Pemeriksaan laboratorium berkala sebagai deteksi dini penyakit

advertisement
Universa Medicina
Vol.24 No.1
Pemeriksaan laboratorium berkala sebagai deteksi
dini penyakit kronis pada lansia
Pusparini
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta
ABSTRAK
Populasi lansia di dunia pada tahun 2002 diperkirakan sekitar 605 juta. Pada tahun 2025 jumlah
populasi lansia diperkirakan sebesar 1,2 miliar dan sebanyak 840 juta terdapat di negara yang sedang
berkembang. Menua merupakan suatu proses alamiah yang akan dialami oleh semua orang dan tak
seorangpun dapat menghindari. Peningkatan populasi lansia sedemikian besar dan harus ditunjang
dengan konsep proses menua yang sehat (healthy aging). Dengan konsep ini maka akan diperoleh
kualitas hidup lansia yang lebih baik. Healthy aging dapat dicapai dengan jalan peningkatan mutu
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pemeriksaan
laboratorium secara berkala merupakan salah satu cara untuk mencapai healthy aging. Untuk dapat
membuat keputusan atau memilih pemeriksaan laboratorium yang diperlukan maka perlu diketahui
permasalahan kesehatan yang dialami oleh lansia. Penilaian pertanda radang merupakan pemeriksaan
penyaring yang sangat bermanfaat untuk diagnosis dini berbagai penyakit kronis pada lansia.
Kata kunci : Lansia, menua, sehat, panel laboratorium, berkala
Elderly laboratory panel for early detection of chronic diseases
ABSTRACT
Aging population at 2002 in the world is estimated about 605 million. In 2025 the aging
population increases to 1.2 billion and about 840 million are staying at developing countries. Aging
is natural process which occurs to everybody and no one can change these. Increases the amount of
aging population must be suggest with healthy aging. With these concept, we can improve the quality
of life in the elderly. Healthy aging can develop with promotion, prevention, curation and rehabilition
of the health. One of the method to reach healthy aging is routine laboratory examination. To choose
the best methods of laboratory examination, the elderly had to know their health problems. The assessment of
inflammatory markers may represents a useful screening test as a method for early diagnosis of chronic diseases
in the elderly.
Keywords : Elderly, healthy aging, laboratory panel, routine
43
Pusparini
PENDAHULUAN
The United Nations Population Division
pada tahun 2002 memperkirakan terdapat
sekitar 605 juta lansia (> 65 tahun) di dunia,
dan sekitar 400 juta bertempat tinggal di
negara sedang berkembang. (1) Pada tahun 2025
jumlah populasi lanjut usia (lansia) di dunia
diperkirakan sebesar 1,2 miliar dan sebanyak
840 juta terdapat di negara sedang
berkembang. Di Asia Tenggara proporsi lansia
akan meningkat dari 5% pada tahun 1950
menjadi 11,5% pada tahun 2050 yang berarti
terdapat peningkatan secara absolut sebesar
4 kali lipat. (1) Pada tahun 2000, Indonesia
sudah memasuki era penduduk berstruktur tua
dengan proporsi populasi lansia sebesar
7 , 1 8 % . (1) P r o p o r s i p e n d u d u k l a n s i a d i
Indonesia akan semakin meningkat dan pada
tahun 2020 diperkirakan mencapai 11,34%.
Perhatian yang lebih serius terhadap lansia
perlu ditingkatkan. Peningkatan populasi
lansia secara dramatis lebih banyak terjadi di
negara berkembang. Pada mulanya struktur
penduduk di negara berkembang lebih
didominasi oleh usia muda dibandingkan
lansia. Pada tahun 2050 nanti struktur
p e n d u d u k a k a n m e n g a l a m i p e rg e s e r a n ,
proporsi penduduk usia muda dan lansia
menjadi berimbang. (1) Di Indonesia secara
resmi ditetapkan bahwa untuk penduduk
bangsa Indonesia yang berusia 60 tahun ke
atas akan diberikan kartu tanda penduduk
(KTP) yang berlaku seusia hidup, karena
dianggap telah lanjut usia. (2)
Perubahan pola demografi yang berjalan
terus dan terjadi bersamaan dengan perubahan
pola morbiditas dan mortalitas, keadaan ini
sering disebut sebagai transisi epidemiologi.
Di negara berkembang kematian yang terjadi
selama 20 tahun terakhir disebabkan oleh
gangguan peredaran darah, yang meningkat
44
Pemeriksaan laboratorium pada lansia
dari 16% menjadi 25% dan cenderung akan
meningkat menjadi dua kali lipat pada
beberapa tahun mendatang. Selain penyakit
gangguan peredaran darah, kematian akibat
penyakit menular mencapai 41,5% dan
penyakit tidak menular sebesar 49,8%. Pada
tahun 2020 penyakit tidak menular
diperkirakan meningkat menjadi 76,8%. (3-5)
Kesehatan merupakan aspek penting yang
harus diperhatikan pada kehidupan lansia.
Menua atau menjadi tua merupakan suatu
proses yang akan dialami oleh semua orang
dan tak seorangpun dapat menghindari. Menua
merupakan suatu proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau
mengganti diri serta mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya. Tujuan hidup manusia
adalah menjadi tua tetapi tetap sehat (healthy
aging). Healthy aging berarti menjadi tua
dalam keadaan sehat. Healthy aging dapat
dicapai dengan jalan P4 bidang kesehatan
yaitu peningkatan mutu kesehatan
( p ro m o t i o n ) ,
pencegahan
penyakit
(prevention), pengobatan penyakit (kuratif)
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). (6)
Pemeriksaan laboratorium merupakan
salah satu pemeriksaan penunjang dalam
mencapai healthy aging dengan jalan P4
bidang kesehatan. (6) Untuk dapat mendeteksi
secara dini berbagai penyakit kronis pada
lanjut usia akan diuraikan mengenai panel
pemeriksaan laboratorium.
PANEL LABORATORIUM UMUM PADA
LANSIA
Panel pemeriksaan laboratorium umum
ini adalah sekumpulan pemeriksaan
laboratorium rutin yang perlu diperiksa pada
pasien lansia untuk mendeteksi gangguan
kesehatan yang sering dijumpai pada pasien
lansia. Panel ini ditujukan untuk mereka yang
Universa Medicina
berusia lebih dari 55 tahun yang belum
diketahui adanya gangguan/penyakit tertentu
(terutama penyakit degeneratif) pada waktu
sebelumnya. (7)
Jenis tes yang termasuk dalam panel ini
meliputi pemeriksaan hematologi rutin, urin
rutin, feses rutin, glukosa puasa, profil lipid,
apo B, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid
dan homosistein. (7-10)
Pemeriksaan hematologi rutin meliputi
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah
leukosit, jumlah eritrosit, jumlah trombosit,
hitung jenis dan laju endap darah.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi
adanya kelainan/penyakit darah seperti
anemia, leukemia, inflamasi, dan infeksi. (8)
Pemeriksaan urin rutin meliputi pemeriksaan
kimiawi urin dan pemeriksaan sedimen urin.
Pemeriksaan kimiawi urin yang terlengkap
meliputi pemeriksaan protein, glukosa,
bilirubin, urobilinogen, berat jenis, pH,
leukosit esterase, darah, nitrit dan keton.
Tu j u a n p e m e r i k s a a n i n i a d a l a h u n t u k
menunjang diagnosis kelainan di luar ginjal
seperti kelainan metabolisme karbohidrat,
fungsi hati, kelainan ginjal dan saluran kemih
s e p e r t i i n f e k s i t r a k t u s u r i n a r i u s . (9)
Pemeriksaan sedimen urin meliputi
pemeriksaan unsur organik seperti epitel,
leukosit, eritrosit, silinder, spermatozoa,
parasit, bakteri, jamur dan unsur anorganik
seperti zat amorf, kristal normal, dan kristal
abnormal. Tujuan pemeriksaan sedimen ini
untuk mengidentifikasi/mendeteksi kelainan
ginjal dan saluran kemih. Misalnya adanya
leukosit yang banyak di dalam urin
menandakan adanya infeksi atau radang pada
ginjal dan atau saluran kemih, adanya silinder
leukosit menandakan adanya radang atau
infeksi pada ginjal. Selain itu pemeriksaan
sedimen dapat dipakai untuk memantau
perjalanan penyakit ginjal dan saluran kemih
setelah pengobatan. (9)
Vol.24 No.1
Pemeriksaan feses rutin bertujuan untuk
mengetahui adanya penyakit saluran
pencernaan, penyebab anemia, infeksi parasit,
ikterus, penyebab diare dan konstipasi. (11)
Pemeriksaan glukosa puasa merupakan
pemeriksaan kadar glukosa di tubuh setelah
puasa (tidak ada asupan kalori) selama
minimal 8 jam. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk pemeriksaan penyaring adanya diabetes
melitus. Dalam keadaan normal kadarnya
kurang dari 110 mg/dL. (7) Pemeriksaan profil
lipid meliputi pemeriksaan kolesterol total,
kolesterol low density lipoprotein (LDL),
kolesterol high density lipoprotein (HDL),
trigliserida. (10) Pemeriksaan ini digunakan
untuk mengetahui adanya dislipidemia yang
berhubungan dengan adanya penyakit jantung
koroner. Nilai rujukan untuk orang dewasa
dapat dilihat pada Tabel 1. (10)
Tabel 1. Nilai rujukan profil lipid (10)
Di samping pemeriksaan tersebut di atas
dikenal pula pemeriksaan apo B yang
merupakan apolipoprotein utama kolesterol
L D L . P e m e r i k s a a n i n i b e rg u n a u n t u k
mengetahui risiko terhadap penyakit jantung
koroner. Ratio kolesterol LDL/apo B < 1,2
menunjukkan adanya small dense LDL. (7)
45
Pusparini
Pemeriksaan fungsi hati meliputi
pemeriksaan bilirubin total, bilirubin direk,
serum glutamic oxaloacetic transaminase
(SGOT),
serum
glutamic
pyruvic
transaminase (SGPT), gamma glutamyl
transpepetidase (γ GT), alkali fosfatase, total
protein, albumin, globulin, lactic
d e h i d ro g e n a s e ( L D H ) . P e m e r i k s a a n i n i
berguna untuk mendeteksi kelainan pada hati
maupun saluran empedu. (7)
Pemeriksaan fungsi ginjal meliputi
pemeriksaan ureum, kreatinin, dan cystatin C.
pemeriksaan ini bertujuan mengetahui
kelainan pada ginjal. Pemeriksaan fungsi
t i r o i d m e l i p u t i p e m e r i k s a a n t h y ro i d
stimulating hormone sensitive (TSHs) dan
free thyroxine 4 (FT4) sebagai pemeriksaan
penyaring untuk mengetahui kelainan kelenjar
tiroid. (7)
Pemeriksaan homosistein digunakan
untuk memperkirakan risiko terjadinya
penyakit jantung koroner dan memperkirakan
risiko terjadinya demensia. Kadar homosistein
dalam darah yang tinggi dapat menyebabkan
gangguan/kerusakan pada pembuluh darah.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa
hiperhomosisteinemia merupakan faktor
risiko independen untuk penyakit
kardiovaskular. Kerusakan/gangguan pada
pembuluh darah dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme, diantaranya adalah
dengan cara melukai sel dinding pembuluh
darah, meningkatkan oksidasi LDL,
meningkatkan tromboksan yang dapat
menyebabkan terjadinya agregasi trombosit
dan meningkatkan pembentukan sel otot
polos.
Hiperhomosisteinemia memiliki efek
radikal bebas, sehingga dapat merusak sel
saraf. Neuron sangat sensitif dengan adanya
serangan radikal bebas. Dari penelitian
Kruman dkk seperti dikutip oleh Miller
dkk (11) pada binatang percobaan dilaporkan
bahwa homosisteinemia menginduksi
46
Pemeriksaan laboratorium pada lansia
apoptosis (kematian) pada neuron.
Hiperhomosisteinemia juga dapat merusak
pembuluh darah otak yang dapat
menyebabkan demensia dan stroke. (11-12)
PANEL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
KHUSUS
Panel pemeriksaan ini ditujukan untuk
lansia yang sudah diketahui menderita
penyakit degeneratif. Panel yang dibicarakan
hanya meliputi tiga macam penyakit yang
sering terdapat pada lansia yaitu diabetes
melitus/sindroma metabolik, hipertensi dan
penyakit kardiovaskular
Panel pemeriksaan lansia dengan diabetes
melitus / sindroma metabolik
Panel ini ditujukan untuk mereka yang
telah berusia lebih dari 55 tahun yang
sebelumnya telah didiagnosis menderita
diabetes melitus (DM) dan/ atau mengalami
kegemukan (obesitas). (7)
Tu j u a n d a r i p a n e l i n i a d a l a h u n t u k
mendeteksi faktor risiko yang dapat
memperburuk kondisi DM, agar dapat segera
ditangani sehingga pasien dapat tetap hidup
normal. (7) Pemeriksaan yang terdapat pada
panel ini meliputi pemeriksaan hemoglobin
glikosilasi (HbA1c), high sensitive C reactive
protein (hs-CRP), status antioksidan total,
profil lipid dan apo B. Pemeriksaan HbA1c
penting untuk pemantauan pengendalian kadar
glukosa darah dan untuk menilai keberhasilan
pengobatan/terapi, dengan sasaran akhir untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut.
Pemeriksaan profil lipid dan apo B untuk
mengetahui adanya dislipidemia dan
kemungkinan adanya small dense LDL (dari
rasio kolesterol LDL/apo B < 1,2) yang
merupakan
faktor
risiko
penyakit
kardiovaskular (PKV) yang lebih berbahaya.
Pemeriksaan status antioksidan total berguna
untuk mengetahui kapasitas tubuh
Universa Medicina
menetralkan radikal bebas di mana adanya
radikal bebas dapat menyebabkan oksidasi
LDL yang juga merupakan faktor risiko PKV.
Panel lansia dengan hipertensi
Panel ini ditujukan bagi mereka yang
telah berusia lebih dari 55 tahun dan diketahui
menderita hipertensi.
Tujuan panel ini adalah untuk mendeteksi
faktor risiko yang dapat memperparah kondisi
hipertensi agar dapat diatasi secepatnya
sehingga pasien dapat tetap hidup berkualitas.
Jenis pemeriksaan yang terdapat pada panel
ini meliputi pemeriksaan kalium, natrium,
mikroalbumin dan cystatin C. (7,13) Pemeriksaan
kalium dan natrium bermanfaat untuk
mendeteksi adanya gangguan keseimbangan
elektrolit, juga berguna untuk memantau
penggunaan obat diuretika pada penderita
hipertensi. (7)
Pada penderita hipertensi, pemeriksaan
mikroalbuminuria bermanfaat untuk
mendeteksi kerusakan glomerulus ginjal dan
merupakan penanda terjadinya kerusakan sel
endotel (disfungsi endotel). Dengan demikian
pemeriksaan mikroalbumin dapat digunakan
untuk memperkirakan terjadinya kerusakan
organ khususnya ginjal dan jantung. (7,13,14)
Cystatin C merupakan penanda laju filtrasi
glomerulus yang bermanfaat untuk deteksi dini
kerusakan ginjal. (13,14)
Panel lansia dengan penyakit kardiovaskular
(PKV)
Panel ini ditujukan bagi mereka yang
telah berusia lebih dari 55 tahun yang
sebelumnya pernah didiagnosis PKV (penyakit
jantung koroner, stroke, infark jantung, gagal
jantung).
Tu j u a n d a r i p a n e l i n i a d a l a h u n t u k
memperkirakan kemungkinan berkembangnya
penyakit kardiovaskular yang sudah ada
s e b e l u m n y a . (7) J e n i s p e m e r i k s a a n y a n g
Vol.24 No.1
terdapat pada panel ini meliputi pemeriksaan
hs CRP, brain natriuretic peptide (BNP) dan
troponin I. Pemeriksaan hs CRP merupakan
penanda inflamasi di mana proses inflamasi
berkaitan
dengan
perkembangan
aterosklerosis, mempengaruhi stabilitas plak
aterosklerosis yang sudah terbentuk
sebelumnya dan dapat menentukan prognosis.
BNP adalah suatu peptide dengan 32 asam
amino yang dilepaskan oleh ventrikel jantung
sebagai respons terhadap dekompensasi
jantung dan volume overload. Pemeriksaan
BNP bermanfaat untuk diagnosis dini CHF,
dan untuk memperkirakan morbiditas dan
mortalitas pada pasien CHF. Pemeriksaan
BNP perlu dilakukan pada i) pasien yang
berisiko tinggi (DM, hipertensi) sebagai
skrining penyakit jantung atau untuk skrining
sebelum ekokardiografi, ii) pasien dengan
sesak nafas, iii) pasien yang mengalami infark
jantung, dan iv) pasien yang menderita CHF.
Nilai BNP yang tinggi, yang diukur 72 jam
setelah
acute
c o ro n a r y
s y n d ro m e
dihubungkan dengan risiko kematian, infark
miokard dan CHF yang meningkat. Nilai
rujukan BNP yang digunakan dengan metode
immunochemiluminescent (ICL) yang saat ini
tersedia di Indonesia adalah 68-112 pg/mL. (15)
Troponin I merupakan penanda adanya
kerusakan otot jantung yang sangat sensitif
dan spesifik, sehingga dapat digunakan untuk
mendeteksi dini infark miokard akut.
Pemeriksaan troponin I dapat dimanfaatkan
untuk pasien dengan keadaan klinis seperti :
i) pasien nyeri dada, tetapi tidak terdiagnosis
dengan elektrokardiografi (EKG), ii) untuk
memastikan bukan infark miokard, iii) pasien
dengan nyeri dada atau EKG abnormal yang
mengalami trauma atau pembedahan dan
memerlukan konfirmasi, iv) pasien dengan
nyeri dada 2-6 hari sebelum masuk rumah
sakit, di mana petanda yang lain seperti
CKMB telah kembali normal pada sebagian
47
Pusparini
Pemeriksaan laboratorium pada lansia
besar kasus, dan v) pasien dengan gagal
jantung, miokarditis akut, hipertrofi ventrikel
kiri kadar troponin I juga akan meningkat.
Nilai cut off yang dipakai untuk
menyimpulkan seseorang perlu mendapat
perawatan intensif adalah 1.0 ug/L. (16)
PEMBAHASAN
Banyak teori mengenai proses menua.
Beberapa teori yang menjelaskan mengenai
sebab-sebab proses menua antara lain i)
genetic clock theory, ii) somatic mutationt
theory, iii) immune system destruction theory,
iv) metabolic theory, dan v) free radical
theory. Dengan mengembangkan teori tersebut
timbullah konsep menjadi tua dan sehat.
Dalam hal ini, yang terpenting adalah promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga
harus dimulai sedini mungkin dengan cara
gaya hidup sehat. Jadi proses menua
diharapkan tidak disertai proses patologik. (6)
Faktor-faktor yang mempengaruhi
healthy aging yaitu: i) endogenic aging,
dimulai dengan cellular aging lewat tissue
dan anatomical aging ke arah proses
menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam
yang terus berputar, ii) Exogenic aging,
dibagi dalam penyebab lingkungan di mana
seseorang hidup dan faktor sosial budaya,
sosial ekonomi, atau yang paling tepat disebut
gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging
tersebut kini lebih dikenal dengan sebutan
faktor risiko. (6)
M e n u r u t p r e d i k s i Wo r l d H e a l t h
Organization (WHO), lebih dari dua pertiga
kematian di negara sedang berkembang
disebabkan oleh proses degeneratif yang
dihubungkan dengan penyakit tidak menular.
Penyakit tersebut merupakan penyakit kronis
yang sering menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas). Penyakit kronis yang sering
diderita oleh lansia di seluruh dunia adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke,
d i a b e t e s , k a n k e r, p e n y a k i t p a r u - p a r u ,
arthritis, arteriosklerosis, demensia, depresi
dan gangguan penglihatan. Disabilitas
mengakibatkan para lansia tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari). (3-5)
Penyakit degeneratif mempunyai
penyebab dan selalu berhubungan dengan
faktor risiko yang biasanya lebih dari satu
yang bekerjasama menimbulkan penyakit
degeneratif. Beberapa faktor risiko melalui
suatu core dapat menyebabkan penyakit
degeneratif tertentu (Gambar1). Penyakit
degeneratif sendiri dapat merupakan faktor
risiko penyakit degeneratif yang lain,
misalnya penyakit jantung dan hipertensi
merupakan faktor risiko stroke. (6)
Gambar 1. Faktor risiko dan penyakit degeneratif
48
Universa Medicina
Melihat banyaknya faktor risiko yang
dapat menyebabkan penyakit degeneratif maka
dapat dimengerti bahwa untuk menjadi healthy
aging harus dimulai sejak usia muda/produktif
dan bukan merupakan keadaan sesaat. (6) Untuk
dapat mencapai keadaan healthy aging
tersebut pemeriksaan kesehatan secara berkala
merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mendeteksi secara dini
adanya penyakit. (6)
Diabetes melitus merupakan penyakit
yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikendalikan. Pengendalian DM yang baik
penting untuk mencegah atau menghambat
terjadinya komplikasi. Komplikasi DM pada
lansia yang masih dapat berubah adalah
makroangiopati, sedangkan mikroangiopati
lebih sulit. Faktor risiko lain yang dapat
diperbaiki adalah hipertensi, merokok,
dislipidemia, obesitas. (17)
Perkembangan beberapa penyakit
degeneratif lain juga dipengaruhi oleh radikal
bebas yang dapat menyebabkan oksidatif
stress sehingga seseorang dengan kapasitas
antioksidan yang kurang cenderung rentan
terhadap beberapa penyakit lain seperti
kanker, diabetes melitus, hipertensi. Hs CRP
merupakan penanda inflamasi/peradangan.
Proses inflamasi sangat berperan pada
patogenesis dan perkembangan PKV serta
penyakit lain seperti diabetes melitus,
hipertensi. (7,10,13)
Hipertensi yang tidak terkendali dapat
menimbulkan komplikasi yang bersifat
langsung (misalnya gagal jantung atau
congestive heart failure dan stroke) atau tidak
langsung. Komplikasi tidak langsung dapat
terjadi karena aterosklerosis yang dipicu oleh
hipertensi yang menahun. Komplikasi kronis
ini dapat merusak organ target terutama
jantung, otak dan ginjal. (7)
Vol.24 No.1
Penyakit kardiovaskular merupakan
masalah kesehatan yang banyak ditemui pada
lansia dan merupakan penyebab kematian dan
disabilitas yang penting. Gagal jantung
merupakan penyakit kardiovaskular yang
insiden dan prevalensinya meningkat
t e r u s . (12,13) M a n i f e s t a s i p e n y a k i t j a n t u n g
koroner misalnya angina, infark miokar akut
(IMA). Pada lansia rasa nyeri pada angina
biasanya terjadi dengan derajat ringan.
Demikian juga gejala IMA tidak khas seperti
keadaan bingung, sinkop, hemiplegia, gagal
ginjal, muntah, kelemahan hebat. (20) Dalam
darah penderita chronic heart failure (CHF),
kadar BNP ditemukan abnormal, sebagai
akibat dari peningkatan sintesis oleh jantung.
Derajat peningkatannya berhubungan dengan
tingkat keparahan CHF.
KESIMPULAN
Menua merupakan proses alamiah yang
tidak dapat dicegah tetapi dapat diusahakan
agar menua dan tetap sehat. Proses menua
dipengaruhi oleh endogenic factor yang tidak
dapat dihindari dan exogenic factor yang
dapat dimodifikasi atau yang sering disebut
faktor risiko. Penyakit degeneratif dan
penurunan fungsi organ tubuh merupakan
suatu proses yang sudah dimulai sejak usia
dewasa muda. Perkembangan penyakit
degeneratif dapat mempengaruhi kualitas
hidup lansia, sehingga perlu pemeriksaan
kesehatan secara rutin dan berkala untuk
memantau munculnya penyakit degeneratif
dan mencegah penyakit yang sudah ada agar
tidak menjadi lebih buruk. Pemeriksaan
kesehatan secara berkala dapat dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan laboratorium
yang rutin pada lansia dan pemeriksaan
laboratorium khusus sesuai dengan penyakit
degeneratif yang diderita para lansia.
49
Pusparini
Daftar Pustaka
1.
Hidayat A. Defisiensi gizi mikro pada lanjut
usia: masalah kesehatan masyarakat?
Farmacia 2003; 3:66-70.
2. Munandar AS. Menuju kehidupan lansia
yang sejahtera. Farmacia 2003; 3:2-4.
3. World Health Organization. World health
r e p o r t 1 9 9 8 . G e n e v a : Wo r l d H e a l t h
Organization; 1998.
4. Suzuki Y. Inaugural address: global ageing
a n d t h e w o r l d o rg a n i z a t i o n , W H O
Symposium, Kobe, 1998.
5. World Health Organization. Life in the 21 th
century: a vision for all (World Health
Report).
Geneva:
Wo r l d
Health
Organization; 1998b.
6. Darmojo RB. Penatalaksanaan penderita
lanjut usia secara terpadu. Medika 2002;
1:56-61.
7. F i s c h b a c h F, D u n n i n g M B . C h e m i s t r y
studies; In: Fischbach F, editor. A manual
of laboratory and diagnostic tests. 7 th ed.
P h i l a d e l p h i a : L i p p i n c o t t Wi l l i a m s &
Wilkins; 2004. p.38-162.
8. Fischbach F, Dunning MB. Blood studies:
hematology and coagulation. In: Fischbach
F, e d i t o r. A m a n u a l o f l a b o r a t o r y a n d
d i a g n o s t i c t e s t s . 7 th e d . P h i l a d e l p h i a :
Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p.38162.
9. Fischbach F, Dunning MB. Urine studies. In:
Fischbach F, editor. A manual of laboratory
and diagnostic tests. 7 th ed. Philadelphia:
L i p p i n c o t t Wi l l i a m s & Wi l k i n s ; 2 0 0 4 .
p.163-263.
10. Executive summary of the third report of the
National Cholesterol Education Program
(NCEP) Expert Panel on detection,
evaluation, and treatment of high blood
cholesterol in adults (adult treatment panel
III). JAMA 2001; 285:2486-97.
50
Pemeriksaan laboratorium pada lansia
11. Fischbach F, Dunning MB. Stool Studies. In:
Fischbach F, editor. A manual of laboratory
and diagnostic tests. 7 th ed. Philadelphia:
L i p p i n c o t t Wi l l i a m s & Wi l k i n s ; 2 0 0 4 .
p.264-88.
12. M a y e r E L , J a c o b s e n D W, R o b i n s o n K .
Homocysteine and coronary atheroosclerosis.
JACC 1996; 27:517-27.
13. Dharnidharka VR, Kwon C, Stevens G.
Serum Cystatin C is superior to serum
creatinine as a marker of kidney function:
A meta analysis. Am J Kidney Dis 2002;
40:221-6.
14. D e i n u m J , D e r k x F H M . C y s t a t i n f o r
estimation of glomerular filtration rate?.
Lancet 2000; 356:1624-5.
15. de. Lemos JA. The prognostic value of B
type natriuretic peptide in patients with
acute coronary syndromes. N Eng J Med
2003; 345:1014-21.
16. Wu AHB, Apple FS, Gibler WB. National
academy of clinical biochemistry. Standards
of laboratory practice: recommendations for
the use of cardiac markers in coronary artery
disease. Clin Chem 1999; 45:1104-21.
17. Sanusi H. Insulin Resistance and Metabolic
Syndrome. In: Tjokroprawiro A, Soegih R,
Soegondo S, Wijaya A, Sutardjo B, Tridjaja
B , e t a l , e d i t o r s . 3 rd N a t i o n a l O b e s i t y
Symposium; 2004 May 15-16, Jakarta,
Indonesia; 2004. p.139-44.
18. MillerJW, Green R, Ramos I, Allen LH,
Mungas DM, Jagust WJ, et al. Homocysteine
and cognitive function in the sacramento
area latino studi on aging. Am J Clin Nutr
2003; 78:441-7.
19. E p s t e i n
FH.
Homocysteine
and
Atherothrombosis. N Engl J Med 1998;
44:1042-50.
20. Supartono, editor. Penatalaksanaan pasien
geriatric dengan pendekatan interdisiplin.
Prosiding temu ilmiah geriatric; 2003:
Jakarta, Indonesia.
Download