Mengembangkan Paragraf Kelemahan yang dimiliki sebagian besar mahasisawa teknik dalam penulisan karya ilmiah adalah membawa sifat pendekatan ilmu ke dalam tulisan mereka, artinya mahasiswa teknik cenderung menulis secara praktis, singkat, dan to the point. Ini menyebabkan tulisan ilmiah mereka kurang berkembang. Kelemahan lainnya adalah kurangnya memperhatikan aspek pembaca saat mereka menulis. Ini menyebabkan ada banyak hal yang seharusnya dijelaskan namun tidak dilakukan karena berasumsi pembaca sudah mengerti. Asumsi ini bisa membahayakan karena pembaca dibiarkan menginterpretasikan sendiri sebuah atau beberapa tabel yang tidak ada penjelasannya, sebagai contohnya. Untuk menghindari ini, maka bab ini akan menampilkan teknik-teknik untuk mengembangkan paragraf. 12.1 Paragraf Dalam penulisan proposal dan draf skripsi mahasiswa, sering dijumpai sebuah paragraf yang terdiri dari satu kalimat saja. Kecenderungan penulisan sebuah paragraf yang terdiri dari satu kalimat yang panjang dapat ditemukan juga di surat kabar, majalah atau tabloid mahasiswa. Sebaliknya, ada paragraf yang sangat panjang, sehingga paragraf tersebut mengisi dua halaman penuh dari sebuah proposal, draf skripsi, ataupun buku-buku. Bagi penulis pemula, kondisi ini dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti, manakah dari kedua contoh tersebut yang benar? Apakah penulisan paragraf seperti dalam contoh di atas diijinkan dalam penulisan karya ilmiah? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inilah ditampilkan beberapa ketentuan dalalm penulisan sebuah paragraf yang baik dan standard. Paragraf atau yang dikenal juga sebagai alinea bukanlah pembagian teks yang disusun secara asal dan menurut kehendak sang penulis. Menurut Keraf (2004), paragraf merupakan sebuah himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Sedangkan Wharter, seperti yang disitir oleh Krisnawati (2000) mendefinisikan paragraf sebagai kumpulan kalimat yang menyatakan sebuah topik tunggal. Jika ada lebih dari satu topik, maka sebaiknya topik tersebut dipisahkan dan ditulis dalam sebuah paragraf yang baru. Lebih lanjut Wharter menjelaskan bahwa paragraf ditandai dengan penulisan kalimat awal yang menjorok 5 atau beberapa spasi ke dalam. Ketentuan Wharter yang terakhir tentang alinea ini sudah tidak berlaku lagi dalam dunia penulisan karya ilmiah saat ini. Ini disebabkan beragamnya style manuals yang mengatur gaya penulisan. Ada style manuals yang mengatur bahwa paragraf tidak perlu ditandai dengan indent atau 5 spasi menjorok, melainkan dengan dua kali enter. Dalam paragraf, gagasan atau topik tersebut akan menjadi jelas dengan uraianuraian tambahan dari kalimat-kalimat berikutnya, yang maksudnya adalah menjelaskan topik atau gagasan utama tersebut. Dengan demikian, maka sebuah paragraf yang baik dan benar memiliki tiga komponen utama (krisnawati, 2000): 1. gagasan utama Keberadaan gagasan utama dalam sebuah paragraf adalah mutlak. Gagasan utama inilah yang menyatukan kalimat-kalimat yang ada. Namun gagasan utama dapat dinyatakan secara eksplisit atau secara implisit. 2. kalimat topik atau kalimat utama Kalimat utama adalah sebuah kalimat yang mengandung gagasan utama. Dengan kata lain kalimat topik merupakan wujud dari gagasan utama. Gagasan utama sebuah paragraf yang dinyatakan secara eksplisit ini dapat ditemukan dalam bentuk kalimat topik. Keberadaan kalimat utama tidaklah mutlak. Ia boleh ada dan boleh tidak ada. Sebuah paragraf tidak memiliki kalimat topik atau utama jika gagasan utamanya dinyatakan secara implisit oleh keseluruhan kalimat dalam sebuah paragraf. 3. kalimat penjelas Kalimat penjelas merupakan kalimat lainnya selain kalimat utama. Dengan kata lain, kalimat penjelas memuat perincian-perincian serta penjelasan lebih lanjut dari gagasan utama yang tertuang dalam kalimat utama. Setelah melihat perbedaan komponen pembentuk paragraf, maka yang terpenting bagi seorang penulis adalah memperhatikan penempatan kalimat utama, karena ini merupakan suatu faktor yang harus benar-benar diperhatikan. Untuk menyusun sebuah tulisan yang baik, beberapa literatur (Keraf, 2004; Krisnawati, 2000) menekankan bahwa ada empat macam cara menempatkan sebuah kalimat utama atau kalimat topic yaitu: a. Pada awal paragraf Pengertian awal alinea ini dapat merupakan kalimat pertama atau kalimat kedua dari paragraf yang bersangkutan. Dengan menempatkan kalimat utama di awal paragraf, maka gagasan utama akan mendapatkan penekanan yang wajaar. Paragraf seperti ini bersifat deduktif, karena memberikan gagasan utamaa, kemudian memberikan penjelasan-penjelasan yang lebih rinsi dari gagasan utama tersebut. Berikut ini adalah contoh paragraf yang bersifat deduktif: Riset atau penelitian memiliki peranan yang sangat besar dalam budaya masyarakat modern. Ia sudah menjadi bagian dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika kita membaca sebuah ulasan berita ekonomi, sebenarnya kita sedang membaca hasil riset yang dilakukan oleh sang pengulas berita tersebut. Saat kita menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas kita dengan menggunakan komputer, maka kitapun menikmati hasil riset dari berbagai pakar di berbagai bidang ilmu seperti matematika, ilmu komputer, logika, psykologi, desain antarmuka, linguistik, dll. Juga disaat mengakses Internet, maka kita terhubung dengan ribuan bahkan jutaan hasil riset yang siap dibaca, atau hasil riset yang bisa langsung dinikmati, seperti teknologi Wiki, teknologi mesin pencari, dll. Aktifitas keseharian yang sangat sederhanapun tidak bisa dilepaskan dari hasil riset. Sebagai contoh mencuci rambut dengan shampo. Shampo yang bagus dan tidak mengakibatkan rambut rontok adalah hasil dari riset yang panjang dan berkesinambungan. Atau dalam bahasa inggris: Often there has been a need to protect information from ‘prying eyes’. In the electronic age, information that could otherwise benefits or educaate a group or individual can also be used against such groups or individuals. Industrial espionage among highly competitive business often requires security measures be put into place. And those who wish to exercise their personal freedom, outside of the oppressive nature of governments, may also wish to encrypt certain information to avoid suffering the penalties of going against the wishes of those who attempt to control (krisnawati, 2000, 44-5) b. Pada akhir paragraf Kalimat topik dapat ditempatkan di akhir paragraf, yakni di kalimat terakhir. Peletakan kalimat topik di akhir paragraf menjadi sebuah tantangan bagi penulis pemula, karena ini lebih sulit. Ia harus berawal dengan penjelasan-penjelasan, kemudian mengakhiri penjelasan tersebut dengan kesimpulan yang menyatakan gagasan utama. Paragraf seperti ini bersifat induktif. Contoh: Some of the more fun secret writings are concealment messages like ink made out of potato juice, lemon juice, and other types of juices and sugars! Deciphering and decoding messages take a lot of time and can be very frustrating. But with experience, strategies, and most of all, luck, you will be able to crack of codes and ciphers (krisnawati, 2000, 42) c. Di awal dan di akhir paragraph Menurut Keraf (2004), kalimat utama dapat pula ditempatkan di awal dan sekaligus di akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir sering merupakan suatu perulangan atau penekanan dari gagasan yang diungkapkan dalam kalimat pertama. Contoh: Sifat kodrati bahasa yang lain yang perlu dicatat di sini ialah bahwasannya tiap bahasa mempunyai sistem ungkapan yang khusus dan sistem makna yang khusus pula, masing-masing lepas terpisah dan tidak tergantung dari pada yang lain. Sistem ungkapan tiap bahasa dan sistem makna tiap bahasa dibatasi oleh kerangka alam pikiran bangsa yang memakai bahasa itu, kerangka alam pikiran yang saya sebut diatas. Oleh karena itu janganlalhkecewa apabila bahasa indonesia tidak membedakan jamak dan tunggal, tidak mengenal kata dalam sistem kata-kerjanya, gugus fonem juga tertentu polanya. Bahasa Inggris tidak memiliki ”unggah-ungguh”. Bahasa Zulu tidak memiliki kata yang berarti ”lembu”, tetapi ada kata yang berarti ”lembu putih”, ”lembu merah”, dsb.Secara teknis, para linguis menggatakakn bahwa tiap bahasa mempunyai sistem fonologi, sistem gramatikal serta pola semantik yang khusus (Keraf, 2004, 82). d. Tidak ada kalimat utama Kemungkinan terakhir adalah dengan tidak menghadirkan kalimat utama, melainkan menyebar gagasan utama di setiap kalimat. Bentuk paragraf tanpa kalimat utama ini biasanya dijumpai dalam tulisan yang bersifat deskriptif atau naratif. Contoh: Sebagai bahan eksperimen, penulis menggunakan sepuluh buah file teks, yang dicetak dengan menggunakan tiga font berbeda, yaitu Times New Roman, Arial dan Courier New. Ukuran ketiga font adalah 12 point. Times New Roman mewakili font Serif proporsional, Arial mewakili font Sans-serif proporsional, dan Courier New mewakili font Serif non-proporsional. Hasil cetakan kemudian dipindai dengan resolusi 200dpi dan kedalaman warna 24-bit, menghasilkan sepuluh file citra bitmap seperti tercantum pada Tabel 4.1, untuk masing-masing font. Total file yang diujikan adalah 30 file bitmap (Mahastama, 2007:50-1). 12.1.1. Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf Seperti halnya dengan kalimat yang harus memiliki unsur subjek dan predikat, demikian juga dengan pembentukan paragraf. Untuk menyusun sebuah paragraf yang baik dan efektif, penulis perlu memperhatikan kelengkapan unsur paragraf serta memenuhi beberapa persyarakatan dibawah ini: 1. Kesatuan sebuah paragraf yang baik dan efektif terdiri dari beberapa kalimat. Kesatuan disini merujuk pada kondisi dimana beberapa kalimat dalam paragraf tadi bersama-sama menyatakan suatu hal, yakni gagasan utama. Kesatuan disini tidak boleh diartikan bahwa semua kalimat dalam paragraf tersebut memuat hal yang sama. Setiap kalimat diijinkan untuk memuat beberapa hal namun semua itu digunakan untuk menjelaskan gagasan utama. Untuk memahami kesatuan yang dimaksud, simaklah contoh paragraf dibawah ini: ”Tapi sedihnya [sic!], apabila masyarakat dari suatu negara yang belum mempunyai bahasa kesatuannya, maka sudah pasti hal yang demikian, pasti tidak terdapat pada masyarakat terebut. Maka yang lebih sedih lagi, nasib rakyat yang jauh dari kota, di mana kebutuhan daripada mereka tidak dapat diperhatikan dengan seksama. Mereka seperti terisolir, yang mana mereka tidak lelluasa memperkenalkan keadaan daripada tempat serta aspek-aspek kehidupan mereka. Dalam hal ini yang menjadi pionir terhadap daereah itu, sudah pasti dari kaum cerdik pandai. Karena mereka ingin mengetahui serta mempelajari dan di samping membantu mereka” (keraf, 2004, 76-7). Jika kalian membaca paragraf diatas, maka kalian akan menjumpai bahwa setidaknya ada tiga gagasan utama yang berbeda yang disatukan. Ketiga gagasan tersebut menyebabkan hilangnya unsur kesatuan dalam paragraf. Bandingkan dengan conothcontoh di halaman sebelumnya, maka kalian akan mendapatai bahwa paragraf dalam contoh di halaman sebelumnya memiliki kesatuan. Ketiga gagasan utama diatas dapat dirinci sebagai berikut: a. kondisi negara yang memiliki bahasa kesatuan b. nasib rakyat yang jauh dari kota c. pionir dibutuhkan untuk mempelajari kondisi rakyat yang hidup jauh dari kota 2. Koherensi Koherensi merujuk pada kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk paragraf tersebut. Ada banyak paragraf yang menyatakan kesatuan dengan memiliki satu gagasan utama, namun setiap kalimat yang ada tidak disusun secara kompak, sehingga terkesan sangat kaku. Sebagai contohnya, simaklah paragraf dibawah ini: Sistem yang akan dibangun dibagi menjadi tiga proses utama, yakni prapemrosesan, pemrosesan dan evaluasi. Pertama-tama dilakukan normalisasi, yakni menghilangkan semua tanda baca dan mengubah semua huruf menjadi huruf kecil. Setelah normalisasi dilakukan stemming dengan menggunakan algoritma Boby-Nazief. Sesudah stemming dilakukan pembuatan leksikon. Lalu dari leksikon ini diambil kata-kata yang sangat sering muncul dan dimaksukkan ke dalam daftar stopword. Kemudian hasil dari leksikon ini digunakan untuk mengecek kata kunci dalam query. Setelah hasil query yang dicocokan dengan leksikon, maka akan dilakukan perhitungan dengan rumus persamaan koefisiennya. Dalam contoh diatas, kesatuan antar kalimat menjadi terganggu karena penggunaan kata transisi yang terlalu sering, sehingga kekompakan dan perpindahan gagasan antar kalimat menjadi kaku dan kurang efektif. Dalam hal ini koherensi tidak hanya mengacu pada kekompakan hubungan antar kalimat, tetapi juga perpindahan dari kalimat satu ke kalimat lainnya. Untuk mendapatkan suatu koherensi yang baik, dibawah ini ada beberapa tips singkat yang dapat membantu kalian untuk menciptakan paragraf dan tulisan yang koheren: 1. janganlah terlalu sering melakukan repetisi kata-kata yang tidak perlu. Repetisi kata yang dianggap penting yang mendukung gagasan utama perlu dilakukan untuk mendapaatkan koherensi,namun harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan cara yang bervariasi. 2. Gunakan kata ganti untuk menyebut sebuah nama entitas baik benda maupun manusia. Ini dilakukan untuk menghidnari repetisi yang tidak perlu. Kata ganti disini janganlah dipamahami sebagai kata ganti orang seperti saya, kami, ataupun kita. 3. Gunakan kata transisi dengan tepat. Kata transisi merupakan sebuah kata yang menjadi jembatan antara sebuah kalimat dengan kalimat lainnya dan yang berfungsi untuk melakukan perpindahan atau mentrasfer gagasan satu ke gagasan lainnya. Contoh kata transisi adalah: kemudian, lalu, dengna demikian, sesudah itu. Perpindahan gagasan dari satu kalimat ke kalimat lainnya tidak harus selalu menggunakan kaata transisi. Sebagai contoh, simaklah paragraf dibawah ini yangmerupakan perbaikan dari contoh sebelumnya: Proses pembangunan sistem dibedakan menjadi tiga proses utama, yakni pra-pemrosesan, pemrosesan dan evaluasi. Dalam pra-pemrosesan akan dilakukan normalisasi, yakni menghilangkan semua tanda baca dan mengubah semua karakter menjadi huruf kecil. Hasil normalisasi ditampung dalam sebuah berkas baru untuk memudahkan tahap berikutnya yang disebut sebagai pemrosesan utama. Stemming yang didasarkan pada algoritmanya Boby-Nazief diterapkan pada isi berkas tampung yang telah dinormalisasi tadi. Apapun yang dihasilkan oleh proses stemming tersebut ditampung kembali dalam sebuah dokumen tampung kedua. Hasil tampung ini dapatlah dikatakan sebagai sebuah leksikon yang mentah. Untuk mendapatkan sebuah leksikon yang baik, maka perlu dilakukan perhitungan frekuensi kemunculan kata, dan kata yang frekuensinya sangat tinggi akan dihapus, karena kata tersebut dianggap sebagai stopwords. Kemudian hasil leksikon tanpa stopwords ini digunakan untuk pengecekan query. Proses selanjutnya adalah perhitungan kesamaan antara query dengan kata-kata dalam dokumen berdasarkan persamaan koefisien (coefficient similarity).