Strategi Dan Peran Praktisi Public Relations Partai

advertisement
Strategi Dan Peran Praktisi Public Relations Partai Nasdem Dalam
Pelaksanaan Komunikasi Dan Persuasi Politik Menuju Legitimasi Dalam
Pemilu 2014
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
OKTOBER
2014
BAB I
KASUS MASALAH PADA MEDIA MASSA
1.1. Political Public Relations dalam Partai Politik Pemilu 2014
Kekecewaan terhadap partai politik yang telah ada serta belum
tersalurkannya aspirasi memacu partisipasi politik melalui aktivitas sejumlah
tokoh untuk membentuk partai politik baru yaitu Partai Nasdem yang
dideklarasikan pada 26 Juli 2011. Partai yang diketuai Patrice Rio Capella ini
memiliki visi dan misi untuk merestorasi Indonesia. Selain itu, Partai Nasdem
juga tidak ingin hanya menjadi partai politik baru yang hadir sesaat menjelang
Pemilu. Agar tidak menjadi sekedar meramaikan Pemilu, Partai Nasdem
memasang target yang ingin dicapai pada Pemilu 2014. Menjadi satu-satunya
partai politik baru harus dijadikan sebagai momentum strategis bagi Partai
Nasdem untuk membuktikan keberadaannya sebagai partai politik baru tidak bisa
dipandang sebelah mata. Untuk membuktikan eksistensi sebagai partai politik
baru, Partai Nasdem memasang target yang ingin dicapai pada Pemilu 2014.
Dalam pemberitaan republika.co.id dengan judul berita “Ambisi Partai
Nasdem Masuk Tiga Besar,” Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Sugeng
Suparwoto, dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Partai Nasdem yang
digelar di Jakarta pada tanggal 8-11 November 2011, mengatakan Partai Nasdem
memasang target minimal masuk tiga besar partai politik pemenang Pemilu 2014.
Target ini dianggap mampu membantu Partai Nasdem dalam melakukan
perubahan sosial yang sesuai dengan visi dan misi partai yaitu merestorasi
Indonesia. Untuk mencapai target ini, kepengurusan Partai Nasdem akan semakin
merambah tingkat desa/kelurahan dan ditargetkan ada sampai pada tingkat
Rukun Tetangga (RT).
Tidak mudah bagi Partai Nasdem untuk mencapai target masuk tiga besar
1
2
partai politik pemenang Pemilu 2014. Hal ini disebabkan kekecewaan mendalam
masyarakat terhadap kader dan partai politik. Dalam artikel di Kompas pada 25
Oktober 2011 yang berjudul “Parpol Tanpa Ideologi: Menaruh Harapan pada
Partai Politik”, menyatakan rasa muak masyarakat muncul karena keterlibatan
kader partai politik justru semakin menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia
serta tidak mendorong terciptanya kebijakan publik yang sungguh-sungguh
berpihak pada kepentingan rakyat. Keberadaan partai politik justru dianggap
menyebabkan kebobrokan bangsa yang ditandai dengan keikutsertaan kader partai
politik dalam kasus-kasus korupsi megamiliar. Intinya, dominasi kader partai
politik
dalam
proses
pengambilan
keputusan
strategis
ternyata
malah
dimanfaatkan untuk merampok uang negara demi mendanai biaya politik atau
keperluan operasional partai politik. Kehadiran kader partai politik di pos strategis
lebih dilatarbelakangi oleh motif mengamankan sumber dana dan bukannya untuk
membela kepentingan rakyat (Kompas, 2011, p. 6-7).
Untuk mencapai target menjadi tiga besar partai pemenang Pemilu 2014,
Divisi Public Relations Partai Nasdem menyusun beberapa strategi guna
mencapai target pada Pemilu 2014. Salah satu strategi yang dilakukan adalah
menggunakan komunikasi massa sebagai media komunikasi politik. Komunikasi
massa
adalah
sebuah
proses
melalui
mana
komunikator-komunikator
menggunakan media untuk menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terusmenerus menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi
khalayak besar dan beragam dengan melalui berbagai cara (DeFleur and McQuail,
1985). Melalui media massa, Partai Nasdem menyebarkan informasi politik
kepada masyarakat. Informasi adalah sejumlah pilihan alternatif yang tersedia
bagi seseorang untuk memprediksi hasil akhir (outcome). Sehingga semakin
banyak informasi yang dimiliki oleh publik, semakin banyak pilihan bagi publik
untuk bersikap dalam sebuah situasi.
Namun, strategi komunikasi politik Partai Nasdem melalui media massa
tidak luput dari kritikan berbagai pihak. Hasil survei Indo Barometer yang dimuat
dalam news.detik.com dengan judul “Tak Punya Tokoh Populer, Partai Nasdem
Dinilai Sulit Besar,” mengatakan bahwa Partai Nasdem dinilai masih sulit untuk
3
menjadi partai besar. Hal ini dikarenakan, partai Nasdem tidak memiliki figur
yang bisa mengatrol partai tersebut seperti halnya SBY mengatrol Demokrat.
Selain itu, pengamat politik, M. Qodari, menambahkan ada faktor-faktor selain
media yang berperan besar dalam mendongkrak popularitas partai dan kadernya.
Faktor figur yang diusung partai sangat menentukan, terlebih dalam partai politik
baru. Sosok Surya Paloh selaku penggagas organisasi masyarakat Nasional
Demokrat masih belum sepopuler Susilo Bambang Yudhoyono saat Partai
Demokrat berdiri.
Di lain sisi, Partai Nasdem tidak hanya mendapat kritikan dan pandangan
sebelah mata saja. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) justru berkata
lain. Dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) awal Maret lalu
mengenai popularitas partai-partai politik menjelang Pemilu 2014 yang dilansir
oleh newsokezone.com dengan judul “LSI: Mengejutkan, Partai NasDem di Posisi
4” (Anggriawan, 2012) membuktikan bahwa Partai Nasdem didukung oleh
masyarakat. Hal ini terlihat dari Partai Nasdem yang berada di peringkat keempat
di bawah Partai Golkar, PDIP, dan Demokrat. Dari 2.418 responden, Partai
Nasdem
mendapat
terhadap
Partai
dukungan
Nasdem
7,9%. Peningkatan
dukungan
masyarakat
terlihat signifikan. Pada survei LSI tahun 2010,
dukungan terhadap Partai Nasdem baru sebesar 0,3% dan terus meningkat hingga
mencapai 7,9 pada kuartal pertama tahun 2012.
Menuju Pemilu 2014, Partai Nasdem masih memiliki waktu dua tahun untuk
terus meningkatkan dukungan dan hak pilih masyarakat. Waktu ini harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh anggota Partai Nasdem
termasuk praktisi public relations yang berada pada Divisi Public Relations DPP
Partai Nasdem. Praktisi public relations akan membantu Partai Nasdem untuk
mengobati kekecewaan mendalam masyarakat terhadap partai politik dan menjadi
alternatif yang memberikan harapan baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Selain itu, keberadaan praktisi public relations dalam suatu partai akan
bermanfaat untuk selalu memberikan informasi secara terus-menerus dan
berkelanjutan kepada pengurus partai mengenai apa yang terjadi di antara partai
4
dan publiknya (Ruslan, 2002, p. 34-35). Tak hanya itu, praktisi public relations
juga akan memberitahukan adanya tanda bahaya (early warning system) untuk
mendukung atau membantu pengurus partai untuk berjaga-jaga menghadapi
kemungkinan buruk yang dapat menimpa organisasi, mulai dari timbulnya
pemberitaan negatif di media massa, meluasnya isu negatif yang dapat
berkembang menjadi krisis di dalam partai politik, hingga terjadinya penurunan
bahkan kehilangan citra (lost of image) politik yang dapat menimbulkan krisis
kepercayaan masyarakat khususnya konstituen partai.
Keberadaan praktisi public relations juga memegang peranan penting untuk
menyusun, mengembangkan, dan menjalankan strategi guna mencapai target
Partai Nasdem masuk tiga besar partai politik pemenang Pemilu 2014. Partai
Nasdem sebagai partai politik harus memiliki politik yang menjadi ciri khas dan
pembeda dengan partai politik lain. Identitas politik meliputi simbol, tagline, visi,
misi, serta kader partai. Selain identitas politik, Partai Nasdem sebagai partai
politik baru juga harus memiliki positioning partai. Positioning partai bertujuan
menjadi pembeda Partai Nasdem dengan partai politik lain. Sebagai partai politik
baru, Partai Nasdem memposisikan diri sebagai partai yang memiliki poros aliran
politik nasional-demokratis dengan cita-cita sesuai tujuan nasional dalam
Pembukaan UUD 1945 dan empat pilar bangsa yaitu NKRI, Pancasila, UUD
1945, serta Bhineka Tunggal Ika. Untuk memperkenalkan identitas politik dan
positioning partai, diperlukan strategi komunikasi dan persuasi politik. Tujuan
komunikasi dan persuasi politik dilaksanakan guna memperkenalkan partai
politik, mendapat kepercayaan publik, serta mendapat dukungan legitimasi politik
dari masyakat, khususnya pemilih (voters).
Strategi komunikasi politik yang dilakukan Partai Nasdem melalui
berbagai saluran komunikasi baik tatap muka maupun media massa. Komunikasi
politik dilakukan untuk menyampaikan informasi mengenai partai, kader, rencana
kerja, maupun kegiatan yang diselenggarakan partai. Informasi ini biasanya
disampaikan melalui media massa karena dinilai memiliki kekuatan untuk
menentukan apa yang dilihat, dibaca dan didengarkan masyarakat secara umum.
Media massa tidak hanya untuk menyebarkan informasi politik mengenai suatu
5
partai, tetapi juga untuk memudahkan partai politik memperoleh opini publik
sebagai respon publik terhadap informasi tersebut. Hal ini disebabkan, masyarakat
melihat media massa sebagai satu dari sejumlah kecil sumber yang kredibel untuk
memperoleh informasi mengenai peristiwa yang sedang terjadi saat ini (Holtz,
2002. p.158). Selanjutnya, informasi politik akan mempengaruhi pandangan
publik terhadap Partai Nasdem yang akan membentuk citra politik Partai Nasdem
di benak publik. Jadi dapat dikatakan, komunikasi politik Partai Nasdem
dilakukan guna menyampaikan informasi politik yang akan mempengaruhi citra
politik partai di benak publik.
Dalam pelaksanaan komunikasi politik, praktisi public relations Partai
Nasdem juga memiliki peran-peran lain dalam proses komunikasi politik. Peran
tersebut antara lain adalah memilih pesan politik yang ingin disampaikan serta
memilih kader partai sebagai komunikator politik guna meningkatkan kesadaran
(awareness) dan simpati masyarakat, khususnya pemilih (voters).
Setelah melakukan komunikasi politik guna menyampaikan informasi
politik, praktisi public relations Partai Nasdem juga melakukan persuasi politik.
Secara umum, persuasi politik merupakan rangkaian proses, usaha, dan tindakan
untuk mengubah sikap, kepercayaan, atau perilaku orang melalui transmisi pesan
yang memiliki orientasi kepentingan politik. Persuasi politik merupakan proses
penting bagi Partai Nasdem sebagai partai politik baru untuk mengubah persepsi,
pikiran, perasaan, dan pengharapan publik khususnya pemilih (voters) terhadap
partai. Melalui persuasi politik, Partai Nasdem melakukan upaya untuk
mendapatkan dukungan legitimasi politik dengan menarik hati pemilih (voters)
termasuk mengambil hati pemilih (voters) partai politik lain.
Dalam
pelaksanaan
persuasi
politik,
praktisi public relations Partai
Nasdem juga memiliki peran-peran lain dalam proses persuasi politik antara lain
adalah melakukan pendekatan persuasif yang inovatif melalui melakukan kegiatan
persuasif dan memberikan pengaruh kepada publik secara sistematis untuk
memberikan suaranya kepada partai politik baik dalam Pemilu Legislatif dan
Eksekutif 2014.
Strategi dan peran praktisi public relations dalam pelaksanaan komunikasi
6
dan persuasi politik Partai Nasdem sebagai partai politik baru untuk mencapai
target masuk tiga besar partai politik pemenang Pemilu 2014 menjadi penting
untuk diteliti mengingat keberadaan Partai Nasdem sebagai partai politik pertama
dan satu-satunya yang lolos verifikasi Kemenkumham menuju Pemilu 2014.
Penulis berasumsi, semakin banyak strategi komunikasi dan persuasi politik yang
dilakukan Partai Nasdem sebagai partai politik baru, maka semakin besar pula
peran praktisi public relations dalam pelaksanaan komunikasi dan persuasi politik
menuju Pemilu 2014. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan untuk melihat
bagaimana praktisi public relations menjalankan peran dalam partai politik baru
pertama dan satu-satunya dalam melakukan komunikasi dan persuasi politik
menuju Pemilu 2014.
Selain itu, penulis juga mengambil strategi dan peran praktisi
public
relations di Partai Nasdem sebagai partai politik baru dalam melaksanakan
komunikasi dan persuasi politik sebagai fokus utama dalam penulisan ini karena
mayoritas studi mengenai political public relations lebih berfokus pada partai
politik lama yang telah dikenal masyarakat sedangkan partai politik baru
dikesampingkan meskipun menghadapi permasalahan yang tidak kalah unik serta
memiliki peluang menjadi partai pemenang Pemilu. Di samping itu, Partai
Nasdem juga memiliki keunikan karena menjadi satu-satunya dan partai pertama
yang lolos uji verifikasi Kemenkumham pada putaran pertama.
Pada penulisan ini, penulis membatasi objek penulisan hanya pada strategi
dan peran praktisi public relations dalam pelaksanaan komunikasi dan persuasi
politik Partai Nasdem setelah lolos uji verifikasi pada periode Desember 2011 –
Juni 2012 pada konteks komunikasi politik dan media massa. Batasan tersebut
diberikan agar penulisan ini lebih terarah, sekaligus menghindari pembahasan
yang terlalu luas.
Terkait dengan beberapa poin di atas, penulis kemudian merumuskan
sebuah permasalahan utama yang menjadi fokus dalam penulisan ini, yaitu:
“Bagaimana strategi dan peran praktisi public relations Partai Nasdem
dalam pelaksanaan komunikasi dan persuasi politik menuju legitimasi dalam
Pemilu 2014?”
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
2.1. Landasan Berpikir
Dalam menyikapi sebuah fenomena hendaknya berlandaskan pada teoriteori yang berlaku atau selaras dengan tema besar pembahasan, karena teori
merupakan data-data yang telah mempunyai makna tertentu dimana dalam teori
tertuang buah pikir daripada pola pikir para cendekiawan. Akan tetapi sebuah
teori tidak dapat dipahami ketika dasar logika atau landasan berpikir sebuah ilmu
tidak dipahami terlebih dahulu. Dalam penjelasan ini penulis akan menjelaskan
secara singkat landasan berpikir dalam bentuk sub-sub teor yang berkaitan dengan
pembahasan Political Public relations dan Legitimasi Kekuasaan.
2.1.1. Definisi Komunikasi dan Komunikasi Politik
Menurut Miller Komunikasi berarti bahwa informasi disampaikan dari suatu
tempat ke tempat lain (Ardianto & Bambang Q-Aness, 2007: 18). Definisi lain
datang dari John R. Schemerhorn yang dikutip oleh Muhammad, menyatakan
bahwa komunikasi dapat diartikan sebagai proses antar pribadi dalam mengirim
dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka ( Muhammad,
2002: 5).
8
9
Dari definisi menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
adalah suatu proses penyampaian pesan dalam mengirim dan menerima informasi
antarpribadi agar sesuai dengan kepentingan yang ditujukan dari individu yang
satu dengan individu lainnya agar pemahaman yang si pengirim pesan maksud
dapat diterima dengan baik oleh si penerima pesan.
Menurut Firmanzah dalam buku “Marketing Politik” mengatakan bahwa
membangun suatu citra politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi
politik (2007, p. 255). Dalam “Komunikasi Politik Suatu Pengantar”, Rochajat
Harun dan Sumarno mengartikan komunikasi politik sebagai suatu proses dan
kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi
kedalam suatu sistem politik dengan menggunakan simbol-simbol yang berarti.
Pengertian tersebut menunjukkan kepada sikap dan perilaku individu-individu
yang berada dalam lingkup sistem politik yang mencerminkan suatu bangunan
kehidupan negara dengan segala kompleksitasnya untuk mencapai negara yang
ideal sehingga akan tampak jelas perpaduan seluruh unsur yang ada dalam lingkup
negara adalah produk komunikasi politik .
2.1.2. Definisi Public relations
Lattimore,Baskin,Heiman dan Toth yang diterjemahkan oleh Daud, A.
(2010:4)
menjelaskan
definisi
Public
relations
adalah
sebuah
fungsi
kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah
organisasi, membantu mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan
organisasi.
Menurut Cutlip, Center dan Broom (2006:6)
Public relations adalah
fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengindetifikasi kebijakan
dan prosedur individual dan organisasi yang punya kepentingan publik serta
merencanakan dan melaksanakan program aksi dalam rangka mendapatkan
10
pemahaman dan penerimaan publik. Senada dengan itu Public relations
dipandang sebagai fungsi manajemen yang membantu organisasi untuk mencapai
tujuan, menentukan filosofi dan memfasilitasi organisasi untuk berubah.
(Sulistyaningtyas, 2010:174). Kesimpulan dari teori ini adalah public relations
adalah bagian penting dari suatu partai politik atau sebuah organisasi
yang
berfungsi sebagai perantara dalam berkomunikasi antara elit politik yang ada di
partai politik dan publik dan juga sebagai pihak yang dapat menjalin hubungan
baik antara parpol kepada pihak eksternal, juga antara pihak internal. Oleh sebab
itu seorang public relations harus memiliki tugas, fungsi yang berperan untuk
menjalin hubungan dan komunikasi yang baik terhadap publik.
2.1.3 Fungsi Public relations
Fungsi utama Public relations yaitu :
1. Bertindak sebagai communicator dalam kegiatan komunikasi pada
organisasi, prosesnya berlangsung dalam dua arah timbal balik. Dalam
hal ini, di satu pihak melakukan fungsi komunikasi merupakan bentuk
penyebaran informasi, di lain pihak komunikasi berlangsung dalam
bentuk penyampaian personal dan menciptakan opini publik
2. Membangun atau membina hubungan (relationship) yang positif dan
baik dengan pihak publik sebagai target sasaran yaitu internal public
dan eksternal public
3. Peranan back up management, bahwa fungsi public relations melekat
pada fungsi manajemen, berarti ia tidak dapat dipisahkan dari
manajemen. Fungsi manajemen tersebut melingkupi POAC yaitu
Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating
(penggiatan), dan Controlling (pengawasan)
11
4. Menciptakan citra perusahaan atau lembaga (corporate image) yang
merupakan tujuan (goals) akhir dari suatu aktivitas program kerja
public relations campaign, baik untuk keperluan publikasi maupun
promosi. (Ruslan, 2002 : 10-11)
Kesimpulan dari teori diatas adalah fungsi public relations antara lain
adalah dapat bertindak sebagai komunikator dalam kegiatan komunikasi pada
kegiatan, membangun dan membina hubungan baik dengan publik, memiliki
pernanan back up management, dan menciptakan citra perusahaan yang
merupakan tujuan akhir program kerja public relations campaign.
2.1.4. Tugas Public relations
Tugas Public relations terbagi dalam lima tugas pokok public relations
sehari-hari, yaitu :
1.
Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi
secara lisan, tertulis, melalui gambar (visual) kepada publik, supaya publik
mempunyai pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan,
tujuan, serta kegiatan yang dilakukan
2.
Memonitor, merekam, dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum
atau masyarakat
3.
Memperbaiki citra organisasi
Bagi Public relations, menyadari citra yang baik terletak pada:
a.
Bagaimana organisasi dapat mencerminkan organisasi yang dipercayai,
memiliki
kekuatan,
mengadakan
perkembangan
secara
berkesinambungan yang selalu terbuka untuk dikontrol dan dievaluasi.
b.
Dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan gambaran komponen
yang kompleks.
12
4.
Tanggung jawab sosial
Public relations merupakan instrument untuk bertanggung jawab terhadap
semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut. Terutama
kelompok publik sendiri, publik internal, dan pers. Penting diusahakan
bahwa seluruh organisasi bersikap terbuka dan jujur terhadap semua
kelompok atau publik yang ada hubungannya dan memerlukan informasi.
Suatu organisasi mempunyai kewajiban adanya usaha untuk pelayanan
sosial yang harus menjadi tanggung jawab, “pintu terbuka”.
5.
Komunikasi
Public relations mempunyai bentuk komunikasi yang khusus, komunikasi
timbal-balik, maka pengetahuan komunikasi menjadi modalnya. Dalam
fungsinya, komunikasi itu sentral.
Kesimpulan dari teori diatas adalah tugas public relations antara lain
adalah dapat menciptakan hubungan baik, sebagai komunikator, mengevaluasi
hasil rancangan komunikasi, dan untuk mencapai hal tersebut seorang public
relations harus melakukan tugas public relations agar fungsi dari public relations
tersebut terlaksana dengan baik.
2.1.5 Definisi Strategi Public relations
Strategi public relations adalah alternatif optimal yang dipilih untuk
ditempuh guna mencapai tujuan public relations dalam kerangka suatu rencana
public relations (public plan). (Ruslan, 2008:134)
Startegi PR atau lebih dikenal dengn bauran PR menurut Firzan Nova
(2011 : 54-55) adalah :
1. Publications (publikasi)
Cara Public relations menyebarluaskan informasi, gagasan dan ide
kepada publiknya.
13
2. Event (acara)
Kegiatan yang dilakukan oleh PR dalam proses penyebarluasan
informasi kepada publik. Contohnya : kampanye PR, seminar, pameran,
CSR, launching dan charity.
3. News (pesan atau berita)
Informasi yang dikomunikasikan kepada publik yang dapat disampaikan
secara langsung maupun tidak langsung. Informasi yang disampaikan
bertujuan agar dapat diterima oleh publik dan mendapat respon positif
dari publik.
4. Corporate Identity (Citra Perusahaan)
Cara pandang publik terhadap perusahaan terhadap aktivitas usaha yang
dilakukan.
5. Community Involvement (hubungan dengan khayalak)
Relasi yang dibangun public relations dengan publik.
6. Lobbying and negotiation (Teknik Lobi dan negoisasi)
Rencana jangka panjang dan jangka pendek yang dibuat public relations
dalam penyusunan anggaran yang dibutuhkan.
7. Social Responsibility
Tanggung jawab sosial dalam aktivitas public relations menunujukkan
bahwa partai politik memiliki kepedulian terhadap masyarakat. Perusahaan
berperan melakukan aktivitas dalam rangka mensejahterakan masyarakat
sekitarnya.
2.1.6. Proses Empat Langkah Public relations
Proses empat langkah pemecahan masalah menurut Cutlip, Center dan
Broom (2006: 320) adalah:
14
1.
Mendefinisikan problem (atau peluang). Langkah pertama ini
mencakup penyelidikan dan memantau pengetahuan, opini, sikap dan
perilaku pihak-pihak yang terkait dengan, dan dipengaruhi oleh,
tindakan dan kebijakan organisasi. Pada dasarnya ini adalah fungsi
intelegen organisasi. Fungsi ini menyediakan dasar untuk semua
langkah dalam proses pemecahan problem dengan menentukan “apa
yang sedang terjadi saat ini?”
2.
Perencanaan dan pemograman. Informasi yang dikumpulkan dalam
langkah pertama digunakan untuk membuat keputusan tentang
program publik, strategi tujuan, tindakan dan komunikasi, taktik, dan
sasaran. Langkah ini akan mempertimbangkan temuan dari langkah
dalam membuat kebijakan dan program organisasi. Langkah kedua ini
akan menjawab pertanyaan “Berdasarkan apa yang kita tahu tentang
situasi, dan apa yang harus kita lakukan atau apa yang harus kita ubah,
dan apa yang harus kita katakan?”
3.
Mengambil tindakan dan berkomunikasi. Langkah ketiga adalah
mengimplementasikan program aksi dan komunikasi yang didesain
untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing publik dalam
rangka mencapai tujuan program. Pertanyaan dalam langkah ini
adalah “Siapa yang harus melakukan dan menyampaikannya, dan
kapan, di mana, dan bagaimana caranya?”
4.
Mengevaluasi program. Langkah terakhir dalam proses ini adalah
melakukan penilaian atas persiapan, implementasi, dan hasil dari
program.
Penyesuaian
akan
dilakukan
sembari
program
diimplementasikan, dan didasarkan pada evaluasi atas umpan balik
tentang bagaimana program itu berhasil atau tidak. Program akan
dilanjutkan atau dihentikan setelah menjawab pertanyaan “Bagaimana
keadaan kita sekarang atau seberapa baik langkah yang telah kita
lakukan?”
15
4. Mengevaluasi
“Seberapa baik
Program
langkah yang telah
kita lakukan?”
Penilaian
Implementasi
“ Bagaimana kita
melakukannya dan
kapan kita akan
mengatakannya?”
3. Mengambil
tindakan dan
berkomunikasi
“Apa yang sedang
terjadi saat ini?”
1. Mendefinisikan
Problem PR
Analisis Situasi
Strategi
“Apa yang harus kita
lakukan dan katakan
dan mengapa?”
2. Perencanaan
dan Pemograman
Proses Public relations Empat Langkah (Cutlip, Center dan Broom ,
2006:321)
2.1.7. Definisi Leegitimasi Kekuasaan
Konsep legitimasi kekuasaan berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap
kewenangan. Sedangkan kewenangan itu sendiri muncul sebagai akibat adanya
kekuasaan seseorang dalam sebuah organisasi. Seseorang yang memiliki
kekuasaan pasti dilengkapi dengan kewenangan untuk mengatur organisasi yang
dipimpinnya. Sebelum membahas apa yang dimaksud dengan legitimasi
kekuasaan, maka perlu kiranya untuk mengetahui konsep dari kekuasaaan.
Kekuasaan merupakan konsep yang berkatitan dengan perilaku. Menurut Robert
Dahl A dikutip oleh Surbakti (2010) kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai
kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga
keputusan itu
menguntungkan dirinya, kelompok maupun masyarakat pada umumnya. Pada
dasarnya kekuasaan tersebut telah dilengkapi dengan seperangkat kewenangan.
16
Terhadap wewenang tersebut timbul pertanyaan tentang apa yang menjadi
dasarnya hal ini berkaitan dengan legitimasi atau keabsahan kekuasaan. Apabila
legitimasi dianggap memiliki porsi yang tinggi maka secara otomatis pemimpin
tersebut dapat melakukan perannya secara efektif. Disamping itu, legitimasi yang
tinggi juga akan berpengaruh untuk menekan adanya kelompok-kelompok
kepentingan yang menolak suatu keputusan sehingga tingkat gejolak dalam
masyarakat dinilai kecil dan keberlangsungan hidup berbagai kelompok lain juga
akan terjamin.
Menurut Wikipedia, secara etimologi legitimasi berasal dari bahasa latin
“lex” yang berarti hukum. Kata legitimasi identik dengan munculnya kata-kata
seperti legalitas, legal dan legitim. Jadi secara sederhana legitimasi adalah
kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan
yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum
kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah. Konsep legitimasi berkaitan
dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Legitimasi menurut Purwo
(2013:64) mengatakan bahwa legitimasi merupakan sebuah pengakuan atau
penerimaan dari masyarakat sehingga mengarahkan kepada kerelaan masyarakat
untuk patuh terhadap apa yang diputuskan oleh seorang pemimpin. Artinya
apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat
dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat ataukah tidak. Apabila
masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan
melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat maka kewenangan itu
dikategorikan berlegitimasi. Maksudnya adalah legitimasi merupakan penerimaan
dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah,
membuat dan melaksanakan keputusan politik. Jadi secara garis besar legitimasi
merujuk pada dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang berwenang.
Menurut Easton dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu Politik,
1999:93), terdapat tiga objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi
agar suatu sistem politik tidak hanya berlangsung secara terus menerus, tetapi
mampu pula mentransformasikan tuntutan menjadi kebijakan umum. Ketiga
obyek legitimasi itu meliputi: komunitas politik, rezim dan pemerintahan.
17
Sementara Andrain menyebutkan lima objek dalam sistem politik yang
memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional.
Kelima obyek legitimasi itu meliputi: masyarakat politik, hukum, lembaga politik,
pemimpin politik dan kebijakan.
Menurut Zippelius dalam Franz Magnis—Suseno (Etika Politik, 1994:54)
bentuk legitimasi dilihat dari segi obyek dapat dibagi atas dua bentuk yakni :
1.
Legitimasi materi wewenang
Legitimasi materi wewenang mempertanyakan wewenang dari segi
fungsinya: untuk tujuan apa wewenang dapat dipergunakan dengan sah?
Wewenang tertinggi dalam dimensi politis kehidupan manusia menjelma
dalam dua lembaga yang sekaligus merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan
politik: yakni dalam hukum sebagai lembaga
penataan masyarakat yang
normatif dan dalam kekuasaan (eksekutif) negara sebagai lembaga penataan
efektif dalam arti mampu mengambil tindakan.
2.
Legitimasi subyek kekuasaan
Legitimasi ini mempertanyakan apa yang menjadi dasar wewenang seseorang
atau sekelompok orang untuk membuat undang-undang dan peraturan bagi
masyarakat dan untuk memegang kekuasaan negara.
Pada prinsipnya
terdapat tiga macam legitimasi subyek kekuasaan:
a. Legitimasi religius
Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah faktor-faktor yang
adiduniawi, jadi bukan pada kehendak rakyat atau pada suatu kecakapan
empiris khususnya penguasa.
b. Legitimasi eliter
Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah pada kecakapan
khusus suatu golongan untuk memerintah. Paham legitimasi ini
berdasarkan anggapan bahwa untuk memerintah masyarakat diperlukan
kualifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh seluruh rakyat. Legitimasi
eliter dibagi menjadi empat macam, yaitu:
18
(1) legitimasi aristoktratis : secara tradisional satu golongan, kasta atau
kelas dalam masyarakat dianggap lebih unggul dari masyarakat lain
dalam kemampuan untuk memimpin, biasanya juga dalam kepandaian
untuk berperang. Maka golongan itu dengan sendirinya dianggap
berhak untuk memimpin rakyat secara politis.
(2) legtimasi ideologis modern, legitimasi ini mengandaikan adanya suatu
idiologis negara yang mengikat seluruh masyarakat. Dengan demikian
para pengembangan ideologi itu memiliki privilese kebenaran dan
kekuasaan. Mereka tahu bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat
diatur
dan
berdasarkan
monopoli
pengetahuan
itu
mereka
menganggap diri berhak untuk menentukkannya.
(3) legitimasi teknoratis atau pemerintahan oleh para ahli: berdasarkan
argumentasi bahwa materi pemerintahan masyarakat dizaman modern
ini sedemikian canggih dan kompleks sehingga hanya dapat
dijalankan secara bertanggungjawab oleh mereka yang betul-betul
ahli.
(4) legitimasi pragmatis: orang, golongan atau kelas yang de facto
menganggap dirinya paling cocok untuk memegang kekuasaan dan
sanggup untuk merebut serta untuk menanganinya inilah yang
dianggap berhak untuk berkuasa. Salah satu contoh adalah
pemerintahan militer yang pada umumnya berdasarkan argumen
bahwa tidak ada pihak lain yang dapat menjaga kestabilan nasional
dan kelanjutan pemerintahan segara secara teratur.
Sedangkan menurut Andrain dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu
Politik, 1999:97) berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat
terhadap pemerintah maka legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu :
1.
Legitimasi tradisional; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan
kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan
19
keturunan
pemimpin ”berdarah biru” yang dipercaya harus memimpin
masyarakat.
2.
Legitimasi ideologi; masyarakat memberikan dukungan kepada pemimpin
pemerintahan karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan
pelaksana ideologi. Ideologi yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner
seperti komunisme, tetapi juga yang pragmatis seperti liberalisme dan
ideologi pancasila.
3.
Legitimasi kualitas pribadi; masyarakat memberikan pengakuan dan
dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas
pribadi berupa kharismatik maupun penampilan pribadi dan prestasi
cemerlang dalam bidang tertentu.
4.
Legitimasi prosedural; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan
kepada pemerintah karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
5.
Legitimasi instrumental; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan
kepada pemerintah karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin
kesejahteraan materiil (instrumental) kepada masyarakat.
2.1.8. Perkembangan Legitimasi Kekuasaan
Manusia dengan anugerah pemikiran serta akal budinya yang cemerlang
dapat mempengaruhi dinamika dunia sesuai dengan perkembangan pemikiran
serta dinamika zaman yang terus berjalan. Berpijak pada kondisi psikologis
manusia, suatu produk pemikiran manusia pastilah dipengaruhi oleh banyak hal
yang turut membentuk pemikiran manusia tersebut, seperti kondisi sosial dimana
seseorang itu hidup ataupun bagaimana cara seseorang tersebut berfikir dan
pemikiran siapa yang menjadi pedomannya. Pada dasarnya terdapat beberapa fase
lahirnya pemikiran serta pengetahuan yang membentuk dunia seperti saat ini. Fase
pertama adalah masa Yunani Kuno dengan pemikir yang terkenal adalah Socrates,
20
Plato dan Aristoteles. Pada masa ini, Plato dan Aristoteles berasumsi bahwasanya
suatu kekuasaan bersumber dari apa yang disebut sebagai ilmu pengetahuan serta
mengidealkan suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh beberapa kaum
cendikian dengan tangan arifnya yang biasa disebut dengan pemerintahan
Aristokrasi. Menurut kedua pemikir ini, suatu negara dan kekuasaan akan dapat
dijalankan dengan baik oleh beberapa kaum cendikiawan yang berpegang dalam
operasional pemerintahannya pada kebijakan dan kebajikan (wisdom and virtue).
Pada fase dunia selanjutnya, dunia masuk pada masa kejayaan Imperium
Romawi dimana pada akhir kekuasaannya, Eropa secara tebal diselimuti oleh
ajaran-ajaran gereja yang pada saat itu tidak ada yang berani menentang. Tokoh
pemikir yang terkenal pada zaman ini antara lain adalah Nichollo Machiavelli
yang kebanyakan pemikirannya dipengaruhi oleh situasi politik Italia saat itu yang
antar kota saling menyerang satu sama lain. Sehingga dapat dipahami bahwa
ajarannya merupakan ajaran yang mengandung sinisme yang keras terhadap
moralitas dalam kekuasaan. Pemikirannya menggambarkan bahwa Machivelli
rindu terhadap suatu keadaan dimana Negara merupakan pusat kekuasaan yang
spenuhnya didukung oleh masyarakat sehingga roda pemerintahan pemerintahan
dapat berjalanlancar. Untuk itu maka seorang pemimpin harus memiliki kekuatan
dalam mempertahankan kekuasaannya. Menurut Machivelli, manusia harus
menerima realita akan kehidupan kekuasaan yang ada. Dimana manusia selalu
berpotensi untuk menjadi jahat demi kepentingan yang ingin ia capai. Selain itu,
dalam berkuasa manusia dituntut untuk memiliki dua kepribadian yang saling
bertentangan dalam rangka mengagungkan kekuasaannya.
Setelah muncul masa Reinassance, muncul fase reformasi yang
mempercayai bahwasanya kekuasaan sang penguasa berasal dari pengakuan kuasa
yang dikuasai atau lebih dikenal dengan konsep kedaulatan. Selain kekuasaan
yang bersumber dari kedaulatan rakyat, sistem negara yang berlaku hingga saat ini
juga dapat terbentuk ketika rakyat memberikan kedaulatannya dengan cara
memberikan sebagian haknya dalam bentuk kontrak sosial untuk dikelola oleh
sang penguasa. Pada masa reformasi, muncul empat teori yang menjelaskan
bagaimana suatu negara dapat terbentuk serta berasal dari manakah legitimasi
21
yang menyokong kekuasaan negara. Yaitu, teori ilmiah, teori ciptaan Tuhan, teori
kekuatan serta teori kontrak sosial. Teori alamiah menjelaskan negara terbentuk
sebagai
wujud
dari
kebutuhan
manusia
dalam
merealisasikan
sifat
kemanusiaannya. Keluarga dan desa juga merupakan bentuk realisasi sifat
manusia yang lebih rendah tingkatnya dari negara. Dimana dalam keluarga,
manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang bersifat fisik karena keluarga
memang menyediakannya. Dalam taraf desa, manusia mencoba merealisasikan
hasratnya sosialnya yang mendorongnya dalam berkawan, bersosialisasi serta
bermasyarakat. Pada taraf yang lebih tinggi, negara sebagai perwujudan dari
hasrat manusia untuk merealisasikan kehendak berpolitiknya dengan yang lain
yang hasrat ini tidak dapat terpenuhi secara sempurna dalam keluarga dan desa.
Dengan didirikannya suatu negara, menurut teori ini, manusia telah mampu
menunjukkan menjadi manusia seutuhnya dengan merealisasikan hasratnya di
berbagai bidang.
Selanjutnya teori terbentuknya negara sebagai ciptaan Tuhan menjelaskan
bagaimana suatu negara didirikan dengan kepercayaan bahwasanya merupakan
ciptaan Tuhan dan seorang penguasa merupakan seorang yang ditunjuk Tuhan
sebagai perwakilannya di dunia. Menurut teori ini, biarpun seorang penguasa
mempunyai kekuasaan, sumber kekuasaan tetaplah berasal dari Tuhan sehingga
seorang penguasa hanya perlu mempertanggungjawabkan kekuasaannya hanya
pada Tuhan dan bukan pada yang ia kuasai (mandat Tuhan). Teori ini banyak
dipercaya pada kerajaan Monarki Absolut pada Abad Pertengahan. Sangat
berbeda dengan teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan menjelaskan bahwasanya
terbentuknya suatu negara dan perolehan kekuasaan berasal dari kekuatan itu
sendiri. Dimana dalam mencapai kekuasaan, dilakukan dengan penaklukan atas
daerah lain yang memaksakan kehendaknya. Karena kekuatan menurut teori ini
mengabsahkan adanya kekuasaan dan kewenangan atas dasar kekuatan.
Sedangkan teori kontrak sosial menyatakan bahwasanya pendirian suatu
negara serta perolehan kekuasaan berasal dari kesepakatan, perjanjian dan kontrak
rakyat pada sang penguasa yang kemudian mendirikan suatu negara. Pada
dasarnya dari keempat teori yang ada, biarpun terdapat banyak perbedaan dalam
22
argumen mengenai kekuasaan dan negara, terdapat kesamaan inti pembahasan
yang berupa manusia sebagai tokoh kunci dari adanya negara dan kekuasaan.
Tetapi dari keempat teori yang ada, teori kontrak sosial lah yang paling baik dan
paling relevan bila diterapkan pada sistem kemasyarakatan pada umumnya,
karena manusia menjadi tokoh sentral dalam sebuah sistem. Manusia lah yang
membuat dan menentukan suatu sistem serta menjalankannya. Teori sosial
tersebut muncul pada abad pencerahan yang secara eksplisit menjelaskan
bagaimana suatu negara terbentuk serta berasal dari manakah kekuasaan yang
muncul sebagai penjalan dari adanya negara. Teori ini dapat dikatakan merupakan
teori yang paling relevan untuk menjelaskan bagaimana suatu negara yang
diidealkan dapat terbentuk. Karena teori ini menjelaskan perolehan kedaulatan
dan legitimasi rakyat oleh suatu negara didapat dari adanya kesepakatan atau
perjanjian antara sang penguasa dan yang dikuasai, dimana yang dikuasai
menyerahkan beberapa hak yang dimilikinya untuk diatur oleh sang penguasa
demi terbentuknya suatu negara yang diidamkan.
Teori kontrak sosial berdasarnya pandangan Thomas Hobbes menyatakan
bahwasanya kekuasaan yang tertib dan kuat dalah kekuasaan yang berada
dibawah satu orang yang diberikan kedaulatan oleh rakyatnya. Dimana setelah
rakyatnya memberikan hak-haknya pada sang penguasa, rakyat tidak dapat lagi
menarik hak tersebut apalagi mendapatkan hak tersebut kecuali sang penguasa
memberikannya. Dengan kondisi yang demikian, rakyat akan tertib karena takut
akan kekuasaan di luar kontrak yang dijalankan karena rakyat tidak dapat
menggangu-gugat. Dan kondisi inti inilah yang sebenarnya oleh Hobbes disebut
sebagai Kontrak Sosial. Hal ini sangat mungkin dijalankan untuk menghindari
perang antar manusia karena menurutnya manusia senantiasa berhasrat untuk
bebas dengan menguasai yang lain.
23
2.2
Pembahasan
Era keterbukan berpolitik pasca runtuhnya Orde baru, secara tidak
langsung berdampak pada proses demokrasi di Indonesia. Munculnya partai-partai
baru, entah dengan basis dukungan massa yang jelas atas hanya sekedar euphoria
demokrasi, menjadikan tantangan tersendiri bagi keberadaan partai-partai
“sesepuh”. Tidak hanya itu, partai-partai baru seperti Partai Nasional Demokrat
(NASDEM) dihadapkan pada upaya untuk mengenalkan keberadaannya kepada
rakyat. Manajemen public relations partai pun harus difungsikan dengan
maksimal dan bukan hanya sekedar simbol stuktural. Pengelolaan public relation
yang baik, tentunya akan menghasilkan elektabilitas yang tinggi. Dalam hal ini,
peran praktisi public relation dalam sebuah partai juga penting untuk
mengenalkan kepada masyarakat dan menggiring partai tersebut menjadi partai
pemenang danmeraih sebuh legitimasi kekuasaan.
Dalam pemilu 2014, persaingan antara partai politik untuk memenangkan
perolehan suara, sangat berat dan sengit. Bukan hanya dikarenakan jumlah
kontestan pemilu yang bertambah banyak, akan tetapi dikarenakan pada waktu
belakangan ini pesona parpol merosot tajam. Karena itu, semua partai yang
menjadi kontestan pemilu 2014 harus memiliki daya tarik yang dapat digunakan
untuk merebut hati pemilih. Sehingga pemilih menjatuhkan suara pada partai
tersebut. Tentunya ada banyak hal dan tugas yang harus dilakukan partai politik
yang menjadi kontestan pemilu, dan memperoleh legitimasi mulai dari
Komunikasi Politik, Politik Marketing, dan juga tidak kalah pentingnya yaitu
praktisi public relation dan sebuah partai.
Setiap partai politik baru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam
merancang suatu strategi komunikasi yang terencana dan sistematis dalam rangka
memperkenalkan partai dan menyukseskan kampanye politik. Terencana dan
sistematis memiliki arti bahwa kampanye politik harus disusun dan diorganisir
dalam sebuah wadah khusus dengan program dan pembagian kerja yang jelas
menurut bidang dan keahliannya masing-masing.
24
Untuk membangun citra partai NASDEM dan kader politik yang positif,
dibutuhkan praktisi public relation guna menyusun, mengembangkan, dan
menjalankan strategi-strategi untuk mencapai kesuksesan partai dan kader politik
dalam pemilu. Keberadaan pratisi public relation dalam partai politik baru
memegang peranan vital karena menjadi jembatan antara partai politik dengan
masyarakat dalam memperkenalkan visi, misi, dan program kerja partai politik
serta menjawab keingintahuan masyarakat mengenai partai politik baru.
Masyarakat Indonesia pada umumnya mengenal prinsip tak kenal maka tak
sayang, maka adanya praktisi public relationlah yang memperkenalkan partai
politik baru kepada masyarakat. Baik itu memperkenalkan ideologi partai, visi
misi, kader partai, sampai program kerja partai baru. Ketika ada pertanyaan dari
masyarakat tentang partai baru, PR lah yang maju untuk menjawab dan
memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan.
Praktisi public relations dalam partai politik baru memiliki peran
manajemen media, manajemen informasi, manajemen citra, dan komunikasi
internal. Praktisi public relations juga harus melakukan riset sebelum menyusun
strategi melalui program-program yang dijalankan, karena tidak hanya menjadi
eksekutor tetapi juga konseptor dari program-program partai seperti kampanye.
Sebagai eksekutor seorang praktisi public relations yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan program tersebut.
Jika dikaji dari sudut pandang public relation, lebih khusus menurut Scott
M. Cultip dan Allen H. Center bahwa public relation memang dianggap penting
dalam suatu organisasi/ perusahaan untuk mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan pihak luar atau masyarakat. Dimana public relation juga
berfungsi untuk memudahkan dan menjamin arus opini dari publik organisasi agar
kebijakan dan operasionalisasi partai dapat dijaga keharmonisannya dengan
beragamnya pandangan dan kebutuhan anggota. Hal ini terbukti dengan adanya
koordinasi baik yang sifatnya rutin maupun insidentil antar pengurus partai untuk
25
sekedar menyatukan visi dan untuk mengevaluasi suatu kegiatan yang telah
dilakukan.
Selain itu juga untuk memberikan masukan pada manajemen partai untuk
menentukan kebijakan dan strategi agar dapat diterima masyarakat dengan baik,
serta merencanakan dan melaksanakan berbagai program guna menciptakan citra
positif akan partainya misalnya dengan membagikan sembako, bakti sosial,
membagikan atribut kampanye seperti; kaos, stiker, selebaran, pamflet, gambar
dan masih banyak lagi.
Education Committee of The Public relation Society of America
menyebutkan beberapa tugas public relation antara lain; aktivitas writing, yang
meliputi penulisan laporan, selebaran berita, press release melalui media cetak
dan elektronik serta produk-produk informasi yang lain, editing, yang meliputi
penyuntingan berita atau produksi informasi baik itu yang untuk dikonsumsi
anggota sendiri maupun untuk pihak luar/ umum, pleacement, yakni mengadakan
hubungan dengan media massa atau pihak-pihak lain yang diajak bekerjasama
(dalam hal ini partai-partai yang berkoalisi), promotion, yaitu membuat acaraacara khusus seperti kampanye, seminar, ramah tamah partai dana lain-lain,
speaking, yang meliputi memberikan ceramah atau pengarahan, production, yakni
mengemas berita atau informasi tentang partai kedalam bentuk brosur atau yang
lain yang dianggap dapat menarik massa, programming, yakni menentukan
strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan upaya menarik simpatisan, serta
institutional advertising yang meliputi pembuatan iklan ataupun kegiatan lain
yang fungsinya untuk mengiklankan partai.
Bahkan dalam strategi public relation partai politik juga ada yang
menggunakan pendekatan baik secara personal, sosial maupun kultural. Hal ini
sangat relevan dengan pendapat Cultip dan Center bahwa public relation juga
harus menjadi wakil suatu organisasi untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
dan melakukan pendekatan dengan masyarakat.
26
Adapun media yang digunakan oleh partai politik dalam upaya public
relationa dalah media internal dan media eksternal. Yang dimaksud dengan media
adalah alat, lebih seringnya disebut alat komunikasi yang dipakai sebagai sarana
dalam menjalankan kegiatan-kegiatan kepublic relationan. Pada prinsipnya partai
politik telah memanfaatkan media public relation secara maksimal, seperti media
pers, audio visual, pameran, penerbitan buku khusus, surat langsung, pesan-pesan
lisan, pemberian sponsor, jurnal organisasi, ciri khas. Adapun hasilnya sangatlah
relatif, artinya, kesuksesan upaya public relation partai tidak hanya ditentukan
oleh satu komponen saja, melainkan seluruh komponen partaipun sangat
berpengaruh. Sehingga meskipun dengan usaha yang maksimal tidak jarang para
partai politik mengalami kesuksesan yang kurang maksimal. Hal ini sangat
terbukti dengan tidak menjaminnya seorang simpatisan yang diberikan sesuatu
saat kampanye untuk memilih suatu partai tersebut. Karena mengingat belum
semua masyarakat bangsa kita dewasa dalam berpolitik, artinya keputusan
memilih mereka masih sangat mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak yang dianggap
mampu memberikan keuntungan padanya dalam jangka pendek. Seandainya saja
masyarakat kita telah dewasa dalam berpolitik tentunya iming-iming partai yang
sifatnya persuasif bahkan manipulatif sangat bisa dihindari.
Legitimasi adalah prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan
pemimpin pemerintah dan pejabat oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa
perolehan para pemimpin 'dan pelaksanaan kekuasaan telah sesuai dengan
prosedur yang berlaku pada masyarakat umum dan nilai-nilai politik atau moral.
Legitimasi dianggap penting bagi pemimpin pemerintahan, karena para pemimpin
pemerintahan dari setiap sistem politik berupaya keras untuk mendapatkan atau
mempertahankannya. Dengan adanya legitimasi yang dimiliki oleh seorang
pemimpin dapat menimbulkan kestabilan politik dan memungkinkan terjadinya
perubahan sosial dan membuka kesempatan yang semakin besar bagi pemerintah
untuk tidak hanya memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang hendak
ditangani, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan.
27
Dalam konteks public relations, legitimasi merupakan tujuan yang hendak
dicapai oleh elite. Seorang elit politik akan melakukan pengaruh terhadap opini
publik yang berkaitan dengan kebijakan, kepribadian, ataupun presentasi partai
politik agar bisa diketahui dan disukai oleh masyarakat luas. Dalam hal ini tujuan
elit melakukan public relations adalah untuk menimbulkan persepsi yang positif
bagi masyarakat. Dalam politik proses ini disebut dengan komunikasi dimana
tujuan dari komunikasi politik tersebut adalah untuk meningkatan partisipasi dan
dukungan politik bagi keberhasilan partai politik tersebut. Keberhasilan partai
politik tersebut diharapkan mampu membawa seorang elite politik untuk menuju
kekuasaan. Pada dasarnya kekuasaan yang mengedepankan rakyat menjadi
kekuatan yang berdaulat akan menjadi pilihan rasional dalam menilai kekuasaan
tersebut legetimasi atau tidak. Namun jika kekuasaan tidak diakui oleh rakyat
maka ada indikasi telah terjadi otoritarianisme, diktatorisme dan hegemoni elit
dalam sebuah kekuasaan. Sehingga sangat jelas legetimasi kekuasaan sangat
penting dalam roda kekuasaan yang akan dijalankan karena tidak ada kendala
yang menghalangi berjalannya program kecuali pihak partai opisisi dan media
yang layaknya melakukan chek and balances.
Menurut Setyawan 2011, wilayah kekuasaan adalah tempat pijakan pasti
dalam konsep perbaikan kenegaraan. Maka kekuasaan menjadi penting untuk
membentuk
aturan-aturan
dalam
fungsinya
memberi
pelayanan
kepada
masyarakat umum. Maksudnya adalah kekuasaan yang didukung oleh kelompok
mayoritas tentu akan lebih signifikan dan terlegetimasi dalam menjalankan
kekuasaan. Sebaliknya kekuasaan yang tidak mendapat dukungan mayoritas
kekuasaan akan mengalami hambatan dalam menjalankan kekuasaan. Kemudian
muncullah
gagasan-gagasan
kekuasaan
sebagai
alasan
nyata
dalam
mempertahankan kekuasaan baik itu secara individu atau kelompok, sehingga
menjawab pertanyaan kenapa seseorang layak untuk diberi kekuasaan oleh rakyat.
Untuk mempertahankan kekuasaan, partai politik baru partai-partai baru seperti
Partai
Nasional
Demokrat
(NASDEM)
dihadapkan
pada
upaya
untuk
mengenalkan keberadaannya kepada rakyat. Manajemen public relations partai
pun harus difungsikan dengan maksimal dan bukan hanya sekedar simbol
28
stuktural. Pengelolaan public relation yang baik, tentunya akan menghasilkan
elektabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, peran praktisi public relation dalam
sebuah partai juga penting untuk mengenalkan kepada masyarakat dan menggiring
partai tersebut menjadi partai pemenang.
Jika didasarkan pada proses perolehan legitimasi Partai Nasional
Demokrat (NASDEM) menurut Andrain menyebutkan lima objek dalam sistem
politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung
dan fungsional. Kelima obyek legitimasi itu meliputi: masyarakat politik, hukum,
lembaga politik, pemimpin politik dan kebijakan. Pertama, berkaitan dengan
bagaimana legitimasi tersebut dapat meyakinkan masyarakat politik untuk mau
mengikuti segala keputusan yang dibuat oleh elit. Sedangkan hubungannya
dengan yang kedua adalah legitimasi merupakan kesesuaian suatu tindakan
perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan
hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama
tercipta secara sah sehingga konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat
terhadap kewenangan. Ketiga, untuk menciptakan lembaga politik yang
berlegitimasi maka perlu taktik khusus pencitraan yang harus dilakukan oleh
partai politik. Dimana kemampuan untuk membentuk pencitraan dalam lembaga
politik tersbut juga akan berpengaruh terhadap legitimasi atau pengakuan dari
masyarakat kepada pemimpin politik. Komunikasi yang dibentuk tersebut juga
bertujuan untuk memberikan penjelasan secara rinci terhadap kebijakan yang
dibuat oleh penguasa sehingga dengan legitimasi yang tinggi maka anggota
masyarakat yang menolak akan menjadi kecil. Secara garis besar, legitimasi
tersebut merupakan tujuan bagi elit untuk memperoleh kekuasaan, sedangkan
Public Relations memegang peranan vital karena menjadi jembatan antara partai
politik dengan masyarakat dalam memperkenalkan visi, misi, dan program kerja
partai politik serta menjawab keingintahuan masyarakat mengenai partai politik
baru. Dengan demikian melalui Public Relations maka diharapkan elit politik
dapat meraih dukungan masyarakat secara luas untuk melakukan pengukuhan
legitimasi atas kelompoknya, guna untuk membuat suatu kebijakan yang dinilai
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Berbagai strategi dan aktivitas publik relation dilakukan oleh partai politik
demi menarik simpati massa. Banyak hal dilakukan, mulai dengan memanfaatkan
media publik relation, melakukan aksi langsung, kampanye yang melibatkan
massa langsung, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk menarik simpati
simpatisan menjadi tanggung jawab tim pemenangan pemilu partai politik. Cara
yang dilakukanpun cukup beragam, mulai dari kampanye positif, kampanye
negatif, bahkan sampai pada black propaganda. Kampanye negatif dilakukan
untuk menjatuhkan lawan dengan cara menyebarkan selebaran-selebaran yang
isinya memuat kelemahan dan kejelekan lawan yang berdasarkan bukti dan fakta
yang otentik, sedangkan black propaganda dilakukan dengan cara membuat
selebaran atau pamflet-pamflet yang isinya rumor semata. Semuanya dilakukan
melalui beberapa macam pendekatan, yakni pendekatan personal, sosial dan
kultural.
Melihat banyaknya partai yang hanya melakukan strategi public relation
ketika menjelang pemilu, tentunya ini menyebabkan kurang maksimalnya fungsi
public relation bagi lembaga, sehingga disarankan kepada seluruh partai politik
jika memang memiliki keinginan untuk menciptakan citra positif lembaga dan
selalu komit dengan visi misi dan program kerja partai, maka fungsi dan strategi
public relation hendaknya selalu dilakukan tidak hanya ketika menjelang pemilu.
21
22
3.2. Saran
Peran praktisi perlu diperjelas lagi dalam hal teknis, bukan hanya pekerjaan
sosialisasi dalam media seperti momen pemilu saja, melainkan perlu juga
disosialisasikan dengan mendekat pada lapisan masyarakat bawah itu sendiri,
memang media massa macam televisi atau media cetak merupakan sarana utama
dalam mengimplementasikan strategi public relation, akan tetapi itu hanya akan
menyentuh kalangan-kalangan tertentu saja dalam artian akademisi, politikus,
karyawan, buruh, atau siapapun yang mempunyai basic skill yaitu membaca,
untuk kalangan yang lebih kebawah lagi justru tidak dapat menerjemahkan
apapun yang ada dalam sajian informasi tersebut. Maka perlu adanya sosialisasi
secara langsung kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga survey yang
berperan mencari data-data tentang sejauh mana masyarakat mengetahui aktivitas
partai politik, selain itu para kader-kader partai perlu juga memberikan pendidikan
berpolitik yang baik kepada masyarakat, berdasarkan survey penulis pada pra
pemilu legislatif maupun eksekutif yang kebetulan dilakukan pada wilayah Jawa
Timur tepatnya pada wilayah Wajak, Kabupaten Malang serta Desa Watudakon
dan Jogoroto, Jombang, kurang lebih 32% masyarakat berdasarkan sampel tidak
mengenal apa itu partai politik kecuali hanya sebuah gambar terpampang di
pinggir jalan atau sekelompok orang yang memberikan uang atau kaos kepada
masyarakat. Kader-kader partai politik tidak pernah melakukan sosialisasi door to
door untuk memperkenalkan atau mendidik masyarakat untuk mengenal apa itu
politik secara menyeluruh. Memang pada pernyataan Petinggi Partai Nasdem
menyatakan pendekatan pada masyarakat telah dilakukan dengan metode
interpersonal melalui tokoh-tokoh masyarakat, akan tetapi dengan hasil survey
terlihat tidak terasa keselarasan antara masyarakat dengan tokoh masyarakat yang
dalam hal ini menunjukkan aspirasi bukan datang dari musyawarah mufakat dari
semua masyarakat yang kemudian hasilnya disalurkan melalui tokoh masyarakat,
tetapi justru merupakan aspirasi perseorangan tokoh masyarakat itu sendiri.
23
Usul konkrit penulis sebagai tambahan dalam opini adalah Partai Politik
perlu memahami bahwa kehidupan berpolitik tidak hanya disikapi secara praktis
dimana berpikir hanya bertarung, menang dan duduk pada jabatan, tetapi harus
pula berpikir jangka panjang apa yang akan dirasakan masyarakat jika terus
menerus hanya digunakan sebagai senjata mencapai legitimasi kekuasaan. Karena
demokrasi sesungguhnya adalah ketika masyarakat telah mendapatkan kehidupan
yang sejahtera serta mempunyai rasionalitas berpikir yang baik kemudian mampu
berperan aktif dalam setiap momen politik. Jika masyarakat masih memikirkan
bagaimana cara untuk mencari sepiring nasi besok maka pola pikir akan terbentuk
untuk bergantung pada siapa yang berkuasa (pasif) dan berharap adanya kebijakan
yang memihak pada masyarakat dan akan selalu menyalahkan yang berkuasa
ketika tidak ada kebijakan yang memuaskan keinginan masyarakat.
Dalam perspektif komunikasi politik dan media massa jelas yang
diharapkan adanya praktisi public relation dalam suatu partai politik mampu
membuat citra media massa menjadi lebih baik dalam hal menyajikan fakta-fakta
maupun opini publik mengenai politik agar masyarakat tidak mudah percaya dan
mempunyai rasionalitas berpikir yang tinggi jika disajikan tayangan atau
informasi mengenai permainan “lempar isu” atau istilah factual “black campaign”
yang dilakukan oleh oknum-oknum partai politik dan simpatisannya yang
bertujuan menjatuhkan pamor lawan politiknya demi mendapatkan kekuasaan dan
simpati masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam teori dan Praktek, Binacipta, Bandung,
1977
Budiardjo, Miriam.2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.
Cutlip, M. H. Center dan M. Broom. Effective Public Relations.New Jersey:
Prentice Hall-International Edition, 2000.
Dan Nimmo, 2001, KOMUNIKASI POLITIK Khalayak dan Efek, Remaja
Rosdakarya, Bandung
Jackson, Nigel. Political Public Relations: Spin, Persuasion or Relationship
Building? Britain: University of Plymouth, 2010
National Democratic Institute For International Affairs (NDI). Manual
Perencanaan Kampanye Politik: Panduan Langkah-Langkah Untuk
Memenangkan Pemilu 2009. Washinggton DC: MS Street, NW, 2008.
Suseno, Franz magnis. 1984. Etika Politik. Jakarta: PT Gramedia.
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo
Stromback, J & Kiousis, S. Political Public Relations: Principles and
Applications. New York: Routledge, 2011.
Theaker, A. The Public Relations Handbook Second Edition. Oxfordshire:
Routledge, 2004.
JURNAL
Elvinaro Ardianto, 2012, Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Harian Pikiran
Rakyat Dan Harian Kompas Sebagai Public Relations Politik Dalam
Membentuk Branding Reputation Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(Sby) Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 2, No.1, April /
Jurnal Election News Watch No.07/16 Juni 2004-06-29
Purwo, Agus. 2013. Rekruitmen Kepemimpinan Politik dalam Rangka
Mengantisipasi Krisis Kepercayaan, 1(1) : 64.
Prida A.A.A.2007. Public Relations (PR) dan
Kesalahpahaman Publik Atas
Pemaknaan Sebuah Profesi . Jurnal Ilmiah SCRIPTURA
385X
ISSN 1978-
Vol. 1 No.2 Juli 2007
INTERNET
Admin. 2012. Visi dan Misi. Melalui http://www.partainasdem.org/tentangpartai-nasdem/visi-dan-misi/ (11/10/2014)
Anggriawan, Fiddy. 2012. LSI: Mengejutkan, Partai NasDem di Posisi 4. Melalui
http://news.okezone.com/read/2012/03/11/339/590951/lsi-mengejutkanpartai-nasdem-di-posisi-4 (11/10/2014)
Erlynda. 2014. PDI-P – Surabaya Dalam Kajian Public Relations Politik. Melalui
http://trullyerlynda.wordpress.com/2014/08/12/pdi-p-surabaya-dalamkajian-public-relations-politik/ (11/10/2014)
Hadiono, Afdjani. 2012. Public Relations Politic. Melalui http://catatananakfikom.blogspot.com/2012/03/public-relations-politik.html
(11/10/2014)
Huda, Eko dan Dedy Priatmojo.
2011. Proses Verifikasi
Transparan,
Kesempatan yang Diberikan Untuk Semua Partai Sama. Melalui
http://politik.vivanews.com/news/read/272809-penyebab-partai-sri-taklolos-verifikasi. (11/10/2014)
Indoskripsi.
2014.
Era
Baru
Kampanye
Politik
Indonesia.
Melalui
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/manajemenpemasaran/era baru-kampanyepolitik-indonesia. (11/10/2014)
Naumann Stiftung, Friedrich. 2005. Amerikanisasi Komunikasi Politik. Melalui
http://forumpolitisi.org/pusat_data/umum/article.php?id=12&title=%E2
%80%9CAmerikanisasi%E2%80%9D%20Komunikasi%20Politik?
(11/10/2014)
Rijal. 2013. Bentuk-Bentuk Legitimasi Kekuasaan Menurut Para Ahli Filsuf.
(Online)
http://zalz10pahlawan.wordpress.com/2013/11/06/bentuk-
bentuk-legitimasi-kekuasaan-negara-menurut-para-ahli-filsuf/
diakses
tanggal 11-10-2014
Ritzki Pitakasari, Ajeng. 2013. Ambisi Partai Nasdem Masuk Tiga Besar. Melalui
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/11/11/03/lu32kbowambisi-partai-nasdem-masuk-tiga-besar (11/10/2014)
Sony.
2008.
Strategi
Komunikasi
Public
Relations.
Melalui
http://tvlab.blogspot.com/2008/06/strategi-komunikasi-publicrelations.html (11/10/2014)
Setywan, Dharma. 2011. Pemimpin dan Legitimasi Kekuasaan. (Online)
http://www.dharmasetyawan.com/2011/06/pemimpin-dan-legetimasikekuasaan.html diakses tanggal 11-10-2014
Winarno, Hery. 2011. Tak Punya Tokoh Populer, Partai NasDem Dinilai Sulit
Besar.
Melalui
http://www.detiknews.com/read/2011/11/11/054543/1765059/10/takpunya-tokoh-populer-partai-nasdem-dinilai-sulit-besar?nd992203605
(11/10/2014)
Wikipedia.
2014.
Pengertian
Legitimasi.
(Online)
http://id.wikipedia.org/wiki/Legitimasi diakses tanggal 11-10-2014
Download