STUDI PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN LAHAN

advertisement
STUDI POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFI DI KAWASAN BOGOR-PUNCAKCIANJUR (BOPUNJUR) PROPINSI JAWA BARAT
Studies on Alteration Pattern of Land-Use Using Geographycal
Information System at the Area of Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur),
West Java Province
Suryadi Mintaraga1), M. Sumaryono2) dan Subroto3)
Abstract. Bopunjur, the well known of upland area between Bandung and
Jakarta has important function as reservoir for the surrounding lower areas. This
land-use based function has been changed rapidly and could be harm for the
lowland surrounding areas. The study had been conducted to record the trend of
the land-use alteration compared with data of the year 1981, 1990, 2000 and
2002 using land-use maps from Depkimpraswil, Bakosurtanal and Landsat ETM
image. The research resulted that alteration of land-use pattern in Puncak area
caused forest area decreasing from 4,555.34 to 3,012.00 has in 19812002,
plantation from 5,999.59 to 5,137.00 has, rice field from 7,034.54 to 1,469.00
has, non irrigated dry field farm/huma from 6,356.27 to 7,181.00 has, settlement
from 859.24 to 7,537.00 has, dam/pool from 423.27 to 777.00 has and the
critical land was 636.58 has. The land-use pattern tending to destroy Puncak
area could not be avoided although by using Decision of President (Keppres no.
48/1983, no. 79/1985 and no. 114/1999), since the existing regulations were not
followed by any sanction for trespassers. It is recommended that another attempt
is needed to take care of Puncak area as soil and water conservation area, such
as specifying a special area for the region of settlement which is not included
the conservation area. It is needed to study intensely in specifying detailed
Regional Plan Planology (RTRW) in order to accomodate between land-use
planning and regional condition. Continuation study is needed particularly with
reference to development of region for serving infrastructure and settlement
region in the future.
Kata kunci: perubahan, penggunaan lahan, dampak, tanah kritis
_________________________________________________________________________
1) Subdinas Bina Program Dinas Kehutanan Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat
2) Laboratorium Inventarisasi dan Perencanaan Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
3) Laboratorium Ilmu Tanah Fak. Pertanian Unmul, Samarinda
161
162
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur) dalam 20 tahun terakhir ini mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat
menempatkan kawasan ini sebagai salah satu kawasan andalan. Konsep kawasan
andalan juga mengacu pada konsep kawasan yang berpotensi untuk cepat tumbuh
dibandingkan dengan kawasan lain yang ada di suatu propinsi dan diharapkan
berdampak positif terhadap pertumbuhan kawasan belakang (hinterland).
Pertumbuhan ini juga tidak terlepas dengan terjadinya peningkatan secara cepat
jumlah pemukiman komplek villa baru di sepanjang Bopunjur (Anonim, 2001a).
Penataan kawasan Bopunjur telah dimulai tahun 1960-an dengan turunnya
Peraturan Presiden (Penpres) nomor 3 tahun 1963 tentang Penertiban
Pembangunan Baru Sepanjang Jalan antara Jakarta-Bogor-Cianjur (Anonim, 1963).
Pada saat itu antisipasi perkembangannya sudah menjadi perhatian karena
keberadaan Puncak sangat strategis, baik dari segi keindahan alam, iklim yang
sejuk, maupun merupakan perlintasan yang menghubungkan wilayah barat
Propinsi Jawa Barat melalui jalur jalan Bandung-Jakarta (Puspaningsih, 2003).
Melihat perkembangan Bopunjur sekarang dan begitu menariknya potensi
ekonomi yang dapat dijual, membuat orang sering melupakan fungsi utama
kawasan ini, yaitu kawasan konservasi (Keppres, 1983; Keppres, 1985; Keppres,
1999 masing-masing dalam Anonim, 1983; 1985 dan 1999). Tekanan terhadap
sumberdaya alam di kawasan Bopunjur telah menimbulkan perubahan pola
penggunaan lahan dan penutupan lahan yang diakibatkan pemanfaatan ruang yang
mengganggu bentang alam serta kesuburan tanah yang mengakibatkan perubahan
dan kerusakan terhadap keutuhan kawasan. Menurut Mas (1999) dalam Ekadinata
Putra (2002), perubahan karakteristik penutupan lahan merupakan hal yang wajar
di sebagian negara-negara berkembang. Tetapi perubahan lahan yang berlangsung
sangat cepat seringkali menimbulkan pengaruh yang kontradiktif dengan tujuan
pembangunan. Selain itu, dinamika perubahan pola penggunaan lahan juga
berpengaruh terhadap penurunan potensi kawasan yang disebabkan oleh semakin
luasnya penggunaan lahan untuk bangunan-bangunan guna keperluan pemukiman,
penyerobotan lahan dan penebangan liar di kawasan konservasi yang cenderung
menyebabkan pengurangan kawasan resapan air, juga dengan fungsi
konservasinya, kawasan Bopunjur diharapkan dapat menjamin tersedianya air
tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi kawasan Bopunjur serta
daerah hilirnya. Oleh sebab itu sejumlah Keppres dikeluarkan untuk menata,
menertibkan serta mengendalikan pembangunan di Bopunjur, di antaranya Keppres
nomor 48 tahun 1983, Keppres nomor 79 tahun 1985 dan Keppres nomor 114
tahun 1999 dalam rangka melestarikan fungsi kawasan konservasi di kawasan
andalan Bopunjur sebagai upaya pemerintah untuk terus menerus menata
perencanaan, pemanfaatan ruang serta pengendalian di kawasan ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar/luasnya pola perubahan
penggunaan lahan di kawasan Bopunjur, sejak tahun 1981 sampai dengan tahun
2002, untuk mengetahui besar/luas kerusakan lahan yang sudah terjadi dan faktorfaktor yang menyebabkan kerusakan lahan tersebut dan untuk mengetahui seberapa
jauh peraturan-peraturan yang mendukung kebijakan pembangunan di kawasan
Bopunjur berjalan secara efektif.
Mintaraga dkk. (2005). Studi Pola Perubahan Penggunaan Lahan
163
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di kawasan Puncak Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa
Barat, yaitu di kecamatan Pacet, kecamatan Sukaresmi dan kecamatan Cugenang.
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 6 bulan dimulai dari bulan
September 2003 sampai dengan April 2004.
Objek penelitiannya adalah kawasan Bopunjur yang masuk ke dalam wilayah
administrasi kabupaten Cianjur, yaitu kecamatan Pacet, kecamatan Sukaresmi dan
kecamatan Cugenang yang berhubungan dengan besar/luasnya perubahan pola
penggunaan lahan di kawasan Bopunjur sejak tahun 1981 sampai dengan tahun
2002 (permukiman, persawahan, tegalan/ladang/huma, kolam/empang, hutan,
perkebunan, penggunaan lain), besar/luas kerusakan lahan yang sudah terjadi dan
faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan lahan tersebut dan mengetahui
seberapa jauh peraturan-peraturan yang mendukung kebijakan pembangunan di
kawasan Bopunjur berjalan secara efektif.
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peta
penggunaan tanah kecamatan Pacet, Cugenang dan Sukaresmi tahun 2001 dari
BPN skala 1 : 25.000; peta Rupabumi Digital Indonesia (Bakosurtanal) lembar
1209-213 Cugenang, lembar 1209-124 Selabintana, lembar 1209-231 Cipanas,
lembar 1209-142 Cisarua, lembar 1209-232 Cikalongkulon tahun 1993/1994 dan
1981/1982 masing-masing dengan skala 1 : 25.000; peta penggunaan lahan tahun
2000 di kawasan Puncak dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah;
Citra Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) 2002 dari LAPAN; satu
unit komputer dengan perangkat lunak ArcView Release 3.3, R2V, ERDAS,
Pathfinder Office dan Microsoft Office dan printer/plotter GPS merk Garmin.
Prosedur penelitian untuk menghasilkan informasi mengenai perubahan lahan
di kawasan Puncak-Cianjur dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: analisis pola
penggunaan lahan di kawasan Puncak tahun 1981 dan 1991, di mana wilayah
tersebut terletak pada gabungan peta Rupabumi Digital Indonesia (Bakosurtanal)
lembar 1209-213 Cugenang, lembar 1209-124 Selabintana, lembar 1209-231
Cipanas, lembar 1209-142 Cisarua, lembar 1209-232 Cikalongkulon tahun 1981
dan 1991 skala 1 : 25.000; analisis pola penggunaan lahan di kawasan Puncak
tahun 2000 yang bersumber dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Jakarta dan peta penggunaan tanah Kecamatan Pacet, Cugenang dan Sukaresmi
tahun 2001 dari BPN skala 1 : 25.000 digunakan sebagai pembanding dan analisis
Citra Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) 2002 dari Lapan,
menggunanakan perangkat lunak ERDAS.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 dari Badan
Koordinasi Pemetaan Nasional tahun 1981 dan 1991, peta penggunaan lahan dari
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) tahun 2000 dan
Citra Landsat tahun 2002, maka diperoleh data pola penggunaan lahan di kawasan
Puncak seperti pada Tabel 1 dan Gambar 1.
164
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Puncak Cianjur tahun 1981-2002
Penggunaan lahan
Pemukiman
Persawahan
Tegal/ladang/huma
Empang/kolam
Pengangonan
Perkebunan
Hutan
Lain-lain
Jumlah
Luas (ha)
1991
2000
2.703,79
5.190,90
6.927,28
4.565,10
7.710,29
9.276,00
423,27
130,10
241,07
700,35
4.656,01
3.243,00
2.348,03
2.988,00
2.910,26
1.826,55
27.920,00
27.920,00
1981
859,24
7.034,54
6.356,27
5.999,59
4.555,34
3.115,02
27.920,00
2002
7.537,00
1.469,00
7.181,00
777,00
5.137,00
3.012,00
2.807,00
27.920,00
30000
Lain-lain
25000
Hutan
Perkebunan
Luas (ha)
20000
15000
Penggembalaan
Empang/kolam
Tegal/ladang/
huma
10000
Persawahan
5000
Pemukiman
0
1981
1991
2000
2002
Tahun
Gambar 1. Grafik Perubahan Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Bopunjur Tahun
19912002
Hutan
Luas wilayah hutan di kawasan Bopunjur terus menurun sejak tahun
19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan
lahan, penutupan hutan yang mencapai 16,31 % (4.555,34 ha) dari luas seluruh
Mintaraga dkk. (2005). Studi Pola Perubahan Penggunaan Lahan
165
areal pada tahun 1981 turun menjadi 8,41 % (2.348,03 ha) pada tahun 1991,
kemudian meningkat lagi menjadi 10,70 % (2.988,00 ha) pada tahun 2000 dan
menjadi 11,0 % (3.012,00 ha) pada tahun 2002. Hal ini terjadi karena konversi
hutan menjadi pemukiman dan tegalan/ladang/huma yang dilakukan mulai pada
tahun 1990-an.
Seiring dengan pengaruh tekanan penduduk dan kebutuhan akan lahan yang
menyertainya, kawasan hutan memiliki pola yang cenderung menurun sampai
dengan tahun 2000, kemudian meningkat pada tahun 2002. Kondisi ini adalah
pengaruh dari kegiatan reboisasi dan penghijauan yang dilakukan Pemerintah
Daerah setempat yang banyak memanfaatkan jenis tanaman cepat tumbuh seperti
akasia (Acacia mangium) dan sengon (Paraserianthes falcataria).
Perkebunan
Luas wilayah perkebunan di kawasan Bopunjur terus menurun sejak tahun
19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan
lahan, perkebunan yang mencapai 21,49 % (5.999,59 ha) dari luas areal pada tahun
1981 turun menjadi 16,68 % (4.656,01 ha) pada tahun 1991, kemudian menurun
lagi menjadi 11,62 % (3.243,00 ha) pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 18 %
(5.137,00 ha) pada tahun 2002. Hal ini terjadi karena konversi perkebunan menjadi
pemukiman, tegal/ladang/huma, empang/kolam dan penggembalaan ternak yang
dilakukan mulai tahun 1990-an sampai tahun 2000. Peningkatan luas areal
perkebunan sebesar 11,62 % (3.243,00 ha) terjadi pada tahun 2000 dan meningkat
lagi menjadi 18,0 % (5.137,00 ha) pada tahun 2002. Hal ini disebabkan terjadi
depresiasi harga jual hasil pertanian yang tak kunjung membaik menjadikan
perkebunan sebagai alternatif yang lebih menarik bagi penggunaan lahan di
kawasan itu.
Penggembalaan
Luas areal penggembalaan di kawasan Bopunjur pada tahun 1991 adalah 0,86
% (241,07 ha) dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 2,51 % (700,35 ha). Hal ini
terjadi karena konversi perkebunan menjadi areal penggembalaan. Terjadinya
peningkatan areal tersebut disebabkan kebutuhan penduduk untuk
menggembalakan ternaknya.
Empang/kolam
Luas empang/kolam di kawasan Bopunjur pada tahun 1991 adalah 1,52 %
(423,27 ha), tetapi pada tahun 2000 menurun menjadi 0,47 % (130,10 ha),
kemudian pada tahun 2002 meningkat menjadi 3,0 % (777,00 ha). Hal ini terjadi
karena konversi perkebunan dan lain-lain (sempadan sungai) menjadi
empang/kolam, kemudian empang/kolam tersebut berubah menjadi pemukiman.
Terjadinya peningkatan empang/kolam tahun 2002 disebabkan kebutuhan
penduduk untuk kegiatan perikanan dan rekreasi serta sarana pelengkap pada
bangunan perumahan atau villa dan hotel.
166
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Tegal/ladang/huma
Luas tegal/ladang/huma di kawasan Bopunjur terus meningkat sejak tahun
19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan
lahan, tegal/ladang/huma pada tahun 1981 luasnya mencapai 22,76 % (6.356,27 ha)
meningkat menjadi 27,62 % (7.710,29 ha) pada tahun 1991, karena konversi areal
hutan dan perkebunan. Kemudian meningkat lagi menjadi 33,22 % (9.276,00 ha)
pada tahun 2000 karena konversi dari lain-lain (kawasan lindung berupa sempadan
sungai dan daerah sekitar mata air) disebabkan terjadi perambahan dan penebangan
liar di sempadan sungai dan sekitar mata air (kawasan lindung) dan menurun
menjadi 26 % (7.181,00 ha) pada tahun 2002 karena konversi menjadi pemukiman
akibat terjadi peningkatan jumlah penduduk.
Persawahan
Luas persawahan di kawasan Bopunjur terus menurun daari tahun 19812002.
Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan lahan, pada
tahun 1981 luasnya mencapai 25,20 % (7.034,54 ha), kemudian menurun menjadi
24,81 % (6.927,28 ha) pada tahun 1991, karena konversi menjadi pemukiman dan
empang/kolam. Kemudian menurun lagi menjadi 16,35 % (4.565,00 ha) pada tahun
2000 karena konversi menjadi permukiman dan penggembalaan ternak, menurun
lagi menjadi 5 % (1.469,00 ha) pada tahun 2002 karena konversi menjadi
pemukiman.
Pemukiman
Luas pemukiman di kawasan Bopunjur terus meningkat sejak tahun
19812002. Berdasarkan hasil klasifikasi dan analisis perubahan pola penggunaan
lahan, pada tahun 1981 luasnya mencapai 3.08 % (859,24 ha) kemudian meningkat
menjadi 9,68 % (2.703,79 ha) pada tahun 1991, karena konversi dari perkebunan,
hutan dan sawah menjadi pemukiman. Kemudian meningkat lagi menjadi 18,59 %
(5.190,00 ha) pada tahun 2000 karena konversi dari persawahan dan empang/kolam
menjadi pemukiman dan meningkat lagi menjadi 27 % (7.537,00 ha) pada tahun
2002 karena konversi dari persawahan menjadi pemukiman.
Dengan terjadinya perubahan pola penggunaan lahan di kawasan Puncak yaitu
semakin berkurangnya luas hutan dan perkebunan serta bertambah luasnya
pemukiman penduduk dan tegalan/lading/huma akan menimbulkan dampak
negatif berupa terganggunya sistem hidrologi di kawasan tersebut. Data hidrologi
di Sub Das Cikundul pada tahun 1992 menunjukkan, bahwa debit maksimum dan
minimum yang dapat direkam di stasiun Cinangka adalah 8,029 m3/detik dan 0,376
m3/detik; Ciraden 20,242 m3/detik dan 1,615 m3/detik; Cisalak 19,626 m3/detik dan
1,991 m3/ detik. Debit ini meningkat terus sehingga pada tahun 2003 debit
maksimum dan minimum yang dapat direkam di stasiun Cinangka adalah 36,400
m3/detik dan 0,110 m3/detik; Ciraden 93,800 m3/detik dan 0,860 m3/detik; Cisalak
87,700 m3/detik dan 0,389 m3/detik. Berdasarkan data tersebut, sejak tahun 1992
sampai tahun 2003 telah terjadi peningkatan debit di Sub Das Cikundul.
Mintaraga dkk. (2005). Studi Pola Perubahan Penggunaan Lahan
167
Kegiatan konversi hutan alam menjadi ladang berpotensi meningkatkan
sedimentasi 500 kali, hutan alam menjadi perkebunan 500800 kali, hutan alam
menjadi semak dan padang rumput 300 kali dan hutan alam menjadi tanah
pertanian gundul potensi meningkatnya sedimentasi 1000 kali (MacKinnon dkk.,
1996).
Di samping itu, berdasarkan hasil interpretasi citra satelit tahun 2002 di
kawasan PuncakCianjur terdapat 7.181 ha yang termasuk ke dalam
tegalan/ladang/huma. Dari jumlah tersebut berdasarkan hasil inventarisasi lahan
kritis tahun 2000 di kawasan Puncak terdapat 636,58 ha lahan kritis dan sangat
b
kritis (Anonim, 2001 ). Pemerintah kabupaten Cianjur sejak tahun 19882001
telah memberi ijin lokasi kepada 119 pemohon untuk pembangunan
perumahan/hotel, industri, agrowisata dan lain-lain (SPBU, menara relay,
pusdiklat, restoran, toko, masjid, kantor, sekolah, sarana pariwisata) seluas
1.096,84 ha. Berdasarkan Keppres nomor 48 tahun 1983, Keppres nomor 79 tahun
1985 dan Keppres nomor 114 tahun 1999, kawasan Puncak ditetapkan sebagai
kawasan konservasi, ijin lokasi diberikan sesuai dengan Perda nomor 1 tahun 1997
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Puncak. Inkonsistensi dalam
kebijakan telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur dengan pemberian
ijin penggunaan lahan di kawasan lindung seluas 88 ha.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Di kawasan Puncak telah terjadi pola perubahan penggunaan lahan, luas
wilayah hutan menurun sejak tahun 19812002 dari 4.555,34 ha menjadi 3.012,00
ha, perkebunan 5.999,59 ha menjadi 5.137,00 ha, persawahan 7.034,54 ha menjadi
1.469,00 ha, tegal/ladang/huma 6.356,27 ha meningkat menjadi 7.181,00 ha,
pemukiman 859,24 ha menjadi 7.537,00 ha dan empang/kolam 423,27 ha menjadi
777,00 ha. Kondisi lahan yang rusak dan menjadi kritis adalah seluas 636,58 ha.
Pola perubahan penggunaan lahan yang bersifat merusak di kawasan Puncak ini
tidak mampu dibendung, walaupun dengan menggunakan Keputusan Presiden
(Keppres nomor 48/1983, 79/1985 dan 114/1999), dikarenakan peraturan yang ada
tidak disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Saran
Perlu adanya usaha yang lain untuk tetap menjaga kawasan Puncak sebagai
kawasan konservasi tanah dan air, misalnya dengan menetapkan
kawasan
khusus untuk wilayah pemukiman yang bukan merupakan kawasan konservasi.
Dalam menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lebih rinci perlu
dilakukan studi yang lebih mendalam dalam upaya untuk menyesuaikan antara
rencana penggunaan lahan dengan kondisi wilayahnya. Perlu studi lanjutan,
khususnya yang berkenaan dengan pengembangan wilayah, yaitu untuk infra
struktur maupun wilayah pemukiman di masa yang akan datang.
168
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1963. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1963 tentang Penertiban Pembangunan
Baru Sepanjang Jalan Antara Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur. Sekretariat Negara,
Jakarta. 45 h.
Anonim. 1983. Keppres Nomor 48 Tahun 1983 tentang Penanganan Khusus Penataan
Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan pada Kawasan Pariwisata
Puncak dan Wilayah Jalur Jalan Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur di luar Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Kodya Bogor, Kotip Depok, Kota Cianjur dan Kota Cibinong.
Sekretariat Negara RI, Jakarta. 60 h.
Anonim. 1985. Keppres Nomor 79 Tahun 1985 tentang Prosedur dan Tata Cara
Pengendalian pada Kawasan Pariwisata Jalur Jalan Bogor-Puncak-Cianjur. Sekretariat
Negara RI, Jakarta. 52 h.
Anonim. 1999. Keppres Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang, Kawasan BogorPuncak-Cianjur. Sekretariat Negara RI. Jakarta. 55 h.
a
Anonim. 2001 . Pemanfaatan Kawasan Konservasi Bopunjur Ditinjau dari Aspek
Lingkungan Hidup. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat
Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Universitas Winaya Mukti, Bandung. 15 h.
b
Anonim. 2001 . Laporan Proyek Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis di Kabupaten
Cianjur Tahun 2001. Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur.
54 h.
Ekadinata Putra, A. 2002. Deteksi Perubahan Lahan dengan Menggunakan Citra Satelit
Multisensor di Sumberjaya Lampung. Skripsi Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor. 50 h.
MacKinnon, K.; G. Hatta; H. Halim and A. Mangalik. 1996. The Ecology of Kalimantan,
Indonesia Borneo. The Ecology of Indonesia Series Volume III. Periplus Editions,
Hongkong. 872 h.
Puspaningsih, N. 2003. Evaluasi Kerusakan Lahan di Kawasan Bopunjur. Makalah Sekolah
Pascasarjana Program S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor. 15 h.
Download