1 Mempelajari Penambahan Bubuk Yogurt Kedelai Sebagai Substitusi Susu Sapi pada Formula Biskuit Mariyati Bilang Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Email: [email protected] Abstrak Biskuit adalah produk cookies yang dapat disimpan lama karena memiliki kadar air yang rendah. Biskuit juga bergizi tergantung dari komposisi bahan dasarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi biskuit dengan bahan dasar tepung terigu, tapioka, bubuk yogurt kedelai sebagai pengganti susu bubuk dan bahan-bahan lain (telur, gula, bahan pengemulsi). Tiga formula biskuit yang dirancang yaitu (A1, A2 dan A3), formula ini didasarkan pada prosentase penambahan bubuk yogurt kedelai yang berbeda, berturut-turut 4,51, 8,63 dan 12,42%. Yogurt kedelai dihasilkan dari fermentasi susu kedelai menggunakan kultur starter Lactobacillus bulgaricus dan L. casei selama 48 jam. Setelah yogurt dipanen kemudian dikeringkan dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan untuk mendapatkan bentuk bubuk. Adonan biskuit disiapkan, kemudian dibentuk setengah lingkaran dengan diameter 5 cm dan dilanjutkan dengan pemanggangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula biskuit terbaik adalah formula A3 (penambahan bubuk yogurt kedelai 12,42%) dengan kadar air (7,46%), lemak (8,52%), protein (13,42%), dan diikuti pengujian sensorik menggunakan uji hedonik. Hasil uji sensorik juga memperlihatkan sebagian besar panelis lebih menyukai rasa, warna, aroma dan tekstur biskuit formula A3 . Kata Kunci : Biskuit, Fermentasi, Yogurt Kedelai PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu sumber protein yang baik bagi tubuh. Kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh (Winarno 1993). Kebutuhan protein bagi orang dewasa, yaitu 200-300 g/hari. Bila seseorang tidak mengkonsumsi daging, kebutuhan protein sebesar 55 g dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi 157.14 g kedelai. Susu kedelai adalah salah satu produk olahan kedelai. Protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino yang mendekati asam amino susu sapi, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi atau sebagai pengganti bagi orang-orang yang tidak tahan terhadap susu hewan (lactose intolerance) (Susanto dan Saneto 1994). Sifat fungsional susu kedelai dapat ditingkatkan melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, yogurt kedelai. Fermentasi susu kedelai menggunakan bakteri asam laktat dapat meningkatkan komponen bioaktif isoflavon yang terdapat pada kedelai. Peningkatan ini disebabkan enzim β glukosidase yang diproduksi oleh bakteri asam laktat dapat mendegradasi isoflavon glikosida menjadi aglikon (daidzein dan genistein) sehingga lebih mudah diserap tubuh (Pyo et al. 2005). Selain itu, bakteri asam laktat yang terlibat dalam pembuatan yogurt kedelai mendegradasi karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, 2 kombinasi kedelai dengan probiotik ataupun prebiotik dapat menurunkan LDL secara signifikan, aman bagi konsumen lactose intolerance, dan pengembangan produk (Pyo et al. 2005). Dalam rangka proses diversifikasi pangan, proses subtitusi pangan dapat dikembangkan. Salah satu produk olahan yang berpotensi untuk dilakukan proses substitusi pangan adalah biskuit. Biskuit adalah sejenis produk yang terbuat dari adonan keras, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kepada rasa manis, asin, renyah dan jika dipatahkan penampang potongnya berlapis-lapis. Umumnya, biskuit yang beredar di pasaran terbuat atau mengandung susu hewan. Susu kedelai atau yogurt kedelai dianggap berpotensi untuk menggantikan susu sapi hewan dalam pembuatan biskuit. Akan tetapi, pengaruh substitusi tersebut harus dikaji lebih lanjut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase penambahan bubuk yogurt kedelai untuk menghasilkan biskuit yang dapat disukai oleh konsumen, khususnya konsumen yang memiliki permasalahan dalam mencerna laktosa. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai, susu skim bubuk, tepung terigu, tepung tapioca, telur, gula pasir, soda kue, TBM, soda kue. Kultur bakteri asam laktat yang digunakan adalah Lactobacillus bulgaricus dan L. casei. Media MRSA. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer, roller, pencetak biskuit, timbangan analitik, oven, autoklaf 1020 AS, incubator shaker, laminar flow, pH meter dan alat-alat gelas. Metode Pembuatan Starter Yogurt Kedelai Kedelai yang telah disortasi (dipisahkan dari kotoran dan biji rusak) direndam dalam air panas selama ± 10 menit. Kedelai ditiriskan kemudian dididihkan. Kedelai diblender sampai halus, dicampurkan sari kedelai 50 ml dan susu skim 20 g sebagai media starter. Kemudian media starter tersebut dimasukkan dalam Erlenmeyer dan dipasteurisasi pada suhu 70ºC selama 15 menit. Selanjutnya, media starter didinginkan dan diukur pHnya. Setelah dingin, kultur L. bulgaricus dan L. casei diinokulasikan sebanyak 3 ose, secara aseptik. Media starter yang telah diinokulasi dengan kultur bakteri asam laktat diinkunbasi dalam inkubator shaker pada suhu 37ºC selama 48 jam. Setelah waktu inkubasi selesai, starter yogurt kedelai dimasukkan dalam lemari es agar fermentasi tidak berlanjut. Pembuatan Bubuk Yogurt Kedelai Susu kedelai sebanyak 950 ml dari 300 g kedelai dipasteurisasi pada suhu 70ºC selama 15 menit di penangas. Susu didinginkan lalu dimasukkan starter yogurt kedelai secara aseptic. Setelah itu, susu kedelai yang telah diinokulasi dengan starter yogurt kedelai diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam, dilakukan pengukuran pH. Selanjutnya, yogurt kedelai yang telah dihasilkan dikeringkan dalam oven blower pada suhu 50ºC hingga kering. Yogurt kedelai kering dihaluskan menggunakan blender dan diayak hingga dihasilkan bubuk yogurt kedelai. Formulasi Biskuit Proses pembuatan biskuit yang dilakukan dalam penelitian adalah telur 50 g (0.5%) dikocok dengan gula 40 g (0.4%). Setelah itu, campuran tersebut ditambahkan tbm 5 g (0.05%) dan soda kue 1.5 g (0.015%) selama 5-20 menit. Setelah tercampur rata, adonan tersebut ditambahkan tepung terigu 75 g (33.86%), 3 Rancangan Percobaan Percobaan dilakukan dengan disain acak lengkap dan dua kali ulangan. Data yang diperoleh diuji ANOVA. Jika terdapat perbedaan, maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komposisi Kimia Biskuit Kadar Air Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dalam bahan pangan dapat berpengaruh terhadap penampilan, tekstur dan cita rasa suatu makanan. Kadar air biskuit bubuk yogurt kedelai yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 7.35-8.07% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi bubuk yogurt kedelai tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air biskuit. Hal ini disebabkan selama proses pengolahan, ketiga perlakuan diberi perlakuan panas yang sama (perlakuan suhu dan waktu pemanggangan yang sama), yaitu 120ºC selama 15 menit. Selain itu, ukuran ketebalan biskuit (3 mm) semakin meningkatkan laju penguapan air pada biskuit pada saat diberi panas. 9 8.07 7.46 7.35 8 7 Kadar Air (%) tepung tapioka 40 g (18.05%), dan bubuk yogurt kedelai dengan formulasi sebagai berikut : A1= bubuk yogurt kedelai 10 g (4.51 %) A2= bubuk yogurt kedelai 20 g (8.63 %) A3= bubuk yogurt kedelai 30 g (12.42%) Adonan biskuit selanjutnya diaduk hingga rata, dicetak, dan dipanggang di dalam oven pada suhu 120ºC selama 25 menit. Biskuit yang dihasilkan selanjutnya dianalisis komposisi kimianya meliputi kadar air (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995) dan uji sensorik menggunakan metode afektif tingkat kesukaan panelis (hedonik) terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur biskuit yang dihasilkan. 6 5 4 3 2 1 0 4.51% 8.63% 12.42% Penambahan Bubuk Yoghurt Kedelai Gambar 1 Pengaruh penambahan bubuk yogurt kedelai terhadap kadar air biskuit McWilliams (2001) air akan terikat oleh pati ketika mengalami gelatinisasi dan akan berkurang pada saat pemanggangan, proses ini menurunkan kadar air dan mengubah adonan menjadi renyah pada saat pemanggangan. Kadar air ketiga biskuit bubuk yogurt kedelai yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu biskuit yang telah ditetapkan oleh SNI, yaitu kadar air biskuit maksimal 5-10%. ` Kadar Protein Protein dalam bahan makanan sangat penting peranannya, protein berperan sebagai makronutrien bagi tubuh. Protein berfungsi sebagai zat pembangun, berperan dalam pembentukan enzim dan hormone metabolisme, dan pertahanan tubuh (antibodi). Kadar protein biskuit bubuk yogurt kedelai berkisar antara 10.84-13.42% (Gambar 2). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan penambahan konsentrasi bubuk yogurt kedelai memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein biskuit. Kadar protein biskuit tertinggi diperoleh dari perlakuan 4 penambahan bubuk yogurt kedelai 12.42%, yaitu 13.42%. Namun, ketiga biskuit yang dihasilkan sesuai dengan SNI, kadar protein biskuit, yaitu 9%. 13.42 14 10.84 10.95 10 8.52 8 8.04 9 6 8 4 7 2 0 4.51% 8.63% 12.42% Penambahan Bubuk Yoghurt Kedelai Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) 12 Lemak pada biskuit diperoleh dari kandungan lemak yang berasal dari bahan baku yang digunakan yaitu telur dan TBM. Lemak dibutuhkan dalam pembuatan biskuit. Ghaman dan Sherington (1992) lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah. 7.35 6 5 4 3 2 Gambar 2 Pengaruh penambahan bubuk yogurt kedelai terhadap kadar protein biskuit 1 0 4.51% 8.63% 12.42% Penambahan Bubuk Yoghurt Kedelai Perbedaan kadar protein ketiga biskuit disebabkan bubuk yogurt kedelai mengandung protein yang tinggi, sehingga semakin tinggi persentase bubuk yogurt yang ditambahkan, maka semakin tinggi kadar protein yang terkandung pada biskuit. Tingginya kadar protein yang dihasilkan oleh biskuit bubuk yogurt kedelai dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan produk ini sebagai salah satu alternatif MP-ASI. Kadar Lemak Kadar lemak biskuit bubuk yogurt kedelai yang dihasilkan disajikan pada Gambar 3. Kadar lemak biskuit berada pada kisaran 7.35-8.52%. Kadar lemak biskuit ketiga perlakuan sesuai dengan SNI, kadar lemak biskuit yaitu maksimal 9.5%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan penambahan konsentrasi bubuk yogurt kedelai tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak biskuit. Gambar 3 Pengaruh penambahan bubuk yogurt kedelai terhadap kadar lemak biskuit Uji Sensorik Rasa Rasa adalah persepsi dari indera pengecap yang meliputi rasa asin, manis, asam dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Rasa merupakan faktor yang penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun parameter lain bernilai baik, jika rasa kurang disukai, maka produk tersebut dapat ditolak. Nilai rata-rata panelis terhadap rasa biskuit bubuk yogurt kedelai berkisar 3.44.3 (Gambar 5). Biskuit dengan perlakuan penambahan bubuk yogurt kedelai 4.51% memiliki nilai rata-rata panelis 3.4 (agak suka) sedangkan perlakuan penambahan 5 4.3 5 3.9 3.4 4 perlakuan biskuit bubuk yogurt kedelai masuk dalam kategori suka. Nilai Rata-Rata Panelis Terhadap Warna Biskuit Nilai Rata-Rata Panelis Terhadap Rasa Biskuit bubuk yogurt kedelai 8.63% dan 12.42% secara berturut-turut memiliki nilai ratarata 3.9 dan 4.3 (suka). Hasil ini mengindikasikan persentase bubuk yogurt kedelai memberikan pengaruh terhadap rasa biskuit yang dihasilkan. Perbedaan tingkat kesukaan ini diduga disebabkan oleh rasa gurih yang dihasilkan oleh protein dalam biskuit. 5 3.6 3.7 3.9 4 3 2 1 0 4.51% 8.63% 12.42% Penambahan Bubuk Yoghurt Kedelai 3 Gambar 5 Pengaruh penambahan bubuk yogurt kedelai terhadap warna biskuit 2 1 0 4.51% 8.63% 12.42% Penambahan Bubuk Yoghurt Kedelai Gambar 4 Pengaruh penambahan bubuk yogurt kedelai terhadap rasa biskuit Warna Warna pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya adalah pigmen, pengaruh panas pada gula (karamel), adanya reaksi antara gula dan asam amino (reaksi Maillard) dan adanya pencampuran bahan lain. de Man (1997) menyatakan warna dapat memberikan petunjuk perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Warna adalah kesan pertama yang ditangkap oleh panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan lain. Warna sangat penting bagi setiap makanan, warna yang menarik dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Nilai rata-rata panelis terhadap warna biskuit bubuk yogurt kedelai berkisar 3.6-3.9 (Gambar 5). Ketiga Warna ketiga biskuit bubuk yogurt kedelai yang dihasilkan berwarna kuning hingga kuning kecoklatan. Warna ini terjadi akibat terjadinya reaksi pencoklatan nonenzimatis selama proses pemanggangan biskuit oleh interaksi gula reduksi dan asam amino atau protein dalam adonan biskuit. Winarno (2004) reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amin primer disebut reaksi Maillard, hasil reaksi ini menghasilkan bahan berwarna coklat. Aroma Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan, cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu aroma, rasa dan rangsangan mulut. Aroma yang khas dan menarik dapat membuat makanan lebih disukai oleh konsumen sehingga perlu diperhatikan dalam pengolahan suatu bahan makanan. Nilai rata-rata panelis terhadap aroma biskuit bubuk yogurt kedelai berkisar 3.4-4.3 (Gambar 6). Biskuit dengan perlakuan penambahan bubuk yogurt kedelai 4.51% memiliki nilai rata- 6 4.3 5 3.9 yogurt kedelai 4.51% dan 8.63% secara berturut-turut memiliki nilai rata-rata panelis 3.3 dan 3.5 (agak suka) sedangkan perlakuan penambahan bubuk yogurt kedelai 12.42% dan 4.2 (suka). Hasil yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi penambahan bubuk yogurt kedelai maka tekstur biskuit semakin renyah 3.4 4 3 2 1 0 4.51% 8.63% 12.42% Penambahan Bubuk Yoghurt Kedelai Gambar 6 Pengaruh penambahan bubuk yogurt kedelai terhadap aroma biskuit Aroma biskuit bubuk yogurt kedelai selain dipengaruhi oleh gula, telur dan TBM, juga sangat dipengaruhi oleh bubuk yogurt kedelai yang ditambahkan. Proses fermentasi susu kedelai menggunakan kultur bakteri asam laktat menyebabkan terbentuknya senyawasenyawa pemberi aroma pada yogurt kedelai. Senyawa-senyawa tersebut antara lain asam non volatile (laktat, piruvat, oksalat), asam volatile (format, asetat, propionate), senyawa karbonil (asetaldehida, aseton, asetoin) dan senyawa lain seperti asam-asam amino. Tekstur Penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas, dan kerenyahan. Kue kering atau biskuit memiliki tekstur yang kompak dan butiran yang khas. Nilai rata-rata panelis terhadap tekstur biskuit bubuk yogurt kedelai berkisar 3.3-4.2 (Gambar 7). Biskuit dengan perlakuan penambahan bubuk Nilai Rata-Rata Panelis Terhadap Tekstur Biskuit Nilai Rata-Rata Panelis Terhadap Aroma Biskuit rata panelis 3.4 (agak suka) sedangkan perlakuan penambahan bubuk yogurt kedelai 8.63% dan 12.42% secara berturutturut memiliki nilai rata-rata 3.9 dan 4.3 (suka). 4.2 5 3.3 3.5 4 3 2 1 0 4.51% 8.63% 12.42% Penambahan Bubuk Yoghurt Kedelai Gambar 7 Pengaruh penambahan bubuk yogurt kedelai terhadap tekstur biskuit Perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit bubuk yogurt kedelai diduga berkorelasi positif dengan perbedaan kadar protein ketiga biskuit. Protein bubuk yogurt kedelai ikut berperan dalam pembentukan tekstur yang kompak dan kerenyahan pada biskuit. Tekstur pada makanan, selain dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak dan jumlah serta jenis karbohidratnya, juga dapat dipengaruhi oleh protein penyusunnya. KESIMPULAN Perlakuan penambahan bubuk yogurt kedelai dengan konsentrasi yang digunakan hanya berpengaruh terhadap kadar protein, namun tidak mempengaruhi kadar air dan kadar lemak biskuit bubuk yogurt kedelai. Formulasi biskuit yang paling disukai oleh panelis adalah formulasi biskuit dengan penambahan 7 bubuk yogurt kedelai 12.42% baik dari segi rasa, warna, aroma dan tekstur. DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Associates Analytical Chemistry, Inc. Washington D.C. de Man JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Ghaman PM, Sherington KB. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Ed 2. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Sarjono (Penerjemah). Yogyakarta : Gadjah Mada Universiti Pr. McWilliams M. 2001. Food Experimental Perspective. 4th. New Jersey : Prentice Hall. Meilgaard MC, GV, dan Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd Ed. CRC Press, New York. Pyo Y, T. Lee, Y. Lee. 2005. Enrichment of bioactive isoflavon in soymilk fermented with β-glucosidaseproducing lactic acid bacteria. Food Research International 38 : 551-559. Susanto T, Saneto B. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : PT Bina Ilmu. Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumsi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 8