Strategi Dan Peran Praktisi Public Relations Partai Nasdem Dalam Pelaksanaan Komunikasi Dan Persuasi Politik Menuju Legitimasi Dalam Pemilu 2014 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK MALANG OKTOBER 2014 BAB I KASUS MASALAH PADA MEDIA MASSA 1.1. Political Public Relations dalam Partai Politik Pemilu 2014 Kekecewaan terhadap partai politik yang telah ada serta belum tersalurkannya aspirasi memacu partisipasi politik melalui aktivitas sejumlah tokoh untuk membentuk partai politik baru yaitu Partai Nasdem yang dideklarasikan pada 26 Juli 2011. Partai yang diketuai Patrice Rio Capella ini memiliki visi dan misi untuk merestorasi Indonesia. Selain itu, Partai Nasdem juga tidak ingin hanya menjadi partai politik baru yang hadir sesaat menjelang Pemilu. Agar tidak menjadi sekedar meramaikan Pemilu, Partai Nasdem memasang target yang ingin dicapai pada Pemilu 2014. Menjadi satu-satunya partai politik baru harus dijadikan sebagai momentum strategis bagi Partai Nasdem untuk membuktikan keberadaannya sebagai partai politik baru tidak bisa dipandang sebelah mata. Untuk membuktikan eksistensi sebagai partai politik baru, Partai Nasdem memasang target yang ingin dicapai pada Pemilu 2014. Dalam pemberitaan republika.co.id dengan judul berita “Ambisi Partai Nasdem Masuk Tiga Besar,” Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto, dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Partai Nasdem yang digelar di Jakarta pada tanggal 8-11 November 2011, mengatakan Partai Nasdem memasang target minimal masuk tiga besar partai politik pemenang Pemilu 2014. Target ini dianggap mampu membantu Partai Nasdem dalam melakukan perubahan sosial yang sesuai dengan visi dan misi partai yaitu merestorasi Indonesia. Untuk mencapai target ini, kepengurusan Partai Nasdem akan semakin merambah tingkat desa/kelurahan dan ditargetkan ada sampai pada tingkat Rukun Tetangga (RT). Tidak mudah bagi Partai Nasdem untuk mencapai target masuk tiga besar 1 2 partai politik pemenang Pemilu 2014. Hal ini disebabkan kekecewaan mendalam masyarakat terhadap kader dan partai politik. Dalam artikel di Kompas pada 25 Oktober 2011 yang berjudul “Parpol Tanpa Ideologi: Menaruh Harapan pada Partai Politik”, menyatakan rasa muak masyarakat muncul karena keterlibatan kader partai politik justru semakin menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia serta tidak mendorong terciptanya kebijakan publik yang sungguh-sungguh berpihak pada kepentingan rakyat. Keberadaan partai politik justru dianggap menyebabkan kebobrokan bangsa yang ditandai dengan keikutsertaan kader partai politik dalam kasus-kasus korupsi megamiliar. Intinya, dominasi kader partai politik dalam proses pengambilan keputusan strategis ternyata malah dimanfaatkan untuk merampok uang negara demi mendanai biaya politik atau keperluan operasional partai politik. Kehadiran kader partai politik di pos strategis lebih dilatarbelakangi oleh motif mengamankan sumber dana dan bukannya untuk membela kepentingan rakyat (Kompas, 2011, p. 6-7). Untuk mencapai target menjadi tiga besar partai pemenang Pemilu 2014, Divisi Public Relations Partai Nasdem menyusun beberapa strategi guna mencapai target pada Pemilu 2014. Salah satu strategi yang dilakukan adalah menggunakan komunikasi massa sebagai media komunikasi politik. Komunikasi massa adalah sebuah proses melalui mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terusmenerus menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi khalayak besar dan beragam dengan melalui berbagai cara (DeFleur and McQuail, 1985). Melalui media massa, Partai Nasdem menyebarkan informasi politik kepada masyarakat. Informasi adalah sejumlah pilihan alternatif yang tersedia bagi seseorang untuk memprediksi hasil akhir (outcome). Sehingga semakin banyak informasi yang dimiliki oleh publik, semakin banyak pilihan bagi publik untuk bersikap dalam sebuah situasi. Namun, strategi komunikasi politik Partai Nasdem melalui media massa tidak luput dari kritikan berbagai pihak. Hasil survei Indo Barometer yang dimuat dalam news.detik.com dengan judul “Tak Punya Tokoh Populer, Partai Nasdem Dinilai Sulit Besar,” mengatakan bahwa Partai Nasdem dinilai masih sulit untuk 3 menjadi partai besar. Hal ini dikarenakan, partai Nasdem tidak memiliki figur yang bisa mengatrol partai tersebut seperti halnya SBY mengatrol Demokrat. Selain itu, pengamat politik, M. Qodari, menambahkan ada faktor-faktor selain media yang berperan besar dalam mendongkrak popularitas partai dan kadernya. Faktor figur yang diusung partai sangat menentukan, terlebih dalam partai politik baru. Sosok Surya Paloh selaku penggagas organisasi masyarakat Nasional Demokrat masih belum sepopuler Susilo Bambang Yudhoyono saat Partai Demokrat berdiri. Di lain sisi, Partai Nasdem tidak hanya mendapat kritikan dan pandangan sebelah mata saja. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) justru berkata lain. Dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) awal Maret lalu mengenai popularitas partai-partai politik menjelang Pemilu 2014 yang dilansir oleh newsokezone.com dengan judul “LSI: Mengejutkan, Partai NasDem di Posisi 4” (Anggriawan, 2012) membuktikan bahwa Partai Nasdem didukung oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari Partai Nasdem yang berada di peringkat keempat di bawah Partai Golkar, PDIP, dan Demokrat. Dari 2.418 responden, Partai Nasdem mendapat terhadap Partai dukungan Nasdem 7,9%. Peningkatan dukungan masyarakat terlihat signifikan. Pada survei LSI tahun 2010, dukungan terhadap Partai Nasdem baru sebesar 0,3% dan terus meningkat hingga mencapai 7,9 pada kuartal pertama tahun 2012. Menuju Pemilu 2014, Partai Nasdem masih memiliki waktu dua tahun untuk terus meningkatkan dukungan dan hak pilih masyarakat. Waktu ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh anggota Partai Nasdem termasuk praktisi public relations yang berada pada Divisi Public Relations DPP Partai Nasdem. Praktisi public relations akan membantu Partai Nasdem untuk mengobati kekecewaan mendalam masyarakat terhadap partai politik dan menjadi alternatif yang memberikan harapan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, keberadaan praktisi public relations dalam suatu partai akan bermanfaat untuk selalu memberikan informasi secara terus-menerus dan berkelanjutan kepada pengurus partai mengenai apa yang terjadi di antara partai 4 dan publiknya (Ruslan, 2002, p. 34-35). Tak hanya itu, praktisi public relations juga akan memberitahukan adanya tanda bahaya (early warning system) untuk mendukung atau membantu pengurus partai untuk berjaga-jaga menghadapi kemungkinan buruk yang dapat menimpa organisasi, mulai dari timbulnya pemberitaan negatif di media massa, meluasnya isu negatif yang dapat berkembang menjadi krisis di dalam partai politik, hingga terjadinya penurunan bahkan kehilangan citra (lost of image) politik yang dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat khususnya konstituen partai. Keberadaan praktisi public relations juga memegang peranan penting untuk menyusun, mengembangkan, dan menjalankan strategi guna mencapai target Partai Nasdem masuk tiga besar partai politik pemenang Pemilu 2014. Partai Nasdem sebagai partai politik harus memiliki politik yang menjadi ciri khas dan pembeda dengan partai politik lain. Identitas politik meliputi simbol, tagline, visi, misi, serta kader partai. Selain identitas politik, Partai Nasdem sebagai partai politik baru juga harus memiliki positioning partai. Positioning partai bertujuan menjadi pembeda Partai Nasdem dengan partai politik lain. Sebagai partai politik baru, Partai Nasdem memposisikan diri sebagai partai yang memiliki poros aliran politik nasional-demokratis dengan cita-cita sesuai tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 dan empat pilar bangsa yaitu NKRI, Pancasila, UUD 1945, serta Bhineka Tunggal Ika. Untuk memperkenalkan identitas politik dan positioning partai, diperlukan strategi komunikasi dan persuasi politik. Tujuan komunikasi dan persuasi politik dilaksanakan guna memperkenalkan partai politik, mendapat kepercayaan publik, serta mendapat dukungan legitimasi politik dari masyakat, khususnya pemilih (voters). Strategi komunikasi politik yang dilakukan Partai Nasdem melalui berbagai saluran komunikasi baik tatap muka maupun media massa. Komunikasi politik dilakukan untuk menyampaikan informasi mengenai partai, kader, rencana kerja, maupun kegiatan yang diselenggarakan partai. Informasi ini biasanya disampaikan melalui media massa karena dinilai memiliki kekuatan untuk menentukan apa yang dilihat, dibaca dan didengarkan masyarakat secara umum. Media massa tidak hanya untuk menyebarkan informasi politik mengenai suatu 5 partai, tetapi juga untuk memudahkan partai politik memperoleh opini publik sebagai respon publik terhadap informasi tersebut. Hal ini disebabkan, masyarakat melihat media massa sebagai satu dari sejumlah kecil sumber yang kredibel untuk memperoleh informasi mengenai peristiwa yang sedang terjadi saat ini (Holtz, 2002. p.158). Selanjutnya, informasi politik akan mempengaruhi pandangan publik terhadap Partai Nasdem yang akan membentuk citra politik Partai Nasdem di benak publik. Jadi dapat dikatakan, komunikasi politik Partai Nasdem dilakukan guna menyampaikan informasi politik yang akan mempengaruhi citra politik partai di benak publik. Dalam pelaksanaan komunikasi politik, praktisi public relations Partai Nasdem juga memiliki peran-peran lain dalam proses komunikasi politik. Peran tersebut antara lain adalah memilih pesan politik yang ingin disampaikan serta memilih kader partai sebagai komunikator politik guna meningkatkan kesadaran (awareness) dan simpati masyarakat, khususnya pemilih (voters). Setelah melakukan komunikasi politik guna menyampaikan informasi politik, praktisi public relations Partai Nasdem juga melakukan persuasi politik. Secara umum, persuasi politik merupakan rangkaian proses, usaha, dan tindakan untuk mengubah sikap, kepercayaan, atau perilaku orang melalui transmisi pesan yang memiliki orientasi kepentingan politik. Persuasi politik merupakan proses penting bagi Partai Nasdem sebagai partai politik baru untuk mengubah persepsi, pikiran, perasaan, dan pengharapan publik khususnya pemilih (voters) terhadap partai. Melalui persuasi politik, Partai Nasdem melakukan upaya untuk mendapatkan dukungan legitimasi politik dengan menarik hati pemilih (voters) termasuk mengambil hati pemilih (voters) partai politik lain. Dalam pelaksanaan persuasi politik, praktisi public relations Partai Nasdem juga memiliki peran-peran lain dalam proses persuasi politik antara lain adalah melakukan pendekatan persuasif yang inovatif melalui melakukan kegiatan persuasif dan memberikan pengaruh kepada publik secara sistematis untuk memberikan suaranya kepada partai politik baik dalam Pemilu Legislatif dan Eksekutif 2014. Strategi dan peran praktisi public relations dalam pelaksanaan komunikasi 6 dan persuasi politik Partai Nasdem sebagai partai politik baru untuk mencapai target masuk tiga besar partai politik pemenang Pemilu 2014 menjadi penting untuk diteliti mengingat keberadaan Partai Nasdem sebagai partai politik pertama dan satu-satunya yang lolos verifikasi Kemenkumham menuju Pemilu 2014. Penulis berasumsi, semakin banyak strategi komunikasi dan persuasi politik yang dilakukan Partai Nasdem sebagai partai politik baru, maka semakin besar pula peran praktisi public relations dalam pelaksanaan komunikasi dan persuasi politik menuju Pemilu 2014. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan untuk melihat bagaimana praktisi public relations menjalankan peran dalam partai politik baru pertama dan satu-satunya dalam melakukan komunikasi dan persuasi politik menuju Pemilu 2014. Selain itu, penulis juga mengambil strategi dan peran praktisi public relations di Partai Nasdem sebagai partai politik baru dalam melaksanakan komunikasi dan persuasi politik sebagai fokus utama dalam penulisan ini karena mayoritas studi mengenai political public relations lebih berfokus pada partai politik lama yang telah dikenal masyarakat sedangkan partai politik baru dikesampingkan meskipun menghadapi permasalahan yang tidak kalah unik serta memiliki peluang menjadi partai pemenang Pemilu. Di samping itu, Partai Nasdem juga memiliki keunikan karena menjadi satu-satunya dan partai pertama yang lolos uji verifikasi Kemenkumham pada putaran pertama. Pada penulisan ini, penulis membatasi objek penulisan hanya pada strategi dan peran praktisi public relations dalam pelaksanaan komunikasi dan persuasi politik Partai Nasdem setelah lolos uji verifikasi pada periode Desember 2011 – Juni 2012 pada konteks komunikasi politik dan media massa. Batasan tersebut diberikan agar penulisan ini lebih terarah, sekaligus menghindari pembahasan yang terlalu luas. Terkait dengan beberapa poin di atas, penulis kemudian merumuskan sebuah permasalahan utama yang menjadi fokus dalam penulisan ini, yaitu: “Bagaimana strategi dan peran praktisi public relations Partai Nasdem dalam pelaksanaan komunikasi dan persuasi politik menuju legitimasi dalam Pemilu 2014?” BAB II PEMBAHASAN KASUS 2.1. Landasan Berpikir Dalam menyikapi sebuah fenomena hendaknya berlandaskan pada teoriteori yang berlaku atau selaras dengan tema besar pembahasan, karena teori merupakan data-data yang telah mempunyai makna tertentu dimana dalam teori tertuang buah pikir daripada pola pikir para cendekiawan. Akan tetapi sebuah teori tidak dapat dipahami ketika dasar logika atau landasan berpikir sebuah ilmu tidak dipahami terlebih dahulu. Dalam penjelasan ini penulis akan menjelaskan secara singkat landasan berpikir dalam bentuk sub-sub teor yang berkaitan dengan pembahasan Political Public relations dan Legitimasi Kekuasaan. 2.1.1. Definisi Komunikasi dan Komunikasi Politik Menurut Miller Komunikasi berarti bahwa informasi disampaikan dari suatu tempat ke tempat lain (Ardianto & Bambang Q-Aness, 2007: 18). Definisi lain datang dari John R. Schemerhorn yang dikutip oleh Muhammad, menyatakan bahwa komunikasi dapat diartikan sebagai proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka ( Muhammad, 2002: 5). 8 9 Dari definisi menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dalam mengirim dan menerima informasi antarpribadi agar sesuai dengan kepentingan yang ditujukan dari individu yang satu dengan individu lainnya agar pemahaman yang si pengirim pesan maksud dapat diterima dengan baik oleh si penerima pesan. Menurut Firmanzah dalam buku “Marketing Politik” mengatakan bahwa membangun suatu citra politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik (2007, p. 255). Dalam “Komunikasi Politik Suatu Pengantar”, Rochajat Harun dan Sumarno mengartikan komunikasi politik sebagai suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi kedalam suatu sistem politik dengan menggunakan simbol-simbol yang berarti. Pengertian tersebut menunjukkan kepada sikap dan perilaku individu-individu yang berada dalam lingkup sistem politik yang mencerminkan suatu bangunan kehidupan negara dengan segala kompleksitasnya untuk mencapai negara yang ideal sehingga akan tampak jelas perpaduan seluruh unsur yang ada dalam lingkup negara adalah produk komunikasi politik . 2.1.2. Definisi Public relations Lattimore,Baskin,Heiman dan Toth yang diterjemahkan oleh Daud, A. (2010:4) menjelaskan definisi Public relations adalah sebuah fungsi kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah organisasi, membantu mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan organisasi. Menurut Cutlip, Center dan Broom (2006:6) Public relations adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengindetifikasi kebijakan dan prosedur individual dan organisasi yang punya kepentingan publik serta merencanakan dan melaksanakan program aksi dalam rangka mendapatkan 10 pemahaman dan penerimaan publik. Senada dengan itu Public relations dipandang sebagai fungsi manajemen yang membantu organisasi untuk mencapai tujuan, menentukan filosofi dan memfasilitasi organisasi untuk berubah. (Sulistyaningtyas, 2010:174). Kesimpulan dari teori ini adalah public relations adalah bagian penting dari suatu partai politik atau sebuah organisasi yang berfungsi sebagai perantara dalam berkomunikasi antara elit politik yang ada di partai politik dan publik dan juga sebagai pihak yang dapat menjalin hubungan baik antara parpol kepada pihak eksternal, juga antara pihak internal. Oleh sebab itu seorang public relations harus memiliki tugas, fungsi yang berperan untuk menjalin hubungan dan komunikasi yang baik terhadap publik. 2.1.3 Fungsi Public relations Fungsi utama Public relations yaitu : 1. Bertindak sebagai communicator dalam kegiatan komunikasi pada organisasi, prosesnya berlangsung dalam dua arah timbal balik. Dalam hal ini, di satu pihak melakukan fungsi komunikasi merupakan bentuk penyebaran informasi, di lain pihak komunikasi berlangsung dalam bentuk penyampaian personal dan menciptakan opini publik 2. Membangun atau membina hubungan (relationship) yang positif dan baik dengan pihak publik sebagai target sasaran yaitu internal public dan eksternal public 3. Peranan back up management, bahwa fungsi public relations melekat pada fungsi manajemen, berarti ia tidak dapat dipisahkan dari manajemen. Fungsi manajemen tersebut melingkupi POAC yaitu Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (penggiatan), dan Controlling (pengawasan) 11 4. Menciptakan citra perusahaan atau lembaga (corporate image) yang merupakan tujuan (goals) akhir dari suatu aktivitas program kerja public relations campaign, baik untuk keperluan publikasi maupun promosi. (Ruslan, 2002 : 10-11) Kesimpulan dari teori diatas adalah fungsi public relations antara lain adalah dapat bertindak sebagai komunikator dalam kegiatan komunikasi pada kegiatan, membangun dan membina hubungan baik dengan publik, memiliki pernanan back up management, dan menciptakan citra perusahaan yang merupakan tujuan akhir program kerja public relations campaign. 2.1.4. Tugas Public relations Tugas Public relations terbagi dalam lima tugas pokok public relations sehari-hari, yaitu : 1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, melalui gambar (visual) kepada publik, supaya publik mempunyai pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan, tujuan, serta kegiatan yang dilakukan 2. Memonitor, merekam, dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum atau masyarakat 3. Memperbaiki citra organisasi Bagi Public relations, menyadari citra yang baik terletak pada: a. Bagaimana organisasi dapat mencerminkan organisasi yang dipercayai, memiliki kekuatan, mengadakan perkembangan secara berkesinambungan yang selalu terbuka untuk dikontrol dan dievaluasi. b. Dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan gambaran komponen yang kompleks. 12 4. Tanggung jawab sosial Public relations merupakan instrument untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut. Terutama kelompok publik sendiri, publik internal, dan pers. Penting diusahakan bahwa seluruh organisasi bersikap terbuka dan jujur terhadap semua kelompok atau publik yang ada hubungannya dan memerlukan informasi. Suatu organisasi mempunyai kewajiban adanya usaha untuk pelayanan sosial yang harus menjadi tanggung jawab, “pintu terbuka”. 5. Komunikasi Public relations mempunyai bentuk komunikasi yang khusus, komunikasi timbal-balik, maka pengetahuan komunikasi menjadi modalnya. Dalam fungsinya, komunikasi itu sentral. Kesimpulan dari teori diatas adalah tugas public relations antara lain adalah dapat menciptakan hubungan baik, sebagai komunikator, mengevaluasi hasil rancangan komunikasi, dan untuk mencapai hal tersebut seorang public relations harus melakukan tugas public relations agar fungsi dari public relations tersebut terlaksana dengan baik. 2.1.5 Definisi Strategi Public relations Strategi public relations adalah alternatif optimal yang dipilih untuk ditempuh guna mencapai tujuan public relations dalam kerangka suatu rencana public relations (public plan). (Ruslan, 2008:134) Startegi PR atau lebih dikenal dengn bauran PR menurut Firzan Nova (2011 : 54-55) adalah : 1. Publications (publikasi) Cara Public relations menyebarluaskan informasi, gagasan dan ide kepada publiknya. 13 2. Event (acara) Kegiatan yang dilakukan oleh PR dalam proses penyebarluasan informasi kepada publik. Contohnya : kampanye PR, seminar, pameran, CSR, launching dan charity. 3. News (pesan atau berita) Informasi yang dikomunikasikan kepada publik yang dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Informasi yang disampaikan bertujuan agar dapat diterima oleh publik dan mendapat respon positif dari publik. 4. Corporate Identity (Citra Perusahaan) Cara pandang publik terhadap perusahaan terhadap aktivitas usaha yang dilakukan. 5. Community Involvement (hubungan dengan khayalak) Relasi yang dibangun public relations dengan publik. 6. Lobbying and negotiation (Teknik Lobi dan negoisasi) Rencana jangka panjang dan jangka pendek yang dibuat public relations dalam penyusunan anggaran yang dibutuhkan. 7. Social Responsibility Tanggung jawab sosial dalam aktivitas public relations menunujukkan bahwa partai politik memiliki kepedulian terhadap masyarakat. Perusahaan berperan melakukan aktivitas dalam rangka mensejahterakan masyarakat sekitarnya. 2.1.6. Proses Empat Langkah Public relations Proses empat langkah pemecahan masalah menurut Cutlip, Center dan Broom (2006: 320) adalah: 14 1. Mendefinisikan problem (atau peluang). Langkah pertama ini mencakup penyelidikan dan memantau pengetahuan, opini, sikap dan perilaku pihak-pihak yang terkait dengan, dan dipengaruhi oleh, tindakan dan kebijakan organisasi. Pada dasarnya ini adalah fungsi intelegen organisasi. Fungsi ini menyediakan dasar untuk semua langkah dalam proses pemecahan problem dengan menentukan “apa yang sedang terjadi saat ini?” 2. Perencanaan dan pemograman. Informasi yang dikumpulkan dalam langkah pertama digunakan untuk membuat keputusan tentang program publik, strategi tujuan, tindakan dan komunikasi, taktik, dan sasaran. Langkah ini akan mempertimbangkan temuan dari langkah dalam membuat kebijakan dan program organisasi. Langkah kedua ini akan menjawab pertanyaan “Berdasarkan apa yang kita tahu tentang situasi, dan apa yang harus kita lakukan atau apa yang harus kita ubah, dan apa yang harus kita katakan?” 3. Mengambil tindakan dan berkomunikasi. Langkah ketiga adalah mengimplementasikan program aksi dan komunikasi yang didesain untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing publik dalam rangka mencapai tujuan program. Pertanyaan dalam langkah ini adalah “Siapa yang harus melakukan dan menyampaikannya, dan kapan, di mana, dan bagaimana caranya?” 4. Mengevaluasi program. Langkah terakhir dalam proses ini adalah melakukan penilaian atas persiapan, implementasi, dan hasil dari program. Penyesuaian akan dilakukan sembari program diimplementasikan, dan didasarkan pada evaluasi atas umpan balik tentang bagaimana program itu berhasil atau tidak. Program akan dilanjutkan atau dihentikan setelah menjawab pertanyaan “Bagaimana keadaan kita sekarang atau seberapa baik langkah yang telah kita lakukan?” 15 4. Mengevaluasi “Seberapa baik Program langkah yang telah kita lakukan?” Penilaian Implementasi “ Bagaimana kita melakukannya dan kapan kita akan mengatakannya?” 3. Mengambil tindakan dan berkomunikasi “Apa yang sedang terjadi saat ini?” 1. Mendefinisikan Problem PR Analisis Situasi Strategi “Apa yang harus kita lakukan dan katakan dan mengapa?” 2. Perencanaan dan Pemograman Proses Public relations Empat Langkah (Cutlip, Center dan Broom , 2006:321) 2.1.7. Definisi Leegitimasi Kekuasaan Konsep legitimasi kekuasaan berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Sedangkan kewenangan itu sendiri muncul sebagai akibat adanya kekuasaan seseorang dalam sebuah organisasi. Seseorang yang memiliki kekuasaan pasti dilengkapi dengan kewenangan untuk mengatur organisasi yang dipimpinnya. Sebelum membahas apa yang dimaksud dengan legitimasi kekuasaan, maka perlu kiranya untuk mengetahui konsep dari kekuasaaan. Kekuasaan merupakan konsep yang berkatitan dengan perilaku. Menurut Robert Dahl A dikutip oleh Surbakti (2010) kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompok maupun masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya kekuasaan tersebut telah dilengkapi dengan seperangkat kewenangan. 16 Terhadap wewenang tersebut timbul pertanyaan tentang apa yang menjadi dasarnya hal ini berkaitan dengan legitimasi atau keabsahan kekuasaan. Apabila legitimasi dianggap memiliki porsi yang tinggi maka secara otomatis pemimpin tersebut dapat melakukan perannya secara efektif. Disamping itu, legitimasi yang tinggi juga akan berpengaruh untuk menekan adanya kelompok-kelompok kepentingan yang menolak suatu keputusan sehingga tingkat gejolak dalam masyarakat dinilai kecil dan keberlangsungan hidup berbagai kelompok lain juga akan terjamin. Menurut Wikipedia, secara etimologi legitimasi berasal dari bahasa latin “lex” yang berarti hukum. Kata legitimasi identik dengan munculnya kata-kata seperti legalitas, legal dan legitim. Jadi secara sederhana legitimasi adalah kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah. Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Legitimasi menurut Purwo (2013:64) mengatakan bahwa legitimasi merupakan sebuah pengakuan atau penerimaan dari masyarakat sehingga mengarahkan kepada kerelaan masyarakat untuk patuh terhadap apa yang diputuskan oleh seorang pemimpin. Artinya apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat ataukah tidak. Apabila masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat maka kewenangan itu dikategorikan berlegitimasi. Maksudnya adalah legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik. Jadi secara garis besar legitimasi merujuk pada dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang berwenang. Menurut Easton dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu Politik, 1999:93), terdapat tiga objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tidak hanya berlangsung secara terus menerus, tetapi mampu pula mentransformasikan tuntutan menjadi kebijakan umum. Ketiga obyek legitimasi itu meliputi: komunitas politik, rezim dan pemerintahan. 17 Sementara Andrain menyebutkan lima objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional. Kelima obyek legitimasi itu meliputi: masyarakat politik, hukum, lembaga politik, pemimpin politik dan kebijakan. Menurut Zippelius dalam Franz Magnis—Suseno (Etika Politik, 1994:54) bentuk legitimasi dilihat dari segi obyek dapat dibagi atas dua bentuk yakni : 1. Legitimasi materi wewenang Legitimasi materi wewenang mempertanyakan wewenang dari segi fungsinya: untuk tujuan apa wewenang dapat dipergunakan dengan sah? Wewenang tertinggi dalam dimensi politis kehidupan manusia menjelma dalam dua lembaga yang sekaligus merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan politik: yakni dalam hukum sebagai lembaga penataan masyarakat yang normatif dan dalam kekuasaan (eksekutif) negara sebagai lembaga penataan efektif dalam arti mampu mengambil tindakan. 2. Legitimasi subyek kekuasaan Legitimasi ini mempertanyakan apa yang menjadi dasar wewenang seseorang atau sekelompok orang untuk membuat undang-undang dan peraturan bagi masyarakat dan untuk memegang kekuasaan negara. Pada prinsipnya terdapat tiga macam legitimasi subyek kekuasaan: a. Legitimasi religius Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah faktor-faktor yang adiduniawi, jadi bukan pada kehendak rakyat atau pada suatu kecakapan empiris khususnya penguasa. b. Legitimasi eliter Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah. Paham legitimasi ini berdasarkan anggapan bahwa untuk memerintah masyarakat diperlukan kualifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh seluruh rakyat. Legitimasi eliter dibagi menjadi empat macam, yaitu: 18 (1) legitimasi aristoktratis : secara tradisional satu golongan, kasta atau kelas dalam masyarakat dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan untuk memimpin, biasanya juga dalam kepandaian untuk berperang. Maka golongan itu dengan sendirinya dianggap berhak untuk memimpin rakyat secara politis. (2) legtimasi ideologis modern, legitimasi ini mengandaikan adanya suatu idiologis negara yang mengikat seluruh masyarakat. Dengan demikian para pengembangan ideologi itu memiliki privilese kebenaran dan kekuasaan. Mereka tahu bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat diatur dan berdasarkan monopoli pengetahuan itu mereka menganggap diri berhak untuk menentukkannya. (3) legitimasi teknoratis atau pemerintahan oleh para ahli: berdasarkan argumentasi bahwa materi pemerintahan masyarakat dizaman modern ini sedemikian canggih dan kompleks sehingga hanya dapat dijalankan secara bertanggungjawab oleh mereka yang betul-betul ahli. (4) legitimasi pragmatis: orang, golongan atau kelas yang de facto menganggap dirinya paling cocok untuk memegang kekuasaan dan sanggup untuk merebut serta untuk menanganinya inilah yang dianggap berhak untuk berkuasa. Salah satu contoh adalah pemerintahan militer yang pada umumnya berdasarkan argumen bahwa tidak ada pihak lain yang dapat menjaga kestabilan nasional dan kelanjutan pemerintahan segara secara teratur. Sedangkan menurut Andrain dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu Politik, 1999:97) berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah maka legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu : 1. Legitimasi tradisional; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan 19 keturunan pemimpin ”berdarah biru” yang dipercaya harus memimpin masyarakat. 2. Legitimasi ideologi; masyarakat memberikan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. Ideologi yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner seperti komunisme, tetapi juga yang pragmatis seperti liberalisme dan ideologi pancasila. 3. Legitimasi kualitas pribadi; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas pribadi berupa kharismatik maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang tertentu. 4. Legitimasi prosedural; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 5. Legitimasi instrumental; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan materiil (instrumental) kepada masyarakat. 2.1.8. Perkembangan Legitimasi Kekuasaan Manusia dengan anugerah pemikiran serta akal budinya yang cemerlang dapat mempengaruhi dinamika dunia sesuai dengan perkembangan pemikiran serta dinamika zaman yang terus berjalan. Berpijak pada kondisi psikologis manusia, suatu produk pemikiran manusia pastilah dipengaruhi oleh banyak hal yang turut membentuk pemikiran manusia tersebut, seperti kondisi sosial dimana seseorang itu hidup ataupun bagaimana cara seseorang tersebut berfikir dan pemikiran siapa yang menjadi pedomannya. Pada dasarnya terdapat beberapa fase lahirnya pemikiran serta pengetahuan yang membentuk dunia seperti saat ini. Fase pertama adalah masa Yunani Kuno dengan pemikir yang terkenal adalah Socrates, 20 Plato dan Aristoteles. Pada masa ini, Plato dan Aristoteles berasumsi bahwasanya suatu kekuasaan bersumber dari apa yang disebut sebagai ilmu pengetahuan serta mengidealkan suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh beberapa kaum cendikian dengan tangan arifnya yang biasa disebut dengan pemerintahan Aristokrasi. Menurut kedua pemikir ini, suatu negara dan kekuasaan akan dapat dijalankan dengan baik oleh beberapa kaum cendikiawan yang berpegang dalam operasional pemerintahannya pada kebijakan dan kebajikan (wisdom and virtue). Pada fase dunia selanjutnya, dunia masuk pada masa kejayaan Imperium Romawi dimana pada akhir kekuasaannya, Eropa secara tebal diselimuti oleh ajaran-ajaran gereja yang pada saat itu tidak ada yang berani menentang. Tokoh pemikir yang terkenal pada zaman ini antara lain adalah Nichollo Machiavelli yang kebanyakan pemikirannya dipengaruhi oleh situasi politik Italia saat itu yang antar kota saling menyerang satu sama lain. Sehingga dapat dipahami bahwa ajarannya merupakan ajaran yang mengandung sinisme yang keras terhadap moralitas dalam kekuasaan. Pemikirannya menggambarkan bahwa Machivelli rindu terhadap suatu keadaan dimana Negara merupakan pusat kekuasaan yang spenuhnya didukung oleh masyarakat sehingga roda pemerintahan pemerintahan dapat berjalanlancar. Untuk itu maka seorang pemimpin harus memiliki kekuatan dalam mempertahankan kekuasaannya. Menurut Machivelli, manusia harus menerima realita akan kehidupan kekuasaan yang ada. Dimana manusia selalu berpotensi untuk menjadi jahat demi kepentingan yang ingin ia capai. Selain itu, dalam berkuasa manusia dituntut untuk memiliki dua kepribadian yang saling bertentangan dalam rangka mengagungkan kekuasaannya. Setelah muncul masa Reinassance, muncul fase reformasi yang mempercayai bahwasanya kekuasaan sang penguasa berasal dari pengakuan kuasa yang dikuasai atau lebih dikenal dengan konsep kedaulatan. Selain kekuasaan yang bersumber dari kedaulatan rakyat, sistem negara yang berlaku hingga saat ini juga dapat terbentuk ketika rakyat memberikan kedaulatannya dengan cara memberikan sebagian haknya dalam bentuk kontrak sosial untuk dikelola oleh sang penguasa. Pada masa reformasi, muncul empat teori yang menjelaskan bagaimana suatu negara dapat terbentuk serta berasal dari manakah legitimasi 21 yang menyokong kekuasaan negara. Yaitu, teori ilmiah, teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan serta teori kontrak sosial. Teori alamiah menjelaskan negara terbentuk sebagai wujud dari kebutuhan manusia dalam merealisasikan sifat kemanusiaannya. Keluarga dan desa juga merupakan bentuk realisasi sifat manusia yang lebih rendah tingkatnya dari negara. Dimana dalam keluarga, manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang bersifat fisik karena keluarga memang menyediakannya. Dalam taraf desa, manusia mencoba merealisasikan hasratnya sosialnya yang mendorongnya dalam berkawan, bersosialisasi serta bermasyarakat. Pada taraf yang lebih tinggi, negara sebagai perwujudan dari hasrat manusia untuk merealisasikan kehendak berpolitiknya dengan yang lain yang hasrat ini tidak dapat terpenuhi secara sempurna dalam keluarga dan desa. Dengan didirikannya suatu negara, menurut teori ini, manusia telah mampu menunjukkan menjadi manusia seutuhnya dengan merealisasikan hasratnya di berbagai bidang. Selanjutnya teori terbentuknya negara sebagai ciptaan Tuhan menjelaskan bagaimana suatu negara didirikan dengan kepercayaan bahwasanya merupakan ciptaan Tuhan dan seorang penguasa merupakan seorang yang ditunjuk Tuhan sebagai perwakilannya di dunia. Menurut teori ini, biarpun seorang penguasa mempunyai kekuasaan, sumber kekuasaan tetaplah berasal dari Tuhan sehingga seorang penguasa hanya perlu mempertanggungjawabkan kekuasaannya hanya pada Tuhan dan bukan pada yang ia kuasai (mandat Tuhan). Teori ini banyak dipercaya pada kerajaan Monarki Absolut pada Abad Pertengahan. Sangat berbeda dengan teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan menjelaskan bahwasanya terbentuknya suatu negara dan perolehan kekuasaan berasal dari kekuatan itu sendiri. Dimana dalam mencapai kekuasaan, dilakukan dengan penaklukan atas daerah lain yang memaksakan kehendaknya. Karena kekuatan menurut teori ini mengabsahkan adanya kekuasaan dan kewenangan atas dasar kekuatan. Sedangkan teori kontrak sosial menyatakan bahwasanya pendirian suatu negara serta perolehan kekuasaan berasal dari kesepakatan, perjanjian dan kontrak rakyat pada sang penguasa yang kemudian mendirikan suatu negara. Pada dasarnya dari keempat teori yang ada, biarpun terdapat banyak perbedaan dalam 22 argumen mengenai kekuasaan dan negara, terdapat kesamaan inti pembahasan yang berupa manusia sebagai tokoh kunci dari adanya negara dan kekuasaan. Tetapi dari keempat teori yang ada, teori kontrak sosial lah yang paling baik dan paling relevan bila diterapkan pada sistem kemasyarakatan pada umumnya, karena manusia menjadi tokoh sentral dalam sebuah sistem. Manusia lah yang membuat dan menentukan suatu sistem serta menjalankannya. Teori sosial tersebut muncul pada abad pencerahan yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana suatu negara terbentuk serta berasal dari manakah kekuasaan yang muncul sebagai penjalan dari adanya negara. Teori ini dapat dikatakan merupakan teori yang paling relevan untuk menjelaskan bagaimana suatu negara yang diidealkan dapat terbentuk. Karena teori ini menjelaskan perolehan kedaulatan dan legitimasi rakyat oleh suatu negara didapat dari adanya kesepakatan atau perjanjian antara sang penguasa dan yang dikuasai, dimana yang dikuasai menyerahkan beberapa hak yang dimilikinya untuk diatur oleh sang penguasa demi terbentuknya suatu negara yang diidamkan. Teori kontrak sosial berdasarnya pandangan Thomas Hobbes menyatakan bahwasanya kekuasaan yang tertib dan kuat dalah kekuasaan yang berada dibawah satu orang yang diberikan kedaulatan oleh rakyatnya. Dimana setelah rakyatnya memberikan hak-haknya pada sang penguasa, rakyat tidak dapat lagi menarik hak tersebut apalagi mendapatkan hak tersebut kecuali sang penguasa memberikannya. Dengan kondisi yang demikian, rakyat akan tertib karena takut akan kekuasaan di luar kontrak yang dijalankan karena rakyat tidak dapat menggangu-gugat. Dan kondisi inti inilah yang sebenarnya oleh Hobbes disebut sebagai Kontrak Sosial. Hal ini sangat mungkin dijalankan untuk menghindari perang antar manusia karena menurutnya manusia senantiasa berhasrat untuk bebas dengan menguasai yang lain. 23 2.2 Pembahasan Era keterbukan berpolitik pasca runtuhnya Orde baru, secara tidak langsung berdampak pada proses demokrasi di Indonesia. Munculnya partai-partai baru, entah dengan basis dukungan massa yang jelas atas hanya sekedar euphoria demokrasi, menjadikan tantangan tersendiri bagi keberadaan partai-partai “sesepuh”. Tidak hanya itu, partai-partai baru seperti Partai Nasional Demokrat (NASDEM) dihadapkan pada upaya untuk mengenalkan keberadaannya kepada rakyat. Manajemen public relations partai pun harus difungsikan dengan maksimal dan bukan hanya sekedar simbol stuktural. Pengelolaan public relation yang baik, tentunya akan menghasilkan elektabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, peran praktisi public relation dalam sebuah partai juga penting untuk mengenalkan kepada masyarakat dan menggiring partai tersebut menjadi partai pemenang danmeraih sebuh legitimasi kekuasaan. Dalam pemilu 2014, persaingan antara partai politik untuk memenangkan perolehan suara, sangat berat dan sengit. Bukan hanya dikarenakan jumlah kontestan pemilu yang bertambah banyak, akan tetapi dikarenakan pada waktu belakangan ini pesona parpol merosot tajam. Karena itu, semua partai yang menjadi kontestan pemilu 2014 harus memiliki daya tarik yang dapat digunakan untuk merebut hati pemilih. Sehingga pemilih menjatuhkan suara pada partai tersebut. Tentunya ada banyak hal dan tugas yang harus dilakukan partai politik yang menjadi kontestan pemilu, dan memperoleh legitimasi mulai dari Komunikasi Politik, Politik Marketing, dan juga tidak kalah pentingnya yaitu praktisi public relation dan sebuah partai. Setiap partai politik baru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam merancang suatu strategi komunikasi yang terencana dan sistematis dalam rangka memperkenalkan partai dan menyukseskan kampanye politik. Terencana dan sistematis memiliki arti bahwa kampanye politik harus disusun dan diorganisir dalam sebuah wadah khusus dengan program dan pembagian kerja yang jelas menurut bidang dan keahliannya masing-masing. 24 Untuk membangun citra partai NASDEM dan kader politik yang positif, dibutuhkan praktisi public relation guna menyusun, mengembangkan, dan menjalankan strategi-strategi untuk mencapai kesuksesan partai dan kader politik dalam pemilu. Keberadaan pratisi public relation dalam partai politik baru memegang peranan vital karena menjadi jembatan antara partai politik dengan masyarakat dalam memperkenalkan visi, misi, dan program kerja partai politik serta menjawab keingintahuan masyarakat mengenai partai politik baru. Masyarakat Indonesia pada umumnya mengenal prinsip tak kenal maka tak sayang, maka adanya praktisi public relationlah yang memperkenalkan partai politik baru kepada masyarakat. Baik itu memperkenalkan ideologi partai, visi misi, kader partai, sampai program kerja partai baru. Ketika ada pertanyaan dari masyarakat tentang partai baru, PR lah yang maju untuk menjawab dan memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan. Praktisi public relations dalam partai politik baru memiliki peran manajemen media, manajemen informasi, manajemen citra, dan komunikasi internal. Praktisi public relations juga harus melakukan riset sebelum menyusun strategi melalui program-program yang dijalankan, karena tidak hanya menjadi eksekutor tetapi juga konseptor dari program-program partai seperti kampanye. Sebagai eksekutor seorang praktisi public relations yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program tersebut. Jika dikaji dari sudut pandang public relation, lebih khusus menurut Scott M. Cultip dan Allen H. Center bahwa public relation memang dianggap penting dalam suatu organisasi/ perusahaan untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pihak luar atau masyarakat. Dimana public relation juga berfungsi untuk memudahkan dan menjamin arus opini dari publik organisasi agar kebijakan dan operasionalisasi partai dapat dijaga keharmonisannya dengan beragamnya pandangan dan kebutuhan anggota. Hal ini terbukti dengan adanya koordinasi baik yang sifatnya rutin maupun insidentil antar pengurus partai untuk 25 sekedar menyatukan visi dan untuk mengevaluasi suatu kegiatan yang telah dilakukan. Selain itu juga untuk memberikan masukan pada manajemen partai untuk menentukan kebijakan dan strategi agar dapat diterima masyarakat dengan baik, serta merencanakan dan melaksanakan berbagai program guna menciptakan citra positif akan partainya misalnya dengan membagikan sembako, bakti sosial, membagikan atribut kampanye seperti; kaos, stiker, selebaran, pamflet, gambar dan masih banyak lagi. Education Committee of The Public relation Society of America menyebutkan beberapa tugas public relation antara lain; aktivitas writing, yang meliputi penulisan laporan, selebaran berita, press release melalui media cetak dan elektronik serta produk-produk informasi yang lain, editing, yang meliputi penyuntingan berita atau produksi informasi baik itu yang untuk dikonsumsi anggota sendiri maupun untuk pihak luar/ umum, pleacement, yakni mengadakan hubungan dengan media massa atau pihak-pihak lain yang diajak bekerjasama (dalam hal ini partai-partai yang berkoalisi), promotion, yaitu membuat acaraacara khusus seperti kampanye, seminar, ramah tamah partai dana lain-lain, speaking, yang meliputi memberikan ceramah atau pengarahan, production, yakni mengemas berita atau informasi tentang partai kedalam bentuk brosur atau yang lain yang dianggap dapat menarik massa, programming, yakni menentukan strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan upaya menarik simpatisan, serta institutional advertising yang meliputi pembuatan iklan ataupun kegiatan lain yang fungsinya untuk mengiklankan partai. Bahkan dalam strategi public relation partai politik juga ada yang menggunakan pendekatan baik secara personal, sosial maupun kultural. Hal ini sangat relevan dengan pendapat Cultip dan Center bahwa public relation juga harus menjadi wakil suatu organisasi untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan melakukan pendekatan dengan masyarakat. 26 Adapun media yang digunakan oleh partai politik dalam upaya public relationa dalah media internal dan media eksternal. Yang dimaksud dengan media adalah alat, lebih seringnya disebut alat komunikasi yang dipakai sebagai sarana dalam menjalankan kegiatan-kegiatan kepublic relationan. Pada prinsipnya partai politik telah memanfaatkan media public relation secara maksimal, seperti media pers, audio visual, pameran, penerbitan buku khusus, surat langsung, pesan-pesan lisan, pemberian sponsor, jurnal organisasi, ciri khas. Adapun hasilnya sangatlah relatif, artinya, kesuksesan upaya public relation partai tidak hanya ditentukan oleh satu komponen saja, melainkan seluruh komponen partaipun sangat berpengaruh. Sehingga meskipun dengan usaha yang maksimal tidak jarang para partai politik mengalami kesuksesan yang kurang maksimal. Hal ini sangat terbukti dengan tidak menjaminnya seorang simpatisan yang diberikan sesuatu saat kampanye untuk memilih suatu partai tersebut. Karena mengingat belum semua masyarakat bangsa kita dewasa dalam berpolitik, artinya keputusan memilih mereka masih sangat mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan keuntungan padanya dalam jangka pendek. Seandainya saja masyarakat kita telah dewasa dalam berpolitik tentunya iming-iming partai yang sifatnya persuasif bahkan manipulatif sangat bisa dihindari. Legitimasi adalah prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan pemimpin pemerintah dan pejabat oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa perolehan para pemimpin 'dan pelaksanaan kekuasaan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku pada masyarakat umum dan nilai-nilai politik atau moral. Legitimasi dianggap penting bagi pemimpin pemerintahan, karena para pemimpin pemerintahan dari setiap sistem politik berupaya keras untuk mendapatkan atau mempertahankannya. Dengan adanya legitimasi yang dimiliki oleh seorang pemimpin dapat menimbulkan kestabilan politik dan memungkinkan terjadinya perubahan sosial dan membuka kesempatan yang semakin besar bagi pemerintah untuk tidak hanya memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang hendak ditangani, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan. 27 Dalam konteks public relations, legitimasi merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh elite. Seorang elit politik akan melakukan pengaruh terhadap opini publik yang berkaitan dengan kebijakan, kepribadian, ataupun presentasi partai politik agar bisa diketahui dan disukai oleh masyarakat luas. Dalam hal ini tujuan elit melakukan public relations adalah untuk menimbulkan persepsi yang positif bagi masyarakat. Dalam politik proses ini disebut dengan komunikasi dimana tujuan dari komunikasi politik tersebut adalah untuk meningkatan partisipasi dan dukungan politik bagi keberhasilan partai politik tersebut. Keberhasilan partai politik tersebut diharapkan mampu membawa seorang elite politik untuk menuju kekuasaan. Pada dasarnya kekuasaan yang mengedepankan rakyat menjadi kekuatan yang berdaulat akan menjadi pilihan rasional dalam menilai kekuasaan tersebut legetimasi atau tidak. Namun jika kekuasaan tidak diakui oleh rakyat maka ada indikasi telah terjadi otoritarianisme, diktatorisme dan hegemoni elit dalam sebuah kekuasaan. Sehingga sangat jelas legetimasi kekuasaan sangat penting dalam roda kekuasaan yang akan dijalankan karena tidak ada kendala yang menghalangi berjalannya program kecuali pihak partai opisisi dan media yang layaknya melakukan chek and balances. Menurut Setyawan 2011, wilayah kekuasaan adalah tempat pijakan pasti dalam konsep perbaikan kenegaraan. Maka kekuasaan menjadi penting untuk membentuk aturan-aturan dalam fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat umum. Maksudnya adalah kekuasaan yang didukung oleh kelompok mayoritas tentu akan lebih signifikan dan terlegetimasi dalam menjalankan kekuasaan. Sebaliknya kekuasaan yang tidak mendapat dukungan mayoritas kekuasaan akan mengalami hambatan dalam menjalankan kekuasaan. Kemudian muncullah gagasan-gagasan kekuasaan sebagai alasan nyata dalam mempertahankan kekuasaan baik itu secara individu atau kelompok, sehingga menjawab pertanyaan kenapa seseorang layak untuk diberi kekuasaan oleh rakyat. Untuk mempertahankan kekuasaan, partai politik baru partai-partai baru seperti Partai Nasional Demokrat (NASDEM) dihadapkan pada upaya untuk mengenalkan keberadaannya kepada rakyat. Manajemen public relations partai pun harus difungsikan dengan maksimal dan bukan hanya sekedar simbol 28 stuktural. Pengelolaan public relation yang baik, tentunya akan menghasilkan elektabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, peran praktisi public relation dalam sebuah partai juga penting untuk mengenalkan kepada masyarakat dan menggiring partai tersebut menjadi partai pemenang. Jika didasarkan pada proses perolehan legitimasi Partai Nasional Demokrat (NASDEM) menurut Andrain menyebutkan lima objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional. Kelima obyek legitimasi itu meliputi: masyarakat politik, hukum, lembaga politik, pemimpin politik dan kebijakan. Pertama, berkaitan dengan bagaimana legitimasi tersebut dapat meyakinkan masyarakat politik untuk mau mengikuti segala keputusan yang dibuat oleh elit. Sedangkan hubungannya dengan yang kedua adalah legitimasi merupakan kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah sehingga konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Ketiga, untuk menciptakan lembaga politik yang berlegitimasi maka perlu taktik khusus pencitraan yang harus dilakukan oleh partai politik. Dimana kemampuan untuk membentuk pencitraan dalam lembaga politik tersbut juga akan berpengaruh terhadap legitimasi atau pengakuan dari masyarakat kepada pemimpin politik. Komunikasi yang dibentuk tersebut juga bertujuan untuk memberikan penjelasan secara rinci terhadap kebijakan yang dibuat oleh penguasa sehingga dengan legitimasi yang tinggi maka anggota masyarakat yang menolak akan menjadi kecil. Secara garis besar, legitimasi tersebut merupakan tujuan bagi elit untuk memperoleh kekuasaan, sedangkan Public Relations memegang peranan vital karena menjadi jembatan antara partai politik dengan masyarakat dalam memperkenalkan visi, misi, dan program kerja partai politik serta menjawab keingintahuan masyarakat mengenai partai politik baru. Dengan demikian melalui Public Relations maka diharapkan elit politik dapat meraih dukungan masyarakat secara luas untuk melakukan pengukuhan legitimasi atas kelompoknya, guna untuk membuat suatu kebijakan yang dinilai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Kesimpulan Berbagai strategi dan aktivitas publik relation dilakukan oleh partai politik demi menarik simpati massa. Banyak hal dilakukan, mulai dengan memanfaatkan media publik relation, melakukan aksi langsung, kampanye yang melibatkan massa langsung, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk menarik simpati simpatisan menjadi tanggung jawab tim pemenangan pemilu partai politik. Cara yang dilakukanpun cukup beragam, mulai dari kampanye positif, kampanye negatif, bahkan sampai pada black propaganda. Kampanye negatif dilakukan untuk menjatuhkan lawan dengan cara menyebarkan selebaran-selebaran yang isinya memuat kelemahan dan kejelekan lawan yang berdasarkan bukti dan fakta yang otentik, sedangkan black propaganda dilakukan dengan cara membuat selebaran atau pamflet-pamflet yang isinya rumor semata. Semuanya dilakukan melalui beberapa macam pendekatan, yakni pendekatan personal, sosial dan kultural. Melihat banyaknya partai yang hanya melakukan strategi public relation ketika menjelang pemilu, tentunya ini menyebabkan kurang maksimalnya fungsi public relation bagi lembaga, sehingga disarankan kepada seluruh partai politik jika memang memiliki keinginan untuk menciptakan citra positif lembaga dan selalu komit dengan visi misi dan program kerja partai, maka fungsi dan strategi public relation hendaknya selalu dilakukan tidak hanya ketika menjelang pemilu. 21 22 3.2. Saran Peran praktisi perlu diperjelas lagi dalam hal teknis, bukan hanya pekerjaan sosialisasi dalam media seperti momen pemilu saja, melainkan perlu juga disosialisasikan dengan mendekat pada lapisan masyarakat bawah itu sendiri, memang media massa macam televisi atau media cetak merupakan sarana utama dalam mengimplementasikan strategi public relation, akan tetapi itu hanya akan menyentuh kalangan-kalangan tertentu saja dalam artian akademisi, politikus, karyawan, buruh, atau siapapun yang mempunyai basic skill yaitu membaca, untuk kalangan yang lebih kebawah lagi justru tidak dapat menerjemahkan apapun yang ada dalam sajian informasi tersebut. Maka perlu adanya sosialisasi secara langsung kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga survey yang berperan mencari data-data tentang sejauh mana masyarakat mengetahui aktivitas partai politik, selain itu para kader-kader partai perlu juga memberikan pendidikan berpolitik yang baik kepada masyarakat, berdasarkan survey penulis pada pra pemilu legislatif maupun eksekutif yang kebetulan dilakukan pada wilayah Jawa Timur tepatnya pada wilayah Wajak, Kabupaten Malang serta Desa Watudakon dan Jogoroto, Jombang, kurang lebih 32% masyarakat berdasarkan sampel tidak mengenal apa itu partai politik kecuali hanya sebuah gambar terpampang di pinggir jalan atau sekelompok orang yang memberikan uang atau kaos kepada masyarakat. Kader-kader partai politik tidak pernah melakukan sosialisasi door to door untuk memperkenalkan atau mendidik masyarakat untuk mengenal apa itu politik secara menyeluruh. Memang pada pernyataan Petinggi Partai Nasdem menyatakan pendekatan pada masyarakat telah dilakukan dengan metode interpersonal melalui tokoh-tokoh masyarakat, akan tetapi dengan hasil survey terlihat tidak terasa keselarasan antara masyarakat dengan tokoh masyarakat yang dalam hal ini menunjukkan aspirasi bukan datang dari musyawarah mufakat dari semua masyarakat yang kemudian hasilnya disalurkan melalui tokoh masyarakat, tetapi justru merupakan aspirasi perseorangan tokoh masyarakat itu sendiri. 23 Usul konkrit penulis sebagai tambahan dalam opini adalah Partai Politik perlu memahami bahwa kehidupan berpolitik tidak hanya disikapi secara praktis dimana berpikir hanya bertarung, menang dan duduk pada jabatan, tetapi harus pula berpikir jangka panjang apa yang akan dirasakan masyarakat jika terus menerus hanya digunakan sebagai senjata mencapai legitimasi kekuasaan. Karena demokrasi sesungguhnya adalah ketika masyarakat telah mendapatkan kehidupan yang sejahtera serta mempunyai rasionalitas berpikir yang baik kemudian mampu berperan aktif dalam setiap momen politik. Jika masyarakat masih memikirkan bagaimana cara untuk mencari sepiring nasi besok maka pola pikir akan terbentuk untuk bergantung pada siapa yang berkuasa (pasif) dan berharap adanya kebijakan yang memihak pada masyarakat dan akan selalu menyalahkan yang berkuasa ketika tidak ada kebijakan yang memuaskan keinginan masyarakat. Dalam perspektif komunikasi politik dan media massa jelas yang diharapkan adanya praktisi public relation dalam suatu partai politik mampu membuat citra media massa menjadi lebih baik dalam hal menyajikan fakta-fakta maupun opini publik mengenai politik agar masyarakat tidak mudah percaya dan mempunyai rasionalitas berpikir yang tinggi jika disajikan tayangan atau informasi mengenai permainan “lempar isu” atau istilah factual “black campaign” yang dilakukan oleh oknum-oknum partai politik dan simpatisannya yang bertujuan menjatuhkan pamor lawan politiknya demi mendapatkan kekuasaan dan simpati masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam teori dan Praktek, Binacipta, Bandung, 1977 Budiardjo, Miriam.2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia. Cutlip, M. H. Center dan M. Broom. Effective Public Relations.New Jersey: Prentice Hall-International Edition, 2000. Dan Nimmo, 2001, KOMUNIKASI POLITIK Khalayak dan Efek, Remaja Rosdakarya, Bandung Jackson, Nigel. Political Public Relations: Spin, Persuasion or Relationship Building? Britain: University of Plymouth, 2010 National Democratic Institute For International Affairs (NDI). Manual Perencanaan Kampanye Politik: Panduan Langkah-Langkah Untuk Memenangkan Pemilu 2009. Washinggton DC: MS Street, NW, 2008. Suseno, Franz magnis. 1984. Etika Politik. Jakarta: PT Gramedia. Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo Stromback, J & Kiousis, S. Political Public Relations: Principles and Applications. New York: Routledge, 2011. Theaker, A. The Public Relations Handbook Second Edition. Oxfordshire: Routledge, 2004. JURNAL Elvinaro Ardianto, 2012, Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Harian Pikiran Rakyat Dan Harian Kompas Sebagai Public Relations Politik Dalam Membentuk Branding Reputation Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Sby) Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 2, No.1, April / Jurnal Election News Watch No.07/16 Juni 2004-06-29 Purwo, Agus. 2013. Rekruitmen Kepemimpinan Politik dalam Rangka Mengantisipasi Krisis Kepercayaan, 1(1) : 64. Prida A.A.A.2007. Public Relations (PR) dan Kesalahpahaman Publik Atas Pemaknaan Sebuah Profesi . Jurnal Ilmiah SCRIPTURA 385X ISSN 1978- Vol. 1 No.2 Juli 2007 INTERNET Admin. 2012. Visi dan Misi. Melalui http://www.partainasdem.org/tentangpartai-nasdem/visi-dan-misi/ (11/10/2014) Anggriawan, Fiddy. 2012. LSI: Mengejutkan, Partai NasDem di Posisi 4. Melalui http://news.okezone.com/read/2012/03/11/339/590951/lsi-mengejutkanpartai-nasdem-di-posisi-4 (11/10/2014) Erlynda. 2014. PDI-P – Surabaya Dalam Kajian Public Relations Politik. Melalui http://trullyerlynda.wordpress.com/2014/08/12/pdi-p-surabaya-dalamkajian-public-relations-politik/ (11/10/2014) Hadiono, Afdjani. 2012. Public Relations Politic. Melalui http://catatananakfikom.blogspot.com/2012/03/public-relations-politik.html (11/10/2014) Huda, Eko dan Dedy Priatmojo. 2011. Proses Verifikasi Transparan, Kesempatan yang Diberikan Untuk Semua Partai Sama. Melalui http://politik.vivanews.com/news/read/272809-penyebab-partai-sri-taklolos-verifikasi. (11/10/2014) Indoskripsi. 2014. Era Baru Kampanye Politik Indonesia. Melalui http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/manajemenpemasaran/era baru-kampanyepolitik-indonesia. (11/10/2014) Naumann Stiftung, Friedrich. 2005. Amerikanisasi Komunikasi Politik. Melalui http://forumpolitisi.org/pusat_data/umum/article.php?id=12&title=%E2 %80%9CAmerikanisasi%E2%80%9D%20Komunikasi%20Politik? (11/10/2014) Rijal. 2013. Bentuk-Bentuk Legitimasi Kekuasaan Menurut Para Ahli Filsuf. (Online) http://zalz10pahlawan.wordpress.com/2013/11/06/bentuk- bentuk-legitimasi-kekuasaan-negara-menurut-para-ahli-filsuf/ diakses tanggal 11-10-2014 Ritzki Pitakasari, Ajeng. 2013. Ambisi Partai Nasdem Masuk Tiga Besar. Melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/11/11/03/lu32kbowambisi-partai-nasdem-masuk-tiga-besar (11/10/2014) Sony. 2008. Strategi Komunikasi Public Relations. Melalui http://tvlab.blogspot.com/2008/06/strategi-komunikasi-publicrelations.html (11/10/2014) Setywan, Dharma. 2011. Pemimpin dan Legitimasi Kekuasaan. (Online) http://www.dharmasetyawan.com/2011/06/pemimpin-dan-legetimasikekuasaan.html diakses tanggal 11-10-2014 Winarno, Hery. 2011. Tak Punya Tokoh Populer, Partai NasDem Dinilai Sulit Besar. Melalui http://www.detiknews.com/read/2011/11/11/054543/1765059/10/takpunya-tokoh-populer-partai-nasdem-dinilai-sulit-besar?nd992203605 (11/10/2014) Wikipedia. 2014. Pengertian Legitimasi. (Online) http://id.wikipedia.org/wiki/Legitimasi diakses tanggal 11-10-2014