BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan Penelitian oleh Duta Andhika Jawa Dwipa tahun 2013 tentang air minum dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro yang berjudul “Kadar Sisa Chlor Dan Kandungan Bakteri E.Coli Perusahaan Air Minum Tirta Moedal Semarang Sebelum Dan Sesudah Pengolahan“. Bahwa kadar sisa chlor dan kandungan bakteri E.Coli yang ada dalam air hasil PDAM Tirta Moedal Semarang sebelum dan sesudah proses pengolahan belum memenuhi persyaratan kualitas sesuai dengan standar kualitas air minum dan ada hubungan antara kadar sisa chlor dan kandungan bakteri E.Coli sesudah pengolahan. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 hari dengan besar sampel sebanyak 32 sampel, baik sampel air sebelum dan sampel air sesudah pengolahan di PDAM tirta moedal Semarang. Hasil Penelitian kandungan bakteri E.Coli sebelum pengolahan adalah 922,56 dan sesudah pengolahan adalah 7,28/ 100 ml sampel air, sedangkan kadar sisa chlor sebelum adalah 0,000 dan sesudah pengolahan adalah 0,13. Hasil uji statistik yang digunakan adalah Uji t sampel berpasangan yaitu suatu uji statistik untuk mengetahui perbedaan antara kandungan bakteri E.Coli dan kadar sisa chlor sebelum dan sesudah pengolahan serta Uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan antara kandungan bakteri E.Coli dan kadar sisa chlor sesudah pengolahan. Dari hasil uji statistik diperoleh p = 0,000 dengan _ = 0,05, pada kandungan bakteri E.Coli dan kadar sisa chlor terdapat perbedaan yang bermakna antara kandungan bakteri E.Coli dan kadar sisa chlor sebelum dan sesudah pengolahan. Berdasarkan Penelitian oleh Benny Syahputra tentang air minum tahun 2012 dari Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik UNISSULA yang berjudul “Analisa Sisa Chlor Pada Jaringan Distribusi Air Minum Pdam Kota Semarang“. Bahwa Konsentrasi sisa chlor pada jaringan distribusi air minum PDAM Kota Semarang daerah layanan Perumahan BSB Jatisari belum memenuhi standar baku mutu. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan konsentrasi sisa chlor di setiap node dan untuk mengetahui pengaruh dari jarak reservoir ke konsumen terhadap konsentrasi sisa chlor. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif menggunakan analisis korelasi dan regresi, sedangkan analisis deskriptif dijelaskan melalui tabel dan grafik. Variabel bebas yang digunakan adalah jarak distribusi ( jarak reservoir ke konsumen ), sedangkan variabel terikatnya adalah konsentrasi sisa chlor. Hasil penelitian juga menunjukkan konsentrasi sisa chlor pada node terdekat pompa injeksi adalah 1,19 mg/l, sedangkan pada node terjauh adalah 0,27 mg/l , adanya hubungan negatif antara jarak reservoir ke konsumen terhadap konsentrasi sisa chlor, dimana semakin bertambah jarak reservoir ke konsumen maka konsentrasi sisa chlor akan semakin berkurang. Hubungan ini mempunyai korelasi yang tidak kuat, artinya ada faktor-faktor lain yang juga ikut mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut yaitu debit aliran, kecepatan aliran, dimeter pipa dan koefisien kekasaran dinding pipa. Dari perhitungan regresi didapatkan persamaan y=-0,002+1,17, itu artinya setiap jarak reservoir ke konsumen bertambah 1 meter maka konsentrasi sisa chlor akan berkurang 0,002 mg/l. Dengan demikian, sisa chlor akan habis pada jarak 585 meter dari reservoir. B. Landasan Teori 1. Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air diperlukan terutama apabila air berasal dari air permukaan. Peningkatan kuantitas juga diperlukan karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhannya ( Sutrisno, 2010 ). 2. Air Bersih Peraturan Menteri Kesehatan RI.No.416/MENKES/PER/IX/1990, tentang syarat-syarat kualitas air disebutkan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila setelah dimasak. Persyaratan air bersih yang dimaksud adalah persyaratan mikrobiologis, fisik, kimia dan radioaktif. Air bersih yang dikonsumsi dan dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari harus memenuhi keseluruhan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Permenkes. Air yang tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut sebelum digunakan sebagai air minum masih perlu dilakukan pengolahan selanjutnya. Salah satu syarat sebelum digunakan sebagai air minum adalah persyaratan mikrobiologi dan yang perlu diperhatikan keberadaan bakteri coliform dalam air yang diperbolehkan kadar maksimum 0 per 100 ml untuk air minum dan 10 per 100 ml untuk air bersih. Organisasi kesehatan dunia ( WHO ) telah menetapkan kebutuhan air per orang per hari untuk kebutuhan hidup sehat adalah 60 liter. Kebutuhan tersebut harus mencakup kuantitas, kualitas dan kontinyuitas ( Pramitasari, 2007 ). 3. Sumber Utama Air Baku a. Air Angkasa Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi oleh musim, jumlah, intensitas dan distribusi hujan, serta letak geografis suatu daerah dan lain-lain. Kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara atau atmosfir di daerah tersebut. Umumnya kualitas air hujan relatif baik, namun kurang mengandung mineral dan sifatnya mirip air suling ( Pitojo, 2002 ). b. Air Permukaan Kondisi air permukaan sangat beragam karena banyak dipengaruhi oleh banyak hal yang berupa elemen metereologi dan elemen daerah pengairan. Kualitas air permukaan tersebut, tergantung dari daerah yang dilewati oleh air. Pada umumnya kekeruhan air permukaan cukup tinggi karena banyak mengandung lempung dan substansi organik. Sehingga ciri air permukaan yaitu memiliki padatan terendap ( dissolved solid ) rendah dan bahan tersuspensi ( suspended solids ) tinggi. Atas dasar kandungan bahan terendap dan bahan tersuspensi tersebut maka kualitas air sungai relatif lebih rendah daripada kualitas air danau, rawa, dan reservoir. Air permukaan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, setelah melalui proses tertentu ( Pitojo, 2002 ) c. Air Tanah Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah, terdapat di antara butir-butir tanah atau dalam retakan bebatuan. Ciri-ciri air tanah yaitu memiliki suspended solid rendah dan dissolved solid tinggi. Permasalah yang timbul pada air tanah adalah tingginya angka kandungan total dissolved solid ( TDS ) besi, mangan, dan kesadahan air tanah dapat berasal dari mata air kaki gunung, atau di sepanjang aliran air sungai atau berasal dari air tanah dangkal dengan kedalaman 15-30 m, yaitu air sumur gali, sumur bor tangan, serta yang berasal dari tanah dalam yaitu air sumur bor yang dalamnya lebih dari 30 m atau bahkan terkadang mencapai 100 m ( Pitojo, 2002 ). 4. Proses Pengolahan Air Bersih Tujuan pengolahan air bersih merupakan upaya untuk mendapatkan air bersih dan sehat sesuai dengan standard mutu air. Proses pengolahan air bersih merupakan proses fisik, kimia, dan biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum ( Mulia, 2005 ). Sumber air untuk keperluan domestik dapat berasal dari beberapa sumber, misalnya dari aliran sungai yang relatif masih sedikit terkontaminasi, berasal dari mata air pegunungan, berasal dari danau, berasal dari tanah, atau sumber lain, seperti air laut. Air tersebut harus terlebih dahulu diolah di dalam wadah pengolahan air sebelum didistribusikan kepada pengguna. Variasi sumber air akan mengandung senyawa yang berbeda, maka sudah menjadi kewajiban pengelola air untuk menjadikan air aman untuk dikonsumsi, yaitu air yang tidak mengandung bahan berbahaya untuk kesehatan berupa senyawa kimia untuk mikroorganisme ( Manihar, 2007 ) Ada banyak cara untuk pengolahan air untuk keperluan air bersih, tergantung pada jenis senyawa atau partikel yang terdapat di dalam air yang akan diolah dan jenis sumber bahan baku air. Modifikasi pengolahan air dan pemilihan serta penambahan bahan pengendap dapat dilakukan untuk efisiensi pengolahan air bersih. Menurut Manihar ( 2007 ), beberapa bagian atau langkah penting pengolahan air ( bukan hanya air minum ) yang sering dilakukan untuk mendapatkan air bersih adalah: a. Menghilangkan Zat Padat Sebelum air diolah untuk air bersih, sering ditemukan bahan baku air mengandung bahan-bahan yang terbawa ke dalam arus air menuju bak penampungan. Bahan padat yang mengapung dan melayang dengan ukuran besar tersebut dapat dihilangkan dengan proses penyaringan ( filtrasi ). Sedangkan untuk bahan padat ukuran kecil dihilangkan dengan proses pengendapan ( sedimentasi ). Untuk mempercepat proses penghilangan bahan ukuran kecil yang dikenal sebagai koloid, perlu ditambahkan koagulan. Bahan Koagulan yang sering dipakai adalah alum ( tawas). Tawas di dalam air akan terhidrolisa dan membentuk senyawa kompleks aluminium yang siap bereaksi dengan senyawa basa di dalam air. Endapan berupa senyawa aluminium hidroksida akan terbentuk dan membawa serta mengikat senyawa- senyawa lain yang tersuspensi ke dalamnya dan mengendap bersama- sama berupa lumpur. b. Menghilangkan Kesadahan Air Kalsium dan Magnesium dalam bentuk senyawa bikarbonat dan sulfat sering ditemukan dalam air yang menyebabkan kesadahan air. Salah satu pengaruh kesadahan air adalah dalam proses pencucian dengan menggunakan sabun karena terbentuknya endapan garam yang sukar larut bila sabun bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium. Cara untuk menghilangkan kesadahan air, misalnya air untuk konsumsi masyarakat digunakan proses penghilangan kesadahan air dengan penambahan soda Ca(OH2) dan abu soda Na2CO3 sehingga kalsium akan mengendap sebagai Mg(OH)2. Bila kesadahan hanya disebabkan oleh kesadahan karbonat maka cukup hanya dengan menambahkan Ca(OH)2 untuk menghilangkannya. c. Menghilangkan Bakteri Pathogen Penghilangan mikroba pathogen dapat dilakukan dengan menggunakan disinfectant. Umumnya bahan- bahan disinfectant ini bersifat oksidator, sehingga dapat membunuh mikroba pathogen. Menurut Waluyo bahan- bahan disinfectant yang banyak dipakai adalah : 1) Kaporit Chlorin bila ditambahkan ke dalam air akan terhidrolisis dengan cepat menghasilkan ion chlor dan asam hipochlorit. 2) Ozon Ozon atau O3 bersifat mudah larut dalam air dan mudah terdekomposisi pada temperatur dan pH tinggi. Penggunaan ozon lebih aman dibanding kaporit, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap chlor. Pengolahan dengan proses ozonisasi dilakukan dengan cara menyaring air, mendinginkannya, tekanan ditinggikan, dan ozon dipompakan ke dalam wadah air selama 10- 15 menit. Permasalahannya adalah kelarutan ozon di dalam air relatif kecil sehingga kekuatan desinfektannya sangat terbatas. Ozon sangat bereaksi dengan cepat yang menyebabkan persistensinya di dalam air hanya sebentar saja. 3) Iodine dan Bromin Sudah sejak lama senyawa ini digunakan sebagai antiseptik pada luka, meskipun penggunaanya sebagai desinfektan tidak atau kurang populer sampai saat ini. Dibandingkan dengan chlorin, penggunaan ion memerlukan biaya lebih besar. Seperti halnya chlorin dan bromine, efektifitas iodine dalam membinasakan bakteri dan kista sangat tergantung pada pH. Tetapi dalam membinasakan virus iodin lebih efektif daripada chlorin dan bromine. Bromin merupakan bakterisida dan virusida yang efektif. Karena kehadiran ammonia dalam air bromin masih lebih efektif bila dibandingkan dengan chlorin. 4) Desinfektan lain. Beberapa desinfektan belum atau tidak banyak digunakan karena kurang efektif atau karena penggunaannya masih merupakan hal baru. Desinfektan tersebut adalah: a) Ferrat Ferrat merupakan garam dari asam ferric (H2FeO4) dimana Fe bervalensi 6. Sebagai bakterisida dan virusida, ferrat lebih baik daripada chloramin. b) Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida (H2O2) adalah oksidator kuat yang digunakan pula sebagai desinfektan. Penggunaannya tidak populer, karena harganya mahal dan konsentrasi yang diperlukan sebagai desinfektan cukup tinggi. c) Kalium Permanganat Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat yang sudah lama digunakan. Dalam proses pengolahan air bersih, penggunaan KMnO4 adalah sebagai oksidator untuk mengurangi kadar Fe dan Mn dalam air, serta untuk menghilangkan rasa dan bau dari air yang diolah. Selain itu, kalium permanganat digunakan pula sebagai algisida. Penggunaannya sangat terbatas karena harganya mahal, daya bakterisidanya rendah serta warnanya mengganggu bila digunakan pada konsentrasi tertentu. 5. Chlorinasi a. Pengertian Chlorinasi adalah proses pemberian chlorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Chlorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai disinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawasenyawa chlor yang umum digunakan dalam proses chlorinasi, antara lain, gas chlorin, senyawa hipochlorit, chlor dioksida, bromin chlorida, dihidroisosianurat dan chloramin ( Chandra, 2006 ). Chlorinasi akhir, yaitu pemakaian chlorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum. Chlorinasi awal, yaitu pemakaian chlorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang ( Linsley, 1991 ). b. Kegunaan Chlorin Adapun kegunaan dari chlorin menurut Chandra, 2006 antara lain: 1) Memiliki sifat bakterisidal dan gerimisidal 2) Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida 3) Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air 4) Dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentukan lumut yang dapat mengubah bau dan rasa pada air 5) Dapat membantu proses koagulasi Berdasarkan fungsi di atas, maka untuk kondisi tertentu chlorinasi juga dapat dibubuhkan sebelum proses pengolahan atau disebut juga dengan proses pre chlorinasi. Sedangkan untuk keperluan disinfeksi, pembubuhan chlorine yang dilakukan di reservoir dikenal sebagai proses post chlorinasi ( Darmasetiawan, 2004 ). c. Cara Kerja Chlorin Chlorin di dalam air akan berubah menjadi asam chlorida. Zat ini kemudian dinetralisasi oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion hipochlorit. Reaksi kimia yang terjadi: H2O + Cl2 → HCl + HOCl HOCl → H+ + OClChlorin sebagai disinfektan terutama bekerja dalam bentuk asam hipochlorit ( HOCl ) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipochlorit ( OCl- ). Chlorin dapat bekerja dengan efektif sebagai disinfektan jika berada dalam air dengan pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipochlorit itu akan mengalami ionisasi menjadi ion hipochlorit. Dengan demikian, khasiat disinfektan yang dimiliki chlorin menjadi lemah atau berkurang ( Chandra, 2006 ). Senyawa chlor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian chlor akan tersisa yang disebut sisa chlor. Pada mulanya sisa chlor merupakan chlor terikat, selanjutnya jika dosis chlor ditambah maka sisa chlor terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi break point chlorination ( titik batas ). Pertambahan dosis chlor setelah titik ini akan memberi sisa chlor yang sebanding dengan penambahan chlor ( Nasrullah, 2005 ). d. Prinsip-Prinsip Pemberian Chlorin Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses chlorinasi menurut Chandra 2006, antara lain: 1) Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat proses chlorinasi. 2) Kebutuhan chlorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa chlorin bebas dalam air. 3) Tujuan chlorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa chlorin bebas sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety ( nilai batas keamanan ) pada air untuk membunuh kuman patogen yang mengkontaminasi pada saat penyimpanan dan pendistribusian air. 4) Dosis chlorin yang tepat adalah jumlah chlorin dalam air yang dapat dipakai untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk meninggalkan sisa chlorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air. e. Metode Chlorinasi Pemberian chlorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan pemberian gas chlorin, chloramin, atau perchloron. Gas chlorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas chlorin harus digunakan secara hati-hati karena gas ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat chlorinasi berbahan gas chlorin ini disebut sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai adalah Paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas chlorin pada persediaan air ( Chandra, 2006 ). f. Pendosisan Dosis chlor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Harus dilakukan pengukuran DPC ( Daya Pengikat Chlor ) 2) Sisa chlor antara 0,2 – 0,5 mg/l Prechlorinasi harus dilakukan dengan DPC Penetapan DPC: 1) Siapkan labu erlenmeyer 500 ml/botol yang berisi sebanyak 3 buah 2) Siapkan larutan kaporit 0,1% ( 0,1 gram/100 ml air ) 3) Isi contoh air baku 250 ml yang sudah disaring ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan larutan kaporit masing-masing 0,5 ml;0,75 ml;1,0 ml ke dalam labu erlenmeyer 4) Kocok dan simpan di ruang gelap selama 30 menit 5) Periksa dan catat sisa chlor dari masing-masing labu erlenmeyer 6) Hitung DPC dengan rumus: DPC = ([ 1000/250 x V x M ] – D) mg/l Keterangan: V = ml larutan kaporit 0,1% yang ditambahkan M = kadar kaporit dalam air (misalnya = 60%) D = sisa chlor dalam air Pendosisan gas chlor: 1) Debit air Instalasi = 1500 l/det 2) Misalnya daya pengikat chlor untuk air baku = 1,8 mg/l 3) Sisa chlor yang diinginkan 0,7 mg/l 4) Dosis (Rs) = 1,8 mg/l + 0,7 mg/l = 2,5 mg/l 5) Chlor aktif gas chlor = 99,9% = 100% Jumlah gas chlor yang dibutuhkan: = 1500 l/det x 2,5 mg/l = 3,75 g/det = 13,5 kg/jam g. Dampak Chlorinasi Air Proses chlorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik yang mudah menguap ( volatile halogenated organics ), biasa disingkat dengan VHO. Senyawa VHO tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk trihalomethane ( THM ). Trihalomethane ( THM ) dapat ditemukan pada jenis air yang berikut: 1) Air Bersih Pada hasil pemeriksaan terhadap air bersih yang menjalani proses chlorinasi, baik dengan gas chlorin, natrium hipochlorit ( NaClO ), maupun dengan chlor dioksida ( ClO2 ), ditemukan adanya senyawa THM. Padahal, sebelum menjalani proses chlorinasi, kandungan bahan organik air tersebut telah dihilangkan dan hasil analisis sebelumnya menunjukkan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang terdeteksi adalah 41,8 μg/l ( Chandra, 2006 ). 2) Air Kolam Renang Pada pemeriksaan terhadap air kolam renang yang telah menjalani disinfeksi, juga didapat senyawa THM dengan kadar yang lebih tinggi daripada kadar THM dalam air minum. Kondisi tersebut akibat lebih besarnya kandungan bahan organik dalam air kolam renang, selain bahan organik juga berasal dari keringat dan urin orang yang berenang. Kadar THM maksimum dalam udara di atas permukaan kolam renang mencapai 787 μg/m3 ( Chandra, 2006 ). 3) Air Permukaan Dan Air Tanah Air tanah di beberapa wilayah mengandung bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Dalam tubuh manusia lebih dari 50,6% THM akan diubah menjadi CO2, tetapi kondisi ini bergantung pada kepekaan individu. Dampak yang paling cepat pada kesehatan adalah hilangnya kesadaran, yang dapat diikuti dengan keadaan koma dan kematian. Kadar total THM 30 μg/l dalam air minum telah direkomendasikan dengan konsumsi rata-rata 2 liter/hari ( Chandra, 2006 ). Seperti dikatakan di atas, proses chlorinasi pada air yang mengandung bahan organik dapat mengakibatkan terbentuknya trihalomethane ( THM ) yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk menurunkan konsentrasi THM dalam air yang akan menjalani chlorinasi harus dihilangkan dahulu penyebabnya, yaitu zat-zat organik ( Chandra, 2006 ). h. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Chlorinasi Menurut Waluyo (2009), Kecepatan dan keampuhan dalam proses chlorinasi tergantung dari beberapa faktor yaitu: 1) Keadaan Mikroorganisme Faktor- faktor yang mempengaruhi keadaan mikroorganisme, antara lain: a) Jenis Mikroorganisme Jenis mikroorganisme dapat meliputi bakteri, virus, atau parasit mempunyai kepekaan tertentu terhadap desinfektan yang berlainan. Misalnya resistensi kista protozoa lebih besar daripada Enterovirus. Resistensi Enterovirus lebih besar daripada bakteri enterik. b) Jumlah Mikroorganisme Jumlah mikroorganisme yang besar, terutama mikroba pathogen akan memerlukan dosis desinfektan yang lebih besar. c) Penyebaran Mikroorganisme Mikroorganisme yang menyebar, akan mudah ditembus oleh desinfektan. Sebaliknya kumpulan bakteri akan lebih sulit ditembus oleh desinfektan. Bakteri cenderung membentuk “clam” dengan supended solids yang ada dalam air yang keruh harus dicurigai sebagai air yang mempunyai bakteri pathogen lebih banyak. 2) Jenis dan Konsentrasi Desinfektan Setiap desinfektan mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing- masing, baik dari segi teknis (pelarutan dan pembubuhan) mau pun non teknis (harga). Konsentrasi desinfektan berkaitan dengan waktu kontak. 3) Waktu Kontak Desinfektan agar dapat berfungsi dengan optimal harus mempunyai waktu kontak yang cukup dengan air yang diproses. Waktu kontak ditentukan sebagai waktu yang tersedia untuk interaksi antara chlor dengan bahan – bahan pereduksi chlor dalam air. Waktu kontak air dengan desinfektan yang dibubuhkan, jika digunakan chlor atau senyawa chlor waktu kontak diantara 30 – 60 menit, sebelum air digunakan, dengan mempertahankan sisa chlor paling sedikit 0,3- 0,5 mg/ l Cl2 setelah waktu kontak tersebut. 4) Faktor Lingkungan Faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi desinfeksi antara lain: a) Suhu Makin tinggi suhu air, makin tinggi pula efektifitas desinfektan b) pH Setiap desinfektan akan berfungsi dengan optimal pada pH tertentu, misalnya ozon lebih stabil pada pH rendah (pH= 6). Sedangkan pada chlorin daya basminya semakin menurun bila pH nya makin bertambah. Bila pH larutan ≥ 7, maka akan terbentuk chloramin, sedangkan pada pH ≤ 6 maka akan terbentuk dichloramin c) Kualitas Air Air yang mengandung zat organik dan unsur lainnya, akan mempengaruhi besarnya clorine demand sehingga diperlukan konsentrasi chlorin yang makin tinggi. d) Pengolahan Air Proses pendahuluan yang dilakukan desinfeksi, misalnya pengendapan dan filtrasi, akan mempengaruhi hasil akhir yang akan dicapai. Selain itu saat yang tepat bagi penambahan chlorin yang akan mempengaruhi pula akhir yang akan dicapai. 6. Teknik Pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel terdiri dari 3 macam antara lain : a. Grab Sampling ( Sampel Sesaat ) Yaitu sampel yang diambil secara langsung dari obyek yang akan diteliti dan hasil pengujian sampelnya hanya dapat menggambarkan karakteristik sampel pada sat pengambilan. Sampel sesaat hanya dapat dilakukan jika kondisi lokasi pengambilan diasumsikan homogen / konstan. Jika kondisi heterogen / fluktuatif, pengambilan sampel sesaat dilakukan pada waktu yang berbeda sehingga didapatkan sampel yang representatif. Misal, air diambil sesaat pada satu lokasi tertentu. b. Composite Sampling Yaitu campuran dari beberapa waktu pengamatan. Pengambilan sampelnya dapat dilakukan secara manual ataupun secara otomatis dengan menggunakan peralatan yang dapat mengambil sampel pada waktu-waktu tertentu dan sekaligus dapat mengukur debit air. Pengambilan sampel secara otomatis hanya dilakukan jika ingin mengetahui gambaran tentang karakteristik kualitas air secara terus menerus. c. Integrated Sampling ( Sampel Gabungan Tempat ) Sampel gabungan yang diambil secara terpisah dari beberapa tempat dengan volume yang sama. ( Hefni Effendi, 2003 ) 7. Cara Pengambilan Sampel Secara Fisik Atau Kimia a. Alat harus steril artinya alat harus dicuci dahulu sampai bersih dengan aquades. Dicuci sebnayak tiga kali sehingga didalam botol tidak ada bahan pencemar lain selain air sampel tersebut. b. Tidak boleh ada aerasi secara langsung c. Botol diisi penuh, agar tidak ada udara , tidak ada pengocokan agar tidak ada reaksi. d. Sejurang kurangnya 1 liter – 5 liter tergantung jumlah parameter yang diperiksa. e. Pelabelan f. Dimasukkan kotak ( suhu kamar 20oC ) C. Kerangka Konsep Pembubuhan kaporit 1. Kadar Sisa Chlor 2. Suhu Jaringan pipa PDAM di daerah BTA Terung Baru Magetan 3. pH 1. Waktu 2. Jarak 3. Debit Keterangan : Diteliti Tidak diteliti