SISTEM REPRODUKSI PRIA I GEDE SUDIRGAYASA Mungkin pernah terbayang dalam benak kita bahwa kita dianugerahi suatu sistem organ yang sangat luar biasa yang merupakan alasan mengapa kita hidup. Sistem itu adalah sistem reproduksi. Secara alamiah, mahluk hidup pada puncak hidupnya, sebagian besar energinya digunakan untuk menghasilkan keturunan. Segala bentuk evolusi adaptasi dipersiapkan untuk menjamin keberlangsungan reproduksi untuk menghasilkan keturunan yang fertil dan mampu survive. Walaupun ada sedikit pengecualian pada manusia yang dengan perkembangan intelektualnya melakukan suatu tahapan dalam reproduksi hanya untuk “kepuasan” tertentu. Walaupun kemampuan reproduksi didapat secara alamiah, kita perlu paham lebih jauh mengenai sistem tersebut. Dengan pemahaman kita akan sistem reproduksi, diharapkan kita mampu menghindari hal-hal negatif yang berkaitan dengan sistem tersebut. Misalnya mampu mencegah dan menghindari infeksi dari virus maupun bakteri yang menular melalui hubungan seksual tidak sehat. Keuntungan lain misalnya dalam hal pengetahuan dalam merencanakan untuk memiliki buah hati yang sehat dan sempurna serta suatu pengetahuan dasar mengenai teknologi terkini yang membantu pasangan kurang beruntung yang tidak bisa memiliki keturunan secara normal. Mengingat akan pentingnya sistem yang luar biasa tersebut, menjadi suatu kewajiban bagi kita sebagai makluk yang memiliki kemampuan berpikir untuk memahaminya. Penulis akan mengulas secara ringkas mengenai sistem reproduksi kususnya pada laki-laki. Anatomi organ reproduksi laki-laki Organ reproduksi laki-laki terdiri atas organ reproduksi dalam dan organ reproduksi luar. Organ reproduksi dalam pria terdiri atas gonad yang menghasilkan gamet (sel-sel sperma ) dan hormon, kelenjar aksesoris yang menghasilkan produk yang esensial bagi pergerakan sperma dan sekumpulan duktus yang membawa sperma dan sekresi glandular. Organ reproduksi luar laki-laki adalah skrotum dan penis. Testis (gonad jantan) berbentuk oval dan terletak didalam kantung pelir (skrotum). Testis berjumlah sepasang (jamak=testes). Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari serat jaringan ikat dan otot polos. Fungsi testis secara umum merupakan alat untuk memproduksi sperma dan hormon seks jantan, androgen. Testes terdiri atas saluran melilit yang dikelilingi oleh jaringan ikat. Saluran yang melilit-lilit ini disebut tubula seminiferus. Pada saluran inilah sperma dibentuk. Di antara tubula seminiferus tersebar selsel interstisial Leydig yang menghasilkan androgen. Sumber : Campbell Biology Nine Edition © 2011 Pearson Education, Inc. Gambar Anatomi reproduktif laki-laki Saluran pengeluaran pada organ reproduksi dalam pria terdiri dari epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi dan uretra. Dari tubula seminiferus testis, sperma lewat ke dalam saluran berkelok-kelok yang disebut epididimis. Butuh waktu 20 hari bagi sperma untuk melewati saluran ini yang panjangnya 6 meter pada laki-laki. Saat perjalanan inilah sperma menjadi motil dan mendapatkan kemampuannya untuk membuahi. Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens) merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju kantung semen atau kantung mani (vesikula seminalis). Saluran ejakulasi merupakan saluran pendek yang menghubungkan kantung semen dengan uretra. Saluran ini berfungsi untuk mengeluarkan sperma dari vesikula seminalis ke dalam uretra. Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di sepanjang penis dan membuka ke luar pada ujung penis . Uretra juga berfungsi sebagai saluran untuk membuang urin dari kantung kemih. Selama sperma melalui saluran pengeluaran, terjadi penambahan berbagai getah kelamin yang dihasilkan oleh kelenjar aksesoris. Getah-getah ini berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pergerakakan sperma. Kelenjar aksesoris merupakan kelenjar kelamin yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis. Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan sepasang kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Vesikula seminalis menyumbangkan sekitar 60% dari total volime semen ( cairan yang diejakulasikan ). Cairannya kental, kekuning-kuningan dan bersifat alkalis. Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah kantung kemih. Cairannya encer sperti susu, mengandung enzim antikoagulan. Kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) merupakan sepasang kelenjar yang salurannya langsung menuju uretra. Sebelum ejakulasi, kelenjar Cowper mensekrasikan mucus bening yang menetralkan setiap urin asam yang masih tersisa dalam uretra. Seorang laki-laki umumnya mengejakulasi kurang lebih 2 sampai 5 ml semen. Tiap milliliter mengandung kurang lebih 50 sampai 130 juta sperma. Semen bersifat sedikit alkalis dan ini membantu menetralkan lingkungan vagina yang asam sehingga melindungi sperma dan meningkatkan motilitasnya. Ketika pertama kali diejakulasi, semen berkoagulasi sehingga memudahkan kontraksi uterus menggerakkannya. Setelah itu antikoagulan mencairkan semen dan sperma mulai berenang melalui saluran perempuan. Organ reproduksi luar pria terdiri dari penis dan skrotum. Penis terdiri dari tiga rongga yang berisi jaringan spons. Dua rongga yang terletak di bagian atas berupa jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga lagi berada di bagian bawah yang berupa jaringan spons korpus spongiosum yang membungkus uretra. Uretra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang rongga-rongganya banyak mengandung pembuluh darah dan ujungujung saraf. Bila ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi). Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang di dalamnya berisi testis. Skrotum berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster. Otot ini berperan penting pada pengaturan suhu lingkungan testis . Suhu di dalam skrotum dipertahankan 20C lebih rendah dari suhu rongga abdomen. Hal tersebut berkaitan dengan proses pembentukan sperma (spermatogenesis) normal yang membutuhkan suhu stabil. Spermatogenesis Spermatogenesis merupakan proses produksi sel-sel sperma dewasa yang terusmenerus dan prolifik pada pria. Setiap ejakulasi laki-laki mengandung 100 sampai 650 juta sel sperma, dan laki-laki mampu melakukan ejakulasi setiap hari dengan kemampuan membuahi yang hanya berkurang sedikit ( Campbell, 2004). Spermatogenesis terjadi di dalam testis, tepatnya pada tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang mana bertujuan untuk membentu sperma fungsional. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma. Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Setelah melewati beberapa minggu, setiap spermatosit primer membelah secara meiosis membentuk dua buah spermatosit sekunder yang bersifat haploid. Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis membentuk empat buah spermatid. Spermatid merupakan calon sperma yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid (n atau mengandung 23 kromosom yang tidak berpasangan). Setiap spermatid akan berdiferensiasi menjadi spermatozoa (sperma). Proses perubahan spermatid menjadi sperma disebut spermiogenesis. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala, bagian tengah dan ekor. Kepala sperma terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan protease yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum. Bagian tengah sperma banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma. Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel sertoli yang memiliki fungsi khusus untuk menyediakan makanan dan mengatur proses spermatogenesis( Soeminto, 2004). Sumber : Campbell Biology Nine Edition © 2011 Pearson Education, Inc. Gambar Spermatogenesis Kontrol hormonal pada sistem reproduksi Laki-laki Pada jantan termasuk laki-laki, hormone kelamin utama adalah androgen, yang paling penting diantaranya adalah testosterone. Androgen yang sebagian besar dihasilkan oleh sel-sel Leydig testes, secara langsung bertanggung jawab atas karakteristik seks primer dan sekunder jenis kelamin jantan. Karakteristik seks primer adalah tanda-tanda yang berkaitan dengan sistem reproduksi seperti perkembangan organ reproduksi dalam dan luar. Karakteristik seks sekunder adalah tanda-tanda atau ciri yang tidak secara langsung berkaitan dengan sistem reproduksi yang meliputi perubahan suara, pertumbuhan rambut di muka dan pubis serta pertumbuhan masa otot. Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu testosteron, LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), estrogen dan hormon pertumbuhan. Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder. LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi sel-sel Leydig untuk mensekresi testoteron. FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma tidak akan terjadi. Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma. Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis. Sumber : Campbell Biology Nine Edition © 2011 Pearson Education, Inc. Gambar Kontrol hormonal pada testes Fertilisasi Fertilisasi merupakan pembuahan sel telur oleh sebuah sel sperma. Fertilisasi pada manusia terjadi secara internal, tepatnya secara umum terjadi pada oviduk yaitu saluran telur perempuan. Fungsi utama fertilisasi adalah untuk menyatukan kumpulan kromosom haploid dari dua individu menjadi sebuah sel diploid tunggal yaitu zigot. Fungsi penting yang lain adalah aktivasi sel telur. Dengan adanya kontak sel sperma dengan sel telur mengawali reaksi metabolik di dalam sel telur yang memicu permulaan perkembangan calon janin tersebut. Secara umum fertilisasi dapat dibagi ke dalam 2 tahapan reaksi yaitu reaksi akrosomal dan reaksi kortikal. Diawali dengan migrasi sperma melalui lapisan pembungkus sel polikel dan berikatan dengan molekul reseptor pada zona pelusida sel telur. Pengikatan tersebut menginduksi reaksi akrosomal yaitu pembebasan enzim-enzim pencernaan dari akrosom pada kepala sperma ke zona pelusida sel telur. Dengan bantuan enzim hidrolitik ini, sperma mencapai membrane plasma sel telur, dan protein membrane plasm sel sperma berikatan dengan reseptor pada membrane plasma sel telur. Kemudian membrane plasma menyatu yang memungkinkan isi sel sperma memasuki sel telur. Enzim yang dibebaskan selama reaksi kortikal sel telur mengeraskan zona pelusida yang menghambat terjadinya polispermi yaitu pembuahan oleh lebih dari satu sel sperma. Sumber : Campbell Biology Nine Edition © 2011 Pearson Education, Inc. Gambar Fertilisasi pada manusia Penentuan jenis kelamin Jenis kelamin ditentukan oleh jenis sperma mana yang membuahi sel telur. Dalam inti sel laki-laki terdapat 23 pasang kromosom, 22 pasang kromosom autosomal dan 1 pasang kromosom seks (X dan Y). Melalui meiosis spermatogenesis terjadi pembagian kromosom menjadi setengahnya pada masing-masing sperma. Sehingga kemungkinannya 50% sperma mengandung 23 kromosom autosomal + 1 kromosom seks X dan 50% lagi sperma mengandung 23 kromosom autosomal + 1 kromosom seks Y. Jika sel telur dibuahi sel sperma dengan kromosom seks X maka anak yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Jika dibuahi oleh sperma dengan kromosom Y maka anak yang lahir berjenis kelamin laki-laki. Kelainan dan penyakit pada fungsi seksual Pria Sebagai salah satu sitem organ, system reproduksi laki-laki juga dapat mengalami kelainan maupun penyakit yang secara umum disebabkan oleh faktor dalam maupun faktor luar. Faktor dalam misalnya akibat mutasi yang mempengaruhi selama masa perkembangan maupun disfungsi enzim dan hormonal. Faktor lingkungan misalnya penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, bakteri maupun virus dan zat-zat kimia berbahaya. Berikut dijelaskan beberapa di antaranya: Hipogonadisme Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan interaksi hormon, seperti hormon androgen dan testoteron. Gangguan ini menyebabkan infertilitas, impotensi dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan. Beberapa kasus hipogonadisme disebabkan oleh ketidakmampuan genetik hipotalamus untuk menyekresi GnRH dalam jumlah yang normal. Hal ini sering berkaitan dengan kelainan pusat makan pada hipotalamus, yang menyebabkan orang tersebut makan berlebihan. Pasien seperti ini disebut mengidap sindrom adiposogenital atau sindrom eunuchism hipotalamus. Penanganan dapat dilakukan dengan terapi hormon. Kanker prostat Kanker prostat merupakan penyakit yang bertanggung jawab atas 2 sampai 3 persen dari seluruh kematian pria. Begitu kanker prostat terjadi, sel-sel karsinogen biasanya dirangsang untuk tumbuh lebih cepat lagi oleh testosterone. Pengobatan dilakukan dengan mengangkat testis sehingga testosteron tidak dibentuk lagi dan bisa juga dihambat dengan terapi estrogen Tumor testis dan hipergonadisme Jika terjadi tumor sel interstisial Leydig, maka tumor tersebut kadang membentuk testosterone 100 kali lebih banyak dari jumlah normal. Akibatnya adalah pertumbuhan cirri kelamin primer dan sekunder yang berlebihan. Jika terjadi pada masa anak-anak maka anak tersebut akan memiliki cirri kelamin primer dan sekunder layaknya pria dewasa. Hipospadia Hipospadia adalah keadaan ketika ujung uretra terletak di bawah penis. Seharusnya, lubang tersebut berada di ujung penis. Umumnya, penyebab hipospadia tidak diketahui. Pada sebagian kasus, kondisi ini diturunkan secara genetik. Namun, risiko hipospadia bisa meningkat pada ibu yang usianya agak lanjut, atau pada kehamilan inseminasi buatan (mungkin akibat paparan terhadap hormon progesteron). Ketika janin, pembentukan penis dipengaruhi oleh beberapa hormon. Hipospadia terjadi bila hormon-hormon tersebut tidak bekerja dengan baik. Penanganannya melalui operasi. Idealnya, operasi dilakukan sedini mungkin, yakni ketika anak berusia 3 – 18 bulan Kriptorkidisme Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut dapat ditangani dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin untuk merangsang terstoteron. Jika belum turun juga, dilakukan pembedahan. Uretritis Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis adalah Chlamydia trachomatis, Ureplasma urealyticum atau virus herpes. Epididimitis Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria. Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia. Orkitis Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis. Jika terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas. Dari uraian singkat mengenai system reproduksi pada laki-laki diatas, kita dapat melihat kembali adanya korelasi antara struktur atau bentuk dengan fungsi. Struktur organ reproduksi pada laki-laki dibentuk sedemikian rupa sehingga mendukung fungsinya dalam proses produksi sperma maupun penyalurannya. Penis misalnya, strukturnya dirancang sesuai fungsinya dalam hal transfer sperma melalui koitus ke dalam vagina perempuan. Hal lainnya, dalam rangka pengaturan pertumbuhan, perkembangan, siklus reproduksi serta perilaku seksual dibutuhkan system kontrol melalui kontrol hormonal yang dikendalikan oleh otak. Kontrol tersebut menjamin adanya suatu proses yang harmonis melalui mekanisme umpan balik positif maupun umpan balik negative sehingga proses yang terjadi tidak acak namun terkontrol. Contohnya control hormonal yang mengontrol dimulainya spermatogenesis yang menjamin proses tersebut dimulai hanya jika sudah saatnya yaitu masa pubertas. Pada intinya system reproduksi dikembangkan untuk menghasilkan keturunan yang fertil. Hal tersebut dijamin oleh meiosis spermatogenesis yang mereduksi kromosom menjadi setengahnya (haploid) sehingga saat fertilisasi akan dihasilkan individu yang mengandung kromosom lengkap (diploid) kembali. Hal tersebut didukung dengan adanya reaksi kortikal pada saat fertilisasi yang menghambat terjadinya polispermi yaitu pembuahan oleh lebih dari satu sel sperma. System reproduksi laki-laki juga tidak luput dari kelainan maupun penyakit. Hal tersebut terjadi bisa dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal misalnya disebabkan oleh adanya kelainan genetik maupun kelainan hormonal. Faktor luar merupakan faktor lingkungan misalnya mikroorganisme (virus dan bakteri) dan zat-zat berbahaya. Daftar Rujukan Biggs, Alton. dkk. 1995. Biology: The Dynamics of Life. USA: McGraw-Hill School Company Campbell, Neil A. dkk. 2004. Biologi.(terjemahan). Jakarta: Erlangga Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran( terjemahan ). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Soeminto, S.U. dkk.2004. Embriologi Hewan. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka