BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dan suatu daerah adalah dilihat dari kesempatan kerja yang diciptakan dari pembangunan ekonomi tersebut. Perluasan kesempatan kerja masih merupakan masalah utama dalam pembangunan ekonomi, hal ini mengingat besarnya jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan besarnya angka pencari kerja yang tidak seimbang dengan kesempatan kerja yang ada. Kondisi yang demikian akan menjadi masalah kalau tidak didukung oleh kekuatan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja (Simanjutak, 1998). Dalam proses pembangunan ekonomi, sektor industri dijadikan prioritas pembangunan yang diharapkan mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading sektor), yang berarti dengan adanya pembangunan industri akan memacu dan mengangkat sektor-sektor lainnya seperti sektor jasa dan sektor pertanian. Pembangunan ekonomi yang mengarah pada industrialisasi dapat dijadikan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan juga dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk untuk memenuhi lapangan pekerjaan bagi penduduk untuk memenuhi pasar tenaga kerja (Simanjuntak, 1998). Perkembangan penduduk juga menambah angkatan kerja, hal ini mengharuskan penciptaan lapangan kerja yang bersifat produktif di bidang kegiatan yang semakin meluas. Sasaran pokok ialah untuk menanggulangi masalah pengangguran. Peningkatan produksi barang dan jasa tanpa disertai penciptaan kesempatan kerja produktif cenderung mempertajam ketimpangan dalam hal pembagian pendapatan dan kesenjangan golongan masyarakat (Djojohadikusumo, 1995). Dalam hal peningkatan produksi maka peningkatan kualitas pekerja harus juga diperhatikan yang dicerminkan oleh tingkat pendidikan rata-rata yang semakin baik, memberi dampak positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Begitu pula peningkatan keterampilan dan pelatihan tenaga kerja yang disertai dengan penerapan teknologi yang sesuai, berdampak pula terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja. Karena pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja (Djojohadikusumo, 1995). Untuk mewujudkan tujuan tersebut tetap akan bertumpu pada strategi pembangunan yaitu trilogi pembangunan yang mencakup pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas dan pemerataan tersebut bukanlah sekedar memperluas kesempatan kerja, namun lebih jauh lagi menyangkut kesempatan berusaha, keselarasan pembangunan antar daerah. distribusi pendapatan, serta Peralihan sebagian tenaga kerja di sektor industri bukan merupakan persoalan yang sederhana. Peranan pendidikan, termasuk peningkatan keterampilan angkatan kerja, sangatlah menentukan dalam proses ini. Oleh karena itu, tuntutan terhadap pendidikan angkatan kerja merupakan pilihan strategis bagi peningkatan produktivitas terutama di sektor-sektor. Sebagaimana nasional maka diketahui dalam sektor industri ini rangka tujuan diharapkan pembangunan dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dialami oleh perekonomian. Industri tidak saja sebagai usaha pemerataan pembangunan akan tetapi sebagai struktur sosial yang dapat berproduksi dengan efektif dan mempunyai daya investasi yang dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat memperkecil pengangguran. Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2008) yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan metode yaitu langsung dan tidak langsung (alokasi). Perhitungan metode langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Walaupun mempunyai tiga pendekatan yang berbeda namun akan memberikan hasil perhitungan yang sama (BPS, 2008). Pendekatan produksi (Production Approach) dilakukan dengan menghitung nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit. Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini disebut juga penghitungan melalui nilai tambah (value added). Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor atau sub sektor tersebut. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dan nilai biaya antara. Biaya antara adalah nilai barang dan jasa yang digunakan sebagai input antara dalam proses produksi. Barang dan jasa yang termasuk input antara adalah bahan baku atau bahan penolong yang biasanya habis dalam sekali proses produksi atau mempunyai umur penggunaan kurang dan satu tahun, sementara itu pengeluaran atas balas jasa faktor produksi seperti upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan yang diterima perusahaan bukan termasuk biaya antara. Begitu juga dengan penyusutan dan pajak tidak langsung neto bukan merupakan biaya antara (Tarigan, 2007). Pendekatan produksi banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor yang produksinya berbentuk fisik/barang. PDRB menurut pendekatan produksi terbagi atas 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: pertanian, industri, pertambangan, listrik dan air minum, bangunan dan konstruksi, perdagangan, angkutan, lembaga keuangan ; jasa-jasa. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan PDRB pendekatan Produksi (Suryana, 2000). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka menarik untuk di teliti dengan judul “Analisis Produktivitas Tenaga kerja dan Elastisitas Kesempatan Kerja pada Sektoral di Sulawesi Selatan” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi masalah pokok dan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa besar tingkat produktivitas tenaga kerja masing-masing sektor ekonomi di Sulawesi Selatan. 2. Berapa besar elastisitas kesempatan kerja masing-masing sektor ekonomi di Sulawesi Selatan. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Tujuan 1. Untuk mengetahui produktivitas tenaga kerja sektoral di Sulawesi Selatan. 2. Untuk mengetahui elastisitas kesempatan kerja sektoral di Sulawesi Selatan. b. Kegunaan 1. Sebagai salah satu bahan informasi atau masukan kepada instansi yang terkait dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri di Sulawesi Selatan. 2. Sebagai salah satu bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti lain yang meneliti masalah produktivitas dan elastisitas kesempatan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tenaga Kerja Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Tenaga kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan bekerja serta golongan menganggur dan mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan Iain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok ini sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai angkatan kerja potensial (potential labor force). Di Indonesia pengertian tenaga kerja belum ditentukan konsep yang seragam namun secara umum tenaga kerja diartikan sebagai sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan. Tenaga kerja merupakan bagian dari penduduk pada kelompok umur tertentu yang diikutsertakan dalam proses ekonomi. Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga (Bellante dan Jackson, 2009). Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. Tujuan pemilihan batas umur adalah agar defenisi yang diberikan dapat menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Setiap negara memilih batas umur yang berbeda karena situasi tenaga kerja pada masing-masing negara juga berbeda (Andayuna, 2009). Adapun pengertian tenaga kerja ditinjau dari segi demografi dikatakan bahwa setiap orang atau penduduk yang termasuk kelompok umur 10 tahun keatas dikategorikan penduduk usia kerja, ini berarti mulai dari kelompok umur tersebut sudah dianggap mampu melaksanakan pekerjaan. Sedang ditinjau dari segi ekonomi tenaga kerja diartikan seseorang atau jumlah orang yang secara langsung turut memberikan pengorbanan yang berupa kemampuan tenaga kerja atau pikiran dalam proses produksi, dan berhak menerima upah sebagai balas jasa dari benda dan jasa-jasa yang dihasilkan. Tujuan penggunaan tenaga kerja hanya bisa diwujudkan kalau tersedia dua unsur pokok. pertama ialah adanya kesempatan kerja yang cukup banyak yang berproduktif dan yang memberikan imbalan banyak yang dapat diberikan kepada semua orang yang membutuhkannya. Sedangkan yang kedua adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan semangat kerja yang cukup tinggi. Dan sebagai penghubung diantara keduanya ialah mekanisme pasar kerja yang memungkinkan terjadinya pertemuan dan transaksi diantara kedua belah pihak serta manajemen yang memungkinkan tenaga kerja dapat mengembangkan tenaga kerja secara produktif dan semangat kerja yang tinggi, dan memperoleh hak-haknya yang layak. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang penggunaan faktor- faktor produksi lainnya, yang akan digunakan dalam proses produksi. Tenaga kerja merupakan faktor terpenting dibanding yang lain karena manusia merupakan penggerak dan seluruh faktor-faktor produksi tersebut. Tenaga kerja biasa pula disebut sebagai “man power”. Ada beberapa pendapat mengenai tenaga kerja oleh ahli-ahli tenaga kerja seperti yang dikemukakan oleh tenaga kerja adalah orang-orang yang bersedia dan sanggup bekerja untuk diri sendiri atau anggota keluarga yang tidak menerima upah serta mereka yang bekerja untuk upah. Golongan tenaga kerja pun meliputi mereka yang menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja (Djoyohadikusumo, 1995). Di Indonesia, tenaga kerja dipilih batas umur minimum 15 tahun tanpa batas maksimum. Sebab umur 15 tahun tersebut adalah sudah banyak terlibat dalam kegiatan produksi, terutama di daerah pedesaan. Jadi Indonesia tidak menganut batas umur maksimum, alasannya karena Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan di hari tua yaitu pegawai negeri dan sebagian pegawai swasta. Bagi golongan inipun, pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, mereka yang telah mencapai usia pensiun biasanya masih tetap harus kerja, pengertian tenaga kerja (manpower) adalah penduduk dalam usia kerja, dimana hanya mampu bekerja atau melakukan kegiatan bernilai ekonomis dalam menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Simanjuntak,1998). 2.2 Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Penduduk dalam suatu negara dibedakan antara angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan bagian dan tenaga kerja, dibedakan antara bekerja dan tidak bekerja, sedangkan mencari pekerjaan lebih dikenal sebagai pengangguran terbuka memberikan pengertian bahwa angkatan kerja adalah bagian dan tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Yang tergolong dalam angkatan kerja tersebut ada dua. Pertama, mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu penghasilan atau keuntungan dan lamanya bekerja sedikitnya dua hari. Kedua, mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dan dua hari, tetapi mereka adalah: Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk karena cuti, sakit, mogok, dan sebagainya. Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu panenan atau menunggu hujan untuk menggarap sawah, dan sebagainya. Orang-orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, dan sebagainya, diperhitungkan sebagai bekerja (Kusumowhindho, 1980). Angkatan kerja yaitu sebagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai pekerjaan dan yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi secara aktif atau pasif mencari pekerjaan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia melakukan pekerjaan dimana angkatan kerja atau labor force terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan (Suroto, 1992). Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari tiga golongan. Pertama, golongan yang masih bersekolah yaitu mereka yang kegiatannya hanya bersekolah atau terutama bersekolah. Kedua, Golongan yang mengurus rumah tangga yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah. Ketiga, Golongan lainnya yang terdiri dua yaitu penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan sesuatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan. Seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan atau sewa atas hak milik dan mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya karena lanjut usia, cacat, dalam penjara, atau sakit kronis (Simanjuntak, 1998). Angkatan kerja adalah bagian tenaga kerja yang benar-benar mau bekerja memproduksi barang dan jasa. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa di Indonesia yang termasuk dalam angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang benar-benar mau bekerja. Mereka yang mau bekerja ini terdiri dari yang benar-benar mau bekerja dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan. Sedangkan penduduk yang digolongkan bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lain (Sumarsono,2003). 2.3 Produksi, Produktivitas Tenaga Kerja 2.3.1 Produksi Secara umum produksi selalu berkaitan dengan usaha suatu perusahaan untuk menciptakan barang dan jasa sehingga akan memiliki nilai tambah. mengemukakan bahwa Produksi adalah suatu proses yang mengubah suatu bahan menjadi beberapa bentuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan mesin, pengepresan dan sebagainya (Swastha.1997). Menjelaskan bahwa Produksi adalah suatu kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan atau utility sesuatu barang dan jasa, untuk kegunaan yang membutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu ekonomi berupa tanah, modal, tenaga kerja, dan teknikal skil (Assauri, 1993). Bahwa atas dasar wujud dan proses yang dilaksanakan, maka proses produksi tersebut dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya yaitu proses produksi kimiawi merupakan suatu proses produksi yang menitikberatkan pada adanya proses analisa atau sintesa serta senyawa kimia, proses produksi perubahan bentuk merupakan suatu proses produksi yang menitikberatkan pada perubahan bentuk dan input menjadi output, proses produksi assembling merupakan proses produksi yang mengutamakan proses penggabungan (assembling) dan komponen-komponen produk. dan proses produksi transportasi merupakan suatu proses produksi yang menciptakan jasa pemindahan tempat dan barang atau manusia, sehingga mempunyai kegunaan atau memperoleh manfaat tambahan (Ahyari, 1998). 2.3.2 Produktivitas Produktivitas adalah kemampuan memperoleh manfaat sebesarbesarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan luaran (output) yang optimum, bahkan kalau mungkin maksimum (Siagian,2002). Produktivitas mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pada umumnya (Anoraga dan Suyati,1995). Bila pengertian produktivitas diatas disimak lebih jauh, akan tampak bahwa produktivitas dan produksi mempunyai pengertian mendasar yang sama, produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi, sedangkan produktivitas adalah kombinasi dari tingkat efisiensi dan efektivitas dan sumber-sumber yang digunakan dalam produksi. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh produktivitas. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan hasil yang dicapai, sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pertambahan hasil dan perbaikan cara pencapaian produksi tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja menurut para ahli: Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Tenaga kerja merupakan elemen yang paling strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia (Siagian,2002). Hal ini disebabkan oleh dua hal, antara lain; pertama, karena besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa; kedua, karena masukan pada faktor-faktor lain seperti modal (Kussriyanto,1993). Produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor: knowledge, skills, abilities, attitudes, dan behaviors dari para tenaga kerja yang ada di dalam organisasi sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi-asumsi dasarnya (Gomes,1995). Produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektivitas kerja secara total (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004). Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya (Sinungan,2003). Untuk mengukur suatu produktivitas perusahaan dapatlah digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam- jam kerja yang dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam-jam kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam yang tidak digunakan untuk bekerja namun harus dibayar, liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya. Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga kerja kita memiliki unit-unit yang diperlukan, yakni: kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukan tenaga kerja (Sinungan, 2003). Menurut Wignjosoebroto, (2000), produktivitas secara umum akan dapat diformulasikan sebagai berikut: Produktivitas = Output/input (measurable) + input (invisible). Invisible input meliputi tingkat pengetahuan, kemampuan teknis, metodologi kerja dan pengaturan organisasi, dan motivasi kerja. 2.4 Pengaruh Pendidikan terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi. Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya. Hal ini selanjutnya akan mendorong peningkatan output yang diharapkan bermuara pada kesejahteraan penduduk. Kombinasi antara investasi dalam modal manusia dan modal fisik diharapkan akan semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi. Titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja (labor productivity).Dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, dan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat. Peningkatan kualitas pekerja yang dicerminkan oleh tingkat pendidikan rata-rata yang semakin baik, memberi dampak positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Begitu pula dengan upaya peningkatan keterampilan dan pelatihan tenaga kerja yang disertai dengan penerapan teknologi yang sesuai, berdampak pula terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja. 2.5 Kesempatan Kerja dan Elastisitas Kesempatan Kerja Istilah “employment” dalam bahasa Inggris berasal dari kata kerja “to employ” yang berarti menggunakan dalam suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan atau sumber penghidupan. Jadi “employment” berarti keadaan orang yang mempunyai pekerjaan atau keadaan penggunaan tenaga kerja orang. Kesempatan kerja mengandung pengertian adanya waktu yang tersedia atau waktu luang, yang membawa kesempatan atau kemungkinan dilakukan aktivitas yang dinamakan bekerja. Elastisitas kesempatan kerja merupakan angka yang menunjukkan tingkat hubungan fungsional antara pertumbuhan kesempatan kerja dengan laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Soeroto” penggunaan istilah “employment” sehari-hari biasanya dinyatakan dengan jumlah orang dan yang dimaksudkan sejumlah orang yang ada dalam pekerjaan atau mempunyai pekerjaan. Pengertian istilah ini memiliki dua unsur yaitu kesempatan kerja dan orang yang dipekerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Jadi pengertian “employment” dalam bahasa Inggris sudah jelas yaitu kesempatan kerja yang sudah diduduki. Dalam diagram di bawah ini digambarkan tentang pengertian kesempatan kerja tersebut. Kemudian pengertian kesempatan kerja selanjutnya dijelaskan oleh Yudo Swasto dan Endnag Sulistyaningsih yang menyatakan bahwa: Kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan kerja atau kesempatan kerja untuk bekerja yang ada dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian kesempatan kerja adalah termasuk lapangan pekerjaan yang sudah diduduki dan masih lowong. Dari yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan) timbul kemudian dibutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja yang kemudian secara riil diperlukan untuk perusahaan/lembaga.Penerimaan kerja pada tingkat upah, posisi dan syarat kerja tertentu, melalui advertensi dan Iain-lain, kemudian dinamakan “lowongan”. (Swasono dan Silustyaningsih,1983). Tingkat kesempatan kerja yang tinggi merupakan hasil berbagai bentuk kebijakan pembangunan. Kebijakan pembangunan dapat mengacu kepada kebijakan-kebijakan yang meliputi penentuan harga sebagian sumber daya tertentu yang pada akhirnya mempengaruhi penyerapan tenaga kerja oleh industri. Menurut Simanjuntak (1998), mengemukakan bahwa besarnya permintaan perusahaan akan tenaga kerja tergantung pada besarnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut. Fungsi permintaan biasa didasarkan pada Teori Neo Klasik mengenai Marginal Physical Product of Labor, permintaan terhadap tenaga kerja berkurang apabila tingkat upah naik. Besarnya elastisitas tersebut tergantung pada kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain, elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya lain, elastisitas persediaan faktor produksi pelengkap lainnya. 2.6 Sektoral dalam Hubungannya dengan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral merupakan sektor ekonomi yang mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun, baik dilihat dan segi jumlah industri, investasi di sektor industri, produktivitas maupun persebarannya. Dalam sektor industri dilakukan beberapa pemerataan antara lain yaitu pemerataan perluasan kesempatan kerja, pemerataan perluasan penyerapan tenaga kerja, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pemerataan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan sektoral ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan ekspor serta mengurangi impor agar menghemat devisa negara. Salah satu yang mesti diperhatikan dalam pembangunan adalah terjadi hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja adalah bagaimana agar peertumbuhan subsektor dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam penyerapan tenaga kerja dan dalam mengatasi pengangguran. Oleh karena itu, pemerintah dan pihak terkait lainnya agar dapat menentukan jenis industri apa atau jenis usaha apa yang cocok dikembangkan. Salah satunya adalah sektor industri padat karya, karena disamping tidak terlalu besar investasi yang dibutuhkan juga dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Disamping itu industri kerajinan perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena sektor ini tidak membutuhkan modal yang besar juga teknologi yang digunakan adalah teknologi sederhana. Untuk lebih memahami industri padat karya, terlebih dahulu diketahui ciri- cirinya diantaranya yaitu peranan atau faktor manusia sangat menonjol dalam industri padat karya. Porsi atau perbandingan antara tenaga kerja dengan modal dimana tenaga kerja lebih dominan, tidak terlalu membutuhkan modal yang besar, teknologi yang digunakan masih rendah atau sederhana, tidak menimbulkan ketimpangan sosial karena keterlibatan masyarakat dalam produksi yang besar, basil produksi yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Bertolak dari pengertian itu maka pemerintah harus mengupayakan agar pembangunan industri dapat memberikan kontribusi dalam hal penyerapan tenaga kerja secara optimal sehingga masyarakat tidak merasa diabaikan dalam pembangunan dalam memberikan kedudukan yang dominan dalam proses produksi. Namun bukan berarti bahwa pemerintah tidak memperhatikan subsektor industri yang lain atau sektor ekonomi yang lain. Hanya yang penting bagaimana agar terjadi pemanfaatan sumber daya alam yang dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan produksi. Sehingga tenaga kerja atau masyarakat juga mempunyai peranan yang besar dalam usaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan sektor industri tidak saja merupakan usaha membuka lapangan kerja dalam hubungannya dengan upaya pemerintah mengatasi masalah pengangguran, akan tetapi juga dapat menghindari adanya kecemburuan dan ketimpangan sosial di masyarakat, khususnya di daerah-daerah atau pedesaan. Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan sumbangan dan peran yang optimal dari masyarakat, dan diperlukan pembinaan yang lebih intensif terhadap industriawan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Untuk memudahkan pembinaan dan pengarahan serta pemberian bantuan atau fasilitas, agar sesuai dengan dunia usaha, maka diperlukan pengorganisasian unit-unit produksi. Dengan demikian akan memudahkan pengontrolan dan mengetahui hal-hal yang menjadi kendala dalam pengembangan industri, dan faktor-faktor yang dapat menopang sektor industri tersebut. 2.7 Pertumbuhan Ekonomi Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran seseorang atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Jadi pembangunan di bidang ekonomi, masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan pertumbuhan ekonomi serta menciptakan bimbingan iklim terhadap yang sehat bagi berkembangnya dunia usaha untuk kesejahteraan bersama. Demikian pula sebaliknya, dunia usaha perlu memberikan tanggapan yang positif melalui kegiatan yang nyata dan produktif. Pembangunan ekonomi suatu negara diukur dan adanya perkembangan ekonomi yang dilalui oleh negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari keseluruhan sektor-sektor ekonomi yang ada dalam negara tersebut. Dalam penyusunan dan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Produk Domestik Bruto ( PDB) kegiatan ekonomi dapat dibagi ke dalam beberapa sektor atau lapangan usaha seperti: sektor pertanian; sektor pertambangan dan galian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, restoran dan jasa perhotelan; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa lainnya. Setiap sektor kegiatan ekonomi tersebut dapat diukur dan diketahui perkembangannya melalui perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk skala regional dan Produk Domestik Bruto untuk skala nasional pada setiap waktu atau periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap, yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan produksi. Dan hal tersebut dapat dipergunakan untuk mendukung perkembangan ekonomi dalam teknik produksi, yang dinamakan oleh masyarakat, dan perubahan- perubahan tersebut menghasilkan pertumbuhan ekonomi. (Jhingan, 1988). Pengertian tersebut dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah atau wilayah, apakah ada perubahan struktur ekonomi atau pola perekonomiannya mengalami peningkatan atau tidak. Pertumbuhan ekonomi terjadi melalui proses panjang dan secara berangsur-angsur bergerak atas terjadinya peningkatan pada tabungan, investasi dan konsumsi masyarakat, sehingga semakin meningkat pula pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara atau daerah tertentu maka semakin mantap pula struktur perekonomian negara atau daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan jangka panjang dan kemampuan suatu negara untuk menyediakan banyak jenis barang-barang dan jasa-jasa ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi serta penyesuaian kelembagaan ideologi yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1988). Kebijaksanaan pemerintah untuk membangun fasilitas (sarana dan prasarana) dimaksudkan untuk mewujudkan adanya perkembangan ekonomi dan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi seluruh penduduk Indonesia. Dengan kesempatan kerja yang semakin besar, maka akan dapat menunjang dan meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Luasnya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan maka terjadi ketidakseimbangan (unbalanced) pertumbuhan ekonomi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya Ada sebagian daerah yang sudah maju tetapi sebagian besar lainnya masih termasuk daerah yang miskin dan terbelakang, terutama daerah-daerah yang terpencil dan masih tergolong daerah yang barn dibuka. Dengan adanya ketidakseimbangan tersebut maka dilihat secara keseluruhannya, maka pertumbuhan ekonomi akan bervariasi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat pula dipandang sebagai perluasan kesempatan kerja melalui perluasan unit-unit ekonomi produktif yang dapat membuka kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi (economic growth) dapat dipandang sebagai suatu proses ekspansi atau perbaikan ekonomi dan produktivitas dan sumberdaya yang tersedia seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, dan benda-benda modal (capital/) (Winardi, 1983) 2.8 Studi Empiris Analisis Penyerapan dan Elastisitas Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Kendari menemukan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor industri cukup besar bila dibandingkan dengan sektor lain dan Elastisitas tenaga kerja di sektor industri lebih kecil dari satu (B.S.Landimuru,2009). Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja dan Produktivitas Sektor Industri Propinsi Sulawesi Selatan menemukan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja di sektor industri lebih kecil dari satu (Cindy An Rewu ,2007). Karakteristik Tenaga Kerja pada Industri Kecil di Makassar menemukan bahwa karakteristik Sosial, ekonomi dan demografi terhadap jam kerja tenaga kerja pada industri kecil berpengaruh positif dan signifikan (Dian Kustiah Marto ,2008) Alokasi Kredit Usaha Kecil (KUK) dalam Menunjang Produksi dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil di Sulawesi Selatan periode 1991- 2000 menemukan bahwa pengaruh kredit usaha kecil terhadap nilai produksi industri kecil, jumlah tenaga kerja yang terserap, dan produktivitas tenaga kerja di sektor industri mengalami peningkatan (ldawati,2002). Perkembangan Industri dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Pangkep menemukan bahwa tingkat elastisitas perkembangan sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja lebih kecil dari satu (Ramli, 2003). 2.9 Kerangka Konsepsional Pembangunan ekonomi dirumuskan sebagai peningkatan pendapatan nasional rill jangka panjang, dengan kata lain sasaran pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Namun terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam melaksanakan proses pembangunan tersebut. Dari salah satu permasalahan yang paling menonjol adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan terus menerus, sehingga memberikan tambahan tenaga kerja. Dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja, maka pemerintah berupaya melaksanakan pembangunan yang memperluas lapangan kerja dan akan menyerap tenaga kerja sehingga Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga mengalami peningkatan. Salah satu alternatif yang ditempuh oleh pemerintah kota/kabupaten dan pihak terkait adalah menentukan jenis industri apa yang cocok dikembangkan. Salah satunya adalah sektor industri padat karya, karena disamping tidak terlalu besar investasi yang dibutuhkan juga dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Disamping itu industri kerajinan perlu mendapat perhatian dan pemerintah. Karena sektor ini tidak membutuhkan modal yang besar juga teknologi yang digunakan adalah teknologi sederhana. Dengan demikian masalah pertumbuhan penduduk yang cepat dengan kebijaksanaan untuk mengatasi segala akibat sedapat mungkin bisa diminimalkan. Secara sederhana, hubungan pengembangan industri dengan penyerapan tenaga kerja dapat digambarkan dalam kerangka pikir sebagai berikut: 1. Gambar 3.1 : Kerangka Pikir Pembangunan ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kesempatan kerja Hasil analisis PRODUKTIVITAS ELASTISITAS PADAT KARYA REKOMENDASI Ket : Hubungan hirarki analisis Hubungan kebijakan PADAT MODAL 2.10 Hipotesis Dari masalah yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Diduga bahwa produktivitas tenaga kerja pada sektor non pertanian relatif lebih besar dari pada sektor pertanian di Sulawesi selatan 2. Diduga bahwa elastisitas kesempatan kerja pada sektor non pertanian relatif lebih kecil dari pada sektor pertanian di Sulawesi selatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Selatan, yang merupakan salah satu propinsi yang ada di kawasan timur Indonesia. 3.2 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, antara lain: 1. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan struktur perekonomian Sulawesi Selatan dari tahun 2008-2012 2. Data kesempatan kerja dan nilai produksi dari tiap-tiap subsektor industri menurut golongan di Sulawesi Selatan dari tahun 2008-2012 3.3 Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data dan informasi yang diperlukan sehubungan dengan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, di gunakan metode sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan (Library Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca literatur yang relevan dengan judul penulisan skripsi ini. Dengan demikian teori-teori yang digunakan bersumber dari literatur tersebut. 2. Studi Lapangan (Field Research) Merupakan suatu penelitian pengumpulan data dengan melakukan penelitian dengan menggunakan data sekunder. 3.4 Metode Analisis Untuk mengetahui nilai produktivitas, maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: PTK = ………………………………………….. (1) Dimana: PTK : Produktivitas Tenaga Kerja (Marginal Product of Labor) Output : Tambahan nilai output yang dihasilkan dari tahun ke tahun Tenaga kerja : Tambahan pekerja dari tahun ke tahun I : sub sektor ekonomi Untuk mengetahui elastisitas kesempatan kerja di sektoral digunakan rumus: EKKi = EKKi = Dimana : EKKi : Elastisitas kesempatan kerja di sektoral KKi : Jumlah kesempatan kerja i : Sub sektoral ekonomi PDRBi : Produk domestik regional bruto sub sektor ekonomi 3.5 Definisi Operasional 1. Produktivitas tenaga kerja merupakan rasio antara tambahan output sektoral dengan tambahan tenaga kerja sektoral yang digunakan (Marginal Physical Product of Labor). 2. Elastisitas kesempatan kerja adalah angka yang menunjukkan tingkat hubungan fungsional antara laju pertumbuhan kesempatan kerja dengan laju pertumbuhan ekonomi. 3. Nilai Output adalah hasil produksi yang dihasilkan dalam waktu tertentu biasanya satu tahun. 4. Tenaga kerja adalah jumlah orang yang digunakan dalam proses produksi pada sektor tertentu diukur dengan satuan orang. 5. Kesempatan kerja di proksi dengan jumlah angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut aktif dalam kegiatan ekonomi secara sektoral.