Modul 11. MIXER 11.1. Pendahuluan Mixer digunakan untuk mengubah sinyal dari satu frekeunsi ke frekuensi yang lain. Proses modulasi, demodulasi dan penggandaan frekuensi merupakan contoh dari aplikasi tersebut. Istilah mixer pada umumnya disediakan untuk rangkaian yang mengubah sinyal frekuensi radio untuk beberapa nilai intermediate (yang dikenal dengan Intermediate Frequency atau IF) . Beberapa jenis mixer (khususnya yang digunakan dalam microwave) ada sebagai sebuah satu paket, dengan port input yang dinamai RF dan LO dan bagian outputnya dengan label IF. Pada aplikasi penerima tertentu, rangkaian osilator merupakan bagian yang terintegrasi dengan rangkaian mixer, dan hanya input RF dan output RF yang diidentifikasi. Pada setiap proses translasi frekuensi, yaitu terjadinya perubahan nilai frekuensi, baik ke atas maupun ke bawah, maka peran mixer selalu ada. Translasi frekuensi terjadi misalnya pada proses menghasilkan sinyal IF (intermediate frequency), atau pada sistem microwave-link yang harus meneruskan transmisi dengan frekuensi kanal yang berbeda, atau pada proses transmisi satelit antara sinyal uplink dan downlink yang mempunyai perbedaan frekuensi, dsb. 11.2 Prinsip Mixer Semua rangkaian mixer menggunakan menggunakan prinsip bahwa jika dua sinyal sinusoidal disatukan dan resultantnya terdiri dari penjumlahan dan pengurangan komponen frekuensi. Dengan merepresentasikan sinyal osilator sebagai berikut : π£ππ π = πππ π sin ππ π π‘........................................(11.1) Dan sinyal RF direpresentasikan dengan : π£π ππ = ππ ππ sin ππ ππ π‘.......................................(11.2) Dengan mengalikan kedua sinyal di atas sehingga diperoleh : π£ππ π π£π ππ = πππ π sin πππ π π‘ππ ππ sin ππ ππ π‘ = πππ π ππ ππ 2 (cos(πππ π − ππ ππ )π‘ − cos(πππ π + ππ ππ )π‘)...(11.3) 1 Frekuensi yang terdiri πππ π − ππ ππ merupakan satu yang secara normal dipilih, dengan mengfilter, menjadi suatu sinyal intermediate frequency (IF) (pada aplikasi khusus. Atau yang lain, komponen frekuensi tinggi yang dipilih). Ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun dari dua frekuensi input yang diambil untuk menjadi output, hanya penjumlahan dan pengurangan/selisih frekuensi. 11.3 Penerima Superheterodyne Pada modul pertama sudah ditampilkan mengenai penerima superheterodyne. Penerima awal digunakan untuk penerima sinyal. Jenis penerima ini hanya merupakan rangkaian penguat, dimana semuanya dirangkaian dengan frekuensi yang sama, yang diikuti oleh sebuah rangkaian pengdeteksi. Penerima ini mengalami penolakan sinyal yang lemah, khususnya jika diperlukan dipasang pada frekeunsi lebar dimana Q dari rangkaian tuning berubah berdasarkan frekuensinya. Penerima superheterodyne dikembangkan untuk memperbaiki pemilihan kanal terdekat dengan menempatkan sebahagian besar dari pemilihan frekuensi pada tahap Intermediate Frequency (IF). Superheterodyne berlangsung jika dua sinyal dari frekuensi yang berbeda disatukan (mixer) secara bersama-sama. Proses mixing melibatkan penambahan dan melewatkan hasil melalui sebuah perangkat nonlinier dimana terjadi penambahan dari dua sinyal sehingga output terdiri atas hasil dari dua sinyal dan juga dua sinyal asli. Hasil dapat dibagi menjadi dua sinyal, satu merupakan penjumlahan frekuensi dan satu lagi merupakan selisih frekuensi. Pada proses konversi frekuensi, frekuensi osilator di atur mungkin ditempatkan di atas atau di bawah frekuensi sinyal, atau penjumlahan atau selisih frekuensi yang mungkin digunakan sebagai output. Untuk konversi ke atas, penjumlahan frekuensi digunakan sebagai frekuensi sebagi output, dengan osilator di atas atau sedangkan sinyal di bawah . Untuk konversi ke bawah, frekuensi selisih digunakan sebagai output, dengan osilator apakah dibawah atau di atas frekuensi sinyal. Pada penerima superheterodyne. Konversi ke bawah yang biasa. Dimana sinyal radio yang diterima pada frekuensi fs digabungkan dengan sinyal dari osilator lokal pada fo(biasanya ditempatkan di atas fs) dan selisih frekuensi dihasilkan yang diambil sebagai Intermediate Frequency atau IF sebagai berikut: πΌπΉ = |ππ − ππ |................................................(11.4) 2 Pada penerima broadcast superheterodyne merupakan aplikasi asli dari pinsip ini. Nama superheterodyne merupakan singkatan dari istilah supersonis heterodyne atau menghasilkan dari frekuensi beat di atas range pendengaran. Gambar 11.1 (a) Penerima Superheterodyne, (b) Spektrum sinyal Dasar dari penerima superheterodyne digambarkan pada Gambar 11.1 (a). Tahap pertama merupakan tahap tuning penguat RF, menggunakan dua rangkaian tuning variabel yang satunya bisa untuk saling tracking dengan yang lain dan satunya ke osilator lokal. Dua rangkaian tuning RF membentuk suatu Band Pass Filter(BPF) untuk melewati frekuensi sinyal RF yang diinginkan sedangkan frekuensi yang lain di blokir. Tahap ini berfungsi untuk menaikkan level sinyal yang kurang dari antena di atas level noise untuk menyediakan beberapa pemilihan sinyal dan menghindari pemancaran kembali dari sinyal 3 osilator lokal. Penerima yang lebih murah mungkin menghilangkan penguat RF dan rangkaian tuning yang kedua. Sinyal output dari penguat RF menuju ke satu input dari rangkaian mixer dan sedangkan yang lain menuju ke osilator lokal. Ketika rangkaian pemisah mungkin digunakan untuk mixer dan osilator. Pada beberapa penerima tuning yang berubah dilakukan dengan menggunakan kapasitor variabel untuk menyediakan traking frekuensi yang tepat. Receiver yang baru kebanyakan menggunakan varactor diode tuning, yang memungkinkan remote control dan rangkaiannya yang sangat ringkas/kecil. Output mixer (selisih frekuensi untuk konversi ke bawah) di berikan ke Amplifier IF cascade, yang merupakan tuning tetap yang sudah memilih dengan tepat untuk menolak kanal sinyal yang ada disebelahnya. Pemancar yang lebih lama khususnya digunakan tuning transformer untuk filter, tetapi beberapa penerima sekarang menggunakan filter resonator keramik yang murah dengan rangkaian penguat dengan gain tinggi. Output dari penguat IF menjadi input ke rangkaian detektor dimana sinyal audio di ekstrak dari carrier IF, atau didemodulasi. Detektor juga menyediakan sinyal untuk Pengontrolan Gain Otomatis (AGC) dan pengontrolan frekuensi otomatis (AFC) dalam penerima FM. Sinyal AGC digunakan sebagai sinyal bias(prategangan) untuk mengurangi gain dari RF dan penguat IF untuk menghindari detektor overload pada sinyal yang kuat. Sinyal AFC digunakan untuk mengatur frekuensi pada osilator lokal sehingga mengunci terhadap ratarata dari frekuensi sinyal yang diterima dan untuk meniadakan masalah minor kesalahan tuning. Sinyal audio dari detektor dilewatkan melalui low pass filetr untuk menghilangkan komponen frekuensi tinggi yang tidak diinginkan dan kemudian melalui sebuah kontrol pada sebuah penguat audio. Penguat audio biasanya satu tahap audio level rendah yang diikuti oleh sebuah penguat daya dan sebuah speaker. Gambar 11.1b menggambarkan spektrum sinyal pada beberapa titik pada penerima. Spektrum sinyal RF yang diperoleh dari antena ditunjukkan pada A, dengan kanal diinginkan dan dua kanal disebelahnya. Output yang tidak difilter dari Mixer B termasuk frekuensi sinyal RF. Frekuensi osilator, dan mengulang sinyal RF pada penjumlahan dan selisih frekuensi. Spektrum output dari BPF IF C menunjukkan kanal yang diinginkan pada IF, dari semua frekuensi lain, 4 termasuk kanal yang disebelahnya, dihilangkan. Akhirnya, spektrum pada output dari demodulator LPF D menunjukkan hanya basebandi frekuensi modlasi. Pada proses mixing, terdapat dua frekuensi yang dicampur, misalnya f1 dan f2. Dari hasil pencampuran itu dihasilkan pada outputnya, empat frekuensi yang masing-masing adalah, f1, f2, (f1 - f2), dan (f1 + f2). Pada prakteknya, bukan dari keempat frekuensi tersebut yang dimanfaatkan, melainkan hanya satu diantaranya. Diambil (f1 - f2) apabila dikehendaki terjadi penurunan nilai frekuensi seperti misalnya pada proses deteksi sinyal modulasi. Dalam hal proses deteksi tersebut, proses mendapatkan sinyal IF memang disebut sebagai deteksi pertama, sementara deteksi sinyal informasinya disebut sebagai proses deteksi kedua. Kemudian, bila diambil (f1 + f2), maka berarti terjadi proses penaikan nilai frekuensi. Ini terjadi misalnya pada sistem microwave-link darat, yaitu pada translasi frekuensi misalnya dari 1832,5 MHz ke 3882,5 MHz. Atau dari frekuensi IF-nya, yaitu 70 MHz ke frekuensi kanal transmisinya, dsb. Pada proses mixing tersebut satu frekuensi dari dua yang dicampur adalah frekuensi osilator lokal, yang dapat mempunyai nilai lebih besar atau lebih kecil dari frekuensi sinyal yang diproses tergantung dari syarat teknis yang harus dipenuhi. Misalnya pada proses deteksi sinyal modulasi, maka frekuensi sinyal osilator lokal, fO, dipilih lebih besar dari sinyal yang datang, fS, sehingga nilai frekuensi IF menjadi (fO – fS). Dan yang menjadi pokok bahasan dalam modul ini adalah proses mixing yang berlangsung pada proses deteksi sinyal modulasi. Proses mendapatkan hanya satu frekuensi yang dikehendaki, dilakukan dengan menggunakan filter, yaitu bandpass filter yang mempunyai lebar pita relatif sempit atau mempunyai faktor kualitas Q yang besar. Dapat dikutip kembali disini dari Modul-1, bahwa terdapat dua alasan teknik mengapa fO > fS , yaitu : 1. Kapasitor variabel (rotary variable capacitor) yang dapat dibuat praktis mempunyai ratio 10 : 1, yaitu dengan nilai minimum dan maksimum kapasitansi variabel yang diberikan, dari 50 pF – 500 pF, 2. Bila diambil fS > fO , maka akan terjadi kesulitan ‘tracking’, yaitu sulit mendapatkan nilai IF yang konstan. Penjelasan kedua alasan tersebut adalah sebagai berikut. 5 Yang pertama. Sebagai ilustrasi bahasan, kita ambil pita frekuensi MW (medium wave), yaitu antara 540 kHz sampai 1650 kHz, sementara nilai IF adalah 455 kHz (Re-komendasi ITU-R). Bila dirancang fO > fS , maka nilai frekuensi osilator lokal harus berkisar antara 995 ~ 2105 kHz sesuai dengan ratio (1 : 2,1). Ratio ini akan dapat di-berikan atau dapat didekati oleh ratio nilai praktis kapasitor variabel yang (1:10). Nilai ratio tersebut akan menghasilkan nilai ratio frekuensi (1: 3,2) = faktor ( 1 / 10 ). Bila sekarang diambil nilai fO < fS , maka nilai frekuensi osilator lokal menjadi berkisar antara 85 ~ 1195 kHz sesuai dengan ratio (1 : 14). Nilai ratio frekuensi yang demikian itu sangat jauh untuk dapat dicakup oleh nilai praktis kapasitor variabel yang memberi-kan ratio frekuensi hanya (1 : 3,2). Yang kedua. Kesulitan tracking adalah kendala untuk mendapatkan nilai IF yang sama selama ‘tuning’ dilakukan. Kesulitan ini disebabkan karena ukuran fisik dan susunan sambungan mekanik (ganged) kapasitor variabel itu sendiri, sehingga ratio kapasitan-sinya tidak dapat lebih besar dari (1: 10), misalnya (1 : 100). Misalnya untuk fo > fS , maka fOmin / fSmin = 995/540 atau sama dengan (1,84), semen-tara fOmax / fSmax = 2105/1650 atau (1,28). Kedua nilai perbandingan itu tidak terlalu jauh dan tidak menjadi masalah dalam tracking. Tetapi bila sekarang diambil fo < fS , maka fSmin / fOmin = 540/85 = 6,35; sementara fSmax / fOmax = 1650/1195 = 1,38. Kedua nilai perbandingan itu sangat berjauhan dan akan menyebabkan kesulitan dalam proses tracking. Kesalahan tracking yang terjadi dapat dijelaskan dalam kurva-tracking yang ditunjuk-kan pada Gambar 11.2 6 Gambar 11.2 Kurva tracking-error Pada Gambar 11.2 nampak, terdapat tiga kurva hasil pengaturan tracking. Kurva yang pertama yang digambarkan dengan garis penuh, adalah kurva hasil pengaturan yang optimum dimana terjadi tiga titik dengan nilai IF yang sama, yaitu pada fS = 600 kHz, 950 kHz, dan 1500 kHz. Error yang terjadi pada pengaturan optimum itu berkisar ± 3 kHz untuk nilai IF-nya. Sementara hasil pengaturan tracking yang kurang optimum (misaligned) atau bahkan lepas sama sekali ditunjukkan oleh dua kurva yang lain (garis putus). Cara mengatasi kesulitan tracking pada pengaturan optimum tersebut pada umumnya adalah, dengan menambahkan kapasitor kapasitansi nilai kecil seri dengan induktor rangkaian tuning osilator-lokal nya. Kapasitor nilai kecil ini biasa disebut dengan pad-ding capacitor atau padder yang diberi notasi Cp Terdapat dua metoda dalam melakukan proses mixing, yaitu, additive mixing, dan multiplicative mixing. Sekali lagi, bahwa pokok bahasan pada modul ini adalah proses mixing atau penyampuran dua sinyal yang terjadi pada sistem penerima, sehingga hasil olahannya adalah sinyal IF. 11.4 Mixer Dioda Metoda penyampuran ini terjadi bila satu sinyal secara sederhana ditambahkan pada sinyal output osilator lokal dan kemudian melewatkan sinyal jumlah ini ke unit elektro-nik yang mempunyai karakteristik tidak linier. Salah satu device elektronik yang tidak linier adalah dioda. Secara umum proses additive mixing digambarkan diagram bloknya seperti dilukiskan pada Gambar 11.3 Nampak pada Gambar 11.3 ditunjukkan, bahwa sinyal yang ditambahkan adalah sinyal yang diterima dari tahapan RF-amplifier hasil seleksi tuning circuit, fS. Sementara sinyal yang ditambah, fo , berasal dari osilator lokal. VS (f'S=fS) L (fS) C + (VS+VO) VO (fO) osilator lokal komponen nonlinier fO fS (fO+fS) (fO-fS) yg lain amplifier IF dan filter kVIF (hanya fO-fS) 7 Gambar 11.3 Diagram blok Additive-Mixing Komponen nonlinier adalah komponen elektronika yang mempunyai karakteristik atau bagian karakteristiknya yang tidak linier. Menuju ke bagian yang tidak linier tersebut dilakukan dengan memberikan prategangan (bias voltage) tertentu pada device tersebut. Pengolahan sinyal melalui karakteristik yang tidak linier itu menghasilkan olahan yang tidak sesuai dengan sinyal aslinya atau mengalami ketidaksimetrian bila sinyal inputnya adalah sinyal simetris, seperti bentuk sinyal sinusoidal. Cacat ini disebut sebagai cacat nonlinier. Rangkaian untuk sebuar mixer dioda ditunjukkan pada Gambar 11.4. Dua sinyal dihubungkan secara seri dan di beri tegangan bias yang mungkin juga diaplikasikam untuk mengoptimalkan titik kerja pada dioda. Karakteristik dioda V/I adalah nonlinier yang menghasilkan pada arus yang mempunyai hubungan proporsional dengan hasil Voscvsig. Ini akan mengembangkan suatu tegangan yang melewati rangkaiann tunes output yang bersifat resonan pada frekuensi intermediate. Vsig VIF Vosc Bias Gambar 11.4 Mixer Dioda Tegangan yang melewati dioda merupakan penjumlahan dari tegangan input dan output. Dengan mengasumsikan bahwa impedansi rangkaian output diabaikan pada frekuensi input, tegangan yang melalui dioda diperkirakan : ππ ≅ πππππ + π£ππ π + π£π ππ .................................(11.5) Dengan mengasumsikan bahwa kurva karakteristik dioda dapat diperluasnpada sebuah deret Taylor, dan syarat hingga hanya kebutuhan yang kedua diperhitungkan. Sehingga arus dioda menjadi ππ· ≅ ππ£π + ππ£π2 ..............................................(11.6) 8 Perluasan dari hubungan kuadrat menunjukkan bahwa ini memuat sebuah hasil dan mengsubsitusikan dari persamaan (5.10.3) memberikan nilai puncak dari arus IF πΌπΌπΉ ≅ ππππ π ππ ππ ...............................................(11.7) Dengan mengasumsikan impedansi transfer dari rangkaan output yang dikenal pada IF, tegangan output puncak pada IF adalah ππΌπΉ ≅ ππππ π ππ ππ ππ ..........................................(11.8) Sebuah kekurangan dari mixer dioda adalah conversion loss yang tinggi. Conversion gain dari mixer adalah perbandingan daya output pada IF terhadap daya input pada frekuensi sinyal, dan conversion loss merupakan kebalikan dari ini. Juga, osilator dan rangkaian sinyal tidak diisolasi dari yang lain. Pemberian kenaikan terhadap masalah dari pancaran osilator dari input sinyal dan juga hasil lain yang disebut dengan hasil intermodulation, yang muncul pada output. Dan satu kelebihan dari mixer dioda adalah bahwa ini membangkitkan noise yang rendah dibandingkan dnegan mixer transistor. Bagaimanapun, Kecuali jika keuntungan telah diambil dari sifat noise yang rendah, mixer dioda tunggal jarang digunakan dalam aplikasi penerima normal. 11.5 Mixer Transistor 11.5.1 Mixer BJT Transistor juga mempunyai bagian karakteristik yang tidak linier. Untuk mencapai daerah tidak linier itu, maka transistor dioperasikan sebagai penguat kelas-B yang mempunyai titik kerja berada pada daerah cutoff atau mendekati cutoff. Pada kondisi ini hakekatnya, junction emitter berlaku se-bagai sebuah dioda. Satu rangkaian untuk mixer BJT ditunjukkan pada gambar 11.5. Di sini, tegangan sinyal diaplikasikan antara base dan ground dan tegangan osilator antara emiter dan ground. Hubungan tegangan/arus untuk transistor adalah ππ΅πΈ πΌπ = πΌπ π ππ ....................................................(11.9) Dimana Is merupakan arus saturasi dari transistor dan VBE merupakan total tegangan base-emiter, yang merupakan penjumlahan aljabar dari bias dc, sinyal dan tegangan osilator. Sebagaimana sebelumnya, VT = 26mV pada suhu ruangan 9 Perluasan dari persamaan arus menunjukkan bahwa ini memuat sebuah hasil voscvsig yang pada gilirannya terdi komponen IF dari arus, Perluasan juga menunjukkan bahwa level dc dari arus kolektor dan dengan demikian transkonduktansi gm merupakan suatu fungsi antara sinyal dan nilai puncak osilator. Dengan tetap menjaga amplitude sinyal kecil, ketergantungan pada hal tersebut dapat diabaikan dan tetap menjaga level osilator konstan, efektif konstan gm dicapai. JUga, tegangan osilator yang besar (VoscΛ100 mV) yang secara normal digunakan, dan dibawah kondisi ini arus output puncak pada IF ditunjukkan pada: πΌπΌπΉ = ππ ππ ππ .................................................(11.10) Gc dikenal dengan conversion transconductance dan ditentukan dengan bias dan tegangan puncak osilator. Dengan mengasumskan bahwa impedansi transfer dari rangkaian output kolektor dikenal pada IF, tegangan output yang diberikan pada IF adalah ππΌπΉ = πΌπΌπΉ ππ = ππ ππ ππ ππ ............................................(11.11) -VCC Rdc TC2 TC3 Cby R1 VIF sin(ο·O-ο·S)t CO TC1 VS sinο·St Cby RE R2 VO sinο·Ot Gambar 11.5 Mixer BJT Transistor jenis PNP diberi prategangan melalui resistor R1 dan R2 pada rangkaian ba-sisnya, sedang pada rangkaian kolektornya diberikan melalui resistor Rdc dan RE. Dengan keempat resistor tersebut, transistor dioperasikan sebagai penguat kelas-B. Fungsi kapasitor bypass, Cby , adalah untuk menjadi 10 jalan bebas sinyal RF agar tidak berpenga-ruh pada prategangan yang diberikan pada rangkaian. Sinyal yang sudah terseleksi oleh rangkaian tuning, VS sinωSt, dimasukkan melalui ba-sis, dimana rangkaian tuning TC1 ditala pada frekuensi sinyal tersebut, fS. Sementara sinyal dari osilator local, Vo sinωot , dengan frekuensi fo, dimasukkan melalui emiter. Karena penjumlahan dua sinyal tersebut diolah oleh transistor yang telah berada pada daerah nonlinier-nya, maka keluarannya setelah mengalami penapisan oleh rangkaian tuning TC2 dan TC3, merupakan sinyal IF dengan frekuensi yang merupakan selisih frekuensi kedua sinyal tersebut, atau VIF sin(ωo-ωS)t. Kedua rangkaian tuning terakhir ini ditala pada frekuensi IF sebagai double tuned circuit. Harmonisasi dari frekuensi sinyal dan osilator dan istilah intermodulation juga muncul pada arus kolektor sebagai sebuah hasil dari karakteristik transfer nonlinier. Khususnya hal-hal yang menyusahkan adalah komponen pada frekuensi 2πππ π − ππ ππ dan 2ππ ππ − πππ π . Ini dikenal dengan hasil intermodulation tingkat ke tiga 11.5.2 Mixer FET Untuk FET yang ideal. Fungsi transfer arus/tegangan untuk bagian arus konstan (dikenal sebagai bagian saturasi untuk FET) yang diberikan oleh : πΌπ· = πΌπ·ππ (1 − ππΊπ 2 ) ......................................(11.12) ππ Dimana ID merupakan arus drain, VGS merupakan tegangan gate-source, VP merupakan tegangan pinch off dan IDSS arus drain untuk VGS = 0 . VP dan IDSS merupakan parameter yang ditentukan untuk transistor. Hubungan hukum kuadrat untuk FET yang ideal berarti bahwa hanya sampai pada perpangkatan dua yang akan ditunjukkan ke output. Ini akan memuat voscvsig, yang menghasilkan pada komponen IF sebagaimana sebelumnya. Satu keuntungan utama dari mixer FET terhadap mixer BJT adalah level yang rendah adalah intermodulasi order tingkat ketiga sangat rendah (untuk FET ideal ini akan ditiadakan). Juga, FET dapat menghandel lebuh banyak range yang lebar dari tegangan input, dibandingkan dengan BJT. Rangkaian untuk mixer FET akan ditunjukkan pada gambar 11.6 11 VDD IF Signal Oscilator Injection Bias Gambar 11.6 Mixer FET Rangkaian untuk MOSFET dual gate pada gambar 11.7(a). Isolasi yang baik antara rangkaian sinyal dan osilator disediakan dnegan penyusunan ini jika mereka dihubungkan dengan gate berbeda. Sinyal secara normal diaplikasi ke gate 1 karena gate ini meyediakan gain yang terbaik. Tegangan osilator diaplikasikan ke gate 2 yang mana mengontrol transkondukatansi yang menunjuk pada gate 1. Transkonduktansi gate 1 merupakan fungsi dari tegangan gate 2 antara cut off dan level saturasi sebagaimana yang ditunjukkan pada 11.7(b). Untuk mendapatkan beberapa ide untuk proses mixing, asumsikan bahwa fungsi diperkirakan linier, dari bentuk ππ1 = π + ππ£ππ π , dimana a dan b adalah konstan, emudian komponen ac dari arus drain adalah ππ = ππ1 π£π ππ . Ini dilihat untuk memuat hasil ππ£ππ π π£π ππ dan dengan demikian komponen IF dari arus. Beberapa hasil intermodulasi terjadi, dan titik operasi dipilih sebagai sebuah kompromi antar conversion gain tinggi yang diperoleh dan hasil intermodulasi yang rendah. 12 Gambar 11.7 (a) Dual Gate Mixer FET, (b) Transkonduktansi gm1 Mempunyai diagram blok seperti ditunjukkan pada Gbr-4. Pada dasarnya, multiplica-tive mixing terjadi bila transkonduktansi rangkaian mixer berubah yang bergantung pada nilai tegangan osilator lokal. Dengan perubahan itu, maka output hasil pencampur-an merupakan fungsi dari perkalian vo dan vs , dimana vo adalah tegangan sinyal osi-lator lokal dan vs adalah tegangan sinyal masuk. Kedua tegangan tersebut masing-masing mempunyai persamaan, vs = Vs cos ωs t vo = Vo cos ωo t dimana Vo >> Vs Bentuk cosinus dalam persamaan yang digunakan agar sesuai dengan persamaan Fourier yang diberikan berikut ini. Nilai arus output yang dihasilkan kemudian adalah, im = gm vs .......................................................... (11-13) dimana gm berubah nilainya, atau sebagai fungsi dari nilai tegangan osilator lokal, vo. Transistor yang dipilih untuk rangkaian adalah transistor yang mempunyai nilai trans-konduktansi berbanding langsung dengan tegangan prategangan (bias) yang diberikan, sampai mencapai nilai maksimum transkonduktansinya, gmmax, pada tegangan Vbmax seperti ditunjukkan pada Gambar 11.7(b). Tegangan bias dibuat berubah sekitar titik kerjanya dengan pengaruh vo, sehingga untuk nilai puncak positif vo, Vomax, transistor mencapai keadaan jenuh. Sebaliknya, untuk nilai puncak negatif vo, transistor mencapai hampir cutoff (kelas AB). Fungsi transkon-duktansi tersebut menghasilkan bentuk gelombang sinus yang terpotong seperti ditun-jukkan pada Gambar 11.7(b) dengan persamaannya dalam bentuk deret Fourier1 sebagai, Dari persamaan Fourier (11-14), nilai a1 cos ωot yang berguna dimana nilai a1 bergan-tung pada sudut hantaran dari pemotongan gelombang pada Gambar 11.7(b). Tetapi yang penting kemudian kita perhatikan persamaan (11-14) yang akan menghasilkan nilai arus out-put seperti ditunjukkan pada persamaan (11- 1 Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830), ilmuwan matematik bangsa Perancis, yang mengatakan dalam teorinya bahwa, setiap sinyal periodik (fungsi waktu) yang bukan sinus murni dan memenuhi syarat Dirichlet, akan terdiri dari komponen dc, komponen dengan frekuensi dasarnya, dan komponen harmonisanya. 13 13). Bila persamaan (11-14) disubstitusikan ke persamaan (11-14), maka menjadi, g max . Vo ( ao + a1 cos ωot + ........ ) Vb max gm = ....... (11-14) g max . Vo . a1 cos ωot . Vs cos ωs t Vb max im = g max a1VoVs οcosο¨ο·o ο ο· s ο©t ο« cosο¨ο·o ο« ο·s ο©t ο 2Vb max = ........ (11-15) ................................ (11-16) Dari persamaan (11-15), maka sinyal IF adalah, ο dimana, ο g max a1VoVs cosο¨ο· ο ο·s ο© 2Vb max iIF = Vbmax = VB + Vo ο¦ο° οο± οΆ ο· ο¨ 2 οΈ VB = Vo.cos ο§ Selanjutnya, nilai a1 mencapai nilai maksimum bila sudut hantaran ( = ο± / 2 ) adalah 0,68π atau sekitar 122o. Pada keadaan itu nilai gc juga maksimum yang besarnya ditentukan pada persamaan (12-5). gcmax = 1,68 ο° g max = 0,27 gmax .................................... (11-17) Terlihat pada persamaan (12-4), bahwa nilai IF berbanding lurus dengan perkalian te-gangan input sinyal, Vs, dan tegangan osilator lokal, Vo. Rangkaian Multiplicative Mixing ditunjukkan pada Gambar 11.5, yaitu dengan komponen FET double-gate.Sinyal Vs masuk melalui G1 sementara sinyal osilator lokal, Vo, diinputkan melalui G2. Contoh Soal Satu FET gate ganda dioperasikan sebagai multiplicative-mixer, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut, Gate1 : g1max = 1,5 mS 14 Gate2 : g1o = 1,0 mS pada V2 = 0 volt Vpo2 = - 3,0 volt g2max = 0,8 mS G2o = 0,6 mS pada V1 = 0 volt Vpo1 = - 2,5 volt Rangkaian mixer diatas diatur sedemikian sehingga Gate-2 dicatu cutoff, dan disedikit masuk ke saturasi oleh tegangan osilator lokal. Gate-1 dicatu pada tegangan nol volt. Dalam hal ini dianggap bahwa karakteristik g-V merupakan kurva linier. (a) Lukiskan kurva g-V dalam sistem sumbu yang sama (b) Tentukan persamaan garis lurus bagian kurva tersebut (c) Tentukan V1max dan V2max (d) Tentukan nilai puncak tegangan osilator (e) Hitung nilai gc ? Penyelesaian (a) Kurva yang dimaksudkan ditunjukkan pada Gambar 11.8 berikut ini, Gambar 11.8 Kurva g-V untuk FET gate ganda (b) Slope bagian garis lurus untuk kurva g1 = 1 g1o = = 0,333 3 ο V po2 15 Slope bagian garis lurus untuk kurva g2 = g 2o 0, 6 = = 0,24 ο V po1 2,5 sehingga persamaan aris tersebut masing-masing adalah, g1 = 1,0 + 0,33 V2 g2 = 0,6 + 0,24 V1 (c) (d) (e) V2max = g1 max ο 1 1,5 ο 1 = = 1,5 volt 0,333 0,333 V1max = g 2 max ο 0,6 0,8 ο 0,6 = = 0,833 volt 0,24 0,24 Vop = V2max – Vpo2 = 1,5 – (– 3,0) = 4,5 volt gc = ½. a1. g1max = ½ x ½ x 1,5 = 0,375 mS Karena mixer mengikuti tanggapan setengah siklus positif tegangan osi-lator, maka a1 = ½ (koefisien deret Fourier harmonik pertama untuk pe-rataan setengah gelombang). 16