Characterization of Thermal Water Current Meter

advertisement
7
Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.
Besarnya debit aliran diukur dengan
menggunakan wadah ukur. Wadah ukur
tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya
aliran yang kemudian diukur volumenya
terhadap waktu tertentu. Hal ini dilakukan
berulang-ulang untuk mendapatkan nilai debit
aliran sistem kalibrasi pada setiap tahap
pengaturan aliran.
Sistem aliran dibuat supaya sensor dapat
terendam sempurna tanpa celah udara pada
pipa. Pipa yang dipasang sensor dibuat
transparan agar kondisi sensor dapat diamati
setiap saat dan untuk memastikan bahwa
posisi sensor berada tepat di tengah-tengah
pipa. Hal ini dilakukan karena gaya gesek di
tengah pipa lebih kecil dibandingkan dengan
gaya gesek pada bagian tepi pipa.
3.3.6 Pengujian Karakteristik Sensor
Pengukur Laju Aliran
3.3.6.1 Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan
berbagai pemberian arus pada kawat pemanas.
Kalor yang diberikan pada sensor berpemanas
pada pengambilan data adalah 0.313 Watt, 0.7
Watt, dan 2.8 Watt. Besarnya laju aliran akan
berbanding terbalik dengan besarnya selisih
antara suhu sensor dan suhu air. Sesuai dengan
prinsip transfer energi panas, semakin banyak
air
yang
melewati
pemanas
yang
diindikasikan dengan semakin besarnya laju
aliran maka energi panas yang diserap air
semakin banyak sehingga suhu pada pemanas
akan semakin dingin dan menyebabkan selisih
antara suhu sensor dan suhu air akan semakin
kecil.
3.3.6.2 Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, kemudian data
diolah sehingga menghasilkan persamaan
yang menunjukkan hubungan antara selisih
suhu dengan laju aliran. Dengan adanya
pengolahan data juga dapat ditentukan nilai
arus yang sesuai untuk mengukur laju aliran.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur
Laju Aliran
Berdasarkan model termal sensor untuk
sensor dengan luas permukaan 70 mm2
membutuhkan intensitas kalor sebesar 2.8
Joule/ detik (2,8 Watt) apabila suhu sensor
harus naik 5 oC lebih tinggi dari suhu air
dengan laju aliran sebesar 0.05 m/s dengan
asumsi yang digunakan kapasitas transfer
konveksi sebesar 730 Watt/m2 oC. Ketika air
mulai bergerak pada laju aliran lebih tinggi,
maka banyaknya air yang menyentuh sensor
akan bertambah tergantung pada volume air
yang melewati sensor pada saat itu sehingga
panas yang terserap oleh air akan semakin
besar dan akan menurunkan suhu pada sensor.
Pada saat sensor dan air mengalami
kontak termal maka akan terjadi aliran panas
dari sensor yang memiliki suhu lebih panas
menuju ke air yang memiliki suhu lebih
dingin. Semakin banyak jumlah air yang
mengalami kontak dengan sensor maka laju
perpindahan panas akan semakin bertambah.
Ketika pemberian arus listrik pada sensor
lebih kecil dibandingkan dengan laju
perpindahan panas antara sensor dengan air,
maka sensor akan mengalami pendinginan.
Gambar 13 menunjukkan hubungan
antara respon perubahan suhu terhadap laju
aliran air. Pada gambar tersebut terlihat pada
laju aliran yang rendah alat memiliki
sensitivitas yang tinggi tetapi pada laju aliran
tinggi sensitivitas alat berkurang. Hal ini
disebabkan oleh energi listrik yang dialirkan
pada kawat pemanas tidak sebanding dengan
laju penyerapan kalor oleh air. Kalor yang
diserap air lebih besar dibandingkan dengan
kalor yang diberikan oleh kawat pemanas
sehingga pada laju aliran yang tinggi kenaikan
suhu sensor akan semakin berkurang.
8
5
4.5
Selisih Suhu (Co)
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Laju Aliran (m/s)
Gambar 13 Hasil simulasi hubungan perubahan suhu sensor berpemanas terhadap laju aliran air.
4.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas
Sensor
Pengukuran suhu dengan menggunakan
LM35 DZ dilakukan dengan berbagai
tingkat catudaya. Spesifikasi catudaya
minimum yang digunakan untuk LM35
sebesar 4 volt sedangkan catudaya
maksimumnya adalah 30 volt. Pengukuran
pengaruh Self Heating dilakukan dengan
menggunakan catudaya 4 volt, 6 volt, 12
volt, 18 volt, dan 30 volt.
Hasil pengukuran menunjukkan adanya
perbedaan nilai keluaran tegangan listrik
yang terukur pada berbagai pemberian
tegangan pada LM35 DZ. Pada tegangan
minimum 4 volt, nilai suhu yang terukur
memiliki nilai yang kecil sedangkan pada
tegangan maksimum 30 volt, nilai suhu yang
terukur memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan tegangan lainnya.
Tetapi, besarnya tegangan yang digunakan
tidak sebanding dengan meningkatnya suhu
yang terukur pada sensor, hal ini dapat
terlihat pada tegangan 18 volt, nilai suhu
yang terukur lebih rendah dibandingkan
dengan suhu yang terukur pada tegangan 6
volt dan 12 volt. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak cukup pengaruh besarnya
tegangan
yang
diberikan
terhadap
peningkatan suhu pada sensor LM35 DZ.
26.95
26.90
26.85
Suhu (C ͦ )
26.80
4 Volt
26.75
6 Volt
26.70
12 Volt
26.65
18 Volt
30 Volt
26.60
26.55
26.50
0
1
2
3
4
5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Menit)
Gambar 14 Grafik pengukuran suhu dengan menggunakan LM35 DZ pada berbagai pemberian
tegangan catu pada suhu ruangan.
9
4.3 Sensor dan Rangkaian Elektronik
Untuk menambah respon perubahan
suhu lingkungan pada sensor maka sensor
dibuat setipis mungkin. ketebalan sensor
dibuat setengah kali dari ketebalan semula.
1 mm
5 mm
Gambar 15 Modifikasi bentuk sensor.
Ukuran sensor LM35 bisa diperkecil
lagi, tetapi untuk itu diperlukan kehatihatian agar tidak merusak sensor ketika
proses penipisan dilakukan.
Pada proses pembuatan rangkaian
pemanas, jumlah panas yang diberikan
didasarkan pada hasil simulasi. Berdasarkan
hasil simulasi, untuk menaikkan suhu sensor
sebesar 5 oC pada saat air mengalir dengan
laju 0,05 m/s diperlukan kalor sebesar 2.8
Watt untuk dialirkan pada kawat pemanas.
Pada laju aliran yang tinggi, perubahan
selisih suhu yang terbaca sangat kecil
sehingga diperlukan rangkaian penguat
selisih agar perubahan nilai selisih suhu
pada aliran yang tinggi dapat terbaca. Pada
awalnya digunakan faktor penguatan (gain)
sebesar 100 kali tetapi pada saat
pengukuran, perubahan nilai yang terbaca
sangat besar sehingga nilai gain harus
dikurangi. Selain itu, pengurangan nilai gain
juga dikarenakan alat pembaca tegangan
(digital volt meter) memiliki resolusi yang
lebih tinggi pada skala tegangan yang
rendah. Nilai gain yang digunakan 50
dengan menggunakan kalor pada pemanas
sebesar 2.8 Watt, alat tersebut dapat
membedakan laju aliran hingga lebih dari 1
m/s. Untuk laju aliran yang lebih tinggi,
diperlukan tambahan supply arus listrik pada
kawat pemanas atau dapat juga dengan
menambahkan nilai gain pada rangkaian
pemanas.
4.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor
Pada pengujian ketiga sensor di udara,
sensor 3 memiliki respon yang sangat cepat
terhadap kenaikan suhu. Hal ini disebabkan
oleh jumlah kumparan yang ada pada sensor
3 lebih banyak dibandingkan dengan sensor
1 dan sensor 2 sehingga permukaan sentuh
sensor dengan pemanas lebih banyak dan
menyebabkan sensor lebih mudah panas.
Tetapi pada pengukuran di dalam air, sering
terjadi kebocoran pada kawat pemanas dan
kaki ground sensor sehingga terjadi error
pada saat pengukuran. Sehingga apabila
ditinjau dari aspek ketahanan sensor maka
sensor 2 dan sensor 3 sulit untuk digunakan
sebagai alat pengukuran laju aliran.
4.5 Sistem Kalibrasi
Pada awal perancangan alat pengukur
laju aliran air, sensor yang akan digunakan
hanyalah satu sensor saja. Pengambilan data
dilakukan dengan menghitung selisih antara
sensor yang telah dipanaskan dengan sensor
yang belum dipanaskan. Tetapi pada saat
pengukuran dilakukan, terjadi kenaikan suhu
air akibat adanya sumbangan panas dari
sistem kerja pompa. Adanya gangguan suhu
tersebut menyebabkan pengukuran menjadi
tidak akurat. Oleh karena itu, dibuat sistem
baru dengan menambahkan sensor pengukur
suhu untuk memantau kenaikan suhu yang
terjadi. Dengan demikian, pengukuran
dilakukan dengan menghitung selisih suhu
antara sensor yang mengukur suhu air (T2)
dengan sensor yang telah dililit oleh kawat
pemanas (T1). Sensor pengukur suhu air
dipasang pada jarak 15 cm atau jarak yang
cukup agar sensor tersebut tidak terpengaruh
oleh panas pada sensor dengan kawat
pemanas.
15 cm
Gambar 16 Sistem kalibrasi dengan dua sensor.
10
4.5 Karakteristik Sensor Pengukur Laju
Aliran
Berdasarkan prinsip perpindahan energi
kalor, bila dua benda mengalami kontak
termal maka akan terjadi aliran kalor dari
benda yang bertemperatur lebih tinggi ke
benda yang memiliki temperatur lebih
rendah hingga terjadi keseimbangan termal.
Pada pengukuran laju aliran menggunakan
sensor berpemanas, suhu air memiliki
temperatur lebih rendah dibandingkan
dengan sensor yang diberi pemanas sehingga
aliran kalor akan terjadi dari sensor ke air.
Semakin banyak jumlah air yang melalui
sensor maka selisih suhu sensor terhadap
suhu air yang terukur akan semakin rendah.
Dengan demikian maka semakin besar suhu
yang terukur pada sensor maka laju aliran
akan semakin kecil, sebaliknya semakin
kecil suhu yang terukur pada sensor maka
laju aliran akan semakin besar.
Pengukuran laju aliran awalnya tanpa
menggunakan penguat selisih. Untuk
mengetahui efektifitas pemanasan yang
digunakan maka di uji beberapa nilai arus
yang diberikan pada pemanas. Kalor yang
diberikan pada sensor berpemanas pada
pengambilan data adalah 0.313 Watt, 0.7
Watt, dan 2.8 Watt.
Hasil pengukuran menunjukkan adanya
perbedaan nilai selisih suhu terhadap
pemberian arus yang berbeda. Nilai selisih
suhu dengan menggunakan sensor yang
diberi kalor sebesar 0.313 Watt memiliki
nilai selisih suhu yang kecil dan rentang
pengukuran yang kecil. Dengan peningkatan
pemberian jumlah kalor seperti pada sensor
yang diberi kalor sebesar 0.7 Watt dan 2.8
Watt, maka nilai selisih suhu pada laju aliran
tertentu akan mengalami peningkatan, begitu
pun dengan rentang pengukuran yang
semakin meningkat seiring dengan semakin
besarnya jumlah pemberian kalor yang
menyebabkan semakin meningkatnya suhu
pada sensor.
Pada laju aliran yang tinggi perubahan
nilai selisih suhu sangat kecil, sehingga
diperlukan penguat selisih agar dapat
melihat perubahan suhu pada laju aliran air
yang tinggi. Dengan menggunakan sensor
berpemanas yang diberikan kalor sebesar 2.8
Watt dan faktor penguatan sebesar 50 kali
maka selisih suhu pada laju aliran yang
tinggi dapat terlihat.
6
5
Selisih Suhu (Co)
2.8 Watt
4
0.7 Watt
0.313 Watt
3
2
1
0
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
Laju Aliran (m/s)
Gambar 17 Grafik hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran pada berbagai pemberian kalor
pada pemanas dengan nilai resistansi tertentu.
11
4
3.5
Selisih Suhu (Co)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Laju Aliran (m/s)
Gambar 18 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (sebelum arus
listrik pemanas konstan).
Gambar 18 merupakan data yang
diambil
dengan
menggunakan
satu
rangkaian pembangkit arus konstan LM317.
Salah satu sifat dari LM317 ialah hanya
dapat bekerja dengan baik pada rentang suhu
antara 0-125 oC. Apabila suhu LM317 lebih
besar atau lebih kecil dari rentang tersebut
maka arus yang diberikan tidak akan sesuai
dengan yang diharapkan. Dengan hanya
menggunakan satu LM317, suhu yang
dihasilkan pada rangkaian sangat tinggi dan
menyebabkan arus listrik yang diberikan
pada pemanas tidak stabil dan menyebabkan
kesalahan pada saat pengukuran. Oleh
karena
itu
sangat
penting
sekali
memperhatikan nilai arus yang diberikan
untuk menjaga agar arus listrik tetap konstan
sehingga perubahan suhu yang terukur
hanya merupakan pengaruh dari perubahan
laju aliran saja.
6
Selisih Suhu (Co)
5
4
3
2
y = -1.04ln(x) + 1.830
1
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Laju Aliran (m/s)
Gambar 19 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (setelah arus
listrik pemanas konstan).
12
Pada gambar 19, arus listrik yang
diberikan sudah konstan. Hal ini dilakukan
dengan cara memparalel tiga buah rangkaian
pembangkit arus konstan LM317. Dengan
demikian arus yang diberikan terbagi
sehingga panas yang yang ditimbulkan pada
rangkaian pemanas tidak terlalu besar. Nilai
arus listrik dikontrol setiap kali ada
perubahan laju aliran sehingga arus listrik
dapat terjaga konstan.
Persamaan yang didapat dari hasil
pengukuran tersebut adalah y = -1.04ln(x) +
1.830 dimana y adalah selisih suhu sensor
dengan air dan x adalah laju aliran air.
Untuk aplikasi lebih lanjut dari alat
pengukur laju aliran, selisih suhu akan
menentukan besarnya laju aliran. Dengan
mengetahui selisih suhu maka dapat
diketahui laju aliran dari suatu aliran air.
Oleh sebab itu, persamaan diatas dapat di
ubah menjadi x = 5.512 e-93y. Persamaan ini
digunakan untuk menentukan laju aliran
dengan menggunakan selisih suhu antara
sensor dengan suhu air.
Jika dibandingkan antara hasil simulasi
dengan hasil pengamatan (gambar 20),
terlihat bahwa model memiliki rentang ukur
yang lebih besar dibandingkan dengan hasil
pengukuran. Pada laju aliran 0.05 m/s, nilai
selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu
air sama antara model dan pengukuran
namun pada laju aliran yang lebih tinggi,
nilai selisih suhu akan berbeda antara model
dan pengukuran. Perbedaan simulasi dan
hasil pengukuran bisa terjadi akibat asumsiasumsi yang digunakan pada model tidak
sesuai pada kondisi pada saat pengukuran.
Berdasarkan simulasi, pada laju aliran
yang tinggi (lebih besar dari 0.6 m/s) selisih
suhu yang diperoleh sangat kecil sehingga
sulit untuk membedakan perubahan laju
aliran air yang terjadi. Sedangkan
berdasarkan persamaan yang didapat dari
hasil pengamatan, sensor dapat membedakan
laju aliran hingga 1.2 m/s. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan pemberian
kalor sebesar 2.8 Watt pada kawat pemanas,
sensor memiliki potensi untuk mengukur
laju aliran hingga kecepatan lebih dari 1.2
m/s.
5
4.5
4
Simulasi Model
Selisih Suhu (Co)
3.5
Pengukuran
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Laju Aliran (m/s)
Gambar 20 Grafik perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran.
1.2
13
6
Pengukuran
5
4
3
2
1
0
0
1
2
3
4
Model
Gambar 21 Grafik hubungan antara model dan hasil pengukuran.
Selain laju aliran, ada beberapa faktor
lain yang dapat mempengaruhi laju
perpindahan kalor dari pemanas ke air.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya
perbedaan hasil pengukuran dan model pada
simulasi. Sehingga, dengan menghubungkan
keduanya dalam satu grafik maka akan
didapat faktor koreksi dari hasil pengukuran
dengan
hasil
model.
Gambar
21
menunjukkan adanya hubungan yang tidak
linear antara model dengan pengukuran.
Sehingga perlu ditinjau ulang asumsi-asumsi
yang digunakan pada saat menggunakan
model untuk di simulasikan. Besarnya nilai
koefisien konveksi tidak konstan tergantung
pada laju aliran sehingga asumsi nilai
koefisien konveksi tetap pada simulasi
model tidak dapat digunakan.
Dalam pengukuran juga sering terjadi
kendala-kendala teknis. Dalam pembuatan
sensor, kaki-kaki sensor yang merupakan
konduktor, harus dipastikan tertutup rapat
sehingga tidak ada air yang masuk dan
mengganggu sinyal dari sensor LM35.
Rangkaian elektronik juga harus dipastikan
terhubung dengan baik. Apabila terdapat
sambungan yang kurang baik, maka sinyal
juga dapat terganggu sehingga dapat
menggangu pengukuran laju aliran.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pemberian kalor pada kawat pemanas
sebesar 2.8 Watt dapat menaikkan suhu
sensor berpemanas sebesar 5 Co lebih tinggi
pada laju aliran 0.05 m/s pada pipa dengan
5
diameter 2.3 cm. Dengan pemberian kalor
tersebut, sensor memiliki potensi mengukur
laju aliran air hingga lebih dari 1.2 m/s.
Dengan sistem kalibrasi debit yang telah
dibuat, pengukuran laju aliran tidak dapat
menggunakan sebuah sensor suhu saja.
Sehingga diperlukan dua sensor untuk
mengukur laju aliran air pada sistem
kalibrasi tersebut. Pada saat pengukuran di
lapangan, pada suhu air yang relatif tetap
maka laju aliran dapat menggunakan satu
sensor dengan cara mengukur selisih suhu
sebelum sensor diberikan arus listrik dan
setelah sensor diberikan arus listrik.
Pengukuran laju aliran air dapat
dilakukan dengan memanfaatkan sensor
suhu LM35 DZ. Pada laju aliran yang
rendah, respon alat terhadap perubahan suhu
sangat tinggi dan berkurang dengan
meningkatnya volume air yang melewati
sensor laju aliran. Dengan menggunakan
sensor yang diberikan kalor sebesar 2.8
Watt, persamaan yang digunakan untuk
menentukan laju aliran adalah x = 5.512 e-93y
, dimana x adalah laju aliran air dan y adalah
selisih antara suhu sensor dan suhu air.
5.2 Saran
Penelitian ini menggunakan sistem
kalibrasi dengan laju aliran maksimum
kurang dari 1.2 m/s sehingga diperlukan
penelitian lanjut untuk laju aliran yang lebih
tinggi agar dapat menguji model yang telah
diperoleh. Penelitian lebih lanjut juga
diperlukan untuk mengetahui pengaruh
asumsi yang digunakan terhadap hasil
pengukuran seperti pengaruh ukuran pipa,
Download