Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No.1 , Mei 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini1 Oleh Tadjuddin Noer Effendi2 Abstrak Artikel ini menguraikan tiga isu pokok: gotong royong sebagai perasan dari Pancasila dan penerapannya dalam interaksi sosial kehidupan sehari-hari, gotong royong mengandung beberapa unsur-unsur modal sosial serta kondisi masyarakat kontemporer yang berada dalam situasi kekacauan sosial karena lemahnya penerapan nilai-nilai gotong royong dalam interaksi sosial. Diduga perubahan sosial yang cepat serta kuatnya tekanan dari luar, terutama ideologi liberal yang berdasarkan individualis memenjadi penyebab kekacauan sosial. Agenda ke depan untuk menguatkan kembali budaya gotong royong juga dibahas dalam tulisan ini. Kata kunci: Gotong-royong, Pancasila, Modal Sosial, Perubahan Sosial Abstract This article examines three main issues: gotong royong as a derivation of Pancasila, its application in social interaction of daily life, gotong royong comprises some elements of social capital and later the chaotic conditions of contemporary society partly due tolack of the practices of gotong royong values in social interaction. It is argued that rapid social change and the strong influence of external pressure, especially liberal ideology based on individualism is determined the chaotic situation. Further agendas to vitality the culture of gotong royong arealso discussed in this article. Keywords: Gotong-royong, Pancasila, Social Capital, Social Change A. Pendahuluan masyarakat adalah gotong-royong dan nilai-nilai modal sosial. Uraian ini bertujuan menunjukkan Artikel ini berusaha menguraikan tiga pokok bahasan. Pertama, membahas bahwa budaya gotong-royong sebagai sebuah nilai gotong-royong moral (values) mempunyai akar filosofis dalam sebagai perasan pancasila. Bahasan bertujuan untuk kajian akademis. Ditunjukkan bahwa dalam budaya menjawab pertanyaan yang sering muncul dalam masyarakat bagaimana menerapkan gotong royong melekat nilai-nilai modal sosial yang Pancasila diperlukan untuk kemajuan dan mensejahterakan dalam interaksi sosial kehidupan sehari-hari. Salah masyarakat. Ketiga, ditelaah secara singkat situasi satu praksis Pancasila dalam relasi sosial kehidupan 1 Draft awal artikel ini dipersiapkan untuk bertujuan menunjukkan bahwa budaya seminar “Peringatan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat”dilaksanakan oleh Kementerian Dalam gotong royong sebagai sebuah nilai Negeri RI, Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 29 Mei 2013 di Banjarmasin. 2 Tadjuddin Noer Effendi adalah Guru Besar Sosiologi, Fisipol UGM. 1 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi interaksi sosial masyarakat kontemporer. Fokus disampaikan oleh seluruh peserta dalam sidang bahasan ini selama 29 Mei -1 Juni 1945. Sejak hari pertama satu masyarakat terindikasi mengalami kekacauan sosial per satu anggota BPUPK menyampaikan gagasan, karena dalam relasi sosial meninggalkan semangat ide dan pandangan secara terbuka tentang dasar dan nilai-nilai gotong royong. Terakhir didiskusikan Indonesia merdeka. Tetapi tidak semua peserta yang perlu dilakukan untuk menguatkan kembali sidang budaya gotong royong sebagai modal sosial dalam menyampaikan ada beberapa yang naskah asli meraih kesejahteraan bersama. belum ditemukan. Dari naskah pidato para peserta diarahkan bahwa akhir-akhir menyampaikan pidato. Dari yang sidang, gagasan, ide dan pandangan dasar Indonesia merdeka dapat dikelompok ke dalam tiga besar4, B. Gotong-Royong sebagai Perasaan Pancasila yakni dasar Kebangsaan, dasar Agama Islam dan dasar Jiwa Asia Timur Raya. Catatan sejarah saat detik-detik kemerdekaan Selain itu, ada seorang anggota Supomo, dalam Indonesia ketika para pemimpin bangsa sedang pidato mengajukan gagasan integralistik.5 Supomo merumuskan menyampaikan bahwa: dasar Indonesia merdeka,ada pembelajaran penting yang perlu dicatat bahwa ”Menurut faham integralistik negara tidak untuk Pancasila lahir melalui proses demokrasi partisipatif menjamin kepentingan seseorang atau golongan, bersifat musyawarah dan mufakat. Menelusuri akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat catatan notulen sidang anggota Badan Oentoek seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan susunan masyarakat yang integral, segala golongan, (BPUPK) yang anggotanya terdiri dari 67 orang segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat dapat kita jadikan rujukan bagaimana demokrasi satu partisipatif berlangsung. BPUPK resmi dibentuk atau pertama, ketua BPUPK Dr. negara “Apa dasar Negara untuk disiapkan paling besar, tidak menganggap menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat Indonesia merdeka?” Pertanyaan ini menjadi inti diminta yang kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi Rajiman mengajukan pertanyaan kepada seluruh yang persatuan memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat, dari tanggal 10-17 Juli 1945. Dalam pidato pidato merupakan penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak tanggal 1 Juni 1945 dan sidang kedua berlangsung peserta sidang: dan negara yang berdasar aliran pikiran integral ialah berlangsung. dari tanggal 29 Mei sampai dengan anggota lain masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam tanggal 29 April 1945.3 Masa sidang pertama pembukaan sidang sama dipisah-pisahkan.”6 dan A.B.Kusuma, 2004, Lahirnya Undang-undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan, Jakarta, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal.10. Ibid hal. 75 Op.Cit, Kusuma, hal.124-125 6 Menurut catatan Kusuma (2004, 16-17) Supomo telah meninggalkan ide intergralistik sejak tanggal 11 Juli 1945 saat mulai menyusun UUD 1945. Tetapi ide ini 4 3 5 2 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi Dalam menyampaikangagasan dasar Indonesia Sukarno mengatakan bahwa pidato sebelum tanggal merdeka itu, ada 2 orang anggota BPUPK, Susanto 1 Juni belum ada anggota secara sistematis dan Tirtodirodjo dan Supomo, secara tegas dalam argumentatif menjawab pertanyaan yang diajukan pidatonya faham Ketua BPUPK: Apa dasar Indonesia merdeka? Liberalisme dan sistem Demokrasi Barat7, alasan Sukarno selain menjawab dan mengkritisi pidato penolakan adalah: yang telah disampaikan peserta sidang juga menyampaikan menolak mengajukan konsep dan gagasan dasar Indonesia merdeka yakni lima sila atau Pancasila. Pidato ini “Liberalisme seperti yang diterapkan di Eropa Barat kemudian disepakati sebagai lahirnya Pancasila. bersifat perseorangan. Sifat individual ini mengenai Menurut Mohamad Hatta8, pidato Sukarno itu segala lapangan hidup (sistem undang-undang, dikatakan sebagai bersifat kompromis, dapat ekonomi dll) memisah-misahkan manusia sebagai menghilangkan pertentangan yang mulai menajam seseorang dari masyarakatnya, mengasingkan diri antara gagasan yang mengusulkan Negara Islam dan dari segala pergaulan yang lain. Seseorang manusia para peserta sidang yang menghendaki dasar negara dan negara dianggap sebagai seseorang pula, selalu sekuler, bebas dari corak agama. mencari jalan untuk merebut kekuasaan dan Dalam kekayaan benda-benda segala-galanya menimbulkan pidatonya, menyampaikan imperialisme dan sistem yang memeras membikin pertama bahwa kali pidato Sukarno yang telah disampaikan oleh para anggota BPUPK bukan kacau balaunya dunia lahir dan batin. Sifat demikian gagasan harus kita jauhkan dari pembangunan negara dasar Indonesia merdeka. Menurut pandangan Sukarno yang diminta oleh Ketua BPUPK Indonesia.” ialah dalam bahasa Belanda Philosofische Grondslag (Dasar falsafah) Indonesia Merdeka. Philosofische Meskipun para anggota BPUPK telah menyampaikan Grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang pidato dan mengajukan beberapa gagasan dasar sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam- Indonesia merdeka tetapi belum ada yang secara dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung sistematis Indonesia mengajukan ide dan memberikan Merdeka yang kekal dan abadi. jawaban apa dasar Indonesia merdeka. Tiba saat Selanjutnya Sukarno mengatakan bahwa tentang sidang pada tanggal 1 Juni 1945 Sukarno mendapat Philosofische giliran terakhir untuk menyampaikan gagasannya. kemudian. Juga dikemukakan Merdeka sebagai Sukarno mengemukakan dalam pidatonya secara Jembatan Emas dan Syarat Negara Merdeka. Pada jelas memberikan jawaban atas pertanyaan apa bagian awal pidatonya Sukarno lebih menekankan dasar Indonesia merdeka. Pada awal pidatonya dan intergralistik ini muncul kembali pada masa Orde Baru ketika berusaha membudayakan Pancasila dan UUD 1945 dengan menyatakan bahwa UUD 1945 disusun berdasar ide negara integralistik. Dalam Kusuma (2004, l.23) yang menjiwai UUD 1945 adalah Piagam Jakarta. Grondlag mementingkan akan dikemukakan membicarakan dan Opcit, Kusuma, hal 112 dan 125 Mohammad Hatta, 1977, Pengertian Pancasila,6. Idayu Press, Jakarta, hlm. 9. 7 8 3 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi memberitahukan kepada seluruh anggota sidang, demokrasi Barat, apakah yang diartikan dengan perkataan “merdeka”. democratie, yaitu Merdeka sociale menurut Sukarno adalah “political tapi politiek-economische- politieke-democratie rechtvaardigheid, dengan demokrasi dengan independence”, politieke onafhanhanke lijkheid. kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu: Kemudian Sukarno menjelaskan satu per satu isi inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Jadi Pancasila. yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socionationalisme, socio-demokratie, dan ke–Tuhanan. Kalau tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah Sukarno menegaskan9: yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan- “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima tuan senang kepada Tri Sila ini, dan minta satu, satu bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya Panca Dharma ini tidak tepat di sini. Dharma berarti kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Negara Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen mempunyai buat Panca Indra. Apalagi yang lima Indonesia, Indonesia, yang bukan kita golongan semua Islam harus buat bilangannya? (seorang yang hadir: Pendawa Lima). Indonesia, bukan Hadi koesoema buat Indonesia, Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia! kesejahteraan, pula – semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma; tetapi menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, kita ahli bahasa namanya Panca-Sila. Sila artinya yaitu perkataan “gotong-royong”. Negara Indonesia azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita yang kita dirikan haruslah negara gotong royong. mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. Atau “Gotong-royong” adalah faham yang dinamis, lebih barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka dinamis dari akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu apakah perasan yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya terhormat Soekardjo: satu karyo, satu gawe! Gotong- Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar royong yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu- kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras binantu bersama. Amal semua buat kepentingan menjadi satu: itulah dahulu yang saya namakan semua, keringat semua buat kebahagian semua. dan ketuhanan, lima socio-nationalisme. Dan demokrasi yang bukan 9 Opcit, Kusuma, hal. 164 - 165. 4 adalah “kekeluargaan”, saudara-saudara! membanting tulang bersama, Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi Holupis-kuntul-baris buatkepentingan bersama! yakni interaksi sosial dengan latar belakang Itulah gotong-royong.” kepentingan atau imbalan non-ekonomi. Gotong-royong adalah suatu faham yang dinamis, yang menggambarkan usaha bersama, suatu amal, C. Gotong-Royong sebagai Modal Sosial suatu pekerjaan atau suatu karya bersama, suatu Gotong royong merupakan budaya yang telah perjuangan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial atau jerih payah dari semua untuk kebahagian telah eksis secara turun-temurun.10 Gotong royong bersama. adalah bentuk kerja-sama kelompok masyarakat yang bersama. Gotong-royong muncul atas dorongan semangat dan beramai-ramai, tata tanpa ‘Gotong.’11 Didalam terkandung membagi dalam hasil dan penghidupan Indonesia serba sederhana mekar menjadi Pancasila. Prinsip karyanya, gotong royong ketuhanan, kekeluargaan, tempat dan sifat sumbangan karyanya masing- melekat subtansi musyawarah keadilan dan nilai-nilai dan mufakat, toleransi (peri kemanusiaan) yang merupakan basis pandangan masing, seperti tersimpul dalam istilah ‘Royong’. hidup atau sebagai landasan filsafat Bangsa Maka setiap individu yang memegang prinsip dan Indonesia. memahami roh gotong royong secara sadar bersedia Mencermati prinsip yang terkandung dalam gotong- melepaskan sifat egois. Gotong royong harus royong jelas melekat aspek-aspek yang terkandung dilandasi dengan semangat keihklasan, kerelaan, dan kehidupan Indonesia asli dalam lingkungan masyarakat yang istilah bagian-bagiannya sendiri-sendiri sesuai dengan toleransi keinsyafan, adalah suatu azas tata-kehidupan dan penghidupan masing-masing anggota mendapat dan menerima kebersamaan, didalamnya menurut zaman, gotong-royong yang pada dasarnya dirinya sendiri, melainkan selalu untuk kebahagian seperti mengandung perhiasan kehidupan. Dengan berkembangnya tata- memikirkan dan mengutamakan keuntungan bagi bersama, sudah menghormati kerja sebagai kelengkapan dan karya, terutama yang benar-benar, secara bersamaserentak gotong-royong kesadaran dan sikap jiwa untuk menempatkan serta untuk mengerjakan serta menanggung akibat dari suatu sama, azas kerja jasmaniah dalam usaha atau karya bersama ingin dicapai secara mufakat dan musyawarah dan Dalam tersimpul kesadaran bekerja rohaniah maupun untuk mencapai suatu hasil positif dari tujuan yang kesadaran Gotong-royong adalah amal dari semua untuk kepentingan semua masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya yang keinsyafan, bantu-membantu. dalam kepercayaan. modal sosial. Modal sosial secara konsepsional bercirikan adanya kerelaan individu Singkatnya, gotong royong lebih bersifat intrinsik, untuk mengutamakan kepentingan bersama. Dorongan kerelaan (keinsyafan dan kesadaran) Lihat bahasan Sartono Kartodijo, 1987, “Gotong royong: Saling Menolong Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, dalam Callette, Nat.J dan Kayam, Umar (ed), Kebudayaan dan Pembangunan: Sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di Indonesia, Jakarta, Yaysan Obor. 11 TUBAPI hal. 139-154 dengan beberapa perubahan. 10 5 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi yang dapat menumbuhkan energi kumulatif yang istilah modal sosial tidak muncul dalam literatur menghasilkan kinerja yang mengandung nilai-nilai ilmiah selama beberapa dekade. Pada tahun 1956, modal sosial. sekelompok menggunakannya Apa itu modal sosial? Modal sosial adalah suatu pembahasan Namun, dalam batasan dan definisi unsur yang bidang Sejak diterima sebagai konsep akademis, modal diperkuat dengan mengenai ikatan-ikatan sosial pendidikan13 dan Putnam mengenai partisipasi, pembangunan (pertumbuhan ekonomi) sosial telah dimanfaatkan sebagai konsep penting dan Kanada komunitas. Penelitian yang dilakukan Coleman di melekat dalamnya mengandung nilai jaringan sosial. persoalan dan perkotaan 1961. Pada era ini, istilah modal sosial muncul pada definisi sesuai perkembangan wacana akademik. memahami sosiologi kemunculan teori pertukaran Homans pada tahun konsep yang terdiri dari beberapa batasan dan dalam ahli dan peran penting modal sosial di Italia14, telah masalah menginspirasi banyak kajian mengenai modal sosial pembangunan yang dihadapi masyarakat dan saat ini. komunitas kotemporer. Konsep yang mendasari modal sosial sudah lama dibahas dalam kalangan Berbagai aspek dari konsep modal sosial telah para akademisi. Awalnya konsep modal sosial dibahas oleh semua bidang ilmu sosial dan sebagian menjadi wacana dalam kalangan para filsuf ilmu mulai menggunakannya pada era modern kini. sosial terutama mereka yang berusaha menjelaskan Namun, dalam pembahasan tidak secara eksplisit hubungan antara kehidupan masyarakat pluralistik menjelaskan istilah modal sosial. Sering kali dan demokrasi, terutama ini berkembang di menggunakannya Amerika Serikat. jaringan sosial. Uraian mendalam ikhwal modal dalam kaitan dengan nilai sosial yang pertama kali dikemukakan oleh Istilah modal sosial pertama kali muncul dalam tulisan Cohen dan Prusak tahun 191612 (dalam konteks peningkatan kondisi hidup masyarakat Bourdieu15, selanjutnya, ilmuwan yang Coleman merupakan mengembangkan dan mempopulerkan konsep ini.16 Pada akhir 1990-an, melalui keterlibatan masyarakat, niat baik serta konsep ini menjadi sangat populer, khususnya atribut-atribut sosial lain dalam bertetangga). ketika Bank Dunia mendukung sebuah program Dalam karya tersebut, dijelaskan ciri utama modal penelitian tentang hal ini, dan konsepnya mendapat sosial, yakni membawa manfaat internal dan perhatian publik melalui buku Putnam.17 eksternal bagi relasi sosial masyarakat. Kemudian Cohen dan Prusak, 2001 dikutip dalam Ancok,10. 2009, “Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat”, dalam Bulaksumur Mengagas Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, hal. 334. Putnam, Robert.D, 1993, “The Properius Community: Social Capital and Public Life”, The American Prospect, 13, hal.35-43. 15 Bourdieu, P, 1986, “The form of Capital”, in Richardson (ed), pertama kali diterbitkan di Jerman tahun 1983. 16 Coleman, J, 1990, Foundation of Social Theory, Cambridge, Harvard University Press. 12 14 Coleman, J, 1988, “Social Capital in The Creation of Human Capital”, American Journal of Sociology, 94, hal. 95-120. 13 Putnam, Robert, D, 2000, Bowling Alone: The Collapse and Revival of America Community, New York, Simon and Schuster. 17 6 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi Dari berbagai pengertian dapat diartikan modal secara teoritis mengandung perspektif ekonomi dan sosial adalah bagian-bagian dari institusi sosial sosial. Pengertian ini dipertegas oleh Serageldin21 seperti kepercayaan, norma (etika) dan jaringan bahwa yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat masyarakat dan menjadikan masyarakat muncul dengan memfasilitasi tindakan-tindakan bersama bukan sebagai akibat dari interaksi pasar dan yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan memiliki nilai ekonomis tetapi juga sebagai bagian sebagai kemampuan dan kapasitas yang muncul dari dari interaksi sosial. Atas dasar itu Serageldin kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat membedakan modal sosial dalam bentuk interaksi atau dari masyarakat sosial yang tahan lama tetapi hubungannya searah, tersebut. Selain itu, konsep ini juga diartikan sebagai seperti pengajaran dan perdagangan serta interaksi serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki sosial yang hubungannya resiprokal (timbal balik) bersama di antara para anggota suatu kelompok seperti jaringan dan asosiasi sosial. Modal sosial yang memungkinkan terjalinnya kerjasama dan dalam bentuk jaringan dan asosiasi sosial lebih saling tanggung jawab.18 tahan lama dalam hubungan timbal balik seperti bagian-bagian tertentu Penggagas modal sosial melibatkan masyarakat dan komunitas lokal di Indonesia. (saling Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah percaya) yang mengakar dalam faktor kultural, segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau seperti etika dan moral. Ketika trust menjadi menghasilkan. Modal itu sendiri dapat dibedakan pegangan dalam interaksi sosial maka komunitas atas (1) modal finansial yang berbentuk uang; (2) telah menanamkan nilai-nilai moral, sebagai jalan modal fisik berbentuk gedung atau barang (bahan menuju kejujuran. mentah); dan (3) modal manusia dalam bentuk Disamping itu, Fukuyama juga menjelaskan bahwa kualitas pendidikan, kualitas hidup (kesehatan), asosiasi dan jaringan sosial lokal mempunyai keterampilan profesionalime. Modal itu sebagai dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan asset melalui tindakan kolektif menghasil suatu ekonomi dan pembangunan pada aras lokal serta produk yang mempunyai nilai tambah. Namun, memainkan peran penting dalam manajemen dalam lingkungan. itu, perubahan karena dalam kenyataan daerah yang Coleman20 secara tegas menekankan bahwa modal tidak memiliki sumberdaya alam dapat memacu berkembangnya Sejalan kepercayaan senantiasa tahan lama ini telah tumbuh dan berkembang dalam nilai trust dan believe. Artinya dalam modal sosial nilai-nilai sosial kepercayaan dan rasa hormat. Pola relasi sosial Fukuyama19 mengilustrasikan modal sosial melekat pada nilaimengandung modal nilai-nilai dengan pandangan proses pembangunan terjadi tuntutan sosial sebagai alat untuk memahami aksi sosial Fukuyama, Y, 1995, Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity, London, Hamish Hamilton. 19 Ibid. 20 Coleman, J, 1988, “Social Capital in The Creation of Human Capital”, American Journal of Sociology, 94, hal. 95-120. Serageldin, Ismail, 1996, “Sustainability as Opportunity and The Problem of Social Capital”, Brown Journal of World Affairs, 3, hal. 187-203. 18 21 7 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi pertumbuhan ekonomi karena dukungan modal kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga sosial Putnam.22 perekat kohesi sosial yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan. Coleman23 menjelaskan modal sosial nilai yang melekat dalam struktur relasi antar individu. Menurut Fine26, modal sosial ini sangat penting bagi Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang kehidupan sosial masyarakat dan komunitas. menciptakan berbagai ragam kualitas sosial berupa Setidaknya modal sosial dapat (1) memudahkan saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan untuk menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya. komunitas; (2) dapat berperan sebagai media saling Putnam24 berpendapat bahwa modal sosial dapat mendistribusikan berwujud jejaring kekuasaan dalam komunitas; (3) memupuk dan (network), norma/ etika (norms) dan kepercayaan mengembangkan solidaritas; (4) mempermudah (trust) dan dalam mobilisasi sumber daya komunitas; (5) Itu membuka kemungkinan untuk pencapaian tujuan mengandung makna bahwa modal sosial menjadi bersama; dan (6) menuntun dan dijadikan rujukan perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, dalam perilaku kebersamaan dan berorganisasi kepercayaan organisasi yang kerjasama sosial seperti mempermudah yang saling menguntungkan. kekuasaan bagi atau anggota pembagian terjadi komunitas. Dari sisi manfaat itu, modal sosial yang saling merupakan suatu komitmen bagi setiap individu menguntungkan dalam upaya mencapai tujuan yang dalam masyarakat untuk saling terbuka, saling telah ditetapkan secara bersama-sama. Bagi Putnam percaya, saling memahami serta rela memberikan modal sebagai kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk pengetahuan, kesadaran dan pemahaman yang berperan sesuai dengan tanggung jawab masing- dimiliki bersama oleh komunitas yang membentuk masing. Ketika nilai-nilai modal sosial menjadi dasar pola hubungan yang memungkinkan sekelompok dalam relasi sosial maka muncul rasa kebersamaan, individu kesetiakawanan, solidaritas, toleransi, dan sekaligus dan sosial jejaring, informasi sehingga koordinasi dan koordinasi mengakses kerjasama juga melakukan bisa satu dipahami kegiatan untuk kepentingan bersama. tanggungjawab untuk mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, hilangnya modal sosial dalam tata Bank Dunia25 menekankan modal sosial lebih kehidupan diartikan kepada dimensi institusional, hubungan masyarakat bisa jadi kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan paling tidak masalah-masalah kolektif akan sulit kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal untuk sosial tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan diselesaikan. Kebersamaan dapat meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga Putnam, Robert.D, 1993, “The Properius Community: Social Capital and Public Life”, The American Prospect, 13, hal.35-43. 22 World Bank, 1998, “The Local Institution Study: Overview and Program Description”, Local Level Institution, Working Paper, No.1 26 Fine, Ben, 2001, Social Capital versus Social Theory: Political Economy and Social Science at The Turn of the Mellenium, London, Routledge, hal. 178-185 25 Coleman, J, 1990, Foundation of Social20. Theory, Cambridge, Harvard University Press. 24 Putnam, Robert, D, Op cit, hal. 35-43 23 8 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi dapat dipastikan semakin kuat modal sosial, bekerjasama dengan baik. Karena ada kesediaan semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas diantara mereka untuk menempatkan kepentingan kehidupan suatu masyarakat. Tanpa adanya modal bersama diatas kepentingan pribadi. Trust dapat sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi berfungsi sebagai energi sosial yang dapat membuat bahkan dihancurkan oleh pengaruh budaya atau kelompok masyarakat atau organisasi mampu nilai-nilai yang datang dari luar (asing). bertahan dari kemungkinan berbagai masalah yang dihadapi. Bila trust tidak menjadi pegangan dalam Pembangunan tidak hanya berkaitan dengan modal berinteraksi dapat mengakibatkan banyak energi ekonomi (finansial, fisikal, keterampilan). Telah terbuang sia-sia karena hanya dipergunakan untuk banyak studi (lihat misalnya Fukuyama )27 yang mengatasi menunjukkan bahwa pembangunan tidak saja solidaritas, bertautan dengan matra sosial, khususnya modal yang pemenuhan kewajiban dan rasa keadilan. Perbedaan itu yang menyebabkan ada sosial. Fukuyama28 berhasil meyakinkan bahwa kekuatan konflik jauh jangkauan moral kerjasama, seperti kejujuran, investasi ekonomi dan industrialisasi tetapi juga memiliki dan modal sosial berbeda-beda tergantung seberapa alam, besarnya modal finansial atau tingginya sosial curiga berkepanjangan. Masyarakat memiliki persediaan didorong oleh faktor ketersediaan sumber daya modal saling perbedaan dalam perkembangan masyarakat. untuk mempengaruhi prinsip-prinsip yang melandasi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial suatu negara. Negara-negara yang dikategorikan sebagai masyarakat dengan tingkat kepercayaan tinggi (high trust societies) menurut Fukuyama29, cenderung D. Situasi Masyarakat Kontemporer dan Budaya memiliki Gotong-Royong keberhasilan ekonomi yang mengagumkan. Sebaliknya, masyarakat dengan tingkat kepercayaan rendah (low trust societies) cenderung memiliki kemajuan dan Belakangan perilaku ini interaksi sosial masyarakat Indonesia dapat digambarkan sedang mengalami ekonomi yang lebih lamban dan inferior. Menurut situasi kekacauan sosial. Kekacauan sosial ini mirip Fukuyama modal sosial sebagai seperangkat norma dengan konsep anomie yang digunakan oleh atau nilai informal yang dimiliki bersama oleh para Durkheim30 untuk menggambarkan kondisi relasi anggota suatu kelompok yang memungkinkan masyarakat terjalinnya kerjasama diantara mereka. Kunci dari atau individu dimana konsensus melemah, nilai-nilai dan tujuan (goal) bersama modal sosial adalah trust atau saling percaya. meluntur, kehilangan pegangan nilai-nilai norma Dengan trust, menurut Fukuyama, semua pihak bisa dan kerangka moral, baik secara kolektif maupun Fukuyama, Y, 1995, Trush: The Social Virtues and the Creation of Prosperity, London, Hamish Hamilton. 28 Ibid 29 Ibid 27 Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of Sosiology, Glasgow, Harper Collin Publisher, hal.22-23 30 9 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi individu. Ini terjadi karena perubahan sosial menduga disorientasi nilai itu berlangsung akibat berlangsung pengaruh ideologi asing33 yang masuk bersamaan begitu cepat sehingga terjadi disorientasi nilai-nilai.31 Dalam konteks Indonesia dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi. perubahan sosial seiring dengan reformasi yang Dalam beberapa dekade belakangan ini perlahan terjadi tanpa terencana (dalam waktu singkat) telah tetapi pasti sebagian besar tatanan kehidupan menyebabkan nilai-nilai lama yang selama ini ekonomi, sosial-budaya dan politik dirasuki gaya menjadi pegangan dan acuan dalam relasi sosial hidup konsumerisme (komsumsi yang mengada- berbasis pada semangat dan nilai-nilai gotong ada)34 dan kebebasan hampir tanpa kendali. royong mulai melemah. Sementara itu, nilai-nilai Fenomena itu juga ditandai dengan meningkatnya baru yang berkembang selama era reformasi masih hasrat menghamba pada kekuasaan dan materi. lemah dan belum dapat dijadikan acuan dan Watak hedonisme, individualisme, budaya anarkis pegangan. Belakangan ini justru muncul nilai-nilai (kekerasan), konflik dan saling menyakiti (saling baru dalam relasi sosial masyarakat yang mengarah pada mengutamakan kecenderungan relasi kebebasan. sosial lebih bunuh) merebak dalam tata interaksi sosial Ada kehidupan. Norma-norma sosial dan etika sebagai bersifat perekat kehidupan berbangsa diabaikan. Tidak individualis bercampur dengan sifat materialistik. dapat dielakkan norma-norma lama satu per satu Juga ada indikasi bahwa dalam relasi sosial diganti dengan norma-norma baru yang berbasis mengesampingkan nilai-nilai kebersamaan, moral, pada nilai-nilai individualis. Konsensus moral yang etika dan toleransi. Relasi sosial yang selama ini bersifat intrinsic32 yakni hubungan menjadi kerangka dasar dalam interaksi sosial yang bertumpu pada nilai-nilai gotong royong yang cukup ganjarannya tidak bermotif ekonomi, berubah penting dalam memproduksi tatanan kehidupan, menuju bersifat extrinsic yang ganjarannya sering cenderung diabaikan dan dikesampingkan. bermotif kepentingan ekonomi (nilai materialistik). Gotong royong tampaknya hanya berfungsi sebagai Mengapa terjadi disorientasi nilai? Sebagai sebuah simbol belaka. Sering didiskusikan tetapi kurang perubahan sosial, tentu banyak faktor berpengaruh pada proses disorientasi nilai-nilai itu. Modernisasi yang telah berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan selama beberapa dekade dipraktekkan dalam masyarakat. Bahkan relasi ada sosial kehidupan upaya untuk menyingkirkannya karena dianggap tidak pas lagi tentu dengan tuntutan kehidupan masa kini. Untuk mempunyai kontribusi. Namun, banyak pengamat Dalam Veeger.K.J (1985: 7-8) dijelaskan bahwa pada abad 19 setelah revolusi Perancis dicirikhaskan oleh pergolakan di segala bidang keganasan, persengketaan, dan krisis akhlak. Struktur-struktur feudal beserta nilainilai dasarnya menghilang, sedang struktur-struktur baru masih bersifat lemah atau berada dalam taraf eksprimen dan belum memperoleh doa restu dari tradisi, sehingga kekacauan sosial-politik melanda Eropa. 32 Lihat bahasan Arrow, Kenneth.J, 2000, “Observation on Social Capital”, dalam Dasgupta, Parta dan Serageldin, Ismail, Social Capital: Multifaceted Wasington.D.C, The World Bank. 31 Perspective, Kompas, 2013, Pengaruh Asing Makin Meluas, Minggu 19 Mei 2013, hal. 1 34 Herry-Priyono di kutip dalam Tumenggung, Adeline May, 2005, “Kebudayaan (para) Konsumen”, dalam Muji Sutrisno dan Hendar Putranto (penyunting), 2005, TeoriTeori Kebudayaan, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, hal. 257-270 33 10 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi menyesuaikan dengan perubahan sesuai arahan (one head one vote). Memang dengan sistem itu nilai-nilai baru maka diperlukan konstitusi dan kedaulatan rakyat dapat dipenuhi dan dijalankan norma-norma yang dengan baik karena dipandang sesuai tuntutan hak dilakukan dengan penuh kesadaran tetapi cukup azasi manusia. Namun, karena masyarakat belum banyak perubahan yang dilakukan diluar kesadaran siap untuk menjalankan sistem itu maka dalam karena pelaksanaan banyak terjadi anomali yang cukup ada baru. Banyak desakan perubahan kepentinganpolitik- ekonomidari pihak-pihak tertentu (agen-agen) menganggu relasi sosial dalam kehidupan lewat berbagai macam institusi ekonomi, sosial, masyarakat. Media sering mewartakan peristiwa budaya dan politik.35 konflik antar kelompok masyarakat yang terjadi di berbagai daerah, baik karena pilkada (pilihan bupati Dalam bidang ekonomi, azas demokrasi ekonomi dan gubernur) maupun pileg (pilihan anggota yang bertumpu pada sistem gotong royong legistatif). Tawuran antar warga. Pertikaian antar kekeluargaan (koperasi) secara perlahan dirubah oknum penegak hukum. menuju pada sistem pasar terbuka dan bebas. Untuk mendukung perubahan itu diciptakan lembaga- Adaptasi terhadap perubahan sistem politik itu telah lembaga baru, seperti pasar modal dan lembaga lain. menimbulkan berbagai macam implikasi bagi relasi Badan usaha yang selama ini dibawah pengawasan sosial masyarakat, baik di aras nasional maupun negara karena menyangkut kepentingan dan hajat lokal.36 Proses politik kenegaraan di tingkat nasional hidup orang banyak satu persatu di privatisasi dan lokal diwarnai dengan hasut-hasut menghasut, (dijual ke swasta sesuai tuntutan sistem pasar politik uang, saling menjatuhkan, fitnah melalui bebas). Tidak hanya itu, eksplorasi sumberdaya selebaran gelap. Eksekutif sebagai pelaksana alam dan pemerintahan tidak dapat menjalankan fungsinya sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan secara penuh karena demi “demokrasi”, legislatif rakyat juga dilego ke pasar yang kemudian banyak senantiasa melakukan kontrol terhadap hal-hal yang dikuasai perusahaan asing yang dimiliki oleh sebenarnya bukan jadi wewenangnya. Elit politik di negara-negara maju penggagas sistem neoliberal. legislatif yang seharusnya dikuasai negara dengan dalih menjalankan prinsip demokrasi di berbagai kesempatan menunjukkan Perubahan juga terjadi dalam sistem politik. Sistem kekuasaannya tanpa mengindahkan kepentingan politik telah berubah ke arah sistem demokrasi bersama untuk kemajuan bangsa. Suara rakyat liberal. Setiap jenjang aparat eksekutif pemerintah, sebagai konstituen yang memilih mereka kurang bupati, gubenur dan presiden serta anggota diperhatikan dan cenderung diabaikan. legistatif dipilih dengan sistem demokrasi liberal Lihat Tulisan Peranan Pihak Asing Dalam Proses Amandemen dan Konstitusi disebutkan keterlibatan Multi National Corporartion, NDI ( tidak dipublikasikan) dan kurang sesuai dengan sifat-sifat dasar (karakter ) bangsa Indonesia, lihat RM A.B. Kusuma, 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha Persiapan Kemerdekaan, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal 112, 125 dan 131. 35 36 Dalam kaitan dengan akibat sistem liberal ini, beberapa anggota BPUPKI dalam pidatonya memperingatkan bahwa sistem liberal cenderung bersifat individualisme 11 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi Perubahan politik di tingkat nasional dan lokal rakyat yang hidup dililit kemiskinan tetapi para dalam telah koruptor mempertontonkan gaya hidup bermewah- berlangsung. Sentralisasi kekuasaan pemerintah mewah. Para koruptor membeli beberapa rumah pusat telah berubah dengan dikeluarkan Undang- mewah, mobil dengan harga fantastis milyaran Undang Otonomi Daerah.37 Otonomi daerah telah rupiah dan perilaku memperbanyak isteri (siri). memungkinkan dan Kesadaran bahwa tindakan korupsi adalah perilaku pendistribusian dana pembangunan antara pusat yang merugikan dan dapat memiskinkan rakyat dan daerah lebih proporsional. Kepala daerah sirna ditelan syahwat serakah. upaya menerapkan pembagian demokrasi kekuasaan memiliki kekuasaan untuk menerapkan berbagai Bersamaan dengan itu, nilai-nilai demokrasi liberal kebijakan sesuai kebutuhan daerah. Namun, sejauh yang menjadi acuan selama 15 tahun ini tidak hanya ini otonomi daerah nampaknya cenderung dimaknai memperlemah sistem politik nasional dan lokal dan sebagai peluang ekonomi dan politik untuk memenuhi hasrat kepentingan fungsi negara tetapi juga telah mempengaruhi merengkuh perilaku aktor politik dalam interaksi sosial. Ada kepuasan materi dan kekuasaan para elit dan para kecenderungan interaksi sosial para elit politik tidak petualang politik yang haus kekuasaan dan materi. lagi didasarkan pada nilai-nilai sosial (moral/etika) Tidak mengherankan kemudian beberapa kepala tetapi lebih menonjolkan nilai materi (uang). Hasrat daerah (bupati), gubernur, anggota DPR/DPRD dan para elit politik terlibat dalam memenuhi kasus prasangka dsbnya) merebak dalam berbagai aspek kata jera atau mengatakan tidak pada korupsi. Justru kehidupan, baik sosial maupun politik. Nilai-nilai belakangan ini perilaku korupsi kian meningkat dan sosial dan moral dalam kehidupan sosial-politik merajalela. Media hampir setiap hari menayangkan telah melonggar kalau tidak boleh dikatakan hancur dan melaporkan kasus korupsi para petinggi partai berantakan karena dorongan hasrat mengejar rente dan pejabat negara. Tidak sedikit para koruptor itu ekonomi (keuntungan ekonomi) sesaat. Money menjadi tersangka dan yang telah dijebloskan ke Politics (politik uang) atau suap menyuap, korupsi penjara oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK). dan telah pembusukan moral (korupsi, teror, intimidasi, lembaga pemasyarakatan. Tampaknya tidak ada moral (uang) terkandung dalam gotong royong. Tanpa disadari Cukup banyak para koruptor itu menjadi penghuni nilai-nilai materi mengesampingkan nilai-nilai moral (etika) yang penyalahgunaan wewenang dan terlibat korupsi. Hancurnya tuntutan adalah menjadi kenyataan dalam berbagai tingkatan kesadaran kehidupan politik. Elit politik mulai dari tingkat kebersamaan ini bisa jadi mendorong para koruptor nasional sampai lokal terlibat secara langsung tanpa merasa bersalah menilep dana APBN yang maupun tidak langsung dengan praktek korupsi dan dikumpulkan dari tetesan keringat rakyat. Dana politik uang. Memang permainan uang dalam sistem APBN sering di salahgunakan untuk kepentingan politik liberal dapat dibenarkan tetapi ada koridor pribadi dan kelompok. Meskipun masih banyak etika yang mengontrol dan tidak bebas sesuka hati Lihat Undang-Undang Otonomi Daerah 2000, Jakarta, Restu Agung. 37 12 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi dan seenaknya. Transparansi dan akuntabilitas pada saling menjatuhkan dan bermusuhan muncul ke publik adalah salah satu alat kontrol yang penting permukaan. Ancaman disintegrasi sosial tampaknya dilakukan dalam sistem demokrasi. Tetapi hal itu akibat yang mungkin tidak dapat terelakkan. Saling belum berjalan dan diterapkan karena pemahaman tidak percaya dan curiga senantiasa menyertai demokrasi tampaknya baru sebatas pada kebebasan kehidupan. Trust sebagai nilai penting dalam atau sekadar euforia kebebasan. Saat ini ada yang mendorong kebersamaan, seperti yang dijelaskan berpendapat bahwa demokrasi masih dalam masa oleh Fukuyama, sangat rendah. Pemimpin tidak transisi mempercayai rakyat dan rakyat tidak mempercayai yang dipenuhi dengan kontradiksi- kontradiksi di sana-sini. Keadaan inilah yang pemimpin, menimbulkan kekecauan sosial karena perubahan masyarakat dan masyarakat tidak percaya lagi pada seakan tanpa arah. Tidak hanya itu kehidupan pun elit politik dan seterusnya. Krisis kepercayaan ini mulai dengan tidak hanya melanda tatanan kehidupan politik merebaknya gejala aleniasi dan kekerasan, baik nasional tetapi juga lokal. Hujat menghujat, saling verbal maupun simbolik, sehingga kehidupan terasa mencerca ditingkahi dengan kekerasan adalah hampa tanpa makna.38 bagian dari tata kehidupan sosial masyarakat. Insting-insting paling mendasar bahwa manusia Saat ini, sadar atau tidak, secara praksis masyarakat sebagai makhluk sosial yang berpegang teguh pada Indonesia hanyut ke dalam situasi terombang norma-norma dan etika moral dalam tata kehidupan ambing ibarat sabut di tengah hempasan gelombang lenyap atau sirna. Insting-insting manusia sebagai laut. Hanyut tidak menentu ke sana kemari tanpa makhluk ekonomi lebih menonjol. Rasionalitas arah. Kehilangan orientasi nilai-nilai (ideologi) cita- sosial yang memungkinkan manusia untuk saling cita luhur kehidupan berbangsa (idealisme). Nilai- bekerja sama dengan sesama atau orang lain tidak nilai budaya yang tidak berakar pada budaya lokal menjadi pegangan. Yang muncul ke permukaan secara perlahan tetapi pasti telah mengerosi adalah dorongan hasrat untuk berkuasa dalam kesadaran kolektif sebagai suatu bangsa. Kesadaran rangka mereguk keuntungan ekonomi. Akibatnya, moral berlandaskan budaya gotong royong yang permusuhan saling menjadi pegangan dalam tata pergaulan berbangsa berkompetisi, saling mencurigai dan prasangka- ikut tercuci dan secara perlahan memudar. Dalam prasangka situasi seperti itu interaksi sosial dalam kehidupan bersifat individualis antar senantiasa sesama disertai karena mewarnai kehidupan elit politik kekacauan sosial yang kemudian menyebabkan mengarah pada demoralisasi dan dehumanisasi. menurunnya sistem kekeluargaan, kebersamaan Kehampaan dan kepercayaan sebagai penguat kohesi sosial. masyarakat. Jiwa dan raga bangsa ini terasa semakin Perasaan kebersamaan meluntur dan semangat rapuh. Agar tidak terpuruk ke dalam jurang Budi Hardiman, 1980, “Kritik Atas Patologi. Modernitas dan Post Modernisme”, Drikarya, No 2, Tahun XIX, hal. 4263. 13 kegalauan tingkah pada masyarakat dan dengan percaya masyarakat. Semua ini mendorong pada situasi 38 diwarnai tidak yang menyelimuti Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi kehancuran atau disintegrasi bangsa maka kita atau kelompok daripada untuk menyuarakan dan perlu menumbuhkan kembali kesadaran kolektif memperjuangkan kepentingan rakyat mencapai dengan kembali pada nilai-nilai modal sosial yang perbaikan kesejahteraan. Dalam situasi seperti itu, terkandung dalam budaya gotong royong. Tanpa gotong royong untuk membangun kebersamaan upaya itu jalan mencapai kemajuan dan kejayaan nyaris tidak terdengar dalam khasanah kehidupan. bangsa tampaknya sulit diraih. Bahkan para pemimpin dan elit terasa enggan mengucapkan gotong royong dan Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa. Menyadari hal itu maka mau tidak mau dibutuhkan E. Apa yang Perlu Dilakukan ke Depan? gerakan untuk menggerakkan kekuatan (energi sosial) baru bila menginginkan ada perbaikan dalam Perubahan bisa terjadi secara tiba-tiba dan tidak tatanan terduga. Memang ada sebagian orang terus berharap (termasuk partai) dirasa perlu menyesuaikan dan bahwa pemerintah (penguasa) atau negara dan elit menyelaraskan dengan tuntutan masyarakat kalau politik dapat melakukan perbaikan untuk masa tidak mau terjadi disintegrasi sosial. Hal yang tidak depan kehidupan bangsa. Namun, negara akhir- bisa dihindarkan adalah tatanan sosial dan moral akhir ini kian tidak berdaya (lumpuh) dalam harus mengikuti tuntutan masyarakat. Masyarakat cengkeraman pengaruh kekuatan asing. Kontrol sangat membutuhkan konsensus etika dan moral kekuasaan negara, baik ekonomi maupun politik dalam kehidupan politik. Tuntutan moral dari semakin melemah. Akibatnya, tatanan politik masyarakat adalah persatuan, kejujuran, toleransi, nasional berdaya saling menghormati, saling menghargai, saling menghadapi tekanan-tekanan masyarakat yang percaya dan saling bekerja sama. Untuk itu senantiasa berubah secara tidak terduga serta diperlukan tindakan kolektif yang bisa menjadi seakan tanpa arah sejak paham liberal menyeruak pengikat kohesi sosial. memasuki Menghadapi dan lokal kehidupan seakan politik. tidak Kepentingan- kehidupan. Lembaga-lembaga politik gelombang perubahan kehidupan kepentingan yang beragam dari masyarakat dalam akibat gerusan arus pengaruh budaya asing perlu menuntut persamaan hak, keadilan, dan partisipasi ada secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan belum mengarahkan pada terbentuknya komitmen moral tersalurkan. (partai) (enerji sosial) yang dapat sebagai wadah dengan memunculkan gerakan yang berusaha aspirasi dan membebaskan diri dari kungkungan hegemoni memperjuangkan perbaikan nasib serta kesetaraan budaya asing yang telah memporak porandakan masih belum berfungsi seperti yang diharapkan. modal sosial gotong royong. Nilai-nilai yang Dalam banyak hal para elit sering menggunakan memunculkan kesadaran palsu perlu dikounter kekuasaan untuk dengan memunculkan kembali kesadaran kolektif memperjuangkan kepentingan ekonomi pribadi yang bersandar pada nilai-nilai modal sosial gotong masyarakat Institusi kekuatan menyalurkan sebagai instrumen royong yang meletakkan bahwa manusia adalah 14 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi makhluk sosial yang membutuhkan aturan-aturan bangkit karena didorong semangat gotong royong. moral (norma-etika),kerjasama, saling percaya, dan Eksistensi institusi lokal berbasis nilai-nilai gotong jejaring. Atas dasar itu perlu dikembangkan nilai- royong nilai atau norma-norma yang mengandung nilai- masyarakat lokal. Institusi-institusi itu dapat nilai moral (ketuhanan) yang dapat dijadikan dimanfaatkan pijakan perilaku bertindak dalam tata pergaulan menggerakkan kesadaran kolektif. politik keseharian seperti menjunjung tinggi nilai- sesama, dialog/komunikasi dan Dukuh, dengan untuk bekerjasama dengan menghindari untuk Desa, rembug desa, hingga Badan diperkuat perannya dalam proses pengembangan (gotong komunitas lokal. Melalui institusi-isntitusi lokal royong) dan saling menghargai, berlaku adil pada sesama masuk lokal lainnya. Institusi formal lokal ini seyogyanya persatuan atas prinsip kemajemukan (bhineka) atas kesediaan pintu kehidupan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga lembaga menghindari sifat mau menang sendiri, menjaga dasar sebagai dalam lembaga Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), mengutamakan musyawarah eksis untuk memperkuat budaya gotong royong, seperti saling menyakiti (dengan melakukan tindakan pada masih Ada banyak institusi lokal yang dapat dimanfaatkan nilai kemanusiaan (perikemanusiaan) dengan tidak kekerasan) juga itulah modal sosial nilai-nilai gotong royong dapat kesewenang- tumbuh dan berkembang menjadi enerji sosial wenangan. Kesadaran untuk menerapkan prinsip- gerakan dalam memperkuat kohesi sosial. Selain prinsip itu dalam relasi sosial adalah penting intitusi formal lokal itu, institusi informal juga dapat dilakukan dalam rangka membangun kesadaran dijadikan untuk memperkuat budaya gotong royong moral kolektif yang bersumber pada nilai-nilai yang sudah eksis dalam komunitas lokal. Misalnya, modal sosial yang melekat pada budaya gotong- di Jawa eksis institusi sambatan, arisan, jimpitan; di royong. Maluku ada tradisi pela gadong; di Tapanuli ada adat Apakah dukungan kultural (tradisional) masih dapat Dalihan Na Tolu; di Minasaha eksis Mapalus; di Bali dipertahankan Dalam ada seka, banjar dan tiap etnis di Nusantara ini masyarakat yang terimbas ideologi asing (liberal) ditemui institusi sosial informal yang selama ini basis kultural cenderung melemah. Kepentingan telah menerapkan nilai-nilai gotong royong dan sesaat kadang-kadang lebih menonjol ketimbang demokrasi berdasarkan mufakat dan musyawarah. nilai-nilai untuk idealisme masa dalam depan? mencapai tujuan Untuk mencapai itu, perlu menciptakan suasana bersama. Kemampuan bawaan nilai-nilai kultural sosial yang membuka peluang menguatnya kembali mungkin masih bisa diharapkan menjadi sarana budaya gotong royong. Salah satu upaya yang bisa memunculkan kesadaran kolektif. Sisa-sisa nilai- ditempuh nilai berbasis kearifan lokal dan gotong royong adalah meningkatkan kemampuan (capacity building) menekankan pada otonomi masih ditemui dalam kehidupan masyarakat. (kemandirian) komunitas lokal dalam pengambilan Sebagai contoh, ketika Bantul diporak porandakan keputusan, keswadayaan lokal (local self-reliance) hempasan gempa pada tanggal 26 Mei 2006, dalam yang bersifat partipatoris (demokrasi), melalui waktu kurang dari satu tahun masyarakat dapat pemberdayaan dan adanya proses pembelajaran 15 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi sosial. Ini dapat diartikan sebagai upaya sistematis kebersamaan, terencana untuk meningkatkan kemampuan serta kejujuran, saling percaya sebagai pintu masuk memberikan menuju penguatan kembali (revitalisasi) budaya kewenangan dan otoritas pada masyarakat (komunitas) lokal sehingga mereka gotong royong. dapat memutuskan secara demokrasi partisipatif dengan mengutamakan mufakat dan musyawarah apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kehidupan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Campur tangan kekuatan eksternal perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. F. Penutup Bahasan di atas mengarahkan pada pemahaman bahwa gotong royong telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kita sejak lama. Dalam budaya gotong royong melekat nilai-nilai substansi modal sosial. Sebagai modal sosial, gotong royong dapat dijadikan rujukan dan pegangan dalam mencapai kemajuan suatu bangsa. Itu artinya bila masyarakat masih memegang teguh prinsip gotong royong sebagai modal sosial maka lebih mudah dalam mencapai kemajuan bersama. Sebaliknya, bila nilai-nilai gotong royong yang terkandung dalam modal sosial tidak lagi menjadi pegangan dan rujukan dalam masyarakat dan komunitas bisa jadi akan mengalami kesulitan karena enerji sosial bisa terbuang sia-sia dan berpotensi menghalangi mencapai tujuan kemajuan bersama. Bahkan bisa memicu munculnya kekacauan sosial. Maka sudah saatnya budaya gotong-royong kembali diperkuat dan dijadikan rujukan dan acuan dalam kehidupan berbangsa. Salah satu upaya yang dapat dipikirkan adalah memperkuat institusi sosial lokal yang selama ini masih bertumpu pada nilai-nilai 16 menjunjung tinggi moral/etika, Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi Daftar Pustaka Fukuyama, Y. 1995. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. London: Hamish A.B. Kusuma. 2004. Lahirnya Undang-undang Dasar Hamilton Affairs, 3: 187-203 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Hatta, Mohammad. 1977. Pengertian Pancasila. Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Jakarta: Idayu Press. Persiapan Kemerdekaan. Jakarta:Penerbit Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sosiology, Glasgow, Harper Collin Publisher, Arrow, Kenneth.J. 2000, “Observation on Social Capital”, dalam Serageldin, Dasgupta, Ismail, Parta Social hal.22-23 dan Putnam, Capital: Collapse and Revival of America Community. Richardson (Ed) Handbook of Theory and New York: Simon and Schuster. Research for Sociology of Education. New Sartono Kartodijo, 1987, “Gotong -royong: Saling York: Greenwood. Hardiman, 1980. “Kritik Atas dan Post Menolong Dalam Pembangunan Masyarakat Patologi Indonesia, dalam Callette, Nat.J dan Kayam, Modernisme”, Umar (ed), Kebudayaan dan Pembangunan: Drikarya, No 2, Tahun XIX: 42-63 Sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi Cavallaro, Dani. 2004. Teori Kritis dan Teori Budaya. Terapan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor. Yogyakarta, Penerbit Niagara: 141. Tumenggung, Adeline May. 2005. “Kebudayaan Cohen dan Prusak (2001) dikutip dalam Ancok. “Modal Sosial dan (para) Konsumen”, dalam Muji Sutrisno dan Kualitas Hendar Putranto (penyunting), Teori-Teori Masyarakat”, dalam Bulaksumur Mengagas Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta: Penerbit hal. 257-270 Kanisius. Veeger, K.J. 1985. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Coleman, J. 1988. “Social Capital in The Creation of Human Properius Putnam, Robert, D. 2000. Bowling Alone: The Bourdieu, P. 1986. “The form of Capital”, in 2009. “The The American Prospect, 13, hal.35-43. The World Bank Modernitas 1993, Community: Social Capital and Public Life”, Multifaceted Perspective. Washington DC: Budi Robert.D, Capital”, American Journal Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat of dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Sociology, 94: 95-120 Gramedia Coleman, J. 1990. Foundation of Social Theory. World Bank. 1998. “The Local Institution Study: Cambridge: Harvard University Press Overview and Program Description”, Local Fine, Ben. 2001. Social Capital versus Social Theory: Level Institution, Working Paper, No.1 Political Economy and Social Science at The Turn of the Mellenium. London: Routledge, hal. 178-185 17 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi Sumber Lain: Kompas, 2013, Pengaruh Asing Makin Meluas, Minggu 19 Mei 2013, hal.1 Undang-Undang Otonomi Daerah. 2000, Jakarta: Restu Agung 18