STUDI POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KAWASAN BOGOR-PUNCAKCIANJUR (BOPUNJUR) PROPINSI JAWA BARAT Studies on Alteration Pattern of Land-Use Using Geographycal Information System at the Area of Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), West Java Province Suryadi Mintaraga1), M. Sumaryono2) dan Subroto3) Abstract. Bopunjur, the well known of upland area between Bandung and Jakarta has important function as reservoir for the surrounding lower areas. This land-use based function has been changed rapidly and could be harm for the lowland surrounding areas. The study had been conducted to record the trend of the land-use alteration compared with data of the year 1981, 1990, 2000 and 2002 using land-use maps from Depkimpraswil, Bakosurtanal and Landsat ETM image. The research resulted that alteration of land-use pattern in Puncak area caused forest area decreasing from 4,555.34 to 3,012.00 has in 19812002, plantation from 5,999.59 to 5,137.00 has, rice field from 7,034.54 to 1,469.00 has, non irrigated dry field farm/huma from 6,356.27 to 7,181.00 has, settlement from 859.24 to 7,537.00 has, dam/pool from 423.27 to 777.00 has and the critical land was 636.58 has. The land-use pattern tending to destroy Puncak area could not be avoided although by using Decision of President (Keppres no. 48/1983, no. 79/1985 and no. 114/1999), since the existing regulations were not followed by any sanction for trespassers. It is recommended that another attempt is needed to take care of Puncak area as soil and water conservation area, such as specifying a special area for the region of settlement which is not included the conservation area. It is needed to study intensely in specifying detailed Regional Plan Planology (RTRW) in order to accomodate between land-use planning and regional condition. Continuation study is needed particularly with reference to development of region for serving infrastructure and settlement region in the future. Kata kunci: perubahan, penggunaan lahan, dampak, tanah kritis _________________________________________________________________________ 1) Subdinas Bina Program Dinas Kehutanan Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat 2) Laboratorium Inventarisasi dan Perencanaan Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 3) Laboratorium Ilmu Tanah Fak. Pertanian Unmul, Samarinda 161 162 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur) dalam 20 tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat menempatkan kawasan ini sebagai salah satu kawasan andalan. Konsep kawasan andalan juga mengacu pada konsep kawasan yang berpotensi untuk cepat tumbuh dibandingkan dengan kawasan lain yang ada di suatu propinsi dan diharapkan berdampak positif terhadap pertumbuhan kawasan belakang (hinterland). Pertumbuhan ini juga tidak terlepas dengan terjadinya peningkatan secara cepat jumlah pemukiman komplek villa baru di sepanjang Bopunjur (Anonim, 2001a). Penataan kawasan Bopunjur telah dimulai tahun 1960-an dengan turunnya Peraturan Presiden (Penpres) nomor 3 tahun 1963 tentang Penertiban Pembangunan Baru Sepanjang Jalan antara Jakarta-Bogor-Cianjur (Anonim, 1963). Pada saat itu antisipasi perkembangannya sudah menjadi perhatian karena keberadaan Puncak sangat strategis, baik dari segi keindahan alam, iklim yang sejuk, maupun merupakan perlintasan yang menghubungkan wilayah barat Propinsi Jawa Barat melalui jalur jalan Bandung-Jakarta (Puspaningsih, 2003). Melihat perkembangan Bopunjur sekarang dan begitu menariknya potensi ekonomi yang dapat dijual, membuat orang sering melupakan fungsi utama kawasan ini, yaitu kawasan konservasi (Keppres, 1983; Keppres, 1985; Keppres, 1999 masing-masing dalam Anonim, 1983; 1985 dan 1999). Tekanan terhadap sumberdaya alam di kawasan Bopunjur telah menimbulkan perubahan pola penggunaan lahan dan penutupan lahan yang diakibatkan pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam serta kesuburan tanah yang mengakibatkan perubahan dan kerusakan terhadap keutuhan kawasan. Menurut Mas (1999) dalam Ekadinata Putra (2002), perubahan karakteristik penutupan lahan merupakan hal yang wajar di sebagian negara-negara berkembang. Tetapi perubahan lahan yang berlangsung sangat cepat seringkali menimbulkan pengaruh yang kontradiktif dengan tujuan pembangunan. Selain itu, dinamika perubahan pola penggunaan lahan juga berpengaruh terhadap penurunan potensi kawasan yang disebabkan oleh semakin luasnya penggunaan lahan untuk bangunan-bangunan guna keperluan pemukiman, penyerobotan lahan dan penebangan liar di kawasan konservasi yang cenderung menyebabkan pengurangan kawasan resapan air, juga dengan fungsi konservasinya, kawasan Bopunjur diharapkan dapat menjamin tersedianya air tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi kawasan Bopunjur serta daerah hilirnya. Oleh sebab itu sejumlah Keppres dikeluarkan untuk menata, menertibkan serta mengendalikan pembangunan di Bopunjur, di antaranya Keppres nomor 48 tahun 1983, Keppres nomor 79 tahun 1985 dan Keppres nomor 114 tahun 1999 dalam rangka melestarikan fungsi kawasan konservasi di kawasan andalan Bopunjur sebagai upaya pemerintah untuk terus menerus menata perencanaan, pemanfaatan ruang serta pengendalian di kawasan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar/luasnya pola perubahan penggunaan lahan di kawasan Bopunjur, sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 2002, untuk mengetahui besar/luas kerusakan lahan yang sudah terjadi dan faktorfaktor yang menyebabkan kerusakan lahan tersebut dan untuk mengetahui seberapa jauh peraturan-peraturan yang mendukung kebijakan pembangunan di kawasan Bopunjur berjalan secara efektif. Mintaraga dkk. (2005). Studi Pola Perubahan Penggunaan Lahan 163 METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di kawasan Puncak Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat, yaitu di kecamatan Pacet, kecamatan Sukaresmi dan kecamatan Cugenang. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 6 bulan dimulai dari bulan September 2003 sampai dengan April 2004. Objek penelitiannya adalah kawasan Bopunjur yang masuk ke dalam wilayah administrasi kabupaten Cianjur, yaitu kecamatan Pacet, kecamatan Sukaresmi dan kecamatan Cugenang yang berhubungan dengan besar/luasnya perubahan pola penggunaan lahan di kawasan Bopunjur sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 2002 (permukiman, persawahan, tegalan/ladang/huma, kolam/empang, hutan, perkebunan, penggunaan lain), besar/luas kerusakan lahan yang sudah terjadi dan faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan lahan tersebut dan mengetahui seberapa jauh peraturan-peraturan yang mendukung kebijakan pembangunan di kawasan Bopunjur berjalan secara efektif. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peta penggunaan tanah kecamatan Pacet, Cugenang dan Sukaresmi tahun 2001 dari BPN skala 1 : 25.000; peta Rupabumi Digital Indonesia (Bakosurtanal) lembar 1209-213 Cugenang, lembar 1209-124 Selabintana, lembar 1209-231 Cipanas, lembar 1209-142 Cisarua, lembar 1209-232 Cikalongkulon tahun 1993/1994 dan 1981/1982 masing-masing dengan skala 1 : 25.000; peta penggunaan lahan tahun 2000 di kawasan Puncak dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah; Citra Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) 2002 dari LAPAN; satu unit komputer dengan perangkat lunak ArcView Release 3.3, R2V, ERDAS, Pathfinder Office dan Microsoft Office dan printer/plotter GPS merk Garmin. Prosedur penelitian untuk menghasilkan informasi mengenai perubahan lahan di kawasan Puncak-Cianjur dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: analisis pola penggunaan lahan di kawasan Puncak tahun 1981 dan 1991, di mana wilayah tersebut terletak pada gabungan peta Rupabumi Digital Indonesia (Bakosurtanal) lembar 1209-213 Cugenang, lembar 1209-124 Selabintana, lembar 1209-231 Cipanas, lembar 1209-142 Cisarua, lembar 1209-232 Cikalongkulon tahun 1981 dan 1991 skala 1 : 25.000; analisis pola penggunaan lahan di kawasan Puncak tahun 2000 yang bersumber dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Jakarta dan peta penggunaan tanah Kecamatan Pacet, Cugenang dan Sukaresmi tahun 2001 dari BPN skala 1 : 25.000 digunakan sebagai pembanding dan analisis Citra Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) 2002 dari Lapan, menggunanakan perangkat lunak ERDAS. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 dari Badan Koordinasi Pemetaan Nasional tahun 1981 dan 1991, peta penggunaan lahan dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) tahun 2000 dan Citra Landsat tahun 2002, maka diperoleh data pola penggunaan lahan di kawasan Puncak seperti pada Tabel 1 dan Gambar 1. 164 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Puncak Cianjur tahun 1981-2002 Penggunaan lahan Pemukiman Persawahan Tegal/ladang/huma Empang/kolam Pengangonan Perkebunan Hutan Lain-lain Jumlah Luas (ha) 1991 2000 2.703,79 5.190,90 6.927,28 4.565,10 7.710,29 9.276,00 423,27 130,10 241,07 700,35 4.656,01 3.243,00 2.348,03 2.988,00 2.910,26 1.826,55 27.920,00 27.920,00 1981 859,24 7.034,54 6.356,27 5.999,59 4.555,34 3.115,02 27.920,00 2002 7.537,00 1.469,00 7.181,00 777,00 5.137,00 3.012,00 2.807,00 27.920,00 30000 Lain-lain 25000 Hutan Perkebunan Luas (ha) 20000 15000 Penggembalaan Empang/kolam Tegal/ladang/ huma 10000 Persawahan 5000 Pemukiman 0 1981 1991 2000 2002 Tahun Gambar 1. Grafik Perubahan Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Bopunjur Tahun 19912002 Hutan Luas wilayah hutan di kawasan Bopunjur terus menurun sejak tahun 19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan lahan, penutupan hutan yang mencapai 16,31 % (4.555,34 ha) dari luas seluruh Mintaraga dkk. (2005). Studi Pola Perubahan Penggunaan Lahan 165 areal pada tahun 1981 turun menjadi 8,41 % (2.348,03 ha) pada tahun 1991, kemudian meningkat lagi menjadi 10,70 % (2.988,00 ha) pada tahun 2000 dan menjadi 11,0 % (3.012,00 ha) pada tahun 2002. Hal ini terjadi karena konversi hutan menjadi pemukiman dan tegalan/ladang/huma yang dilakukan mulai pada tahun 1990-an. Seiring dengan pengaruh tekanan penduduk dan kebutuhan akan lahan yang menyertainya, kawasan hutan memiliki pola yang cenderung menurun sampai dengan tahun 2000, kemudian meningkat pada tahun 2002. Kondisi ini adalah pengaruh dari kegiatan reboisasi dan penghijauan yang dilakukan Pemerintah Daerah setempat yang banyak memanfaatkan jenis tanaman cepat tumbuh seperti akasia (Acacia mangium) dan sengon (Paraserianthes falcataria). Perkebunan Luas wilayah perkebunan di kawasan Bopunjur terus menurun sejak tahun 19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan lahan, perkebunan yang mencapai 21,49 % (5.999,59 ha) dari luas areal pada tahun 1981 turun menjadi 16,68 % (4.656,01 ha) pada tahun 1991, kemudian menurun lagi menjadi 11,62 % (3.243,00 ha) pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 18 % (5.137,00 ha) pada tahun 2002. Hal ini terjadi karena konversi perkebunan menjadi pemukiman, tegal/ladang/huma, empang/kolam dan penggembalaan ternak yang dilakukan mulai tahun 1990-an sampai tahun 2000. Peningkatan luas areal perkebunan sebesar 11,62 % (3.243,00 ha) terjadi pada tahun 2000 dan meningkat lagi menjadi 18,0 % (5.137,00 ha) pada tahun 2002. Hal ini disebabkan terjadi depresiasi harga jual hasil pertanian yang tak kunjung membaik menjadikan perkebunan sebagai alternatif yang lebih menarik bagi penggunaan lahan di kawasan itu. Penggembalaan Luas areal penggembalaan di kawasan Bopunjur pada tahun 1991 adalah 0,86 % (241,07 ha) dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 2,51 % (700,35 ha). Hal ini terjadi karena konversi perkebunan menjadi areal penggembalaan. Terjadinya peningkatan areal tersebut disebabkan kebutuhan penduduk untuk menggembalakan ternaknya. Empang/kolam Luas empang/kolam di kawasan Bopunjur pada tahun 1991 adalah 1,52 % (423,27 ha), tetapi pada tahun 2000 menurun menjadi 0,47 % (130,10 ha), kemudian pada tahun 2002 meningkat menjadi 3,0 % (777,00 ha). Hal ini terjadi karena konversi perkebunan dan lain-lain (sempadan sungai) menjadi empang/kolam, kemudian empang/kolam tersebut berubah menjadi pemukiman. Terjadinya peningkatan empang/kolam tahun 2002 disebabkan kebutuhan penduduk untuk kegiatan perikanan dan rekreasi serta sarana pelengkap pada bangunan perumahan atau villa dan hotel. 166 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 Tegal/ladang/huma Luas tegal/ladang/huma di kawasan Bopunjur terus meningkat sejak tahun 19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan lahan, tegal/ladang/huma pada tahun 1981 luasnya mencapai 22,76 % (6.356,27 ha) meningkat menjadi 27,62 % (7.710,29 ha) pada tahun 1991, karena konversi areal hutan dan perkebunan. Kemudian meningkat lagi menjadi 33,22 % (9.276,00 ha) pada tahun 2000 karena konversi dari lain-lain (kawasan lindung berupa sempadan sungai dan daerah sekitar mata air) disebabkan terjadi perambahan dan penebangan liar di sempadan sungai dan sekitar mata air (kawasan lindung) dan menurun menjadi 26 % (7.181,00 ha) pada tahun 2002 karena konversi menjadi pemukiman akibat terjadi peningkatan jumlah penduduk. Persawahan Luas persawahan di kawasan Bopunjur terus menurun daari tahun 19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan lahan, pada tahun 1981 luasnya mencapai 25,20 % (7.034,54 ha), kemudian menurun menjadi 24,81 % (6.927,28 ha) pada tahun 1991, karena konversi menjadi pemukiman dan empang/kolam. Kemudian menurun lagi menjadi 16,35 % (4.565,00 ha) pada tahun 2000 karena konversi menjadi permukiman dan penggembalaan ternak, menurun lagi menjadi 5 % (1.469,00 ha) pada tahun 2002 karena konversi menjadi pemukiman. Pemukiman Luas pemukiman di kawasan Bopunjur terus meningkat sejak tahun 19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan lahan, pada tahun 1981 luasnya mencapai 3.08 % (859,24 ha) kemudian meningkat menjadi 9,68 % (2.703,79 ha) pada tahun 1991, karena konversi dari perkebunan, hutan dan sawah menjadi pemukiman. Kemudian meningkat lagi menjadi 18,59 % (5.190,00 ha) pada tahun 2000 karena konversi dari persawahan dan empang/kolam menjadi pemukiman dan meningkat lagi menjadi 27 % (7.537,00 ha) pada tahun 2002 karena konversi dari persawahan menjadi pemukiman. Dengan terjadinya perubahan pola penggunaan lahan di kawasan Puncak yaitu semakin berkurangnya luas hutan dan perkebunan serta bertambah luasnya pemukiman penduduk dan tegalan/lading/huma akan menimbulkan dampak negatif berupa terganggunya sistem hidrologi di kawasan tersebut. Data hidrologi di Sub Das Cikundul pada tahun 1992 menunjukkan, bahwa debit maksimum dan minimum yang dapat direkam di stasiun Cinangka adalah 8,029 m3/detik dan 0,376 m3/detik; Ciraden 20,242 m3/detik dan 1,615 m3/detik; Cisalak 19,626 m3/detik dan 1,991 m3/ detik. Debit ini meningkat terus sehingga pada tahun 2003 debit maksimum dan minimum yang dapat direkam di stasiun Cinangka adalah 36,400 m3/detik dan 0,110 m3/detik; Ciraden 93,800 m3/detik dan 0,860 m3/detik; Cisalak 87,700 m3/detik dan 0,389 m3/detik. Berdasarkan data tersebut, sejak tahun 1992 sampai tahun 2003 telah terjadi peningkatan debit di Sub Das Cikundul. Mintaraga dkk. (2005). Studi Pola Perubahan Penggunaan Lahan 167 Kegiatan konversi hutan alam menjadi ladang berpotensi meningkatkan sedimentasi 500 kali, hutan alam menjadi perkebunan 500800 kali, hutan alam menjadi semak dan padang rumput 300 kali dan hutan alam menjadi tanah pertanian gundul potensi meningkatnya sedimentasi 1000 kali (MacKinnon dkk., 1996). Di samping itu, berdasarkan hasil interpretasi citra satelit tahun 2002 di kawasan PuncakCianjur terdapat 7.181 ha yang termasuk ke dalam tegalan/ladang/huma. Dari jumlah tersebut berdasarkan hasil inventarisasi lahan kritis tahun 2000 di kawasan Puncak terdapat 636,58 ha lahan kritis dan sangat b kritis (Anonim, 2001 ). Pemerintah kabupaten Cianjur sejak tahun 19882001 telah memberi ijin lokasi kepada 119 pemohon untuk pembangunan perumahan/hotel, industri, agrowisata dan lain-lain (SPBU, menara relay, pusdiklat, restoran, toko, masjid, kantor, sekolah, sarana pariwisata) seluas 1.096,84 ha. Berdasarkan Keppres nomor 48 tahun 1983, Keppres nomor 79 tahun 1985 dan Keppres nomor 114 tahun 1999, kawasan Puncak ditetapkan sebagai kawasan konservasi, ijin lokasi diberikan sesuai dengan Perda nomor 1 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Puncak. Inkonsistensi dalam kebijakan telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur dengan pemberian ijin penggunaan lahan di kawasan lindung seluas 88 ha. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Di kawasan Puncak telah terjadi pola perubahan penggunaan lahan, luas wilayah hutan menurun sejak tahun 19812002 dari 4.555,34 ha menjadi 3.012,00 ha, perkebunan 5.999,59 ha menjadi 5.137,00 ha, persawahan 7.034,54 ha menjadi 1.469,00 ha, tegal/ladang/huma 6.356,27 ha meningkat menjadi 7.181,00 ha, pemukiman 859,24 ha menjadi 7.537,00 ha dan empang/kolam 423,27 ha menjadi 777,00 ha. Kondisi lahan yang rusak dan menjadi kritis adalah seluas 636,58 ha. Pola perubahan penggunaan lahan yang bersifat merusak di kawasan Puncak ini tidak mampu dibendung, walaupun dengan menggunakan Keputusan Presiden (Keppres nomor 48/1983, 79/1985 dan 114/1999), dikarenakan peraturan yang ada tidak disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Saran Perlu adanya usaha yang lain untuk tetap menjaga kawasan Puncak sebagai kawasan konservasi tanah dan air, misalnya dengan menetapkan kawasan khusus untuk wilayah pemukiman yang bukan merupakan kawasan konservasi. Dalam menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lebih rinci perlu dilakukan studi yang lebih mendalam dalam upaya untuk menyesuaikan antara rencana penggunaan lahan dengan kondisi wilayahnya. Perlu studi lanjutan, khususnya yang berkenaan dengan pengembangan wilayah, yaitu untuk infra struktur maupun wilayah pemukiman di masa yang akan datang. 168 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1963. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1963 tentang Penertiban Pembangunan Baru Sepanjang Jalan Antara Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur. Sekretariat Negara, Jakarta. 45 h. Anonim. 1983. Keppres Nomor 48 Tahun 1983 tentang Penanganan Khusus Penataan Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan pada Kawasan Pariwisata Puncak dan Wilayah Jalur Jalan Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur di luar Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kodya Bogor, Kotip Depok, Kota Cianjur dan Kota Cibinong. Sekretariat Negara RI, Jakarta. 60 h. Anonim. 1985. Keppres Nomor 79 Tahun 1985 tentang Prosedur dan Tata Cara Pengendalian pada Kawasan Pariwisata Jalur Jalan Bogor-Puncak-Cianjur. Sekretariat Negara RI, Jakarta. 52 h. Anonim. 1999. Keppres Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang, Kawasan BogorPuncak-Cianjur. Sekretariat Negara RI. Jakarta. 55 h. a Anonim. 2001 . Pemanfaatan Kawasan Konservasi Bopunjur Ditinjau dari Aspek Lingkungan Hidup. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Winaya Mukti, Bandung. 15 h. b Anonim. 2001 . Laporan Proyek Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis di Kabupaten Cianjur Tahun 2001. Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur. 54 h. Ekadinata Putra, A. 2002. Deteksi Perubahan Lahan dengan Menggunakan Citra Satelit Multisensor di Sumberjaya Lampung. Skripsi Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor. 50 h. MacKinnon, K.; G. Hatta; H. Halim and A. Mangalik. 1996. The Ecology of Kalimantan, Indonesia Borneo. The Ecology of Indonesia Series Volume III. Periplus Editions, Hongkong. 872 h. Puspaningsih, N. 2003. Evaluasi Kerusakan Lahan di Kawasan Bopunjur. Makalah Sekolah Pascasarjana Program S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor. 15 h.