7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lereng Lereng merupakan suatu kondisi permukaan tanah dimana terdapat perbedaan elevasi antara satu daerah dengan daerah yang lain dan membentuk kemiringan tertentu. Berdasarkan asal pembentukannya, lereng terbagi menjadi 2 macam, yaitu lereng yang terbentuk oleh alam seperti bukit dan sungai, dan lereng yang terbentuk akibat ulah manusia, seperti galian atau timbunan yang digunakan untuk jalan raya, bendungan, tanggul, dan lainnya. Tanah yang yang tidak datar seperti lereng menghasilkan komponen gravitasi dan berat yang cenderung menggerakkan massa tanah dari elevasi tinggi ke rendah. Gaya penggerak ini dapat pula disebabkan oleh air dan gempa. Gaya-gaya tersebut akan menghasilkan tegangan geser pada seluruh massa tanah dan apabila tegangan lebih kecil daripada gaya penggerak yang terjadi maka dapat terjadi kelongsoran atau kelongsoran lereng. 2.1.1. Kelongsoran lereng Kelongsoran tanah merupakan proses perpindahan massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tanah ini terjadi karena perubahan keseimbangan daya dukung tanah, dan akan berhenti setelah mencapai keseimbangan yang baru. Longsoran umumnya terjadi jika tanah sudah tidak mampu lagi menahan berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban pada 8 permukaan lereng sehingga daya ikat antara butiran tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan menurunnya kuat geser tanah dan peningkatan tegangan geser tanah. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh, yaitu : Curah hujan Air hujan yang masuk ke dalam tanah dalam periode yang relatif lama, membuat tanah menjadi jenuh (saturated) dan mengakibatkan longsor . Erosi Air dan angin yang secara terus menerus mengikis lereng baik pada lereng buatan manusia maupun alami menyebabkan terjadinya perubahan geometri lereng, sehingga akhirnya tanah tersebut longsor. Gempa Gempa menimbulkan gaya dinamik khususnya gaya tegangan geser yang akan mengurangi kekuatan dan kekakuan lapisan tanah. Beban luar Beban luar yang berlebihan pada lereng mendorong lereng untuk mengalami pergerakkan dan mengakibatkan kelongsoran. Penurunan muka air secara tiba-tiba Sebagai contoh dari penurunan muka air secara tiba-tiba adalah penurunan muka air tanah di sisi depan waduk yang menyebabkan tekanan air tanah dibelakang waduk akan meningkat karena tekanan air pori tidak terdisipasi, sehingga mengakibatkan terjadi kenaikan tegangan lateral di belakang waduk yang pada akhirnya menjadi gaya pendorong kelongsoran pada tubuh waduk. 9 Aktivitas konstruksi Kegiatan konstruksi di sekitar kaki lereng sering menyebabkan terjadinya kelongsoran karena hilangnya perlawanan gaya ke samping. Aktivitas konstruksi dibagi menjadi 2 macam, yaitu : Galian lereng Ketika galian terjadi, tegangan total akan menghilang dan menghasilkan tekanan pori-pori air negatif dalam tanah. Seiring dengan waktu, tekanan pori-pori negatif akan menghilang karena berkurangnya tekanan efektif dan juga sebagai akibat dari menurunnya gaya geser dalam tanah. Pada saat gaya geser tanah menurun, kelongsoran rentan terjadi. Timbunan lereng Timbunan lereng biasanya berupa konstruksi tanggul. Tanah yang berada diatas timbunan selanjutnya disebut sebagai pondasi tanah. Jika pondasi tanah tersebut jenuh, maka tekanan pori-pori air positif akan diturunkan dari berat timbunan dan proses pemadatan. Tekanan efektif berkurang sebagai akibat berkurangnya gaya geser. Dan seiringnya waktu, tekanan pori-pori air positif akan menghilang dan tekanan efektif akan meningkat seiring dengan meningkatnya gaya geser dalam tanah. Kegagalan konstruksi biasanya terjadi selama ataupun sesudah konstruksi. 10 Gambar 2.1. Kelongsoran lereng (Iing seismic performance conference) Kelongsoran tanah banyak terjadi di perbukitan yang memiliki ciri-ciri : Kecuraman lereng lebih dari 30 derajat Curah hujan tinggi Terdapat lapisan tebal (lebih dari 2 meter) menumpang di atas tanah / batuan yang lebih keras Tanah lereng terbuka yang dimanfaatkan sebagai pemukiman, ladang, sawah atau kolam Menurut Giani (1992) akibat dari ketidakstabilan lereng, dapat berupa longsoran, runtuhan, guguran, aliran dan kombinasi dari berbagai gerakan tersebut. Semua bentuk gerakan tersebut, umumnya dipengaruhi oleh formasi geologi yaitu lapisan batuan, dan pelapukan batuan dan tanah. Jenis-jenis gerakan kelongsoran tanah yang biasanya terjadi selama ini, yakni: Kelongsoran translasi Kelongsoran translasi merupakan peristiwa yang terjadi pada bidang lemah. Umumnya terjadi pada tanah berbutir kasar 11 Gambar 2.2. Kelongsoran Translasi Kelongsoran rotasi Kelongsoran rotasi merupakan peristiwa kelongsoran yang terjadi pada tanah berbutir halus dan mempunyai titik putaran pada sumbu bidang yang paralel dengan lereng. Potongannya dapat berupa busur lingkaran dan kurva bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran berupa busur lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen, dan kelongsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang tidak homogen. Gambar 2.3. Kelongsoran Rotasi 12 Jenis-jenis kelongsoran rotasi yang sering terjadi : Kelongsoran dasar (base slide), kelongsoran yang bidang kelongsorannya membentuk bidang busur lingkaran pada seluruh bidang lereng. Pada umumnya disebabkan karena terdapatnya suatu lapisan lunak pada lapisan atas tanah yang keras. Kelongsoran lereng (slope slide), kelongsoran yang permukaan kelongsorannya sampai bidang lereng dan belum melewati ujung kaki lereng. Kelongsoran ujung kaki lereng (toe slide), kelongsoran yang permukaan bidang kelongsorannya melalui ujung kaki lereng. Gambar 2.4. Jenis-jenis kelongsoran rotasi 13 Kelongsoran kombinasi Kelongsoran kombinasi merupakan kelongsoran yang terjadi akibat kombinasi kelongsoran translasi dan kelongsoran rotasi, biasa terjadi pada batuan yang sudah lapuk. Rotasi Translasi Gambar 2.5 Kelongsoran kombinasi Jatuhan bebas Jatuhan bebas atau rolling merupakan peristiwa jatuhnya massa tanah atau batu yang disebabkan oleh hilangnya kontak dengan permukaan tanah. Jungkiran Jungkiran atau topless merupakan peristiwa yang terjadi akibat adanya momen guling yang bekerja pada suatu titik putar di bawah suatu titik massa. Peristiwa jungkiran ini biasa terjadi pada batuan yang mempunyai banyak kekar atau garis putusputus. Aliran Aliran merupakan peristiwa dimana pola kelongsorannya terjadi seperti prilaku air mengalir, dimana tanah yang jenuh air mengalir ketempat yang lebih rendah bersama air. 14 2.1.2. Kekuatan Geser Tanah Untuk menganalisa masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas lereng, dan tekanan tanah ke samping pada lereng maupun tembok penahan tanah, mulamula harus diketahui sifat-sifat ketahanan dari pergeseran tanah terebut. Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang kelongsoran pada material yang menyatakan bahwa kelongsoran terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat tegangan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Hubungan antara tegangan normal dan geser pada sebuah bidang kelongsoran dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut : = τf f( σ ) ( 2.1 ) Dimana : τf = Tegangan geser pada saat terjadinya kelongsoran f( σ ) = Tegangan normal pada saat terjadinya kelongsoran Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per satuan luas terhadap kelongsoran atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Berdasarkan pengertian tersebut, pembebanan yang dialami tanah akan ditahan oleh : Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak bergantung dari tegangan normal yang bekerja pada tegangan geser. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Garis kelongsoran ( failure envelope ) yang dinyatakan pada persamaan 2.1 sebenarnya berbentuk garis lengkung. Untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan 15 hubungan linear antara tegangan normal dan geser (coulomb, 1776). Persamaan itu dapat ditulis sebagai berikut : τf = c + σ tan Ø ( 2.2 ) Dimana : c = Kohesi Ø = Sudut geser internal Hubungan tersebut disebut juga sebagai kriteria kelongsoran Mohr – Coulomb. Gambar 2.6. Garis kelongsoran menurut Mohr ( Braja M Das – 1995 ) Bila tegangan normal dan geser pada sebuah bidang dalam suatu massa tanah sedemikian rupa, sehingga tegangan–tegangan tersebut dapat digambarkan sebagai titik A dalam gambar 2.6 maka kelongsoran geser tidak akan terjadi. Tetapi bila tegangan normal dan geser yang bekerja pada suatu bidang lain dapat digambarkan sebagai titik B (yang tepat berada pada garis kelongsoran), maka kelongsoran geser akan terjadi pada 16 bidang tersebut. Suatu keadaan kombinasi tegangan yang berwujud titik C tidak mungkin terjadi karena bila titik tersebut tergambar di atas garis kelongsoran, kelongsoran geser pasti sudah terjadi sebelumnya. Parameter kuat geser tanah ditentukan dari uji-uji laboratorium pada benda uji yang diambil lapangan. 2.1.3. Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang tidak datar, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan partikel tanah ke tempat yang mempunyai elevasi lebih rendah. Jika komponen gravitasi begitu besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikembangkan oleh bidang longsornya tanah terlampaui, maka akan terjadi longsoran. Analisa stabilitas tanah pada permukaan yang miring ini disebut sebagai stabilitas lereng. Analisis ini sering dilakukan dalam proses perancangan bangunan, untuk menghindari terjadinya pergerakan, selain itu juga digunakan untuk memeriksa keamanan dari lereng alam, lereng galian, dan lereng urugan tanah. Metode yang paling umum digunakan dalam analisa kestabilan lereng didasarkan pada metode keseimbangan batas. Pada metode ini akan diperoleh faktor keamanan suatu lereng, dengan cara membandingkan gaya yang mempertahankan massa tanah agar tetap stabil dengan gaya yang menggerakkan massa tanah sepanjang bidang longsor. Gaya/momen yang mempertahankan massa tanah untuk tetap stabil diperoleh dari gaya perlawanan geser tanah itu sendiri, dengan membandingkan kedua gaya tersebut maka diperoleh faktor keamanan untuk kestabilan lereng (FK). ( 2.3 ) 17 Kisaran faktor keamanan suatu lereng ditinjau dari kerentanan gerak tanah, batasan faktor keamanan yang dikemukakan oleh Ward (1976) adalah : F < 1,2 : Kerentanan tinggi, gerakan tanah sering terjadi 1,2 < F < 1,7 : Kerentanan menengah, gerakan tanah dapat terjadi 1,7 < F < 2,0 : Kerentanan rendah, gerakan tanah jarang terjadi Sedangkan batasan-batasan faktor keamanan menurut Lazarte (2003) dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Faktor keamanan minimum Minimum Factor of safety Resisiting Component Symbol Static Load Seismic Load Global Stability ( Long-term condition) FSG 1,5 1,1 st Global Stability ( 1 Excavation Lift ) FSG 1,2 NA Bearing Capacity (1) FSH 3,0 2,3 Sliding Capacity (1) FSSL 1,5 1,1 Pullout Resistance FSP 2,0 1,5 Nail Bar Tensile Strength FST 1,8 1,35 Facing Flexure FSFF 1,5 1,1 Facing Puncing Shear Failure FSFP 1,5 1,1 FSHT 2,0 1,5 Headed-stud Tensile Failure (A307 Bolt) ( Lazarte, 2003 ) Beberapa analisa stabilitas lereng yang menggunakan teori kesetimbangan batas dan berdasarkan kriteria kelongsoran Mohr Coloumb adalah : a. Kesetimbangan gaya Metode yang menggunakan teori kesetimbangan gaya adalah: Ordinary Method of Slices (OMS) 18 Simplified Bishop Simplified Janbu Corps of Engineer Lowe and Karafiath Generalized Janbu b. Kesetimbangan gaya dan momen Metode yang menggunakan teori kesetimbangan gaya dan momen adalah : Bishop Rigorous Spencer Sarma Morgenstern-Price Dengan kemajuan teknologi, proses perhitungan analisa kestabilan lereng dapat dilakukan dengan bantuan program komputer, beberapa diantaranya adalah: Program GGU yang menggunakan metode numerik Program Plaxis, yang menggunakan metode elemen hingga Program Slope/w dari GEO-SLOPE yang menggunakan metode kesetimbangan gaya, dan Program Stable, yang juga menggunakan metode kesetimbangan gaya 2.1.4. Metode Irisan Salah satu metode yang menggunakan prinsip keseimbangan batas adalah metode irisan. Analisa stabilitas dengan menggunakan metode irisan dapat dijelaskan menggunakan gambar 2.7. Metode ini menggunakan kesetimbangan gaya dengan 19 membagi blok kelongsoran menjadi bagian yang lebih kecil (slices) dan tegak. Lebar dari tiap-tiap irisan tidak harus sama. Gambar 2.7. Pembagian blok kelongsoran menurut metode irisan Gambar 2.8. Detail potongan irisan dan gaya-gaya yang berlaku menurut metode irisan 20 Keterangan-keterangan dari gambar 2.8 adalah : FK = Faktor keamanan Sn = Kuat geser pada bidang yang dituju Sm = Kuat geser pada dasar bidang Um = Tekanan air pori Uβ = Tekanan air permukaan W = Luas irisan N’ = Tekanan normal efektif Q = Beban luar Kv = Koefisien gempa vertikal Kh = Koefisien gempa horizontal hα = Tinggi dari titik pusat ke dasar irisan h = Tinggi rata-rata irisan α = Besar sudut pada dasar irisan β = Besar sudut pada sisi atas irisan b = Lebar lapisan Metode Irisan terbagi lagi menjadi beberapa macam teori, yaitu : Metode irisan yang sederhana (Ordinary Method of Slices) Untuk mendapatkan angka keamanan yang minimum, yaitu angka keamanan untuk lingkaran kritis, beberapa percobaan dengan cara mengubah letak pusat lingkaran yang dicoba. Metode ini disebut sebagai metode irisan yang sederhana (ordinary method of slices). 21 Cara mencari nilai faktor keamanan pada metode irisan sederhana adalah : ( 2.4 ) ( 2.5 ) ( 2.6 ) ( 2.7 ) ( 2.8 ) Dimana : F = Faktor keamanan C = Faktor kohesi tanah N = Tekanan gaya efektif W = Luas irisan U = Tekanan air pori α = Sudut kelongsoran yang dihitung pada bawah irisan β = Sudut kelongsoran yang dihitung pada atas irisan h = Tinggi irisan k = Koefisien tekanan lateral tanah Metode Irisan Bishop yang disederhanakan ( Simplified Bishop Method ) Pada tahun 1955, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti dari pada metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi tepi tiap irisan diperhitungkan. Selain itu pada metode ini, lereng yang terdiri dari berlapis-lapis tanah dapat dianalisa. 22 Cara mencari nilai faktor keamanan pada metode irisan Bishop yang disederhanakan adalah : ( 2.9 ) ( 2.10 ) Dimana : F = Faktor Keamanan C = Faktor kohesi tanah N = Tekanan gaya efektif W = Luas irisan U = Tekanan air pori α = Sudut kelongsoran yang dihitung pada bawah irisan β = Sudut kelongsoran yang dihitung pada atas irisan h = Tinggi Irisan k = Koefisien tekanan lateral tanah Metode Bishop yang disederhanakan ini mungkin merupakan metode yang paling banyak digunakan. Metode Janbu yang sudah disederhanakan ( Simplified Janbu Method ) Pada metode Janbu yang disederhanakan, faktor keamanan didapat dari persamaan : ( 2.11 ) ( 2.12 ) ( 2.13 ) 23 ( 2.14 ) Dimana : F = Faktor keamanan C = Faktor kohesi tanah N = Tekanan gaya efektif W = Luas irisan U = Tekanan air pori α = Sudut kelongsoran yang dihitung pada bawah irisan β = Sudut kelongsoran yang dihitung pada atas irisan h = Tinggi irisan k = Koefisien tekanan lateral tanah Faktor keamanan dari rumus ini perlu dikoreksi kembali dengan faktor korektif fo yang diperoleh dari grafik berikut : Gambar 2.9. Grafik fo (Materi kuliah mekanika tanah Universitas Bina Nusantara - 2004) 24 2.1.5. Konstruksi Penahan Tanah Penanggulangan kelongsoran tanah dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi perkuatan, beberapa diantaranya adalah : Dinding penahan tanah konvensional (Gravity wall) Dinding penahan tanah adalah suatu dinding yang direncanakan untuk menahan permukaan tanah yang memiliki perbedaan tinggi pada masing-masing sisi. Mengandalkan berat sendiri dan gesekan tanah dasar untuk memikul gaya-gaya longsoran seperti tekanan lateral. Umumnya konstruksi ini dibuat dari material pasangan batu kali atau beton bertulang, dan campuran dari keduanya. Gambar 2.10. Dinding penahan tanah Soil Nailing (Tie Back) Soil Nailing adalah konstruksi perkuatan yang menggunakan batangan-batangan besi sebagai pemotong garis kelongsoran lereng. Cara aplikasi meode ini adalah dengan memasukkan / menyuntikkan batang besi batangan ke dalam lereng. 25 Gambar 2.11. Soil nailing Konstruksi sheet pile atau tiang pancang Konstruksi yang pada prinsipnya mengandalkan gaya-gaya pasif dari tanah dasar dan kekakuan konstruksi sheet pile. Umumnya terbuat dari beton bertulang. Gambar 2.12. Sheet pile cantilever wall of soldier pile Perkuatan material geosintetik Konstruksi yang pada prinsipnya menggunakan material geosintetik selaku elemen perkuatan dan bertujuan untuk memotong garis kelongsoran. 26 Gambar 2.13. Konstruksi Geotekstil 2.2. Geosintetik Geosintetik merupakan material yang terbuat dari bahan-bahan sintetik dan sudah banyak digunakan sebagai solusi dalam masalah-masalah geoteknik seperti kelongsoran lereng dan timbunan, penurunan konsolidasi, konstruksi perkuatan lereng / timbunan, dan juga memberikan ketahanan yang cukup baik terhadap gempa. Geosintetik dibagi menjadi beberapa golongan seperti geotekstil, geogrid, geomembran, dan lain sebagainya, mempunyai beberapa fungsi utama seperti separasi, filtrasi, perkuatan, drainase, proteksi, dan lapisan kedap. 2.2.1 Geotekstil Woven Geotekstil merupakan salah satu bagian dari geosintetik yang terbuat dari bahan serat polymer, dan bersifat flexibel dan mudah dilalui air. Geotekstil ini dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan untuk memperbaiki daya dukung tanah atau sebagai alat untuk melindungi tanah dari erosi dan memberikan kestabilan pada tanah. Pertama kali digunakan pada tahun 1958 untuk bangunan air di Florida. 27 Karena sifatnya yang mudah untuk dilalui oleh air, geotekstil mempunyai kegunaan yang cukup banyak. Secara garis besar, fungsi utama dari geotekstil adalah: a. Separasi b. Perkuatan c. Filtrasi d. Drainase e. Proteksi Berdasarkan bentuk anyamannya, geotekstil dibagi menjadi 2 macam, yaitu : geotekstil Woven, yang dianyam secara teratur, dan geotekstil Nonwoven, yang dianyam secara acak menggunakan jarum atau dilekatkan dengan resin atau dipanaskan hingga menempel. Dalam analisa ini, jenis geosintetik yang digunakan adalah Geotekstil woven. Jenis –jenis geotekstil woven : a. Woven monofilament b. Woven multifilament c. Woven slit-film monofilament d. Woven slit-film multifilament 28 Gambar 2.14. Geotekstil Woven (Distributor material geosintetik) Gambar 2.15. Aplikasi geotekstil woven di lapangan (Distributor material geosintetik) 29 2.3. Perancangan perkuatan lereng menggunakan geotekstil woven Untuk mengatasi kelongsoran atau kelongsoran lereng, banyak dilakukan usahausaha untuk perbaikan tanah, salah satunya adalah dengan menggunakan perkuatan konstruksi geotekstil woven yang memiliki kemampuan bertahan pada kondisi lingkungan yang memiliki sifat merusak lebih baik dibandingkan dengan perkuatan yang terbuat dari baja. Pendekatan desain geotekstil woven yang digunakan pada prinsipnya mengasumsikan konstruksi lereng di atas tanah pendukung yang stabil dengan mempertimbangkan tiga model kelongsoran, yaitu: Kelongsoran internal, dengan bidang kelongsoran yang masuk dan melewati elemen perkuatan. Kelongsoran eksternal, dengan permukaan kelongsoran lewat di belakang massa perkuatan. Kelongsoran gabungan, dengan permukaan kelongsoran lewat di belakang dan di dalam massa perkuatan. Lereng yang memiliki sudut kemiringan ≤ 45° disebut sebagai Shallow slope dan lereng yang memiliki kemiringan sudut > 45° disebut sebagai Steep Slope. Untuk perhitungan kesetimbangan lereng, biasa digunakan aplikasi komputer sebagai alat bantu. Jewell, Ruegger dan Schmertmann adalah beberapa peneliti yang telah berhasil membuat grafik mengenai panjang penjangkaran berdasarkan metode kesetimbangan gaya. Untuk timbunan yang besar dan tinggi dimana kegagalan lereng rentan terjadi, grafik Ruegger dan Schmertmann dapat digunakan secara akurat. Untuk timbunan sedang, dan rendah dapat menggunakan grafik dan metode Jewell (1990). 30 Dalam proses perancangan perkuatan geotekstil woven, faktor utama yang ditentukan adalah kuat tarik tarik material. a. Kuat tarik batas (Tultimit). Kuat tarik batas adalah kuat tarik puncak geotekstil woven (kN/m), yang diperoleh dari uji tarik lebar dan berdasarkan nilai gulungan minimum rata-ratanya. b. Kuat tarik yang diizinkan (Tdesain) Kuat tarik yang diizinkan diperhitungkan terhadap faktor keamanan keseluruhan yang mencakup berbagai asumsi desain meliputi beban berat, penempatan dan konsistansi timbunan. Bila sambungan atau keliman perkuatan dilakukan maka akan mengurangi kekuatan geotekstil woven. ( 2.15 ) Dimana : FK = RFsmbg = Faktor keamanan keseluruhan Faktor sambungan yang diambil dari rasio antara kekuatan benda uji yang tidak tersambung dengan benda uji yang tersambung dengan benda uji tersambung. 31 Gambar 2.16. Detail panjang penjangkaran dan tebal lapisan geotekstil 2.3.1. Perancangan geotekstil menggunakan metode Jewell (1990) Mengacu pada metode Jewell (1990), didapat koefisien tegangan lateral tanah untuk menghitung tebal antar lapisan (Svj) dan ratio panjang penjangkaran terhadap tinggi untuk menentukan panjang perkuatan (Lej). Kedua parameter ini diperoleh dari grafik Jewell (terlampir) dan tergantung pada nilai kuat geser dan ratio tegangan air pori tanah. Persamaan untuk menghitung tebal antar lapisan geotekstil dengan menggunakan metode Jewell adalah : ( 2.16 ) Dimana : Svj = Tebal tanah antar lapisan geosintetik Kreq = Koefisien tegangan lateral tanah, didapat dari grafik Jewell (terlampir) 32 Zmax = Ketinggian lereng maksimum γ = Berat isi volume tanah Dan juga perhitungan nilai n, jumlah lapisan geotekstil yang digunakan adalah: ( 2.17 ) Dimana : n = Jumlah lapisan H = Tinggi lereng Untuk menentukan panjang penjangkaran (Lej), yaitu : Lej = (LR / H) x H ( 2.18 ) Dengan ketentuan : Jika (LR / H)ovrl lebih besar dari pada (LR / H)ds maka yang digunakan adalah (LR / H)ovrl Jika (LR / H)ds lebih besar dari pada (LR / H)ovrl maka yang digunakan pada lapisan bawah adalah (LR / H)ds dan lapisan selanjutnya adalah (LR / H)ovrl. Dimana : Lej = (LR / H) = Panjang penjangkaran geotekstil Ratio panjang penjangkaran terhadap tinggi, didapat dari grafik Jewell (1990) 2.3.2. Perhitungan Stabilitas Eksternal Perhitungan panjang penjangkaran tebal lapisan, dan kuat tarik geotekstil woven seperti yang disajikan pada subbab 2.3 merupakan analisa terhadap stabilitas internal. Hasil dari perhitungan tersebut akan dianalisa kembali terhadap stabilitas eksternal Perhitungan stabilitas eksternal meliputi perhitungan stabilitas geser, stabilitas guling, 33 stabilitas akibat kelongsoran daya dukung lokal pada kaki timbunan, serta stabilitas global/overall. Untuk menghitung stabilitas geser, dapat digunakan persamaan : ( 2.19 ) ( 2.20 ) ( 2.21 ) ( 2.22 ) ( 2.23 ) Dimana : F = Gaya tahan terhadap stabilitas ggeser P = Gaya dorong yang bekerja Untuk menghitung stabilitas guling, dapat digunakan persamaan : ( 2.24 ) ( 2.25 ) ( 2.26 ) Dimana : Mov = Momen guling Ms = Momen stabilitas Stabilitas akibat kelongsoran daya dukung lokal dihitung dengan : ( 2.27 ) 34 2.4. GEMPA Gempa adalah peristiwa alam berupa getaran / goncangan tanah yang diawali oleh patahnya lapisan tanah / batuan di dalam kulit bumi dan diikuti pelepasan energi secara mendadak. Energi tersebut terakumulasi secara bertahap di lokasi sumber gempa sebagai energi potensial. Patahan / pelepasan energi terjadi pada saat batuan di lokasi sumber sudah tidak mampu lagi menahan gaya yang ditimbulkan oleh gerak relatif antar blok batuan itu. Besar kecilnya daya tahan batuan menentukan besar kecilnya kekuatan gempa yang terjadi. Berdasarkan sumber gempa, Gempa bumi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu: Gempa bumi tektonik Gempa bumi yang terjadi karena adanya pelepasan energi akibat pergerakan lempeng tektonik. Gempa bumi vulkanik Gempa bumi yang terjadi akibat aktifitas magma pada gunung berapi. Gempa bumi runtuhan Gempa bumi yang terjadi karena adanya runtuhan pada daerah longsor. Gempa bumi buatan Gempa bumi yang sengaja dibuat oleh manusia. Kedalaman sumber gempa adalah jarak dari titik fokus gempa (hiposenter) dengan permukaan diatas fokus (episenter). Klasifikasi kedalaman sumber gempa, yaitu: Gempa dangkal Gempa yang kedalamannya kurang dari 60 km (h = 0 – 60 km). 35 Gempa menengah Gempa yang kedalamannya antara 61 – 300 km (h = 61- 300 km). Gempa dalam Gempa yang kedalamannya lebih dari 300 km (h > 3 00 km). Gambar 2.17. Pembagian lempeng dunia (Internet) Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan Nusa Tenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dengan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3 lempeng itu sering terjadi gempa. 36 Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran partikel ke segala arah. Gambar 2.18. Peta kepulauan Indonesia pada pertemuan 3 lempeng (Internet) Berikut ini adalah 25 Daerah Wilayah Rawan Gempa Indonesia yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat - Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten Pandeglang, Jawa Barat, Banten, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi 37 Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Kepala BurungPapua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur. Untuk Banten (lokasi penelitian) sumber-sumber gempa terdapat pada zona subduksi pada pertemuan lempeng Australia dan lempeng Eurasia di Samudra Hindia dan ujung selatan Selat Sunda, serta disemua sesar (patahan) aktif di daratan. Intensitas gempa adalah tingkat kerusakan yang terasa pada lokasi terjadinya. Angkanya ditentukan dengan menilai kerusakan yang dihasilkan, pengaruhnya pada benda-benda, bangunan, dan tanah, dan akibatnya pada orang-orang. Dapat ditentukan dengan 2 cara, yaitu secara kuantitatif, dinyatakan sebagai percepatan puncak muka tanah (Peak Ground acceleration atau PGA) dan secara kualitatif, dinyatakan menurut persepsi, perasaan dan pengelihatan manusia, terbagi dalam berbagai skala (RossiForrel, Cancani, Mercalli, Medvedev, dll) namun, yang diakui secara Internasional pada saat ini adalah skala MMI (Modified Mercalli Intensity) diperkenalkan oleh Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Tabel 2.2. Skala MMI Skala MMI Ciri-ciri I Sangat jarang/hampir tidak ada orang dapat merasakan, tapi tercatat pada alat seismograf. II Terasa oleh sedikit sekali orang terutama yang ada di gedung tinggi, sebagian besar orang tidak dapat merasakan. III Terasa oleh sedikit orang, khususnya yang berada di gedung tinggi. Mobil yang parkir sedikit bergetar, getaran seperti akibat truk yang lewat. IV Pada siang hari akan terasa oleh banyak orang dalam ruangan, diluar ruangan hanya sedikit yang bisa merasakan. Pada malam hari sebagian 38 orang bisa terbangun. piring, jendela, pintu, dinding mengeluarkan bunyi retakan, lampu gantung bergoyang. V Dirasakan hampir oleh semua orang, pada malam hari sebagian besar orang tidur akan terbangun, barang di atas meja terjatuh, plesteran tembok retak, barang-barang yang tidak stabil akan roboh, bandul jam dinding akan berhenti. VI Dirasakan oleh semua orang, banyak orang yang ketakutan dan /panik, berhamburan keluar ruangan, banyak perabotan yang berat bergeser, plesteran dinding retak dan terkelupas, cerobong asap pabrik rusak. VII Setiap orang berhamburan keluar ruangan, kerusakan terjadi pada bangunan yang desain konstruksinya jelek, kerusakan sedikit sampai sedang terjadi pada bangunan dengan desain konstruksi biasa. Bangunan dengan konstruksi yang baik tidak mengalami kerusakan yang berarti. VIII Kerusakan luas pada bangunan dengan desain yang jelek, kerusakan berarti pada bangunan dengan desain biasa dan sedikit kerusakan pada bangunan dengan desain yang baik. Dinding panel akan pecah dan lepas dari framenya, cerobong asap pabrik runtuh, perabotan yang berat akan terguling, pengendara mobil terganggu. IX Kerusakan berarti pada bangunan dengan desain konstruksi yang baik, pipa bawah tanah putus, timbul keretakan pada tanah. X Sejumlah bangunan kayu dengan desain yang baik rusak, sebagian besar bangunan tembok rusak termasuk fondasinya. Retakan pada tanah akan semakin banyak, tanah longsor pada tebing-tebing sungai dan bukit, air sungai akan melimpas di atas tanggul. XII Kerusakan total, gerakan gempa terlihat bergelombang di atas tanah, benda-benda beterbangan ke udara. ( www.bmg.go.id ) 39 Magnituda adalah parameter gempa yang diukur berdasarkan peristiwa yang terjadi pada daerah tertentu, akibat goncangan gempa pada sumbernya. Satuan yang digunakan adalah skala Richter yang diperkenalkan oleh Charles F. Richter tahun 1934. Bumi ini dicirikan dari skala satu hingga skala sembilan berdasarkan skala Richter. 2.4.1. Peta zona gempa Berdasarkan hasil analisis terhadap data gempa bumi yang tercatat selama 100 tahun pengamatan terakhir, telah disusun peta zonasi gempa yang di dalamnya tercakup frekuensi kejadian dan skala besaran gempa sesuai dengan zona kegempaannya. Peta zona gempa adalah peta yang menggambarkan besarnya koefisien gempa pada suatu daerah yang sesuai dengan besaran kegempaannya. Berdasarkan dengan perhitungan seismic hazard analysis, yaitu perhitungan intensitas gempa yang mengacu pada perhitungan teori probabilitas, Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa, yaitu: Gambar 2.19. Pembagian wilayah gempa berdasarkan percepatan puncak batuan dasar (Pedoman perancangan bangunan gedung tinggi di DKI Jakarta – Seminar HAKI 2006) 40 Hasil perhitungan untuk setiap koordinat pada zona gempa Indonesia berupa percepatan gempa maksimum yang belum terkoreksi oleh pengaruh jenis tanah setempat. Untuk aplikasi dalam desain, diperlukan koreksi berdasarkan pengaruh jenis tanah setempat dengan menggunakan persamaan : ( 2.28 ) Dimana : S = Koefisien profil tanah, dapat dilihat pada tabel 2.4. A1 = Percepatan gempa maksimum hasil perhitungan pada suatu koordinat dan periode ulang tertentu, dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.3. Koefisien profil tanah Soil Profile Description 1 I 2 Rock of any characteristic, eithe shale-like or crystalline nature (such material may be characterized by a shear wave velocity greater than 760 m/s (2.500 ft/s), or by other appropriate means of classification); or S 1,0 Stiff soil condition where the soil depth is less than 60 m (200 ft) and the soil types overlying bedrock II Stiff clay or deep cohesionless conditions where the soil depth exceeds 60 m (200 ft) and the soil types overlying rockare stable deposits of sands, gravels, or stiff clays. 1,2 III Soft to medium-stiff clay and sands, characterized by 9 m (30 ft) or more of soft to medium-stiff clays with or without intervening layers of sand or other cohesionless soils. 1,5 IV Soft clays or silts greater than 12 m (40ft) in depth. (such materials may be characterized by a shear wave velocity less than 150 m/s (500 ft/s) and might include loose natural deposits or synthetic, non engineered fill.) 2,0 (Lazarte, 2003) 41 Tabel 2.4. Percepatan maksimum dengan periode ulang 500 tahun dalam 6 wilayah Indonesia Wilayah Percepatan puncak gempa batuan dasar ('g') Percepatan puncak muka tanah Ao ('g') Tanah Tanah Tanah keras sedang lunak Tanah khusus 1 0,03 0,03 0,04 0,08 2 0,10 0,12 0,15 0,23 Diperlukan 3 0,15 0,18 0,22 0,30 evaluasi 4 0,20 0,24 0,28 0,34 khusus di 5 0,25 0,29 0,33 0,36 setiap lokasi 6 0,30 0,33 0,36 0,36 (Pedoman perancangan bangunan gedung tinggi di DKI Jakarta – Seminar HAKI 2006) Setelah didapat koefisien percepatan berdasarkan kondisi tanah yang ditinjau, selanjutnya adalah menghitung koefisien percepatan desain dengan pusat gravitasi, Am dengan persamaan : ( 2.29 ) Kemudian, menghitung koefisien gempa horizontal, kh, dengan menggunakan persamaan : ( 2.30 ) 2.5. Program GEO-SLOPE Program GEO-SLOPE adalah program komputer yang khusus diciptakan untuk membantu proses analisa yang berhubungan dengan lingkup teknik sipil. Program GEOSLOPE biasa digunakan dalam perhitungan konstruksi yang berkaitan dengan 42 geoteknik. Program GEO-SLOPE terbagi atas 6 sub program, yaitu : Slope/w, Seep/w, Temp/w, Quake/w, Ctran/w dan Sigma/w. Setiap subprogram memiliki fungsi yang berbeda. Program Slope/w dikhususkan untuk perhitungan kestabilan lereng, program Seep/w dikhususkan untuk perhitungan yang berkaitan dengan air tanah, program Quake/w dikhususkan untuk perhitungan yang berkaitan dengan analisa gempa, program Ctran/w dikhususkan untuk perhitungan yang berkaitan dengan analisa jalan raya dan transportasi, program Sigma/w dikhususkan untuk prehitungan yang berkaitan dengan permasalahan penurunan tanah. Dalam tugas akhir ini, jenis program GEO-SLOPE yang digunakan adalah sub program Slope/w, yang dikhususkan untuk perhitungan perkuatan lereng. Slope/w adalah program yang menggunakan teori kesetimbangan batas untuk menghitung faktor keamanan lereng. Program Slope/w menggunakan Ordinary (atau Fellenius) method, metode Bishop di sederhanakan, metode Janbu yang disederhanakan, metode Spenser, metode Morgenstern – Price, metode Corps of Enggineers, metode Lowe – Karafiath, metode Generalized Limit Equilibrium (GLE). Untuk menghitung faktor keamanan, slope /w menggunakan teori kesetimbangan batas dari gaya dan momen. faktor keamanan merupakan faktor dimana kekuatan geser tanah direduksi hingga massa tanah pada wilayah kelongsoran mencapai kesetimbangan batas.