Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat

advertisement
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
ELASTISITAS HARGA TELUR AYAM RAS DI JAWA BARAT
THE ELASTICITY OF CHICKEN EGG’S PRICE IN WEST JAVA
Hani Febrian Agustin*, Dadi Suryadi, Achmad Firman
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian elastisitas harga telur ayam ras di Jawa Barat telah dilaksanakan pada bulan
Nopember 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar faktor-faktor
permintaan mempengaruhi jumlah permintaan telur ayam ras dan berapa besar tingkat
elastisitas harga telur ayam ras di Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus
dengan menggunakan analisis regresi berganda. Terdapat 6 variabel dengan data observasi
secara series selama 21 tahun. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan bahwa model
terbaik untuk permintaan telur ayam ras di Jawa Barat yaitu dipengaruhi 3 variabel yakni
harga telur ayam ras, harga tahu, dan jumlah penduduk. Harga riil telur ayam ras dan jumlah
penduduk berpengaruh positif, dan harga riil tahu berpengaruh negatif. Hasil analisis
elastisitas harga permintaan telur ayam ras menunjukan bahwa telur ayam ras bersifat inelastis
karena koefisien Eh < 1 yaitu sebesar 0,664. Hal ini berarti bahwa perubahan harga telur
ayam ras tidak peka terhadap perubahan jumlah permintaannya.
Kata Kunci : elastisitas, permintaan telur ayam ras
ABSTRACT
The elasticity of chicken egg’s price in West Java was done research in November
2014. This research was aim to know how big the demand factors affect the amount of
chicken egg’s demand and how big the elasticity of chicken egg’s price in West Java. This
research used case study method with double regression analysis. There are 6 variables with
observation data series during 21th years. Based on the result of statistical analysis showed
that the best model of regression for chicken egg’s demand only 3 variables such as the price
of chicken egg, the price of toufu, and the amount of population. The price of chicken egg
and the amount of population showed positive affect, and the price of toufu showed negative
affect. The result of elasticity chicken egg’s price showed that the character of chicken egg’s
was inelastic because coefficients of elasticity (Ep < 1) that 0.664. It meant that the changed
in chicken egg’s price was not sensitive to change the number of demands.
Keywords : elasticity, chicken egg’s demand
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
I. Pendahuluan
Peningkatan pendapatan masyarakat dan
pertambahan
jumlah
penduduk
menyebabkan
terjadinya
peningkatan
konsumsi hewani asal ternak. Upaya
peningkatan sumber daya manusia tidak
mungkin tercapai tanpa gizi yang cukup.
Salah satu produk peternakan yang memiliki
nilai nutrisi yang cukup baik adalah telur.
Telur ayam merupakan salah satu
produk hasil peternakan yang harganya
relatif murah. Telur paling banyak
dikonsumsi oleh masyarakat, terutama telur
ayam ras. Produksi telur ayam ras di Jawa
Barat mengalami peningkatan tahun 2013,
yaitu 131.586.040 kg/tahun, padahal tahun
sebelumnya sebesar 120.122.933 kg/tahun
(Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat,
2012-2013).
Harga telur ayam yang relatif murah
terutama dibandingkan dengan daging sapi,
dan daging ayam membuat masyarakat
cenderung lebih memilih telur ayam sebagai
pemenuh kebutuhan konsumsi protein.
Harga telur ayam pada tahun 2013 sebesar
14.943 rupiah/ kg, harga daging sapi 86.963
rupiah/kg, dan harga daging ayam 20.911
rupaih/kg.
Berdasarkan
hal
tersebut
masyarakat akan lebih memilih telur ayam
karena harganya lebih murah. Hal ini
menjadikan permintaan akan telur setiap
tahunnya meningkat (Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Barat, 2013).
Setiap pertambahan jumlah penduduk
dalam suatu wilayah memiliki arti bahwa
kebutuhan akan suatu barang di wilayah
tersebut
mengalami
peningkatan.
Peningkatan kebutuhan ini cenderung akan
mendorong
meningkatnya
permintaan
terhadap suatu barang. Penduduk Jawa Barat
mengalami peningkatan dari tahun 2009
sampai dengan 2012, yaitu dari 41.501.564
jiwa menjadi 44.548.431 jiwa (Badan Pusat
Statistik Jawa Barat, 2009-2012).
penting untuk dikaji agar dapat diketahui
sejauhmana
faktor
tersebut
dalam
mempengaruhi
jumlah
permintaan.
Selain
pertambahan
penduduk,
peningkatan pendapatan masyarakat juga
akan meningkatkan daya belinya, jika
pendapatan rata-rata masyarakat meningkat,
maka permintaan akan suatu barang akan
meningkat pula, atau sebaliknya. Tinggi
rendahnya jumlah permintaan suatu barang
akan dipengaruhi pula oleh harga barang
lain yang berhubungan dengannya, yaitu
barang pengganti atau subtitusi atau
pelengkap.
Secara normatif, permintaan telur
ditentukan oleh harga telur tersebut,
pendapatan masyarakat, jumlah penduduk,
dan harga barang lain. Masyarakat luas
cenderung akan memilih barang dengan
harga
yang
lebih
murah
untuk
mengkonsumsi suatu barang, termasuk telur,
karena
telur
relatif
lebih
murah
dibandingkan dengan produk ternak lainnya.
Umumnya, apabila suatu harga barang
naik maka permintaan akan barang tersebut
akan menurun atau sebaliknya. Kejadian
inilah yang disebut dengan elastisitas.
Perubahan harga berperan penting dalam
menentukan jumlah permintaan akan suatu
barang. Analisis elastisitas ini dapat
digunakan untuk menaksir perubahan yang
akan terjadi pada permintaan telur ayam ras
di pasar.
Penelitian tentang elatisitas harga telur
ayam ras di Jawa Barat diharapkan dapat
menjadi salah satu dasar untuk menentukan
kebijakan di sub sektor peternakan.
Pendekatan dari sisi permintaan telur ayam
ras sebagai pangan sumber protein menjadi
sangat penting karena mempunyai implikasi
kebijakan yang mengarah pada penyediaan
pangan yang memadai, merata dan sesuai
dengan kebutuhan gizi penduduk serta
terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Faktor- faktor yang mempengaruhi
permintaan telur ayam ras sangat
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian
mengenai elastisitas harga telur ayam ras di
Jawa
Barat
perlu
dilakukan.
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
II. Objek dan Metode Penelitian
Objek penelitian adalah data runtut
waktu (time series) yaitu berupa data harga
selama 21 tahun (kurun waktu tahun 19932013). Penelitian ini menggunakan metode
studi kasus. Metode ini bertujuan untuk
memperoleh informasi yang berhubungan
dengan sesuatu kejadian (kasus) tertentu
saja, studi kasus merupakan metode
penelitian yang mempertahankan keutuhan
unit analisis yang diteliti (Paturochman,
2012).
Berdasarkan permasalahan yang telah
diungkap, penelitian ini mengukur elastisitas
harga dengan menggunakan variabel
penelitian sebagai berikut:
1. Permintaan telur ayam ras (Y)
Jumlah permintaan telur ayam ras
dihitung
berdasarkan
satuan
kg/tahun.
2. Harga riil telur ayam ras (X1)
Harga riil telur ayam ras dilihat
menurut harga konstan tahun 19932013 dalam satuan Rp/kg.
3. Harga riil tahu (X2)
Harga tahu diketahui berdasarkan
harga konstan tahun 1993-2013
dalam satuan Rp/kg.
4. Harga riil tempe (X3)
Harga tempe diketahui berdasarkan
harga konstan tahun 1993-2013
dalam satuan Rp/kg.
5. Harga riil beras (X4)
Harga beras diketahui berdasarkan
harga konstan tahun 1993-2013
dalam satuan Rp/kg.
6. Jumlah penduduk (X5)
Jumlah penduduk Jawa Barat pada
periode yang sama, diperoleh dari
sensus penduduk, susenas, supas,
proyeksi penduduk dengan satuan
jiwa.
7. Pendapatan Perkapita (X6)
Pada
perhitungan
pendapatan
perkapita melalui PDB (Produk
Domestik Bruto) yaitu dalam satuan
Rp/tahun. PDB atas dasar harga
konstan tahun 1993-2013 (PDB Riil)
merupakan
pencerminan
ada
tidaknya kenaikan daya beli
masyarakat secara umum.
Model Analisis
Analisis Regresi Linier Berganda
Model analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier berganda dengan menggunakan
metode statistik. Analisis regresi dilakukan
untuk mengetahui ketergantungan variabel
dependen (terikat) dengan satu atau lebih
variable
independen
(variabel
penjelas/bebas).
Untuk mengestimasi
permintaan dalam menguji pengaruh
variabel bebas terhadap variabel tidak bebas
digunakan metode kuadrat terkecil biasa,
OLS (Ordinary Least Square) (Gujarati,
2006). Model umum dari fungsi permintaan
telur ayam ras adalah sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X5)
Model regresinya menjadi:
Y = X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 еUi
Fungsi permintaan yang digunakan
dalam estimasi adalah fungsi permintaan
dengan
elastisitas
konstan
yang
dispesifikasikan adalah bentuk logaritma.
Variabel tidak bebas mempunyai hubungan
linier dalam logaritma dengan variabelvariabel bebasnya diketahui berdasarkan
persamaan fungsi logaritma sebagai berikut
(Ghozali, 2013) :
Y= b0 -b1X1 -b2X2 -b3X3 +b4X4
+b5X5 +b6X6
Keterangan:
Y
ras
b0
b
berganda
X1
X2
X3
X4
X5
X6
= ( ∑ ) Permintaan telur ayam
= intersep (konstanta)
= koefisien regresi linier
= Harga telur ayam ras
= Harga tahu
= Harga tempe
= Harga beras
= Jumlah penduduk
= Pendapatan perkapita
Uji Validasi Model Regresi
Untuk menguji kekuatan (hubungan)
model regresi linier berganda diantaranya
melalui Uji Klasik, Uji F, dan Uji R2.
Uji Klasik
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
 Multikolinieritas
 Autokorelasi
 Heteroskedastisitas
Analisis Elastisitas Harga
Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui persentase perubahan kenaikan
atau penurunan jumlah permintaan telur
ayam terhadap adanya perubahan harga.
Berdasarkan jenis data yang diteliti yaitu
data sekunder berarti bahwa harganya sudah
diketahui maka, elastisitas harga dihitung
dengan menggunakan rumus (Mubyarto,
1985) :
9 X1,X3,X4,X6
√
─
√
√
54,70%
10 X1,X3,X4,X5
√
─
√
√
43,80%
11 X1,X2,X5,X6
√
─
√
√
53,70%
12 X1,X2,X4,X6
√
─
√
√
56,00%
13 X1,X2,X3,X6
√
─
√
√
53,70%
14 X1,X2,X3,X5
√
─
√
√
44,20%
15 X1,X2,X3,X4
√
─
√
√
50,40%
16 X1,X4,X6
√
─
√
√
44,60%
17 X1,X4,X5
√
─
√
√
37,90%
18 X1,X2,X6
√
─
√
√
53,70%
19 X1,X2,X5
√
√
√
√
43,00%
Eh =
Keterangan:
√ = Tidak terdapat pelanggaran asumsi.
─ = Terdapat pelanggaran asumsi.
Dimana:
= urunan pertama fungsi permintaan
terhadap harga telur ayam
X1 = Rata-rata harga telur ayam (Rp/kg)
Y = Rata-rata jumlah permintaan telur
Berdasarkan proses iterasi pemilihan
model terbaik didapatkan bahwa model
yang memenuhi asumsi klasik regresi yaitu
model dengan variabel X1,X2,X5. Sehingga
model terbaik yang terbentuk adalah model
regrei sebagai berikut :
ayam (kg/tahun)
Log Y = log b +log b1X1 -log b2X2 +log b5X5
Mengukur elatisitas dalam model
regresi dilakukan menggunakan loglinear models, bentuk persamaannya
yaitu:
Y= b0 -b1X1 -b2X2 -b3X3 +b4X4 +b5X5
+b6X6
Model ini adalah bahwa koefisien (b)
mengukur elastisitas Y terhadap X, yaitu
presentase perubahan dalam Y yang
disebabkan oleh perubahan presentase
X. Model ini mengasumsikan bahwa
koefisien elastisitas antara Y dan X tetap
konstan. (constant elasticity model)
(Ghozali, 2013).
III. Hasil dan Pembahasan
Populasi dan Produksi Telur Ayam Ras
di Jawa Barat
Jawa Barat merupakan penghasil
telur ayam ras terbesar ketiga di Indonesia
setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah
(Kementerian Pertanian Republik
Indonesia). Berdasarkan hal tersebut secara
umum, populasi ayam ras petelur di Jawa
Barat tidak sebanyak Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Tabel. Populasi Ayam Ras Petelur
Juta Ekor/Tahun
Provinsi
Tabel. Hasil Iterasi
No
Model
Auto Multi Hetero
Uji
Nilai R2
F
1 X1,X2,X3,X4,X5,X6
√
─
√
√
60,00%
2 X1,X3,X4,X5,X6
√
─
√
√
55,70%
3 X1,X2,X4,X5,X6
√
─
√
√
58,20%
4 X1,X2,X3,X5,X6
√
─
√
√
53,70%
5 X1,X2,X3,X4,X6
√
─
√
√
57,60%
6 X1,X2,X3,X4,X5
√
─
√
√
50,90%
7 X1,X4,X5,X6
√
─
√
√
44,60%
8 X1,X3,X5,X6
√
─
√
√
71,40%
Jawa
Timur
Jawa
Tengah
Jawa
Barat
Pertumbuhan
(%)
2009
2010
2011
2012 2013
33,05
21,96
37,04
40,27
41,28
2,50
16,52
17,71
18,40
19,88
20,39
2,58
10,40
11,25
11,93
12,27
13,07
6,53
(Sumber: Kementerian
Indonesia, 2009-2013).
Pertanian
Republik
Sesuai dengan data pada Tabel
diatas jumlah populasi ayam ras petelur di
Jawa Barat setiap tahun terus mengalami
peningkatan.
Kurun waktu 5 tahun
terakhir populasi ayam ras petelur di Jawa
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
Barat tahun 2009 sebesar 10,40 juta
ekor/tahun meningkat menjadi 13,07 juta
ekor/tahun di tahun 2013. Begitupula
dengan angka pertumbuhannya yaitu
sebesar 6,53 persen.
Angka laju
pertumbuhan populasi ini lebih besar dari
angka laju pertumbuhan kedua provinsi
terbesar penghasil telur ayam ras yaitu
Jawa Timur sebesar 2,50 persen dan Jawa
Tengah sebesar 2,58 persen, sehingga
dapat diartikan bahwa Jawa Barat
memiliki potensi yang baik untuk
pengembangan
jumlah
populasi
kedepannya.
Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras di
Jawa Barat
Berdasarkan yang telah dijelaskan
pada sub bab sebelumnya bahwa Jawa Barat
bukan merupakan penghasil telur ayam ras
terbesar di Indonesia. Namun begitu bukan
berarti jumlah permintaan akan telur selalu
konstan saja.
Berdasarkan data yang
diperoleh dari BPS Jawa Barat bahwa
permintaan telur ayam ras di Jawa Barat dari
tahun ke tahun terus mengalami perubahan.
Permintaan Telur Ayam Ras
Tabel. Ketersediaan Telur Ayam Ras di
Jawa Barat
Ton/Tahun
Supply
Demand
1. Produksi
Telur
2008
2009
105000,00
95000,60
2010
2011
2012
103428,00 115787,00 120123,00
2. Konsumsi
420260,90 249332,67 289751,62 290133,25 290455,77
Defisit -315260,09 -154332,07 -186323,62 174346,25 170332,77
10
8
(Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat
& Kementerian Pertanian Republik Indonesia
2008-2012)
6
4
2
0
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
kg/kapita/tahun
12
lebih murah dibandingkan sumber protein
asal ternak lainnya, terutama daging sapi
dan daging ayam sehingga konsumen lebih
memilih mengkonsumsi telur ayam ras
disaat
harga-harga
pangan
lainnya
melambung tinggi.
Kenaikan jumlah permintaan yang
signifikan juga terjadi pada tahun 2005 dari
5,15 kg/kapita/tahun meningkat menjadi
11,42 kg/kapita/tahun. Hal ini disebabkan
karena pada tahun 2005 pertumbuhan
ekonomi di Jawa Barat meningkat sehingga
meningkatkan pendapatan (Badan Pusat
Statistik, 2006).
Seiiring dengan
meningkatnya pendapatan, daya beli akan
suatu barang akan meningkat, sehingga hal
tersebut dapat meningkatkan permintaan
telur ayam ras di Jawa Barat.
Tahun
Grafik Permintaan Telur Ayam Ras di Jawa
Barat
Perubahan yang signifikan terjadi pada
tahun 1998 menuju tahun 1999 dan tahun
2005 menuju tahun 2006. Perubahan pada
tahun 1998 dari 1.40 kg/kapita/tahun
meningkat menjadi 7.88 kg/kapita/tahun di
tahun 1999. Hal ini dapat disebabkan oleh
keadaan pada masa itu yaitu pada saat krisis
moneter, dimana harga-harga barang dan
bahan pangan meningkat. Kenaikan jumlah
permintaan beralih pada telur ayam ras
dikarena telur ayam ras merupakan alternatif
bahan pangan sumber protein yang relatif
Berdasarkan data yang disajikan pada
Tabel. bahwa jumlah produksi telur ayam
ras di Jawa Barat belum mencukupi
kebutuhan telur ayam ras. Diketahui dari
hasil penelitian oleh Hidayat Kholis (2012),
kekurangan kebutuhan telur di Jawa Barat
dipasok oleh Jawa Timur, karena Jawa
Timur merupakan provinsi dengan jumlah
populasi dan produksi telur ayam ras
terbesar di Indonesia.
Selanjutnya
dijelaskan bahwa dari berbagai provinsi di
Indonesia, hanya Jawa Timur yang jumlah
produksi telur ayamnya sudah mencukupi
kebutuhan, sehingga perlu adanya upaya
peningkatan populasi ayam ras petelur di
Jawa Barat untuk meningkatkan produksi
telur ayam ras di Jawa Barat.
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Permintaan Telur Ayam Ras di Jawa
Barat
Model awal permintaan telur ayam ras
dipengaruhi oleh faktor harga riil telur
ayam ras, harga riil tahu, harga riil tempe,
harga riil beras, jumlah penduduk dan
pendapatan. Namun, hasil analisis regresi
dari model menunjukan model ini tidak
memenuhi kriteria regresi berganda. Hasil
dari iterasi model regresi terbaik yang
mempengaruhi permintaan telur ayam ras
adalah harga riil telur ayam ras, harga riil
tahu, dan jumlah penduduk.
Tabel.Hasil
Terbaik
Peubah
Analisis
Hipotesis
Notasi Awal
Koefisien
Konstanta
Harga
Telur
Ayam Ras
X1
Harga Tahu
X2
Jumlah Penduduk X5
0,664
0,055
(-)
-0,317
0,227
(+)
1,591
0,292
Sig
0,020
X1
9,034
X2
9,714
X5
1,605
R
Pr>t
Parameter
(-)
VIF
4,273
Koefisien
0,258
1,786
2
Model
-29,457
Durbin-Watson
F
Regresi
0,430
Secara regresi model ini telah
memenuhi kriteria regresi berganda,
dengan nilai Durbin-Watson 1,786 nilai
tersebut berada diantara dL dan dU yang
berarti tidak terjadi autokorelasi, nilai
tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai
VIf ≥ 10 yang berarti tidak terjadi
multikolinearitas, dan nilai F hitung adalah
sebesar 4,273 dengan nilai signifikansi F
sebesar 0,020. Jika dibandingkan dengan
taraf signifikan α=5 persen maka p-value
0,020 bernilai lebih kecil dari α, sehingga
model ini signifikan, akan tetapi memiliki
nilai R2 yang kecil yaitu 0,430. Artinya
sebesar 43,00 persen faktor-faktor
permintaan dalam model ini dapat
menjelaskan permintaan telur ayam ras
dan 67,00 persen dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak diteliti dalam model
ini.
Ada tiga faktor yang berpengaruh
nyata pada permintaan telur ayam ras
dengan uraian ketiga faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Harga Riil Telur Ayam Ras
Faktor harga merupakan hal utama
bagi konsumen dalam mengambil
keputuan untuk membeli suatu barang.
Harga telur ayam ras berpengaruh
terhadap jumlah permintaan telur ayam
ras, hal ini sejalan dengan teori
permintaan bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap permintaan
adalah harga, terutama harga dari
barang itu sendiri (Partadiredja 1996).
Berdasarkan hasil analisis, secara
statistik harga telur ayam ras
berpengaruh
signifikan
terhadap
permintaan telur ayam ras dengan nilai
signifikansi sebesar 0,055, dan nilai
koefisien regresi dari harga telur ayam
ras sebesar 0,664. Hal ini berarti setiap
kenaikan harga telur ayam ras sebesar
1 persen akan meningkatkan jumlah
permintaan telur ayam ras sebesar
0,664 persen. Hasil dari analisis ini
tidak sesuai dengan hipotesis awal
bahwa berdasarkan teori permintaan,
apabila harga naik maka permintaan
turun,
namun
hal
ini
dapat
menjelaskan, bahwa telur ayam ras
adalah sebagai bahan pangan sumber
protein asal ternak yang menjadi
pilihan terakhir karena harganya relatif
lebih murah dibandingkan daging
ayam dan daging sapi. Berdasarkan
hasil tersebut juga dapat dikatakan
bahwa telur ayam ras termasuk barang
normal, yang permintaannya akan
bertambah atau benilai positif. Jadi
meskipun
harganya
naik
permintaannya tetap akan terus
meningkat karena harganya relatif
masih terjangkau.
Sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ananingsih (2011)
mengenai permintaan telur ayam ras di
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
Sukoharjo bahwa permintaan telur
ayam ras di Sukoharjo akan semakin
meningkat
seiring
dengan
meningkatnya harga telur ayam ras itu
sendiri.
2. Harga Tahu
Berdasarkan hasil analisis, secara
statistik harga tahu tidak signifikan
berpengaruh terhadap permintaan telur
ayam ras karena memiliki nilai
signifikansi lebih besar dari taraf
signifikan α=5 persen, yaitu sebesar
0,227 dan nilai koefisien regresi dari
harga tahu adalah sebesar 0,317
bertanda negatif.
Hal ini berarti
permintaan telur ayam ras berbanding
terbalik dengan harga tahu, hasil
tersebut sesuai dengan hipotesis awal
bahwa kenaikan harga tahu akan
menurunkan permintaan telur ayam
ras. Artinya, setiap kenaikan harga
tahu
sebesar
1
persen
akan
menurunkan jumlah permintaan telur
ayam ras sebesar 0,317 persen. Hal ini
menjelaskan bahwa tahu merupakan
barang
substitusi
atau
barang
pengganti telur ayam ras sebagai bahan
pangan sumber protein. Tahu adalah
bahan pangan sumber protein nabati
yang harganya relatif lebih murah dari
telur ayam ras, sehingga konsumen
akan lebih mengkonsumsi tahu sebagai
bahan pangan sumber protein jika
harga telur ayam ras naik.
Kenaikan
harga
tahu
akan
menurunkan jumlah permintaan telur
ayam ras, dikarenakan harga tahu yang
meningkat tetap lebih terjangkau dari
harga telur ayam ras.
Sehingga
konsumen tetap lebih memilih tahu
untuk dikonsumsi, hal ini yang
menyebabkan jumlah permintaan telur
ayam ras menurun. Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuningsih, dkk (2008) bahwa
kenaikan harga barang substitusi akan
menurunkan jumlah permintaan barang
yang disubstitusinya.
3. Jumlah Penduduk
Berdasarkan hasil analisis, secara
statistik jumlah penduduk tidak
signifikan
berpengaruh
terhadap
permintaan telur ayam ras karena
memiliki nilai signifikansi lebih besar
dari taraf signifikan α=5 persen, yaitu
sebesar 0,292 dan nilai koefisien
regresi dari jumlah penduduk adalah
sebesar 1,591.
Artinya, setiap
peningkatan jumlah penduduk sebesar
1 persen akan meningkatkan jumlah
permintaan sebesar 1,591 persen.
Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal
bahwa
jumlah
penduduk
akan
berpengaruh positif terhadap jumlah
permintaan telur ayam ras. Faktor
jumlah
penduduk
berpengaruh
terhadap permintaan telur ayam ras
karena telah disebutkan pada bab
sebelumnya
bahwa
pertambahan
penduduk di Jawa Barat setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Hal
itu berarti setiap pertambahan jumlah
penduduk akan menambah jumlah
kebutuhan akan telur ayam ras,
sehingga peningkatan kebutuhan ini
cenderung
akan
mendorong
meningkatnya permintaan terhadap
telur ayam ras. Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Debby (2011) bahwa laju pertumbuhan
penduduk akan meningkatkan jumlah
permintaan telur ayam ras.
Elastisitas Harga Permintaan Telur
Ayam Ras di Jawa Barat
Analisis elastisitas dilakukan untuk
mengetahui persentase perubahan kenaikan
atau penurunan jumlah permintaan telur
ayam terhadap adanya perubahan harganya.
Berikut adalah hasil dari analisis elastisitas:
Tabel. Hasil Analisis Elastisitas
Variabel
Eh
Harga Telur
0,664
Ayam Ras
Kriteria
Inelastis
Koefisien elastisitas permintaan telur
ayam ras terhadap harga telur ayam ras
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
adalah 0,664. Nilai tersebut sesuai dengan
hipotesis yang telah diajukan, bahwa harga
riil telur ayam ras berpengaruh nyata, pada
kondisi cateris paribus terhadap permintaan
telur ayam ras. Hal ini mengandung arti
bahwa setiap kenaikan 1 persen harga riil
telur ayam ras akan menaikkan jumlah
permintaan telur ayam ras sebesar 0,664
persen.
Selain itu, telah dijelaskan
sebelumnya bahwa teur ayam ras ini
termasuk barang normal yang berarti
mempunyai nilai elastisitas yang positif.
Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan
oleh
Ananingsih (2011),
tentang analisis
permintaan telur ayam ras di Sukoharjo,
dengan hasil bahwa setiap harga telur ayam
ras di Sukoharjo mengalami kenaikan
sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah
permintaan telur ayam ras di Surkoharjo
sebesar 0.104 persen dan bersifat inelastis,
namun berbeda jika dibandingkan dengan
hasil penelitian oleh Wahyuningsih (2008)
mengenai permintaan telur ayam ras di Jawa
Timur, bahwa hasil dari penelitian tersebut
menunjukan elastisitas harga permintaan
telur ayam ras bersifat elastis dengan nilai
koefisien elastisnya sebesar -2,21. Hal
tersebut bisa saja terjadi, karena adanya
perbedaan corak konsumsi di setiap daerah.
Besarnya angka koefisien elatisitas
harga permintaan telur ayam ras tersebut
menunjukkan bahwa elatisitas harga
permintaan telur ayam ras bersifat inelastis
(Eh<1) berarti harga riil telur ayam ras tidak
peka (sensitiv) terhadap perubahan harga
telur ayam ras. Jumlah permintaan telur
ayam ras akan berubah jika harga telur ayam
ras berubah, tetapi besarnya proporsi
perubahan jumlah permintaan lebih kecil
dari besarnya proporsi perubahan harganya.
Hal ini diduga bahwa telur ayam ras disukai
konsumen, sehingga perubahan harga riil
telur ayam ras relatif tidak responsif
terhadap jumlah permintaannya.
Jumlah permintaan telur ayam ras cukup
banyak karena harga riil telur ayam ras lebih
murah dibandingkan dengan harga bahan
pangan sumber protein hewani lainnya
terutama daging sapi dan daging ayam, akan
tetapi jumlah proporsi pengeluaran untuk
konsumsi telur ayam ras cenderung lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah
permintaan telur ayam ras. Berdasarkan hal
tersebut, perubahan harga riil telur ayam ras
dapat dikatakan relatif tidak peka (sensitiv)
terhadap jumlah permintaan telur ayam ras
(inelastis).
IV. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Permintaan telur ayam ras di Jawa
Barat dipengaruhi secara positif oleh
harga riil telur ayam ras dan jumlah
penduduk dengan nilai koefisien
masing-masing sebesar 0,664 dan
1,591, sedangkan yang berpengaruh
secara negatif terhadap permintaan
telur ayam ras adalah harga riil tahu
dengan nilai koefisien sebesar
0,317.
2. Nilai elastisitas harga permintaan telur
ayam ras di Jawa Barat sebesar 0,664
(inelastis).
Saran
1. Pengaruh kenaikan jumlah penduduk
di Jawa Barat akan mempengaruhi
jumlah permintaan telur ayam ras,
sehingga perlu adanya pengembangan
jumlah populasi ternak ayam ras
petelur di Jawa Barat agar dapat
mencukupi kebutuhan telur ayam ras di
Jawa Barat.
2. Kekurangan kebutuhan telur ayam ras
di Jawa Barat berarti bahwa
kesempatan usaha di bidang ternak
ayam ras petelur masih luas.
Diharapkan usaha dalam bidang ternak
ayam ras petelur ini dapat lebih
meningkat di Jawa Barat.
3. Secara umum, telur ayam ras
merupakan salah satu bahan pangan
sumber
protein
yang
banyak
dikonsumsi
karena
harganya
terjangkau.
Diharapkan adanya
standar dalam kualitas telur ayam ras
dapat
menigkatkan
kuantitas
permintaan telur ayam ras, sehingga
jumlah
konsumsinya
dapat
ditingkatkan lagi.
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
DAFTAR PUSTAKA
Ananingsih, I. 2011. Analisis Permintaan
Telur Ayam Ras di Kabupaten Sukoharjo.
UNS. Surakarta.
.2007.
Harga Konsumen Barang dan Jasa Provinsi
Jawa Barat 2007. Bandung.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.
2012. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di
Jawa Barat 2009-2012.
http://jabar.bps.go.id/ (diakses pada Jumat,
19 September 2014 Pukul 20.30 WIB)
Debby, V. 2011. Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Permintaan dan
Penawaran Telur Ayam Ras di Kota Binjai
Provinsi Sumatera Utara. USU. Sumatera
Utara
.1993.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
1993. Bandung.
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.
2010. Produksi Telur Ayam Ras di Jawa
Barat Tahun 2009-2013.
www.disnak.jabarprov.go.id. (diakses pada
Minggu, 14 September 2014 Pukul 21.45
WIB)
.1994.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
1994. Bandung.
.1995.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
1995. Bandung.
.1996.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
1996. Bandung.
.1997.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
1997. Bandung.
.1998.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
1998. Bandung.
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis
Multifariant dengan Proses SPSS. Badan
Penerbit Undip. Semarang. 105-142, 211212
Gujarati, D. 2006. Ekonometrika Dasar.
Erlangga. Jakarta. 115-125
Hadiansyah, S. 2005. Survey Konsumsi
Pangan. IPB. Bogor.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
2013. Populasi Ayam Ras Petelur 20092013. www.deptan.go.id (diakses pada
Senin 12 Januari 2015 Pukul 11.30 WIB)
.1999.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
1999. Bandung.
. 2001. Statistik Pertanian 2001.
Jakarta.
.2000.
Provinsi Jawa Barat dalam Angka Tahun
2000. Bandung.
. 2011. Statistik Pertanian 2011.
Jakarta.
.2005.
Statistik Harga Konsumen Jawa Barat
2005. Bandung.
. 2013. Statistik Pertanian 2013.
Jakarta.
.2006.
Statistik Harga Konsumen Jawa Barat
2006. Bandung.
Kholis, H. 2012. Analisis Kebijakan
Peternakan Ayam Ras Provinsi Jawa Timur
dalam Mengantisipasi Dinamika Harga
Pasar (Sebuah Pendekatan Sistem
Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat……………..................Hani Febrian Agustin
Dinamik). Undergraduate Thesis of
Industrial Engineering, RSI 658.403. ITS.
Surabaya.
Mubyarto. 1985. Pengantar Ekonomi
Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES). Jakarta. 118-119
Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Untuk
Bisnis dan Ekonomi. Erlangga. Jakarta.
107-108
Paturochman, M. 2012. Penentuan Jumlah
dan Teknik Pengambilan Sampel. Unpad
press. Bandung. 39
Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi
Pertanian Teori dan Aplikasinya. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 131-137
Wahyuningsih, dkk. 2008. Analisis
Permintaan Telur Ayam di Jawa Timur.
Jurnal Agritek Vol. 16 No. 11.
Download