BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Nilai (Value) Nilai dalam bahasa yunani axia yang berarti berharga, namun ada perbedaan konsep antara harga dan nilai dalam bahasa Indonesia. Nilai bermakna sesuatu yang memiliki suatu yang berkualitas sehingga merupakan sesuatu yang didambakan orang dan nilai tidak selalu dikaitkan dengan harga. Sedangkan harga bermakna hal yang selalu terkait dengan nilai tukar barang terhadap uang. Nilai (value) merupakan sebuah konsep yang bersifat kompleks, spesifik pada sebuah konteks dan dinamis. Nilai memiliki makna yang berbeda untuk setiap jenis organisasi. Untuk organisasi yang berorientasi pada profit, nilai cenderung dipandang dari segi finansial dan dapat berupa peningkatan profit yang dihasilkan dari investasi. Sedangkan untuk organisasi nonprofit, termasuk sektor publik, nilai lebih bersifat kompleks dan seringkali dilihat dari segi nonfinansial. Nilai tersebut dapat merupakan peningkatan kinerja organisasi terhadap matrik bisnis (yang mengukur pelayanan yang diberikan organisasi) dan/atau peningkatan pendapatan yang digunakan untuk menyediakan layanan tersebut yang dihasilkan dari investasi. Nilai dalam suatu investasi bidang industri jasa atau tepatnya core value merupakan suatu image yang mencerminkan keunikan sebuah perusahaan biasanya merupakan ekspresi dari core value yang sudah ditetapkan di dalam perusahaan itu sendiri. Walaupun perlu satu integritas yang tinggi bagi seorang karyawan untuk 11 12 menjalankan core value nya, tetapi keberadaannya itu sangat penting. Core value adalah hal-hal yang dihargai, dijunjung tinggi, dijalankan, dan merupakan jiwa dari sebuah organisasi. Umumnya core value merupakan sebuah kata sifat dan dilengkapi dengan penjelasannya. Setiap karyawan harus tahu persis nilai-nilai apa saja yang harus dijaga dan apa konsekuensinya bila tidak diikuti, dan tidak ada perusahaan yang bisa menjadi besar dan bertahan lama tanpa adanya core value yang kuat. Core Value haruslah sesuatu yang otentik dan original dari jiwa perusahaan itu sendiri. Inilah nilai yang harus dipelihara dan dipertahankan di tengah arus perubahan. Perubahan apa pun yang terjadi dalam perusahaan harus dijaga agar tidak bertentangan dengan nilai intrinsik ini. Jadi alangkah baiknya jika perusahaan Anda memiliki core value yang akan menjadi keunikan dan membangun image positif para pelanggan terhadap perusahaan Anda. 2.2 Pengertian Perencanaan dan Efisiensi Perencanaan atau planning adalah sebuah proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh, serta merumuskan sistem perencanaan yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan organisasi. Perencanaan berwujud kongkrit sebagai rencana dan perencanaan kerja berwujud kongkrit sebagai rencana kerja. Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan usaha ataukegiatan, wujud kongkritnya yang memuat isi usaha atau kejadian ituadalah rencana. Perencanaan kerja adalah suatu proses 13 mempersiapkanusaha untuk melaksanakan pekerjaan, maka wujud kongkrit dari isi perencanaan mengenai pekerjaan itu adalah rencana kerja. Dalam perencanaan ada bermacam-macam rencana. Ciri-ciri rencana itu ditinjau dari beberapa segi sebagai berikut : a. Ruang Lingkup, antara lain adalah. 1) Rencana kebijaksanaan. Rencana ini hanya memuat pokok-pokok pikiran mengenai materi rencana berikut metode pelaksanaannya. 2) Rencana program atau proyek. Rencana ini bersifat lebih nyata, sudah memuat hal-hal kongkrit mengenai pelaksanaan rencana karena sudah dilengkapi dengan perhitungan biaya 3) Rencana operasional. Rencana ini merupakan rencana pelaksanaan, memuat kegiatan-kegiatan operasional yang nyata berikut sasaran yang hendak dicapai sesuai tujuan rencana. b. Jangka waktu dan Materi yang diperlukan Efesiensi memiliki arti secara singkat “hemat segala-galanya”, dan secara singkat efesiensi adalah usaha menghemat materi,tenaga, waktu dan sebagainya dalam rangka mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Efesiensi kerja adalah pelaksanaan pekerjaan dengan cara-cara tertentu tanpa mengurangi tujuan yang dikerjakan dengan cara paling mudah mengerjakannya, paling murah biayanya, paling sedikit tenaganya, paling ringan bebannya dan paling singkat waktunya. Di dalam kantor, selain pegawai yang bekerja efesien juga harus didukung oleh metode atau system kerja, materi penunjang dan peralatan sera teknologi yang 14 juga bekerja dengan efisien. Dengan dukungan metode dan peralatan teknologi, terutama teknologi informasi maka pasti memiliki kecepatan kerja yang tinggi, atau kebalikannya, jika dia ingin menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu singkat, dia harus bisa meningkatkan kecepatan kerjanya, berarti dia harus bekerja dengan efesien. 2.3 Pengertian Nilai Investasi Investasi adalah aktivitas penempatan modal ke dalam sebuah usaha tertentu yang memiliki tujuan untuk memperoleh tambahan penghasilan atau keuntungan Investasi adalah mobilisasi sumber daya untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi/pendapatan di masa yang akan datang. Dalam investasi ada 2 (dua) tujuan utama yaitu mengganti bagian dari penyediaan modal yang rusak dan tambahan penyediaan modal yang ada. Selain itu, investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan di masa depan, dan terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal. Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Sedangkan Nilai investasi berdasarkan penilaian bisnis berarti nilai dari suatu aset atau untuk menspesifikasikan atau memprospektifkan kepemilikan. Tipe nilai ini mempertimbangkan kepemilikan dari pengetahuan, kemampuan, harapan dari risiko, dan potensi pendapatan, serta faktor yang lainnya. 15 2.4 Pertimbangan Investasi Teknologi Informasi Teknologi Informasi (Jogiyanto Hartono, 2009) berperan penting dalam memperbaiki kinerja suatu organisasi. Penggunaannya tidak hanya sebagai proses otomatisasi terhadap akses informasi, tetapi juga menciptakan akurasi, kecepatan, dan kelengkapan sebuah sistem yang terintegrasi , sehingga proses organisasi yang terjadi akan efisien, terukur, fleksibel. Pemanfaatan teknologi informasi menjadi kebutuhan yang tak dapat ditawar lagi, karena ketersediaan informasi yang terintegrasi makin penting dalam mendukung upaya menciptakan sistem perusahaan/organisasi yang efisien dan kompetitif. 2.4.1 Perkembangan Media TV di Indonesia Industri televisi Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1962 dimulai dengan pengiriman teleks dari Presiden Soekarno yang berada di Wina kepada Menteri Penerangan Maladi pada 23 Oktober 1961. Presiden Soekarno memerintah Maladi untuk segera mempersiapkan proyek televisi. TVRI adalah stasiun televisi pertama yang berdiri di Indonesia. TVRI melakukan siaran percobaan pada 17 Agustus 1962 dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt. TVRI mengudara untuk pertama kali tanggal 24 Agustus 1962 dalam acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sejak saat itu dirintis pembangunan stasiun televisi daerah pada akhir tahun 1964. Kemudian dibentuk stasiun-stasiun produksi keliling (SPK) tahun 1977 sebagai bagian produksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui stasiun pusat TVRI Jakarta di beberapa ibu kota provinsi. Konsep SPK diadopsi oleh beberapa stasiun televisi 16 swasta berjaringan tahun 1990-an. Televisi swasta menggunakan kanal frekuensi ultra tinggi (UHF) dengan lebar pita untuk satu program siaran sebesar 8 MHz (Menristek, 2005). Migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital menjadi tuntutan teknologi secara internasional. Aplikasi teknologi digital pada sistem penyiaran televisi mulai dikembangkan di pertengahan tahun 1990-an. Uji coba penyiaran televisi digital dilakukan pada tahun 2000 dengan pengoperasian sistem digital dilakukan bersamaan dengan siaran analog sebagai masa transisi. Tahun 2006, beberapa pelaku bisnis pertelevisian Indonesia melakukan uji coba siaran televisi digital. PT Super Save Elektronik melakukan uji coba siaran digital bulan April-Mei 2006 di saluran 27 UHF dengan format DMB-T (Cina) sementara TVRI/RCTI melakukan uji coba siaran digital bulan Juli-Oktober 2006 di saluran 34 UHF dengan format DVB-T. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor:07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia menetapkan DVB-T ditetapkan sebagai standar penyiaran televisi digital teresterial tidak bergerak. Stasiun-stasiun televisi swasta memanfaatkan teknologi digital pada sistem penyiaran terutama pada sistem perangkat studio untuk memproduksi, mengedit, merekam, dan menyimpan program. Sementara itu penyelenggara televisi digital memanfaatkan spektrum dalam jumlah besar, dimana menggunakan lebih dari satu kanal transmisi. Penyelenggara berperan sebagai operator jaringan dengan 17 mentransmisikan program stasiun televisi lain secara terestrial menjadi satu paket layanan. Pengiriman sinyal gambar, suara, dan data oleh penyelenggara televisi digital memakai sistem transmisi digital dengan satelit atau yang biasa disebut sebagai siaran TV berlangganan. TVRI telah melakukan peluncuran siaran televisi digital pertama kali di Indonesia pada 13 Agustus 2008. Pelaksanaan dalam skala yang lebih luas dan melibatkan televisi swasta dapat dilakukan di bulan Maret 2009 dan dipancarkan dari salah satu menara pemancar televisi di Joglo, Jakarta Barat. Sistem penyiaran digital di Indonesia mengadopsi sistem penyiaran video digital standar internasional (DVB) yang dikompresi memakai MPEG-2 dan dipancarkan secara terestrial (DVB-T) pada kanal UHF (di Jakarta di kanal 40, 42, 44 dan 46 UHF) serta berkonsep gratis untuk mengudara. Penerimaan sinyal digital mengharuskan pengguna di rumah untuk menambah kotak konverter hingga pada nantinya berlangsung produksi massal TV digital yang bisa menangkap siaran DVB-T tanpa perlu tambahan kotak konverter. Selain siaran DVB-T untuk pengguna rumah, dilakukan uji coba siaran video digital berperangkat genggam (DVB-H). Siaran DVB-H menggunakan kanal 24 dan 26 UHF dan dapat diterima oleh perangkat genggam berupa telepon seluler khusus. Keutamaan DVB-H adalah sifat siaran yang kompatibel dengan layar telepon seluler, berteknologi khusus untuk menghemat baterai, dan tahan terhadap gangguan selama perangkat sedang bergerak. Jaringan DVB-H di Indonesia dipercayakan kepada jaringan Nokia-Siemens. 18 Departemen Komunikasi dan Informasi merencakan untuk mengeluarkan lisensi penyiaran digital pada akhir tahun 2009 bersamaan dengan penghentian pemberian izin untuk siaran televisi analog secara bertahap. Pemerintah telah menetapkan peserta yang mendapat izin frekuensi sementara untuk menyelenggarakan uji coba DVB-T dan DVB-H di Jakarta yaitu : a. Untuk DVB-T 1) Lembaga Penyiaran Publik TVRI 2) Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI)L SCTV, ANTV, TransTV, Trans7, TV One, dan Metro TV. b. Untuk DVB-H 1) Telkom Tbk (Telkomsel dan TELKOMVision) 2) Mobile-8 Telecom Tbk (didukung oleh TV grup MNC: RCTI, Global, TPI) Perangkat penerima yang akan mendukung uji coba siaran digital di Indonesia adalah Polytron dengan produk TV digital dan kotak konverter. Polytron akan mengeluarkan TV digital berukuran 21 inchi dan 29 inchi dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat. 2.4.2 Transisi Media Analog ke Digital Transisi dari pesawat televisi analog menjadi pesawat televisi digital membutuhkan penggantian perangkat pemancar televisi dan penerima siaran televisi. Agar dapat menerima penyiaran digital, diperlukan pesawat TV digital. Namun, jika 19 ingin tetap menggunakan pesawat televisi analog, penyiaran digital dapat ditangkap dengan alat tambahan yang disebut kotak konverter (Set Top Box). Ketika menggunakan pesawat televisi analog, sinyal penyiaran digital akan diubah oleh kotak konverter menjadi sinyal analog. Dengan demikian pengguna pesawat televisi analog tetap dapat menikmati siaran televisi digital. Pengguna televisi analog tetap dapat menggunakan siaran analog dan secara perlahan-lahan beralih ke teknologi siaran digital tanpa terputus layanan siaran yang digunakan selama ini. Proses transisi yang berjalan secara perlahan dapat meminimalkan risiko kerugian terutama yang dihadapi oleh operator televisi dan masyarakat. Resiko tersebut antara lain berupa informasi mengenai program siaran dan perangkat tambahan yang harus dipasang tersebut. Sebelum masyarakat mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi digital, masyarakat menerima siaran analog dari pemancar televisi yang menyiarkan siaran televisi digital. Bagi operator televisi, risiko kerugian berasal dari biaya membangun infrastruktur televisi digital terestrial yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan membangun infrastruktur televisi analog. Operator televisi dapat memanfaatkan infrastruktur penyiaran yang telah dibangunnya selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya manusia, dan lain sebagainya apabila operator televisi dapat menerapkan pola kerja dengan calon penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon penyelenggara digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak dihadapkan pada risiko yang berlebihan. Di 20 kemudian hari, penyelenggara penyiaran televisi digital dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi penyedia jaringan, serta penyedia isi. Perpindahan dari sinyal analog ke sinyal digital sudah dilakukan di sejumlah negara maju beberapa tahun yang lalu. Di Jerman, proyek penggunaan sinyal digital dimulai sejak tahun 2003 di Berlin dan tahun 2005 di Muenchen. Sementara Prancis dan Inggris telah menghentikan secara total siaran televisi analog mereka. Di Amerika Serikat, melalui Undang-Undang Pengurangan Defisit tahun 2005 yang telah disetujui oleh Kongres, setiap stasiun televisi lokal yang berdaya penuh diminta untuk mematikan saluran analog mereka pada tanggal 17 Februari 2009 dan meneruskan siaran dalam bentuk digital secara eksklusif. Sementara Jepang akan memulai siaran televisi digital secara massal pada tahun 2011. Sistem penyiaran televisi digital yang ada di Indonesia dibagi berdasarkan kualitas penyiaran, manfaat, dan keunggulan TV Digital tersebut. TV Digital dalam perkembangannya memiliki karakteristik yang berbeda di tiap area penyiaran. TV Digital memiliki hasil siaran dengan kualitas gambar dan warna yang jauh lebih baik dari yang dihasilkan televisi analog. Sistem televisi digital menghasilkan pengiriman gambar yang jernih dan stabil meski alat penerima siaran berada dalam kondisi bergerak dengan kecepatan tinggi. TV Digital memiliki kualitas siaran berakurasi dan resolusi tinggi. Teknologi digital memerlukan kanal siaran dengan laju sangat tinggi mencapai Mbps untuk pengiriman informasi berkualitas tinggi. 21 a. TV Digital digunakan untuk siaran interaktif. Masyarakat dapat membandingkan keunggulan kualitas siaran digital dengan siaran analog serta dapat berinteraksi dengan TV Digital. b. Siaran televisi digital terestrial dapat diterima oleh sistem penerimaan televisi tidak bergerak maupun sistem penerimaan televisi bergerak. Kebutuhan daya pancar televisi digital yang lebih kecil menyebabkan siaran dapat diterima dengan baik meski alat penerima siaran bergerak dalam kecepatan tinggi seperti di dalam mobil dan kereta. c. TV Digital memungkinkan penyiaran saluran dan layanan yang lebih banyak daripada televisi analog. Penyelenggara siaran dapat menyiarkan program mereka secara digital dan memberi kesempatan terhadap peluang bisnis pertelevisian dengan konten yang lebih kreatif, menarik, dan bervariasi. Siaran menggunakan sistem digital memiliki ketahanan terhadap gangguan dan mudah untuk diperbaiki kode digitalnya melalui kode koreksi error. Akibatnya adalah kualitas gambar dan suara yang jauh lebih akurat dan beresolusi tinggi dibandingkan siaran televisi analog. Selain itu siaran televisi digital dapat menggunakan daya yang rendah. Selain itu Teknologi siaran digital menawarkan integrasi dengan layanan interaktif dimana TV Digital memiliki layanan komunikasi dua arah layaknya internet. Transmisi pada TV Digital menggunakan lebar pita yang lebih efisien sehingga saluran dapat dipadatkan. Sistem penyiaran TV Digital 22 menggunakan OFDM yang bersifat kuat dalam lalu lintas yang padat. Transisi dari teknologi analog menuju teknologi digital memiliki konsekuensi berupa tersedianya saluran siaran televisi yang lebih banyak. Siaran berteknologi digital yang tidak memungkinkan adanya keterbatasan frekuensi menghasilkan saluran-saluran televisi baru. Penyelenggara televisi digital berperan sebagai operator penyelenggara jaringan televisi digital sementara program siaran disediakan oleh operator lain. Bentuk penyelenggaraan sistem penyiaran televisi digital mengalami perubahan dari segi pemanfaatan kanal ataupun teknologi jasa pelayanannya. Terjadi efisiensi penggunaan kanal frekuensi berupa pemakaian satu kanal frekuensi untuk 4 hingga 6 program. Siaran televisi digital terestrial dapat diterima oleh sistem penerimaan televisi analog dan sistem penerimaan televisi bergerak. TV Digital memiliki fungsi interaktif dimana pengguna dapat menggunakannya seperti internet. Sistem siaran televisi digital DVB mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan jalur kembali antara IRD dan operator melalui modul Sistem Manajemen Subscriber. Jalur tersebut memerlukan modem,jaringan telepon atau jalur kembali televisi kabel, maupun satelit untuk mengirimkan sinyal balik kepada pengguna seperti pada aplikasi penghitungan suara melalui televisi. Ada beberapa spesifikasi yang telah dikembangkan, antara lain melalui jaringan telepon tetap (PSTN) dan jaringan berlayanan digital terintegrasi (ISDN). Selain itu juga 23 d dikembangk kan solusi komprehens k if untuk intteraksi melallui jaringann CATV, HF FC, s sistem teresttrial, SMATV V, LDMS, VSAT, V DEC CT, dan GSM M. 2 2.4.3 Med dia Aset Man najemen Media Asset Maanagement (MAM) ( adallah suatu media m penyim mpanan kontten s siaran sebellum dan sessudah di onn-air kan. Media M penyiimpanan terrsebut diaksses d dengan men nggunakan sooftware dukuungan, yaitu AVID Meriidian. Peng ggunaan MA AM lebih hem mat biaya daan lebih efisien karena tiidak perlu laagi m menggunkaa an kaset untuuk menyimppan konten siiaran. Prosees pembuataan MAM seuutuhnya melaalui tiga Fassa. Gamb bar 2.1 Fasaa Proses MA AM Keterangan n: Î Fasa pertama Î Fasa kedua Î Fasa ketiga 24 2.5 Konsep Val IT Framework IT Governance Institute (ITGI), lembaga yang mengeluarkan kerangka kerja tatakelola TI, sekitar bulan April 2006 mengeluarkan kerangka kerja pelengkap yang dapat digunakan untuk mengukur nilai TI yang disebut dengan Val IT. Saat ini, Val IT berfokus pada investasi TI baru dan selanjutnya akan dikembangkan hingga meliputi semua layanan dan asset TI (Bell, Stephen, 2006). Tujuan inisiatif Val IT meliputi riset, publikasi dan dukungan layanan untuk membantu manajemen memahami nilai investasi TI dan menjamin bahwa organisasi dapat memperoleh nilai optimal atas investasi TI dalam konteks biaya dan resiko yang dapat diterima. Gambar 2.2 Inisiatif VAL IT Framework 25 Val IT terdiri atas pedoman, proses dan beberapa saran praktis untuk membantu pihak manajemen dan eksekutif untuk memahami dan menjalankan perannya dalam investasi TI (ITGI, 2006). Dapat dilihat pada Gambar 2.1. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari implementasi Val IT adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan pemahaman dan transparansi atas biaya, resiko, dan manfaat yang dihasilkan dari keputusan manajamen yang dilandasi oleh informasi yang memadai. b. Meningkatkan kemampuan memilih investasi yang memiliki potensial pengembalian manfaat terbesar. c. Meningkatkan kecenderungan keberhasilan dalam menjalankan investasi yang dipilih sehingga investasi tersebut dapat menghasilkan manfaat sesuai yang diharapkan. d. Mengurangi biaya dengan hanya mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan dan segera mengambil tindakan korektif atau menghentikan investasi yang tidak menghasilkan potensi manfaat yang diharapkan. e. Mengurangi resiko kegagalan, khususnya kegagalan yang beresiko tinggi. f. Mengurangi ‘kejutan’ yang berhubungan dengan biaya dan delivery TI, sehingga dapat meningkatkan nilai bisnis, mengurangi biaya yang tidak perlu dan meningkatkan kepercayaan terhadap IT secara keseluruhan. Val IT dapat diterapkan pada investasi TI yang mendukung bisnis, keberlanjutan investasi bisnis, pertumbuhan atau transformasi bisnis dengan 26 dukungan komponen TI yang kritikal dimana TI memberikan dukungan penuh secara end-to-end terhadap seluruh proses penciptaan nilai diperusahaan. Secara spesifik, Val IT berfokus pada keputusan investasi (apakah kita sudah melakukan hal yang benar) dan realisasi manfaat (apakah kita mendapatkan manfaat). COBIT, sebagai salah satu control standar terhadap TI yang sudah diterima dengan luas, berfokus pada eksekusi (apakah kita sudah menjalankannya denan benar dan apakah kita sudah menyelesaikan dengan baik?). Pada konsep kerangka kerja Val IT, terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan investasi IT yaitu: • Value: hasil yang diharapkan diperoleh dari investasi TI yang mendukung bisnis. Hasil dapat berupa manfaat financial maupun non financial atau kombinasi keduanya. • Portfolio: kelompok program, proyek, layanan atau asset yang dipilih, dikelola, dan dimonitor untuk mengoptimalisasi pengembalian nilai dari bisnis. • Programme: sebuah kelompok terstruktur yang terdir iatas berbagai proyek yang saling terkait, yang semuanya dianggap penting dan diperlukan untuk mencapai sasaran bisnis dan menghasilkannilai. Proyek ini dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada, perubahan cara bisnis, proses bisnis, pekerjaan yang dilakukan orang, kompetensi yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, teknologi pendukung dan struktur organisasi. Program investasi adalah unit utama invesatasi dalam Val IT. 27 • Project: Sekumpulan aktivitas yang berfokus untuk menghasilkan kemampuan tertentu (yang diperlukan untuk mencapai hasil bisnis berdasarkan jadwal dan anggaran yang sudah ditetapkan. • Implement: meliputi siklus hidup ekonomis sebuah program investasi dari mulai perencanaan hingga investasi tersebut dianggap tidak ada atau tidak lagi digunakan (retirement), yaitu rentang waktu dimana nilai sepenuhnya atas investasi diharapkan dapat / tidak dapat dicapai. Val IT terdiri atas sekumpulan prinsip dasar dan sejumlah proses yang didasari oleh prinsipprinsip tersebut, yang selanjutnya diturunkan menjadi sekumpulan manajemen praktis utama. Hubungan antar prinsip dasar dan proses serta kaitannya dengan COBIT dapat dilihat pada Gambar 2.2. 2.5.1 Prinsip – Prinsip VAL IT Beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan Val IT adalah sebagai berikut: 1. Investasi TI yang mendukung bisnis akan dikelola sebagai portofolio investasi. 2. Investasi TI yang mendukung bisnis akan meliputi seluruh aktivitas yang diperlukan untuk mencapai nilai bisnis. 3. Investasi TI yang mendukung bisnis akan dikelola melalui seluruh siklus hidup ekonomis investasi tersebut. 4. Praktisi value delivery akan mengenali bahwa ada berberapa katagori yang berbeda atas investasi yang harus dievaluasi dan dikelola dengan cara yang berbeda pula. 28 5. Praktisi value delivery akan mendefinisikan dan memonitor parameter pengukuran utama yang akan memberikan respon yang cepat terhadap perubahan atau deviasi yang terjadi. 6. Praktisi value delivery akan mengajak semua pihak yang berkepentingan dan menetapkan akuntabilitas yang sesuai terhadap kapabilitas yang harus dihaislkan dan realisasi manfaat bisnis. 7. Praktisi value delivery akan secara kontinyu dimonitor, dievaluasi dan ditingkatkan. Yang dimaksud dengan praktisi Value Delivery adalah orang atau fungsi yang bertanggung jawab untuk merealisasikan manfaat atas investasi TI pada perusahaan. Gambar 2.3 Keterkaitan Prinsip, Proses Val IT 2.5.2 Proses – Proses VAL IT Untuk memperoleh hasil sebuah investasi, prinsip Val IT harus diterapkan oleh pihak yang berkepentingan, melalui tiga proses berikut: a. Value governance (VG). Tujuan VG adalah untuk mengoptimasi nilai yang diperlah atas investasi IT dengan cara: 1) Menetapkan tata kelola, mengontrol dan memonitor kerangka kerjanya. 29 2) Menyediakan arahan strategis bagi investasi 3) Mendefinisikan karakteristik portofolio investasi. Rincian pedoman praktis pada Value Governance adalah sebagai berikut: 1) VG1 Ensure informed and committed leadership, yaitu kepastian informasi dan komitmen kepemimpinan. 2) VG2 Define and implement processes, yaitu mendefinisikan dan proses penerapannya 3) VG3 Define roles and responsibilities, yaitu menetapkan peran dan tanggung jawab 4) VG4 Ensure appropriate and accepted accountability, yaitu memastikan kesesuaian akuntabilitas yang dapat diterima 5) VG5 Define information requirements, yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi 6) VG6 Establish reporting requirements, yaitu menetapkan persyaratan pola pelaporan 7) VG7 Establish organisational structures, yaitu membangun struktur organisasi 8) VG8 Establish strategic direction, yaitu menentukan arah strategis 9) VG9 Define investment categories, yaitu menentukan kategori investasi 10) VG10 Determine a target portfolio mix, yaitu menentukan target portfolio campuran 30 11) VG11 Define evaluation criteria by category, yaitu menentukan kriteria evaluasi sesuai kategori b. Portfolio management (PM). Tujuan PM adalah untuk menjamin bahwa semua portofolio investasi IT selaras dan memberikan kontribusi optimal terhadap sasaran strategis organisasi dengan cara: 1) Menetapkan dan mengelola profil sumber daya 2) Mendefinisikan batasan investasi. 3) Mengevaluasi, prioritasi dan memilih, menunda atau menolak investasi baru. 4) Mengelola portofolio secara keseluruhan. 5) Memonitor dan mengevaluasi kinerja portofolio Portfolio Management dilengkapi dengan 14 pedoman praktis sebagai berikut: 1) PM1 Maintain a human resource inventory, yakni melakukan inventarisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia. 2) PM2 Identify resource requirements, yakni melakukan identifikasi kebutuhan sumber daya. 3) PM3 Perform a gap analysis, yaitu melakukan analisis kesenjangan 4) PM4 Develop a resourcing plan, yakni mengembangkan rencana sumber daya. 31 5) PM5 Monitor resource requirements and utilization, yakni membuat persyaratan untuk memonitoring dan pemanfaatan sumber daya. 6) PM6 Establish an investment threshold, yakni membentuk ambang batasan untuk investasi. 7) PM7 Evaluate the initial programme concept business case, yakni mengevaluasi konsep awal program bisnis kasus. 8) PM8 Evaluate and assign a relative score to the programme business case, yakni melakukan evaluasi dan menetapkan skor relative terhadap kasus bisnis 9) PM9 Create an overall portfolio view, yakni decision, yakni membuat pandangan portofolio secara keseluruhan 10) PM10 Make and communicate the investment membuat dan mengkomunikasikan keputusan investasi. 11) PM11 Stage-gate (and fund) selected programmes, yakni tahapan awal dari program-program yang dipilih berkaitan dengan masalah pembiayaan. 12) PM12 Optimise portfolio performance, yakni mengoptimalkan kinerja portofolio. 13) PM13 Re-prioritise the portfolio, membuat prioritas ulang portofolio 14) PM14 Monitor and report on portfolio performance, yakni memantau dan melaporkan kinerja portofolio. 32 c. Investment management (IM). Tujuan investment management adalah untuk menjamin bahwa program investasi TI di organisasi dapat memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang masuk akal dan dalam batas resiko yang masih dapat diterima, dengan cara: 1) Identifikasi kebutuhan bisnis. 2) Membangun pemahaman yang jelas atas kandidat program investasi. 3) Menganilisi alternative 4) Mendefinisikan program dan mendokumentasikan sebuah business case secara rinci termasuk menguraikan secara jelas dan terinci manfaat program tersebut bagi perusahaan. 5) Menetapkan kejelasan akuntabilitas dan kepemilikan program. 6) Memonitor dan melaporkan kinerja program Rincian pedoman praktis pada Investment Management adalah sebagai berikut: 1) IM1 Develop a high-level definition of investment opportunity, yakni usaha mengembangkan mengembangkan definisi lebih tinggi tentang peluang investasi. 2) IM2 Develop an initial programme concept business case, yakni mengembangkan konsep program permasalahan bisnis. 33 3) IM3 Develop a clear understanding of candidate programmes, yakni mengembangkan pemahaman yang jelas tentang rencana programprogram 4) IM4 Perform alternatives analysis, yaitu melakukan analisis alternatif 5) IM5 Develop a programme plan, yaitu mengembangkan rencana program 6) IM6 Develop a benefits realisation plan, yaitu kemampuan mengembangkan rencana realisasi manfaat 7) IM7 Identify full life cycle costs and benefits, yaitu usaha mendefinisikan biaya siklus hidup dan manfaat yang dapat dicapai 8) IM8 Develop a detailed programme business case, yakni mengembangkan kasus bisnis yang terperinci program 9) IM9 Assign clear accountability and ownership, yakni menetapkan akuntabilitas yang jelas dan kepemilikan 10) IM10 Initiate, plan and launch the programme, yaitu rencana dan memulai meluncurkan program 11) IM11 Manage the programme, yakni mengelola program 12) IM12 Manage/track benefits, yakni mengelola atau melacak manfaat yang dapat dihasilkan 13) IM13 Update the business case, yakni melakukan update kasus bisnis 14) IM14 Monitor and report on programme performance, yakni memantau dan melaporkan kinerja program 15) IM15 Retire the programme, yakni melakukan Retire program. 34 Keterkaitan antara tiga proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.4 Keterkaitan 3 Proses Val IT 2.5.3 Konsep Business Case Salah satu cara untuk menerapkan kerangka kerja Val IT adalah membangun business case atas proyek yang akan diukur nilai investasinya. Melalui business case, kita dapat mengevaluasi seberapa besar penciptaan nilai atas satu proposal bisnis. Business case merupakan alat bantu operasional yang harus selalu diperbaharui secara kontinyu selama siklus hidup ekonomis investasi berlangsung dan digunakan untuk mendukung impelemntasi dan eksekusi sebuah program, termasuk juga realisasi manfaat program tersebut. Business case harus dapat menjawab pertanyaan pada empat area yang menjadi landasan pertimbangan investasi yaitu (ITGI, 2006): a. Are we doing the right things? Apa yang diusulkan, hasil apa yang diharapkan dan bagaimana proyek dalam program tersebut akan memberikan kontribusi atas pencapaian hasil tersebut. 35 b. Are we doing them the right way? Seberapa baik proses tersebut berlangsung, dan apa yang akan dilakukan untuk menjamin bahwa semua investasi tersebut akan sesuai dengan kapabilitas saat ini dan dimasa mendatang? c. Are we getting them done well? Apakah kita memiliki rencana untuk mengerjakan hal tersebut, dan apakah sumber daya dan dananya tersedia? d. Are we getting the benefits? Bagaimana manfaatnya dapat dirasakan? Apa nilai program tersebut. Keterkaitan antara pertanyaan tersebut secara konseptual dapat dilihat pada Gambar 3. 2.5.4 Struktur Business Case Business case untuk investasi TI dibangun dengan didasari logika relasi sebagai berikut: Sumber daya yang diperlukan untuk membangun sebuah teknologi informasi atau layanan TI yang akan mendukung sebuah kemampuan opersional yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran bisnis tertentu. Sasaran bisnis ini ditujukan untuk memberikan nilai tambah bagi seluruh pihak yang berkepentingan terhadap organisasi. Business case harus dibangun dengan pendekatan top-down dan didasari oleh pemahaman yang jelas atas pencapaian bisnis yang diinginkan oleh perusahaan. Setelah investasi disetujui, maka investasi tersebut harus dimonitor terus untuk mengetahui apakah hasil yang diharapkan dapat dicapai. 36 Gambar 2.5 Keterkaitan Dimensi Pertanyaan yang harus dijawab Manajemen yang Berkaitan dengan Investasi TI. Proses membangun business case seharusnya dilakukan oleh sponsor bisnis dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam membangun dan mendokumentasikan seluruh pemahaman atas hasil bisnis yang diharapkan (baik hasil yang dirasakan segera, hasil ‘antara’ ataupun hasil akhir di masa mendatang) atas suatu investasi. Secara umum, proses membangun sebuah business case mengikuti siklus hidup sebuah proses atau sistem yaitu build (membangun), implement (menerapkan), operate (mengopersikan), dan retire (penyelesaian). 2.5.5 Komponen Business Case Setiap aktivitas utama tersebut memiliki sekumpulan komponen yang sangat penting untuk mengevaluasi business case secara menyeluruh. Komponen-komponen tersebut bersama-sama membangun dasar untuk model analisis sebagai berikut: a. Outcomes-hasil yang jelas dan terukur, termasuk hasil antara (intermediate/leading), yaitu hasil-hasil yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk mencapai manfaat akhir, dan hasil akhir (lagging) yang merupakan 37 manfaat akhir yang harus diwujudkan. Manfaat ini dapat berupa keuangan maupun non keuangan. b. Initiatives—bisnis, proses bisnis, orang (people), teknologi dan organisasi (BPPTO) dari kegiatan / proyek (termasuk proses membangun, implementasi, pengoperasian dan penyelesaian / retire) yang berkontribusi terhadap satu atau beberapa hasil. c. Contributions—kontribusi yang terukur yang diharapkan dari inisiatif atau hasil antara ke inisiatif atau hasil antara lainnya. 4. Assumptions—hipotesis yang berhubungan dengan kondisi yang diperlukan untuk mewujudkan hasil atau inisiatif, dimana program organisasi tidak terlalu banyak bisa mengontrol kondisi tersebut. Penilaian atas resiko, yang dinyatakan dengan asumsi dan berbagai batasan lainnya seperti pertimbangan biaya, manfaat dan keselarasan, merupakan bagian utama pda proses business case. 2.5.6 Pengembangan Business Case Pembuatan business case terdiri atas 8 tahap yaitu: a) Membuat lembar fakta dengan data yang relevan dan melakukan analisis data yang meliputi hal-hal berikut: b) Analisis keselarasan c) Analisis manfaat keuangan d) Analisis manfaat non-keuangan e) Analisis resiko, yang dihasilkan dari 38 f) Penilaian / penaksiran dan optimisasi hasil / resiko yagn dihasilkan oleh investasi TI, yang dinyatakan oleh : g) Pencatatan secara terstruktur atas hasil-hasil dari tahap sebelumnya yang dokumentasi business case, dan hasil akhir yang selalu diperbaharui dengan cara : h) Melakukan evaluasi business case selama eksekusi program, di seluruh siklus hidup program tersebut. Melalui pengembangan kasus bisnis, penelitian ini membantu organisasi membuat kasus ekonomi yang dibangun pada biaya saat melakukan bisnis vs pendekatan lini produk. Sebagai bagian dari analisis kasus bisnis, organisasi menentukan berapa banyak produk yang kemungkinan akan dibangun di lini produk selama waktu tertentu, siapa pelanggan akan, dan apakah pendekatan lini produk lebih baik dibandingkan dengan pendekatan lain.