle (siklus hidup perusahaan) dalam penelitian ini diproksikan dengan RETE (RE/TE). Pengukuran corporate life cycle (siklus hidup perusahaan) dilakukan dengan proksi RETE (proporsi laba ditahan terhadap total ekuitas) menggunakan rumus sebagai berikut (De Angelo et al., 2006): π πΈππΈ = π ππ‘πππππ πΈπππππππ πππ‘ππ πΈππ’ππ‘π¦ 19 Universitas Sumatera Utara 2.1.3 Free Cash Flow Free cash flow (aliran kas bebas) merupakan kas yang tersedia untuk pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, yaitu kreditor dan investor (Syahyunan, 2013:35). Menurut Kieso et al. (2007:212), free cash flow merupakan jumlah dari discretionary cash flow yang dimiliki perusahaan untuk membeli tambahan investasi, melunasi hutang, membeli treasury stock atau penambahan sederhana atas likuiditas perusahaan. Free cash flow terbagi menjadi dua, yaitu Free Cash Flow to Firm (FCFF) dan Free Cash Flow to Equity (FCFE). 2.1. 3.1 Free Cash Flow to Firm (FCFF) Free Cash Flow to Firm (FCFF) adalah istilah lain dari Free Cash Flow (FCF). Menurut Manurung (2012:164) free cash flow to firm (aliran kas bebas ke perusahaan) merupakan semua arus kas yang siap diberikan kepada semua penuntut klaim perusahaan yaitu ekuitas dan hutang. Adapun perhitungan free cash flow to firm (FCFF) sebagai berikut (Manurung, 2012:165): FCFF = EBIT * (1- tax rate ) – (Capital Expenditure - Depreciation) – Change in Noncash Working Capital 2.1.3.2 Free Cash Flow to Equity (FCFE) Menurut Manurung (2012:164) free cash flow to equity (aliran kas bebas ke ekuitas) merupakan semua arus kas yang siap untuk diberikan dan dimiliki oleh ekuitas. Adapun perhitungan free cash flow to equity (FCFE) sebagai berikut (Manurung, 2012:165): 20 Universitas Sumatera Utara FCFE = Net Income – Investasi Modal + Penyusutan – Perubahan pada modal kerja non-tunai + (Hutang baru – pembayaran hutang) 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan perbandingandan referensi dalam penelitian ini adalah: Waruwu dan Amin (2014) meneliti tentang Pengaruh Agency Cost dan Siklus Kehidupan Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan terdaftar di BEI tahun 2009-2011, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel insider ownership, dispersion of ownwership dan siklus kehidupan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan variabel institutional ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Penelitian Rosdini (2009) mengenai pengaruh free cash flow terhadap dividend payout ratio menunjukkan bahwa free cash flow memiliki pengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Dimana semakin tinggi tingkat free cash flow suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat pembayaran dividen yang dibagikan kepada investor. Hasil penelitian Djumahir (2009) dengan judul “Pengaruh biaya agensi, tahap daur hidup perusahaan, dan regulasi terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, menunjukkan secara simultan semua variabel independen yaitu biaya agensi yang diproksikan dengan dispersion of ownership, institutional ownership, free cash flow, tahap daur hidup perusahaan, dan regulasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sementara secara parsial variabel dispersion of ownership, free cash flow, tahap daur hidup 21 Universitas Sumatera Utara perusahaan, dan regulasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen, hanya institutional ownership secara parsial tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Arilaha (2009) meneliti tentang pengaruh free cash flow, profitabilitas, likuiditas, dan leverage terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitiannya menunjukkan semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tetapi secara individu atau masing- masing variabel free cash flow tidak memiliki pengaruh signifikan terhdap kebijakan dividen, variabel profitabilitas yang diukur dengan return on investment (ROI) menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen, variabel likuiditas yang ddiukur dengan current ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen, dan variabel leverage yang diukur dengan debt to equity ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian De Angelo et al. (2006) dengan judul ”Dividend Policy and the Earned/ Contributed Capital Mix: A Test of the lifecycle Theory”, menunjukkan menunjukkan bahwa Dengan menggunakan pendekatan the Earned/ Contributed Capital Mix dalam menjelaskan Lifecycle Theory, Lifecycle berpengaruh positif terhadap Dividend Policy. Kangarlouei et al. (2013) meneliti tentang pengaruh Life-cycle theory, free cash flow and dividend policy in firms listed in Tehran stock exchange. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel free cash flow tidak berpengaruh terhadap dividend policy, sementara variabel profitability (return on assets), leverage, dan firm size berpengaruh positif signifikan dan variabel investment opportunity dan firm’s life cycle berpengaruh negatif signifikan terhadap dividend policy. 22 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti 1. Waruwu dan Amin (2014) Judul Variabel Penelitian Penelitian Pengaruh Agency 1. Variabel independen: Cost dan Siklus Agency Cost dan siklus Kehidupan kehidupan perusahaan. Perusahaan 2. Variabel dependen: terhadap Kebijakan Kebijakan dividen Dividen pada Perusahaan terdaftar di BEI tahun 2009-2011 2. Dini Rosdini (2009) Pengaruh Free Cash Flow terhadap Dividend Payout Ratio Pengaruh Biaya Agensi, Tahap Daur Hidup Perusahaan, dan Regulasi terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur di BEI 3. Djumahir (2009) 4.Muhammad Asril Arilaha (2009) 1. Variabel independen: Free cash flow 2. Variabel dependen: Dividend payout ratio 1. Variabel independen: Biaya Agensi, Tahap Perusahaan, dan Regulasi 2. Variabel dependen: Kebijakan Dividen Hasil Penelitian Pengujian menunjukkan bahwa variabel insider ownership, dispersion of ownwership dan siklus kehidupan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan variabel institutional ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Free cash flow memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio. 1. Pengujian secara simultan menunjukkan semua variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 2. Secara parsial hanya institutional ownership yang tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Pengaruh free cash 1. Variabel Independen: 1. Secara flow, profitabilitas, Free cash flow, keseluruhan likuiditas, dan profitabilitas, simultan leverage terhadap likuiditas, dan menunjukkan kebijakan dividen. leverage. variabel 2. Variabel Dependen: independen Kebijakan Dividen berpengaruh signifikan terhadap variabel 23 Universitas Sumatera Utara Nama Peneliti 5. De Angelo et al. (2006) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Dividend Policy 1. Variabel Independen: and the Earned/ The Lifecyle Theory. Contributed 2. Variabel dependen: Capital Mix: A Dividend Policy Test of the lifecyle Theory 6. Kangarlouei Life-cycle theory, 1. Variabel Independen: et al. free cash flow and Firm’s life cycle, free (2013) dividend policy in cash flow, firms listed in profitability, firm’s Tehran stock size, investment exchange opportunity, firm’s leverage. 2. Variabel dependen: Dividend Policy Sumber: Waruwu dan amin (2014), Rosdini(2009), Djumahir De Angelo et al (2006) dependen. 2. Secara parsial variabel free cash flow tidak memiliki pengaruh signifikan, variabel profitabilitas menunjukkan pengaruh signifikan, variabel likuiditas tidak berpengaruh signifikan, dan variabel leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Pengujian menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan the Earned/Contributed Capital Mix dalam menjelaskan Lifecycle Theory, Lifecycle berpegaruh positif terhadap Dividend Policy. Pengujian menunjukkan bahwa variabel free cash flow tidak berpengaruh terhadap dividend policy, sementara variabel profitability (return on assets), leverage, dan firm size berpengaruh positif signifikan dan variabel investment opportunity dan firm’s life cycle berpengaruh negatif signifikan terhadap dividend policy. (2009), Arilaha (2009), 24 Universitas Sumatera Utara 2.3 Kerangka Konseptual Corporate life cycle (siklus hidup perusahaan) terdiri menjadi lima tahap, yaitu tahap awal (start-up), tahap ekspansi (expansion), tahap pertumbuhan (high growth), tahap dewasa (mature growth), dan tahap penurunan (decline) (Damodaran, (2001:511)). Murhadi (2009) perusahaan akan menghadapi siklus daur hidup, dimana kebijakan dan strategi yang dilakukan perusahaan akan disesuaikan dengan tahapan daur hidup dimana perusahaan tersebut berada. Karakteristik perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi, akan membutuhkan sumber dana yang besar dalam rangka membiayai aktivitasnya. Hal ini berdampak pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, cenderung untuk tidak menahan labanya untuk membiayai pengembangan aktivitas perusahaan. Sedangkan karakteristik perusahaan yang telah mencapai tahapan matang, dengan kesempatan pertumbuhan yang rendah, cenderung untuk membagikan laba dalam bentuk deviden. Murhadi (2008) menggunakan pendekatan earned contibuted capital mix dalam menjelaskan tahapan daur hidup, dengan variabel pengukuran retained earning/total equity (RETE) dan retained earning/total asset (RETA). Dimana perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung untuk membayar deviden. Pendekatan earned contibuted capital mix merupakan proksi logis untuk tahapan daur hidup perusahaan karena perusahaan pada tahapan growth, memiliki peluang bisnis yang tinggi sehingga cenderung untuk mempertahankan labanya (retained earning). laba ditahan ini akan terakumulasi. Pada tahapan mature, ketika kesempatan bisnis tidak lagi banyak dan laba ditahan sudsh tinggi, maka 25 Universitas Sumatera Utara perusahaan akan melakukan pembayaran deviden. Perusahaan dengan RETE atau RETA yang rendah cenderung berada pada tahapan capital infusion atau tahapan growth, sedangkan pada perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung pada tahapan mature. Perusahaan dengan retained earnings negatif (atau cenderung rendah) adalah kandidat yang buruk dalam membayar dividen, sedangkan perusahaan dengan retained earnings relatif besar terhadap contributed equity capital memiliki jumlah pembiayaan internal yang lebih besar, memberi mereka dasar yang kuat untuk membayar dividen (De Angelo et al., 2009:69). Perusahaan yang memiliki free cash flow (aliran kas bebas) berlebih dapat menggunakan kas yang berlebih tersebut untuk membayar hutang, pembelian kembali saham, pembayaran dividen atau disimpan untuk memanfaatkan kesempatan investasi perusahaan di masa mendatang. Menurut Keown et al. (2008:214), perusahaan yang memiliki Free cash flow dalam jumlah yang tinggi akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, agar Free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan (wisted on unprofitable) dengan demikian ketersediaan dana dapat dipakai untuk kemakmuran pemegang saham. Free cash flow to equity (aliran kas bebas ke ekuitas) merupakan semua arus kas yang siap untuk diberikan dan dimiliki oleh ekuitas.Oleh karena itu, semakin tinggi free cash flow to equity yang dimiliki perusahaan maka dividen yang dibayarkan akan semakin tinggi. 26 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Corporate Life Cycle (RETE) (X1) Free Cash Flow to Equity (FCFE) (X2) Kebijakan Dividen (DPR) (Y) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2012:64). Berdasarkan kerangka konseptual di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis 1 : Corporate Life Cycle berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Hipotesis 2 : Free Cash Flow to Equity berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Hipotesis 3 : Corporate Life Cycle dan Free Cash Flow to Equity secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 27 Universitas Sumatera Utara