EKUITA Akreditasi No.395/DIKTI/Kep/2000 ISSN 1411 – 0393 PENGARUH ANALISIS BETA, BOOK-MARKET RATIO, DEBTEQUITY RATIO, EARNING-PRICE RATIO, FIRM SIZE DAN SALES-PRICE RATIO TERHADAP PENDAPATAN SAHAM PERUSAHAAN INDUSTRI DASAR DAN KIMIA DI BURSA EFEK JAKARTA 1992 - 1998 Setyaningsih*) ABSTRACT The aim of this study is to investigate the influence of some fundamental variables towards stock return. Some fundamental variables in this study are beta, book-market ratio, debt-equity ratio, earning-price ratio, firm size, sales-price ratio. The study analysis 56 cases of firms classified in the basic and chemical industry listed in Jakarta Stock Exchange in the period of 1992-1998. Multiple regression analysis is used for analyzing the data. The result of this study shows that there is significant affect of the three fundamental variables in the model as predictor of stock return (Y), which their contribution is 49.6%. Keywords : beta, book-market ratio, debt-equity ratio, earning-price ratio, Firm size, sales-price ratio. 1. PENDAHULUAN Tujuan berinvestasi adalah memaksimumkan pendapatan dengan tingkat resiko tetentu. Berinvestasi dalam saham digolongkan pada investasi dengan resiko tinggi. Hal ini disebabkan tidak ada pendapatan tetap dalam investasi saham, karena dividen tergantung pada laba perusahaan serta kebijakan dividen perusahaan, dan capital gain tergantung pada fluktuasi harga saham. Investasi di pasar modal selain membutuhkan dana juga membutuhkan pengetahuan tentang cara menganalisis surat-surat berharga, pengalaman serta naluri bisnis untuk memprediksikan perkembangan harga saham perusahaanperusahaan emiten. Bagi seorang investor keputusan investasi merupakan keputusan untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk aktiva tertentu dengan harapan akan memperoleh keuntungan ekonomis dimasa yang akan datang. Bila keputusan investasi seorang investor adalah dalam bentuk kepemilikan saham, maka ada dua pendapatan yang diharapkan yaitu dividen dan capital gain. Investor individual biasanya cenderung *) DR. Setyaningsih, SE. adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya. Pengaruh AnalisisBeta (Setyaningsih) 99 berorientasi jangka pendek dengan mengutamakan capital gain yang diperoleh dengan cara membeli pada saat harga saham rendah dan menjualnya kembali pada saat harga tinggi. Sebaliknya investor lembaga lebih suka menahan sahamnya sebagai investasi dalam waktu yang relatif lama karena cenderung berorientasi pada dividen dan perkembangan perusahaan. Ada dua pendekatan utama untuk menilai harga saham, yaitu pendekatan fundamental dan pendekatan teknikal. Pendekatan teknikal beranggapan bahwa pergerakan mempunyai trend yang ditentukan melalui reaksi-reaksi investor terhadap kekuatan yang terjadi. Investor diharapkan dapat mengidentifikasikan perubahan-perubahan trend lebih dini serta mengambil tindakan yang tepat. Pendekatan fundamental menghitung harga saham berdasarkan nilai wajarnya. Nilai wajar adalah nilai yang mengandung harapan-harapan investor akan masa depan (prospek) perusahaan. Prospek perusahaan dimasa yang akan datang dipengaruhi oleh arus kas dimasa yang akan datang dan resiko yang ditanggung oleh investor. Ada dua macam resiko yang dihadapi oleh investor yaitu resiko sistematik dan resiko unsistematik. 2. TINJAUAN PUSTAKA Hipotesa dari Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah bahwa investor hanya memperhatikan resiko sistematik yang diukur dengan beta (β) saja. Model ini memperkirakan akan terjadi hubungan positif antara pendapatan saham dengan β. Beberapa penelitian empiris mengenai saham dengan beberapa variabel fundamental, lebih menjelaskan mengenai pendapatan saham dibandingkan dengan menjelaskan β. Contoh, Basu (1997) menemukan bahwa saham dengan rasio pendapatan-harga (P/E Ratio) rendah memiliki penghasilan rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan saham yang memiliki P/E ratio tinggi, yang selanjutnya akan mengendalikan β. Banz (1981) menyimpulkan bahwa saham dari suatu perusahaan dengan nilai pasar kecil memiliki pendapatan yang disesuaikan oleh β (β adjusted return) lebih tinggi dibandingkan dari saham perusahaan yang lebih besar. Bhandari (1988) melaporkan bahwa pendapatan saham secara positif juga berhubungan dengan D/E ratio, hal ini menguatkan penjelasan dalam penelitian-penelitian berkaitan dengan pendapatan saham, termasuk di dalamnya besarnya perusahaan dan β. Fama dan French (1992) mengindikasikan bahwa rasio nilai buku dengan nilai pasar (B/M) memiliki hubungan terkuat terhadap pendapatan saham yang diharapkan di USA. Selanjutnya, B/M dan Market Value of Equity (MVE) bergabung untuk menguatkan penjelasan mengenai rasio E/P, financial leverage, dan β dari pendapatan saham. Dalam penelitian berikutnya, Fama dan French (1993, 1995) menyatakan pentingnya perkembangan ekonomi untuk hasil penelitian mereka yang menyimpulkan bahwa B/M dan MVE menggambarkan sensitivitas pendapatan saham terhadap faktor-faktor resiko dan variabel-variabel tersebut juga berkaitan dengan pendapatan saham. Barbee, Mukherji, dan Raines (1996) mendukung pendapat yang menyatakan bahwa rasio S/P merupakan 100 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 indikator yang reliabel bagi penilaian pasar relatif perusahaan dibandingkan dengan P/E dan B/M. Hal ini disebabkan karena digunakannya metode akuntansi yang berbeda, yaitu menggunakan depresiasi dan persediaan (bukan penjualan) untuk menentukan pendapatan dari nilai buku dari ekuitas. Tidak seperti P/E dan B/M, S/P juga bermanfaat untuk mengukur nilai semua saham karenanya tidak dapat bernilai negatif. Barbe dkk dalam penelitiannya menemukan bahwa S/P menggantikan peran B/M, MVE dan D/E untuk menjelaskan mengenai pendapatan saham. Hasil penelitian Barbee tersebut memunculkan pentingnya mengetahui hubungan antara pendapatan saham yang diharapkan dengan variabel fundamental di pasar internasional. Chan, Hamao dan Lakonishok (1991-1993) menunjukkan bahwa pendapatan saham yang diharapkan di Jepang berhubungan secara positif dengan B/M dan aliran kas (cash flow). Capaul, Rowley dan Sharpe (1993) melihat kejadian bahwa saham-saham yang bernilai (B/M tinggi), menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham pertumbuhan (B/M rendah), namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik karena terdapat gangguan (fluktuasi) yang besar dalam pendapatan. Penelitian Sandip Mukherji mengindikasikan bahwa pendapatan saham di pasar modal Korea secara positif berhubungan dengan B/M, D/E, dan S/P dan secara negatif berhubungan dengan MVE. Rata-rata pendapatan tahunan portofolio dengan B/M, D/E, dan S/P tinggi melampaui nilai yang rendah dari variabel-variabel tersebut, yaitu (secara berturut-turut) sebesar 22,53 persen, 18,88 persen, dan 15,06 persen. Portofolio dengan MVE rendah memiliki pendapatan tahunan median 16,28 persen lebih tinggi dibandingkan dari portofolio dengan MVE tinggi. Selanjutnya, hasil penelitian Sandip Mukherji ini mengindikasikan bahwa untuk sahamsaham di Korea, B/M dan S/P lebih dapat dipercaya untuk mengukur nilai fundamental dibandingkan E/P, kemudian D/E lebih konsisten untuk memperkirakan resiko dibandingkan dengan β. Di sini juga ditemukan kejadian di mana semakin besar leverage dan semakin kecil perusahaan akan menghasilkan pendapatan yang semakin tinggi, baik untuk saham-saham yang sudah bernilai maupun yang sedang tumbuh. Mengacu pada penelitian dari Sandip Mukherji dkk di Pasar Modal Korea, penulis tertarik untuk mengamati hal yang sama di Pasar Modal Indonesia 3. HIPOTESIS Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian adalah bahwa variabel fundamental yaitu beta, book to market ratio, debt equity ratio, earning Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 101 price ratio, firm size dan sales price ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan saham perusahaan industri dasar dan kimia yang go publik di Bursa Efek Jakarta periode 1992 – 1998. 4. DATA DAN METODOLOGI Data diambil dari Indonesian Capital Market Directory yang diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta. Directory tersebut berisi pendapatan saham dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 untuk semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Sampel diambil selama 5 tahun sejak tahun 1992 – 1998. Sampel penelitian ini hanya meliputi perusahaan-perusahaan yang memiliki tutup buku di bulan Desember. Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta perlu membuat laporan tahunan untuk dilaporkan kepada PT Bursa Efek Jakarta dalam jangka waktu 90 hari sejak tutup bukunya, dan hampir semua perusahaan melakukan hal yang sama. Penelitian ini mengasumsikan bahwa laporan tahunan masing-masing perusahaan pada bulan Desember tersebut dapat dipublikasikan pada bulan Maret tahun berikutnya dan diuji hubungannya terhadap pendapatan saham tahunan dari bulan April sampai dengan Maret dengan data keuangan dari bulan Desember tahun sebelumnya. Untuk menggambarkan hasil penelitian di Indonesia dan pendapatan saham di Bursa Efek Jakarta, maka akan diuji hubungan antara pendapatan saham di masa datang dengan variabel-variabel fundamental berikut ini : pertama, β, dihitung dengan meregresikan pendapatan suatu saham harian dengan pendapatan saham. Kedua, rasio antara nilai buku dengan nilai pasar dari ekuitas (B/M). Ketiga, rasio antara nilai buku dari utang dengan nilai pasar dari ekuitas. Keempat, rasio antara pendapatan per lembar saham dengan harga saham (E/P). Kelima, firm size yang dihitung dengan total aset yang diperoleh dari neraca akhir tahun yang diterbitkan perusahaan. Keenam, rasio antara penjualan per lembar saham dengan harga saham (S/P). Penelitian ini diawali dengan meneliti hubungan antara pendapatan saham untuk periode pertama, yaitu April 1993 - Maret 1994, dan data finansial bulan Desember 1992, begitu seterusnya sampai pendapatan saham pada periode terakhir, yaitu April 1999 - Maret 2000 berhubungan dengan data finansial bulan Desember 1998. 4.1. Perkembangan Variabel-Variabel Penelitian Resiko sistematis (beta / ) adalah resiko yang tidak dapat ditanggulangi atau dikurangi dengan cara penganekaragaman saham atau diversifikasi saham, sehingga faktor inilah yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi saham 102 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 yang beraneka ragam. Perkembangan beta perusahaan sampel periode 1992 –1998 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Perkembangan Beta Periode 1992 –1998 No 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Rata -rata 1 Alakasa Industrindo Nama Perusahaan 1.122 1.075 0.158 -0.358 -0.647 0.177 1.250 0.397 2 Duta Pertiwi Nusantara 1.504 1.160 -0.290 0.966 -0.527 0.385 1.369 0.653 3 Ekadharma 1.591 0.200 0.105 1.940 0.825 -0.337 1.825 0.879 4 Igar Jaya 1.601 -1.648 0.366 1.536 0.239 0.314 0.925 0.476 5 Intan Wijaya 0.655 1.181 0.388 0.429 -0.420 0.600 1.966 0.685 6 Itamaraya 0.101 0.112 -0.120 0.348 0.435 0.321 -0.029 0.167 7 Tembaga Mulia -0.814 0.577 -0.536 0.679 -0.313 0.176 0.008 -0.032 8 Trias Sentosa 0.185 0.161 -0.803 -0.149 0.394 0.522 0.277 1.629 Sumber : Bursa Efek Jakarta, data diolah Beta merupakan koefisien elastisitas yang menunjukkan kepekaan saham secara individual di pasar serta merupakan persentase perubahan pendapatan saham individual untuk satu persen perubahan pendapatan pasar. Bila dilakukan pengamatan maka pada saat pasar membaik (yang ditunjukkan oleh indek pasar), harga saham individual juga meningkat. Demikian pula sebaliknya pada saat pasar memburuk maka harga saham individual akan jatuh. Dari hasil perhitungan, diperoleh beta perusahaan berada pada kisaran minus 1.6484 (PT. Igar Jaya ) sampai dengan 1.9656 (PT. Intan Wijaya Chemical). Selama periode penelitian secara rata-rata dari delapan sampel yang diteliti semuanya merupakan saham yang defensif karena nilai beta rata-ratanya kurang dari satu. Saham dengan beta kurang dari 1 merupakan saham yang tidak terlalu peka terhadap perubahan pasar, dimana jika terjadi perubahan (baik naik maupun turun) tingkat pendapatan portfolio pasar sebesar 10%, maka pendapatan saham-saham tersebut berubah dengan arah yang sama sebesar kurang dari 10%. Keadaan sebaliknya berlaku untuk saham-saham yang agresif yaitu saham yang mempunyai beta lebih dari satu. Book-Market ratio merupakan perbandingan antara nilai buku dari saham (book value of equity) dan nilai pasar dari saham (market value of equity). Menurut Fama and French (1992:428) nilai Book-Market ratio yang tinggi atau nilai buku dari saham lebih tinggi dari nilai pasarnya menunjukkan bahwa perusahaan dalam keadaan kesulitan atau mempunyai prospek yang kurang baik. Dengan demikian pendapatan saham juga tinggi karena mahalnya cost of capital. Sebaliknya bila nilainya rendah atau nilai buku saham Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 103 lebih rendah dari nilai pasarnya berarti perusahaan dinilai dalam keadaan profitabilitas yang tinggi. Sehingga pendapatan sahamnya akan lebih rendah bila dibandingkan dengan perusahaan dengan book-market yang tinggi. Tabel 2 Perkembangan Book-Market Ratio Periode 1992-1998 No Nama Perusahaan 1 Alakasa Industrindo 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Rata -rata 0.4636 0.5627 1.0646 0.8605 1.4558 0.9859 0.7692 0.880 2 Duta Pertiwi Nusantara 0.7943 0.4571 1.997 1.8214 1.3908 1.4166 1.1662 1.292 3 Ekadharma 0.6363 0.3683 0.4764 1.2388 1.4216 0.8763 0.5893 0.801 4 Igar Jaya 1.3531 0.4629 1.0803 1.2175 0.7378 0.8746 0.9427 0.953 5 Intan Wijaya 1.0865 0.5134 1.6352 2.674 1.4394 1.5655 1.2002 1.445 6 Itamaraya 0.4251 0.4331 0.4854 0.7504 0.7998 0.6172 0.4902 0.572 7 Tembaga Mulia 0.8222 0.8392 1.2201 1.5757 3.4935 1.7821 1.1659 1.557 8 Trias Sentosa 0.6751 0.5303 Sumber : Bursa Efek Jakarta, data diolah 0.6226 0.4859 0.7437 0.5956 0.6059 0.608 Tabel 2 menunjukkan bahwa Book-market ratio PT. Tembaga Mulia Semanan adalah yang tertinggi diantara seluruh perusahaan sampel selama periode penelitian yaitu sebesar 3.4935, dan Book-market ratio PT. Ekadharma adalah yang terendah yaitu sebesar 0.3683. Secara rata-rata selama periode penelitian Book-market ratio PT. Tembaga Mulia Semanan adalah yang tertinggi yaitu sebesar 1.557. Tingginya nilai Book-market ratio ini disebabkan selama lima tahun terakhir periode pengamatan nilai Book-market ratio PT. Tembaga Mulia Semanan selalu diatas satu, yang berarti nilai buku dari sahamnya lebih tinggi dari nilai pasarnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa PT. Tembaga Mulia Semanan berada dalam keadaan kesulitan atau mempunyai prospek yang kurang baik. Nilai Book-market ratio yang terendah adalah PT. Itamaraya Gold Industri yaitu sebesar 0.572. Rendahnya nilai ratarata Book-market ratio perusahaan ini menunjukkan bahwa perusahaan ini profitabilitasnya tinggi. Kondisi ini dapat terjadi karena produk emas yang dihasilkan oleh perusahaan ini sebagian besar diimpor sehingga krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tidak terlalu banyak merugikan, bahkan mungkin menguntungkan karena nilai Rupiah yang terus terdepresiasi selama krisis berlangsung. 104 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 Tabel 3 Perkembangan Debt-Equity Ratio Periode 1992 – 1998 No Nama Perusahaan 1 Alakasa Industrindo 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Rata -rata 0.7739 0.7846 1.1813 1.6419 1.6138 0.3054 2.5204 1.260 2 Duta Pertiwi Nusantara 0.3332 0.3009 0.4129 0.4335 0.509 0.4141 0.4522 0.408 3 Ekadharma 4 Igar Jaya 0.2394 0.2664 0.4015 0.6635 1.5423 0.4684 0.5581 0.591 1.0276 1.0254 1.7496 0.3131 1.8281 0.1041 0.9151 0.995 5 Intan Wijaya 0.1446 0.4021 0.1885 0.3228 1.2574 0.2927 0.291 0.414 6 Itamaraya 0.3546 0.2239 0.2291 0.3415 0.4455 0.3657 0.324 7 Tembaga Mulia 1.2549 1.0009 2.0306 1.9909 1.8254 1.712 0.8428 1.523 8 Trias Sentosa 0.7967 0.4998 0.5561 0.7544 1.2769 0.7718 0.9344 0.799 0.31 Sumber : Bursa Efek Jakarta Debt-equity ratio menunjukkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang kepada pihak ke tiga. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar resiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Untuk keamanan pihak luar maka rasio terbaik jika jumlah modal sendiri lebih besar dari jumlah utangnya atau paling tidak sama. Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai debt-equity ratio (D/E ratio) tertinggi selama periode penelitian adalah D/E ratio PT. Alakasa Industrindo, yaitu sebesar 2.5204 dan yang terkecil adalah DER PT. Igar Jaya yaitu sebesar 0.1041. Secara rata-rata untuk seluruh sampel selama tujuh tahun periode pengamatan nilaiD/E ratio tertinggi adalah PT. Tembaga Mulia Semanan yaitu sebesar 1.5225. Nilai D/E ratio yang tinggi ini menunjukkan bahwa PT. Tembaga Mulia Semanan adalah perusahaan kebijakan pembelanjaannya paling agresif dibandingkan perusahaan sampel yang lain karena nilai hutangnya selama tujuh tahun pengamatan hampir selalu lebih besar dari nilai modal sendirinya. Perusahaan sampel dengan nilai rata-rata D/E rationya terkecil adalah PT. Itamaraya Gold Industri yaitu sebesar 0.324. Nilai rata-rata D/E ratio yang kecil ini disebabkan karena selama lima tahun dari tujuh tahun periode pengamatan nilai D/E ratio PT. Itamaraya Gold Industri terkecil dibandingkan dengan perusahaan sampel yang lain. Kecilnya nilai rata-rata D/E ratio ini menunjukkan bahwa PT. Itamaraya Gold Industri adalah perusahaan sampel yang kebijakan keuangannya paling konservatif dibanding perusahaa sampel yang lain karena modal sendirinya selalau lebih besar dari modal pinjamannnya. Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 105 Tabel 4 Perkembangan Earning-Price Ratio Periode 1992-1998 No Nama Perusahaan 1 Alakasa Industrindo 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Rata –rata 0.0473 0.0239 0.0745 0.0576 0.0081 0.1504 0.0433 0.0579 2 Duta Pertiwi 0.1887 0.0774 0.1765 0.1811 0.1957 0.1317 0.1503 0.157 3 Ekadharma 4 Igar Jaya 0.235 0.0639 0.0371 0.0888 0.1297 0.0278 0.1006 0.098 0.0694 0.0178 0.0307 0.5154 0.031 0.1539 0.0437 0.123 5 Intan Wijaya 0.1017 0.049 0.0633 0.2377 0.1933 0.0283 0.1194 0.113 6 Itamaraya 0.0038 0.009 0.0146 0.0053 0.0163 0.0303 0.0116 0.013 7 Tembaga Mulia 0.1151 0.0941 0.1049 0.021 0.0554 0.091 0.0918 0.082 8 Trias Sentosa 0.1179 0.0613 0.1926 0.0782 0.09 0.0309 0.1002 0.096 Sumber : Bursa Efek Jakarta E/P ratio (earning yield) merupakan kebalikan dari P/E ratio (earnings multiplier) dimana E/P ratio ini merupakan tingkat pendapatan atas investasi dalam saham (Brockington, 1978:72). Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa perusahaan dengan nilai E/P ratio terendah adalah PT. Itamaraya Gold Industri yaitu sebesar 0.0090, sedangkan yang tertinggi adalah E/P ratio PT. Igar Jaya yaitu sebesar 0.5154. Perusahaan dengan nilai rata-rata E/P ratio tertinggi selama periode pengamatan adalah PT. Duta Pertiwi Persada, dengan nilai rata-rata E/P ratio sebesar 0.1573. Tingginya nilai rata-rata ini disebabkan karena selama beberapa tahun pengamatan nilai E/P ratio PT. Duta Pertiwi Persada lebih tinggi dari perusahaan sampel yang lain.Tingginya nilai E/P ratio ini juga mengindikasikan bahwa diantara kedelapan perusahaan sampel yang diteliti PT. Duta Pertiwi Persada adalah perusahaan yang paling besar tingkat pendapatan saham atas investasinya, hal ini dapat disebabkan karena perusahaan diuntungkan terdepresiasinya nilai Rupaih pada beberapa tahun terakhir penelitian. Sebaliknya PT. Itamaraya Gold Industri adalah perusahaan sampel dengan nilai E/P ratio terendah yaitu sebesar 0.0116. Hal ini disebabkan karena di antara ke delapan perusahaan sampel PT. Itamaraya Gold Industri mempunyai nilai yang terendah padahal harga sahamnya cukup tinggi. Penyebab rendahnya E/P ratio perusahaan tersebut karena rendahnya laba bersih yang diterima perusahaan yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya penjualan yang jauh lebih besar prosentasenya dari kenaikan laba perusahaan karena terdepresiasinya nilai Rupiah. Karakteristik produk yang dihasilkan oleh PT.Itamaraya Gold Industri (perhiasan emas yang dibeli konsumen tertentu). Harga emas yang berfluktuasi menjadi penyebab rendahnya laba yang dihasilkan perusahaan tersebut. 106 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 Tabel 5 Perkembangan Ukuran Perusahaan (dalam Milyar Rupiah) Periode 1992 – 1998 No Nama Perusahaan 1 Alakasa Industrindo 1992 1993 1994 1995 1996 417 431 548 714 700 1997 1998 692 7042 Rata –rata 1506.28571 2 Duta Pertiwi Nusantara 473 516 586 632 746 7254 7158 2480.71429 3 Ekadharma 4 Igar Jaya 200 223 261 323 319 3074 6158 1508.28571 372 373 520 1553 1103 11151 11089 3737.28571 5 Intan Wijaya 656 855 727 856 876 878 8894 1963.14286 6 Itamaraya 622 540 558 608 668 6884 702 1511.71429 7 Tembaga Mulia 1873 1727 2649 1510 2357 3345 23515 5282.28571 8 Trias Sentosa 1339 2071 3268 586 5863 57878 56785 18255.7143 Sumber : Bursa Efek Jakarta Ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai buku total aktiva perusahaan. Total aktiva terendah dimiliki oleh PT. Ekadharma yaitu sebesar Rp. 200 Milyar. Perusahaan sampel dengan nilai buku total aktiva yang tertinggi adalah PT. Trias Sentosa yaitu sebesar Rp. 57.878 Milyar. PT. Trias Sentosa juga mempunyai nilai ratarata total aktiva yang tertinggi yaitu sebesar 18.255,7 Milyar. Tingginya nilai rata-rata ini disebabkan karena selama lima tahun dari tujuh tahun periode pengamatan nilai buku total aktiva PT. Trias Sentosa selalu yang tertinggi dibandingkan dengan perusahaan sampel yang lain. Hal ini menun jukkan bahwa PT. Trias Sentosa adalah perusahaan sampel tyang peling cepat perkembangan ukuran perusahaannnya. Perusahaan dengan rata-rata ukuran perusahaan terkecil adalah PT. Alkasa Industrindo yaitu sebesar 1.506,26 milyar, yang menunjukkan bahwa perusahaan ini perkembangan toatal kativanya paling lambat diantara delapan perusahaan sampel. Nilai rasio sales-price terendah sebesar 0.1021 dan tertinggi sebesar 16.8950 dimiliki oleh PT. Tembaga Mulia Semanan. Hal ini menunjukkan bahwa PT. Tembaga Mulia Semanan adalah perusahaan sampel yang paling fluktuatif penjulan dan harga sahamnya. Secara rata-rata selama periode penelitian untuk semua perusahaan sampel nilai rasio sales-price PT. Tembaga Mulia Semanan juga yang tertinggi, yaitu sebesar 4.771. Hal ini disebabkan karena selama empat tahun yaitu 1992, 1995, 1996, dan 1998 nilainya tertinggi bahkan jauh lebih tinggi dari perusahaan sampel yang lain. Selain itu sales per share PT. Tembaga Mulia Semanan tersebut meningkat dari tahun ke tahun. Cukup baiknya pertumbuhan penjualan perusahaan ini berkat dukungan dari The Furukawa Electrical Co., Ltd., Jepang yang memberikan bantuan teknis atas operasi perusahaan. The Furukawa Electrical Co., Ltd. Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 107 Juga merupakan pemegang saham terbesar dari Tembaga Mulia Semanan. Rata-rata rasio sales-price yang terendah adalah sebesar 0.749 yaitu milik PT. Itamaraya Gold Industri. Rendahnya nilai rasio ini disebabkan karena besarnya cost of good sold perusahaan akibat depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dollar AS sehingga penjulannya hanya meningkat sedikit. Tabel 6 Perkembangan Sales – Price Ratio Periode 1992 – 1998 No Nama Perusahaan 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Rata –rata 1 Alaska Industrindo 0.628 0.733 1.620 1.854 2.646 0.713 1.015 1.316 2 Duta Pertiwi Nusantara 1.549 0.421 1.552 1.972 0.198 1.961 1.329 1.283 3 Ekadharma 0.780 0.483 0.623 2.313 0.977 1.600 1.433 1.173 4 Igar Jaya 0.951 0.831 2.111 3.064 0.767 1.193 1.267 1.455 5 Intan Wijaya 0.539 0.248 0.684 1.637 1.103 0.918 1.052 0.883 6 Itamaraya 0.418 0.467 0.532 1.183 1.008 0.797 0.841 0.749 7 Tembaga Mulia 2.804 0.102 1.681 6.746 16.900 0.356 4.819 4.772 8 Trias Sentosa 1.478 0.269 3.299 0.298 0.466 0.333 0.291 0.919 Sumber : Bursa Efek Jakarta Ketika seorang investor melakukan investasi, tujuan utamanya adalah mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya pada tingkat resiko tertentu. Tingkat pendapatan yang diperoleh investor ketika menanamkan dananya pada saham adalah berupa dividen yaitu bagian dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham dan capital gain yang merupakan selisih harga pada saat suatu saham dijual dengan harga pada saat saham itu dibeli. Tabel 7 Perkembangan Return Saham Periode 1993 – 2000 no N Nama Perusahaan 93-94 94-95 95-96 96-97 97-98 98-99 99-00 Rata –rata 1 Alakasaa Industrindo 0.0167 -0.032 0.0239 -0.037 -0.0188 0.020 -0.017 -0.006 2 Duta Pertiwi Nusantara 0.1455 -0.087 0.0198 0.042 0.0094 0.095 0.017 0.035 3 Ekadharma 0.0836 -0.020 -0.084 0.091 -0.0373 0.017 0.029 0.011 4 Igar Jaya 0.0865 -0.073 -0.0201 0.119 -0.0676 0.044 0.03 0.017 5 Intan Wijaya 0.0652 -0.080 0.0287 0.067 -0.027 0.051 0.013 0.017 6 Itamaraya 0.0006 -0.029 -0.0003 -0.0004 0.003 0.0002 -0.010 -0.005 7 Tembaga Mulia 0.0035 -0.018 -0.0307 0.0005 -0.038 -0.010 -0.009 -0.015 0.026 -0.024 0.1294 -0.053 -0.0479 0.068 -0.003 0.014 8 Trias Sentosa Sumber : Bursa Efek Jakarta 108 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 PT. Duta Pertiwi Persada adalah perusahaan sampel yang pendapatan sahamnya terendah yaitu sebesar minus 0.0870 dan sekaligus yang tertinggi sebesar 0.1455. Perusahaan yang rata-rata pendapatan sahamnya terendah adalah PT. Alakasa Industrindo yaitu sebesar minus 0.00637. Perusahaan yang rata-rata pendapatan sahamnya tertinggi selama periode pengamatan yaitu sebesar 0.0345 adalah PT. Duta Pertiwi Persada, karena selama tujuh tahun periode pengamatan hanya satu tahun pendapatan sahamnya bernilai minus. 4.2. Analisis Penelitian ini dilakukan untuk menguji adanya pengaruh beberapa variabel bebas yaitu resiko sistematis (beta), book-market ratio, debt-equity ratio, earnings-price ratio, firm size dan sales-price ratio terhadap pendapatan saham perusahaan industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta periode 1992-1998. Dengan menggunakan program komputer SPSS 7.50, maka hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 8. Berdasarkan perhitungan regresi linier berganda pada tabel 8, maka dapat dibuat persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y = -0,0232 + 0,02441X1 + 0,01719X2 – 0,0232X3 + 0,199X4 + 0,0000006X5 + 0,0003081X6 Tabel 8 Hasil Perhitungan Regresi Berganda Variabel Β B/M ratio D/E ratio E/P ratio Firm size S/P ratio Konstanta R squared F ratio Koefisien regresi 0,02441 0,01719 -0,0232 0,199 0,0000006 0,0003081 -0,0232 49,6 % 8,030 t hitung 3,305 1,341 -2,290 2,777 1,328 0,102 Koefisien regresi beta sebesar 0,02441 memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar satu satuan dari beta akan menyebabkan kenaikan pendapatan saham sebesar 0,02441 satuan. sebaliknya penurunan beta sebesar satu satuan menyebabkan penurunan pendapatan saham sebesar 0,02441. Koefisien regresi book-market ratio sebesar 0,01719 memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar satu satuan dari book-market ratio akan menyebabkan kenaikan pendapatan Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 109 saham sebesar 0,01719 satuan. Sebaliknya penurunan book-market ratio sebesar satu satuan menyebabkan penurunan pendapatan saham sebesar 0,01719 satuan. Koefisien regresi debt-equity ratio sebesar –0,0232 memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar satu satuan dari debt-equity ratio akan menyebabkan penurunan pendapatan saham sebesar –0,0232 satuan. Sebaliknya penurunan debt-equity ratio sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan pendapatan saham sebesar –0,0232 satuan. Koefisien regresi earnings-rice ratio sebesar 0,0199 memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar satu satuan dari earnings-price ratio akan menyebabkan kenaikan pendapatan saham sebesar 0,0199 satuan. Sebaliknya penurunan earning-price ratio sebesar satu satuan akan menyebabkan penurunan pendapatan saham sebesar 0,0199 satuan. Koefisien regresi firm size sebesar 0.0000006 memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar 1 satuan total aktiva perusahaan akan menyebabkan kenaikan pendapatan saham sebesar 0,6 satuan. Sebaliknya penurunan total aktiva sebesar satu satuan akan menyebabkan penurunan pendapatan saham sebesar 0,6 satuan. Koefisien regresi sales-price ratio sebesar 0,0003081 memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar satu satuan sales-price ratio akan menyebabkan kenaikan pendapatan saham sebesar 0,0003081 satuan. Sebaliknya penurunan sales-price ratio sebesar satu satuan akan menyebabkan penurunan pendapatan saham sebesar 0,0003081 satuan. 5. PENGUJIAN HIPOTESIS Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap pendapatan saham, maka dilakukan uji t. Tabel 9 Hasil Perhitungan Uji t Variabel β B/M ratio D/E ratio E/P ratio MVE S/P ratio t hitung t tabel Keterangan 3,305 1,341 -2,290 2,777 1,328 0,102 2,12 2,12 2,12 2,12 2,12 2,12 Signifikan Tidak Signifikan Signifikan (negatif) Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji t maka dapat diketahui pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap pendapatan saham dalam tabel 9. 110 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 Dengan level of significant sebesar 5% serta ttabel sebesar 2.12 maka dapat ditentukan daerah penerimaan dan penolakan H0. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa thitung variabel resiko sistematis (beta), earningprice ratio, pada tingkat = 5% mempunyai nilai lebih besar dari ttabel sehingga H1 diterima dan H0 ditolak. Hal ini membuktikan bahwa variabel beta, earnings-price ratio, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan saham. Sementara itu t hitung debt equity ratio bertanda negatif dan terletak disebelah kiri pada daerah penolakan H0, sehingga variabel ini mempunyai pengaruh signifikan negatif. Variabel book to market ratio, firm size dan sales-price ratio mempunyai t hitung diantara batas kanan (positif) dan kiri (negatif) penolakan H0, sehingga masuk daerah penerimaan H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan saham. Dengan melakukan uji F, dapat dilihat pengaruh variabel beta, book-market ratio, debtequity ratio, earning-price ratio, firm size dan sales-price ratio secara bersama terhadap perubahan pendapatan saham. Dengan level of significant sebesar 5% dan Ftabel sebesar 2.10 maka dapat ditentukan daerah penerimaan H0. Tabel 10 Hasil Perhitungan Uji F Variabel F hitung F tabel Keterangan β, B/M ratio, D/E ratio, E/P ratio, MVE, S/P ratio 8,030 2,10 Signifikan Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (8,030 > 2.10), sehingga H1 diterima dan H0 ditolak. Hal ini membuktikan bahwa variabel beta, bookmarket ratio, debt-equity ratio, earnings-price ratio, firm size, dan sales-price ratio secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap perubahan pendapatan saham. Untuk melihat pengaruh variabel-variabel tersebut secara bersama-sama terhadap perubahan pendapatan saham juga dapat dilihat dari nilai R squared. Besarnya R squared adalah 49,60%, hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel bebas tersebut dapat menjelaskan variasi pendapatan saham industri dasar dan kimia sebesar 49,60%, sisanya 50,40% karena faktor lain diluar model. Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 111 6. PEMBAHASAN 6.1. Resiko Sistematis (Beta) Berdasarkan pengujian statistik dengan bantun software SPSS 7.50, penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa resiko sistematik (beta) mempunyai pengaruh yang signifikan baik secara individual maupun secara bersama-sama dengan variabel bebas lainnya terhadap variabel tergantung yaitu pendapatan saham. sehingga beta sebagai satuan yang menunjukkan besarnya resiko yang tidak dapat dihilangkan dengan jalan diversikasi dapat dijadikan bahan pertimbangan investor dalam memperhitungkan pendapatan saham dan dalam proses pemilihan saham yang akan dibeli. Hal ini karena dalam investasi saham, investor akan memilih saham untuk dibeli yang akan memberi hasil sesuai dengan preferensinya atas pendapatan dan resiko (trade of risk and return). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa beta mempunyai hubungan yang positif atau searah dengan pendapatan saham. Artinya semakin besar resiko yang harus ditanggung investor maka semakin besar pula pendapatan saham yang diharapkan diperoleh investor. Hal ini menunjukkan karakteristik investor di Indonesia yang umumnya kurang menyukai resiko atau menghindar akan resiko (risk averter). Beta dijadikan pertimbangan investasi oleh banyak investor di Indonesia termasuk investor industri dasar dan kimia karena disamping sudah sangat populer juga karena beta merupakan penilaian keseluruhan pasar yang tercermin dalam return pasarnya terhadap pendapatan invidual saham. Para investor akan dengan mudah memilih saham-saham yang diinginkan (sesuai dengan preferensinya) beserta elastisitasnya. 6.2. Book-Market Ratio Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa variabel book-market ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara individual terhadap variabel tergantung yaitu pendapatan saham, sehingga rasio ini kurang relevan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perhitungan pendapatan saham dan pemilihan saham yang akan dibeli. Meski rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar kepada manajemen dan organisasi perusahaan tetapi untuk kasus emiten industri dasar dan kimia sebagaimana dalam penelitian ini, investor lebih menekankan pada hasil yang diperoleh perusahaan bukan hanya ekspektasi pasar. Sebuah perusahaan yang dijalankan dengan baik dengan manajemen yang solid dan organisasi yang bekerja efisien mempunyai nilai pasar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai bukunya, walaupun terkadang penilaian pasar sering dipengaruhi faktor eksternal seperti adanya rumor yang belum tentu benar adanya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa B/M ratio mempunyai hubungan yang searah dengan pendapatan saham. Artinya semakin besar rasio ini atau nilai buku dari modal lebih besar dari nilai pasarnya maka semakin besar pendapatan saham yang 112 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 diharapkan diperoleh investor. Hal ini menunjukkan pasar rata-rata menilai perusahaan dalam keadaan kesulitan (distressed) atau dinilai poors prospek sehingga mereka menginginkan pendapatan yang tinggi karena tingginya cost of capital. Tingginya cost of capital ini disebabkan karena investasi pada industri dasar dan kimia membutuhkan dana yang cukup besar yang dibiayai dengan hutang dan modal sendiri. Krisis pertengahan tahun 1997 membuat cost of capital khususnya dari komponen cost of debt menjadi semakin mahal dibandingkan cost of equity.. Tetapi rasio ini tidak signifikan karena para investor kebanyakan cenderung tidak mempertimbangkan rasio ini, dan lebih melihat kinerja perusahaan sehingga akan membuat pertimbangan dengan tolok ukur berlainan. 6.3. Debt-Equity Ratio Berdasarkan uji statistik penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa debt-equity ratio mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapatan saham baik secara individual maupun secara bersama-sama dengan variabel bebas lainnya terhadap variabel tergantung yaitu pendapatan saham, sehingga rasio ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perhitungan pendapatan saham dan pemilihan saham yang akan dibeli. Semakin besar dana yang berasal dari pihak luar maka akan semakin berfluktuasi pendapatan yag tersedia untuk memegang saham karena sebagian dari keuntungan harus dikurangkan dulu dengan biaya bunga dan akan semakin tinggi kemungkinan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Fluktuasi pendapatan tersebut disebabkan karena pemegang obligasi atau kreditor mempunyai hak terlebih dahulu terhadap penghasilan perusahaan. Hubungan antara D/E ratio dengan pendapatan saham dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang negatif atau tidak searah.. Artinya semakin tinggi D/E rasio ini maka pendapatan saham yang diterima investor akan semakin rendah. Meskipun investor mengharapkan pendapatan yang semakin besar jika rasio ini meningkat untuk mengcover risiko yang mereka tanggung, namun dalam kasus ini yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini karena perusahaan sampel industri dasar dan kimia banyak menggunakan pembiayaan dengan hutang mata uang asing dan terjadinya krisis mulai pertengahan tahun 1997 (fluktuasi mata uang rupiah), menyebabkan banyak investor yang melepas sahamnya sehingga harga saham menurun dan pendapatan saham juga menurun. Disamping alasan tersebut juga berhubungan dengan kemungkinan resiko perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya (terutama hutang dalam bentuk mata uang asing) yang dapat mengakibatkan dinyatakan pailit juga karena kebanyakan bahan baku industri dasar dan kimia masih harus impor yang pada saat krisis moneter sangat mempengaruhi operasional perusahaan. 6.4. Earning-Price ratio Berdasarkan pengujian statistik diperoleh kesimpulan bahwa EPS mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan saham. Dengan demikian besarnya rasio EPS dapat Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 113 dijadikan sebagai tolok ukur atau pertimbangan untuk melakukan investasi bagi investor ataupun calon investor. Rasio EPS yang semakin meningkat memberikan indikasi bahwa semakin besar keuntungan yang diperoleh per lembar saham, dengan asumsi outstanding sharesnya tetap. Atau perusahaan semakin besar dalam memperoleh laba sehingga kemungkinan membayarkan dividen juga semakin besar ataupun jika diinvestasikan lagi (retained earning), maka diharapkan akan memperoleh hasil yang semakin besar dimasa mendatang. Harapan tersebut mengakibatkan meningkatnya E/P ratio akan meningkatkan pendapatan saham. Jadi hubungan EPS dengan pendapatan saham adalah positif atau searah. Meski terjadi krisis moneter mulai pertengahan tahun 1997 pada kasus sampel industri dasar dan kimia agak mengganggu operasional perusahaan, namun perusahaan masih membayarkan dividen sehingga masih memberikan signal positif bagi investor di pasar modal. Pembayaran dividen ini diambilkan dari dana cadangan yang dibentuk oleh perusahaan sebelum terjadinya krisis. 6.5. Ukuran Perusahaan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan saham. Meski mempunyai hubungan positif, namun karena ukuran perusahaan ini diukur dengan total aset yang apabila tidak digunakan secara produktif atau terlalu banyak menganggur akan membebani perusahaan dengan biaya-biaya seperti biaya penyusutan dan pemeliharaan. Oleh karena itu, bila investor melihat ukuran perusahaan atas dasar total asetnya tidak akan dapat menjamin apakah akan menghasilkan pendapatan yang lebih besar baik itu pendapatan operasional maupun pendapatan sahamnya. Sebagai pertimbangan dalam investasi ukuran perusahaan dengan total aset kurang representatif, investor masih membutuhkan komponen aset perusahaan dan komposisinya untuk membuat analisis investasi secara lebih komprehensif. Namun diakui bahwa semakin besar aset, diharapkan pendapatannya juga akan meningkat. Harapan inilah yang membuat hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan pendapatan saham, meski tidak semua investor melakukan hal seperti itu. Karena industri dasar dan kimia membutuhkan investasi (aset) yang cukup besar, diharapkan akan tercipta pendapatan yang besar pula, meski tidak ada jaminan bahwa apakah aset yang besar tersebut akan dapat menghasilkan pendapatan yang sesuai dengan risikonya.. Biasanya perusahaan yang tergolong besar mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi resiko maupun mengembangkan atau memperluas operasi perusahaan. Beberapa argumen yang diberikan yaitu: a. Kemudahan daya jual (marketability), argumen ini dikembangkan oleh Fisher yang menegaskan bahwa sekuritas perusahaan besar merupakan aktiva-aktiva yang dapat dijual dengan mudah, sehingga mampu menghasilkan kas dengan cepat. 114 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 b. Kemungkinan kebangkrutan relatif kecil (probability of bancrupcy). Hal ini sesuai dengan publikasi Dun dan Bradsteet yang menunjukkan bahwa frekuensi kegagalan perseribu perusahaan lebih rendah untuk kelas perusahaan yang berukuran besar. Jadi perusahaan besar mempunyai resiko kegagalan yang lebih kecil. c. Diversifikasi (diversification) perusahaan besar kurang beresiko karena perusahaan tersebut lebih terdiversifikasi operasi/aktiva-aktivanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ferry dan Jones (1979:632) bahwa perusahaan-perusahaan besar akan lebih terdiversifikasi, lebih mudah masuk ke pasar modal, mempunyai credit rating yang baik untuk memperoleh utang dan dikenakan tingkat bunga rendah. d. Skala ekonomi (economies of scale), perusahaan besar memungkinkan beroperasi dengan biaya per unit yang rendah, dan konsekuensinya akan memperoleh pendapatan ekonomis diatas normal. Sebuah perusahaan yang besar diuntungkan dengan adanya keempat hal diatas dan juga manajemen yang lebih berpengalaman sehingga investor akan berpendapat bahwa kinerja sahamnya akan bagus dalam arti mereka akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan apabila mereka menanamkan modalnya pada perusahaan kecil. Tetapi perusahaan besar dengan aset yang besar dan berbagai kemudahan juga dituntut untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar pula. Problem pada industri dasar dan kimia adalah bahwa komponen asetnya yakni persediaan bahan (bahan baku dan bahan penolong) masih harus impor, apalagi dibarengi dengan datang krisis moneter. 6.6. Sales-Price Ratio Berdasarkan hasil statistik penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa sales-price ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan saham dan mempunyai hubungannya searah. Rasio ini pada kasus penelitian industri dasar dan kimia ini tidak dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perhitungan pendapatan saham industri dasar dan kimia dan pemilihan saham yang dibeli. Penjelasan adalah sebagai berikut: tingkat penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memasarkan hasil produksinya. Hal ini dapat diukur dengan adanya peningkatan volume penjualan dan market share yang dapat dikuasai. Tingkat penjualan akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghadapi resiko yang mungkin timbul akibat berbagai situasi yang dihadapi perusahaan dalam kaitannya dengan kegiatan operasional yang dijalankan. Tetapi karena hasil penjualan yang meningkat pesat pada tahun-tahun 1997 dan 1998 disebabkan oleh selisih kurs dari penjualan ekspornya dan kenaikan harga barangnya, sementara perusahaan terbebani dengan biaya produksi (akibat impor bahan baku dan bahan penolong), sehingga meski menunjukkan pengaruh yang positif rasio ini tidak signifikan. Para investor akan bersikap realistis bahwa meskipun perusahaan mampu meningkatkan rasio ini, belum menjamin perusahaan masih mampu mengimpor bahan baku dan bahan penolong sebagai komponen utama produk akan dijualnya. Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 115 Variabilitas dari penjualan merupakan determinan utama bagi variabilitas pendapatan perusahaan (Reilly, 1989:457) termasuk pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Jadi semakin bervariasi tingkat penjualan perusahaan maka semakin bervariasi pula pendapatan perusahaan. Hal ini berarti semakin besar ketidakpastian atau resiko yang dihadapi investor. Karena pola penjualan yang berfluktuasi khususnya pada saat krisis sehingga mengindikasikan risiko yang lebih besar. dan karena karakteristik investor di Indonesia yang tidak menyukai resiko maka semakin besar resiko yang dihadapi investor, semakin besar pula pendapatan saham yang diharapkan didapat investor. Para investor cenderung menganut pendapat pertama diatas sehingga hasil riil pendapatan saham cenderung tidak sesuai dengan harapan, sehingga menjadikan koefisien rasio ini tidak signifikan terhadap pendapatan saham. Koefisien determinasi R2 akan menggambarkan besarnya kontribusi variabel-variabel bebas X terhadap variasi variabel tidak bebas Y dalam kaitannya dengan persamaan regresi yang dihasilkan. Semakin besar koefisien determinasi R2, maka makin tepat suatu garis regresi linier digunakan sebagai suatu pendekatan. Apabila koefisien determinasi R2 sama dengan satu, maka pendekatan tersebut benar-benar sempurna. Dalam penelitian ini koefisien determinasi R2 yang dihasilkan adalah sebesar 0.496, maka hal ini berarti bahwa 49,60% perubahaan variabel tidak bebas Y disebabkan oleh perubahan variabel bebas X secara bersama-sama. Sedangkan 50,40% sisanya disebabkan oleh variabel lainnya yang tidak termasuk dalam model persamaan regresi yang dibuat. Faktor lain tersebut meliputi: 1. Faktor kelembagaan dari bursa efek itu sendiri yang kurang diatur secara profesional. Sehingga menyebabkan kelambanan dalam pengaturan transaksi perdagangan saham yang terjadi. 2. Kurangnya tingkat profesionalisme dari pelaku bursa dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan kegiatan pasar modal, sehingga mereka kurang mempunyai kemampuan untuk menganalisis informasi-informasi yang diterima dan hanya mengikuti kecenderungan yang terjadi dari pasar modal. 3. Seringnya terjadi perubahan kebijakan pemerintah tentang pasar modal maupun kebijakan moneter pemerintah, sehingga menimbulkan situasi ketidakpastian bagi pelaku pasar modal. 4. Pasar modal di Indonesia merupakan pasar modal bentuk efisiensi yang lemah. 5. Cepatnya arus informasi dan arus globalisasi di berbagai bidang. Apabila informasi yang diterima merupakan isu perekonomian baik secara nasional maupun internasional dan mempunyai relevansi dengan mekanisme transaksi perdagangan di pasar modal Indonesia maka investor akan mempertimbangkan dalam investasinya. 6. Terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 sehingga menimbulkan fluktuasi yang tidak menentu kegiatan perusahaan atau pasar modal. 116 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 7. KESIMPULAN Analisis fundamental dengan variabel beta (β), B/M ratio, D/E ratio, E/P ratio, Firm Size dan S/P ratio terhadap tingkat pendapatan saham industri dasar dan kimia menunjukkan bahwa tingkat pendapatan saham perusahaan industri dasar dan kimia selama 1992 - 1998 dapat diprediksikan dengan β, B/M ratio, D/E ratio, E/P ratio, firm size, dan S/P ratio. Namun demikian dalam penelitian ini semua variabel bebas kecuali D/E ratio mempunyai pengaruh positif dan hanya β, D/E ratio dan EPS yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan saham industri dasar dan kimia tahun 1992 – 1998. Hasil tersebut sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandhip Mukherdji di Pasar Modal Korea. Menurut hasil penelitian Sandip Mukherji pendapatan saham berhubungan secara positif dengan B/M, S/P, dan D/E, serta berhubungan secara negatif dengan Market Value of Equity, tetapi tidak signifikan dengan β dan E/P. 8. IMPLIKASI Implikasi dari hasil penelitian ini adalah bahwa di pasar modal Indonesia faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi tingkat hasil saham adalah beta, D/E ratio, dan E/P ratio sedangkan B/M, firm size dan S/P ratio tidak mempunyai pengaruh yang sigifikan. Bagi para investor hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan terutama yang akan berinvestasi pada saham-saham untuk industri dasar dan kimia. Bagi perusahaan diharapkan dapat lebih memperhatikan tingkat pendapatan dan jumlah hutangnya karena ternyata D/E ratio dan E/P ratio merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan saham secara signifikan selain beta. 9. KETERBATASAN PENELITIAN Beberapa keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini adalah : pertama, sampel yang diamati terbatzs pada perusahaan yang termasuk kelompok insdustri dasar dan kimia, kedua, variabel yang digunakan untuk mengukur firm size adalah total asset bukan nilai pasar ekuitas ( kapitalisasi pasar perusahaan). 10. DAFTAR PUSTAKA Alexander, Gordon J., and William F. Sharpe, 1989, "Fundamental of Invest-ments", New Jersey : Prentice Hall, Inc. Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 117 Bank Indonesia, 1992, "Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia", edisi Desember, Jakarta ------------, 1995, "Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia", edisi Desember, Jakarta ------------, 1996, "Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia", edisi Desember, Jakarta Banz, Rolf W, 1981, "The Relationship Between Return and Market Value os Common Stocks" Journal of Financial Economics, Vol. IX, No 1, March Barbee, William C., Sandhip Mukherji and Gary A. Raines, 1996, " Do Sales-Price and Debt-Equity Explain Stock Returns Bette Than Book-Market and Firm Size?", Financial Analysis Journal, Vol LII, No 2, March-April Basu, Sanjoy, 1983, " The Relationship Between Earning Yield, Market Value and Return For NYSE Common Stocks", Journal of Financial Economics, Vol. XII, No 1, June Bhandari, Laxmi Chand, 1988, "Debt/Equity RAtio and Expected Common Stock Returns : Empirical Evidence", Journal of Finance, Vol. XLIII No.1, June Black, Fischer, 1972, "Capital Market Equilibrium With Restricted Borrowing", Journal of Business, Vol XLV Bursa Efek Jakarta, 1995, "Fact Book 1995", Jakarta ------------------, 1996, "Fact Book 1996", Jakarta ------------------, 1995, "JSX Statistics 1995", Jakarta Fama, Eugene F., and Kenneth R. French, 1992, " The Cross Section of Expected Stosk Returns", Journal of Finance, Vol. XLVII No.2, June -----------------, 1995, "Size and Book-Market Factors in Earnings and Returns", Journal of Finance, Vol. L No.1, March Kie Ann, Wong, and Lye Meng Siong, 1990, "Firm Size and Earning Yield Effect on Stock Return on Singapore", dalam buku Saw Swee Hock and Lim Choo Peng, "Investment Analysis and Management", Singapore : Longman Singapore Publisher (Pte), Ltd and The Stock Exchange of Singapore Mukherji, Sandhip, Manjeet S. Dhatt and Yong H. Kim, 1997, "A Fundamental Analysis of Korean Stock Returns, Financial Analysis Journal, May/June 118 Ekuitas Vol.5 No.2 Juni 2001 : 99 - 119 Zion, Uri ben, and Sol S. Shalit, 1975, "Size, Leverage and Dividend Record as Determinant of equity Risk", Journal of Finance, Vol. XXXX No.4. Pengaruh Analisis Beta (Setyaningsih) 119