PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK YANG DITOLAK (Suatu Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung) SKRIPSI OLEH : ARVIN YANUAR SUSILO E1A010156 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014 ABSTRAK Putusan Pengadilan Negeri No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR yang isi amarnya berbunyi, dalam eksepsinya: menolak eksepsi Gunawan (TI) dan PT Bank BNI (TIV). Dalam pokok perkara: 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian; 2. Tergugat terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum; 3. Penggugat adalah pemilik dan pemegang hak yang sah atas tanah sengketa; 4. Menyatakan batal perbuatan hukum Tergugat; 5. Menyatakan batal akta jual beli. Atas Putusan tersebut TIV (PT Bank BNI) mengajukan upaya hukum biasa sampai luar biasa yaitu Peninjauan Kembali dengan mempersoalkan tentang sertipikat atas nama para Penggugat telah beralih nama menjadi atas nama Gunawan (Tergugat I) yang batal. Oleh Tergugat I sertipikat tersebut dijadikan jaminan atas pinjaman kredit TI, TII, TIII, dari TIV (PT Bank BNI) sebesar 15 milyar dengan Hak Tanggungan. Penulis tertarik untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul: “PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK YANG DITOLAK (suatu tinjauan yuridis terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)”. Tipe penelitian ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum hakim Mahkamah Agung dalam menolak permohonan Peninjauan Kembali dan akibat hukumnya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa penerapan hukum hakim Mahkamah Agung dalam menolak permohonan Peninjauan Kembali sudah tepat, sudah tidak terdapat adanya kekhilafan majelis hakim Kasasi, majelis hakim Banding, dan majelis hakim Pengadilan Negeri tingkat pertama yang diajukan permohonan Peninjauan Kembali. Akibat hukumnya yaitu menyatakan putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR tanggal 29 Juli 2008 mempunyai kekuatan hukum inkracht. Kata Kunci: permohonan Peninjauan Kembali, ditolak. iv ABSTRACT Based on the results of the adjudication of district court on case No. 375 / Pdt.G / 2007 / PN. JKT. BAR on July 29, 2008. Verditcted PT Bank BNI feel harmed by the release of the verdict was in favor of the Plaintiff. So that the abolition of mortgage deed certificate lawsuit arguing on behalf of the Plaintiff has changed its name to the name of Gunawan (Defendant I) illegally, where the Defendant I have the certificate as collateral for loans TI, TII, tiII, of TIV (PT BNI) at 15 billion. Against the District Court filed by PT Bank BNI general remedies to extraordinary that Reconsideration. Writers interested in researching and writing a thesis with the title “PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK YANG DITOLAK (suatu tinjauan yuridis terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)”. This study used a juridical normative method. The specification of this study analytical approaches. That aims to determine the application of the law in the Supreme Court rejected the request for a judicial review and legal consequences refusal of the request judicial review. Based on the results obtained the conclusion that the application of the law in the Supreme Court rejected the application for judicial review is appropriate, it is not there any oversight of appeal judges, the judges of appeal, and the first petition for judicial review. The legal consequences of the refusal for Reconsideration Request that states the decision No. 375 / Pdt.G / 2007 / PN. JKT. BAR on 29 July 2008 still have binding legal force to the parties. Keywords: application for judicial review, is rejected. v KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) berjudul “PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK YANG DITOLAK (suatu tinjauan yuridis terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)”. Penulisan hukum (skripsi) ini disusun dalam rangka melengkapi syaratsyarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum pada Universitas Jendral Soedirman Purwokerto. Penulis sepenuhnya menyadari begitu banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini, untuk itu penulis dengan besar hati menerima saran dan kritik yang membangun. Penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bimbingan, arahan, petunjuk, bantuan, saran dan kritik serta dorongan dari semua pihak yang telah turut membantu penulis. Kiranya, bukanlah hal yang berlebihan pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr.Angkasa,S.H.,M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman yang telah memimpin dengan bijaksana dalam meningkatkan kualitas Fakultas Hukum, para mahasiswa dan para alumninya; 2. Bapak Sanyoto, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini; 3. Bapak Drs. Antonius Sidik Maryono, S.H.,M.S., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan vi dan pengetahuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 4. Bapak Rahadi Wasi Bintoro, S.H.,M.H., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Sanyoto, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik; 6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Unuversitas Jendral Soedirman yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang mana telah mengajarkan dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Unuversitas Jendral Soedirman. 7. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Unuversitas Jendral Soedirman. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak disebutkan satu per satu (Keluarga dan Sahabat). Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas kebaikan serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Demikianlah semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulis, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum. Purwokerto, 13 Agustus 2014 Penulis, Arvin Yanuar Susilo E1A010156 vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.…………………………………………………………………….. i LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………………. ii LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………………. iii ABSTRAK………………………………………………………………………………… iv ABSTRACT………………………………………………………………………………… v KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. vi DAFTAR ISI……………………………………………………………………………… viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………. ……………... 1 B. Perumusan Masalah…………………………………………………... 9 C. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 9 D. Kegunaan Penelitian ………………………………….......................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PUTUSAN HAKIM 1. Pengertian Putusan ………………………………............................ 11 2. Kekuatan Putusan ………………………………………….. ……... 11 3. Susunan dan Isi Putusan …………………………………………... 13 4. Jenis-jenis Putusan ……………………………………………….... 13 5. Putusan Mahkamah Agung pada Tingkat Peninjauan Kembali …… 16 B. UPAYA HUKUM 1. Upaya Hukum Biasa ……………………………………………….. 22 1) Perlawanan/ verzet ……………………………………………… 22 viii 2) Banding ………………………………………………………… 22 3) Kasasi …………………………………………………………... 23 2. Upaya Hukum Luar Biasa …………………………………………. 23 1) Peninjauan Kembali …………………………………………….. 23 2) Denderverzet …………………………………………………… 24 C. PENINJAUAN KEMBALI 1. Pengertian Peninjauan Kembali …………………………………… 25 2. Alasan Peninjauan Kembali ……………………………………….. 25 3. Prosedur Peninjauan Kembali ……………………………………... 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ………………………………………………….. 31 B. Spesifikasi Penelitian ………………………………………………… 31 C. Sumber Bahan Hukum ……………………………………………….. 31 D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ………………………………... 32 E. Metode Penyajian Bahan Hukum ……………………………………. 33 F. Metode Analisis ……………………………………………………… 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………………………………………………………. 38 B. Pembahasan ………………………………………………………….. 48 BAB V PENUTUP A. Simpulan ……………………………………………………………... 70 B. Saran …………………………………………………………………. 71 DAFTAR PUSTAKA ix 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan terus berkembang secara dinamik mengikuti perkembangan zaman. Manusia tidak pernah terlepas dari interaksi dengan manusia lain, dengan demikian kebutuhan hidup akan terpenuhi. Akan tetapi dengan adanya interaksi antara manusia satu dengan menusia lain sering menimbulkan permasalahan, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini hukum mempunyai peran yang penting. Pengertian Hukum itu sendiri adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum bukanlah semata-mata sekedar pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan atau ditaati.1 Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan/ ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum. Hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut: Hukum berdasarkan Bentuknya: Hukum tertulis dan Hukum tidak tertulis. Hukum berdasarkan Wilayah berlakunya: Hukum lokal, Hukum nasional dan Hukum Internasional. Hukum berdasarkan Fungsinya: Hukum Materil dan Hukum Formal. Hukum berdasarkan Waktunya: Ius Constitutum, Ius Constituendum, Lex naturalis/ Hukum Alam. Hukum Berdasarkan Isinya: Hukum Publik, 1 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi ke tujuh, 2002, Liberty Yogyakarta, hlm.1. 2 Hukum Antar waktu dan Hukum Privat. Hukum Publik sendiri dibagi menjadi Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana dan Hukum Acara. Sedangkan Hukum Privat dibagi menjadi Hukum Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Kekayaan, dan Hukum Waris. Hukum Berdasarkan Pribadi: Hukum satu golongan, Hukum semua golongan dan Hukum Antar golongan. Hukum Berdasarkan Wujudnya: Hukum Obyektif dan Hukum Subyektif. Hukum Berdasarkan Sifatnya: Hukum yang memaksa dan Hukum yang mengatur. Untuk melaksanakan hukum materiil perdata terutama dalam hal ada pelanggaran atau untuk mempertahankan berlangsungnya hukum materiil perdata dalam hal ada tuntutan hak diperlukan rangkaian peraturan hukum lain disamping hukum materiil perdata itu sendiri. Peraturan hukum inilah yang disebut hukum formil atau hukum acara perdata. Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi sendiri. Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Oleh 3 karena itu tindakan menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita.2 Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.3 Upaya hukum terhadap putusan dapat dilakukan oleh salah satu pihak yang merasa putusan Pengadilan kurang sesuai dengan yang diharapkan, sehingga menurut tujuan dari upaya hukum, yaitu untuk memohon membatalkan putusan Pengadilan ditingkat yang lebih rendah kepada Pengadilan yang lebih tinggi.4 Dalam hukum acara perdata upaya hukum dapat dibagi menjadi upaya hukum biasa berupa perlawanan (verzet), yakni suatu upaya hukum untuk membantah putusan hakim yang telah dijatuhkan pada waktu tidak hadirnya tergugat atau pihak tergugat di pengadilan. Banding (revisi), yakni suatu upaya hukum tersebut yang mengusahakan agar putusan pengadilan negeri atas suatu perkara ditinjau kembali dan perkaranya diperiksa ulang dipengadilan tinggi. Kasasi (cassatie), yakni suatu upaya hukum yang mengusahakan agar putusan pengadilan tinggi atas suatu perkara ditinjau kembali dan perkarannya diperiksa ulang di Mahkamah Agung. Dan upaya hukum luar biasa yang dapat berupa Peninjauan Kembali (PK) dan Derden Verzet (verzet door darden), yakni suatu upaya hukum yang dilanjutkan oleh pihak ketiga yang merasa keberatan terhadap suatu putusan yang dapat merugikan haknya, yang dalam hal ini putusan tersebut dijatuhkan dalam persidangan dimana ia atau wakilnya tidak pernah dipanggil atau / dan 2 Ibid, hlm. 2. Ibid , hlm. 232-176. 4 Darwan Prinst, Strategi Menangani dan Menyusun Gugatan Perdata, cetakan ketiga revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 214. 3 4 ia sendiri sebenarnya tidak pernah ikut campur dalam perkara yang bersangkutan. Peninjauan Kembali diharapkan dapat menjadi jawaban yang memuaskan para pihak, karena dengan Peninjauan Kembali dapat dilihat apakah dalam putusan sebelumnya telah melanggar hukum atau tidak dengan harapan dapat memenuhi unsur kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Apabila suatu Pengadilan Negeri menurut Mahkamah Agung salah menerapkan hukum atau peraturan perundang-undangan maka Putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi tersebut dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung.5 Ketentuan tersebut diatas telah diatur dalam Pasal 24 dari Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru (Undangundang No. 48 Tahun 2009). Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Pasal 67 tentang Mahkamah Agung yang menyebutkan secara limitatif alasan-alasan Peninjauan Kembali yaitu: 1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; 2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; 3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut; 4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; 5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; 5 K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Peradilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 143. 5 6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Perkara ini memang cukup rumit karena berhubungan dengan persoalan tanah, melibatkan banyak pihak, terjadi banyak perbuatan hukum. Di bawah ini peneliti akan menguraikan perkara ini secara singkat adalah sebagai berikut: PT Bank BNI sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Pemohon Kasasi/ Tergugat IV/ Pembanding melawan Suharyono, Yadih Majuk, Mujib Gering, Wahidin Bitra, Mahalim Mahmud sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi I dan Turut Termohon Kasasi/ para Penggugat/ para Terbanding. Serta Gunawan, Yupi Hartanto, PT Guna Inti Permata, kantor pertanahan kotamadya Jakarta Barat, Sri Rahayu Sedyono M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs. Abdurachman, SH, PT Citra Lelang Nasional sebagai turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon Kasasi II s/d IX/ para turut Terbanding/ para Tergugat dan turut Tergugat. Mengajukan upaya hukum luar biasa terhadap putusan Mahkamah Agung No. 2407/ PDT/ 2010. tanggal 30 Mei 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap. Awal Desember 2006 bidang-bidang tanah yang menjadi sengketa akan dilelang oleh PT Bank BNI (T IV) melalui Turut Tergugat. Sertipikat atas nama para Penggugat telah beralih nama menjadi atas nama Gunawan (Tergugat I). Sertipikat yang diambil dari kantor Tergugat VIII palsu, kemudian Tergugat VIII dituntut melakukan Perbuatan Melawan Hukum. 3 Januari 2007 Penggugat II, Penggugat III, Penggugat IV, Penggugat V, melaporkan Tergugat I ke Polda Metro Jaya dengan tuntutan Tindak Pidana pemalsuan pasal 263 KUHP. Pada tanggal 7 Februari 2007 Penggugat I melaporkan Tergugat I ke Polda Metro Jaya dengan tuntutan Tindak Pidana 6 pemalsuan Pasal 263 KUHP. Sertipikat atas nama para Penggugat telah beralih nama menjadi atas nama Gunawan (Tergugat I) dilakukan oleh Tergugat V dan Tergugat VI. Oleh Tergugat I sertipikat tersebut dijadikan jaminan atas pinjaman kredit TI, TII, TIII, dari TIV (PT Bank BNI). PT Bank BNI (T IV) menerbitkan akta pemberian Hak Tanggungan dihadapan Tergugat VII. Pemberian Hak Tanggungan didaftarkan kepada Tergugat V, sehingga terbitlah salinan buku tanah Hak Tanggungan. TI, TII, TIII melakukan pinjaman kredit sebesar 15 milyar dari TIV (PT Bank BNI). Kredit tersebut macet dan tanah Hak Tanggungan dilelang. Kemudian karena Penggugat merasa tidak pernah mengalihkan tanah sengketa tersebut, Penggugat melaporkan TI melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). TI dibantu oleh T VI dalam menjual akta jual beli, T VI dituntut melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1335 KUHPerdata). PT Bank BNI (T IV) oleh Hakim dianggap telah melanggar prinsip kehati-hatian bank. Tergugat V seharusnya sudah mengetahui bahwa tanda tangannya palsu, maka oleh hakim Tergugat V dituntut melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). Perjanjian kredit TI, TII, TIII, dari TIV (PT Bank BNI) dianggap cacat hukum (Pasal 1320 KUHPerdata). Tergugat VII pembuat akta pemberian Hak Tanggungan dituntut melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). Kompetensi absolut gugatan tidak dapat diterima (niet onvakelijk verklaard). Surat gugatan berisi pembatalan hak kepemilikan atas sertipikat tanah dan pembebanan sertipikat hak tanggungan diajukan ke Pengadilan Negeri yang seharusnya diajukan ke Pengadilan TUN karena Sertipikat dibuat oleh pejabat TUN. Gugatan penggugat premature, aanhanging gecling, 7 yaitu apa yang digugat masih tergantung perkara lain, dalam perkara ini masih tergantung pada Tindak Pidana pemalsuan (Pasal 263 KUHP). Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dengan Nomor Register 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR pada tanggal 29 Juli 2008 telah menjatuhkan putusan. Dalam eksepsinya: menolak eksepsi Gunawan (TI) dan PT Bank BNI (T IV). Dalam pokok perkara : 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian; 2. Tergugat terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum; 3. Penggugat adalah pemilik dan pemegang hak yang sah atas tanah sengketa; 4. Menyatakan batal perbuatan hukum Tergugat; 5. Menyatakan batal akta jual beli. Setelah dijatuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dengan Nomor Register 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR pada tanggal 29 Juli 2008. Diajukan upaya hukum Banding oleh PT BANK BNI yang semula Tergugat IV. Kemudian Pengadilan Tinggi mengeluarkan putusan Nomor 382/ PDT/ 2009/ PT.DKI. tanggal 5 Januari 2010 dengan amar putusan sebagai berikut: Menerima permohonan Banding dari Pembanding semula Tergugat IV PT Bank BNI (Persero) tbk; Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR pada tanggal 29 Juli 2008, yang dimohonkan Banding tersebut; Menghukum Pembanding semula Tergugat IV untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan yang dalam tingkat Banding sebesar Rp. 150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah). Setelah dijatuhkan putusan Pengadilan Tinggi Nomor 382/ PDT/ 2009/ PT.DKI. tanggal 5 Januari 2010. Diajukan upaya hukum Kasasi oleh PT BANK BNI yang semula Tergugat IV. Kemudian Mahkamah Agung RI mengeluarkan putusan No. 2407/ PDT/ 2010. tanggal 30 Mei 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, dengan amar putusan sebagai berikut: 8 Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT> Bank BNI (PERSERO) Tbk. Tersebut; Menghukum Permohonan Kasasi semula Tergugat IV untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi sebesar Rp.500.00,-( lima ratus ribu rupiah). Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 2407 K/PDT/ 2010 tanggal 30 Mei 2010 diberitahukan kepada Pemohon Kasasi/Tergugat IV/ Pembanding pada tanggal 30 Januari 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Kasasi/Tergugat IV/Pembanding diajukan permohonan Peninjauan Kembali secara lisan pada tanggal 25 Juli 2012 dengan alasan hakim Banding & pertama terbukti salah dalam penerapan hukum karena terbukti melakukan kesalahan berat atau kekeliruan yang nyata, pertimbangan hukum dan amar putusan judex facti/ judex jurist bertentangan dengan hukum dan undangundang. Alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, sebab tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan Judex Juris karena pertimbangannya telah tepat. Alasan Peninjauan Kembali hanya merupakan pengulangan hal-hal yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dan Judex Juris. Mahkamah Agung atas permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah menjatuhkan putusan yang isinya menolak pemohon Peninjauan Kembali. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti dan menulis Skripsi Putusan Mahkamah Agung mengenai ditolaknya permohonan peninjauan kembali dengan judul: “Permohonan Peninjauan Kembali tentang Perjanjian Kredit Bank yang Ditolak (suatu tinjauan yuridis terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)”. 9 B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan hukum hakim Mahkamah Agung dalam menolak permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012? 2. Bagaimana akibat hukumnya, terhadap Peninjauan Kembali yang ditolak dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui alasan Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012. 2. Mengetahui akibat hukum penolakan permohonan Peninjauan Kembali pada putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012. D. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya literatur mengenai Permohonan Peninjauan Kembali yang Ditolak tentang Perjanjian Kredit Bank. 2. Kegunaan Praktis 10 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai permohonan Peninjauan Kembali yang Ditolak tentang Perjanjian Kredit Bank. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan refrensi, bacaan yang bermanfaat, dan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PUTUSAN HAKIM 1. Penertian Putusan Menurut system HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) dan Rbg (Rechts Reglement Buitengewesten) hakim mempunyai peran aktif memimpin acara dari awal sampai akhir pemeriksaan perkara. Hakim berwenang memberikan petunjuk kepada pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan (Pasal 119 HIR-143 Rbg) dengan maksud supaya perkara yang dimajukan itu menjadi jelas persoalannya dan memudahkan hakim dalam memeriksa perkara itu.6 Menurut Darwan Prinst, Putusan merupakan hasil akhir dari pemeriksaan perkara dipengadilan.7 Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai oejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan ditujukan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukan hanya yang disebutkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan. 8 2. Kekuatan Putusan HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) tidak mengatur tentang kekuatan putusan hakim. Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan mempunyai 3 macam kekuatan: a. 6 Kekuatan Mengikat Abdulkadir Muhamad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm.21. 7 Darwan Prinst, Op.Cit, hlm. 205. 8 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm. 158. 12 Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat artinya mengikat kedua belah pihak (Pasal 1917 KUH Perdata). Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak memberi dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan. b. Kekuatan Pembuktian Kekuatan pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukan untuk mengajukan Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali atau pelaksanaanya. Arti putusan itu sendiri dalam hukum pembuktian ialah bahwa dengan putusan itu telah diperoleh suatu kepastian tentang sesuatu. c. Kekuatan Eksekutorial Suatu putusan dimaksud untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan realisasi atau pelaksanaanya (eksekusinya) secara paksa. Kekuatan mengikat saja dari suatu putusan pengadilan belumlah cukup dan tidak berarti apabila putusan tersebut tidak dapat direalisir atau dilaksanakan. Oleh karena itu putusan menetapkan dengan tegas hak atau hukumnya untuk kemudian direalisir, maka putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara. Bahwa kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa” member kekuatan eksekutorial bagi putusan-putusan pengadilan di Indonesia.9 9 Loc.cit. 13 3. Susunan dan Isi Putusan Adapun didalam HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) tidak ada ketentuan yang mengatur bagaimana putusan hakim harus dimuat di dalam putusan diatur dalam pasal 183,184,187 HIR (Pasal 194,195,198 Rbg), 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, 27 RO Rv. Menurut Sudikno Mertokusumo putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu: a. Kepala Putusan Setiap putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi: “Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”. Kepala putusan ini memberikan kekuatan eksekutorial pada putusan. b. Identitas Para Pihak Setiap perkara atau gugatan sekurang kurangnya mempunyai 2 pihak, maka didalam putusan harus dimuat identitas para pihak antara lain: nama, umur, alamat, dan nama pengacara kalau ada. c. Pertimbangan Pertimbangan dalam putusan perdata dibagi 2, yaitu pertimbangan tentang duduk perkara atau peristiwa dan pertimbangan tentang hukumnya. d. Amar Amar merupakan jawaban petitum daripada gugatan yang merupakan amar atau dictum. Ini berarti bahwa dictum, merupakan tanggapan terhadap petitum.10 4. Jenis-jenis Putusan Menurut Darwan Prinst, putusan diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Interloctoir Vonis 10 Sudikno Mertokusumo, Op .Cit, hlm. 220-225. 14 Interloctoir Vonis (putusan sela), adalah putusan yang bukan merupakan putusan akhir. Putusan sela (Interloctoir Vonis) itu dapat berupa: a. Putusan Provisional Putusan Provisional adalah putusan yang diambil segera mendahului putusan akhir tentang pokok perkara; karena adanya alasan-alasan yang mendesak itu. Misalnya dalam hal istri menggugat suaminya, dimana gugatan pokok adalah “mohon cerai”, akan tetapi sebelum itu suami yang digugat telah melalaikan kewajibannya memberikan nafkah kepada istrinya itu, maka si suami terlebih dahulu dihukum untuk membayar nafkah kepada istrinya itu, sebelum putusan akhir terhadap gugatan cerai itu. Demikian halnya mengijinkan seseorang untuk berperkara secara cuma-cuma (Pro Deo), sesuai Pasal 235 HIR/Pasal 271 RBG, ditetapkan dengan putusan Provisional. b. Putusan Preparatoir Putusan Preparatoir, adalah putusan sela guna mempersiapkan putusan akhir. Misalnya putusan yang menolak\ mengabulkan pengunduran sidang, karena alasan yang tidak tepat\ tidak dapat diterima (AT. Hamid 1984: 209). Dalam praktek sering sekali terjadi perbedaan pendapat tentang pengunduran siding antara penggugat dengan tergugat, maka dalam hal demikian hakim harus mengambil keputusan mengenai pengunduran sidang itu. c. Putusan Insidental Putusan Insidental, adalah putusan sela yang diambil secara insidental. Hal ini terjadi misalnya karena kematian kuasa dari salah satu pihak (penggugat\ tergugat), dan lain-lain sebagainya (AT. Hamid 1984: 269). Terhadap putusan sela atau belum merupakan putusan akhir, maka tidak dapat dimintakan Banding 15 secara tersendiri. Oleh karena itu harus diajukan secara bersamasama dengan pemohon Banding pada putusan akhir (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1974). Logika penalaran permohonan Banding terhadap putusan sela secara terpisah dari perkara pokok, adalah untuk menghindarkan berlarut-larutnya perkara di pengadilan. 2) Putusan Akhir Putusan Akhir dalam suatu perkara dapat berupa: a. Niet Onvankelijk Verklart Niet Onvankelijk Verklart berarti tidak dapat diterima, yakni putusan pengadilan yang menyatakan, bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. Adapun alasan-alasan pengadil mengambil keputusan menyatakan suatu gugatan tidak dapat diterima adalah sebagai berikut: a) Gugatan tidak berdasarkan hukum; b) Gugatan tidak patut; c) Gugatan itu bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum; d) Gugatan salah; e) Gugatan kabur; f) Gugatan tidak memenuhi persyaratan; g) Gugatan tidak jelas; h) Subjek gugatannya tidak lengkap; i) b. Dan lain-lain. Tidak berwenang mengadili Suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang, bukan menyangkut kompetensi absolute maupun relatif, akan diputus oleh pengadilan tersebut dengan 16 menyatakan dirinya tidak mengadili gugatan itu. Oleh karena itu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. c. Gugatan dikabulkan Suatu gugatan yang terbukti kebenarannya dipengadilan akan dikabulkan seluruhnya atau sebagian. Apabila gugatan terbukti seluruhnya, maka gugatan akan dikabulkan seluruhnya. Apabila gugatan hanya terbukti sebagian, maka akan dikabulkan sebagian pula sepanjang yang dapat dibuktikan itu. d. Gugatan ditolak Suatu gugatan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya didepan pengadilan, maka gugatan tersebut akan ditolak. Penolakan itu dapat terjadi untuk seluruhnya atau hanya sebagian saja.11 5. Putusan Mahkamah Agung pada Tingkat Peninjauan Kembali Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang untuk memutus permohonan PK. Berita Acara Pendapat dari Pengadilan Negeri yang diperoleh dari pemeriksaan pendahuluan PK tidak selalu menjadi pertimbangan hakim MA dalam memutus perkara. Pada saat memeriksa permohonan PK, majelis hakim MA terdiri dari minimal tiga orang hakim agung. Putusan dibacakan dan ditandatangani oleh hakim agung yang melakukan pemeriksaan permohonan PK. Putusan PK oleh Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Menyatakan Permohonan Peninjauan Kembali Tidak Dapat Diterima Salah satu bentuk putusan yang dapat dijatuhkan Mahkamah Agung pada tingkan Peninjauan Kembali adalah putusan negatif, berupa pernyataan permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat 11 Darwan Prinst, Op. Cit, hlm. 206-209. 17 diterima. Dasar alasan pertimbangan menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat diterima, yaitu apabila Majelis yang memeriksa perkara itu berpendapat permohonan Peninjauan Kembali yang dijatuhkan pemohon, tidak memenuhi syarat formil yang ditentukan Undang-undang. Terdapat beberapa syarat formil permohonan Peninjauan Kembali yang harusa dipenuhi. Sifat dari syarat formil tersebut kumulatif. Supaya permohonan Peninjauan Kembali sah menurut hukum, harus semua syarat formil tersebut. Salah satu saja syarat tersebut tidak terpenuhi mengakibatkan Permohonan Peninjauan Kembali mengandung cacat formil sehingga Permohonan Peninjauan Kembali harus dinyatakan tidak dapat diterima. (1) Permohonan Peninjauan Kembali dilakukan kuasa tanpa surat kuasa yang khusus memberi kuasa mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali. Sesuai dengan ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undang-undang Mahkamah Agung, Permohonan Peninjauan Kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. (2) Permohonan Peninjauan Kembali Tidak Disampaikan. Pasal 71 ayat (1) dan (2) Undang-undang Mahkamah Agung menegaskan, (1) permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh Pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. (2) Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat 18 pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut. Penyampaian Permohonan Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali, merupakan syarat formil keabsahan Permohonan Peninjauan Kembali. Tidak terpenuhinya syarat tersebut oleh pemohon mengakibatkan permohonan peninjauan kembali tidak sah, dan Mahkamah Agung menyatakan Permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat diterima. (3) Terlambat mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali. Selain Pemohon Peninjauan Kembali wajib menyampaikan Permohonan Peninjauan Kembali, terdapat pula syarat formil tentang batas jangka waktu menyampaikan permohonan itu sendiri. Syarat itu ditegaskan pada Pasal 69 Undang-undang Mahkamah Agung, tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 UU MA adalah 180 (seratus delapan puluh) hari. b. Menolak Permohonan Peninjauan Kembali Salah satu putusan yang dapat dijatuhkan Majelis PK, ditegaskan pada Pasal 74 ayat (2) UU MA, yakni menolak permohonan PK. Penolakan atas permohonan itu, apabila MA berpendapat, permohonan PK tersebut tidak beralasan. Artinya, dasar alasan permohonan PK yang diajukan, tidak sesuai dengan apa yang ditujukan pada Pasal 67 UU MA. Dari sekian banyak alasan PK yang diajukan, tidak satu pun yang sesuai atau memenuhi syarat dengan alasan limitatif yang ditentukan Pasal 67 UU MA. Semuanya melenceng dari alasan yang dibenarkan undang-undang. Dalam keadaan yang seperti itu, cukup dasar bagi Majelis PK untuk menolak permohonan PK, dan 19 selanjutnya menyatakan putusan yang dimohon PK tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada Permohonan PK dan Termohon PK. Dalam hal ini pun Pasal 74 ayat (3) UU MA memperingatkan, agar penolakan permohonan PK itu disertai dengan pertimbanganpertimbangan yang matang, argumentatif, dan objektif.12 Mengenai putusan Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Permohonan Peninjauan Kembali memenuhi syarat formil, tetapi materi pokok perkara peninjauan kembali tidak memenuhi kriteria. Bentuk putusan lain yang dapat dijatuhkan Mahkamah Agung tingkat Peninjauan Kembali, yaitu menolak permohonan Peninjauan Kembali. Putusan yang menolak Permohonan Peninjauan Kembali bersifat positif, karena telah menyangkut penilaian terhadap materi pokok perkara: a) Putusan yang berbentuk menolak permohonan Peninjauan Kembali, telah melampaui tahap dan penilaian syarat formil Permohonan Peninjauan Kembali; b) Apabila syarat formil terpenuhi, berarti Permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima, sehingga tahap pemeriksaan selanjutnya memeriksa dan menilai putusan judex facti; c) Pemeriksaan putusan judex facti dari segi materiil mengacu dan bertitik tolak dari keberatan-keberatan atau alasan Peninjauan Kembali yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali dalam permohonan Peninjauan Kembalinya. 12 M.Yahya Harahap, “Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata”, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 488-489. 20 2) Penolakan Peninjauan Kembali dengan perbaikan putusan judex facti. Seperti yang dijelaskan, ada kalanya memang pada dasarnya Mahkamah Agung kesimpulan pokok setuju terhadap pertimbangan dan putusan judex facti, ternyata terdapat kekeliruan atas kesalahan maupun kelalaian putusan judex facti, Cuma bobot dan kualitasnya tidak sampai membatalkan putusan. Menghadapi kasus yang seperti ini Mahkamah Agung cukup dan berwenang “memperbaiki” pertimbangan dan\ atau amar putusan judex facti. Hanya ada dua bentuk putusan yang dapat dijatuhkan Majelis PK terhadap perkara PK. Pertama mengabulkan permohonan PK yang diikuti dengan pembatalan dan memutus perkara PK, yang kedua menolak permohonan PK yang diikuti pernyataan putusan yang diminta PK tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada para pihak yang bersangkutan.13 c. Mengabulkan Permohonan Peninjauan Kembali. Bentuk Putusan Kedua Yang dapat dijatuhkan Majelis PK, diatur pada Pasal 74 ayat (1) UU MA, yakni mengabulkan permohonan PK. Menurut pasal ini, setiap pengabulan permohonan PK, langsung menimbulkan rangkaian konsekuensi yuridis yang bersifat mutlak, sebagai berikut: a Setiap pengabulan permohonan PK harus diikuti dengan pernyataan pembatalan putusan yang dimohon PK; 13 Loc.cit. 21 b selanjutnya, pembatalan putusan tersebut dengan sendirinya menurut hukum mewajibkan Majelis PK memeriksa serta memutus atau mengadili sendiri perkara PK yang bersangkutan. Pasal 74 ayat (3) UU MA, yang berbunyi: “ Pengadilan yang dimaksudkan ayat (1), setelah melaksanakan perintah Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita acara pemeriksaan tambahan serta pertimbangan sebagaimana dimaksudkan ayat (1), kepada Mahkamah Agung”. Selanjutnya, Pasal 74 ayat (3) UU MA memperingatkan, agar penolakan permohonan PK itu disertai dengan pertimbanganpertimbangan yang matang, argumentatif, dan objektif.14 B. UPAYA HUKUM Upaya hukum merupakan upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan (Krisna Harahap, 2003 : 114115). Upaya hukum merupakan hak yang dapat dipergunakan apabila merasa tidak puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini merupakan hak, jadi hak tersebut bisa saja dipergunakan dan bisa juga tidak menggunakan hak tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebut dipergunakan, maka pengadilan wajib menerimanya. Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam Pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus. 14 M.Yahya Harahap, “Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata”, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 487-488. 22 1. Upaya Hukum Biasa Upaya hukum biasa Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup: 1) Perlawanan/Verzet Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum Verzet dapat dilihat di dalam Pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/ tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan Verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir. Syarat Verzet adalah (Pasal 129 ayat (1) HIR): a keluarnya putusan Verstek b jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan c Verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya. 2) Banding Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan Banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947). Urutan Banding menurut Pasal 21 UU No 4 Tahun 2004 jo. Pasal 9 UU No 20 Tahun 1947 mencabut ketentuan Pasal 188-194 HIR, yaitu: 23 1. Ada pernyataan ingin Banding. 2. Panitera membuat akta Banding. 3. Dicatat dalam register induk perkara. 4. Pernyataan Banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan Banding tersebut dibuat. 5. Pembanding dapat membuat memori Banding, terbanding dapat mengajukan kontra memori Banding. 3) Kasasi Menurut Pasal 29 dan 30 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir. Putusan yang diajukan dalam putusan Kasasi adalah putusan Banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan Kasasi yang ditentukan dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undangundang Nomor 3 Tahun 2009 adalah: a. Tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang; b. salah menerapkan/ melanggar hukum yang berlaku; c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan. 2. Upaya Hukum Luar Biasa a Upaya Hukum Luar Biasa: Peninjauan Kembali Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undangundang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah 24 Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (Pasal 66-77 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung). Alasan-alasan Peninjauan Kembali menurut Pasal 67 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yaitu: a) Ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu; b) apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn; c) apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/ lebih daripada yang dituntut; d) apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; e) apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/ suatu kekeliruan yang nyata; f) Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (Pasal 69 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung). Mahkamah Agung memutus permohonan Peninjauan Kembali pada tingkat pertama dan terakhir (Pasal 70 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung). b. Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan 25 tersebut. Dasar hukumnya adalah Pasal 378-384 Rv dan Pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/ pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa). Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama. C. PENINJAUAN KEMBALI 1 Pengertian Peninjauan Kembali Dalam perundang-undangan nasional, istilah “peninjauan kembali” mulai dipakai dalam (Undang-undang No. 19 tahun 1964), yang dalam Pasal 15 menerangkan: “terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan undang-undang”. Ketentuan tersebut diatas telah diatur kembali dalam Pasal 24 dari Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru (Undangundang No. 48 tahun 2009), yang secara lebih jelas menerangkan: a b 2 Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Terhadap putusan PeninjauanK tidak dapat dilakukan Peninjauan Kembali. Alasan Peninjauan Kembali 26 Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. Pasal 67 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut : ”Permohonan Peninjauan Kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut; d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.” Selanjutnya, Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan : “Tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk : a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara; 27 b. c. d. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang; yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara; yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.” 3. Prosedur Peninjauan Kembali Prosedur pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali, yaitu: 1. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, dan dapat dikuasakan kepada Penasihat Hukumnya. 2. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya. 3. Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (Pasal 69 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung).. 4. Petugas menerima berkas perkara permohonan Peninjauan Kembali, lengkap dengan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, dan memberikan tanda terima. 5. Permohonan Peninjauan Kembali beserta alasan-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis dalam suatu surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera dan Pemohon. 6. Dalam hal Pemohon Peninjauan Kembali kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas dengan membuatkan Surat Permohonan Peninjauan Kembali. 28 7. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan Peninjauan Kembali, wajib memberitahukan permintaan permohonan Peninjauan Kembali tersebut kepada Penuntut Umum. 8. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim yang tidak memeriksa perkara semula, untuk memeriksa dan memberikan pendapat apakah alasan permohonan Peninjauan Kembali telah sesuai dengan ketentuan Undang-undang. 9. Dalam pemeriksaan tersebut, dapat didampingi oleh Penasehat Hukum dan Jaksa yang dalam hal ini bukan dalam kapasitasnya sebagai Penuntut Umum ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya. 10. Panitera wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan Peninjauan Kembali yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan Panitera. Berdasarkan berita acara pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera. 11. Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon. (Pasal 72 ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung). 12. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad (Pasal 180 ayat (1) HIR). 13. Permohonan Peninjauan Kembali yang pemohonnya berada di luar wilayah Pengadilan yang telah memutus dalam tingkat pertama: 29 a. Diajukan kepada Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama; b. Hakim dari Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama dengan penetapan dapat meminta bantuan pemeriksaan, kepada Pengadilan Negeri tempat pemohon Peninjauan Kembali berada; c. Berita Acara pemeriksaan dikirim ke Pengadilan yang meminta bantuan pemeriksaan; d. Berita Acara Pendapat dibuat oleh Pengadilan yang telah memutus pada tingkat pertama; 14. Dalam pemeriksaan persidangan dapat diajukan surat-surat dan saksisaksi yang sebelumnya tidak pernah diajukan pada persidangan Pengadilan di tingkat pertama. 15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, setelah pemeriksaan persidangan selesai, Panitera harus segera mengirimkan berkas perkara tersebut ke Mahkamah Agung. Tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan Jaksa. (Pasal 72 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung). 16. Dalam hal suatu perkara yang dimintakan Peninjauan Kembali adalah putusan Pengadilan Banding, maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan Berita Acara Pemeriksaan serta Berita Acara pendapat dan disampaikan kepada Pengadilan Banding yang bersangkutan. 17. Foto kopi relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang telah disahkan oleh Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung. 30 18. Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, berbunyi: “Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja” 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif yang melihat hukum sebagai segi normatif yang tertutup otonom, terlepas dari perilaku kehidupan masyarakat dan mengabaikan norma hukum.15 Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statue Approach). B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Prespektif16, yaitu menganalisis suatu persoalan hukum dengan aturan yang berlaku dan cara mengoperasionalkan aturan tersebut dalam peristiwa hukum. C. Sumber Bahan Hukum 1. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Primer yaitu semua aturan hukum yang dibentuk dan/ atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga Negara, dan/ atau badan-badan pemerintahan yang demi tegaknya akan diupayakan berdasarkan daya paksa yang dilakukan secara resmi pula oleh aparat Negara. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah: 1) HIR (Het Herzine Indonesich Reglement), 2) KUH Perdata, 15 16 Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,1988, hlm. 13. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta,2010, hlm. 22. 32 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, 4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, 5) Peraturan perundang-undangan lainnya yang memiliki kaitan dengan objek penelitian, 6) Putusan Mahkamah Agung Nomor. 755 PK/Pdt/2012. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.17 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah bukubuku, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, artikel koran serta internet serta bahan lain yang berkaitan dengan Peninjauan Kembali tentang Kredit Bank yang ditolak. 3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Hukum dan Ensiklopedia.18 D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Dalam melakukan penelitian ini, pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1) Metode kepustakaan; yaitu pengumpulan bahan hukum dengan melakukan penelusuran terhadap bahan pustaka, dalam hal ini adalah literatur-literatur yang ada relevansinya dengan Peninjauan Kembali tentang Kredit Bank yang ditolak; 17 Johnny Ibrahim, Op. Cit, hal. 141. Amirudin, dan H.Zainal, Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 32. 18 33 2) Metode dokumenter; yaitu pengumpulan bahan hukum dengan cara pengumpulan bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen pemerintah maupun non-pemerintah, dalam penelitian ini yang digunakan adalah dokumen yang diperoleh dari internet yang menyediakan website terkait segala hal yang berhubungan dengan Peninjauan Kembali tentang Kredit Bank yang ditolak. E. Metode Penyajian Bahan Hukum Bahan hukum dalam penelitian ini akan disajikan dengan cara teks normatif yaitu penyajian dalam bentuk uraian yang didasarkan pada teori yang disusun secara logis dan sistematis. Keseluruhan bahan hukum yang diperoleh dihubungkan sedemikian rupa satu dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti untuk menjawab permasalahan yang ada. F. Metode Analisis Berdasarkan norma hukum yang tertulis saja tidak cukup untuk langsung diterapkan dalam fakta hukum. Rumusan norma masih abstrak sehingga diperlukan kegiatan penemuan hukum (rechtsvinding). Hakim dalam menemukan hukum ada tiga metode, yaitu penafsiran hukum atau interprestasi, argumentasi dan konstruksi hukum.19 1 Interprestasi atau penafsiran, merupakan metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gambling mengenai teks undangundang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode intepretasi ini adalah sarana atau 19 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, (yogyakarat: UII Press,2007), hlm.76. 34 alat untuk mengetahui makna undang-undang. Intepretasi atau penafsiran ini dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu secara: 1) Metode intepretasi Submitatif adalah penerapan suatu teks perundang-undangan terhadap kasus in concreto dengan belum memasuki taraf penggunaan penalaran dan penafsiran yang lebih rumit, tetapi sekedar menerapkan silogisme. 2) Metode intepretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran yang menafsirkan undang-undang menurut arti katakata (istilah) yang terdapat pada undang-undang. Hakim wajib menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum. 3) Metode intepretasi secara sistematis atau dogmatis yaitu penafsiran yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan system hukum. Karena, terbentuknya suatu undang-undang pada hakekatnya merupakan bagian dari keseluruhan system perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak mungkin ada satu undang-undang yang berdiri sendiri tanpa terikat dengan peraturan perundang-undangan lainnya. 4) Metode intepretasi secara Historis yaitu menafsirkan undangundang dengan cara meninjau latar belakang sejarah dari pembentukan peraturan undang-undang yang bersangkutan. 5) Metode intepretasi secara Teleologisn atau Sosiologis yaitu cara penafsiran suatu ketentuan undang-undang untuk mengetahui makna atau yang didasarkan pada tujuan kemasyarakatan. 6) Intepretasi Komparatif ini dimaksud sebagai metode penafsiran dengan jalan membandingkan antara sistem hukum. Terutama bagi hukum yang timbul dari perjanjian internasional. 35 7) Intepretasi Antisipatif atau Futuristis yaitu cara penafsiran yang menjelaskan ketentuan undang-undang dengan berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan berlaku, yaitu dalam rancangan undang-undang. 8) Intepretasi Restriktif adalah sebuah perkataan diberi makna sesuai atau lebih sempit dari arti yang diberikan pada perkataan itu dalam kamus atau makna yang dilazimkan dalam percakapan sehari-hari. 9) Intepretasi Ekstensif adalah sebuah perkataan diberi makna lebih luas ketimbang arti yang diberikan pada perkataan itu menurut kamus atau makna yang dilazimkan dalam percakapan seharihari. 10) Intepretasi Otentik atau secara resmi dilakukan oleh pembuat undang-undang sendiri dengan mencantumkan beberapa arti kata yang digunakan di dalam suatu peraturan. Hakim tidak diperkenankan melakukan penafsiran dengan cara lain selain apayang telah ditentukan pengertiannya dalam undang-undang itu sendiri. 11) Intepretasi Interdisipliner biasa dilakukan dalam suatu analisis masalah yang menyangkut berbagai disiplin ilmu lainnya diluar ilmu hukum. Disini digunakan ilmu penafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum. 12) Intepretasi Multidisipliner seorang hakim harus juga mempelajari suatu atau beberapa disiplin ilmu lainnya diluar ilmu hukum. Dengan perkataan lain, disini hakim membutuhkan verifikasi dan bantuan dari disiplin ilmu yang berbeda-beda. 13) Intepretasi dalam kontrak atau perjanjian adalah menentukan makna yang harus ditetapkan dari pernyataan-pernyataan yang 36 dibuat oleh para pihak dalam kontrak dan akibat-akibat hukum yang timbul karenanya. 14) Intepretasi dalam perjanjian internasional yaitu penafsiran dalam perjanjian-perjanjian internasional, baik yang diatur dalam Konvensi, pendapat para ahli maupun dari berbagai keputusan pengadilan. 2 Metode argumentasi yaitu metode penemuan hukum yang digunakan hakim apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang mengatur secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi. Metode dalam Argumentasi: 1) Metode Konstruksi Analogi (Argomentum Per Anallogian) yaitu merupakan metode penemuan hukum dengan cara memasukan suatu perkara ke dalam lingkup pengaturan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan. 2) Argumentum a contrario atau sering disebut a contrario, yaitu menafsirkan atau menjelaskan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. 3) Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum, peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan member cirri-ciri. 3 Konstruksi hukum yaitu metode menjelaskan kata-kata atau membentuk pengertian (hukum) yang merupakan alat yang dipakai untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk bahasa dan istilah yang baik. Bahan hukum yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, dengan menggunakan intepretasi atau penafsiran. Hal ini 37 dilakukan, karena pada dasarnya baik hukum materiil maupun hukum formil sudah memberikan pengaturan hukum terhadap suatu hubungan hukum yang ada dalam masyarakat. 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini didasarkan pada data sekunder yaitu Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung, yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Para Pihak 1.1 Pihak Pemohon 1.1.1. PT. BANK BNI (Persero), Tbk, berkedudukan di Jalan Jend. Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada: Rinaldi Ansori, SH, dan kawankawan, para Advokat, berkantor di Royal Palace Blok C11, Jalan Prof. DR. Soepomo No. 178A, Jakarta; Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Tergugat IV/ Pembanding; 1.2. Pihak Termohon 1.2.1. SUHARYONO, bertempat tinggal di Jalan Pasar Minggu Rt. 004/01, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat; 1.2.2. YADIH MAJUK, bertempat tinggal di Kampung Centiga Rt. 004/01, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat; 1.2.3. MUJIB GERING, bertempat tinggal di Jalan Pasar Minggu Rt. 003/01, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat; 1.2.4. WAHIDIN BITRA, bertempat tinggal di Jalan Pasar Minggu Rt. 003/01, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat; 39 1.2.5. MAHALIM MAHMUD, bertempat tinggal di Jalan Pasar Minggu Rt. 003/01, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat; Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi I dan para turut Termohon Kasasi/para Penggugat/para Terbanding; 1.3. Pihak Turut Termohon 1.3.1. GUNAWAN alias GOENAWAN, dalam kapasitas selaku Pribadi maupun selaku Komisaris PT. GUNA INTI PERMATA, beralamat di Jalan Pilar Raya No. 67 Kedoya Selatan, Jakarta Barat; 1.3.2. YUPI HARTANTO, dalam kapasitas selaku Pribadi maupun selaku Komisaris PT. GUNA INTI PERMATA, beralamat di Jalan Pilar Raya No. 67 Kedoya Selatan, Jakarta Barat; 1.3.3. PT. GUNA INTI PERMATA, beralamat di Jalan Pilar Raya No. 67 Kedoya Selatan, Jakarta Barat; 1.3.4. KANTOR PERTANAHAN KOTAMADYA JAKARTA BARAT, beralamat di Komplek Walikota Jakarta Barat Jalan Raya Kembangan, Jakarta Barat; 1.3.5. SRI RAHAYU SEDYONO MARDIATMOJO, SH, bertempat tinggal di Wolter Mongonsidi No. 26 Jakarta Selatan; 1.3.6. YULKHAIZAR PANUH, SH, bertempat tinggal di Jalan Aipda KS Tubun No. 130 B, Petamburan, Jakarta Barat; 1.3.7. Drs. ABDURRACHMAN, SH alias A. RACHMAN, bertempat tinggal di Jalan Tebet Raya No. 55, Jakarta Selatan; 40 1.3.8. PT. CITRA LELANG NASIONAL, beralamat di Jalan Pokala No. 4 Pasar Minggu Km. 19, Jakarta Selatan; Para Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon Kasasi II s/d IX/para Turut Terbanding/para Tergugat dan turut Tergugat; 2. Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali 2.1. JUDEX JURIST (MAJELIS HAKIM KASASI) DAN JUDEX FACTI (MAJELIS HAKIM BANDING & PERTAMA) TERBUKTI SALAH DALAM PENERAPAN HUKUM KARENA TERBUKTI MELAKUKAN KESALAHAN BERAT ATAU KEKELIRUAN YANG NYATA. 2.1.1. Di dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2407 K/ Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011 tersebut, telah memuat seluruh Memori Kasasi yang telah disampaikan oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali / dahulu Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat, IV akan tetapi anehnya ternyata tidak ada satupun dalil-dalil dan/atau keberatan-keberatan dalam Memori Kasasi tersebut yang dinilai atau dipertimbangkan oleh Judex Juris (Majelis Hakim Kasasi), oleh karena itu sungguh sangat jelas penilaian dan/ atau pertimbangan hukum dalam pemeriksaan perkara a quo adalah sangat terkesan asalasalan / tidak sungguh-sungguh, sehingga menghasilkan putusan yang “kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd)” dan Judex Juris (Majelis Hakim Kasasi) telah melakukan tindakan unprofessional conduct. 41 2.1.2. PERTIMBANGAN HUKUM DAN AMAR PUTUSAN JUDEX FACTI/ JUDEX JURIST BERTENTANGAN DENGAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG. Judex Juris dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2407 K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011, pada halaman 39 dan Judex Facti dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.375/ PDT.G/2007/ PN.JKT.BAR tanggal 29 Juli 2008 pada halaman 62 yang telah diperkuat oleh Judex Juris, telah memberikan pertimbangan hukum antara lain sebagai berikut : a. Akta Jual Beli tersebut dibuat oleh seorang Notaris/ PPAT yang sudah pensiun sehingga secara yuridis tidak berwenang untuk membuat Akta Jual Beli dan dibuat berlaku mundur, maka Akta Jual Beli tersebut cacat hukum dan tidak sah. b. Akta Jual Beli tidak sah maka balik nama tanah objek sengketa kepada Tergugat I dan Pembebanan Hak Tanggungan juga tidak sah. c. Petitum ke-7 karena dibuat berdasarkan sertipikatsertipikat yang dibuat secara tidak sah, maka PKUmum Perjanjian Kredit beserta Persetujuannyapersetujuan Perubahan Perjanjian Kredit tersebut, haruslah dinyatakan batal demi hukum, sehingga petitum ke-7 gugatan Para Penggugat dapat dikabulkan. Sedangkan amar putusan (Petitum ke-7) adalah : Menyatakan batal PK-UMUM Perjanjian Kredit Nomor : 2003.005 tanggal 20 Januari 2003 beserta turutannya : 42 d. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (1) 2003.005 tanggal 12 November 2003. e. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (2) 2003.005 tanggal 4 Maret 2004. f. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (3) 2003.005 tanggal 6 Oktober 2004. g. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (4) 2003.005 tanggal 6 Oktober 2004. 2.1.3. Pemohon Peninjauan Kembali/dahulu Pemohon Kasasi/ Pembanding/Tergugat IV, sangat keberatan dengan pertimbangan hukum dan amar putusan tersebut diatas, sebab pertimbangan hukum tersebut diatas adalah salah dalam penerapan hukum dan sangat menyesatkan / serta bertentangan dengan Undang-undang. 2.1.4. Alasan keberatan dari Pemohon Peninjauan Kembali/Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat IV, adalah sebagai berikut : a. Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti yang dikuatkan oleh Judex Juris tersebut diatas, yang semata- mata hanya didasarkan pada tidak sahnya Akta Jual Beli dan Hak Tanggungan atas jaminan kredit berupa tanah-tanah yang diterima oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur, dan Judex Facti/ Judex Jurist dengan serta merta langsung membatalkan Perjanjian Kredit antara pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur dengan pihak PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III 43 sebagai debitur, adalah merupakan pertimbangan hukum yang bertentangan dengan ketentuan Undangundang, khususnya Undang-undang Perbankan dan Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum butir 8 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 REPUBLIK TAHUN TANGGUNGAN 1996 ATAS INDONESIA TENTANG TANAH HAK BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH, yang mana dinyatakan bahwa Perjanjian Kredit adalah merupakan Perjanjian Pokok sedangkan Pengikatan Jaminan (Hak Tanggungan) adalah merupakan perjanjian accesoir (tambahan), maka keberadaan perjanjian jaminan (Hak Tanggungan) tidak dapat dilepaskan dari adanya perjanjian pokok (Perjanjian Kredit), karena perjanjian jaminan tidak mungkin ada apabila tidak ada perjanjian pokok/ perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri. b. Terbitnya Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut tidak didasarkan pada adanya jaminan (sertifikat-sertifikat tanah), karena Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut dibuat terlebih dahulu serta merupakan dasar/sebab adanya Pengikatan Jaminan (Hak Tanggungan) terhadap jaminan berupa sertifikat-sertifikat tanah tersebut. c. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum butir 8 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA 44 BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH, menyatakan sebagai berikut : 1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. 2) Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utangpiutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. d. Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti dan Judex Juris tersebut diatas, yang menyatakan bahwa terbitnya Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) yang dilakukan oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/Pembanding/Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur dengan pihak PT.Guna Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur tersebut, karena dibuat berdasarkan pada adanya sertipikat-sertipikat tanah yang dibuat secara tidak sah/ cacat hukum dan kemudian dengan serta merta membatalkan Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut diatas, adalah amar putusan dan pertimbangan hukum yang salah besar dan bertentangan dengan undangundang. 45 e. (Perkara a quo) walaupun jaminan berupa sertifikatsertifikat tanah dan Pengikatan Jaminan (Hak Tanggungan) yang merupakan perjanjian accesoir (tambahan) tersebut dinyatakan batal/tidak mempunyai kekuatan hukum, maka hal tersebut demi hukum tidak berarti secara langsung/serta merta dapat membatalkan perjanjian pokok (Perjanjian Kredit antara Pemohon Peninjauan Kembali/Pemohon Kasasi/ Pembanding/Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/Tergugat III sebagai Debitur. f. Judex Facti/ Judex Juris telah melakukan kesalahan berat/ kekhilafan atau suatu kekeliruan yang nyata dan melakukan tindakan melampaui batas wewenang (ultra vires) karena telah menyatakan Perjanjian Kredit cacat hukum dan batal demi hukum, dan disamping itu sungguh tidak ada relevansi dan kepentingan apapun dari pihak Para Penggugat untuk ikut campur dan menuntut pembatalan Perjanjiann Kredit tersebut, oleh karena masalah kredit tersebut adalah semata- mata hubungan hukum hutang-piutang antara Pemohon Peninjauan Kasasi/Pembanding/Tergugat IV Kembali/Pemohon (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/Tergugat III sebagai debitur, sehingga dalam hal ini tidak ada hubungan hukum apapun dengan pihak Para Pengugat, maka tuntutan/ikut campur Para Penggugat tersebut justru semakin menunjukkan indikasi adanya maksud lain dan/ atau patut diduga adanya itikad tidak 46 baik dari pihak Para Penggugat yang bertujuan untuk merugikan pihak Pemohon Peninjauan Kembali/Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur. g. Berdasarkan bukti otentik dan fakta hukum tersebut di atas, maka Perjanjian Kredit antara Pemohon Peninjauan Kembali/Pemohon Kasasi/Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur, masih tetap berlaku dan sampai saat ini belum lunas, oleh karena itu pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur berhak untuk tetap mempertahankan kepentingannya untuk meminta pelunasan atas hutang debitur tersebut. h. Berdasarkan dalil-dalil dan fakta serta bukti tersebut di atas, maka telah membuktikan Judex Jurist dan Judex Facti telah “melakukan kesalahan berat” karena Judex Juris dan Judex Facti salah dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku yaitu salah menerapkan hukum perjanjian hutang piutang dan penjaminan serta Judex Juris Judex Facti terbukti melakukan tindakan melampaui batas wewenang (ultra vires) karena telah menyatakan Perjanjian Kredit cacat hukum dan batal demi hukum, padahal berdasarkan bukti otentik dan fakta hukum Perjanjian Kredit antara antara Pemohon Peninjauan Kembali / Pemohon Kasasi/ Pembanding / Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata / 47 Tergugat III sebagai debitur masih berlaku dan sampai saat ini belum lunas. i. Judex Juris dan Judex Facti tidak memeriksa dan/atau tidak cermat dalam memeriksa perkara a quo dan/ atau tidak cukup mempertimbangkan dan tidak melakukan pemeriksaan atas bukti bukti yang disampaikan terutama bukti-bukti dari pihak Pemohon Peninjauan Kembali / Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat IV, oleh karena itu terbukti pertimbangan hukum Judex Jurist dan Judex Factie tersebut diatas tidak adil dan / atau cenderung berat sebelah, oleh karena itu Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2407 K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 382/PDT/2009/PT.DKI. tanggal 5 Januari 2010 jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.375/PDT.G/2007/PN.JKT.BAR tanggal 29 Juli 2008, harus dibatalkan dan gugatan Para Penggugat harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya. 3. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung 3.1. Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Mengenai alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, sebab tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan Judex Juris karena pertimbangannya telah tepat; Alasan peninjauan kembali hanya merupakan pengulangan hal- hal yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dan Judex Juris . 48 3.2. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : PT. BANK BNI (Persero), Tbk tersebut harus ditolak. 3.3. Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan. 4. Putusan 4.1. Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. BANK BNI (Persero), Tbk tersebut. 4.2. Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). B. PEMBAHASAN 1. Penerapan hukum hakim Mahkamah Agung dalam menolak Permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012. Dalam perundang-undangan nasional, istilah “Peninjauan Kembali” mulai dipakai dalam (Undang-undang No. 19 tahun 1964), yang dalam pasal 15 menerangkan: 49 “terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal- hal atau keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan undang-undang”. Ketentuan tersebut diatas telah diatur kembali dalam pasal 24 dari Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru (Undang-undang No. 48 Tahun 2009), yang secara lebih jelas menerangkan: a b Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Terhadap putus an peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali. Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. Pasal 67 huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut : ”Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut; d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama 50 f. tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.” Pasal 69 huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut : “Tenggang waktu pengajuan permohona n peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk : a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekua tan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara; b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang; c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara; d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara”. Salah satu putusan yang dapat dijatuhkan Majelis PK, ditegaskan pada Pasal 74 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yakni menolak permohonan PK. Penolakan atas permohonan itu, apabila MA berpendapat, permohonan PK tersebut tidak beralasan. Artinya, dasar alasan permohonan PK yang diajukan, tidak sesuai dengan apa yang ditujukan pada Pasal 67 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Dari sekian banyak alasan PK yang diajukan, tidak satu pun yang sesuai atau memenuhi syarat dengan alasan limitatif yang ditentukan Pasal 67 Undang- undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. 51 Semuanya melenceng dari alasan yang dibenarkan undang- undang. Dalam keadaan yang seperti itu, cukup dasar bagi Majelis PK untuk menolak permohonan PK, dan selanjutnya menyatakan putusan yang dimohon PK tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada Permohonan PK dan Termohon PK. Dalam hal ini pun Pasal 74 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung memperingatkan, agar penolakan permohonan PK itu disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang, argumentatif, dan objektif. 18 Terdapat beberapa pertimbangan yang dipakai oleh Mahkamah Agung dalam menolak Permohonan Peninjauan Kembali, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Permohonan Peninjauan Kembali memenuhi syarat formil, tetapi materi pokok perkara peninjauan kembali tidak memenuhi kriteria. Bentuk putusan lain yang dapat dijatuhkan Mahkamah Agung tingkat peninjauan kembali, yaitu menolak permohonan peninjauan kembali. Putusan yang menolak permohonan peninjauan kembali bersifat positif, karena telah menyangkut penilaian terhadap materi pokok perkara: a) Putusan yang berbentuk menolak permohonan Peninjauan Kembali, telah melampaui tahap dan penilaian syarat formil permohonan Peninjauan Kembali; b) Apabila syarat formil terpenuhi, berarti permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima, sehingga tahap pemeriksaan selanjutnya memeriksa dan menilai putusan judex facti; c) Pemeriksaan putusan judex facti dari segi materiil mengacu dan bertitik tolak dari keberatan-keberatan atau alasan Peninjauan 18 M.Yahya Harahap, Op.cit, hlm. 488-489. 52 Kembali yang diajukan pemohon Peninjauan Kembali dalam permohonan Peninjauan Kembalinya. 2) Penolakan Peninjauan Kembali dengan perbaikan putusan judex facti. Seperti yang dijelaskan, ada kalanya memang pada dasarnya Mahkamah Agung setuju terhadap pertimbangan dan kesimpulan pokok putusan judex facti, ternyata terdapat kekeliruan atas kesalahan maupun kelalaian putusan judex facti, Cuma bobot dan kualitasnya tidak sampai membatalkan putusan. Menghadapi kasus yang seperti ini Mahkamah Agung cukup dan berwenang “memperbaiki” pertimbangan dan\ atau amar putusan judex facti. Hanya ada dua bentuk putusan yang dapat dijatuhkan Majelis PK terhadap perkara PK. Pertama mengabulkan permohonan PK yang diikuti dengan pembatalan dan memutus perkara PK, yang kedua menolak permohonan PK yang diikuti pernyataan putusan yang diminta PK tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada para pihak yang bersangkutan. 19 Syarat Formil yaitu dalam perkara ini permohonan Peninjauan Kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang. Berdasarkan hasil penelitian dalam perkara perdata dengan Nomor Register Perkara 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung ditemukan sebuah fakta dalam perkara ini dapat dilihat dalam pertimbangan hakim bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 2407 K/PDT/ 2010 tanggal 30 Mei 2010 diberitahukan kepada Pemohon Kasasi/Tergugat IV/ Pembanding pada tanggal 30 Januari 2012, kemudian 19 Loc.cit. 53 terhadapnya oleh Pemohon Kasasi/ Tergugat IV/ Pembanding diajukan Permohonan Peninjauan Kembali secara lisan pada tanggal 25 Juli 2012 sebagaimana ternyata dari Akte permohonan Peninjauan Kembali No. 375/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Bar yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat, permohonan mana disertai dengan memori Peninjauan Kembali yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 25 Juli 2012; Bahwa setelah itu, oleh Termohon Kasasi I dan para turut Termohon Kasasi/para Penggugat/para Terbanding yang pada tanggal 30 Juli 2012 telah diberitahu tentang memori Peninjauan Kembali dari pemohon Kasasi/Tergugat IV/Pembanding diajukan jawaban memori Peninjauan Kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tanggal 27 Agustus 2012; Pasal 72 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut : “Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat- lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon”. Menimbang, bahwa permohonan Peninjauan Kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Undang-undang maka oleh karena itu permohonan Peninjauan Kembali tersebut Formil dapat diterima. Berdasarkan hasil penelitian dalam perkara perdata dengan Nomor Register Perkara 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung ditemukan sebuah 54 fakta dalam perkara ini mengenai keberatan yang diajukan para pemohon Peninjauan Kembali mengajukan alasan Peninjauan Kembali sebagai berikut: 1. JUDEX JURIST (MAJELIS HAKIM KASASI) DAN JUDEX FACTI (MAJELIS HAKIM BANDING & PERTAMA) TERBUKTI SALAH DALAM PENERAPAN HUKUM KARENA TERBUKTI MELAKUKAN KESALAHAN BERAT ATAU KEKELIRUAN YANG NYATA. 1.1. Di dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2407 K/ Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011 tersebut, telah memuat seluruh Memori Kasasi yang telah disampaikan oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali / dahulu Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat, IV akan tetapi anehnya ternyata tidak ada satupun dalil-dalil dan/ atau keberatan-keberatan dalam Memori Kasasi tersebut yang dinilai atau dipertimbangkan oleh Judex Juris (Majelis Hakim Kasasi), oleh karena itu sungguh sangat jelas penilaian dan/ atau pertimbangan hukum dalam pemeriksaan perkara a quo adalah sangat terkesan asal-asalan/ tidak sungguh-sungguh, sehingga menghasilkan putusan yang “kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd)” dan Judex Juris (Majelis Hakim Kasasi) telah melakukan tindakan unprofessional conduct. 1.2. PERTIMBANGAN HUKUM DAN AMAR PUTUSAN JUDEX FACTI/ JUDEX JURIST BERTENTANGAN DENGAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG. Judex Juris dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2407 K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011, pada halaman 39 dan Judex Facti dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.375/ PDT. G/2007/ PN.JKT.BAR tanggal 29 55 Juli 2008 pada halaman 62 yang telah diperkuat oleh Judex Juris, telah memberikan pertimbangan hukum antara lain sebagai berikut : a. Akta Jual Beli tersebut dibuat oleh seorang Notaris/ PPAT yang sudah pensiun sehingga secara yuridis tidak berwenang untuk membuat Akta Jual Beli dan dibuat berlaku mundur, maka Akta Jual Beli tersebut cacat hukum dan tidak sah. b. Akta Jual Beli tidak sah maka balik nama tanah objek sengketa kepada Tergugat I dan Pembebanan Hak Tanggungan juga tidak sah. c. Petitum ke-7 karena dibuat berdasarkan sertipikatsertipikat yang dibuat secara tidak sah, maka PK-Umum Perjanjian Kredit beserta Persetujuannya-persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit tersebut, haruslah dinyatakan batal demi hukum, sehingga petitum ke-7 gugatan Para Penggugat dapat dikabulkan. Sedangkan amar putusan (Petitum ke-7) adalah : Menyatakan batal PK-UMUM Perjanjian Kredit Nomor : 2003.005 tanggal 20 Januari 2003 beserta turutannya : d. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (1) 2003.005 tanggal 12 November 2003. e. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (2) 2003.005 tanggal 4 Maret 2004. f. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (3) 2003.005 tanggal 6 Oktober 2004. g. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (4) 2003.005 tanggal 6 Oktober 2004. 56 1.3. Pemohon Peninjauan Kembali/ dahulu Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV, sangat keberatan dengan pertimbangan hukum dan amar putusan tersebut diatas, sebab pertimbangan hukum tersebut diatas adalah salah dalam penerapan hukum dan sangat menyesatkan/ serta bertentangan dengan Undang-undang. 1.4. Alasan keberatan dari Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat IV, adalah sebagai berikut : a. Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti yang dikuatkan oleh Judex Juris tersebut diatas, yang semata- mata hanya didasarkan pada tidak sahnya Akta Jual Beli dan Hak Tanggungan atas jaminan kredit berupa tanah-tanah yang diterima oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur, dan Judex Facti/ Judex Jurist dengan serta merta langsung membatalkan Perjanjian Kredit antara pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur dengan pihak PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III sebaga i debitur, adalah merupakan pertimbangan hukum yang bertentangan dengan ketentuan Undang- undang, khususnya Undang-undang Perbankan dan Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum butir 8 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDABENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH, yang mana dinyatakan bahwa Perjanjian Kredit adalah 57 merupakan Perjanjian Pokok sedangkan Pengikatan Jaminan (Hak Tanggungan) adalah merupakan perjanjian accesoir (tambahan), maka keberadaan perjanjian jaminan (Hak Tanggungan) tidak dapat dilepaskan dari adanya perjanjian pokok (Perjanjian Kredit), karena perjanjian jaminan tidak mingkin ada apabila tidak ada perjanjian pokok/perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri. b. Terbitnya Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut tidak didasarkan pada adanya jaminan (sertifikatsertifikat tanah), karena Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut dibuat terlebih dahulu serta merupakan dasar/sebab adanya Tanggungan) terhadap Pengikatan jaminan Jaminan berupa (Hak sertifikat- sertifikat tanah tersebut. c. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum butir 8 UNDANGUNDANG NOMOR 4 TAHUN REPUBLIK 1996 INDONESIA TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDABENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH, menyatakan sebagai berikut : 1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian tersebut. lainnya yang menimbulkan utang 58 2) Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. d. Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti dan Judex Juris tersebut diatas, yang menyatakan bahwa terbitnya Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) yang dilakukan oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur dengan pihak PT.Guna Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur tersebut, karena dibuat berdasarkan pada adanya sertipikat-sertipikat tanah yang dibuat secara tidak sah/ cacat hukum dan kemudian dengan serta merta membatalkan Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut diatas, adalah amar putusan dan pertimbangan hukum yang salah besar dan bertentangan dengan undang-undang. e. (Perkara a quo) walaupun jaminan berupa sertifikatsertifikat tanah Tanggungan) dan yang Pengikatan merupakan Jaminan perjanjian (Hak accesoir (tambahan) tersebut dinyatakan batal/ tidak mempunyai kekuatan hukum, maka hal tersebut demi hukum tidak berarti secara langsung/ serta merta dapat membatalkan perjanjian pokok (Perjanjian Kredit antara Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III sebagai Debitur. 59 f. Judex Facti/ Judex Juris telah melakukan kesalahan berat/ kekhilafan atau suatu kekeliruan yang nyata dan melakukan tindakan melampaui batas wewenang (ultra vires) karena telah menyatakan Perjanjian Kredit cacat hukum dan batal demi hukum, dan disamping itu sungguh tidak ada relevansi dan kepentingan apapun dari pihak Para Penggugat untuk ikut campur dan menuntut pembatalan Perjanjiann Kredit tersebut, oleh karena masalah kredit tersebut adalah semata- mata hubungan hukum hutang-piutang antara Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur, sehingga dalam hal ini tidak ada hubungan hukum apapun dengan pihak Para Pengugat, maka tuntutan/ ikut campur Para Penggugat tersebut justru semakin menunjukkan indikasi adanya maksud lain dan/ atau patut diduga adanya itikad tidak baik dari pihak Para Penggugat yang bertujuan untuk merugikan pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur. g. Berdasarkan bukti otentik dan fakta hukum tersebut di atas, maka Perjanjian Kredit antara Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur, masih tetap berlaku dan sampai saat ini belum lunas, oleh karena itu pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur berhak 60 untuk tetap mempertahankan kepentingannya untuk meminta pelunasan atas hutang debitur tersebut. h. Berdasarkan dalil-dalil dan fakta serta bukti tersebut di atas, maka telah membuktikan Judex Jurist dan Judex Facti telah “melakukan kesalahan berat” karena Judex Juris dan Judex Facti salah dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku yaitu salah menerapkan hukum perjanjian hutang piutang dan penjaminan serta Judex Juris Judex Facti terbukti melakukan tindakan melampaui batas wewenang (ultra vires) karena telah menyatakan Perjanjian Kredit cacat hukum dan batal demi hukum, padahal berdasarkan bukti otentik dan fakta hukum Perjanjian Kredit antara antara Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur masih berlaku dan sampai saat ini belum lunas. i. Judex Juris dan Judex Facti tidak memeriksa dan/ atau tidak cermat dalam memeriksa perkara a quo dan/ atau tidak cukup mempertimbangkan dan tidak melakukan pemeriksaan atas bukti bukti yang disampaikan terutama bukti-bukti dari pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV, .oleh karena itu terbukti pertimbangan hukum Judex Jurist dan Judex Factie tersebut diatas tidak adil dan/ atau cenderung berat sebelah, oleh karena itu Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2407 K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 382/PDT/2009/PT.DKI. tanggal 5 61 Januari 2010 jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.375/PDT.G/2007/PN.JKT.BAR tanggal 29 Juli 2008, harus dibatalkan dan gugatan Para Penggugat harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya. Pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali jelas terlihat bahwa selain memenuhi syarat formil, para pemohon Peninjauan Kembali juga memenuhi kriteria sebagaimana termaktub dalam Pasal 67 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. UU Nomor 3 Tahun 2009 Undang-Undang Mahkamah Agung. Berdasarkan alasan yang diajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali, Hakim Mahkamah Agung memberi pertimbangan yaitu: Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan Peninjauan Kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Mengenai alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, sebab tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan Judex Juris karena pertimbangannya telah tepat; Alasan Peninjauan Kembali hanya merupakan pengulangan hal- hal yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dan Judex Juris . Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : PT. BANK BNI (Persero), Tbk tersebut harus ditolak. Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini; Memperhatikan pasal-pasal dari UndangUndang No. 48 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 62 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan. Putusan hakim Pengadilan Negeri, Putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Kasasi semuanya mengkesampingkan bukti materiil (kebenaran yang sebenar-benarnya) dalam perkara pidana. Tindak pidana pemalsuan tanda tangan yang dilakukan Gunawan (T1) belum terbukti, walaupun dalam persidangan dihadirkan polisi sebagai saksi dari hasil lab. Print. Hakim mengacu pada hasil lab print tersebut, seharusnya yang menjadi acuan adalah putusan Hakim Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1918 KUHPerdata jo Pasal 29 A.B (aglemene Bepaligen Van Wet Geving). 2. Akibat hukumnya, terhadap Peninjauan Kembali yang ditolak dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012. 1. Menyatakan para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum; 2. Menyatakan para Penggugat adalah pemilik dan pemegang hak yang sah atas bidang-bidang tanah yang terletak di: 1) Desa/Kelurahan Kembangan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas : Utara : Tanah Manih Siman; Timur : Tanah Saiyan Laman; Selatan : Tanah Salbini Ung; Barat : Tanah Salam; Berdasarkan Akta jual Beli No.131/Kembangan/1994 tanggal 26 April 1994 dihadapan Camat PPAT M. Kloster Silitonga BBA., dengan Sertifikat Hak Milik No.144 pada tanggal 27 Oktober 63 1994 atas nama Penggugat I dengan luas 2.600 m2, gambar situasi No.10704/1994 tanggal 20 Oktober 1994; 2) Desa/Kelurahan Kembangan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas : Utara : Tanah Ucin Bangkong; Timur : Tanah Buang bin Niha; Selatan : Tanah Pungut Kate; Barat : Tanah Raisah Betok; Berdasarkan Akta jual Beli No.129/Kembangan/1994 tanggal 26 April 1994 dihadapan Camat PPAT M. Kloster Silitonga BBA., dengan Sertifikat Hak Milik No.176/Kembangan Utara pada tanggal 23 Juni 1995 atas nama Penggugat II denga n luas 2.000 m2, gambar situasi No.9330/1994 tanggal 14 September 1994; 3) Kampung Baru Desa/Kelurahan Kembangan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas : Utara : Tanah Kitik Betok; Timur : Tanah H. Nasan; Selatan : Tanah Usin Bangkong; Barat : Tanah Niin Rembun; Berdasarkan Akta jual Beli No.1005/C/KMB/1992 tanggal 31 Desember 1992 dihadapan Camat PPAT H. Sadoni Ass’shufi, SH., dengan Sertifikat Hak Milik No.83 pada tanggal 8 November 1993 atas nama Penggugat III dengan luas 4.774 m2, gambar situasi No.7789/1992 tanggal 21 Desember 1992; 4) Kampung Baru Desa/Kelurahan Kembangan, Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas : Utara : Tanah Kali; Timur : Tanah Kali; Selatan : Tanah Pungut Kate; Kecamatan 64 Barat : Tanah Romela Merin; Berdasarkan Akta jual Beli No.1001/C/KMB/JB/1992 tanggal 31 Desember 1992 dihadapan Camat PPAT H. Sadoni Ass’shufi, SH., dengan Sertifikat Hak Milik No.93 pada tanggal 14 Desember 1993 atas nama Penggugat IV dengan luas 2.230 m2, gambar situasi No. 7728/1992 tanggal 14 Desember 1992; 5) Kampung Baru Desa/Kelurahan Kembangan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas : Utara : Tanah Kitik b Betok; Timur : Tanah Indun b Usin; Selatan : Tanah Usin b Bangkong; Barat : Tanah Usin b Bangkong; Jual beli dilakukan denga n harga Rp 106.810.000,- Berdasarkan Akta jual Beli No.221/C/KMB/JB/1993 tanggal 22 Maret 1993 dihadapan Camat PPAT H. Sadoni Ass’shufi, SH., dengan Sertifikat Hak Milik No.182 pada tanggal 12 Juli 1995 atas nama Penggugat V dengan luas 2.762 m2, gambar situasi No. 7795/1992 tanggal 21 Desember 1992; 3. Menyatakan batal perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para Tergugat atau pihak yang mendapat hak dari padanya atas tanah-tanah milik para Penggugat; 4. Menyatakan batal akta-akta jual beli yang terdiri dari: 1) Akta Jual Beli No.367/Kembangan/1995 tanggal 29 Desember 1995; 2) Akta Jual Beli No.368/Kembangan/1995 tanggal 29 Desember 1995; 3) Akta Jual Beli No.879/Kembangan/1994 tanggal 31 Desember 1994; 65 4) Akta Jual Beli No.880/Kembangan/1994 tanggal 31 Desember 1994; 5) Akta Jual Beli No.369/Kembangan/1995 tanggal 29 Desember 1995; 5. Menyatakan Sertifikat Hak Milik Semuanya tidak mempunyai kekuatan hukum: 1) SHM No.83/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN (Tergugat I); 2) SHM No.182/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN (Tergugat I); 3) SHM No.176/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN (Tergugat I); 4) SHM No.93/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN (Tergugat I) 5) SHM No.144/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN (Tergugat I); 6. Menyatakan batal PK-UMUM Perjanjian Kredit Nomor : 2003.005 tanggal 20 Januari 2003 beserta turutannya berupa : 1) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (1) 2003.005 tanggal 12 November 2003; 2) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (2) 2003.005 tanggal 4 Maret 2004; 3) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (3) 2003.005 tanggal 6 Oktober 2004; 4) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (4) 2003.005 tanggal 6 Oktober 2004; 7. Menyatakan batal Akta Pemberian Hak Tanggungan yang terdiri dari: 1) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.7/2003 tanggal 17 Maret 2003; 66 2) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.4/2003 tanggal 27 Februari 2003; 3) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.5/2003 tanggal 27 Februari 2003; 4) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.6/2003 tanggal 27 Februari 2003; 5) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.3/2003 tanggal 27 Februari 2003; 6) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.36/2004 tanggal 8 November 2004; 8. Menyatakan batal Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan yang terdiri dari : 1) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.940/2003 tanggal 17 Maret 2003; 2) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.937/2003 tanggal 17 Maret 2003; 3) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.936/2003 tanggal 17 Maret 2003; 4) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.939/2003 tanggal 17 Maret 2003; 5) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.938/2003 tanggal 17 Maret 2003; 6) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.6570/2004 tanggal 8 November 2004. HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) tidak mengatur tentang kekuatan putusan hakim. Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan mempunyai 3 macam kekuatan: a. Kekuatan Mengikat 67 Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat artinya mengikat kedua belah pihak (Pasal 1917 KUH Perdata). Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak member dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan. 20 Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat artinya mengikat kedua belah pihak (Pasal 1917 KUH Perdata). Terikatnya para pihak kepada putusan yaitu PT Bank BNI sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dan Suharyono, Yadih Majuk, Mujib Gering, Wahidin Bitra, Mahalim Mahmud sebagai Termohon Peninjauan Kembali. Serta Gunawan, Yupi Hartanto, PT Guna Inti Permata, kantor pertanahan kotamadya Jakarta Barat, Sri Rahayu Sedyono M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs. Abdurachman, SH, PT Citra Lelang Nasional sebagai turut Termohon Peninjauan Kembali. b. Kekuatan Pembuktian Kekuatan pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukan untuk mengajukan Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali atau pelaksanaanya. Arti putusan itu sendiri dalam hukum pembuktian ialah bahwa dengan putusan itu telah diperoleh suatu kepastian tentang sesuatu. 21 Kekuatan pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta otentik yaitu Menyatakan batal PK-UMUM Perjanjian Kredit Nomor : 2003.005 tanggal 20 Januari 2003 beserta turutannya; Menyatakan batal Akta Pemberian Hak Tanggungan; Menyatakan batal Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan. c. 20 21 Kekuatan Eksekutorial Sudikno Mertokusumo , Op.Cit, hlm. 158. Loc.cit. 68 Suatu putusan dimaksud untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata- mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan realisasi atau pelaksanaanya (eksekusinya) secara paksa. Kekuatan mengikat saja dari suatu putusan pengadilan belumlah cukup dan tidak berarti apabila putusan tersebut tidak dapat direalisir atau dilaksanakan. Oleh karena itu putusan menetapkan dengan tegas hak atau hukumnya untuk kemudian direalisir, maka putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara. Bahwa kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa” member kekuatan eksekutorial bagi putusan-putusan pengadilan di Indonesia. 22 Perkara perdata mengenai perjanjian kredit bank yang dimohonkan Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dalam faktanya ditolak dengan mempertimbangkan bahwa alasanalasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, oleh karena penerapan Judex jurist dan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/ atau Undang-Undang. Hakim Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya menolak Permohonan Peninjauan Kembali sehingga dalam perkara ini Putusan judex facti pada pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 375/Pdt.G/2007/PN.JKT.BAR tanggal 29 Juli 2008 September 2008, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 382/PDT/2009/PT.DKI. tanggal 5 Januari 2010, putusan Mahkamah Agung RI No. 2407 K/PDT/ 2010 tanggal 30 Mei 2010 sudah tepat sebab tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim. 22 Loc.cit. 69 Menyatakan putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR tanggal 29 Juli 2008 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada Pemohon PK PT. BANK BNI (Persero), Tbk dan termohon PK Suharyono, Yadih Majuk, Mujib Gering, Wahidin Bitra, Mahalim Mahmud sebagai Termohon Peninjauan Kembali, Serta Gunawan, Yupi Hartanto, PT Guna Inti Permata, kantor pertanahan kotamadya Jakarta Barat, Sri Rahayu Sedyono M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs. Abdurachman, SH, PT Citra Lelang Nasional sebagai turut Termohon Peninjauan Kembali. Putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR tanggal 29 Juli 2008 dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 755 PK/Pdt/2012. Putusan hakim tersebut mempunyai kekuatan hukum inkraht. Hakim Mahkamah Agung dalam perkara ini tidak mempertimbangkan keadilan bagi PT BANK BNI, karena disini kesalahan bukan pada PT BANK BNI tetapi ada pada notaris dan Badan Pertanahan Nasional. Hakim Mahkamah Agung tidak mempertimbangkan alasan Permohonan Kembali yang diajukan PT BNI pada angka 1.4. (halaman 56-61). Seharusnya dipisahkan antara perjanjian pokok dengan tambahannya. Dalam hal ini perjanjian utang piutangnya tetap sah tidak batal, yang batal hanya perjanjian tanggungannya karena objek hak tanggungannya adalah tidak sah, tanah tersebut milik penggugat bukan milik Gunawan. 70 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN 1. Penerapan hukum Permohonan Hakim Peninjauan Mahkamah Kembali Agung dalam dalam perkara menolak Nomor 755 PK/Pdt/2012 sudah tepat, sudah tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim dalam penerapan Judex jurist (majelis hakim kasasi) dan judex facti (majelis hakim Banding & pertama) yang diajukan permohonan Peninjauan Kembali. Alasan Peninjauan Kembali yang diajukan Pemohon hanya merupakan pengulangan hal- hal yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dan Judex Juris. Putusan hakim Pengadilan Negeri, Putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Kasasi semuanya mengkesampingkan bukti materiil dalam perkara pidana. 2. Akibat hukum dari ditolaknya Permohonan Peninjauan Kembali Nomor 755 PK/Pdt/2012 oleh Mahkamah Agung yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali PT. BANK BNI (Persero), yaitu menyatakan putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR tanggal 29 Juli 2008 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada Pemohon PK PT. BANK BNI (Persero), Tbk dan termohon PK Suharyono, Yadih Majuk, Mujib Gering, Wahidin Bitra, Mahalim Mahmud sebagai Termohon Peninjauan Kembali, Serta Gunawan, Yupi Hartanto, PT Guna Inti Permata, kantor pertanahan kotamadya Jakarta Barat, Sri Rahayu Sedyono M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs. Abdurachman, SH, PT Citra Lelang Nasional sebagai turut Termohon Peninjauan Kembali. 71 B. SARAN 1. PT. BANK BNI bisa mengajukan gugatan baru. 2. PT. BANK BNI harus lebih hati- hati dalam memberikan perjanjian kredit. 3. Hakim Mahkamah Agung tidak mempertimbangkan keadilan bagi PT BANK BNI, karena disini kesalahan bukan pada PT BANK BNI tetapi ada pada notaris dan Badan Pertanahan Nasional. Dalam perkara ini seharusnya perjanjian utang piutangnya tetap sah tidak batal, yang batal hanya perjanjian tanggungannya karena objek hak tanggungannya yang tidak sah. 72 DAFTAR PUSTAKA LITERATUR Amirudin, dan Zainal, Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Halim, A. Ridwan, Hukum Acara Perdata, Ghalia Indonesia, jakarta, 2005. Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004. , Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang, 2008. Marzuki,Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta,2010. Mertokusumo, Susdikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2002. Prinst, Darwan, Strategi Menangani dan Menyusun Gugatan Perdata, cetakan ketiga revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997. Saleh, K. Wantjik, Kehakiman dan Peradilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997. Soemitro, Roni Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,1988. Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarat, 2007. 73 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Mr.Tresna, R, Komentar HIR. Pradnya Paramita, Jakarta, 1972. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. INTERNET http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/08/pengertian-hukum- materiil.html diakses tanggal 7 Maret 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Peninjauan_Kembali#Pada_Mahkamah_Agung diakses tanggal 28 Mei 2014. http://abdulrohimabdul.blogspot.com/2013/04/upaya-hukum-dalam-hukum-acaraperdata.html diakses tanggal 24 Juni 2014.