JURNAL AGROTEKNOS Juli 2012 Vol.2. No.2. hal. 63-68 ISSN: 2087-7706 RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) Resistance Response of Tomato Varieties to Bacterial Wilt Disease (Ralstonia solanacearum) ADRIANI1), ABDUL RAHMAN2), GUSNAWATI HS.2), ANDI KHAERUNI2*). 1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara, Kendari 2)Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari ABSTRACT The study was aimed to know the resistance response of some tomato varities to bacterial wilt disease (Ralstonia solanacearum). The study was arranged in a completely randomized design (CRD) with six tomato variety treatmens, namely : Permata, Cosmonot, Idola, Gress, Ratna, and a local Muna variety. Each treatment had three replicates of six plants. The resistance response observed were : the latent period, disease incidence, disease severity, and plant height. The response was observed weekly until 7 weeks after inoculation. The results showed that Cosmonot variety was resistant to bacterial wilt disease, without any disease incedence occured and the disease severity was only 6,66%. Whereas the Local Muna variety as well as Permata, Gress, and Idola were susceptible to bacterial wilt disease. On the other hand, Ratna variety showed slight tolerant response. Keywords : bacterial wilt, Ralstonia solanacearum, resistance reaction, tomato variety 1PENDAHULUAN Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman tomat di Indonesia. Penyakit ini cukup berbahaya, karena pada tingkat serangan yang berat dapat menyebabkan kematian tanaman dan kegagalan panen sehingga menimbulkan kerugian yang besar. Penggunaan varietas tomat yang tahan terhadap penyakit layu bakteri sangat penting artinya untuk menanggulangi penyakit ini, hal ini disebabkan karena pengendalian ini murah dan mudah dilakukan oleh petani selama terdapat persediaan tanaman tahan. Varietas tanaman tertentu memiliki ketahanan yang berbeda terhadap serangan penyakit dengan varietas lain, perbedaan ketahanan tersebut terlihat dengan adanya perbedaan keparahan penyakit yang sangat nyata pada tanaman yang memiliki ketahanan vertikal (gen resistensi vertikal) yang mampu menekan tingkat keparahan penyakit dibandingkan Alamat Koresponden: [email protected] *) dengan yang tidak memiliki ketahanan vertikal (Tutupary et al., 2004). Namun informasi tentang varietas tomat tahan penyakit layu bakteri di Sulawesi Tenggara belum banyak dilaporkan, oleh karena itu pengetahuan tentang varietas tahan terhadap R. Solanacearum di Sulawesi Tenggara sangat diperlukan untuk mendukung pengendalian penyakit layu bakteri secara terpadu dalam usaha meningkatkan produksi dan produktivitas tomat di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang respon ketahanan beberapa varietas tomat komersial terhadap penyakit layu bakteri. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo dan percobaan lapangan dilakukan di atas lahan yang dinaungi dengan plastik. Bahan yang digunakan adalah benih tomat berbagai varietas, aquades, alkohol 70%, isolat Ralstonia solanacearum, media CPG 64 ANDRIANI ET AL. (casaminoamin peptone glukosa) dan media TTC (triphenil tetrazolium chlorid). Percobaan ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan varietas tanaman tomat sebagai perlakuan yaitu : A. Varietas Permata, B. Varietas Cosmonot, C. Varietas Idola, D. Varietas Lokal, E. Varietas Gress, F. Varietas Ratna, setiap unit percobaan terdiri atas 6 tanaman dengan 3 ulangan sehingga secara keseluruhan terdapat 108 tanaman. semua varietas tersebut diperoleh dari PT. BISI International Tbk, Kediri tanpa perlakuan bahan kimia. Pelaksanaan Penelitian. Persiapan Tanah dan Tanaman. Tanah yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang steril dengan perbandingan 2:1 (v/v). Tanah ini kemudian dimasukkan ke dalam polybag berdiameter 20 cm (6 kg tanah per polybag). Benih tomat disemai dalam baki semai berisi campuran tanah dan pasir steril dengan perbandingan 2 : 1 (v/v), setelah berumur 30 hari benih tomat dipindahkan ke polybag. Persiapan Inokulum. Isolat bakteri R. solanacearum yang berasal dari stok larutan gliserol dipindahkan ke cawan petri berisi media TTC dan kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam. Koloni yang menunjukkan ciri-ciri khas R. solanacearum virulen yakni berwarna putih kotor dengan pusat merah jambu dipindahkan ke media TTC yang baru untuk pemurnian. Penyiapan sumber inokulum patogen dilakukan dengan menumbuhkan R. solanacearum dalam tabung reaksi yang berisi media CPG dan diinkubasi selama 2 hari, setiap bakteri dipanen dengan 10 ml air akuades steril, suspensi bakteri tersebut diencerkan dengan akuades steril 1:5 (v/v) yang diperkirakan mengandung sel bakteri sekitar 107 sel/mL. Inokulasi R. solanacearum pada Tanaman Uji. Inokulasi dilakukan pada saat tanaman pindah tanam yaitu 30 hari setelah semai. Seperempat dari akar tanaman yang dipindahkan dipotong dengan gunting, lalu ditanam, lalu diinokulasi dengan suspensi patogen di sekitar perakaran diinokulasi dilakukan dengan cara : membuat lubanglubang kecil di sekitar pangkal batang kemudian disiram dengan suspensi patogen sebanyak 20 mL/tanaman. Pengamatan. a. Periode Laten. Periode laten diamati setelah dilakukan inokulasi patogen berupa munculnya gejala awal yang J. AGROTEKNOS ditandai dengan layunya daun-daun muda berupa layu permanen. b. Pertambahan Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi yang dilakukan setiap minggu sejak tujuh hari setelah inokulasi patogen sampai berakhirnya waktu pengamatan. Pertambahan tinggi tanaman dihitung dari selisih tinggi tanaman pada minggu pengamatan dengan pengamatan minggu sebelumnya. c. Kejadian Penyakit. Perhitungan tingkat kejadian penyakit pada tanaman dilakukan dengan cara mengamati gejala eksternal pada tanaman. Perhitungan dilakukan setiap minggu setelah timbulnya gejala awal. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan metode Abbolt (1925) dalam Asniah & Khaeruni (2006) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: KP n x100% N Keterangan : KP = tingkat kejadian penyakit (%) n = jumlah tanaman layu yang diamati N = jumlah tanaman yang diamati d. Keparahan Penyakit. Tingkat keparahan penyakit diketahui berdasarkan kerusakan akar tanaman tomat pada akhir penelitian. Pengamatan dilakukan dengan cara membongkar tanaman kemudian perakaran dicuci secara hati-hati dan dinilai derajat infeksinya berdasarkan metode Townsend and Hueberger (1948) dalam Asniah & Khaeruni (2006) dengan rumus sebagai berikut: n I n v 05 i i ZN 100% Keterangan: I = tingkat keparahan penyakit (%) ni = jumlah pembuluh yang terserang pada setiap kategori serangan vi = nilai numerik masing-masing kategori serangan Z = nilai numerik kategori serangan tertinggi N = jumlah berkas pembuluh yang diamati Nilai skala diskolorisasi setiap kategori serangan yang digunakan adalah (menurut INIBAP 1994 dalam Asniah & Khaeruni 2006): 0 1 2 3 = = = = tidak ada diskolorisasi pada berkas pembuluh ada sedikit diskolorisasi diskolorisasi kurang dari 1/4 berkas pembuluh diskolorisasi 1/4 – 2/4 Vol. 2 No.2, 2012 Respon Ketahanan Berbagai Varietas Tomat 4 = diskolorisasi lebih besar dari 3/4 berkas pembuluh 5 = berkas pembuluh penuh dengan diskolorisasi Penentuan reaksi ketahanan setiap varietas dilakukan berdasarkan nilai kejadian penyakit pada akhir pengamatan, dengan kategori sebagai berikut: Reaksi Ketahanan Sangat Tahan Tahan Medium Tahan Medium Rentan Rentan Keparahan Penyakit 0% < 10% 10 X 20% 20 X 40% > 40% Analisis Data. Data dianalisis dengan metode Sidik Ragam, untuk perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berjarak Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95% dan 99%. HASIL DAN PEMBAHASAN Periode Laten. Hasil pengamatan terhadap rata-rata periode laten penyakit layu bakteri pada setiap varietas disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas tanaman tomat yang berbeda berpengaruh nyata terhadap periode laten penyakit layu bakteri. Tabel 1 menunjukkan bahwa periode laten tercepat terdapat pada varietas lokal yaitu rata-rata 6,66 hari setelah inokulasi patogen yang berbeda nyata dengan perlakuan varietas lainnya, sedangkan periode laten tidak muncul pada varietas Cosmonot (B) hingga akhir pengamatan dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sementara varietas Permata, Idola, Gress dan Ratna menunjukkan periode laten yang tidak berbeda nyata satu dengan lainnya. Tabel 1. Rata-rata periode laten penyakit layu bakteri pada enam varietas tomat Perlakuan varietas A. Permata B. Cosmonot C. Idola D. Lokal E. Gress F. Ratna Keterangan : Rata-rata periode laten (hari setelah inokulasi) 15,60 b 0,00 a 17,80 b 6,66 c 14,70 b 11,66 b Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05% Pertambahan Tinggi Tanaman. Hasil pengamatan terhadap rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada setiap perlakuan ditampilkan pada Tabel 2. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan masingmasing varietas berbeda nyata. Pertambahan tinggi tanaman pada Tabel 2, menunjukkan varietas Cosmonot selalu memiliki pertambahan tinggi tanaman terbaik, kecuali pada 2 minggu sebelum pengamatan berakhir, sebaliknya pertambahan tinggi tanaman terendah didapatkan pada varietas lokal kecuali pada pengamatan minggu I-II, tinggi tanaman pada varietas lokal pada empat minggu terakhir sudah tidak terjadi lagi karena sebagian besar tanaman sudah mengalami gejala layu yang akhirnya menyebabkan kematian tanaman. Tabel 2. Pertambahan tinggi tanaman (∆) (cm) pada 6 varietas tomat Perlakuan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) pada minggu Varietas 1-II II-III III-IV IV-V V-VI A. Permata B. Cosmonot C. Idola D. lokal E. Gress F. Ratna 5,967 bc 9,473 a 3,583 c 7,203 ab 7,287 ab 8,203 ab 6,253 b 16,760 a 5,603 cb 1,557 c 6,617 b 5,380 cb 65 7,820 ab 15,050 a 5,103 b 1,333 c 6,017 b 6,213 b 6,890 b 12,770 a 3,800 bc 0,000 c 8,700 ab 7,160 ab 8,890 a 11,047 a 11,100 a 0,000 b 15,377 a 6,883 a VI-VII 7,833 a 11,570 a 21,833 a 0,000 b 13,557 a 9,593 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,01%. Kejadian Penyakit. Hasil terhadap kejadian penyakit varietas disajikan Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam bahwa perlakuan varietas pengamatan pada setiap menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat pada setiap waktu pengamatan. 66 ANDRIANI ET AL. J. AGROTEKNOS Tabel 3. Rata-rata kejadian penyakit pada enam varietas tomat setiap waktu pengamatan Perlakuan Varietas 1 2 Kejadian penyakit (%) pada pengamatan minggu ke 3 4 5 6 A. Permata 0,00 b 42,84 b 47,60 b 66,66 bc 66,66 bc B. Cosmonot 0,00 b 0,00 d 0,00 c 0,00 e 0,00 e C. Idola 0,00 b 38,08 bc 47,63 b 80,95 b 80,95 b D. Lokal 90,45 a 95,23 a 95,23 a 100,00 a 100,00 a E. Gress 23,80 b 33,32 bc 47,60 b 52,36 cd 57,13 cd F. Ratna 14,25 b 19,03 c 23,80 b 28,55 d 28,55 d Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama taraf 0,05% Tabel 3 menunjukkan bahwa kejadian penyakit meningkat seiring dengan pertambahan umur tanaman pada semua varietas kecuali varietas Cosmonot yang tidak meninjukkan gejala layu bakteri hingga pengamatan minggu ketujuh. Dari enam varietas yang diuji memperlihatkan bahwa varietas Lokal selalu menunjukkan kejadian penyakit layu bakteri yang tinggi dan berbeda nyata dengan varietas lainnya pada setiap waktu pengamatan, bahkan pada minggu pertama kejadian penyakit sudah mencapai 90,45% dan kejadian penyakit 100% sudah 71,42 bc 0,00 e 80,95 b 100,00 a 57,13 cd 28,55 d tidak berbeda 7 71,42 a 0,00 c 80,95 a 100,00 a 57,13 ab 28,25 b nyata pada dicapai pada pengamatan minggu keempat. Selain varietas lokal kejadian penyakit yang tinggi juga ditemukan pada varietas Permata, Gress dan Idola, sedangkan varietas Permata cenderung memperlihatkan reaksi agak tahan. Keparahan Penyakit. Hasil pengamatan terhadap keparahan penyakit pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas tanaman tomat berpengaruh sangat nyata terhadap keparahan penyakit layu bakteri. Tabel 4. Rata-rata keparahan penyakit dan reaksi ketahanan pada setiap perlakuan. Perlakuan Rata-rata Keparahan Penyakit (%) Reaksi Ketahanan A. Permata B. Cosmonot C. Idola D. lokal E. Gress F. Ratna 91,43 a 6,66 c 89,52 a 100,00 a 83,81 ab 57,14 b Rentan Tahan Rentan Rentan Rentan Toleran Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05% Tabel 4 menunjukkan bahwa keparahan penyakit tertinggi terdapat pada varietas Lokal yaitu 100% dan berbeda sangat nyata varietas Cosmonot yaitu 6,66% dan varietas Ratna yaitu 57,14%, sedangkan dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata. Berdasarkan penetapan reaksi ketahanan terhadap penyakit layu bakteri yang dinilai dari keparahan penyakit pada Tabel 4, menunjukkan bahwa dari 6 varietas yang diuji hanya varietas Cosmonot yang bereaksi tahan terhadap penyakit layu bakteri, sementara lima varietas lainnya tergolong rentan, meskipun varietas Ratna cenderung menunjukan reaksi yang toleran. Pembahasan. Hasil pengamatan terhadap tiga peubah yang diamati yaitu periode laten, kejadian penyakit dan keparahan penyakit menunjukkan bahwa varietas-varietas Permata, Idola, Lokal, Gress dan Ratna yang diinokulasi bakteri Ralstonia solanacearum menunjukkan gejala penyakit layu bakteri yang tinggi, sementara varietas Cosmonot hanya menunjukan gejala pada pengamatan keparahan penyakit berupa gejala nekrotik pada berkas pembuluh batang sebesar 6,66%. Berdasarkan pada peubah periode laten, diketahui bahwa varietas Cosmonot memiliki reaksi ketahanan yang tinggi, sehingga gejala penyakit layu bakteri secara visual tidak muncul hingga akhir pengamatan, sementara pada lima varietas lainnya, periode laten bervariasi dari 6,66 hingga 17,80 hari setelah inokulasi, dengan periode laten tercepat Vol. 2 No.2, 2012 Respon Ketahanan Berbagai Varietas Tomat terdapat pada varietas Lokal. Periode laten adalah waktu awal munculnya gejala penyakit sejak dilakukan inokulasi patogen. Gejala layu bakteri pada tanaman tomat ditandai dengan adanya gejala layu eksternal berupa perubahan warna daun, kemudian diikuti dengan merunduknya tangkai daun dan kelayuan menyeluruh pada tanaman yang bersifat permanen. Cahyono (1990) menambahkan tanaman yang terserang penyakit layu bakteri menunjukkan gejala, tangkai-tangkai daun akan tampak merunduk kemudian layu dan akhirnya tanaman akan mati. Bakteri Ralstonia solanacearum menginfeksi melalui luka-luka yang terjadi pada akan yang kemudian berkembang di berkas pembuluh. Gejala pada akar dapat dilihat dengan adanya perubahan pada warna kecoklatan pada berkas pembuluh pengangkutannya bila dibelah (Wang & Lin 2005). Sastrahidayat (1990) mengemukakan adanya perbedaan periode laten pada setiap varietas tersebut diduga erat kaitannya dengan ketahanan gen, kemudian diperkuat oleh Agrios (1997) yang melaporkan bahwa ketahanan varietas tanaman terhadap patogen tertentu sangat bervariasi. Banyaknya variasi dalam ketahanan terhadap patogen antara varietas tanaman mungkin karena perbedaan jumlah gen untuk ketahanan bervariasi mulai dari yang sangat kecil sampai besar tergantung pada fungsi yang dikendalikan Apabila periode laten dikaitkan dengan kejadian penyakit, maka tampak bahwa varietas Lokal yang memiliki periode laten tercepat juga memiliki kejadian penyakit yang tertinggi, sebaliknya varietas Cosmonot kejadian penyakit tidak teramati hingga akhir pengamatan. Namun fenomena lain ditemukan pada varietas Ratna yang memperlihatkan periode laten tercepat kedua setelah varietas Lokal, namun kejadian penyakit tidak lebih tinggi jika dibanding empat varietas lainnya, dimana kejadian penyakit pada setiap pengamatan selalu lebih rendah dari varietas Permata, Gress, Idola dan Lokal, hal ini mengindikasikan bahwa varietas Ratna cenderung bersifat toleran dan memiliki kemampuan untuk menghambat kejadian penyakit layu bakteri, hal ini ditandai dengan perkembangan penyakit pada setiap pengamatan yang relatif rendah sebagaimana 67 ditunjukkan pada Gambar 3, walaupun keparahan penyakit mencapai 50,14% Persentase keparahan penyakit dan dihubungkan dengan peubah periode laten dan kejadian penyakit merupakan dasar dari penetapan reaksi ketahanan tanaman (Tutupary et al. 2004). Pada Tabel 4 diketahui bahwa keparahan penyakit terendah diperlihatkan oleh varietas Cosmonot yaitu sebesar 6,66%, dan jika dihubungan dengan periode laten dan kejadian penyakit tidak muncul hingga akhir pengamatan maka dapat dikatakan bahwa varietas Cosmonot tahan terhadap penyakit layu bakteri. Sebaliknya varietas lainnya memperlihatkan reaksi rentan, walaupun ada kecenderungan varietas Ratna memiliki reaksi yang toleran, hal ini ditandai perkembangan kejadian penyakit yang rendah dan tanaman tetap tumbuh dengan baik dengan pertambahan tanaman yang terus berlangsung hingga akhir pengamatan. Semangun (1996) mengemukakan bahwa pada tanaman dikenal beberapa jenis ketahanan terhadap penyakit yaitu ketahanan mekanis dan kimiawi yang merupakan jenis ketahanan yang dimiliki oleh tanaman karena memiliki struktur morfologi dan zat-zat kimiawi (antibiosis). Adanya tingkat infeksi yang berbeda dari keenam varietas yang diujikan diduga karena adanya perbedaan genetik. Diketahui bahwa varietas-varietas yang diuji selain varietas Lokal adalah varietas-varietas Hibrida F1 komersil, sehingga diduga bahwa varietas Cosmonot yang tahan membawa gen ketahanan terhadap layu bakteri, sementara varietas lainnya tidak membawa gen ketahanan layu bakteri. SIMPULAN Varietas cosmonot bereaksi tahan terhadap penyakit layu bakteri yang ditandai dengan tidak munculnya gejala penyakit dan keparahan penyakit hanya berkisar 6,66%, sedangkan varietas Lokal, Permata, Gress, Idola memiliki reaksi rentan. Khususnya varietas ratna memperlihatkan sifat toleran. DAFTAR PUSTAKA Agrios, G.N., 1997. Plant Phatology. 3rd Academic Press. New York. Ed. 68 ANDRIANI ET AL. Asniah, Khaeruni A., 2006. Pengaruh Waktu Aplikasi VA Mikoriza dalam Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Tomat. Agriplus. Vol. 16. 1:12 – 17. Balai Pustaka Statistik, 2002. Produksi Tanaman Padi, Palawija, Sayuran dan Buah-Buahan di Sulawesi Tenggara. Kendari. Cahyono B., 1998. Tomat (Budidaya dan Analisa Usaha Tani). Kanisius. Yogyakarta. Sastrahidayat, I.R., 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. J. AGROTEKNOS Semangun H., 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tutupary JM, Wattimena G, Sinaga MS, Aswidinnoor H. 2004. Resistensi plasma nutfah kentang terhadap 3 isolat patogen hawar daun (Phytophthora infestans). Hayati 11(2): 47-52. Wang J.F., and Lin CH, 2005. Integrated Management of Tomato Bacterial Wilt. Shanhua, Taiwan. AVRDC–The World Vegetable Center. Http://www.avrdc.org/LC/tomato/bactwilt.ht ml. Diakses 29 Oktober 2007.