BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai dengan Undang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, keuangan daerah
harus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung
jawab serta taat pada peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan. Oleh sebab itu sebelum menentukan arah kebijakan
umum pendapatan dan belanja daerah anggaran lima tahun yang akan datang,
maka perkembangan struktur pendapatan dan belanja daerah akan disampaikan
pada bagian di bawah ini.
2.1
Keuangan Daerah
Keuangan
daerah
merupakan
tolak
ukur
meningkatnya
kegiatan
pembangunan suatu daerah. Menurut Syahril Sabirin (2000), untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), caranya adalah memfokuskan diri membangun
struktur keuangan pemerintahnya. Pemerintah daerah harus bekerja sama dengan
pemerintah pusat untuk membangun struktur ini, termasuk menciptakan iklim
usaha yang kondusif melalui penyederhanaan birokrasi, pemberian insentif bagi
dunia usaha dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah yang
7
baik. Masalah keuangan daerah selalu mendapatkan yang penting dalam setiap
kebijaksanaan pemerintah daerah. Akan tetapi, undang-undang tentang keuangan
daerah ini tidak ada bedanya dengan undang-undang yang sebelumnya, yang
menyangkut sumber keuangan bagi daerah, untuk dapat menyelenggarakan urusan
rumah tangganya, daerah harus mempunyai sumber keuangan sendiri sehingga
tidak selalu tergantung pada sumber-sumber keuangan ini. Pasal 69 ayat (2)
undang-undang No 18 Tahun 1965 menetapkan sumber-sumber keuangan daerah
sebagai berikut:

Hasil perusahaan daerah dan sebagai hasil perusahaan negara

Pajak-pajak daerah dan realisasi daerah

Bagian dari hasil pajak pemerintah pusat

Pajak negara yang diserahkan pada daerah
Sumber keuangan daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan
diperoleh dari sumber pembiayaan sektor pemerintah yang berasal dari
pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Bantuan Luar Negeri (BLN) sektoral dan proyek inpres.
Menurut Tjokroamidjojo (1996;47), pengertian penerimaan dan keuangan
daerah dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Dari pendapatan dan melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan kepada daerah
atau bukan menjadi kewenangan perpajakan pemerintah pusat dan masih ada
potensinya di daerah.
2. Penerimaan dari jasa-jasa pelayanan daerah, seperti retribusi, tarif perijinan
tertentu dan lain-lain.
8
3. Pendapatan daerah yang diperoleh dari keuntungan perusahaan-perusahaan
daerah, yaitu perusahaan-perusahaan yang mendapatkan modal sebagian atau
seluruhnya dari kekayaan daerah (merupakan bagian dari kekayaan daerah).
4. Penerimaan daerah dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Dengan ini dimaksudkan sebagian dari penerimaan
tertentu dari pajak-pajak yang dipungut pemerintah pusat kemudian diserahkan
kepada daerah. Tentang hal ini masing-masing daerah berbeda presentase
penerimaannya, karena kriteria kondisi daerah berbeda.
5. Pendapatan daerah karena pemberian subsidi, secara langsung atau yang
penggunaannya ditentukan untuk daerah tersebut. Misalnya instruksi-instruksi
presiden.
6. Seringkali terdapat pula pemberian bantuan dari pemerintah pusat yang bersifat
khusus dari keadaan-keadaan tertentu. Hal ini disebut ganjaran.
7. Penerimaan-penerimaan daerah yang didapat dari pinjaman-pinjaman yang
dilakukan oleh pemerintah daerah.
Selanjutnya menurut Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999, sumber
penerimaan daerah dapat berasal dari berbagai macam penerimaan, namun
demikian secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam empat bagian, yaitu
(1). Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu
(2). Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari :
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
c. Bagian laba usaha daerah
9
d. Penerimaan lain-lain
(3). Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah pusat dan atau instansi
yang lebih tinggi
(4). Pinjaman pemerintah derah. Pinjaman dapat berasal dari pinjaman dalam
negeri dan pinjaman luar negeri
Dari keempat sumber penerimaan tersebut, penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi
daerah karena pendapatan ini seluruhnya digali dan berasal dari daerah sendiri,
oleh karena itu daerah mempunyai kewenangan penuh untuk memanfaatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Daerah
yang berhasil meningkatkan PAD-nya secara nyata berarti daerah tersebut telah
dapat memanfaatkan semua potensi yang ada di daerah secara optimal.
2.2.
Pendapatan Asli Daerah
Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Peraturan Daerah (PERDA)
Jawa Barat adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah
untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam
membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan yang terdiri dari:
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengolahan
Kekayaan yang dipisahkan
10
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Dalam sistem pemerintahan yang sentralistis fiskal seperti dalam UndangUndang No. 33 Tahun 2004, Undang-Undang Tahun 1997 tersebut menjadi tidak
relevan lagi karena salah satu syarat terselenggaranya desentralisasi fiscal adalah
wewenang pemerintah daerah yang cukup longgar dalam memungut pajak local.
Pemerintah daerah tingkat II hanya memiliki 6 sumber pendapatan asli daerahnya
dimana sebagian besar dari pengalaman di masa lalu sudah terbukti hanya
memiliki peranan yang relative kecil bagi kemandirian daerah. Upaya yang
dilakukan dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) :
1. Peningkatan Pajak dan retribusi daerah:
-
Identifikasi potensi daerah
-
Analisis kelayakan potensi
-
Terapkan four canons of taxation
2. Menarik Investasi:
-
Menyederhanakan perijinan
-
Memberikan insentif pajak
-
Melengkapi sarana dan prasarana
-
Susun sistem informasi potensi daerah
-
Road shows
Kendala yang akan akan timbul dalam upaya peningkatan pendapatan asli
daerah (PAD) diantaranya:
1. Kesenjangan antar daerah
11
Banyak propinsi yang bangkrut karena rata-rata 82% dari APBDnya
berasal dari Pemerintah Pusat. Dan diantaranya propinsi tersebut
adalah Sumatra Utara, jambi, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. (Hasil
Bappenas Bidang Analisa Perluasan Otonomi Daerah)
2. Kualitas pimpinan politik
Anngota DPRD Tingkat I dan II yang masih rendah dalam
kemampuannya membuat peraturan dan pengawasan pemerintah,
sehingga kalah performan dengan eksekutif daerah.
Untuk menjawab tantangan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
tersebut dengan melakukan beberapa melakukan beberapa upaya, diantaranya
yaitu dengan mengoptimalisasikan sumber daya lokal melalui:
1. Peningkatan kapasitas institusi local
2. Peningkatan mutu sumber daya manusia
3. Pengembangan kepemimpinan lokal
2.2.1
Pajak Daerah
Pajak menurut Rochmat Sumitro (1997) adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang yang pelaksanaanya dapat dipaksakan dengan
tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Mardiasmo (2000: 1) dari definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Iuran dari rakyat kepada negara
12
Yang berhak memungut pajak adalah negara, iuran tersebut berupa
uang (bukan barang)
2. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang
yang berlaku beserta peraturan pelaksanaannya
3. Tanpa jasa tombal balik dari negara yang secara langsung tidak dapat
ditunjukan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya
jasa timbal balik kepada individu oleh pemerintah
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yaitu pengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat luas
Pajak daerah menurut undang-undang No. 18 Tahun 1997, tentang pajak
daerah dan retribusi daerah pada pasal 1 ayat 6 adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah
dan pembangunan daerah.
Daerah dapat memungut pajak daerah dengan syarat bersifat pajak bukan
retribusi, obyek pajak ada didaerah bersangkutan tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, bukan merupakan pajak propinsi, tidak mengganggu
perekonomian, potensi memadai, adil, horizontal dan vertikal, menjaga kelestarian
lingkungan. Secara umum yang dimaksud dengan pajak adalah kewajiban
membayar berupa uang kepada bendaharawan umum negara atau daerah yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan yang
13
timbal baliknya dari negara atau daerah atas setiap pembayaraan tidak dapat
ditunjukan secara langsung dan digunakan untuk membiayai pembangunan.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
pungutan pajak daerah oleh pemerintah daerah kepada masyarakat pada dasarnya
bertujuan
untuk
membiayai
penyelenggaraan
tugas-tugas
pemerintah,
pembangunan dan pembinaan masyarakat secara berdaya guna dan berhasil guna
dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Beberapa definisi tentang pajak daerah adalah merupakan sumber
keuangan pokok bagi daerah di samping retribusi daerah. Pajak adalah iuran wajib
berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma
hokum, guna menutup biaya produksi barang-barang, jasa kolektif dalam
mencapai kesenjangan umum.
2.2.1.1 Pajak Daerah di Indonesia
Pada dasarnya penyelenggaraan otonomi daerah ditunjukan guna
mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang bersangkutan. Salah satu
wujud dari rasa anggung jawab masyarakat adalah sikap mendukung terhadap
penyelenggaraan pemerintah daerah yang antara lain ditunjukan melalui
partisipasi aktif dalam membayar pajak daerah atau berusaha menjadi seorang
wajib pajak yang baik.
Dalam
ketatanegaraan
di
Indonesia
baerdasarkan
kewenangannya
pemungutan dapat di golongkan menjadi 2 golongan pajak yaitu pajak negara
yang wewenang pemungutannya berada di tangan pemerintah pusat dan pajak
14
daerah yang wewenang pemugutannya berada di tangan pemerintah daerah
propinsi atau kabupaten.
Pajak negara dikelola dan ditetapkan oleh pemerintah pusat, sedangkan
pajak daerah ditetapkan dengan peraturan dari pemerintah pusat dan
penggunaanya serta pengelolaannya di sertakan kepada daerah berdasarkan
kepentingan pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik ( pasal 2
undang-undang pajak daerah). Sesuai dengan pembagian administrasi daerah,
maka pajak daerah dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Pajak daerah tingkat I
2. Pajak daerah tingkat II
2.2.1.2 Retribusi Daerah
Retribusi merupakan yang dilakukan oleh pemerintah dan bisa langsung
di rasakan oleh masyarakat baik pemberian suatu jasa tertentu kepada masyarakat.
Retribusi daerah mempunyai pengertian jenis pungutan yang dikenakan pada
masyarakat berkenan dengan pemberian suatu jenis jasa tertentu. Retribusi daerah
sesuai dengan undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaraan atas jasa atau
pemberian ijin tertenu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Tetapi prakteknya di Indonesia
tidak semua pungutan retribusi di ikuti dengan pemberian jasa yang nyata dari
pemerintah daerah, sering kali retribusi sebagai pungutan untuk dapat memasuki
suatu area tertentu tanpa mendapatkan jaminan untuk mendapatkan pelayanan
15
tertentu. Wajib distribusi adalah orang pribadi atau badan menurut peraturan
perundang-undangan retribusi di wajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi
termasuk pungutan atau potongan retribusi tertentu. Retribusi terbagi dalam 3
jenis yaitu:
1. Retribusi jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan atau pemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi aau badan. Retribusi jasa
umum diantaranya :
a. Retribusi pelayanan kesehatan
b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
c. Retribusi pelayanan penggantian biaya cetak kartu tanda
penduduk dan akte catatan sipil
d. Retribusi pelayanan pemekaman dan pengbuan mayat
e. Retribusi pelayanan parker di tepi jalan umum
f. Retribusi pelayanan pasar
g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
h. Retribusi pemeriksaaan alat pemadam kebakaran
i. Retribusi pengganian biaya cetak peta
j. Retribusi pengujian kapal perikanan
2. Retribusi jasa usaha adalah jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta, retribusi jasa usaha diantaranya :
a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
16
b. Retribusi pasar glosir dan atau pertokoan
c. Retribusi tempat pelelangan
d. Retribusi terminal
e. Retribusi tempat khusus parker
f. Retribusi tempat penginapan / pasanggrahan/ vila
g. Retribusi penyedotan kakus
h. Retribusi rumah potong hewan
i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
j. Retribusi tempat rekreasi dan tempat olah raga
k. Retribusi penyebrangan diatas air
l. Retribusi pengelolaan limbah cair
m. Retribusi penjualan produksi perusahaan daerah
3. Retribusi perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksud untuk pembinaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut Rocmat Sumitro, retribusi secara umum adalah pembayaranpembayaran kepada Negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasajasa Negara. Sedangkan menurut S. Munawir retribusi daerah adalah iuran kepada
pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk.
17
Paksaan ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik
dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran.
2.2.1.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah
Sumber pendapatan daerah yang lainnya adalah dengan mengandalkan
dari hasil perusahaan daerah itu sendiri yang sebagian keuntungan dari perusahaan
daerah disetorkan kepada pemda dengan asuransi perusahaan daerah tersebut
menghasilkan keuntungan.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini sebagai salah satu faktor
pendapatan daerah yang merupakan keuntungan daeri perusahaan daerah dan
dikelola oleh pemerintah daerah sebagai perusahaan daerah sendiri. BUMD
merupakan alat untuk pengambilalihan atau persaingan dengan kelompok usaha
asing atau kelompok usaha yang minoritas yang kuat. Jenis usaha yang biasa
dikelola pemerintah daerah antara lain :
1. Keterlibatan pemerintah daerah dalam industry berat, biasanya
terjadi melalui badan usaha yang dikendalikan secara nasional.
2. Pemerintah daerah juga mengelola dan membina sumber daya
seperti perkebunan.
3. Pelayanan jasa seperti kebutuhan masyarakat akan air, listri,
gas, telpon, angkutan umum dan lain-lain.
Badan Uasah Milik Daerah (BUMD) adalah suatu badan yang dibentuk
oleh daerah untuk mengembangkan perekonomian daerah dan untuk menambah
penghasilan daerah. BUMD pada dasarnya merupakan media yang dapat
digunakan pemerintah daerah untuk menjalankan sebagian fungsinya dalam
18
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum maupun dapat juga digunakan
sebagai media dalam meningkatkan sumber pendapatan daerah. Kinerja BUMD
ini agar lebih bisa terasa oleh masyarakat maka kinerja dari BUMD ini perlu lebih
ditingkatkan lagi sehingga masyarakat yang berperan sebagai konsumen merasa
puas akan pelayanan yang pemerintah daerah berikan sehingga akan memberikan
pelancar bagi jalannya perekonomian daerah.
2.2.1.4 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah penerimaan yang tidak
termasuk kedalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan bagian laba usaha
daerah. Penerimaan daerah dalam kategori ini antara lain : Penjualan asset daerah,
jasa giro, pinjaman, hibah, dan lain-lain.
2.3
Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)
Perubahan Undang-Undang No 18 tahun 2007 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah (PDRD) yang sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyar Republik
Indonesia (DPRRI), membawa angin segar bagi daerah. UU itu membuka kran
daerah untuk mendapatkan pemasukan kepada Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda). Intinya jika UU tersebut berjalan, daerah akan mendapatkan
kewenangan lebih dalam hal pengaturan pajak dan retribusi. Sebab selama ini
daerah lebih banyak dirugikan, pajak yang harusnya menjadi kewenangan daerah
malah menjadi kewenangan pusat (Suprapto, 2009)
Menurut, Said (2009), revisi UU PDRD menjelaskan secara rinci
kewenangan antar kabupaten atau kota, provinsi dan pusat. Sehingga tidak ada
19
lagi tumpang tindih kewenangan. Tumpang tindih soal retribusi dan pajak itu
masing sering terjadi. Misalkan, pajak air permukaan dan pajak air bawah tanah.
Tetapi, katika UU baru itu disahkan, Pemprov hanya akan memungut pajak air
permukaan saja, sedangkan pajak air bawah tanah sepenuhnya menjadi hak
pemerintah kabupaten atau kota.
Tabel 2.1
Contoh Pajak Pusat dan Pajak Daerah
No
Pajak Pusat*
Pajak Daerah*
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)
Bea Materai
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Pajak Hotel dan Restoran
Pajak Hiburan dan tontonan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB)
Pajak pusat adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (dalam hal
ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak) guna membiayai rumah tangga
pemerintahan pusat dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Besaran pajak pusat ditetapkan melalui undang-undang dan
PP/Perpu. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
(dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang
digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk
pajak daerah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).
20
2.4
Produk Domestik Regional Bruto
Adapun pengertian PDRB adalah nilai total atas segenap output akhir yang
dihasilkan oleh suatu perekonomian di tingkat daerah (baik itu yang dilakukan
oleh penduduk daerah maupun dari daerah lain yang bermukim di daerah
tersebut). (M.P. Todaro,2000 : 52).
Menurut Sadono Sukirno (1996), PDRB adalah nilai barang dan jasa
dalam suatu daerah yang diproduksi oleh factor-faktor produksi milik masyarakat
tersebut dalam waktu satu tahun. Hasil bersih dari semua kegiatan produksi yang
dilakukan oleh semua produsen dalam suatu daerah dari berbagai sector disebut
PDRB (Suparmoko, 1991).
Secara makro, gambaran perkembangan ekonomi dapat dilihat dari
besarnya PDRB yang merupakan tolak ukur yang biasa digunakan untuk
menentukan perkembangan ekonomi suau wilayah. Dalam penentuan tersebut
dilakukan melalui perhitungan-perhitungan yaitu :
1. PDRB atas dasar harga berlaku yang menggambarkan kemampuan
sumber daya ekonomi yang dihasilkan suatu wilayah.
2. PDRB atas dasar harga konstan (riil) menggambarkan laju
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral setiap
tahun, dan pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan
harga inflasi/deflasi.
PDRB dapat dijelaskan dalam 3 pengertian yaitu :
21
1. Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai produk
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi
dalam suatu wilayah pada jangka waktu tertentu, biasanya setahun.
2. Menurut pendekatan pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang
diterima oleh fakor-faktor produksi yang ikut langsung didalam proses
produksi disuatu wilayah pada jangka waktu tertentu (umumnya satu
tahun). Balas jasa faktor produksi itu adalah terdiri dari upah gaji, sewa
tanah, bunga modal dan keuntungan usaha. Dalam pengertian, PDRB
termasuk pola penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak
langsung neto. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto
seluruh sector atau seluruh lapangan usaha.
3. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah jumlah semua
pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang
tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
PDRB, perubahan stok dan ekspor netto di suatu wilayah pada suatu
kurun waktu tertentu.ekspor netto disini pengertiannya adalah nilai
ekspor dikurangi dengan nilai impor dari daerah tertentu dalam kurun
waktu tertentu pula.
Pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan PDRB yang
tinggi seperti yang telah ditempuh dalam beberapa dasawarsa yang lalu, telah
memperlihatkan keberhasilan secara memuaskan diberbagai bidang dan sektor
pembangunan, yang diukur dalam tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang
memperlihatkan secara terus-menerus. Demikian pula pendapatan perkapita,
22
kesempatan kerja, ekspor (baik volume maupun penerimaan devisa), struktur
perekonomian menjadi kokoh yang ditunjuk dengan menurunnya peranan sektor
pertanian dan meningkatnya peranan sector perindustrian dalam PDB). Ternyata
pertumbuhan yang tinggi itu telah mengakibatkan bertambah lebarnya
kesenjangan atau ketimpangan antar golongan masyarakat (yang kaya dan yang
miskin) dan kesenjangan atau ketimpangan antar daerah (yang maju dan
tertinggal). (R.Adisasmita :2005 :10).
2.5
Peran Pengeluaran Pemerintah Untuk Pendidikan dan Kesehatan
Pengeluaran pemerintah menurut PP nomor 105 tahun 2000 adalah semua
pengeluaran kas daerah yang menjadi beban daerah dalam satu periode anggaran
Kepmendagri No.29 tahun 2002 mengelompokan belanja pemerintah daerah
dalam APBD berdasarkan kelompok belanja sebagai berikut :
1. Belanja Administrasi Umum
2. Belanja Operasi, Pemeliharaan Sarana, Prasarana Publik
3. Belanja Modal
4. Belanja Pembangunan
Belanja Administrasi dan Umum merupakan pengeluaran kas daerah yang
tidak secara langsung berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik.
Belanja
Administrasi
umum
ini
dapat
dibedakan
menjadi
belanja
pegawai/personalia, belanja barang, belanja perjalanan dinas, dan belanja
pemeliharaan.
a. Belanja Pegawai/Personalia
23
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Perjalanan Dinas
d. Belanja Pemeliharaan
Belanja Operasi dan Pemeliharaan, kelompok belanja ini merupakan
semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau
pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis belanja:
1. Belanja Pegawai/Personalia.
2. Belanja Barang dan Jasa.
3. Belanja Perjalanan Dinas.
4. Belanja Pemeliharaan.
Jenis belanja antara Belanja Operasi dan Pemeliharaan dengan Belanja
Administrasi Umum memang sama, tapi yang berbeda adalah pada Objek
Belanjanya.
Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya
melebihi satu anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan
pada kelompok belanja Belanja Administrasi Umum. Kelompok belanja ini
mencakup Jenis Belanja baik Untuk Bagian Belanja Aparatur Daerah maupun
Pelayanan Publik.
Belanja Pembangunan disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat
sesuai dengan tuntutan dan dinamika yang berkembang untuk meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Dalam pembangunan
daerah, masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaannya, sehingga
24
kebutuhan mereka dapat dijabarkan dalam kebijakan-kebijakan yang akan
ditetapkan berdasarkan prioritas dan kemampuan daerah. (Halim, 2002)
Kelompok belanja tersebut di atas merupakan belanja yang manfaatnya
dapat diperoleh lebih dari satu tahun dan dilakukan untuk menambah aset atau
kekayaan daerah, yang mana dari aset atau kekayaan tersebut akan menimbulkan
belanja lainnya.
Selain jenis-jenis belanja di atas, terdapat pula belanja bagi hasil dan
bantuan keuangan, serta belanja tidak tersangka. Belanja bagi hasil dan bantuan
keuangan merupakan suatu kegiatan pengalihan uang atau barang dari Pemerintah
daerah. Sedangkan belanja tidak tersangka adalah belanja yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah untuk penanganan bencana alam, bencana sosial atau
pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan daerah. Pengeluaran lainnya yang dimaksud di atas
dijelaskan pada Kepmendagri no.29 tahun 2002 pasal 7 ayat 2 yaitu :
a. Pengeluaran yang sangat dibutuhkan untuk penyediaan sarana dan
prasarana
yang
berhubungan
langsung
dengan
pelayanan
masyarakat, yang anggarannya tidak tersedia dalam Tahun
Anggaran yang bersangkutan.
b. Pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam Tahun
Anggaran yang telah ditutup dengan didukung bukti-bukti yang
sah.
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
25
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Pengeluaran pemerintah daerah secara garis besar terdiri dari pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pemerintah rutin adalah
pengeluaran yang diunjukan untuk membiayai operasional penyelenggaraan roda
pemerintahan yang akhirnya bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan sebaikbaiknya
kepada
masyarakat.
Pengeluaran
rutin
pemerintah
merupakan
pengeluaran rutin yang bersifat konsumtif dan berulang-ulang guna mengamankan
dan memperlancar tugas aparatur negara atau pemerintah secara efisien dan
efektif. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan anggaran rutin adalah anggaran
yang dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya terus-menerus (M.Suparmoko,
2000:53).
Pengeluaran pembangunan merupakan kegiatan pemerintah untuk dapat
mempertahankan keberlangsungan pembangunan yang dicapai. Jadi, anggaran
belanja pembangunan adalah kegiatan yang sifatnya tidak terus-menerus dan ada
akhirnya. Pengeluaran pembangunan digunakan dalam pembiayaan dalam bentuk
rupiah yang ditunjukan untuk pembiayaan departemen atau lembaga, bantuan
pembangunan dan lain-lain.
Menurut Todaro (2004), pembangunan merupakan suatu proses yang
melibatkan proses sosial, ekonomi kelembagaan uasaha memperoleh kehidupan
yang lebih baik. Secara teoritis kenaikan pengeluaran pembangunan untuk bidang
pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan
pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk
26
meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga dapat meningkat kehidupan
perekonomian. Semakin besar pengeluaran pembangunan daerah maka dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2.6
Peran PDRB Terhadap PAD
PDRB merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah yang timbul akibat
adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu daerah. Data PDRB tersebut
menggambarkan kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya alam yang
dimiliki menjadi suatu proses produksi. Oleh karena itu besaran PDRB yang
dihasilkan oleh masing-masing propinsi sangat tergantung kepada potensi sumber
daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Dengan adanya keterbatasan
sumber daya alam dan faktor produksi tersebut menyebabkan besaran PDRB
bervariasi setiap daerah.
Sector perdagangan merupakan salah satu faktor yang penting bagi
pembanguan suatu daerah. Menurut David Ricardo perdagangan antar wilayah
merupakan sarana untuk memperbaiki keadaan perekonomian antar daerah sebab
dengan perdagangan akan membawa pemanfaatan sumber daya secara maksimum
dan meningkatkan pendapatan (Jhingan,2002:94). Semakin besar kontribusi
sektor perdagangan maka semakin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan
ekonomi suatu daerah. Distribusi presentase ini merupakan salah satu indikator
yang sering digunakan dalam menggambarkan struktur ekonomi suatu wilayah.
27
2.7
Peran Pengeluaran Pemerintah Terhadap PAD
Kebijakan pengeluaran pemerintah yang lebih dititik beratkan pada
kebijakan fiskal menurut Sadono Sukirno (2000), yaitu kebijakan pemerintah
dalam bidang pengeluaran dan pendapatannya dengan tujuan untuk mencapai
tingkat kesempatan kerja yang tinggi tanpa inflasi. Dengan kata lain, semua
tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian
melalui perubahan pendapatan atau pengeluaran pemerintah. Tujuan yang ingin
dicapai dengan kebijaksanaan ini adalah mengusahakan agar keseluruhan
pengeluaran masyarakat dapat mencapai atau mendekati tingkat produksi
maksimum atau dinamakan juga sebagai pendapatan nasional pada tingkat
kesempatan kerja penuh (kapasitas penuh).
Kebijakan pemerintah ini mempunyai peran dalam perekonomian adalah
mendistribusikan sumber daya alam, kesempatan, dan hasil ekonomi secara adil
kepada masyarakat. Peran distribusi ini dapat ditempuh baik melalui jalur
penerimaan maupun pengeluaran pemerintah.
Peran belanja Negara dalam pembangunan ekonomi terletak pada
peningkatan laju pertumbuhan perekonomi, penyediaan kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan dan standard kehidupan, penurunan kesenjangan
pendapatan dan kemakmuran, dan mendorong inisiatif dan usaha swasta, dan
dalam mewujudkan keseimbangan regional di dalam perekonomian (M.L
Jhingan, 2002 :338).
28
2.8
Peran Jumlah Penduduk Terhadap PAD
Penduduk merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam
pembangunan karena penduduk inilah yang akan menjalankan roda pemerintahan
dan pembangunan yang kemudian diperuntukan memang untuk kesejahteraan
peduduk itu sendiri. Penduduk mempunyai pengertian semua orang yang
berdomisili di suatu wilayah geografis selama 6 bulan atau lebih dan mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Tetapi ada juga
yang mengartikan penduduk ini kumpulan manusia yang menempati wilayah
geografi dan ruang tertentu. Sedangkan ilmu sosiologi mengartikan penduduk
adalah sekelompok orang sebagai dari tingkat kelahiran, migrasi dan tingkat
kematian. Penduduk ini juga ada yang mengartikan sekelompok orang yang secara
hukum berhak tinggal di daerah tersebut, mempunyai surat resmi untuk tinggal di
daerah tersebut. Ciri-ciri penduduk di Indonesia :
1. Jumlah penduduk yang besar
2. Pertumbuhan penduduk yang cepat
3. Penyebaran yang tidak merata
4. Struktur umur penduduk yang muda
5. Tingkat social ekonomi yang rendah
Akan tetapi peduduk ini apabila tidak di bina dengan baik akan
menimbulkan permasalahan yang cukup komplek, karena penduduk ini bisa
sebagai salah satu pendorong pembangunan bisa juga penduduk ini sebagai salah
satu penghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penduduk yang dapat
menghambat laju pertumbuhan ekonomi adalah penduduk yang jumlahnya terlalu
29
banyak dibandingkan dengan luas daerahnya dan penduduk tersebut tidak
mempunyai penghasilan atau pengangguran (tidak produktif). Tetapi penduduk ini
apa bila terlalu kekurangan akan menimbulkan kekurangan tenaga kerja untuk
produksi.
Masalah yang akan dihadapi dengan adanya penduduk adalah :
1. Jumlah dan kepadatan penduduk
2. Pertambahan dan susunan umur penduduk
3. Tenaga kerja, lapangan kerja dan pengangguran
4. Pendidikan dan pembangunan ekonomi
5. Kepadatan penduduk dan kebijakan pembangunan
Dari permasalahan penduduk diatas apabila suatau daerah dapat mengatasi
permasalahan tersebut maka tingkat pendapatan daerah itu sendiri akan meningkat
karena dengan semua penduduknya produktif (bekerja) maka pendapatan daerah
dari pajak penghasilan pun akan naik. Maka banyak negara yang ingin
mengetahui jumlah penduduknya didasari oleh alasan ekonomis, didasari oleh
keinginan untuk mengetahui keseimbangan antara jumlah penduduk dengan
sumber daya alam yang ada, besarnya pendapatan perkapita, perencanaan
ekonomi, banyaknya tenaga kerja yang dimanfaatkan unuk pembanguanan yang
akan dilaksanakan dan berapa jumlah tenaga kerja untuk mengelola kekayaan
alam, perindusrian, pertanian, dan lain-lain.
30
2.9
Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Konsekuensi dengan diberlakukannya otonomi daerah yakni pemerintah
kabupaten/kota harus mampu mandiri dalam penyelenggaraan pemerintahan,
menentukan arah kebijakan pembangunan serta kemandirian dalam hal
pembiayaan program-program pembangunan. Oleh karena itu pemerintah
kabupaten/kota
dituntut
untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan sumber-sumber keuangan
sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki..
Dengan diberlakukannya otonomi daerah di pemerintahan, maka
pemerintah memberikan kebebasan kebijakan dalam melakukan pelaksanaan
kegiatan ekstensifikasi wajib pajak sesuai dengan situasi dan kondisi serta potensi
yang terdapat didalam daerah tersebut.
Ekstensifikasi Pajak memfokuskan pada peningkatan kesadaran wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan memfokuskan pada
penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak. Kemudian
dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi ini digunakan sebagai dasar untuk
melaksanakan kegiatan intensifikasi pajak. Oleh karena itu kegiatan ekstensifikasi
wajib pajak yang dilakukan pemerintahan ini merupakan upaya dan langkah awal
dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.
Kemudian seperti Penentuan objek pajak baru, sosialisasi pajak, pelayanan pajak
adalah bagian dari ruang lingkup kerja dari pelaksanaan ekstensifikasi wajib
pajak.
31
Kegiatan ekstensifikasi agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan maka
menurut B. Boediono, (1999), yang menulis buku tentang Pelayanan Prima
Perpajakan, dikatakan bahwa dalam sistem perpajakan self assessment
sebagaimana kita anut, terdapat tiga fungsi utama aparatur perpajakan untuk
menjamin suksesnya system perpajakan (termasuk pelaksanaan kegiatan
ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi pajak) tersebut, yaitu penyuluhan,
pelayanan, dan pengawasan (enforcement). Ketiga hal tersebut merupakan satu
kesatuan yang tidak boleh dipisahkan dan harus berjalan bersama, saling
menunjang satu sama lain yang nantinya dapat mewujudkan sistem perpajakan
yang baik yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor
pajak. Selain itu, kesadaran wajib pajak sangat dibutuhkan oleh pemerintahan
karena dengan meningkatnya kesadaran dan jumlah wajib pajak, maka akan dapat
mempengaruhi peningkatan jumlah pendapatan negara melalui pajak.
Intensifikasi Pajak merupakan cara meningkatkan pendapatan daerah
dengan memfokuskan pada kegiatan optimalisasi penggalian pendapatan atau
penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat. Kegiatan
intensifikasi ini dapat diwujudkan dalam peningkatan tarif pajak, peningkatan
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dengan menggunakan kekuatan
hukum seperti penerbitan STP (surat teguran pajak), pemberian sanksi dan denda
serta melalui pengadilan atas tindakan pidana karena lalai membayar pajak.
32
2.10
Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Anna Sushanti Ekasari dengan
judul: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah di
Kabupaten Boyolali Th 1992-2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya pengaruh investasi, jumlah penduduk, dan pendapatan per kapita
masyarakat (PDRB) terhadap besarnya PAD Kabupaten Boyolali, mengetahui
variabel yang paling dominan bagi pemasukan PAD di Kabuptaen Boyolali, serta
trend perkembangan PAD Kabupaten Boyolali selama kurun waktu 10 tahun ke
depan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtut
waktu atau time series mulai tahun 1992-2002. Alat analisisnya adalah regresi
linier berganda dengan model LN.
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa baik secara individu maupun
secara bersama-sama besarnya investasi, jumlah penduduk, dan PDRB
berpengaruh signifikan terhadap besarnya PAD Kabupaten Boyolali. Koefisien
regresi faktor ivestasi sebesar 0,125 menunjukan bahwa penambahan investasi
sebesar 1% akan meningkatkan PAD sebesar 0,125 %. Koefisien regresi jumlah
penduduk sebesar 17,469 menunjukan bahwa penambahan penduduk sebesar 1%
akan berpengaruh terhadap kenaikan jumlah PAD 17, 469 %. Koefisien regresi
PDRB sebesar 2,160 menunjukkan bahwa penambahan 1 % PDRRB akan
menaikkan PAD sebesar 2,160 %.
Dilihat dari koefisien regresi tersebut jumlah penduduk mempuyai
pengaruh yang paling dominan terhadap besarnya PAD Kabupaten Boyolali. Dari
33
hasil penghitungan trend perkembangan PAD Kabupaten Boyolali tahun 2012
meningkat secara positif
2.11
Kerangka Pemikiran
Hubungan fiskal pemerintah pusat dan daerah, merupakan dasar bagi
pengelolaan keuangan daerah. Hubungan fiskal pemerintah pusat dan daerah
dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah
dana dibagi antar berbagai tingkat pemerintah, serta bagaimana cara mencari
sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-kegiatan sektor
publiknya. (Devas, dkk,1989:179)
Realitas hubungan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah ditandai oleh
dominannya peran bantuan dan sumbangan. Kondisi ini muncul karena
terbatasnya kemampuan daerah dalam menggali sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Rendahnya kemampuan daerah dalam menggali sumber PAD yang sah di
sebabkan oleh batasan hukum. (Mardiasmo dan Makhfatih, 2000: 1).
Dimasa yang akan datang, upaya untuk kemandirian daerah tampaknya
PAD masih belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi
karena beberapa alasan (Mahi,2000: 58):

Relatif rendahnya basis pajak atau retribusi daerah

Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah

Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah

Kemampuan perencanaan dan pengawasan yang masih rendah
34
Ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonom mampu berotonomi
terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan
sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan kepada
bantuan harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber
keuangan terbesar.
PAD yang sebagaimana telah disebutkan di atas bersumber dari pajak
daerah, retribusi daerah, laba BUMD, penerimaan dari dinas-dinas, dan
penerimaan lainnya yang sudah tentu besarnya akan tergantung dari produksi
daerah yang tercermin dalam PDRB. Kemudian faktor yang juga akan
menentukan besarnya produksi daerah adalah jumlah penduduk sebagai faktor
produksi di samping faktor produksi lainnya yang mendiami suatu daerah.
Semakin banyak jumlah penduduk yang mengelola modal yang dimiliki akan
semakin banyak pula produksi daerah itu yang akhirnya akan menambah
pendapatan pemerintah dari sektor pajak.
Di samping itu pemerintah daerah dalam mengeluarkan dana untuk
pembangunan infrastruktur dan fasilitas layanan publik lainnya juga akan
mempertimbangkan kebutuhan dari masyarakat di daerahnya. Semakin banyak
penduduk yang mendiami daerah itu akan menyebabkan kebutuhan akan barang
dan jasa publik yang besar pula.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi sangat mendukung
kegiatan ekonomi daerah, karena PDRB sebagai alat untuk mendorong
35
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Apabila PDRB selalu meningkat
maka pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat dan pendapatan asli daerah
akan semakin besar penerimaannya, berarti kemampuan daerah dalam
melaksanakan pembangunan akan lebih baik. Dengan adanya kemajuan dalam
pembangunan
maka
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
akan
meningkat.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat akan berpengaruh pada peningkatan
penerimaan
terhadap
komponen-komponen
pendapatan
asli
daerah
(Suparmoko,2001).
Berdasarkan kerangka teoritis, maka hubungan antar variabel dapat
dijelaskan dalam bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Pembangunan
Daerah
PDRB
Kesejahteraan
Masyarakat Naik
Kemampuan Membayar
Pajak Naik
Pengeluaran
Pemerintah
PAD
Infrastruktur
publik
Potensi Pajak
dan Retribusi
Daerah
Jumlah
Penduduk
Permintaan
Barang & jasa
Naik
36
Aktivitas
Produksi Naik
: Pengaruh Langsung
: Pengaruh Tidak Langsung
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Dengan demikian semakin besar jumlah penduduk, PDRB, dan
pengeluaran pemerintah diharapkan akan semakin tinggi tingkat Pendapatan Asli
Daerah yang diterima oleh setiap daerah sehingga dapat mencukupi semua
kebutuhannya dalam melakukan Pembangunan daerahnya sendiri.
37
Download