Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 KEMANDIRIAN OBAT NASIONAL Strategi, Peluang dan Tantangan*) Prof. Umar Anggara Jenie, M.Sc., Ph.D. Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi UGM Ketua Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Corresponding author email: [email protected] Bangsa Indonesia haruslah bersyukur kepada Tuhan Sang Pencipta, Yang Maha Esa karena dianugerahi sebuah negara yang merupakan satu-satunya negara benua maritim di dunia yang terdiri lebih dari 13.000 pulau, dengan sumber daya alam yang melimpah yang merupakan keunggulan komparatif. Bahkan kekayaan sumber alam hayati (biodiversitas) Indonesia adalah nomer dua di Dunia setelah Brazil. Namun sampai saat ini, pembangunan ekonomi Indonesia masih sangat bergantung kepada eksploitasi sumber daya alam (keunggulan komparatif) dan sedikit sekali menggunakan keunggulan kompetitif. Suatu keniscayaan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, bangsa Indonesia harus mengoptimalkan pengelolaan keunggulan komparatif dan kompetitif dengan selalu berinovasi dan mempertimbangkan aspek lingkungan. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga keberlanjutan generasi masa depan bangsa. Sejak Etzkovits dan Leydesdorff (2000) mengemukakan istilah Triple Helix, yaitu kerjasama antara Dunia Akademia, Industri dan Pemerintah, yang di Indonesia dipopuler kan dengan istilah ABG (Academician, Bussines entity dan Government) oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi Dr. Kusmayanto Kadiman pada tahun 2004, maka telah banyak dilakukan kerjasama riset antara pihak-pihak A(cademician) dengan B(ussiness), yang juga melibatkan lembaga-lembaga Pemerintah (Government). Termasuk riset di bidang obat maupun bahan baku obat. Lebih jauh Leydesdorff dan Etzkovits (2006) menyatakan bahwa dalam strategi kerjasama ABG tersebut, haruslah mampu memunculkan pusat-pusat penelitian di dunia akademia, serta mampu pula memunculkan pusat-pusat strategic alliances di industri dan pusat-pusat inovasi di lembaga pemerintah. Pusat-pusat ini akan membentuk suatu jaringan-kerja (network) yang secara kontinyu mengawal, memantau, mengembangkan serta melestarikan kerjasama ABG tersebut agar menjadi kerjasama yang betul-betul kohesif, serta menghasilkan hasil riset yang diharapkan, dan mempunyai dampak sosial yang positif kepada masyarakat pengguna (hasil teknologi/produk) maupun masyarakat secara luas. Kerjasama riset bidang obat dan bahan baku obat dengan strategi ABG, telah banyak dilakukan oleh beberapa lembaga riset nasional/perguruan tinggi farmasi/kedokteran dengan industri farmasi. Namun kenyataannya kerjasama ABG tersebut tidak dilaksanakan dengan strategi yang matang, dan berjangka panjang. Kerjasama ABG yang dilakukan selama ini hanya diikat oleh MoU atau PKS, dengan batas waktu jangka pendek dan sesaat, tanpa adanya pembangunan infrastruktur riset kolaboratif, seperti pusat-pusat penelitian, strategic alliances dan pusat-pusat inovatif. Mandiri dalam penyediaan bahan baku obat merupakan suatu peluang dan sekaligus keharusan, mengingat Indonesia adalah negara besar dengan kekayaan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang besar. Kekayaan SDM dengan populasi penduduk nomer empat di dunia, dengan kualitas para sarjananya yang cukup andal, serta ditopang oleh kekayaan biodiversitas nomer dua didunia, sudah seharusnya mampu mandiri dalam penyediaan bahan baku obat. Oleh karena itu, kemandirian obat/bahan baku obat, haruslah menjadi kebijakan (policy) Pemerintah, sebab hal ini menyangkut kesehatan masyarakat, serta kehormatan negara. Tidak semua bahan baku obat harus dibuat sendiri di Indonesia; haruslah dipilih bahan baku obat apa yang akan dibuat di negeri ini. Keputusan untuk memilih obat/bahan baku obat mana yang akan diproduksi di Indonesia tentulah terletak ditangan Pemerintah. Namun dalam memutuskan pilihan tersebut Pemerintah seyogyanya meminta pertimbangan kepada pihak Akademisi maupun Industri, oleh karena kesiapan dan kemampuan teknologi dari para periset akan menentukan berhasil atau tidaknya kebijakan kemandirian obat tersebut. Bahan baku obat yang akan 1 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 diproduksi sendiri di tanah air, seyogyanya adalah jenis obat yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Kebijakan kemandirian bahan baku obat akan berhasil, jika teknologi yang akan digunakan dalam pembuatan bahan baku obat itu telah betul-betul kita kuasai, serta dalam proses pembuatan bahan baku obat tersebut menggunakan bahan-bahan dasar/precursor yang kesemuanya tersedia di tanah air ini, jadi jangan sekali kali menggunakan bahan impor. Agar bahan baku tersebut mempunyai daya saing yang kuat, maka proses pembuatannya, baik dalam skala pilot maupun skala industri, harus ramah lingkungan (memenuhi prinsip-prinsip green chemistry [Anastas & Warner, 1998]). Contoh-contoh Riset Bahan Baku Obat Beberapa contoh dibawah ini merupakan usaha dari lembaga-lembaga akademia untuk membantu Pemerintah dalam kemandirian bahan obat atau bahan baku obat. 1. recombinant human Erythropoeitin (rh-EPO) (Hidayat &Vani, 2014) Satu jalan alternatif yang tersedia untuk memulai kemandirian Indonesia dalam penyediaan bahan baku obat, termasuk pemenuhan kebutuhan protein farmasetik, adalah dilakukannya riset biosimilar. Protein farmasetik: human erythropoietin (EPO) merupakan glikoprotein yang berperan fundamental dalam pembentukan sel-sel darah merah. Saat ini recombinant human Ertythropoietin (rh-EPO) menjadi salah satu obat utama dalam penyembuhan penderita gagal ginjal kronis, penderita kanker yang melalkukan kemoterapi, AIDS, dan rhematoid arthritis. Hal ini membuat rh-EPO menjadi salah satu blockbuster drug yang sangat dibutuhkan dunia. Secara ekonomi, saat ini rh-EPO menduduki posisi paling tinggi diantara semua obat berbasis bioteknologi. Sejak tahun 2004, para peneliti di Puslit Bioteknologi LIPI telah memulai penelitian tentang pembuatan rh-EPO, dibawah pimpinan Dr. Adi Santosa. Pada walnya penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan molecular farming, menggunakan tanaman barley dan yeast: Pichia pastoris sebagai host, tetapi hasil yang didapatkan masih memerlukan peningkatan. Hasil yang sangat kecil ini disebabkan oleh pola glikosilasi pada P. pastoris kurang kompatibel dengan pola glikosilasi pada manusia. Para peneliti kemudian beralih untuk menggunakan sistem ekspresi pada sel mamalia, sebagai pilihan utama. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 2013 Komite Inovasi Nasional (KIN), yang dibantu oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT), telah berhasil menjalinkan kerjasa sama antara Pusat Penelitian Bioteknologi (PP-Biotek) LIPI dengan PT Biofarma dalam peningkatan riset h-EPO. PP-Biotek LIPI dan PT Biofarma sepakat mengadakan Program Kerja Sama (PKS) untuk Penelitian dan Produksi h-EPO. Dalam PKS disepakati bahwa produksi h-EPO akan dilakukan dengan menggunakan selsel CHODG44, dan PT Biofarma sepakat menyediakan sel CHOD44 tersebut; serta memberikan fasilitas laboratoriumnya untuk melakukan splitting/transforming. Test produksi h-EPO dan karakterisasi akan dilakukan baik di Biofarma maupun di Puslit Biotek LIPI. Peneliti dari Puslit Biotek LIPI dengan Peneliti Biofarma akan bekerja sama. Tujuan akhir diproduksinya Master-seed untuk h-EPO, yang diharapkan selesai tahun 2014/15. Dengan difasilitasi oleh KIN dan KNRT, Perjanjian Kerja Sama antara PP-Biotek LIPI dengan PT Biofarma telah ditandatangai pada tanggal 02 Juli 2013 di Jakarta. Kemajuan yang telah dicapai dalam Kerjasama PP-Biotek LIPI dengan PT Biofarma adalah sebagai berikut: (1) Konstruksi Gen penghasil hEPO dalam plasmid telah berhasil dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI. (2) Kemudian dikuti dengan dilakukannya penumbuhan sel CHO DG44, yang dilakukan di Laboratorium Bio Farma. Apabila penumbuhan Sel CHO DG44 berhasil, maka akan segera dilakukan Transfeksi Gen rh-EPO ke dalam Sel DGO DG44, dilakukan di Laboratorium Bio Farma. (3) Konfirmasi Molekuler & Karakterisasi Sel CHO DG44 ter-transfeksi Gen Penhasil hEPO akan dilakukan di Laboratorium Puslit Bioteknologi LIPI. Pada tanggal 28 desember 2015, telah dilakukan penyerahan Klon rh-EPO kepada PT Biofarma, untuk kemudian akan dilakukan pengembangan tahap berikut. Acungan jempol kita berikan kepada semua pihak yang terlibat dalam riset pembuatan klon rh-EPO ini, utamanya kepada Dr. Adi Santoso selaku chief researcher dari Tim Peneliti Puslit Bioteknologi LIPI dan kepada chief researcher dari Tim Peneliti di PT Biofarma. 2 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 2. Pengembangan Turunan Kurkumin: Pentagamavonon (PGV), Heksagamavunon (HGV) dan Gamavuton (GVT) (Reksohadiprodjo et al, 2004) Dalam penelitian kolaboratif antara Fakultas Farmasi UGM dengan Department of Pharmacochemistry, Vrije Universiteit (VU), telah dihasilkan beberapa produk turunan kurkumin. Semua produk tersebut merupakan hasil dari proses sintesis total, menggunakan kurkumin sebagai model target sintesisnya. Diantara produk yang berhasil dibuat, dapat dikelompokan menjadi 3 golongan, yaitu golongan Pentagamavunon (PGV), golongan Heksagamavunon (HGV) dan golongan Gamavuton (GVT). O O R1 R2 R3 R1 R1 R2 R2 R3 R1 R2 R3 bis-Benzylidene cyclopentanones R3 bis-Benzylidene cyclohexanones HGV PGV O R1 R1 R2 R2 R3 R3 bis-Benzylidene acetones GV Gambar 1. Struktur PGV, HGV dan GVT Kesemuanya mempunyai aktivitas sebagai anti-inflamasi, bahkan PGV-0 juga mempunyai aktifitas sebagai penekan produksi GST (glutathion-S-transferase), suatu enzim yang sering muncul pada penderita kanker. Kesemua produk tersebut telah mendapatkan Patent dari AS, dengan nomer patent: US 6,777,44782, a.n. Reksohadiprodjo, S et al. tertanggal 17 Agustus 2004. Tidak mudah mendapatkan granted patent dari AS. Acungan jempol kita berikan kepada alm. Prof. Dr. Samhoedi Reksohadiprodjo, Prof. Dr. Henk Timmerman dan Prof. Dr. Sardjiman, atas kerja kerasnya dalam sintesis turunan kurkumin tersebut. Keberhasilan Fakultas Farmasi UGM dalam riset kolaboratif bersama VU, telah menarik PT Indofarma dan PT Kalbe Farma, untuk bergabung dengan Fak. Farmasi UGM membentuk ssuatu Konsorsium, yang dikenal dengan Konsorsium Penelitian Kurkumin. Konsorsium ini bertujuan untuk melakukan riset industrial dan melakukan mass production. Namun adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997, dan huru-hara politik yang mengikutinya, program ini terhenti sampai sekarang. 3. Parasetamol Parasetamol merupakan analgetik-antipiretik yang masih banyak digunakan oleh masyarakat dunia, dan tentunya termasuk masyarakat Indonesia. Indonesia pernah swasembada produksi bahan baku Parasetamol, namun produksi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik, karena antara lain terkendala dengan ketersediaan bahan dasar p-aminofenol. Fakultas Farmasi UGM menetapkan program riset produksi p-aminofenol dan parasetamol, dengan menggunakan bahan dasar/prekursor semuanya dari bumi tanah air sendiri. Dalam hal ini Fakultas Farmasi telah mendapat dukungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), PT Kimia Farma dan Kementerian Perindustrian RI, (Nota Kesepahaman antara UGM, Kementerian Prindustrian dan PT Kimia Farma, 2016) 3 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 H NO2 Reduksi-lunak Nitrasi Benzen N OH NH2 Rearrangement -Fenilhidroksilamina Nitrobenzen OH p-Aminofenol (PAF) Gambar 2. Reduksi-lunak nitrobenzen menjadi β-fenilhidroksilamina, diikuti rearrangement dlm asam menjadi para-aminofenol O H NH2 N CH3 Enzimatik OH p-Aminofenol OH Parasetamol Gambar 3. Reaksi enzimatik mengubah p-aminofenol menjadi parasetamol Catatan Penutup (Closing Remarks) 1. Sebagai negara dengan sumberdaya alam yang melimpah, baik hayati maupun non-hayati, Indonesia harus mampu mandiri dalam penyediaan bahan baku obat, agar tidak terus menerus tergantung pada impor dari luar negeri. 2. Diperlukan kerjasama yang kohesif antara dunia akademia, sebagai periset dan pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi bahan baku obat, dengan dunia industri, sebagai produser obat, dan dengan Pemerintah, sebagai regulator dalam penyediaan dan distribusi obat. 3. Pemilihan jenis obat mana yang harus dibuat dan dikembangkan sendiri oleh Indonesia, berada di tangan Pemerintah, dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, kemampuan teknologi, serta ketersediaan bahan-bahan dasar/prekursor. 4. Agar produk yang dibuat mempunyai daya saing yang kuat, maka teknologi yang digunakan haruslah merupakan teknologi yang ramah lingkungan, jadi merupakan green technology, sebagaimana yang disyaratkan dalam Sustainable Development Goals (SDG)(lihat Goals no. 7 ttg Clean energy). 5. Semua bahan-bahan dasar pendukung pembuatan bahan baku obat, harus tersedia di bumi Indonesia ini. Teknologi yang dikembangkan dalam pembuatan bahan baku obat, tidak boleh berasal dari bahanbahan impor. Daftar Pustaka 1. Anastas, P. and T. Warner, 1998, Green Chemistry, Theory and Practice, Oxford University Press. 2. Etzkovits, H and L.Leydesdorff, 2000, The dynamics of innovation: From National system and “mode 2” to a Triple Helix of University – Industry – Government relations, Research Policy 29, 109-123. 3. Hidayat, YS dan Vani N. (Eds), 2014, INOVASI 1-747, Bab IV: Inovasi Kebutuhan Dasar, sub-4. Kesehatan: Membuka Peluang Lewat hEPO & Anti Flu Burung, Komite Inovasi Nasional (KIN), hal. 129-135. 4. Leydesdorff, L and Etzkowitz, H., 2006, Emergence of a Triple Helix of University-IndustryGovernment Relations, Science and Public Policy. 4 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 5. Reksohadiprodjo, MS et al., 2004, United States Patent (10) Patent No.: US 6,777,447 B2 (45), Derivatives of Benzylidene Cyclohexanone, Benzylidene Cyclopentanone and Benzylidene Aceton, and Therapeutic There Of , Date of Patent: Aug. 17, 2004. 6. -----------, Nota Kesepahaman antara Universitas Gadjah Mada; Kementrian Perindustrian Republik Indonesia dan PT Kimia Fama (Persero) Tbk , 2016, No. 3463/P/Dir-KA/2016 Tanggal 21 Juli 2016, tentang Kerjasama Pengembangan Industri Bahan Baku Obat Parasetamol. *) Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan, Ikatan Apoteker Indonesia (RAKERNAS-PIT-IAI), Tahun 2016, tanggal 28 September 2016, di Yogyakarta. 5