IMPLEMENTASI FILOSOFI TRI HITA KARANA DALAM

advertisement
ISSN : 2460-0423
KPAK - 08
IMPLEMENTASI FILOSOFI TRI HITA KARANA DALAM
PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD)
I Made Bagiada1), I Nyoman Darmayasa2)
1
Akuntansi, Politeknik Negeri Bali, Jalan Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan,
Badung, Bali 80364
2
Akuntansi, Politeknik Negeri Bali, Jalan Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan,
Badung, Bali 80364
E-mail: [email protected]
Abstract
The study aims to identify and to understand the implementasion of Tri Hita Karana (THK) philosopy on
Corporate Social Responsibility (CSR) at LPD Desa Adat Legian. Interpretive Case Study Methods were
used to obtain deeper and complete information from informants’ views. The research results found
integrated of CSR. Integrated CSR implemented at LPD Desa Adat Legian in form of the purposes as a
micro finance of Desa Adat, harmonious relationship with community (pawongan), nature (palemahan)
and God (parhyangan).
Keywords: Tri Hita Karana, Corporate Social Responsibility (CSR), Integrated CSR
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi filosofi Tri Hita Karana dalam pengungkapan
tanggung jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian. Metode study kasus interpretif digunakan untuk
memperoleh informasi yang mendalam dan utuh dari sudut pandang informan. Hasil penelitian
menemukan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial bersifat terpadu. Tanggung jawab sosial terpadu
yang diterapkan di LPD Desa adat Legian dalam wujud tujuan sebagai suatu lembaga keuangan desa,
keharmonisan hubungan dengan masyarakat (pawongan), alam (palemahan) dan Tuhan (parhyangan).
Kata kunci: Tri Hita Karana, Pengungkapan Tanggung Jawa Sosial, Tanggung Jawa Sosial Terpadu
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 798
ISSN : 2460-0423
PENDAHULUAN
Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan nonbank di pedesaan sangat
membantu masyarakat desa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian desa
(Tungga, 2013; Tungga, 2012; Djayastra, 2012; Damayanthi, 2011). Lembaga keuangan
(Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Koperasi dan
Pegadaian) merupakan lembaga jasa keuangan masyarakat di desa. Di Bali LPD
merupakan lembaga keuangan nonbank yang memiliki asset terbesar. Pada triwulan
III 2014, aset LPD berjumlah Rp8.719 miliar (Bank Indonesia, 2014).
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga keuangan yang melakukan
kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat beroperasi pada suatu
wilayah administrasi desa adat dengan dasar kekeluargaan antar warga desa (Tungga,
2013; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011). Dengan mengandalkan jumlah warga desa
dan ikatan kekeluargaan yang erat dalam desa LPD terus mengembangkan
lembaganya. Dana pihak ketiga pada LPD di daerah Bali yang terbentuk dalam
tabungan dan deposito yang sampai triwulan III tahun 2014 mencapai Rp6.808 miliar
atau tumbuh sebesar 19,08% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Besarnya pertumbuhan kredit yang dicapai oleh LPD terutama disebabkan
oleh sistem dan persyaratan adminitrasi yang cukup sederhana, aksesibilitas yang
sangat mudah dijangkau, serta sistem kekerabatan yang membantu pengendalian
kualitas kredit yang disalurkan (Bank Indonesia, 2014).
LPD adalah badan usaha keuangan yang dimiliki oleh suatu komunitas (desa)
bukan dimiliki oleh perseorangan atau suatu badan hukum. Wilayah kerja LPD adalah
di lingkungan desa setempat. Salah satu modal LPD bersumber dari dana swadaya
masyarakat.
LPD wajib melaporkan kegiatan usahnya dalam bidang ekonomi dan
sosial kepada desa. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 sebagai mana
telah dirubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2012 tentang
Lembaga Perkreditan Desa disertai Keputusan Gubernur Bali menjelaskan bahwa
keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan sekitar 20% untuk dana
pembangunan desa dan 5% untuk dana sosial. Hal ini menunjukkan bahwa LPD
mempunyai peranan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa adat.
Prinsip
Responsibility
(Pertanggungjawaban)
merupakan
prinsip
yang
mempunyai hubungan paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 799
ISSN : 2460-0423
signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini
diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa kegiatan operasionalnya seringkali
menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh stakeholders. Oleh karena
itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi
stakeholders-nya. Namun dalam praktiknya masih saja terdapat kendala yang
dikarenakan kurang tegasnya pemerintah mengenai CSR dan status untuk CSR ini
masih merupakan voluntare disclosure atau baru dilakukan secara sukarela.Tanggung
jawab sosial perusahaan/lembaga sering disebut Corporate Sosial Responsibility (CSR)
yang menurut The Word Business Council for Sustainable Development adalah
komitmen dan kerja sama antara karyawan, komunitas setempat, dan masyarakat
agar memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal ini sejalan
dengan
Legitimacy
Theory
(Scott,
2009)
yang
menjelaskan
bahwa
setiap
perusahaan/lembaga mempunyai kontrak dengan masyarakat berdasarkan nilai-nilai
keadilan dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai
kelompok
untuk
melegitimasi tindakan perusahaan. Haniffa dan Cooke (2005) menyatakan bahwa
dalam hal terdapat ketidakselarasan suatu nilai perusahaan terhadap suatu sistem nilai
masyarakat, akan mengakibatkan perusahaan kehilangan legitimasinya (mengancam
kelangsungan kegiatan perusahaan tersebut). Pengungkapan CSR berperan penting
terhadap perusahaan dalam bentuk membangun, mempertahankan, serta melegitimasi
kontribusi perusahaan dari segi ekonomi, sosial, dan politik.
Dengan adanya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam pasal
74 diuraikan mengenai kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan informasi
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Untuk segera menerapkan UU Perseroan
Terbatas pada April 2012 Pemerintah mengeluarkan PP No. 47 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan (TJSLP). Setelah UU
No. 40 Tahun 2007 diundangkan CSR menggema pada perusahaan publik di Indonesia
karena Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan menjadi hal yang wajib
(Mandatory). Teori lainnya yang mendukung CSR diantaranya adalah filosofi Tri
Hita Karana dan stakeholder theory (Deegan, 2004: 292).
Implementasi tanggung jawab sosial pada LPD di Bali khususnya di Desa Adat
Legian sebaiknya berdasarkan filosofi Tri Hita Karana (THK). Filosofi THK
menekankan bahwa dalam proses kehidupan menuju hidup yang sejahtera, manusia
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 800
ISSN : 2460-0423
ditekankan untuk menjaga keserasian atau keharmonisan antara manusia dengan
pencipatanya, yakni Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), manusia dengan
alam/lingkungannya (palemahan), dan manusia dengan sesamanya (pawongan) sebagai
suatu kesatuan yang utuh (Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011)
Penelitian mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD sebelumnya
sudah pernah dilakukan. Pada penelitian ini memperbaiki keterbatasan pada penelitian
sebelumnya. Penelitian ini lebih menekankan pada aspek implementasi CSR yang
berlandaskan filosofi THK dibandingkan pada penelitian sebelumnya yang hanya
mendeskripsikan CSR pada LPD. Penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan
naratif sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode studi kasus interpretif dengan
melakukan wawancara mendalam pada situs penelitian.
Berdasarkan uraian pentingnya tanggung jawab sosial atau CSR pada suatu
perusahaan/lembaga maka permasalahan dalam penelitan ini dapat dirumuskan adalah :
Bagaimanakah implikasi Filosofi Tri Hita Karana dalam pengungkapan tanggung
jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian?.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengungkapan tanggung
jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana. Tujuan
Khusunya adalah menginterpretasikan implikasi pemaknaan Filosofi Tri Hita Karana
yang melandasi pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD Desa Adat Legian.
KAJIAN LITERATUR
Corporate Sosial Responsibility (CSR) juga disebut pengungkapan tanggung
jawab sosial merupakan penjelasan yang mengambarkan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat. CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak
sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus
yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston dan Milne, 1996).
Teori yang mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
adalah SFAC No. 1 yang menjelaskan tujuan pelaporan keuangan untuk
pertanggungjawaban atas penggunaan sumber daya.
Beberapa
teori
lain
yang
mendukung penyampaian laporan CSR dan lingkungan adalah legitimacy theory dan
stakeholder theory (Deegan, 2004: 292) dan filosofi Tri Hita Karana.
Di Indonesia telah dikeluarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT dalam pasal
74 terdapat kewajiban untuk perusahaan mengenai pengungkapan informasi tanggung
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 801
ISSN : 2460-0423
jawab sosial dan lingkungan. Lebih lanjut pada April 2012 Pemerintah mengeluarkan
PP No. 47 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Perseroan (TJSLP). CSR (Corporate Sosial Responsibility) untuk perusahaan publik di
Indonesia menjadi hal yang wajib (Mandatory).
CSR sangat penting dalam penerapan GCG (Good Corporate Government), hal
ini terjadi karena dalam tata kelola perusahaan, perusahaan mempunyai tanggung
jawab terhadap para pemangku kepentingan (stakeholder) baik itu karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Selain itu perusahaan perlu
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat
diluar kegiatan-kegiatan ekonomi yang memang menjadi tujuan perusahaan. Terdapat
lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu : 1)
Transparency (Keterbukaan Informasi), 2) Accountability (Akuntabilitas), 3)
Responsibility (Pertanggungjawaban), 4) Independency (Kemandirian), 5) Fairness
(Kesetaraan dan Kewajiban).
Legitimacy theory dalam rangka mendapatkan legitimasi dari suatu masyarakat,
suatu perusahaan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan nilai-nilai yang
diterima
dari
masyarakat
tersebut.
Nilai-nilai
dalam
suatu
perusahaan
kecenderungannya akan berubah dari waktu ke waktu konsekuensinya perusahaan
tersebut harus menyesuaikannya. Upaya penyesuaian tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan sehingga akan terus memperoleh legitimasi dari masyarakat.
Pengungkapan laporan keuangan tahunan suatu perusahaan merupakan suatu
upaya untuk menginformasikan kegiatan-kegiatan sosial suatu perusahaan dalam upaya
memperoleh legitimasi dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha perusahaan
bisa lebih terjamin. Dalam hal ini perusahaan berupaya menunjukkan upayanya untuk
memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat.
Stakeholder theory merupakan suatu teori yang mempertimbangkan kelompokkelompok stakeholder dalam suatu masyarakat dan bagaimana harapannya memiliki
pengaruh yang lebih besar atau bahkan bisa lebih kecil pada strategi suatu perusahaan.
Hal ini akan berimplikasi terhadap kebijakan operasional manajemen dalam mengelola
harapan stakeholder. Stakeholder umumnya memiliki harapan yang berbeda-beda
terhadap bagaimana perusahaan dijalankan. Perusahaan akan berupaya memenuhi
berbagai harapan stakeholder yang berkuasa dengan pengungkapan pelaporan aktivitas
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 802
ISSN : 2460-0423
sosial dan lingkungan perusahaan.
Gray et. al. (1995) menguraikan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial
merupakan perluasan tanggung jawab sosial, selain peranan utamanya untuk
menyajikan laporan keuangan kepada shareholder. Perusahaan memiliki tanggung
jawab yang lebih dari pada hanya mengejar laba. Pendekatan penelitian tentang
pengungkapan CSR suatu perusahaan meliputi: 1) Pengungkapan CSR perusahaan
mungkin diperlakukan umum yang akan menganggap masyarakat keuangan sebagai
pemakai utama pengungkapan CSR dan cenderung membatasi persepsi tentang
penelitian mengenai pengungkapan CSR perusahaan yang dilaporkan; 2) Meletakkan
pengungkapan CSR pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan terhadap
suatu masyarakat dan organisasi.
Kiroyan (2006), pengungkapan tanggung jawab sosial akan memperoleh
legitimasi sosial dan dalam jangka panjang akan memaksimalkan kekuatan keuangan
Perusahaan.
meningkatkan
Perusahaan
nilai
yang mengungkapkan
tanggung jawab
sosial
akan
perusahaan tersebut (Basamalah et al., 2005). Pengungkapan
tanggung jawab sosial diharapkan akan menghasilkan respons positif dari pelaku pasar.
Peraturan Daerah Provinsi Bali No.4 Tahun 2012 tentang LPD pasal 22, ayat 1
menjelaskan bahwa salah satu pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun
pembukuan adalah untuk dana pembangunan desa 20% dan dana sosial 5%. Hal ini
mengindikasikan bahwa
LPD di Bali
juga memiliki tanggung jawab sosial pada
masyarakat. Pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD di Bali menunjukkan
seberapa besar kontribusi yang diberikan LPD pada masyarakat desa adat sesuai dalam
ajaran Tri Hita Karana, yang terdiri atas Parhyangan, pawongan, dan palemahan.
Tri Hita Karana (THK) adalah sebuah filosofi masyarakat Hindu Bali.
Filosofi THK menekankan bahwa dalam proses kehidupan menuju hidup yang sejahtera,
manusia ditekankan untuk menjaga keserasian atau keharmonisan antara manusia
dengan penciptanya, yakni Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), manusia dengan
alam/lingkungannya (palemahan), dan manusia dengan sesamanya (pawongan)
sebagai suatu kesatuan
yang utuh (Pertiwi dan Ludigdo, 2013; Djayastra, 2012;
Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011).
LPD merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman1 yang telah
1
Desa Pekraman adalah wilayah lingkungan suatu desa.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 803
ISSN : 2460-0423
berkembang dan memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya kepada
anggotanya. Sebagai lembaga keuangan milik desa adat di Bali, LPD menjalankan
usahanya juga menekan pada ajaran filosofi Tri Hita Karana yang mengacu pada
menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
(parhyangan), hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya (pawongan) dan
hubungan harmonis antara manusia dengan alam di sekitarnya (palemahan).
Berdasarkan filosofi THK yang secara sadar dan nyata telah diterapkan oleh
masyarakat di Bali, maka LPD juga
memiliki
tanggung
jawab
sosial
pada
masyarakat tempat LPD berdiri. Tanggung jawab sosial LPD meliputi tanggung
jawab sosial yang berhubungan dengan filosofi THK. Sebaiknya untuk masa yang akan
datang tanggung jawab sosial LPD dilaporkan dalam catatan laporan keuangan LPD
atau laporan pertanggungjawaban sosial LPD (Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011).
Astawa (2012) Nilai-nilai harmoni telah dijalankan dengan baik dalam balutan adat
istiadat dan awig-awig (aturan-aturan) desa adat. Pemilik mengemban aturan-aturan yang
telah disepakati bersama, terkait dengan pelayanan kredit agar tercapai keharmonisan
terhadap Tuhan, manusia, dan lingkungan alam. Hasil ini berbeda degan asumsi teori
keagenan yang menilai manusia itu selalu oportunistik, rasionalistik dan egoik tidak
terjadi di LPD.
Djayastra (2012) dan Gunawan (2011) Pemberdayaan masyarakat desa adat melalui
peranan LPD yang berlandaskan modal sosial 1) Parhyangan (religius), yakni peruntukan
kegiatan upacara keagamaan masyarakat Hindu, 2) Pawongan (kesejahteraaan) yakni
perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan
jejaring sosial antara warga, warga dengan lembaga adat, antara lembaga dengan
pemerintah, 3) Palemahan (lingkungan) yakni penataan lingkungan.
Parhyangan berasal dari kata Hyang yang berarti Hyang Widhi atau Tuhan
Yang Maha Esa. Parhyangan merupakan salah satu dimensi dari filosofi THK yang
menekankan bahwa kesejahteraan dicapai bila terealisasi hubungan harmonis antara
manusia dengan Tuhan penciptanya. Kegiatan bisnis adalah sebuah persembahan yang
tidak luput dari kontrol Tuhan (Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011,
Gunawan, 2011). Dalam LPD parhayangan dapat diimplemetasikan dalam seberapa
besar kontribusi LPD pada kegiatan ritual keagamaan, renovasi pura, kesejahteraan
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 804
ISSN : 2460-0423
pemangku2, bantuan untuk masyarakat dalam melaksanakan ritual keagamaan.
Pawongan berasal dari kata wong (orang atau penduduk) dalam masyarakat.
Implementasi filosofi THK adalah melalui hubungan harmonis antar sesama manusia
(Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011). Dalam konteks
bisnis berupa hubungan antar karyawan dan hubungan lembaga dengan masyarakat.
Implementasi pawongan pada LPD adalah berapa persen karyawan LPD berasal dari
masayarakat tempat LPD berdiri, keikutsertaan LPD pada program penanggulangan
kemiskinan, dan lain-lain.
Palemahan berasal dari kata lemah yang berarti tanah, tanah pekarangan atau
wilayah permukiman. Secara umum filosofi THK, palemahan merupakan dimensi
yang berhubungan dengan aspek fisik dari
lingkungan di sekitar kita atau
perusahaan. Di Bali palemahan berhubungan dengan tata letak perusahaan dan
bangunan yang hendaknya disesuaikan dengan keyakinan agama dan kultur tempat
perusahaan berada (Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011).
Pada penelitian ini CSR LPD berdasarkan filosofi palemahan dihubungkan dengan
berapa besar kontribusi LPD terhadap aspek fisik di lingkungan sekitar LPD.
Pengertian LPD menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2012
adalah usaha keuangan
milik desa yang
melaksanakan kegiatan usaha di
lingkungan desa dan untuk krama desa. LPD merupakan lembaga keuangan milik desa
pakraman yang telah berkembang dan memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan
budaya pada anggotanya. LPD harus dibina dan ditingkatkan kinerjanya agar semakin
baik dan terus berkembang guna meningkatkan taraf kehidupan di desa. LPD juga
merupakan wadah kekayaan desa adat yang dimiliki oleh warga adat.
Peraturan Daerah Provinsi Bali No.4 Tahun 2012 tentang LPD pasal 22, ayat 1
menjelaskan bahwa pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan
ditetapkan (a) cadangan modal 60%, (b) dana pembangunan desa 20%, (c) jasa
produksi 10%, (d) dana pembinaan, pengawasan, dan perlindungan 5%, (e) dana sosial
5%. Penyetoran dan penggunaan keuntungan dimaksud sesuai dengan keputusan
gubernur. Peranan LPD dalam masyarakat desa khususnya di Bali adalah bagaimana
LPD dapat mengimplementasikan ajaran Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan antara
parhyangan, pawongan, dan palemahan.
2
Pemangku adalah pemimpin upacara adat Hindu dalam suatu desa.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 805
ISSN : 2460-0423
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Adat Legian yang terletak di Kecamatan Kuta,
Kabupaten Badung. Desa Adat Legian merupakan salah satu desa wisata di Pulau Bali.
Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota madya, Kabupaten
Badung adalah daerah yang paling banyak memiliki objek wisata (Nusa Dua, Legian,
dan Sanur). Kabupaten Badung terdiri dari enam kecamatan yaitu : 1) Petang, 2)
Abiansemal, 3) Mengwi, 4) Legian, 5) Legian Utara, dan 6) Legian Selatan. Desa Adat
Legian berlokasi di Kelurahan Legian, Kecamatan Legian.
Dipilihnya Desa Adat Legian dengan pertimbangan desa ini adalah salah satu
desa yang modern di Bali, pengaruh budaya luar sangat kental namun masih mampu
menerapkan filosofi Tri Hita Karana pada organisasi tradisional setempat (Wirajaya, et
al., 2014). Desa Adat Legian menjadi penyedia akomodasi pariwisata yang dekat
dengan pantai Kuta, Bandara Ngurah Rai
dan penunjang akomodasi pariwisata
lainnya. Di tengah derasnya pengaruh budaya luar, masih kokoh berdiri Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Legian dengan seluruh karyawan adalah
masyarakat lokal disekitar Desa Adat Legian.
Penelitian ini masuk kategori studi kasus dan bersifat kualitatif, penelitian ini
termasuk penelitian lapangan, dalam pelaksanaannya dilakukan pengkajian-pengkajian
secara mendalam terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial oleh Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Legian berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana.
Kedalaman penelitian ini diupayakan sedemikian rupa, agar nantinya semua
pertanyaan dalam penelitian dapat terpecahkan secara utuh. Sebagai sebuah penelitian
kasus, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini pada dasarnya hanya berlaku
secara khusus (kondisi yang sama seperti yang terjadi pada situs penelitian).
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, yakni data
yang dinyatakan dalam bentuk kalimat, kata-kata, ungkapan dan gambar atau foto
(Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini penggunaan data kuantitatif tidak bisa
terelakkan karena dalam pembahasan materi data kuantitatif banyak membantu dalam
mendeskripsikan data kualitatif. Dalam penelitian ini penggunaan data kuantitatif
digunakan secara terbatas sesuai dengan kebutuhan penelitian saja.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Sumber data primer adalah langsung dari informan yang dipilih sebagai pemberi data.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 806
ISSN : 2460-0423
Data sekunder bersumber dari berbagai laporan tertulis dan arsip, hasil penelitian yang
relevan. Sumber data sekunder bersumber dari: Kantor LPD Desa Adat Legian, dan
beberapa perpustakaan Universitas Brawijaya Malang, dan Perpustakaan Universitas
Udayana Denpasar.
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seorang
yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara mendalam merupakan
suatu proses tanya jawab antara peneliti dengan subjek penelitian dan bertujuan untuk
mendapatkan data, beberapa keterangan, pandangan, atau pendirian dari subjek
penelitian. Dalam penelitian ini digunakan wawancara mendalam, yaitu wawancara
yang mirip dengan percakapan informal untuk memperoleh berbagai informasi dari
semua sumber, yang tetap menyesuaikan dengan karakter atau ciri-ciri informan.
Teknis pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara wawancara
secara mendalam yang ditempuh melalui wawancara secara langsung kepada para
informan. Wawancara disini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih
bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu susunan pertanyaan yang telah disediakan
sebelumnya. Ada beberapa hal yang diperlukan dalam melaksanakan wawancara ini,
yakni menyediakan panduan wawancara, mengembangkan fokus penelitian, dan
menjalin hubungan baik dengan informan (Maryunani, 2009). Dengan memaknai arti
wawancara mendalam, maka selama proses wawancara secara mendalam dengan para
informan yang benar-benar menguasai permasalahan, secara pendekatan interpretative,
antara lain: Ketua Badan Pengawas LPD, Kelian Suka Duka, Kepala LPD, Pegawai
LPD, Nasabah LPD, dan Warga Desa Adat Legian.
Sumber data yang berasal dari para informan banyak digunakan dalam penelitian
ini. Agar data yang diperoleh dari informan dapat dipercaya (credible), maka
pengamatan dilakukan secara berulang-ulang untuk memperoleh data secara lebih
mendalam dari beberapa informan atau warga/nasabah LPD di Desa Adat Legian. Agar
data yang diperoleh dari informan dinyatakan absah maka dilakukan pula cara
triangulasi . Triangulasi dilakukan dengan menggunakan sumber ganda (berbeda-beda),
dengan maksud untuk melakukan checking data ataupun informasi dari satu sumber
informan dengan informan yang lain terkait dengan informasi yang sama. Informan
dalam penelitian ini adalah para pelaku yang terlibat dalam kegiatan LPD.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 807
ISSN : 2460-0423
Informan yang dipilih dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan purposive
method. Informan dipilih dari sekelompok subyek didasarkan pada ciri-ciri atau sifatsifat tertentu yang dipandang mempunyai keterkaitan yang erat dengan ciri-ciri atau
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Informan adalah mereka yang benarbenar mengetahui, terlibat, dan berpengalaman luas dengan masalah LPD yang
dijadikan sebagai objek dalam penelitian.
Informan yang dipilih terdiri dari Bendesa Adat Legian, alasannya karena beliau
secara langsung sebagai Ketua Badan Pengawas LPD Desa Adat Legian. Pimpinan
LPD dipilih karena beliau sebagai pengelola LPD dan memiliki tanggungjawab yang
pertanggungjawabannya ditujukan kepada pemuka desa adat yakni Bendesa Adat.
Kelian Suka Duka dipilih karena semua kegiatan suka duka diketahui dan diawasi oleh
beliau. Pegawai LPD dipilih karena teribat secara langsung dalam implementasi CSR
LDP.
Untuk melakukan checking data atau informasi yang disampaikan oleh Bendesa
Adat, Kelian Suka Duka dan Kepala LPD, selanjutnya dicari informasi dari beberapa
sumber informan lain, antara lain; nasabah LPD dan warga Desa Adat Legian.
Penentuan sumber informasi dilakukan dengan mengunjungi lokasi usaha ataupun
tempat tinggal warga/nasabah.
Analisis data dilaksanakan sejak pengumpulan data dilakukan sampai tahapan
akhir penyusunan laporan penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan
interpretif. Dalam analisis data, data diurutkan, dikelompokkan, dikodekan, dan
dikategorikan (Creswell, 2007;150).
Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dan
dikumpulkan secara terus menerus sampai data jenuh. Analisis data dilakukan sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Analisis data
berupa studi pendahuluan dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan penelitian.
Analisis juga dilakukan terhadap sumber-sumber yang terkait dengan penelitianpenelitian yang dilakukan terdahulu. Analisis juga dilakukan terhadap berbagai
Peraturan Daerah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung, Laporan Alokasi Dana CSR
LPD Legian Tahun 2014, Laporan Tahunan LPD Desa Adat Legian, hasil penelitian
dari penelitian lain yang diperkirakan ada kaitannya dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Hasil studi pendahuluan dipergunakan sebagai fokus penelitian dan
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 808
ISSN : 2460-0423
kemungkinan dapat berkembang di lapangan setelah peneliti memulai penelitian.
Creswell (2007;159) analsis data dilakukan dengan tiga tahapan proses penting,
yaitu reduksi data, penyajian data dan penyimpulan. Ketiga tahap tersebut merupakan
satu kesatuan yang kait mengkait dan dilakukan secara terus menerus selama penelitian
berlangsung.
a. Pertama, reduksi data. Dalam proses ini peneliti melakukan pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data kasar
yang diperoleh
selama penelitian. Reduksi data tidak hanya dilakukan ketika pengumpulan data
selesai dilakukan, tetapi dilakukan secara terus menerus selama penelitian.
b. Kedua, penyajian data. Dalam proses ini dilakukan penyusunan sekumpulan
informasi menjadi suatu pernyataan yang memungkinkan penarikan simpulan.
c. Ketiga, penarikan simpulan. Dalam proses ini sejak awal pegumpulan data telah
diupayakan mencari arti beberapa kata yang dianggap perlu disertai penjelasan
yang lengkap, kemudian pencatatan secara lebih teratur, disusun pola-pola,
penjelasan, sampai ke alur sebab akibat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
LPD Desa Adat Legian didirikan pada hari Rabu, 11 Maret 1987 dengan Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 53 Tahun 1987 tanggal 25
Februari 1987. Peresmian LPD Desa Adat Legian dilakukan oleh Bupati Badung,
Bapak Pande Latra. Pendirian LPD Desa Adat Legian merupakan permintaan krama
Desa Adat Legian (LPD Desa Adat Legian, 2007).
Berikut ini adalah pernyataan Kelian Suka Duka (Bapak Nyoman Madra).
“Legian adalah daerah pariwisata, hidupnya 24 jam sirkulasi uang juga 24 jam,
sehingga membutuhkan tempat penyimpanan uang (LPD). LPD dikelola dengan
baik, setiap bulan ada laporan pada masing-masing banjar. Pengurus LPD diambil
dari masing-masing banjar. Jika ada pengurus LPD yang tidak memiliki keahlian
khusus di bidang LPD diberikan pelatihan oleh Bank Pembangunan Daerah Bali
(BPD Bali)”
“Setiap tahun seluruh karyawan LPD nangkil (sembahyang) ke Pura Besakih, ya
jadinya LPD tutup satu hari, LPD juga melakukan dana punia di Pura Besakih”.
“LPD mengasuransikan pemangku (pemuka agama) di seluruh Desa Adat Legian.
LPD juga sering mengadakan gebyar cicilan motor dengan bunga hanya 1%”.
“Pengaturan pengeluaran dana Desa Adat Legian sudah disesuaikan dengan
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 809
ISSN : 2460-0423
program Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten (20 % laba LPD untuk
Desa Adat), yaaaa kebutulan Bendesa Adat Legian (Ketua Badan Pengawas)
adalah anggota DPRD. Dana LPD juga digunakan untuk memperbaiki kebun, dan
menata taman”.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Adat Legian
sendiri yang menginginkan terbentuknya LPD sebagai sarana keuangan Desa seiring
dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Pengurus LPD merupakan perwakilan
dari masing-masing banjar (implementasi pawongan). Pemuka agama dilindungi
asuransi, setiap tahun melakukan sembahyang bersama ke Pura Besakih (implementasi
parhyangan). Alokasi dana untuk memperbaiki kebun dan menata taman merupakan
implementasi palemahan.
Pengelolaan LPD sudah berdasarkan filosofi THK yang merupakan suatu filosofi
masyarakat Hindu Bali (Windia dan Dewi, 2011; Windia, 2015). Simpulan ini juga
didukung oleh penelitian terkait yang menggunakan situs lembaga lainnya (Pertiwi dan
Ludigdo, 2013; Djayastra, 2012; Astawa, 2012; Damayanthi, 2011; Gunawan, 2011).
Pernyataan dari Ibu Wayan Sariani (Pegawai LPD) sbb:
“Saya sudah bekerja di LPD dari tahun 1999 he he he, dulu saya 10 tahun jadi
kolektor, sekarang sudah jadi kepala kasir, seneng saya. Setiap Purnama seluruh
pegawai LPD menggunakan baju adat (baju sembahyang). Setiap ada
pembangunan pura pasti ada dana punia dari LPD, LPD biasanya nyumbang
piasan(salah satu bagian bangunan pura) di Pura, tidak perlu mengajukan proposal
karena ada dananya di LPD kayaknya dana sosial dech. Setiap sekha (kelompok)
sanggah mendapatkan bantuan 15 juta per sekha dan langsung masuk rekening …
ini Pak Made bendahara sanggah saya he he he”.
“Untuk dana kebersihan lingkungan sudah di urus oleh LPM (Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat), namun LPM dapat dana dari Desa Adat, dan Desa
Adat mendapat dana dari LPD (20 persen laba LPD). Kegiatan sosial lainnya juga
tidak di handle oleh LPD”.
“LPD mau meluncurkan kartu, nanti pada saat ulang tahun LPD, setiap warga
sudah di cover asuransi kesehatan, warga tinggal datang ke rumah sakit swasta
yang bagus-bagus lho dan negeri kecuali Rumah Sakit Sanglah. Pokoknya warga
tinggal masuk aja nanti LPD yang bayar, kalau warga tidak bisa melunasi ya
dianggap pinjam tanpa bunga kok”.
“Ibu PKK sering mengadakan lomba tari, saya juga sekha gong Ibu PKK, dananya
di support oleh LPD, kalau Ogoh-ogoh biasanya ada proposal baru dikasi dana
oleh LPD. LPD juga mengadakan pelatihan tata rias sanggul dilaksanakan oleh Ibu
PKK, sekalian jadi promosi LPD he he he. LPD juga menerima PKL (Praktek
Kerja Lapangan) dari SMK dan Politeknik, biasanya ada satu warga asli Legian
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 810
ISSN : 2460-0423
(maksimal 2 ya). Ada juga beasiswa untuk anak sekolah jika punya prestasi
akademik dan nonakademik, bawa aja piagamnya langsung dikasi uang 500 ribu.
Pada musim sekolah bulan Juni-Juli banyak dah warga yang minjam, tanpa bunga
tapi maksimal 20 juta aja. Setiap ada kematian warga, LPD memberikan santunan
satu juta, ngaben (kremasi) dapat pinjaman tanpa bunga 20 juta per sawa (jenasah
yang dikremasi)”.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi CSR pada LPD
Desa Adat Legian telah dilakukan secara terpadu diantaranya tujuan LPD didirikan
sebagai lembaga keuangan Desa Adat, pelaksanan CSR sudah berlandaskan pada
filosofi Tri Hita Karana. Program terbaru dari LPD Desa Adat Legian yaitu
memberikan kartu kepada semua Warga Desa Adat (seperti kartu BPJS). Kartu ini
lebih luas cakupannya dari kartu BPJS dan merujuk kepada rumah sakit swasta dengan
pelayanan prima yang berada dekat dengan Desa Adat Legian. Keunggulan utama
kartu ini adalah tidak memerlukan surat rujukan dari puskesmas atau dokter yang
ditunjuk.
Pernyataan-pernyataan dari informan, selanjutnya dengan menggunakan metode
triangulasi disandingkan dengan wawancara informal dengan informan lainnya yaitu
warga Desa Adat Legian dan Nasabah LPD. Semua pernyataan informan terkonfirmasi
dengan pernyataan informan tambahan (warga dan nasabah LPD). Peneliti juga
melakukan pencocokan dengan laporan CSR LPD Desa Adat Legian Tahun 2014,
semua pernyataan valid.
Analisis pernyataan yang sudah dikonfirmasi dengan informan tambahan dan
sudah dicocokkan dengan data sekunder disajikan dalam Tabel 1.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 811
ISSN : 2460-0423
Tabel 1. Analisis hasil implementasi pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD
Desa Adat Legian berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana
No
1
2
3
Bentuk
Manfaat
Implementasi
Masyarakat
 Meningkatkan kesejahteraan
warga Desa Adat Legian
 Memberikan kredit kepada semua
warga Desa Adat Legian
 Merekrut karyawan LPD dari
warga Desa Adat Legian
 Melindungi kesehatan warga Desa
Adat Legian
 Memberdayakan warga Desa Adat
Legian dengan kegiatan lomba
kreativitas warga
 Meningkatkan Sumber Daya
Manusia (SDM) warga Desa Adat
Legian
Lingkungan
 Memperbaiki kebun dan menata
taman
 Melakukan fogging di lingkungan
Desa Adat Legian melalui pemuda
desa adat
Tuhan
 Memberikan bantuan kepada
sekha sanggah setiap tahun
 Memberikan bantuan setiap ada
pembangunan pura
 Mengasuransikan semua
Pemangku
 Memberikan kesempatan seluruh
karyawan LPD untuk melakukan
persembahyangan pada hari suci
Agama Hindu
Nilai
 THKPawongan
 Awig-awig
(aturan desa
adat)
 Legitimacy
and
Stakehodler
Theory
 Triple P
(People)
 THKPalemahan
 Triple P
(Planet)
 THKParhyangan
 Spiritualitas
SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN
Unsur yang terkandung dalam filosofi Tri Hita Karana memiliki kemiripan
dengan konsep “3P” (Planet, People, Profit). LPD Desa Adat Legian juga
menambahkan hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan (unsur Parhyangan yang
terkandung dalam filosofi THK) dalam mengimplementasikan CSR terpadu. Setiap
filosofi yang dimiliki masyarakat Hindu-Bali (termasuk THK) selalu meyakini bahwa
Tuhan sebagai faktor penting dalam semua sendi kehidupan dan setiap kegiatan yang
dilaksanakan.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 812
ISSN : 2460-0423
Dalam pengelolaan LPD, pengurus LPD telah menerapkan CSR secara terpadu
yang berdasarkan filosofi THK. Dalam implementasi CSR terpadu pada LPD Desa
Adat Legian, LPD mengembangkan program baru yang sejalan dengan program
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah pusat mengeluarkan kartu
BPJS, pemerintah daerah mengeluarkan kartu JKBM (Jaminan Kesehatan Bali
Mandara), namun LPD lebih inovatif dengan menutupi kelemahan dari kartu-kartu
sehat sebelumnya.
Implementasi CSR terpadu dapat dikatakan sebagai salah satu
bentuk perkembangan konsep CSR yang seiring kemajuan jaman semakin
membutuhkan nilai-nilai spiritual yang berkaitan dengan nilai Ketuhanan sebagai
landasan kuat untuk menjalankan kegiatan bisnis.
Penelitian ini hanya meneliti pada satu situs penelitian yaitu LPD Desa Adat
Legian, penelitian selanjutnya bisa dilakukan pada LPD lainnya atau lembaga-lembaga
lainnya. Penelitian ini menggunakan interpretif study kasus, untuk memperoleh
pemahaman atas pengalaman dari informan yang lebih utuh bisa dilakukan dengan
pendekatan interpretif fenomenologi.
DAFTAR PUSTAKA
Astawa, 2012. Kepemilikan Institusi dan Nilai-Nilai Harmoni dalam Meningkatkan
Kinerja Keuangan Lembaga Perkreditan Desa di Provinsi Bali, Disertasi Program
Doktor Ilmu Manajemen Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya, Malang. Disertasi tidak dipublikasikan.
Bank Indonesia. 2014. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Bali Triwulan
III 2014.
Basamalah,
Anies S., and Johnny Jermias. 2005. “ Social and
Environmental Reporting and Auditing in Indonesia: Maintaining
Organizational Legitimacy?” Gadjah Mada International Journal of Business.
January-April 2005. Vol.7. No.1 pp. 109-127.
Creswell, John W. 2007, Qualitative inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Traditions. Sage Publications Inc. USA
Damayanthi, 2011. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) Berdasarkan Filosofi Tri Hita Karana, Jurnal Ilmiah Akuntansi & Bisnis,
Vol 6. No. 2.
Deegan, Craig, 2004. Financial Accounting Theory. Australia: McGraw- Hill.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 813
ISSN : 2460-0423
Djayastra, 2012. Peran Lembaga Perkreditan Desa Dalam Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Desa Adat Berlandaskan Modal Sosial, Disertasi Program Doktor
Ilmu Ekonomi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya,
Malang. Disertasi tidak dipublikasikan.
Financial Accounting Standards Board, 2008. Statement of Financial Accounting
Concepts No. 1: Objective of Financial Reporting by Business Enterprises.
Gray, R, Kouhy, R and Lavers, S. 1995. “Methodological Themes: Constructing A
Research Database of Social anf Envirimental Reporting by
UK
Companies”.
Accounting
Auditing
and Accountability Journal. Vol 8.
No.2 pp 78-101.
1995.
“Corporate Social and Environmental
Reporting: A Review of The Literatre and Longitudinal Study of
UK Disclosure”. Accounting Auditing and Accountability Journal. Vol 8.
No.2 pp 47-77.
Gunawan, 2011. Peran Falsafah Tri Hita Karana bagi Pertumbuhan dan Kinerja Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) di Bali, Jurnal Analisis Manajemen, Vol. 5, No. 2.
Haniffa, R.M. dan T.E. Cooke. 2005. “The Impact of Culture and Governance on
Corporate Social Reporting”. Journal of Accounting and Public Policy 24. pp.
391-430.
Kiroyan, Noke. 2006. “Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social
Responsibility (CSR) Adakah Kaitan di Antara Keduanya?” Economics
Business Accounting Review, Edisi III, September- Desember 2006. Hal 45-58.
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat . 2007, Membangun Citra Meraih
Kepercayaan (Dua Dasa Warsa LPD Desa Adat ). Prasasti O. Denpasar
Maryunani, 2009. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial, (Materi Perkuliahan),
Malang : Program Doktor Ilmu Akuntansi, Pasca Sarjana FEB-UB
Pemerintah Provinsi Bali. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Disertai Keputusan Gubernur Bali.
. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Disertai Keputusan Gubernur Bali.
Pertiwi dan Ludigdo, 2013. Implementasi Corporate Social Responsibility Berlandaskan
Budaya Tri Hita Karana, Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol. 4, No. 3.
Republik Indonesia, Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
, Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan (TJSLP)
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 814
ISSN : 2460-0423
Scott, William, 2009. Financial Accounting Theory Fifth Edition, Pearson, Prentice Hall
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) Alfabeta, Bandung
Tungga, 2012. Kebangkrutan Lembaga Perkreditan Desa (Kajian Kritis di Desa
Pakraman Bonthing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali), Disertasi
Program Doktor Ilmu Akuntansi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya, Malang. Disertasi tidak dipublikasikan.
, 2013. LPD as The Embodiment of Financial Institutions Based on Social Capital
in Bali, Indonesia, Review of Integrative Business & Economics Research, Vol. 2
(2).
Windia, W dan Dewi, Ratna K. 2011, Analisis Bisnis Berlandaskan Tri Hita Karana.
Udayana University Press.
Windia, Wayan. 2015, Bisnis, Budaya Tri Kaya Parisuda, Tri Hita Karana, dan
Pemikiran Raja Udayana. Disajikan untuk Pertemuan Masyarakat Akuntansi
Multiparadigma Indonesia Nasional 3 (TEMAN 3). Universitas Udayana
Denpasar, 26-27 Maret 2015
Wirajaya, et al., 2014. The Accountability in the Dimension of TRI HITA Karana (THK)
An Ethnographic Study on the Organization of Legian Traditional Vilage,
Scientific Research Journal,Vol. II, Issue VIII.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-4, Manado, 28-30 Mei 2015
Page 815
Download