kementrian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal

advertisement
PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK
YANG DITOLAK
(Suatu Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)
SKRIPSI
OLEH :
ARVIN YANUAR SUSILO
E1A010156
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
ABSTRAK
Putusan Pengadilan Negeri No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR yang isi
amarnya berbunyi, dalam eksepsinya: menolak eksepsi Gunawan (TI) dan PT
Bank BNI (TIV). Dalam pokok perkara: 1. Mengabulkan gugatan penggugat
untuk sebagian; 2. Tergugat terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum; 3.
Penggugat adalah pemilik dan pemegang hak yang sah atas tanah sengketa; 4.
Menyatakan batal perbuatan hukum Tergugat; 5. Menyatakan batal akta jual
beli. Atas Putusan tersebut TIV (PT Bank BNI) mengajukan upaya hukum biasa
sampai luar biasa yaitu Peninjauan Kembali dengan mempersoalkan tentang
sertipikat atas nama para Penggugat telah beralih nama menjadi atas nama
Gunawan (Tergugat I) yang batal. Oleh Tergugat I sertipikat tersebut dijadikan
jaminan atas pinjaman kredit TI, TII, TIII, dari TIV (PT Bank BNI) sebesar 15
milyar dengan Hak Tanggungan. Penulis tertarik untuk meneliti dan menulis
skripsi dengan judul: “PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI TENTANG
PERJANJIAN KREDIT BANK YANG DITOLAK (suatu tinjauan yuridis
terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)”.
Tipe penelitian ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan
yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum
hakim Mahkamah Agung dalam menolak permohonan Peninjauan Kembali dan
akibat hukumnya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa
penerapan hukum hakim Mahkamah Agung dalam menolak permohonan
Peninjauan Kembali sudah tepat, sudah tidak terdapat adanya kekhilafan majelis
hakim Kasasi, majelis hakim Banding, dan majelis hakim Pengadilan Negeri
tingkat pertama yang diajukan permohonan Peninjauan Kembali. Akibat
hukumnya yaitu menyatakan putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR
tanggal 29 Juli 2008 mempunyai kekuatan hukum inkracht.
Kata Kunci: permohonan Peninjauan Kembali, ditolak.
iv
ABSTRACT
Based on the results of the adjudication of district court on case No. 375 / Pdt.G /
2007 / PN. JKT. BAR on July 29, 2008. Verditcted PT Bank BNI feel harmed by the
release of the verdict was in favor of the Plaintiff. So that the abolition of mortgage deed
certificate lawsuit arguing on behalf of the Plaintiff has changed its name to the name of
Gunawan (Defendant I) illegally, where the Defendant I have the certificate as collateral
for loans TI, TII, tiII, of TIV (PT BNI) at 15 billion. Against the District Court filed by
PT Bank BNI general remedies to extraordinary that Reconsideration. Writers interested
in researching and writing a thesis with the title “PERMOHONAN PENINJAUAN
KEMBALI TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK YANG DITOLAK (suatu
tinjauan yuridis terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)”.
This study used a juridical normative method. The specification of this study
analytical approaches. That aims to determine the application of the law in the Supreme
Court rejected the request for a judicial review and legal consequences refusal of the
request judicial review. Based on the results obtained the conclusion that the application
of the law in the Supreme Court rejected the application for judicial review is
appropriate, it is not there any oversight of appeal judges, the judges of appeal, and the
first petition for judicial review. The legal consequences of the refusal for
Reconsideration Request that states the decision No. 375 / Pdt.G / 2007 / PN. JKT. BAR
on 29 July 2008 still have binding legal force to the parties.
Keywords: application for judicial review, is rejected.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan
hukum
(skripsi)
berjudul
“PERMOHONAN
PENINJAUAN
KEMBALI TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK YANG DITOLAK
(suatu tinjauan yuridis terhadap Putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012
Mahkamah Agung)”.
Penulisan hukum (skripsi) ini disusun dalam rangka melengkapi syaratsyarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum pada
Universitas Jendral Soedirman Purwokerto. Penulis sepenuhnya menyadari begitu
banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini, untuk itu penulis dengan besar
hati menerima saran dan kritik yang membangun.
Penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari
bimbingan, arahan, petunjuk, bantuan, saran dan kritik serta dorongan dari semua
pihak yang telah turut membantu penulis. Kiranya, bukanlah hal yang berlebihan
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak
Dr.Angkasa,S.H.,M.Hum.,
sebagai
Dekan
Fakultas
Hukum
Universitas Jendral Soedirman yang telah memimpin dengan bijaksana dalam
meningkatkan kualitas Fakultas Hukum, para mahasiswa dan para alumninya;
2.
Bapak Sanyoto, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, atas segala
bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis sampai selesainya
skripsi ini;
3.
Bapak Drs. Antonius Sidik Maryono, S.H.,M.S., selaku Dosen Pembimbing
II yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan
vi
dan pengetahuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini;
4.
Bapak Rahadi Wasi Bintoro, S.H.,M.H., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini.
5.
Bapak Sanyoto, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik;
6.
Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Unuversitas Jendral
Soedirman yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang mana telah
mengajarkan dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di
Fakultas Hukum Unuversitas Jendral Soedirman.
7.
Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para
pegawai di Fakultas Hukum Unuversitas Jendral Soedirman.
8.
Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak disebutkan satu per
satu (Keluarga dan Sahabat).
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas kebaikan serta
bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Demikianlah semoga penulisan
hukum (skripsi) ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk
penulis, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Purwokerto, 13 Agustus 2014
Penulis,
Arvin Yanuar Susilo
E1A010156
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.…………………………………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………………. ii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………………. iii
ABSTRAK………………………………………………………………………………… iv
ABSTRACT………………………………………………………………………………… v
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………… viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………. ……………... 1
B. Perumusan Masalah…………………………………………………... 9
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 9
D. Kegunaan Penelitian ………………………………….......................... 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PUTUSAN HAKIM
1. Pengertian Putusan ………………………………............................ 11
2. Kekuatan Putusan ………………………………………….. ……... 11
3. Susunan dan Isi Putusan …………………………………………... 13
4. Jenis-jenis Putusan ……………………………………………….... 13
5. Putusan Mahkamah Agung pada Tingkat Peninjauan Kembali …… 16
B. UPAYA HUKUM
1. Upaya Hukum Biasa ……………………………………………….. 22
1) Perlawanan/ verzet ……………………………………………… 22
viii
2) Banding ………………………………………………………… 22
3) Kasasi …………………………………………………………... 23
2. Upaya Hukum Luar Biasa …………………………………………. 23
1) Peninjauan Kembali …………………………………………….. 23
2) Denderverzet …………………………………………………… 24
C. PENINJAUAN KEMBALI
1. Pengertian Peninjauan Kembali …………………………………… 25
2. Alasan Peninjauan Kembali ……………………………………….. 25
3. Prosedur Peninjauan Kembali ……………………………………... 27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ………………………………………………….. 31
B. Spesifikasi Penelitian ………………………………………………… 31
C. Sumber Bahan Hukum ……………………………………………….. 31
D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ………………………………... 32
E. Metode Penyajian Bahan Hukum ……………………………………. 33
F. Metode Analisis ……………………………………………………… 33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ………………………………………………………. 38
B. Pembahasan ………………………………………………………….. 48
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan ……………………………………………………………... 70
B. Saran …………………………………………………………………. 71
DAFTAR PUSTAKA
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan
terus berkembang secara dinamik mengikuti perkembangan zaman. Manusia
tidak pernah terlepas dari interaksi dengan manusia lain, dengan demikian
kebutuhan hidup akan terpenuhi. Akan tetapi dengan adanya interaksi antara
manusia satu dengan menusia lain sering menimbulkan permasalahan, untuk
mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini hukum mempunyai peran
yang penting. Pengertian Hukum itu sendiri adalah peraturan yang berupa
norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku
manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
Hukum bukanlah semata-mata sekedar pedoman untuk dibaca, dilihat atau
diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan atau ditaati.1 Hukum memiliki
tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan
hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan/
ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan
masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum.
Hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut: Hukum berdasarkan
Bentuknya: Hukum tertulis dan Hukum tidak tertulis. Hukum berdasarkan
Wilayah
berlakunya:
Hukum
lokal,
Hukum
nasional
dan
Hukum
Internasional. Hukum berdasarkan Fungsinya: Hukum Materil dan Hukum
Formal. Hukum berdasarkan Waktunya: Ius Constitutum, Ius Constituendum,
Lex naturalis/ Hukum Alam. Hukum Berdasarkan Isinya: Hukum Publik,
1
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi ke tujuh, 2002, Liberty Yogyakarta,
hlm.1.
2
Hukum Antar waktu dan Hukum Privat. Hukum Publik sendiri dibagi
menjadi Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana
dan Hukum Acara. Sedangkan Hukum Privat dibagi menjadi Hukum Pribadi,
Hukum Keluarga, Hukum Kekayaan, dan Hukum Waris. Hukum
Berdasarkan Pribadi: Hukum satu golongan, Hukum semua golongan dan
Hukum Antar golongan. Hukum Berdasarkan Wujudnya: Hukum Obyektif
dan Hukum Subyektif. Hukum Berdasarkan Sifatnya: Hukum yang memaksa
dan Hukum yang mengatur. Untuk melaksanakan hukum materiil perdata
terutama dalam
hal
ada pelanggaran
atau
untuk
mempertahankan
berlangsungnya hukum materiil perdata dalam hal ada tuntutan hak
diperlukan rangkaian peraturan hukum lain disamping hukum materiil
perdata itu sendiri. Peraturan hukum inilah yang disebut hukum formil atau
hukum acara perdata.
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan
perantara hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah
peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara menjamin pelaksanaan
hukum perdata materiil. Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum
acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya.
Tuntutan hak dalam hal
ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan
memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk
mencegah “eigenrichting” atau tindakan
menghakimi sendiri. Tindakan
menghakimi sendiri merupakan tindakan melaksanakan hak menurut
kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari
pihak lain yang berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Oleh
3
karena itu tindakan menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan dalam hal kita
hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita.2
Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan
bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu demi kebenaran dan
keadilan putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar
kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi
setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum yaitu upaya atau
alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.3
Upaya hukum terhadap putusan dapat dilakukan oleh salah satu pihak
yang merasa putusan Pengadilan kurang sesuai dengan yang diharapkan,
sehingga menurut tujuan dari upaya hukum, yaitu untuk memohon
membatalkan putusan Pengadilan ditingkat yang lebih rendah kepada
Pengadilan yang lebih tinggi.4 Dalam hukum acara perdata upaya hukum
dapat dibagi menjadi upaya hukum biasa berupa perlawanan (verzet), yakni
suatu upaya hukum untuk membantah putusan hakim yang telah dijatuhkan
pada waktu tidak hadirnya tergugat atau pihak tergugat di pengadilan.
Banding (revisi), yakni suatu upaya hukum tersebut yang mengusahakan agar
putusan pengadilan negeri atas suatu perkara ditinjau kembali dan perkaranya
diperiksa ulang dipengadilan tinggi. Kasasi (cassatie), yakni suatu upaya
hukum yang mengusahakan agar putusan pengadilan tinggi atas suatu perkara
ditinjau kembali dan perkarannya diperiksa ulang di Mahkamah Agung. Dan
upaya hukum luar biasa yang dapat berupa Peninjauan Kembali (PK) dan
Derden Verzet (verzet door darden), yakni suatu upaya hukum yang
dilanjutkan oleh pihak ketiga yang merasa keberatan terhadap suatu putusan
yang dapat merugikan haknya, yang dalam hal ini putusan tersebut dijatuhkan
dalam persidangan dimana ia atau wakilnya tidak pernah dipanggil atau / dan
2
Ibid, hlm. 2.
Ibid , hlm. 232-176.
4
Darwan Prinst, Strategi Menangani dan Menyusun Gugatan Perdata, cetakan ketiga revisi, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 214.
3
4
ia sendiri sebenarnya tidak pernah ikut campur dalam perkara yang
bersangkutan.
Peninjauan Kembali diharapkan dapat menjadi jawaban yang
memuaskan para pihak, karena dengan Peninjauan Kembali dapat dilihat
apakah dalam putusan sebelumnya telah melanggar hukum atau tidak dengan
harapan dapat memenuhi unsur kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Apabila suatu Pengadilan Negeri menurut Mahkamah Agung salah
menerapkan hukum atau peraturan perundang-undangan maka Putusan
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi tersebut dapat dibatalkan oleh
Mahkamah Agung.5 Ketentuan tersebut diatas telah diatur dalam Pasal 24
dari Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru (Undangundang No. 48 Tahun 2009).
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009 Pasal 67 tentang Mahkamah Agung yang menyebutkan secara
limitatif alasan-alasan Peninjauan Kembali yaitu:
1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
3.
apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari
pada yang dituntut;
4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5.
apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
5
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Peradilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 143.
5
6.
apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Perkara ini memang cukup rumit karena berhubungan dengan persoalan
tanah, melibatkan banyak pihak, terjadi banyak perbuatan hukum. Di bawah
ini peneliti akan menguraikan perkara ini secara singkat adalah sebagai
berikut:
PT Bank BNI sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Pemohon
Kasasi/ Tergugat IV/ Pembanding melawan Suharyono, Yadih Majuk, Mujib
Gering, Wahidin Bitra, Mahalim Mahmud sebagai Termohon Peninjauan
Kembali dahulu Termohon Kasasi I dan Turut Termohon Kasasi/ para
Penggugat/ para Terbanding. Serta Gunawan, Yupi Hartanto, PT Guna Inti
Permata, kantor pertanahan kotamadya Jakarta Barat, Sri Rahayu Sedyono
M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs. Abdurachman, SH, PT Citra Lelang
Nasional sebagai turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon
Kasasi II s/d IX/ para turut Terbanding/ para Tergugat dan turut Tergugat.
Mengajukan upaya hukum luar biasa terhadap putusan Mahkamah Agung
No. 2407/ PDT/ 2010. tanggal 30 Mei 2010 yang telah berkekuatan hukum
tetap.
Awal Desember 2006 bidang-bidang tanah yang menjadi sengketa akan
dilelang oleh PT Bank BNI (T IV) melalui Turut Tergugat. Sertipikat atas
nama para Penggugat telah beralih nama menjadi atas nama Gunawan
(Tergugat I). Sertipikat yang diambil dari kantor Tergugat VIII palsu,
kemudian Tergugat VIII dituntut melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
3 Januari 2007 Penggugat II, Penggugat III, Penggugat IV, Penggugat V,
melaporkan Tergugat I ke Polda Metro Jaya dengan tuntutan Tindak Pidana
pemalsuan pasal 263 KUHP. Pada tanggal 7 Februari 2007 Penggugat I
melaporkan Tergugat I ke Polda Metro Jaya dengan tuntutan Tindak Pidana
6
pemalsuan Pasal 263 KUHP. Sertipikat atas nama para Penggugat telah
beralih nama menjadi atas nama Gunawan (Tergugat I) dilakukan oleh
Tergugat V dan Tergugat VI. Oleh Tergugat I sertipikat tersebut dijadikan
jaminan atas pinjaman kredit TI, TII, TIII, dari TIV (PT Bank BNI).
PT Bank BNI (T IV) menerbitkan akta pemberian Hak Tanggungan
dihadapan Tergugat VII. Pemberian Hak Tanggungan didaftarkan kepada
Tergugat V, sehingga terbitlah salinan buku tanah Hak Tanggungan. TI, TII,
TIII melakukan pinjaman kredit sebesar 15 milyar dari TIV (PT Bank BNI).
Kredit tersebut macet dan tanah Hak Tanggungan dilelang. Kemudian karena
Penggugat merasa tidak pernah mengalihkan tanah sengketa tersebut,
Penggugat melaporkan TI melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal
1365 KUHPerdata). TI dibantu oleh T VI dalam menjual akta jual beli, T VI
dituntut melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata
dan Pasal 1335 KUHPerdata).
PT Bank BNI (T IV) oleh Hakim dianggap telah melanggar prinsip
kehati-hatian bank. Tergugat V seharusnya sudah mengetahui bahwa tanda
tangannya palsu, maka oleh hakim Tergugat V dituntut melakukan Perbuatan
Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). Perjanjian kredit TI, TII, TIII,
dari TIV (PT Bank BNI) dianggap cacat hukum (Pasal 1320 KUHPerdata).
Tergugat VII pembuat akta pemberian Hak Tanggungan dituntut melakukan
Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).
Kompetensi absolut gugatan tidak dapat diterima (niet onvakelijk
verklaard). Surat gugatan berisi pembatalan hak kepemilikan atas sertipikat
tanah dan pembebanan sertipikat hak tanggungan diajukan ke Pengadilan
Negeri yang seharusnya diajukan ke Pengadilan TUN karena Sertipikat
dibuat oleh pejabat TUN. Gugatan penggugat premature, aanhanging gecling,
7
yaitu apa yang digugat masih tergantung perkara lain, dalam perkara ini
masih tergantung pada Tindak Pidana pemalsuan (Pasal 263 KUHP).
Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara
perdata dengan Nomor Register 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR pada
tanggal 29 Juli 2008 telah menjatuhkan putusan. Dalam eksepsinya: menolak
eksepsi Gunawan (TI) dan PT Bank BNI (T IV). Dalam pokok perkara : 1.
Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian; 2. Tergugat terbukti
melakukan Perbuatan Melawan Hukum; 3. Penggugat adalah pemilik dan
pemegang hak yang sah atas tanah sengketa; 4. Menyatakan batal perbuatan
hukum Tergugat; 5. Menyatakan batal akta jual beli.
Setelah dijatuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang
memeriksa dan mengadili perkara perdata dengan Nomor Register 375/
Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR pada tanggal 29 Juli 2008. Diajukan upaya
hukum Banding oleh PT BANK BNI yang semula Tergugat IV. Kemudian
Pengadilan Tinggi mengeluarkan putusan Nomor 382/ PDT/ 2009/ PT.DKI.
tanggal 5 Januari 2010 dengan amar putusan sebagai berikut: Menerima
permohonan Banding dari Pembanding semula Tergugat IV PT Bank BNI
(Persero) tbk; Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor
375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR pada tanggal 29 Juli 2008, yang
dimohonkan Banding tersebut; Menghukum Pembanding semula Tergugat IV
untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan yang dalam
tingkat Banding sebesar Rp. 150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah).
Setelah dijatuhkan putusan Pengadilan Tinggi Nomor 382/ PDT/ 2009/
PT.DKI. tanggal 5 Januari 2010. Diajukan upaya hukum Kasasi oleh PT
BANK BNI yang semula Tergugat IV. Kemudian Mahkamah Agung RI
mengeluarkan putusan No. 2407/ PDT/ 2010. tanggal 30 Mei 2010 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut, dengan amar putusan sebagai berikut:
8
Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT> Bank BNI
(PERSERO) Tbk. Tersebut; Menghukum Permohonan Kasasi semula
Tergugat IV untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi sebesar
Rp.500.00,-( lima ratus ribu rupiah).
Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, yaitu
putusan Mahkamah Agung No. 2407 K/PDT/ 2010 tanggal 30 Mei 2010
diberitahukan kepada Pemohon Kasasi/Tergugat IV/ Pembanding pada
tanggal
30
Januari
2012,
kemudian
terhadapnya
oleh
Pemohon
Kasasi/Tergugat IV/Pembanding diajukan permohonan Peninjauan Kembali
secara lisan pada tanggal 25 Juli 2012 dengan alasan hakim Banding &
pertama terbukti salah dalam penerapan hukum karena terbukti melakukan
kesalahan berat atau kekeliruan yang nyata, pertimbangan hukum dan amar
putusan judex facti/ judex jurist bertentangan dengan hukum dan undangundang.
Alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, sebab tidak terdapat
adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan Judex Juris
karena pertimbangannya telah tepat. Alasan Peninjauan Kembali hanya
merupakan pengulangan hal-hal yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti
dan Judex Juris. Mahkamah Agung atas permohonan Peninjauan Kembali
tersebut telah menjatuhkan putusan yang isinya menolak pemohon
Peninjauan Kembali.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang tersebut penulis
tertarik untuk meneliti dan menulis Skripsi Putusan Mahkamah Agung
mengenai ditolaknya permohonan peninjauan kembali dengan judul:
“Permohonan Peninjauan Kembali tentang Perjanjian Kredit Bank yang
Ditolak (suatu tinjauan yuridis terhadap Putusan Nomor. 755
PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung)”.
9
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan hukum hakim Mahkamah Agung dalam
menolak permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara Nomor. 755
PK/Pdt/2012?
2. Bagaimana akibat hukumnya, terhadap Peninjauan Kembali yang
ditolak dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui
alasan
Mahkamah
Agung
menolak
permohonan
Peninjauan Kembali dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012.
2. Mengetahui akibat hukum penolakan permohonan Peninjauan
Kembali pada putusan Nomor. 755 PK/Pdt/2012.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dapat
memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan
dan literatur dalam dunia akademis, khususnya literatur mengenai
Permohonan Peninjauan Kembali yang Ditolak tentang Perjanjian Kredit
Bank.
2.
Kegunaan Praktis
10
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai
permohonan Peninjauan Kembali yang Ditolak tentang Perjanjian Kredit
Bank. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan
refrensi, bacaan yang bermanfaat, dan sumber informasi bagi penelitian
selanjutnya.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PUTUSAN HAKIM
1.
Penertian Putusan
Menurut system HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) dan Rbg
(Rechts Reglement Buitengewesten) hakim mempunyai peran aktif
memimpin acara dari awal sampai akhir pemeriksaan perkara. Hakim
berwenang memberikan petunjuk kepada pihak yang mengajukan
gugatan ke pengadilan (Pasal 119 HIR-143 Rbg) dengan maksud supaya
perkara yang dimajukan itu menjadi jelas persoalannya dan memudahkan
hakim dalam memeriksa perkara itu.6 Menurut Darwan Prinst, Putusan
merupakan hasil akhir dari pemeriksaan perkara dipengadilan.7
Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan Hakim adalah suatu
pernyataan yang oleh hakim, sebagai oejabat Negara yang diberi
wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan ditujukan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para
pihak. Bukan hanya yang disebutkan saja yang disebut putusan,
melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan. 8
2.
Kekuatan Putusan
HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) tidak mengatur tentang
kekuatan putusan hakim. Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan
mempunyai 3 macam kekuatan:
a.
6
Kekuatan Mengikat
Abdulkadir Muhamad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990,
hlm.21.
7
Darwan Prinst, Op.Cit, hlm. 205.
8
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm. 158.
12
Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat artinya
mengikat kedua belah pihak (Pasal 1917 KUH Perdata). Terikatnya
para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak
memberi dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan.
b.
Kekuatan Pembuktian
Kekuatan pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk
tertulis, yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk
dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin
diperlukan untuk mengajukan Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali
atau pelaksanaanya. Arti putusan itu sendiri dalam hukum
pembuktian ialah bahwa dengan putusan itu telah diperoleh suatu
kepastian tentang sesuatu.
c.
Kekuatan Eksekutorial
Suatu putusan dimaksud untuk menyelesaikan suatu persoalan
atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti
semata-mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan
realisasi atau pelaksanaanya (eksekusinya) secara paksa. Kekuatan
mengikat saja dari suatu putusan pengadilan belumlah cukup dan
tidak berarti apabila putusan tersebut tidak dapat direalisir atau
dilaksanakan. Oleh karena itu putusan menetapkan dengan tegas hak
atau hukumnya untuk kemudian direalisir, maka putusan hakim
mempunyai
kekuatan
eksekutorial,
yaitu
kekuatan
untuk
dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa
oleh alat-alat Negara. Bahwa kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
keTuhanan Yang Maha Esa” member kekuatan eksekutorial bagi
putusan-putusan pengadilan di Indonesia.9
9
Loc.cit.
13
3.
Susunan dan Isi Putusan
Adapun didalam HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) tidak ada
ketentuan yang mengatur bagaimana putusan hakim harus dimuat di dalam
putusan diatur dalam pasal 183,184,187 HIR (Pasal 194,195,198 Rbg), 25
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, 27 RO Rv. Menurut Sudikno
Mertokusumo putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu:
a.
Kepala Putusan
Setiap putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan
yang berbunyi: “Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha
Esa”. Kepala putusan ini memberikan kekuatan eksekutorial pada
putusan.
b.
Identitas Para Pihak
Setiap perkara atau gugatan sekurang kurangnya mempunyai 2 pihak,
maka didalam putusan harus dimuat identitas para pihak antara lain:
nama, umur, alamat, dan nama pengacara kalau ada.
c.
Pertimbangan
Pertimbangan dalam putusan perdata dibagi 2, yaitu pertimbangan
tentang duduk perkara atau peristiwa dan pertimbangan tentang
hukumnya.
d.
Amar
Amar merupakan jawaban petitum daripada gugatan yang merupakan
amar atau dictum. Ini berarti bahwa dictum, merupakan tanggapan
terhadap petitum.10
4.
Jenis-jenis Putusan
Menurut Darwan Prinst, putusan diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Interloctoir Vonis
10
Sudikno Mertokusumo, Op .Cit, hlm. 220-225.
14
Interloctoir Vonis (putusan sela), adalah putusan yang bukan
merupakan putusan akhir. Putusan sela (Interloctoir Vonis) itu dapat
berupa:
a.
Putusan Provisional
Putusan Provisional adalah putusan yang diambil segera
mendahului putusan akhir tentang pokok perkara; karena adanya
alasan-alasan yang mendesak itu. Misalnya dalam hal istri
menggugat suaminya, dimana gugatan pokok adalah “mohon
cerai”, akan tetapi sebelum itu suami yang digugat telah
melalaikan kewajibannya memberikan nafkah kepada istrinya
itu, maka si suami terlebih dahulu dihukum untuk membayar
nafkah kepada istrinya itu, sebelum putusan akhir terhadap
gugatan cerai itu. Demikian halnya mengijinkan seseorang
untuk berperkara secara cuma-cuma (Pro Deo), sesuai Pasal 235
HIR/Pasal 271 RBG, ditetapkan dengan putusan Provisional.
b.
Putusan Preparatoir
Putusan Preparatoir, adalah putusan sela guna mempersiapkan
putusan akhir. Misalnya putusan yang menolak\ mengabulkan
pengunduran sidang, karena alasan yang tidak tepat\ tidak dapat
diterima (AT. Hamid 1984: 209). Dalam praktek sering sekali
terjadi perbedaan pendapat tentang pengunduran siding antara
penggugat dengan tergugat, maka dalam hal demikian hakim
harus mengambil keputusan mengenai pengunduran sidang itu.
c.
Putusan Insidental
Putusan Insidental, adalah putusan sela yang diambil secara
insidental. Hal ini terjadi misalnya karena kematian kuasa dari
salah satu pihak (penggugat\ tergugat), dan lain-lain sebagainya
(AT. Hamid 1984: 269). Terhadap putusan sela atau belum
merupakan putusan akhir, maka tidak dapat dimintakan Banding
15
secara tersendiri. Oleh karena itu harus diajukan secara bersamasama dengan pemohon Banding pada putusan akhir (Pasal 9
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1974). Logika penalaran
permohonan Banding terhadap putusan sela secara terpisah dari
perkara pokok, adalah untuk menghindarkan berlarut-larutnya
perkara di pengadilan.
2) Putusan Akhir
Putusan Akhir dalam suatu perkara dapat berupa:
a.
Niet Onvankelijk Verklart
Niet Onvankelijk Verklart berarti tidak dapat diterima, yakni
putusan pengadilan yang menyatakan, bahwa gugatan penggugat
tidak dapat diterima. Adapun alasan-alasan pengadil mengambil
keputusan menyatakan suatu gugatan tidak dapat diterima
adalah sebagai berikut:
a) Gugatan tidak berdasarkan hukum;
b) Gugatan tidak patut;
c) Gugatan itu bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum;
d) Gugatan salah;
e) Gugatan kabur;
f)
Gugatan tidak memenuhi persyaratan;
g) Gugatan tidak jelas;
h) Subjek gugatannya tidak lengkap;
i)
b.
Dan lain-lain.
Tidak berwenang mengadili
Suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan yang tidak
berwenang, bukan menyangkut kompetensi absolute maupun
relatif,
akan
diputus
oleh
pengadilan
tersebut
dengan
16
menyatakan dirinya tidak mengadili gugatan itu. Oleh karena itu
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
c.
Gugatan dikabulkan
Suatu gugatan yang terbukti kebenarannya dipengadilan akan
dikabulkan seluruhnya atau sebagian. Apabila gugatan terbukti
seluruhnya, maka gugatan akan dikabulkan seluruhnya. Apabila
gugatan hanya terbukti sebagian, maka akan dikabulkan
sebagian pula sepanjang yang dapat dibuktikan itu.
d.
Gugatan ditolak
Suatu gugatan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya
didepan pengadilan, maka gugatan tersebut akan ditolak.
Penolakan itu dapat terjadi untuk seluruhnya atau hanya
sebagian saja.11
5.
Putusan Mahkamah Agung pada Tingkat Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang
berwenang untuk memutus permohonan PK. Berita Acara Pendapat dari
Pengadilan Negeri yang diperoleh dari pemeriksaan pendahuluan PK
tidak selalu menjadi pertimbangan hakim MA dalam memutus perkara.
Pada saat memeriksa permohonan PK, majelis hakim MA terdiri dari
minimal tiga orang hakim agung. Putusan dibacakan dan ditandatangani
oleh hakim agung yang melakukan pemeriksaan permohonan PK.
Putusan PK oleh Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Menyatakan Permohonan Peninjauan Kembali Tidak Dapat Diterima
Salah satu bentuk putusan yang dapat dijatuhkan Mahkamah
Agung pada tingkan Peninjauan Kembali adalah putusan negatif,
berupa pernyataan permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat
11
Darwan Prinst, Op. Cit, hlm. 206-209.
17
diterima. Dasar alasan pertimbangan menjatuhkan putusan yang
menyatakan permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat diterima,
yaitu apabila Majelis yang memeriksa perkara itu berpendapat
permohonan Peninjauan Kembali yang dijatuhkan pemohon, tidak
memenuhi syarat formil yang ditentukan Undang-undang.
Terdapat beberapa syarat formil permohonan Peninjauan
Kembali yang harusa dipenuhi. Sifat dari syarat formil tersebut
kumulatif. Supaya permohonan Peninjauan Kembali sah menurut
hukum, harus semua syarat formil tersebut. Salah satu saja syarat
tersebut tidak terpenuhi mengakibatkan Permohonan Peninjauan
Kembali mengandung cacat formil sehingga Permohonan Peninjauan
Kembali harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(1) Permohonan Peninjauan Kembali dilakukan kuasa tanpa surat
kuasa yang khusus memberi kuasa mengajukan Permohonan
Peninjauan Kembali.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undang-undang
Mahkamah Agung, Permohonan Peninjauan Kembali harus
diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli
warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan
untuk itu.
(2) Permohonan Peninjauan Kembali Tidak Disampaikan.
Pasal 71 ayat (1) dan (2) Undang-undang Mahkamah Agung
menegaskan, (1) permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh
Pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya
alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan dimasukkan di
kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam
tingkat pertama. (2) Apabila pemohon tidak dapat menulis,
maka ia menguraikan permohonannya secara lisan di hadapan
Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
18
pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang
akan
membuat
catatan
tentang
permohonan
tersebut.
Penyampaian Permohonan Peninjauan Kembali oleh Pemohon
Peninjauan Kembali, merupakan syarat formil keabsahan
Permohonan Peninjauan Kembali. Tidak terpenuhinya syarat
tersebut oleh pemohon mengakibatkan permohonan peninjauan
kembali tidak sah, dan Mahkamah Agung menyatakan
Permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat diterima.
(3) Terlambat mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali.
Selain Pemohon Peninjauan Kembali wajib menyampaikan
Permohonan Peninjauan Kembali, terdapat pula syarat formil
tentang batas jangka waktu menyampaikan permohonan itu
sendiri. Syarat itu ditegaskan pada Pasal 69 Undang-undang
Mahkamah Agung, tenggang waktu pengajuan permohonan
peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 67 UU MA adalah 180 (seratus
delapan puluh) hari.
b. Menolak Permohonan Peninjauan Kembali
Salah satu putusan yang dapat dijatuhkan Majelis PK,
ditegaskan pada Pasal 74 ayat (2) UU MA, yakni menolak
permohonan PK. Penolakan atas permohonan itu, apabila MA
berpendapat, permohonan PK tersebut tidak beralasan. Artinya,
dasar alasan permohonan PK yang diajukan, tidak sesuai dengan apa
yang ditujukan pada Pasal 67 UU MA.
Dari sekian banyak alasan PK yang diajukan, tidak satu pun
yang sesuai atau memenuhi syarat dengan alasan limitatif yang
ditentukan Pasal 67 UU MA. Semuanya melenceng dari alasan yang
dibenarkan undang-undang. Dalam keadaan yang seperti itu, cukup
dasar bagi Majelis PK untuk menolak permohonan PK, dan
19
selanjutnya menyatakan putusan yang dimohon PK tetap mempunyai
kekuatan hukum mengikat kepada Permohonan PK dan Termohon
PK.
Dalam hal ini pun Pasal 74 ayat (3) UU MA memperingatkan,
agar penolakan permohonan PK itu disertai dengan pertimbanganpertimbangan yang matang, argumentatif, dan objektif.12
Mengenai putusan Mahkamah Agung menolak permohonan
Peninjauan Kembali, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Permohonan Peninjauan Kembali memenuhi syarat formil,
tetapi materi pokok perkara peninjauan kembali tidak memenuhi
kriteria.
Bentuk putusan lain yang dapat dijatuhkan Mahkamah Agung
tingkat Peninjauan Kembali, yaitu menolak permohonan
Peninjauan Kembali. Putusan yang
menolak Permohonan
Peninjauan Kembali bersifat positif, karena telah menyangkut
penilaian terhadap materi pokok perkara:
a) Putusan yang berbentuk menolak permohonan Peninjauan
Kembali, telah melampaui tahap dan penilaian syarat formil
Permohonan Peninjauan Kembali;
b) Apabila syarat formil terpenuhi, berarti Permohonan
Peninjauan Kembali dapat diterima, sehingga tahap
pemeriksaan selanjutnya memeriksa dan menilai putusan
judex facti;
c) Pemeriksaan putusan judex facti dari segi materiil mengacu
dan bertitik tolak dari keberatan-keberatan atau alasan
Peninjauan Kembali yang diajukan Pemohon Peninjauan
Kembali dalam permohonan Peninjauan Kembalinya.
12
M.Yahya Harahap, “Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali
Perkara Perdata”, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 488-489.
20
2) Penolakan Peninjauan Kembali dengan perbaikan putusan judex
facti.
Seperti yang dijelaskan, ada kalanya memang pada dasarnya
Mahkamah
Agung
kesimpulan pokok
setuju
terhadap
pertimbangan
dan
putusan judex facti, ternyata terdapat
kekeliruan atas kesalahan maupun kelalaian putusan judex facti,
Cuma bobot dan kualitasnya tidak sampai membatalkan
putusan. Menghadapi kasus yang seperti ini Mahkamah Agung
cukup dan berwenang “memperbaiki” pertimbangan dan\ atau
amar putusan judex facti.
Hanya ada dua bentuk putusan yang dapat dijatuhkan Majelis
PK terhadap perkara PK. Pertama mengabulkan permohonan PK
yang diikuti dengan pembatalan dan memutus perkara PK, yang
kedua menolak permohonan PK yang diikuti pernyataan putusan
yang diminta PK tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat
kepada para pihak yang bersangkutan.13
c.
Mengabulkan Permohonan Peninjauan Kembali.
Bentuk Putusan Kedua Yang dapat dijatuhkan Majelis PK,
diatur pada Pasal 74 ayat (1) UU MA, yakni mengabulkan
permohonan PK.
Menurut pasal ini, setiap pengabulan permohonan PK,
langsung menimbulkan rangkaian konsekuensi yuridis yang bersifat
mutlak, sebagai berikut:
a
Setiap pengabulan permohonan PK harus diikuti dengan
pernyataan pembatalan putusan yang dimohon PK;
13
Loc.cit.
21
b
selanjutnya, pembatalan putusan tersebut dengan sendirinya
menurut hukum mewajibkan Majelis PK memeriksa serta
memutus atau mengadili sendiri perkara PK yang bersangkutan.
Pasal 74 ayat (3) UU MA, yang berbunyi:
“ Pengadilan yang dimaksudkan ayat (1), setelah melaksanakan
perintah Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita
acara pemeriksaan tambahan serta pertimbangan sebagaimana
dimaksudkan ayat (1), kepada Mahkamah Agung”.
Selanjutnya, Pasal 74 ayat (3) UU MA memperingatkan, agar
penolakan permohonan PK itu disertai dengan pertimbanganpertimbangan yang matang, argumentatif, dan objektif.14
B. UPAYA HUKUM
Upaya hukum merupakan upaya atau alat untuk mencegah atau
memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan (Krisna Harahap, 2003 : 114115). Upaya hukum merupakan hak yang dapat dipergunakan apabila merasa
tidak puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum
ini merupakan hak, jadi hak tersebut bisa saja dipergunakan dan bisa juga
tidak menggunakan hak tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan
upaya hukum tersebut dipergunakan, maka pengadilan wajib menerimanya.
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu
apabila putusan
tersebut
telah
dijatuhkan
dengan
ketentuan
dapat
dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam Pasal 180
ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi
berjalan terus.
14
M.Yahya Harahap, “Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali
Perkara Perdata”, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 487-488.
22
1. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk
putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:
1) Perlawanan/Verzet
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat
(putusan verstek). Dasar hukum Verzet dapat dilihat di dalam Pasal
129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/ tenggang waktu 14
hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan Verstek
diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat
tidak hadir.
Syarat Verzet adalah (Pasal 129 ayat (1) HIR):
a
keluarnya putusan Verstek
b
jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh
lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8
hari; dan
c
Verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan
gugatannya.
2) Banding
Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak
puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan
Banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang
menjatuhkan putusan (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947). Urutan
Banding menurut Pasal 21 UU No 4 Tahun 2004 jo. Pasal 9 UU No
20 Tahun 1947 mencabut ketentuan Pasal 188-194 HIR, yaitu:
23
1.
Ada pernyataan ingin Banding.
2.
Panitera membuat akta Banding.
3.
Dicatat dalam register induk perkara.
4.
Pernyataan Banding harus sudah diterima oleh terbanding paling
lama 14 hari sesudah pernyataan Banding tersebut dibuat.
5.
Pembanding dapat membuat memori Banding, terbanding dapat
mengajukan kontra memori Banding.
3) Kasasi
Menurut Pasal 29 dan 30 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung,
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari
semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir. Putusan
yang diajukan dalam putusan Kasasi adalah putusan Banding. Alasan
yang dipergunakan dalam permohonan Kasasi yang ditentukan
dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undangundang Nomor 3 Tahun 2009 adalah:
a.
Tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif)
untuk melampaui batas wewenang;
b.
salah menerapkan/ melanggar hukum yang berlaku;
c.
lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan
yang
mengancam
kelalaian
dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
2.
Upaya Hukum Luar Biasa
a
Upaya Hukum Luar Biasa: Peninjauan Kembali Apabila terdapat
hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undangundang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan huikum
tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah
24
Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. (Pasal 66-77 Undang-undang Nomor 14 Tahun
1985 jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah
Agung). Alasan-alasan Peninjauan Kembali menurut Pasal 67
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yaitu:
a) Ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya
diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh
hakim pidana yang dinyatakan palsu;
b) apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak
dapat ditemuksn;
c) apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/ lebih
daripada yang dituntut;
d) apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e) apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/ suatu
kekeliruan yang nyata;
f)
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan
hukum tetap. (Pasal 69 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Mahkamah Agung). Mahkamah Agung memutus
permohonan Peninjauan Kembali pada tingkat pertama dan
terakhir (Pasal 70 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung).
b. Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet Terjadi apabila dalam suatu
putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka
pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan
25
tersebut. Dasar hukumnya adalah Pasal 378-384 Rv dan Pasal 195 (6)
HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya
suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak
penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam
hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/ pihak ketiga, oleh
sebab itu dikatakan luar biasa). Denderverzet diajukan ke Pengadilan
Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama.
C. PENINJAUAN KEMBALI
1
Pengertian Peninjauan Kembali
Dalam perundang-undangan nasional, istilah “peninjauan kembali” mulai
dipakai dalam (Undang-undang No. 19 tahun 1964), yang dalam Pasal 15
menerangkan:
“terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila
terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan
undang-undang”.
Ketentuan tersebut diatas telah diatur kembali dalam Pasal 24 dari
Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru (Undangundang No. 48 tahun 2009), yang secara lebih jelas menerangkan:
a
b
2
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal
atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
Terhadap putusan PeninjauanK tidak dapat dilakukan Peninjauan
Kembali.
Alasan Peninjauan Kembali
26
Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah
Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. Pasal 67 Undang-undang Nomor
14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut :
”Permohonan Peninjauan Kembali putusan perkara perdata yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut:
a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa
tidak dapat ditemukan;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari
pada yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang
sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama
tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan
yang lain;
f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.”
Selanjutnya, Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985
sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung menyatakan :
“Tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah
180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan
hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
27
b.
c.
d.
yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti,
yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di
bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak
yang berperkara;
yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.”
3. Prosedur Peninjauan Kembali
Prosedur pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali, yaitu:
1.
Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, dan
dapat dikuasakan kepada Penasihat Hukumnya.
2.
Permohonan
Peninjauan
Kembali
diajukan
kepada
Panitera
Pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama
dengan menyebutkan secara jelas alasannya.
3.
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan
hukum tetap. (Pasal 69 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung)..
4.
Petugas menerima berkas perkara permohonan Peninjauan Kembali,
lengkap dengan surat-surat yang berhubungan dengan perkara
tersebut, dan memberikan tanda terima.
5.
Permohonan Peninjauan Kembali beserta alasan-alasannya, diterima
oleh Panitera dan ditulis dalam suatu surat keterangan yang
ditandatangani oleh Panitera dan Pemohon.
6.
Dalam hal Pemohon Peninjauan Kembali kurang memahami hukum,
Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas
dengan membuatkan Surat Permohonan Peninjauan Kembali.
28
7.
Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan Peninjauan
Kembali, wajib memberitahukan permintaan permohonan Peninjauan
Kembali tersebut kepada Penuntut Umum.
8.
Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan
Peninjauan Kembali diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan
menunjuk Majelis Hakim yang tidak memeriksa perkara semula,
untuk
memeriksa
dan
memberikan
pendapat
apakah
alasan
permohonan Peninjauan Kembali telah sesuai dengan ketentuan
Undang-undang.
9.
Dalam pemeriksaan tersebut, dapat didampingi oleh Penasehat Hukum
dan Jaksa yang dalam hal ini bukan dalam kapasitasnya sebagai
Penuntut Umum ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
10. Panitera wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan Peninjauan
Kembali yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan
Panitera. Berdasarkan berita acara pemeriksaan tersebut dibuat berita
acara pendapat yang ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera.
11. Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera
berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat
belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan
tersebut kepada pihak lawan pemohon. (Pasal 72 ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung).
12. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan maupun
menghentikan pelaksanaan putusan. Dengan pengecualian yaitu
apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad (Pasal 180
ayat (1) HIR).
13. Permohonan Peninjauan Kembali yang pemohonnya berada di luar
wilayah Pengadilan yang telah memutus dalam tingkat pertama:
29
a.
Diajukan kepada Pengadilan yang memutus dalam tingkat
pertama;
b.
Hakim dari Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama
dengan penetapan dapat meminta bantuan pemeriksaan, kepada
Pengadilan Negeri tempat pemohon Peninjauan Kembali berada;
c.
Berita Acara pemeriksaan dikirim ke Pengadilan yang meminta
bantuan pemeriksaan;
d.
Berita Acara Pendapat dibuat oleh Pengadilan yang telah
memutus pada tingkat pertama;
14. Dalam pemeriksaan persidangan dapat diajukan surat-surat dan saksisaksi yang sebelumnya tidak pernah diajukan pada persidangan
Pengadilan di tingkat pertama.
15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, setelah pemeriksaan persidangan
selesai, Panitera harus segera mengirimkan berkas perkara tersebut ke
Mahkamah Agung. Tembusan surat pengantarnya disampaikan
kepada pemohon dan Jaksa. (Pasal 72 ayat (2) Undang-undang Nomor
3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung).
16. Dalam hal suatu perkara yang dimintakan Peninjauan Kembali adalah
putusan Pengadilan Banding, maka tembusan surat pengantar tersebut
harus dilampiri tembusan Berita Acara Pemeriksaan serta Berita Acara
pendapat dan disampaikan kepada Pengadilan Banding yang
bersangkutan.
17. Foto kopi relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang telah
disahkan oleh Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung.
30
18. Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung, berbunyi:
“Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali
saja”
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis
Normatif yang melihat hukum sebagai segi normatif yang tertutup
otonom, terlepas dari perilaku kehidupan masyarakat dan mengabaikan
norma hukum.15 Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (Statue Approach).
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Prespektif16, yaitu
menganalisis suatu persoalan hukum dengan aturan yang berlaku dan
cara mengoperasionalkan aturan tersebut dalam peristiwa hukum.
C. Sumber Bahan Hukum
1.
Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer yaitu semua aturan hukum yang dibentuk dan/
atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga Negara, dan/ atau
badan-badan pemerintahan yang demi tegaknya akan diupayakan
berdasarkan daya paksa yang dilakukan secara resmi pula oleh aparat
Negara. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan
adalah:
1) HIR (Het Herzine Indonesich Reglement),
2) KUH Perdata,
15
16
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,1988, hlm. 13.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta,2010, hlm. 22.
32
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman,
5) Peraturan perundang-undangan lainnya yang memiliki kaitan
dengan objek penelitian,
6) Putusan Mahkamah Agung Nomor. 755 PK/Pdt/2012.
2.
Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.17 Bahan
hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah bukubuku, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, artikel koran serta
internet serta bahan lain yang berkaitan dengan Peninjauan Kembali
tentang Kredit Bank yang ditolak.
3.
Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti Kamus Hukum dan Ensiklopedia.18
D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam melakukan penelitian ini, pengumpulan bahan hukum
dilakukan dengan metode sebagai berikut :
1) Metode kepustakaan; yaitu pengumpulan bahan hukum dengan
melakukan penelusuran terhadap bahan pustaka, dalam hal ini adalah
literatur-literatur yang ada relevansinya dengan Peninjauan Kembali
tentang Kredit Bank yang ditolak;
17
Johnny Ibrahim, Op. Cit, hal. 141.
Amirudin, dan H.Zainal, Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, hlm. 32.
18
33
2) Metode dokumenter; yaitu pengumpulan bahan hukum dengan cara
pengumpulan bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen
pemerintah maupun non-pemerintah, dalam penelitian ini yang
digunakan adalah dokumen yang diperoleh dari internet yang
menyediakan website terkait segala hal yang berhubungan dengan
Peninjauan Kembali tentang Kredit Bank yang ditolak.
E. Metode Penyajian Bahan Hukum
Bahan hukum dalam penelitian ini akan disajikan dengan cara teks
normatif yaitu penyajian dalam bentuk uraian yang didasarkan pada teori
yang disusun secara logis dan sistematis. Keseluruhan bahan hukum yang
diperoleh dihubungkan sedemikian rupa satu dengan yang lainnya dan
disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti untuk menjawab
permasalahan yang ada.
F. Metode Analisis
Berdasarkan norma hukum yang tertulis saja tidak cukup untuk
langsung diterapkan dalam fakta hukum. Rumusan norma masih abstrak
sehingga diperlukan kegiatan penemuan hukum (rechtsvinding).
Hakim dalam menemukan hukum ada tiga metode, yaitu penafsiran
hukum atau interprestasi, argumentasi dan konstruksi hukum.19
1
Interprestasi atau penafsiran, merupakan metode penemuan hukum
yang memberi penjelasan yang gambling mengenai teks undangundang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan
dengan peristiwa tertentu. Metode intepretasi ini adalah sarana atau
19
Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, (yogyakarat: UII Press,2007), hlm.76.
34
alat untuk mengetahui makna undang-undang. Intepretasi atau
penafsiran ini dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu secara:
1) Metode intepretasi Submitatif adalah penerapan suatu teks
perundang-undangan terhadap kasus in concreto dengan belum
memasuki taraf penggunaan penalaran dan penafsiran yang lebih
rumit, tetapi sekedar menerapkan silogisme.
2) Metode intepretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara
penafsiran yang menafsirkan undang-undang menurut arti katakata (istilah) yang terdapat pada undang-undang. Hakim wajib
menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari
yang umum.
3) Metode intepretasi secara sistematis atau dogmatis yaitu
penafsiran yang menafsirkan peraturan perundang-undangan
dihubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain
atau dengan keseluruhan system hukum. Karena, terbentuknya
suatu undang-undang pada hakekatnya merupakan bagian dari
keseluruhan system perundang-undangan yang berlaku sehingga
tidak mungkin ada satu undang-undang yang berdiri sendiri
tanpa terikat dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
4) Metode intepretasi secara Historis yaitu menafsirkan undangundang dengan cara meninjau latar belakang sejarah dari
pembentukan peraturan undang-undang yang bersangkutan.
5) Metode intepretasi secara Teleologisn atau Sosiologis yaitu cara
penafsiran suatu ketentuan undang-undang untuk mengetahui
makna atau yang didasarkan pada tujuan kemasyarakatan.
6) Intepretasi Komparatif ini dimaksud sebagai metode penafsiran
dengan jalan membandingkan antara sistem hukum. Terutama
bagi hukum yang timbul dari perjanjian internasional.
35
7) Intepretasi Antisipatif atau Futuristis yaitu cara penafsiran yang
menjelaskan ketentuan undang-undang dengan berpedoman
pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan berlaku,
yaitu dalam rancangan undang-undang.
8) Intepretasi Restriktif adalah sebuah perkataan diberi makna
sesuai atau lebih sempit dari arti yang diberikan pada perkataan
itu dalam kamus atau makna yang dilazimkan dalam percakapan
sehari-hari.
9) Intepretasi Ekstensif adalah sebuah perkataan diberi makna lebih
luas ketimbang arti yang diberikan pada perkataan itu menurut
kamus atau makna yang dilazimkan dalam percakapan seharihari.
10) Intepretasi Otentik atau secara resmi dilakukan oleh pembuat
undang-undang sendiri dengan mencantumkan beberapa arti
kata yang digunakan di dalam suatu peraturan. Hakim tidak
diperkenankan melakukan penafsiran dengan cara lain selain
apayang telah ditentukan pengertiannya dalam undang-undang
itu sendiri.
11) Intepretasi Interdisipliner biasa dilakukan dalam suatu analisis
masalah yang menyangkut berbagai disiplin ilmu lainnya diluar
ilmu hukum. Disini digunakan ilmu penafsiran lebih dari satu
cabang ilmu hukum.
12) Intepretasi
Multidisipliner
seorang
hakim
harus
juga
mempelajari suatu atau beberapa disiplin ilmu lainnya diluar
ilmu hukum. Dengan perkataan lain, disini hakim membutuhkan
verifikasi dan bantuan dari disiplin ilmu yang berbeda-beda.
13) Intepretasi dalam kontrak atau perjanjian adalah menentukan
makna yang harus ditetapkan dari pernyataan-pernyataan yang
36
dibuat oleh para pihak dalam kontrak dan akibat-akibat hukum
yang timbul karenanya.
14) Intepretasi dalam perjanjian internasional yaitu penafsiran dalam
perjanjian-perjanjian internasional, baik yang diatur dalam
Konvensi, pendapat para ahli maupun dari berbagai keputusan
pengadilan.
2
Metode argumentasi yaitu metode penemuan hukum yang digunakan
hakim apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang
mengatur secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi. Metode
dalam Argumentasi:
1) Metode Konstruksi Analogi (Argomentum Per Anallogian) yaitu
merupakan metode penemuan hukum dengan cara memasukan
suatu perkara ke dalam lingkup pengaturan yang sebenarnya
tidak
dimaksudkan
untuk
menyelesaikan
perkara
yang
bersangkutan.
2) Argumentum a contrario atau sering disebut a contrario, yaitu
menafsirkan atau menjelaskan undang-undang yang didasarkan
pada perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang
dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang.
3) Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum, peraturan yang
sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan
hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan
member cirri-ciri.
3
Konstruksi hukum yaitu metode menjelaskan kata-kata atau
membentuk pengertian (hukum) yang merupakan alat yang dipakai
untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis
dalam bentuk bahasa dan istilah yang baik.
Bahan hukum yang telah diperoleh akan dianalisis secara
kualitatif, dengan menggunakan intepretasi atau penafsiran. Hal ini
37
dilakukan, karena pada dasarnya baik hukum materiil maupun
hukum formil sudah memberikan pengaturan hukum terhadap suatu
hubungan hukum yang ada dalam masyarakat.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini didasarkan pada data sekunder yaitu Putusan Nomor.
755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung, yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. Para Pihak
1.1
Pihak Pemohon
1.1.1.
PT. BANK BNI (Persero), Tbk, berkedudukan di Jalan
Jend. Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat, dalam hal ini
memberi kuasa kepada: Rinaldi Ansori, SH, dan kawankawan, para Advokat, berkantor di Royal Palace Blok
C11, Jalan Prof. DR. Soepomo No. 178A, Jakarta;
Pemohon
Peninjauan
Kembali
dahulu
Pemohon
Kasasi/Tergugat IV/ Pembanding;
1.2. Pihak Termohon
1.2.1.
SUHARYONO, bertempat tinggal di Jalan Pasar Minggu
Rt. 004/01, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat;
1.2.2.
YADIH MAJUK, bertempat tinggal di Kampung Centiga
Rt. 004/01, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat;
1.2.3. MUJIB GERING, bertempat tinggal di Jalan Pasar
Minggu Rt. 003/01, Kelurahan Kembangan Selatan,
Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat;
1.2.4. WAHIDIN BITRA, bertempat tinggal di Jalan Pasar
Minggu Rt. 003/01, Kelurahan Kembangan Selatan,
Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat;
39
1.2.5. MAHALIM MAHMUD, bertempat tinggal di Jalan Pasar
Minggu Rt. 003/01, Kelurahan Kembangan Selatan,
Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat;
Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon
Kasasi
I
dan
para
turut
Termohon
Kasasi/para
Penggugat/para Terbanding;
1.3. Pihak Turut Termohon
1.3.1. GUNAWAN alias GOENAWAN, dalam kapasitas selaku
Pribadi maupun selaku Komisaris PT. GUNA INTI
PERMATA, beralamat di Jalan Pilar Raya No. 67 Kedoya
Selatan, Jakarta Barat;
1.3.2. YUPI HARTANTO, dalam kapasitas selaku Pribadi
maupun selaku Komisaris PT. GUNA INTI PERMATA,
beralamat di Jalan Pilar Raya No. 67 Kedoya Selatan,
Jakarta Barat;
1.3.3. PT. GUNA INTI PERMATA, beralamat di Jalan Pilar
Raya No. 67 Kedoya Selatan, Jakarta Barat;
1.3.4. KANTOR
PERTANAHAN
KOTAMADYA
JAKARTA BARAT, beralamat di Komplek Walikota
Jakarta Barat Jalan Raya Kembangan, Jakarta Barat;
1.3.5. SRI RAHAYU SEDYONO MARDIATMOJO, SH,
bertempat tinggal di Wolter Mongonsidi No. 26 Jakarta
Selatan;
1.3.6. YULKHAIZAR PANUH, SH, bertempat tinggal di Jalan
Aipda KS Tubun No. 130 B, Petamburan, Jakarta Barat;
1.3.7. Drs. ABDURRACHMAN, SH alias A. RACHMAN,
bertempat tinggal di Jalan Tebet Raya No. 55, Jakarta
Selatan;
40
1.3.8. PT. CITRA LELANG NASIONAL, beralamat di Jalan
Pokala No. 4 Pasar Minggu Km. 19, Jakarta Selatan;
Para Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu para
Termohon Kasasi II s/d IX/para Turut Terbanding/para
Tergugat dan turut Tergugat;
2.
Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
2.1. JUDEX JURIST (MAJELIS HAKIM KASASI) DAN JUDEX
FACTI (MAJELIS HAKIM BANDING & PERTAMA)
TERBUKTI SALAH DALAM PENERAPAN HUKUM
KARENA
TERBUKTI
MELAKUKAN
KESALAHAN
BERAT ATAU KEKELIRUAN YANG NYATA.
2.1.1. Di dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.2407 K/ Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011 tersebut, telah
memuat seluruh Memori Kasasi yang telah disampaikan
oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali / dahulu
Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat, IV akan tetapi
anehnya ternyata tidak ada satupun dalil-dalil dan/atau
keberatan-keberatan dalam Memori Kasasi tersebut yang
dinilai atau dipertimbangkan oleh Judex Juris (Majelis
Hakim Kasasi), oleh karena itu sungguh sangat jelas
penilaian
dan/
atau
pertimbangan
hukum
dalam
pemeriksaan perkara a quo adalah sangat terkesan asalasalan / tidak sungguh-sungguh, sehingga menghasilkan
putusan
yang
“kurang
cukup
dipertimbangkan
(onvoldoende gemotiveerd)” dan Judex Juris (Majelis
Hakim Kasasi) telah melakukan tindakan unprofessional
conduct.
41
2.1.2.
PERTIMBANGAN HUKUM DAN AMAR PUTUSAN
JUDEX FACTI/ JUDEX JURIST BERTENTANGAN
DENGAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG.
Judex Juris dalam Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No.2407 K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011, pada
halaman 39 dan Judex Facti dalam Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat No.375/ PDT.G/2007/ PN.JKT.BAR
tanggal 29 Juli 2008 pada halaman 62 yang telah diperkuat
oleh Judex Juris, telah memberikan pertimbangan hukum
antara lain sebagai berikut :
a.
Akta Jual Beli tersebut dibuat oleh seorang Notaris/
PPAT yang sudah pensiun sehingga secara yuridis
tidak berwenang untuk membuat Akta Jual Beli dan
dibuat berlaku mundur, maka Akta Jual Beli tersebut
cacat hukum dan tidak sah.
b.
Akta Jual Beli tidak sah maka balik nama tanah objek
sengketa kepada Tergugat I dan Pembebanan Hak
Tanggungan juga tidak sah.
c.
Petitum ke-7 karena dibuat berdasarkan sertipikatsertipikat yang dibuat secara tidak sah, maka PKUmum Perjanjian Kredit beserta Persetujuannyapersetujuan Perubahan Perjanjian Kredit tersebut,
haruslah dinyatakan batal demi hukum, sehingga
petitum
ke-7
gugatan
Para
Penggugat
dapat
dikabulkan.
Sedangkan amar putusan (Petitum ke-7) adalah :
Menyatakan batal PK-UMUM Perjanjian Kredit
Nomor : 2003.005 tanggal 20 Januari 2003 beserta
turutannya :
42
d.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (1)
2003.005 tanggal 12 November 2003.
e.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (2)
2003.005 tanggal 4 Maret 2004.
f.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (3)
2003.005 tanggal 6 Oktober 2004.
g.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (4)
2003.005 tanggal 6 Oktober 2004.
2.1.3. Pemohon Peninjauan Kembali/dahulu Pemohon Kasasi/
Pembanding/Tergugat
IV,
sangat
keberatan
dengan
pertimbangan hukum dan amar putusan tersebut diatas,
sebab pertimbangan hukum tersebut diatas adalah salah
dalam penerapan hukum dan sangat menyesatkan / serta
bertentangan dengan Undang-undang.
2.1.4. Alasan
keberatan
dari
Pemohon
Peninjauan
Kembali/Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat IV,
adalah sebagai berikut :
a. Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti
yang dikuatkan oleh Judex Juris tersebut diatas, yang
semata- mata hanya didasarkan pada tidak sahnya
Akta Jual Beli dan Hak Tanggungan atas jaminan
kredit berupa tanah-tanah yang diterima oleh pihak
Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/
Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur,
dan Judex Facti/ Judex Jurist dengan serta merta
langsung membatalkan Perjanjian Kredit antara pihak
Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/
Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur
dengan pihak PT. Guna Inti Permata/ Tergugat III
43
sebagai debitur, adalah merupakan pertimbangan
hukum yang bertentangan dengan ketentuan Undangundang, khususnya Undang-undang Perbankan dan
Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum butir 8
UNDANG-UNDANG
NOMOR
4
REPUBLIK
TAHUN
TANGGUNGAN
1996
ATAS
INDONESIA
TENTANG
TANAH
HAK
BESERTA
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN
TANAH, yang mana dinyatakan bahwa Perjanjian
Kredit adalah merupakan Perjanjian Pokok sedangkan
Pengikatan
Jaminan
(Hak
Tanggungan) adalah
merupakan perjanjian accesoir (tambahan), maka
keberadaan perjanjian jaminan (Hak Tanggungan)
tidak dapat dilepaskan dari adanya perjanjian pokok
(Perjanjian Kredit), karena perjanjian jaminan tidak
mungkin ada apabila tidak ada perjanjian pokok/
perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri.
b. Terbitnya
Perjanjian
Kredit
(Perjanjian
Pokok)
tersebut tidak didasarkan pada adanya jaminan
(sertifikat-sertifikat tanah), karena Perjanjian Kredit
(Perjanjian Pokok) tersebut dibuat terlebih dahulu
serta merupakan dasar/sebab adanya Pengikatan
Jaminan (Hak Tanggungan) terhadap jaminan berupa
sertifikat-sertifikat tanah tersebut.
c. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum
butir
8
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG
HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA
44
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN
TANAH, menyatakan sebagai berikut :
1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan
janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan
pelunasan
utang
tertentu,
yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang
bersangkutan
atau
perjanjian
lainnya
yang
menimbulkan utang tersebut.
2) Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan
ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu,
yang didasarkan pada suatu perjanjian utangpiutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan
keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang
yang dijamin pelunasannya.
d. Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti
dan Judex Juris tersebut diatas, yang menyatakan
bahwa terbitnya Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok)
yang dilakukan oleh pihak Pemohon Peninjauan
Kembali/ Pemohon Kasasi/Pembanding/Tergugat IV
(BNI) sebagai Kreditur dengan pihak PT.Guna Inti
Permata/ Tergugat III sebagai debitur tersebut, karena
dibuat berdasarkan pada adanya sertipikat-sertipikat
tanah yang dibuat secara tidak sah/ cacat hukum dan
kemudian dengan serta merta membatalkan Perjanjian
Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut diatas, adalah amar
putusan dan pertimbangan hukum yang salah besar
dan bertentangan dengan undangundang.
45
e.
(Perkara a quo) walaupun jaminan berupa sertifikatsertifikat tanah dan Pengikatan Jaminan (Hak
Tanggungan) yang merupakan perjanjian accesoir
(tambahan)
tersebut
dinyatakan
batal/tidak
mempunyai kekuatan hukum, maka hal tersebut demi
hukum tidak berarti secara langsung/serta merta dapat
membatalkan perjanjian pokok (Perjanjian Kredit
antara
Pemohon
Peninjauan
Kembali/Pemohon
Kasasi/ Pembanding/Tergugat IV (BNI) sebagai
kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/Tergugat III
sebagai Debitur.
f.
Judex Facti/ Judex Juris telah melakukan kesalahan
berat/ kekhilafan atau suatu kekeliruan yang nyata dan
melakukan tindakan melampaui batas wewenang
(ultra vires) karena telah menyatakan Perjanjian
Kredit cacat hukum dan batal demi hukum, dan
disamping itu sungguh tidak ada relevansi dan
kepentingan apapun dari pihak Para Penggugat untuk
ikut campur dan menuntut pembatalan Perjanjiann
Kredit tersebut, oleh karena masalah kredit tersebut
adalah semata- mata hubungan hukum hutang-piutang
antara
Pemohon
Peninjauan
Kasasi/Pembanding/Tergugat
IV
Kembali/Pemohon
(BNI)
sebagai
kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/Tergugat III
sebagai debitur, sehingga dalam hal ini tidak ada
hubungan
hukum
apapun
dengan
pihak
Para
Pengugat, maka tuntutan/ikut campur Para Penggugat
tersebut justru semakin menunjukkan indikasi adanya
maksud lain dan/ atau patut diduga adanya itikad tidak
46
baik dari pihak Para Penggugat yang bertujuan untuk
merugikan
pihak
Pemohon
Peninjauan
Kembali/Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur.
g. Berdasarkan bukti otentik dan fakta hukum tersebut di
atas,
maka
Perjanjian Kredit
antara
Pemohon
Peninjauan Kembali/Pemohon Kasasi/Pembanding/
Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna
Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur, masih tetap
berlaku dan sampai saat ini belum lunas, oleh karena
itu pihak Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon
Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai
kreditur
berhak
untuk
tetap
mempertahankan
kepentingannya untuk meminta pelunasan atas hutang
debitur tersebut.
h. Berdasarkan dalil-dalil dan fakta serta bukti tersebut
di atas, maka telah membuktikan Judex Jurist dan
Judex Facti telah “melakukan kesalahan berat” karena
Judex Juris dan Judex Facti salah dalam menerapkan
atau melanggar hukum yang berlaku yaitu salah
menerapkan hukum perjanjian hutang piutang dan
penjaminan serta Judex Juris Judex Facti terbukti
melakukan tindakan melampaui batas wewenang
(ultra vires) karena telah menyatakan Perjanjian
Kredit cacat hukum dan batal demi hukum, padahal
berdasarkan bukti otentik dan fakta hukum Perjanjian
Kredit antara antara Pemohon Peninjauan Kembali /
Pemohon Kasasi/ Pembanding / Tergugat IV (BNI)
sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata /
47
Tergugat III sebagai debitur masih berlaku dan
sampai saat ini belum lunas.
i.
Judex Juris dan Judex Facti tidak memeriksa dan/atau
tidak cermat dalam memeriksa perkara a quo dan/
atau tidak cukup mempertimbangkan dan tidak
melakukan pemeriksaan atas bukti bukti
yang
disampaikan terutama bukti-bukti dari pihak Pemohon
Peninjauan Kembali / Pemohon Kasasi / Pembanding
/ Tergugat IV, oleh karena itu terbukti pertimbangan
hukum Judex Jurist dan Judex Factie tersebut diatas
tidak adil dan / atau cenderung berat sebelah, oleh
karena itu Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 2407 K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011
jo.
Putusan
Pengadilan
Tinggi
Jakarta
No.
382/PDT/2009/PT.DKI. tanggal 5 Januari 2010 jo.
Putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Barat
No.375/PDT.G/2007/PN.JKT.BAR tanggal 29 Juli
2008, harus dibatalkan dan gugatan Para Penggugat
harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.
3.
Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung
3.1. Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali
tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Mengenai alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan,
sebab tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan
nyata dalam putusan Judex Juris karena pertimbangannya telah
tepat; Alasan peninjauan kembali hanya merupakan pengulangan
hal- hal yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dan Judex
Juris .
48
3.2. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka
permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali : PT. BANK BNI (Persero), Tbk tersebut
harus ditolak.
3.3. Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Peninjauan Kembali
dari Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon
Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara
dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini; Memperhatikan
pasal-pasal dari Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 dan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan.
4.
Putusan
4.1. Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon
Peninjauan Kembali : PT. BANK BNI (Persero), Tbk tersebut.
4.2. Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar
biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar
Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
B. PEMBAHASAN
1. Penerapan hukum hakim Mahkamah Agung dalam menolak
Permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara Nomor. 755
PK/Pdt/2012.
Dalam perundang-undangan nasional, istilah “Peninjauan Kembali”
mulai dipakai dalam (Undang-undang No. 19 tahun 1964), yang dalam
pasal 15 menerangkan:
49
“terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila
terdapat hal- hal atau keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan
undang-undang”.
Ketentuan tersebut diatas telah diatur kembali dalam pasal 24 dari
Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru (Undang-undang
No. 48 Tahun 2009), yang secara lebih jelas menerangkan:
a
b
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan
kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan
tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
Terhadap putus an peninjauan kembali tidak dapat dilakukan
peninjauan kembali.
Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah
Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. Pasal 67 huruf b Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor
3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut :
”Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut:
a.
apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa
tidak dapat ditemukan;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari
pada yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang
sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama
50
f.
tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan
yang lain;
apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.”
Pasal 69 huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana
telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah
Agung menyatakan sebagai berikut :
“Tenggang waktu pengajuan permohona n peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah
180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekua tan
hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti,
yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara”.
Salah satu putusan yang dapat dijatuhkan Majelis PK, ditegaskan pada
Pasal 74 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung, yakni menolak permohonan PK. Penolakan atas
permohonan itu, apabila MA berpendapat, permohonan PK tersebut tidak
beralasan. Artinya, dasar alasan permohonan PK yang diajukan, tidak
sesuai dengan apa yang ditujukan pada Pasal 67 Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Dari sekian banyak alasan PK yang diajukan, tidak satu pun yang
sesuai atau memenuhi syarat dengan alasan limitatif yang ditentukan Pasal
67 Undang- undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
51
Semuanya melenceng dari alasan yang dibenarkan undang- undang. Dalam
keadaan yang seperti itu, cukup dasar bagi Majelis PK untuk menolak
permohonan PK, dan selanjutnya menyatakan putusan yang dimohon PK
tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada Permohonan PK dan
Termohon PK.
Dalam hal ini pun Pasal 74 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun
2009 tentang Mahkamah Agung memperingatkan, agar penolakan
permohonan PK itu disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang
matang, argumentatif, dan objektif. 18
Terdapat beberapa pertimbangan yang dipakai oleh Mahkamah Agung
dalam menolak Permohonan Peninjauan Kembali, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Permohonan Peninjauan Kembali memenuhi syarat formil, tetapi
materi pokok perkara peninjauan kembali tidak memenuhi kriteria.
Bentuk putusan lain yang dapat dijatuhkan Mahkamah Agung tingkat
peninjauan kembali, yaitu menolak permohonan peninjauan kembali.
Putusan yang
menolak permohonan peninjauan kembali bersifat
positif, karena telah menyangkut penilaian terhadap materi pokok
perkara:
a) Putusan yang berbentuk menolak permohonan Peninjauan
Kembali, telah melampaui tahap dan penilaian syarat formil
permohonan Peninjauan Kembali;
b) Apabila syarat formil terpenuhi, berarti permohonan Peninjauan
Kembali dapat diterima, sehingga tahap pemeriksaan selanjutnya
memeriksa dan menilai putusan judex facti;
c) Pemeriksaan putusan judex facti dari segi materiil mengacu dan
bertitik tolak dari keberatan-keberatan atau alasan Peninjauan
18
M.Yahya Harahap, Op.cit, hlm. 488-489.
52
Kembali yang diajukan pemohon Peninjauan Kembali dalam
permohonan Peninjauan Kembalinya.
2) Penolakan Peninjauan Kembali dengan perbaikan putusan judex facti.
Seperti yang dijelaskan, ada kalanya memang pada dasarnya
Mahkamah Agung setuju terhadap pertimbangan dan kesimpulan
pokok putusan judex facti, ternyata terdapat kekeliruan atas kesalahan
maupun kelalaian putusan judex facti, Cuma bobot dan kualitasnya
tidak sampai membatalkan putusan. Menghadapi kasus yang seperti
ini Mahkamah Agung cukup dan berwenang “memperbaiki”
pertimbangan dan\ atau amar putusan judex facti.
Hanya ada dua bentuk putusan yang dapat dijatuhkan Majelis PK
terhadap perkara PK. Pertama mengabulkan permohonan PK yang diikuti
dengan pembatalan dan memutus perkara PK, yang kedua menolak
permohonan PK yang diikuti pernyataan putusan yang diminta PK tetap
mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada para pihak yang
bersangkutan. 19
Syarat Formil yaitu dalam perkara ini permohonan Peninjauan
Kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak
lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara
yang ditentukan dalam undang-undang. Berdasarkan hasil penelitian dalam
perkara perdata dengan Nomor Register Perkara 755 PK/Pdt/2012
Mahkamah Agung ditemukan sebuah fakta dalam perkara ini dapat dilihat
dalam pertimbangan hakim bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap tersebut, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 2407
K/PDT/ 2010 tanggal 30 Mei 2010 diberitahukan kepada Pemohon
Kasasi/Tergugat IV/ Pembanding pada tanggal 30 Januari 2012, kemudian
19
Loc.cit.
53
terhadapnya oleh Pemohon Kasasi/ Tergugat IV/ Pembanding diajukan
Permohonan Peninjauan Kembali secara lisan pada tanggal 25 Juli 2012
sebagaimana ternyata dari Akte permohonan Peninjauan Kembali No.
375/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Bar yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, permohonan mana disertai dengan memori Peninjauan
Kembali yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 25 Juli 2012;
Bahwa setelah itu, oleh Termohon Kasasi I dan para turut Termohon
Kasasi/para Penggugat/para Terbanding yang pada tanggal 30 Juli 2012
telah diberitahu tentang memori Peninjauan Kembali dari pemohon
Kasasi/Tergugat IV/Pembanding diajukan jawaban memori Peninjauan
Kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
pada tanggal 27 Agustus 2012;
Pasal 72 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana
telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah
Agung menyatakan sebagai berikut :
“Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera
berkewajiban untuk selambat- lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada
pihak lawan pemohon”.
Menimbang, bahwa permohonan Peninjauan Kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam
Undang-undang maka oleh karena itu permohonan Peninjauan Kembali
tersebut Formil dapat diterima.
Berdasarkan hasil penelitian dalam perkara perdata dengan Nomor
Register Perkara 755 PK/Pdt/2012 Mahkamah Agung ditemukan sebuah
54
fakta dalam perkara ini mengenai keberatan yang diajukan para pemohon
Peninjauan Kembali mengajukan alasan Peninjauan Kembali sebagai
berikut:
1. JUDEX JURIST (MAJELIS HAKIM KASASI) DAN JUDEX
FACTI (MAJELIS HAKIM BANDING & PERTAMA)
TERBUKTI
SALAH
DALAM
PENERAPAN
HUKUM
KARENA TERBUKTI MELAKUKAN KESALAHAN BERAT
ATAU KEKELIRUAN YANG NYATA.
1.1. Di dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.2407 K/ Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011 tersebut, telah
memuat seluruh Memori Kasasi yang telah disampaikan oleh
pihak Pemohon Peninjauan Kembali / dahulu Pemohon Kasasi
/ Pembanding / Tergugat, IV akan tetapi anehnya ternyata
tidak ada satupun dalil-dalil dan/ atau keberatan-keberatan
dalam
Memori
Kasasi
tersebut
yang
dinilai
atau
dipertimbangkan oleh Judex Juris (Majelis Hakim Kasasi),
oleh karena itu sungguh sangat jelas penilaian dan/ atau
pertimbangan hukum dalam pemeriksaan perkara a quo adalah
sangat terkesan asal-asalan/ tidak sungguh-sungguh, sehingga
menghasilkan putusan yang “kurang cukup dipertimbangkan
(onvoldoende gemotiveerd)” dan Judex Juris (Majelis Hakim
Kasasi) telah melakukan tindakan unprofessional conduct.
1.2. PERTIMBANGAN HUKUM DAN AMAR PUTUSAN
JUDEX
FACTI/
JUDEX
JURIST
BERTENTANGAN
DENGAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG.
Judex Juris dalam Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No.2407 K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011, pada
halaman 39 dan Judex Facti dalam Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat No.375/ PDT. G/2007/ PN.JKT.BAR tanggal 29
55
Juli 2008 pada halaman 62 yang telah diperkuat oleh Judex
Juris, telah memberikan pertimbangan hukum antara lain
sebagai berikut :
a.
Akta Jual Beli tersebut dibuat oleh seorang Notaris/ PPAT
yang sudah pensiun sehingga secara yuridis tidak
berwenang untuk membuat Akta Jual Beli dan dibuat
berlaku mundur, maka Akta Jual Beli tersebut cacat
hukum dan tidak sah.
b.
Akta Jual Beli tidak sah maka balik nama tanah objek
sengketa kepada Tergugat I dan Pembebanan Hak
Tanggungan juga tidak sah.
c.
Petitum ke-7 karena dibuat berdasarkan sertipikatsertipikat yang dibuat secara tidak sah, maka PK-Umum
Perjanjian
Kredit
beserta
Persetujuannya-persetujuan
Perubahan Perjanjian Kredit tersebut, haruslah dinyatakan
batal demi hukum, sehingga petitum ke-7 gugatan Para
Penggugat dapat dikabulkan.
Sedangkan amar putusan (Petitum ke-7) adalah :
Menyatakan batal PK-UMUM Perjanjian Kredit Nomor :
2003.005 tanggal 20 Januari 2003 beserta turutannya :
d.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (1)
2003.005 tanggal 12 November 2003.
e.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (2)
2003.005 tanggal 4 Maret 2004.
f.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (3)
2003.005 tanggal 6 Oktober 2004.
g.
Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (4)
2003.005 tanggal 6 Oktober 2004.
56
1.3. Pemohon Peninjauan Kembali/ dahulu Pemohon Kasasi/
Pembanding/
Tergugat
IV,
sangat
keberatan
dengan
pertimbangan hukum dan amar putusan tersebut diatas, sebab
pertimbangan hukum tersebut diatas adalah salah dalam
penerapan hukum dan sangat menyesatkan/ serta bertentangan
dengan Undang-undang.
1.4. Alasan
keberatan
dari
Pemohon
Peninjauan
Kembali/
Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat IV, adalah sebagai
berikut :
a.
Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti
yang dikuatkan oleh Judex Juris tersebut diatas, yang
semata- mata hanya didasarkan pada tidak sahnya Akta
Jual Beli dan Hak Tanggungan atas jaminan kredit
berupa tanah-tanah yang diterima oleh pihak Pemohon
Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/
Tergugat IV (BNI) sebagai Kreditur, dan Judex Facti/
Judex Jurist dengan serta merta langsung membatalkan
Perjanjian Kredit antara pihak Pemohon Peninjauan
Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV
(BNI) sebagai Kreditur dengan pihak PT. Guna Inti
Permata/ Tergugat III sebaga i debitur, adalah merupakan
pertimbangan
hukum
yang
bertentangan
dengan
ketentuan Undang- undang, khususnya Undang-undang
Perbankan dan Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum
butir 8 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
4
TAHUN
1996
TENTANG
HAK
TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDABENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH,
yang mana dinyatakan bahwa Perjanjian Kredit adalah
57
merupakan Perjanjian Pokok sedangkan Pengikatan
Jaminan (Hak Tanggungan) adalah merupakan perjanjian
accesoir
(tambahan),
maka
keberadaan
perjanjian
jaminan (Hak Tanggungan) tidak dapat dilepaskan dari
adanya perjanjian pokok (Perjanjian Kredit), karena
perjanjian jaminan tidak mingkin ada apabila tidak ada
perjanjian pokok/perjanjian jaminan tidak dapat berdiri
sendiri.
b.
Terbitnya Perjanjian Kredit (Perjanjian Pokok) tersebut
tidak didasarkan pada adanya jaminan (sertifikatsertifikat tanah), karena Perjanjian Kredit (Perjanjian
Pokok) tersebut dibuat terlebih dahulu serta merupakan
dasar/sebab
adanya
Tanggungan)
terhadap
Pengikatan
jaminan
Jaminan
berupa
(Hak
sertifikat-
sertifikat tanah tersebut.
c.
Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum butir
8
UNDANGUNDANG
NOMOR
4
TAHUN
REPUBLIK
1996
INDONESIA
TENTANG
HAK
TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDABENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH,
menyatakan sebagai berikut :
1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji
untuk
memberikan
Hak
Tanggungan
sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan
di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau
perjanjian
tersebut.
lainnya
yang
menimbulkan
utang
58
2) Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan
ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu,
yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang
atau
perjanjian
lain,
maka
kelahiran
dan
keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang
dijamin pelunasannya.
d.
Amar putusan dan pertimbangan hukum Judex Facti dan
Judex Juris tersebut diatas, yang menyatakan bahwa
terbitnya Perjanjian Kredit
(Perjanjian Pokok) yang
dilakukan oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali/
Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV (BNI)
sebagai Kreditur dengan pihak PT.Guna Inti Permata/
Tergugat III sebagai debitur tersebut, karena dibuat
berdasarkan pada adanya sertipikat-sertipikat tanah yang
dibuat secara tidak sah/ cacat hukum dan kemudian
dengan serta merta membatalkan Perjanjian Kredit
(Perjanjian Pokok) tersebut diatas, adalah amar putusan
dan pertimbangan hukum yang salah besar dan
bertentangan dengan undang-undang.
e.
(Perkara a quo) walaupun jaminan berupa sertifikatsertifikat
tanah
Tanggungan)
dan
yang
Pengikatan
merupakan
Jaminan
perjanjian
(Hak
accesoir
(tambahan) tersebut dinyatakan batal/ tidak mempunyai
kekuatan hukum, maka hal tersebut demi hukum tidak
berarti secara langsung/ serta merta dapat membatalkan
perjanjian pokok (Perjanjian Kredit antara Pemohon
Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/
Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna
Inti Permata/ Tergugat III sebagai Debitur.
59
f.
Judex Facti/ Judex Juris telah melakukan kesalahan
berat/ kekhilafan atau suatu kekeliruan yang nyata dan
melakukan tindakan melampaui batas wewenang (ultra
vires) karena telah menyatakan Perjanjian Kredit cacat
hukum dan batal demi hukum, dan disamping itu
sungguh tidak ada relevansi dan kepentingan apapun dari
pihak Para Penggugat untuk ikut campur dan menuntut
pembatalan Perjanjiann Kredit tersebut, oleh karena
masalah kredit tersebut adalah semata- mata hubungan
hukum hutang-piutang antara Pemohon Peninjauan
Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV
(BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/
Tergugat III sebagai debitur, sehingga dalam hal ini tidak
ada hubungan hukum apapun dengan pihak Para
Pengugat, maka tuntutan/ ikut campur Para Penggugat
tersebut justru semakin menunjukkan indikasi adanya
maksud lain dan/ atau patut diduga adanya itikad tidak
baik dari pihak Para Penggugat yang bertujuan untuk
merugikan
pihak
Pemohon
Peninjauan
Kembali/
Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur.
g.
Berdasarkan bukti otentik dan fakta hukum tersebut di
atas, maka Perjanjian Kredit antara Pemohon Peninjauan
Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV
(BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna Inti Permata/
Tergugat III sebagai debitur, masih tetap berlaku dan
sampai saat ini belum lunas, oleh karena itu pihak
Pemohon
Peninjauan
Kembali/
Pemohon Kasasi/
Pembanding/ Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur berhak
60
untuk tetap mempertahankan kepentingannya untuk
meminta pelunasan atas hutang debitur tersebut.
h.
Berdasarkan dalil-dalil dan fakta serta bukti tersebut di
atas, maka telah membuktikan Judex Jurist dan Judex
Facti telah “melakukan kesalahan berat” karena Judex
Juris dan Judex Facti salah dalam menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku yaitu salah menerapkan
hukum perjanjian hutang piutang dan penjaminan serta
Judex Juris Judex Facti terbukti melakukan tindakan
melampaui batas wewenang (ultra vires) karena telah
menyatakan Perjanjian Kredit cacat hukum dan batal
demi hukum, padahal berdasarkan bukti otentik dan fakta
hukum
Perjanjian
Kredit
antara
antara Pemohon
Peninjauan Kembali/ Pemohon Kasasi/ Pembanding/
Tergugat IV (BNI) sebagai kreditur dengan PT. Guna
Inti Permata/ Tergugat III sebagai debitur masih berlaku
dan sampai saat ini belum lunas.
i.
Judex Juris dan Judex Facti tidak memeriksa dan/ atau
tidak cermat dalam memeriksa perkara a quo dan/ atau
tidak cukup mempertimbangkan dan tidak melakukan
pemeriksaan atas bukti bukti yang disampaikan terutama
bukti-bukti dari pihak Pemohon Peninjauan Kembali/
Pemohon Kasasi/ Pembanding/ Tergugat IV, .oleh
karena itu terbukti pertimbangan hukum Judex Jurist dan
Judex Factie tersebut diatas tidak adil dan/ atau
cenderung berat sebelah, oleh karena itu Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2407
K/Pdt/2010 tanggal 30 Mei 2011 jo. Putusan Pengadilan
Tinggi Jakarta No. 382/PDT/2009/PT.DKI. tanggal 5
61
Januari 2010 jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
No.375/PDT.G/2007/PN.JKT.BAR tanggal 29 Juli 2008,
harus dibatalkan dan gugatan Para Penggugat harus
dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.
Pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh pemohon Peninjauan
Kembali jelas terlihat bahwa selain memenuhi syarat formil, para pemohon
Peninjauan Kembali juga memenuhi kriteria sebagaimana termaktub
dalam Pasal 67 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. UU Nomor 3
Tahun 2009 Undang-Undang Mahkamah Agung. Berdasarkan alasan yang
diajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali, Hakim Mahkamah Agung
memberi pertimbangan yaitu:
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan Peninjauan Kembali
tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Mengenai alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, sebab tidak
terdapat adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan
Judex Juris karena pertimbangannya telah tepat; Alasan Peninjauan
Kembali
hanya
merupakan
pengulangan
hal- hal
yang
telah
dipertimbangkan oleh Judex Facti dan Judex Juris .
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka
permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali : PT. BANK BNI (Persero), Tbk tersebut harus
ditolak.
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Peninjauan Kembali
dari Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan
Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan
Peninjauan Kembali ini; Memperhatikan pasal-pasal dari UndangUndang No. 48 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004
62
dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Putusan hakim Pengadilan Negeri, Putusan Pengadilan Tinggi dan
Putusan
Kasasi
semuanya
mengkesampingkan
bukti
materiil
(kebenaran yang sebenar-benarnya) dalam perkara pidana. Tindak
pidana pemalsuan tanda tangan yang dilakukan Gunawan (T1) belum
terbukti, walaupun dalam persidangan dihadirkan polisi sebagai saksi
dari hasil lab. Print. Hakim mengacu pada hasil lab print tersebut,
seharusnya yang menjadi acuan adalah putusan Hakim Pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1918 KUHPerdata jo Pasal 29 A.B
(aglemene Bepaligen Van Wet Geving).
2. Akibat hukumnya, terhadap Peninjauan Kembali yang ditolak
dalam perkara Nomor. 755 PK/Pdt/2012.
1. Menyatakan para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan
Hukum;
2. Menyatakan para Penggugat adalah pemilik dan pemegang hak yang
sah atas bidang-bidang tanah yang terletak di:
1) Desa/Kelurahan Kembangan, Kecamatan Kembangan, Jakarta
Barat,
dengan batas-batas :
Utara : Tanah Manih Siman;
Timur : Tanah Saiyan Laman;
Selatan : Tanah Salbini Ung;
Barat : Tanah Salam;
Berdasarkan Akta jual Beli No.131/Kembangan/1994 tanggal 26
April 1994 dihadapan Camat PPAT M. Kloster Silitonga BBA.,
dengan Sertifikat Hak Milik No.144 pada tanggal 27 Oktober
63
1994 atas nama Penggugat I dengan luas 2.600 m2, gambar
situasi No.10704/1994 tanggal 20 Oktober 1994;
2) Desa/Kelurahan Kembangan, Kecamatan Kembangan, Jakarta
Barat, dengan batas-batas :
Utara : Tanah Ucin Bangkong;
Timur : Tanah Buang bin Niha;
Selatan : Tanah Pungut Kate;
Barat : Tanah Raisah Betok;
Berdasarkan Akta jual Beli No.129/Kembangan/1994 tanggal 26
April 1994 dihadapan Camat PPAT M. Kloster Silitonga BBA.,
dengan Sertifikat Hak Milik No.176/Kembangan Utara pada
tanggal 23 Juni 1995 atas nama Penggugat II denga n luas 2.000
m2, gambar situasi No.9330/1994 tanggal 14 September 1994;
3) Kampung
Baru
Desa/Kelurahan
Kembangan,
Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas :
Utara : Tanah Kitik Betok;
Timur : Tanah H. Nasan;
Selatan : Tanah Usin Bangkong;
Barat : Tanah Niin Rembun;
Berdasarkan Akta jual Beli No.1005/C/KMB/1992 tanggal 31
Desember 1992 dihadapan Camat PPAT H. Sadoni Ass’shufi,
SH., dengan Sertifikat Hak Milik No.83 pada tanggal 8 November
1993 atas nama Penggugat III dengan luas 4.774 m2, gambar
situasi No.7789/1992 tanggal 21 Desember 1992;
4) Kampung
Baru
Desa/Kelurahan
Kembangan,
Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas :
Utara : Tanah Kali;
Timur : Tanah Kali;
Selatan : Tanah Pungut Kate;
Kecamatan
64
Barat : Tanah Romela Merin;
Berdasarkan Akta jual Beli No.1001/C/KMB/JB/1992 tanggal 31
Desember 1992 dihadapan Camat PPAT H. Sadoni Ass’shufi,
SH., dengan Sertifikat Hak Milik No.93 pada tanggal 14
Desember 1993 atas nama Penggugat IV dengan luas 2.230 m2,
gambar situasi No. 7728/1992 tanggal 14 Desember 1992;
5) Kampung
Baru
Desa/Kelurahan
Kembangan,
Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, dengan batas-batas :
Utara : Tanah Kitik b Betok;
Timur : Tanah Indun b Usin;
Selatan : Tanah Usin b Bangkong;
Barat : Tanah Usin b Bangkong;
Jual beli dilakukan denga n harga Rp 106.810.000,- Berdasarkan
Akta jual Beli No.221/C/KMB/JB/1993 tanggal 22 Maret 1993
dihadapan Camat PPAT H. Sadoni Ass’shufi, SH., dengan
Sertifikat Hak Milik No.182 pada tanggal 12 Juli 1995 atas nama
Penggugat V dengan luas 2.762 m2, gambar situasi No.
7795/1992 tanggal 21 Desember 1992;
3.
Menyatakan batal perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para
Tergugat atau pihak yang mendapat hak dari padanya atas tanah-tanah
milik para Penggugat;
4.
Menyatakan batal akta-akta jual beli yang terdiri dari:
1) Akta Jual Beli No.367/Kembangan/1995 tanggal 29 Desember
1995;
2) Akta Jual Beli No.368/Kembangan/1995 tanggal 29 Desember
1995;
3) Akta Jual Beli No.879/Kembangan/1994 tanggal 31 Desember
1994;
65
4) Akta Jual Beli No.880/Kembangan/1994 tanggal 31 Desember
1994;
5) Akta Jual Beli No.369/Kembangan/1995 tanggal 29 Desember
1995;
5.
Menyatakan Sertifikat Hak Milik Semuanya tidak mempunyai
kekuatan hukum:
1) SHM No.83/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN
(Tergugat I);
2) SHM No.182/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN
(Tergugat I);
3) SHM No.176/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN
(Tergugat I);
4) SHM No.93/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN
(Tergugat I)
5) SHM No.144/Kembangan Utara atas nama GOENAWAN
(Tergugat I);
6.
Menyatakan batal PK-UMUM Perjanjian Kredit Nomor : 2003.005
tanggal 20 Januari 2003 beserta turutannya berupa :
1) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (1) 2003.005
tanggal 12 November 2003;
2) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (2) 2003.005
tanggal 4 Maret 2004;
3) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (3) 2003.005
tanggal 6 Oktober 2004;
4) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor : (4) 2003.005
tanggal 6 Oktober 2004;
7.
Menyatakan batal Akta Pemberian Hak Tanggungan yang terdiri dari:
1) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.7/2003 tanggal 17 Maret
2003;
66
2) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.4/2003 tanggal 27 Februari
2003;
3) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.5/2003 tanggal 27 Februari
2003;
4) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.6/2003 tanggal 27 Februari
2003;
5) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.3/2003 tanggal 27 Februari
2003;
6) Akta Pemberian Hak Tanggungan No.36/2004 tanggal 8
November 2004;
8.
Menyatakan batal Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan yang terdiri
dari :
1) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.940/2003 tanggal 17
Maret 2003;
2) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.937/2003 tanggal 17
Maret 2003;
3) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.936/2003 tanggal 17
Maret 2003;
4) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.939/2003 tanggal 17
Maret 2003;
5) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.938/2003 tanggal 17
Maret 2003;
6) Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan No.6570/2004 tanggal
8 November 2004.
HIR (Het Herzine Indonesisch Reglement) tidak mengatur tentang
kekuatan putusan hakim. Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan
mempunyai 3 macam kekuatan:
a.
Kekuatan Mengikat
67
Putusan
Hakim
mempunyai
kekuatan
mengikat
artinya
mengikat kedua belah pihak (Pasal 1917 KUH Perdata). Terikatnya
para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak
member dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan. 20
Putusan
Hakim
mempunyai
kekuatan
mengikat
artinya
mengikat kedua belah pihak (Pasal 1917 KUH Perdata). Terikatnya
para pihak kepada putusan yaitu PT Bank BNI sebagai Pemohon
Peninjauan Kembali dan Suharyono, Yadih Majuk, Mujib Gering,
Wahidin Bitra, Mahalim Mahmud sebagai Termohon Peninjauan
Kembali. Serta Gunawan, Yupi Hartanto, PT Guna Inti Permata,
kantor pertanahan kotamadya Jakarta Barat, Sri Rahayu Sedyono
M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs. Abdurachman, SH, PT Citra
Lelang Nasional sebagai turut Termohon Peninjauan Kembali.
b.
Kekuatan Pembuktian
Kekuatan pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk tertulis,
yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat
digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin
diperlukan untuk mengajukan Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali
atau pelaksanaanya. Arti putusan itu sendiri dalam hukum pembuktian
ialah bahwa dengan putusan itu telah diperoleh suatu kepastian
tentang sesuatu. 21
Kekuatan pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk tertulis,
yang merupakan akta otentik yaitu Menyatakan batal PK-UMUM
Perjanjian Kredit Nomor : 2003.005 tanggal 20 Januari 2003 beserta
turutannya; Menyatakan batal Akta Pemberian Hak Tanggungan;
Menyatakan batal Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan.
c.
20
21
Kekuatan Eksekutorial
Sudikno Mertokusumo , Op.Cit, hlm. 158.
Loc.cit.
68
Suatu putusan dimaksud untuk menyelesaikan suatu persoalan
atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti
semata- mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan
realisasi atau pelaksanaanya (eksekusinya) secara paksa. Kekuatan
mengikat saja dari suatu putusan pengadilan belumlah cukup dan tidak
berarti
apabila
putusan
tersebut
tidak
dapat
direalisir
atau
dilaksanakan. Oleh karena itu putusan menetapkan dengan tegas hak
atau hukumnya untuk kemudian direalisir, maka putusan hakim
mempunyai
kekuatan
eksekutorial,
yaitu
kekuatan
untuk
dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa
oleh alat-alat Negara. Bahwa kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
keTuhanan Yang Maha Esa” member kekuatan eksekutorial bagi
putusan-putusan pengadilan di Indonesia. 22
Perkara perdata mengenai perjanjian kredit bank yang
dimohonkan Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali
dalam faktanya ditolak dengan mempertimbangkan bahwa alasanalasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, oleh
karena penerapan Judex jurist dan judex facti dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/ atau Undang-Undang.
Hakim Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya
menolak Permohonan Peninjauan Kembali sehingga dalam perkara ini
Putusan judex facti pada pengadilan Negeri Jakarta Barat No.
375/Pdt.G/2007/PN.JKT.BAR tanggal 29 Juli 2008 September 2008,
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 382/PDT/2009/PT.DKI.
tanggal 5 Januari 2010, putusan Mahkamah Agung RI No. 2407
K/PDT/ 2010 tanggal 30 Mei 2010 sudah tepat sebab tidak terdapat
adanya kekhilafan Hakim.
22
Loc.cit.
69
Menyatakan putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR
tanggal 29 Juli 2008 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat
kepada Pemohon PK PT. BANK BNI (Persero), Tbk dan termohon
PK Suharyono, Yadih Majuk, Mujib Gering, Wahidin Bitra, Mahalim
Mahmud sebagai Termohon Peninjauan Kembali, Serta Gunawan,
Yupi Hartanto, PT Guna Inti Permata, kantor pertanahan kotamadya
Jakarta Barat, Sri Rahayu Sedyono M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs.
Abdurachman, SH, PT Citra Lelang Nasional sebagai turut Termohon
Peninjauan Kembali.
Putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR tanggal 29 Juli
2008 dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 755 PK/Pdt/2012. Putusan hakim tersebut mempunyai
kekuatan hukum inkraht.
Hakim
Mahkamah
Agung
dalam
perkara
ini
tidak
mempertimbangkan keadilan bagi PT BANK BNI, karena disini
kesalahan bukan pada PT BANK BNI tetapi ada pada notaris dan
Badan Pertanahan Nasional. Hakim Mahkamah Agung tidak
mempertimbangkan alasan Permohonan Kembali yang diajukan PT
BNI pada angka 1.4. (halaman 56-61). Seharusnya dipisahkan antara
perjanjian pokok dengan tambahannya. Dalam hal ini perjanjian utang
piutangnya tetap sah tidak batal, yang batal hanya perjanjian
tanggungannya karena objek hak tanggungannya adalah tidak sah,
tanah tersebut milik penggugat bukan milik Gunawan.
70
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Penerapan
hukum
Permohonan
Hakim
Peninjauan
Mahkamah
Kembali
Agung
dalam
dalam
perkara
menolak
Nomor
755
PK/Pdt/2012 sudah tepat, sudah tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim
dalam penerapan Judex jurist (majelis hakim kasasi) dan judex facti
(majelis hakim Banding & pertama) yang diajukan permohonan
Peninjauan Kembali. Alasan Peninjauan Kembali yang diajukan
Pemohon
hanya
merupakan
pengulangan
hal- hal
yang
telah
dipertimbangkan oleh Judex Facti dan Judex Juris. Putusan hakim
Pengadilan Negeri, Putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Kasasi
semuanya mengkesampingkan bukti materiil dalam perkara pidana.
2. Akibat hukum dari ditolaknya Permohonan Peninjauan Kembali Nomor
755 PK/Pdt/2012 oleh Mahkamah Agung yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali PT. BANK BNI (Persero),
yaitu menyatakan
putusan No. 375/ Pdt.G/ 2007/ PN. JKT. BAR tanggal 29 Juli 2008 tetap
mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada Pemohon PK PT. BANK
BNI (Persero), Tbk dan termohon PK Suharyono, Yadih Majuk, Mujib
Gering, Wahidin
Bitra,
Mahalim
Mahmud
sebagai
Termohon
Peninjauan Kembali, Serta Gunawan, Yupi Hartanto, PT Guna Inti
Permata, kantor pertanahan kotamadya Jakarta Barat, Sri Rahayu
Sedyono M,SH, Yulkhaizar Panuh, SH, Drs. Abdurachman, SH, PT
Citra Lelang Nasional sebagai turut Termohon Peninjauan Kembali.
71
B. SARAN
1. PT. BANK BNI bisa mengajukan gugatan baru.
2. PT.
BANK BNI harus lebih hati- hati dalam memberikan perjanjian
kredit.
3. Hakim Mahkamah Agung tidak mempertimbangkan keadilan bagi PT
BANK BNI, karena disini kesalahan bukan pada PT BANK BNI tetapi
ada pada notaris dan Badan Pertanahan Nasional. Dalam perkara ini
seharusnya perjanjian utang piutangnya tetap sah tidak batal, yang batal
hanya perjanjian tanggungannya karena objek hak tanggungannya yang
tidak sah.
72
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR
Amirudin, dan Zainal, Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Halim, A. Ridwan, Hukum Acara Perdata, Ghalia Indonesia, jakarta, 2005.
Harahap, M. Yahya,
Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta,
2004.
, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan
Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media,
Malang, 2008.
Marzuki,Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta,2010.
Mertokusumo, Susdikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty Yogyakarta,
Yogyakarta, 2002.
Prinst, Darwan, Strategi Menangani dan Menyusun Gugatan Perdata, cetakan
ketiga revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
Saleh, K. Wantjik, Kehakiman dan Peradilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997.
Soemitro, Roni Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta,1988.
Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarat, 2007.
73
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Mr.Tresna, R, Komentar HIR. Pradnya Paramita, Jakarta, 1972.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
INTERNET
http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/08/pengertian-hukum- materiil.html
diakses tanggal 7 Maret 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Peninjauan_Kembali#Pada_Mahkamah_Agung diakses
tanggal 28 Mei 2014.
http://abdulrohimabdul.blogspot.com/2013/04/upaya-hukum-dalam-hukum-acaraperdata.html diakses tanggal 24 Juni 2014.
Download