TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Nutrisi Ikan
Penyusunan pakan ikan yang dapat memenuhi kebutuhan standar maupun
produksi didukung oleh pemenuhan sumber protein dan energinya. Protein dalam
pakan sangat efisien sebagai sumber energi yang akan diserap dan dimanfaatkan
untuk membangun atau memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Apabila pemenuhan
protein dalam pakan kurang maka protein dalam jaringan tubuh akan dimanfaatkan
untuk mempertahankan fungsi jaringan yang lebih penting. Sebaliknya bila
ketersediaannya berlebihan maka protein tersebut tidak tergunakan dan dalam
sintesisnya akan dikatabolisme dan buangan berupa nitrogen terutama amonia akan
disekresikan ke perairan yang dapat membahayakan kehidupan ikan. Oleh karena itu
pemberian protein yang cukup dalam pakan secara terus menerus perlu dilakukan
agar pakan tersebut dapat diubah menjadi protein tubuh secara efisien (NRC 1983).
Menurut Webster dan Lim (2002), bahwa kebutuhan protein harian untuk
maintanance ikan mas adalah 1 g/kg berat badan sedangkan untuk memperoleh
retensi protein optimal pada tubuhnya membutuhkan protein 12 g/kg berat badan.
Protein yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan adalah 7-8 g/berat badan/hari.
Kebutuhan ikan terhadap protein dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jenis
ikan, umur ikan, ukuran ikan, kualitas protein, pakan, kecernaan pakan dan kondisi
lingkungan. Pemenuhan asam amino esensial yang wajib ada pada komposisi pakan
ikan adalah lisin. Kandungan nutrisi ikan mas yang baik untuk protein adalah 3038%, kandungan lemak 4-15%, dan karbohidrat 30-40% (Furuichi 1988).
Kebutuhan energi ikan dalam pakan lebih rendah daripada hewan darat. Ikan
mempunyai kebutuhan energi lebih rendah karena ikan tidak mempertahankan suhu
tubuh secara tetap dan ikan relatif memerlukan energi yang kurang untuk
mempertahankan posisi dan bergerak dalam air dibandingkan mamalia dan burung.
Pakan yang dikonsumsi ikan akan menyediakan energi yang sebagian besar
digunakan untuk metabolisme yang meliputi energi untuk beraktivitas, energi untuk
pencernaan makanan dan energi untuk pertumbuhan sedangkan sebagian lainnya
5
dikeluarkan dalam bentuk feses dan bahan ekskresi lainnya (Webster dan Lim 2002).
Sumber energi lain yang berperan selain karbohidrat adalah lemak. Lemak
mempunyai peranan penting bagi ikan karena berfungsi sebagai sumber energi dan
asam lemak esensial, memelihara bentuk dan fungsi membran atau jaringan yang
penting bagi organ tubuh tertentu, membantu dalam penyerapan vitamin yang larut
dalam lemak serta untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC 1993).
Menurut Furuichi (1988), bahwa kadar optimum karbohidrat pakan untuk
golongan ikan karnivora adalah 10-20% dan golongan omnivora adalah 30-40%.
Karbohidrat dalam pakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisme
basal dan maintenance sedangkan protein pakan dapat dipergunakan sepenuhnya
untuk pertumbuhan. Kebutuhan vitamin dan mineral pada pakan ikan mas,
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran ikan, temperatur media pemeliharaan
dan komposisi pakan. Pada pembuatan pakan komersial, pemberian vitamin dan
mineral dapat dilebihkan menjadi 2-5 kali dari kebutuhan dasar. Hal ini dikarenakan
pada proses pembuatan pelet, mengalami teknik extrution yang menggunakan suhu
tinggi sehingga memungkinkan vitamin dan mineral rusak dan larut (Takeuchi et al.
2002).
Sistem Percernaan Ikan
Pencernaan Ikan
Pencernaan merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih kecil, yaitu hidrolisa protein menjadi asam amino atau polipeptida
sederhana dan karbohidrat menjadi gula sederhana serta dari lipid menjadi gliserol
dan asam lemak. Proses pemecahan senyawa tersebut menghasilkan energi yang
penting bagi kebutuhan sel, jaringan, organ dan makhluk hidup. Dalam proses
pencernaan pakan melibatkan beberapa komponen, yaitu: bahan yang dicerna
(pakan); struktur alat/saluran pencernaan (usus) sebagai tempat pencernaan dan
penyerapan nutrien; dan cairan digestif (enzim: protease, lipase dan amilase) yang
disekresikan oleh kelenjar pencernaan (hati dan pankreas) serta dinding usus. Kinerja
proses pencernaan dan penyerapan pakan inilah yang mempengaruhi ketersediaan
6
nutrien dan energi untuk metabolisme sehingga berpengaruh bagi pertumbuhan
(Mohanta et al. 2007).
Alat Pencernaan
Saluran pencernaan ikan mas meliputi segmen-segmen yang meliputi mulut,
rongga mulut, faring, esophagus, pylorus, usus, rektum dan anus. Ikan mas dapat
memakan plankton maupun invertebrata kecil. Atas dasar inilah maka dapat
dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora.
Keadaan usus yang sangat panjang pada ikan herbivora merupakan kompensasi
terhadap kondisi makanan yang memiliki kadar serat yang tinggi sehingga
memerlukan pencernaan lebih lama. Hal ini dapat dibuktikan melalui pengamatan
pada organ dalam ikan mas yang tidak ditemukan adanya lambung tetapi bagian
depan usus halus terlihat membesar yang lebih dikenal dengan istilah “lambung
palsu”. Ikan mas memilki panjang usus yang melebihi panjang tubuh ikan. Pada
pengukuran yang telah dilakukan diketahui bahwa tubuh ikan mas yang digunakan
memiliki panjang baku 19 cm sedangkan panjang ususnya mencapai 50 cm atau
hampir tiga kali lipat dari panjang tubuhnya. Usus yang panjang tersebut bertujuan
untuk mendapatkan hasil hidrolisis makromolekul makanan secara maksimal
(Affandi dan Tang 2002).
Kelenjar Pencernaan
Kelenjar pencernaan pada ikan mas terdiri dari hati dan pankreas (Hidayati
2007). Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses
pencernaan. Organ ini merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah
kecoklatan. Posisi hati terletak pada rongga bawah tubuh, di belakang jantung dan di
sekitar usus depan. Pada bagian sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung bulat
kecil, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiru-biruan, yang disebut kantung
empedu yang berfungsi untuk menampung cairan empedu. Organ hati tersusun oleh
sel-sel hati (hepatosit) dan di antara sel-sel tersebut banyak dijumpai kapiler-kapiler
darah dengan limpe sinusoid.
7
Pankreeas merupak
kan organ yaang mensekrresikan bahaan (enzim) ddan bikarbonnat
yang
y
berperran dalam proses
p
penceernaan. Sec ara anatomii-histologis, pankreas aada
yang
y
berbentuk kompak dan ada yang difffus (menyeebar) di anntara sel hhati
(hepatopank
(
kreas). Letak
k pankreas berdekatann dengan ussus depan sebab salurran
pankreatik
p
bermuara
b
di usus
u
depan. Secara sitoloogi, pankreaas memiliki 2 tipe yaitu ssel
eksokrin
e
daan sel endo
okrin. Hasill utama daari pankreass eksokrin adalah enzim
pencernaan,
p
yaitu enzim
m protease, amilase, khiitinase dan lipase. Pankkreas endokrrin
(pulau-pulau
(
u langerhanss) merupakaan kelompokk sel yang aada di antaraa sel eksokrrin.
Oleh
O
karenaa sel-sel terssebut merupaakan sel pennghasil horm
mon yang poosisinya selaalu
berhubungan
b
n dengan kap
piler darah (Affandi
(
dann Tang 2002)).
Enzim
E
Penccernaan Ika
an
Enzim
m merupakan
n katalisator biologis yanng dihasilkaan oleh sel m
makhluk hiddup
untuk
u
memb
bantu proses biokimia. Menurut
M
Mohhanta et al. ((2007), bahw
wa enzim yaang
paling
p
bany
yak berperan
n dalam hidrolisis karrbohidrat yaaitu amilasee seperti yaang
ditunjukkan
d
oleh ikan mas.
m Helver (2002), mennyatakan baahwa pada ikkan herbivoora,
aktivitas
a
enzzim amilase lebih tinggii daripada prrotease dan lipase. Kebeeradaan enzzim
dalam
d
makanan akan meeningkatkan daya cerna ikan terhadaap bahan maakanan.
Gam
mbar 1. Ikan maas (http://wb3.iitrademarket.coompdimage.jpgg)
8
Menurut Murni (2004), bahwa enzim berperan dalam mengubah laju reaksi
sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktifan
enzim. Beberapa peneliti mendapatkan enzim amilase, maltase dan sakharase pada
ekstrak hati, pankreas, esofagus dan usus ikan mas. Amilase ditemukan pada seluruh
jenis ikan dan pada ikan air tawar ditemukan di sepanjang saluran pencernaan
walaupun aktivitasnya berkurang pada usus bagian belakang. Aktivitas amilase pada
ekstrak hati dan pankreas ikan mas sebesar 5,8 dan aktivitas tripsin sebesar 1,7
(Kapoor et al. 1976). Pakan dicerna secara optimal dengan bantuan enzim dalam
pakan dan saluran pencernaan ikan sehingga energi yang dihasilkan dapat digunakan
untuk memacu pertumbuhan ikan (Wirawati 2002).
Kecernaan Ikan
Kecernaan merupakan kombinasi mekanik dan kimia pada proses penghancuran
pakan menjadi bentuk yang lebih sederhana yang siap diserap oleh dinding usus dan
masuk ke dalam sistem pembuluh darah melalui proses menggunakan enzim. Nilai
kecernaan adalah ukuran relatif untuk sebuah pakan yang tercerna maupun yang
dimetabolis oleh ikan (NRC 1983). Kemampuan cerna ikan terhadap suatu pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat kimia air, suhu air, jenis pakan, ukuran
dan umur ikan, kandungan nutrisi pakan, frekuensi pemberian pakan serta jumlah dan
macam enzim pencernaan yang terdapat dalam saluran pencernaan pakan (NRC
1977). Nutrien dari bahan yang berbeda mungkin dicerna dengan tingkat yang
berbeda. Hal ini berhubungan dengan sumber dan komposisi bahan-bahan makanan.
Pakan yang berasal dari bahan nabati biasanya lebih sedikit dicerna dibanding
dengan bahan hewani karena bahan nabati umumnya memiliki serat kasar yang sulit
dicerna dan mempunyai dinding sel kuat yang sulit dipecahkan (Hepher 1988).
Kecernaan pakan juga dipengaruhi oleh proses dan metode pengolahan bahan-bahan
tersebut, sebab ada beberapa bahan makanan yang perlu melalui penanganan khusus
karena adanya zat inhibitor dalam bahan makanan tersebut. Menurut Mokoginta
(1997), bahwa perbedaan komposisi bahan dan zat makanan dalam pakan dapat
mempengaruhi kecernaan protein dan total pakan tersebut.
9
Analisa kecernaan pakan dapat dilakukan dengan mengumpulkan feses. Ketika
pakan melalui saluran pencernaan, tidak semua pakan dicerna dan diserap. Bagian
yang tidak dicerna dibuang dalam bentuk feses (Hepher 1988). Kecernaan pakan dan
nutrien dapat ditentukan dengan menggunakan indikator yang mempunyai sifat
mudah diindentifikasi atau tidak diserap sehingga dapat melewati saluran pencernaan.
Bahan kromium (Cr2O3) dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan
kecernaan pakan dengan asumsi semua khrom trioksida melalui sistem pencernaan
dan terlihat dalam feses (NRC 1983). Menurut Watanabe dan Pongmaneerat (1988),
menyatakan bahwa Cr2O3 yang digunakan pada penentuan kecernaan ikan adalah 0,51,0%.
Sumber Protein Nabati Pakan
Pemenuhan nutrisi pada ikan terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin
dan mineral serta energi untuk melakukan aktivitas. Kebutuhan nutrisi ini dapat
diperoleh dari bahan baku penyusun pakan ikan. Bahan baku pakan ini biasanya
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu bahan baku yang berasal dari hewan (hewani) dan
tumbuhan (nabati) (NRC 1977).
Protein dibutuhkan secara terus menerus oleh ikan untuk membentuk jaringan
baru (pertumbuhan dan reproduksi) atau untuk mengganti protein yang hilang
(pemeliharaan). Ketidakcukupan protein dalam makanan akan menghambat
pertumbuhan atau hilangnya bobot badan karena diambilnya protein dari jaringan
yang kurang penting untuk memelihara jaringan yang lebih penting sedangkan jika
protein terlalu banyak maka hanya sebagian kecil yang akan digunakan untuk
membuat protein baru dan sisanya akan dikonversi menjadi energi. Hal ini berarti
pemanfaatan protein untuk pertumbuhan menjadi tidak efisien (Halver 1972).
Salah satu kandidat pengganti tepung bungkil kedelai sebagai sumber protein
nabati dalam pakan adalah dengan memanfaatkan tepung bungkil biji karet (TBBK).
Hanya saja subtitusi sumber protein nabati tidaklah selalu berhasil akibat rendahnya
palatabilitas pakan, pertumbuhan serta efisiensi pakan (Burel et al. 1998 dalam
Jobling et al. 2002). Faktor-faktor penghambat dipengaruhi oleh keseimbangan asam
10
amino esensial, ketersediaan nutrisi, ketersediaan fosfor yang rendah serta dampak
dari metabolisme Antinutritional Factor/ANFs (Medale et al. 1998; Alarcon 1999
dalam Jobling et al. 2002). Beberapa protein nabati mempunyai kekurangan satu atau
lebih asam amino esensial sehingga ketersediaannya harus tetap diperhatikan. Hal ini
bertujuan agar kandungan asam amino yang diberikan dalam pakan dapat mendekati
kebutuhan asam amino esensial ikan (Jobling et al. 2002).
Tepung Ikan (TI)
TI merupakan sumber protein dalam pakan buatan yang dapat digunakan secara
efisien (Rumsey 1993). Menurut Lovell (1989), bahwa TI memiliki protein 60-70%
yang hampir 80-90% dapat dicerna oleh ikan serta memiliki lisin dan metionin yang
tinggi.
Tabel 1. Komposisi asam amino esensial TI (gr/100 gr protein)
Asam Amino Esenssial
TI Berwarna Putih
6,25
Arginin
2,05
Histidin
4,28
Isoleusin
7,61
Leusin
8,43
Lisin
2,96
Metionin
4,01
Fenilalanin
4,31
Threonin
6,43
Glisin
5,07
Valin
3,45
Tirosin
6,21
Alanin
9,54
Asam Aspartat
13,72
Asam Glutamat
4,46
Serin
TI Berwarna Coklat
6,20
3,50
3,00
6,00
8,70
2,10
4,40
2,50
6,20
3,50
1,40
5,50
6,20
10,40
2,50
Sumber: (Watanabe dan Pongmaneerat 1988)
Sebagian besar TI komersial merupakan produk dari berbagai jenis ikan yang
berkualitas dan mengandung sedikit lemak seperti ikan haring dan teri. Dalam
pemberian pakan ada 2 jenis TI yang dapat digunakan, yaitu TI berwarna putih dan TI
berwarna coklat. TI berwarna putih memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi
11
dibandingkan dengan TI berwarna coklat tetapi harganya jauh lebih tinggi
(Wiramiharja et al. 2007).
Tepung Bungkil Kedelai/Soybean Meal (SBM)
SBM memiliki kandungan protein dan asam amino esensial yang lebih baik
dibandingakan protein nabati lain (Watanabe dan Pongmaneerat 1988). Menurut
Furuichi (1988), bahwa SBM memiliki ketersediaan asam amino esensial yang cukup
bagi pertumbuhan ikan namun kekurangan metionin dan lisin.
Tabel 2. Komposisi proksimat SBM
Komposisi Proksimat
Air
Abu
Protein
Lemak
Serat Kasar
BETN
Kandungan (%)
10,57
6,95
35,21
3,12
10,57
33,58
Sumber: Hasil analisa (Abidin 2006)
Tabel 3. Komposisi asam amino esensial SBM (%)
Asam Amino Esensial
Arginin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Threonin
Trytophan
Valin
SBM
7,15
1,93
4,66
8,22
6,28
1,29
5,33
4,09
0,49
4,42
Sumber: Yamamoto et al. (1994)
SBM memiliki makromineral dan mikromineral yang rendah termasuk fosfor
jika dibandingkan dengan tepung ikan (NRC 1983). Selain itu SBM merupakan
sumber vitamin B (Hertrampf dan Felicitas 2000; Bureue 2005; Cheng et al. 2003).
Tingkat kecernaan energi SBM pada umumnya berkisar 2.572-3.340 kkal/kg (10,8-
12
14,0 MJ/kg).
M
Padaa ikan channel catfish tin
ngkat kecernnaan protein kasar sebesaar 81,8%
dengan
n tingkat keccernaan enerrgi sebesar 51,4%
5
(Hertrrampf dan Felicitas 20000).
Tepun
ng Bungkil Biji Karet ((TBBK)
Kandu
ungan Nutrrisi TBBK
Biji
B karet teerdiri atas kulit
k
yang keras
k
dan 57% daging biji dari boobot biji
keselu
uruhan (Arito
onang 1988)).
Gam
mbar 2. Tanamaan karet (www
w.platanum.com
m)
Tabel 4.
4 Komposissi proksimat daging biji karet dari kkebun yang tidak terpeliihara dan
cangkang
Parameter
P
(%
%)
Bijji Segar (%)
Biji Kerring (%)
C
Cangkang (%
%)
Air
35,48
7,885
*
Lemak
41,00
44,,50
0,48
Protein
16,49
*
17,,86
Serat
9,39
*
10,,16
Abu
3,25
*
2,996
pH
*
*
6,447
Keteran
ngan: * = tidak
k dianalisis
Sumberr: Siahaan (200
09)
Biji
B karet merupakan
m
limbah
l
indu
ustri minyakk biji karett dengan peersentase
sebesaar 55-56% daari daging biji dan 60% dari hasil peenggilingan sederhana (Ong dan
Yeong
g 1977).
13
Tabel 5. Komposisi proksimat daging biji karet dari kebun yang terpelihara dan cangkang
Parameter (%)
Biji Segar (%)
Biji Kering (%)
Cangkang (%)
Air
36,64
4,41
*
Lemak
45,29
47,38
0,49
Protein
18,12
18,20
*
Serat
15,37
16,08
*
Abu
2,67
2,79
*
pH
*
5,32
*
Keterangan: * = tidak dianalisis
Sumber: Siahaan (2009)
Hasil analisa proksimat dan komposisi asam amino pada tepung bungkil biji
karet (TBBK) dan tepung fermentasi biji karet (TFBK) dari beberapa penelitian
tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan nutrisi tepung biji karet (TBBK) dan tepung fermentasi biji karet
(TFBK)
Kandungan
Komponen
TBBK
TFBK
1
2
3
4
5
Energi metabolis (kkal/kg)
2.550,00
Berat kering (%)
92,00
94,11
90,00-95,00
91,50
31,39
Protein (%)
25,10
26,70
25,00-33,00
33,20
33,40
Serat kasar (%)
15,40
12,30
4,40-17,60
4,60
14,17
Lemak (%)
11,60
8,20
4,70
8,50
11,34
Abu (%)
4,60
4,49
4,50-6,50
5,30
6,19
BETN (%)
35,30
4,49
24,00-45,00
45,30
34,90
Ca (%)
0,30
0,09
0,30-0,43
0,88
0,42
P (%)
0,63
0,29
0,29-0,90
0,94
0,66
Metionin
0,28
0,20-0,30
0,18
Lisin
0,70
0,40-0,70
1,65
Arginin
1,98
1,50-1,90
3,14
Tritophan
Leusin
1,40
0,80-1,10
2,12
Sistin
0,57
0,20-0,60
0,57
Sumber:
1. Ong dan Yeong (1977)
2. Toh dan Chia (1977)
3. Aritonang (1988)
4. Karosii et al. (1985)
5. Rachmawan (2001)
14
Zat Anti Nutrisi pada TBBK
Menurut Rachmawan (2001), menyatakan bahwa faktor zat anti nutrisi dalam
biji karet adalah “sianogenik glukosida” yang disebut linamarin. Linamarin mengurai
bersama dengan enzim linamarase (β-glukosidase) dan hidroksinitrilliase menjadi
sianida (HCN). Enzim linamarase (β-glukosidase) dan hidroksinitrilliase terletak di
sitosol sedangkan linamarin berada di vakuola sehingga dalam keadaan normal proses
penguraian tidak akan terjadi. Setiap bagian tanaman mempunyai kandungan sianida
yang berkaitan. Kandungan tertinggi terdapat dalam biji, diikuti oleh buah, daun,
batang dan akar (Valkenburg dan Bunyapraphatsara 2001). Apabila biji karet
dihancurkan, diiris ataupun dikunyah sehingga terjadi kerusakan dinding sel
jaringannya, tonoplas akan pecah maka kedua enzim tersebut akan berhubungan
dengan linamarin dan terjadi proses penguraian yang menghasilkan glukosa dan asam
sianida (Liener 1969; Cheeke dan Shull 1985; Kakes 1990; McMahon et al. 1995
dalam Mulyati 2003). Proses terbentuknya HCN dari glukosida dapat dilihat pada
Gambar 3.
Sianogenik glukosida
β-glukosidase
Glukosa + Aglikon
Aglikon
Hidroksitrilliase
HCN + Aldehid atau keton
Gambar 3. Proses terbentuknya HCN dari glukosida
(Cheeke dan Shull 1985; McMahon 1995 dalam Mulyati 2003)
Sianida ini menimbulkan gangguan fisiologik sebagai akibat tidak terbentuknya
kembali ATP selama proses itu masih bergantung pada sitokrom oksidase yang
merupakan tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif. Selama siklus metabolisme
masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu menggunakan
oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut
menyebabkan histotoksik seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi maka jumlah oksigen
mencapai jaringan normal namun sel tidak mampu menggunakannya sehingga dapat
15
disimpulkan bahwa keracunan sianida terjadi akibat ketidakmampuan jaringan untuk
menggunakan oksigen tersebut (Anonim 2011).
Secara alamiah HCN masuk ke dalam peredaran darah tubuh melalui beberapa
jalur. Biasanya sianida masuk melalui mulut bersama makanan. Sianida di dalam
pencernaan mudah diabsorsi dan didistribusikan ke dalam darah, hati, ginjal atau
otak. Begitu konsentrasi sianida dalam darah meningkat maka laju respirasi menjadi
lambat (menurun) dan terjadi sesak nafas akibat kekurangan oksigen pada otak yang
menyebabkan timbulnya kejang-kejang. Ikatan oksidasi besi ferro dalam hemoglobin
menjadi ferri menghasilkan metHb (Fe3+). Bila hemoglobin berubah menjadi met-Hb,
darah akan kehilangan kemamampuannya untuk mengikat oksigen. Hal ini
menyebabkan terjadinya disosiasi, reaksi berbalik arah sebagai akibatnya timbul
bahaya gangguan fisiologis, yang memungkinkan terjadinya penurunan tekanan darah
karena hadirnya nitrit (Anonim 2011).
Sianida menimbulkan banyak gejala termasuk pada tekanan darah, penglihatan,
saraf pusat, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme dan kesulitan
bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan karena efek racun dari sianida
adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen maka akan didapatkan
rendahnya kadar oksigen dalam jaringan dan lebam pada tubuh yang berwarna merah
bata (Anonim 2008). Sianida dapat membentuk senyawa tiosianat bersama sulfur
yang menghambat penyerapan iod pada kelenjar thyroid. Kelainan-kelainan yang
terjadi lainnya adalah penyakit ataxic neuropathy pada manusia dan kekerdilan pada
tikus (Abrar 2001). Pada manusia meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat
ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1
mg/berat badan per hari. Gejala keracunan sianida antara lain, meliputi penyempitan
saluran napas, mual, muntah, sakit kepala bahkan pada kasus berat dapat
menimbulkan kematian (Véteer 2000).
Tingkat toksisitas sianida dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: ukuran dan
jenis hewan; kecepatan mengunyah makanan; jenis sianogen dalam makanan;
keaktifan enzim dalam degradasi makanan dan detoksifikasi sianida. Mekanisme
toksisitas sianida terjadi bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe3+), yaitu non
16
aktifnya sistem enzim sitokrom oksidase yang terdiri dari sitokrom a-a3 komplek dan
sistem transport elektron. Bilamana sianida mengikat enzim komplek tersebut,
transport elektron akan terhambat sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan
oksigen oleh sel dan mengikat racun (Anonim 2011).
Sianida dalam tubuh dapat diukur pada plasma, sel darah merah atau urin.
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya di
dalam darah. Pada percobaan HCN pada tikus didapatkan kadar sianida tertinggi
terdapat pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak. Bila sianida masuk melalui
sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di hati (Anonim 2008).
Menurut Siahaan (2009), bahwa biji karet mengandung sianida 330 mg/100 g.
Sianida mempunyai sifat autohidrolisis pada suhu 28ºC maka pada suhu kamar sudah
terjadi penguapan (pelepasan sianida) sehingga terjadi penurunan kandungan dan
daya toksiknya (Yuningsih et al. 2004). Menurut Ngoku dan Ononogbu (1998),
bahwa kandungan sianida dalam biji karet dapat dihilangkan dengan cara pemanasan
pada suhu 60oC ataupun dengan perebusan dengan perbandingan biji karet dan air
sebesar 1 : 2-3 (Judoamidjojo et al. 1989). Tingkat kecepatan pelepasan sianida
berlainan dari tiap tanaman yang mengandung sianogen tergantung dari penguraian
jenis sianogennya (Everist 1974). Sebagai contoh sianogen amygdalin (dalam biji)
mempunyai ikatan sianida lebih kuat (lebih lambat pelepasan sianidanya)
dibandingkan dengan sianogen dhurrin (dalam daun). Selain jenis sianogennya,
pelepasan sianida juga tergantung adanya peluang kontak antara sianogen dengan
enzim (dalam tanaman itu sendiri), misalnya dengan cara pencacahan atau
pemotongan yang dapat mempercepat pelepasan sianida (Tweyongyere dan
Katongole 2002).
Oleh karena itu, biji karet harus diolah menjadi konsentrat terlebih dahulu agar
dapat dimanfaatkan. Konsentrat merupakan hasil pemekatan fraksi protein biji karet
yang kadar proteinnya sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Dalam pembuatannya,
fraksi protein akan meningkat lagi dengan cara mengurangi atau menghilangkan
lemak atau komponen-komponen non protein lain yang larut (Zuhra 2006).
17
Gambaran Darah Ikan dan Histologi
Gambaran Darah
Darah terdiri dari cairan plasma dan sel-sel darah, yaitu sel darah merah (SDM),
sel darah putih (SDP) dan keping darah (trombosit). Plasma darah merupakan suatu
cairan jernih yang mengandung mineral-mineral terlarut, hasil absorbsi dari
pencernaan makanan, buangan hasil metabolisme oleh jaringan, enzim, antibodi serta
gas terlarut (Lagler et al. 1977). Dalam plasma darah terkandung garam-garam
anorganik (natrium klorida, natrium bikarbonat dan natrium fosfat), protein (dalam
bentuk albumin, globulin dan fibrinogen), lemak (dalam bentuk lesitin dan
kolesterol), hormon, vitamin, enzim dan nutrien. Protein plasma berperan dalam
respon kekebalan tubuh, penyangga perubahan pH darah dan mengatur tekanan
osmotik (Bond 1979).
Sel darah ikan diproduksi di dalam jaringan hematopoietik yang terletak di
ujung anterior ginjal dan limpa. Berbeda dengan mamalia, pada ikan tidak ada
sumsum tulang namun ikan memiliki limfonodus. Pada ikan, darah dibentuk di dalam
organ ginjal, limpa dan timus (Dellman dan Brown 1989). Fungsi darah pada ikan
yaitu untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh
serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya. Beberapa
parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah jumlah sel darah
merah (SDM), sel darah putih (SDP), kadar hemoglobin (Hb) dan kadar hematokrit
(Ht) (Lagler et al. 1977).
SDM pada ikan merupakan sel dengan jumlah paling banyak, mencapai 4x106
sel/mm3 (Moyle dan Cech 2004). Jumlah SDM bervariasi pada tiap spesies dan
biasanya dipengaruhi oleh stres dan suhu lingkungan. Menurut Moyle dan Cech
(2004), bahwa jumlah SDM pada ikan mas Cyprinus carpio adalah 1,43x106 sel/mm3.
SDM mengandung hemoglobin yang merupakan protein-pigmen kompleks yang
mengandung zat besi, yang merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah
18
merah. Sebagai intinya Fe dan rangka protoperphyrin serta globin (tetra phirin)
menyebabkan warna darah merah. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen
dan membentuk oxihemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin dalam darah
membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali
karbondioksida dari seluruh sel menuju paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh.
Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti terjadinya kekurangan darah yang
disebut anemia. Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit
dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Hampir semua gangguan pada sistem
peredaran darah disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada
tubuh, penurunan kerja fisik dan penurunan daya tahan tubuh (Moyle dan Cech 2004).
Konsentrasi hemoglobin diukur berdasarkan pada intensitas warna dan dinyatakan
dalam satuan gram hemoglobin/100 ml darah (g/100 ml) (Lagler et al. 1977).
Konsentrasi hemoglobin ikan mas (Cyprinus carpio) adalah 6,40 g % (Houston dan
De Wilde 1968 dalam Moyle dan Cech 2004).
SDP dikelompokkan berdasarkan pada ada tidaknya butir-butir (granul) dalam
sitoplasma, yaitu granulosit dan agranulosit. Kelompok granulosit meliputi neutrofil,
eosinofil dan basofil. Jenis ini memiliki sifat reaksi terhadap zat tertentu yaitu
leukosit eosinofil yang bersifat asidofil (berwarna merah oleh eosin), leukosit basofil
berwarna basofil (ungu) dan leukosit netrofil bersifat tidak basofil maupun asidofil
(Dellman dan Brown 1989). Menurut Lagler et al. (1977), jumlah SDP berkisar
antara 20-150 x 104 sel/mm3.
Menurut Alifuddin (1993), bahwa hematokrit merupakan perbandingan antara
plasma dengan padatan darah. Perbandingan antara keduanya dibaca dengan pembaca
mikrohematokrit dalam satuan %. Nilai hematokrit Cyprinus carpio adalah 27,1%
(Houston dan De Wilde 1968 dalam Moyle dan Cech 2004). Pada keadaan hipoksia
akan menyebabkan sel membengkak sehingga meningkatkan nilai hematokrit (Heath
1987).
Histologi
19
Histologi merupakan teknik yang digunakan untuk mempelajari jaringan
normal sedangkan untuk pengamatan kelainan-kelainan pada jaringan disebut teknik
histopatologi. Histopatologi secara biologis digunakan untuk mengukur efek stres
lingkungan terhadap hewan (jaringan). Perubahan histopatologi merupakan indikator
perubahan secara biokimia dan fisiologi yang digunakan untuk menentukan efek yang
akan terjadi seperti pada pertumbuhan, reproduksi, pertahanan diri serta stabilitas
populasi (MacKim 1985; Meyer dan Hendricks 1985 dalam Hinton dan Laurtn 1990).
Preparasi jarigan meliputi beberapa langkah termasuk fiksasi jaringan, dehidrasi,
embedding, preparasi sektion, pewarnaan dan mounting jaringan (OIE 2003).
Download