1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang permasalahan Dalam diri manusia terdapat dua element dasar yang sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian manusia. Element tersebut adalah “rasio dan rasa”. Element rasio berkaitan erat dengan logika berpikir, dengan element ini manusia menanggapi segala sesuatu yang diketahuinya. Dalam proses menanggapi, manusia akan menggunakan standard penilaiannya untuk menganalisa suatu kejadian dalam hidupnya, dan membuktikan kebenaran yang didapatkan secara nyata. Sehingga rasio lebih banyak menggunakan perangkat keras dari diri manusia yaitu otak untuk melakukan kerja “berpikir” dan “menganalisa” sesuatu secara logis. Element ini dalam ranah akademis sering juga disebut sebagai “Daya Kognitif”. Dalam element yang berikutnya, yaitu “rasa”, manusia dapat menanggapi sesutau dengan melalui proses yang kadang kurang bisa dimengerti dengan proses kerja akal. Dengan element ini manusia lebih banyak menanggapi sesuatu dengan menggunakan nalurinya yang lebih banyak menimbulkan keputusan-keputusan spekulatif yang mempengaruhi keputusan logisnya. Bleips Pascal mengatakan : “….hati mempunyai akal-akal yang tidak dapat dipahami oleh akal”,1 dalam hal ini Pascal ingin mengungkapkan bahwa hati mempunyai cara tersendiri dalam merespon sesuatu dimana pikiran atau rasio tidak dapat mengerti apa yang dimengerti oleh hati. Misalnya cinta, hanya hati yang bisa mengerti apa itu cinta, tetapi rasio dengan berbagai rumusan perhitungannya tidak dapat mengerti rumusan dari cinta tersebut. Dalam hal ini akal tidak begitu mempunyai peranan dominan. Element ini akan sangat berperan ketika manusia tidak dapat menemukan “nilai kenyataan” atas harga sebuah kondisi yang dianalisanya, dengan kata lain rasa akan bekerja untuk menganalisa element-element yang bersifat abstrak yang tidak terjangkau oleh nalar manusia. Dengan ”rasa” manusia dapat merasakan sesuatu seperti, sedih, gembira, bangga, rasa suka, benci, dan lain-lain. Ungkapan perasaan ini merupakan tanggapan spontan akan hal-hal yang ditangkap oleh kemampuan inderawinya. Element ini di ranah akademis sering disebut sebagai “Daya Afektif”. 1 Prof. Bertens K, “Ringkasan sejarah filsafat”, Kanisius, Yogyakarta, 1975. p. 50 2 Peradaban manusia membawa manusia untuk lebih banyak menggunakan salah satu dari perangkat kerja manusia ini. Semakin maju peradaban, semakin menuntut manusia untuk menggunakan ketepatan sebuah penilaian yang terhitung. Oleh karena itu manusia dalam rangka berjalan menuju kepada keberadabannya diajak untuk menggunakan salah satu perangkat hidup saja yaitu, akal atau rasionya. Sementara itu element yang lain,”rasa”, semakin dikesampingkan, sehingga manusia semakin mengalami ketimpangan kepribadian. Jika salah satu element perangkat hidup manusia mendominasi maka dapat dipastikan terjadi ketidak-seimbangan dalam jiwa manusia. Apabila manusia mengalami ketidak-seimbangan maka dapat dikategorikan sebagai manusia yang sedang sakit. Karena apabila manusia mengalami ketidakseimbangan maka manusia dianggap tidak normal. Dengan demikian manusia mengalami ketimpangan dan ke”monoton”-an hidup, sehingga tidak dapat menikmati fungsi kerja perangkat hidupnya yang lain. Oleh karena itu dapat dikategorikan sebagai manusia yang sakit. Dengan demikian maka kedua element tersebut harus mempunyai keseimbangan, agar manusia dapat berjalan selaras dalam memahami sesuatu. Dalam rangka menjaga keseimbangan perangkat hidup manusia tersebut maka penyusun mengajak sidang pembaca untuk memperhatikan musik dan lagu. Musik dan lagu adalah salah satu bentuk ekspresi manusia yang sangat berkaitan dengan seni. “Seni” merupakan aplikasi rasa yang dimiliki oleh manusia. Dengan karya seni manusia dapat menemukan sebuah lambang.2 Lambang ini merupakan tanda pengungkapan konsep pokok seni. Konsep pokok dalam seni tersebut ialah sebuah bentuk, isi dan pengungkapan, ekspresi dari impresi manusia. Penggunaan seni dengan “tepat”3 akan dapat memuaskan keberadaan daya kognitif, dan keindahannya akan mengajak orang meluapkan perasaan atau “daya afektif” yang dialaminya melalui seni yang ditangkap inderanya, jadi seni tidak hanya membahas mengenai “rasa” saja, tetapi di dalamnya terdapat juga unsur rasio sebagai penyeimbang. Dengan demikian berbicara mengenai seni yang dipergunakan untuk menampung ekspresi manusia tidak terlepas dari keseimbangan dua element manusia yaitu “rasa dan rasio”. 1.2. Pokok permasalahan Agama Kristen adalah agama yang dekat dengan penggunaan musik dan lagu. Media musik dan lagu digunakan sebagai alat untuk berhubungan dengan Tuhan. Melalui media ini orang Kristen 2 Liang Gie, The., Filsafat Seni (sebuah pengantar),Pusat Belajar Ilmu Berguna (PUBIB), 2004. p.9 3 Tepat dimaksudkan mampu menggunakan sesuai dengan teori yang diacukan dalam penggunaan seni tersebut. 3 menumpahkan dan mengungkapkan apa yang ingin disampaikan dirinya kepada Tuhannya. Media ini dirasa mempunyai peranan yang sangat vital dalam merangkai kesatuan tata ibadah mereka. Karena dirasa cukup vital dan dirasa harus selalu ada, maka media ini dipakai dalam setiap pertemuan kegiataannya, seperti, dalam ibadah mingguan di gereja ataupun persekutuanpersekutuan sehari-hari mereka. Nilai penting yang dirasakan terhadap penggunaan dan pengadaannya musik dan lagu tentunya perlu diperhatikan untuk menjagai aspek pengajaran dan muatan teologisnya. Untuk itu dalam lingkungan gereja protesten yang dibawahi oleh PGI dibentuklah suatu badan yang bertugas mengawasi penggunaan dan pengadaan musik dan lagu jemaat, khususnya yang dipakai untuk beribadah. Melalui badan pengurus musik gereja (Yamuger = Yayasan Musik Gereja), pengolahan muatan teologis dan aspek pengajaran agamis selalu diperbaharui, sehingga jemaat benar-benar dapat tanggap dengan kondisi yang hidup di sekitarnya. Hal ini diterapkan dengan harapan agar musik dapat dimanfaatkan dengan kepekaan terhadap situasi yang sedang terjadi dalam lingkup kehidupan orang Kristen. Dalam ritual yang dilakukan baik dalam ibadah mingguan ataupun ibadah-ibadah dalam merayakan hari raya keagamaan, Gereja Kristen Jawa, selalu menggunakan metode dramatis simbolis.4 Dengan metode ini diharapkan jemaat dapat merasakan nuansa religius untuk mengalami kehadiran Allah ditengah-tengah ibadah mereka. Dramatisasi situasi seperti ketika Yesus dihina, disalib bahkan dibunuh diharapkan dapat membawa jemaat untuk merasakan penderitaan sosok Yesus tersebut. Selanjutnya dengan penghayatan akan situasi yang disimbolkan tersebut diharapkan agar jemaat mampu melihat simbol-simbol tersebut dalam kehidupannya dan memampukan dirinya untuk bangkit bersama sosok Yesus yang bangkit melawan kematiannya. Dalam kebangkitan tersebut jemaat diajak untuk mau merombak pola kehidupannya yang telah dilaluinya dengan selalu percaya bahwa kebangkitan tersebut selalu menjadi jiwa bagi setiap pekerjaan hidup yang dilakukannya. Secara lebih khusus maksud dari kata simbolis adalah berkenaan dengan proses penyampaian berita atau makna dari Alkitab. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan ilustrasi saat khotbah, pengungkapan makna istilah-istilah dalam lagu-lagu yang dipakai dalam liturgi, visualisasi gerakan seperti pemberian berkat, dan lain-lain. 4 Sinode Gereja GKJ,Pokok-pokok Ajaran Gereja GKJ nomor 133, Sinode Gereja GKJ, Salatiga, 1997, p.53 4 Dalam rangka menekankan makna ibadah dengan metode dramatis simbolis maka diperlukan sarana pendukung metode tersebut. Penyusun ingin mengajak sidang pembaca untuk memperhatikan penggunaan musik dan lagu sebagai sarana pendukung tersebut. Musik dan lagu merupakan tempat bagi rasa manusia untuk mengaktualkan diri terhadap situsai yang dibangun khususnya dalam peribadatan. Namun oleh karena ibadah-ibadah yang diterapkan dalam ibadah protestan lebih mengarah kepada kecerdasan kognitif yang bertumpu kepada khotbah, penggunaan musik dan lagu menjadi kurang signifikan kevitalannya. Dengan penumpuan ibadah yang hanya menekankan khotbah maka menjadikan piranti ibadat yang lain dalam hal ini salah satunya adalah musik dan lagu menjadi kurang penting. Tentunya apabila hanya salah satu piranti ibadah tersebut yang menjadi point utama maka pola dramatis simbolis tidak berjalan dengan semestinya, bahkan pola tersebut hanya akan menyentuh sisi kecerdasan kognitif saja. Maka ibadah yang demikian tidak berhasil membawa manusia kepada kecerdasan afektif yang akan menyeimbangkan keberadaan dirinya. Dengan menurunnya jumlah jemaat yang mengikuti ibadah dalam satu waktu ibadah tertentu, dapat dipakai sebagai acuan bahwa jemaat mengalami kejenuhan ritual. Jemaat sepertinya tidak menemukan pemenuhan kebutuhan rasa, karena setelah capai karena selalu menggunakan kemampuan kognitifnya masih dijejali dengan pemahaman kognitif dalam khotbah. Dengan melihat kondisi ini seharusnya musik dan lagu dapat menjadi penyeimbang tersebut, tetapi bukan hanya menjadi kompensasi yang tidak terpahami dan terhayati. Namun karena musik dan lagu yang seharusnya jadi penyeimbang justru kehilangan maknanya, maka dalam kebaktian jemaat tetap tidak merasakan penghayatan akan penyertaan Allah yang ingin didramatisasikan dalam ibadah. Jika dugaan ini benar, yaitu bahwa jemaat tidak lagi dapat memahami musik dan lagu dalam ibadahnya maka ada kemungkinan pembinaan bidang musik dan lagu bagi jemaat kurang tepat sasaran. Melihat hal ini maka penyusun mencoba untuk memperhatikan kondisi musik gereja. 1.3. Batasan permasalahan Penyusun membuat batasan studi ini terhadap satu jenis seni, yaitu seni musik (dalam hal ini tentu saja tidak terlepas dari lagu). Musik adalah seni yang mempunyai pengaruh kuat terhadap manusia. Dalam peradaban manusia, musik selalu menjadi bagian penting dalam hidupnya, karena dalam kenyataannya, musik memunculkan jiwa manusia bahkan menjadikan lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang disebut sebagai “bentuk eksternal agama.”5 Musik melalui suara-suara yang 5 Khan Hazrat Inayat, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi,Penerbit Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2002,p.6. 5 dikeluarkannya sangat membantu perasaan manusia untuk mengenal serta menghayati kehidupannya. Seiring dengan budaya yang berkembang, musik selalu mengikuti perkembangan menyesuaikan dengan suasana peradaban yang sedang berlangsung dimana manusia juga sedang berjalan mengembangkan kemampuan perangkat kehidupannya. Melalui pengalaman hidup yang berjalan manusia menggubah sekumpulan nada-nada yang disusun dengan sedemikian rupa, sehingga dengan nada-nada tersebut manusia mendapatkan suatu “kenikmatan” batin dan dapat memaknai kehidupannya dengan lebih dalam. Manusia menggunakan indera pendengarannya untuk meyampaikan nada-nada yang menjadi bunyi yang dapat di rasakan oleh jiwanya. Sentuhansentuhan bunyi yang disampaikan oleh indera pendengaran tersebut akan mempengaruhi kondisi jiwa atau sisi psikologis manusia, sehingga manusia dapat menjadi agresif atau calm oleh karena sentuhan-sentuhan nada-nada tertentu. Dalam sebuah penelitian psikologis musik dipakai untuk membangun perkembangan psikologis manusia.6 Hasil penelitian inipun selanjutnya diterapkan membangun fungsi afeksi bayi agar bayi mempunyai kepekaan yang baik. Manusia adalah pencipta kecil, seringkali dengan kemampuannya manusia menuangkan apa yang hendak dikatakannya dengan simbol-simbol bunyi dan nada. Simbol dan nada ini dipakai untuk menyampaikan maksud terhadap manusia yang lain atau mahkluk yang lainnya. Dengan piranti rasa yang dimiliki setiap manusia dan mahkluk lain yang memilikinya, ternyata simbol-simbol nada yang sederhana ini lebih mudah diterima dan dimengerti makna dari maksudnya. Musik sesungguhnya tidak beda dengan jenis-jenis seni yang lainnya, seperti lukisan dan tari juga merupakan suatu media untuk mengungkapkan maksud dari dalam diri manusia untuk berkomunikasi dengan yang lain. Hanya perbedaannya terletak pada wujud aplikasinya. Jika musik adalah kecenderungannya dengan menggunakan nada dan bunyi sedangkan jenis seni yang lain seperti tari menggunakan gerakan sebagai medianya dan lukisan dengan menggunakan taburan warna yang eksotis. Agar studi ini lebih signifikan terhadap tata aturan penggunaan musik secara liturgis maka penyusun membuat batasan wilayah dalam lingkup sebuah gereja. Dalam hal ini secara lebih khusus dipilih gereja GKJ, yaitu GKJ Wates. Alasan mengambil GKJ Wates sebagai contoh adalah demikian, dari letak geografisnya gereja tersebut berada ditengah-tengah diantara desa dan kota. Berdasar sensus mata pencaharian dan juga tingkat pendidikan warga gereja GKJ Wates sebagian 6 ibid 6 besar adalah bermata pencaharian sebagai pegawai kantor, dan rata-rata tingkat pendidikan mereka adalah SMA, dan yang sebagian lagi adalah sebagai petani, tetapi walaupun petani mereka rata-rata juga mempunyai pendidikan yang tidak rendah yaitu lulusan SMA.7 Melihat hal yang demikian maka sebenarnya warga gereja disana, mempunyai potensi yang cukup besar untuk lebih berkembang. Namun melihat kondisi penggunaan musik gereja yang terjadi di GKJ Wates ada kemungkinan terjadi suatu kesalahan dalam pembinaan. Hal ini terbukti dari ketergantungan jemaat setempat pada seorang pemimpin (Pendeta) dalam memutuskan suatu kebijakan. Dalam penggunaan musik gereja agaknya jemaat kurang bisa menyesuaikan pemakaian lagu yang seringkali tidak sesuai dengan tema khotbah, dan penggunaan teori tempo yang merubah makna semangat dari lagu tersebut. 1.4. Tujuan penulisan skripsi Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mencari akar permasalahan dari aplikasi musik-musik gereja jemaat khususnya di GKJ Wates. Diharapkan skripsi ini dapat menjadi kritik yang membangun bagi gereja pada umumnya, untuk itu penyusun mencoba memberikan alternatif solusi terhadap pemahaman mengenai musik dan lagu dalam kebaktian di GKJ Wates pada khususnya. Studi penelitan yang diharapkan dapat mengungkapkan latar belakang dari pandangan jemaat terhadap praktek pendidikan musik gereja ini diharapkan juga dapat membuka peluang-peluang yang ada untuk meningkatkan pendidikan musik gerejawi di jemaat tersebut 1.5. Alasan pemilihan judul Berdasarkan pemaparan di atas maka penyusun membuat judul sebagai berikut : "PEMBINAAN JEMAAT GKJ DI WATES DALAM BIDANG MUSIK" Jemaat adalah element penting dalam gereja. Jemaat dalam hal ini adalah segenap warga yang ada dalam tubuh gereja tersebut, dimana disana terdapat Pendeta, Majelis dan warga jemaatnya. Maka jelaslah bahwa tanpa jemaat gereja tidak akan terwujud. Sementara itu sebagai tolok ukur bahwa gereja adalah gereja yang baik maka tentunya jemaat yang ada didalamnya adalah jemaat yang terpenuhi kebutuhan spritual dan religiositasnya oleh gerja. Untuk menjadikan gereja yang demikian 7 Berdasarkan hasil laporan stage yang dilakukan oleh penyusun tahun 2002 7 maka dibutuhkan jemaat yang sadar akan keberadaan dirinya adan kebutuhan rohaninya, dalam hal ini pembinaan jemaat menjadi point penting untuk mencetak jemaat yang terbina dan terpenuhi kebutuhan spiritual dan religiositasnya. Berdasarkan judul yang disampaikan selanjutnya penyusun mengkhususkan kepada GKJ Wates sebagai lingkup studi pembinaan jemaat dengan menggunakan media Musik, khususnya dalam penggunan musik gerejawi. 1.6. Metode penulisan skripsi Agar penulisan skripsi ini lebih akurat maka penyususn menggunakan beberapa metode. Metode tersebut adalah : 1. Partisipasif dan Observasi Selama tiga bulan penyusun melakukan pengamatan berbagai proses pengajaran dan pendidikan baik yang sifatnya formal atau informal dalam lingkup penelitian yang telah disampaikan sebagai objek penelitian. Pendidikan Formal yaitu pendidikan yang secara khusus diberikan dengan menggunakan waktu yang khusus dan mengundang pengajar yang membidangi hal tersebut. Sedangkan yang dimaksudkan dengan Pendidikan Informal adalah waktu diluar dari waktu khusus tersebut. Metode yang digunakan ini dilakukan dengan mengamati dan sekaligus ikut berpartisipasi dalam kegiatan jemaat setempat. Dari penelitian ini penyususn dapat memperoleh data yang berbentuk: data keseharian jemaat, dan kegiatan jemaat yang menunjang pembinaan warga gereja dalam bidang musik. Dengan metode partisipatif ini penyusun dapat benar-benar merasakan kebutuhan konkrit dari jemaat tersebut. 2. Metode dengan menggunakan wawancara Metode yang berikutnya adalah wawancara. Wawancara ini dilakukan oleh penyusun dengan jemaat secara khusus membidangi musik gereja dan yang tidak secara khusus membidanginya. (jemaat yang mungkin “kurang peduli”). Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan formal (terstruktur) dan informal juga. Terstruktur yang dimaksud adalah dengan menanyakan secara langsung dan secara teratur, dan secara terbuka. Pada cara yang kedua yaitu dengan cara yang informal dan terkesan sambil lalu, penyusun membuat field note. Melalui field note tambahan ini 8 penyusun mendapatkan tambahan data yang penting untuk menyusun kerangka latar belakang permaslahan tersebut. Dengan metode ini penyusun dapat melihat secara nyata tingkat pemahaman dan kepedulian jemaat akan musik gereja pandangan mereka tentang musik gereja. 3. Studi Literatur Cara atau metode yang berikutnya adalah dengan studi literatur. Hal ini dirasa sangat penting guna membantu penyusun dalam membandingkan antara “yang ideal atau yang seharusnya” melalui teori yang dipaparkan dalam literatur yang dipakai penyususn dengan “realitas“dalam kehidupan jemaat. Dengan metode ini diharapkan penyusun dapat menemukan titik terang setelah memperhatikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan liturgis jemaat dan selanjutnya untuk menentukan solusi yang sesuai dengan kondisi GKJ Wates dalam usahanya membina warganya secara spiritual dan religius dalam bidang musik. 1.7. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Merupakan hipotesa awal berdasarkan pengamatan pada waktu penyusun menjalani masa stage. Dalam pengamatan yang di lakukan oleh penyusun menghasilkan sebuah asumsi bahwa terdapat permasalahan di dalam Jemaat GKJ Wates. Permasalahan yang terjadi berkisar mengenai pembinaan gereja di bidang musik, di mana jemaat kurang memahami musik-musik yang dipakai dalam kebaktian Minggu, selain itu juga dalam pemahaman tentang lagu itu sendiri, penyusun melihat bahwa jemaat masih kurang dalam pemahaman akan lagu sehingga makna esensi lagu menjadi abstrak. Dengan adanya asumsi yang demikian maka dalam bab I merupakan langkah awal penyusun untuk mencari apa yang menjadi akar permasalahan, yang kemudian penyusun mencoba memberikan alternatif solusi yang akan dibicarakan dalam bab-bab berikutnya. BAB II MUSIK DAN PERANANNYA DALAM GEREJA Membahas tentang sejarah musik gereja secara sekilas dan teori musik. Dalam hal ini yang dimaksudkan teori adalah bukan secara teknis, jadi bukan mengungkapkan teori bagaimana menyanyikan atau bermain musik, tetapi lebih kepada apa dan bagaimana musik tersebut dipergunakan oleh manusia. Selain itu penyusun dalam bab ini membahas juga mengenai hal yang 9 mempengaruhi bidang musik dengan kuat. Dalam hal ini penysun mencoba melihat pengaruh budaya terhadap musik. Budaya merupakan element yang menjadi pola dari kehidupan manusia, oleh karena itu pengaruh budaya perlu diungkapkan untuk mengetahui sejauh mana budaya tersebut berpengaruh dalam sisi kehidupan manusia termasuk dalam bidang musik. Selain dua hal diatas dalam bab ini penyusun ingin membahas mengenai teologi dalam musik gereja. Hal ini penting mengingat peranan musik di gereja yang sangat kuat dalam sebuah teologi Kristen. BAB III PELAKSANAAN PENDIDIKAN MUSIK GEREJA DI GKJ WATES Penelitian terhadap jemaat GKJ Wates dan juga kepedulian Jemaat serta pejabat-pejabat di GKJ Wates terhadap lagu-lagu dan musik gereja yang digunakan dalam kebaktian tiap Minggu, selain itu juga metode-metode pengajaran yang dipakai untuk membina jemaat dalam bernyanyi dan bermusik gereja. Dalam bab ini penyusun ingin mengetahui apa yang menjadi permasalahan yang sebenarnya dengan cara menganalisa hasil dari penelitian yang sudah dilakukan oleh penyusun. Selain itu juga mengenai perkembangan musik dalam GKJ Wates dan jemaat dalam merespon warna-warna musik yang beraneka ragam. BAB IV MENUJU TEOLOGI MUSIK GEREJA YANG RELEVAN DAN KONTEKSTUAL BAGI JEMAAT DI GKJ WATES Dalam bab ini membicarakan mengenai refleksi perkembangan musik gereja dan budaya dalam diri gereja yang berlandaskan kesukuan (Jawa), khususnya di GKJ Wates. Dalam merefleksikan musik gereja dan budaya, dibahas mengenai sebuah perkembangan budaya yang diiringi dengan perkembangan musik dan nyanyian pujian yang dipakai oleh gereja. Selain itu dalam bab ini akan dipaparkan mengenai tanggapan atau respon gereja Jawadalam menanggapi perkembangan sebuah budaya dan musik gerejawi. BAB V KESIMPULAN Merupakan sebuah kesimpulan mengenai rentetan permasalahan yang terjadi di GKJ Wates. Dalam kesimpulan ini, mencakup mengenai akar permasalahan dan akibat yang ditimbulkan dari permasalahan yang ada