BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
A.
Landasan teori
1.
Teori Legistimasi
Legitimasi suatu organisasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber
potensial bagi perusahaaan untuk bertahan hidup (Asforth dan Gibs, 1990;
Dowling dan Preffer, 1975; O’Donovan, 2002; dikutip dari Ghozali dan Chariri,
2007).Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan
masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari
perusahaan dari masyarakat (Ghozali dan Chariri, 2007).
Teori legitimasi menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi dalam
lingkungan eksternal yang berubah secara konstan dan mereka berusaha
meyakinkan bahwa perilaku mereka sesuai dengan batas-batas dan norma
masyarakat (Brown dan Deegan, 1998 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010).
Teori legitimasi memfokuskan pada interaksi antara perusahaan dengan
masyarakat (Ulman, 1982; dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Dowling dan Prefer
(1975, p.122) dalam Ghozali dan Chariri (2007) memberikan alasan yang logis
tentang legitimasi organisasi sebagai berikut:
”Organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial
yang melekat pada kegiatannya dengan norma-norma perilaku yang ada
dalam sistem sosial masyarakat dimana organisasi adalah bagian dari sistem
tersebut. Selama kedua sistem nilai tersebut selaras, kita dapat melihat hal tersebut
sebagai legitimasi perusahaan.Ketika ketidakselarasan aktual dan potensial terjadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
diantara kedua sistem tersebut, maka ada ancaman terhadap legitimasi
perusahaan.”
Gray et al (1996:46) dalam Ahmad dan Sulaiman (2004) menyatakan
bahwa organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika
masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang
sepadan dengan sistem nilai masyarakat
itu sendiri. Teori legitimasi
menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya
dapat diterima oleh masyarakat.Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka
untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka
diterima oleh masyarakat.
Dengan adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat
meningkatkan
nilai
perusahaan,
sehingga
dapat
meningkatkan
laba
perusahaan.Hal tersebut dapat mendorong atau membantu investor dalam
melakukan pengambilan keputusan investasi.Teori legitimasi menyediakan
perspektif yang lebih komprehensif pada pengungkapan CSR. Teori ini secara
eksplisit mengakui bahwa bisnis dibatasi oleh kontrak sosial yang menyebutkan
bahwa perusahaan sepakat untuk menunjukkan berbagai aktivitas sosial
perusahaan agar perusahaan memperoleh penerimaan masyarakat akan tujuan
perusahaan yang pada akhirnya akan menjamin kelangsungan hidup perusahaan
(Brown and Deegan, 1998; Guthrie and Parker, 1989; Deegan, 2002; dalam
Reverte, 2008).
Gray et al. (1995) dan Hooghiemstra (2000) dalam Reverte (2008)
memperlihatkan bahwa sebagian besar pengetahuan yang berkaitan dengan
pengungkapan CSR berasal dari penggunaan kerangka teori yang menyebutkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
bahwa pengungkapan lingkungan dan sosial merupakan jalan untuk melegitimasi
kelangsungan hidup dan operasi perusahaan pada masyarakat.
Perrow (1970) dalam Reverte (2008) mendefinisikan legitimasi sebagai
berikut:
“legitimacy as a generalized perception or assumption that the actions of
an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially
constructed system of norms, value, beliefs, and definitions”.
Oleh karena itu, meskipun perusahaan mempunyai kebijaksanaan operasi
dalam batasan institusi, kegagalan perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan
norma ataupun adat yang diterima oleh masyarakat, maka akan mengancam
legitimasi perusahaan serta sumber daya perusahaan, dan pada akhirnya akan
mengancam kelangsungan hidup perusahaan (DiMaggio and Powell, 1983;
Oliver, 1991; Scott, 1987 dalam Reverte, 2008).
Dowling dan Preffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007)
menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis
perilaku organisasi. Dowling dan Preffer (1975, p. 131) dalam Ghozali dan
Chariri (2007) mengatakan bahwa :
”Legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang
ditekankan oleh norma–norma dan nilai – nilai sosial, serta reaksi terhadap
batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi
dengan memperhatikan lingkungan.”
Perwujudan legitimasi dalam dunia bisnis dapat berupa pelaporan kegiatan
sosial dan lingkungan perusahaan. Dengan mengungkapkan CSR, diharapkan
perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan
keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006; dalam Sayekti dan
Wondabio, 2007). Deegan dan Cho dan Patten (2007) yang dikutip dari Michelon
dan Parbonetti (2010) juga mengatakan bahwa perusahaan berusaha untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
memperoleh legitimasi dengan mengungkapkan data-data dan informasi mengenai
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pengungkapan informasi CSR dalam
laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun,
mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan
politis (Guthrie dan Parker, 1990; dalam Sayekti dan Wondabio, 2007).
Disamping itu, pengungkapan laporan sosial dan lingkungan menjadi salah satu
cara perusahaan untuk menunjukkan kinerja yang baik kepada masyarakat dan
investor. Dengan pengungkapan tersebut, perusahaan akan mendapatkan image
dan pengakuan yang baik, bahwa perusahaan juga jawab terhadap lingkungan
sekitarnya, sehingga perusahaan akan memiliki daya tarik dalam penanaman
modal. Hal tersebut diddukung oleh pendapat yang mengatakan bahwa legitimasi
sering kali dibangun dan dipertahankan dengan menggunakan aksi-aksi simbolis
yang membentuk image perusahaan di mata publik (Dowling dan Pfeffer, 1975;
Elsbach, 1994; Neu et al.,1998 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010).
Ghozali dan Chariri (2007) juga mengatakan bahwa kegiatan perusahaan
dapat
menimbulkan
dampak
sosial
dan
lingkungan,
sehingga
praktik
pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan alat manajerial yang digunakan
perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan.Selain itu, praktik
pengungkapan sosial dan lingkungan dapat dipandang sebagai wujud akuntabilitas
perusahaan kepada publik untuk menjelaskan berbagai dampak sosial dan
lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan baik dalam pengaruh yang baik
maupun dampak yang buruk.
2.
Teori Stakeholder
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Pendekatan stakeholder muncul pada pertengahan tahun 1980-an. Latar
belakang pendekatan stakeholder adalah keinginan untuk membangun suatu
kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat
itu yaitu perubahan lingkungan (Freeman dan McVea 2001). Tujuan dari
manajemen stakeholder adalah untuk merancang metode untuk mengelola
berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis
(Freeman dan McVea, 2001).
Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder
dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk
mencari dukungan tersebut.Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari
dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya (Gray, et al., 1995). Perusahaan
bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, dan untuk
mendapatkan dukungan dari stakeholder perusahaan harus memberikan manfaat
bagi para stakeholdernya.
Definisi stakeholder menurut Freeman dan McVea (2001) adalah setiap
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
pencapaian tujuan organisasi.Stakeholder dapat dibagi menjadi dua berdasarkan
karakteristiknya
yaitu
stakeholder
primer
dan
stakeholder
sekunder
(Clarkson,1995). Stakeholder primer adalah seseorang atau kelompok yang
tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, meliputi
:shareholder dan investor, karyawan, konsumen dan pemasok, bersama dengan
yang didefinisikan sebagai kelompok stakeholder publik, yaitu : pemerintah dan
komunitas. Kelompok stakeholder sekunder didefinisikan sebagai mereka yang
mempengaruhi, atau dipengaruhi perusahaan, namun mereka tidak berhubungan
dengan transaksi dengan perusahaan dan tidak esensial kelangsungannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Dari dua jenis stakeholder diatas, stakeholder primer adalah stakeholder
yang paling berpengaruh bagi kelangsungan perusahaan karena mempunyai power
yang cukup tinggi terhadap ketersediaan sumber daya perusahaan. Oleh karena
itu, “ketika stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi
perusahaan, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara yang memuaskan
keinginan stakeholder” (Chariri dan Ghozali, 2007).Lebih lanjut lagi teori
stakeholder umumnya berkaitan dengan cara-cara yang digunakan perusahaan
untuk memanage stakeholdernya (Gray, et al., 1997).
Teori stakeholder adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana
saja (stakeholder) perusahaan bertanggungjawab Freeman (2001).Perusahaan
harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan mengakomodasi
keinginan dan kebutuhan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai
power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas
operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan
lain-lain (Chariri dan Ghozali, 2007). Salah satu strategi untuk menjaga hubungan
dengan para stakeholder perusahaan adalah dengan melaksanakan CSR, dengan
pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi
sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan
stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada perusahaan dapat
mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaannya (sustainability).
3.
Teori Agensi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak
yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima
wewenang (agensi) yaitu manajer. Jansen dan Meckling (1986) menyatakan
hubungan keagenen adalah suatu kontrak di mana satu atau lebih orang (prinsipal)
melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama
mereka yang melibatkan mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan
keputusan kepada agen.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
kepentingan mereka sendiri.Sehingga terjadi konflik kepentingan antara pemilik
dan agen karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan
kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).Pemegang
saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang
bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan.Sedang para agen
diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat
yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Dalam hubungan agensi tersebut, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu biaya pengawasan
(monitoring
costs),
biaya
kontrak
(contracting
costs),
dan
visibilitas
politis.Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab
sosial dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan dan mendapatkan
perhatian dari masyarakat.Perusahaan memerlukan biaya dalam rangka untuk
memberikan informasi pertanggungjawaban sosial, sehingga laba yang dilaporkan
dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah. Ketika perusahaan menghadapi biaya
kontrak dan biaya pengawasan yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan
cenderung untuk mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial. Jadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan
kinerja sosial, kinerja ekonomi dan visibilitas politis dan berhubungan negatif
dengan biaya kontrak dan pengawasan (biaya keagenen), (Belkaoui dan Karpik,
1989 dalam Anggraini, 2006).
Berdasarkan teori agensi, perusahaan yang menghadapi biaya kontrak dan
biaya pengawasan yang rendah cenderung akan melaporkan laba bersih rendah
atau dengan kata lain akan mengeluarkan biaya-biaya untuk kepentingan
manajemen (salah satunya biaya yang dapat meningkatkan reputasi perusahaan di
mata masyarakat). Kemudian, sebagai wujud pertanggungjawaban, manajer
sebagai agen akan berusaha memenuhi seluruh keinginan pihak prinsipal, dalam
hal ini adalah pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan
4.
Konsep CSR
Ide tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah bagaimana perusahaan
memberi perhatian kepada lingkungannya, terhadap dampak yang terjadi akibat
kegiatan operasional perusahaan.Lebih lanjut lagi menurut Moir (2001)
menyatakan “selain menghasilkan keuntungan, perusahan harus membantu
memecahkan masalah-masalah sosial terkait atau tidak perusahaan ikut
menciptakan masalah tersebut bahkan jika disana tidak mungkin ada potensi
keuntungan jangka pendek atau jangka panjang.
Salah satu definisi CSR yang terkenal adalah yang diungkapkan oleh
Carroll (1991). Carroll (1991) mendefinisikan CSR kedalam 4 bagian yaitu :
tanggung jawab ekonomi (economic responsibilities), tanggung jawab hukum
(legal responsibilities), tanggung jawab etis (ethical responsibilities), tanggung
jawab filantropis (philanthropic responsibilities). Carroll menggambarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
keempat bagian CSR itu kedalam sebuah piramid (gambar 2.1). Piramida CSR
dimulai dengan tanggung jawab ekonomi sebagai dasar untuk tanggung jawab
yang lain. Pada saat yang sama perusahaan diharapkan untuk mematuhi hukum,
karena hukum adalah kodifikasi yang dapat diterima masyarakat atas perilaku
yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Selanjutnya perusahaan harus
bertanggung jawab secara etis.Dan yang terakhir, perusahaan diharapkan untuk
menjadi warga perusahaan yang baik (good corporate citizen).
GAMBAR 2.1
PIRAMIDA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Philanthropic Responsibilities
Be a good corporate citizen.
Contribute resources to community ; improve quality of life
Ethical Responsibilities
Be ethical.
Obligation to do what is right, just and fair. Avoid harm
Legal Responsibilities
Obay the law.
Law is society’s codification of right and wrong.
Play the rules of the game
Economic Responsibilities
Be profitable.
The foundation upon which others rest.
Sumber : Carroll (1991)
Commission of the European Communities (2001) mendefinisikan CSR
sebagai berikut :
“A concept whereby companies integrate social and environmental
concerns in their business operations and in their interaction with their
stakeholders on a voluntary basis.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Dari pengertian diatas konsep CSR adalah perusahaan seharusnya
mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka
dan dalam interaksi mereka dengan para stakeholder secara sukarela.
Sementara menurut WBCSD (World Business Council for Sustainable
Development) mendefinisikan CSR sebagai :
“…CSR is the continuing commitment by business to behave ethically and
contribute to economic development while improving the quality of life
ofthe workforce and their families as well as of the local community and
society at large.”
Ini berarti bahwa perusahaan harus dapat berkontribusi terhadap
pembangunan ekonomi beriringan dengan meningkatkan kualitas hidup tenaga
kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat luas. Ini bisa
dilakukan dengan cara mengerti aspirasi dan kebutuhan stakeholder dan kemudian
berkomunikasi dan berinteraksi dengan para stakeholder.
Akibat banyaknya definisi CSR yang sangat beragam, lebih lanjut dalam
penelitian Dahlsrud (2006) meneliti komponen yang terdapat dalam definisidefinisi CSR yang telah ada sebelumnya.Dahlsrud menggunakan metode analisis
isi serta pengujian atas hasil analisis isi melalui penghitungan frekuensi di dunia
maya. Dahlsrud menemukan bahwa berbagai definisi CSR yang diteliti secara
konsisten mengandung lima komponen, yaitu : ekonomi, sosial, lingkungan,
pemangku kepentingan dan voluntarisme. Jika hasil analisis frekuensi diterapkan,
maka urutan paling konsisten dari lima komponen adalah pemangku kepentingan
dan sosial (keduanya memiliki rasio 88%), disusul ekonomi (86%), voluntarisme
(80%) dan lingkungan (59%).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggung jawab
perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi
juga terhadap para stakeholdersyang terkait dan/atau terkena dampak dari
keberadaan perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder yang
menyatakanbahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya.
Hal tersebut didukung oleh Gray.et al., (1994) dalam Chariri dan Ghozali
(2007) yang menyatakan bahwa, “kelangsungan hidup perusahaan tergantung
pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas
perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. pengungkapan sosial
dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya.”
Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan
mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholdernya, terutama stakeholder
yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk
aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan
dan lain-lain (Chariri dan Ghozali, 2007). Salah satu strategi untuk menjaga
hubungan dengan para stakeholder perusahaan adalah dengan melaksanakan CSR,
dengan pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat
terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara
perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada
perusahaan dapat mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaannya
(sustainability).
Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan
bahwa tanggung jawab perusahaan (CSR) dapat dibagi menjadi tiga level sebagai
berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
1) Basic responsibility (BR) Pada level pertama, menghubungkan tanggung
jawab yang pertama dari suatu perusahan yang muncul karena keberadaan
perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi
hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila
tanggung jawab pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak
yang sangat serius.
2) Organization responsibility (OR) Pada level kedua ini menunjukan tanggung
jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti
pekerja, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya.
3) Sociental responses (SR) Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika
interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian
kuat
sehingga
perusahaan
dapat
tumbuh
dan
berkembang
secara
berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya
secara keseluruhan.
Untuk dapat menentukan ruang lingkup dari tanggung jawab sosial,
mengidentifikasi isu-isu yang relevan dan menentukan prioritasnya terhadap
tanggung jawab sosial, suatu perusahaan harus dapat mengerti elemen dasar yang
terdapat dalam tanggung jawab sosial. Didalam ISO 260002 dijelaskan tujuh
elemen dasar dari praktik CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
1) Tata kelola perusahaan
Elemen ini mencakup bagaimana perusahaan harus bertindak sebagai elemen
dasar dari tanggung jawab sosial (social responsibility) dan sebagai sarana
untuk meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menerapkan perilaku
yang bertanggung jawab sosial (socially responsible behavior) yang berkaitan
dengan elemen dasar lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
2) Hak asasi manusia
Elemen ini mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia.Hak asasi
manusia terbagi menjadi dua katagori utama, katagori pertama menganai hakhak sipil dan politik (civil and political rights) yang mencakup hak untuk
hidup dan kebebasan (right to life and liberty), kesetaraan di mata hukum
(equality before the law) dan hak untuk berpendapat (freedom of expression).
Katagori yang kedua mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
(economic, social and cultural rights) yang mencakup hak untuk bekerja
(right to work), hak atas pangan (right to food), hak atas kesehatan (right to
health), hak atas pendidikan (right to education) dan hak atas jaminan sosial
(right to social security)
3) Ketenagakerjaan (labour practices)
Elemen ini mencakup seluruh hal yang terdapat didalam prinsip dasar
deklarasi ILO 1944 dan hak-hak tenaga kerja dalam deklarasi hak asasi
manusia.Sebagai contohnya yaitu pelaksanaan kondisi kerja yang baik,
bermartabat, dan kondusif; pengembangan sumberdaya manusia dan lain-lain.
4) Lingkungan
Elemen ini mencakup pencegahan polusi sebagai dampak aktivitas
perusahaan, pencegahan global warming, pendayagunaan sumber alam secara
efisien dan efektif, dan penggunaan sistem manajemen lingkungan yang
efektif dan berkelanjutan.
5) Praktik operasional yang adil (fair operational practices)
Elemen ini mencakup pelaksanaan aktivitas secara etik dan pengungkapan
aktivitas perusahaan yang transparan, pelaksanaan aktivitas pemilihan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
pemasok yang etis dan sehat, penghormatan terhadap hak-hak intelektual dan
kepentingan stakeholder, serta perlawanan terhadap korupsi.
6)
Konsumen (consumer issues)
Elemen ini mencakup penyediaan informasi yang akurat dan relevan tentang
produk perusahaan kepada pelanggan, penyediaan produk yang aman dan
bermanfaat bagi pelanggan.
7) Keterlibatan dan pengembangan masyarakat (community envolvement and
development)
Elemen ini mencakup pengembangan masyarakat, peningkatan kesejahtraan
masyarakat, aktivitas sosial kemasyarakatan (philantrophy), dan melibatkan
masyarakat didalam aktivitas operasional perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dapat memberikan berbagai
manfaat potensial bagi perusahaan. Dalam ISO 26000 disebutkan manfaat CSR
bagi perusahaan yaitu :
1) Mendorong
lebih
banyak
informasi
dalam
pengambilan
keputusan
berdasarkan peningkatan pemahaman terhadap ekspektasi masyarakat,
peluang jika kita melakukan tanggung jawab sosial (termasuk manajemen
risiko hukum yang lebih baik) dan risiko jika tidak bertanggung jawab secara
sosial.
2) Meningkatkan praktek pengelolaan risiko dari organisasi.
3) Meningkatkan reputasi organisasi dan menumbuhkan kepercayaan publik
yang lebih besar.
4) Meningkatkan daya saing organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
5) Meningkatkan
hubungan
organisasi
dengan
para
stakeholder
dan
kapasitasnya untuk inovasi, melalui paparan perspektif baru dan kontak
dengan para stakeholder.
6) Meningkatkan loyalitas dan semangat kerja karyawan, meningkatkan
keselamatan dan kesehatan baik karyawan laki-laki maupun perempuan dan
berdampak positif pada kemampuan organisasi untuk merekrut, memotivasi
dan mempertahankan karyawan.
7) Memperoleh penghematan terkait dengan peningkatan produktivitas dan
efisiensi sumber daya, konsumsi air dan energi yang lebih rendah,
mengurangi limbah, dan meningkatkan ketersediaan bahan baku.
8) Meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi melalui keterlibatan politik
yang bertanggung jawab, persaingan yang adil, dan tidak adanya korupsi.
9) Mencegah atau mengurangi potensi konflik dengan konsumen tentang produk
atau jasa.
10) Memberikan kontribusi terhadap kelangsungan jangka panjang organisasi
dengan mempromosikan keberlanjutan sumber daya alam dan jasa
lingkungan
11) Kontribusi kepada masyarakat dan untuk memperkuat masyarakat umum dan
lembaga
5.
Pengungkapan CSR
Agar
praktik
CSR
yang
dilakukan
dapat
diketahui
oleh
para
stakeholdernya, perusahaan harus melakukan pengungkapan atas praktik CSRnya.Pengungkapan praktik-praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan
menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial dalam pertanggungjawaban
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
perusahaan ke dalam akuntansi. Hal ini mendorong lahirnya suatu konsep yang
disebut sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting atau pun Social
Responsibility Accounting (Indira dan Dini, 2005).
Pertimbangan aspek sosial ke dalam akuntansi telah dilakukan oleh
Trueblood Committee.Trueblood Committee dalam Zeff (1999) menyatakan
bahwa tujuan sosial perusahaan tidak kalah penting daripada tujuan ekonomi.
Trueblood Committee Report menyatakan
“An objective of financial statements is to report on those activities of the
enterprise affecting society which can be determined and described or
measured and which are important to the role of the enterprise in its social
environment”.
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) adalah bagian dari tujuan laporan keuangan.
Gray et al. (1994) mendefinisikan Social and environmental accounting sebagai:
“…the process of communicating the social and environmental effects of
organizations’ economic actions to particular interest groups within
society and to society at large…”
Dari definisi diatas akuntansi pertanggung jawaban sosial merupakan suatu proses
pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara
keseluruhan.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai isi dari
pengungkapan CSR itu sendiri (Chariri dan Ghozali, 2007). Dalam survei yang
dilakukan oleh Ernst dan Ernst,1998 (dalam Chariri dan Ghozali, 2007)
menemukan bahwa pengungkapan dikatakan berkaitan dengan isu sosial (dan
lingkungan) jika pengungkapan tersebut berisi informasi yang dapat dikatagorikan
ke dalam kelompok berikut ini :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
1) Lingkungan
2) Energi
3) Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
4) Lain-lain tentang tenaga kerja
5) Produk
6) Keterlibatan masyarakat
7) umum
Ada berbagai motivasi bagi para manajer untuk sukarela melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu, seperti memutuskan untuk melaporkan informasi sosial
dan lingkungan. Deegan (2002) dalam penelitiannya merangkum beberapa alasan
yang dikemukakan oleh berbagai peneliti untuk melaporkan informasi sosial dan
lingkungan sebagai berikut :
1) Keinginan untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam Undang-Undang.
2) Pertimbangan rasionalitas ekonomi
3) Keyakinan dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan.
4) Keinginan untuk mematuhi persyaratan peminjaman
5) Untuk
memenuhi
harapan
masyarakat,
mungkin
mencerminkan
suatupandangan yang sesuai dengan "komunitas lisensi untuk beroperasi".
6.
Faktor-faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan CSR
Menurut Lang and Lundholm (1993) karakteristik perusahaan dapat
menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan,
karakteristik perusahaan merupakan prediktor kualitas dari suatu pengungkapan.
Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan yang
lain. Karakteristik perusahaan yang terlah diteliti oleh peneliti sebelumnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengungkapan laporan CSR (Anggara
Fahrizqi, 2010).Karekteristik perusahaan yang mempengaruhi pelaporan CSR
yaitu ukuran perusahaan (corporate size), profitabilitas (profitability). Sedangkan
dewan komisaris dan leverage tidak mempengaruhi pelaporan CSR .Sebagai
variabel tambahan yaitu tipe industri (industry type).
6.1
Tipe Industri
Tipe industri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu industri yang high-profile
dan
industri
yang
low-profile.Robert
(1992)
dalam
Anggraini
(2006)
menggambarkan industri yang high-profile sebagai perusahaan yang mempunyai
tingkat sensivitas yang tinggi terhadap lingkungan (consumer visibility), tingkat
risiko politik yang tinggi atau tingkat kompetisi yang ketat.Keadaan tersebut
membuat perusahaan menjadi lebih mendapatkan sorotan oleh masyarakat luas
mengenai aktivitas perusahaannya. Industri low-profile adalah kebalikannya,
perusahaan ini memiliki tingkat consumer visibility, tingkat risiko politik, dan
tingkat kompetisi yang rendah, sehingga tidak terlalu mendapat sorotan dari
masyarakat luas mengenai aktivitas perusahaannya meskipun dalam melakukan
aktivitasnya tersebut perusahaan melakukan kesalahan atau kegagalan pada proses
maupun hasil produksinya.
6.2
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan (size) merupakan salah satu variabel yang banyak
digunakan untuk menjelaskan mengenai variasi pengungkapan dalam laporan
tahunan perusahaan.Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran
perusahaan (Size) terhadap kualitas ungkapan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
penelitian empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh total
aktivahampir selalu konsisten dan secara statistik signifikan.
Beberapa penjelasan yang mungkin dapat menjelaskan fenomena ini
adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya informasi yang rendah,
perusahaan besar juga mempunyai kompleksitas dan dasar pemilikan yang lebih
luas dibanding perusahaan kecil (Cooke, 1989 dalam Rosmasita, 2007). Roberts
(1992) dalam Hackston dan Milne (1996) mengelompokkan perusahaan otomotif,
penerbangan dan minyak sebagai industri yang high-profile, sedangkan Diekers
dan Perston (1977) dalam Hackston dan Milne (1996) mengatakan bahwa industri
ekstraktif merupakan industri yang high-profile. Patten (1991) dalam Hackston
dan Milne (1996) mengelompokkan industri pertambangan, kimia, dan kehutanan
sebagai industri high-profile. Atas dasar pengelompokan di atas, maka penelitian
ini mengelompokkan industri migas, kehutanan, pertanian, pertambangan,
perikanan, kimia, otomotif,transportasi, telekomunikasi, barang konsumsi,
makanan dan minuman, kertas, farmasi, plastik, dan konstruksi sebagai industri
yang high-profile.
Perusahaan besar merupakan entitas bisnis yang banyak disoroti,
pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai
wujud tanggung jawab sosial.Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung
hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Robert (1992) dalam Sembiring (2005), sedangkan
penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara
lainHackston dan Milne (1996), Hasibuan (2001), Anggraini (2006), Amran dan
Devi (2008), Sembiring (2005).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
6.3
Profitabilitas
Profitabilitas
merupakan
suatu
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba untuk meningkatkan nilai pemegang saham.Menurut Heinze
(1976); Gray, et al. (1995b); dalam Sembiring (2005) profitabilitas merupakan
faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk
mengungkapkan
profitabilitas
CSR
kepada
perusahaan
maka
pemegang
semakin
saham.Semakin
besar
tinggi
pengungkapan
tingkat
informasi
sosialnya.Hackston dan Milne (1996) dalam penelitiannya menemukan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan
pengungkapan informasi sosial.
Hubungan antara kinerja keuangan suatu perusahaan, dalam hal ini
profitabilitas, dengan pengungkapan tanggung jawab sosial menurut Belkaoui dan
Karpik (1989) paling baik diekspresikan dengan pandangan bahwa tanggapan
sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk
membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Manajemen yang sadar dan
memperhatikan masalah sosial juga akan memajukan kemampuan yang
diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan. Konsekuensinya,
perusahaan yang mempunyai respon sosial dalam hubungannya dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial seharusnya menyingkirkan seseorang yang
tidak merespon hubungan antara profitabilitas perusahaan dengan variable
akuntansi seperti tingkat pengembalian investasi dan variabel pasar seperti
differential return harga saham.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
6.4
Leverage
Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan
tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang
mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar
untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat
leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri.
Tingkat leverage perusahaan, dengan demikian menggambarkan risiko keuangan
perusahaan. Perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan
mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya yang dikeluarkan
perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling,
1976). Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang
obligasi terhadap dipenuhinya hak hak mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981
dalam Marwata, 2001 dan Meek, et al, 1995 dalam Fitriany, 2001).
B.
Peneliti Terdahulu
Fahrizqi (2010) Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dimana
variable independennya adalah ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dan
ukuran dewan komisaris. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan
pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut :
Secara parsial ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR dengan arah positif, sedangkan leveragedan ukuran dewan
komisaristidak berpengaruh signifikan terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Noviyati (2008) melakukan penelitian mengenai faktor - faktor Yang
Berhubungan Dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan : Hasil penelitian
tersebut menemukan bahwa variabel regulasi pemerintah tidak memiliki pengaruh
terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, variabel tekanan
masyarakat memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan, variabel tekanan organisasi lingkungan memiliki pengaruh terhadap
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, variabel tekanan organisasi
massa, tidak memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan, dan variabel akuntansi sosial tidak memiliki pengaruh terhadap
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan
Rosmasita (2007) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan CSR suatu perusahaan dalam hal ini pada laporan
tahunan perusahaan manufaktur.Faktor-faktor tersebut diproksikan dalam
kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, dan profitabilitas.Sampel
yang digunakan adalah 113 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun
2004-2005. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: (1)
pengujian secara simultan menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara
faktor-faktor perusahaan terhadap pengungkapan CSR perusahaan, (2) variabel
kepemilikan manajemen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pengungkapan sosial
Anggraini (2006) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh
kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri dan
profitabilitas terhadap pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di
Indonesia.Anggaraini menggunakan metode content analysis untuk menghitung
pengungkapan CSR di Indonesia. Anggraini menemukan bahwa kepemilikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
manajemen dan tipe industri berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan
CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia
Sembiring (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan antara
karakteristik perusahaan dan pengungkapan CSR di Indonesia.Karakteristik
perusahaan dalam penelitian ini terdiri atas ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe
industry, ukuran dewan komisaris dan leverage.Penelitian ini menemukan bahwa
ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris dan tipe industri mempengaruhi
pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia.
TABEL 2.2
RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU
Peneliti
(Tahun)
Fahrizqi
(2010)
Noviyati
(2008)
Alat
Variabel
Analisis
Penelitian
Regresi
Variabel
berganda independen :
Ukuran
perusahaan,
leverage,
profitabilitas,
ukuran dewan
komisaris
Regresi
Variabel
berganda independen :
Regulasi
peemrintah ,
regulasi
tekanan
masyarakat ,
tekanan
organisasi ,
akuntansi
sosial ,
tekanan
organisasi
massa ,
Variabel
Dependen :
CSR
Hasil Penelitian
secara parsial ukuran perusahaan dan
profitabilitas berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR sedangkan
leverage dan ukuran dewan komisaris
tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR
regulasi pemerintah , akuntansi sosial
dan tekanan organisasi tidak
berpengaruh terhadap pelaksanaan
tanggung jawab sosial perusahaan
sedangkan variabel tekanan
masyarakat dan tekanan organisasi
lingkungan memiliki pengaruh
pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Rosmasita Regresi
Varibel
(2007)
berganda independen
kepemilikan
manajemen,
tingkat
leverage,
ukuran
perusahaan
dan
profitabilitas .
Variabel
dependen :
pengungkapan
sosial
Anggraini Regresi
Independen :
(2006)
berganda kepemilikan
manajemen,
leverage,
ukuran
perusahaan,
tipe industri,
profitabilitas .
Dependen :
CR disclosure
Sembiring Regresi
Variabel
(2005)
berganda Independen :
Size
perusahaan,
solvabilitas,
proporsi
milikan saham
publik, basis
perusahaan,
likuiditas.
Variabel
dependen :
luas
pengungkapan
sukarela
dalam laporan
tahunan
(1) Pengujian secara simultan
menemukan adanya penaruh yang
signifikan antara faktor-faktor
perusahaan terhadap pengungkapan
CSR perusahaan , (2) Variabel
kepemilikan manajemen mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
pengungkapan sosial
Terdapat lima faktor yang dapat
dipertimbangkan oleh perusahaan
untuk mengungkap akuntansi CSR,
yaitu faktor kepemilikan manajemen,
hutang, ukuran, dan tipe perusahaan
dan profitabilitas. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa hampir semua
perusahaan mengungkapkan kinerja
ekonomi karena sudah di tetapkan
dalam PSAK 57
Secara bersama-sama proporsi
kepemilikan publik, basis perusahaan,
solvabilitas, likuiditas, dan size
perusahaan mempunyai kemampuan
menjelaskan variabel luas
pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan, semakin besar size
perusahaan akan memberikan
pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan perusahaan dipengaruhi oleh
basis perusahaan tidak berhasil
menolak hipotesis nol yang
menyatakan bahwa tidak terdapat
pengharuh antara solvabilitas
perusahaan
Sumber : Dibentuk berdasakan penelitian-penelitian terdahulu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
C.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan analisis dalam landasan teori dan penelitian terdahulu yang
menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR, yaitu tipe
industri, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage. Maka dibuat model
penelitian seperti gambar berikut ini :
GAMBAR 2.3
KERANGKA PEMIKIRAN
Tipe industry (X1)
Ukuran perusahaan(X2)
Pengungkapan CSR (Y)
Profitabilitas (X3)
Leverage (X4)
Sumber : Dibangun sebagai dasar pemikiran dalam penelitian ini.
D.
1.
Perumusan Hipotesis
Pengaruh Tipe industri terhadap luas pengungkapan CSR
Tipe industri adalah karateristik yang dimiliki oleh perusahaan yang
berkaitan dengan bidang usaha, risiko usaha, karyawan yang dimiliki dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
lingkungan perusahaan.Tipe industri didefinisikan sebagai faktor potensial yang
mempengaruhi praktek pengungkapan sosial perusahaan.Berdasarkan penelitian
Utomo (2000) dalam Mirfazli (2007) menyatakan bahwa praktek pengungkapan
sosial kelompok industri high-profile lebih tinggi daripada kelompok industri low
profile.Peneliti Sembiring (2005) juga menggunakan variabel tipe industri yang
dikelompokkan dalam industri high profile dan low profile memberikan hasil yang
signifikan.Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang bertipe high profile dalam
melakukan aktivitasnya banyak memodifikasi lingkungan, dan menimbulkan
dampak sosial yang negatif terhadap masyarakat, atau secara luas terhadap
stakeholdersnya.Berbeda dengan hasil penelitian Diba (2012) yang menyatakan
bahwa tipe industri tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan Corporate
Social Responsibility. Oleh karena itu hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H1:
Tipe
Industri
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
luas
pengungkapan CSR.
2.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap luas pengungkapan CSR
Ukuran perusahaan adalah tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu
perusahaan.Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyakdigunakan untuk
menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan
tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan
informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan
besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil.
Beberapa penelitian mengenai variabel ukuran perusahaan terhadap CSR telah
banyak dilakukan. Andreas dan Lawer (2010) memasukkan variabel ukuran
perusahaan ke dalam penelitiannya yang menggunakan sampel semua perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
properti dan real estat yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007, dan
menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Seperti halnya dengan Andreas dan Lawer (2010),
Wijaya (2012) juga memasukkan variabel ukuran perusahaan ke dalam
penelitiannya yang dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.Tetapi Wijaya (2012) menggunakan kriteria sampel yang berbeda,
yaitu perusahaan yang terdaftar di PROPER tahun 2008-2010.Hasilnya adalah
Wijaya (2012) juga menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Ada pun Sembiring (2005)
melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan yang listing di
BEJ seperti yang tercantum dalam Indonesian Capital Market Direction 2002.
Dalam penelitiannya, Sembiring menggunakan variabel ukuran perusahaan yang
dihubungkan dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab socialperusahaan,
dan hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara kedua
variabel tersebut.Susilatri dan Indriani (2011) melakukan penelitian dengan
menggunakan sampel perusahaan pertambangan yang listing di BEI tahun 20042008.Hasilnya menemukan bahwa ukuran perusahaan juga mempengaruhi secara
positif pengungkapan CSR.Sementara Anggraini (2006) tidak menemukan
hubungan antara keduanya. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka
peneliti menduga bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
Corporate Social Responsibility (CSR), sehingga rumusan hipotesisnya adalah:
H2: Ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap luas
pengungkapan CSR.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
3.
Pengaruh Profitabilitas terhadap luas pengungkapan CSR
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas
dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang
saham, sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka akan
semakin besar pula pengungkapan pertanggungjawaban sosialnya (Marbim,
2008). Ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susilatri dan
Indriani (2011), dimana dia menggunakan profitabilitas sebagai variabel
independen, dan menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap
pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaanSementara, Andreas dan Lawer
(2010) menemukan pengaruh profitabilitas yang tidak signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Selanjutnya, hasil penelitian
oleh Wijaya (2012) membuktikan adanya pengaruh tidak signifikan antara
profitabilitas terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.Sembiring (2005) dan
Anggraini (2006) juga menemukan pengaruh profitabilitas yang tidak signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu
hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H3:
Profitabilitas
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
luas
pengungkapan CSR.
4.
Pengaruh Leverage terhadap luas pengungkapan CSR
Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan
tergantung pada kreditur dalam membiyai asset perusahaan. Leverage memiliki
arti penting bagi perusahaan, karena dapat diketahui dampak leverage terhadap
profitabilitas. Semakin tinggi tingkat leverage besar kemungkinan akan melanggar
perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba yang lebih
tinggi dengan cara mengurangi biaya-biaya termasuk biaya pengungkapan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
pertanggungjawaban
sosial
perusahaan.
Beberapa
penelitian
yang
menghubungkan leverage dengan pengungkapan tanggung jawab sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Marbun (2008) membuktikan ada pengaruh antara
leverage dengan pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Seperti halnya
denganMarbun (2008), Zulmi (2008) dan Cahya (2010) juga menyatakan bahwa
tingkat leverage perusahaan yang tinggi akan mendorong perusahaan melakukan
pengungkapan sosialnya (kedua variabel berhubungan positif). Hal ini berbeda
dengan hasil penelitian Andreas dan Lawer (2010), Susilatri dan Indriani (2011),
dan wijaya (2012) yang membuktikan tidak ada pengaruh antara leverage dengan
pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitianpenelitian tersebut, maka peneliti menduga bahwa leverage berpengaruh positif
signifikan
terhadap
Corporate
Social
Responsibility,
sehingga
rumusan
hipotesisnya adalah:
H4: Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan
CSR.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download