ANALISIS RISIKO PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PT AJINOMOTO BERDASARKAN KONSEP MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN Yulyati Simamora, Nani Kurniati Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: [email protected] ; [email protected] Abstrak Industri merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan, namun aktivitas industri akan diikuti dengan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut adalah jika dihasilkan limbah cair yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Risiko lingkungan ini muncul jika Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak mampu mengolah limbah cair sehingga melebihi standard baku mutu. Oleh karena itu dibutuhkan aplikasi sistematis dalam meminimasi kemungkinan terjadinya risiko terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi dan analisis risiko lingkungan berdasarkan konsep manajemen risiko lingkungan dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Root Cause Analysis (RCA). Di akhir penelitian diberikan usulan atau rekomendasi untuk mitigasi risiko. Berdasarkan hasil identifikasi risiko dan akar penyebab terjadinya risiko terdapat empat risiko yaitu limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, bakteri WWTP mati, dan pencemaran lingkungan. Dari masing-masing risiko yang teridentifikasi ini diketahui tingkatan risikonya berdasarkan matriks risiko bahwa risiko limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, dan pencemaran lingkungan termasuk low risk dan risiko bakteri WWTP mati termasuk high risk. Kata kunci : Manajemen risiko lingkungan, FMEA, RCA, mitigasi Abstract Industry is one of important element in development, but the industrial activity will be followed with negative impact to environment. The negative impact is if liquid waste can damage the environment. Environment risk will be happened if the Waste Water Treatment Plant (WWTP) unable to processing of liquid waste so that exceed quality standard. Therefore needed the systematic application to minimize risk probability throughout environment. In this research identified and analysis environment risk based on environmental risk management and used Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) and Root Cause Analysis (RCA) as a method. In the end given recommendation for risk mitigation. Based on the result identification and root cause of risk there are four risk such as liquid waste spilled, degradation of quality effluent, death of bacteria, and environmental pollution. Based on the matrix risk that liquid waste spilled, degradation of quality effluent,and environmental pollution are represent low risk and death of bacteria is high risk. Keywords : Environment risk management, FMEA, RCA, mitigation 1. Pendahuluan Pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan semakin meningkatnya kegiatan industri di Indonesia. Dari kegiatan industri ini selain memberikan dampak positif, industri juga memiliki dampak negatif. Dampak negatif ini kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan. Salah satu dampaknya adalah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat polusi dan limbah yang dihasilkan industri. Dampak negatif ini menjadi salah satu fokus utama di mana banyak perusahaan mulai peduli akan pentingnya isu lingkungan hidup. Selain itu berdasarkan peraturan pemerintah di dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang melakukan pengelolaan lingkungan bagi setiap perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya dan adanya konsekuensi yang harus ditanggung jika mencemari lingkungan. Sebelum limbah yang dihasilkan industri tersebut dibuang ke lingkungan yang berakibat pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan, maka terlebih dahulu dilakukan proses 1 pengolahan limbah. Tidak hanya mengenai bagaimana pengolahannya, tetapi limbah juga ditentukan baku mutunya. Maka dalam sebuah aktivitas industri diperlukan sebuah instalasi untuk mengolah limbah yaitu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai satu departemen dalam perusahaan untuk melaksanakan Sistem Manajemen Lingkungan dengan tujuan untuk menghasilkan limbah yang ramah lingkungan sekaligus dapat mengurangi risiko limbah cair ketika limbah tersebut dibuang ke lingkungan. Salah satu langkah dalam mencegah terjadinya risiko adalah dengan pendekatan Manajemen Risiko Lingkungan. 2. Risiko The Australia/New Zealand Standard for Risk Management (AS/NZS 4360:1999) (1999) memaparkan bahwa resiko adalah suatu kemungkinan dari suatu kejadian yang akan mempengaruhi suatu tujuan. Risiko tersebut diukur dalam terminologi consequences (konsekuensi) dan likelihood (kemungkinan/probabilitas). 3. Manajemen Risiko Lingkungan Menurut Stoklosa (1999) manajemen risiko lingkungan adalah proses secara sistematis untuk mengidentifikasi bahaya lingkungan, menganalisa kemungkinan dan konsekuensi, serta mengatur hasil tingkat risiko. Manajemen risiko lingkungan adalah aplikasi sistematis dari kebijaksanaan manajemen, prosedur dan praktek dalam mengkomunikasikan, menetapkan keadaan, mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, memonitor, dan meninjau ulang risiko terhadap lingkungan. Menurut The Standards Australia/New Zealand (1999) prosedur utama melakukan manajemen risiko lingkungan ada empat, antara lain : 1. Problem Formulation Merupakan proses untuk mengevaluasi dugaan tentang mengapa suatu efek terhadap lingkungan sudah terjadi, atau dapat terjadi dari aktivitas manusia. Tahap ini merupakan tahap awal dari keseluruhan penilaian risiko lingkungan. Beberapa hal yang utama dalam perumusan masalah meliputi: mengidentifikasi dan menggambarkan permasalahan mengumpulkan dan mengintegrasikan informasi yang tersedia mengembangkan suatu model konseptual yang menyangkut permasalahan mengembangkan suatu rencana analisis risiko Model konseptual tersebut dilakukan pembaharuan selama melakukan penyelidikan ketika data dan informasi sudah tersedia. Model konseptual ini meliputi : hubungan antara aktivitas manusia, risiko, dan sumber risiko faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan (likelihood) dari permasalahan yang terjadi pengaruh pada ekosistem (consequence) 2. Risk Analysis The Standards Australia/New Zealand (AS/NZS 4360:2004) menjabarkan bahwa risiko adalah suatu kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak diinginkan yang akan mempengaruhi suatu aktivitas atau obyek. Risiko tersebut diukur dalam consequences (konsekuensi) dan likelihood (kemungkinan/probabilitas). Likelihood merupakan kemungkinan dalam suatu periode waktu dari suatu risiko tersebut akan muncul. Perhitungan kemungkinan atau peluang yang sering digunakan adalah frekuensi. Consequence adalah suatu kejadian dari suatu akibat seperti kerugian. Perhitungan risiko dapat dirumuskan sebagai perkalian dari Likelihood dengan Consequence. Risk = Likelihood X Consequences...(2.1) Analisis risiko mencakup pertimbangan mengenai sumber risiko, konsekuensi, dan kemungkinan dari risiko tersebut. Risiko dianalisa dengan mengkombinasikan nilai likelihood (probabilitas atau frekuensi) dan consequence (dampak atau efek). Menurut The Standards Australia/New Zealand (1999), masing-masing risiko dinilai secara kualitatif dalam lima kategori masing-masing terhadap likelihood dan consequences. Dari lima analisis risiko ini menghasilkan empat tingkatan risiko yaitu Extreme, High, Medium, dan Low. Tabel 3.1 Analisis Risiko : Penilaian Likelihood Level Descriptor Description Almost Kemungkinan terjadi sangat A certain sering Likely Sering terjadi B Moderate Terjadi beberapa kali C Unlikely Terjadi kadang-kadang D Kemungkinan jarang sekali Rare E terjadi 2 Tabel 3.2 Penilaian Consequences Risiko 1 2 3 4 5 Example : Description/Indicator Tidak ada luka-luka, Insignificant kerugian finansial rendah Membutuhkan Minor pertolongan pertama, kerugian finansial sedang Membutuhkan medical Moderate treatment, kerugian finansial yang tinggi Menimbulkan kerugian yang luas, luka serius, Major kemampuan produksi terganggu, kerugian finansial yang besar Menyebabkan kematian, menimbulkan kerusakan Catastrophic yang serius, dan kerugian finansial yang sangat besar Descriptor 4. Risk Management Risk Management merupakan tahap di mana perusahaan dapat mempertimbangkan strategi alternatif untuk memperkecil atau mengurangi kemungkinan terjadinya risiko dan konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan. Tahap ini disebut sebagai tahap mitigasi risiko. Mitigasi adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengeliminasi/mereduksi kemungkinan terjadinya unexpected event, atau mereduksi konsekuensi/akibat yang meliputi tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Pada tahap mitigasi ini dilakukan pengidentifikasian risiko, hazard yang dapat terjadi, mekanisme timbulnya dan mengestimasi tingkat risiko serta memprioritaskan risiko tersebut. Discussion Between the Risk Assessor and Risk Manager (Planning) Problem Formulation 3. Risk Characterization ANALYSIS Risk Characterization merupakan langkah terakhir dari suatu penilaian risiko, yaitu untuk mengetahui tingkatan risiko dari suatu kejadian. Tingkatan risiko tersebut dapat diketahui dengan mengelompokkan atau menggolongkan nilai likelihood dan consequences ke dalam suatu matriks risiko. Characterization of Exposure Characterization of Ecological Effects Data Acquisition; Verification and Monitoring Level Risk Characterization Setelah diketahui nilai consequences dan likelihood yang ada, dapat diplotkan pada Risk Matrix untuk mengetahui seberapa tinggi risiko yang akan ditimbulkan. Tabel 3.3 Matriks Risiko Lingkungan Discussion Between the Risk Assessor and Risk Manager (Results) Risk Management Gambar 3.1 Framework Manajemen Risiko Lingkungan (USEPA, 1992) Keterangan : E : Extreme risk – tidak dapat ditoleransi perlu penanganan dengan segera H : High risk – tidak diinginkan dan hanya dapat diterima ketika pengurangan risiko tidak dapat dilaksanakan, perlu perhatian khusus dari pihak manajemen M : Moderate risk – diterima dengan persetujuan dan memerlukan tanggung jawab yang jelas dari manajemen. L : Low risk – diterima dengan persetujuan oleh pihak manajemen dan dapat diatasi dengan prosedur yang rutin. 4. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan konsep Manajemen Risiko Lingkungan yang terdiri dari empat tahapan yang telah diuraikan sebelumnya. Tahap awal dilakukan perumusan masalah (problem formulation) dari kejadian di IPAL. Dalam mengidentifikasi risiko dilakukan dengan mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana risiko muncul. Identifikasi risiko ini menggunakan dua metode yaitu FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan RCA (Root Cause Analysis). 3 Tahap kedua adalah menganalisis risiko berdasarkan hasil perumusan masalah dan identifikasi risiko. Analisis risiko dilakukan secara kualitatif dengan brainstorming dengan pihak perusahaan. Tahap ketiga adalah mengetahui tingkatan risiko dari suatu kejadian berdasarkan hasil penilaian dan analisis risiko (consequences dan likelihood), serta matriks risiko. Tahap yang terakhir adalah melakukan risk management yaitu dengan mitigasi risiko. Pada tahap ini akan dilakukan dengan memberi rekomendasi atau usulan mengenai penanganan yang sebaiknya dilakukan terhadap tingkatan risiko tersebut. Tabel 5.1 Aktivitas Pengolahan Setiap Unit (Lanjutan) 5. Pengumpulan dan Pengolahan Data Proses pengolahan air limbah di dalam masing-masing unit bangunan IPAL PT Ajinomoto Equalization Tank Control Point as Influent : TOC – COD – TN – pH Dewatering Unit -Belt Press Filter Biological Treatment Activated Sludge Process : CHON + O2 à NH3 + CO2 Nitrification Process : NH4 + O2 à NO2 à NO3 De-Nitrification Process : NO2/NO3 à N2 Settling Tank 2 The Final Clarifier (Sedimentation Process) Control Point as Effluent : - TOC – COD – BOD - TN – pH - Al Settling Tank 1 The First Clarifier (Sedimentation Process) Control Point as OFST-1: - TOC – COD – TN – pH - Clarity Chemical Unit Process CT – 1 : Poly Aluminium Chloride add. CT – 2 : NaOH add. (pH adjust) CT – 3 : Anion Polymer add. Gambar 5.1 Waste Water Treatment Biological De Nitrification Process Problem formulation diawali dengan melakukan identifikasi risiko pada setiap unit proses pengolahan limbah cair, yaitu mulai proses pengumpulan limbah cair sampai dengan efluen dibuang ke lingkungan dan pengambilan lumpur untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk amina. Aktivitas pengolahan limbah cair pada setiap unit dapat dilihat pada Tabel 5.1. Dari aktivitas proses pengolahan limbah cair di atas, maka dapat diidentifikasi risiko dari setiap unit pada IPAL PT Ajinomoto dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan RCA (Root Cause Analysis). Tabel 5.2 Identifikasi Risiko dengan FMEA Tabel 5.1 Aktivitas Pengolahan Setiap Unit 4 Tabel 5.2 Identifikasi Risiko dengan FMEA (Lanjutan) Tabel 5.2 Identifikasi Risiko dengan FMEA (Lanjutan) Dari FMEA di atas, risiko yang teridentifikasi antara lain limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen (BOD dan COD tinggi), bakteri WWTP mati, nilai karakteristik tidak sesuai standard baku mutu, efluen tidak jernih, dan pencemaran lingkungan. Teridentifikasinya beberapa risiko tersebut, dimana ada risiko yang sama dengan risiko yang lain maka dapat disederhanakan menjadi empat risiko sebagai berikut : 1. Limbah cair tumpah 2. Penurunan kualitas efluen 3. Bakteri WWTP mati 4. Pencemaran lingkungan Risiko yang disederhanakan adalah risiko penurunan kualitas efluen, di mana risiko ini menjadi risiko yang mayor atau utama. Penurunan kualitas efluen ini terdiri dari aspek nilai karakteristik tidak sesuai standard baku mutu dan efluen tidak jernih. Kedua risiko ini memiliki dampak atau akibat yang sama dengan penurunan kualitas efluen, yaitu diperoleh air hasil olahan (efluen) dengan kualitas yang kurang baik dan tidak memenuhi standard baku mutu. Berdasarkan identifikasi risiko FMEA di atas, dapat dilakukan identifikasi terhadap akar penyebab dari permasalahan yang terjadi dengan metode Root Cause Analysis (RCA). RCA ini dibuat berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan yang berkaitan dengan WWTP PT Ajinomoto. 5 Limbah Cair Tumpah Kelebihan supply limbah cair dari setiap departemen Pipa menuju Chemical Unit Process rusak/buntu Pompa centrifugal pada Equalization Tank mengalami kerusakan Kualitas pompa centrifugal kurang baik Lamanya usia pompa centrifugal dengan pihak pelaksana WWTP PT Ajinomoto untuk mengestimasi probabilitas kejadian risiko. Nilai kategori likelihood dapat dilihat pada Tabel 5.3. No 1 Tidak dilakukan inspeksi/ perawatan 2 Tenaga maintenance kurang 3 Gambar 5.2 Root Cause Analysis Limbah Cair Tumpah 4 Pencemaran Lingkungan No 1 2 Pipa pada Dewatering Unit untuk mengambil lumpur rusak/bocor Pipa pada Settling Tank 1 untuk mengalirkan lumpur rusak/bocor Korosi Korosi Gambar 5.3 Root Cause Analysis Pencemaran Lingkungan 4 Tabel 5.4 Nilai Consequences Risiko Risiko Consequences Limbah cair tumpah Insignificant Penurunan kualitas Insignificant efluen Bakteri WWTP mati Major Pencemaran Insignificant lingkungan Dari hasil analisis risiko yang telah dilakukan, diketahui nilai likelihood dan consequences, dan selanjutnya adalah melakukan pemetaan risiko dengan matriks risiko. Tabel 5.5 Matriks Risiko Proses WWTP Terganggu Bakteri WWTP mati Lumpur aktif berkurang Supply oksigen untuk mikroorganisme berkurang Kadar bahan kimia melebihi batas baku mutu Difuser dan blower pada tangki aerasi tidak berfungsi Lamanya usia difuser dan blower Korosi Udara 3 Tabel 5.3 Nilai Likelihood Risiko Risiko Likelihood Limbah cair tumpah Rare Penurunan kualitas Rare efluen Bakteri WWTP mati Rare Pencemaran Unlikely lingkungan Bahan Kimia Tidak dilakukan inspeksi/ perawatan Tenaga maintenance kurang Gambar 5.4 Root Cause Analysis Bakteri WWTP Mati Tahap selanjutnya dalam manajemen risiko lingkungan adalah risk analysis. Pada tahap ini dilakukan penilaian risiko, analisa terhadap risiko, dan mengukur tingkat risiko yang terjadi. Dari risiko yang telah teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah mengestimasi probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko, menentukan tingkat risiko, dan mengetahui nilai risiko. Penilaian likelihood dan consequences ini dilakukan dengan wawancara dan brainstorming Berdasarkan matriks risiko pada The Australia/New Zealand Standard for Risk Management (AS/NZS 4360:1999) (1999), risiko limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, dan pencemaran lingkungan termasuk dalam kategori Low Risk, sedangkan risiko bakteri WWTP mati termasuk kategori High Risk. 6. Analisis dan Mitigasi 6.1 Analisis Failure Mode and Effect Analysis 1. Limbah cair tumpah Limbah cair tumpah terjadi pada Equalization Tank. Limbah cair yang tumpah dapat mengakibatkan pencemaran tanah. Dampak dari pencemaran tanah adalah 6 rusaknya struktur tanah, air tanah terkontaminasi, dan bahkan dapat mengganggu mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Ketika limbah cair telah mencemari permukaan tanah, maka dapat menguap, terbawa air hujan, dan atau masuk ke dalam tanah. 2. Penurunan kualitas efluen Penurunan kualitas efluen terjadi ketika parameter fisika dan kimia tidak sesuai dengan standard baku mutu yang sudah ditentukan. Jika penurunan kualitas efluen pada IPAL PT Ajinomoto terjadi maka akan berdampak pada lingkungan sekitar perusahaan. Terutama pada Sungai Brantas, di mana efluen akan dibuang ke sungai sehingga berdampak pada matinya biota air, tumbuhan air, dan hewan air. 3. Bakteri WWTP mati Ketika metabolisme mikroorganisme terganggu. Metabolisme mikroorganisme terganggu pada saat lumpur aktif dalam Biological Treatment berkurang bahkan habis dan ketika supply oksigen untuk mikroorganisme berkurang. Sehingga apabila terjadi kematian pada bakteri akan mempengaruhi aktivitas proses pengolahan limbah di mana pengolahan limbah menggunakan proses biologi. 4. Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan terjadi akibat dari pipa-pipa pada Instalasi Pengolahan Air Limbah yaitu pada unit Settling Tank 1 dan Dewatering Unit mengalami kebocoran sehingga lumpur tercecer. Lumpur yang tercecer ini adalah lumpur yang mengandung mikroorganisme dan dapat mencemari tanah. 6.2 Analisis Root Cause Analysis 1. Limbah cair tumpah Tumpahnya limbah cair disebabkan karena supply limbah cair yang berlebih dari departemen yang ada di pabrik. Salah satu departemen yaitu dari departemen produksi, di mana jika terjadi kondisi abnormal dari proses produksi seperti mesin atau pompa yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Mesin atau pompa yang rusak untuk mengalirkan limbah cairnya ke Instalasi Pengolahan Air Limbah dapat menyebabkan supply limbah cair berlebihan. Penyebab lain terjadinya limbah cair tumpah adalah pompa centrifugal yang rusak pada Equalization Tank 1 karena lamanya usia, kualitas pompa yang kurang bagus sehingga mempengaruhi kinerja pompa, dan karena tidak dilakukannya inspeksi pada pompa karena jumlah operator yang kurang untuk melakukan perawatan. Limbah cair yang tumpah juga disebabkan karena pipa yang berfungsi untuk mengalirkan air limbah dari Settling Tank 1 menuju Chemical Unit Process buntu, sehingga mengakibatkan overflow pada Settling Tank 1 dan limbah cair menjadi tumpah. 2. Penurunan Kualitas Efluen Kualitas efluen menjadi kurang baik ketika warna efluen tidak jernih. Penyebabnya adalah karena pipa yang berfungsi untuk mengalirkan lumpur kembali dari Settling Tank 1 menuju tangki aerasi terjadi kebocoran, sehingga air yang sudah diolah dan jernih akan bercampur kembali dengan lumpur yang ada di tangki aerasi dan menyebabkan air yang sudah dijernihkan menjadi tidak jernih. Keterbatasan bahan kimia Poly Aluminium Chloride, NaOH, dan Anion Polymer yang digunakan untuk menjernihkan air juga mengakibatkan warna efluen menjadi tidak jernih. Penurunan kualitas efluen juga disebabkan karena nilai karakteristik efluen tidak memenuhi standard baku mutu limbah cair. Nilai karakteristik efluen yang tidak sesuai ini dapat disebabkan oleh metabolisme mikroorganisme dalam air terganggu sehingga tidak mampu mengolah limbah cair secara biologis. Kesalahan operator (laboran) dalam melakukan pengujian dan analisa laboratorium sehingga diperoleh hasil yang tidak akurat juga dapat mempengaruhi penurunan kualitas pada efluen. Hal lain yang mempengaruhi kualitas efluen menjadi kurang baik adalah pompa centrifugal pada Settling Tank 2 mengalami kerusakan. Jika pompa ini rusak maka tidak diperoleh sampel air untuk dilakukan pengujian sebelum akhirnya efluen dibuang ke lingkungan. 3. Bakteri WWTP mati Bakteri WWTP mati pada proses pengolahan limbah diakibatkan dari lumpur aktif pada Settling Tank 1 dan 2 habis karena kadar bahan kimia yang melebihi batas baku mutu mengakibatkan jumlah populasi mikroorganisme tidak konstan, maka akan mengakibatkan proses WWTP terganggu. Bakteri WWTP mati juga disebabkan karena kurangnya supply oksigen untuk mikroorganisme dalam air. Supply oksigen berkurang karena difuser dan blower yang berfungsi untuk menyediakan oksigen pada proses biologis rusak. Kerusakan pada difuser 7 dan blower dapat disebabkan lamanya usia, kualitas difuser dan blower yang kurang bagus sehingga mempengaruhi kinerja difuser dan blower, dan karena tidak dilakukannya inspeksi pada difuser dan blower karena jumlah operator yang kurang untuk melakukan perawatan. 5. Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan disebabkan oleh kebocoran pipa pada Settling Tank 1 yang berfungsi untuk mengalirkan lumpur kembali ke tangki aerasi dan pipa pada Dewatering Unit untuk mengambil lumpur. Pipa pada Settling Tank 1 dan Dewatering Unit bocor disebabkan karena korosi. Akibat dari kebocoran pipa ini sehingga lumpur keluar membuat tanah terkontaminasi. terjadinya pencemaran lingkungan karena pipa-pipa pada Instalasi Pengolahan Air Limbah terjadi kebocoran yang disebabkan korosi. 6.4 Analisis Risiko Berdasarkan Consequences 1. Limbah Cair Tumpah Risiko limbah cair tumpah termasuk pada level insignificant, yang berarti bahwa tidak ada luka-luka, kerugian finansial yang rendah jika terjadi tumpahan limbah cair. 2. Penurunan Kualitas Efluen Penurunan kualitas efluen termasuk pada level insignificant, yang berarti bahwa tidak ada luka-luka, dan kerugian finansial yang rendah. 6.3 Analisis Risiko Berdasarkan Likelihood 1. Limbah Cair Tumpah Risiko limbah cair tumpah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah sangat kecil kemungkinannya terjadi, karena PT Ajinomoto telah memiliki satu bangunan yaitu Emergency Tank yang berfungsi untuk menampung limbah cair ketika kapasitasnya melebihi debit air limbah pada Equalization Tank. Oleh karena itu, risiko limbah cair tumpah dapat digolongkan pada level rare yaitu kemungkinan jarang sekali terjadi. 3. Bakteri WWTP mati Bakteri WWTP mati memiliki tingkat consequence pada level major, yang berarti bahwa risiko menimbulkan kerugian yang luas, kemampuan produksi terganggu, dan kerugian finansial yang besar. 2. Penurunan Kualitas Efluen Risiko penurunan kualitas efluen termasuk dalam level rare. Hal ini dikarenakan pengujian air limbah oleh bagian Laboratorium IPAL PT Ajinomoto dilakukan setiap dua jam sekali, melakukan process control setiap empat jam sekai, dan dianalisa setiap delapan jam sekali. Pengujian ini dilakukan pada air limbah yang masuk ke IPAL PT Ajinomoto (influen) dan air limbah setelah dilakukan pengolahan (efluen). 6.5 Analisis Risk Characterization 1. Limbah Cair Tumpah Risiko limbah cair tumpah termasuk dalam level low risk. Artinya risiko ini diterima dengan persetujuan oleh pihak manajemen dan dapat diatasi dengan prosedur yang rutin. 3. Bakteri WWTP mati Bakteri WWTP mati yang dapat disebabkan karena berkurangnya supply oksigen memiliki tingkat kemungkinan yang jarang sekali terjadi. Hal ini disebabkan IPAL PT Ajinomoto selalu berusaha menjaga kondisi mikroorganisme agar tetap hidup. Maka risiko bakteri WWTP mati termasuk dalam level rare, yaitu kemungkinan jarang sekali terjadi. 4. Pencemaran Lingkungan Risiko pencemaran lingkungan termasuk dalam level unlikely, yaitu kemungkinan terjadi kadang-kadang. Kemungkinan 4. Pencemaran Lingkungan Risiko pencemaran lingkungan termasuk pada level insignificant, yang berarti bahwa tidak ada luka-luka dan kerugian finansial yang rendah. 2. Penurunan Kualitas Efluen Risiko penurunan kualitas efluen termasuk dalam level low risk. Artinya risiko ini diterima dengan persetujuan oleh pihak manajemen dan dapat diatasi dengan prosedur yang rutin. 3. Bakteri WWTP mati Risiko bakteri WWTP mati termasuk dalam level high risk. Artinya risiko ini tidak diinginkan dan hanya dapat diterima ketika pengurangan risiko tidak dapat dilaksanakan, sehingga memerlukan perhatian khusus dari pihak manajemen perusahaan. 4. Pencemaran Lingkungan Risiko pencemaran lingkungan termasuk level low risk. Artinya risiko ini diterima 8 dengan persetujuan oleh pihak manajemen dan dapat diatasi dengan prosedur yang rutin. 6.6 Risk Management Risk Management merupakan upaya yang dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi kemungkinan terjadinya risiko dan konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan. Upaya ini merupakan mitigasi risiko. Upaya mitigasi risiko pada penelitian ini hanya sebatas memberikan rekomendasi atau usulan kepada perusahaan. 1. Risiko Limbah Cair Tumpah Upaya mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko limbah cair tumpah yaitu : a. Melakukan inspeksi limbah cair yang masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah melalui unit Gathering Tank A dan B sampai dialirkan ke Biological Treatment. b. Melakukan perawatan rutin pada pompa centrifugal di Equalization Tank. c. Memasang alat pendeteksi untuk mengetahui volume limbah cair ketika hampir penuh. d. Melakukan inspeksi pada pipa dari Settling Tank 1 menuju Chemical Unit Process untuk menghindari terjadinya overflow saat mengalirkan air limbah. 2. Risiko Penurunan Kualitas Efluen Upaya mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko penurunan kualitas efluen yaitu : a. Melakukan inspeksi/perawatan pada tangki agitator (mixer). b. Memonitor proses di Biological Treatment. c. Memonitor proses pengaliran lumpur dan air pada Settling Tank 1 dan Settling Tank 2. d. Melakukan inspeksi/perawatan pada pompa centrifugal. e. Meningkatkan ketelitian laboran dalam pengujian laboratorium. f. Melakukan inspeksi sumber air limbah yang banyak mengandung bahan kimia kemudian dilakukan pretreatment di lokasi itu hingga kualitasnya sama dengan air limbah organik. 3. Risiko Bakteri WWTP Mati Upaya mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko bakteri WWTP mati yaitu : a. b. c. d. Melakukan inspeksi/perawatan pada difuser dan blower. Memonitor proses pengolahan biologis pada Biological Treatment dan tangki aerasi. Memonitor jumlah populasi lumpur pada Dewatering Unit. Melakukan pembiakan bakteri dalam inkubator sampai kadar yang sesuai dengan kebutuhan limbah. 4. Risiko Pencemaran Lingkungan Upaya mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko pencemaran lingkungan yaitu : a. Melakukan inspeksi pada pipa untuk menghindari kebocoran. b. Memonitor sumber adanya tumpahan atau terjadinya kebocoran. c. Memasang isolasi pada pipa untuk mencegah tumpahan lumpur sehingga tidak terjadi kontaminasi tanah. 7. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Hasil identifikasi risiko berdasarkan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) didapatkan enam risiko yang teridentifikasi, tetapi disederhanakan menjadi empat risiko yaitu limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, bakteri WWTP mati, dan pencemaran lingkungan. 2. Berdasarkan Root Cause Analysis (RCA) penyebab terjadinya empat risiko tersebut adalah alat atau mesin yang gagal berfungsi karena lamanya usia dan kualitas alat sehingga mempengaruhi aktivitas pengolahan limbah cair. 3. Dari matriks risiko didapatkan risiko limbah cair tumpah, penurunan kualitas efluen, dan pencemaran lingkungan termasuk low risk dan risiko bakteri WWTP mati termasuk high risk. 4. Upaya mitigasi risiko dilakukan berdasarkan hasil Root Cause Analysis (RCA). Mitigasi risiko tertinggi bakteri WWTP mati dapat dilakukan dengan melakukan inspeksi/perawatan pada difuser dan blower, memonitor proses pengolahan biologis pada Biological Treatment dan tangki aerasi, memonitor jumlah populasi lumpur pada Dewatering Unit, dan melakukan pembiakan 9 bakteri dalam inkubator sampai kadar yang sesuai dengan kebutuhan limbah.Sistem pompa Karbamat memiliki konfigurasi standby redundancy dimana sistem ini terdiri dari empat buah state/kondisi yang terbagi menjadi operating state (state 1, 2 dan 3) yaitu kondisi dimana sistem beroperasi secara normal dengan minimal dua unit pompa; dan failed state (state 4) dimana sistem mengalami kegagalan karena hanya satu unit pompa yang beroperasi. 6. Daftar Pustaka Azlia, Wifqi. (2008). Analisis Risiko Lingkungan Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT SIER (PERSERO) Dengan Pendekatan Risk Management. Surabaya : Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi sepuluh Nopember Bapedalda Jawa Timur. Daftar Kebijakan Bidang PLH. <URL:http://bapedaljatim.info.go.id> Bramanti, G.W. (2007). Analisa Risiko Kesehatan Kualitas Air Minum PDAM Kota Surabaya. Surabaya : Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Frantzen, Kurt A. (2002). Risk-Based Analysis For Environmental Managers. United States : Lewis Publishers Gallert, C., and Winter, J., (2005). Bacterial Metabolism in Wastewater Treatment Systems. Weinheim : WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA Hart et al. (2003). Risk-Based Assessment Of Ecosystem Protection In Ambient Waters. Australia : Guideline for Environmental Management Hidayat, W., Teknologi Pengolahan Air Limbah. 2008. <URL:http://majarimagazine.com> Indradewi, Nur Oktavitri. (2008). Analisis Manajemen Resiko Lingkungan Limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun (B3) Berdasarkan Penilaian Risiko Dengan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP). Surabaya : Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Panggabean, Sahat. M. (2000). Minimisasi Limbah Pada Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif. Batan : Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif Patton, E. Dorothy, Ph.D. (1992). Framework for Ecological Risk Assessment. Washington, DC : US. Environmental Protection Agency River, Dr Su Wild. (2004). Environmental Risk Assessment Report for The Australian National University. The Australian National University : Centre for Resource and Environmental Studies Wahyuningsih, Sat Restu. (2006). Identifikasi Resiko Bencana Dan Perencanaan Langkah Mitigasi Padas Proses Pemurnian Gula (Studi Kasus PG Toelangan Sidoarjo). Surabaya : Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi sepuluh Nopember Setyobudiarso, H. (2000). Pengolahan Limbah Cair Dengan Sistem Kombinasi Filterasi dan Wetland. Malang : Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Negeri Malang Standards Australia. (1999). Risk Management AS/NZS 4360:1999. Standards Association of Australia, Strathfield NSW Stoklosa, R. (1997). Risk Assessment For Environmental management Of The Marine Environment. The APPEA Journal, 38 (1), 715-723 Tasmanian Counter Terror Review Team., Jan.2003. “Risk Management Process”. Draft Guidance Manual For Infrastructure Operators:7-8 www.suaramerdeka.com Nuraini, S., (2004). Pengelolaan Limbah Cair Pada Industri Penyamakan Kulit Industri Pulp Dan Kertas Industri Kelapa Sawit. Medan : Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Omen, Gilbert. S. (2006). The Risk Assessment and Risk Management – Paradigm. New York : Oxford University Press 10