Definisi: YURISDIKSI Iman Prihandono, Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: [email protected] Blog: Blog: imanprihandono.wordpress.com Jenis Yurisdiksi Yurisdiksi: Yurisdiksi: kewenangan suatu negara untuk menetapkan dan memaksakan ketentuan hukum nasionalnya terhadap orang, orang, benda atau peristiwa hukum. hukum. Yurisdiksi lahir dari adanya KEDAULATAN (kebebasan (kebebasan bertindak/freedom bertindak/freedom to act) dari sebuah negara Aturan Umum: Yurisdiksi perdata: perdata: kewenangan hukum pengadilan negara terhadap perkara keperdataan, keperdataan, baik nasional maupun internasional; internasional; Suatu negara tidak akan melaksanakan yurisdiksinya di negara lain (Par in parem non habit imperium). Yurisdiksi pidana: pidana: kewenangan hukum pengadilan negara terhadap perkara kejahatan, kejahatan, baik nasional maupun asing; asing; Prinsip umum bahwa suatu negara bebas melaksanakan yurisdiksi di luar wilayahnya, wilayahnya, sepanjang tidak dilarang secara khusus oleh hukum internasional. internasional. Aturan dasar pelaksanaan yurisdiksi oleh negara adalah adanya “hubungan” hubungan” atau kepentingan antara negara dengan orang atau benda atau peristiwa tertentu. tertentu. Masalah akan timbul bila terdapat dua atau lebih negara yang merasa samasamasama memiliki hubungan terhadap orang atau benda yang sama. sama. Lingkup Permasalahan: a. Prescriptive Jurisdiction, Jurisdiction, wewenang untuk membuat peraturan (legislasi) legislasi) atau merancang aturan hukum; hukum; b. Enforcement Jurisdiction, Jurisdiction, wewenang untuk menerapkan aturanaturan-aturan melalui kekuasaan pengadilan ataupun tindakan pemerintah; pemerintah; 1 Contoh kesulitan pelaksanaan Yurisdiksi: Yurisdiksi: New Zealand, Historic Article Act 1962, AttorneyAttorney-General of New Zealand v. Ortiz (1982). Lord Denning “…no “…no country can legislate so as to affect the rights of property when the property is situated beyond the limits of its own territory.” territory.” Dengan demikian diperlukan keseimbangan dalam hukum internasional agar negaranegara-negara dapat menjamin pelaksanaan kepentingannya dan negara lain tidak dirugikan olehnya. olehnya. Untuk itu hukum internasional mengenal 5 prinsip hukum yang dapat diterapkan dalam pelaksaanaan yurisdiksi oleh negaranegara-negara. negara. PrinsipPrinsip-prinsip Umum Yurisdiksi: Yurisdiksi: 1. Asas Teritorial (Territorial Principle); Principle); 2. Asas Nasionalitas (Nationality Priciple); Priciple); 3. Asas Personalitas Pasif (Pasive Personality Principle); Principle); 4. Asas Proteksi (Protective Principle); Principle); 5. Asas Universal (Universality (Universality Principle); Principle); 1. Prinsip Teritorial (Territorial Principle): Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, orang, benda dan kejadiankejadian di dalam wilayahnya kejadian sehingga dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat asing). asing). Dua prinsip yang pertama berlaku bagi pelaksanaan yurisdiksi pidana dan perdata, perdata, sedangkan tiga prinsip yang terakhir hanya berlaku bagi pelaksaan yurisdiksi pidana. pidana. Penerapan asas ini akan menemui kesulitan dalan hal kejadian kriminal yang melibatkan dua atau lebih negara. negara. Misalnya seorang pria menembakkan senjatanya di dalam wilayah negara Ruritania dan melewati batas negara tersebut sehingga mengenai pria lain dan terbunuh di negara Bloggovia. Bloggovia. Untuk menyelesaikan masalah ini, ini, prinsip territorial telah mengenal dua metode palaksanaan, palaksanaan, yaitu secara “subyektif” subyektif” dan secara “obyektif” obyektif” 2 Subjective territorial principle: Prinsip ini memberikan yurisdiksi kepada negara yang di wilayahnya tindakan kriminal “dimulai” dimulai” meskipun akibatnya terjadi di wilayah negara lain. Objective territorial principle: Merupakan kebalikan dari prinsip diatas, diatas, prinsip ini memberikan yurisdiksi kepada negara dimana akibat dari perbuatan kriminal tersebut terjadi, terjadi, meskipun dimulai di luar wilayah negara tersebut. tersebut. 2. Asas Nasionalitas (Nationality Priciple): Atau disebut juga “hubungan fundamental antara individu dengan negaranya” negaranya”. Dalam hukum internasional, hubungan antara individu sebagai warga negara dengan negara adalah sebuah hal yang paling mendasar (fundamental). fundamental). Sebuah negara dapat menjalankan yurisdiksi kriminal dan privat terhadap warga negaranya meskipun yang bersangkutan sedang berada di negara lain. Contoh, di Inggris dalam kasus Joyce v. Director of Public Prosecutions (1946) dan Amerika Serikat dalam kasus Iran Hostages Crisis (1979(1979-1980). 3. Asas Personalitas Pasif (Pasive Personality Principle): Permasalahan akan timbul dalam hal penentuan “kewarganegaraan” kewarganegaraan” yang terkadang cukup rumit. Dalam Nottebohm Case (1955) ICJ memutuskan bahwa dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, pengadilan harus memperhatikan ”genuine connection” connection” yang menunjukkan keterikatan seseorang dengan penduduk sebuah negara. Prinsip ini memberikan hak pelaksanaan yurisdiksi kepada sebuah negara untuk menghukum kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, wilayahnya, oleh pelaku dari warga negara asing, asing, yang korbannya adalah warga negara dari negara tersebut. Prinsip ini dikenal dengan effective nationality atau dominant nationality. Beberapa ahli hukum internasional menganggap pelaksanaan yurisdiksi ini tidak memiliki dasar yang kuat. Hal ini karena membuat pelaku dari kejahatan ini untuk tunduk pada sistem hukum lain yang tidak harus dipatuhinya. dipatuhinya. Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat bahwa penerapan prinsip ini hanya terbatas pada kejahatan yang secara umum diakui oleh negeranegera-negara dunia sebagai kejahatan seperti pembunuhan dan pencurian. Contoh kesulitan dari pelaksanaan Pasive Personality Principle ini adalah seperti tergambar dalam peristiwa pembajakan kapal pesiar Achille Lauro (1985) oleh beberapa orang Palestina yang berakhir diperairan Mesir. 3 4. Asas Protektif (Protective Principle): Atau biasa juga disebut sebagai yurisdiksi yang timbul berdasarkan adanya kepentingan keamanan sebuah negara. Dalam banyak sistem hukum mengakui bahwa negaranegara-negara memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang asing, diluar wilayahnya, yang mengancam keamanan negara tersebut atau mengancam jalannya pemerintahan negara tersebut. 5. Asas Universal (Universality Principle): Berbeda dengan prinsipprinsip-prinsip sebagaimana dibahas diatas, dimana harus ada “hubungan” hubungan” antara kejahatan yang dilakukan dengan negara pelaksana yurisdiksi – prinsip universal tidak membutuhkan hubungan seperti itu. itu. Pelaksanaan yurisdiksi terhadap kejahatan berdasarkan hukum internasional lebih diterima oleh negaranegara-negara dunia. Hal ini karena beberapa kejahatan yang diatur dalam hukum internasional dapat mengganggu masyarakat internasional secara luas. Beberapa kejahatan yang diatur dalam hukum internasional yang dapat diterapkan asas universal terhadapnya, diantaranya adalah sebagai berikut: Contoh dari pelaksanaan prinsip ini adalah, kasus United States v. Archer (1943) yang diputuskan bahwa hukum Amerika dapat menghukum warga negara asing yang melakukan perjury terhadap diplomat Amerika di luar negeri. Contoh lain, Israel di tahun 1972 membuat peraturan perundangan yang memberikan yurisdiksi kepada pengadilan Israel untuk mengadili setiap orang yang melakukan kejahatan di luar negeri yang mengancam keamanan, ekonomi, transportasi atau komunikasi dari negara Israel. Prinsip ini didasarkan pada fakta bahwa sebuah negara menjalankan yurisdiksinya karena seseorang berada dalam kekuasaannya (custody ), (custody), karena melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain ataupun kejahatan berdasarkan hukum internasional. Bila seseorang tersebut melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain, maka sebuah negara hanya dapat menjalankan yurisdiksinya bila negara lain tersebut menolak untuk menjalankan yurisdiksinya. Piracy (Jure Gentium), negara yang menangkap pelaku pembajakan kapal laut dapat mengadili pelakunya meskipun negara pemilik kapal tidak terpengaruh dengan aktifitas pembajakan tersebut. War Crimes, kejahatan perang melanggar Geneve Convention of 1949, aturan di dalamnya sudah menjadi customary international law bahwa negaranegara-negara di dunia memiliki yurisdiksi universal. Selain itu konvensi ini juga memberikan yurisdiksi universal terhadap kejahatan dalam katagori ”grave breaches”. 4 WarWar-related Crimes, The International Military Tribunal di Nuremberg untuk mengadili pemimpin Nazi atas “crime against peace” yaitu perencanaan dan pelaksanaan perang agresif atau perang yang melanggar aturan hukum internasional dan “crimes against humanity” yaitu termasuk pembantaian, perbudakan, deportasi dan kejahatan tidak manusiawi lainnya. Dalam Convention on the Suppression and Punishment of the crime of Apartheid (1976), ditentukan bahwa terhadap pelaku kejahatan apartheid dapat dikenakan yurisdiksi universal. Pelaksanaan Yurisdiksi: Dari Eichmann Case nampak bahwa cara penangkapan seseorang tidak berpengaruh pada validitas dari pelaksanaan yurisdiksi oleh sebuah negara. negara. Pengadilan Israel memutuskan bahwa penangkapan Eichmann oleh agenagen-agen Israel dari wilayah Argentina hanya melanggar kedaulatan Argentina, Argentina, tetapi tidak menghapus hak yurisdiksi Israel. Israel. Suaka Teritorial (Territorial Asylum) Hal yang berbeda terjadi di Prancis pada kasus In re Jolis (1933) dan di Inggris pada Mackeson Case (1985) yang melarang dilaksanakannya peradilan kriminal terhadap orangorang-orang yang ditangkap atau dibawa kedalam yurisdiksi sebuah negara secara tidak sah. sah. Pengungsi yang telah diterima masuk kedalam sebuah negara memiliki hak untuk tidak dikembalikan ke tempat dari mana ia datang (nonnon-refoulement). refoulement). Negara penerima suaka juga memiliki kewenangan ekslusif untuk menerima suaka dan negara lain tidak memiliki hak untuk keberatan, keberatan, kewenangan ini disebut dengan “right of asylum” asylum”. Adalah pelaksanaan dari kedaulatan wilayah sebuah negara, negara, dimana setiap negara memiliki diskresi ekslusif dan penuh untuk memutuskan siapasiapa-siapa yang dapat dan tidak dapat masuk di wilayah teritorialnya. teritorialnya. Hak ini diputuskan oleh UN General Asembly dalam Declaration on Territorial Asylum (Resolution 2312, 1967). Ekstradisi Hukum internasional tidak memberikan hak kepada sebuah negara untuk meminta dari negara lain agar menyerahkan seseorang. seseorang. Cara yang disediakan adalah dengan mekanisme ekstradisi melalui perjanjian (treaty) treaty) atau berdasarkan asas timbal balik (reciprocity). reciprocity). Dalam perjanjian ekstradisi biasanya disebutkan jenisjenis-jenis kejahatan yang dapat diekstradisi, diekstradisi, biasanya mencakup “grave offences”, juga syarat adanya double criminality, terkadang dimasukkan juga syarat rule of speciality. 5 Pan Am Flight 103 Known as the Lockerbie bombing and the Lockerbie air disaster in the UK; UK; Al Amin Khalifa Fhimah was acquitted on January 31, 31, 2001 of 270 counts of murder in the Pan Am Flight 103 bombing trial by a panel of Scottish judges sitting in a special court at Camp Zeist, Zeist, Netherlands. Netherlands. On Wednesday 21 December 1988, the aircraft was destroyed by a bomb; Indictments for murder were issued on November 13, 13, 1991, 1991, against Abdel Basset Ali alalMegrahi, Megrahi, a Libyan intelligence officer and the head of security for Libyan Arab Airlines (LAA), and Lamin Khalifah Fhimah, Fhimah, the LAA station manager in Luqa Airport, Malta. Airport, Malta. United Nations sanctions against Libya and protracted negotiations with the Libyan leader Colonel Muammar alal-Gaddafi secured the handover of the accused on April 5, 5, 1999 to Scottish police at Camp Zeist, Zeist, Netherlands, Netherlands, chosen as a neutral venue. Abdelbaset Ali Mohmed Al Megrahi On January 31, 31, 2001, 2001, he was convicted, by a panel of Scottish Judges sitting in a special court at Camp Zeist in the Netherlands, Netherlands, of 270 counts of murder for his part in the bombing of Pan Am Flight 103 over Lockerbie, Lockerbie, Scotland, Scotland, on December 21, 21, 1988. 1988. Megrahi was sentenced to life imprisonment and is serving his sentence in Greenock prison, near Glasgow. Glasgow. Balibo Five Nationality of Passengers and Crew Argentina3 Argentina3 Belgium1 Belgium1 Bolivia1 Bolivia1 Canada3 Canada3 Franc e3 Germany4 Germany4 Hungary4 Hungary4 India3 India3 Ireland3 Ireland3 Israe l1 Italy2 Italy2 Jamaica1 Jamaica1 Japan1 Japan1 Philippines1 Philippines1 Spain1 Spain1 South Africa1 Africa1 Sweden3 Sweden3 Switzerland1 Switzerland1 Trinidad and Tobago1 Tobago1 United Kingdom41 Kingdom41 United States180 States180 Total 259 The Balibo Five was a group of journalists for Australian television networks who were based in the town of Balibo in East Timor (then Portuguese Timor) Timor) who were killed on October 16, 16, 1975 by Indonesian troops mounting incursions, prior to the Indonesian invasion on December 7 that year. 6 Santa Cruz massacre On 5 February 2007, the New South Wales (NSW) Coroner's Court began an inquest into the death of Brian Peters. On the first day of the inquest, Yunus Yosfiah, Yosfiah, former Minister for Information in the Habibie Government in Indonesia in 1998 and 1999, was alleged to have led the attack in Balibo, Balibo, in 1975. The Santa Cruz massacre (also known as the Dili massacre) massacre) was the shooting of East Timorese propro-independence demonstrators in the Santa Cruz cemetery in the capital, Dili, Dili, on 12 November 1991, 1991, during the Indonesian occupation of East Timor. Timor. 7