Sejarah Singkat Provinsi Gorontalo sebagai provinsi ke-32 di wilayah RI dengan ibu kota Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo yang disetujui dan disahkan oleh DPR RI pada tanggal 5 Desember 2000 bertepatan dengan tanggal 8 Ramadan 1421 Hijriah. Undang-undang tersebut ditandatagani oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 22 Desember 2000 atau 25 Ramadan 1421 Hijriah. Dua bulan kemudian, tepatnya Jumat, tanggal 16 Februari 2001 (22 Zulhijah 1421 Hijriah) Mendagri dan Otonomi Daerah, Surjadi Soedirdja,meresmikan Gorontalo sebagai provinsi ke-32 di wilayah Republik Indonesia. Peresmian itu berlangsung di Lapangan Taruna Remaja Kota Gorontalo, ditandai dengan pelepasan 32 ekor burung merpati sebagai perlambang 'provinsi ke-32', pelepasan ratusan balon ke udara, penyerahan dana alokasi umum (DAU) Rp 45 miliar, dan penyerahan sumbangan bagi para korban banjir di Kota Gorontalo. Sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo adalah Gorontalo (UU No.38/2000 Pasal 7). Gorontalo merupakan salah satu dari empat kota tertua yang ada di Pulau Sulawesi, yakni Gorontalo, Makassar, Manado, dan Parepare. Foto: Pakaian Adat Perkawinan Gorontalo Bersamaan dengan peresmian itu, Mendagri dan Otda, Surjadi Soedirdja, atas nama Presiden melantik dan mengambil sumpah Drs. Tursandi Alwi sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo, yang bertugas untuk menyiapkan perangkat pemerintahan Provinsi Gorontalo sampai dengan saat dipilihnya gubernur definitif untuk Provinsi Gorontalo. Pada tanggal 12 September 2001 (23 Rajab 1422 H) pasangan Ir. Fadel Muhammad/Ir. Ir. Gusnar Ismail, M.M., terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Gorontalo dalam Sidang Paripurna DPRD. Pasangan Fraksi Partai Golkar ini memperoleh 26 suara, mengungguli pasangan Suharso Monoarfa/ Gusnar Ismail dari Fraksi Persatuan Pembangunan (7 suara), Bob Hippy /Ratnaningsih Luneto dari Fraksi Perserikatan Demokrasi (4 suara), dan Laksamana Madya (Purn) Abdul Rahim Katili/Gusnar Ismail dari Fraksi TNI/Polri (5 suara). Menurut Sekretaris Panitia Pemilihan, Sujadi, sebanyak 45 anggota DPRD Gorontalo ikut memilih, tetapi tiga suara batal. Ia menjelaskan bahwa Selasa (11/9/2001) tengah malam, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Hari Sabarno, mengirimkan faksmile tentang pergantian antarwaktu empat anggota Dewan yang tidak mau pindah dari DPRD Sulawesi Utara. Foto: Pelantikan & Pengambilan Sumpah Ir. Fadel Muhammad / Ir. Gusnar Ismail, M.M. sebagai Gubernur / Wakil Gubernur Gorontalo 2001-2006 Pada Senin, 10 Desember 2001 atau 24 Ramadan 1422 Hijriah, Ir. Fadel Muhamad dan Ir. Gusnar Ismail, M.M. dilantik oleh Mendagri dan Otonomi Daerah, Hari Sabarno, sebagai Gubernur Gorontalo (2001-2006) pertama yang definitif, menggantikan Penjabat Gubernur Gorontalo, Drs. Tursandi Alwi, yang telah bertugas selama 10 bulan (16 Februari 2001 – 10 Desember 2001). Pelantikan tersebut sebagai tindak lanjut dari Keppres Nomor 318/M/2001 tentang Pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur Gorontalo Periode 2001 -2006. Peta 32 Provinsi di Wilayah Republik Indonesia Tahun 2000 Letak, Wilayah, Luas, dan Penduduk Provinsi Gorontalo secara resmi lepas dari Provinsi Sulawesi Utara sejak tanggal 5 Desember 2000, yakni setelah disetujuinya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang Provinsi Gorontalo oleh DPR, yang disahkan oleh Presiden Abdurrahaman Wahid pada tanggal 22 Desember 2000. Provinsi Gorontalo terletak di bagian utara Pulau Sulawesi pada posisi yang cukup strategis, yakni pada posisi dan OOo 24'04" hingga O1o 02'30" lintang utara (LU),120o 8'04" hingga 123o32'09" bujur timur (BT), memiliki batas-batas wilayah bagian: utara: Laut Sulawesi, selatan: Teluk Tomini, barat: Provinsi Sulawesi Tengah, dan timur: Provinsi Sulawesi Utara. Peta Wilayah Provinsi Gorontalo 2003 Adapun wilayah administratif, luas, dan penduduk Provinsi Gorontalo tahun 2003 adalah sebagai berikut (lihat Tabel 1). TABEL 1 WILAYAH, LUAS, DAN JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2003 Luas (km2) %x Luas Provin si Jumlah Kecamat an (2002) Jumla h Desa Jumlah Kelurah an Jumlah Pendud uk (1997) Kepadat an (jiwa/km 2) (1997) Kabupaten Boalemo (Tilamuta) 2.517,36 20,61 % 5 46 - 94.824 37,67 Kabupaten Bonebolang o (Suwawa) 1.984,40 16,25 % 4 59 4 108.914 54.89 No . Nama Wilayah (Ibu Kota) 1 2 3 Kabupaten Gorontalo (Limboto) 3.408,98 27,91 % 15 155 29 379.472 86,15 4 Kabupaten Pohuwato (Marisa) 4.244,31 34,75 % 5 49 - 88.796 20,92 5 Kota Gorontalo 64,79 0,53 % 3 - 46 135.074 (SP 2000) 2.084 79 (837.38 6) (SP 2000) (68,55) Provinsi Gorontalo (Gorontal o) 12.215,4 4 100 % 32 (294) Sumber: UU Nomor 38 Tahun 2000 dan UU Nomor 6 Tahun 2003 dengan penyesuaian seperlunya. Pemerintahan Ir. Fadel Mohammad Gubernur Gorontalo Ir. Gusnar Ismail,M.M. Wagub Gorontalo Berikut kami turunkan daftar lengkap pejabat dan lembaga pemerintahan di Provinsi Gorontalo Tahun 2002. Pejabat Teras Jabatan Nama Pejabat Gubernur Ir. Fadel Muhammad Wakil Gubernur Ir. Gusnar Ismail, M.M. Sekretaris Daerah Drs. Mansur Detuage, M.M. Asisten I Drs. Idris Rahim Asisten II Bonnie Ointoe Asisten III Drs. Hamdan Datunsolang Kepala Biro Biro Pemerintahan Drs. Ranis Luwiti Biro Hukum Indra Yasin Biro Humas Drs. Adrian Lahay Biro Ekonomi Djaridin Nento Biro Pembangunan Beno Yasin Harun Biro Sosial Idrus Biki Biro Umum Drs. Abdullah Paneo Biro Keuangan Andha Fauzin Mirza Badan (Lembaga Teknis) Badan Perencanaan Pembangunan & Percepatan Ekonomi Daerah (Bapppeda) Dr. Sudirman Habibie Badan Pengawas (Daerah) (BPD) Abubakar Mopangga,S.H. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Dra. Hanna Rauf Kesatuan Bangsa & Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) M. Abdullah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Drs. Jangga Lomban Batu Dinas Dinas Pendapatan Daerah Amin Lakoro Dinas Perikanan dan Kelautan Nasrun PatadjaI Dinas Pendidikan dan Olahraga Drs. Irvan Mbuinga Dinas Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Erman Djafar Dinas Pekerjaan Umum, Permukiman, dan Prasarana Wilayah (PU Kimpraswil) Ir. Nurdin Mokoginta Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Dr. Jamaluddin Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bambang Winarto Dinas Pertambangan dan Energi Oemar Hatibie Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Ramli Usman Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi Arjon Paris Dinas Kesejahteraan Sosial Alfon usman Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Departemen Agama Drs. Hi. Moh. Salim Djufri Departemen Kehakiman & Hak Asasi Manusia (Hak-HAM) Djuanda Husin, S.H. Kantor Imigrasi Dirjen Anggaran Drs. Seto Utarko, M.Si. Kantor Perbendaharaan & Keuangan Negara (KPKN) Mochmad Solichin Pengelolaan Data Elektronik, Arsip, dan Perpustakaan (PDEAP) Biro Pusat Statistik (BPS) Sekretaris Dewan Sujadi Sumber: Gorontalopromo, dengan penyesuaian seperlunya. DPRD Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Periode 2001-2004 berjumlah 45 orang, terdiri atas: 4 unsur pimpinan, 4 fraksi, dan 5 komisi. A. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) (6 orang) Abd. Djafar Bahua Murni Thalib, S.H. Ir. Abdul Halim Usman Tu'u Mohammad Hi. Faisal Hulukati Alun Mi'u B. Partai Syarikat Islam Indonesia (1 anggota) Achmad Jaina C. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) (1 anggota) Ir. Laode Haimuddin D. Partai Bulan Bintang (PBB) (1 anggota) Irianto Nurul Huda E. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) (1 anggota) Abd. Hakim Hadjarati Unsur Pimpinan F. TNI/Polri (4 anggota) o o o o Letkol CKU Drs. Muchtar Darise, M.Si. Letkol Inf. Rudy Lituuran Letkol. Tek AU Sukiman Letkol Pol. Welem Wusain,B.A. G. Partai Golongan Karya (24 anggota) o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o Hi. Amir Piola Isa Hi. Fauzio Wartabone Ishak Liputo Drs. Hi. Sun Biki Drs. Yoseph Th. Pati Ny. Hj. Hemeto Otuhu Drs. Hi. Rustam Wantongia Hi. Abdul Karim Sidiki Hasan Dankua Ibrahim Buloto, B.A. Ny. Hj. Ani M Otoluwa Budiyanto Napu Drs. Paris RA. Yusuf Rustam Hs. Akili, S.E. Drs. Habu Wahidji Ny. Itjiko Naue Hilawa Marten Taha, S.E. Jotje Nento, S.H. Drs. GR Noho Yunus Jakatara Saleh Hilimi Farid Liputo,B.A. Abd. Kadir Akib Tahir Abdul Syarif Mbuinga Fraksi Ketua: Drs. Hamid Piola Isa (Partai Golkar) Fraksi Partai Golkar Fraksi Persatuan Pembangunan Fraksi Perserikatan Demokrasi, dan Fraksi TNI / Polri Wakil Ketua: Drs. Sun Biki (Partai Golkar) Mochtar Darise (TNI/Polri) Abdul Djafar Bahua (PPP) Komisi Alamat Kantor Komisi A: Komisi B: Komisi C: Komisi D: Kantor DPRD Provinsi Gorontalo beralamat di Jalan Ahmad Yani no. 57, Kota Gorontalo, telefon 62-0435- Komisi E: Sumber: Harian Gorontalo Post, Juni 2001 Potensi Daerah Kawasan laut di Gorontalo, terutama di Teluk Tomininya disinyalir kaya potensi karena merupakan teluk yang dilalui garis khatulistiwa. Dan itu satu-satunya teluk yang dilewati garis khatulistiwa. Perikanan dan Kelautan merupakan sektor unggulan bagi Gorontalo yang memiliki garis pantai yang cukup panjang. Garis pantai Utara dan Selatan masing-masing memiliki panjang sekitar 270 kilometer dan 320 kilometer. Gorontalo akan dikembangkan sebagai wilayah Agropolitan dengan Pertanian dan Perikanan yang akan menjadi Sektor Pengembangan Ekonomi Unggulan Provinsi. Luas wilayah perairan Gorontalo termasuk cukup besar yakni di Utara sepanjang 270 kilometer menghadap ke Laut Sulawesi ada areal Zone Ekonomic Exclusive (ZEE) yang kaya dengan hasil laut. Jenis ikan yang ada di wilayah itu adalah palangis besar, palangis kecil, demersal, serta crustacea dan molusca. Di sebelah Selatan, dibatasi oleh Teluk Gorontalo (Teluk Tomini) dengan panjang pantai sekitar 320 kilometer. Luas perairan di Teluk Gorontalo mencapai 7.400 kilometer per segi dan di Laut Sulawesi mencapai 43.100 kilometer persegi. Sebagai contoh berkembangnya potensi perikanan di Gorontalo, saat ini ada investor dari Korea yang menanamkan modalnya untuk coold storage. Saat ini juga telah ada investor asing yang menanam saham sebesar 50-100 ton ikan segar. Sebulan bahkan bisa mencapai 250 ton ikan tuna dan ikan layang. Ikan layang sebagian besar dieskpor ke Eropa dan AS. Sementara ikan tuna diekspor ke Jepang dan Korea. Sejak menjadi provinsi, produksi perikanan di Gorontalo meningkat sebanyak 50 ton. Pasalnya, perhatian Pemerintah Daerah menjadi lebih intensif dibandingkan ketika masih berstatus kabupaten. Dulu banyak masyarakat yang tidak mengerti. Kini, masalah yang dihadapi Pemprov Gorontalo adalah penjualan ikan di tengah laut. Banyak nelayan lebih memilih menjual ikannya di tengah laut Teluk Tomini karena harganya lebih tinggi. Ikan-ikan itu dijual kepada nelayan asing. Sebagian besar kapal asing dari Filipina dan RRC sering masuk ke wilayah Gorontalo. Pemprov tidak bisa melakukan apa-apa karena nelayan merasa lebih untung. Potensi sumber daya perikanan Gorontalo berada di tiga perairan, yakni Teluk Tomini, Laut Sulawesi, dan Zone Ekonomi Ekslusif Laut Sulawesi. Sayangnya, tingkat pemanfaatan perikanan tangkap baru 24,05 persen atau 19.771 ton per tahun. (luk) Sumber: Kompas Online Pendapatan Daerah Pajak Sumber pendapatan Provinsi Gorontalo, antara lain, diperoleh dari sektor perjakan. Realisasi pajak penghasilan untuk Pemprov Grontalo sampai April 2002 mencapai Rp 6,65 miliar, terdiri atas pajak penghasilan orang per orang Rp 553,7 juta dan PPh 21 sebesar Rp 6,1 miliar. Persentase penduduk Gorontalo yang terdaftar efektif sebagai wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Gorontalo adalah 2.690 atau 0,34% dari jumlah penduduk yang meliputi tiga wilayah daerah tingkat dua, yaitu Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, dan Kabupaten Boalemo. Selain pajak, sumber pendapatan daerah diperoleh dari bantuan Pemerintah Pusat berupa Dana Alokasi Umum (DAU) yang dikucurkan setiap tahun anggaran. Pajak penghasilan yang dibayar wajib pajak orang pribadi dalam empat bulan pertama 2002, menurut Gubernur Provinsi Gorontalo, Ir. Fadel Muhamad, masih rendah, yaitu Rp 1.715 per hari. Apabila diibandingkan dengan jumlah kepala keluarga yang ada di Provinsi Gorontalo, dalam empat bulan pertama 2002 setiap kepala keluarga memberikan kontribusi bagi pajak penghasilan sebesar Rp 50 per hari. Dana Alokasi Umum (DAU) Sejak diresmikan 16 Februari 2001, Provinsi Gorontalo mendapat anggaran berupa DAU untuk provinsi, kota, dan kabupaten sebagai berikut. TABEL 2 RINCIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN / KOTA TAHUN ANGGARAN 2001 No. 19 Provinsi/Kabupaten/Kota Provinsi Gorontalo DAU (Miliar Rupiah ) 45,35 19.1 Kabupaten Boalemo 78,47 19.2 Kabupaten Gorontalo 148,59 19.3 Kota Gorontalo 90,32 Jumlah se-Provinsi Gorontalo 362,73 Sumber: Lampiran Keppres No.181/2000, tanggal 23 Desember 2000. TABEL 3 RINCIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN / KOTA TAHUN ANGGARAN 2002 No. Provinsi/Kabupaten/Kota DAU (Miliar Rupiah ) 30 Provinsi Gorontalo 129,04 30.1 Kabupaten Boalemo 102,69 30.2 Kabupaten Gorontalo 185,37 30.3 Kota Gorontalo 108,18 Jumlah se-Provinsi Gorontalo 525,28 Sumber: Lampiran Keppres No.131/2001, tanggal 31 Desember 2001. TABEL 3 RINCIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN / KOTA TAHUN ANGGARAN 2003 No. Provinsi/Kabupaten/Kota DAU (Miliar Rupiah ) 21 Provinsi Gorontalo 177,13 21.1 Kabupaten Boalemo *) 124,58 21.2 Kabupaten Gorontalo **) 229,43 21.3 Kota Gorontalo 133,02 Jumlah se-Provinsi Gorontalo 664,17 *) Sudah termasuk DAU untuk Kabupaten Pohuwato, yang disahkan oleh DPR pada tanggal 27 Januari 2003. **) Sudah termasuk DAU untuk Kabupaten Bonebolango, yang disahkan oleh DPR pada tanggal 27 Januari 2003. Sumber: Lampiran Keppres Nomor 1 Tahun 2003, tanggal 6 Januari 2003. Gorontalo dalam Perspektif Sejarah Jumat, 23 Februari 2001 KOTA Gorontalo, Kompas Online-- satu dari empat kota tua dan penting di Pulau Sulawesi yang sudah dikenal sejak 400 tahun lalu. Keempat kota dimaksud itu adalah Makassar, Manado, Parepare, dan Gorontalo. Pada masa itu, Gorontalo menjadi salah satu poros penting penyebaran agama Islam di Indonesia Timur, di samping Ternate (Maluku Utara) dan Bone (Sulawesi Selatan). Pada masa itu juga Gorontalo karena letaknya di Teluk Tomini dikenal sebagai pusat pendidikan dan perdagangan dari wilayah di sekitarnya, seperti Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Buol Tolitoli, Donggala, dan Luwuk Banggai (Sulawesi Tengah), bahkan hingga ke Sulawesi Tenggara. Dampak atas pengaruh letak yang strategis Gorontalo juga membuat Belanda menjadikannya sebagai pusat pemerintahan yang disebut Kepala Daerah Afdeling Sulawesi Utara Gorontalo. Lingkup pemerintahannya mencakup seluruh Gorontalo, wilayah sekitarnya Buol Tolitoli, Donggala, dan Bolaang Mongondow. Sebelum masa penjajahan Belanda, daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Seluruh kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohalaa". Dalam buku Profil Provinsi Gorontalo yang digunakan untuk berargumen memperjuangkan terbentuknya provinsi ke-32 ini dijelaskan bahwa di wilayah Gorontalo terdapat lima pohalaa, yakni Pohalaa Gorontalo, Pohalaa Limboto, Pohalaa Suwawa, Pohalaa Boalemo, dan Pohalaa Atinggola. Hukum adat yang berlaku di Gorontalo menjadikan daerah itu termasuk dalam 19 wilayah adat di Indonesia. Antara adat dan agama di Gorontalo menyatu dengan nama "Adat Bersendikan Syarak; dan Syarak Bersendikan Kitabullah (Al-Quran)". Pohalaa Gorontalo tercatat sebagai pohalaa yang paling menonjol di antara kelima pohalaa. Itu pula sebabnya sehingga pada tahun 1942, daerah "Limo lo Pohalaa" berada dalam wilayah kekuasaan seorang Asisten Residen, selain pemerintahan tradisional. Pada tahun 1889 pemerintahan beralih menjadi pemerintahan langsung Belanda yang kemudian dikenal dengan nama "Rechtatreeks Bestuur". Pada tahun 1911 terjadi perubahan struktur pemerintahan daerah yang terbagi atas tiga Onder Afdeling, meliputi Afdeling Kwandang, Afdeling Gorontalo, dan Afdeling Boalemo. Selanjutnya tahun 1920 menjadi lima distrik, terdiri atas Distrik Kwandang, Limboto, Bone, Gorontalo, dan Boalemo. Tahun 1922 kembali lagi menjadi tiga afdeling, masing-masing Afdeling Gorontalo, Boalemo, dan Buol. Kondisi administrasi pemerintahan ini berlangsung hingga meletusnya Perang Dunia II. Menjelang kemerdekaan RI, rakyat Gorontalo dipelopori Pejuang Nasional Maha Putra Nani Wartabone berjuang dan menyatakan kemerdekaan pada tanggal 23 Januari 1942, sekaligus membentuk pemerintahan sendiri. Kondisi ini berlangsung selama dua tahun, hingga tahun 1944. Perjuangan Nani Wartabone kemudian dicacat sebagai salah satu puncak perjuangan dari banyak puncak kemerdekaan Indonesia. Pada masa pergolakan Permesta 1957, kembali Gorontalo di bawah Nani Wartabone menyatakan kesetiaannya terhadap Negara Kesatuan RI. Ketika itu, Nani tampil dengan semboyan "Sekali ke Yogya Tetap ke Yogya", artinya "Sekali Indonesia, Tetap Indonesia". Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Gorontalo tergabung dalam Provinsi Sulawesi yang berpusat di Makassar. Tahun 1949 Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT), sebagai salah satu dari 16 negara bagian di Republik Indonesia Serikat (RIS), negara boneka Belanda. Pada tahun 1950 RIS bubar dan kembali ke NKRI. Tahun 1953, Sulawesi Utara menjadi daerah otonom berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953. Daerah Bolaang Mongondow terpisah menjadi daerah otonom tingkat II pada tahun 1954, sehingga Sulut hanya meliputi bekas kawasan Gorontalo dan Buol yang berpusat di Gorontalo. Berdasarkan UU No. 29/1959, maka daerah Sulut yang dimaksud dengan PP No 11/1953 dipisahkan menjadi daerah tingkat II, meliputi Daerah Kotapraja Gorontalo dan Daerah Tingkat II setelah dikurangi Swapraja Buol. Selanjutnya, pada tanggal 20 Mei 1960, resmi berdiri Kotapraja Gorontalo dan pada tahun 1965 berubah menjadi Kotamadya Gorontalo hingga tahun 1999. Faktor sejarah itulah yang membuat Gorontalo berpengaruh terhadap sejumlah daerah di sekitarnya. Ini juga yang menjadi penyebab para tokoh Gorontalo mengklaim pembentukan Provinsi Gorontalo yang mandiri dan otonom berkaitan dengan hak sejarah. *** KINI Gorontalo resmi berdiri sebagai pronvinsi sendiri dengan tiga daerah tingkat II: Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo. Melihat sejarah yang panjang serta kegigihan dan tekad Gorontalo yang konsekuen dan konsisten terhadap ke-Indonesiaan, sedikit pun tidak ada keraguan tentang masa depan Gorontalo. Peta Wilayah Republik Indonesia Gorontalo: Plus Minus dan Harapan Masa Depannya Selasa, 23 Januari 2001 Gorontalo--Kompas Online---PROKLAMASI Indonesia oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945 sudah diketahui semua orang. Tetapi, mungkin belum banyak orang tahu, jauh sebelum tanggal tersebut, sudah ada wilayah Indonesia berhasil menyatakan kemerdekaan. Menaikkan bendera Sang MerahPutih, menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dan menjalankan roda pemerintahan hampir selama satu tahun. Wilayah tersebut adalah Gorontalo, daerah yang akan menjadi provinsi baru, terpisah dari Sulawesi Utara. "Peristiwanya berlangsung Jumat siang 23 Januari 1942 (5 Muharam 1361 H). Sekitar 500 pemuda dipimpin Nani Abdulkadir Wartabone mulai menguasai pemerintah daerah Gorontalo. Petugas keamanan dilumpuhkan, bendera Belanda diturunkan, diganti dengan Sang Merah Putih," kenang Prof. Dr. Aloei Saboe dalam buku Penderitaanku untuk Merah Putih. Situasi awal tahun 1942 memang menguntungkan para pejuang kemerdekaan. Pemerintah Hindia Belanda sedang dilanda kepanikan sesudah negara induknya diduduki Jerman, sementara di Asia Jepang bersiap menyerbu. Situasi tersebut dipakai Wartabone untuk mengusir kekuasaan Hindia Belanda dan menyatakan Gorontalo merdeka. Mereka kemudian membentuk Dewan Nasional untuk menjalankan pemerintahan, terdiri dari Nani Wartabone, Koesno Danoepojo, Oesoep Reksosoemitro, dan Aloei Saboe. Sayang, langkah mereka bagai bertepuk sebelah tangan, "...meskipun berita kemerdekaan tersebut kami kirim ke daerah-daerah lain, tidak ada sambutan dan dukungan." Pasukan Jepang bulan Maret tahun 1942 berhasil menaklukkan seluruh Hindia Belanda, tetapi 'membiarkan' Gorontalo tetap menikmati kemerdekaan. Baru pada tanggal 16 Desember 1942, armada Jepang dipimpin Laksamana Mori mendarat di Gorontalo dan meringkus para pejuang kemerdekaan. Daerah merdeka dengan nama Gorontalo seluas 50.000 km2 (sekitar setengah luas Negeri Belanda) tersebut disatukan dalam Provinsi Sulawesi. Dalam perkembangannya, Gorontalo pernah menjadi bagian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah (tahun 1960-an), kemudian bagian Provinsi Sulawesi Utara (1970-2000), dan pada milenium ketiga ini akan menjadi provinsi yang mandiri. Hanya pintu belakang "Gorontalo selalu jadi pintu belakang dan cenderung dilupakan," keluh Ir. Razif Uno. Namun, walau disembunyikan di belakang, sejumlah nama eks Gorontalo sempat mewarnai kancah nasional; semisal Habibie, Gobel, Ciputra, Panigoro, Katili, Uno, dan Biki. Selain itu, potensi alamnya dari segi kandungan minyak bumi, dengan dua cekungan, sangat menjanjikan. Menurut ahli perminyakan Razif Uno, "Potensinya berpeluang dijual ke investor asing, asal jangan dihadang peraturan daerah ini-itu dan Pertamina sebagai wakil Pemerintah Pusat harus merestui high risk venture tersebut." Pada sisi lain, Gorontalo juga dihadang kerusakan ekosistem, seperti terjadi di Danau Limboto yang mengalami penyusutan sebelas persen per tahun, atau setiap tahun berkurang 711 hektar. Menurut Amanda Katili-Niode Ph.D. dalam seminar di Gorontalo awal bulan Januari 2001 ini, "Jika tahun 1935 kedalamannya rata-rata masih tujuh meter, sekarang sudah kurang dari dua meter dan Limboto diperkirakan bakal lenyap tahun 2016..." Situasi tersebut diperburuk dengan kerusakan hutan milik negara yang selama lima tahun berkurang dari 694.943 hektar menjadi 670.914 hektar (tahun 1998). Menghadapi kenyataan ini, masyarakat Gorontalo tidak perlu pesimis. Suharso Manoarfa menawarkan upaya terobosan dengan sudut pandang peripheral mainstream macroeconomy. Ada tiga argumen melandasinya. Pertama, selama ini orientasi kebijakan ekonomi makro bersifat kontinental, sedangkan Indonesia negara kepulauan. Kedua, ketika Gorontalo memasuki kemerdekaan, tanpa modal infrastruktur memadai, tidak ada jalan raya dan rel kereta. Sehingga ketika harga kopra melonjak tinggi di pasar dunia, justru habis dimakan biaya transportasi. Ketiga, setiap implementasi humaniora memerlukan persyaratan kultural. Suharso Manoarfa menunjukkan, "Dengan mempertimbangkan ketiga argumentasi ini, perlu ditarik garis waktu sampai tahun 2020, sehingga dengan izin Allah dan kerja cerdas seluruh masyarakatnya, Gorontalo bakal mencapai wilayah maritim yang punya percepatan pembangunan." Gorontalo punya potensi dan kemampuan. Setelah warganya sibuk berkelana dan ikut membangun Indonesia, kini peluang untuk menampilkan bekas pintu belakang menjadi harapan masa depan telah dan sedang dibuka. (Julius Pour). Profil Gorontalo 30 Maret 2001 17:10:00 Gorontalo--ROL---Provinsi Gorontalo lahir 5 Desember 2000. Provinsi ini menjadi provinsi ke-32 setelah rapat paripurna tingkat IV tentang pengambilan keputusan atas RUU Pembentukan Provinsi Gorontalo, 10 Fraksi di DPR menyetujuinya. Kontan keputusan tersebut disambut ratusan warga Gorontalo yang ada di depan Gedung Nusantara V sambil menari dan menyanyi gembira. Provinsi Gorontalo, yang selama ini tergabung dalam Provinsi Sulawesi Utara, berdiri sendiri dengan ibu kota Gorontalo. Provinsi Gorontalo, melahirkan pejuang nasional terkenal yaitu Nurani Nani Wartabone. Pada 23 Januari 1942, Belanda dikejutkan dengan gerakan perjuangan kemerdekaann yang diprakarsai Nani Wartabone. Pemuda ini dengan gigih dan berani membacakan deklarasi kemerdekaan, memisahkan diri dari pemerintahan penjajah, dan sekaligus membentuk pemerintahan sendiri (1942-1944). Selain deklarasi merdeka, Nani juga memimpin kaum muda Gorontalo menaikkan Sang Saka Merah Putih yang diiringi dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Sejak muda Nani dinyatakan sebagai musuh besar penjajah. Ia menjadi orang yang paling diincar untuk dijebloskan ke dalam penjara. Pejuang muda pemegang gelar Maha Putra Nani Wartabone sudah berani menyatakan sikapnya bahwa Gorontalo memisahkan diri dari pemerintah penjajah Belanda, saat kebanyakan penduduk Indonesia waktu itu menderita di bawah penjajahan Belanda. Roem Kono, tokoh Gorontalo mengatakan bahwa pembentukan Provinsi Gorontalo adalah nurani dari Maha Putera Indonesia Nani Wartabone, dan Nurani Wartabone adalah nurani rakyat Gorontalo seluruhnya. Menurut Roem, pembentukan Provinsi Gorontalo bukanlah suatu bentuk eforia, melainkan merupakan panggilan sejarah. Roem juga menambahkan bahwa sejak dulu Gorontalo tidak pernah menuntut yang terlalu berlebihan. Menurut data, jumlah penduduk Provinsi Gorontalo saat ini lebih 800.000 jiwa dengan luas wilayah 47 persen dari total luas Sulawesi Utara. Wilayah Gorontalo meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, dan Boalemo. Mendagri dan Otonomi Daerah, Soejadi Sudirja, mengatakan, dari sisi pendapatan asli daerah (PAD), data terakhir lebih Rp 12 miliar, memang masih menjadi aspek kelemahan untuk Gorontalo menjadi provinsi otonom. Tetapi dari segi semangat perjuangan rakyat Gorontalo diwarisinya dari Nani Wartabone, tampaknya Gorontalo layak menjadi provinsi. Gorontalo berhiaskan banyak gunung. Bila Gunung yang tingginya di bawah 1000 meter ikut dihitung, terdapat 29 buah. Gunung Pendolo (2.051 meter), Dulamayo (1.070 meter), Olive (1.149 meter), Gunung Ali (1.495 meter), dan Gunung Tilongkabila) adalah beberapa contoh. Dua sungai yang dipergunakan untuk irigasi teknis adalah Sungai Paguyaman (99 km) dan Milango. Kedua sungai ini bermuara ke Teluk Tomini (Teluk Gorontalo). Juga terdapat sebuah danau, Danau Limboto (5.231 ha) sebagai salah satu objek wisata dan tempat pencarian ikan bagi para nelayan setempat. Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya 'seorang pengembara yang turun dari langit'. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila, akhirnya ia menikah dengan seorang wanita pendatang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Perahu tersebut berpenumpang delapan orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan komunitas etnis atau suku Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya Gorontalo. Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek Gorontalo. Penarikan garis keturunan yang berlaku di masyarakat Gorontalo adalah bilateral, garis ayah dan ibu. Seorang anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya, melainkan harus berlaku taat dan sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga terhadap saudara laki-laki ayah dan ibu. Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam. Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Karena adanya kerajaan-kerajaan di masa lalu sempat muncul kelas-kelas dalam masyarakat Gorontalo: kelas raja dan keturunannya (wali-wali), lapisan rakyat kebanyakan (tuangolipu), dan lapisan budak (wato). Perbedaan kelas ini semakin hilang seiring dengan semakin besarnya pengaruh ajaran Islam yang tidak mengenal kelas sosial. Namun, pandangan tinggi rendah dari satu pihak terhadap pihak lain masih terasakan sampai saat ini. Dasar pelapisan sosial seperti ini semakin bergeser oleh dasar lain yang baru, yaitu jabatan, gelar pendidikan, dan kekayaan ekonomi. ram. Dasar Pertimbangan Pembentukan Provinsi Gorontalo (Penjelasan UU Nomor 38 Tahun 2000) Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo dengan luas wilayah keseluruhan mencapai 12.215,44 km2, yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 47 PRP Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi SelatanTenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 7) menjadi undang-undang, telah menunjukkan perkembangan yang pesat, khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, yang pada tahun 1990 berjumlah 715.443 jiwa dan pada Tahun 1999 meningkat menjadi 844.737 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 2% per tahun. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo. Secara geografis wilayah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo mempunyai kedudukan yang strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta berada pada posisi strategis jalur pelayaran internasional Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik. Apabila dilihat dari potensi daerah wilayah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo yang antara lain mempunyai potensi hutan, pertambangan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, perikanan, serta pariwisata yang potensial dan mempunyai prospek yang baik bagi pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri dan luar negeri. Berdasarkan hal tersebut di atas dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang dan sejalan dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, maka wilayah yang meliputi Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo perlu dibentuk menjadi Provinsi Gorontalo. Selanjutnya sejalan dengan jiwa dan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, gagasan pembentukan Provinsi Gorontalo yang meliputi Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo telah membulatkan tekad DPRD Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo untuk merespon aspirasi masyarakatnya agar dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat. Di sisi lain, sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan kebutuhan pembangunan dan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara, maka Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Dalam rangka pengembangan wilayah dan melihat potensi yang dimiliki Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kota Gorontalo serta guna memenuhi kebutuhan pada masa yang akan datang, terutama dalam hal peningkatan sarana dan prasarana serta untuk kesatuan perencanaan dan pembinaan wilayah, maka Sistem Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo harus benar-benar dioptimalkan penataannya serta dikonsolidasikan jaringan sarana dan prasarananya dalam satu sistim kesatuan pengembangan terpadu dengan Propinsi Sulawesi Utara. Strategi Gorontalo ke Depan Jakarta--Kompas Online--23/02/2001 PARA perancang berdirinya Provinsi Gorontalo meletakkan program pengembangan ke depan atas dua strategi, program jangka pendek dan panjang. Program jangka pendek didasarkan pada sasaran pertumbuhan ekonomi jangka pendek (tahunan) yang direfleksikan oleh besarnya produk domestik regional bruto (PDRB). Para perancang Provinsi Gorontalo me mprediksi, PDRB Provinsi Gorontalo sebesar Rp 1,3 trilun, dan diharapkan bakal mampu memotivasi investasi pemerintah dan swasta. Investasi pun diarahkan berdasarkan potensi wilayah dengan harapan dapat menghasilkan pengembalian sebesar-besarnya dan secepat-cepatnya. Untuk mencapai sasaran itu, para perancang memprediksikan investasi per tahun besar-nya Rp 400 miliar dengan investasi infrastruktur pada tahun pertama Rp 40 miliar yang diusahakan dari pemerintah, sedangkan sisanya Rp 360 miliar dari swasta. Jika nilai investasi swasta itu diarahkan untuk membangun industri jagung, tiga pabrik berkapasitas 1.000 ton per bulan menjadi minyak jagung mentah ( CCO, crude corn oil) diperkirakan akan mampu menghasilkan CCO 36.000 ton per tahun atau senilai Rp 540 miliar. Sedangkan nilai kebutuhan bahan baku berkisar Rp 360 miliar dengan luas areal tanam yang dibutuhkan berkisar 50.000 hektar. Kegiatan ini, menurut perhitungan bakal menghasilkan nilai tambah bagi petani sebesar Rp 250.000 per ton jagung. Juga dari kegiatan bongkar muat di pelabuhan otomatis bertambah sebanyak 36.000 ton per tahun. Hal ini tentunya membutuhkan penambahan luas dermaga pelabuhan seluas 1.440 meter persegi dari total dermaga yang tersedia dan penambahan fasilitas gudang 1.200 meter persegi. Dengan demikian, bakal terjadi beragam kegiatan ikutan lain yang sekaligus berdampak terjadinya pergerakan ekonomi masyarakat di tingkat strata terbawah. Pada gilirannya akan me-naikkan kemampuan atau daya beli masyarakat, termasuk kemampuan membayar pajak dari masyarakat. Tentu pendapatan asli daerah (PAD) ikut berkembang. Dana investasi sektor swasta yang diproyeksikan itu dapat pula diarahkan ke kegiatan ekonomi lainnya, seperti perikanan dan peternakan. Gorontalo memang pantas berbicara dalam pertanian jagung karena daerah dan masyarakat di sana sudah berpengalaman dalam penanaman dan ekspor jagung. Potensi lahan jagung pun cukup tersedia di wilayah itu. Pembangunan infrastruktur yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam jangka pendek dibutuhkan untuk membuka dan melancarkan orientasi ekonomi ke Sulawesi Tengah, khususnya ke Kabupaten Buol dan Tolitoli. Ketiga daerah itu, Gorontalo, Buol, dan Tolitoli dapat berkembang secara bersama, tetapi hal itu bergantung kepada sejauh mana pemerintah merancang jalan-jalan darat yang dapat menghubungkan ketiga daerah yang berbasis pertanian itu. Pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, dan pergudangan serta otomatis sektor transportasi darat dan laut di ketiga wilayah itu sekaligus akan berdampak positif terhadap pengembangan sektor pendidikan yang tentunya akan membuat mutu SDM meningkat. *** STRATEGI jangka menengah dan panjang diarahkan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber-sumber alam mineral, seperti batu gamping yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku semen, kimia, pupuk, dan sebagainya. Potensi emas dan tembaga yang dikandung Bumi Gorontalo, menurut buku Profil Provinsi Gorontalo diarahkan untuk program jangka panjang. Demikian halnya dengan potensi hutan konversi yang mencapai luas 1,5 juta hektar perlu dikembangkan dari hanya sekadar menjual kayu gelondongan menjadi industri kayu ekspor. Juga masuk dalam program jangka panjang, perbaikan dan rehabilitasi hutan-hutan kritis yang selama ini telah menjadi penyebab terjadinya banjir, kekeringan dan kekerdilan tanah diarahkan dengan menanam kembali pepohonan yang produktif. Salah satunya yaitu penanaman hutan jati yang telah terbukti mampu hidup subur di Gorontalo. Sedikitnya sudah disurvei, di Provinsi Gorontalo tersedia lahan seluas 8.000 hektar yang cocok untuk tanaman jati. Selain tanaman jati, tanaman produktif dan bernilai ekonomi tinggi lainnya yang diincar yaitu tanaman kopi dan kayu manis. Kekayaan alam Gorontalo memang tidak sehebat Irianjaya atau Kalimantan, tetapi berdasarkan laporan dan hasil survei, masih terdapat sejumlah kawasan berpotensi ekonomi yang hingga kini belum tersentuh secara intensif. Di antaranya kawasan Marisa, Tolinggula, Sumalata, hampir seluruh kawasan pantai utara dan selatan. Di sinilah relevansinya investasi sektor pemerintah berupa pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, baik jalan-jalan utama maupun jalan-jalan ka-bupaten. Melihat kenyataan potensi yang belum tergarap, dapat disimpulkan obsesi pembentukan Provinsi Gorontalo yang kini sudah menjadi kenyataan bukanlah sebuah mimpi atau angan-angan tanpa dasar. "Saya percaya, kalau semua unsur Gorontalo bersinergi, bersatu padu seperti halnya ketika Pejuang Nasional Mahaputra Indonesia Nani Wartabone menentang Belanda dan mengibarkan Merah Putih, sekaligus membentuk pemerintahan sendiri pada tanggal 23 Januari 1942, dapat dipastikan Gorontalo bias sejajar dengan provinsi-provinsi lain," ujar Bupati Boalemo Ir. Iwan Boking. *** KESUNGGUHAN orang Gorontalo membentuk provinsi sendiri juga bias tampak melalui peletakan proyeksi RAPBD 2001 yang sudah dibuat jauh sebelum Provinsi Gorontalo diresmikan oleh Mendagri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja tanggal 16 Februari 2001. RAPBD pertama provinsi untuk tahun 2001 diprediksikan berimbang pada angka Rp 65 miliar. Memang tidak sebanding dengan provinsiprovinsi lain yang APBD-nya mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan terdapat satu dua provinsi APBD di atas Rp 1 triliun. Akan tetapi, angka Rp 65 miliar yang diprediksikan itu, kata seorang panitia pembentukan provinsi, didasarkan pada perhitungan riil, mendekati kebenaran. Angka itu pada kenyataannya mungkin saja, lanjutnya, bisa lebih besar setelah pejabat gubernur dilantik dan DPRD terbentuk. Para perancang memprediksikan PAD dalam RAPBD 2001 sebesar Rp 12,5 miliar (bandingkan dengan angka koleksi dua tahun lalu dari seluruh dati II se -Gorontalo, hampir Rp 5 miliar, sementara angka target PAD Provinsi Sulut tahun 2001 minus Gorontalo Rp 40 miliar. Kenaikan lebih 100 persen dari total perolehan PAD seluruh Gorontalo dua tahun lalu bukan spekulasi, tetapi berdasarkan kenyataan, apalagi jika melihat angka perolehan dari sumber kehutanan yang memiliki delapan HPH pada tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar satu sampai dua miliar. Artinya, dengan terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan yang mendelegasikan kewenangan perizinan HPH ke daerah, otomatis terbuka peluang bagi daerah untuk mengoreksi kekeliruan-kekeliruan perhitungan pendapatan daerah dari kayu atau hutan. Di sektor ini, Gorontalo dapat memasang target lebih besar dari sekadar satu dua milyar rupiah yang bisa masuk ke kas daerah. "Ini harus dipelajari, dikoreksi dan dicermati, sebab kemungkinan naiknya pendapatan dari sektor kehutanan menjadi semakin terbuka," ujar Bupati Boalemo Iwan Boking yang sebagian besar wilayahnya telah menjadi areal HPH. (fr) Gorontalo sebagai Etalese Perikanan: Potensinya Besar, Tetapi Baru Dimanfaatkan 20 Persen Senin, 18 Februari 2002 Gorontalo--Surya Online--Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan hal ini kepada wartawan seusai mencanangkan Teluk Gorontalo dan Teluk Tomini sebagai etalase perikanan dan kelautan bagi Indonesia Timur, atas kerja sama empat provinsi, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Menurut Menteri, potensi perikanan di Teluk Gorontalo dan Tomini sangat besar, tetapi baru dimanfaatkan 20 persen. Kendala utama karena letak daerah ini jauh dari Jakarta. Dikatakan, bila etalase perikanan dan keluatan di Gorontalo ini berhasil, maka menyusul dikembangkan provinsi lain yang wilayahnya berbatasan dengan negara lain seperti NTT. Demi memajukan pengembangan potensi kelautan dan perikanan di Gorontalo, Menteri Rokhmin Dahuri mengajukan dua pendekatan. Pertama, para nelayan harus menjadi tuan di rumah sendiri. Nelayan hendaknya menjadi makmur di daerah yang potensial. Kedua, pemerintah hendaknya membangun infrastruktur menuju kemakmuran nelayan dan rakyat pada umumnya. Sebelum melakukan pencanangan, menteri didampingi Gubernur Goronralo, Fadel Muhammad, para Dirjen dan rombongan meninjau desa nelayan Bajo di Kecamatan Tilamuta, Boalemo. Menteri juga menerima beberapa orang demonstran yang menghendaki Kecamatan Dulupi diperhatikan. Ditanya dana pembangunan etalase perikanan, Menteri Kelautan mengatakan bersumber dari dana pemerintah dan pengusaha yang menanamkan modal. Tentang dana, Gubernur Fadel Muhammad, mengatakan Pemerintah Gorontalo menyediakan dana mikro APBD sebesar Rp 4,7 miliar sebagai pendamping. Selain itu, Pemerintah Provinsi melakukan pelatihan bagi tenaga-tenaga terampil. Selebihnya akan diperoleh dari investasi dan bantuan pihak lain. Selain mencanangkan etalase kelautan dan perikanan di Tabalu, Menteri mengunjungi pula desa nelayan Dulupi. Warga Dulupi tidak menyia-nyiakan kesempatan meminta bantuan. Menteri langsung menyetujui memberikan bantuan bergulir bagi 40 kepala keluarga (KK) nelayan. Gubernur Fadel Muhammad langsung menyanggupi untuk memberikan dana sisipan bagi nelayan Dulupi Rp 500 juta tahun ini. Potensi perikanan di Teluk Gorontalo dan Teluk Tomini menurut Bupati Boalemo, Ir. Iwan Bokings, perikanan tangkap berupa tuna, cakalang, dan palagis sebesar 10.320 ton/tahun. Selain itu, terdapat rumput laut, kerang mutiara, udang lobster, ikan kerapu, teripang, dan ikan hias yang punya potensi pengembangan dalam areal 2.300 hektar. Sementara areal bagi ikan bandeng mencapai 9.800 hektar. Menurut Bupati saat ini nelayan di Boalemo berjumlah 5.829 orang dari total jumlah penduduk 199.120 jiwa. Dalam waktu dekat kata Bupati, ada kerja sama membangun pusar diving di Pulau Bintila. Pulau berpasir putih ini akan dibangun pengusaha PT Sarana Wisata Wakai yang kini bergerak di Kepulauan Togian, Sulawesi Tengah. Amin, seorang nelayan di Tabalu, mengatakana ia bersyukur kalau Pemerintah membangun desanya sebagai pusat perikanan. Dikatakan, nelayan di desanya sangat mendambakan peralatan tangkap yang lebih baik agar lebih banyak menangkap ikan.(mw)