Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin ELASTISITAS HARGA TELUR AYAM RAS DI JAWA BARAT THE ELASTICITY OF CHICKEN EGG’S PRICE IN WEST JAVA Hani Febrian Agustin*, Dadi Suryadi, Achmad Firman Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian elastisitas harga telur ayam ras di Jawa Barat telah dilaksanakan pada bulan Nopember 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar faktor-faktor permintaan mempengaruhi jumlah permintaan telur ayam ras dan berapa besar tingkat elastisitas harga telur ayam ras di Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan menggunakan analisis regresi berganda. Terdapat 6 variabel dengan data observasi secara series selama 21 tahun. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan bahwa model terbaik untuk permintaan telur ayam ras di Jawa Barat yaitu dipengaruhi 3 variabel yakni harga telur ayam ras, harga tahu, dan jumlah penduduk. Harga riil telur ayam ras dan jumlah penduduk berpengaruh positif, dan harga riil tahu berpengaruh negatif. Hasil analisis elastisitas harga permintaan telur ayam ras menunjukan bahwa telur ayam ras bersifat inelastis karena koefisien Eh < 1 yaitu sebesar 0,664. Hal ini berarti bahwa perubahan harga telur ayam ras tidak peka terhadap perubahan jumlah permintaannya. Kata Kunci : elastisitas, permintaan telur ayam ras ABSTRACT The elasticity of chicken egg’s price in West Java was done research in November 2014. This research was aim to know how big the demand factors affect the amount of chicken egg’s demand and how big the elasticity of chicken egg’s price in West Java. This research used case study method with double regression analysis. There are 6 variables with observation data series during 21th years. Based on the result of statistical analysis showed that the best model of regression for chicken egg’s demand only 3 variables such as the price of chicken egg, the price of toufu, and the amount of population. The price of chicken egg and the amount of population showed positive affect, and the price of toufu showed negative affect. The result of elasticity chicken egg’s price showed that the character of chicken egg’s was inelastic because coefficients of elasticity (Ep < 1) that 0.664. It meant that the changed in chicken egg’s price was not sensitive to change the number of demands. Keywords : elasticity, chicken egg’s demand Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin I. Pendahuluan Peningkatan pendapatan masyarakat dan pertambahan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi hewani asal ternak. Upaya peningkatan sumber daya manusia tidak mungkin tercapai tanpa gizi yang cukup. Salah satu produk peternakan yang memiliki nilai nutrisi yang cukup baik adalah telur. Telur ayam merupakan salah satu produk hasil peternakan yang harganya relatif murah. Telur paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, terutama telur ayam ras. Produksi telur ayam ras di Jawa Barat mengalami peningkatan tahun 2013, yaitu 131.586.040 kg/tahun, padahal tahun sebelumnya sebesar 120.122.933 kg/tahun (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2012-2013). Harga telur ayam yang relatif murah terutama dibandingkan dengan daging sapi, dan daging ayam membuat masyarakat cenderung lebih memilih telur ayam sebagai pemenuh kebutuhan konsumsi protein. Harga telur ayam pada tahun 2013 sebesar 14.943 rupiah/ kg, harga daging sapi 86.963 rupiah/kg, dan harga daging ayam 20.911 rupaih/kg. Berdasarkan hal tersebut masyarakat akan lebih memilih telur ayam karena harganya lebih murah. Hal ini menjadikan permintaan akan telur setiap tahunnya meningkat (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2013). Setiap pertambahan jumlah penduduk dalam suatu wilayah memiliki arti bahwa kebutuhan akan suatu barang di wilayah tersebut mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan ini cenderung akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap suatu barang. Penduduk Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan 2012, yaitu dari 41.501.564 jiwa menjadi 44.548.431 jiwa (Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2009-2012). penting untuk dikaji agar dapat diketahui sejauhmana faktor tersebut dalam mempengaruhi jumlah permintaan. Selain pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan daya belinya, jika pendapatan rata-rata masyarakat meningkat, maka permintaan akan suatu barang akan meningkat pula, atau sebaliknya. Tinggi rendahnya jumlah permintaan suatu barang akan dipengaruhi pula oleh harga barang lain yang berhubungan dengannya, yaitu barang pengganti atau subtitusi atau pelengkap. Secara normatif, permintaan telur ditentukan oleh harga telur tersebut, pendapatan masyarakat, jumlah penduduk, dan harga barang lain. Masyarakat luas cenderung akan memilih barang dengan harga yang lebih murah untuk mengkonsumsi suatu barang, termasuk telur, karena telur relatif lebih murah dibandingkan dengan produk ternak lainnya. Umumnya, apabila suatu harga barang naik maka permintaan akan barang tersebut akan menurun atau sebaliknya. Kejadian inilah yang disebut dengan elastisitas. Perubahan harga berperan penting dalam menentukan jumlah permintaan akan suatu barang. Analisis elastisitas ini dapat digunakan untuk menaksir perubahan yang akan terjadi pada permintaan telur ayam ras di pasar. Penelitian tentang elatisitas harga telur ayam ras di Jawa Barat diharapkan dapat menjadi salah satu dasar untuk menentukan kebijakan di sub sektor peternakan. Pendekatan dari sisi permintaan telur ayam ras sebagai pangan sumber protein menjadi sangat penting karena mempunyai implikasi kebijakan yang mengarah pada penyediaan pangan yang memadai, merata dan sesuai dengan kebutuhan gizi penduduk serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras sangat Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian mengenai elastisitas harga telur ayam ras di Jawa Barat perlu dilakukan. Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin II. Objek dan Metode Penelitian Objek penelitian adalah data runtut waktu (time series) yaitu berupa data harga selama 21 tahun (kurun waktu tahun 19932013). Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Metode ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan sesuatu kejadian (kasus) tertentu saja, studi kasus merupakan metode penelitian yang mempertahankan keutuhan unit analisis yang diteliti (Paturochman, 2012). Berdasarkan permasalahan yang telah diungkap, penelitian ini mengukur elastisitas harga dengan menggunakan variabel penelitian sebagai berikut: 1. Permintaan telur ayam ras (Y) Jumlah permintaan telur ayam ras dihitung berdasarkan satuan kg/tahun. 2. Harga riil telur ayam ras (X1) Harga riil telur ayam ras dilihat menurut harga konstan tahun 19932013 dalam satuan Rp/kg. 3. Harga riil tahu (X2) Harga tahu diketahui berdasarkan harga konstan tahun 1993-2013 dalam satuan Rp/kg. 4. Harga riil tempe (X3) Harga tempe diketahui berdasarkan harga konstan tahun 1993-2013 dalam satuan Rp/kg. 5. Harga riil beras (X4) Harga beras diketahui berdasarkan harga konstan tahun 1993-2013 dalam satuan Rp/kg. 6. Jumlah penduduk (X5) Jumlah penduduk Jawa Barat pada periode yang sama, diperoleh dari sensus penduduk, susenas, supas, proyeksi penduduk dengan satuan jiwa. 7. Pendapatan Perkapita (X6) Pada perhitungan pendapatan perkapita melalui PDB (Produk Domestik Bruto) yaitu dalam satuan Rp/tahun. PDB atas dasar harga konstan tahun 1993-2013 (PDB Riil) merupakan pencerminan ada tidaknya kenaikan daya beli masyarakat secara umum. Model Analisis Analisis Regresi Linier Berganda Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode statistik. Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variable independen (variabel penjelas/bebas). Untuk mengestimasi permintaan dalam menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas digunakan metode kuadrat terkecil biasa, OLS (Ordinary Least Square) (Gujarati, 2006). Model umum dari fungsi permintaan telur ayam ras adalah sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X5) Model regresinya menjadi: Y = X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 еUi Fungsi permintaan yang digunakan dalam estimasi adalah fungsi permintaan dengan elastisitas konstan yang dispesifikasikan adalah bentuk logaritma. Variabel tidak bebas mempunyai hubungan linier dalam logaritma dengan variabelvariabel bebasnya diketahui berdasarkan persamaan fungsi logaritma sebagai berikut (Ghozali, 2013) : Y= b0 -b1X1 -b2X2 -b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6 Keterangan: Y ras b0 b berganda X1 X2 X3 X4 X5 X6 = ( ∑ ) Permintaan telur ayam = intersep (konstanta) = koefisien regresi linier = Harga telur ayam ras = Harga tahu = Harga tempe = Harga beras = Jumlah penduduk = Pendapatan perkapita Uji Validasi Model Regresi Untuk menguji kekuatan (hubungan) model regresi linier berganda diantaranya melalui Uji Klasik, Uji F, dan Uji R2. Uji Klasik Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin Multikolinieritas Autokorelasi Heteroskedastisitas Analisis Elastisitas Harga Analisis ini dilakukan untuk mengetahui persentase perubahan kenaikan atau penurunan jumlah permintaan telur ayam terhadap adanya perubahan harga. Berdasarkan jenis data yang diteliti yaitu data sekunder berarti bahwa harganya sudah diketahui maka, elastisitas harga dihitung dengan menggunakan rumus (Mubyarto, 1985) : 9 X1,X3,X4,X6 √ ─ √ √ 54,70% 10 X1,X3,X4,X5 √ ─ √ √ 43,80% 11 X1,X2,X5,X6 √ ─ √ √ 53,70% 12 X1,X2,X4,X6 √ ─ √ √ 56,00% 13 X1,X2,X3,X6 √ ─ √ √ 53,70% 14 X1,X2,X3,X5 √ ─ √ √ 44,20% 15 X1,X2,X3,X4 √ ─ √ √ 50,40% 16 X1,X4,X6 √ ─ √ √ 44,60% 17 X1,X4,X5 √ ─ √ √ 37,90% 18 X1,X2,X6 √ ─ √ √ 53,70% 19 X1,X2,X5 √ √ √ √ 43,00% Eh = Keterangan: √ = Tidak terdapat pelanggaran asumsi. ─ = Terdapat pelanggaran asumsi. Dimana: = urunan pertama fungsi permintaan terhadap harga telur ayam X1 = Rata-rata harga telur ayam (Rp/kg) Y = Rata-rata jumlah permintaan telur Berdasarkan proses iterasi pemilihan model terbaik didapatkan bahwa model yang memenuhi asumsi klasik regresi yaitu model dengan variabel X1,X2,X5. Sehingga model terbaik yang terbentuk adalah model regrei sebagai berikut : ayam (kg/tahun) Log Y = log b +log b1X1 -log b2X2 +log b5X5 Mengukur elatisitas dalam model regresi dilakukan menggunakan loglinear models, bentuk persamaannya yaitu: Y= b0 -b1X1 -b2X2 -b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6 Model ini adalah bahwa koefisien (b) mengukur elastisitas Y terhadap X, yaitu presentase perubahan dalam Y yang disebabkan oleh perubahan presentase X. Model ini mengasumsikan bahwa koefisien elastisitas antara Y dan X tetap konstan. (constant elasticity model) (Ghozali, 2013). III. Hasil dan Pembahasan Populasi dan Produksi Telur Ayam Ras di Jawa Barat Jawa Barat merupakan penghasil telur ayam ras terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah (Kementerian Pertanian Republik Indonesia). Berdasarkan hal tersebut secara umum, populasi ayam ras petelur di Jawa Barat tidak sebanyak Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tabel. Populasi Ayam Ras Petelur Juta Ekor/Tahun Provinsi Tabel. Hasil Iterasi No Model Auto Multi Hetero Uji Nilai R2 F 1 X1,X2,X3,X4,X5,X6 √ ─ √ √ 60,00% 2 X1,X3,X4,X5,X6 √ ─ √ √ 55,70% 3 X1,X2,X4,X5,X6 √ ─ √ √ 58,20% 4 X1,X2,X3,X5,X6 √ ─ √ √ 53,70% 5 X1,X2,X3,X4,X6 √ ─ √ √ 57,60% 6 X1,X2,X3,X4,X5 √ ─ √ √ 50,90% 7 X1,X4,X5,X6 √ ─ √ √ 44,60% 8 X1,X3,X5,X6 √ ─ √ √ 71,40% Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Pertumbuhan (%) 2009 2010 2011 2012 2013 33,05 21,96 37,04 40,27 41,28 2,50 16,52 17,71 18,40 19,88 20,39 2,58 10,40 11,25 11,93 12,27 13,07 6,53 (Sumber: Kementerian Indonesia, 2009-2013). Pertanian Republik Sesuai dengan data pada Tabel diatas jumlah populasi ayam ras petelur di Jawa Barat setiap tahun terus mengalami peningkatan. Kurun waktu 5 tahun terakhir populasi ayam ras petelur di Jawa Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin Barat tahun 2009 sebesar 10,40 juta ekor/tahun meningkat menjadi 13,07 juta ekor/tahun di tahun 2013. Begitupula dengan angka pertumbuhannya yaitu sebesar 6,53 persen. Angka laju pertumbuhan populasi ini lebih besar dari angka laju pertumbuhan kedua provinsi terbesar penghasil telur ayam ras yaitu Jawa Timur sebesar 2,50 persen dan Jawa Tengah sebesar 2,58 persen, sehingga dapat diartikan bahwa Jawa Barat memiliki potensi yang baik untuk pengembangan jumlah populasi kedepannya. Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras di Jawa Barat Berdasarkan yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa Jawa Barat bukan merupakan penghasil telur ayam ras terbesar di Indonesia. Namun begitu bukan berarti jumlah permintaan akan telur selalu konstan saja. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Jawa Barat bahwa permintaan telur ayam ras di Jawa Barat dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan. Permintaan Telur Ayam Ras Tabel. Ketersediaan Telur Ayam Ras di Jawa Barat Ton/Tahun Supply Demand 1. Produksi Telur 2008 2009 105000,00 95000,60 2010 2011 2012 103428,00 115787,00 120123,00 2. Konsumsi 420260,90 249332,67 289751,62 290133,25 290455,77 Defisit -315260,09 -154332,07 -186323,62 174346,25 170332,77 10 8 (Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat & Kementerian Pertanian Republik Indonesia 2008-2012) 6 4 2 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 kg/kapita/tahun 12 lebih murah dibandingkan sumber protein asal ternak lainnya, terutama daging sapi dan daging ayam sehingga konsumen lebih memilih mengkonsumsi telur ayam ras disaat harga-harga pangan lainnya melambung tinggi. Kenaikan jumlah permintaan yang signifikan juga terjadi pada tahun 2005 dari 5,15 kg/kapita/tahun meningkat menjadi 11,42 kg/kapita/tahun. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat meningkat sehingga meningkatkan pendapatan (Badan Pusat Statistik, 2006). Seiiring dengan meningkatnya pendapatan, daya beli akan suatu barang akan meningkat, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan permintaan telur ayam ras di Jawa Barat. Tahun Grafik Permintaan Telur Ayam Ras di Jawa Barat Perubahan yang signifikan terjadi pada tahun 1998 menuju tahun 1999 dan tahun 2005 menuju tahun 2006. Perubahan pada tahun 1998 dari 1.40 kg/kapita/tahun meningkat menjadi 7.88 kg/kapita/tahun di tahun 1999. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan pada masa itu yaitu pada saat krisis moneter, dimana harga-harga barang dan bahan pangan meningkat. Kenaikan jumlah permintaan beralih pada telur ayam ras dikarena telur ayam ras merupakan alternatif bahan pangan sumber protein yang relatif Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel. bahwa jumlah produksi telur ayam ras di Jawa Barat belum mencukupi kebutuhan telur ayam ras. Diketahui dari hasil penelitian oleh Hidayat Kholis (2012), kekurangan kebutuhan telur di Jawa Barat dipasok oleh Jawa Timur, karena Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah populasi dan produksi telur ayam ras terbesar di Indonesia. Selanjutnya dijelaskan bahwa dari berbagai provinsi di Indonesia, hanya Jawa Timur yang jumlah produksi telur ayamnya sudah mencukupi kebutuhan, sehingga perlu adanya upaya peningkatan populasi ayam ras petelur di Jawa Barat untuk meningkatkan produksi telur ayam ras di Jawa Barat. Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Telur Ayam Ras di Jawa Barat Model awal permintaan telur ayam ras dipengaruhi oleh faktor harga riil telur ayam ras, harga riil tahu, harga riil tempe, harga riil beras, jumlah penduduk dan pendapatan. Namun, hasil analisis regresi dari model menunjukan model ini tidak memenuhi kriteria regresi berganda. Hasil dari iterasi model regresi terbaik yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras adalah harga riil telur ayam ras, harga riil tahu, dan jumlah penduduk. Tabel.Hasil Terbaik Peubah Analisis Hipotesis Notasi Awal Koefisien Konstanta Harga Telur Ayam Ras X1 Harga Tahu X2 Jumlah Penduduk X5 0,664 0,055 (-) -0,317 0,227 (+) 1,591 0,292 Sig 0,020 X1 9,034 X2 9,714 X5 1,605 R Pr>t Parameter (-) VIF 4,273 Koefisien 0,258 1,786 2 Model -29,457 Durbin-Watson F Regresi 0,430 Secara regresi model ini telah memenuhi kriteria regresi berganda, dengan nilai Durbin-Watson 1,786 nilai tersebut berada diantara dL dan dU yang berarti tidak terjadi autokorelasi, nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIf ≥ 10 yang berarti tidak terjadi multikolinearitas, dan nilai F hitung adalah sebesar 4,273 dengan nilai signifikansi F sebesar 0,020. Jika dibandingkan dengan taraf signifikan α=5 persen maka p-value 0,020 bernilai lebih kecil dari α, sehingga model ini signifikan, akan tetapi memiliki nilai R2 yang kecil yaitu 0,430. Artinya sebesar 43,00 persen faktor-faktor permintaan dalam model ini dapat menjelaskan permintaan telur ayam ras dan 67,00 persen dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak diteliti dalam model ini. Ada tiga faktor yang berpengaruh nyata pada permintaan telur ayam ras dengan uraian ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Harga Riil Telur Ayam Ras Faktor harga merupakan hal utama bagi konsumen dalam mengambil keputuan untuk membeli suatu barang. Harga telur ayam ras berpengaruh terhadap jumlah permintaan telur ayam ras, hal ini sejalan dengan teori permintaan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap permintaan adalah harga, terutama harga dari barang itu sendiri (Partadiredja 1996). Berdasarkan hasil analisis, secara statistik harga telur ayam ras berpengaruh signifikan terhadap permintaan telur ayam ras dengan nilai signifikansi sebesar 0,055, dan nilai koefisien regresi dari harga telur ayam ras sebesar 0,664. Hal ini berarti setiap kenaikan harga telur ayam ras sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 0,664 persen. Hasil dari analisis ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa berdasarkan teori permintaan, apabila harga naik maka permintaan turun, namun hal ini dapat menjelaskan, bahwa telur ayam ras adalah sebagai bahan pangan sumber protein asal ternak yang menjadi pilihan terakhir karena harganya relatif lebih murah dibandingkan daging ayam dan daging sapi. Berdasarkan hasil tersebut juga dapat dikatakan bahwa telur ayam ras termasuk barang normal, yang permintaannya akan bertambah atau benilai positif. Jadi meskipun harganya naik permintaannya tetap akan terus meningkat karena harganya relatif masih terjangkau. Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ananingsih (2011) mengenai permintaan telur ayam ras di Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin Sukoharjo bahwa permintaan telur ayam ras di Sukoharjo akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya harga telur ayam ras itu sendiri. 2. Harga Tahu Berdasarkan hasil analisis, secara statistik harga tahu tidak signifikan berpengaruh terhadap permintaan telur ayam ras karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikan α=5 persen, yaitu sebesar 0,227 dan nilai koefisien regresi dari harga tahu adalah sebesar 0,317 bertanda negatif. Hal ini berarti permintaan telur ayam ras berbanding terbalik dengan harga tahu, hasil tersebut sesuai dengan hipotesis awal bahwa kenaikan harga tahu akan menurunkan permintaan telur ayam ras. Artinya, setiap kenaikan harga tahu sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 0,317 persen. Hal ini menjelaskan bahwa tahu merupakan barang substitusi atau barang pengganti telur ayam ras sebagai bahan pangan sumber protein. Tahu adalah bahan pangan sumber protein nabati yang harganya relatif lebih murah dari telur ayam ras, sehingga konsumen akan lebih mengkonsumsi tahu sebagai bahan pangan sumber protein jika harga telur ayam ras naik. Kenaikan harga tahu akan menurunkan jumlah permintaan telur ayam ras, dikarenakan harga tahu yang meningkat tetap lebih terjangkau dari harga telur ayam ras. Sehingga konsumen tetap lebih memilih tahu untuk dikonsumsi, hal ini yang menyebabkan jumlah permintaan telur ayam ras menurun. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih, dkk (2008) bahwa kenaikan harga barang substitusi akan menurunkan jumlah permintaan barang yang disubstitusinya. 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan hasil analisis, secara statistik jumlah penduduk tidak signifikan berpengaruh terhadap permintaan telur ayam ras karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikan α=5 persen, yaitu sebesar 0,292 dan nilai koefisien regresi dari jumlah penduduk adalah sebesar 1,591. Artinya, setiap peningkatan jumlah penduduk sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah permintaan sebesar 1,591 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa jumlah penduduk akan berpengaruh positif terhadap jumlah permintaan telur ayam ras. Faktor jumlah penduduk berpengaruh terhadap permintaan telur ayam ras karena telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa pertambahan penduduk di Jawa Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal itu berarti setiap pertambahan jumlah penduduk akan menambah jumlah kebutuhan akan telur ayam ras, sehingga peningkatan kebutuhan ini cenderung akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap telur ayam ras. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Debby (2011) bahwa laju pertumbuhan penduduk akan meningkatkan jumlah permintaan telur ayam ras. Elastisitas Harga Permintaan Telur Ayam Ras di Jawa Barat Analisis elastisitas dilakukan untuk mengetahui persentase perubahan kenaikan atau penurunan jumlah permintaan telur ayam terhadap adanya perubahan harganya. Berikut adalah hasil dari analisis elastisitas: Tabel. Hasil Analisis Elastisitas Variabel Eh Harga Telur 0,664 Ayam Ras Kriteria Inelastis Koefisien elastisitas permintaan telur ayam ras terhadap harga telur ayam ras Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin adalah 0,664. Nilai tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan, bahwa harga riil telur ayam ras berpengaruh nyata, pada kondisi cateris paribus terhadap permintaan telur ayam ras. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan 1 persen harga riil telur ayam ras akan menaikkan jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 0,664 persen. Selain itu, telah dijelaskan sebelumnya bahwa teur ayam ras ini termasuk barang normal yang berarti mempunyai nilai elastisitas yang positif. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ananingsih (2011), tentang analisis permintaan telur ayam ras di Sukoharjo, dengan hasil bahwa setiap harga telur ayam ras di Sukoharjo mengalami kenaikan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah permintaan telur ayam ras di Surkoharjo sebesar 0.104 persen dan bersifat inelastis, namun berbeda jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Wahyuningsih (2008) mengenai permintaan telur ayam ras di Jawa Timur, bahwa hasil dari penelitian tersebut menunjukan elastisitas harga permintaan telur ayam ras bersifat elastis dengan nilai koefisien elastisnya sebesar -2,21. Hal tersebut bisa saja terjadi, karena adanya perbedaan corak konsumsi di setiap daerah. Besarnya angka koefisien elatisitas harga permintaan telur ayam ras tersebut menunjukkan bahwa elatisitas harga permintaan telur ayam ras bersifat inelastis (Eh<1) berarti harga riil telur ayam ras tidak peka (sensitiv) terhadap perubahan harga telur ayam ras. Jumlah permintaan telur ayam ras akan berubah jika harga telur ayam ras berubah, tetapi besarnya proporsi perubahan jumlah permintaan lebih kecil dari besarnya proporsi perubahan harganya. Hal ini diduga bahwa telur ayam ras disukai konsumen, sehingga perubahan harga riil telur ayam ras relatif tidak responsif terhadap jumlah permintaannya. Jumlah permintaan telur ayam ras cukup banyak karena harga riil telur ayam ras lebih murah dibandingkan dengan harga bahan pangan sumber protein hewani lainnya terutama daging sapi dan daging ayam, akan tetapi jumlah proporsi pengeluaran untuk konsumsi telur ayam ras cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah permintaan telur ayam ras. Berdasarkan hal tersebut, perubahan harga riil telur ayam ras dapat dikatakan relatif tidak peka (sensitiv) terhadap jumlah permintaan telur ayam ras (inelastis). IV. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Permintaan telur ayam ras di Jawa Barat dipengaruhi secara positif oleh harga riil telur ayam ras dan jumlah penduduk dengan nilai koefisien masing-masing sebesar 0,664 dan 1,591, sedangkan yang berpengaruh secara negatif terhadap permintaan telur ayam ras adalah harga riil tahu dengan nilai koefisien sebesar 0,317. 2. Nilai elastisitas harga permintaan telur ayam ras di Jawa Barat sebesar 0,664 (inelastis). Saran 1. Pengaruh kenaikan jumlah penduduk di Jawa Barat akan mempengaruhi jumlah permintaan telur ayam ras, sehingga perlu adanya pengembangan jumlah populasi ternak ayam ras petelur di Jawa Barat agar dapat mencukupi kebutuhan telur ayam ras di Jawa Barat. 2. Kekurangan kebutuhan telur ayam ras di Jawa Barat berarti bahwa kesempatan usaha di bidang ternak ayam ras petelur masih luas. Diharapkan usaha dalam bidang ternak ayam ras petelur ini dapat lebih meningkat di Jawa Barat. 3. Secara umum, telur ayam ras merupakan salah satu bahan pangan sumber protein yang banyak dikonsumsi karena harganya terjangkau. Diharapkan adanya standar dalam kualitas telur ayam ras dapat menigkatkan kuantitas permintaan telur ayam ras, sehingga jumlah konsumsinya dapat ditingkatkan lagi. Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin DAFTAR PUSTAKA Ananingsih, I. 2011. Analisis Permintaan Telur Ayam Ras di Kabupaten Sukoharjo. UNS. Surakarta. .2007. Harga Konsumen Barang dan Jasa Provinsi Jawa Barat 2007. Bandung. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2012. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2009-2012. http://jabar.bps.go.id/ (diakses pada Jumat, 19 September 2014 Pukul 20.30 WIB) Debby, V. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Telur Ayam Ras di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara. USU. Sumatera Utara .1993. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 1993. Bandung. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2010. Produksi Telur Ayam Ras di Jawa Barat Tahun 2009-2013. www.disnak.jabarprov.go.id. (diakses pada Minggu, 14 September 2014 Pukul 21.45 WIB) .1994. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 1994. Bandung. .1995. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 1995. Bandung. .1996. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 1996. Bandung. .1997. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 1997. Bandung. .1998. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 1998. Bandung. Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multifariant dengan Proses SPSS. Badan Penerbit Undip. Semarang. 105-142, 211212 Gujarati, D. 2006. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. 115-125 Hadiansyah, S. 2005. Survey Konsumsi Pangan. IPB. Bogor. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2013. Populasi Ayam Ras Petelur 20092013. www.deptan.go.id (diakses pada Senin 12 Januari 2015 Pukul 11.30 WIB) .1999. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 1999. Bandung. . 2001. Statistik Pertanian 2001. Jakarta. .2000. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun 2000. Bandung. . 2011. Statistik Pertanian 2011. Jakarta. .2005. Statistik Harga Konsumen Jawa Barat 2005. Bandung. . 2013. Statistik Pertanian 2013. Jakarta. .2006. Statistik Harga Konsumen Jawa Barat 2006. Bandung. Kholis, H. 2012. Analisis Kebijakan Peternakan Ayam Ras Provinsi Jawa Timur dalam Mengantisipasi Dinamika Harga Pasar (Sebuah Pendekatan Sistem Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin Dinamik). Undergraduate Thesis of Industrial Engineering, RSI 658.403. ITS. Surabaya. Mubyarto. 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Jakarta. 118-119 Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga. Jakarta. 107-108 Paturochman, M. 2012. Penentuan Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel. Unpad press. Bandung. 39 Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 131-137 Wahyuningsih, dkk. 2008. Analisis Permintaan Telur Ayam di Jawa Timur. Jurnal Agritek Vol. 16 No. 11.