Sesi 1 Prinsip-prinsip Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Sesi 1 Prinsip-prinsip Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan 1. Peserta memahami pentingnya prinsip-prinsip Good Governance (transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas) dalam penyelenggaraan pemerintahan 2. Peserta memahami keterbukaan informasi publik sebagai hal mendasar dalam mendorong dan menciptakan Good Governance (dengan tiga prinsip utamanya; transparansi, partisipasi dan akuntabilitas) 1. Prinsip-prinsip utama Good Governance (Transparansi, Partisipasi dan akuntabilitas) dalam penyelenggaraan pemerintahan 2. Keterbukaan informasi publik sebagai landasan penguatan Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan Curah pendapat 120 menit 1. Bahan fasilitator tentang pokok-pokok materi Good Governance dan hubungannya dengan keterbukaan informasi public. 2. Bahan bacaan peserta tentang Good Governance dan Keterbukaan Informasi Publik. Pembukaan 1. Membuka sesi, dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas. Diskusi kelompok 2. Menyampaikan pokok-pokok materi Good Governance dan hubungannya dengan keterbukaan informasi. 3. Memandu diskusi dengan berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan kunci berikut : a. Bagaimana pengalaman anda dalam menerapkan Good Governance? b. Apa arti penting keterbukaan informasi dalam penerapan Good Governance bagi badan publik negara? Penutup 4. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 1. Penyampaian pokok-pokok gagasan dalam diskusi kelompok pada langkah 2 bermuatan materi-materi seperti: • Arti penting Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan dan birokrasi, • Prinsip-prinsip utama Good Governance (transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas). • Peran dan kedudukan keterbukaan informasi publik dalam pelaksanaan Good Governance. 2. Pada langkah 3, dilakukan penggalian pengetahuan dan pengalaman peserta tentang konsep Good Governance, keterbukaan informasi publik, dan praktek-praktek Good Governance di lingkungannya. 3. Dalam memandu diskusi harus ditegaskan mengenai urgensi dan kemanfaatan praktek-praktek Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan, beserta ketidakmungkinan praktek-praktek Good Governance dijalankan tanpa kehadiran keterbukaan informasi publik. Prinsip-prinsip Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Bahan Bacaan 1.1 4 Persepsi Keliru tentang Keterbukaan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Bahan Bacaan 1.1 Transparansi, Partisipasi, Akuntabilitas dan Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi (public access to information) merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka (open government). Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Pada tataran badan usaha, konsep pengelolan yang baik (good corporate governance) juga sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan penting. Tata kelola yang baik memiliki sejumlah indikator antara lain keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas, efektivitas, dan koherensi (Icel-Yayasan Tifa, 2009:4) Menurut Mas Ahmad Santosa, pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima hal, yaitu : (i) hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya; (ii) hak untuk memperoleh informasi; (iii) hak untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik; (iv) kebebasan berekspresi yang antara lain diwujudkan dalam kebebasan pers; dan (v) hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atas keempat hak terdahulu (Mas Ahmad Santosa, 2001:22) Pemerintahan yang terbuka berisi badan-badan publik yang terbuka kepada masyarakat dalam rangka pelayanan. Sedangkan transparansi memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengetahui proses perumusan dan pelaksanaan sebuah kebijakan. Transparansi memungkinkan publik untuk mengawasi dan menilai jalannya sebuah kebijakan dengan memastikan alokasi dan peruntukan sebuah kebijakan secara tepat, efisien serta sesuai dengan kerangka anggaran yang ditentukan. Pemerintahan yang dinamis dan responsif bergantung pada bagaimana pemerintah mampu menjadi inspirasi, memanfaatkan dan memupuk keterlibatan yang mantap dari seluas mungkin sektor-sektor masyarakat. Partisipasi masyarakat memungkinkan pemerintah untuk benar-benar responsif terhadap perubahan-perubahan dalam segala situasi dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan dalam menjalankan mandatnya untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat membantu menciptakan suatu kerangka umum bagi pengambilan keputusan, komunikasi, dan pemecahan masalah. Dan yang lebih penting, partisipasi masyarakat akan memberikan tingkat komitmen yang lebih luas dan memanfaatkan kemampuan yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan bersama tadi. Dengan demikian, partisipasi masyarakat merupakan cara yang efektif untuk mendorong dan mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab bagi pemerintahan dan pembangunan . Sedangkan akuntabilitas merupakan suatu kondisi dimana penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggunggugatkan di hadapan publik secara administatif maupun secara politik. Baik dari segi pengambilan kebijakan, pelaksanaan hingga pelaporan dari sebuah kebijakan. Aspek akuntabilitas memungkinkan publik untuk mengukur berhasil tidaknya pelaksanaan sebuah kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak mungkin dijalankan tanpa adanya keterbukaan informasi. Sebagai contoh : partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penyusunan anggaran tidak akan terjadi jika masyarakat tidak mengetahui informasi tentang proses dan kapan serta dimana masyarakat dapat terlibat dalam proses perumusan anggaran. Begitu juga dengan transparansi dan akuntabilitas, kedua prinsip ini justru mensyaratkan adanya keterbukaan informasi yang memungkinkan publik dapat mengakses dan menggunakan informasi untuk menilai kinerja sebuah penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga keterbukaan informasi merupakan akuntabilitas. Transparansi Akuntabilitas Keterbukaan Informasi Partisipasi Sesi 2 Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia Sesi 2 Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia 1. Peserta memahami bahwa hak publik atas informasi merupakan hak asasi manusia yang berlaku universal 2. Peserta memahami landasan hukum atas Jaminan Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia 1. Hak atas informasi merupakan Hak Asasi 2. Landasan Hukum atas Jaminan Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia 1. Curah pendapat. 2. Presentasi 3. Diskusi kelompok 150 menit 1. Bahan presentasi narasumber tentang hak informasi sebagai HAM dan jaminan hukum keterbukaan informasi. 2. Bahan bacaan peserta tentang kasus hak atas informasi. Pembukaan. 1. Membuka sesi ini dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas. Presentasi 2. Memandu presentasi narasumber dengan tema “Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi dan Jaminan Hukum Keterbukaan Informasi Publik” 3. Memandu sesi tanya-jawab. 10 Diskusi kelompok 4. Membagi peserta dalam beberapa kelompok dan mengedarkan Bahan Bacaan kasus hak atas informasi. Serta memberikan tugas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: • Masalah apa yang terjadi? • Siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut? • Mengapa masalah tersebut bisa terjadi? Atau faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masalah tersebut terjadi? • Bagaimana kedudukan hak publik atas informasi dalam kasus tersebut? 5. Memandu pleno presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. 6. Memandu forum untuk memberikan umpan balik. Penutup 7. Menutup forum dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 1. Narasumber yang dipilih adalah yang harus memiliki pemahaman kuat tentang reformasi pemerintahan, HAM, dan keterbukaan informasi. Narasumber yang berlatarbelakang birokrat lebih diutamakan. 2. Pada langkah 2, presentasi narasumber bermuatan materi-materi seperti: • Sifat-sifat universalitas HAM. • Hak atas informasi sebagai HAM: perkembangan historis dan dinamikanya. • Praktek dalam pelaksanaan hak atas informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. • Landasan hukum terhadap hak atas informasi. 3. Langkah 3, yang merupakan sesi tanya-jawab merupakan forum berbagi pengetahuan dan informasi, serta untuk memperbaiki atau memperkaya pemahaman peserta tentang hak asasi manusia dan hak atas informasi. Pengetahuan dan pemahaman kalangan birokrat tenang HAM terbilang rendah, karena isu-isu ini tidak menjadi perhatian utama mereka selama ini. Untuk itu, proses di langkah 3 ini merupakan bagian penting untuk memperkenalkan, mengantarkan, dan mendorong peserta mengetahui dan memahami lebih jauh tentang HAM dan hubungannya dengan Good Governance dan KIP. 4. menjadi tugas penting untuk membangun pamahaman bahwa peserta adalah pejabat publik di kantornya, yang juga sekaligus warga masyarakat di rumah dan lingkungan komunitasnya, sehingga HAM adalah bagian penting dari keberlangsungan hidup keluarga dan komunitas lingkungannya bertempat tinggal. Disamping juga merupakan bagian tak terlepaskan dari fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. 5. Bahan Bacaan kasus yang diedarkan di langkah 4 dapat diambil dari pemberitaan media massa tentang praktek keterbukaan yang baik atau masalah yang sedang hangat akibat ketertutupan informasi. 11 Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia Bahan Bacaan 2.1 Hak Atas Informasi sebagai Hak Dasar Setiap manusia memiliki hak asasi, yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa. Hak asasi manusia wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Salah satu hak asasi manusia dalam hal ini adalah Hak Kebebasan Informasi. Hak kebebasan Informasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang diakui secara internasional (Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tahun 1948, pasal 10). Sejak 1946 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Resolusi 59(1) yang menyatakan bahwa “Kebebasan informasi adalah hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh kebebasan yang akan menjadi titik perhatian PBB”, (Freedom of Information as an Internationally Protected Human Right, Toby Mendel, Head of Law Programme, Article 19. www.Article19.org). “Penegakan Hak Asasi Manusia secara universal dapat membuka jalan untuk menjadikan kemiskinan sebagai sejarah”. Demikian salah satu pernyataan penting Sekjen PBB Kofi Anan pada hari HAM Internasional 10 Desember 2006. Lebih lanjut, Sekjen PBB menegaskan hak-hak yang mendasar -- hak atas standar kehidupan yang layak, hak atas makanan dan pelayanan kesehatan yang diperlukan, hak atas kesempatan untuk mendapatkan pendidikan atau pekerjaan yang layak, merupakan hal-hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat yang miskin . Namun, karena kurangnya informasi yang sampai kepada mereka, bisa jadi mereka menjadi orang-orang yang tidak bisa mencapai atau mempertahankan hak-haknya tersebut. Dalam konteks informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia, kita bisa merujuk pada spirit yang dikembangkan Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No...Tahun 2006 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Walau peraturan-peraturan tersebut belum mengatur secara rinci apa saja informasi yang bersifat terbuka dan informasi yang dikecualikan, serta bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa informasi. Sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut hanya memuat prinsip-prinsip dasar perlunya keterbukaan informasi, saluran-saluran komunikasi, dan partisipasi masyarakat. (IcelYayasan Tifa, 2009: 7) Pada praktiknya, kebutuhan atas informasi membawa implikasi yang jauh lebih luas dan kompleks. Badan-Badan Publik harus menyediakan informasi yang karena sifatnya harus dibuka ke publik. Sebaliknya, lembaga-lembaga negara dan profesi tertentu harus menjaga kerahasiaan informasi karena diharuskan oleh undang-undang. Misalnya rahasia dokter dengan pasien, rahasia advokat dengan klien, bahkan rahasia ombudsman dengan warga yang melaporkan pelayanan publik. Sebagian negara mengatur akses terhadap informasi itu ke dalam konstitusinya. Sebagian lagi mengatur dalam undang-undang khusus dengan beragam sebutan. Hak atas informasi di berbagai negara dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Negara yang sudah memiliki undang-undang khusus mengenai akses informasi antara lain Amerika Serikat, Denmark, Norwegia, Belanda, Perancis, Australia, Selandia Baru, Kanada, India, Hungaria, Korea Selatan, Irlandia, Israel, Jepang, Afrika Selatan, Thailand. Pada hakekatnya, jaminan dan 12 Mimin Rukmini dkk dalam Pengantar Memahami Hak Ekosob. perlindungan akses terhadap informasi di negara-negara tersebut dilandasi upaya pengembangan tata kelola pemerintahan yang baik. (Icel-Yayasan Tifa, 2009: 5) Di Indonesia, hak kebebasan informasi dijamin oleh konstitusi tertinggi kita yakni UUD 1945, Pasal 28F yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Itu berarti kebebasan informasi merupakan hak asasi dan hak konstitusional yang harus dijamin oleh negara. 13 Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia Bahan Bacaan 2.2 Jaminan Hukum Atas Hak Atas Informasi di Indonesia Di Indonesia, Ketentuan hak kebebasan informasi yang telah termaktub dalam UUD 1945 dikuatkan lagi dengan lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbukanya penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Undang-undang Kebebasan Informasi diarahkan untuk mendorong pemenuhan hak konstitusional, sekaligus skenario untuk memajukan bangsa melalui reformasi birokrasi, pemberdayaan masyarakat sipil dan peningkatan kinerja pemerintah. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi publik juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Secara sfesifik, UU KIP memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh informasi yang dimiliki oleh Badan Publik. UU KIP ini berisi acuan yang jelas tentang prinsip dan tujuan keterbukaan informasi publik, tata cara memperoleh informasi dari Badan Publik, hak dan kewajiban Badan Publik, serta tata cara penyelesaian sengketa ketika hak masyarakat untuk memperoleh informasi terhambat/dihambat. Dalam UU KIP ini juga diatur tentang keberadaan, tugas dan kewenangan sebuah lembaga independen bernama Komisi Informasi. UU KIP disahkan dengan tujuan untuk : (1) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.; (2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (3) Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; (4) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan dibalik dikeluarkannya suatu kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; (7) Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Asas/prinsip dasar dari Undang-Undang KIP ini adalah : (1) Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik; (2) Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas; (3) Setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan melalui cara yang sederhana; (4) Informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undangundang, kepatutan dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan secara seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. Di dalam UU ini, ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk: 1. Memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan undang-undang KIP. 2. Melihat dan mengetahui informasi publik. 14 3. Menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik. 4. Mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan sesuai dengan undang-undang ini 5. Menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Mengajukan permintaan informasi publik disertai alasan permintaan. 7. Mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh informasi publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini Sedangkan objek yang diatur dalam UU KIP ini meliputi : 1. Pemohon Informasi Publik Adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik. 2. Pengguna Informasi Publik Adalah orang yang menggunakan informasi publik. 3. Informasi Adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca, yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non-elektronik. 4. Informasi Publik Adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan undangundang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 5. Badan Publik Adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/ atau luar negeri. Secara umum, Undang-Undang ini mengandung konsekwensi logis, baik terhadap individu warga negara, Badan Publik maupun terhadap objek informasi itu sendiri. Beberapa konsekwensi tersebut antara lain : 1. Setiap Badan Publik wajib menjamin keterbukaan informasi publik 2. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik 3. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak mutlak/tidak permanen 4. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana 5. Informasi publik bersifat proaktif 15 Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia 6. Informasi publik harus bersifat utuh, akurat dan dapat dipercaya 7. Penyelesaian sengketa informasi harus dilakukan secara cepat, murah, kompeten, dan independen 8. Setiap permintaan informasi harus disertai dengan alasan 9. Setiap pengguna informasi harus mencantumkan sumber informasi 10.Terdapat ancaman pidana bagi penghambat dan penyalahgunaan keterbukaan informasi Dengan demikian, melalui UU KIP ini masyarakat dapat memantau setiap kebijakan, aktivitas maupun anggaran setiap badan-Badan Publik berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara maupun berkaitan dengan kepentingan publik lainnya. Melalui undang-undang ini, Badan Publik terikat kewajiban untuk menyediakan informasi yang berada di bawah penguasaannya, berikut menyediakan infrastruktur dan suprastruktur yang dibutuhkan. 16 Bahan Bacaan 2.3 Hak atas Informasi, Demokratisasi dan Good Governance Kebebasan informasi atau jaminan atas akses publik terhadap informasi (public access to information), sistem negara yang demokratis (democratic state) dan tata pemerintahan yang baik (good governance) merupakan tiga konsep yang saling terkait satu dengan lainnya. Kebebasan informasi membuat masyarakat dapat mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh pejabat yang berpengaruh pada kehidupan mereka. Dalam negara demokrasi, penyelenggaraan kekuasaan harus setiap saat dapat dipertanggungjawabkan kembali kepada rakyat. Akuntabilitas membawa ke tata pemerintahan yang baik, yang bermuara pada jaminan terhadap hak asasi manusia. Untuk membangun tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah terbuka (open government) merupakan salah satu fondasinya. Dalam pemerintahan yang terbuka, kebebasan informasi adalah sebuah keniscayaan. Di dalam pemerintahan yang terbuka berlangsung tata pemerintahan yang transparan, terbuka dan partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan kenegaraan, termasuk seluruh proses pengelolaan sumber daya publik sejak dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya. 8 Menurut Mas Achmad Santosa, pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima hal: 1. hak memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya (right to observe) 2. hak memperoleh informasi (right to information) 3. hak terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to participate) 4. kebebasan berekspresi, salah satunya diwujudkan melalui kebebasan pers 5. hak mengajukan keberatan terhadap penolakan terhadap hak-hak di atas. Jelas bahwa hak publik untuk memperoleh informasi merupakan salah satu prasyarat penting demi mewujudkan pemerintahan terbuka, yang dapat dilihat sebagai upaya proaktif mencegah timbulnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan sumber daya publik. Praktek-praktek inilah yang dipercaya sebagai penyebab utama krisis multi dimensi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997. Pengalaman di masa sebelumnya menunjukkan dengan jelas bahwa akibat tidak adanya mekanisme dan jaminan hukum terhadap akses informasi publik justru dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan pola pemerintahan yang tertutup, lembaga-lembaga pemerintahan yang ada cenderung bekerja secara tidak profesional karena tidak ada ruang bagi publik untuk mengawasi dan mengontrol kinerja mereka. Oleh karena itu, seharusnya upaya pencegahan KKN melalui perwujudan pemerintahan terbuka dianggap lebih strategis dibandingkan upaya pemberantasan dengan cara menghukum (represif). Kebebasan memperoleh informasi bukan sekedar membawa manfaat dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan efisien sekaligus dapat mencegah praktek KKN, namun juga meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik serta 17 Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia pengawasan atas pelaksanaannya. Kebebasan memperoleh informasi punya dampak sangat signifikan pada demokratisasi dan upaya membangun penyelenggaraan negara yang baik. Karena kebebasan memperoleh informasi sangat penting, maka perlu untuk memiliki mekanisme yang jelas dalam bentuk undang-undang. Adanya undang-undang kebebasan memperoleh informasi sangat penting artinya dalam beberapa hal: a. Sebagai indikasi apakah Negara konsisten menjalankan pemerintahan yang demokratis dan transparan b. Mengatur pemerintah dalam menjamin hak publik untuk mengakses informasi dan dokumen yang merupakan kepentingan publik c. Memberi pedoman bagi pejabat publik dan badan publik yang mengelola dan menyimpan informasi yang memiliki nuansa kepentingan publik dalam memberikan pelayanan bagi publik yang meminta informasi publik tersebut. d. Menjadi pedoman untuk menentukan informasi mana yang dapat dibuka untuk publik (accessible) dan yang dilarang untuk dibuka kepada publik, karena sifatnya yang memang harus dirahasiakan (secret dan confidential) Jelas bahwa perlindungan hukum secara penuh terhadap kebebasan informasi dalam bentuk undang-undang merupakan hal yang penting dalam melindungi, menghormati dan memenuhi hak asasi manusia. Adanya undang-undang kebebasan memperoleh informasi juga merupakan kunci dalam demokrasi, pembentukan pemerintahan yang transparan dan bebas korupsi dan pelaksanaan pembangunan yang partisipatif. Di banyak negara di dunia, hal tersebut sudah dilakukan sejak lama. Undang-undang kebebasan memperoleh informasi (dikenal dengan Freedom of Information Act/FOIA) telah disahkan di negaranegara seperti Swedia, Amerika Jepang dan negara tetangga Thailand. Seperti kata pepatah, belajar dari pengalaman adalah bijak, belajar dari pengalaman orang lain adalah cerdik. (Sumber: Apa itu Kebebasan Memperoleh Informasi, Ignatius Haryanto. Jakarta; Unesco Jakarta, KKMIP, dan LSPP, September 2005) 18 Bahan Bacaan 2.4 Daerah-daerah Yang Menegakkan Keterbukaan Informasi Sebelum Adanya UU KIP (Pre-2008) 19 20 Sesi 3 Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik 21 Sesi 3 Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik 1. peserta mengetahui bahwa Pelayanan publik merupakan bagian utama dari pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance (Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas). 2. peserta memahami bahwa Keterbukaan informasi publik merupakan prasyarat mutlak dari penyelenggaraan pelayanan publik. 1. Hubungan antara pelayanan publik, prinsip-prinsip Good Governance, dan keterbukaan informasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan 2. Pelajaran dari praktek-praktek terbaik pelayanan publik dalam hal keterbukaan informasi publik. 1. Curah pendapat 2. Diskusi kelompok 120 menit 1. Bahan presentasi tentang peran dan kedudukan keterbukaan informasi dalam pelayanan publik. 2. Best Practices dari beberapa daerah dalam pelayanan publik dan transparansi. 22 Pembukaan 1. Membuka sesi dengan menyampaikan tujuan dan kegiatan belajar sesi ini secara singkat dan jelas. Curah pendapat 2. Menyampaikan pokok-pokok gagasan tentang “peran dan kedudukan keterbukaan informasi dalam pelayanan publik. “ 3. Memandu diskusi untuk menggali pengalaman dan pengetahuan peserta tentang keterbukaan informasi dalam pelayanan publik. 4. Membagikan bahan bacaan best practices, dan meminta peserta untuk membacanya. 5. memberikan tugas kepada masing-masing kelompok yang telah dibentuk pada sesi 2 (Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia dengan panduan pertanyaan: • Bagaimana penilaian anda terhadap best practice tersebut? • Keuntungan dan atau kerugian apa yang diperoleh jika praktek terbaik itu dilakukan di daerah anda? • Apakah mungkin hal tersebut direplikasi di daerah anda? • jika bisa atau tidak, apa alasannya? (Identifikasi faktor-faktor pendorong dan penghambat dari kebisaan atau ketidakbisaan melaksanakan replikasi tersebut). 6. Memandu presentasi hasil kerja kelompok. 7. Memandu forum untuk memberikan umpan balik. Penutup 8. Menutup sesi dengan meninjau ulang proses dan hasil-hasil yang diperoleh. Penyampaian pokok-pokok gagasan dilakukan tentang “Peran dan kedudukan keterbukaan informasi dalam pelayanan publik” terdiri dari: • Kedudukan pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerinthan. • Peran dan Kedudukan keterbukaan informasi dalam pelayanan publik. 23 Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik Bahan Bacaan 1.1 Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah GOOD GOVERNANCE Penelitian Kaufmann, Kraay, dan Zoido-Lobaton (1999) menunjukkan bahwa kenaikan satu standar deviasi salah satu indikator pemerintahan menyebabkan kenaikan antara 2,5 sampai 4 kali pendapatan per kapita (range yang sama juga berlaku untuk penurunan angka kematian bayi), dan kenaikan tingkat melek huruf huruf antara 15 sampai 25 persen. Beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan hubungan kausalitas positif antara efisiensi birokrasi dan menurunnya tingkat korupsi dengan pertumbuhan ekonomi dan investasi asing. Bagi Indonesia, relevansi konsep ini menjadi sangat tinggi setelah banyak pihak menyalahkan ‘bad/poor governance’ sebagai faktor penyebab utama negara ini memiliki kondisi sosial ekonomi paling buruk di antara negara-negara Asia yang terkena krisis moneter 1997. Definisi umum governance adalah tradisi dan institusi yang menjalankan kekuasaan di dalam suatu negara, termasuk (1) proses pemerintah dipilih, dipantau, dan digantikan, (2) kapasitas pemerintah untuk memformulasikan dan melaksanakan kebijakan secara efektif, dan (3) pengakuan masyarakat dan negara terhadap berbagai institusi yang mengatur interaksi antara mereka. Unsur yang terakhir dapat dilakukan melalui tiga struktur komunikasi, yaitu kewenangan, legitimasi, dan representasi. Kewenangan adalah hak pemerintah untuk membuat keputusan dalam bidang tertentu. Walaupun ini merupakan hak dari suatu pemerintah modern, namun yang terpenting adalah bagaimana melibatkan (persepsi, kebutuhan, dan kepentingan) rakyat tentang tindakan yang perlu dilakukan pemerintah. Legitimasi diperoleh karena masyarakat mengakui bahwa pemerintah telah menjalankan peranannya dengan baik, atau kinerja dalam menjalankan kewenangan itu tinggi. Representasi diartikan sebagai hak untuk mewakili pengambilan keputusan bagi kepentingan golongan lain dalam kaitannya dengan alokasi sumber daya. Dari sini terlihat bahwa good governance tidak terbatas pada bagaimana pemerintah menjalankan wewenangnya, tetapi –lebih penting lagi– adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dan mengontrol pemerintah untuk menjalankan wewenang tersebut (accountable). Karena itu, seringkali tata pemerintahan yang baik dipandang sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”. Ketiga tiang penyangga itu adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. 24 Dikutip dari makalah Max H. Pohan, Kepala Biro Peningkatan Kapasitas Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada Musyawarah Besar Pembangunan Musi Banyuasin ketiga, Sekayu, 29 September – 1 Oktober 2000. Mereka meneliti hubungan antara enam indikator pemerintahan agregat sebagai berikut (1) proses politik, kebebasan dan hak-hak politik masyarakat (voice and accountability); (2) tingkat ketidakstabilan pemerintah (political instability and violence); (3) efektivitas pemerintah, yang juga mencakup kebebasan birokrasi dari tekanan politik (government effectiveness) (4) kebijakan perdagangan dan bis nis yang eksesif dan “market unfriendly” “regulatory burden); (5) bagaimana hukum ditegakkan (rule of law); dan (6) derajat korupsi (graft). Misalnya pada Asian Development Bank (ADB), Good Governance and Anticorruption: The Road Forward for Indoneisa, makalah yang disajikan pada pertemuan CGI VIII di Paris, Juli 1999. Rochman, Meuthia Ganie, Good Governance dan Tiga Struktur Komunikasi Rakyat dan Pemerintah, makalah yang disajikan pada Seminar “Good Governance dan Reformasi Hukum” di Jakarta, Agustus 1998. Transparansi Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap setiap informasi terkait --seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah– dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat dipantau. Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab, penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil keputusan. Oleh karenanya, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi ini dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat publik dengan “terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas. Implementasi Transparansi Seringkali kita terjebak dalam “paradigma produksi” dalam hal penyebarluasan informasi ini; seakan-akan transparansi sudah dilaksanakan dengan mencetak leaflet suatu program dan menyebarluaskannya ke setiap kantor kepala desa, atau memasang iklan di surat kabar yang tidak dibaca oleh sebagian besar komponen masyarakat. Pola pikir ini perlu berubah menjadi “paradigma pemasaran”, yaitu bagaimana masyarakat menerima informasi dan memahaminya. Untuk mewujudkannya dalam pelaksanaan administrasi publik sehari-hari, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan di sini. Pertama, kondisi masyarakat yang apatis terhadap programprogram pembangunan selama ini membutuhkan adanya upaya-upaya khusus untuk mendorong keingintahuan mereka terhadap data/informasi ini. Untuk itu, dibutuhkan adanya penyebarluasan (diseminasi) informasi secara aktif kepada seluruh komponen masyarakat, tidak bisa hanya dengan membuka akses masyarakat terhadap informasi belaka. Kedua, pemilihan media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan substansi/materi informasi yang disebarluaskan sangat bergantung pada segmen sasaran yang dituju. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat awam sangat berbeda dengan yang dibutuhkan oleh organisasi nonpemerintah, akademisi, dan anggota DPRD, misalnya. Selain itu, seringkali cara-cara dan media yang sesuai dengan budaya lokal jauh lebih efektif dalam mencapai sasaran daripada “media modern” seperti televisi dan surat kabar. Ketiga, seringkali berbagai unsur nonpemerintah –misalnya pers, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM)– lebih efektif untuk menyebarluaskan informasi daripada dilakukan pemerintah sendiri. Untuk itu, penginformasian kepada berbagai komponen strategis ini menjadi sangat penting. Akuntabilitas Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi pemerintahan untuk bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam melaksanakan misinya dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara periodik. Artinya, setiap instansi pemerintah mempunyai 25 Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari tahap perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi. Akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan bahwa kekuasaan itu dijalankan dengan baik dan sesuai dengan kepentingan publik. Untuk itu, akuntabilitas mensyaratkan kejelasan tentang siapa yang bertanggunggugat, kepada siapa, dan apa yang dipertanggunggugatkan. Karenanya, akuntabilitas bisa berarti pula penetapan sejumlah kriteria dan indikator untuk mengukur kinerja instansi pemerintah, serta mekanisme yang dapat mengontrol dan memastikan tercapainya berbagai standar tersebut. Berbeda dengan akuntabilitas dalam sektor swasta yang bersifat dual-accountability structure (kepada pemegang saham dan konsumen), akuntabilitas pada sektor publik bersifat multipleaccountability structure. Ia dimintai pertanggungjawaban oleh lebih banyak pihak yang mewakili pluralisme masyarakat. Rincinya, kinerja suatu instansi pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap atasan, anggota DPRD, organisasi nonpemerintah, lembaga donor, dan komponen masyarakat lainnya. Semua itu berarti pula, akuntabilitas internal (administratif) dan eksternal ini menjadi sama pentingnya. Akhirnya, akuntabilitas menuntut adanya kepastian hukum yang merupakan resultan dari hukum dan perundangan-undangan yang jelas, tegas, diketahui publik di satu pihak, serta upaya penegakan hukum yang efektif , konsisten, dan tanpa pandang bulu di pihak lain. Kepastian hukum juga merupakan indikator penting dalam menimbang tingkat kewibawaan suatu pemerintahan, legitimasinya di hadapan rakyatnya, dan dunia internasional. Implementasi Akuntabilitas Pertama, perlunya penetapan target kuantitatif atas pencapaian suatu program. Selama ini, disadari maupun tidak, kita seringkali berorientasi pada indikator input seperti alokasi anggaran dan penyerapannya, dan melupakan pencapaian (output) program tersebut. Untuk menjaga efektivitas suatu pengeluaran, diperlukan pemantauan yang berdasarkan pada pencapaian target berbagai indikator kinerja (performance indicators) yang ditetapkan sebelumnya dan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu program secara menyeluruh. Kedua, dibutuhkan adanya mekanisme pertanggungjawaban publik secara reguler. Dalam pelaksanaan program-program pemerintah selama ini, praktis pertanggungjawaban keuangan di akhir tahun anggaran merupakan satu-satunya mekanisme yang berjalan. Untuk dapat memberikan masukan (feed-back) di tengah perjalanan suatu program, diperlukan adanya mekanisme pelaporan reguler (misalnya bulanan) yang disebarluaskan kepada masyarakat luas. Selain itu, dibutuhkan adanya mekanisme verifikasi oleh pihak yang independen atas laporan tersebut. Hanya dengan adanya mekanisme pelaporan, pertanggungjawaban publik, dan verifikasi inilah tingkat keandalan laporan pengelola program dapat ditingkatkan dan tingkat pencapaian suatu program dapat terukur dengan mudah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensinya. Ketiga, adalah diterapkannya mekanisme penanganan pengaduan dan keluhan. Walaupun berbagai upaya tersebut di atas telah dilaksanakan, tentunya masih ada kemungkinan terjadinya suatu masalah dan penyelewengan yang timbul dalam pelaksanaan program ataupun pelayanan publik. Untuk menanganinya, diperlukan suatu bagian khusus dalam pengelola program atau instansi pelayanan masyarakat (misalnya air minum, listrik, puskesmas, dan sebagainya) yang bertugas untuk menangani pengaduan masyarakat yang masuk, baik secara langsung ataupun melalui pemberitaan di media massa. 26 Tentunya, juga dibutuhkan kerjasama dengan berbagai lembaga pemeriksa dan penyidik yang sudah ada (inspektorat, kepolisian, kejaksaan, dan sebagainya), sehingga setiap pengaduan yang berindikasi penyelewengan dan tindak pidana dapat segera ditindaklanjuti. Karakteristik yang terpenting dalam mekanisme ini adalah perlunya kepastian bagi masyarakat bahwa pengaduan mereka akan ditangani dalam jangka waktu tertentu dan si pengadu berhak menerima laporan atas tindak lanjut pengaduannya itu. Partisipasi Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai peran masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar penerima manfaat (beneficiaries) atau objek belaka, melainkan agen pembangunan (subjek) yang mempunyai porsi yang penting. Dengan prinsip “dari dan untuk rakyat”, mereka harus memiliki akses pada pelbagai institusi yang mempromosikan pembangunan. Karenanya, kualitas hubungan antara pemerintah dengan warga yang dilayani dan dilindunginya menjadi penting di sini. Hubungan yang pertama mewujud lewat proses suatu pemerintahan dipilih. Pemilihan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif yang bebas dan jujur merupakan kondisi inisial yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hubungan antara pemerintah –-yang diberi mandat untuk menjadi “dirigen” tata pemerintahan ini—dengan masyarakat (yang diwakili legislatif) dapat berlangsung dengan baik. Pola hubungan yang kedua adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kehadiran tiga domain pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam proses ini amat penting untuk memastikan bahwa proses “pembangunan” tersebut dapat memberikan manfaat yang terbesar atau “kebebasan” (mengutip Amartya Zen) bagi masyarakatnya. Pemerintah menciptakan lingkungan politik, ekonomi, dan hukum yang kondusif. Sektor swasta menciptakan kesempatan kerja yang implikasinya meningkatkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Akan halnya masyarakat sipil (lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, koperasi, serikat pekerja, dan sebagainya) memfasilitasi interaksi sosial-politik untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial, dan politik. Sementara itu, di tingkat praktis, partisipasi dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang andal dari sumber pertama, serta untuk mengimplementasikan pemantauan atas atas implementasi kebijakan pemerintah, yang akan meningkatkan “rasa memiliki” dan kualitas implementasi kebijakan tersebut. Di tingkatan yang berbeda, efektivitas suatu kebijakan dalam pembangunan mensyaratkan adanya dukungan yang luas dan kerja sama dari semua pelaku (stakeholders) yang terlibat dan memiliki kepentingan. Implementasi Partisipasi Publik Keterlibatan masyarakat diperlukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan suatu program. Mekanisme kontrol dapat langsung dilakukan tanpa perlu menunggu suatu kesalahan atau penyelewengan terjadi. Selain itu, rasa memiliki masyarakat akan meningkat karena mereka terlibat dalam setiap proses pengelolaan program; suatu perubahan peran masyarakat dari “konsumen” (objek terakhir) semata menjadi bagian dari “produsen” (salah satu pelaku utama). Satu hal yang penting untuk diperhatikan di sini adalah sifat keterlibatan itu. Pelibatan masyarakat yang bersifat mobilisasi (tidak partisipatif) dan tidak diikuti dengan pemberian wewenang tidak akan bermanfaat dalam peningkatan kinerja suatu program. Pembangunan daerah harus dilakukan bersama dengan masyarakat, bukan untuk masyarakat. 27 Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik 28 29 30 Sesi 4 Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi Publik 31 Sesi 4 Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi Publik 1. Peserta mengetahui sistematika dan materi muatan Undang Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 2. Peserta mengetahui materi muatan yang diatur dengan Peraturan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia 1. Sistematika dan materi muatan Undang Undang Nomor 14/2008 2. Materi muatan yang diatur dengan Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 1. Curah pendapat 2. Presentasi 3. Diskusi kelompok 150 menit 1. UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik 2. Peraturan Komisi Informasi No 1 tahun 2010 3. Bahan presentasi tentang “Sistematika dan ringkasan materi muatan UU KIP dan Peraturan Komisi Informasi” Pembukaan 1. Membuka sesi dengan menyampaikan tujuan dan kegiatan belajar sesi secara singkat dan jelas. 32 Curah pendapat 2. Melontarkan pertanyaan sebagai pembuka forum: “Ada yang sudah membaca UU KIP dan Peraturan Komisi Informasi? Dan “Apa saja yang diatur dalam UU KIP dan Peraturan Komisi Informasi tersebut?”. Presentasi 3. Memandu presentasi narasumber dengan tema “Sistematika dan materi-materi muatan UU KIP dan Perkip” 4. Memandu sesi tanya-jawab. Diskusi kelompok 5. Memandu diskusi tentang pokok-pokok materi yang menjadi perhatian peserta terutama yang terkait dengan badan publik. Penutup 6. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh dengan memberi penekanan hal-hal yang menjadi kewajiban badan publik 1. Curah pendapat dapat digunakan sebagai penilaian peserta terhadap pemahaman Undang-Undang No. 14 melalui pertanyaan pancingan. 2. Langkah 4 dilakukan dengan pertanyaan yang menggali dan mencatat setiap pokokpokok pikiran peserta pada kartu metaplan. 3. Presentasi di langkah 3 mesti bermuatan materi-materi seperti: • Sistematika UU KIP. • Ringkasan materi muatan UU KIP. • Sistematika Peraturan Komisi Informasi. • Ringkasan materi-materi muatan Peraturan Komisi Informasi. • Materi-materi muatan yang harus menjadi perhatian badan publik. 33 Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi Publik Bahan Bacaan 4.1 Keterbukaan Informasi dan Kebebasan Pers Latar Belakang Bahwa kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 4 Undang-undang yang sama bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Sebagai hak asasi warga negara, maka pers bebas dari bredel, sensor dan larangan penyiaran (ayat 2). Ayat 3 pasal tersebut menegaskan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers bebas mencari, memperoleh dan menyebarkan gagasan dan informasi. Untuk mencari dan memeroleh informasi tersebut, lebih lanjut dijamin dengan munculnya sunshine laws (produk-produk hukum yang menjamin keterbukaan informasi dan transparansi). Salah satu sunshine laws tersebut adalah Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-undang KIP menjamin setiap orang, termasuk jurnalis, untuk mendapat informasi publik. Hak atas informasi bukan hanya hak yang diatur melalui undang-undang, namun juga merupakan hak konstitusional warganegara. Pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Sebagai hak kostitusional, maka hak tersebut tidak dapat dikuragi oleh peraturan yang lebih rendah. Dengan kata lain, tidak boleh ada produk hukum yang dapat membatasi ketentuan Undang-undang Dasar tersebut. Selain itu, hak atas informasi juga merupakan hak asasi manusia yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia pada tanggal 30 September 2005 dan menjadi Undang-undang No. 11 taun 2005. Pasal 19 butir (2) Kovenan tersebut mengatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.” Menurut butir (3) Kovenan tersebut, hak-hak yang diicantumkan dalam ayat 2 pasal ini menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan seesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk: a) menghormati hak atau nama baik orang lain atau b) melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum. Produk-produk hukum tersebut diatas menjadi acuan pers Indonesia untuk menjalanan tugasnya, yaitu mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi dan gagasan. 34 Disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tanggal 25 November 2009 Pentingnya Keterbukaan Informasi bagi Pers Keterbukaan informasi merupakan syarat bagi pers untuk mencari dan memperoleh informasi. Untuk memperoleh informasi, pers sering kali terbentur oleh masalah-masalah birokrasi atas nama rahasia negara, rahasia jabatan dan sebagainya. Ketika berhadapan dengan masalah itu, pers gagal menjalankan fungsi tersebut. Lahirnya Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut. Dari segi pers, kini memiliki jaminan hukum untuk mencari dan memperoleh informasi. Dari segi pemerintah, kekhawatiran akan bocornya rahasia negara dan rahasia jabatan tak perlu ada, sebab bab V (pasal 17-20) mengenai Informasi yang Dikecualikan. Pembatasan dalam pasal 17 UU tersebut sangat komprehensif, dan detail. Informas-informasi yang dikecualikan dari informasi menurut pasal 17 tersebut meliputi: 1. Informasi yang dapat menggagung proses penegakan hukum; 2. Informasi yang dapat menggangu pertlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual; 3. Informasi yang dapat membahayakan pertanahan dan keamanan negara; 4. Informasi yang dapat mengungkap kekayaan alam Indonesia; 5. Informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; 6. Informasi yang dapat merugikan hubungan luar negeri Indonesia; 7. Informasi yang dapat mengungkap informasi pribadi dalam akta otentik atau kemauan terakhir dalam wasiat seseorang; 8. Informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi; 9. Memorandum atau surat-surat badan publik yang menurut sifatnya rahasia sebatas tidak dikecualikan oleh Komisi Informasi; dan 10. Informasi yang tidak boleh diungkap berdasarkan undang-undang. Butir satu hingga sepuluh diatas sudah mencakup semua informasi yang layak dirahasikan, mulai dari rahasia negara hingga rahasia pribadi. Dengan demikian, UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah berhasil menyeimbangkan dua kepentingan, yaitu kepentingan masyarakat untuk mendapat informasi dan kepentingan pejabat merahasiakan informasi-informasi yang penting untuk dirahasiakan. Pembatasan Informasi Pers bekerja untuk kepentingan publik, oleh karena itu pers mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi publik. Informasi publik tersebut sangat luas, karena menyangkut segala segi kehidupan masyarakat. Namun demikian, pers juga dapat dibatasi dalam memperoleh informasi. Batasan-batasan yang umumnya digunakan dalam standar internasional menyangkut rahasia negara, rahasia bisnis dn privasi. Rahasia Negara Informasi yang tergolog rahasia negara memang tidak boleh diberitakan oleh pers. Informasiinformasi tersebut sudah masuk dalam klasifikasi dalam pasal 17 UU No. 14 tahun 2008 tentangn KIP. Namun, rahasia negara juga ada batasannya, yaitu: 35 Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi Publik Pertama, setelah melampui masa retensi sebagaimana diatur dalam undang-undang; Kedua, setelah berubah menjadi informasi publik oleh karena berbagai sebab, seperti dibuka di pengadilan maupun sudah terbuka di depan publik (misalnya bocor). Dalam beberapa kasus di luar negeri, rahasia negara juga dapat dibuka demi kepentingan publik. Kasus Pentagon Papers di Amerika Serikat adalah salah satu contohnya. Sebuah dokumen yang dikategorikan “sangat rahasia” dapat diungkap oleh media massa karena ternyata dalam dokumen tersebut terkandung sebuah skandal. Pengklasifikasian “sangat rahasia” bukan sungguh-sungguh dilakukan untuk melindungi keselamatan negara, tapi untuk menyembunyikan skandal pemerintah. Rahasia di Bidang Bisnis Rahasia bisnis yang sah umumnya juga digunakan untuk membatasi keterbukaan informasi secara legal. Informasi-informasi yang umumnya dapat dibatasi meliputi informasi yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, termasuk di dalamnya adalah rahasia dagang, informasi yang menyangkut persaingan usaha. Rahasia profesional (professional confidentiality) juga termasuk dalam kategori ini. Namun, rahasia bisnis juga tidaklah bersifat mutlak. Rahasia di bidang bisnis juga dapat dibatasi untuk kepentingan publik. Salah satu contohnya adalah rahasia bisnis dalam perusahaan rokok di Amerika, sebagaimana diceritakan dalam film The Insider. Sebuah media televisi dapat boleh mengungkap kandungan zat kimia dalam produk rokok yang membahayakan masyarakat. Privasi Privasi atau rahasia pribadi termasuk hak yang dijamin oleh hukum. Pers tidak boleh mengungkap rahasia pribadi seseorang, karena informasi pribadi bukanlah konsumsi publik. Perlindungan rahasia pribadi menyangkut banyak hal, termasuk komunikasi pribadi, kehidupan pribadi, rahasia medis dan sebagainya. Informasi pribadi juga termasuk bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh berbagai instrumen HAM. Kode Etik Jurnalistik juga mewajibkan jurnalis menghormati hak atas privasi narasumber. Namun demikian, privasi seseorang juga dapat dibatasi oleh kepentingan publik. Misalnya, seseorang yang melakukan tindak pidana, maka banyak informasi pribadinya yang diungkap di depan public, misalnya melalui persidangan yang terbuka untuk umum. Dengan demikian, pers dapat menyebarkan informasi pribadi orang tersebut. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain: Pertama, keterbukaan informasi merupakan prasyarat bagi adanya pers yang merdeka. Tanpa keterbukaan informasi, pers tidak dapat mencari dan memperoleh informasi yang dibutuhkan masyarakat, sehingga akhir juga tak dapat menyebarkan informasi tersebut. Akibatnya, pers tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Dengan demikian, ketertutupan informasi akan merugikan masyarakat juga pada akhirnya. Kedua, pembatasan informasi publik dapat dilakukan dengan rigid melalui undang-undang. Tidak semua pejabat dapat membuat pembatasan kebebasan informasi. Tiga alasan yang umumnya dapat digunakan untuk membatasi informasi meliputi rahasia negara, rahasia bisnis dan privasi. Ketiga hal tersebut sudah diatur dalam Bab V UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP. Ketiga, pembatasan terhadap infirmasi publik sebagaimana dalam butir kedua di atas, tetap dapat disimpangi atas nama kepentingan publik. 36 Rekomendasi Pertama, agar produk-produk perundang-undangan yang mengandung muatan pembatasan mengenai informasi tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebebasan pers dan kebebasan informasi, sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945, Kovenan Hak Sipil dan Politik serta UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP. Kedua, hendaknya kepentingan publik diutamakan dalam legislasi terkait informasi. Kepentingan publik merupakan tolok ukur apakah suatu informasi layak dirahasiakan atau tidak. Jakarta, 25 November 2009 Nezar Patria Sumber:http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=977&type=5 37 38 Sesi 5 Badan Publik 39 Sesi 5 Badan Publik Peserta memahami pengertian, hak dan kewajiban badan publik sesuai prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik Pengertian, Hak dan kewajiban badan publik sesuai prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik Diskusi kelompok 90 menit Ringkasan UU o. 14/2008 terkait tentang badan publik Pembukaan 1. Membuka dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas. Diskusi kelompok 2. Membagikan kartu metaplan, dan meminta peserta untuk menuliskan nama lembaga, instansi, atau organisasi apa saja yang memiliki kewajiban menyediakan informasi publik. 3. Meminta peserta untuk menempelkan kartu-kartu metaplan jawabannya kedalam plano kerangka kategori badan publik. 40 4. Memandu peserta untuk mendiskusikan; apakah badan publik yang telah ditulis dan ditempelkan oleh peserta itu sudah sesuai dengan kategori badan publik menurut UU KIP. 5. Membagikan bahan bacaan Ringkasan UU o. 14/2008 terkait tentang badan publik 6. Menyampaikan penjelasan ringkas tentang materi-materi bahan bacaan itu. 7. Memandu peserta untuk mendiskusikan materi-materi tersebut. Penutup 8. Menutup forum dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 1. Untuk langkah 5, bahan bacaan yang dibagikan terdiri dari: • Pengertian badan publik • Tugas, kewajiban, fungsi, dan kewenangan badan publik. • Pengetian badan publik • Hubungan badan publik dengan komisi informasi dan pemohon. 2. Langkah 7 dilakukan dengan pertanyaan yang menggali dan diskusi bersama. 41 Badan Publik Bahan bacaan 5.1 Badan publik Definisi badan publik (pasal 1) Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Ruang lingkup badan publik (pasal 4) a. Lembaga eksekutif; b. Lembaga legislatif; c. Lembaga yudikatif; d. Badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; e. Organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri; f. Partai Politik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Partai Politik; g. Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah; h. Badan Hukum Pendidikan; i. Badan Hukum Milik Negara; Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memutus dan menetapkan suatu badan publik sebagai badan publik yang dibebani kewajiban melaksanakan UU KIP adalah sebagai berikut: 1. Badan publik tersebut harus berbadan hukum; 2. Sumber dana badan publik, baik sebagian maupun seluruhnya bersumber dari APBN/APBD; 3. Menerima sumbangan dari masyarakat dan/atau luar negeri. Untuk menyesuaikan dengan maksud dan tujuan pembentuk UU, maka Peraturan ini memperjelas bahwa sumbangan yang dimaksud adalah sumbangan yang bersifat murni sukarela, bukan sumbangan yang diwajibkan pembayarannya. Hak Badan Publik (pasal 6) 1. Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 42 3. Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. informasi yang dapat membahayakan negara; b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau d. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan. Kewajiban Badan Publik a. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. b. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. c. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah. d. Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. e. Menunjuk dan mengangkat PPID untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya; Dalam penjelasan Perkip diuraikan beberapa kewajiban badan publik yang terkait kewajiban diatas adalah sebagai berikut yaitu menentukan struktur dan sumber daya manusia yang akan menjabat dan memiliki fungsi terkait pelaksanaan UU KIP yang mencakup: 1. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID); 2. Atasan PPID; 3. Pejabat fungsional pembantu PPID; 4. Petugas Informasi yang bertugas secara langsung melayani permintaan informasi. f. Menetapkan Standar Prosedur Operasional pengelolaan dan pelayanan informasi sesuai dengan Peraturan ini; SPO yang ditetapkan badan publik merupakan SPO yang mengejawantahkan Peraturan Komisi Informasi Pusat. SPO ini merupakan panduan/kebijakan badan publik dalam melaksanakan kewajibannya memenuhi hak publik atas informasi. g. Memiliki Daftar Informasi yang mutakhir tentang seluruh informasi publik yang dikelola oleh Badan Publik; Daftar Informasi ini merupakan daftar yang memuat secara sistematis seluruh informasi yang berada di bawah kewenangan dan seluruh informasi yang dikuasai badan publik. Hal-hal yang harus terdapat dalam Daftar Informasi, yaitu: 1. Nomor; 2. Ringkasan isi informasi; 3. Pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi; 4. Penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi; 43 Badan Publik 5. Waktu dan tempat pembuatan informasi; 6. Format informasi yang tersedia; 7. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala; 8. Informasi yang wajib diumumkan serta merta; 9. Informasi yang wajib disediakan setiap saat; 10. Informasi yang dikecualikan dan masa retensi informasi; 11. Sistem klasifikasi keamanan dan akses informasi untuk informasi yang dikelompokkan sebagai informasi yang dikecualikan. h. Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi publik, termasuk papan pengumuman dan meja informasi di setiap kantor Badan Publik; Sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi publik adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat dan penunjang utama terselenggaranya proses pengelolaan dan pelayanan informasi yang bertujuan memudahkan pemenuhan hak atas informasi masyarakat. Sarana dan prasarana pelayanan dapat terdiri dari: 1. Komputer; 2. Printer; 3. Mesin fotocopy; 4. Audio visual; 5. Papan pengumuman; 6. Berbagai sarana komunikasi, termasuk internet apabila memungkinkan; Sarana dan prasarana diatas, sedapat mungkin diupayakan sesuai dengan kemampuan sumber daya badan publik yang bersangkutan. Untuk memudahkan pelayanan dan menghemat biaya perolehan informasi, badan publik dapat menyelenggarakan pelayanan informasi dalam format elektronik sepanjang memungkinkan sesuai dengan kemampuan sumber daya badan publik dan pemohon. i. Membuat dan mengumumkan laporan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi sesuai dengan Peraturan ini serta menyampaikan salinan laporan kepada Komisi Informasi sesuai dengan kewenangannya. 44 Yang dimaksud dengan Komisi Informasi sesuai dengan kewenangannya adalah dalam hal Badan Publik merupakan Badan Publik tingkat pusat, maka Laporan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi disampaikan kepada Komisi Informasi Pusat. Namun apabila Badan Publik merupakan Badan Publik tingkat propinsi, maka Laporan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi disampaikan kepada Komisi Informasi Propinsi. Begitu pula apabila Badan Publik merupakan Badan Publik tingkat kabupaten/kota, maka Laporan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi disampaikan kepada Komisi Informasi Kabupaten/Kota. Dalam hal Komisi Informasi Propinsi atau Kabupaten/Kota belum terbentuk, maka Laporan disampaikan kepada Komisi Informasi Pusat. Menyediakan Papan Pengumuman dan Meja Pelayanan Informasi di setiap kantor Badan Publik; Papan pengumuman ini merupakan media minimum yang wajib disediakan badan publik untuk menyebarluaskan/mengumumkan informasi publik. Penggunaan dan penempatan papan pengumuman ini diupayakan semaksimal mungkin efektivitasnya dalam menjamin pemenuhan hak publik atas informasi. Selain itu, badan publik wajib menyediakan meja pelayanan informasi yang akan secara langsung menerima dan melayani permintaan informasi yang diajukan kepada badan publik. j. Menganggarkan pembiayaan secara memadai bagi pengelolaan dan pelayanan informasi publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Anggaran pembiayaan yang memadai bagi pengelolaan dan pelayanan informasi publik sangat diperlukan guna mewujudkan pemenuhan hak publik atas informasi. Anggaran pembiayaan ini sangat penting guna mempersiapkan sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Selain itu, anggaran pembiayaan ini juga digunakan untuk mengembangkan kapasitas sumber daya manusia serta unit/satuan kerja pengelolaan dan pelayanan informasi. k. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi di instansinya; 45 Badan Publik Bahan bacaan 6.1 PPID Definisi PPID dijelaskan dalam pasal 1 UU 14, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang selanjutnya disebut PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik dan bertanggungjawab langsung kepada atasan PPID sebagaimana dimaksud pada Peraturan ini. PPID diangkat oleh Badan publik baik pejabat fungsional dan/atau petugas informasi yang membantu PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya sesuai dengan kebutuhan. Penjelasan: Pada Badan Publik yang memiliki banyak unit kerja atau satuan kerja dengan berbagai kantor yang berbeda-beda, kebutuhan untuk memiliki petugas informasi di setiap kantor untuk membantu PPID mengelola dan melayani akses informasi sangat mungkin diperlukan. Berbeda dengan Badan Publik seperti organisasi nonpemerintah yang mungkin PPID dapat sekaligus melaksanakan fungsi sebagai petugas informasi. Selain petugas informasi, tenaga lainnya seperti arsiparis dan tenaga IT juga mungkin diperlukan untuk membantu PPID memastikan akses informasi publik yang baik. Sesuai dengan kebutuhannya, Badan Publik dapat pula memutuskan untuk mendelegasikan kewenangan PPID kepada pejabat fungsional di sebuah unit/satuan kerja untuk menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai PPID. Kewenangan yang didelegasikan dapat bersifat menyeluruh (yaitu seluruh kewenangan pengelolaan dan pelayanan termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di sebuah unit/satuan kerja) atau kewenangan yang bersifat terbatas (misal kewenangan yang hanya menyangkut pengelolaan dan pelayanan informasi di satu unit/satuan kerja tidak termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi). Tentang pertanggungjawaban PPID bertanggung jawab kepada atasan PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya. Tugas dan Tanggungjawab PPID diatur dalam pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 16, pasal 17 dan 22 yaitu; a. PPID bertugas dan bertanggung jawab melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi yang meliputi proses penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan informasi. b. Dalam rangka penyimpanan dan pendokumentasian informasi publik, PPID bertugas dan bertanggungjawab mengumpulkan seluruh informasi secara fisik dari setiap unit/satuan c. PPID bertugas dan bertanggungjawab menyimpan dan mendokumentasikan seluruh informasi yang berada di badan publik. d. PPID melakukan pendataan informasi yang dikuasai oleh setiap unit/satuan kerja di Badan Publik dalam rangka pembuatan dan pemutakhiran Daftar Informasi setelah dimutakhirkan oleh 46 pimpinan setiap unit/satuan kerja sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan. e. Penyimpanan informasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang kearsipan. f. PPID bertugas dan bertanggung jawab menyediakan seluruh informasi di bawah penguasaan Badan Publik yang dapat diakses oleh publik; g. PPID menyediakan informasi melalui pengumuman dan/atau permintaan. h. Mengkoordinasikan pemberian informasi dengan petugas informasi di berbagai unit pelayanan informasi untuk memenuhi permintaan informasi; i. Melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik sebelum mengecualikan informasi dan/ atau membuka informasi yang dikecualikan: 1. Menyertakan alasan pengecualian secara jelas, tegas, dan tertulis; 2. Menghitamkan atau mengaburkan informasi yang dikecualikan beserta alasannya; j. Melayani, meneruskan, dan memastikan pengajuan keberatan diproses berdasarkan prosedur penyelesaian keberatan; k. Mengembangkan kapasitas pejabat fungsional dan/atau petugas informasi dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan dan pelayanan informasi; l. Menugaskan pejabat fungsional dan/atau petugas informasi di bawah wewenang dan koordinasinya untuk membuat, memelihara, dan/atau memutakhirkan daftar informasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan; m. Mengkoordinasikan setiap unit/satuan kerja di badan publik dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik; n. Memutuskan suatu informasi dapat diakses publik atau tidak; o. Menolak permintaan informasi secara tertulis apabila informasi yang dimohon termasuk informasi yang dikecualikan/rahasia dengan disertai alasan serta pemberitahuan tentang hak dan tata cara bagi pemohon untuk mengajukan keberatan atas penolakan tersebut. p. Dalam hal menentukan informasi yang dikecualikan, PPID wajib melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan q. Dalam hal kewajiban mengumumkan informasi, PPID bertugas dan bertanggung jawab: 1. Mengumumkan informasi secara berkala melalui media yang secara efektif dapat menjangkau seluruh pemangku kepentingan; 2. Menyampaikan informasi dalam bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dan mempertimbangkan penggunaan bahasa lokal yang dipakai oleh penduduk setempat. PPID bertanggungjawab terhadap penyimpanan dan pendokumentasian seluruh informasi dari setiap unit/satuan kerja yang telah diserahkan kepadanya dan memastikan pimpinan setiap unit/satuan kerja untuk menyimpan secara fisik seluruh informasi yang berada di bawah penguasaannya. o. PPID wajib membuat dan mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor Badan Publik serta media lain yang dimiliki oleh Badan Publik; PPID wajib membuat dan mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor Badan Publik serta media lain yang dimiliki oleh Badan Publik; p. PPID wajib meletakkan Papan Pengumuman di dalam kantor Badan Publik yang memudahkan 47 Badan Publik publik untuk membaca informasi yang terdapat di dalamnya; q. Dalam hal Badan Publik memiliki situs resmi, PPID wajib memasukkan informasi yang diumumkan di dalam situs resmi dengan cara yang mudah bagi masyarakat untuk menemukannya; r. Peletakan informasi di situs resmi Badan Publik tidak mengurangi kewajiban Badan Publik untuk meletakan informasi di Papan Pengumuman ;, s. PPID wajib menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dalam mengumumkan informasi serta dapat mempertimbangkan menggunakan bahasa yang digunakan penduduk setempat; t. PPID menentukan format pengumuman informasi yang memudahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang berbeda untuk memahami informasi tersebut sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh Badan Publik. 48 Sesi 6 Komisi Informasi 49 Sesi 6 Komisi Informasi Peserta memahami fungsi, tugas dan wewenang komisi informasi (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) Tungsi, tugas dan wewenang peran dan fungsi komisi informasi menurut UndangUndang Nomor 14 tahun 2008 dan Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2010 Presentasi 120 menit 1. Bahan presentasi tentang Komisi Informasi 2. Ringkasan UU o. 14/2008 terkait Komisi Informasi Pembukaan 1. Membuka sesi ini dengan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas. Presentasi 2. Memandu presentasi narasumber dengan tema “Fungsi, tugas dan wewenang Komisi Informasi menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik” 3. Memandu sesi tanya-jawab. 50 Penutupan 4. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 1. Pada langkah 3. Memandu sesi tanya-jawab, dibuka dengan tanya-jawab antara peserta dengan narasumber. 2. Mencatat di kertas plano pokok-pokok pikiran penting yang muncul selama proses dialog. Pokok-pokok pikiran ini akan ditempelkan bersama Plano. Plano Resume ini, dan plano lainnya, akan menjadi bahan rujukan bagi fasilitator dan peserta dalam membangun proses dan pemahaman bersama. 3. Narasumber di langkah 2 adalah anggota Komisioner Informasi, baik Pusat maupun Propinsi. 4. Presentasi bermuatan materi-materi berikut: • Tugas, kewajiban, dan kewenangan Komisi Informasi. • Hubungan Komisi Informasi dengan badan publik lain, terutama badan publik negara. 51 Komisi Informasi Bahan bacaan 5.2 A p a itu K o m isi In fo rm a si? (p a sa l 1 ) K o m isi In fo rm a si K e w e n a n g a n K o m isi In fo rm a si C o rp o ra te C o m m u n ica tio n s is… . Komisi Informasi a d a la h le m b a ga m a n d iri ya n g b e rfu n gsi Komisi Informasi ad a lah le m b a ga m a nd iri yan g be rfun g si m en jalan kan U n da ng -U nd an g K eterbu ka an Inform a si P ub lik da n pe ra tu ran pe la ksa na an n ya , m e ne ta pka n p etun ju k te knis sta nd ar la ya n an in fo rm asi pu blik da n m en yele sa ika n se ng keta inform a si pu blik m e lalui m ed ia si da n /a ta u a ju dika si n on litiga si. A p a ke te rb u ka an in fo rm a si p u b lik? Pemohon Informasi m e n ja la n ka n U n d a n g-U n d a n g K e te rb u ka a n In fo rm a si P u b lik d a n p e ra tu ra n p e la ksa n a a n n ya , menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik d a n menyelesaikan sengketa informasi publik m e la lu i m e d ia si d a n /a ta u a ju d ika si n o n litiga si. U ji K e p e n tin g a n Badan Publik K o m isi In fo rm a si A ju d ika si Mediasi adalah penyelesa ian sengk eta inform asi publik antara para pihak m elalui bantuan m ediator k om isi inform asi (hanya untuk informasi yang tidak dikecualikan). Putusan Ajudikasi Komisi Informasi: • M e n u tu p se b a g ia n a ta u ke se lu ru h a n in fo rm a si, a ta u • M e m b u ka se b a g ia n a ta u ke se lu ru h a n in fo rm a si Ajudikasi adalah proses penyelesa ian sengk eta inform asi publik antara para pihak yang diputus oleh k om isi inform asi. U ji K o n se ku e n si M e d ia si ? Putusan Mediasi Komisi Informasi: • K e rse p a ka ta n ya n g b e rifa t FINAL d a n MENGIKAT Sengketainformasiterbuka Sengketainformasiyangdikecualikan A p a ke te rb u ka an in fo rm a si p u b lik? Pemohon Informasi U ji K e p e n tin g a n Badan Publik K o m isi In fo rm a si A ju d ika si Putusan Ajudikasi Komisi Informasi: • M e n u tu p se b a g ia n a ta u ke se lu ru h a n in fo rm a si, a ta u • M e m b u ka se b a g ia n a ta u ke se lu ru h a n in fo rm a si U ji K o n se ku e n si M e d ia si ? Putusan Mediasi Komisi Informasi: • K e rse p a ka ta n ya n g b e rifa t FINAL d a n MENGIKAT Sengketainformasiterbuka Sengketainformasiyangdikecualikan 52 Pengabaian terhadap putusan Ajudikasi Komisi Informasi terhitung 14 hari kerja sejak diputuskan sama dengan menerima putusan. U ji ko n se ku e n si U ji ko n se ku e n si a d a la h p e rtim b a n ga n d e n ga n sa ksa m a d a n p e n u h ke te litia n te n ta n g d a m p a k a ta u a kib a t ya n g tim b u l se b a ga im a n a d im a ksu d d a la m P a sa l 1 7 a p a b ila su a tu in fo rm a si d ib u ka d a n /a ta u d ia kse s o le h p u b lik ya n g d itu a n gka n d a la m b e n tu k a la sa n P e n ge cu a lia n . P e rtim b a n g a n n ya se su a i p a sa l 1 7 Jika d id a sa rka n u u la in h a ru s je la s P e n g e cu a lia n u ji ko n se ku e n si; A da pejabat yang diperm aluk an bila dibuk a K eterlibatan pejabat senior S alah interpretasik an inform asi H ilangn ya k epercayaan publik terhadap badan publik U ji K e p e n tin g a n P u b lik U ji kep en ting an pu b lik ad ala h pe rtim b a ng an de n ga n sa ksa m a d an pe nu h kete litian te ntan g ad a nya kep en ting an pu blik yan g le bih be sar ya ng ha ru s d ilin du n gi de n ga n m em bu ka atau m e n utup sua tu in fo rm asi p ub lik. B erp a rtisipa si m a sya ra kat M asyara kat M a sya raka t m en da pa t in fo rm a si Ya ng b erw e n an g b ertin da n g a dil thd m a sya ra kat M em astika n p ela n gg aran h am d ap at d iketah ui M em astika n a ku nta bilita s ba da n p ub lik Tu g a s K o m isi In fo rm a si? M e m e riksa d a n m e m u tu s p e rm o h o n a n p e n ye le sa ia n se n gke ta ya n g m e n ya n gku t B a d a n P u b lik p u sa t M e m e riksa d a n m e m u tu s p e rm o h o n a n p e n ye le sa ia n se n gke ta ya n g m e n ya n gku t B a d a n P u b lik P ro vin si a ta u K a b u p a te n /K ota b ila K I d i tin gka t te rse b u t b e lu m te rb e n tu k; M e n e ta p ka n ke b ija ka n u m u m n a sio n a l p e la ya n a n in fo rm a si p u b lik; M e n e ta p ka n p e tu n ju k p e la ksa n a a n d a n p e tu n ju k te kn is; M e n e ta p ka n p ro se d u r p e la ksa n a a n p e n ye le sa ia n se n gke ta m e la lu i M e d ia si d a n /a ta u A d ju d ika si n o n -litiga si u n tu k K o m isi In fo rm a si K e a n g g o ta a n Tu g a s K o m isi In fo rm a si P u sa t K o m isi In fo rm a si P u sa t (7 o ra n g) – Te la h te rb e n tu k p a d a ta n gga l 2 Ju n i 2 0 0 9 – B e rta n ggu n gja w a b ke p a d a P re sid e n d a n m e n ya m p a ika n la p o ra n ke p a d a D P R K o m isi In fo rm a si P ro vin si (5 o ra n g) – W ajib d ib e n tu k se la m b a t-la m b a tn ya 3 0 A p ril 2 0 1 0 – B e rta n ggu n gja w a b ke p a d a G u b e rn u r d a n m e n ya m p a ika n la p o ra n ke p a d a D P R D T k. I K o m isi In fo rm a si K a b u p a te n /K o ta (5 o ra n g) – D ib e n tu k b ila d ia n gga p d ib u tu h ka n – B e rta n ggu n g ja w a b ke p a d a B u p a ti/W a liko ta d a n m e n ya m p a ika n la p o ra n ke p a d a D P R D T k. II M em eriksa dan m em utus perm ohonan penyelesaian sengketa yang m enyangkut B adan P ublik pusat M em eriksa dan m em utus perm ohonan penyelesaian sengketa yang m enyangkut B adan P ublik P rovinsi atau K abupaten/K ota bila K I di tingkat tersebut belum terbentuk; M enetapkan kebijakan um um nasional pelayanan inform asi publik; M enetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis; M enetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa m elalui M ediasi dan/atau A djudikasi nonlitigasi untuk K om isi Inform asi W ewenang P e rta n g g u n g ja w a b a n m e m a n ggil d a n /a ta u m e m p e rte m u ka n p a ra p ih a k ya n g b e rse n gke ta ; m e m in ta ca ta ta n a ta u b a h a n ya n g re le va n ya n g d im iliki o le h B a d a n P u b lik te rka it u n tu k m e n ga m b il ke p u tu sa n d a la m u p a ya m e n ye le sa ika n S e n gke ta In fo rm a si P u b lik; m e m in ta ke te ra n ga n a ta u m e n gh a d irka n p e ja b a t B a d a n P u b lik a ta u p u n p ih a k ya n g te rka it se b a ga i sa ksi d a la m p e n ye le sa ia n S e n gke ta In fo rm a si P u b lik; m e n ga m b il su m p a h se tia p sa ksi ya n g d id e n ga r ke te ra n ga n n ya d a la m A ju d ika si n o n litiga si p e n ye le sa ia n S e n gke ta In fo rm a si P u b lik; d a n m e m b u a t ko d e e tik ya n g d iu m u m ka n ke p a d a p u b lik se h in gga m a sya ra ka t d a p a t m e n ila i kin e rja K o m isi In fo rm a si. K o m isi In fo rm a si P u sa t b e rta n ggu n g ja w a b ke p a d a P re sid e n d a n m e n ya m p a ika n la p o ra n te n ta n g p e la ksa n a a n fu n gsi, tu ga s, d a n w e w e n a n gn ya ke p a d a D e w a n P e rw a kila n R a kya t R e p u b lik In d o n e sia . K ID P ro vin si b e rta n ggu n g ja w a b ke gu b e rn u r K ID K a b u p a te n /ko ta b e rta n ggu n g ja w a b ke b u p a ti/w a liko ta 53 Komisi Informasi S e kre ta ria t S ya ra t-sya ra t ke a n g g o ta a n S ekre ta ria t K om isi Inform a si d ia lksa na kan o leh pe m erintah (p usa t oleh D ep kom info, D a era h oleh D ina s ya ng m em bid an g i kom un ikasi da n in fo rm asi) w a rga n e ga ra In d o n e sia ; m e m iliki in te grita s d a n tid a k te rce la ; tid a k p e rn a h d ip id a n a ka re n a m e la ku ka n tin d a k p id a n a ya n g d ia n ca m d e n ga n p id a n a 5 (lim a ) ta h u n a ta u le b ih ; m e m iliki p e n ge ta h u a n d a n p e m a h a m a n d i b id a n g ke te rb u ka a n In fo rm a si P u b lik se b a ga i b a gia n d a ri h a k a sa si m a n u sia d a n ke b ija ka n p u b lik; m e m iliki p e n ga la m a n d a la m a ktivita s B a d a n P u b lik; b e rse d ia m e le p a ska n ke a n ggo ta a n d a n ja b a ta n n ya d a la m B a d a n P u b lik a p a b ila d ia n gka t m e n ja d i a n ggo ta K o m isi In fo rm a si; b e rse d ia b e ke rja p e n u h w a ktu ; b e ru sia p a lin g re n d a h 3 5 (tiga p u lu h lim a ) ta h u n ; se h a t jiw a d a n ra ga . K o m isi In fo rm a si P ro vin si d a n K a b u p a te n /K o ta P e m b e rh e ntia n M em eriksa dan m em utus perm ohonan penyelesaian sengketa yang m enyangkut B adan P ublik P rovinsi atau K abupaten/K ota; M enetapkan kebijakan khusus (JU K LA K /JU K N IS ) untuk tingkat P rovinsi atau K abupaten/K ota um um berdasarkan kebijakan nasional yang dikem bangkan oleh K om isi Inform asi; m e n in gga l d u n ia ; te la h h a b is m a sa ja b a ta n n ya ; m e n gu n d u rka n d iri; d ip id a n a d e n ga n p u tu sa n p e n ga d ila n ya n g te la h b e rke ku a ta n h u ku m te ta p d e n ga n a n ca m a n p id a n a p a lin g sin gka t 5 (lim a ) ta h u n p e n ja ra ; sa kit jiw a d a n ra ga d a n /a ta u se b a b la in ya n g m e n ga kib a tka n ya n g b e rsa n gku ta n tid a k d a p a t m e n ja la n ka n tu ga s 1 (sa tu ) ta h u n b e rtu ru t-tu ru t; a ta u m e la ku ka n tin d a ka n te rce la d a n /a ta u m e la n gga r ko d e e tik, ya n g p u tu sa n n ya d ite ta p ka n o le h K o m isi In fo rm a si. M a sa ja b a ta n A ng go ta K o m isi In fo rm asi dia ng kat u ntu k m a sa ja ba ta n 4 (e m p a t) ta hu n d an d ap a t d ia ng ka t kem ba li un tuk satu pe rio de be rikutn ya . T h a n k Yo u . S e e Yo u N e xt W e e k. 54 Bahan Bacaan 5.1 Komisi Informasi Fungsi (Pasal 23) Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. Kedudukan (Pasal 24) (1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota. (2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara. (3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota. Susunan Komisi Informasi (Pasal 25) (1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. (2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. (3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang fwakil ketua merangkap anggota. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi. Tugas (Pasal 26) (1) Komisi Informasi bertugas: a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini; b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. (2) Komisi Informasi Pusat bertugas: a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi; b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktuwaktu jika diminta. (3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. 55 Komisi Informasi Wewenang (Pasal 27) (1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang: a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa; b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik; c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik; d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi. (2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk. (3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan. (4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan Pertanggungjawaban (Pasal 28) (1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang bersangkutan. (3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan. (4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum. Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi (Pasal 29) (1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi. (2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah. (3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi. (4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan. (5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai 56 tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan. (6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Syarat-syarat anggota Komisi Informasi (Pasal 30) (1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi: a. warga negara Indonesia; b. memiliki integritas dan tidak tercela; c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih; d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik; e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik; f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi; g. bersedia bekerja penuh waktu; h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; i. sehat jiwa dan raga. (2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif. (3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat. (4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan. Pemberhentian (Pasal 34) (1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk ditetapkan. (2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena: a. meninggal dunia; b. telah habis masa jabatannya; c. mengundurkan diri; d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara; e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut; atau f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi. 57 Komisi Informasi (3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota. (4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/ kota. (5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode dimaksud. Masa jabatan (Pasal 33) Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. 58 Sesi 7 Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik 59 Sesi 7 Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik Peserta memahami jenis-jenis informasi publik, menguasai cara mengklasifikasi informasi sesuai jenis informasi di badan publik, dan cara melakukan uji konsekuensi. 1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan • informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala • informasi yang wajib diumumkan secara serta merta. • informasi yang wajib tersedia setiap saat 2. Informasi yang dikecualikan dan uji konsekuensi 3. Tata cara melakukan klasifikasi informasi 4. Cara melakukan uji konsekuensi 1. Curah Pendapat 2. Tugas kelompok 3. Presentasi 150 menit 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bahan presentasi tentang klasifikasi informasi. Plano kategori klasifikasi informasi. Hand out cara melakukan klasifikasi informasi. Hand-out cara melakukan uji konsekuensi Tabel daftar informasi publik Dokumen simulasi uji konsekuensi Pembukaan 1. Membuka dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas. 60 Curah pendapat 2. Membagikan kepada peserta kartu metaplan. Masing-masing dua metaplan. 3. meminta kepada peserta untuk menulis pada kedua kartu tersebut jawaban terhadap dua pertanyaan berikut; • informasi apa yang dimiliki/dikuasai oleh lembaga, instansi, atau organisasi anda yang dibutuhkan oleh masyarakat? • informasi apa yang dimiliki/dikuasai oleh lembaga, instansi, atau organisasi anda yang tidak boleh diberikan kepada masyarakat dengan alasan rahasia? • Media apa yang digunakan untuk menyampaikan informasi publik? • Waktu penyampaian informasi publik? 4. Meminta peserta untuk menuliskan satu informasi di satu metaplan. 5. Meminta masing-masing peserta untuk menempelkan jawabannya ke dalam plano kerangka kategori klasifikasi informasi, sesuai dengan kolom-kolom kategori klasifikasi informasi sesuai penilaian peserta. 6. Memandu diskusi untuk mengetahui kesesuaian jawaban dengan kolom-kolom kategori klasifikasi informasi sesuai UU No. 14 dan Peraturan Komisi Informasi. Tugas kelompok 7. Memberikan tugas kelompok kepada peserta untuk melakukan uji konsekuensi menurut lembaga, instansi, atau organisasinya masing-masing. 8. Membagikan dokumen simulasi dan meminta setiap kelompok untuk memilih dan mentabulasi informasi-informasi apa saja dari dokumen tersebut yang termasuk informasi yang dikecualikan, dengan menyertakan alas an-alasannya. 9. Memandu setiap kelompok menyampaikan hasil kerjanya. 10.Memandu forum pleno mendiskusikan hasil-hasil kerja kelompok tersebut, dengan mengarahkan diskusi untuk mencermati argumentasi masing-masing kelompok dan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip dan tata cara menentukan informasi yang dikecualikan. Presentasi 11.Memandu presentasi narasumber dengan tema klasifikasi informasi dan uji konsekuensi. 12.Memandu sesi tanya-jawab. Penutupan 13.Menutup forum dengan me-review proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 1. Langkah 11 dibutuhkan bahan presentasi, tentang klasifikasi informasi publik dan uji konsekuensi, yang terdiri dari: • Manfaat dan kepentingan klasifikasi informasi. • Prinsip-prinsip dan metoda dalam menentukan klasifikasi informasi. • Jenis-jenis Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara berkala, • Jenis-jenis Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta. • Jenis-jenis informasi yang wajib tersedia setiap saat. • Jenis-jenis Informasi yang dikecualikan. • Cara melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik. 2. Perlu ditegaskan bahwa klasifikasi tidak diperuntukkan menghambat pelayanan informasi tetapi tetap harus mengacu pada kerangka untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, tepat dan sederhana. Sehingga klasifikasi tersebut tidak berlaku pada informasi yang dikecualikan. 61 Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik Bahan Bacaan 7.1 Klasifikasi Informasi A. Klasifikasi Informasi yang Wajib disediakan dan Diumumkan Menurut Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat diklasifikasikan atas Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan (Bab IV). Lebih jauh Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan terdiri dari; A.1 Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala Informasi ini oleh badan publik yang pelaksanaannya paling singkat 6 (bulan) sekali, yang meliputi; a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang­undangan. Dalam rangka menjalankan kewajiban memperluas informasi dilakukan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dengan bahasa yang mudah dimengerti. Lebih lanjut Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada badan publik terkait bertanggung jawab untuk menentukan medianya. Media yang dipergunakan untuk memperluas informasi ini diserahkan pengelolaannya oleh badan publik yang bersangkutan. Contoh media yang bisa dipergunakan misalnya banner, spanduk, billboard, poster, flyer, leaflet, media massa; majalah berkala, koran, media mingguan, media elektronik; radio, tv lokal maupun nasional dan media lainnya. A.2 Informasi yang Wajib Diumumkan secara Sertamerta Kewajiban Badan Publik dalam mengumumkan secara sertamerta suatu informasi apabila mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Informasi ini diantaranya informasi bencana alam; kebakaran, banjir, tsunami, gempa bumi, angin topan, gunung meletus, cuaca buruk, hama penyakit berbahaya, kecelakaan pesawat, kapal dan kendaraan lain dan informasi bahaya perang dan informasi menyangkut dan mengancam hidup orang banya dan ketertiban umum lainnya. Jika informasi tidak segera diinformasikan maka akan berpotensi besar timbulnya korban nyawa masyarakat. Informasi inipun disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau masyarakat serta dengan bahasa yang mudah dipahami. A.3 Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat Informasi yang termasuk klasifikasi ini adalah; a. Daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b. Hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. Rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; e. Perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. Informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; 62 g. Prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/ atau h. Laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang­ Undang ini. i. Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dalam Undang-undang No.14 Tahun 2008 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik. Lebih lanjut lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi. B. Jenis Informasi yang Wajib Disediakan oleh Badan Usaha, Partai Politik dan Organisasi Non Pemerintah. Setiap badan usaha, partai politik dan organisasi non pemerintah yang berkaitan dengan publik mempunyai kewajiban untuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan publik. B.1 Jenis Informasi yang Wajib Disediakan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya. Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2008 adalah: a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan; c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit; d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya; e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi; f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas; g. kasus hukum yang berdasarkan Undang­Undang terbuka sebagai Informasi Publik; h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip­prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran; i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang; j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; k. perubahan tahun fiskal perusahaan; l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi; m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah. B.2 Informasi Publik yang Wajib disediakan oleh Partai Politik Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik menurut Undang-­Undang No.14 Tahun 2008 adalah: 63 Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik a. asas dan tujuan; b. program umum dan kegiatan partai politik; c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya; d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; e. mekanisme pengambilan keputusan partai; f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan partai politik. B.3 Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah, informasi tersebut menurut Undang-Undang 14 Tahun 2008 adalah: a. asas dan tujuan; b. program dan kegiatan organisasi; c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya; d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/ atau sumber luar negeri; e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi; f. keputusan­keputusan organisasi; dan/atau g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang­undangan. C. Informasi yang Dikecualikan Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; 3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana­rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional; 4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau 5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum. b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu: 1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap 64 perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri; 2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi; 3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya; 4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer; 5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia; 6. sistem persandian negara; dan/atau 7. sistem intelijen negara. d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: 1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara; 2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan; 3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya; 4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti; 5. rencana awal investasi asing; 6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/ atau 7. hal-­hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang. f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri : 1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional; 2. korespondensi diplomatik antarnegara; 3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau 4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri. g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 65 Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang; 3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; 4. hasil­hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau 5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. i. memorandum atau surat­ surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan; j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang­Undang. D. Tidak termasuk kategori informasi yang dikecualikan (1)Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut: a. putusan badan peradilan; b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum; c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan; d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum; e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum; f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang 14 Tahun 2008. (2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h Undang-undang No.14 tahun 2008, antara lain apabila : a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan­jabatan publik. (3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/ atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang­ Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan. (4) Pembukaan informasi yang dikecualikan dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden. (5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden. (6) Izin tertulis diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung. (7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan. 66 Lampiran Lembar Bantu Belajar dan Bahan Belajar Klasifikasi informasi di badan publik negara Tabel Klasifikasi Informasi Nama Badan Publik: ........................................... No Informasi yang disediakan Media yang dipergunakan Waktu Penyediaan informasi Frekuensi Permohonan Informasi Tabel Perumusan Perrmasalahan No Permasalahan yang sering terjadi untuk Pemenuhan Berdasar Klasifikasi Informasi Alternatif penyelesaian 67 Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik Lampiran Lembar Bantu Belajar dan Bahan Belajar Klasifikasi informasi di badan publik negara Tabel Klasifikasi Informasi Nama Badan Publik: ........................................... No Informasi yang ada dalam penguasaan Informasi yang biasa disediakan Media yang dipergunakan Waktu Penyediaan informasi Keterangan Tabel Perumusan Klasifikasi Informasi No Informasi yang ada dalam penguasaaan Klasifikasi Informasi* *Diisi Berdasarkan klasifikasi -----------------------------------------A.1 Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala A.2 Informasi yang Wajib Diumumkan secara Sertamerta A.3 Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat C. Informasi yang Dikecualikan 68 Keterangan Sesi 8 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik 69 Sesi 8 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik 1. Peserta memahami standar pengelolaan dan pelayanan informasi publik 2. Peserta memahami tugas dan fungsi PPID 3. peserta memahami mekanisme pelaporan dan evaluasi pelayanan informasi • Standar layanan informasi publik • Tugas dan fungsi PPID • mekanisme pelaporan dan evaluasi pelayanan informasi Tugas kelompok 120 menit 1. Resume UU 14 dan Peraturan Komisi Informasi tentang standar prosedur operasional pengelolaan dan pelayanan informasi oleh badan publik 2. Kumpulan kasus-kasus pengelolaan dan pelayanan informasi oleh badan publik. 3. Form-form laporan badan publik terkait pengelolaan dan pelayanan informasi Pembukaan 1. Membuka dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas. Tugas kelompok 1 2. Mengingatkan peserta tentang materi-materi pada sesi Badan Publik dan Komisi Informasi Pusat terkait dengan pengelolaan dan pelayanan informasi publik, dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan kunci seperti: 70 • Bagaimana badan publik melakukan mekanisme pelaporan dan evaluasi pelayanan informasi. • Apa saja yang harus dilakukan badan publik dalam mengelola dan memberikan pelayanan informasi publik? 3. Membagikan metaplan kepada peserta dan meminta mereka untuk menuliskan jawaban terhadap pertanyaan kunci itu. 4. Menyusun metaplan peserta dalam kelompok-kelompok kategori yang mempunyai substansi sama. Penyusunan dilakukan secara bersama-sama dan mengkonfirmasikan setiap metplan yang membutuhkan penjelasan dari penulisnya. 5. Memandu peserta untuk mendiskusikan hasil pengelompokkan metaplan standar pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Tugas Kelompok 2 7. Membagi peserta dalam beberapa kelompok dengan tugas melakukan simulasi menentukan posisi PPID dan melakukan simulasi (mekanisme) pelayanan informasi 8. Setiap kelompok diminta menyampaikan presentasi hasil kerja kelompoknya di depan forum pleno. 9. Memandu peserta dari kelompok lain memberikan umpan balik terhadap hasil kerja kelompok tersebut. Penutup 6. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 1. 71 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik FORM-FORM 72 73 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik 74 75 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Bahan bacaan 8.1 Penyusunan Standar Prosedur Operasional Pengelolaan dan Pelayanan Informasi oleh Badan Publik 1. Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan Badan Publik wajib membuat standar prosedur operasional Pengelolaan dan Pelayanan Informasi sebagai bagian dari sistem informasi dan dokumentasi 2. Standar prosedur operasional sekurang-kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut: a. Kejelasan tentang orang yang ditunjuk sebagai PPID b. Kejelasan tentang orang yang ditunjuk sebagai pejabat fungsional dan/atau Petugas Informasi apabila diperlukan; c. Kejelasan pendelegasian tugas, tanggung jawab, dan kewenangan PPID apabila dibutuhkan; d. Kejelasan tentang atasan PPID yang bertanggung jawab atas keberatan yang diajukan oleh pemohon informasi; e. Kejelasan pendelegasian tanggung jawab atas keberatan dan/atau penyelesaian sengketa informasi apabila dibutuhkan; f. Standar pengelolaan dan pelayanan informasi serta tata cara pengelolaan keberatan di lingkungan internal Badan Publik; g. Tata cara pembuatan laporan tahunan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi. h. SPO juga harus memuat i. Tata cara pengecualian informasi; ii. Pengumuman informasi yang wajib diumumkan secara serta merta dalam hal terjadi keadaan darurat. 3. Badan Publik dapat mengkonsultasikan rancangan standar prosedur operasional tersebut kepada Komisi Informasi yang berwenang; 4. Komisi Informasi dapat memberikan masukan atau arahan yang bersifat umum atas rancangan standar prosedur operasional tetapi masukan Komisi Informasi tidak dapat dijadikan dasar bagi Badan Publik sebagai alasan pembenar dalam proses penyelesaian sengketa di Komisi Informasi; serta tidak mengurangi independensi Komisi Informasi dalam memutus penyelesaian sengketa informasi 5. Standar prosedur operasional yang memuat tata cara pengumuman informasi serta merta yang wajib diumumkan dalam hal terjadi keadaan darurat, sekurang-kurangnya memuat: a. Potensi bahaya dan/atau dampak yang dapat ditimbulkan; b. Pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak baik masyarakat umum maupun pegawai Badan Publik yang menerima izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik tersebut; c. Prosedur dan tempat evakuasi apabila keadaan darurat terjadi; d. Tata cara pengumuman informasi apabila keadaan darurat terjadi; e. Cara menghindari bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan; f. Cara mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang. Misalnya nomor telepon pemadam kebakaran, ambulans atau polisi atau pihak lain yang bertanggungjawab apabila keadaan darurat terjadi; g. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Badan Publik dan/atau pihak-pihak yang berwenang dalam menanggulangi bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan. 76 Bahan bacaan 8.1 Pelayanan Buruk, Kerap Langgar HAM Awal tahun memang menjadi ”ritual” janji perbaikan internal lembaga. Tak terkecuali Mabes Polri. Korps Bhayangkara itu pada awal 2009 menebar target memperbaiki pelayanan masyarakat Namun, masih banyak anggota Polri yang tersangkut kasus pidana dan disiplin. AWAL 2009 lalu, Polri mematok target perbaikan di empat program unggulan quick wins. Yakni, transparansi penyidikan, pelayanan cepat dalam penanganan tindak pidana dan pelayanan administrasi, serta transparansi rekrutmen anggota Polri. Bahkan, dalam transparansi penyidikan. Polri mematok deadline. Untuk kasus mudah, penyidikan dipatok sampai 30 hari, kasus sedang 60 hari, dan kasus sulit 90 hari. Sedangkan untuk perkara sangat sulit ditarget rampung hingga 120 hari. Begitu pula penanganan tindak pidana. Masyarakat yang melaporkan kasus bisa lerus mengikuti perkembangan penanganan kasus tersebut via online alias lewat internet. Para pelapor nanti mendapatkan semacam password untuk masuk ke jaringan internet atau media. Itu agar mereka bisa langsung tahu sampai di mana proses penanganan kasus yang dilaporkan. Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sering menjadi sasaran pungli dan calo juga menjadi sasaran reformasi. Mabes Polri mematok target pelayanan cepat tanpa biaya tambahan. Dalam dua jam, pengajuan SIM langsung diproses. Lisensi mengemudi pun siap dikantongi. Demikian pula halnya dengan rekrutmen polisi. Mabes Polri berkomitmen prosesnya bakal bersih dan transparan. Lembaga penegak hukum pimpinan Jenderal Po) Bambang Hendarso Danuri itu meminta agar masyarakat tak percaya terhadap oknum polisi atau calo yang menawarkan jasa ”jalan pintas”. Tapi, janji Polri itu tak semuanya ditepati. Malah, hasil survei integritas 2009 yang dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan Polri di posisi juru kunci. Nilai pelayanan publik Polri cuma 5,71. Itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Pemprov Jatim di urutan pertama dengan nilai 7,15. Wakil Ketua KPK M. Jasin mengatakan, buruknya pelayanan publik Polri tersebut justru terletak di program unggulan mereka pada awal tahun. Yakni pembuatan dan perpanjangan SIM. Selain itu, pelayanan teknis dan pengujian kalibrasi juga menjadi titik lemah Polri. ”Mereka masih harus berbenah,” ujar Jasin. Catatan buruk Polri pun datang dari Komisi Nasional Hak Asai Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM menyatakan Polri paling dominan melanggar HAM. Banyak tindak kekerasan dilakukan anggota Polri dengan dalih keamanan. Antara lain, penembakan brutal di areal PTPN Vn Cinta Manis Kabupaten Ogan Hir (Ol). Sumsel. Lalu, penangkapan nenek Minan yang dituduh mencuri tiga butir kakao di Banyumas; kasus Mamsih dkk yang dituduh mencuri kapuk randu di Batang, Jateng; dan kasus Agus Tanjung yang dituduh mencuri listrik karena men-cliarge ponsel di Jakarta. Kemudian, kasus Basar dan Cholil yang dituduh mencuri semangka di Kediri. Jatim; serta kasus pencurian pisang oleh Mbah Klijo Sumarto di Sleman. Selain itu, disiplin anggota Polri juga masih rendah. Buktinya, jumlah anggota yang kena Sumber : http://bataviase.co.id/detailberita-10442955.html 77 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik pemberhentian ndak dengan hormat (PTDH) alias dipecat meningkat. Tahun ini, 279 anggota Polri dipecat. Jumlah itu meningkat 27 personel jika dibandingkan dengan jumlah tahun lalu, 252. Namun, Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishak merespons dari sisi berbeda. ”Itu berarti kami telah lebih tegas dalam penegakan hukum. Buktinya, semakin banyak yang diberhentikan.” katanya. Pelanggaran disiplin anggota Polri memang relatif membaik, (aga/rdl/oki) 78 Bahan bacaan 8.1 Pelayanan Buruk, Orangtua Pasien Lapor Polisi LEMAH: Rin Debora (Kanan) terbaring lemah usai operasi di RS Elisabeth // dani/sumut pos BINJAI- Tak terima dengan pelayanan buruk yang diberikan pihak Rumah Sakit terhadap anaknya, orang tua Rin Debora (12), warga Jalan Jambi, Kecamatan Binjai Selatan, Senin (8/2) me-ngancam mengadukan dr Hasahatan seorang tenaga medis di RS Arta Medica Kota Binjai dan rumah sakit tersebut ke polisi. Sadihman Gidion Siallagan orang tua pasien tersebut kepada wartawan Koran ini, Minggu (7/2) mengatakan, laporan itu dilakukannya karena ketidak profesionalan pihak rumah sakit dan dokter yang menangani anaknya. Sebab, gara-gara ketidak profesionalan itu pula saat ini perut anaknya membusuk setelah dibedah di tempat itu. Dijelaskannya, awalnya anaknya hanya mengalami sakit perut dan diperiksakan ke DR Djoelham Binjai Jalan Sultan Hasanuddin, Kecamatan Binjai Kota, Senin (7/12) lalu. Setelah diperiksa oleh tenaga medis di tempat itu, korban diduga mengalami usus buntu dan dirujuk ke bagian bedah yang ditangani dr Hasahatn Simangunsong. “Saat itu Hasahatan menganjurkan agar anak kami dioperasi,” ujar Sadihman. Karena bius umum saat itu rusak, mereka kembali menjumpai dr Hasahatan. Kemudian Hasahatan menyarankan agar membawa korban ke RS Artha Medica dengan membuat surat rujukan. Sesampainya di RS Aretha Medica, mreka pun memilih paket III dengan bia-ya sekira Rp3.500.000. “Kami langsung pilih paket III, sebab hanya perbedan kamar saja,” ucapnya. Setelah korban masuk ke kamar yang sudah ditentukan, dr Hasahatan datang dan langsung melakukan operasi terhadap korban tanpa membe-ritahu mereka lebih dulu. “Operasi yang dilakukan dr Hasahatan terhadap anak kami tanpa sepengetahuan kami berdua, anak saya langsung dibawa ke ruang bedah dan saat itu saya dipanggil ke ruangan bedah, di ruang Sumber: http://www.hariansumutpos.com/2010/02/pelayanan-buruk-orangtua-pasien-lapor-polisi.html 79 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik bedah saya melihat urat anak saya berwarna putih,” ungkapnya, saraya menambahkan, anaknya dipindahkan dari ruangan operasi dengan kondisi sadar dan tanpa alat Bantu urin dan tinja (keteter). Keesokan harinya, kondisi anaknya tambah parah. Bahkan saat itu suhu badannya naik turun. “Dan saya laporkan ke perawat, dan saat itu saya sempat mempertanyakan dr Hasahatan, tapi kata perawt tersebut dr Hasahatan tidak masuk, disebabkan tidak ada jamnya, kemudian saya mencoba menemuai dr Dedy selaku Dokter Umum, dengan dr Dedy anak kami diberikan obat demam,” terangnya. Khawatir anaknya tambah kritis, merekapun membawa korban ke RS Eli-sabet, Medan untuk mendapatkan pe-layanan lebih baik. Sesampainya di RS Elisabet, korban langsung mendapat perawatan intensif. “Di Artha Medica, perban anak saya tak pernah diganti, sesampainya di RS Elisabet, perban itu dibuka dan langsung muncrat nanah, kata pihak Elesabet anak saya sudah mengalami impeksi dan akhirnya anak saya dioperasi kembali, ” ucapnya. Sementara itu, Dr Hasahatan saat dikonfirmasi melalui via selulernya kepada wartawan koran ini membantah hal tersebut. Menurutnya, selama dalam penanganannya, Debora mendapatkan pelayanan maksimal. (mag-4) 80 Bahan bacaan 8.4 Kasus Dana BOS Dilaporkan ke Komisi Informasi ”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data.” VIVAnews - Koalisi Anti Korupsi Pendidikan akan melaporkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan SMPN 28 Jakarta ke Komisi Informasi. Laporan ini dilakukan karena dua institusi itu menolak memberikan informasi mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP). ”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data dan informasi publik yang diminta oleh pemohon informasi publik,” kata peneliti ICW, Febri Hendri, dalam keterangannya, Selasa 30 Maret 2010. Laporan ini akan disampaikan langsung KAKP di kantor Komisi Informasi pada hari ini pukul 13.00. Selain melaporkan mengenai kasus itu, KAKP juga akan memberikan mobil balap F1 agar Komisi Informasi dapat bekerja lebih cepat. KAKP merupakan lembaga yang selama ini getol untuk membongkar kasus korupsi aliran dana bantuan untuk sekolah. Salah satunya, mereka menduga terdapat tujuh SMP Negeri di Ibukota Jakarta yang tidak menyalurkan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebagaimana mestinya ke tujuh Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM). http://korupsi.vivanews.com/news/read/140153kasus_dana_bos_dilaporkan_ke_komisi_informasi 81 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Bahan bacaan 8.4 Kasus Dana BOS Dilaporkan ke Komisi Informasi ”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data.” VIVAnews - Koalisi Anti Korupsi Pendidikan akan melaporkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan SMPN 28 Jakarta ke Komisi Informasi. Laporan ini dilakukan karena dua institusi itu menolak memberikan informasi mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP). ”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data dan informasi publik yang diminta oleh pemohon informasi publik,” kata peneliti ICW, Febri Hendri, dalam keterangannya, Selasa 30 Maret 2010. Laporan ini akan disampaikan langsung KAKP di kantor Komisi Informasi pada hari ini pukul 13.00. Selain melaporkan mengenai kasus itu, KAKP juga akan memberikan mobil balap F1 agar Komisi Informasi dapat bekerja lebih cepat. KAKP merupakan lembaga yang selama ini getol untuk membongkar kasus korupsi aliran dana bantuan untuk sekolah. Salah satunya, mereka menduga terdapat tujuh SMP Negeri di Ibukota Jakarta yang tidak menyalurkan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebagaimana mestinya ke tujuh Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM). 82 http://korupsi.vivanews.com/news/read/140153kasus_dana_bos_dilaporkan_ke_komisi_informasi Bahan bacaan 8.5 Sistem Informasi Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka diterbitkan Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pada perkembangan terakhir, pemerintah menerbitkan UndangUndang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Salah satu pesan dalam undang-undang tersebut adalah betapa pentingnya pengelolaan pengaduan masyarakat. Selama ini pengaduan masyarakat hanya diberi ”ruang” dalam bentuk kotak pengaduan atau saran dan pesan singkat melalui SMS yang tidak diintegrasikan dalam sebuah mekanisme atau pengelolaan pengaduan yang efektif dan transparan. Tanggap dan responsif terhadap pengaduan yang masuk, merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan pengaduan. Kebutuhan akan informasi/data yang berkaitan dengan pengaduan masyarakat tentang pelayanan di bidang pertanahan dinilai sudah sangat mendesak, karena itu diperlukan sebuah sistem pengelolaan yang dapat menampung informasi/data pengaduan dan terintegrasi dalam suatu sistem database. Beberapa hal yang ingin dicapai dengan pelaksanakan sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat ini adalah : 1. Untuk membangun database pengaduan masyarakat 2. Untuk memastikan setiap pengaduan yang masuk telah mendapat penanganan yang baik 3. Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat Didalam sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat ini juga terdapat aplikasi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang penyusunannya sesuai dengan Pedoman Umum Penyusunan 83 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah (SK MenPAN No :KEP/25/ M.PAN/2004 Tanggal 24 Februari 2004). Tujuan dari penyusunan indeks kepuasan masyarakat secara online ini adalah memberi gambaran secara nyata, bagaimana kualitas pelayanan kita menurut persepsi masyarakat. Dengan demikian secepat mungkin dapat dilakukan evaluasi dan pembinaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat Definisi Yang dimaksud dengan sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat adalah suatu sistem yang dapat menampung dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat serta memastikan masyarakat mendapat informasi yang cukup mengenai tindak lanjut dari aduan yang telah disampaikannya. Prinsip dasar Dalam pembangunan sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat ini menganut prinsipprinsip sebagai berikut : 1. Mudah dijangkau, masyarakat dapat menyampaikan aduannya melalui media yang mudah dijangkau, 2. Mudah dijalankan dan memiliki kepastian tentang siapa di antara staf yang bertanggungjawab untuk setiap langkah dan prosedur pelaksanaannya, 3. Cepat, menjanjikan tindakan yang tepat dan cepat atas setiap masalah yang diidentifikasi dari pengaduan (keluhan) yang masuk dengan ketentuan batas waktu penyelesaian, 4. Obyektif, Sedapat mungkin dalam penanganan pengaduan, ditangani secara obyektif yang artinya pengaduan-pengaduan yang muncul harus selalu diuji kebenarannya melalui mekanisme uji silang, 5. Menjaga kerahasiaan – Identitas yang melaporkan (pelapor) pengaduan harus dirahasiakan, 6. Transparan dan partisipatif, Sejauh mungkin masyarakat mendapat informasi dan dilibatkan dalam proses penanganan pengaduan Kategori Pengaduan Untuk memudahkan dalam perencanaan berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik dibidang pertanahan, pengaduan masyarakat dikelompokkan pada 14 unsur pelayanan publik, yaitu : 1. Kemudahan prosedur pelayanan 2. Persyaratan-persyaratan 3. Kejelasan dan kepastian petugas yang melayani 4. Kedisiplinan petugas 5. Tanggungjawab petugas yang melayani 6. Kemampuan petugas yang melayani 7. Kecepatan pelayanan 8. Rasa keadilan dalam mendapatkan pelayanan 9. Keramahan dan kesopanan petugas dalam memberikan pelayanan 10.Kewajaran biaya untuk mendapatkan pelayanan 84 11.Kesesuaian biaya yang yang dibayarkan dengan biaya yang ditetapkan 12.Ketepatan pelaksanaan dengan jadwal waktu pelayanan 13.Kenyamanan ruang pelayanan dan keamanan Hasil yang diharapkan Dengan adanya sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat ini diharapkan : 1 Untuk masyarakat : a. Masyarakat dapat mengadukan secara langsung permasalahan utamanya yang berkaitan dengan pelayanan pertanahan b. Masyarakat dapat mengetahui perkembangan penanganan atas pengaduannya c. Masyarakat dapat memberi tanggapan atas penanganan pengaduannya 2. Untuk Kantor Pertanahan a. Memiliki database pengaduan b. Memastikan semua pengaduan yang masuk sudah ditangani dengan baik c. Evaluasi atas unsur-unsur pelayanan dengan berdasarkan kategori pengaduan yang masuk 3. Untuk Kantor Wilayah BPN/Pusat a. Memiliki database pengaduan b. Monitoring semua pengaduan yang masuk sudah ditangani dengan baik c. Evaluasi kemampuan kantor pertanahan/unit kerja dalam menangani pengaduan Indeks Kepuasan Masyarakat Untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, perlu dilakukan penilaian atas pendapat masyarakat terhadap pelayanan, melalui penyusunan indeks kepuasan masyarakat. Penyusunan indeks kepuasan masyarakat didapat melalui survey indeks kepuasan masyarakat sebagaimana diatur dalam SK MenPAN No :KEP/25/M.PAN/2004 Tanggal 24 Februari 2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Dalam sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat, aplikasi survey indeks kepuasan masyarakat secara online sudah bisa dilakukan. Tujuannya adalah : diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan pertanahan; 1. Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan secara periodik; 2. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan; 3. Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan; 4. Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan; 5. Dapat menganalisa profile responden atas penilaiannya pada unit pelayanan 6. Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan 85 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Bahan bacaan 8.6 Standar pelayanan informasi Standar pelayanan informasi adalah kriteria minimal yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan pelayanan informasi. Prinsip standar pelayanan : 86 • Kejelasan • Kepastian dan tepat waktu • Akurasi • Tidak diskriminatif • Bertanggung jawab • Kelengkapan sarana dan prasarana • Kemudahan akses • Kejujuran • Kecermatan • Kedisiplinan, kesopanan dan keramahtamahan • Keamanan dan kenyamanan Bahan bacaan 8.7 Sistim Pelayanan Informasi Terpadu Pemerintah Daerah adalah aktor dalam penyediaan layanan publik bagi masyarakat di daerah. Peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik merupakan tuntutan dari semakin besarnya kewenangan dan desentralisasi fiskal dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Birokrasi dan kerangka kelembagaan adalah hal yang menantang bagi upaya pemberian dan pelayanan publik yang baik ditingkat kabupaten/kota. Keterbatasan kelembagaan menjadi maslalah klasik yang sukar diatasi. Ditingkat yang lebih umum, keterbatasan infrastruktur dan sumber daya juga merupakan masalah latin yang menyebabkan pelayanan publik dilakukan tidak efisien. Melalui metode Gap analysis dapat digunakan untuk mengetahui pemerintah daerah antara lain dalam pemberian pelayanan publik. Menurut hasil survai yang dilakukan UGM pada tahun 2002, secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan publik setelah diberlakukannya otonomi daerah namun, dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih jauh dari yang diharapkan. Selain itu, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain (Mohamad, 2003): 1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali. 2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat. 3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. 4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait. 5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. 6. Kurang mau mendengar keluhan, saran, dan aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar eluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. 7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan. Makalah lepas Budi Rahardjo ([email protected]) - PATTIRO 87 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama sistem pelayanan publik adalah terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan pelayanan yang diberikan pehuh dengan birokrasi yang berbelit-belit serta tidak terkoordinasi. Terdapat beberapa kelemahan mendasar pelayan publik oleh pemerintah antara lain (Suprijadi, 2004): 1. Kesulitan pengukuran output maupun kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. 2. Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line”. Bottom line mengandung maksud bahwa seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. 3. Organisasi pelayanan publik oleh pemerintah cenderung mengadapi permasalahan internalities. Hal ini beberbeda dengan permasalahan yang mendera organisasi yang bergerak dengan mekanisme pasar yang cenderung mengalami permasalahan eksternalities. Internalities. Mengandung arti bahwa organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat terhadap kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayani. 4. Sebab lain yang mendasari kelemahan pelayanan publik adalah karena sebagian besar peleyanan yang diperikan oleh pemerintah bersifat monopoli yang tidak menghadapi permasalahan persaingan pasar. 88 Bahan bacaan 8.8_SPO Standar Prosedur Operasional Tata Cara Pengecualian Informasi Tata cara pengecualian informasi sekurang-kurangnya memuat: 1. Tata cara pengecualian informasi di internal badan publik; 2. Alasan pengecualian informasi yang secara jelas dan tegas mengecualikan informasi berdasarkan Pasal 17 UU KIP; 3. Klasifikasi informasi yang dikecualikan serta perlakuan terhadap masingmasing klasifikasi informasi yang dikecualikan; 4. Tata cara permintaan izin kepada pihak yang memiliki informasi terkait dengan akta otentik, kemauan terakhir, atau wasiat seseorang dan informasi yang menyangkut rahasia pribadi; 5. Tata cara membuka informasi yang dikecualikan dalam rangka proses penegakan hukum; 89 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Bahan bacaan 6.1 PPID Definisi PPID dijelaskan dalam pasal 1 UU 14, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang selanjutnya disebut PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik dan bertanggungjawab langsung kepada atasan PPID sebagaimana dimaksud pada Peraturan ini. PPID diangkat oleh Badan publik baik pejabat fungsional dan/atau petugas informasi yang membantu PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya sesuai dengan kebutuhan. Penjelasan: Pada Badan Publik yang memiliki banyak unit kerja atau satuan kerja dengan berbagai kantor yang berbeda-beda, kebutuhan untuk memiliki petugas informasi di setiap kantor untuk membantu PPID mengelola dan melayani akses informasi sangat mungkin diperlukan. Berbeda dengan Badan Publik seperti organisasi nonpemerintah yang mungkin PPID dapat sekaligus melaksanakan fungsi sebagai petugas informasi. Selain petugas informasi, tenaga lainnya seperti arsiparis dan tenaga IT juga mungkin diperlukan untuk membantu PPID memastikan akses informasi publik yang baik. Sesuai dengan kebutuhannya, Badan Publik dapat pula memutuskan untuk mendelegasikan kewenangan PPID kepada pejabat fungsional di sebuah unit/satuan kerja untuk menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai PPID. Kewenangan yang didelegasikan dapat bersifat menyeluruh (yaitu seluruh kewenangan pengelolaan dan pelayanan termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di sebuah unit/satuan kerja) atau kewenangan yang bersifat terbatas (misal kewenangan yang hanya menyangkut pengelolaan dan pelayanan informasi di satu unit/satuan kerja tidak termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi). Tentang pertanggungjawaban PPID bertanggung jawab kepada atasan PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya. Tugas dan Tanggungjawab PPID diatur dalam pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 16, pasal 17 dan 22 yaitu; a. PPID bertugas dan bertanggung jawab melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi yang meliputi proses penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan informasi. b. Dalam rangka penyimpanan dan pendokumentasian informasi publik, PPID bertugas dan bertanggungjawab mengumpulkan seluruh informasi secara fisik dari setiap unit/satuan c. PPID bertugas dan bertanggungjawab menyimpan dan mendokumentasikan seluruh informasi yang berada di badan publik. d. PPID melakukan pendataan informasi yang dikuasai oleh setiap unit/satuan kerja di Badan Publik dalam rangka pembuatan dan pemutakhiran Daftar Informasi setelah dimutakhirkan oleh 90 pimpinan setiap unit/satuan kerja sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan. e. Penyimpanan informasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang kearsipan. f. PPID bertugas dan bertanggung jawab menyediakan seluruh informasi di bawah penguasaan Badan Publik yang dapat diakses oleh publik; g. PPID menyediakan informasi melalui pengumuman dan/atau permintaan. h. Mengkoordinasikan pemberian informasi dengan petugas informasi di berbagai unit pelayanan informasi untuk memenuhi permintaan informasi; i. Melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik sebelum mengecualikan informasi dan/ atau membuka informasi yang dikecualikan: 1. Menyertakan alasan pengecualian secara jelas, tegas, dan tertulis; 2. Menghitamkan atau mengaburkan informasi yang dikecualikan beserta alasannya; j. Melayani, meneruskan, dan memastikan pengajuan keberatan diproses berdasarkan prosedur penyelesaian keberatan; k. Mengembangkan kapasitas pejabat fungsional dan/atau petugas informasi dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan dan pelayanan informasi; l. Menugaskan pejabat fungsional dan/atau petugas informasi di bawah wewenang dan koordinasinya untuk membuat, memelihara, dan/atau memutakhirkan daftar informasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan; m. Mengkoordinasikan setiap unit/satuan kerja di badan publik dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik; n. Memutuskan suatu informasi dapat diakses publik atau tidak; o. Menolak permintaan informasi secara tertulis apabila informasi yang dimohon termasuk informasi yang dikecualikan/rahasia dengan disertai alasan serta pemberitahuan tentang hak dan tata cara bagi pemohon untuk mengajukan keberatan atas penolakan tersebut. p. Dalam hal menentukan informasi yang dikecualikan, PPID wajib melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan q. Dalam hal kewajiban mengumumkan informasi, PPID bertugas dan bertanggung jawab: 1. Mengumumkan informasi secara berkala melalui media yang secara efektif dapat menjangkau seluruh pemangku kepentingan; 2. Menyampaikan informasi dalam bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dan mempertimbangkan penggunaan bahasa lokal yang dipakai oleh penduduk setempat. PPID bertanggungjawab terhadap penyimpanan dan pendokumentasian seluruh informasi dari setiap unit/satuan kerja yang telah diserahkan kepadanya dan memastikan pimpinan setiap unit/satuan kerja untuk menyimpan secara fisik seluruh informasi yang berada di bawah penguasaannya. o. PPID wajib membuat dan mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor Badan Publik serta media lain yang dimiliki oleh Badan Publik; PPID wajib membuat dan mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor Badan Publik serta media lain yang dimiliki oleh Badan Publik; p. PPID wajib meletakkan Papan Pengumuman di dalam kantor Badan Publik yang memudahkan 91 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik publik untuk membaca informasi yang terdapat di dalamnya; q. Dalam hal Badan Publik memiliki situs resmi, PPID wajib memasukkan informasi yang diumumkan di dalam situs resmi dengan cara yang mudah bagi masyarakat untuk menemukannya; r. Peletakan informasi di situs resmi Badan Publik tidak mengurangi kewajiban Badan Publik untuk meletakan informasi di Papan Pengumuman ;, s. PPID wajib menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dalam mengumumkan informasi serta dapat mempertimbangkan menggunakan bahasa yang digunakan penduduk setempat; t. PPID menentukan format pengumuman informasi yang memudahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang berbeda untuk memahami informasi tersebut sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh Badan Publik. 92 Bahan bacaan 8.10 Ilustrasi PPID dalam sebuah Badan Publik Dalam pelaksanaannya kebutuhan Badan Publik akan posisi PPID akan sangat berbeda-beda. Di bawah ini terdapat tiga ilustrasi pilihan akan posisi PPID serta Pejabat Fungsional dalam suatu Badan Publik. Sebagai catatan, ilustrasi tersebut masih dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Badan Publik. Dalam ilustrasi ini akan dijelaskan tentang keberadaan PPID Pusat dan kemungkinan adanya PPID Cabang/Pembantu yang akan menjalankan tugas, tanggungjawab, dan kewenangan PPID Pusat yang telah dilimpahkan kepada PPID Cabang/Pembantu. Beberapa hal yang harus dipahami terkait dengan tugas, tanggungjawab, dan kewenangan PPID dalam Peraturan ini adalah: 1. bahwa atribusi tanggungjawab pengelolaan dan pelayanan informasi oleh UU KIP diberikan kepada satu orang PPID di setiap Badan Publik. Dapat digunakan istilah PPID pusat sebagai PPID yang diberi atribusi kewenangan pengelolaan dan pelayanan oleh UU KIP ini. 2. bahwa pada prinsipnya kewenangan atribusi yang dimiliki oleh PPID Pusat dapat didelegasikan kepada pejabat lain di dalam sebuah satuan kerja apabila kebutuhan Badan Publik menghendaki hal tersebut. 3. bahwa dalam hal Badan Publik memutuskan bahwa kewenangan PPID pusat harus didelegasikan kepada pejabat lain (dapat disebut PPID cabang atau pembantu), maka kewenangan tersebut dapat bersifat menyeluruh mupun bersifat sebagian, misal kewenangan dalam hal melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik dalam hal menetapkan suatu informasi terbuka atau dikecualikan tetap dipegang oleh PPID Pusat. 4. bahwa selain PPID cabang/pembantu, maka PPID (baik PPID utama, cabang, atau pembantu) dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dapat pula dibantu oleh pejabat fungsional seperti arsiparis dan IT serta petugas teknis seperti petugas informasi yang secara langsung melayani akses informasi publik. Berdasarkan hal tersebut, di bawah ini diberikan ilustrasi untuk Badan Publik yang memiliki banyak unit/satuan kerja dan Badan Publik yang tidak memiliki banyak unit/satuan kerja. I. Badan Publik yang banyak memiliki unit/satuan kerja Bagi Badan Publik yang memiliki banyak unit/satuan kerja, maka di bawah ini terdapat dua ilustrasi akan posisi dan tugas PPID Utama serta PPID cabang/pembantu. Ilustrasi ini tidak bersifat mengikat dan dapat dikembangkan lebih jauh sesuai dengan kebutuhan Badan Publik yang bersangkutan. A. PPID Pusat mendelegasikan seluruh kewenangannya kepada PPID Cabang/ Pembantu. Dalam skema ini, Badan Publik mendelegasikan seluruh kewenangan PPID Pusat kepada pejabat tertentu di masing-masing unit/satuan kerja. Dalam hal demikian maka Atasan PPID pusat harus pula mendelegasikan kewenangannya sebagai atasan PPID kepada pimpinan masing-masing unit kerja yang membawahi PPID cabang/pembantu. Dengan pelimpahan kewenangan ini, maka PPID cabang/pembantu bertanggungjawab penuh 93 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik atas pengelolaan dan pelayanan informasi di unit kerjanya dan atasan PPID cabang/pembantu (pimpinan unit/satuan kerja) bertanggungjawab untuk memutuskan keberatan dari pemohon informasi serta menjadi wakil Badan Publik apabila terdapat sengketa terkait akses informasi di unit kerjanya yang harus diselesaikan di penyelesai sengketa eksternal, yaitu KI atau Pengadilan. Selain itu, PPID Pusat bertanggungjawab untuk: 1. membuat kebijakan pengelolaan dan pelayanan informasi di Badan Publik yang berlaku untuk seluruh unit kerja termasuk pembuatan SPO yang diperintahkan oleh Peraturan KI Pusat; 2. melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi di unit kerja nya; 3. mengkoordinasikan pemenuhan akses informasi publik yang menyangkut antar unit kerja (permintaan informasi masuk ke unit kerja yang berbeda dengan unit kerja yang mengelola atau menguasai informasi yang dicari pemohon); 4. mengkoordinasikan pengumuman informasi apabila hanya terdapat satu website untuk Badan Publik yang menaungi seluruh unit kerja; 5. mengkoordinasikan pelaporan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi seluruh unit kerja sebagai laporan Badan Publik. Dalam ilustrasi ini, maka masing-masing PPID (utama/cabang/pembantu) di tiap unit kerja dapat mengangkat petugas informasi atau pejabat fungsional lainnya untuk membantu pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. A. PPID Pusat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada PPID Cabang/ Pembantu. Dalam ilustrasi ini, pada prinsipnya sama dengan skema pada ilustrasi di poin A di atas, hanya saja kewenangan yang dilimpahkan tidak termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan untuk mengecuaikan suatu informasi. Dengan demikian maka konsekeunsi yang timbul dari skema ini adalah: 1. PPID Pusat tetap memutus penolakan informasi terkait informasi yang diminta adalah informasi yang dikecualikan. Dengan kata lain informasi yang tdiak termasuk dalam kelompok informasi yang tersedia setiap (atau informasi lain yang sudah dikelompokkan oleh peraturan internal Badan Publik sebagai informasi yang dapat diakses publik), maka permintaan informasi yang diterima oleh PPID cabang/pembantu harus diteruskan kepada PPID Pusat. 2. Atasan PPID cabang/pembantu hanya mewakili Badan Publik apabila terkait alaan sengketa yang bersifat administratif tidak terkait alasan penolakan pemberian informasi karena suatu informasi adalah informasi yang dikecualikan). 3. Atasan PPID Pusat mewakili Badan Publik untuk sengketa informasi yang terkait dengan penolakan informasi karena dikelompokkan sebagai informasi yang dikecualikan. Selain itu, PPID Pusat tetap bertanggungjawab untuk: 1. membuat kebijakan pengelolaan dan pelayanan informasi di Badan Publik yang berlaku untuk seluruh unit kerja termasuk pembuatan SPO yang diperintahkan oleh Peraturuan KI Pusat; 2. melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi di unit kerja nya; 3. mengkoordinasikan pemenuhan akses informasi publik yang menyangkut antar unit kerja (permintaan informasi masuk ke unit kerja yang berbeda dengan unit kerja yang mengelola atau menguasai informasi yang dicari pemohon); 94 4. mengkoordinasikan pengumuman informasi apabila hanya terdapat satu website untuk Badan Publik yang menaungi seluruh unit kerja; 5. mengkoordinasikan pelaporan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi seluruh unit kerja sebagai laporan Badan Publik. I. Badan Publik yang tidak banyak memiliki unit kerja (dalam contoh yang sederhana adalah LSM) Dalam hal badan publik adalah badan publik kecil yang tidak memiliki banyak unit kerja, atau bahkan hanya terdapat satu atau dua unit kerja, maka PPID dapat sekaligus menjadi petugas informasi yang melakukan pelayanan permintaan informasi. Dengan demikian, secara otomatis, tugas, tanggungjawab, dan kewenangan utama pengelolaan dan pelayanan informasi dipegang oleh satu orang, yaitu PPID yang sekaligus bertindak sebagai petugas informasi yang secara langsung melayani permohonan informasi. 95 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Bahan Bacaan 8.11 Gambar PPID Pusat MENTERI SEKJEN PPID Utama DIRJEN (PPID Pembantu) DIRJEN (PPID Pembantu) DIRJEN (PPID Pembantu) DIRJEN (PPID Pembantu) Unit Kerja PPID Pembantu Unit Kerja PPID Pembantu Unit Kerja PPID Pembantu Unit Kerja PPID Pembantu Skema PPID PPID Utama bertugas melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi, PPID Utama mendelegasikan sebagian kewenangan pengelolaan dan pelayanan informasi kepada PPID Pembantu. Membuat kebijakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik yang berlaku di badan publik 96 Bahan Bacaan 8.12 Strategi Implementasi UU KIP: Mendesain Kelembagaan 97 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Bahan bacaan 11.1 Laporan Tahunan Pelaksanaan Pengelolaan Pelayanan Informasi & Evaluasi Badan Publik diwajibkan untuk membuat laporan tahunan pelaksanaan pengelolaan dan Pelayanan Informasi kepada Komisi Informasi. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi. Penyusunan laporan tahunan ini dimaksudkan untuk : 1. Mendorong transparansi dan akuntabilitas badan publik, khususnya dalam pemberian layanan informasi. 2. Sebagai sarana mengukur kinerja badan publik, khusunya dalam memberikan layanan informasi. 3. Sebagai bahan evaluasi bagi badan publik dimaksud atau Komisi Informasi untuk mengidentifikasi kekurangan atau hambatan badan publik dalam memberikan layanan informasi, sehingga upaya-upaya perbaikan dapat dilakukan. 4. Sebagai sarana untuk mengukur tingkat kesadaran masyarakat akan hak atas informasi, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai dasar guna meningkatkan demand masyarakat terhadap informasi guna menciptakan dan meningkatkan masyarakat yang informatif. Ketentuan tentang Kewajiban menyusun laporan layanan informasi dan menyampaikannya kepada Komisi Informasi yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi ini meliputi : 1. Penyusunan laporan layanan informasi wajib dilakukan badan publik untuk kemudian disampaikan kepada Komisi Informasi. 2. Penyusunan laporan oleh badan publik ini sebagai bentuk pertanggungjawaban dan transparansi pelaksanaan layanan informasi kepada publik. Dengan adanya laporan ini, maka dapat diketahui berbagai kekurangan dan hambatan badan publik dalam melakukan layanan informasi, sehingga kemudian dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan layanan informasi, bersama badan publik, Komisi Informasi, dan masyarakat. 3. Badan publik wajib menyampaikan laporan layanan informasi publik kepada Komisi Informasi sesuai tingkat kewenanganya. 4. Badan publik di tingkat pusat wajib menyampaikan laporan layanan informasinya kepada Komisi Informasi Pusat. Badan publik di tingkat propinsi wajib menyampaikan laporan layanan informasinya kepada Komisi Informasi Propinsi. 5. Badan publik di tingkat pusat Kabupaten/Kota menyampaikan laporan layanan informasinya kepada Komisi Informasi Kabupaten/Kota. (Pasal 36, Brief Paper, 24 Februari 2010) 6. Badan publik wajib menyampaikan salinan laporan layanan informasi kepada Komisi Informasi Pusat. Badan publik, selain dibebani kewajiban menyampaikan laporan layanan informasi kepada Komisi Informasi sesuai dengan tingkat kewenangannya, juga dibebani untuk menyampaikan salinan layanan informasi kepada Komisi Informasi Pusat. Bahkan dalam hal Komisi Informasi tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota belum terbentuk, maka laporan layanan informasi oleh badan publik disampaikan langsung kepada Komisi Informasi Pusat. Kewajiban ini dibebankan sebagai wujud pertanggungjawaban bersama badan publik dan Komisi Informasi Pusat dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan 98 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik kepada masyarakat yang disampaikan melalui pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. 7. Berdasarkan laporan dari badan publik, Komisi Informasi wajib menyusun laporan kinerja dan pelaksanaan layanan informasi dalam rangka pelaksanaan UU KIP dan mempertanggungjawabkannya kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penyusunan laporan pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi yang didasarkan pada laporan layanan informasi oleh badan publik wajib dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan tanggungjawab pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Informasi kepada masyarakat melalui pertanggungjawaban kepada Presiden dan DPR. Dengan adanya laporan ini, selain merupakan bentuk tanggungjawab pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi, juga dimaksudkan untuk mengetahui berbagai kekurangan dan hambatan dalam pelaksanaan UU KIP, sehingga kemudian dapat dilakukan berbagai upaya strategis untuk mengoptimalkan pelaksanaan UU KIP. Materi laporan layanan informasi 1. Jumlah permintaan informasi Jumlah permintaan informasi dapat digunakan sebagai alat ukur, terdapat tiga hal : pertama, mengetahui demand masyarakat terhadap informasi. Kedua,mengetahui berbagai informasi yang diminta oleh masyarakat, sehingga kemudian badan publik yang bersangkutan dapat lebih responsif terhadap informasi yang seringkali diminta oleh masyarakat. Ketiga, mengetahui sejauhmana proaktifitas badan publik dalam mensosialisasikan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat. 2. Waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi Materi ini dapat menjadi tolok ukur resposifitas badan publik dalam melakukan layanan informasi yang sesuai dengan prinsip cepat, tepat waktu, dan cara sederhana dalam perolehan informasi oleh masyarakat. Selain sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja badan publik dalam melakukan layanan informasi, materi ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk dilakukannya upaya-upaya perbaikan layanan informasi, khususnya pada kecepatan pelayanan, ketepatan pelayanan, dan kesederhanaan pelayanan perolehan informasi bagi masyarakat. 3. Jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi Materi ini dapat digunakan untuk mengukur demand masyarakat atas hak informasi mereka. Selain itu, dapat diketahui jumlah permintaan informasi yang dikabulkan ataupun ditolak oleh badan publik. 4. Alasan penolakan informasi Materi ini dapat digunakan untuk mengukur apakah penolakan permohonan informasi yang dilakukan oleh badan publik sesuai dengan pertimbangan yang benar dan tepat, baik dari sisi hukum, maupun uji konsekuensi dan uji kepentingan yang lebih besar Standar laporan layanan informasi 1. Laporan layanan informasi dibuat dalam dua format, yaitu laporan secara umum yang merupakan gambaran umum mengenai pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi, dan laporan rinci mengenai rincian penjelasan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi. 2. Gambaran umum standar kebijakan layanan informasi masing-masing badan publik. Dengan uraian standar kebijakan layanan informasi badan publik, maka dapat diketahui apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Sehingga apabila belum sesuai, maka dapat dilakukan upaya-upaya penyesuan dengan standar layanan sebagaimana diatur dalam UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Namun apabila telah sesuai 99 Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi, maka dapat diketahui berbagai kekurangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan layanan informasi pada badan publik bersangkutan. 3. Gambaran umum pelaksanaan layanan informasi masing-masing badan publik. Dalam bagian ini digambarkan secara umum mengenai pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Dengan gambaran umum ini, secara sederhana dapat diketahui pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Dalam gambaran umum ini setidaknya dijelaskan mengenai: a. Sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi yang dimiliki beserta kondisinya; b. Sumber daya manusia yang menangani pengelolaan dan pelayanan informasi beserta kualifikasinya; c. Anggaran pengelolaan dan pelayanan informasi serta laporan penggunaannya. 4. Rincian materi laporan layanan informasi masing-masing badan publik. Bagian ini merupakan uraian rinci pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Rincian materi meliputi: a. jumlah permintaan informasi; b. waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi: c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; d. alasan penolakan informasi; e. rincian mengenai penyelesaian sengketa informasi oleh badan publik: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 5. 6. 7. Jumlah keberatan yang diterima; Tanggapan atas keberatan yang diberikan dan pelaksanaannya; Jumlah permintaan penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi yang berwenang; Hasil mediasi atau keputusan adjudikasi Komisi Informasi yang berwenang dan pelaksanaanya; Jumlah gugatan yang diajukan ke pengadilan; Hasil putusan pengadilan dan pelaksanaannya. Kendala internal dan eksternal yang dialami badan publik dalam memberikan layanan informasi. Dalam bagian ini, badan publik menyampaikan berbagai hambatan internal dan eksternal yang dialami dalam memberikan layanan informasi. Rekomendasi badan publik dalam rangka peningkatan pengelolaan dan pelayanan informasi. Badan publik dapat menyusun rekomendasi yang didasarkan pada laporan kinerja layanan informasi guna meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi Evaluasi 1. Kewenangan evaluasi Komisi Informasi yang berwenang wajib melakukan evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi dari laporan yang telah disampaikan oleh Badan Publik. 2. Jangka waktu evaluasi Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dilaksanakan oleh Komisi Informasi dalam waktu satu bulan sejak laporan pengelolaan dan pelayanan informasi disampaikan badan publik kepada Komisi Informasi. 3. Hasil evaluasi 100 Komisi Informasi menyampaikan hasil evaluasi pengelolaan dan pelayanan informasi kepada badan publik untuk ditindak lanjuti oleh badan publik. Bahan bacaan 6.3 P e ja b a t P e n g e lo la In fo rm a si d a n D o ku m e n ta si? B a d a n P u b lik d a n P P ID A ta sa n P P ID ? (p a sa l 1 ) Atasan PPID a d a la h p im p in a n a ta u ke tu a a ta u ke p a la B a d a n P u b lik te rtin g g i d a n /a ta u ya n g b e rw e n a n g se rta b e rta n g g u n g ja w a b a ta s ke p u tu sa n -ke p u tu sa n B a d a n P u b lik. A p a d a n sia p a P P ID P P ID b e rtu g a s d a n b e rta n g g u n g ja w a b m e la ku ka n p e la ya n a n in fo rm a si ya n g m e lip u ti p ro se s p e n yim p a n a n , p e n d o ku m e n ta sia n, p e n ye d ia a n d a n p e la ya n a n in fo rm a si. D a la m m e la ksa n a kan tu g a s d a n ta n g g u n g ja w a b n ya , P P ID b e rw e n a n g : M e n g ko o rd in a sikan se tia p u n it/sa tu a n ke rja d i b a d a n p u b lik d a la m m e la ksa n a ka n p e la ya n a n in fo rm a si p u b lik; M e m u tu ska n su a tu in fo rm a si d a p a t d ia kse s p u b lik a ta u tid a k; M e n o la k p e rm o h o n a n in fo rm a si se ca ra te rtu lis a p a b ila in fo rm a si ya n g d im o h o n te rm a su k in fo rm a si ya n g d ike cu a lika n/ra h asia d e n g a n d ise rta i a la sa n se rta p e m b e rita h u a n te n ta n g h a k d a n ta ta ca ra b a g i p e m o h o n u n tu k m e n g a ju ka n ke b e ra ta n a ta s p e n o la ka n te rse b u t. M e n u g a ska n p e ja b a t fu n g sio n a l d a n /a ta u p e tu g a s in fo rm a si d i b a w a h w e w e n a n g d a n ko o rd in a sin ya u n tu k m e m b u a t, m e m e lih a ra , d a n /a ta u m e m u ta kh irka n d a fta r in fo rm a si se ca ra b e rka la se ku ra n g -ku ra n g n ya sa tu ka li d a la m se b u la n d a la m h a l B a d a n P u b lik m e m iliki p e ja b a t fu n g sio n a l d a n /a ta u p e tu g a s in fo rm a si; P eja b at P en ge lo la Inform a si da n D o ku m e n ta si ya ng sela n jutnya dise bu t P P ID a da la h p ejab at yan g be rtan gg u ng jaw a b d i b id an g pe nyim p an an , pe n do ku m en ta sian , p en yed ia an , d an /a ta u pe la yan an in fo rm asi di B a da n P ub lik d an be rta n gg un gja w a b la ng sun g ke p ad a a ta sa n P P ID P P ID b e rta n g g u n g ja w a b ke p a d a ? D a la m m e la ksa n a ka n tu g a s, ta n g g u n g ja w a b , d a n w e w e n a n g n ya , P P ID b e rta n g g u n g ja w a b ke p a d a a ta sa n P P ID A lu r P P ID P im pinan B adan P ublik List inf. Yg dikecualikan P e n e ta p a n (Tim P ertim b ang an?) P P ID k epala P im p in a n S a tu a n K e rja List inf. Yg dikecualikan P P ID p e la ksa n a • Melakukan uji konsekuensi • Menyusun kebijakanpengelolaaninformasiBP • Bertanggungjawabatas kinerjapelayananinformasidilingkunganBP • Bertanggungjawabatas pelayananinformasidi lingkunganSatker P im pinan U nit P elayanan P P ID p e la ksa n a • Bertanggungjawabatas pelayananinformasidi lingkunganUnitLayanan 101 B a g a im a n a m e la ku ka n u ji K o n se ku e n si? B a g a im a n a m e la ku ka n u ji K o n se ku e n si? P P ID m e la ku ka n pengujian konsekuensi ber-dasarkan alasan pada Pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik se b e lu m m e n ya -ta ka n su a tu in fo rm a si se b a g a i in fo rm a si ya n g d ike cu a lika n . P P ID ya n g m e la ku ka n p e n g u jia n ko n se ku e n si b e rd a sa rka n a la sa n p a d a P a sa l 1 7 h u ru f j U n d a n g -U n d a n g K e te rb u ka a n In fo rm a si P u b lik w a jib menyebutkan ketentuan yang secara jelas dan tegas p a d a u n d a n g u n d a n g ya n g d ia cu ya n g m e n ya ta ka n su a tu in fo rm a si w a jib d ira h a sia kan . P P ID m e la ku ka n pengujian konsekuensi ber-dasarkan alasan pada Pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik se b e lu m m e n ya -ta ka n su a tu in fo rm a si se b a g a i in fo rm a si ya n g d ike cu a lika n . Hasil pengujian konsekuensi sebelum adanya permo-honan wajib dimasukkan dalam daftar informasi yang ditetapkan oleh PPID atas persetujuan atasan PPID. Dalam hal pengujian konsekuensi dilakukan karena ada-nya permohonan, dan oleh karenanya perlu dihitamkan atau dikaburkan tidak memerlukan persetujuan atasan PPID. P P ID ya n g m e la ku ka n p e n g u jia n ko n se ku e n si b e rd a sa rka n a la sa n p a d a P a sa l 1 7 h u ru f j U n d a n g -U n d a n g K e te rb u ka a n In fo rm a si P u b lik w a jib menyebutkan ketentuan yang secara jelas dan tegas p a d a u n d a n g u n d a n g ya n g d ia cu ya n g m e n ya ta ka n su a tu in fo rm a si w a jib d ira h a sia kan . T a ta ca ra p e n g e cu a lia n in fo rm a si PENGECUALIAN PENGECUALIAN Inform Inform asi asi dik dikecualik ecualikan? an? YY In Info form rmaasi si ya yanngg ddim imoohhoonn:: … …… …… …… …… …… …… …… …… …… … … …… …… …… …… …… …… …… …… …… … … …… …… …… …… …… …… …… …… …… … AAla lasa sann ppeennoola laka kann (ko (konnse seku kueennsi) si) oo PPaasa sall 1177 (a (a-i) -i) UUUU KKIP IP … …… …… …… …… …… …… …… …… … .... … …… …… …… …… …… …… …… …… … .... oo UUnnddaanngg-u -unnda danngg la lain in (j) (j) … …… …… …… …… …… …… …… …… … .... … …… …… …… …… …… …… …… …… … .... Y a n g p e rlu d isia p ka n se b a g a i B a d a n P u b lik? Content. A pakah seluruh jajaran sudah m engetahui U U K IP ? A pakah sudah dilakukan pngklasifikasian inform asi? A pakah sudah dilakukan uji konsekuensi untuk inform asi yang dikecualikan? A pakah sudah diterbitkan S K untuk penetapan inform asi yang dikecualikan hasil uji konsekuensi? Suprastruktur A pakah sudah ada regulasi pendukung untuk tata cara penyediaan inform asi publik di lingkungan P em da? A pakah sudah ada struktur pengelola la nyanan infrom asi? Infrastruktur A pakah sudah teridentifikasi ketersediaan dan kebutuhan infrastruktur pendukung? A pakah sudah tersedia rencana pem enuhan infrastruktur pendukung? A pakah sudah dilakukan pem enuhan kebutuhan infrastruktur pe ndukung? KKonsek onsekuensi uensi apa apa yang yang ak akan an ditim ditim bulk bulkan? an? Mekanisme Layanan A pakah sudah tersedia rencana tindak pelaksanaan U U K IP di lingkungan P em da? A pakah sudah tersedia S O P untuk pelayanan inform asi di sem ua unit kerja? A pakah sudah tersedia S O P sistem m onitoring dan pelaporan pelayanan inform asi? Y a n g p e rlu d isia p ka n se b a g a i B a d a n P u b lik? Aspek 102 Peraturan Kepala Daerah Keputusan Gub/Bupati/walikota Content • F o kus p ad a ling kup info rm a si ya ng dike cualika n • D a fta r do kue m e n da n isi ya ng dike cualika n be rd asa rka n hasil uji ko nsekuensi d an ting kat ke ra hasiaa n Supra-struktur • P em ba gian urusa n da n ke w enanga n dia nta ra p e nge lo la info rm asi d i ling kung a n P em da • B ata san w aktu d alam p e nga m b ilan ke putusan • S O P pe nga m b ilan kep utusa n b erd a sa rka n pe m b a gia n urusa n da n ke w e na nga n dia ntara pe ng elola inform asi Infra-struktur • P enetap an infra struktur da sa r m inim um d alam p enge lo la an info rm asi • S O P pe m anfa a ta n infrastruktur Mekanisme Layanan • Ta hap a n d an aloka si w aktu • S O P pe nyed ia an inform asi Lain-lain • Im p lika si te rhad ap re g ula si la in da n m asa be rlaku • M a sa b erlaku H a k d a n K e w a jib a n M a sya ra ka t H ak P ublik (pasal 4) M e m p e ro le h in fo rm a si: M e lih a t & m e n g e ta h u i in fo rm a si; M e n g h a d iri p e rte m u a n b a d a n p u b lik ya n g sifa tn ya te rb u ka ; M e n d a p a t sa lin a n in fo rm a si; M e n ye b a rlu a ska n in fo rm a si M e n g a ju ka n p e rm in ta a n in fo rm a si . M e n g a ju ka n g u g a ta n ke p e n g a d ila n jika m e m p e ro le h h a m b a ta n d a la m m e m p e ro le h in fo rm a si. K ew ajiban P ublik (pasal 5) M e n ggu n a ka n in fo rm a si se su a i d e n ga n ke te n tu a n p e ra tu ra n p e ru n d a n g-u n d a n ga n ; M e n ca n tu m ka n su m b e r d a rim a n a m e m p e ro le h in fo rm a si p u b lik. H a k d a n K e w a jib a n B a d a n P u b lik H ak B adan P ublik (pasal 6) M e n o la k m e m b e rika n in fo rm a si ya n g d ike cu a lika n se su a i d e n g a n ke te n tu a n p e ra tu ra n p e ru n d a n g u n d a n g a n ; (p e n o la ka n a ta s d a sa r su b sta n si) M e n o la k m e m b e rika n in fo rm a si a p a b ila tid a k se su a i d e n g a n ke te n tu a n p e ra tu ra n p e ru n d a n g u n d a n g a n ; (p e n o la ka n a ta s d a sa r p ro se d u ra l) M e n g e cu a lika n in fo rm a si p u b lik u n tu k d ia kse s se ca ra ke ta t d a n te rb a ta s b e rd a sa rka n p rin sip consequential harm test, d a n balancing public interest test B a d a n P u b lik w a jib : • K ew ajiban B adan P ublik (pasal 7) M enyediak an, m em berik an, dan/atau m enerbitk an/m engum um k an inform asi publik yang berada di baw ah k ew enangann ya ; M enyediak an inform asi yang ak urat, benar, dan tidak m enyesatk an; M enunjuk P ejabat P engelola Inform asi dan D ok um entasi (P P ID ) dalam rangk a pelayanan inform asi publik ; M enunjuk pejabat fungsional dan/atau petugas inform asi yang ak an m em bantu pelak sanaan tugas P P ID . M em bangun dan m engem bangk an sistem inform asi dan dok um entasi untuk m engelola inform asi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diak ses dengan m udah; M em buat pertim bangan tertulis dari setiap k ebijak an yang diam bil dalam rangk a pelayanan inform asi publik ; M elapork an pelak sanaan U U K IP setiap tahunnya (P asal 11 (1) h danP asal 12). • • • • • m enyediak an, m em berik an dan/atau m enerbitk an Inform asi P ublik yang berada di baw ah k ew enangann ya k epada P em ohon Inform asi P ublik , selain inform asi yang dik ecualik an sesuai dengan k etentuan. m enyediak an Inform asi P ublik yang ak urat, benar, dan tidak m enyesatk an. U ntuk m elak sanak an k ew ajiban sebagaim ana dim ak sud pada ayat (2), B adan P ublik harus m em bangun dan m engem bangk an sistem inform asi dan dok um entasi untuk m engelola Inform asi P ublik secara baik dan efisien sehingga dapat diak ses dengan m udah. m em buat pertim bangan secara tertulis setiap k ebijak an yang diam bil untuk m em enuhi hak setiap O rang atas Inform asi P ublik . P ertim bangan sebagaim ana dim ak sud pada ayat (4) antara lain m em uat pertim bangan politik , ek onom i, sosial, buda ya, dan/atau pertahanan dan k eam anan negara. D alam rangk a m em enuhi k ew ajiban sebagaim ana dim ak sud pada ayat (1) sam pai dengan ayat (4) B adan P ublik dapat m em anfaatkan sarana dan/atau m edia elek tronik dan nonelek tronik . K e w a jib a n b a d a n p u b lik • • • • • • m enyediakan, m em berikan dan/atau m enerbitkan Inform asi P ublik yang berada di Suprastruktur baw ah kew enangannya kepada P em ohon Inform asi P ublik, selain inform asi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Pem da m enyediakan Inform asi P ublik yang akurat, benar, dan tidak m enyesatkan. • Melakukanujikonsekuensi U ntuk m elaksanakan kew ajiban sebagaim ana P P ID • Bertanggungjawabatas dim aksud pada ayat (2), B adan P ublik harus pelayananinformasidi m em bangun dan m engem bangkan sistem lingkunganpemda inform asi dan dokum entasi untuk m engelola Inform asi P ublik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan m udah. S a tke r m em buat pertim bangan secara tertulis setiap kebijakan yang diam bil untuk m em enuhi hak setiap O rang atas Inform asi P ublik. P P ID p • Bertanggungjawabatas P ertim bangan sebagaim ana dim aksud pada pelayananinformasidi ayat (4) antara lain m em uat pertim bangan lingkunganSKPD politik, ekonom i, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keam anan negara. U nit P elayanan D alam rangka m em enuhi kew ajiban sebagaim ana dim aksud pada ayat (1) sam pai dan w ilayah dengan ayat (4) B adan P ublik dapat m em anfaatkan sarana dan/atau m edia • Bertanggungjawabatas elektronik dan nonelektronik. P P ID c T h a n k Yo u . S e e Yo u N e xt W e e k. pelayananinformasidi lingkunganUnitLayanan 103 104 Sesi 9 Penanganan Sengketa Informasi Publik 105 Sesi 9 Penanganan Sengketa Informasi Publik Peserta mengetahui pengertian, obyek-obyek sengketa informasi publik, dan mekanisme penyelesaian sengketa informasi publik. 1. Pengertian sengketa informasi publik. 2. Obyek sengketa informasi. 3. Mekanisme penyelesaian sengketa informasi di setiap tahapan dan alur proses didalamnya. 4. Konsekuensi disiplin pegawai, konsekuensi hukum, dan tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara. • • • • • Pemutaran video kasus. Curah pendapat. Presentasi. Permainan kartu. Simulasi peran. 180 menit 1. Bahan presentasi tentang sengketa informasi publik 2. Hand out bagan alur penyelesaian sengketa informasi publik menurut UU No. 14. 106 Pembukaan 1. Menyampaikan tujuan dan kegiatan belajar sesi secara singkat dan jelas. Pemutaran video kasus 2. Memberikan pengantar singkat dan disusul dengan pemutaran video kasus. 3. Memandu peserta untuk memahami dan menangkap pesan dari video kasus tentang pengertian sengketa, keterbukaan informasi publik, dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang handal dan akurat. Curah pendapat 4. Memandu peserta dengan pertanyaan kunci “Apa saja yang dapat menimbulkan sengketa informasi publik?”. 5. Membagikan kartu metaplan kepada setiap peserta, untuk disi dengan jawaban mereka. 6. Mengelompokkan Kartu-kartu. 7. Mendorong peserta untuk memahami setiap alasan sebagai obyek sengketa informasi publik. Presentasi 8. Memandu presentasi narasumber tentang: “Seluk beluk penyelesaian sengketa informasi publik (menurut UU, teori, dan pengalaman -baik lokal maupun internasional)”. 9. Memandu sesi tanya-jawab. Permainan kartu 10.Memberikan penjelasan aturan main dari permainan kartu. Simulasi peran 11.Membagi peserta dalam empat kelompok dengan penugasannya. 12.Memandu penyampaian pleno hasil kerja masing-masing kelompok, dengan mendorong forum memberikan umpan balik dengan pertanyaan: apakah tahapan proses telah tepat? Apakah pelaku dimasing-masing tahap sudah benar? Apakah hasil dan waktu dari masing-masing tahap juga telah sesuai? 13.Membagikan Bagan Alur dan memberi kesempatan kepada tiap kelompok untuk mengidentifikasi kekeliruan dan memperbaikinya. Penutupan 14.Ditutup dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 1. Di langkah 8, pada presentasi, menjadi tekanan materi adalah penyelesaian sengketa secara internal badan publik. Penyelesaian sengketa diluar badan publik disampaikan sebagai pengetahuan. 2. Materi-materi yang ada didalam presentasi narasumber tersebut adalah: • Pengertian-pengertian sengketa informasi publik. • Sebab-sebab munculnya sengketa informasi publik. • Cara-cara penyelesaian sengketa informasi publik. • Konsekuensi hukum, konsekuensi disiplin pegawai, dan tata cara pembayaran ganti rugi. 107 Penanganan Sengketa Informasi Publik 3. Pokok-pokok pikiran ini akan ditempelkan bersama plano definisi sengketa dan plano kerangka alasan-alasan terjadinya sengketa. Pokok-pokok pikiran ini juga dapat dianggap sebagai resume proses dialog. Plano Resume ini, dan plano lainnya, akan menjadi bahan rujukan bagi fasilitator dan peserta dalam membangun proses dan pemahaman bersama. 4. Permainan kartu proses berisi pilihan-pilihan bagan alur proses penyelesaian sengketa sejak dari tahap keberatan hingga mahkamah agung dan pembayaran ganti rugi, beserta aktor atau lembaga yang terlibat dan output yang dihasilkan di setiap proses. Termasuk didalamnya sanksi dan pembebanan pidana. 108 M ek anism e m em peroleh inform asi Maksimal 10 hari kerja + perpanjangan 7 hari kerja Pemberitahuan tertulis Pemberian informasi Mencatat: N am a A la m a t S ub yek F o rm a t C a ra p enya m p aian info rm asi ya ng d im inta Memberi: Ta nda b ukti p ene rim a an p erm inta an Nom or p end a fta ran Info rm a si b erad a d ib aw ah pe ng ua saa n nya /tida k M e m b eritahu ke be ra da an info ya ng d im inta jika d i B ad an P ublik la in d an tida k be ra da di b aw ah pe ng ua saa n nya ; M e ne rim a/m enola k p erm inta a n jika diterim a (seb ag ia n/seluru hny a ) dica ntum ka n inform a si yang dim inta; M e ng hita m ka n/m e ng a b urka n do kum en yang m enga nd u ng info rm asi ya ng dikecua likan A la t pe nya m p aia n da n fo rm a t info rm asi; B ia ya da n ca ra pe m ba ya ran; P em be rita hua n pe rp anjang a n w a ktu da n ala sannya jika pe m b e ria n inform asi tida k d a pa t dila kuka n da la m 10 ha ri. P S I di internal badan publik P e n ye le sa ia n se n g ke ta O bjek S engk eta (pasal 35) P e n o la ka n p e rm in ta a n in fo rm a si d e n g a n a la sa n p e n g e cu a lia n; Tid a k d ise d ia ka n n ya in fo rm a si b e rka la ; Tid a k d ita n g g a p in ya p e rm in ta a n in fo rm a si; P e rm in ta a n in fo rm a si tid a k d ita n g g a p i se b a g a im a n a d im in ta ; Tid a k d ip e n u h in ya p e rm in ta a n in fo rm a si; P e n g e n a a n b ia ya p e ro le h a n ya n g tid a k w a ja r; d a n /a ta u P e n ya m p a ia n in fo rm a si ya n g m e le b ih i w a ktu ya n g d ia tu r d a la m U U K IP. Tahapan S engk eta Ta h a p ke b e ra ta n d i in te rn a l b a d a n p u b lik Ta h a p K o m isi In fo rm a si Ta h a p P e ra d ila n P S I di K om isi Inform asi 3 : Jika pengajuan sengketa puas atas putusan P P ID , sengketa selesai 4 : Jika penyelesaian sengketa m elalui m ediasi tidak dihasilkan kesepakatan, K om isi m elanjutkan proses penyelesaian sengketa m elalui adjudikasi 1 : P engajuan sengketa ke K om isi selam batlam batnya 14 hari kerja sejak diterim anya keputusan/tanggapan tertulis dari atasan P P ID 1 : K eberatan diajukan kepada atasan P P ID 2 : A tasan P P ID harus m em berikan keputusan/tanggapan atas pengajuan keberatan tersebut paling lam bat 30 hari sejak diterim a keberatan secara tertulis 5 : P engajuan sengketa ke K om isi Inform asi selam batlam batnya dilakukan 14 hari kerja diterim anya keputusan/tanggapan tertulis dari P P ID 4 : Jika pengaju sengketa tidak puas atas putusan atasan P P ID , sengketa dapat dilanjutkan m elalui K om isi Inform asi 2 : D alam waktu 14 hari sejak perm ohonan sengketa diterim a, kom isi harus m enyelesaikan sengketa m elalui m ediasi dan atau adjudikasi. P roses ini harus diselesaikan paling lam bat 100 hari. 5 : Jika pem ohon inform asi puas dengan proses adjudikasi, sengketa selesai 3 : Jika sengketa dapat diselesaikan tahap m ediasi, kesepakatan tersebut ditetapkan oleh K om isi. K eputusan K om isi bersifat final dan m engikat 6 : Jika pem ohon inform asi puas dengan putusan kom isi inform asi, m aka dapat m engajukan gugatan ke pengadilan dalam 14 hari sejak diterim a putusan kom isi dan m enyatakan tertulis tidak m enerim a putusan kom isi inform asi P S I di P engadilan 2 : P engajuan gugatan dilakukan ke P engadilan T ata U saha N egara apabila tergugat adalah badan publik negara 1 : G ugatan tertulis hasil adjudikasi kom isi inform asi diajukan selam bat-lam batnya 14 hari sejak diterim a putusan kom isi 5 : P engajuan kasasi dilakukan selam batnya 14 hari sejak m enerim a putusan pengadilan negri atau pengadulan tata usaha negara 3 : P enggugat m enerim a putusan pengadilan 2 : P engajuan gugatan dilakukan ke P engadilan N egeri apabila tergugat adalah selain badan publik negara 4 : Jika tidak m enerim a putusan pengadilan, pengguggat m engajukan kasasi ke M ahkam ah A gung 109 Penanganan Sengketa Informasi Publik Bahan bacaan 9.3 Panduan permainan kartu Aturan pertama Setiap kelompok diberi satu set kartu tahapan penyelesaian sengketa informasi publik. Satu set kartu itu terdiri dari 3 kelompok kartu; kartu proses, kartu pelaku, kartu waktu, dan kartu hasil. • Kartu proses Pengajuan keberatan, permohonan penyelesaian sengketa, pengajuan gugatan, pengajuan kasasi, penyelesaian sengketa komisi informasi, mediasi, ajudikasi, pemeriksaan, pembuktian, gugatan pengadilan, kasasi, • Kartu pelaku Atasan PPID, PPID, pemohon, Komisi Informasi, pimpinan badan publik, pejabat terkait yang ditunjuk, hakim PTUN, hakim MA • Kartu waktu 14 hari, 100 hari, 30 hari • Kartu hasil Putusan, tanggapan atas keberatan, Aturan kedua Hasil penyusunan setiap kelompok akan dicocokkan dengan tahapan penyelesaian sengketa informasi publik menurut UU. Bahan bacaan 9.4 Format Tabel Tindak Lanjut Kegitan apa yang akan dilakukan 110 Hasil apa yang diharapkan Siapa saja yang terlibat Kapan Sesi 10 Rencana Tindak Lanjut Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik 111 Sesi 10 Rencana Tindak Lanjut Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik Peserta dapat membuat rencana tindak lanjut yang akan dijalankan setelah pelatihan. Rencana tindak lanjut penyiapan badan publik untuk melaksanakan UU KIP. Diskusi kelompok. 120 menit Tabel Tindak Lanjut. Pembukaan 1. Membuka sesi ini dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas. Diskusi kelompok 2. Meninjau secara ringkas seluruh materi yang telah dilalui. 3. Membagi peserta dalam beberapa kelompok. 4. Meminta setiap kelompok untuk menjawab pertanyaan kunci; “Apa saja yang harus dilakukan badan publik untuk melaksanakan UU KIP?.” 112 5. Membagikan kertas plano, dan format tabel kepada setiap kelompok. 6. Menjelaskan kolom-kolom yang perlu diisi dengan merujuk pada tabel, yang ditulis di kertas plano. 7. Memandu setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil jawaban masing-masing. Membangun kesepakatan bersama terhadap hasil-hasil setiap kelompok. 8. Mendorong peserta untuk memikirkan bagaimana agar rencana yang disepakati itu dapat terlaksana, misalnya dengan pertanyaan; Bagaimana caranya agar alumni pelatihan dapat optimal dalam menjalankan keterbukaan informasi publik? 9. Membangun kesepakatan untuk cara-cara yang diidentifikasi bersama dalam menjawab pertanyaan itu. Penutup 10.Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh. 113 Rencana Tindak Lanjut Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik Bahan Modul 10 Format Tabel Tindak Lanjut. Kegitan apa yang akan dilakukan 114 Hasil apa yang diharapkan Siapa saja yang terlibat Jangka Waktu Bahan bacaan 11.1 Laporan Tahunan Pelaksanaan Pengelolaan Pelayanan Informasi & Evaluasi Badan Publik diwajibkan untuk membuat laporan tahunan pelaksanaan pengelolaan dan Pelayanan Informasi kepada Komisi Informasi. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi. Penyusunan laporan tahunan ini dimaksudkan untuk : 1. Mendorong transparansi dan akuntabilitas badan publik, khususnya dalam pemberian layanan informasi. 2. Sebagai sarana mengukur kinerja badan publik, khusunya dalam memberikan layanan informasi. 3. Sebagai bahan evaluasi bagi badan publik dimaksud atau Komisi Informasi untuk mengidentifikasi kekurangan atau hambatan badan publik dalam memberikan layanan informasi, sehingga upaya-upaya perbaikan dapat dilakukan. 4. Sebagai sarana untuk mengukur tingkat kesadaran masyarakat akan hak atas informasi, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai dasar guna meningkatkan demand masyarakat terhadap informasi guna menciptakan dan meningkatkan masyarakat yang informatif. Ketentuan tentang Kewajiban menyusun laporan layanan informasi dan menyampaikannya kepada Komisi Informasi yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi ini meliputi : 1. Penyusunan laporan layanan informasi wajib dilakukan badan publik untuk kemudian disampaikan kepada Komisi Informasi. 2. Penyusunan laporan oleh badan publik ini sebagai bentuk pertanggungjawaban dan transparansi pelaksanaan layanan informasi kepada publik. Dengan adanya laporan ini, maka dapat diketahui berbagai kekurangan dan hambatan badan publik dalam melakukan layanan informasi, sehingga kemudian dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan layanan informasi, bersama badan publik, Komisi Informasi, dan masyarakat. 3. Badan publik wajib menyampaikan laporan layanan informasi publik kepada Komisi Informasi sesuai tingkat kewenanganya. 4. Badan publik di tingkat pusat wajib menyampaikan laporan layanan informasinya kepada Komisi Informasi Pusat. Badan publik di tingkat propinsi wajib menyampaikan laporan layanan informasinya kepada Komisi Informasi Propinsi. 5. Badan publik di tingkat pusat Kabupaten/Kota menyampaikan laporan layanan informasinya kepada Komisi Informasi Kabupaten/Kota. (Pasal 36, Brief Paper, 24 Februari 2010) 6. Badan publik wajib menyampaikan salinan laporan layanan informasi kepada Komisi Informasi Pusat. Badan publik, selain dibebani kewajiban menyampaikan laporan layanan informasi kepada Komisi Informasi sesuai dengan tingkat kewenangannya, juga dibebani untuk menyampaikan salinan layanan informasi kepada Komisi Informasi Pusat. Bahkan dalam hal Komisi Informasi tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota belum terbentuk, maka laporan layanan informasi oleh badan publik disampaikan langsung kepada Komisi Informasi Pusat. Kewajiban ini dibebankan sebagai wujud pertanggungjawaban bersama badan publik dan Komisi Informasi Pusat dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik kepada masyarakat yang disampaikan melalui pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. 115 Rencana Tindak Lanjut Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik 7. Berdasarkan laporan dari badan publik, Komisi Informasi wajib menyusun laporan kinerja dan pelaksanaan layanan informasi dalam rangka pelaksanaan UU KIP dan mempertanggungjawabkannya kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penyusunan laporan pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi yang didasarkan pada laporan layanan informasi oleh badan publik wajib dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan tanggungjawab pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Informasi kepada masyarakat melalui pertanggungjawaban kepada Presiden dan DPR. Dengan adanya laporan ini, selain merupakan bentuk tanggungjawab pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi, juga dimaksudkan untuk mengetahui berbagai kekurangan dan hambatan dalam pelaksanaan UU KIP, sehingga kemudian dapat dilakukan berbagai upaya strategis untuk mengoptimalkan pelaksanaan UU KIP. Materi laporan layanan informasi 1. Jumlah permintaan informasi Jumlah permintaan informasi dapat digunakan sebagai alat ukur, terdapat tiga hal : pertama, mengetahui demand masyarakat terhadap informasi. Kedua,mengetahui berbagai informasi yang diminta oleh masyarakat, sehingga kemudian badan publik yang bersangkutan dapat lebih responsif terhadap informasi yang seringkali diminta oleh masyarakat. Ketiga, mengetahui sejauhmana proaktifitas badan publik dalam mensosialisasikan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat. 2. Waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi Materi ini dapat menjadi tolok ukur resposifitas badan publik dalam melakukan layanan informasi yang sesuai dengan prinsip cepat, tepat waktu, dan cara sederhana dalam perolehan informasi oleh masyarakat. Selain sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja badan publik dalam melakukan layanan informasi, materi ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk dilakukannya upaya-upaya perbaikan layanan informasi, khususnya pada kecepatan pelayanan, ketepatan pelayanan, dan kesederhanaan pelayanan perolehan informasi bagi masyarakat. 3. Jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi Materi ini dapat digunakan untuk mengukur demand masyarakat atas hak informasi mereka. Selain itu, dapat diketahui jumlah permintaan informasi yang dikabulkan ataupun ditolak oleh badan publik. 4. Alasan penolakan informasi Materi ini dapat digunakan untuk mengukur apakah penolakan permohonan informasi yang dilakukan oleh badan publik sesuai dengan pertimbangan yang benar dan tepat, baik dari sisi hukum, maupun uji konsekuensi dan uji kepentingan yang lebih besar Standar laporan layanan informasi 1. Laporan layanan informasi dibuat dalam dua format, yaitu laporan secara umum yang merupakan gambaran umum mengenai pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi, dan laporan rinci mengenai rincian penjelasan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi. 2. Gambaran umum standar kebijakan layanan informasi masing-masing badan publik. Dengan uraian standar kebijakan layanan informasi badan publik, maka dapat diketahui apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Sehingga apabila belum sesuai, maka dapat dilakukan upaya-upaya penyesuan dengan standar layanan sebagaimana diatur dalam UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Namun apabila telah sesuai dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi, maka dapat diketahui berbagai kekurangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan layanan informasi pada badan publik bersangkutan. 3. Gambaran umum pelaksanaan layanan informasi masing-masing badan publik. Dalam bagian ini 116 digambarkan secara umum mengenai pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Dengan gambaran umum ini, secara sederhana dapat diketahui pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Dalam gambaran umum ini setidaknya dijelaskan mengenai: a. Sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi yang dimiliki beserta kondisinya; b. Sumber daya manusia yang menangani pengelolaan dan pelayanan informasi beserta kualifikasinya; c. Anggaran pengelolaan dan pelayanan informasi serta laporan penggunaannya. 4. Rincian materi laporan layanan informasi masing-masing badan publik. Bagian ini merupakan uraian rinci pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Rincian materi meliputi: a. b. c. d. e. jumlah permintaan informasi; waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi: jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; alasan penolakan informasi; rincian mengenai penyelesaian sengketa informasi oleh badan publik: 1. Jumlah keberatan yang diterima; 2. Tanggapan atas keberatan yang diberikan dan pelaksanaannya; 3. Jumlah permintaan penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi yang berwenang; 4. Hasil mediasi atau keputusan adjudikasi Komisi Informasi yang berwenang dan pelaksanaanya; 5. Jumlah gugatan yang diajukan ke pengadilan; 6. Hasil putusan pengadilan dan pelaksanaannya. 5. Kendala internal dan eksternal yang dialami badan publik dalam memberikan layanan informasi. Dalam bagian ini, badan publik menyampaikan berbagai hambatan internal dan eksternal yang dialami dalam memberikan layanan informasi. 6. Rekomendasi badan publik dalam rangka peningkatan pengelolaan dan pelayanan informasi. 7. Badan publik dapat menyusun rekomendasi yang didasarkan pada laporan kinerja layanan informasi guna meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi Evaluasi 1. Kewenangan evaluasi Komisi Informasi yang berwenang wajib melakukan evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi dari laporan yang telah disampaikan oleh Badan Publik. 2. Jangka waktu evaluasi Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dilaksanakan oleh Komisi Informasi dalam waktu satu bulan sejak laporan pengelolaan dan pelayanan informasi disampaikan badan publik kepada Komisi Informasi. 3. Hasil evaluasi Komisi Informasi menyampaikan hasil evaluasi pengelolaan dan pelayanan informasi kepada badan publik untuk ditindak lanjuti oleh badan publik. 117 Rencana Tindak Lanjut Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik Bahan Bacaan 11.2 Mengukur Kinerja Pelayanan Informasi Publik secara Transparan, Partisipatif dan Akuntabel Untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas Badan Publik dalam memberikan layanan informasi, maka perlu dilakukan penilaiaan kinerja secara internal oleh Badan Publik yang bersangkutan. Penilaian kinerja ini merupakan sarana untuk mengukur keberhasilan Badan Publik dalam memberikan layanan, sekaligus untuk mengetahui aspirasi dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi yang diberikan oleh Badan Publik. Pengukuran kinerja ini juga dimaksudkan sebagai cara untuk mengidentifikasi kekurangan dan hambatan Badan Publik dalam memberikan layanan informasi, sehingga dapat dijadikan sebagai alat evaluasi bagi perbaikan kualitas layanan secara terus menerus. Indikator dalam Mengukur Kinerja Badan Publik 1. Indikator Penyediaan Informasi 1.a. Tingkat ketersediaan Jenis Informasi yang Berkala 1.b. Tingkat ketersediaan Jenis Informasi yang Setiap Saat Harus Ada 1.c. Tingkat ketersediaan Jenis Informasi yang Serta Merta 1.d. Adanya Daftar Informasi yang Dikecualikan 2. Indikator Pelayanan Permintaan Informasi 2.a. Adanya Penjelasan/Pengumuman Prosedur Permintaan Informasi pada BP bersangkutan 2.b. Adanya petugas khusus yang menerima dan mencatat permintaan informasi 2.c. Adanya alat bantu terhadap peminta informasi yang cacat/difabel & membutuhkan bantuan 2.c. Sikap petugas pelayanan permintaan informasi (ramah, rapi, jujur, cekatan, dsb) 2.d. Adanya Form yang harus diisi oleh Peminta Informasi dan Petugas Informasi 2.e. Adanya pemberitahuan tertulis sebagai jawaban terhadap permintaan informasi 2.f. Respon/Jawaban Badan Publik terhadap permintaan informasi 2.g. Biaya yang diperlukan untuk menjawab permintaan informasi tersebut 2.h. Kesesuaian antara jawaban dengan permintaan informasi yang diajukan 2.i. Adanya Alasan (secara tertulis) terhadap Penolakan Permintaan Informasi 2.j. Jumlah Permintaan Informasi yang diterima dalam jangka waktu tertentu 2.k. Lama waktu rata-rata yang diperlukan untuk melayani setiap permintaan informasi 2.l. Jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi dalam jangka waktu tertentu 118 119