ISSN : 2460-0423 KPAK - 08 IMPLEMENTASI FILOSOFI TRI HITA KARANA DALAM PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) I Made Bagiada1), I Nyoman Darmayasa2) 1 Akuntansi, Politeknik Negeri Bali, Jalan Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali 80364 2 Akuntansi, Politeknik Negeri Bali, Jalan Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali 80364 E-mail: [email protected] Abstract The study aims to identify and to understand the implementasion of Tri Hita Karana (THK) philosopy on Corporate Social Responsibility (CSR) at LPD Desa Adat Legian. Interpretive Case Study Methods were used to obtain deeper and complete information from informants’ views. The research results found integrated of CSR. Integrated CSR implemented at LPD Desa Adat Legian in form of the purposes as a micro finance of Desa Adat, harmonious relationship with community (pawongan), nature (palemahan) and God (parhyangan). Keywords: Tri Hita Karana, Corporate Social Responsibility (CSR), Integrated CSR Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi filosofi Tri Hita Karana dalam pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian. Metode study kasus interpretif digunakan untuk memperoleh informasi yang mendalam dan utuh dari sudut pandang informan. Hasil penelitian menemukan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial bersifat terpadu. Tanggung jawab sosial terpadu yang diterapkan di LPD Desa adat Legian dalam wujud tujuan sebagai suatu lembaga keuangan desa, keharmonisan hubungan dengan masyarakat (pawongan), alam (palemahan) dan Tuhan (parhyangan). Kata kunci: Tri Hita Karana, Pengungkapan Tanggung Jawa Sosial, Tanggung Jawa Sosial Terpadu Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 798 ISSN : 2460-0423 PENDAHULUAN Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan nonbank di pedesaan sangat membantu masyarakat desa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian desa (Tungga, 2013; Tungga, 2012; Djayastra, 2012; Damayanthi, 2011). Lembaga keuangan (Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Koperasi dan Pegadaian) merupakan lembaga jasa keuangan masyarakat di desa. Di Bali LPD merupakan lembaga keuangan nonbank yang memiliki asset terbesar. Pada triwulan III 2014, aset LPD berjumlah Rp8.719 miliar (Bank Indonesia, 2014). Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat beroperasi pada suatu wilayah administrasi desa adat dengan dasar kekeluargaan antar warga desa (Tungga, 2013; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011). Dengan mengandalkan jumlah warga desa dan ikatan kekeluargaan yang erat dalam desa LPD terus mengembangkan lembaganya. Dana pihak ketiga pada LPD di daerah Bali yang terbentuk dalam tabungan dan deposito yang sampai triwulan III tahun 2014 mencapai Rp6.808 miliar atau tumbuh sebesar 19,08% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Besarnya pertumbuhan kredit yang dicapai oleh LPD terutama disebabkan oleh sistem dan persyaratan adminitrasi yang cukup sederhana, aksesibilitas yang sangat mudah dijangkau, serta sistem kekerabatan yang membantu pengendalian kualitas kredit yang disalurkan (Bank Indonesia, 2014). LPD adalah badan usaha keuangan yang dimiliki oleh suatu komunitas (desa) bukan dimiliki oleh perseorangan atau suatu badan hukum. Wilayah kerja LPD adalah di lingkungan desa setempat. Salah satu modal LPD bersumber dari dana swadaya masyarakat. LPD wajib melaporkan kegiatan usahnya dalam bidang ekonomi dan sosial kepada desa. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 sebagai mana telah dirubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa disertai Keputusan Gubernur Bali menjelaskan bahwa keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan sekitar 20% untuk dana pembangunan desa dan 5% untuk dana sosial. Hal ini menunjukkan bahwa LPD mempunyai peranan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa adat. Prinsip Responsibility (Pertanggungjawaban) merupakan prinsip yang mempunyai hubungan paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 799 ISSN : 2460-0423 signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa kegiatan operasionalnya seringkali menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh stakeholders. Oleh karena itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya. Namun dalam praktiknya masih saja terdapat kendala yang dikarenakan kurang tegasnya pemerintah mengenai CSR dan status untuk CSR ini masih merupakan voluntare disclosure atau baru dilakukan secara sukarela.Tanggung jawab sosial perusahaan/lembaga sering disebut Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang menurut The Word Business Council for Sustainable Development adalah komitmen dan kerja sama antara karyawan, komunitas setempat, dan masyarakat agar memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan Legitimacy Theory (Scott, 2009) yang menjelaskan bahwa setiap perusahaan/lembaga mempunyai kontrak dengan masyarakat berdasarkan nilai-nilai keadilan dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Haniffa dan Cooke (2005) menyatakan bahwa dalam hal terdapat ketidakselarasan suatu nilai perusahaan terhadap suatu sistem nilai masyarakat, akan mengakibatkan perusahaan kehilangan legitimasinya (mengancam kelangsungan kegiatan perusahaan tersebut). Pengungkapan CSR berperan penting terhadap perusahaan dalam bentuk membangun, mempertahankan, serta melegitimasi kontribusi perusahaan dari segi ekonomi, sosial, dan politik. Dengan adanya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam pasal 74 diuraikan mengenai kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan. Untuk segera menerapkan UU Perseroan Terbatas pada April 2012 Pemerintah mengeluarkan PP No. 47 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan (TJSLP). Setelah UU No. 40 Tahun 2007 diundangkan CSR menggema pada perusahaan publik di Indonesia karena Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan menjadi hal yang wajib (Mandatory). Teori lainnya yang mendukung CSR diantaranya adalah filosofi Tri Hita Karana dan stakeholder theory (Deegan, 2004: 292). Implementasi tanggung jawab sosial pada LPD di Bali khususnya di Desa Adat Legian sebaiknya berdasarkan filosofi Tri Hita Karana (THK). Filosofi THK menekankan bahwa dalam proses kehidupan menuju hidup yang sejahtera, manusia Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 800 ISSN : 2460-0423 ditekankan untuk menjaga keserasian atau keharmonisan antara manusia dengan pencipatanya, yakni Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), manusia dengan alam/lingkungannya (palemahan), dan manusia dengan sesamanya (pawongan) sebagai suatu kesatuan yang utuh (Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011) Penelitian mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD sebelumnya sudah pernah dilakukan. Pada penelitian ini memperbaiki keterbatasan pada penelitian sebelumnya. Penelitian ini lebih menekankan pada aspek implementasi CSR yang berlandaskan filosofi THK dibandingkan pada penelitian sebelumnya yang hanya mendeskripsikan CSR pada LPD. Penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan naratif sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode studi kasus interpretif dengan melakukan wawancara mendalam pada situs penelitian. Berdasarkan uraian pentingnya tanggung jawab sosial atau CSR pada suatu perusahaan/lembaga maka permasalahan dalam penelitan ini dapat dirumuskan adalah : Bagaimanakah implikasi Filosofi Tri Hita Karana dalam pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian?. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana. Tujuan Khusunya adalah menginterpretasikan implikasi pemaknaan Filosofi Tri Hita Karana yang melandasi pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian. KAJIAN LITERATUR Corporate Sosial Responsibility (CSR) juga disebut pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan penjelasan yang mengambarkan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat. CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston dan Milne, 1996). Teori yang mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan adalah SFAC No. 1 yang menjelaskan tujuan pelaporan keuangan untuk pertanggungjawaban atas penggunaan sumber daya. Beberapa teori lain yang mendukung penyampaian laporan CSR dan lingkungan adalah legitimacy theory dan stakeholder theory (Deegan, 2004: 292) dan filosofi Tri Hita Karana. Di Indonesia telah dikeluarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT dalam pasal 74 terdapat kewajiban untuk perusahaan mengenai pengungkapan informasi tanggung Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 801 ISSN : 2460-0423 jawab sosial dan lingkungan. Lebih lanjut pada April 2012 Pemerintah mengeluarkan PP No. 47 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan (TJSLP). CSR (Corporate Sosial Responsibility) untuk perusahaan publik di Indonesia menjadi hal yang wajib (Mandatory). CSR sangat penting dalam penerapan GCG (Good Corporate Government), hal ini terjadi karena dalam tata kelola perusahaan, perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap para pemangku kepentingan (stakeholder) baik itu karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Selain itu perusahaan perlu melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat diluar kegiatan-kegiatan ekonomi yang memang menjadi tujuan perusahaan. Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu : 1) Transparency (Keterbukaan Informasi), 2) Accountability (Akuntabilitas), 3) Responsibility (Pertanggungjawaban), 4) Independency (Kemandirian), 5) Fairness (Kesetaraan dan Kewajiban). Legitimacy theory dalam rangka mendapatkan legitimasi dari suatu masyarakat, suatu perusahaan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan nilai-nilai yang diterima dari masyarakat tersebut. Nilai-nilai dalam suatu perusahaan kecenderungannya akan berubah dari waktu ke waktu konsekuensinya perusahaan tersebut harus menyesuaikannya. Upaya penyesuaian tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga akan terus memperoleh legitimasi dari masyarakat. Pengungkapan laporan keuangan tahunan suatu perusahaan merupakan suatu upaya untuk menginformasikan kegiatan-kegiatan sosial suatu perusahaan dalam upaya memperoleh legitimasi dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha perusahaan bisa lebih terjamin. Dalam hal ini perusahaan berupaya menunjukkan upayanya untuk memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat. Stakeholder theory merupakan suatu teori yang mempertimbangkan kelompokkelompok stakeholder dalam suatu masyarakat dan bagaimana harapannya memiliki pengaruh yang lebih besar atau bahkan bisa lebih kecil pada strategi suatu perusahaan. Hal ini akan berimplikasi terhadap kebijakan operasional manajemen dalam mengelola harapan stakeholder. Stakeholder umumnya memiliki harapan yang berbeda-beda terhadap bagaimana perusahaan dijalankan. Perusahaan akan berupaya memenuhi berbagai harapan stakeholder yang berkuasa dengan pengungkapan pelaporan aktivitas Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 802 ISSN : 2460-0423 sosial dan lingkungan perusahaan. Gray et. al. (1995) menguraikan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan perluasan tanggung jawab sosial, selain peranan utamanya untuk menyajikan laporan keuangan kepada shareholder. Perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih dari pada hanya mengejar laba. Pendekatan penelitian tentang pengungkapan CSR suatu perusahaan meliputi: 1) Pengungkapan CSR perusahaan mungkin diperlakukan umum yang akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan CSR dan cenderung membatasi persepsi tentang penelitian mengenai pengungkapan CSR perusahaan yang dilaporkan; 2) Meletakkan pengungkapan CSR pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan terhadap suatu masyarakat dan organisasi. Kiroyan (2006), pengungkapan tanggung jawab sosial akan memperoleh legitimasi sosial dan dalam jangka panjang akan memaksimalkan kekuatan keuangan Perusahaan. meningkatkan Perusahaan nilai yang mengungkapkan tanggung jawab sosial akan perusahaan tersebut (Basamalah et al., 2005). Pengungkapan tanggung jawab sosial diharapkan akan menghasilkan respons positif dari pelaku pasar. Peraturan Daerah Provinsi Bali No.4 Tahun 2012 tentang LPD pasal 22, ayat 1 menjelaskan bahwa salah satu pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan adalah untuk dana pembangunan desa 20% dan dana sosial 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa LPD di Bali juga memiliki tanggung jawab sosial pada masyarakat. Pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD di Bali menunjukkan seberapa besar kontribusi yang diberikan LPD pada masyarakat desa adat sesuai dalam ajaran Tri Hita Karana, yang terdiri atas Parhyangan, pawongan, dan palemahan. Tri Hita Karana (THK) adalah sebuah filosofi masyarakat Hindu Bali. Filosofi THK menekankan bahwa dalam proses kehidupan menuju hidup yang sejahtera, manusia ditekankan untuk menjaga keserasian atau keharmonisan antara manusia dengan penciptanya, yakni Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), manusia dengan alam/lingkungannya (palemahan), dan manusia dengan sesamanya (pawongan) sebagai suatu kesatuan yang utuh (Pertiwi dan Ludigdo, 2013; Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011). LPD merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman1 yang telah 1 Desa Pekraman adalah wilayah lingkungan suatu desa. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 803 ISSN : 2460-0423 berkembang dan memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya kepada anggotanya. Sebagai lembaga keuangan milik desa adat di Bali, LPD menjalankan usahanya juga menekan pada ajaran filosofi Tri Hita Karana yang mengacu pada menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya (pawongan) dan hubungan harmonis antara manusia dengan alam di sekitarnya (palemahan). Berdasarkan filosofi THK yang secara sadar dan nyata telah diterapkan oleh masyarakat di Bali, maka LPD juga memiliki tanggung jawab sosial pada masyarakat tempat LPD berdiri. Tanggung jawab sosial LPD meliputi tanggung jawab sosial yang berhubungan dengan filosofi THK. Sebaiknya untuk masa yang akan datang tanggung jawab sosial LPD dilaporkan dalam catatan laporan keuangan LPD atau laporan pertanggungjawaban sosial LPD (Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011). Astawa (2012) Nilai-nilai harmoni telah dijalankan dengan baik dalam balutan adat istiadat dan awig-awig (aturan-aturan) desa adat. Pemilik mengemban aturan-aturan yang telah disepakati bersama, terkait dengan pelayanan kredit agar tercapai keharmonisan terhadap Tuhan, manusia, dan lingkungan alam. Hasil ini berbeda degan asumsi teori keagenan yang menilai manusia itu selalu oportunistik, rasionalistik dan egoik tidak terjadi di LPD. Djayastra (2012) dan Gunawan (2011) Pemberdayaan masyarakat desa adat melalui peranan LPD yang berlandaskan modal sosial 1) Parhyangan (religius), yakni peruntukan kegiatan upacara keagamaan masyarakat Hindu, 2) Pawongan (kesejahteraaan) yakni perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan jejaring sosial antara warga, warga dengan lembaga adat, antara lembaga dengan pemerintah, 3) Palemahan (lingkungan) yakni penataan lingkungan. Parhyangan berasal dari kata Hyang yang berarti Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa. Parhyangan merupakan salah satu dimensi dari filosofi THK yang menekankan bahwa kesejahteraan dicapai bila terealisasi hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan penciptanya. Kegiatan bisnis adalah sebuah persembahan yang tidak luput dari kontrol Tuhan (Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011, Gunawan, 2011). Dalam LPD parhayangan dapat diimplemetasikan dalam seberapa besar kontribusi LPD pada kegiatan ritual keagamaan, renovasi pura, kesejahteraan Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 804 ISSN : 2460-0423 pemangku2, bantuan untuk masyarakat dalam melaksanakan ritual keagamaan. Pawongan berasal dari kata wong (orang atau penduduk) dalam masyarakat. Implementasi filosofi THK adalah melalui hubungan harmonis antar sesama manusia (Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011). Dalam konteks bisnis berupa hubungan antar karyawan dan hubungan lembaga dengan masyarakat. Implementasi pawongan pada LPD adalah berapa persen karyawan LPD berasal dari masayarakat tempat LPD berdiri, keikutsertaan LPD pada program penanggulangan kemiskinan, dan lain-lain. Palemahan berasal dari kata lemah yang berarti tanah, tanah pekarangan atau wilayah permukiman. Secara umum filosofi THK, palemahan merupakan dimensi yang berhubungan dengan aspek fisik dari lingkungan di sekitar kita atau perusahaan. Di Bali palemahan berhubungan dengan tata letak perusahaan dan bangunan yang hendaknya disesuaikan dengan keyakinan agama dan kultur tempat perusahaan berada (Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011). Pada penelitian ini CSR LPD berdasarkan filosofi palemahan dihubungkan dengan berapa besar kontribusi LPD terhadap aspek fisik di lingkungan sekitar LPD. Pengertian LPD menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2012 adalah usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. LPD merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman yang telah berkembang dan memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya pada anggotanya. LPD harus dibina dan ditingkatkan kinerjanya agar semakin baik dan terus berkembang guna meningkatkan taraf kehidupan di desa. LPD juga merupakan wadah kekayaan desa adat yang dimiliki oleh warga adat. Peraturan Daerah Provinsi Bali No.4 Tahun 2012 tentang LPD pasal 22, ayat 1 menjelaskan bahwa pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan ditetapkan (a) cadangan modal 60%, (b) dana pembangunan desa 20%, (c) jasa produksi 10%, (d) dana pembinaan, pengawasan, dan perlindungan 5%, (e) dana sosial 5%. Penyetoran dan penggunaan keuntungan dimaksud sesuai dengan keputusan gubernur. Peranan LPD dalam masyarakat desa khususnya di Bali adalah bagaimana LPD dapat mengimplementasikan ajaran Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan antara parhyangan, pawongan, dan palemahan. 2 Pemangku adalah pemimpin upacara adat Hindu dalam suatu desa. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 805 ISSN : 2460-0423 METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Adat Legian yang terletak di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Desa Adat Legian merupakan salah satu desa wisata di Pulau Bali. Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota madya, Kabupaten Badung adalah daerah yang paling banyak memiliki objek wisata (Nusa Dua, Legian, dan Sanur). Kabupaten Badung terdiri dari enam kecamatan yaitu : 1) Petang, 2) Abiansemal, 3) Mengwi, 4) Legian, 5) Legian Utara, dan 6) Legian Selatan. Desa Adat Legian berlokasi di Kelurahan Legian, Kecamatan Legian. Dipilihnya Desa Adat Legian dengan pertimbangan desa ini adalah salah satu desa yang modern di Bali, pengaruh budaya luar sangat kental namun masih mampu menerapkan filosofi Tri Hita Karana pada organisasi tradisional setempat (Wirajaya, et al., 2014). Desa Adat Legian menjadi penyedia akomodasi pariwisata yang dekat dengan pantai Kuta, Bandara Ngurah Rai dan penunjang akomodasi pariwisata lainnya. Di tengah derasnya pengaruh budaya luar, masih kokoh berdiri Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Legian dengan seluruh karyawan adalah masyarakat lokal disekitar Desa Adat Legian. Penelitian ini masuk kategori studi kasus dan bersifat kualitatif, penelitian ini termasuk penelitian lapangan, dalam pelaksanaannya dilakukan pengkajian-pengkajian secara mendalam terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Legian berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana. Kedalaman penelitian ini diupayakan sedemikian rupa, agar nantinya semua pertanyaan dalam penelitian dapat terpecahkan secara utuh. Sebagai sebuah penelitian kasus, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini pada dasarnya hanya berlaku secara khusus (kondisi yang sama seperti yang terjadi pada situs penelitian). Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, yakni data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat, kata-kata, ungkapan dan gambar atau foto (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini penggunaan data kuantitatif tidak bisa terelakkan karena dalam pembahasan materi data kuantitatif banyak membantu dalam mendeskripsikan data kualitatif. Dalam penelitian ini penggunaan data kuantitatif digunakan secara terbatas sesuai dengan kebutuhan penelitian saja. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah langsung dari informan yang dipilih sebagai pemberi data. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 806 ISSN : 2460-0423 Data sekunder bersumber dari berbagai laporan tertulis dan arsip, hasil penelitian yang relevan. Sumber data sekunder bersumber dari: Kantor LPD Desa Adat Legian, dan beberapa perpustakaan Universitas Brawijaya Malang, dan Perpustakaan Universitas Udayana Denpasar. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara mendalam merupakan suatu proses tanya jawab antara peneliti dengan subjek penelitian dan bertujuan untuk mendapatkan data, beberapa keterangan, pandangan, atau pendirian dari subjek penelitian. Dalam penelitian ini digunakan wawancara mendalam, yaitu wawancara yang mirip dengan percakapan informal untuk memperoleh berbagai informasi dari semua sumber, yang tetap menyesuaikan dengan karakter atau ciri-ciri informan. Teknis pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam yang ditempuh melalui wawancara secara langsung kepada para informan. Wawancara disini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu susunan pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya. Ada beberapa hal yang diperlukan dalam melaksanakan wawancara ini, yakni menyediakan panduan wawancara, mengembangkan fokus penelitian, dan menjalin hubungan baik dengan informan (Maryunani, 2009). Dengan memaknai arti wawancara mendalam, maka selama proses wawancara secara mendalam dengan para informan yang benar-benar menguasai permasalahan, secara pendekatan interpretative, antara lain: Ketua Badan Pengawas LPD, Kelian Suka Duka, Kepala LPD, Pegawai LPD, Nasabah LPD, dan Warga Desa Adat Legian. Sumber data yang berasal dari para informan banyak digunakan dalam penelitian ini. Agar data yang diperoleh dari informan dapat dipercaya (credible), maka pengamatan dilakukan secara berulang-ulang untuk memperoleh data secara lebih mendalam dari beberapa informan atau warga/nasabah LPD di Desa Adat Legian. Agar data yang diperoleh dari informan dinyatakan absah maka dilakukan pula cara triangulasi . Triangulasi dilakukan dengan menggunakan sumber ganda (berbeda-beda), dengan maksud untuk melakukan checking data ataupun informasi dari satu sumber informan dengan informan yang lain terkait dengan informasi yang sama. Informan dalam penelitian ini adalah para pelaku yang terlibat dalam kegiatan LPD. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 807 ISSN : 2460-0423 Informan yang dipilih dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan purposive method. Informan dipilih dari sekelompok subyek didasarkan pada ciri-ciri atau sifatsifat tertentu yang dipandang mempunyai keterkaitan yang erat dengan ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Informan adalah mereka yang benarbenar mengetahui, terlibat, dan berpengalaman luas dengan masalah LPD yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian. Informan yang dipilih terdiri dari Bendesa Adat Legian, alasannya karena beliau secara langsung sebagai Ketua Badan Pengawas LPD Desa Adat Legian. Pimpinan LPD dipilih karena beliau sebagai pengelola LPD dan memiliki tanggungjawab yang pertanggungjawabannya ditujukan kepada pemuka desa adat yakni Bendesa Adat. Kelian Suka Duka dipilih karena semua kegiatan suka duka diketahui dan diawasi oleh beliau. Pegawai LPD dipilih karena teribat secara langsung dalam implementasi CSR LDP. Untuk melakukan checking data atau informasi yang disampaikan oleh Bendesa Adat, Kelian Suka Duka dan Kepala LPD, selanjutnya dicari informasi dari beberapa sumber informan lain, antara lain; nasabah LPD dan warga Desa Adat Legian. Penentuan sumber informasi dilakukan dengan mengunjungi lokasi usaha ataupun tempat tinggal warga/nasabah. Analisis data dilaksanakan sejak pengumpulan data dilakukan sampai tahapan akhir penyusunan laporan penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan interpretif. Dalam analisis data, data diurutkan, dikelompokkan, dikodekan, dan dikategorikan (Creswell, 2007;150). Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dan dikumpulkan secara terus menerus sampai data jenuh. Analisis data dilakukan sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Analisis data berupa studi pendahuluan dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan penelitian. Analisis juga dilakukan terhadap sumber-sumber yang terkait dengan penelitianpenelitian yang dilakukan terdahulu. Analisis juga dilakukan terhadap berbagai Peraturan Daerah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung, Laporan Alokasi Dana CSR LPD Legian Tahun 2014, Laporan Tahunan LPD Desa Adat Legian, hasil penelitian dari penelitian lain yang diperkirakan ada kaitannya dengan penelitian yang sedang dilakukan. Hasil studi pendahuluan dipergunakan sebagai fokus penelitian dan Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 808 ISSN : 2460-0423 kemungkinan dapat berkembang di lapangan setelah peneliti memulai penelitian. Creswell (2007;159) analsis data dilakukan dengan tiga tahapan proses penting, yaitu reduksi data, penyajian data dan penyimpulan. Ketiga tahap tersebut merupakan satu kesatuan yang kait mengkait dan dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung. a. Pertama, reduksi data. Dalam proses ini peneliti melakukan pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data kasar yang diperoleh selama penelitian. Reduksi data tidak hanya dilakukan ketika pengumpulan data selesai dilakukan, tetapi dilakukan secara terus menerus selama penelitian. b. Kedua, penyajian data. Dalam proses ini dilakukan penyusunan sekumpulan informasi menjadi suatu pernyataan yang memungkinkan penarikan simpulan. c. Ketiga, penarikan simpulan. Dalam proses ini sejak awal pegumpulan data telah diupayakan mencari arti beberapa kata yang dianggap perlu disertai penjelasan yang lengkap, kemudian pencatatan secara lebih teratur, disusun pola-pola, penjelasan, sampai ke alur sebab akibat. HASIL DAN PEMBAHASAN LPD Desa Adat Legian didirikan pada hari Rabu, 11 Maret 1987 dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 53 Tahun 1987 tanggal 25 Februari 1987. Peresmian LPD Desa Adat Legian dilakukan oleh Bupati Badung, Bapak Pande Latra. Pendirian LPD Desa Adat Legian merupakan permintaan krama Desa Adat Legian (LPD Desa Adat Legian, 2007). Berikut ini adalah pernyataan Kelian Suka Duka (Bapak Nyoman Madra). “Legian adalah daerah pariwisata, hidupnya 24 jam sirkulasi uang juga 24 jam, sehingga membutuhkan tempat penyimpanan uang (LPD). LPD dikelola dengan baik, setiap bulan ada laporan pada masing-masing banjar. Pengurus LPD diambil dari masing-masing banjar. Jika ada pengurus LPD yang tidak memiliki keahlian khusus di bidang LPD diberikan pelatihan oleh Bank Pembangunan Daerah Bali (BPD Bali)” “Setiap tahun seluruh karyawan LPD nangkil (sembahyang) ke Pura Besakih, ya jadinya LPD tutup satu hari, LPD juga melakukan dana punia di Pura Besakih”. “LPD mengasuransikan pemangku (pemuka agama) di seluruh Desa Adat Legian. LPD juga sering mengadakan gebyar cicilan motor dengan bunga hanya 1%”. “Pengaturan pengeluaran dana Desa Adat Legian sudah disesuaikan dengan Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 809 ISSN : 2460-0423 program Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten (20 % laba LPD untuk Desa Adat), yaaaa kebutulan Bendesa Adat Legian (Ketua Badan Pengawas) adalah anggota DPRD. Dana LPD juga digunakan untuk memperbaiki kebun, dan menata taman”. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Adat Legian sendiri yang menginginkan terbentuknya LPD sebagai sarana keuangan Desa seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Pengurus LPD merupakan perwakilan dari masing-masing banjar (implementasi pawongan). Pemuka agama dilindungi asuransi, setiap tahun melakukan sembahyang bersama ke Pura Besakih (implementasi parhyangan). Alokasi dana untuk memperbaiki kebun dan menata taman merupakan implementasi palemahan. Pengelolaan LPD sudah berdasarkan filosofi THK yang merupakan suatu filosofi masyarakat Hindu Bali (Windia dan Dewi, 2011; Windia, 2015). Simpulan ini juga didukung oleh penelitian terkait yang menggunakan situs lembaga lainnya (Pertiwi dan Ludigdo, 2013; Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011). Pernyataan dari Ibu Wayan Sariani (Pegawai LPD) sbb: “Saya sudah bekerja di LPD dari tahun 1999 he he he, dulu saya 10 tahun jadi kolektor, sekarang sudah jadi kepala kasir, seneng saya. Setiap Purnama seluruh pegawai LPD menggunakan baju adat (baju sembahyang). Setiap ada pembangunan pura pasti ada dana punia dari LPD, LPD biasanya nyumbang piasan(salah satu bagian bangunan pura) di Pura, tidak perlu mengajukan proposal karena ada dananya di LPD kayaknya dana sosial dech. Setiap sekha (kelompok) sanggah mendapatkan bantuan 15 juta per sekha dan langsung masuk rekening … ini Pak Made bendahara sanggah saya he he he”. “Untuk dana kebersihan lingkungan sudah di urus oleh LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), namun LPM dapat dana dari Desa Adat, dan Desa Adat mendapat dana dari LPD (20 persen laba LPD). Kegiatan sosial lainnya juga tidak di handle oleh LPD”. “LPD mau meluncurkan kartu, nanti pada saat ulang tahun LPD, setiap warga sudah di cover asuransi kesehatan, warga tinggal datang ke rumah sakit swasta yang bagus-bagus lho dan negeri kecuali Rumah Sakit Sanglah. Pokoknya warga tinggal masuk aja nanti LPD yang bayar, kalau warga tidak bisa melunasi ya dianggap pinjam tanpa bunga kok”. “Ibu PKK sering mengadakan lomba tari, saya juga sekha gong Ibu PKK, dananya di support oleh LPD, kalau Ogoh-ogoh biasanya ada proposal baru dikasi dana oleh LPD. LPD juga mengadakan pelatihan tata rias sanggul dilaksanakan oleh Ibu PKK, sekalian jadi promosi LPD he he he. LPD juga menerima PKL (Praktek Kerja Lapangan) dari SMK dan Politeknik, biasanya ada satu warga asli Legian Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 810 ISSN : 2460-0423 (maksimal 2 ya). Ada juga beasiswa untuk anak sekolah jika punya prestasi akademik dan nonakademik, bawa aja piagamnya langsung dikasi uang 500 ribu. Pada musim sekolah bulan Juni-Juli banyak dah warga yang minjam, tanpa bunga tapi maksimal 20 juta aja. Setiap ada kematian warga, LPD memberikan santunan satu juta, ngaben (kremasi) dapat pinjaman tanpa bunga 20 juta per sawa (jenasah yang dikremasi)”. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi CSR pada LPD Desa Adat Legian telah dilakukan secara terpadu diantaranya tujuan LPD didirikan sebagai lembaga keuangan Desa Adat, pelaksanan CSR sudah berlandaskan pada filosofi Tri Hita Karana. Program terbaru dari LPD Desa Adat Legian yaitu memberikan kartu kepada semua Warga Desa Adat (seperti kartu BPJS). Kartu ini lebih luas cakupannya dari kartu BPJS dan merujuk kepada rumah sakit swasta dengan pelayanan prima yang berada dekat dengan Desa Adat Legian. Keunggulan utama kartu ini adalah tidak memerlukan surat rujukan dari puskesmas atau dokter yang ditunjuk. Pernyataan-pernyataan dari informan, selanjutnya dengan menggunakan metode triangulasi disandingkan dengan wawancara informal dengan informan lainnya yaitu warga Desa Adat Legian dan Nasabah LPD. Semua pernyataan informan terkonfirmasi dengan pernyataan informan tambahan (warga dan nasabah LPD). Peneliti juga melakukan pencocokan dengan laporan CSR LPD Desa Adat Legian Tahun 2014, semua pernyataan valid. Analisis pernyataan yang sudah dikonfirmasi dengan informan tambahan dan sudah dicocokkan dengan data sekunder disajikan dalam Tabel 1. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 811 ISSN : 2460-0423 Tabel 1. Analisis hasil implementasi pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana No 1 2 3 Bentuk Manfaat Implementasi Masyarakat Meningkatkan kesejahteraan warga Desa Adat Legian Memberikan kredit kepada semua warga Desa Adat Legian Merekrut karyawan LPD dari warga Desa Adat Legian Melindungi kesehatan warga Desa Adat Legian Memberdayakan warga Desa Adat Legian dengan kegiatan lomba kreativitas warga Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) warga Desa Adat Legian Lingkungan Memperbaiki kebun dan menata taman Melakukan fogging di lingkungan Desa Adat Legian melalui pemuda desa adat Tuhan Memberikan bantuan kepada sekha sanggah setiap tahun Memberikan bantuan setiap ada pembangunan pura Mengasuransikan semua Pemangku Memberikan kesempatan seluruh karyawan LPD untuk melakukan persembahyangan pada hari suci Agama Hindu Nilai THKPawongan Awig-awig (aturan desa adat) Legitimacy and Stakehodler Theory Triple P (People) THKPalemahan Triple P (Planet) THKParhyangan Spiritualitas SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN Unsur yang terkandung dalam filosofi Tri Hita Karana memiliki kemiripan dengan konsep “3P” (Planet, People, Profit). LPD Desa Adat Legian juga menambahkan hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan (unsur Parhyangan yang terkandung dalam filosofi THK) dalam mengimplementasikan CSR terpadu. Setiap filosofi yang dimiliki masyarakat Hindu-Bali (termasuk THK) selalu meyakini bahwa Tuhan sebagai faktor penting dalam semua sendi kehidupan dan setiap kegiatan yang dilaksanakan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 812 ISSN : 2460-0423 Dalam pengelolaan LPD, pengurus LPD telah menerapkan CSR secara terpadu yang berdasarkan filosofi THK. Dalam implementasi CSR terpadu pada LPD Desa Adat Legian, LPD mengembangkan program baru yang sejalan dengan program pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah pusat mengeluarkan kartu BPJS, pemerintah daerah mengeluarkan kartu JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara), namun LPD lebih inovatif dengan menutupi kelemahan dari kartu-kartu sehat sebelumnya. Implementasi CSR terpadu dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk perkembangan konsep CSR yang seiring kemajuan jaman semakin membutuhkan nilai-nilai spiritual yang berkaitan dengan nilai Ketuhanan sebagai landasan kuat untuk menjalankan kegiatan bisnis. Penelitian ini hanya meneliti pada satu situs penelitian yaitu LPD Desa Adat Legian, penelitian selanjutnya bisa dilakukan pada LPD lainnya atau lembaga-lembaga lainnya. Penelitian ini menggunakan interpretif study kasus, untuk memperoleh pemahaman atas pengalaman dari informan yang lebih utuh bisa dilakukan dengan pendekatan interpretif fenomenologi. DAFTAR PUSTAKA Astawa, 2012. Kepemilikan Institusi dan Nilai-Nilai Harmoni dalam Meningkatkan Kinerja Keuangan Lembaga Perkreditan Desa di Provinsi Bali, Disertasi Program Doktor Ilmu Manajemen Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang. Disertasi tidak dipublikasikan. Bank Indonesia. 2014. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Bali Triwulan III 2014. Basamalah, Anies S., and Johnny Jermias. 2005. “ Social and Environmental Reporting and Auditing in Indonesia: Maintaining Organizational Legitimacy?” Gadjah Mada International Journal of Business. January-April 2005. Vol.7. No.1 pp. 109-127. Creswell, John W. 2007, Qualitative inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. Sage Publications Inc. USA Damayanthi, 2011. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana, Jurnal Ilmiah Akuntansi & Bisnis, Vol 6. No. 2. Deegan, Craig, 2004. Financial Accounting Theory. Australia: McGraw- Hill. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 813 ISSN : 2460-0423 Djayastra, 2012. Peran Lembaga Perkreditan Desa Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Adat Berlandaskan Modal Sosial, Disertasi Program Doktor Ilmu Ekonomi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang. Disertasi tidak dipublikasikan. Financial Accounting Standards Board, 2008. Statement of Financial Accounting Concepts No. 1: Objective of Financial Reporting by Business Enterprises. Gray, R, Kouhy, R and Lavers, S. 1995. “Methodological Themes: Constructing A Research Database of Social anf Envirimental Reporting by UK Companies”. Accounting Auditing and Accountability Journal. Vol 8. No.2 pp 78-101. 1995. “Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of The Literatre and Longitudinal Study of UK Disclosure”. Accounting Auditing and Accountability Journal. Vol 8. No.2 pp 47-77. Gunawan, 2011. Peran Falsafah Tri Hita Karana bagi Pertumbuhan dan Kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali, Jurnal Analisis Manajemen, Vol. 5, No. 2. Haniffa, R.M. dan T.E. Cooke. 2005. “The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting”. Journal of Accounting and Public Policy 24. pp. 391-430. Kiroyan, Noke. 2006. “Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR) Adakah Kaitan di Antara Keduanya?” Economics Business Accounting Review, Edisi III, September- Desember 2006. Hal 45-58. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat . 2007, Membangun Citra Meraih Kepercayaan (Dua Dasa Warsa LPD Desa Adat ). Prasasti O. Denpasar Maryunani, 2009. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial, (Materi Perkuliahan), Malang : Program Doktor Ilmu Akuntansi, Pasca Sarjana FEB-UB Pemerintah Provinsi Bali. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Disertai Keputusan Gubernur Bali. . Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Disertai Keputusan Gubernur Bali. Pertiwi dan Ludigdo, 2013. Implementasi Corporate Social Responsibility Berlandaskan Budaya Tri Hita Karana, Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol. 4, No. 3. Republik Indonesia, Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas , Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan (TJSLP) Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 814 ISSN : 2460-0423 Scott, William, 2009. Financial Accounting Theory Fifth Edition, Pearson, Prentice Hall Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) Alfabeta, Bandung Tungga, 2012. Kebangkrutan Lembaga Perkreditan Desa (Kajian Kritis di Desa Pakraman Bonthing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali), Disertasi Program Doktor Ilmu Akuntansi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang. Disertasi tidak dipublikasikan. , 2013. LPD as The Embodiment of Financial Institutions Based on Social Capital in Bali, Indonesia, Review of Integrative Business & Economics Research, Vol. 2 (2). Windia, W dan Dewi, Ratna K. 2011, Analisis Bisnis Berlandaskan Tri Hita Karana. Udayana University Press. Windia, Wayan. 2015, Bisnis, Budaya Tri Kaya Parisuda, Tri Hita Karana, dan Pemikiran Raja Udayana. Disajikan untuk Pertemuan Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia Nasional 3 (TEMAN 3). Universitas Udayana Denpasar, 26-27 Maret 2015 Wirajaya, et al., 2014. The Accountability in the Dimension of TRI HITA Karana (THK) An Ethnographic Study on the Organization of Legian Traditional Vilage, Scientific Research Journal,Vol. II, Issue VIII. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015 Page 815