12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Landasan teori 1. Teori Legistimasi Legitimasi suatu organisasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaaan untuk bertahan hidup (Asforth dan Gibs, 1990; Dowling dan Preffer, 1975; O’Donovan, 2002; dikutip dari Ghozali dan Chariri, 2007).Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat (Ghozali dan Chariri, 2007). Teori legitimasi menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi dalam lingkungan eksternal yang berubah secara konstan dan mereka berusaha meyakinkan bahwa perilaku mereka sesuai dengan batas-batas dan norma masyarakat (Brown dan Deegan, 1998 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010). Teori legitimasi memfokuskan pada interaksi antara perusahaan dengan masyarakat (Ulman, 1982; dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Dowling dan Prefer (1975, p.122) dalam Ghozali dan Chariri (2007) memberikan alasan yang logis tentang legitimasi organisasi sebagai berikut: ”Organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang melekat pada kegiatannya dengan norma-norma perilaku yang ada dalam sistem sosial masyarakat dimana organisasi adalah bagian dari sistem tersebut. Selama kedua sistem nilai tersebut selaras, kita dapat melihat hal tersebut sebagai legitimasi perusahaan.Ketika ketidakselarasan aktual dan potensial terjadi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 diantara kedua sistem tersebut, maka ada ancaman terhadap legitimasi perusahaan.” Gray et al (1996:46) dalam Ahmad dan Sulaiman (2004) menyatakan bahwa organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat.Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan, sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.Hal tersebut dapat mendorong atau membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi.Teori legitimasi menyediakan perspektif yang lebih komprehensif pada pengungkapan CSR. Teori ini secara eksplisit mengakui bahwa bisnis dibatasi oleh kontrak sosial yang menyebutkan bahwa perusahaan sepakat untuk menunjukkan berbagai aktivitas sosial perusahaan agar perusahaan memperoleh penerimaan masyarakat akan tujuan perusahaan yang pada akhirnya akan menjamin kelangsungan hidup perusahaan (Brown and Deegan, 1998; Guthrie and Parker, 1989; Deegan, 2002; dalam Reverte, 2008). Gray et al. (1995) dan Hooghiemstra (2000) dalam Reverte (2008) memperlihatkan bahwa sebagian besar pengetahuan yang berkaitan dengan pengungkapan CSR berasal dari penggunaan kerangka teori yang menyebutkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 bahwa pengungkapan lingkungan dan sosial merupakan jalan untuk melegitimasi kelangsungan hidup dan operasi perusahaan pada masyarakat. Perrow (1970) dalam Reverte (2008) mendefinisikan legitimasi sebagai berikut: “legitimacy as a generalized perception or assumption that the actions of an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially constructed system of norms, value, beliefs, and definitions”. Oleh karena itu, meskipun perusahaan mempunyai kebijaksanaan operasi dalam batasan institusi, kegagalan perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan norma ataupun adat yang diterima oleh masyarakat, maka akan mengancam legitimasi perusahaan serta sumber daya perusahaan, dan pada akhirnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (DiMaggio and Powell, 1983; Oliver, 1991; Scott, 1987 dalam Reverte, 2008). Dowling dan Preffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi. Dowling dan Preffer (1975, p. 131) dalam Ghozali dan Chariri (2007) mengatakan bahwa : ”Legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma–norma dan nilai – nilai sosial, serta reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan.” Perwujudan legitimasi dalam dunia bisnis dapat berupa pelaporan kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan. Dengan mengungkapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006; dalam Sayekti dan Wondabio, 2007). Deegan dan Cho dan Patten (2007) yang dikutip dari Michelon dan Parbonetti (2010) juga mengatakan bahwa perusahaan berusaha untuk http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 memperoleh legitimasi dengan mengungkapkan data-data dan informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990; dalam Sayekti dan Wondabio, 2007). Disamping itu, pengungkapan laporan sosial dan lingkungan menjadi salah satu cara perusahaan untuk menunjukkan kinerja yang baik kepada masyarakat dan investor. Dengan pengungkapan tersebut, perusahaan akan mendapatkan image dan pengakuan yang baik, bahwa perusahaan juga jawab terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga perusahaan akan memiliki daya tarik dalam penanaman modal. Hal tersebut diddukung oleh pendapat yang mengatakan bahwa legitimasi sering kali dibangun dan dipertahankan dengan menggunakan aksi-aksi simbolis yang membentuk image perusahaan di mata publik (Dowling dan Pfeffer, 1975; Elsbach, 1994; Neu et al.,1998 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010). Ghozali dan Chariri (2007) juga mengatakan bahwa kegiatan perusahaan dapat menimbulkan dampak sosial dan lingkungan, sehingga praktik pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan alat manajerial yang digunakan perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan.Selain itu, praktik pengungkapan sosial dan lingkungan dapat dipandang sebagai wujud akuntabilitas perusahaan kepada publik untuk menjelaskan berbagai dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan baik dalam pengaruh yang baik maupun dampak yang buruk. 2. Teori Stakeholder http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 Pendekatan stakeholder muncul pada pertengahan tahun 1980-an. Latar belakang pendekatan stakeholder adalah keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat itu yaitu perubahan lingkungan (Freeman dan McVea 2001). Tujuan dari manajemen stakeholder adalah untuk merancang metode untuk mengelola berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis (Freeman dan McVea, 2001). Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut.Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya (Gray, et al., 1995). Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, dan untuk mendapatkan dukungan dari stakeholder perusahaan harus memberikan manfaat bagi para stakeholdernya. Definisi stakeholder menurut Freeman dan McVea (2001) adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi.Stakeholder dapat dibagi menjadi dua berdasarkan karakteristiknya yaitu stakeholder primer dan stakeholder sekunder (Clarkson,1995). Stakeholder primer adalah seseorang atau kelompok yang tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, meliputi :shareholder dan investor, karyawan, konsumen dan pemasok, bersama dengan yang didefinisikan sebagai kelompok stakeholder publik, yaitu : pemerintah dan komunitas. Kelompok stakeholder sekunder didefinisikan sebagai mereka yang mempengaruhi, atau dipengaruhi perusahaan, namun mereka tidak berhubungan dengan transaksi dengan perusahaan dan tidak esensial kelangsungannya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 Dari dua jenis stakeholder diatas, stakeholder primer adalah stakeholder yang paling berpengaruh bagi kelangsungan perusahaan karena mempunyai power yang cukup tinggi terhadap ketersediaan sumber daya perusahaan. Oleh karena itu, “ketika stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara yang memuaskan keinginan stakeholder” (Chariri dan Ghozali, 2007).Lebih lanjut lagi teori stakeholder umumnya berkaitan dengan cara-cara yang digunakan perusahaan untuk memanage stakeholdernya (Gray, et al., 1997). Teori stakeholder adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana saja (stakeholder) perusahaan bertanggungjawab Freeman (2001).Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Chariri dan Ghozali, 2007). Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan adalah dengan melaksanakan CSR, dengan pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada perusahaan dapat mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaannya (sustainability). 3. Teori Agensi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer. Jansen dan Meckling (1986) menyatakan hubungan keagenen adalah suatu kontrak di mana satu atau lebih orang (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan keputusan kepada agen. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri.Sehingga terjadi konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan.Sedang para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Dalam hubungan agensi tersebut, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu biaya pengawasan (monitoring costs), biaya kontrak (contracting costs), dan visibilitas politis.Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat.Perusahaan memerlukan biaya dalam rangka untuk memberikan informasi pertanggungjawaban sosial, sehingga laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah. Ketika perusahaan menghadapi biaya kontrak dan biaya pengawasan yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan cenderung untuk mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial. Jadi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi dan visibilitas politis dan berhubungan negatif dengan biaya kontrak dan pengawasan (biaya keagenen), (Belkaoui dan Karpik, 1989 dalam Anggraini, 2006). Berdasarkan teori agensi, perusahaan yang menghadapi biaya kontrak dan biaya pengawasan yang rendah cenderung akan melaporkan laba bersih rendah atau dengan kata lain akan mengeluarkan biaya-biaya untuk kepentingan manajemen (salah satunya biaya yang dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat). Kemudian, sebagai wujud pertanggungjawaban, manajer sebagai agen akan berusaha memenuhi seluruh keinginan pihak prinsipal, dalam hal ini adalah pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan 4. Konsep CSR Ide tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah bagaimana perusahaan memberi perhatian kepada lingkungannya, terhadap dampak yang terjadi akibat kegiatan operasional perusahaan.Lebih lanjut lagi menurut Moir (2001) menyatakan “selain menghasilkan keuntungan, perusahan harus membantu memecahkan masalah-masalah sosial terkait atau tidak perusahaan ikut menciptakan masalah tersebut bahkan jika disana tidak mungkin ada potensi keuntungan jangka pendek atau jangka panjang. Salah satu definisi CSR yang terkenal adalah yang diungkapkan oleh Carroll (1991). Carroll (1991) mendefinisikan CSR kedalam 4 bagian yaitu : tanggung jawab ekonomi (economic responsibilities), tanggung jawab hukum (legal responsibilities), tanggung jawab etis (ethical responsibilities), tanggung jawab filantropis (philanthropic responsibilities). Carroll menggambarkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 keempat bagian CSR itu kedalam sebuah piramid (gambar 2.1). Piramida CSR dimulai dengan tanggung jawab ekonomi sebagai dasar untuk tanggung jawab yang lain. Pada saat yang sama perusahaan diharapkan untuk mematuhi hukum, karena hukum adalah kodifikasi yang dapat diterima masyarakat atas perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Selanjutnya perusahaan harus bertanggung jawab secara etis.Dan yang terakhir, perusahaan diharapkan untuk menjadi warga perusahaan yang baik (good corporate citizen). GAMBAR 2.1 PIRAMIDA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Philanthropic Responsibilities Be a good corporate citizen. Contribute resources to community ; improve quality of life Ethical Responsibilities Be ethical. Obligation to do what is right, just and fair. Avoid harm Legal Responsibilities Obay the law. Law is society’s codification of right and wrong. Play the rules of the game Economic Responsibilities Be profitable. The foundation upon which others rest. Sumber : Carroll (1991) Commission of the European Communities (2001) mendefinisikan CSR sebagai berikut : “A concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis.” http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 Dari pengertian diatas konsep CSR adalah perusahaan seharusnya mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para stakeholder secara sukarela. Sementara menurut WBCSD (World Business Council for Sustainable Development) mendefinisikan CSR sebagai : “…CSR is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life ofthe workforce and their families as well as of the local community and society at large.” Ini berarti bahwa perusahaan harus dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi beriringan dengan meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat luas. Ini bisa dilakukan dengan cara mengerti aspirasi dan kebutuhan stakeholder dan kemudian berkomunikasi dan berinteraksi dengan para stakeholder. Akibat banyaknya definisi CSR yang sangat beragam, lebih lanjut dalam penelitian Dahlsrud (2006) meneliti komponen yang terdapat dalam definisidefinisi CSR yang telah ada sebelumnya.Dahlsrud menggunakan metode analisis isi serta pengujian atas hasil analisis isi melalui penghitungan frekuensi di dunia maya. Dahlsrud menemukan bahwa berbagai definisi CSR yang diteliti secara konsisten mengandung lima komponen, yaitu : ekonomi, sosial, lingkungan, pemangku kepentingan dan voluntarisme. Jika hasil analisis frekuensi diterapkan, maka urutan paling konsisten dari lima komponen adalah pemangku kepentingan dan sosial (keduanya memiliki rasio 88%), disusul ekonomi (86%), voluntarisme (80%) dan lingkungan (59%). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap para stakeholdersyang terkait dan/atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder yang menyatakanbahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Hal tersebut didukung oleh Gray.et al., (1994) dalam Chariri dan Ghozali (2007) yang menyatakan bahwa, “kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya.” Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Chariri dan Ghozali, 2007). Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan adalah dengan melaksanakan CSR, dengan pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada perusahaan dapat mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaannya (sustainability). Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan (CSR) dapat dibagi menjadi tiga level sebagai berikut : http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 1) Basic responsibility (BR) Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahan yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius. 2) Organization responsibility (OR) Pada level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti pekerja, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya. 3) Sociental responses (SR) Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan. Untuk dapat menentukan ruang lingkup dari tanggung jawab sosial, mengidentifikasi isu-isu yang relevan dan menentukan prioritasnya terhadap tanggung jawab sosial, suatu perusahaan harus dapat mengerti elemen dasar yang terdapat dalam tanggung jawab sosial. Didalam ISO 260002 dijelaskan tujuh elemen dasar dari praktik CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu : 1) Tata kelola perusahaan Elemen ini mencakup bagaimana perusahaan harus bertindak sebagai elemen dasar dari tanggung jawab sosial (social responsibility) dan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menerapkan perilaku yang bertanggung jawab sosial (socially responsible behavior) yang berkaitan dengan elemen dasar lainnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 2) Hak asasi manusia Elemen ini mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia.Hak asasi manusia terbagi menjadi dua katagori utama, katagori pertama menganai hakhak sipil dan politik (civil and political rights) yang mencakup hak untuk hidup dan kebebasan (right to life and liberty), kesetaraan di mata hukum (equality before the law) dan hak untuk berpendapat (freedom of expression). Katagori yang kedua mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (economic, social and cultural rights) yang mencakup hak untuk bekerja (right to work), hak atas pangan (right to food), hak atas kesehatan (right to health), hak atas pendidikan (right to education) dan hak atas jaminan sosial (right to social security) 3) Ketenagakerjaan (labour practices) Elemen ini mencakup seluruh hal yang terdapat didalam prinsip dasar deklarasi ILO 1944 dan hak-hak tenaga kerja dalam deklarasi hak asasi manusia.Sebagai contohnya yaitu pelaksanaan kondisi kerja yang baik, bermartabat, dan kondusif; pengembangan sumberdaya manusia dan lain-lain. 4) Lingkungan Elemen ini mencakup pencegahan polusi sebagai dampak aktivitas perusahaan, pencegahan global warming, pendayagunaan sumber alam secara efisien dan efektif, dan penggunaan sistem manajemen lingkungan yang efektif dan berkelanjutan. 5) Praktik operasional yang adil (fair operational practices) Elemen ini mencakup pelaksanaan aktivitas secara etik dan pengungkapan aktivitas perusahaan yang transparan, pelaksanaan aktivitas pemilihan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 pemasok yang etis dan sehat, penghormatan terhadap hak-hak intelektual dan kepentingan stakeholder, serta perlawanan terhadap korupsi. 6) Konsumen (consumer issues) Elemen ini mencakup penyediaan informasi yang akurat dan relevan tentang produk perusahaan kepada pelanggan, penyediaan produk yang aman dan bermanfaat bagi pelanggan. 7) Keterlibatan dan pengembangan masyarakat (community envolvement and development) Elemen ini mencakup pengembangan masyarakat, peningkatan kesejahtraan masyarakat, aktivitas sosial kemasyarakatan (philantrophy), dan melibatkan masyarakat didalam aktivitas operasional perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dapat memberikan berbagai manfaat potensial bagi perusahaan. Dalam ISO 26000 disebutkan manfaat CSR bagi perusahaan yaitu : 1) Mendorong lebih banyak informasi dalam pengambilan keputusan berdasarkan peningkatan pemahaman terhadap ekspektasi masyarakat, peluang jika kita melakukan tanggung jawab sosial (termasuk manajemen risiko hukum yang lebih baik) dan risiko jika tidak bertanggung jawab secara sosial. 2) Meningkatkan praktek pengelolaan risiko dari organisasi. 3) Meningkatkan reputasi organisasi dan menumbuhkan kepercayaan publik yang lebih besar. 4) Meningkatkan daya saing organisasi. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 5) Meningkatkan hubungan organisasi dengan para stakeholder dan kapasitasnya untuk inovasi, melalui paparan perspektif baru dan kontak dengan para stakeholder. 6) Meningkatkan loyalitas dan semangat kerja karyawan, meningkatkan keselamatan dan kesehatan baik karyawan laki-laki maupun perempuan dan berdampak positif pada kemampuan organisasi untuk merekrut, memotivasi dan mempertahankan karyawan. 7) Memperoleh penghematan terkait dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi sumber daya, konsumsi air dan energi yang lebih rendah, mengurangi limbah, dan meningkatkan ketersediaan bahan baku. 8) Meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi melalui keterlibatan politik yang bertanggung jawab, persaingan yang adil, dan tidak adanya korupsi. 9) Mencegah atau mengurangi potensi konflik dengan konsumen tentang produk atau jasa. 10) Memberikan kontribusi terhadap kelangsungan jangka panjang organisasi dengan mempromosikan keberlanjutan sumber daya alam dan jasa lingkungan 11) Kontribusi kepada masyarakat dan untuk memperkuat masyarakat umum dan lembaga 5. Pengungkapan CSR Agar praktik CSR yang dilakukan dapat diketahui oleh para stakeholdernya, perusahaan harus melakukan pengungkapan atas praktik CSRnya.Pengungkapan praktik-praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial dalam pertanggungjawaban http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 perusahaan ke dalam akuntansi. Hal ini mendorong lahirnya suatu konsep yang disebut sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting atau pun Social Responsibility Accounting (Indira dan Dini, 2005). Pertimbangan aspek sosial ke dalam akuntansi telah dilakukan oleh Trueblood Committee.Trueblood Committee dalam Zeff (1999) menyatakan bahwa tujuan sosial perusahaan tidak kalah penting daripada tujuan ekonomi. Trueblood Committee Report menyatakan “An objective of financial statements is to report on those activities of the enterprise affecting society which can be determined and described or measured and which are important to the role of the enterprise in its social environment”. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah bagian dari tujuan laporan keuangan. Gray et al. (1994) mendefinisikan Social and environmental accounting sebagai: “…the process of communicating the social and environmental effects of organizations’ economic actions to particular interest groups within society and to society at large…” Dari definisi diatas akuntansi pertanggung jawaban sosial merupakan suatu proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai isi dari pengungkapan CSR itu sendiri (Chariri dan Ghozali, 2007). Dalam survei yang dilakukan oleh Ernst dan Ernst,1998 (dalam Chariri dan Ghozali, 2007) menemukan bahwa pengungkapan dikatakan berkaitan dengan isu sosial (dan lingkungan) jika pengungkapan tersebut berisi informasi yang dapat dikatagorikan ke dalam kelompok berikut ini : http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 1) Lingkungan 2) Energi 3) Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja 4) Lain-lain tentang tenaga kerja 5) Produk 6) Keterlibatan masyarakat 7) umum Ada berbagai motivasi bagi para manajer untuk sukarela melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, seperti memutuskan untuk melaporkan informasi sosial dan lingkungan. Deegan (2002) dalam penelitiannya merangkum beberapa alasan yang dikemukakan oleh berbagai peneliti untuk melaporkan informasi sosial dan lingkungan sebagai berikut : 1) Keinginan untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam Undang-Undang. 2) Pertimbangan rasionalitas ekonomi 3) Keyakinan dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan. 4) Keinginan untuk mematuhi persyaratan peminjaman 5) Untuk memenuhi harapan masyarakat, mungkin mencerminkan suatupandangan yang sesuai dengan "komunitas lisensi untuk beroperasi". 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan CSR Menurut Lang and Lundholm (1993) karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, karakteristik perusahaan merupakan prediktor kualitas dari suatu pengungkapan. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan yang lain. Karakteristik perusahaan yang terlah diteliti oleh peneliti sebelumnya http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengungkapan laporan CSR (Anggara Fahrizqi, 2010).Karekteristik perusahaan yang mempengaruhi pelaporan CSR yaitu ukuran perusahaan (corporate size), profitabilitas (profitability). Sedangkan dewan komisaris dan leverage tidak mempengaruhi pelaporan CSR .Sebagai variabel tambahan yaitu tipe industri (industry type). 6.1 Tipe Industri Tipe industri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu industri yang high-profile dan industri yang low-profile.Robert (1992) dalam Anggraini (2006) menggambarkan industri yang high-profile sebagai perusahaan yang mempunyai tingkat sensivitas yang tinggi terhadap lingkungan (consumer visibility), tingkat risiko politik yang tinggi atau tingkat kompetisi yang ketat.Keadaan tersebut membuat perusahaan menjadi lebih mendapatkan sorotan oleh masyarakat luas mengenai aktivitas perusahaannya. Industri low-profile adalah kebalikannya, perusahaan ini memiliki tingkat consumer visibility, tingkat risiko politik, dan tingkat kompetisi yang rendah, sehingga tidak terlalu mendapat sorotan dari masyarakat luas mengenai aktivitas perusahaannya meskipun dalam melakukan aktivitasnya tersebut perusahaan melakukan kesalahan atau kegagalan pada proses maupun hasil produksinya. 6.2 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan (size) merupakan salah satu variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan mengenai variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan.Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran perusahaan (Size) terhadap kualitas ungkapan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 penelitian empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh total aktivahampir selalu konsisten dan secara statistik signifikan. Beberapa penjelasan yang mungkin dapat menjelaskan fenomena ini adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya informasi yang rendah, perusahaan besar juga mempunyai kompleksitas dan dasar pemilikan yang lebih luas dibanding perusahaan kecil (Cooke, 1989 dalam Rosmasita, 2007). Roberts (1992) dalam Hackston dan Milne (1996) mengelompokkan perusahaan otomotif, penerbangan dan minyak sebagai industri yang high-profile, sedangkan Diekers dan Perston (1977) dalam Hackston dan Milne (1996) mengatakan bahwa industri ekstraktif merupakan industri yang high-profile. Patten (1991) dalam Hackston dan Milne (1996) mengelompokkan industri pertambangan, kimia, dan kehutanan sebagai industri high-profile. Atas dasar pengelompokan di atas, maka penelitian ini mengelompokkan industri migas, kehutanan, pertanian, pertambangan, perikanan, kimia, otomotif,transportasi, telekomunikasi, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi, plastik, dan konstruksi sebagai industri yang high-profile. Perusahaan besar merupakan entitas bisnis yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial.Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Robert (1992) dalam Sembiring (2005), sedangkan penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara lainHackston dan Milne (1996), Hasibuan (2001), Anggraini (2006), Amran dan Devi (2008), Sembiring (2005). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 6.3 Profitabilitas Profitabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba untuk meningkatkan nilai pemegang saham.Menurut Heinze (1976); Gray, et al. (1995b); dalam Sembiring (2005) profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan profitabilitas CSR kepada perusahaan maka pemegang semakin saham.Semakin besar tinggi pengungkapan tingkat informasi sosialnya.Hackston dan Milne (1996) dalam penelitiannya menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Hubungan antara kinerja keuangan suatu perusahaan, dalam hal ini profitabilitas, dengan pengungkapan tanggung jawab sosial menurut Belkaoui dan Karpik (1989) paling baik diekspresikan dengan pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial juga akan memajukan kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan. Konsekuensinya, perusahaan yang mempunyai respon sosial dalam hubungannya dengan pengungkapan tanggung jawab sosial seharusnya menyingkirkan seseorang yang tidak merespon hubungan antara profitabilitas perusahaan dengan variable akuntansi seperti tingkat pengembalian investasi dan variabel pasar seperti differential return harga saham. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 6.4 Leverage Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan, dengan demikian menggambarkan risiko keuangan perusahaan. Perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak hak mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981 dalam Marwata, 2001 dan Meek, et al, 1995 dalam Fitriany, 2001). B. Peneliti Terdahulu Fahrizqi (2010) Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dimana variable independennya adalah ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dan ukuran dewan komisaris. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut : Secara parsial ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dengan arah positif, sedangkan leveragedan ukuran dewan komisaristidak berpengaruh signifikan terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 Noviyati (2008) melakukan penelitian mengenai faktor - faktor Yang Berhubungan Dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan : Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa variabel regulasi pemerintah tidak memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, variabel tekanan masyarakat memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, variabel tekanan organisasi lingkungan memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, variabel tekanan organisasi massa, tidak memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, dan variabel akuntansi sosial tidak memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan Rosmasita (2007) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR suatu perusahaan dalam hal ini pada laporan tahunan perusahaan manufaktur.Faktor-faktor tersebut diproksikan dalam kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, dan profitabilitas.Sampel yang digunakan adalah 113 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2004-2005. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: (1) pengujian secara simultan menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor perusahaan terhadap pengungkapan CSR perusahaan, (2) variabel kepemilikan manajemen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sosial Anggraini (2006) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri dan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia.Anggaraini menggunakan metode content analysis untuk menghitung pengungkapan CSR di Indonesia. Anggraini menemukan bahwa kepemilikan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 manajemen dan tipe industri berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia Sembiring (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan antara karakteristik perusahaan dan pengungkapan CSR di Indonesia.Karakteristik perusahaan dalam penelitian ini terdiri atas ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industry, ukuran dewan komisaris dan leverage.Penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris dan tipe industri mempengaruhi pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. TABEL 2.2 RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU Peneliti (Tahun) Fahrizqi (2010) Noviyati (2008) Alat Variabel Analisis Penelitian Regresi Variabel berganda independen : Ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, ukuran dewan komisaris Regresi Variabel berganda independen : Regulasi peemrintah , regulasi tekanan masyarakat , tekanan organisasi , akuntansi sosial , tekanan organisasi massa , Variabel Dependen : CSR Hasil Penelitian secara parsial ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR sedangkan leverage dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR regulasi pemerintah , akuntansi sosial dan tekanan organisasi tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan sedangkan variabel tekanan masyarakat dan tekanan organisasi lingkungan memiliki pengaruh pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 Rosmasita Regresi Varibel (2007) berganda independen kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas . Variabel dependen : pengungkapan sosial Anggraini Regresi Independen : (2006) berganda kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri, profitabilitas . Dependen : CR disclosure Sembiring Regresi Variabel (2005) berganda Independen : Size perusahaan, solvabilitas, proporsi milikan saham publik, basis perusahaan, likuiditas. Variabel dependen : luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan (1) Pengujian secara simultan menemukan adanya penaruh yang signifikan antara faktor-faktor perusahaan terhadap pengungkapan CSR perusahaan , (2) Variabel kepemilikan manajemen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sosial Terdapat lima faktor yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan untuk mengungkap akuntansi CSR, yaitu faktor kepemilikan manajemen, hutang, ukuran, dan tipe perusahaan dan profitabilitas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hampir semua perusahaan mengungkapkan kinerja ekonomi karena sudah di tetapkan dalam PSAK 57 Secara bersama-sama proporsi kepemilikan publik, basis perusahaan, solvabilitas, likuiditas, dan size perusahaan mempunyai kemampuan menjelaskan variabel luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, semakin besar size perusahaan akan memberikan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan dipengaruhi oleh basis perusahaan tidak berhasil menolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengharuh antara solvabilitas perusahaan Sumber : Dibentuk berdasakan penelitian-penelitian terdahulu. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan analisis dalam landasan teori dan penelitian terdahulu yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR, yaitu tipe industri, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage. Maka dibuat model penelitian seperti gambar berikut ini : GAMBAR 2.3 KERANGKA PEMIKIRAN Tipe industry (X1) Ukuran perusahaan(X2) Pengungkapan CSR (Y) Profitabilitas (X3) Leverage (X4) Sumber : Dibangun sebagai dasar pemikiran dalam penelitian ini. D. 1. Perumusan Hipotesis Pengaruh Tipe industri terhadap luas pengungkapan CSR Tipe industri adalah karateristik yang dimiliki oleh perusahaan yang berkaitan dengan bidang usaha, risiko usaha, karyawan yang dimiliki dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 lingkungan perusahaan.Tipe industri didefinisikan sebagai faktor potensial yang mempengaruhi praktek pengungkapan sosial perusahaan.Berdasarkan penelitian Utomo (2000) dalam Mirfazli (2007) menyatakan bahwa praktek pengungkapan sosial kelompok industri high-profile lebih tinggi daripada kelompok industri low profile.Peneliti Sembiring (2005) juga menggunakan variabel tipe industri yang dikelompokkan dalam industri high profile dan low profile memberikan hasil yang signifikan.Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang bertipe high profile dalam melakukan aktivitasnya banyak memodifikasi lingkungan, dan menimbulkan dampak sosial yang negatif terhadap masyarakat, atau secara luas terhadap stakeholdersnya.Berbeda dengan hasil penelitian Diba (2012) yang menyatakan bahwa tipe industri tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Oleh karena itu hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H1: Tipe Industri berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. 2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap luas pengungkapan CSR Ukuran perusahaan adalah tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan.Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyakdigunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Beberapa penelitian mengenai variabel ukuran perusahaan terhadap CSR telah banyak dilakukan. Andreas dan Lawer (2010) memasukkan variabel ukuran perusahaan ke dalam penelitiannya yang menggunakan sampel semua perusahaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 properti dan real estat yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007, dan menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti halnya dengan Andreas dan Lawer (2010), Wijaya (2012) juga memasukkan variabel ukuran perusahaan ke dalam penelitiannya yang dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.Tetapi Wijaya (2012) menggunakan kriteria sampel yang berbeda, yaitu perusahaan yang terdaftar di PROPER tahun 2008-2010.Hasilnya adalah Wijaya (2012) juga menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Ada pun Sembiring (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan yang listing di BEJ seperti yang tercantum dalam Indonesian Capital Market Direction 2002. Dalam penelitiannya, Sembiring menggunakan variabel ukuran perusahaan yang dihubungkan dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab socialperusahaan, dan hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara kedua variabel tersebut.Susilatri dan Indriani (2011) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan pertambangan yang listing di BEI tahun 20042008.Hasilnya menemukan bahwa ukuran perusahaan juga mempengaruhi secara positif pengungkapan CSR.Sementara Anggraini (2006) tidak menemukan hubungan antara keduanya. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti menduga bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR), sehingga rumusan hipotesisnya adalah: H2: Ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 3. Pengaruh Profitabilitas terhadap luas pengungkapan CSR Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham, sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka akan semakin besar pula pengungkapan pertanggungjawaban sosialnya (Marbim, 2008). Ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susilatri dan Indriani (2011), dimana dia menggunakan profitabilitas sebagai variabel independen, dan menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaanSementara, Andreas dan Lawer (2010) menemukan pengaruh profitabilitas yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Selanjutnya, hasil penelitian oleh Wijaya (2012) membuktikan adanya pengaruh tidak signifikan antara profitabilitas terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.Sembiring (2005) dan Anggraini (2006) juga menemukan pengaruh profitabilitas yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H3: Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. 4. Pengaruh Leverage terhadap luas pengungkapan CSR Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiyai asset perusahaan. Leverage memiliki arti penting bagi perusahaan, karena dapat diketahui dampak leverage terhadap profitabilitas. Semakin tinggi tingkat leverage besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba yang lebih tinggi dengan cara mengurangi biaya-biaya termasuk biaya pengungkapan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 pertanggungjawaban sosial perusahaan. Beberapa penelitian yang menghubungkan leverage dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Marbun (2008) membuktikan ada pengaruh antara leverage dengan pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Seperti halnya denganMarbun (2008), Zulmi (2008) dan Cahya (2010) juga menyatakan bahwa tingkat leverage perusahaan yang tinggi akan mendorong perusahaan melakukan pengungkapan sosialnya (kedua variabel berhubungan positif). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Andreas dan Lawer (2010), Susilatri dan Indriani (2011), dan wijaya (2012) yang membuktikan tidak ada pengaruh antara leverage dengan pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitianpenelitian tersebut, maka peneliti menduga bahwa leverage berpengaruh positif signifikan terhadap Corporate Social Responsibility, sehingga rumusan hipotesisnya adalah: H4: Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. http://digilib.mercubuana.ac.id/