prosiding seminar dan konferensi nasional ilmu komunikasi

advertisement
ISSN : 9772302748003
PROSIDING
SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah”
Serang, 3 - 4 Oktober 2012
PEMBINA
Dr. Agus Sjafari, M.Si
(Dekan FISIP Untirta)
PENANGGUNG JAWAB
Neka Fitriyah, S.Sos, M.Si
(Ketua Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta)
KETUA PENYUNTING
Idi Dimyati, S.Ikom, M.I.kom
ANGGOTA PENYUNTING
1. Husnan Nurjuman, M.Si
2. Puspita Asri Praceka, M.I.Kom
PROSIDING :
SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah”
Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Hak Cipta © Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Unirta - Banten
Kata Pengantar : Neka Fitriyah, S.Sos, M.Si
Diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Unirta - Banten
Jl. Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan, Kota Serang - Banten
Telp. 0254 - 280 330 ext 228
PEMBINA
Dr. Agus Sjafari, M.Si (Dekan FISIP Unirta)
PENANGGUNG JAWAB
Neka Fitriyah, S.Sos, M.Si (Ketua Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Unirta)
KETUA PENYUNTING
Idi Dimyai, S.Ikom, M.I.kom
ANGGOTA PENYUNTING
1. Husnan Nurjuman, M.Si
2. Puspita Asri Praceka, M.I.Kom
Tata Letak :
Ade Haer
Design Sampul :
Ade Haer
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Dilarang menguip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku dalam bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari pemilik hak cipta
Cetakan Pertama, November 2012
xxii + 338 hlm.; 21cm x 29 cm
ISSN : 9772302748003
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
KATA PENGANTAR
Setiap buku lahir dengan sejarahnya sendiri, begitu juga prosiding yang diterbitkan oleh Program Studi Ilmu
Komunikasi Fisip Untirta. Bukan hanya perjalanan pembuatannya yang rumit, tetapi juga terkait berbagai
peristiwa dan berbagai pergumulan pemikiran yang melatarbelakanginya. Prosiding ini diterbitkan dari kumpulan makalah seminar yang dipresentasikan oleh peserta pemakalah. Harus diakui tidak sedikit peserta yang
secara langsung atau tidak langsung telah memperkaya kandungan prosisding ini. Untuk itu rasa terima kasih
sudah sepantasnya disampaikan kepada semua yang sudah berpartisipasi dalam prosiding ini.
Penerbitan prosiding ini dilatarbelakangi oleh semangat pengembangan dan semnagat pembaharuan keilmuan
komunikasi, serta semnagat untuk membawa kajian komunikasi dalam wahana yang lebih kontributif bagi
pengembangan daerah. Sejak izin berdirinya Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Untirta pada tahun 2003,
tentu kami disibukkan dengan berbagai aktivitas pembenahan dan penguatan Tri Dharma Perguruan Tinggi
dan pembinaan terhadap mahasiswa.
Karena keterbatasan dan pengalaman yang dimiliki, tentu bagi prosiding kali ini bukan hanya sebagai buku
biasa, tetapi bagi kami prosiding kali merupakan pesta pergumulan pemikiran, ide, gagasan ilmu komunikasi
di Untirta, dimana semua makalah yang ada merepresentasikan kraeasi, inovasi. Dengan semangat dan wacana
pembaharuan, semua makalah didasari kajian ilmiah dan disandingkan dengan realitas factual dilapangan. Sehingga pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu komunikasi seperti “akan dibawa kemanakah ilmu komunikasi”
dapat terjawab secara ilmiah dan konferehnsif dalam prosiding ini.
Begitupula prosiding kali ini dilatarbelakangi oleh keterpanggilan kami dalam melihat permasalahan pembangunan yang makin jauh dari konsep pemberdayaan dan pengembangan masyarkat. sehingga penerbitan prosiding ini memiliki tujuan: untuk mengkaji problematika dan solusi alternatif permasalahan pembangunan daerah
khususnya dalam proses komunikasi
Tema-tema dalam buku ini menjadi menarik untuk dibahas, karena selain dapat dijadikan rujukan ilmiah juga
tema-tema yang ada merepresentasikan semangat otokritik untuk membangun daerah. Tema-tema yang ada
diantaranya: Peran etika Komunikasi Politik dalam Membangun Kredibilitas Pemerintah, Refresentasi Gender
dalam Realitas Sosial Budaya Bangsa Indonesia, Peran dan Tantangan New Media bagi Pembangunan di Era
Globalisasi, Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pembangunan Daerah, Peran dan Pemanfaatan Media
Massa dalam Pembangunan Daerah, Pemanfaatan Riset Komunikasi bagi Pembangunan Daerah, Komunikasi
dan Pemberdayaan Masyarakat.
Dapat dilihat bahwa pemakalah prosiding ini terdiri dari: dosen dari berbagai disiplin ilmu dan dari bebagai
pergurun tinggi, praktisi di bidang komunikasi. Sampai buku ini diterbitkan, 85% pemakalah datang dari luar
Untirta dan dari berbagai perguruan tinggi ternama. Bagi kami ini adalah sebuah penghargaan yang patut kami
banggakan, artinya Program Studi Ilmu Komunikasi Untirta walaupun masih belia tetapi dapat diterima dan
dipercaya dalam kancah pergaulan di perguruan tinggi dan Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi.
Terakhir kami mohon maaf atas kekurangan dan kelemahan dalam penulisan serta penerbitan prosiding ini,
kami menyadari bahwa belajar dari kekurangan itu lebih baik daripada tidak mencoba samasekali, demikian
kata pengantar dari kami, selamat membaca semoga bermanfaat.
Serang, 1 November 2012
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
Fisip Untirta
Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si.
v
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
vi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
DAFTAR ISI
Halaman
iii
v
Kata Pengantar
Daftar Isi
Materi Pemakalah Seminar
• Etnograi Sebagai Upaya Menempatkan Kebijakan Pembangunan Berlandaskan pada
Masyarakat dan Kebudayaan - Ahmad Sihabudin
• Dinamika Teknologi Komunikasi dan Perubahan Sosial Masyarakat - Eddy Kurnia
vii
xii
Bagian I :
Peran Etika Komunikasi Politik dalam Membangun Kredibilitas Pemerintah
-
Pentingnya Penciptaan dan Promosi Landmark Provinsi Banten – Ari Pandu Witantra
Sinyo Harry Sarundajang: Mengatasi Konlik Maluku dan MalukuUtara dengan
Pendekatan Dialogis - H. H. Daniel Tamburian
Konstruksi Pluralisme Agama pada Kampanye Politik: Studi Etika Komunikasi
- Husnan Nurjuman
Politik dan Komunikasi Pesantren Salaiyah dalam Proses Demokratisasi di Banten
- Ikhsan Ahmad
Komunikator Politik Ideal dan Dramaturgi dalam Strategi Kampanye Politik
- Novi Andayani Praptiningsih
Stategi Pembangunan daerah Melalui Riset Komunikasi - Siti Komsiah
1
5
11
19
25
33
Bagian II :
Representasi Gender dalam Realitas Sosial Budaya Bangsa Indonesia
.-
Representasi Gender pada Profesi Wartawan – Darwis Sagita
Peran Perempuan dalam Membangun Kesejahteraan Keluarga - Helen Diana Vida
Peran Customer Relations dan Diskriminasi Perempuan - Muhammad Najih Farihanto
Pemberdayaan Perempuan sebagai Agent of Change dalam Pengelolaan
Lingkungan Bantaran Kali Ciliwung - Nurprati Wahyu Widyatuti
Quo Vadis Pengarusutamaan Gender: Representasi Kebijakan Pemerintah dan
Realitas Sosial Masyarakat Banten - Neka Fitriyah
Konstruksi Perempuan Pelaku Kejahatan Kasus Melinda Dee dan Afriani Susanti
- Suzy Azeharie
Menggugat Kesetaraan Gender sebagai Sebuah Vision Bangsa – Yoyoh Hereyah
41
49
55
61
71
77
81
Bagian III:
Peran dan Tantangan New Media bagi Pembangunan di Era Globalisasi
-
Twitter “Anak” New Media yang Revolusioner: Medium Pembangun Globalisasi
- Genep Sukendro dan Sisca Aulia
Ponsel dan Budaya Komunikasi Masyarakat Indonesia – Idi Dimyati
Kredibilitas Pemerintah Di Mata Media Online (Framing pemberitaan kredibilitas
Gubernur dan Wakil Gubernur Banten di media online) - Indiwan Seto Wahyu Wibowo
Transformasi Sistem Media Baru Konteks Indonesia: Aktivisme Internet oleh LSM
dan Pembentukan Ruang Publik Alternatif - Lidwina Mutia Sadasri
Peran Facebook dalam Menciptakan Interaksi antara Kanwil Kesehatan propinsi dengan Ibu
Hamil dalam Menurunkan Tingkat Kematian Ibu Saat Melahirkan – Muhammad Adi Pribadi
SMS Broadcast untuk Pemberdayaan Masyarakat - Rendra Widyatama dan Tawar
Analisis McQuail Set pada Website bagi Pembangunan Kearifan Lokal Masyarakat
Indonesia di Era Globalisasi - Rustono Farady Marta
Media Baru dan Demokratisasi di Indonesia - Sugeng Wahjudi
vii
81
97
103
111
119
125
131
137
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Bagian IV:
Corporate Social Responsibility dan Pembangunan Daerah
-
Sinergi antara Social Business Enterprise dengan Pemerintah Daerah - Euis Heryati
Peran Komunikasi dalam Program Investasi Sosial Perusahaan (Sebuah Analisis Praktis
dari Sektor Hulu Migas) - Halida Hatta & Alfred Menayang
Program Corporate Social Responsibility dalam Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat
Balongan (Kasus PT Pertamina Reinery Unit VI Balongan) - Ilona V Oisina Situmeang
Adopsi Inovasi Kelestarian Lingkungan ditinjau dari Perspektif Komunikasi
Pembangunan - Rahmi Winangsih
Konsep Komunikasi Pemasaran Terintegrasi melalui Sister City Branding
di Kota Serang - Rd Nia Kania K
Program CSR sebagai Salah Satu Peranserta Perusahaan dalam Memberdayakan
Masyarakat Majemuk - Riris Loisa &Yugih Setyanto
Optimalisasi Program CSR dalam Pembangunan Daerah – Titi Setiawati
149
157
165
173
185
195
201
Bagian V:
Peran dan Pemanfaatan Media Massa dalam Pembangunan Daerah
-
Media Televisi dalam Perspektif Komunikasi Pembangunan - Doddy Salman
Media Massa sebagai Sumber Kekuatan Pembangunan Daerah - Eko Harry Susanto
Peran Media Massa dalam Penanganan Pencemaran Air sebagai Bagian
Pembangunan Daerah Banten - Dianingtyas Murtanti Putri
Pemanfaatan Media Radio sebagai Media Rakyat untuk Pembangunan Daerah - Farid Rusdi
Media Massa Cetak Lokal sebagai Public Sphere Pembangunan Banten yang Bermartabat
- Iman Mukhroman
Media dalam Politikdan Politik Dalam Media – Rangga Galura G
Kontribusi Media dalam Pembangunan di bawah Kekuasaan Konglomerat
- Rangga Galura G dan Olivia Hutagaol
Komodiikasi Mitologi Rakyat dalam Tayangan Mistik di Televisi - Naniek Afrilla Framanik
209
215
223
231
237
243
251
263
Bagian VI:
Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat
-
Peran Komunikasi Dalam Penyuluhan Pertanian – Asih Mulyaningsih
Komunikasi Kelompok dan Pengembangan Potensi Masyarakat Peternak Sapi Perah
di Lembang - Damayanti W
Strategi Komunikasi dalam Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima - Ida Nur’aini Noviyanti
Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kota Serang - Ipah Ema Jumiati
Publik dan Media, Kawan atau Lawan: Media Literasi sebagai Sarana Penguatan Peran
Publik di tengah Gempuran Ekonomi Politik Media – Mufti Nurlatifah
Strategi Komunikasi: Aplikasi Metode Edukatif dalam Sosialisasi Keluarga Berencana
Masyarakat Pedesaan – Nina Yuliana
Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat – Tia Muthiah Umar
Hubungan Karakteristik Anggota dan Efektiitas Komunikasi Organisasi Anggota KUD
Mandiri Panca Usaha Palabuhanratu - Yudi L.A Salampessy
Lampiran
271
275
283
289
301
309
319
325
333
viii
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Etnograi Sebagai Upaya Menempatkan Kebijakan Pembangunan Berlandaskan
pada Masyarakat dan Kebudayaan1
Ahmad Sihabudin2
Pendahuluan
Tema yang diajukan panitia seminar dan konfrensi ilmu komunikasi adalah “Budaya dan kearifan lokal
sebagai khazanah dan kekuatan masyarakat dalam pembangunan”. Namun paper yang saya buat ini lebih
mengarah kepada bagaimana kita memahami budaya dan masyarakat. Cara dan pendekatan apa dalam
memahami budaya dan masyarakat, sehingga kebijakan pembangunan berorientasi pada masyarakat.
Judul makalah yang saya ajukan dalam seminar ini adalah “Etnograi Sebagai Upaya Menempatkan
Kebijakan Pembangunan Berlandaskan pada Masyarakat dan Kebudayaan”. Paper ini banyak terinspirasi
oleh Pidato Pengukuhan saya sebagai Guru Besar ilmu komunikasi FISIP Untirta setahun yang lalu.
Berikut paper yang dapat saya sampaikan.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan pendekatan proses “socioecological”, artinya suatu proses pembangunan yang bercirikan pemenuhan kebutuhan umat manusia seraya
memperhatikan dan memelihara kualitas lingkungan hidup. Paradigma pembangunan berkelanjutan muncul
pertama kali pada tahun 1980 ketika the Union for the Conservation of Nature, menerbitkan strategi pelestarian
dunia dengan judul ”he World Conservation Strategy”. Dalam laporan itulah untuk pertama kalinya tampil
istilah ”sustainable development”. Selanjutnya konsep tersebut menjadi istilah yang dipakai diseluruh dunia,
terutama setelah diterbitkannya laporan dari the World Commission on Environment and Development (UN,
1987) , yang dibentuk oleh PBB.
Pembangunan yang sesuai dengan kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya
akan memberi manfaat yang maksimal bagi masyarakat, dan dengan demikian masyarakat akan mampu
memeliharanya. Pola pembangunan yang sesuai dengan kondisi ekologis akan mengikuti kecenderungan siklus
alamiah dan akan mendapat hambatan minimum secara alamiah, sehingga mudah dan murah memeliharanya
serta dapat me-ningkatkan kemampuan ekosistem untuk mengadopsinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
Pengalaman memberikan pelajaran bahwa sesungguhnya ekosistem itu mampu memelihara dirinya sendiri
asal tidak dirusak oleh manusia sendiri. Ada dua persyaratan yang secara umum harus diperhatikan, yaitu (1)
kesesuaian sosial budaya dan sosial ekonomi, dan (2) kesesuaian ekologi-alam. (Kartasasmita, 2007).
Memahami Masyarakat dan Budaya dengan Etnograi
Yudistira K Garna (2008) menuturkan, etnograi diarahkan pada pengertian yang kini disebut sebagai
etnosains (ethno-science), dan etnometodologi (ethno-methodology) atau sering disebut entograi baru (he
New Ethnography). Artinya dalam pendekatan ini kita mencoba memahami gejala sosial tidak dari sudut
dirinya sebagai peneliti, melainkan dari anggapan dan pandangan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Dengan demikian, melalui pendekatan ini peneliti tidak bermaksud menilai apakah pandangan mereka itu salah
ataukah benar, baik atau buruk, tetapi mencoba memahami dan menjelaskan pandangan mereka, yang dapat
dilihat secara etik dan emik atau secara objektif dan subjektif. Dalam antropologi dan sosiologi, pendekatan ini
bukanlah hal yang baru, tetapi sudah lama dikenal sebagai metode verstehen, yang biasa juga disebut kualitatif.
Gerry Phillipsen dalam Littlejohn, dalam buku berjudul heories of Human Communication. (2009 :
184), menyebutkan, Ada empat asumsi etnograi komunikasi,
“Pertama, para anggota budaya akan menciptakan makna yang digunakan bersama. Mereka
menggunakan kode-kode yang memiliki derajat pemahaman yang sama. Kedua, para komunikator
dalam sebuah komunitas budaya harus mengkordinasikan tindakan-tindakannya. Oleh karena itu di
dalam komunitas itu akan terdapat aturan atau sistem dalam komunikasi. Ketiga, makna dan tindakan
bersifat spesiik dalam sebuah komunitas, sehingga antara komunitas yang satu dan lainnya akan
memiliki perbedaan dalam hal makna dan tindakan tersebut. Keempat, selain memiliki kekhususan
dalam hal makna dan tindakan, setiap komunitas juga memiliki kekhususan dalam hal cara memahami
kode-kode makna dan tindakan.”
1
2
Tulisan ini disampaikan dalam Seminar Nasional dan Konferensi Ilmu Komunikasi di FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta).
Rabu, 3 Oktober 2012.
Guru Besar Komunikasi Lintas Budaya FISIP Untirta.
ix
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Etnograi merupakan pengamatan tentang aktivitas suatu kelompok sosial tertentu, dan deskripsi serta
evaluasi aktivitas, kegiatan seperti itu juga disebut etnograi (Garna, 2009). Artinya kajian lapangan dengan
model pendektan etnograi relative lebih baik dilakukan sebelum pembangunan itu dilaksanakan, karena terjadi
komunikasi dan dialog yang intensif dengan masyarakat sehingga kita dapat memahami apa yang dibutuhkan
masyarakat.
Deskripsi dan uraian etnograi itu biasanya ditulis dalam bentuk esei, yang diterbitkan sebagai
artikel atau monograi, laporan ilmiah tentang kebudayaan suatu masyarakat ataupun aspek kebudayaan dari
masyarakat tertentu. Sederhananya kajian lapangan ini dapat dilakukan oleh siapapun
Kebijakan Pembangunan berlandaskan pada Masyarakat dan Kebudayaan.
Kebijakan kebudayaan bukan berarti tidak pernah ada di tatanan peta politik Nusantara, pemerintah
kolonial Belanda tatkala menguatkan kekuasaannya di Nusantara, menempatkan semua jabatan di wilayah
yang paling gawat dalam kacamata Belanda dipercayakan kepada ahli-ahli yang tahu tentang kebudayaan dan
masyarakat setempat untuk dengan bijak (lihay?) menangani masalah politik, dan sosial regional, ekonomi
dan kebudayaan lokal kaum terjajah tanpa menimbulkan pemberontakan bersenjata yang akan amat mahal
harganya untuk dibasmi (Garna, 2001:6), (Sihabudin, 2011).
Pendekatan etnologi ketika itu amat sangat diperhatikan untuk dapat lebih mengenal dan memahami
suku bangsa yang beragam di Indonesia. Pendekatan itu mendapat tempat yang utama dalam melahirkan
kebijakan untuk meneguhkan kewibawaan kolonial di Nusantara melalui penelusuran Nusantara sebagai
ethnologisch studiveld. Profesor De Josseline De Jong, mengungkapkan dua konsep untuk dapat memahami
masyarakat di Nusantara, yaitu: Pertama, menganggap seluruh kepulauan Indonesia itu sebagai suatu lapangan
penelitian etnologi, melalui konsep itu dimaksudkan satu daerah di mana tersebar banyak kebudayaan yang
beraneka warna bentuknya, tetapi yang semuanya mengundang perhatian akan betapa sifat dasar itu cukup
konsisten, sehingga dapat dilakukan suatu metode perbandingan antara masyarakat yang memiliki sifat dasar
yang sama. Kedua, konsep mengenai pendiriannya tentang sifat dasar yang secara konsisten melandasi semua
aneka warna masyarakat dan kebudayaan yang tersebar di seluruh Nusantara, dan sekaligus merupakan prinsipprinsip inti susunan dari bentuk masyarakat Indonesia, (Garna, 2001).
Karena itulah melalui pendekatan tersebut, diupayakan penguasaan wilayah atau perluasan territorial
dengan cara “aman”.
Bagaimana dengan pelaksanaan program pembangunan di indoenesia yang cenderung tidak
memperhatikan kebudayaan dan masyarakat, pembangunan yang dilaksanakan selama ini cenderung
mengabaikan kebijakan yang berlandaskan pada kebudayaan.
Bila kita lihat kebelakang beberapa tahun lalu, ada kelaparan penduduk di Papua. Padahal wilayah itu
secara kasat mata alamnya telah menyediakan melimpah keperluan mereka; dan bukan itu saja, adanya kematian
ratusan penduduk asli yang bukan sekedar berita, tetapi suatu kenyataan yang dijumpai di Mapanduma dan
Timika, penyelesaian Timor Timur yang kemudian menjadi Timor Leste, Peristiwa Sanggau Ledo di Kalimantan
Barat, dan kerusuhan antra-etnik di Sampit, kerusuhan di Poso, perseteruan yang tiada henti di Ambon dan
Maluku, atau kerusuhan lainnya di berbagai kota di Indonesia, dan keinginan beberapa daerah membentuk
provinsi atau melepaskan diri dari ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Garna, 2001:6), (Sihabudin,
2011).
Semuanya itu tidaklah dapat dilepaskan dari berbagai kebijakan pembangunan yang mengabaikan
kebudayaan, dan masyarakat. Dan dari pemahaman serta keinginan membentuk kebudayaan nasional sebagai
pengejawantahan peradaban Indonesia (Garna, 2001).
Kebijakan pembangunan memang untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan manusia, hanya
sayang dalam hal ini sering lupa memperhatikan manusia manakah yang dimaksud. Dalam lingkup Indonesia
dengan berbagai kebudayaan dan etnik masalah ini menjadi penting diperhatikan. Apa yang dianggap sebagai
hidup yang baik oleh orang Sunda tidak selamanya cocok bagi orang Banten atau Bugis; apa yang dipandang
menguntungkan oleh orang Minangkabau tidak selamanya demikian bagi orang Batak atau orang Asmat; atau
apa yang bernilai bagi orang Bali belum tentu bernilai bagi orang Baduy di Banten Selatan atau orang Bima
di Pulau Sumbawa. Karena itu, persoalan pembangunan untuk siapa menjadi sangat penting diperhatikan,
artinya, kita tidak dapat menggunakan ukuran yang ada pada sistem nilai kita saja, yang biasa menjadi penentu
ukuran penentu kebijakan itu.
Dengan pemahaman ini kebijakan pembangunan dapat ditentukan dari pandangan atau pemikiran
yang ada pada masyarakatnya, sehingga langkah yang akan ditentukan itu mengikuti realitas budaya yang
dihadapi masyarakat.
x
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Salah satu pendekatan dan riset yang dapat menjawab permasalahan tersebut adalah etnograi
komunikasi, karena berupaya mengkonstruksi tradisi dan pola komunikasi dalam suatu etnik atau komunitas
tertentu.
Perhatian pemerintah tersebut hanya mungkin akan menjadi efektif bila paradigma pembangunan
secara keseluruhan telah digeser ke arah tercapainya pembangunan yang berpusat pada rakyat (people-centered
development). Konsep ini merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memandang inisitaf kreatif
rakyat sebagai sumberdaya pembangunan utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai
tujuan proses pembangunan. Tumpuan utamanya adalah partisipasi masyarakat secara riil sejak proses inisiasi
(penggalian gagasan), implementasi (perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi) sampai dengan tahap
pasca proyek yang berupa kegiatan pemeliharaan dan pelestarian. Guna menciptakan hal tersebut, diperlukan
penyiapan dan pemberdayaan aparat dan masyarakat. Paradigma pembangunan berbasis rakyat ini sebenarnya
bermakna dua.
Pertama, sebuah paradigma yang dikembangkan bagi mereka yang kurang beruntung dalam proses
pembangunan kelompok miskin, catat, terbelakang dan sebagainya. Kedua, sebagai paradigma menyeluruh
yang melihat bahwa pembangunan sebagai sebuah gerak bersama yang saling terpadu dan terkait dari rakyat,
baik “rakyat besar, menengah, kecil” maupun “rakyat maju, sedang dan terbelakang.” Paradigma tersebut bisa
dipergunakan salah satu atau keduanya.
Kematian akibat kelaparan seperti terjadi di Papua tidak bakalan terjadi, manakala pengenalan beras
dan nasi sebagai makanan pokok mereka di introduksi melalui teknik bercocok tanam yang sesuai dengan
tuntutan lingkungan alam mereka sendiri. Bukan kebijakan yang dipaksakan untuk penyeragaman makanan
pokok Indonesia (Garna, 2001).
Padahal dahulu kita pernah mendengar bahwa makanan pokok orang Papua, Maluku dan sekitarnya
adalah sagu, masyarakat Madura makann pokoknya jagung. Kemudian dalam perkembangannya mulai
mengalami pergeseran. Namun demikian dalam dua tahun terakhir ini kampanye dan sosialisasi makanan
yang mengandung karbohidrat mulai marak di gerakkan melalaui media massa, intinya mengajak masyarakat
untuk tidak tergantung pada beras (nasi).
Demikian juga dengan intensiikasi pertanian di desa`Kanekes pada Orang Baduy seperti dikenalkan
pemerintah itu tidak berjalan, karena selain bertentangan dengan pikukuh (adat istiadat, dan kepercayaan serta
norma agama Sunda Wiwitan) yang merupakan keyakinan Orang Baduy yang mampu bertahan dari waktu ke
waktu. Program itu juga tidak sesuai dengan kondisi geograis yang berbukit serta sumber atau hulu bagi sungaisungai besar yang mengalir ke Banten Utara.(Kurnia dan Sihabudin, 2010).
Dalam lingkup tersebut, program pembangunan yang seharusnya memperhatikan kepentingan dan
tuntutan akan kebutuhan budaya dan masyarakat lokal dalam kerangka pengembangan kebudayaan nasional,
artinya dengan metode etnograi komunikasi salah satunya dapat membantu kebijakan pembangunan dengan
memperhatikan kebudayaan lokal, sekaligus untuk kepentingan nasional.
Dari sisi ini menunjukkan kepada kita bahwa politik penyeragaman kebudayaan yang dikemas dalam
selimut kebudayaan nasional itu kini banyak digugat banyak pihak. Sehingga wujud UU No. 22 Tahun 1999,
tentang Pemerintah daerah yang dikenal dengan otonomi daerah banyak disalah artikan yang cenderung hanya
berorientasi pada kekuasaan dan pemerintahan saja, hal-hal yang terkait dengan potensi dan keunggulan lokal,
budaya nyaris tidak banyak dibicarakan dan dibahas.
Semangat otonomi ini di apresiasi beragam dan berlebihan oleh setiap daerah, telah banyak melahirkan
sikap ingin melepaskan diri dari kekuatan-kekuatan pusat. Namum demikian, dari sudut pandang ilmu yang
saya tekuni, realitas sosial-budaya yang berkembang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Sebab, kenyataan yang
berkembang itu dapat menimbulkan banyak persoalan yang terwujud sebagai akibat meningkatnya sentimen
kemasyarakatan yang didasarkan pada semakin menebalnya rasa kesuku-bangsaan di setiap daerah, terutama
pada tataran daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Komunikasi Lokal: Komunikasi Partisipatoris, Kebersamaan, dan Musyawarah
Dari uraian tentang cara melihat kehidupan masyarakat Indonesia dan geraknya yang dinamik, yang
tersimpul melalui etnograi, hal itu memberikan kemungkinan tidak hanya bermanfaat bagi pemahaman
landasan ideal belaka tetapi juga bagi upaya pada tataran tertentu yang bersifat operasional
Partisipasi masyarakat secara sadar, kritis, sukarela, murni, dan bertanggung jawab adalah baik, karena
ada kemungkinan biaya pembangunan menjadi murah, baik karena memang sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar membangun masyarakat bangsa dan negara. Tetapi kenyataannya sulit dilaksanakan. Sulitnya partisipasi
xi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
masyarakat dilibatkan, lebih banyak bersumber dari kurangnya kemauan atau itikad baik, komitmen moralitas,
dan kejujuran dari sebagian para komunikator, pemimpin atau penguasa, baik kalangan pemerintahan, swasta,
dan masyarakat dari semua tingakatan. (Hamijoyo, 1993:11).
Ikut sertanya masyarakat secara aktif, belum tentu dapat dideinisikan sebagai partisipasi masyarakat
murni. Hal ini tergantung dari dari jenis dan kualitasnya peran dan aktivitas`masyarakat. Peran yang paling
berkualitas adalah partisipasi masyarakat sebagai perencana aktif, pemilik, dan pengelola program.
Pengamatan dan pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa tumbuh dan berkembangnya
partisipasi murni masyarakat ada hubungannya dengan faktor-faktor kultural dan struktur sosial dalam
masyarakat. Indonesia di kenal dengan “gotong royong”, “mapalus” (Sulawesi Utara), “Subak” (suatu bentuk
gotong royong untuk mengatur pengairan sawah di Bali). Di Srilanka ada “Smaradana”, Philipina dikenal
“Bayanihan”. (Hamijoyo, 1993:13).
Partisipasi murni masyarakat kenyataannya berawal dengan adanya kebersamaan (togetherness,
commonality). Kebersamaan dalam mengartikan atau mempersepsikan sesuatu. Kebersamaan dalam cara
memecahkan masalah atau kesulitan, yang penting bagi masyarakat yang bersangkutan.
Kebersamaan dalam persepsi di kalangan suatu komunitas hanya mungkin dicapai manakala diprasyarati
oleh komunikasi arus dua arah atau sirkular yang teratur, intensif, dan ektensif. “Extensif ” disini maksudnya
upaya utunk memperteguh hubungan dengan lain-lain organisasi, lembaga, dan tokoh serta orang, selain
kelompoknya sendiri. Menurut Hamijoyo (1993) ini penting demi kerjasama persahabatan (partnership) antar
kelompok yang berbeda tujuan dan kegiatannya, yang akan memperlancar komunikasi. Sekaligus mengurangi
persaingan atau ancaman suatu program dari pihak yang kurang mengerti.
Konsepsi kebersamaan ini memang penting sekali, bahkan menentukan, dalam proses komunikasi.
Karena komunikasi dapat berarti proses atau usaha untuk “menciptakan kebersamaan dalam makna” (the
production of commonness in meaning). Yang terpenting dalam komunikasi adalah kebersamaan dalam makna
itu. Menurut Hamijoyo (1993), agar komunikasi dipahami dan diterima serta dilaksanakan bersama, harus
dimungkinkan adanya peran serta untuk “mempertukarkan” dan “merundingkan” makna diantara semua pihak
dan unsur dalam komunikasi (“exchange” and “negotiation” of meaning). Sebagai tujuan akhir berbagai kegiatan
dalam masyarakat yang kita kejar adalah harmoni dan compatability atau menurut istilah kita keselarasan dan
keserasian.
Pertukaran dan perundingan makna ini dalam masyarakat Indonesia ada “lembaga” yang sudah
membudaya dan khas untuk itu, yaitu lembaga musyawarah. Tekniknya adalah dialog yang dapat diartikan
sebagai proses untuk mengenal, membandingkan dan mempertemukan unsur-unsur yang sama dari logika yang
dimusyawarahkan.
Kebudayaan digunakan untuk membicarakan tentang pola tingkah laku dan perangkat kebiasaan tertentu
sebagai acuan sikap dan tindakan manusia. Semua orang sebagai warga dan pendukung budaya masyarakat itu
biasanya sepakat tentang nilai-nilai serta norma pokok bagi acuan berpikir dan tindakan.
Akhirnya, dari situasi sosial seperti itu melahirkan peradaban Indonesia yang mengarahkan pada
terciptanya sociatel state (masyarakat yang bebas dari bayang-bayang satu kekuasaan yang mengatasnamakan
organisasi pemerintahan), dan kemudian lahir sebuah civil society. Berkenaan dengan kenyataan yang dihadapi
ini, saya kembali menegaskan bahwa pendekatan etnograi dapat dijadikan pijakan ke arah penentuan kebijakan
pembangunan untuk mencapai peradaban Indonesia sehingga cita-cita civil society menjadi nyata yang
dikembangkan dari realitas kebudayaan yang memang tumbuh di bumi Nusantara ini.
Kesimpulan
Perkenankanlah saya menyimpulkan apa yang saya sampaikan sebagai berikut:
• Memahami masyarakat melalui pendekatan etnograi merupakan strategi dalam menentukan kebijakan
pembangunan dan penataan tradisi dalam sebuah komunitas masyarakat.
• Pendekatan etnograi dapat dihubungkan dalam upaya mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang kukuh dari Sabang sampai Merauke, kesatuan itu ialah melalui pemahaman tradisi dan
pola-pola komunikasi yang berkembang dalam kelompok etnik masyarakat indonesia, yang merupakan
institusi sosial yang dihasilkan oleh peradaban sebagai kebudayaan yang tersebar di Wilayah Republik
Indonesia.
• Pendekatan etnograi dapat meminimalkan resolusi konlik yang mengarah pada disintegrasi bangsa, perlu
mempertimbangkan kebijakan kebudayaan sebagai bagian dari pembangunan. Dan, Pendekatan etnograi
berkaitan dengan proses pemberdayaan kebudayaan lokal.
• Demikianlah uraian saya dalam kesempatan yang berbahagia ini. Mudah-mudahan ada guna dan
manfaatnya.
xii
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Daftar Pustaka
Garna, Judistira K. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Primako Akademika : he Judistira Garna
Foundation.
Garna, Judistira K. 2008. Studi Perbandingan Etnograi, Bandung.Primako Akademika : he Judistira Garna
Foundation.
Garna, Judistira K. 2007. Sistim Budaya Indonesia. Bandung. Primako Akademika : he Judistira Garna
Foundation.
Garna, Judistira K. 2001. Pendekatan Etnograi Ke Arah Kebijakan Kebudayaan Dalam Perkembangan Peradaban
Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Gurubesar Antropologi dan Sosiologi. Bandung. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Padjadjaran.
Hamijoyo, Santoso.S. 1993. Landasan Ilmiah Komunikasi. Pidato Ilmiah. Penerimaan Jabatan Gurubesar Tetap
Pada Fakultas Ilmu Komunikasi. Surabaya. Universitas DR. Soetomo.
Josseline De Jong, J.P.B. 1971. Kepulauan Indonesia sebagai Lapangan penelitian Etnologi. Jakarta. Seri
terejemahan karangan-karangan Belanda, kerjasama antara LIPI dan KITLV.
Kurnia, Asep., dan Sihabudin, Ahmad. 2010. Saatnya Baduy Bicara. Jakarta. PT. Bumi Aksara.
Kartasasmita, Ginandjar. 2007. Revitalisasi Administrasi Publik Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan.
Disampaikan pada acara Wisuda Ke 44 Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi
Negara Jakarta, 3 November 2007.
Kuswarno, Engkus, 2008, Etnograi Komunikasi, Bandung. Widya Padjajaran.
Liitlehjohn, Stephen W. dan Foss Karen A.2009. heories of Human Communication. Jakarta. Penerjemah.
Muhammad Yusuf Hamdan. Penerbit Salemba Humanika.
Sihabudin, Ahmad, 2011. Etnograi Komunikasi sebuah Pendekatan Kebijakan Pembangunan Berbasis Kebudayaan
dan Pola Komunikasi Komunitas. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang.
Yusanto, Yoki. 2011. Tradisi Komunikasi Anggota kelompok Rendangan Dengan Kepala Adat. Studi Etnograi
Komunikasi Dalam Ritual Adat Bulan Purnama Opat Belas di Komunitas Adat Kesepuhan Cisungsang.
Kabupaten Lebak. Banten. hesis. Bandung. Fakultas Ilmu Komunikasi. Universitas Padjadjaran.
xiii
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Dinamika Teknologi Komunikasi
dan Perubahan Sosial Masyarakat
Oleh:
Eddy Kurnia
President Director PT Infomedia Nusantara
Seminar dan Konferensi Nasional Ilmu Komunikasi
UNTIRTA, 3 Oktober 2012
… New waves of pressures to government
NGO/
Pressure Group
Masyarakat
Legislatif
PEMERINTAH
Media
Environmental
Degradation
xiv
Community
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Dunia Terus Berubah
Cara kita berinteraksi – cara kita memandang
dunia – cara kita berkomunikasi – cara kita
bekerja – cara kita mendapatkan informasi –
cara kita berpikir – cara kita berbelanja – cara
kita berbagi informasi
Communications as
we know it
Government
Public
Government
Government
Public
Media
Opinion
Leaders/
Influencers
Media
xv
Public
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Posisi/Peran
Komunikasi Saat Ini
(dalam konteks media relations)
Mainstream
media-based
Communication
Konsumsinya terus
mengalami penurunan
seiring kian berkembangnya
alternatif media informasi
berbasis ICT
Posisi /Peran Komunikasi berada di
simpang jalan antara media
mainstream yang kian menurun
namun masih referensial (credible),
dan trend lifestyle pemakaian
informasi lewat media non
mainstream yang semakin
meningkat. Peran Komunikasi
dituntut menyikapi fase transisional
ini secara tepat.
Nonmainstream
media-based
Communication
Fakta menunjukkan
konsumsi Internet di dunia
terus mengalami
peningkatan (great jump)
Peran
Komunikasi
xvi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Customer Habit by Activities
Beberapa perilaku masyarakat yang dapat dilihat dari aktivitas nya, Menonton
Film, Mendengarkan musik dan belanja di Mall merupakan activity masyarakat
terbesar…………
1 % hobi berolahraga
29 % hobi menonton Film
4 % hobi surfing Internet
Activity
5 % hobi menonton
berkebun
27 % hobi belanja di Mall
25 % hobi mendengarkan
musik
9 % hobi menonton Film
Trend of Media Consumption Habit (1/2)
Tren konsumsi media yang meningkat adalah Internet, tren media yang
menurun adalah Radio dan semua media cetak. Untuk yang tertinggi masih
media TV.
100
99
99
99
98
99
99
99
90
Any Telev is ion (7d)
80
Any Radio (7d)
70
60
Any News paper (7d)
56
56. 00
50
Int ernet
42. 00
40
32
41. 00
32
Any Tabloid
3033. 00
30
28
27. 00
22
25
24. 00
20
Any Magaz ine
19
14
10
28. 00
26
14
6
7
13
37
4
47
3
2006
2007
12
11
4
6
4
7
6
2008
2009
10
9
5
4
8
4
3
0
2005
Source: Asteroid, Roy Morgan (Target Audience: All People, age 14+)
xvii
2010
2011
Cinema (1m)
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Trend of Media Consumption Habit (2/2)
Konsumsi media tertinggi adalah TV, Outdoor dan Public Transportation
,konsumsi media yang rendah Cinema dan Pay TV, konsumsi media yang
trend meningkat adalah Internet.
100
90
99
98
96
81
Terr TV (y s t )
97
96
81
80
Pay TV (y s t )
80
80
75
76
Radio (y s t )
73
75
70
NPP (daily )
60
50
50
49
49
46
MGZ (All)
48
43
46
41
TABL (All)
41
40
34
32
30
25
20
13
8
6
2. 72
2. 45
2005
2007
Out door (p1w)
7
2. 74
7
3. 17
2. 23
2006
Int ernet (p1w)
20
16
15
21
13
10
10
0
Cinema (p1m)
30
29
30
26
30
2008
Public Trans p (p1w)
2009
Source: Nielsen Media Research IMS 2009 Wave 3 (Target Audience: Female, age 25 – 49, segment AB)
Advertising Share by Medium
As seen in the graphic, TV and magazine spending is having a decreased trend,
while Newspaper is increasing a little.
2011
63
34
2010
63
34
2009
61
35
2008
63
33
2007
65
30
2006
69
27
2005
69
26
2004
69
26
2003
69
25
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Gross Adv. Expenditure (%)
TV
NPP
MGZ
Source : Adquest Millennium. Excluding Non Commercial Ads
xviii
Radio
90%
100%
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Total Industry Advertising Expenditure
The growth based on gross advertising expenditure in 2010 to 2011 was
21 %, and the CAGR for 8 years was around 20%.
72,854
21%
60,001
23%
16% 48,730
19% 41,976
34%
34%
17% 35,237
17%
30,053
35%
33%
15% 25,629
32%
22,279
16,863
30%
27%
26%
25%
25%
69%
69%
69%
69%
65%
63%
61%
63%
63%
SOURCE: Adquest Millenium, Nielsen Media Research
12
xix
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Posisi Indonesia
(Industri Broadband)
13
Pada dasarnya, praktek Komunikasi di
berbagai Negara akan sangat dipengaruhi
oleh sistem pemerintahan yang dianut
xx
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Challenges of Communication (PR)
Practices among Countries
High
USA
Two way Symetric
model
Challenges/Pressures
Europe
Indonesia
Two way
Asymetric model
India
Spore
Malaysia
Public
Information
model
China
Press agentry
model
North Korea
Authoritarian
Liberal
Communication (PR) Models
Model
One-Way
Two-Way
Press Agentry/
Publicity
Public Information
Two-Way
Asymmetric
Two-Way
Symmetric
Purpose
Propaganda
Dissemination of
information
Scientific
persuasion
Mutual
understanding
Organizational
Contribution
Advocacy
Dissemination of
information
Advocacy
Mediation
Nature of
Communication
One-way;
complete truth
not essential
One-way; truth
Important
Two-way;
imbalanced effects
Two-way;
Balanced effects
Comm. Model
Source -> Receiver
Source -> Receiver
Source -> Receiver
feedback
Group -> Group
Nature of Research
Little; “counting
house”
Little; readability,
readership
Formative;
evaluative of
attitudes
Formative;
evaluative of
understanding
Sumber: Grunig and Hunt, Managing Public Relations (1984), sebagaimana diadaptasi oleh
Wilcox at al dalam Public Relations: Strategies and Tactics (2000).
xxi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Tantangan Praktisi Komunikasi
Tinggi
Tuntutan Kualifikasi
Tuntutan terhadap kualifikasi
Praktisi Komunikasi semakin
tinggi seiring dengan
semakin tingginya tingkat
keterbukaan informasi publik
sebagai konsekuensi sistem
pemerintahan demokratis
Tinggi
Tingkat Keterbukaan
Approaches to
Change
People
Process
Technology
xxii
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
xxiii
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Terimakasih
xxiv
Bagian I :
Peran Etika Komunikasi Politik dalam
Membangun Kredibilitas Pemerintah
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Pentingnya Penciptaan dan Promosi Landmark
Provinsi Banten
Ari Pandu Witantra 1)
Abstract
Landmark takes as an identity of an area. Banten Province as one of the recently born still needs a landmark
that can be an important icon tourist destination. In the irst year of study will examine the icons, objects,
symbols that exist in Banten to be developed into one of the candidate landmarks Banten. Quantitative
research uses non-experimental approach using a correlation surveys, case studies, trend studies to describe
the actual situation occurred in Banten. he indings will be obtained will be recommendations for decisionmakers to realize the creation of landmarks for the Province of Banten. his study will examine the option
most appropriate method of promotion to make the proposed object being landmarks Banten province in
order to be widely accepted for the Banten and tourists both local or international.
Keyword : landmark, tourism, IMC
Pembenaman di benak wisatawan baik lokal maupun
mancanegara bahwa objek tersebut adalah icon atau
landmark provinsi Banten adalah sebuah keharusan.
Seringkali promosi ini ditinggalkan oleh masyarakat
setelah terpilihnya sebuah objek sebagai icon atau
landmark suatu daerah.
Terciptanya landmark Provinsi Banten kelak
akan menjadi daya tarik pariwisata agar wisatawan
datang kembali ke Banten dengan tidak meninggalkan
landmark tersebut sebagai salah satu tujuannya ke
Banten. Pengelolaan pariwisata secara baik akan
mendatangkan wisatawan yang banyak jumlahnya
dan secara otomatis akan menarik investor untuk
mengembangkan usahanya di Provinsi Banten.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk
membantu merekomendasikan kepada pemerintah
daerah sebuah icon atau landmark pilihan masyarakat
banten yang sesuai dengan kaidah estetika dan syarat
untuk menjadikan sebuah objek yang terdapat
di Provinsi Banten menjadi Icon atau Landmark
provinsi ini. Dan tak berhenti disini, penelitian ini
juga akan mencoba membantu dengan mengkaji
strategi promosi yang tepat bagi pengembangan dan
pembenaman landmark atau icon Provinsi Banten di
benak wisatawan lokal dan mancanegara.
Sebagian orang menganggap icon atau
landmark suatu daerah tidak begitu penting. Namun
sebenarnya keberadaan suatu kota atau kawasan dapat
dipengaruhi oleh citra kawasan tersebut. Secara alami,
manusia akan mudah kembali mengingat tempat yang
ia anggap baik, indah dan nyaman. Pencitraan sebuah
objek atau tempat wisata yang baik dan nyaman akan
membuat orang akan kembali mengunjunginya pada
waktu yang berbeda.
1. Pendahuluan
Siapa yang tak ingin melewatkan berfoto di
dengan background menara Eifel di Paris atau Monas
di Jakarta? Wisatawan dari luar Bandung mungkin tak
akan merasa lengkap ketika ke Bandung jika belum
berfoto di depan Gedung Sate. Jembatan Barelang di
Batam, Jembatan Ampera di Palembang, Tugu Yogya,
Borobudur di Magelang, dan banyak lagi. Tempattempat yang jadi destinasi wisata itu adalah icon atau
landmark yang ada di masing-masing daerah.
Bagaimana dengan Banten? Banten memiliki
banyak tujuan wisata, baik sektor bahari atau sektor
daratan lainnya. Banten memiliki potensi-potensi
tujuan pariwisata yang bisa dijadikan landmark atau
icon untuk daerahnya. Sayangnya belum ada pengelola
atau pemikiran yang lebih maju yang bermaksud
membuat terciptanya landmark Banten.
Landmark atau icon dari suatu daerah tidak
akan tercipta jika masyarakatnya tidak paham dan
tidak memikirkan hal tersebut. Landmark bisa
tercipta sebagai salah satu hasil pencitraan suatu
daerah. banyak tempat dan bangunan di Banten yang
sebenarnya dapat dikelola menjadi sebuah icon atau
landmark Provinsi Banten. Jika masyarakat banten,
pengelola pariwisata dan pemerintah daerah jeli dan
serius mengelolanya, bukan tidak mungkin dalam
waktu dekat icon atau landmark Provinsi Banten akan
tercipta.
Terciptanya landmark atau icon Provinsi
Banten tidak bisa berhenti begitu saja begitu salah
satu objek terpilih menjadi icon Provinsi Banten.
Promosi perlu dilakukan secara baik, menyeluruh
dan terintegrasi. Strategi promosi yang baik harus
ditentukan agar pencitraan objek yang terpilih benarbenar menjadi icon atau Landmark Provinsi Banten.
1)
Dosen pada Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
1
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Penciptaan landmark ini bukanlah hal yang
mudah dilakukan walaupun tampak sederhana untuk
menunjuk saja salah satu objek sebagai landmark atau
icon suatu daerah. penciptaan landmark memerlukan
syarat dan fungsi agar terciptanya landmark atau
penanda itu benar-benar mewakilkan Banten dalam
artian yang positif. Landmark juga bisa mewakilkan
karakter suatu daerah, oleh karena itu penentuan
landmark tidak bisa asal tunjuk. Jika salah dalam
penentuan landmark, bukan tidak mungkin
pencitraan daerah tersebut dapat menimbulkan kesan
yang sebenarnya bukan karakter dari daerah yang
dimaksud. Penciptaan landmark atau icon yang tepat
dapat mempertegas ciri, kesan dan karakter suatu
daerah.
Proses penciptaan landmark ini tidak
berhenti pada saat penunjukkan resmi suatu objek
menjadi landmark Provinsi Banten. Dibutuhkan
promosi yang tepat agar pencitraan Banten melalui
Landmarknya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Strategi promosi harus dikaji dengan baik, tepat
dan terintegrasi agar tidak terjadi kesalahan dalam
menginformasikannya kepada publik. Terintegrasi
adalah syarat mutlak untuk mengawasi jalannya
promosi agar tidak terjadi kerancuan informasi yang
didapat dari sumber yang berbeda. Selain itu strategi
promosi yang baik harus dikaji secara mendalam agar
tepat sasaran dan tujuannya. Penciptaan landmark
baru di suatu daerah memerlukan pembenaman
pemikiran di benak masyarakat luas.
Merujuk pada Hermawan Kartajaya,
landmark itu sendiri adalah sebuah simbol visual yg
mengindentiikasikan suatu kota berdasarkan bentuk
visual tertentu yang kuat karena memiliki suatu
yang khas dan tidak dimiliki daerah lain serta berada
pada tempat strategis sebuah kota, dimana arah atau
aktivitas saling bertemu.
Hal ini kemudian diperkuat oleh homas
Gordon Cullen yang menyatakan bahwa landmark
merupakan suatu simbol yang dibuat secara visual
menarik dan ditempatkan pada tempat yang menarik
perhatian, biasanya mempunyai bentuk unik atau
monumental serta terdapat perbedaan skala dalam
lingkungannya. Lebih lanjut dikatakannya bahwa
beberapa landmark hanya mempunyai arti di daerah
kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu atau titik
yang menjadi ciri dari suatu kawasan.
Heru Puboyo Hidayat dalam diskusi ilmiahnya
di Banten pada 28 Maret tahun 2012 mengatakan
bahwa landmark adalah suatu benda atau bangunan
yang unik atau berbeda yang biasanya menjadi ciri
khas bagi suatu tempat. Masih menurutnya, landmark
dapat dibagi menjadi 2 kategori, Natural Landmark
dan Artiicial Landmark. Natural landmark dapat
ditunjuk dari konigurasi bentang alam seperti
gunung, lembah, sungai, dan lainnya. Dalam kategori
lain yaitu Artiicial Landmark, Hidayat menyebutkan
2. Pembahasan
Banten sebagai sebuah provinsi yang masih
bisa dibilang baru membutuhkan satu landmark atau
icon yang dapat membuat wisatawan kembali datang
untuk berkunjung. Banten sudah memiliki banyak
objek wisata, objek sejarah, objek penelitian dan yang
lainnya. Namun hingga saat ini belum ada satu objek
yang benar-benar ditunjuk sebagai salah satu landmark
atau icon provinsi banten.
Marilah sejenak kita tilik apa yang terdapat di
logo provinsi Banten. Logo Banten memiliki beberapa
objek yang dianggap menjadi ciri khas banten. Di
dalam logo Banten terdapat gambar padi dan kapas,
menara dan gapura masjid Banten, Gunung Krakatau,
landasan pacu Soekarno Hatta, badak bercula satu,
perairan dan perindustrian.
Gambar 1. Logo Provinsi Banten
Beberapa gambar yang ada dalam logo
Provinsi Banten adalah beberapa ciri khas yang ada
di Banten yang beberapa diantaranya tidak terdapat
di daerah lain. Jika dikelola dengan baik, bukan tidak
mungkin salah satunya dapat dijadikan icon atau
landmark dari Provinsi Banten. Urgensi penentuan
landmark ini mungkin dapat menjadi acuan bagi
pengembangan pembangunan di Provinsi Banten.
2.1. Pembangunan Landmark Provinsi Banten
Terciptanya landmark Provinsi Banten pada
akhirnya dapat menjadi salah satu acuan untuk
pengembangan pembangunan di Provinsi Banten.
Jika kita lihat saat ini daerah yang paling memiliki
ciri khas dalam pembangunannya ada pulau Bali.
Hampir dan mungkin bahkan seluruh bangunan
di Pulau Bali memiliki ciri khas Pura di salah satu
bagian bangunannya. Hingga Bandara Internasional
Soekarno Hatta yang ada di Banten juga memiliki
bagian arsitektur dari pulau dewata ini. Mungkin
suatu saat perlu di tambahkan icon atau landmark
Banten di kawasan Bandara Internasional yang lebih
sering dikatakan berada di kawasan Jakarta daripada
Banten.
2
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
landmark atau penanda dari kategori ini merupakan
obyek buatan untuk membantu menemu-kenali
lokasi/petunjuk arah seperti rambu-rambu jalan,
bangunan/ gedung, alun-alun, taman, patung, dan
lain-lain.
Menurut wikipedia Indonesia: “landmark adalah sesuatu objek geograis yang digunakan oleh
para pengelana sebagai penanda untuk bisa kembali ke
suatu area. Dalam konteks modern hal tersebut bisa
berwujud apa saja yang bisa dikenali seperti monumen,
gedung ataupun sculpture lain.”
Sedangkan dalam buku Perancangan Kota
Secara Terpadu (Markus Zahnd, 2006), landmark
dimaknai sebagai “titik referensi seperti elemen node,
tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa
dilihat dari luar letaknya. Landmark adalah elemen
eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol
dari kota.”
Keberadaan landmark suatu kawasan sangat
penting saat ini. Ditengah maraknya perkembangan
global lewat kebebasan informasi, gaya bangunan
dan tata kota menjadi serupa satu sama lain. Gaya
bangunan secara arsitektural merupakan gaya yang
berlaku di seluruh dunia. Meskipun dalam aplikasinya
saat ini mulai dikembalikan pada kearifan lokal,
namun kemiripan gaya tersebut sedikit mengaburkan
ciri khas dari suatu kawasan.
2.2. Landmark Mempermudah Manusia dalam
Mengenali Tempat Berpijak
Ketika kita mengunjungi suatu kawasan yang
belum pernah kita kenal ataupun kita kunjungi, kita
akan mencari sesuatu yang dapat kita jadikan sebagai
acuan awal yang menjadi patokan kita untuk kembali
apabila akan berkeliling kawasan tersebut. Acuan awal
yang kita pilih pasti sesuatu yang mudah diingat,
seperti tugu, taman kota, atau tempat kita pertama kali
memasuki kawasan tersebut seperti gapura, bandara,
terminal, dan sebagainya.
Dalam
perancangan
suatu
kawasan,
keberadaan acuan tersebut sangat penting. Tidak
adanya acuan yang dapat digunakan akan membawa
citra kurang baik bagi kawasan tersebut. Terlebih
bagi pengunjung dari luar kawasan atau lebih sering
disebut turis karena akan membuat bingung ketika
mereka berkeliling dalam kawasan tersebut.
jalan menuju Kraton dan juga jalan antar kota seperti
jalan menuju kota Solo, Magelang, dan Wates. Tugu
merupakan persimpangan ketiga arah jalan tersebut.
Menurut sejarah memang Tugu Yogya
digunakan pihak Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat
sebagai salah satu elemen dalam pembentukan garis
imajiner (garis yang tidak terlihat secara nyata) yang
menghubungkan antara gunung Merapi, Tugu, Kraton
Yogya, Panggung Krapyak dan Laut Kidul sebagai
garis lurus. Hal ini menjadikan Tugu sebagai landmark
kota Yogya mempunyai arti lebih daripada sekedar
landmark kota sebagai bangunan cagar budaya. Di
kawasan lain pun hal tersebut banyak dijumpai, baik
dalam skala besar ataupun kecil.
2.4. Penunjuk arah
Dalam suatu kawasan maju yang mempunyai
penduduk padat dan banyaknya bangunan baik hunian,
komersial, pendidikan dan pemerintahan dibutuhkan
sesuatu yang menjadi acuan untuk menemukan arah.
Adanya landmark yang lebih menonjol daripada
bangunan di sekitar akan membantu untuk dapat
menentukan arah tujuan. Acuan tersebut dapat
berupa bangunan tinggi, jembatan layang (ly over),
monumen tinggi, dan sebagainya. Aspek paling
penting adalah acuan tersebut dapat terlihat menonjol
daripada bangunan lainnya.
Pengunjung kota Paris akan lebih cepat
menemukan arah ke Menara Eifel karena ketinggian
bangunan yang terlihat jelas. Begitu juga menara
Petronas, World Trade Centre, dan bangunan tinggi
lain di dunia. Disamping bangunan tinggi, keberadaan
bukit atau gunung dari suatu kawasan akan memberi
informasi arah yang jelas, seperti gunung Merapi yang
berada di sebelah utara kota Yogyakarta.
2.5. Pembentuk Skyline
Bangunan dalam suatu kawasan memang
memberikan warna pada wajah kota. Namun hal
tersebut hanya jika dilihat dari sudut pandang yang
memungkinkan. Begitu juga dengan ketinggian
bangunan beraneka ragam, akan membentuk skyline
dari kawasan tersebut. Ketinggian bangunan yang
hanya dapat dilihat puncaknya saja akan memberi nilai
artistik luar biasa bagi kawasan tersebut. Keunikan
dari tata bangunan dapat menjadi landmark tersendiri
bagi kawasan tersebut.
Selain menambah nilai artistik suatu kawasan,
ketinggian bangunan yang berbeda-beda dapat
memberikan informasi mengenai fungsi bangunan
tersebut. Bentuk bangunan yang dapat terlihat jelas
dari jarak jauh dapat mengindikasikan apakah suatu
bangunan sebagai bangunan hunian, komersial,
pemerintahan maupun fungsi lainnya. Dengan
demikian akan mudah bagi pengunjung untuk
menentukan arah dan sebagai penanda kawasan.
2.3. Hierarki suatu Wilayah
Selain digunakan untuk penanda kawasan,
keberadaan landmark juga sering digunakan sebagai
hirarki suatu wilayah. Banyak contoh dimana suatu
landmark kawasan menjadi titik penting dalam
merencanakan tata kota, jalur transportasi, maupun
hirarki kebudayaan. Sebagai contoh, keberadaan Tugu
Yogyakarta yang saat ini menjadi ikonnya kota gudeg.
Jalan-jalan utama yang dibangun di kota
Yogyakarta mempunyai pusat di Tugu Yogya. Seperti
3
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dan komunikasi ide.
2. Mendeinisikan Ruang Lingkup Marketing
Komunikasi
Meliputi perluasan elemen komunikasi,
memberikan informasi kepada publik, dan
mengevaluasi feedback.
3. Mengaplikasikan Teknologi Informasi
Memanfaatkan teknologi informasi dengan
membuat database manajemen untuk mengelola
hubungan dengan konsumen. Di sini fokus utama
dari penelitian ini lebih kepada pemanfaatan
website dan pusat informasi secara online sebagai
promosi potensial Landmark Provinsi Banten.
2.6. Integrated marketing communications
Integrated
Marketing
Communication
atau biasa disebut dengan Komunikasi Pemasaran
Terpadu adalah sebuah proses perencanaan
marketing komunikasi yang memperkenalkan konsep
perencanaan komprehensif untuk mengevaluasi
peranan strategis dari berbagai elemen komunikasi
pemasaran, seperti public relation, advertising, direct
selling, sales promotion, dan interactive marketing, untuk
memberikan kejelasan, konsistensi, serta pengaruh
komunikasi yang maksimum (Duncan, 2004).
Komunikasi Pemasaran Terpadu sering
disebut dengan IMC merupakan sebuah proses
strategi bisnis dalam mengelola hubungan dengan
konsumen yang intinya untuk menggerakkan brand
value (Ruslan, 2008).
Memasuki awal tahun 1990an, kegiatan
bisnis, khususnya pemasaran tidak lagi mengacu
kepada strategi pemasaran tradisional, melainkan
lebih mengacu pada strategi pemasaran modern
dengan konsep 4P (Product, Price, Place, Promotion)
(Duncan, 2004). Kemunculan strategi 4P inilah yang
menandai hadirnya komunikasi pemasaran terpadu,
dengan tidak hanya menggunakan iklan melainkan
juga menggunakan public relations.
Pada kasus ini, bagaimana peranan Integrated
Marekting Communication digunakan sebagai
kerangka teori dalam melihat bagaimana komunikasi
digunakan sebagai kampanye dalam mempromosikan
landmark Provinsi Banten. Titik tekan kegiatan IMC
di sini lebih kepada bagaimana strategi penggunaan
media online dalam kegiatan promosi penanaman
landmark Provinsi Banten di benak masyarakat.
Tujuan yang ingin dicapai IMC adalah untuk
memengaruhi masyarakat dengan elemen promosinya
sampai ke tingkat kognisi, afeksi, dan konasi. Elemen
promosi yang digunakan terbagi atas soft sell dan
hard sell. Jadi, tujuan dari penggunaan IMC di sini
bukan hanya sekedar menanamkan pemikiran dan
membangun minat terhadap wisata ke landmark
Banten, akan tetapi juga sampai kepada bagaimana
jumlah wisatawan juga dapat meningkat secara
signiikan.
Soft sell berupa advertising, public relation,
CSR, interactive marketing yang bertujuan untuk
memengaruhi konsumen ke tingkat kognisi dan
afeksi. Sedangkan, hardsell berupa personal selling,
direct marketing, sales promotion untuk memengaruhi
konsumen ke tingkat konasi.
Tahapan
Integrated
Marketing
Communication yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain sebagai berikut:
1. Koodinasi taktis
Meliputi
pengkombinasian
komunikasi
interpersonal dan cross-functional sebagai
elemen promosi. Mampu melihat tujuan secara
spesiik yang disesuaikan dengan tools promosi
3. Simpulan
Jika kita tilik kembali beberapa catatan diatas,
penulis merasa bahwa penciptaan landmark, khususnya
di Provinsi Banten dianggap perlu. Pemerintah Daerah
juga perlu memikirkan sebuah cara agar landmark
Provinsi Banten ini cepat terwujud demi kemajuan
perkembangan pariwisata di Banten. Selanjutnya
yang tidak kalah penting, promosi landmark tersebut
harus dilaksanakan dengan baik. Tak ada penjualan
citra yang cepat dan baik hasilnya tanpa melakukan
promosi. Terakhir, ketersediaan sarana dan prasarana
ke arah penciptaan landmark juga perlu dipikirkan
agar wisatawan yang datang ke landmark Provinsi
Banten tidak akan jera untuk kembali datang dan
mengabadikan momen terbaiknya di Provinsi Banten.
Daftar Pustaka
Duncan, Tom. 2004. IMC: Using Advertising &
Promotion to Build Brand. First Edition.
McGraw-Hill, Inc.
___________ 2005. Principles of Advertising & IMC.
Second Edition. Mc. Graw Hill.Inc.
Kirk, J. & Miller, M. 1986. Reliability and validity in
qualitative research, Sage.
Lexy J. Moleong, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif
Edisi Revisi, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya
Ofset
Pujani V, Besra E. 2009. Model Penggunaan Website
E-Commerce di Indonesia: Analisa Kualitatif
dan Kuantitatif. Jakarta.
Ruslan, Rosady. 2008. Manajemen Public Relations &
Media Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Graindo
Persada
Sugiarto. 2001. Teknik Sampling. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Sumber Lain:
http://bondanprihastomo.wordpress.
com/2011/02/22/landmark-vista-dan-focalpoint/ pada Februari 2011.
http://www.skyscrapercity.com/showthread.
php?t=409547&page=6 pada Agustus 2011.
4
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Sinyo Harry Sarundajang: Mengatasi Konlik Maluku dan
Maluku Utara dengan Pendekatan Dialogis
H. H. Daniel Tamburian1)
I. Pendahuluan
Sebuah sistem demokrasi memiliki paradoks pada
dirinya sendiri. Di satu sisi, demokrasi memberikan
kepada kita kehidupan yang bebas di mana kita bisa
mengembangkan dan memperkuat nilai-nilai universal
seperti kemajemukan, toleransi, dan inklusivitas. Di
sisi lainnya, demokrasi juga memberi kesempatan bagi
munculnya ikatan primordialisme dan sikap eksklusif
masyarakat. Sebuah negara yang mengembangkan
nilai-nilai demokrasi bila mampu mengelola segala
perbedaan yang ada akan mampu menjadi negara kuat
dan maju. Singapura, sebagai contoh, adalah sebuah
negara demokrasi yang terdiri dari berbagai etnik dan
agama yang mampu mengelola semua perbedaan yang
ada sehingga menjadikan Singapura sebagai salah satu
negara kuat secara ekonomi dan maju di kawasan Asia
Tenggara. Sebaliknya, Yugoslavia menjadi salah satu
negara yang gagal dan akhirnya pecah dan hancur
karena tidak mampu mengelola perbedaan yang ada di
dalam diri mereka setelah tumbangnya rejim otoriter.
Kondisi yang mirip dengan apa yang terjadi di
Yugoslavia terjadi di Indonesia. Konlik agama, ras,
golongan, dan suku atau biasa disebut dengan istilah
SARA mencuat setelah tumbangnya Soeharto dengan
rejim otoriternya Orde Baru (ORBA). Berbagai
konlik terjadi di sejumlah daerah yang mengancam
keutuhan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Pada 18
Februari terjadi konlik antara etnis Madura dengan
etnis Dayak di kota Sampit, Kalimantan Tengah.
Konlik antara etnis Madura dan Dayak sebenarnya
pernah terjadi dalam skala yang besar pada akhir era
Soeharto yaitu Desember tahun 1996 dan Januari
1997, namun konlik yang terjadi di kota Sampit jauh
lebih besar.
Konlik lain dalam skala besar adalah konlik
yang terjadi di Poso. Sebenarnya konlik di Poso
terjadi dalam sebanyak tiga. Konlik pertama kali
muncul di akhir tahun 1998 kemudian berselang
tujuh belas bulan kemudian, tepatnya April 2000
terjadi konlik kedua. Pada Sabtu, 29 Oktober 2005
kota Poso digemparkan oleh penemuan tiga tubuh
siswi berseragam SMU bersimbah darah, tanpa
kepala tergeletak mengenaskan di jalan setapak Bukit
Bambu. Masyarakat Poso yang sebelumnya hidup
rukun, damai, dan berdampingan akhirnya menjadi
bermusuhan dan terpecah kedalam dua kelompok,
yaitu kelompok Kristen dan kelompok Islam.
Pada Januari 1999 terjadi pertikaian antara
dua orang pemuda, yang seorang supir angkot yang
merupakan warga Ambon beragama Kristen dan
seorang lagi warga Bugis yang beragama Islam.
Peristiwa ini sebenarnya adalah murni tindakan
kriminal biasa, namun kemudian berkembang menjadi
sebuah kerusuhan dan konlik yang berlatarbelakang
agama, yaitu Kristen dan Islam. Pecahnya kerusuhan
atau konlik Ambon menunjukkan bahwa Indonesia
sangat rentan dengan perpecahan. Negara Indonesia
yang terdiri dari beribu-ribu pulau, budaya, dan
bahasa dan beragam etnis dan agama terancam pecah
dan menjadi negara gagal seperti Yugoslavia.
Sementara itu di waktu yang hampir bersamaan
terjadi konlik di Maluku Utara. Konlik di Maluku
Utara ini seperti mengulang apa yang terjadi di
Ambon dimana kelompok Kristen dan kelompok
Islam bertikai dan saling membunuh satu sama lain.
Berbagai konlik yang terjadi di wilayah Indonesia
melahirkan kejahatan dan pelanggaran hukum dan
hak asasi manusia. Pembantaian manusia dan ancaman
disintegrasi bangsa menanti di depan mata.
Di tengah-tengah ancaman perpecahan
bangsa karena munculnya berbagai macam konlik,
muncul igur-igur yang mempersatukan dan
memiliki komitmen kuat terhadap ke-Indonesiaan
yang beragam. Salah seorang yang kemudian tampil
menjadi tokoh pemersatu dan pembawa damai dalam
mengatasi konlik yang berbau SARA adalah Sinyo
Harry Sarundajang. Putra Minahasa (Manado) ini
berhasil memadamkan konlik yang terjadi di propinsi
Maluku dan Maluku Utara. Di tanah kelahirannya
beliau juga adalah tokoh masyarakat dan pimpinan
yang disegani.
2. Pembahasan
2.1. Konlik dalam Perspektif Ilmu Komunikasi
Usia konlik dalam masyarakat sama tuanya
dengan peradaban manusia. Kitab suci menceritakan
pertama kali munculnya konlik adalah ketika
Kain membunuh adiknya Habel. Kitab Kejadian
menggambarkan bagaimana Kain iri hati terhadap
adiknya Habel yang korban persembahannya diterima
Tuhan, sementara korban persembahan dirinya
ditolak. Kain tidak berbicara atau berkomunikasi
dengan Tuhan mengapa persembahannya ditolak dan
tidak juga berbicara dengan Habel, adiknya. Namun
panas hatinya telah membakar dia dan membawa
dirinya kepada sebuah amarah yang berujung kepada
pembunuhan adiknya.
1 Dosen di Universitas Tarumanegara, Jakarta.
5
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
atau misinterpretation antara pengirim dan penerima
pesan. Miscommunication dan misinterpretation
sering terjadi disebabkan tidak jelasnya sesuatu yang
dikatakan seseorang atau tidak jelasnya kepada siapa
kata-kata tadi ditujukan.
Ada banyak faktor yang bisa memicu timbulnya
sebuah konlik, namun umumnya konlik yang terjadi
di masyarakat dapat timbul karena adanya perbedaan
nilai dan atau kepentingan yang mucul. Konlik
Maluku tidak lepas dari adanya benturan kepentingan
elit-elit politik di dalam dan luar negeri. Sementara
konlik yang terjadi di Maluku Utara sebenarnya
dilatarbelakangi oleh persaingan antara dua kesultanan
Ternate dan Tidore dalam memperebutkan hegemoni
di wilayah Halmahera Utara dan Tengah. Kedua
konlik tersebut kemudian berkembang menjadi
konlik horizontal dengan latar belakang agama.
Daniel Webster mendeinisikan konlik
sebagai: persaingan atau pertentangan antara pihakpihak yang tidak cocok satu sama lain; keadaan
atau perilaku yang bertentangan; perselisihan akibat
kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan
yang bertentangan. Pickering sendiri mendeinisikan
konlik sebagai adanya beberapa pilihan yang
saling bersaing atau tidak selaras (Pickering, 2006:
1). Sementara Wilmot & Hocker mendeinisikan
konlik sebagai: “an expressed struggle between at least
two interdependent parties who perceive incompatible
goals, scarce resources, and interference from others in
achieving their goals” (perjuangan yang diekspresikan
antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling
bergantung yang mempersepsikan tujuan-tujuan yang
tidak sepadan, sumberdaya yang langka, dan campur
tangan dari pihak-pihak lain dalam mencapai tujuan
mereka (Tubbs & Moss, 2006: 177)
Perjuangan yang dimaksud deinisi di atas
menggambarkan perbedaan di antara pihak-pihak
tersebut yang dinyatakan, dikenali, dan dialami.
Konsep perjuangan berkaitan dengan usaha yang
dirancang untuk mencapai tujuan, untuk memperoleh
sumberdaya, dan untuk memperoleh imbalan yang
juga tengah dicari oleh pihak lain.
Kasali (2008: 222) menjelaskan bahwa konlik
(krisis) dalam bahasa Cina merupakan kombinasi dari
dua kata Wei-Ji yang berarti “bahaya” dan “peluang”.
Konlik, dalam pengertian krisis, adalah sebuah turning
point for better or worse. Dapat juga dikatakan bahwa
krisis adalah suatu waktu yang krusial, atau momen
yang menentukan (decisive moment). Konlik Maluku
dan Maluku Utara adalah contoh bahwa sebuah
konlik atau krisis merupakan peluang dan turning
point for better bila ditangani dengan benar dan tepat.
Dari sudut ilmu komunikasi konlik dapat
terjadi karena adanya gangguan atau noise ketika
komunikator mengirim pesan kepada komunikan.
Menurut Weaver gangguan adalah informasi palsu dan
meningkatkan ketidakpastian (Severin & Tankard,
2011: 61). Proses komunikasi terjadi ketika seseorang
mengirim pesan dan di tengah jalan pesan tersebut
mendapat gangguan sehingga penerima pesan tidak
dapat menangkap isi pesan secara utuh. Distorsi pesan
dapat terjadi karena adanya gangguan yang diterima
saat pesan dikirim sehingga tercipta miscommunication
Model Komunikasi Shannon & Weaver
Sumber: Werner J. Severin & James W. Tankard
Manusia tidak dapat tidak berkomunikasi
karena sejatinya manusia diciptakan untuk
berkomunikasi dalam rangka membangun relasi
dengan sesama. Homo Homini Socius, manusia adalah
makhluk yang bermasyarakat. Tidak ada satupun
manusia di atas bumi ini yang dapat hidup sendiri dan
tidak terkoneksi dengan anggota masyarakat lainnya.
Namun, seringkali terjadi komunikasi yang dibangun
tidaklah seperti yang diharapkan atau berjalan lancar.
Kesalahan dalam membangun komunikasi bisa
berujung pada konlik. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan latar belakang yang dimiliki oleh masingmasing partisipan. Perbedaan-perbedaan tersebut
dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar,
yaitu perbedaan karena “frame of reference” dan “ield
of experience”.
Wilbur Schramm mengembangkan model
komunikasi yang menggambarkan bahwa hanya
apa yang dialami bersama oleh komunikator dan
komunikan yang benar-benar dikomunikasikan,
karena hanya bagian dari sinyal itu yang dipahami,
baik oleh komunikator maupun oleh komunikan.
Komunikasi akan berjalan dengan baik manakala
masing-masing partisipan memiliki ield of experience
dan frame of reference yang sama. Sebaliknya, gangguan
akan terjadi bila masing-masing partisipan memiliki
ield of experience dan frame of reference berbeda.
Model Komunikasi Wilbur Schramm
Sumber: Severin & James Tankard 2011
Model komunikasi yang dikembangkan oleh
Wilbur Schramm di atas merupakan salah satu model
yang menekankan pada partisipasi aktif kedua belah
6
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pihak partisipan. Pada banyak model komunikasi
proses menerima dan menafsirkan pesan disebut
dengan decoding atau penyandian-balik. Proses ini
melibatkan persepsi atau meliputi rangsangan perasaan
dan proses informasi selanjutnya.
Lahlry mendeinisikan persepsi sebagai proses
yang kita gunakan untuk menginterpretasikan datadata sensoris (Severin & Tankard, 2011: 83). Persepsi
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis,
pengalaman masa lalu, budaya, motivasi, suasana hati,
dan sikap. Persepsi masing-masing orang terhadap
sebuah fenomena atau peristiwa tidaklah sama.
Persepsi seseorang bisa saja salah sehingga tindakan
yang dia ambil pun akhirnya salah juga. Bentrokan,
krisis, atau konlik bisa muncul karena adanya
pertentangan atau persaingan dari beragam persepsi
yang berbeda tersebut.
Pada konlik yang terjadi di Maluku terlihat
jelas bagaimana persepsi memainkan peran penting
sehingga sebuah pertikaian dua pemuda yang murni
adalah perbuatan kriminal berkembang menjadi
sebuah konlik sosial yang hebat dengan latarbelakang
agama dan suku. Seorang pemuda Kristen Maluku
berinisial JL, yang adalah seorang sopir angkot
dimintai uang oleh seorang pemuda Muslim Bugis
berinisial NS. Keduanya kemudian terlibat pertikaian
di mana NS kemudian lari ke desa Batu Merah. Warga
Batu Merah menanyakan apa yang terjadi kepada NS
yang dijawab oleh NS bahwa ia akan dibunuh oleh
orang Kristen. Kronologis peristiwa ini berdasarkan
apa yang diceritakan oleh Yayasan Sala Waku Maluku,
sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal.
Sentimen agama menjadi pemicu timbulnya konlik
besar-besaran tersebut.
Berkomunikasi disaat krisis atau konlik tentu
jauh lebih berat dan memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi. Tidak semua orang bisa melakukannya, apalagi
melakukannya dengan sukses karena pada saat krisis
atau konlik ada syarat-syarat yang harus dipenuhi
seseorang agar mampu memenangkan hati orang
lain. Dalam mengatasi konlik sesorang komunikator
harus bisa bersikap netral, tidak memihak salah satu
pihak sekalipun ia berasal dari salah satu pihak yang
bertikai atau berkonlik tersebut. Komunikator juga
harus sabar, mampu mengontrol emosinya agar tidak
mudah terprovokasi oleh sikap atau tindakan dari
pihak-pihak yang bertikai. Ia juga harus memiliki
kemampuan mendengar dengan baik dan bersikap
adil. Komunikator harus mampu memisahkan
fakta dari rasa sehingga mampu bersikap tegas dan
berpihak pada kebenaran. Seorang komunikator wajib
memiliki kemampuan bernegosiasi dan bargaining
(tawar-menawar). Kemampuan ini diperlukan untuk
mencari titik temu bagi pihak-pihak yang bertikai
yang nantinya akan menghasilkan kompromi. Semua
syarat di atas harus bisa dikomunikasikan.
Tubbs & Moss (2006: 187) memaparkan
tentang bagaimana menyelesaikan konlik. Ia
mengungkapkannya dalam guidelines in resolving
conlict:
- Pick your conlicts. Don’t argue over
everything.
- Develop a reputation as someone who admits
when you are wrong.
- Provide an alternative for ideas you oppose.
Don’t knock down the ideas of others without
having something else to suggest.
- Let the other person speak irst. his will
encourage the other person to listen better.
You will also gain insight into what it takes
to satisfy them.
- Base your statements on facts. Avoid
exaggeration.
- Don’t lose your temper.
- Avoid sarcasm, disbelief, and caustic humor.
- Develop a win-win mentality.
- Aim to meet both your needs and the other
person’s.
- Avoid simply trying to defend your position.
- Never try to win by destroying the other person.
Manusia secara alamiah diciptakan untuk
berkomunikasi. Sebuah komunikasi akan terjadi bila
tercipta kesepahaman di antara partisipannya. Kata
komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio
yang berarti pengumuman. Akar kata communicatio
adalah communis yang berarti sama, artinya sama
makna atau sama arti. Hakikat sebuah komunikasi
adalah pengertian (understanding) sehingga setiap
orang yang berkomunikasi harus bisa saling mengerti,
memahami satu sama lain. Tidak pernah akan
tercipta komunikasi bila masing-masing partisipan
memaksakan kehendaknya tanpa terlebih dahulu
2.2. Menyelesaikan Konlik melalui Komunikasi
Dialogis
2.2.1 Komunikasi Krisis atau Konlik
Berbeda dengan sistem otoriter yang lebih
menekankan pada tindakan koersif dan komunikasi
satu arah (monologis), sistem demokrasi sangat
mengedepankan sebuah komunikasi dialogis,
komunikasi dua arah. Dalam demokrasi tidak ada
tempat untuk pemaksaan, semua dilakukan dengan
sukarela. Kebebasan berserikat dan berpendapat
dijamin dalam sebuah sistem demokrasi. Sikap,
pendirian, keyakinan dan pendapat seseorang tidak
bisa dipaksakan kepada orang lain.
Salah satu tantangan berkomunikasi dalam
sebuah negara yang menerapkan sistem demokrasi
adalah bagaimana mengajak dan mengubah sikap
orang tanpa melalui pemaksaan apalagi kekerasan.
Seorang komunikator harus mampu memenangkan
hati orang lain dengan kemampuannya berbicara
atau berkomunikasi. Hal ini tentu tidaklah mudah
mengingat komunikan memiliki frame of reference dan
ield of experience yang berbeda dengan komunikator.
7
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
membangun kesamaan makna atau pengertian
di antara mereka. Pemaksaan kehendak dengan
sendirinya akan hilang bila masing-masing partisipan
sepakat dengan apa yang mereka komunikasikan.
Sebuah
kegiatan
komunikasi
selalu
dimaksudkan untuk mengubah perilaku seseorang
sebagaimana yang diutarakan oleh Carl I. Hovland
bahwa komunikasi adalah “the process by which an
individual transmits stimuli (usually verbal symbols) to
modify the behaviour of other individuals”. Sementara
efek yang diharapkan dari komunikasi mencakup
aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan),
dan aspek konatif (tindakan/perbuatan). Sedangkan
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas
Burnett menyebutkan tiga tujuan komunikasi, yaitu:
to secure understanding, to establish acceptance, dan to
motivate action.
bersifat eksklusif dan bersaing dengan nilai-nilai yang
dianggap bertentangan dengannya. Menurutnya lagi
fenomena marak dan bangkitnya gerakan radikal atas
nama agama, etnis, dan daerah, tak bisa dipisahkan
dari terbukanya peluang bagi kelompok yang semula
tidak mendapat tempat sebelum era reformasi.
Kompleksitas yang dimiliki dan melekat dalam
diri bangsa Indonesia menuntut kita untuk saling
menghargai, menghormati, dan membuka diri serta
bersikap toleran terhadap perbedaan-perbedaan yang
ada. Disini dituntut kemampuan pemimpin dalam
mengelola dan menyelesaikan konlik yang ada. Tubbs
dan Moss mengatakan bahwa ada lima basic styles of
conlict resolution, yaitu: 1) avoidance; 2) competition;
3) compromise; 4) accomodation; 5) collaboration
(Tubbs & Moss, 2006: 181). “Model kepemimpinan
yang diperlukan bukan komando, tetapi melayani
dan mengayomi. Artinya, mendengar persoalan
masyarakat tanpa melalui prosedur birokrasi,” begitu
kata Sarundajang.
Tentu saja kelima gaya di atas harus didukung
dengan kemampuan komunikasi yang baik. Kemahiran
dalam berkomunikasi merupakan kunci keberhasilan
dalam menyelesaikan konlik. Sebagaimana dikatakan
Sarundajang bahwa bukan kepemimpinan komando
yang diperlukan, tapi melayani dan mengayomi.
Pilihan model atau teknik komunikasi sangat
menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin
menengahi kedua pihak yang bertikai. Teknik persuasi
merupakan teknik yang tepat untuk dipilih dalam
menangani konlik. Persuasi berasal dari kata Latin
“persuasio” yang berarti hal membujuk, mengajak, atau
meyakinkan.” Kegiatan persuasi hanya dapat efektif
bila dilakukan dengan cara tatap muka dan melalui
dialog diantara masing-masing pihak yang terlibat.
Komunikasi antarpersona dianggap oleh para
ahli sebagai komunikasi yang paling efektif dalam
upaya mengubah sikap, pandangan atau perilaku
seseorang. Hal ini karena: 1) Komunikasi berlangsung
dua arah secara timbal balik; 2) Arus balik berlangsung
seketika; 3) Kerangka acuan komunikan dapat
diketahui segera.
Dengan kata lain komunikasi antarpersona
adalah sebuah komunikasi dialogis. Komunikasi
antartpersona adalah bentuk komunikasi tatap muka.
Sejalan dengan pendekatan dialogis ini Sarundajang
mengatakan: “Dengan hati yang tulus, serta dengan
hati nurani yang bersih, tidak memihak dan hadir
untuk mendengarkan langsung pihak-pihak yang
bertikai termasuk berdialog9, saya lakukan itu semua
dengan tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan dialog antar pemuda termasuk dengan
cara mengadakan outbond dan kegiatan-kegiatan
lainnya untuk pemuda semuanya didasari dengan
pendekatan hati nurani yang tulus.”
Ia juga menambahkan: Pengalaman saya
di Maluku, misalnya, menunjukkan betapa besar
2.2.2. Sarundajang: Membangun Kepercayaan
Melalui Dialog
Pada hari Sabtu, 14 Juli 2012 Gubernur
Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang menerima
penganugerahan Doktor Honoris Causa bidang Ilmu
Kepemimpinan Masyarakat Majemuk dari perguruan
tinggi Islam Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim (UIN), Malang. Pemberian gelar
dilakukan dalam upacara yang dipimpin Rektor UIN
Prof Dr Imam Suprayogo, dan dihadiri komunitas
pemimpin agama. Menurut Imam Suprayogo,
pihaknya bersama komunitas ilmiah di dalam UIN
menelusuri nama-nama yang dianggap berjasa
dalam praktik kepemimpinan masyarakat majemuk.
Dalam sambutannya rektor UIN tersebut berkata:
”Kami mendapat rekomendasi antara lain justru oleh
pemimpin Laskar Jihad Ja’far Umar halib, bahwa
Sinyo adalah orang yang tepat mendapat gelar doktor
honoris causa.”
Dipandang dari sudut komunikasi Sarundajang
telah berhasil membangun jembatan komunikasi yang
mampu menghubungkan dua kutub yang berbeda dan
bertolak belakang. Sebagaimana sudah disebutkan di
atas bahwa hakikat dari komunikasi adalah pengertian
atau kesepahaman (understanding). Carl I. Hovland
mengemukakan bahwa tujuan dari setiap kegiatan
komunikasi adalah untuk mengubah perilaku orang
lain. Sarundajang melakukan tugasnya sebagai
komunikator dengan baik sehingga Ja’far Umar halib
pemimpin Laskar Jihad akhirnya membubarkan
sendiri organisasi yang dia pimpin dan menjadi orang
yang mengusulkan Sarundajang untuk memperoleh
gelar doktor honoris causa.
Dalam
pidato
ilmiahnya
Sarundajang
mengatakan bahwa demokrasi memuat paradoks
justru di dalam dirinya sendiri. Selain membuka
peluang terbukanya nilai-nilai universal seperti
kemajemukan, toleransi, dan inklusivitas, demokrasi
juga memberi kesempatan pada bangkit dan
munculnya primordialisme, ikatan dan loyalitas yang
8
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
tidaklah mudah bagi Sarundajang sebagaimana yang
ia utarakan: “Perjalanan tugas saya di Maluku dan
Maluku Utara itu tidaklah mudah tetapi cukup berat
karena saya berada pada daerah yang asing dan juga saya
tidak mengenal siapa-siapa disana dan saya juga tidak
dikenal oleh mereka. Karena itu, saya pernah ditolak
habis-habisan oleh berbagai kalangan masyarakat yang
berkonlik, bahkan tekanan dan ancaman kepada saya
cukup keras pada waktu itu. Tapi hanya dengan satu
tekad yaitu pergi dengan membawa hati yang bersih,
bersikap netral dan terjun bersama masyarakat yang
bertikai dengan pendekatan hati nurani dan kasih
sayang, dilakukan dengan kesungguhan hati dan
mengajak orang untuk berdamai walaupun dengan
berbagai resiko yang akan menimpa diri saya.”
Ditinjau dari sudut teori pengelolaan identitas,
Sarundajang mencoba memahami dan mengerti
budaya dan karakter masyarakat setempat dengan
cara membaur dengan mereka. Dala teori pengelolan
identitas dikatakan bahwa sebuah hubungan dapat
memperoleh identitasnya melalui komunikasi.
Pertanyaan-pertanyaan tentang identitas sangat
penting dalam kehidupan sosial. Siapakah saya?
Siapakah kita? Apa sifat hubungan kita? Hubungan
bersifat dinamis dan komunikasi adalah hal yang
mengatur persamaan dan perbedaan. Dua pandangan
Baxter tentang dialog: 1) hubungan dihasilkan melalui
dialog; 2) dialog menghasilkan sebuah kesempatan
untuk mencapai sebuah persatuan dalam perbedaan.
Sarundajang menambahkan: “Sejalan dengan
hasil studi dari beberapa peneliti yang meyimpulkan
bahwa akar penyebab konlik di Maluku dan Maluku
Utara, antara lain persoalan kesenjangan sosial,
perebutan sumberdaya alam serta pertikaian elit politik
dan birokrasi merupakan faktor pembungkus “konlik
agama”. Ada dua hal yang saya lakukan di Maluku dan
Maluku Utara yaitu; menyelesaikan konlik dengan
pendekatan hati nurani dan memahami kearifan
lokal yang ada di masyarakat. Bagi saya kedua hal
ini merupakan hal yang hakiki, membutuhkan
keberanian, kesungguhan dan ketekunan. Saya wajib
mempelajari kearifan lokal di tengah masyarakat yang
sedang bertikai; memahami karakter, adat dan budaya
masyarakat lokal.”
Pernyataan Sarundajang sejalan dengan apa
yang dikatakan Mikhail Bakhtin: “hidup berarti
ikut serta dalam dialog: bertanya, memperhatikan
dengan seksama, merespons, setuju, dan seterusnya.
Dalam dialog ini, seseorang ikut serta secara penuh
dan sepanjang hidupnya: dengan matanya, bibirnya,
tanganya, jiwanya, semangatnya, dengan seluruh
tubuh dan perbuatannya. Ia memberikan seluruh
dirinya dalam wacana dan wacana ini masuk kedalam
jalinan dialog dalam kehidupan manusia, kedalam
simposium dunia.” (Littlejohn, 2009: 301)
Dalam pidatonya di rapat terbuka senat
UIN Sarundajang mengungkapkan bahwa model
keinginan dan antusiasme masyarakat kita untuk
turut mewujudkan kehidupan yang tenteram dan
damai, serta sebaliknya, begitu bencinya mereka
terhadap segala bentuk anarki dan tindak kekerasan.
Hanya saja, masyarakat kita menunggu uluran tangan
para pemimpinnya. Mereka bukan hanya ingin disapa
dan didengar, melainkan juga ingin diajak bicara dan
berdialog mengenai berbagai persoalan yang mereka
hadapi. Mereka, yakni masyarakat kita di daerahdaerah, pada dasarnya memiliki sistem nilai dan cara
sendiri untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas
yang bersangkutan.”
Dalam berkomunikasi setiap partisipan
memiliki frame of reference yang dia bawa sejak masa
kecil. Frame of reference ini meliputi budaya, keyakinan
atau sistem kepercayaan, dan nilai-nilai yang dia
anut. Dan dalam Seven Pillars of Communication
Strategy yang dikemukakan Lawrence D. Brennan,
salah satunya adalah itikad baik (goodwill). Beberapa
sifat yang mendukung adanya goodwill, diantaranya
adalah: kebijaksanaan, kejujuran, dan ketulusan. ”Pada
dasarnya masyarakat bisa menyelesaikan persoalan
sendiri atas dasar nilai dan sistem kearifan lokal,
dan dibangun semangat saling percaya. Pengalaman
saya di beberapa daerah, termasuk wilayah konlik,
memperlihatkan bahwa pada dasarnya setiap daerah
dan wilayah kita di Tanah Air memiliki sistem nilai
yang bersumber dari kearifan lokal yang unik dan telah
menjadi wadah kolektif bagi masyarakat setempat
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di antara
mereka. Selain itu, kearifan lokal yang bersifat turuntemurun tersebut seringkali bersifat lintas agama, etnis,
dan daerah. Saya percaya bahwa sebelum berbagai
lembaga modern seperti birokrasi, pemerintah,
ataupun sistem demokrasi dikenal, masyarakat lokal
di berbagai daerah telah memiliki sistem nilai dan
kearifan lokal sendiri yang memungkinkan mereka
bertahan serta hidup secara rukun dan damai.” ungkap
Sarundajang. Sarundajang sebagai seorang pemimpin dan
seorang komunikator telah menerapkan salah satu
unsur dari Seven Pillars of Communication Strategy,
yaitu goodwill, yang menurut Brennan mengandung
unsur-unsur seperti: Attitude of helpful service, courtesy
(kesopansantunan), friendliness (keramahtamahan),
dan humanity (perikemanusiaan). Hal ini diakui
oleh rektor UIN dalam sambutannya pada
penganugerahan doktor honoris causa. Ia berkata:
“Masyarakat majemuk, di tiga propinsi oleh Bapak SH
Sarundayang pernah dipimpin dan dikelola secara
tepat, sehingga semua merasa diajak serta, diperhatikan,
dipedulikan, dihargai, dicintai, dan tepat kiranya, saya
sebut di-orangkan. Itulah selanjutnya saya pahami
sebagai letak kunci keberhasilan memimpin
masyarakat majemuk.”
Mendapatkan tugas mendamaikan pihakpihak yang berkonlik di Maluku dan Maluku Utara
9
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kepemimpinan yang diperlukan oleh masyarakat
majemuk seperti bangsa Indonesia sebenarnya
bukanlah semata-mata yang bersifat komando dan
instruktif, tetapi justru kepemimpinan yang bersifat
melayani dan mengayomi, dalam arti mau mendengar
persoalan-persoalan masyarakat dari mereka secara
langsung tanpa harus melalui prosedur protokoler dan
birokratis. Dalam hubungan ia menegaskan 2 (dua)
hal. Pertama, kita harus percaya bahwa masyarakat
pada dasarnya bisa menyelesaikan persoalan mereka
sendiri atas dasar sistem nilai dan kearifan lokal yang
telah diwariskan secara turun temurun. Kedua, harus
dibangun semangat saling percaya antara pemimpin
formal dan pemimpin informal –yakni para tokoh
masyarakat—bukan hanya sebagai fondasi bagi
penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan,
tetapi juga sebagai faktor penentu keberhasilan kita
mewujudkan kehidupan kolektif yang adil, sejahtera,
tenteram, dan damai.
Hubungan bersifat dinamis dan komunikasi
adalah hal yang mengatur persamaan dan perbedaan.
Dua pandangan Baxter tentang dialog: 1) hubungan
dihasilkan melalui dialog; 2) dialog menghasilkan
sebuah kesempatan untuk mencapai sebuah persatuan
dalam perbedaan. Imahori & Cupach: 3 tahapan
hubungan. 1) percobaan, 2) kecocokan, 3) negosiasi
ulang.
Sarundajang berrpendapat bahwa jika
terbangun semangat saling percaya di antara para
pemimpin formal dan pemimpin informal maka
dengan sendirinya akan terjalin kerjasama yang
sinergis dalam merawat dan mengelola keberagaman.
Melalui semangat saling percaya dan kerjasama
demikian diharapkan berbagai fenomena konlik,
tindak kekerasan, dan anarkisme atas nama identitas
asal (agama, golongan, suku/etnik, ras, daerah) akan
berkurang dengan sendirinya. Sebab salah satu faktor
penting di balik maraknya konlik dan ketegangan
yang bersifat primordial berakar pada rendahnya
tingkat kepercayaan masyarakat kita terhadap lembagalembaga negara, institusi pemerintah, termasuk para
pemimpin dan penegak hukum.
Pemimpin dapat mengambil peran dalam
menyelsaikan konlik maupun memperparah
pertikaian yang terjadi. Hal ini dijelaskan dalam Teori
Dialogis/Dialektis pada hubungan. Mikhail Bakhtin
menggambarkan tentang adanya 2 jenis kekuatan
umum yang memengaruhi kehidupan sehari-hari,
yaitu: 1) centripetal force = menjatuhkan perintah
pada kekacauan yang nyata dalam kehidupan; 2)
centrifugal force = mengganggu perintah tersebut.
3. Simpulan
Dalam perannya sebagai pendamai konlik di
Maluku dan Maluku Utara, Sarundajang telah menjadi
komunikator ulung yang mampu mengaplikasikan
teknik komunikasi persuasif dan dialogis dalam
menyelsaikan konlik di dua propinsi tersebut. Dialog
juga membentuk kebudayaan karena setiap interaksi
dialogis merupakan sebuah pandangan terhadap
setiap kebudayaan dari pendirian tertentu. Secara
umum, sebuah dialog adalah suara-suara berbeda yang
menyatu dalam sebuah percakapan.
Daftar Pustaka
Efendy, Onong U. (1992). Hubungan Masyarakat:
Suatu Studi Komunikologis. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Littlejohn, Stephen W. (2009). Teori Komunikasi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Mulyana, Deddy. (2012). Cultures & Communication:
An Indonesian Scholar’s Perspective.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Severin, Werner J., Tankard, James W. (2011). Teori
Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan
di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana.
Tubbs, Stewart L., Moss, Sylvia. (2006). Human
Communication: Principles and Contexts.
New York: McGraw-Hill.
10
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Konstruksi Pluralisme Agama pada Kampanye Politik:
Studi Etika Komunikasi
(Kajian Prasutudi Kasus Isu SARA pada PILKADA DKI Jakarta Tahun 2012)
Husnan Nurjuman1)
Abstract
Issues of ethnic, religion, race and groups later known with SARA in political campaigns is still used as a
weapon to tackle political opponents and become a tool of propaganda to inluence voters. hese issues are
controversial in a nation with diversity. his paper is an initial study that aims to describe pre-study ideas
for pluralism as a theoretical background in a study on the ethic to use racial issues in a political campaign,
as a form of social reality construction on pluralism. he study was conducted by reviewing various online
media coverage about attitude and comments of campaigners in the 2012 Jakarta Governor Election against
the case of tarawih sermon presented by H. Rhoma Irama at Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, West Jakarta,
on July 29, 2012. Analysis was done relying on various theories and concepts about the construction of
social reality, pluralism, and variants of Islamic thought in a frame of the study of political ethics. he study
led to three conclusions. First, the use of racial issues and the controversy is a result of the process of social
reality construction. Second, political communicators involved in the process of social reality construction
on religious pluralism has been pass through the process of interaction with the reality of pluralism,
interpretation of religious texts, the history of conlict between religions, false consciousness about interfaith
harmony, euphoria of the freedom of expression and pluralism thought in the process of externalizing then
later continues with objectiication and internalization. hird, the ethical study regarding the use of racial
issues in political campaigns depends on point of view against pluralism that underlies the value of ethical
reference. In Studies of institutive Religion group, the sermon is considered as ethical, but in the perspective
of substantive Religion group, it is considered as unethical.
Keywords: SARA Issues, Religious Pluralism, Construction of Social Reality
1. Pendahuluan
Di tengah kehidupan masyarakat yang
majemuk, isu tentang suku, agama, ras dan
antargolongan atau yang kemudian diistilahkan
dengan SARA, selalu menjadi suatu hal yang sensitif.
Isu SARA seringkali menjadi pemicu berbagai
konlik horisontal yang terjadi di tengah masyarakat.
Berbagai konlik tersebut tak jarang berujung pada
tragedi kemanusiaan yang memilukan. Manjadi
suatu pertanyaan besar, bahwa Indonesia yang telah
mendeklarasikan diri sebagai satu bangsa dengan
tanah air dan bahasa yang satu mengalami berbagai
konlik dan tragedi kemanusiaan yang dilatari
ketidakdewasaan dalam memberikan toleransi
terhadap perbedaan etinis, gologan dan agama.
Dalam berbagai kasus, isu SARA hanya
berperan sebagai isu yang memicu konlik, bukan
sebagai akar konlik. Berbagai kepentingan tertentu
baik politik maupun ekonomi seringkali ditemukan
di balik berbagai konlik yang muncul di tanah air.
Namun konlik tersebut diletuskan melalui berbagai
rumor, gosip atau kabar burung yang terkait isu
SARA. Ketika ada isu yang terkait dengan sentimen
negatif tentang golongan tertentu yang berbeda, maka
kecurigaan, stereotif dan prasangka begitu mudah
terbakar. Begitupun untuk isu lain yang terkait dengan
sentimen etnis dan golongan.
Dari gambaran tersebut, dapat ditarik suatu
asumsi bahwa masyarakat Indoensia masih begitu
mudah diombang – ambingkan atau dipecah belah
melalui isu yang terkait perbedaan etnis, golongan
dan agama. Pengalaman dan sejarah yang dilalui oleh
masyarakat terkait konlik masa lalau yang melibatkan
golongan, etnis dan agama memperkuat berbagai
sentimen, kecurigaan, prasangka dan stereotif dari
suatu kelomok terhadap kelompok lain.
Di sisi yang lain, dapat dinyatakan bahwa
isu SARA seringkali digunakan oleh kelompok
1 Penulis adalah di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
11
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
tertentu untuk membuat konlik di tengah masyarakat
demi kepentingan kelompoknya. Fenomena tersebut
kemudian menjadi menarik ketika ada kelompok
politik tertentu yang juga memanfaatkan isu SARA
sebagai bagian dari upaya kelompok politiknya dalam
melakukan kampanye termasuk kampanye hitam yang
menyudutkan lawan politiknya.
Salah satu peristiwa yang baru terjadi
terkait dengan hal tersebut adalah kasus yang terjadi
pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta
tahun 2012. Setelah pemilihan putaran pertama yang
dimenangkan oleh pasangan Joko widodo (Jokowi)
dan Basuki Tjahya Permana (Ahok) yang disusul
oleh incumbent Fauzi Bowo (Foke) dan pasangannya
Nachrowi Ramli, muncul pemberitaan di media massa
bahwa penyanyi dangdut Rhoma Irama menyisipkan
pesan – pesan politik bermuatan SARA dalam salah
satu materi ceramahnya pada sebuah pengajian. Pesan
Rhoma Irama dianggap menyudutkan pasangan
Jokowi – Ahok dan mencoba menggalang dukungan
bagi pasangan Foke - Nachrowi.
Peristiwa tersebut memperkuat anggapan
bahwa masyarakat masih bisa diarahkan, dikendalikan
dan digiring melalui berbagai isu yang menyentuh
perbedaan agama dan etnis. Masyarakat yang telah
lama dikenalkan dengan istilah Bhineka Tunggal Ika,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan berbagai
istilah lain yang terkait dengan paham pluralisme etnis,
golongan dan agama seolah dipaksa untuk melupakan
hal – hal tersebut dan tetap membuka pintu bagi
kecurigaan, sentimen, prasangka dan stereotif kepada
kelompok yang berbeda secara SARA.
Terkait dengan perbedaan agama, masyarakat
telah pula berinteraksi dengan suatu paham yang
disebut pluralisme. Pluralisme agama adalah suatu
pemikiran yang menjelaskan bagaimana perbedaan
agama itu harus disikapi. Secara bahasa, pluralisme
berarti jamak atau lebih. Namun secara istilah, tentu
banyak sudut pandang yang menyebabkan pluralisme
dipahami beragam oleh para ilmuwan sosial dan
agama, termasuk para pemikir agama Islam.
Anis Malik Toha, memberikan pengertian
pluralisme dari sudut pandang ilosois dan sosiopolitik.
Dari sudut ilisois, pluralisme dipahami sebagai
sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan
pemikiran mendasar lebih dari satu. Sedangkan dari
sudut pandang sosiopolitik, pluralisme dilihat sebagai
suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman
kelompok dengan tetap menjunjung tinggi aspekaspek perbedaan yang sangat karakteristik di antara
kelompok-kelompok tersebut (Malik Toha, 2005:12).
Isu SARA yang terkait perbedaan agama
pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, menimbulkan
berbagai respon dari berbagai pihak. Sebagian
pihak memberi kecaman, menyayangkan bahkan
memabawanya pada ranah hukum. Sebagian lagi
melihat persoalan tersebut sebagai suatu dinamika
yang terjadi karena perbedaan cara pandang dalam
mendudukan permasalahan pluralisme dan SARA.
Diperlukan suatu kajian atau penelitian
yang memadai untuk memahami kasus penggunaan
isu SARA dalam kampanye politik sebagai wujud
dari pemahaman tentang pluralisme. Suatu penelitian
yang mengambarkan posisi pemahaman para pelaku
kampanye politik baik dari kubu Foke maupun kubu
Jokowi tentang pluralisme yang menjadi latar bagi
penggunaan isu SARA dalam kampanye politik serta
penyikaan dalam menghadapi isu tersebut. Lebih
dalam lagi, penelitian tersbut juga diharapakan dapat
memberikan kontribusi bagi kajian etika politik dalam
hal kampanye di tengah realitas bangsa yang majemuk
dan sensitif dengan isu yang terkait agama.
Tulisan ini merupakan paparan suatu kajian
awal terkait dengan penggunaan isu SARA dalam
kampanye poltik. Kajian prapenelitian ini adalah
analisis terhadap konstruksi pemahaman para juru
kampanye politik pada pilkada DKI 2012 tentang
pluralisme yang menjadi latar pemikiran mereka dalam
menyikapi penggunaan isu SARA pada kampanye
politik. Kajian awal ini dilakukan dengan menelusuri
kasus ceramah tarawih yang disampaikan H. Rhoma
Irama di Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, Jakarta
Barat, pada tanggal 29 Juli 2012. Analisis dilakukan
berdasarkan kajian pustaka tentang Teori Konstruksi
Realitas Sosial (Peter Berger dan homas Luckmann),
kajian tentang pluralisme dan kajian tentang berbagai
varian pemikiran tentang pluralisme.
2. Kajian Pustaka
2.1. Konstruksi Realitas Sosial Tentang
Pluralisme
Konstruksi realitas sosial merupakan preses
terbentuknya suatu realitas pengetahuan melalui suatu
proses interaksi sosial. Realitas adalah sesuatu hal yang
sebenarnya diinternalisasikan oleh atau melalui suatu
proses sosial (Peter L. Berger, homas Luckmann,
1966:196). Sebagaimana telah duraikan oleh Burhan
Bungin dalam buku sosiologi komunikasi tentang tiga
tahapan konstruksi realitas (eksternalisasi, objektiikasi
dan internalisasi), maka pembahasan tentang
konstruksi realitas mengenai pluralisme pun dapat
dikaji berdasarkan tiga tahapan tersebut. Eksternalisasi
membahas bagaimana individu – individu dalam
masyarakat berinteraksi dengan realitas dan produk
pemikiran yang ada mengenai agama. Objektiikasi
membahas bagiamana interaksi antar individu
dalam masyarakat terkait tentang pemikirannya
mengenai agama dan pluralisme membentuk suatu
kelompok sosial atau terinstitusionalisasi dalam suatu
madzhab atau aliran pemikiran tertentu. Sedangkan
pada bagian internalisasi akan dipaparkan tentang
bagimana individu yang telah tergabung dengan
aliran pemikiran tertentu mengenai pluralisme agama
mengidentiikasikan dirinya dalam proses sosial.
12
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Jauh
sebelum
bangsa
Indonesia
mendeklarasikan dirinya sebagai suatu bangsa yang
satu, masyarakat telah dihadapkan dengan realitas
kemajemukan suku, bahasa, adat istiadat, budaya
dan agama. Keberagaman tersebut kemudian
meengkondisikan
masyarakat
untuk
hidup
berdampingan dengan keterikatan kondisi dan
kebutuhan yang sama sebagai suatu bangsa. Namun,
kendati hidup berdampingan dan berinterkasi,
Agama merupakan suatu cara pandang utama dalam
masyarakat yang menjadi sumber dari nilai – nilai
yang dianut. Perbedaan agama cukup berperan dalam
menimbulkan perbedaan nilai – nilai operasional
yang ada di masyarakat termasuk nilai dalam
melihat perbedaan agama itu sendiri. Karena agama
berkembang dengan sistem dan sejarahnya masing –
masing yang pada perjalanannya memproklamirkan
dirinya sebagai kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak
berarti bahwa agama yang dianut adalah satu –
satunya kebenaran dan meniadakan kebenaran pada
agama yang lain. Pada sisi ini, pluralisme cenderung
dipahami berbeda dengan pluralitas. Pluralitas adalah
suatu realitas kemajemukan yang tidak bisa dibantah
keberadannya, sedangkan pluralisme adalah paham
yang meniadakan kebenaran mutlak agama sebagai
suatu pemkiran yang membahayakan agama.
Di sisi yang lain, ada juga sekelompok
masyarakat yang terus mengkaji ilmu agama secara
mendalam dan mencoba memahami substansi ajaran
agama, menemukan cara lebih terbuka, termasuk
menelusuri sejarah dari tiap agama yang kemudian
menemukan cara pandang lain dalam melihat
pluralisme. Mereka melihat pluralisme merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari ajaran agama itu
sendiri. Pemahaman mereka terhadap perbedaan
agama tidak dari sisi ajaran agama secara nilai, tapi
perbedaan agama dilihat sebagai akibat dari satu proses
sejarah perkembangan agama.
Proses pertemuan antara individu dan
masyarakat dengan kedua cara pandang tersebut
dalam kajian konstruksi realitas disebut dengan
eksternalisasi. Suatu proses interaksi antara masyarakat
dengan wacana pluralisme. Masyarakat atau individu
dalam masyarakat memiliki pengalaman yang berbeda
ketika mereka berinteraksi dengan wacana pluraslime.
Terkait dengan proses eksternalisasi, ada
individu – individu yang bertemu dan berinterkasi
dengan suatu realitas pengetahuan bahwa klaim
kebenaran agama merupakan suatu hal yang mutlak
dan tak dapat diganggu gugat. Sehingga penerimaan
terhadap pluralisme merupakan suatu hal yang
salah. Agama yang dianut merupakan satu – satunya
kebenaran, sehingga menurut pemikiran ini,
kebenaran, kebahagiaan hakiki hanya dimiliki oleh
penganut agamanya saja, sedangkan yang lainnya
adalah sesat. Proses eksternalisasi juga terjadi dengan
individu–individu yang lain yang berinterkasi dengan
13
pandangan bahwa pluralsime merupakan suatu
hal yang nyata ada dan tak dapat dielakan, bahkan
menjadi bagian dari ajaran itu sendiri.
Selanjutnya, sebagai wujud hasil pertemuan
antara realitas pengetahuan dan pengalaman
individu–individu tersebut, terbentuklah paham
tentang pluralisme dalam berbagai pemikiran yang
berbeda. Manusia dengan berbagai pemikiran tersebut
saling berinterksi satu sama lain. Kesamaan pemikiran
beberapa individu dengan sendirinya akan membuat
mereka berkelompok dan kemudian melembagakan
kelompoknya manjadi satu aliran atau madzhab
tertentu tentang pluralisme. Proses pelembagaan
tersebut kemudian disebut dengan objektiikasi.
Pada fase objektiikasi, pemikiran yang
terbentuk dari proses eksternalisasi tersebut dibakukan
menjadi sesuatu realitas yang telah berada di luar diri
individu – individu yang terlibat sebelumnya. Realitas
pengetahuan tersebut menjadi realitas yang disepakati
dalam suatu isntitusi dan dijadikan sebagai dasar
mengapa institusi itu ada, atau setidaknya menjadi
substansi atau identitas kelompok. Institusionalisasi
pemikiran tersebut telah mendorong suatu realitas
yang seolah berada di atas diri individu, bahkan
sanggup menjadi kontrol bagi individu tersebut.
Terkait dengan pemikiran mengenai
pluralisme, objektiikasi yang kemudian terjadi adalah
pemikiran pluraslisme telah berkembang menjadi
kelompok aliran tentang pluralisme, dan kelompok
pemikiran Islam tentang pluralisme. Kelompok –
kelompok tersebut secara garis besar dibagi kepada
dua bagian antara lain kelompok yang melihat
pluralisme sebagai pemikiran, sikap dan perilaku
untuk hidup berdampingan antar pemeluk agama
tanpa mennyentuh nilai kebenaran mutlak agama
sebagai sistem yang absolut atau bahkan cenderung
menagaggap pluralisme secara ekstrim sebagai suatu
yang membahayakan agama, dan kelompok lainnya
adalah kelompok yang melihat bahwa pluralisme
adalah suatu hal yang tak terpisahkan dari agama itu
sendiri. Mengutip paparan Dr. Anis Malik Toha Toha
(Toha, 2005, 49 – 121), kelompok yang kedua ini pun
terbagai dalam tiga varian yaitu teologi global (bahwa
agama secara substansi adalah sama, namun secara
institusi berbeda), sinkretisme (terdapat kesamaan
pada agama sehingga dapat dicampuradukandalam
credo,ritus dan norma), humanisme sekuler (bahwa
perbedaan agama tidak menjadi persoalan selama
menjaga nilai–nilai kemanusiaan).
Tahap terkahir dari proses konstruksi realitas
adalah internalisasi. Para penganut madzab dan
aliran tentang pluralisme kemudian akan melakukan
indetiikasi dirinya dengan menyesuaikan apa yang
dia kerjakan, dia sikapi dengan ajaran–ajaran yang
telah baku dalam kelompok atau institusi tempat
dia menjadi anggotanya. Mereka akan melakukan
berbagai langkah berdasarkan posisinya masing–
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
masing untuk mengamalkan nilai–nilai yang dianut
oleh kelompoknya.
Internalisasi tiap penganut madzhab dan
varian pemikiran tentang pluralisme akan memberikan
dampak dalam kehidupan mereka berinterksi sosial
sehari-hari. Anggota kelompok pemikiran pertama
akan cenderung bersikap eksklusif dalam hal-hal yang
bersifat keagamaan dan memiliki stigma tertentu
kepada kelompok agama lain. Sedangkan anggota
kelompok kedua akan lebih terbuka terhadap berbagai
wacana yang terkait dengan isu lintas agama.
usai ibaah tarawih memunculkan kontroversi tentang
pernyataa Rhoma Irama yang dilandaskan pada
pemhaman terhadap Qur’an Surat An-Nisa ayat 144.
Kajian terhadap varian pemikiran Islam diperlukan
untuk menggambarkan pemahaman pemikiran Islam
tentang pluralisme yang djadikan sandaran dalam
memunculkan dan menyikapi penggunaan isu SARA
dalam kampanye politik.
Dr. Anis Malik Toha, memberikan pengertian
pluralisme dari sudut pandang ilosois dan sosiopolitik.
Dari sudut ilisois, pluralisme dipahami sebagai
sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan
pemikiran mendasar lebih dari satu. Sedangkan dari
sudut pandang sosiopolitik, pluralisme dilihat sebagai
suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman
kelompok dengan tetap menjunjung tinggi aspekaspek perbedaan yang sangat karakteristik di antara
kelompok-kelompok tersebut Anis Malik Toha,
2005:12). Maka pluralisme dapat dipahami sebagai
suatu kondisi yang mengakui perbedaan agama,
dengan tetap membangun suatu sistem komunitas
masyarakat yang didasarkan pada sistem dasar
pemikiran yang lebih dari satu agama. Intinya adalah
hidup berdampingan antar pemeluk agama yang
berbeda dan membangun suatu komitmen sosial
bersama yang berdasarkan pada ajaran-ajaran agama
yang mereka anut dengan tetap tidak menghilangkan
perbedaan tersebut.
Nurcholis
Madjid
menyampaikan
pandangannya bahwa pluralisme tidak lebih
dari perbedaan jalan dalam mencari kebenaran
menuju Tuhan. Pandangan dasar bahwa Allah telah
menetapkan idiom, metode dan jalan masing-masing
bahwa setiap agama dengan caranya sendiri mencoba
menuju kebenaran (Nur Ahmad, 2001:4).
Dengan demikian, Nurcholish Madjid
menyampaikan suatu pandangan bahwa ada kebenaran
dalam agama lain. Selain Islam, khususnya agama yang
dibawa oleh para nabi yang diutus oleh Tuhan yang
diyakini sebagai tuhan yang sama dengan Tuhan Islam.
Agama-agama tersebut dinamai agama samawi. Meski
pada perjalanan sejarahnya, agama-agama tersebut
telah mengalami berbagai penyimpangan. Pandangan
tersebut senada dengan pendapat kelompok pemikir
Islam yang melihat Islam secara substantif yaitu
sebagai nilai.
Mencermati dua pemeikiran tesebut,
sebagaimana yang elah dipaparkan pada penelitian
sebelumnya (Nurjuman, 2006), dapat dilihat bahwa
mengenai tema pluralisme, para pemikiran Islam
terbagi kepada dua bagian. Kelompok pertama adalah
kelompok yang melihat Islam sebagai institusi. Islam
sebagai suatu sistem yang menjadi penentu kebenaran.
Kelompok ini melihat bahwa Islam adalah satu-satunya
kebenaran. Mereka mengartikan pluralisme sebagai
suatu sikap hidup bersama dan saling berdampingan
antara pemeluk agama yang berbeda tanpa harus
merubah ciri masing-masing. Mereka menolak
2.2. Varian Pemikiran Tentang Pluralisme
Secara bahasa, pluralisme berarti jamak
atau lebih. Namun secara istilah, tentu banyak sudut
pandang yang menyebabkan pluralisme dipahami
beragam oleh para ilmuwan sosial dan agama,
termasuk para pemikir agama Islam.
Anis Malik Toha menguraikan bahwa
pemikiran tentang pluralisme agama dapat dibagi atas
tiga vareasi pemikiran, yaitu teologi global, humanisme
dan sinkretisme. Teologi global adalah sebuah paham
yang melihat bahwa setiap agama, khususnya agama
samawi (agama yang bersumber dari wahyu melalui
perantara nabi, antara lain Yahudi, Kristen dan Islam)
memiliki sejarah dan sumber wahyu yang sama, dan
kemudian memiliki nilai-nilai substansi yang sama.
Pemikiran ini menyatakan. bahwa ketika agama
berkembang menjadi suatu sistem keyakinan, sistem
ritual dan norma, maka agama-agama ini memiliki
sistem masing – masing yang berbeda dan tak bisa
dicampuradukan.
Varian kedua dalam pemikiran tentang
pluralisme adalah humanisme. Pemikiran ini lebih
melihat manusia sebagai pusat dari berkembangnya
agama. Manusia dilihat sebagai sosok utama, dan
agama adalah suatu hal yang dikembangkan untuk
mengangkat nilai-nilai kemanusiaan. Maka kebenaran
agama akan dilihat sejauh mana agama tersebut
memberikan kontribusi bagi pengembangan nilainilai kemanuisiaan. Maka perbedaan agama menurut
pemikiran ini tidak menjadi suatu persoalan pokok
selama nilai-nilai kemanusiaan tetap menjadi tujuan
dan pusat perhatian ajaran agama tersebut.
Sedangkan sinkretisme berpandangan lebih
ekstrim tentang pluralisme. Sinkretisme tidak hanya
mengakui bahwa ada nilai-nilai substansi yang sama
dalam setiap agama, tapi juga menyatakan bahwa
kesamaan itu dapat diwujudkan dengan kebersamaan
dalam satu sistem keyakinan, sistem ritual dan sistem
norma. Pemikiran ini menudukung berbagai bentuk
pelaksanaan yang mencampuradukan berbagai sistem
agama di dalamnya.
Kajian tentang varian pemikiran Islam yang
dikaitkan dengan pluralisme menjadi penting dan
relevan ketika kajian ini digunakan sebagai kacamata
untuk melihat kasus penggunaan isu SARA ada pilkada
DKI Jakarta. Kasus yang dipicu oleh ceramah agama
14
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pluralisme dalam bentuk menyamakan semua agama.
Kelompok yang kedua, adalah kelompok
yang melihat Islam secara substantif. Sebagai nilai
yang terkandung dalam semua ajaran agama lain.
Bagi kelompok ini, agama merupakan hasil penafsiran
dari irman-irman Tuhan yang menurut versi mereka
sebenarnya adalah sama di tiap agama.
3. Pembahasan
3.1. Komunikator Politik dan Isu SARA
sebagai Representasi Konstruksi
Pluralisme
Bagian lain dalam pembahasan tentang
konstruksi realitas sosial mengenai pluralisme dalam
kegiatan kampanye politik adalah bagaiamana
kontribusi para pelaku politik dalam keseluruhan
proses kontruksi realitas sosial tentang pluralisme,
baik pada tahap eksternalisasi, objektiikasi maupun
internalisasi. . Komunikator politik dapat diidentiikasi
menjaditiga kelompok. Antara lain : 1) Politisi 2)
Profesional 3) Aktivis (Nimmo, 2005). Komunikator
politik meruupkan sosok strategis daalam proses
interaksi daam masyarakat untuk membangun suatu
realitas pengetahuan sosial, khsusunya meluai proes
kegiatan kampanye politik.
Pertama, komunikator politik atau dalam hal
ini lebih dikhususkan para juru kampanye berperan
sebagai bagian dalam masyarakat yang berinterkasi
dengan suatu produk pengetahuan (eskternalisasi).
Kedua, para juru kampanye menjembatani interaksi
antar individu dalam masyarakat dengan pengetahuan
sehingga akhirnya terbentuk suatu institusionalisasi
(objektiikasi). Melalui Pesan politik yang diampaikan
dalam berbagai forum komunikasi, obrolan publik,
dan lain sebagainya masyarakat diarahkan untuk
membentuk suatu pemikiran atau konsepsi tertentu
sebagai suatu realitas yang iyakini bersama. Ketiga,
Para komunikator politik atau para juru kampanye
politik melakukan identiikasi diri terkait pemikiran
atau pengetahuan yang telah ia pilih sebagai realitas
objektif (internalisasi). Para juru kampanye dapat
menyelaraskan pikiran, sikap dan perilakunya
termasuk pesan – pesan politik yang ia sampaikan
berdasarkan pemikiran yang telah terbentuk pada
proses sebelumnya.
Tim sukses Fauzi Bowo dan Nachrowi
Ramli merupakan gabungan dari para komunikator
politik yang terdiri atas fungsionaris partai, tokoh
masyarakat, tokoh organasisasi kemasyarakatan
berbasis kedaeraan, juga para komunikator politik
profesional yang terdiri atas pekerja media dan artis.
Koalisi partai besar pengusung dan pendukung
Foke - Nara antara lain dari Partai Demokrat, Partai
Golkar, PPP, PAN, dan PKS. Sedangkan para tokoh
masyarakat yang bergabung dengan Foke – Nara di
antaranya para pemimpin oganisasi kemasyrakatan
yang bersifat kedaerahan khususnya masyarakat
15
betawi dan berbagai ormas lainnya. Tidak hanya itu,
tim sukses Foke – Nara juga didukung oleh kalangan
artis baik yang terikat dalam partai politik atau ormas
maupun yang memang tampil seagai komunikator
politik profesional.
Seangakan tim sukses Joko Widodo dan
Basuki Tjahya Permana terdiri atas fungsionaris PDI
– P, Partai Gerindra, kemudian dikuatkan dengan
berbagai tokoh organisasi kemasyarakatan, diantarnya
berbgai forum masyarakat prantauan jawa dan
kelompok etnis tionghoa. Sedangan komunikator
politik profesional. Jokowi – Ahok menggaet berbagai
konsultan profesional baik dalam bidang survei
maupun dalam bidang media.
Latar belakang para komunikator politik
menjadi amat penting daam mengkaji konstruksi
realitas seperti apa yang terbangun mengenai
pluralisme yang mewujud dalam sikap mereka tentang
isu SARA pada pilkada DKI 2012. Latar belakang
tesebut akan mereka sejarah pengalaman mereka
berinterkasi dengan berbagai fenomna sosial dan
produk pengetahuan yang terkait dengan pluralisme.
Pengunaan isu SARA alam kampanye politik
berikut berbagai respon atau sikap yang mengikutinya
merupakan wujud dari suatu prses konstruksi realitas
tentang pluralisme. Suatu representasi pemahaman
para komunikator politik tentang suatu realitas
pengetahuan bernama pluralisme. Konstruksi realitas
para komunkator politik yang terlibat dalan pilkada
DKI 2012 tentang pluralisme adalah suatu proses
yang melalui berbagai tahapan – tahapan, yaitu
eksternalisasi, objektiikasi dan internalisasi.
Pada proses eksternalisasi, terjadi interaksi
antara berbagai
pengalaman individu para
komunikator politik dengan berbagai pemikiran
tentang pluralisme. Berdasarkan pengembangan hasil
kajian penelitian terdahulu (Jaiz, 2012) berbagai
realitas pengalaman dan pengetahuan tersebut dapat
diidentiikasi :
1. Realitas keberagaman agama di Indonesia.
Realitas ini adalah realitas yang hampir ditemui
di berbagai penjuru Indonesia sejak bangsa
ini terbentuk. Tiap individu yang lahir dan
tumbuh di Indonesia akan senantiasa melihat
berbagai perbedaan di masyarakat dalam hal
suku, bahasa, budaya termasuk agama. Mereka
berinterkasi dengan realitas kemajemukan
pada saat mereka bergaul di lingkungan yang
heterogen, di lingkungan tempat tinggal,
lingkungan pendidikan, lingkungan pekerjaan
dan sebagainya.
2. Klaim kebenaran agama dan praktik penafsiran
agama yang eksklusif.
Ketika individu berkenalan dengan pengajaran
agama baik di keluarga, di tempat pendidikan,
dari buku bacaan, dan dari media massa,
seringkali indivdiu menerima informasi tentang
ajaran agama versi agamannya masing – masing
dengan cara pandang yang menyatakan bahwa
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
3.
4.
5.
6.
moderat dan liberal. Hal tersebut juga didukung
oleh membanjirnya berbagai buku referensi
tentang pluralisme serta maraknya para
mahasiswa yang mengkaji perbandingan agama
ke luar negeri.
Keenam faktor tersebut menjadi relitas
yang ditemui oleh masyarakat Indonesia termasuk
diantaranya para komunikator politik yang terlibat
dalam Pilkada DKI 2012. Proses eksternalisasi
tersebut menggiring mereka untuk memilih sikap
dan pemikirannya kepada satu madzhab tertentu
sebagai suaturealitas yang dianggap realitas bersama
atau realitas objekif.
Pertama, sebagian dari para komunikator
politik ada yang melihat bahwa pluralisme dibatasi
suatu bentuk pemikiran, sikap dan perilaku tentang
kehidupan bersama diantara perbedaan dengan
menumbuhkan toleransi agar tiap pemeluk agama
yang berbeda melaksanakan ajaran agamanya secara
utuh tanpa gaguan dari pihak lain. Pluralisme dalam
pandangan ini adalah pluralisme yang melihat
bahwa tiap agama adalah berbeda secara substansi
dan institusi yang tidak mungkin dicampuradukan.
Maka sikap dalam mewujudkan pluralisme
adalah menghormati tiap penganut agama untuk
melaksanakakan kayakinannya masing-masing.
Dari prespketif kajian Islam, pemikiran pluralisme
ini cenderung mempertahankan klaim kebenaran
institusi agama, bahwa tidak ada agama lain yang
benar kecuali agama yang dianutnya. Kelompok
ini pun akan melihat pelaksanaan pluralisme secara
penuh atau ekstrim bisa membahayakan ajaran
tentang klaim kebenaran mutlak agama
Kedua, pilihan pemikiran pluralisme yang
melihat agama sebagai suatu produk sejarah dari
perkmabangan ajaran-ajaran tuhan yang bertujuan
untuk kemanusiaan. Maka para komunikator politik
yang memahami pluralisme dengan cara pandang ini
memiliki anggapan bahwa pluralisme adalah bentuk
pengakuan terhada adanya kebenaran nilai yang sama
dalam tiap agama yang bersumber dari wahyu tuhan.
Kedua pemikiran tersebut, belum menjadi
suau hal yang mewujud dalam isu SARA jika para
komunikator politik tidak masuk pada fase ketiga dari
konstruksi realitas sosial. Fase itu adalah internalisasi.
Pada fase ini, para komunikator politik memainkan
peranan yang sesuai dengan identitas madzhab
pemikiran pluralismenya. Pemikiran pluralisme itu
diturunkan daam sikap dan pemikiran yang terkait
dengan kepemimpinan atau memilih pemimpin
sebgai bagian dari pelaksanaan ajaran agama.
Kelompok pertama melihat bahwa masalah
memilih pemimpin sebagai bagian dari ajaran agama
adalah suatu hal yang tdak boleh diganggu gugat.
Tiap pemeluk agama berhak untuk menjalankan
kebebasannya mengamalkan dan mengajarkan
berbagai fatwa agama atau ajaran agama termasuk
soal memilih pemimpin. Ketika dalam ayat qur’an
surat an-nisa ayat 114 menyebutkan bahwa tak
agama yang dianutnya sebagai satu – satunya
jalan kebenaran. Menurut Fiet Hizbullah dalam
buku nalar kemanusiaan nalar perubahan sosial
( Khaidir, 2006, 89 - 91) Hal tersebut terjadi
disebabkan tafsir yang dikembangkan oleh pihak
otoritas kepemimpinan agama mengkondisikan
tafsir seperti itu karena dipengaruhi faktor
pemahaman pemikiran, faktor sejarah konlik
agama dan kepentingan kekuasan otoritas agama.
Sejarah konlik antar agama.
Sejarah konlik antar agama yang sebenaranya
dilatarbelakangi faktor politik dan ekonomi
menimbulkan polarisasi yang mempengaruhi
kehidupan beragama di seluruh dunia. Konlik
tersebut memberikan dampak saling curiga dan
sentimen antar pemeluk agama yang bertikai
yang agama – agama tersebut juga berkembang
di Indonesia.
Kesadaran semu tentang pluralisme di era orde
baru.
Di era pemerintahan Orde baru, melalui berbagai
kampanye di lingkungan pendidikan kampanye
kerukunan hidup antar pemeluk agama selalu
digembar – gemborkan. Namun kampanye
kerukunan bergama itu tidak pernah menyentuh
akar dari persoalan konlik antar pemeluk agama.
Kerukunan hidup bergama hanya menjadi alat
kekuasaan untuk membangun stablitas nasional
yang dilakukan dengan pendekatan politik dan
keamanan. Para pemuka dan pemeluk agakam
dipaksa untuk menerima Pancasila sebagai
asas tunggal dan melarang menjadikan agama
sebagai landasan formil kehidupan. Berbagai
kegiatan keagamaan tidak lepas dari pengawasan
yang mlekat dari pemerintah. Kondisi tersebut
membuat kehidupan yang rukun antar pemeluk
agama hanyalah sebagai kesadaran semu belaka
di bawah pengawasan kekuatan politik orde baru.
Eufhoria kebebasan berpendapat pasca reformasi.
Setelah orde baru tumbangnya orde baru, para
pemeluk agama menemukan kebebasannya
untuk mengkespresikan sikap keberagamaannya
yang telah tertekan selama pemerintahan orde
baru. Namun sikap yang diekpresikan teresebut
didasari oleh pemahaman yang bersandar pada
pandangan eksklusif klaim kebenaran agama
sebagai dampak proses sejarah sebelumnya.
Namun di sisi yang lain, pada era ini muncul
juga pemikiran – pemikiran agama yang moderat
bahkan liberal. Masa reformasi adalah masa yang
strategis bagi kelompok intelektual agama untuk
mengembangakan suatu pemkiran agama yang
lebih berorientasi kepada nilai yang sebenarnya,
pangkalnya telah berkembang sejak masa orde
baru secara laten.
Berkembangnya berbagai pemikiran tentang
pluralsime.
Masa reformasi memberikan peluang meluasnya
berbagai forum diskusi bagi para kelompok
16
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
boleh mengangkat pemimpin dari orang kair yang
kemudian diterjemahkan bahwa yang dimaksud kair
itu adalah orang yang tidak beragama Islam, maka
adalah hak bagi seorang muslim untuk menyebarkan
dan mengamalkan ayat tersebut tanpa gangguan dari
pihak lain.
Wujud internalisasi dari pluralisme dalam
kasus ini menurut cara pandang kelompok pertama
adalah memberikan toleransi kepada pemeluk agama
untuk memilih pemimipin sesuai dengan perintah
agama dan klaim kebenaran agama yang dianutnya.
Hal tersebut akan muncul dalam sikap mereka
melihat kasus ceramah tarawih Rhoma Irama yang
dikenal sebagai salah satu su SARA dalam pilkada
2012.
Berbeda dengan kelompok kedua, internalisasi
dari pluralisme dalam bidang politik adalah dengan
mengangkat pemimpin dari kelompok agama yang
berbeda, karena mereka mengakui adanya nilai
kebenaran dalam tiap agama yang menjadikan
perbedaan agama menjadi ukan amsalah selama aga
tersebut berorentasi untuk mengangkat nilai – nilai
kemanusiaan dan perbaikan soisial.
Terkait isu SARA pada ceramah Rhoma
Irama, kelompok ini akan menilai bahwa hal
tersebut erupakan suatu wujud penolakan teradap
nilai kebenaran agama - agama yang ada dan dapat
mengganggu kerukunan hidup beragama. Kelompok
ini akan memposisikan pernyataan Rhoma Irama
sebagai bentuk ancaman terhadap pemikiran
pluralisme, atau yang disebut dengan masalah SARA.
3.2. Pluralisme sebagai Rujukan Nilai dan
Etika Kampanye Politik
Nilai merupakan suatu ukuran atau rujukan
tentang kebenaran atau kebaikan. Nilai merupakan
“address of a yes” (Bertens, 2004, 139) yang menujukan
bahwa suatu pemikiran, sikap atau tindaan dapat
dikatakan benar atau salah, baik atau buruk, indah
atau jelek. Nilai menjadi penentu berbagai perangkat
etika dan norma dalam berbagai aspek kehdupan,
termasuk kehidupan berpolitik.
Etika politik merupakan perangkat yang
berperan seagai koridor atau rel yang mengawal
kegiatan politik tetap sesuai dengan nilai – nilai yang
disepakati oleh masyarakat Etika politik merupakan
hasil kajian terhadap nilai – nilai yang diyakini seagai
landasan kehidupan yang diterapkan kepada realitas
kehidupan berpolitik.
Sebagai rujukan etika, nilai terbentuk
dari suatu proses konstruksi realitas masyarakat.
Masyarakat berinteraksi dengan berbagai pengalaman
dan berbagai produk pengetahuan yang kemudian
membangun cara pandang tentang benar salah, baik
dan buruk, keindahan dan hal laian yang terkait.
Kemudian kesemua cara pandang tersebut dinamai
nilai.
Pluralisme merupakan suatu pemikiran
yang menjadi landasan untuk merujuk apakah suatu
17
tindakan, sikap dan pemikiran yang terkait dengan
kehidupan di tengah keberagaman tersebut dapat
dikanakan benar, baik, salah atau buruk. Pemikiran
pluralisme yang dianut oleh masyarakat menjadi dasar
nilai yang menjadi ujukan etika apakah penggunaan
isu SARA dalam kampanye politik dapat dikatakan
benar atau salah, baik atau buruk.
Kelompok pertama, kelompok yang melihat
pluralisme sebagai suatu pemikiran, sikap dan tindakan
yang mengakui dan menghormati perbedaan tiap
agama diiringi sikap menghormati atau toleransi agar
tiap pemeluk agama dapat sebebsanya mengamalkan
ajaran agama. Kelompok ini meyakini tentang klaim
kebenaran agama secara institusi. Artinya tidak
ada kebenaran lain selain kebenaran agama yang
dianutnya. Atau dapat diistilahkan dengan kelompok
agama institutif.
Kelompok agama institutif melihat bahwa
agama yang dianutnya sebagai satu – satunya agama
yang diterima disisi tuhan yang sudah berbentuk
kesatuan sistem credo, ritus dan norma. Kelompok ini
memandang agama selain yang mereka anut sebagai
suatu hal yang sesat dan melihat para pemeluk agama
yang berbeda bukanlah orang – orang yang akan
selamat di akhirat atau hari setelah kematian.
Terkait dengan penggunaan isu SARA pada
pilkada DKI 2012, kelompok ini melihat hal tersebut
tidak melanggar etika yang berlandaskan pluralisme.
Karena ceramah yang dilakukan oleh Rhoma Irama
merupakan ceramah penyebaran ajaran agama yang
mereka anut. Maka semua pihak harus bertoleransi
dengan keyakinan umat atas ajaran Islam yang
memerintahkan memilih pemimin dari kelompok
Islam.
Kelompok kedua, adalah kelompok yang
melihat pluralisme sebagai bentuk pengakuan kepada
nilai-nilai kebenaran pada agama yang berbeda –
beda terutama agama samawi. Kelompok ini dinamai
kelompok agama substantif. Kelompok agama
substantif melihat bahwa yang dimaksud agama
samawi adalah yang diajarkan kepada umat nabi
Adam sampai nabi Muhammad. Walau dalam proses
sejarah, ajaran para nabi tersebut berkembang menjadi
agama dengan sistem keyakinan, sistem credo, ritus dan
norma yang berbeda. Bagi kelompok ini perbedaan
agama hanya merupakan perbedaan jalan menuju satu
tuhan yang sama.
Mengikuti asumsi tentang pandangan
kelompok ini mengenai pluralisme, penggunaan isu
SARA pada pilkada DKI diasumsikan sebagai bentuk
pengingkaran pada nilai – nilai kebanaran pada tiap
agama (khususnya agama samawi) yang membawa
manusia kepada Tuhan yang sama. Penggunaan Isu
SARA akan dilihat sebagai isu menyempitkan tujuan
agama tentang pemuliaan manusia secara sosial
menjadi penghambaan kepada sistem credo , ritus dan
norma agama.
Maka dalam kajian kelompok agama
substantif, penggunaan isu SARA untuk memunculkan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pemimpin dari satu kelompok agama tertentu dan
meminggirikan calon pemimpin dari kelompok
agam lain, merupakan suatu tindakan yang tidak etis.
Kampanye politik yang menggunakan isu solidaritas
kelompok agama terntentu daan sentimen kepada
kelompok agama yang lain merupakan tindakan yang
melanggar etika yang didasari nilai – nilai pluralisme.
.
Littlejohn, Stephen W. 1989 : heories of Human
Communication. California: Wadsworth Inc.
Littlejohn, Stephen W dan Karen A Foss, 2009.
Teori Komunikasi, heories of Human
Communication, Esdisi ke-9. Jakarta : Salemba
Humanika .
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam : Aliran –
Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta :
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Nashir, Haedar. 2007. Gerakan Islam Syariat,
Reproduksi Salaiyah Ideologis di Indonesia.
Jakarta : PSAP.
Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik, Komunikator,
Pesan dan Media. Bandung : Rosdakarya
Rachman, Budhy Munawar. 2007. Islam dan
Pluralisme Nurcholish Madjid. Jakarta : PSIK
Universitas Paramadina.
of Inluences on Massa Media Content,New York :
Longmann Publishers.
Syahrastani, Muhammad bin Abdul Karim. 1996.
Sekte –Sekte Islam. Bandung : Penerbit
Pustaka.
Toha, Anis Malik. 2005. Tren Pluralisme Agama.
Jakarta : Gema Insani.
Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Komunikasi,
Pendekatan Taksonomi. Bogor: Ghalia
Indonesia
4. Simpulan
Kajian awal terhadap fenomena penggunaan
isu SARA dalam kampanye politik pada pilkada DKI
2012 telah mengantarkan pada kajian pustaka tentang
konsturksi pluralisme agama sebagai landasan nilai
etika kampanye poltik. Dari kajian sederhana tersebut
dapat diambil beberapa konklusi sementara. Pertama,
penggunaan isu SARA serta sikap mendukung dan
menolaknya merupakan suatu hasil dari proses
kunstruksi relitas sosial. Kedua, Para komunikator
plolitik terlibat dalam proses konstruksi realitas
sosial tentang pluralisme agama telah melalui proses
interaksi dengan berbagai realitas kemajemukan, tafsir
teks agama, sejarah konlik antar agama, kesadaran
semu tentang kerukunan antar agama, eufhoria
kebebasan pendapat dan pemikiran pluralisme dalam
proses eksternalisasi yang kemudian berlanjut dengan
objektiikasi dan internalisasi. Ketiga, Kajian etika
mengenai penggunaan isu SARA dalam kampanye
politik sangat tergantung dengan sudut pandang
pemikiran tentang pluralisme yang melandasi nilai
rujukan etika. Dalam kajian agama institutif, ceramah
tersebut dianggap etis, namun dalam prespektif agama
substantif, dianggap tidak etis.
Sumber lain :
Tesis : Nurjuman, Husnan. 2006. Universitas
Indonesia. “Konstruksi Media Islam Indonesia
Tentang Pluralisme Dalam Islam”.
Penelitian: Jaiz. Muhammad. Husnan Nurjuman,
Yoki Yusanto. 2012. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. “Konstruksi Pemikiran Islam tentang
Pluralisme dalam Film Tanda Tanya (?)”
Daftar Pustaka
Ahmad Nur. 2001. Pluralitas Agama Kerukunan dalam
Keragaman. Jakarta : Kompas.
Berger, Peter L dan homas Luckmann, 1990, Tafsir
Sosial Atas kenyataan, Jakarta : LP3ES.
Bertens, 2004. Etika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi : Teori,
paradigma dan Diskurus Teknologi Komunikasi
di Masyarakat. Jakarta : Kencana.
________________. 1996. he Social Construction of
Reality. New York : Penguin Book.
Efendy. Bachtiar. 2001. Masyarakat Agama dan
Pluralisme Keagamaan. Yogyakarta : Galang
Press.
Hitti, Philip K., 2010. History of Arabs. Jakarta :
Serambi Ilmu Semesta.
Hoynes, Davis Croteau dan William. 2000. Media/
Societiy Industries Images and Audiences,
London: Pine Forge Press.
Khaidir. Piet H. 2006. Nalar Kemanusiaan Nalar
Perubahan Sosial. Jakarta : Teraju
18
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Politik dan Komunikasi Pesantren Salaiyah dalam Proses
Demokratisasi di Banten
Ikhsan Ahmad *1)
Abstrak
Peran politik dan komunikasi politik segenap elemen masyarakat menjadi bagian terpenting dalam proses
demokrasi. Terutama pada tujuan menjunjung tinggi peningkatan martabat dan derajat kehidupan
seluruh masyarakat yang berada dalam sistem politik tersebut. Peran politik adalah bentuk kesadaran dan
tangungjawab terhadap kesertaan untuk turut memberikan kontribusi pemkiran dan partisipasi lainnya
dalam proses politik, terutama yang menyangkut pembuatan kebijakan publik. Sementara komunikasi
politik sarana mendasar untuk mempersamakan makna dalam proses politik tersebut.
Dalam proses politik dan komunikasi politik sangat ditentukan oleh stuktur kesadaran dan mentalitas
sistem dan perilaku kekuasaan didalamnya, bagaimanapun tingkat pendidikan dan derajat ekonomi
yan berlaku dalam strata didalamnya. Bangunan mentalitas inilah yang diharapkan menjadi panduan
nilai dalam praksis politik dan komunikasinya. Kebekuan dan kejumudan demokrasi secara nasional,
khususnya di Banten, ditandai dengan proses politik transaksional, pragmatisme, dan lemahnya leadership
kepemimpinan publik dalam politik menyebabkan luluh lantaknya budaya sebagai basis keberpijakan
politik. Konsekuensi logisnya terjadi kegamangan proses politik dan tersendatnya persamaan makna politik
dalam komunikasi yang terjalin.
Dari sekian fenomena kegamangan peran politik dan komunikasi elemen-elemen masyarakat yang ada,
salah satunya adalah realitas terdistorsinya peran politik dan komunikasi politik pesantren salaiyah
dalam system politik, khususnya di Banten akibat kegagalan sistem politik merespon dan menyandarkan
demokrasi pada suatu kebutuhan penempatan keluhuran nilai-nilai budaya lokal dan tidak terjebak pada
globalisme politik. Pesantren Salaiyah adalah komunitas kelembagaan pendidikan yang lahir sejak Islam
di Nusantara hadir, kini dianggap sebagai lembaga pendidikan tradisional dengan pandangan sebelah
mata terhadap keberbeparanannya.
Secara mendasar, pandangan para kyai yang tergabung dalam kategori pesantren salaiyah ini menganggap
ada diskriminasi struktural pada kebijkan politik, terutama dalam concern dunia pendidikan. Diyakini
bahwa bentuk concern pemerintah dan bantuan pemerintah kepada pesantren salaiyah menjadi bagian
dari intervensi dan kooptasi atas visi, misi yang ada. Dalam konteks ini Komunitas pesantren salaiyah
dan santrinya belum dianggap menjadi bagian dari warga Negara dan pelajar yang punya hak yang sama
dalam mendapatkan perhatian dari pemerintah, padahal mereka juga adalah pembayar pajak terhadap
negeri ini. Diskriminasi ini semakin terasakan dalam suatu atmosfer pemerintahan provinsi Banten yang
secara substansial tidak menyentuh dasar-dasar religiusitas pada derap pembangunannya dalam moto dan
slogan pembangunan yang mencantumkan iman dan taqwa.
Kata Kunci: Politik, Komunikasi Politik, Pesantren Salaiyah, Demokrasi, Banten.
1. Pendahuluan
Sebagai lembaga pendidikan yang telah
lahir sejak 300-400 tahun lalu12, tentu saja pesantren
salaiyah merasa berkepentingan dan menjadi bagian
dari pondasi religiusitas dan budaya di Banten.
secara Kultural mapun struktural, bagi kalangan
kyai pesantren Salaiyah, pemerintah seperti yang
tidak menganggap bahwa santri adalah pelajar
dan pesantren adalah lembaga pendidikan. Hal ini
menjadi bagian sangat mendasar mengapa masyarakat
terkesan meninggalkan lembaga pendidikan pesantren
salaiyah dan memilih lembaga pendidikan modern.
1*) Penulis adalah Dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
Untirta, Banten.
21 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, INIS, hal 3, 2004
19
Dengan kata lain, sosialisasi pendidikan dan rujukan
pemerintah yang deras pada kelembagaan pendidikan
modern saat ini memberikan dampak serius terhadap
keberadaan, citra dan substansi pesantren salaiyah.
Hal ini juga menjadi bagian dari diskriminasi yang
mendasar. Hal ini mengakibatkan pesantren salaiyah
terkesan dilibatkan hanya pada eksploitasi dukung
mendukung untuk mendapatkan kekuatan kultural
pada politik.
Secara substansial, sebenarnya pesantren
salaiyah juga diperlukan dalam keterlibatan
pengembangan kualitas manusia pada suatu kemajuan
peradaban dalam politik. Namun komunitas
“sarungan” pesantren salaiyah merasa justru
terjadi diskriminasi secara sistematis oleh kebijakan
pembangunan pemerintah terhadap keberadaan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
12. IKHSAN AHMAD
13. FIRMAN SYARIF
14. H. BUNTARA
15. KH. JAMALUDIN
16. DRS.KH. MATIN SYARKOWI
17. KH. WAWANG MUNAWAR HALILI
pesantren salaiyah. Tentu saja hal ini tidak boleh
terjadi jika kita merujuk pada visi, misi dan tujuan
pendidikan nasional yang berdiri diatas kebhinekaan.
Oleh karena itu modernisasi mesti dirujuk kembali
pada deinisi yang sesungguhnya sehingga tidak
menimbulkan kesan bahwa modernisasi meninggalkan
akar sejarah dan budaya bangsanya. Apalagi berbeda
dengan akar budayanya.
Permasalahan, kegelisahan dan pergolakan
pesantren salaiyah adalah sesuatu yang serius dan
mesti dicarikan jalan keluarnya. Setidaknya pada
target diakuinya santri pesantren salaiyah sebagai
pelajar dengan pemenuhan semua haknya sebagai
warga Negara demikian pula dengan kelembagaan
pesantrennya. Hal inilah yang kemudian semua
kaum sarungan sepakat membentuk sebuah badan
perjuangan bersama yang bernama Majlis Pesantren
Salaiyah. Dideklarasikan pada tanggal 18 Mei 2011
di Serang Banten dengan menggelar istighozah yang
dihadiri lebih dari tiga ribu orang terdiri dari santri dan
kyai pengelola pesantren salaiyah. Dalam deklarasi
tersebut dituangkan isi dan maksud perjuangan MPS,
sebagai berikut:
KETUA UMUM MPS
DRS.KH. MATIN SYARKOWI
SEKRETARIS MPS
KH. WAWANG MUNAWAR HALILI
Secara aktif MPS mencoba memperjuangkan
dan mengkomunikasikan aspirasinya ini sesuai dengan
prosedur dan system demokrasi yang ada dan tersedia.
Beraudiens dengan semua fraksi dan pihak terkait
di Banten. sayangnya hal ini tidak mendapatkan
respon yang memadai. Dan langkah ini menjadi satu
perjuangan panjang – termasuk upaya perjuangan
literasi melalui tulisan ini. Perjuangan lain yang
dilakukan MPS juga aktif memberikan pandangan,
masukan dan respon atas setiap permasalahan yang
timbul di masyarakat yang berkaitan dengan persoalan
ahlak dan keagamaan dalam berpolitik.
MPS lahir sebagai organisasi dengan akar
sejarah yang mendalam dalam kehidupan dan
dinamika perjuangan pesantren – sebagai lembaga
pembelajaran – yang turut membidani kelahiran
bangsa, Negara dan pendidikan di Indoensia.
Pesantren juga sebagai warisan Nusantara yang digagas
oleh Wali Songo; tonggak dimulainya kebesaran Islam
dan peradabannya di Nusantara.
Di
Banten,
kehidupan
sosio-kultural
masyarakatnya yang religius banyak diwarnai oleh
pesantren. Oleh karena itu MPS menjadi bagian
yang yang tak terpisahkan dari nafas keislaman di
Banten. Seperti yang hendak ditunjukkan juga oleh
pemerintahan Provinsi Banten yang mengadopsi
symbol-simbol kebesaran Islam dalam masa keemasan
pesantren, seperti Menara Masjid Banten dan Kraton
Kaibon.
MPS lahir dalam kerangka kebutuhan
membangun toleransi sebagai sendi dasar berbangsa
dan bernegara. Disamping berbgai tujuan lainnya
seperti memberikan kontribusi pewarnaan pendidikan
berkarakter yang dipercaya hanya bisa lahir dari
pembeljaran di pesantran salaiyah. Dengan kata lain,
salaiyah dengan segala macam bentuk, system dan
metodenya merupakan cerminan budaya pendidikan
asli Indonesia (indigeneous) yang perlu dilestarikan
dan dikembangkan; Banten dengan sosio cultural
religinya sudah barang tentu tidak dapat dipisahkan
dengan peranan pesantren salaiyah sebagai suatu
produk budaya sekaligus budaya itu sendiri.
Keangotaan MPS terdiri dari pesantrenpesantren salaiyah yang berdomisili di Banten. Saat
terdaftar ada sekitar 3.500 (tiga ribu lima ratus)
DEKLARASI
MAJLIS PESANTREN SALAFIYAH
BISMILLAHIRROHMAANIRROHIM
ASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA
MUHAMMADARROSULULLAH
DENGAN IZIN DAN PERTOLONGAN ALLAH SWT, HARI INI
TANGGAL 18 MEI 2011 ATAU 15 JUMADIL AKHIR 1431, KAMI
PIMPINAN DAN SANTRI PESANTREN SALAFIYAH DENGAN
INI MENDEKLARASIKAN BERDIRINYA :
MAJLIS PESANTREN SALAFIYAH
SEBAGAI SARANA PERJUANGAN UNTUK MELESTARIKAN
DAN MENGEMBANGKAN PESANTREN SALAFIYAH DI
BANTEN.
PARA DEKLARATOR
1.ABUYA KH.MUHTADI DIMYATI
2.KH. OBING SUROCHMAN
3.KH.TB. WARDI
4.KH. UMAIDI
5.KH.ARIMAN ANWAR
6.KH. HUDRI
7. KH. KURTUBI ASNAWI
8. KH. THOHIR THOHA
9.KH. MUHAMAD NASIR
10.KH.SHOBRI MAN’US
11. KH. AS’YARI AMRI
20
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pesantren salaiyah sebagai anggota MPS yang tersebar
di seantero Banten.
MPS berkepntingan untuk membentuk dan
menjaga karakter Banten pada jati diri Banten yang
religious, dimana selama satu dasawarsa Banten berdiri
belum menunjukkan wajahnya yang jelas sebagai
identitas berkarakter Banten. Hal ini diperburuk
oleh derasnya arus globalisasi yang merusak aspek
dan karakteristik budaya asli Banten. Oleh karena itu
MPS melalui pesantren salaiyah akan mendirikan
berbagai upaya pemberdayaan dan penyadaran
berkarakter dalam berbudaya dan berpendidikan
ditengah pemaksaan penyeragaman system dan
metode pendidikan oleh pemerintah. MPS juga
hendak memperjuangkan keberpihakan anggaran dan
perhatian pemerintah terhadap penumbuhkembangan
minat masyarakat terhadap pesantren salaiyah. Oleh
karena itu, MPS berkepentingan mengembangkan
Tahidz (hafalan) Quran dan Kutub menjadi suatu
keniscayaan diatur dalam peraturan daerah Banten.
Adapun tujuan MPS sendiri adalah :
Memperjuangkan pesantren salaiyah sebagai lembaga
pendidikan yang memiliki karakter dan hak-hak santri
sebagai peserta didik dan warga Negara Republik
Indonesia tanpa diskriminasi sebagaimana diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku melalui pendekatan APBD yang bersifat
rutin; Memperjuangkan Tahidzil Quran dan Kutub
serta nilai seni membaca Al-Quran sebagai bentuk
ketermapilan unggulan pendidikan non formal
di Provinsi Banten; Memperjuangkan pesantren
salaiyah sebagai satuan pendidikan yang berbasis
keunggulan lokal di masing-masing Kabupaten/
Kota se provinsi Banten sebagaimana diatur dalam
pasal 50 ayat (5) UU nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas; Memperjuangkan terwujudnya ‘Wajah
Banten’ sebagai daerah penghafal Kitab Suci (Tahidz
Quran dan Kutub) melalui pendekatan regulasi dalam
bentuk Perda. Berangkat dari apa yang menjadi seting
kelahiran dan dasar-dasar perjuangan MPS, maka
ditetapkan visi dan misi sebagai berikut : Mewujudkan
system pendidikan pesantren salaiyah di Provinsi
Banten sebagai budaya unggulan yang berbasis
kearifan lokal berwawasan global. Melestarikan dan
mengembangkan system pendidikan dan pengajaran
serta pembelajaran pesantren salaiyah sesuai
karakter aslinya sehingga dapat ditingkatkan kualitas
pembelajarannya dan pemenuhan hak-haknya
sebagaimana amanat konstitusi dasar dalam bidang
pendidikan, termasuk penyetaraan bagi kelulusan
santri salaiyah agar bisa mengabdikan ilmunya pada
jalur-jalur formal, terutama pengembangan ekonomi
syariah melalui pemberdayaan Baitul Mal. Dengan
strategi memperjuangkan terbentuknya regulasi
(aturan pemerintah) untuk mengokohkan peranan
pesantren salaiyah sebagai budaya pendidikan
unggulan; terbentuknya perda Tahidz Quran dan
Kutub sebagai icon budaya Banten; memotivasi
21
masyarakat agar belajar di pesantren salaiyah.
2. Pembahasan
2.1. Wacana Pesantren.
Pesantren adalah wacana yang hidup. Selagi
mau, memperbincangkan pesantren senantiasa
menarik, segar, aktual, dan perlu dicatat – tidak
mudah. Banyak aspek yang mesti dilalui ketika
diskursus pesantren digelar. Dari sisi keberadaannya
saja, pesantren memilki banyak dimensi terkait
(multi dimensional). Dalam lilitan multidimensional
itu, menariknya, pesantren sangat percaya diri
(self conident) dan penuh pertahanan diri (self
defensive) dalam menghadapi tantangan di luar
dirinya. Karena itu hingga sekarang, orang kesulitan
mencari sebuah deinisi yang tepat tentang pesantren.
Pesantren kelihatan berpola seragam, tetapi beragam;
tampak konservatif, tetapi diam-diam atau terangterangan mengubah diri dan mengimbangi denyut
perkembangan zamannya. Ambisi merumuskan
pesantren secara tunggal, apalagi coba-coba
memaksakan suatu konsep tertentu untuk pesantren,
tampaknya tidak mungkin berhasil.23
Dalam konteks keberadaan pesantren pada
masa sekarang, tak bisa dipungkiri, selain adanya
perkembangan pesantren modern – maksudnya diakui
setara dalam pendidikan nasional, yakni lembaga
pendidikan madrasah; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah34 merupakan bentuk
pesanten yang digolongkan sebagai pola ke tiga.
Adalah pesantren yang didalamnya program keilmuan
telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama
dan umum. Ditanamkannya sikap positif terhadap
kedua jenis ilmu tersebut kepada santri. Selain itu
ditanamkan pola pendidikan seperti kemasyarakatan,
keterampilan, kesenian, kejasmanian, kepramukaan.
Adapun struktur kurikulum yang dipakai mendasarkan
kepada struktur madrasah negeri (pemerintah) dengan
memodiikasi mata pelajaran agama, dan ada pula
yang memakai kurikulum yang dibuat sendiri oleh
pondok pesantren yang bersangkutan.
Ada tiga pola pembagian perkembangan
pesantren.45 Sedangkan pola yang kedua adalah
mendasarkan kurikulumnya pada pengkajian kitabkitab klasik dengan menggunakan metode sorogan,
wetonan dan hafalan. Disamping diajarkan pula
ekstra kulikuler seperti keterampilan dan praktik
keorganisasian. Namun tak bisa dipungkiri adanya
32 Peran Ulama Pesantren Dalam menghadapi Teorisme Global, Disampaikan pada Seminar Internasional, Peran Ulama Pesantren Dalam
Mengatasi Terorisme Global oleh Drs. H. Ahmad Dahlan Jauhari,
M.Si, Direktur urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementrian Agama RI, 17-03-2012 di Cirebon.
43 Pasal 17 dan Pasal 18 UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan nasional.
54 Pendidikan Islam Dalam Pendidikan Nasional, Prof. Dr. H. Haidar
Putra Daulay, MA, Prenada Media Grup, Edisi Pertama cetakan ke
dua, hal.27, 2004.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
fakta dan eksistensi pesantren dengan pola kesatu,
yakni pesantren yang masih terikat kuat dengan system
pendidikan islam, sejak pertamakali pendidikan islam
muncul di nusantara. Mendasarkan kurikulumnya
kepada pengajian kitab-kitab klasik semata-mata.
Memakai metode sorogan, wetonan dan hafalan.
Tujuan pengajarannya adalah pendidikan untuk
meninggikan moral, melatih, dan mempertinggi
semangat, menghargai nilai-nilai spiritual, dan
kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku
yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan santri
untuk hidup dengan bersih hati.
Persoalannya kemudian muncul disini.
Pesantren dengan gambaran pola kesatu dikenal
dengan pesantren salai. Pada kasus yang ingin diangkat
dalam tulisan ini, sekitar 70% pesantren salaiyah
masih eksis keberadaannya di Banten, tergabung
dalam Majlis Pesantren Salaiyah. Perdebatan yang
menarik untuk diajukan di awal adalah apakah
pesantren salaiyah mampu memainkan peran politik
dan komunkasinya? Apakah para santrinya memiliki
kemampuan mempengaruhi kebjakan publik?” lalu
apakah para kyianya memiliki pengaruh signiikan
terhadap politisasi? kalau tidak bisa, tentu ada alasan
argumentasi logika yang mesti ditelusuri dalam proses
demokrasi dan komunikasi politiknya. Jika bisa tentu
saja mengundang konsekuensi logis terhadap berbagai
berbagai kebijakan politik formal. Pertanyaan –
pertanyaan tersebut menjadi penting relevansinya
pada tahap awal untuk menjawab apakah pesantren
salaih memiliki kompetensi baik secara keilmuan
dan aplikasinya? karena kompetensi menjadi rujukan
utama dalam output membangun kekuatan demokrasi
saat ini.
Persoalan yang sama, kini muncul dalam
bentuknya yang lain, Asosiasi Ma’had Ali seIndonesia (AMAI) mengusulkan agar kelembagaan
ma’had ali bisa masuk ke dalam Rancangan UndangUndang Perguruan Tinggi (RUU PT) yang saat
ini sedang dalam pembahasan di Komisi X DPR.
Alasannya, antara lain, karena di Indonesia saat ini
ada kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan
ahli agama. Ma’had aly adalah pendidikan tinggi
berada di lingkungan pesantren yang mengkhususkan
pengembangan ilmu-ilmu agama Islam setingkat
perguruan tinggi. “Keberadaan ma’had ali ini sangat
urgen untuk bisa masuk dalam RUU PT,” kata
juru bicara AMAI Dr Abdul Jalal saat beraudiensi
ke Fraksi PKB di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Audiensi AMAI ditemui Sekretaris Fraksi PKB
Hanif Dhakiri didampingi Anggota Komisi X Abdul
Hamid Wahid (Gus Hamid) dan Dedi Wahidi.
Ikut menemui mereka dua anggota DPR nonPKB, yakni Nasruddin (Fraksi Golkar) dan Zaini
Rahman (Fraksi PPP). Ijazah Ma’had Ali Bisa Diakui Dikatakan, Prof Dr Tolhah Hasan, mantan Menteri
Agama, sebenarnya pernah mengeluarkan surat
kepada Dirjen Pendidikan Islam Kemenag agar ijazah
22
Ma’had Ali bisa diakui. Tetapi karena alasan bahwa
keberadaan Ma’had Ali tidak ada dalam nomenklatur
UU PT, maka Dirjen Pendidikan tinggi berani
mengeluarkan peraturan tentang ma’had ali. AMAI
sesungguhnya mengetahui bahwa UU Sisdiknas
memang mengatur soal pendidikan diniyah dan
pesantren. Yang menjadi persoalan, ternyata Ma’had
Ali sebagai pendidikan tinggi di pesantren tidak diatur
didalamnya. “PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Keagamaan dianggap cacat
karena alpa memasukkan ma’had ali sebagai salah
satu institusi pendidikan tinggi Islam”. Di Bawah
Kemenag atau Kemendikbud. Dikatakan, selama ini
alasan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag tidak berani
mengeluarkan peraturan tentang Ma’had Ali karena
keberadaan Ma’had Ali tidak ada dalam nomenklatur
UU PT. Karena itu, ketika persoalan Ma’had Ali
masuk dalam nomenklatur UU PT, hal tersebut akan
memudahkan Ma’had Ali diakui sebagai lembaga
pendidikan tinggi Islam dan masuk dalam kebijakan
pendidikan secara nasional. Keberadaan UU secara
formal mengatur dipandang mampu memberi jawaban
atas status Ma’had Ali dalam system pendidikan tinggi
di Indonesia. Menurut Abdul Jalal (dosen Ma’had Aly
Salaiyah Syaiiyah Sukorejo Situbondo, Jawa Timur),
karena kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dan
ahli agama ini, maka kemudian menginspirasi para
kiai di pesantren-pesantren untuk mendirikan ma’had
ali di pesantren. Alasanya, lembaga pendidikan tinggi
yang ada saat ini dinilai sulit untuk mencetak kader
ahli agama. “Oleh karena ini, kami sowan ke sini
agar PKB membantu memperjuangkan ma’had ali
diakomodir dalam RUU PT,”.56
Tidak terjelaskan secara spesiik tentang
bagaimana posisi pesantren yang dimaksud dalam
system pendidikan nasional yang menggolongkan
pesantren, pendidikan diniyah, pasmaran, pabhaya
samena dan bentuk lain yang sejenis masuk kedalam
pendidikan keagamaan diluar golongan lembaga
pendidikan non formal dan formal.67 Ketidak jelasan
positioning in imenyebabkan satu kendala diantara
banyak persoalan lainnya yang dihadapi pesantren salai.
karena secara sturktural lembaga-lembaga pendidikan
Islam berada dibawah naungan departeman Agama.
Maka dari segi pendanaan dan concern pada upaya
pendorongan kualitasnya terdapat perbedaan antara
lembaga pendidikan yang dikelola oleh departemen
Agama dengan Departemen Pendidikan Nasional.
Sedangkan masalah yang bersifat kultural, lembagalembaga pendidikan Islam seperti Pesantren Salai –
kendati secara hostoris menjadi soko guru pendidikan
berkarakter banyak ditinggalkan masyarakat karena
lemahnya partisipasi pemerintah dalam mensupport
dan mendesain keberadaan pesantren salaiyah sebagai
bagian dari budaya yang tidak bisa dipisahkan,
65 http://assalaiebabakan.or.id/pesantren-desak-mahad-ali-masuk-ruuperguruan-tinggi/, diposting tanggal 3-4-2012, pukul 08.35
76 Pasal 30, Pendidikan Keagamaan, UU No.20 tahun 2003.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
terutama di Banten.78
2.2. Pesantren Salaiyah di Banten
Pesantren Salai sesungguhnya tak bisa
dipisahkan dari pondasi mentalitas dasar di Indonesia,
sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
budaya demokrasi yang emestinya diusung. Secara
kelembagaan pesantren salai telah wujud sejak
masuknya Islam ke Indonesia dan telah banyak
memainkan peranannya dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tidak sedikit dari tokoh-tokoh
dan pemimpin nasional baik yang tergolong pendiri
bangsa, maupun pemimpin bangsa yang berasal dari
pesantren salai. di Indonesia sendiri keberadaan
pesantren salai telah melewati tiga periode. Periode
pertama sejak masuknya Islam sampai masuknya ideide pembaruan politik Islam.
Pesantren Salai di Banten bisa ditelusuri
dari penuturan Martin Van Bruinessen yang meneliti
tentang pesantren di Indonesia. Ditemukan pesantren
paling tua, terletak di sekitar gunung Karang, sebelah
Barat Pandeglang. Pesantren ini termaktub dalam
serat Centhini. Jika ini benar, sekitar tahun 1527
Pesantren Gunung karang sudah terkenal sebagai
pusat pendidikan Islam sampai ke Baghdad.89 Hal
ini menjelaskan bahwa Banten merupakan salah
satu akar dari keberadaan pesantren salaiyah yang
sampai kini masih ada. Sejak masa paling awal Banten
telah dikenal sebagai tempat menimba ilmu dan
memberikan kontribusi bagi perkembangan keilmuan
di Jawa. Diantaranya adalah Nawawi al-Bantani
(1220H/1815M) sebagai ulama dan tokoh Banten
yang karya-karyanya telah mendunia diseantero
pendidikan dan peradaban Islam saat itu.
2.3. Politik dan Komunikasi Politik
Tulisan ini tidak berangkat dari suatu ruang
kosong, idea tau gagasan semata-mata. Identiikasi
diri yang merasa tidak merasa dipenuhi haknya
oleh pemerintah dalam pemenuhan haknya sebagai
pelajar dan lembaga pendidikan, membuat pesantren
salaiyah di Banten menjadi persoalan berakar
pada sosial – budaya masyarakat di Banten dengan
segala aspek politis dan ekonomi di dalamnya.
Oleh karena itu kemampuan dan keberhasilan
mengidentiikasi diri kembali secara baik pesantren
salaiyah dan mengkomunikasinya dengan logika serta
tujuan dalam kebijakan politik sangat diharapkan
mampu menempatkan setiap aspek sumber daya
pembangunan nasional mampu menciptakan
kemampuan kompetensi yang baik untuk mencapai
derajat peradaban bangsa yang lebih berkualitas.
Setidaknya terdapat kesamaan persektif antara
87 Keterangan yang diberikan oleh Ketua Majlis Pesantren Salaiyah
Banten, H. Matin Syarkowi
98 Ruby Ach Baedhawy, Proil Pesantren Salaiyah, Biro Humas Provinsi
Banten, tahun …..ulang tahun Banten ke-4)
23
pemerintah dan pesantren salaiyah di Banten tentang
tujuan dan keradaan masing-masing pihak dalam
rangka mambangun negeri. Perspektif menjadi
penting dalam satu alur komunikasi sebagai suatu
kebutuhan sudut pandang yang sama. Perspektif akan
memandu Persepsi yang sama mencakup konteks
kehidupan sosial, sehingga dikenallah persepsi
sosial. Persepsi sosial merupakan suatu proses yang
terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk
mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi
orang lain yang dipersepsi, baik mengenai sifatnya,
kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri
orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran
mengenai orang lain sebagai objek persepsi tersebut
(Lindzey & Aronson).
Kesamaan persepsi yang muncul diharapkan
mampu menimbulkan kesamaan makna pesan
atas kemampuan pesantren salaiyah sebagai
bagian dari elemen kritis masyarakat dan lembaga
pendidikan dalam mengemban tugas membangun
kapabilitas, responsibilitas dan daya inovasi dari
kurikulum salaaiyah yang diyakini sebagai akar
dari pengembangan demokrasi modern yang lahir
dari Barat- saat ini di Indonesia, khususnya di
Banten. upaya membangun pengenalan keunggulan
kompetensi salaiyah ini selakigus diarahkan sebagai
upaya penelusurin kritis atas kebijakan yang telah
lahir dan dijalankan. Keberhasilan dalam melihat
persoalan pada tulisan ini akan memberikan dampak
yang signiikan terhadap upaya perjuangan MPS
memandang persoalan, kekurangan dirinya serta
mengkritisi kebijakan politik yang terkait dengan
eksistensi pesantren salaiyah.
Oleh karena itu, capaian akhir dari tulisan
ini adalah secara akademik diharapkan mampu
memberikan kontribusi kepada bidang keilmuan
komunikasi, khususnya pada terapan komunikasi
kebijakan pembangunan, khususnya di bidang
pendidkan. Sedangkan pada capaian yang lebih
khusus, tulisan ini diharapan mampu menjadi
landasan berpijak perjuangan MPS ke depan untuk
membangun segenap kemampuan kompetensinya
pada aras kepentingan yang diharapkan oleh
perundang-undangan dan formal pada tingkat
pemerintahan serta menjadi masukan bagi pemerintah
dalam merumuskan kebijakan politik yang berkiatan
dengan pesantren salaiyah.
Sifat komunikasi adalah hadir dimana-mana
(omnipresent). Termasuk dalam bahasan yang hendak
diajukan oleh penulis. Oleh karena itu komunikasi
bukanlah bidang ilmu yang eksklusif. Karena ilmu
komunikasi merupaka perpaduan atau perlintasan
berbagai cabang ilmu sosial lainnya. Oleh karena
itu, tulisan ini hendak menempatkan keberperanan
politik komunikasi sebagai suatu “sumber kehidupan”
atau “mata rantai” utama untuk melihat, menjelaskan,
menganalisa dan membangun suatu kepentingan
tujuan tulisan.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Pemahaman ini memberi arti bahwa titik tolak
permasalahan pada pesantren salaiyah didalam suatu
lingkaran sistem politik dengan segenap persoalannya
tidak hendak dipandang sebatas asumsi yang seragam,
statis, maupun deretan angka semata. Tulisan in hendak
menganalisis terhadap proses sejarah dan konteks
kekinian yang mampu mengungkapkan struktur dan
konsepsi dasar kompetensi pesantren salaiyah dalam
suatu kebutuhan kritis atas proses demokrasi yang
masih terkesan hegemonik terhadap keberadaan akarakar budaya serta pondasi politik dasar di dalamnya.
Pengamatan dan analisa kritis inilah yang kemudian
diharapkan dapat mengubah perspektif, persepsi dan
intrepretasi UU No.20 Tahun 2003 terhadap upaya
pengembangan pendidikan nasional yang visioner,
berkeberagaman dan berkeberadaban.
Secara ontologis, paradigma kritis yang
hendak diterapkan dalam tulisan ini dapat
memberikan gambaran sejarah yang komprehensif
terhadap : realitas kompetensi pesantren salaiyah
yang telah terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan
sosial, budaya, politik, ekonomi di negeri ini kemudian
didapat juga gambaran bagaimana negara merespon
dan mengakomodasi realitas tadi dalam suatu
kepentingan berbangsa. Dengan demikian, paradigm
kritis ini akan mengedepankan suatu karakteristik
metodelogis Participative yang akan mengutamakan
analisis komprehensif, konstekstual dan multilevelanalysis yang dilakukan melalui penempatan diri
penelitia sebagai aktivis atau partisipan dalam
proses pemahaman masalah yang diangkat. Secara
metodelogis ini pula diharapkan kualitas tulisan
diharapkan mampu menjadi elemen penting dari
historical situatedness dengan memperhatikan konteks
historis, sosial budaya, ekonomi dan politik pesantren
salaiyah.
penilaian untuk membentuk visi realiatas pesantren
salaiyah dan tujuan pembangunan pendidikan
nasional dalam suatu batasan konstelasi komunikasi
etika dan organisasi secara historis maupun masa
sekarang.
Paradigma ini pada akhirnya diharapkan
menjadi pandangan bagi pemerintah terhadap realitas
yang dipersepsikan dalam realitas, focus dan realitas
objektif pesantren salaiyah pada aspek-aspek dan
struktur yang mungkin dan dapat berfungsi dan nyata
dalam struktur UU yang mengatur kebijakan politik
kedepan.
3. Simpulan
Pada akhirnya, pesantren salaiyah sebenarnya
mampu ditempatkan sebagai transformative intelectual,
advokat dan aktivis yang mengedepankan nilai, etika,
moral untuk mengkritisi sistem politik terhadap
eksistensi dan tujuan pesantren salaiyah di Banten.
Dengan demikian dapat juga berperan sebagai social
empowerment.
Dengan demikian, paradigma politik kedepan
dapat menilai pola komunikasi pembelajaran pesnatren
salaiyah dan membuat suatu struktur kompetensi
pesantren salaiyah dalam suatu kelemahan tiadanya
satu deinisi universal yang bisa digunakan didaamnya.
Kemampuan struktur ini bisa menjelaskan fungsifungsi paradigma ilmiah terhadap proses pengelolaan
pesantren salaiyah, termasuk hukum, teori, aplikasi
dan instrumentasi secara bersama-sama guna
menyediakan model dan komitmen yang bisa diangkat
guna menjadi rujukan perspektif mendasar UU
No.20 Tahun 2003. Paradigm ini juga dimaksudkan
untuk mendeinisikan kembali cara berikir, persepsi,
Sumber lain:
Daftar Pustaka
Creswell, Jhon W. 1998. Qualitative Inquiry and
Research Desaign: Chosing Among Five
Tradition. housand Oaks: Sage.
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam dalam
Pendidikan Nasional. Jakarta: Prenada Media
Grup.
Littlejohn, Stephen W 1996. heories of Human
Communication. Edisi ke 5 Belmont
California : Wadsworth.
Mastuhu.2004.
Dinamika Sistem Pendidikan
Pesantren.
Matthew B Miles dan A Micheal Huberman. 1992.
Analisis Data Kualitatif, Penerbit Universitas
Indonesia.
Moleong, Lexy J.2000. Metodelogi Tulisan Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2007. Metodelogi Tulisan Kualitatif,
Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Social Lainnya. Bandung: Rosda Karya.
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi, Suatu
Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Baedhawy, Ach Baedhawy, Proil Pesantren Salaiyah,
Biro Humas Provinsi Banten, tahun 2004
(ulang tahun Banten ke-4)
Jauhari, Ahmad Dahlan Jauhari. Peran Ulama
Pesantren dalam Menghadapi Teorisme Global.
Disampaikan pada Seminar Internasional,
Peran Ulama Pesantren Dalam Mengatasi
Terorisme Global. Pada 17 Maret 2012 di
Cirebon.
UU No.20 tahun 2003 tentang Pendidikan
Keagamaan.
UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan
nasional.
http://assalaiebabakan.or.id/pesantren-desak-mahadali-masuk-ruu-perguruan-tinggi/
Wawancara dengan Ketua Majlis Pesantren Salaiyah
Banten, Drs. H. Matin Syarkowi
24
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Komunikator Politik Ideal dan Dramaturgi
dalam Strategi Kampanye Politik
Novi Andayani Praptiningsih1*)
Abstrak
Kampanye dapat diartikan sebagai upaya persuasif mengajak orang lain yang belum sepaham atau belum
yakin pada ide-ide yang ditawarkan, agar masyarakat bersedia bergabung dan mendukung secara sukarela.
Oleh karena itu, konsep yang dilontarkan dalam strategi komunikasi kampanye politik haruslah dirumuskan
dan disampaikan secara sederhana agar masyarakat mudah memahami dan menerimanya. Kejujuran
(tanpa melakukan kebohongan publik) merupakan salah satu keberhasilan kampanye demokratis yang
mampu merebut simpati masyarakat. Pemanfaatn media massa, baik media massa maupun media cetak
dalam proses kampanye politik juga turut berpengaruh, dengan segala kekuatan dan kelemahan masingmasing media. Dramaturgi merupakan seni bagaimana orang menempatkan peran sesuai dengan situasi
dan kondisi dimana dia ditempatkan. Dramaturgi adalah bentuk reaksi alamiah dari manusia untuk
mempertahankan diri. Ketika seorang manusia berada di sebuah lingkungan yang menurut dia nyaman,
atau ketika dia ingin memasuki sebuah lingkungan baru, adalah sebuah proses yang wajar bila dalam
dirinya timbul proses tidak ingin ditolak atau tidak ingin kehilangan kenyamanan tersebut. Agar dirinya
tidak mengalami penolakan maka mau tidak mau dia harus melakukan dramaturgi dalam mempersuasi
dirinya agar bisa diterima oleh lingkungannya. Sehingga, wajar saja jika anda melakukan dramaturgi
dengan niatan untuk di terima di lingkungan. Yang jadi masalah adalah, apabila itu dilakukan secara
berlebihan maka seseorang akan kehilangan jati dirinya. Jadi tidak salah kalau seseorang bermain
peran menempatkan peran yang bukan dirinya, karena semata-mata bukan karena terpaksa namun itu
merupakan reaksi alamiah terhadap lingkungan sekitarnya. Dramaturgi dalam dunia Politik banyak
diterapkan dan diperankan para politisi di Indonesia. Saat front stage sangat berbeda di wilayah back
stage nya. Banyak politisi yang telah kehilangan idealismenya, dan hanya mementingkan diri sendiri
atau kepentingan golongan saja, bukan kepentingan rakyat. Berbeda saat kampanye caleg yang banyak
memaparkan program unggul serta menebar janji.
1. Pendahuluan
Kegiatan kampanye politik yang
demokratis
mengharapkan
terjadinya
perpindahan kekuasaan secara damai, antara lain
dengan melaksanakan aktivitas kampanye dengan
tidak memunculkan nuansa permusuhan dan
persaingan tak sehat apalagi hingga mengakibatkan
konlik/pertikaian dengan kekerasan akibat
perbedaan politik. Perebutan posisi pada pelaku
politik kadang menyebabkan saling curiga dan
dapat menimbulkan itnah. Yang pada akhirnya
akan terjadi propaganda dan agitasi dalam
bentuk perang isu. Munculnya perang isu sebagai
dampak perjuangan elit politik untuk mencari
posisi terbaik dalam percaturan politik demikian
intens (Combs & Nimmo, 1993).
Kampanye politik yang damai, tidak
memunculkan kerusuhan sosial dan korban jiwa
karena adanya perbedaan politik mencerminkan
nuansa politis yang kondusif dan adil, yang
merupakan bearometer kehidupan politik yang
1 Penulis adalah Dosen Tetap di UHAMKA Jakarta.
25
demokratis, tanpa adanya kecurangan, misalnya
money politics.
Kampanye sebenarnya dapat diartikan
sebagai upaya persuasif mengajak orang lain yang
belum sepaham atau belum yakin pada ide-ide
yang ditawarkan, agar mereka bersedia bergabung
dan mendukung secara sukarela (Bruce, 1999).
Oleh karena itu, konsep yang dilontarkan
haruslah dirumuskan dan disampaikan secara
sederhana agar masyarakat mudah memahami
dan menerimanya. Kejujuran (tanpa melakukan
kebohongan publik) merupakan salah satu
keberhasilan kampanye demokratis.
Ada dua hal mendasar yang harus
dilakukan dalam konteks kampanye politik yang
sehat. Pertama, menyadarkan masyarakat bahwa
dalam aktivitas politik dan arena demokrasi, rakyat
dapat mengkoreksi kebijakan pemerintah secara
konstruktif termasuk solusi yang disampaikan
secara serius dan damai. Hingga puncaknya
terjadi pergantian pimpinan. Negara sebagai
salah satu bentuk perwujudan partisipasi rakyat
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dalam sistem politik. Tujuan ini tercapai apabila
rakyat berpikir rasional dan tidak defensif dan
permisif dalam menyikapi masalah yang tengah
dihadapi negara, tentunya dengan menyodorkan
alternatif terbaik untuk memecahkan masalah
tersebut. Kedua, menyadarkan masyarakat
bahwa masyarakat tak sepenuhnya menyerahkan
kedaulatan politik kepada wakil-wakil rakyat
yang hendak dipilih menjadi anggota DPR/MPR.
Rakyat hanya mendelegasikan kewenangan
membuat keputusan. Namun rakyat masih
berhak mencermati dan mengawasi jalannya
pemerintahan, termasuk aktivitas mereka di
DPR/MPR. Proses peyadaran tersebut tentunya
tak terlepas dari perann komunikator politik
dalam mengelola data dan informasi sehingga
masyarakat dapat mengerti dengan jelas pesan
yang akan disampaikan.
maupun media elektronik (TV, radio, ilm). Di
samping itu, mengkonsumsi banyak literatur atau
referensi dapat memperkaya khasanah wawasan
berikir. Kecenderungan berwawasan luas dapat
pula diperoleh melalui sosialisasi/interaksi dengan
banyak orang dari berbagai lapisan dan tingkat
sosial, ekonomi, maupun budaya. Interaksi ini
dapat dilakukan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari sebagai aplikasi pendewasaan berikir
dan bertindak; (b) Sinergi antara IQ (Intellegence
Quotient/Kecerdasan Intelektual), EQ (Emotional
Quetient/Kecerdasan Emosional), SQ (Spiritual
Quotient/kecerdasan perpaduan antara ibadah,
moral, etika dan akhlak mulia). Saat ini justru
sinergi antara EQ dan SQ lah yang mempunyai
peranan penting. Namun ternyata belum cukup,
masih perlu adanya TQ (Transendental Quotient)
yang merupakan aplikasi aturan-aturan Tuhan
(God Rules), bukan aturan manusia (Human
Rules).
Kedua, Seorang komunikator politik
selayaknya memiliki Power, terdiri dari : (1)
Leadership (kepemimpinan) merupakan hal yang
amat prinsipil dan fundamental yang dialiri nilainilai tertentu, terutama nilai moral yang melekat.
Integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas seorang
pemimpin dapat diukur dari pengetahuan
(knowledge), keadilan (justice), kekuasaan (power),
dan kesalehannya (piety). Keseluruhan nilainilai tersebut secara komprehensif bersinergi
menjadi sebuah kekuatan dan ketrampilan Art
of Leadership (Majalah Suara Muhammadiyah,
2003). (2) Charismatic (kharisma), yang sulit
digeneralisasikan, karena terkadang dilandasi
penilaian subyektif dan individualistis. Kharisma
seseorang, terutama dalam wahana politik, bisa
hadir karena bawaan, tetapi juga seringkali melalui
proses sosialisasi dan pendewasaan diri, misalnya
aktif di organisasi sosial politik, atau melalui
interaksi dan sosialisasi dengan individu lain dari
berbagai usia, lapisan sosial, ekonomi, dan budaya.
(3) Low Proile Oriented (kerendahan hati).
Komunikator politik yang tidak arogan, mampu
mengendalikan emosi pada kondisi apapun, jujur,
sabar, tawadhu, bertutur kata lembut, santun, arif
bijaksana dengan bahasa yang menyejukkan hati
akan mempunyai magnet yang mampu memikat
hati serta mempengaruhi masyarakat, yang
pada akhirnya akan menciptakan suasana yang
kondusif dan menyenangkan (favourable).
Ketiga, seoarang komunikator politik
hendaknya memiliki Attractiveness (daya tarik),
terdiri dari : (1) Performance. Tampil sederhana
2. Pembahasan
Komunikator Politik Ideal
Dalam komunikasi politik kita kenal tiga
kelompok yang berpartisipasi dalam proses politik,
yakni komunikator, politik partisipan politik, dan
simpatisan politik (Nimmo, 1993). Komunikator
politik yang ideal layaknya memenuhi 3 (tiga)
unsur kualiikasi, yakni : Credibility, Power, dan
Attractiveness.
Pertama, seorang komunikator politik
harus memiliki Credibility (Kredibilitas), yang
terdiri dari Safety Credibility dan Competence
Credibility. Safety Credibility merupakan
kepercayaan yang diberikan orang lain kepada
kita sebagai komunikator karena kita mempunyai
kemampuan atau kompetensi (capability), keahlian
(skill), dan pengalaman (experience). Namun ada
faktor-faktor yang cukup kuat mempengaruhi
Competence Credibility seseorang, yakni : (a)
Wawasan luas yang dapat diaplikasikan melalui
kebiasaan kita mengkonsumsi media massa,
baik media cetak (majalah, suratkabar, tabloid)
26
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
jauh dari kesan mewah, namun rapi-bersih-sopanserasi dapat membuat lebih percaya diri sebagai
komunikator politik. (2) Attitude & Behavior.
Ketaatan, ketaqwaan, iman yang kuat dan
berakhlak mulia adalah indikasi sikap dan perilaku
baik yang tampak dari kesalehan seseorang dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. (3) Speech atau
Verbal Communication. Ucapan atau kata-kata
lisan yang dikomunikasikan merepresentasikan
jati diri, citra, dan kualitas diri seseorang. Bicara
jujur namun diplomatis merupakan salah satu
strategi memperlancar komunikasi politik demi
merebut simpati masyarakat.
Komunikasi melalui Kampanye Politik
Penggunaan komunikasi dalam aktivitas
politik dapat diaplikasikan melalui aktivitas
kampanye politik secara komprehensif dan
terintegrasi (Cavanagh, 1997). Alternatif teknik
dan bentuk kampanye politik antara lain melalui
: dialog (secara persuasif, argumentatif, bahkan
kadang negotiatif ), spanduk, brochures (lealet,
pamphlet, booklet, stiker, poster), billboard
(media luar ruang), serta bulletin. Televisi sebagai
salah satu media massa elektronik merupakan
pilihan terbaik dan efektif dalam menyebarluaskan
gagasan, ide, pandangan agar dapat memperoleh
dukungan yang lebih luas. Radio juga dapat
digunakan sebagai alternatifpilihan media
elektronik, kaena masyarakat dapat mendengar
secara langsung argumentasi dan retorika yang
disampaikan. Namun sayangnya radio tak dapat
mengcover bahasa non verbal (facial expression,
posture, gesture) komunikator politik. Selain media
massa elektronik, media lain yang dapat digunakan
adalah media massa cetak, seperti suratkabar,
majalah, tabloid, dan bulletin. Kelemahannya
adalah informasi bersifat satu arah dan tak ada
feedback (umpan balik) dari masyarakat secara
langsung dalam waktu yang bersamaan, karena
tak mungkin dilakukan dialog interaktif dalam
media cetak.
Hal yang tak kalah penting dalam
penggunaan komunikasi dalam kampanye politik
adalah menetapkan positioning untuk melihat
segmentasi pemilih dan memposisikan tokoh
politik di benak masyarakat, sehingga dukungan
politik dapat tercapai secara maksimal.
Dramaturgi dalam Politik
Dramaturgi adalah pandangan atas
kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan
drama yang mirip dengan pertunjukan drama
di panggung. Kebanyakan atribut, milik atau
27
aktivitas manusia digunakan untuk presentasi
diri ini, termasuk busana yang kita pakai, tempat
kita tinggal, rumah yang kita huni, furnitur
dan perabot rumahnya, cara kita berjalan dan
berbicara, pekerjaan yang kita lakukan dan cara
kita menghabiskan waktu luang kita.
Karya-karya
Gofman
melukiskan
manusia sebagai manipulator simbol yang hidup
di dunia simbol, mendemonstrasikan apa yang
dikomunikasikan manusia kepada manusia
lainnya ketika mereka berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk memelihara citra
diri yang stabil, orang melakukan ‘pertunjukan’
(performance) di hadapan khalayak.
Pendeknya kita ‘mengelola’ pesan/
informasi yang kita berikan kepada orang lain. Kita
mengendalikan pengaruh yang akan ditimbulkan
busana kita, penampilan kita dan kebiasaan kita
terhadap orang lain supaya orang lain memandang
kita sebagai orang yang ingin kita tunjukkan.
Kita sadar orang lainpun bebuat hal yang sama
terhadap kita, dan kita memperlakukannya sesuai
dengan citra dirinya yang kita bayangkan dalam
benak kita. Jadi kita bukan hanya sebagi pelaku
tetapi juga sekaligus sebagi khalayak.
Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh
drama atau teater atau pertunjukan iksi diatas
panggung dimana seorang aktor memainkan
karakter manusia-manusia yang lain sehingga
penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan
dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur
cerita dari drama yang disajikan. Meski benar,
dramaturgi juga digunakan dalam istilah teater
namun term dan karakteristiknya berbeda dengan
dramaturgi yang akan kita pelajari.
Dramaturgi
dari
istilah
teater
dipopulerkan oleh Aristoteles. Sekitar tahun
350 SM, Aristoteles, seorang ilosof asal Yunani,
menelurkan, Poetics, hasil pemikirannya yang
sampai sekarang masih dianggap sebagai buku
acuan bagi dunia teater. Dalam Poetics, Aristoteles
menjabarkan penelitiannya tentang penampilan/
drama-drama berakhir tragedi/tragis ataupun
kisah-kisah komedi.
Dramaturgi (Burke). Kenneth Duva
Burke (May 5, 1897– November 19, 1993)
seorang teoritis literatur Amerika dan ilosof
memperkenalkan konsep dramatisme sebagai
metode untuk memahami fungsi sosial dari
bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata
dan kehidupan sosial.
Tujuan Dramatisme adalah memberikan
penjelasan logis untuk memahami motif tindakan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
manusia, atau kenapa manusia melakukan apa
yang mereka lakukan (Fox, 2002). Dramatisme
memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan
simbolik ketimbang model pengetahuan (Burke,
1978). Pandangan Burke adalah bahwa hidup
bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah
drama. Teori Burke membandingkan kehidupan
dengan sebuah pertunjukan dan menyatakan
bahwa, sebagaimana dalam sebuah karya teatrikal,
kehidupan membutuhkan adanya aktor, adegan,
beberapa alat untuk terjadinya adegan, dan
tujuan. Asumsinya adalah : 1) Manusia adalah
hewan yang menggunakan simbol; 2) Bahasa
dan simbol membentuk sebuah sistem yang
sangat penting bagi manusia; 3) Manusia adalah
pembuat pilihan.
Dramatologi (Gofman). Tertarik dengan
teori dramatisme Burke, Erving Gofman (11
Juni 1922 – 19 November 1982), seorang sosiolog
interaksionis dan penulis, memperdalam kajian
dramatisme tersebut dan menyempurnakannya
dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai
salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu
sosial he Presentation of Self in Everyday Life.
Dalam buku ini Gofman yang mendalami
fenomena interaksi simbolik mengemukakan
kajian mendalam mengenai konsep Dramaturgi.
Tujuan dari Presentasi dari Diri – Gofman ini
adalah penerimaan penonton akan manipulasi.
Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan
melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin
diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan
semakin mudah untuk membawa penonton
untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut.
Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain
dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya
adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam
komunikasi konvensional manusia berbicara
tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal
dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir
komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan
kita, biasanya diaplikasikan dengan teknik
persuasif.
Dramaturgi yang diperhitungkan adalah
konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati
peran sehingga dapat memberikan feedback
sesuai yang kita mau. Dramatugi mempelajari
konteks dari perilaku manusia dalam mencapai
tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil
dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami
bahwa dalam interaksi antar manusia ada
“kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat
mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud
interaksi sosial tersebut. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa
identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap
identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan
psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa
saja berubah-ubah tergantung dari interaksi
dengan orang lain. Disinilah dramaturgi masuk,
bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.
Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai
sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah
aktor yang berusaha untuk menggabungkan
karakteristik personal dan tujuan kepada orang
lain melalui “Pertunjukan dramanya sendiri”.
Melalui karyanya yang berjudul he
Presentation of Self in Everyday Life (1959),
Gofman membagi kehidupan sosial ke dalam
dua wilayah yaitu :
• Panggung depan (front stage), yaitu tempat
atau peristiwa sosial yang memungkinkan
individu menampilkan peran formal atau
bergaya layaknya aktor yang berperan.
• Panggung belakang (back stage), yaitu tempat
untuk mempersiapkan perannya di panggung
depan, atau kamar rias pemain sandiwara
bersantai untuk mempersiapkan diri atau
berlatih.
Rentangan Perspektif Interpretif –
Obyektif dalam Dramatugi. Dramaturgi
termasuk teori interpretatif, meskipun kadang
ada unsur obyektifnya, tetapi peranannya lebih
masuk ke pada rentangan atau tataran subyektif.
Dramaturgi dianggap masuk ke dalam perspektif
obyektif karena teori ini cenderung melihat
manusia sebagai makhluk pasif (berserah).
Misalnya : persepsi khalayak. Dramaturgi dapat
masuk ke perspektif subyektif apabila dilihat dari
proses dramatisasi peran manusia itu sendiri.
Misalnya : analisis isi pesan, pengelolaan kesan,
analisis konstruksi diri.
Kritik atas pendekatan Gofman, antara
lain : 1) Metodologinya dianggap longgar karena
mengandalkan apapun yang tersedia, tidak
memiliki metoda yang spesiik dan sistematik
untuk menguji proposisi-proposisinya mengenai
perilaku manusia; 2) Pandangan dianggap
Gofman mereduksi kemanusiaan menjadi sekedar
pertunjukkan, pandangan yang menganggap
semua orang sebagai munaik dianggap terlalu
berlebihan.
Sedangkan pembelaan pada Dramaturgis,
yakni ; 1) Tafsiran pengkritik bahwa frase “hidup
sebagai teater” terlalu hariah karena Gofman
28
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
tidak pernah bermaksud demikian; 2) Geertz
terjadi “pungli” dengan cara “damai” di
mengatakan bahwa dramaturgis bukan suatu
tempat. Saat itu Pak Polisi sedang menjalani
pandangan teoritis yang tertutup melainkan suatu
arena front stage. Tetapi ketika tiba di rumah,
cara menguraikan perilaku manusia, dramaturgi
yang bersangkutan adalah seorang suami
adalah suatu pemikiran yang informatif dan
yang lembut bagi istrinya, sekaligus ayah yang
heuristik; 3) Dramaturgis selaras dengan
hangat dari anak-anaknya (posisi back stage).
pengamatan hampir setiap pandangan psikologi,
sosiologi bahkan fungsionalisme struktural Kasus 2 :
terutama interaksionisme simbolik sebab
Dramaturgi yang bertugas menyembuhkan
merupakan kajian tentang bagaimana segalal
dan merawat orang sakit, diperankan oleh
sesuatu dilakukan bukan mengapa segala sesuatu
seorang dokter terhadap pasien, keluarga
dilakukan.
pasien, perawat, serta kolega sesama dokter
Dramaturgi merupakan seni bagaimana
(front stage). Di back stage, dia adalah manusia
orang menempatkan peran sesuai dengan situasi
biasa yang juga bisa mengalami sakit yang
dan kondisi dimana dia ditempatkan. Seseorang
sama dengan para pasiennya, termasuk
memasang muka simpatik dan bersedih ketika
merasakan emosi, uncovinience, chaos,
dalam pemakaman seseorang, padahal pada saat
uncomfortable, dan berbagai gejolah menahan
yang sama anda sebenarnya sedang bergembira
rasa sakit. Ada satu kasus di salah satu Rumah
karena sesuatu yang lain, tapi karena tekanan
Sakit di Jakarta, seorang dokter senior ahli
lingkungan yang ada mengharuskan untuk
spesialis ginjal di sebuah rumah sakit terkenal
ikut bersedih. Situasi seperti itu normal. Sebab
di Jakarta meninggal dunia karena menderita
seorang psikolog bernama Kurt Lewin (1936)
penyakit ginjal pula. Ironis.
berkata dalam penjelasan teori medannya bahwa
sesungguhnya perilaku manusia tergantung pada Kasus 3 :
lingkungannya. Jadi tidak salah kalau seseorang
Di sebuah acara pengadilan, kita melihat ada
bermain peran menempatkan peran yang bukan
Hakim, Jaksa, Pengacara/ Penasehat Hukum,
dirinya, karena semata-mata bukan karena
Terdakwa, Panitera, Penggugat, Tergugat,
terpaksa namun itu merupakan reaksi alamiah
Pemohon, Termohon, yang seluruhnya
terhadap lingkungan sekitarnya.
menjalankan peran front stage. Sementara di
Kesimpulannya adalah bahwa : 1) Menurut
back stage, mereka tak lagi berhadapan dengan
Burns, pendekatan dramaturgis menawarkan
pasal dan delik hukum.
suatu cara berguna untuk mengamati perilaku
manusia yang melalui perilakunya itu individu Kasus 4 :
berusaha menjadi seseorang daripada berusaha
Di arena front stage, ada seorang Pekerja Seks
melakukan sesuatu; 2) Proyeksi citra diri ini
Komersial (PSK), menjalani hidupnya dengan
dipandang sebagai bagian dari proses sosialisasi
cara mengais rezeki secara tidak halal, asusila
dan ini merupakan kemenangan kemampuan
dan melanggar nilai-nilai serta norma, karena
kreatif manusia atas reaksi-reaksi orang lain.
yang dilakukannya melanggar larangan
Aplikasi Teori Dramaturgi dalam Berbagai
agama. Namun kenyataannya (back stage), dia
Profesi. Dramaturgi dapat direleksikan dari
harus menghidupi ibunya yang sudah renta
beberapa contoh kasus yang merepresentasikan
dan janda, serta anaknya yang masih berumur
profesi yang berbeda, antara lain :
3 tahun, ditambah lagi harus membiayai
sekolah adik-adiknya.
Kasus 1 :
Polisi Lalu lintas dalam menjalankan tugasnya Kasus 5 :
(saat menilang pelanggar di jalan raya).
Terdakwa kasus korupsi Arthalyta Suryani
Dalam menjalankan tugasnya harus tegas
alias Ayin mencoba menarik simpati hakim
dan tanpa pandang bulu, jika melanggar akan
dan pengunjung di persidangan. Dimulai
ditindak, untuk memberi efek jera. Tetapi bila
dari bagi-bagi makanan, menjelaskan bahwa
mengikuti humanisme, mungkin karena kenal
dirinya seorang janda, sambil menangis.
dengan pelanggar, akhirnya terjadi pembiaran
Semua itu merupakan semata-mata proses
atas pelanggaran disiplin berlalu lintas. Atau
dramaturgi yang harus dia lakukan agar
bisa saja jika iman Pak Polisi lemah, bisa
dapat keringanan hukuman. Hal yang sama
29
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
juga dilakukan oleh Angelina Sondakh
kesadaran, pengendalian diri, dan pengaturan
dengan cara menarik simpati masyarakat
ekspresi wajah dan suara. Dayat juga
melalui kekerapan liputan media massa, baik
melakukan tindakan yang dapat menciptakan
media cetak maupun elektronik. Termasuk
loyalitas dramatuargis agar penonton/audiens/
melibatkan Kak Seto yang menyatakan
teman-temannya tidak mengetahui pribadi
bahwa anak bungsu Anggie yang masih balita
dia yang sesungguhnya.
(Keanu) membutuhkan ibundanya selalu
ada disisinya, sehingga mengajukan agar Kasus 7 :
diperbolehkan menjadi tahanan rumah.
Kasus Institusi Total, yakni institusi yang
memiliki karakter dihambakan oleh
Kasus 6 :
sebagian kehidupan atau keseluruhan
Kasus mengenai sikap sosial seseorang
kehidupan dari individual yang terkait
dipandang dari teori dramaturgi. Seorang
dengan institusi tersebut, dimana individu
anak remaja (sebut saja namanya Dayat),
ini berlaku sebagai sub-ordinat yang mana
merupakan seorang anak dari keluarga broken
sangat tergantung kepada organisasi dan
home, Ia berasal dari keluarga kaya sehingga ia
orang yang berwenang atasnya. Ciri-ciri
terbiasa dengan gaya hidup mewah. Namun,
institusi total antara lain dikendalikan oleh
semenjak ayah dan ibunya bercerai, Dayat
kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki
tidak mengetahui keberadaan kedua orang
yang jelas. Contohnya, sekolah asrama yang
tuanya sehingga ia terpaksa bertahan hidup
masih menganut paham pengajaran kuno
dari berjualan gorengan dan tinggal di rumah
(disiplin tinggi), kamp konsentrasi (barak
neneknya. Meskipun dalam kondisi seperti
militer), institusi pendidikan, penjara, pusat
itu, Dayat yang saat itu duduk di kelas
rehabilitasi (termasuk didalamnya rumah
1 SMP tetap berusaha mempertahankan
sakit jiwa, institusi pemerintah, dan lainnya).
image di depan teman-temannya. Ia selalu
Dramaturgi dianggap dapat berperan baik
berusaha tampil cool seolah tidak memiliki
pada instansi-instansi yang menuntut
masalah di rumah. Bahkan Dayat sering kali
pengabdian tinggi dan tidak menghendaki
mengarang cerita bahwa kedua orang tuanya
adanya “pemberontakan”. Karena di dalam
sedang mengerjakan tugas bisnis di luar kota
institusi-institusi ini peran-peran sosial akan
dan jarang pulang ke rumah. Dayat merasa
lebih mudah untuk diidentiikasi. Orang
perlu menyembunyikan masalah yang sedang
akan lebih memahami skenario semacam
dialaminya, bahkan ia sering kali mengatakan
apa yang ingin dimainkan. Bahkan beberapa
bahwa ia berjualan gorengan di sekolah
ahli percaya bahwa teori ini harus dibuktikan
hanya untuk latihan kemandirian saja dan ia
dahulu sebelum diaplikasikan. Salah satu
tinggal di rumah nenek karena orang tuanya
kasusnya adalah : Seorang anggota Paskibraka
sibuk bisnis, padahal kenyataannya orang
tingkat DKI Jakarta dilaporkan mendapatkan
tuanya sudah bercerai dan tidak diketahui
pelecehan seksual dari seniornya. Siswi
keberadaanya.
tersebut diminta lari telanjang dari kamar
Jika dilihat dari teori dramaturgi, di
mandi ke kamar berkali-kali. Laporan
panggung belakang (back stage) terdapat “tim”
tersebut dilayangkan orangtua siswi tersebut.
yang sengaja membuat skenario agar Dayat
Menurut sumber yang terpercaya, bahwa
beracting demikian. Secara teori bisa saja dayat
kasus seperti di atas ternyata telah terjadi
tetap menampilkan sikap dan penampilan
sejak bertahun-tahun lalu dan selalu dialami
seperti bagaimana adanya, namun ternyata
oleh para peserta paskibraka junior. Ini adalah
ada tim di dalam lingkungan Dayat yang
salah satu contoh bentuk institusi total yang
memaksa Dayat untuk beracting seperti di
dapat mempengaruhi sikap dan kepribadian
atas.
seseorang.
Dalam teori dramaturgi juga terdapat
seni pengelolaan kesan. Dalam kasus ini, Kasus 8 :
Dayat tampak melakukan pengelolaan kesan
Pada kasus korupsi, koruptor menjalankan
agar image dia di hadapan teman-teman
perannya di lingkungan mereka yang sarat
sekolahnya tetap baik. Dayat telah melakukan
manipulatif. Mereka berusaha mengontrol diri
disiplin dramaturgis yang meliputi : menjaga
seperti penampilan, keadaan isik, dan perilaku
30
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
aktual dan gerak agar perilaku menyimpang Kasus 1 :
Para anggota DPR memerankan dramaturgi.
yang mereka jalani tidak dapat diketahui oleh
Saat front stage sangat berbeda di wilayah
lingkungan mereka. Karena mereka mengerti
back stage nya. Banyak anggota yang
kedudukan yang melekat pada dirinya
telah kehilangan idealismenya, dan hanya
semata-mata demi melayani kepentingan
mementingkan diri sendiri atau kepentingan
publik menjadi domain kepentingan pribadi.
golongan saja, bukan kepentingan rakyat.
Dengan begitu sang koruptor tak jarang
Berbeda saat kampanye caleg yang banyak
dapat berperan ganda, bisa berwatak baik
memaparkan program unggul serta menebar
dan buruk. Berperilaku “baik” merupakan
janji.
prasyarat mutlak untuk mendapatkan
jabatan publik yang dikehendakinya. Baik itu
melalui legitimasi politik, pendidikan, sosial, Kasus 2:
Penerapan dramaturgi dalam praktik
ekonomi yang dikemas sedemikian rupa, agar
komunikasi massa atau strategi kampanye
tampil sebagai sosok yang berhati peduli atau
pada pemilihan presiden yang lalu. SBY dan
memiliki integritas pengabdian jujur, bersih
Megawati merupakan salah satu contoh bentuk
dan berani. Ternyata itu hanya tipu muslihat
kampanye dramaturgi yang berhasil. Sosok
tuntutan peran agar dapat melanggengkan
Megawati dalam membawa partainya PDI-P
tujuan awal menduduki posisi jabatan publik.
menuju tangga puncak pemenang pemilu
Rakyat masih punya keyakinan bahwa bangsa
1999 tidak lepas dari isu yang dihembuskan
ini dapat dikelola dengan baik melalui
bahwa dirinya adalah pihak yang ”dizhalimi”
kebijakan yang anti korupsi. Seperti kesamaan
oleh rezim Orba. Simpati pun di dapat karena
persepsi pada kekuasaan eksekutif, legislatif
memang masyarakat pada waktu itu memang
dan yudikatif untuk memberi hukuman
sedang eufhoria ”kebencian” terhadap rezim
seberat-beratnya pada koruptor. Hukuman
Orba. Begitu juga SBY dimana dia dulu
bagi para koruptor sebenarnya harus lebih
menempatkan posisinya sebagai orang yang
berat dan tanpa toleransi dengan mengadopsi
terdzhalimi oleh rezim Megawati. Sehingga
aturan dan contoh yang diterapkan di negaramasyarakat pun merasa simpati dan terbukti
negara yang sudah berhasil memberantas
dukungan yang mengalir tidak kalah banyak,
korupsi. Barangkali China dapat menjadi
serta mengantarkannya pada posisi RI-1.
negara rujukan untuk belajar menghentikan
Satu pertanyaan mengapa manusia
sepakterjang koruptor. Penyediaan peti mati
harus
bermain
dramaturgi? Satu jawaban
bagi koruptor merupakan simbol perlawanan
yang
pasti
adalah
dramaturgi merupakan
terhadap korupsi, apalagi China kerapkali
suatu bentuk rekasi alamiah dari manusia
menjatuhkan vonis mati kepada pelaku
untuk mempertahankan diri. Ketika seorang
korupsi. Adapun wacana untuk memiskinkan
manusia berada di sebuah lingkungan yang
koruptor perlu dipertimbangkan agar dapat
menurut dia nyaman, atau ketika dia ingin
menjadi bagian politik hukum bangsa ini.
memasuki sebuah lingkungan baru, adalah
Kemudian, para koruptor seharusnya tidak saja
sebuah proses yang wajar bila dalam dirinya
dijatuhi hukuman berat melalui pengadilan,
timbul proses tidak ingin ditolak atau tidak
tetapi juga perlu diberi sanksi social dengan
ingin kehilangan kenyamanan tersebut. Agar
mengasingkan mereka dari interaksi isik.
dirinya tidak mengalami penolakan maka mau
Sanksi social semacam itu akan lebih baik
tidak mau dia harus melakukan dramaturgi
jika dimulai dari pejabat atau pemimpin di
dalam mempersuasi dirinya agar bisa diterima
berbagai aras, apalagi masyarakat kita masih
oleh lingkungannya. Sehingga, wajar saja jika
berwatak paternalistic: meniru apa yang
anda melakukan dramaturgi dengan niatan
dilakukan petinggi. Barangkali sanksi yang
untuk di terima di lingkungan. Yang jadi
sangat berat akan menghentikan dramaturgi
masalah adalah, apabila itu dilakukan secara
sang koruptor seperti apa yang sering menjadi
berlebihan maka seseorang akan kehilangan
tontonan publik akhir-akhir ini.
jati dirinya.
Aplikasi Teori Dramaturgi dalam
Politik. Dramaturgi dalam dunia politik dapat
3. Simpulan
direleksikan dari 2 (dua) contoh kasus berikut
Pemanfaatan strategi kampanye politik
ini :
tak dapat dipungkiri harus didukung oleh
31
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
peran komunikator politik yang ideal yang
mampu memiliki kecakapan komunikasi
secara persuasive demi menperoleh dukungan
politik masyarakat sesuai criteria yang telah
dijabarkan di atas. Pemilihan media massa,
baik media massa maupun media cetak
dalam proses kampanye politik juga turut
berpengaruh, dengan segala kekuatan dan
kelemahan masing-masing media. Banyak
politisi memerankan dramaturgi dalam
menjalankan aktivitas keseharinnya sebagai
politisi. Namun masyarakat cerdas, tanggap,
dan mampu menilai tokoh politik yang
diharapkan dapat diberikan kepercayaan
dan wewenang dalam menjalankan roda
pemerintahan secara jujur, adil, dan bijaksana.
Daftar Pustaka
Cavanagh, David. 1997. Election Campaigning, he
New marketing of Politics. Massachusetts :
Blackwell Publishers Inc.
Dan. 1993. Komunikasi Politik : Komunikator,
Pesan, dan Media. Bandung : PT Remaja
Rosda Karya.
-------- dan Combs, James E. 1993. he New
Propaganda : he Dictatorship of palaver
in Contemporary Politics. New York :
Longman Publishing.
Newman, Bruce I. 1999. he Mass Marketing
of Politics, Democracy in an Age of
Manufactured Images. London : sage
Publications Inc.
Suara Muhammadiyah, Majalah Tengah Bulanan
No. 23 Tahun 88, 1 – 15 Desember
2003. Jakarta : Penerbit Pers Suara
Muhammadiyah.
32
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Stategi Pembangunan daerah Melalui Riset Komunikasi
Siti Komsiah 1*)
Abstrak
Di Dalam proses perencanaan pembangunan nasional dan dalam mewujudkan otonomi daerah, Maka
diperlukan kerlibatan oleh beberapa pihak baik itu oleh aparat pemerintah daerah, maupun oleh masyarakat
itu sendiri. Keterlibatan semua elemen masyarakat itu bisa dilihat dalam bentuk pertisipasi masyarakat.
Rogers (1976) mengatakan komunikasi tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan para perencana pemerintah,
dan fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan rencana-rencana pembangunan. Dari pendapat Rogers ini jelas bahwa setiap pembangunan dalam
suatu bangsa yang memegang peranan penting adalah masyarakat, dan karenanya pemerintah dalam melancarkan
komunikasinya perlu memperhatikan strategi apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan sehingga efek
yang diharapkan itu sesuai dengan harapan.
Untuk melihat keberhasilan stategi pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, bisa dilakukan
dengan melakukan riset komunikasi. Riset komunikasi ini bisa dilakukan untuk melihat partisipasi ataupun proses
komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah apakah sesuai dengan harapan. Strategi pembangunan dalam
bentuk riset komunikasi yang menggunakan teknik visualisasi, wawancara, dan kelompok kerja yang berbasis
lapangan untuk menghasilkan/mendapatkan informasi yang digunakan untuk merancang program, materi, media
dan metode komunikasi yang efektif bagi tujuan pembangunan untuk menjamin kesesuaian dan kepemilikan oleh
masyarakat.
Tulisan ini bermaksud untuk melihat Strategi Pembangunan Daerah melalui Riset Komunikasi.
Kata kunci : Strategi, Riset, Pembangunan, komunikasi
1.
Pendahuluan
Penelitian diterjemahkan dari kata “Research”
(Inggris) yaitu re (kembali) dan search (mencari)
atau mencari kembali yang kemudian para ahli
menerjemahkannya sebagai riset. Hillway (1956)
mengatakan bahwa penelitian tidak lain dari sesuatu
metode studi yang dilakukan seseorang melalui
penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap
suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan
yang tepat terhadap masalah tersebut. Sementara
itu Whitney (1960) mengemukakan pengertian
penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry)
secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian
ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat
dipecahkan. Dengan demikian selain merupakan suatu
proses dan metode, penelitian diharapkan mampu
mencari pemecahan masalah yang diteliti (problem
solving). mudjiarahardjo.com/.../140-penelitian-danpengembangan-ilmu-pen.
Hal serupa juga diungkapkan oleh
Kriyantono bahwa, Riset (penelitian) berarti “to
search for, to ind”. Dalam bahasa latin riset berasal
dari kata “re” yang artinya lagi dan “cercier” yang
artinya mencari. Secara umm riset berarti “mencari
informasi tentang sesuatu”(looking informations
1
*)
Dosen di Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta.
33
about something). Bisa juga diartikan sebagai sebuah
usaha untuk menemukan sesuatu (an attempt to
discover something). (Kriyantono, 2006:1).
Berdasarkan pengertian diatas, maka riset
(penelitian) adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mencari informasi yang dilakukan melalui
suatu prosedur/aturan-aturan yang diberlakukan.
Riset dalam kehidupan sangat diperlukan
sebagai upaya pengembangan dan memecahkan suatu
persoalan kehidupan. Pemanfaatan riset ini banyak
dalam berbagai kepentingan, salah satunya adalah
pemanfaatan bagi pembangunan.
Pemanfaatan riset bagi pembangunan dan
perkembangan suatu bangsa/daerah sangatlah penting.
Berdasarkan tulisan Rahardjo dikatakan bahwa, dari
berbagai literatur dan media massa, dapat diketahui
bahwa ternyata tidak ada satu negara maju di dunia yang
berhasil dalam pembangunan tanpa didukung oleh
kegiatan penelitian. Ada anggapan (jika dilihat secara
sepintas) bahwa penelitian hanya dapat dilakukan
oleh negara-negara maju. Anggapan ini karena mereka
mempunyai dana dan tenaga peneliti yang memadai;
tetapi ternyata sebanyak 98% dari biaya penelitian di
dunia ini dikeluarkan untuk penelitiaan-penelitian di
negara berkembang. Besarnya biaya yang dikeluarkan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Berdasarkan hal tersebut diatas, Riset
dalam Pemerintah Daerah seharusnya dilakukan
berkesinambungan dan tak berkesudahan, agar
pembangunan yang dilaksanakan tepat sasaran dan
sesuai dengan yang direncanakan.
Salah satu penelitian yang bias dilakukan untuk
kepentingan pembangunan adalah penelitian
komunikasi. Penelitian (riset) komunikasi menyangkut
berbagai hal mulai dari riset komunikator, pesan,
media, komunikan dan efek dalam proses komunikasi
tersebut.
untuk penelitian tidak hanya dapat dilihat dari jumlah
uang dan tenaga yang dipergunakan tetapi yang paling
penting adalah manfaat dari penelitian tersebut bagi
pembangunan negara-negara berkembang.
Khususnya bagi negara-negara berkembang
seperti Indonesia, peranan penelitian dalam sejarah
pembangunan bangsa sudah tidak perlu diragukan lagi.
Melalui penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
maka segala masalah atau potensi yang ada selama
proses pembangunan berlangsung dapat diketahui.
Hanya sengan penelitian sehingga informasi/ data
yang relatif lengkap dapat diperoleh.
Perencanaan pembangunan harus selalu
didasarkan kepada data/ informasi yang diperoleh
melalui penelitian. Adalah sangat tidak mungkin untuk
merencanakan pembangunan tanpa penggunaan data
yang terpercaya. Hasil pengujian-pengujian, evaluasi
dan tinjauan kembali terhadap kegiatan pembangunan
hanya dapat diketahui apabila penelitian dilaksanakan.
Demikian penelitian memegang peran penting dalam
setiap pengambilan keputusan atau langkah-langkah
dalam segala aspek pembangunan. (mudjiarahardjo.
com/.../140-penelitian-dan-pengembangan-ilmu-pen)
2. Pembahasan
2.1. Riset Komunikasi dan Pembangunan
Seperti telah dibahas diatas, bahwa pentingnya
riset dalam pembangunan mulai dari perencanaan
sampai dengan tahap evaluasi pembangunan. Hal
tersebut menunjukan bahwa, Pemerintah Daerah
perlu melakukan suatu penelitian yang berkelanjutan,
dan salah satu riset yang bisa dilakukan adalah dengan
riset komunikasi.
Komunikasi merupakan proses pertukaran
tanda dan lambing dalam kehidupan manusia.
Proses pertukaran tanda dan lambang ini disebut
pula sebagai proses pertukaran pesan, karena pesan
merupakan seperangkat tanda dan lambang yang
disusun sedemikian rupa sehingga mengandung
makna (informasi) bagi orang lain. Jadi ruang
lingkup riset komunikasi berkaitan dengan produksi
serta pertukaran pesan dan pengaruhnya terhadap
kehidupan manusia (Kriyantono, 2006:12).
Proses penyampaian pesan itu terjadi
melalui komponen-komponen komunikasi. Pesan
berpindah dari komunikator (pemberi informasi)
kepada komunikan (penerima pesan) melalui media
dan akibatnya akan memunculkan efek. Berdasarkan
komponen-komponen komunikasi tersebut maka
ruang lingkup dari riset komunikasi mencakup :
1. Studi Komunikator (who), yaitu studi mengenai
penyampai pesan, dalam hal ini bisa individu
ataupun institusi. Sebagai contoh dalam
pembangunan riset komunikasi ini adalah riset
mengenai kredibilitas seorang pemimpin, evaluasi
pemimpin (Kepala Daerah), Opinion Leader,
ataupun riset mengenai lembaga yang ada dalam
pemerintah Daerah dalam menyampaikan pesan
pada masyarakat itu dinilai seperti apa. Kajian ini
pemimpin/Kepala Daerah ataupun institusi yang
menyampaikan pesan tersebut.
2. Studi Pesan (Says What), Yaitu studi mengenai isi
pesan, verbal maupun non verbal. Studi ini meneliti
tentang efektiitas pesan, pemahaman pesan, dan
opini terhadap pesan yang disampaikan. Sebagai
contoh misalnya efektiitas pesan komunikasi
yang disampaikan oleh Kepala Daerah yang
dikaji dari isi pesan, gambar maupun warna yang
digunakan dalam menyampaikan pesan tersebut.
3. Studi Media (in which Channel), yaitu studi
mengenai medianya (salurannya). Kajian ini
Penelitian dan Pembangunan Daerah
Penelitian dan pembangunan pada tingkat
lokal adalah dua hal yang sama pentingnya. Kedua hal
tersebut saling dibutuhkan dan membutuhkan dan
berkaitan. Dimana Secara ideal, penelitian diinspirasi
dan dilakukan untuk kepentingan pembangunan,
sebaliknya pembangunan yang berhasil tentunya
didasarkan pada rekomendasi-rekomendasi hasil
penelitian. www.batukar.info/komunitas/.../penelitiandan-pembangunan-daerah
Pentingnya
Penelitian
(riset)
dalam
pembangunan ini adalah dimaksudkan untuk
mengembangkan daerah. penelitian merupakan dasar
(basic) bagi pengambilan keputusan setiap langkahlangkah pelaksanaan dan perencanaan pembangunan.
Melalui penelitian maka diharapkan akan diketahui
kondisi suatu daerah sebelum meluncurkan keputusan
atau melakukan pembangunan suatu daerah. Dengan
kata lain pembangunan bisa dilakukan atau lebih
tepatnya akan efektif dilakukan setelah melakukan
riset.
Jadi, melalui riset akan terkumpul faktafakta. Fakta-fakta ini akan dijadikan landasan dalam
merencanakan program pembangunan. Kemudian
Pemerintah Daerah harus memonitor perkembangan
apakah yang sudah direncanakan sedang berjalan
baik atau apakah perubahan perlu dibuat. Akhirnya
Pemerintah Daerah dituntut mengevaluasi apa
yang telah dicapai agar dapat menentukan rencana
untuk masa depan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa, penelitian ini bisa dilakukan mulai dari awal
perencanaan pembangunan samapi dengan tahap
evaluasi pembangunan.
34
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
menyangkut penelitian terhadap media yang
digunakan dalam penyampaian pesan, media apa
yang digunakan, efektiitas media, jenis media
yang digunakan. Sebagai contoh penelitian media
bila dikaitkan dengan pembangunan adalah
penelitian efektiitas media yang digunakan oleh
Pemerintah Daerah dalam menyampaikan pesan
mengenai partisipasi dalam Pilkada melalui
media pamlet, apakah isi media dalam bentuk
verbal ataupun non verbal tersebut dimengeri dan
dipahami oleh masyarakat.
4. Studi Khalayak (to Whom), yaitu studi mengenai
khalayak atau komunikan. Kajian ini menyangkut
penelitian tentang khalayak sebagai penerima
pesan, bagaimana pesan tersebut di terima oleh
khalayak, opini khalayak, persepsi khalayak, minat
khalayak ataupun partisipasi khalayak. Sebagai
contoh adalah penelitian mengenai partisipasi
khalayak pada pembangunan Daerah.
5. Studi efek (with what efect), yaitu studi mengenai
terpaan pesan. Efek adalaah dampak dari terpaan
pesan. Sebagai contoh adalah penelitian mengenai
efek yang dimunculkan dari terpaan komunikasi
mengenai isi pesan pembangunan atau efek
dilihat dari media yang digunakan ataupun efek
karena kredibilitas komunikatornya, bahkan efek
yang dilihat dari sisi penerima pesannnya.
Ke lima studi tersebut bisa dilakukan
penelitian secara keseluruhan ataupun hanya pada salah
satu studi saja. Studi-studi tersebut bisa diterapkan
pada semua tingkatan ataupun pada berbagai kegiatan
mulai dari penelitian dalam organisasi/perusahaan
maupun penelitian dalam pemerintahan.
Berbagai penelitian komunikasi dilakukan
dalam kajian ini adalah penelitian di pemerintahan
adalah bertujuan untuk memberika masukan
pada pemerintah daerah dalam meningkatkan
pelayanan pada masyarakat dan menjalankan tujuan
pembangunan yang telah direncanakan. Berbagai
penelitian komunikasi yang dilakukan juga diharapkan
memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam
merumuskan kebijakan daerah untuk mewujudkan
kualitas layanan civil. Dan juga memberikan gambaran
untuk pengambilan keputusan dan mementukan
kebijakan program apa yang tepat bagi pelayanan
masayrakat.
2.2. Pemanfaatan Penelitian Komunikasi bagi
Pembangunan Daerah
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa
penelitian dalam hal ini adalah penelitian komunikasi,
merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Untuk
itu perlu kita bahas berbagai penelitian komunikasi
yang bisa dilakukan untuk memberikan dan
menunjang pembangunan daerah. Berbagai penelitian
komunikasi yang bisa dilakukan antara lain :
1. Perancangan
Komunikasi
Visual
dalam
mendukung Promosi Kawasan Wisata
35
2. Program Komunikasi Pemerintah dalam
Mengkomunikasikan Wilayah Industri
3. Partisipasi Masyarakat dalam Paembangunan
Daerah
4. Pemanfaatan Media Massa dalam Mempromosikan
Kawasan Wisata
5. Strategi komunikasi Pembangunan dalam
Pembangunan Daerah
6. Komunikasi Pembangunan Pemerintah Daerah
dalam Menanggani Pemulihan lokasi Bencana
7. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program
Pembangunan
8. Kegiatan Pemerintah Daerah dalam Periklanan
Usaha Kecil dan Menengah
Berikut adalah hasil penelitian komunikasi yang
pernah dilakukan berkaitan dengan pembangunan
daerah.
1. Penelitian dengan judul Komunikasi Pemerintah
daerah dalam Program Pembangunan kembali
daerah wisata Pantai Pasca bencana (Studi
Komparatif Komunikasi Pembangunan Pemda
Kabupaten Ciamis Jawa Barat, Pemda Kabupaten
Cilacap Jawa Tengah dan Pemda Kabupaten
Bantul DIY). Berdasarkan hasil penelitian
tersebut didapatkan bahwa; (1) Terdapat
perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar
atas sikap pemerintah daerah khususnya dalam
pelibatan masyarakat dalam proses komunikasi
pembangunan terkait dengan penyikapan
menangani bencana yang melanda kawasan wisata
pantai di daerahnya. Komunikasi Pembangunan
Pemda Ciamis dalam menangani pemulihan
lokasi wisata Pantai Pangandaran Ciamis telah
berhasil menyusun program pemulihan ekonomi
masyarakat dan melibatkan mereka dalam
tahapperencanaan meskipun tidak terlibat lagi
dalam tahap pelaksanaan dan eveluasinya, sangat
berbeda dengan yang terjadi di lokasi wisata
Pantai Widarapayung Cilacap dan Pantai Parang
Tritis Bantul. Di Pantai Widarapayung sama sekali
tidak terdapat program terpadu yang membuat
lokasi wisata dan kehidupan perekonomian
masyarakat menjadi lebih baik dibandingkan
sebelumnya. Bahkan karena tiadanya komunikasi
yang terjadi antara pemda setempat atas program
pembangunan yang jelas menjadikan kegiatan
kepariwisitaan di lokasi ini berjalan di tempat.
Sementara program yang dilaksanakan pemda
Bantul di Pantai Parang Tritis merupakan ide
lama yang telah ada sebelum terjadi bencana.
Namun kemudiandengan terjadinya bencana
gempa pembangunan relokasi kegiatan usaha
bagimasyarakat seolah-olah mendapatkan pemicu
dan momentum untuk melaksanakannya.
Keberhasilan relokasi kegiatan usaha ini didukung
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
adanyakomunikasi pembangunan yang memadai
dari pemda kepada masyarakat sekitarlokasi
wisata. (2). Tingkat partisipasi masyarakat
dalam program komunikasi pembangunan
yangterjadi sangat berbeda di tiga lokasi yang
diteliti. Kesemuanya sangat tergantungdari
inisiatif masing-masing pemerintah daerah dalam
melakukan komunikasipembangunan terhadap
masyarakatnya. Bila di Pantai Pangandaran,
masyarakatdilibatkan di awal perencanaan program
dan program yang disusun dilaksanakanoleh
pemerintah. Maka sangat berbeda dengan yang
terjadi di lokasi wisata PantaiWidarapayung.
Karena tidak ada program pemulihan atau
penataan ekonomimasyarakat kawasan pantai
dari pemerintah daerah maka pelibatan
partisipasimasayarakat menjadi mandiri dan tidak
bergantung dengan bantuan pemerintah.Muncul
kelompok mandiri masyarakat yaitu SIBAT yang
peduli adanya bencana dikawasan wisata tempat
mereka tinggal dan hidup serta berjalan tanpa
proseskomunikasi yang intens dengan pemerintah
daerahnya. Sementara untukmasyarakat Pantai
Parang Tritis sudah dalam tahap menerima karena
program initelah direncanakan pemda Bantul dua
tahun sebelum dilaksanakan dan menjadipemicu
dengan terjadinya bencana gempa yang melanda
Kabupaten Bantul dan sekitarnya. (Bekti dan
Runtiko, Agus. 2007).
2. Kegiatan Pemerintah daerah dalam Periklanan
UKM (Studi Kasus Mengenai Pemerintah
Daerah dalam Periklanan Usaha Kecil dan
Menengah di Kabupaten. Penelitian ini didasari
oleh pentingnya Pemerintah dan dunia usaha
mengembangkan
langkah-langkah
strategis
yang bersifat inovatif dalam memberdayakan
UKM dengan menumbuhkan lingkungan usaha
yang kondusif dan memberikan dukungan
penguatan agar UKM mampu bersaing secara
global.(Departemen Koperasi dan UKM,
XXXX : 4). Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa pemerintah harus berupaya untuk
menginformasikan atau mengkomunikasikan
potensi yang ada di daerahnya terutama produkproduk UKM agar dikenal, diminati dan dibeli
oleh konsumen lokal, nasional, regional maupun
internasional. Komunikasi pemasaran merupakan
usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik
terutama konsumen sasaran mengenai keberadaan
produk. Komunikasi pemasaran memegang
peranan yang sangat penting bagi pemasar
karena tanpa komunikasi pemasaran, konsumen
maupun masyarakat secara keseluruhan tidak
akan mengetahui keberadaan produk di pasar.
Salah satu bentuk komunikasi pemasaran adalah
iklan. Mengingat pentingnya kegiatan periklanan
dalam pemasaran suatu produk termasuk
produk UKM maka di era otonomi daerah ini
pemerintah daerah harus menjadi fasilitator di
bidang periklanan UKM agar produk-produk
yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk
yang sejenis, laku terjual di masyarakat, dan
selalu tercipta permintaan-permintaan baru.
Keberhasilan dari kegiatan periklanan ini akan
mampu meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan
serta harga diri pelaku UKM maupun Pemerintah
Daerah. Dari sini muncul pertanyaan tentang
sejauh mana Pemerintah Daerah telah memahami
hal tersebut dan bagaimana perhatian dan sikap
yang tertuang dalam bentuk kebijakan dalam
hal tersebut. Berangkat dari adanya beberapa
fenomena di atas perlu dilakukan penelitian
lebih jauh tentang kegiatan periklanan yang
dilakukan Pemerintah Daerah khususnya di
Kabupaten X dalam upaya pemberdayaan dan
pengembangan UKM. Kajian ini penting karena
hasilnya diharapkan dapat memberi gambaran
bagi pihak-pihak yang berkepentingan mengenai
kegiatan periklanan dan menjadi salah satu dasar
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan
dalam hal pemberdayaan UKM. Selain itu
sepanjang penelusuran peneliti belum terdapat
penelitian yang mengkaji masalah tersebut
khususnya di Kabupaten X. (gudangmakalah.
blogspot.com/2010/01/kegiatan-pemerintahdaerah).
Berdasarkan kedua contoh hasil penelitian
tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa
penelitian dapat dilakuan dalam beberapa kajian
komunikasi, mulai dari permasalahan pariwisata
sampi dengan permasalahan ekonomi. Berbagai
kajian dalam penelitian komunikasi tersebut dapat
dilakukan yang kemudaian hasilnya bisa dimanfaatkan
oleh Pemerintah Daerah sebagai masukan dalam
melaksanakan pembangunan daerah.
2.3. Strategi pembangunan Melalui Riset
Komunikasi
Strategi adalah suatu taktik atau cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi itu
ada dalam suatu perencanaan. Begitu pula dalam
perencanaan pembangunan diperlukan suatu strategi.
Dalam perencanaan pembangunan yang merupakan
suatu fungsi utama Manajemen Pembangunan
yang selalu diperlukan karena kebutuhan akan
pembangunan lebih besar dari sumber daya (resources)
yang tersedia. Melalui perencanaan yang baik dapat
dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara
eisien dan efektif dapat memperoleh hasil yang
optimal dalam pemanfaatan sumberdaya yang tersedia
dan potensi yang ada.
36
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang
pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana
dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka
pembinaan bangsa (nation building)”.
Beberapa ahli menganjurkan bahwa
pembangunan suatu daerah seyogyanya mencakup
tiga inti nilai (Kuncoro, 2000; Todaro, 2000):
1. Ketahanan
(Sustenance):
kemampuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
pokok
(pangan,
papan,
kesehatan,
dan
proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2. Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah
memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan
suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan
sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3. Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu
untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan
berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Terkait dengan perencanaan pembangunan, menurut Bintoro (1980), unsur- unsur pokok
yang harus tercakup dalam perencanaan adalah: (1)
adanya kebijaksanaan atau strategi dasar rencana
pembangunan atau sering disebut dengan tujuan,
arah, prioritas dan sasaran pembangunan; (2) adanya
kerangka rencana atau kerangka makro rencana; (3)
perkiraan sumber-sumber pembangunan, khususnya
yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan;
dan (4) kerangka kebijakan yang konsisten.
Berbagai kebijakan perlu dirumuskan dan kemudian
dilaksanakan. Dalam konteks Indonesia, perencanaan
pembangunan menjadi penting mengingat sumbersumber ekonomi yang semakin terbatas dan akan
menjadi habis, jumlah penduduk yang sangat besar
dan beragam, tingkat pendidikan dan kemampuan
manajerial yang masih rendah.
Dalam menjalankan pembangunan daerah,
maka diperlukan strategi salah satu cara yang
dilakukan adalah melalui penelitian komunikasi.
Apabila kita kaitkan dengan kedua penelitian yang
pernah dilakukan seperti yang telah dijelaskan
tersebut diatas, menunjukan pentingnya penelitian
komunikasi dalam pembangunan pemerintah Daerah.
Dimana hasil penelitian yang dilakukan dapat
digunakan bagi pengembangan daerah itu sendiri.
Melalui penelitian komunikasi akan dapat diketahui
permasalahan-permasalahan apa yang muncul dalam
pembangunan. Dengan mengetahui permasalahanpermasalahan tersebut, maka akan dapat diketahui
strategi apa yang bisa dilakukan oleh Pemerintah
daerah dalam merencanakan pembanguanan Daerah.
Dengan
demikian
penelitian
yang
dilakukan akan memberikan kontribusi dalam
strategi pembangunan berikutnya. Maka dengan
kata lain strategi pembangunan dapat dilakukan
37
melalui berbagai riset, dan salah satunya adalah riset
komunikasi.
3. Simpulan
Penelitian merupakan dasar (basic) bagi
pengambilan keputusan setiap langkah-langkah
pelaksanaan dan perencanaan pembangunan. Untuk
itu diperlukan suatu penelitian yang bisa menunjang
pelaksanaan pembangunan daerah tersebut. Salah
satu bentuk penelitian yang dilakukan adalah dengan
melakukan penelitian komunikasi. Dengan demikian
bisa dikatakan bahwa Pemerintah dapat membuat
suatu strategi pembangunan daerah melalui riset
komunikasi terlebih dahulu, agar apa yang menjadi
tujuan pembangunan tersebut dapat dilaksanakan.
Daftar Pustaka
Istiyanto, Bekti dan Runtiko, Agus Ganjar. 2007.
Economic Recovery Masyarakat Kawasan
Objek Wisata Pangandaran Pasca Gempa dan
Tsunami 17 Juli 2006.
Kriyantono, Rachmat, 2008. Teknis Praktis Riset
Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Siagian, Sondang P. 1985. Proses Pengelolaan
Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung
Agung.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1980. Perencanaan
Pembangunan. Jakarta: PT Gunung Agung.
Sumber Lain:
http://munawar-sijaya.blogspot.com/2012/02/
perencanaan-pembangunan-daerah.html
www.batukar.info/komunitas/.../penelitian-danpembangunan-daerah
mudjiarahardjo.com/.../140-penelitian-danpengembangan-ilmu-pen...
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
38
Bagian II :
Representasi Gender dalam Realitas Sosial
Budaya Bangsa Indonesia
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Dinamika Kerja Wartawan Perempuan
(Studi Deskriptif Mengenai Wartawan Perempuan dalam Menjalankan Profesinya)
Darwis Sagita1*)
Abstrak
Tugas wartawan tidak mengenal waktu kerja layaknya pekerja di profesi lain, ia harus siap terjun ke lapangan
di segala waktu karena terjadinya sebuah peristiwa yang tidak bisa dibatasi waktu. Waktu kerja dan ketahanan
isik dalam peliputan membuat profesi wartawan lebih identik dengan laki-laki daripada perempuan. Perempuan
seringkali dianggap dengan stereotype lemah, gambaran ini muncul tidak hanya dari masyarakat atau kaum pria,
tetapi juga dari para perempuan yang tidak yakin dengan kemampuannya. Penelitian ini berusaha untuk melihat
dinamika kerja wartawan perempuan, apa yang menjadi motivasi ia bekerja, pandangan wartawan perempuan
terhadap kerja wartawan profesional, serta perilaku wartawan perempuan. Metode yang digunakan adalah studi
deskriptif dengan menggunakan Teori Tindakan Sosial dari Weber. Temuannya adalah wartawan perempuan lebih
mudah untuk mendekati narasumber dalam mencari data, namun ia juga seringkali mendapatkan perilaku negatif
dari narsumber. Maskipun harus profesional, ketiganya sepakat bahwa keterbatasan isik sebagai perempuan membuat
mereka harus diberi keistimewaan, diantaranya pulang lebih awal atau jam kantor yang berbeda. Pertama adalah
pekerjaan sebagai wartawan dianggap sebagai ranah laki-laki. Ini terlihat dari jumlah wartawan perempuan di
Provinsi Banten jauh lebih sedikit dibanding perempuan. Jam kerja yang tidak menentu dan sampai larut malam
membuat munculnya pandangan negatif dari masyarakat, dimana masih ada penilaian bahwa perempan yang
keluar malam bukanlah perempuan baik-baik.
Kata Kunci: Wartawan profesional, wartawan perempuan, motivasi, prilaku.
1. Pendahuluan
Wartawan bertugas untuk mengabarkan
sebuah peristiwa atau kejadian untuk disampaikan
kepada khalayak melalui media massa. Tugas wartawan
tidak mengenal waktu kerja layaknya pekerja pada
jenis profesi lain. Ia harus siap terjun ke lapangan di
segala waktu karena terjadinya sebuah peristiwa yang
tidak bisa dibatasi waktu. Waktu kerja dan ketahanan
isik dalam peliputan membuat profesi wartawan lebih
identik dengan laki-laki daripada perempuan.
Perempuan seringkali dianggap dengan
stereotype lemah, gambaran ini muncul tidak hanya
dari masyarakat atau kaum pria, tetapi juga dari para
perempuan yang tidak yakin dengan kemampuannya.
Wartawan perempuan dianggap kaum dengan
mobilitas rendah, tidak tahan terhadap deadline yang
tinggi, serta sulitnya meninggalkan rumah terutama
jika sudah menikah dan memiliki anak. Kinerja
wartawan ini penting dimiliki, karena wartawan adalah
koki dalam perusahaan pers. Ia bertugas mengelola
fakta, opini, atau peristiwa yang terjadi agar dapat
diketahui dan dinikmati masyarakat luas. Dalam
posisinya sebagai penyebar informasi, wartawan
harus bertindak profesional karena ia membawa suara
masyarakat dan memegang hak masyarakat untuk
1*)
tahu (people right to know).
Sebuah pekerjaan dapat dinyatakan sebagi
profesi jika memiliki empat hal, yaitu (1) harus
terdapat kebebasan dalam pekerjaan tersebut; (2)
harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan
itu; (3) harus ada keahlian (expertise); (4) harus ada
tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan
(Assegaf,1987). Kode etik yang kini dipakai oleh
wartawan Indonesia adalah KEWI yang disepakati
pada tahun 2005.
Tuntutan bekerja secara profesional juga
ditekankan kepada wartawan perempuan, namun
pada kenyataan di lapangan masih ada perilaku bias
gender pada wartawan perempuan. Tahun 2009
AJI melakukan penelitian yang hasilnya beberapa
wartawan perempuan kerap mengalami pelecehan
seksual dari narasumber, entah itu berupa tindakan
meraba atau rayuan, bahkan ada juga yang mendapat
ajakan kencan. Penelitian ini juga mengungkap
kenyataan bahwa perekrutan terhadap jurnalis
perempuan oleh media semata sebagai siasat untuk
mendekati narasumber laki-laki. Disamping harus
memiliki persyaratan isik menarik- baik wajah
maupun tubuh- sesuai standar industri (terutama di
Penulis adalah Dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
41
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
industri televisi).12
Bias gender juga sering ditemukan pada
pemberitaan di media massa tentang perempuan,
dimana perempuan hanya dijadikan sebagai
objek terutama jika ada berita soal pemerkosaan.
Terkait dengan wartawan perempuan, AJI pada
2011 merekomendasikan kepada perusahaan agar
memberikan hak-hak kesehatan reproduksi seperti
cuti haid, cuti melahirkan serta menyusui di samping
menyediakan ruangan bagi jurnalis yang menyusui.
Perempuan yang melakukan peliputan malam hari,
diberikan fasilitas antar jemput. AJI menilai hal ini
belum diberikan oleh perusahaan, padahal perempuan
secara kodrati diberikan anugrah untuk mengandung
dan menyusui anak, hal ini tidak bisa digantikan oleh
peran laki-laki.
Hal inilah yang mendasari peneliti untuk
melihat bagaimana dinamika kerja wartawan
perempuan terkait dengan profesionalisme mereka.
Berikir mengenai dirinya sendiri adalah aktivitas
manusia yang tidak terhindarkan. Identitas diri
seseorang terdiri dari sekumpulan keyakinan dan sikap
terhadap diri yang terorganisasi.
Identitas sosial seorang wartawan akan terkait
dengan perilaku wartawan tersebut. Oleh karena itu
penelitian ini akan berfokus kepada dinamika kerja
wartawan terkait profesionalismenya.
tugas analisis sosiologi terdiri dari “penafsiran tindakan
menurut makna subjektifnya” (Weber, 1968: 8).
Dalam Teori Tindakan Sosialnya ini Weber
memfokuskan perhatian pada individu, pola dan
reuglaritas tindakan, bukan pada kolektivitas. Weber
menggunakan metodologi tipe idealnya untuk
menjelaskan makna tindakan, dan mengklasiikasinya
menjadi empat tipe tindakan dasar, yang dibedakan
dalam konteks motif para pelakunya:
Tipe pertama adalah Tindakan Rasionalitas
Sarana-Tujuan yang berorientasi kepada tujuan atau
penggunaan.
Tindakan “yang ditentukan oleh harapan
terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan
perilaku manusia lain; harapan-harapan ini digunakan
sebagai ‘syarat’ atau ‘sarana’ untuk mencapai tujuantujuan aktor lewat upaya dan perhitungan yang
rasional” (Weber, 1921/1968: 24).
Sebagai contoh pemikiran yang menyatakan
bahwa tindakan pencarian berita seperti ini paling
eisien untuk mencapai tujuan penulisan berita, dan
inilah cara yang terbaik untuk mencapainya.
Tipe kedua adalah Tindakan Rasionalitas
Nilai. Tindakan ini merupakan tindakan yang
ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan
nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau
bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek
keberhasilannya” (Weber, 1921/1968;24-25). Contoh
perilaku ini adalah pemikiran yang menyatakan
bahwa seorang wartawan hanya tahu satu satu cara
melakukan pencarian berita.
Tipe ketiga adalah Tindakan Afektif.
Tindakan ini ditentukan oleh kondisi emosi aktor.
Misalnya “Apa boleh buat, maka saya lakukan”.
Sedangkan tipe keempat adalah Tindakan Tradisional
dimana merupakan tindakan yang ditentukan oleh
cara bertindak aktor yang sudah terbiasa dan lazim
dilakukan. Misalnya wartawan melakukan sebua
tindakan karena ia selalu melakukannya.
Tindakan Tradisional biasa kita lihat karena
kebiasaan hidup masyarakat, misalnya upacara adat
pernikahan, perayaan maulid nabi dan lain-lain yang
memang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat.
Sedangkan jika tindakan afektif seolah-olah pelaku
terpaksa melakukan sebuah kegiatan. Hal ini akibat
tidak adanya pilihan lain yang harus dilakukan atau
adanya unsur tekanan dari pihak tertentu sehingga
muncul keterpaksaan.
Sedangkan tipe rasionalitas nilai dan
rasionalitas sarana-tujuan lebih menekankan kepada
orientasi yang ada didalam masyarakat, mulai dari
nilai hingga tujuan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi Weber (dalam Mulyana, 2004:61), jelas
bahwa tindakan manusia pada dasarnya bermakna,
melibatkan penafsiran, berpikir, dan kesengajaan.
Tindakan sosial baginya adalah tindakan yang
disengaja, disengaja bagi orang lain dan bagi sang
2. Kajian Teori dan Konsep
Penelitian ini menggunakan paradigma
kualitatif. Dalam paradigma kualitatif teori digunakan
sebagai guidance atau peta penunjuk arah penelitian.
Guidance ini akan digunakan pada saat penelitian dan
pembahasannya. Adapun teori yang menjadi guidance
dalam penelitian ini adalah Teori Tindakan Sosial
Dalam Teori Tindakan Sosial ini Weber
menyatakan bahwa manusia melakukan sesuatu
karena mereka memutuskan untuk melakukannya.
Hal ini ditujukan untuk mencapai apa yang mereka
inginkan atau kehendaki. Setelah memilih sasaran,
manusia memperhitungkan keadaan lalu memilih
tindakan.
Menurut
Weber,
manusia
bisa
membandingkan struktur beberapa masyarakat
dengan memahami alasan-alasan mengapa mereka
bertindak, kejadian historis yang mempengaruhi
karakter mereka dan memahami tindakan para
pelakunya yang hidup di masa kini. Namun hal ini
tidak mungkin mengeneralisasi semua masyarakat
atau semua struktur sosial.
Weber memusatkan perhatiannya pada
tindakan yang jelas-jelas melibatkan campur tangan
proses pemikiran (dan tindakan bermakna yang
ditimbulkan olehnya) antara terjadinya stimulus
(pemacu, penggerak) dengan respon (reaksi). Baginya
21 http://tere616-blissfull.blogspot.com/2010/08/perempuan-oh-nasibmu.html diakses pada 12 Maret 2012 pukul 10.52
42
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
aktor sendiri, yang pikiran-pikirannya aktif saling
menafsirkan perilaku orang lainnya, berkomunikasi
satu sama lain, dan mengendalikan perilaku dirinya
masing-masing sesuai dengan maksud komunikasinya.
Bagi Weber, masyarakat adalah suatu entitas aktif
yang terdiri dari orang-orang berpikir dan melakukan
tindakan-tindakan sosial yang bermakna.
Wartawan Profesional
Wartawan adalah orang yang secara teratur
melaksanakan kegiatan jurnalistik. Ia bebas memilih
organisasi wartawan bagi dirinya. Bersamaan dengan
itu, Wartawan juga bebas memilih untuk tidak menjadi
anggota organisasi wartawan. Untuk menjamin
pelaksanaan profesinya sebagai wartawan tetap
menjunjung tinggi moral, etika dan hukum. Wartawan
memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik, yaitu
berupa himpunan etika profesi kewartawanan yang
disepakati oleh organisasi wartawan dan ditetapkan
oleh Dewan Pers.
Hanya profesi wartawanlah yang kode etiknya
secara tegas dimasukkan ke dalam undang-undang
(UU Pers). Itu artinya, memahami UU Pers tidak
bisa dipisahkan dari kode etik wartawan. Kode etik
menjadi satu kesatuan dengan UU Pers. Selain itu,
kerja profesi jurnalistik diamanahkan secara tegas oleh
UU Pers, dengan sebutan PERS Nasional. Artinya,
asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan Pers Nasional
yang diperankan oleh wartawan ditegaskan dalam UU
Pers.
Konsep Perilaku Wartawan
Bandura (dalam Rahmat, 205:240), kita
belajar bukan saja dari pengalaman langsung,
tetapi dari peniruan dan peneladanan. Bandura
mendeinisikan perilaku sebagai hasil faktor-faktor
kognitif dan lingkungan. artinya kita mampu memiliki
keterampilan tertentu, jika ada jalinan positif antara
stimuli yang kita amati dengan karateristik diri kita.
Perilaku akan terbentuk jika seseorang
mempunyai sikap terhadap objek. Sikap dapat
terbentuk karena adanya reaksi akibat perilaku tersebut,
juga karena adanya pengetahuan tehadap manfaat
objek tersebut. Sumber pengetahuan bermacammacam, misalnya sekolah, kursus, pelatihan dan lainlain, yang merupakan hasil interaksi sosial diantara
manusia. Sebagaimana diketahui bahwa sikap bukan
merupakan hasil keturunan, tetapi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman.
Perilaku biasanya juga dipengaruhi oleh
nilai-nilai budaya dan kadang-kadang bersumber
kepada sisitem budaya yang ada di masyarakat.
perilaku seseorang juga ditentukan oleh faktor
sosial ekonominya karena apa yang didengar dan
dilakukan seseorang tidak jauh berbeda dengan
apa yang dilakukan orang-orang di lingkungannya.
Dengan demikian, faktor sosial ekonomi yaitu tingkat
pendidikan, pendapatan dan pengetahuan seseoranf
43
sangat menentukan orang tersebut dalam perilaku.
Perilaku secara sederhana dapat diartikan
suatu perbuatan yang dilakukan individu. Salahsatu
yang mendasari suatu perilaku, menurut Newcomb,
Turner dan Carter adalah sikap.
Sikap-sikap membantu menetapkan tingkah
laku dalam situasi. Sikap merupakan keadaan –
keadaan yang mengantarai, sedangkan keadaan sendiri
ditentukan oleh keseluruhan situasi masa lampau yang
pernah dijalanai individu (Newcomb, 1985:112).
Meskipun sikap sangat berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku individu namun masih ada
faktor lain yaitu peran situasi lingkungan.
Komponen perilaku terdiri dari motivasi, cara
berikir dan bertindak serta cara berinteraksi. Teori
Motivasi dari Abraham Maslow menunjukkan bahwa
kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan
isiologis. Jika kebutuhan dasar telah dipenuhi maka
manusia cenderung akan beranjak ke tingkatan
kebutuhan diatasnya. Maslow mengemukakan Teori
Motivasi “Hirarkhi Kebutuhan”\
Bagaimana dinamika wartawan perempuan
dalam emnjalankan profesinya? Penelitian ini akan
membahas dengan melihat motivasi apa yang
dimiliki wartawan perempuan dalam menjalankan
profesinya, pandangan wartawan perempuan terhadap
konsep wartawan profesional dan perilaku wartawan
perempuan dalam menjalankan profesinya
3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif,
Sebuah penelitian memerlukan sebuah metode yang
dapat menuntun secara sistematis ke arah penelitian
itu sendiri. Penelitian pada umumnya bertujuan untuk
menemukan kebenaran atau kejelasan dari objek
yang diteliti. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk
menguji sebuah hipotesis maupun teori tertentu,
namun merupakan sebuah upaya untuk menampilkan
dinamika wartawan perempuan dalam profesinya.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah
wartawan perempuan yang bekerja di Provinsi
Banten. Wartawan yang dipilih diutamakan lulusan
baru atau bahkan belum menyelesaikan studinya agar
dapat membandingkan konsep perilaku wartawan
profesional di bangku kuliah dengan kenyataan di
lapangan.
4. Pembahasan
2.1. Motivasi Wartawan Perempuan Dalam
Menjalankan Profesinya
Motivasi menjadi wartawan dari ketiga
informan yang ditemui dalam penelitian ini relatif
sama, yaitu mengaplikasikan ilmu yang didapat di
kampus. Informan 1 menyatakan bahwa menjadi
wartawan adalah idamannya sejak dulu walaupun
kini ia masih berstatus mahasiswa di Jurusan Ilmu
Komunikasi. Latar belakang sebagai mahasiswa
konsentrasi Jurnalistik membuat Informan 1 tidak
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
mengalami kesulitan dalam bekerja. Walaupun
penghasilan yang didapat jika dibandingkan dengan
pegawai di televisi nasional jauh lebih kecil, namun
dengan statusnya sebagai seorang lajang dan dibiayai
orang tua sehingga ia merasa tidak memiliki beban
dalam bekerja. Selain itu Informan 1 juga memiliki
motivasi untuk mengembangkan daerahnya, ia
melihat potensi daerah tempat tinggalnya begitu besar
namun tidak dapat berkembang. Dengan menjadi
jurnalis, Informan 1 berharap dapat memperbaiki hal
tersebut.
Informan kedua pun tidak jauh berbeda.
Informan 2 menjadi wartawan sejak duduk di bangku
semester tiga. Latar belakangnya yang senang menulis
cerita iksi sejak SMA membuat dunia kewartawanan
menjadi sesuatu yang menyenangkan untuknya.
Apalagi ia ditempatkan dalam rubrik dengan
segmentasi remaja.
Informan ketiga yang ditemui menyatakan
bahwa menjadi seorang jurnalis merupakan hal
yang sudah ia perkirakan sebelumnya. Informan
3 merupakan mahasiswa konsentrasi jurnalistik,
ia menjadi jurnalis di tempat ia melakukan job
training. Menjadi seorang jurnalis adalah ajang ia
mengaplikasikan ilmu yang selama ini ia dapat di
bangku kuliah. Informan 3 menganggap gaji yang ia
dapat saat ini sangat tidak mencukupi, namun motivasi
bekerjanya sangat besar karena ia harus menghidupi
seorang anak berumur 2,5 tahun sendirian.
Menurut hasil penelitian, motivasi wartawan
perempuan dalam menjalankan profesinya antara
lain keinginan mengaplikasikan ilmu yang didapat
di bangku kampus, meneruskan hobi menulis,
berontribusi untuk pembangunan serta ekonomi.
Dari semua faktor yang muncul, faktor keinginan
mengaplikasikan ilmulah yang dinilai paling
berpengaruh.
hobi untuk menulis, yang dikuatkan dari latar
belakang keilmuan yang diperoleh dari perkuliahan.
Bagi mereka menjadi wartawan perempuan adalah
sebuah pekerjaan yang sangat bernilai. Dimana dalam
menjalankannya mereka menghadapi hambatan,
gangguan atau bahkan pelecehan.
Hal ini senada dengan Teori Motivasi dari
Maslow yang dikemukakan oleh Goble (1987, 77-92),
yaitu poin keenam: kebutuhan/hasrat untuk tahu dan
memahami; kebutuhan ini ditandai dengan dorongan
untuk berburu pengetahuan walaupun menantang
bahaya besar, tertarik pada hal-hal yang penuh rahasia,
yang tak kenal, dan tak dapat dijelaskan, menyibukkan
diri dalam suatu kegiatan yang mereka anggap bernilai.
Ternyata dari belajar dan menemukan sesuatu itu
menimbulkan rasa puas dan bahagia.
Sedangkan motivasi ekonomi yang muncul
pada satu informan, tidak dianggap dominan karena
informan tersebut memiliki latar belakang kehiduan
berbeda dengan dua informan lainnya. Pada informan
ketiga, kebutuhan isiologis yaitu untuk membiayai
anaknya menjadi dasar utama mengapa ia tetap
bertahan menjadi wartawan.
Dalam Teori Tindakan Sosial Weber
menyatakan bahwa manusia melakukan sesuatu
karena mereka memutuskan untuk melakukannya.
Menjadi seorang wartawan sudah diputuskan oleh
ketiganya. Hal ini ditujukan untuk mencapai apa yang
mereka inginkan atau kehendaki.
Tujuan akan sangat terkait dengan motivasi.
Motivasi ketiganya akan menpengaruhi alasan-alasan
mengapa mereka bertindak, kejadian historis yang
mempengaruhi karakter mereka dan memahami
tindakan para pelakunya yang hidup di masa kini
2.2. Pandangan Wartawan Perempuan terhadap
Konsep Wartawan Profesional
Wartawan profesional adalah wartawan
yang mengerjakan pekerjaannya sesuai kode etik
yang berlaku. Setidanya itulah jawaban senada yang
didapatkan dari tiga informan yang diwawancarai.
Sebagai wartawan yang bekerja di media
lokal yang belum besar, informan pertama menyadari
bahwa konsep wartawan profesional sulit dijalankan.
Salahsatu pasal dalam kode etik wartawan menyatakan
bahwa wartawan dilarang menerima imbalan apapun
dari narasumber. Namun dengan gaji yang kecil
dan belum membawa mereka pada kesejahteraan
maka istilah wartawan amplop masih ditemui.
Bahkan Beberapa waratawan justru berharap untuk
mendapatkan peluang mendapatkan amplop tersebut.
Wartawan perempuan menurut Informan
1 dengan keterbatasannya tetap harus professional.
Harus tetap membela kepentingan masyarakat dan
sensitive terhadap permasalahan di masyarakat.
Walaupun ia mengakui kondisi di lapangan belum
seideal yang diharapkan. Informan 1 satu-satunya
wartawan perempuan bersama tiga rekan wartawan
Bagi mereka sebagai wartawan perempuan
terkait motivasi jawaban yang diberikan cenderung
bervariasi, namun bukan jawaban khusus terkait
diri mereka sebagai wartawan perempuan. Motivasi
tersebut adalah keinginan untuk membangun daerah
atau tempat tinggal, dikarenakan bekerja sebagai
wartawan seperti Yusi Ainforman 1a. Atau didasari
44
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
lainnya yang merupakan laki-laki. Bagi Informan 1
menjadi satu-satunya wartawan perempuan bukanlah
suatu hambatan yang berarti. Sebaliknya, dia merasa
lebih mudah dalam mendapatkan informasi dari
narasumber. Dengan alasan, wartawan perempuan,
lebih mudah berinteraksi dengan narasumber
dibandingkan wartwan laki-laki. Namun dikarenakan
laki-laki lebih punya stamina yang lebih dibandingkan
perempuan, maka wartawan laki-lakilebih diandalkan
dibandingkan perempuan di tempat dia bekerja.
Wartawan profesional menurut Informan
2 adalah wartawan yang mengerjakan pekerjaannya
dengan baik. Aturan yang diterapkan mengenai
penerimaan amplop sudah cukup ketat. Namun
senada dengan Informan 1, kesejahtaraan wartawan
lokal yang kurang diperhatikan menjadi hal utama
terjadinya tindakan pelanggaran. Informan 2
menceritakan bahwa sudah menjadi rahasia umum
wartawan daerah belum mendapatkan gaji yang sesuai
dengan jerih payahnya. Informan 2 menambahkan,
ketika bertemu dengan wartawan dari Jakarta dia
sempat mendapat informasi bahwa wartawan dari
daerah pada umumnya lebih mudah untuk “kong
kalikong” dengan pihak yang punya kepentingan
tertentu.
Informan 2 berpendapat menjadi wartawan
perempuan memang ada perbedaannya dengan
wartawan laki-laki. Wartawan perempuan biasanya
akan terbentur dengan kondisi biologis, seperti
cuti melahirkan atau kondisi isik yang tidak sekuat
wartawan laki-laki. Namun disisi lain, menjadi
wartawan perempuan juga dirasakan memiliki
kelebihan. Kelebihan tersebut dirasakan ketika
mencari berita atau ketika mewawancarai narasumber
laki- laki. Ketika narasumbernya laki-laki, wartawan
perempuan lebih mudah dekat dan diterima.
Informan 3 juga memiliki pandangan serupa
dengan dua informan sebelumnya mengenai tugas
wartawan. Ia juga mengakui bahwa gaji yang diberikan
kantornya bekerja tiak bisa mencukupi kebutuhannya.
Oleh karena itu ia memilih mencari tambahan dengan
mencari iklan dan menerima honor penulisan (yang
ia istilahkan gaji) dari pemerintah Kota Cilegon.
Besarnya dana yang ia dapatkan ini, jauh lebih besar
dibandingkan gajinya per bulan. Ia menyadari bahwa
ini bukan tindakan yang profesional, karena dari ilmu
yang selama ini ia adapatkan di kampus wartawan tidak
bertugas mencari iklan. Kondisi ini juga membuat
dirinya bingung saat menulis berita karena tidak boleh
menyinggung klien.
Sebagai seorang perempuan, Informan 3
merasa dirinya memiliki keterbatasan. Olehkarena
itu ia meminta keistimewaan dari kantor tempat ia
bekerja untuk hanya masuk pada Senin, Rabu dan
Jum’at. Sisa hari lainnya ia akan mengirimkan berita
via email. Informan 3 juga mengakui sebagai wartawan
perempuan ia lebih mudah mendekati narasumber.
Namun tidak jarang juga mendapatkan perlakuan
45
neatif seperti diajak makan berdua atau dibelikan
berbagai macam barang.
Menurut hasil penelitian, pandangan
mengenai wartawan profesional dimata wartawan
perempuan adalah yang mengerjakan tugasnya dengan
baik dan sesuai kode etik. Namun saat berbenturan
dengan jenis kelamin mereka sebagai perempuan,
ketiga wartawan ini sepakat bahwa sebagai perempuan
mereka lebih mudah mendekati narasumber. Namun
tidak jarang mereka juga mendapatkan perlakuan
negatif. Maskipun harus profesional, ketiganya sepakat
bahwa keterbatasan isik sebagai perempuan membuat
mereka harus diberi keistimewaan, diantaranya pulang
lebih awal atau jam kantor yang berbeda.
Sebuah pekerjaan dapat dinyatakan sebagi
profesi jika memiliki empat hal, yaitu (1) harus
terdapat kebebasan dalam pekerjaan tersebut; (2)
harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan
itu; (3) harus ada keahlian (expertise); (4) harus ada
tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan.
(Assegaf,1987). Wartawan adalah sebuah pekerjaan
yang menuntut profesionalisme yang tinggi terkait
kemudahannya dalam mempengaruhi orang banyak.
Ketiga informan sama-sma memiliki panggilan dan
keterikatan dengan pekerjaan sebagai wartawan.
Mereka juga memiliki keahlian yang diadapat selama
bangku kuliah. Hal ini membuat pandangan mereka
terhadap konsep wartawan profesional cenderung
sama.
Menurut kode etik, UU Pers dan UU
Penyaran, wartawan yang profesional diharapkan
independen, memberitakan peristiwa atau fakta
sesuai dengan suara hati nurani. Menyajikan berita
yang akurat, menghormati hak narasumber tidak
menjiplak, tidak menerima suap, berimbang, tidak
membuat berita bohong, tidak menyalahgunakan
profesi, memiliki tanggungjawab pada masyarakat
serta fokus pada tugasnya yaitu pencarian berita.
2.3. Perilaku Wartawan Perempuan Dalam
Menjalankan Profesinya
Sebagai seorang wartawan, baik di media
elektronik ataupun cetak, memiliki tugas mencari
meliput, mengolah dan mneyebarkan sebuah pesan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kepada masyaraat melalui media massa. Hal ini
disadari betul oleh ketiga informan yang ditemui dalam
penelitian ini. Informan 3 yang bekerja di Banten Pos
(saat laporan ini dibuat, ia sudah memutuskan untuk
keluar) harus mencari isu dan kemudian daingkat
menjadi berita dengan daerah liputan Cilegon. Ia yang
tingal di Anyer, harus menempuh perjalanan cukup
jauh untuk meliiput di Cilegon, dan datang ke kantor
di Serang. Seringkali Informan 3 harus pulang larut
malam terkait dengan pekerjaannya ini. Menyadari
kondisinya sebagai perempuan dan ibu satu anak,
Informan 3 kemudian meminta keringanan hanya
datang ke kantor pada Senin, Rabu dan Jum’at saja.
Kode etik wartawan melarang seorang
wartawan menerima imbalan, namun hal ini terpaksa
tidak diindahkan Informan 3. Dengan penghasilannya
yang kecil, Informan 3 harus mencari tambahan
dari berbagai sumber diantaranya iklan dan honor
penulisan dari narasumber. Sedangkan Informan 2
saat meliput harus membawa bukti berlangganan
dari tempat ia melakukan wawancara. Informan 1
tidak mengalami hal yang serupa karena dirinya lebih
banyak berada di dalam studio.
Stereotype perempuan sebagai kaum lemah
seringkali datang dari masyarakat, atau kaum pria.
Hal ini dialami oleh informan ketiga yang merasa
dianggap sebagai wartawan kelas dua dengan
pengetahuan dibawah wartawan pria. Namun saat
ia melontarkan penyataan kritis, hal ini dianggap
sebagai sebuah hal yang jarang terjadi. Sesuai dengan
catatan AJI perbandingan antara wartawan lakilaki dan perempuan berkisar 3:1, hal tersebut dapat
tercermin dari tiga narasumber dalam penelitian
ini. Informan 1 dan Informan 3 adalah satu-satunya
wartawan perempuan yang bekerja di kantor mereka.
Sedangkan Informan 2 meskipun bukan satu-satunya
wartawan perempuan di Radar Banten namun jumlah
wartawan perempuan jauh lebih sedikit dibandingkan
laki-laki. Jam kerja yang tidak menentu dan deadline
yang menuntut wartawan bekerja hingga larut malam
juga tidak jarang memberikan pandangan negatif dari
masyarakat yang menilai bahwa perempuan yang
pulang malam hari bukan perempuan baik-baik.
Bias gender juga terjadi dari narasumber yang
memberikan ajakan kencan terlebih dahulu sebelum
memberikan informasi. Namun ketiganya setuju
bahwa menjadi wartawan perempuan memberikan
mereka kemudahan untuk mendekati sumber berita.
Bias gender juga bisa datang dari masyarakat yang
menilai bahwa perempuan yang pulang malam bukan
perempuan baik-baik. Padahal sistem kerja wartawan
harian menuntut mereka untuk pulang larut malam.
Hal yang sama tidak berlaku untuk wartawan pria,
yang meskipun pulang malam tidak menjadi bahan
pergunjingan masyarakat.
Wartawan perempuan melihat dirinya
seseorang yang berbeda dibandingakan dengan
wartawan laki-laki. Oleh karena itu mereka meminta
beberapa keistimewaan
Wartawan adalah makhluk sosial, bagian dari
masyarakat yang menciptakan sebuah kenyataan atau
realitas Perilaku wartawan dapat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor. Menurut hasil penelitian,
perilaku wartawan Radar Banten dipengaruhi oleh
faktor budaya masyarakat, bias gender, ekonomi serta
tuntutan dari perusahaan pers itu sendiri Dari semua
faktor yang muncul, ekonomilah yang dinilai paling
berpengaruh.
Bandura
(dalam
Rahmat,
205:240)
menyatakan bahwa, kita belajar bukan saja dari
pengalaman langsung, tetapi dari peniruan dan
peneladanan. Bandura mendeinisikan perilaku
sebagai hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan.
artinya kita mampu memiliki keterampilan tertentu,
jika ada jalinan positif antara stimuli yang kita amati
dengan karateristik diri kita.
Ketiga informan berperilaku sebagai wartawan
karena meniru kondisi di sekkitarnya. Meskipun
mendapatkan pengetahuan tentang wartawan ideal
dan profesional dari kampus, namun saat terjun ke
dunia kerja banyak wartawan yang melakukan praktek
tidak profesional, seperti menerima imbalan, mencari
iklan dan lain sebagainya.
Permasalahan di lapangan, bukan menjadi
rahasia umum bahwa gaji wartawan daerah masih kecil.
Hasil penelitian Wina Armada Sukardi dari Dewan
Pers yang dilakukan pada April sampai Oktober 2008
di 21 provinsi dan 21 kota di Indonesia. Hasilnya
dari 584 responden yang berpartisipasi, golongan gaji
wartawan besar yaitu 39,21% berpenghasilan dibawah
1 juta rupiah per bulan. Sementara itu tidak ada satu
pun wartawan yang gaji resminya di atas 5 juta.
46
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Hal ini mendorong perilaku wartawan
menjadi permisif terhadap amplop, imbalan atau
pencarian iklan. perilaku wartawan inilah yang
emudian diserap oleh watawan perempuan muda yang
baru saja terjun ke lapangan.
Tugas jurnalis di media lokal jauh lebih berat
dibanding jurnanis media nasional. Hal ini dikatakan
peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Prof Ikrar Nusa Bakti. Alasannya, gaji jurnalis
media lokal lebih rendah, sedang tantangan dan
ancamannya jauh lebih besar dibanding jurnalis media
nasional.
Sebagai perbandingan TransTV memberikan
jurnalis muda posisi gaji sekitar Rp 1.500.000. Ini
adalah gaji awal seorang karyawan di bidang media.
Bila sudah bekerja lebih dari lima tahun kemungkinan
skala gajinya bergerak antara Rp 3.000.000 sampai Rp
5.000.000. Gaji itu belum tunjangan lainnya apakah
kesehatan, pendidikan, transportasi. Sementara itu
Gatra memberikan gaji pada wartawannya sebesar
Rp.2.100.000 per bulan belum termasuk biaya
transport liputan.
Menurut kode etik, UU Pers dan UU
Penyaran, wartawan yang profesional diharapkan
independen, memberitakan peristiwa atau fakta
sesuai dengan suara hati nurani. Menyajikan berita
yang akurat, menghormati hak narasumber tidak
menjiplak, tidak menerima suap, berimbang, tidak
membuat berita bohong, tidak menyalahgunakan
profesi, memiliki tanggungjawab pada masyarakat
serta fokus pada tugasnya yaitu pencarian berita.
Dalam Teori Tindakan Sosial, Weber
menyatakan bahwa manusia melakukan sesuatu karena
mereka memutuskan untuk melakukannya. Menjadi
seorang wartawan sudah diputuskan oleh ketiganya.
Hal ini ditujukan untuk mencapai apa yang mereka
inginkan atau kehendaki. Tujuan akan sangat terkait
dengan motivasi. Motivasi ketiganya hampir sama
yaitu mengaplikasikan ilmu yang didapat di kampus,
mengembangkan kemampuan menulis, serta faktor
ekonomi. Alasan-alasan mengapa mereka bertindak,
47
kejadian historis yang mempengaruhi karakter mereka
dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup
di masa kini.
Komponen perilaku terdiri dari motivasi,
cara berikir dan bertindak serta cara berinteraksi.
Teori Motivasi dari Abraham Maslow menunjukkan
bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar adalah
kebutuhan isiologis. Jika kebutuhan dasar telah
dipenuhi maka manusia cenderung akan beranjak ke
tingkatan kebutuhan diatasnya.
Berdasarkan teori Maslow tersebut terdapat
implikasi yang dapat diterapkan dalam mengamati
perilaku wartawan dalam menjalankan profesinya,
antara lain:
1) Wartawan merupakan individu yang memiliki
berbagai kebutuhan. Tiga informan yang
dijadikan bahan penelitian memiliki berbagai
kebutuhan, diantaranya kebutuhan ekonomi,
kebutuhan eksistensi diri, kebutuhan
pengembangan pengetahuan.
2) Wartawan akan termotivasi apabila level
kebutuhannya belum terpenuhi, sebaliknya
, apabila level kebutuhannya telah terpenuhi
maka level kebutuhan itu tidak akan
memotivasi wartawan yang bersangkutan.
Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi,
sebelum kebutuhan yang tinggi diaktivasi
untuk dimunculkan sebagai suatu perilaku
untuk memotivasi.
3) Perilaku wartawan
dalam menjalankan
profesinya akan dipengaruhi oleh motivasi
yang ada dalam dirinya. Perilaku imdividu
akan berbeda-beda satu sama lainnya ketika
berhadapan dengan objek atau peristiwa
tertentu, karena motif penggerak perilaku
juga berbeda-beda.
Ada empat tipe tindakan menurut Weber, Tipe
pertama adalah Tindakan Rasionalitas Sarana-Tujuan
yang berorientasi kepada tujuan atau penggunaan.
Tipe kedua adalah Tindakan Rasionalitas Nilai.
Tindakan ini merupakan tindakan yang ditentukan
oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai perilakuperilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain,
yang terlepas dari prospek keberhasilannya” (Weber,
1921/1968;24-25). Tipe ketiga adalah Tindakan
Afektif. Tindakan ini ditentukan oleh kondisi emosi
aktor. Misalnya “Apa boleh buat, maka saya lakukan”.
Sedangkan tipe keempat adalah Tindakan Tradisional
dimana merupakan tindakan yang ditentukan oleh
cara bertindak aktor yang sudah terbiasa dan lazim
dilakukan.
Tindakan yang dilakuan oleh wartawan
perempuan dalam penelitian ini termasuk tindakan
afektif, yang ditentukan oleh kondisi emosi aktor.
Mereka mengetahui bahwa perilaku wartawan di
lapangan tidak sesuai dengan kode etik yang berlaku,
namun karena mereka tidak bisa melakukan hal lain
maka mereka terpaksa melakukan hal ini.
Ada beberapa temuan dalam penelitian
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
lebih sedikit dibanding perempuan. Jam kerja yang
tidak menentu dan sampai larut malam membuat
munculnya pandangan negatif dari masyarakat,
dimana masih ada penilaian bahwa perempan yang
keluar malam bukanlah perempuan baik-baik.
Beberapa saran yang diberikan antara lain,
perlunya diberikan pembekalan kode etik dan
pola kerja wartawan yang baik kepada wartawanwartwan di Provinsi Banten.Perlunya diberikan
pemahaman kepada wratawan perempuan tentang
hak dan kewajiban kerja mereka terkait bias gender
di masyarakat. Penelitian ini hanya dilakukan sebatas
pada wartawan perempuan yang baru saja lulus kuliah,
sehingga belum bisa mncerminkan seluruh populasi
wartawan perempuan di Provinsi Banten. Sebaiknya
dilakukan penelitian dengan skala yang lebih luas.
ini. Pertama adalah pekerjaan sebagai wartawan
dianggap sebagai ranah laki-laki. Ini terlihat dari
jumlah wartawan perempuan di Provinsi Banten jauh
lebih sedikit dibanding perempuan. Jam kerja yang
tidak menentu dan sampai larut malam membuat
munculnya pandangan negatif dari masyarakat,
dimana masih ada penilaian bahwa perempan yang
keluar malam bukanlah perempuan baik-baik.
5. Simpulan dan Saran
Motivasi wartawan perempuan dalam
menjalankan profesinya antara lain keinginan
mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku
kampus, meneruskan hobi menulis, berontribusi
untuk pembangunan serta ekonomi. Dari semua
faktor yang muncul, faktor keinginan mengaplikasikan
ilmulah yang dinilai paling berpengaruh. Dalam Teori
Tindakan Sosial Weber menyatakan bahwa manusia
melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk
melakukannya. Menjadi seorang wartawan sudah
diputuskan oleh ketiganya. Hal ini ditujukan untuk
mencapai apa yang mereka inginkan atau kehendaki.
Tujuan akan sangat terkait dengan motivasi.
Motivasi ketiganya akan menpengaruhi alasan-alasan
mengapa mereka bertindak, kejadian historis yang
mempengaruhi karakter mereka dan memahami
tindakan para pelakunya yang hidup di masa kini
Pandangan mengenai wartawan profesional
dimata wartawan perempuan adalah yang mengerjakan
tugasnya dengan baik dan sesuai kode etik. Namun
saat berbenturan dengan jenis kelamin mereka
sebagai perempuan, ketiga wartawan ini sepakat
bahwa sebagai perempuan mereka lebih mudah
mendekati narasumber. Namun tidak jarang mereka
juga mendapatkan perlakuan negatif. Maskipun harus
profesional, ketiganya sepakat bahwa keterbatasan
isik sebagai perempuan membuat mereka harus diberi
keistimewaan, diantaranya pulang lebih awal atau jam
kantor yang berbeda.
Perilaku wartawan perempuan cenderung sama
dengan wartawan laki-laki, namun mereka meraskaan
beberaa kelebihan diantaraya mudah mendekati
narasumber. Tidak jarang wartawan perempuan
dipandang sebelah mata dan diperlakuakn negatif oleh
narasumber. Wartawan adalah makhluk sosial, bagian
dari masyarakat yang menciptakan sebuah kenyataan
atau realitas Perilaku wartawan dapat dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor. Menurut hasil penelitian,
perilaku wartawan Radar Banten dipengaruhi oleh
faktor budaya masyarakat, bias gender, ekonomi serta
tuntutan dari perusahaan pers itu sendiri Dari semua
faktor yang muncul, ekonomilah yang dinilai paling
berpengaruh. Tindakan yang dilakuan oleh wartawan
perempuan dalam penelitian ini termasuk tindakan
afektif, yang ditentukan oleh kondisi emosi aktor.
Ada beberapa temuan dalam penelitian
ini. Pertama adalah pekerjaan sebagai wartawan
dianggap sebagai ranah laki-laki. Ini terlihat dari
jumlah wartawan perempuan di Provinsi Banten jauh
Daftar Pustaka
Cresswell, W, John. 1998. Qualitative Inquiry
and Research Design Choosing Among Five
Traditions, California: Sage Publications, Inc.
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2003. Sembilan
Elemen
Jurnalisme.
Jakarta:
Pantau
Kreitner, Robert & Angelo Kinicki, 2003. Perilaku
Organisasi,
Jakarta:
Salemba
Empat
Masduki, 2004. Kebebasan Pers dan Kode Etik
Jurnalistik.
Yogyakarta:
UII
Press
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana,
Deddy.
2005.
Nuansa-Nuansa
Komunikasi
Bandung:
Rosda.
Pers, Dewan. 2009. Etika, Berita Dewan Pers No.76
Edisi Agustus 2009, Jakarta: Dewan Pers
Sumber Lain:
h t t p : / / m e d i a . k o m p a s i a n a . c o m / m a i n s t re a m media/2012/02/05/jumlah-jurnalisperempuan-masih-minim/
diakses
pada 11 Maret 2012 pukul 15.52
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.
x=17&submit.y=24&submit=next&qual=hi
gh&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%
2Fs1%2Feman%2F2008%2Fjiunkpe-ns-s12008-31404230-11736-jawa_pos-chapter1.
pdf diakses pada 11 Maret 2012 pukul 16.23
http://tere616-blissfull.blogspot.com/2010/08/
perempuan-oh-nasibmu.html
diakses
pada 12 Maret 2012 pukul 10.52
http://ilsafat.kompasiana.com/2010/07/19/sedikittentang-max-weber/ akses pada 10 Januari 2012
http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.
detail&id=58002>
[10/04/11]
h t t p : / / w w w. j o u r n a l i s t - a d v e n t u r e .
com/?p=43&cpage=4#comments
akses
pada
10
Oktober
2010
48
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
PERAN PEREMPUAN DALAM MEMBANGUN
KESEJAHTERAAN KELUARGA
Helen Diana Vida 1*)
Abstract
Nation development based on the family welfare. Family is the smallest social environment in society. Women in her
role as a wife and mother is not only take care her husband and their children. She should also help her husband to
reach their family welfare, especially in inancial matters. To help the family inances, women do not have to work at
oice, but they could join in business done from their house. In family the most important thing is good communication
between husband and wife.
Keywords: Role of Women, Family Welfare, Communications Family
1. Pendahuluan
Sebagai mahluk hidup yang mengakui
keberadaan Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi,
manusia mempercayai bahwa Tuhan menciptakan lakilaki dan perempuan untuk saling melengkapi satu sama
lain. Dilihat dari konsep gender, perempuan sering
digambarkan lemah-lembut, emosional atau keibuan.
Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan
dan perkasa (Fakih, 2006: 8). Gender mengisyaratkan
bahwa kategori laki-laki dan perempuan merupakan
konstruksi sosial yang membentuk identitas laki-laki
dan perempuan (Ibrahim, 1998: xxvi).
Kasiyan (2008: 34) mengatakan bahwa ide
tentang perempuan yang menyatakan secara kodrat
lebih lemah jika dibandingkan dengan laki-laki, sejak
awal memang sudah dikonsepsikan, disosialisasikan
dan terus-menerus dipertahankan, tidak saja oleh
masyarakat awam, tetapi juga oleh sebagian besar
ahli ilsafat, seperti Aristoteles yang menulis bahwa
perempuan adalah laki-laki yang tidak lengkap,
sedangkan Schopenhauer menggambarkan perempuan
sebagai ras rendah, berbahu sempit, pinggul lebar, kaki
pendek, kekanak-kanakan, sembrono dan berpikiran
pendek.
Ollenburger & Helen (2002: 1) mengutip
pernyataan Ehrlich yang mengatakan bahwa dalam
sosiologi, perempuan banyak diabaikan sebagai
suatu objek studi. Hanya di bidang perkawinan dan
keluarga ia dilihat keberadaannya. Kedudukannya
dalam sosiologi, dengan kata lain bersifat tradisional
sebagaimana ditugaskan kepadanya oleh masyarakat
yang lebih besar, bahwa tempat kaum perempuan
adalah di rumah.
Menurut Suhardiman (Verdiansyah, 2007: 4),
ada beberapa sifat kodrati laki-laki dan perempuan
yang berbeda. Kaum laki-laki lebih menitikberatkan
pada keperkasaan, kewibawaan, kewenangan dan
kekuasaan, namun hati laki-laki bersifat lentur.
Sedangkan kaum perempuan mengutamakan
keagungan, keanggunan, kelembutan, kebijaksanaan,
tetapi hatinya keras seperti baja. Perempuan sebagai
mitra laki-laki harus mampu mewujudkan tiga
peran sekaligus. Yakni sebagai Ibu, sahabat dan
kekasih bagi pria, baik dalam lingkungan keluarga
maupun profesi dan sosial kemasyarakatan. Peran
demikian merupakan citra perempuan Indonesia
secara tradisional. Perempuan tidak mungkin lagi
hanya mendasarkan diri pada paham-paham klasik,
yang memungkinkan masyarakat menerima begitu
saja kegiatan perempuan karena kewanitaannya.
Masyarakat kini berkembang lebih rasional, sehingga
memilih mana yang berguna dan mana yang tidak.
Penguasaan profesi juga akan mengubah pandangan
masyarakat terhadap perempuan. Jika kaum
perempuan mampu menunjukkan profesionalisme,
anggapan masyarakat mengenai lemahnya perempuan
akan terhapus secara bertahap.
Berdasarkan
sifatnya
yang
kemudian
dikonstruksi secara sosial, perempuan seringkali
tidak menyadari potensi apa saja dalam dirinya yang
dapat dikembangkan. Dalam masyarakat tradisional
agraris di pedesaan, misalnya kesadaran perempuan
terpusat pada “Pengabdian diri pada keluarga” (family
devotion). Sebaliknya dalam masyarakat modern –
industrial perkotaan, fokus kesadaran perempuan
terletak pada “Perwujudan cita-cita” (self actualization)
sesuai dengan martabatnya. Maka nilai yang mendasari
kerja kerasnya adalah demi pengembangan martabat /
personal growth (Hardjana et al, 1998: 91).
Menurut Djarkasi (Sastriyani, 2008: 119)
dalam
perkembangannya,
kehidupan
kaum
perempuan mulai mengalami perubahan. Pada Abad
ke – 18, di Prancis muncul gerakan perempuan yang
didorong oleh ideologi pencerahan (Aufklarung),
yang menyatakan manusia diberi kesempatan mencari
kebenaran dengan menggunakan akal, oleh sebab
itu laki–laki dan yang merupakan mahluk rasional
sama-sama berhak untuk mencari kebenaran melalui
1 *) Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Indonesia.
49
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
tinggi dan standart kesejahteraan keluarga pun
semakin tinggi. Perempuan yang berperan sebagai
istri turut mengambil peran untuk membangun dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan berbagai
cara, diantaranya dengan bekerja dan ber-bisnis.
Pemerintah
menyadari
peran
penting
perempuan dalam pembangunan sehingga menerbitkan
Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional, sebagai
acuan memaksimalkan potensi perempuan dalam
pembangunan (radarlampung.co.id). Hal ini
semakin menguatkan bahwa peran perempuan dalam
pembangunan tidak bisa dipandang sebelah mata
dan perempuan tidak dinilai memiliki kedudukan
dibawah laki-laki melainkan sejajar dan merupakan
partner dalam pembangunan. Berkaitan dengan
pembangunan nasional yang didasari pembangunan
kesejahteraan dalam keluarga, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peran perempuan dalam
pembangunan kesejahteraan keluarga.
pendidikan. Di dunia Barat, terutama Amerika,
gerakan perempuan muncul pada tahun 1848 dalam
konvensi di Seneca dan dianggap sebagai awal gerakan
perempuan secara terorganisir Djajanegara (2003:
1). Gerakan perempuan di Jepang dimulai abad ke
– 19 yang menuntut persamaan hak dalam keluarga
dan masyarakat (Djarkasi, 2008: 119). Di Indonesia
gerakan perempuan terjadi sekitar abad ke – 20
pada era R.A. Kartini. Pada masa tersebut, sebagian
besar kehidupan perempuan berputar di kehidupan
rumah tangga. Tujuan perempuan, seakan-akan hanya
menikah dan membentuk keluarga. Sesudah menikah,
hampir seluruh kehidupan perempuan di dalam
rumah tangga. Dalam keadaan seperti ini, perempuan
jadi tergantung pada laki-laki secara ekonomi, karena
pekerjaan yang dilakukan di rumah tangga tidak
menghasilkan gaji (Kasiyan, 2008: 58).
Menurut Heryanto (Ibrahim, 1998: 39)
seiring perkembangan jaman, perempuan mulai bisa
memasuki dunia pendidikan dan bekerja layaknya
laki-laki. Namun demikian tetap terjadi diskriminasi
pada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan.
Hanya dalam masyarakat industrial yang berkembang,
pria dan wanita bersaing memperebutkan lowongan
kerja yang sama, bangku sekolah, kekuasaan yang
sama dan upah yang sama.
Perempuan dalam sistem pembagian kerja
secara seksual, cenderung selalu di tempatkan
dalam wilayah domestik atau rumah tangga, dengan
serangkaian kerja yang sifatnya reproduktif seperti
melahirkan, mengurus anak serta mengurus rumah
tangga. Pada sisi lain, karena laki-laki menyandang
serangkaian stereotip maskulinitasnya, yang seringkali
selalu berkonotasi positif, maka laki-laki menempati
posisi di wilayah publik yang sifatnya produktif seperti
bekerja dan menghasilkan uang (Kasiyan, 2008: 55).
Hal ini juga diakui oleh Lie (2005:21), yang menulis
bahwa pembagian pekerjaan pun dilakukan bukan
karena alasan efektivitas dan efesiensi demi tercapainya
tujuan bersama antara laki-laki dan perempuan,
melainkan karena perempuan dianggap tidak mampu,
bodoh, dan tidak cakap untuk memikirkan hal lain
diluar pekerjaan rumah tangga.
Pada kondisi pembangunan Indonesia yang
terus berkembang dan tuntutan kebutuhan hidup
yang semakin tinggi serta beragam, perempuan
dan laki – laki terutama yang telah terikat dalam
pernikahan, harus saling bahu membahu untuk bisa
bertahan hidup. Pembangunan nasional dimulai dari
lingkungan terkecil dalam kehidupan sosial, yaitu
keluarga. Masyarakat selama ini mengkonstruksikan
perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab
dalam mengelola keluarga, dalam hal ini perempuan
memiliki tanggung jawab mengurus suami dan anak.
Sedangkan laki-laki memiliki tanggung jawab sebagai
kepala keluarga yang harus bekerja keras dalam
memenuhi kebutuhan keluarga. Namun berkaitan
dengan perkembangan jaman dan pembangunan yang
semakin pesat, tingkat kebutuhan hidup semakin
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Peran Perempuan
Peran perempuan dalam pembangunan di
Indonesia dibawa pada nilai-nilai modernisasi yang
berorientasi pada produktivitas, eisien dan rasional
seperti di negara-negara industri (Astuti, 2008: 109).
Dalam pembangunan saat ini, perempuan
memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam
segala hal, namun demikian keberadaan perempuan
masih menyimpan dilema. Di satu sisi perempuan
dituntut bersikap elegan dan memiliki penguasaan diri
yang tinggi saat berhadapan dengan publik, sedangkan
di sisi lain dalam ruang domestik perempuan dituntut
menjadi ibu rumah tangga yang penuh cinta kasih,
pengabdian dan setia, bahkan harus rela hanya
menjadi orang kedua setelah suami yang merupakan
kepala rumah tangga (Pembayun, 2009: 91).
Peran perempuan tidak hanya dilihat dari
perannya mengurus rumah dan anak, namun juga
kegiatan dan usaha yang dilakukan untuk membangun
kesejahteraan keluarga terutama dalam bidang
keuangan. Dalam rangka membangun kesejahteraan
keluarga, perempuan bisa menggunakan berbagai cara
seperti bekerja kantoran atau pun masuk ke dunia
bisnis. Mengikuti perkembangan jaman, saat ini
aktiitas kerja ataupun bisnis tidak lagi di batasi oleh
ruang dan waktu. Mukadis (Verdiansyah, 2007: 121)
berpendapat bahwa teknologi yang saat ini tersedia di
Indonesia memungkinkan orang untuk bekerja dan
beraktiitas bahkan berbisnis dari rumah, atau yang
dikenal dengan small oice-home oice (SOHO).
Licuanan, seperti dikutip oleh Pembayun
(2009: 92) berpendapat bahwa terjadinya dan
terbukanya kesempatan-kesempatan yang besar
dalam mengembangkan kreatiitas perempuan
berimplikasi pada dunia kepemimpinan yang semula
50
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
menganut model command-control menjadi model
inspire-communication. Model kepemimpinan inspirecommunication ini membuat banyak perempuan lebih
memilih berwirausaha daripada berkutat di ruang
publik atau perusahaan.
Wiraswasta adalah jalan terbaik bagi para
perempuan untuk bisa menunjukkan kemampuan
terbaiknya pada dunia. Semakin kompleksnya
kehidupan perempuan yang berkarier di luar rumah,
semakin menyadarkan mereka bahwa ruang publik
sangat mempengaruhi dunia privatnya. Betapa tidak,
seorang perempuan yang bekerja dikantor tentunya
lebih rumit membagi waktu dan perhatian dengan
anggota keluarga di rumah, terutama untuk anakanaknya (Pembayun, 2009: 93).
2.2. Kesejahteraan Keluarga
Pemerintah Indonesia menyadari kesejahteraan
merupakan hal yang penting dalam pembangunan.
Hal ini tertuang dalam Undang-undang Republik
Indonesia No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial. Dalam pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara
agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan
diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (
www.menkokesra.go.id ).
Secara umum, kriteria keluarga sejahtera tidak
berbeda dengan pengertian kesejahteraan sosial,
dimana keluarga sejahtera adalah keluarga yang
kebutuhan material, spiritual dan sosial tercukupi.
Kesejateraan keluarga dapat tercipta apabila kondisi
keluarga harmonis, keuangan keluarga tercukupi dan
komunikasi dalam keluarga dapat terjalin dengan baik.
2.3. Komunikasi Keluarga
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam
lingkungan sosial. Keluarga terbentuk dari penyatuan
dua individu (laki-laki dan perempuan) yang mengikat
diri dalam satu lingkungan sosial yang memiliki
kekuatan hukum dan disahkan secara agama. Keluarga
dalam konstruksi sosial di mayoritas masyarakat
Indonesia yang menganu budaya patriarkhi memiliki
hirarki tersendiri, dimana suami di tempatkan sebagai
kepala keluarga dan istri sebagai orang kedua setelah
kepala rumah tangga.
Dalam keluarga komunikasi merupakan hal
yang sangat penting, tanpa komunikasi hubungan yang
ada dalam keluarga tidak dapat terjalin dengan baik,
sebab banyak masalah dalam keluarga yang timbul
dari masalah komunikasi dalam keluarga itu sendiri.
Kuntaraf dan Kuntaraf (1999: 1) menunjukkan
bahwa berdasarkan hasil penelitian, 70% dari waktu
bangun digunakan untuk berkomunikasi, apakah itu
dalam bentuk berbicara atau mendengar, membaca
atau menulis. Sedangkan 33% dari waktu tersebut
digunakan untuk berbicara, ini merupakan elemen
waktu yang sangat penting sebab pembicaraan
merupakan sarana yang mempererat hubungan
51
keluarga.
Komunikasi dalam hubungan keluarga
(suami dan istri) bukan hanya sekedar pertukaran
informasi. Melalui pembicaraan suami dan istri bisa
menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran dan
menyampaikan ide. Hal ini merupakan cara yang
menyenangkan untuk belajar mengenal satu sama
lain, melepaskan ketegangan serta menyamaikan
pendapat. Dengan demikian, tujuan dari komunikasi
keluarga bukanlah sekedar menyampaikan informasi
melainkan membentuk hubungan dengan orang lain.
Sebab itu kualitas dari hubungan tersebut tergantung
kepada kesanggupan seseorang untuk menyatakan
diri kepada orang lain. Mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara konstruktif, jujur dan terbuka,
akan menemui kesulitan hidup dalam suatu keluarga
(Kuntaraf & Kuntaraf, 1999: 2).
3. Metodologi
Metodologi penelitian dapat disimpulkan
sebagai suatu usaha atau proses untuk mencari jawaban
atas suatu pertanyaan atau masalah dengan cara yang
terencana, sistematis dan dengan cara ilmiah, dengan
tujuan untuk menemukan fakta-fakta atau prinsipprinsip, serta mengembangkan dan menguji kebenaran
ilmiah suatu pengetahuan (Soewadji, 2003: 11).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut
Kountur (2007: 191), data kualitatif adalah data yang
tidak dapat dianalisis dengan teknik statistik. Data
kualitatif pada umumnya berbentuk pernyataan katakata atau gambaran tentang sesuatu yang dinyatakan
dalam bentuk penjelasan dengan kata-kata atau tulisan.
Data penelitian kualitatif pada umumnya berupa
informasi kategori substansif yang sulit dinumerasikan.
Secara garis besar data dalam penelitian kualitatif
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: data
yang diperoleh dari interview, data yang diperoleh dari
observasi, dan data yang berupa dokumen, teks, atau
karya seni yang kemudian dinarasikan (Pawito, 2008:
96). Analisis data kualitatif menyangkut identiikasi
apa yang menjadi perhatian dan apa yang merupakan
persoalan (Kountur, 2007: 192). Metode deskriptif
adalah metode yang melukiskan secara sistematis
fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu atau
bidang tertentu, baik berupa keadaan, permasalahan,
sikap, pendapat, kondisi, prosedur atau sistem secara
faktual dan cermat (Soewadji, 2003: 11).
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara secara
mendalam
dengan
menggunakan
pedoman
wawancara. Wawancara mendalam dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang lebih akurat. Hasil
wawancara yang didapat menjadi data primer dalam
penelitian ini. Selain melalui wawancara, sumber data
(data sekunder) dalam penelitian ini menggunakan
referensi dan bahan-bahan publikasi, seperti: buku
dan internet.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pokok dapat di penuhi dari hasil bisnis online dan
jasa terjemahan. AP merasa senang karena dia dapat
membantu BD dalam hal keuangan keluarga dan BD
sangat mendukung kegiatan bisnis yang dijalankan AP.
4. Temuan dan Analisis
Penelitian ini memfokuskan peranan
perempuan sebagai istri atau ibu rumah tangga yang
ikut berperan dalam mendukung perekonomian
keluarga melalui kegiatan wiraswasta (bisnis) yang
dikerjakan dari rumah.
Responden 2:
MH (35 tahun) yang memiliki suami HR (34
tahun) menikah pada tahun 2007. Saat ini mereka
memiliki dua anak perempuan yang berusia 4 tahun
dan 2,5 tahun. Latarbelakang pendidikan MH adalah
sarjana hukum, sedangkan HR sarjana pertanian. Saat
ini HR bekerja di sebuah bank pemerintah dengan
penghasilan 6 juta perbulan. Mulai pertengahan tahun
ini, anak pertama mereka sudah masuk taman kanakkanak.
Penghasilan HR setiap bulannya habis untuk
memenuhi kebutuhan pokok, sehingga mereka
tidak memiliki tabungan. Oleh sebab itu MH
memutuskan untuk membuka bisnis online (tas dan
pembalut perempuan) dengan menggunakan fasilitas
handphone BlackBerry. Alasan MH masuk ke dunia
bisnis adalah untuk membantu keuangan keluarga,
karena penghasilan HR setiap bulan tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan pribadi MH dan untuk
tabungan keluarga. Sejak menikah, MH memutuskan
untuk tidak bekerja, karena dia ingin fokus mengurus
keluarga. Oleh sebab itu untuk membantu HR dalam
hal keuangan , MH memutuskan untuk berbisnis.
Menurut MH, bisnis yang dia jalani saat ini sangat
membantu keuangan keluarga, sehingga apabila tibatiba anak-anak mereka sakit atau ada kebutuhan
mendadak, pendapatan MH dari berbisnis bisa
membantu. Keputusan untuk membuka bisnis online
sudah terlebih dahulu didiskusikan antara MH dan
HR. HR setuju dan mendukung keputusan MH
dengan alasan kegiatan tersebut tidak mengganggu
tugas utama MH mengurus anak-anak mereka,
selain itu HR berpendapat bahwa MH yang sebelum
menikah sangat aktif bekerja tentunya akan merasa
jenuh apabila hanya mengurus anak.
Bagi MH dan HR, keluarga mereka sudah
cukup sejahtera karena penghasilan HR dan
pendapatan dari bisnis MH bisa memenuhi kebutuhan
pokok keluarga mereka dan kebutuhan-kebutuhan
lain diluar kebutuhan pokok. MH merasa senang dan
bangga karena dapat membantu keuangan keluarga
melalui bisnis yang dia jalani, sehingga dia tidak
dipandang sebelah mata. Meskipun hanya sebagai ibu
rumah tangga, namun dia bisa menghasilkan uang
dan membantu keuangan keluarga.
4.1. Temuan
Sesuai permintaan responden, serta untuk
menghormati dan menjaga kerahasiaan identitas
responde, maka penulis tidak menggunakan nama
asli responden dan hanya mencantumkan inisial nama
saja.
Responden 1:
AP adalah perempuan berusia 31 tahun yang
menikah dengan BD (35 tahun), usia pernikahan
mereka saat ini 2 tahun 2 bulan. Pasangan ini memiliki
anak laki-laki berusia 1 tahun 5 bulan dan saat ini AP
sedang mengandung 5 bulan anak kedua. AP memiliki
latarbelakang pendidikan Sarjana Ilmu Komunikasi,
sedangkan BD adalah lulusan Magister Manajeman.
BD sebagai kepala keluarga memiliki penghasilan
antara 5-7 juta perbulan, dengan pengeluaran untuk
kebutuhan pokok kelaurga BD dan AP rata-rata
perbulan sebesar 4 juta. Pendapatan perbulan tidak
hanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
pokok rumah tangga BD dan AP, tabungan dan
rekreasi minimal satu kali dalam satu bulan, namun
juga untuk membantu keuangan keluarga orangtua
BD.
Dari awal menikah sampai awal tahun 2012, AP
bekerja disebuah perusahaan swasta. AP memutuskan
untuk keluar dari pekerjaan karena tdak ada yang
bisa menjaga anaknya selama dia dan suami bekerja.
AP mengakui ada perubahan dalam keuangan sejak
dia tidak lagi bekerja. Saat ini AP harus memikirkan
kebutuhan-kebutuhan yang utama sebelum dia
berbelanja untuk kebutuhan pribadinya. Setelah
berdiskusi dengan BD, AP akhirnya memutuskan
untuk membuka bisnis online (baju dan kosmetik)
dengan menggunakan fasilitas handphone BlackBerry
dan menerima jasa terjemahan bahasa Inggris. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa BD bekerja
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya bersama
AP dan anaknya, serta kebutuhan keluarga orang
tua BD, namun untuk kebutuhan pribadi AP harus
mencari uang sendiri. AP memutuskan membuka
bisnis online dan jasa terjemahan dengan tujuan agar
kebutuhan pribadi AP dapat dia penuhi sendiri tanpa
mengganggu penghasilan BD dan ia bisa memiliki
tabungan pribadi yang merupakan hasil dari usaha AP
untuk kebutuhan mendadak dan diluar kebutuhan
pokok. Selain itu, AP juga merasa membutuhkan
aktiitas lain selain mengurus anak dirumah.
Bagi AP dan BD, mereka merasa keluarga
mereka sudah cukup sejahtera karena penghasilan
BD bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarga
mereka, sedangkan untuk kebutuhan pribadi AP
dan kebutuhan-kebutuhan lain diluar kebutuhan
Responden 3:
DW (36 tahun) menikah dengan IB (36 tahun)
pada tahun 2003. Saat ini mereka memiliki dua
anak perempuan yang berusia 7 tahun dan 2 tahun.
Latarbelakang pendidikan DW dan IB adalah sarjana
ekonomi. Saat ini IB bekerja di sebuah perusahaan
swasta dengan penghasilan 5 juta perbulan. Anak
pertama mereka sudah bersekolah di sekolah dasar
swasta.
52
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Penghasilan IB setiap bulannya dialokasinya
untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga, sehingga
tidak ada uang yang dialokasikan untuk tabungan
ataupun kebutuhan lain diluar kebutuhan seharihari. Melihat kebutuhan keluarga yang semakin tinggi
terutama sejak anak pertama mereka masuk sekolah,
DW memutuskan untuk membuka toko pakaian
anak-anak digarasi rumahnya. Hal ini merupakan
hasil diskusi DW dan IB dengan pertimbangan DW
bisa berbisnis untuk menambah keuangan keluarga
tanpa harus meninggalkan rumah.
Kondisi keuangan DW dan IB saat ini cukup
baik dan DW merasa keluarga mereka cukup sejahtera
sejak dirinya memutuskan membuka toko pakaian.
DW pun merasa senang karena dengan membuka
toko pakaian dirumah, dia tetap bisa mengurus rumah
dan anak-anak, serta teman-teman dan para tetangga
sering datang kerumahnya sehingga dia tidak merasa
kesepian.
4.2. Analisis
Pembanguan secara merata di Indonesia
merupakan program pemerintah yang selalu
dicanangkan setiap tahunnya. Dalam rangka
menciptakan pembangunan secara nasional, maka
pembangunan haruslah dimulai dari lingkup
sosial terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.
Pembangunan bisa berjalan dengan baik apabila
kesejahteraan sosial bisa tercipta dan kesejahteraan
sosial dalam lingkup paling dasar adalah kesejahteraan
keluarga. Tingkat kesejahteraan setiap keluarga
memang berbeda-beda. Saat ini secara umum keluarga
sejahtera tidak hanya yang mampu memenuhi
kebutuhan sandang, pangan dan papan, namun
juga harus memenuhi kebutuhan tersier dan juga
kebutuhan pendukung seperti hiburan dan rekreasi.
Melalui penelitian ini, penulis melakukan
wawancara kepada tiga pasang responden. Masingmasing responden memiliki kesamaan, para istri
yang memiliki tingkat pendidikan sarjana memilih
untuk menjadi Ibu rumah tangga dan meninggalkan
pekerjaan yang selama ini dijalani dengan alasan
ingin fokus mengurus keluarga. Seorang perempuan
yang sudah menikah dan memiliki anak, cenderung
memilih untuk tidak bekerja dan berkomitmen untuk
fokus mengurus keluarga. Namun demikian dalam
era pembangunan saat ini, perempuan tidak hanya
bergantung pada suami untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga. Perempuan memiliki kesadaran untuk
ikut membantuan mensejahterakan keluarga secara
inansial.
Seiring perkembangan jaman dan pembangunan
disegala bidang secara tidak langsung mempengaruhi
kesejahteraan keluarga. Tuntutan hidup yang semakin
tinggi dan standart kesejahteraan yang juga semakin
meningkat mengakibatkan kehidupan perekonomian
dalam keluarga seringkali mengalami kesulitan dalam
memenuhi tuntutan hidup tersebut. Pendapatan
suami seringkali tidak lagi bisa menutupi kebutuhan53
kebutuhan pribadi sang istri ataupun kebutuhan
rekreasi keluarga.
Para istri dengan pendidikan yang baik (sarjana)
tidak membuat mereka lupa dengan tanggung jawab
dan panggilan sebagai ibu. Sebagai perempuan dan
seorang istri serta ibu dari anak-anak mereka, para
istri berusaha untuk mencari solusi dari tuntutan
kesejahteraan yang semakin meningkat. Mereka
melihat peluang berbisnis atau wiraswasta merupakan
cara yang paling tepat untuk membantu membangun
kesejahteraan keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pembayun (2009: 93) yang mengatakan bahwa
wiraswasta adalah jalan terbaik bagi para perempuan
untuk bisa menunjukkan kemampuan terbaiknya
kepada lingkungan sosialnya. Semakin kompleksnya
kehidupan perempuan yang berkarier di luar rumah,
semakin menyadarkan mereka bahwa ruang publik
sangat mempengaruhi dunia privatnya. Betapa tidak,
seorang perempuan yang bekerja dikantor tentunya
lebih rumit membagi waktu dan perhatian dengan
anggota keluarga di rumah, terutama untuk anakanaknya.
Melihat peluang wiraswasta yang ada, para istri
memutuskan untuk menjadi kreatif dan berusaha
memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan pribadi
dengan berbisnis dari rumah. Dengan kemajuan
teknologi saat ini, sangat membantu para istri untuk
mengelola bisnisnya tanpa harus meninggalkan rumah
ataupun harus meenghabiskan modal banyak untuk
membuka toko. Blackberry Massanger (BBM) ataupun
online shop yang lain saat ini cukup digemari oleh
kaum perempuan, karena tidak membutuhkan modal
besar dan interaksi serta transaksi bisa dilakukan kapan
saja dan dimanasaja.
Keputusan untuk berwiraswasta bukanlah
keputusan sepihak dari para istri, namun mereka sudah
mendiskusikan terlebih dahulu kepada suami mereka.
Dengan dukungan para suami dan komunikasi yang
terjalin dengan baik, para istri dapat menikmati
kesibukan mereka untuk berwiraswasta selain dari
kesibukan sehari-hari mengurus anak-anak dan suami.
Komunikasi yang terjadi dalam keluarga mereka tidak
hanya sebatas masalah sehari-hari keluarga, namun
juga seingkali terjadi diskusi berkaitan dengan bisnis
sang istri. Tidak jarang para suami ikut memberikan
saran dan masukan bagi kemajuan bisnis sang istri.
Selain membantu pembangunan kesejahteraan
keluarga melalui wiraswasta, para istri juga mampu
membangun interaksi sosial yang luas. Hal ini
disebabkan adanya kesempatan bagi mereka untuk
mengenal banyak teman-teman baru melalui aktiitas
bisnis mereka, baik melalui media online ataupun
interaksi dengan bertatap muka secara langsung.
5. Kesimpulan
Dalam program pembangunan pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan Indonesia secara
keseluruhan, tidak lepas dari peran pembangunan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kesejahteraan dalam keluarga. Membangun keluarga
sejahtera tidak bisa hanya dilakukan oleh suami atau
istri saja, melainkan kerjasama antara keduanya.
Saat ini para suami diberi tugas untuk memenuhi
kebutuhan pokok keluarga dengan bekerja di luar
rumah, sedangkan para istri berkontribusi untuk
mencari tambahan uang untuk pemenuhan kebutuhan
pendukung dalam keluarga.
Peran perempuan dalam pembanguan
memegang peranan yang tidak kalah pentingnya
dengan laki-laki. Terutama dalam pembangunan
keluarga sejahtera yang merupakan lingkungan
terkecil dalam kehidupan sosial. Tuntutan hidup
yang semakin tinggi dan standart kesejahteraan yang
juga semakin meningkat mengakibatkan kehidupan
perekonomian dalam keluarga seringkali mengalami
kesulitan dalam memenuhi tuntutan hidup tersebut.
Perempuan sebagai istri dalam perannya sebagai
pendamping suami, harus mampu mendukung
dan mengatur perekonomian keluarga dengan
baik. Seorang istri harus bisa mengelola keuangan
keluarga dengan sebaik-baiknya dan harus bisa
membuat skala prioritas dalam pengaturan keuangan.
Tidak jarang seorang istri harus mengalah dalam
pemenuhan kebutuhan pribadinya dikarenakan
harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan anakanaknya. Namun demikian, seorang istri meskipun
dia tidak berkarier dan tidak memiliki pekerjaan tetap,
namun dia tetap memiliki tanggungjawab untuk bisa
mensejahterakan keluarganya. Sebagai kontribusi
dalam mensejahterakan keluarga, saat ini para
istri memiliki kreatiitas dalam mencari tambahan
pendapatan bagi keluarga. Berbisnis atau wirausaha
merupakan pilihan yang paling banyak di ambil oleh
kaum perempuan untuk menambah pendapatan
keluarga. Mereka mengunakan berbagai cara dan
fasilitas teknologi yang ada untuk mengembangkan
bisnis mereka tanpa harus meninggalkan rumah dan
menelantarkan perannya sebagai istri maupun seorang
ibu.
Dengan berbisnis dari rumah, para istri tetap
bisa memenuhi tanggungjawabnya sebagai istri dan ibu
dari anak-anaknya. Mereka tetap bisa merawat anak
dan mengurus rumah dengan baik. Namun untuk
memutuskan berbisnis atau berwirausaha para istri
harus menjalin komunikasi yang baik dengan suami,
sebab dalam keluarga segala sesuatu keputusan yang
dibuat haruslah atas dasar persetujuan dari suami dan
istri. Para suami mendukung keputusan istri mereka
untuk berbisnis karena mereka menyadari tuntutan
kenutuhan hidup semakin tinggi dan seringkali ada
beberapa kebutuhan yang tidak bisa secara keseluruhan
ditanggung suami disinilah peran istri sangat penting
untuk bisa menjaga keseimbangan perekonomian
keluarga dan tetap menjamin kesejahteraan keluarga.
Segala sesuatu dalam kehidupan berkeluarga
terutama antara suami dan istri harus dikomunikasikan
dengan baik, sehingga masing-masing bisa berperan
dengan baik untuk menciptakan pembangunan
keluarga yang sejahtera.
Daftar Pustaka
Astuti, Tri Marhaeni Pudji (2008). Konstruksi Gender
Dalam Realitas Sosial. Semarang: UNNES
Press
Djajanegara, Soenarjati (2003). Kritik Sastra Feminis:
Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia
Ustaka Utama
Fakir, Mansour (2008). Analisis Gender dan
Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSIST
Press
Ibrahim, Idi Subandy, Hanif Suranto, Ade Armando,
Akhmad Zaini Abar, eds (1998). Wanita dan
Media: Konstruksi Ideologi Gender Dalam
Ruang Publik Orde Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Kasiyan (2008). Manipulasi dan Dehumanisasi
Perempuan dalam Iklan. Yogyakarta: Ombak
Kountur, Ronny (2007). Metode Penelitian untuk
Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta : Lembaga
Manajemen PPM
Kuntaraf, Kathleen Liwidjajaj & Jonathan Kuntaraf
(1999).
Komunikasi
Keluarga:
Kunci
Kebahagiaan Anda. Bandung: Indonesia
Publishing House
Lie, Shirley (2005). Pembebasan Tubuh Perempuan.
Jakarta: PT. Grasindo
Ollenburger, Jane C & Helen A. Moore (2002).
Sosiologi Wanita. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Pawito (2008). Penelitian Komunikasi Kualitatif.
Yogyakarta : LKIS
Pembayun, Ellys Lestari (2009). Perempuan vs
Perempuan. Bandung: Nuansa
Sastriyani, Siti Hariti (2008). Woman in Public
Sector. Yogyakarta: Tiara Wacana (Kerjasama
Pusa Kajian Wanita UGM)
Soewadji, Yusuf (2003). Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: FISIP-Universitas Nasional
Verdiansyah, Chris (2007). Sukses dalam Karier dan
Rumah Tangga. Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara
http://radarlampung.co.id/read/opini/48939-peranperempuan-dalam-pembangunan
http://www.menkokesra.go.id/sites/default/files/
ile_perundangan/UU%20Nomor%2011%20
Tahun%202009.pdf
54
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Peran Customer Relations dan Diskriminasi Karir Perempuan
Pada Perusahaan Dealer Resmi Mobil di Yogyakarta
Muhammad Najih Farihanto1*)
1. Latar Belakang
Di era yang semakin terbuka ini, banyak
organisasi yang membutuhkan jasa seorang Public
Relations (PR) atau Humas untuk berkomunikasi
dengan publiknya. Di tengah arus informasi
yang semakin deras, didukung dengan kemajuan
teknologi informasi yang semakin canggih, mau
tidak mau menuntut organisasi untuk dapat menjaga
kepercayaan publik. Salah satunya pada perusahaan
otomotif PT. Mercedez Benz Indonesia (MBI),
agen tunggal pemegang merk (ATPM) Mercedez
Benz Indonesia memiliki Vera Makki sebagai Deputy
Director Corporate Communications and Public
Afair. MBI mengandalkan kemampuan Vera dalam
berkomunikasi dengan publiknya dan para stake holder
yang lain. Perempuan yang mengawali karirnya sebagai
penyiar di Radio Ardan Bandung ini, sebelumnya juga
pernah berkarir di Hotel Mulia Senayan sebagai staf
Humas, dan berkarir di dua konsultan PR yaitu Ogilvy
dan Indo Pasiic PR. Perempuan yang juga menjadi
dosen tamu di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Indonesia ini, pernah menempuh pendidikan di
Universitas Parahyangan, University of Houston,
University of Southern Queensland dan juga mendapat
gelar sebagai Accredited Business Communicator (ABC)
yang dikeluarkan oleh International Association of
Business Communicators (IABC) yang berpusat di San
Francisco, California, Amerika Serikat.
Tidak hanya di perusahaan ATPM saja, tetapi
juga perusahaan otomotif yang berada di daerah juga
membutuhkan seorang Humas dalam berkomunikasi
dengan publiknya. Di Yogyakarta saja, terdapat kurang
lebih sepuluh perusahaan penjualan (dealer) resmi
mobil. Setiap perusahaan rata-rata memiliki sub divisi
kehumasan yang diberi nama Costumer relations (CR)
yang semua pekerjaanya adalah perempuan. Berbeda
dengan yang ada di divisi sales, yang sebagian besar
pekerjanya adalah laki-laki dan akan dipromosikan
sampai kepada posisi kepala cabang.
Dari fenomena yang telah disampaikan, penulis
bermaksud untuk mengkaji dan memberikan gambaran
mengenai peran CR sebagai fungsi kehumasan dan
diskriminasi karir perempuan di perusahaan dealer
resmi mobil di Yogyakarta. Kajian dalam makalah ini
mencoba mengeksplorasi peran pekerja perempuan
dalam CR dan juga dalam manajemen organisasi
beserta diskriminasi karir yang dialaminya. Kajian ini
terinspirasi oleh peran para praktisi PR perempuan
yang memegang peranan penting dalam organiasasi
hingga dapat masuk pada level managerial. Oleh
sebeb itu kajian ini penulis awali dengan sedikit kajian
pustaka mengenai diskriminasi perempuan dan peran
PR dalam organisasi.
2.
2.1
Kajian Pustaka
Gender dan Diskriminasi Perempuan
Kita hidup dalam dunia yang bergender atau
gendered world (Puspa, 2005:1), dimana hampir
semua aspek dalam kehidupan manusia dibagibagi atau dikotak-kotakkan berdasar pada asumsiasumsi tentang apa yang disebut sebagai feminin
atau maskulin. Gender biasa dipahami sebagai segala
atribut yang melekat atau diharapkan untuk melekat
pada jenis kelamin tertentu dan menjadi semacam
panduan bagi manusia tentang bagaimana seharusnya
kita berperilaku di masyarakat.
Wood (2005) bahkan meyakini bahwa manusia
menjalani hidup yang berjender (gendered lives),
dimana hampir semua tahapan dalam kehidupannya
tidak bisa dilepaskan dari dikotomi feminin dan
maskulin yang telah mengakar kuat. Maka dari itu
Wood (2005) mencontohkan aspek-aspek kehidupan
berjender yang harus dijalani oleh perempuan dan
laki-laki mencakup dunia pendidikan yang berjender
( gendered education). Contoh kongkrit dimana
ada jurusan-jurusan tertentu yang dipandang lebih
cocok untuk laki -laki (pada sekolah menengah
misalnya SMK jurusan otomotif dan di perguruan
tinggi misalnya jurusan teknik mesin, teknik elektro
atau teknik perminyakan), dan jurusan -jurusan
lain dipandang lebih sesuai untuk perempuan (pada
sekolah misalnya SMK jurusan perhotelan, dan
tata boga, pada perguruan tinggi misalnya jurusan
keperawatan dan kehumasan); bahasa yang berjender
( gendered language) dimana terdapat masculine speech
dan femininine speech; media yang berjender (gendered
media); dan profesi yang berjender (gendered profession)
dimana ada profesi-profesi tertentu yang dipandang
sebagai ‘area’ laki –laki dan karenanya didominasi laki-
1 *) Penulis adalah Pengajar pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan , Yogyakarta
55
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
laki dan profesi-profesi lain yang dipandang sebagai
‘area’ perempuan yang karenanya didominasi oleh
perempuan (Wood, 2005).
Ada beberapa masalah yang kita hadapi.
Pelanggaran terhadap hak perempuan baik
diskriminatif maupun kekerasan belum dipahami
sebagai pelanggaran HAM, baik oleh anggota
masyarakat maupun ditingkat penegakan hukum. Juga
juga belum ada pengertian yang diterima secara luas
bahwa diskriminasi dan kekerasan bersumber pada
adanya kekuasaan antara perempuan dan laki-laki
yang berakar pada nilai budaya, agama dan diperkuat
oleh sikap dan prilaku pejabat, orang tua, tokoh
agama, guru dan orang lain yang signiikasi (penting)
terhadap masyarakat (Sadli 2010:343). Ada banyak
isu yang dihadapi perempuan di dunia kerja. Selain
harus menghadapi tantangan dalam hal diskriminasi
upah, hak untuk mendapatkan kesempatan yang sama
dalam memperoleh pekerjaan, pelecehan seksual di
tempat kerja, serta tantangan untuk mengembangkan
karier dan menduduki posisi-posisi penting atau
meraih jenjang tertinggi dalam corporate ladder.
dengan kehidupan yang dipenuhi kegemerlapan sorot
lampu kamera, kegiatan yang terkesan eksklusif, hal
tersebut membuat profesi PR menjadi salah satu profesi
yang diminati oleh masyarakat bangsa Indonesia, yang
tidak bisa menahan kemilau dari dari kegerlapan gaya
hidup konsumerisme.
Dengan berkembangnya profesi PR, membuat
banyak organisasi berpikir lebih oportunis dengan
memanfaatkan perempuan sebagai citra dari
oragnisasinya. Citra organisasi akan jauh lebih baik dan
menarik apabila seorang perempuan yang atraktif dan
menarik menjadi merepresentasikan organisasinya.
Rea (2002) menyatakan bahwa dengan
semakin besarnya jumlah perempuan yang memasuki
profesi PR, tak bisa dipungkiri lagi bahwa, “ he face
of PR is female.” (2002; 1). Tingginya permintaan
akan praktisi PR perempuan dengan sendirinya diikuti
oleh semakin besarnya jumlah mahasiswa perempuan
yang memilih memasuki jurusan PR di universitasuniversitas. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
(Smith, 2005; Andsager & Hust, 2005) menyatakan
bahwa di Amerika Serikat saja diperoleh data bahwa
hampir 80% mahasiswa jurusan PR adalah perempuan
dan para staf pengajar menyatakan bahwa “...teaching
PR is almost like teaching in a women’s college. ..” (Smith,
2005; 2).
Hal ini juga yang dialami oleh penulis selama
manjadi mahasiswa PR. Di konsentrasi PR Jurusan
Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya angkatan
2006 terdapat kurang lebih enam puluh mahasiswa
yang memilih minat PR. Dari enam puluh mahasiswa
tersebut, hanya sekitar lima belas orang laki-laki
dan selebihnya adalah perempuan. Pengalaman lain
juga pernah dalaimi oleh penulis ketika menjadi
asisten prekatikum dan staf pengajar konsentrasi
PR pendidikan vokasional di dua Perguruan Tinggi
di Malang, sebagaian besar mahasiwanya adalah
perempuan. Ketika mereka ditanya mengapa memeilih
jurusan ilmu komunikasi, rata-rata mereka menjawab
ingin menjadi PR oicers.
Hal ini tampaknya dipicu oleh semacam
persepsi yang menganggap bahwa keahlian yang
dibutuhkan dalam profesi PR adalah keahlian yang
dianggap ‘khas perempuan’. Grunig et,al (dalam
Mackey, 2003:5) menyatakan, “... feminist values
such as caring, cooperation, intuition, commitment,
sensitivity, respect,...are the norms of PR .” Mereka
seolah ingin menegaskan bahwa dengan nilai -nilai
yang melekat seperti itulah yang membuat profesi
PR dipersepsi ‘lebih sesuai’ untuk perempuan. PR
memang membutuhkan keterampilan berkomunikasi
(communication competence) yang baik, kemampuan
dan kemauan untuk lebih banyak mendengarkan,
berempati, berkomitmen untuk membangun
2.2. Humas dan Perempuan
PR Deaprtement atau di Indonesia biasa
disebut dengan Divisi Hubungan Masyarakat yang
kemudian disingkat menjadi Humas, adalah sebuah
profesi yang relatif baru. Di Indonesia profesi ini
mulai berkembang semenjak lengsernya rezim orde
baru, karena semenjak lengsernya Presiden Suharto
dari tahta kepemimpinannya, kebebasan dalam
berpendapat dan keterbukaan informasi kepada publik
menjadi topik yang selalu hangat diperbincangkan.
Organisasi baik proit atau non proit, instansi
pemerintah, perusahaan swasta dan perusahaan milik
Negara yang membutuhkan jasa seorang Humas
untuk berkomunikasi dengan publiknya.
Semakin populernya profesi Humas juga
didukung dengan berkembang pesatnya industri
komunikasi seperti perilman, pertelevisian, dan
periklanan. Media massa baik cetak maupun
elektronik atau bahkan internet telah tumbuh menjadi
alat yang efektif untuk mempublikasikan informasi
baik untuk memperoleh popularitas, memenangkan
pengaruh, dan meningkatkan citra. Organisasi atau
bahkan perseorangnya saling berkompetisi dengan
memanfaatkan jasa PR atau Humas untuk membuat
mereka menjadi lebih dikenal oleh publiknya, untuk
mencitrakan diri dan untuk meraih sebuah keprcayaan
yang dinamakan reputasi. Para artis, politisi, partai
politik, organisasi masyarakat pun menjadi pelanggan
dari jasa PR untuk meningkatkan kepercayaan public
baik loating mass dan solid mass.
Dengan semakin berkembangnya media massa,
dan juga akses komunikasi publik yang semakin terbuka
membuat profesi Humas adalah profesi yang identik
56
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
hubungan dengan publik yang saling menguntungkan,
hal -hal mana yang menurut Wood (2005) memang
telah menjadi sifat natural perempuan (berempati,
berkomunikasi, berkomitmen dalam membangun
hubungan). Dengan karakteristik seperti inilah bidang
PR menjadi lebih diminati oleh perempuan.
3.
3.1.
Observasi di Yogyakarta
Peran Costumer Relations Dalam Organiasi
Costume relations oicers (CRO) perusahaan
dealer resmi penjualan mobil di Yogyakarta mempunyai
tugas untuk berkomunikasi dengan pelanggan setelah
melakukan pembelian, dari memberitahukan bahwa
pesanan mobil sudah siap dikirim, mengingatkan
untuk service berkala apabila kilometer atau jangka
servicenya sudah masuk pada waktunya, dan juga
bertugas untuk menerima keluhan pelanggan yang
berkaitan dengan after sales selain itu juga CRO
bertugas menjaga loyalitas pelanggan contoh salah
satunya adalah memberikan ucapan selamat ulang
tahun kepada pelanggan setianya. Sementara letak
CRO dalam struktur organiasi ada yang berada
dibawah divisi after sales atau pasca penjualan dan
juga berada dibawah divisi marketing. Divisi after sales
juga membawahi beberapa sub divisi lain diantaranya
adalah, service, spare part,dan body repair. Di setiap
divisi CR rata-rata memiliki tiga atau empat pekerja
yang semuanya perempuan yang salah satunya menjadi
kordinator.12
Fungsi dan peran dari CR termasuk dalam
fungsi PR. Jika melihat deinisi dari fungsi PR
menurut Cutlip et.al (2006:5) dimana PR sebagai
fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik,
mengidentiikasi kebijakan prosedur dari individu atau
organisasi demi kepentingan umum, merencanakan
dan melaksanakan program aksi untuk memperoleh
pengertian dan penerimaan publik. Sementara
Grunig (1984) mengatakan bahwa PR merupakan
bagian dari dominant coalision dalam perusahaan dan
karenanya memiliki kewenangan cukup besar untuk
melakukan pengambilan keputusan. Sama halnya
dengan PR, CR yang juga mengevaluasi sikap publik
dengan menangani komplain dari pelanggan yang
kemudian menjadi bahan evaluasi untuk mengambil
kebijakan oleh pihak managerial. Selain itu CR juga
melaksanakan aksi komunikasi yang bertujuan untuk
menjaga keharmonisan garis komunikasi dengan
stakeholdernya walaupun posisi CR tidak berada
pada level management inti atau koalisi dominan
yang memiliki wewenang besar dalam mengambil
keputusan seperti yang dikatakan oleh Grunig.
2 Komunikasi personal dengan Amingingrum. Costumer Relations
Oficers PT. Wahana Sumber Baru Nissan, 20 Mei 2012 dan Aruna
Costumer Care Oficers PT. Anugrah Kasih Putra (Honda), 22 Mei
2012.
57
Sangat disayangkan ketika melihat CR yang
menjadi garda terdepan dalam mengevaluasi sikap dan
opini publik tidak termasuk dalam management inti
organiasai dan hanya menguasi hal-hal teknis semata.
Penempatan tugas ini berkaitan dengan stuktur
puncak yang ada di organisasi tersebut. Penempatan
CR dalam organisasi dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor yang dominan adalah word views para
pemimpin puncak organisasi terhadap CR itu sendiri.
Grunig dan White (1992) membaginya menjadi
enam cara pendang pemimpin organisasi terhadap
PR. Pertaama, pandangan pragmatis yaitu melihat
PR sebagai kegiatan yang mempunyai sumbangan
penting terhadap pencapaian keuntungan organisasi.
Kedua, pandangan konservatif yang memancang PR
sebagai alat mempertahankan dan memelihara status
quo. Ketiga, pandangan idealis, PR dianggap sebagai
melayani kepentingan publik, mengembangkan, saling
pengertian organisasi dan publiknya, menyumbang
debat berkualitas dalam masyarakat dan memfasilitasi
dialog perusahaan kepada publiknya. Keempat,
pandangan netral melihat PR sebagai suatu hal yang
netral. Kelima, pandangan radikal, memandang
PR sebagai kegiatan yang dapat menyumbang
perubahan yang radikal. Keenam, pandangan kritis,
dimana melihat PR sebagai alat yang mendominasi
bagi kekuatan dominan dalam masyarakat untuk
memelihara unsure yang menguntungkannya.
Di Indonesia (Putra dan Kurnia 2004:397)
pendangan yang banyak berkembang adalah
pandangan yang pertama, dimana masih banyak
organisasi yang melihat PR sebagai alat praktis
untuk mencapai tujuan organsiasi. Di berbagai
organisasi, salah satunya dealer resmi penjualan mobil
di Yogyakarta PR masih dikatakkan sebagai bagian
dari pemasaran pasca penjualan dan berubah nama
menjadi costumer relations (CR) yang betugas untuk
menjaga komunikasi antara organisasi dengan para
pelanggannya. Walaupun demikian, fungsi utama yang
dijalankan tetaplah mengabdi kepada kepentingan
organsasi, bukan kepentingan umum sepeti pada
pandangan idealistik. Posisi CR dalam struktur
orgnisasi pun berada pada level menengah kebawah.
Kedudukan ini sangat dimaklumi melihat posisi
CR belum dipahami organiasi menjadi fungsi yang
sangat strategis, CR masih dianggap sebagai pemanis
dari sebuah pelayanan penjualan dan organiasi lebih
mengutamakan tingginya target penjualan daripada
sebuah hubungan komunikasi yang harmonis antara
organiasi dengan pelanggan.
3.2. Diskriminasi Karir Perempuan
Semakin meningkatnya konsumen peminat
mobil diikuti juga dengan meningkatnya pelayanan
yang disediakan oleh dealer mobil dalam rangka
mewujudkan kepuasan konsumen. Oleh karenanya
salah satu solusi untuk merekatkan hubungan antara
organisasi dan konsumen adalah dengan menjalin
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
organiasi. Menurut penulis, fakta-fakta yang seperti
ini disebabkan karena masih melekatnya konstruk
budaya yang ada di Indonesia dan juga belum
adanya kesadaran mengenai diskriminasi yang terima
oleh perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Sadli
(2010:343) pelanggaran terhadap hak perempuan
baik diskriminatif maupun kekerasan belum dipahami
sebagai pelanggaran HAM, baik oleh anggota
masyarakat maupun ditingkat penegakan hukum.
Juga juga belum ada pengertian yang diterima secara
luas bahwa diskriminasi dan kekerasan bersumber
pada adanya kekuasaan antara perempuan dan lakilaki yang berakar pada nilai budaya, agama dan
diperkuat oleh sikap dan prilaku pejabat, orang tua,
tokoh agama, guru dan orang lain yang signiikasi
(penting) terhadap masyarakat.
komunikasi yang efektif diantara keduanya. Maka
dari itu organisasi membutuhkan sumber daya
manusia yang memiliki keterampilan berkomunikasi
(communication competence) yang baik, kemampuan
dan kemauan untuk lebih banyak mendengarkan,
berempati, berkomitmen untuk membangun
hubungan dengan publik yang saling menguntungkan,
hal -hal tersebut yang menurut Wood (2005) memang
telah menjadi sifat natural perempuan. Terbukti pada
divisi CR dealer mobil yang bertugas untuk menjalin
komunikasi antara organisasi dan konsumen semua
pekerjanya adalah perempuan. Ini sudah menjadi
kebijakan dari organisasi untuk mempekerjakan
perempuan dalam divisi CR. Organisasi menganggap
pekerja perempuan lebih sabar dalam menghadapi
keluhan konsumen, selain itu perempuan dianggap
lebih ramah dan luwes dalam berkomunikasi dengan
konsumen.2
Tetapi yang disayangkan adalah kesabaran,
keramahan dan keluawesan perempuan yang bekerja
pada divisi CR tidak diimbangi dengan keluwesan
dalam berkarir di organisasi. CR tidak bisa menduduki
jabatan karir yang lebih tinggi dalam organisasi.
Paling tinggi karir dari seorang CR adalah kordinator
CR itu sendiri dan jika apabila ingin berkakrir lebih
tinggi misalkan sampai pada level manajer dan kepala
cabang, CR harus pindah ke divisi lain seperti ke divisi
penjualan (sales) yang didominasi oleh pekerja lakilaki, dan diperburuk dengan kebijakan organiasi lebih
mengutamakan laki-laki yang akan dipromosikan
untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.3
Kendala yang dihadapi CR bersumber dari
kebijakan organisasi yang diskriminatif, yang lebih
mengutamakan laki-laki sebagai pemimpin organisasi.
Perusahaan memandang bahwa perempuan kurang
leksibel dalam hal waktu dan tenaga dari pada lakilaki. Itu lah sebabnya organisasi lebih memilih lakilaki untuk menjadi sales kanvasing dan memposisikan
perempuan menjadi pekerja dibelakang meja. Hal ini
didukung dengan kondisi budaya Jawa pada umumnya
dan Yogyakarta pada khususnya yang menjadikan
wanita adalah manusia nomer dua setelah lakilaki, bahkan ada ungkapan Jawa yang menyebutkan
perempuan adalah wanito yang merupakan singkatan
dari wani ditoto dengan kata lain perempuan adalah
orang yang harus bisa ditata (diatur), dan menjadi hal
yang tabu apabila perempuan kurang pantas apabila
bekerja dan pulang malam sendirian, berada pada
posisi intim dengan laki-laki yang bukan pasangannya,
padahal bisa jadi itu adalah calon konsumen seperti
yang dapat dilakukan oleh para pekerja laki-laki.
Imbas dari kebijakan ini adalah stagnasi dari
posisi CR itu sendiri. Pekerja perempuan di posisi CR
tidak bisa berkemban dalam karir karena kebijakan
4. Kesimpulan
Dari ekplorasi mengenai peran Costumer
Relations (CR) dan diskriminasi karir perempuan pada
perusahaan otomotif di Yogyakarta, terdapat beberapa
hal yang dapat disimpulkan, diantaranya adalah:
Costume relations oicers (CRO) perusahaan
dealer resmi penjualan mobil
di Yogyakarta
mempunyai tugas untuk berkomunikasi dengan
pelanggan setelah melakukan pembelian. Salah satun
kegiatannya adalah menerima keluhan pelanggan.
Fungsi dan peran dari CR termasuk dalam fungsi
PR. Sama halnya dengan PR, CR juga mengevaluasi
sikap publik dengan menangani komplain dari
pelanggan yang kemudian menjadi bahan evaluasi
untuk mengambil kebijakan oleh pihak managerial.
Selain itu CR juga melaksanakan aksi komunikasi
yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan garis
komunikasi dengan stakeholdernya, walaupun posisi
CR tidak berada pada level management inti atau
koalisi dominan yang memiliki wewenang besar dalam
mengambil keputusan.
Dalam struktur organisasi, CR yang menjadi
garda terdepan dalam mengevaluasi sikap dan opini
publik tidak termasuk dalam management inti
organiasai dan hanya menguasi hal-hal teknis semata.
Penempatan CR dalam organisasi dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor yang dominan adalah word
views para pemimpin puncak organisasi terhadap
CR itu sendiri. CR masih dianggap sebagai pemanis
dari sebuah pelayanan penjualan dan organiasi lebih
mengutamakan tingginya target penjualan daripada
sebuah hubungan komunikasi yang harmonis antara
organiasi dengan pelanggan.
Pada divisi CR kesemua pekerjanya adalah
perempuan, kebijakan ini muncul karena adanya
anggapan dari organisasi tentang pekerja perempuan
yang lebih komunikatif, sabar dalam menghadapi
keluhan, dan juga lebih ramah dan luwes dalam
berkomunikasi dengan konsumen dari pada pekerja
laki-laki.
Paling tinggi karir dari seorang CR adalah
2 Komunikasi personal dengan Aditya Marwiyadi Raharjo, manajer
marketing PT. Wahana Sumber Baru Nissan, 20 Mei 2012.
3 Komunikasi personal dengan Yudho Birowo. Senior Sales Representative PT. Astra Daihatsu Yogyakarta. 22 Mei 2012 dan Ajdie Nugraha
Sales Manager PT. Anugrah KAsih Putra (Honda). 22 Mei 2012.
58
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kordinator CR itu sendiri, jadi apabila ingin berkakrir
lebih tinggi misalkan sampai pada level manajer dan
kepala cabang, CRO harus pindah ke divisi lain
seperti ke divisi penjualan (sales) yang didominasi oleh
pekerja laki-laki.
Kebijakan organiasi lebih mengutamakan
pekerja laki-laki yang akan dipromosikan untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi, dan ini dirasa
sangat merugikan bagi para pekerja perempuan.
Organisasi memandang bahwa perempuan kurang
leksibel dalam hal waktu dan tenaga dari pada lakilaki. Hal tersebut diperburuk dengan kondisi budaya
Jawa pada umumnya dan Yogyakarta pada khususnya
yang menjadikan wanita adalah manusia nomer dua
setelah laki-laki.
Daftar Pustaka
Cutlip, S.M., Center, A.H., & G.M. Broom. 2006.
Efective Public Relations 7th ed. Englewood
Clifs, NJ: Prentice Hall.
Grunig, J. & T.Hunt, 1984. Managing Public Relations.
Dalam Ratih Puspa. Feminisasi dan Pelecehan
Profesi Berjender Feminin dalam Public Relations.
Surabaya: Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas
Airlannga.
Grunig J.E dan White J. 1992. he efect of worldview on
PR heory and Practice’ dalam J.E Grunig (ed).
Excelence in Public relations and Communications
Management. Hillsdale: Lawrence Erlbaum.
Kurnia, Novi dan Putra, I Gusti Ngurah. 2004.
Perempuan dalam Public Relations. Yogyakarta:
Jurnal Fisipol UGM.
Mackey, S. 2003. Changing Vistas in Public Relations
heory,” dalam Prism (1) 1, 2003, http://praxis.
massey.ac.nz/ileadmin/Praxis/Files/Journal_Files/
issue1/refereed_articles_paper 3.pdf. Dalam
Ratih Puspa. Feminisasi dan Pelecehan Profesi
Berjender Feminin dalam Public Relations.
Surabaya: Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas
Airlannga.
Ratih Puspa. 2005. Feminisasi dan Pelecehan Profesi
Berjender Feminin dalam Public Relations.
Surabaya: Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas
Airlannga.
Rea, J., “he Feminisation of Public Relations: What’s
in it for the Girls?,” dalam Australian andNew
Zealand Communication Association Conference
(Bond University Australia. Juli 2002).
Dalam Ratih Puspa. Feminisasi dan Pelecehan
Profesi Berjender Feminin dalam Public
59
Relations. Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas
Airlannga.2005.
Sadli, Saparinah. 2010. Berbeda Tapi Setara: Pemikiran
Kajian Tentang Perempuan. Jakarta : Kompas
Media Nusantara.
Smith, G., 2005. A Few Good Men: Gender Balance
in the Western Australia Public Relations
Industry,” dalam Dalam Ratih Puspa. Feminisasi dan
Pelecehan Profesi Berjender Feminin dalam
Public Relations. Jurnal Ilmu Komunikasi
Universitas Airlannga.
Wood, J.T. 2005. Gendered Lives: Communication,
Gender, & Culture , (Belmont, CA:
homsonWadsworth, 2005). Dalam Ratih
Puspa. Feminisasi dan Pelecehan Profesi
Berjender Feminin dalam Public Relations.
Subabaya: Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas
Airlannga..
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
60
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Peran Perempuan dalam Penanggulangan Pencemaran Sungai Ciliwung
Nurprapti Wahyu Widyastuti 1*)
ABSTRAK
Kualitas kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh latar belakang berbagai aspek yang dimiliki oleh masyarakat
yang bersangkutan, antara lain aspek kognitif, dan afekti. efektif Tujuan penelitian ini untuk mengeklporasi potensi
dibentuknya kelompok warga perempuan yang tinggal di ketiga lokasi bantar sungai sebagai kelompok terdepan
yang dapat membangun kesadaran tentang adanya persoalan pemcemaran sungai di lingkunan mereka yang harus
mereka pecahkan bersama. Kompleksnya masalah di bantaran sungai mengisyaratkan masyarakat luas bahwa
dengan memberdayakan kelompok perempuan yang hidup di bantaran sungai, merupakan cara yang efektif dalam
menanggulangi masalah kerusakan lingkungan berupa pencemaran sungai. Peneltian ini bersifat deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan di bantaran sungai memperlihatkan
fenomena yang banyak mengandung resiko karena warga masyatakat bantaran hidup dalam kondisi serba
keterbatasan hidup dibantaran ini, terdapat potensi kekuatan yang dimiliki oleh para perempuan bantaran dalam
mempertahankan keberlangsungan kehidupan dibantaran sungai.
Kata Kunci; Gender, pelestarian bantaran sungai, komunikasi pembangunan.
1. Pendahuluan
Pertambahan penduduk kota yang cepat yaitu
untuk DKI Jakarta sekitar 1,4% per tahun1 telah
menyita areal yang sebetulnya bukan sebagai tempat
pemukiman tempat tinggal, misalnya bantaran sungai/
kali menjadi tempat pemukiman penduduk.bantaran
kali yang seharusnya menjadi tempat penyangga dan
penahan luapan air,sudah berubah fungsi sebagai
tempat pemukiman penduduk yang padat. Pola
interaksi masyarakat yang tinggal di areal bantaran
sungai dengan sungai itu sendiri, sangat dipengaruhi
oleh kualitas kehidupan masyarakat tersebut.
Kualitas kehidupan masyarakat sangat
dipengaruhi oleh latar belakang berbagai aspek
yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan,
aspek-aspek tersebut antara lain aspek kognitif yaitu
menyangkut tingkat pengetahuan masyarakat yang
dapat dilihat dari cara pandang masyarakat terhadap
keberadaan dan fungsi sungai. Selain itu tingkat
pendidikan formal dan kemampuan ekonomi juga
mempengaruhi aspek ini. Aspek berikutnya yaitu
aspek efektif yaitu perasaan atau emosi yang dirasakan
masyarakat sepanjang berinteraksi dengan lingkungan
sungai, seperti perasaan nyaman, praktis, atau pun
perasaan takut atau cemas terhadap bahaya yang
mungkin akan timbul dari hasil berinteraksi dengan
sungai.
Kualitas dari aspek efektif ini sangat dipengaruhi
sekali oleh kualitas aspek yang pertama. Terakhir
yaitu aspek perilaku, tentunya aspek ini merupakan
wujud kongkrit atas pengaruh dari kedua aspek
sebelumnya. Perilaku mereka yang tinggal dibantaran
1
*)
sungai ciliwung dapat dilihat dari berbagai aktivitas
yang dilakukan masyarakat bantaran terhadap sungai
seperti mandi, mencuci dengan detergen, menggosok
gigi, melakukan MCK, dan juga membuang sampah
di sungai. Demikian pula dengan masyarakat yang
tinggal di ketiga lokasi bantaran sungai yang menjadi
lokasi sasaran penelitian program. Mereka memiliki
kualitas kehidupan yang rendah. Kondisi sosial
ekonomi mereka yang rendah, mempengaruhi pola
interaksi yang dibangun/dibentuk oleh masyarakat
terhadap sungai yang dijadikan oleh mereka sebagai
pilihan sumber kehidupan.
Penelitian dan pelaksanaan program ini
berusaha menggali akar permasalahan dari persoalan
pencemaran sungai yang dihubungkan dengan pola
interaksi masyarakat yang hidup dibantaran sungai,
dan menggali bernagai faktor yang merupakan
penyebab langsung dari pencemaran tersebut, serta
mengkaji sumber pencemaran lainnya yang mungkin
bukan merupakan penyebab langsung tetapi memberi
pengaruh yang besar terhadap timbulnya pencemaran
dan kerusakan lingkungan dan sungai.
Perspektif gender digunakan dengan pemikiran
bahwa selama ini persoalan lingkungan terutama
pencemaran sungai semakin parah. Dalam perspektif
peneliti, salah satu sumber penyebabnya adalah telah
terjadinya ketidakadilan gender dalam masyarakat
termasuk masyarakat bantaran sungai. Perempuan
yang sebetulnya memiliki potensi positif terhadap
pemeliharaan lingkungan dan sungai, justru kualitas
kehidupannya dinomorduakan oleh masyarakat.
Kondisi ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa pada
Dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
61
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dibentuknya kelompok warga perempuan yang
tinggal di ketiga lokasi bantar sungai sebagai
kelompok terdepan yang dapat membangun
kesadaran
tentang
adangya
persoalan
pemcemaran sungai di lingkunan mereka yang
harus mereka pecahkan bersama.
2. Melakukan ekplorasi atas potensi perempuan
yang hidup di ketiga lokasi sungai, dan
membangun program berdasarkan strategi
pemberdayaan perempuan yang akan dibangun
bersama warga dalam program ini.
3. Mendapatkan data dan melakukan analisis
sebagai salah satu referensi yang dapat
menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa
dengan memberdayakan kelompok perempuan
yang hidup di bantaran sungai, merupakan
cara yang efektif dalam menanggulangi masalah
kerusakan lingkungan berupa pencemaran
sungai
Dengan tujuan tersebut diatas, diharapkan hasil
penelitian dan program pembangunan berperspektif
gender ini mempunyai manfaat jangka panjang yang
diharapkan akan (1) memberi jalan keluar yang efektif
bagi permasalahan lingkungan yang berperspektif
gender, sehingga dapat diterapkan di lokasi lain
dengan permasalahan sejenis. (2) memberi masukan
bagi penyusun kebijakan pengembangan masyarakat
dan perbaikan lingkungan yang responsive terhadap
permasalahan masyarakat marginal di areal bantaran
sungai. (3) memberi masukan bagi penyusunan
kebijakan lingkungan yang sensitive terhadap gender
dan permasalahannya senagai salah satu penyebab
terjadinya kerusakan pada lingkungan. (4) memberi
masukan bagi penyusunan kebijakan pembangunan
yang efektif dengan mengedepankan pemberdayaan
perempuan sebagai subjek yang memiliki potensi
dalam memperbaiki kualitas lingkungan.
lokasi marginal yang merupakan kantung-kantung
kemiskinan lebih banyak perempuan yang hidup di
dalamnya., termasuk di ketiga lokasi bantaran sungai
yang menjadi sasaran program ini, jumlah penduduk
perempuan jauh lebih banyak dari penduduk laki-laki
dan mereka hidup dalam keterbatasan pengetahuan,
pendidikan formal yang rendah, serta keterbatasan
ekonomi dan keterbatasan berbagai aspek lainnya,
dengan kata lain merka hidup dalam kemiskinan.
Peran kelompok perempuan yang secara umum
sering kali di abaikan oleh masyarakat menyebabkan
kualitas perempuan sebagai sumber daya manusia
yang sebetulnya sangat efektif bagi pengembangan
kehidupan masyarakat dan lingkungan juga terabaikan.
Kelompok perempuan yang hidup diareal bantaran
merupakan kelompok masyarakat yang paling
dekat dengan sungai, karena rutinitasnya didalam
menjalankan dan mempertahankan kehidupan rumah
tangga. Sehingga mereka memiliki kejelian tersendiri
didalam mengidentikasi masalah pencemaran sungai
di lingkungan mereka. Selain itu potensi mereka yang
lebih berorientasi pada keberlangsungan (survival)
kehidupan anggota rumah tangga,membuat kelompok
perempuan di ketiga lokasi sasaran program ini
memiliki cara berpikir yang lebih optimis, konstruktif
dan berjangka panjang terhadap keberlangsungan
lingkungan dan masyarakat.
Melalui program ini peneliti dan pelaksana
program ingin memperlihatkan bahwa dengan
mengangkat dan meningkatkan potensi, seta
memberdayakan perempuan warga bantaran sungai
secara optimal dan berkelanjutan, maka masalah
pencemaran sungai dan lingkungan sekitarnya akan
mendapatkan titik terang, karena peneliti berkeyakinan
bahwa dengan meningkatkan kualitas sumber daya
perempuan, dalam hal ini kaum perempuan berarti
meningkatkan kualitas hubungan interaksi perempuan
dengan sungai sebagai kelompok masyarakat yang
palin dekat dengan lingkungan dan sungai itu sendiri.
Selain itu strategi ini juga dapat berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat bantaran
sungai secara keseluruhan melalui sosialisai yang akan
dikembangkan oleh kelompok perempuan karena
tentunya perempuan terbiasa melakukan kegiatan
sosialisasi dalam keluarga dan masyarakat sesusi
kapasitasnya. Dengan demikian program perbaikan
lingkungan ini juga turut memperjuangkan terciptanya
keadilan sosial yang berkeadilan gender. Berdasarkan
uraian di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai
berikut : “bagaimana peranan perempuan dalam
menjaga Kebersihan Sungai Ciliwung?”
Penelitian dan Program lingkungan yang
berperspektif gender ini bertujuan untuk :
1. Menggali informasi mendalam mengenai
kehidupan perempuan di bantaran sungai
ciliwung dan melakukan eksplorasi kemungkinan
2. Kerangka Pemikiran
2.1.
Komunikasi dan Perubahan Sosial
Studi tentang peranan komunikasi dalam
proses soaial banyak dikaitkan dengan asumsiasumsi bahwa perubahan sosial (social Change) dapat
disebabkan karena komunikasi. Para ahli umumnya
menitik beratkan perhatiannya pada studi tentang efek
komunikasi. Para pakar dari berbagai disiplin sangat
percaya bahwa komunikasi dapat merupakan suatu
kekuatan yang dapat digunakan secara sadar untuk
mempengruhi dan merubah perilaku masyarakat,
terutama dalam menerima gagasan-gagasan dan
teknologi baru.
Pada masa yang akan datang masalah difusi
dan inovasi terasa masih sangat urgent. Bukan
saja diharapkan masyarakat dapat menerima dan
62
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
menyebarkan inovasi pembangunan, tetapi juga
mampu berpartisipasi secara aktif dalam proses
perubahan sosial yang direncanakan. Partisipasi
masyarakat secara sadar, kritis, sukarela murni dan
bertnggung jawab memang sangat baik. “Baik”
bukan sekedar karena bahwa dengan demikian ada
kemungkinan biaya pembangunan menjadi murah,
“baik” karena memang sesuai dengan prinsip-prinsip
bangsa dan negara. Dengan demikian masalah
komunikasi pembangunan bukan hanya menyangkut
bagaimana melakukan transformasi ide dan pesan
melalui penyebarluasan informasi. Difusi dan inovasi
merupakan problem struktural. Artinya, penerimaan
dan penyebarluasan ide tersebut sangat tergantung
pada sifat atau karakteristik lapisan masyarakat
Beberapa asumsi yang mendasari kajian
perubahan sosial dimana komunikasi terlibat di
dalamnya antara lain karena :
1. Proses komunikasi menghasilkan perubahan
– perubahan pengertian. Hal itu bukan saja
terjadi secara indovodual, bahkan bisa bersifat
sistematik. Dalam hal ini komunikasi sebagai
proses pertukaran informasi diantara dua sistem
yang mengatur dirinya sendiri.
2. Pertukaran informmasi mempunyai tujuan
endidikan hiburan, persuasi dan sebagainya.
melalui proses inilah teori belajar sosial melihat
bahwa setiap manusia memiliki suatu sikap atau
nilai pandangan tertantu terhadap duanianya.
Sebaliknya dunia sekitarnyua mempengaruhi
persepsi kita.
3. Bahwa dalam proses komunikasi terjadi sosialisasi
nilai. Kegiatan komunikasi bisa dilihat dari
kedudukan fenomena dalam kehidupan sosial.
Komunikasi pada dasarnya membuat individu
menjadi bagian dari lingkungan sosial. Hubungan
yang terbentuk akibat informasi, jika mempunyai
pola akan disebut sebagai intruksi perantara
komunikasi.
2.2. Konsep Gender
Gender dalam stereotype yang muncul pada
umumnya merupakan sekumpulan nilai atau
ketentuan yang membedakan identitas sosial lakilaki dan perempuan, serta apa yang harus dilakukan
oleh perempuan dan apa yang harus dilakukan oleh
laki-laki baik dalam hal ekonomi, politik, sosial, dan
budaya dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat,
dan bangsa. Gender merupakan suatu cirri yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Nilainilai atau ketentuan gender tersebut dapat berbedabeda pada konteks tertentu. Selain itu, ketentuan
gender juga bisa berubah dari waktu ke waktu,
tergantung pada perubahan sosial yang terjadi dalam
63
masyarakat, oleh karenanya gender bersifat relative.12
Dari deinisi di atas dapat terlihat bahwa nilai
merupakan (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan
cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3)
melampaui situasi spesiik, (4) mengarahkan seleksi
atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan
kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan
derajat kepentingannya. Sehingga bisa disimpulkan
bahwa nilai ialah suatu keyakinan mengenai cara
bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan
individu, serta digunakan sebagai prinsip atau standar
dalam hidupnya. Pemahaman tentang nilai tidak
terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu
terbentuk, nilai disini merupakan representasi kognitif
dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal,
yaitu :
1. Kebutuhan individu sebagai organisme biologis.
2. Persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan
koordinasi interpersonal.
3. Tuntutan institusi sosial untuk mencapai
kesejahteraan kelompok dan kelangsungan
hidup kelompok.
Nilai berasal dari tuntutan manusia yang
universal sifatnya yang direleksikan juga dalam
kebutuhan organisme, motif sosial ( interaksi ),
dan tuntutan institusi sosial. Ketiga hal tersebut
membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu
yang diinginkan, dan sesuatu yang diinginkan itu
dapat timbul dari minat kolektif atau berdasarkan
prioritas pribadi atau individual bahkan mungkin
kedua-duanya. Nilai individu biasanya mengacu
pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan
oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai
tertentu atau melalui pengalaman pribadi yang unik.
Nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk
berubah, hal itu disebabkan karena nilai diperoleh
dengan cara terpisah yaitu dihasilkan oleh pengalaman
budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam
struktur psikologis individu.
Dalam kehidupan manusia, nilai berperan
sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku.
Nilai membimbing individu untuk memasuki
suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah
laku dalam situasi tersebut. Nilai menjadi kriteria
yang dipegang oleh individu dalam memilih dan
memutuskan sesuatu. Nilai memberi arah pada sikap,
keyakinan dan tingkah laku seseorang serta memberi
pedoman untuk memilih tingkah laku yang
diinginkan pada setiap individu. Oleh karenanya
nilai sangat berpengaruh pada tingkah laku sebagai
dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan,
sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan
faktor penentu dalam berbagai tingkah laku
sosial dan telah terbukti secara signiikan bahwa
perubahan nilai menyebabkan perubahan pula pada
21 Faqih, M., 1996, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial,
Pustaka Peljar, Yogyakarta.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
sikap dan tingkah laku individu dalam memilih serta
memutuskan suatu hal.
Masalah laki-laki dan perempuan menjadi
penting disini karena berdasarkan penelitian dari para
ahli, dapat dikatakan bahwa dimensi budaya diantara
keduanya akan mempengaruhi proses komunikasi
dan kehidupan bermasyarakat. Namun tetap saja
struktur budaya, kondisi psikologi perempuan,
dan interpretasi keagamaan masih merupakan
faktor-faktor penentu yang secara dialektik saling
tarik-menarik dalam membentuk pandangan,
keyakinan, dan kebiasaan dalam memposisikan
laki-laki dan perempuan baik didalam organisasi
maupun masyarakat. Kondisi tersebut menyebabkan
timbulnya berbagai bentuk manifestasi dalam
stereotype nilai genderisasi perempuan itu sendiri,
antara lain; marjinalisasi, Subordinasi, Kekerasan (
Violence ), dan Beban Kerja ( Double Burden )
Berikut ini akan dipaparkan bagan alur
pemikiran yang disajikan dalam rangka memahami
permasalahan perempuan di bantaran sungai Ciliwung.
Penelitian ini berusaha memberikan mengekslorasi
permasalahan mendasar dan gambaran kehidupan
yang terjadi di bantaran sungai Ciliwung. Dengan
bagan di bawah ini diharapkan akan terlihat dengan
jelas dasar pemikiran dan langkah-langah rencana
tindakan dalam action research ini. Dasar pemikiran
bahwa perempuan sebagai subyek riset adalah karena
perempuan seringkali sebagai ujung tombak dalam
lingkup masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga
dan lingkungan rumah tangga. Pemberdayaan
perempuan sebagai bagian yang strategis dalam
menagani kebersihan lingkungan rumah tangga
antara lain dapat dilakukan dengan mengoptimalkan
kemampuan kaum perempuan. Peningkatan
pengetahuan pada akhirnya akan berdampak pada
aspek afektif dan perubahan perilaku.
3.
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yaitu suatu
bentuk penelitian untuk mendeskripsikan fenomenafenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa
bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu
dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).
Penelitian ini dilaksanakan di 3 wilayah kritis
di Jakarta. Ketiga wilayah tersebut adalah, wilayah
pintu air bendungan hilir dan sekitarnya, kampong
koja kemayoran dan kampong pulo – jatinegara. Ketiga
wilayah ini merupakan langganan banjir tiap tahun.
Walaupun demikian, warga masih mersikukuh tinggal
di sepanjang bantaran sungai Ciliwung tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kasus. Sasaran Penelitian studi kasus yaitu
manusia/peristiwa/latar dll, sasaran-sasaran tersebut
ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai
dengan latar atau konteksnya masing-masing.
Membangun kesadaran dan meningkatkan
kemampuan kelompok perempuan sebagai subjek
yang menjalankan program perbaikan lingkungan
sendiri merupakan upaya pemberdayaan warga
masyarakatagar dapat berikir dan bertindak secara
objektif dan konstrutif terhadap lingkungan
mereka. Di dalam prosesnya upaya itu dilakukan
dengan menerapkan metodologi PRA (Partisipatory
Rural Apraisial) yang memiliki kekuatan didalam
menerapkan proses kaji tindak secara partisipatoris.
Pada intinya program kaji tindak dengan metode PRA
ini berusaha memecahkan persoalan di masyarakat
sesuai focus program dengan cara memberdayakan
masyarakat yang menjadi sasaran program. Dengn
asumsi apabila hal tersebut tercapai, tentunya
masyarakat akan menjadikan program dengan motivasi
dan kesadaran penuh. Selain itu proses program pun
akan tampak sangat bottom up dan aspiratif, serta
adatif di masyarakat. Hal ini dimasudkan untuk
menghindari tindakan program yang bersifat top down
yang justru tidak memberdayakan masyarakat dan
tidak menyelesaikan masalah.
Metode PRA ini terdiri dari beberapa
tehnik pelaksanaan, dan beberapa tehnik yang sudah
dijalankan program ini yaitu:
1. Teknik diskusi terbuka dan terarah yaitu peserta
diberi rangsangan permasalahan dan terbuka di
dalam mengomentarinya serta diarahkan untuk
lebih positif dan terfokus.
2. Teknik meta plan yaitu peserta menuliskan
pendapat, pandangan, atau ide-ide yang
berhubungan dengan program pada kertas-kertas
karton yang dipotong-potong kemudian hasiknya
di kelompok-kelompokan
3. Teknik pembahasan gambar yaitu peserta diberi
64
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
beberapa gambar lingkungan dan sungai yang
berperspektif gender, kemudian mendiskusikan
dan menuliskan semua komentarnya tentang
gambar tersebut.
4. Teknik membuat peta lingkungan yaitu peserta
diberi peralatan untuk membuat gambar lokasi
tempat tinggal dan lingkungannya sendiri. Dari
penerapan tehnik ini kelompok perempuan dapat
menuangkan semua pemikirannya mengenai
sumber-sumber pencemaran sungai di lingkungan
mereka.
5. Teknik menganalisa masalah dengan menggunakan
pohon masalah, kemudian memasukannya ke
dalam diagram pohon masalah. Sehingga dapat
terlihat perbedaan akar masalah, penyebab
langsung, dan penyebab tidak langsung, serta
kemungkinan dampak yang di timbulkan.
4. Hasil Penelitian dan Pelaksanaan Per-Tahapan
Program
4.1. Perempuan di Bantran Sungai Ciliwung
Kehidupan di bantaran sungai memperlihatkan fenomena yang banyak mengandung
resiko karena warga masyarakat bantaran hidup dalam
kondisi serba keterbatasan dan kemiskinan. Namun
dalam kondisi kesulitan dan serba keterbatasan
hidup dibantaran ini, terdapat potensi kekuatan
yang dimiliki oleh para perempuan bantaran dalam
mempertahankan keberlangsungan kehidupan di
bantaran sungai.
Ketimpangan dalam relasi sosial
telah menempatkan perempuan secara mayoritas pada
kehidupan marginal, termasuk pada area bantaran
sungai di tiga lokasi program ini. Sehingga dari hasil
tahap awal pelaksanan program ini memperlihatkan
bahwa masalah ketidakadilan gender tidak hanya
mengancam keselamatan kelompok perempuan yang
hidup di bantaran sungai sebagai kelompok yang
telah dikesampingkan oleh masyarakat, tetapi juga
mengancam keselamatan lingkungan dan sungai.
Padahal para perempuan yang hidup di bantaran
sungai memiliki kemampuan mengembangkan
budaya konstruktif terhadap lingkungan dan sungai
disebabkan cara berpikir mereka yang lebih berorientasi
pada keberlangsungan kehidupan. Hal ini terlihat
dari bagaimana mereka berjuang mempertahankan
keberlangsungan kehidupan rumah tangga, yang
berarti juga harus mempertahankan keberlangsungan
lingkungan yang mendukung kehidupan mereka.
Beban kehidupan yang begitu berat baik secara sosial
ekonomis maupun psikologis, justru membangkitkan
kekuatan para perempuan bantaran sungai ini di
dalam menghadapi persoalan mereka secara realistis.
Namun kemampuan para perempuan ini di dalam
mempertahankan dan memelihara kehidupan bantaran
65
sungai tidak dianggap sebagai sebuah kekuatan oleh
masyarakat, bahkan hanya dianggap sebagai kodrat
perempuan atau kodrat ibu rumah tangga.
Masyarakat bantaran sungai di tiga lokasi
program ini telah diperlihatkan pada kenyataan bahwa
keberlangsungan kehidupan rumah tangga mereka
berada pada kemampuan para perempuannya, antara
lain :
• Mampu bertindak strategis secara ekonomis
meskipun harus membanting tulang mengais
rejeki untuk mempertahankan dapur rumah
tangga mereka
• Mampu menjalankan peran yang bertumpuk baik
domestik/reproduktif, produktif, maupun sosial
meskipun sangat beresiko bagi kesehatan mereka.
• Memiliki kepedulian tinggi dan lebih
mengutamakan
keberlangsungan kehidupan
anggota rumah tangga.
• Mampu menghadapi dan memecahkan kesulitan
sosial ekonomis mereka secara realistis meskipun
hanya pada skala subsisten
• Memiliki kemampuan dalam mensosialisasikan
berbagai wawasan terhadap kehidupan keluarga.
Kehidupan di bantaran sungai adalah bukan
merupakan pilihan yang menyenangkan bagi mereka.
Berbagai kondisi keterbatasan melatarbelakangi
kepurusan bagi mereka untuk tinggal di bantaran
sungai. Berbagai hambatan yang dihadapi kelompok
perempuan bantaran sungai yaitu :
• Tingkat pendidikan rendah
• Pengetahuan dan wawasan tentang lingkungan
dan sungai rendah
• Fasilitas perbaikan kesehatan perempuan bantaran
belum memadai
• Akses terhadap peningkatan berbagai informasi
rendah
• Lingkungan sosial belum mengakui kemampuan
perempuan bantaran
• Keikutsertaan perempuan bantaran dalam
aktivitas sosial masih rendah
Hal yang bisa dilakukan pada kelompok
perempuan di bantaran sungai Ciliwung dapat dimulai
dengan pemberikan pengetahuan akan kehidupan
dengan standar minimun, menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya standar hidup minimum. Dengan
langkah awal tersebut lambat laun akan terbentuk
budaya hidup sehat. Disinilah peran advokasi dan
pendampingan kelompok perempuan di bantaran
sungai Ciliwung menjadi sangat penting.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Tahap Indentiikasi Masalah Bersama Kelompok Perempaun Bantaran Sungai
HASIL PERTEMUAN TAHAP IDENTIFIKASI MASALAH
BERSAMA KELOMPOK PEREMPUAN
NO
1
Hasil ideniikasi terhadap sumber pencemaran sungai
di wilayah Benhil berdasarkan skala prioritas sumber
pencemaran :
 Alasan warga inggal menetap di bantaran sungai
Benhil:
Data pada kategori ini menunjukkan bahwa memang
sejak dulu belum ada pengaturan wilayah bagi
pemukiman yang layak dan aman bagi keselamatan
masyarakat dan lingkungan di Jakarta.
MASALAH
⇒
⇒
⇒
⇒
 Pandangan warga terhadap keberadaan sungai:
Data pada kategori ini menunjukkan bahwa
pengetahuan warga akan fungsi sungai yang
sebenarnya sangat rendah.
 Perilaku warga terhadap sungai :
Data pada kategori ini menunjukkan bahwa kesadaran
warga untuk mencegah pencemaran sungai sangat
rendah.
 Masalah sampah dari pasar Pintu Air:
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
 Fasilitas penampungan sampah :
⇒
⇒
⇒
⇒
 Masalah Limbah MCK :
 Masalah sampah kiriman yang menumpuk dan
menyebar seperi lautan sampah di mulut pintu air
Benhil karena datang dari beberapa sumber yaitu :
 Peraturan mengenai lingkungan :
 Fasilitas pelayanan sosial :
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
⇒
 Hasil-hasil peneliian yang pernah dilakukan :
⇒
Warga Bantaran Tanggul : menyatakan bahwa bangunan gubuk mereka sudah lama berdiri
yaitu sudah lebih dari 15 tahun. Berawal dari ajakan teman yang sudah lebih dulu inggal di
areal bantaran ini, maka lama kelamaan warga yang membangun gubuk di areal tanggul ini
semakin banyak. Tinggal di areal ini terpaksa karena idak sanggup membayar kontrakan
dan menjalani hidup secara layak, selain itu dirasakan lebih aman dan nyaman. Meskipun
ancaman untuk di gusur oleh pemda selalu datang. Disamping itu warga yang mayoritas
bekerja sebagai pemulung, mudah mencari tempat-tempat penumpukkan sampah plasik,
termasuk sampah yang menumpuk di mulut pintu air Benhil. Jumlah warga perempuan jauh
lebih banyak daripada laki-laki. Perbandingan jumlah tersebut mencapai 5:1. Dari hasil bekerja
sebagai pemulung, pengamen, dan pengemis, penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk
menutupi kebutuhan sehari-hari. Sehingga masalah peningkatan kualitas diri dan lingkungan
tempat inggal idak menjadi prioritas warga bantaran Tanggul. Daerah asal dari warga
yang inggal di areal ini yaitu hampir 80% berasal dari daerah pantura seperi Tegal, Brebes,
Indramayu, dan sebagainya, dan 20% berasal dari Madura.
Warga Bantaran Kebon Melai : menyatakan bahwa mereka inggal di areal bantaran ini ratarata sudah di atas 25 tahun. Dulunya areal bantaran Kebon Melai masih bersih dan nyaman,
penduduk belum terlalu padat. Sungai Benhil 20 tahun yang lalu masih bening, warga banyak
memancing ikan. 10 tahun berikutnya masih lumayan bening tetapi sudah mulai tercemar oleh
sampah kiriman dan sampah dari warga setempat. Tetapi sekarang lingkungan di Kebon Melai
semakin rusak, sungai semakin kotor, pencemaran semakin inggi. Meskipun begitu warga
tetap bertahan, karena areal ini sangat strategis, kemana-mana dekat sangat mengirit ongkos.
Mencari alternaif penghasilan juga mudah, misalnya dengan berjualan kue di pasar tanah
abang, menjadi buruh2 kasar di pasar Tanah Abang, terima orderan konveksi, dsb. Apabila
warga pindah ke tempat lain belum tentu bisa bertahan hidup karena sulitnya memperoleh
penghasilan. Daerah asal dari warga yang inggal di daerah ini adalah 70% dari Jawa Barat
seperi Serang, Pandeglang, Cianjur, Bogor, dan sisanya 30% dari daerah-daerah yang ada di
Jawa Tengah. Perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki-laki idak terlalu mencolok
yaitu sekitar 3:1.
Warga Bantaran Pasar Pintu Air :
Menyatakan bahwa mereka inggal dan berjualan di bantaran pasar Pintu Air rata-rata sudah
lebih dari 15 tahun. Warga betah inggal di areal tersebut karena merasa prakis dan bisa lebih
mengirit biaya hidup yaitu rumah bisa sekaligus dijadikan tempat berjualan. Usaha berjualan
mereka hanya dalam skala kecil. Sulit bagi mereka untuk mengembangkan usaha lebih baik dan
teratur. Keterbatasan modal usaha, ketrampilan menjalankan usaha, serta pengetahuan yang
dimiliki menjadi kendala utama. Sebagian besar dari mereka banyak terikat oleh rentenir dan
permainan judi. Sehingga hasil penjualan idak bisa digunakan untuk pengembangan usaha
lebih lanjut. Warga bantaran pasar Pintu Air ini sebagian besar berasal dari Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur. Perbandingan jumlah warga perempuan dan laki-laki sekitar 3:1.
Sungai Benhil adalah tempat melakukan berbagai akivitas rumah tangga warga bantaran
secara keseluruhan, karena menurut mereka memang fungsi sungai adalah untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Sayangnya sungai Benhil sekarang sudah sangat tercemar,
sehingga kebutuhan tersebut idak dapat terpenuhi.
Sungai Benhil adalah tempat mencari sampah plasik yang dapat dikumpulkan untuk kemudian
dijual
Sungai Benhil merupakan saluran limbah rumah tangga
Sungai Benhil tempat bersantai warga dan bermain anak-anak
Warga membuang air besar dan kecil di sungai karena dirasakan lebih prakis, grais, dan idak
perlu mengantri.
Kalau idak ketahuan petugas pintu air, warga membuang sampah ke sungai, namun menurut
warga dibanding sampah rumah tangga, sampah pasar dan sampah kiriman jauh lebih banyak.
Kalau air sungai agak bersih (musim hujan), warga mandi dan mencuci di sungai.
Sungai Benhil juga merupakan tempat berenang anak-anak, idak peduli saat air sedang hitam,
kotor, dan bau.
Warga bantaran pasar Pintu Air idak memiliki tempat penampungan sampah yang memadai
dan alat pengangkutan sampah yang datang secara ruin, sehingga sampah pasar yang sudah
menggunung ditumpahkannya pula ke sungai Benhil.
Di lingkungan pemukiman warga idak terdapat tempat penampungan sampah, baik di depandepan rumah maupun di tempat-tempat umum.
Alat pengangkutnya seperi gerobak, kurang memadai.
Warga idak mampu memusyawarahkan masalah pengadaan tempat penampungan sampah ini
untuk mendapatkan jalan keluarnya.
Jumlah penduduk yang begitu padat dan inggal berdempetan di areal bantaran ini
menyebabkan idak adanya lahan bagi warga untuk membangun sepic tank pribadi. Sedangkan
sepic tank masal hanya ada untuk warga Kebon Melai yang disebut dengan kopro, tetapi
limbahnya dialirkan ke sungai juga. Limbah dari MCK umum dialiirkan juga ke sungai. Pada
malam hari warga lebih suka membuang air besar dan kecil secara langsung di sungai karena
lebih prakis, grais dan idak perlu antri.
Sampah kiriman yang berasal dari kereta yang lewat, seringkali dibuang berkarung-karung.
Sampah dari pasar Manggarai
Sampah dari bangunan gubuk yang ada dikolong jembatan lampu merah Karet-Benhil.
Sampah dari pasar Kali Mai dekat Rusun Karet.
Selama ini idak ada peraturan baik di ingkat RT, RW, dan kelurahan yang mengatur tata terib
tentang pemeliharaan lingkungan dan sungai, termasuk larangan mencemari sungai secara
tegas, justru larangan datangnya dari petugas pintu air itu pun idak terlalu tegas. Sehingga
warga menganggap idak ada masalah dengan berindak apa pun terhadap sungai.
Sosialisasi peraturan pemerintah tentang lingkungan dan permasalahannya, idak pernah
sampai di masyarakat bantaran, bahkan warga idak pernah mendengar adanya UU yang
mengatur masalah lingkungan.
Warga juga mengeluhkan bahwa mereka melihat antar instansi pemerintah seolah idak
ada kerjasama yang saling terkait, misal antar pemda dengan KLH. Perda-perda yang ada
sebagian hanya mengatur masalah keteriban PSK (pekerja seks komersial) saja, perda tentang
pemeliharaan lingkungan dan sungai idak terdengar oleh warga.
Tidak ada fasilitas pelayanan sosial yang berfungsi memberi masukan dan membantu
masyarakat memecahkan persoalan pencemaran lingkungan termasuk masalah pencemaran
sungai.
Pelayanan kesehatan masyarakat kurang memadai dan idak menyentuh masyarakat sampai ke
lapisan bawah, serta kurang berfungsi meningkatkan pengetahuan masyarakat soal kesehatan,
dampak pencemaran lingkungan terhadap kesehatan, dan masalah sanitasi lingkungan.
Warga mengeluhkan bahwa beberapa universitas telah melakukan peneliian tentang
kondisi lingkungan di areal bantaran Benhil dan sekitarnya, termasuk masalah dampak dari
pencemaran lingkungan. Namun prosesnya idak pernah melibatkan masyarakat dan hasilnya
idak pernah disampaikan apalagi diaplikasikan untuk perbaikan masalah lingkungan dan
masayarakat bantaran Benhil.
66
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
67
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Tahap Penyusunan Rencana Kerja Besama Kelompok Perempuan Bantaran Sungai
OUT PUT TAHAP PENYUSUNAN RENCANA KERJA BERSAMA KELOMPOK PEREMPUAN DI LOKASI PROGRAM
DENGAN SKALA PRIORITAS MASALAH
NO
1
2
3
4
5
6
7
PRIORITAS
MASALAH UMUM DI TIGA
LOKASI PROGRAM
Masalah limbah MCK yang langsung
dialirkan ke sungai
Sampah dari pasar yang ditumpuk sampai
menggunung, kemudian ditumpahkan
ke sungai benhil karena tidak ada mobil
pengangkut sampah yang datang
Limbah kopro (septic tank masal)
yang langsung disalurkan ke sungai
Masalah sampah kiriman yang sulit
dicegah
yaitu dari sumber terdekat :
 Sampah dari kereta yang
lewat,seringkali berkarung-karung
 Sampah dari gubuk2 yang ada
di kolong jembatan lampu merah
Karet.
 Sampah dari pasar Kali Mati dekat
rusun Karet
 Sampah dari pasar Manggarai.
Limbah oli dan bensin dari bengkelbengkel angkot
Warga berharap antar instansi pemerintah
yang terkait saling bekerjasama tidak
berjalan sendiri2 mis ; antar KLH dengan
Pemda. Perda-perda mengapa tidak
menekankan masalah pemeliharaan
lingkungan dan pencemaran sungai
Sampah warga yang telah diangkut
dengan gerobak, akhirnya dibuang
juga ke sungai Ciliwung oleh tukang
sampah
Gaji dan kesejahteraan tukang
sampah yang belum layak
8
Limbah dua buah pabrik tahu yang ada di
dalam kampung
9
Limbah Rumah Sakit Hermina dan usaha
kerajinan batik, serta beberapa usaha
bengkel
LANGKAH KEGIATAN
Penyampaian usulan untuk membahas masalah limbah
MCK dan kemungkinan pembangunan septic tank.
Usulan ini disampaikan kepada tingkat RT dan RW
secara bertahap
 Memberi penyadaran kepada pihak pasar untuk
tidak membuang sampah ke sungai, menyediakan
penampungan dan pengangkutan sampai yang
memadai
 Mengadakan pelatihan untuk mengatasi limbah
pasar
Menyampaikan usulan pembahasan tentang limbah
kopro kepada RT dan RW
Menyusun masukan secara tertulis untuk diberikan
kepada setiap pihak yang bersangkutan berupa
penyadaran untuk tidak mencemari sungai dengan
limbahnya
Menyusun jadwal untuk mendatangi masingmasing pihak yang bersangkutan, untuk
membahas secara langsung masalah sampah
yang mereka buang ke sungai
Mengajukan usulan kepada pemerintah agar
sepanjang pinggiran sungai diberi pagar dan
turab yang kuat, di pasang pengumuman untuk
tidak mencemari sungai, areal bantaran ditanami
tubuhan yang bermanfaat, dan menetapkan
petugas penjaga kebersihan sungai, serta
memberi sangsi yang tegas bagi pelaku
pelanggaran
Memberi penyadaran kepada para pemilik bengkel
untuk tidak membuang limbahnya ke sungai
Penyampaian usulan untuk penyusunan
perda tentang pemeliharaan lingkungan dan
pencegahan, serta penanggulangan pencemaran
sungai
 Memberi penyadaran kepada para tukang sampah
untuk tidak membuang sampah dari gerobaknya
ke sungai
 Membantu para tukang sampah agar mendapat
kemudahan untuk membuang sampah ke
penampungan di depan Santa Maria, karena jalan
sangat menanjak
 Membahas masalah peningkatan gaji para tukang
sampah, usulan sementara yaitu Rp 1000,-/
minggu per rumah tangga
 Memberi masukan kepada pihak pabrik tahu
untuk membuat sistem pengolahan limbah tahu
 Mengadakan pelatihan untuk menggunakan air
yang bersih dan sehat bagi pembuatan tahu, dan
cara mengatasi limbah tahu
 Memberi masukan kepada RS Hermina dan usaha
kerajinan batik untuk membuat sistem pengolahan
limbah sendiri
 Mengadakan pelatihan pengolahan limbah bagi
para pengrajin batik
68
PEMECAHAN YANG DIHARAPKAN
 Diterimanya usulan dari kelompok perempuan
untuk membahas masalah limbah MCK di
tingkat RT dan RW
 Diperolehnya hasil kesepakatan tentang cara
mengatasi limbah MCK secara bertahap
 Terwujudnya model pembangunan septitenk
bagi warga bantaran
Diterimanya masukan tersebut dan pihak pasar
bersedia membahasnya
Meningkatnya kesadaran pihak pasar pintu
air untuk tidak membuang sampah ke sungai
dan menyediakan penampungan sampah dan
pengangkutnya secara memadai
 Diterimanya dan dibahasnya usulan tersebut
di tingkat RT dan RW
 Terwujudnya pemecahan masalah limbah
kopro
 Tersusunnya berbagai masukan secara tertulis
untuk disampaikan kepada pihak-pihak yang
telah memberi sumbangan sampah, untuk
tidak mencemari sungai dengan membuang
sampah ke sungai
 Tersusunnya jadwal dan terlaksananya
pertemuan dengan pihak-pihak yang
bersangkutan untuk membahas masalah
sampah kiriman ke sungai
 Diperoleh jalan keluar oleh berbagai pihak
tersebut untuk tidak membuang/mengirim
sampah ke sungai
 Terwujudnya berbagai usulan dari kelompok
perempuan kepada pemerintah yaitu :
memagari dan membangun turab sepanjang
pinggir sungai,menanami areal bantaran
dengan tanaman bermanfaat, menetapkan
petugas penjaga kebersihan, dan tegas
terhadap pelaku pencemaran
Diterimanya masukan dan pihak pemilik
bengkel dapat mengurangi tindakan untuk tidak
mencemari sungai dengan limbah bengkel
Tersusunnya beberapa usulan warga untuk
perda tentang pemeliharaan lingkungan,
dan pencegahan, serta penanggulangan
pencemaran sungai
Usulan diproses oleh Pemda
Usulan diterima oleh Pemda, dan perda
tersebut disusun secara aspiratif
Menguatnya kesadaran para tukang
sampah untuk tidak membuang sampah dari
gerobaknya ke sungai
Diperoleh jalan keluar bagi para tukang
sampah untuk dapat membuang sampahnya
ke penampungan di depan Santa Maria
Terwujudnya peningkatan gaji para tukang
sampah
 Diterimanya masukan dan meningkatnya
kesadaran pihak pabrik tahu untuk tidak
membuang limbah ke sungai
 Meningkatnya kemampuan pihak pabrik tahu
dalam mengatasi masalah limbah pembuatan
tahu
 Diterimanya masukan dan meningkatnya
kesadaran RS Hermina dan usaha kerajinan
batik untuk tidak membuang limbah ke sungai
 Meningkatnya kemampuan pihak usaha
kerajinan batik dalam mengatasi masalah
limbahnya
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
5. Simpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Kehidupan di bantaran sungai memperlihatkan
fenomena yang banyak mengandung resiko karen
warga masyatakat bantaran hidup dalam kondisi serba
keterbatasan hidup dibantaran ini, terdapat potensi
kekutan yang dimiliki oleh para perempuan bantaran
dalam mempertahankan keberlangsungan kehidupan
dibantaran sungai.
Masalah
ketidakadilan
gender
telah
menempatkan perempuan secara mayoritas pada
kehidupan marginal, termasuk pada area bantara
sungai di tiga lokasi program ini. Sehingga dari
tahap awal pelaksanan program ini memperlihatkan
bahwa masalah ketidakadilan gender tindak hanya
mengncam keselamatan kelompok perempuan yang
hidup di bantaran sungai sebagai kelompok yang
telah dikesampingkan oleh masyarakat, tetapi juga
mengancam keselamatan lingkungan dan sungai.
Padahal para perempuan yang hidup
di bantaran sungai memiliki kemampuan
mengembangkan budaya konstruktif terhadap
lingkungan dan sungai disebabkan cara berpikir
mereka yang lebih berorienrasi pada keberlangsingan
kehidupan. Hal ini terlihat dari bagaimana mereka
berjuang
mempertahankan
keberlangsungan
kehidupan rumah tangga, yang berarti juga harus
mempertahankan keberlangsungan lingkungan yang
mendukung kehidupan mereka. Beban kehidupan
yang begitu berat baik secara sosial ekonomis maupun
psikologis, justru membangkitkan para perempuan
bantaran sungai ini dalam menghadapi persoalan
mereka secara realistis. Namun kemampuan para
perempuan ini alam mempertahankan dan memelihara
kehidupan bantaran sungai tidak dianggap sebgai
sebuah kekuatan oleh masyarakat bantaran, bahkan
hanya dianggap sebagai kodrat perempuan atau kodrat
ibu ruimah tangga.
Cara pandang yang meremehkan potensi
perempuan seperti itu sekaligus memberi dampak
yang destruktif terhadap keberlangsungan lingkungan.
Implementasi program ini secara berkelanjutan akan
memperlihatkan bahwa dengan memberdayakan
kelompok perempuan bantaran sungai secara optimal
merupakan cara yang efektif didalam memecahkan
persoalan pencemaran sungai, karena berarti
telah memberdayakan kelompok yang memiliki
kemampuan mempertahankan kehidupan rumah
tangga, masyarakat, lingkungan dan sungai.
Masyarakat bantaran sungai di tiga lokasi
program ini telah diperlihatkan pada kenyataan bahwa
keberlangsungan kehidupan rumah tangga mereka
berada pada kemapuan para perempuannya, antara
lain:
1. Mampu bertindak strategis secara ekonomis
meskipun harus membanting tulang mengais
69
2.
3.
4.
5.
6.
rezeki untuk mempertahankan dapur rumah
tangga mereka
Mampu menjalankan peran yang bertumpuk baik
domesrik/reproduktif, produktif, maupun sosial
meskipun sangat beresiko bagi kesehatan mereka
Memiliki kepedulian tinggi dan lebih
mengutamakan keberlangsungan kehidupan
anggota rumah tangga
Mampu menghadapi dan memecahkan kesulitan
sosial ekonomis merekka secara realistis meskipun
hanya pada skala subsisten
Memiliki orientasi berikir yang berjangka panjang
terhadap masalah yang berhubungan dengan
perbaikan kualitas kehidupan rumah tangga
Memiliki kemampuan dalam mensosialisasikan
berbagai wawasan terhadap kehidupan keluarga
Kelompok perempuan bantaran dan masalah
pemecahan sungai
Pada pelaksanaan program tahap awal ini,
kelompok perempuan bantaran sungai yang terbentuk
telah membuktikan bahwa:
1. Mereka mampu bersikap terbuka untuk
bekerjasama dalam memecahkan persoalan
pencemaran sungai di lingkungan.
2. Mampu bersikap optimis di dalam mengahdapi
persoalan pencemaran sungai karena terbiasa
memecahkan persoalan rumah tangga dalam
kesehariannya. Sementara sikap ini tidak terlihat
pada kelompok laki-laki bantaran, bahkan
kecenderungan yang muncul adalah sikap pesimis.
3. Mampu melakukan pemetaan/indentiikasi
masalah terhadap sumber-sumber masalah
pencemaran sungai di lingkungan mereka sendiri
secara menyeluruh, meskipun harus melalui
proses yang cukup panjang.
4. Mampu menyusun rencana kerja bersama yang
akan dilaksanakan secara byata dalam usaha
memecahkan persoalan pencemaran sungai di
lingkungan mereka.
5. Mampu berkomitmen meningkatkan klekuatan
kelompok mereka meskipun harus menghadapi
kendala lingkungan social yang masiih meragukan
kemampuan mereka.
5.2 Saran
Hasil penelitian dan pelaksanaa program
lingkungan berperspektif gender pada tahap awal ini
dapat memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
program
lingkungan
yang
berperspektif gender telah member masukan
bagi jalan keluar yang efektif dalam menghadapi
pemasalahan lingkungan berupa pencemaran
sungai dengan memberdayakan kelompok
perempuan bantaran sungai secara optimal sebagai
kelompok terdekat dengan sungai, sehingga dapat
menjadi alternative untuk diterapkan di lokasi
lain dengan permasalahan tidak jauh beda.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
2. Penyusunan kebijakan perbaikan lingkungan dan
pencemaran sungai harus merespon permasalahan
masyarakat marginal di areal bantaran sungai.
Permasalahan utama mereka yaitu rendahnya
pengetahuan dan wawasan terhadap masalah
lingkungan dan sungai sreta adanya ketidakadilan
gender, yang membuat jalannyaproses kehidupan
di bantaran sungai menjadi tidak efektif dan
konstruktif.
3. Penyusunan kebijakan lingkugan harus sensitive
terhadap ketimp[angan relasi gender dan
permasalahannya sebagai salah satu factor yang
memperparah kerusakan pada lingkungan.
Penuyusunan
kebijakan
pembangunan
lingkungan yang efektif harus mengedepankan
pemberdayaan perempuan sebagai subjek yang
memiliki kedekatan dengan lingkungan sekaligus
memiliki potensi dan orientasi terhadi.
Dengan Perspektif Gender. Yogyakarta :
Solidaritas Bcrsama Percmpuan, p:13.
Miller, Catherine, Organizational Communication :
Approach and Processes hird Edition. p:121.
N.T. Feather, ( 1994 ), Values and Culture. Dalam
Lonner, Walter J; Malpass, Roy S. ( ed ),
Psychology and Culture. Massachusetts : Allyn
& Bacon.
S.H. Schwartz, ( 1994 ), Are here Universal Aspects
in he Structure and Content of Human
Values ?, Journal of Social Issues.
Sendjaja, Sasa dkk, 2001, Pengantar Komunikasi.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Smith, Greg, (2005) p:5, Comentary : A Few
Good Men : Gender Balance in he Western
Australian Public Relations Industry.
Prism 3, at http://praxis.massey.ac.n7..
Sukmadinata, (2006:72), Metode Penelitian dalam
Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.
Syamsuddin, Metode Penelitian Pendidikan
Bahasa. Bandung. : Remaja Rosdakarya.
Wallace, Tina, 1991, Changing Perceptions : Writing
on Gender and Development.
Wayne Pace, R and Don F, Faules, Editor :Deddy
Mulyana, Komunikasi Organisasi: Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan.
Weiman, J.M. Scale, ( 1977 & 1989 ), Communication
Competence. Spitzberg and Cupach’s, Relational
Model.
Winston, Tellis, 1997, Introduction to Case Study, the
Qualitative Report. Volume 3, Number 2, July.
Yin, Robert K, 1984, Case Study Research :
Design and Methode. ( Beverly Hills : Sage
Publication ).
Yudhistyra Garna.K, (1999), Sosiologi, Teori &
Konsep. PPS UNPAD : Bandung.
Yuwono, Sri Lcstari, 2001, ”Konsep Gender”,
Sosialisasi Gender Bagi Praktisi Muda Film
dan TV, Hotel Menara Peninsula, 17 Oktober
2001.
Daftar Pustaka
A. Furchan, (2004:447), Penganlar Pcnelitian dalam
Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Beard. Mike, 2001.
Bungin. Burhan, 1997, Analisis Data Penclitian
Kualitatif:
Pemahaman
Filosois
dan
Metodologis ke Arab Penguasaan Model Aplikasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar 1997.
Bungin. Burhan. 2001. Metodologi Penclitian Sosial,
Format-format Kualitatif dan Kuantitalif
Surabaya : Universitas Airlangga Press.
C.K Eichhorn, 2007, Cognitive Communication
Competence Within Public Relations
Practitioners : Examining Gender
Differences Between Technicians and
Managers, Public Relations Review 33.
Djuarsa Sendjaja, Sasa dkk. Pengantar Komunikasi.
Jakarta : Univcrsitas Terbuka, 2001.
Efendy, Onong Lchjana. limit Komunikasi Teori
dan Praktek. ( Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992).
Heylin, Angela, Klat Sukses Komunikasi: Langkahlangkah Praklis Untuk Berhasil Dalam
Mclakukan Presenlasi Persuasi. Alih Bahasa
: Sanudi Hendra, Pencrbit : Mitra Utama
Jakarta.
Janusik, Ann Laura, 2004, The Relationship
Between Conversational Listening Span
and Perceive Communicative Competence.
Dissertation Faculty of the Graduate School of
the University of Maryland, College Park.
Leong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
M, Rokeach, ( 1973 ), he Nature of Human Values.
New York: he Free Press.
Mansour, Fakih, 1996, Menggeser Konsepsi Gender
dan Transformasi Sosial. Pustaka Peljar:
Yogyakarta.
Mansour, Fakih, 1997, Merekonstruksi Realitas
Sumber Lain:
Kagavva, Andreas Ananto, 2006, Bentuk Karakteristik
dalam Pekerjaan Wanita dan Laki-laki. SWA
Magazine. 2 Nov 2006
Lestari Yuvvono, Sri, Konsep Gender Dalam
Sosialisasi Gender Bagi Praktisi Muda Film
dan TV. Downloaded at http://www,
gooale/’gender, com.
Sukanta, Putu Oka, 2001, Dehumanisasi Sistematik
dalam Struktur Budaya. Kompas, 16 April
2001
T. Ihromi, (1997). Wanita dan Perubahan
Kebudayaan, Isu-isu Wanita dalam Pengkajian
Antropologi
Budaya.
(Makalah
dalam
Widyakarya Nasional Antropologi dan
Pembangunan), Jakarta.
70
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Quo Vadis Pengarusutamaan Gender:
Representasi Kebijakan Pemerintah dan Realitas Sosial Masyarakat Banten
Neka Fitriyah1*)
Abstrak
Pengarusutamaan gender ditujukan agar semua program pembangunan dapat dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesempatan dan akses perempuan terhadap program pembangunan, dengan adanya kendali
dan manfaat untuk perempuan. Hal ini menjadi lebih penting karena dilaksanakannya otonomi daerah, maka
tantangan dan peluangnya juga makin besar Makalah ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan implementasi
pengarusutamaan gender dalam kebijakan pemerintah (2) mengungkap berbagai kendala dalam implementasi
pengarusutamaan gender dalam kebijakan yang sudah ada. Hasil analisis makalah ini menggambarkan bahwa
pengarus utamaan gender merupakan program yang dibuat oleh pemerintah dalam upaya penghapusan diskriminasi
dan kesetaraaan gender. Masih banyak dijumpai faktor sosial budaya yang membatasi kebijakan pengarusutamaan
gender di dalam pembangunan, baik yang berasal dari norma-norma yang terdapat di dalam masyarakat, maupun
di dalam kondisi keluarga/rumah tangga. Oleh karena itu kebijaksanaan penyeragaman pembangunan merupakan
suatu tindakan yang tidak efektif dan eisien dalam upaya penyetaraan gender. Persoalan gender persoalan yang
spesiik dan membutuhkan penanganan yang bervariatif. Pengarus utamaan gender salah satu upaya pemerintah
Provinsi Banten dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Kata kunci: Pengarus Utamaan Gender, Realitas Sosial Budaya.
1. Pendahuluan
Mempersoalkan perempuan dan persoalan
perempuan, serta pengarus utamaan gender
merupakan pembicaraan yang menarik, terus dibahas,
terus disikapi dan terus diperbincangkan. Bukan hanya
bagi kaum perempuan, tetapi perbincangan ini dalam
perkembangannya diikuti juga oleh kaum laki-laki.
Kaum perempuan memang harus terus berjuang keras
dalam menghapus ketimpangan yang dialaminya,
dengan harapan diskriminasi yang menimpa
perempuan perlahan akan terkikis. Harapannya,
jangan sampai pula keterlibatan kaum laki-laki dalam
persoalan perempuan yang disambut antusias, justru
diam-diam hanya untuk melanggengkan otoritasnya
terhadap perempuan.
Menyikapi realitas perempuan yang makin
mengemuka, bahwa persoalan perempuan dinilai
makin kompleks, makin rumit dan merugikan laju
pertumbuhan pembangunan. Maka dewasa ini,
workshop, pelatihan, seminar dan diskusi tentang
keperempuan pun makin semarak diselenggarakan.
Harapannya memang, bagaimana wacana dan
persoalan ketimpangan perempuan dikaji dalam
ruang-ruang research sehingga ditemukan strategi
pemberdayaan perempuan yang dapat mengikis
ketimpangan dan dapat dijadikan rekomdasi pada
pihak terkait. Salah satu strategi dalam menghapus
diskriminasi terhadap perempuan adalah dengan
program pengarus utamaan gender.
Fenomena lain yang dapat
ditarik dari
workshop atau seminar tentang keperempuanan
adalah; bahwa pemerintah sudah tidak sanggup
1 *) Dosen di Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta, Banten.
71
sendiri lagi dalam merumuskan, merencanakan,
dan merancang program-program keperempuan.
Realitasnya, pemerintah mulai menggandeng kaum
akademis untuk membicarakan dan mendiskusikan
secara ilmiah agar bagaimana program yang dibuat
berbasiskan scientiic research, sehingga kemudian
dapat dirumuskan program strategis yang tepat
sasaran. Idealnya tentu, ada sinkronisasi dan hubungan
harmonis antara pemerintah, kaum akademisi dan
masyarakat. Setidaknya, fenomena ini harus disambut
gembira, karena akan ada banyak manfaat yang bisa
diambil baik oleh pemerintah, akademisi maupun
masyarakat lebih khusus kaum perempuan.
Terlepas dari dugaan diatas, salah satu persoalan
yang didiskusikan dan menjadi keprihatinan dalam
makalah ini adalah perlakuan yang tidak proporsional
yang dialami kaum perempuan. Kaum perempuan
selalu menjadi korban yang mengalami nasib paling
parah. Selain karena keberadaan kaum perempuan
tidak diperhitungkan ketika kebijakan pembangunan
dirancang, juga akibat telah mengakarnya stereotip
yang memojokkan kaum perempuan.
Stereotip
ini disadari atau tidak, telah
terinternalisasi ke dalam cara berikir masyarakat,
yang diakibatkan oleh sosialisasi sejak dini, dan terus
dipertahankan secara sengaja serta dimanfaatkan
oleh pihak yang menduduki posisi hegemonik
untuk mempertahankan kedudukan maupun
struktur kehidupan sosial itu sendiri. Hal itulah yang
menjelaskan mengapa kaum perempuan tetap dan
begitu mudah mengalami ketidakadilan, subordinasi,
marginalisasi, kekerasan, pelecehan atau perlakuan
negatif lainnya (Ashadi, 1999).
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Kondisi buruk yang dihadapi kaum perempuan
inilah kemudian menggugah kesadaran banyak pihak
bahwa memperhitungkan keberadaan perempuan di
dalam setiap aspek kebijakan, merupakan kewajiban
bagi siapapun dan kewajiban ini tidak mungkin
dihindarkan. Kaum perempuan mempunyai hak
yang harus dipenuhi dan dihormati, serta berada
dalam posisi setara sebagai mitra kerja kaum laki-laki
di setiap aspek kehidupan dalam upaya membangun
kehidupan yang lebih baik bagi semua pihak.
Dengan kata lain ada upaya untuk mendesak
berbagai komponen dalam masyarakat untuk
menggunakan perspektif gender dalam melihat
masalah sosial. Perspektif gender dipandang sebagai
suatu perangkat teoritis dalam mensikapi persoalanpersoalan yang muncul ditengah perkembangan
kehidupan sosial. Langkah ini sekaligus dapat
diposisikan sebagai bagaian dari upaya demokratisasi
kehidupan masyarakat menuju kehidupan yang lebih
baik dan terbebas dari struktur yang hegemonik.
2.
Hal ini misalnya tercermin dalam program PKK yang
hanya memperkuat posisi domestik perempuan.
Sedangkan masuknya perempuan ke sektor industri
atau manufaktur dengan kewajiban sama dengan
kaum laki-laki di dunia kerja, justru menambah beban
kerja perempuan. Mengingat kerja produktif di rumah
tangga menjadi tanggung jawab perempuan, yang
konsekuensinya perempuan memiliki beban ganda.
Berangkat dari kelemahan dan keterbatasan
pendekatan WID, Pada tahun 1990an lahirlah
pendekatan Gender and Development atau yang
disingkat GAD yakni pendekatan yang berupaya
mengatasi ketimpangan gender, yang justru
diperlebar oleh pendekatan WID. Pendekatan
GAD berangkat dari anggapan bahwa perlunya
perencanaan pembangunan yang tanggap terhadap
adanya perbedaan kebutuhan perempuan dan lakilaki. Faktanya laki-laki dan perempuan memainkan
peran yang berbeda dalam masyarakat, sehingga
membutuhkan instrument atau kebijakan yang
responsive terhadap realitas keperempuanan.
GAD
tidak
hanya
mengintegrasikan
perempuan dalam pembangunan, tetapi juga mencoba
mengembangkan insiatif-inisiaif untuk menyetarakan
posisi laki-laki dan perempuan dalam relasi sosialnya.
Tujuan jangka panjang GAD adalah membangun
kemitraan antara perempuan dan laki-laki dalam
menentukan tujuan dan arah masa depan. Dalam
perencanaan dan penyusunan programnya GAD
didasari oleh analisis kebutuhan gender praktis dan
analisis kebuhan gender strategis.
Dalam perjalannnya program GAD yang
dirancang untuk menyetarakan partisipasi perempuan
dalam pembangunan, ternyata tidak berbanding lurus
dengan realitas dilapangan. Ada kecendrungan bahwa
tingginya Human Development Index (HDI) belum
tentu diikuti oleh tingginya Gender Development Index
(GDI) dan Gender Empowerment Measure (GEM).
Terlebih Indonesia menurut UNDP Report tahun
2008 menunjukkan bahwa HDI Indonesia pada tahun
2006 berada pada urutan ke 109 dari 179 negara. Bisa
dibayangkan GDI Indonesia ada di posisi yang mana.
Setelah WID dan GAD mendapat kritikan
tajam dari beberapa kalangan karena dinilai gagal
mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan,
munculah strategi Pengarus Utamaan Gender (PUG).
PUG merupakan strategi untuk menjamin bahwa
seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
dan evaluasi seluruh kebijakan dan proyek di seluruh
sektor pembangunan telah memperhitungkan
dimensi gender-yaitu melihat laki-laki dan perempuan
sebagai subjek dan objek yang setara dalam akses,
partisipasi dan kontrol atas pembangunan serta dalam
memanfaatkan hasil pembangunan.
Pada prinsipnya PUG merupakan strategi
untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
melalui kebijakan dan program yang memperhatikan
pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan
Pembahasan
2.1. Program Penghapusan Diskriminasi
Perempuan
Dalam realitasnya, banyak program-program
pembangunan yang memberi perhatian terhadap
persoalan perempuan. Pembangunan yang selama
ini berjalan telah memberikan perhatian pada
perempuan, meski dioerientasikan pada program
peningkatan peranan keluarga. Sejak Garis-garis besar
Haluan Negara (GBHN) tahun 1978, pemerintah
Indonesia sudah menegaskan pentingnya peningkatan
kedudukan peranan perempuan dalam pembangunan
nasional.
Sejak itu pemerintah mulai mengembangkan
program-program untuk peningkatan peranan wanita
(P2W). Program ini didasarkan pada kebijakan
atau pendekatan pengintegrasian perempuan dalam
pembangunan atau yang dikenal dengan Women
in Developmen yang disingkat WID. Asumsi dasar
pendekatan ini adalah dengan melibatkan perempuan
dalam kegiatan ekonomis yang menguntungkan,
harapannya kedudukan perempuan secara otomatis
akan meningkat pula.
Program atau proyek WID secara umum
memang cukup berhasil. Setidaknya tampak dari
menurunnya Total Fertility Rate dari 5,2 di tahun
1970 menjadi 2,8 di tahun 1997 (BPS, 1998).
Bentuk keberhasilan lainnya, membaiknya ekonomi
keluarga bagi perempuan yang berhasil ikut serta
dalam program peningkatan penghasilan keluarga;
perempuan desa dan kota memiliki keterampilan yang
bisa dikembangkan untuk menunjuang pendapatan
keluarga (Sri Mastuti, 2003).
Namun, dibalik keberhasilan program
tersebut, jika dikaji lebih mendalam justru
memperkuat marginalisasi dan eksploitasi perempuan.
72
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
perempuan dan laki-laki dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh
kebijakan dan program di berbagai kehidupan dan
pembangunan (Panduan Pelaksanaan Inpres Nomor 9
tahun 2000).
Beberapa Negara dengan istilah masing-masing,
sebenarnya memiliki pula program pemberdayaan
perempuan. Australia misalnya, merupakan Negara
pertama yang memeperkenalkan dan menerapkan
program yang sensitif dan responsif gender melalui
anggaran yang responsif gender pada tahun 1989. Dan
pada tahun 1995 Afrika Selatan mulai memperhatikan
persoalan perempuan melalui Women’s Budget nya,
dimana kebutuhan dan kepentingan perempuan diberi
porsi khusus Philipina mengembangkan program
GAD Budget Policy pada tahun 1994 (Rinusu, 2003).
2.2. Problematika Implementasi PUG dan
Realitas sosial masyarakat di Banten
Provinsi Banten memiliki Gubernur yang
memiliki keberanian dalam menerapkan isu
PUG dalam pembangunan. Faktanya Provinsi
Banten memang harus terus berjuang keras dalam
mengimplementasikan PUG, dengan harapan semua
pihak terkait dapat dengan perlahan menjadikan
isu perempuan sebagai isu utama dalam pemetaan
program pembangunan. Upaya-upaya pemberdayaan perempuan semakin tampak setelah Gubernur
bersama-sama dengan DPRD Banten membentuk
Perda Nomor 10 Tahun 2005 tentang Pengarusutamaan
Gender. Kebijakan itu disusul kemudian oleh Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengarusutamaan Gender Pembangunan Daerah.
Pemberdayaan
perempuan
dan
pengarusutamaan gender menjadi salah satu poin dalam RPJMD Banten periode 2007-2012. Data-data
menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan PUG pada
tahun 2008, angka buta hurup pada tahun 2009
masih dominan dialami oleh perempuan yakni
64,85%. Sedangkan angka kematian ibu berada pada
titik 203.2 di tahun 2009. adapun target PUG untuk
tahun 2011 adalah terintegrasinya isu gender ke dalam
Rencana Kerja (RENJA) SKPD pada program PUG
penting untuk memastikan apakah perempuan dan
laki-laki mempunyai akses yang sama terhadap sumber
daya, dan apakah laki-laki dan perempuan dapat
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
dll. Tujuan akhir dari pengarusutamaan gender adalah
mempersempit dan bahkan meniadakan kesenjangan
gender yang mengantarkan pada pencapaian
kesetaraan dan keadilan gender.
Perdebatan tentang apakah PUG, masih
relevan sebagai strategi para feminis untuk
mempengaruhi kebijakan dan praktek institusi terus
bergulir. PUG dianggap sebagai depolitisasi gender.
Pasalnya. Konsep gender yang menjadi terminologi
kunci dalam PUG, seringkali menjadi deskripsi dan
73
secara mudah menjadi pertanyaan tentang power
relations. Ketika relasi kekuasaan dimana laki-laki
menindas perempuan menguap, dan ketika kesetaraan
gender atau kesetaraan dua jenis kelamin ini dicoba
dioperasionalkan dan dilembagakan dalam praktik
dan kebijakan pembangunan, maka tulisan ini
dibuat atas fenomena mengenai PUG. Tulisan ini
menekankan tentang pentingnya PUG sebagai strategi
untuk mengubah kebijakan, aturan main, praktek dan
perilaku instituri di Negara-negara selatan khususnya
Indonesia dengan catataan seluruh tujuan prosses
dan cara melakukannya benar. Menjalankan PUG
berarti memahami politik institusi untuk mengatur
masyarakat, menerjemahkan kebutuhan masyarakat
dan mengalokasikan sumber dayanya. Perubahan
institusi tersebut hanya bias dilakukan jika agen-agen
feminis-pejuang hak perempuan-masuk dan berjuang
untuk mengubah aturan-aturan mainnya.
Sebagai contoh program kegiatan gender
di Provinsi Banten 2010, dari 20 SKPD yang
dilibatkan, pendekatan yang digunakan lebih pada
pendekatan struktural dan top down. Seperti program
pemberdayaan melalui Pelayanan dan Rehabilitasi
Kesejahteraan Sosial, Peningkatan Kapasitas Lembaga
Pemerintah Daerah, Pengembangan Kemitraan dan
Kewirausahaan, program pendidikan formal dan
seterusnya. Dari program-program yang ada, terlihat
lebih mengedepankan strategi struktural dibandingkan
dengan sosial kultural. Pendekatan sosial kultural,
biasanya akan melibatkan aktor-aktor sosial dalam
PUG. Seperti keterlibatan tokoh masyarakat, tokoh
agama, karang tarun, majlis taklim dll. Sehingga dalam
penerapan PUG, masyarakat dilibatkan secara optimal,
dalam pengertian bekerja dalam mensosialisasikan
pemahaman dan ketimpangan gender. Harapannya
adalah semua unsur baik pemerintah, masyarakat,
tokoh masyarakat bersinergi untuk optimalisasi PUG.
Hambatan lain dalam PUG di Banten
adalah aspek sosio kultural yakni budaya dan
ideologi Realitas sosial masyarakat Banten yang
mengakar pada masyarakat. Ideologi dan kultur
Realitas sosial masyarakat Banten yang cenderung
mendominasi dikhawatirkan membuat perempuan
lebih termarginalkan. Sampai saat ini banyak
masyarakat Banten khususnya perempuan yang masih
menjunjung nilai sosial masyarakat Banten, dan disisi
lain perempuan makin terabaikan karena kurangnya
informasi dan kurangnya menyadari hak-hak mereka
sebagai warga negara. Secara umum perempuan di
Banten masih sedikit yang menyadari, dan memahami
bahwa perempuan menghadapi persoalan yang gender
spesiik, artinya persoalan yang hanya muncul karena
seseorang atau satu kelompok orang menyandang
gender perempuan. Masih banyak diantara perempuan
dan masyarakat di Banten, yang tidak bisa mengerti
mengapa persoalan perempuan harus dibahas dan
diperhatikan secara khusus.
Hal ini terjadi karena kentalnya nilai-nilai
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
partiarki yang terinternalisasi dalam ideologi Realitas
sosial masyarakat Banten. Nilai-nilai dan norma
Realitas sosial masyarakat Banten dalam masyarakat
telah menetapkan bahwa sudah kodratnya perempuan
merupakan “ratu dan pengurus rumah tangga”,
sehingga pikiran-pikiran untuk memberi kesepatan
kepada perempuan untuk beraktiitas di luar rumah
tangga dianggap sebagai sesuatu yang menyalahi
kodrat dan mengada-ada (Tjandraningsih, 1996).
Mereka juga belum menyadari adanya kepentingan
kesetaraan berpartisipasi dalam kekuasaan dan
pengambilan keputusan, yang disebabkan oleh
perpanjangan keisolasian (Vitalaya, 1995). Hal ini
antara lain disebabkan karena lingkungan sosial
budaya yang tidak mendukung, untuk membiarkan
perempuan terlibat dalam persoalan non domestik.
Pengadopsian PUG di Banten merupakan
langkah politis baru dalam advokasi isu gender.
Strategi ini bertumpu pada dua pendekatan.
Strategi ini bertumpu pada dua pendekata. Pertama,
meletakkan pemerintah sebagai agent of change bagi
pembangunan yang berkeadilan gender. Kedua,
melakukan intervensi atau keterilbatan terhadap
semua tahap proses atau siklus pembangunan, mulai
dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.
Advokasi gender yang sudah dilakukan selama ini
lebih banyak bertumpu pada pendekatan struktural.
Namum begitu, dalam prakteknya banyak sekali
pihak terutama kalangan pemerintah sendiri yang
merasa kesulitan menerjemahkan strategi PUG dalam
program pemerintah. Peluang besar yang ditawarkan
oleh strategi PUG masih tetap dilakukan dengan
gaya lama, baik dari strategi substansi maupun
metode penyampaian. PUG yang berpeluang
besarmengintervensi proses dan agenda pembangunan
nasional ternyata masih berputar-putar di pinggiran
(Hartian Silawati, 2006).
PUG adalah rimba raya baru, teori tentangnya
dan dokumentasi keberhasilan empirisnya atau
pengalaman prakteknya sangat terbatas, karena
itu tulisan ini dibuat berdasarkan releksi, teori
dan pembelajaran dari berbagai sumber. Tulisan
ini menekankan pentingnya merambah ranah non
structural sebagi pusat dan medan perubahan.
Ilustrasinya tantangan pelembagaan system PUG
di organisasi dan sistem pemerintahan itu seperti
perjuangan membalik, memecah, dan mencairkan
sebuah gunung es. Banyak persoalan yang telah
membantu dan tidak semua tampak, bahkan
bersembunyi di bawah permukaan tenangnya birokrasi
(Leya Catteleya,2006).
Pembenahan aspek sosio kultural menjadi
penting dalam PUG, karena sebenarnya permasalahan
dasar yang dihadapi perempuan adalah faktor
budaya. Budaya Realitas sosial masyarakat Banten
yang identik dengan budaya patriarki, budaya lakilaki yang menempatkan perempuan berada dalam
posisi sub-ordinat, yang kemudian memperlemah
posisi perempuan. Lemahnya posisi perempuan tidak
hanya mengakibatkan ketidakadilan, namun juga
marginalisasi atau proses pemiskinan perempuan
dalam ekonomi, subordinasi dalam keputusan
politik, dan ketimpangan dalam bidang pendidikan.
Kesempatan perempuan untuk berprestasi aktif
didalam proses pembangunan masih minim. Masih
ada hukum dan peraturan yang diskriminatif gender
serta kebijakan dan program yang bias gender.
Hal ini tercermin dalam dominasi sistem
tradisional yang diwakili oleh institusi dominan
seperti Realitas sosial masyarakat Banten, mulai
dari pendidikan, keluarga dan masyarakat secara
keseluruhan yang sangat patriarki sehingga membatasi
dan mengeluarkan perempuan dari segala aspek
kegiatan publik. Michel Faocault salah satu pemikir
yang berpendapat bahwa dominasi hanya akan
mengahdirkan fakta dan kebenaran tunggal. Lebih
jauh Michel Foucault berpendapat bahwa ada
sejumlah dominasi utama yang kerap menjadi akar
diskriminasi dan kekerasan dalam masyrakat. Yakni
dominasi agama, wacana dan dominasi kekuasaan.
Bahwa dominasi ideologi Realitas sosial masyarakat
Banten dalam berbagai hal disinyalir menimbulkan
permasalahan dan diskriminasi terhadap perempuan,
merupakan representasi kekuasaan dan wacana Realitas
sosial masyarakat Banten yang makin mengental di
Banten.
Nuansa Realitas sosial masyarakat Banten (lakilaki) ini memang kental dalam kehidupan masyarakat
Banten pada umumnya. Realitas sosial masyarakat
Banten saat ini memiliki citra yang negatif, berbeda
dengan dulu. Saat ini Realitas sosial masyarakat Banten
adalah sekelompok orang yang berperilaku sombong,
yang seringkali melakukan tindakan kekerasan
untuk kepentingan dirinya maupun kelompoknya.
Kerealitas sosial masyarakat Bantenan di tengahtengah usaha percepatan pembangunan ini perlu
sekali dipertimbangkan akibatnya (Kartika, 2006).
Nuansa Realitas sosial masyarakat Banten
serta simbolisme religiusitas di masyarakat Banten
mengembangkan pemikiran-pemikiran dan tafsir
mereka sendiri tentang gender. Kekhawatiran
perempuan yang maju akan tercabut dari akar
kodratnya memicu debat kusir tak kunjung henti.
Perspektif gender tidak bisa dijabarkan hanya dari sisi
kultur. Karena kultur patriarki yang masih dominan
di Banten ini, ada beberapa pengambil kebijakan yang
menyepakati PUG sebagai strategi. Namun kadang
ujung-ujungnya akan berkata “boleh PUG tapi jangan
menyalahi kodrat” tarik menarik kemudian terjadi
antara pemahaman (yang belum utuh) mengenai
strategi PUG, usaha melanggengkan kultur sosial
dan usaha melaksanakan tata pemerintahan dengan
perencanaan yang response (Kartika, 2006).
PUG berusaha menghapus ketidakadilan
gender menggunakan “karangka analisis gender” yaitu
kerangka konseptual yang menyadari kemungkinan
74
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
adanya perbedaan kapasitas, potensi, aspirasi,
kepentingan dan kebutuhan antara perempuan
dan laki-laki. PUG adalah strategi yang dirancang
untuk menjamin bahwa seluruh proses perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi semua
kebijakan dan program PUG telah memperhitungkan
dimensi gender.
Aspek-aspek tersebut dalam prakteknya saling
bersinggungan, berbenturan sehingga program PUG
sejak tahun 2007 belum berdampak signiikan bagi
keberdayaan perempuan dan masyarakat di Banten.
Sebagai contoh dan yang menjadi fokus pembicaraan
dalam tulisan ini adalah, tidak seiringnya aspek sosio
kultural dan aspek structural dalagm pelkasanaan
PUG. Panah dua titik yang menunjukkan arah yang
berbeda, mengesankan bahwa dua aspek ini berjalan
masing-masing dalam koridor dan ranah yang berbeda
pula. Bersebrangannya dua aspek dalam program
PUG terlihat dari kurangnya keterlibatan aspek sosio
kultural dalam perencanaan program dan kebijakan
daerah dalam pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak di Provinsi Banten oleh BAPPEDA
2008. Aspek-aspek yang lebih dikedepankan adalah
aspek struktural pemerintah, sehingga penekanannya
hanya pada optimalisasi peran dan kinerja pemerintah
dalam PUG.
Realitas sosial masyarakat Banten yang
cenderung
patriarkis,
serta
keterbelakangan
perempuan dan masayrakat di Banten merupakan
dua elemen dasar, yang mencerminkan realitas
faktual kondisi sosio kultural yang ada di Banten.
Keterbelakangan perempuan Banten baik dalam
hal pendidikan, partisipasi politik, pendidikan dan
kesehatan diperkeruh dengan kuatnya ideologi Realitas
sosial masyarakat Banten yang cenderung patriarkis.
Probelmatika PUG di Banten sperti lingkaran tak
berujung, dimana disetiap aspeknya memiliki banyak
tekanan dan persoalan yang didasari pada lemahnya
pemahaman tentang gender dan PUG itu sendiri.
Setidaknya tekanan dan problematika yang ada bisa
diperkecil dengan adanya pencerahan pemikiran
dikalngan perempuan dan masyarakat. Pemikiran
yang tidak timpang terhadap perempuan, artinya
perempuan diposisikan sejajar dengan laki-laki. Baik
dalam wilayah publik maupun domestik.
3. Simpulan
Ada tiga aspek mengapa perempuan tetap
termarjinalkan dan berada pada posisi mengkhawatirkan
walaupun banyak sentuhan program pemberdayaan
termasuk PUG. Pertama, adanya pengabaian terhadap
faktor sosial kultural masyarakat. Padahal kondisi
sosial kultural masyarakatlah, yang secara keseluruhan
melanggengkan doktrin yang bias gender terhadap
perempuan dan laki-laki. Realitas ini jika tidak
tertangani membuat perempuan tetap terabaikan dan
diposisi marjinal. Jika pemerintah tidak melibatkan
unsur sosial dan kultural dalam penanganan masalah
75
keperempuan, artinya belum maksimalnya upaya
perombakan budaya secara informal, maka programprogram yang dibuat tidak akan memiliki progress
yang menggembirakan.
Kedua, pemerintah terlalu elitis dan masih
memiliki ego sentris. Memecahkan masalah
perempuan bukan hanya semata menyiapkan
perangkat struktural yang kuat melalui programprogram yang dibuat. Tetapi bagaimana pemerintah
juga dengan senantiasa turut melibatkan para tokoh
masyarakat, karang taruna, opinion leader dalam
melakukan pemndampingan dan pemberdayaan.
Dari sinilah sebenarnya perombakan kultural secara
perlahan dapat dilakukan.
Ketiga, belum adanya kesamaan visi visi tentang
pelaksanaan PUG dalam pembangunan, menjadi
faktor pengahambat PUG. Adanya pemahaman
yang keliru di sebagian pemerintah dan masyarakat,
misalnya gender masih dikonotasikan dengan
perempuan, sehingga berdampak terhadap resistensi
ketika eksekutif mengajukan alokasi anggaran untuk
program-program yang bernuansa gender.
Melihat realitas keperempuanan masa kini
dan tiga indikator di atas, maka banyak pihak yang
meragukan eksistenasi PUG kini dan masa depan.
Kecemasan dan kegelisahan ini terkait melemahnya
kiprah dan kontribusi perempuan dalam pembangunan
dan tidak adanya pendekatan secara sosio kultural.
Artinya masyarakat Banten dicekoki dengan program
pemberdayaan secara struktural tetapi tidak dibarengi
pendekatan sosio kultural. Padahal beberapa referensi
akademik dan realitas dilapangan menggambarkan
perlu adanya penanganan dan perombakan budaya
patriarkhis dalam masyarakat. Selama kondisi sosio
kultural tidak dibenahi maka gerak laju program PUG
akan sangat lambat dan sia-sia. Pertanyaannya adalah
akan dibawa kemanakan program Pengarusutamaan
Gender?
Daftar Pustaka
Data Statistik BPS 2003,http.www.bps.go.id/sector/
population.www.datastatistikIndonesia.com. diakses tanggal 05
Februari 2010.
Faqih, Mansour. 2003. Analisis gender dan Transformasi
Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Kartodirdjo Sartono, 1984. Pemberontakan Petani
Banten 1988. Jakarta Pustka Jaya.
Leya
Cattleya.
Pelembagaan
Akuntabilitas
Pengarusutamaan Gender, Bukan Suatu yang
Mustahil. Jakarta. Jurnal Perempuan edisi 50.
Masaaki Okamto & Rozaki Abdur 2006. Kelompok
Kekerasan dan Bos Lokal di Era Reformasi.
Jogjakarta, IRE PRESS.
Mentri Negara Pemberdayaan Peremuan. 2000.
Panduan Pelaksanaan Impres Nomor 9 tahun
2000. Meneg PP, Jakarta.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Hartian Silawati. 2006. Pengarusutmaan Gender Mulai
dari Mana?. Jakarta. Jurnal Perempuan edisi 50.
Soia Kartika. 2006. Pengarusutamaan Gender versus
Realitas sosial masyarakat Banten Lebak.
Jakarta. Jurnal Perempuan edisi 50.
Suhaedi dkk. 2002. Studi tentang Kharisma Kyai &
Realitas sosial masyarakat Banten di Banten.
STAIN Serang-Banten.
Tihami, M.A. 1992. Kiai dan Realitas sosial masyarakat
Banten di Banten: Studi tentang Agama, Magi,
dan Kepemimpinan di Desa Pasanggrahan Serang,
Banten, Tesis Jakarta: Universitas Indonesia.
Tjandraningsih Indrasari. 1996. Mengidentiikasi
Persoalan Perempuan. Jurnal Analisis Sosial.
Edisi 4 November. AKATIGA
Vitayala, A., S. H.1995. Posisi dan Peran Wanita
Dalam Era Globalisasi. Makalah disampaikan
pada seminar ilmiah Puslit Sosial Ekonomi
Pertanian.
Badan
Litbang
Pertanian.
Departemen Pertanian.
Zulkielimansyah 2001. Ideologi Intelektual: Upaya
meleburkan Identitas Realitas sosial masyarakat
Banten dan Kiyai dalam Buku Banten Bangkit
3. Gola Gong, Rumah Dunia, Serang-Banten.
76
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Kontruksi Perempuan Pelaku Kejahatan
Kasus Melinda Dee dan Afriani Susanti
Suzy Azeharie 1*)
1. Pendahuluan
Tahun 2011, berita dalam negeri dihebohkan
dengan terungkapnya kasus penipuan yang dilakukan
oleh Inong Melinda Dee, atau yang dikenal dengan
Melinda Dee, seorang Senior Relations Manager pada
bank swasta milik Amerika, Citibank. Kejahatan yang
dituduhkan kepada perempuan berusia 48 tahun
ini adalah menggelapkan uang nasabah yang telah
dipercayakan untuk disimpan pada bank tersebut
dan lalu menggunakan dana gelap tersebut untuk
kepentingan pribadi serta keluarganya.
Diperkirakan hampir 40 milyar rupiah
dana yang digelapkan oleh Melinda Dee yang lalu
digunakan untuk membeli beberapa mobil super
mewah, apartemen premium di Jakarta maupun di
Melboune, tempat salah seorang putranya sekolah dan
membiayai kehidupannya yang bergaya sosialita kelas
atas di Jakarta.
Modus penggelapan tersebut adalah Melinda
Dee bekerja sama dengan salah seorang teller
Citibank Jakarta berinisial D, yang membantu untuk
memanipulasi transaksi dan data sejumlah slip transfer
penarikan data milik nasabah. Dana yang ditarik
tersebut lalu dipindahkankan kebeberapa rekening
milik Melinda. Kasus ini terangkat ketika tiga orang
nasabah yang merasa dirugikan sampai tiga milyar
melapor kepiohak kepolisian. Melinda Dee dijerat
dengan Undang Undang 8/2010 tentang Tindak
Pidana Pencucian uang (tanggal 7 Maret 2012,
Pengadilan Negeri Jakarta memutuskan hukuman 8
tahun penjara dengan denda 10 miyar rupiah)
2. Pembahasan
Kehebohan dari kejahatan yang terungkap ini
ironinya kemudian menemukan sasaran tembak yang
terus menerus dibidik baik oleh media massa, media
jejaring sosial maupun antar pengguna smartphones,
yaitu bentuk tubuh Melinda Dee. Hal yang dijadikan
guyonan dan ejekan itu terutama adalah bentuk
payudara tersangka. Tak kurang dari Kepala Badan
Reserse Kriminal POLRI Komjen Ito Sumardi,
di hadapan insan media dengan ringan berucap
bahwa satu satunya alasan mengapa Melinda Dee
belum menggunakan baju khusus tahanan POLRI
dikarenakan “tidak ada baju tahanan yang muat di
dada tersangka”, sambil menggerak gerakan kedua
tangannya di depan dadanya12.
Di media sosial seperti Facebook paling tidak
25 akun atas nama Melinda Dee. Kehidupan sosial
Melinda Dee juga disorot tajam, mulai dari perkawinan
keduanya dengan seorang pekerja seni, rumah
miliknya di RT 08 daerah Tebet Barat, kehidupannya
dengan para kelompok sosialita di Jakarta, show room
mobil tempat suami pertamanya bekerja, kehidupan
putra putrinya, sampai masa masa ketika tersangka
bersekolah di SMA Negeri 6 Bulungan Jakarta.
Bahkan bagaimana bentuk payudaranya dan nomor
bra yang digunakan oleh Melinda pun dikupas tanpa
ampun.
Pada tempat dan waktu yang berlainan di
bulan Januari 2012, masyarakat dikejutkan dengan
tabrakan tunggal yang menewaskan sembilan orang
pejalan kaki dan lima orang lainnya luka luka di dekat
Tugu Tani Jakarta. Pengemudi mobil tersebut adalah
Afriani Susanti, 29 tahun, yang mengemudikan mobil
tersebut tanpa SIM dan setelah berpesta narkotika
bersama beberapa temannya dimalam sebelumnya.
Sontak dunia media sosial diriuhkan dengan
munculnya berbagai akun yang menghujat Afriani
Susanti (AS). Tercatat tidak kurang dari 22 akun yang
mengatasnamakan pelaku, misalnya Mendukung
Hukuman Mati AS, yang disukai 27,130 orang,
Mendukung Hukuman Mati Afriani Susanti dengan
5,593 orang yang suka, Mendukung Hukuman Mati
Afriani Susanti Tersangka Tragedi Gambir dengan
5,593 orang yang suka, Rakyat Indonesia Mendukung
Hukuman Mati AS dengan 1.853 yang suka, Gerakan
Pendukung Hukuman Mati untuk AS dengan 1,145
yang suka, Anti Afriani Susanti dengan 300 yang suka
dan 250.000.000 rakyat Indonesia Mendukung AS
1 *Penulis adalah Dosen di Universitas Tarumanegara, Jakarta.
211Komjen Ito Sumardi menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal POLRI sejak tanggal 30 November 2009 sampai 6 Juli 2011 dan kemudian
memasuki masa pensiun.
77
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
di atas. Tidak pula ditemui informasi siapa mereka,
berapa usia mereka, dimanakah mereka bertempat
tinggal mereka, bagaimanakah kondisi isik maupun
kejiwaan mereka ketika peristiwa kecelakaan tersebut
berlangsung, apakah mereka dalam keadaan mabuk
atau habis menggunakan narkotika, atau yang
paling sederhana : siapa nama sopir sopir ini? Tak
ada seorangpun yang peduli bagaimana rupa para
pengemudi tersebut. Tak ada media massa yang
mengungkapkannya. Bahkan sidang pengadian
perkara mereka pun (kalaupun itu ada) tidak
diketahui perkembangan dari sisi hukumnya. Lalu
mengapa terhadap Melinda Dee dan Afriani Susanti,
begitu besar hujatan dan caci maki masyarakat yang
ditujukan kepada keduanya?
Sederhana saja, karena keduanya perempuan,
mandiri, berpendidikan cukup tinggi dan datang dari
kalangan menengah keatas. Oleh karena itu mereka
berdua mendapat hujatan dan caci maki yang luar
biasa ditujukan kepada perempuan pelaku kejahatan,
yang dalam istilah Ann Llyod dalam bukunya “Doubly
Deviant, Doubly Damned tahun 1995, disebut sebagai
kutukan dobel (doubly damned).
Fenomena bagaimana kerasnya perlakuan
masyarakat terhadap Melinda Dee dan Afriani
Susanti menegaskan bahwa pada laki laki tidak
dilekatkan dualisme buruk dan baik (a good and bad
dualism). Hal tersebut menurut Llyod disebabkan
berkembangnya semacam mitos bahwa kejahatan
yang dilakukan perempuan lebih mematikan daripada
yang dilakukan laki laki. Hal ini diperkuat pula oleh
pernyataan Gillian Mezey yang mengatakan bahwa “if
a woman commits an ofense she has transgressed against
the code of what it is to be feminine and she transgressed
against the criminal law”
Melinda Dee dan Afriani Susanti hidup
dalam masyarakat yang sangat patriarkhis, sebuah
konsep yang mengacu pada masyarakat yang
didominasi oleh laki laki. Dalam masyarakat dengan
budaya patriarkhis yang kental seperti di negeri ini,
perempuan dikondisikan dalam posisi marjinal dan
tidak boleh “menyamai” kedudukan laki laki.
Melinda Dee, dianggap menantang budaya
patriarkhis karena setelah bercerai dari suami
pertamanya, Melinda mengawini seorang pekerja
seni berusia 20 tahunan, sebuah hal yang mendobrak
kelaziman bahwa perempuan umumnya “harus”
berusia lebih muda daripada laki laki. Melinda juga
yang menjadi pencari nafkah utama,”the bread winner”
dalam rumah tangga barunya, sebuah hal (lagi)
diluar kelaziman. Terlepas darimana Melinda Dee
mendapatkan uangnya, ia mampu membeli beberapa
mobil super mewah yang hanya bisa jadi impian buat
mayoritas masyarakat kita. Sebab umumnya yang
disorot media adalah para laki laki sukses dengan
mobil mewahnya, tapi ini seorang perempuan dengan
wajah menarik.
dihukum Mati dengan 1.226 yang suka (Azeharie,
2012:2). Sementara di YouTube dapat dilihat Gerakan
Hukum Berat AS atau video yang berjudul “Si Gendut
Muka Jamban”.
Nyaris semua akun tersebut menyetujui
hukuman mati untuk Afriani Susanti dan yang menarik
adalah hampir semua komentar yang masuk mengolok
olok dan mencaci maki bentuk tubuh Afriani Susanti.
Pada saat yang sama, rumah kediaman keluarga besar
AS di daerah Tanjung Priok didatangi orang orang
sehingga keluarga AS terpaksa harus mengungsi
ketempat yang lebih aman, keluarganya sampai harus
mengadakan press conference dan pada kesempatan itu
membacakan Surat Permohonan Maaf yang ditulis
tangan oleh AS. Tidak cukup dengan hal tersebut,
keluarga AS juga bahkan mengadakan tahlilan untuk
mendoakan korban yang tewas yang diliput secara luas
oleh media massa.
Sementara penulis mengumpulkan fakta
bahwa ada beberapa kasus kecelakaan lain yang
memakan korban cukup besar sejak bulan September
2011 sampai Februari 2012. Misalnya pada tanggal
12 September 2011 di Mojokerto Jawa Timur
terjadi tabrakan antara dua bus yang melaju sangat
kencang sehingga 20 orang tewas seketika. Tanggal
17 Desember 2011 terjadi tabrakan bis dengan mini
bus karena sopir bis mengantuk yang mengakibatkan
delapan orang tewas. Tanggal 1 Februari 2012 di
Sumedang Jawa Barat, sebuah bis terguling dan
masuk jurang sedalam 10 meter akibat rem blong yang
membuat 11 orang harus kehilangan nyawanya secara
sia sia. Lalu pada tanggal 7 Februari 2012 di Jalan
Raya Pantura Indramayu, sebuah tabrakan antara
bis dan kontainer terjadi karena sopir bis sedang
menggunakan telepon genggam, akibatnya tiga nyawa
melayang. Dan yang lebih memprihatinkan lagi
adalah peristiwa terjungkalnya sebuah bis pada tanggal
12 Februari 2012 setelah menabrak lima mobil dan
sebuah warung di Cisarua sehingga 14 orang tewas
seketika dan 47 lainnya luka luka (Azeharie,2012:3).
Penulis tidak menemui satu pun akun media
sosial yang mengatas namakan para pengemudi naas
78
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
umum, maka perempuan tersebut dianggap aneh dan
keluar dari jalur. Hal ini dapat menjelaskan mengapa
Melinda dihujat. Ia menikahi laki laki muda, memiliki
penghasilan yang sangat besar,memiliki mobil sport
mewah dan gaya hidup kelas atas. Beberapa hal yang
secara budaya masih dianggap “domain” laki laki.
Afriani Susanti pun dihujat karena sebagai
perempuan ia terbiasa menyetir kendaraan sendiri,
bekerja di luar rumah dan menyukai kehidupan
malam. Garis tegas antara “perempuan tidak baik” dan
“perempuan baik” inilah yang pada akhirnya dipakai
masyarakat untuk mengontrol batas batas prilaku
yang dianggap baik atau tidak baik untuk seorang
perempuan. Ann Llyod mengatakan bias perlakuan
terhadap perempuan pelaku kejahatan umumnya
lebih berupa hukuman respons yang keras dibanding
laki laki pelaku kejahatan dan hal tersebut terjadi
karena perempuan pelaku kejahatan seperti Melinda
dan Afriani dianggap gagal mematuhi sterotype gender
yang dilekatkan kepadanya.
Pada tanggal 29 Agustus 2012, Pengadilan
Negeri Jakarta telah memvonis Afriani Susanti
dengan hukuman penjara selama 15 tahun.
Dipihak lain Afriani Susanti pun dianggap
telah menentang budaya patriarkhis karena ia tampil
“tidak lazimnya sebagai perempuan baik baik”. Dalam
usia 29 tahun dia masih single, melakukan pekerjaan
di luar rumah, mandiri, menyetir kendaraan, suka
dengan kehidupan malam dan berani mencari jodoh
secara terang terangan melalui media online dan
datang dari kalangan ekonomi menengah.
Para ahli mengatakan bahwa skala penilaian
antara laki laki dan perempuan tidak sama.
Maskulinitas dan feminitas merupakan dua hal yang
sangat berbeda (Cohen dan Young). Karena seperti
yang dikatakan oleh Cavadino dan Dignan dalam
Shelley Dove perempuan tidak hanya dinilai dari
tindakannya akan tetapi juga berdasarkan pada gender
mereka (2011:5).
Dikotomi antara “Good Enough Mother”
dan “Bad Mother” juga dilekatkan pada ibu penderita
HIV-AIDS, seperti yang ditulis oleh Tracy Morrison:
“Doubly Damned: he Experience of HIV-positive
Maternity” dalam jurnal Psychology in Society no. 41,
2011
Akibatnya, ketika perempuan berusaha
melakukan peran yang dilakukan laki laki secara
79
Hal menarik lainnya adalah melihat Melinda
Dee dan Afriani Susanti menutupi rambut mereka
dengan penutup kepala ketika menghadiri persidangan
kasus mereka masing masing.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pengguna di Facebook yang menggalang hukuman
mati bagi AS. Beberapa diantaranya menggunakan
julukan yang mengacu pada bentuk tubuh Afriani
Susanti, seperti “Badak Bermuka Lima”, “Si Tampang
Babi”. Sementara di YouTube ada yang menjuluki
Afriani sebagai “Si Gendut Bermuka Jamban”.
Afriani sudah ditekan dan dipojokan jauh sebelum
persidangan dirinya dimulai. Sementara hampir semua
pengemudi lain yang juga mencelakakan orang, tidak
mendapat reaksi sekeras seperti yang dialami oleh
Afriani Susanti. Dalam hal ini media sosial dan media
massa telah berperan sebagai hakim.
Dalam masyarakat patriarkhis seperti
masyarakat kita maka terdapat dikotomi dalam
masyarakat bila menyangkut tindakan perempuan
dan laki laki. Pada perempuan dilekatkan sejumlah
“tindakan yang sesuai dengan kodrat perempuan””
begitupun untuk laki laki. Oleh karena itu apabila
perempuan melakukan kejahatan maka hujatan dan
kutukan yang akan menimpanya akan berlipat kali
bila dibandingkan kejahatan tersebut dilakukan laki
laki. Karena dianggap pelaku kejahatan perempuan
mengingkari kodratnya sebagai perempuan. Tentu
saja kriteria “kodrat perempuan baik baik” tergantung
pada konteks budaya masing masing tempat.
Teori kekerasan simbolik yang diperkenalkan
oleh Pierre Bourdieu juga dipakai dalam paper ini.
Teori tersebut menyatakan bahwa kekerasan simbolik
dilakukan oleh suatu kelompok yang lebih dominan
dengan melalui pemaksaan pemikiran dan persepsi
terhadap kelompok lain yang tersubordinat dalam
masyarakat sehingga lama kelamaan masyarakat
menganggap pemaksaan tersebut sebagai sesuatu hal
yang sah dan adil. Melinda Dee dan Afriani Susanti
ketika menghadiri persidangan kasus mereka masing
masing menutupi kepala mereka untuk memberikan
kesan bahwa mereka sekarang “sudah berubah menjadi
perempuan baik baik”.
Dengan melakukan pengkotakan antara
pelaku kejahatan perempuan dan pelaku kejahatan laki
laki maka kita semua, termasuk media massa, sedikit
banyak bertanggung jawab dalam mengentalkan dunia
maskulin.
Mengapa fenomena ini terjadi kiranya dapat
dijelaskan dengan menggunakan teori Kekerasan
Simbolik yang diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu.
Menurut Bourdieu, asumsi dasar dari teori ini
adalah pada setiap masyarakat akan ada kelompok
yang dominan dan kelompok lain yaitu kelompok
yang didominasi. Tapi ironinya, menurut Bourdieu
dominasi ini tidak selalu memunculkan penolakan dari
pihak yang didominasi, malah sebaliknya dominasi
acapkali disetujui oleh korbannya. Sehingga kekerasan
yang dilakukan tidaklah dirasakan sebagai kekerasan
oleh sang korban.
Dengan memakai penutup rambut, baik
Melinda Dee maupun Afriani Susanti menyetujui
untuk “didominasi”, karena dengan cara demikian
keduanya menunjukan bahwa mereka berdua telah
berubah, telah bertransformasi menjadi sosok
perempuan yang baik, submisif dan “sesuai dengan
kodrat perempuan”.
3. Kesimpulan.
Selaku Senior Relations Manager di Citibank
Jakarta di awakl tahun 2011, Melinda Dee, 48 tahun,
dianggap telah bersalah menurut Undang Undang
Tindak Pidana Pencucian uang pada tanggal 7 Maret
2012. Akan tetapi jauh sebelum vonis jatuh kepadanya,
Melinda Dee telah dihujat dan dijadikan bahan olok
olok, terutama bentuk payudara dan operasi implant
yang dilakukannya. Kehidupan pribadinya pun
dijadikan obyek tertawaan dan cacian masyarakat di
media sosial termasuk media massa. Tidak kurang dari
25 akun Facebook yang mengatas namakan Melinda
Dee, salah satu diantaranya memplesetkan namanya
menjadi “Maling Dia” atau mengisi statusnya sebagai
“maling atau pencuri”.
Sementara Afriani Susanti, 29 tahun, pada
tanggal 22 Januari 2012 menabrak sekumpulan orang
di dekat Patung Pak Tani. Sosok Afriani Susanti
dijadikan sebagai bulan bulanan. Tercatat ada 22
Daftar Pustaka
Azeharie,Suzy : Afriani Susanti, paper untuk Seminar
Nasional Inovasi dan Teknologi Pemanfaatan
ICT dan Pembentukan Karakter Bangsa Dalam
Mendukung Industri Kratif untuk Keunggulan
Daya Saing Indonesia, Bandung, Juni, 2012.
Cohen, Stanley dan Young, Jock : he Manufacture of
News, Social Problems, Deviance and
Mass Media, UIniversity of Michigan.
80
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Menggugat Kesetaraan Gender sebagai Vision Bangsa
Yoyoh Hereyah 1*)
1. Pendahuluan
Menarik untuk mengetahui kiprah perempuan
dalam ranah public dan domestic. Sosok yang selalu
di anggap misterius oleh sebagian kaum lelaki.
Dicintai sekaligus dibenci, dijunjung tinggi sekaligus
direndahkan, diminati sekaligus dinikmati. Betapa
kompleks dan getas dunia yang melingkupi kaum
perempuan.
Di belahan dunia manapun, mulai dengan
karakter budaya yang mengusung kebebasan hingga
yang tradisional dalam memandang perempuan, tetap
saja menempatkan perempuan sebagai warga kelas
dua dunia. Suaranya tidak terlalu digubris. Sekalipun
sesekali muncul di permukaan,perempuan lebih di
tempatkan sebagai pemanis dan artiicial, tak lebih
dari itu.
Memang ada beberapa perempuan yang
menonjol dan berkiprah hebat di ranah public namun
secara keseluruhan tetap perempuan di pandang lebih
rendah dari teman jenisnya, lelaki.
Perjalanan panjang sosok perempuan untuk
mengurangi ketidak seimbangan kedudukannya
berlangsung terus tiada henti hingga saat kini. Di
Indonesia sendiri, perjuangan perempuan di mulai
oleh sosok Ibu Kartini . Puncaknya saat terjadi krisis
berdarah pada tahun 1998 hingga menghasilkan
sebentuk reformasi pemerintahan yang terus bergulir
hingga saat ini.
Namun lagi-lagi peristiwa berdarah tersebut
banyak menyisakan kisah kelam terhadap sosok
perempuan yang dijadikan korban kebiadaban
peristiwa tersebut.
Kaum perempuan minoritas cina menjadi
korban kebiadaban peristiwa itu. Namun berangkat
dari peristiwa tersebut akhirnya melahirkan sebuah
lembaga independent yang berjuang untuk kaum
perempuan. Komnas Perempuan adalah sebuah
lembaga perjuangan perempuan yang terus menerus
memberikan advokasi dan melakukan pemberdayaan
terhadap perempuan dan hak-hak.
Meski secara lembaga
sudah ada yang
memperjuangkan hak-hak perempuan, namun tetap
saja di sana-sini ada upaya untuk mengkebiri hak-hak
tersebut. Ada beberapa contoh regulasi ‘tak ramah’
perempuan yang dilakukan di berbagai wilayah di
Indonesia.
Regulasi ‘Tak Ramah’ Perempuan tersebut
sebagai berikut :
- Perda Provinsi Aceh No. 14/2003 tentang Khalwat
- Perda Kota Tangerang No. 8/2005 tentang
Pelarangan Pelacuran
- Perda Kota Bengkulu No. 24/2000 tentang
Larangan Pelacuran dalam Kota Bengkulu
- Perda Provinsi Gorontalo No. 10/2003 tentang
Pencegahan Maksiat
- Perda Kabupaten Tasikmalaya No. 28/2000
tentang Pemberantasan Pelacuran
- Perda Kabupaten Majalengka 14 Maret 2009
tentang Prostitusi
- Perda Kabupaten Indramayu No. 4/2001 tentang
Prostitusi
- Perda Kabupaten Garut No. 6/2000 tentang
Kesusilaan
- Perda Kabupaten Cilacap No. 21/2003 tentang
Pemberantasan Pelacuran
- Perda Kabupaten Bekasi No. 10/2002 tentang
Larangan Perbuatan Tuna Susila
- Perda Kabupaten Sumenep No. 3/2002 tentang
Larangan Tempat Maksiat
- Perda Provinsi Aceh No. 5/2000 tentang
Pelaksanaan Syariah Islam
- Perda Bupati Cianjur No. 15/2006 tentang Pakaian
Dinas Harian Pegawai di Lingkungan Kabupaten
Cianjur
- Perda Kabupaten Enrekang No. 16/2005 tentang
Busana Muslim
- Perda Kabupaten Maros No. 16/2005 tentang
Berpakaian Muslim
- Perda Kabupaten Pesisir Selatan No. 4/2005
tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah
- Surat Keputusan Bupati Pandeglang No. 9/2004
tentang Seragam Sekolah SD, SMP, SLTA
- Surat Edaran Bupati Indramayu 2001 tentang
Wajib Berbusana Muslim dan Pandai Baca AlQuran untuk Siswa Sekolah
Memang bukan jalan yang tiada berujung
untuk memperjuangkan kesetaraan antara lelaki
1 *) Penulis dalah pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Jakarta.
81
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dan perempuan. Selalu ada titik temu yang dapat
diupayakan, dalam menggugat kesetaraan tersebut.
selalu menjadi pihak yang teraniaya dan kalah.
Perlunya meluruskan persepsi seks (jenis kelamin),
kodrat dan gender di antaranya, akan membuat kedua
belah pihak untuk memahami keberadaan mereka
dalam pentas kehidupan ini.
2. Pembahasan
Menelisik Kedudukan Perempuan dalam Agama
Al-Quran, surat al-Hujurat ayat 14 berbunyi:
‘Sesungguhnya telah Aku ciptakan kalian laki-laki
dan perempuan dan Aku jadikan kalian berbangsa
dan bersuku-suku agar kalian lebih saling mengenal;
sesungguhnya yang mulia di antara kalian adalah yang
paling takwa.’
Hadist Nabi yang berbunyi :’Sesungguhnya
Allah tidak melihat isik dan rupa kamu, tetapi
melihat hati dan amal perbuatan kamu’ ( H R
Muslim ).Alangkah indah dan harmonisnya hidup ini
andai saja nukilan salah satu teks-teks agama di atas
dilaksanakan secara konsisten dan ‘kafaah’ oleh semua
manusia di dunia tanpa melihat SARA.
Khususnya lelaki dan perempuan, terjadinya
sinergi yang luarbiasa di antara mereka untuk
membangun peradaban dunia yang ‘seindah surga’.
Sebuah harapan yang sedang diperjuangkan hingga
saat ini.
Sekarang ini, kita semua melihat bahwa
kehidupan masyarakat manusia sedang menuju
tuntutan-tuntutan demokrasi, keadilan penegakan
hak-hak asasi manusia. Semua tema ini meniscayakan
adanya kesetaraan manusia.
Dan semua ini merupakan nilai-nilai yang tetap
diinginkan oleh kebudayaan manusia disegala tempat
dan zaman. Tuhan juga tentu menghendaki semua
nilai ini terwujud dalam kebudayaan manusia.
Membangun peradaban yang berkeadilan
adalah tugas semua umat manusia tanpa terkecuali
baik lelaki maupun perempuan. Meski kenyataan yang
sekarang masih jauh dari harapan namun berbagai
upaya terus dilakukan untuk mewujudkan tatatan
dunia yang lebih baik.
Sebuah dunia bisa lebih baik dan maju bila
kedudukan para penghuninya sama dan sederajat
tanpa ada yang merasa lebih tinggi. Implikasi dari
hal ini melahirkan sebuah pola hubungan yang saling
menghargai dan menghormati satu dengan yang lain.
Sebagaimana yang Tuhan indikasikan dalam
teks-teks agama, seperti yang tertera di atas. Namun
kenyataan yang ada sekarang memang berbicara lain.
Banyaknya ketimpangan hubungan antara lelaki dan
perempuan di belahan dunia manapun, memaksa
kedua belah pihak untuk introspeksi dan mereorientasi
pola hubungan yang terjalin selama ini.
Dalam banyak kasus yang terjadi perempuan
Seks , Gender dan Kodrat Perempuan
Seks atau jenis kelamin adalah hal paling
sering dikaitkan dengan Gender dan kodrat. Laki-laki
memiliki penis dan buah zakar, mengalami mimpi
basah, memproduksi sperma dan mengeluarkannya,
sedangkan perempuan memiliki vagina, dapat
mengandung, melahirkan dan menyusui, suatu
keadaan biologis yang dimiliki oleh masing-masing
jenis kelamin dan secara kodrat mereka berbeda
satu sama lain. Secara alamiah, perbedaan-perbedaan
tersebut bersifat tetap, tidak berubah dari waktu ke
waktu dan tidak dapat dipertukarkan fungsinya satu
sama lain. Hal-hal seperti ini yang kemudian kita sebut
dengan kodrat.
Gender sama sekali berbeda dengan pengertian
jenis kelamin. Gender bukan jenis kelamin. Gender
bukanlah perempuan ataupun laki-laki. Gender hanya
memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki
dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat
kita berada. Gender tercipta melalui proses sosial
budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat
tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke
tempat lainnya
Dengan kata lain Gender adalah fungsi dan
peran sosial laki-laki dan perempuan dalam lingkungan
masyarakat. Selalu ada perbedaan Peran dan fungsi
social laki-laki dan perempuan yang terbentuk oleh
lingkungan di antara keduanya. Sepanjang yang kita
ketahui sebenarnya fungsi dan peran gender dapat
dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan karena
tidak menyalahi kodrat keduanya.
Gender juga berubah dari waktu ke waktu
sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Gender Tidak Melawan Kodrat
Mengapa
selama
ini
orang
sering
mencampuradukkan pengertian Gender dan kodrat?
Dikarenakan perbedaan kodrat yang dimiliki
perempuan dan laki-laki tersebut, masyarakat
mulai memilah-milah peran sosial seperti apa yang
(dianggap) pantas untuk laki-laki dan bagian mana
yang (dianggap) sesuai untuk perempuan.
Misalnya, hanya karena kodratnya perempuan
82
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
mempunyai rahim dan bisa melahirkan anak,
maka kemudian berkembang anggapan umum di
masyarakat bahwa perempuanlah yang bertanggung
jawab mengurus anak. Selanjutnya, anggapan tersebut
semakin berkembang jauh di mana perempuan
dipandang tidak pantas sibuk di luar rumah karena
tugas perempuan mengurus anak akan terbengkalai.
Kebiasaan ini lama kelamaan berkembang di
masyarakat menjadi suatu tradisi dimana perempuan
dianalogikan dengan pekerjaan-pekerjaan domestik
dan ‘feminin’ sementara laki-laki dengan pekerjaanpekerjaan publik dan ‘maskulin’. Peran Gender adalah
peran yang diciptakan masyarakat bagi lelaki dan
perempuan. Peran Gender terbentuk melalui berbagai
sistem nilai termasuk nilai-nilai adat, pendidikan,
agama, politik, ekonomi, dan lain sebagainya.
Sebagai hasil bentukan sosial, tentunya peran
Gender bisa berubah-ubah dalam waktu, kondisi
dan tempat yang berbeda sehingga sangat mungkin
dipertukarkan diantara laki-laki dan perempuan.
Mengurus anak, mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan
rumah tangga (memasak, mencuci, dll) adalah peran
yang bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan,
sehingga bisa bertukar tempat tanpa menyalahi kodrat.
Dengan
demikian,
pekerjaan-pekerjaan
tersebut bisa kita istilahkan sebagai peran Gender.
Jika peran Gender dianggap sebagai sesuatu yang
dinamis dan bisa disesuaikan dengan kondisi yang
dialami seseorang, maka tidak ada alasan lagi bagi
kita untuk menganggap aneh seorang suami yang
pekerjaan Sehari-harinya memasak dan mengasuh
anak-anaknya, sementara istrinya bekerja di luar
rumah. Karena di lain waktu dan kondisi, ketika sang
suami memilih bekerja di luar rumah dan istrinya
memilih untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga,
juga bukan hal yang dianggap aneh.
Dalam masyarakat tradisional-patriarkhi (yaitu
masyarakat yang selalu memposisikan laki-laki lebih
tinggi kedudukan dan perannya dari perempuan) kita
dapat melihat dengan jelas adanya pemisahan yang
tajam bukan hanya pada peran Gender tetapi juga
pada sifat Gender. Misalnya, laki-laki dituntut untuk
bersifat pemberani dan gagah perkasa sedangkan
perempuan harus bersifat lemah lembut dan penurut.
Padahal, laki-laki maupun perempuan adalah manusia
biasa, yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang
dibawanya sejak lahir.
Sifat lemah lembut, perasa, pemberani,
penakut, tegas, pemalu dan lain sebagainya, bisa
ada pada diri siapapun, tidak peduli apakah dia
perempuan atau laki-laki. Sayangnya, konstruksi
sosial di masyarakat merubah pandangan ‘netral’ pada
83
sifat-sifat Gender tersebut. Contoh, Seorang suami
malu untuk bekerja di sektor domestik karena takut
Dianggap bukan laki-laki sejati. Padahal, suami yang
memasak dan mengasuh anak tidak akan berubah
fungsi biologisnya menjadi perempuan, demikian pula
sebaliknya, perempuan yang mencari nafkah menjadi
supir tidak akan berubah menjadi seorang laki-laki
di keesokan harinya. Jadi jelas bahwa, bertukar peran
social ( wilayah domestic dan wilayah public ) antar
laki-laki dan perempuan sama sekali tidak menyalahi
atau melawan kodrat.
Berbagi dan bertukar peran Gender dalam
kehidupan sehari-hari secara harmonis dapat
membangun masyarakat yang lebih terbuka dan maju,
karena semua orang mempunyai kesempatan, peluang
dan penghargaan yang sama saat mereka memilih
pekerjaan yang diinginkannya.
Laki-laki maupun perempuan tidak dibatasi
ruang geraknya untuk memanfaatkan kemampuannya
semaksimal mungkin di bidang pekerjaan yang sesuai
dengan minat dan keahliannya Dengan demikian,
peran Gender yang seimbang memicu semakin
banyak sumberdaya manusia produktif di masyarakat,
yang dapat menyumbangkan kemampuannya untuk
kemajuan bersama.
Kesetaraan Gender
Tidak sedikit orang yang masih berpikir bahwa
membicarakan kesetaraan Gender adalah sesuatu
yang mengada-ada. Hal yang terlalu dibesar-besarkan.
Kelompok orang yang berpikir konservatif seperti ini
menganggap bahwa kedudukan perempuan dan lakilaki dalam keluarga maupun dalam masyarakat memang
harus berbeda.
‘Perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi,
percuma menghabiskan biaya saja, toh nantinya
akan kembali juga masuk dapur juga’, atau saat
dipertanyakan ‘apakah anak perempuan atau laki-laki
yang akan diberikan kesempatan untuk meneruskan
sekolah’.
Dari ungkapan tersebut mencerminkan tidak
adanya kesetaraan Gender yaitu:
• Perempuan tidak diberikan kesempatan yang
sama dengan laki-laki untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan yang berguna bagi dirinya dan
lingkungannya
• Laki-lakitidakdiberikanpenghargaanyangsama
dengan perempuan jika mereka memilih ‘masuk
dapur’.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kesetaraan Gender dengan jenis pekerjaan yang dilakukan
oleh perempuan. Namun, melihat contoh kedua
keluarga di atas, jelas bagi kita bahwa jenis pekerjaan
seseorang ataupun tempat bekerja yang dipilih oleh
seseorang bukanlah ukuran yang dapat menunjukkan
adanya kesetaraan Gender. Kesetaraan Gender
ditunjukkan dengan adanya kedudukan yang setara
antara laki-laki dan perempuan di dalam pengambilan
keputusan dan di dalam memperoleh manfaat dari
peluang-peluang yang ada di sekitarnya. Kesetaraan
Gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang
sama pada perempuan dan laki-laki dalam menentukan
keinginannya dan menggunakan kemampuannya secara
maksimal di berbagai bidang. Tidak peduli apakah dia
seorang ibu rumah tangga, presiden, buruh pabrik,
supir, pengacara, guru ataupun profesi lainnya, jika
kondisi-kondisi tersebut tidak terjadi pada dirinya
maka dia tidak dapat dikatakan telah menikmati
adanya kesetaraan Gender.
Di lain pihak, berkembangnya isu Gender
di masyarakat dan maraknya inisiatif-inisiatif
yang memperjuangkan kesetaraan Gender juga
memicu sebagian orang menjadi berpikir dikotomis.
Terminologi
‘kesetaraan
Gender’
seringkali
disalahartikan dengan mengambil alih pekerjaan
dan tanggung jawab laki-laki. Kondisi seperti
ini menyiratkan adanya kesimpangsiuran dalam
memaknai kesetaraan Gender.
Kesetaraan Gender bukan berarti memindahkan
semua pekerjaan laki-laki ke pundak perempuan, bukan
pula mengambil alih tugas dan kewajiban seorang
suami oleh istrinya. Jika hal ini yang terjadi, bukan
‘kesetaraan’ yang tercipta melainkan penambahan
beban dan penderitaan pada perempuan.
Inti dari kesetaraan Gender adalah menganggap
semua orang pada kedudukan yang sama dan sejajar
(equality), baik itu laki-laki maupun perempuan.
Dengan mempunyai kedudukan yang sama, maka setiap
individu mempunyai hak-hak yang sama, menghargai
fungsi dan tugas masing-masing, sehingga tidak ada
salah satu pihak yang mereka berkuasa, merasa lebih
baik atau lebih tinggi kedudukannya dari pihak lainnya.
Singkatnya, inti dari kesetaraan Gender adalah
kebebasan memilih peluang-peluang yang diinginkan
tanpa ada tekanan dari pihak lain, kedudukan dan
kesempatan yang sama di dalam pengambilan keputusan
dan di dalam memperoleh manfaat dari lingkungan.
Pemikiran seperti ini umumnya muncul
terutama pada kelompok masyarakat tradisionalpatriarkhi yang masih menganggap bahwa sudah
kodratnya perempuan untuk melakukan pekerjaan di
dapur.
Bahwa peran Gender tidak sama dengan kodrat.
Bukan kodratnya perempuan untuk masuk dapur,
karena kegiatan memasak di dapur tidak ada kaitannya
dengan ciri-ciri biologis yang ada pada perempuan.
Kegiatan memasak di dapur (atau kegiatan domestik
lainnya) adalah suatu bentuk pilihan pekerjaan dari
sekian banyak jenis pekerjaan yang tersedia (misalnya
guru, dokter, pilot, supir, montir, pedagang, dll), yang
tentu saja boleh dipilih oleh perempuan ataupun lakilaki.
Kesetaraan Gender memberikan pilihan, peluang
dan kesempatan tersebut sama besarnya pada perempuan
dan laki-laki.
Bagaimana Peran Gender Berlaku di Masyarakat
Supaya lebih jelas bagaimana kita bisa melihat
kesetaraan Gender terjadi dalam lingkup kegiatan
sehari-hari, berikut ilustrasi sederhana yang terjadi
pada dua keluarga:
Yang pertama adalah seorang istri yang memilih
bekerja di rumah Dan suaminya memilih bekerja
buruh di pabrik. Pada saat mengambil keputusan di
keluarga, istri bebas menentukan apakah dia ingin
bekerja di luar atau di dalam rumah. Demikian juga
sang suami tidak keberatan untuk bertukar peran
suatu saat istrinya mempunyai kesempatan bekerja
di pabrik. Dalam hal ini kita bisa mengatakan bahwa
telah tercipta kesetaraan Gender di dalam keluarga
tersebut. Istri tidak dipaksa suami untuk tinggal
di rumah dan suami tidak diharuskan bekerja di
pabrik. Mereka memilih peran tersebut atas dasar
kemampuan dan keinginan masing-masing pihak,
tidak ada paksaan ataupun tekanan dari istri maupun
suami. Kesetaraan Gender tercipta manakala istri dan
suami mempunyai peluang yang sama untuk memilih
jenis pekerjaan yang disukainya dan mempunyai posisi
yang sama saat mengambil keputusan Dalam keluarga.
Yang kedua, adalah seorang perempuan yang
bekerja sebagai pengacara atas desakan sang suami.
Sang istri selalu bekerja dibawah tekanan suami, tidak
mempunyai kebebasan mengeluarkan pendapatnya
dan tidak mempunyai kesempatan untuk memilih
pekerjaan lain yang diinginkannya. Kita seringkali
membuat dan menilai sesuatu hanya dari penampakan
luarnya saja. Demikian pula halnya dengan kesetaraan
Gender. Orang sering menghubung-hubungkan
Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan Gender terjadi manakala
seseorang diperlakukan berbeda (tidak adil) berdasarkan
84
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
alasan Gender ( peran dan fungsi sosial di lingkungan
masyarakatnya ) . Misalnya, seorang perempuan yang
ditolak kerja sebagai supir bis karena supir dianggap
bukan pekerjaan untuk perempuan, atau seorang lakilaki yang tidak bisa menjadi guru TK karena dianggap
tidak bisa berlemah lembut dan tidak bisa mengurus
anak-anak kecil.
Ketidakadilan Gender bisa terjadi pada
perempuan maupun laki-laki. Namun pada kebanyakan
kasus, ketidakadilan Gender Lebih banyak terjadi pada
perempuan. Itulah juga sebabnya masalah-masalah
yang berkaitan dengan Gender sering diidentikkan
dengan masalah kaum perempuan.
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender sebagai
berikut : Penomorduaan (subordinasi), pelabelan
(stereotype), marjinalisasi, beban kerja berlebih (multi
burned), kekerasan.
a.
Penomorduaan (Subordinasi)
Penomorduaan atau subordinasi pada dasarnya
adalah pembedaan perlakuan terhadap salah satu
identitas sosial, dalam hal ini adalah terhadap
perempuan. Dalam kultur budaya kita di Indonesia,
perempuan masih dinomorduakan dalam banyak
hal, terutama dalam pengambilan keputusan. Suara
perempuan dianggap kurang penting dalam proses
pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut
kepentingan umum. Contah lain dalam bidang
pendidikan. Perempuan masih sering dinomorduakan,
terutama pada lingkup keluarga di pedesaan atau
di kalangan masyarakat yang lemah dalam status
ekonominya.
Hasil survei BPS tahun 2000 diketahui bahwa
jumlah perempuan di Indonesia hampir setengahnya
(49,9%) dari jumlah penduduk lakilaki (50,1%).
Dari jumlah tersebut, pada tahun 20011 terdapat
14,54% perempuan yang buta huruf (dibandingkan
laki-laki 6,87%) dan sebesar 12,28% pada tahun
2003 (dibandingkan dengan laki-laki 5,48%). Padahal
pada saat yang sama, di negara-negara maju, jumlah
perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi
(setingkat universitas) lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki. Sebagai contoh, di New Zealand
tercatat 89% pelajar perempuan melanjutkan
pendidikan ke tingkat universitas dibandingkan
pelajar laki-laki yang hanya mencapai 62%; di Iceland
terdapat 80% pelajar perempuan yang memutuskan
ingin masuk ke tingkat lebih tinggi dibandingkan
pelajar laki-laki yang hanya mencapai 42%; dan
di Inggris dilaporkan bahwa 49% perempuan
mengenyam pendidikan universitas dibandingkan
85
laki-laki yang hanya mencapai 41%nya.
b. Pelabelan Negatif pada Perempuan (Stereotype)
“isi kepala perempuan itu: satu pikiran dan sembilan
sisanya hanya emosi saja”
Label negatif senada banyak kita temukan di
masyarakat. Contohnya, jika perempuan pulang larut
malam dari tempatnya bekerja dipandang sebagai
perempuan tidak benar, sedangkan jika laki-laki
dianggap pekerja keras. Padahal mungkin mereka
mempunyai jenis pekerjaan dan kesibukan yang sama.
Citra buruk perempuan yang emosional, tidak rasional,
lemah, cerewet, pendendam, penggoda dan lain
sebagainya, secara tidak langsung telah menghakimi
dan menempatkan perempuan pada posisi yang tidak
berdaya di masyarakat.
Dalam pepatah Jawa bahkan disebutkan bahwa
perempuan itu kanca wingking (berperan di belakang)
yang swarga nunut neraka katut (ke surga ikut ke
neraka juga menurut saja). Dengan label-label negatif
seperti itu, mustahil bagi perempuan untuk dapat
memperoleh kedudukan yang sejajar dengan laki-laki
dalam pandangan masyarakat. Perempuan selalu akan
tertinggal di belakang karena dianggap memang posisi
terbaiknya ada di belakang laki-laki.
c. Marjinalisasi
Sebagai akibat langsung dari penomorduaan
(subordinasi) posisi perempuan serta melekatnya
label-label buruk pada diri perempuan (stereotype),
perempuan tidak memiliki peluang, akses dan
kontrol -seperti laki-laki- dalam penguasaan sumbersumber ekonomi. Dalam banyak hal, lemahnya
posisi seseorang dalam bidang ekonomi mendorong
pada lemahnya posisi mereka dalam pengambilan
keputusan. Lebih jauh hal ini akan berakibat pada
terpinggirkan atau termarginalkannya kebutuhan dan
kepentingan pihak-pihak yang lemah tersebut, dalam
hal ini adalah perempuan.
Di kantor-kantor, staf perempuan sulit
mendapatkan posisi pengambil keputusan. Perempuan
dianggap masih tidak mampu untuk melakukan
tugas-tugas penting dan serius seperti menangani
proyek-proyek pembangunan. Fenomena seperti ini
umum terjadi dalam tubuh instansi pemerintahan,
baik skala nasional maupun daerah. Staf perempuan
yang terlibat dalam struktur kepengurusan atau
pengelolaan sebuah proyek, mereka cenderung sulit
mendapatkan posisi pengambil keputusan proyek.
Kebanyakan, staf perempuan lebih berfungsi sebagai
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
‘peran pembantu’, misalnya untuk mencatat hasil
rapat, mengetik laporan, dan peran lainnya yang tidak
memungkinkan mereka untuk mempunyai akses dan
kontrol langsung
Pembedaan posisi dan kedudukan perempuan
di tempat bekerja berakibat bukan hanya pada
terbatasnya manfaat inansial yang diterima (gaji),
namun juga perempuan tidak mempunyai akses
dan kontrol terhadap program-program kerja yang
direncanakan, apakah akan berimplikasi positif atau
negatif terhadap perempuan, atau malah sama sekali
mengesampingkan kepentingan dan kebutuhan
perempuan (buta Gender).
Dalam lingkup masyarakat tradisional seperti
yang ada di banyak tempat di Indonesia, kondisi
perempuan yang terpinggirkan dianggap lumrah dan
biasa. Seperti sudah ada aturan tidak tertulis bahwa
perempuan tidak aktif diikutkan dalam pertemuanpertemuan penting di masyarakat (misalnya dalam
kepengurusan lembaga adat atau musbang) karena
laki-laki yang ditempatkan pada posisi pemegang
kontrol dan pembuat keputusan. Lebih jauh lagi,
perempuan yang berasal dari etnis minoritas (misalnya
imigran pendatang) biasanya memiliki peluang
partisipasi yang lebih sempit lagi karena mereka tidak
diperhitungkan sebagai bagian dari adat asli yang
menetapkan norma-norma yang berlaku di tempat
mereka tinggal. Aturan-aturan tradisional seperti ini
diperparah dengan perangkat hukum dan birokrasi
negara kita yang tidak sensitif Gender.
Dengan berlanjutnya ketidakadilan Gender
seperti ini, posisi perempuan semakin lemah
dari sisi ekonomi dan selanjutnya berakibat pada
lemahnya posisi perempuan dalam pengambilan
keputusan di dalam keluarga. Dalam kondisi yang
demikian menjadi mustahil bagi perempuan untuk
memperjuangkan kebutuhan dan kepentingannya
serta untuk mendapatkan akses dan kontrol terhadap
sumberdaya, seperti kepemilikan dan penggunaan
lahan.
akan berbalik menjadi senjata makan tuan. Beban
kerja perempuan menjadi semakin bertambah banyak
dengan tambahan kegiatan-kegiatan yang ingin dia
ikuti di luar rumah. Hal ini disebabkan karena pada
saat yang bersamaan perempuan masih terbebani
dengan setumpuk tugas dan pekerjaan di dalam rumah
tangganya (domestik).
‘Jangan sampai ketika perempuan sadar Gender
kemudian menjadi tidak mau membuatkan kopi untuk
suaminya dan membuat situasi rumah tangga menjadi
berantakan’. Celotehan seperti itu diungkapkan kaum
laki-laki. Pertanyaannya: Apakah hanya perempuan
yang bisa membuat kopi? Apakah hanya perempuan
yang harus menjaga situasi rumah tangga tetap
harmonis? Apakah hanya tugas perempuan untuk
membuat rumah tangga bahagia? Jika jawabannya
tidak, maka tidak perlu takut bahwa perempuan yang
sadar Gender akan membuat situasi di rumah tangga
menjadi runyam.
Terlebih lagi, bukan hanya perempuan yang
harus sadar Gender, tetapi juga laki-laki sebagai bagian
dari keluarga yang mempunyai hak dan kewajiban
yang setara dalam keluarga.
Keluarga yang sudah sadar Gender akan lebih
menyadari bahwa kebahagiaan rumah tangga adalah
tanggung jawab bersama dan Gender tidak dijadikan
alasan bagi perempuan untuk berbuat semena-mena
terhadap laki-laki ataupun sebaliknya.
Jadi jelas bahwa kekhawatiran-kekhawatiran
tersebut sebenarnya tidak beralasan. Jika seluruh
anggota keluarga, laki-laki maupun perempuan sudah
sadar Gender maka beban tanggung jawab yang ada
dalam keluarga tersebut akan terbagi rata dan tidak
bertumpuk pada satu orang. Tidak pada istri, ibu,
suami, anak dan anggota keluarga lainnya.
Inti dari kesetaraan Gender seperti yang telah
dibahas di muka, adalah saling menghargai hak-hak
dan kewajiban masing-masing, saling membantu dan
berbagi peran untuk meringankan beban pekerjaan satu
sama lain, karena semua jenis pekerjaan yang dilakukan
adalah sama pentingnya. Pekerjaan domestik tidak
lebih rendah posisinya dari peran publik.
Jika seluruh anggota keluarga aktif dalam
kegiatan publik, maka mereka dapat mencari alternatif
waktu dan cara bagaimana kedua peran tersebut bisa
dilakukan bersama-sama, misalnya dengan mengatur
waktu secara bergiliran. Dengan demikian, masingmasing mempunyai kesempatan yang sama untuk
mencurahkan waktu, tenaga dan kemampuan yang
dimilikinya secara maksimal ketika melakukan peran
publik (mencari nafkah, berinteraksi sosial, dll)
maupun peran domestik (rumah tangga), karena tidak
d. Beban Kerja Berlebih (Multi-burdened)
Ketidakadilan Gender yang terjadi pada
perempuan bisa berbentuk muatan pekerjaan yang
berlebihan. Hal inilah yang juga sering menjadi
bahan diskusi dalam forum-forum yang membahas
tentang Gender. Sebagian orang khawatir bahwa
jika perempuan semakin pintar, semakin maju, ikut
aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, meningkat
kemampuan dan keahliannya di berbagai bidang,
maka pada akhirnya ‘kebebasan berekspresi’ tersebut
86
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
terbebani dengan ‘antrian’ tugas-tugas lain yang harus
dikerjakannya.
Komunikasi dan keterbukaan tentunya menjadi
kunci untuk terciptanya kesetaraan Gender dalam,
sehingga tidak ada salah satu pihak yang ‘terpaksa’ harus
mengalah untuk pihak lainnya.
ayat tersebut dengan perspektif gender, penelitian
terhadap autensitas hadis tersebut, untuk menemukan
hadis yang lebih sahih. Ini berarti memerlukan usaha
yang melibatkan antara ulama dengan berbagai orang
dan dengan bermacam-macam disiplin ilmu yang
mempunyai perspektif gender .
e. Kekerasan
f.
Kekerasan terhadap perempuan adalah salah
satu bentuk ketidakadilan Gender yang mulai
ramai dibicarakan akhir-akhir ini dalam media.
Bentuk kekerasan yang terjadi sangat beragam, mulai
dari kekerasan isik (seperti pemukulan), kekerasan
psikis (misalnya, kata-kata yang merendahkan atau
melecehkan), kekerasan seksual (contohnya perkosaan),
dll. Bentuk-bentuk kekerasan ini bisa terjadi pada siapa
saja, dan dimana saja, bisa di wilayah pribadi (rumah
tangga) atau di wilayah publik (lingkungan).
Pada kebanyakan kasus, korban KDRT adalah
perempuan. Tentu saja laki-laki pun bisa jadi korban
kekerasan dalam rumah tangga meskipun jumlahnya
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah korban
kekerasan terhadap perempuan. Dari sekitar 10 sampai
69 persen dari pasangan hidup di dunia, perempuan
menjadi korban kekerasan isik dari pasangannya.
Prosentase ini belum termasuk pada kekerasan psikis
(mental) dan seksual, yang tentunya menimbulkan
dampak lebih panjang dan kompleks bukan hanya
bagi korban kekerasan tersebut (perempuan) tapi juga
bagi yang menyaksikan kekerasan tersebut terjadi di
dalam keluarga, yaitu anak-anak.
Setelah melihat penjelasan seks, kodrat dan
gender makin terkuak apa yang sesungguhnya terjadi
dalam kehidupan social masyarakat kita dalam
memaknai kehadiran manusia di dunia. Peran legitimasi
agama, sosial, budaya, ekonomi dan politik membuat
jurang antara lelaki dan perempuan menganga lebar.
Sebagaimana yang dipaparkan di atas. tafsiran
agama mempunyai kedudukan yang sangat strategis
dalam melanggengkan ketidakadilan gender maupun
sebaliknya, yaitu dalam usaha menegakkan keadilan
gender. Untuk itu diperlukan suatu pengkajian ulang
terhadap keseluruhan tafsir agama dan implikasinya
terhadap ajaran dan prilaku keagamaan. Kajian
tersebut menyangkut identitas akar permasalahan
dan strategi pemecahannya.Suatu strategi advokasi
bisa dipinjam untuk melakukan proses penyadaran
dan penafsiran ulang dengan pendekatan-pendekatan
sebagai berikut: apabila persoalannya terletak dalam
pengertian ayat al-Quran atau bunyi hadis, maka yang
perlu dilakukan adalah penafsiran ulang terhadap
Sepuluh Koran Ibukota yang beredar Jumat 29
Januari 1993 yaitu : Berita Buana, Bisnis Indonesia,
Kompas, Neraca, Pos Kota, Republika, Sinar
Pagi, dan Suara Karya. Berita yang menyangkut
perempuan mengetengahkan perempuan yang mereka
ketengahkan dalam pemberitaannya adalah sebagai
berikut:
1. Korban tindak kejahatan, terutama kekerasan
(seksual dan penganiayaan)
2. Korban suatu kekuatan diluar kekuasaan
dirinya (alam, penguasa)
3. Objek seks, dan pendamping kisah yang
“dibintangi” laki-laki
4. Sebagai istri orang (subandy : 98: 142)
87
Bias Gender dalam Pemberitaan
3. Simpulan
Berbagai persoalan
yang menghadang
perempuan di berbagai bidang kehidupan sepanjang
masa membuat penulis tersadarkan, ada persoalan
krusial yang sesungguhnya terjadi selama ini yang
sering kali menjadi silent killer bagi relasi perempuan
dan laki-laki yait: kesetaraan gender.
Penulis menganggap menggugat kesetaraan
gender antara laki-laki dan perempuan adalah sebuah
keharusan bila menginginkan harmonisasi kehidupan
dan kemajuan dunia. Khususnya di Negara kita,
Indonesia.
Media adalah sebuah lembaga yang memberi
dorongan penuh bagi terciptanya kesetaraan gender
antara laki-laki dan perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan melalui pemberitaan, penyajian, potret
perempuan menurut kehendak media adalah salah
satu bentuk ketidakadilan gender yang terjadi terhadap
perempuan yang dilakukan oleh media.
Menelisik atas contoh-contoh pemberitaan yang
ada tentang penyajian perempuan di media, menjadi
keprihatinan bersama. Upaya-upaya positif dapat
dilakukan oleh media untuk memberikan penyajian
yang berimbang dan positif antara perempuan dan
laki-laki.
Media sebagai “alat” pencitraan bagi berbagai
kepentingan mestinya memiliki peran yang cukup
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
signiikan untuk mendorong terciptanya kesetaraan
dan keadilan gender.
Apa yang menjadi harapan kita semua dapat
tercipta bila media memberlakukan kesetaraan gender
dalam melakukan penyajian informasi, berita terhadap
gender yang ada.
Daftar Pustaka
Ceramah oleh Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan RI, pada tanggal 21 Juni 2001 pada
acara Sarasehan Representasi Perempuan dan
Pemilihan Umum. Sumber: Data dirumuskan
oleh Divisi Perempuan dan Pemilihan Umum
CETRO. 2001
St. Sundari Maharto, “Perempuan dalam Budaya
Jawa”, dalam Hj. Bainar, Wacana Perempuan KeIndonesiaan da Kemodernan, (Jakarta: CIDES)
Baroroh Baried, “Konsep Wanita dalam Islam”, dalam
Wanita Islam Indonesia Kjian Tekstual dan
Kontekstual (Jakarta: INIS, 1993),.
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi
Sosial (Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 1999).
KH.Husein Muhammad, ‘Fiqh Perempuan: Releksi
Kiai Atas Wacana Agama dan Gender’. (Jogja :
LKIS,2001)
Idi Subandy , Wanita dan Media:’ Konstruksi Ideologi
Gender Dalam Ruang Publik Orde Baru’.
(Bandung: Rosdakarya, 1998)
Wikipedia Bahasa Indonesia
88
Bagian III :
Peran dan Tantangan New Media bagi
Pembangunan di Era Globalisasi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Twitter “Anak” New Media yang Revolusioner
(Medium Pembangun Globalisasi)
G. Genep Sukendro
dan
Sisca Aulia 1*)
Abstrak
Media mulai berubah wujud untuk tetap selalu menjadi senjata ampuh yang mengarahkan dan menyampaikan
kabar. Dan begitu juga dengan publik sekarang lebih powerful di era media sosial. Berkembangnya teknologi
komunikasi dan informasi (information and communication technology/ICT) selama dekade terakhir membawa
tren baru di dunia industri komunikasi, yakni hadirnya beragam media yang menggabungkan teknologi komunikasi
baru dan teknologi komunikasi massa tradisional. Pada dataran praktis maupun teoritis, fenomena yang sering
disebut sebagai konvergensi media ini memunculkan beberapa konsekuensi penting. Konvergensi media memberikan
kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi, dan pemrosesan seluruh bentuk informasi
baik yang bersifat visual, audio, data, dan sebagainya
Dalam dunia maya, begitu banyak jejaring sosial yang mengalami pertumbuhan begitu pesat diantaranya twitter.
Di Indonesia, memang twitter kalah populer dibandingkan dengan facebook yang saat ini sudah mencapai lebih dari
200 juta pengguna di seluruh dunia. Namun keampuhan media ini sudah sangat diuji sebagai pengawal atau pun
penyampai pembangunan di belahan bumi era globalisasi ini, salah satunya di Indonesia.
Strategi pembangunan menentukan strategi komunikasi, maka makna komunikasi pembangunan pun bergantung
pada modal atau paradigma pembangunan yang dipilih oleh suatu negara. Peranan komunikasi pembangunan
berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Komunikasi
merupakan dasar dari perubahan sosial, artinya kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak
pembangunan. Proses pembangunan ke depan cenderung akan semakin mengurangi peran pemerintah, seiring
semakin besarnya peran masyarakat dan New Media. Karena teknologi komunikasi juga sangat mendukung
terciptanya pembangunan suatu bangsa.
Kata Kunci: Media, Twitter, Pembangunan, Globalisasi
1. Pendahuluan
Dewasa ini relita sudah berlari kencang,
mendauhului teori, ini karena peranan komunikasi dan
pembangunan. Dalam era globalisasi penyelenggaraan
program pembangunan, diperlukan suatu sistem
komunikasi agar terjalin komunikasi efektif dan
memiliki makna yang mampu mengarahkan
pencapaian tujuan pembangunan. Hal itu perlu
dilakukan karena proses pembangunan melibatkan
belbagai elemen masyarakat. Dimana komunikasi
pembangunan selayaknya mengedepankan sikap
aspiratif, konsultatif, dan relationship. Karena
pembangunan tidak akan berjalan dengan optimal
tanpa adanya hubungan sinergis antara pelaku dan
obyek pembangunan. Apalagi proses pembangunan
ke depan cenderung akan semakin mengurangi peran
dominan pemerintah—seiring semakin besarnya
peran masyarakat dan tentunya media (new media).
Konteks dalam media baru adalah istilah
yang dimaksudkan untuk mencakup kemunculan
digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi
dan komunikasi di akhir abad ke-20. Media baru
merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan
konvergensi antara teknologi komunikasi digital
yang terkomputerisasi serta terhubung kedalam
jaringan. Pada saat perkembangan teknologi
berkembang dengan cepatnya, pastinya banyak sekali
produk-produk multimedia yang semakin banyak
juga. Seiring dengan berkembang pesatnya media saat
ini, tentang beberapa aplikasi new media yang sudah
awam digunakan sehari hari sebagai sarana untuk
membantu dalam belbagai bidang, seperti; Facebook,
YouTube, Twitter, Myspace, dan sebagainya. Dalam
konteks ini lebih spesiik membahas pada medium
Twitter.
Sejarahnya, Twitter berawal dari sebuah
diskusi yang diselenggarakan oleh anggota dewan
dari Podcasting perusahaan Odeo. Jack Dorsey
memperkenalkan ide Twitter dimana individu bisa
menggunakan short message service (SMS) layanan
untuk berkomunikasi dengan sebuah kelompok kecil.
Proyek ini dimulai pada tanggal 21 secara terbuka
pada tanggal 15 Juli 2006. Twitter menjadi perusahaan
sendiri pada bulan April 2007. Popularitas Twitter
mulai meningkat pada tahun 2007 ketika terdapat
Festival South by Southwest (SXSW). Selama acara
tersebut berlangsung, penggunaan Twitter meningkat
dari 20.000 kicauan per hari menjadi 60.000. Reaksi
di festival itu sangat positif. Pada tanggal 14 September
2010, Twitter mengganti logo dan meluncurkan
1 *) Kedua Penulis adalah Dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta.
91
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
desain baru dan logo berubah lagi menjadi “Larry the
“Bird” pada tanggal 5 Juni 2012. Sudah lebih dari
400.000 kicauan dikirim-tampil (post) per kuartal
pada tahun 2007. Kemudian berkembang menjad 100
juta kicauan dikirim-tampil per kuartal pada 2008.
Pada akhir tahun 2009, 2 miliar per kuartal
kicauan sudah dikirim-tampil. Pada kuartal pertama
tahun 2010, 4 miliar kicauan yang dikirim-tampil.
Pada bulan Februari 2010 pengguna Twitter
mengirimkan 50 juta per hari. Pada Juni 2010,
sekitar 65 juta kicauan yang dikirim-tampil setiap
hari, setara dengan sekitar 750 kicauan dikirim setiap
detik, menurut Twitter. Di Indonesia, Twitter sangat
popular, terlebih lagi, kemudahan yang disediakan
oleh telepon seluler yang ada serta aplikasi yang
mendukung. hal ini membuat Indonesia menduduki
peringkat ke enam sebagai negara dengan pengguna
Twitter terbanyak, meski Amerika masih menjadi
negara nomor satu untuk urusan Twitter.
Media baru juga sebagai alat untuk perubahan
sosial gerakan sosial media memiliki andil sejarah,
dalam menciptakan perubah dengan kecepatan tinggi.
Sejak itu, New Media telah digunakan secara luas
oleh gerakan sosial untuk belbagai hal; mendidik,
mengatur, berkomunikasi, membangun koalisi, dan
banyak lagi. Satu sisi publik memanfaatkan internet
untuk menghasilkan globalisasi akar rumput, yang
bersifat anti-kemapanan daripada arus modal.
Sesuatu hal tentu saja, beberapa juga skeptis
terhadap peran, karakter media baru dalam gerakan
sosial. Menggunakan situs web, blog, dan video online
untuk menunjukkan efektivitas gerakan itu sendiri.
Seiring dengan contoh penggunaan blog volume
tinggi telah memungkinkan belbagai pandangan
dan praktek menjadi lebih luas dan mendapatkan
lebih banyak perhatian publik. Eksesnya new Media
baru-baru ini banyak diminati global spionase
masyarakat karena mudah diakses secara elektronik
dalam database format dan karena itu dapat dengan
cepat diambil dan sebaliknya direkayasa oleh nasional
pemerintah. Terutama menarik bagi spionase
komunitas Facebook dan Twitter, dua situs di mana
orang bebas mengungkapkan informasi pribadi yang
kemudian dapat disaring melalui dan diarsipkan
untuk penciptaan otomatis dari dokumen pada kedua
orang kepentingan dan warga rata-rata. Kembali pada peran media dalam kehidupan
sosial bukan sekedar sarana diversion, pelepas
ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang
disajikan, mempunyai peran yang signiikan dalam
proses sosial. Isi media massa merupakan konsumsi
otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di
media massa akan mempengaruhi realitas subjektif
pelaku interaksi sosial (DeFleur dan Ball-Rokeach,
1989; Curran et. al, 1979).
Gambaran tentang realitas yang dibentuk
oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari
respon dan sikap khalayak terhadap belbagai objek
sosial. Informasi yang salah dari media massa akan
memunculkan gambaran yang salah pula terhadap
objek sosial itu. Karenanya media massa dituntut
menyampaikan informasi secara akurat dan
berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan
tuntutan etis dan moral penyajian media massa.
Menilik dari besarnya peran new media dalam
mempengaruhi pemikiran khalayaknya, tentulah
perkembangan media massa di Indonesia pada masa
akan datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi
globalisasi media massa yang tak terelakan lagi.
Globalisasi media massa merupakan proses yang
secara nature terjadi, sebagaimana jatuhnya sinar
matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor.
Globalisasi membuat perbedaan yang ada antarnegara
dalam dimensi ruang, waktu dan kebudayaan semakin
berkurang. Jika, pada era 1970-an sampai akhir abad
ke-20 kita lekat dengan istilah amerikanisasi maka
memasuki abad ke-21 sampai sekarang istilah tersebut
digantikan dengan globalisasi.
Sebagaimana lontaran Gramsci yang terkenal
dengan teori hegemoninya mengatakan bahwa untuk
melepaskan diri dari cengkeraman budaya asing,
diperlukan partisipasi keikutsertaan para intelektual
organik kaum inteletual yang harus menyadarkan
masyarakat, terutama generasi muda, bukan kaum
inteletual tradisional yang justru lebih melegitimasikan
budaya-budaya asing tersebut (Gramsci dalam Bocock,
2007).
2. Kerangka Teori
2.1. Teori Modernisasi
Teori Modernisasi muncul pada pasca perang
dunia kedua, yaitu pada saat Amerika terancam
kehilangan lawan dagang sehingga terjadi kejenuhan
pasar dalam negeri; dari keterlibatan Amerika inilah
negara-negara Eropa yang porak poranda seusai perang
mulai bangkit dari keterpurukannya, keterlibatan
ini bukan saja banyak ‘menolong’ negara-negara
Eropa, tetapi di balik itu justru banyak memberikan
keuntungan yang lebih bagi Amerika itu sendiri.
Pada perkembangannya kemudian, keberhasila
pembangunan yang diterapkan pada negara-negara
di Eropa ini memberikan pemikiran lanjut untuk
melakukan ekspansi pasar ke negara-negara dunia
Ketiga, dan banyak memberikan bantuan untuk
pembangunannya; dalam kenyataannya, keberhasilan
yang pernah diterapkan di Eropa, ternyata banyak
mengalami
kegagalan di negara-negara dunia
Ketiga. Penjelasan tentang kegagalan ini memberikan
inspirasi terhadap sarjana-sarjana sosial Amerika, yang
kemudian dikelompokkan dalam satu teori besar, dan
dikenal sebagai teori Modernisasi (Budiman, dalam:
Frank, 1984).
Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup:
(1) Bertolak dari dua kutub dikotomis yaitu antara
masyarakat modern (masyarakat negara-negara maju)
dan masyarakat tradisional (masyarakat negara92
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
negara berkembang); (2) Peranan negara-negara
maju sangat dominan dan dianggap positif, yaitu
dengan menularkan nilai-nilai modern disamping
memberikan bantuan modal dan teknologi. Tekanan
kegagalan pembangunan bukan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal melainkan internal; (3) Resep
pembangunan yang ditawarkan bisa berlaku untuk
siapa, kapan dan dimana saja (Budiman, dalam:
Frank, 1984).
Satu hal yang menonjol dari teori modernisasi
ini adalah, modernisasi seolah-olah tidak memberikan
celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai
sumber kegagalan, namun lebih menekankan sebagai
akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Asumsi ini
ternyata banyak menimbulkan komentar dari berbagai
ihak, terytama dari kelompok pendukung teori
dependensi, sehingga timbul paradigma baru yang
dikenal sebagai teori Modernisasi Baru (SuwarsonoSo, 1991).
2.2. Teori Media Baru
Pada tahun 1990, Mark Poster meluncurkan
buku besar, he Second Media Age, yang menandai
periode baru dimana teknologi interaktif dan
komunikasi jaringan, khususnya dunia maya akan
mengubah masyarakat. Gagasan tentang era media
kedua yang sebenarnya telah dikembangkan sejak
tahun 1980-an hingga saat ini menandai perubahan
yang penting dalam teori media.
Kekuatan media dalam dan dari media itu
sendiri kembali menjadi fokus, termasuk sebuah minat
baru dalam karakteristik penyebaran dan penyiaran
media. Era media yang pertama digambarkan oleh
sentralisasi produksi; komunikasi satu arah; kendali
situasi untuk sebagian besar; reproduksi stratiikasi
sosial dan perbedaan melalui media; audiens massa
yang terpecah; dan pembentukan kesadaran sosial. Era
media kedua dapat digambarkan sebagai desentralisasi;
dua arah; di luar kendali situasi; demokratisasi;
mengangkat kesadaran individu; dan orientasi
individu.
Pendekatan interaksi sosial membedakan
media menurut seberapa dekat media dengan model
interaksi tatap muka. Bentuk media penyiaran yang
lama, dikatakan lebih menekankan pada penyebaran
informasi yang mengurangi peluang adanya interaksi.
Media dianggap sebagai media informasional dan
karenanya menjadi mediasi realitas bagi konsumen.
Media baru lebih interaktif dan menciptakan sebuah
pemahaman baru tentang komunikasi pribadi.
Pendukung pandangan yang paling terkemuka
adalah Pierre Levy yang menulis buku berjudul
Cyberculture. Levy memandang World Wide Web
sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka,
leksibel dan dinamis, yang memungkinkan, manusia
mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru
dan juga terlibat dalam dunia demokratis tentang
pembagian mutual dan pemberian kuasa yang lebih
93
interaktif dan berdasarkan pada masyarakat.
Dunia maya memberikan tempat pertemuan
semu yang memperluas dunia sosial, menciptakan
peluang pengetahuan baru, dan menyediakan tempat
untuk berbagai pandangan secara luas. Media baru
tidak seperti interaksi tatap muka, tetapi memberikan
bentuk interaksi baru yang membawa kita kembali
pada hubungan pribadi dalam cara yang tidak bisa
dilakukan oleh media sebelumnya. Salah satu nilai
besar dalam media baru, tetapi perbedaan juga dapat
menyebabkan adanya perpecahan dan pemisahan.
Pendekatan integrasi sosial menggambarkan
media bukan dalam bentuk informasi, interaksi,
atau penyebarannya, tetapi dalam bentuk ritual, atau
bagaimana manusia menggunakan media sebagai cara
menciptakan masyarakat.
Menurut Praktikto (1979: 36) dewasa
ini kemajuan teknologi informasi yang menuju
kearah globalisasi komunikasi dirasakan cenderung
berpengaruh langsung terhadap tingkat peradaban
masyarakat dan bangsa. Semua menyadari bahwa
perkembangan teknologi informasi akhir-akhir
ini bergerak sangat pesat dan telah menimbulkan
dampak positif maupun negatif terhadap tata
kehidupan masyarakat di berbagai negara. Kemajuan
bidang informasi membawa kita memasuki abad
revolusi komunikasi. Bahkan ada yang menyebutnya
sebagai “Ledakan Komunikasi” (Subrata, 1992).
Apabila globalisasi diartikan sebagai perkembangan
kebudayaan manusia, maka globalisasi informasi
dan komunikasi yang mucul karena perkembangan
teknologi komunikasi, diartikan sebagai teknologi
elektronika yang mampu mendukung percepatan dan
meningkatkan kualitas informasi ini tidak mungkin
lagi di dibatasi oleh ruang dan waktu (Wahyudi,
1990).
Media massa merupakan salah satu bentuk
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Melalui media massa yang semakin banyak
berkembang memungkinkan informasi menyebar
dengan mudah di masyarakat. Informasi dalam
bentuk apapun dapat disebarluaskan dengan mudah
dan cepat sehingga mempengaruhi cara pandang,
gaya hidup, serta budaya suatu bangsa. Arus informasi
yang cepat menyebabkan kita tidak mampu untuk
menyaring pesan yang datang. Akibatnya tanpa
sadar informasi tersebut sedikit demi sedikit telah
mempengaruhi pola tingkah laku dan budaya dalam
masyarakat. Kebudayaan yang sudah lama ada dan
menjadi tolak ukur masyarakat dalam berperilaku kini
hampir hilang dan lepas dari perhatian masyarakat.
Akibatnya, semakin lama perubahan-perubahan sosial
di masyarakat mulai terangkat ke permukaan.
Pengaruh media terhadap masyarakat telah
menumbuhkan pembaharuan-pembaharuan yang
cepat dalam masyarakat. Pembaharuan yang berwujud
perubahan ada yang ke arah negatif dan ada yang
ke arah positif. Pengaruh media tersebut berkaitan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dengan aspek-aspek lain seperti sifat komunikator,
isi/informasi dari media itu sendiri, serta tanggapan
dari masyarakat. Sadar atau tidak sadar masyarakat
sering dipengaruhi oleh media massa, misalnya
media membujuk untuk menggunakan suatu produk
tertentu ataupun secara tidak langsung membujuk
untuk mendukung ideologi politik tertentu maupun
partai tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, ada
beberapa teori kontemporer yang berkaitan dengan
pengaruh komunikasi massa yang digolongkan dalam
empat bagian, yaitu:
1. Teori perbedaan Individu. Menurut teori ini
terdapat kecendrungan baru dalam pembentukan
watak sesorang melalui proses belajar. Adanya
perbedaan pola pikir dan motivasi didasarkan
pada pengalaman belajar. Perbedaan individu
disebabkan karena perbedaan lingkungan
yang menghasilakan perbedaan pandangan
dalam menghadapi sesuatu. Lingkungan akan
mempengaruhi sikap, nilai-nilai serta kepercayaan
yang mendasari kepribadian mereka dalam
menaggapi informasi yang datang. Dengan
demikian pengaruh media terhadap individu akan
berbeda-beda satu sama lain.
2. Teori Penggolongan Sosial. Penggolongan sosial
lebih didasarkan pada tingkat penghasilan, seks,
pendidikan, tempat tinggal maupun agama.
Dalam teori ini dikatakan bahwa masyarakat yang
memiliki sifat-sifat tertentu yang cenderung sama
akan membentuk sikap-sikap yang sama dalam
menghadapi stimuli tertentu. Persamaan ini
berpengaruh terhadap tanggapan mereka dalam
menerima pesan yang disampaikan media massa.
3. Teori Hubungan Sosial. Menurut teori ini
kebanyakan masyarakat menerima pesan yang
disampaikan media banyak di peroleh melalui
hubungan atau kontak dengan orang lain dari pada
menerima langsung dari media massa. Dalam hal
ini hubungan antar pribadi mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap penyampaian informasi oleh
media.
4. Teori Norma-Norma Budaya. Teori ini
menganggap bahwa pesan/informasi yang
disampaikan oleh media massa dengan caracara tertentu dapat menimbulkan tafsiran yang
berbeda-beda oleh masyarakat sesuai dengan
budayanya. Hal ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa media mempengaruhi
sikap individu tersebut. Ada beberapa cara yang
ditempuh oleh media massa dalam mempengaruhi
norma-norma budaya. Pertama, informasi yang
disampaikan dapat memperkuat pola-pola budaya
yang berlaku serta meyakinkan masyarakat bahwa
budaya tersebut masih berlaku dan harus di
patuhi. Kedua, media massa dapat menciptakan
budaya-budaya baru yang dapat melengkapi
atau menyempurnakan budaya lama yang tidak
bertentangan. Ketiga, media massa dapat merubah
norma-norma budaya yang telah ada dan berlaku
sejak lama serta mengubah perilaku masyarakat
itu sendiri.
Perubahan
sosial
merupakan
gejala
berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu
masyarakat dan merupakan gejala umum yang terjadi
sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan
sosial di masyarakat meliputi beberapa orientasi,
antara lain; (1) perubahan dengan orientasi pada
upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur
kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah,
(2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk
atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru,
(3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk,
unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa
lampau. Dalam memantapkan orientasi suatu proses
perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan
kekuatan pada orientasi perubahan tersebut, antara
lain adalah sebagai berikut: (1) sikap, dalam hal ini
baik skala individu maupun skala kelompok yang
mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat
dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu
sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir
sejumlah penyimpangan dari bentuk-bentuk atau
unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah
satu pendorong perubahan adanya individu-individu
yang menyimpang dari hal-hal yang rutin, makhluk
yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3)
mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang
mampu memberikan penghargaan (reward) kepada
pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi
dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi,
dan iptek, (4) tersedianya fasilitas dan pelayanan
pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesiikasi
dan kualiikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi
semua ihak yang membutuhkannya.
Suatu proses perubahan sosial tidak selalu
berorientasi pada kemajuan semata. Tidak menutup
kemungkinan bahwa proses perubahan sosial juga
mengarah pada kemunduran atau mungkin mengarah
pada suatu degradasi pada sejumlah aspek atau nilai
kehidupan dalam masyarakat yang bersangkutan.
Suatu kemunduran dan degradasi (luntur atau
berkurangnya suatu derajat atau kualiikasi bentukbentuk atau nial-nilai dalam masyarakat), tidak hanya
satu arah atau orientasi perubahan secara linier, tetapi
juga memiliki dampak sampingan dari keberhasilan
suatu proses perubahan.
3. Pembahasan
3.1. Twitter: Membangun Media Pembangun
Revolusioner
Konsep pembangunan biasanya melekat dalam
konteks kajian suatu perubahan, pembangunan disini
diartikan sebagai bentuk perubahan yang sifatnya
direncanakan; setiap orang atau kelompok orang tentu
akan mengharapkan perubahan yang mempunyai
bentuk lebih baik bahkan sempurna dari keadaan yang
94
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
sebelumnya; untuk mewujudkan harapan ini tentu
harus memerlukan suatu perencanaan. Perubahan
yang dikehendaki atau direncanakan merupakan
perubahan yang diperkirakan atau yang telah
direncanakan terlebih dahulu oleh ihak-ihak yang
hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat
(Soemardjan-Soemardi, 1974).
Masyarakat Indonesia, tidak terlepas dari
fenomena pembangunan, keaneka-ragaman, etnik,
ras, kelompok, dan agama dengan bentuk tingkat
kehidupan yang belbeda dalam masyarakat ini secara
langsung maupun tidak langsung, akan mendorong
timbulnya perubahan dalam masyarakat sendiri atau
menurut orientasinya ke luar masyarakat. Kurangnya
komunikasi yang terjadi antara para penentu
kebijakan dengan rakyak kebanyakan, menyebabkan
model atau bentuk pembangunan yang diterapkan
lebih memperlihatkan suatu model top-down planning
yang menurut satu kondisi dianggap lebih baik,
namun dari sisi yang lain memberikan dampak yang
kurang diharapkan; sejauh perkembangan masyarakat
yang ada, ternyata sisi ke dua inilah yang dirasakan
lebih memperlihatkan substansinya dalam masyarakat
Indonesia ini.
Secara umum, pembangunan diartikan
sebagai usaha untuk memajukan kehidupan
masyarakat dan warganya; sering kali, kemajuan
yang dimaksudkan terutama adalah kemajuan
material. Maka, pembangunan seringkali diartikan
sebagai kemajuan yang dicapai oleh satu masyarakat
di bidang ekonomi; bahkan dalam beberapa situasi
yang sangat umum pembangunan diartikan sebagai
suatu bentuk kehidupan yang kurang diharpakan
bagi ‘sebagian orang tersingkir’ dan sebagai ideologi
politik yang memberikan keabsahan bagi pemerintah
yang berkuasa untuk membatasi orang-orang yang
mengkritiknya (Budiman, 1995).
Pembangunan sebenarnya meliputi dua
unsur pokok; pertama, masalah materi yang mau
dihasilkan dan dibagi. Kedua, masalah manusia yang
menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi manusia
pembangun. Bagaimanapun juga, pembangunan
pada akhirnya harus ditujukan pada pembangunan
manusia; manusia yang dibangun adalah manusia
yang kreatif, dan untuk bisa kreatif ini manusia harus
merasa bahagia, aman, dan bebas dari rasa takut.
Pembangunan tidak hanya berurusan dengan
produksi dan distribusi barang-barang material;
pembangunan harus menciptakan kondisi-kondisi
manusia bisa mengembangkan kreatiitasnya
(Budiman, 1995). Pembangunan pada hakekatnya
adalah suatu proses transformasi masyarakat dari
suatu keadaan pada keadaan yang lain yang makin
mendekati tata masyarakat yang dicitacitakan;
dalam proses transformasi itu ada dua hal yang
perlu diperhatikan, yaitu keberlanjutan (continuity)
dan perubahan (change), tarikan antara keduanya
menimbulkan dinamika dalam perkembangan
95
masyarakat (Djojonegoro, 1996).
Komunikasi pembanguan dan media bias
dilihat dari salah satu kunci keberhasilan dari sebuah
lembaga, organisasi atau perusahaan adalah bagaimana
mengetahui apa yang menjadi keinginan dari publik.
Dengan mengetahui keinginan dari luar/publik,
maka sebuah lembaga dapat memuaskan masyarakat
sehingga akan terciptalah kepercayaan dan loyalitas.
Kini hidup di dunia globalisasi dan dunia tanpa
batas. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah
pengguna Internet, baik di Indonesia maupun di
dunia. Meningkatnya pengguna internet, juga sejalan
dengan meningkatnya jumlah pengguna media sosial
yang ada. Saat ini, Indonesia termasuk ke dalam tiga
besar dunia pengguna facebook (di bawah Amerika
dan India) serta termasuk ke dalam sepuluh besar
pengguna twitter, sekitar 15 % pengguna twitter
berasal dari Indonesia. Tidak heran, jika hot issue yang
terjadi di Indonesia saat ini menjadi trending topics di
twitter.
Bagaimana peranan media sosial sendiri dalam
perkembangan? Peranannya jelas sangat besar. Jika kita
menilik pengguna internet dan media sosial yang ada,
tentunya peranan media sosial sendiri tidaklah kecil.
Salah satu peranannya adalah mampu mendongkrak
bisnis yang ada melalui peningkatan citra di media
sosial. Dimana citra itu sendiri adalah merupakan salah
satu hal yang harus dilakukan. Maka peranan media
sosial cukuplah tinggi, hal ini karena media sosial
mampu membangun komunitas dan loyalitas publik,
dapat memonitor pembicaraan tetang citra ataupun
nama lembaga, mengidentiikasi pelanggan sosial dan
yang pasti adalah mampu mendekatkan komunikasi
dan hubungan antara lembaga dan publik. Publik akan
sangat mudah memperoleh informasi yang didapatkan
dari lembaga, begitu pula sebaliknya. Lembaga dapat
menerima kritik maupun saran dari para konsumen
secara interaktif dengan menggunakan media sosial.
4. Simpulan
Perubahan sosial budaya dalam bidang
komunikasi di era globalisasi memberikan dampak
yang tak sedikit di masyarakat, baik itu dampak positif
maupun negatif. Tetapi tentunya dampak negatif
tersebut dapat ditanggulangi dan bahkan dicegah agar
tidak terjadi. Banyak solusi atau jalan keluar untuk
menanganinya tanpa merugikan manusia ataupun
masyarakat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam memanfaatkan media sosial, komunikasi media
sosial adalah komunikasi yang bersifat liar, artinya
komunikasi dari publik tidak selalu bersifat positif,
terkadang bisa negatif, jadi perusahaan harus mampu
menangani hal ini dengan baik. Media sosial diunakan
untuk konsep jangka panjang, bukan sekali aksi selesai,
jadi bersifat berkesinambungan. Pemanfaatan media
sosial harus terintegrasi dengan media konvensional
lainnya, karena biar bagaimanapun baiknya media
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
sosial, namun belum bisa menggantikan secara
keseluruhan media konvensional.
Media sosial bukan hanya sekedar teknologi,
tapi lebih kepada strategi. Bagaimana pemerintah/
organisasi mampu meningkatkan hubungannya
dengan publik itu akan menjadi tujuan utama dari
pemanfaatan media sosial. Peran media sosial semakin
diakui dalam mendongkrak hubungan publik
maupun mendongkrak kinerja organisi. Namun
efektivitas pemanfaatan tergantung pada bagaimana
ornisasi menggunakannya. Dan Twitter sebagai anak
new media memfasilitasi, tinggal bagaimana kita
menggunakannya, sebagaimana ditangan Anda.
Straubhaar, Joseph D; Robert LaRose and Lucinda
Davenport. 2009. Media Now: Understanting
Media, Culture and Technology. Belmont:
Wadsworth.
Tomlinson, John. 2002. he Discourse of Cultural
Imperialism dalam Denis
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial: Sketsa Teori
dan Metodologi Kasus Indonesia. PT. Tiara
Wacana: Yogyakarta
Susanto Sunario, Astrid. S. 1993. Globalisasi dan
Komunikasi. Cetakan Pertama. Sinar Harapan:
Jakarta.
Daftar Pustaka
Bocock, Robert. 2007. Hegemoni. Terj. Ikramullah
Mahyuddin. Yogyakarta dan Bandung:
Jalasutra.
Briggs, Asa dan Peter Burke. 2006. A Social History of
the Media. Terj. A. Rahman Zainuddin. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Budiman, Arif (terj.) Frank, Andre Gunder. (1984).
Sosiologi Pembangunan Dan Keterbelakangan
Sosiologi, Jakarta: Pustaka Pulsar.
DeFleur, Melvin L. and Sandra J. Ball-Rokeach. 1989.
heories of Mass Communication, Fifth Edition.
New York: Longman.
Djojonegoro, W. 1996. Lima Puluh Tahun
Perkembangan
Pendidikan
Indonesia,
Depdikbud.
Fakih, Mansour. 2006. Runtuhnya Teori Pembangunan
dan Globalisasi. Cet. 4. Yogyakarta: Insist Press
dan Pustaka Pelajar.
Ferguson, Marjorie. 2002. he Mythology About
Globalization dalam Denis
Garna, Yudistira K. 1999. Teori Sosial Dan
Pembangunan Indonesia : Suatu Kajian Melalui
Diskusi. Bandung: Primaco Academika.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan, Mentalitet dan
Pembangunan, Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
McQuail, Denis. 2000. Mass Communication heories,
Fourth Edition. London: Sage Publication.
McLuhan, Marshall. 1994. Understanding Media: he
Extension of Man. London: he MIT Press.
Morley, David. 2006. Globalisation and Cultural
Imperialism Reconsidered: Old Question in New
Guide dalam James Curran and David Morley
(ed.). Media and Cultural heory. New York:
Routledge.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta:
RajaGraindo Persada.
Potter, James W. 2001. Media Literacy. New Delhi:
Sage Publication.
So, Alvin Y-Suwarsono. 1991. Perubahan Sosial
Dan Pembangunan Di Indonesia, TeoriTeori
Modernisasi, Dependensi, Dan Sistem Dunia;
Jakarta: LP3ES.
96
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Ponsel dan Budaya Komunikasi Masyarakat Indonesia
Idi Dimyati 1*)
Abstrak
Perkembangan teknologi komunikasi sejatinya mempunyai dampak sangat besar dalam kehidupan
masyarakat. Produk teknologi komunikasi yang pada mulanya diniatkan untuk membantu manusia agar
dapat berkomunikasi satu sama lain secara lebih mudah, cepat dan luas ternyata pada realitasnya tidak
melulu menghasilkan dampak positif sesuai dengan maksud dan tujuan mula teknologi itu diciptakan.
Hal ini bisa kita telusuri melalui serangkaian realitas penggunaan telepon seluler (ponsel) di Indonesia.
Sebagai salah satu produk teknologi komunikasi yang paling fenomenal abad ini, ponsel bukan hanya
mengubah cara manusia Indonesia berkomunikasi satu sama lain, tapi juga mengubah budaya komunikasi
masyarakat Indonesia yang ada sebelumnya. Pun sebaliknya, budaya masyarakat Indonesia pada dasarnya
ikut serta menentukan bentuk dan karakteristik komunikasi melalui ponsel.
Budaya komunikasi masyarakat Indonesia yang dikenal ramah dan hangat seiring penggunaan ponsel
mulai bergeser menjadi lebih singkat dan langsung (to the point). Budaya masyarakat Indonesia yang
tak memisahkan urusan pekerjaan dan pribadi atau urusan publik dan domestik juga terjadi dalam
komunikasi ponsel. Orang Indonesia gampang saja membagi nomor ponselnya, bahkan nomor ponsel orang
lain yang ada di phone book ponselnya kepada orang lain yang baru dikenalnya sebagai bentuk keakraban.
Kata kunci: Ponsel, Budaya Komunikasi, Masyarakat Indonesia.
1. Pendahuluan
Telepon seluler (ponsel) atau biasa disebut
dengan handphone saat ini telah menjadi bagian
yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat
dunia. Pada tahun 2010, sebuah studi yang dilakukan
oleh raksasa telekomunikasi asal Swedia, Ericsson,
mengungkapkan jumlah ponsel yang digunakan
di seluruh dunia mencapai 5,0 miliar unit. Padahal
jumlah penduduk bumi menurut PBB sebesar 6,8
miliar. Artinya, jika data ponsel yang beredar tesebut
kita baca bahwa 1 unit ponsel mewakili 1 orang
penduduk, maka hampir 75% penduduk dunia
menggunakan ponsel. Bahkan, masih menurut survei
Ericsson, setiap hari pertambahan pelanggan mobile
ini mencapai dua juta pelanggan di dunia (www.
antaranews.com. Kamis, 15/7/2010). Sementara itu,
untuk kasus di Indonesia saat ini (2012) tercatat sekitar
250 juta pengguna ponsel. Jumlah pengguna telepon
genggam di Indonesia ini menempati peringkat ketiga
pengguna terbanyak se-Asia Pasiik (www.mizan.com).
Demikian besarnya jumlah ponsel yang beredar
di tengah masyarakat ini menunjukan betapa ponsel
telah menjadi produk teknologi komunikasi yang
keberadaannya sangat massif. Kehadiran ponsel
yang kini seperti tak bisa dipisahkan dari kehdupan
masyarakat pada akhirnya ikut mengubah tatanan
kehidupan masyarakat secara signiikan dan cukup
mendasar. Melalui ponsel saat ini, orang-orang yang
berjarak ribuan kilometer dapat melakukan komunikasi
1
*)
secara mobile dan real time. Sebuah realitas komunikasi
yang mungkin belum terbayangkan sebelumnya pada
awal abad ke-20. Bukan itu saja, telah banyak ponsel
diposisikan oleh masyarakat bukan sekedar alat bantu
komunikasi, tapi lebih dari itu menjadi kawan setia,
media hiburan, dan gaya hidup yang selalu menyertai
kemanapun mereka pergi.
2. Kajian Pustaka
2.1 Telepon Seluler sebagai Alat Komunikasi
Telepon seluler (ponsel) atau biasa
dikenal dengan istilah handphone (HP) adalah
perangkat telekomunikasi
elektronik
yang
mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan
telepon konvensional saluran tetap. Perbedaannya
dengan telepon konvensional saluran tetap, ponsel
dapat digunakan atau dibawa ke mana-mana oleh
penggunanya (portabel, mobile) karena tidak perlu
disambungkan dengan jaringan telepon konvensional
yang menggunakan saluran kabel atau bersifat nirkabel
/ wireless.
Saat ini di Indonesia ada dua jaringan telepon
nirkabel yaitu sistem GSM (Global System for Mobile
Telecommunications) dan sistem CDMA (Code
Division Multiple Access). Martin Cooper, seorang karyawan Motorola
dianggap sebagai orang yang menemukan sistem seluler
(1973). Meskipun ada juga yang mengatakan penemu
telepon genggam sesungguhnya adalah sebuah tim
Dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
97
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kecil serta sinyal radio yang lebih rendah, sehingga
mengurangi efek radiasi yang membayakan
pengguna.
c). Ponsel generasi ketiga (3-G). Pada generasi ini
memungkinkan operator jaringan untuk memberi
pengguna mereka jangkauan yang lebih luas,
termasuk internet sebaik video callberteknologi
tinggi. Dalam 3G terdapat 3 standar untuk
dunia telekomunikasi yaitu Enhance Datarates
for GSM Evolution (EDGE), WidebandCDMA, dan CDMA 2000. Kelemahan dari
generasi 3G ini adalah biaya yang relatif lebih
tinggi, dan kurangnya cakupan jaringan karena
masih barunya teknologi ini. Tapi yang menarik
pada generasi ini adalah mulai dimasukkannya
sistem operasi pada ponsel sehingga membuat
itur ponsel semakin lengkap bahkan mendekati
fungsi PC. Sistem operasi yang digunakan antara
lain Symbian,Android dan Windows Mobile
d). Ponsel generasi keempat (4-G). Ponsel 4G
merupakan sistem ponsel yang menawarkan
pendekatan baru dan solusi infrastruktur yang
mengintegrasikan teknologi nirkabel yang telah
ada termasuk wireless broadband (WiBro),
802.16e, CDMA, wireless LAN, Bluetooth, dan
lain-lain. Sistem 4G berdasarkan heterogenitas
jaringan IP yang memungkinkan pengguna untuk
menggunakan beragam sistem kapan saja dan di
mana saja. 4G juga memberikan penggunanya
kecepatan tinggi, volume tinggi, kualitas
baik, jangkauan global, dan leksibilitas untuk
menjelajahi berbagai teknologi berbeda. Terakhir,
4G memberikan pelayanan pengiriman data
cepat untuk mengakomodasi berbagai aplikasi
multimedia seperti, video conferencing,online
game, dan lain-lain.
dari salah satu divisi Motorola (divisi tempat Cooper
bekerja) dengan model pertama adalah DynaTAC.
Ide yang dicetuskan oleh Cooper adalah sebuah alat
komunikasi yang kecil dan mudah dibawa bepergian
secara leksibel sebagaimana ponsel seperti yang kita
kenal sekarang.
Tokoh lain yang diketahui sangat berjasa dalam
dunia komunikasi selular adalah Amos Joel Jr yang
lahir di Philadelphia (1918). Ia memang diakui dunia
sebagai pakar dalam bidang switching. Amos E Joel Jr,
membuat sistem penyambung (switching) ponsel dari
satu wilayah sel ke wilayah sel yang lain. Switching
ini harus bekerja ketika pengguna ponsel bergerak
atau berpindah dari satu sel ke sel lain sehingga
pembicaraan tidak terputus. Karena penemuan Amos
Joel inilah penggunaan ponsel menjadi nyaman.
Menurut
perkembangan
teknologinya,
keberadaan ponsel bisa dibagi menjadi empat generasi.
a). Ponsel generasi pertama (1-G). Tahun 1973, Martin
Cooper dari Motorola Corp menemukan telepon
seluler pertama dan diperkenalkan kepada public
pada 3 April 1973. Telepon seluler yang ditemukan
oleh Cooper memiliki berat 30 ons atau sekitar
800 gram. Penemuan inilah yang telah mengubah
dunia selamanya. Teknologi yang digunakan 1-G
masih bersifat analog dan dikenal dengan istilah
AMPS. AMPS menggunakan frekuensi antara
825 Mhz- 894 Mhz dan dioperasikan pada Band
800 Mhz. Karena bersifat analog, maka sistem
yang digunakan masih bersifat regional. Salah satu
kekurangan generasi 1-G adalah karena ukurannya
yang terlalu besar untuk dipegang oleh tangan.
Ukuran yang besar ini dikarenakan keperluan
tenaga dan performa baterai yang kurang baik.
Selain itu generasi 1-G masih memiliki masalah
dengan mobilitas pengguna. Pada saat melakukan
panggilan, mobilitas pengguna terbatas pada
jangkauan area telpon genggam.
b). Ponsel generasi kedua (2-G). Ponsel generasi ini
muncul pada sekitar tahun 1990-an. 2G di
Amerika sudah menggunakan teknologi CDMA,
sedangkan di Eropa menggunakan teknologi
GSM. GSM menggunakan frekuensi standar
900 Mhz dan frekuensi 1800 Mhz. Dengan
frekuensi tersebut, GSM memiliki kapasitas
pelanggan yang lebih besar. Pada generasi 2G
sinyalanalog sudah diganti dengan sinyal digital.
Penggunaan sinyal digital memperlengkapi telepon
genggam dengan pesan suara, panggilan tunggu,
dan SMS. Telepon seluler pada generasi ini juga
memiliki ukuran yang lebih kecil dan lebih ringan
karena penggunaan teknologi chip digital. Ukuran
yang lebih kecil juga dikarenakan kebutuhan
tenaga bateraiyang lebih kecil. Keunggulan dari
generasi 2G adalah ukuran dan berat yang lebih
2.2. Ponsel dan Kehidupan Masyarakat
Modern
Keberadaan ponsel yang telah demikian massif
dalam masyarakat modern dewasa ini. Untuk itu
beragam dampak sosial dan budaya hadir seiring
keakraban masyarakat bersama ponsel. Secara sekilas
kita bisa lihat orang-orang (terutama pada masyarakat
perkotaan), di segala usia hampir tak bisa dipisahkan
dari ponsel di tangannya. Secara psikologis banyak
orang yang merasa ada yang hilang dari dirinya ketika
ponsel tak berada di dekatnya. Bahkan, keakraban dan
kedekatan masyarakat dengan ponsel telah banyak
melahirkan ‘penyakit’ ketergantungan atau kecanduan
(addict) terhadap benda ini.
Sejak ponsel generasi pertama ditemukan 1973
di Amerika Serikat oleh Martin Cooper dari Motorola
98
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Corp, produk teknologi komunikasi ini menjadi
produk massal yang menjadi trend baru dalam cara
manusia berkomunikasi satu sama lain di duna.
Perkembangan produk dan teknologi ponsel
terus disempurnakan dari tehun ke tahun kian
membuatnya semakin murah, mudah dan akrab
bagi masyarakat dunia modern. Bobotnya kini kian
ringan, kecil dan teknologi GSM dan CDMA yang
canggih. Bahkan layanan teknologi jaringan sekarang
terus berkembang sampai ke generasi 4 (4G) saat ini.
Mobilitas pengguna pun nyaris tak terbatas dengan
jaringan yang terus meluas ke seluruh pelosok dunia.
Menurut Christianti (2006) sebagaimana
dikutip oleh Dinna Amalia Rahmah (2012), mobilitas
merupakan keunggulan utama dari teknologi
seluler bila dibandingkan dengan telepon tetap.
Setiap pelanggan dapat mengakses jaringan untuk
melakukan komunikasi dari mana saja dan kapan
saja. Telepon seluler mempunyai berbagai macam
itur yang berfungsi dengan baik, diantaranya adalah
itur telepon, SMS, MMS, kamera, radio, kalender,
pemutar musik, games, dan yang paling populer saat
ini adalah itur internet.
Mobilitas ponsel inilah yang sangat mendukung
masyaraat modern dalam menjalankan aktiitas
mereka. Apalagi masyarakat modern dicirikan dengan
mobilitas yang cukup tinggi pula. Sehingga antara
karakteristk yang dimiliki teknologi ponsel dan
masyarakat modern sebagai penggunanya memiliki
banyak kesesuaian. Oleh sebab itu, faktor mobilitas
menjadi salah satu hal yang membuat perkembangan
pengguna ponsel terus meningkat secara cepat setiap
saat.
kesehatan yang ditimbulkan ponsel, keamanan dan
keselamatan masyarakat, dan keterasingan sosial yang
bisa menyelimuti para penggunanya (http://www.itu.
int/telecom-wt99).
Sementara
itu,
Simanjuntak
(2004),
dalam tulisannya sebagaimana dikutip Ina Astari
Utaminingsih mengungkapkan mengenai aspek sosial
telepon selular. Menurutnya, paling tidak ada lima
implikasi dari penggunaan ponsel. Pertama, terhadap
setiap individu yang menggunakan ponsel tersebut.
Kedua, terhadap interaksi-interaksi antar individu
para penggunanya. Ketiga, terhadap intensitas dan
subtansi pertemuan tatap muka. Keempat, terhadap
suatu kelompok-kelompok atau organisasi. Terakhir
adalah terhadap sistem hubungan di tengah organisasi
dan kelembagaan masyarakat.
Meski pun cukup banyak dampak ponsel
dalam kehidupan masyarakat yang bisa kita kaji. Akan
tetapi, dalam tulisan ini sengaja penulis membatasi
diri untuk tidak membahas dampak atau pengaruh
telepon terhadap semua aspek yang ternyata sangat
luas sebagaimana diulas di atas. Tulisan ini berusaha
membatasi diri untuk hanya mengulas bagaimana
sesungguhnya ponsel yang disebut-sebut sebagai
produk teknologi telekomunikasi yang paling
eksplosif dalam pemanfaatannya oleh masyarakat
sangat terkait erat dengan budaya yang berkembang
dalam masyarakat tersebut. Artinya, meskipun produk
teknologi komunikasi dalam bentuk ponsel mungkin
sama persis antara yang ada di Indonesia maupun
di Amerika Serikat, tapi cara pemanfaatannya akan
sangat berbeda.
3.2. Ponsel dalam Komunikasi Masyarakat
3. Pembahasan
3.1. Dampak Ponsel Terhadap Budaya
Komunikasi Masyarakat Indonesia
Ponsel telah melahirkan beragam dampak yang
cukup besar di berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Badwilan (2004), dampak-dampak tersebut
dapat dikelompokan menurut aspek psikologis,
sosial, keuangan dan kesehatan atau keselamatan jiwa
seseorang.
Lembaga the International Telecommunication
Union (ITU) mencatat kehadiran ponsel yang
pertumbuhannya berkembang demikian cepat
menghadirkan dampak sosial yang luar biasa besar.
Banyak hal dari kehidupan masyarakat terancam
lantaran ponsel, misalnya tata kota dan lingkungan
yang kian semerawut karena munculnya banyak
tiang dan menara BTS memenuhi setiap wilayah
tanpa kendali, belum lagi persoalan krisis etika para
pengguna ponsel yang seolah tak kenal waktu dan
tempat dalam menggunakan ponselnya, persoalan
99
Hassan (1999) menjelaskan bahwa teknologi
komunikasi cenderung memungkinkan terjadinya
transformasi berskala luas dalam kehidupan manusia.
Transformasi tersebut telah memunculkan perubahan
dalam berbagai pola hubungan antar manusia (patterns
of human communication), yang pada hakikatnya
adalah interaksi antar pribadi (interpersonal relations).
Pertemuan tatap muka (face to face) secara berhadapan
dapat dilaksanakan dalam jarak yang sangat jauh
melalui tahap citra (image to image).
Apalagi penggunaan ponsel saat ini menurut
Brotosiswoyo (2002)
memang mendorong
terbentuknya interaksi yang sama sekali berbeda
dengan interaksi tatap muka. Di sini interaksi yang
terbentuk “dipercepat” prosesnya melalui suara, teks/
tulisan, dan bahkan gambar lewat perantara (media)
ponsel. Ada konteks dan situasi yang terpangkas
dalam komunikasi melalui ponsel bila dibandingkan
dengan komunikasi antar pribadi yang berlangsung
secara tatap muka.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Apa yang dikatakan oleh Marshal McLuhan
dalam bukunya Understanding Media: he Extensions
of Man (1964) bahwa medium is the messege dapat
menjadi pintu masuk untuk menjelaskan dampak
atau pengaruh dari ponsel yang saat ini digunakan
masyarakat dalam berkomunikasi secara massif.
McLuhan menilai media mempengaruhi masyarakat
di mana ia memainkan peran tidak hanya oleh isi
yang disampaikan melalui media, tetapi juga oleh
karakteristik dari media itu sendiri. Sehingga untuk
mengetahui dampak dari penggunaan ponsel terhadap
pola komunikasi masyarakat dapat dapat dilakukan
dengan memahami karakteristik ponsel sebagai media
komunikasi.
Saat ini, seiring perkembangan teknologi
dan persaingan bisnis antar produsen ponsel,
harga ponsel semakin hari kian terjangkau oleh
masyarajat. Setidaknya, keragaman model ponsel
saat ini memungkinkan semua tingkatatan ekonomi
masyarakat untuk memilikinya. Karenanya, sekarang
hampir semua kalangan umur (murid SD hingga
manula) dan status sosial (pengangguran hingga CEO),
menjadikan ponsel sebagai teman setia. Kemanapun
mereka pergi mereka akan membawa ponsel.
Bahkan, banyak orang yang merasa hampa, gelisah
dan merasa kehilangan sesuatu yang berarti dalam
dirinya manakala mereka tiba-tiba harus hidup tanpa
ponsel. Meski hanya dalam waktu yang sementara.
Ponsel bagi banyak orang saat ini benar-benar menjadi
bagian yang tak bisa dipisahkan dalam hidupnya.
Alih-alih mereka para pengguna/pemilik ponsel yang
mengendalikan produk teknologi komunikasi mobile
ini, justru mereka yang secara langsung atau tidak
telah dikendalikan oleh ponsel.
Sebuah pemandangan yang sangat biasa saat
ini melihat orang sibuk lebih dengan ponselnya
dibandingkan dengan orang yang di sekitarnya.
Dengan gampang, kita kita bisa saksikan realitas
demikian itu di angkutan umum, restoran, acara
pesta, ruang kuliah, rapat wali murid di sekolah, dan
lainnya. Bahkan, dalam aktiitas yang membutuhkan
konsentrasi penuh seperti berkendara kita sering
saksikan orang-orang masih disibukkan dengan
ponselnya.
Sepanjang jalan, dalam sebuah bus antar kota
orang bisa demikian asik dan tenggelam dengan
ponselnya. Lebih-lebih jika ponselnya jenis smartphone
yang terkoneksi internet dan memiliki beragam itur
musik, kamera, games, dan lainnya. Sementara, ia
sama sekali tidak tergerak untuk membangun relasi
dengan sesama penumpang yang duduk di sampingnya
selama perjalanan ke luar kota yang menghabiskan
waktu mulai dari beberapa jam hingga satu hari satu
malam atau lebih. Dalam kasus demikian, tesis bahwa
salah satu peran teknologi komunikasi dalam bentuk
ponsel adalah menjauhkan relasi orang-orang yang
dekat (secara isik) dan mendekatkan relasi orangorang yang jauh, benar-benar hadir dalam kehidupan
nyata.
Ponsel kerap mereduksi komunikasi antar
manusia dalam kehidupan nyata. Di sebuah restoran
misalnya, kerap ditemui kekecewaan pelayan yang
merasa tidak dihargai kehadirannya oleh pengunjung
restoran. Masalahnya, ketika pengunjung datang dan
duduk, pelayan segera menghampiri pengunjung
tersebut dengan membawa daftar menu dan catatan
kecil. Dengan ramah si pelayan menyodorkan daftar
menu, sambil bertanya dengan ramah kira-kira
menu apa yang akan pengunjung itu pesan. Tapi,
kehadiran pelayan yang tepat berada di hadapannya
itu seolah dianggap tidak ada karena si pengunjung
sibuk memainkan ponsel di tangannya. Terlepas
apakah penting atau tidak obrolan dan aktiitas
lain pengunjung bersama ponselnya itu, yang pasti
pelayan sudah terluka karena merasa diabaikan dan
diremehkan keberadaannya.
Penggunaan ponsel secara dominan dalam
proses komunikasi bear-benar dapat menghilangkan
human communication. Hal ini lantaran tak semua
unsur-unsur komunikasi dalam komunikasi antar
pribadi yang dilakukan secara tatap muka misalnya,
dapat digantikan dengan komunikas melalui ponsel.
Komunikasi dengan media ponsel tak cukup mampu
menangkap emosi, bahasa tubuh, raut muka, dan
suasana lingkungan masing-masing pihak yang terlibat
dalam komunikasi. Padahal, semua itu penting bagi
terciptanya saling pengertian antara pihak-pihak yang
terlibat dalam komunikasi.
Wajar jika banyak orang yang makin rusak
hubungannya gara-gara komunikasi yang mereka jalin
melalui ponsel justru menimbulkan salah pengertian.
Penggunaan suara dan teks jarak jauh melalui ponsel
tidak bisa dengan baik menghadirkan konteks
sebagaimana komunikasi yang dilakukan secara tatap
muka. Salah pengertian kerap terjadi karena pesan yang
disampaikan tidak bisa sepenuhnya mengikutsertakan
suasana emosi atau situasi psikologis masing-masing
pihak. Meski misalnya, saat ini telah tersedia fasilitas
gambar dan simbol yang dianggap mewakili situsi
emosi pengirim pesan melalui teks (SMS), tapi itu
belum mampu menggantikan konteks dan situasi
emosi yang sesungguhnya. Selain itu, tentu persoalan
pemahaman atas makna dari simbol-simbol yang
digunakan pun berbeda-beda pada setiap orang.
100
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Simbol-simbol Emosi dalam SMS/Chatting
JENIS SIMBOL
:-)
:-)8
:-}
:)
:(
:-D
:-o
:-*
;-)
:P
>:()
=:o
:-|
:-P
:-(
:’-(
:-|‫׀‬
>-<
:‫ا‬
:()
:@
%-(
%-)
%-<
%*@:-(
:>-
MAKNA
Senang
Sangat senang
Tersenyum lebar
Tersenyum
Cemberut
Tertawa terbahak-bahak
Terpesona
Cium
Main mata
Menganggap sebagai teman
Baik hati
Peluk
Terkejut
Hmmmm
Mengejek, menjulurkan lidah
Sedih
Menangis
Marah
Naik darah
Bosan dan sedih
Mulut Lebar, berteriak
Apa
Bingung
Bego
Mati kutu
Komputer Hang
Coowok
Cewek
Sumber: http://ozzy-warnaku.blogspot.com
3.3. Cermin Budaya dalam Komunikasi
via Ponsel
Menurut Elaine J. Yuan (2012) ada keterkaitan
antara nilai dan norma sosial dalam masyarakat
dengan praktek komunikasi yang berlangsung. Hal
ini dapat dipahami karena komunikasi pada dasarnya
merupakan suatu proses sosial. Dengan demikian, ia
tunduk pada pengaruh tradisi, budaya dan konteks
sosial yang ada dalam sebuah masyarakat di mana
komunikasi itu berlangsung. Pada masyarakat China
misalnya, menurut Yuan, sangat dipengaruhi oleh
ilsafat Konfusianisme, yang menganggap hubungan
harmonis manusia bukan sekedar menjadi prasyarat
integrasi sosial dan stabilitas, tetapi juga penting bagi
pembentukan identitas individu.
Norma budaya ini dalam komunikasi melalui
ponsel pun cukup berpengaruh. Goodwin (1999)
menunjukkan bahwa dalam masyarakat Asia Timur,
101
tempat kerja sering dilihat secara analog dengan
lingkungan keluarga, dengan penekanan yang kuat
untuk menjaga hubungan kerja yang harmonis. Selain
itu, orang cenderung untuk mengambil pendekatan
yang lebih personal dan manusiawi untuk bisnis dan
hubungan kerja karena hubungan yang dibangun atas
dasar dasar kontrak yang tegas bertentangan dengan
prinsip-prinsip konfusian (Yum, 1988; Zhu, Nel, &
Bhat, 2006).
Hal ini sangat berbeda dengan cara komunikasi
orang-orang dalam masyarakat Barat yang pada
umumnya berusaha untuk memisahkan kehidupan
pribadi mereka dari domain institusi publik. Caranya
dengan memisahkan hubungan pribadi dari hubungan
bisnis atau pekerjaan (Fairield, 2005; Garcelon, 1997;
Weintraub, 1997).
Oleh sebab itu, menjadi hal yang sangat biasa
bagi masyarakat di asia, untuk membagi nomor ponsel
pribadi mereka ke semua pihak. Mulai kalangan yang
terdekat seperti keluarga, teman-teman dekat, hingga
yang berkaitan dengan hubungan pekerjaan. Misalnya
seorang dokter ke pada pasiennya atau seorang guru
memberikan nomor ponsel pribadinya kepada para
murid atau orang tua murid. Bahkan, memberikan
nomor ponsel kepada orang yang baru dikenal bukan
saja dianggap biasa tapi juga simbol bahwa ia benarbenar tulus untuk membangun hubungan lebih lanjut.
Di Indonesia, yang masyarakatnya dikenal
penuh rasa kekeluargaan, sangat memperhatikan
perayaan hari-hari besar (agama maupun negara),
menyampaikan ucapan perayaan melalui SMS
demikian populer kepada hampir semua nomor
kontak dalam ponselnya. Sehingga, pada hari-hari
besar itu, seperti bulan ramadhan, hari raya, dan tahun
baru lalu litas pesan melalui SMS demikian melonjak
demikian besarnya. Hal yang sama terjadi di China.
Short Message Service (SMS) atau pesan teks, sangat
populer di sana. Lebih dari 784 miliar pesan yang
dikirim pada tahun 2009, dengan pengiriman ratarata pengguna sekitar 90 pesan per bulan (Departemen
Industri Informasi China, 2010). Volume pesan sangat
tinggi selama waktu liburan: Selama liburan Tahun
Baru China di 2010, misalnya, lebih dari 18 miliar
pesan dikirim, 24 pesan per pengguna (Wang, 2010).
Perkembangan terkini yang melanda masyarakat
pengguna ponsel saat ini adalah bergesernya ponsel
yang sebelumnya sebagai alat komunikasi ke trend
gaya hidup. Banyak orang berlomba membeli atau
memakai ponsel canggih (smarthphone) dengan
beragam fungsi dan fasilitas di dalamnya, padahal
kebutuhan pengguna sebenarnya sebatas SMS dan
kontak telepon. Sehingga fasilitas dan teknologi
dalam ponsel canggih mereka tidak berfungsi optimal.
Dalam kasus ini, ponsel lebih diposiskan sebagai alat
pendukung pencitraan dan legitimasi bahwa mereka
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
berada dalam kelas sosial tertentu di tengah pergaulan
masyarakat.
4.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa
simpulan yang bisa kita tarik tentang bagaimana
peran ponsel dalam budaya komunikasi masyarakat di
Indonesia saat ini.
a). Ponsel merupakan teknologi komunikasi yang
telah mengubah perilaku komunikasi masyarakat
Indonesia. Mobilitas yang dimiliki ponsel,
kemajuan teknologi, luasnya jaringan layanan
dan persaingan dagang antara produsen ponsel
dan provider sehingga membuat harga ponsel
kian terjangkau merupakan faktor-faktor yang
membuat perkembangan ponsel kian massif dan
akrab dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
b). Penggunaan
ponsel
dalam
realitasnya
menghasilkan budaya komunikasi baru di
tengah masyarakat Indonesia. Kemudahan
berkomunikasi melalui ponsel menggerus budaya
komunikasi tatap muka yang selama ini menjadi
basis komunikasi masyarakat. Ponsel mereduksi
nilai-nilai komunikasi masyarakat Indonesia yang
dikenal hangat dan ramah menjadi lebih langsung
(to the point) dan singkat.
c). Budaya komunikasi masyarakat pun ikut serta
mempengaruhi cara komunikasi melalui ponsel.
Kebiasaan orang Indonesia menyampaikan ucapan
selamat dalam peringatan hari besar keagamaan
atau nasional menjadikan durasi dan intensitas
arus komunikasi dan pesan singkat (SMS) pada
hari-hari dimaksud naik secara tajam. Pun budaya
komunikasi yang menyatukan kepentingan publik
dan domestik, urusan pekerjaan dan pribadi terjadi
dalam komunikasi melalui ponsel. Semua urusan
dan kepentingan dalam masyarakat Indonesia
bisa dilakukan melalui ponsel. Bahkan, kerap tak
melihat konteks ruang dan waktu saat komunikasi
dilakukan. Misalnya seorang atasan gampang saja
mengontak bawahannya dalam urusan pekerjaan
pada waktu ia mengambil cuti libur melalui ponsel
tengah malam.
8 No 1, 2005.
Elaine J. Yuan , From “Perpetual Contact” to
Contextualized Mobility: Mobile Phones
for Social Relations in Chinese Society.
Journal of International and Intercultural
Communication. Vol. 5, No. 3, August 2012,
pp. 208-225
Hassan, Fuad. Teknologi Dan Dampak Kebudayaannya:
Tantangan Dalam Laju Teknologi. Orasi Ilmiah
Dies Natalis Institut Teknologi Sepuluh
Novemberke-39. Surabaya, 11 November
1999.
Rahmah, Dinna Amalia. Pengaruh Telepon Seluler
terhadap Tingkat Motivasi Belajar Remaja dalam
Kehidupan Sehari-hari. Makalah Perkuliahan
IPB. Tidak Diterbitkan. 2012.
Simanjuntak, Fritz E. Aspek Sosial Telepon Selular.
www.kompas.com. 13 Mei 2004.
Yuan, J Elaine.
From “Perpetual Contact” to
Contextualized Mobility: Mobile Phones
for Social Relations in Chinese Society.
Journal of International and Intercultural
Communication. Vol. 5, No. 3, August 2012,
pp. 208-225
Wang, H., & Wellman, B. (2010). Social connectivity
in America: Changes in adult friendship
network size from 2002 to 2007. American
Behavioral Scientist , 53 (8), 1148 _ 1169.
Wang, J. (2010, March 9). Chinese New Year breaks
SMS records. Retrieved from http://www.
mis-asia.com/opinion__and__blogs/bloggers/
chinese-new-year-breaks-sms-records.
Internet:
http://antaranews.com [diakses pada Kamis, 15 Juli
2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon_genggam
[diambil pada 16 Juli 2012]
http://www.itu.int/telecom-wt99 [diambil pada
Jumat, 28/09/2012]
http://mizan.com/news_det/indonesia-surgaindustri-seluler.html [diambil pada Senin,
1/10/2012]
http://ozzy-warnaku.blogspot.com
Daftar Pustaka
Badwilan, Rayyan Ahmad. Rahasia Dibalik
Handphone. Jakarta : Darul Falah, 2004.
Brotosiswoyo, B. Suprapto. ‘Dampak Sistem
Jaringan Global Pada Pendidikan Tinggi :
Peta Permasalahan’. Komunika. No 28/IX.
Tangerang : Universitas Terbuka, 2002.
Budyatna, M. ’Pengembangan Sistem Informasi :
Permasalahan Dan Prospeknya’. Komunika. Vol
102
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
KREDIBILITAS PEMERINTAH DI MATA MEDIA ONLINE
Framing pemberitaan kredibilitas Gubernur dan Wakil Gubernur Banten di media online
Indiwan Seto Wahyu Wibowo1*)
Abstrak
Kredibilitas adalah sesuatu yang penting dalam membangun citra positif sebuah pemerintahan daerah. Tanpa
adanya kredibilitas maka dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap roda pembangunan akan terganggu.
Peran media sebagai salah satu pengusung dan pendukung kredibilitas amatlah penting mengingat media bisa
mengarahkan perhatian dan liputannya untuk membangun atau merusak hal tersebut.
Paper ini mencoba mengangkat bagaimana peran media, khususnya media online dalam membangun kredibilitas atau
citra pemerintah daerah Banten. Peneliti akan mengungkap bagaimana sejumlah media online menggambarkan
kredibilitas pemerintah, lewat pemberitaannya. Media online sangat penting dalam pembentukan citra dan
kredibilitas mengingat peran dan pengaruhnya pada pembentukan opini masyarakat.Kedudukan media online
sendiri dipayungi dan dilindungi oleh UU Pokok Pers no.40. Juga bagaimana Konstruksi realitas dicoba dibangun
oleh media online sebagai salah satu pilar kekuatan demokrasi, Konstruksi adalah upaya media massa menyusun
ulang realitas dalam hal ini kinerja Gubernur dan wakil gubernur dalam pemberitaan di media. Ujung-ujungnya,
ideology dan kebijakan media itu sendiri serta kecenderungan pemihakan media akan mewarnai bagaimana
konstruksi terhadap realitas itu dimunculkan.
Ada banyak keunggulan dan kekuatan media online dibandingkan media cetak tradisional, yakni unsur kecepatan
dan akurasi berita yang bisa mendapatkan tanggapan segera. Media online yang dipakai adalah Mediabanten.
com dan media online Banten Post http://bantenpost.com. Yang ingin dicari adalah bagaimana penggambaran
kedua media online tersebut mengenai kredibilitas kinerja Gubernur Banten dan Wakil Gubernur Banten dan
menggunakan teknik analisis teks Framing Pan Kosciki. Analisis framing adalah salah satu bagian dari analisis isi
kualitatif yang mencoba melihat bagaimana wartawan melakukan pembingkaian (frame) terhadap peristiwa yang
ada.
1. Pendahuluan
Kredibilitas adalah sesuatu yang penting dalam
membangun citra positif sebuah pemerintahan
daerah. Tanpa adanya kredibilitas maka dukungan dan
partisipasi masyarakat terhadap roda pembangunan
akan terganggu.
Media online sangat penting
dalam
pembentukan citra dan kredibilitas mengingat
peran dan pengaruhnya pada pembentukan opini
masyarakat. Kedudukan media online sendiri
dipayungi dan dilindungi oleh UU Pokok Pers
no.40. Juga bagaimana Konstruksi realitas dicoba
dibangun oleh media online sebagai salah satu pilar
kekuatan demokrasi, Konstruksi adalah upaya media
massa menyusun ulang realitas dalam hal ini kinerja
Gubernur dan wakil gubernur dalam pemberitaan
di media. Ujung-ujungnya, ideology dan kebijakan
media itu sendiri serta kecenderungan pemihakan
media akan mewarnai bagaimana konstruksi terhadap
realitas itu dimunculkan.
Peran media sebagai salah satu pengusung dan
pendukung kredibilitas amatlah penting mengingat
media bisa mengarahkan perhatian dan liputannya
untuk membangun atau merusak hal tersebut. Dan
dalam makalah ini lebih melihat bagaimana media
Online melihat kredibilitas Pemerintah Provinsi
Banten khususnya Gubernur dan Wagub Banten.
Media sesungguhnya berada di tengah realitas
sosial yang sarat kepentingan, konlik, dan fakta yang
kompleks dan beragam. Sesungguhnya, realitas adalah
hasil dari ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan
konstruksi sosial terhadap dunia sekelilingnya.
Menurut Burhan Bungin, dunia sosial itu dimaksud
sebagaimana yang disebut oleh George Simmel, bahwa
realitas dunia sosial Dalam penelitian ini, yang hendak
diangkat adalah bagaimana citra Pemerintah Daerah
khususnya Gubernur dan Wagub Banten dikonstruksi
oleh media. Realitas media yang ditampilkan sangat
menarik untuk dikupas, khususnya menggunakan
analisis framing.
Rumusan masalah yang diangkat adalah
bagaimana peran media, khususnya media online
dalam membangun kredibilitas atau citra pemerintah
daerah Banten. Peneliti akan mengungkap bagaimana
sejumlah media online menggambarkan kredibilitas
pemerintah, lewat pemberitaannya.
2. Kerangka Pemikiran
2.1 Konstruksi Realitas
Setiap media massa termasuk juga media
online, tentunya memiliki karakter dan latar belakang
1 *) Dosen Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang – Banten.
103
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
tersendiri, baik dalam isi ,penampilan,dasar tujuan
dan pengemasan beritanya. Terkadang perbedaan
ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kepentingan
yang berbeda dari masing-masing media massa baik
ekonomi, politik dan sebagainya.
Menurut Bungin, pekerjaan media pada
hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas.
Realitas dalam berita dibangun oleh adanya sejumlah
fakta. Fakta dari suatu realitas itupun tidak selalu statis,
melainkan memiliki dinamika yang mungkin berubah
seiring dengan perubahan peristiwa itu sendiri. Dalam
penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas
merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh
individu. Namun kebenaran suatu realitas bersifat
nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesiik yang dinilai
relevan oleh pelaku sosial.(Bungin,2008:11)
Konstruksi sosial dalam masyarakat tak bisa
terlepas dari kekuatan ekonomi dan perubahan sosial
yang terjadi pada masyarakat tersebut. Kekuatan
yang dimaksud adalah kekuatan media terhadap
pemirsa atau hegemoni massa. Kekuatan hegemoni
adalah kekuatan kapitalis yang menguasai individu
melalui penguasaan intelektual dan massal. Media
dimanfaatkan kelompok elit dominan, sehingga
penyajian berita tidak lagi mencerminkan releksi dari
realitas sosial.
Menurut Alex Sobur, dengan masuknya
unsur kapital, media massa mau tidak mau harus
memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan
(revenue) baik dari penjualan maupun iklan. Pekerjaan
media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa,
maka seluruh isi media adalah realitas yang telah
dikonstruksikan (constructed reality). Isi media pada
hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan
bahasa sebagai perangkat dasarnya. (Sobur,2006:88)
Berger dan Luckmann memulai penjelasan
realitas sosial dengan memisahkan pemahaman
“kenyataan” dan “pengetahuan”. Mengartikan realitas
sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas,
yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak
bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara,
pengetahuan
dideinisikan
sebagai
kepastian
bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki
kharakteristik secara spesiik.(Sobur, 2006:91).
2.2
Media dan Berita dilihat dari Paradigma
Konstruktivis
Mills mengajukan pandangan yang pesimistik
tentang media dalam bukunya he Power Elite dan
memandang media sebagai pemimpin “dunia palsu”
(pseudo world), yang menyajikan realitas eksternal
dan pengalaman internal serta penghancuran
privasi dengan cara menghancurkan “peluang untuk
pertukaran opini yang masuk akal dan tidak terburuburu serta manusiawi. Karena media memainkan
peran penting dalam menjalankan kekuasaan,
media membantu menciptakan salah satu problem
besar dalam masyarakat kontemporer, yakni
pembangkangan atas kekuasaan oleh masyarakat.
(Hard,2007:211-212).
Berita dipandang bukanlah sesuatu yang
netral dan menjadi ruang publik dari berbagai
pandangan yang berseberangan dalam masyarakat.
Sebaliknya media adalah ruang dimana kelompok
dominan menyebarkan pengaruhnya dengan
meminggirkan kelompok lain yang tidak dominan.
(Eriyanto,2002:23).
Menurut Eriyanto ada penilaian bagaimana
media, wartawan dan berita dilihat dalam paradigma
kontruksionis dalam bukunya yang berjudul Analisis
Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media yakni
: 1) Fakta atau Peristiwa adalah hasil konstruksi. Fakta
merupakan konstruksi atas realitas. Dalam katakata terkenal dari Carey, realitas bukanlah sesuatu
yang terberi, seakan-akan ada, realitas sebaliknya
diproduksi. Fakta ada dalam konsepsi pikiran
seseorang. 2) Media adalah agen konstruksi. Media
bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek
yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan
pandangan, bias dan pemihakannya. media adalah
agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk
disajikan kepada khalayak.
Ketiga, Berita bukan releksi dari realitas. Ia
hanyalah konstruksi realitas. Berita adalah hasil dari
konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan,
ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media.
Berita pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja
jurnalistik, bukan kaidah buku jurnalistik. Semua
proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber,
pemakaian kata, gambar sampai penyuntingan)
memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di
hadapan khalayak.
Keempat, Berita bersifat subjektif / konstruksi
atas realitas. Berita adalah produk dari konstruksi
dan pemaknaan ata realitas. Pemaknaan atas realitas
bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya
menghasilkan “realitas” yang berbeda pula. Kelima
Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas.
Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, melainkan
juga turut mendeinisikan peristiwa. Sebagai seorang
agen, wartawan menjalin transaksi dan hubungan
dengan objek yang diliput. Keenam. Etika, pilihan
moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang
integral dalam produksi berita. Etika dan moral yang
dalam banyak hal berarti keberpihakan pada suatu
kelompok atau nilai tertentu umumnya dilandasi oleh
keyakinan tertentu adalah bagian integral dan tidak
terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi
realitas. Ketujuh, Nilai, etika dan pilihan moral peneliti
menjadi bagian yang integral dalam penelitian. Peneliti
bukanlah robot yang netral dan menilai realitas
tersebut apa adanya. Sebaliknya, peneliti adalah
entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang
berbeda-beda. Karenanya, bisa jadi objek penelitian
yang sama akan menghasilkan temuan yang berbeda
ditangan peneliti yang berbeda. Kedelapan, Khalayak
mempunyai penafsiran tersendiri terhadap berita.
Khalayak menjadi subjek yang aktif dalam menafsirkan
104
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
apa yang dibaca. Dalam bahasa Stuart Hall, makna
dari suatu teks bukan terdapat dalam pesan atau berita
yang dibaca oleh pembaca. Karenanya, setiap orang
bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks
yang sama.(Eriyanto,2002:19-36).
Disini penulis akan meneliti media dan berita
dari paradigma konstruktivis dimana posisi Media
dimiliki oleh kelompok yang dominan dan dapat
memajukan kelompok lain. Posisi nilai dan ideologi
wartawan media yang tidak terpisahkan dari mulai
proses peliputan hingga pelaporan. Lalu hasilnya itu
mencerminkan ideologi wartawan dan kepentingan
sosial, ekonomi, dan politik tertentu.
2.3 Hakikat Teori Framing
Menurut Eriyanto, framing dipandang sebagai
sebuah strategi penyusunan realitas sedemikian rupa
sehingga dihasilkan sebuah wacana. Pada mulanya
analisis framing dipakai untuk memahami bagaimana
anggota-anggota masyarakat mengorganisasikan
pengalamannya sewaktu melakukan interaksi
sosial. Dalam sebuah wacana selalu ada fakta yang
ditonjolkan, disembunyikan, bahkan dihilangkan
sampai terbentuk satu urutan cerita yang mempunyai
makana sesuai frame yang dipilih. Dalam konteks
ini relevan dibicarakan proses-proses framing media
massa. Dimana dalam penyajian suatu berita atau
realitas dimana kebenaran tentang suatu realitas tidak
diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara
halus, dengan memberikan sorotan terhdap aspekaspek tertentu saja, dengan mengunakan istilah-istilah
yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan
foto, karikatur dan ilustrasi lainya.
Framing merupakan strategi pembentukan
dan operasionalisasi wacana media, karena media
massa pada dasarnya adalah wahana diskusi atau
koservasi tentang suatu masalah yang melibatkan
dan mempertemukan tiga pihak, yakni wartawan,
sumber berita dan khalayak. Konsep framing dalam
studi media banyak mendapat pengaruh dari lapangan
psikologi dan sosiologi.(Eriyanto, 2001:71)
Eriyanto selanjutnya menyatakan bahwa analisis
framing adalah salah satu metode analisis teks yang
berada dalam katagori penelitian konstruksionis.
Pendekatan konstruksionis melihat proses framing
sebagai proses konstruksi sosial untuk memaknai
realitas.
Penelitian ini menggunakan teknik penelitian
analisis framing dengan meminjam model kerangka
framing Pan dan Kosicki. Model ini berasumsi bahwa
setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai
pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang
dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks
berita, kutipan sumber, latar informasi, pemakaian
kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara
keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna.
Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa,
dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan
dalam teks.
105
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan pada
makalah ini adalah metode penelitian kualitatif.
Menurut Sugiyono (2005 : 1) metode kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci, tehnik pengumpulan data
dilakukan secara tringgulasi (gabungan), analisis
bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi. Paradigma
yang dipakai adalah paradigm konstruktivis. Makna
terpenting dari paradigma adalah sebuah pola pikir
atau cara pandang ,aliran atau mazhab mengenai
keseluruhan proses format dan hasil penelitia
Dalam Mengkaji tentang kecenderungan media
dalam memberitakan satu isu, ada tiga pendekatan
yang relevan untuk itu. Metode Analisis Isi (Content
Analysis), Analisis Wacana (Discourse Analysis),
dan Analisis Bingkai (Framing Analysis). Namun
penelitian ini menggunakan teknik framing Pan
Kosjiki.. Dalam pendekatan ini perangkat framing
(Eriyanto,2002,176) dibagi menjadi empat struktur
besar. Pertama, struktur sintaksis, Kedua, struktur
skrip, Ketiga, struktur tematik; dan Keempat, struktur
retoris.
Dalam pengertian umum; sintaksis adalah
susunan kata atau frase dalam kalimat. Dalam wacana
berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan
dari bagian berita – headline, lead, latar informasi,
sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara
keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam bentuk yang
tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang
menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun.
Bentuk sintaksis yang paling popular adalah struktur
piramida terbalik yang dimulai dengan judul headline,
lead, episode, latar, dan penutup. Dalam bentuk
piramida terbalik ini, bagian yang atas ditampilkan
lebih penting dibandingkan dengan bagian bawahnya.
Eelemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna
tentang bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan
hendak kemana berita tersebut akan dibawa.
Headline merupakan aspek sintaksis dari
wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang
tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita.
Headline mempunyai fungsi framing yang kuat.
Headline mempengaruhi bagaimana kisah dimengerti
untuk kemudian digunakan dalam
membuat
pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka
beberkan. Headline digunakan untuk menunjukkan
bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu,
seringkali dengan menekankan makna tertentu lewat
pemakaian tanda Tanya untuk menunjukan sebuah
perubahan dan tanda Kutip untuk menunjukkan
adanya jarak perbedaan. Selain Headline/judul, lead
adalah perangkat sintaksis lain yang sering digunakan.
Lead yang baik umumnya memberikan sudut
pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu
dari peristiwa yang diberitakan.
3.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Latar merupakan bagian berita yang dapat
mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan
wartawan. Latar yang dipilih menentukan kea rah
mana pandangan khalayak hendak dibawa. Latar
membantu menyelidiki bagaimana seseorang memberi
pemaknaan atas suatu peristiwa.
Bagian berita lain yang penting adalah
pengutipan sumber berita. Pengutipan sumber ini
menjadi perangkat framing atas tiga hal. Pertama,
mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan
yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim
otoritas akademik. Wartawan bisa jadi mempunyai
pendapat tersendiri atas suatu peristiwa, pengutipan itu
digunakan hanya untuk memberi bobot atas pendapat
yang dibuat bahwa pendapat itu tidak omong kosong,
tetapi didukung oleh ahli yang berkompeten. Kedua,
menghubungkan point tertentu dari pandangannya
kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengecilkan
pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan
dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga
pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang.
Skrip. Bentuk umum dari struktur skrip ini
adalah pola 5 W+1 H (who, what, when, where, dan
how). Meskipun pola ini tidak selalu dapat dijumpai
dalam setiap berita yang ditampilkan, kategori
informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan
untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat
menjadi penanda framing yang penting. Skrip adalah
salah satu dari strategi wartawan dalam mengkonstruksi
berita: bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui
cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan
urutan tertentu. Skrip memberikan tekanan mana yang
didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian
sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi
penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan
menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang
menonjol.
Tematik. Struktur tematik dapat diamati dari
bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat
oleh wartawan. Di sini, berarti struktur tematik
berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis oleh
seorang wartawan. Ada beberapa elemen yang dapat
diamati dari perangkat tematik, antara lain :
Detail. Elemen wacana detail berhubungan
dengan control informasi yang ditampilkan
seseorang (komunikator). Hal yang menguntungkan
komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara
detail dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak
menguntungkan detail informasinya akan dikurangi.
Maksud. Elemen maksud melihat informasi
yang menguntungkan komunikator akan diuraikan
secara eksplisit dan jelas, yakni menyajikan informasi
dengan kata-kata yang tegas dan menunjuk
langsung kepada fakta. Sebaliknya informasi yang
merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit
dan tersembunyi dengan menyajikan informasi yang
memakai kata tersamar, eufemistik dan berbelit-belit.
Nominalisasi.
Elemen
nominalisasi
berhubungan dengan pertanyaan apakah komunikator
memandang objek sebagai sesuatu yang tunggal
(berdiri sendiri) ataukah sebagai suatu kelompok
(komunitas). Nominalisasi dapat memberi kepada
khalayak adanya generalisasi.
Koherensi: pertalian atau jalinan antar kata,
preposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau
preposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda
dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi,
sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun
dapat menjadi berhubungan ketika seseorang
menghubungkannya. Koherensi merupakan elemen
untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis
menggunakan perangkat bahasa untuk menjelaskan
fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang
saling terpisah, berhubungan, atau malah sebabakibat. Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan
oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap
peristiwa tersebut.
Bentuk Kalimat. Bentuk kalimat menentukan
makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam
kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi
subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat
pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya.
Kata ganti. Elemen kata ganti merupakan elemen
untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan
suatu imajinasi. Kata ganti merupakan alat yang
dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan
dimana posisi seseorang dalam wacana.
Retoris. Struktur retoris dari wacana berita
menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih
oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin
ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan
perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan
kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan
gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur
retoris dari wacana berita juga menunjukkan
kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut
adalah suatu kebenaran.
4.
Hasil dan Pembahasan
Dalam makalah ini akan dianalisis sejumlah
berita online terkait dengan kredibilitas Pemprov
Banten khususnya di Banten Pos Online dan di Media
Banten.com
106
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
107
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
4.1. Hasil Penelitian
Ada dua berita yang hendak dikaji dalam makalah
singkat ini yang
menunjukkan bagaimana
kredibilitas pemprov khususnya Gubernur dan
Wakil Gubernur Banten.
ataukah
sebagai
suatu
kelompok
(komunitas).
Nominalisasi dapat memberi
kepada
khalayak
adanya
generalisasi.
pertalian atau jalinan antar
kata, preposisi atau kalimat.
Dua buah kalimat atau
preposisi
yang
menggambarkan fakta yang
berbeda dapat dihubungkan
dengan
menggunakan
koherensi, sehingga fakta
yang
tidak
berhubungan
sekalipun
dapat
menjadi
berhubungan ketika seseorang
menghubungkannya
1.Judul: RANO MERASA TIDAK DILIBATKAN
Framing : Banten Pos membingkai adanya masalah di
awal jabatan yang amat menggangu keutuhan Ratu
Atut dan Rano Karno, karena Rano Karno merasa
tidak dilibatkan dalam proses mutasi pejabat eselon
II,III dan IV di lingkungan Pemrov Banten
STRUKTUR
Sintaksis
(Susunan
bagian-bagian
berita
dalam
satu
kesatuan
teks
berita
secara
keseluruhan )
PERANGKAT FRAMING
1. Skema berita
(struktur
terbalik )
UNIT YANG
DIAMATI
Headline
paradigma
Lead
Latar informasi
Ditempat terpisah... (paragraf 4 dari
atas)
Tak hanya itu ......(paragraf6 )
Sementara itu...(paragraf 7 ) dsb.
Kalimat aktif:
Bentuk kalimat menentukan
makna yang dibentuk oleh
susunan
kalimat.
Dalam
kalimat yang berstruktur aktif,
seseorang menjadi subjek dari
pernyataannya,
sedangkan
dalam kalimat pasif seseorang
menjadi
objek
dari
pernyataannya. Termasuk ke
dalam bagian bentuk kalimat
ini adalah apakah berita itu
memakai bentuk deduktif atau
induktif.
Dalam
bentuk
kalimat
deduktif,
aspek
kemenonjolan lebih kentara,
sementara
dalam
bentuk
induktif inti dari kalimat
ditempatkan tersamar atau
tersembunyi.
TAK
Pasangan Ratu Atut Chosiyah-Rano
Karno berjanji akan menjaga
komitmen
bersama
dalam
memimpin provinsi Banten selama
2012-2017
ke
depan.Mereka
bertekad tetap menjaga komitmen
untuk
tetap
bersama
dan
menghindari pecah kongsi hingga
masa akhir jabatan
Rano menyampaikan kekecewaan
soal mutasi eselon II,III dan IV
(bagian
berita
yang
dapat
mempengaruhi
makna yang ingin
disampaikan
wartawan)
Pengutipan
sumber berita
sebelum...(
7. Bentuk kalimat
BUKTI DALAM TEKS
RANO
MERASA
DILIBATKAN
Ironisnya,
sehari
paragraf 3 dari atas)
6.Koherensi:
...berjanji...(paragraf 1)
...menyampaikan
(paragraf 2)
kekecewaan
...tidak menanggapi (paragraf 4)
Dll
8.Kata ganti
Elemen kata ganti merupakan
elemen untuk memanipulasi
bahasa dengan menciptakan
suatu imajinasi. Kata ganti
merupakan alat yang dipakai
oleh
komunikator
untuk
menunjukkan dimana posisi
seseorang dalam wacana.
Media ini mengutip Rano Karno
sebagai narasumber, dan Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai
narasumber, HM Masduki dan
dosen Fisip Untirta, Abdul Hamid
serta Aktivis perempuan Lies
Marones Natsir
Pasangan Gubernur-wagub banten
Rival politiknya...
Politisi partai Golkar
Wagub Banten HM Masduki
Dosen Fisip Untirta
Aktivis Perempuan
”Ke depan dibutuhkan penguatan
kapasitas elemen masyarakat dan
peningkatan daya kritis warga
Retoris
Who
Rano Karno
(pilihan
gaya
atau kata yang
dipilih
oleh
wartawan untuk
menekankan
arti yang ingin
ditonjolkan)
What
Menyatakan kekecewaan terhadap
Ratu Atut yang dipicu mutasi
eselon II,III,dan IV
Penutup
Skrip
2. Kelengkapan berita
(teknik
penceritaan)
9.Leksikon
Kata, idiom;
--ironisnya (paragraf 2 )
...rival politik (paragraf 6)
pemilihan dan pemakaian
kata yang dipakai . Kata tidak
dipakai semata-mata hanya
karena kebetulan, tetapi juga
secara
ideologis
menunjukkan
bagaimana
pemaknaan
seseorang
terhadap realitas/fakta
..orang hebat (paragraf 6)
...koalisi (paragraf 7)
.ego..(paragraf 8)
-dikawal ketat (paragraf 7 dari
bawah)
10.Grafis
Where
When
Selasa,10/1
Why
Seharusnya ada sinkronisasi tugas
antara Gubernur dan Wagub
termasuk
soal
mutasi
pejabat.Karena, Gubernur-wagub
itu satu paket
How
Tematik
3. Detail
Elemen
wacana
detail
berhubungan dengan control
informasi yang ditampilkan
seseorang (komunikator )
4. Maksud kalimat
Selain lewat kata, penekanan Gambar/foto,
pesan dalam berita juga dapat grafik
dilakukan
dengan
menggunakan unsur grafis.
Di Serang Banten
Atut melakukan
eselon beberapa
pelantikan Ratu
Karno sebagai
Wagub Banten
Elemen
nominalisasi
berhubungan
dengan
pertanyaan
apakah
komunikator
memandang
objek sebagai sesuatu yang
tunggal
(berdiri
sendiri)
kiasan,
ungkapan
dan
metafora yang dimaksudkan
sebagai ornament atau bumbu
dari suatu berita. Pemakaian
Kata-kata
metafora tertentu juga bisa
ungkapan
menjadi petunjuk utama untuk
mengerti makna suatu teks.
12. Pengandaian
Banten Post hendak menunjukkan
betapa pasangan Gubernur-Wagub
Banten sudah sejak awal tidak klop
dalam
mengambil
keputusan
bersama, dan seakan-akan Rano
Karno tidak dilibatkan dalam
proses penting tersebut
Wagub Banten terpilih
5.Nominalisasi
11. Metafor
mutasi pejabat
hari menjelang
ATut dan Rano
Gubernur dan
Maksud dari kalimat itu adalah ada
ironis mengingat mutasi pejabat
eselon itu seharusnya dilakukan
setelah mereka dilantik. Mengingat
Gubernur dan Wagub terpilih
adalah satu paket”
Diperkuat dengan foto RatuAtut,
Rano karno dan HM Masduki
disamping infografis Janji Politik
ATUT RANO
Kata-kata
pengandaian
Berita II.
1.Judul:
Gubernur Siapkan Pakar Redam
Provokator
Framing : Banten Pos membingkai Gubernur Banten
mengangkat dewan pakar untuk meredam adanya
provokator sehinga bisa menghindari terjadinya kasus
serupa kasus Cikeusik di wilayah Banten. Di antara
Dewan pakar terdapat nama orag-orang berpengaruh
108
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
yang diharapkan bisa membantu Atut dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari dalam menjalankan
roda pemerintahan
STRUKTUR
PERANGKAT
FRAMING
Sintaksis
(Susunan
bagian-bagian
berita dalam
satu kesatuan
teks
berita
secara
keseluruhan )
UNIT
DIAMATI
1. Skema berita
Headline
(struktur
paradigma
terbalik )
Lead
YANG BUKTI DALAM TEKS
Gubernur Siapkan Pakar Redam
Provokator
Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah mengangkat sebanyak
12 Dewan pakar yang akan
membantu tugas gubernur untuk
menjalankan roda pemerintahan
lima tahun ke depan,khususnya
dalam melaksanakan
pembangunan provinsi Banten
(bagian berita yang Pakar tersebut diisukan untuk
dapat mempengaruhi meredam maraknya suara-suara
makna yang ingin provokasi yang merusak Banten
disampaikan
wartawan)
Media ini mengutip Ratu Atut
Pengutipan sumber
Gubernur Banten, dan mantan
berita
Wagub Banten HM Masduki
Skrip
(teknik
penceritaan)
2.
Kelengkapan Who
berita
What
Where
When
Why
How
Tematik
Detail
Elemen wacana detail
berhubungan dengan
control
informasi
yang
ditampilkan
seseorang
(komunikator )
4. Maksud kalimat
Seperti dibrtitakan Media
Banten.com, Pemprov Banten
telah mengangarkan Dewan
Pakar pada RAPBD Banten
2012 Rp 1.35 milyar.Anggaran
dewan pakar itu dititipkan di
Balitbang Banten.
6.Koherensi:
Dari
informasi
dihimpun....(paragraf 2)
Sekda Banten
yang
Selain itu..(paragraf 3)
Sebelumnya (paragraf 5)
Seperti diberitakan (paragraf7)
Kalimat aktif:
7. Bentuk kalimat
...mengangkat...(paragraf 1)
Bentuk
menentukan
Ratu Atut
kalimat
makna
...mengatakan (paragraf 2)
yang dibentuk oleh
susunan
kalimat.
Dalam kalimat yang
berstruktur
aktif,
seseorang
menjadi
subjek
dari
pernyataannya,
sedangkan
dalam
kalimat
pasif
seseorang
menjadi
objek
dari
pernyataannya.
Mengangkat 12 orang Dewan
Pakar Banten
Serang Banten
Senin, 10/9/2012
membantu tugas gubernur untuk
menjalankan roda pemerintahan
lima tahun ke depan,khususnya
dalam melaksanakan
pembangunan provinsi Banten
...enggan berkomentar (paragraf
2 dari bawah)
Kalimat pasif:
Dari informasi yang dihimpun
(paragraf 2)
Dll
Gubernur Banten
8.Kata ganti
Mantan wagub
Elemen kata ganti
merupakan elemen
untuk memanipulasi
bahasa
dengan
menciptakan
suatu
imajinasi. Kata ganti
merupakan alat yang
dipakai
oleh
komunikator
untuk
menunjukkan dimana
posisi
seseorang
dalam wacana.
dianggarkan dananya dan
dititipkan lewat angaran
Balitbang Banten
Banten
Post
menunjukkan adanya
bahwa
pembentukan
penunjukkan dewan
Banten untuk meredan
provokator
Mantan Wagub...
pertalian atau jalinan
antar kata, preposisi
atau kalimat. Dua
buah kalimat atau
preposisi
yang
menggambarkan fakta
yang berbeda dapat
dihubungkan dengan
menggunakan
koherensi, sehingga
fakta yang tidak
berhubungan
sekalipun
dapat
menjadi berhubungan
ketika
seseorang
menghubungkannya
Latar informasi
Penutup
berhubungan dengan
pertanyaan
apakah
komunikator
memandang
objek
sebagai sesuatu yang
tunggal
(berdiri
sendiri)
ataukah
sebagai
suatu
kelompok
(komunitas).
Nominalisasi dapat
memberi
kepada
khalayak
adanya
generalisasi.
hendak
dugaan
dan
pakar
adanya
Media ini ingin menunjukkan
bahwa Atut menganggarkan
dana cukup besar untuk
mendukung
roda
pemerintahannya
5.Nominalisasi
Putra Banten....
Elemen nominalisasi
109
Retoris
9.Leksikon
(pilihan gaya
atau kata yang
dipilih oleh
wartawan
untuk
menekankan
arti yang ingin
ditonjolkan)
pemilihan
dan
pemakaian kata yang
dipakai . Kata tidak
dipakai semata-mata
hanya
karena
kebetulan, tetapi juga
secara
ideologis
menunjukkan
bagaimana
pemaknaan seseorang
terhadap
Anggota DPR
Pengurus DPD Golkar banten
Mantan Menteri
Dewan pakar
Sekda Banten
Pemprov Banten
Kata, idiom;
--menjalankan
roda
pemerintahan (paragraf 1 )
...putra Banten (paragraf 6)
Stabilitas ( paragraf 4 dari
bawah)
Meredam
bawah)
(paragraf
4
Dewan pakar (paragraf 1)
dari
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Eriyanto, 2002, Analisis Wacana: Pengantar Analisis
Teks Media, LKiS, Jakarta
Hamad, Ibnu 2004,Konstruksi Realitas Politik dalam
Media Massa : Sebuah studi
Critical Discourse Analysis Terhadap Beritaberita Politik, Jakarta:Granit
Hardt, Hanno, 2007, Myths for the Masses: An Essay
on Mass Communication,
Wiley-Blackwell
Sobur, Alex, 2003, Semiotika Komunikasi, Rosdakarya:
Bandung
Sugiyono. 2005, Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung ; CV Alfabeta
realitas/fakta
10.Grafis
Gambar/foto, grafik
Berita juga ditambah foto resmi
Gubernur Atut yang sedang
tersenyum penuh percaya diri
Selain lewat kata,
penekanan
pesan
dalam berita juga
dapat
dilakukan
dengan menggunakan
unsur grafis.
11. Metafor
Kata-kata ungkapan
kiasan, ungkapan dan
metafora
yang
dimaksudkan sebagai
ornament atau bumbu
dari suatu berita.
Pemakaian metafora
tertentu juga bisa
Kata-kata
menjadi
petunjuk
pengandaian
utama untuk mengerti
makna suatu teks.
Meredam.....
Provokator....
12. Pengandaian
5. Kesimpulan
Dari contoh dua berita di media Online
tersebut, media seakan menggiring opini berbeda
dengan apa yang sebenarnya terjadi. Terutama dalam
berita berjudul Gubernur Siapkan Pakar redam
provokator, ternyata dalam isi beritanya tidak ada
sama sekali kata provokator, ini merupakan opini
berlebihan dari media massa yang mengusungnya,Dari
sisi pemilihan narasumber sudah terlihat bahwa
media ini menyandarkan seluruh informasinya
dari narasumber resmi , meski di paragraph kedua
ditambahkan dari data yang dihimpun. Dilihat dari
konstruksi yang hendak dibangun, terasa sekali media
ini hendak mempertanyakan kebijakan Gubernur
yang mengangkat begitu banyak dewan pakar dengan
anggaran yang tidak sedikit untuk meredam adanya
provokasi. Berita sebelumnya, justru menonjolkan
adanya konlik yang terjadi diantara Gubernur dan
Wagub terpilih, karena Rano Karno meresa tidak
dilibatkan dalam proses mutasi di kalangan pejabat
eselon II,III dan IV.
Daftar Pustaka
Berger, Peter & homas,1967 he Social Construction
of Reality: A Treatise in the
Sociological of Knowledge.NY, A Double Day
Anchor Book
Bungin, Burhan,2008 Konstruksi Sosial Media Massa Realitas Sosial Media, Iklan
Televisi & Keputusan Konsumen Serta Kritik
Terhadap Peter L. Berger &
homas Luckman , Prenada Media
Denzin, Norman K. and Yvonna S. Lincoln, eds.,
1994, Handbook of Qualitative Research,
housand Oaks, CA: Sage
110
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Transformasi Sistem Media Baru Konteks Indonesia: Aktivisme Internet oleh
LSM dalam Pembentukan Ruang Publik Alternatif
Lidwina Mutia Sadasri
Abstrak
Teknologi mampu memberikan aura perubahan pada suatu sistem, baik ekonomi, politik, maupun sosial dan
budaya. Teknologi yang dipilih untuk diadopsi suatu negara terkait dengan sistem media juga menimbulkan bentuk
kultur masyarakat yang baru, dalam relasinya media memproduksi budaya dan sebaliknya, seperti yang terjadi
saat ini di era media baru. Sisi kebaruan inipun membawa implikasi pada transformasi sistem media dengan
relasi yang dimunculkan dari teknologi dan ruang publik. Pesatnya perkembangan teknologi, membawa catatan
tersendiri dalam proses adaptasi serta dampak aplikasi teknologi tersebut. Masyarakat Indonesia, sebagai pengguna
teknologi, mengalami lompatan teknologi yang cukup besar, dimulai dari alat komunikasi dari telepon sampai tablet;
pemanfaatan dari e-mail sampai jejaring sosial dalam komunitas virtual. Dalam lingkup yang lebih luas, kehadiran
teknologi perlu diwaspadai sebagai bentuk isik maupun nonisik yang diboncengi oleh bias nilai penciptanya dalam
kerangka globalisasi.
Loncatan inovasi yang dibawa oleh negara Barat dan ‘dipaksa’ masuk ke dalam negara berkembang akan
menimbulkan transformasi dalam suatu sistem, dalam hal ini sistem komunikasi di Indonesia. Dalam konteks
komunikasi pembangunan, perubahan sistem media baru memberi aura baru bagi perkembangan kualitas ruang
publik yang mengarah pada demokratisasi. Kondisi ini terdukung karakteristik media baru yang interaktif dengan
sifat masyarakat berjaringan.
Salah satu elemen masyarakat yang memiliki kontribusi dalam aktivisme internet adalah lembaga swadaya masyarakat
(LSM). LSM melakukan gerakan sosial melalui beragam bentuk konten media dalam situs web, jejaring sosial
seperti Facebook serta microblog Twitter, dan dengan kesemuanya itu, interaktivitas yang terbangun di dalamnya
menunjukkan kemampuan diskusi ruang publik alternatif.
Kata kunci : media baru, aktivisme internet, ruang publik alternatif
1. Pendahuluan
Kondisi telekomunikasi Indonesia hingga
kini sangat terkait dengan kemajuan teknologi yang
diadopsi oleh negara secara umum. Indonesia sebagai
negara berkembang, mendapat terpaan kecanggihan
teknologi komunikasi yang mewujud dalam media
baru, dalam hal ini internet. Internet memungkinkan
komunikasi termediasi dengan membawa sifat
kebebasan berjejaring, tidak hanya satu pihak,
tetapi banyak pihak. Bentuk komunikasi termediasi
ini menjadi sarana komunikasi yang signiikan
dalam dunia yang semakin sarat dengan nilai global
dan globalisasi sebagai kesadaran hubungan yang
terbangun dalam proses global ekonomi, politik dan
budaya (Grossberg, 2006:423) yang menempatkan
teknologi internet sebagai sarana penguat relasi antar
manusia melalui jaringan komputer. Bahkan, dalam
globalisasi, teknologi informasi menjadi basis penting
pada perkembangan infrastruktur highway dengan
membuka jalan aliran informasi (Calhoun, 2002:2).
Sejumlah catatan data penetrasi internet di Indonesia
menunjukkan respon masyarakat yang cukup baik
dalam menyambut nilai dan teknologi internet.
Perkembangan internet di Indonesia dimulai
111
di awal tahun 1990an dan mengalami peningkatan
pengguna yang cukup besar (Purbo dalam Nugroho,
2011:31). Menurut APJII (Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia), jumlah pengguna meningkat
lebih dari 770% selama 1998-2002 dari setengah juta
orang pada tahun 1998 menjadi 4,5 juta orang pada
tahun 2002, kemudian nyaris berlipat ganda dari 16
juta orang pada tahun 2005 menjadi 31 juta orang
pada tahun 2010 (APJII dalam Nugroho, 2011:32).
Hasil Penelitian dari Markplus Insight tahun
2011 bahkan menyatakan bahwa angka penetrasi
internet di Indonesia berada di kisaran 40-45%
dengan angka mencapai 55 juta pengguna, meningkat
dari tahun sebelumnya di angka 42 juta (Wahyudi,
2011). Akses internet pun kini tak lagi hanya melalui
personal computer, tetapi menggunakan perangkat
bergerak seperti telepon seluler. Selain itu, riuhnya
telekomunikasi Indonesia dengan penyedia konten,
variasi system software, third party dan beragam elemen
bisnis makin meramaikan hiruk pikuk industri
telekomunikasi Indonesia.
Biaya akses dan infrastruktur yang semakin
terjangkau menjadikan kecenderungan penggunaan
internet
semakin
meningkat.
Depkominfo
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
memperkirakan bahwa terdapat 45 juta pengguna
internet di pertengahan 2011 yang setara dengan
18% populasi Indonesia, sedangkan Business Monitor
International memperkirakan kombinasi penetrasi
internet narrowband dan broadband lebih dari 26% di
tahun 2010 (BMI 2011) (Deloitte, 2011:4). Dengan
tingkat penetrasi yang cukup tinggi, sekitar 22%
konsumen kelas menengah memiliki akses internet
dengan durasi 1.5 jam per hari untuk akses (Eddy
et.al, 2012). Di Indonesia, warnet atau kafe internet
secara tradisional menjadi saluran utama untuk
mengakses internet bagi kebanyakan masyarakat
Indonesia. Tujuan penggunaan internet di Indonesia
mayoritas untuk tujuan jejaring sosial, terbukti
dengan label Indonesia yang memiliki jumlah akun
Facebook terbanyak di dunia (40 juta di pertengahan
2011) dan ketiga tertinggi untuk jumlah akun Twitter
di dunia. Akses jejaring sosial ini memungkinkan
pertukaran konten dan pembuatan konten, baik pesan
teks, visual, video maupun audio. Fakta masivikasi
internet ini memberi kemungkinan adanya perubahan
pada perilaku pengguna dalam berkomunikasi dan
berinteraksi.
Media baru memungkinkan hadirnya kultur
komunikasi gaya baru melalui karakteristik media yang
distingtif. Terutama teknologi yang datang dari luar ini
tidak bebas nilai, dalam artian membawa bias tertentu
bagi penguasa teknologi sendiri. Dalam menghadapi
teknologi, terdapat dua pandangan yang dapat
digunakan untuk merespon hadirnya teknologi dalam
masyarakat yang dapat membantu pengguna maupun
calon pengguna untuk bersikap kritis dan semakin
memahami karakteristik teknologi itu sendiri, yakni
technophilia dan technophobia (Langman, 2006:48).
Wacana technophilia menunjukkan teknologi baru
sebagai penyelamat yang akan menyelesaikan
problem sedangkan technophobia melihat teknologi
sebagai kutukan, sebagai masalah utama di era masa
kini. Harapan dan ketakutan ekstrim juga terjadi
pada internet. Pendukung technophilia memandang
teknologi internet sebagai pengalaman manusia dengan
dimensi yang tinggi. Sedangkan aktor technophobic
mengasosiasikan teknologi dengan dehumanisasi dan
alienasi dari orang lain, lingkungan dan “dunia nyata”.
Teknologi komunikasi dan informasi membawa
masyarakat dalam ruang hiperrealitas, istilah yang
dipinjam dari Baudrillard bahwa manusia kehilangan
kontak dengan tubuh secara alami dengan orang lain
dan dengan hal dan tindakan yang penting (Langman,
2006:49). Teknologi modern secara utama dianggap
sebagai instrumen dominasi dan sebagai ancaman
kebebasan individu, otonomi dan kreativitas. Dalam
pandangan ini, teknologi baru memenjarakan diri
dalam kandang teknologi dan mengurangi kehidupan
manusia yang instrumentalitas sementara mengalienasi
kita dari lingkungan, orang lain, dan kemungkinan
pengembangan diri dan menjadi diri sendiri. Teknologi
informasi dan komunikasi kemudian dibawa dalam
dua kutub sebagai sarana hegemoni kapital atau
mendorong demokratisasi.
Pandangan technophilia lekat dengan aura utopia
teknologi yang penuh bunga-bunga atas harapan
teknologi komunikasi yang mampu menyelesaikan
masalah dengan kekuatan menghubungkan setiap
orang tanpa terbatas jarak dan waktu. Internet
sebagai bentuk teknologi dalam pandangan
technophilia dapat dijelaskan melalui fungsi positif
yang membangun kekuatan argumentasi preferensi
utama internet dalam membentuk masyarakat yang
demokratis. Dalam praktiknya, demokratisasi yang
terbangun menggunakan media online mampu
dilihat menggunakan karakteristiknya yang mampu
memberikan anonimitas relatif bagi ekspresi personal
menuju opini publik yang memberdayakan dan tidak
dirintangi batasan geograis (Papacharissi, 2008:10).
Lebih lanjut, dalam peta interaksi yang terjadi antara
teknologi dan masyarakat, internet telah mengantar
komunikasi manusia pada era baru yang dinyatakan
McLuhan sebagai global village menjadi nyata
dalam cyberspace yang dikonstruksikan oleh jaringan
komputer dunia (Li, 2004:2). Batasan nasional tidak
lagi merintangi transmisi informasi dan kultur dengan
perubahan komunitas geograis menjadi komunitas
virtual dan berimplikasi pada demokrasi deliberatif.
Dalam internet, model deliberatif hadir baik secara
global maupun lokal berdasar motivasi aktor politik
dalam penggunaannya membagi informasi secara
online menuju arah demokratisasi dengan komunikasi
dua arah dan topik kepentingan bersama serta
didorong oleh komitmen mutual.
Sebagai medium global yang kuat, internet
menginspirasi harapan untuk merevitalisasi ruang
publik yang vital terhadap demokrasi. Hadirnya
internet
menginspirasi
pandangan
optimis
kepentingan revitalisasi ruang publik yang akan
menguatkan demokrasi secara substansial (Li, 2004:
82). Karakteristik unik teknologi internet seperti
sifat terbuka dan desentralisasi, aksesibel pada tiap
masyarakat, keras terhadap sensor, dan advokasi ini
diharapkan mampu memfasilitasi masyarakat yang
well-informed dan meningkatkan partisipasi publik
dalam proses politik. Selain itu juga didukung dengan
sifat interaktivitas atau umpan balik yang diposisikan
sebagai inti potensi demokratis yang terkandung
dalam semangat internet sebagai media alternatif.
Beragam sifat internet ini seakan makin mencerahkan
kondisi masyarakat terkini, karena sebelumnya tidak
ada media dengan lingkup besar seperti internet yang
112
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
mampu menggalang respon langsung (Li, 2004:3).
Struktur komunikasi digital ini membongkar batasan
antara produsen dan konsumen, penyiar dan audiens.
Pada kenyataannya, masyarakat menggunakan internet
untuk mendapat informasi dan menginformasikan
pihak lain, memungkinkan resiprositas tingkat tinggi
atau umpan balik dilakukan dalam proses yang relatif
lebih cepat.
2. Pembahasan
2.1. Internet: Media Baru dan Alternatif
Harapan Ruang Publik
Melalui sejumlah karakteristik dan pandangan
utopia atas media baru dalam membangun atmosfer
demokratisasi, terkhusus di Indonesia, internet
patut dipertimbangkan sebagai alternatif media
bagi masyarakat secara umum dengan beragam latar
belakang. Internet menjadi pilihan baru masyarakat
yang memunculkan transformasi sosial dengan
hadirnya paradigma teknologi baru. Teknologi
informasi dan komunikasi yang hadir di tahun
1970an dan menyebar ke seluruh dunia ini dibentuk
oleh masyarakat bergantung pada kebutuhan, nilai,
dan kepentingan orang yang menggunakan teknologi
(Castell, 2005:3-6). Salah satu transformasi yang hadir
karena media baru ini memunculkan bentuk baru
organisasi sosial berbasis jejaring, sebagai difusi jejaring
dalam ranah aktivitas sebagai basis jejaring komunikasi
digital. Masyarakat jejaring merupakan hasil interaksi
antara paradigma teknologi baru dan organisasi
sosial. Karakteristik network society ini oleh van Dijk
dinyatakan bersifat interdependen dan interconnected;
individual dihubungkan dengan jaringan, semakin
heterogen dan terfragmentasi serta meningkatnya
komunikasi termediasi sebagai hasil dari menurunnya
interaksi komunikasi tatap muka (Dijk, 2006:35-36).
Masyarakat jejaring ini merupakan tipe struktur sosial
baru berdasar transformasi kapasitas komunikasi.
Sebagai bentukan transformasi komunikasi,
masyarakat jejaring memiliki relasi yang kuat dengan
media baru. Masyarakat jejaring cenderung melakukan
ekspansi atas internet sebagai arena otonom dan
terbuka dengan membawa opini publik yang disebut
Habermas sebagai ruang publik (McQuail dalam
Nyabuga, 2006:157). Secara konseptual, ruang publik
menunjukkan domein kehidupan sosial dimana opini
publik diekspresikan melalui wacana dan debat publik
rasional (Papacharissi, 2008:5-7). Tujuan utama ruang
publik merupakan persetujuan publik dan pembuatan
keputusan, walaupun tujuan ini tidak secara rutin
dicapai. Persetujuan dan deliberasi nasional merupakan
hasil yang ingin diraih, bagaimanapun, nilai ruang
publik ada dalam kemampuannya memfasilitasi
diskusi permasalahan publik yang beragam dan
113
bebas, mencirikan tradisi demokratis. Ruang publik
merupakan metafora yang memediasi masyarakat dan
negara, dimana publik mengelola dirinya sebagai yang
membawa opini publik sejalan dengan prinsip ruang
publik, prinsip informasi publik yang diperjuangkan
dalam monarki politik yang memungkinkan kontrol
demokratis kegiatan negara (Habermas dalam
Papacharissi, 2008:5-7). Habermas
menyatakan
konten media massa arus utama (televisi) menjajah
ruang publik dan wacana demokratis. Beragam ruang
publik, meski tidak memiliki kesamaan kekuatan,
hadir untuk memberikan suara pada identitas dan
kepentingan kolektif. Media online, termasuk internet,
dapat menjadi ruang virtual atau merevitalisasi ruang
publik.
Ruang publik digagas sebagai bentuk
ruang partisipasi politik dan kritalisasi gagasan
kewarganegaraan sebagai upaya terhadap absolutisme
yang bertujuan mengubah otoritas yang berdasar
pada kenyataan dalam subjek otoritas rasional pada
pemeriksaan yang dikelola oleh badan publik di
bawah hukum. Internet muncul sebagai alternatif
pada media tradisional yang dikontrol oleh elit politik
yang mencari kontrol dan memanipulasi produksi dan
diseminasi informasi, desentralisasi, leksibel dan user
controlled (McQuail dalam Nyabuga, 2006). Dahlberg
menyatakan enam kriteria dasar yang harus dipenuhi
internet untuk dinyatakan sebagai ruang publik,
yakni otonomi dari negara dan kekuatan ekonomi,
pertukaran dan kritik atas pernyataan validitas moralpaktik yang dapat dikritisi, releksivitas, pengambilan
peran ideal, ketulusan, dan wacana inklusi dan
keadilan (Ubayasiri, 2006:7-9). Melalui pandangan
postmodern ini muncul masa depan yang optimis bagi
internet sebagai ruang publik. Benkler menyatakan
bahwa saat ini kita sedang menuju networked public
sphere yang menjanjikan platform untuk mengikat
masyarakat untuk bekerjasama menjadi watchdog
dalam model peer-production (Coleman et al,
2009:171). Cyberspace menjadi dunia virtual dan lokasi
spesiik dan luas; mengubah ruang isikal debat publik
yang awalnya terjadi di café. Ruang publik internet –
meski menyediakan forum bagi mereka yang tertarik
dengan debat kritis, tetapi tidak dapat mengantisipasi
semua pengguna untuk terikat dalam dialog bermakna,
sehingga ruang publik harus diikat oleh ‘intelektual
publik’ untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk berbagi gagasan demi keberlangsungan ruang
publik itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan ruang publik,
internet dipandang sebagai media yang efektif untuk
pengembangan demokrasi, secara khusus karena
mampu mempromosikan kebebasan berekspresi, akses
pada informasi publik dan sebagai arena publik untuk
wacana politik. Bahkan kini, teknologi komunikasi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
informasi menarik perhatian aktor politik yang mencari
cara mengembangkan debat publik dan partisipasi.
Kontras dengan media arus utama yang melakukan
komodiikasi atas opini publik yang dipublikasikan
dalam media dalam ruang kolom yang meningkatkan
sirkulasi, internet secara fundamental dimaknai sebagai
medium akses bebas, yang dikenalkan sebagai ruang
publik. Habermas menyatakan penggunaan internet
memperluas dan memfragmentasi konteks komunikasi
(Ubayasiri, 2006:9). Dalam wacana Habermas, ruang
publik merupakan diskusi rasional tak terbatas untuk
isu publik yang membentuk opini publik dalam
indera yang kuat terkait konsensus demi kebaikan
umum untuk mempengaruhi pembuatan keputusan
(Li, 2004:82). Lebih lanjut teori liberal klasik, ruang
publik merupakan jarak antara pemerintah dan
masyarakat dimana individual privat melatih kontrol
formal (pemilu) dan informal (tekanan opini publik)
negara .
Ruang publik menjadi krusial bagi kapasitas
masyarakat sipil untuk mempengaruhi negara,
terutama indikasi keterbukaan yang dimilikinya
(Calhoun, 2002:15-17). Ruang publik sangat penting
bagi masyarakat modern dengan menyediakan
forum dimana komunikasi terjadi secara kolektif
terkait isu yang relevan dan memungkinkan warga
untuk mengakses informasi secara mandiri terntang
perkembangan sosial dan mengamati kontrol
politik, ekonomi, dan elit lain yang mengarah pada
pemberdayaan publik. Terdapat tiga jenis ruang publik
(Gerhards et al, 2009:2), yakni elaborasi struktur
organisasional keterbukaan, dan dampak sosial.
Yang pertama menyatakan ruang publik yang terdiri
dari kegiatan keseharian warga dengan komunikasi
tatap muka yang terjadi di mana saja tanpa struktur
organisasional dengan dampak kecil dan jumlah orang
yang sedikit. Forum yang kedua adalah event publik,
pertemuan kota, kuliah umum atau kampanye protes
yang punya struktur minimal terdapat pemimpin
pendapat. Dalam bentuk ketiga, infrastruktur terdiri
dari spesialis, seperti jurnalis, ahli dan aktor kolektif
dimana masyarakat hanya berperan pasif dalam
penerimaan. Terkait dengan klasiikasi tersebut,
internet menjadi medium baru yang signiikan karena
aksesibel dan dinyatakan sebagai sumber informasi,
berpotensi mengubah komunikasi sosial dengan
melibatkan banyak aktor khususnya dari masyarakat
sipil yang sebelumnya tidak memiliki akses ke bentuk
media tradisional.
Dalam
perjalanannya,
internet
mendemokratisasi ruang publik dan menguatkan
kepentingan politik dan partisipasi di masyarakat
(Gerhards, 2009:3). Harapan ini berdasar pada
struktur komunikasi internet yang secara fundamental
berbeda dari media lama dimana peran gatekeepingnya
lebih lemah. Aktor dengan sumber minimal seperti
kelompok kecil masyarakat maupun individu mampu
memunculkan informasi online yang signiikan dan
efektif daripada masuk ke media arus utama. Modal
yang dibutuhkan untuk akses internet pun makin
terjangkau dengan komputer dan koneksi internet
serta kemampuan teknis. Internet menyediakan
aksesibilitas bagi aktor yang tidak mendapat perhatian
di media lain.
Internet agaknya mengubah cara komunikasi
dan secara mendasar melonggarkan genggaman
elit politik di masyarakat. Internet menyediakan
kesempatan untuk menghadapi kontrol monopolistik
elit oleh komunikasi massa serta dekolonisasi
demokratisasi informasi dan diseminasi. Keterbukaan
dan aksesibilitas ruang publik, dalam hal ini internet,
dan partisipasi publik dalam diskusi politik merupakan
kondisi yang sangat dibutuhkan bagi pembentukan
opini dalam ruang publik untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan (Li, 2004:83). Selain itu,
Internet mengeliminasi hambatan ekonomi yang
dibuat oleh media konvensional dan meningkatkan
skala dan kecepatan informasi, mempersenjatai dengan
informasi yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik. Internet memungkinkan komunikasi
banyak arah, bagi siapapun yang memiliki hambatan
(disabled) dengan memberikan media untuk bersuara
dan kesempatan demokratis (McQuails, 57). Internet
sebagai bentuk baru ruang publik, memiliki posisi vital
dalam memelihara kepentingan ruang publik ‘mini’.
Internet diterima sebagai kesempatan untuk
memperbaharui demokrasi secara umum dan secara
khusus memungkinkan partisipasi masyarakat dalam
politik. Website dan email memungkinkan mekanisme
relasi baru antara institusi publik dan masyarakat,
memfasilitasi komentar dan keluhan terkait layanan,
memungkinkan organisasi bentuk baru sebagai
layanan publik dan menyediakan informasi bagi
publik umum. Teknologi komunikasi baru menjamin
bentuk baru partisipasi masyarakat horizontal, yang
tidak bergantung pada sarana komunikasi massa
tradisional organisasi politik utama. Bahkan tiap
individu dapat berpartisipasi aktif dalam konstruksi
ruang opini publik demokratis (Castells dalam Sorj,
2006:2). Fungsi internet relevan dalam perkembangan
masyarakat sipil, karena memberi ruang bagi
leksibilitas jaringan, mobilisasi cepat bagi diseminasi
informasi alternatif, dan memfasilitasi pembentukan
jaringan aktivis nasional maupun internasional yang
tidak tergabung dalam struktur politik tradisional
(Warkentin dalam Sorj, 2006:2). Peran internet dilihat
sebagai alternatif dominan di antara riuhnya struktur
jaringan komunikasi.
114
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
2.2. Aktivisme Internet dan Masyarakat
Ruang publik yang ada dalam media baru tidak
hanya terbatas pada sistem online yang dibangun
oleh pemerintah dalam bentuk e-government,
tetapi juga segala macam bentuk cyberactivism
seluruh elemen masyarakat yang dipublikasikan
melalui internet semisal dalam cyber community
yang memungkinkan diskusi kritis antar pengguna
internet dan menghasilkan konsensus tanpa adanya
pengaruh tekanan kepentingan. Kekuatan intelektual
publik dalam internet melalui produksi konten
dalam media baru diharapkan menjadi embrio ruang
publik alternatif. Internet sebagai alternatif ruang
publik menawarkan kesempatan untuk eksplorasi
aspek komunitas virtual sebagai ruang keterikatan
lokal (OECD, 2003:65). Terdapat kebutuhan dalam
tingkat lokal untuk memelihara jaringan komunitas
dan mendorong masyarakat yang aktif. Media
baru menunjukkan kesempatan baru bagi jaringan
masyarakat. Internet mampu menyediakan beragam
informasi, termasuk isu kebijakan dan pengalaman
publik yang berguna bagi pembentukan kebijakan,
perkembangan dan evaluasi untuk pengelolaan kultur
politik yang kritis dan deliberatif.
Internet juga menyediakan kapabilitas dalam
membangun e-democracy dalam kerangka ruang
publik. Internet menjadi agora dengan fantasi retorika
demokrasi melalui interaktivitas politisi dan masyarakat
(OECD, 2003:148). Sinergi antara perkembangan
demokratis dan digital merupakan fenomena yang
menarik. Potensi penggunaannya memberi umpan
balik bagi teknologi digital untuk memfasilitasi
deliberasi kebijakan publik dan pemerintahan dua
arah yang penting bagi aktor. Demokrasi sejauh ini
dikenal sebagai produk abad dimana representasi
efektif dibatasi oleh ketakterhubungan waktu dan
jarak. Melalui cyberspace yang disediakan internet,
institusi demokratis dapat berkembang selama mudah
diakses, akuntabel dalam media baru.
Secara empirik, sinergi digital dan demokrasi
juga ditunjukkan dalam beragam bentuk gerakan
sosial yang menggunakan akses media baru sebagai
sarana kegiatan, baik melalui email, situs web, mailing
list internet dan kelompok diskusi yang ditempatkan
sebagai media alternatif ruang publik. Scott dan
Street memahami internet sebagai alat yang kuat
dalam pengelolaan gerakan sosial dan menunjukkan
sejumlah faktor kekuatannya, yakni memfasilitasi
mobilisasi – koordinasi tingkat tinggi antara jaringan
gerakan lintas jangkauan geograis tanpa membuat
bentuk organiasional hirarki, pembuatan dampak
yang tinggi dengan sumber minimal, kemampuan
pemberitaan, dan memotong arus birokrasi (Ha,
2006:19). Media alternatif mampu mempertahankan
115
ruang publik mikro dan mengembangkan gerakan
di luar ruang publik arus utama. Dalam gerakan
sosial, internet mampu menghubungkan aktor lokal
dengan global maupun transnasional. Media alternatif
dapat digunakan untuk membangun jaringan sosial
dan penting sebagai dasar gerakan sosial (Donnel,
2001:43). Kegiatan semacam ini juga dilakukan oleh
beragam bentuk kerjasama lembaga masyarakat lokal
dengan internasional. Ruang publik yang terbangun
dalam internet dapat digunakan untuk memelihara
gerakan dengan menyediakan bentuk alternatif
pemahaman, jaringan pertemanan, dan komunitas.
2.3. Gerakan Lembaga Swadaya Masyarakat di
Internet
Merunut catatan sejarahnya, antara tahun
1970an dan 1990an, masyarakat sipil Indonesia
berada dalam kondisi yang lemah, dipolitisasi
dan terfragmentasi (Hill dalam Nugroho, 2009).
Di pertengahan tahun 1990an, LSM mulai
mengekspresikan diskonten dan terjadi pembentukan
generasi baru kelompok advokasi, utamanya pro
demokrasi dan kelompok hak asasi dan meningkat
secara aktif menentang protes anti pemerintah.
Kelompok ini dikarakterisasikan dengan upayanya
bersatu dalam segala bentuk gerakan pro demokrasi dan
meningkatkan tekanan terhadap pemerintah. Setelah
terjadinya periode transisi tahun 1998, organisasi
bawah tanah muncul ke permukaan dan bergabung
dengan LSM yang baru terbentuk di Indonesia (Hadiz
dalam Nugroho, 2009). LSM memiliki aktor penting
dan lekat dengan inovasi dalam perkembangannya
sebagai lembaga independen, dengan adopsi atas
teknologinya berdasar alasan pemahaman atas
eksistensinya di masyarakat.
Dalam sudut pandang strukturasi, bentuk
gerakan sosial oleh organisasi kemasyarakatan atau
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang identik
dengan posisi yang idealis, memunculkan posisi
perlawanan atas kondisi buruk sosial dan politik
di suatu negara. Giddens menyatakan kelompok
membuat struktur yang mempengaruhi tindakan
untuk meraih tujuannya dan melibatkan proses
produksi dan reproduksi beragam sistem sosial
(Nugroho, 2007b). Dalam hal ini LSM beroperasi
membentuk opini publik melalui media dan
menyatakan posisi kekuatannya berhadapan dengan
hegemoni negara atau pemerintah.
LSM selalu kritis terhadap beragam kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah dan dinyatakan
dengan beragam cara dan bentuk. LSM lokal
menggunakan internet untuk membantu mereka
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dalam pengembangan aktivisme, dalam kerangka
adopsi inovasi dan teknologi dan berbasis dampak
penggunaan teknologi dalam performa LSM
dalam manajemen internal, memperluas perspektif
organisasional, ekspansi jaringan organisasional dan
meningkatkan pengaruh organisasional ke masyarakat
(Nugroho, 2009:24). Sejumlah studi menunjukkan
bahwa sejumlah LSM memiliki akses pada internet,
terutama promosi demokrasi sebagai agenda
utama dengan peran watchdog (Nugroho, 2007:2).
Masyarakat yang berada dalam tahap masyarakat
infromasi menjadi penting sebagai pendukung gerakan
sosial dan penghubung beragam aktor yang berguna
untuk memfasilitasi demokrasi. Penggunaan teknologi
ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari strategi LSM
lokal Indonesia untuk membangun pandangan kritis
terhadap kebijakan melalui keterikatannya dengan
kelompok sipil. Hal ini mengindikasikan internet
menjadi sarana bagi LSM untuk partisipasi dalam
transformasi sosial, keterikatan langsung dan interaksi
dalam pembentukan perubahan sosial.
LSM telah menjadi pengguna aktif internet
sejak awal pengenalannya di Indonesia (Hill dan Sen
dalam Nugroho, 2009:24). Dari penelitian Yanuar
Nugroho, 94.03% LSM menggunakan PC dalam
organisasinya tetapi yang memiliki akses internet
sebanyak 86.94%. LSM Indonesia mengadopsi
internet dengan kebutuhan untuk mencari infromasi
dan mengembangkan efentivitas dan eisiensi
organisasional serta mengembangkan kerjasama
antar LSM. Menurut survey Yayasan Satudunia pada
bulan Maret 2011 terkait gerakan sosial di internet,
responden menyatakan bahwa internet digunakan
dalam aktivitas melalui email,chatting, terutama untuk
membagi informasi sedangkan penggunaan untuk
kampanye ada di bagian terakhir (Cahyadi, 2011:2-4).
Aktivitas organisasi melalui internet seputar mengirim
press release, penggalangan dukungan dan undangan
aksi. Mailing list dan website, blog dan forum diskusi
digunakan untuk melakukan kampanye. Adopsi
internet oleh LSM memberikan motivasi bagi LSM
dalam menjembatani politik nasional dan global.
Dengan internet, lebih banyak LSM global menaruh
perhatian pada situasi Indonesia dan berkolaborasi
dengan LSM Indonesia, salah satunya dalam kegiatan
sosial dan humanitarian. Internet juga membangun
kapasitas LSM Indonesia dalam jejaring dan saluran
informasi.
Di Indonesia, sudah banyak LSM lokal yang
menggunakan media baru atau internet untuk media
komunikasi utama. LSM Combine melalui Twitter @
JalinMerapi menjadi akun yang cukup banyak diakses
hingga sekarang terkait peristiwa bencana, berikut juga
LSM Airputih, Satu Dunia, ICT Watch, Walhi dan
lain sebagainya. Salah satu LSM yang akan dianalisis
penggunaan internet adalah KontraS yang merupakan
gabungan civil society dan tokoh masyarakat yang
bekerja memantau persoalan HAM, KIP-HAM
dan menangani pengaduan masyarakat tentang
permasalahan HAM (KontraS, 2012). Gerakan sosial
yang dilakukan KontraS termanifestasi melalui laman
situs yang sangat informatif, mulai dari artikel berita,
buku, kampanye, buletin, yang menyediakan fasilitas
unduh, bagi, dan komentar sebagai sarana respon
langsung dari pengelola. Interaktivitas yang dibangun
di dalamnya menunjukkan kemampuan diskusi
ruang publik alternatif. KontraS juga memiliki akun
media sosial yang secara interaktif berinteraksi dengan
follower dan audiensnya berikut komentras terkait isu
yang sedang diangkat oleh KontraS sehingga terbentuk
diskusi dalam ruang virtual.
Transformasi dalam sistem media di Indonesia
dapat dilihat dari dinamika sosial politik Indonesia
sendiri dengan relasi pada peran dan posisi LSM
untuk mengubah jaringan berbasis media baru. Selain
itu perubahan juga terjadi dengan hadirnya internet
yang mengubah masyarakat dengan karakteristik
yang berjaringan. Pemanfaatan media baru oleh
LSM juga memampukan perubahan dalam konten
dan struktur komunikasi Indonesia dalam kerangka
pembuatan ruang publik alternatif. Meski dalam
pemanfaatannya bagi mayoritas Indonesia masih
mengarah pada pemanfaatan leisure, tapi tak menutup
kemungkinan keran-keran suara masyarakat terutama
kaum minoritas dalam menyuarakan pendapatnya
semakin terbuka dengan interaktivitas dan publisitas
di dunia virtual. Tinggal tantangannya sekarang
adalah menghadapi tekanan ekonomi dan globalisasi
baik dalam komersialisasi segala lini media dan invasi
nilai dan konten global yang merajai media. Dengan
gerakan LSM lokal indonesia diharapkan mampu
memandingi konten global sehingga membentuk
parameter agenda setting lokal sendiri, bukan malahan
memampukan agenda asing sehingga terbentuk ruang
publik yang ideal.
116
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Daftar Pustaka
Calhoun, Craig. 2002. Information Technology and
he International Public Sphere. International
Sociological Association, Brisbane, Australia.
Castell, Manuel dan Gustavo Cardoso. 2005. he
Network Society : From Knowledge to Policy.
DC : Johns Hopkins Center For Transatlantic
Relations.
Coleman, Stephen dan Jay Blumer. 2009. he Internet
and Democratic Citizenship : heory, Practice, and
Policy. USA : Cambridge University Press.
Deloitte. 2011. he Connected Archipelago : he Role of
he Internet in Indonesia’s Economic Development.
Dijk, Jan van. 2006. he Network Society 2nd ed.
London:Sage.
Donnel, Susan O.. 2001. Analysing he Internet and
he public Sphere : he Case of Womenslink 39
Vol.8 (2001),1, 39 – 58. he Public.
Gerhards, Jurgen dan Mike S. Schafer. 2009. Is he
Internet a Better Public Sphere? Comparing
Old And New Media in he US and Germany.
Article new media & society XX(X) 1–18 DOI:
10.1177/1461444809341444. Sage.
Grossberg, . Lawrence 2006. Media Making : Mass
Media In a Popular Culture. London: Sage.
Ha, Chow Pui. 2006. Internet Activism and Transnational Public Sphere : Internet as State Activation
Apparatus in the Anti-Japanese Protests. Paper
Presented to the 47th Annual ICA Convention,
San Diego, USA, March 22-25 2006.
Hill, David T. dan Krisna Sen. 2005. he Internet in
Indonesia’s New Democracy. London: Routledge.
Langman, Lauren & Devorah Kalekin-Fishman.
2006. Trauma, Promise, and he Millenium :
he Evolution of Alienation. USA : Rowman &
Littleield.
Li, Zhan. 2004. Will the Internet Form the Public Sphere
in China? Journal of Systemic, Cybernetics,
Informatics. Volume 2 Number 2.
Nugroho, Yanuar. 2009. NGO, the Internet
and Sustainable Rural Development : he
Case of Indonesia. Journal Information,
Communication, and Society. Scholar One
Nugroho, Yanuar. 2007. Anonymity in ComputerMediated Communication : A Case Study of
Groupware Communication Among Indonesian
NGO Activists. Universitas Sahid Surakarta.
Nugroho, Yanuar. 2007. Internet and Civil Society
Organisations in Indonesia – Exploring Innovation
117
in he hird Sector : Study on the Adoption of
Internet CMC by Indonesian CSOs for Social
Reform and Social Development Programmes.
PREST, Institute of Innovation Research, he
University of Manchester
Nugroho, Yanuar. 2011. Aksi Warga : Kolaborasi ,
Demokrasi Partisipatoris, dan Kebebasan Informasi
: Memetakan aktivisme Sipil Kontemporer dan
Penggunaan Media Sosial di Indonesia. Kolaborasi
penelitian antara Manchester Institute of
Innovation Research, University of Manchester
dan HIVOS Regional Oice Southeast Asia.
Manchester dan Jakarta: MIOIR dan HIVOS.
OECD. 2003. Promise and Problems of E-Democracy
: Challenges of Online Citizen Management.
Perancis : OECD.
Papacharissi, Zizi. 2008. he Virtual Sphere 2.0 : he
Internet, he Public Sphere and Beyond. Temple
University. Handbook of Internet Politics.
Andrew Chadwick, Philip Howards (Eds.).
Taylor & Francis.
Sorj, Bernardo. 2006. Internet, Public Sphere, and
Political Marketing : Between he Promotion of
Communication and Moralist Solipsism. Rio
De Jainero : he Edelstein Center For Social
Research.
Ubayasiri, Kasun. 2006. Internet and he Public Sphere
: A Glimpse of YouTube. Central Queensland
University.
Sumber online:
Cahyadi, Firdaus. 2011. Online Activism : Perlu
Terobosan Baru! Yayasan Satudunia
Eddy, Catherine et. al. 2012. Reaching Indonesia’s Middle
Class. Diakses tanggal 18 Juni 2012. Diakses dari
http://blog.nielsen.com/nielsenwire/consumer/
reaching-indonesias-middle-class/
Kellner, Douglas. Tanpa Tahun. New Technologies and
Alienation: Some Critical Relections. Diakses
tanggal 26 Juni 2012. Diakses dari http://
pages.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/essays/
technologyalienation.pdf
KontraS. 2012. Proil Kontras. Diakses tanggal 1 Juli
2012. Diakses dari http://www.kontras.org/
index.php?hal=proile
Nyabuga, George. 2006. Knowledge is Power he
Internet and Kenyan Public Sphere. Diakses
tanggal 26 Juni 2012. Diakses dari http://
eprints.worc.ac.uk/310/1/Web_Knowledge_is_
power_-_George_Nyabuga.pdf
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Wahyudi, Reza. 2011. Naik 13 Juta, Pengguna Internet
Indonesia 55 Juta Orang. Diakses tanggal 1 Juli
2012. Diakses dari http://tekno.kompas.com/
read/2011/10/28/16534635/Naik.13.Juta..
Pengguna.Internet.Indonesia.55.Juta.Orang
118
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Peran Facebook dalam Menciptakan Interaksi antara Kanwil Kesehatan Provinsi
dengan Ibu Hamil untuk Menurunkan Tingkat Kematian Ibu Saat Melahirkan
Muhammad Adi Pribadi1*)
Abstrak
Indonesia memiliki target untuk bisa mencapai target Milenium Development Gold ditahun 2015 dalam
menurunkan tingkat kematian ibu melahirkan hingga mencapai 102/100.000.usaha pemerintah dalam
menurunkan tingkat kematian, masih belum mencapai target. Di tahun 1994, tingkat kematian ibu melahirkan
mencapai 390/100.00,tetapi ditahun 2007 tingkat kematian ibu mengalami penurunan hingga 228/100.000
(Barrarah, 2012). Beberapa faktor penyebab kematian pada ibu, faktor pertama adalah ibu memilih menggunakan
dukun beranak (Barrarah,2012). Faktor kedua adalah pengetahuan keluarga; seperti aborsi, keracunan kehamilan,
dan infeksi. Faktor ketiga adalah usia ibu saat melahirkan terlalu muda dan terlalu tua (Harnowo, 2012). Faktor
keempat adalah kurang perhatian suami.Agar tingkat kematian saat melahirkan secara nasional dapat dikurangi
maka pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja terpadu dalam meningkatkan komunikasi dengan para anggota
keluarga (istri dan suami) agar mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang kehamilan dan melahirkan
sehingga tingkat kematian ibu dapat diperkecil.
Komunikasi yang dapat dilakukan oleh pihak PEMDA, kepada angota keluarga adalah melalui iklan layanan
masyarakat dengan menggunakan media tradisional seperti TV, radio, koran, majalah dan billboard. Media
ini mampu menyebarkan informasi secara luas dan cepat.Walaupun media tradisional mampu menyebarkan
informasi secara luas dan cepat tetapi perlu kesinambungan informasi agar informasi tersebut dapat terbaca untuk
mempengaruhi pembaca.Dengan biaya tinggi, penggunaan media tradisional yang berkesinambungan akan menjadi
beban bagi APBD. Maka dari itu, PEMDA perlu memilih FACEBOOK(FB) sebagai media alternatif karena biaya
yang dikeluarkan jauh lebih murah.
Media FB terbukti tidak hanya digunakan oleh kalangan perusahaan multinasional, seperti starbucks dll, untuk
menjalin hubungan dengan konsumennya, media ini juga digunakan pemerintah Amerika, seperti NASA dan
pemerintah di negara bagian, untuk memberikan informasi atau pengetahuan kepada masyarakatnya (Treadaway
and Smith, 2012).
Kata kunci: Komunikasi, facebook, kanwil
1.
Pendahuluan
Meningkatnya tingkat kematian ibu di
Indonesia membuat pemerintah pusat dan daerah
berupaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi.Pemerintah menggunakan standar Millenium
Development Program Golds (MDGs) dan standar
nasional sebagai alat ukur tingkat keberhasilan
pemerintah dalam upaya menurunkan angka
kematian ibu dan anak. Menurut MDGs, standar
angka kematian ibu adalah sebanyak 25 per 1000
orang. Sedangkan standar pemerintah adalah 35
per 1000 orang(humasprotokolbantenprov.gov.id).
Suatu hasil yang membanggakan ketika saya melihat
berita dari HUMAS pemerintahan BANTEN, bahwa
tingkat kematian ibu melahirkan di provinsi Banten
adalah sebesar 22,8/1000 orang, yang dapat diartikan
sebagai besarnya tingkat keberhasilan ibu melahirkan
di Banten karena angka kematian ibu berada dibawah
standar nasional dan MDGs. Hal ini adalah suatu
pencapaian yang luar biasa yang telah dilakukan oleh
pihak pemerintahan BANTEN. Namun pencapaian
1
*)
oleh provinsi Banten belum dicapai oleh provinsi lain
di Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan tingkat
kematian ibu saat melahirkan yaitu menggunakan
dukun beranak, usia ibu saat melahirkan terlalu tua
dan terlalu muda, aborsi, keracunan dan kurangnya
peran suami (Barrarah dan Harnowo, 2012). Dilihat
dari semua faktor diatas dapat terlihat jika kematian
saat melahirkan bisa terjadi karena kurangnya
informasi untuk masyarakat
Seharusnya tingkat kematian ibu akibat
menggunakan dukun beranak dapat dicegah karena
pemerintah telah menyediakan JAMPERSAL (Jaminan
Persalinan) dimana semua keluarga Indonesia dalam
semua level ekonomi bisa mendapatkan pelayanan
persalinan gratis atau tanpa dipungut bayaran.
Walaupun pemerintah telah menyediakan program
gratis untuk proses melahirkan, masih banyak orang
memilih menggunakan dukun beranak karena tingkat
penyebaran informasi tentang JAMPERSAL masih
kurang. Informasi Jampersal hanya ada di media
tertentu dan terbatas. Misalnya dikereta api eksekutif
Dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta.
119
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
CIREBON EXPRESS terdapat iklan JAMPERSAL
ditiap gerbong eksekutif.
Biaya untuk melakukan kegiatan komunikasi
adalah mahal, sehingga pemerintah tidak bisa
menggunakan media tradisional (Televisi, Radio
dan BILLBOARD) terlalu sering.Sedangkan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif diperlukan
penyampaian informasi yang berkelanjutan. Oleh
karenanya, KANWIL Kesehatan daerah sebagai wakil
dari pemerintah daerah perlu menggunakan facebook
untuk menyebarkan informasi kepada target pembaca
agar dapat menekan biaya komunikasi dan tetap
terciptanya komunikasi yang efektif antara pemerintah
daerah dan rakyatnya dalam kesehatan.
Walaupun Facebook adalah media yang
murah untuk menyampaikan informasi kepada
target audiencenya, pemerintah tetap perlu membuat
perencanaan arus informasi masuk dan keluar agar
terjalinnya komunikasi yang efektif antara pemerintah
dan rakyatnya
2.
Gambar 1: Macro Komunikasi FACEBOOK
Facebook dan Pemerintah Daerah
Sumber: Kotler. Et al (2012)
Saat ini, pengguna aktif facebook didunia
adalah sejumlah 955 juta orang perbulannya dan
pada bulan juni 2012, dan pengguna aktif facebook
yang menggunakan mobile phone mencapai 543
juta orang (newsroom.fb.com, 20 juli 2012). Dilihat
dari jumlah pengguna aktif facebook yang banyak,
Beberapa pemerintah daerah di Amerika Serikat
menggunakan facebook untuk menciptakan interaksi
antara pemerintah daerah dengan rakyatnya.Misalnya
pemerintah negara bagian Tennesse (TN.GOV) yang
banyak memiliki program pemerintahan daerah
yang disampaikan melalui facebook.misalnya untuk
menjalin komunikasi dengan gubernur bisa dilakukan
melalui facebook (gov.Haslam). jika masyarakat ingin
mengetahui informasi kesehatan di Tennesse, mereka
bisa menjadi bagian facebook Tennesse Departement
of Health.
Jika pemerintah di daerah ingin meningkatkan
kesehatan dan menurunkan tingkat kematian ibu
dan anak maka pemerintah daerah harus membuka
informasi dengan masyarkatnya melalui facebook
Perencanaan Makro Interaksi Melalui
Facebook
Pemerintah perlu membuat perencanaan dalam
membangun facebook yang dikhususkan untuk
membantu ibu-ibu hamil agar saat persalinan dapat
berjalan lancer. Perencanaan dimulai dari gambaran
makro komunikasi, tujuan komunikasi, perencanaan
isi pesan, pesan aktual, track metrics, analisis dan
revisi (Kotler, et al dan Treadaway, 2012)
3.
Komunikasi Makro
Awal perencanaan penyebaran pesan melalui
media FACEBOOK perlu diawali dengan melihat
3.1.
gambaran besar dari alur informasi karena dari gambar
tersebut KANWIL Kesehatan
bisa mengetahui
bagaimana proses komunikasi berlangsung dan
melihat kemungkinan gangguan informasi yang
mungkin terjadi saat penyampaian pesan.
Dari gambar diatas, Sender adalah KANWIL
Kesehatan yang menyapikan pesan pada pasangan
suami dan istri (Receiver). Encoding adalah bahasa
yang akan digunakan oleh pihak
KANWIL
Kesehatan untuk berkomunikasi dengan pasangan
suami istri. Tentu bahasa yang digunakan adalah
bahasa Indonesia agar target pembaca dapat mengerti
isi pesan (decoding). Disaat target pembaca tidak
mengerti dengan isi pesan yang disampaikan maka
mereka akan bertanya dengan pihak KANWIL
Kesehatan (RESPONSE). Saat pesan dari target
pembaca dimengerti oleh KANWIL Kesehatan maka
pesan dapat dianggap sebagai feedback.
Media adalah alat komunikasi massa yang
digunakan oleh pihak KANWIL Kesehatan dengan
target pembacanya. Dalam hal ini, media yang
digunakan adalah facebook.
Noise adalah penentuan gangguan proses
informasi yang mungkin terjadi. Gangguan penyebaran
informasi bisa timbul dari segi tanggapan pembaca
yang negatif dan ganguan teknis.Tanggapan negatif
dari pembaca adalah informasi yang cenderung tidak
mendukung program pemerintah dan penggunaan
kalimat yang kasar dalam interaksi. Misalnya, salah
satu pembaca menulis di akun FB milik KANWIL
Kesehatan adalah sebagai berikut, “alat kontrasepsi
dilarang oleh agama”. Jika pemilik akun sudah
menentukan standar informasi yang tepat maka
akan memudahkan pemilik akun dalam menentukan
informasi yang perlu di tanggapi dan tidak
Teridentiikasinya gangguan teknis, seperti
sinyal dalam penyampaian pesan, adalah kendala
dalam penyampaian pesan. Contoh: ganguan sinyal
yang mengakibatkan target pembaca tidak dapat
menerima informasi melalui media computer dan
120
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
telepon genggam
Tujuan Komunikasi
Sejak awal perencanaan harus ditentukan
tujuan komunikasi antara pihak KANWIL Kesehatan
dengan pasangan suami istri. Apakah dalam facebook
ini hanya akan memberikan informasi tentang
persiapan melahirkan atau menyediakan informasi
lain seperti informasi gizi untuk tumbuh kembang
anak dan program keluarga berencana.
3.2.
Perencanaan isi pesan
Setiap informasi yang masuk dalam ruang
publik perlu memperhatikan etika berkomunikasi
agar tidak menyinggun pihak tertentu.
3.3.
Pesan aktual
Pesan aktual adalah seberapa cepat kemampuan
pemilik akun dalam memberikan tanggapan informasi
dari target pembaca. Jika target pembaca dapat
menerima tanggapan dari pemilik akun dalam waktu
yang cepat, maka target pembaca akan senang. Seperti
facebook milik Club Nutricia, admin facebooknya
selalu siap untuk memberikan informasi kepada
target pembacannya sehingga mereka suka untuk
berkomunikasi dengan admin melalui facebook.
3.4.
Trek metrik (Track Metrick)
Trek metrik adalah menejemen data yang
dilakukan oleh pihak ketiga untuk memperlihatkan
seberapa besar kemampuan media komunikasi
dalam memberikan informasi yang dibutuh oleh
target pembaca. Dengan trek metrik maka KANWIL
Kesehatan dapat mengukur tingkat keberhasilan yang
telah dicapai dalam menyebarkan informasi kesehatan
kepada masyarakat.
Pihak ketiga yang digunakan untuk
membantu untuk mengukur informasi adalah dengan
menggunakan jasa-jasa perusahaan berikut, seperti
Omniture (www.omniture.com), coremetrics (www.
coremetric.com), dan webtrends (webtrends.com)
3.5.
Analisis dan revisi
Media facebook yang digunakan untuk
memberikan informasi kepada target pembaca
perlu di pantau perkembangannya. Apakah media
facebook yang diciptakan dapat membantu keluarga
dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan?.
jika mereka puas, maka facebook tersebut tidak perlu
mengalami perubahan besar. Namun disaat facebook
tidak dapat memberikan kepuasan informasi pada
target pembacanya, maka penting bagi kanwil untuk
menilai bagian yang produktif dan tidak dalam
penyampaian informasi
3.6.
4.
Perencanaan Mikro Interaksi Melalui
Facebook
Awal perencanaan dimulai dengan gambaran
121
umum untuk melihat proses interaksi dengan target
pembaca maka langkah berikutnya adalah untuk
merencanakan detail informasi dalam membangun
interaksi antara Kanwil Kesehatan dengan pembacanya
melalui Facebook. Perencanaan mikro interaksi melalui
Facebook terdiri dari Perencanaan dasar interaksi dan
perencanaan design interaksi (Treadaway 2012)
Perencanaan Dasar Interaksi
Perencanaan dasar interaksi adalah penentuan
alur komunikasi yang diharapkan oleh pemilik akun
facebook,dalam perencanaan ini akan ditentukan
tujuan komunikasi dan pengukurannnya, penentuan
target pembaca, penentuan peran kerja, dan penentuan
kebijakan interaksi melalui FACEBOOK.
4.1.
4.1.1. Menetapkan Tujuan
KANWIL Kesehatan sebagai pemiliki akun
FACEBOOK perlu menetapkan tujuan yang ingin
dicapai dari interaksi dengan target pembaca.Jika
KANWIL Kesehatan berusaha mendukung program
nasional dan internasional dalam meningkatkan
keberhasilan ibu saat melahirkan maka penetapan
tujuan pembuatan akun facebook adalahpenyebaran
informasi kesehatan ibu hamil sebagai langkah awal
keberhasilan ibu dalam melahirkan. Pengukuran
penyebaran informasi perlu ditetapkan dalam
menentukan pencapaian tujuan.Misalnya, jumlah
anggota akun facebook dan jumlah posting bertambah
setiap hari.
Figure 1: Penentuan Tujuan dan Pengukurannya
Tujuan
Penyebaran
informasi
kesehatan
Metrik
1. Jumlah
teman
dalam
akun terus
tambah
2. Jumlah
artikel
dari pihak
pemilik
akun
tambah
3. Intensitas
interaksi
antara
pemilik
akun
dengan
pembaca
contoh
1. teman
dalam akun
memberikan
pertanyaan,
aktif dalam
diskusi dan
memberikan
tanggapan
terhadap
aritikel yang
dikeluarkan
oleh pemilik
akun facebook
(KANWIL
Kesehatan) atau
sebaliknya
Sumber: Treadaway (2012)
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Target pembaca
Target pembaca dari akun KANWIL Kesehatan
perlu dibuat agar informasi yang disampaikan sesuai
dengan kebutuhan mereka. Jika akun ini dikhususkan
untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
ibu hamil maka target pembacanya adalah ibu dan
suaminya. Informasi berkaitan dengan kesehatan ibu
hamil akan dapat perhatian khusus bagi para Ibu dan
suaminya karena mereka mengharapkan kelancaran
kegiatan persalinan. Bapak atau pihak suami perlu
mendapatkan informasi yang cukup tentang aktivitas
istri yang sedang hamil karena salah satu penyebab
kegagalan proses melahirkan diakibatkan oleh kurang
pengetahuan suami dalam menghadapi proses hamil
dan melahirkan sang istri. Oleh karenanya diperlukan
materi untuk Bapak agar mereka dapat mempersiapkan
diri untuk menghadapi proses kehamilan dan
melahirkan istri.
4.1.2.
Agar informasi yang tepat bisa diterima
oleh target pembacanya maka perlu dibuat aturan
dalam kegiatan interaksi antara petugas dengan pihak
keluarga.Untuk mempermudah dalam pembuatan
aturan interaksi, beberapa pertanyaan berikut dapat
digunakan untuk membantu pembuatan landasan
aturan (Treadaway, 2012); apa tujuan pembuatan
FACEBOOK?, Siapa yang akan mengatur (menejer)
kegiatan interaksi melalui FB?, seberapa sering anda
menyampaikan informasi (posting) kepada publik?,
apakah petugas FB akan melakukan kegiatan interaksi
dengan target pembaca?
Perencanaan Design Interaksi
Agar akun FB dapat bekerja maksimal,
pemilik akun harus melakukan riset sebelum akun FB
terbentuk dan menentukan standar pelaporan yang
baik pada atasan
4.2.
Lakukan Riset
Pencarian data dan informasi perlu dilakukan
oleh pemilik akun agar FB yang dibuat tercapai
keefektifannya. Cara yang bisa dilakukan adalah
dengan berkonsultasi dengan para professional yang
mengerti menejemen data dari social media atau
mencari data dari internet seperti GOVERNMENT
2.0: www.govloop.com.
4.2.1.
Peran pekerja
Mereka yang bertugas dalam ruang lingkup
facebook perlu diberikan gambaran penugasan yang
jelas agar pekerjaan yang dilakukan dapat tercapai
dengan baik sehingga tujuan dari KANWIL kesehatan
dapat tercapai.
Peran pekerja yang bertugas dalam hal
penyampaian pesan kepada target pembaca harus jelas
gambaran kerjanya agar mereka dapat memberikan
informasi yang akurat. Karena FACEBOOK ini
ditujukan untuk ruang interaksi antara keluarga (ibu
hamil dan suami) dengan KANWIL Kesehatan maka
petugas yang berinteraksi dengan keluarga adalah
orang yang mengerti mengenai kesehatan ibu hamil.
Perlunya tenaga kesehatan berinteraksi dengan mereka
adalah agar informasi yang diterima oleh keluarga bisa
menjadi referensi yang tepat untuk menjaga proses
kehamilan dan melahirkan.
Petugas bagian web design dan hardware perlu
disiapkan untuk mengatasi permasalahan dibidang
alat komunikasi.Kondisi dari alat komunikasi harus
dijaga agar aliran informasi tidak terganggu karena
masalah teknis.
4.1.3.
Kebijakan interaksi
Informasi yang tepat adalah salah satu produk
terbaik yang dihasilkan oleh KANWIL Kesehatan
untuk ibu hamil khususnya karena dengan informasi
yang tepat, keluarga memiliki pengetahuan cukup
untuk menjaga kehamilan ibu.
4.1.4.
Tentukan Standar Laporan
Standar laporan yang baik perlu dibuat agar
mereka (para pengambil keputusan/pimpinan) dapat
mengerti isi laporan tersebut.Standar laporan yang
baik adalah yang mampu memberikan penjelasan
yang cukup tanpa menimbulkan ambiguitas. Sebagai
contoh kita menyediakan data pengukuran dalam
bentuk angka maka angka tersebut harus dijelaskan
dengan baik agar para pengambil keputusan mengerti
data yang dilaporkan
4.2.2.
Simpulan
Arus informasi perlu dibuka dalam usaha
untuk menyelamatkan ibu dan anak selama proses
hamil dan melahirkan karena dengan pengetahuan
yang cukup diharapkan tingkat keberhasilan ibu
melahirkan dapat meningkat.
Penyampaian
informasi
tidak
perlu
menggunakan media yang mahal karena kemajuan
teknologi yang ada memudahkan penyampai pesan
dengan menggunakan media yang murah seperti
facebook.
5.
122
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Banyak pihak pemerintahan diluar negeri
yang membuka informasi kepada rakyatnya melalui
facebook karena dipercaya mampu menciptakan
efektiitas penyampaian pesan.karenanya, KANWIL
Kesehatan perlu melakukan langkah yang sama untuk
menyebarkan informasi melalui media facebook
dalam memberikan pengetahuan kepada pasangan
suami istri mengenai persiapan melahirkan agar ibu
dan anak dapat terselamatkan.
Daftar Pustaka
Bararah, Vera Farah. (2012). “Harusnya Tak Ada Lagi
Ibu Melahirkan Mati di Indonesia”.Available
From www.detik.com. Cited 2 Juli 2012
Harnowo, Putro Agus.(2012). “ Angka Kematian
Ibu Gagal Turun Dalam 5 Tahun Terakhir”.
Available from www.detik.com. Cited 18 June
2012
Kotler, Philip., at al. (2012). “Marketing Management”.
Pearson. USA
Newsroom.fb.com. cited 20 Juli 2012
Treadaway, Chris.,& Smith, Mari. (2012). “Facebook
Marketing”. Jhon Wiley and Sons. Sybex.
Indianapolis. Indiana.
123
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
124
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
“SMS Broadcast” untuk Pemberdayaan Masyarakat
Rendra Widyatama
dan
Tawar 1*)
Abstrak
Telpon seluler adalah alat komunikasi yang sudah dikenal luas oleh masyarakat. Hampir semua lapisan sosial,
termasuk kelas menengah dan bawah banyak yang sudah memilikinya. Keberadaan media ini tidak lagi menjadi
barang mewah, melainkan manjadi kebutuhan penting untuk mempermudah dan mempercepat aktivitas komunikasi
sehari-hari. Umumnya media ini digunakan sebagai alat komunikasi sosial disamping tujuan-tujuan lain, termasuk
ekonomi, kesehatan dan sebagainya. Melihat jumlah pengguna dan luasnya penggunaan, maka bila diorganisasikan
dengan baik dan terpadu dalam sistem “SMS Broadcast (SMS Gateway)”, telepon seluler memiliki potensi yang lebih
luas lagi dan dapat digunakan bagi pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang serta berimbas pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. SMS Broadcast menjadi sistem pengiriman pesan secara massal ke sejumlah unit, group
atau kombinasi group dan unit sekaligus dimana pesan dapat dipastikan sampai pada sasaran kontak. Pengelolaan
SMS Broadcast dilakukan dengan sistem pendaftaran aktif dari para sasaran kontak. Universitas Ahmad Dahlan
(UAD) telah mengembangkan sistem SMS Broadcast berbasis Gammu. Tujuan pengembangan sistem ini bertujuan
untuk mewujudkan paperless oice dan mempercepat proses pendistribusian informasi dikalangan sivitas akademika.
Sistem SMS broadcast memungkinkan diterapkan pada berbagai kelompok masyarakat seperti petani, nelayan,
pengrajin dan pengusaha kecil maupun pihak-pihak yang selama ini sulit mendapatkan akses pasar dapat terhubung
dengan pembeli, pedagang, bahkan eksportir besar secara langsung. Melalui sistem tersebut, rantai ekonomi akan lebih
pendek dan pada gilirannya membuat produk lebih murah namun dengan keuntungan dapat langsung dinikmati
oleh pihak-pihak yang selama ini tidak mendapatkan akses pasar.
Kata kunci: Telpon selular, sms broadcast, pemberdayaan masyarakat, gammu
1. Pendahuluan
Telpon seluler sudah dikenal luas oleh
masyarakat sebagai alat komunikasi. Hampir
semua lapisan sosial, termasuk kelas menengah dan
bawah banyak yang sudah memilikinya. Mengingat
fungsinya yang sangat luas, keberadaan media ini
tidak lagi menjadi barang mewah, melainkan manjadi
kebutuhan penting untuk mempermudah dan
mempercepat aktivitas komunikasi sehari-hari.
Dewasa ini perangkat telpon seluler telah
mengalami perkembangan teknologi yang semakin
canggih dan kompleks, tidak seperti saat awal ia
diciptakan. Dahulu, perangkat ini memiliki dimensi
isik yang besar dan berat, namun saat ini semakin
kecil, ringan, namun memiliki banyak kemampuan.
Ia tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi
audio dan mengirim sms, tetapi juga dilengkapi
dengan kemampuan lainnya. Misalnya mampu
digunakan sebagai alat perekam gambar foto dan
video, komputasi matematika, koneksi internet,
dan sebainya. Pendek kata, perangkat telpon seluler
merupakan computer mini (http://id.wikipedia.org/
wiki/Telepon_genggam, diunduh tanggal 13 Sept.
2012, pukul 05.34 WIB).
Di tengah masyarakat dewasa ini, umumnya
media ini digunakan sebagai alat komunikasi, baik
dalam bentuk verbal suara, pesan verbal tulis, bahkan
memadukan antara citra gambar, suara dan gerak
(audio visual). Melalui alat ini, relasi antar manusia
dapat terus dijalin, meski tidak saling bertemu secara
isik, bahkan terpisah dalam jarak yang sangat jauh.
Manusia yang terpisah secara isik, dapat tetap terus
berhubungan tanpa kendala yang berarti. Dimanapun
manusia berada, baik di perkotaan, pedesaan, di tengah
hutan dan lautan, atau dimanapun mereka berada, asal
terjangkau sinyal telpon selular, manusia dapat terus
berkomunikasi. Komunikasi tersebut bersifat seketika,
karena pertukaran pesan dapat terjadi dengan segera,
seperti tidak ada kendala waktu dan jarak isik yang
sangat jauh. Pendek kata, melalui jasa perangkat ini,
manusia dapat memperpendek ruang dan waktu,
namun dengan biaya yang relative murah.
Salah satu fungsi telepon selular yang
sangat popular dewasa ini adalah kemampuannya
mengirimkan pesan tertulis, yaitu melalui layanan sms
(short message service). Layanan ini memungkinkan
manusia dapat mengirim pesan tulis layaknya mengirim
telegram pada jaman dahulu. Bedanya, manusia tidak
lagi membutuhkan kertas untuk mencetak pesan yang
1*) Kedua penulis adalah Dosen pada Program Studi Sistem Informasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
125
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dikirim, karena pesan dapat ditayangkan langsung
diketahui melalui layar kecil pada perangkat telpon
selular. Komunikan dapat langsung membalas pesan,
mengedit, ataupun meneruskan pesan tersebut ke
pihak lain. Bila penerima berkehendak, pesan tersebut
juga dapat disimpan dalam waktu yang sangat lama.
Berkait dengan layanan short message service (sms)
tersebut, sebenarnya bila diorganisasikan dengan baik
yang terpadu dalam sistem “SMS Broadcast”, telepon
seluler memiliki potensi yang lebih luas lagi. Dalam
beberapa situs internet, SMS Broadcast lebih dikenal
dengan nama SMS Gateway, yaitu suatu platform
yang menyediakan mekanisme untuk menghantar
dan menerima SMS dari peralatan mobile (HP,
PDA phone, dll) melalui SMS (http://id.wikipedia.
org/wiki/SMS_Gateway, diunduh pada tanggal 15
September 2012, pukul 21.00 WIB). Melalui sistem
ini, komunikator dapat melakukan pengiriman
pesan ke sejumlah besar komunikan pada saat yang
bersamaan. Karena pesan dapat langsung diterima
oleh komunikan secara individual, maka pesan akan
berkesan memiliki nuansa personal.
Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dalam membangun
komunikasi di kalangan civitas akademiknya
untuk mengganti sebagai undangan/brosur. Dalam
sistem SMS Broadcast ini, UAD melakukan sistem
pendaftaran aktif dan pasif dari para sasaran kontak
(komunikan). Pendaftaran aktif yaitu, komunikan
mendaftarkan nomor telpon selularnya kepada
administrator SMS Broadcast. Sementara dalam
pendaftaran pasif, administrator mencatat nomornomor telpon pihak-pihak tertentu yang seding
berkomunikasi dengan UAD dan dipandang penting
namun dengan tidak menanyakan kesediaan terlebih
dahulu dari pemilik nomor untuk tercatat sebagai
“SMS Broadcast community”. Dalam pendaftaran pasif,
nomor diambil dari petugas operator telpon UAD.
Sistem SMS Broadcast yang dikembangkan
oleh UAD tersebut, dapat dikembangkan lebih
lanjut untuk fungsi yang lebih luas, di antaranya bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sistem SMS
Broadcast dapat digunakan untuk menghubungkan
antara petani, nelayan, nelayan, peternak kecil,
pengrajin dan pengusaha kecil maupun pihak-pihak
yang selama ini sulit mendapatkan akses pasar untuk
langsung dapat terhubung dengan pembeli, pedagang,
toko baik grosis dan eceran, pedagang swalayan
dan pasar, bahkan eksportir besar secara langsung,
menawarkan hasil produknya tanpa melalui pedagang
perantara, sehingga dapat menikmati margin
keuntungan yang selama ini dinikmati oleh pedagang.
Melalui sistem tersebut, rantai ekonomi akan lebih
pendek dan pada gilirannya membuat produk lebih
murah namun dengan keuntungan dapat langsung
dinikmati oleh pihak-pihak yang selama ini tidak
mendapatkan akses pasar. Dengan demikian, sistem
SMS broadcast dapat telpon seluler dapat digunakan
sebagai media pemberdayaan masyarakat dan berimbas
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Pembahasan
2.1. Telpon Seluler (Ponsel)
Masyarakat Indonesia sering menyebut
telepon seluler (ponsel) dengan istilah telepon
genggam atau handphone (HP). Sebenarnya, alat ini
adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang
mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan
telpon konvensional saluran tetap (Edi S Mulyanta,
2004). Hanya saja yang membedakan adalah bahwa
perangkat telpon seluler dapat dibawa ke mana-mana
(portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan
dengan jaringan telepon kabel (http://id.wikipedia.
org/wiki/Telepon_genggam, diunduh pada tanggal 13
September 2012, pukul 05.34 WIB).
Di dalam perangkat ponsel saat ini,
umumnya terdapat rangkaian elektronik berupa
pengeras suara, mikrofon, papan tombol, tampilan
layar, resistor, kondensator, transistor, IC (Intergrated
Citcuit), dioda, dan sebagainya. Bahkan saat ini
dalam printed circuit board (PCB) telpon seluler juga
dilengkapi dengan mikroprosesor yang membuat
setiap telepon dapat berfungsi layaknya computer
mini (http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon_genggam,
diunduh tanggal 13 Sept. 2012, pukul 05.34
WIB). Dengan kemampuan yang canggih tersebut,
pada saat berhubungan dengan jaringan nirkabel,
memungkinkan penggunanya untuk melakukan
panggilan atau bertukar data dengan telepon lain atau
dengan komputer.
Selain berfungsi melakukan dan menerima
panggilan telepon dalam bentuk suara (audio),
umumnya ponsel juga dapat berfungsi mengirim
dan menerima pesan singkat (short message service).
Di beberapa negara, layanan yang disediakan bahkan
sudah pada teknologi generasi ketiga (3G) dengan
menambahkan jasa videophone maupun untuk televisi
online melalui telepon genggam.
Sekarang, telepon genggam menjadi gadget
yang multifungsi, dengan ditambahnya berbagai itur
aplikasi, seperti dapat menangkap siaran radio dan
televisi, perangkat lunak pemutar audio (MP3) dan
video, kamera digital, game, dan layanan internet (WAP,
GPRS, 3G), bahkan ditanamkan itur komputer.
Layanan yang dapat digunakan melalui telpon seluler
juga bertambah, tidak hanya untuk keperluan telpon
dalam bentuk audio, namun juga dalam bentuk
video call, layanan mengirim dan menerima pesan
singkat (short message service), pembayaran perbankan,
trading saham, dan sebagainya. Jadi melalui telpon
seluler, kita dapat mengubah fungsi ponsel menjadi
computer mini. Telpon selular yang memiliki berbagai
kemampuan canggih ini tergolong ke dalam ponsel
pintar (smartphone).
Pada ponsel berjenis multimedia, semua
aktivitas yang berhubungan dengan musik, seni,
126
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
foto, video, dan lainnya juga dapat dilakukan dengan
mudah. Apalagi kemampuannya untuk terhubung
dengan jaringan internet membuat masyarakat mudah
terhubung dalam jejaring social semacam facebook di
dunia maya.
Di tengah masyarakat, khususnya di dunia
bisnis, berbagai itur yang ditambahkan dalam telpon
seluler tersebut sangat membantu seseorang melakukan
semua pekerjaan di satu tempat dengan cara yang
mudah dan dalam waktu yang singkat. Pekerjaan di
kantor dapat dilihat dan dikerjakan dalam sebuah
ponsel, kapan saja dan dimana saja kita berada.
2.2.
Sistem Kerja Teknologi Telpon Seluler
Sistem telpon selular bekerja dalam jaringan
nirkabel yang beroperasi dalam sebuah jaringan yang
membagi wilayah ke dalam sel-sel yang lebih kecil.
Satu sel mencakup sekitar 250 mil persegi. Setiap
sel menggunakan sekumpulan frekuensi radio yang
dikontrol sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
untuk melayani banyak orang dalam melakukan
percakapan secara simultan di wilayah yang berbeda
(http://id.wikipedia.org/wiki/Layanan_pesan_
singkat,diunduh pada tanggal 13 September 2012,
pukul 06.00 WIB).
Pada tiap sel terdapat didirikan stasiun antena
nirkabel yang akan membantu menghubungkan
penelepon ke jaringan telepon lokal, internet, ataupun
jaringan nirkabel lainnya. Pada saat ponsel dinyalakan,
telepon akan mencari sinyal yang dipancarkan antenna
nirkabel. Selanjutnya telepon akan mentransmisikan
nomor identiikasi tertentu, sehingga jaringan dapat
melakukan veriikasi informasi konsumen dan
membantunya untuk melakukan komunikasi.
Pada saat terdapat penggilan dari ponsel
ke telepon rumah biasa, sinyal dari telpon seluler
akan berjalan melalui antena nirkabel terdekat dan
dihantarkan ke sistem telepon landline tradisional
sehingga memungkinkan terkoneksi dengan pesawat
telpon konvensional di rumah. Sementara pada saat
terdapat panggilan dari telpon seluler ke telpon seluler
lainnya, panggilan akan dirutekan melalui jaringan
landline kepada pengantar nirkabel penerima atau
akan dirutekan dalam jaringan nirkabel’ ke tempat sel
terdekat dengan orang yang menjadi tujuan panggilan.
Untuk panggilan telpon dari tempat yang sangat jauh,
misalnya antar negara, maka panggilan akan dirutekan
pada pusat pertukaran jarak jauh melaui kabel iber
optic.
Di Indonesia, saat ini ada dua teknologi
telpon seluler, yaitu sistem GSM (Global System
for Mobile Telecommunications) dan sistem CDMA
(Code Division Multiple Access). Global System for
Mobile Communication (GSM) merupakan teknologi
komunikasi selular digital yang banyak diterapkan pada
komunikasi bergerak, khususnya telpon genggam dan
menjadi standar global yang paling banyak digunakan
di dunia. Teknologi ini memanfaatkan gelombang
127
mikro dimana pengiriman sinyal dibagi berdasar
waktu, sehingga sinyal informasi yang dikirim akan
sampai pada tujuan.
Pada awalnya, sistem GSM beroperasi pada
frekuensi 900 Mhz, dimana frekuensi uplinks-nya
menggunakan frekuensi 890–915 MHz dan downlinks
pada frekuensi 935–960 MHz. Dengan frekuensi
tersebut, sistem GSM memiliki 125 kanal, yaitu
124 kanal untuk suara dan satu kanal untuk sinyal.
Jumlah kanal tersebut pada perkembangannya tidak
mencukupi kebutuhan jumlah pengguna, sehingga di
Eropa regulator GSM menambah frekuensi di kisaran
1800 Mhz (uplinks pada frekuensi 1710-1785 Mhz
dan downlinks pada frekuensi 1805-1880 Mhz).
Penambahan frekuensi ini membuat GSM disebut
dengan sebutan GSM 1800, yang menyediakan
bandwidth 75 Mhz (1880-1805 = 1785–1710 = 75
Mhz), namun dengan lebar kanal sama yaitu 200 Khz
seperti pada saat GSM berada dalam frekuensi 900
Mhz. Dengan penambahan tersebut, sistem GSM
1800 tersedia sebanyak 375 kanal.
Sementara itu, Code division multiple access
(CDMA) adalah bentuk pemultipleksan (bukan
skema pemodulasian) dan metode akses secara
bersama yang membagi kanal tidak berdasarkan
waktu melainkan berdasar pengkodean data dengan
kode khusus. Pertama kali CDMA digunakan oleh
militer pada Perang Dunia II oleh sekutu Inggris
untuk menggagalkan usaha Jerman yang mengganggu
transmisi mereka. Melalui sistem CDMA, saat itu
Sekutu mentransmisikan data tidak hanya pada satu
frekuensi, namun pada beberapa frekuensi sehingga
menyulitkan Jerman menangkap sinyal secara lengkap.
Saat ini, sistem CDMA mengacu pada sistem telepon
seluler digital dan mengalami banyak perkembangan
terutama berkait dengan komunikasi generasi ketiga
(3G) yang menjadi teknologi pilihan masa depan.
Pada ponsel generasi ketiga (3G),
memungkinkan jangkauan layanan lebih luas, termasuk
koneksi internet sebaik video call berteknologi tinggi
karena menggunakan bandwith sampai 384 kilobit
per detik baik saat kondisi diam mapun bergerak
secepat pejalan kaki. Ponsel 3G (dari bahasa Inggris
yang berarti third-generation technology) merupakan
standar dari International Telecommunication Union
(ITU). Istilah ini digunakan untuk mengacu kepada
perkembangan teknologi perangkat telepon nirkabel
versi ketiga.
Meski memiliki kelemahan karena berbiaya
relatif lebih tinggi dan kurangnya jaringan, namun
generasi makin diminati karena pada ponsel mulai
diintegrasikan sistem operasi yang makin lengkap
bahkan mendekati fungsi PC. Sistem operasi yang
digunakan antara lain Symbian, Android, dan
Windows Mobile.
Pada saat 3G belum meluas, perkembagan
teknologi telpon seluler sudah disusul generasi baru,
yaitu generasi keempat (Fourth Generation) yang
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
menawarkan pendekatan baru dan solusi infrastruktur
yang lebih terintegrasi. Sistem 4G memungkinkan
pengguna dapat menggunakan beragam sistem kapan
saja dan di mana saja dangan kecepatan tinggi, volume
tinggi, kualitas baik, jangkauan global, dan leksibilitas
untuk menjelajahi berbagai teknologi berbeda.
Terakhir, 4G memberikan pelayanan
pengiriman data cepat untuk mengakomodasi berbagai
aplikasi multimedia seperti, video conferencing, online
game, dan lain-lain.
2.3.
SMS Broadcast
Gagasan menambahkan fungsi pertukaran
pesan teks untuk telepon selular dimulai pada bulan
Desember 1982, dari pengembangan yang dilakukan
oleh CEPT Group GSM (Global System for Mobile
Communications). Pada awal-awal kemunclan telpon
selular, fungsi utamanya adalah membuat dan
menerima panggilan suara. Layanan pengiriman
dan penerimaan pesan ini sering disebut dengan sort
message service (SMS) yang umumnya dalam bentuk
pesan tulis. Selain tulisan, dewasa ini dikembangkan
pengolahan dalam bentuk pesan gambar, suara,
animasi, dan ilm, dimana bentuk pesan seperti
ini disebut dengan Multimedia Messaging Service
(MMS).
Di Eropa, Asia dan Australia, SMS sangat
populer, namun di Amerika Serikat layanan ini jarang
digunakan. Umumnya SMS populer karena relatif
murah. Di Indonesia, biaya layanan SMS tergantung
dari pengelola operator telpon seluler.
Pesan SMS yang berbentuk tulisan, maksimal
terdiri dari 160 karakter. Keterbatan jumlah karakter
dalam SMS yang mampu dikirimkan dalam sekali
pengiriman memunculkan konsep baru yaitu
Long SMS (SMS yang lebih panjang) dengan tetap
menggunakan mengacu standard 7 bits, 8 bits, atau 16
bits pada tiap satuan SMS yang dikirimkan. Prosesnya
adalah dengan memecah pesan ke dalam beberapa
satuan SMS. Pesan-pesan yang dikirimkan dari
telepon genggam akan diteruskan ke ponsel pengguna
lainnya dengan terlebih dahulu dikirim ke pusat
pesan (SMSC). Di pusat pengelola pesan, pesan akan
disimpan dan dikirim selama beberapa kali. Setelah
berhasil terkirim, biasanya setelah 1 atau 2 hari pesan
akan dihapus dari SMSC.
Dalam penulisan pesan SMS, biasanya
masyarakat menyingkat pesan. Penyingkatan pesan
tersebut sering disebabkan karena kesulitan mengetik
maupun untuk tujuan menghemat tempat sehingga
dalam 140 byte mampu menampung banyak pesan.
Sepanjang komunikan memahami pesan yang
disampaikan oleh komunikator, penyingkatan pesan
seperti ini tidak menimbulkan masalah yang berarti.
Berbagai isi pesan yang disampaikan melalui pesan SMS
tidak terbatas sesuai dengan keinginan komunikator.
Sehubungan dengan hal itu, maka sebenarnya SMS
dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya dari pihak yang selama ini
memiliki kesulitan akses pada pasar, misalnya kalangan
petani, nelayan, dan pengusaha kecil. Caranya adalah
dengan menghubungkan antara pihak-pihak tersebut
dengan konsumen, pedagang, dan pabrik pengolahan
hasil pertanian dan periklanan untuk menawarkan
hasil produknya secara langsung tanpa melalui
pedagang perantara, sehingga dapat menikmati margin
keuntungan yang selama ini dinikmati oleh pedagang.
Dengan demikian, sistem SMS broadcast ini dapat
berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kemampuan menyampaikan pesan secara langsung
pada komunikan semakin menguntungkan karena
dalam satu kali pengiriman SMS yang sama, dewasa
ini juga mampu diatur agar dapat menjangkau banyak
target sasaran secara bersamaan.
2.4.
Teknologi SMS Broadcast
Dalam beberapa situs internet, istilah SMS
Broadcast lebih sering ditulis dengan istilah SMS
Gateway. Dalam situs Wikipedia, SMS Broadcast
atau SMS Gateway merupakan pintu gerbang bagi
penyebaran Informasi dengan menggunakan SMS ke
ratusan nomor secara otomatis dan cepat yang secara
langsung dapat terhubung dengan database nomornomor ponsel tanpa harus mengetik ratusan nomor
dan pesan berkali-kali karena semua nomor akan
diambil secara otomatis dari database tersebut (http://
id.wikipedia.org/wiki/SMS_Gateway, diunduh pada
tanggal 15 September pukul 21.00 WIB).
Sistem dalam SMS Broadcast (SMS Gateway)
dapat dimodivikasi sedemikian rupa terhadap pesan
yang ingin dikirim dengan menggunakan program
tambahan sehingga pengirim pesan dapat lebih
leksibel dalam mengirim berita. Dalam aplikasi di
lapangan, selain berupa teks, SMS yang dikelola juga
dapat berupa unicode character, dan smart messaging
(ringtone, picture message, logo operator,dll.
Untuk membangun SMS Broadcast,
perangkat keras yang dibutuhkan sangat sederhana,
yaitu computer dan modem. Selain perangkat keras,
juga dibutuhkan perangkat lunak (softwere). Ada
banyak perangkat lunak yang dapat digunakan, antara
lain program Linux sebagai Operating System dan
MySQL Ver. 3.23.52 Max sebagai Database Server.
Sementara itu sebagai SMS Gateway dapat digunakan
banyak program, misalnya , GNOKII, Nokbe SMS
Gateway (berbasis Java), GAMMU, dan sebagainya.
Berbagai program tersebut dapat diunduh secara gratis
di internet. Dalam pengembangan SMS Broadcast di
AUD, sistem yang digunakan dirancang berdasarkan
program GAMMU yang diunduh dari internet.
2.5.
SMS Broadcast di UAD
Universitas
Ahmad
Dahlan
(UAD)
mengembangkan SMS Broadcast dimaksudkan untuk
mewujudkan konsep ‘paperles’, yaitu meniadakan
kertas sehingga diperoleh penghematan yang cukup
128
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
besar. Layanan ini membuat komunikasi menjadi
efektif dan eisien, karena pesan dapat langsung
sampai pada sasaran yang dimaksud (yaitu pihak
komunikan) dengan segera, dimanapun sasaran
berada. Berbeda dengan pengiriman pesan melalui
sistem konvensional, yaitu menggunakan surat yang
tergantung pada distribusi yang dilakukan oleh kurir
dan terkendala keterlambatan sasaran menerima pesan
oleh berbagai sebab, misalnya komunikan sedang di
luar kota, surat terselip/hilang, dan sebagainya.
Semua biaya pengiriman dalam sistem SMS
Broadcasat ditanggung oleh UAD, adapun penerima
sms broadcast tidak dikenakan biaya. Biaya dibayarkan
kepada pihak operator telpon seluler dalam bentuk
pembelian pulsa. Oleh karena itu, jenis sms ini tidak
membebani penerima pesan.
Dalam SMS Broadcast ini, pimpinan
universitas dapat mengirim pesan ke group atau
kombinasi group dan unit sekaligus seperti yang
dikehendaki. Pesan ini dipastikan akan sampai
langsung pada sasaran kontak, sehingga pesan dapat
sampai pada alamat secara efektif.
Sistem SMS Broadcast cukup sederhana,
karena hanya memerlukan seperangkat computer
yang terkoneksi dengan internet dan diinstal dengan
software SMS Broadcast terlebih dahulu (Daud
Edison Tarigan, 2012). Software SMS Broadcast yang
digunakan oleh UAD adalah pengembangan dari
program GAMMU (http://sourceforge.net/projects/
gammu/). Program Gammu banyak digunakan oleh
institusi di tengah masyarakat sebagai pengguna SMS
Broadcast. Selain progam Gammu, juga terdapat
beberapa program lain yang dapat digunakan sebagai
software SMS Broadcast. Berbagai program tersebut
banyak tersedia di pasaran, bahkan bisa diunduh
secara gratis melalui internet, meski ada pula pihak
yang menyediakannya secara komersial.
Pada sistem yang dikembangkan ini, UAD
menghimpun seluruh nomor telpon selular milik
dosen, karyawan, maupun mahasiswa, maupun
shareholeder lainnya dalam sebuah database. Seluruh
nomor telpon dikelompokkan ke dalam kategorikategori tertentu sesuai tempat individu tersebut
bekerja. Dalam mem-broadcast pesan, UAD mengatur
pihak mana saja yang berhak memiliki akses dan mana
pula yang tidak. Pihak yang diberi kewenangan adalah
mereka yang diberi otoritas untuk menundang rapat,
misalnya Rektor, para Wakil Rektor, Kepala Biro,
dan Dekan. Pihak ini disebut dengan administrator.
Merekalah yang menentukan isi pesan dan kepada
siapa saja pesan yang akan disebarkan.
Dalam
kegiatan
penulisan
pesan,
administrator dibantu oleh operator, yaitu pihak
yang secara teknis akan menuliskan pesan dan
mengirimkannya melalui perangkat SMS Broadcast.
Pesan akan langsung tersebar ke telpon seluler milik
penerima pesan. Komunikan sebagai sasaran pesan
dapat membalas pesan (replay) dengan mengirimkan
129
respon melalui SMS Broadcast yang sama. Operator
akan mengecek respon tersebut bilamana ada dan
menyampaikannya kepada administrator sebagai
pengirim pesan.
Dalam sistem SMS Broadcast di UAD,
pesan dapat dikirim langsung melalui telpon seluler
administrator. Namun demikian, pesan harus dikirim
terlebih dahulu ke SMS Broadcast untuk proses
penyebarluasan. Adapun proses SMS Broadcast di
UAD dapat digambarkan sebagai berikut:
Untuk tampilan screenshot aplikasi SMSBCUAD, diatur sedemikian rupa sehingga cukup
sederhana sehingga dapat dioperasikan oleh operator
(lihat contoh dalam gambar 2 dan 3):
Gambar 2.Tampilan Menu Pengiriman SMS ke
Group
Gambar 3. Tampilan Menu Pengiriman SMS
ke Nomor Tertentu
2.6.
Penerapan SMS Broadcast di masyarakat
Apabila penggunaan di UAD lebih banyak
digunakan untuk keperluan menyampaikan undangan
dan informasi berkait dengan keperluan kampus,
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
maka SMS Broadcast dapat pula dikelola bagi tujuan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pihak yang
sebaiknya mengelola dan memiliki SMS Broadcast
ini adalah pemerintah daerah atau lembaga swadaya
masyarkat yang memiliki perhatian dan tujuan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pihak pemilik
sekaligus pengelola SMS Broadcast ini selanjutnya
disebut dengan pihak manajemen.
Pihak management harus memiliki hubungan
dengan berbagai kelompok usaha dalam masyarakat.
Selanjutnya, pihak ini disebut dengan user atau pihak
pengguna. Merekalah yang akan memanfaatkan
SMS Broadcast baik sebagai pengirim pesan maupun
penerima pesan. Mereka perlu didata sedemikian
rupa sehingga teridentiikasi dengan baik. Identiikasi
tersebut setidaknya meliputi nomor telpon, nama
pemilik usaha, alamat, jenis usaha, produk-produk
yang dihasilkan, lingkup usaha, dan relasi usaha yang
biasanya dijalin.
Keanggotaan SMS Broadcast perlu diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu user yang
akan menerima pesan, sehingga sistem pendaftaran
aktif perlu diberlakukan. Sistem pendaftaran ini
dimaksudkan agar terdapat kesadaran dari para user
untuk terbiasa menerima pesan, sehingga kehadiran
pesan tidak dikeluhkan. Dalam pendaftaran aktif,
user perlu mengisi form pendaftaran dan persetujuan
peraturan yang ditetapkan dalam SMS Broadcast.
Peraturan tersebut digunakan setidak-tidaknya berisi
kewajiban untuk menyampaikan infomasi secara jujur
dan bertanggungjawab atas SMS yang dikirimkan.
Pesan dapat bervariasi sesuai dengan
bidang para anggota user. Namun pesan tidak harus
dikirimkan kepada seluruh user, melainkan pada
pihak-pihak yang relevan atau sesuai kebutuhan.
gateway-dengan-gammu-dan-kalkun/ diunduh
pada tanggal 15 September 2012, pukul 21.00
WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Layanan_pesan_singkat,
diunduh pada tanggal 13 September 2012,
pukul 06.00 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/SMS, diunduh pada
tanggal 13 September 2012, pukul 05.40 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/SMS_Gateway, diunduh
pada tanggal 15 September 2012, pukul 21.00
WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon_genggam,
diunduh pada tanggal 13 September 2012,
pukul 05.34 WIB.
http://www.smsmanager.co.id/sms-broadcast,15
September 2012, pukul 21.00 WIB.
Tim Kajian Darut harieq Riyadi, 2004, Handphone,
Antara Manfaat dan Bahayanya, Pustaka
Anisah, Yogyakarta
3. Simpulan
Dari pengalaman UAD dalam mengelola
SMS Broadcast, maka dapat disimpulkan bahwa
dengan pengembangan pesan dan sasaran yang luas,
sistem ini dapat digunakan sebagai sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan cara
membantu menyampaikan berbagai informasi secara
langsung dari pihak-pihak yang selama ini memiliki
keterbatasan akses ke pasar, sehingga mereka dapat
memperoleh keuntungan lebih besar. Sistem ini dapat
dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah daerah
maupun lembaga-lembaga tertentu yang memiliki
perhatian pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Daftar Pustaka
Edi S Mulyanta, 2004, Kupas Tuntas Telepon Seluler
Anda, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Daud Edison Tarigan, 2012, Membangun SMS
Gateway Berbasis Web dengan Codelgnitor,
Lokomedia, Yogyakarta
http://hari.staff.uns.ac.id/2012/07/13/bikin-sms130
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Deskripsi Peran Konvergensi Media dalam Mempublikasikan dan Membangun
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia di Era Globalisasi
Rustono Farady Marta 1*)
Abstrak
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology (ICT)
telah membawa sejumlah perubahan dalam kehidupan masyarakat dunia. Sekarang ini masyarakat dapat
memperoleh informasi secara cepat dan lengkap dengan adanya jaringan komputer yang saling terhubung dari
seluruh penjuru dunia (internet)
Teknologi informasi mutakhir telah berhasil menggabungkan sifat-sifat teknologi telekomunikasi konvensional
yang bersifat massif dengan teknologi komputer yang bersifat interaktif. Fenomena ini lazim disebut sebagai
konvergensi, yakni bergabungnya media telekomunikasi tradisional dengan internet sekaligus. Konvergensi
menyebabkan perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi, dan pemrosesan
seluruh bentuk informasi baik visual, audio, data dan sebagainya (Preston, 2001).
Kebutuhan akan website yang representatif merupakan suatu keharusan bagi setiap individu untuk menjawab
tantangan era globalisasi yang kompetitif dengan kompleksitas tinggi. Oleh karena itu, kesenjangan ini
mengundang peneliti untuk mengangkat tema peran dan tantangan new media bagi pembangunan di era
globalisasi.
“Website is a collection of webpages that are linked to each other and focused on a single subject. A sebsite consists of a
home page and other webpages containing resources. he term more generally refers to any world wide web resource.”
(Communication Research Strategies and Sources)
Berdasarkan deinisi di atas dapat diartikan bahwa situs adalah kumpulan halaman web yang terhubung satu
sama lain dan fokus pada subjek tunggal. Sebuah situs terdiri dari halaman utama dan halaman web lain yang
mengandung sumber daya. Istilah ini umumnya mengacu pada sumber daya world wide web.
Makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi literatur sebagai teknik pengumpulan informasi.
Keberagaman masyarakat Indonesia dengan berbagai latar belakang budayanya menjadi salah satu perhatian
utama, dimana kekayaan tersebut dirasakan perlu diangkat sebagai bentuk kearifan lokal untuk dikembangkan
pada era globalisasi.
Kata kunci: Konvergensi Media, Kearifan Lokal, Globalisasi
I.
Pendahuluan
Pola komunikasi tradisional menggunakan
cara menulis surat dengan media pos sebagai
sarana untuk berkomunikasi satu sama lainnya,
sehingga membutuhkan waktu beberapa hari untuk
sampai ke tujuan si penerima surat. Hal tersebut kini
tidak terjadi lagi, dimana kita dapat menggunakan
surat elektronik atau yang dikenal dengan sebutan
email (electronic mail) yang lebih eisien dan cepat
sampai ke penerima email tersebut, bahkan hanya
dalam itungan detik. Pada era tahun 1970an media
yang digunakan masih menggunakan media cetak
dan analog seperti koran, radio, dan televisi dan
komputer, sedangkan pada saat itu komputer belum
begitu dimengerti oleh banyak orang sehingga hanya
kalangan tertentu saja yang menggunakannya.
Mekanisme baru dalam berkomunikasi tersebut,
dilanjutkan dengan penggunaan berbagai perangkat
multimedia. Dimana teks, suara gambar atau grais
dapat diakses sekaligus ke dalam seperangkat media,
telah mendorong perubahan di berbagai aktivitas
industri komunikasi. Saluran-saluran atau perantaraperantara baru dalam penyampaian informasi yang
ada sekarang ini, yakni di abad 20-an. New media yang
ada saat ini sangat erat kaitannya dengan kemajuan
teknologi. jarak, dan waktu sudah tidak lagi menjadi
masalah dalam dunia informasi, transportasi maupun
komunikasi.
Terminologi tersebut merujuk pada istilah new
media yang dihadirkan untuk menjelaskan konvergensi
antara teknologi digital yang terkomputerisasi
serta terhubung ke dalam jaringan. Konvergensi
menyebabkan perubahan radikal dalam penanganan,
penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh
bentuk informasi baik visual, audio, data
dan sebagainya (Preston, 2001). Kunci dari
konvergensi adalah digitalisasi, kerena seluruh bentuk
1 *) Dosen pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Bunda Mulia, Jakarta.
131
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
informasi maupun data diubah dari format analog ke
format digital, sheingga dikirim ke dalam satuan bit
( binary digit).
Informasi yang dikirim merupakan format
digital, konvergensi mengarah pada penciptaan
produk-produk yang aplikatif sehingga mampu
melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi.
Oleh karena itu, jangan heran jika sekarang ini
komputer dapat difungsikan sebagai pesawat televisi,
atau telepon genggam dapat menerima suara, tulisan,
data maupun gambar tiga dimensi (3G).
homas L. Friedman 21 telah memprediksi
hal ini di dalam bukunya he World is Flat: a Brief
History of he Twenty First (2005). Bahwa dunia
akan didatarkan oleh konvergensi peristiwa yang
berhubungan dengan politik, inovasi, dan perusahaan.
Perkembangan cepat membuat manusia
semakin sibuk, manusia saling terkoneksi satu sama
lain menembus batas ruang dan waktu. Temboktembok runtuh dan jendela mulai dibangun.
Globalisasi menjadi kunci wajah baru dunia di abad
21 tersebut.
Pada level teoritik, dengan munculnya media
konvergen maka sejumlah pengertian mendasar
tentang komunikasi massa tradisional terasa perlu
diperdebatkan kembali. Konvergensi menimbulkan
perubahan signiikan dalam ciri-ciri komunikasi
massa tradisional atau konvensional. Media
konvergen memadukan ciri-ciri komunikasi massa
dan komunikasi antarpribadi dalam satu media
sekaligus. Hal ini memicu timbulnya demassiication,
yakni kondisi dimana ciri utama media massa yang
menyebarkan informasi secara masif menjadi lenyap.
Arus informasi yang berlangsung menjadi makin
personal, karena tiap orang mempunyai kebebasan
untuk memilih informasi yang mereka butuhkan.
21homas L. Friedman adalah salah satu jurnalis yang paling dihormati
dan paling berpengaruh di dunia. Terkenal dengan keahliannya dalam
hubungan internasional dan isu-isu ekonomi. Belajar di Boston, Jerusalem, Cairo dan Oxford, dia bergabung dengan he New York Times
sebagai reporter tahun 1981. homas L. Friedman telah memenangkan
3 Pulitzer Prize untuk hasil karyanya. Buku-buku karangan homas L.
Friedman seperti “From Beirut to Jerusalem” (Pemenang US National
Book Award), “he Lexus and the Olive Tree”, dan “Longitutes and Attitutes”.
Munculnya Global Village
New Media adalah teknologi yang kita hadapi
dan kita jalani sekarang ini. Seringkali teknologi ini
menimbulkan berbagai polemik disamping tentunya
mempermudah berbagai kegiatan yang tidak pernah
terpikir sebelumnya. Seperti biasanya, berbagai
macam pendapat pun muncul seiring dengan
keberadaan teknologi baru ini. Tak bisa disangkal
bahwa kemudian teori tersebut akan membuka jalan
pikiran kita dan seperti apa kita harus menyikapi
kemjuan jaman ini. Tentunya seringkali pula kita
perlu berpikir berulang kali untuk menganalisa mana
yang benar dan salah mengenai teori tersebut. Namun
sebetulnya kita tidak perlu bingung mengenainya,
karena apapun teori yang dikemukakan, pastilah
mengandung keunggulan dan kelemahannya sendiri,
yang berarti tidak ada teori yang sepenuhnya salah.
Menurut McLuhan, kehadiran New Media dapat
membuat sebuah proses komunikasi menjadi global,
sehingga menyebabkan mengapa dunia saat ini
disebut dengan Global Village. Media elektronik yang
ada sekarang ini telah membawa ke peradaban dimana
setiap orang bisa saling berhubungan dimanapun ia
berada. Informasi pun dapat diakses dari berbagai
belahan bumi. Hal inilah yang menyebabkan
McLuhan mengatakan bahwa dunia akan menjadi
satu desa global (global village) dimana produk produk
yang ada akan menjadi cita rasa semua orang. Global
village menjelaskan bahwa tidak ada lagi batas waktu
dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah
dari satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu
yang sangat singkat dengan menggunakan teknologi
internet.
Global village adalah konsep mengenai
perkembangan teknologi komunikasi di mana dunia
dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat
besar. McLuhan memperkenalkan konsep ini pada
awal tahun 60-an dalam bukunya yang berjudul
Understanding Media: Extension of A Man. Konsep
ini berangkat dari pemikiran McLuhan bahwa suatu
saat nanti informasi akan sangat terbuka dan dapat
diakses oleh semua orang. Pada masa ini, mungkin
pemikiran ini tidak terlalu aneh atau luar biasa, tapi
pada tahun 60-an ketika saluran TV masih terbatas
jangkauannya, internet belum ada, dan radio masih
terbatas antar daerah, pemikiran McLuhan dianggap
aneh dan radikal.
McLuhan memperkirakan pada masa digital
dan serba komputer tersebut, persepsi masyarakat
akan mengarah kepada perubahan cara serta pola
132
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
komunikasi. Dimana pada saat itu, masyarakat tidak
akan menyadari bahwa mereka sedang mengalami
sebuah revolusi komunikasi, yang berefek pada
komunikasi antarpribadi. Pada era global village
akan terjadi dimana trend komunikasi akan ke arah
komunikasi massa, yakni bersifat massal dan luas.
Pembicaraan akan suatu topik dapat menjadi konsumsi
dan masukan bagi masyarakat luas, kecuali, tentu
saja, hal-hal yang bersifat amat rahasia seperti rahasia
perusahaan, rahasia negara, keamanan-ketahanan.
Semua orang berhak untuk ikut dalam pembicaraan
umum, dan juga berhak untuk mengkonsumsinya,
tanpa terkecuali.
Selanjutnya ada pendapat lain dari Manuel
Castells, ia mengemukakan bahwa bukanlah sebuah
‘desa’ yang dikatakan seragam , melainkan masyarakat
dalam jaringan global yang saling terhubung lewat
new media, network society. Menurutnya, media tidak
lagi merupakan media massa melainkan menjadi
media jaringan, atau jaringan interaktif multimedia,
yang akan menjadikan komunikasi dunia suatu jaringjaring raksasa, suatu dunia yang saling terhubung.
Teori Castells tentang network society adalah
sebuah bentuk jaringan yang mewakili morfologi
sosial baru sebuah masyarakat dan penyebaran logika
networking secara substansial memodiikasi operasi
dan hasil di dalam proses produksi, pengalaman,
kekuasaan, dan budaya. Teori Catells memang
beranjak dari konsep ekonomi baru yang bersifat
global, informasional dan berbentuk jaringan.
Kemunculan network society oleh Castells didasari
oleh 5 elemen yang dinamainya sebagai paradigma
teknologi informasi yaitu:
1. Informasi menjadi bahan mentah aktivitas ekonomi,
berperan dalam input dan output dari teknologi
baru.
2. ICTs (Information and Communication Tecnologies)
memiliki efek pervasif melalui ranah aktivitas sosial
manusia.
3. Logika networking secara tidak langsung
diterapkan pada seluruh bentuk proses sosial dan
organisasional.
4. Bentuk-bentuk struktur organisasional dan bentuk
institusional haruslah leksibel.
5. Konvergensi yang sedang tumbuh pada teknologi
tertentu menuju sistem yang terintegrasi
Kearifan Lokal Indonesia
Kearifan lokal merupakan padanan kata dari
bahasa Inggris local wisdom. Kata local (Inggris), atau
133
locaal (Belanda), dalam bahasa Indonesia diserap
dengan kata lokal, diterjemahkan sebagai setempat
atau tempat. Sedangkan wisdom diartikan sebagai
kearifan, yang memiliki kata dasar arif. Kata arif yang
kemungkinan diserap dari bahasa Arab memiliki
pengertian paham, mengerti, tahu, mengetahui dan
bisa juga diartikan dengan makna yang lebih luas,
bijaksana, berilmu, cerdik dan pandai.
Dari kata arif didapat turunannya mengarii,
mengarifkan, dan kearifan. Ketiganya bisa
disepadankan dengan mengetahui, memahami,
mengerti, kecendekiaan, atau kebijaksanaan. Dengan
demikian, kearifan lokal (local wisdom) bisa diartikan
sebagai pengetahuan setempat, pemahaman setempat,
kecendekiaan setempat, atau kebijaksaan setempat.
Berkenaan dengan kebijaksanaan, bijaksana
mengandung arti dapat menyelesaikan persoalan tanpa
menyakiti baik isik ataupun perasaan orang lain, jika
dihubungan dengan kesulitan yang berhubungan
dengan lingkungan isik, bijaksana mengandung
pengertian dapat menyelesaikan persoalan tanpa
menimbulkan kerusakan isik, atau dikenal dengan
istilah penyelesaian yang bijaksana atau penyelesaian
secara baik dan benar.
Bijaksana dalam bahasa Indonesia berarti
selalu menggunakan akal budinya (dalam hal ini yang
berhubungan dengan pengalaman dan pengetahuan)
atau pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dan
sebagainya) dalam menghadapi kesulitan.
Seiring dengan bekembang pesatnya teknologi,
informasi dan ilmu pengetahuan yang disebabkan
karena kemampuan yang dianugerahi kepada manusia
dalam melakukan sebuah inovasi, sehingga dengan
perkembangan tersebut membuat gaya hidup orang
berubah, termasuk bangsa Indonesia.
Indonesia telah mengalami globalisasi dalam
bidang informasi sejak kemunculan internet pada
pertengahan 90-an. Melalui internet dan televisi
masyarakat Medan mengetahui apa yang sedang terjadi
di Jakarta, begitu juga penduduk Jakarta yang dapat
melihat apa yang sedang terjadi di Merauke. Melalui
internet, masyarakat antar satu kelompok dapat
berhubungan dengan kelompok lain di dunia maya.
Lewat blog atau milis, mahasiswa dapat bertukar data
kuliah, informasi mengenai suatu peristiwa, bertukar
pengalaman, maupun hal ringan untuk hiburan.
Dampak global village sendiri adalah bahwa
masyarakat akan cenderung mempunyai persepsi
yang sama karena memperoleh kesamaan kesempatan
untuk mengakses informasi.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Hal ini tentunya membawa dampak positif
bagi masyarakat, yakni membantu mempercepat
masyarakat untuk mendapat informasi terbaru
mengenai suatu peristiwa.
Berkembang pesatnya suatu ilmu pengetahuan,
maupun teknologi dan informasi, menjadikan batas
antar Negara di seluruh dunia tidaklah lagi menjadi
suatu hambatan ataupun kendala untuk suatu Negara
melakukan suatu hubungan, dan hubungan antar
negarapun semakin mudah dilakukan seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi dan
informasi, dan kondisi yang seperti inilah biasa kita
kenal dengan istilah Globalisasi.
Seiring dengan derasnya arus globalisasi,
menyebabkan banyak sekali hal-hal yang mencoba
masuk ke dalam suatu Negara termasuk ke dalam
Negara Indonesia, baik hal-hal yang bersifat positif
maupun hal negative, tergantung bagaimana cara
Negara tersebut menyaring hal-hal yang masuk
tersebut. Agar hal-hal yang masuk ke dalam Negara
Indonesia tersbut bisa dapat disaring tentunya bangsa
Indonesia sendiri mempunyai penjelasan mengenai
peran budaya loal di dalam masyarakat itu sendiri agar
budaya local yang dimiliki bangsa Indonesia tidak
tercampur dan hilang karena budaya luar.
Kemudian budaya lokal itu sendiri juga haruslah
dapat menyaring, menutup dan menanggulangi
suatu moral bangsa Indonesia yang perlahan mulai
mengalami degradasi, dan nilai-nilai luhur yang
dimiliki bangsa ini haruslah tetap dipertahankan.
Banyak sekali nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa
yang biasa dilakukan oleh masyarakat dalam
kesehariannya dan ada pula yang dapat dijadikan
suatu kebanggan bagi bangsa Indonesia di dunia
Internasional, karena masing-masing Negara memiliki
suatu kerelatifan dari keunikan masing-masing Negara,
tak terkecuali bangsa Indonesia sendiri seperti berupa
tarian, kesenian, adat-istiadat, bahasa, lagu, naskah,
dan tradisi atau kebiasaan. Semua itu merupakan
suatu hal yang bisa ditonjolkan oleh bangsa Indonesia
kepada dunia Internasional.
Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Kemendagri
Ir. H. Tarmizi A Karim, MSi mengungkapkan bahwa
“Indonesia adalah negara yang kaya akan kearifan
lokal, bayangkan di dunia ini hanya negara kita yang
suku dan ragam bahasa yang paling banyak serta
sumberdaya Alamnya melimpah dan indah”.
Negara kita juga memiliki nilai-nilai kearifan
lokal yang apabila kita aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari berpotensi membuat bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang maju. Nilai kearifan lokal yang
menjadi warisan leluhur bangsa Indonesia adalah
Gotong Royong. Dengan gotong royong akan
membuat masyarakat semakin peka terhadap berbagai
permasalahan bersama, munculnya rasa tanggung
jawab bersama, dan timbulnya rasa empati baik
antara masyarakat dengan pemerintah maupun antarmasyarakat itu sendiri.
Budaya gotong royong ini telah menunjukkan
eksistensinya sebagai pemersatu bangsa. Hal ini
dapat kita lihat pada sejarah bangsa Indonesia,
yaitu ketika para terdahulu kita bahu-membahu
melawan diktatornya penjajah demi diproklamirnya
kemerdekaan. Pada saat itu gotong royong dilakukan
sacara serempak oleh seluruh elemen masyarakat
seperti kalangan akademisi, militer, jurnalis dan
masyarakat biasa. Tanpa gotong royong, tentunya
Kemerdekaan ini tak akan pernah bisa diraih.
Peran Media di Indonesia
Pada masa reformasi ini, perkembangan
teknologi informasi di Indonesia berkembang pesat.
Kendati hal ini telah membawa manfaat yang besar
dalam mempermudah penyelesaian pekerjaan
manusia, tetapi juga mengundang dampak negatif
yaitu timbulnya degradasi moral yang meluas secara
cepat. Hal ini terjadi karena adanya penggunaan
fasilitas-fasilitas teknologi informasi yang terlalu bebas
dan tidak bertanggung jawab.
Mengingat kerusakan moral ini akan
berdampak pada lunturnya prinsip budaya gotong
royong, maka perlu adanya kesadaran bersama untuk
memperbaiki hal itu. Dalam penyelesaian masalah
ini semua komponen masyarakat dan pemerintah
dituntut mempunyai peran. Terutama sekelompok
orang yang terjun dalam dunia teknologi informasi
dan komunikasi, seperti : Stasiun TV, Radio, Koran,
New Media, dll.
Konvergensi media yang dilakukan beberapa
perusahaan media secara positif berperan aktif
dalam menonjolkan kearifan lokal Indonesia. Sebut
saja Suara Surabaya Media Group, MNC Media
Network, OKEZONE.COM, KOMPAS Media
Group, TRANSCorp., TEMPO Group, dst. Sebagian
besar diantaranya memberi kontribusi aktif dalam
mempublikasikan dan membangun kearifan lokal di
Indonesia.
Pada harian KOMPAS, Penerbit KOMPAS
GRAMEDIA KOMPAS Televisi, dan KOMPAS.
COM membahas ekspedisi Cincin Api sebagai
134
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
petualangan menjelajahi kekayaan alam Indonesia,
sekaligus mempublikasikannya.
TRANSCorp. dengan konvergensi media yang
mencakup media konvensional (Trans tv dan Trans7)
hingga online (detik.com) memiliki beragam itur
acara yang mengungkap Indonesia, seperti : “ethnic
runaway”.
SINDO
Group
tak
kalah
melalui
SINDONEWS.COM, Harian SINDO, dan SINDO
Radio, dimana berita daerah menjadi salah satu
perhatian utama. Selain itu, terdapat kolom budaya
yang selalu mengangkat liputan pagelaran budaya
lokal, maupun peristiwa budaya lokal lainnya yang
patut disimak khalayak nasional.
Kesimpulan
New media adalah sebuah media baru sebagai
salah satu produk teknologi komunikasi di zaman
sekarang dan new media akan terus berkembang
seiring dengan perkembangan dunia teknologi. Dalam
fungsinya New media sangat bermanfaat bagi setiap
orang dikarenakan new media adalah sarana dimana
orang dapat mendapatkan hiburan, informasi dan
ilmu pengetahuan yang cepat dan praktis dan new
media juga dapat memudahkan seseorang dalam
membantu pekerjaan sehari-harinya.
Ditinjau dari segi promosional, konvergensi
juga memiliki implikasi positif bagi pendapatan
iklan dengan menawarkan kepada para pengiklan
untuk menayangkan iklan di sejumlah platform
media yang berlainan (Quinn, 2004). Eisiensi bagi
perusahaan secara langsung dapat diperoleh pula
melalui konvergensi media, dimana iklan yang sama
konteksnya dapat dipublikasikan pada media yang
berbeda dalam waktu yang sama.
Di samping berbagai keunggulan tersebut, para
pengguna juga harus berhati-hati dalam menggunakan
new media di dalam kehidupan sehari-hari karena kita
bisa saja menjadi manusia yang terus bergantung pada
kepraktisan penyajian new media, sehingga dampak
dari ketergantungan itu kita menjadi manusia yang
mengabaikan media-media lain yang ada disekitar
kita.
Di ranah global terdapat beberapa kegagalan
media-media raksasa dalam melakukan konvergensi, sejarah
media di Indonesia cenderung memperlihatkan dampak
positif konvergensi kepemilikan bagi para konglomerat
media (Priyambodo, 2009). Begitu majemuknya
ragam populasi penduduk yang mendiami negeri
zamrud khatulistiwa ini, sehingga memungkinkan
135
konvergensi media sanggup mengalami masa adaptasi
media untuk dapat diterima dengan baik oleh sejumlah
audien.
Daftar Pustaka
Mulyana, Deddy, 2007, Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar, Bandung : Rosda
Preston, Paschal, 2001, Reshaping Communications,
housand Oaks, Calif. Sage
Covell, A., 2000, Digital Convergence: How the
Merging of Computers, Communications,
and Multimedia is Transforming Our Lives,
Rhode Island: Aegis Publishing Group Ltd.
Dominick, Joseph R., (2008). he Dynamics of Mass
Communication : Media in the Digital Age.
New York, McGraw-Hill
Dwyer, T. (2010). Media Convergence: Issues
in Cultural and Media Studies. London:
McGrawHill & Open University Press
Flew, Terry. (2008). New Media : an introduction.
Australia: Oxford University Press
Grant, A.E. & Wilkinson, J.S. (2009).
Understanding Media Convergence: he State
of the Field. New York: Oxford University
Press
Priyambodo RH., 2009, Tatkala Multimedia Massa
Kian dekat dengan Publiknya, artikel ini diunduh
dari
http://cyberjournalism.ileswordpress.
com/2008/08/wajah_cybermedia.pdf
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
136
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Media Baru dan Demokratisasi di Indonesia
Sugeng Wahjudi 1*)
Abstract
Conception of society and network society bring not only a consequence of changes in speed of information, but
more than that. he conventional mass media has an opportunity to play the new media space to iniltrate into
social networking sites. he dominance of the mass media certainly remains indisputable in terms actualize “or the
consciousness movement” network society becomes more massive movements, and vice versa network society have the
ability to “self empowerment”-as a form of public agenda-which can not be viewed lightly by the media.
In addition to creating a network society and information society development, new media creates digital democracy.
he wave of democratization based new media continues to evolve along with the use of social networking sites,
which starts from the public sphere into political action. his is a form of political freedom and communication that
is crystallized in a tangible political action. With that power, seem to be in the future, Indonesia wishes to be entered
into the embankment of democracy can be realized immediately. Internet comes with a mission to improve literacy
or political education is able to form well-informed citizen, so that citizens can engage more actively in the political
public sphere.
Keywords : New Media, Internet, Network Society, Social Networking Sites, Politic, Democratization.
1. Pendahuluan
Media baru merupakan produk konvergensi
berbagai teknologi media yang telah ada. Internet
sebagai media baru menggabungkan radio, ilm,
koran, dan televisi dan mendistribusikannya melalui
‘push’ technology. M. Poster (1999) menyatakan
bahwa internet melampaui batas-batas model
media cetak dan siaran yang memungkinkan manyto-many conversation; resepsi, alterasi (alteration),
dan redistribusi objek kultural secara simultan;
mendislokasi tindak komunikatif dari batas-batas
bangsa; memberikan kontak global yang seketika itu
juga (instantaneous global contact) (dalam Nimmo,
2005, p.138).
Di tahun 2011, internet kini memasuki usianya
yang ke-42 tahun. Kehadiran media baru atau internet
tersebut telah merevolusi komunikasi manusia di dunia
ini. Dengan kehadiran internet tersebut, apa yang telah
dikatakan oleh Marshall Mcluhan (1964) menjadi
kenyataan, yaitu dunia menjadi global village. Arus
informasi berjalan tanpa bisa dikontrol atau disensor
oleh pemerintah manapun –termasuk pemerintah
komunis China yang memiliki teknologi canggih
untuk meblokir atau mengontrol arus informasi.
Internet membawa gelombang demokratisasi, yang
tidak bisa dihindari.
Melalui internet, tukar menukar ide dan gagasan
tentang kehidupan politik dapat dengan mudah
dilakukan. Misalnya walaupun rakyat Cina hidup
dalam pemerintahan otoriter, tetapi dengan internet
mereka tetap saja dengan mudah mengakses informasi,
ide, dan gagasan demokrasi, hak asasi manusia, dan
kebebasan. Hal ini ditegaskan oleh Schudson (2004).
Internet, sebagai media komunikasi dan pertukaran
informasi, berpeluang merevolusi sistem, struktur, dan
proses demokrasi yang selama ini kita kenal (dalam
Firmanzah, 2008). Jadi internet memiliki kemampuan
yang luar biasa dalam membawa perubahan politik di
suatu negara –mampu merevolusi sistem politik, dari
otoriter menjadi demokratis.
2. Pembahasan
Masyarakat Massa Vs. Masyarakat Jaringan
Sifat media baru yang berjaring (networked)
ternyata menciptakan khalayak yang berbeda dengan
media lama (old media). Media lama melahirkan
masyarakat massa (mass society), sedangkan internet
sebagai media baru melahirkan masyarakat jaringan
(network society). Dengan kehadiran media baru,
media massa atau komunikasi massa mendapat kritik
keras dari Steve Chafee & Miriam Metzger (2001)
yang mengatakan the end of mass communication,
yang dikarenakan media baru membawa perubahan
mendasar dalam bagaimana media distrukturkan,
digunakan, dan dikonseptualisasikan (dalam Baran &
Davis, 2003, p. 361).
1 *) Penulis adalah Dosen pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia, Jakarta.
137
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Konsepsi masyarakat dan masyarakat jaringan
membawa tidak hanya konsekuensi perubahan
dalam hal kecepatan informasi, namun lebih dari
itu media massa konvensional berpeluang untuk
memainkan ruang media baru untuk desiminasinya
dengan menyelusup kedalam situs-situs jejaring
sosial. Dominasi media massa tentu tetap belum
terbantahkan dalam hal mengaktualisasikan “gerakan
atau kesadaran” masyarakat jaringan menjadi gerakan
yang lebih masif, demikian juga sebaliknya masyarakat
jaringan mempunyai kemampuan untuk “self
empowering” –sebagai bentuk agenda publik- yang
tidak dapat dipandang secara remeh oleh media
Dalam mass society theory, Denis McQuail
(2005, p. 94-95) menyatakan bahwa media massa
sangat dominan, dimana media sebagai faktor
penyebab (a causal factor). Sifat arus informasi
dalam masyarakat massa bersifat satu arah (one-way
transmision). Media digunakan untuk manipulasi dan
kontrol. Sedangkan masyarakat jaringan, menurut Jan
van Dijk (2006, p.20) menekankan pada bentuk dan
organisasi pemrosesan dan pertukaran informasi.
Selanjutnya Dijk menyatakan masyarakat
jaringan dapat dideinisikan sebagai a social formation
with an infrastructure of social dan media networks
enabling its prime mode of organization at all levels
(individual, group/organizational and societal). Dijk
juga mendeskripsikan tipologi masyarakat massa dan
masyarakat jaringan dalam tabel berikut:
Menurut penulis, konsep masyarakat jaringan
yaitu lebih ditekankan pada interaktivitas dalam
pemrosesan informasi dan penting untuk dipahami
dalam masyarakat jaringan adalah relationship, saling
terhubung satu sama lainnya. Jadi masyarakat jaringan
itu memiliki sosiabilitas (sociability) yang tinggi.
Pertumbuhan bentuk masyarakat berjaringan
di tanah air memberikan gambarakan yang cukup
mencengangkan. Ledakan pengguna internet sebagai
“ruang” untuk menmbangun relationship dapat
ditelusur berdasarkan pengguna internet Indonesia
Pada tahun 2009 Indonesia tercatat memiliki
peringkat ke empat di negara-negara Asia, di bawah
Chima, Jepang, India dan Korea Selatan. Jumlah
pengakses internet di Indonesia mencapai angka 30
juta orang, yang menempatkan ke dalam peringkat 5
besar di Asia.
Tabel: Tipologi Masyarakat Massa dan
Masyarakat Jaringan
Characteristics
Mass Society
Main components
Collectivies (groups, organiztions, Individuals (linked by networks)
Network Society
communities)
Nature of components
Homogeneous
Scale
Extended
Extended and reduced
Scope
Local
‘Global’ (global & local)
Connectivity and Connectedness
High within components
High between components
Density
High
Lower
Centralization
High (few centres)
Lower (polycentric)
Inclusiveness
High
Lower
Type of community
Type of organization
Physical and unitary
ureaucracy
Vertically integrated
Heterogeneous
Penggunaan internet di Indonesia semakin
massif, di tahun 2002 baru tercatat 6,2 juta pengguna
internet dan terus bertambah secara massif dari tahun
ke tahun , dan diperkiran pada tahun 2011 pengguna
internet mencapai 40 juta orang .
Virtual and diverse
Infocracy
Horizontally differentiated
Type of household
Large with extended family
mall with diversity of family
Main type of communication
Face-to-face
Increasingly mediated
Kind of media
Broadcast mass media
Narrowcast interactive media
Number of media
Low
High
relations
138
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Peningkatan yang mencengangkan dari
pengguna media internet di Indonesia ditandai dengan
meningkatnya jumlah pengakses situs jejaring sosial
baik facebook ataupun twitter. Berikut data pengguna
situs jeraring sosial tersebut dapat ditampilkan dalam
tabel berikut
Peringkat Pengguna Twitter Asia
Based on Sysomos.com 2010
Indonesia menempati peringkat utama
pengguna Twitter di Asia dengan jumlah pemakai
sebesar 5,6
juta pengguna. Selanjutnya untuk
pengguna facebook indonesia juga menempatkan
penduduknya dalam peringkat yang tak kalah
mencengangkan. Indonesia menempati urutan kedua
setelah Amerika serikat dengan jumlah pengguna
sebesar 3,5 juta seperti tabel di bawah ini
meningkat. Internet pun meningkatkan kualitas
literasi politik warga negara, yang berdampak pada
kualitas partisipasi politik. Misalnya melalui internet
warga negara dapat menyampaikan aspirasi politiknya
kepada pemerintah, anggota dewan, dan partai politik
Selain menciptakan masyarakat jaringan dan
pengembangan masyarakat informasi, media baru
menciptakan demokrasi digital (digital democracy).
Demokrasi berbasiskan internet. K. Hacker & Jan van
Dijk (2000) mendeinisikan demokrasi sebagai “an
attempt to practice democracy without the limits of time,
space, other physical conditions, using digital means, as
an addition, not a replacement for traditional ‘analogue’
political practices” (p.104). Dalam demokrasi digital,
ada electronic polls, electronic referenda, dan electronic
voting yang menghadirkan era demokrasi langsung
(direct democracy) seperti partisipasi warga negara di
ruang terbuka Athena (Athenian agora) dengan piranti
modern (dalam Dijk, 2006, p.107).
Komunikasi
berbasiskan
media
baru
memiliki dampak yang cukup menjanjikan dalam
mengembangkan partisipasi politik. Dengan
karakteristik media baru yang bersifat langsung dan
interaktif, kualitas partisipasi politik dengan media
baru jauh lebih berkualitas. Penulis mengungkapkan
hal tersebut, berdasarkan hasil komparasi komunikasi
politik yang menggunakan media lama dengan media
baru yang digambarkan dalam bagan berikut:
Tabel Peringkat Pengguna Facebook di Dunia
Bagan:Perbandingan Pola Komunikasi Politik
dalam Media Lama dan Media Baru
“One- to- many”
model
Ordinary
Old Media
Quality of
Media Use
New Media
“Many-to-many”
model
Based on Sysomos.com 2010
Ledakan penggunaan internet tersebut
setidaknya merupakan modal politik (the political
capital) yang luar biasa bagi masa depan demokratisasi
di Indonesia. Melalui akses informasi tanpa batas,
maka partisipasi politik warga negara akan semakin
139
Habermars dan Ruang Publik
Salah satu pemikiran yang dapat dibahas yang
menyangkut peran demokratis media adalah yang
telah diungkapkan oleh Jurgen Habermars. Secara
singkat Habermars menyatakan bahwa perkembangan
awal kapitalisme modern telah menghadirkan arena
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
otonomi untuk debat publik. Habermas berpendapat
perkembangan kapitalisme modern awal menjadi
arena otonom debat publik. Ruang publik didominasi
oleh negara dan begitu pula dengan bidang ekonomi.
Pada saat ini, media tidak lagi menjadi sesuatu yang
netral. Media malah memanipulasi opini massa.
Publik bersifat pasif, politik menjadi sebuh tontonan,
dan publik hanya bisa melihat saja (pasif ).
Interdependensi ekonomi yang disebabkan
oleh kepemilikan pribadi, dan ditumbuhkembangkan
dengan sejumlah novel dan dokumen lainnya, beserta
diskusi di ruang publik dan kemunculan pers berbasis
pasar yang independen, telah menciptakan suatu
komunitas publik baru yang antusias terlibat dalam
diskusi politis kritis.
Habermars berpendapat bahwa ruang
publik ini merupakan ruang di antara ekonomi dan
negara dimana opini publik dan supervisi terhadap
pemerintah terbentuk. Satu hal yang bisa didapat
dari penjelasan diatas adalah model ruang publik
Habermars diposisikan sebagai area netral dimana
informasi yang diperlukan masyarakat dapat mudah
diakses. Selain itu, ruang publik tersebut juga
merupakan tempat untuk mengadakan diskusi yang
terbebas dari dominasi negara. Peran media dalam hal
ini adalah untuk memfasilitasi proses tersebut dengan
cara mengkondisikan warga negara sebagai pembentuk
opini publik.
Menurut Edward S. Herman dan Robert W.
McChensey (1997), public sphere ialah segenap
tempat dan forum dimana segala isu yang memiliki
makna penting bagi komunitas politik didiskusikan
dan diperdebatkan, dan dimana arus informasi yang
esensial bagi partisipasi warga dalam kehidupan
kemasyarakatan disajikan ( dalam Armando, 2002,
p 215). Dalam sistem politik demokrasi, media
massa memainkan peran yang sangat penting sebagai
instrumen public sphere. Denis McQuail (2005)
menegaskan “....he media are now probably the key
institution of the public sphere, and its ‘quality’ will
depend on the quality of media” (p.502). Jadi kualitas
public sphere kembali pada media itu sendiri,
sedangkan tidak lepas dari media owner’s interest.
Inilah tantangan media di tengah arus demokratisasi,
mampukah media menampilkan jati dirinya sebagai
watchdog role and voice of the people.
Ade Armando (2002) menyatakan bahwa
public sphere merupakan wilayah vital bagi demokrasi
yang mengasumsikan bahwa setiap warga negara
terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan
menyangkut kehidupan bersama, dan untuk itu warga
negara membutuhkan informasi yang memadai. Jadi
public sphere merupakan representasi dari partisipasi
politik rakyat (the people’s political partisipation)
dalam rangka mekanisme check and balances.
Untuk mendukung kosep public sphere
tersebut mesti adanya kebebasan media atau pers
(media freedom). Kebebasan media menjadi indikator
yang paling lazim untuk mengukur berlangsungtidaknya perlindungan hak-hak asasi manusia atau
demokratik-tidaknya sistem politik di sebuah negara.
Tidak ada negara demokratis, tanpa kebebasan media.
Media Baru dan Ruang Publik Sebagai Kanal
Demokratisasi
Internet menghadirkan ruang publik bebas
(free public sphere) kepada warga negara (publik).
Dalam he Structural Transformation of the Public
Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society,
Jurgen Habermas (1962/1989) dalam mengemukakan
konsep publik sphere (Öfentlichkeit). Ruang publik
merupakan tempat tersedianya informasi ada dan
komunikasi terjadi serta tempat diskusi dan deliberasi
publik yang didalamnya dibahas persoalan-persoalan
publik. Akses ke ruang publik ini bersifat bebas, karena
ini merupakan tempat kebebasan untuk berkumpul
(the freedoms of assembly), sehingga asosiasi dan
ekspresi dijamin. Ini merupakan tempat komunikasi
ideal (an idealized communication venue). Keputusankeputusan kewarganegaraan diputuskan melalui proses
diskusi, inilah yang menjadikan ruang publik menjadi
aspek fundamental dalam sistem demokrasi (Schuler
& Peter, 2004, p.3-4; McQuail, 2005, p.181). Jadi
ruang publik itu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa ruang publik.
Denis McQuail menyatakan bahwa ruang
publik merupakan tempat dimana civil society
berkembang. Ruang publik berada diantara negara
dan privat untuk pembentukan sosial (social
formation) dan aksi voluntir (voluntary action). Di
ruang tersebut, civil society memiliki kebebasan tanpa
ancaman serta mereka dapat menentang masyarakat
otoriter (authoritarian society), --menurut penulis, ini
maksudnya negara (McQuail, 2005, p.182).
Dalam demokratisasi, ruang publik dapat
berfungsi sebagai stimulator perwujudan demokrasi
deliberatif
. Demokrasi deliberatif adalah
demokrasi yang dibangun berdasarkan pada penilaian
politik yang ‘rasional’. Menurut Claus Ofe dan
Ulrich Preuss, ada tiga kriteria bagi keputusan politik
140
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
yang rasional yaitu mengedepankan fakta, berorientasi
pada`masa
depan,
dan
mempertimbangkan
kepentingan banyak orang (dalam Held, 2006, p.273).
Jadi demokrasi deliberatif mensyaratkan partisipasi
yang berkualitas, bukan yang emosional. Demokrasi
deliberatif mendorong keterbukaan dan kritisisme
dalam proses politik.
Dalam situs portal berita, seperti kompas.
com,
tempointeraktif.com,
media-indonesia.com,
republika.co.id, dan lain sebagianya, bukan hanya
dapat mengakses infromasi politik terkini, tetapi
juga masyarakat diberikan kesempatan untuk
mengomentari materi pemberitaan dan sekaligus
menjadi anggota forum diskusi. Pemberian komentar
atau keterlibatan dalam forum diskusi tersebut
memiliki dampak pada kristalisasi sikap dan perilaku
politik masyarakat (warga negara).
Melalui
internet,
masyarakat
dapat
mengorganisir diri dalam formasi atau pembentukan
dalam atau menjadi anggota cyber interest groups
(kelompok kepentingan maya) dalam suatu jenis
mailing list (milis), web site, blog page, ataupun situs
jejaring sosial. Di dalam situs cyber interest groups
tersebut, masyarakat dapat saling berinteraksi dan
berkomunikasi membahas pertanyaan atau materi
diskusi yang menjadi fokus pembicaraan, biasanya
tema diskusi berkaitan dengan perkembangan semua
aspek atau isu-isu kehidupan keseharian, terutama
biasanya perkembangan politik terkini. Atau di dalam
situs tersebut anggota situs dapat mempsoting opini
individual, video, foto dan ile yang diajadikan bahas
diskusi. Untuk kategori blog bersama Kopasiana.com
adalah salah satu contoh yang baik. Internet mampu
membentuk demokrasi dialogis dengan landasan
kebebasan berpendapat dan berekspresi. Internet
juga meningkatkan kesetaraan komunikan politik
(komunikator dan komunikate).
Di Indonesia, pengguna internet, khususnya
jejaring sosial, begitu powerful dalam memberdayakan
ruang publik, sehingga berwujud menjadi gerakan
politik (political movement). Dalam makalah ini penulis
ingin mendeskripsikan contoh kasus dari ruang publik
maya (cyber public sphere) menjadi aksi politik.
Pertama, sejak Prita Mulysari ditahan di LP
Wanita Tanggerang akibat menulis surat keluhan di
internet atas layanan RS Omni Internasional Alam
Sutra, sebuah group yang dibuat oleh Ika Ardina
yang bernama “Dukungan Bagi Ibu Prita Mulyasari,
Penulis Keluhan Melalui Internet Yang Ditahan”
mendapat sambutan yang luar biasa 385, 945 anggota.
141
Berawal dari Facebook, dukungan buat Prita semakin
meluas, terlebih-lebih sejak tanggal 9 Desember 2009
Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman
denda Rp 204 juta dan pidana penjara 6 bulan pada
Prita. Publik menggalang “Koin Keadilan untuk
Prita”. Program koin tersebut mendapat dukungan
yang luar biasa, sampai bisa terkumpul uang koin
sejumlah lebih dari Rp 825 juta.
Kedua, facebooker memberikan aksi dukungan
terhadap dua pimpinan KPK (nonaktif ), Bibit Samad
Rianto dan Chandra Hamzah yang ditahan polisi.
Di facebook, setidaknya ada enam grup. Grup paling
besar adalah grup yang dibuat oleh dosen Universitas
Bengkulu, Usman Yasin. Grup yang diberi nama
Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra
Hamzah & Bibit Samad Rianto, dengan jumlah
anggota sebanyak lebih dari 1,2 juta anggota. Gerakan
facebooker selanjutnya tidak hanya sebatas di dunia
maya, tetapi dalam bentuk aksi politik. Pada hari
Minggu, 8 Nopember 2009, ribuan facebookers
melakukan mimbar bebas di Bundaran HI. Mereka
menyatakan dukungannya terhadap KPK dan
menolak jika dilakukan kriminalisasi terhadap KPK
sebagai institusi penegak hukum.
Dan ketiga, setelah kasus peledakan bom
bunuh diri di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton,
Iqbal Prakasa, seorang IT developer, membuat
“#indonesiaunite” untuk menggalang dukungan
“Gerakan Indonesia Melawan Teror”. Di Twitter
mendapat dukungan lebih dari 3000 orang dan di
Facebook lebih dari 66 ribu orang. Selain di dunia
maya #indonesiaunite juga melakukan kampanye
langsung dengan cara penyebarluasan T-shirt bertema
“Indonesia Unite”.
Masih banyak contoh-contoh kasus lainnya,
dimana facebook dijadikan sarana diskusi publik dan
konsolidadi kekuatan gerakan politik. Fenomena ini
mungkin yang pertama di dunia. Jejaring sosial telah
mentransformasi bentuk konsolidasi gerakan politik.
Ruang Kebebasan Pers di Indonesia
Kebebasan media di negara demokrasi, seperti
Indonesia, sangat membantu proses perkembangan
konsolidasi demokrasi menuju proses demokratisasi.
Dengan adanya kebebasan media telah mendatangkan
manfaat publik yang besar seperti yang diungkapkan
oleh Denis McQuail (2005) yaitu:
“Main public beneits of media freedom are systematic
and independent public scrutiny of those in power and
an adequate supply of reliable information about their
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
activities (this refer to the ‘watchdog’ or critical role of the
press); stimulation of an active and informed democratic
system and social life; the change to express ideas, beliefs
and views about the world; continued renewal and
change of culture and society; and increase in the amount
and variety of freedom available” (p.168).
Kebebasan media (pers) bisa terwujud setidaktidaknya dengan tidak adanya pensensoran berita dan
opini media massa yang dilakukan oleh pemerintah
dan adanya kebebasan bagi warga negara dalam
mengakses berita media massa. Negara Indonesia
termasuk negara yang menganut a social-responsibility
paradigm dimana kebebasan yang dimiliki pers tetap
saja mengedepankan pertanggungjawaban sosial atas
isi pemberitaannya. Selanjutnya, hal yang terpenting
dalam prinsip kebebasan pers adalah dimana negara
menjamin secara hukum kebebasan pers tersebut.
Di Indonesia, praktek kebebasan media (pers)
di awal reformasi dijamin oleh UU No.40 tahun
1999 tentang Pers, yang tidak lagi menganut politik
hukum kriminalisasi pers. UU tersebut menyatakan
bahwa pertama, “kemerdekaan pers dijamin sebagai
hak asasi warga negara” (Pasal 4 ayat 1); kedua,
“untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan
menyampaikan gagasan dan informasi” (Pasal 4 ayat
2); ketiga, “untuk menjamin kemerdekaan pers, pers
nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan serta informasi (Pasal 4 ayat
3); dan keempat, “dalam melaksanakan profesinya,
wartawan mendapat perlindungan hukum” (Pasal 8).
Tetapi pada perkembangan selanjutnya, mulai
tahun 2002, kebebasan pers di Indonesia mulai
terancam,dengan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002,
dimana dalam beberapa pasal mengakomodasi politik
hukum yang lebih kejam. Isi siaran televisi –termasuk
karya jurnalistik– bermuatan itnah, hasutan,
menyesatkan, dan bohong diancam dengan pidana
penjara bukan hanya sampai lima tahun, juga dapat
ditambah dengan denda paling banyak 10 milyar
rupiah.
Di Indonesia sejak pasca reformasi hingga
kini telah terjadi banyak kasus kriminalisasi terhadap
media atau pers di Indonesia, Kasus majalah Tempo
dengan pengusaha Kondang Tommy Winata misalnya.
Kebijakan pemerintah yang semakin kurang berpihak
pada kebebasan pers tersebut akan membahayakan
proses demokratisasi dan dikhawatirkan akan
mengarah pada pemerintahan yang tak demokratis.
Kini sudah saat ini Pemerintah coba melihat kembali
kepada esensi tujuan reformasi di Indonesia, yaitu
memberikan kebasan politik bagi rakyat dan media
massa.
Media Publik di Indonesia
Jurnalisme
bukan
persoalan
praksis
pemberitaan saja, tetapi juga merupakan manifestasi
komunikasi politik. Kovach & Rosentiel (2001)
menyatakan bahwa salah satu prinsip jurnalisme yaitu
jurnalisme harus menghadirkan sebuah forum untuk
kritik dan komentar publik. Selanjutnya juga mereka
menegaskan bahwa jurnalisme ada untuk membangun
kewargaan (citizenship) dimana hak-hak warga negara
terpenuhi. Jadi, jurnalisme ada untuk demokrasi.
Dewasa ini kajian jurnalisme sudah
berkembang menjadi jurnalisme publik. Dengan
adanya penambahan kata publik pada jurnalisme
diharapkan dapat lebih memfokuskan konsep bahwa
aktivitas jurnalisme adalah milik publik, bukan hanya
milik industri media (jurnalisme berbasis pasar),
pemerintah, bahkan bukan milik profesi jurnalis itu
sendiri.
Arthur Charity (1995) membedakan antara
jurnalisme konvensional dengan jurnalisme publik
sebagai berikut:
Perbedaan antara Jurnalisme Publik dengan
Jurnalisme Konvensional
Public journalists believe
Conventional jounalists believe
Something basic has to change, because The traditions of journalism are fine; if
jounalism isn’t working now.
anything needs to improve. It’s the practice.
In such a climate, exprementation and Exprementation threatens to cross the line
creativity are imperative: old habits, however into
unethical
“sacred” may have to go...though change carelessness
behavior,
about
bias,
standards.
and
Besides,
must always be guided by ethical core values exprementation is usually a synonym for fad.
and an understanding of how democracy
works.
Citizens may well want to participate more The media and political life provide ample
intelligently in public life, but they find too opportunity to participate; if people stay out
many hurdles in their way.
or merely complain, it’s their own choice.
Citizens deserve a bigger place in the News is a profession; journalists write
newspaper itself. Papers should never “dumb newspapers, readers don’t. Inviting citizens
down”, but must reorient themselves around to judge what’s news, making them the
citizens’ concerns.
subject
of
inherently
coverage
dumbing
and
the
like
are
down
–a
form
of
pandering.
Public life should work, and journalism has a It would be nice if public life worked, but it’s
role in making it work.
beyond our role to make it work and it’s
dangerous to think we can.
Sumber: Arthur Charity (1995). Doing Public
Journalism. New York: Guilford Press, p.10. dalam
Wisnu Martha Adiputra (2006).
Gelombang demokratisasi berbasiskan media
baru terus berkembang seiring dengan penggunaan
142
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
media massa baik media tradisional ataupun
modern(on line) dan perkembangan media media
berjejaring social. Perkembangan teknlogi media
dan komunikasi mampu mendorong ruang publik
menjadi aksi politik. Ini merupakan wujud dari
kebebasan politik dan komunikasi yang terkristalisasi
dalam wujud nyata yaitu aksi politik.
Modal politik (the political capital) yang besar
ini, sebaiknya terus dijaga oleh pemerintah dengan
cara menghapus semua peraturan yang sekiranya dapat
membatasi kebebasan politik dan di masa mendatang
pemerintah dapat merumuskan regulasi media baru
yang lebih baik seiring dengan semangat demokratisasi
(the spirit of democratization)
Journalisme publik bersumber dari publik
untuk publik. Ini memiliki peran yang sangat signiikan
dalam politik. Peran tersebut yaitu journalisme publik
mampu meningkatkan proses demokratisasi seperti
yang diungkapkan oleh Charity (1995.p.6-7) sebagai
berikut “reducing issues to choices, plumbing to core
values, spelling out the costs and consequences of each
choice, bridging the expert-public gap, facilitating
deliberation, and promoting civility” (dalam Adiputra
2006.p.99).
John Dewey Jurnalisme menyatakan tujuan
sejati demokrasi yaitu kebebasan manusia dimana
memungkinkan orang mengembangkan potensi
mereka sepenuhnya (Kovach & Rosentiel, 2001.p.24).
Ini sangat compatible dengan konsep jurnalisme publik
Dengan dukungan kemajuan ICT atau kamera
digital yang canggih dan massif, dewasa ini konsep
journalisme publik semakin diberikan ruang luas
oleh industri media di Indonesia, baik media siaran
ataupun cetak.
Masa Depan Demokratisasi Berbasiskan Media
Baru
Perkembangan demokratisasi dan penggunaan
internet di Indonesia, ternyata tidak sepenuhnya
didukung oleh regulasi atau aturan hukum yang
mendukung kebebasan berpendapat. Regulasi tersebut
yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi &
Transaksi Elektronik. Kedua aturan tersebut memuat
pasal-pasal karet yang sangat mengancam kebebasan
berpendapat. Dalam KUHP, ada 7 pasal karet atau
multitafsir yaitu Pasal 310 (pencemaran nama baik),
Pasal 311 (itnah), Pasal 315 (penghinaan ringan),
Pasal 317 (pengaduan itnah), Pasal 318 (persangkaan
palsu), dan Pasal 320 (pencemaran nama baik orang
143
mati). Dan dalam UU No.11 Tahun 2008 yaitu Pasal
27 ayat 3, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/
atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik”.
Dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE, RS Omni
Internasional menuntut dan mempidanakan Prita
Mulyasari atas kasus pencemaran nama baik melalui
e-mail di mailing list-nya. Pada tanggal 9 Desember
2009, Pengadilan Negeri Tanggerang menjatuhkan
hukuman ganti rugi sebesar Rp 204 juta dan pidana
hukuman penjara enam bulan pada Prita. Realitas
tersebut merupakan paradoks demokrasi, yang
jika dibiarkan akan mengacam keberlangsungan
demokratisasi di Indonesia, bisa jadi kedepan lebih
banyak korban akibat UU tersebut, termasuk sekarang
kasus Luna Maya yang disomasi oleh Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Jaya (Jakarta). Dengan
menggunakan pasal yang sama dengan tuntutan Prita
Mulyasari, Luna dituntut akibat menulis isi hatinya
(curhat) di Twitter tentang perilaku wartawan yang
lebih hina dari pelacur.
Dalam kasus ini, Pemerintah, terutama
Departemen Komunikasi dan Informasi, bersama
DPR dituntut memiliki political will untuk segera
merevisi pasal-pasal tersebut dan semua peraturan yang
sekiranya akan mengancam kebebasan berpendapat
di internet. Jika tidak ini menjadi presenden buruk
demokratisasi di Indonesia
Selanjutnya tentang masa depan peran internet
dalam memantapkan proses demokratisasi di Indonesia
semakin strategis. Sejak kini internet sudah menjadi life
style bagi sebagian besar warga negara Indonesia. Selain
proliferasi penggunaan internet yang diakibatkan
pengembangan ekspansif infrastruktur jaringan dan
gadget dan tarif yang murah yang disediakan oleh ISP
(Internet Service Provider), Pemerintah menyatakan
bahwa pada tahun 2010 program internet masuk desa
sudah dapat direalisasikan, dengan 32 ribu jaringan
dari 72 ribu desa. Pemerintah ingin mewujudkan desa
pintar.
Dengan infrastruktur jaringan internet
yang semakin tersebar merata di seluruh wilayah
Indonesia, pemerintah diharapkan di pemilu-pemilu
mendatang dapat menerapkan electroning voting,
seperti di Amerika. Gagasan ini menurut pandangan
penulis tidak utopis, dikarenakan literasi penggunaan
internet warga negera terus semakin membaik. Ini
artinya tinggal political will pemerintah, apakah mau
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
memodernisasi sistem pemilu atau tidak.
Dengan kekuatan yang ada, sepertinya di masa
akan mendatang, keinginan Indonesia untuk dapat
memasuki tahap pematang demokrasi dapat segera
terwujud. Internet hadir dengan membawa misi
peningkatan literasi atau pendidikan politik yang
mampu membentuk well-informed citizen, sehingga
warga negara dapat terlibat lebih aktif dalam ruang
publik politik.
Hutchins Commission dan Royal Commission
dalam Curran James, Gurevitch Michael (1991)
menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan mengedepankan
profesionalisme media. Yang dimaksud profesionalisme
media adalah:
• Komitmen jurnalis untuk mencapai tujuan
yang lebih tinggi; netralitas, independensi, dan
komitmen pada kebenaran.
• Pengadopsian prosedur untuk memveriikasi
fakta, menggunakan banyak sumber, dan
menampilkan suara pihak yang kontra.
Ide profesionalisme ini didukung oleh banyak
pihak dengan berbagai alasan, namun pada intinya
ada sebuah ide yang pasti: Tugas utama jurnalis adalah
untuk melayani public. Namun proeionalisme media
ini tidak akan bisa terwujud apabila medianya tidak
memiliki tujuan untuk merealisasikan profesionalisme.
Profesionalisme juga rawan karena tidak memiliki
dasar. Sebagi contoh, untuk menjadi jurnalis, tidak
dibutuhkan kredibilitas tertentu dan tidak memerlukan
syarat apapun. Lebih lanjut, profesionalisme itu sendiri
juga ambigu karena memiliki makna yang berbeda
bagi tiap individu dengan budaya yang berbeda.
Sebagai kesimpulan, ideologi profesionalisme
tidak menyediakan cara yang cukup baik untuk
merealisasikan peran demokratis media.
Menata Struktur dan Peran New Media
Komunikasi politik di dalam negara yang
menganut sistem politik demokratis lebih menekankan
pada peran media dalam setiap aktivitas politik.
Bahkan para ahli komunikasi menyatakan bahwa
media massa merupakan sebagai fourth estate, setelah
eksekutif, legislatif, dan yudikatif –dalam pemikiran
politik Trias Politika. Hal ini juga ditegaskan oleh
homas Carlyle (1907) yaitu “he press is a power, a
branch of government with an inalienable weight in lawmaking, derived from the will of the people”. (dalam
Idham Holik 2010)
James Curren (2002), dalam buku Media and
Power, menyatakan ada tiga peran media dalam sistem
politik demokratis yaitu, pertama, watchdog role;
media harus memonitor semua aktivitas negara, dan
berani mengungkap penyalahgunaan kekuasaan. Agar
peran ini optimal, maka dibutuhkan adannya free market
dan deregulation untuk media. Kedua, information
& debate; media mesti mampu memberikan saluran
komunikasi antara pemerintah dan rakyat. Untuk
hal itu, media harus membuat forum dialog (a forum
of debate) dimana rakyat dapat mengidentiikasi
masalah, mengajukan solusi, membuat kesepakatan
dan memandu arah masyarakat (to guide the public
direction of society). Dan ketiga, voice of the people;
media mengantarkan kepentingan rakyat kepada
pemerintah, ini adalah kulminasi dari misi media.
Media berbicara untuk rakyat, dan merepresentasikan
pandangan dan kepentingan mereka dalam wilayah
publik (the public domain)
Media merupakan sarana masyarakat,
pemerintah, partai politik, lembaga non-pemerintah,
pressure group, dan lain sebagainya untuk saling
berhubungan (atau berkomunikasi) satu sama lain,
yang akhirnya mampu menciptakan kondisi demokrasi
yang lebih baik. Selanjutnya di negara demokratis,
media massa harus mampu memfasilitasi jurnalisme
publik, dimana publik memungkinkan membuat
news story untuk ditayangkan di media. Sekarang di
Indonesia, jurnalisme publik sudah mulai menjadi
trend pemberitaan di media massa.
Untuk melihat posisi media dalam proses
komunikasi politik, penulis menggunakan bagan
hubungan elemen-elemen komunikasi politik
menurut pemikiran Brian McNair (1995) sebagai
berikut:
Hubungan Tiga Elemen Komunikasi Politik
Political
Organization
Reportage
Editorials
Commentary
Anlaysis
Media
- Govenment
- Political party
- Public organization
- Pressure group
- Terrorist group
Appeal
Programmes
Advertising
Public Relations
Opinon Polls
Letters
Reportage
Editorials
Commentary
Analysis
Audience/Citizen
Sumber : Harsono Suwardi (2003), Modul Mata
Kuliah Komunikasi Politik, Jakarta: FISIP Program S-2
Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia
144
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Selain peran penting media seperti yang telah
dideskripsikan tersebut di atas, menurut Donald
Shaw & Maxwell McComb bahwa media memiliki
kemampuan mengarahkan agenda kebijakan suatu
pemerintahan. Hal ini tergambar dalam fungsi
agenda-setting media. Fungsi tersebut merupakan
sebuah proses linear dari tiga bagian (a three-part
linear process) yaitu pertama, media agenda merupakan
prioritas isu-isu yang ditampilkan media mesti di-set;
kedua, media agenda berpengaruh atau berinteraksi
dengan apa yang publik pikirkan, atau ini disebut
public agenda; dan ketiga, public agenda berpengaruh
atau berinteraksi dengan apa yang dianggap penting
oleh pembuatan kebijakan atau ini disebut policy
agenda (Littlejohn, 2002.p.319-320).
Di Indonesia dengan jelas bisa kita lihat aplikasi
fungsi agenda setting tersebut dimana milsanya media
massa Indonesia senantiasa mengawal pelaksanaan
kebijakan pemerintah tentang pemberantasan korupsi
dan melakukan investigative report.
Yang tak kalah pentingnya dalam membahas
media dalam demokratisasi adalah terbukanya ruang
bagi aktualisasi suara public yang dijamin negara
dan media massa. Denis McQuail menyatakan
bahwa ruang publik merupakan tempat dimana civil
society berkembang. Ruang publik berada diantara
negara dan privat untuk pembentukan sosial (social
formation) dan aksi voluntir (voluntary action). Di
ruang tersebut, civil society memiliki kebebasan tanpa
ancaman serta mereka dapat menentang masyarakat
otoriter (authoritarian society), --menurut penulis, ini
maksudnya negara (McQuail, 2005, p.182).
Dalam demokratisasi, ruang publik dapat
berfungsi sebagai stimulator perwujudan demokrasi
deliberatif
. Demokrasi deliberatif adalah
demokrasi yang dibangun berdasarkan pada penilaian
politik yang ‘rasional’. Menurut Claus Ofe dan
Ulrich Preuss, ada tiga kriteria bagi keputusan politik
yang rasional yaitu mengedepankan fakta, berorientasi
pada`masa
depan,
dan
mempertimbangkan
kepentingan banyak orang (dalam Held, 2006, p.273).
Jadi demokrasi deliberatif mensyaratkan partisipasi
yang berkualitas, bukan yang emosional. Demokrasi
deliberatif mendorong keterbukaan dan kritisisme
dalam proses politik.
Kesimpulan
Di Indonesia, media baru atau internet telah
menghadirkan gelombang demokratisasi, yang tidak
bisa dikendalikan oleh rezim Orde Baru. Internet
3.
145
digunakan sebagai saluran komunikasi politik para
aktivis gerakan reformasi, yang mengkristal pada
gerakan penjatuhan rezim Orde Baru.
Sejak tahun 1997, internet sudah digunakan
sebagai saluran online campaign dan terus berkembang,
seiring terjadinya amerikanisasi komunikasi politik.
Dengan internet komunikasi politik menjadi lebih
interaktif dan tidak dibatasi lagi oleh hambatan
seperti waktu dan tempat. Hal ini semakin terasa
di tahun 2008 atau pada saat Pemilu 2009, banyak
komunikator politik yang menggunakan situs jejaring
sosial sebagai saluran komunikasi politiknya.
Gelombang demokratisasi berbasiskan media
baru terus berkembang seiring dengan penggunaan
situs jejaring sosial, dimana dimulai dari ruang publik
menjadi aksi politik. Ini merupakan wujud dari
kebebasan politik dan komunikasi yang terkristalisasi
dalam wujud nyata yaitu aksi politik.
Modal politik (the political capital) yang besar
ini, sebaiknya terus dijaga oleh pemerintah dengan
cara menghapus semua peraturan yang sekiranya
dapat membatasi kebebasan politik dan di masa
mendatang pemerintah dapat merumuskan regulasi
media baru yang lebih baik seiring dengan semangat
demokratisasi (the spirit of democratization). Dengan
hal itu semua, keyakinan penulis, di masa mendatang
Indonesia akan jadi negara demokrasi yang lebih besar
lagi, kalau perlu setara dengan negara-negara maju
seperti Amerika. Wallahu Alam bi Sawab
Daftar Pustaka
Adiputra, Wisnu Martha (2006). Menyoal Komunikasi
Memberdayakan Masyarakat. Yogyakarta:
Penerbit Fisipol UGM, Cetakan Pertama
Armando, Ade (2002). Independensi Media, Public
Sphere, dan Demokrasi di Indonesia. Dalam
Maruto MD & Anwari WMK (Edt.).
Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat,
Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi.
Jakarta: Penerbit LP3ES
Baran, Stanley J & Dennis K. Davis (2010).
Terjemahan Mass Communication heory,
Foundation, Ferment, and Future. Jakarta
Salemba Humanika
Curran, James (2002). Media Power. London:
Routledge.
Curran James, Gurevitch Michael, ( 1991), Mass
Media And Society, Chapman and Hall, Inc,
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
New York
Dijk, Jan van (2006). he Network Society. Second
Edition. London: SAGE Publication, Ltd
Firmanzah, Ph.D (2008). Marketing Politik – Antara
Pemahaman dan Realitas. Edisi Revisi, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Held, David (2006). Models of Democracy. Edisi
Ketiga. Jakarta: he Akbar Tanjung Institute.
Holik Idham, (2010), Komunikasi Politik dan
Demokratisasi di Indonesia, Artikel Jurnal Ilmiah
Semiotika, Vol. 4 No 1, Prodi Komunikasi
UBM, Jakarta
Kovach, Bill &Tom Rosenstiel (2001).he Elements of
Journalism, What Newspeople Should Know and
the Public Should Expect. terjemahan Yusi A.
Pareanom (2003).
McQuail,
Denis
(2005).
McQuail’s
Mass
Communication heory. Fifth Edition. London:
SAGE Publications.
Nimmo, Dan. (2005) Komunikasi Politik.
Komunikator, Pesan, dan Media, Bandung:
Remaja Rosda Karya., Bandung.
Schuler, Douglas & Peter Day (2004). Shaping the
Network Society: Opportunity and Challenges. In
Douglas Schuler & Peter Day (Edts.). Shaping
the Network Society, he New Role of Civil Society
in Cyberspace. USA: he MIT Press.
brk,20090726-189130,id.html
Undang-Undang No.11 Tahun 2008
Informasi dan Transaksi Elektronik
UU No 40 Tahun 1999
UU No 32 Tahun 2002
Referensi Tambahan (Regulasi, Berita, dan Data):
http://blog.sysomos.com/2010/01/22/the-toptwitter-countries-and-cities-part-2/ (diunduh
31 Juli 2011, pukul 10.15
http://www.internetworldstats.com/stats3.htm/
Internet Users & Population Statistics for 35
countries and regions in Asia , diunduh, 31
Juli 2011, 10.00
Kompas.com. 3 Juni 2009. Dukungan terhadap Prita
Mengalir di Facebook http://www.kompas.com/
read/xml/2009/06/03/09241833/dukungan.
terhadap.prita.mengalir.di.facebook
Kompas. com. 8 Nopember 2009. Dukung KPK,
Ribuan Facebookers Serbu Bundaran HI,
http://nasional.kompas.com/read/
xml/2009/11/08/09072833/Dukung.KPK..
Ribuan.Facebookers.Serbu.Bundaran.HI
Tempointeraktif.com. 26 Juli 2009. Gerakan
Indonesia Melawan Teror Mendunia http://
www.tempointeraktif.com/hg/it/2009/07/26/
146
tentang
Bagian IV :
Corporate Social Responsibility dan
Pembangunan Daerah
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Sinergi antara CSR (Social Business Enterprise) dengan Pemerintah Daerah
Euis Heryati1*)
Abstrak
Pengertian CSR yang paling sederhana adalah kegiatan yang berhubungan langsung dengan kegiatan philantropis
sederhana misalnya: sumbangan untuk panti jompo, mudik lebaran bersama, pengobatan masal donor darah dan
sebagainya. Meningkat kearah kegiatan yang lebih rumit, misalnya dengan melakukan program beasiswa, pencegahan
demam berdarah, pencegahan HIV/AID, pendidikan anak putus sekolah, bantuan bibit penanaman sejuta pohon
dan sejenisnya . Semua kegiatan ini masih keluarganya philantropis, namun inilah yang kerap dilakukan oleh
mayoritas perusahan-perusahaan di Indonesia dan dipublikasikan sebagai CSR.
Berdasarkan UU no. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, pasal 1, butir 3 menyatakan bahwa yan dimaksud
dengan”Tanggung jawab Sosial Lingkungan adalah Komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bemanfaat, baik bagi Perseroan
sendiri , Komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.
Dari uraian Undang-undang tersebut jelaslah kegiatan CSR bukan kegiatan Philantropi semata dan kegiatan CSR
lebih sebagai pelaksanaan konsep Sustainable Development(Pembangunn berkelanjutan) oleh dunia usaha. Artinya
perusahaan sebagai pelaku bisnis, disamping memburu keuntungan, dituntut untuk tidak merusak lingkungan dan
memperhatikan isu-isu sosial.
Dilihat dari sudut pandang perusahaan CSR yang berganti terminology menjadi Corporate Sustainability ini
diyakini sebagai fungsi strategi utama dalam menjaga keberlangsungan sebuah perusahaan itu sendiri.
Accountability dan transparency merupakan prinsip penting yang melekat pada suatu Responsibility Company.
Prinsip ini dilaksanakan dengan menyampaikan kepada public kinerja sustainability melalui sustaninability report
atau CSR Report.
Sehingga melalui laporan ini public akan dapat menilai sampai sejauh mana perusahaan telah mengatasi dampak
lingkungan dan isu sosil akibat kegiatan operasinya sebagai alat untuk pembuatan keputusan investasi dan
sebagainya.
Pada sisi lain Pemda sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan merupakan aktor utama dalam memantau
seberapa efektif pelaksanaan CSR di wilayahnya masing-masing. Akan tetapi pemahaman yang sporadis dan
perbedaan dalam memandang konsep CSR itu masih menjadi kendala yang cukup besar, sehingga pemda juga
patut membantu mengawal bagaimana memberdayakan industri dan corporate diwilayahnya mampu berkontribusi
memajukan serta mengedukasi masyarakat.Sehingga CSR sebagai Social business enterprise memiliki manfaat yang
berkelanjutan bagi masyarakat bukan sekedar kegiatan philantropi sesaat.
Kata Kunci: CSR,Philantropi,Sustainable Corporate,Sinergi
1. Pendahuluan
Konsep CSR pertama kali dikemukakan oleh
Howard R. Bowen pada tahun 1953 dalam karyanya
Social Responsibilities of the Businessman.Hingga
saat ini , menurut Caroll(1979) konsep CSR memuat
komponen-komponen sebagai berikut:
1. Economic Responsibilities
2. Legal Responsibilities
3. Ethical responsibilities
4. Discretionary Responsibilities
Banyak sekali konsep-konsep CSR disebutkan
, sehingga semua orang merasa cepat mengerti dan
merasa tahu dari namanya, acapkali penerapan dan
pemahamannyapun berbeda-beda. Perubahan yang
terjadi di Masyaraktpun turut mengilhami bagaimana
Pelaksanaan dan jenis CSR berubah, kebutuhan yang
meningkat, pola iklim yang berubah turut memicu
beberapa dampak yang baru dari setiap industry.
mengingat logika dampak dari sebuah industry maka
seiring perubahan itu seyogyanya masyaraktpun
1
*)
Penulis adalah Dosen di Universitas Esa Unggul, Jakarta.
149
menjadi lebih paham akan pentingnya CSR
CSR Pada awalnya sering kita temui dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat
resiko yang tinggi khususnya berhubungan dengan
lingkungan seperti perusahaan minyak, perkebunan
dan sejenisnya.dan merupakan era pertama
pelaksanaan CSR di Indonesia.
Kondisi yang terjadi dalam industry bisnis
mestinya mampu disambut dengan baik oleh
Pemerintah daerah , wujud gayung bersambut ini
masih memiliki kendala dan kurang optimal untuk
itu sebagai pelaksana pelyanan public pemerintah
harus mampu menjembatani dan mengoptimalkan
potensi ini melalui kmitraan yang mutualisme
dengan industry.Setidaknya pemerintah diharapkan
mampu menyediakan iklim yang kondusif, mampu
memberikan jaminan keamanan, bahkan memberikan
apresiasi kepada pelaku.
Provinsi banten yang sebelumnya memiliki peta
industri ekstraktif meliputi industry produk alam dan
industry Pariwisata maka potensi CSR yang dimiliki
oleh provinsipun kurang lebih meliputi keduanya.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Perkembangan terkini adalah berbagai industry
mulai bermunculan di provinsi ini dari mulai indutri
ekstraktif hingga jasa.
a. Industri Pariwisata
Menarik untuk dicermati wilayah Selatan
Provinsi Banten dengan Pariwisata Pantai Anyer
, Carita dan Binuangeun serta kiranya mampu
memberdayakan daerah pesisir baik dari target
pengunjung maupun pemberdayaan ekonomi serta
peningkatan edukasi masyarakt bagaimana mereka
menyediaakan dan berperilaku responsive dan
menyambut pengunjung.
Selain itu beberapa wilayah di provinsi Banten
menjadi tujuan wisata yang cukup potensial bagi
pengunjung khususnya wilayah provinsi terdekat
yaitu Jakarta bandung dan Lampung.Serta akses ke
wilayah Bogor Melalui Rangkasbitung.
Yang diharapkan wujud CSR dari Insdutri
Pariwisata ini adalah melakukan binaan dan
mewariskan budaya dan karakter penyediaaan sarana
yang ramah dan aman bagi penduduk sekitarnya saat
menerima para wisatawan baik asing maupun local
tentunya dengan tetap mengusung keelokan dan
warisan budaya banten.
Penyediaan sarana Fisik seperti jalan yang
teratur dan alur yang terkoordinir dengan Pemerintah
Kabupaten turut mendukung kunjungan pariwisata
banten “Visit Banten”akan lebih terintegrasi.
b. Industri ekstraktif
Akan Halnya industry ekstraktif di wilayah
cilegon dan sekitarnya tingkat kepedulian ataupun
CSR yang dibangun hampir tidak menyentuh
kepentingan public, kiranya pemerintah mampu
berkoordinasi dengan pihak ketiga dan bekerjsama
denga LSM tentang kebijakan go green untuk provinsi
banten. Sebagai provinsi dengan posisi yang sangat
strategis dan penyambung antara pulau Sumatera
dan Jawa maka Banten kiranya bukan hanya menjadi
wilayah yang terkoyak dengan industry kimia yang
cukup banyak diwilayah ini.
c. Industri Jasa Lainnya
Saat ini dalam
sebuah industry Bisnis
perkembangan CSR tidak hanya bentuk donasi tetapi
lebih menjadi Cause Relatid Marketing khususnya
dalam isndustri yang bergerak dalam bidang
Consumers Good ini pun merupakan potensi yang
patut diccermati dn dikelola oleh pemerintah daerah
yang kembali untuk mewujudkan kesejahteraan dan
Pemberdyaan Masyrakat Provinsi Banten. Berdirinya
Hypermarket (Carrefour, Ginat dan Hypermart serta
)minimarket yang menjamur harus diiringi dengan
tingkat kepedual yang akan diusung melalui Brnaded
CSR dan memberikan beneit bagi lingkungan
masyarakat.
2. Permasalahan
Bagaimanakah Wujud dan Sinergi antara
Industri dan Pemerintah dalam mengelola CSR demi
kesejahteraan dan pembangunan provinsi banten?
3. Pembahasan.
1. Konsep CSR
Europe Comission menyebutkan bahwa
substansi CSR bukan pada penghimpunan dana dan
pembangunan infrastruktur semata, tetapi bagaimana
perusahaan mampu mengintegrasikan perhatian
pada aspek sosial dan lingkungan dalam operasi
bisnis mereka dan dalam interaksiny dengan para
pemangku kepentingan(stake holder) berdasarkan
prisip kesukarelaan.
Deinisi yang beragam pendapat tentang CSR
dapat dikelompokkan kedalam beberapa Mazhab
yang banyak dianut. Yang unik, mayoritas dari
mereka merujuk pada konsep triple bottom line yang
merupakan buah pemikiran Elkington sebagai dasar
pelaksanaannya. Sehingga, kendati skemanya agak
berbeda, namun lingkupnya tidak jauh dari lingkup
ekonomi, lingkup sosial dan lingkup lingkungan.
Misalnya , lingkup gagasan penerapan CSR
Prince of Wales International Busines Forum
yang mengusung lima pilar:
Pertama, upaya perusahaaan untuk menggalang
dukungan SDM, baik internal(karyawan)
maupun eksternal(masyarakat sekitar). Caranya
dengan melakukan pengembangan dan
memberikan kesejahteraan kepada mereka atau
dengan istilah lain , Building human Capital.
Kedua, Memberdayakan ekonomi komunitas,
dengan istilah lain Strengthening economies
Ketiga, Menjaga harmonisasi dengan masyarakat
sekitar agar tidak terjadi konlik(assessing Social
Cohession).
Keempat,
mengimplementasikan
tata
kelola yang baik(encouraging good corporate
governance.)
Kelima,
memperhatikan
kelestarian
lingkungan(Protecting the environtment)
Pandangan lain yang sejalan dengan pemikiran
diatas adalah yang dikemukakan oleh Gurvy Kavei,
Pakar manajemen dari Universitas Manchester ia
menyatakan CSR dipraktekkan ditiga Area:
Pertama, ditempat kerja,implementasinya
mencakup aspek: kesehatan dan keselamatan
kerja, pengembangan knowledge dan skill
karyawan, peningkatan kesejahteraan dan
bahkan mungkin kepemilikan saham.
Kedua,
dikomunitas,
implementasinya
bisa berupa kontribusi dalam bentuk
charity, philanthropy maupun Community
Development.
Ketiga , terhadap lingkungan, praktiknya bia
berupa proses produksi dan produk yang ramah
150
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
lingkungan, ikut serta dalam upaya pelestarian
lingkungan hidup dan sebagainya.
Sementara itu Green Paper dari komisi
eropa(2001) memberikan perspektif lain, bahwa
tanggung jawab sosial korporat itu memiliki dua
dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal .
Dimensi Internal mencakup:Manajemen
Sumber Daya Manusia, Kesehatan KEselamatan
Kerja, beradaptasi dengan perubahan dan
manajemen dampak lingkungan dan sumber
daya alam.
Dimensi eksternal mencakup komunitaskominitas local, mitra usaha, pemasok dan
konsumen, hak-hak azasi manusia dan
kepedulian pada lingkungan hidup.
Sedangkan Eleanor Chambers berdasarkan
risetnya ditujuh Negara Asia pada tahun 2003
menunjukkan ada tiga aspek yaitu,1. keterlibatan
dalam komunitas , diantaranya pengembangan
masyarakat(community Development),pendidikan
dan pelatihan keagamaan dan olahraga, 2.pembuaatan
produk yang bisa dipertanggungjawabkan secara
sosial meliputi kesehatana dan keselamatan kerja
dan proses produk yang ramah lingkungan termasuk
kepedulaian terhadap konservasi lingkungan hidup.
dan employee relations meliputi kesejahteraan pekerja
dan keterlibatan pekerja.(Wibisono Yusuf,119)
Berdasarkan pernyataan di atas semangatnya
CSR merupakan sebuah potensi yang secara langsung
maupun tidak berkontribusi pada pembangunan dan
program pemerintah baik pusat maupun daerah.
Meskipun munculnya perda CSR akan menimbulkan
salah satu dari empat kemungkinan yaitu, kesan
pemda yang berupaya membagi beban dengan
tanggung jawab kepada perusahaan.Kedua adanya
upaya meraup dana untuk pembangunan daerah yang
bersumber dari pihak ketiga,ketiga pemda berupaya
mengelola program CSR satu atap di koordinir
oleh Pemda, walaupun belum jelas pola dan tata
pelaksanannya.Keempat pihak perusahaan tidak serius
dalam mendesain dan melaksanakan program CSR
(Rahmatullah Sidik,2010).
Mestinya semangat CSR yang tertuang dalam
perda disikapi tidak hanya sebatas mengarahkan dan
mengefesiensikan program CSR dari para pengusaha
yang ada,tetapi lebih memberikan kesadaran bagi
masyarakat serta mengedukasinya tentang konsep
CSR itu sendiri, sehingga masyarakat sekitar akan
merasakan manfaat keberadaan sebuah industry
dilingkungannya. dan kiranya pemerintah belum
tepat jika turut mengelola karena bentuk kerjasamanya
adalah bentuk kemitraan.
2. Dampak Ekonomi sosial dan lingkungan dari
sebuah industry
Berbagai perusaahaan baik yang bergerak
di sektor ekstraktif, sektor generative dan sector
manufaktur jasa dalam arti luas telah menimbulkan
151
dampak dalam proses bisnisnya. Dampak Ekonomi ,
Sosial dan Lingkungan yang ditimbulkan oleh operasi
perusahaan menurut Global Reporting Initiative
adalah sebagai berikut:
a. Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh
operasi perusahaan akan memengaruhi para
pemangku kepentingan dan system ekonomi
baik local, maupun nasional maupun pada
ligkup global. GRI (Global Reporting Initiative
)mengelompokkan dampak ekonomi kedalam
dua jenis yaitu dampak ekonomi langsung dan
dampak ekonomi tidak langsung.
Dampak Ekonomi langsung , yaitu suatu
perubahan potensi produktif kegiatan ekonomi
yang
adapt
memengaruhi
kesejahteraan
komunitas atau para pemangku kepentingan dan
prospek pembangunan dalam jangka panjang.
Sedangkan yang dimaksud dengan dampak
ekonomi tidak langsung adalah konsekuensi
tambahan yang muncul sebagai akibat pengaruh
langsung transaksi keuangan dan aliran uang antar
organisasi dan para peangku kepentingannya.
Pengaruh tidak langsung(indirect Economic
Impact) , Indikator-indikator yang tercakup
dalam kategori ini mengukur dampak ekonomi
yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi dan
transaksi. Indikator – indicator tersebut
adalah:Investasi perusahaan dalam bentuk
pembangunan infrastruktur dan penyediaan
layanan untuk public baik yang dilakukan
secara komerial maupun Cuma-Cuma. Investasi
dalam infra struktur dapat dilakukan melebihi
untuk kepentingan investai infrastruktur untuk
mendukung operasi perusahaan semata. Melalui
pembangunan infrastruktur yang dilakukan
perusahaan misalnya jalan, sarana olah raga
dan utilitas umum laiinnya, perusahaan dapat
meningkatkan kegiatan ekonomi local yang
akan berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat.Indikator kedua yaitu Memahami
dan menjelaskan signiikansi dampak ekonomi
tak langsung berikut sampai sejauh mana dampak
terebut
memengaruhi masyarakat. Dampak
ekonomi tidak langsung merupakan indikasi
penting bagi manajemen perusahaan untuk
mengantisipasi bagaimana reputasi perusahaan
di mata komunitas local, dengan melihat sikap
komunitas local terhadap berbagai infrastruktur
dan layanan yang diberikan perushaan selama ini.
b. Dampak Sosial
Dampak sosial terbagi kedalam empat kategori,
yakni :
1. Hak Azasi Manusia (Human Rights)
Indikator untuk mengukur dampak oerasi
terhadap HAM meliputi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
yang dihasilkan perusahaan, sebagai akibat
ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan
kesehatan dan keselamatan kerja, Jenis informasi
yang dibutuhkan oleh konsumen dari suatu
produk dan jasa sesuai dengan prosedur yang
berlaku serta persentase produk dan jasa yang
memuat informasi esuai prosedur, jumlah
kejadian yang berkaitan dengan ketidakpatuhan
perusahaan terhadap peraturan yang berlaku
dalam hal penyajian informasi produk dan jasa,
Berbagai praktik yang dilakukan perusahaan untuk
meningkatkan kepuaan konsumen,Berbagaai
program komunikai pemasaran sesuai standar dan
hokum yang berlaku,Jumlah keluhan konsumen
akibt pelanggaran privasi konsumen, julah niali
uang denda karena perusahaan tidak patuh
terhadap undang-undang dan peraturan tentang
ketentuan kesehatan dan keselamatan produk dan
jasa.
Persentase dan jumlah Investasi yang signiikan
yang membuat klausul tentang Hak Azasi
Manusia, Jumlah jam Pelatihan yang diberikan
karyawan untuk memahami kebijakan dan
prosedur yang berkaitan dengan HAM, Jumlah
insiden diskriminasi ditempat kerja, Ada tidaknya
kebebaan untuk membentuk serikat pekerja
2. Tenaga Kerja(labour)
Indikator yang digunakan untuk mengukur
dampak operasi perusahaan terhadap tenaga kerja
meliputi: Jumlah keseluruhan tenaga kerja yang
dipekerjakan di perusahaan berdasarkan kategori
pekerja, kontrak dan wilayah dimana karyawan
bekerja, Beneit yang ditawarkan perusahaan
kepada karyawan penuh yang tidak diberikan
kepada karyawan kontrak ataupun paruh waktu.
Persentase jumlah karyawan yang dilindungi
oleh kesepakatan kerja bersama, Tingkat cedera
karena pekerjaan,penyakit akibat kerja, harihari yang hilang karena sakit, rata-rata jam
pelatihan, berbagai program untuk meningkatkan
kemampuan manajemen agar memungkinkan
karyawan bisa tetap bekerja di perusahaan serta
komposisi badan pengelola perusahaan yang
menunjukkan adanya peluang yang sama antara
pria dan wanita serta antara golongan mayoritas
dan minoritas.
3. Masyarakat (society)
Indikator yang digunakan untuk mengukur
dampak operasi perusahaan terhadap masyarakat
adalah sebagai berikut:Sifat,Cakupan, efektivitas
dari berbagai program dan praktik yang dapat
mengukur dan mengelola dampak dari opersi
perusahaan terhadap masyarakat, Persentase dan
jumlah unit bisnis yang memiliki resiko korupsi,
persentase jumlah karyawan yang dilatih dalam hal
kebijakan dan prosedur menanggulangi korupsi
di dalam organisasi, Partisipasi dalam lobi dan
perumusan kebijakan public, jumlah nilai uang
yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena
membayar denda atau sangsi non moneter akibat
ketidak patuhaan perusahaan terhadap undangundang yang berlaku di suatu Negara,
4. Tanggung
Jawab
Produk
(Product
Responsibility)
Indikator yang digunakan meliputi:
Dampak kesehatan dan keselamatan dari
pemakaian produk dan jasa yang diperhitungkan
perusahaan sejak produk tersebut masih berada
dalam tahap R&D samapi produk terebut
dibuang oleh konsumen setelah dikonsumsi,
Jumlah kejadian yang berkaitan dengan tuntutan
konsumen terhadap dampak kesehatan dan
keselamatan atas konsumsi produk dan jasa
c. Dampak Lingkunngan
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh
oeprasi perusahaan terhadap lingkungan yang
dinyatakan dalam tiga struktur (dampak input
produksi,output produksi dan modus terhadap
lingkungan oleh perusahaan) .Aspek Bahan Baku
meliputi jumlah bahan baku yang digunakan
berdasarkan berat dan volumenya,persentase
bahan baku yang adapt di daur ulang. Aspek
Energi meliputi, konsumsi energy langsung
dan tidak langsung berdasarkan energi sumber
utama, Penghematan energy dan efesiensi
energy,menyediakan produk hemat energy,Jumlah
penghematan energy dari inisiatif tersebut.Aspek
Air meliputi Jumlah air yang ditarik menurut
sumber airnya, sumber air yang secara signiikan
terpengaruh oleh aktivitas penarikan air serta
persentase dan total volume air yang adapt
didaur ulang erta digunakan kembali. Aspek
Keanekaragaman Hayati cakupannya adalah,
Lokasi dan ukuran lahan yang dimiliki, disewa atau
dikelola perusahaan yang berdekatan dengan area
yang kaya akan keanekaragaman hayati baik yang
diproteksi maupun yang tidak diproteksi, uraian
dampak signiikan dari aktivitas perusahaan,
produk dan jasa yang dihasilkan terhadap nilai
keanekaragamn hayati, habitat yang dilindungi
atau direstorasi, Strategi, tindakan saat ini dan
rencana di masa mendatang untuk mengelola
dampak perusahaan terhadap keanekaragaman
hayati.Aspek Emisi, Eluents dan limbah,
cakupannya adalah: Jumlah emisi greenhouse
gas baik langsung maupun tidak berdasarkan
berat emisi yang meliputi 6 gas utama ;Carbon
dioksida(CO2), Gas MEtan(CH4)4,Nitrous
Oxide (N2O), Hydroluorocarbons(HFCs),
Perluorocarbons(PFCs)
dan
Sufur
152
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
hexaluoride(SF6), Berbagai inisiatif yang diambil
perusahaan untuk mengatasi emisi green house
serta pengurangan emisi gas yang telah dicapai
oleh perusahaan,emisi gas yang adapt menipiskan
ozon, jumlah air yang dibuang didasarkan pada
kualitas air dan aliran air, jumlah berat limbah
berdasarkan tipe dan metode pembuangan
limbah.Aspek Produk (barang dan jasa)
cakupannya inisiatif untuk mengurangi dampak
buruk produk dan jasa terhadap lingkungan
serta mengukur sejauh mana inisiatif tersebut
berpengaruh terhadap pengurangan dampak
buruk, Persentase produk terjual beserta jenis
material kemasan yang digunakan, dimana,
penggunaan material bahan kemasan tersebut
adapt didaur ulang kembali.Aspek Kepatuhan
terhadap Ketentuan Hukum yang Berlaku di
Bidang Lingkungan hidup , menyangkut jumlah
nilai uang yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
karena membayar denda atau sanksi non moneter.
Transportasi, dampak signiikan terhadap
lingkungan lingkungan sebagai aktivitas
transportasi produk dan bahan baku dari
suatu lokasi ke lokasi lain.Aspek Lingkungan
Menyeluruh, Indikator besaran pengeluaran yang
dilakuukan perusahaan untuk menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
3.
Masyararakat dan CSR
Seperti diungkapkan pada awal tulisan ini
Ketika Korporasi terutama di Indonesia mendengan
konsep CSR, timbul banyak berbagai persepsi
menyangkut hal tersebut banyak perepsi yang tidak
utuh tentang pelaksanaan dan konsep CSR itu
sendiri Butir-butir berikut merupakan hal yang harus
dipahami untuk meminimalisir persepsi yang terlalu
awam(Dwi Kartini,37):
1. Community Development Sama dengan CSR
Community
Development
merupakan
bagian kecil dari CSR, Pemahaman tentang
Community Development sebetulnya adalah
upaya sistematis untuk meningkatkan kekuatan
kelompok-kelompok masyarakat yang kurang
beruntung(disadvantaged groups) agar menjadi
lebih dekat kepada kemandirian. Jelas perusahaan
memiliki kepentingan besar untuk melakukan
CD ini jika tidak, maka ketimpangan akan
semakin terjadi dan disharmoni hubungan pasti
akan terjadi suatu saat. Akan tetapi ada berbagai
stakeholder diluar mereka yang rentan, belum
lagi organisasi masyarakat sipil, kelompok bisnis
maupun lembaga-lembaga pemerintah.
2. CSR Hanya Menonjolkan Aspek Sosial Semata
Sebagian besar literature mengenai CSR sekarang
sudah sepakat bahwa CSR mencakup aspek
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dan proses
pelaporannya dikenal dengan istilah triple bottom
line reporting atau sustainability reporting.
153
3. Organisasi CSR Cuma Tempelan
Membuat ORganisasi yang bolt on(tempelan),
bukan yang built in atau integrative, merupakan
kesalahan besar mengingat seluruh bagian
perusahaan sesungguhnya jug terlibat dalam
manajem CSR. Tentu saja ada hal-hal yang harus
dilakukan para spesialis. Namun CSR benarbenar tidak mungkin dilakukan oleh satu bagian
saja dari perusahaan. Seluruh bagian harus melek
CSR dan bertindak bersama .
4. CSR Dianggap Hanya untuk Perusahaan Besar
Saja
Jika kita kembali kepada ide dasarnya CSR
bahwa CSR itu berlaku untuk seluruh Perusahaan
disinyalir karena adanya kata-kata Corporate
yang sering diasosiasikan dengan Corporation
(perusahaan besar) sehingga Edwars Freeman
dan Ramakhrisna Velamuri mengusulkan agar
CSR diartikan sebagai Company Stakeholder
Responsibility. Dan CSR harusnya memang
sebanding dengan ukuran bisnis perusahaan ,
bukan dengan ukuran keuntungan, sehingga jika
perusahaan merugi besarnya keuntungan bisa
digunakan untuk investasi selain itu logika CSR
ini logikanya dampak. Merka yang berukuran
kecil dan berdampak kecil memang harus dibebani
tanggung jawab yang kecil pula. Sementara
tanggung jawab besar harus dibebankan kepada
mereka yang berukuran dan berdampak besar,
pastinya semua perusahaan harus ber CSR sesuai
dengan ukuran dan dampaknya.
5. CSR dipisahkan dari Bisnis Inti Perusahaan
Apakah CSR tidak boleh dilakukan diluar
intibisnisnya? Tentu saja boleh. Namun dampak
negative dari operasi perusahaan harus benarbenar telah minimum dan damak residunya telah
dikompensasi. Kalau perusahaan melakukan CSR
diluar inti bisnisnya dan mengabaikan dampak
negative yang mereka buat dan hanya sibuk
dengan kegiatan sosial di luar inti bisnisnya maka
tuduhan greenwash atau pengelabuan citra belaka
adapt dialamatkan kemereka. Mereka dianggap
bukan melaksanakan CSR , melainkan sekedar
menunggangi CSR.
6. CSR Bukan untuk Rantai Pemasok
Perusahaan yang beroperasi dalam sebuah rantai
produksi yang sangat panjang melakukan kgiatan
CSR hanya terbatas pada lingkup perusahaannya
saja sduah banyak dilakukan oleh perusahaan ,
tentunya hal ini menunjukkan produknya tidaklah
bisa dibuktikan berasl dari seluruh operasi CSR
yang berkinerja baik.Perusahaan yang telah sadar
CSR harus dengan sungguh-sungguh membujuk
dan mendampingi perusahaan lain dalam rantai
produksinya untuk menegakkan standar yang
sama misalnya dalam indutri hasil kehutanan
dikenal sebagai lacak balak untuk memastikan
bahwa standar CSR sepanjang rantai pasokan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
memang konsisten.
7. CSR Dianggap Tidak Berkaitan dengan Pelanggan
Perusahaan yang bersunggugh-sungguh ingin
memberikan kepuasan kepada konsumennya
dengan menambahkan after sales service/garansi.
8. CSR Menyebabkan Penambahan Biaya
Banyak pihak yang menyatakan tambahan
pengeluaran itu sia-sia belaka, dan boleh jadi
jug bahwa anggapan tersebut memiliki dukngan
empiris, akan tetapi ini biasanya terjadi karena
kekeliruan dalam penerapannya.Secara sedrhana
sebetulnya invetasi untuk memperoleh kondisi
yang harmonis dengan pemangku kepentingan
apabila ada konsekuensinya cenderung kearah
menguntungkan.
Bayangkan
saja
kalau
sebuah perusahaan beroperasi dengan tidak
memperdulikan masyarakat sekitar , pasti akan
mendapatkan masalah.
9. CSR Hanya Besifat Kosmetik bagi Citra
Perusahaan
Saat inisiatif CSR digulirkan, banyak organisasi
skeptis,
Perusahaan
yang
mengiklankan
kepeduliannya juga bisa dicurigai menhabiskan
sumber daya yang lebih besar untuk pemolesan
citra.
10. CSR Sepenuhnya Voluntary atau Sukarela
Harus diakui bahwa diantara kubu pendirian
kubu voluntary lebih diterima, yang dimaksud
dengan voluntary adalah perusahaan menjalankan
tanggung jawab yang diatur oleh regulasi aatau
beyond regulation. Jadi jelaslah bahwa apa yang
sudah diatur oleh Pemerintah haruslah dipatuhi
dahulu spenuhnya, kemudian perusahaan
menambahkan lagi hal-hal positif yang belum
diatur.
11. CSR Dianggap Hanya /ditujukan Kepada Pihak
Eksternal Saja
Kalau berbagai standar CSR diperhatiakan,
sangatlah jelas CSR tidak pernah mengabaikan
pemangku kepentingan internal. Butir ini
penting guna membentuk pola piker yang benar
menyangkut keberadaan ide dasar CSR.
Terlepas dari 11 jenis pemahaman yang keliru
tentang CSR ,Community Development merupakan
istilah CSR yang cukup popular dimasyarakat ,
seringnya konlik yang timbul antara industry dengan
masyarakat sekitarnya
menjadikan community
development merupakan CSR yang utama dan
pertama dilakukan oleh sebuah perusahaan dan
industry. Pemberdayaan masyarakat sekitar pun harus
diiringi dengan pola edukasi yang tepat sehingga
tujuan yang sifatnya mutualisme bagi masyarakt dan
pemilik industry tercapai. Sering ditemukan sebuah
industry yang berdiri diwilayah tertentu menjadikan
penduduk sekitarnya turut bekerja diperusahaan
sebagai bentuk community developmentnya, akan
tetapi karena Sumber Daya Manusianya tidak
memadai yang terjadi adalah masyarakat sekitar
hanya bekerja pada level terbawah misalnya di level
security , Oice Boy danpekerja kasar lainnya.
Kiranya perlu adanya bargaining position yang baik
dari masyarakat dengan terlebih dahulu mengedukasi
dan memberikan pola pendidikan keterampilan
sesuai industry tersebut. Sehingga peningkatan
sumber daya akan seiring dengan keberlangsungan
perusahaan. Misalnya untuk Industri Pariwisata
diharapkan memberikan pelatihan untuk pengelolaan
pengunjung dan manjemen yang berkaitan dengan
industry pariwisata , untuk industry pendidikan
memberikan beasiswa bagi penduduk sekitar , bagi
industry ekstraktif laiinya/kimia mengirimkan warga
sekitar untuk melanjutkan pendidikan dengan pilihan
sejenis dengan ketreampilan yang dibutuhkan oleh
perusahaan terebut. Dengan hal ini kita optmis selain
masyarakat tidak perlu berimigrasi atau berpindah ke
kota dan tempat lain dan mampu menekan biaya hidu
yang harus dikeluarkan oleh anggota msyarakat.
Sementara itu program yang sifatnya Cause
Related Marketing lebih mengarah pada kegiatan
yang sifatnya incidental dan berhubungan dengan
kejadian yang tidak terduga dan berhubungan dengan
kondisi alam misalnya bencana banjir, gempa Bumi
dan lain sebagainya, inipun perlu dicermati bentukbentuk bencana diwilayah banten pun perlu di
petakan sehingga jikapun terjadi bencana sumber
dan jenis bantuan yang sesuai akan lebih tercapai.
dilihaat dari Aspek Geograis sebagai contoh wilayah
karangantu di Provinsi Banten sering terjadi banir,
kemudian longsor jug terjadi di wilayah dengan
hunian penduduk di sekitar lereng bukit atau daerah
penambangan.
4. Perangkat Desa &CSR
Menjadi perdebatan yang dilematis saat
perda tentang CSR juga turut dikeluarkan oleh
Pemda setempat.disatu sisi CSR adalah kepedulian
perusahaan terhadap masyarakt atau konsumennya
dan lingkungan sementara perda terkesan ingin
memanfaatkan atau berbagi beban dengan pengusaha
yang sebetulnya ini adalah tugas pemda sebagai
pelayan public.Terlepas dari perdebatan ini seperti
sudah disampaikan pada tulisan ini sebelumnya
bahwa pihak yang dekat dekan rakyat adalah di
level RT atau RW untuk itu pemunculan kesadaran
dan edukasi warga yang akan ditumbuhkan dari sisi
konsumen atau masyarakat sekitar adalah RT dan RW
setempat.Kelmahan lainnya adalah terkadang tidak
adanya informasi tentang program CSR yang tersedia
di pihak perusahaan .
Bentuk kemitraan artinya memang harus
dibangun dari pengurus RT sebagai pengurus wilayah
di level terdekat dengan pengguna , sehingga pengurus
setempat akan memapping potensi apa yang harus
diberikan.
Bagaimana posisi Pemda ? ia hanya sebagai
regulator pada level Makro yaitu pada aturan yang
154
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
juga bentuk aturan itu sendiri harus di rincikan
sehingga menjadi lebih operasional dan mampu
diterjemahkan kedalam sikap kesadaran masyarakat.
Wujud Operasionalisasi Perda itu sendiri adalah ,
penjelasan tentang criteria perusahaan yang harus
melakukan dan layak melakukan kegiatan CSR ,karena
jika perusahaan yang skalanya masih kecil program ini
mungkin akan memberatkan.
Secara
umum Pola kemitraan antara
pemerintah dalam mengelola potensi CSR didaerah
dapat digambarkan dalam Bagan berikut:
Gambar 1.
Pemodelan Pola Kemitraan antaara Perusahaan,
Pemerintah, dan Lembaga Pendidikan bagi
Pengembangan dan Keberlanjutan Bisnis
pemerintah
Lembaga Pendidikan
Pemangku
MISI
VISI
terorganisasi
terorganisasi
PERUSAHAAN
Badan
Perencana
C.S.R
Terorganisasi
NILAI
INTI
Badan
Pengendali
C.S.R
C.S.R
terorganisasi
Badan
Pelaksana
C.S.R
STRATEGI
Lembaga Pendidikan
pemerintah
Sumber: Corporate Social Responsibility,Dwi Kartini,
hal 107,2009
Akan tetapi perlu ditekankan dalam tulisan
ini bahwa keterlibatan yang paling penting dari
pelaksanaan CSR adalah ada pada level RT/ RW dengan
pola edukasi sehingga kesadaran yang sustainable dari
masyarakat akan terbentuk, kedepannya masyaraktlah
yang akan mengontrol dan mengevaluasi apakah
kinerja CSR suatu perusahaan sudah berjalan dengan
baik atau tidak.
3. Simpulan
Dalam suatu tatanan masyarakat hubungan
ideal antara bisnis dan masyarakat menjadi suatu
masalah perdebatan( a matter o debate), Konsep
Sosial Responsibility member argumentasi bahwa
suatu perusahaan mempunyai kewajiban terhadap
masyarakat selain mencari keuntungan.
Penafsiran yang berbeda tentang konsep CSR
sering menimbulkan pelaksanaan yang berbeda pula,
bentuk CSR yang Sustainability yanga diharapkan
menjadi pendorong kemajuan masyarakat.
Pemerintah Daerah perlu mengawal kegiatan
ini dengan pola kemitraan dan menurunkannya
155
pada level terndah yaitu level RT/ RW , dengan
pola edukasi sehingga masyarakat paham apa fungsi
dari CSR itu sendiri. Diharapkan dengan kesadaran
ini masyarakatpun akan semakin berkembang
pemahamannya tentang CSR dan mampu juga
secara langsung dan tidak langsung mengawasi
pelaksanannya.
Daftar Pustaka
Aswadi Ishak dkk,Public Relations& Corporate Social
Responsibility, ASPIKOM(Asosiasi Pendidikan
Tinggi Ilmu Komunikasi,Jakarta. 2011.
Dwi Kartini,Corporate Social Responsibility
(Transformasi
Konep
Suistainability
Management
dan
Implementasi
di
Indonesia),Reika Aditama, Bandung.2009.
Ismail Solihin, Corporate Responsibility From Charity
to Sustainability, Salemba Empat,Jakarta. 2009.
Amin Widjaja Tunggal , Corporate Social
Responsibility(CSR), Harvarindo, Jakarta.
2008.
Yusuf Wibisosno, Membedah Konsep dan Aplikasi
CSR, Fascho Publishing, gresik. 2007.
Tracey , Denis. Collaboration Between Government
and Business: An Australian Model.
Melbourne.2005.
Chambers, Eleanor et.al. CR in Asia: A seven Country
of CSR website reporting.Nottingham.ICCSR.
2003.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
156
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Komunikasi Terpadu: Penentu Keberhasilan Investasi Sosial
pada Sektor Hulu Migas
Alfred Menayang dan Halida Hatta 1*)
1. Pendahuluan
Keberadaan industri ekstraktif, seperti sektor
migas dan sektor tambang, sering dilematis karena
di satu pihak daerah memerlukan investasi untuk
menunjang percepatan pembangunan daerah,
sementara di lain pihak pemerintah dan masyarakat
di daerah operasi perusahaan kuatir akan dampak
lingkungan dan dampak sosial dari industri.
Sektor hulu migas mempunyai peran yang
sangat strategis, baik dari sisi pengelolaan aset negara,
maupun dari sisi penerimaan negara dan penerimaan
daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan
produksi migas di Indonesia, ditunjuk BPMIGAS
(Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas) untuk
berkordinasi dengan perusahan-perusahaan migas,
mulai dari tahap eksplorasi sampai ke tahap produksi.
Agar Perusahaan yang mengoperasikan blokblok migas dapat tumbuh secara berkelanjutan, maka
perlu dijaga keseimbangan antara kinerja ekonomi,
kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Sebelum
menjalankan operasinya, bahakan mulai dari awal
tahap eksplorasi, Perusahaan perlu mengusahakan
social license to operate, yaitu ijin sosial yang melengkapi
ijin-ijin formal yang menjadi kewajiban Perusahaan.
Usaha tersebut dikenal dengan kegiatan investasi
sosial, yang pada akhirnya diharapkan menghasilkan
modal sosial, yaitu berupa kepercayaan, penerimaan
dan dukungan dari masyarakat di sekitar daerah
operasi Perusahaan.
Salah satu aspek penting dalam kegiatan
investasi sosial tersebut adalah upaya pemberdayaan
masyarakat, yang perlu sejak awal dilakukan oleh
Perusahaan secara terencana baik, sehingga masyarakat
di daerah operasi dapat tumbuh dan berkembang
sejalan dengan kemajuan Perusahaan di daerah
mereka. Keberadaan Perusahaan dalam pemberdayaan
masyarakat ini bukan untuk menggantikan peran
Pemerintah, tetapi untuk melengkapi dan mendukung
program-program pemberdayaan masyarakat yang
dicanangkan oleh Pemerintah.
Peran komunikasi yang dilakukan oleh
Perusahaan dalam melakukan kegiatan-kegiatan
investasi sosial sangat krusial. Komunikasi memegang
peranan penting dalam setiap tahapan, mulai dari
pemetaaan sosial, pembinaan relasi dengan para
stakeholders, sosialisasi keberadaaan dan kegiatan
1
*)
Penulis adalah Praktisi Kehumasan/CSR Sektor Migas
157
Perusahaan, penentuan program pemberdayaan
masyarakat, kerjasama dengan para mitra strategis
dalam pelaksanaan program, penggalangan partisipasi
masyarakat, sampai pada pengembangan kapasitas
dan pendirian institisi agar program-program investasi
sosial ini dapat berkelanjutan dan berhasil membangun
masyarakat yang mandiri.
Fokus pembahasan paper ini adalah peran
komunikasi terpadu dalam investasi sosial pada sektor
hulu migas di Indonesia. Sebelumnya dibahas tentang
industri hulu migas di Indonesia, tanggung jawab
sosial korporasi, pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat. Dari rasionalisasi investasi sosial serta
berbagai pengalaman penulis, dapat diidentiikasi
berbagai peran akademisi komunikasi dalam sektor
hulu migas.
2. Pembahasan
Industri Hulu Migas di Indonesia
Sampai saat ini, minyak dan gas bumi masih
merupakan sumber energi utama dan kontributor
penting untuk ekonomi Indonesia, walaupun
kontribusi minyak dan gas bumi turun dari 21.65%
pendapatan negara pada tahun 2008 menjadi hanya
13.4% pada tahun 2011, menurut data Kementerian
Keuangan. Indonesia masih sangat tergantung dari
hidrokarbon untuk memenuhi kebutuhan energi
primernya, yaitu sebesar 95.6% dari total pada tahun
2010, menurut statistik dari Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral. Dari prosentase tersebut,
minyak bumi yang paling atas sebesar 43.9%, diikuti
oleh batubara 30.7%, kemudian gas sebesar 21%.
Sisanya berasal dari sumber-sumber daya energi dan
energi terbarukan baru sebesar 4.4% (Oxford, 2012:
113).
Sejarah pengeboran minyak di dunia dimulai
oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith di
Pennsylvania, Amerika Serika, pada tahun 1859. Hanya
12 tahun berselang, yaitu pada tahun 1871, dilakukan
pengeboran minyak pertama di Indonesia oleh J.
Reerink, orang kebangsaan Belanda yang menemukan
kandungan minyak di daerah Majalengka, di lereng
Gunung Ciremai. Jadi pengusahaan minyak dan gas
bumi di Indonesia tergolong cukup tua di dunia.
Di Indonesia, perusahaan yang memegang
izin untuk mengelola suatu blok minyak dan gas
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
bumi dikenal sebagai Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS), sedangkan badan pemerintah yang
ditugaskan untuk berkordinasi dengan KKKS dalam
mengelola kegiatan hulu migas adalah BPMIGAS
(Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas).
KKKS mempunyai misi utama untuk mencari
sumber-sumber migas dan memproduksi minyak
dan gas bumi. Dalam menjalankan misinya tersebut,
KKKS harus menjalankan rangkaian kegiatan, yaitu:
(1) mendapat izin pemerintah untuk mengelola blok
migas – disebut juga kegiatan akuisisi; (2) mencari
kandungan migas – disebut juga kegiatan eksplorasi;
(3) mengevaluasi data cadangan migas dan menghitung
nilai keekonomiannya; (4) mempersiapkan fasilitas
untuk pengembangan proyek migas; dan akhirnya (5)
memproduksi dan memasarkan produk migas.
Dalam industri migas, kegiatan pengusahaan
minyak dan gas bumi dibagi dalam dua kategori, yaitu
kegiatan hulu migas (upstream) dan kegiatan hilir
migas (downstream). Kegiatan hulu migas mencakup
kegiatan eksplorasi dan produksi migas, sedangkan
kegiatan hilir migas mencakup kegiatan pengilangan,
distribusi dan pemasaran produk-produk migas.
Dari rangkaian kegiatan KKKS, ada beberapa
yang bersinggungan dengan pemerintah daerah dan
masyarakat di daerah operasi, antara lain: kegiatan
eksplorasi – yang mencakup kegiatan seismik
dan pemboran sumur-sumur ekspoloasi; kegiatan
pembangunan berbagai fasilitas produksi – mulai
dari kepala sumur, jaringan pipa produksi, stasiun
penugumpul sampai ke tangki pengapalan; kegiatan
pemboran produksi; dan kegiatan operasional.
Secara umum, KKKS mendapatkan masa
kontrak kerja sama selama 30 tahun, yang terdiri
dari 10 tahun untuk eksplorasi dan 20 tahun untuk
eksploitasi atau produksi. Masa kontrak ini dapat
diperpanjang pemerintah dengan mempertimbangkan
kinerja dari KKKS dalam menjalankan misinya sesuai
dengan target-target yang diberikan Pemerintah.
Karakteristik industri hulu migas adalah high
risk, high technology tetapi juga high risk.
Tanggung Jawab Sosial Korporasi
Banyak deinisi dan konsep yang mencoba
menjelaskan apakah Tanggung jawab sosial korporasi
(Corporate social responsiblity/CSR) itu. he World
Business Council fo Sustainable Development
(WBCSD) mendeinisikan CSR sebagai komitmen
bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para
karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut,
komunitas-komunitas setempat serta masyarakat
secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan
kualitas kehidupan. (Zainal, 2006: 27).
Marsden (2001) mendeinisikan CSR sebagai
suatu perilaku inti dari perusahaan dan tanggung
jawab atas dampak menyeluruh terhadap masyarakat
di daerah operasi mereka. CSR bukan suatu opsi atau
tambahan, dan bukan juga aksi ilantropis. Perusahaan
yang bertanggung jawab secara sosial menjalankan
bisnis mereka yang menguntungkan dengan
mempertimbangkan semua dampak lingkungan,
sosial dan ekonomi yang positif dan negatif terhadap
masyarakat.
Tanggung jawab sosial korporasi (Corporate
social responsiblity/CSR) ssemakin sering dijadikan
sebagai salah satu acuan untuk menentukan kinerja
Perusahaan. Perusahaan tidak lagi hanya sematamata dinilai dari kinerja ekonominya, tetapi juga
dari kinerja lingkungan dan kinerja sosialnya. Pihak
manajemen perusahaan sering menghadapi kesulitan
dalam mengembangkan program-program sosialnya
karena adanya berbagai kepentingan dan prioritas yang
bertentangan, sehingga timbul berbagai keterbatasan
maupun tekanan dalam melaksanakan program sosial
tersebut, baik dari yang eksternal maupun internal.
Seiring dengan kemajuan dan pertumbuhan
sebuah perusahaan, timbul harapan dari pemerintah
dan masyarakat setempat yang semakin besar, bahkan
terjadi tuntutan yang semakin tinggi dari pihak luar
agar Perusahaan jangan sampai mengabaikan kinerja
sosialnya. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi
perusahaan, semakin banyak sorotan melalui media
massa, para pengamat, lembaga swadaya masyarakat,
maupun wakil-wakil rakyat mengenai kinerja sosial
dalam bentuk tanggung jawab sosial yang dilakukan
oleh Perusahaan. Setelah melakukan investasi yang
besar, tujuan Perusahaan tidak hanya keuntungan
(proitability) dan pertumbuhan (growth), tetapi juga
keberlangsungan usaha (sustainability). Sorotan negatif
pada kinerja sosial perusahaan akan berdampak besar
terhadap keberlangsungan usaha Perusahaan.
Para investor, lending institution, mapun host
government semakin mempertimbangkan kinerja sosial
Perusahaan, bukan hanya kinerja ekonominya, dalam
pengambilan keputusan mereka yang mempengaruhi
keberlangsungan usaha dan eksistensi Perusahaan.
Terdapat banyak alasan mengapa para investor, lending
institution, dan host government perlu mengetahui
sejauh mana sebuah Perusahaan bertanggung jawab
secara sosial (socially responsible) dan berposisi politik
yang tepat (politically correct).
Tanggung jawab sosial mencakup banyak sekali aspek
yang erat hubungannya dengan etika manajemen
Perusahaan, antara lain berupa: pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat, pelestarian alam,
pendidikan, kesehatan masyarakat, perlakuan terhadap
158
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
para pegawainya serta kesehatan dan keselamatan para
pekerja.
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Secara umum pengembangan masyarakat
(community
development)
adalah
kegiatan
pengembangan masyarakat yang dilakukan secara
sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar
akses dan kapasitas masyarakat guna mencapai kondisi
sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik
apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan
sebelumnya (Budimanta, Prasetijo, & Rudito, 2008:
125).
Inisiatif dari suatu program pengembangan
masyarakat biasanya merupakan konvergensi dari dua
inisiatif, yaitu: (1) dari pihak luar misalnya pemerintah,
tim ahli, atau pihak swasta; dan (2) dari masyarakat
sendiri yang diwakili oleh pemuka masyarakat, atau
kelompok masyarakat. Selain itu selalu ada sistem dan
administratif yang berlaku yang akan mempengaruihi
proyek pengembangan masyarakat ini.
Program-program yang dirancang ini biasanya
berkenaan dengan suatu komunitas lokal, karena
masyarakat yang hidup bersama dalam suatu komunitas
cenderung mempunyai minat dan keinginan yang
sama. Beberapa dari keinginan ini dinyatakan melalui
suatu kelompok fungsional, yang kadang-kadang
mempunyai keinginan yang belum tentu sama dengan
apa yang ditentukan oleh komunitas lokal.
Proses pengembangan masyarakat yang
seringkali kompleks ini dimungkinkan oleh dua buah
unsur yang mendasar, yaitu:(1) partisipasi masyarakat
itu sendiri dalam upaya meningkatkan taraf hidup
mereka, dengan prinsip kemandirian dan atas dasar
inisiatif masyrakata sendiri, dan(2) bantuan teknis
dan jasa-jasa lainnya yang mendorong inisiatif,
kemandirian dan gotong-royong, serta mendorong
agar hal-hal ini berjalan lebih efektif. Hal ini
direalisasikan dalam berbagai program pemberdayaan
masyarakat (community empowerment program) yang
dirancang untuk mencapai perbaikan yang spesiik
dalam ruang lingkup yang luas.
Arif Budimanta dan kawan-kawan (Budimanta,
Prasetijo, & Rudito, 2008) mengembangkan suatu
teori untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat
dalam suatu proses pemberdayaan (empowerment) yaitu
dari tingkat paling rendah sampai tingkat paling tinggi
sebagai berikut: (a) partisipasi pasif – tingkat partisipasi
yang tidak menuntut repons partisipan untuk terlibat
banyak; (b) partisipasi dalam memberikan respons,
masyarakat memberikan jawaban atas pertanyaan yang
diberikan, tetapi mereka tidak mempunyai pengaruh
atau kesempatan untuk mempengaruhi keadaan; (c)
159
partisipasi dengan konsultasi- masyarakat diberikan
konsultasi dan didampingi sehingga pandanganpandangan mereka diperhitungkan namun tetap
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan; (d)
partisipasi dengan materi atau insentif, masyarakat
terlibat dalam suatu kegiatan karena insentif yang
diberikan atau manipulasi, dalam hal ini tokoh
masyarakat yang dipakai mewakili telah dimanfaatkan
oleh perusahaan, padahal masyarakat belum terlibat,
hanya ada pengumpulan tanda tangan seolah sudah
dilibatkan semua; (e) partisipasi fungsional, partisipasi
yang tertampilkan dalam kelompok dengan tujuan
yang sama sehingga keputusan bersama dapat diambil;
(f ) partispasi yang interaktif, partisipasi aktif anggota
masyarakat lokal dalam memberikan informasi,
perencanaan, implementasi dan monitoring; dan (g)
mobilisasi diri, sebuah benuk partisipasi diri yang
berlaku secara independen dan mandiri sehingga
semuanya dapat dikontrol bersama dan persoalanpersoalan dapat dipecahkan secara bersama di antara
anggota masyarakat sendiri.
Investasi Sosial Perusahaan
Investasi sosial (social investment) adalah
perspektif berbeda dari CSR (corporate social
responsibility) yang terjemahannya adalah “tanggung
jawab sosial perusahaan”. Seperti halnya investasi
modal yang mengharapkan return on investment berupa
proit, investasi sosial juga mengharapkan return on
investment berupa penerimaan dan kepercayaan (trust
& acceptance) dari masyarakat dimana Perusahaan
beroperasi, yang pada prinsipnya sama dengan
ijin sosial (social license) untuk operasi Perusahaan,
melengkapi semua perijinan formal yang dikeluarkan
oleh instansi pemerintah yang berwenang. Programprogram investasi sosial yang paling efektif adalah
yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat
(community empowerment), peningkatan pendapatan
(income generation), pembangunan kapasitas (capacity
building) dan pembangunan institusi (institutional
building). Perusahaan yang melakukan investasi sosial
dan bisnis intinya di sektor lain, misalnya sektor hulu
migas, biasanya menggandeng mitra-mitra strategis
untuk melakukan program investasi sosial, termasuk
wirausahawan sosial.
Keterlibatan
Masyarakat
Masyarakat
dan
Pemberdayaan
Investasi sosial yang dibahas sebelumnya
lebih dikenal dengan sebutan tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility). Pengembangan
masyarakat (community development) adalah bentuk
nyata dari tanggung jawab sosial perusahaan, dimana
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
salah satu bentuk pengembangan masyarakat adalah
melalui program-program pemberdayaan masyarakat
(community
empowerment).
Keberadaan
dan
kegiatan operasi perusahaan di suatu daerah harus
memperhatikan keadaan sosial budaya di sekitarnya.
Kondisi globalisasi, euforia otonomi daerah serta
kemajuan teknologi informasi telekomunikasi saat
ini telah mendorong dinamika dan pergerakan sosial
budaya masyarakat yang sangat cepat dan bervariasi
antar waktu dan ruang, karena anggota masyarakat
semakin terbuka askes untuk memperoleh informasi
dari berbagai media massa, terutama media elektronik
dan internet. Berbagai isu dapat dengan cepat dan
dengan mudah menyebar di kalangan masyarakat,
karena semakin banyak yang mempunyai handphone
untuk berkomunikasi. Hal ini dapat mempengaruhi
bahkan menghambat jalannya operasi perusahaan,
seperti munculnya kesenjangan sosial akibat pola
hidup dan pendapatan yang sangat jauh berbeda
antara berbagai komunitas: korporat, pendatang dan
lokal.
Masyarakat sekitar daerah operasi merupakan
salah satu pemangku kepentingan (stakeholder)
perusahaan yang penting, apabila mereka merasa
dilibatkan dalam pembangunan dan kegiatan yang
dilakukan perusahaan, maka terjadilah kemitraan
antara perusahaan dengan masyarakat yang akan
berpengaruh positif pada operasi perusahaan yang
berkelanjutan dan tumbuh bersama masyarakat sekitar
(Budimanta, Prasetijo, & Rudito, 2008: 118-119).
Perlu dikembangkan suatu program yang berbasis
pada masyarakat untuk menciptakan kemandirian
komunitas lokal untuk menata sosial ekonomi mereka
sendiri, dalam konteks perusahaan berpartisipasi maka
kegiatan ini dikenal dengan program pemberdayaan
masyarakat.
Karlheinz Spitz dan kawan-kawan (Sptiz,
Bastaman, & Trudinger, 2010:13) memperkenalkan
konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) yang harus didukung oleh tiga sistem
yang saling mendukung yaitu: sistem sosial, sistem
ekonomi dan sistem lingkungan hidup. Menggunakan
konsep ini tidak ada satu sistem yang difokuskan
dalam pembangunan yang berkelanjutan, tetapi harus
ketiganya berkelanjutan. Hanya berusaha mencapai
satu sistem saja untuk berkelanjutan, misalnya
sistem ekonomi, tetapi mengabaikan keberlanjutan
sistem sosial dan sistem lingkungan hidup, tidak
akan cukup. Walaupun ketiga sistem ini harus
diperhatikan dengan seksama secara terpisah tapi
satu sama lain saling berkaitan. Gagasan sustainable
development diperkenalkan oleh World Commission
on Environment and Development (WCED) pada
tahun 1987 dengan deinisi sebagai berikut: ‘meeting
the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own needs’.
Pertanian yang berkelanjutan, misalnya, adalah sistem
budi daya pertanian yang dapat dilanjutkan terus
tanpa terjadinya kerusakan sistem untuk memenuhi
kebutuhan sandang pangan saat ini dan untuk generasi
mendatang (Sptiz, Bastaman, & Trudinger, 2010:12)
Ijin Sosial diperlukan pada Sektor Hulu Migas
Seperti halnya industri lain, maka tujuan utama
dari usaha hulu migas adalah pertumbuhan dan operasi
berkelanjutan serta mendatangkan keuntungan bagi
para pemegang saham Perusahaan. Hal ini dapat
tercapai apabila berbagai proyek Perusahaan dapat
diselesaikan tepat waktu sesuai dengananggaran yang
direncanakan. Selain memerlukan berbagai perijinan
formal dari berbagai instansi yang berwenang, proyekproyek pada sektor hulu migas juga memerlukan ijin
sosial dari masyarakat agar kegiatan pembangunan
dan operasi proyek dapat berjalan dengan lancar sesuai
rencana.
Ijin sosial (social license to build and operate)
adalah berupa kepercayaan, penerimaan dan dukungan
dari masyarakat terhadap proyek Perusahaan, yang
merupakan pengembalian dari investasi sosial yang
dilakukan oleh Perusahaan. Hal mendasar ini identik
dengan investasi keuangan yang dilakukan dengan
mengharapkan tingkat pengembalian investasi
sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu
dari Paper ini. Juga telah dibahas tentang perlunya
Perusahaan mempertahankan keseimbangan antara
kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja
sosialnya.
Terdapat empat elemen penunjang yang harus
dilakukan oleh Perusahaan secara terpadu dalam
rangka memperoleh ijin sosial terserbut dimana
semuanya memerlukan kompetensi komunikasi yang
handal serta harus dilakukan secara terpadu, yaitu:
• Pembinaan hubungan baik dengan masyarakat
• Penanganan dan penyelesaian isu-isu sosial dalam
masyarakat
• Pelaksanaan program investasi sosial
• Pengembangan
citra
korporasi
dan
menjagareputasi proyek
Pembinaan hubungan baik dengan masyarakat
Keberadaan perusahaan migas dengan proyekproyek yang akan dilakukan pada suatu daerah akan
mendapat dukungan dari masyarakat apabila terjalin
hubungan yang baik antara Perusahaan dengan
masyarakat sekitar.
160
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Penulis mempunyai pengalaman di tiga
perusahaan migas yang beroperasi di tiga daerah yang
berbeda dan dengan tahapan operasi yang berbeda
pula. Pertama, pengalaman pada perusahaan migas
yang sudah lama beroperasi dan memproduksi minyak
bumi di propinsi Riau. Kedua, pengalaman pada
perusahaan migas yang melakukan usaha eksplorasi
dan persiapan produksi di propinsi Sumatera Utara
dan di propinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD).
Ketiga, pengalaman pada perusahaan migas yang
sudah melakukan eksplorasi dengan sukses tapi masih
dalam tahap pengembangan lapangan gas lepas pantai
di Propinsi Maluku.
Walaupun berbeda tahapan operasi, berbeda
daerah operasi, bahkan berbeda asal Perusahaan
induk, namun dalam membina relasi dengan
masyarakat dilakukan langkah-langkah yang relatif
sama. Pertama, dilakukan pemetaan dan analisa para
pemangku kepentingan di daerah operasi (stakeholders
mapping and analysis), yang biasanya bersamaan
dengan kegiatan perjumpaan dengan pada pemangku
kepentingan (stakeholders engagement). Dalam hal ini
peribahasa “tak kenal maka tak sayang” sangat berlaku,
karena tanpa perjumpaan langsung dengan para
pemangku kepentingan (stakeholder), tanpa diskusi
mendalam tentang berbagai isu, dan tanpa keterbukaan
serta pengenalan yang mendalam, akan banyak
terjadi ketidakpahaman bahkan kesalahpahaman
antara Perusahaan dengan para stakeholder yang
dapat menghambat usaha memperoleh ijin sosial dari
masyarakat.
Penulis baru saja kembali dari Ambon
pada minggu ketiga bulan September 2012 dalam
rangka membangun dan membina hubungan baik
antara Perusahaan dengan berbagai stakeholder di
Ambon, yang merupakan ibukota Propinsi Maluku,
dimana terdapat wilayah kerja dimana Perusahaan
beroperasi. Salah satu yang secara proaktif Penulis
temui di Ambon adalah seorang pengacara yang juga
merupakan pemimpin redaksi sebuah media lokal di
Maluku, dimana selama ini sudah terjalin komunikasi
melalui sms dan telefon tapi belum pernah bertatap
muka dan berdiskusi mendalam. Ternyata setelah
bertemu langsung dan berbincang tentang berbagai
isu, banyak hal positif yang penulis dapatkan dari
stakeholder yang ditemui langsung, dan sebaliknya
dia juga banyak mendapat klariikasi atas berbagai
isu yang berhubungan dengan Perusahaan. Selain itu,
dari perjumpaan tersebut, penulis dapat memperkaya
dan meng-update pemetaan stakeholderyang sudah
ada, untuk selanjutnya membuat program-program
untuk meningkatkan hubungan dengan masyarakat
(Community relations programs).
161
Penanganan dan penyelesaian isu-isu sosial dalam
masyarakat
Hasil pemetaan dan analisa pemangku
kepentingan merupakan referensi yang sangat berguna
untuk dipakai Perusahaan apabila berhadapan dengan
isu-isu bahkan konlik-konlik yang berhubungan
dengan aspirasi masyarakat terhadap keberadaaan
Perusahaan di daerah mereka. Selain itu, Perusahaan
melalui para pegawainya yang ditugaskan di lini
depan dan berhadapan dengan masyarakat, harus
mengembangkan
pengetahuan
mereka
akan
aspek-aspek sosial budaya dari masyarakat sekitar
daerah operasi. Dari berbagai pengalaman penulis
menyimpulkan bahwa Perusahaan sebaiknya tidak
bergantung sepenuhnya kepada penelitian sosial
yang dilakukan oleh pihak ketiga, tetapi selalu
berupaya mendapatkan informasi dari tangan
pertama, bahkan dari pengamatan Perusahaan sendiri.
Apabila penelitian sosial dilakukan oleh pihak ketiga
- dimana biasanya dilakukan secara incognito - maka
dikuatirkan akan banyak hal yang terlewatkan padahal
penting bagi keamanan dan keberlangsungan operasi
Perusahaan. Penelitian sosial yang dilakukan oleh
berbagai konsultan kesimpulannya hanya valid pada
periode penelitian yang sangat terbatas, biasanya para
peneliti hanya 2-4 minggu di lapangan, kemudian
melanjutkan dengan analisis dan pembuatan laporan.
Oleh sebab itu untuk dapat mengantisipasi serta
tanggap dalam menangani dan menyelasaikan berbagai
isu sosial dalam masyarakat, maka Perusahaan juga
perlu melakukan kajian peringatan atau pendeteksian
dini (early warning/detection system) terhadap isuisu sosial yang berpotensi untuk membesar menjadi
konlik antara Perusahaan dengan masyarakat.
Penulis dalam melakukan tugas sebagai humas
Perusahaan yang beroperasi di NAD, tepatnya di
daerah Peureulak, pernah menghadapi konlik yang
serius, yaitu ancaman terhadap keamanan para
personil dan fasilitas Perusahaan di lapangan, dari
para anggota KPA (mantan GAM) yang merasa
tidak puas atas keputusan tender yang diambil
oleh Perusahaan. Suasana di lapangan sudah tidak
kondusif untuk melanjutkan operasi Perusaaan,
sehingga manajemen Perusahaan memutuskan untuk
menarik semua personil dari lapangan dan menutup
untuk sementara kegiatan operasional di Peureulak.
Syukurlah, kondisi yang tidak menguntungkan semua
pihak tidak berlanjut, dengan melakukan pendekatan
dan komunikasi untuk resolusi konlik, akhirnya
sekitar sebulan setelah insiden tersebut Perusahaan
mengadakan acara “tepung tawar” yang merupakan
suatu simbol masyarakat Aceh bahwa telah terjadi
perdamaian dan pengertian antara pihak-pihak yang
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
bertikai atau berselisih paham. Selain penanganan
konlik, komunikasi yang dilakukan Perusahaan dapat
berguna untuk penanganan isu-isu yang berkembang
di masyarakat.
Pengalaman penulis membuktikan bahwa
apabila Perusahaan secara intens melakukan komunikasi
dengan masyarakat, terutama dalam format townhall
meeting (rapat terbuka di balai desa misalnya), maka
akan banyak meredam isu-isu negatif yang dapat
merugikan keberadaan dan operasi Perusahaan.
Namun, apabila Perusahaan memilih untuk bersikap
tertutup dan menjaga jarak dengan masyarakat, maka
semakin besar peluang untuk berkembangnya isu-isu
negatif tentang keberadaan Perusahaan di masyarakat.
Akhirnya karena tidak pernah di-monitor, diketahui
apalagi dibantah Perusahaan, maka isu-isu tersebut
diterima sebagai sebuah kebenaran oleh masyarakat.
Apa yang ditulis oleh seorang penulis politik
Amerika, J.B. Williams tepat sekali menggambarkan
kondisi tadi, yaitu “When opinion is accepted as
fact, perception soon becomes reality, at least for those
who share these opinions and cling to the resulting
perceptions”. Jadi adalah suatu keharusan bagi
Perusahaan untuk terus melakukan komunikasi
menjelaskan dan mengklariikasikan berbagai isuisu sosial yang berkembang di masyarakat, jangan
sampai opini negatif tentang Perusahaan diterima oleh
masyarakat sebagai fakta, dan persepsi masyarakat
jangan dibiarkan menjadi realitas.
Pelaksanaan Program Investasi Sosial
Komunikasi dan relasi yang dilakukan antara
Perusahaan dengan masyarakat sebaik apapun tetap
akan menyisakan harapan dari masyarakat terhadap
keberadaan Perusahaan di daerah mereka, yaitu
bahwa Perusahaan diharapkan melakukan sesuatu
untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat. Programprogram investasi sosial merupakan tindakan proaktif
dari perusahaan dalam rangka memperoleh ijin sosial,
yaitu berupa kepercayaan, penerimaan dan dukungan
masyarakat sekitar. Program investasi sosial berorientasi
pada pembangunan kapasitas (capacity building),
peningkatan pendapatan (income generation), dan
pemberdayaan masyarakat (community empowerment).
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di
sektor hulu migas biasanya mempunyai prinsipprinsip utama (core principles) yang hampir sama
dalam melakukan program sosial mereka, antara
lain: program yang dilakukan Perusahaan bukan
untuk menggantikan tetapi untuk melengkapi dan
mendukung program Pemerintah; pemilihan dan
pelaksanaan program bersifat apolitis, netral serta tidak
berpihak pada parpol atau ormas manapun; bukan
berupa bantuan dana tunai, tetapi berupa bantuan inkind, fasilitasi, penyuluhan, pendampingan, edukasi;
serta mengikuti pedoman tata kerja dari BPMIGAS
dan dari Perusahaan.
Sebelum suatu program investasi sosial
dilakukan, Perusahaan melakukan survey pendahuluan
untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebutuhan
dan potensi masyarakat. Selanjutnya, Perusahaan
juga perlu berkordinasi dengan pemerintah setempat
sehingga dapat melakukan sinkronisasi program
Perusahaan dengan program Pemerintah untuk
pengembangan masyarakat.
Beberapa pengalaman penulis dalam hal ini,
antara lain: bersama Universitas setempat melakukan
survey identiikasi usaha budidaya rumput laut,
yang dipertajam dengan Focus Group Discussion
dan Lokakarya untuk merumuskan pelatihanpelatihan yang diperlukan untuk pemberdayaan para
petani rumput laut di suatu daerah pantai pesisir
di Kepulauan Tanimbar. Contoh lain, sebelum
melakukan penyuluhan pertanian organik, Perusahaan
melalui konsultan yang ahli dalam pertanian organik
terlebih dahulu mengadakan survey pendahuluan serta
mendapatkan fakta-fakta dan referensi dari para petani.
Tanpa melakukan penelitian awal tentang kebutuhan
masyarakat, maka program sosial yang dilakukan oleh
Perusahaan akan tidak optimal bahkan bisa salah
alamat. Contohnya, tanpa survey pendahuluan sebuah
Perusahaan sempat membangun fasilitas MCK di
daerah pedalaman, tapi setelah bangunan MCK jadi
malah oleh masyarakat dimodiikasi menjadi semacam
kandang bagi ternak perliharaan mereka. Biaya sudah
keluar tetapi ternyata penggunaan tidak sesuai dengan
maksud fasilitas itu dibangun, karena tidak meneliti
terlebih dahulu apa sebenarnya kebutuhan masyarakat
di daerah operasi Perusahaan.
Pengembangan
Citra
MenjagaReputasi Proyek
Korporasi
dan
Agar masyarakat dapat mengenal Perusahaan
dan rencana-rencana kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya migas di daerah mereka, maka peran
komunikasi sangat penting dalam pengembangan citra
positif Perusahaan maupun untuk menjaga reputasi
Proyek yang dilaksanakan oleh Perusahaan.
Pengalaman penulis, sebelum melakukan
kampanye citra korporasi (corporate image campaign),
Perusahaan terlebih dahulu melakukan survey atau
audit persepsi, antara lain tentang: sejauh mana
masyarakat mengenal keberadaan Perusahaan; apa
persepsi mereka tentang Perusahaan dan tentang
Proyek yang akan atau sedang dilakukan di daerah
mereka; apa saja harapan-harapan masyarakat serta apa
saja kekuatiran-kekuatiran mereka dengan hadirnya
Perusahaan di daerah mereka. Survey ini dilakukan
162
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Perusahaan melalui jasa para konsultan komunikasi.
Dari hasil survey tersebut, selain melakukan
usaha publikasi melalui media massa, Perusahaan
juga melakukan usaha pendekatan dengan berbagai
stakeholder khusus, seperti media massa, perguruan
tinggi, lembaga penelitian, lembaga swadaya
masyarakat (NGO dan NPO), tokoh-tokoh
masyarakat. Komunikasi dan relasi dengan kelompok
stakeholder ini merupakan hal strategis yang perlu
dilakukan oleh Perusahaan guna membangun modal
sosialnya.
Pada kunjungan ke Ambon di minggu
ketiga bulan September 2012 yang lalu, penulis
berkesempatan untuk mengunjungi dua harian lokal
yang terkemuka di Maluku, yaitu Ambon Ekspres dan
Siwalima. Melalui perjumpaan dan diskusi dengan
pemimpin redaksi, redaksi pelaksana, kordinator
liputan serta para redaksi lainnya, penulis melihat
masih banyak hal yang perlu dikomunikasikan secara
teratur dan dua arah, sehingga Perusahaan dapat lebih
mengenal lingkungan usahanya, serta sebaliknya
para redaksi dan wartawan dapat lebih mengenal
Perusahaan dan rencana-rencana kegiatannya sehingga
dapat meliput secara lebih objektif dan uptodate.
Kontribusi Ilmu dan Akademisi Komunikasi
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa
diperlukan komunikasi yang intens dan terpadu
agar Perusahaan dapat membangun modal sosialnya,
yaitu kepercayaan, penerimaan dan dukungan dari
masyarakat sekitar. Walaupun komunikasi terpadu
merupakan faktor penentu keberhasilan investasi
sosial pada sektor hulu migas, namun sampai saat
ini penelitian-penelitian komunikasi belum banyak
dilakukan untuk meningkatkan efektiitas kegiatan
investasi sosial Perusahaan.
Ilmu komunikasi yang diterapkan oleh para
akademisi komunikasi dapat memberikan kontribusi
bagi kegiatan investasi sosial yang dilakukan oleh
Perusahaan-Perusahaan di sektor hulu migas, yang
pada akhirnya juga mendukung pembangunan
daerah. Secara khusus, pedoman tata kerja yang
diterapkan pada sektor hulu migas untuk pengadaan
konsultan memberikan keleluasaan lebih besar pada
perguruan tinggi melalui mekanisme swakelola. Hal
ini memungkinkan lembaga-lembaga perguruan
tinggi memberikan kontribusi nyata melalui kemitraan
mereka dengan Perusahaan-Perusahaan di sektor hulu
migas, yang diawasi dan dikendalikan oleh BPMIGAS.
Beberapa peluang yang dapat dilakukan oleh
institusi dan akademisi komunikasi dalam menerapkan
komunikasi terpadu pada investasi sosial sektor hulu
migas, antara lain:
163
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
stakeholders mapping and analysis
perception audit
corporate image campaign
internal communication audit
sosialisasi proyek
komunikasi resolusi konlik
komunikasi sosial dan pembangunan
media monitoring and analysis
media placement: publication & publicity
media relations
media skill training
in-house magazine
promotion and publication materials
logo / identity manual
standar, prosedur, dan petunjuk
partisipasi masyarakat dalam program sosial
hubungan kelembagaan
program-program spesialuntukmasyarakat
exhibitions and seminars
Daftar di atas dapat bertambah panjang
tergantung dari kebutuhan Perusahaan serta kreatiitas
para akademisi komunikasi untuk menyadarkan dan
mengoptimalkan peran komunikasi terpadu dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi programprogram investasi sosial Perusahaan yang bergerak di
sektor hulu migas.
Lebih banyak proyek-proyek di sektor hulu
migas di Indonesia yang terkendala karena aspek
non teknis ketimbang karena faktor teknis. Berbagai
masalah harus dihadapi oleh Perusahaan-Perusahaan
migas di daerah operasi mereka, terutama yang
berhubungan dengan aspirasi dan harapan masyarakat
dan pemerintah daerah akan keterlibatan mereka
dalam proyek Perusahaan, baik itu kesempatan
kerja maupun peluang bisnis. Kehadiran Perusahaan
diharapkan memberi nilai tambah bagi kesejahteraan
mereka.
3. Kesimpulan
• Tingkat keberhasilan program investasi sosial
yang dilakukan oleh Perusahaan di sektor
hulu migas sangat dipengaruhi oleh efektiitas
komunikasi terpadu, dalam menjalankan:
Pembinaan hubungan baik dengan masyarakat;
Penanganan dan penyelesaian isu-isu sosial dalam
masyarakat; Pelaksanaan program investasi sosial;
dan Pengembangan citra korporasi dan menjaga
reputasi proyek.
• Peluang akademisi komunikasi, lembaga-lembaga
penelitian komunikasi serta para alumni bidang
studi ilmu komunikasi terbuka lebar dalam
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
berbagai peran untuk memberikan kontribusi
bagi keberlangsungan operasi PerusahaanPerusahaan migas, yang memerlukan kepercayaan,
penerimaan dan dukungan masyarakat (trust,
acceptance, support = social capital) terhadap
proyek-proyek mereka.
• Industri hulu migas mempunyai karakteristik
padat modal, padat teknologi dan juga beresiko
tinggi, sehingga Perusahaan-Perusahaan yang
ingin dan sedang melakukan investasi di sektor
hulu migas, perlu untuk melakukan perjumpaan
dan komunikasi dengan para pemangku
kepentingan (stakeholders engagement) dan
melakukan program-program investasi sosial
(social investment programs).
Daftar Pustaka
Budimanta, A., Prasetijo, A., & Rudito, B. (2008).
Corporate Social Responsibility – Jawaban Bagi
Model Pembangunan Indonesia Masa Kini.
Jakarta: Indonesia Center for Sustainable
Development (ICSD).
Zainal, Rabin Ibnu (2006). Best Practices: Corporate
Social Responsibility. Sebuah pengalaman
membangun multistakeholder engagement bagi
penerapan CSR di Kabupaten MUBA, Sumatera
Selatan. Palembang: Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Unsri.
Spitz, K., Bastaman, S., & Trudinger, J. (2010).
Investment, Communities, and Development
- Doing Business in Asia, Volume 03 December
2010. Jakarta: ENV.
Oxford Business Group (2012). he Report: Indonesia
www.oxfordbusinessgroup.com/country/
2012.
Indonesia Buku Edukasi Kegiatan Hulu Migas,
INPEX Corporation (2012).
164
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Program Corporate Social Responsibility dalam Meningkatkan
Kebudayaan Balongan (Kasus PT Pertamina Reinery Unit VI Balongan)
Ilona V. Oisina Situmeang1*)
Abstrak
Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu kegiatan eksternal Hubungan Pemerintah
dan Masyarakat (Hupmas) PT Pertamina Reinery Unit VI Balongan untuk masyarakat. Melalui program CSR
ini diharapkan dapat menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat. Program CSR merupakan
konsep yang terus berkembang, memberikan panduan sebuah organisasi berinteraksi dengan masyarakat dan
lingkungan sosialnya. Tujuan penelitian adalah: “Mendeskripsikan program CSR dalam meningkatkan keberdayaan
masyarakat” Penelitian ini mengkombinasikan penelitian menerangkan (explanatory research) dengan penelitian
deskriptif (descriptive research). Teknik pengumpulan data primer dengan wawancara, observasi, dokumentasi.
Data sekunder diperoleh dari company proile, buku literatur. Obyek penelitian ini adalah pelaksanaan program
CSR dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat, penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di Balongan,
Kabupaten Indramayu mengingat di wilayah tersebut PT Pertamina Reinery Unit VI beroperasi.
Program CSR yang dilakukan merupakan wujud dari kepedulian Pertamina kepada masyarakat dalam menciptakan
pemberdayaan masyarakat. Pedoman pelaksanaan program CSR Pertamina adalah: komitmen yang tinggi dari
manajemen Pertamina, didasarkan pada prioritas kebutuhan nyata masyarakat setempat melalui proses dari bawah
keatas, dapat memberikan manfaat untuk perusahaan maupun masyarakat setempat, menciptakan perubahan
ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik bagi masyarakat dan tidak berorientasi pada
politik. Oleh karena inisiatif melalui program pemberdayaan masyarakat dirancang untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan citra perusahaaan, maka divisi Hupmas ditugaskan sebagai institusi yang bertindak sebagai pelaksanaan
dan implementor dari kegiatanTSP.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kehadiran perusahaan dalam suatu wilayah
merupakan salah satu bukti bahwa wilayah tersebut
memiliki potensi yang baik secara ekonomi, sosial
budaya, sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya,
sehingga diharapkan dapat menimbulkan efek positif
bagi masyarakat sekitar. Disayangkan, jika kehadiran
sebuah perusahaan justru menghilangkan potensi
sesungguhnya dan membangun jurang pemisah
antara masyarakat dengan perusahaan. Untuk
menghilangkan jurang pemisah antara perusahaan
dengan masyarakat perlu dilakukan komunikasi yang
efektif, sehingga terjalin komunikasi dan interaksi
langsung antara perusahaan dengan masyarakat,
sehingga dapat hidup secara berdampingan dan
saling menguntungkan. Berangkat dari pemikiran
tersebut, perusahaan berlomba-lomba untuk hadir di
tengah-tengah masyarakat melalui berbagai kegiatan
sosial: mulai dari pemberian beasiswa pendidikan,
ketertiban umum, peningkatan ekonomi, pelayanan
kesehatan kepada ibu dan anak, pendampingan
untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup serta
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk menghindari kesenjangan sosial antara
perusahaan dan masyarakat dapat dilakukan dengan
suatu kepedulian perusahaan dalam bentuk program
Corporate Social Responsibility (CSR). Melalui program
CSR ini diharapkan dapat mempererat hubungan
antara perusahaan dengan masyarakat. Program
1
*)
Dosen di Pascasarjana UPI-YAI, Jakarta.
165
CSR merupakan konsep yang terus berkembang,
memberikan panduan bagaimana sebuah organisasi
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan
sosialnya. Secara umum, menurut Carr et al., (2004)
tanggungjawab sosial dipahami sebagai cara organisasi
dalam
mengintegrasikan
kepentingan
sosial,
lingkungan hidup dan ekonomi dalam nilai-nilai
budaya, pengambilan keputusan, strategi dan operasi
organisasi dengan cara yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Implementasi berbagai aspek
tersebut akan dapat meningkatkan kehidupan sosial
masyarakat. Contoh dari program CSR yang dapat
dilakukan organisasi di antaranya derma (charity),
ilantropi (philanthropy), kerja sukarela (volunteer
work), dan pengurangan dampak lingkungan (the
reduction of environmental impact).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
hamrin,. et al (2010), mengatakan bahwa praktik
CSR yang selama ini dilakukan oleh beberapa
perusahaan di Indonesia belum menunjukkan hasil
yang signiikan khususnya bila dikaitkan dengan
pemberdayaan ekonomi masyarakat Pola Community
Development (CD) merupakan bentuk tanggungjawab
sosial yang saat ini banyak dipraktikkan oleh
perusahaan besar. Masalahnya, apakah makna yang
terkandung dalam CD sudah diimplementasikan
secara benar. Dalam Implementasi CD benar-benar
dapat terlaksana diasumsikan bila tanggungjawab
sosial perusahaan diimplementasikan melalui model
alternatif implementasi CSR yang berbasis pada
pemanfaatan modal sosial, maka CSR akan lebih
bermakna bagi pemberdayaan masyarakat, baik
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
ekonomi, sosial dan budaya secara berkelanjutan.
Menurut Widiyanarti (2005), pendekatan
CSR hendaknya dilakukan secara holistic, artinya,
pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak
dalam kegiatan bisnis semata, melainkan juga bergerak
dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke arah
tanggungjawab sosial yang lebih menekankan pada
keberlanjutan pengembangan masyarakat (community
development). Intinya, bagaimana melalui program
CSR, masyarakat menjadi berdaya, baik secara
ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup secara
berkelanjutan (sustainability) sehingga perusahaan
juga dapat terus berkembang dengan dukungan
masyarakat sekitar. Dalam konteks ini, tanggungjawab
sosial lebih dimaknai sebagai investasi jangka panjang
bagi perusahaan yang melakukannya.
Penerapan program CSR di Indonesia
pada umumnya berbeda-beda, tergantung kepada
kebijakan, visi dan misi serta budaya di masingmasing perusahaan bersangkutan. Guna berhasilnya
pelaksanaan kegiatan tersebut perlu suatu kesinergian
antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat,
sehingga kehadiran sebuah perusahaan menjadi
perekat dan memiliki nilai positif untuk menciptakan
keberdayaan masyarakat. Program CSR merupakan
salah satu kegiatan Hubungan pemerintah dan
masyarakat (Hupmas) Pertamina yang wajib
dilakukan secara rutin dan berkesinambungan untuk
kepentingan publik eksternal perusahaan, Selain itu
program CSR mampu untuk mendukung perusahaan
meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan
akibat kegiatan operasinya serta memaksimalkan
dampak positifnya kepada masyarakat.
PT Pertamina sebagai entitas bisnis di bidang
energi dan sumberdaya mineral merupakan salah satu
perusahaan terkemuka di Indonesia yang senantiasa
memperhatikan nilai-nilai Good Corporate Governance
(GCG) termasuk tanggungjawab terhadap lingkungan,
baik isik maupun sosial dalam setiap pengembangan
usahanya. PT Pertamina mempunyai kewajiban
untuk melakukan program CSR terhadap masyarakat,
sehingga keberadaan perusahaan di tengah masyarakat
diharapkan mempunyai nilai tambah bagi kehidupan
masyarakat sehingga masyarakat dapat merasakan
manfaat dari kehadiran perusahaan di lingkungan
mereka.
Namun pada praktiknya keberadaan sebuah
perusahaan tidak selalu memberikan dampak
positif bagi publik sekitarnya. Di sini keberadaan
Public Relations (PR) perusahaan diperlukan, selain
menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan
publik internal, PR juga menjalankan kegiatan yang
berhubungan dengan publik ekternal salah satu caranya
melalui program CSR. Program CSR diharapkan
memberikan manfaat positif bagi masyarakat di
sekitarnya. PR dituntut menjadi agen komunikasi
yang mampu menghubungkan setiap publik yang
berkepentingan dengan organisasi perusahaan
sehingga mencapai tujuan yang berlandaskan pada
saling pengertian dan pemahaman.
Penerapan program CSR PT Pertamina
merupakan releksi nilai dan budaya perusahaan yang
terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan masa
kini dan mendatang, yang memberikan manfaat bagi
PT Pertamina, shareholder dan stakeholder. Mengingat
kondisi nyata masyarakat, maka PT Pertamina dalam
penerapan program CSR saat ini lebih diprioritaskan
untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam
memecahkan permasalahan sosial di sekitar wilayah
kegiatan operasional perusahaan. Namun pelaksanaan
program CSR dikendalikan sepenuhnya oleh
perusahaan melalui divisi PR. Indikator keberhasilan
dari program CSR yang dilakukan dapat dilihat dari
dua sisi yaitu perusahaan dan masyarakat. Dari sisi
perusahaan, citra perusahaan harus semakin baik di
mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi masyarakat,
harus ada peningkatan kualitas hidup melalui
pemberdayaan masyarakat.
Fenomena diatas yang mendorong penelitian
ini dilaksanakan di PT Pertamina Reinery Unit VI
Balongan, untuk melihat bagaimana program CSR
yang dilakukan PT Pertamina untuk masyarakat
Balongan dalam meningkatkan keberdayaan
masyarakat. Di mana melalui penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
untuk melaksanakan program CSR yang efektif untuk
mendukung keberdayaan masyarakat yang merupakan
tujuan akhir dari program CSR.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Apa saja program CSR yang dilakukan PT Pertamina
Balongan dalam meningkatkan keberdayaan
masyarakat Balongan.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
program CSR yang dilakukan PT Pertamina Balongan
dalam meningkatkan keberdayakan masyarakat
Balongan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi program CSR dalam meningkatkan
keberdayaan masyarakat. Adapun secara spesiik
penelitian ini berguna untuk:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi
pada
pengembangan
ilmu
komunikasi mengenai program CSR yang
dilakukan perusahaan untuk masyarakat lokal.
Mengembangkan
dan
menyempurnakan
secara empiris teori komunikasi pembangunan
yang dikaitkan dengan konsep pemberdayaan
masyarakat, mengkaji tentang program CSR
166
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dalam mendukung program pemberdayaan
masyarakat.
2. Secara Praktis
Diharapkan melalui penelitian ini dapat
memberikan kontribusi kepada PT Pertamina
Balongan untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam memahami pentingnya
program CSR yang dilakukan perusahaan secara
berkesinambungan dan tepat sasaran dalam
memberdayakan masyarakat.
Tinjauan Pustaka
2.1. Corporate Social Responsibility
Dalam pengertian luas, CSR dipahami
sebagai konsep yang lebih “manusiawi” dimana
suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh
karena itu dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah
organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas
(Nursahid, 2006).
Petkoski dan Twose (2003) mendeinisikan
CSR sebagai komitmen bisnis berperan untuk
mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama
dengan karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal
dan masyarakat luas, untuk meningkatkan mutu hidup
mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan
bagi bisnis dan pembangunan.
Elkington
dalam
Wibisono
(2007),
mengembangkan konsep Triple bottom lines dalam
istilah economic properity, environmental quality,
social justice. Perusahaan yang ingin berkelanjutan
harus memikirkan 3P (Proit, People, Planet), yaitu
selain mengejar keuntungan (proit), perusahaan
juga harus memperhatikan dan terlibat pada
pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan
turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian
lingkungan(planet).
Penelitian Iryani (2008) mengatakan bahwa
triple bottom lines merupakan suatu konsekunsi dari
deinisi sustainable development yang mana mempunyai
tiga elemen penting yaitu pertumbuhan ekonomi,
perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial.
2.
SOCIAL
(PEOPLE)
LINGKUNGAN
ECONOMIC
(PLANET)
(PROFIT)
Gambar 1. Triple Bottom Lines dalam
kegiatan tanggungjawab social Perusahaan.
Penelitian Pleiger dalam Machiavelli
(2011), menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian
167
lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan
sejumlah
keuntungan,
diantaranya
adalah
ketertarikan pemegang saham dan stakeholders
terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan
lingkungan yang bertanggungjawab. Hasil lain
mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan
yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan
pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan
ekonomi. Sebagian perusahaan dalam industri modern
menyadari sepenuhnya bahwa isu lingkungan dan
sosial juga merupakan bagian penting dari perusahaan.
Ferreira dalam Machiavelli (2011), menyatakan bahwa
persoalan konservasi lingkungan merupakan tugas
setiap individu, pemerintah dan perusahaan. Sebagai
bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya
melaporkan pengelolaan lingkungan perusahannya
dalam annual report, Hal ini karena terkait dengan
tiga aspek persoalan kepentingan: keberlanjutan aspek
ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial.
2.2. Pemberdayaan Masyarakat
Istilah pemberdayaan (empowerment) berasal
dari kata “power” yang berarti kemampuan, tenaga,
atau kekuasaan. Dengan demikian, secara hariah
pemberdayaan dapat diartikan sebagai peningkatan
kemampuan, tenaga, kekuatan, atau kekuasaan.
Ife
(1995)
mengemukakan
bahwa:
“Pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment”,
yang berarti membantu komunitas dengan
sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian
untuk meningkatkan kapasitas komunitas sehingga
dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan
warga komunitas.”
Menurut Prijiono dan Pranarka (1996),
konsep pemberdayaan perlu disesuaikan dengan alam
pikiran dan budaya Indonesia. Perkembangan alam
pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat diawali
dengan proses penghilangan harkat dan martabat
manusia (dehumanisasi).
Proses penghilangan
harkat dan martabat manusia ini salah satunya
banyak dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi dan
teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar
dari kekuasaan (power). Empowerment hanya akan
mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi
bagian dari fungsi kebudayaan, yaitu aktualisasi dan
koaktualisasi eksistensi manusia dan bukan sebaliknya
menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan
koaktualisasi eksistensi manusia.
Tujuan
dari
pemberdayaan
untuk
meningkatkan kekuatan orang-orang yang lemah (Ife,
1995), Pada dasarnya pemberdayaan dapat dimaknai
sebagai segala usaha untuk membebaskan masyarakat
miskin dari belenggu kemiskinan yang menghasilkan
suatu situasi di mana kesempatan-kesempatan
ekonomis tertutup bagi mereka, karena kemiskinan
yang terjadi tidak bersifat alamiah semata, melainkan
hasil berbagai macam faktor yang menyangkut
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kekuasaan dan kebijakan, maka upaya pemberdayaan
juga harus melibatkan kedua faktor kekuasaan dan
kebijakan dari perusahaan.
Payne (1997) mengemukakan bahwa
suatu proses pemberdayaan pada intinya bertujuan
membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan
tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan
dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi
kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Pemberdayaan masyarakat menurut Prijono
dan Pranarka (1996) adalah: “Bagaimana rakyat
dibantu agar lebih berdaya sehingga tidak hanya
dapat meningkatkan kapasitas dan kemampuannya
dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya,
tetapi sekaligus meningkatkan kemampuan ekonomi
nasional”.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu
proses di mana masyarakat khususnya mereka
yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya
pembangunan didorong untuk makin mandiri
dalam mengembangkan kehidupan mereka. Dalam
proses ini, masyarakat dibantu untuk mengkaji
kebutuhan, masalah dan peluang pembangunan dan
perikehidupan mereka sendiri. Selain itu mereka
juga menemukenali solusi yang tepat dan mengakses
sumberdaya yang diperlukan, baik sumberdaya
eksternal maupun sumberdaya milik masyarakat itu
sendiri. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan
suatu proses mengajak atau membawa masyarakat
agar mampu melakukan sesuatu (enabling people to do
something). Menurut Ndara (1990), bahwa pemberdayaan
masyarakat terbagi atas empat macam:
a. Pemberdayaan
politik,
bertujuan
meningkatkan bargaining position yang
diperintah terhadap pemerintah, sehingga
yang diperintah mendapatkan apa yang
merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa
layanan, dan kepedulian tanpa merugikan
orang lain.
b. Pemberdayaan ekonomi, dimaksud sebagai
upaya untuk meningkatkan kemampuan
yang diperintah sebagai consumer untuk
berfungsi sebagai penanggung dampak
negatif pertumbuhan, pembayar resiko salah
urus, pemikul beban pembangunan, kambing
hitam kegagalan program dan penderita
kerusakan lingkungan.
c. Pemberdayaan sosial budaya, bertujuan
meningkatkan kemampuan sumberdaya
manusia melalui human investment, guna
meningkatkan nilai manusia, penggunaan
dan perlakuan seadilnya terhadap manusia.
d. Pemberdayaan lingkungan, dimaksudkan
sebagai program perawatan dan pelestarian
lingkungan, supaya yang diperintah dengan
lingkungannya terdapat hubungan saling
menguntungkan.
Metode Penelitian
Penelitian ini mengkombinasikan penelitian
menerangkan
(explanatory
research)
dengan
penelitian deskriptif (descriptive research). Teknik
pengumpulan data primer dengan wawancara,
observasi, dokumentasi. Data sekunder diperoleh dari
company proile,proile CSR Pertamina Balongan dan
buku literatur. Obyek penelitian ini adalah program
CSR dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat,
penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di
Balongan, Kabupaten Indramayu mengingat di
wilayah tersebut PT Pertamina Reinery Unit VI
beroperasi. Sebagai sumber penelitian adalah PT
Pertamina Reinery Unit VI, Jalan Raya Balongan
Km.9 Kabupaten Indramayu-Jawa Barat.
3.
4. Hasil dan Pembahasan
Corporate Social Responsibility merupakan
salah satu kegiatan eksternal Public Relations
Pertamina yang ditujukan kepada masyarakat yang
bertempat tinggal di sekitar PT Pertamina Balongan.
Program CSR Pertamina Balongan dibedakan
atas tiga ring, diantaranya: Ring I meliputi: Desa
Balongan, Indramayu, Sukaurip. Ring II meliputi:
Desa Tegalurung, Limbangan, Rawadalem, Sukareja,
Tinumpuk, Singaraja. Ring III meliputi desa: Desa
Lombang, Sudimampir, Tegalsembadra, Sudimampir
Kidul, Gelar Mandala, Pondoh dan Sambimaya
(Hikmana, 2010). Program CSR dilakukan karena
Pertamina merasa bahwa dalam beroperasinya kilang
Balongan sering memberikan dampak negatif bagi
masyarakat yang tinggal di sekitar kilang Balongan
terutama di bidang lingkungan hidup.
Didasari hal tersebut Pertamina berinisiatif
untuk melaksanakan program CSR secara rutin
dan berkesinambungan yang ditujukan kepada
masyarakat. Melaksanakan kegiatan CSR juga
merupakan keharusan bagi perusahaan yang
beroperasi di Indonesia terutama yang bergerak di
bidang minyak dan gas bumi, dimana konsep pertama
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat secara
berkesinambungan; yang kedua relation development
merupakan kegiatan yang lebih bersifat karitas dan
donasi publik. Termasuk dalam kategori ini adalah
pembinaan hubungan segitiga yang baik dan harmonis
antara perusahaan, pendamping program kegiatan
(pemerintahan daerah dan LSM) dan masyarakat
lokal.
Melalui program CSR diharapkan dapat
menciptakan pemberdayaan masyarakat, dan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitar.
Pedoman pelaksanaan program CSR adalah: komitmen
yang tinggi dari manajemen Pertamina, didasarkan
pada prioritas kebutuhan nyata masyarakat setempat
melalui proses dari bawah keatas, dapat memberikan
manfaat untuk perusahaan maupun masyarakat
168
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
setempat, menciptakan perubahan ekonomi, sosial
dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik bagi
masyarakat dan tidak berorientasi pada politik. Oleh
karena inisiatif melalui program pemberdayaan
masyarakat dirancang untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan citra perusahaaan.
Kontribusi
program
CSR
adalah
berkesinambungan
terhadap
pembangunan
ekonomi, sosial masyarakat dan lingkungan hidup.
Pembangunan yang berkelanjutan yaitu bekerjasama
dengan karyawan, masyarakat dan stakeholders untuk
memperbaiki kualitas hidup dengan cara yang dapat
diterima oleh bisnis dan juga pembangunan itu sendiri
adalah nilai dasar dari program CSR. Kemiskinan
yang sudah mengglobal saat ini adalah masalah
sosial yang menjadi target seluruh negara-negara
didunia untuk ditekan, bahkan dihapuskan dan
tentunya dalam implementasi CSR kontemporer yang
dilakukan dunia usaha dan sudah seharusnya dunia
usaha menyadari posisi mereka sebagai bagian dari
masyarakat. Keunikan program CSR adalah kegiatan
yang bersifat lokal karena pelaksanaannya melibatkan
partisipasi masyarakat di sekitar perusahaan. Inilah
sejujurnya yang membuat program CSR memiliki
peluang untuk masuknya pertisipasi masyarakat secara
utuh dalam pencapaian tujuannya (Untung, 2008).
Penerapan program CSR oleh Pertamina
merupakan releksi nilai dan budaya perusahaan yang
terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan masa
kini dan mendatang, yang memberikan manfaat
bagi Pertamina, shareholder dan stakeholder. Oleh
karena itu kesuksesan sebuah perusahaan tidak hanya
ditentukan dari keberhasilan menjalankan bisnis
sematanya, tetapi juga didukung kemampuan dalam
menyukseskan program pemberdayaan masyarakat
dan lingkungan hidup melalui program-program CSR
yang dilaksanakan perusahaan dan bermanfaat bagi
masyarakat. Pertamina dalam penerapan program CSR
saat ini diprioritaskan untuk membantu masyarakat
dan pemerintah dalam memecahkan permasalahan
sosial di sekitar Perusahaan. Pelaksanaan program
CSR dikendalikan sepenuhnya oleh perusahaan,
dan bekerjasama dengan pemerintaah dan lembagalembaga lainnya, dikembangkan dan diprioritaskan
di bidang ekonomi, sosial dan pelestarian lingkungan
hidup.
Melalui program-program CSR yang
dilakukan ini akan memberikan nilai tambah bagi
Pertamina untuk semakin mendekatkan produk dan
brand kepada masyarakat. Pertamina mengganggap
program CSR sebagai wujud good corporate governance
(GCG) yaitu sistem pemerintahan yang baik dan
peduli terhadap lingkungan.
Perkembangan program CSR yang dilakukan
berupaya untuk membantu pemerintah daerah
dalam meningkatkan keberdayakan masyarakat.
Praktik program CSR sebagai wujud implementasi
program dari community relations, jika ditujukan pada
stakeholder yang tepat dan dilakukan secara tepat pula
169
akan dapat menciptakan sebuah kondisi lingkungan
yang kondusif bagi perusahaan, sehingga perusahaan
akan dapat menjalankan aktivitas bisnisnya dengan
baik tanpa adanya hambatan-hambatan yang dapat
muncul dari lingkungan sekitar (hamrin., et al.,
2010).
Visi dari program CSR Pertamina Balongan
adalah menciptakan dan memelihara hubungan
harmonis dengan lingkungan sekitar serta bekerja
sama dengan pemerintah untuk memberikan manfaat
yang besar bagi masyarakat.
Misi dari program CSR Pertamina Balongan:
(1) Mengimplementasikan komitmen perusahaan
terhadap kegiatan TSP untuk memberikan nilai
tambah bagi stakeholders dalam upaya mendukung
kemajuan perusahaan, (2) Mewujudkan kepedulian
sosial Pertamina balongan dan kontribusi perusahaan
terhadap
pengembangan
masyarakat
yang
berkelanjutan.
Tujuan dari program CSR Pertamina
Balongan: (1) Membangun hubungan yang
harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif
untuk mendukung pertumbuhan perusahaan,
(2) Memberikan kontribusi dalam memecahkan
permasalahan sosial, (3) Meningkatkan nilai
dan budaya perusahaan yang terintegrasi dengan
strategi bisnis perusahaan dan (4) Bagian dari upaya
membangun citra dan reputasi perusahaan.
Program CSR
yang dilaksanakan oleh
Hupmas Pertamina didasarkan pada Kepmen No Kep236/MBU/2003 membawa babak baru bagi visi, misi
dan kebijakan sosial Pertamina. Melalui keputusan
tersebut, Pertamina yang telah menyalurkan dana
Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK)
sejak tahun 1990, membentuk unit PKBL untuk
menggantikan peran PUKK. Dengan menggunakan
dana bagian pemerintah atas penyisihan laba bersih
Pertamina untuk Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Dengan demikan fungsi sosial
dari Pertamina bertambah lagi dengan pembentukkan
unit khusus ini, baik ditingkat korporat maupun
daerah operasi/unit.
Program CSR merupakan kegiatan yang
wajib dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan
Undang-undang perseroan Terbatas Pasal 74. Esensi
UU-PT ini menegaskan bahwa dunia usaha tidak
lagi hanya memperhatikan aspek inacial usaha
semata (single bottom line), melainkan juga harus
menggunakan baik aspek keuangan, sosial dan
lingkungan hidup (triple bottom line). Sinergi antara
ketiga elemen tersebut merupakan kunci keberhasilan
dari konsep pembangunan berkelanjutan. Program
CSR merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kegiatan community development. Namun pada
prakteknya sebahagian dari program CSR dilakukan
sekedar pada perbuatan amal (charity) perusahaan saja
tidak menyentuh pada pemberdayaan.
Program CSR yang dilakukan oleh
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Pertamina merupakan investasi bagi pertumbuhan
dan keberlanjutan perusahaan dan bukan lagi
dilihat sebagai sarana biaya melainkan sarana untuk
meraih keuntungan dan menciptakan persepsi dan
citra positif masyarakat. Program CSR merupakan
komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya
pembangunan berkelanjutan. Disisi lain juga
masyarakat membutuhkan kepedulian perusahaan
untuk melaksanakan kegiatan sosial untuk masyarakat.
Dalam melaksanakan program CSR,
perusahaan memang tidak mendapatkan proit,
namun yang diharapkan dari program ini adalah
beneit berupa persepsi dan citra perusahaan dari
masyarakat. Menyadari akan pentingnya program
CSR ini perusahaan diharapkan fokus pada membina
hubungan baik dengan masyarakat dan menciptakan
masyarakat yang berdaya. Program CSR yang
dilakukan selama ini disesuaikan dengan keinginan
dan kebutuhan dari masyarakat Balongan yang
dilakukan oleh pendamping-pendamping program
CSR seperti penyuluh, mahasiswa dan pemerintah
daerah. Pendamping program ini mendatangi
masyarakat untuk melakukan survei terhadap
kebutuhan masyarakat (need assessment), yang
bertujuan untuk membentuk suatu persepsi maupun
citra yang diharapkan.
Program CSR yang telah dilakukan oleh
Pertamina untuk membantu pemerintah daerah dalam
meningkatkan keberdayaan masyarakat Balongan,
antara lain dilakukan berbagai kegiatan dalam berbagai
bidang kehidupan masyarakat, di antaranya:
1. Di bidang pendidikan: Pertamina memberikan
beasiswa kepada masyarakat yang berprestasi,
merenovasi bangunan sekolah, membangun ruang
perpustakaan, merenovasi lapangan upacara untuk
sekolah dasar negeri dan swasta, membagi-bagikan
komputer untuk beberapa sekolah yang terdapat
di sekitar wilayah kilang Balongan dan membagibagikan alat tulis kepada masyarakat.
2. Di bidang sosial: Pertamina rutin melakukan
pembagian sembako, susu cair, sunatan massal,
melaksanakan donor darah secara rutin,
memberikan santunan kepada orangtua jompo
dan anak yatim, membangun bak penampungan
air bersih di lokasi tanah penyangga, memasang
instalasi listrik untuk masyarakat Majakerta, dan
memberikan bantuan kepada masyarakat yang
terkena bencana alam.
3. Di bidang kesehatan: Pertamina memberikan
bantuan alat kesehatan di puskesmas Kecamatan
Balongan, Kecamatan Indramayu, Kecamatan
Juntinyuat
dan
Kecamatan
Compreng,
memberikan bantuan pengobatan massal secara
rutin yakni sekali dalam sebulan dan pemberian
air bersih untuk wilayah blok Kesambi Balongan
diprioritaskan kegiatan TSP di bidang kesehatan di
wilayah ini, karena wilayah ini merupakan wilayah
yang paling dekat dengan kilang Balongan.
Kegiatan TSP lainnya adalah
memberikan
makanan dan suplemen untuk peningkatan gizi
balita, bantuan paket makanan bergizi kepada
masyarakat yang kurang mampu yang tinggal di
wilayah ring satu kilang Balongan.
4. Di bidang keagamaan: Pertamina terlibat dalam
melakukan renovasi beberapa masjid yang terdapat
di lingkungan kilang Balongan, membagi-bagikan
Al-quran, buku keagamaan di masjid-masjid yang
berada di sekitar kilang Balongan, memberikan
bantuan hewan qurban kepada Mustahik dalam
rangka peringatan hari raya Idul Adha, mengadakan
acara untuk memperingati Isra Mi’raj.
5. Di bidang olah raga: Pertamina terlibat dalam
membangun sarana olah raga untuk masyarakat
seperti lapangan volli, lapangan sepak bola dan
lapangan bulu tangkis, pembuatan ieldroom di
stadion Dharma Ayu Indramayu.
6. Di bidang ekonomi: Pertamina memberikan kepada
masyarakat dalam pengelolaan tanah penyangga
yang dapat dinikmati oleh masyarakat seluas 250
hektar persawahan yang dapat dipergunakan
oleh masyarakat secara bergantian, memberikan
pemodalan untuk modal kerja masyarakat,
melaksanakan pembinaan dan pelatihan untuk
para petani, peternak dan nelayan.
7. Di bidang pengelolaan lingkungan hidup:
Pertamina terlibat aktif dalam melaksanakan
penanaman pohon dan kegiatan memelihara
pohon yang sudah ada, pembangunan sarana dan
sarana, membangun irigasi, membangun drainase,
membangun tempat pembuangan sampah,
membangun got, membangun taman kota,
membantu pelaksanaan pembangunan WC umum
(MCK) di Desa Majakerta dan melaksanakan
kegiatan pelatihan dan pembinaan di bidang
lingkungan hidup.
Pertamina juga memfokuskan pada program
CSR di bidang pengelolaan lingkungan hidup untuk
menjaga dan melestarikan lingkungan dan ikut
menyukseskan gerakan penanaman sejuta pohon
tahun 2009. Pertamina melaksanakan program one
man one tree dengan menanam 2.010 bibit pohon.
Adapun jenis bibit pohon yang disediakan antara lain:
sebanyak 715 bibit pohon mahoni, sebanyak 356 bibit
pohon palem, sebanyak 104 bibit pohon trembesi,
sebanyak 835 bibit pohon glodokan tiang. Semua
bibit pohon ini ditanam di area kilang, laydown area,
dan area pertanaman Pertamina Balongan. Sebagai
wujud kepedulian Pertamina terhadap lingkungan,
Pertamina secara simbolis juga menyerahkan bantuan
sebanyak 50.000 bibit tanaman penghijauan berupa
mangrove untuk ditanam di wilayah Kabupaten
Indramayu.
Program CSR yang telah dilakukan oleh
Pertamina yang bersifat community development,
di antaranya melakukan kegiatan pelatihan untuk
para nelayan di Kabupaten Indramayu bekerjasama
170
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dengan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan
Dinas Lingkungan Hidup. Hal ini dikarenakan
sebahagian besar mata pencaharian masyarakat adalah
nelayan. Kegiatan ini berupa pelatihan pembuatan
serta bantuan alat tangkap ikan, materi terkait
dengan Program Peningkatan Kualitas Lingkungan
(PPKL), kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan
dari program yang telah digulirkan sebelumnya
yang sejalan dan mendukung Keppres Peningkatan
Kehidupan Nelayan (PKN). Terkait dengan strategi
“revolusi biru” dari Menteri Kelautan dan Perikanan
dalam peningkatan produksi hasil laut bagi nelayan,
baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk
diekspor. Pelatihan ini dilaksanakan dengan tujuan
membantu masyarakat untuk menjadi lebih mandiri
dan berdaya di bidang ekonomi.
Program CSR yang dilakukan sangat
beragam, kegiatan di bidang ekonomi bertujuan
untuk memberikan nilai tambah dan memberdayakan
masyarakat sekitar Pertamina, memberikan peluang
kepada masyarakat untuk menambah perekonomian
keluarga dan mendukung pertumbuhan perekonomian
masyarakat dan usaha kecil serta menengah di
Kabupaten Indramayu. Kegiatan di bidang sosial,
didasari oleh pemikiran bahwa sebagai perusahaan
yang berada di tengah masyarakat, Pertamina Balongan
mempunyai tanggungjawab dalam menciptakan
masyarakat yang lebih baik serta membantu
meringankan beban masyarakat. Kegiatan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh
Pertamina didasari oleh pemikiran bahwa operasional
kilang Balongan memberikan dampak negatif bagi
masyarakat sekitar. Diharapkan dengan kegiatan TSP
yang dilaksanakan dapat mengurangi resiko atau
dampak negatif dari operasional kilang Balongan.
Keberhasilan
program
keberdayaan
masyarakat melalui program CSR Pertamina
Reinery Unit VI Balongan di bidang ekonomi,
ditandai dengan adanya pembangunan prasarana
umum masyarakat di wilayah kerja Pertamina
seperti pembangunan jalan raya yang sudah di aspal,
pembangunan sekolah untuk pendidikan formal,
pembangunan jembatan, pembangunan pelabuhan,
pembangunan tempat ibadah, pembangunan balai
desa dan balai pertemuan, pembangunan poliklinik
kesehatan, pembangunan sarana olah raga dan taman
kota. Untuk mengembangkan kualitas sumberdaya
manusia dilaksanakan program beasiswa untuk siswa
yang berprestasi dan staf pengajar yang berkualitas
untuk belajar ke luar negeri. Pemberdayaan
masyarakat di bidang sosial terlihat dari kemampuan
masyarakat untuk berinteraksi dan bekerjasama
dengan masyarakat lainnya. Melalui interaksi
dan kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat
diharapkan menumbuhkan aspirasi, kreativitas dan
keberanian dalam mengutarakan pendapat pribadi
dan menentukan pilihan. Masyarakat yang sering
berinteraksi dengan secara formal dan non formal
171
dengan berbagai pihak dapat membantu mencari
solusi yang tepat bagi permasalahan yang dihadapi.
Pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi
terlihat dari kemampuan masyarakat Balongan
untuk menanam dan merawat pohon yang sudah
ada, membuang sampah pada tempat yang tersedia
sehingga tidak mengakibatkan banjir, menggunakan
MCK yang telah dibangun oleh Pertamina sehingga
dengan berbagai pelatihan di bidang pengelolaan
lingkungan hidup yang dilakukan oleh Pertamina
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan analisis
hasil pembahasan, dapat disimpulkan: program
CSR yang dilakukan oleh Pertamina Reinery Unit
VI Balongan merupakan kegiatan yang rutin dan
berkesinambungan dilakukan oleh Pertamina untuk
masyarakat Balongan. Pertamina merasa memiliki
tanggungjawab dalam membantu pemerintah daerah
dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui
program CSR yang dilaksanakan. Program CSR yang
dilakukan oleh Pertamina telah menjangkau dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat, diantaranya
di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan
hidup. Pertamina dalam melaksanakan program CSR
dibantu oleh pendamping program CSR yang berasal
dari pemerintah daerah, mahasiswa, peneliti dan
penyuluh, yang bertugas untuk melakukan survei
kepada masyarakat yang bertujuan untuk mengetahui
kebutuhan dari masyarakat.
5.2. Saran
Program CSR Pertamina dilaksanakan
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat di
bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan
hidup perlu dilakukan evaluasi kegiatan sehingga
dalam setiap pelaksanaan program CSR selanjutnya
menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat bagi yang
menerima.
Daftar Pustaka
Hikmana DE. 2010. Evaluasi Implementasi CSR
PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan.
Indramayu: LPPM Universitas Wiralodra
Indramayu.
Ife J. 1995. Community development: creating
community alternatives – vision, analysis and
practice. Australia: Longman Australia Pty.LTD.
Iryani E. 2009. Komitmen stakeholders perusahaan
terhadap kinerja sosial dan kinerja keuangan,
[tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro.
Machiavelli DG. 2011. Pengaruh kinerja lingkungan
dan pengungkapan informasi lingkungan
terhadap kinerja ekonomi perusahaan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
manufaktur yang terdaftar di bursa efek
Indonesia.
http://garryaditya.blogspot.
com/2011/01/jurnal-csr.html/ [diakses 23 Juni
2011].
Ndara T. 1990. Pembangunan masyarakat
mempersiapkan masyarakat tinggal landas.
Jakarta: Rineke Cipta.
Payne M. 1997. Modern social work theory. Second
Ed. London: MacMillan Press Ltd.
Petkoski D, Twose N. 2003. Public policy for corporate
social responsibility. Jointly sponsored by
the World bank Institute, the private sector
development vice presidency of the world bank,
and the international inance corporation.
http://info.worldbank.org/ July [diakses 10
Desember 2010].
Prijono OS, Pranarka AMW. 1996. Pemberdayaan:
konsep, kebijakan dan implementasi. Jakarta:
Centre for Strategic and International Studies.
hamrin H, Syafganti I, Rangkuti B. 2010.
Implementasi Corporate Social Responsibility
Berbasis Modal Sosial di Sumatra Utara. Journal
of Strategic Communication Vol 1 No 1: 76-89.
Wibisono Y. 2007. Membedah konsep dan aplikasi
CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik:
Fascho Publishing.
Widiyanarti T. 2005. Corporate sosial responsibility
: Model comunity development. Jurnal
Antropologi Sosial Budaya. Vol 1 dan 2. USU:
LPM ANTROP-FISIP.
172
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Adopsi Inovasi Kelestarian Lingkungan dari Perspektif Komunikasi
Pembangunan
Rahmi Winangsih1*)
Abstrak
Kebijakan pemerintah terkait program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP),
diharapkan dapat memberikan pengaruh kesehatan, meningkatkan produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, program PHBS diawali dengan kesediaan air bersih dan lingkungan sehat sebagai penyediaan sarana
prasarana menjadi permasalahan utama yang penyelesaiannya harus diprioritaskan, mengingat persoalan kesehatan
masyarakat kota Serang dianggap memprihatinkan. Bagaimana proses komunikasi dilakukan dalam perubahan
sosial budaya sangat mendasar, mengingat pola pikir masyarakat masih ditemui sulit berubah, karena mendobrak
kebiasaan sebagai pola dasar budaya masyarakat memang sesuatu yang tidak mudah. Paradigma pembangunan,
tampaknya perlu diimbangi dengan pembangunan berpusat pada masyarakat (people centered development), dan
harus diintegrasikan dengan aspek sosial budaya masyarakat sebagai keseluruhan proses pembangunan. Fenomena dan
pengamatan penelitian, masih terdapat masyarakat sulit menerima inovasi; masih kurangnya perhatian komponen
masyarakat (pemerintah, masyarakat, dan organisasi masyarakat) terhadap inovasi pola hidup bersih dan sehat;
masih kurangnya kesadaran masyarakat mengubah perilaku hidup bersih dan sehat sebagai dasar budaya, sehingga
tidak ada keinginan dari masyarakat melakukan swadaya dalam membangun fasilitas sanitasi lingkungan seperti
MCK umum; masih kurangnya tenaga fasilitator membantu pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sehat, bebas
BABs 2014 dan program MDGs 2015; masih minimnya media informasi dimanfaatkan masyarakat, seperti ilm,
poster, dan spanduk disertai program penyebaran PHBS sebagai gagasan baru, sehingga diperlukan model penyebaran
inovasi, strategi komunikasi dan pemilihan saluran komunikasi yang tepat agar mudah mengubah perilaku
masyarakat tidak membuang kotoran sembarangan, karena menimbulkan pencemaran dan sanitasi lingkungan.
Kata Kunci: Pengadopsian, komunikasi pembangunan kesehatan & kelestarian lingkungan
Pendahuluan
Pemerintah saat ini sedang mempopulerkan
program Millenium Development Goals (MDGs),
dengan beberapa program yang berkenaan langsung
dengan program pembangunan kesehatan antara
lain: meningkatkan kesehatan dan kelestarian
lingkungan, kesehatan ibu & anak, serta memerangi
penyakit malaria, serta penyakit lainnya. Salah satu
upaya untuk merealisasikan program MDGs adalah
dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat
(PHBS) sebagai bagian dari program air minum
penyehatan lingkungan (AMPL). Program tersebut
merupakan program unggulan pemerintah Kota
Serang dalam mempersiapkan wilayah sehat, indah
dan nyaman sebagai pusat kota. Gagasan ini dilandasi
oleh UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang mengamanatkan bahwa pembangunan harus
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat masyarakat setinggitingginya, sebagai investasi pembangunan sumber
daya manusia produktif secara sosial ekonomi.
Data di wilayah Kota Serang, menunjukkan
bahwa wabah penyakit polio, campak, diare,
DBD hingga kekurangan gizi berakibat pada
busung lapar. Bila sedikit cermat memperhatikan
1.
1 *) Dosen Tetap Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta, Banten.
173
wabah tersebut, maka penyebab utama dari
percepatan penyebaran wabah penyakit disebabkan
buruknya kualitas sanitasi lingkungan hidup. Tidak
perlu jauh sampai harus mencermati pola hidup
masyarakat tradisional (pedesaan), pada masyarakat
perkotaan pun masih banyak membuang kotoran
manusia di sembarang tempat, atau dalam istilah
masyarakat Banten pada umumnya disebut dolbon
(modol di kebon). Keadaan ini didukung dengan
perolehan data dari Buku Putih Sanitasi Kota Serang
2011 bidang kesehatan masyarakat, menunjukkan
bahwa:
Kondisi lingkungan terus mengalami degradasi
secara kualitas maupun kuantitas, diperburuk
oleh pola perilaku hidup bersih dari masyarakat
rendah terutama lingkungan sekitar rumah
permukiman. Kondisi kesehatan dan pola
hidup masyarakat Kota Serang dapat dilihat
berdasarkan timbulnya penyakit akibat kondisi
sanitasi buruk, antara lain penyakit diare dan
ISPA. Berdasarkan Laporan Tahunan Seksi
Kesehatan Lingkungan 2010: Penyakit ISPA,
batuk, demam akut, gangguan kulit dan
jaringan subkutan lainnya, serta diare termasuk
lima (5) penyakit besar yang ada di Kota Serang.
Kasus penyakit diare paling banyak terjadi di
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kecamatan Serang sebanyak 7.269 kasus, dan
kasus penyakit ISPA juga cukup banyak terjadi
di kecamatan Serang mencapai 34.026 kasus.
Pada tahun 2011 hasil survey Environment
Health Risk Area (EHRA) menyebutkan
bahwa 49,4% responden tidak memiliki sarana
pengolahan air limbah (SPAL), masyarakat
lebih memilih membuang sampah di sembarang
tempat, antara lain ke saluran terbuka, sungai,
dan jalan. Kebiasaan ini mempengaruhi kualitas
udara, tanah, dan air serta lingkungan menjadi
tidak sehat, sehingga menimbulkan berbagai
penyakit yang diakibatkan sanitasi buruk.
Kebijakan pemerintah terkait program
dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman (PPSP), diharapkan dapat memberikan
pengaruh kesehatan, meningkatkan produktivitas,
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, program PHBS diawali dengan kesediaan
air bersih dan lingkungan sehat sebagai penyediaan
sarana prasarana menjadi permasalahan utama yang
penyelesaiannya harus diprioritaskan, mengingat
persoalan kesehatan masyarakat kota Serang dianggap
memprihatinkan.
Padahal model penerapan kebijakan pemerintah
untuk mengubah perilaku masyarakat berpola hidup
bersih dan sehat kerap dilakukan, Seperti yang
dilaksanakan petugas Puskesmas, antara lain membuat
arisan MCK yang bertujuan agar setiap kepala
keluarga mempunyai sarana MCK, sehingga tidak lagi
membuang kotoran sembarangan. Namun program
ini tidak berhasil secara optimal, karena masyarakat
tidak mau berubah secara optimal untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat.
Bagaimana proses komunikasi dilakukan
dalam perubahan sosial budaya sangat mendasar,
mengingat pola pikir masyarakat masih ditemui
sulit berubah, karena mendobrak kebiasaan sebagai
pola dasar budaya masyarakat memang sesuatu yang
tidak mudah. Paradigma pembangunan ekonomi
telah lama mendominasi model pembangunan di
berbagai Negara termasuk Indonesia, tampaknya
perlu diimbangi dengan pembangunan berpusat pada
masyarakat (people centered development), dan harus
diintegrasikan dengan aspek sosial budaya masyarakat
sebagai keseluruhan proses pembangunan (Dilla,
2007). Begitu pula dengan proses pengadopsian
program pembangunan kesehatan PHBS sebagai
inovasi. Strategi pemberdayaan masyarakat melalui
PHBS berorientasi pada nilai-nilai sosial budaya yang
hidup dan berkembang, mengartikan bahwa proses
pembangunan kesehatan ini tidak saja menumbuhkan
dan mengembangkan nilai tambah ekonomis,
tetapi juga nilai tambah sosial secara adil (equity)
dan setara (equality), serta partisipasi sebagai upaya
pengembangan kapasitas manusia dan masyarakat
berdasarkan spektrum helping people to help themselves,
baik individu, kelompok, maupun orang sebagai
kekuatan civil society.
Rogers mengatakan bahwa sebuah inovasi tentu
tidak selalu baru, tetapi sesuatu dianggap baru oleh
seseorang sampai melaksanakan anjuran program
cukup lama sudah dikenalkan kepada seluruh anggota
masyarakat, tetapi belum tentu seluruh masyarakat
menerima dan melaksanakannya, seperti dapat
diuraikan berikut ini bahwa:
Inovasi merupakan gagasan, tindakan atau
barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Tidak menjadi soal, sejauh dihubungkan
dengan tingkah laku manusia, apakah ide
itu betul-betul baru atau tidak jika diukur
dengan selang waktu sejak digunakannya
atau diketemukannya pertama kali. Kebaruan
inovasi itu diukur secara subjektif, menurut
pandangan individu yang menangkapnya.
Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang,
maka disebut inovasi (bagi orang tersebut).
Baru dalam ide inovatif mungkin telah lama
diketahui oleh seseorang beberapa waktu yang
lalu (yaitu ketika kenal dengan ide itu) tetapi ia
belum mengembangkan sikap suka atau tidak
suka terhadap inovasi, apakah ia menerima atau
menolak inovasi.(Rogers, 2003)
Sebenarnya
perubahan
sosial
budaya
merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat, dan terjadi sesuai hakikat
serta sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan
perubahan. Seperti Hirschman mengatakan bahwa
kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab
dari perubahan. Ada tiga (3) faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan sosial: 1) tekanan kerja
dalam masyarakat; 2) keefektifan komunikasi, dan 3)
perubahan lingkungan alam. Perubahan sosial budaya
juga dapat timbul akibat perubahan lingkungan
masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan
kebudayaan lain. Sebagai contoh, target berakhirnya
kebiasaan BAB sembarangan 2014 berujung pada
ditemukannya pola hidup bersih dan sehat, dengan
menyediakan sarana MCK yang pantas dan memadai,
kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya
174
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dalam aspek kebudayaan. Kebudayaan adalah sesuatu
yang akan mengubah tingkat pengetahuan anggota
masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat,
meliputi sistem ide atau gagasan pikiran manusia
dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda ciptaan manusia sebagai makhluk
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat,
salah satu diantaranya adalah menerapkan pola hidup
bersih dan sehat melalui penggunaan sarana dan
prasarana sesuai standard program pembangunan
kesehatan lingkungan masyarakat.
Berdasarkan fenomena dan pengamatan
penelitian, masih terdapat masyarakat sulit menerima
inovasi; masih kurangnya perhatian komponen
masyarakat (pemerintah, masyarakat, dan organisasi
masyarakat) terhadap inovasi pola hidup bersih
dan sehat; masih kurangnya kesadaran masyarakat
mengubah perilaku hidup bersih dan sehat sebagai
dasar budaya, sehingga tidak ada keinginan dari
masyarakat melakukan swadaya dalam membangun
fasilitas sanitasi lingkungan seperti MCK umum; masih
kurangnya tenaga fasilitator membantu pemerintah
dalam mewujudkan Indonesia sehat, bebas BABs
2014 dan program MDGs 2015; masih minimnya
media informasi dimanfaatkan masyarakat, seperti
ilm, poster, dan spanduk disertai program penyebaran
PHBS sebagai gagasan baru, sehingga diperlukan
model penyebaran inovasi, strategi komunikasi dan
pemilihan saluran komunikasi yang tepat agar mudah
mengubah perilaku masyarakat tidak membuang
kotoran sembarangan, karena menimbulkan
pencemaran dan sanitasi lingkungan semakin buruk.
Upaya Perubahan Perilaku Masyarakat Melalui MCK
(Mandi Cuci Kakus) Sebagai Cermin Hidup Bersih
dan Sehat Serta Kondisi Sosial Budaya, di lingkungan
wilayah Kota Serang sebagai Ibukota Propinsi Banten
menjadi prioritas dalam proses penyebaran inovasi
pola hidup bersih dan sehat sebagai salah satu sasaran
pembangunan dalam mewujudkan Millineum
Development Goals Health (MDGs).
175
2. Kajian Pustaka
2.1.
Konsep Penyebaran Inovasi Kelestaraian
Lingkungan
Secara konseptual, komunikasi pembangunan
bersumber dari teori komunikasi dan teori
pembangunan yang saling menopang. Teori
komunikasi digunakan untuk menjembatani arus
informasi (ide, gagasan) baru, dari pemerintah
kepada masyarakat atau sebaliknya. Dengan kata
lain, melalui komunikasi pesan-pesan pembangunan
dapat diteruskan dan diterima khalayak untuk
tujuan perubahan. Sementara teori pembangunan
digunakan sebagai karakteristik bentuk perubahan
yang diinginkan secara terarah, dan progresif, dari satu
kondisi ke kondisi lain, atau dari satu keadaan menuju
keadaan lebih baik.
Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara
pikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah berubah,
maka sharing akan segera dimulai. Masyarakat akan
merasa bebas untuk mengatakan tentang apa yang
terjadi di komunitasnya dan mulai merencanakan
melakukan sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi,
metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat secara
bersama-sama melakukan analisis terhadap kondisi
dan masalah masyarakat tersebut.
Dalam konsep komunikasi pembangunan
sebagai usaha pemilihan strategi, dan model
komunikasi yang memungkinkan terjadinya
perubahan dalam rangka pembangunan. Tujuannya
berusaha menyampaikan, mengkaji, dan menjelaskan
isu, ide, atau gagasan aktual yang berkaitan dengan
perubahan menuju pembangunan masyarakat.
Memberi inspirasi baru dalam penggalian aspirasi,
kreativitas, kepentingan, dan kebutuhan individu,
kelompok dan masyarakat, sehingga membuka jalan
bagi munculnya ide, gagasan, dan inovasi dari tingkat
akar rumput. Komunikasi pembangunan dipandang
sebagai instrumen kunci dalam menggambarkan,
mendorong, dan mengarahkan mempercepat, dan
mengendalikan setiap perubahan pembangunan,
sebagai usaha pembebasan dan pencerahan
pembangunan dalam rangka meningkatkan harkat,
martabat dan menanamkan jiwa kemandirian
masyarakat, sehingga apa pun bentuk dan jenisnya,
aktivitas pembangunan senantiasa mengarah pada
pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh.
Dalam melaksanakan kegiatan komunikasi
pemasaran sosial selalu dimulai dengan promosi
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
mengenai sikap atau kepercayaan yang dikaitkan
dengan bidang kesehatan. Kajian komunikasi
kesehatan masyarakat mengalami banyak perubahan
sangat pesat dan mendasar dari strategi bersifat partial
menuju strategi komprehensif. Tujuan pokok dari
program komunikasi kesehatan adalah perubahan
perilaku kesehatan masyarakat dalam meningkatkan
derajat kesehatan. Tumbuhnya motivasi di kalangan
masyarakat, diharapkan upaya-upaya pergerakan
masyarakat menjadi lebih dinamis.
Secara historis, studi ilmu komunikasi kesehatan
terinspirasi oleh gerakan karantina, gerakan kesehatan
individu, gerakan meningkatkan ilmu pengetahuan
tentang kebersihan, dan gerakan mengenalkan konsep
baru kesehatan masyarakat yang mendorong perubahan
kesadaran atas masalah kesehatan masyarakat. (Liliweri,
2011) Studi komunikasi kesehatan pada dasarnya
menghubungkan studi komunikasi dengan kesehatan.
Perhatian dunia terhadap tanggung jawab semua
untuk kesehatan masyarakat telah digariskan dalam
pelbagai perjanjian, kesepakatan oleh masyarakat
dunia yang sadar bahwa semua bertanggung jawab
atas kesehatan masyarakat. Sebagai contoh pada tahun
1978 di Alma Alta, seluruh Negara anggota WHO
membuat kesepakatan mengenai pelayanan kesehatan
primer (primary health care) yang mencakup 8 (delapan)
unsur pokok bidang kesehatan, yaitu: Penyuluhan
kesehatan; Gizi; Sanitasi dasar dan air bersih; KIA,
kesehatan Ibu dan anak; Imunisasi terhadap 6 (enam)
penyakit utama: BCG, Difteria, Pertusis, Tetanus, Polio,
dan Campak; Pencegahan dan pengelolaan penyakit
endemic; Pengobatan penyakit yang umum dijumpai;
Tersedianya obat esensial. (Sumber: Liliweri, 2011: 64)
Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Menkes RI, 2011 untuk mengukur keberhasilan
pembinaan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam
rumah tangga digunakan 10 (sepuluh) indikator,
yaitu: Pertolongan ditolong oleh tenaga kesehatan;
Memberi ASI ekslusif bayi; Menimbang berat badan
balita; Menggunakan air bersih; Mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun; Menggunakan jamban sehat;
Memberantas jentik nyamuk; Mengkonsumsi sayur dan
buah setiap hari; Melakukan aktivitas isik setiap hari;
Tidak merokok di dalam rumah.
Dalam menyebarkan informasi kesehatan
kepada masyarakat melalui sosialisasi dan kampanye
kesehatan, agar berupaya berperilaku hidup sehat,
menciptakan kesadaran, mengubah sikap, dan
memberikan motivasi kepada individu untuk
mengadopsi perilaku yang direkomendasikan.
Penyebaran informasi dapat dilakukan melalui tatap
muka maupun bermedia. Aktivitas komunikasi
manusia, termasuk komunikasi kesehatan pada semua
level komunikasi, yakni komunikasi antarpersona,
kelompok, organisasi, publik maupun massa,
mempunyai tujuan relatif sama, yaitu: mempengaruhi
sikap penerima, misalnya pihak sasaran mengubah
persepsi dan sikap sesuai dengan kehendak pengirim
informasi.
Oleh karena itu, diperlukan seorang
komunikator sebagai penyampai informasi yang
berperan ganda serentak untuk beberapa program,
bukan hanya berperan menyampaikan informasi,
tetapi juga berperan melakukan isi informasi tersebut.
Dengan demikian, diperlukan seorang komunikator
profesional, seorang fasilitator yang mengerjakan
semua tugas dan fungsi penyuluh kesehatan, sehingga
dapat mencapai kesuksesan proyek atau program,
adapun kriterianya sebagai berikut:
a. Mampu dan terampil sebagai leader dalam
kebijakan komunikasi kesehatan;
b. Mampu merancang strategi dan implementasi
komunikasi;
c. Mampu dan terampil memobilisasi dan melatih
individu atau komunitas dalam masyarakat
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan;
d. Terampil berkomunikasi;
e. Mampu mengenalkan peluang koordinasi,
kerjasama, pembentukan jaringan kerjasama;
f. Memproduksi multimedia atau perlengkapan
audio visual lainnya.
(Liliweri, 2011)
Penyebaran inovasi mengenai pemenuhan
kebutuhan masyarakat memerlukan komunikasi yang
dapat mendukung secara optimal, terutama saat ini
pemerintah sedang berusaha mencapai Millenium
Development Goals (MDGs), sebagai program skala
prioritas sampai tahun 2015. Kegiatan ini dilakukan
untuk mendukung tujuan pembangunan kesehatan
nasional, yakni dengan meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang, agar terwujud derajat kesehatan setinggitingginya dalam mencapai visi Indonesia Sehat.
Bagi Dinas Kesehatan Kota Serang,
mengkomunikasikan pesan kepada khalayak, selain
untuk menumbuhkan daya tarik terhadap informasi
tentang pembangunan kesehatan, bagaimana agar
masyarakat memiliki kemauan dan kesadaran berpola
hidup bersih dan sehat, sehingga mereka mampu
176
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
meningkatkan derajat kesehatannya, juga berusaha
mengembangkan citra positif sebagai usaha untuk
menciptakan opini favourable ditengah-tengah
masyarakat, menguntungkan kedua belah pihak.
Selain itu ada beberapa bentuk komunikasi yang dapat
dilakukan di samping komunikasi massa, seperti dapat
diuraikan sebagai berikut:
Komunikasi antarpersona, yaitu pernyataan
manusia yang ditujukan kepada sasaran
tunggal atau dapat disebut juga dengan
kontak antar individu. Komunikasi kelompok
yaitu pernyataan manusia ditujukan kepada
kelompok tertentu memperlihatkan struktur
nyata. Sedangkan komunikasi massa yang
telah diuraikan sebelumnya adalah pernyataan
manusia yang ditujukan kepada massa melalui
media massa. (Rogers, 2003)
Penyebaran informasi melalui media massa
dapat dikelompokkan ke dalam media cetak dan
elektronik, bentuk media cetak adalah surat kabar,
lealet, spanduk, majalah, pamlet, dan sebagainya,
sedangkan bentuk media elektronik adalah televisi,
radio, dan sebagainya. Pengertian komunikasi massa
secara terperinci diuraikan oleh Devito, 1997 bahwa:
Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi
yang ditujukan kepada massa atau khalayak luar
biasa luasnya. Ini tidak berarti bahwa khalayak
meliputi seluruh penduduk atau semua orang
membaca atau semua orang menonton televisi,
agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar
dan pada lainnya agar sukar dideinisikan;
Kedua, komunikasi massa yang disalurkan oleh
pemancar audio dan/atau visual. Komunikasi
massa barangkali akan lebih mudah dan lebih
logis bila dideinisikan menurut bentuknya,
televisi, surat kabar, majalah, ilm, buku, dan
pita rekaman.
Pengertian di atas menerangkan beberapa ciri
komunikasi massa yaitu proses komunikasi berlangsung
secara satu arah, artinya umpan balik dari sasaran atau
komunikasi bersifat tertunda, antara komunikator
dan komunikan atau antar komunikan tidak saling
mengenal, komunikator bersifat melembaga, isi pesan
disampaikan bersifat umum, media komunikasi
digunakan menimbulkan keserempakan. Sedangkan
efek pesan diuraikan oleh Rakhmat, 2006 bahwa:
“Akan menimbulkan perubahan komunikan pada
aspek kognitif seperti perubahan pendapat, penambahan
177
pengetahuan, dan perubahan kepercayaan, aspek afektif
seperti perasaan atau kesukaan, dan aspek konatif seperti
perilaku dan kecenderungan berperilaku.” Dengan
demikian, khalayak sasaran dalam menerima pesan
dari komunikator, dapat menentukan sikap untuk
bertindak, apakah menerima atau menolak pesanpesan mengenai ide-ide atau produk baru yang
disebarluaskan oleh institusi.
3. Pembahasan
3.1. Adopsi Inovasi Kesehatan dan Kelestarian
Lingkungan
Penelitian ini menggunakan pendekatan
model difusi inovasi, yang disampaikan oleh Rogers
and Shoemaker, 1987 dalam buku difusi inovasi.
Saluran komunikasi melalui media massa juga tidak
kalah pentingnya yang diasumsikan memiliki efek
berbeda-beda pada titik waktu berlainan, mulai dari
menimbulkan pengetahuan sampai mempengaruhi
adopsi (penerimaan) atau terjadi penolakan (rejection)
suatu inovasi.
Tiga (3) perbedaan utama dalam suatu
proses adopsi melalui sumber media komunikasi,
yaitu berhubungan dengan antecedent, process, and
consequences. Pertama, variabel antara (antecedent)
terdiri dari a) Ciri-ciri kepribadian seseorang, seperti
sikapnya terhadap inovasi. b) Ciri-ciri sosialnya,
seperti luas hubungan seseorang, dan c) kuatnya
kebutuhan nyata terhadap inovasi. Semua variabel
ini mempengaruhi proses keputusan inovasi terjadi
pada setiap orang. Selain itu, variabel sistem seperti
norma sistem (tradisional atau modern), toleransi
terhadap penyimpangan dan kepaduan komunikasi
juga mempengaruhi sifat proses keputusan inovasi
para anggota sistem sosial.
Pada umumnya seseorang cenderung membuka
diri terhadap ide-ide yang sesuai dengan minat dan
kebutuhan. Sikap kebutuhan ini mungkin timbul
ketika mengetahui ada cara-cara baru yang lebih
sempurna, yaitu menyadari akan adanya inovasi.
Karena itu, pengetahuan akan adanya inovasi
dapat menimbulkan atau menyebabkan timbulnya
kebutuhan, begitu pula sebaliknya. Beberapa agen
pembaharu menggunakan pendekatan ini untuk
mengadakan pembaharuan dengan cara menimbulkan
kebutuhan kliennya dengan menunjukkan hasil-hasil
yang diharapkan dari penggunaan inovasi. Dengan
adanya pengetahuan tentang inovasi, diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi untuk mengadopsi, apalagi
jika kebutuhan terhadap inovasi tertentu, berkenaan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dengan kebutuhan nyata yang dapat dilihat atau
dirasakan, sehingga dapat merasakan bahwa inovasi
itu betul-betul dapat membantu memenuhinya.
Adapula kebutuhan bersifat umum, tidak
tertuju pada inovasi tertentu. Kebutuhan ini timbul
mungkin akibat adanya keinginan untuk taraf
hidup lebih tinggi, misalnya sikap positif terhadap
pembaharuan, dan sebagainya. Tipe kebutuhan umum
ini biasanya juga membawa pada keselarasan inovasi
dan melancarkan jalannya tahap-tahap dalam proses
keputusan inovasi. Tetapi kebutuhan umum ini tidak
otomatis menyebabkan seseorang mencari informasi
tentang suatu inovasi tertentu.
Kemudian menurut pengembangan proses
adopsi dari Christ Fill (2002: 44), tahapan-tahapan
proses adopsi (process of adoption) inovasi kesehatan
dan kelestarian lingkungan dijelaskan sebagai berikut:
1) Knowledge (pengetahuan)
Proses inovasi kelestarian lingkungan terkait
dengan pola hidup bersih dan sehat yang diketahui
oleh khalayak, tetapi mereka memiliki pengetahuan
rendah dan perilaku kurang mendukung tentang
inovasi (gagasan atau ide-ide baru). Dalam hal ini,
diperlukan penyebaran informasi melalui media
massa dari lembaga-lembaga (narasumber) tertentu
dan mendorong publik secara aktif berupaya
mencari informasi seperti melalui kontak-kontak
personal. Sedangkan penyebaran informasi bagi
pihak (public) yang pasif tersebut dapat dilakukan
melalui media massa, dan kelompok tersebut
memiliki kebiasaan akan berupaya mencari
informasi pengetahuan melalui saluran-saluran
komunikasi bentuk lain. Dalam tahap pengetahuan
ditandai dengan perolehan informasi tentang
inovasi;
pemahaman pesan-pesan informasi
dan pengetahuan atau keterampilan untuk adopsi
inovasi
2) Persuasi (Bujukan)
Pihak konsumen menjadi sadar tentang informasi
inovasi mengenai pola hidup bersih dan sehat
untuk suatu pengetahuan terhadap pemecahan
atau dapat mengatasi persoalan tertentu dan
permasalahan potensial. Apalagi ditambah dengan
pengalaman (rekomendasi) pihak lain menjadi
sangat penting membujuk individu menerapkan
inovasi (gagasan atau ide-ide baru) yang ditawarkan
melalui informasi iklan tersebut, pada tahap
persuasi/membujuk ditandai dengan rasa suka
terhadap inovasi, mendiskusikan dengan orang lain
tentang inovasi, menerima pesan-pesan inovasi,
membentuk gambaran positif tentang inovasi dan
mendukung perilaku inovatif dari sistem.
3) Decision (Keputusan)
Perilaku khalayak mungkin dapat dikembangkan
dengan respon atau sikap menyenangkan atau tidak
menyenangkan, tetapi hasil keputusannya (decision
process) apakah konsumen ingin mencoba atau
menolak sama sekali penawaran produk inovasi
itu. Oleh karena itu, sangat diperlukan komunikasi
terus menerus untuk membantu percepatan proses
adopsi menciptakan keputusan mendukung. Tahap
keputusan ditandai dengan minat untuk mencari
informasi lebih lanjut tentang inovasi kelestarian
lingkungan dan berminat untuk mencoba
melakukan pola hidup bersih dan sehat dengan
berperilaku hidup sehat.
4) Implementation (Pelaksanaan)
Keberhasilan proses adopsi ini dalam kelangkaan
informasi bidang sales promotion (promosi
penjualan), maka penerima inovasi harus
dapat mengetahui dimana dan bagaimana
cara menggunakan produk/gagasan baru yang
ditawarkan secara terbatas. Dalam hal ini diperlukan
komunikasi untuk menginformasikan secara tepat
dimana dan kapan mengenai keinginan atau
pengalaman pihak individu untuk mencoba (demo
peragaan) tentang produk/gagasan baru yang
ditawarkan tersebut. Tahap implementasi ditandai
dengan mendapatkan informasi tambahan tentang
inovasi, menggunakan inovasi, dan penggunaan
inovasi berlanjut.
5) Conirmation (konirmasi)
Dalam tahapan ini, suatu inovasi (produk dengan
gagasan baru) dapat diterima atau ditolak (accepted
or rejected) berdasarkan hasil pengalaman pada
masa percobaan (grace periode). Model perencanaan
komunikasi menjadi sangat penting dalam perannya
menjaga perilaku penerima inovasi dari tanggapan
negatif, dan mampu menciptakan dukungan
publik positif dari keputusan koreksi individu
secara orisinal, dan artinya menurut McGuire
(1992), berkaitan dengan masa pasca konsolidasi
(post-behavioral consolidation). Tahap konirmasi
ditandai dengan pengakuan tentang keuntungan
mengimplementasikan inovasi, mengintegrasikan
inovasi secara berkelanjutan dalam kehidupan
sehari-hari, dan mempromosikan inovasi pada
orang lain.
178
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
psikologis lainnya yang dapat mengakibatkan
penolakan terhadap inovasi adalah: rasa enggan
karena merasa sudah cukup dengan keadaan
yang sedang berlangsung, tidak mau repot, atau
ketidaktahuan tentang masalah. Pada saat perilaku
sehat dalam menjaga kelestarian dan kesehatan
lingkungan, bagi individu yang memiliki cukup
lama dan diupayakan melakukan perubahan dari
kebiasaan yang sudah mendarah daging, tentu
memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri
dengan informasi baru yang ditawarkan.
Sumber: Rogers & Shoemaker, 2003
Setelah pihak yang berupaya mengadakan
sebuah perubahan, penolakan atau hambatan akan
sering ditemui. Orang-orang tertentu dari dalam
ataupun dari luar sistem akan tidak menyukai,
melakukan sesuatu berlawanan, sabotase atau
mencoba mencegah upaya untuk mengubah praktek
yang berlaku. Penolakan ini mungkin ditunjukkan
secara terbuka dan aktif atau secara tersembunyi dan
pasif. Alasan mengapa menolak perubahan walaupun
kenyataannya kurang relevan, membosankan, sehingga
dibutuhkan sebuah inovasi.
Fenomena ini sering disebut penolakan
terhadap perubahan. Banyak upaya telah dilakukan
untuk menggambarkan, mengkategorisasikan dan
menjelaskan fenomena penolakan ini. Ada empat (4)
macam kategori hambatan dalam konteks inovasi.
Keempat (4) kategori tersebut adalah: a) hambatan
psikologis; b) hambatan praktis; c) hambatan nilainilai, dan d) hambatan kekuasaan, seperti dapat
diuraikan masing-masing esensi hambatan tersebut,
yaitu:
a) Hambatan psikologis
Hambatan-hambatan ini ditemukan bila kondisi
psikologis individu menjadi faktor penolakan.
Hambatan psikologis telah dan masih merupakan
kerangka kunci untuk memahami apa yang terjadi
bila orang dan sistem melakukan penolakan
terhadap upaya perubahan. Gambaran jenis
hambatan ini dengan memilih satu faktor sebagai
contoh dimensi kepercayaan/ keamanan versus
ketidakpercayaan/ketidakamanan karena faktor ini
sebagai unsur inovasi sangat penting. Faktor-faktor
179
b) Hambatan praktis
Hambatan praktis adalah faktor-faktor penolakan
yang lebih bersifat isik. Untuk memberikan
contoh tentang hambatan praktis, faktor-faktor
berikut ini akan dibahas: 1) waktu, 2) sumber daya,
dan 3) sistem. Ketiga faktor ini sering ditunjukkan
untuk mencegah atau memperlambat perubahan
dalam organisasi dan sistem sosial. Ini mungkin
mengindikasikan adanya perhatian khusus pada
keahlian praktis dan metode-metode kegunaan
praktis langsung. Semakin praktis sifat inovasi, akan
semakin mudah orang meminta penjelasan tentang
penolakan praktis. Selain itu, tidak cukupnya
sumber daya ekonomi, teknis dan material
sering disebutkan. Dalam mengimplementasikan
perubahan, faktor waktu sering kurang
diperhitungkan. Segala sesuatu memerlukan
waktu. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengalokasikan banyak waktu bila membuat
perencanaan inovasi. Pengalaman menunjukkan
bahwa masalah yang tidak diharapkan, mungkin
tidak dapat diperkirakan pada tahap perencanaan,
kemungkinan akan terjadi. Kedua, masalah
pada bidang keahlian dan sumber daya ekonomi
sebagai contoh tentang hambatan praktis. Dalam
perencanaan dan implementasi inovasi, tingkat
pengetahuan dan jumlah dana yang tersedia harus
dipertimbangkan. Ini berlaku terutama jika sesuatu
yang sangat berbeda dari praktek di masa lalu akan
dilaksanakan. Kenyataan menunjukkan bahwa
dana sangat dibutuhkan, khususnya pada awal
dan selama masa penyebarluasan gagasan inovasi.
Media informasi dan tindak lanjutnya sering
dibutuhkan selama fase penyebarluasan gagasan
inovasi.
Dalam kaitan ini penting untuk dikemukakan
bahwa dana saja tidak cukup untuk melakukan
perubahan. Sumber daya keahlian seperti
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pengetahuan dan keterampilan orang-orang
dilibatkan dalam upaya inovasi merupakan faktor
yang tidak kalah pentingnya. Jelaslah bahwa
kurangnya sumber tertentu dapat dengan mudah
menjadi hambatan.
c) Hambatan kekuasaan dan nilai
Hambatan nilai melibatkan kenyataan bahwa suatu
inovasi mungkin selaras dengan nilai-nilai, normanorma dan tradisi-tradisi yang dianut orang-orang
tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan
nilai-nilai dianut sejumlah orang lain. Jika inovasi
berlawanan dengan nilai-nilai sebagian masyarakat,
maka bentrokan nilai akan terjadi dan penolakan
terhadap inovasi pun muncul. Apakah berbicara
tentang penolakan terhadap perubahan atau nilainilai dan pendapat berbeda, dalam banyak kasus
tergantung pada deinisi yang digunakan. Banyak
inovator telah mengalami konlik jelas dengan
orang lain, tetapi setelah dieksplorasi lebih jauh,
terdapat kesepahaman yang dapat dibentuk antara
innovator dan adopter.
3.2. Metode yang Digunakan
Dalam menerapkan pembangunan kesehatan
lingkungan masyarakat, komunikasi partisipatoris
(Hamijoyo, 2005) menjadi pendekatan yang efektif
dilakukan, mengingat dalam konteks ini proses
humanis dengan menempatkan individu sebagai aktor
aktif merespon setiap stimulus yang muncul dalam
lingkungan yang menjadi medan kehidupannya,
agar lebih berdaya, lebih produktif, dan dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya salah satu
model yang efektif diterapkan diantaranya CLTS
(Community Led Total Sanitation), dengan beberapa
prinsip-prinsip CLTS, adalah:
1) Program dilaksanakan tanpa memberikan subsidi
kepada masyarakat;
2) Tidak menggurui, tidak memaksa, dan tidak
mempromosikan jamban;
3) Masyarakat sebagai pemimpin;
4) Totalitas, seluruh komponen masyarakat terlibat
dalam analisis permasalahan pelaksanaan, serta
pemanfaatan dan pemeliharaan.
Community Led tidak hanya berkaitan dengan
sanitasi, tetapi juga dapat meliputi hal lain, yaitu
pertanian dan pendidikan, dan lain-lain, yang penting
adalah:
1) Inisiatif masyarakat;
2) Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat
dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci
utama;
3) Solidaritas masyarakat (laki-laki-perempuan,
kaya-miskin) sangat terlihat dalam pendekatan
ini;
4) Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut
campur pihak luar, biasanya akan muncul
natural ledder.
Dalam melakukan berbagai upaya perubahan
perilaku masyarakat menuju kehidupan yang lebih
sehat, berbagai perbaikan sistem pendekatan terus
dilakukan, seperti Sistem Drive menjadi Community
Led Process Approach dengan mengurai beberapa
keuntungan dan kelemahan pola lama dan baru,
antara lain:
Kriteria input luar
masyarakat
Cakupan
Indikator keberhasilan
Bahan yang digunakan
Biaya
Pemanfaatan
Waktu yang dibutuhkan
Motivasi utama
Model penyebaran
Sistem Target Drive
Subsidi benda untuk jamban
(model ditentukan)
Sebagian
Menghitung jamban
Semen, porslein, batu, dll
Rp 500.000,- s.d. Rp 1.000.000,per model
Yang punya uang
Sesuai target proyek
Subsidi/bantuan
Oleh organisasi luar/formal
Keberlanjutan
Sanksi bila melakukan
BAB sembarangan
Sulit untuk dipastikan
Tidak ada
Tipe monitoring
Oleh proyek
CLTS Pemberdayaan masyarakat,
muncul inovasi lain dari masyarakat
Menyeluruh
Tidak ada lagi kebiasaan BAB di
sembarang tempat
Bambu, kayu, dll
Relatif lebih murah
Masyarakat sangat miskin
Ditentukan masyarakat
Harga diri
Oleh masyarakat melalui hubungan
persaudaraan, perkawanan, dan lain-lain
Dipastikan masyarakat
Disepakati masyarakat, contoh: India 20
rupee (10 rupee untuk pengelolaan dan
10 rupee untuk menentukan pelaku open
defection)
Oleh masyarakat (bias harian, bulanan,
mingguan)
Dalam CLTS sebagai pendekatan untuk
melakukan perubahan perilaku masyarakat, terdapat 3
(tiga) pilar PRA (Participatory Rural Appraisal), seperti
dapat digambarkan sebagai berikut:
Personal
Perubahan perilaku
Dan kebiasaan
Metode
Profesional
Berbagi
Institusional
3 (tiga) pilar utama dalam PRA sebagai basis
CLTS, yaitu: Attitude and behaviour change (perubahan
perilaku dan kebiasaan), sharing (berbagi), dan method
(metode). Ketiganya merupakan pilar utama yang
harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun
180
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dari ketiganya yang paling penting adalah perubahan
perilaku dan kebiasaan, jika perilaku dan kebiasaan
tidak berubah, maka tidak akan pernah mencapai
tahap sharing dan sangat sulit menerapkan metode.
Perilaku dan kebiasaan dimaksud dan harus
berubah adalah fasilitator, perilaku dan kebiasaan yang
harus diubah, diantaranya:
1) Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di
tingkat atas (upper) dan kelompok yang berada di
tingkat bawah (lower). Cara pandang upper lower
harus diubah menjadi pembelajaran bersama,
bahkan menempatkan masyarakat sebagai guru,
karena masyarakat sendiri paling tahu apa yang
terjadi dalam masyarakat;
2) Cara pikir bahwa datang bukan untuk memberi
sesuatu, tetapi menolong masyarakat menemukan
sesuatu;
3) Bahasa tubuh atau gesture, sangat berkaitan
dengan pandangan upper lower, bahasa tubuh
yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator
mempunyai pengetahuan atau keterampilan yang
lebih dibandingkan masyarakat harus dihindari.
Perubahan perilaku dan kebiasaan yang
dilakukan terhadap masyarakat harus total,
didalamnya meliputi: Perilaku personal atau individu,
Perilaku institusional atau kelembagaan, dan Perilaku
profesional atau yang berkaitan dengan profesi. Ketika
perilaku dan kebiasaan (termasuk cara pikir dan
bahasa tubuh) dari fasilitator telah berubah, maka
sharing akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa
bebas untuk mengatakan tentang apa yang terjadi di
komunitasnya dan mulai merencanakan melakukan
sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, metode
mulai dapat diterapkan. Masyarakat secara bersamasama melakukan analisis terhadap kondisi dan masalah
masyarakat tersebut.
Dalam CLTS, fasilitator tidak melakukan
solusi. Namun ketika metode telah diterapkan (proses
pemicu telah dilakukan), masyarakat terpicu, sehingga
diantaranya memiliki keinginan untuk berubah
tetapi masih ada kendala, misalnya kendala teknis,
ekonomi, budaya, dan lain-lain, maka fasilitator
mulai memotivasi untuk mencapai perubahan lebih
baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif
pemecahan masalah tersebut, mengenai usaha
atau alternatif yang digunakan, semuanya harus
dikembalikan kepada masyarakat.
Dalam pendekatan CLTS dan pendekatan
lainnya, partisipasi atau keterlibatan masyarakat
merupakan hal yang mutlak diperlukan. Tingkatan
pastisipasi masyarakat, mulai terendah sampai
181
tertinggi adalah sebagai berikut:
1) Masyarakat
hanya
menerima
informasi,
keterlibatan masyarakat hanya sampai diberi
informasi (misalnya melalui pengumuman) dan
bagaimana informasi itu diberikan ditentukan
oleh pemberi informasi (pihak tertentu);
2) Masyarakat mulai diajak berunding, pada level
ini sudah ada komunikasi dua arah, dimana
masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau
berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah
dilibatkan dalam perundingan, pembuat
keputusan adalah orang luar atau orang-orang
tertentu;
3) Membuat keputusan secara bersama-sama antara
masyarakat dan pihak luar;
4) Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas
control sumber daya dan keputusan.
Dari keempat tingkat partisipasi tersebut, yang
diperlukan dalam CLTS adalah tingkat partisipasi
tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi
informasi, tidak hanya diajak berunding, tetapi sudah
terlibat dalam proses pembuatan keputusan, bahkan
sudah mendapatkan wewenang atas control sumber
daya masyarakat itu sendiri terhadap keputusan dibuat.
Dalam prinsip community led telah disebutkan bahwa
‘keputusan dan tindakan bersama dari masyarakat
sendiri merupakan kunci utama.
Masyarakat setempat, terutama yang berada
di daerah kumuh dijadikan sebagai sumber informasi
untuk memperoleh data yang diperlukan, meliputi
kebiasaan memenuhi kebutuhan MCK, khususnya
BAB, dengan membangkitkan rasa jijik, rasa jera, dan
berusaha selalu menjaga agar udara dan lingkungan
selalu bersih dan sehat. Selain itu melibatkan tokohtokoh masyarakat dan beberapa para ahli yang
berkecimpung dan ikut memperhatikan kelestarian
lingkungan sebagai dampak ulah manusia, melalui
kegiatan Focus Group Discussion (FGD) agar
diperoleh data akurat terkait penyelesaian persoalan
yang sangat mendasar ini.
Perlu adanya perubahan pendekatan dari
program terdahulu menjadi kecenderungan saat ini,
termasuk yang digunakan dalam CLTS, yaitu:
Program terdahulu (Biasa Target Oriented)
Perkembangan jumlah sarana
Subsidi
Model-model sarana disarankan pihak luar
Sasaran utama adalah kepala keluarga
Top down
Fokus pada jumlah jamban
Pendekatannya bersifat blue print
Kecenderungan saat ini
Perubahan perilaku dan kesehatan
Solidaritas social
Model-model sarana digagas dan
dikembangkan masyarakat
Sasaran utama adalah masyarakat secara
utuh
Bottom up
Fokus pada berhentinya BAB di
sembarang tempat
Pendekatan lebih fleksibel
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Pendekatan CLTS muncul berawal dari sebuah
participatory impact assessment yang dilakukan pada
tahun 1999 terhadap program air bersih dan sanitasi
yang telah dijalankan selama 10 tahun disponsori
oleh Water Aid, sebuah lembaga swadaya masyarakat
Internasional, menghasilkan dua rekomendasi utama.
Salah satu rekomendasi tersebut mengembangkan
sebuah strategi secara perlahan-lahan mencabut subsidi
untuk pembangunan toilet. Ciri utama pendekatan
ini adalah tidak adanya subsidi infrastruktur (jamban
keluarga), dan masyarakat tidak menetapkan blue
print jamban yang dibangun masyarakat. Pada
dasarnya CLTS adalah pemerdayaan dan tidak
membicarakan masalah subsidi, artinya masyarakat
yang dijadikan guru tidak memberikan subsidi sama
sekali. Implementasinya lebih kepada pemicuan
setelah sebelumnya dilakukan analisis partisipatif oleh
masyarakat, diantaranya: Perasaan jijik, perasaan malu
dan kaitannya dengan privacy seseorang, perasaan
takut sakit, perasaan takut berdosa, perasaan tidak
mampu dan kaitannya dengan kemiskinan. Berikut
ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan
alat-alat PRA yang digunakan untuk pemicuan factorfaktor tersebut:
Hal-hal yang
harus dipicu
Rasa jijik
Rasa malu
Rasa sakit
Aspek agama
Privacy
Kemiskinan
Alat yang digunakan
Transect walk
Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-kumur,
sakit gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan/beras, dan lain-lain.
Transect walk
FGD (terutama untuk perempuan)
FGD
Perhitungan jumlah tinja, pemetaan rumah warga terkena diare dengan
dukungan data puskesmas, alur kontaminasi.
Mengutip hadist atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan dengan
perilaku manusia dilarang karena merugikan manusia itu sendiri
FGD (terutama dengan perempuan)
Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkuta dengan masyarakat
termiskin, seperti di Bangladesh atau India.
untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak
menghambat animo masyarakat untuk membangun
jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya, sehingga
kebiasaan masyarakat membuang air sembarangan
masih tetap berlanjut. Pada prinsipnya sebuah sarana
sanitasi terbagi menjadi tiga (3) kelompok berdasarkan
letak konstruksi dan kegunaannya, yaitu:
Pertama, bangunan tanah berfungsi sebagai
tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan
bawah tanah adalah melokalisasi tinja dan
mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua,
bangunan permukaan tanah (landasan),
bangunan di permukaan ini erat kaitannya
dengan keamanan saat orang tersebut
membuang hajat. Aman dalam arti aman
dari terperosok ke lubang kotoran, aman saat
membuang hajat (malam hari/saat hujan/aman
digunakan orang jompo). Ketiga, bangunan
dinding. Bangunan dinding penghalang
erat kaitannya dengan faktor kenyamanan,
psikologis, dan estetika.
Jamban adalah bagian bangunan landasan yang
dipasang di muka tanah untuk buang air besar manusia.
Dalam program CLTS juga disampaikan beberapa
alternatif jenis jamban yang dapat disesuaikan dengan
situasi dan kondisi masyarakat. Beberapa jenis jamban
yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Sedangkan untuk menentukan keberhasilan
pendekatan ini (dapat diterapkan atau tidak), sangat
tergantung pada masyarakat. Adapun Sanitation Ladder
atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan
sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari
sangat sederhana sampai sanitasi yang sangat dilihat
dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan
bagi penggunanya. Dalam CLTS, masyarakat tidak
diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi,
tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi masyarakat.
Namun, tahap selanjutnya, ketika masyarakat
mengubah perilaku BAB-nya, sarana sanitasi menjadi
tidak terpisahkan. Seringkali pemikiran masyarakat
akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan
kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya besar
182
Uraian
Konstruksi
Cemplung
Bentuk bangunan sangat
sederhana, hanya berupa
lubang yang menyalurkan
tinja ke dalam tanah
Plengsengan
Tidak terdapat
kloset, tetapi
kloset dengan
tertentu dengan
halus
Dapat
menggunakan
material setempat yang ada
seperti batu, kayu, dan lainlain.
Tidak permanen, umur
bangunan lebih pendek
dibandingkan
jenis
bangunan lain
Hanya menyalurkan tinja ke
dalam tanah
Dapat dibuat dengan satuan Hanya dapat dibeli di toko
tanpa membutuhkan cetakan
atau dibuat dalam jumlah
banyak
Fungsi
Lubang tinja terlihat dari
atas
Kondisi
Syarat
Bisa digunakan di daerah
yang kurang air, karena
kloset jenis ini tidak butuh
air pembilasan
Sebaiknya pada lubang
disediakan penutup yang
mudah untuk diangkat/
dipindahkan
(utup
bergagang)
Leher Angsa
air dalam Terdapat air di dalam
permukaan kloset
kemiringan
permukaan
Kemiringan
tersebut
berguna, jatuhan tinja tidak
langsung jatuh ke bawah
melalui kloset
Air
berfungsi
untuk
menahan gas dari bawah,
sehingga
bau
yang
ditimbulkan
tinja
berkurang dan terhindar
dari lalat
Bau yang ditimbulkan tidak Media air dapat dilihat
langsung ke atas, karena sebagai ciri kebersihan atau
berfungsi tidaknya kloset
terhalang media miring
Lubang tinja tidak serta
merta terlihat dari atas
cukup
Terkadang diperlukan air Membutuhkan
air
untuk
pembilasan untuk media banyak
pembilasan
miring
Sebaiknya pada lubang
disediakan penutup yang
mudah untuk diangkat/
dipindahkan
(tutup
berpegang)
Penutup hanya digunakan
untuk menjaga kebersihan,
misalnya kloset berada di
bawah pohon, hingga daun
berguguran atau hewan
seperti ayam, itik, dsb.
4. Simpulan
Bila sedikit cermat memperhatikan wabah
penyakit di wilayah Kota Serang, maka penyebab
utama dari percepatan penyebaran wabah penyakit
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
disebabkan buruknya kualitas sanitasi lingkungan
hidup. Tidak perlu jauh sampai harus mencermati
pola hidup masyarakat tradisional (pedesaan),
pada masyarakat perkotaan pun masih banyak
membuang kotoran manusia di sembarang
tempat, atau dalam istilah masyarakat Banten pada
umumnya disebut dolbon (modol di kebon).
Proses
pengadopsian
program
pembangunan kesehatan PHBS sebagai salah
satu inovasi, diperlukan strategi pemberdayaan
masyarakat melalui PHBS berorientasi pada nilainilai sosial budaya yang hidup dan berkembang,
dengan mengartikan bahwa proses pembangunan
kesehatan ini tidak saja menumbuhkan dan
mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi
juga nilai tambah sosial secara adil (equity) dan
setara (equality), serta partisipasi sebagai upaya
pengembangan kapasitas manusia dan masyarakat
berdasarkan spektrum helping people to help
themselves, baik individu, kelompok, maupun
orang sebagai kekuatan civil society.
Untuk melaksanakan kegiatan komunikasi
pemasaran sosial melalui komunikasi pembangunan
kesehatan masyarakat menuju lingkungan lestari,
selalu dimulai dengan promosi mengenai sikap
atau kepercayaan yang dikaitkan dengan bidang
kesehatan berpola hidup bersih dan sehat. Tujuan
pokok dari program komunikasi kesehatan adalah
perubahan perilaku kesehatan masyarakat dalam
meningkatkan derajat kesehatan. Tumbuhnya
motivasi di kalangan masyarakat, diharapkan
upaya-upaya pergerakan masyarakat menjadi lebih
dinamis.
Dalam
menerapkan
pembangunan
kesehatan lingkungan masyarakat, komunikasi
partisipatoris
(Hamijoyo,
2005)
menjadi
pendekatan yang efektif dilakukan, mengingat
dalam konteks ini proses humanis dengan
menempatkan individu sebagai aktor aktif
merespon setiap stimulus yang muncul dalam
lingkungan yang menjadi medan kehidupannya,
agar lebih berdaya, lebih produktif, dan dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya, salah
satu model yang efektif diterapkan diantaranya
CLTS (Community Led Total Sanitation), dengan
berbagai prinsip dan beberapa langkah efektif
mencapai tujuan pelaksanaan program, dengan
analisis pendekatan teori difusi inovasi.
183
Daftar Pustaka
Anwar, Ariin. 1986. Strategi Komunikasi. Armico,
Bandung.
Ajzen, I. 1988. Attitudes, Personality, and Behavior,
Milton Keynes: Open University Press.
Bird. M.J. 1996. Entrepreneurial Behavior. Singapore:
Irwin Mc Graw Hill
Brent D. Ruben and Lea P. Stewart. 2006.
Communication and Human Behavior. Boston:
Pearson.
Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia
(Kuliah Dasar, Edisi Kelima), Alih Bahasa oleh:
Agus Maulana, Penerbit Profesional Book,
Jakarta.
Everett M. Rogers & F. Floyd Shoemaker 1987.
Communication of Innovation. he Free Press.
he USA.
Foy, Nancy. 1994. Empowering People at Work; Grower
Publishing Company, London
Hanai, Abdillah, 1987. Memasyarakatkan Ide-ide
Baru. Usaha Nasional Surabaya, Indonesia.
Kriyantono, Rahmat. 2006. Riset Komunikasi.
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Lowe, Philip. 1995. Empowering Individuals. McGrawHill Inc, London
Nasikun, 1984. Sistem Sosial Budaya. PT Raja
Graindo Persada, Jakarta
Pace, R. Wayne, et.al. 2002. Komunikasi Organisasi,
Strategi meningkatkan kinerja perusahaan. PT
Rosda Karya, Bandung.
Rogers, Everett M. dan Kincaid D.L, Communication
Networts Toward a New Paradigm For Research,
New York: he Free Press, 1981, hal. 134
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya
Indonesia Suatu Pengantar. Ghalia Indonesia,
Bogor.
Wursanto, Ig. 2003. Dasar-Dasar Ilmu
Komunikasi. Andi Ofset, Jogjakarta.
Sumber Lain:
Buku Putih Serang (BPS) Bapeda, Kota Serang 2011.
Daoed Joesoef, Alumnus Universite Pluradisciplinaires
Pantheon-Sorbonne, Kompas, 30 April 2012.
Pembangunan Pendekatan Budaya (Artikel).
Jurnal Penelitian LPPM Untirta, Serang, 2011.
Jurnal Tridarma Kopertis Wilayah IV, Bandung, 2011
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1114/
MENKES/SK/VIII/2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah,
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Departemen Kesehatan RI-Pusat Promosi
Kesehatan, 2005.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1193/
MENKES/SK/X/2004 tentang Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI-Pusat Promosi Kesehatan, 2005.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 585/MENKES/
SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Puskesmas, Departemen
Kesehatan RI-Pusat Promosi Kesehatan, 2008.
Mediator Jurnal Komunikasi Vol 9 No. 1 Juni 2008
status terakreditasi
Pedoman CLTS Kementerian Kesehatan RI
184
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
City Branding Kota Serang melalui Konsep Sister City, Mungkinkah?
Rd. Nia Kania Kurniawati11*)
Abstrak
Di sektor publik, diakui atau tidak, dengan penerapan otonomi daerah serta meluasnya trend globalisasi saat ini,
peluang daya tarik daerah pun harus saling berebut satu sama lain. Antara lain dalam hal atensi, keterbukaan pasar,
peningkatan mobilitas investasi dan bisnis, turis, tempat tinggal, tenaga kerja terampil, dan pelaksanaan kegiatankegiatan lainnya. Dampak persaingan tersebut meyakinkan pembuat kebijakan dan ahli komunikasi untuk segera
menciptakan tantangan yang cukup besar serta peluang baru untuk menarik hal-hal tersebut ke daerah mereka.
Branding adalah sebuah alat yang dapat meningkatkan kemampuan penciptaan nilai dalam menjawab tantangan
dan membantu untuk mencapai tujuan strategis tersebut. Sebuah merek kota adalah janji tentang nilai dan sebuah
janji yang harus ditepati. Oleh karena itu sebuah daerah pun membutuhkan merk yang kuat. Secara deinisi, City
Brand adalah indentitas, simbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu daerah. Pemda beserta ahli komunikasi
sedianya berkerjasama membangun merk untuk daerahnya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning
yang menjadi target daerah tersebut. Banyak keuntungan yang akan diperoleh jika suatu daerah melakukan City
Branding. Adapun Serang merupakan kota yang baru menggeliat dan tiba-tiba harus berkutat dalam persaingan
di era ini. Dengan menggunakan komunikasi internasional, Kota Serang diharapkan melakukan haluan aktivtas
brandingnya melalui konsep sister city. Dengan penambahan konsep sister city, untuk ke depan Serang akan dikenal
luas disertai dengan persepsi yang baik; dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus; dianggap tepat untuk tempat
investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan dan terakhir dipersepsikan
sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang terukur tinggi.
Kata Kunci: Komunikasi Internasional, City Brand, Sister City.
I.
Pendahuluan
Kota dan daerah perkotaan bersaing dengan
tempat lain untuk perhatian, investasi, pengunjung,
pembeli, kompetensi, kegiatan, dan sejenisnya.
Globalisasi yang dipercepat dan diintensifkan telah
menyebabkan situasi di mana kompetisi utama tidak
lagi dengan kota di kawasan yang sama, tetapi di mana
pesaing adalah tempat di belahan dunia lain. Dan
persaingan global ini tidak lagi terbatas pada ibukota
dan kota-kota besar lainnya; tapi sekarang langsung
mempengaruhi semua kota dan lokus konsentrasi
permukiman perkotaan. Di sektor publik, diakui
atau tidak, dengan penerapan otonomi daerah serta
meluasnya trend globalisasi saat ini, peluang daya tarik
daerah pun harus saling berebut satu sama lain. Antara
lain dalam hal atensi, keterbukaan pasar, peningkatan
mobilitas investasi dan bisnis, turis, tempat tinggal,
tenaga kerja terampil, dan pelaksanaan kegiatankegiatan lainnya.
Negara, kota dan tujuan wisata semakin
bersaing dalam upaya untuk menarik wisatawan,
penduduk baru, bisnis dan investasi ke daerah
mereka. Globalisasi persaingan, peningkatan mobilitas
investasi dan tenaga kerja terampil, keterbukaan pasar,
dampak perubahan teknologi serta pasar pariwisata
mengubah konsumen untuk menciptakan tantangan
yang cukup besar serta peluang menarik untuk tempat.
1 *) Dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi UNTIRTA, Banten.
185
Branding adalah sebuah alat yang dapat meningkatkan
kemampuan penciptaan nilai dari tempat itu, dan
membantu untuk mencapai tujuan strategis itu.
2. Kajian Pustaka
2.1. Komunikasi Internasional
Komunikasi internasional adalah bidang
kajian dalam wilayah ilmu komunikasi yang semakin
menarik banyak perhatian. Salah satu faktor utama
yang mempengaruhi rangkaian bidang kajian ini
adalah gejala globalisasi. Dimana sebuah sistem
yang masing-masing bagiannya kini mempunyai
keterkaitan satu sama lain, antara lain begitu pesatnya
pertumbuhan teknologi komunikasi modern. Bicara
mengenai komunikasi internasional bukanlah sematamata bayangan tentang hubungan antarsatu negara
dengan satu negara lainnya, tapi yang justru lebih
dominan adalah hubungan antarbanyak faktor dari
banyak negara.
Untuk lebih mengefektifkan komunikasi maka
diperlukan suatu strategi, dimana untuk mencapai
tujuan tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang
hanya menunjukkan arah tetapi harus menunjukkan
bagaimana taktik operasionalnya. Oleh karena itu
strategi komunikasi baik secara makro (planned
multimedia strategy) maupun secara mikro (single
communication medium strategy) mempunyai fungsi
ganda :
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat
informatif, persuasif, dan instruktif secara
sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil
yang optimal.
2. Menjembatani ”kesenjangan budaya” (cultural gap)
akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan
dioperasionalkannya media yang begitu ampuh,
yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai
budaya.
Dengan demikian diperlukan suatu strategi
pula dalam komunikasi internasional dimana ketika
kelompok-kelompok masyarakat dunia bergerak
keluar dari lingkungan asalnya untuk menjelajahi
wilayah lain yang sebelumnya tak pernah dikenalnya.
Komunikasi Internasional merupakan proses
komunikasi yang berlangsung atau dilakukan
komunikator yang mewakili suatu negara atau
bangsa untuk menyampaikan pesan-pesan yang
berkaitan dengan berbagai kepentingan negara atau
masyarakat di negaranya kepada komunikan yang
mewakili negara lain dengan tujuan untuk memberi
tahu atau sebaliknya untuk mengetahui sesuatu
untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak.
Kegiatan atau ruang lingkupnya meliputi kegiatan
menumbuhkan, memelihara, atau meningkatkan citra
serta memperoleh dukungan yang lebih luas terhadap
program, kondisi atau kegiatan tertentu. Singkatnya,
komunikasi internasional adalah komunikasi dimana
interaksi dan ruang lingkupnya bersifat lintas negara
serta berlangsung di antara orang-orang yang berbeda
kebangsaan.
Berbagai kunjungan kenegaraan, wisata,
keikutsertaan dalam konferensi, events dan kesenian
merupakan kegiatan komunikasi internasional. Jadi,
berbagai kegiatan untuk saling mengenal lebih dekat
atau memperkenal diri (negara, bangsa, kelompok,
organisasi, perusahaan) merupakan bagian dari
komunikasi internasional.
Adapun tiga kriteria yang membedakan komunikasi
internasional dengan bentuk komunikasi lainnya:
1. Jenis isu, pesannya bersifat global.
2. Komunikator dan komunikannya berbeda
kebangsaan.
3. Saluran media yang digunakan bersifat
internasional.
Fungsi Komunikasi Internasional:
1. Mendinamisasikan hubungan internasional
yang terjalin antara dua negara atau lebih serta
hubungan diberbagai bidang antara kelompokkelompok masyarakat yang berbeda negara atau
berbeda kebangsaan (kewarganegaraan).
2. Membantu atau menunjang upaya-upaya
pencapaian tujuan Hubungan internasional
dengan meningkatkan kerja sama internasional
serta menghindari terjadinya konlik atau
kesalahpahaman baik antara pemerintah dengan
pemerintah (G to G) ataupun antara penduduk
dengan penduduk (P to P).
3. Merupakan teknik untuk mendukung pelaksanaan
politik luar negeri bagi masing-masing negara atau
untuk memperjuangkan pencapaian kepentingankepentingannya di negara-negara lain.
Komunikasi internasional dapat dipelajari dari empat
perspektif: diplomatik, jurnalistik, propagandistik dan
bisnis.
1. Perspektif Diplomatik
Lazim dilakukan secara interpersonal atau
kelompok kecil (small group) lewat jalur diplomatik;
komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara
untuk bekerjasama atau menyelesaikan konlik,
memelihara hubungan bilateral atau multilateral,
memperkuat posisi tawar, ataupun meningkatkan
reputasi. Dilakukan pada konferensi pers, pertemuan
politik, atau jamuan makan malam.
2. Perspektif Jurnalistik
Dilakukan melalui saluran media massa.
Karena arus informasi didominasi negara maju, ada
penilaian komunikasi internasional dalam perspektif
ini didominasi negara maju, juga dijadikan negara
maju sebagai alat kontrol terhadap kekuatan sosial
yang dikendalikan kekuatan politik dalam percaturan
politik internasional. Penguasa arus informasi menjadi
gatekeeper yang mengontrol arus komunikasi. Jalur
jurnalistik ini jug sering digunakan untuk tujuan
propaganda dengan tujuan mengubah kebijakan dan
kepentingan suatu negara atau memperlemah posisi
negara lawan.
3. Perspektif Propaganda.
Umumnya dilakukan melalui media massa,
ditujukan untuk menanamkan gagasan ke dalam
benak masyarakat negara lain dan dipacu sedemikian
kuat agar mempengaruhi pemikiran, perasaan, serta
tindakan; perolehan atau perluasan dukungan,
pertajam atau pengubahan sikap dan cara pandang
terhadap suatu gagasan atau peristiwa atau kebijakan
luar negeri tertentu. Propaganda merupakan instrumen
terampuh untuk memberikan pengaruh.
4. Perspektif Bisnis
Komunikasi internasional berlangsung untuk
kepentingan bisnis, termasuk juga untuk kepentingan
186
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
memajukan pariwisata. Jadi kegiatan komunikasi
internasional menyangkut promosi bisnis serta
produk yang berupaya merangkul baik pemerintah
maupun pihak swasta negara lain untuk melakukan
transaksi-transaksi bisnis (perdagangan, investasi,
travel, turisme, dsb)
2.2. Pendekatan Komunikasi Internasional
Dalam
perkembangannya,
komunikasi
internasional dilandasi oleh empat pendekatan
(Mowlana, 1986) antara lain :
1. Pendekatan Idealistic – Humanistic yang
menggolongkan komunikasi internasional sebagai
cara atau alat untuk menyatukan bangsa-bangsa
di dunia, dan sebagai kekuatan untuk membantu
organisasi internasional dalam melaksanakan
pelayanan mereka terhadap komunitas dunia.
Dalam pendekatan ini komunikasi internasional
dilihat sebagai sarana bagi upaya peningkatan
saling pengertian di antara bangsa-bangsa dan
rakyatnya untuk menuju perdamaian dunia.
2. Pendekatan Political Proselytization, cenderung
memfokuskan diri pada berbagai peristiwa
komunikasi internasional dimana proses
penyebaran pasar difungsikan sebagai sarana
propaganda,
konfrontasi
ideologis,
serta
penciptaan mitos politik.
3. Pendekatan ekonomi, memandang informasi
dalam konteks internasional sebagai kekuatan
ekonomi..
4. Pendekatan politis, dimana informasi dalam
beragam bentuknya diperlakukan sebagai
komoditas yang tidak netral dan bebas nilai,
melainkan mengandung arti politik.
Masing-masing pendekatan memiliki kekuatan
dan kelebihannya sendiri-sendiri.
Dilihat
dari
pelakunya,
komunikasi
internasional dapat dipandang sebagai terbagi antara
oicial transaction, yakni kegiatan komunikasi yang
dijalankan pemerintah, dan unoicial transaction,
yakni kegiatan yang melibatkan pihak non
pemerintah. Untuk jangka waktu yang lama, transaksi
formal antarpemerintah dianggap paling menentukan.
Namun semakin banyak ditunjukkan bahwa tidak
saja transaksional lebih intensif dilakukan, namun
dampaknya pun bisa lebih menentukan.
Munculnya sistem negara bangsa mengantar
suatu zaman kegiatan diplomatic. Periode yang
berkisar antara munculnya sistem negara bangsa
sampai pada perang Dunia I umumnya digambarkan
sebagai era “Diplomasi Lama”. Selama masa ini
diplomasi didominasi oleh sarana-sarana yang ataupun
187
taktikdimana para diplomat sangat sadar akan ruang
lingkup dan guna diplomasi. Mereka tahu bahwa
diplomasi harus menentukan tujuannya, dengan
memperhitungkan power yang benar-benar ada dan
potensial bagi pencapaian tujuan-tujuan itu.
Untuk memperoleh tujuan-tujuan yang lebih
besar, negara-negara itu kadang-kadang menggunakan
ancaman atau bahkan penggunaan kekuatan yang
sesungguhnya. Akan tetapi hal ini jarang menjadi
ancaman nyata bagi substansi nasional suatu negara.
Biasanya mereka bisa mencapai kompromi persetujuan
pada hal-hal yang sangat menonjol,
Diplomasi tradisional atau Diplomasi Lama
dengan demikian mencirikan semangat kompromi.
J.G Stoessinger menyatakan ciri khas diplomasi lama
adalah aturan quid pro qu.
Setelah Perang Dunia I beberapa perubahan
besar terjadi pada cara-cara dan sarana diplomasi.
Woodrow Wilson, sebagaimana disebutkan oleh
Nicholson, sebagai Bapak Diplomasi Baru. Sebagai
Presiden AS pada masa Konferensi Perdamaian Paris,
Wilson memperkenalkan teknik-teknik diplomasi
yang sangat berbeda dengan diplomasi lama. Ia
memformulasikan tujuan diplomasi terbuka yang
dicapai secara terbuka tak boleh diikuti dengan
pengertian internasional secara tersendiri dalam
bentuk apa pun, tetapi diplomasi harus berlangsung
secara terbuka dan diketahui umum.
Diplomasi Terbuka mengandung 3 gagasan:
1. harus tidak ada perjanjian rahasia
2. Negosiasi harus dilakukan secara terbuka
3.Apabila suatu perjanjian sudah dicapai, tak boleh ada
usaha di belakang layar untuk mengubah ketetapannya
secara rahasia.
Teknik-teknik diplomasi yang dipergunakan adalah
First Track Diplomacy, Second Track Diplomacy and
Multitrack Diplomacy.
First Track Diplomacy adalah diplomasi klasik
dan dilakukan secara formal. Pada diplomasi jenis ini,
wakil-wakil resmi pemerintahan bertemu dalam meja
perundingan, dengan jadwal dan protokoler yang
kaku dan bertujuan untuk menghasilkan kesepakatan
yang bersifat tertulis.
Second Track Diplomacy merupakan kebalikan
dari diplomasi klasik. Disini para wakil pemerintahan
melakukan pertemuan dalam suasana yang informal,
tanpa aturan protokoler yang ketat dan tidak diarahkan
untuk mencapai kesepakatan yang mengikat. Second
Track Diplomacy bisa sangat membantu First Track
Diplomacy, terlebih untuk mencairkan suasana yang
dingin dan saling mengerti posisi masing-masing
pihak.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Multitrack Diplomacy merupakan gabungan
dari kedua teknik diplomasi yang ada. Teknik ini
biasanya dilakukan untuk masalah yang sangat alot
dan susah dicari solusinya. Pertemuan ini diadakan
dalam rangkaian pertemuan yang bukan hanya
melibatkan wakil dari pemerintahan, tetapi juga para
ahli hukum, para profesional, analis politik, lembaga
swadaya masyarakat, pers dan juga generasi muda.
Kombinasi dari teknik diplomasi tersebut secara
simultan akan memberikan kontribusi yang positif
terhadap penyelesaian konlik.
Adapun fokus dari komunikasi internasional
adalah untuk mencapai positif peace. Positif peace
ditandai dengan adanya/kehadiran sesuatu. Ini bisa
dicapai dengan cara diplomasi, yaitu mekanisme
komunikasi dalam penyelesaian konlik. Mekanisme
penyelesaian konlik tersebut bisa berbentuk hukum,
nilai-nilai, diplomasi, mediasi, organisasi internasional
dan lain-lain.
Selain itu positif peace pun bisa dicapai melalui
perdamaian melalui power/aliansi/keamanan bersama;
pelucutan senjata dan pengawasan senjata; organisasi
internasional; hukum internasional; pemerintahan
dunia; pembangungan dan kesejahteraan; keadilan
dan hak asasi manusia (HAM); demokrasi dan
demokratisasi; masalah lingkungan hidup; masalah
moral dan agama dan tidak lupa perspektif feminis.
Dalam komunikasi internasional, isu-isu yang
disusun menjadi pesan merupakan isu-isu global
atau isu-isu internasional, yang menyangkut urusan
serta kepentingan dua negara atau lebih. Dengan
demikian apabila pesan yang disampaikan atau isu
yang menjadi bahan pembicaraan baik lisan mapun
tulisan merupakan isu internasional. Karl W. Deutsch
di dalam bukunya Analysis of International Relations
mengemukakan 12 (duabelas) masalah/isu dalam
hubungan internasional, antara lain :
1. Nation and World
2. Transnational Processes and International
Interdependence
3. War and Peace
4. Power and Weaknesses
5. International Politics and International Society
6. World Population versus Food, Resources and
Environment
7. Prosperity and Poverty
8. Freedom and Oppresion
9. Perception and Illusion
10. Activity and Apathy
11. Revolution and Stability
12. Identity and Transformation
Lebih lanjut James E. Dougherty (Gavin Boyd
dan Charles Pentland, 1981:5-6) mengemukakan
bahwa karakteristik isu-isu global yang membedakan
dengan isu domestik internasional adalah :
1. Isu tersebut memicu perdebatan atau menarik
perhatian bagi para elit atau pembuat keputusan
dari berbagai negara atau negara yang memang
terlibat isu yang diperdebatkan itu.
2. isu yang diliput secara berkelanjutan oleh media
massa seluruh dunia
3. isu yang berlanjut menjadi objek kajian, penelitian
dan debat bagi ilmuwan profesional dan pakar
dalam komunikats masyarakat internasional.
Secara lebih spesiik Richard Sterling
mengungkapkan isu global adalah nuclear escalation,
the population explosion, the pollution of environment, the
communication revolutions, the world wide concentration
of wealth and world wide expansion of poverty are all
essentially global and not local phenomena. hey gave
given rise, in turn, to earth spannin and revolutionary
demands for mass education, mass health, mass welfare,
and mass participation in the decision’s afecting man’s
fate. (Sterling, 1974:322)
2.3. Interaksi dan Interdependensi
Interaksi internasional merupakan proses
interaksi dan pertukaran antara aktor-aktor dalam
sistem internasional yang relevan secara politis.
Oleh karena itu interaksi internasional ini akan
mencerminkan tujuan-tujuan, sumber-sumber daya,
serta tindakan-tindakan dari aktor tersebut, dan
akan dipengaruhi oleh konteks dan tindakan dimana
interaksi international itu terjadi.
Dalam politik dunia kontemporer seperti
yang digambarkan oleh perspektif pluralis, aktor
internasional terdiri dari aktor negeara dan aktor non
negara. Keduanya memiliki peran penting dalam
interaksi dari internasional. Salah satu dari konsep
utama yang dipakai untuk menggambarkan sifat sistem
internasional kontemporer adalah interdependensi.
Konsep itu menyatakan bahwa negara bukan aktor
independen secara keseluruhan, negara bergantung
satu sama lainnya. Tidak ada satu negara pun
seluruhnya bisa memenuhi sendiri kebutuhannya,
masing-masing bergantung pada sumber daya dan
produk dari lainnya.
Sebagian besar cara pengklasiikasian aktor
dalam hubungan internasional modern menekankan
pentingnya faktor-faktor struktural. Yakni untuk
mengetahui bagaimana sebuah kelompok masyarakat
mengorganisir diri untuk membuat keputusan yang
otoritatif, yang mengikat semua anggota kelompok
188
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
itu dan untuk mengenali pola perilaku manakah yang
menjadi standar kelompok masyarakat tertentu.
Faktor-faktor struktural paling penting antara
lain adalah kedudukan resmi aktor (pemerintah atau
non pemerintah) dan di tingkat mana aktor tersebut
terlibat (subnasional, nasional atau transnasional).
Berdasarkan faktor-faktor ini bisa digolongkan aktoraktor yang relevan dengan studi tentang isu global
menurut klasiikasi berikut :
1. Negara-negara
2. Organisasi internasional antar pemerintah
3. Organisasi internasional non pemerintah
4. Kelompok-kelompok kepentingan di tingkat
nasional
5. Individu dan kelompok kepentingan di tingkat
subnasional.
Enam perspektif komunikasi internasional
adalah untuk menciptakan :
1. Perdamaian internasional
Adalah nilai paling mencolok dalam hubungan
antarbangsa. Umumnya diartikan sebagai situasi
dunia yang tidak diwarnai oleh perang.
2. Kemandirian dan otonomi nasional
Menjaga integritas suatu negara yaitu mengambil
kebijakan tanpa harus berkonsultasi atau
bergantung pada negara lain.
3. Pemerataan ekonomi internasional
Nilai keadilan ekonomi internasional yang
diterjemahkan di dalam sasaran untuk
menciptakan distribusi keuntungan dan kerugian
dalam berbagai bidang secara lebih adil dan
seimbang.
4. Keseimbangan ekologis
Adalah nilai yang sering menjadi berita utama di
berbagai media internasional berkenaan dengan
permasalahan-permasalahan global.
5. Kebutuhan Dasar Manusia
Adalah istilah yang mengacu pada nilai asasi
manusia untuk mendapatkan standar hidup
minimal.
6. Partisipasi
Keikutsertaan individu dalam suatu aktivitasaktivitas bersama.
3. Pembahasan
3.1. Branding dalam Komunikasi Internasional
Brand atau merk yang legendaris dan mampu
bertahun puluhan bahkan ratusan tahun, tidak
muncul begitu saja. Tetapi mereka melakukan
langkah-langkah yang terencana, jelas, dan berbeda
dengan para pesaingnya.
189
Demikian juga agar mempunyai Brand yang
kuat, sebuah daerah harus memiliki karakteristik
khusus yang bisa dijelaskan dan diidentiikasikan.
Misalnya tampak isik kota, pengalaman orang
terhadap daerah tersebut, dan penduduk seperti apa
yang tinggal di daerah tersebut.
Keberhasilan kota mengembangkan potensi
yang dimiliki sangat tergantung pada aktivitas
pemasaran terpadu yang dilakukannya.
“Banyak yang akhirnya menghindar dari topik alasan bahwa tempat tersebut terlalu kompleks untuk
memasukkan merek dalam diskusi karena mereka
memiliki terlalu banyak pemangku kepentingan
dan kontrol manajemen terlalu sedikit ... namun,
destination branding adalah salah satu topik ‘terpanas’
todays antara pemasar tempat”. (Morgan et al, 2002,4)
3.2. City Branding
Secara deinisi, City Brand adalah indentitas,
simbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu
daerah. Pemerintah daerah pun harus membangun
merek (brand building) untuk daerahnya, tentu
yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang
menjadi target daerah tersebut. Banyak keuntungan
yang akan diperoleh jika suatu daerah melakukan City
Branding, antara lain: Langkah-langkah utama dalam
membangun City Branding yang kuat adalah sebagai
berikut:
1. Daerah tersebut dikenal luas (high awareness),
disertai dengan persepsi yang baik
2. Dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus
(speciic purposes)
3. Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan
wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan (events)
4. Dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran
dan keamanan yang tinggi
Langkah-langkah utama dalam membangun City
Branding yang kuat adalah sebagai berikut:
1. Mapping Survey; meliputi survey persepsi
dan ekspektasi tentang suatu daerah baik dari
masyarakat daerah itu sendiri maupun pihakpihak luar yang mempunyai keterkaitan
dengan daerah itu.
2. Competitive Analysis; melakukan analisis daya
saing baik di level makro maupun mikro
daerah itu sendiri.
3. Blueprint; penyusunan cetak biru atau grand
design daerah yang diinginkan, baik logo,
semboyan, ”nick names”, ”tag line”, da lain
sebagainya beserta strategi branding dan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
strategi komunikasinya.
4. Implementation; pelaksanaan grand design
dalam berbagai bentuk media, seperti
pembuatan media center, pembuatan events,
iklan, dan lain sebagainya.
Beberapa contoh kota di dunia yang dianggap
memiliki City Brand yang kuat adalah New York,
Paris, dan San Francisco. Mengapa kota-kota tersebut
dianggap memiliki City Brand yang kuat ? Karena
kota-kota itu memiliki kualiikasi yang harus dimiliki
oleh suatu brand yang kuat, yaitu mempunyai sejarah,
kualitas tempat, gaya hidup, budaya, dan keragaman
yang menarik dan bisa dipasarkan.
Pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia,
baik level provinsi, kabupaten, atau kota perlu
melakukan City Branding, agar daerahnya bisa makin
dikenal, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakatnya makin meningkat.
3.3. Sister City
Sister city atau dikenal juga sebagai twin town,
friendship town, partner town, atau brother city,
adalah sebuah konsep dimana suatu kota yang secara
geograis dan politis berbeda dipasangkan untuk
tujuan menumbuhkan kerjasama dan komunikasi.
Konsepnya bisa diibaratkan dengan “sahabat pena”
dalam skema yang berskala lebih luas. “Sahabat” dalam
arti ini diartikan sebagai keseluruhan kota. Praktiknya,
adanya “twinning” mengarah pada program pertukaran
pelajar, kolaborasi atau pertukaran ekonomi maupun
kultural.
Kota kembar (bahasa Inggris:sister city, twin
cities, sister cities) atau kota bersaudara adalah
konsep penggandengan dua kota yang berbeda lokasi
dan administrasi politik dengan tujuan menjalin
hubungan budaya dan kontak sosial antarpenduduk.
Kota kembar umumnya memiliki persamaan keadaan
demograi dan masalah-masalah yang dihadapi.
Konsep kota kembar bisa diumpamakan sebagai
sahabat pena antara dua kota. Hubungan kota kembar
sangat bermanfaat bagi program pertukaran pelajar
dan kerjasama di bidang budaya dan perdagangan.
Di Eropa, kota kembar dikenal sebagai twin
towns atau friendship towns, sedangkan di Jerman
dikenal dengan istilah partner towns (Partnerstädte).
Istilah sister cities lebih dikenal di Asia, Australia
dan Amerika Utara, sedangkan di negara-negara CIS
dikenal dengan sebutan “kota bersaudara” (brother
cities).
Bentuk tertua dari kota kembar di Eropa adalah
antara kota Paderborn di Jerman dan Le Mans pada
tahun 836. Keighley, West Yorkshire, Inggris menjalin
hubungan “kota kembar” dengan Suresnes dan
Puteaux di Perancis sejak 1905. Perjanjian kota kembar
pada zaman modern yang pertama kali dicatat adalah
antara Keighley dan Poix-du-Nord, Nord, Perancis
pada tahun 1920 setelah berakhirnya Perang Dunia
I. Menurut perjanjian tersebut, kota Poix-du-Nord
dijadikan “kota angkat” oleh Keighley, sementara
pertukaran akta secara formal baru dilakukan pada
tahun 1986.
Gagasan kota kembar (sister city) atau sister
state berawal dari pencanangan program “People-toPeople” oleh Presiden Dwight Eisenhower pada 1956.
Setelah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Geneva
tahun 1955 yang juga dihadiri Uni Soviet, Eisenhower
berkeinginan meningkatkan kunjungan warga sipil
untuk mempelajari negara-negara asing. Sebuah
program kemudian diusulkan kepada Eisenhower oleh
heodore Steinbert yang waktu itu menjabat Direktur
Dinas Penerangan Amerika Serikat. Program yang
diajukan Steinbert menyediakan berbagai macam cara
untuk meningkatkan arus manusia dan arus gagasan
dengan menggunakan terbitan, siaran radio, pameran,
presentasi budaya, pameran dagang, pertukaran tim
olahraga, delegasi warga sipil.
Sebagai hasil dari rapat di Gedung Putih, para
peserta membentuk 42 komite “People-to-People”.
Pada tahun 1960 tercatat 36 komite yang masih
bertahan, termasuk People to People International.
Program kota kembar yang menurut visi Eisenhower
merupakan “roda penggerak” diplomasi warga negara,
berkembang sepanjang dekade 1950-an dan 1960-an.
Pada tahun 1967, organisasi bernama Town Ailiation
Association of the U.S. (waktu itu sudah populer
dengan nama Sister Cities International) didirikan
untuk mengoordinasikan hubungan antara kotakota kembar. Pada awal berdirinya Town Ailiation
Association, National League of Cities menyediakan
ruang kantor berikut perabot dan fasilitas-fasilitas
lainnya.
Praktek kota kembar berlanjut sesudah Perang
Dunia II dengan maksud menciptakan saling pengertian
antara penduduk kota di Eropa dan mempromosikan
proyek lintasbatas untuk kemakmuran bersama.
Kota Coventry menjalin hubungan kota kembar
dengan Stalingrad (sekarang bernama Volgograd)
dan kemudian dengan Dresden sebagai usaha damai
dan rekonsiliasi, dengan alasan ketiga kota tersebut
menderita kerusakan berat akibat pengeboman selama
190
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
perang. Kegiatan menjalin hubungan kota kembar di
Eropa kembali giat setelah berakhirnya Perang Dunia
II. Pada tahun 1947, Dewan Kota Bristol di Inggris
mengirimkan lima warga kota terpilihnya dalam misi
itikad baik ke kota Hanover di Jerman. Sementara itu,
Edinburgh menjalin hubungan kota kembar dengan
Nice di Perancis.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika
memilih ataupun melakukan Sister City antara lain
adalah sebagai berikut
A. Umum:
1. Populasi dan Demograi
2. Lokasi geograi dan aset-asetnya
3. Kemudahan akses
4. Perbandingan terhadap industri-industri kunci
5. Hubungan yang ada (misal pertukaran pelajar)
6. Relevansi terhadap komunitas lokal
7. Sejarah bersama dalam hubungan politik dan
atau kerjasama dalam bidang politik, ekonomi,
komersial dan budaya
B.
1.
2.
3.
Ekonomi
Memiliki kondisi ekonomi yang sama
Iklim dan peluang perdagangan dan investasi
Potensi pariwisata
Beberapa kota di Indonesia yang menjalin Sister
City dengan kota-kota dari negara lain sebagaimana
dimuat dalam http://en.wikipedia.org adalah sebagai
berikut:,
No.
1.
2.
Kota
Banda Aceh
Sana’a, Yemen
Martapura, Indonesia
Samarkand, Uzbekistan
Apeldoorn, Belanda
Bandung
Bari, Italia
Braunschweig, Jerman
Cebu, Filipina
Fort Worth, Texas, Amerika
Serikat
Hamamatsu, Jepang
Suwon, Korea
Liuzhou, China
Yingkau, China
Miami, Florida, United States
Nelspruit, South Africa
Tshwane, South Africa
Kuantan, Malaysia
Seremban, Malaysia
Petaling Jaya, Malaysia
Klagenfurt, Austria
Udon Thani, Thailand
Bangalore, India
Maribor, Slovenia
Topolcianky, Republik
Slovakia
Almaty, Kazakhstan
Mandalay, Burma
Darwin, Australia
C. Sosial:
1. Memiliki persamaan infrastruktur dan isu-isu
sosial
2. Peluang untuk aktivitas yang lebih luas
3. Keinginan, kemauan dan komitmen dari
warganya
D.
1.
2.
3.
Bidang Pendidikan
Lintas isu ekonomi, sosial dan lingkungan
Program pertukaran guru dan murid
Hubungan antar universitas
3.
Dengan demikian, melihat berbagai faktor
diatas, sangatlah perlu untuk membandingkan bukan
saja kesamaannya tetapi juga potensi dari berbagai
kesamaan ini untuk menciptakan keuntungan
bersama antar kota yang saling terlibat sebagai kota
kembar tersebut.
Hubungan yang telah ada itu kemudian
harus dibina dan dikembangkan melalui berbagai level
komunikasi, menjaga sejarah bersama, outcome nya,
keuntungan yang bisa dilihat dan proyek-proyek yang
bisa dikerjakan bersama di masa sekarang dan yang
akan datang.
191
4.
5.
Sister city
Banjarmasin
BangkaBelitung
Bengkulu
Gothenburg, Swedia
Stockholm, Swedia
Chongqing, Cina
Manaus, Brazil
Ratchaburi, Thailand
Makassar, Indonesia
Guadalajara, Mexico
Inverness, Scotland
Åland Islands, Åland Islands
Florida Keys, Amerika
Serikat
Boise, Idaho, Amerika
Serikat
Zamboanga City, Filipina
Gorontalo City, Indonesia
Bali
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Bogor
Bumiayu
- St.Louis, Missouri, United
States
Lloró, Colombia
Gödöllõ, Hungary
Salak Tinggi, Malaysia
- Tallahassee, Florida, United
States
Putra jaya, Malaysia
Bogor, Indonesia
Bandung, Indonesia
Purwokerto, Indonesia
Solo
Montana, Bulgaria
Bilbao, Spain
Gorontalo
Mamuju, Indonesia
Ponce, Puerto Rico
Bengkulu City, Indonesia
Jakarta
Beijing, China
Berlin, Germany
Istanbul, Turkey
California, United States
New South Wales, Australia
Paris, France
Pyongyang, North Korea
Jeddah, Saudi Arabia
Rotterdam, Netherlands
Seoul, South Korea
Tokyo, Japan
Jambi
Jogjakarta
12.
14.
15.
16.
17.
Kupang, Indonesia
Nakhon Ratchasima,
Thailand
Ermera, East Timor
Ainaro, East Timor
California, United States
Kyoto Prefecture, Japan
Ipoh, Malaysia
Chiang Mai Province,
Thailand
Cambridge, Massachusetts,
United States
Gangbuk-gu, South Korea
Kazan, Russia
Manchester, England
Bonn, Germany
Baalbek, Lebanon
Huế, Vietnam
Hefei, China
Kyoto, Japan
Paramaribo, Suriname
192
Kendari
Kosovska Mitrovica, Kosovo
Bau-Bau
Seoul, South Korea
Makasar
Lismore, Australia
Tawau, Malaysia
Mobile, Alabama, United
States
Peshawar, Pakistan
Constan฀a, Romania
Banjarmasin, Indonesia
Samarinda, Indonesia
Tawau, Malaysia
Medan
George Town, Malaysia
Ichikawa, Japan
Jakarta
Kuala Lumpur, Malaysia
Putrajaya, Malaysia
Petaling Jaya, Malaysia
Selangor, Malaysia
Penang Island, Malaysia
Genting Highlands,
Malaysia
Manado
Davao City, Philippines
Zamboanga City, Philippines
Tegucigalpa, Honduras
Darwin, Australia
Koror, Palau
Kota Kinabalu, Malaysia
Mamuju
Soweto, Gauteng, South
Africa
Gorontalo City, Indonesia
18.
Padang
Chonburi, Thailand
19.
Palangkaraya
Yangon, Myanmar
Semarang, Indonesia
20.
Palembang
Melaka, Malaysia
Denpasar, Bali
San Francisco, United States
Melbourne, Australia
Rotterdam, Netherlands
Milan, Italy
Frankfurt, Germany
Sapporo, Japan
Vancouver, Canada
Busan, South Korea
Marseille, France
Kaohsiung, Republic of
China
Saint Petersburg, Russia
Barcelona, Spain
Zürich, Switzerland
21.
Palu
Semarang, Indonesia
22
Pangkal
Pinang
Key West, Florida, United
States
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
23.
Pontianak
24.
Samarinda
25.
Serang
26.
Surabaya
-Mobile, Alabama, United
States
Kota Kinabalu, Malaysia
Semarang, Indonesia
Makassar, Indonesia
Balikpapan
Bandar Abbas, Iran
Trieste, Italy
Cheyenne, Wyoming
Barrow, Alaska
Seattle, Washington, United
States
New Orleans, Louisiana,
United States
Portland, Oregon, United
States
Fuzhou, China
Kunming, China
Xiamen, China
Guangzhou, China
Johor Bahru, Malaysia
Kuching, Malaysia
Kochi, Japan
Kitakyushu, Japan
Perth, Western Australia,
Australia
Busan, South Korea
Izmir, Turkey
Varna, Bulgaria
The Hague, Netherlands
Alexandria, Egypt
Mashhad, Iran
27.
Tangerang
Gatineau, Canada
Mississauga, Canada
Arlington, Virginia
Shah Alam, Malaysia
Kuching, Malaysia
28.
Lampung
Split, Croatia
29.
Riau
Batam
Johor Bahru-Malaysia
Singapore
30.
31.
Surabaya
Semarang
Serang
Serang merupakan salah satu kota sekaligus
kabupaten di Provinsi Banten. Kota Serang terdiri dari
4 kecamatan (Kecamatan Serang, Kecamatan Cipocok
Jaya, Kecamatan Taktakan dan Kecamatan Kasemen).
Wilayah Kota Serang memiliki luas 188,70 km²
dengan jumlah penduduk 347.042 jiwa (21,27% dari
jumlah penduduk Kabupaten Serang). Perkembangan
Kota Serang sebagai Ibu Kota Provinsi Banten
semakin pesat. Ini bisa dilihat dari pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi nya yang sekarang meningkat.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten
mencatat pada triwulan III 2011 ekonomi Banten
tahun ini menjadi capaian 6,41 persen, sedangkan
secara kumulatif dari triwulan I hingga triwulan III
pertumbuhan ekonomi Banten mencapai angka 6,60
persen atau tertinggi selama empat tahun terakhir
yakni sejak 2008. Pada 2008 lalu, laju pertumbuhan
ekonomi Banten hanya mencapai 5,77 persen
sedangkan pada 2009 mencapai 4,69 Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten ini tentunya
didukung oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi
dari masing-masing kota yang menjadi bagian dari
wilayah Provinsi Banten, salah satu nya adalah Kota
Serang.
Salah
satu
indikator
meningkatnya
pertumbuhan ekonomi di Kota Serang adalah
munculnya berbagai sektor usaha yang menjadi
lahan pekerjaan guna meningkatkan penghasilan
atau pendapatan rumah tangga.
Sektor usaha
tersebut adalah sektor industri, perhotelan dan sektor
perdagangan. Tetapi dari sisi kecepatan pertumbuhan,
sektor pengangkutan dan komunikasi yang tercatat
paling dinamis dengan angka mencapai 11,62 persen
menurut analisis Statistik Lintas Sektor BPS Provinsi
Banten.
Melihat data dari wikipedia tersebut bisa dilihat
bahwa Kota Serang pun sekarang sudah memiliki sister
city, yaitu dengan Cheyenne, Wyoming dan Barrow,
Alaska. Akan tetapi penulis sampai sejauh ini tidak
menemukan data maupun fakta yang membenarkan
hal tersebut. Jadi ini merupakan tanda tanya apakah
benar Serang telah melakukan City Branding melalui
Sister City, atau hanya sekedar ikut trend?
Ternyata fakta di lapangan yang penulis
dapatkan bahwa belum ada LoI atau bahkan MoU
mengenai Sister City Kota Serang. Yang ada baru awal
perjanjian dengan kota di Korea Selatan dan Australia
dan itu pun dibidangi oleh Dinas Pendidikan Kota
Serang. Ini yang harus benar-benar diperhatikan oleh
Sao Tome or Principe
Kuching, Malaysia
Seattle, Washington, United
States
Kochi, Japan
Busan, South Korea
Brisbane, Australia
- Tallahassee, Florida, United
States
Malacca Town, Malaysia
Tegucigalpa, Honduras
Samarinda, Indonesia
Palangkaraya, Indonesia
Palu, Indonesia
193
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pemerintah daerah, bahwa walaupun ternyata tidak
mudah untuk menjalin dan memantau keterlibatan
kota dalam perjanjian sister city tapi bisa merupakan
awal dari suatu Branding City yang hebat bagi Kota
Serang. Akan sangat disayangkan apabila dimasa
mendatang Kota Serang belum mau ataupun mampu
menjalin kerjasama sister city.
4. Penutup
Kesimpulannya, pemda-pemda di Indonesia,
baik level provinsi, kabupaten, atau kota perlu
melakukan City Branding, agar daerahnya bisa
makin dikenal, sehingga diharapkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya makin
meningkat. Kesadaran akan pentingnya city branding
sebenarnya sudah muncul di hampir setiap kota di
Indonesia. Hanya saja, aktivitas yang dilakukan masih
sangat terbatas, dan tidak sedikit yang salah kaprah.
Kebanyakan kota-kota itu dalam melakukan branding
belum memikirkan visi dan misinya dengan jelas.
Secara umum dapat dikatakan sebagian besar daerah
di Indonesia belum melakukan kegiatan branding
secara proaktif dan terintegrasi. Kebanyakan daerah
masih terjebak pada promosi-promosi parsial dengan
sekadar mengikuti kegiatan yang telah dijadwalkan
secara reguler, misalnya tourism exhibition atau
investment exhibition di beberapa negara.
Selain itu, kelemahannya bukan hanya dalam hal
external branding activities, tetapi juga secara internal
tidak cukup solid. Apa yang dijual ke luar sering tidak
mencerminkan apa yang menjadi keunikan di daerah
tersebut.
City branding haruslah externally diferent
dan internally inspiring, secara eksternal memang
berbeda dari daerah atau negara lainnya dan secara
internal menginspirasi masyarakat untuk berbuat
banyak bagi keberhasilan daerah tersebut.
Daftar Pustaka
Armando, Ade. 2002. Komunikasi Internasional.
Jakarta. Universitas Terbuka.
Deddy Djamaluddin Malik dkk. [ed). 1993.
Komunikasi Internasional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Gudykunst, W.B. 1984. International and Cross
Cultural Communication. Random House. New
York.
Jurnal ISKI Indonesia. 2000. Industri Pers dan
Prospek Kebebasannya. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
LaFeber, Walter. 2002. Michael Jordan dan NeoKapitalisme Global. Yogyakarta. Penerbit
Jendela.
Lewis, Richard D., 2005. Komunikasi Bisnis Lintas
Budaya. Bandung. PT.Remaja Rosdakarya.
Leiper, Neil 2001. Jakarta’s Performance as an
International Tourist Destination: A Strategic
Review Using a Pathological Approach. Australia:
Southern Cross University
May Rudy, Teuku. 2005. Komunikasi & Hubungan
Masyarakat Internasional. Bandung. Reika
Aditama
Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi Antarbudaya.
Bandung. PT.Remaja Rosdakarya.
Nigel, Morgan dkk. 2004. Destination brandingcreating the unique destination proposition.
London:Elsevier nutterworth Heinemann.
Rivers et.al, William. 2003. Media Massa dan
Masyarakat Modern. Jakarta. Prenada Media
Soemirat dan Ardianto. 2004. Dasar-dasar Public
Relations. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Terrence, A. 1997. Advertising, promotion and
supplemental aspect of IMC. NY: Dryden Press
Vivian, John. 1999. he Media of Mass Communication.
USA. Allyn & Bacon.
Sumber Internet:
http://eng.suwon.ne.kr/sub/happy_suwon/happy_
suwon_08.asp?menuCode=0108
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_twin_towns_
and_sister_cities_in_Indonesia
http://www.scribd.com/doc/79279582/proil-serang
http://www.radarbanten.com/newversion/
utama/5838-ekonomi-tumbuh-lebih-cepat-.
html
http://bantenpos-online.com/2012/02/15/perdamandul-budaya-religius-makin-tergerus
http://www.radarbanten.com/newversion/
utama/5838-ekonomi-tumbuh-lebih-cepat-.
html
www.placebrands.net/reading/citybranding.html
http://tauiek.wordpress.com/2008/09/24/ayo-citybranding/
http://citybranding.typepad.com/
http://www.gerardotandco.com/case-studies/citybranding/
http://www.imagian.com/index.
php?pageid=2&lang=en
194
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Program CSR sebagai salah satu Peran serta Perusahaan
dalam memberdayakan Masyarakat Majemuk
(Studi terhadap kegiatan CSR di PT Pupuk Kaltim, Bontang Kalimantan Timur)
Yugih Setyanto
dan
Riris Loisa1*)
Abstrak
Lokasi tempat perusahaan beroperasi menjadi dasar dalam memahamai karakter khalayak. Pemahaman karakter
ini akan mempengaruhi perusahaan dalam membangun hubungan yang baik. Perusahaan harus dapat memahami
setiap karakter masyarakat guna mendapatkan dukungan sebagai sebuah hasil yang ingin dicapai setiap perusahaan
dari khalayaknya. Salah satu cara dalam membangun hubungan positif tersebut melalui pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan- diantaranya- melalui program CSR. PT. Pupuk Kaltim (Pupuk
Kaltim) merupakan sebuah BUMN yang melaksanakan program CSR sebagai tanggung jawab perusahaan kepada
masyarakat.
Kata Kunci: CSR, PR, Khalayak
Pendahuluan
Keberadaan suatu perusahaan dapat memberi
dampak positif bagi masyarakat. Salah satu dampak
positif suatu perusahaan ditinjau dari sisi ekonomi dan
sosial adalah perusahaan tersebut dapat memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar perusahaan
atau dimana perusahaan tersebut beroperasi. Tentu hal
ini dapat dilihat dari perekrutan pegawai yang diambil
dari warga lokal. Selain itu juga pemanfaatan sumbersumber daya sekitar untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan.
Hubungan perusahaan dan masyarakat ini
menjadi sebuah interaksi sosial yang membawa pada
hubungan saling membutuhkan. Bagi perusahaan
sendiri, ada keuntungan non materi yang bisa didapat.
Perusahaan sadar bahwa hidup dan keberlanjutannya
sangat lah bergantung pada dukungan masyarakat.
oleh sebab itu, hubungan yang terjalin dengan baik
antara perusahaan dan masyarakat menjadi modal
dasar kelangsungan perusahaan.
Pupuk Kaltim adalah salah satu BUMN terbesar
di Indonesia yang belokasi di Bontang Kalimantan
Timur. BUMN ini menjadi salah satu perusahaan
yang memberikan deviden besar bagi negara. Saat ini
total pendapatan BUMN Rp1.129 triliun, dengan
laba bersih Rp 98,676 triliun. Asetnya Rp 2.975
triliun dan ekuitasnya Rp 607,774 triliun.
Selain
dituntut memberi keuntungan sebagai sebuah entitas
bisnis, Pupuk Kaltim- dan juga BUMN lainnyajuga mempunyai tanggung jawab sosial yaitu dapat
memberi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.
Tuntutan seperti ini tentu bukanlah perkara mudah
Terkait dengan BUMN, sebagian masyarakat
masih ada yang mempunyai anggapan bahwa BUMN
adalah perusahaan negara sehingga masyarakat juga
memilikinya. Sikap ikut memiliki dapat dilihat
I.
dalam dua sisi yang berbeda. Sisi baiknya, hal ini
menjadi keberhasilan PR perusahaan dalam membina
masyarakat sehingga menumbuhkan rasa memiliki
serta ikut menjaga dan merasakan manfaat kehadiran
perusahaan. Sayangnya sikap ini juga dapat berakibat
munculnya pendapat bahwa perusahaan milik negara
berarti masyarakat berhak menuntut apapun dari
perusahaan. Tidak jarang sikap ini dinyatakan dalam
hal misalnya penyerobotan lahan perusahaan karena
dianggap milik masyarakat juga.
2. Pembahasan
2.1. Memahami Kondisi Masyarakat tempat
Perusahaan Berada
Perusahaan inancial multinasional HSBC
mempunyai motto yang mudah diingat “world’s local
bank”. Motto ini kemudian diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia menjadi “Bank Dunia Bertradisi
Anda”. Sebagai sebuah perusahaan multinasional
dengan perusahaan yang berada di seluruh dunia
memahami budaya setempat menjadi sebuah
keharusan.
Demi menjaga kelangsungan perusahaan
perlu dilakukan strategi yang membuat dekat dengan
masyarakat. Apalagi perusahaan tersebut hakikatnya
harus bersaing dengan perusahaan nasional yang
lebih memahami konsumennya. Contoh HSBC bisa
dijadikan sebagai sebuah bukti pentingnya memahami
khalayak tempat dimana perusahaan beroperasi. Ini
merupakan salah satu strategi memenangkan hati
khalayak untuk kepentingan perusahaan.
Contoh di atas sebagai perbandingan dengan
kajian mengenai Pupuk Kaltim. HSBC sebagai
perusahaan multinasional sangat memperhatikan
budaya lokal tempat perusahaan berada begitu pula
yang dilakukan Pupuk Kaltim.
1 *) Kedua Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara
195
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Hal menarik terkait Pupuk Kaltim adalah
letaknya di wilayah Bontang yang masyarakatnya
heterogen. Sebelum lebih jauh membahas mengenai
topik, perlu kita mengenal terlebih dahulu mengenai
Kota Bontang tempat Pupuk Kaltim berada.
Berdasarkan Buku Kota Bontang sejarah sosial ekonomi
(Nina Lubis dkk, 2003), keberadaan dua perusahaan
besar, diawalai PT Badak LNG lalu kemudian disusul
PT Pupuk Kaltim membawa perubahan yang sangat
mendasar dalam masyarakat Bontang. Salah satu
yang berubah adalah komposisi kependudukan
dan kehidupan sosial ekonomi. Untuk memenuhi
kebutuhan karyawan beserta keluarga yang tinggal di
Bontang mulai dibangun perumahan, sekolah, dan
juga prasarana kesehatan, ibadah, olah raga, rekreasi
dll. Pertumbuhan ini menarik orang-orang untuk
datang sehingga lokasi tempat tinggal para karyawan
perusahaan-perusahaan tersebut menjadi berkembang.
Kemudian, seperti ditulis Nina Lubis dkk
adanya dua perusahaan besar PT Badak LNG dan
Pupuk Kaltim berpengaruh pada kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Bontang. Sebelumnya kehidupan
ekonomi masyarakat agraris berubah menjadi
kehidupan sosial ekonomi masyarakat industri.
Bontang dihuni oleh masyarakat yang
mejemuk.
Awalnya Bontang masih dihuni orang
Bajau dan Kutai. Berdirinya dua perusahaan besar di
Bontang yaitu PT LNG Badak yang memproduksi
gas alam serta PT Pupuk Kaltim- sebagai perusahaan
penghasil petrokimia mengubah wajah dan komposisi
masyarakatnya.
Kota ini dibangun oleh masyarakat dari berbagai
suku bangsa seperti Bugis, Banjar, Jawa, dan lain-lain.
Dalam buku Kota Bontang Sejarah sosial Ekonomi
disampaikan bahwa orang-orang Dayak, Kutai, Bugis,
Banjar, dan Jawa karena sudah lama tinggal di Kota
Bontang merasa dirinya sebagai pribumi. Menurut
penelitian Ju Lan dalam Nina Lubis (2003:87), bagi
mereka penduduk yang datang sejak tahun 1980-an
adalah “pendatang”. Oleh sebab itu bisa dikatakan
Kota Bontang adalah daerah yang baru, yang
kelahirannya masih banyak diingat masyarakat.
Komposisi etnis di Bontang berdasarkan sensus
penduduk Kalimantan Timur dapat dilihat di bawah
ini.
Berdasarkan komposisi penduduk Kota Bontang dapat
dilihat bagaimana kemajemukan masyarakatnya. Ciri
utama masyarakat majemuk (plural society) menurut
Furnivall (1940) adalah kehidupan masyarakat
berkelompok-kelompok
yang
berdampingan
secara isik, tetapi mereka terpisah-pisah karena
perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuah
unit
politik.
(http://lib.atmajaya.ac.id/default.
aspx?tabID=61&src=a&id=10461). Perkembangan
masyarakat selanjutnya membentuk paguyubanpaguyuban yang didasari etnis yang ada.
Kondisi masyarakat yang majemuk, terdiri dari
banyak suku, menjadikan kondisi masyarakat menjadi
unik. Pupuk Kaltim sebagai bagian dari Kota Bontang
pun harus memahami kondisi masyarakat tersebut
dan menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi.
Pemahaman karakter stakeholders menjadi modal
utama dalam mengembangkan komunikasi perusahaan
kepada masyarakat. komunikasi yang dijalin dengan
konstruktif dapat menumbuhkan stakeholders yang bisa
membantu perusahaan saat perusahaan dihadapkan
pada permasalahan konlik yang dapat menimbulkan
krisis. Menciptakan hubungan yang kuat dengan
stakeholders dapat membantu perusahaan saat dilanda
konlik yang mengarah pada krisis. Menurut Heath
ada dua manfaat bagi organisasi saat dilanda krisis
apabila telah memiliki hubungan yang kuat dengan
para stakeholders (Handoko-Widodo, 2007). Pertama,
stakeholders yang memiliki kepentingan pribadi
tertentu (vested interest) dalam keberhasilan suatu
organisasi, dapat memberi dukungan (network of
support) bagi organisasi tersebut. Kedua, krisis yang
menimpa organisasi memang memberikan dampak
negatif bagi para stakeholders, namun apabila organisasi
tidak memiliki hubungan yang baik sebelum krisis
terjadi, stakeholderss tersebut dapat menarik dukungan
mereka kepada organisasi.
Menguatnya identitas etnis yang berada
di Bontang membuat masyarakat membentuk
kelompok-kelompok berbasis etnis. Karena ada
anggapan bahwa dalam kehidupan masyarakat kota
justru ciri paguyuban dalam lingkungan etnisnya bisa
muncul sehubungan dengan dorongan untuk bersatu
menghadapi persaingan dalam perebutan ekonomi dan
kekuasaan. Identitas kedaerah termasuk solidaritas
biasanya akan menguat bila suatu masyarakat berada
di tempat yang jauh dari asal mereka.
Hubungan perusahaan dan masyarakat ini
menjadi sebuah interaksi sosial yang membawa pada
hubungan saling membutuhkan. Bagi perusahaan
sendiri, ada keuntungan non materi yang bisa didapat.
Perusahaan sadar bahwa hidup dan keberlanjutannya
sangat lah bergantung pada dukungan masyarakat.
oleh sebab itu, hubungan yang terjalin dengan baik
antara perusahaan dan masyarakat menjadi modal
dasar kelangsungan perusahaan. Dalam konteks public
relations, hubungan ini harus saling menguntungkan
bagi kedua belah pihak. Untuk menciptakan win-win
196
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
situation seperti itu, diperlukan proses memberi dan
menerima yang banyak didasari oleh saling memahami
terhadap kepentingan masing-masing (Lattimore,
Baskin, Heiman, Toth; 2010)
Saat awal berdiri keadaan Kota Bontang masih
hutan perawan. Infrastruktur tidak mendukung,
jalan-jalan terbatas, Bontang masih dihuni beberapa
keluarga Suku Kutai sebagai suku asli setempat. Oleh
sebab itu- disampaikan Nina Lubis dkk bahwa yang
menjadi perhatian pertama perusahaan-perusahaan
tersebut lebih kepada tantangan alam. Seiring
waktu,industry tumbuh dan berkembang menarik
perhatian orang-orang untuk datang ke Bontang.
Tidak saja untuk mencari perkerjaan namun juga
untuk menopang kebutuhan industri yang ada.
Di Bontang terdapat Forum Pembauran
Kebangsaan (FPK) yang beranggotakan 29
paguyuban se Kota Bontang (http://www.tribunnews.
com/2011/05/15/abdul-waris-karim-pimpin-fpkbontang).
FPK merupakan forum komunikasi
antara seluruh etnis dan budaya sekaligus menjadi
wadah pemersatu dalam berekpresi anggotanya terdiri
dari paguyuban-paguyuban etnis yang ada antara
lain Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS),
Ikatan Paguyuban Keluarga Jawa Timur (Ikapakarti),
Banjar Kutai Dayak (Bakuda), Kerukunan Bubuhan
Banjar, Himpunan Keluarga Mandar Morowali dll.
Pembentukan wadah yang dapat menyatukan berbagai
etnis adalah bentuk kesadaran masyarakat untuk
berintegrasi dan menjadi bagian dari Kota Bontang
yang lebih akrab dan membaur.
Menurut Dadang Supardan suatu bentuk
integrasi bangsa yang optimal, maka faktor “interaksi
budaya maupun antar etnis” merupakan prasyarat
dalam membentuk integrasi tersebut. Adanya aktivitas
interaksi yang bermakna dan efektif dapat mendorong
antar anggota masyarakat untuk bekerjasama lebih
akrab..
Dinyatakannya bahwa elemen-elemen
multikulturalisme, tersebut mencakup tiga sub-nilai
sebagai berikut; (1) menegaskan identitas kultural
seseorang, dengan mempelajari warisan budaya
seseorang, (2) menghormati dan berkeinginan untuk
memahami dan belajar tentang etnis dan kebudayaankebudayaannya; (3) menilai dan merasa senang dengan
perbedaan kebudayaan itu sendiri; yaitu memandang
keberadaan perbedaan itu sebagai suatu kebanggaan
ataupun kebaikan positif yg mesti dipelihara. (http://
berita.upi.edu/2012/07/17/pidato-prof-dr-dadangsupardan-pada-pengukuhan-sebagai-guru-besar-upiselasa-1772012).
Menurut Kepala Departemen Humas Pupuk
Kaltim Tedy Nawardin, Pembentukan kelompok ini
di satu sisi menjadi mitra dialog perusahaan. Sebagai
contoh ketika terjadi permasalahan hukum antara
perusahaan dengan melibatkan orang dari etnis
tertentu, perusahaan berusaha melakukan pendekatan
terhadap tokoh etnis tersebut sebelum diteruskan ke
proses hukum. Melalui tokoh etnis diupayakan jalan
197
keluarnya dan perusahaan berusaha agar tetap terjadi
proses dialog. Mengapa dialog lebih dikedepankan
daripada proses hukum, hal ini menyangkut kondisi
psikologis masyarakat Bontang yang kuat ikatan
etnisnya. Bila ada kasus yang melibatkan seseorang dari
suatu etnis maka isu segera menyebar ke masyarakat
yang etnis sama dan menimbulkan solidaritas tanpa
melihat duduk perkara yang sebenarnya. Tentu
perusahaan tidak ingin masalah yang menjadi besar
dan berakibat menjadi konlik horisontal berbasis
SARA.
Oleh sebab itu di sinilah pentingnya
memahami karakter masyarakat sekaligus pendekatan
terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh.
Pembentukan paguyuban yang mewadahi etnis
tertentu membawa dampak lain. Kelompok-kelompok
ini kemudian berkembang dan membentuk lembaga
swadaya masyarakat yang ditujukan untuk menekan
perusahaan (wawancara Juli 2012). LSM ini menjadi
alat penekan (pressure group) agar perusahaan
mau mengikuti kemauan salah satu etnis (oknum
etnis) padahal apa yang dituntut tidak murni demi
melestarikan budaya mereka, menurut Tedy biasanya
bermotif ekonomi.
Peran perusahaan untuk memberdayakan
masyarakat
Pemahaman CSR yang dijadikan dasar dalam
ISO 26000 adalah tanggung jawab sebuah organisasi
terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan
dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan
lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan,
sejalan dengan hukum yang ditetapkan da normanorma perilaku internasional; serta terintegrasi
dengan organisasi secara menyeluruh. Dalam World
Business Council for Suistainable Development, CSR
adalah komitmen berkesinambungan dari kalangan
bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi
bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas karyawan dan keluarganya, serta komunitas
lokal dan masyarakat luas pada umumnya.
Bagi masyarakat Bontang ada persepsi yang
berbeda mengenai kerja sama antara perusahaan
dan masyarakat. pertama, perusahaan harus ikut
serta dalam semua masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat. keikutsertaan perusahaan tidak saja pada
materil tapi pada nonmaterial. Kedua, pendapat lain
bahwa kedua industri memang mempunyai kewajiban
membayar pajak melalui pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Sehingga kontribusi perusahaan
bukan sekedar bantuan tapi kewajiban. Dan ketiga,
perusahaan-perusahaan tersebut wajib membayar
pajak serta kontribusinya pada masyarakat bersifat
sukarela.
Tedy
Nawardin
dalam
makalahnya
berjudul
“Etika Bisnis: Menjadikan korporasi
1.2.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Lebih Bertanggungjawab”
disampaikan bahwa
CSR menyangkut tujuh komponen utama yaitu
the environment, social development, human right,
organizational governance, labour practices, fair
operating practices dan consumer issues. Bila diamati,
terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan Pupuk
Kaltim menitikbertakan pada the environment dan
social development.
Khusus mengenai kegiatan yang berfokus
pada social development, Pupuk Kaltim menyadari
kondisi masyarakat Bontang yang majemuk. Dalam
usaha memberi kontribusi pada pemberdayaan
masyarakatnya- tanpa melihat latar belakang etnikdilakukan kajian mengenai permasalahan apa yang
paling mendasar di Bontang.
Masalah utama adalah masih banyak masyarakat
Bontang yang taraf ekonominya masih di bawah ratarata. Salah satu indikator kondisi ekonomi yang
belum baik adalah banyaknya tuntutan warga kepada
perusahaan yang berlatarbelakang ekonomi (wawancara
Tedy Mawardin, Kepala Dept. Humas). Perusahaan
dianggap telah mengambil kekayaan alam sehingga
meminta kompensasi materi untuk masyarakat.
Selain itu ada juga yang meminta untuk menambah
prosentase karyawan dari masyarakat Bontang sendiri.
Kesulitan perusahaan untuk merekrut masyarakat asli
Bontang karena keterbatasan sumber daya manusia
yang sesuai dengan standar perusahaan. Dan sudah
tentu tidak mungkin perusahaan menjadi satu-satunya
pihak yang bertanggungjawab menyediakan lapangan
pekerjaan untuk masyarakat.
Dalam tingkat implelentasi kebijakan
perusahaan di Pupuk Kaltim mengenal istilah
bufering dan bridging (wawancara Kadep Humas
Tedy Nawardin). Keduanya adalah strategi dalam
membangun masyarakat atas dasar kepentingan
kedua belah pihak. Bufering, adalah membayangkan
sebuah pagar yang mengelilingi perusahaan. Pagar
ini bukanlah untuk menjauhkan perusahaan, bila
diibaratkan mobil, pagar ini menjadi bumper manakala
terjadi tabrakan. Dan begitulah fungsi bufering yang
diterapkan Pupuk Kaltim.
Mekanisme bufering
adalah membina masyarakat melalui kegiatan sosial
dan ekonomi guna menumbuhkan dukungan pada
perusahaan. Kelak bila ada bibit konlik yang muncul,
maka masyarakat yang telah dibina menjadi “pagar”
yang akan membentengi perusahaan dari sekelompok
anggota masyarakat yang ingin mengganggu jalannya
perusahaan.
Sedangkan bridging adalah upaya perusahaan
membuka saluran komunikasi untuk mengakomodir
aspirasi masyarakat terhadap perusahaan. Apa yang
diharapkan masyarakat terhadap perusahaan kemudian
disesuaikan dengan kepentingan bersama. Masyarakat
juga harus diberi pemahaman bahwa perusahaan
juga mempunyai tujuan bisnis guna menjamin
kelangsungan hidupnya. Sedangkan masyarakat tetap
harus mempunyai kemampuan sendiri agar lepas
dari ketergantungan dengan perusahaan. Seperti
disampaikan Broom dan Smith (1979) yang membagi
peran public relations menjadi empat dan salahsatunya
adalah communication facilitator. Public relations
sebagai wakil perusahaan berperan sebagai jembatan
komunkasi antara perusahaan dan khalayaknya. Bisa
saja dalam pelaksanaan bridging menimbulkan hasil
yang tidak memuaskan sekelompok orang, bila hal
ini terjadi dilakukan strategi bufering seperti telah
dijelaskan di atas.
Keberadaan perusahaan pada hakekatnya
harus memberi kebaikan bagi masyarakat, tidak
sekedar menjadi “pemberi hadiah” yang dampaknya
sesaat namun juga harus berkelanjutan. Masalah
utama masyarakat adalah pada taraf hidup yang
masih di bawah rata-rata. Masih banyak masyarakat
yang hidupnya dalam ikatan kemiskinan. Dampak
kemiskinan ini berpengaruh pada perusahaan. Salah
satunya adalah seperti diungkapkan di atas adalah
kecemburuan sosial yang berakibat banyak tuntutan
terkait masalah bantuan ekonomi kepada perusahaan.
Selain itu, faktor kemiskinan juga berpengaruh pada
kualitas penduduk yang rendah akibat tidak mampu
bersekolah. Padahal perusahaan sangat membutuhkan
sumber daya manusia handal yang berasal dari sekitar
perusahaan berada.
Akibatnya masyarakat selalu
terjebak dalam lingkaran kemiskinan .
Penelitian dari United Nations research
Institute for Social Development (UNRISD)
“Corporate Partnership and Community in he
Nigerian Oil Industry: Strenghts and Limitations”
dari Uwaful Idemudia mengenai kegiatan CSR pada
industry minyak di Nigeria. Dalam laporan tersebut,
disampaikan bagaimana mengatasi rendahnya taraf
pendidikan dan kesehatan masyarakat adalah dengan
meningkatkan sosial ekonomi dan kondisi budaya
serta capacity building and community self-help.
Melalui kedua program ini menjadi jawaban dalam
menempatkan perusahaan dalam memberdayakan
masyarakat sekaligus berperan mengatasi masalah
yang ada di sekitar perusahaan. Berdasarkan laporan
ini dapat dijadikan sebuah perbandingan bagaimana
memberdayakan masyarakat yang dilakukan Pupuk
Kaltim.
Apa yang dilakukan perusahaan untuk dapat
memutus mata rantai kemiskinan adalah dengan
memberi beasiswa kepada anak-anak asli Bontang
yang pintar namun tidak mampu. Pemberian beasiswa
ini dilaksanakan secara terprogram dari pemantauan
serta pendampingan hingga anak-anak ini diterima
di perguruan tinggi negeri terkemuka di Pulau Jawa.
Melalui pendidikan yang diterimanya kelak mereka
akan mendapat pekerjaan yang layak dan bila sudah
bekerja yang layak mereka akan mendapat penghasilan
yang layak pula. Diharapkan kelak akan lahir sebuah
generasi baru di Bontang yang mampu – setidaknya –
membantu keluarganya terlepas dari kemiskinan.
198
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Kesimpulan
Tujuan perusahaan yang proit-oriented harus
sinergi dengan kepentingan masyarakat. Menurut
Freeman (1984) managers should tailor their policies to
satisfy numerous constituents, not just shareholders. hese
stakeholders include workers, customers, suppliers and
community organizations. Berdasarkan pemahaman
ini peran pimpinan perusahaan dalam menerapkan
kebijakan yang bertumpu pada kepentingan
masyarakat menjadi penting.
Pimpinan yang
peduli akan berbuah pada kebijakan yang tidak saja
mementingkan keuntungan secara sempit namun juga
keuntungan perusahaan yang lebih luas. Keuntungan
perusahaan dalam arti luas dapat berupa dukungan
dan keberpihakan masyarakat terhadap tujuan-tujuan
perusahaan tidak saja keuntungan materi semata.
Sebesar apapun perhatian perusahaan terhadap
masyarakat tanpa ditunjang adanya pembangunan
yang menyeluruh dari pemerintah tetap tidak akan
memberi kesejahteraan pada masyarakat. Inti dari
sebuah hubungan yang baik adalah adanya kesadaran
akan saling membutuhkan dari kedua pihak. Tentu
strategi komunikasi yang dijalin antara kelompokkelompok etnis adalah pekerjaan yang tidak ada
akhir. Upaya pembinaan masyarakat melalui –
diantaranya - kegiatan CSR menjadi sebuah strategi
besar perusahaan berkembang bersama masyarakat.
Perlu biaya, ketulusan, itikad, dan komitmen segenap
jajaran manajemen dan karyawan yang sudah dimulai
semenjak perusahaan itu berdiri, secara terus menerus
dan berkelanjutan.
2.
Daftar Pustaka
Handoko-Widodo, Creszentia. N (2007), Komunikasi
Korporat dalam Krisis, (disertasi), Universitas
Indonesia,
Lattimore, Dan, Otis Baskin, Suzette T. Heiman,
Elizabeth L. Toth & James Van Leuven (2004).
Public Relations he Profession and he Practice.
New York: McGraw Hill.
Lubis, Nina H. dkk, (2003), Kota Bontang
Sejarah Sosial Ekonomi, Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga
Penelitian Unpad
Nawardin, Tedy, Etika Bisnis: menjadikan Korporasi
Lebih Bertanggungjawab, Makalah 2010
Uwaiokun Idemudia (2007), Corporate Partnerships
and Community Development in the Nigerian
Oil Industry Strengths and Limitations Markets,
Business and Regulation, Programme Paper
Number 2, United Nations Research Institute
for Social Development
Wawancara GM PT Pupuk Kaltim Tedy Nawardin
dan staf
(http://www.tribunnews.com/2011/05/15/abdulwaris-karim-pimpin-fpk-bontang).
199
(http://jembatanguntung.blogspot.com/2010/02/
erau-pelas-benua.html).
(http://berita.upi.edu/2012/07/17/pidato-prof-drdadang-supardan-pada-pengukuhan-sebagai
guru-besar-upi-selasa-1772012).
(http://berita.upi.edu/2012/07/17/pidato-prof-drdadang-supardan-pada-pengukuhan-sebagai
guru-besar-upi-selasa-1772012).
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
200
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Optimalisasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam
Pembangunan Daerah
Titi Stiawati1*)
Abstrak
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah program yang mengimplementasikan tanggung jawab sosial
sebuah perusahaan kepada masyarakat luas Adapun kontribusinya dalam pembangunan khususnya pembangunan
daerah yang dapat mensejahterakan masyarakat, seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup
dan sebagainya. Oleh karena itu, saat ini banyak perusahaan yang melakukan CSR dengan melakukan pemberian
beasiswa, pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak, serta program penyelesaian masalah-masalah lingkungan
hidup. Walaupun memang dijalankan atas pilihan dan inisiatif perusahaan sendiri, namun yang harus ditekankan
dalam CSR ini adalah tanggung jawab sosial atas dampak, keputusan, atau aktivitas perusahaan di masyarakat dan
lingkungan. Segala bentuk tanggung jawab perusahaan tersebut seharusnya berhubungan dengan segala dampak
dari apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dalam menjalankan usahanya baik dampak di masyarakat
maupun lingkungan. Optimalisasi pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam rangka
mendukung program pembangunan daerah diperlukan kerjasama antara pemerintahan dan perusahaan, peran aktif
pengusaha dan manajemen perusahaan serta mengoptimalkan dana CSR, dalam mensejahterakan dan membangun pemerintah daerah.
Kata Kunci: Optimalisasi, CSR, Pembangunan, Pemerintah Daerah
1. Pendahuluan
Pembangunan secara umum diartikan adalah
suatu perubahan menuju kearah yang lebih baik
maksud dari perubahan tersebut adalah perubahan
baik dari segi isik maupun fungsinya contoh
pembangunan infrastruktur. Pembangunan tersebut
bisa meliputi pembangunan isik, ekonomi, sosial,
politik, hukum, dan lain sebagainya. Pembangunan
tidak terlepas dari perencanaan yang telah disusun
sebelumnya. Kadang perencanaan itu sendiri
dalam pelaksanaannya mendapat kesulitan untuk
mewujudkannya karena berbagai faktor . Dan faktor
tersebut antara lain adalah Sumberdaya baik manusia
maupun alam, Keterbatasan Dana serta Koordinasi,
Sinkronisasi antar Lembaga dan faktor lainnya.
Suatu perencanaan pembangunan, baik dalam
bentuk program, kebijakan, maupun strategi , dapat
dijalankan dengan adanya pendanaan. Perencanaan
dengan pendanaan harus berjalan bersama sebab
tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan untuk
melakukan
program-program
pembangunan
dibutuhkan biaya yang sangat besar sementara di lain
pihak, anggaran pemerintah terbatas. Oleh karena
itu, dalam perencanaan pembiayaan pembangunan
selain perlu merencanakan anggaran biaya juga perlu
merencanakan alternatif sumber pembiayaan agar
program-program pembangunan dapat terlaksana
dengan baik.
Sumber pembiayaan alternatif dapat diperoleh
dari berbagai cara seperti dari masyarakat sendiri,
lembaga maupun swasta. Dari swasta atau perusahaan
perusahaan sesuai Undang-Undang diwajibkan
mempunyai atau untuk konkritnya adalah perusahaan
yang mempunyai program CSR (Corporate Social
Responsibility). Yaitu
program perusahaan yang
merupakan kepedulian dari perusahaan kepada
masyarakat untuk membantu dengan tujuan
selain berpartisipasi dalam pembangunan adalah
juga
membantu
masyarakat
meningkatkan
kesejahteraannnya.
Corporate Social Responsibility (CSR),
merupakan komitmen perusahaan untuk membangun
kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan
para pihak yang terkait, utamanya masyarakat di
sekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan
tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan
kegiatan usahanya secara berkelanjutan. Namun dalam
pelaksanaannya, masih ada perusahaan yang memiliki
persepsi bahwa CSR sebagai bagian dari biaya atau
tindakan reaktif untuk mengantisipasi penolakan
masyarakat dan lingkungan. Beberapa perusahaan
memang mampu mengangkat status CSR ke tingkat
yang lebih tinggi dengan menjadikannya sebagai
bagian dari upaya brand building dan peningkatan
corporate imagenya .
Menurut Busyra Azheri, secara teoritis CSR
merupakan inti dari etika bisnis dimana perusahaan
tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban
ekonomis dan legal kepada pemegang saham
(Shareholders) tetapi perusahaan juga mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap pihak lain yang
berkepentingan (Stakeholders). Semua itu tidak
terlepas dari kenyataan bahwa suatu perusahaan tidak
bias hidup, beroperasi dan bertahan serta memperoleh
keuntungan tanpa bantuan dari berbagai pihak, jadi
CSR lebih menunjukkan kepedulian perusahaan
terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih
luas dari pada hanya sekedar kepentingan perusahaan
itu sendiri. CSR merujuk pada semua hubungan yang
terjadi antara perusahaan dengan pelanggan (Customer)
1 *) Dosen di Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Untirta, Serang – Banten.
201
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
karyawan (Employers) komunitas, masyarakat, investor,
pemerintah dan pemasok (Supliers) serta competitor itu
sendiri.
Kepedulian
perusahaan
ini
sendiri
terlihat dari komitemen perusahaan untuk
mempertanggungjawabkan segala dampak dari
aktivitas usahanya dalam dimensi ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Bagi perusahaan yang konsisten
menerapkan CSR dalam aktivitasnya dalam jangka
panjang akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk
kepercayaan dari stakeholdersnya (Corporate Image)
terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sehingga
kondisi ini telah menjadi perhatian yang serius
dari kalangan dunia usaha baik domestic maupun
internasional. Fakta menunjukkan adanya korelasi
positif antara perusahaan yang menerapkan CSR
dalam aktivitas usahanya dengan apresiasi masyarakat.
Oleh karena itu penerapan CSR tidak lagi dianggap
sebagai “cost” semata-mata melainkan sebagai investasi
jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.
Namun upaya-upaya CSR tersebut masih
jarang yang dijadikan sebagai bagian dari perencanaan
strategis perusahaan. Masyarakat kini telah semakin
kritis dan mampu melakukan ilterisasi terhadap dunia
usaha yangg tengah berkembang. Hal ini menuntut
para pengusaha untuk menjalankan usahanya dengan
semakin bertanggung-jawab. Pengusaha tidak hanya
dituntut untuk memperoleh proit dari kegiatan
usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk
memberikan kontribusi baik materiil maupun spirituil
kepada masyarakat dan pemerintah sejalan dengan
aturan yang berlaku.
Selanjutnya pembangunan yang merata
dan berkelanjutan dapat terlaksana dengan baik
dibutuhkan sinergi dari banyak pihak. Pemerintah,
SDM, BUMN/BUMD, dan perusahaan swasta
harus bersatu untuk memberikan kontribusinya bagi
pemerataan kesejahteraan seluruh masyarakat. Salah
satu usaha dalam mengembangkan masyarakat adalah
dengan memberdayakan masyarakat. Tanggung jawab
tersebut, sejatinya menjadi kewajiban bersama dan
bukan sekadar tanggung jawab pemerintah saja.
Perusahaan atau korporat sebagai salah
satu stakeholdernya mempunyai kemampuan
strategis untuk melakukan hal tersebut. Akan tetapi
kenyataannya, tidak dipungkiri banyak perusahaan
yang belum memahami kemampuan strategis
tersebut, sehingga belum mengimplementasikan
konsep Corporate Social Responsibility (CSR) di dalam
lingkungan tempatnya berdiri. Untuk itu, diperlukan
pemahaman bersama kalangan pengusaha mengenai
arti dan pentingnya CSR dalam proses pemberdayaan
masyarakat.
2.
Kajian Pustaka
2.1. Sejarah Corporate Social Responsibility
(CSR)
Sejarah merupakan torehan kejadian masa
lampau yang mengungkapkan fenomenarealitas sosial
yang bisa menjadi kajian menarik dan bermanfaat
di masa kini dan mendatang. Dengan memahami
sejarah tentang obyek kajian akan bermakna bagi
pengungkapan realitas sosial yang lebih obyektif.
Perkembangan CSR di Indonesia yaitu bahwa
pengembangan masyarakat dalam usaha memeratakan
pembangunan telah lama digulirkan oleh pemerintah.
Dimulai dari zaman kolonial sampai zaman reformasi,
bahkan sampai sekarang telah dilakukan berbagai cara
dan pendekatan pembangunan melalui pendekatan
pengembangan masyarakat. Salah satu istilah
yang sangat populer dalam dunia pengembangan
masyarakat dewasa ini adalah CSR ( Corporate Social
Responsibility).
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
sebuah paradigma baru yang usia perkembangannya
tidak kurang dari satu abad ini telah menjadi fokus
tersendiri dalam upaya pembangunan di Indonesia.
Secara khusus pemerintah menaruh perhatian lebih
terhadap kegiatan CSR di Indonesia.
CSR
Sebagai
Bagian
Dari
Usaha
Pengembangan
Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat menjadikan masyarakat
sekitar perusahaan dapat mengaktualisasikan dirinya
dan memahami keberadaannya sebagai elemen
penting dari perusahaan. Interaksi masyarakat dengan
perusahaan akan harmonis, apabila perusahaan
mampu memberikan manfaat bagi masyarakat di
sekitar perusahaan dan sebaliknya, sehingga tercipta
modal sosial (social capital) di lingkungan perusahaan
(Wahyuni 2007).
Jika merujuk pada konsep Community
Development yang di kemukakan oleh Ir. Fredian Tony
M.S (2005) yakni suatu metode atau pendekatan
pembangunan yang menekankan adanya partisipasi
dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses
pembangunan, dimana semua usaha swadaya
masyarakat disinergikan dengan usaha-usaha
pemerintah setempat dan stakeholder lainnya untuk
meningkatkan taraf hidup, dengan sebesar mungkin
ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri,
serta pelayanan teknis sehingga proses pembangunan
berjalan efektif , dan hal ini dapat disimpulkan bahwa
program CSR yang diimplementasikan dengan baik
adalah bagian dari konsep pengembangan masyarakat
yang berhasil.
Corporate Social Responsibility (CSR) telah
ada sejak Abad 17 dan mengalami perkembangan
kajian yang mencerminkan dinamika implementatif
yang terus mengalami perubahan. Adapun penetrasi
aktivitas CSR di Indonesia masih tergolong rendah.
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen
Akuntan Manajemen sejak tahun 2005 mengadakan
Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA).
Secara umum ISRA bertujuan untuk mempromosikan
voluntary reporting CSR kepada perusahaan
diIndonesia dengan memberikan penghargaan kepada
202
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai
aktivitas CSR.
Kategori penghargaan yang diberikan adalah
Best Social and Environmental Report Award, Best
Social Reporting Award, Best Environmental Reporting
Award , dan Best Website. Pada Tahun 2006 kategori
penghargaan ditambah menjadi Best Sustainability
Reports Award, Best Social and Environmental Report
Award, Best Social Reporting Award,Best Website,
Impressive Sustainability Report Award, Progressive
Social Responsibility Award , dan Impressive Website
Award . Pada Tahun 2007 kategori diubah dengan
menghilangkan kategori impressive dan progressive
dan menambah penghargaan khusus berupa
Commendation for Sustainability Reporting: First
Time Sutainability Report. Sampai dengan ISRA
2007 perusahaan tambang, otomotif dan BUMN
mendominasi keikutsertaan dalam ISRA.
suatu perusahaan mengejar keuntungan, bukan berati
perusahaan dibenarkan mencapai keuntungan tersebut
dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan
pihak lain yang terkait.
Oleh karena itu, setiap perusahaan harus
bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan dari
usahanya yang mempunyai dampak baik langsung
maupun tidak langsung terhadap stakeholdersnya dan
lingkungan dimana perusahaan melakukan aktivitas
usahanya. Sehingga secara positif, hal ini bermakna
bahwa setiap perusahaan dalam menjalankan
aktivitasnya sedemikian rupa, pada akhirnya mampu
meningkatkan kesejahteraan para stakeholdernya
dengan memperhatikan kualitas lingkungan kearah
yang lebih baik.
Berkaitan dengan hal tersebut, John Elkingston’s
berdasarkan pengertian CSR sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, mengelompokkan CSR atas 3
aspek yang lebih dikenal dengan istilah “ Triple Bottom
3. Pembahasan Line (3BL) “ . Ketiga aspek itu meliputi kesejahteraan
3.1. Manfaat Corporate Social Responsibility atau kemakmuran ekonomi, peningkatan kualitas
(CSR)
lingkungan dan keadilan sosial. Ia juga menegaskan
Keberadaan perusahaan idealnya bermanfaat bahwa suatu perusahaan yang ingin menerapkan
untuk masyarakat sekitar. Bahwa prinsip dasar CSR konsep
pembangunan
berkelanjutan
harus
adalah pemberdayaan masyarakat setempat yang memperhatiakan “Triple P” yaitu Proit, Planet, and
notabene miskin agar terbebas dari kemiskinan.
people. Bila dikaitkan antar 3BL dengan Triple P dapat
Adapun harapan dari pelaksanaan CSR disimpulkan bahwa “Proit” sebagai wujud aspek
ini adalah memberdayakan masyarakat dari sisi ekonomi, “Planet” sebagai wujud aspek lingkungan
perusahaan, agar operasionalnya dapat berjalan lancar dan “people” sebagai aspek sosial.
tanpa gangguan. Jika hubungan antara perusahaan dan
masyarakat tidak mesra, bisa dipastikan ada masalah. 3.3 Faktor yang Mempengaruhi Imlementasi
Corporate Social Responsibility (CSR)
Pelaksanaan program CSR belum sepenuhnya diterima
Tujuan CSR adalah untuk pemberdayaan
oleh masyarakat. Itu disebabkan minimnya perhatian
masyarakat, bukan memperdayai masyarakat.
perusahaan terhadap pelaksanaan CSR.
Dari uraian tersebut, tampak bahwa manfaat Pemberdayaan bertujuan mengkreasikan masyarakat
mandiri, kalau berbicara tentang CSR terdapat banyak
CSR bagi perusahaan antara lain :
a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi deinisi. Kata social sering diinterpretasikan dengan
kedermawanan.
serta citra merek perusahaan.
Menurut Prices of Wales Foundation ada lima
b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara
hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi
sosial.
CSR, pertama, menyangkut human capital atau
c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.
d. Melebarkan Akses Sumber daya bagi pemberdayaan manusia. Kedua, environments yang
berbicara tentang lingkungan. Ketiga adalah Good
operasional usaha.
Corporate Governance. Keempat, Social Cohesion
e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
f. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak artinya dalam pelaksanaan CSR jangan sampai
menimbulkan kecemburuan social. Kelima, adalah
pembuangan limbah.
g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. economic streng atau memberdayakan lingkungan
menuju kemandirian di bidang ekonomi.
h. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
i. Meningkatkan semangat dan produktivitas
3.4. Optimalisasi
program
CSR
dalam
karyawan.
Pembangunan Daerah
j. Peluang mendapatkan penghargaan.
Keberadaan industri diharapkan dapat
3.2. Ruang
Lingkup
Corporate
Social membawa berkah dan manfaat bagi masyarakat salah
satunya dengan program Corporate Social Responsibility
Responsibility Pada prinsipnya CSR merupakan komitmen (CSR). CSR saat ini sudah menjadi tanggung jawab
perusahaan terhadap kepentingan para stakeholders dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pelaku
dalam arti luas daripada sekedar kepentingan Usaha. CSR tidak lagi dihadapkan pada tanggung
perusahaan belaka. Meskipun secara moral adalah baik jawab yang berpihak pada Single Bottom Line, yaitu
203
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pada nilai perusahaan yang direleksikan pada kondisi
inansial saja akan tetapi pada tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada Triple Bottom Lines,
yaitu selain inansial juga ada sosial dan lingkungan.
Karena kondisi inansial saja tidak cukup menjamin
nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan.
Adapun Agenda penting pembangunan yang
beberapa diantaranya tidak dapat ditangani seluruhnya
oleh Pemerintah karena keterbatasan pembiayaan
dalam anggaran, diantara target kinerja pembangunan
antara lain: Pengentasan Kemiskinan, Peningkatan
Indeks pembangunan manusia yang meliputi
kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat,
pencapaian lapangan kerja baru, peningkatan
pembangunan infrastruktur, peningkatan prestasi
olahraga daerah, peningkatan penyelenggaraan tata
pemerintahan yang baik, peningkatan nilai religius
masyarakat, pelestarian lingkungan hidup dan
pertumbuhan ekonomi yang merata serta mendorong
tumbuh kembangnya ekonomi kerakyatan berbasis
sumberdaya yang ada. Target-terget tersebut
merupakan kewajiban pemerintah yang harus
diselesaikan.
Akan tetapi kadang target-target yang telah
dicanangkan oleh pemerintah mendapatkan kesulitan
atau hambatan untuk mencapainya misalnya di daerah
tertentu menentukan target pembangunan dengan
menyusun perencanaan yang dituangkan dalam
RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka menengah
Daerah yang berisi program-program pembangunan
yang tujuannya adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Program program tersebut dalam perjalannannya
kadang menemui hambatan salah satunya hambatan
tersebut adalah keterbatasan dana pembangunan,
akibatnya program pemerintah daerah tersebut tidak
tercapai dan berpengaruh langsung dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dan pemerintah harus
mempunyai strategi untuk menggali sumber dana yang
ada. Dan potensi keuangan itu adalah salah satunya
ada pada CSR yang diwajibkan oleh Undang-Undang
maka Pemerintah harus kreatif adalah pemerintah
bagaimana mngelola dan mengoptimalisasi dana CSR
tersebut.
Optimalisasi pelaksanaan program Corporate
Social Responsibility (CSR) dalam rangka mendukung
program pembangunan adalah diperlukan kerjasama
antara pemerintahan dan perusahaan, peran aktif
pengusaha dan manajemen perusahaan serta
mengoptimalkan dana CSR, dalam mensejahterakan
masyarakat.
Selanjutnya partisipasi yang dimaksud adalah
melalui mekanisme penyaluran dana CSR untuk
kemaslahatan masyarakat diberbagai bidang. Karena
untuk mempercepat keberhasilan suatu pembangunan
diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, hal ini untuk
kepentingan masyarakat, serta bentuk kepedulian
perusahaan untuk turut serta merealisasikan CSR ini.
Oleh karena itu, saat ini banyak perusahaan
yang melakukan CSR dengan melakukan pemberian
beasiswa, pelayanan kesehatan kepada ibu dan
anak, serta program penyelesaian masalah-masalah
lingkungan hidup.
Walaupun memang dijalankan atas pilihan
dan inisiatif perusahaan sendiri, namun yang harus
ditekankan dalam CSR ini adalah tanggung jawab sosial
atas dampak, keputusan, atau aktivitas perusahaan
di masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu,
segala bentuk tanggung jawab perusahaan tersebut
seharusnya berhubungan dengan segala dampak dari
apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dalam
menjalankan usahanya baik dampak di masyarakat
maupun lingkungan. Misalnya, perusahaan yang
bergerak di bidang otomotif seharusnya melakukan
CSR dalam bidang penanggulangan dampak dari
polusi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor,
seperti mengadakan kompetisi terkait penciptaan
teknologi yang bisa mereduksi polutan. Atau
dalam kaitannya dengan pembangunan isik, bisa
jadi perusahaan tersebut berkontribusi dalam
pembangunan infrastruktur jalan dan perbaikan
sistem transportasi. Begitu juga dengan perusahaanperusahaan lainnya.
Pembiayaan pembangunan semakin lama
semakin menjadi kebutuhan yang mendesak dan sekali
lagi, kemampuan keuangan pemerintah cenderung
masih terbatas terutama pemerintah daerah sehingga
seringkali masih bergantung pada dana dari pemerintah
pusat. Padahal program-program pembangunan yang
direncanakan pemerintah sangat banyak mengingat
Indonesia masih merupakan negara yang berkembang
dan banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih
tertinggal dari daerah-daerah lain yang lebih maju
sehingga perlu dilakukan percepatan pembangunan
agar tidak terjadi disparitas wilayah dan sosial.
Oleh karena itu, CSR ini bisa jadi merupakan
salah satu solusi yang menguntungkan dan tidak terlalu
berisiko sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan
dibandingkan alternatif sumber pembiayaan lain.
Selain itu, hal ini juga akan meningkatkan peran
serta sektor swasta dalam pembangunan, khususnya
pembangunan wilayah.
Namun, kerjasama pemerintah dan swasta dalam
pembiayaan pembangunan dengan menggunakan
dana CSR ini tidak serta merta dilakukan secara
sembarangan, tetapi harus direncanakan dengan tepat
serta dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan
agar pembangunan-pembangunan yang diprogramkan
dapat diimplementasikan secara optimal.
Optimalisasi dana CSR untuk pembiayaan
pembangunan secara tepat, terpadu, dan berkelanjutan
ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1.
Perusahaan-perusahaan dan Dana CSR
Perusahaan di koordinir oleh Pemerintah
Perusahaan dan dana CSR nya merupakan
potensi yang harus digarap secara professional,
program
CSR
perusahaan
diarahkan
204
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
2.
3.
agar membantu program pembangunan
pemerintah. Dan Pemerintah, sebagai
fasilitator dan pemegang kebijakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
(masyarakat luas merupakan subjek/pelaku
dalam pembangunan berdasarkan bottomup planning), maka pemerintah-lah yang
mengetahui
rencana-rencana
program
pembangunan sehingga pemerintah perlu
mengkoordinasikan
perusahaan-perusahaan
pemberi CSR secara terpadu agar terkoordinir
dalam satu atap sehingga pemanfaatan dana
CSR tersebut nantinya bisa maksimal dan tepat
sasaran.
Pengelompokan Perusahaan dan dana CSR
perusahaan
Tujuan Pemerintah tidak lain adalah untuk
Mensejahterakan
Masyarakat
kemudian
pelaksanaan
dari tujuan tersebut adalah
membuat program program pembangunan
dan Program-program pembangunan yang
direncanakan oleh pemerintah sangat banyak
dan meliputi berbagai aspek, yakni aspek
isik, ekonomi, sosial, politik, maupun hukum
sehingga dana yang dibutuhkan juga sangat
besar, apalagi mengingat jumlah penduduk
Indonesia juga banyak dan luas wilayah
Indonesia yang sangat luas, maka untuk
melakukan pemerataan pembangunan dana
yang dibutuhkan juga akan semakin besar dan
tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu perlu
dilakukan pemetaan terhadap perusahaanperusahaan pemberi CSR berdasarkan jenis
usaha yang dijalankan kemudian diklusterkan
berdasarkan dampak-dampak yang dihasilkan
dari proses usaha tersebut. Dengan demikian
maka bentuk tanggung jawab sosial perusahaan
kepada masyarakat dan lingkungan akibat
dampak, keputusan, dan aktivitasnya bisa
lebih terarah dan benar-benar betujuan untuk
menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Penggunaan Dana CSR oleh Perusahaan
diarahkan berdasarkan pengelompokan
Pengelompokan
perusahaan-perusahaan
berdasarkan dampak yang dihasilkan dari usaha
yang dijalankan oleh perusahaan tersebut telah
di-list, maka selanjutnya pemerintah perlu
merencanakan arahan kepada perusahaanperusahaan terkait pemerataan pembiayaan
pembangunan dengan menggunakan dana
CSR sehingga nantinya perusahaan-perusahaan
tersebut dapat diarahkan untuk memberikan
dana CSR-nya pada aspek, program, dan
kegiatan pembangunan yang akan dilakukan
di suatu daerah. Dengan demikian, maka
diharapkan pembangunan di daerah-daerah
khususnya di daerah-daerah tertinggal
terutama terkait pembangunan infrastruktur
205
dapat dilakukan merata. Akan tetapi, data dan
informasi terkait perencanaan dan pembiayaan
pembangunan yang akan dilaksanakan serta
daerah-daerah tujuan aliran dana CSR harus
sudah di-list terlebih dahulu dengan jelas agar
dapat berjalan sukses.
Alternatif sumber pembiayaan pembangunan
dengan menggunakan dana CSR ini mungkin
merupakan suatu bentuk kerjasama baru antara
pemerintah dengan swasta. Namun, dalam proses
kerjasama ini harus dilakukan atas dasar saling
percaya dan tetap menerapkan asas transparency
dan akuntabilitas agar proses kerjasama ini dapat
berlangsung kontinu dan segala program pembangunan
dapat berlanjut (sustainable cooperation).
Daftar Pustaka
Azheri, Busyra. 2011. Corporate Social Responsibility
dari Voluntary Menjadi Mandatory. Jakarta. PT.
Raja Graindo Persada.
Budiman, Arief dkk. 2004. Corporate Social
Responsibility : Jawaban Bagi Pembangunan
Indonesia Masa Kini. Jakarta. ICSD.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan
Aplikasi CSR. Gresik. Fascho Publishing.
Untung, Hendrik. 2008. Corporate Social Responsibility.
Jakarta. Sinar Graika.
Sumber Lain:
www. scribd.com/doc/sejarah csr
Cinta motivasi perjuangan.wordpres.com
Ekonomi .kom.pesianna. com/manajemen/2011
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
206
Bagian V :
Peran dan Pemanfaatan Media Massa
dalam Pembangunan Daerah
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Media Televisi dalam Perspektif Komunikasi Pembangunan
Doddy Salman1*)
1. Pendahuluan
Sejak pemerintah Orde Baru memberlakukan
kebijakan Open Sky (langit terbuka) tahun 1990
maka layar televisi masyarakat Indonesia tak hanya
menampilkan Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Munculnya TV swasta Rajawali Citra Televisi
Indonesia (RCTI) dan disusul Surya Citra Televisi
(SCTV) memberikan pilihan masyarakat menerima
informasi dan hiburan. Dalam perspektif komunikasi
pembangunan media televisi adalah salah satu media
yang mampu memberikan perubahan pada masyarakat
menuju ke arah yang lebih baik (McPhail ,2009:3).
Masyarakat tak hanya mendapat informasi (berita)
namun juga diharapkan mendapatkan pendidikan
dan hiburan.
Televisi adalah salah satu media penyiaran (selain
radio).Pasal 3 Undang-undang nomer 32 tahun 2002
tentang penyiaran mendeinisikan bahwa :Penyiaran
diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa
yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka
membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil
dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran
Indonesia. Artinya televisi sebagai media penyiaran
memiliki tujuan mulia dan berat.Kehadiran televisi
seharusnya memberikan nilai positif untuk masyarakat
Indonesia.
John Fiske menjelaskan bahwa kini televisi
memasuki era post broadcasting, pasca penyiaran.
Suatu era yang ditandai dengan model satu ke banyak
cara penyampaian, terorganisasi sebagai industri
skala besar, interaktif,banyak platform dan hiburan
video,kabel streaming tanpa melalui penyiaran atau
sistem kearsipan seperti TiVo (Fiske,2003:16-17).
Kondisi pasca penyiaran ini sudah mulai terjadi di
Indonesia. Televisi tak hanya dinikmati melalui layar
kaca namun juga layar telepon genggam dan layar
monitor komputer.
Jauh sebelum televisi tampil di layar telepon
genggam, Jerry Mander menulis buku berjudul
Four Arguments to Elimination of Television. Jerry
mengingatkan bahwa televisi memiliki dampak
yang negatif bagi manusia yang menyaksikannnya
seperti munculnya bias pribadi,tergantikannya
khayalan manusia oleh televisi dan terjadinya kontrol
kehidupan manusia oleh televisi (Mander,1978:263).
Para ahli komunikasi sendiri mengakui efek televisi
masih diperdebatkan apakah lebih banyak positif atau
negatif. Meskipun menurut Elizabeth M.Perse setiap
yang memakai uang (tahun 1992 menghabiskan
iklan 206 milyar dolar Amerika) dan menggunakan
1
*)
Dosen di Universitas Tarumanegara, Jakarta.
209
waktu (20 persen waktu dihabiskan di depan
televisi) pasti mempunyai dampak pada kehidupan
masyarakat(Perse,2008:4).
Agar masyarakat mendapat dampak yang positif dari
media dalam kehidupan maka media sejak awal harus
dirancang sebagai alat perubahan sosial yang positif.
Salah satu studi yang mempelajari bagaimana media
mampu melakuan proses intervensi secara sistematis
dengan tujuan perubahan sosial secara positif adalah
studi mengenai komunikasi pembangunan. Menurut
homas McPhail “Development communication is
the process of intervening in a systematic or strategic
manner with either media (print, radio, telephony,
video, and the Internet), or education (training,
literacy,schooling) for the purpose of positive social
change. he change could be economic,personal, as
in spiritual, social, cultural, or political” (Komunikasi
pembangunan adalah proses intervensi secara
sistematis atau tindakan strategis baik melalui media
(cetak, radio, telepon, video dan internet) atau
pendidikan (training, melek media, sekolah) untuk
tujuan perubahan sosial positif.Perubahan bisa berupa
ekonomi, pribadi sebagai pengalaman spiritual, sosial,
budaya atau politik (McPhail,2009:3).
Makalah ini mencoba melihat televisi dari
perspektif studi komunikasi pembangunan. Bahwa
seharusnya televisi memiliki kekuatan untuk
melakukan intervensi demi perubahan sosial yang
positif. Televisi dengan kekuatan audio visual
(seharusnya) mampu membawa audiennya menuju
masyarakat dengan kehidupan yang lebih baik.
2. Rumusan Permasalahan
Masalah yang coba dibahas pada makalah ini
adalah “Bagaimana televisi dapat menjadi media
komunikasi pembangunan ideal saat ini?
3.
Metodologi
Makalah ini dibuat dengan melakukan studi
pustaka. Berbagai hasil penelitian yangmemaparkan
efek televisi terhadapmasyarakat di beberapa negara
(,Jepang,Indiadan Hongkong) diharapkan dapat
menjelaskan bahwa media televisi memiliki peran
penting dalam mengubah masyarakat menjadi lebih
baik sebagaimana tujuan komunikasi pembangunan.
4.
Pembahasan
We cannot escape being once again driven away
from the media of communication (Bel,2010:xiii).Kita
tidak bisa lari dari media komunikasi.Pernyataan ini
tidaklah salah. Manusia modern tidak bisa lari dari
media komunikasi.Buku, Surat Kabar, Radio dan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Televisi. Televisi, menurut Jerry Mander, menghasilkan
bermacam-macam
bahaya
terhadap
mental,
lingkungan, ekonomi, politik baik terhadap individu
maupun masyarakat dan planet ini (Mander,1978:348).
Tulisan Mander berjudul 4 Argumen untuk
menghapus televisi memang provokatif. Jerry mander
adalah seorang praktisi periklanan dan public relation
di Amerika Serikat dengan masa kerja lima belas
tahun.Pemilik kantor iklan Freeman, Mander and
Gossage berargumen bahwa televisi menjadi medium
pengalaman.Manusia tak lagi bersentuhan dengan
pengalaman nyata. Realitas sesungguhnya dan realitas
buatan sulit dibedakan. Mander mengistilahkanya
sebagai “menghalangi kesadaran” (walling the
awareness).Lulusan Pascasarjana Universitas Columbia
ini juga menyatakan manusia juga mengalami
“pengambilalihan
pengetahuan”
(expropriation
knowledge). Manusia tak lagi mendapatkan
pengetahuan berdasarkan pengalamannya sendiri
namun berdasarkan konstruksi media bernama
televisi. Alasan kedua untuk menghapus televisi adalah
“penjajahan pengalaman” (colonization of experience).
Pemirsa televisi sesungguhnya mengalami penjajahan.
Situasi otoriter. Siapa yang melakukan otoriter?
Pemilik media yang mengontrol isi media
Mander menambahkan televisi juga mendorong
kecanduan. Karena sinyal yang dipancarkan diproses
dalam pikiran. Secara kualitas televisi adalah instrumen
cuci otak. Brainwashing. Televisi membentuk
disorientasi dan kegalauan.Televisi menggeser dan
menekan kreatiitas khayal manusia, mendorong
kepasifan, dan melatih orang untuk menerima otoritas.
Televisi juga membatasi pengetahuan. Mengubah cara
manusia memperoleh informasi dari dunia. Karena
televisi kita merasa tahu banyak, namun sesungguhnya
kita kurang tahu. Televisi mengasingkan manusia
dari alam dan karenanya menyesuaikan dengan
penghancuran alam. Teknologi televisi sesunguhnya
anti demokrasi. Karena biayanya mahal,sedikit
informasi yang bisa disebarkan. Hanya sedikit yang
bisa bicara melalui televisi, sedangkan jutaan lainnya
hanya menyerapnya (Manner,1978:349).
Sejak Mander menuliskan tesisnya 34 tahun lalu
hingga kini televisi tetap hadir di tengah masyarakat.
Berbagai program televisi hadir untuk memberi
pendidikan pada masyarakat. Di Meksiko penulis
naskah dan sutradara Miguel Sabido membuat
program televisi yang berisikan pendidikan agar orang
miskin bangkit dari kemiskinannya. Karya Sabido ini
menjadi model pelaksanaan perubahan sosial melalui
konsep pendidikan yang menghibur. Drama sinetron
karya Sabido ini ditiru pemerintah India dan menjadi
inspirasi Universitas John Hopkins mengkampanyekan
program hubungan yang bertanggungjawab di antara
para remaja di Amerika Latin, Philipina dan Nigeria
dengan melakukan strategi kampanye melalui musik
cadas (Singhal & Rogers sebagaimana dikutip
McPhail,2009:36).
Pendidikan yang menghibur dideinisikan
sebagai sebuah proses yang bertujuan merancang dan
menerapkan pesan media secara mendidik sekaligus
menghibur. Tujuannya adalah agar meningkatkan
pengetahuan audien berkaitan dengan pengetahuan
tentang isu pendidikan, mendorong sikap positif,
dan mengubah perilaku. Pendidikan yang menghibur
berupaya mengumpulkan ketertarikan media populer
untuk menunjukkan individu bahwa mereka dapat
hidup lebih sehat, aman, dan bahagia (Singhal &
Rogers sebagaimana dikutip McPhail,2009:33).
Menurut
homas
McPhail
komunikasi
pembangunan sendiri memiliki tiga paradigma:
imperaliasme budaya, komunikasi partisipasi dan
pendidikan yang menghibur (2009:46-47). Paradigma
imperialisme budaya merupakan bagian dari tulisan
Herbert Schiller. Teori ini berpijak pada pertanyaan
:apa motif dan tujuan bantuan yang diberikan negaranegara barat? Bantuan tersebut dilihat sebagai alat
membantu masyarakat dengan pendekatan atas-bawah
(top down) yang tidak mempedulikan manusia dan
budaya pada saat penerapannya. Sedangkan paradigma
komunikasi partisipasi menolak pendekatan top down
dan birokrasi. Fokus pendekatan adalah partisipasi akar
rumput. Budaya adalah hal yang harus diutamakan
dalam melaksanakan komunikasi pembangunan
dalam paradigma komunikasi partisipasi.Paradigma
terakhir adalah teori pendidikan yang menghibur.
Paradigma ini berupaya mengawinkan kemampuan
media seperti radio dan televisi dengan program yang
mendorong perubahan sosial yang positif.
Dalam praktek tak selamanya televisi dirancang
untuk melakukan perubahan sosial yang positif. Sebuah
penelitian sosial sejarah televisi di Jepang 1953-1973
membuktikannya. Penelitian yang dilakukan Jayson
Makoto Chun itu membuktikan televisi tak hanya
melukiskan realitas (depict reality) namun bahkan
mampu membuat realitas sendiri (create own reality).
Hal ini terjadi di tahun 1973 pada peristiwa yang
diberi nama krisis kertas toilet (the great toilet paper
crisis).Saat itu dunia sedang mengalami guncangan
kenaikan harga minyak empat kali lipat menyusul
perang Arab Israel.Menteri Perdagangan dan Industri
Internasional Yasuhiro Nakasone pada 31 Oktober
tampil di televisi dan meminta masyarakat menghemat
penggunaan kertas. Keseokan paginya ratusan ibu
rumah tangga di Osaka menyerbu supermarket dan
dalam hitungan jam memborong habis persediaan
kertas toilet. Televisi tidak menyiarkan peristiwa
ini menghindari kepanikan menjalar ke kota-kota
lainnya. Dua hari berselang kepanikan pembelian
kertas toilet terjadi lagi. 2 November televisi
pemerintah menyiarkan himbauan agar masyarakat
tidak panik dan menyatakan bahwa kertas toilet masih
banyak tersedia. Pengumuman resmi pemerintah
ini justru membuat seluruh Jepang berburu kertas
toilet. Televisi NHK menyebut peristiwa itu dengan
menyatakan bahwa dengan menyederhanakan fakta,
210
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
media pemberitaan justru menghembuskan bara tanda
bahaya (Chun, 2007:291). Televisi menyebabkan
lingkaran setan (vicious circle) dengan menciptakan
krisis kertas toilet nasional. Media melaporkan
sejumlah ibu rumah tangga memborong kertas toilet
yang terpicu pengumuman pemerintah, yang justru
memicu media pemberitaan melaporkan peristiwa itu
yang mengakibatkan lebih banyak warga yang panik
dan bingung.
Persoalan televisi di Jepang juga memunculkan
pro kontra antara masyarakat yang mendukung
hadirnya televisi dan yang menentangnya. Hatano
Kanji adalah salah satu intelektual yang percaya
bahwa kaum cerdik pandai harus memberikan
televisi kesempatan. Dalam salah satu artikelnya
Hatano menyatakan kekuatan televisi yang tidak bisa
ditandingi media lain adalah kemampuan menyiarkan
suatu peristiwa secara langsung. Hatano percaya
televisi memiliki potensi merugikan yang lebih kecil
dalam menyebarkan informasi dengan sifatnya yang
segera dapat dipancarkan (Chun,2009:159).
Namun di kutub berlawanan ada penulis terkenal
Oya Soichi yang dengan pedas menyebut televisi
menyebabkan orang Jepang menjadi bangsa dengan
100 juta idiot. Oya Soichi sendiri sangat dihormati
masyarakat Jepang karena kritik sosialnya yang
tajam serta karya-karya sastranya yang menghibur.
Reputasinya sebagai kritikus sosial menyebabkan
Oya dijuluki Kaisar Media Massa.Kekhawatiran akan
dominasi televisi terhadap masyarakat Jepang sudah
ia rasakan sebelum menjadi medium televisi menjadi
popular di masyarakat Jepang (Chun,2009:161).
Namun kalimat televisi akan mengubah bangsa
Jepang menjadi bangsa dengan 100 juta idiot muncul
setelah kehebohan acara Nandemo Yarima-show,
sebuah acara yang diindonesiakan adalah Ayo Lakukan
Apapun Show (Nandemo Yarima-show).Pada sebuah
episode produser membayar seseorang mengibarkan
bendera Universitas Keio di saat giliran tim cheerleader
Waseda sedang beraksi di sebuah pertandingan
baseball antar kampus.Menanggapi acara tersebut
Oya Soichi lalu menulis sebuah artikel di harian
Tokyo Shimbun. Dalam tulisannya Oya menyebut
bahwa program hiburan di televisi entah drama atau
program musik dibuat dengan selera rendah, murah
dan vulgar. Hal ini disebabkan televisi harus melayani
logika komersialisme lewat iklan. Oya Soichi yakin
bahwa masyarakat tidak akan menjadi cerdas dengan
menyaksikan program seperti itu (Nandemo Yarimashow) setiap hari (Chun,2009:161).
Kekhawatiran Oya Soichi terhadap televisi
seperti tidak pernah berhenti.Ia menyatakan dalam
tulisannya bahwa Jepang saat itu (tahun 1957)
sedang berada dalam era ledakan televisi (television
boom). Ia juga menegaskan bahwa televisi adalah
penyebar komersialisasi ke dalam rumah.Televisi
sebagai medium periklanan mampu menjangkau
hingga ke dalam rumah, memiliki kekuatan untuk
211
bicara cerdik dan menjadi salesman ke dalam rumah
(Chun,2009:165).
Salah satu fakta bahwa televisi berpengaruh pada
masyarakat India terjadi tahun 2007. Saat itu acara
Indian Idol sedang memasuki musim ketiga. Dua
peserta kontes nyanyiAmit Paul dan Prashant Tamang,
berasal timur laut India, wilayah yang kerap mengalami
penderitaan isik dan budaya yang terpinggirkan dari
pusat pemerintahan. Mulai dari pejabat pemerintah
lokal hingga Menteri ikut mengajak masyarakat
memilih Amit Paul atau Prashant Tamang sebagai idola
baru India. Ajakan disampaikan saat pertandingan
sepak bola, pesta perkawinan dan pesta ulang tahun.
Beberapa menteri bahkan mendesak masyarakat
untuk mengirimkan SMS dukungan (Mehta,2008:1).
Kondisi ini mungkin tidak akan pernah terjadi jika
tidak ada televisi swasta via satelit yang mengubah
makna sosial kehidupan masyarakat.Adalah satelit
televisi swasta yang membuat negara dengan identitas
sosial politik berdasarkan kasta, etnis, agama, bahasa
dan jurang perbedaan pendapatan yang tajam
menunjukkan mobilisasi politik. Satelit televisi swasta
melahirkan apa yang disebut Nalin Mehta sebagai
transformasi politik dan budaya publik (2008:2).
Sebelumnya selama lebih dari lima puluh tahun
dunia penyiaran televisi dimonopoli oleh televisi
pemerintah.Meskipun harus diakui pula bahwa televisi
adalah arena budaya tempat ide-ide muncul dengan
konsekuensi yang tak diinginkan (Mehta,2008:2).
Posisi televisi swasta dengan satelitnya adalah
tujuan ideal yang ingin dicapai (dan gagal) berpuluh
tahun oleh televisi pemerintah. Pemerintah menjadikan
televisi sebagai alat berkekuatan besar mengontrol
politik dan budaya. Melalui Program Nasional justru
menimbulkan pertentangan di banyak wilayah.
Diluncurkan pertama kali 1982 Program Nasional
diluncurkan bersamaan dengan acara Asian Games
1982. Dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa
Hindi (sama dengan program Indian Idol). Seluruh
televisi lokal diwajibkan menyiarkan program ini yang
berujung pada masalah. Penggunaan bahasa Hindi
pada program tersebut dikritik sebagai cara memecah
belah negara tersebut. Nasionalisme kedaerahan masih
tetap muncul dan hidup dengan baik.Menariknya
program Indian Idol melalui satelit tv swasta diterima
dengan suka rela (walau menggunakan bahasa Hindi).
Kondisi ini menyebabkan satelit televisi swasta secara
maju menciptakan kekuatan budaya baru yang
memaknai ulang identitas lokal namun memiliki
ikatan luas India sebagai suatu bangsa. Pertanyaan
yang muncul adalah :mengapa pemerintah India gagal
menggunakan televisi dan radio sebagai alat perubahan
ekonomi sosial yang positif?
Menurut Robin Jefrey ada tiga sumber kegagalan
pemerintah India menjadikan televisi dan radio sebagai
agen perubahan ekonomi sosial: i) kebijakan warisan
masa penjajahan yang sangat ketat, ii)gerakan nasional
Gandhi yang sangat kolot (puritan),iii)kekhawatiran,
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
akan terjadi terjadi konlik sosial setelah India merdeka
tahun 1947 (Mehta,2008:13).
Inggris sebagai penguasa India memang
menerapkan aturan ketat dalam hal penyiaran dan
ilm. Medium ini dikhawatirkan menjadi sarana
penyampaian pernyataan politik para pejuang nasional.
Sensor yang berlaku pada ilm pun diterapkan di
radio. Di sisi lain Pemerintah India tidak mendukung
pengembangan radio sampai akhirnya BBC Inggris
ikut campur. Kebijakan sensor makin menjadi selama
perang dunia pecah. Para pimpinan India seperti
Nehru dan Gandhi dituduh pemerintah kolonial
sebagai pendukung Jepang.Sementara itu masyarakat
India sebagian besar masih dalam kemiskinan dengan
kehidupan sebagian besar tanpa listrik. Menggunakan
radio tanpa listrik artinya harus membeli baterei
dan itu satu persoalan ekonomi karena harga baterei
sangat mahal dan sulit didapatkan (Jefrey dalam
Mehta,2008:17).
Sumber kegagalan kedua pemerintah India
mengelola radio dan televisi sebagai agen perubahan
sosial ekonomi adalah besarnya pengaruh pandangan
tokoh nasional India Mahatma Gandhi. Gandhi dalam
beberapa wawancaranya mengkhawatirkan dampak
dari iklan dan ilm yang hanya menimbulkan depresi
dan membuang waktu. Menurut Gandhi (Jefrey
dalam Mehta,2008:20):ilm, radio and recording
ranked as distractions and temptations, capable of
diverting people from the national quest for freedom and
reformation (ilm, radio dan rekaman musik dinilai
sebagai selingan dan godaan, mampu membuat orang
asyik sendiri dan mengecualikan perjuangan nasional
untuk merdeka dan reformasi). Pemahaman Gandhi
ini diikuti oleh para menteri Informasi dan Penyiaran
dalam pemerintah. Setidaknya 3 menteri adalah
pengikut setia Gandhi dan menerapkan kebijakan
atas media penyiaran sesuai , bahkan ada yang lebih,
pandangan dan pemahaman Gandhi terhadap media
penyiaran.
Alasan ketiga adalah kekhawatiran terjadinya
perpecahan setelah India merdeka tahun 1947.
Kekhawatiran tersebut diterapkan dengan berbagai
bentuk sensor, kontrol dan peringatan khususnya
pada ilm dan radio.Di negara dengan penduduk
80% buta huruf 7 surat kabar nasional yang beredar
memang dianggap sebelah mata dapat mengakibatkan
perpecahan nasional, suatu hal yang berbeda untuk
radio dan ilm. Di tahun 1980 kemunculan televisi
di Urdu (dengan dominasi muslim) menimbulkan
protes yang berakhir dengan tewasnya 30 orang
(Mehta,2008:22). Bahkan di awal tahun 1990 Perdana
menteri India Narashima Rao membatalkan rencana
siaran langsung televisi pemerintah menyiarkan acara
bahasan sosial aktual dengan alasan sangat berbahaya.
Dominasi televisi pemerintah berhenti dengan
munculnya televisi swasta.Kehadiran televisi swasta
di India sendiri dapat dinilai signiikan. Hingga 1995
Masyarakat India hanya dapat menyaksikan satu
saluran televisi. Namun antara 1995 hingga 2007
muncul tak kurang dari 300 televisi swasta dengan
jaringan satelitnya. Lebih dari 50 di antaranya adalah
televisi berita 24 jam dengan menyiarkan berita dalam
11 bahasa. Kondisi ini tentunya membuat kontrol
pemerintah pusat pun perlahan hilang. Hingga 2006
jumah perangkat televisi yang beredar diIndia sekitar
112 juta buah dan 60 % televisi terkoneksi dengan
jaringan televisi satelit. Kondisi ini menjadikan India
sebagai negara ketiga terbesar di dunia (Setelah Amerika
dan Cina) dalam hal pasar televisi (Mehta,2008:6).
Situasi televisi dan masyarakatnya berbeda di
Hongkong. Menurut Eric Kit-wai Ma pertelevisian
di Hongkong tidak bisa dilepas dari sosio historisnya
sebagai koloni Inggris yang akhirnya kembali Ke Cina.
Televisi di Hongkong menjadi pembentuk identitas
masyarakat Hongkong (2005:29). Sejak pertama kali
berdiri tahun 1967 TVB saluran bahasa Kanton, akrab
disebut TVJade, mendominasi televisi di Hongkong.
Selama lebih dari dua puluh tahun TVJade menguasai
70%,terkadang 90%, rating dan share acara prime
time.Televisi pun mendominasi sebagai penyedia
hiburan masyarakat. Begitu hebatnya dominasi televisi
hingga Industri Film Kanton harus gulung tikar.
Banyak bioskop tutup atau beralih memutar ilm barat
atau Mandarin.Organisasi pengawas tv Hongkong
(Hongkong Television Advisory Board) tahun 1974
melaporkan bahwa televisi telah menggeser bioskop
dan menjadi aktivitas waktu luang utama di Hongkong
(Ma,2005:29).
Program berita sendiri baru muncul di televisi
Hongkong sekitar tahun 1970. Sejak tv berita muncul
maka untuk pertama kalilah masyarakat Hongkong
dapat menyaksikan dan mengetahui kondisi kota
Hongkong melalui layar kaca. Televisi menyediakan
rasa kolektivitas masyarakat Hongkong.
Selain berita yang selalu menjadi 10 program
dengan rating tertinggi program yang sangat disukai
masyarakat Hongkong adalah serial melodrama.
Begitu hebatnya serial melodrama di Hongkong dapat
diukur dengan sepinya jalan dan restoran setiap serial
drama tersebut tayang.Isi drama televisi berkaitan
dengan situasi sosial saat itu yang menjadi aspirasi
sekaligus inspirasi gaya hidup masyarakat.Nilai-nilai
normatif kabur dan lebih menekankan kemampuan
berjuang pribadi daripada kebaikan secara
berkelompok. Kondisi melodrama Hongkong dapat
disamakan dengan munculnya telenovela di Amerika
Latin,khususnya pada kemampuan mempengaruhi
budaya lokal(Ma,2005:30).
Popularitas melodrama Hongkong juga dapat
diukur dari nama-nama tokoh melodrama tv tersebut
yang marak menjadi nama-nama rumah tangga.
Televisi Hongkong juga mengkategorisasi orang
tanah daratan Cina sebagai berbeda dengan orang
Hongkong (Hongkonger). Hal ini dapat dikaitkan
dengan melodrama televisi berjudul he Good, he
Bad and he Ugly.Tokoh dalam melodrama tv tersebut
212
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Ah Chian adalah pendatang dari Cina daratan. Ah
Chian dilukiskan sebagai orang yang bodoh, lambat,
terbelakang dan miskin. Ah Chian berbeda dengan
orang Hongkong yang dilukiskan melodrama tersebut
pintar, tangkas, modern dan kaya. Tokoh Ah Chian
pun populer dilabelkan masyarakat Hongkong kepada
para pendatang asal Cina daratan (Ma,2005:31). Bagi
para pendatang stereoptyping dan stigma ini menjadi
dominan dan bagi masyarakat Hongkong citra
negatif orang Cina daratan menjadi sumber budaya
memperoleh identitas budaya.
Dari sudut pandang ekonomi televisi di
Hongkong mengalami kesuksesan. Dominasi
melodrama di televisi dengan rating dan share yang
besar menghasilkan keuntungan bersih hingga 60%
pertahun. Kondisi ini mendorong televisi Hongkong
giat memproduksi program televisi hingga 6000
jam pertahun di tahun 1970an.Kesuksesan produksi
program televisi (khususnya melodrama) meluap
hingga mendorong munculnya produksi ilm. Industri
ilm Hongkong yang mati di tahun 1960-an pun
“bangkit dari kubur”. Televisi pun menjadi “shaolin
temple” perilman Hongkong yang baru. Majunya
industri program televisi dan bangkitnya industri im
mendorong industri musik. Soundtrack melodrama
dan ilm pun mendorong masyarakat mencari lagu
yang populer seiring kepopuleran melodrama atau
ilm. Selain itu di tahun 1980an TVB Hongkong
mampu mengekspor 2000-3000 jam serial melodrama
tv pertahun ke 25 negara.Erc Kit-wai Ma menilai
kondisi ini sebagai suatu hal yang tidak biasa dari
sebuah wilayah dengan pupulasi kecil dengan produk
budaya lokal dan tanpa identitas nasional yang kuat,
memperoleh popularitas di hampir semua negara Asia
(Ma,2005:36-37).
Kondisi menarik terjadi jelang kembalinya
Hongkong ke pangkuan Cina tahun 1997 dari tangan
koloni Inggris. Acara pengumpulan dana untuk orang
miskin, pendidikan untuk orang tak mampu, banjir dan
kelaparan marak di televisi Hongkong. Pertengahan
Agustus 1993 TVB Hongkong dan CCTV milik
pemerintah Cina menyelenggarakan acara besar dan
mewah untuk memberantas kemiskinan di pedesaan
Cina. Acara berlangsung di Chinese People’s Hall
Convention Hall, tempat yang biasa menyelenggarakan
pertemuan politik Partai Komunis Cina.Untuk pertaa
kali politik dan budaya menyatu (Ma,2005:48).
Kondisi ini menarik karena televisi Hongkong
awalnya melukiskan pandangan negatif pada
pemerintah
Cina
daratan,
melalui
serial
melodramanya, misalnya. Masyarakat Hongkong juga
mengidentiikasi dirinya bukan bagian dari orang
Cina daratan. Ketika peristiwa Tianamen,disebut
juga pembantaian 4 Juni 1989, sebagian masyarakat
Hongkong berdemonstrasi ke jalan dan sebagian lain
setia mengikuti perkembangan politik di Cina melalui
berita di televisi (Ma,2005:45).
Perubahan kebijakan ekonomi di bawah
213
Denxioping yang terbuka dengan arus modal dari luar
memungkinkan perubahan pandangan masyarakat
Hongkong, khususnya kelas ekonomi atas, untuk ikut
berinvestasi di Cina daratan Tahun 1992 dua pertiga
investasi asing di Cina daratan berasal dari Hongkong.
Para pemilik media Hongkong berbondong-bondong
membuka jalur ke Cina dan mengajak kerjasama
dengan media pemerintah. Di antara pimpinan media
Hongkong yang gencar berkunjung ke Cina daratan
adalah pimpinan TVB Hongkong R.R.Shaw. Ia
datang menemui kolega bisnis dan para pejabat Cina
daratan (Ma,2005:46).
Ketika pesta penyerahterimaan Hongkong
kembali ke pangkuan Cina tahun 1997 peristiwa itu
diisi dengan pesta kembang api. Acara serahterima
Hongkong juga digabung dengan pesta kemerdekaan
Cina. Selain kembang api, acara juga dimeriahkan
penyanyi pop, presenter tv dan para selebritis. Mereka
dengan khidmad menyanyikan lagu kebangsaan
Cina yang mengiringi berkibarnya bendera Cina.
Eric Kit-wai Ma menyebutnya dengan Nasionalisme
diartikulasikan melalui wacana media dengan
menggunakan icon populer. Para pendukung ideologi
Cina lebih mudah memperoleh akses media dan
memenangkan izin memimpin perubahan budaya
(2005:48)
5. Simpulan
1. Televisi dapat bertindak sebagai agen perubahan
pada masyarakat menuju ke arah yang lebih baik
2. Kondisi sosial budaya masyarakat mempengaruhi
penilaian masyarakat terhadap media,khususnya
televisi
3. Kritik dan penelitian terhadap televisi, khususnya
riset pengaruh media,khususnya televisi, kepada
masyarakat dapat menjadi bahan pemikiran
pemerintah sebelum mengeluarkan keijakan
4. Masyarakat modern sedikit atau banyak
teroengaruh media,khususnya televisi
5. Pendekatan hiburan pendidikan (edutainment)
dapat menjadi dasar pembuatan konsep/program
mengubah masyarakat menjadi lebih baik.
Akhirnya, mungkin benar apa yang dikatakan
Walter Cummins dan George Gordon (2006)For those
of us who were present for the irst half-century of TV,
what exists today has far transcended our most futuristic
fantasies. Our wildest guesses for what the next halfcentury will bring no doubt will be just as inadequate.
But one thing is sure: For the indeinite future, our lives
will continue to be illed with and changed by what we
now call television.
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Daftar Pustaka
Bel, Bernard (et all) (ed).(2010).Communication,
Culture and Confrontation.New Delhi. Sage
Publications.
Cummins,Walter and George Gordon. (2006).
Programming Our Lives:Television and American
Identity.London, Praeger Publishers.
Di Luzio, Aldo (et all) (ed).(2001).Culture in
Communication:Analyses of Intercultural Situations.
Philadelphia.John
Benjamins
Publishing
Company.
Emm, Adele. (2002).Researching for Television and
Radio. London, Routledge.
Howard, Douglas L.(ed).(2010). Dexter:Investigating
Cutting Edge Television.London. I.B.Tauris.
Ma,Eric Kit-wai .(2005)Culture, Politics, and Television
in Hongkong.New York.Taylor & Francis e-library.
Mander, Jerry.(1978). Four Elements to Elimination of
Television.New York. Quill.
McPhail, homas L. (Ed).(2009). Development
Communication:Reframing he Role of Media.
West Sussex UK, Blackwell Publishing.
Mehta, Nalin (ed) ( 2008).Television in India: Satellites,
Politics and Cultural Change.Oxon.Routledge.
Pecora,Nourma (et all) (ed).(2009).Children and
Television:Fifty Years of Research.New York.Taylor
& Francis e-library
Perse, Elizabeth M.(2008). Media Efects and Society.
Mahwah NJ.Taylor & Francis e-library.
he International Bank for Reconstruction and
Development/he
World
Bank
(2007).
World Congress on Communication for
Development:Lessons, Challenges, and he Way
Forward.Washington. he World Bank.
214
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Media Massa Sebagai Sumber Kekuatan Pembangunan Daerah
Eko Harry Susanto 1
Abstrak
Sejalan dengan reformasi politik yang menuntut transparansi informasi, berdampak terhadap posisi media
massa, yang semula dipakai sebagai salah satu instrument politik pemerintah beserta sayap – sayap politiknya,
secara faktual mengalami perubahan peran. Media massa menjadi entitas independen yang memiliki kekuatan
dalam penyebaran informasi. Dalam posisinya yang tidak memihak dan transparan dalam pemberitaan maupun
penyiaran, media dapat meningkatkan wawasan masyarakat dalam menyikapi pembangunan di daerah yang
sesuai dengan tujuan otonomi daerah. Dengan dukungan media massa yang peduli terhadap program- program
pembangunan di daerah, pemerintah dapat memanfaatkan media untuk menyosalisasikan program pembangunan
sampai ke pelosok pedesaan. Di sisi lain, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pembangunan daerah, bukan
sebatas melibatkan diri dalam program pembangunan yang berpihak kepada rakyat, tetapi melalui informasi dari
media massa, juga ikut mengawasi jalannya pembangunan daerah, agar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Hakikatnya, media massa sebagai salah satu pilar demokrasi dalam kehidupan bernegara, memiliki kekuatan
dalam proses pembangunan daerah yang berpihak kepada pelayanan kepada public yang lebih baik.
Namun persoalannya, ketika media massa tumbuh dengan pesat, dan didukung oleh regulasi di bidang pers
dan penyiaran, yang berorientasi kepada demokratisasi dan terbentuknya masyarakat informasi, ternyata tidak
semua media, mampu menjalankan profesionalisme pemberitaan dan penyiaran dengan baik. Ada kendala yang
menghambat tugas maupun tanggungjawab media, yang tidak sejalan dengan etika jurnalistik, transparansi
informasi dan sikap independen, yang dipicu oleh ketidakprofesionalan pekerja media, kecenderungan bisnis yang
lebih kuat dan ideologi pemilik media. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, dalam belenggu hambatan keuangan,
media massa melakukan transaksi dalam pemberitaan dan penyiaran dengan pemerintah daerah. Akibatnya, media
massa lebih banyak mendukung program pembangunan daerah, dibandingkan bersikap kritis dan transparan
dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Kata Kunci : media massa, transparansi, pembangunan daerah
I.Pendahuluan
Salah satu tuntutan reformasi politik tahun
1998 adalah demokratisasi komunikasi dalam koridor
kebebasan pers, yang secara substantif menyangkut
pemberitaan dan penyiaran. Faktor yang melekat
didalamnya adalah transparansi informasi dari semua
entitas pendukung kekuasaan negara. Pada konteks
ini, tidak terkecuali masyarakat yang harus mendukung
keterbukaan informasi pemberitaan. Sebab, tidak
bisa diabaikan bahwa kebebasan komunikasi, akan
berhadapan pula dengan aspek kultural masyarakat,
yang sangat terbiasa dengan ketertutupan dan rahasia
dalam ikatan “menjaga nilai” sosial budaya yang
bersifat paternalistic
Ketertutupan informasi seringkali dipakai
sebagai salah satu dalih dari elite politik dan elite
dalam kekuasaan negara, untuk tidak transparan
dalam menyampaikan informasi seputar jalannya
pemerintahan dan pembangunan yang dilaksanakan.
Padahal, dalam rangka membangun masyarakat
informasi yang beradab, pemerintah harus secara
terbuka menginformasikan semua kegiatan kepada
rakyat. Bisa saja merahasiakan, jika didukung oleh
1 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara Jakarta
215
peraturan yang mengisaratkan
bahwa kegiatan
tertentu tidak bisa didifusikan kepada publik karena
pertimbangan keamanan bangsa dan negara
Dalam ranah pembicaraan
kebebasan
berkomunikasi di masyarakat, peran media massa
sebagai institusi yang memiliki fungsi menyebarkan
informasi pembangunan kepada masyarakat,
dituntut untuk selalu berpijak kepada kepentingan
“terbentuknya masyarakat informasi” yang dinamis,
sehingga mengetahui perencanaan, proses, hasil dan
manfaat pembangunan yang telah dilaksanakan oleh
pemerintah.
Menyangkut informasi pembangunan yang
ditujukan kepada masyarakat, media massa wajib
memposisikan sebagai entitas pemberitaan dan
penyiaran yang tidak memihak kepada para elite
ekonomi, politik maupun elite di tubuh pemerintahan.
Dalam
koridor kebebasan pers yang menjadi
pedoman, media harus mengedepankan independensi
dalam menyebarkan informasi yang bermanfaat bagi
khalayak.
Kalaupun media, dalan menjalankan fungsinya
juga dituntut untuk melakukan kegiatan yang
komersial, demi untuk mempertahankan institusi dan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kesejahteraan para jurnalis dan pekerja lainnya, tetapi
bukan berarti, mengabaikan prinsip independensi
pemberitaan dan penyiaran.
Prinsipnya, media
massa harus tetap menjalankan profesionalisme
demi untuk mencerdaskan ataupun meningkatkan
wawasan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Sebab, jika media hanya berfokus kepada
orientasi bisnis untuk memperoleh keuntungan,
tanpa
ideologi pemberitaan yang menjunjung
tinggi idealisme dan profesionalisme, maka sulit
untuk menempatkan diri sebagai sumber informasi
yang dipercaya oleh khalayak. Kondisi tersebut,
senada
dengan
pendapat
Baran (2012:24),
yang mengemukakan, uang memang mengubah
komunikasi menuju kearah kepentingan tertentu.
Uang menggeser juga keseimbangan kekuasaan,
dan cenderung membuat khalayak menjadi produk
daripada menjadi konsumen yang berhak memperoleh
faedah informasi.
Padahal kekuatan utama media adalah, jika
media tersebut dipakai sebagai sumber informasi
ataupun rujukan masyarakat dalam mencari berita
yang dipercaya kebenarannya. Dengan menempatkan
transparansi sebagai ideologi media, maka masyarakat
sebagai khalayak media, bias lebih leluasa untuk
menerima informasi
tentang berbagai kegiatan
pembangunan yang ada di daerahnya, maupun
diberbagai wilayah lain, yang dapat dipakai sebagai
pembanding pelaksanaan
pembangunan yang
dilaksanakan. Intisarinya, media massa diharapkan
menumbuhkan
wawasan
dan pengetahuan
masyarakat yang lebih luas tentang segala sesuatu
yang berkaitan dengan pembangunan daerah. Dengan
demikian, masyarakat juga memahami gambaran
ideal tentang pembngunan daerah yang seharusnya
dilaksnakan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Terlebih lagi dalam bingkai otonomi daerah,
yang mengamanatkan agar pemerintahan di daerah
melaksanakan pembangunan yang berorientasi kepada
pelayanan kepada masyarakat setempat, maka media
massa harus mengedepankan nilai informasi yang
transparan dan meberikan manfaat factual kepada
rakyat, sehingga tidak ada tuduhan bahwa media
massa, dipakai sebagai intrumen politik pemerintah
daerah dalam rangka mendukung kebijakan yang
dikeluarkan walaupun kurang berpihak kepada
masyarakat setempat.
Padahal
penyelenggaraan
pemerintahan
di daerah dengan prinsip otonomi adalah untuk
mempercepat terwujudnya pembangunan, demi
untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
yang memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip otonomi daerah dan eksistensi media
massa, harus berjalan sehaluan dalam memberikan
informasi pembangunan yang dibutuhkan masyarakat.
Merujuk kepada pendapat klasik Schramm (dalam
Susanto,2010: 46) bahwa “media massa khususnya radio
, televisi dan surat kabar berperan dalam memberikan
informasi kepada masyarakat”. Tetapi memang tidak
mudah untuk mengedepankan profesionalisme dalam
pemberitaan, yang mampu memberikan manfaat
kepada khalalayak. Sebab, dengan berlindung dibalik
kebebasan berekspresi, maka media massa juga
terperangkap pada kubu politik dan ekonomi, yang
menaikan keberpihakan kepada masyaraka. Media
massa cenderung dipakai oleh kelompok – kelompok
yang memiliki kepentingan politik dengan segala
implikasi faktual dalam pembangunan.
Menarik untuk dicermati adalah pendapat
McQuail (1991:109), penyebaran informasi melalui
media massa adalah dominasi “kekuasaan politik”
sehingga jauh dari hak atau kebebasan masyarakat,
untuk mendapatkan
informasi
yang realistis,
akurat dan dari sumber yang kredibilitasnya diakui.
Berpijak kepada pendapat itu, maka media massa
harus menjalankan fungsi penyebaran informasi
pembangunan yang transparan dan bermanfaat
bagi masyarakat. Bagaimanapun besarnya hambatan
dalam penyebaran berita yang transparan, tetapi tidak
dapat disangkal idealisme media, merupakan salah
satu kunci yang menempatkan media massa sebagai
sumber kekuatan dalam menukung pelaksanaan
pembangunan daerah.
II. Media Massa Pasca Reformasi Politik
Sejalan dengan tuntutan demokrasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, media massa
yang sebelmnya cenderung dipakai sebagai alat
untuk mempengaruhi massa dan digunakan sebagai
instrument politik pemerintah, berubah menjadi
media massa yang memiliki kebebasan pemberitaan
dan penyiaran. Dalam bingkai pers sebagai subordinat kekuasaan negara yang dimanfaatkan untuk
mendukung program dan kebijakan pemerintah,
media massa cenderung sejalan dengan model pers
pembangunan.
Menurut McQuail (1991: 120) pendekatan
teori itu pada prinsipnya meliputi (1) media seyoganya
menerima dan melaksanakan tugas pembangunan
positif sejalan dengn kebijaksanaan yang ditetapkan
secara nasional. (2) Kebebasan media dibatasi sesuai
dengan prioritas
ekonomi dan pembangunan
masyarakat, (3). Media perlu memprioritaskan isi
pada kebudayan dan bahasa nasional, (4). Media
hendaknya memprioritaskan berita dan informasinya
pada negara sedang berkembang lainnya, yang erat
kaitannya secara geograis, kebudayan atau politik,
(5). Para wartawan dan karyawan media lainnya,
memiliki tanggungjawab serta kebebasan dalm tugas
mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya,
216
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
(6) Bagi kepentingan tujuan pembangunan, negara
memiliki hak untuk campur tangan, atau membatasi,
pengoperasian media, sarana penyensoran, subsidi,
dan pengendalian langsung terhadap media.
Melalui model media pembangunan, berbagai
informasi
yang didifusikan
harus
melewati
rangkaian kontrol berlapis dari para pemegang
otoritas pemberitaan dan penyiaran yang dibentuk
oleh pemerintah dalam upaya melindungi kekuasaan
negara. Akibatnya, pemberitaan media massa
identik dengan kemauan politik pemerintah, yang
terbelenggu oleh jargon stabilitas dan harmonisasi
kehidupan masyarakat dalam perspektif sepihak
sesuai penafsiran kepentingan pemegang kekuasaan.
Namun kondisi yang memposisikan media
sebagai instrumen
pemerintah,
lambat laun
menghilang, karena secara legal formal memang
tidak ada lagi campur tangan pemerintah terhadap
peran media massa . Walaupun dalam aspek faktual,
masih saja pemerintah berupaya untuk mengontrol
pemberitaan media. Undang – Undang Nomor 40
tahun 1999, tentang Pers, yang memiliki semangat
kebebebasan
dalam menyampaikan pendapat
maupun informasi, mengamanatkan tentang perlunya
kemerdekaan pers, sebagai wujud dari kedaulatan
rakyat yang harus ditegakkan. Oleh sebab itu, tidak
ada lagi lagi intervensi dari pihak manapun untuk
mengontrol ataupun menyensor pemberitaan.
Walaupun begitu, tidak
berarti
media
dapat menikmati kebebasan tanpa batas dalam
menyampaikan pesan kepada publik, sebab ada
pihak – pihak yang berkepentingan di tubuh
institusi pemerintahan dan masyarakat,
yang
tidak menghendaki demokrasi informasi. Dalam
jerat nilai paternalistik dan komunalisme, yang
mengedepankan nilai – nilai sosial kultural dan
ekonomi kelompok, maka transparansi media massa
dianggap sebagai ancaman terhadap kemapanan elite
di tubuh pemerintah maupun entitas yang menikmati
pembangunan serta memiliki pengaruh kuat di
masyarakat.
Karena itu, dalam upaya mencegah intervensi
terselubung dari berbagai pihak yang tidak
menyukai kebebasan pers, maka para pekerja media
harus konsisten menjunjung tinggi independensi
pemberitaan maupun penyiaran demi meningkatkan
wawasan yang lebih luas kepada khalayak. Namun
justru yang menjadi persoalan adalah hambatan
internal pada aspek kelembagaan media. Pimpinan
organisasi media massa, sebagai payung organisasi
para jurnalis dan pekerja media, belum bisa
melepaskan diri dari kekuasaan politik dan ekonomi
yang selalu berupaya untuk mengendalikan media
dalam menjalankan fungsi pemberitaan dan penyiaran.
Bahkan lebih celaka lagi, dalam menyosialisasikan
kebijakan pembangunan di daerah, justru para
pimpinan organisasi media masih saja, memposisikan
sebagai sub ordinat dari para pemegang kekuasaan
217
politik dan para pemilik modal. Akibatnya, media
massa lebih berpihak kepada mereka yang memiliki
modal dibandingkan membela kepentingan rakyat.
Padahal kekuatan media massa adalah
kemandiriannya dalam mendifusikan berita yang
independen dan berpihak kepada kepentingan publik.
Tetapi ternyata, dengan regulasi yang memberikan
kebebasan, justru fungsi – fungsi ideal media massa,
tidak bisa sepenuhnya dapat dijalankan dengan baik
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.
40/1999. Dalam tataran regulasi, para praktisi ataupun
pekerja media selayaknya jika mengacu kepada Kode
Etik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Kode
Etik Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) dan norma
lain dari berbagai kelompok jurnalis. Namun faktanya,
dalam upaya menyebarkan informasi pembangunan
daerah, masih ditemukan ketidaktransparanan media
massa dalam pemberitaan, karena berkaitan dengan
kepentingan politik maupun ekonomi dari kelompok
yang berkuasa ataupun memiliki pengaruh kuat di
pemerintahan. Sudah barang tentu, gambaran ini
bertentangan dengan tuntutan masyarakat terhadap
eksistensi pers yang bebas dari kepentingan dan
tekanan dari pihak manapun.
Memang media massa tidak bisa dilepaskan
dalam situasi politik. Karena itu, ketika politik
memegang peran dominan dalam pemerintahan yang
berupaya menerapkan pembangunan sejalan dengan
otonomi daerah, maka media massa khususnya di
daerah bisa saja justru mengikuti atau terlibat dalam
dinamika politik yang penuh dengan persaingan
dalam menanamkan pengaruh kekuasaan.
Dilihat dari fungsinya , media massa mampu
menggambarkan realitas politik , namun harus
diingat pula bahwa kehidupan pers di suatu negara
akan mengikuti sistem yang hidup dalam negara
yang bersangkutan . Dengan demikian setiap negara
mempunyai sistem pers sendiri. Denis McQuail
(1991) menegaskan, “pada dasarnya sistem pers adalah
sub sistem dari sistem politik yang ada”. Namun satu
hal yang tidak bisa dibantah adalah media massa
memegang peranan penting di dalam kehidupan
politik.
Pendapat tersebut, seiring dengan pernyataan
DeFleur (1970 : 11), yang menyebutkan, “bahwa
kekuasaan politik dan media massa mempunyai
hubungan yang saling kuat”. Keterkaitan dua hal
tersebut selalu menjadi persoalan yang menarik
dalam menelaah pembangunan dan kekuasaan
politik pemerintah. Walaupun sesungguhnya media
massa harus independen dalam menjalankan peran
ideal untuk memperluas wawasan masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat.
Berpijak pada upaya tersebut, maka media
harus mampu membangun masyarakat informasi yang
memahami peran dan isi media dalam menjalankan
fungsi informasi. Menurut Art Silverblatt (dalam
Baran, 2012:34), membuat masyarakat melek media
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dapat dilihat dari karakteristik sebagai berikut :
(1) Keterampilan berpikir kritis, memungkinkan
anggota khalayak untuk mengembangkan penilaian
yang independen terhadap isi media. (2) Pemahaman
terhadap proses komunikasi massa, mendorong
ekspektasi agar media memberikan pelayanan kepada
khalayak dalam membatasi, mengembangkan pesan
dan memperoleh umpan balik yang efektif. (3)
Kesadaran akan dampak media terhadap individu
dan masyarakat. 4) Strategi untuk menganalisis dan
mendiskusikan pesan- pesan media, memberikan
pemahaman bahwa, interpretasi isi media bukan
terletak pada para pencipta isi media tetapi khalayak.
(5) Sebuah kesadaran aka nisi medsia sebagai suatu
teks yang menyediakan wawasan bagi budaya daan
kehidupan kita. (6) Kemampuan untuk menikmati,
memahami dan mengharagai isi media. Bukan berarti
tidak menyukai apapun yang ada dalam media dan
selalu curiga, tetapi bisa menghargai dan memahami.
(7) Pengembangan keterampilan produksi yang
efektif dan bertanggungjawab. , (8) Pemahaman akan
kewajiban etis dan moral para praktisi media.
Sementara itu dalam aspek legal formal,
menurut Undang – Undang No 40/1999, Pers nasional
mempunyai peran penting dalam memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan
pendapat umum, dengan menyampaikan berita dan
informasi yang akurat dan transparan. Dengan peran
ini, media massa dapat menjadi salah satu penunjang
demokrasi pemerintahan, yang berimplikasi terhadap
pembangunan yang berpihak kepada kepentingan
rakyat.
Masih dalam konteks regulasi, Undang –
Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran, juga berupaya mewujudkan kemerdekaan
dalam menyampaikan pendapat dan memperoleh
informasi melalui penyiaran sebagai upaya menuju
demokrasi dalam komunikasi yang bermanfaat dalam
mendukung jalnnnya pemerintahan. Penyiaran radio
dan televisi merupakan kegiatan komunikiasi massa
yang berfungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan yang sehat, sebagai alat kontrol dan perekat
sosila – kultural masyarakat.
Hakikatnya, regulasi di bidang pemberitaan dan
penyiaran sudah mengatur berbagai hal yang terekait
dengan fungsi media massa dalam menjalankan
peran ideal tanpa terdeferensiasi sosial, politik dan
ekonomi. Karena itu, seluruh lapisan masyarakat
berhak memperoleh informasi dari berbagai sumber
yang dipercaya, termasuk dari pemerintah yang
berkuasa di tingkat pusat maupun daerah.
Jika dikaitkan dengan
teori pers, maka
eksistensi UU N0.40/1999 dan UU No. 32/ 2002
mengarah kepada kebebasan pers yang diunggulkan
sebagai pilar demokrasi dalam kehidupan bernegara.
Dalam tinjauan teoritis,
Pers Bebas menurut
McQuail, mencakup : Publikasi seyogianya bebas dari
penyensoran pendahuluan oleh pihak ketiga, tindakan
penerbitan dan pendistribusian sebaiknya terbuka
bagi setiap orang atau kelompok, tanpa memerlukan
ijin atau lisensi, kecaman terhadap pemerintah,
pejabat atau partai politik (yang berbeda dari
kecaman terhadap orang-orang secara pribadi, atau
pengkhianatan dan gangguan keamanan), seyogianya
tidak dapat dipidanakan, bahkan setelah terjadinya
peristiwa itu.
Disamping itu,
selayaknya media tidak
mempunyai kewajiban mempublikasikan segala hal
yang terkait dengan kepentingan pemerintah dan
berbagai pihak yang memiliki kemauan memanfaatkan
media. Dalam hal publikasi, kesalahan dilindungi
sama halnya dengan publikasi kebenaran, dalam hal
yang berkaitan dengan opini atau keyakinan. Pers
bebas juga menganut tidak diperlukannya batasan
hukum
dalam pengumpulan informasi untuk
kepentingan publikasi, tidak ada batasan hukum yang
diberlakukan dalam impor, ekspor atau pengiriman
dan penerimaan pesan, diseluruh pelosok negeri.
Sedangkan faktor yang berkaitan dengan kerja jurnalis
adalah, wartawan harus mampu menuntut otonomi
profesional yang sangat tinggi di dalam organisasi
mereka
Memang kemerdekaan pers di Indonesia
tidak sepenuhnya merujuk kepada Teori Pers Bebas.
Namun semangat dalam memberikan informasi yang
independen dan transparan, serta bebas dari campur
tangan pemerintah sudah menunjukkan bahwa
dinamika pers Indonesia sehaluan dengan sebagaian
prinsip pers bebas.
III. Pembangunan Daerah : Fokus Otonomi
Pembangunan merupakan upaya melakukan
perubahan isik maupun non isik kearah yang lebih
baik dari sebelumnya. Karena itu, pembangunan
seringkali dikaitkan pula dengan tujuan politik para
pemegang kekuasaan. Jika pembangunan ditafsirkan
dengan merujuk kepada kepentngan rakyat , bukan
suatu masalah. Namun yang menjadi persoalan
adalah, ketika pembangunan dihubungkan dengan
keberhasilan pemerintah dan dimanfaatkan sebagai
alat politik para pemegang kekuasaan dalam rangka
melanggengkan posisi di pemerintahan.
Dengan demikian sangat beralasan jika masalah
pembangunan seringkali masuk dalam nuansa politik
kekuasaan, dibandingkan upaya untuk menciptakan
perubahan yang membawa faedah faktual bagi rakyat.
Dalam terminologi Peter L. Berger (1974:31),
pembangunan dibedakan dengan
modernisasi.
Pembangunan menunjuk pada proses yang
menyebabkan negara-negara miskin menjadi kaya atau
berusaha menjadi lebih kaya, dan juga proses yang
menyebabkan negara kaya bertambah kaya atau secara
sederhana dideinisikan sebagai perbaikan menyeluruh
dalam kesejahterahan penduduk yang dicapai melalui
pertumbuhan yang baik dan modernisasi yang
218
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dikehendaki, sedangkan istilah modernisasi itu sendiri
adalah perubahan kelembagaan dan kebudayaan yang
menyertai pertumbuhan. Modernisasi adalah sesuatu
yang bebas nilai sedangkan pembangunan akan
diartikan sebagai kategori politis dan tidak bebas nilai.
Di era otonomi daaerah, pembangunan daerah
menjadi salah satu titik krusial yang menimbulkan
persaingan antara
birokrat pemerintah dengan
politisi. Antara birokrat dengan birokrat lain, yang
didukung oleh partai politik dan politisi, serta
antara politisi dengan politisi,
yang semuanya
berdalih memperjuangkan rakyat. Padahal disinyalir,
persaingan itu semata – mata karena memperebutkan
tetesan dana dalam proses pembangunan di dearah
demi untuk kepentingan kelompok.
Memang menelaah pembangunan, akan
menghadapi berbagai persoalan beragam, dari
persoalan sosial, ekonomi, politik dan sejumlah alasan
lain yang terkait dengan perubahan dan dinamika
tuntutan masyarakat yang demikian pesat karena peran
media massa. Secara konsepsional, pembangunan
menurut Rostow (dalam Sukirno, 1985:57), adalah
sesuatu yang terus maju, dari suatu tahap yang primitif
ketahap yang lebih maju.
Sementara itu Tehranian (dalam Nasution,
2003:85) menetapkan tiga faktor teoritis yang
berhubungan dengan pembangunan yaitu : (1).
Pembangunan semata-mata sebagai proses pluralisasi
masyarakat, politik dan ekonomi dari suatu bangsa
yang melakukan pembangunan; (2). Rasionalisasi
sebagai unsur kunci dalam proses pembangunan; (3).
Pemikiran yang lahir dari kesadaran diri masyarakat
di dunia ketiga. Berpijak pada pendapat itu,
pembangunan daerah merupakan kemajemukan,
rasionalitas dan kesadaran untuk mengubah kondisi
daerah menjadi lebih baik secara isik maupun non
isik.
Sedangkan unsur-unsur pembangunan dalam
kaitannya dengan komunikasi menurut Rogers
(1985 :14), adalah : (1) Pemerataan penyebaran
informasi keuntungan sosial ekonomi dan sebagainya;
(2).Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan yang dicerminkan oleh
disentralisasi kegiatan-kegiatan tertentu di daerah
pedesaan ; (3).Bersifat mandiri dalam pembangunan
dengan mengandalkan potensi sumberdaya setempat
; dan (4).Memadukan sistem tradisional dan modern
untuk menimbulkan sinkretisasi pemikiran lama dan
baru,dengan pertimbangan yang berbeda disetiap
daerah.
Dalam perspektif pemerintahan di derah,
pembangunan harus sejalan dengan Undang – Undang
Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan
Daerah, yang mewajibkan daerah mengatur urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan kondisi yang ada. Sedangkan daerah
otonomi, atau daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas – batas wilayah
219
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat,
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pada intinya, terdapat berbagai macam
urusan yang berhubungan dengan pembangunan
khususnya di kabupaten maupun kota, sebagaimana
tercantum dalam pasal 14 Undang – Undang Nomor
32 Tahun 2004, yang mencakup (1) Perencanaan
dan Pengendalian pembangunan, (2) Perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang (3)
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat, (4) Penyediaan sarana dan prasarana
umum, (5) Penanganan bidang kesehatan, (6)
Penyelenggaraan pendidikan, (7) Penanggulangan
masalah sosial, (8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan,
(9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha keciol dan
menengah, (10) Pengendalian lingkungan hidup, (11)
Pelayanan pertanahan, (12) Pelayanan kependudukan
dan catatan sipil, (13) Pelayanan adaministrasi
umum pemerintahan, (14) Pelayanan administrasi
penanaman modal, (15) Penyelenggaraan pelayanan
dasar lainnya, dan (16) Urusan wajib lainnya yang
diamantakan oleh peraturan perundang – undangan.
Dalam aplikasi faktual pembangunan daerah,
menarik untuk dicermati adalah pola pembangunan
yang berfokus kepada pertanian. Menurut Fadel
Muhammad (2008:297),
pembangunan bidang
pertanian berbasis “jagung” dikembangkan dalam
sembilan pilar, yaitu : (1) pengembangan dan
penyediaan alat dan mesin pertanian, dilakukan dengan
membangun pusat pelatihan dan pendampingan, (2)
Penyediaan dana penjaminan bagi petani, pemerintah
daerah menyediakan dana yang cukup besatr dan
nekerjasama dengan beberapa bank, (3) Penyediaan
benih, pupuk dan pengendalian hama penyakit
dengan memamksimalkan kerjasama dengan Badan
Usaha Milik Negara, (4) Memperlancar pemasaran,
sebagai komponen penting dalam sistem pertanian
modern yang menentukan kesuksesan industri
pertanian modern, (5) pembangunan jalan pedesaan
dan jaringan irigasi, secara bertahap dibangun
sistyem irigasi sederhana, sedangkan pembangunan
jalan dilakukan terutama di derah yang terisolasi, (6)
Posko agropolitan sebagai pusat percontihan yang
selaigus berperan sebagai pusat layanan penyuluahan
dan diseminasi teknologi, (7) Peningkatan Sumber
Daya Manusia Pertanian, pada akhirnya petani yang
menjadi subyek pembangunan. Kesejahteraan petani
merupakan tujuan akhir pembangunan agropilitan
berbasis jagung, (8) Peningkatan peran Maize Centre,
untuk
melakukan penelitian dan pengkajian
teknologi, serta sebagai pusat pelatihan maupun
percontohan paket – paket teknologi, (9) Perencanaan
dan koordinasi, untuk mencapai efektivitas dan
eisiensi dalam pembangunan.
Semua urusan tersebut, secara esensial harus
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
sehingga pembangunan yang terkait dengan sektor
– sektor itu, harus diketahui secara transparan oleh
masyarakat, sebagai pihak yang harus dilayani dan
bukan sebagai obyek pembangunan daerah semata –
mata. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah, pembangunan daerah sebagai satu kesatuan
dalam sistem perencanaan pembangunan nasional
harus berorientasi untuk kepentingan pelayanan
publik.
Semua program pembangunan daerah yang
bersifat isik maupun non isik, dalam jangka pendek,
menegah maupun jangka panjang, juga harus
mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat,
sehingga masyarakt merasa memiliki dan dapat
menikmati manfaat dari program pembangunan
yang dilaksanakan.
Mencermati urusan daerah yang beragam,
maka terlalu sulit jika menjalankan tugas tersebut,
tanpa dukungan media massa yang dapat menjalankan
fungsi pemberitaan maupun penyiaran secara
konsisten, dengan mengedepankan kemerdekaan
pers, yang berusaha untuk menjunjung tinggi
independensi, transparansi dan sikap profesionalisme
lainnya yang memberikan manfaat bagi masyarakat
dalam memahami program pembangunan di daerah.
IV. Media Massa dalam Kompleksitas
Pembangunan Daerah
Keberadaan media massa pasca reformasi politik
yang mengedepankan kemerdekaan pers, ternyata
penuh dengan berbagai persoalan sosial, ekonomi
dan politik di masyarakat. Karena itu, meskipun
regulasi media memberikan penguatan kepada pers
untuk bertindak lebih berani mengungkap berbagai
persolan pembangunan daerah, tetapi masih saja
muncul hambatan dari berbagai elite khususnya
para penguasa politik dan ekonomi yang merasa
tidak nyaman dengan peran pers yang diasumsikan
terlampau bebas.
Sedemikian besar keterkaitan antara kekuasaan
politik dan media, mengingat para politisi lebih
menyukai jika media dapat membangun situasi yang
dikehendaki. Kondisi ini memiliki kemiripan dengan
pendapat Olien (1983 : 458) yang pada intinya, media
massa memiliki relasi kuat dengan sistem politik
yang ada di berbagai – lembaga pemerintah maupun
kelompok – kelompok masyarakat pada umumnya
dalam suatu negara.
Dalih tentang perlunya harmonisasi dalam
masyarakat,
adalah
pernyataan yang sering
dikemukakan oleh pemerintah dan politisi untuk
mengendalikan media massa. Melalui kekuatan
politik maupun kekuasaan pendanaan. Para pemilik
kekuasaan tidak menghiraukan kalau tindakannya
menghambat demokrasi yang justru jauh dari prinsip
ideal kebebasan pers. Melihat gambaran itu, Menta
(1972 : 78), menyebutkan, yang lebih penting bagi
penguasa adalah kontinuitas jalannya pemerintahan
dan bisnis yang dilakukan oleh sekelompok elite yang
berkuasa secara ekonomis, politis maupun sosial.
Prasangka terhadap media massa yang
mengakibatkan
tindakan masyarakat
yang
“kebabalasan” dalam menafsirkan kebenasan, sama
dengan model media pembangunan dari McQuail
(1987: 119), yang memmperbolehkan pemerintah
ikut campur tangan dalam membatasi pengoperasian
media dan penyensoran. Memang saat ini tidak
ada lagi sensor yang faktual, tetapi pengendalian
terselubung dengan cara yang halus maupun kasar
masih ditemukan di berbagai pemberitaan yang
memicu konlik antara pemereintah dengan media
massa.
Dalam konsep ideal, peranan utama media massa
adalah menyalurkan informasi. Dengan informasi,
masyarakat dapat melakukan reaksi terhadap apa yang
sedang terjadi atau melakukan antisipasi terhadap
segala sesuatu yang mungkin terjadi. Tanpa informasi ,
masyarakat tidak sempat melakukan reaksi atrau tidak
bisa melakukan rekasi atau antisipasi secra tepat yang
mebahayakan keselamatan hidupnya. (Eisy, 2007:3).
Namun sebagai entitas penmberitaan dan penyiaran
yang memperkuat pelaksanaan pembangunan di
daerah, media massa tetap menghadapi berbagai
tantangan dalam menjalankan fungsi pemberitaan
yang independen.
Bahkan ideologi media, seringkali dainggap
sebagai hambatan dalam menjalankan independensi
pemberitaan. Menurut Lull (1998 :1), ideologi
media adalah pikiran yang terorganisir, yakni nilai,
orientasi dan kecenderungan yang saling melengkapi
hingga membentuk perspektif – perspektif ide
yang diungkapkan melalui komunikasi, dengan
media teknologi dan komunikasi antar pribadi.
Ideologi sendiri dipengaruhi asal – usulnya,
asosiasi kelembagaan dan tujuan, meskipun sejarah
dan hubungan – hubungannya tidak pernah jelas
seluruhnya. Hakikatnya, ideologi media adalah
idealisme maupun prinsip – prinsip ideal yang
dijalankan oleh media massa dalam menjalankan
perannya di masyarakat.
Faktor hambatan dalam menjalankan fungsi
media, setidak – tidaknya berasal dari aspek eksternal
dan internal. Hambatan eksternal, menyangkut
perilaku elite politik, ekonomi dan elite dalam
kekeuasaan negara, yang belum bisa menerima
transparansi
dan independensi pemberitaan.
Komunitas ini tidak segan menggunakan kekuasaannya
untuk mengontrol media jika ada pemberitaan yang
tidak dikehendaki.
Sedangkan hambatan internal adalah, fondasi
pendanaan media yang lemah. Ini mengakibatkan
media tidak bisa transparan dalam pemberitaan
pembangunan daerah, sebab memiliki ketergantungan
terhadap para penguasa politik dan ekonomi, yang
220
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
dapat mendikte pemberitaan ataupun penyiaran
melalui kekuatan dana. Namun tidak bisa diabaikan,
bahwa profesionalisme kerja jurnalis, yang tidak
sesuai dengan kode etik jurnalistik wartawan Indonesia
maupun Kode Etik Asosiasi Jurnalis Independen
Indonesia (AJI) seringkali memicu berbagai persoalan
dalam pemberitaan tentang pembangunan daerah.
Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia
antara lain mencakup : Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritikad buruk, menempuh
cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik, tidak membuat berita bohong, itnah,
sadis, dan cabul, tidak menyalahgunakan profesi
dan tidak menerima suap. Sementara itu
Kode
Etik AJI, antara lain meliputi, jurnalis menghormati
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, mempertahankan prinsip kebebasan dan
keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan
serta kritik dan komentar, memberi tempat bagi pihak
yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk
menyuarakan pendapatnya.
Jika media massa mampu menjalankan regulasi
dengan baik dan para juranlis menjunjung tinggi
kode etik, maka media memiliki kekuatan ideal dalam
mendukung program pembangunan yang berpihak
kepada rakyat. Dalam pandangan Hennesy (1990 :
24), media massa mempunyai pengaruh yang sangat
kuat, karena mampu mempengaruhi keputusan
politik dengan memberikan atau tidak memberikan
publikasi terhadap suatu isu. Media massa memiliki
tanggungjawab untuk selalu memberikan informasi,
tayangan dan siaran yang benar, akurat dan jelas.
Fungsi ideal media massa, harus mampu
memberikan dukungan terhadap pembangunan
daerah yang memiliki permasalahan yang kompleks.
Daerah memiliki berbagai kegiatan yang harus
berorientasi kepada kepentingan rakyat. masyarakat.
Berdasarkan pasal 21 Undang – Undang No. 32
Tahun 2004, dearah mempunyai hak : (1) Mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya,
(2) Memilih pimpinan daerah, (3) Mengelola
aparatur daerah, (4) Mengelola kekayaan daerah, (4)
Memungut pajak daerah dan retribusi daerah, (5)
Mendapatkan bagi hasil dari pengelolalan sumberv
daya alam. Sumber daya lainnya yang berada di
daerah, (6) Mendapatkan sumber – sumber pendapata
lain yang sah dan (7) Mendapatkan hak lainnya yang
diatur dalam peraturan perundang – undangan.
Menangani urusan yang kompleks itu, elite
di daerah sudah selayaknya mampu membangun
media relations yang baik, demi mendiseminasikan
program – program pembangunan dan menarik
partisipasi masyarakat. Dukungan dari rakyat
sebagai subyek pembangunan sangat diperlukan agar
program pembangunan berjalan dengan lancar dan
tanpa hambatan berarti. Sebab ketika warga setempat
terlibat didalamnya, maka mereka merasa memiliki
221
dan menjaga kesinambungan pembangunan. Menarik
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
daerah secara substantive dapat berhasil, jika
pemerintah mampu memberikan informasi yang
transparan dan memberikan kesempatan kebebasan
kepada masyarakat untuk mencari sumber informasi
tentang program pembangunan yang dilaksanakan.
Demi untuk menyosialisasikan program
pembangunan yang memiliki jangkauan luas, maka
media massa adalah entitas yang paling memadai
untuk memberikan informasi pembangunan kepada
khalayak. Oleh sebab itu, pemerintah daerah beserta
entitas pendukung kekuasaannya dalam melaksanakan
program.
pembangunan
harus menghargai
profesionalisme jurnalis dan kemerdekaan pers.
Dengan demikian, jika tidak setuju terhadap
pemberitaan maupun penyiaran yang mengulas
tentang sisi negative pembangunan daerah, maka
harus diselesaikan dengan merujuk kepada ketentruan
yang berlaku. Bukan sebaliknya, melakukan tindakan
yang bersifat pemaksaan kehendak dan penggunaan
kekuatan massa serta sejumlah tindakan lain yang
menciderai kebebasan pers di Indonesia.
Di pihak lain, media juga harus mampu
memberikan informasi yang bersifat mudah dipahami
dan membumi. Tujuannya agar berita tentang
pembangunan daerah tidak asing dan berjarak dengan
masyarakat pada umumnya. Dalam pendekatan
yang universal, menyerap isi media dibutuhkan
keterampilan. Menurut Baran (2012:39), kemampuan
untuk memahami media meliputi (1) Kemampuan
dan kemauan suatu usaha untuk memahami isi
media, memberi perhatian dan menyaring berbagai
gangguan. (2) Pemahaman dan penghargaan pada
kekuatan pesan media massa. (3) Kemampuan untuk
membedakan reaksi emosiuonal dan rasional ketika
merespon isi media dan bertindak sesuai isi media. (4)
Pengembangan ekspektasi yang lebih tinggi terhadap
isi media. (5) Pengetahuan terhadap kesepakatan
akan aliran (genre) dan kemampuan untuk mengenali
ketika genre dan kemampuan digabungkan dengan
yang lain. (6) Kemampuan untuk berpikir kritis
tentang isi media, tidak peduli seberapa kredibel
sumbernya.
Mencermati uraian tersebut diatas, pada
hakikatnya media massa memiliki peran yang cukup
penting dalam menyosilaisasikan program – program
pembangunan daerah. Dengan catatan, jika elite dalam
tubuh pemerintahan di daerah, tokoh masyarakat dan
para pemilik modal serta masyarakat sebagai khalaayak
media massa, juga mampu memahami fungsi ideal
media massa dalam menjalankan kemerdekaan pers.
V. Penutup
Pada hakikatnya, dalam bingkai kebebasan
media yang didukung oleh berbagai regulasi tentang
pemberitaan dan penyiaran dapat meningkatkan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
wawasan masyarakat dalam memahami program
pembagunan daerah yang berpihak kepada rakyat.
Kemerdekaan pers merupakan representasi kedaulatan
rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk
menciptakan pembagunan yang berpihak kepada
rakyat.
Media massa merupakan entitas kehidupan
bermasyarakat di daerah yang harus demokratis,
menjaga kemerdekaan menyatakan pikiran dan
pendapat sesuai dengan hati nuran,
berupaya
memenuhi hak memperoleh informasi sebagai hak
asasi manusia, yang diperlukan untuk menegakkan
keadilan dan kesejateraan umum sebagai salah satu
tujuan pembangunan daerah yang bersifat isik
maupun non isik.
Sebaliknya, jika program pembangunan di
daerah yang lebih banyak menguntungkan kelompok
– kelompok elite di masyarakat dan sejumlah pemilik
modal yang memiliki kekuatan lobi kepada pejabat
daerah, maka media massa juga bisa mendorong
munculnya fungsi pengawasan dari rakyat.
Namun yang menjadi persoalan adalah, ternyata
di era kemerdekaan pers, tidak semua media mampu
mkenjalankan fungsi pemberitaan dan penyiaran
yang ideal sesuai dengan regulasi maupun harapan
masyarakat. Sebab, muncul pula kecenderungan media
massa yang tidak independen dan tidak tranasparan
dalam memberikan informasi. Perilaku media
semacam itu karena memiliki ketergantungan dana
dari pemerintah, pemilik modal maupun kelompok
– kelompok di masyarakat yang memiliki kekuatan
paksa terhadap media massa.
Selain itu, tidak bisa diabaikan bahwa , media
massa belum sepenuhnya
lepas dari pengaruh
kelompok dominan dalam industri pemberitaan.
Masih ada tekanan tersembunyi dan sistematis
terhadap organisasi media. Padahal di pihak lain,
masyarakat maupun khalayak justru sudah masuk
dalam situasi pers bebas yang menghendaki jurnalis
bisa menuntut otonomi profesionalisme dalam
organisasi media, demi menghasilkan pemberitaan
yang bebas dari unsur tekanan dari pihak manapun.
Dengan menjalankan kemerdekaan pers, maka media
massa menjadi sumber kekuatan dalam pembangunan
daerah.
Masyarakat, Jakarta : Penerbit Dewan Pers
Henessy, Bernard. 1990.Pendapat Umum, Terjemahan
Airuddin Nasution, Jakarta : Penerbit Erlangga.
Lull,
James.1999. Media : Komunikasi dan
Kebudayan, Jakarta : Penerbit Buku Yayasan
Obor.
McQuail, Denis. 1991. Mass Communication heory
: An Introduction, second edition, London :
Sage Publication
McQuail, Denis.2010. Mass Communication heory
: An Introduction, sixth edition, London : Sage
Publication.
Menta, SR. 1972. Emerging Pattern of Rural
Leadership, New Delhi : Willy Eastern.
Muhammad, Fadel. 2008. Reinventing Local
Government : Pengalaman Dari Daerah, Jakarta
: Elex Media Komputindo – Kompas Gramedia
Nasution,
Zulkarimein.2003.Komunikasi
Pembangunan : Pengenalan Teori dan
Penerapannya, Jakarta : Penerbit Rajawali
Ollien, Clarice N , George A. Donohue and Phillip J.
Tichenor ( 1983 ), “Stucture, Communication
and Social Power : Evolution of the Knowledge
Gap
Hypothesis”,Mass
Communication
Review Yearbook, eds. Ellen Wartella and D.
Charles Whitney (ed), Volume 4, Baverly Hill,
London : Sage Publications
Rogers, Everett M. 1985. Komunikasi Pembangunan
: Perspektif Kritis, terjemahan Nurdin, Dasmar,
Jakarta : Penerbit LP3ES
Sukirno, Sadono.1985. Ekonomi Pembangunan :
Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan,
Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Susanto, Eko Harry.2010. Komunikasi Manusia:
Esensi dan Aplikasi dalam Dinamika Sosial,
Ekonomi, Politik, Jakarta : Penerbit Mitra
Wacana Media.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40
tahun 1999 tentang Pers
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2002 tentang Penyiaran
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan di Daerah
Daftar Pustaka
Baran, Stanley J.2012. Pengantar Komunikasi Massa
: Melek Media dan Budaya, Jakarta : Penerbit
Erlangga
Berger, Peter, L. 1982. Piramida Kurban Manusia :
Etika Politik dan Perubahan Sosial, terjemahan
Rachman Tolleng, Jakarta : Penerbit LP3ES
DeFleur, Melvin L.1970.heories of Mass
Communication, Second Edition, New York :
David McKay Inc
Eisy, M. Ridlo.2007. Peranan Mediua Dalam
222
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Peran Media Massa dalam Penanganan Pencemaran Air sebagai Bagian
Pembangunan Daerah Banten
Dianingtyas Murtanti Putri 1)
1. Pendahuluan
Air merupakan zat yang paling penting dalam
kehidupan setelah udara. Air berguna memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dan juga diperlukan dalam
cakupan yang lebih besar yaitu dipergunakan untuk
keperluan industri, pertanian, dan lain-lain. Seiring
berjalannya waktu didasari kepentingan pribadi yang
bersifat egois, manusia tidak dapat menjaga sumber
daya air yang ada. Akibatnya, terjadi pencemaran
sumber daya air bersih yang mengakibatkan kerugian
besar bagi pihak lain untuk mengkonsumsi air bersih
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Musim kemarau yang sedang melanda sekarang
ini menjadikan beberapa provinsi sedang mengalami
krisis air. Bukan saja diakibatkan musim kemarau,
pencemaran air yang disebabkan limbah industri
juga melanda beberapa tempat. Salah satunya adalah
Provinsi Banten, dimana Banten
yang terletak
diujung paling Barat Pulau Jawa, berbatasan dengan
pulau Sumatera yang hanya dipisahkan dengan Selat
Sunda, berbatasan langsung dengan wilayah DKI
Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, serta Provinsi Banten
juga berbatasan langsung dengan wilayah laut, sebelah
barat berbatasan dengan Selat Sunda, sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan bagian
Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sehingga
wilayah ini memiliki sumber daya laut yang sangat
potensial.
Potret umum secara geograis Provinsi Banten
yang mendasari provinsi ini memiliki potensi air yang
sangat menguntungkan, karena mayoritas Sumber
Daya Air (SDA) terletak di Kabupaten Lebak, dan
dialirkan melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) ke
seluruh penjuru Banten. Dalam sejarah provinsi
ini terkenal sebagai sebuah kota pelabuhan yang
sangat ramai dengan masyarakatnya yang terbuka
dan makmur, juga dalam sejarah Banten dahulu
merupakan kota maritim yang kuat menandingi
Kerajaan Mataram hingga kini daerah ini merupakan
desa nelayan yang mana kita masih akan mendapatkan
cerminan masa lalunya (www.indotravelers.com).
Selain itu Provinsi Banten memiliki Taman Nasional
Ujung Kulon yang merupakan salah satu taman
nasional dan lokasi konservasi alam di Indonesia. Di
lokasi ini, kita dapat melihat keindahan hutan tropis
dan badak bercula satu yang merupakan primadona
daya tarik wisata.
Sedangkan, potret sisi lain Banten yang diangkat
oleh media bahwa pada dekade terakhir ini, wilayah
Banten mengalami krisis lingkungan diantaranya
adalah persoalan pencemaran lingkungan sampah,
1∗) Dosen pada Universitas Bakrie, Jakarta.
223
air, banjir, polusi, tanah longsor, dan sebagainya.
Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam
Wahana Hijau Fortuna (WHF) melakukan demo
yang berisikan bahwa Gubernur Banten telah
gagal menjaga dan melindungi lingkungan hidup
dalam menanggulangi pencemaran air sungai yang
telah tercemar limbah industri di sungai Cibanten,
Cisadane, Ciarab, dan Ciujung (republika.co.id).
Tentunya kita masih mengingat dengan jelas
bagaimana kasus Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Kasus
Buyat mendapatkan rating tertinggi tahun 2004
sebagai kasus pencemaran lingkungan hidup di
dunia. Pencemaran perairan yang diakibatkan dari
limbah cair industri dari kegiatan pertambangan skala
besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR),
bukan saja ekosistem perairan laut Teluk Buyat yang
rusak parah tetapi kondisi masyarakat yang tinggal
dan menggantungkan hidup mereka dari hasil laut
menambah mirisnya potret kesejahteraan makhluk
hidup yang berada di Teluk Buyat tersebut. Hingga
pada akhirnya PT. Newmon Minahasa Raya harus
mengganti kerugian yang tidak sedikit jumlahnya dan
terpaksa harus ditutup karena dampak yang dirasakan
sangat parah. Sekilas gambaran tersebut, seharusnya
mengingatkan pada industri-industri untuk lebih
meminimalkan limbah yang dihasilkan harus dapat
ramah lingkungan sehingga tidak menyengsarakan
pihak lain.
2. Kerangka Literatur
Media massa dalam komunikasi massa
Media massa merupakan alat yang digunakan
dalam menyampaikan pesan dari sender kepada
receiver dengan menggunakan alat-alat komunikasi
mekanis seperti surat kabar, ilm, radio, televisi
(Cangara, 2002). Seiring berjalannya era sekarang ini
yang dikenal sebagai era media baru (new media era),
menambah alat komunikasi dalam menyampaikan
pesan yang bersifat dua arah yakni internet.
Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi
sekarang ini memberikan tren baru dalam dunia
industri komunikasi. Hadirnya teknologi digital dan
internet merupakan salah satu determinan penting
dalam memunculkan perangkat multimedia, seperti
media cetak yang sekarang ini juga memiliki versi
digital atau online (Aulia Dwi Natiti, 2012:2). Efendy
(2000) menyebutkan media massa digunakan dalam
komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak
dan bertempat tinggal jauh. Kelebihan lainnya dari
media massa adalah dalam menyampaikan pesan,
media massa menimbulkan keserempakan. Dengan
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kata lain pesan dapat diterima oleh komunikan yang
jumlah relatif banyak.
Media massa adalah alat-alat yang digunakan
dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan
secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan
heterogen. Bahkan media massa mampu menyebarkan
pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas
(Nurudin, 2007). Menurut McLuhan, media massa
merupakan perpanjangan alat indera kita. Melalui
media massa kita memperoleh informasi tentang
benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara
langsung. Oleh sebab itu, fungsi media massa secara
umum dibagi empat, yakni:
1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform),
Menyiarkan informasi merupakan fungsi media
yang pertama dan utama. Sebab, media massa
memiliki fungsi pengantar (pembawa), pengantar
berbagai pengetahuan dalam segala aspek bagi
para pembaca atau receiver.
2. Fungsi mendidik (to educate),
Fungsi kedua ini sebagai sarana pendidikan
massa (mass education). Bukan hanya menyiarkan
informasi saja, namun pesan yang disampaikan
kepada receiver juga harus mendidik. Fungsi
mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk
artikel atau tajuk rencana.
3. Fungsi menghibur (to entertain),
Yang dimaksud sebagai fungsi menghibur adalah
untuk mengimbangi hard news dan artikel yang
berbobot. Sehingga pembaca berita tidaklah
semata-mata hanya membaca berita atau artikel
yang disajikan berat namun ada artikel yang
bersifat menghibur, guna memberikan releksasi
pada pembaca berita yang sifatnya menghibur.
4. Fungsi kontrol sosial (social control),
Mengetahui penting dan vital peran dan fungsi
media dalam membangun opini publik, maka
media harus menjalani fungsinya sebagai kontrol
sosial dalam masyarakat. Dimana media massa
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
kehidupan sosial, karena fungsi tersebut adalah
sebagai wadah berdialog antar lapisan masyarakat
serta wadah dalam menyampaikan pesan dari
masyarakat kepada pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, juga dibarengi
dengan perkembangan teknologi yang berkembang
pesat sekarang ini memberikan pengaruh bagi
perkembangan media massa. Hal ini dikarenakan
kebutuhan manusia untuk mendapatkan informasi
yang bersifat cepat, terkini, akurat dan terpercaya serta
interaktif. Pengaruh dari kemajuan teknologi terhadap
media massa adalah internet. Internet adalah suatu
interkoneksi sebuah jaringan komputer yang dapat
memberikan layanan informasi secara lengkap (Lani
Sidharta, 1998). Dari fungsinya internet mencakup
empat fungsi media massa, melalui internet kita
dapat menjangkau hingga ke penjuru dunia, dan
kita dapat mengakses berbagai macam informasi
serta menggunakan berbagai fasilitas layanan
yang disediakan. Salah satunya adalah tersedianya
mengakses berbagai macam berita yang bersifat online,
seperti kompas.com, republika.co.id, dan sebagainya.
Adanya fasilitas tersebut merupakan jawaban untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mengakses
berita dengan cepat, akurat, up to date dan terpercaya.
Perkembangan media massa
Setelah era Orde Baru perkembangan media
massa terutama media cetak mengalami perubahan
yang membawa masyarakat lebih maju dan bersifat
transparan terhadap informasi yang ada dalam
berbagai aspek. Campur tangan pemerintah masih
ikut berperan namun peranannya tidak terlalu
besar atau turut andil ketika era sebelumnya, misal:
dalam mengemas berita serta bahasa yang digunakan
bersifat bebas. “bebas” yang dimaksud adalah bebas
berekspresi dalam menulis, dan tidak ada tekanan dari
pemerintah.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih
dan cepat, memberi peluang bagi media massa -dalam
hal ini media cetak- untuk sebisa mungkin selalu
menjadi yang tercepat dalam menyajikan berbagai
informasi bagi masyarakat, dan dapat mengakses
informasi secara online dimanapun. Lahirnya surat
kabar Kompas, Republika, Warta kota, dan sebagainya
yang bersifat online di internet, menjadi salah satu
alasan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
“haus” akan berita atau informasi terkini (up to date).
Melalui media online berita dikemas lebih menarik
dengan berbagai itur-itur dalam web tersebut
yang bertujuan untuk memudahkan pembaca atau
pengakses berita tersebut pindah ke menu utama atau
ingin mengakses halaman selanjutnya. Media online
dideinisikan sebagai jaringan luas komputer, yang
dengan perizinan, dapat saling berkoneksi antara satu
dengan yang lainnya untuk menyebarluaskan dan
membagikan digital iles, serta memperpendek jarak
antar negara (digilib.petra.ac.id).
Kemampuan media online dalam mengakses
informasi di berbagai tempat, menjadikan kelebihan
utama dari media online, disamping kelebihan lainnya
yang terletak pada kecepatannya dan kebebasan
orang dalam menggunakan internet untuk mengakses
beragam informasi yang diperlukan. Dalam hal ini
surat kabar online, berita pada media online lebih up to
date informasi, sebab media online selalu memperbarui
beritanya setiap waktu dengan menyajikan informasi
yang sedang terjadi, berbeda dengan media cetak.
Perbedaan antara media cetak dengan online tidak
terlalu signiikan, yang membedakan keduanya adalah
secara teknisnya saja.
Dibawah ini merupakan tabel perbedaan
secara teknis antara media cetak dengan media online:
224
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Tabel 1. Perbedaan Media Cetak dan
Media online secara teknis
Unsur
Media Cetak
Media Online
Tidak ada pembatasan
panjang naskah, karena
halaman
web
bisa
menampung naskah yang
sepanjang apapun. Namun
demi alasan kecepatan
akses, keindahan desain
dan alasan-alasan teknis
lainnya, perlu dihindarkan
penulisan naskah yang
terlalu panjang.
Sama
saja.
Namun
ada
sejumlah
media
yang
memperbolehkan
wartawan di lapangan
yang telah dipercaya
untuk
meng-upload
sendiri
tulisan-tulisan
mereka.
Walaupun sudah online,
masih bisa diedit dengan
leluasa. Tapi biasanya,
editing hanya mencakup
masalah-masalah teknis,
seperti merevisi salah
ketik, dan seterusnya.
Desainer dan programmer
cukup bekerja sekali saja,
yakni di awal pembuatan
situs web. Selanjutnya,
tugas
mereka
hanya
pada
masalah-masalah
maintenance atau ketika
perusahaan memutuskan
untuk mengubah desain
dan sebagainya. Setiap
kali redaksi meng-upload
naskah, naskah itu akan
langsung “masuk” ke
desain secara otomatis.
Pembatasan
panjang
naskah
Biasanya panjang
naskah telah
dibatasi, misalnya
5 – 7 halaman
kuarto diketik 2
spasi.
Prosedur
naskah
Naskah biasanya
harus di-ACC oleh
redaksi sebelum
dimuat.
Editing
Kalau sudah naik
cetak (atau sudah
di-ilm-kan pada
proses percetakan),
tak bisa diedit lagi.
Tugas
desainer
atau
layouter
Tiap edisi, desainer
atau layouter harus
tetap bekerja untuk
menyelesaikan
desain pada edisi
tersebut.
Jadwal
terbit
Berkala (harian,
mingguan, bulanan,
dua mingguan, dan
sebagainya).
Kapan saja bisa, tidak ada
jadwal khusus, kecuali
untuk jenis-jenis tulisan/
rubrik tertentu.
Distribusi
Walau sudah selesai
dicetak, media
tersebut belum bisa
langsung dibaca
oleh khalayak ramai
sebelum melalui
proses distribusi.
Setelah berita di-upload,
setiap
berita
dapat
langsung dibaca oleh
semua orang di seluruh
dunia yang memiliki
akses internet.
Sumber: Hadiatul Munawaroh, skripsi “Media Online Sebagai
Sumber Belajar di Kalangan Mahasiswa”
berkomunikasi dan berhubungan. Apabila mengingat
kembali peranan media massa sebagai komunikasi
massa dalam menyampaikan pesan kepada khalayak,
berarti media online juga memiliki peranan yang sama.
John December (1997) memberikan deinisi CMC
yaitu proses komunikasi manusia melalui komputer,
melibatkan orang-orang, dalam konteks terbatas,
dan saling berkaitan dalam proses membentuk media
dengan tujuan yang beraneka ragam. Sedangkan
Susan Herring (1996) mendeinisikan CMC sebagai
komunikasi yang mengambil tempat antara manusia
melalui alat komputer (hurlow, Lengel & Tomic,
2004). Konsep CMC ini memberitahukan perbedaan
klasik internet dengan media klasik dalam sistem
operasional sebagai alat maupun medium komunikasi,
sebagai berikut (John December, 1997):
1. Perbedaan utama diantara keduanya adalah media
berbasis komputer yang berawal dari media “tools”
untuk menyimpan serta mengolah informasi data,
setelah mengalami modiikasi yang digunakan
sebagai media (elektronik) komunikasi dalam
bentuk jaringan (network) yang luas.
2. Internet sebagai media komunikasi yang memiliki
penawaran interaktif dan bersifat dinamis
terhadap pengguna (user), apabila dibandingkan
dengan media televisi dan radio, yang terbatas
pada satu program dan isi materi acara. Dalam
pencarian informasi melalui fasilitas query dan
hanya menuliskan kata kunci (keywords) saja dapat
mempermudah pengakses atau pengguna untuk
mencari informasi yang dibutuhkan secara cepat.
3. Media internet mampu menjadi pusat informasi
dan sumber informasi yang tidak terbatas, bukan
saja pada suatu insititusi namun memberikan
kesempatan pada setiap pengguna untuk menjadi
sumber atau komunikator (sender source).
Perbedaan yang telah dituliskan diatas, semakin jelas
bahwa media internet merupakan media yang efektif
sebagai bagian dari komunikasi dalam menyampaikan
pesan maupun memberikan pesan kepada receiver.
Interaksi komunikasi melalui konsep CMC ini
merupakan interaksi komunikasi secara online
melalui komputer. Joseph Walter dan Malcolm Parks
menjelaskan bahwa beberapa fasilitas yang menarik
pengguna (user) dalam menggunakan media interent
sebagai wadah untuk berdialog, sebagai berikut:
e-mail, litserve dan mailing list; newsgroup, bulletin
board dan blog; internet relay chat dan instant messaging;
metaworld dan visual chat; personal homepage dan
webcame (hurlow, Lengel & Tomic, 2004). Dengan
demikian, konsep CMC ini memudahkan user untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima pesan baik
melalui verbal maupun non-verbal.
Computer Mediated Communication (CMC)
3. Metode
Internet merupakan bagian dari media massa,
yang telah menjadi mediator manusia untuk saling
Dalam tulisan ini menggunakan metode
analisis wacana. Metode ini menitikberatkan pada
225
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
proses berpikir seseorang yang sangat erat kaitannya
dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam
tulisan yang disajikannya. Semakin baik cara atau pola
berpikir seseorang, pada umumnya maka semakin
terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu
(Pratikto, 1984:89). Sebuah tulisan adalah wacana.
Wacana dibagi menjadi dua yakni wacana secara tertulis
dan wacana secara lisan. Samsuri (dalam Sudjiman,
1993:6) mengatakan bahwa wacana adalah rekaman
kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi,
yang biasanya tediri atas seperangkat kalimat yang
memiliki hubungan pengertian satu dengan lainnya.
Komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan
(verbal) maupun bahas tulisan (non-verbal). Dalam
pengertian yang lebih sederhana, wacana berarti cara
objek atau ide yang diperbincangkan secara terbuka
kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman
terterntu dan tersebar luas (Lull, 2000:225). Jadi,
apabila disimpulkan dari deinisi-deinisi yang ada
maka wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian
tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek)
yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu
kesatuan yang koheren, dan dibentuk oleh segmental
maupun nonsegmental bahasa (Alex Sobur, 2006:11).
Dalam analisis wacana dibatasi dari dua sudut
yang berlainan yakni pertama, dari sudut bentuk
bahasa, dan kedua dari sudut tujuan umum sebuah
karangan yang utuh atau sebagai bentuk sebuah
komposisi (Keraf, 1995:4-7). Pertama, dari sudut
bentuk bahasa, yang dimaksud dengan wacana adalah
bentuk bahasa diatas kalimat yang mengandung
sebuah tema. Sedangkan, yang kedua dari sudut
tujuan umum. Tujuan umum yang dimaksud adalah
apa yang ingin dicapai dalam sebuah karangan. Tujuan
ini adalah keinginan untuk memberi informasi kepada
orang lain dan memperoleh informasi dari orang lain
mengenai suatu hal; keinginan untuk menggambarkan
atau menceritakan bagaimana bentuk atau wujud
suatu batrang atau objek, atau mendeskripsikan cita
rasa suatu benda, hal, atau bunyi; keinginan untuk
menceritakan pada orang lain, kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik yang dialami
sendiri maupun yang didengarkan dari orang lain
(Keraf, 1995:6).
Metode analisis wacana ini menjelaskan sebuah
peristiwa yang terjadi, seperti terbentuknya sebuah
kalimat atau pernyataan (Heryanto, 2000:334).
Sebuah kalimat dapat terungkap bukan hanya
disebabkan orang yang membentuknya dengan
motivasi atau kepentingan subjektif. Namun, terlepas
dari alasan apapun kalimat yang dituturkan dalam
tulisan tidak dapat dimanipulasi (Sunarto, 2002:119120).
4. Hasil dan Pembahasan
Michael Foucault menjelaskan bahwa wacana
disini pemahamannya bukanlah sebagai serangkaian
kata atau proposisi dalam teks, tetapi menurut Foucault
wacana merupakan sesuatu yang memproduksi yang
lain (sebuah gagasan, konsep atau efek). Wacana dapat
dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini,
konsep, serta pandangan hidup dibentuk dalam suatu
konteks tertentu sehingga memengaruhi cara berpikir
dan bertindak (Eriyanto, 2011:65).
Dalam penulisan ini, wacana yang akan
diangkat adalah media online dalam membentuk
tema mengenai pencemaran air sungai di Banten yang
diakibatkan oleh limbah industri cair. Dari media
online surat kabar nasional, penulis memilih dua media
online surat kabar untuk dianalisis menggunakan
metode analisis wacana dari perspektif Foucault. Dua
media online surat kabar yang dipilih adalah Republika
Online (ROL), dan Suara Pembaruan online.
Banten merupakan salah satu provinsi
secara geograis memiliki potensi air yang sangat
menguntungkan, karena mayoritas Sumber Daya Air
(SDA) nya terletak di Kabupaten Lebak dan dialirkan
melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) ke seluruh penjuru
Banten. Provinsi ini juga memiliki nilai sejarah yang
terkenal dulunya, yaitu sebuah kota pelabuhan yang
sangat ramai dengan masyarakatnya yang terbuka dan
makmur. Namun seiring berjalannya waktu, Provinsi
Banten dikenal sebagai kawasan industri. Cilegon
dan Tangerang adalah lokasi kawasan industri yang
sekarang ini dikenal oleh masyarakat, kini kawasan
tersebut sudah merambah hingga ke wilayah Serang
Utara. Akibat adanya indutri tersebut memberikan
dampak yang kurang bersahabat, terutama dalam
aspek sosial. Provinsi Banten memiliki empat sungai
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia yakni sungai Cibanten, Cisadane, Ciarab,
dan Ciujung. Belakangan ini, isu pencemaran air
sungai Cibanten akibat limbah industri penambangan
pasir menjadi isu terkini yang diangkat oleh media
online surat kabar nasional, yakni media ROL dan
media Suara Pembaruan. Dua media ini melihat dari
sektoe pertanian yang mengalami kerugian besar
akibat adanya limbah indutri penambangan pasir
tersebut, karena dinilai sudah melakukan pencemaran
air sungai Cibanten. Selain sudah merugikan dalam
sektor pertanian, akibat pencemaran limbah tersebut
juga menyulitkan warga untuk mendapatkan air
bersih dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
ROL menggambarkan kondisi sungai Cibanten
dari sudut pandang petani di Kecamatan Pabuaran
Kabupaten Serang Provinsi Banten yang tidak
bisa memanfaatkan air untuk pertanian mereka
akibat limbah industri. Berikut kutipan artikel
yang dituliskan: “Pencemaran limbah industri di
Sungai Cibanten berdampak kepada ribuan petani
di Kecamatan Pabuaran Kabupaten Serang Provinsi
Banten. Mereka tidak bisa memanfaatkan air”.
Pernyataan ini dikuatkan lagi dari pernyataan Direktur
eksekutif Wahana Hijau Fortuna Romly Revolvere di
Tangerang yang mengatakan “air di Sungai Cibanten
226
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
sudah tidak digunakan lagi oleh petani karena sudah
tercemar limbah industri”. Dari wacana tersebut
pembaca dapat memahami makna yang tertulis dari
artikel tersebut, bahwa pencemaran air sungai yang
diakibatkan limbah industri telah merambah hingga
pertanian. Disini dijelaskan juga bahwa Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam
bidang lingkungan yaitu Wahana Hijau Fortuna
sudah memberitahukan kepada pihak pemerintah
untuk segera ditindaklanjutkan, sebab pencemaran air
tersebut sudah mencapai ke pertanian. Dengan kata
lain, konsep makna yang dibentuk oleh media online
surat kabar ROL membentuk suatu persepsi untuk
disampaikan kepada pembaca berita bahwa kondisi
air sungai di Kecamatan Pabuaran Kabupaten Serang
Provinsi Banten dalam kondisi parah akibat tercemar
limbah industri. Alasan media ROL mengangkat dari
kondisi pertanian, karena sebanyak 77 % dari jumlah
penduduk Provinsi Banten bermatapencaharian
petani, berdasarkan topograi wilayah Provinsi Banten
masih didominasi oleh sawah serta perkebunan
dan hutan rakyat (Proil Penataan Ruang Propinsi
Banten, 2003:2). Dengan demikian, wacana tersebut
membentuk suatu realitas yang dipahami sebagai
seperangkat konstruk. Ketika kita memberikan
persepsi dan bagaimana kita menafsirkan objek dan
peristiwa tersebut, dalam sistem makna tergantung
pada struktur diskurtif. Struktur diskurtif menurut
Foucault, membuat objek atau peristiwa terlihat nyata
oleh kita (Eriyanto, 2011:73).
Struktur diskurtif lainnya dari media ROL
mengenai wacana pencemaran air sungai tersebut
adalah “seharusnya Gubernur Banten mengambil
posisinya sebagai kepanjangan tangan pemerintah
pusat dengan membuat tim kajian penyelesaian
kasus lingkungan ini pada BPLHD Provinsi Banten
dan meneruskannya pada Kementerian Lingkungan
Hidup”. Dari wacana ini, realitas yang dimaksudkan
adalah Gubernur Banten belum memberikan
tindakan apapun dalam memberikan solusi mengenai
pencemaran lingkungan. Apabila dilihat dari teks
yang dituliskan tersebut juga mengandung makna
konotatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna
dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai
emosional, makna ini juga sebagian terjadi karena
pembicara ingin menimbulkan perasaan bipolar pada
pihak pendengar (Alex Sobur, 2006:27). Makna
konotatif ini juga ditunjukkan pada kalimat “Gubernur
juga seharusnya bisa memberikan rekomendasi untuk
penyelesaian masalah kepada kedua pemerintah
daerah dengan memperhatikan aspek-aspek sosial
dan ekologis”. Konteks dari kalimat ini bisa menjadi
suatu propaganda politik untuk menjatuhkan citra
dari Gubernur Banten yang dinilai kurang bersikap
mengenai permasalahan pencemaran lingkungan.
Realitas yang ingin diangkat ke permukaan oleh
media adalah “beberapa wilayah di Provinsi Banten
dalam ancaman kerusakan lingkungan hidup yang
227
cukup serius, seperti kerusakan laut di perairan Teluk
Banten di kawasan Desa Pulo Panjang Kecamatan
Pulo Ampel, Kabupaten Serang, kawasan Desa
Lontar Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang dan
di perairan Selat Sunda di kawasan Desa Cikoneng
Kecamatan Anyar Kabupaten Serang…”. Struktur
diskurtif yang ada dalam kalimat tersebut adalah agar
Gubernur Banten menindak tegas terhadap pelaku
yang tidak bertanggung jawab, yang telah membuat
pencemaran air sungai akibat limbah industri. Secara
keseluruhan konstruk yang terbentuk adalah ingin
memberitahukan kepada pembaca berita bahwa
kinerja pemerintah Provinsi Banten dinilai kurang
baik dalam menangani kasus pencemaran air sungai.
Terkait dengan isu yang diangkat oleh media
ROL, isu yang sama juga diangkat sebagai wacana
oleh media online surat kabar Suara Pembaruan. Isu
tersebut mengenai “Puluhan Petani Protes Ratu Atut”,
mengingat bahwa sebagian besar dari masyarakat
Banten bermatapencaharian petani maka persoalan
pencemaran air sungai Cibanten adalah persoalan
utama bagi masyarakat Kecamatan Serang, sebab air
sungai Cibanten merupakan sumber untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari selain bertani.
“Sebanyak 20 petani mendatangi Kantor Gubernur
Banten guna meminta Gubernur Banten Hj Ratu Atut
Chosiyah menutup usaha penambangan pasir yang
ada di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang karena
dinilai telah mencemari Sungai Cibanten. Para petani
berpendapat pencemaran Sungai Cibanten akibat
limbah dari penambangan pasir itu sangat merugikan
para petani karena air sungai tersebut digunakan
warga untuk mengairi sawah. Dikatakan, sejak adanya
aktivitas penambangan pasir Februari 2011 lalu, para
petani di Kecamatan Cipocok Jaya, Kecamatan Serang,
dan Kecamatan Kasemen, Kota Serang, mengalami
kesulitan untuk mengairi sawah karena air Sungai
Cibanten sebagai sumber air irigasi satu-satunya sudah
tercemar oleh limbah.” Menurut Foucault pandangan
kita tentang suatu objek dibentuk dalam batas-batas
yang telah ditentukan oleh struktur diskurtif tersebut:
wacana dicirikan oleh batasan bidang dari objek,
deinisi dari perspektif yang paling dipercaya dan
dipandang benar (Eriyanto, 2011:73). Dari konteks
yang dituliskan tersebut adalah membentuk struktur
diskurtif untuk menjadi realitas.
“Kami ini masyarakat kecil dan bodoh. Kami
tidak paham apakah air sungai itu tercemar akibat
tidak adanya sistem pengelolaan limbah secara baik
dan benar oleh para penambang pasir. Kami hanya
meminta agar air Sungai Cibanten kembali normal
seperti semula dan masyarakat bisa menggunakan lagi
air itu untuk kebutuhan sehari-hari dan pengairan
sawah,” kalimat yang diungkapkan oleh Misna sebagai
perwakilan petani dan warga pengguna air sungai
Cibanten merupakan pesan yang ingin disampaikan
oleh warga kepada pihak pemerintah mengenai
pencemaran yang terjadi. Namun, konteks dari
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
kalimat ini mengandung makna denotatif. Makna
denotatif merujuk pada kata “kecil” dan “bodoh”
dua kata tersebut adalah makna denotatif yang
berkonotasi negatif. Konstruk yang dibentuk oleh
media Suara Pembaruan adalah realitas itu sendiri,
bahwa warga di Kecamatan Cipocok Jaya, Kecamatan
Serang, dan Kecamatan Kasemen, Kota Serang
adalah korban akibat dampak pencemaran air sungai
yang diakibatkan oleh industri penambangan pasir.
Bagaimana upaya pihak pemerintah menanggapi isu
ini?. Upaya yang dilakukannya adalah “Sementara itu
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Lapangan
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Serang
Freddy S Sagala mengatakan, berdasarkan pertemuan
sebelumnya antara petani dengan pihak Pemerintah
Kabupaten Serang, disepakati solusi untuk dilakukan
pembenahan terkait aktivitas penambangan tersebut
agar tidak berdampak tercemarnya air Sungai
Cibanten.” Kalimat ini adalah wacana tidak dominan,
Foucault menjelaskan dalam suatu masyarakat
biasanya terdapat berbagai macam wacana yang
berbeda satu sama lain, namun kekuasaan memilih
dan mendukung wacana tertentu sehingga wacana
tersebut menjadi dominan, sedangkan wacana lainnya
akan “terpinggirkan” (marginalized) atau “terpendam”
(submerged). Hal ini menyebabkan dua konsekuensi
yakni: pertama, wacana dominan memberikan
arahan bagaimana suatu objek harus dibaca dan
dipahami. Pandangan dibatasi hanya dalam batasbatas struktur diskursif tersebut, tidak dengan yang
lain. Kedua, struktur diskursif yang tercipta atas suatu
objek tidaklah berarti kebenaran. Batas-batas yang
tercipta tersebut bukan hanya membatasi pandangan
kita, tetapi juga menyebabkan wacana lain yang
tidak dominan menjadi terpinggirkan (Eriyanto,
2011:77). Dari teks berita tersebut mengembangkan
wacana tidak dominan yaitu dari pihak Kepala Seksi
Pengawasan dan Pengendalian Lapangan Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Serang telah
melakukan pertemuan sebelumnya antara petani
dengan pihak pemerintah Kabupaten Serang, isi
dari pertemuan tersebut adalah disepakatinya solusi
untuk dilakukan pembenahan yang terkait dengan
aktivitas penambangan tersebut agar tidak berdampak
pencemaran air sungai Cibanten. Wacana tidak
dominan lainnya yang terdapat pada teks berita ini
adalah di sisi lain industri tersebut telah memberikan
PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi Pemkab Serang.
Berikut kutipannya: “…Sebab, pada satu sisi dengan
adanya penambangan tersebut memberikan dampak
peningkatan PAD bagi Pemkab Serang, namun
pada sisi lain petani dan warga merasa dirugikan
dengan adanya pencemaran akibat penambangan
pasir tersebut”. Disadari bahwa apabila industri
penambangan pasir ditutup maka PAD Kabupaten
Serang akan berkurang. Kemampuan setiap daerah
untuk dapat mencukupi semua pengeluarannya dapat
dilihat dari besarnya peranan PAD (PAD) terhadap
pengeluaran daerah. Semakin tinggi prosentase PAD
dibanding pengeluaran daerah ini berarti kemampuan
daerah untuk mencukupi kebutuhannya semakin
besar atau dapat dikatakan daerah yang bersangkutan
semakin mandiri, Sebaliknya jika PAD yang digunakan
untuk pembiayaan pengeluaran daerah prosentasenya
kecil dibandingkan total pengeluaran daerah, maka
dapat dikatakan bahwa daerah yang bersangkutan
kemampuan untuk membiayaai pengeluarannya dari
PADnya masih kecil atau dengan kata lain daerah
yang bersangkutan masih sangat tergantung pada
Pemerintahan Pusat dalam membiayai pengeluaran
daerahnya (Undang-Undang nomor 25 tahun 1999).
5. Simpulan
Kemajuan dalam membangun daerah
suatu provinsi terletak pada bagaimana kondisi
kesejahteraan masyarakat yang tinggal. Kesejahteraan
disini bukan hanya cukup sandang dan pangan nya
saja namun kesejahteraan masyarakat untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah
satunya adalah Provinsi Banten, provinsi ini memiliki
topograi serta geograi yang sangat menguntungkan.
Sebagian besar masyarakat yang tingal di provinsi
ini bermatapencaharian petani, secara geograis
saja provinsi ini memiliki potensi air yang sangat
menguntungkan. Provinsi Banten memiliki empat
sungai besar yakni sungai Cibanten, sungai Ciujung,
sungai Cisadane, dan sungai Ciarab. Keempat sungai
tersebut adalah sumber memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat Provinsi Banten. Namun, akhir-akhir
ini masyarakat provinsi ini mengeluhkan untuk
mendapatkan sumber air bersih sangat sulit selain
akibat dari kemarau yang berkepanjangan, faktor
lainnya ditimbulkan dari limbah industri. Saat ini
yang menjadi wacana adalah pencemaran air sungai
Cibanten akibat limbah industri penambangan pasir.
Isu ini diangkat oleh media online surat kabar yaitu
ROL dan Suara Pembaruan. Dua media ini merupakan
media nasional.
Peranan media massa sangat penting dalam
komunikasi massa. Terdapat empat fungsi media massa
dalam komunikasi massa, yaitu: fungsi menyiarkan
informasi (to inform), fungsi mendidik (to educate),
fungsi menghibur (to entertain), dan fungsi sosial
kontrol (control social). Manusia pasti membutuhkan
informasi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan,
dan dengan perkembangan teknologi yang
berkembang pesat menjadikan peluang bagi media
massa untuk menyajikan informasi kepada khalayak
secara up to date, akurat dan terpercaya, serta dapat
memudahkan pembaca berita untuk dapat mengakses
berita dimana saja. Melalui media online memudahkan
penikmat pembaca berita mengetahui peristiwa apa
saja yang sedang terjadi saat ini. Setiap peristiwa yang
diangkat oleh media massa menjadikan pembaca
mengetahui kondisi provinsi, wilayah maupun
228
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
tempat tersebut tanpa si pembaca harus berada di
lokasi tersebut. Dengan media online, pembaca dapat
mengakses bukan hanya satu berita saja namun dapat
mengakses berita lainnya yang terkait dengan berita
utama. Mengetahui bahwa saat ini Provinsi Banten
sedang diterpa isu mengenai pencemaran air sungai
akibat limbah industri maka menarik penulis untuk
mengangkat wacana tersebut, dengan menggunakan
metode analisis wacana.
Pada simpulan ini, setelah dilakukan metode
analisis wacana terhadap dua media online surat
kabar nasional melalui perspektif Michael Foucalt.
Wacana dominan yang diangkat oleh media ROL
adalah pencemaran sungai Cibanten berdampak pada
ribuan petani di Kecamatan Pabuaran Kabupaten
Serang, Banten. Wacana yang bersifat dominan ini
membentuk struktur diskursif, struktur ini membatasi
pembaca untuk melihat aspek lainnya. Dalam hal ini,
aspek yang dimaksudkan adalah penyebab pencemaran
tersebut selain dari limbah industri, sampah juga
bisa menjadi faktor sungai Cibanten menjadi keruh
dan kotor sehingga warga kesulitan mendapatkan
air bersih. Serta, dari sampah yang diakibatkan oleh
ulah manusia itu sendiri menambah kondisi sungai
Cibanten menjadi parah. Selanjutnya, Wahana
Hijau Fortuna yang merupakan LSM lingkungan
hidup mengatakan bahwa kinerja Gubernur Provinsi
Banten dinilai kurang dalam memberikan solusi dari
pencemaran air akibat limbah industri. Dari wacana
tersebut mengandung makna konotatif negatif yakni
suatu jenis makna dimana stimulus dan respons
mengandung nilai-nilai emosional. Dengan teks
berita ini, dapat mengundang respon dari pembaca
berita bahwa Gubernur Provinsi Banten tidak
peduli lingkungan hidup dan tidak memperdulikan
kesejahteraan masyarakat petani. Di sisi lain juga
pembaca dapat membentuk persespsi yang negatif
dalam kognitifnya dan memberikan kesimpulan
bahwa Gubernur tidak dapat melakukan apa-apa, atau
dinilai kurang tegas, bahkan dapat membentuk opini
publik negatif terhadap kinerja Gubernur tersebut.
Pada media online surat kabar Suara Pembaruan
mengangkat isu puluhan petani dari Kecamatan
Cipocok Jaya, Kecamatan Serang, dan Kecamatan
Kasemen, Kota Serang Provinsi Banten melakukan aksi
protes terhadap Gubernur Provinsi Banten. Struktur
diskursif yang dibentuk adalah aksi protes yang
dilakukan oleh para petani. Media ini mengangkat dari
sisi korbannya yakni para petani. Salah satu perwakilan
Gabungan Perkumpulan Petani Pengguna Air (GP3A)
Cibanten Jaya mengatakan bahwa para petani
telah dirugikan, banyak tanaman padi yang mereka
tanamkan mati akibat pencemaran air dari limbah
industri. Diperkuat kembali dengan pernyataannya
dengan menyebut “kami ini masyarakat kecil dan
bodoh…” menjadikan wacana ini bersifat dominan.
Realitas ini semakin nyata dan menggambarkan
dengan jelas bahwa pihak pemerintah tidak ada upaya
229
untuk menemukan solusi dari isu ini. Sedangkan,
wacana yang terpinggirkan atau terpendam adalah
“…Pemkab Serang akan mencari solusi terbaik guna
menyelesaikan masalah tersebut agar tidak ada pihakpihak yang merasa dirugikan…memberikan dampak
peningkatan PAD bagi Pemkab Serang…”. Wacana
ini diletakkan pada bagian bawah teks berita yang
dituliskan, sebab hal yang ingin ditonjolkan adalah
si korbannya yakni para petani. Seperti yang telah
dijelaskan pada pragraf diatas bahwa PAD suatu daerah
sangat penting, apabila menurun pendapatannya maka
daerah tersebut belum mandiri masih tergantung oleh
Pusat, dan apabila hal ini terjadi maka kemajuan
pembangunan daerah tersebut akan tersendat.
Dari kedua media online surat kabar tersebut
strukutr diskursif yang dilakukan dengan mengangkat
realitas yang ada dan diambil dari sudut pandang
yang berbeda menjadikan pembaca berita membentuk
suatu konstruk dalam kognitif yang negatif terhadap
kinerja Gubernur Provinsi Banten. Apabila hal
ini terus-menerus dilakukan maka tidak menutup
kemungkinan kepercayaan masyarakat Banten
terhadap pemimpin menjadi menurun, masyarakat
luar yang tidak bertempat tinggal di Banten memiliki
penilaian negatif terhadap infrastrukturnya, serta dapat
menyebar ke sektor lainnya seperti pariwisata, investasi
atau penanaman modal yang bertujuan pembangunan
daerah, dan sebagainya. Kekuatan (power) media
massa dalam merangkai berita memiliki pengaruh
sangat besar. Provinsi Banten sedang membangun
daerah kearah yang lebih maju, apabila hal ini belum
ada solusinya maka akan memberikan dampak negatif
bagi pembangunan daerah kedepannya. Dari wacana
tersebut merepresentasikan kondisi keadaan daerah
tersebut tanpa pembaca berita harus berada di lokasi
atau berada di provinsi tersebut.
Daftar Pustaka
Eriyanto. 2011. Analisis Wacana. LKIS. Yogyakarta
Foucalt, Michael. 2000. Seks dan Kerusakan.
Penerjemah Rahayu S. Hidayat. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Fatimah Djajasudarma. 2002. Wacana: Pemahaman
dan Hubungan Antar Unsur. Eresco. Bandung
Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi. Grasindo. Jakarta
Littlejohn, Stephen W. 2011. heories of Human
Communication. Sixth Edition. Belmot,
California: Wadsworth Publishing Company
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung
Munawaroh, Hadiatul. 2009. Media Online Sebagai
Sumber Belajar di Kalangan Mahasiswa.
Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga.
McQuail, Denis. 2000. Mass Communication
heory: An Introduction, Fourth Edition. Sage
Publication. London
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. PT.
Rajagraindo Persada. Jakarta
Nastiti, Aulia Dwi. 2012. Membangun Pasar Media
Lokal Melalui Konvergensi Media. Universitas
Indonesia. Jakarta
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung
______. 27 September 2011. Puluhan Petani Protes
Ratu Atut. www.suarapembaruan.com,
diakses 27 September 2012
Pitakasari, Ajeng Ritzki. 29 April 2012. Limbah
Industri Cemari Parah Sungai Cibanten, Petani
Jadi Korban. www.republika.co.id, diakses 27
Sep 2012.
Sosiawan, Edwi Arief. 2012. Kajian Teoritis
Komunikasi Virtual. Yogyakarta : Universitas
Pembangunan Nasional.
___________. 2001. Discourse. Routledge. London
and New York.
Smith, David G. 2005. “Modernism, Hyperliteracy,
and Colonixation of the Word”. Alternatives, no.
17
____________.2004. Critical Discourse Anaysis.
Longman. London
230
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Pemanfaatan Media Radio untuk Pembangunan Daerah
Farid Rusdi1*)
Abstrak
Pembangunan daerah saat ini mengalami ketertinggalan dari perkotaan. Konsentrasi pembangunan saat ini lebih
kepada perkotaan sementara perdesaan terabaikan. Sementara media massa yang diterima oleh masyarakat lebih
banyak menyebarluaskan apa yang ada di perkotaan sehingga masyarakat di daerah lebih banyak beorientasi pada
perkotaan. Akibatnya informasi yang diterima oleh masyarakat daerah adalah informasi yang bukan diperlukan
untuk pembangunan daerah.
Media radio adalah media yang memiliki keunggulan dalam mengedepankan konten lokal, karena adanya
karakter kedekatan personal dengan pendengarnya. Selain itu radio adalah media elektronik yang relatif murah
dapat dijangkau oleh masyarakat daerah. Tapi sayangnya saat ini lebih banyak radio di daerah yang justru lebih
mengedepankan konten yang tidak merepresentasikan masyarakat di daerah, dan lebih banyak menyiarkan konten
yang berorientasi pada gaya hidup perkotaan. Akibatnya partisipasi publik masyarakat di daerah menjadi kurang
terhadap pembangunan di daerahnya.
Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana peran media radio yang memiliki keunggulan pada konten siaran lokal
dapat dimanfaatkan pada pembangunan daerah. Dengan mengedepankan konten siaran lokal dan daya jangkau yang
luas pada daerah tertentu bisa mendorong partisipasi publik yang ada di daerah itu untuk membangun daerahnya.
Kata Kunci : Media, Radio, Pembangunan Daerah
1. Pendahuluan
Perkembangan media massa yang semakin
pesat saat ini memberi andil bagi perkembangan
budaya di masyarakat. Perkembangan media massa
bagi manusia sempat menumbuhkan perdebatan
panjang tentang makna dan dampak media massa pada
perkembangan masyarakat. Dalam perkembangan
teori komunikasi massa, konsep masyarakat massa
mendapat relasi kuat dengan produk budaya massa
yang pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana
proses komunikasi dalam konteks masyarakat massa
membentuk dan dibentuk oleh budaya massa yang
ada.
Denis McQuail dalam bukunya Teori
Komunikasi Massa menjelaskan bahwa media massa
memiliki tujuan dalam masyarakat yakni:
1. Informasi, yakni menyediakan informasi
tentang peristiwa dan kondisi dalam
masyarakat,
menunjukkan
hubungan
kekuasaan dan memudahkan inovasi, adaptasi
dan kemajuan.
2. Korelasi, yakni menjelaskan, menafsirkan,
mengomentari makna peristiwa dan
informasi, menunjang otoritas dan normanorma yang mapan, melakukan sosialisasi,
mengkoordinasi
beberapa
kegiatan
membentuk kesepakatan, dan menentukan
urutan prioritas dan memberikan status
relatif.
3. Kesinambungan, yakni mengekspresikan
budaya dominan dan mengakui keberadaan
1
*)
kebudayaan khusus (subculture) serta
perkembangan
budaya
baru,
dan
meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.
4. Hiburan, yakni menyediakan hiburan,
pengalihan perhatian, dan sarana relaksasi,
dan meredakan ketegangan sosial.
5. Mobilisasi, yakni mengkampanyekan tujuan
masyarakat dalam bidang politik, perang,
pembangunan ekonomi, pekerjaan dan
kadang kala juga dalam bidang agama.
Dengan demikian media memiliki peran
yang signiikan dalam mendorong pembangunan
masyarakat untuk lebih baik. Selain menyebarluaskan
informasi penting, masyarakat pun bisa memaknai
informasi itu melalui media massa itu juga sehingga
terjadi ruang publik di dalam media massa.
Sementara itu perkembangan teknologi juga
memacu pesatnya informasi. Dengan berbagai jenis
media massa berlomba-lomba untuk masuk ke ruang
publik di masyarakat. Tapi pada akhirnya tidak semua
media bisa efektif menyampaikan pesannya sesuai
dengan keinginan pemilik pesan.
Banyak pihak memiliki kepentingan dalam
memanfaatkan media. Selain pemilik media, dan
pengiklan, pemerintah sangat berkepentingan
dalam memanfaatkan media. Berbeda dengan masa
pemerintahan orde baru, setelah reformasi ini kendali
pemerintah sangat longgar. Pemerintah tidak boleh
lagi melakukan intervensi atas kerja media. Inilah
yang menjadi kendala baru bagi pemerintah saat ini
yang ingin menyosialisasikan program pemerintah.
Pada era otonomi daerah sekarang ini,
Dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Tarumanagara, Jakarta
231
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
pembangunan daerah dan kepentingan masyarakat
menjadi tanggung jawab dari pemerintah di mana
daerah itu berada. Pemerintah daerah, baik itu
pemerintah provinsi maupun daerah kabupaten
memiliki otonom untuk mengurus pembangunan
di daerah sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Oleh karena itu pemerintah daerah
berkepentingan untuk menyosialisasikan programnya
agar mendorong adanya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Proses sosialisasi ini sudah dilakukan,
tapi belum efektif. Akibatnya partisipasi masyarakat
atas isu-isu yang ada di daerah masih kurang dan
proses pembangunan tidak berjalan optimal.
Salah satu penyebabnya adalah karena
masyarakat lebih terpapar oleh media massa nasional
yang menyiarkan isu nasional, bukan isu lokal. Seperti
media televisi yang hadir di setiap ruang keluarga di
setiap rumah. Mereka tentu tidak menyiarkan konten
penyiaran lokal. Ini akibat sistem penyiaran yang
sentralistik yang mengacu pada apa yang terjadi di
Jakarta.
2. Pembahasan
2.1. Radio dan Karakteristiknya
Jika dibandingkan dengan media jenis
lainnya, media radio sangatlah terbatas, karena
hanya memanfaatkan suara untuk sarana penyampai
pesan. Radio adalah media suara yang menggunakan
gelombang elektromagnetik untuk sampai kepada
pendengarnya. Meski demikian radio memiliki
karakteristik yang bisa menjadi keunggulan yang tidak
dimiliki media lainnya.
Berbeda dengan televisi, pendengar radio
itu tidak perlu menilai sesuatu yang tampil dari layar
kaca. Karena radio memiliki karakter personal, yang
membuat pendengar merasa dekat (McLeish, 2005).
Apa yang disampaikan oleh penyiar masuk ke benak
pendengar sehingga langsung diterima. Oleh karena
itu seorang penyiar yang baik dalam melakukan
siaran harus berbicara seperti kepada satu orang atau
individu, bukan kepada banyak orang.
Kedekatan pendengar dengan stasiun radio
ini menjadi nilai lebih dari media radio yang hanya
mengandalkan suara. Keterbatasan hanya pada suara
bukan berarti radio menjadi tersisih dari media-media
lain. Hanya dengan suara, pendengar menjadi bisa
berimajinasi hanya mengacu pada suara. Menurut
Stanley Alten dalam bukunya Audio in Media, suara
mempunyai komponen visual yang meciptakan
gambar di benak pendengar atau theatre of mind.
Kedekatan emosional pendengar dengan
radio yang ia dengar terbentuk karena pendekatan
siaran radio yang akrab dan personal. Akibatnya radio
sangat berperan dalam mengangkat isu-isu yang dekat
dengan pendengarnya. Itulah mengapa konten radio
cenderungp pada isu lokal. Ini untuk membentuk
kedekatan emosional antara pendengar dengan
radionya.
Isu-isu lokal yang terkait dengan
kepentingan masyarakat bisa sangat mengemuka
dalam perbincangan sebuah program radio lokal.
Karena setiap pendengar memiliki merasa peduli
dengan isu itu. Apakah itu terkait dengan masalah
infrastruktur, pelayanan publik hingga masalah
program pembangunan daerah lainnya akan menjadi
topik yang menarik dalam pembahasan talkshow
di radio. Dengan adanya perhatian masyarakat
melalui informasi yang mereka terima melalui radio
ini, tentunya akan mendorong adanya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah itu sendiri
untuk yang lebih baik.
2.2.
Kecenderungan Penggunaan Bahasa Radio
di Daerah
Radio adalah media yang tidak mempunyai
gambar dan tidak memiliki tulisan. Ia hanya
mengandalkan suara atau auditory. Selain musik, maka
perbincangan atau talk show adalah materi utama siaran
radio. Bahasa lisan menjadi alat penyampai pesan dari
stasiun radio kepada pendengarnya. Selain itu karakter
radio yang memiliki kedekatan emosional dengan
pendengar. Ekspresi suara penyiar bisa membuat
pesan lebih mudah dimengerti oleh pendengar, dan
tidak terjadi ambiguitas (Crissel, 1994: 120).
Oleh karena itu radio sangat terkait
penggunaan bahasa. Bagaimana bahasa yang digunakan
oleh penyiar bisa menjadi acuan oleh pendengarnya.
Jika bahasa Jakarta lebih sering diperdengarkan,
maka pendengar akan lebih mengenal bahasa Jakarta
daripada bahasa daerah di mana ia berada.
Masing-masing daerah mempunyai gaya
dalam bahasa daerah mereka. Gaya bahasa atau aturan
cara berbahasa ini bisa terlihat dari percakapan atau
bahasa lisan, bukan dari tulisan. Radio memiliki peran
untuk mesosialisasikan bagaimana pengucapan dari
bahasa.
Bahasa adalah bagian penting dari budaya.
Sebagai alat komunikasi dalam masyarakat ia memiliki
peran penting dalam mempertahankan budaya suatu
masyarakat. Karena bahasa memanfaatkan tandatanda yang ada di lingkungan suatu masyarakat.
Kearifan lokal suatu daerah bisa tercermin dari
bahasa yang digunakan. Oleh karena itu setiap bahasa
daerah memiliki nilai luhur untuk menciptakan
masyarakatnya berkehidupan lebih baik menurut
mereka.
Negara Indonesia yang saat ini memiliki
lebih dari 240 juta jiwa penduduk, mempunyai
ratusan bahasa daerah yang tersebar dari ujung pulau
Sumatara hingga Papua. Dalam Ethnologue: Languages
of the World, tercatat Indonesia memiliki 726 bahasa.
Dari jumlah itu 719 bahasa masih digunakan oleh
penuturnya, dua bahasa menjadi bahasa kedua tanpa
penutur bahasa ibu (mother tongue) dan lima bahasa
232
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
sisanya diklaim punah karena tidak ada lagi penuturnya
(Lewis, 2009: http://www.ethnologue.com/show_
country.asp?name=ID). Jumlah ini diperkirakan terus
berkurang, bahkan sebagian besar dari jumlah bahasa
daerah yang ada di ambang kepunahan. Kementerian
Pendidikan Nasional pada tahun 2011 melalui bidang
Peningkatan dan Pengendalian Bahasa memperkirakan
di akhir abad 21 ini akan hanya ada 10 persen saja
dari bahasa daerah yang ada di negara ini yang
masih bisa bertahan (http://www.voaindonesia.com/
content/jarang-digunakan-ratusan-bahasa-daerah-diindonesia-terancam-punah-130434473/98538.html).
Semakin
berkurangnya
orang
yang
menggunakan bahasa daerah, karena beberapa sebab,
di antaranya kondisi masyarakat yang multietnik
sehingga terjadi kontak antar bahasa sehingga bahasa
yang satu lebih sering digunakan daripada bahasa yang
lain. (Tondo, 2009: 278). Tapi selain itu perkembangan
media massa yang begitu pesat saat ini di masyarakat
juga turut mempengaruhi berkurangnya penutur
bahasa daerah.
Penetrasi media massa yang begitu luar biasa
ke pelosok daerah membuat mereka mengenal bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional. Tapi selain itu
mereka juga mengenal istilah-istilah bahasa yang sering
digunakan oleh warga di Ibukota Jakarta, bahkan
bahasa Jakarta atau lebih dikenal bahasa Betawi.
Seperti yang terjadi di Nusa Tenggara
Timur, yang letaknya sangat jauh dari Jakarta, tapi
sebagian besar stasiun radio yang memiliki segmen
pendengar usia remaja, cenderung menggunakan
istilah bahasa Betawi dalam siarannya. Hal ini banyak
dikeluhkan oleh masyarakat kepada Komisi Penyiaran
Indonesia (http://www.kpi.go.id/component/content/
article/14-dalam-negeri-umum/2849-radio-lokalsebaiknya-gunakan-bahasa-daerah).
Masyarakat
merasa lembaga penyiaran dalam hal ini stasiun radio
yang ada di NTT tidak mendorong pelestarian budaya
NTT. Akibatnya generasi muda di NTT melupakan
bahasa NTT dan lebih menyukai bahasa Betawi.
Kejadian seperti ini juga dialami oleh
beberapa daerah di Indonesia. Stasiun radio yang
bersegmen pendengar usia remaja memperdengarkan
bahasa Jakarta dari pada bahasa daerah di mana radio
itu berada. Hal ini sangat disayangkan mengingat
generasi muda adalah generasi masa depan, yang juga
berperan melestarikan budaya daerahnya.
Penetrasi media massa di daerah memang
selain radio juga media lain seperti televisi, media
cetak dan elektronik. Televisi memiliki khalayak lebih
besar di Indonesia dari pada jenis media lain. Jika
dikaitkan peran untuk melestarikan bahasa daerah,
media radio mempunyai peran lebih efektif. Karena
radio adalah media yang menggunakan bahasa tutur
dalam siarannya, sehingga penggunaan bahasa daerah
yang baik dan benar juga bisa berdampak pada
pendengarnya.
Kondisi masyarakat yang multientik dan
233
diikuti oleh kontak antar etnik dapat menimbulkan
adanya fenomena kebahasaan seperti bilingualisme
bahkan multilingalisme. Kontak bahasa menjadi
prasyarat dari pergeseran bahasa hingga perubahan
bahasa (Brezinger, 2007: 191). Kelompok minoritas
akan mengalami pergeseran bahasa sehingga
bilingualitasnya rapuh sehingga bahasanya berganti
sesuai dengan bahasa kelompok mayoritas. Akibatnya
bahasa lama ditinggalkan yang akhirnya bermuara
pada kepunahan satu bahasa.
Inilah yang menjadi kekhawatiran berbagai
ahli linguistik. Bukan hanya dari sisi bahasa saja tapi
juga dampaknya terhadap budaya yang melekat pada
bahasa tersebut. Karena bahasa merupakan katakata yang disusun oleh simbol yang dibentuk oleh
kebudayaan. Selain itu dalam bahasa juga terlihat
bagaimana cara berpikir (Liliweri, 2002: 152-153).
Salah satu gejala akan punahnya suatu
bahasa menurut Hill (Craig, 1998: 177) bahwa
salah satu gejala awal kematian suatu bahasa adalah
dengan hilangnya register atau gaya bahasa, variasi
bahasa tersebut yang pernah hidup di masyarakat.
Gaya bahasa, variasi bahasa, ini bisa menjadi peran
dari media massa terutama media radio yang bisa
memberikan cara pengucapan, dan tekanan suara.
Adanya dialek dan aksen gaya bahasa daerah
tertentu dalam media massa bisa menjadi kreatiitas
dalam program siaran yang dilakukan oleh pengelola
stasiun radio. Bukan menjadi suatu yang dihindari,
ataupun dilakukan penyeragaman gaya siaran. Justru
adanya gaya bahasa siaran lokal daerah tertentu bisa
menjadi identitas dari satu daerah hingga menjadi daya
tarik (Duran, 2009: 112). Sementara bahasa daerah
masih terpelihara di ruang dengar dari khalayak yang
ada di daerah tersebut.
2.3.
Pendengar Usia Muda
Pada Juni 2011 lalu Penulis sempat melakukan
perjalanan ke kota Tenggarong, Ibukota Kabupaten
Kutai Kartanegara. Penulis sempat mendengarkan
salah satu stasiun radio yakni Radio Swaramaha
93.1 FM. Radio yang memiliki segmen usia remaja
ini banyak mempergunakan istilah bahasa di Jakarta.
Seperti ‘gue, elo, dong, norak’ serta istilah lain yang
biasa terdengar di radio-radio di Jakarta.
Di Tenggarong sendiri memiliki bahasa daerah
sendiri yakni bahasa Melayu Kutai. Pada catatan www.
ethnologue.com, Melayu Kutai ini memiliki penutur
210 ribu orang (Lewis, 2009: http://www.ethnologue.
com/show_language.asp?code=vkt). Kabupaten Kutai
memiliki penduduk sekitar 620 ribu lebih (Koran
Kaltim, 2011). Kurang dari separuh penduduknya,
warga Kutai Kartanegara yang bisa berbahasa Melayu
Kutai. Hal ini memunculkan kekhawatiran, penutur
bahasa Melayu Kutai akan semakin berkurang di masa
depan. Apalagi penduduk usia muda lebih terpapar
oleh media massa seperti radio yang cenderung
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
memperdengarkan siaran berbahasa Jakarta.
Pendengar dengan usia muda yakni antara 1535 tahun adalah segmen yang menjadi target stasiun
radio. Karena usia muda lebih haus akan hiburan dan
terbuka dengan hal baru. Ini yang dimanfaatkan oleh
para pengelola stasiun radio. Dari data statistik BPS
Kabupaten Kutai Kartanegara Penduduk usia muda di
Kabupaten ini lebih besar dari pada penduduk di usia
lain (Tabel 1). Ini bisa jadi salah satu daya tarik bagi
stasiun radio di daerah ini dalam menjadikan segmen
usia muda yakni 15-35 menjadi target pendengar
mereka.
Tabel.1 Penduduk Kutai Kartanegara
berdasarkan umur dan jenis kelamin
Sumber: Data BPS Kabupaten Kutai Kartanegara 2010
Hampir di semua kota di Indonesia memiliki
stasiun radio yang bersegmen pendengar usia muda.
Tapi pendekatan mereka terhadap usia muda ini
hampir sama yakni dengan menggunakan istilah
bahasa yang ada di Jakarta dalam siaran mereka, yang
dianggap dapat menjadi daya tarik pendengar muda.
Di lain pihak pendengar usia muda adalah mereka
yang perlu mengenal lebih banyak tentang bahasa
daerah. Selama di Sekolah mereka menggunakan
bahasa Indonesia dengan guru mereka. Di rumah
mereka ada yang masih menggunakan bahasa daerah
dan bahasa Indonesia.
Padahal bahasa daerah perlu dilestarikan
karena bahasa terkait dengan budaya suatu daerah.
Simbol dan nilai dari suatu budaya. Bahasa merupakan
komponen budaya yang sangat penting yang dapat
mempengaruhi penerimaan, perilaku, perasaan dan
kecenderungan untuk menanggapi dunia sekeliling
(Liliweri, 2002: 151). Para generasi muda perlu untuk
mengenal dengan baik bahasa daerah mereka agar bisa
mengenal budaya mereka sendiri. Apalagi sebagian
besar bahasa daerah di Indonesia tidak terdokumentasi
karena lebih banyak budaya lisan.
2.4.
Industri Radio dan Siaran Jaringan
Gencarnya penetrasi masuknya bahasa Jakarta
ke daerah melalui siaran radio, tidak bisa lepas dari
sistem penyiaran di Indonesia yang membolehkan
adanya sistem berjaringan atau networking. Stasiun
radio di Jakarta memiliki jaringan radio daerah dengan
cara bekerja sama, sehingga siaran dari Jakarta juga
bisa didengar di daerah melalui stasiun radio yang di
daerah jaringannya.
Beberapa grup radio besar di Jakarta seperti
MNCN (Sindo Radio, Global Radio, Radio Dangdut
Indonesia, V Radio), MRA (Hard Rock FM, I-Radio,
TraxFM), dan Mahaka (Gen FM, Jak FM, Prambors,
Female, Delta), memiliki jaringan radio di daerah,
sebagian besar di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan
Sulawesi. Stasiun radio daerah
Siaran radio berjaringan ini menjadi strategi
pemilik grup radio di Jakarta untuk menjangkau
pendengar lebih luas lagi. Beberapa alasan obyektif
terbentuknya stasiun radio berjaringan di antaranya
karena selain untuk ekspansi bisnis ke daerah, juga
karena radio-radio di daerah yang mengalami krisis
keuangan sehingga mudah diakuisisi menjadi jaringan
radio Jakarta (Masduki, 2004: 32).
Salah satu kelebihan siaran radio berjaringan
ini adalah kualitas program siaran di daerah menjadi
lebih baik dan sama dengan radio di Jakarta. Selain
itu iklan yang disiarkan secara berjaringan akan
menjangkau pendengar lebih banyak karena disiarkan
di banyak kota. Stasiun radio di daerah yang menjadi
jaringan turut merasakan keuntungan dari pemasangan
iklan. Apalagi stasiun radio di daerah hanya cukup
memberikan ruang kepada siaran dari Jakarta, dan
tidak perlu persiapan lebih jauh (Morissan, 2008:
112-113)
Dari berbagai keuntungan itu, siaran radio
berjaringan ini juga memiliki kelemahan. Pertama
adalah ketergantungan yang sangat besar dari stasiun
radio daerah terhadap stasiun radio di Jakarta.
Kontrak kerjasama yang telah dilakukan antara radio
pusat di Jakarta dengan radio jaringan di daerah bisa
membatasi kreatiitas siaran radio daerah. Mereka
bisa siaran program lokal dengan ijin radio pusat.
Akibatnya kejeniusan lokal dan kreatiitas lokal dalam
program siaran sulit berkembang (Morissan, 2008:
115-116).
Sebagian besar radio berjaringan ini bersegmen
pendengar usia muda. Seperti I-radio Network
yang berpusat di Jakarta, yang memiliki beberapa
radio jaringan di Bandung, Yogyakarta, Medan dan
Makasar. Dalam program siaran mereka, jaringan
I-radio Makasar mecoba untuk menggunakan bahasa
daerah, meski tidak seluruh siarannya. Ini setidaknya
masih mengurangi dampak penetrasi bahasa Jakarta.
Pada I-radio Makasar, program siarannya masih
menggunakan nama-nama yang diambil dari bahasa
Makasar, seperti I-nakke, I-katte, I-radio” merupakan
sapaan santun dalam bahasa Makassar, yang kalo
diterjemahkan bisa berarti “Saya, Anda adalah I-radio”
. Sementara pada I-radio Medan ada program acara
bernama ‘Komed’ atau singkatan dari ‘Kombur
Medan’. Dalam bahasa Medan ‘Kombur’ adalah
banyak ngomong atau tukang ngomong, atau tukang
gosip. Sesuai nama itu program itu berisi tentang
gosip artis.
Program-program acara yang mengedepankan
budaya lokal meski sudah diupayakan seperti I-radio
di daerah, tapi relay siaran program dari Jakarta
yang mereka siarkan di radio mereka lebih menjual
dan menarik bagi para pendengar usia muda yang
mengedepankan gaya hidup di Jakarta.
234
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
3. Simpulan
Proses pembangunan daerah memerlukan
adanya media yang efektif sehingga informasi dapat
disebarluaskan dengan baik kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Masyarakat di daerah tentu tidak akan
mengaksesnya melalui media baru seperti internet
karena masih terbatasnya jaringan yang ada. Selain
itu televisi masih belum eisien mengkomunikasikan
soal pembangunan daerah karena masyarakat yang
melihat televisi sebagai sarana hiburan. Bahkan
mereka cenderung mengakses televisi pada acara yang
bukan pada isu lokal, karena televisi lebih menyiarkan
konten acara yang menyangkut isu nasional.
Radio bisa menjadi jawaban untuk
menyampaikan soal isu pembangunan daerah pada
masyarakat, karena karakter radio yang memiliki
pendekatan yang akrab dan personal. Isu lokal bisa
menjadi daya tarik untuk membangun kedekatan
pendengar dengan radio. Tapi sayangnya masih ada
beberapa radio daerah yang masih menggunakan
bahasa yang bukan bahasa asli dari di mana radio itu
berada.
Bahasa bagian dari kebudayaan. Apa yang
ada dalam bahasa, yakni simbol berupa kata-kata,
merupakan hasil dari interaksi masyarakat dengan
lingkungannya. Jika bahasa hilang dari masyarakat
maka punah pula kearifan lokal budaya suatu daerah.
Masuknya budaya dari luar, yang diikuti dengan
bahasa selalu menimbulkan kontak bahasa sehingga
terjadinya pergeseran hingga pergantian bahasa,
hingga hilangnya bahasa itu. Dan tentunya generasi
muda di masa mendatang tidak lagi mengenal potensi
lokal daerah mereka karena hilangnya bahasa asli
mereka.
Daftar Pustaka
Brenzinger, Matthias. 1998. “Language Contact
and Language Displacement.” he Handbook
of Sociolinguistics. Coulmas, Florian (ed).
Blackwell Publishing, Oxford.
Craig, Colette Grinevald. 1998. “Language Contact
and Language Degeneration.” he Handbook
of Sociolinguistics. Coulmas, Florian (ed).
Blackwell Publishing, Oxford.
Crisell, Andrew. 1994. Understanding Radio. Second
edition published. Routledge,London
Durant, Alan. Lambrou, Marina. 2009. Language
and Media. Routledge. Newyork.
Koran Kaltim, 2011. Pertumbuhan Penduduk
Kaltim 3,81 Persen. http://www.korankaltim.
co.id/read/news/2011/10576/pertumbuhanpenduduk-kaltim-3-81-persen.html/. Diakses
28-31 Juli 2012
Lewis, M. Paul (ed.), 2009. Ethnologue: Languages of
the World, Sixteenth edition. Dallas, Tex.: SIL
International. Online version: http://www.
235
ethnologue.com/. Diakses 28-31 Juli 2012.
Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi
Antarbudaya. LKis. Yogyakarta.
Masduki, 2004. Menjadi Broadcaster Profesional.
LKis. Yogyakarta
Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran:
Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Kencana.
Jakarta.
McLeish, R. 2005. Radio Production. Focal Press. MA.
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa.
Penerbit Erlangga. Jakarta
Sukoyo, Joko. 2010. Alih Kode Dan Campur Kode
Pada Tuturan Penyiar Acara radio Campursari
Radio Pesona FM. Jurnal Bahasa dan Sastra.
Lingua. Vol 6, No 1. Fakultas Bahasa dan Seni.
Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Tondo, Fanny Henry. 2009. Kepunahan BahasaBahasa Daerah: Faktor Penyebab dan Implikasi
Etnolinguistis. Jurnal Masyarakat dan Budaya.
Volume No. 2. LIPI. Jakarta
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
236
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
Media Massa Cetak Lokal sebagai Public Sphere
Pembangunan Banten yang Bermartabat
Iman Mukhroman 1*)
Abstrak
Tujuan terbentuknya Provinsi Banten bermuara dari keinginan dan aspirasi sebagian besar masyarakat Banten untuk
mengaktualisasikan cita-cita kehidupan masa depan yang lebih baik, dalam suatu Provinsi tersendiri yang mandiri,
tentunya melalui mekanisme yang demokratis dan konstitusional, dengan kata lain mengarah pada pembangunan
masyarakat Banten yang bermartabat, yang konon sebelum menjadi provinsi tersendiri cenderung dianaktirikan oleh
provinsi induknya, Jawa Barat.
Proses Banten menjadi provinsi otonom sampai dengan saat ini tidak lepas dari keberadaan elit lokal dan media
massa, khususnya surat kabar dalam merepresentasikan dinamika aspirasi maupun pendapat masyarakat Banten.
Media massa cetak lokal dengan kompetensi yang dimilikinya bisa menjadi public sphere (ruang publik) bagi
pembangunan masyarakat Banten yang lebih baik dan bermartabat.
Dalam ruang publik (public space/sphere) senantiasa terjadi tarik-menarik kepentingan ekonomi-politik, berupa
perebutan posisi dominan. Di antara kepentingan ekonomi dan politik media, seharusnya surat kabar lokal Banten
mampu menjadi agen perubahan (agent of changes), pada perubahan yang positif, terutama dalam hal pencitraan
masyarakatnya. Hal ini berarti peran dan fungsi sosial dari media massa yang lebih luas adalah sebagai agen
perubahan sosial dalam ruang publik (public sphere) yang dapat mengakumulasi secara proporsional realitas sosial
menjadi berita dan mengolah data menjadi informasi yang kiranya dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat
Banten berkenaan dengan hal ihwal pembangunan daerah yang telah, sedang dan akan berlangsung.
Kata Kunci : Media Massa Cetak, Surat Kabar Lokal, Public Sphere, Pembangunan, Banten, Bermartabat.
1. Pendahuluan
Perjalanan Banten sebagai sebuah provinsi,
dari mulai proses perjuangan pembentukkan sampai
dengan disahkan menjadi provinsi otonom baru
oleh DPR RI pada 04 Oktober tahun 2000 hingga
kini (2012) tentu tidak bisa lepas dari peran media
massa lokal. Utamanya dalam upaya mengekspos dan
mengelola dinamika informasi, aspirasi masyarakat
yang berkembang ketika itu juga saat ini, dan saat
yang akan datang.
Keberadaan media massa lokal pada fase
perjalanan tersebut di atas, mengalami dinamika
pergeseran paradigm komunikasi sebagai ekses
dari terjadinya gerakan reformasi nasional, yang
menyebabkan Soeharto yang telah berkuasa hampir 36
tahun lengser keprabon, yang berarti pula berakhirnya
rezim orde baru, yang sarat dengan pola komunikasi
yang sentralistik, mengedepankan pola komunikasi
top-down yang dominan, yang tidak memberi ruang
yang besar bagi masyarakat yang sesungguhnya untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan, yang
mengindikasikan juga bahwa media massa waktu itu
berperan sebagai hegemoni negara.
Momentum peralihan kekuasaan dari Soeharto
ke BJ. Habibie berubah kemudian menjadi euphoria
reformasi di segala bidang, tak terkecuali media massa.
Peran media massa kemudian diakui kebebasannya
dan perananya sebagai agent of change dalam turut
1
*)
serta menjadi agen perubahan dalam sosio politik
dan kultural masyarakat. Bebas berekspresi dalam
mengangkat realitas sosial dan politik yang berkembang
di Indonesia, tak terkecuali yang berkembang di
wilayah Banten.
Licthenberg dalam Cangara (2009;117)
menyatakan keberadaan media massa telah
menjadi aktor utama dalam bidang politik, karena
kemampuannya untuk membuat seseorang cemerlang
dalam karir politiknya. Inilah yang kiranya menjadikan
media massa sebagai salah satu alat atau instrument
yang paling efektif untuk menyampaikan pesan
atau membentuk opini public sampai membangun
branding image, juga media massa paling efektif
untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Salah satu
media yang secara gamblang dan lebih rinci dalam
pemberitaannya adalah surat kabar. Dalam hal ini,
kontrol sosial oleh media massa begitu ekstensif dan
efektif, sehingga sebagian pengamat menganggap
kekuatan utama media memang di situ (Rivers–
Patterson, 2003:38).
Diberlakukannya otonomi daerah (Otda)
melalui Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan Undang-undang No.25
Tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan antara
Pusat dan Daerah, kemudian diamandemen dalam UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
pada awalnya diyakini akan mampu mendorong
percepatan terwujudnya tata pemerintahan yang
Penulis adalah dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
237
PROSIDING SEMINAR DAN KONFERENSI NASIONAL ILMU KOMUNIKASI
“ Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah ” | Serang, 3 - 4 Oktober 2012
baik, akan tetapi di lapangan banyak temuan
yang menunjukkan bahwa otonomi daerah yang
tidak dimbangi oleh perbaikan tata pemerintahan,
justru merugikan kepentingan publik. Karenanya,
keberadaan media massa cetak lokal dianggap penting
sebagai public sphere bagi penguatan peran dan
kapasitas elit lokal dan lembaga nonpemerintah untuk
menjalankan fungsi kontrol terhadap jalannya sistem
pemerintahan daerah yang berpihak pada kepentingan
rakyat banyak.
2. Pembahasan
2.1. Sekilas tentang Public Sphere (Ruang
Publik)
Konsep ruang public (public sphere), sering
diidentikan dengan Jurgen Habermas, sosiolog
Jerman yang terkenal dengan studi klasik tentang
he Structural Transformation of he Public Sphere.
Beliau mendeinisikan Public Sphere atau ruang Publik
sebagai :
“ an arena, independent of government (even
if in receipt of state funds) and also enjoying
autonomy from partisan economic forces, which
is dedicated to rational debate (i.e. to debate and
discussion which is not ‘interests’, ‘disguised’, or
‘manipulated’) and which is both accessible to
entry and open to inspection by the citizenry. It
is here, in the public sphere, that public opinion
is formed (quoted in Holub, 1991:2-8, dalam
hussu,K, Daya,2000 )”.
Deinisi tersebut menyiratkan bahwa ruang
publik atau public sphere sebagai suatu arena yang
independen dari pemerintah, yang bisa otonom
dari kekuatan ekonomi partisan, yang menekankan
pentingnya kehidupan sosial yang memberikan akses
pada ruang publik terbuka bagi seluruh warga negara.
Satu bagian dari ruang publik terbentuk dalam setiap
perbincangan dalam apa orang-orang pribadi datang
bersama untuk membentuk sebuah publik, kemudian
terjadi diskusi atau debat publik yang rasional, tanpa
ada kepentingan tertentu dan dimanipulasi, sehingga
opini publik yang terbentuk pun bersifat terbuka dan
rasional, dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Karenanya, Habermas juga menggambarkan
pentingnya ruang public (public sphere) hidup, tumbuh
dan berkembang pada masyarakat demokratis.
“It argues that information should circulate
freely, without government intervention to
restrict the low of ideas. Ownership and control
of media outlets should be broad and diversiied,
with many owners instead of a few large ones.
Ideally some media channels would be publicly
accessible for citizens to 
Download